Pedoman Teknis Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik ...

59
DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER 2012 PEDOMAN TEKNIS PENANGANAN GANGGUAN USAHA DAN KONFLIK PERKEBUNAN TAHUN 2013

Transcript of Pedoman Teknis Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik ...

Page 1: Pedoman Teknis Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik ...

DUKUNGAN PASCAPANEN

DAN PEMBINAAN USAHA

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNANKEMENTERIAN PERTANIANDESEMBER 2012

PEDOMAN TEKNIS

PENANGANAN GANGGUAN USAHA DANKONFLIK PERKEBUNAN

TAHUN 2013

Page 2: Pedoman Teknis Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik ...

KATA PENGANTAR

Pedoman Teknis Kegiatan Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik Perkebunan di Daerah untuk tahun 2013 disusun dalam rangka memberikan acuan dan arahan pelaksanaannya kepada petugas yang menangani Gangguan Usaha dan Konflik Perkebunan. Pedoman ini terdiri dari : 1) Fasilitasi, Inventarisasi, Identifikasi, dan Penanganan Gangguan Usaha Perkebunan 2) Fasilitasi, Inventarisasi, Identifikasi, dan Penanganan konflik Perkebunan, 3) Pertemuan Koordinasi Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik Perkebunan, 4) Pemantauan, Pengawasan dan Fasilitasi Penyelesaian Masalah PIR-BUN dan 5). Pemantauan, Pengawasan dan Fasilitasi Penyelesaian Masalah PIR-TRANS/KKPA.

Isi dan substansi Pedoman Teknis ini hanya memuat garis besar kegiatan, antara lain tujuan, sasaran, ruang lingkup kegiatan, pelaksanaan, monitoring dan pelaporan. Hal ini dimaksudkan agar petugas yang menangani Gangguan Usaha dan Konflik Perkebunan selanjutnya dapat menyusun Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis yang lebih spesifik.

Semoga Pedoman Teknis ini dapat memberi manfaat sebagai pedoman kerja para petugas sehingga kegiatan Penanganan Kasus Gangguan

Page 3: Pedoman Teknis Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik ...

Usaha dan Konflik Perkebunan tahun 2013 yang dilaksanakan di Daerah dapat meningkatkan identifikasi terhadap penyebab terjadinya suatu kasus perkebunan, data/informasi mengenai kasus Gangguan Usaha dan Konflik Perkebunan serta dapat meningkatkan koordinasi antar instansi terkait baik di Pusat maupun di Daerah.

Jakarta, Desember 2012

Direktur Jenderal Perkebunan,

Ir. Gamal Nasir, MS

Nip. 19560728 198603 1 001

Page 4: Pedoman Teknis Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik ...

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

1. Pedoman Teknis Fasilitasi, Inventarisasi,

identifikasi, dan Penanganan Gangguan

Usaha Perkebunan

2. Pedoman Teknis Fasilitasi, Inventarisasi,

identifikasi, dan Penanganan Konflik

Perkebunan

3. Pedoman Teknis Pertemuan Koordinasi

Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik

Perkebunan

4. Pedoman Teknis Pemantauan, Pengawasan,

dan Fasilitasi Penyelesaian Masalah Proyek

PIR-TRANS/KKPA

5. Pedoman Teknis Pemantauan, Pengawasan,

dan Fasilitasi Penyelesaian Masalah Proyek

PIR-BUN

Page 5: Pedoman Teknis Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik ...

1

PEDOMAN TEKNIS FASILITASI, INVENTARISASI, IDENTIFIKASI,

DAN PENANGANAN GANGGUAN USAHA PERKEBUNAN

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkebunan merupakan salah satu sub-sektor strategis yang secara ekonomis, ekologis dan sosial budaya memainkan peranan penting dalam pembangunan nasional.

Penyelenggaraan pembangunan perkebunan sejalan dengan amanat dan jiwa Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yaitu : ” bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, sebagai karunia dan amanat Tuhan Yang Esa yang dianugerahkan kepada bangsa Indonesia merupakan potensi yang sangat besar dalam pembangunan perekonomian nasional termasuk didalamnya pembangunan perkebunan dalam mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara berkeadilan”.

Adapun karateristik perkebunan dapat ditinjau dari berbagai aspek antara lain

Page 6: Pedoman Teknis Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik ...

2

dari jenis komoditas, hasil produksi dan bentuk pengusahaannya. Dari aspek komoditas, perkebunan terdiri dari 127 jenis tanaman, berupa tanaman tahunan, tanaman semusim, serta tanaman rempah dan penyegar dengan areal sebaran mulai dataran rendah sampai dataran tinggi. Ditinjau dari aspek produksi, hasil produksi perkebunan merupakan penghasil bahan baku industri baik untuk kebutuhan dalam negeri maupun ekspor. Apabila ditinjau dari bentuk pengusahaannya, perusahaan perkebunan meliputi perkebunan besar milik negara/Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebesar 6%, Perkebunan Besar Swasta Nasional (PBSN) sebesar 21% dan Perkebunan Rakyat (PR) sebesar 72%.

Dari masa ke masa pembangunan perkebunan senantiasa dihadapkan ke berbagai tantangan, permasalahan dan isu yang paling mengemuka pada Tahun 2011, seperti terjadi perubahan dan perkembangan lingkungan yang sangat dinamis serta berbagai persoalan mendasar seperti adanya tekanan globalisasi dan liberalisasi pasar, pesatnya perkembangan teknologi dan informasi, semakin terbatasnya sumber daya lahan, air dan energi, terjadinya

Page 7: Pedoman Teknis Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik ...

3

perubahan iklim global, rendahnya kepemilikan lahan dan status lahan pekebun, masih terbatasnya akses kemampuan sistem perbenihan nasional, terbatasnya akses pekebun terhadap permodalan, lemahnya kapasitas kelembagaan petani dan penyuluh, serta kurangnya koordinasi kerja antara sektor terkait pembangunan perkebunan.

Pembangunan Perkebunan akan terkendala jika dalam penyediaan lahannya masih terdapat permasalahan yang belum terselesaikan.

Permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan usaha perkebunan terkait dengan pengadaan lahan seperti : terjadinya tumpang tindih izin lokasi dengan kepentingan lain, belum tuntasnya permasaahan pelepasan kawasan hutan, ganti rugi lahan dan/atau ganti rugi tanam tumbuh kepada masyarakat, sengketa dengan tanah adat/ulayat, terjadinya okupasi lahan, penjarahan sampai belum selesainya penerbitan hak kepemilikan lahan (Sertifikat Hak Milik/SHM dan sertifikat Hak Guna Usaha/HGU). Dengan terjadinya sengketa/konflik atau kasus kepentingan antara satu pihak dengan pihak lainnya dalam pengadaan lahan

Page 8: Pedoman Teknis Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik ...

4

usaha perkebunan akan sangat mempengaruhi kinerja usaha perkebunan.

Kasus gangguan usaha perkebunan sampai dengan Tahun 2011 tercatat sebanyak 822 kasus yang terjadi di

Badan Usaha Milik Negara/BUMN Perkebunan (PTP. Nusantara) sebanyak 108 kasus dan Perkebunan Besar Swasta (PBS) sebanyak 714 kasus dan tersebar di 23 provinsi (Aceh, Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat, Bengkulu, Jambi, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Barat).

