Pedoman Kesehatan Ternak Bibit1
-
Upload
wandi-nobunaga-oda -
Category
Documents
-
view
52 -
download
7
description
Transcript of Pedoman Kesehatan Ternak Bibit1
KATA PENGANTAR
Prinsip pengendalian dan pencegahan penyakit hewan yang menjadi tugas pemerintah dibidang kesehatan hewan terutama diarahkan pada penyakit yang berdampak kerugian ekonomi luas karena bersifat menular, menyebar cepat, berakibat angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi, berdampak pada faktor reproduksi dan bersifat zoonosis.
Untuk mengendalikan penyebaran berbagai jenis penyakit yang ada pada ternak bibit agar tidak menularkan ke daerah yang lebih luas di Indonesia seiring dengan penyebaran ternak bibit dan semen dipandang perlu diterbitkan Petunjuk Pelaksanaan Kesehatan Ternak Bibit.
Diharapkan dengan diterbitkannya Petunjuk Pelaksanaan Kesehatan Ternak Bibit ini, diharapkan dapat menjadi pegangan dan membantu para petugas untuk melakukan tindakan pengendalian dan pencegahan penyakit hewan di lingkungan Unit Pelaksana Teknis Perbibitan yang ada di Indonesia serta dapat menjalankan system kesehatan hewan dengan lebih baik, seragam dan standar.
Buku pedoman ini disusun sebagai pegangan bagi aparat UPT Pusat dan Daerah dalam menangani Kesehatan Hewan, meliputi :
UPT Pusat ;Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul Sapi Perah, Balai Besar Inseminasi Buatan, Balai Inseminasi Buatan, Balai Pembibitan Ternak unggul, Balai Embrio Ternak dan UPT Daerah ; Balai Pembibitan Ternak Daerah, Balai Inseminasi Buatan daerah.
Jakarta Oktober 2006
2
DAFTAR ISI Halaman I. Pendahuluan ……………………………………………….. II. Ruang lingkup………………………………………………. III. Pengertian…………………………………………………… IV. Manajemen Kesehatan Ternak Bibit................................ 4.1. Sapi Potong 4.1.1. Penyakit hewan yang harus bebas…...….. 4.1.2. Persyaratan Pemasukan Hewan...............
4.1.3. Pengenalan penyakit , Pengambilan dan Pemeriksaan Sampel , Tindak Pencegahan
4.1.4. Pelaksanaan surveilans 4.2. Kambing/Domba.................................................... 4.2.1. Penyakit hewan yang harus bebas…...…... 4.2.2. Persyaratan Pemasukan Hewan................
4.2.3. Pengenalan penyakit, Pengambilan dan Pemeriksaan Sampel , Tindak Pencegahan
4.2.4. Pelaksanaan Surveilans 4.3. Unggas.................................................................. 4.3.1. Penyakit hewan yang harus bebas…...….. 4.3.2. Persyaratan Pemasukan Hewan...............
4.3.3. Pengenalan penyakit, Pengambilan dan Pemeriksaan Sampel , Tindak Pencegahan
4.3.4. Pelaksanaan Surveilans 4.4. Babi....................................................................... 4.4.1. Penyakit hewan yang harus bebas…...….. 4.4.2. Persyaratan Pemasukan Hewan...............
4.4.3. Pengenalan penyakit, Pengambilan dan Pemeriksaan Sampel , Tindak Pencegahan
4.4.3. Pelaksanaan Surveilans........................... 4.5. Program kesehatan hewan di Balai Inseminasi Buatan
3
VI. Tindakan Biocecurity............................................................... VII. Sistem Pelaporan Penyakit....................................................... VIII. Penutup................................................................................... IX. Lampiran..................................................................................
