PEB Tami

44
BAB I PENDAHULUAN Pre eklampsia merupakan penyakit pada kehamilan yang ditandai oleh peningkatan tekanan darah dan proteinuria. Penyakit ini mengenai 3-5% ibu hamil dan merupakan penyebab utama kematian ibu hamil. Pengaruhnya pada ibu hamil bervariasi dari hipertensi ringan, hipertensi berat/krisis hipertensi, eklampsia sampai sindroma HELLP (hemolysis, elevated liver enzyme, and low platelet count ), sedangkan dampak kelainan ini pada janin juga bervariasi dari kelahiran prematur, PJT (Pertumbuhan Janin Terhambat), sampai kematian janin. Penyebab yang pasti dari pre eklampsia sampai saat ini belum jelas, namun ada beberapa teori tentang patogenesis telah dikemukakan yang sebagian dapat menjelaskan terjadinya sindroma klinis pre eklampsia itu. Hipotesis yang telah diterima secara luas oleh para ahli tentang munculnya sindroma klinis pre eklampsia adalah teori iskemik plasenta yang disebabkan oleh kegagalan invasi tropoblas ke dalam arteries spirales, sehingga menyebabkan suplai darah ke plasenta menjadi terganggu. Iskemik plasenta tersebut pada akhirnya menyebabkan terlepasnya beberapa mediator molekuler yang mempengaruhi fungsi endotel. 1 Plasenta sebagai “trigger” pada kelainan yang mengancam kelangsungan hidup ibu hamil dan janin yang dikandungnya, sehingga pengobatan definitif untuk pre eklampsia adalah 1

Transcript of PEB Tami

Page 1: PEB Tami

BAB I

PENDAHULUAN

Pre eklampsia merupakan penyakit pada kehamilan yang ditandai oleh peningkatan

tekanan darah dan proteinuria. Penyakit ini mengenai 3-5% ibu hamil dan merupakan

penyebab utama kematian ibu hamil. Pengaruhnya pada ibu hamil bervariasi dari

hipertensi ringan, hipertensi berat/krisis hipertensi, eklampsia sampai sindroma HELLP

(hemolysis, elevated liver enzyme, and low platelet count), sedangkan dampak kelainan

ini pada janin juga bervariasi dari kelahiran prematur, PJT (Pertumbuhan Janin

Terhambat), sampai kematian janin. Penyebab yang pasti dari pre eklampsia sampai saat

ini belum jelas, namun ada beberapa teori tentang patogenesis telah dikemukakan yang

sebagian dapat menjelaskan terjadinya sindroma klinis pre eklampsia itu. Hipotesis yang

telah diterima secara luas oleh para ahli tentang munculnya sindroma klinis pre eklampsia

adalah teori iskemik plasenta yang disebabkan oleh kegagalan invasi tropoblas ke dalam

arteries spirales, sehingga menyebabkan suplai darah ke plasenta menjadi terganggu.

Iskemik plasenta tersebut pada akhirnya menyebabkan terlepasnya beberapa mediator

molekuler yang mempengaruhi fungsi endotel.1

Plasenta sebagai “trigger” pada kelainan yang mengancam kelangsungan hidup

ibu hamil dan janin yang dikandungnya, sehingga pengobatan definitif untuk pre

eklampsia adalah melahirkan plasentanya, yang berarti melahirkan janinnya. Namun

seringkali kita berhadapan dengan pre eklampsia yang terjadi pada kehamilan yang

prematur sehingga untuk menghindari risiko morbiditas prematur, kita mengambil sikap

konservatif dengan menunda persalinan. Sikap ini bukannya tanpa risiko sebab

perburukan kondisi ibu dan janin bisa terjadi setiap saat, yang dapat meningkatkan risiko

kematian ibu dan janin. Karena penyebabnya belum diketahui, maka diperlukan upaya-

upaya untuk menemukan kasus secara dini, dengan mengawasi orang orang yang berisiko

mendapatkan pre eklampsia, sampai saat ini telah ada beberapa faktor resiko yang

terbukti berperan dalam patogenesis pre eklampsia. Dengan pendekatan “preventive

medicine” yaitu dengan mengenal faktor risiko, mengenal tanda-tanda dini pre eklampsia,