Untuk itu perlu dilakukan kegiatan fasilitasi, inventarisasi, identifikasi, dan penanganan gangguan usaha perkebunan.

Page 9: Pedoman Teknis Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik ...

5

B. Sasaran Nasional

Terfasilitasinya inventarisasi, identifikasi, dan penanganan gangguan usaha perkebunan.

C. Tujuan

Tujuan kegiatan fasilitasi, inventarisasi, identifikasi, dan penanganan kasus gangguan usaha perkebunan, sebagai berikut :

1) Melakukan inventarisasi dan identifikasi kondisi dan jenis gangguan usaha perkebunan yang ada di daerah;

2) Mengupayakan penyelesaian gangguan usaha perkebunan dengan berkoordinasi pada instansi terkait di Pusat dan Daerah;

3) Melakukan pembinaan dan sosialisasi baik kepada perusahaan, petani/ pekebun dan masyarakat dalam rangka pencegahan/antisipasi terhadap munculnya gangguan usaha perkebunan.

Page 10: Pedoman Teknis Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik ...

6

II. PENDEKATAN PELAKSANAAN KEGIATAN

A. Prinsip Pendekatan Pelaksanaan Kegiatan

Melakukan koordinasi dan musyawarah kepada para pihak (stake holder) untuk memperoleh kesepakatan dan mufakat, dalam rangka mendapatkan hasil yang adil (win-win solution).

B. Spesifikasi Teknis

- Pengumpulan data dan informasi; - Melakukan musyawarah dan

merumuskan kesepakatan; - Monitoring dan evaluasi

perkembangan penanganan gangguan usaha perkebunan;

- Menyusun laporan hasil kegiatan dan menyampaikan laporan kepada instansi terkait.

III. PELAKSANAAN KEGIATAN

a. Ruang Lingkup

Ruang lingkup kegiatan Fasilitasi , Inventarisasi, Identifikasi, dan Penanganan Gangguan Usaha Perkebunan sebagai berikut:

1) Seluruh pihak yang terkait dengan adanya gangguan usaha perkebunan

Page 11: Pedoman Teknis Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik ...

7

(instansi terkait Pusat dan Daerah, Perusahaan, Pekebun/masyarakat, asosiasi dll ;

2) Inventarisasi data dan informasi, terkait dengan gangguan usaha perkebunan berdasarkan hasil kunjungan lapangan, hasil pemantauan media elektronik dan cetak serta koordinasi dengan instansi terkait ;

3) Identifikasi kondisi dan jenis gangguan usaha perkebunan;

4) Pengecekan langsung ke lapangan jika terjadi gangguan usaha perkebunan;

5) Kunjungan pembinaan dan sosialisasi kepada masyarakat / pekebun dan perusahaan perkebunan;

6) Koordinasi dengan instansi/pihak terkait antara lain melalui forum rapat, seminar dan workshop;

b. Pelaksanaan Kegiatan

Kegiatan dilaksanakan oleh Dinas Perkebunan Provinsi sebagai berikut :

1) Penyusunan rencana kerja pelaksanaan (petunjuk teknis) dan inventarisasi data gangguan usaha perkebunan;

2) Koordinasi dengan Instansi terkait dalam pemutakhiran data;

3) Pelaksanaan pemantauan ke lokasi terjadinya gangguan usaha

Page 12: Pedoman Teknis Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik ...

8

perkebunan. Dinas Perkebunan Provinsi/Dinas Provinsi yang membidangi perkebunan bekerjasama dengan pemerintah Kabupaten/Kota mengunjungi lokasi yang terjadi gangguan usaha perkebunan dan yang memiliki potensi gangguan usaha perkebunan;

4) Rapat/pertemuan memfasilitasi penyelesaian gangguan usaha perkebunan dengan instansi terkait;

5) Penyusunan dan pembahasan laporan hasil rapat;

6) Tindak lanjut penyelesaian gangguan usaha Perkebunan;

7) Dinas perkebunan provinsi melaporkan hasil kegiatannya kepada Direktur Jenderal Perkebunan, Gubernur, Bupati kasus per kasus dan menyampaikan laporan akhir tahun anggaran;

c. Lokasi, Jenis dan Volume

Kegiatan dilaksanakan di 27 provinsi dan 151 Kabupaten/Kota yang terdapat gangguan usaha perkebunan dengan dirinci sebagai berikut:

No Provinsi Jumlah

Kabupaten

1 Aceh 5

2 Sumatera Utara 9

3 Riau 9

Page 13: Pedoman Teknis Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik ...

9

No Provinsi Jumlah

Kabupaten

4 Jambi 9

5 Sumatera Selatan 6

6 Sumatera Barat 5

7 Bengkulu 5

8 Lampung 5

9 Bangka Belitung 5

10 Kalimantan Barat 8

11 Kalimantan Timur 8

12 Kalimantan Selatan 6

13 Kalimantan Tengah 14

14 Jawa Barat 9

15 Banten 5

16 Jawa Tengah 5

17 D.I. Yogyakarta 4

18 Jawa Timur 5

19 Sulawesi Utara 5

20 Sulawesi Tenggara 5

21 Sulawesi Selatan 5

22 Sulawesi Barat 5

23 Sulawesi Tengah 5

24 Papua 1

25 Papua Barat 1

26 NTB 1

27 Kepulauan Riau 1

Jumlah 151

IV. PEMBINAAN, PENGENDALIAN, PENGAWALAN DAN PENDAMPINGAN

Pembinaan, pengendalian, pengawalan dan pendampingan dilakukan dengan cara melakukan kunjungan langsung ke lokasi terjadinya gangguan usaha

Page 14: Pedoman Teknis Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik ...

10

perkebunan bersama-sama dengan dinas yang membidangi perkebunan di provinsi dan kabupaten/kota serta melakukan koordinasi dengan instansi terkait di kabupaten/ kota dan kecamatan serta desa.

Pembinaan, pengendalian, pengawalan dan pendampingan dilakukan oleh : Tim Pembina Pusat, Tim Pelaksana Provinsi dan Tim Teknis Kabupaten/Kota dengan tugas masing-masing sebagai berikut :

1. Tim Pembina Pusat

Tim Pembina Pusat dikoordinasikan oleh Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha, bertugas/berfungsi :

a. Melakukan koordinasi perencanaan dan pelaksanaan yang bersifat lintas sektoral antar instansi terkait di tingkat pusat dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelaksanaan kegiatan.

b. Melakukan sosialisasi dan koordinasi dengan Tim Pelaksana Provinsi dalam rangka pengawalan dan pendampingan serta membantu mengatasi berbagai permasalahan yang terjadi lapangan.

Page 15: Pedoman Teknis Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik ...

11

c. Meningkatan efektivitas pelaksanaan program melalui kerjasama antara instansi terkait lainnya.

d. Menyusun Pedoman Umum Pelaksanaan Penanganan Gangguan Usaha Perkebunan.

e. Menyusun dan menyampaikan laporan perkembangan pelaksanaan kegiatan kepada Direktur Jenderal Perkebunan.

