PEDOMAN PELAKSANAAN ANGGARAN II · PDF fileBab VI. Pembahasan modul PPA II ini akan diakhiri...
Transcript of PEDOMAN PELAKSANAAN ANGGARAN II · PDF fileBab VI. Pembahasan modul PPA II ini akan diakhiri...
DIKLAT PEMBENTUKAN AUDITOR AHLI PPA II
KODE MA : 1.250
PEDOMAN PELAKSANAAN ANGGARAN II
2007
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PENGAWASAN BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN
EDISI KELIMA
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 i
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar......................................................................... i
Daftar Isi ................................................................................ii
Bab I Pendahuluan..................................................................1
A. Latar Belakang .................................................................1
B. Tujuan Pemelajaran Umum (TPU) ..........................................2
C. Tujuan Pemelajaran Khusus (TPK) ..........................................2
D. Deskripsi Singkat Struktur Modul ............................................3
E. Metodologi Pemelajaran......................................................5
Bab II Persiapan Pelaksanaan Anggaran .........................................6
A. Penetapan Pejabat Pengelola Anggaran ...................................6
B. Penerbitan dan Pengesahan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DIPA) ..
................................................................................. 14
Bab III Mekanisme Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Negara ............. 27
A. Penerimaan Perpajakan .................................................... 27
B. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) ................................ 30
C. Penerimaan Pengembalian Belanja ....................................... 40
Bab IV Mekanisme Pemotongan/Pemungutan Pajak-Pajak Negara oleh
Bendahara .................................................................. 43
A. Dasar Hukum ................................................................. 43
B. Kewajiban dan Sanksi Perpajakan Bendahara........................... 44
C. Bendahara sebagai Pemotong Pph Pasal 21 dan Pasal 26 ............. 47
D. Bendahara sebagai Pemotong Pph Pasal 22 ............................. 53
E. Bendahara sebagai Pemotong Pph Pasal 23/26 ......................... 54
F. Bendahara sebagai Pemotong Ppn dan Ppnbm.......................... 57
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 iii
Bab V Mekanisme Pelaksanaan Belanja Negara............................... 61
A. Pedoman Pelaksanaan Anggaran Belanja Negara....................... 61
B. Pelaksanaan Anggaran Belanja Negara oleh Pengguna
Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran ..................................... 72
C. Pelaksanaan Anggaran Belanja Negara oleh Bendahara Umum Negara
(BUN)/Kuasa BUN ............................................................ 88
D. Pelaporan Realisasi Anggaran Belanja.................................... 92
E. Bahan Diskusi dan Soal Latihan............................................ 93
Bab VI Mekanisme Pembiayaan APBN dengan Sumber Pembiayaan dari
Pinjaman/Hibah Luar Negeri (PHLN) ................................... 97
A. Pengertian, Sumber dan Syarat-Syarat PHLN........................... 97
B. Pedoman Pelaksanaan Belanja dengan Dana PHLN ...................108
C. Pencairan Anggaran Belanja dari PHLN .................................112
D. Bahan Diskusi dan Soal Latihan...........................................113
Bab VII Pokok-Pokok Pengadaan Barang dan Jasa Instansi Pemerintah ...116
A. Prinsip Dasar, Kebijakan Umum, Etika, dan Ruang Lingkup
Pengadaan Barang dan Jasa...............................................116
B. Pokok-Pokok Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah ..121
C. Prosedur Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.........................146
D. Bahan Diskusi dan Soal Latihan...........................................153
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................156
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pelaksanaan anggaran merupakan salah satu tahapan dari siklus
anggaran yang dimulai dari perencanaan anggaran, penetapan dan
pengesahan anggaran oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR),
pelaksanaan anggaran, pengawasan anggaran dan
pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran. Tahapan pelaksanaan
anggaran ini dimulai ketika UU Anggaran pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) disahkan oleh DPR. Dalam rangka terjadinya kesatuan
pemahaman serta kesatuan langkah dalam pelaksanaan, pemerintah
sebagai pelaksana dari UU APBN selanjutnya menerbitkan Keputusan
Presien (Keppres) tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara sebagai dasar hukum pelaksanaan APBN. Pada
saat ini keppres yang berlaku adalah Keppres nomor 42 tahun 2002.
Modul ini akan menguraikan pedoman pelaksanaan anggaraan APBN,
sebagaimana ditetapkan dalam Pola Diklat Auditor Bagi Aparat
Pengawasan Fungsional Pemerintah. Modul ini disusun untuk memenuhi
materi pemelajaran pada Diklat Pembentukan Auditor Ahli di lingkungan
Aparat Pengawasan Intern/Fungsional Pemerintah (APIP) dengan
jumlah jam pelatihan sebanyak 25 jam latihan.
Modul Pedoman Pelaksanaan Anggaran II (PPA II) ini telah mengalami
beberapa kali revisi dan penyempurnaan sejalan dengan perubahan
ketentuan pengelolaan keuangan negara yang telah berkembang dan
berubah secara signifikan, khususnya terkait dengan Undang-undang
No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-undang No.1
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 2
Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Undang-undang
No.15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung
Jawab Keuangan Negara dan Keputusan Presiden Nomor 42 tahun 2002
tentang Pedoman Pelaksanaan APBN beserta ketentuan-ketentuan
pelaksanaan anggaran yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan selaku
Bendahara Umum Negara (BUN).
B. TUJUAN PEMELAJARAN UMUM (TPU)
Tujuan pemelajaran umum modul ini adalah agar para auditor setelah
mengikuti diklat ini diharapkan mampu menjelaskan mekanisme
pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, serta anggaran
pembiayaan khususnya pembiayaan yang bersumber dari pinjaman luar
negeri.
C. TUJUAN PEMELAJARAN KHUSUS (TPK)
Setelah mengikuti pelajaran ini, peserta diklat diharapkan akan mampu:
1. menjelaskan persiapan pelaksanaan anggaran yang meliputi
penetapan dan pengangkatan pejabat pengelola anggaran serta
penerbitan DIPA sebagai dasar pelaksanaan anggaran;
2. menjelaskan mekanisme pelaksanaan penerimaan negara yang
meliputi: penerimaan sektor perpajakan, penerimaan negara
bukan pajak (PNBP) dan penerimaan yang berasal dari
penyelesaian kerugian keuangan negara;
3. menjelaskan mekanisme pemotongan/pemungutan pajak-pajak
negara oleh bendahara;
4. menjelaskan menjelaskan mekanisme pelaksanaan belanja negara,
proses pencairan dana APBN dan proses penerbitan SPM,
mekanisme pembayaran melalui uang persediaan, penerbitan
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 3
SP2D oleh KPPN serta memahami mekanisme pelaporan realisasi
APBN;
5. menjelaskan mekanisme pembiayaan APBN dengan sumber
pembiayaan dari pinjaman/hibah luar negeri;
6. menjelaskan mekanisme pengadaan barang dan jasa, sejak proses
persiapan, hingga penunjukkan dan penetapan penyedia
barang/jasa.
D. DESKRIPSI SINGKAT STRUKTUR MODUL
Modul ini membahas pedoman pelaksanaan anggaran baik dari sisi
administrasi maupun teknis substansi pelaksanaan anggaran,
sebagaimana telah dijelaskan dalam Keppres 42 tahun 2002
pembahasan akan diawali dengan langkah-langkah persiapan
pelaksanaan anggaran yang diuraikan dalam Bab I, dilanjutkan dengan
pembahasan tentang mekanisme pelaksanaan anggaran pendapatan
dan mekanisme pelaksanaan anggaran belanja yang diuraikan dalam
Bab III dan Bab V. Mekanisme penting yang perlu ditekankan dalam
pelaksanaan anggaran ini adalah mekanisme pemotongan/pemungutan
pajak oleh bendahara, oleh karena itu, mekanisme ini akan secara
khusus dibahas dalam Bab IV.
Bagi peserta diklat sertifikasi JFA tingkat ahli, selain mekanisme
pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja, diharapkan juga
mampu memahami mekanisme pelaksanaan anggaran pembiayaan,
khususnya pembiayaan yang bersumber dari Pinjaman dan Hibah Luar
Negeri. Pembahasan atas hal ini diuraikan dalam modul PPA II ini pada
Bab VI.
Pembahasan modul PPA II ini akan diakhiri dengan pembahasan
tentang pokok-pokok pengadaan barang dan jasa instansi pemerintah,
sesuai dengan Keppres 80 tahun 2003. Pembahasan mekanisme
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 4
pengadaan barang dan jasa ini dianggap penting dan wajib diketahui
bagi auditor, karena alokasi anggaran belanja yang paling dominan
pada instansi pemerintah adalah anggaran yang dialokasikan untuk
pengadaan barang/jasa; oleh karena itu, seorang auditor wajib
memahami hal ini dan secara khusus mekanisme pengadaan
barang/jasa ini dibahas dalam Bab VII.
Secara sistematis, urutan pembahasan dalam modul ini secera sebagai
berikut.
Bab I : Pendahuluan
Bab II : Persiapan Pelaksanaan Anggaran
Bab III : Mekanisme Pelaksanaan Anggaran Pendapatan
Bab IV : Mekanisme Pemotongan/Pemungutan Pajak Negara
oleh Bendahara
Bab V : Mekanisme Pelaksanaan Anggaran Belanja
Bab VI : Mekanisme Pelaksanaan Anggaran Pembiayaan dengan
Sumber dari Pinjaman/Hibah Luar Negeri (PHLN)
Bab VII : Pokok-Pokok Pengadaan Barang/Jasa Instansi
Pemerintah
Guna menghindari kesalahan interpretasi terhadap materi pemelajaran
yang tercantum dalam modul ini, maka terdapat beberapa batasan yang
digunakan dalam revisi modul ini, yaitu:
1. modul ini lebih menitikberatkan pada sisi anggaran pendapatan dan
belanja pada instansi pemerintah pusat (APBN);
2. perkembangan perubahan peraturan pelaksanaan teknis di bidang
pengelolaan anggaran yang dikeluarkan oleh instansi terkait seperti
Menteri Keuangan c.q Ditjen Perbendaharaan, Ditjen Anggaran dan
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 5
Perimbangan Keuangan Daerah, dan ketentuan lainnya merupakan
pelengkap yang tidak terpisahkan dari materi modul ini.
E. METODOLOGI PEMELAJARAN
Agar peserta mampu memahami substansi modul Pedoman
Pelaksanaan Anggaran II (PPA II), proses belajar mengajar
menggunakan pendekatan andragogi.
Dengan metode ini, peserta dipacu untuk berperan serta secara aktif
melalui komunikasi dua arah. Metode pemelajaran ini menerapkan
kombinasi proses belajar mengajar dengan cara ceramah, tanya jawab,
dan diskusi pemecahan kasus.
Instruktur akan membantu peserta dalam memahami materi dengan
metode ceramah dan pembahasan contoh kasus. Dalam proses ini
peserta diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan dan
pendapat.
Agar proses pendalaman materi dapat berlangsung dengan lebih baik,
dilakukan pula diskusi kelompok sehingga peserta benar-benar dapat
secara aktif terlibat dalam proses belajar mengajar.
Untuk lebih membantu pemahaman peserta, modul ini dilengkapi pula
dengan soal-soal teori dan pertanyaan kasus/bahan diskusi.
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 6
BAB II
PERSIAPAN PELAKSANAAN ANGGARAN
Ketika Undang-Undang tentang Rancangan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) disetujui oleh DPR dan ditetapkan sebagai Undang-
Undang APBN, maka selesailah tahapan kedua dari siklus anggaran yaitu
tahapan penetapan dan pengesahan UU APBN oleh DPR. Pada saat ini,
dimulailah tahap ketiga yaitu tahap pelaksanaan anggaran (APBN) yang
merupakan kewenangan Presiden selaku kepala pemerintah untuk
melaksanakan seluruh kebijakan yang telah tertuang dalam undang-undang
tersebut.
Pada awal tahun anggaran, langkah pertama yang dilakukan dalam tahap
pelaksanaan anggaran meliputi penetapan pejabat pengelola anggaran serta
penerbitan dan pengesahan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DIPA) sebagai
dasar hukum pelaksanaan anggaran bagi masing-masing
kementerian/lembaga dan instansi pemerintah lainnya.
A. PENETAPAN PEJABAT PENGELOLA ANGGARAN
Sistem Administrasi Keuangan Negara, sesuai dengan UU 17 tahun
2003 tentang Keuangan Negara dan UU 1 tahun 2004 tentang
Perbendaharaarn Negara, mengatur pemisahan fungsi pejabat
pengelola keuangan negara yang terdiri dari: Menteri Keuangan selaku
Tujuan Pemelajaran Khusus
Setelah memelajari bab ini, peserta diklat diharap mampu menjelaskan persiapan pelaksanaan anggaran yang meliputi penetapan dan pengangkatan pejabat
pengelola anggaran serta penerbitan DIPA sebagai dasar pelaksanaan anggaran.
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 7
PEMBUATAN KOMITMEN
PENGUJIAN & PEMBEBANAN
Pengurusan Administrasi administrasi beheer
PERINTAH PEMBAYARAN
Menteri Teknis Selaku Pengguna Anggaran
Menteri Keuangan Selaku Bendahara Umum Negara
PERINTAHPENCARIAN
DANA PENGUJIAN & PEMBEBANAN
Pengurusan Komtabel comptabel beheer
Manajer Keuangan Negara (Chief Financial Officer /CFO) dan Bendahara
Umum Negara (BUN), sementara Pimpinan Kementerian/Lembaga
selaku Pengguna Anggaran (Chief Operational Officer /COO).
Struktur Organisasi dan pejabat yang berwenang dalam [pengelolaan
keuangan negara dapar digambarkan sebagai berikut.
KEWENANGAN FUNGSI ADMINISTRASI
MENURUT UU No. 1 Tahun 2004
Gambar 2.1.
Pelaksanaan anggaran selanjutnya secara teknis dilakukan oleh
kementerian dan lembaga terkait dengan menteri/pimpinan lembaga
sebagai pengguna anggaran/pengguna barang. Pada awal tahun
anggaran, menteri/pimpinan lembaga selaku pengguna anggaran
menetapkan para pejabat di lingkungannya yang ditunjuk sebagai:
1. kuasa pengguna anggaran/kuasa pengguna barang;
2. pejabat yang bertugas melakukan pemungutan penerimaan negara
(PNBP);
3. pejabat yang melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran
anggaran belanja negara;
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 8
4. pejabat yang bertugas melakukan pengujian dan perintah
pembayaran;
5. bendahara penerimaan untuk melaksanakan tugas kebendaharaan
dalam rangka pelaksanaan anggaran penerimaan;
6. bendahara pengeluaran untuk melaksanakan tugas kebendaharaan
dalam rangka pelaksanaan anggaran belanja.
Dengan ketentuan: pejabat yang melakukan tindakan yang
mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja (butir 3) tidak boleh
merangkap sebagai pejabat sebagaimana pada butir 4, 5, dan 6.
Perbandingan Kewenangan Pengguna Anggaran
Gambar 2.2.
Dari flow chart di atas, tampak bahwa kewenangan pengguna anggaran
dapat dikuasakan kepada eselon/pejabat yang lebih rendah yakni dari
menteri teknis sampai dengan kepada eselon IV (kuasa pengguna
anggaran), sebagaimana seorang pejabat eselon IV (kuasa BUN) di KPPN
menandatangani SP2D atas nama Menteri Keuangan/Bendahara Umum
Negara. Selanjutnya merujuk pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor
606/PMK.606/2004 tentang Pedoman Pembayaran dalam pelaksanaan
Menteri Teknis Menteri Keuangan
Setjen Ditjen DJPb DJAPK
Set. Ditjen
Roren Rokeu
SPP
Policy Formula
Policy Implementation
SPP
KPPN
voucher
Policy Formula
Policy Implementation
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 9
APBN Tahun 2005 dan Surat Edaran Direktur Jenderal Perbendaharaan
Nomor SE-050/PB/2004 bahwa menteri/pimpinan lembaga selaku
pengguna anggaran menerbitkan keputusan tentang penunjukan:
1. kuasa pengguna anggaran;
2. pejabat yang melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran
anggaran;
3. bendahara pengeluaran;
4. pejabat yang diberi kewenangan untuk menerbitkan dan
menandatangani SPM.
Keputusan tersebut bertujuan menyerahkan sepenuhnya kewenangan
menteri teknis, dengan catatan tidak diperkenankan perangkapan jabatan
pembuat komitmen dengan jabatan bendahara pengeluaran.
Gambar di bawah ini, menjelaskan suatu struktur organisasi yang ideal
menurut amanah UU No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
Gambar 2.3.
STRUKTUR ORGANISASI PENGELOLA KEUANGAN NEGARA
(IDEAL MENURUT UU)
MENTERI PENGGUNA ANGGARAN
PEMBUAT KOMITMEN BENDAHARA
PENGUJI TAGIHAN
PENERBIT SPM
UNIT AKUNTANSI
INSTANSI
SATKER KUASA PENGGUNA
ANGGARAN
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 10
Gambar 2.4. SATUAN KERJA (Satker) - PUSAT
DIPA Satker
1. eselon 2 Kegiatan a Kegiatan b
2. eselon 2 Kegiatan
3. eselon 2 .. Dst.
1 DIPA 1 ESELON 1 1 PROVINSI
SATUAN KERJA (Satker) - PUSAT
1 DIPA 1 ESELON 1 1 PROVINSI
DIPA Satker a Kegiatan a Kegiatan b Satker b Kegiatan a Kegiatan b …Dst
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 11
KEMENTERIAN NEGARA
SATKERKUASA PENGGUNA
ANGGARAN
SETJEN BADAN
DITJEN IRJEN
ESELON 2 KUASA PENGGUNA
ANGGARAN
ESELON 3 KUASA PENGGUNA
ANGGARAN
Gambar 2.5.
TINGKAT SEKRETARIAT JENDERAL DEPARTEMEN/LEMBAGA
PEMBUAT KOMITMEN BENDAHARA
PENGUJI TAGIHAN
PENERBIT SPM
UNIT AKUNTANSI
SEKJEN KUASA PENGGUNA
ANGGARAN
KEPALA BIRO KARO
KEUANGANKEPALA
BIRO
Gambar 2.6.
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 12
TINGKAT DIREKTORAT JENDERALKEMENTERIAN/ LEMBAGA
PEMBUAT KOMITMEN BENDAHARA
PENGUJI TAGIHAN
PENERBIT SPM
UNIT AKUNTANSI INSTANSI
DITJEN KUASA PENGGUNA
ANGGARAN
DIREKTUR SEK.DITJEN DIREKTUR
Gambar 2.7
TINGKAT INPEKTORAT JENDERAL KEMENTERIAN / LEMBAGA
PEMBUAT KOMITMEN BENDAHARA
PENGUJI TAGIHAN PENERBIT
SPM UNIT AKUNTANSI
IRJEN KPA
INSPEKTUR SEK. ITJEN INSPEKTUR
Gambar 2.8.
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 13
TINGKAT ESELON II PADA KEMENTERIAN / LEMBAGA:
PEMBUAT KOMITMEN BENDAHARA
PENGUJI TAGIHAN
PENERBIT SPM
UNIT AKUNTANSI
INSTANSI
ESELON 2 KUASA PENGGUNA
ANGGARAN
KEPALA BIDANG KABAG. UMUM
KEPALA BIDANG
PEMBUAT KOMITMEN
Gambar 2.10.
Gambar 2.9. INSTANSI BADAN PADA KEMENTERIAN/ LEMBAGA
PEMBUAT KOMITMEN BENDAHARA
PENGUJI TAGIHAN PENERBIT
SPM UNIT AKUNTANSI
BADAN KPA
DEPUTI/KA PUSAT SEKBADAN DEPUT/KAPUS
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 14
B. PENERBITAN DAN PENGESAHAN DOKUMEN PELAKSANAAN
ANGGARAN (DIPA)
1. Konsep DIPA
Pelaksanaan anggaran pada setiap instansi pemerintah didasarkan
pada sebuah dokumen yang disebut Dokumen Pelaksanaan
Anggaran (DIPA). DIPA merupakan suatu daftar isian yang memuat
uraian: sasaran yang hendak dicapai, fungsi, program dan rincian
kegiatan, rencana penarikan dana tiap-tiap bulan dalam satu tahun
serta pendapatan yang diperkirakan oleh kementerian/lembaga.
DIPA yang lengkap memuat uraian fungsi/sub fungsi, program,
sasaran program, rincian kegiatan/sub kegiatan, jenis belanja,
kelompok mata anggaran keluaran dan rencana penarikan dana
serta perkiraan penerimaan kementerian negara/lembaga. Dengan
demikian dokumen DIPA yang lengkap terdiri dari:
Gambar 2. 11
TINGKAT ESELON III PADA KEMENTERIAN/LEMBAGA
BENDAHARAPENGUJI TAGIHAN
UNIT AKUNTANSI INSTANSI
ESELON 3 KUASA PENGGUNA
ANGGARAN
KEPALA SEKSI PEMBUAT KOMITMEN
KASUBAG TU PENERBIT SPM
KEPALA SEKSI
PENGUJI TAGIHAN
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 15
Surat Pengesahan DIPA Pengesahan DIPA yang ditandatangani Dirjen Perbendaharaan atau Kepala Kanwil DJPB atas nama Menteri Keuangan.
DIPA halaman I (Umum)
Memuat informasi yang bersifat umum dari setiap satuan kerja tentang rincian fungsi, program dan sasarannya serta indikator keluaran untuk masing-masing kegiatan.
DIPA halaman II Memuat informasi setiap satuan kerja tentang uraian kegiatan/sub kegiatan, volume keluaran yang hendak dicapai serta alokasi dana pada masing-masing belanja yang dicerminkan dalam mata anggaran keluaran.
DIPA halaman III Memuat informasi tentang rencana penarikan dana dan penerimaan negara bukan pajak yang menjadi tanggung jawab setiap satuan kerja.
DIPA halaman IV Memuat catatan tentang hal-hal yang perlu menjadi perhatian oleh pelaksana kegiatan.
Selanjutnya informasi yang terdapat dalam DIPA dapat dijelaskan
sebagai berikut.
a. Struktur Penganggaran
Masing-masing kementerian negara/lembaga dibagi dalam
tingkat eselon I. Dalam pasal 11 ayat 5 UU No. 17/2003
menyatakan bahwa anggaran belanja negara dibagi atas unit
organisasi, fungsi dan jenis belanja. Lebih jauh, dalam pasal 15
undang-undang yang sama menyatakan bahwa anggaran yang
disetujui oleh DPR dirinci dalam unit organisasi, fungsi, program,
kegiatan dan jenis belanja.
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 16
1) Organisasi dan Bagian Anggaran
Klasifikasi organisasi yang digunakan dalam anggaran
belanja negara adalah sesuai unit yang bertanggung jawab
terhadap pelaksanaan suatu program, unit eselon II dan
unit eselon III yang bertanggung jawab terhadap suatu
pelaksanaan kegiatan pendukung program.
Pelaksanaan, monitoring, dan pelaporan anggaran akan
menjadi suatu sinergi yang positif apabila ada sinkronisasi
antara struktur program dan kegiatan dengan struktur
organisasinya. Dengan demikian tanggung jawab dan
kewenangan akan lebih jelas bagi para manajer, walaupun
tetap ada sedikit kesulitan apabila program dimaksud
dilaksanakan secara lintas unit organsasi dan lintas
kementerian negara/lembaga.
Bagian anggaran merupakan klasifikasi anggaran
berdasarkan organisasi antara lain menurut kementerian
negara/lembaga.
2) Fungsi dan Sub Fungsi
Klasifikasi anggaran dibagi menurut fungsi, hal ini akan
sangat membantu dalam penyusunan struktur program dan
kegiatan. Fungsi adalah perwujudan tugas kepemerintahan
di bidang tertentu yang dilaksanakan dalam rangka
mencapai tujuan pembangunan nasional.
Sub fungsi merupakan penjabaran fungsi yang dirinci ke
dalam 79 (tujuh puluh sembilan) sub fungsi.
Penggunaan fungsi dan sub fungsi disesuaikan dengan
tugas pokok dan fungsi masing-masing kementerian
negara/lembaga.
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 17
Contoh sub fungsi 01.01. lembaga eksekutif dan legislatif,
keuangan dan fiskal serta urusan luar negeri digunakan
untuk:
- administrasi, operasi atau dukungan untuk lembaga
eksekutif, legislatif, keuangan dan fiskal, manajemen kas
negara, utang pemerintah, operasional perpajakan;
- kegiatan kementerian keuangan;
- kegiatan luar negeri termasuk Menteri Luar Negeri,
kegiatan diplomat, misi-misi internasional dll;
- penyediaan dan penyebaran informasi, dokumentasi,
statistik keuangan dan fiskal;
- termasuk kegiatan kantor kepala eksekutif pada semua
level: Presiden, Wakil Presiden, gubernur,
bupati/walikota dan lain-lain; semua tingkatan lembaga
legislatif: MPR, DPR, DPRD; lembaga penasehat,
administrasi, serta staf yang ditunjuk secara politis untuk
membantu lembaga eksekutif dan legislatif, semua
badan atau kegiatan yang bersifat tetap atau sementara
yang ditujukan untuk membantu lembaga eksekutif dan
legislatif, kegiatan keuangan dan fiskal dan pelayanan
pada seluruh tingkatan pemerintah, kegiatan politik
dalam negeri, dan penyediaan dan penyebaran informasi
dokumentasi, statistik mengenai politik dalam negeri;
- sub fungsi ini (01.01) tidak termasuk untuk kantor-
kantor kementerian baik di pusat maupun di daerah,
komite antar departemen dan lain-lain yang terkait
dengan fungsi tertentu (diklasifikasikan sesuai dengan
fungsi masing-masing), pembayaran cicilan utang dan
berbagai kewajiban pemerintah sehubungan dengan
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 18
utang pemerintah, bantuan pemerintah RI kepada
negara lain dalam rangka bantuan ekonomi.
3) Program
Program adalah penjabaran kebijakan kementerian
negara/lembaga dalam bentuk upaya yang berisi satu atau
beberapa kegiatan dengan menggunakan sumber daya
yang disediakan untuk mencapai hasil yang terukur sesuai
dengan misi kementerian negara/lembaga.
4) Kegiatan dan Sub Kegiatan
Kegiatan adalah bagian dari program yang dilaksanakan
oleh satu atau beberapa satuan kerja sebagai bagian dari
pencapaian sasaran terukur pada suatu program, yang
terdiri dari sekumpulan tindakan pengerahan sumber daya,
baik yang berupa personil (sumber daya manusia), barang
modal termasuk peralatan dan teknologi, dana, atau
kombinasi dari beberapa atau semua jenis sumber daya
tersebut sebagai masukan (input) untuk menghasilkan
keluaran (ouput) dalam bentuk barang/jasa.
Sub kegiatan adalah bagian dari kegiatan yang menunjang
usaha pencapaian sasaran dan tujuan kegiatan tersebut.
Timbulnya sub kegiatan adalah sebagai konsekuensi adanya
perbedaan jenis dan satuan keluaran antar sub kegiatan
dalam kegiatan dimaksud. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa sub kegiatan yang satu dipisahkan dengan
sub kegiatan lainnya berdasarkan perbedaan keluaran.
Contoh : Kegiatan pendidikan dan pelatihan aparatur negara
dengan sub kegiatan:
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 19
• penyelenggaraan Diklat Penjenjangan Jabatan
Fungsional Auditor (JFA) dengan keluaran antara lain:
jumlah peserta didik;
• penyelenggaraan Diklat Fungsional dengan keluaran
antara lain: jumlah lulusan;
• pengembangan kurikulum diklat dengan keluaran antara
lain: jumlah modul.
5) Jenis Belanja
Klasifikasi anggaran menurut jenis belanja dibagi ke dalam
delapan kategori sebagai berikut.
a) Belanja pegawai yaitu kompensasi dalam bentuk uang
maupun barang yang diberikan kepada pegawai
pemerintah yang bertugas di dalam maupun di luar
negeri sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah
dilaksanakan. Dikecualikan untuk pekerjaan yang
berkaitan dengan pembentukan modal. Belanja ini
antara lain digunakan untuk gaji dan tunjangan,
honorarium, vakasi, lembur dan kontribusi sosial.
b) Belanja barang yaitu pembelian barang dan jasa yang
habis pakai untuk memroduksi barang dan jasa yang
dipasarkan maupun yang tidak dipasarkan. Belanja ini
antara lain digunakan untuk pengadaan barang dan
jasa, pemeliharaan, dan perjalanan.
c) Belanja Modal yaitu pengeluaran yang dilakukan
dalam rangka pembentukan modal. Dalam belanja ini
termasuk untuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan
bangunan, jaringan, maupun dalam bentuk fisik lainnya,
seperti buku, binatang dan lain sebagainya.
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 20
d) Beban Bunga yaitu pembayaran yang dilakukan atas
kewajiban penggunaan pokok utang (principal
outstanding), baik utang dalam negeri maupun utang
luar negeri yang dihitung berdasarkan posisi pinjaman.
e) Subsidi yaitu alokasi anggaran yang diberikan kepada
perusahaan/lembaga yang memproduksi, menjual,
mengekspor, atau mengimpor barang dan jasa untuk
memenuhi hajat hidup orang banyak, sedemikian rupa
sehingga harga jualnya dapat terjangkau oleh
masyarakat. Belanja ini antara lain digunakan untuk
penyaluran subsidi kepada perusahaan negara dan
perusahaan swasta.
f) Bantuan Sosial yaitu transfer uang atau barang yang
diberikan kepada masyarakat guna melindungi dari
kemungkinan terjadinya risiko sosial. Bantuan sosial
dapat langsung diberikan kepada anggota masyarakat
dan/atau lembaga kemasyarakatan. Bantuan ini antara
lain untuk lembaga non pemerintah bidang pendidikan
dan keagamaan.
g) Hibah yaitu transfer dana yang sifatnya tidak wajib
kepada negara lain atau kepada organisasi internasional.
Belanja ini antara lain digunakan untuk hibah kepada
pemerintah luar negeri dan organisasi internasional.
h) Belanja lain-lain yaitu pengeluaran/belanja
pemerintah pusat yang tidak dapat diklasifikasikan ke
dalam jenis belanja pada huruf a) sampai dengan huruf
g) tersebut di atas.