dan mengenal tanda-tanda munculnya komplikasi pre eklampsia diharapkan kejadian pre

eklampsia dan kematian akibat pre eklampsia dapat diturunkan.2

1

Page 2: PEB Tami

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Pre Eklampsia Berat

Pre eklampsia didefinisikan sebagai hipertensi yang disertai proteinuria dan/atau

edema yang terjadi setelah umur kehamilan 20 minggu. Hipertensi biasanya timbul lebih

dahulu daripada tanda-tanda lain. Untuk menegakkan diagnosa pre eklampsia, tekanan

darah sistol lebih atau sama dengan 160 mmHg dan diastol lebih atau sama dengan 110

mmHg. Tekanan darah ini tidak turun walaupun ibu hamil sudah dirawat dan menjalani

tirah baring. Proteinuria berarti konsentrasi protein dalam air kencing yang melebihi 5

gram dalam air kencing 24 jam, atau dalam pemeriksaan kualitatif menunjukkan +3 atau

lebih. Oligouria, jumlah produksi urine kurang dari 500cc dalam 24 jam yang disertai

kenaikan kadar kreatinin darah. Adanya keluhan subyektif seperti gangguan visus (mata

berkunang-kunang), gangguan serebral (kepala pusing), nyeri epigastrium,pada kuadran

kanan atas abdomen dan hiper refleks. Edema yang merupakan akumulasi cairan

ekstravaskuler yang bersifat bebas, saat ini tidak lagi dipakai sebagai syarat untuk

menegakkan pre eklampsia, karena sebagian besar wanita hamil normal mengalami tanda

ini, namun apabila edema ada hal ini perlu diwaspadai akan munculnya pre eklampsia

dikemudian hari.3,4

2.2 Epidemiologi Pre Eklampsia

Di seluruh dunia WHO melaporkan kejadian pre eklampsia berkisar 3-5% dengan

beberapa variasi di beberapa tempat. Sibai (1997), melakukan penelitian multisenter di

Inggris dan menemukan kejadian pre eklampsia sebesar 7,6%. Marcola (2002),

menemukan kejadian pre eklampsia di Dublin, Irlandia sebesar 2%. Di Amerika Serikat

dilaporkan kejadian pre eklampsia sekitar 3-10% dari seluruh kehamilan. Laporan

kejadian pre eklampsia di Indonesia juga bervariasi antara 3,4-8,5%. Sudinaya (2000), di

RS Tarakan kejadian pre eklampsia sebesar 4,2%, sedangkan di RS Sanglah dari tahun

1997-2000 ditemukan pre eklampsia sebesar 3,86% dari seluruh persalinan dalam kurun

waktu tersebut. Sedangkan dari 23 kematian ibu di RS Sanglah selama kurun waktu 3

2

Page 3: PEB Tami

tahun (2002-2004) ditemukan 6 kematian ibu (26%) kematian ibu yang berhubungan

dengan pre eklampsia/eklampsia.2

2.3 Patogenesis Pre Eklampsia

Penyebab pasti dari sindroma pre eklampsia sampai saat ini belum pasti, karena itu

terminologi “diseases of theory” masih melekat pada sindroma ini, sampai saat ini masih

banyak penelitian-penelitian yang dilakukan untuk mempelajari patogenesis penyakit ini.

Walker (2000), menjelaskan bahwa manifestasi klinis dari pre eklampsia ini diawali

dengan adanya proses patologis yang terjadi di plasenta (placental trigger) dan endotel

sebagai organ yang terlibat baik sebagai objek maupun subjek. Pengobatan empiris yang

ada sekarang ditujukan untuk memperbaiki kerusakan plasenta dan endotel.6

Beberapa teori patogenesis berikut telah diterima secara luas yang dapat

menerangkan sebagian dari sindroma klinis pre eklampsia (hipertensi, proteinuria, dan

edema) , sebagai berikut:

1. Teori kegagalan invasi tropoblas (kegagalan remodeling arteria spirales)

Pada kehamilan, pembentukan plasenta hemokorial dan pemeliharaan kehamilan

tergantung dari proses proliferasi, migrasi, dan invasi tropoblas ke dalam desidua

maternal dan miometrium pada masa kehamilan yang sangat dini. Proses invasi tropoblas

ini menyebabkan transformasi atau perubahan dari arteria spirales yang mensuplai darah

ke ruang intervili. Perubahan yang dimaksud adalah pelebaran lumen arteria spirales yang

disebabkan oleh digantinya lapisan endotel dan lamina elastik internal oleh tropoblas,

sehingga pembuluh darah membentuk sinusoid-sinusoid, yang bersifat “low-pressure”

dan “high flow system“ yang memungkinkan suplai darah ke plasenta dan fetus. Sampai

sekarang mekanisme invasi tropoblas pada kehamilan yang normal dan tidak normal

masih kontroversi, disebabkan karena penelitian tentang arteria spirales, sebagian besar

melibatkan analisis imunohistokimia dari biopsi plasenta, dimana in vitro sangat sulit

mencari model yang cocok untuk melihat secara langsung interaksi seluler pada proses

invasi. Kenny (2004), mengemukakan bahwa pada plasenta, cytotropoblast stem cells

berdiferensiasi menjadi 2 populasi sel yang berbeda secara fisik dan fungsi.6

Pada trimester pertama, cytotropoblast stem cells akan membentuk lapisan

sinsitiotropoblas dan beragregasi membentuk sederetan tropoblas yang invasif, yang

menyusun vili koriales yang disebut “anchoring villous tropoblast“. Cytotropoblast di

3

Page 4: PEB Tami

dalam vili tersebut akan menembus sinsitium pada beberapa tempat sehingga membentuk

suatu kelompok sel berlapis yang disebut “extravillous tropoblast cells”. Kelompok sel

inilah yang secara fisik menghubungkan plasenta dengan dinding uterus ibu.

Perkembangan selanjutnya dari sel tropoblas ekstravilus itu akan mengikuti 2 jalur, jalur

pertama yaitu sel sel tersebut menginvasi dinding uterus (interstitial invasion) dan jalur

kedua adalah sel sel itu menembus pembuluh darah (endovascular invasion). Invasi

endovaskuler ke areteria spirales ini merupakan bagian yang sangat penting pada proses

ini, dimana peristiwa ini terjadi paling awal pada umur kehamilan 4-6 minggu, terjadi

dalam dua gelombang, gelombang pertama menembus pembuluh darah di desidua dan

yang kedua menembus pembuluh darah pada tingkat miometrium. Penelitian akhir-akhir

ini membuktikan dari sediaan biopsi plasenta ternyata ditemukan banyak pembuluh darah

miometrial yang mengandung tropoblas pada umur kehamilan 10-12 minggu.6

Pada penelitian imunohistokimia dari biopsi plasenta, terbukti bahwa sel-sel

tropoblas itu menembus dinding pembuluh darah dan mengalami migrasi sepanjang

lumen pembuluh darah, berjalan di sepanjang endotelnya dan menggantikan posisi

endotel dan lapisan muskularis dari pembuluh darah itu. Perubahan fisik arteria spirales

seperti itu menyebabkan suatu kondisi sirkulasi darah yang “high flow“ dan “low

resistance” sehingga aliran darah ke plasenta menjadi sangat besar. Walaupun peran

tropoblas itu sangat besar dalam proses remodeling arteria spirales, namun peranan sel-

sel lain dalam pembuluh darah juga sangat penting, misalnya peran sel endotel, sel

molekul perekat (cell adhesion molecule/CAM), dan enzim-enzim yang menghancurkan

matriks ekstraseluler. Pada pre eklampsia, terjadi kegagalan proses invasi, sehingga

plasenta menjadi iskemik akibat kurangnya aliran darah ke plasenta.6

Ada beberapa teori yang mencoba menjelaskan kegagalan proses invasi tropoblas.