2. Tim Pelaksana Provinsi

Tim Pelaksana Provinsi dikoordinasikan oleh dinas yang membidangi perkebunan provinsi yang menangani kegiatan penanganan gangguan usaha perkebunan, bertugas :

a. Melakukan koordinasi pelaksanaan yang bersifat lintas sektoral antar instansi terkait di tingkat Provinsi dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelaksanaan kegiatan.

b. Melakukan sosialisasi dengan Tim Teknis Kabupaten/Kota dalam rangka pelaksanaan program fasilitasi, inventarisasi, identifikasi, dan penanganan gangguan usaha perkebunan.

c. Melakukan pembinaan, pengawalan dan pendampingan, serta membantu

Page 16: Pedoman Teknis Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik ...

12

mengupayakan penyelesaian masalah yang dihadapi di lapangan.

d. Membuat Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) kegiatan penanganan gangguan usaha perkebunan yang ada di daerahnya dengan mengacu Pedoman Umum yang disusun Direktorat Jenderal Perkebunan. Juklak tersebut disampaikan ke Dinas yang membidangi perkebunan di Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Direktorat Jenderal Perkebunan cq. Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha.

e. Menyusun dan menyampaikan laporan perkembangan pelaksanaan kegiatan kepada Direktur Jenderal Perkebunan cq. Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha.

3. Tim Teknis Kabupaten/Kota

Tim Teknis Kabupaten/Kota dikoordinasikan oleh Dinas yang membidangi perkebunan di kabupaten/ kota yang menangani kegiatan penanganan gangguan usaha perkebunan berfungsi :

a. Melakukan koordinasi teknis yang bersifat lintas sektoral antar instansi terkait di tingkat Kabupaten/Kota dalam rangka meningkatkan efisiensi

Page 17: Pedoman Teknis Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik ...

13

dan efektivitas pelaksanaan teknis lapangan;

b. Menyusun Petunjuk Teknis (Juknis) Penanganan Gangguan Usaha Perkebunan dengan mengacu kepada Juklak yang dibuat oleh Dinas yang membidangi perkebunan Provinsi dan Pedum yang disusun Direktorat Jenderal Perkebunan. Juknis tersebut disampaikan ke Dinas yang membidangi perkebunan di Provinsi dengan tembusan kepada Direktorat Jenderal Perkebunan cq. Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha di Jakarta;

c. Melakukan pembinaan, pengawalan dan pendampingan ke lokasi kegiatan;

d. Menyusun dan menyampaikan laporan perkembangan pelaksanaan kegiatan kepada Direktur Jenderal Perkebunan cq. Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha.

V. MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN

Monitoring dilakukan secara berkala setiap 1 (satu) bulan dan hasilnya dilaporkan kepada Direktorat Jenderal Perkebunan, Gubernur dan instansi terkait setiap 3 (tiga) bulan.

Page 18: Pedoman Teknis Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik ...

14

VI. PEMBIAYAAN

Pembiayaan pelaksanaan kegiatan Fasilitasi, Inventarisasi, Identifikasi, dan Penanganan Kasus Ganguan Usaha Perkebunan bersumber dari dana APBN Tugas Pembantuan (TP) Direktorat Jenderal Perkebunan yang ditampung dalam DIPA Tugas Pembantuan Dinas Provinsi yang menangani Perkebunan Tahun 2013.

Adapun Komponen Biaya dari kegiatan tersebut sebagai berikut:

Belanja Bahan : - Adm, Pengiriman Surat, Foto Copy

dan lain-lain; - ATK dan bahan komputer - Biaya Pulsa, Telp, Fax, Internet.

- Penyusunan dan Pembahasan Laporan;

- Pencetakan laporan.

Belanja Barang Non Operasional :

- Dalam rangka pelaksanaan pertemuan;

- Bantuan transport peserta.

Belanja Perjalanan Lainnya :

- Dalam rangka Fasilitasi, inventarisasi, identifikasi dan penanganan gangguan

Page 19: Pedoman Teknis Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik ...

15

usaha perkebunan petugas provinsi ke kabupaten;

- Dalam rangka Fasilitasi, inventarisasi, identifikasi dan penanganan gangguan usaha perkebunan petugas kabupaten ke lokasi;

- Dalam rangka koordinasi ke pusat.

VII. PENUTUP Pedoman ini merupakan acuan secara umum yang perlu dijabarkan lebih lanjut dalam bentuk Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) dan Petunjuk Teknis (Juknis) yang lebih operasional. Diharapkan dengan pedoman ini pelaksanaan kegiatan tersebut dapat terlaksana sesuai dengan tujuan dan sasaran yang direncanakan.

Page 20: Pedoman Teknis Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik ...

16

PEDOMAN TEKNIS

FASILITASI, INVENTARISASI, IDENTIFIKASI, DAN PENANGANAN KONFLIK USAHA

PERKEBUNAN

I. PENDAHULUAN

a. Latar Belakang

Perkembangan perkebunan besar yang membuka lahan secara besar-besaran dengan mengkonversi hutan tropika basah dan hutan/lahan pasang surut telah memunculkan kritik internasional yang dikaitkan dengan kerusakan lingkungan hidup antara lain hilangnya biodiversitas, menurunnya fungsi hidro-orologis daerah aliran sungai, dan menyusutnya habitat satwa liar, terjadinya kebakaran lahan dan hutan. Di samping itu terjadi pula konflik antar generasi dan konflik antara manusia dengan satwa dan fauna serta konflik antara perkebunan besar dengan masyarakat dan konflik antara perusahaan perkebunan dengan perusahaan lainnya.

Page 21: Pedoman Teknis Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik ...

17

Konflik dengan masyarakat dan/atau perusahaan ini menimbulkan berbagai bentuk konflik baik yang berkaitan lahan maupun non lahan. Konflik berpengaruh pada penurunan yang terjadi dalam pengusahaan perkebunan bukan hanya merugikan kelangsungan usaha perkebunan itu sendiri, melainkan berpengaruh pada minat investasi, tetapi juga dapat memberikan dampak yang lebih besar yaitu dapat menimbulkan disintegrasi sosial. Konflik dalam lingkungan perkebunan besar memiliki karakter multidimensi yaitu ekonomi, politik, hukum, sosial, lingkungan dan juga internasional. Oleh karena itu, penyelesaian konflik ini menjadi sangat strategis dalam rangka pemulihan kondisi sebagaimana yang terjadi saat ini.

Untuk meminimalisir konflik perkebunan, maka perlu dilakukan fasilitasi, inventarisasi, identifikasi dan Penanganan Konflik Perkebunan.

Page 22: Pedoman Teknis Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik ...

18

b. Sasaran Nasional

Terfasilitasinya Inventarisasi, Identifikasi, dan Penanganan Kasus Konflik Perkebunan.

c. Tujuan

Tujuan kegiatan fasilitasi inventarisasi, identifikasi, dan penanganan konflik perkebunan sebagai berikut:

1) Melakukan inventarisasi kondisi

jenis konflik perkebunan yang ada di daerah;

2) Mengupayakan penyelesaian konflik perkebunan dan berkoordinasi dengan instansi terkait;

3) Melakukan pembinaan dan sosialisasi baik kepada perusahaan, petani/pekebun dan masarakat dalam rangka pencegahan/antisipasi terhadap munculnya konflik perkebunan.

Page 23: Pedoman Teknis Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik ...

19

II. PENDEKATAN PELAKSANAAN KEGIATAN

A. Prinsip Pendekatan Pelaksanaan Kegiatan

Melakukan koordinasi dan musyawarah kepada para pihak (stake holder) untuk memperoleh kesepakatan dan mufakat dalam rangka mendapatkan hasil yang adil (win-win solution).