Dalam pengalokasian dana oleh kementerian
negara/lembaga harus memerhatikan pagu yang terikat
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 21
(non discretionary) dan pagu yang tidak terikat
(discretionary) yang telah disepakati oleh pemerintah
bersama-sama DPR. Pagu terikat adalah jumlah dana yang
tidak dapat diubah selain untuk belanja yang sudah
ditentukan antara lain pagu pembayaran gaji dan tunjangan
(belanja pegawai) serta biaya langganan daya dan jasa.
Sesuai dengan ketentuan UU No. 17 Tahun 2003 bahwa
belanja negara digunakan untuk keperluan
penyelenggaraan pemerintah pusat dan pelaksanaan
perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan dan
daerah, maka klasifikasi berdasarkan jenis belanja
diupayakan untuk memenuhi ketentuan tersebut.
b. Lokasi
DIPA juga menginformasikan lokasi pelaksanaan kegiatan/sub
kegiatan, yaitu dengan memberikan informasi alamat
pelaksanaan kegiatan seperti provinsi, kabupaten, kota atau
lokasi di luar negeri.
2. Prosedur Penyelesaian DIPA
a. Prosedur Penyelesaian DIPA di Pusat
Prosedur penelaahan dan penyusunan DIPA di pusat diatur
sebagai berikut.
1) Setelah keputusan presiden tentang Rincian APBN diterbitkan,
dan data Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian
Negara/Lembaga (RKA-KL) diterima dari Direktorat Jenderal
Anggaran dan Perimbangan Keuangan (DJAPK), Direktorat
Pelaksanaan Anggaran Direktorat Jenderal Perbendaharaan
(Dit. PA DJPBN) segera menghubungi kementerian
negara/lembaga untuk segera membuat perincian
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 22
pelaksanaan anggaran untuk kegiatan yang akan
dilaksanakan. Rincian tersebut meliputi kegiatan yang akan
dilaksanakan di kantor pusat dan di daerah termasuk kegiatan
dekonsentrasi dan tugas pembantuan.
2) Petugas penelaah Dit. PA DJPBN melakukan penelaahan DIPA
yang diajukan kementerian negara/lembaga dengan mengacu
kepada:
i) alokasi anggaran yang ditetapkan Presiden,
ii) rencana kerja dan anggaran satuan kerja pada
kementerian negara/lembaga.
3) Petugas penelaah Dit. PA DKBN dan kementerian
negara/lembaga melakukan penelaahan semua kegiatan yang
tertuang dalam DIPA dan melampirkan: catatan pembahasan,
konsep surat pengesahan DIPA/konsep DIPA, dan dokumen
pendukung untuk diteliti lebih lanjut.
b. Prosedur Penyelesaian DIPA di Daerah
Prosedur penelaahan dan penyusunan DIPA di daerah diatur
sebagai berikut.
Setelah Surat Rincian Alokasi Anggaran (SRAA) diterima dari
Kantor Pusat DJPBN, Kanwil DJPBN segera menyampaikan copy
SRAA kepada Kantor Daerah Kementerian Negara/Lembaga atau
satker pelaksana dekonsentrasi dan tugas pembantuan untuk
menyusun Konsep DIPA dan segera melakukan koordinasi
dengan semua satker di wilayah pembinaannya. Kemudian
memberitahukan kepada satker-satker untuk segera menyusun
konsep DIPA yang selanjutnya disampaikan kepada Kanwil
DJPBN beserta disketnya.
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 23
3. Rencana Pendapatan
Penatausahaan pendapatan dimulai dari satuan kerja
dikoordinasikan oleh kementerian negara/lembaga dengan
mengikuti kelompok pendapatan sebagai berikut.
a. Tiga digit pertama merupakan kelompok pendapatan.
b. Lima digit pertama merupakan sub kelompok pendapatan.
c. Enam digit merupakan mata anggaran penerimaan (MAP)
Contoh:
− kelompok pendapatan 423 untuk PNBP lainnya;
− subkelompok pendapatan 42315 untuk pendapatan jasa II;
− MAP 423154 untuk pendapatan jasa catatan sipil.
4. Rencana Penarikan Dana
Dalam hal pencantuman angka rencana penarikan dana pada
halaman III DIPA berdasarkan rencana kerja satker perlu
memerhatikan hal-hal sebagai berikut.
a. Untuk belanja pegawai, rencana penarikan dana per bulan
adalah seperdua belas dari pagu gaji 1 tahun;
b. Untuk belanja barang, agar memerhatikan batas penarikan dana
triwulan;
c. Untuk belanja modal, agar memerhatikan kebutuhan
berdasarkan rencana pelaksanaan kegiatan.
5. Penetapan DIPA dan SP DIPA
Dalam penetapan DIPA dan Surat Pengesahan DIPA (SP DIPA)
dikategorikan sebagai berikut.
a. DIPA Kantor Pusat
DIPA Kantor Pusat adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang
pelaksanaannya dilakukan oleh kantor pusat kementerian
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 24
negara/lembaga. Penelahaan DIPA dilakukan secara bersamaan
antara Direktorat Pelaksanaan Anggaran DJPBN dengan
kementerian negara/lembaga terkait. Menteri/pimpinan lembaga
atau pejabat yang ditunjuk menetapkan DIPA, dan Dirjen
Perbendaharaan atas nama Menteri Keuangan menetapkan SP
DIPA.
b. DIPA Kantor Daerah
DIPA Kantor Daerah adalah dokumen pelaksanaan anggaran
yang pelaksanaannya dilakukan oleh kantor daerah/instansi
vertikal kementerian negara/lembaga. Penelahaan DIPA
dilakukan secara bersama antara Kanwil DJPBN dengan kantor
daerah/intansi vertikal kementerian negara/lembaga. Kepala
kantor daerah/instansi vertikal kementerian negara/lembaga atau
pejabat yang ditunjuk menetapkan DIPA, dan Kanwil DJPBN atas
nama Menteri Keuangan menetapkan SP DIPA.
c. DIPA Dalam Rangka Pelaksanaan Dekonsentrasi
DIPA dalam rangka pelaksanaan dekonsentrasi adalah dokumen
pelaksanaan anggaran yang pelaksanaannya dilimpahkan kepada
gubernur. Penelahaan DIPA dilakukan secara bersama antara
Kanwil DJPBN dengan dinas terkait atas nama gubernur.
Gubernur atau kepala dinas atau pejabat yang ditunjuk
menetapkan DIPA, dan Kanwil DJPBN atas nama Menteri
Keuangan menetapkan SP DIPA.
d. DIPA Dalam Rangka Pelaksanaan Tugas Pembantuan
DIPA dalam rangka pelaksanaan tugas pembantuan adalah
dokumen pelaksanaan anggaran yang pelaksanaannya
ditugaskan kepada gubernur/bupati/walikota/kepala daerah.
Penelaahan DIPA dilakukan secara bersama antara
Direktorat Pelaksanaan Anggaran DJPBN dengan kementerian
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 25
negara/lembaga terkait. Menteri/pimpinan lembaga atau pejabat
yang ditunjuk menetapkan DIPA, dan Direktur Jenderal
Perbendaharaan atas nama Menteri Keuangan menetapkan SP
DIPA.
6. Revisi DIPA
DIPA yang sudah disahkan oleh DJPBN atau Kepala Kanwil DJPBN
apabila diperlukan dapat dilakukan revisi oleh satker yang
bersangkutan dan selanjutnya diajukan kepada DJPBN atau Kanwil
DJPBN untuk ditelaah dan disahkan, dengan catatan sebagai berikut.
a. Dapat dilakukan realokasi dana antar sub kegiatan dalam satu
kegiatan.
b. Dapat dilakukan perubahan volume keluaran pada sub kegiatan
tanpa merubah alokasi dana kegiatan dan masih sesuai dengan
sasaran kegiatan dan atau sasaran program.
c. Dapat dilakukan realokasi dana antar MAK dalam satu jenis
belanja sepanjang tidak mengurangi:
1) gaji dan berbagai tunjangan yang melekat dengan gaji:
2) belanja untuk langganan listrik, telepon, gas dan air;
3) pembayaran untuk berbagai tunggakan;
4) alokasi untuk dana pendamping PHLN;
5) belanja barang untuk pengadaan bahan makanan (MAK 52
1113).
d. Dalam revisi DIPA tidak diperkenankan ada perubahan
terhadap:
1) pagu untuk masing-masing unit organisasi;
2) pagu untuk masing-masing kegiatan dan masing-masing jenis
belanja;
3) pagu untuk lokasi provinsi;
4) kegiatan dan program.
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 26
Revisi DIPA yang menyebabkan realokasi dana antar satuan kerja
dapat dilakukan oleh pimpinan unit organisasi (unit eselon i untuk
tingkat pusat atau kanwil/koordinator satker untuk tingkat daerah)
dan selanjutnya diajukan kepada DJPBN atau Kanwil DJPBN untuk
diteliti dan disahkan. Terhadap revisi DIPA yang menyebabkan
perubahan dalam butir 6.d.1 sampai dengan 4, harus mendapat
persetujuan DPR melalui DJAPK. Keputusan atas perubahan tersebut
disampaikan kepada instansi terkait.
7. Aktivitas Terkait
Setelah DIPA disahkan, maka unit organisasi/satuan kerja dapat
menerbitkan petunjuk pelaksanaan sebagai pedoman pelaksanaan
lebih lanjut dari DIPA.
Penyelesaian DIPA, mulai dari penyusunan konsep DIPA oleh
kementerian negara/lembaga sampai dengan pengesahan DIPA oleh
Dirjen Perbendaharaan atau Kepala Kanwil DJPBN agar
memerhatikan waktu yang tersedia.
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 27
BAB III
MEKANISME PELAKSANAAN
ANGGARAN PENDAPATAN NEGARA
UU nomor 17 tahun 2003 tentang keuangan negara menyatakan bahwa
pendapatan negara merupakan hak pemerintah pusat yang diakui sebagai
penambah nilai kekayaan bersih. Salah satu hak pemerintah pusat adalah
menggali sumber-sumber penerimaan bagi negara untuk membiayai
berbagai belanja/pengeluaran negara yang berkaitan dengan kegiatan
penyelenggaraan pemerintahan. Sedangkan menurut UU nomor 18 tahun
2006 tentang APBN Tahun Anggaran 2007 manyatakan bahwa pendapatan
negara dan hibah adalah semua penerimaan negara yang berasal dari
perpajakan, penerimaan negara bukan pajak, serta penerimaan hibah dalam
negeri dan luar negeri.
A. PENERIMAAN PERPAJAKAN
Penerimaan perpajakan adalah semua penerimaan negara yang terdiri
dari penerimaan pajak dalam negeri dan pajak perdagangan
internasional. Penerimaan perpajakan dalam negeri meliputi semua
penerimaan negara yang berasal dari pajak penghasilan, pajak
pertambahan nilai barang/jasa dan pajak penjualan atas barang
mewah, pajak bumi dan bangunan, bea perolehan hak atas tanah dan
bangunan, cukai dan pajak lainnya. Sedangkan pajak perdagangan
Tujuan Pemelajaran Khusus
Setelah memelajari bab ini, peserta diklat diharapkan mampu menjelaskan mekanisme pelaksanaan penerimaan negara yang meliputi: penerimaan sektor
perpajakan, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dan penerimaan yang berasal dari penyelesaian kerugian keuangan negara.
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 28
internasional merupakan semua penerimaan negara yang berasal dari
bea masuk dan pajak/pungutan ekspor.
Pada prinsipnya, penerimaan uang negara dari perpajakan wajib
disetorkan oleh wajib pajak dan atau wajib pungut ke kas negara pada
bank pemerintah atau lembaga lain yang ditetapkan oleh Menteri
keuangan.
Penerimaan perpajakan yang berasal dari wajib pajak pribadi dan
perusahaan, dilakukan sesuai dengan mekanisme perpajakan sesuai
dengan UU Nomor 28 tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas UU
Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Perpajakan. Dalam
mekanisme ini diterapkan Sistem Self-Assessment yaitu sistem
penerimaan perpajakan yang mengatur wajib pajak untuk menghitung
pajaknya sendiri, kemudian menyetorkannya ke kas negara dan
melaporkannya dalam laporan Surat Permberitahuan Pajak (SPT).
Sedangkan, penerimaan perpajakan yang berkaitan dengan mekanisme
pelaksanaan anggaran negara/daerah, dilakukan dengan mekanisme
pemotongan/pemungutan pajak oleh setiap instansi pemerintah yang
melakukan pembayaran atas beban negara/daerah. Oleh karena itu,
dalam rangka intensifikasi penerimaan pajak negara, setiap bendahara
instansi pemerintah baik pusat maupun daerah, BUMN/BUMD dan
badan lainnya ditetapkan sebagai wajib pungut, wajib menyetorkan
seluruh penerimaan pajak yang dipungutnya dalam waktu selambat-
lambatnya satu hari setelah uang pajak diterima. (Mekanisme
pemotongan dan pemungutan pajak oleh bendahara selanjutnya akan
diuraikan dalam Bab IV)
Selanjutnya dalam rangka meningkatkan intensifikasi penerimaan
pajak, setiap instansi pemerintah, BUMN/BUMD serta badan lainnya
diwajibkan untuk memberikan informasi perpajakan kepada pemerintah,
sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Keppres Nomor 72
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 29
tahun 2004 tentang Perubahan atas Keputusan Presiden nomor 42
tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran dan Belanja
Negara mengatur ketentuan data dan informasi perpajakan sebagai
berikut.
1. Mewajibkan setiap kementerian/lembaga, pemerintah daerah,
kantor dan satuan kerja, proyek/bagian proyek, dan BUMN/D untuk
menyampaikan bahan-bahan dan keterangan yang menjadi
wewenang dan tanggung jawabnya guna keperluan perpajakan
kepada Menteri Keuangan cq. Direktur Jenderal Pajak.
2. Untuk memadukan dan mensinerjikan data dan informasi
perpajakan tersebut dibentuk Bank Data Nasional dan Nomor
Identitas Tunggal yang dilaksanakan oleh Menteri Keuangan.
3. Menteri Keuangan cq Dirjen Pajak mengadministrasikan data dan
informasi perpajakan dalam Bank Data Nasional dengan
membentuk Nomor Identitas Bersama sebagai embrio Nomor
Identitas Tunggal.
4. Menteri Keuangan cq Dirjen Pajak wajib memberikan Nomor
Identitas Tunggal kepada masing-masing kementerian/lembaga,
pemerintah daerah, kantor dan satuan kerja, proyek/bagian proyek,
dan BUMN/D.
5. Menetapkan Setiap instansi pemerintah, pemerintah daerah,
BUMN/D, bendahara dan badan lain yang melakukan pembayaran
atas beban APBN/APBD, sebagai Wajib Pungut Pajak, sesuai dengan
ketentuan perundangan yang berlaku.
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 30
B. PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK (PNBP)
Penerimaan negara bukan pajak memiliki arti dan peran yang sangat
penting dalam pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan negara dan
pembangunan nasional; oleh karenanya, diperlukan langkah-langkah
pengadministrasian yang efisien agar penerimaan tersebut dapat
dimanfaatkan secara optimal.
1. Pengertian PNBP
Dalam rangka pengelolaan penerimaan negara bukan pajak
tersebut, Peraturan Pemerintah ini ditetapkan.
Penerimaan negara bukan pajak adalah seluruh penerimaan
Pemerintah pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan;
yang meliputi:
• penerimaan yang bersumber dari pengelolaan dana
pemerintah;
• penerimaan dari pemanfaatan sumber daya alam;
• penerimaan dari hasil-hasil pengelolaan kekayaan negara yang
dipisahkan;
• penerimaan dari kegiatan pelayanan yang dilaksanakan
Pemerintah;
• penerimaan berdasarkan putusan pengadilan dan yang berasal
dari
• pengenaan denda administrasi;
• penerimaan berupa hibah yang merupakan hak pemerintah;
• penerimaan lainnya yang diatur dalam undang-undang
tersendiri.
Selain jenis tersebut di atas, PNPB lainnya ditetapkan dengan
peraturan pemerintah.
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 31
Pengelolaan PNBP dilaksanakan berdasarkan peraturan
perundangan yang berlaku yaitu:
• Undang-undang nomor 20 tahun 1997 tentang Penerimaan
Negara Bukan Pajak,
• Peraturan Pemerintah nomor 22 Tahun 1997 tentang Jenis dan
Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak,
• Peraturan Pemerintah nomor 73 tahun 1999 tentang Tata Cara
Penggunaan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Bersumber
dari Kegiatan Tertentu.
2. Jenis dan Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
Jenis PNBP secara rinci diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor
22 tahun 1997 tentang Jenis dan Penyetoran Penerimaan Negara
Bukan Pajak. Sesuai dengan peraturan pemerintah tersebut, jenis
PNBP meliputi hal berikut.
a. Penerimaan kembali anggaran (sisa anggaran rutin dan sisa
anggaran pembangunan.
b. Penerimaan hasil penjualan barang/kekayaan negara.
c. Penerimaan hasil penyewaan barang/kekayaan negara.
d. Penerimaan hasil penyimpanan uang negara (jasa giro).
e. Penerimaan ganti rugi atas kerugian negara (tuntutan ganti rugi
dan tuntutan perbendaharaan).
f. Penerimaan denda keterlambatan penyelesaian pekerjaan
pemerintah.
g. Penerimaan dari hasil penjualan dokumen lelang.
Secara rinci peraturan pemerintah tersebut juga menetapkan jenis
PNBP pada masing-masing departemen.
Penetapan tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak
ditetapkan dengan memerhatikan:
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 32
a. dampak pengenaan terhadap masyarakat dan kegiatan
usahanya;
b. biaya penyelenggaraan kegiatan pemerintah sehubungan
dengan jenis;
c. penerimaan negara bukan pajak yang bersangkutan;
d. aspek keadilan dalam pengenaan beban kepada masyarakat.
Penetapan jumlah penerimaan negara bukan pajak yang terutang
ditentukan dengan cara:
a. ditetapkan oleh instansi pemerintah; atau
b. dihitung sendiri oleh wajib bayar.
PNBP terhutang menjadi kedaluwarsa setelah sepuluh tahun
terhitung sejak saat terutangnya penerimaan negara bukan pajak
yang bersangkutan. Ketentuan kedaluwarsa sebagaimana tertunda
apabila Wajib Bayar melakukan tindak pidana di bidang penerimaan
negara bukan pajak.
3. Pelaporan Rencana dan Realisasi Penerimaan PNBP
Instansi yang mengelola PNBP wajib menyampaikan laporan
rencana dan realisasi penerimaan secara periodik, sesuai dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2004 tentang Tata Cara
Penyampaian Rencana dan Laporan Realisasi Penerimaan Negara
Bukan Pajak.
Mekanisme tentang pelaporan diatur sebagai berikut.
a. Pejabat instansi pemerintah wajib menyampaikan rencana pnbp
tahun anggaran yang akan datang secara tertulis di lingkungan
instansi pemerintah yang bersangkutan kepada menteri paling
lambat pada tanggal 15 Juli tahun anggaran berjalan.
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 33
b. Dalam hal pejabat instansi pemerintah tidak atau terlambat
menyampaikan rencana PNBP, menteri dapat menetapkan
rencana PNBP instansi pemerintah yang bersangkutan.
c. Dalam hal terdapat revisi, pejabat instansi pemerintah wajib
menyampaikan revisi rencana PNBP kepada menteri, dengan
ketentuan sebagai berikut.
1) Revisi rencana PNBP tahun yang akan datang, disampaikan
paling lambat tanggal 5 Agustus Tahun Anggaran yang
bersangkutan.
2) Revisi rencana PNBP tahun anggaran berjalan, disampaikan
paling lambat tanggal 15 Agustus tahun anggaran berjalan.
Dalam hal pejabat instansi pemerintah belum menyampaikan
revisi rencana PNBP menteri dapat menetapkan rencana PNBP
untuk masing-masing instansi pemerintah.
d. Laporan realisasi PNBP triwulanan disampaikan secara tertulis
oleh pejabat instansi pemerintah kepada menteri paling lambat
satu bulan setelah triwulan yang bersangkutan berakhir.
e. Laporan perkiraan realisasi PNBP triwulan IV disampaikan
kepada menteri paling lambat tanggal 15 Agustus tahun
anggaran berjalan.
f. Dalam hal pejabat instansi pemerintah tidak atau terlambat
menyampaikan rencana dan laporan realisasi PNBP, dikenakan
sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
4. Penerimaan dan Penyetoran PNBP
Seluruh penerimaan negara bukan pajak dikelola dalam sistem
anggaran pendapatan dan belanja negara, melalui dokumen
pelaksanaan anggaran (DIPA) masing-masing kementerian
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 34
/lembaga. pengelolaan atas PNBP tersebut diatur dengan
ketentuan sebagai berikut.
a. Setiap kementerian negara/lembaga/satuan kerja yang
mempunyai sumber pendapatan wajib mengintensifkan
perolehan pendapatan yang menjadi wewenang dan tanggung
jawabnya.
b. Menteri dapat menunjuk instansi pemerintah untuk menagih
dan atau memungut penerimaan negara bukan pajak yang
terutang.
c. Instansi pemerintah yang ditunjuk tersebut wajib menyetor
langsung penerimaan negara bukan pajak yang diterima ke kas
negara.
d. Instansi pemerintah yang ditunjuk wajib menyampaikan
rencana dan laporan realisasi penerimaan negara bukan pajak
secara tertulis dan berkala kepada menteri.
e. Tidak dipenuhinya kewajiban instansi pemerintah untuk
menagih dan atau memungut serta menyetor sebagaimana
dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
5. Penggunaan Sebagian Dana PNBP
Pada dasarnya, seluruh PNBP wajib disetor langsung secepatnya ke
kas negara. Namun demikian, untuk beberapa kegiatan tertentu,
sebagian dana dari suatu jenis penerimaan negara bukan pajak
dapat digunakan untuk kegiatan tertentu yang berkaitan dengan
jenis penerimaan negara bukan pajak tersebut oleh instansi yang
bersangkutan. Penggunaan sebagian dana PNBP tersebut dapat
dilakukan setelah memperoleh persetujuan dari Menteri Keuangan.
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 35
Kegiatan yang dapat menggunakan sebagian dana PNBP meliputi:
• penelitian dan pengembangan teknologi,
• pelayanan kesehatan,
• pendidikan dan pelatihan,
• penegakan hukum,
• pelayanan yang melibatkan kemampuan intelektual tertentu,
• pelestarian sumber daya alam.
Proses permohonan untuk menggunakan sebagian dana PNBP,
diatur dalam PP NOMOR 73 tahun 1999 tentang Tatacara
Penggunaan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang bersumber dari
kegiatan tertentu, yaitu sebagai berikut.
a. Pimpinan instansi pemerintah mengajukan permohonan
penggunaan penerimaan negara bukan pajak kepada Menteri
Keuangan. Permohonan tersebut dilengkapi dengan:
1) tujuan penggunaan dana penerimaan negara bukan pajak;
2) rincian kegiatan pokok instansi dan kegiatan yang akan
dibiayai penerimaan negara bukan pajak;
3) jenis penerimaan negara bukan pajak beserta tarif yang
berlaku;
4) laporan realisasi dan perkiraan tahun anggaran berjalan
serta perkiraan untuk dua tahun anggaran mendatang.
b. Setelah mendapatkan persetujuan dari Menteri Keuangan,
instansi pemerintah mengajukan pengajuan rencana
penggunaan untuk setiap tahun anggaran selambat-lambatnya
pada tanggal 15 November.
c. Rencana penggunaan penerimaan negara bukan pajak tersebut
diteliti dan dibahas oleh Departemen Keuangan bersama-sama
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 36
instansi pemerintah yang bersangkutan sebelum ditetapkan
Menteri Keuangan.
d. Sebagian dana penerimaan negara bukan pajak disediakan
dalam suatu dokumen anggaran tahunan yang berlaku sebagai
surat keputusan otorisasi.
e. Sebagian dana penerimaan negara bukan pajak tersebut dapat
digunakan untuk menyelenggarakan kegiatan tertentu pada
instansi bersangkutan dalam rangka pembiayaan:
1) operasional dana pemeliharaan; dan atau
2) investasi, termasuk peningkatan kualitas sumber daya
manusia.
f. Pembayaran atas pelaksanaan kegiatan instansi yang
bersangkutan dilakukan sebagai pembayaran langsung kepada
yang berhak; atau melalui penyediaan Uang Yang Harus
Dipertanggungjawabkan (UYHD). Batas jumlah pembayaran
ditetapkan oleh menteri.
g. Saldo lebih dari sebagian dana penerimaan negara bukan pajak,
pada akhir tahun anggaran wajib disetor seluruhnya ke kas
negara.
h. Pembiayaan sebagian dana PNBP yang telah disediakan dalam
suatu dokumen anggaran dan belum dilaksanakan atau belum
diselesaikan dalam tahun anggaran yang bersangkutan dapat
dicantumkan pada dokumen anggaran tahun berikutnya melalui
revisi anggaran.
i. Pimpinan instansi pemerintah yang bersangkutan setiap awal
tahun anggaran menetapkan:
1) atasan langsung bendaharawan penerima/pengguna;
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 37
2) bendaharawan penerima;
3) bendaharawan pengguna.
Dalam hal bendaharawan belum ditunjuk, Kantor
Perbendaharaan dan Kas Negara dilarang melakukan
pembayaran.
j. Kewajiban pembukuan diatur sebagai berikut.
1) Pimpinan instansi/bendaharawan penerima dan pengguna
wajib menyelenggarakan pembukuan.
2) Bendaharawan penerima dan pengguna menyimpan secara
lengkap dan teratur dokumen yang menyangkut penerimaan
negara bukan pajak.
3) Kegiatan dan penatausahaan tersebut dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
k. Kewajiban penyusunan laporan;
Pimpinan instansi pemerintah wajib menyampaikan laporan
triwulan mengenai seluruh penerimaan dan penggunaan dana
oleh Instansi yang bersangkutan kepada Menteri Keuangan.
l. Ketentuan lainnya;
1) Pemberian izin penggunaan dana penerimaan negara bukan
pajak yang telah diberikan masih tetap berlaku sebelum
dilakukan penyesuaian berdasarkan peraturan pemerintah
ini.
2) Penggunaan penerimaan negara bukan pajak yang berasal
dari dana reboisasi karena karakteristik dan atau sifat khusus
yang dimilikinya dapat diatur dengan peraturan pemerintah
tersendiri.
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 38
6. Pencatatan dan Pemeriksaan
a. Pencatatan dan Pembukuan
Ketentuan terkait dengan pencatatan dan pembukuan antara
lain adalah sebagai berikut.
1) Instansi pemerintah yang ditunjuk untuk menagih,
memungut dan menyetorkan PNBP wajib
menyelenggarakan pembukuan yaitu mengadakan suatu
pencatatan yang dapat menyajikan keterangan yang
cukup untuk dijadikan dasar penghitungan penerimaan
negara bukan pajak.
2) Pencatatan wajib diselenggarakan di Indonesia dalam
satuan mata uang rupiah dan disusun dalam Bahasa
Indonesia atau mata uang asing dan bahasa asing yang
diizinkan Menteri Keuangan.
3) Buku, catatan dan dokumen lainnya yang menjadi dasar
perhitungan PNBP tersebut wajib disimpan selama sepuluh
tahun.
4) Terhadap wajib bayar untuk jenis penerimaan negara
bukan pajak, atas permintaan instansi pemerintah dapat
dilakukan pemeriksaan oleh instansi yang berwenang.
Selain itu, terhadap instansi pemerintah yang ditunjuk
atas permintaan menteri untuk menagih, memungut dan
menyetorkan PNBP juga dapat dilakukan pemeriksaan
khusus oleh instansi yang berwenang.
b. Pemeriksaan
Ketentuan terkait dengan pemeriksaan antara lain adalah
sebagai berikut.
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 39
1) Hasil pemeriksaan terhadap instansi pemerintah
disampaikan kepada Menteri Keuangan, dan Menteri
Keuangan memberitahukan hasil pemeriksaan tersebut
kepada instansi pemerintah yang bersangkutan guna
penyelesaian lebih lanjut.
2) Hasil pemeriksaan terhadap wajib bayar untuk PNBP
disampaikan kepada instansi pemerintah untuk penetapan
jumlah PNBP yang terutang wajib bayar yang
bersangkutan.
3) Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap wajib
bayar terdapat kekurangan pembayaran jumlah PNBP yang
terutang, wajib bayar yang bersangkutan wajib melunasi
kekurangannya dan ditambah dengan sanksi berupa denda
administrasi sebesar 2% sebulan untuk paling lama 24
bulan dari jumlah kekurangan tersebut.
4) Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap wajib
bayar untuk jenis PNBP terdapat kelebihan pembayaran
jumlah PNBP yang terutang, jumlah kelebihan tersebut
diperhitungkan sebagai pembayaran dimuka atas jumlah
PNBP yang terutang wajib bayar yang bersangkutan pada
periode berikutnya.
5) Dalam hal terjadi pengakhiran kegiatan usaha wajib bayar,
maka jumlah kelebihan pembayaran PNBP dikembalikan
kepada wajib bayar selambat-lambatnya satu bulan sejak
dikeluarkan ketetapan kelebihan pembayaran.
6) Dalam hal pengembalian kelebihan pembayaran dilakukan
melampaui batas waktu sebagaimana dimaksud dalam poin
5) di atas, kelebihan pembayaran tersebut dikembalikan
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 40
kepada wajib bayar dengan ditambah imbalan bunga
sebesar 2% sebulan untuk paling lama 24 bulan.
C. PENERIMAAN PENGEMBALIAN BELANJA
Penerimaan pengembalian belanja adalah seluruh penerimaan negara
yang berasal dari pengembalian belanja tahun anggaran tahun berjalan,
yang terjadi karena kelebihan pembayaran, kesalahan atau kelalaian
bendahara pengeluaran dalam melakukan pembayaran yang
dibebankan kepada negara. Penerimaan pengembalian belanja ini dapat
berupa:
penerimaan pengembalian belanja pegawai,
penerimaan pengembalian belanja barang,
penerimaan pengembalian belanja modal,
penerimaan pengembalian belanja tahun lalu.