Teori pertama adalah teori tekanan oksigen. Teori ini menjelaskan bahwa selama

trimester pertama awal diferensiasi tropoblas terjadi pada situasi dimana tekanan oksigen

rendah. Pada sekitar umur kehamilan 10-12 minggu kehamilan, pada saat mana sudah

terjadi hubungan antara ruang intevilus dengan darah ibu, maka tekanan oksigen

meningkat. Peningkatan tekanan oksigen pada saat ini berhubungan dengan saat invasi

tropoblas maksimal ke desidua maternal, yang mana situasi ini memungkinkan sel

tropoblas ekstravilus untuk melakukan remodeling arteria spirales. Pada keadaan pre

4

Page 5: PEB Tami

eklampsia terjadi pengeluaran Hypoxia Induced-Factor 1 (HIF-1) yang merupakan faktor

yang mengaktivasi Transforming Growth Factor - beta 3 (TGF-beta3), yang merupakan

inhibitor proliferasi tropoblas. Dengan adanya peningkatan kedua substansi tersebut akan

terjadi kegagalan invasi tropoblas.6

Teori kedua yang mencoba menjelaskan kegagalan invasi tropoblas adalah teori

Angiogenesis, teori ini menyatakan bahwa kelangsungan hidup embrio sangat tergantung

dari aliran darah. Ini berarti bahwa harus ada pembuluh darah sebagai perantara yang

menghantarkan darah dari desidua maternal ke embrio yang sedang berkembang. Dengan

demikian diperlukan proses pembentukan pembuluh darah atau sistem vaskuler yang

disebut vaskulogenesis dan angiogenesis sebagai jawaban terhadap terhadap kebutuhan

embrio terhadap oksigen dan nutrisi. Vaskulogenesis merupakan suatu proses

pembentukan pembuluh darah baru, yang merupakan hasil dari interaksi prekursor

angioblas dengan berbagai protein, diantaranya adalah Cell Adhesion Molecules,

Extracellular Matrix Components, Transcription Factor, Angiogenic Growth Factors,

dan reseptor-reseptornya. Sedangkan Angiogenesis adalah pembentukan cabang-cabang

baru dari pembuluh darah utama, yang terjadi pada proses implantasi dan plasentasi. Ada

tiga fase pada vaskulo-angiogenesis ini, yaitu fase inisiasi, fase proliferasi-invasi, dan

fase maturasi-diferensiasi. Fase inisiasi dimulai minggu ke-3 pasca konsepsi, dimana

pada saat ini mulai terbentuk vaskularisasi vili plasenta, pohon vili yang terbentuk pada

saat ini terdiri dari vili primer (solid tropoblastic villi) dan vili sekunder (jaringan

mesenkim yang longgar yang berasal dari extra embryonic coelomic cavity). Sebelum

terbentuknya pembuluh darah yang pertama, sel-sel Hofbauer menghasilkan angiogenic

growth factors, dimana kehadirannya pada saat yang sangat dini diperlukan untuk inisiasi

vaskulogenesis ini. Beberapa dari angiogenic growth factors itu adalah vascular

endothelial growth factor (VEGF), basic fibroblast growth factor (bFGF) dan placenta

growth factor (PlGF). VEGF merupakan suatu protein penting yang berfungsi sebagai

regulator pertumbuhan dan fungsi. Disrupsi dari gen yang mengkode VEGF telah terbukti

menyebabkan gangguan pembentukan dan perkembangan kardiovaskuler yang

menyebabkan kematian embrio. Ada banyak tipe dari VEGF ini, namun VEGF tipe 165

merupakan VEGF yang paling kuat dalam perannya sebagai stimulator proliferasi sel

endotel, diferensiasi, invasi tropoblas, dan juga melepaskan mediator yang bersifat

5

Page 6: PEB Tami

vasorelaksan (Chung, 2004). Segera setelah terbentuknya pembuluh darah pertama, fase

proliferasi-invasi terjadi dengan terbentuknya cabang cabang pembuluh darah, branching

angiogenesis, yang ditandai dengan peningkatan vaskulatur vili, peristiwa ini berakhir

sampai akhir trimester pertama. Kemudian sejak umur kehamilan 26 minggu sampai

aterm pertumbuhan pembuluh darah vili memasuki fase maturasi-diferensiasi, pada saat

ini percabangan kapiler sudah tidak ada lagi (non branching angiogenesis), vili

berkembang menjadi matang, yang memungkinkan vili dapat melakukan pertukaran gas.