B. Spesifikasi Teknis

- Pengumpulan data dan informasi;

- Melakukan musyawarah dan merumuskan kesepakatan;

- Monitoring dan evaluasi perkembangan penanganan Konflik Perkebun;

- Menyusun laporan hasil kegiatan dan menyampaikan laporan kepada instansi terkait.

III. PELAKSANAAN KEGIATAN

a. Ruang Lingkup

Ruang lingkup kegiatan Fasilitasi, Inventarisasi, Identifikasi, dan Penanganan Konflik Perkebunan adalah sebagai berikut:

Page 24: Pedoman Teknis Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik ...

20

1).Seluruh pihak terkait dengan adanya konflik perkebunan (intansi terkait Pusat dan Daerah, Perusahaan, Pekebun/ masyarakat, asosiasi dll;

2). Inventarisasi data dan informasi terkait dengan konflik perkebunan berdasarkan hasil kunjungan lapangan, pemantauan media elektronik dan cetak serta koordinasi dengan instansi terkait;

3). Pengecekan langsung ke lapangan (ground chek) jika terjadi konflik usaha perkebunan;

4). Kunjungan pembinaan dan penyuluhan kepada masyarakat/ petani dan perusahaan perkebunan;

4). Koordinasi dengan instansi/pihak terkait antara lain melalui forum rapat, seminar dan workshop;

b. Pelaksanaan Kegiatan

Kegiatan dilaksanakan oleh Dinas Perkebunan Provinsi sebagai berikut:

Page 25: Pedoman Teknis Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik ...

21

1). Penyusunan rencana kerja pelaksanaan (petunjuk pelaksanaan) dan inventarisasi data konflik usaha perkebunan;

2). Koordinasi dengan Instansi terkait dalam pemutakhiran data;

3). Pelaksanaan pemantauan ke lokasi terjadinya konflik perkebunan. Dinas Perkebunan Provinsi/Dinas Provinsi yang membidangi perkebunan bekerjasama dengan pemerintah kabupaten/kota mengunjungi lokasi konflik perkebunan;

4). Rapat/pertemuan memfasilitasi penyelesaian konflik perkebunan dengan instansi terkait;

5). Penyusunan dan pembahasan laporan hasil rapat;

6). Tindak lanjut penyelesaian penanganan konflik perkebunan;

7). Dinas perkebunan provinsi melaporkan hasil kegiatannya kepada Direktur Jenderal Perkebuanan, Gubernur, Bupati kasus per kasus dan menyampaikan laporan akhir tahun anggaran;

Page 26: Pedoman Teknis Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik ...

22

c. Lokasi, Jenis dan Volume

Kegiatan fasilitasi, inventarisasi, identifikasi, dan penanganan konflik perkebunan dilaksanakan di 23 Provinsi dan 147 kabupaten/Kota yang terjadi dan berpotensi munculnya konflik perkebunan, sebagai berikut:

No. Provinsi Jumlah

Kabupaten

1 Aceh 5

2 Sumatera Utara 9

3 Riau 9

4 Jambi 9

5 Sumatera Selatan 6

6 Sumatera Barat 5

7 Bengkulu 5

8 Lampung 5

9 Bangka Belitung 5

10 Kalimantan Barat 8

11 Kalimantan Timur 8

12 Kalimantan Selatan

6

13 Kalimantan Tengah

14

14 Jawa Barat 9

15 Banten 5

16 Jawa Tengah 5

17 D.I. Yogyakarta 4

18 Jawa Timur 5

Page 27: Pedoman Teknis Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik ...

23

19 Sulawesi Utara 5

20 Sulawesi Tenggara 5

21 Sulawesi Selatan 5

22 Sulawesi Barat 5

23 Sulawesi Tengah 5

Jumlah 147

IV. PEMBINAAN, PENGENDALIAN,

PENGAWALAN, DAN PENDAMPINGAN

Pembinaan, pengendalian, pengawalan dan pendampingan dilakukan dengan cara melakukan kunjungan lansung ke lokasi terjadinya konflik perkebunan (perusahaan Perkebunan dan masyarakat) dan melakukan koordinasi dengan instansi terkait di Kabupaten/Kota dan Kecamatan serta Desa. Pembinaan dilakukan oleh Dinas Provinsi yang membidangi Perkebunan bersama Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi Perkebunan.

Pembinaan, pengendalian, pengawalan dan pendampingan dilakukan oleh : (i) Tim Pembina Pusat, (ii) Tim Pelaksana Provinsi dan (iii) Tim Teknis Kabupate/Kota dengan tugas masing-masing sebagai berikut :

Page 28: Pedoman Teknis Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik ...

24

4. Tim Pembina Pusat

Tim Pembina Pusat dikoordinasikan oleh Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha, bertugas/berfungsi :

a. Melakukan koordinasi perencanaan dan pelaksanaan yang bersifat lintas sektoral antar instansi terkait ditingkat pusat dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelaksanaan kegiatan.

b. Melakukan sosialisasi dan koordinasi dengan Tim Pelaksanaan Provinsi dalam rangka pengawalan dan pendampingan serta membantu mengatasi berbagai permasalahan yang terjadi di tingkat lapangan.

c. Meningkakan efektivitas pelaksanaan program melalui kerjasama antara instansi terkait lainnya.

d. Menyusun Pedoman Umum Pelaksanaan Penanganan Konflik Perkebunan.

e. Menyusun dan menyampaikan laporan perkembangan pelaksanaan kegiatan kepada Direktur Jenderal Perkebunan.

Page 29: Pedoman Teknis Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik ...

25

5. Tim Pelaksana Provinsi

Tim Pelaksana Provinsi dikoordinasikan oleh Dinas yang membidangi Perkebunan Provinsi/yang menangani kegiatan Penanganan Konflik Perkebunan, bertugas :

a. Melakukan koordinasi pelaksanaan yang bersifat lintas sektoral antar instansi terkait di tingkat Provinsi dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelaksanaan kegiatan.

b. Melakukan sosialisasi dengan Tim Teknis Kabupaten/Kota dalam rangka pelaksanaan program fasilitasi, inventarisasi, identifikasi dan penanganan konflik perkebunan.

c. Melakukan pembinaan, pengawalan dan pendampingan, serta membantu mengupayakan penyelesaian masalah yang dihadapi di lapangan.

d. Membuat Petunjuk (Juklak) kegiatan penanganan konflik perkebunan yang ada di daerahnya dengan mengacu Pedoman Umum yang disusun Direktorat Jenderal Perkebunan. Juklak tersebut disampaikan ke Dinas yang membidangi perkebunan di Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Perkebunan

Page 30: Pedoman Teknis Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik ...

26

cq. Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha.

6. Tim Teknis Kabupaten/Kota

Tim Teknis Kabupaten/Kota dikoordinasikan oleh Dinas yang membidangi Perkebunan di Kabupaten/Kota atau yang menangani kegiatan penanganan konflik usaha perkebunan berfungsi :

a. Melakukan koordinasi teknis yang bersifat lintas sektoral antar instansi terkait di tingkat Kabupaten/Kota dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelaksanaan teknis lapangan;

b. Menyusun Petunjuk Teknis (Juknis) Penanganan Konflik Perkebunan dengan mengacu kepada Juklak yang dibuat oleh Dinas yang membidangi perkebunan Provinsi dan Pedum yang dibuat Direktorat Jenderal Perkebunan. Juknis tersebut disampaikan ke Dinas yang membidangi perkebunan di Provinsi dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Perkebunan cq. Direktur Pascapanen dan Pembinaan Usaha di Kementerian Pertanian;

Page 31: Pedoman Teknis Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik ...