Penerimaan pengembalian belanja ini juga meliputi penerimaan yang
berasal dari penyelesaian kerugian keuangan negara.
Beberapa ketentuan yang mengatur mekanisme penyelesaian kerugian
keuangan negara diatur sebagai berikut.
1. Setiap kerugian negara yang disebabkan oleh tindakan melanggar
hukum atau kelalaian seseorang harus segera diselesaikan sesuai
dengan ketentuan perundangan-undangan yang berlaku. Kerugian
negara dapat terjadi karena pelanggaran hukum atau kelalaian
pejabat negara atau pegawai negeri bukan bendahara dalam rangka
pelaksanaan kewenangan administratif atau oleh bendahara dalam
rangka pelaksanaan kewenangan kebendaharaan.
2. Penyelesaian kerugian negara perlu segera dilakukan untuk
mengembalikan kekayaan negara yang hilang atau berkurang serta
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 41
meningkatkan disiplin dan tanggung jawab para pegawai
negeri/pejabat negara pada umumnya, dan para pengelola
keuangan pada khususnya.
3. Bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain
yang karena perbuatannya melanggar hukum atau melalaikan
kewajiban yang dibebankan kepadanya secara langsung merugikan
keuangan negara wajib mengganti kerugian tersebut.
4. Pejabat lain dimaksud meliputi pejabat negara dan pejabat
penyelenggara pemerintahan yang tidak berstatus pejabat negara,
tidak termasuk bendahara dan pegawai negeri bukan bendahara.
5. Setiap pimpinan kementerian negara/lembaga/kepala satuan kerja
dapat segera melakukan tuntutan ganti rugi, setelah mengetahui
bahwa dalam kementerian negara/lembaga/satuan kerja yang
bersangkutan terjadi kerugian akibat perbuatan dari pihak manapun.
6. Setiap kerugian negara wajib dilaporkan oleh atasan langsung atau
kepala kantor kepada menteri/pimpinan lembaga dan diberitahukan
kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) selambat-lambatnya tujuh
hari kerja setelah kerugian negara itu diketahui.
7. Segera setelah kerugian negara tersebut diketahui, kepada
bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang
nyata-nyata melanggar hukum atau melalaikan kewajibannya,
segera dimintakan surat pernyataan kesanggupan dan atau
pengakuan bahwa kerugian tersebut menjadi tanggung jawabnya
dan bersedia mengganti kerugian negara dimaksud. Surat
pernyataan tersebut biasa disebut Surat Pernyataan Tanggung
Jawab Mutlak.
8. Jika surat keterangan tanggung jawab mutlak tidak mungkin
diperoleh atau tidak dapat menjamin pengembalian kerugian
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 42
negara, menteri/pimpinan lembaga yang bersangkutan segera
mengeluarkan Surat Keputusan Pembebanan Penggantian Kerugian
Sementara kepada yang bersangkutan. Surat keputusan dimaksud
mempunyai kekuatan hukum untuk pelaksanaan sita jaminan
(conservatoir beslaag).
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 43
BAB IV
MEKANISME PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN PAJAK-
PAJAK NEGARA OLEH BENDAHARA
A. DASAR HUKUM
Dalam pelaksanaan penerimaan pajak-pajak negara, bendahara pada
instansi pemerintah telah ditunjuk sebagai pemotong/pemungut atas
penerimaan pajak-pajak negara khususnya pada transaksi belanja yang
dilakukan oleh instansi pemerintah. Peraturan perundangan yang
dijadikan sebagai dasar hukum penunjukkan bendahara ini antara lain
sebagai berikut.
1. Undang-undang perpajakan yang meliputi :
a. UU nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan, sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU
nomor 16 tahun 2000;
b. UU nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, sebagaimana
telah diubah terakhir dengan UU nomor 17 tahun 2000;
c. UU nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang
dan Jasa, dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, sebagaimana
telah diubah terakhir dengan UU nomor 18 tahun 2000.
Tujuan Pemelajaran Khusus
Setelah memelajari bab ini, peserta diklat diharapkan mampu menjelaskan mekanisme pemotongan/pemungutan pajak-pajak negara oleh bendahara.
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 44
2. Peraturan Pemerintah nomor 45 tahun 1994 tentang Pajak
Penghasilan Bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, Anggota
ABRI dan Para Pensiunan atas Penghasilan yang Dibebankan kepada
Keuangan Negara atau Keuangan Daerah.
3. Keputusan Presiden RI 42 tahun 2002 tentang Pedoman
Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan
Keputusan Presiden RI Nomor 80 tahun 2003 tentang Pedoman
Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Instansi Pemerintah.
4. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 5563/KMK.03/2003 tentang
Penunjukkan Bendaharawan Pemerintah dan Kantor
Perbendaharaan dan Kas Negara untuk Memungut, Menyetor dan
Melaporkan PPN, PPnBM Beserta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran
dan Pelaporannya.
B. KEWAJIBAN DAN SANKSI PERPAJAKAN BENDAHARA
Dalam perpajakan, kedudukan bendahara pemerintah yang mengelola
APBN/APBD sama dengan kedudukan wajib pajak (WP), sehingga
bendahara mempunyai kewajiban, sebagaimana WP lainnya, serta
mendapatkan sanksi perpajakan jika terjadi pelanggaran. Kewajiban
dan saksi perpajakan bagi bendahara yang mengelola anggran
pendapatan dan belanja negara/daerah, sebagai berikut.
1. Kewajiban Perpajakan
a. Kewajiban mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok
Wajib Pajak (NPWP) di kantor pelayanan pajak yang sesuai
dengan lokasi kedudukannya. Untuk bendahara BUMN, wajib
mendaftarkan diri ke kantor pelayanan pajak BUMN (KPP-BUMN).
Selama masih melaksanakan pengelolaan anggaran
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 45
negara/daerah, NPWP bendahara ini tetap berlaku. NPWP atas
nama bendahara ini akan dilakukan penghapusan jika terjadi:
1) perubahan organisasi yang mengakibatkan nama unit
instansinya berubah;
2) proyek/kegiatan telah berakhir (selesai).
b. Kewajiban untuk menyetorkan penerimaan pajak yang
dipungut/dipotong pada saat dan tempat sesuai dengan
ketentuan umum perpajakan yang berlaku.
c. Kewajiban untuk melaporkan pemungutan dan pemotongan
pajak negara dengan menyerahkan surat permberitahuan pajak
(SPT) sesuai dengan ketentuan umum perpajakan yang berlaku.
2. Sanksi Perpajakan
Sanksi perpajakan meliputi sanksi administrasi dan sanksi pidana
dengan uraian sebagai berikut.
a. Sanksi administrasi, berupa denda yaitu:
1) denda sebesar Rp50.000,00 jika tidak menyampaikan SPT
Masa PPh dan PPN sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan yaitu dua puluh hari setelah masa pajak berakhir;
2) denda sebesar Rp100.000,00 jika tidak menyampaikan SPT
Tahunan PPh sesuai dengan waktu yang telah ditentukan
yaitu dua puluh hari setelah masa pajak berakhir.
b. Sanksi administrasi, berupa pengenaan bunga sebesar 2% per
bulan (selama-lamanya 24 bulan) atas jumlah pajak yang
terutang tidak atau kurang dibayar.
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 46
c. Sanksi Administrasi berupa kenaikan pajak terutang, adalah
sebagai berikut.
1) Sebesar 50% dari PPh tidak/kurang bayar dalam satu tahun
pajak, jika SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu yang
telah ditentukan dan telah ditegur secara tertulis, tidak
disampaikan pada waktunya sesuai dengan surat teguran;
2) Sebesar 100% dari PPH tidak/kurang dipotong, tidak/kurang
dipungut, tidak/kurang disetor, dan dipotong/dipungut tetapi
tidak/kurang disetorkan;
3) Sebesar 100% dari kekurangan pajak dalam Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKP-KBT) dalam hal
ditemukan data baru dan/atau data semula yang belum
terungkap, yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak
terutang;
4) Sebesar 100% atas PPN dan PPnBM yang tidak atau kurang
dibayar jika:
a) SPT tidak disampaikan sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan dan telah dikenakan teguran sescara tertulis,
juga tidak disampaikan sesuai dengan surat teguran;
b) berdasarkan hasil pemeriksaan terdapat PPN dan PPnBM
yang seharusnya tidak dikompensasikan selisih lebih
pajak atau tidak seharusnya dikenakan tarif 0%.
d. Sanksi pidana, berupa kurungan selama satu tahun dan denda
setinggi-tingginya dua kali jumlah pajak terutang, jika karena
kealpaan tidak menyampaikan SPT, atau menyampaikan SPT
tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan
keterangan yang isinya tidak benar, yang dapat menimbulkan
kerugian keuangan negara.
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 47
e. Sanksi pidana berupa kurungan selama 6 tahun dan denda
setinggi-tingginya empat kali jumlah pajak terutang, jika dengan
sengaja:
1) tidak mendaftarkan diri atau menyalahgunakan NPWP;
2) tidak menyampaikan SPT;
3) menolak dilakukan pemeriksaan;
4) memperlihatkan pembukuan dan pencatatan yang palsu dan
tidak melaksanakan pembukuan;
5) tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong/dipungut.
C. BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG PPH PASAL 21 DAN PASAL 26
1. Pengertian PPh pasal 21 dan pasal 26
PPh pasal 21 adalah PPh sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan
kegiatan dengan nama dan bentuk apapun yang diterima atau
diperoleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri.
PPh pasal 26 adalah PPh atas deviden, bunga termasuk premium,
diskonto, premi swap dan imbalan sehubungan dengan jaminan
pengembalian hutang, royalty, sewa dan penghasilan lain
sehubungan dengan penggunaan harta, imbalan sehubungan
dengan jasa, pekerjaan dan kegiatan, hadiah dan penghargaan,
pensiun dan pembayaran berkala lainnya yang diterima oleh wajib
pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap.
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 48
2. Penghasilan yang Dipotong
Bendahara wajib memotong PPh pasal 21 atas penghasilan berikut.
a. Penghasilan yang diterima oleh pejabat negara, PNS, ABRI, dan
pensiunan yang dibebankan kepada keuangan negara/daerah;
berupa:
1) gaji dan tunjangan lainnya yang bersifat tetap yang diterima
PNS/ABRI;
2) gaji kehormatan dan tunjangan lain yang bersifat tetap
diterima pejabat negara;
3) uang pensiun dan tunjangan lain yang bersifat tetap diterima
pensiunan termasuk janda/duda dan/atau anak-anaknya.
b. Penghasilan berupa honorarium, uang sidang, uang hadir, uang
lembur, imbalan prestasi kerja dan imbalan lain dengan nama
dan bentuk apapun yang dibebankan keuangan negara/daerah;
kecuali jika pembayaran tersebut dibayarkan kepada PNS
golongan II-d ke bawah dan anggota ABRI berpangkat PELTU ke
bawah.
c. Penghasilan yang diterima oleh penerima penghasilan selain
pejabat negara, PNS, anggota ABRI dan pensiunan yang
dibebankan kepada keuangan negara/daerah, berupa:
1) upah harian, upah mingguan, upah satuan, uang saku harian
dan upah borongan;
2) honorarium, uang saku, hadiah, penghargaan, komisi, bea
siswa serta pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan
dengan pekerjaan jasa dan kegiatan.
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 49
3. Pengurangan yang Diperbolehkan
a. Atas penghasilan yang dibayarkan kepada pejabat negara, PNS
dan anggota ABRI dan pensiunan.
Untuk menentukan penghasilan neto pejabat negara, PNS dan
ABRI, dan pensiunan, penghasilan bruto boleh dikurangi dengan
unsur berikut.
1) Biaya jabatan sebesar 5% dari penghasilan bruto setinggi-
tingginya Rp1.296.000,00 setahun atau Rp108.000,00
sebulan. Sedangkan untuk menentukan penghasilan neto
pensiunan, penghasilan bruto dikurangi dengan biaya
pensiun sebesar 5% dari penghasilan bruto setinggi-tingginya
Rp432.000,00 setahun atau Rp36.000,00 sebulan.
2) Iuran pensiun.
3) Penghasilan tidak kena pajak (PTKP) dengan ketentuan
berikut.
PTKP SETAHUN
Untuk diri pegawai 12 juta
Tambahan untuk pegawai yang kawin 1,2 juta
Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya paling banyak 3 orang.
1,2 juta
b. Atas penghasilan yang dibayarkan kepada selain pejabat negara,
PNS dan anggota ABRI dan pensiunan yang dibebankan pada
APBN/APBD, penghasilan bruto boleh dikurangi dengan unsur
berikut.
1) Pengurangan atas penerimaan upah harian, mingguan,
satuan, borongan dan uang saku harian, boleh dikurangi
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 50
1/10 UMP/UMK (sepanjang jumlah yang diterimanya dalam
satu bulan tidak melebihi UMP/UMK dan tidak dibayarkan
secara bulanan).
2) Jika penghasilan bruto dalam satu bulan melebihi UMP/UMK
atau dibayarkan secara bulanan, maka pengurangan yang
diperbolehkan berupa PTKP sebenarnya sebesar:
[PTKP harian = PTKP sebenarnya /360]
3) Pembayaran atas honorarium, uang saku, hadiah dan
penghargaan dengan nama dan bentuk apapun, komisi, bea
siswa sebagai imbalan atas jasa yang jumlahnya dihitung
tidak atas dasar banyaknya hari yang diperlukan untuk
menyelesaikan jasa atau kegiatan yang diberikan, tidak ada
pengurangan.
4) Untuk penghasilan WP luar negeri, tidak ada
pengurangan.
4. Tarif dan Cara Penghitungan Pemotongan
a. Tarif PPh berdasarkan pasal 17 UU nomor 7 tahun 1983
sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 17 tahun 2000
sebagai berikut.
Lapisan PKP Tarif Pajak
1) s/d Rp 25 jt
2) Di atas Rp 25 jt s/d/Rp 50 jt
3) Di atas Rp 50 jt s/d Rp 100 jt
4) Di atas Rp 100 jt s/d/Rp 200 jt
5) Di atas Rp 200 jt
5%
10%
15%
25%
35%
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 51
b. Tarif berdasarkan Keputusan Dirjen Pajak No KEP-545/PJ/2000
1) 15% atas prakiraan penghasilan netto yang dibayarkan
kepada tenaga ahli (prakiraan penghasilan = 50).
Tarif efektif = 15% x 50% x Penghasilan Bruto.
2) 5% atas upah dan uang saku harian yang jumlahnya
melebihi 1/10 UMP/UMK sehari tapi tidak melebihi UMP/UMK
sebulan dan/atau tidak dibayarkan secara bulanan.
3) 15% final atas honorarium dan imbalan lain dengan nama
apapun.
c. Tarif berdasarkan PP No. 149 tahun 2000 atas pembayaran uang
pesangon, tebusan pensiun, dan THT atau Jaminan Hari Tua
yang dibayarkan sekaligus, dipotong dengan PPh pasal 21 dan
bersifat final dengan tarif berikut.
Lapisan PKP Tarif Pajak
1) Rp 25 juta ke bawah
2) Di atas Rp 25 juta s/d Rp 50 juta
3) Di atas Rp 30 juta s/d Rp 100 juta
4) Di atas Rp 100 juta s/d Rp 200 juta
5) Di atas Rp 200 juta
0%
5 %
10 %
15 %
25 %
d. Cara Penghitungan
1) Penghitungan PPh pasal 21 bagi pejabat negara, PNS, ABRI
dan pensiunan yang dibebankan kepada keuangan
negara/daerah adalah sebagai berikut.
a) Atas pembayaran gaji kehormatan, gaji/pensiun dan
tunjangan yang terkait dengan gaji:
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 52
- bagi pejabat negara/PNS/ABRI
PPh psl. 21 = tarif psl. 17 x
(penghasilan bruto – biaya jabatan
– iuran pensiun – PTKP)
- bagi pensiunan bulanan
PPh psl. 21 = tarif psl. 17 x
(penghasilan bruto – biaya pensiun
– PTKP)
b) Atas penghasilan berupa honorarium, uang sidang, uang
hadir, uang lembur, imbalan prestasi kerja dan imbalan
lain dengan nama apapun;
PPh psl. 21 = 15 % x penghasilan bruto (bersifat final)
2) Penghitungan PPh pasal 21 bagi selain pejabat negara, PNS,
ABRI dan pensiunan yang dibebankan lepada keuangan
negara/daerah adalah sebagai berikut.
a) Atas pembayaran honorarium, uang saku, hadiah/
penghargaan, komisi, bea siswa, pembayaran imbalan
pekerjaan, jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh WP dalam
negeri (artis, olahragawan, penasihat, pengajar,
penceramah, moderador, pemberi jasa teknik komputer,
telekomunikasi, elektronika, fotografi, pemasaran, dll);
PPh pasal 21 = tarif pasal 17 x penghasilan bruto
(tarif progresif)
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 53
b) honorarium atau imbalan lain kepada tenaga ahli yang
melakukan pekerjaan bebas (pengacara, akuntan, arsitek,
dokter, konsultan, penilai, aktuaris);
PPh pasal 21 =
= tarif 15 % x perkiraan penghasilan neto
= tarif 15 % x 50 % x penghasilan bruto
3) Penghitungan pajak dari penghasilan yang diterima atau
diperoleh orang pribadi dengan status WP luar negeri sebagai
imbalan atas pekerjaan, jasa dan kegiatan, adalah sebagai
berikut.
a) PPh pasal 21 = 20 % penghasilan bruto (bersifat final).
b) Jika WP luar negeri berubah status, maka pemotongan PPh
pasal 21 tidak bersifat final.
D. BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG PPH PASAL 22
1. Pengertian PPh Pasal 22
Pajak penghasilan dipungut/dipotong sehubungan dengan
pembayaran atas penyerahan barang, kecuali atas pembayaran:
a) penyerahan barang paling banyak 1 juta (bukan jumlah yang
dipecah-pecah);
b) pembelian BBM, listrik, gas, air minum/PDAM, benda-benda pos;
c) pencairan dana jaring pengaman sosial (JPS) oleh KPKN;
d) pembayaran pelaksanaan proyek yang dibiayai dengan
hibah/pinjaman luar negeri.
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 54
2. Saat Pemotongan dan Tarif
Saat pemungutan PPh pasal 22, adalah pada setiap saat
pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang oleh rekanan
yang dibiayai dari APBN/APBD; dengan tarif 1,5 % x Harga/Nilai
Pembelian Barang
Contoh :
Itjen Departemen A membeli komputer untuk keperluan kantor dengan
harga Rp100.000.000,00
PPh psl. 22 yang harus dipungut oleh bendahara sebesar 1,5% dari
Rp100.000.000,00 = Rp 1.500.000,00
E. BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG PPH PASAL 23/26
1. Pengertian PPh Pasal 23/26
PPh pasal 23/26 adalah pajak atas penghasilan dengan nama dan
dalam bentuk apapun yang berasal dari modal, penyerahan jasa
atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong PPh
pasal 21.
Penghasilan yang dikenakan pemotongan PPh pasal 23 adalah
sebagai berikut.
a. Deviden, bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan karena
jaminan pengembalian utang, royalty, hadiah dan penghargaan
sehubungan dengan pelaksanaan status kegiatan selain yang
telah dipotong PPh pasal 21.
b. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta, selain sewa atas tanah dan atau bangunan.
c. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa
konstruksi, consultan dan jasa lain selain yang telah dipotong
PPh pasal 21.
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 55
Penghasilan yang dikenakan pemotongan PPh pasal 26 adalah
penghasilan berikut.
a. Deviden, bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan karena
jaminan pengembalian utang, royalty, hadiah dan penghargaan
sehubungan dengan pelaksanaan suatu kegiatan selain yang
telah dipotong PPh pasal 21.
b. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta, selain sewa atas tanah dan atau bangunan.
c. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa
konstruksi, konsultan dan jasa lain selain yang telah dipotong
PPh pasal 21.
d. Pensiun dan pembayaran berkala lainnya.
e. Pembayaran premi asuransi dan premi reasuransi lainnya baik
secara langsung maupun tidak langsung yang dibayarkan kepada
wajib pajak luar negeri selain BUT.
Penghasilan yang tidak dikenakan pemotongan PPh Pasal 23/26:
a. penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank;
b. sewa guna usaha dengan hak opsi;
c. dividen atau bagian laba yang diperoleh/diterima PT sebagai WP
dalam negeri (dengan syarat tertentu);
d. bunga obligasi yang diperoleh/diterima perusahaan reksa dana
selama lima tahun pertama;
e. bagian laba yang diterima/diperoleh anggota perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi dalam saham,
persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi;
f. SHU koperasi yang dibayarkan kepada anggotanya;
g. bunga simpanan yang tidak melebihi Rp240.000,00 setiap bulan
yang dibayarkan oleh koperasi.
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 56
2. Tarif dan Dasar Pemotongan PPh Pasal 23
a. 15% dari jumlah bruto atas deviden, bunga, diskonto, dan
imbalan karena jaminan pengembalian utang, royalti, hadiah,
dan penghargaan (selain yang telah dipotong PPh pasal 21).
b. 15% dari prakiraan penghasilan neto.
Besarnya prakiraan penghasilan neto antara lain sebagai berikut.
No. Jenis Jasa Tarif PPh 23
1 pembasmian hama, pembersihan, katering. 10%
2 pelaksanaan konstruksi,
jasa instalasi/pemasangan mesin /listrik/telepon/air/gas/AC/TV kabel.
13,33%
3 Sewa & penghasilan kendaraan angkutan darat.
20%
4 Jasa perencanaan dan pengawasan konstruksi. 26,67%
5 Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta khususnya kend. angk. darat; jasa teknik, manajemen, IT, pengolahan/pembuangan limbah, telkom bukan umum; jasa desain (interior, pertamanan, mesin/peralatan, alat transportasi/kendaraan, iklan/logo, alat kemasan); jasa instalasi/pemasangan peralatan, mesin, listrik/telepon/air/gas/TV kabel di luar konstruksi; jasa perawatan/pemeliharaan/perbaikan mesin, peralatan, kendaraan, bangunan di luar konstruksi; jasa kustodian selain sewa gudang; jasa perantara, dubbing/mixing film, rekrut tenaga kerja, penunjang penerbangan; jasa pengeboran minyak/gas bumi; software komputer termasuk perbaikan/perawatan.
40%
6 Jasa profesi, konsultan selain konstruksi, akuntansi, penilai dan aktuaris.
50%
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 57
3. Tarif Pemotongan PPh Pasal 26
Tarif dan dasar pemotongan PPh Pasal 26 adalah 20% dari jumlah
bruto kecuali bila ada Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda
(P3B), maka tarif PPh pasal 26 disesuaikan dengan ketentuan yang
berlaku dalam P3B tersebut.
F. BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG PPN DAN PPnBM
1. Pengertian PPN dan PPnBM
a. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas
konsumsi Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak di dalam
daerah Pabean.
b. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) adalah pajak yang
dikenakan atas konsumsi barang di dalam daerah pabean yang
berdasarkan keputusan Menteri Keuangan tergolong barang
mewah.
2. Objek Pemungutan PPn dan PPnBM
Bendahara yang mengelola anggaran negara/daerah wajib
memungut, menyetorkan dan melaporkan PPN atas:
a. penyerahan BKP dan/atau JKP yang dilakukan oleh PKP rekanan;
b. pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean di
dalam daerah pabean;
c. pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah
pabean;
d. PPnBM hanya dipungut dalam hal PKP rekanan adalah pabrikan
dari BKP yang tergolong mewah.
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 58
Pembayaran yang tidak dipungut PPN dan/atau PPnBM antara
lain:
a. pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp1.000.000,00 dan
tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah. Batasan
Rp1.000.000,00 tersebut merupakan jumlah pembayaran yang
sudah termasuk PPN dan PPnBM;
b. pembayaran untuk pembebasan tanah;
c. pembayaran atas penyerahan BKP dan/atau JKP yang
dibebaskan dari pengenaan PPN berdasarkan Peraturan
Pemerintah nomor 38 tahun 2003 tentang Impor dan atau
penyerahan BKP Tertentu dan atau Penyerahan JKP Tertentu
yang Dibebaskan dari Pengenaan PPN.
3. Saat Pemungutan, Tarif dan Dasar Pemungutan
a. Saat Pemungutan
Pemungutan PPN dan atau PPnBM oleh bendahara dilakukan
pada saat pembayaran kepada rekanan pemerintah, dengan cara
pemotongan secara langsung dari tagihan PKP rekanan
pemerintah tersebut.
b. Tarif PPN dan PPnBM
Tarif PPN adalah tarif tunggal sebesar 10% (berdasarkan
peraturan pemerintah dapat diubah serendah-rendahnya 5% dan
setinggi-tingginya 15%). Sementara, tarif PPnBM yang berlaku
sekarang ini paling rendah 10 % dan paling tinggi sebesar 75 %.
c. Dasar Pemungutan
Dasar pemungutan PPN dan PPnBM adalah jumlah pembayaran
baik dalam bentuk uang muka, pembayaran sebagian, atau
pembayaran seluruhnya yang dilakukan oleh pemungut PPN
kepada PKP rekanan.
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 59
Dalam jumlah pembayaran yang dilakukan oleh pemungut PPn
tersebut, termasuk PPN dan PPnBM yang terutang tanpa
memerhatikan apakah dalam kontrak menyebutkan ketentuan
pemungutan PPN dan atau PPnBM maupun tidak.
Contoh 1:
Jumlah PPN yang dipungut 10/11/bagian dari jumlah pembayaran
Jumlah Pembayaran Rp 1.100.000,00
PPN yang harus dipungut 10/110x Rp1.100.000 Rp 100.000,00
Jumlah yang dibayarkan kepada PKP rekanan Rp 1.000.000,00
Contoh 2:
Dalam hal BKP yang diserahkan oleh rekanan pemerintah termasuk golongan barang mewah (misal PPnBM 20 %).
Jumlah Pembayaran Rp 1.300.000,00
PPN yang dipungut 10/130 x Rp 1.300.000,00 Rp 100.000,00
PPnBM yang dipungut 20/130xRp1.300.000,00 Rp 200.000,00
Jumlah yang dibayarkan kepada PKP rekanan Rp 1.000.000,00
Contoh 3:
Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp1.000.000,00 dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah.
Harga Jual Rp 900.000,00
PPN 10% x Rp900.000,00 Rp 90.000,00
PPnBM 20% x Rp900.000,00 Rp 180.000,00
Harga jual termasuk PPN dan PPnBM Rp 1.170.000,00
Meskipun harga jual Rp900.000,00, tetapi karena pembayaran termasuk PPN dan PPnBM berjumlah Rp1.170.000,00 (di atas Rp 1.000.000,00), maka PPN dan PPnBM yang terutang harus dipungut oleh bendahara sebesar Rp 270.000,00.
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 60
Contoh 4:
Harga Jual Rp 800.000,00
PPN 10% x Rp800.000,00 Rp 80.000,00
PPnBM 10% x Rp800.000,00 Rp 80.000,00
Harga jual termasuk PPN dan PPnBM Rp 960.000,00
Karena harga jual termasuk PPN dan PPnBM berjumlah Rp960.000,00 (di bawah Rp 1.000.000,00), maka PPN dan PPnBM yang terutang tidak dipungut oleh bendahara, tetapi akan disetor sendiri oleh PKP rekanan.
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 61
BAB V MEKANISME PELAKSANAAN
BELANJA NEGARA
A. PEDOMAN PELAKSANAAN ANGGARAN BELANJA NEGARA
1. Dasar Hukum Pelaksanaan Anggaran Belanja Negara
Pelaksanaan belanja negara didasarkan pada beberapa dasar hukum
sebagai berikut.
• UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,
• UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara,
• UU tentang APBN (penetapan setiap tahun sesuai tahun
anggarannya),
• Keppres No.42 Tahun 2002 jo Keppres No.72 Tahun 2004
Tentang Pedoman Pelaksanaan APBN,
• Peraturan Menteri Keuangan No. 134/PMK.06/2005 Tentang
Pedoman Pembayaran dalam Pelaksanaan APBN Tahun 2005,
• Peraturan Dirjen Perbendaharaan No. Per-66/PB/2005 Tentang
Mekanisme Pelaksanaan Pembayaran atas beban APBN.
Perubahan mendasar dalam ketentuan pengelolaan keuangan
negara yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara meliputi pengertian dan ruang lingkup
keuangan negara, asas-asas umum pengelolaan keuangan negara,
Tujuan Pemelajaran Khusus
Setelah memelajari bab ini, peserta diklat diharapkan mampu menjelaskan mekanisme pelaksanaan belanja negara, proses pencairan dana APBN dan proses penerbitan SPM, mekanisme pembayaran melalui uang persediaan, penerbitan SP2D oleh KPPN serta memahami mekanisme pelaporan realisasi APBN
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 62
kedudukan Presiden sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan
keuangan negara, pendekatan kekuasaan Presiden kepada Menteri
Keuangan dan menteri/pimpinan lembaga susunan APBN. Ketentuan
mengenai penyusunan dan penetapan APBN, pengaturan hubungan
keuangan antara pemerintah pusat dan bank sentral. Pemerintah
daerah dan pemerintah/lembaga asing, pengaturan hubungan
keuangan antara pemerintah dengan perusahaan negara,
perusahaan daerah dan perusahaan swasta, dan badan pengelola
dana masyarakat, serta penetapan bentuk dan batas waktu
penyampaian laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN.
Dalam undang-undang tersebut juga telah mengantisipasi
perubahan standar akuntansi di lingkungan pemerintahan di
Indonesia yang mengacu kepada perkembangan standar akuntansi
di lingkungan pemerintahan secara internasional.
Penerapan Kaidah Pengelolaan Keuangan yang sehat di lingkungan
pemerintah sejalan dengan perkembangan kebutuhan pengelolaan
keuangan negara, dirasakan pula semakin pentingnya fungsi
perbendaharaan dalam rangka pengelolaan sumber daya keuangan
pemerintahan yang terbatas secara efisien.
Fungsi perbendaharaan tersebut meliputi perencanaan kas yang
baik, pencegahan agar jangan sampai terjadi kebocoran dan
penyimpangan, pencarian sumber pembiayaan yang paling murah
dan pemanfaatan dana yang menganggur (idle cash) untuk
meningkatkan nilai tambah sumber daya keuangan.