4
PETUNJUK PELAKSANAAN
KESEHATAN HEWAN PADA TERNAK BIBIT DI UNIT PELAKSANA TEKNIS PERBIBITAN
I. Pendahuluan
II. RUANG LINGKUP
III. PENGERTIAN
1. Penyakit Suatu kejadian yang bersifat negatif sebagai akibat yang ditimbulkan oleh suatu bibit penyakit dan menyebabkan gangguan fisiologis pada tubuh induk semang
2. Infeksi Masuknya bibit penyakit berupa mikroorganisme atau organisme lainnya ke dalam tubuh hewan
3. Penyakit Menular (Infeksious) Penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme (virus, bakteri, parasit dan jamur) yang bersifat dapat berpindah dari satu hewan ke hewan lainnya
4. Gejala Klinis Setiap perubahan dari tubuh dan prilaku yang diakibatkan oleh suatu penyakit.
5. Vaksinasi Upaya untuk menimbulkan kekebalan terhadap suatu penyakit dengan memasukkan bibit penyakit tertentu yang telah dilemahkan ke dalam tubuh ternak/manusia
6. Biosekuriti Suatu tindakan dan upaya untuk mencegah masuk dan menyebarnya bibit penyakit ke dalam suatu peternakan.
7. Hewan Carrier Hewan pembawa bibit penyakit tertentu tetapi hewan itu sendiri tidak menunjukan gejala sakit.
8. Dokter Hewan berwenang Pejabat atau tenaga dokter hewan yang diberikan kewenangan sesuai dengan Perundangan dan peraturan yang berlaku.
5
9. Kandang Isolasi
Kandang yang terpisah tempat untuk melakukan pengamatan dan perawatan ternak yang sakit.
6
II.. PPEENNDDAAHHUULLUUAANN
1. Latar Belakang Arah kebijakan pembangunan subsektor Peternakan adalah
menjamin tersedianya pangan asal ternak dalam jumlah dan
mutu yang dibutuhkan pada tingkat harga yang terjangkau.
Berkaitan dengan hal tersebut maka fokus kesisteman
pembangunan peternakan diarahkan terhadap ketahanan
pangan; pemberdayaan ekonomi rakyat dan peningkatan
peluang ekspor. Untuk mendorong dan mencapai hal tersebut
diperlukan ketajaman pembangunan peternakan dengan
menerapkan misi sebagai berikut :
1). Penyediaan pangan asal ternak yang cukup baik kuantitas
maupun kualitasnya;
2). Memberdayakan sumberdaya manusia peternakan agar
dapat menghasilkan produk yang berdaya saing tinggi di
dalam maupun luar negeri;
3). Menciptakan peluang ekonomi untuk meningkatkan
pendapatan peternak;
4). Menciptakan lapangan kerja di bidang agribisnis
Peternakan
5). Melestarikan dan memanfaatkan sumberdaya alam
pendukung Peternakan;
6). Mengembangkan teknologi tepat guna yang ramah
lingkungan.
Berkaitan dengan hal tersebut maka peran kebijakan perbibitan
harus disesuaikan dengan kondisi yang hidup dimasyarakat
serta mampu menjawab setiap tuntutan yang berkembang
dimasyarakat. Pada era global dewasa ini perbibitan merupakan
salah satu elemen penting dalam manajemen peternakan
7
disamping 2 (dua) elemen penting lainnya yaitu pakan dan
kesehatan hewan.
Salah satu isu penting yang berkembang didunia dewasa ini
adalah adanya penyakit hewan (ruminansia non ruminansia dan
unggas) yang bersifat pandemi (mendunia) dan lintas batas
(transboundary disease). Penyakit bergerak melintas dari suatu
negara ke negara lain tanpa batas, dari satu wilayah ke wilayah
lainya dan berpotensi menggagalkan usaha peternakan, sejalan
dengan berkembangnya perdagangan ternak dan produk ternak.
Untuk mengantisipasi hal tersebut diperlukan suatu pedoman
tentang tata cara mengelola ternak bibit milik pemerintah agar
dapat terhindar dari penyakit hewan , yang dikenal dengan
biosekuriti ternak bibit. Pada usaha peternakan penerapan
biosekuriti mutlak dilakukan, terutama terhadap penyakit
menular yang bersifat zoonosa dan dampaknya terhadap kinerja
perusahaan secara menyeluruh. Dengan demikian pedoman
biosekuriti ternak bibit diharapkan dapat menjadi dasar dalam
pelaksanaan kebijakan perbibitan di lapangan, terutama langkah
pengamanan ternak pada Unit Pembibitan Ternak (UPT) dan
Unit Pembibitan Ternak Daerah (UPTD).