27

c. Melakukan pembinaan, pengawalan dan pendampingan ke lokasi kegiatan;

V. MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN

Monitoring dilakukan secara berkala setiap 1 (satu) bulan dan hasilnya dilaporkan kepada Direktur Jenderal Perkebunan, Gubernur dan instansi terkait setiap 3 (tiga) bulan.

VI. PEMBIAYAAN

Pembiayaan pelaksanaan kegiatan fasilitasi, inventarisasi, identifikasi, dan penanganan kasus konflik perkebunan bersumber dari dana APBN Tugas Pembantuan Direktorat Jenderal Perkebunan yang ditampung dalam DIPA Tugas Pembantuan Dinas Provinsi yang menangani perkebunan tahun 2013.

Adapun Komponen Biaya dari kegiatan tersebut adalah seperti berikut:

Belanja Bahan

- Adm, Pengiriman Surat, Foto-Copy dll

- ATK dan bahan komputer

- Biaya pulsa telp, fax, internet

- Penyusunan dan Pembahasan Laporan

Page 32: Pedoman Teknis Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik ...

28

- Pencetakan laporan

Belanja Bahan

- ATK dan Bahan Komputer

Belanja Perjalanan Lainnya

- Dalam rangka Fasilitasi, inventarisasi, identifikasi dan penanganan konflik usaha perkebunan petugas provinsi ke kabupaten;

- Dalam rangka Fasilitasi, inventarisasi, identifikasi dan penanganan konflik perkebunan petugas kabupaten ke lokasi;

- Dalam rangka koordinasi ke pusat.

VII. PENUTUP

Pedoman ini merupakan acuan secara umum yang perlu dijabarkan lebih lanjut dalam bentuk Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) dan Petunjuk Teknis (Juknis) yang lebih operasional. Diharapkan dengan pedoman ini pelaksanaan kegiatan tersebut dapat terlaksana sesuai dengan tujuan dan sasaran yang direncanakan.

Page 33: Pedoman Teknis Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik ...

29

PEDOMAN TEKNIS

PERTEMUAN KOORDINASI PENANGANAN GANGGUAN USAHA DAN KONFLIK

PERKEBUNAN

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kasus gangguan usaha dam konflik perkebunan terus meningkat jumlah dan kualitasnya baik dalam bentuk penjarahan produksi, pengrusakan asset perusahaan, penyerobotan lahan dan tuntutan masyarakat terhadap lahan, kebun dan posisi pimpinan perusahaan. Dampak terjadinya gangguan usaha dan konflik perkebunan yaitu terganggunya keberlanjutan usaha perkebunan yang akan berpengaruh pada kondisi sosial dan ekonomi serta gangguan keamanan masyarakat dan wilayah.

Permasalahan gangguan usaha dan konflik perkebunan memiliki karakter multidimensi yaitu ekonomi, politik, hukum, sosial dan lingkungan, sehingga dengan demikian penyelesaiannya tidak dapat dilakukan secara parsial dan kuratif serta harus melibatkan berbagai pihak terkait.

Page 34: Pedoman Teknis Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik ...

30

Berkaitan dengan hal tersebut diatas dalam rangka meningkatkan sinergitas antara Pusat dan Daerah dalam upaya penanganan gangguan usaha dan konflik perkebunan maka perlu diadakan Pertemuan Koordinasi Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik Perkebunan yang meliputi pertemuan koordinasi penanganan kasus gangguan usaha dan konflik perkebunan.

Tujuan pertemuan koordinasi penanganan gangguan usaha dan konflik perkebunan yaitu untuk menyamakan persepsi dan gerak langkah dalam upaya penanganan gangguan usaha dan konflik perkebunan antara instansi di Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota.

B. Sasaran Nasional

Terlaksananya pertemuan koordinasi penanganan gangguan usaha dan konflik perkebunan di provinsi.

C. Tujuan

Adapun tujuan dari kegiatan Pertemuan Koordinasi Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik Perkebunan adalah:

1) Meningkatkan koordinasi penanganan gangguan usaha dan konflik perkebunan antar instansi terkait di Pusat, Provinsi dan Kabupaten/kota.

Page 35: Pedoman Teknis Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik ...

31

2) Meningkatkan persamaan persepsi antar pihak terkait mengenai penanganan Gangguan Usaha dan Konflik Perkebunan.

II. PENDEKATAN PELAKSANAAN KEGIATAN

A. Prinsip Pendekatan Pelaksanaan Kegiatan

Melakukan pertemuan koordinasi penanganan gangguan usaha dan konflik perkebunan dengan mengundang instansi terkait, perusahaan perkebunan, asosiasi perkebunan dan masyarakat.

B. Spesifikasi Teknis

Petemuan koordinasi penanganan gangguan usaha dan konflik perkebunan dengan membahas berbagai materi dari instansi terkait. Selanjutnya dilakukan penyusunan rumusan hasil pertemuan.

III. PELAKSANAAN KEGIATAN

A. Ruang Lingkup

Adapun ruang lingkup kegiatan pertemuan koordinasi penanganan gangguan usaha dan konflik perkebunan tersebut, sebagai berikut:

1) Persiapan pertemuan

Page 36: Pedoman Teknis Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik ...

32

2) Pelaksanaan Pertemuan 3) Penyusunan rumusan hasil

pertemuan. 4) Penyusunan laporan kegiatan

pertemuan

B. Pelaksana Kegiatan

1) Pelaksana kegiatan adalah Dinas Perkebunan Provinsi atau Dinas provinsi yang membidangi Perkebunan;

2) Waktu penyelenggaraan disesuaikan dengan kondisi daerah, diusahakan dalam semester I;

3) Peserta pertemuan koordinasi antara lain :

a. Instansi terkait di tingkat Pusat dan Daerah;

b. Dinas Perkebunan Provinsi dan Kabupaten / Kota;

c. Perusahaan Besar (Swasta dan BUMN);

d. Asosiasi Perusahaan Perkebunan/Pekebunan.

d. Lokasi, Jenis dan Volume

Kegiatan pertemuan koordinasi penanganan gangguan usaha dan konflik perkebunan dilaksanakan di 23 provinsi yang terdapat gangguan

Page 37: Pedoman Teknis Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik ...

33

usaha dan konflik perkebunan, sebagai berikut:

No. Provinsi Paket

1 Aceh 1

2 Sumatera Utara 1

3 Riau 1

4 Jambi 1

5 Sumatera Selatan 1

6 Sumatera Barat 1

7 Bengkulu 1

8 Lampung 1

9 Bangka Belitung 1

10 Kalimantan Barat 1

11 Banten 1

12 Kalimantan Timur 1

13 Kalimantan Selatan 1

14 Kalimantan Tengah 1

15 Jawa Barat 1

16 Jawa Tengah 1

17 Jawa Timur 1

18 Sulawesi Utara 1

19 Sulawesi Tenggara 1

20 Sulawesi Selatan 1

21 Sulawesi Barat 1

22 Sulawesi Tengah 1

23 Nusa Tenggara Barat

Jumlah 23

Page 38: Pedoman Teknis Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik ...