Upaya untuk menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan keuangan
yang selama ini lebih banyak dilaksanakan di dunia usaha dalam
pengelolaan keuangan pemerintah, tidaklah dimaksudkan untuk
menyamakan pengelolaan keuangan sektor pemerintah dengan
pengelolaan keuangan sektor swasta. Pada hakikatnya, negara
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 63
adalah suatu lembaga politik. Dalam kedudukannya yang demikian,
negara tunduk pada tatanan hukum publik.
Melalui kegiatan berbagai lembaga pemerintah, negara berusaha
memberikan jaminan kesejahteraan kepada rakyat (welfare state).
Namun, pengelolaan keuangan sektor publik yang dilakukan selama
ini dengan menggunakan pendekatan superioritas negara telah
membuat aparatur pemerintahan yang bergerak dalam kegiatan
pengelolaan keuangan sektor publik tidak lagi dianggap berada
dalam kelompok profesi manajemen oleh para profesional. Oleh
karena itu, perlu dilakukan pelurusan kembali pengelolaan keuangan
pemerintah dengan menerapkan prinsip-prinsip pemerintahan yang
baik (good governance) yang sesuai dengan lingkungan
pemerintahan.
Dalam undang-undang Perbendaharaan Negara juga diatur prinsip-
prinsip yang berkaitan dengan pelaksanaan utang piutang dan
investasi serta barang milik negara/daerah yang selama ini belum
mendapat perhatian yang memadai.
Dalam rangka pengelolaan uang negara/daerah dalam undang-
undang perbendaharaan negara ditegaskan kewenangan Menteri
Keuangan untuk mengatur dan meyelenggarakan rekening
pemerintah, menyimpan uang negara dalam rekening kas umum
negara pada bank sentral, serta ketentuan yang meningkatkan
transparansi dan akuntabilitas, pengelolaan piutang negara/daerah
diatur kewenangan penyelesaian piutang negara dan daerah.
Sementara itu, dalam rangka pelaksanaan pembiayaan ditetapkan
pejabat yang diberi kuasa untuk mengadakan utang negara/daerah.
Demikian pula, dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas
pengelolaan investasi dan barang milik negara/daerah dalam
undang-undang Perbendaharaan Negara diatur pula ketentuan yang
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 64
berkaitan dengan pelaksanaan investasi serta kewenangan
mengelola dan menggunakan barang milik negara.
a. Peraturan Menteri Keuangan tentang Pedoman
Pembayaran dalam Pelaksanaan APBN
Pelaksanaan pembayaran dalam pelaksanaan anggaran belanja
negara didasarkan pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor
134/PMK.06/2005 tentang Pedoman Pembayaran dalam
Pelaksanaan APBN. Dalam peraturan tersebut diatur ketentuan
sebagai berikut.
1) Dokumen pelaksanaan anggaran yang dibuat oleh
Menteri/Pimpinan Lembaga adalah Dokumen Daftar Isian
Pelaksanaan Anggaran (DIPA) yang disahkan oleh Direktur
Jenderal Perbendaharaan atas nama Menteri Keuangan dan
dokumen pelaksanaan pembiayaan kegiatan serta dokumen
pendukung kegiatan akuntansi pemerintah.
2) Dalam rangka pelaksanaan APBN, Kantor Pelayanan
Perbendaharan Negara (KPPN) melaksanakan penerimaan
dan pengeluaran negara secara giral.
3) Pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN oleh KPPN selaku
kuasa bendahara umum negara, dengan penerbitan Surat
Perintah Pencairan Dana (SP2D) oleh KPPN berdasarkan
Surat Perintah Membayar (SPM) yang diterbitkan oleh
pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran.
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 65
4) Pada awal tahun anggaran menteri/ketua lembaga
menetapkan para pejabat yang ditunjuk sebagai:
a) kuasa pengguna anggaran/pengguna barang;
b) pejabat yang bertugas melakukan pemungutan
penerimaan negara;
c) pejabat yang melakukan tindakan yang mengakibatkan
pengeluaran anggaran belanja;
d) pejabat yang bertugas melakukan pengujian dan perintah
pembayaran;
e) bendahara penerimaan untuk melaksanakan tugas
kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan anggaran
belanja;
f) bendahara pengeluaran untuk melaksanakan tugas
kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan anggaran
belanja.
5) Pejabat yang melakukan tindakan yang mengakibatkan
pengeluaran anggaran belanja tidak boleh merangkap
sebagai pejabat sebagaimana pada butir 4.d, e dan f di atas.
6) Penerbitan SPM oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna
anggaran didasarkan pada alokasi dana yang tersedia dalam
DIPA atau dokumen pelaksanaan anggaran lainnya yang
dipersamakan dengan DIPA.
7) Pelaksanaan pembayaran tagihan atas beban belanja negara
melalui SPM-LS yang disampaikan ke KPPN, harus
dilaksanakan sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor
134/PMK.06/2005 tentang Pedoman Pembayaran dalam
Pelaksanaan APBN.
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 66
8) Pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran dapat
mengajukan permintaan uang persedian dengan
menerbitkan surat perintah membayar uang persediaan
(SPM-UP) untuk membiayai keperluan sehari-hari
perkantoran.
9) Untuk memperoleh penggantian uang persediaan yang telah
digunakan, satuan kerja yang bersangkutan menerbitkan
surat perintah membayar penggantian uang persediaan
(SPM-GUP).
10) Dalam hal uang persediaan tidak mencukupi kebutuhan,
satuan kerja dapat mengajukan tambahan dengan
menerbitkan surat perintah membayar tambahan uang
persediaan (SPM-TUP).
11) Pengajuan tambahan uang persediaan sebagaimana
dimaksud diatur oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan dan
Pembayaran dengan menggunakan uang persediaan untuk
keperluan selain keperluan sehari-hari perkantoran
sebagaimana tersebut diatas dapat dilakukan setelah
memperoleh persetujuan Direktur Jenderal Perbendaharaan.
12) Pelaksanaan pembayaran dengan uang persediaan dilakukan
oleh bendahara pengeluaran sepanjang pembayaran
dimaksud tidak dapat dilakukan melalui pembayaran
langsung (SPM-LS).
13) Pembayaran yang dilakukan oleh bendahara pengeluaran
tidak boleh melebihi Rp10.000.000,00 kepada satu pihak,
kecuali pembayaran honor.
14) Pembayaran kepada rekanan harus memerhatikan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 67
15) Pengguna anggaran atau kuasa pengguna anggaran dapat
mengajukan penggantian uang persediaan yang telah
digunakan kepada KPPN dengan menyampaikan SPM-GUP
yang dilampiri Surat Pernyataan Tanggung Jawab Belanja
(SPTB) dan Faktur Pajak serta Surat Setoran Pajak (SSP).
16) Pejabat yang menandatangani dan/atau mengesahkan
dokumen yang berkaitan dengan surat bukti yang menjadi
dasar pengeluaran atas beban APBN bertanggung jawab atas
kebenaran material dan akibat yang timbul dari penggunaan
surat bukti dimaksud.
17) Bukti asli pembayaran yang dilampirkan dalam Surat
Permintaan Pembayaran (SPP)-GUP merupakan bukti
pengeluaran dalam pelaksanaan anggaran belanja negara
dan disimpan dalam arsip pengguna anggaran/kuasa
pengguna anggaran.
18) Berdasarkan SPM yang disampaikan oleh pengguna
anggaran/kuasa pengguna anggaran, KPPN menerbitkan
SP2D yang ditujukan kepada bank operasional mitra
kerjanya.
19) KPPN menolak permintaan pembayaran yang diajukan
pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran dalam hal:
a) pengeluaran untuk MAK yang melampaui pagu; dan/atau
b) tidak didukung oleh dokumen yang sah sesuai ketentuan
yang berlaku.
20) Penerbitan SP2D sebagaimana butir 18, atau penolakan
permintaan pembayaran sebagaimana dimaksud pada butir
19 wajib diselesaikan oleh KPPN dalam batas waktu sebagai
berikut.
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 68
a) Penerbitan SP2D uang persediaan/tambahan uang
persediaan/penggantian uang persediaan (SPM-UP/SPM-
TUP/SPM-GUP) dan SPM pembayaran langsung (SPM-LS)
paling lambat dalam waktu satu hari sejak diterimanya
SPM secara lengkap.
b) Untuk pembayaran gaji induk (gaji bulanan) PNS Pusat
paling lambat lima hari kerja sebelum awal bulan
pembayaran gaji.
c) Untuk pembayaran non gaji induk (non gaji bulanan)
SP2D diterbitkan paling lambat lima hari sejak
diterimanya SPM.
d) Pengembalian SPM dilakukan paling lambat hari kerja
berikutnya sejak diterimanya SPM berkenaan.
b. Mekanisme Pembayaran dalam Pelaksanaan APBN
Mekanisme pembayaran dalam pelaksanaan anggaran belanja
didasarkan pada peraturan Dirjen Perbendaharaan Nomor Per-
66/PB/2005 tentang Mekanisme Pembayaran dalam Pelaksanaan
APBN. Secara garis besar peraturan tersebut berisi ketentuan-
ketentuan mengenai:
1) prosedur penerbitan surat permintaan pembayaran (SPP);
2) prosedur penerbitan surat perintah pembayaran (SPM) oleh
pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran;
3) prosedur penerbitan surat perintah pencairan dana (SP2D)
oleh KPPN;
4) pelaporan realisasi APBN;
5) lain-lain.
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 69
2. Prinsip Pelaksanaan Anggaran Belanja Negara
Berdasarkan aturan perundangan tersebut, jumlah dana yang
dimuat dalam anggaran belanja negara merupakan batas tertinggi
untuk tiap-tiap pengeluaran. Pengguna anggaran/kuasa pengguna
anggaran tidak diperkenankan melakukan tindakan yang
mengakibatkan pengeluaran atas beban anggaran belanja negara,
jika dana untuk membiayai tindakan tersebut tidak tersedia atau
tidak cukup tersedia dalam anggaran belanja negara.
Pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran juga tidak
diperkenankan melakukan pengeluaran atas beban anggaran belanja
negara untuk tujuan lain dari yang ditetapkan dalam anggaran
belanja negara (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran/DIPA). Belanja
atas beban anggaran belanja negara didasarkan pada DIPA atau
dokumen pelaksanaan anggaran lainnya yang dipersamakan dengan
DIPA.
Secara umum, pelaksanaan anggaran belanja negara harus
mengikuti prinsip-prinsip berikut.
a. Hemat, tidak mewah, terarah, efisien, terkendali, semaksimal
mungkin menggunakan produksi/jasa dalam negeri,
b. Jumlah pengeluaran dalam anggaran merupakan batas yang
tertinggi untuk setiap jenis pengeluaran,
c. Anggaran tidak mutlak harus dihabiskan,
d. Dilarang melakukan tindakan yang membebani anggaran, bila
anggarannya tidak tersedia,
e. Dilarang melakukan pengeluaran yang menyimpang dari tujuan
yang ditetapkan, dan
f. Pembayaran atas beban negara pada dasarnya dilakukan setelah
barang/jasa diterima oleh negara. Persyaratan pengeluaran atas
beban negara didasarkan pada bukti hak tagihan kepada negara.
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 70
Pengeluaran atas beban anggaran belanja negara tidak
diperkenankan untuk keperluan berikut.
a. perayaan atau peringatan hari besar, hari raya dan hari ulang
tahun departemen/lembaga/pemerintah daerah.
b. pemberian ucapan selamat, hadiah/tanda mata, karangan bunga,
dan sebagainya untuk berbagai peristiwa.
c. pesta untuk berbagai peristiwa dan pekan olah raga pada
departemen/lembaga/pemerintah daerah.
d. pengeluaran lain-lain untuk kegiatan/keperluan yang sejenis
serupa dengan yang tersebut di atas.
Penyelenggaraan rapat, rapat dinas, seminar, pertemuan, lokakarya,
peresmian kantor/proyek dan sejenisnya, dibatasi pada hal-hal yang
sangat penting dan dilakukan sesederhana mungkin.
3. Komponen Anggaran Belanja Negara
Sesuai UU No. 17 Tahun 2003 tentang Perbendaharaan Negara,
belanja negara meliputi hal berikut.
a. Belanja untuk keperluan penyelenggaraan tugas pemerintahan
pusat.
Belanja pemerintah pusat tersebut dibagi menurut fungsi,
organisasi/bagian anggaran, kegiatan, dan jenis belanja. Bagian
anggaran yang tidak dikuasai oleh kementerian/lembaga negara
dikuasai oleh Menteri Keuangan.
b. Belanja untuk pelaksanaan perimbangan keuangan antara
pemerintah pusat dan daerah.
Belanja untuk pemerintah daerah dirupakan dalam bentuk ”Dana
Perimbangan”. Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber
dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada pemerintah
daerah untuk mendanai kebutuhan pemerintah daerah dalam
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 71
rangka pelaksanaan Desentralisasi. Dana Perimbangan
mencakup:
1) Dana Bagi Hasil, yang meliputi:
a) Bagi Hasil Sumber Daya Alam,
b) Bagi Hasil Pajak.
Tidak seluruh hasil pajak pusat dibagihasilkan dengan
daerah. Hasil pajak yang dibagihasilkan dengan daerah
mencakup Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan
Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), dan sebagian Pajak
Penghasilan (PPh) Wajib Pajak Orang Dalam Negeri.
2) Dana Alokasi Umum, yakni dana yang bersumber dari
pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan
pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk
mendanai kebutuhan pemerintah daerah dalam rangka
pelaksanaan Desentralisasi.
3) Dana Alokasi Khusus, yakni dana yang bersumber dari
pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah tertentu
dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus
yang merupakan urusan pemerintah daerah dan sesuai
dengan prioritas nasional. Pemerintah daerah yang
menerima dana alokasi khusus wajib menyediakan dana
pendamping sedikitnya 10% dari seluruh biaya kegiatan.
Dalam kondisi tertentu, pemerintah daerah penerima dana
alokasi khusus dapat tidak wajib menyediakan dana
pendamping.
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 72
B. PELAKSANAAN ANGGARAN BELANJA NEGARA OLEH PENGGUNA
ANGGARAN/KUASA PENGGUNA ANGGARAN
1. Jenis dan Proses Pembayaran Anggaran Belanja Negara
Pembayaran atas beban APBN pada dasarnya dilakukan secara
langsung melalui penerbitan Surat Perintah Membayar Langsung
(SPM-LS) kepada pihak yang berhak (pembayaran langsung). Untuk
keperluan tertentu yang tidak dapat dan/atau tidak memungkinkan
dilakukannya pembayaran secara langsung (menggunakan prosedur
SPM LS), sesuai ketentuan/batasan yang diatur secara khusus
pembayaran dapat dilakukan dengan menggunakan uang
persediaan.
Proses pembayaran pada satuan kerja dapat digambarkan seperti
bagan alur dokumen di bawah ini.
(Gambar 5.1)
BAGAN PROSES PEMBAYARAN PADA SATUAN KERJA
UNIT AKUNTANSI
SATKER
PENERBIT SPMBENDAHARA PENGELUARAN
PENGUJI TAGIHAN
PEMBUAT KOMITMEN
UNIT AKUNTANSI
SATKER
PENERBIT SPMBENDAHARA PENGELUARAN
PENGUJI TAGIHAN
PEMBUAT KOMITMEN
SALAH
BENAR
LaporanKeuangan
SPM
SP2D
KPKN
TransferPihak ke tiga
Proses SAI
BAYAR
TransferUP/GU
SPM GU
Bukti
SPM LS
Bukti
Draft SPM LS
Draft SPM GU
SK, SPK, KONTRAK
Daft. Lembur, daft gaji, BA PK,
BA PB, BA Serah terima
SKSK
BuktiDantagihan
Ujidan
periksa
Pembebanan
Perbaiki
LaporanKeuangan
SPM
SP2D
KPKN
TransferPihak ke tiga
Proses SAI
BAYAR
TransferUP/GU
SPM GU
Bukti
SPM LS
Bukti
Draft SPM LS
Draft SPM GU
SK, SPK, KONTRAK
Daft. Lembur, daft gaji, BA PK,
BA PB, BA Serah terima
SKSK
BuktiDantagihan
Ujidan
periksa
Pembebanan
Perbaiki
BAYAR
TransferUP/GU
SPM GU
Bukti
SPM GU
Bukti
SPM LS
Bukti
SPM LS
Bukti
Draft SPM LS
Draft SPM GU
SK, SPK, KONTRAK
Daft. Lembur, daft gaji, BA PK,
BA PB, BA Serah terima
SKSK
BuktiDantagihan
Ujidan
periksa
Pembebanan
Perbaiki
Draft SPM LS
Draft SPM GU
SK, SPK, KONTRAK
Daft. Lembur, daft gaji, BA PK,
BA PB, BA Serah terima
SKSK
BuktiDantagihan
Ujidan
periksa
Pembebanan
Perbaiki
SK, SPK, KONTRAK
Daft. Lembur, daft gaji, BA PK,
BA PB, BA Serah terima
SKSK
BuktiDantagihan
SKSKSKSK
BuktiDantagihan
Ujidan
periksa
Pembebanan
Perbaiki
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 73
Secara ringkas, bagan alur tersebut dapat dijelaskan sebagai
berikut.
a. Pejabat pembuat komitmen (PPK) dan bendahara pengeluaran
berdasarkan bukti pelaksanaan kegiatan, mengajukan SPP
kepada pejabat penguji tagihan.
b. Jika berdasarkan pengujian, pelaksanaan kegiatan benar, maka
pejabat penguji menetapkan pembebanan anggaran
mengajukan SPM kepada pejabat penerbit SPM, sedangkan jika
pelaksanaan kegiatan tidak didukung bukti, maka SPP
dikembalikan.
c. Pejabat penerbit SPM menyerahkan SPM ke KPPN.
d. Berdasarkan SPM yang diajukan, KPPN meenerbitkan SP2D
kepada bank mitra. Bank mentransfer uang ke rekening
bendahara pengeluaran atau ke rekening pihak ketiga.
e. Pembukuan KPPN dijadikan bahan sistem akuntansi instansi
untuk penyusunan laporan keuangan pemerintah.
2. Pelaksanaan Anggaran Belanja Negara
a. Tahap Penetapan Pejabat Kuasa PA dan Penandatangan
SPM
Pada setiap awal tahun anggaran, menteri/pimpinan lembaga
selaku PA menerbitkan keputusan tentang penunjukan:
1) pejabat kuasa PA untuk satuan kerja sementara di
lingkungan instansi PA;
2) pejabat yang diberi kewenangan untuk melakukan tindakan
yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja;
3) pejabat yang diberi kewenangan untuk menandatangani
SPM;
4) bendahara pengeluaran.
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 74
Asli surat keputusan dimaksud disampaikan kepada kepala KPPN
selaku Kuasa BUN setelah dilengkapi dengan bukti identitas
pejabat yang bersangkutan yang meliputi: nama, NIP/NRP,
pangkat/gol. ruang, jabatan, cantor/satuan kerja, cap/stempel
kantor/satuan kerja, dan spesimen tanda tangan.
b. Tahap Pembuatan Komitmen
Sesuai tugas pokok dan fungsinya, kepala satuan kerja selaku
kuasa pengguna anggaran, melaksanakan rencana kerja yang
telah ditetapkan dalam DIPA, membuat keputusan-keputusan
dan atau mengambil tindakan-tindakan yang dapat
mengakibatkan timbulnya pengeluaran uang dan/atau tagihan
atas beban APBN. Keputusan-keputusan dan/atau tindakan-
tindakan tersebut antara lain dapat berupa:
1) keputusan kepegawaian (seperti pengangkatan pertama
pegawai, pengangkatan pegawai dalam jabatan, kenaikan
pangkat, kenaikan gaji berkala, mutasi pegawai, surat
perjalanan dinas, dll.);
2) keputusan/tindakan dalam rangka pelaksanaan kegiatan
yang terkait dengan substansi tugas pokok dan fungsi;
3) keputusan/tindakan dalam rangka pengadaan barang/jasa
(kontrak jual beli, surat perintah kerja, dll.).
Pejabat yang menandatangani kontrak/keputusan bertanggung
jawab atas kebenaran material dan akibat yang timbul dari
kontrak/keputusan tersebut.
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 75
c. Pelaksanaan Kegiatan
Pada tahap ini, walaupun prosedur/tatacara penyelesaian
kegiatan diserahkan sepenuhnya kepada kuasa pengguna
anggaran, namun masih harus mengikuti ketentuan berikut.
1) Pelaksanaan Pekerjaan
Pelaksanaan kegiatan harus dilakukan secara tertib dan
memenuhi ketentuan yang diperjanjikan baik dalam
spesifikasi teknis maupun dalam jadwal/waktu penyelesaian.
2) Pemeriksaan Penyelesaian Pekerjaan
Pada setiap tahap penyelesaian pekerjaan perlu dilakukan
pemeriksaan, pemeriksaan dituangkan dalam suatu dokumen
Berita Acara Hasil Pemeriksaan Penyelesaian Pekerjaan.
3) Pembuatan Berita Acara
Berita Acara Hasil Pemeriksaan Penyelesaian Pekerjaan harus
memuat sekurang-kurangnya identitas pekerjaan (yang
meliputi kantor/satuan kerja pengelola pekerjaan, nomor dan
tanggal kontrak kerja, tempat/lokasi pekerjaan, besar nilai
kontrak, nomor dan tanggal DIPA yang menjadi dasar
pembuatan dan/atau ditunjuk dalam kontrak), tahap
penyelesaian pekerjaan (termijn), pernyataan kesaksian atas
prestasi kerja yang telah diselesaikan, dan rekomendasi
pembayaran hak/tagihan atas penyelesaian-penyelesaian
pekerjaan.
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 76
d. Uang Persediaan dan Tambahan Uang Persediaan (UP
dan TUP)
1) Pengelola Uang Persediaan
a) Bendahara Pengeluaran
Untuk mengelola uang persediaan bagi satuan kerja di
lingkungan kementerian negara/lembaga, menteri/
pimpinan lembaga atau pejabat yang diberi
kewenangan dapat mengangkat seorang bendahara
pengeluaran pada kementerian negara/lembaga yang
dipimpinnya
b) Untuk membantu pengelolaan uang persediaan pada
kantor/satuan kerja di lingkungan kementerian
negara/lembaga yang dipimpinnya, selanjutnya, sesuai
kebutuhan kepala satuan kerja mengusulkan kepada
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal
Perbendaharaan untuk menunjuk pemegang uang
uuka. Di dalam pelaksanaan tugasnya pemegang uang
muka bertanggung jawab kepada bendahara
pengeluaran.
2) Prosedur Penggunaan Uang Persediaan
a) PA/Kuasa PA menerbitkan SPM-UP berdasarkan alokasi
dana dalam DIPA atau dokumen pelaksanaan anggaran
lainnya yang dipersamakan dengan DIPA atas
permintaan dari bendahara pengeluaran yang
dibebankan pada mata anggaran keluaran (MAK) untuk
pengeluaran transito.
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 77
b) KKPPN, berdasarkan SPM-UP dimaksud pada angka 1 di
atas menerbitkan SP2D untuk rekening bendahara
pengeluaran yang ditunjuk dalam SPM-UP
c) Penggunaan uang persediaan selanjutnya menjadi
tanggung jawab bendahara pengeluaran.
d) Bendahara pengeluaran melakukan pengisian kembali
uang persediaan segera setelah uang persediaan
dimaksud digunakan.
e) Pengisian kembali uang persediaan dilakukan dengan
mengajukan SPM GU kepada KPPN.
f) Pengeluaran-pengeluaran yang dilakukan sesuai bukti-
bukti yang sah dibebankan pada mata anggaran (MAK)
definitif sesuai pagu MAK yang tersedia.
g) Pembebanan dimaksud pada butir f) di atas
mengurangi kredit/pagu anggaran dalam DIPA.
h) Penggunaan dan penggantian uang persediaan dapat
dilakukan sepanjang pagu anggaran dalam DIPA atau
dokumen pelaksanaan anggaran lainnya yang
dipersamakan dengan DIPA, yang dapat dibayarkan
melalui prosedur SPM-UP, masih cukup tersedia.
i) Sisa uang persediaan yang terdapat pada akhir tahun
anggaran harus disetor ke Rekening Kas Umum Negara
selambat-lambatnya tanggal 31 Desember tahun
anggaran berkenaan. Setoran sisa uang persediaan
dimaksud, oleh KPPN dibukukan sebagai pengembalian
uang persediaan sesuai mata anggaran yang
ditetapkan.
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 78
3) Petunjuk Pelaksanaan Uang Persediaan
Uang persediaan dapat diberikan dalam batasan ketentuan
sebagai berikut.
a) UP dapat diberikan untuk pengeluaran-pengeluaran
belanja barang pada klasifikasi belanja: 5211-belanja
barang operasional; 5212-belanja bahan; 5221-belanja
langganan daya dan jasa; 5231-belanja biaya
pemeliharaan; 5241-belanja perjalanan; dan 5811–
belanja barang lainnya.
b) Di luar ketentuan pada butir a, dapat diberikan
pengecualian untuk DIPA Pusat oleh Direktur Jenderal
Perbendaharaan dan untuk DIPA Pusat yang
kegiatannya berlokasi di daerah serta DIPA yang
ditetapkan oleh Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan
oleh Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan setempat.
c) Maksimal UP yang dapat diberikan adalah sebagai
berikut.
No Pagu (Rp juta) Prosentase pagu DIPA menurut
klasifikasi belanja yang diijinkan
untuk diberikan UP
Maksimal UP
1. ≤ Rp900.000.000 1/12 Rp 50.000.000,00
2. > Rp900.000.000 ;
≤ Rp2.400.000.000
1/18 Rp 100.000.000,00
3. > Rp2.400.000.000 1/24 Rp 200.000.000,00
d) Perubahan besaran UP di luar ketentuan pada butir c)
ditetapkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan.
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 79
e) Pengisian kembali UP sebagaimana dimaksud pada butir
c) dapat diberikan apabila dana UP telah dipergunakan
sekurang-kurangnya 75% dari dana UP yang diterima.
f) Dalam hal penggunaan UP belum mencapai 75%,
sedangkan satker/SKS yang bersangkutan memerlukan
pendanaan melebihi sisa dana yang tersedia, satker/SKS
dimaksud dapat mengajukan TUP.
g) Pemberian TUP diatur sebagai berikut.
i. Kepala KPPN dapat memberikan TUP sampai dengan
jumlah Rp200.000.000,00 untuk klasifikasi belanja
yang diperbolehkan diberi UP bagi instansi dalam
wilayah pembayaran KPPN bersangkutan.
ii. Permintaan TUP di atas Rp200.000.000,00 untuk
klasifikasi belanja yang diperbolehkan diberi UP harus
mendapat dispensasi dari Kepala Kanwil Ditjen
Perbendaharaan.
3. Prosedur Penerbitan Surat Permintaan Pembayaran (SPP)
a. Pejabat yang Mengajukan SPP
Pengajuan SPP dibedakan sesuai dengan jenis pembayaran yang
dilakukan. Pengajuan SPP untuk pelaksanaan anggaran belanja
negara dibedakan sebagai berikut.
Pengajuan SPP-UP/TUP/GUP dilakukan oleh bendahara
pengeluaran.
Pengajuan SPP-LS belanja pegawai dan belanja perjalanan
dinas dilakukan oleh bendahara pengeluaran.
Pengajuan SPP-LS belanja lainnya diajukan oleh pejabat
pembuat komitmen.
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 80
Sebagai bahan perbandingan, untuk pelaksanaan anggaran
belanja pemerintah daerah, sesuai Peraturan Menteri Dalam
Negeri No. 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah, pengajuan SPP, baik uang persediaan
maupun pembayaran langsung, diajukan oleh bendahara
pengeluaran.
b. Persyaratan Penerbitan SPP
Pengajuan surat permintaan pembayaran (SPP) untuk
penerbitan surat perintah membayar (SPM), dibuat dengan
kelengkapan persyaratan sebagai berikut.
1) SPP-UP (Surat Permintaan Pembayaran - Uang Persediaan)
Surat pernyataan dari kuasa pengguna anggaran atau
pejabat yang ditunjuk, menyatakan bahwa Uang
Persediaan tersebut tidak untuk membiayai pengeluaran-
pengeluaran yang menurut ketentuan harus dengan LS.
2) SPP-TUP (Surat Permintaan Pembayaran - Tambahan Uang
Persediaan)
a) Rincian rencana penggunaan dana Tambahan uang
persediaan dari kuasa pengguna anggaran atau pejabat
yang ditunjuk.
b) Surat pernyataan dari kuasa pengguna anggaran atau
pejabat yang ditunjuk bahwa:
(1) dana tambahan UP tersebut akan digunakan untuk
keperluan mendesak dan akan habis digunakan
dalam waktu satu bulan terhitung sejak tanggal
diterbitkan SP2D;
(2) apabila terdapat sisa dana TUP, harus disetorkan ke
rekening kas negara;
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 81
(3) tidak untuk membiayai pengeluaran yang seharusnya
dibayarkan secara langsung.
c) Rekening koran yang menunjukkan saldo terakhir.
3) SPP-GUP (Surat Permintaan Pembayaran - Penggantian
Uang Persediaan)
a) Kuitansi/tanda bukti pembayaran;
b) Surat pernyataan tanggung jawab belanja (SPTB);
c) Surat setoran pajak (SSP) yang telah dilegalisir oleh
kuasa pengguna anggaran atau pejabat yang ditunjuk.
4) SPP Untuk Pengadaan Tanah
Pembayaran pengadaan tanah untuk kepentingan umum
dilaksanakan melalui mekanisme pembayaran langsung
(LS). Apabila tidak mungkin dilaksanakan melalui
mekanisme LS, dapat dilakukan melalui UP/TUP.