2. Tujuan
Tujuan penyusunan pedoman kesehatan hewan ternak bibit
adalah upaya untuk mencegah masuknya penyakit hewan yang
dapat menyerang ternak bibit dan penatalaksanaan ternak bibit
jika timbul penyakit hewan di lingkungan UPT/UPTD.
8
3. Pendekatan
Untuk pelaksanaan pengamanan ternak bibit perlu dilakukan
pendekatan sebagai berikut :
1). Pengendalian/penanganan penyakit terhadap ternak bibit yang berperan dalam memperkecil resiko yang ditimbulkan dari kelompok hewan yang baru masuk ke dalam kelompok hewan yang lama.
2). Pengendalian/penanganan penyakit terhadap ternak bibit
kelompok hewan yang lama melalui program surveilans. 3). Biosekuriti merupakan program yang berjalan (on going
process) 4). P eralatan dan SDM 5). Program Vaksinasi
II. RUANG LINGKUP Ruang lingkup pedoman ini meliputi :
1. Perlakuan terhadap ternak yang baru masuk;
2. Program pengendalian penyakit hewan terhadap ternak bibit
secara rutin
3. Biosecurity
3.1. Perlakuan terhadap manusia yang keluar masuk
lingkungan peternakan;
3.2. Perlakuan terhadap peralatan dan kendaraan;
3.3. Perlakuan terhadap peralatan dan kendaraan;
3.4. Prosedur biosekuriti telur tetas;
3.5. Prosedur biosekuriti ayam bibit;
4. Deteksi hewan carrier;
5. Peralatan dan SDM;
6. Program vaksinasi.
9
III. PENGERTIAN
1. Penyakit.
Suatu kejadian yang bersifat negatif sebagai akibat yang
ditimbulkan oleh suatu bibit penyakit dan menyebabkan
gangguan fisiologis pada tubuh induk semang.
2. Infeksi.
Masuknya bibit penyakit berupa mikroorganisme atau organisme
lainnya kedalam tubuh hewan
3. Penyakit Menular (infeksious)
Sifat atau kemampuan suatu bibit penyakit untuk berpindah dari
satu hewan ke hewan yang lainnya.
4. Gejala Klinis. Setiap perubahan dari tubuh yang diakibatkan oleh suatu pnyakit
dan terlihat oleh mata.
5. Vaksinasi. Upaya untuk menimbulkan kekebalan terhadap suatu penyakit
dengan memasukan bibit penyakit tertentu yang telah
dilemahkan kedalam tubuh.
10
6. Biosekuriti. Biosekuriti adalah suatu tindakan untuk mendapatkan keadaan
Keamanan biologis yang memiliki dampak positif untuk
kehidupan hewan dan manusia.
7. Hewan Carrier Hewan carrier adalah hewan pembawa bibit penyakit tertentu
tetapi hewan itu sendiri tidak tertular.
11
IV. MANEJEMEN KESEHATAN TERNAK BIBIT Secara garis besar pelaksanaan pengendalian penyakit pada ternak bibit
diterapkan dengan maksud untuk mencegah masuknya penyakit hewan
menular kedalam lingkungan sumber bibit (UPT/UPTD) melalui ternak,
manusia dan peralatan yang tercemar bibit penyakit. Oleh karena itu,
yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan pengendalian/penanganan
ternak bibit adalah penyakit hewan yang harus bebas, persyaratan
pemasukan hewan agar hewan yang baru datang tidak membawa
penyakit dan sistem pemeriksaan kesehatan hewan yang secara rutin
harus dilakukan.
4.1. Persyaratan terhadap ternak yang baru masuk Setiap ternak bibit yang masuk dari luar wilayah (dalam
negeri/luar negeri) kedalam suatu pembibitan harus bebas dari
penyakit menular sesuai ketentuan yang berlaku di Indonesia
yang dibuktikan dengan dokumen lengkap kesehatan dari
tempat asal.
4.1.1. Persyaratan terhadap ternak bibit yang baru masuk;
4.1.1.1. Setiap ternak bibit yang baru masuk kedalam
lingkungan UPT/UPTD harus dilakukan isolasi di
kandang isolasi sekurang-kurangnya selama 14
hari sampai dengan 90 hari untuk tindakan
pengamatan dan pemeriksaan penyakit.