34

- Kegiatan pertemuan koordinasi Penanganan gangguan usaha dan konflik perkebunan dilaksanakan pada triwulan I dan triwulan II tahun anggaran 2013.

- Lokasi kegiatan di Ibu Kota Provinsi atau Ibu Kota Kabupaten/Kota.

IV. PEMBINAAN, PENGENDALIAN, PENGAWALAN DAN PENDAMPINGAN

Pembinaan, pengendalian, pengawalan dan pendampingan dilakukan oleh : (i) Tim Pembina Pusat dan (ii) Tim Pelaksana Provinsi dengan tugas masing-masing sebagai berikut :

1. Tim Pembina Pusat

Tim Pembina Pusat dikoordinasikan oleh Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha, bertugas/berfungsi :

a. Melakukan koordinasi perencanaan dan pelaksanaan yang bersifat lintas sektoral antar instansi terkait ditingkat pusat dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelaksanaan kegiatan.

b. Melakukan sosialisasi dan koordinasi dengan Tim Pelaksana Provinsi dalam rangka pengawalan dan pendampingan

Page 39: Pedoman Teknis Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik ...

35

serta membantu mengatasi berbagai permasalahan yang terjadi di lapangan.

c. Meningkakan efektivitas pelaksanaan program melalui kerjasama antara instansi terkait lainnya.

d. Menyusun Pedoman Umum Pelaksanaan Penanganan gangguan usaha dan konflik perkebunan.

e. Menyusun dan menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan kepada Direktur Jenderal Perkebunan.

2. Tim Pelaksana Provinsi

Tim Pelaksana Provinsi dikoordinasikan oleh Dinas yang membidangi Perkebunan Provinsi/yang menangani kegiatan pertemuan koordinasi gangguan usaha dan konflik perkebunan, bertugas :

a. Melakukan koordinasi pelaksanaan yang bersifat lintas sektoral antar instansi terkait di tingkat Provinsi dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelaksanaan kegiatan.

b. Melaksanakan kegiatan pertemuan koordinasi penanganan gangguan usaha dan konflik perkebunan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

Page 40: Pedoman Teknis Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik ...

36

c. Membuat Petunjuk (Juklak) kegiatan pertemuan koordinasi gangguan usaha dan konflik perkebunan yang ada di daerahnya dengan mengacu Pedoman Umum yang dibuat Direktorat Jenderal Perkebunan. Juklak tersebut disampaikan ke Dinas yang membidangi perkebunan di Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Perkebunan.

V. MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN

Untuk mengetahui perkembangan hasil pelaksanaan kegiatan, diperlukan monitoring dan pelaporan. Laporan hasil pertemuan disampaikan kepada Direktur Jenderal Perkebunan, dan Gubernur yang bersangkutan.

VI. PEMBIAYAAN

Pembiayaan pelaksanaan kegiatan Pertemuan Koordinasi Penanganan Ganguan Usaha dan Konflik Perkebunan bersumber dari dana APBN Tugas Pembantuan Direktorat Jenderal Perkebunan yang ditampung dalam DIPA Tugas Pembantuan Dinas Provinsi yang menangani perkebunan Tahun 2013.

Page 41: Pedoman Teknis Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik ...

37

Adapun Komponen Biaya dari kegiatan tersebut adalah seperti berikut: Belanja Barang Non Operasional lainnya - Transport Peserta Pertemuan Provinsi Belanja Bahan - ATK dan bahan komputer - Adm, pengiriman surat, foto-Copy dll - Penyusunan dan pembahasan laporan - Penggandaan laporan - Spanduk Honor yang terkait dengan outputn kegiatan - Honor panitia Belanja jasa profesi - Honor narasumber - Honor moderator Belanja perjalanan lainnya - Dalam rangka Pelaksanaan Pertemuan - Perjalanan narasumber pusat

VII. PENUTUP

Pedoman Umum kegiatan Pertemuan Koordinasi Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik Perkebunan ini merupakan acuan secara umum yang perlu dijabarkan lebih lanjut dalam bentuk Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) dan Petunjuk Teknis (Juknis) yang lebih

Page 42: Pedoman Teknis Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik ...

38

operasional. Diharapkan dengan pedoman umum ini pelaksanaan kegiatan tersebut dapat terlaksana sesuai dengan tujuan dan sasaran yang direncanakan.

Page 43: Pedoman Teknis Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik ...

39

PEDOMAN TEKNIS

PEMANTAUAN, PENGAWASAN DAN FASILITASI PENYELESAIAN MASALAH PIR-TRANS/KKPA

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan perkebunan dengan Pola PIR-TRANS dimulai pada tahun anggaran 1986/1987 yang pelaksanaannya berdasarkan Instruksi Presiden Nomor I Tahun 1986 dan tata cara pelaksanaannya ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 333/Kpts/KB-510/6/1986. Sedangkan Skim pembiayaannya diatur dengan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor : 19/14/KEP/DIR.

Penyelenggaraan pembangunan perkebunan dengan Pola PIR-TRANS diharapkan dapat mendukung berbagai sasaran pembangunan, khususnya pengembangan wilayah, mendukung program transmigrasi, mendorong investasi dan meningkatkan pendapatan petani/pekebun. Salah satu tolok ukur keberhasilan pembangunan perkebunan dengan Pola PIR adalah

Page 44: Pedoman Teknis Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik ...

40

konversi atau pengalihan kebun plasma dan sekaligus pengakuan kredit kepada petani peserta.

Pembangunan perkebunan dengan Pola PIR-TRANS pada tahap awal, setiap unitnya dilaksanakan oleh perusahaan inti yang mendapatkan izin prinsip dari Menteri Pertanian serta berdasarkan Surat Persetujuan Rencana Pembiayaan Proyek PIR-TRANS (SPRP3) dari Menteri Keuangan setelah mendapat rekomendasi dari Bappenas.

Pembangunan kebun Pola PIR-Trans yang sudah disahkan dan dilaksanakan dengan mengacu kepada standar fisik pembangunan kebun yang ditetapkan dalam Keputusan Direktur Jenderal Perkebunan Nomor : RC.220/09b/SK/DJ.BUN/87 tanggal 23 Maret 1987 yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab perusahaan inti dengan standar biaya yang ditetapkan Bappenas dan Departemen Keuangan yang diterbitkan setiap tahun. Sedangkan untuk komponen pembangunan pemukiman, penempatan petani peserta serta lahan pekarangan menjadi tanggungjawab Pemerintah melalui sumber dana APBN Departemen

Page 45: Pedoman Teknis Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik ...

41

Transmigrasi yang merupakan komponen non kredit.

Pembangunan perkebunan melalui program PIR-TRANS yang mendapat pengesahan dari pemerintah sebanyak 52 unit yang terdiri dari 50 unit untuk komoditi kelapa sawit dan 2 (dua) unit untuk kelapa hibrida yang tersebar di 10 propinsi (NAD, Sumut, Riau, Sumbar, Sumsel, Jambi, Kalbar, Kalteng, Sulsel dan Sulteng).