Saat ini telah diketahui pula adanya suatu protein anti-angiogenik yang beredar didalam

darah penderita pre eklampsia, protein tersebut adalah soluble fms-like tyrosine kinase

(sflt-1). Protein ini bertindak sebagai antagonis faktor angiogenik, dengan cara mengikat

reseptor PLGF dan VEGF, sehingga peran keduanya dalan proliferasi dan invasi

tropoblas menjadi kurang. Richard Levien (2004) melaporkan hasil penelitiannya tentang

perbedaan kadar sflt-1 pada penderita pre eklampsia dan kehamilan normal, didapatkan

kadar sflt-1 pada pre eklampsia lebih tinggi secara bermakna dibandingkan dengan

kehamilan normal, keadaan ini sudah terjadi 5 minggu sebelum onset sindroma pre

eklampsia muncul.6

Gambar Proses Remodeling Arteria Spirales

2. Teori iskemik plasenta, radikal bebas, dan kerusakan endotel

6

Page 7: PEB Tami

Seperti yang dijelaskan di atas, pada pre eklampsia terjadi kegagalan invasi

tropoblas ke dalam arteria spirales, sehingga terjadi hipoperfusi plasenta. Keadaan ini

menyebabkan iskemik plasenta, plasenta yang mengalami iskemik ini akan menghasilkan

oksidan yang disebut juga radikal bebas. Radikal bebas atau oksidan ini adalah hasil dari

metabolisme oksigen yang mempunyai sifat reaktif ,sangat labil karena mempunyai

elektron bebas yang tidak berpasangan pada orbit terluarnya sehingga radikal bebas ini

akan mencari pasangannya atau bereaksi dengan molekul lainnya untuk mencari

pasangan elektron sehingga bentuknya menjadi lebih stabil. Radikal bebas yang

jumlahnya paling banyak adalah molekul oksigen dengan 2 elektron yang tidak

berpasangan, di samping bentuk lainnya seperti anion superoksida (O2-) dan radikal

hidroksil (OH-). Asam lemak tak jenuh merupakan pasangan yang paling dicari oleh

radikal bebas ini, dari reaksi itu akan terbentuk peroksida lipid. Pasangan yang dicari oleh

radikal bebas itu akan memberikan elektronnya, akibatnya pasangan itu pun akan menjadi

radikal bebas lagi dan seterusnya sehingga terjadi apa yang disebut reaksi berantai radikal

bebas. Asam lemak tak jenuh terdapat di membran endotel, sehingga dengan

terbentuknya peroksida lipid itu maka terjadi kehancuran sel endotel dan lebih jauh dapat

masuk sampai DNA sel yang selanjutnya dapat menyebabkan kerusakan atau mutasi

DNA, sehingga sel kehilangan fungsi biologik. Yang amat menakutkan akibat kerusakan

sel ialah tidak berfungsinya pompa ion, dengan akibat masuknya Na+ ke dalam sel yang

mempercepat edema dan kematian sel (Gulardi, 2002). Hipotesis yang penting pada

patogensesis pre eklampsia adalah terdapatnya senyawa yang dihasilkan oleh jaringan

plasenta yang disebut radikal bebas (oksidan) yang masuk ke sirkulasi ibu dan

menyebabkan kersakan endotel. Perubahan fungsi endotel dianggap sebagai penyebab

utama timbulnya gejala pre eklampsia sperti hipertensi, proteinuria, dan aktivasi sistem

koagulasi (Wibowo, 2002). Endotel merupakan organ terluas dalam tubuh manusia, yang

terdapat sepanjang dinding sebelah dalam pembuluh darah. Endotel ini berperan penting

untuk mengontrol aliran darah dan tahanan perifer, melalui mediator mediator kimiawi

yang dihasilkan sebagai akibat rangsangan neuronal, kimiawi, dan fisik, yaitu: NO, PGI 2 ,