4.1.1.2. Pengamatan dan pemeriksaan ternak di kandang
isolasi harus dilakukan dibawah pengawasan
dokter hewan yang berwenang.
4.1.1.3 Segera setelah dinyatakan tidak ada (bebas) dari
carrier penyakit, maka ternak bibit yang baru tadi
dapat bergabung dengan ternak yang lainnya.
12
4.1.1.7. Setiap ternak yang sakit harus dipisahkan dari
kelompok ternak yang sehat ke kandang
khusus untuk dilakukan pengobatan atau afkir
bagi penyakit-penyakit tertentu.
4.1.1.8. Setiap ternak yang mati harus segera
dimusnahkan dibawah pengawasan Dokter
hewan yang berwenang serta dicatat penyebab
kematiannya.
4.1.1.9. Dilarang memasukkan dan memelihara ternak
bukan bibit di areal farm.
4.1.1.10. Mempunyai sistem pencatatan untuk setiap ekor
ternak yang menggambarkan waktu datang
dan pergi; kinerja produksi; obat dan vaksin
yang digunakan; uji laboratorium yang
dilakukan dan hasilnya; asal ternak (negara,
daerah, alamat suplayer); dan daerah tujuan
penyebaran ternak/produksinya. Catatan ini
harus tetap disimpan sampai sedikitnya 1 (satu)
tahun setelah ternak tersebut sudah tidak ada
di farm.
4.1. SAPI DAN KERBAU Untuk melakukan deteksi dini terhadap penyakit sebagai
tindakan preventif perlu dilakukan adalah melalui Sistem
pemeriksaan yang reguler dan terdokumentasi untuk
memonitor situasi penyakit hewan, Pelaksanaan pengujian
terhadap penyakit secara teratur dibawah pengawasan dokter
13
hewan, Pencatatan yang teratur terhadap hasil pemeriksaan
atau uji terhadap penyakit tersebut.
4.1.1. Ternak Bibit harus bebas dari penyakit berikut: a. Anthrax
b. Brucellosis c. Bovine Genital Campylobacteriosis (BGC)
d. Infectious Bovine Rhinotracheitis (IBR) e. Enzootic Bovine Leucosis ( EBL) f. Trichomonosis
g. Bovine Viral Diarrhea (BVD) h. Leptospirosis i. Anaplasmosis j. Babesiosis k. Theilleriosis l. Septichaemia Epizotica (SE)
m. Tuberculosis (TBC) n. Surra o. Johne’s disease (Para Tuberculosis) p. Parasit cacing q. Parasit darah
4.1.2. Perlu dilakukan pemeriksaan kesehatan hewan secara reguler dan terdokumentasi untuk memonitor situasi penyakit hewan di UPT perbibitan. Dokumentasi dilaksanakan dibawah pengawasan Dokter Hewan dan harus tetap disimpan minimal 1 (satu) tahun setelah ternak keluar dari farm. Semua ternak bibit harus dilakukan pemeriksaan penyakit seperti tersebut di atas secara reguler. Tata cara pemeriksaan kesehatan hewan mengacu pada Pedoman Pengendalian Penyakit Hewan Menular yang diterbitkan oleh Direktorat Kesehatan Hewan Ditjen Peternakan. Jika terjadi kasus penyakit hewan menular pada UPT Perbibitan, maka prosedur pengendalian dan
14
pemberantasan mengacu pada Pedoman Pengendalian Penyakit Hewan Menular yang diterbitkan oleh Direktorat Kesehatan Hewan Ditjen Peternakan
4.2. Kambing/Domba
4.2.1. Penyakit hewan yang harus bebas Penyakit hewan yang harus bebas untuk Ternak Bibit
Kambing/Domba adalah : a. Anthrax b. Brucellosis (B.militensis dan B.ovis) c. Bluetongue