Pembangunan perkebunan dengan Pola PIR TRANS KKPA di Kawasan Timur Indonesia, sesuai dengan Surat Keputusan Rencana Pelaksanaan Proyek PIR TRANS (SKRP3) dari Menteri Pertanian sebanyak 6 (enam) perusahaan inti untuk 8 (delapan) unit lokasi pengembangan dengan total pengembangan seluas 119.500 hektar (kebun inti 23.800 hektar dan kebun plasma 95.600 hektar).

Sampai saat ini dari dari 8 (delapan) unit lokasi proyek yang telah memperoleh SKRP3, hanya 3 (tiga) unit yang telah melaksanakan pembangunan dengan realisasi areal seluas 14.496,4 hektar untuk 7.248 kepala keluarga petani peserta proyek yang tersebar di 2 (dua) propinsi (Kalbar dan Papua Barat)

Page 46: Pedoman Teknis Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik ...

42

dengan perusahaan PT. Varita jaya utama, PT. Surya Borneo Indah dan PT. Sawit Desa Kapuas.

B. Sasaran Nasional

Terlaksananya pemantauan, pengawasan dan terfasilitasinya penyelesaian masalah PIR-Trans/KKPA.

C. Tujuan

Tujuan kegiatan pemantauan, pengawasan dan fasilitasi penyelesaian masalah PIR-Trans/KKPA adalah:

1) Melakukan pemantauan, pengawasan pelaksanaan PIR-Trans/KKPA berikut permasalahan yang dihadapi;

2) Memfasilitasi dan membantu penyelesaian masalah PIR-Trans/KKPA dan berkoordinasi dengan instansi terkait dalam rangka penyelesaian permasalahannya.

Page 47: Pedoman Teknis Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik ...

43

II. PENDEKATAN PELAKSANAAN KEGIATAN A. Prinsip Pendekatan Pelaksanaan

Kegiatan

Melakukan koordinasi dengan kepada para petani peserta proyek instansi terkait baik di tingkat pusat dan daerah serta sosialisasi kepada perusahaan inti serta para petani peserta proyek.

B. Spesifikasi Teknis

- Pengumpulan data dan informasi; - Berkoordinasi dengan instansi

terkait; - Sosialisasi kepada petani peserta

proyek dan tokoh masyarakat; - Menyusun laporan hasil kegiatan

dan menyampaikan laporan kepada instansi terkait.

Page 48: Pedoman Teknis Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik ...

44

III. PELAKSANAAN KEGIATAN

A. Ruang Lingkup

Ruang lingkup pelaksanaan kegiatan Pemantauan, Pengawasan dan Fasilitasi Penyelesaian Masalah PIR-Trans/KKPA tersebar di 12 Provinsi dan 33 Kabupaten dengan rincian :

No. PIR-Trans/KKPA

Provinsi Kabupaten

1 Aceh 1

2 Sumatera Utara 3

3 Riau 5

4 Jambi 4

5 Sumatera Selatan 4

6 Sumatera Barat 1

7 Kalimantan Barat 5

8 Kalimantan Timur 2

9 Kalimantan Tengah 1

10 Sulawesi Selatan 1

11 Sulawesi Tenggara 1

12 Papua Barat 1

Jumlah 33

B. Pelaksanaan Kegiatan

Kegiatan dilaksanakan oleh Dinas Perkebunan Provinsi sebagai berikut :

- Penyusunan rencana kerja pelaksanaan (petunjuk pelaksanaan) dan inventarisasi

Page 49: Pedoman Teknis Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik ...

45

data permasalahan PIR-Trans/KKPA;

- Koordinasi dengan Instansi terkait dalam pemutakhiran data;

- Pelaksanaan pemantauan dan pengawasan dilakukan bekerjasama dengan pemerintah kabupaten/ kota, dan mengunjungi lokasi PIR-Trans/KKPA;

- Pertemuan untuk memfasilitasi penyelesaian masalah PIR-Trans/KKPA dengan instansi terkait;

- Penyusunan dan pembahasan laporan hasil rapat;

- Tindak lanjut penyelesaian masalah PIR-Trans/KKPA;

- Dinas perkebunan provinsi melaporkan hasil kegiatannya kepada Direktur Jenderal Perkebunan, Gubernur, dan Bupati/Walikota kasus per kasus dan menyampaikan laporan akhir tahun anggaran;

C. Lokasi, Jenis dan Volume

Kegiatan Pemantauan, Pengawasan dan Fasilitasi Penyelesaian Masalah

Page 50: Pedoman Teknis Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik ...

46

PIR-Trans/KKPA dilaksanakan di 12 provinsi dan 33 kabupaten.

IV. PEMBINAAN, PENGENDALIAN, PENGAWALAN DAN PENDAMPINGAN.

Pembinaan, Pengendalian, Pengawalan dan Pendampingan dilakukan dengan cara melakukan kunjungan ke lokasi proyek PIR-Trans/KKPA serta melakukan koordinasi dengan instansi terkait di kabupaten/kota dan kecamatan serta desa. Pembinaan dilakukan oleh dinas yang membidangi perkebunan di provinsi dan kabupaten/kota.

IV. MONITORING, EVALUASI DAN

PELAPORAN

Monitoring dilakukan secara berkala setiap 1 (satu) bulan dan hasilnya dilaporkan kepada Direktur Jenderal Perkebunan, Gubernur dan instansi terkait setiap 3 (tiga) bulan.

V. PEMBIAYAAN

Pembiayaan pelaksanaan kegiatan Pemantauan, Pengawasan dan Fasilitasi Penyelesaian Masalah PIR-Trans/KKPA, bersumber dari dana APBN Tugas Pembantuan Direktorat Jenderal

Page 51: Pedoman Teknis Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik ...

47

Perkebunan yang ditampung dalam DIPA Tugas Pembantuan Dinas Provinsi yang menangani perkebunan Tahun Anggaran 2013.

Komponen Biaya dari kegiatan tersebut adalah (a) Belanja Bahan dan (b) Belanja Perjalanan Lainnya.

VI. PENUTUP

Pedoman Umum ini merupakan acuan secara umum yang perlu dijabarkan lebih lanjut dalam bentuk Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) dan Petunjuk Teknis (Juknis) yang lebih operasional. Diharapkan dengan Pedoman Umum ini kegiatan dapat terlaksana sesuai dengan tujuan dan sasaran yang direncanakan.

Page 52: Pedoman Teknis Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik ...

48

PEDOMAN TEKNIS

PEMANTAUAN, PENGAWASAN DAN FASILITASI PENYELESAIAN MASALAH PIR-BUN

I. PENDAHULUAN

B. Latar Belakang

Pembangunan perkebunan yang dikembangkan pemerintah yaitu dengan pola usaha yang melibatkan petani/ pekebun. Pola usaha yang dikembangkan sangatlah didominasi oleh peran pemerintah. Dimulai pada tahun 1970-an dibentuklah Pola Unit Pelaksana Proyek - UPP Perkebunan yang didanai sendiri/swadana oleh pemerintah sebagai hasil dari Boom Minyak. Melalui program Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) dan diikuti Pola UPP Perkebunan yang selanjutnya mulai menggunakan dana Bantuan luar Negeri di mana kesemuanya memberikan dampak positif bagi pemerataan pembangunan dan kesempatan kepada petani perkebunan untuk memperoleh bahan tanaman dan pengetahuan budidaya perkebunan.

Perkembangan pola usaha perkebunan terus berlanjut dimulainya pembangunan perkebunan dengan

Page 53: Pedoman Teknis Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik ...