Pengaturan mekanisme pembayaran adalah sebagai
berikut.
a) SPP-LS (Surat Permintaan Pembayaran - Pembayaran
Langsung)
(1) Persetujuan Panitia Pengadaan Tanah untuk tanah
yang luasnya lebih dari satu hektar di
kabupaten/kota;
(2) foto copy bukti kepemilikan tanah;
(3) kuitansi;
(4) SPPT PBB tahun transaksi;
(5) Surat persetujuan harga;
(6) Pernyataan dari penjual bahwa tanah tersebut tidak
dalam sengketa dan tidak sedang dalam agunan;
(7) Pelepasan/penyerahan hak atas tanah/akta jual beli
di hadapan PPAT;
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 82
(8) SSP PPh final atas pelepasan hak;
(9) Surat pelepasan hak adat (bila diperlukan).
b) SPP-UP/TUP
(1) Pengadaan tanah yang luasnya kurang dari satu
hektar dilengkapi persyaratan daftar nominatif
pemilik tanah yang ditandatangani oleh kuasa PA.
(2) Pengadaan tanah yang luasnya lebih dari satu hektar
dilakukan dengan bantuan panitia pengadaan tanah
di kabupaten/kota setempat, dan dilengkapi dengan
daftar nominatif pemilik tanah serta besaran harga
tanah yang ditandatangani oleh Kuasa PA dan
diketahui oleh Panitia Pengadaan Tanah (PPT).
(3) Pengadaan tanah yang pembayarannya dilaksanakan
melalui UP/TUP harus terlebih dahulu mendapat ijin
dispensasi dari Kantor Pusat Ditjen PBN/Kanwil Ditjen
PBN, sedangkan besaran uangnya harus mendapat
dispensasi UP/TUP sesuai ketentuan yang berlaku.
5) SPP-LS Untuk Pembayaran Gaji, Lembur dan Honor/Vakasi
a) Pembayaran gaji induk/gaji susulan/kekurangan
gaji/gaji terusan/uang duka wafat/tewas, dilengkapi
dengan dokumen yang terkait dengan pembayarannya
dan SSP PPh Pasal 21.
b) Pembayaran lembur dilengkapi dengan daftar
pembayaran perhitungan lembur yang ditandatangani
oleh kuasa PA/pejabat yang ditunjuk dan bendahara
pengeluaran, surat perintah kerja lembur, daftar hadir
kerja, daftar hadir lembur dan SSP PPh Pasal 21.
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 83
c) Pembayaran honor/vakasi dilengkapi dengan surat
keputusan tentang pemberian honor vakasi, daftar
pembayaran perhitungan honor/vakasi yang
ditandatangani oleh kuasa PA/pejabat yang ditunjuk
dan bendahara pengeluaran yang bersangkutan, dan
SSP PPh Pasal 21.
6) SPP-LS Non Belanja Pegawai
a) Pembayaran pengadaan barang dan jasa, dilengkapi
dengan:
(1) kontrak/SPK yang mencantumkan nomor rekening
rekanan;
(2) surat pernyataan kuasa PA mengenai penetapan
rekanan;
(3) berita acara penyelesaian pekerjaan;
(4) berita acara serah terima pekerjaan;
(5) berita acara pembayaran;
(6) kuitansi yang disetujui oleh kuasa PA atau pejabat
yang ditunjuk;
(7) faktur pajak beserta SSP yang telah ditandatangani
wajib pajak;
(8) jaminan bank atau yang dipersamakan yang
dikeluarkan oleh bank atau lembaga keuangan non
bank;
(9) dokumen lain yang dipersyaratkan untuk kontrak-
kontrak yang dananya sebagian atau seluruhnya
bersumber dari pinjaman/hibah luar negeri;
(10) ringkasan kontrak.
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 84
b) Pembayaran biaya langganan daya dan jasa (listrik,
telepon dan air) dilengkapi dengan:
(1) bukti tagihan daya dan jasa;
(2) nomor rekening pihak ketiga (PT PLN, PT Telkom,
PDAM dll.);
Dalam hal pembayaran Langganan Daya dan Jasa
belum dapat dilakukan secara langsung, satuan
kerja/SKS yang bersangkutan dapat melakukan
pembayaran dengan UP.
Tunggakan langganan daya dan jasa tahun anggaran
sebelumnya dapat dibayarkan oleh satker/SKS setelah
mendapat dispensasi/persetujuan terlebih dahulu dari
Kanwil Ditjen PBN sepanjang dananya tersedia dalam
DIPA berkenaan.
c) Pembayaran belanja perjalanan dinas harus dilengkapi
dengan daftar nominatif pejabat yang akan melakukan
perjalanan dinas, yang berisi antara lain: informasi
mengenai data pejabat (nama, pangkat/golongan),
tujuan, tanggal keberangkatan, lama perjalanan dinas,
dan biaya yang diperlukan untuk masing-masing
pejabat.
Daftar nominatif tersebut harus ditandatangani oleh
pejabat yang berwenang memerintahkan perjalanan
dinas, dan disahkan oleh pejabat yang berwenang di
KPPN.
Pembayaran dilakukan oleh bendahara pengeluaran
satker/SKS yang bersangkutan kepada para pejabat
yang akan melakukan perjalanan dinas.
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 85
7) SPP untuk PNBP
a) UP/TUP untuk PNBP diajukan terpisah dari UP/TUP
lainnya;
b) UP dapat diberikan kepada satker pengguna sebesar
20% dari pagu dana PNBP pada DIPA maksimal sebesar
Rp500.000.000,00 dengan melampirkan Daftar Realisasi
Pendapatan dan Penggunaan Dana DIPA - PNBP tahun
anggaran sebelumnya. Apabila UP tidak mencukupi
dapat mengajukan TUP sebesar kebutuhan riil satu
bulan dengan memerhatikan maksimum pencairan
(MP).
c) Dana yang berasal dari PNBP dapat dicairkan maksimal
sesuai formula sebagai berikut.
MP = (PPP x JS) – JPS
MP = maksimum pencairan dana.
PPP = proporsi pagu pengeluaran terhadap
pendapatan
JS = jumlah setoran.
JPS = jumlah pencairan dana sebelumnya sampai
dengan SPM terakhir yang diterbitkan.
d) Dalam pengajuan SPM-TUP/GUP/LS PNBP ke KPPN,
satker pengguna harus melampirkan daftar perhitungan
jumlah MP.
e) Untuk satker pengguna yang setorannya dilakukan
secara terpusat, pencairan dana diatur secara khusus
dengan surat edaran Dirjen PBN tanpa melampirkan
SSBP.
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 86
f) Satker pengguna yang menyetorkan pada masing-
masing unit (tidak terpusat), pencairan dana harus
melampirkan bukti setoran (SSBP) yang telah
dikonfirmasi oleh KPPN.
g) Besaran PPP untuk masing-masing satker pengguna
diatur berdasarkan surat keputusan Menteri Keuangan
yang berlaku.
h) Besarnya pencairan dana PNBP secara keseluruhan
tidak boleh melampaui pagu PNBP satker yang
bersangkutan dalam DIPA.
i) Pertanggungjawaban penggunaan dana UP/TUP PNBP
oleh kuasa PA, dilakukan dengan mengajukan SPM ke
KPPN setempat cukup dengan melampirkan SPTB.
j) Khusus perguruan tinggi negeri selaku pengguna PNBP
(non BHMN), sisa dana PNBP yang disetorkan pada
akhir tahun anggaran ke rekening kas negara dapat
dicairkan kembali maksimal sebesar jumlah yang sama
pada awal tahun anggaran berikutnya mendahului
diterimanya DIPA dan merupakan bagian dari target
PNBP yang tercantum dalam DIPA tahun anggaran
berikutnya.
k) Sisa dana PNBP dari satker pengguna di luar butir i,
yang disetorkan ke rekening kas negara pada akhir
tahun anggaran merupakan bagian realisasi penerimaan
PNBP tahun anggaran berikutnya dan dapat
dipergunakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan
setelah diterimanya DIPA.
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 87
l) Sisa UP/TUP dana PNBP sampai akhir tahun anggaran
yang tidak disetorkan ke rekening kas negara, akan
diperhitungkan pada saat pengajuan pencairan dana UP
tahun anggaran berikutnya.
4. Prosedur Penerbitan SPM
Setelah menerima SPP, pejabat penerbit SPM menerbitkan SPM
dengan mekanisme sebagai berikut.
a. Penerimaan dan pengujian SPP
Petugas penerima SPP memeriksa kelengkapan berkas SPP,
mengisi check list kelengkapan berkas SPP, mencatatnya dalam
buku pengawasan penerimaan SPP, dan membuat/
menandatangani tanda terima SPP. Selanjutnya petugas
penerima SPP menyampaikan SPP dimaksud kepada pejabat
penerbit SPM.
b. Pejabat penerbit SPM melakukan pengujian atas SPP sebagai
berikut.
1) Memeriksa secara rinci dokumen pendukung SPP sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
2) Memeriksa ketersediaan pagu anggaran dalam DIPA untuk
memperoleh keyakinan bahwa tagihan tidak melampaui
batas pagu anggaran.
3) Memeriksa kesesuaian rencana kerja dan/atau kelayakan
hasil kerja yang dicapai dengan indikator keluaran.
4) Memeriksa kebenaran atas hak tagih yang menyangkut
antara lain:
a) pihak yang ditunjuk untuk menerima pembayaran
(nama orang/perusahaan, alamat, nomor rekening dan
nama bank);
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 88
b) nilai tagihan yang harus dibayar (kesesuaian dan/atau
kelayakannya dengan prestasi kerja yang dicapai sesuai
spesifikasi teknis yang tercantum dalam kontrak);
c) jadwal waktu pembayaran.
5) Memeriksa pencapaian tujuan dan/atau sasaran kegiatan
sesuai dengan indikator keluaran yang tercantum dalam
DIPA berkenaan dan/atau spesifikasi teknis yang sudah
ditetapkan dalam kontrak.
c. Setelah dilakukan pengujian terhadap SPP-UP/SPP-TUP/SPP-
GUP/SPP-LS, Pejabat Penguji SPP dan Penanda Tangan SPM
menerbitkan SPM-UP/SPM-TUP/SPM-GUP/SPM-LS dalam rangkap
tiga, dengan rincian:
1) lembar kesatu dan kedua disampaikan kepada KPPN;
2) lembar ketiga sebagai pertinggal pada satker yang
bersangkutan.
C. PELAKSANAAN ANGGARAN BELANJA NEGARA OLEH
BENDAHARA UMUM NEGARA (BUN)/KUASA BUN
1. Penyampaian SPM kepada KPPN
Penyampaian SPM kepada KPPN dilakukan dengan ketentuan
sebagai berikut.
a. Pengguna anggaran/kuasa PA atau pejabat yang ditunjuk
menyampaikan SPM beserta dokumen pendukung dilengkapi
dengan Arsip Data Komputer (ADK) berupa soft copy melalui
loket penerimaan SPM pada KPPN atau melalui kantor pos,
kecuali bagi satker yang masih menerbitkan SPM secara manual
tidak perlu ADK.
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 89
b. SPM dimaksud dilampiri bukti pendukung pengeluaran sebagai
berikut.
1) untuk keperluan pembayaran langsung (LS) belanja pegawai:
a) daftar gaji/gaji susulan/kekurangan gaji/lembur/honor
dan vakasi yang ditandatangani oleh kuasa PA atau
pejabat yang ditunjuk dan bendahara pengeluaran;
b) surat-surat keputusan kepegawaian dalam hal terjadi
perubahan pada daftar gaji;
c) surat keputusan pemberian honor/vakasi dan SPK lembur;
d) surat setoran pajak (SSP).
2) untuk keperluan pembayaran langsung (LS) non belanja
pegawai:
a) resume kontrak/SPK atau daftar nominatif perjalanan
dinas;
b) SPTB;
c) faktur pajak dan SSP.
3) untuk keperluan pembayaran TUP:
a) rincian rencana penggunaan dana;
b) surat dispensasi Kepala Kantor Wilayah Ditjen.
Perbendaharaan untuk TUP diatas Rp200.000.000,00;
c) surat pernyataan dari kuasa pengguna anggaran atau
pejabat yang ditunjuk yang menyatakan bahwa:
(1) dana tambahan UP tersebut akan digunakan untuk
keperluan mendesak dan akan habis digunakan dalam
waktu satu bulan terhitung sejak tanggal diterbitkan
SP2D;
(2) apabila terdapat sisa dana TUP, harus disetorkan ke
rekening kas negara;
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 90
(3) tidak untuk membiayai pengeluaran yang seharusnya
dibayarkan secara langsung.
4) untuk keperluan pembayaran GUP:
a) SPTB,
b) Faktur Pajak dan SSP.
c. Bukti asli lampiran SPP merupakan arsip yang disimpan oleh
PA/KPA.
d. SPM Gaji Induk harus sudah diterima KPPN paling lambat
tanggal 15 sebelum bulan pembayaran.
e. Petugas KPPN pada loket penerimaan SPM memeriksa
kelengkapan SPM, mengisi check list kelengkapan berkas SPM,
mencatat dalam Daftar Pengawasan Penyelesaian SPM, dan
meneruskan check list serta kelengkapan SPM ke seksi
perbendaharaan untuk diproses lebih lanjut.
2. Pengujian SPM dan Penerbitan SP2D
a. Pengujian SPM
Berdasarkan berkas SPM yang diterima, KPPN melakukan
pengujian yang bersifat substansif dan formal.
1) Pengujian substantif dilakukan untuk menguji:
a) kebenaran perhitungan tagihan yang tercantum dalam
SPM;
b) ketersediaan dana pada kegiatan/sub kegiatan/MAK dalam
DIPA yang ditunjuk dalam SPM tersebut;
c) dokumen sebagai dasar penagihan (ringkasan
kontrak/SPK, surat keputusan, daftar nominatif perjalanan
dinas);
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 91
d) surat pernyataan tanggung jawab (SPTB) dari kepala
kantor/satker atau pejabat lain yang ditunjuk mengenai
tanggung jawab terhadap kebenaran pelaksanaan
pembayaran;
e) faktur pajak beserta SSP-nya.
2) Pengujian formal dilakukan untuk:
a) mencocokkan tanda tangan pejabat penanda tangan SPM
dengan spesimen tanda tangan;
b) memeriksa cara penulisan/pengisian jumlah uang dalam
angka dan huruf;
c) memeriksa kebenaran dalam penulisan, termasuk tidak
boleh terdapat cacat dalam penulisan.
Keputusan hasil pengujian ditindak lanjuti dengan:
a) penerbitan SP2D bilamana SPM yang diajukan memenuhi
syarat yang ditentukan;
b) pengembalian SPM kepada penerbit SPM, apabila tidak
memenuhi syarat untuk diterbitkan SP2D.
Pengembalian SPM sebagaimana dimaksud di atas diatur
sebagai berikut.
a) SPM Belanja Pegawai Non Gaji Induk dikembalikan paling
lambat tiga hari kerja setelah SPM diterima;
b) SPM UP/TUP/GUP dan LS dikembalikan paling lambat satu
hari kerja setelah SPM diterima.
b. Penerbitan SP2D
Penerbitan SP2D wajib diselesaikan oleh KPPN dalam batas
waktu sebagai berikut.
1) SP2D Gaji Induk diterbitkan paling lambat lima hari kerja
sebelum awal bulan pembayaran gaji.
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 92
2) SP2D Non Gaji Induk diterbitkan paling lambat lima hari kerja
setelah diterima SPM secara lengkap.
3) SP2D UP/TUP/GUP dan LS paling lambat satu hari kerja
setelah diterima SPM secara lengkap.
D. PELAPORAN REALISASI ANGGARAN BELANJA
Untuk keperluan penyusunan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan
APBN diperlukan antara lain data realisasi APBN, arus kas, neraca, dan
catatan atas laporan keuangan. Untuk keperluan pelaporan tersebut,
maka:
1. kepala kantor/satker selaku unit akuntansi kuasa pengguna
anggaran (UAKPA) wajib membuat laporan realisasi anggaran
dan neraca serta arsip data komputer (ADK) yang dikelolanya
kepada menteri/pimpinan lembaga secara berjenjang melalui unit
akuntansi pembantu pengguna anggaran tingkat wilayah (UAPPAW)
dan kepada KPPN setempat;
2. kepala KPPN selaku kuasa bendahara umum negara wajib membuat
laporan kas posisi (LKP) harian dan mingguan yang disampaikan
kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan u.p. Direktur Pengelolaan
Kas Negara dengan tembusan kepada Kepala Kantor Wilayah
Direktorat Jenderal Perbendaharaan;
3. kepala KPPN selaku kuasa bendahara umum negara wajib membuat
laporan bulanan realisasi anggaran, arus kas dan neraca kepada
Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan, untuk diproses
dan selanjutnya diteruskan kepada Direktur Jenderal
Perbendaharaan u.p. Direktur Informasi dan Akuntansi.
Laporan yang menyangkut dengan realisasi APBN lainnya sepanjang
belum dicabut dan masih diperlukan tetap dilaksanakan.
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 93
E. BAHAN DISKUSI DAN SOAL LATIHAN
BAHAN DISKUSI
Berdasarkan materi pemelajaran di atas, diskusikan artikel di bawah ini,
dengan pendekatan dari sisi pengguna anggaran.
Pemerintah Mempercepat Penyerapan Anggaran Untuk
Mendorong Target Pertumbuhan 6,2% Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pemerintah akan mempercepat penyerapan anggaran dalam tahun 2006 guna mendorong pertumbuhan ekonomi yang menurut laporan Bank Indonesia (BI) pada triwulan pertama 2006 hanya mencapai 4,58 persen. Sementara, pemerintah menargetkan pertumbuhan 6,2 persen. "Pemerintah akan memerhatikan itu, mungkin penyerapan anggaran masih perlu lebih diakselerasi," kata dia di Gedung Departemen Keuangan Jln. Lapangan Banteng Jakarta, Jumat (7/4). Ia mengakui, masih adanya hambatan dalam pencairan daftar isian pelaksanaan Anggaran (DIPA) dari sisi teknis maupun pelaksanaan projek atau programnya. "Sementara, dari sisi fiskal tidak ada kebijakan baru untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Fiskal tidak ada yang baru. Kita jalankan saja apa yang ada di APBN," kata Sri Mulyani. Ketika ditanya mengapa pertumbuhan ekonomi hanya 4,58 persen, Sri Mulyani menyatakan tidak tahu. Namun, setiap laporan menyangkut pertumbuhan ekonomi pasti menyebutkan faktor-faktor yang mendukung pertumbuhan itu. "Faktor-faktornya biasanya konsumsi dan investasi," katanya. Menko Perekonomian Boediono optimistis pertumbuhan Indonesia pada tahun ini tetap mencapai target 6,2 persen. "Saya kira kalau pribadi dari segi saya enam persen tetap. Saya kira kalau kita mempertahankan situasi yang baik ini. Baik dari segi ekonomi, sosial politik, enam persen tahun ini masih dalam jangkauan," ujarnya. Sebelumnya, Bank Pembangunan Asia (ADB) memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2006 mencapai 5,4 persen. Sedangkan, BI menyatakan perekonomian pada triwulan
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 94
pertama 2006 diperkirakan tumbuh 4,58 persen, sedikit lebih tinggi dari perkiraan awal tahun sebesar 4,35 persen. "Perkembangan yang lebih positif ini terutama didukung oleh kestabilan ekonomi makro seperti menguatnya nilai tukar, menurunnya tingkat inflasi, dan surplus neraca pembayaran," kata Gubernur Bank Indonesia Burhanudin Abdulah. Untuk PDB secara keseluruhan 2006, diperkirakan mengalami pertumbuhan sedikit lebih tinggi mendekati batas atas kisaran proyeksi BI yaitu 5,0-5,7 persen. "PDB 2006 diperkirakan melebihi nilai tengah (mid point) 5,4 persen mendekati batas atas 5,7 persen," katanya. Untuk keseluruhan tahun 2006, BI memandang optimisme pada perekonomian nasional semakin menguat terutama didorong oleh ekonomi global yang lebih kondusif, kinerja neraca pembayaran yang lebih baik, kemampuan stimulus fiskal yang lebih besar, dan intensifnya upaya pemerintah untuk memperbaiki iklim investasi. (JAKARTA-(PR) A-75/A-78)***
SOAL LATIHAN
Pilihlah salah satu jawaban a, b, c atau d yang saudara anggap paling
benar.
1. Berikut adalah prinsip dari pengeluaran anggaran, kecuali .... a. terarah dan terkendali sesuai dengan rencana b. dihabiskan sesuai dengan mata anggarannya c. semaksimal mungkin menggunakan produksi dalam negeri d. hemat, tidak mewah, efisien sesuai kebutuhan teknis yang
disyaratkan 2. Anggaran negara merupakan batas tertinggi (maksimum) untuk
setiap jenis pengeluaran artinya …. a. anggaran yang tersedia harus dihabiskan sampai akhir tahun
anggaran b. pengeluaran yang dilakukan tidak boleh melampaui batas
anggaran yang tersedia c. pengeluaran negara dilakukan sehemat mungkin agar ada
sisa anggaran d. anggaran yang tersedia sudah mengikat dan harus direalisir
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 95
3. Pengeluaran atas beban belanja negara harus memenuhi persyaratan berikut, kecuali ….
a. berdasarkan bukti atas hak b. didasarkan atas DIPA atau dokumen yang disamakan c. dilengkapi pernyataan tidak melakukan KKN d. sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan 4. Penanggung jawab penggunaan uang persediaan (UP) adalah …. a. bendahara pengeluaran b. pejabat pembuat komitmen (PPK) c. kuasa pengguna anggaran (KPA) d. pejabat penguji 5. Tambahan Uang Persediaan (TUP) dapat digunakan paling
lama.... a. satu bulan sejak tanggal SP2D diterbitkan b. dua minggu sejak tanggal SP2D diterbitkan c. dua bulan sejak tanggal SP2D diterbitkan d. tiga bulan sejak tanggal SP2D diterbitkan 6. Dasar untuk mencairkan uang dari bendahara umum negara
(BUN) adalah …. a. SPP yang dibuat dan diajukan oleh bendahara pengeluaran b. SPM yang diterbitkan oleh kuasa pengguna anggaran c. SP2D yang diterbitkan oleh kantor pelayanan
perbendaharaan (KPPN) d. cek tunai dari KPPN 7. SPM uang persediaan (SPM-UP) yang diterbitkan kuasa
pengguna anggaran atau pejabat yang ditunjuk dibebankan pada ….
a. MAK Belanja Non Pegawai b. MAK Transito c. MAK Belanja Lain-lain d. MAK Belanja Tidak Tersangka 8. Pembayaran yang dapat dilakukan oleh Bendahara Pengeluaran
kepada satu rekanan paling tinggi .... a. Rp5.000.000,00 b. Rp10.000.000,00 c. Rp15 .000.000,00 d. Rp25.000.000,00
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 96
9 Melakukan pembayaran tagihan pihak ketiga sebagai pengeluaran anggaran adalah tanggung jawab dari ….
a. menteri/pimpinan lembaga selaku pengguna anggaran/pengguna barang
b. bendahara umum negara/kuasa bendahara umum negara c. kuasa pengguna anggaran d. semua (jawaban a, b, dan c) dapat melakukannya. 10 Tentukan mana yang bukan menjadi persyaratan yang harus
dilampirkan pada pengajuan SPP-GUP (penggantian uang persediaan) ….
a. kuitansi/tanda bukti pembayaran b. surat pernyataan tanggungjawab belanja (SPTB) c. surat pernyataan tidak melakukan KKN d. surat setoran pajak (SSP) yg telah dilegalisir oleh KPA/PPK
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 97
BAB VI
MEKANISME PEMBIAYAAN APBN DENGAN SUMBER PEMBIAYAAN DARI
PINJAMAN/HIBAH LUAR NEGERI (PHLN)
A. PENGERTIAN, SUMBER DAN SYARAT-SYARAT PHLN
1. Pengertian dan Dasar Hukum
Kegiatan-kegiatan yang mengandung pinjaman atau hibah luar
negeri (PHLN) adalah kegiatan-kegiatan yang sebagian atau seluruh
kegiatannya dibiayai pinjaman/hibah tersebut, dengan persyaratan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Seluruh pinjaman ataupun
hibah luar negeri tersebut harus diadministrasikan dan dicantumkan
dalam dokumen anggaran kegiatan yang bersangkutan.
Tata cara pengadaan serta cara penerusan pinjaman dan/atau
hibah luar negeri diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun
2006 tanggal 30 Januari 2006 tentang Tata Cara Pengadaan
Pinjaman dan/atau Hibah Serta Penerusan Pinjaman dan/atau Hibah
Luar Negeri. Berdasarkan peraturan pemerintah ini perjanjian
pinjaman dipisahkan dari perjanjian hibah. Perjanjian pinjaman
dituangkan dalam Naskah Perjanjian Pinjaman Luar Negeri (NPPLN)
Tujuan Pemelajaran Khusus
Setelah memelajari bab ini, peserta diklat diharapkan mampu menjelaskan mekanisme pembiayaan APBN dengan sumber pembiayaan dari pinjaman/hibah luar negeri, yang meliputi: pengertian PHLN, sumber dan syarat PHLN, tatacara penatausahaan PHLN, prosedur pencantuman PHLN dalam DIPA dan mekanisme pencairan anggaran belanja yang berasal dari PHLN
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 98
sedangkan perjanjian hibah dituangkan dalam Naskah Perjanjian
Hibah Luar Negeri (NPHLN). Namun demikian, dalam modul ini
masih dipergunakan istilah Naskah Perjanjian Pinjaman/Hibah Luar
Negeri (NPPHLN) sebagaimana yang digunakan dalam pedoman-
pedoman sebelum peraturan tersebut terbit.
Menurut PP Nomor 2 tahun 2006, pinjaman luar negeri adalah
setiap penerimaan negara baik dalam bentuk devisa dan/atau
devisa yang dirupiahkan, maupun dalam bentuk barang dan/atau
jasa yang diperoleh dari pemberi pinjaman luar negeri yang harus
dibayar kembali dengan persyaratan tertentu. Sedangkan hibah
luar negeri adalah setiap penerimaan negara baik dalam bentuk
devisa dan/atau devisa yang dirupiahkan, rupiah, maupun dalam
bentuk barang dan/atau jasa yang diperoleh dari pemberi hibah luar
negeri yang tidak perlu dibayar kembali.
2. Sumber Pinjaman/Hibah Luar Negeri
Pinjaman dan/atau hibah luar negeri dapat bersumber dari:
a. pemerintah suatu negara asing,
b. lembaga multilateral,
c. lembaga keuangan dan lembaga non keuangan asing, serta
d. lembaga keuangan non asing yang berdomisili dan melakukan
kegiatan usaha di luar wilayah negara Republik Indonesia.
Berdasarkan kelompok organisasinya, pemberi pinjaman dan/atau
hibah luar negeri dapat dikelompokkan sebagai berikut.
a. Pinjaman atau hibah luar negeri dalam rangka
Consultative Group on Indonesia (CGI)
1) Pinjaman atau hibah bilateral yang berasal dari suatu
pemerintah negara anggota yang tergabung dalam CGI
(Amerika Serikat, Australia, Belgia, Denmark, Finlandia,
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 99
Inggris, Italia, Jepang, Jerman, Kanada, Korea Selatan,
Norwegia, Prancis, Selandia Baru, Spanyol, Swiss, Swedia)
atau yang disalurkan melalui Lembaga keuangan dan/atau
lembaga non keuangan yang ditunjuk Negara yang
bersangkutan. (Contoh : pinjaman Jepang yang disalurkan
melalui JBIC).
2) Pinjaman atau hibah multilateral yang berasal dari lembaga
multilateral seperti: IMF, IBRD, ADB, UNDP, OECD, MEE,
UNICEF, IFAD.
b. Pinjaman atau Hibah Luar Negeri Non-CGI
1) Pinjaman atau hibah bilateral yang berasal dari pemerintah
suatu negara yang tidak tergabung dalam CGI, seperti Brunei
Investment Agency, dll
2) Pinjaman atau hibah multilateral yang berasal dari
badan/lembaga keuangan internasional maupun regional di
luar CGI seperti Asean Japan Development Fund (AJDF), dll.
c. Pinjaman atau hibah luar negeri yang berasal dari pinjaman
badan-badan lembaga-lembaga keuangan dan lembaga non
keuangan asing serta lembaga keuangan non asing yang
menjalankan usahanya di luar negeri. Contoh; US Exim
Bank, Japan Exim Bank, Syndicate International Bank, dll.
3. Penggunaan dan Objek Pembiayaan PHLN
Menurut penggunaannya, pinjaman luar negeri dibedakan
menjadi:
a. pinjaman program (program loan), yaitu pinjaman luar negeri
dalam valuta asing yang dapat dirupiahkan dan digunakan untuk
pembiayaan APBN;
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 100
b. pinjaman proyek (project loan), yaitu pinjaman luar negeri yang
digunakan untuk membiayai kegiatan pembangunan tertentu.
Menurut objeknya, pembiayaan pinjaman dan/atau hibah luar
negeri terbagi atas:
a. pinjaman/hibah kegiatan adalah penerimaan pembangunan
dalam bentuk barang dan jasa bagi keperluan kegiatan
pembangunan seperti pinjaman atau hibah tenaga ahli (expert)
yang didatangkan dari luar negeri atau pengiriman tenaga-
tenaga Indonesia ke luar negeri untuk belajar, seminar, studi
perbandingan, dan lain-lain.
b. pinjaman/hibah program adalah pinjaman atau hibah luar
negeri berbentuk bahan pangan dan devisa (tunai) yang dapat
dirupiahkan (RPLN), hasilnya digunakan untuk pembiayaan
kegiatan pembangunan atau pinjaman atau hibah berupa
komoditi yang nilai lawan rupiahnya digunakan untuk membiayai
kegiatan pembangunan.
4. Jenis Pinjaman Luar Negeri
Pinjaman luar negeri pemerintah pusat terdiri dari jenis pinjaman
berikut.
a. Pinjaman lunak (soft loan); merupakan pinjaman luar negeri
yang berasal dari suatu negara atau lembaga multilateral yang
ditujukan untuk pembangunan ekonomi atau untuk peningkatan
kesejahteraan sosial bagi negara penerima dan memiliki
komponen hibah (grant element) sekurang-kurangnya 35%.
b. Fasilitas kredit ekspor (export credit facilities/FKE)
Merupakan pinjaman komersial yang diberikan oleh lembaga
keuangan atau lembaga non keuangan di negara pengekspor
yang dijamin oleh lembaga penjamin kredit ekspor.