d. Scabies e. Orf
4.3. Unggas 4.3.1. Penyakit hewan yang harus bebas.
Penyakit hewan yang harus bebas untuk Ternak Bibit Unggas adalah : a. Infectious bursal disease b. Mare’ks diseas c. Salmonellosis d. Infectious bronchitis e. Infectious laryngotracheitis f. Avian influenza
g. Newcastle disease h. Fowl cholera i. Lymphoid leucosis j. Myeloid leucosis (ALV-J)
4.4. Babi 4.4.1. Penyakit hewan yang harus bebas
Penyakit hewan yang harus bebas untuk Ternak Bibit Babi adalah : a. Anthrax b. Brucellosis (B.suis)
15
c. Hog Cholera (Classical swine fever) d. Coli bacillosis e. Erysipelas f. Cisticercosis
IV. MANEJEMEN KESEHATAN TERNAK BIBIT DI BBIB, BIB DAN BET
Semen dan embrio yang diproduksi harus berasal dari bull dan donor yang bebas dari penyakit hewan menular seperti :
a. Anthrax b. Brucellosis c. Bovine Genital Campylobacteriosis (BGC)
d. Infectious Bovine Rhinotracheitis (IBR) e. Enzootic Bovine Leucosis ( EBL) f. Trichomonosis
m. Bovine Viral Diarrhea (BVD) n. Leptospirosis o. Anaplasmosis p. Babesiosis q. Theilleriosis r. Septichaemia Epizotica (SE)
m. Tuberculosis (TBC) n. Surra o. Johne’s disease (Para Tuberculosis) p. Parasit cacing q. Orf
Semen dan embrio yang diproduksi harus bebas dari penyakit IBR dan EBL, untuk pemeriksaan semen harus dilakukan setiap batch produksi. Pemeriksaan donor dan bull secara reguler harus dilakukan 2 (dua) kali setahun dan dinyatakan negatif terhadap penyakit di atas.
VI. Tindakan Biocecurity
16
Secara garis besar pelaksanaan prosedur biosekuriti diterapkan
dengan maksud untuk mencegah masuknya penyakit hewan menular
kedalam lingkungan sumber bibit (UPT/UPTD) melalui ternak,
manusia dan peralatan yang tercemar bibit penyakit. Oleh karena itu,
pelaksanaan tata cara pemeliharaan ternak yang sudah ada di
lingkungan breeding farm harus mengikuti tata cara sebagai berikut :
Lokasi UPT Perbibitan
1. Lokasi Lokasi perbibitan ternak secara umum harus berjarak minimal 1 Km
dari jalan raya, pemukiman , sungai/danau (khusus unggas), pasar
hewan dan tempat pemotongan ternak. Untuk ternak bibit antar
spesies lokasi kandang harus terpisah berjarak minimal 1 Km.
2. Ternak Bibit 1). Bahwa ternak yang ada dan akan masuk lingkungan
peternakan harus sehat dan bebas dari penyakit hewan
menular.
2). Ternak harus bebas dari kelainan alat reproduksi.
3). Mempunyai sistem pencatatan untuk setiap ekor ternak
yang menggambarkan waktu datang dan pergi; kinerja
produksi; obat dan vaksin yang digunakan; uji laboratorium
yang dilakukan dan hasilnya; asal ternak (negara, daerah,
alamat suplayer); dan daerah tujuan penyebaran
ternak/produksinya. Catatan ini harus tetap disimpan
sampai sedikitnya 1 (satu) tahun setelah ternak tersebut
sudah tidak ada di farm.
4). Setiap ternak yang sakit harus dipisahkan dari kelompok ke
kandang isolasi untuk dilakukan pengobatan atau afkir bagi
penyakit-penyakit tertentu.
5). Setiap ternak yang mati harus segera dimusnahkan
dibawah pengawasan Dokter Hewan yang berwenang serta
17
dicatat penyebab kematiannya berdasarkan pemeriksaan
standar oleh Dokter Hewan.
6). Dilarang memasukkan dan memelihara ternak bukan bibit
di areal pembibitan
3. Lalu lintas Lalu lintas ternak, manusia dan peralatan dilingkungan sumber
bibit harus diatur dan diawasi dengan ketat sesuai prosedur
dibawah ini.
1). Perlakuan terhadap Ternak yang baru masuk b. Setiap ternak bibit yang masuk dari luar wilayah
(dalam negeri/luar negeri) kedalam suatu pembibitan
harus bebas dari penyakit menular sesuai ketentuan
yang berlaku di Indonesia.
b. Setiap ternak bibit yang baru masuk kedalam
lingkungan UPT/UPTD harus dilakukan isolasi di
kandang karantina selama 3 (tiga) minggu sampai
dengan 1 (satu) bulan.
c. Pengamatan ternak di kandang karantina harus
dilakukan dibawah pengawasan dokter hewan serta
petugas yang memahami menejemen ternak dan
perbibitan.
d. Selama ternak di kandang karantina harus dilakukan
pengamatan terhadap kemungkinan adanya penyakit .
e. Ternak di kandang karantina harus dilakukan
pengujian untuk deteksi penyakit.