49

Pola Perusahaan Inti Rakyat (PIR) Perkebunan yang menggunakan perusahaan perkebunan besar sebagai Inti dan Petani sebagai Plasma yang dikategorikan sebagai Pola PIR Generasi Pertama. Pembangunan perkebunan dengan Pola PIR terus berlanjut dan berkembang dengan ditetapkannya INPRES Nomor 1 Tahun 1986 yang mengatur pengembangan perkebunan dengan Pola Perusahaan Inti Rakyat yang dikaitkan dengan program Transmigrasi yang disebut PIR-TRANS yang dikategorikan sebagai Pola PIR Generasi Kedua. Pola PIR tersebut terus berkembang yang diikuti dengan pembangunan perkebunan dengan Pola Perusahaan Inti Rakyat yang dikaitkan dengan Program Kredit Koperasi Primer Untuk Anggota yang disebut PIR-KKPA dan termasuk pola PIR KKPA untuk Kawasan Timur Indonesia – PIR KKPA KTI yang keduanya dikategorikan sebagai Pola PIR Generasi Ketiga.

Pada dasarnya pembangunan pola PIR merupakan gabungan dari dua bentuk usaha, yaitu Inti dalam bentuk perusahaan dan Plasma yang terdiri dari usaha tani masing-masing petani.

Page 54: Pedoman Teknis Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik ...

50

Penggabungan kedua usaha ini diharapkan akan mempercepat alih teknologi, pengetahuan dan keterampilan dari perusahaan inti kepada para petani. Melalui proses ini petani secara bertahap akan mampu menarik manfaat dan asas skala ekonomi, baik secara individu maupun dalam bentuk kerja sama melalui kelompok tani dan Kelompok Unit Desa (KUD).

Pembangunan perkebunan melalui pola Perusahaan Inti Rakyat (PIR) merupakan pola pengembangan berbasis komoditas perkebunan yang memadukan antara perusahaan perkebunan dengan para petani/ pekebun (perkebunan rakyat) dalam suatu proses produksi sampai merupakan satu kesatuan ekonomi.

B. Sasaran Nasional

Terlaksananya pemantauan, pengawasan, dan terfasilitasinya peyelesaian masalah PIR-BUN.

C. Tujuan

Tujuan kegiatan pemantauan, pengawasan, dan fasilitasi penyelesaian masalah PIR-BUN :

Page 55: Pedoman Teknis Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik ...

51

1) Melakukan pemantauan, pengawasan pelaksanaan PIR-BUN berikut permasalahan yang dihadapi;

2) Memfasilitasi dan membantu penyelesaian masalah PIR-BUN dan berkoordinasi dengan instansi terkait dalam rangka penyelesaian permasalahan.

II. PENDEKATAN PELAKSANAAN KEGIATAN

A. Prinsip Pendekatan Pelaksanaan

Kegiatan

Melakukan koordinasi dengan perusahaan inti dan instansi terkait baik di tingkat pusat dan daerah serta sosialisasi kepada para petani peserta proyek.

B. Spesifikasi Teknis

- Pengumpulan data dan informasi; - Berkoordinasi dengan instansi

terkait; - Sosialisasi kepada petani peserta

proyek dan tokoh masyarakat; - Menyusun laporan hasil kegiatan

dan menyampaikan laporan kepada instansi terkait;

Page 56: Pedoman Teknis Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik ...

52

III. PELAKSANAAN KEGIATAN

A. Ruang Lingkup

Ruang lingkup kegiatan Pemantauan, Pengawasan dan Fasilitasi Penyelesaian Masalah PIR-BUN dilakukan pada lokasi Proyek PIR Perkebunan yang tersebar di 16 Provinsi dan 48 Kabupaten dengan rincian :

No. PIR-BUN

Provinsi Kabupaten

1 Aceh 4

2 Sumatera Utara 3

3 Riau 5

4 Jambi 5

5 Sumatera Selatan 4

6 Sumatera Barat 3

7 Bengkulu 3

8 Lampung 2

9 Banten 3

10 Jawa Barat 3

11 Kalimantan Barat 4

12 Kalimantan Timur 3

13 Kalimantan Selatan

3

14 Sulawesi Tengah 2

15 Sulawesi Barat 1

16 Papua 1

48

Page 57: Pedoman Teknis Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik ...

53

B. Pelaksanaan Kegiatan

Kegiatan dilaksanakan oleh Dinas Perkebunan Provinsi sebagai berikut :

- Penyusunan rencana kerja pelaksanaan (petunjuk pelaksana) dan inventarisasi data permasalahan PIRBUN.

- Koordinasi dengan Instansi terkait dalam pemutakhiran data;

- Pelaksanaan pemantauan dan pengawasan dilakukan bekerjasama dengan pemerintah kabupaten/kota dan mengunjungi lokasi PIRBUN.

- Pertemuan untuk memfasilitasi penyelesaian masalah kasus gangguan usaha perkebunan dengan instansi terkait;

- Penyusunan dan pembahasan laporan hasil rapat;

- Tindak lanjut penyelesaian permasalahan gangguan usaha Perkebunan;

- Dinas perkebunan provinsi melaporkan hasil kegiatannya kepada Direktur Jenderal Perkebunan, Gubernur, Bupati/Walikota kasus per kasus

Page 58: Pedoman Teknis Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik ...

54

dan menyampaikan laporan akhir tahun anggaran.

C. Lokasi, Jenis dan Volume

Kegiatan Pemantauan, Pengawasan dan Fasilitasi Penyelesaian Masalah Proyek PIR-BUN 16 Provinsi dan 48 Kabupaten.

IV. PEMBINAAN, PENGENDALIAN,

PENGAWALAN DAN PENDAMPINGAN.

Pembinaan, Pengendalian, Pengawalan dan Pendampingan dilakukan dengan cara melakukan kunjungan ke lokasi proyek PIR-BUN dan melakukan koordinasi dengan instansi terkait di Kabupaten/Kota dan Kecamatan serta Desa. Pembinaan dilakukan oleh Dinas Provinsi yang membidangi Perkebunan bersama Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi Perkebunan

V. MONITORING, EVALUASI DAN

PELAPORAN Monitoring dilakukan secara berkala setiap 1 (satu) bulan dan hasilnya dilaporkan kepada Direktur Jenderal

Page 59: Pedoman Teknis Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik ...

55

Perkebunan, dan Gubernur dan instansi terkait setiap 3 (tiga) bulan.

VI. PEMBIAYAAN

Pembiayaan pelaksanaan kegiatan Pemantauan, Pengawasan dan Fasilitasi Penyelesaian Masalah Proyek Proyek PIRBUN, bersumber dari dana APBN Tugas Pembantuan (TP) Direktorat Jenderal Perkebunan yang ditampung dalam DIPA Tugas Pembantuan Dinas Provinsi yang menangani perkebunan Tahun Anggaran 2013.

Komponen Biaya dari kegiatan tersebut adalah (a) Belanja Bahan dan (b) Belanja Perjalanan Lainnya.

VII. PENUTUP

Pedoman Umum ini merupakan acuan secara umum yang perlu dijabarkan lebih lanjut dalam bentuk Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) dan Petunjuk Teknis (Juknis) yang lebih operasional. Diharapkan dengan Pedoman Umum ini kegiatan dapat terlaksana sesuai dengan tujuan dan sasaran yang direncanakan.