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 101
Fasilitas Kredit Ekspor diberikan oleh negara-negara pengekspor
dengan jaminan tertentu (Guarranted Loan) dari pemerintahnya
dengan tujuan untuk meningkatkan ekspor negara yang
bersangkutan di satu pihak, dan dipihak lain untuk memenuhi
kebutuhan barang yang dibutuhkan negara pengimpor.
Fasilitas kredit ekspor disediakan untuk mendorong ekspor
negara eksportir dengan cara menyediakan kredit kepada
importir dengan persyaratan lebih ringan dibandingkan dengan
kredit komersial pada umumnya. Oleh karena pembiayaan yang
berasal dari fasilitas kredit ekspor (FKE) terutama berasal dari
negara-negara yang tergabung dalam Organization For
Economic Cooperation and Development (OECD). Penggunaan
FKE harus mengacu kepada ketentuan-ketentuan OECD (OECD
Guide Lines).
c. Pinjaman komersial; merupakan pinjaman luar negeri
pemerintah yang diperoleh dengan persyaratan yang berlaku di
pasar dan tanpa adanya penjaminan dari penjamin kredit
ekspor.
d. Pinjaman campuran; merupakan kombinasi antara dua unsur
atau lebih yang terdiri dari hibah, pinjaman lunak, fasilitas kredit
ekspor, dan pinjaman komersial.
5. Tata Cara Penarikan Dana PHLN
Penyaluran dana PHLN dilakukan oleh KPPN Khusus Jakarta VI dan
KPPN Khusus Banda Aceh, dengan prosedur sebagai berikut.
a. Rupiah Murni Porsi Government of Indonesia (GoI)
Pembayaran ini dilakukan sebagai pendamping porsi PHLN, baik
dalam bentuk rupiah maupun valas, sesuai perjanjian
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 102
pinjamannya. Sumber dana rupiah porsi GoI berasal dari APBN.
Pencairan dananya menggunana SP2D Porsi GoI.
Mekanisme pembayaran GoI adalah sebagai berikut.
1) Satker mengajukan SPM kepada KPPN Khusus Jakarta VI
disertai dokumen pendukung yang diperlukan.
2) KPPN Khusus Jakarta VI memeriksa kelengkapan, kebenaran
dan keabsahan dokumen sebelum diterbitkan SP2D Rupiah
Murni.
3) KPPN Khusus Jakarta VI menerbitkan SP2D Porsi GoI dan
dikirim ke Bank Indonesia (BI)/bank operasional (BO).
4) BI/BO melakukan pembayaran ke rekening pihak ketiga.
b. Pembukaan Letter of Credit (L/C)
Prosedur ini adalah untuk pengadaan barang impor yang tidak
tersedia di dalam negeri, dengan membuka L/C pada bank
koresponden dalam rangka melakukan pembayaran pada
penjualan/perusahaan eksportir di luar negeri.
Prosedur ini menggunakan Surat Kuasa Membayar atas Beban
Rekening Khusus (SKM RK L/C) dan Surat Kuasa Pembebanan
(SKP).
Mekanisme pembayarannya adalah sebagai berikut.
1) L/C dengan Pembayaran Langsung
a) Berdasarkan surat permintaan SKP dari satker, KPPN
Khusus menerbitkan SKP kepada Bank Indonesia sebagai
dasar pembukaan L/C.
b) Dengan membuka L/C pada bank koresponden, BI
melakukan pembayaran kepada penjual/eksportir di luar
negeri sebesar yang diminta.
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 103
c) Pemberi PHLN melakukan pembayaran pada bank
koresponden dan juga mengirimkan debet advice
(DA)/nota debit pada BI.
d) BI membuat nota disposisi L/C dan nota debet dan
mengirimkan ke DJPBN (KPPN Khusus).
e) Berdasarkan nota disposisi dan nota debet BI, KPPN
Khusus menerbitkan Surat Perintah
Pembukuan/Pengesahan (SP3) dan disampaikan kepada
satker dalam rangka Sistem Akuntansi Instansi (SAI)
sebagai bahan pembukuan realisasi PHLN dalam APBN.
2) L/C melalui Rekening Khusus
a) Berdasarkan surat permintaan SKM RK-L/C dari satker,
KPPN Khusus menerbitkan Surat Kuasa Membayar (SKM)
RK-L/C kepada BI sebagai dasar pembukaan L/C.
b) Dengan membuka L/C pada bank koresponden, BI
melakukan pembayaran kepada penjual/eksportir di luar
negeri sebesar yang diminta dan dibebankan pada
rekening khusus pinjaman.
c) BI mengirimkan nota disposisi L/C kepada Direktorat
Jenderal Perbendaharaan (KPPN Khusus Jakarta VI).
d) Berdasarkan nota disposisi dan nota debet BI, KPPN
Khusus menerbitkan SP3 dan disampaikan kepada satker
dalam rangka SAI sebagai bahan pembukuan realisasi
PHLN dalam APBN.
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 104
c. Pembayaran Langsung (Direct Payment)
Penarikan pinjaman berdasarkan Aplikasi Penarikan Dana (APD)
kepada Pemberi Pinjaman/Hibah Luar Negeri (PPHLN) dengan
permintaan untuk membayar secara langsung kepada rekening
rekanan.
Prosedur ini menggunakan Withdrawal Application (WA) untuk
pembayaran langsung, dengan mekanisme sebagai berikut.
1) Satker mengajukan APD ke KPPN Khusus Jakarta VI
dilengkapi dokumen yang diperlukan.
2) KPPN Khusus memeriksa kelengkapan, kebenaran dan
keabsahan dokumen APD dan atas dasar APD, KPPN khusus
menerbitkan WA.
3) PPHLN melakukan pembayaran kepada rekening rekanan dan
menyampaikan Debet Advice/Notice of Disbursement
(NoD) kepada KPPN Khusus.
4) Berdasarkan NoD, KPPN Khusus menerbitkan Surat Perintah
Pembukuan/Pengesahan (SP3) dan disampaikan kepada
satker dalam rangka SAI sebagai bahan pembukuan realisasi
PHLN dalam APBN.
d. Pembiayaan Pendahuluan
Aplikasi penarikan dana (APD) Loan yang digunakan untuk
pembayaran kembali biaya-biaya yang telah dikeluarkan oleh
BUMN. Dengan APD ini PPHLN mengganti kembali dana yang
telah digunakan pada rekening BUMN yang bersangkutan.
Prosedur ini menggunakan Withdrawal Application (WA) untuk
Reimbursement, dengan mekanisme berikut.
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 105
1) Satker mengajukan APD reimbursement ke KPPN Khusus
Jakarta VI atas pembiayaan pendahuluan yang telah
dilaksanakan.
2) KPPN Khusus menerbitkan WA Reimbursement ke PPHLN
disertai dokumen pendukung yang dipersyaratkan PPHLN,
selanjutnya PPHLN melakukan pembayaran kembali ke
rekening BUMN.
3) PPHLN mengirimkan Debet Advice (DA)/Notice of
Disbursement (NoD) ke KPPN Khusus.
4) Berdasarkan NoD, KPPN Khusus menerbitkan SP3 dan
disampaikan kepada satker dalam rangka SAI sebagai bahan
pembukuan realisasi PHLN dalam APBN.
e. Rekening Khusus
Rekening khusus adalah rekening yang dibuka untuk
menampung sementara dana pinjaman/hibah. Rekening ini
merupakan revolving account dimana PPHLN melakukan
pembayaran di muka (initial deposit) ke rekening khusus di Bank
Indonesia atau Bank Pemerintah lainnya yang ditunjuk Menteri
Keuangan.
Prosedur pembayaran ini menggunakan SP2D Rekening Khusus,
dengan mekanisme sebagai berikut.
1) Satker mengajukan SPM-RK kepada KPPN Khusus Jakarta VI
disertai dokumen pendukung.
2) KPPN Khusus memeriksa kelengkapan, kebenaran dan
keabsahan dokumen tersebut sebelum menerbitkan SP2D-
RK.
3) KPPN Khusus menerbitkan SP2D-RK dan dikirim ke BI.
4) BI melakukan pembayaran kepadu rekening pihak ketiga.
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 106
f. Kredit Ekspor
Kredit ekspor adalah suatu pinjaman dari lembaga
keuangan/perbankan suatu negara yang tujuannya untuk
mendorong kegiatan ekspor negara donor sekaligus membantu
negara peminjam.
Pencairan dana dalam prosedur ini menggunakan SP2D porsi
rupiah; withdrawal application (WA); surat kuasa pembebanan
(SKP); dan surat kuasa membayar rekening khusus (SKM RK
L/C). Mekanisme kredit ekspor adalah sebagai berikut.
1) Letter of Credit (L/C)
Berdasarkan SPM dari satker, KPPN Khusus Jakarta VI
menerbitkan SP2D (biasanya uang muka 15%). Untuk porsi
PHLN (sisanya) mekanisme pembayaran sama dengan
prosedur L/C.
2) Pembayaran Langsung
Berdasarkan SPM dari satker, KPPN Khusus Jakarta VI
menerbitkan SP2D (biasanya uang muka 15%). Untuk porsi
PHLN (sisanya) mekanisme pembayaran sama dengan
prosedur pembayaran langsung.
6. Penerusan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 2006 tentang
Tata Cara Pengadaan Pinjaman dan/atau Hibah Serta Penerusan
Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri, kementerian negara,
lembaga, dan pemerintah daerah dilarang melakukan perikatan
dalam bentuk apapun yang dapat menimbulkan kewajiban untuk
melakukan pinjaman luar negeri. Dalam hal kementerian
negara/lembaga/pemerintah daerah memiliki rencana kegiatan yang
dimaksudkan untuk dibiayai dengan pinjaman dan/atau hibah luar
negeri maka yang bersangkutan harus mengajukan usulan kepada
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 107
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional. Jika usulan tersebut
disetujui, proses negosiasi perolehan pinjaman/hibah dari calon
pemberi pinjaman/hibah akan dilakukan oleh Menteri Keuangan
atau pejabat yang diberi kuasa dengan melibatkan unsur-unsur
Departemen Keuangan, Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional, Departemen Luar Negeri, dan instansi terkait lainnya
dengan didampingi oleh ahli hukum.
Apabila pinjaman/hibah tersebut berhasil diperoleh, maka
penyampaian pinjaman akan dilakukan dengan mekanisme
penerusan pinjaman/hibah luar negeri. Dalam mekanisme ini,
naskah perjanjian pinjaman dan/atau hibah luar negeri dilakukan
oleh Menteri Keuangan dengan pemberi pinjaman/hibah, sedangkan
penyaluran kepada kementerian negara/lembaga/pemerintah
daerah dilakukan dengan cara berikut.
a. Pinjaman/hibah luar negeri diteruspinjamkan kepada pemerintah
daerah dan/atau badan usaha milik negara. Dalam hal ini
penerusan pinjaman/hibah luar negeri dituangkan dalam Naskah
Perjanjian Penerusan Pinjaman (NPPP) antara Pemerintah pusat
dengan penerima penerusan pinjaman (dalam hal ini pemerintah
daerah atau BUMN).
b. Pinjaman/hibah luar negeri diterushibahkan kepada pemerintah
daerah. Dalam hal ini penerushibahan pinjaman/hibah luar
negeri tersebut dituangkan dalam Naskah Perjanjian Hibah
(NPH) antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 108
B. PEDOMAN PELAKSANAAN BELANJA DENGAN DANA PHLN
1. Pencantuman PHLN dalam DIPA
Oleh karena ketentuan penarikan PHLN berbeda antara yang satu
dengan yang lain maka untuk pencantuman PHLN dalam DIPA
harus memerhatikan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam loan
agreement, hal ini untuk menghindari kesalahan dalam
pencantuman dana yang dapat menyebabkan terjadinya kesalahan
pembayaran.
2. Syarat Pencantuman PHLN dalam DIPA
Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam pencantuman PHLN dalam
DIPA adalah sebagai berikut.
a. Status loan yang jelas.
Dana PHLN harus memiliki status yang jelas, dalam arti Naskah
Perjanjian Pinjaman/Hibah Luar Negeri (NPP/HLN) berkenaan
sudah ditandatangani dan dinyatakan efektif serta telah diberi
kode register PHLN.
b. Jenis Cara Pembayaran
Pada DIPA harus dicantumkan jenis cara pembayaran PHLN,
seperti rekening khusus (RK), pembayaran langsung (PL), dan
pembukaan letter of credit (LC) dan penarikan langsung khusus
hibah.
c. Alokasi Dana
Untuk mengalokasikan dana PHLN dalam DIPA perlu diperhatikan
hal-hal sebagai berikut.
1) Jenis kegiatan/pekerjaan yang akan dibiayai harus terdapat
dalam uraian kategori dalam NPPHLN.
2) Dana PHLN untuk setiap kategori pengeluaran masih cukup
tersedia.
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 109
3) Porsi dana PHLN sesuai kategori yang telah ditetapkan, dalam
NPPHLN.
4) Khusus PHLN yang penarikannya melalui tata cara L/C, perlu
diperhatikan nilai kontrak pekerjaan sccara keseluruhan.
d. Biaya Administrasi Kegiatan
Kementerian negara/lembaga wajib memrioritaskan penyediaan
dana pendamping/porsi rupiah lainnya yang dipersyaratkan
dalam NPPLN/NPHLN dalam dokumen pelaksanaan anggaran
tahun yang bersangkutan.
e. Satuan Harga
Dalam hal dijumpai besaran Harga Pembiayaan kegiatan-kegiatan
pada Loan Agreement atau bagian dari Loan Agreement
(misalnya Cost table) yang melebihi HSU, HSPK dan Billing rate,
maka yang digunakan adalah besaran yang terdapat dalam HSU,
HSPK, dan Billing Rate atau ketentuan lain yang berlaku.
3. Penyediaan Dana Loan dan Rupiah Pendamping Dalam
DIPA
Berkaitan dengan pengalokasian dana pendamping, maka
penyediaan dana dalam DIPA mengikuti ketentuan sebagai berikut.
a. PHLN membiayai pembangunan fisik, sedangkan pemerintah
berkewajiban membiayai penyediaan tanah. Pembangunan
gedung sekolah tidak akan dapat terlaksana apabila tanah belum
tersedia.
b. Bagi DIPA yang berpinjaman dan hibah luar negeri yang
mempunyai dana pendamping, maka loan dan dana
pendampingnya hanya disediakan untuk keperluan satu tahun
anggaran, dan apabila kegiatan/pekerjaannya harus diselesaikan
beberapa tahun (multi years contract) maka kekurangan
dananya disediakan pada DIPA tahun berikutnya.
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 110
c. Jika dana pendamping berasal dari luar APBN, seperti PEMDA
(APBD), BUMN atau dari kontribusi masyarakat, dan sebagainya,
maka pencantuman dana pendamping dimaksud dalam DIPA
cukup dilakukan dengan memberi kode yang telah ditentukan
dalam aplikasi DIPA.
d. Khusus untuk kegiatan-kegiatan baru yang dananya bersumber
dari PHLN namun naskah perjanjiannya masih dalam proses
negosiasi, dana pendampingnya dapat disediakan dari APBN dan
atau APBD dengan memerhatikan hal-hal sebagai berikut.
a. Adanya perencanaan pembiayaan yang matang.
b. Tersusunnya rencana perolehan tanah dan penempatan
kembali penduduk, termasuk rencana pernbiayaannya untuk
tahun pertama pekerjaan-pekerjaan konstruksi (civil works).
c. Telah disusunnya indikator-indikator untuk menilai tingkat
keberhasilan kegiatan dalam rangka monitoring dan
evaluasi, termasuk tersedianya database kegiatan.
d. Tersusunnya sistem pengadaan barang/jasa dan
manajemen keuangan, termasuk sistem auditnya.
e. Tersusunnya usulan-usulan (proposal) untuk jasa konsultan,
dan dokumen-dokumen tender (baik untuk pengadaan
barang maupun pekerjaan konstruksi) untuk tahun pertama
pelaksanaan kegiatan.
f. Pada waktu negosiasi, Project Management Unit
(PMU)/Poject Implementing Unit (PIU) sudah terbentuk dan
telah dilengkapi dengan staf/personalianya, rencana
kegiatan dan dana persiapan kegiatan.
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 111
4. Pengadaan Barang/Jasa dengan PHLN
Pengadaan barang dan jasa dengan sumber dana PHLN, selain
harus memerhatikan syarat yang ditentukan oleh pemberi
pinjaman/hibah, juga harus mengikuti ketentuan sebagai berikut.
a. Perjanjian/kontrak pelaksanaan pekerjaan untuk masa lebih dari
satu tahun anggaran atas beban anggaran dilakukan setelah
mendapat persetujuan Menteri Keuangan.
b. Perjanjian/kontrak yang dibiayai sebagian atau seluruhnya
dengan pinjaman/hibah luar negeri untuk masa lebih dari satu
tahun anggaran tidak memerlukan persetujuan Menteri
Keuangan.
c. Perjanjian/kontrak yang dibiayai sebagian maupun seluruhnya
dengan pinjaman/hibah luar negeri untuk masa pelaksanaan
pekerjaan melebihi satu tahun anggaran, maka di dalam
perjanjian/kontrak tersebut harus mencantumkan tahun
anggaran pembebanan dana.
d. Perjanjian/kontrak dalam bentuk valuta asing tidak dapat diubah
dalam bentuk rupiah dan sebaliknya kontrak dalam bentuk
rupiah tidak dapat diubah dalam bentuk valuta asing.
e. Perjanjian/kontrak dalam bentuk valuta asing tidak dapat
membebani dana rupiah murni.
f. Perjanjian/kontrak untuk pengadaan barang dan jasa di dalam
negeri tidak dapat dilakukan dalam bentuk valuta asing.
g. Perjanjian/kontrak dengan dana kredit ekspor yang sudah
ditandatangani tidak dapat dilaksanakan apabila naskah
perjanjian pinjaman luar negeri (NPPLN) belum ditandatangani.
h. Pengecualian terhadap ketentuan mata uang yang digunakan
(d, e, f) harus mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan
c.q. Direktur Jenderal Anggaran.
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 112
Untuk menghindari terjadinya kegiatan-kegiatan yang tidak
memenuhi syarat (in-eligible), maka isi dari Loan Agreement
(NPPHLN) dan Staff Appraisal Report (SAR) harus dipahami,
terutama mengenai:
a. porsi beban loan untuk masing-masing kegiatan/kategori;
b. kegiatan-kegiatan yang dapat dibiayai loan;
c. tanggal closing date;
d. lokasi sasaran/cakupan kegiatan;
e. ketentuan loan lainnya jika ada (cara pembayaran, dsb).
C. PENCAIRAN ANGGARAN BELANJA DARI PHLN
Uraian berikut ini sangat bersifat umum dan lebih menekankan pada
mekanisme pembayaran uang persediaan untuk SP2D-PHLN.
Sedangkan mengenai persyaratan pembayaran atas suatu pinjaman
pengaturannya ditetapkan oleh donor serta aturan-aturan khusus
lainnya, KPPN dan pihak lain yang terkait.
Penyediaan dana uang persediaan untuk dana yang berasal dari
pinjaman luar negeri diatur sebagai berikut.
1. Pembayaran oleh KPPN ber KC BI.
Pembayaran yang dilakukan oleh KPPN yang berkedudukan di kota
yang sama dengan kantor cabang Bank Indonesia (KCBI) dan
pemegang rekening kas negara pada KCBI yang bersangkutan.
2. Pembayaran oleh KKPN non KC BI
Pembayaran yang dilakukan oleh KPPN yang di tempat
kedudukannya tidak terdapat KC BI.
Pada prinsipnya ketentuan pembebanan oleh KPN ver KC BI
maupun KPPN non-KCBI adalah sama. Perbedaan terdapat pada
prosedur pembebanan SP2D-PHLN ke rekening khusus, yaitu SP2D-
PHLN yang diterbitkan oleh KPPN non-KCBI tidak langsung
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 113
diperhitungkan dengan rekening khusus berkenaan melainkan KPPN
non-KCBI harus membuat Surat Perintah Pembebanan (SPB-SP2D).
D. BAHAN DISKUSI DAN SOAL LATIHAN
BAHAN DISKUSI
Berdasarkan materi pemelajaran di atas, diskusikan bacaan di bawah
ini!
Pemerintah Akan Batasi Kredit Ekspor
TEMPO Interaktif, Jum'at, 22 Juli 2005|18:40 WIB, Jakarta:
Pemerintah tahun ini akan membatasi kredit ekspor ke luar negeri hingga
US$450 juta dari yang sebelumnya sebesar US$550 juta. Alasannya,
kredit ekspor tersebut berupa pinjaman dalam bentuk nilai dolar. "Kredit
ekspor itu harus dibatasi karena dalam dolar, dan kredit ekspor itu selalu
dikaitkan dengan produk luar negeri," kata Menteri Koordinator
Perekonomian Aburizal Bakrie di Departemen Keuangan Jakarta, Jumat
(22/7).
Kredit ekspor itu akan diambil jika negara pemberi kredit ekspor mau
bekerja sama dengan perusahaan lokal sehingga dapat menciptakan
lapangan kerja baru. Aburizal mencontohkan pada pembuatan kapal, di
mana mesin kapal akan diambil dari luar negeri sementara pembuatan kapal
dilakukan di Indonesia. "Kalau kredit ekspor bisa juga digunakan untuk
membiayai produksi dalam negeri dengan cara kerja sama dengan
perusahaan asal kredit ekspor itu, baru bisa dijalankan," kata Aburizal.
Meski demikian, pada 2005 ini pemerintah tidak akan menghentikan kredit
ekspor ke luar negeri. "Hanya dikurangi. Tapi dua-duanya (kredit ekspor
luar negeri dan dalam negeri) tetap jalan. Dua-duanya tetap harus diambil,"
ujarnya.
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 114
SOAL LATIHAN
Pilihlah salah satu jawaban a, b, c atau d yang saudara anggap paling
benar.
1. Perbedaan utama antara pinjaman luar negeri dengan hibah luar negeri
adalah….
a. pinjaman diberikan dalam bentuk devisa, hibah dalam bentuk barang
b. pinjaman bebas digunakan untuk apa saja, sedangkan hibah dibatasi
penggunaannya
c. hibah diberikan hanya untuk bencana alam
d. pinjaman harus dibayar sedangkan hibah tidak perlu
2. Persyaratan pencantuman PHLN dalam DIPA harus memenuhi….
a. status loan yang jelas.
b. jenis pembayaran
c. alokasi dana
d. jawaban a, b dan c benar
3. Untuk menghindari terjadinya kegiatan-kegiatan yang in-eligible, maka isi
dari Loan Agreement (NPPHLN) dan Staff Appraisal Report (SAR) harus
dipahami, terutama mengenai ….
a. porsi beban loan untuk masing-masing kegiatan/kategori.
b. kegiatan-kegiatan yang dapat dibiayai loan
c. tanggal closing date
d. semua jawaban di atas benar
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 115
4. Perjanjian/kontrak pelaksanaan pekerjaan dengan pembiayaan dari
PHLN untuk masa lebih dari satu tahun anggaran ….
a. tidak dapat dilakukan
b. dapat dilakukan sepanjang mendapat persetujuan Menteri
Keuangan
c. dapat dilakukan sepanjang mendapat persetujuan presiden
d. dapat dilakukan sepanjang mendapat persetujuan DPR
5. Bagi DIPA yang berpinjaman dan hibah luar negeri yang
mempunyai dana pendamping, maka penetapan loan dan dana
pendampingnya hanya disediakan untuk keperluan ….
a. satu tahun anggaran
b. dua tahun anggaran
c. tiga tahun anggaran
d. Selama masih ada pinjamannya
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 116
BAB VII
POKOK-POKOK PENGADAAN BARANG DAN JASA INSTANSI PEMERINTAH
A. PRINSIP DASAR, KEBIJAKAN UMUM, ETIKA, DAN RUANG
LINGKUP PENGADAAN BARANG DAN JASA
Pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah yang sebagian atau
seluruhnya dibiayai APBN/APBD diatur dalam Keputusan Presiden No.
80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah, dengan beberapa kali perubahannya.
1. Prinsip-Prinsip Dasar
Pengadaan barang/jasa pemerintah yang yang sebagian atau
seluruhnya dibiayai APBN/APBD diwajibkan untuk menerapkan
prinsip-prinsip sebagai berikut.
a. Efisien, berarti pengadaan barang/jasa harus diusahakan
dengan menggunakan dana dan daya yang terbatas, untuk
mencapai sasaran yang ditetapkan dalam waktu sesingkat-
singkatnya dan dapat dipertanggungjawabkan.
b. Efektif, berarti pengadaan barang/jasa harus sesuai dengan
kebutuhan yang telah ditetapkan dan dapat memberikan
manfaat yang sebesar-besarnya sesuai dengan sasaran yang
ditetapkan.
Tujuan Pemelajaran Khusus
Setelah memelajari bab ini, peserta diklat diharapkan mampu mekanisme pengadaan barang dan jasa, sejak proses persiapan, hingga penunjukkan dan penetapan penyedia barang/jasa.
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 117
c. Terbuka dan bersaing, berarti pengadaan barang/jasa harus
terbuka bagi penyedia barang/jasa yang memenuhi persyaratan
dan dilakukan melalui persaingan yang sehat di antara penyedia
barang/jasa yang setara dan memenuhi syarat/kriteria tertentu
berdasarkan ketentuan dan prosedur yang jelas dan
transparan.
d. Transparan, berarti semua ketentuan dan informasi mengenai
pengadaan barang/jasa, termasuk syarat teknis administrasi
pengadaan, tata cara evaluasi, hasil evaluasi, penetapan calon
penyedia barang/jasa, sifatnya terbuka bagi peserta penyedia
barang/jasa yang berminat serta bagi masyarakat luas pada
umumnya.
e. Adil/tidak diskriminatif, berarti memberikan perlakuan yang
sama bagi semua calon penyedia barang/jasa dan tidak
mengarah untuk memberi keuntungan kepada pihak tertentu,
dengan cara dan atau alasan apapun.
f. Akuntabel, berarti harus mencapai sasaran baik fisik, keuangan
maupun manfaat bagi kelancaran pelaksanaan tugas umum
pemerintahan dan pelayanan masyarakat sesuai dengan prinsip-
prinsip serta ketentuan yang berlaku dalam pengadaan
barang/jasa.
2. Kebijakan Umum
Kebijakan umum pemerintah dalam pengadaan barang/jasa meliputi
antara lain hal-hal sebagai berikut.
a. Meningkatkan penggunaan produksi dalam negeri, rancang
bangun dan perekayasaan nasional, yang sasarannya adalah
memperluas lapangan kerja dan mengembangkan industri dalam
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 118
negeri dalam rangka meningkatkan daya saing barang/jasa
produksi dalam negeri pada perdagangan internasional.
b. Meningkatkan peran serta usaha kecil termasuk koperasi kecil
dan kelompok masyarakat dalam pengadaan barang/jasa.
c. Menyederhanakan ketentuan dan tata cara untuk mempercepat
proses pengambilan keputusan dalam pengadaan barang/jasa.
d. Meningkatkan profesionalisme, kemandirian dan tanggung jawab
pengguna barang/jasa, panitia/pejabat pengadaan, dan
penyedia barang/jasa.
e. Meningkatkan penerimaan negara melalui sektor perpajakan.
f. Menumbuh kembangkan peran serta usaha nasional.
g. Mengharuskan pelaksanaan pemilihan penyedia barang/jasa
dilakukan di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
h. Mengharuskan pengumuman rencana pengadaan barang/jasa
secara terbuka, kecuali yang bersifat rahasia pada setiap awal
pelaksanaan anggaran kepada masyarakat luas.
i. Mengumumkan kegiatan pengadaan barang/jasa pemerintah
secara terbuka melalui surat kabar naslonal dan/atau surat kabar
provinsi.
3. Etika Dalam Pengadaan Barang/Jasa
Para pihak yang terkait dengan aktivitas pengadaan barang/jasa
yaitu penyedia barang/jasa dan pihak pemberi kerja maupun pihak
lainnya yang terkait dengan pengadaan instansi pemerintah, wajib
mematuhi prinsip etika dalam pengadaan untuk menciptakan praktik
yang sehat dan pemerintahan yang bersih. Etika yang harus
dipegang teguh antara lain adalah sebagai berikut
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 119
a. Melaksanakan tugas secara tertib, disertai rasa tanggung jawab
untuk mencapai sasaran kelancaran dan ketepatan tercapainya
tujuan pengadaan barang/jasa.
b. Bekerja secara profesional dan mandiri atas dasar kejujuran,
serta menjaga kerahasiaan dokumen pengadaan barang dan jasa
yang seharusnya dirahasiakan untuk mencegah terjadinya
penyimpangan dalam pengadaan barang/jasa.
c. Tidak saling memengaruhi baik langsung maupun tidak langsung
untuk mencegah dan menghindari terjadinya persaingan tidak
sehat.
d. Menerima dan bertanggung jawab atas segala keputusan yang
ditetapkan sesuai dengan kesepakatan para pihak.
e. Menghindari dan mencegah terjadinya pertentangan kepentingan
para pihak yang terkait, langsung maupun tidak langsung dalam
proses pengadaan barang/jasa (conflict of interest).
f. Menghindari dan mencegah terjadinya pemborosan dan
kebocoran keuangan negara dalam pengadaan barang/jasa.
g. Menghindari dan mencegah penyalahgunaan wewenang
dan/atau kolusi dengan tujuan untuk keuntungan pribadi,
golongan atau pihak lain yang secara langsung atau tidak
langsung merugikan negara.
h. Tidak menerima, tidak menawarkan atau tidak menjanjikan
untuk memberi atau menerima hadiah/imbalan berupa apa saja
kepada siapapun yang diketahui atau patut dapat diduga
berkaitan dengan pengadaan barang/jasa.