18
f. Semua sample harus diuji di laboratorium kesehatan
hewan yang terakreditasi.
g. Segera setelah dinyatakan tidak ada (bebas) dari
carrier penyakit, maka ternak bibit yang baru tadi
dapat bergabung dengan ternak yang lainnya.
2). Perlakuan terhadap ternak yang sudah ada lingkungan peternakan
a. Ternak yang ada didalam lingkungan peternakan
harus secara rutin dilakukan pengamatan terhadap
status kesehatannya.
b. Secara berkala harus dilakukan uji/pemeriksaan
laboratorium, terhadap penyakit hewan menular
oratoris dinyatakan sakit harus dilakukan tindakan
sesuai dengan pedoman Kesehatan Hewan Ternak
Sapi Bibit.
d. Ternak yang sudah keluar dari area peternakan tidak
diperkenankan masuk lagi, sebelum dilakukan tindak
karantina.
3). Perlakuan terhadap manusia yang keluar masuk lingkungan UPT Perbibitan Peternakan
a. Setiap orang yang akan masuk ke dalam areal
Perbibitan UPT peternakan harus dilakukan
desinfeksi.
b. Setiap orang yang akan memasuki areal produksi
harus memakai pakaian dan sepatu khusus serta
mencelupkan sepatunya (dipping) di bak desinfektan.
19
c. Setiap petugas dilarang mempunyai tugas rangkap
d. Setiap orang yang akan memasuki areal UPT
Perbibitan tidak diperbolehkan membawa barang atau
peralatan dari luar areal produksi, sebelum dilakukan
tindak desinfeksi.
4). Perlakuan terhadap peralatan dan kendaraan
a. Setiap kendaraan yang akan masuk ke area UPT
Perbibitan harus di desinfeksi terlebih dahulu. Khusus
Kendaraan tamu harus diparkir diluar areal produksi
peternakan (disediakan tempat parkir diluar area
produksi).
b. Kendaraan yang dipergunakan untuk pengangkutan
pakan atau pemindahan ternak didalam areal produksi
setelah keluar area peternakan dilarang masuk
kembali ke area produksi sebelum dilakukan
desinfeksi ulang.
d. Semua peralatan yang akan masuk areal produksi
harus di desinfeksi terlebih dahulu.
e. Tidak diperbolehkan membawa peralatan di areal
produksi keluar dari areal tersebut .
f. Setiap peralatan harus didesinfeksi terlebih dahulu
sebelum dipergunakan.
3. BIOSEKURITI UNGGAS
I). Hatchery
20
a. Sediakan fasilitas sanitasi dan
desinfeksi (spray dan pencelupan)
petugas/tamu di depan pintu masuk
ruang penetasan.
b. Setiap orang sebelum masuk ke ruang penetasan harus
mengunakan masker, sarung tangan dan pakaian khusus yang
didesinfeksi terlebih dahulu.
c. Desinfeksi kendaran pengangkut telur dan egg tray sebelum
dan sesudah digunakan.
d. Segera bersihkan telur tetas yang
berasal dari kandang dengan
menggunakan amplas halus dan air
hangat, pisahkan telur tetas yang
tidak normal.
21
e. Bersihkan dan fumigasi ruang penyimpanan telur, untuk
telur tetas yang sudah diseleksi.
f. Mesin tetas dan peralatannya harus dibersihkan dan
didesinfeksi terlebih dahulu sebelum dan sesudah telur
tetas dimasukkan.
g. Lakukan fumigasi pada mesin
tetas sebelum telur tetas dimasukkan
dan setelah telur tetas dipindahkan
ke dalam hatcher atau 2-3 hari
sebelum telur menetas.
h. Box DOC harus dalam keadaan bersih dan didesinfeksi terlebih
dahulu saat dikembalikan ke ruang penetasan.
i. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan telur tetas.
2). Unggas bibit
22
e. Sediakan fasilitas sanitasi dan desinfeksi (spray dan
pencelupan) untuk kendaraan dan setiap orang di depan
pintu gerbang dan pintu kandang.
f. Setiap orang sebelum masuk ke lokasi harus
menggunakan pakaian, masker dan sepatu khusus yang
didesinfeksi terlebih dahulu.
C
c. Alat transportasi unggas, pakan
dan telur atau kendaraan lain beserta pengemudi dan
penumpangnya sebelum masuk ke lokasi kandang harus
didesinfeksi terlebih dahulu.
23
d. Kandang, peralatan pakan/minum, litter dan sarana lain
harus didesinfeksi dan difumigasi terlebih dahulu
sebelum ayam masuk.
e. Dalam satu kandang, sedapat mungkin batasi seumur
unggas. Gunakan sistem all in all out
f. Kandang ayam harus didesinfeksi
2x seminggu
g. Setiap Petugas, peralatan dan
sarana kandang tidak diperbolehkan
pindah dari satu kandang ke kandang
lain
h. Pelaksanaan Program kesehatan
a). Vaksinasi : ND, IB, IBD, Mareks
dan AI
b).Pengobatan : Cacing, Koksidiosis dan Snot
i. Perlu diadakan pemantauan
penyakit secara rutin termasuk
pemeriksaan pasca mati terhadap
bangkai ayam apabila angka
kematian melebihi normal.
j. Pemeriksaan laboratorium
dilakukan tiap 6 bulan sekali
terhadap penyakit: ND, Pullorum,
CRD, Snot, IBD, Mareks, IB dan
AI.
24
k. Dalam lokasi hanya memelihara satu jenis unggas
l. Menjaga sanitasi kandang dan lingkungan sekitar
kandang agar tetap bersih.
m. Lakukan pengawasan terhadap burung liar, hewan
pengerat dan hewan pengganggu lainnya agar tidak
masuk kedalam lokasi kandang.
o. Lakukan pergantian litter 3 bulan sekali.
p. Lakukan pengambilan ayam mati, setidaknya 2x sehari.
Lakukan lebih sering jika terjadi wabah penyakit.
q. Tempat untuk membakar atau mengubur ayam harus
diluar kandang produksi. Bangkai ayam dikubur dengan
ketebalan timbunan tanah minimal 0,5 meter.
r. Pembersihan kandang dan peralatan kandang harus
segera dilakukan setelah ayam dipanen/afkir.
s. Setelah menyelesaikan pekerjaan, baik badan
(tangan/kaki) petugas maupun peralatan yang digunakan
harus didesinfeksi sebelum meninggalkan lokasi
kandang.
V. KEGIATAN PENDUKUNG BIOSEKURITI
1. SUMBER DAYA MANUSIA (SDM)
1). Para petugas pemelihara ternak bibit perlu memiliki
pengetahuan dan keterampilan dalam kesejahteraan hewan
(animal welfare).
2). Peningkatan SDM melalui penyuluhan, pelatihan kepada
setiap karyawan/petugas yang ada di peternakan terutama
dalam mengelola limbah, penggunaan alat-alat, pemberian
pakan, cara pencegahan dan penanggulangan penyakit.
25
2. PROGRAM VAKSINASI Pelaksanaan program vaksinasi di UPT Perbibitan, perusahaan
maupun di Balai Pembibitan milik pemerintah, memerlukan
pengkajian lebih lanjut karena berhubungan dengan regulasi
pemerintah terhadap penyakit menular pada ternak dan diperlukan
adanya keikutsertaan masyarakat (peternak, perusahaan
peternakan) terhadap pelaksanaan vaksinasi tersebut.
VI. PELAPORAN
Laporan kesehatan ternak bibit dilaksanakan secara reguler ditujukan
kepada Direktur Kesehatan Hewan dan Direktur Perbibitan Ditjen
Peternakan.
VII. PENUTUP
Demikian Petunjuk Pelaksanaan Kesehatan Ternak bibit ini disusun
untuk dapat digunakan sebagai pedoman pelaksanaan di UPT
Perbibitan.
Dalam perkembangannya akan dilakukan penyempurnaan sesuai
kebutuhan.
Jakarta, Oktober 2006 -biosekuriti.2-bogor 10 okt 2006
26