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 120
4. Ruang Lingkup dan Pembiayaan Pengadaan
Ruang lingkup pengadaan barang/jasa mencakup:
a. pengadaan barang/jasa yang pembiayaannya sebagian atau
seluruhnya dibebankan pada APBN/APBD;
b. pengadaan barang/jasa yang sebagian atau seluruhnya dibiayai
dari pinjaman/hibah luar negeri (PHLN) yang sesuai atau tidak
bertentangan dengan pedoman dan ketentuan pengadaan
barang/jasa dari pemberi pinjaman/hibah bersangkutan;
c. pengadaan barang/jasa untuk investasi di lingkungan BI, BHMN,
BUMN, BUMD, yang pembiayaannya sebagian atau seluruhnya
dibebankan pada APBN/APBD.
Pengaturan pengadaan barang/jasa pemerintah yang dibiayai
dari dana APBN, apabila ditindaklanjuti dengan keputusan
menteri/pemimpin lembaga/panglima TNI/Kapolri/Dewan
Gubernur BI/pemimpin BHMN/direksi BUMN; dan peraturan
daerah/keputusan kepala daerah yang mengatur pengadaan
barang/jasa pemerintah yang dibiayai dari dana APBD, harus
tetap berpedoman serta tidak boleh bertentangan dengan
ketentuan dalam Keputusan Presiden 80/2003.
Pembiayaan Pengadaan, Departemen/kementerian/lembaga/
TNI/Polri/pemerintah daerah /BI/BHMN/BUMN/BUMD wajib
menyediakan biaya administrasi proyek untuk mendukung
pelaksanaan pengadaan barang/jasa yang dibiayai dari
APBN/APBD, yaitu biaya untuk:
1) honorarium pengguna barang/jasa, panitia/pejabat pengadaan,
bendaharawan, dan staf proyek;
2) pengumuman pengadaan barang/jasa;
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 121
3) penggandaan dokumen pengadaan barang/jasa dan/atau
dokumen prakualifikasi;
4) administrasi lainnya yang diperlukan untuk mendukung
pelaksanaan pengadaan barang/jasa.
B. POKOK-POKOK KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG DAN JASA
PEMERINTAH
Pada subbab ini akan dibahas mengenai pokok-pokok kebijakan
pengadaan barang dan jasa pemerintah yang meliputi:
1. Organisasi dan tugas pokok organ pengadaan barang dan jasa
pemerintah.
2. Pelaksanaan dan metode pemilihan penyedia barang/jasa.
3. Harga perkiraan sendiri (HPS).
4. Prakualifikasi dan pascakualifikasi.
5. Metode penyampaian dokumen penawaran.
6. Metode evaluasi penawaran.
7. Penetapan penyedia barang/jasa dan jenis kontrak.
Uraian lebih lanjut dari pokok kebijakan pengadaan barang dan jasa
adalah sebagai berikut.
1. Organisasi dan Tugas Pokok Organ Pengadaan Barang dan
Jasa Pemerintah
a. Organisasi Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
Organisasi dalam pengadaan barang/jasa pemerintah meliputi:
• pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran,
• pejabat pembuat komitmen,
• panitia/pejabat pengadaan/unit layanan pengadaan.
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 122
Organisasi dalam pengadaan barang/jasa bertugas dan
bertanggung jawab dari segi administrasi, fisik, keuangan, dan
fungsional atas pengadaan barang/jasa yang dilaksanakannya.
Berkaitan dengan panitia/pejabat pengadaan/unit layanan
pengadaan terdapat beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan
yang mencakup hal-hal berikut.
1) Pengadaan sampai dengan Rp50.000.000,00 dapat
dilaksanakan oleh seorang pejabat pengadaan. Untuk
pengadaan di atas Rp50.000.000,00 wajib dibentuk panitia
pengadaan. Pengadaan juga dapat dilaksanakan oleh unit
layanan pengadaan (Procurement Unit).
2) Anggota panitia pengadaan/pejabat pengadaan/anggota unit
layanan pengadaan berasal dari pegawai negeri, baik dari
instansi sendiri maupun instansi teknis lainnya, namun
bukan (dilarang) pegawai yang menjadi:
a. pejabat pembuat komitmen dan bendahara;
b. pejabat yang bertugas melakukan verifikasi surat
permintaan pembayaran dan/atau pejabat yang bertugas
menandatangani surat perintah membayar;
c. pegawai Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
(BPKP)/inspektorat jenderal departemen/inspektorat
utama lembaga pemerintah non departemen/badan
pengawas daerah provinsi/kabupaten/kota, pengawasan
internal BI/BHMN/BUMN/BUMD (kecuali menjadi
panitia/pejabat pengadaan/anggota unit layanan
pengadaan untuk pengadaan barang/jasa yang
dibutuhkan instansinya)
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 123
3) Dalam hal pengadaan barang/jasa dilakukan oleh Badan
Pelaksana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan
Kehidupan Masyarakat Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara, anggota panitia
pengadaan berasal dari instansinya sendiri atau instansi
teknis pemerintah, dan dapat menyertakan pihak lain yang
ditunjuk oleh kepala badan pelaksana.
4) Jumlah panitia harus berjumlah gasal dengan ketentuan
sebagai berikut.
Jumlah Pengadaan barang/jasa
pemborongan/jasa lainnya
Pengadaan jasa
konsultansi
Sedikitnya 3 orang
≤ Rp500 juta ≤ Rp200juta
Sedikitnya 5 orang
> Rp500 juta > Rp200 juta
5) Panitia/pejabat pengadaan/anggota unit layanan pengadaan
harus memiliki integritas moral, memahami keseluruhan
pekerjaan yang akan diadakan, dan memahami prosedur
pengadaan berdasarkan Peraturan Presiden ini.
b. Tugas Pokok Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)
Pejabat Pembuat Komitmen diangkat dengan surat keputusan
pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran. Pejabat
Pembuat Komitmen dilarang mengadakan ikatan perjanjian
dengan penyedia barang/jasa apabila belum tersedia anggaran
atau tidak cukup tersedia anggarannya. Pejabat Pembuat
Komitmen dapat melaksanakan proses pengadaan barang/jasa
sebelum dokumen anggaran disahkan sepanjang anggaran untuk
kegiatan yang bersangkutan telah dialokasikan, dengan
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 124
ketentuan penerbitan surat penunjukan penyedia barang/jasa
(SPPBJ) dan penandatanganan kontrak pengadaan barang/jasa
dilakukan setelah dokumen anggaran disahkan.
Tugas pokok Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) meliputi:
1) menyusun perencanaan pengadaan barang/jasa;
2) menetapkan paket-paket pekerjaan disertai ketentuan
mengenai peningkatan penggunaan produksi dalam negeri
dan peningkatan pemberian kesempatan bagi usaha kecil
termasuk koperasi kecil, serta kelompok masyarakat;
3) menetapkan dan mengesahkan harga perkiraan sendiri (HPS),
jadwal, tata cara pelaksanaan dan lokasi pengadaan yang
disusun oleh panitia pengadaan/pejabat pengadaan/unit
layanan pengadaan;
4) menetapkan dan mengesahkan hasil pengadaan
panitia/pejabat pengadaan/unit layanan pengadaan sesuai
kewenangannya;
5) menetapkan besaran uang muka yang menjadi hak penyedia
barang/jasa sesuai ketentuan yang berlaku;
6) menyiapkan dan melaksanakan perjanjian/kontrak dengan
pihak penyedia barang/jasa;
7) melaporkan pelaksanaan/penyelesaian pengadaan
barang/jasa kepada pimpinan instansinya;
8) mengendalikan pelaksanaan penjanjian/kontrak;
9) menyerahkan aset hasil pengadaan barang/jasa dan aset
lainnya kepada menteri/Panglima TNI/Kepala Polri/pimpinan
lembaga/pimpinan kesekretariatan lembaga tinggi
negara/pimpinan kesekretariatan komisi/gubernur/bupati
/walikota/Dewan Gubernur BI/pemimpin BHMN/direksi
BUMN/BUMD dengan berita acara penyerahan;
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 125
10) menandatangani pakta integritas sebelum pelaksanaan
pengadaan barang/jasa dimulai.
c. Tugas pokok pejabat/panitia pengadaan/Unit Layanan
Pengadaan
Tugas pokok pejabat/panitia pengadaan/unit layanan pengadaan
(procurement unit) meliputi:
1) menyusun jadwal dan menetapkan cara pelaksanaan serta
lokasi pengadaan;
2) menyusun dan menyiapkan harga perkiraan sendiri (HPS);
3) menyiapkan dokumen pengadaan;
4) mengumumkan pengadaan barang/jasa di surat kabar
nasional dan/atau provinsi dan/atau papan pengumuman
resmi untuk penerangan umum, dan diupayakan diumumkan
di website pengadaan nasional;
5) menilai kualifikasi penyedia melalui pascakualifikasi atau
prakualifikasi;
6) melakukan evaluasi terhadap penawaran yang masuk;
7) mengusulkancalon pemenang;
8) membuat laporan mengenai proses dan hasil pengadaan
kepada Pejabat Pembuat Komitmen dan/atau pejabat yang
mengangkatnya;
9) menandatangani pakta integritas sebelum pelaksanaan
pengadaan barang/jasa dimulai.
2. Pelaksanaan dan Metode Pemilihan Penyedia Barang/Jasa
Pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pemerintah dapat
dilakukan dengan cara:
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 126
menggunakan jasa penyedia barang dan jasa, yang
dikelompokkan menjadi:
o pengadaan barang/jasa pemborongan/jasa lainnya,
o pengadaan jasa konsultansi;
swakelola.
Pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pemerintah secara ringkas
dapat digambarkan sebagai berikut.
a. Metode Pemilihan Penyedia Barang/Jasa Pemborongan
/Jasa Lainnya
Metode pemilihan penyedia barang/jasa pemborongan/jasa
lainnya dapat dilakukan dengan salah satu dari metode berikut.
Pelelangan umum.
Pelelangan terbatas.
PPBBJJ
PENYEDIA B/J
PENGADAAN BARANG/ JASA PEMBORONGAN
PENGADAAN JASA KONSULTANSI
SWAKELOLA
PELELANGAN UMUM
PELELANGAN TERBATAS
PEMILIHAN LANGSUNG
PENUNJUKAN LANGSUNG
SELEKSI UMUM
SELEKSI TERBATAS
SELEKSI LANGSUNG
PENUNJUKAN LANGSUNG
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 127
Pemilihan langsung.
Penunjukkan langsung.
Pada prinsipnya pengadaan dilakukan melalui metode
pelelangan umum, yaitu metode pemilihan yang dilakukan
secara terbuka dengan pengumuman secara luas melalui media
massa dan papan pengumuman resmi untuk penerangan umum
sehingga masyarakat luas dunia usaha yang berminat dan
memenuhi kualifikasi dapat mengikutinya.
Dalam hal jumlah penyedia barang/jasa yang mampu
melaksanakan diyakini terbatas yaitu untuk pekerjaan yang
kompleks, maka pemilihan penyedia barang/jasa dapat dilakukan
dengan metode pelelangan terbatas dan diumumkan secara
luas melalui media massa dan papan pengumuman resmi dengan
mencantumkan penyedia barang/jasa yang telah diyakini
mampu, guna memberi kesempatan kepada penyedia
barang/jasa lainnya yang memenuhi kualifikasi.
Dalam hal metode pelelangan umum atau pelelangan terbatas
dinilai tidak efisien dari segi biaya pelelangan, maka pemilihan
penyedia barang/jasa dapat dilakukan dengan metode
pemilihan langsung, yaitu pemilihan penyedia barang/jasa
yang dilakukan dengan membandingkan sebanyak-banyaknya
penawaran, sekurang-kurangnya tiga penawaran dari penyedia
barang/jasa yang telah lulus prakualifikasi serta dilakukan
negosiasi baik teknis maupun biaya serta harus diumumkan
minimal melalui papan pengumuman resmi untuk penerangan
umum dan bila memungkinkan melalui internet. Pemilihan
langsung dapat dilaksanakan untuk pengadaan yang bernilai
sampai dengan Rp100.000.000,00.
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 128
Dalam keadaan tertentu dan keadaan khusus, pemilihan
penyedia barang/jasa dapat dilakukan dengan cara penunjukan
langsung terhadap satu penyedia barang/jasa dengan cara
melakukan negosiasi baik teknis maupun biaya sehingga
diperoleh harga yang wajar dan secara teknis dapat
dipertanggungjawabkan. Penunjukan langsung dapat
dilaksanakan dalam hal memenuhi kriteria sebagai berikut.
1) Keadaan tertentu, yaitu:
a) penanganan darurat untuk pertahanan negara, keamanan
dan keselamatan masyarakat yang pelaksanaan
pekerjaannya tidak dapat ditunda, atau harus dilakukan
segera, termasuk penanganan darurat akibat bencana alam;
dan/atau
b) pekerjaan yang perlu dirahasiakan yang menyangkut
pertahanan dan keamanan negara yang ditetapkan oleh
Presiden; dan/atau
c) pekerjaan yang berskala kecil dengan nilai maksimum
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dengan
ketentuan:
untuk keperluan sendiri; dan/atau
teknologi sederhana; dan/atau
risiko kecil; dan/atau
dilaksanakan oleh penyedia barang/jasa usaha orang
perseorangan dan/atau badan usaha kecil termasuk
koperasi kecil.
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 129
2) Pengadaan barang/jasa khusus, yaitu :
a) pekerjaan berdasarkan tarif resmi yang ditetapkan
pemerintah; atau
b) pekerjaan/barang spesifik yang hanya dapat dilaksanakan
oleh satu penyedia barang/jasa, pabrikan, pemegang hak
paten; atau
c) merupakan hasil produksi usaha kecil atau koperasi kecil
atau pengrajin industri kecil yang telah mempunyai pasar
dan harga yang relatif stabil; atau
d) pekerjaan yang kompleks yang hanya dapat dilaksanakan
dengan penggunaan teknologi khusus dan/atau hanya ada
satu penyedia barang/jasa yang mampu
mengaplikasikannya.
b. Metode Pemilihan Penyedia Jasa Konsultansi
Pemilihan penyedia jasa konsultansi dapat dilakukan dengan
salah satu dari metode:
seleksi umum,
seleksi terbatas,
seleksi langsung,
penunjukan langsung.
Pada prinsipnya, pengadaan harus dilakukan melalui seleksi
umum. Dalam keadaan tertentu pemilihan penyedia jasa
konsultansi dapat dilakukan melalui seleksi terbatas, seleksi
langsung atau penunjukan langsung.
Seleksi umum adalah metode pemilihan penyedia jasa
konsultansi yang daftar pendek pesertanya dipilih melalui proses
prakualifikasi secara terbuka yaitu diumumkan secara luas
melalui media massa dan papan pengumuman resmi untuk
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 130
penerangan umum sehingga masyarakat luas mengetahui dan
penyedia jasa konsultansi yang berminat dan memenuhi
kualifikasi dapat mengikutinya.
Seleksi terbatas adalah metode pemilihan penyedia jasa
konsultansi untuk pekerjaan yang kompleks dan diyakini jumlah
penyedia jasa yang mampu melaksanakan pekerjaan tersebut
jumlahnya terbatas.
Dalam hal metode seleksi umum atau seleksi terbatas dinilai
tidak efisien dari segi biaya seleksi, maka pemilihan penyedia
jasa konsultansi dapat dilakukan dengan seleksi langsung yaitu
metode pemilihan penyedia jasa konsultansi yang daftar pendek
pesertanya ditentukan melalui proses prakualifikasi terhadap
penyedia jasa konsultansi yang dipilih langsung dan diumumkan
sekurang-kurangnya di papan pengumuman resmi untuk
penerangan umum atau media elektronik (internet). Seleksi
langsung dapat dilaksanakan untuk pengadaan yang bernilai
sampai dengan Rp100.000.000,00.
Dalam keadaan tertentu dan keadaan khusus, pemilihan
penyedia jasa konsultansi dapat dilakukan dengan penunjukan
langsung satu penyedia jasa konsultansi yang memenuhi
kualifikasi dan dilakukan negosiasi baik dari segi teknis maupun
biaya sehingga diperoleh biaya yang wajar dan secara teknis
dapat dipertanggungjawabkan. Penunjukan langsung dapat
dilaksanakan dalam hal memenuhi kriteria:
1) penanganan darurat untuk pertahanan negara, keamanan
dan keselamatan masyarakat yang pelaksanaan pekerjaannya
tidak dapat ditunda/harus dilakukan segera; dan/atau
2) penyedia jasa tunggal; dan/atau
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 131
3) pekerjaan yang perlu dirahasiakan yang menyangkut
pertahanan dan keamanan negara yang ditetapkan oleh
Presiden; dan/atau
4) pekerjaan yang berskala kecil dengan ketentuan: untuk
keperluan sendiri, mempunyai risiko kecil, menggunakan
teknologi sederhana, dilaksanakan oleh penyedia jasa usaha
orang perseorangan dan badan usaha kecil, dan/atau bernilai
sampai dengan Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah);
dan/atau
5) pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh pemegang hak
paten atau pihak yang telah mendapat ijin;
6) pekerjaan yang memerlukan penyelesaian secara cepat dalam
rangka pengembalian kekayaan negara yang penanganannya
dilakukan secara khusus berdasarkan peraturan perundang-
undangan. (Tambahan menurut Keppres 61 tahun 2004 tgl 5
Agustus 2004 tentang perubahan Keppres 80 tahun 2003)
c. Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa dengan Swakelola
Swakelola adalah pelaksanaan pekerjaan yang direncanakan,
dikerjakan, dan diawasi sendiri. Swakelola dapat dilaksanakan oleh:
o pengguna barang/jasa,
o instansi pemerintah lain,
o kelompok masyarakat/lembaga swadaya masyarakat penerima
hibah.
Pekerjaan yang dapat dilakukan dengan swakelola meliputi:
1) pekerjaan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan
teknis sumber daya manusia instansi pemerintah yang
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 132
bersangkutan dan sesuai dengan fungsi dan tugas pokok
pengguna barang/jasa; dan/atau
2) pekerjaan yang operasi dan pemeliharaannya memerlukan
partisipasi masyarakat setempat; dan/atau
3) pekerjaan tersebut dilihat dari segi besaran, sifat, lokasi atau
pembiayaannya tidak diminati oleh penyedia barang/jasa;
dan/atau
4) pekerjaan yang secara rinci/detail tidak dapat
dihitung/ditentukan terlebih dahulu, sehingga apabila
dilaksanakan oleh penyedia barang/jasa akan menanggung
risiko yang besar; dan/atau
5) penyelenggaraan diklat, kursus, penataran, seminar, lokakarya,
atau penyuluhan; dan/atau
6) pekerjaan untuk proyek percontohan (pilot project) yang
bersifat khusus untuk pengembangan teknologi/metode kerja
yang belum dapat dilaksanakan oleh penyedia barang/jasa;
dan/atau
7) pekerjaan khusus yang bersifat pemrosesan data, perumusan
kebijakan pemerintah, pengujian di laboratorium,
pengembangan sistem tertentu dan penelitian oleh perguruan
tinggi/lembaga ilmiah pemerintah;
8) pekerjaan yang bersifat rahasia bagi instansi pengguna
barang/jasa yang bersangkutan.
3. Harga Perkiraan Sendiri (HPS)
Pengguna barang/jasa wajib memiliki harga perkiraan sendiri (HPS)
yang dikalkulasikan secara keahlian dan berdasarkan data yang
dapat dipertangungjawabkan. HPS disusun oleh panitia/pejabat
pengadaan dan ditetapkan oleh pengguna barang/jasa.
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 133
HPS telah memperhitungkan pajak pertambahan nilai (PPN), biaya
umum dan keuntungan (overhead cost and profit) yang wajar bagi
penyedia barang/jasa. HPS tidak boleh memperhitungkan biaya tak
terduga, biaya lain-lain dan Pajak Penghasilan (PPh) penyedia
barang/jasa.
HPS merupakan alat untuk menilai kewajaran harga penawaran
termasuk rinciannya dan untuk menetapkan besaran tambahan nilai
jaminan pelaksanaan bagi penawaran yang dinilai terlalu rendah.
HPS tidak dapat dijadikan dasar untuk menggugurkan penawaran.
Nilai total HPS terbuka dan tidak bersifat rahasia.
Perhitungan HPS menggunakan data dasar dan mempertimbangkan:
a. analisis harga satuan pekerjaan yang bersangkutan;
b. perkiraan perhitungan biaya oleh konsultan/engineer's estimate
(EE);
c. harga pasar setempat pada waktu penyusunan HPS;
d. harga kontrak/surat perintah kerja (SPK) untuk barang/pekerjaan
sejenis setempat yang pernah dilaksanakan;
e. informasi harga satuan yang dipublikasikan secara resmi oleh
Badan Pusat Statistik (BPS), badan/instansi lainnya dan media
cetak yang datanya dapat dipertanggungjawabkan;
f. harga/tarif barang/jasa yang dikeluarkan oleh pabrikan/agen
tunggal atau lembaga independen;
g. daftar harga standar/tarif biaya yang dikeluarkan oleh instansi
yang berwenang;
h. informasi lain yang dapat dipertanggungjawabkan.
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 134
4. Prakualifikasi dan Pascakualifikasi
a. Penilaian Kualifikasi Calon Penyedia Barang/Jasa
Kualifikasi adalah proses penilaian atas kompetensi dan
kemampuan usaha calon penyedia barang/jasa. Tujuan
kualifikasi adalah untuk menjamin bahwa pengadaan barang/jasa
pemerintah dilaksanakan oleh pihak yang mampu. Dalam proses
penilaian kualifikasi, panitia/pejabat pengadaan dilarang
menambah persyaratan prakualifikasi/pascakualifikasi di luar
yang telah ditetapkan dalam ketentuan Keputusan Presiden ini
atau ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi. Dalam proses prakualifikasi/pascakualifikasi
panitia/pejabat pengadaan tidak boleh melarang, menghambat,
dan membatasi keikutsertaan calon peserta pengadaan
barang/jasa dari luar provinsi/kabupaten/kota lokasi pengadaan
barang/jasa.
Pengguna barang/jasa wajib menyederhanakan proses
prakualifikasi dengan tidak meminta seluruh dokumen yang
disyaratkan melainkan cukup dengan formulir isian kualifikasi
penyedia barang/jasa. Penyedia barang/jasa wajib
menandatangani surat pernyataan di atas meterai bahwa semua
informasi yang disampaikan dalam formulir isian kualifikasi
adalah benar, dan apabila diketemukan penipuan/pemalsuan
atas informasi yang disampaikan, terhadap yang bersangkutan
dikenakan sanksi:
pembatalan sebagai calon pemenang,
dimasukkan dalam daftar hitam sekurang-kurangnya dua
tahun,
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 135
tidak boleh mengikuti pengadaan untuk dua tahun
berikutnya,
diancam dituntut secara perdata dan pidana.
b. Syarat Kualifikasi Calon Penyedia Barang/Jasa
Persyaratan kualifikasi penyedia barang/jasa adalah sebagai
berikut.
1) Memiliki surat izin usaha pada bidang usahanya yang
dikeluarkan oleh instansi pemerintah yang berwenang yang
masih berlaku, seperti SIUP untuk jasa perdagangan, IUJK
untuk jasa konstruksi, dan sebagainya.
2) Secara hukum mempunyai kapasitas menandatangani kontrak
pengadaan.
3) Tidak dalam pengawasan pengadilan, tidak bangkrut,
kegiatan usahanya tidak sedang dihentikan, dan/atau tidak
sedang menjalani sanksi pidana;
4) Dalam hal penyedia jasa akan melakukan kemitraan,
penyedia barang/jasa wajib mempunyai perjanjian kerjasama
operasi/kemitraan yang memuat persentase kemitraan dan
perusahaan yang mewakili kemitraan tersebut.
5) Telah melunasi kewajiban pajak tahun terakhir (SPT/PPh)
serta memiliki laporan bulanan PPh Pasal 25 atau Pasal
21/Pasal 23 atau PPN sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan
yang lalu;
6) Selama 4 (empat) tahun terakhir pernah memiliki pengalaman
menyediakan barang/jasa baik di lingkungan pemerintah atau
swasta termasuk pengalaman subkontrak baik di lingkungan
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 136
pemerintah atau swasta , kecuali penyedia barang/jasa yang
baru berdiri kurang dari 3 (tiga) tahun;
7) Memiliki kinerja baik dan tidak masuk dalam daftar sanksi
atau daftar hitam di suatu instansi;
8) Memiliki kemampuan pada bidang pekerjaan yang sesuai
untuk usaha kecil termasuk koperasi kecil;
9) Memiliki kemampuan pada bidang dan subbidang pekerjaan
yang sesuai untuk bukan usaha kecil.
a) Untuk jasa pemborongan memenuhi:
KD = 2 NPt
(KD : Kemampuan Dasar, NPt : nilai pengalaman tertinggi)
pada subbidang pekerjaan yang sesuai untuk bukan usaha
kecil dalam kurun waktu tujuh tahun terakhir.
b) Untuk pengadaan barang/jasa lainnya memenuhi:
KD = 5 NPt
pada subbidang pekerjaan yang sesuai untuk bukan usaha
kecil dalam kurun waktu tujuh tahun terakhir.
c) Untuk pengadaan jasa konsultansi memenuhi:
KD = 3 NPt
pada subbidang pekerjaan yang sesuai untuk bukan usaha
kecil dalam kurun waktu 7 (tujuh) tahun terakhir.
10) Dalam hal bermitra yang diperhitungkan adalah
kemampuan dasar dari perusahaan yang mewakili
kemitraan (lead firm).
11) Untuk pekerjaan khusus/spesifik/teknologi tinggi dapat
ditambahkan persyaratan lain seperti peralatan khusus,
tenaga ahli spesialis yang diperlukan, atau pengalaman
tertentu.
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 137
12) Memiliki surat keterangan dukungan keuangan dari bank
pemerintah/swasta untuk mengikuti pengadaan barang/jasa
sekurang-kurangnya sepuluh persen dari nilai proyek untuk
pekerjaan jasa pemborongan dan lima persen dari nilai
proyek untuk pekerjaan pemasokan barang/jasa lainnya,
kecuali untuk penyedia barang/jasa usaha kecil termasuk
koperasi kecil.
13) Memiliki kemampuan menyediakan fasilitas dan peralatan
serta personil yang diperlukan untuk pelaksanaan
pekerjaan.
14) Termasuk dalam penyedia barang/jasa yang sesuai dengan
nilai paket pekerjaan.
15) Menyampaikan daftar perolehan pekerjaan yang sedang
dilaksanakan khusus untuk jasa pemborongan.
16) Tidak membuat pernyataan yang tidak benar tentang
kompetensi dan kemampuan usaha yang dimilikinya.
17) Untuk pekerjaan jasa pemborongan memiliki sisa
kemampuan keuangan (SKK) yang cukup dan sisa
kemampuan paket (SKP).
c. Pelaksanaan Kualifikasi Calon Penyedia Barang/Jasa
Pada prinsipnya penilaian kualifikasi atas kompetensi dan
kemampuan usaha peserta pelelangan umum, dilakukan dengan
pascakualifikasi. Khusus untuk pekerjaan yang kompleks dapat
dilakukan dengan prakualifikasi.
Prakualifikasi adalah proses penilaian kompetensi dan
kemampuan usaha serta pemenuhan persyaratan tertentu
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 138
lainnya dari penyedia barang/jasa sebelum memasukkan
penawaran.
Pascakualifikasi adalah proses penilaian kompetensi dan
kemampuan usaha serta pemenuhan persyaratan tertentu
lainnya dari penyedia barang/jasa setelah memasukkan
penawaran.
Prakualifikasi wajib dilaksanakan untuk pengadaan jasa
konsultansi dan pengadaan barang/jasa pemborongan/jasa
lainnya yang menggunakan metode penunjukan langsung untuk
pekerjaan kompleks, pelelangan terbatas dan pemilihan
langsung.
Panitia/pejabat pengadaan dapat melakukan prakualifikasi untuk
pelelangan umum pengadaan barang/jasa pemborongan/jasa
lainnya yang bersifat kompleks.
Pelaksanaan kualifikasi pengadaan barang/jasa pemerintah
secara ringkas dapat disajikan sebagai berikut.
Metode pengadaan Tidak komplek Komplek
Pengadaan barang/jasa pemborongan/jasa lainnya
Pelelangan umum Pascakualifikasi Pasca atau prakualifikasi
Pelelangan terbatas Prakualifikasi Prakualifikasi
Pemilihan langsung Prakualifikasi Prakualifikasi
Penunjukan langsung Prakualifikasi Prakualifikasi
Pengadaan jasa konsultansi
Seleksi umum Prakualifikasi Prakualifikasi
Seleksi terbatas Prakualifikasi Prakualifikasi
Seleksi langsung Prakualifikasi Prakualifikasi
Penunjukan langsung Prakualifikasi Prakualifikasi
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 139
5. Metode Penyampaian Dokumen Penawaran
Metode penyampaian dokumen penawaran oleh calon penyedia
barang/jasa pemerintah dapat menggunakan salah satu dari metode
berikut ini.
a. metode satu sampul.
b. metode dua sampul.
c. metode dua tahap.
Metode satu sampul adalah cara penyampaian dokumen
penawaran yang terdiri dari persyaratan administrasi, teknis, dan
penawaran harga yang dimasukan ke dalam satu sampul tertutup
kepada panitia/pejabat pengadaan.
Dalam penyampaian dokumen penawaran dengan metode dua
sampul, persyaratan administrasi dan teknis dimasukkan dalam
sampul tertutup I, sedangkan harga penawaran dimasukkan dalam
sampul tertutup II, selanjutnya sampul I dan sampul II dimasukkan
ke dalam satu sampul (sampul penutup) dan disampaikan kepada
panitia/pejabat pengadaan.
Metode dua tahap adalah cara penyampaian dokumen penawaran
yang persyaratan administrasi dan teknis dimasukkan dalam sampul
tertutup I, sedangkan harga penawaran dimasukkan dalam sampul
tertutup II, yang penyampaiannya dilakukan dalam dua tahap
secara terpisah dan dalam waktu yang berbeda.
6. Metode Evaluasi Penawaran
a. Metode Evaluasi Penawaran pada Pengadaan
Barang/Jasa Pemborongan/Jasa Lainnya
Metode evaluasi penawaran, sesuai dengan jenis barang/jasa
yang akan diadakan, dalam pemilihan penyedia barang/jasa
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 140
pemborongan/jasa lainnya dapat menggunakan salah satu dari
tiga sistem yang ada, yaitu:
sistem gugur,
sistem nilai,
sistem penilaian biaya selama umur ekonomis.
Sistem gugur adalah evaluasi penilaian penawaran dengan cara
memeriksa dan membandingkan dokumen penawaran terhadap
pemenuhan persyaratan yang telah ditetapkan dalam dokumen
pemilihan penyedia barang/jasa dengan urutan proses evaluasi
dimulai dari penilaian persyaratan administrasi, persyaratan
teknis dan kewajaran harga, terhadap penyedia barang/jasa
yang tidak lulus penilaian pada setiap tahapan dinyatakan
gugur.
Sistem nilai adalah evaluasi penilaian penawaran dengan cara
memberikan nilai angka tertentu pada setiap unsur yang dinilai
berdasarkan kriteria dan nilai yang telah ditetapkan dalam
dokumen pemilihan penyedia barang/jasa, kemudian
membandingkan jumlah nilai dari setiap penawaran peserta
dengan penawaran peserta lainnya.
Sistem penilaian biaya selama umur ekonomis adalah
evaluasi penilaian penawaran dengan cara memberikan nilai
pada unsur-unsur teknis dan harga yang dinilai menurut umur
ekonomis barang yang ditawarkan berdasarkan kriteria
dan nilai yang ditetapkan dalam dokumen pemilihan penyedia
barang/jasa, kemudian nilai unsur-unsur tersebut dikonversikan
ke dalam satuan mata uang tertentu, dan dibandingkan dengan
jumlah nilai dari setiap penawaran peserta dengan penawaran
peserta lainnya.
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 141
a. Metode Evaluasi Penawaran pada Pengadaan Jasa
Konsultansi
Metode evaluasi penawaran, sesuai dengan sifat jasa konsultansi
yang akan diadakan, dalam pemilihan penyedia jasa konsultansi
dapat menggunakan salah satu dari lima metode yang ada,
yaitu:
1) metode evaluasi kualitas,
2) metode evaluasi kualitas dan biaya,
3) metode evaluasi pagu anggaran,
4) metode evaluasi biaya terendah,
5) metode evaluasi penunjukan langsung.
Metode evaluasi kualitas adalah evaluasi penawaran jasa
konsultansi berdasarkan kualitas penawaran teknis terbaik,
dilanjutkan dengan klarifikasi dan negosiasi teknis serta biaya.
Metode evaluasi kualitas dan biaya adalah evaluasi pengadaan
jasa konsultansi berdasarkan nilai kombinasi terbaik penawaran
teknis dan biaya terkoreksi dilanjutkan dengan klarifikasi dan
negosiasi teknis serta biaya.
Metode evaluasi pagu anggaran adalah evaluasi pengadaan
jasa konsultansi berdasarkan kualitas penawaran teknis terbaik
dari peserta yang penawaran biaya terkoreksinya lebih kecil atau
sama dengan pagu anggaran, dilanjutkan dengan klarifikasi dan
negosiasi teknis serta biaya.
Metode evaluasi biaya terendah adalah evaluasi pengadaan
jasa konsultansi berdasarkan penawaran biaya terkoreksinya
terendah dari konsultan yang nilai penawaran teknisnya di atas
ambang batas persyaratan teknis yang telah ditentukan,
dilanjutkan dengan klarifikasi dan negosiasi teknis serta biaya.
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 142
Sedangkan metode evaluasi penunjukan langsung adalah
evaluasi terhadap hanya satu penawaran jasa konsultansi
berdasarkan kualitas teknis yang dapat dipertanggungjawabkan
dan biaya yang wajar setelah dilakukan klarifikasi dan negosiasi
teknis dan biaya.
7. Penetapan Penyedia Barang/Jasa dan Jenis Kontrak
a. Penetapan Penyedia Barang/Jasa
Panitia/pejabat pengadaan membuat dan menyampaikan laporan
kepada pengguna barang/jasa atau kepada pejabat yang
berwenang mengambil keputusan untuk menetapkan pemenang
lelang, melalui pengguna barang/jasa laporan tersebut disertai
usulan calon pemenang dan penjelasan atau keterangan lain
yang dianggap perlu sebagai bahan pertimbangan untuk
mengambil keputusan.
Ketentuan mengenai pejabat yang berwenang menetapkan
penyedia barang/jasa pemerintah diatur sebagai berikut.
1) Untuk pengadaan barang/jasa yang bernilai sampai dengan
Rp50.000.000.000,00; apabila PPK tidak sependapat dengan
usulan panitia/pejabat pengadaan, maka PPK membahas hal
tersebut dengan panitia/pejabat pengadaan untuk mengambil
keputusan dari alternatif:
a. menyetujui usulan panitia/pejabat pengadaan; atau
b. menetapkan keputusan yang disepakati bersama untuk
melakukan evaluasi ulang atau lelang ulang atau
menetapkan pemenang lelang, dan dituangkan dalam
berita acara yang memuat keberatan dan kesepakatan
masing-masing pihak; atau
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 143
c. bila akhirnya tidak tercapai kesepakatan, maka akan
diputuskan oleh menteri/PanglimaTNI/Kapolri/Kepala
LPND/gubernur/bupati/walikota/Dewan Gubernur BI/
pimpinan BHMN/direktur utama BUMN/BUMD dan bersifat
final.
2) Untuk pengadaan yang bernilai di atas Rp50.000.000.000,00,
apabila PPK tidak sependapat dengan usulan panitia/pejabat
pengadaan, maka PPK membahas hal tersebut dengan
panitia/pejabat pengadaan untuk mengambil keputusan:
a) menyetujui usulan panitia/pejabat pengadaan untuk
dimintakan persetujuan kepada menteri/ PanglimaTNI/
Kapolri/Kepala LPND/gubernur/ bupati/walikota/Dewan
Gubernur BI/pimpinan BHMN/direktur utama BUMN/
BUMD, atau
b) menetapkan keputusan yang disepakati bersama untuk
melakukan evaluasi ulang atau lelang ulang, dan
dituangkan dalam berita acara serta dilaporkan kepada
menteri/PanglimaTNI/Kapolri/Kepala LPND/gubernur/
bupati/walikota/Dewan Gubernur BI/pimpinan BHMN/
direktur utama BUMN/BUMD, atau
c) apabila masih belum ada kesepakatan maka dilaporkan
kepada menteri/PanglimaTNI/Kapolri/Kepala LPND/
gubernur/ bupati/walikota/Dewan Gubernur BI/ pimpinan
BHMN/direktur utama BUMN/BUMD, dengan catatan
keberatan dari pengguna barang/jasa, untuk diputuskan
dan bersifat final.
3) Untuk pengadaan yang bernilai di atas Rp50.000.000.000,00,
apabila pengguna barang/jasa dan/atau panitia/pejabat
pengadaan pengadaan tidak sependapat dengan keputusan
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 144
menteri/PanglimaTNI/Kapolri/Kepala LPND/gubernur/ bupati
/walikota/Dewan Gubernur BI/pimpinan BHMN/direktur utama
BUMN/BUMD, maka penetapan pemenang lelang atau
keputusan lain diserahkan kepada menteri/
PanglimaTNI/Kapolri/Kepala LPND/gubernur/bupati/ walikota/
Dewan Gubernur BI/pimpinan BHMN/direktur utama
BUMN/BUMD; panitia/pejabat pengadaan pengadaan dan
pengguna barang jasa tidak perlu melakukan perubahan
berita acara evaluasi.
Keputusan menteri/PanglimaTNI/Kapolri/Kepala LPND/
gubernur/bupati/walikota/Dewan Gubernur BI/pimpinan
BHMN/direktur utama BUMN/BUMD bersifat final.
b. Jenis kontrak
Kontrak pengadaan barang/jasa berdasarkan bentuk imbalan
dapat berupa:
1) kontrak lump sum;
2) kontrak harga satuan;
3) kontrak gabungan lump sum dan harga satuan;
4) kontrak terima jadi (turn key);
5) kontrak persentase.
Kontrak lump sum adalah kontrak pengadaan barang/jasa atas
penyelesaian seluruh pekerjaan dalam batas waktu tertentu,
dengan jumlah harga yang pasti dan tetap, dan semua risiko
yang mungkin terjadi dalam proses penyelesaian pekerjaan
sepenuhnya ditanggung oleh penyedia barang/jasa.
Kontrak harga satuan adalah kontrak pengadaan barang/jasa
atas penyelesaian seluruh pekerjaan dalam batas waktu tertentu,
berdasarkan harga satuan yang pasti dan tetap untuk setiap
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 145
satuan/unsur pekerjaan dengan spesifikasi teknis tertentu, yang
volume pekerjaannya masih bersifat perkiraan sementara,
sedangkan pembayarannya didasarkan pada hasil pengukuran
bersama atas volume pekerjaan yang benar-benar telah
dilaksanakan oleh penyedia barang/jasa. Kontrak gabungan
lump sum dan harga satuan adalah kontrak yang merupakan
gabungan lump sum dan harga satuan dalam satu pekerjaan
yang diperjanjikan.
Kontrak terima jadi adalah kontrak pengadaan barang/jasa
pemborongan atas penyelesaian seluruh pekerjaan dalam batas
waktu tertentu dengan jumlah harga pasti dan tetap sampai
seluruh bangunan/konstruksi, peralatan dan jaringan utama
maupun penunjangnya dapat berfungsi dengan baik sesuai
dengan kriteria kinerja yang telah ditetapkan.
Kontrak persentase adalah kontrak pelaksanaan jasa konsultansi
di bidang konstruksi atau pekerjaan pemborongan tertentu,
dimana konsultan yang bersangkutan menerima imbalan jasa
berdasarkan persentase tertentu dari nilai pekerjaan fisik
konstruksi/pemborongan tersebut.
Kontrak tahun tunggal adalah kontrak pelaksanaan pekerjaan
yang mengikat dana anggaran untuk masa satu tahun anggaran.
Kontrak tahun jamak adalah kontrak pelaksanaan pekerjaan yang
mengikat dana anggaran untuk masa lebih dari satu tahun
anggaran yang dilakukan atas persetujuan oleh Menteri
Keuangan untuk pengadaan yang dibiayai APBN, Gubernur untuk
pengadaan yang dibiayai APBD Propinsi, Bupati/Walikota untuk
pengadaan yang dibiayai APBD Kabupaten/Kota.
Kontrak pengadaan tunggal adalah kontrak antara satu unit kerja
atau satu proyek dengan penyedia barang/jasa tertentu untuk
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 146
menyelesaikan pekerjaan tertentu dalam waktu tertentu. Kontrak
pengadaan bersama adalah kontrak antara beberapa unit kerja
atau beberapa proyek dengan penyedia barang/jasa tertentu
untuk menyelesaikan pekerjaan tertentu dalam waktu tertentu
sesuai dengan kegiatan bersama yang jelas dari masing-masing
unit kerja dan pendanaan bersama yang dituangkan dalam
kesepakatan bersama.
C. PROSEDUR PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH
Prosedur pengadaan barang dan jasa pemerintah meliputi kegiatan:
1. persiapan pengadaan barang dana jasa pemerintah;
2. pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pemerintah, yaitu
a. pelaksanaan dengan menggunakan penyedia barang/jasa;
b. pelaksanaan dengan swakelola.
Secara rinci prosedur tersebut adalah sebagai berikut.
1. Persiapan Pengadaan Barang dan Jasa
Persiapan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah mencakup
kegiatan berikut ini.
a. Perencanaan pengadaan barang/jasa pemerintah.
b. Pembentukan panitia pengadaan barang/jasa.
c. Penetapan sistem pengadaan barang/jasa.
Penetapan sistem pengadaan barang/jasa pemerintah mencakup
kegiatan penetapan metode pemilihan penyedia barang/jasa,
metode penyampaian dokumen penawaran, dan jenis kontrak
yang sesuai dengan barang/jasa yang akan diadakan.
d. Penyusunan jadwal pelaksanaan pengadaan.
Penyusunan jadwal pelaksanaan pengadaan harus memberikan
waktu yang cukup untuk semua tahapan proses pengadaan.
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 147
e. Penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS).
f. Penyusunan dokumen pengadaan.
Dokumen pengadaan mencakup dokumen pasca/prakualifikasi
dan dokumen pemilihan penyedia barang/jasa.
Beberapa hal dalam subbab ini akan dibahas dalam subab
berikutnya.
2. Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa
Pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pemerintah dapat
dilaksanaan oleh penyedia barang/jasa atau dilaksanakan sendiri
oleh pengguna anggaran (swakelola).
Urutan prosedur pelaksanaan pengadaan barang dan jasa
pemerintah dilakukan sesuai dengan metode pemilihan penyedia
barang/jasanya. Pelaksanaan pengadaan barang dan jasa dengan
menggunakan Penyedia Barang/Jasa pada dasarnya akan
dilaksanakan dengan urutan kegiatan sebagai berikut.
a. Pengumuman dan Pendaftaran Peserta
Pengumuman pengadaan barang dan jasa pemerintah harus
dilakukan sesuai dengan metode pemilihan penyedia barang
dan jasanya. Pengumuman pengadaan barang/jasa dengan
metode pelelangan umum, pelelangan terbatas, seleksi umum,
dan seleksi terbatas harus dimuat di surat kabar nasional. Dalam
pelelangan terbatas dan seleksi terbatas, pengumuman harus
telah menyebutkan calon penyedia barang/jasa yang diyakini
mampu, namun demikian, hal tersebut tidak membatasi calon
penyedia barang/jasa lain yang merasa mampu.
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 148
b. Penilaian Kualifikasi Calon Penyedia Barang/Jasa.
Dalam hal sistem pengadaannya menggunakan metode
prakualifikasi, maka atas calon penyedia barang/jasa dinilai
kemampuan dan kompetensinya terlebih dahulu sebelum
memasukkan penawaran. Dalam hal ini prosesnya akan meliputi:
pengambilan dokumen prakualifikasi; penyerahan dokumen;
evaluasi kualifikasi; penetapan dan pengumuman hasil
prakualifikasi; masa sanggah kualifikasi.
Sedangkan jika pengadaannya menggunakan metode
pascakualifikasi maka penyerahan dokumen kualifikasi bersam-
sama dengan dokumen penawaran.
c. Penyusunan Daftar Peserta dan Penyampaian Undangan
Untuk pengadaan barang dan jasa selain jasa konsultansi, daftar
peserta pengadaan sesuai dengan peserta prakualifikasi,
sedangkan untuk seleksi umum, peserta yang diundang adalah
yang dimuat dalam daftar pendek (short list) peserta yang berisi
sedikitnya 5 (lima) dan paling banyak 7 (tujuh) calon penyedia
yang lulus prakualifikasi.
d. Penjelasan Lelang (aanwwijziing)
Pemberian penjelasan lelang dilakukan di tempat dan pada
waktu yang ditentukan, dihadiri oleh para penyedia barang/jasa
yang terdaftar dalam daftar peserta lelang. Dalam acara
penjelasan lelang, harus dijelaskan kepada peserta lelang
mengenai: Metode penyelenggaraan pelelangan, cara
penyampaian penawaran, dan syarat-syarat lainnya.
Pemberian penjelasan mengenai pasal-pasal dokumen pemilihan
penyedia barang/jasa yang berupa pertanyaan dari peserta dan
jawaban dari panitia /pejabat pengadaan serta keterangan lain
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 149
termasuk perubahannya dan peninjauan lapangan, harus
dituangkan dalam Berita Acara Penjelasan (BAP).
e. Penyampaian dan Pembukaan Dokumen Penawaran
Dalam metode pengadaannya dengan prakualifikasi, hanya
peserta yang lulus kualifikasi yang dapat menyampaikan
dokumen penawaran. Sedangakan jika pengadaannya
menggunakan metode pascakualifikasi, maka semua calon
penyedia barang/jasa yang merasa mampu dapat menyampaikan
dokumen penawaran.
Pembukaan dokumen penawaran harus melibatkan sekurang-
kurangnya dua wakil dari peserta pelelangan yang hadir sebagai
saksi. Bila penawaran yang masuk kurang dari tiga peserta,
pelelangan tidak dapat dilanjutkan dan harus diulang, kemudian
mengumumkan kembali dengan mengundang calon peserta
lelang yang baru. Urutan pembukaan dokumen dilakukan sesuai
metode penyampaian dokumen yang ditetapkan.
Hasil pembukaan dokumen penawaran dituangkan dalam Berita
Acara yang ditandatangani oleh panitia/pejabat pengadaan dan
dua orang wakil peserta lelang yang sah yang ditunjuk oleh para
peserta lelang yang hadir. BAPP dibagikan kepada wakil peserta
pelelangan yang hadir tanpa dilampiri dokumen penawaran.
f. Evaluasi Penawaran
Evaluasi dokumen penawaran adalah kegiatan panitia pengadaan
dalam meneliti dan menilai semua dokumen penawaran yang
disampaikan oleh calon penyedia barang/jasa. Unsur dokumen
penawaran yang dievaluasi meliputi:
• kelengkapan data administrasi,
• dokumen teknis, dan
• dokumen penawaran harga.
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 150
berdasarkan kriteria, metode, dan tatacara evaluasi yang telah
ditetapkan dalam dokumen lelang.
Pada tahap awal, panitia/pejabat pengadaan dapat melakukan
koreksi aritmatik terhadap semua penawaran yang masuk dan
melakukan evaluasi sekurang-kurangnya tiga penawaran
terendah setelah koreksi aritmatik.
Panitia/Pejabat pengadaan membuat simpulan dari hasil evaluasi
administrasi, teknis dan harga yang dituangkan dalam berita
acara hasil pelelangan (BAHP). BAHP memuat hasil pelaksanaan
pelelangan, termasuk cara penilaian, rumus-rumus yang
digunakan, sampai dengan penetapan urutan pemenangnya
berupa daftar peserta pelelangan yang dimulai dari harga
penawaran yang terendah. BAHP ditandatangani oleh ketua dan
semua anggota panitia/pejabat pengadaan atau sekurang-
kurangnya dua pertiga dari jumlah anggota panitia.
g. Penetapan Pemenang
Apabila harga dalam penawaran telah dianggap wajar, dan
dalam batas ketentuan mengenai harga satuan yang telah
ditetapkan, serta telah sesuai dengan ketentuan maka panitia
pengadaan menetapkan calon pemenang lelang yang paling
menguntungkan dalam arti:
1) penawaran memenuhi syarat administratif dan teknis yang
ditentukan dalam dokumen pemilihan penyedia barang/jasa;
2) perhitungan harga yang ditawarkan dapat dipertanggung
jawabkan, penawaran tersebut adalah yang terendah diantara
penawaran yang memenuhi syarat administrasi, teknis dan
harga.;
3) telah memerhatikan penggunaan semaksimal mungkin hasil
produksi dalam negeri.
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 151
Calon pemenang lelang harus sudah ditetapkan oleh
panitia/pejabat pengadaan selambat-lambatnya tujuh hari kerja
setelah pembukaan penawaran. Dalam hal terdapat dua calon
pemenang lelang mengajukan harga penawaran yang sama,
maka panitia/pejabat pengadaan meneliti kembali data kualifikasi
peserta yang bersangkutan, dan memilih peserta yang menurut
pertimbangannya mempunyai kemampuan yang lebih besar, dan
hal ini dicatat dalam berita acara.
Panitia/pejabat pengadaan membuat dan menyampaikan laporan
kepada PPK untuk menetapkan pemenang lelang disertai usulan
calon pemenang dan penjelasan atau keterangan lain yang
dianggap perlu sebagai bahan pertimbangan untuk mengambil
keputusan. Pemenang lelang ditetapkan oleh pejabat yang
berwenang menetapkan selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja
untuk pengadaan sampai dengan Rp50 milyar dan 14 (empat
belas) hari kerja untuk pengadaan di atas Rp50 milyar terhitung
sejak surat usulan penetapan pemenang lelang tersebut diterima
oleh pejabat yang berwenang menetapkan pemenang lelang.
h. Pengumuman Pemenang
Pemenang lelang diumumkan dan diberitahukan oleh
panitia/pejabat pengadaan kepada para peserta selambat-
lambatnya dua hari kerja setelah diterimanya Surat Penunjukan
Penyedia Barang/Jasa (SPPBJ) dari pejabat yang berwenang.
Segera setelah pejabat yang berwenang mengambil keputusan
tentang penetapan pemenang lelang, panitia mengumumkannya
kepada para peserta lelang. Dalam pengumuman juga
diberitahukan bahwa surat jaminan pelelangan dapat diambil
kembali kecuali untuk peserta yang menang, cadangan urutan
pertama dan cadangan urutan kedua.
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 152
i. Sanggahan Peserta dan Pengaduan Masyarakat
Peserta lelang yang keberatan atas penetapan calon pemenang
lelang tersebut baik bertindak sendiri atau bersama-sama calon
penyedia barang dapat mengajukan sanggahan secara tertulis
secepat mungkin. Sanggahan disampaikan kepada pimpinan
instansi/pejabat pembuat komitmen/panitia secara tertulis
disertai bukti-bukti terjadinya penyimpangan.
Pejabat Pembuat Komitmen/Panitia/Pejabat Pengadaan wajib
memberikan jawaban dan menyampaikan bahan-bahan yang
berkaitan dengan sanggahan, baik secara tertulis maupun lisan
kepada pejabat yang berwenang memberikan jawaban atas
sanggahan tersebut.
j. Penerbitan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa
(SPPBJ)
Penunjukan pemenang lelang adalah keputusan definitif dari
pengguna barang mengenai penunjukan pemenang lelang
pengadaan barang dalam bentuk penerbitan SPPBJ. Apabila
dalam waktu yang telah ditentukan tidak ada sanggahan dari
peserta lelang, atau sanggahan yang disampaikan ternyata tidak
benar maka pengguna menetapkan penunjukan pemenang
lelang pengadaan barang dengan surat keputusan.
k. Penandatanganan Kontrak
Tahap akhir dari rangkaian proses pelelangan adalah
penandatanganan kontrak antara pengguna barang dengan
penyedia barang/jasa yang ditunjuk. Penyedia barang yang
ditunjuk menyiapkan jaminan pelaksanaan sesuai dengan
ketentuan yang tercantum di dalam dokumen lelang.
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 153
D. BAHAN DISKUSI DAN SOAL LATIHAN
BAHAN DISKUSI
Diskusikan artikel yang termuat pada salah satu harian berikut ini dari
sisi pelaksanaan pedoman pengadaan barang/jasa instansi pemerintah.
................. Demikian halnya dengan adanya Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang atau Jasa Pemerintah juga harus bisa menjadi pedoman dalam pelaksanaan proyek pengadaan barang atau jasa pemerintah.
Oleh karena menjadi pimpro harus memiliki sertifikat khusus, pemberian sertifikatnya harus selektif. Jangan ada konspirasi dalam pengeluarannya, apalagi dengan unsur perjokian saat ujian untuk mendapatkannya. Semua penting karena pemegang sertifikat bukan saja harus cakap dan menguasai aturan tentang proyek, tetapi juga jujur terlebih dulu, cakap dan sanggup melaksanakan proyek dengan baik serta penuh tanggung jawab. Bila di era sertifikasi sekarang ini masih ada pimpro dan aparat yang menyimpang dalam proyek, hal itu sangat keterlaluan. ....................(Kompas, Rabu 16 Agustus 2006)
SOAL LATIHAN
Pilihlah salah satu jawaban a, b, c atau d yang Saudara anggap paling
benar.
1. Berikut adalah kebijakan umum pengadaan barang/jasa, kecuali …. a. menyederhanakan ketentuan dan tatacara dalam pelaksanaan
pengadaan b. meningkatkan penerimaan negara melalui sektor perpajakan c. mengurangi impor barang jadi dari luar negeri d. meningkatkan peran serta usaha kecil termasuk koperasi kecil 2. Pejabat pengadaan terdiri dari.... a. tiga orang b. satu orang PNS baik dari instansi sendiri atau dari instansi lain c. satu orang PNS di instansinya d. satu orang pejabat struktural di instansinya
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 154
3. Pengadaan barang/jasa pemborongan sampai nilai Rp50.000.000, dilakukan dengan cara....
a. wajib dilaksanakan oleh panitia pengadaan b. wajib dilaksanakan oleh pejabat pengadaan c. dilaksanakan oleh panitia pengadaan bersama-sama dengan
pejabat pengadaan d. dilaksanakan oleh panitia pengadaan atau oleh pejabat pengadaan 4. Panitia pengadaan harus dibentuk untuk melaksanakan paket
pengadaan yang bernilai…. a. di atas Rp100 juta b. di atas RP50 juta c. sampai Rp50 juta d. tidak ada batasan nilai 5. Tidak termasuk persyaratan sebagai panitia/pejabat pengadaan
adalah…. a. memiliki integritas moral dan tanggungjawab b. tidak berstatus sebagai calon pejabat struktural c. tidak mempunyai hubungan keluarga dengan pejabat yang
mengangkatnya d. memahami isi dokumen, prosedur dan metode pengadaan 6. Yang tidak dilarang untuk diangkat menjadi panitia/pejabat pengadaan
adalah …. a. bendahara b. peneliti c. pengguna barang/jasa d. pegawai BPKP, Itjen, Bawasda 7. Pengadaan barang/jasa pemerintah dilaksankan dengan dua cara
yaitu…. a. pelelangan umum dan pelelangan terbatas b. pelelangan dan penunjukan langsung c. diserahkan kepada penyedia barang/jasa dan secara swakelola d. melalui penunjukan langsung dan melalui swakelola 8. Pelelangan umum diikuti sekurang-kurangnya …. a. tiga penyedia barang/jasa b. lima penyedia barang/jasa c. tujuh penyedia barang/jasa d. sembilan penyedia barang/jasa
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 155
9. Untuk pekerjaan yang sifatnya tidak komplek, pelelangan umum dilaksanakan dengan ….
a. prakualifikasi b. pasca kualifikasi c. negosiasi awal d. negosiasi akhir 10. Tidak termasuk batasan pengertian pekerjaan bersifat komplek
adalah…. a. memerlukan teknologi tinggi b. bernilai di atas Rp 50 milyar c. menggunakan peralatan yang didesain khusus berisiko tinggi d. tidak dapat diselesaikan dalam satu tahun anggaran
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 156
DAFTAR PUSTAKA
1. Ali Tojib M., Drs. Anggaran Negara. Pusdiklat Anggaran BPLK Depkeu.
Jakarta. 1996.
2. Bijloo J. Perbendaharaan. Komisi Penterjemah. Depkeu. Jakarta. 1979.
3. Goedhart C., Dr. Garis-garis Besar Ilmu Keuangan Negara. Terjemahan oleh Ratmoko, S.H. Penerbit Jembatan. 1982.
4. Modul 1: Kebijakan Umum Pengadaan Barang dan Jasa. Kantor Menteri Negara Koordinator Bidang Ekonomi, keuangan dan Pengawasan Pembangunan. 1995.
5. Wiemas AJGA. Sistem Tata Usaha Keuangan Indonesia. Komisi Penterjemah. Depkeu. Jakarta. 1982.
6. Peraturan-peraturan:
a. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 beserta Amandemennya
b. Undang-undang nomor 20 tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak
c. Undang-undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
d. Undang-undang No. 29 Tahun 2002 tentang APBN Tahun 2003
e. Undang-undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
f. Undang-undang No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara
g. Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan
h. Peraturan Pemerintah No. 2 tahun 2006 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman dan/atau Penerimaan Hibah serta Penerusan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri
i. Keputusan Presiden No. 42 Tahun 2002 jo Keppres No. 72 tahun 2004 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
j. Keputusan Presiden No. 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pengadaan Barang/Jasa instansi pemerintah beserta amandemen I s/d VII
k. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.06/2005 tentang Pedoman Pembayaran dalam Pelaksanaan APBN
Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Pusdiklatwas BPKP - 2007 157
l. Peraturan Dirjen Perbendaharaan No. Per-66/PB/2005 tentang Mekanisme Pembayaran dalam Pelaksanaan APBN
m. Surat Edaran Direktur Jenderal Anggaran Nomor 136/A/2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan Keputusan Presiden Nomor 42/2002 tentang Pedoman Pelaksanaan APBN
n. Surat Edaran Direktur Jenderal Anggaran Nomor 157/A/2002 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan APBN
o. Peraturan-peraturan tentang Pengelolaan Setoran Penerimaan Negara Melalui Bank Persepsi/bank Devisa Persepsi
7. Peraturan-peraturan tentang Pengelolaan Dana Pinjaman/Hibah Luar Negeri dari Bappenas dan Departemen Keuangan
8. Panduan Bagi KPPN dan Bendahara Pemerintah sebagai Pemotong/Pemungut Pajak-Pajak Negara, Biro Keuangan, Departemen Komunikasi dan Informatika, Republik Indonesia,2006
Judul Modul : Pedoman Pelaksanaan Anggaran II
Penyusun : Drs. Achmad Sadji, M.M. Drs. Abdul Kadir R. Bambang S.W., Ak., M.B.A. Drs. Bistok Manurung Perevisi I : Drs. Achmad Sadji, M.M. Drs. Abdul Kadir R. Perevisi II : Drs. Sunarto Perevisi III : Nurharyanto, Ak Perevisi IV : Sigit Susilo Broto, Ak., M Comm Suhartanto, Ak., M.M. Pereviu : Linda Ellen Theresia, SE., M.B.A.
Editor : Rini Septowati, Ak., M.M.
Dikeluarkan oleh Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan BPKP dalam rangka Diklat Sertifikasi JFA Tingkat Ahli
Edisi Pertama : Tahun 1998
Edisi Kedua (Revisi Pertama) : Tahun 2000
Edisi Ketiga (Revisi Kedua) : Tahun 2004
Edisi Keempat (Revisi Ketiga) : Tahun 2006
Edisi Kelima (Revisi Keempat) : Tahun 2007 ISBN 979-95661-1-8 (no. jilid lengkap) ISBN 979-95661-3-4 (jilid 2)
Dilarang keras mengutip, menjiplak, atau menggandakan sebagian atau seluruh isi modul ini, serta memperjualbelikan tanpa izin tertulis
dari Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan BPKP
Pusdiklatwas BPKP Jln. Beringin II Pandansari, Ciawi ISBN 979-95661-1-8 (no. jilid lengkap) Bogor 16720 ISBN 979-95661-3-4 (jilid 2)