dan EDHF yang semuanya bersifat vasodilator. Selain itu endotel juga berperan dalam

proses trombosis dan hemostasis, dengan demikian peran endotel bukan saja sebagai

barier mekanik antara plasma intravaskuler dengan cairan ekstravaskuler, tetapi

7

Page 8: PEB Tami

mempunyai fungsi yang kompleks mengontrol diameter pembuluh darah, aliran darah

serta mekanisme pembekuan darah. Karena perannya itulah sel endotel harus mampu

merespon situasi stress fisik (tekanan oksigen) yang buruk atau situasi patologik yang

buruk, seperti iskemik dan hipoksia. Pada pre eklampsia dimana terjadi kerusakan

endotel maka fungsi endotel sebagai barier mekanik hilang sehingga terjadi kebocoran

endotel yang bearkibat ekstravasasi cairan intra ke ekstravaskuler, disamping itu fungsi

endotel untuk memproduksi PGI2 dan NO juga menurun sehingga terjadi vasokonstriksi

dengan akibat peningkatan tekanan darah (Wareing & Preek, 2004).

3. Teori maladaptasi imunologik

Adanya faktor imunologik yang berperan dalam munculnya sindroma klinis pre

eklampsia telah terbukti dengan adanya fakta bahwa primigravida mempunyai risiko

lebih besar dibandingkan dengan multigravida, dari kenyataan ini muncul anggapan

bahwa pre eklampsia adalah “the disease of first pregnancy“, namun fakta itu menjadi

hilang apabila seorang ibu multipara menikah lagi, maka ia akan mempunyai risiko

menderita pre eklampsia yang lebih besar dibandingkan apabila pasangan/suaminya tetap.

Fenomena ini kemudian melahirkan teori “the disease of first paternity “. Hasil konsepsi

berasal dari 2 komponen, dari ayah dan ibu. Dengan demikian seharusnya hasil konsepsi

ditolak oleh ibu, namun pada kehamilan normal terjadi adapatasi, dimana “human

leucocyte antigen–G“ berperan dalam modulasi respon imun, dengan adanya HLA ini

maka tropoblas tidak dapat dikenali oleh mekanisme imun ibu, sehingga kehamilan dapat

berlangsung dengan baik, tidak demikian halnya dengan pre eklampsia dimana telah

dibuktikan bahwa HLA jumlahnya menurun atau terdapat HLA dalam bentuk lain,

sehingga terjadi penolakan sebagian dari ibu terhadap komponen plasenta. Pendapat lain

mengatakan bahwa seorang ibu hamil ada dalam keadaan imunokompeten, dan plasenta

merupakan barier sehingga fetus terselamatkan dari reaksi imunologik maternal, namun

pendapat ini tidak seluruhnya benar, karena sesungguhnya komponen penting dan

pertama kali muncul adalah tropboblas, sehingga fokus penolakan terhadap “konseptus

sebagai benda asing“ sebenarnya adalah penolakan terhadap tropoblasnya (Dikman,

2003; Crocker 2004).

Teori maladaptasi imun ini juga berlaku apabila ibu berganti suami, dimana

kemungkinan menderita pre eklampsia pada ibu tersebut akan meningkat. Fenomena ini

8

Page 9: PEB Tami

pertama kali dijelaskan oleh Robillard (1993), yang dalam penelitiannya menemukan

kejadian pre eklampsia sebesar 61,7% pada multigravida dengan suami baru

dibandingkan dengan kejadian pre eklampsia sebesar 16,6% pada multigravida dengan

partner sama. Oleh karena itu, Robillard mengemukakan bahwa faktor suami berperan

dalam pre eklampsia. Diduga bahwa paparan spermatozoa memberikan efek protektif

untuk pre eklampsia, dalam arti makin lama seseorang mendapatkan paparan

spermatozoa maka kemungkinan terjadinya pre eklampsia akan semakin menurun. Hal

ini telah dibuktikan oleh Gus Dekker (2002) bahwa seorang wanita yang mendapatkan

paparan spermatozoa selama 0-4 bulan sebelum hamil maka kemungkinan kehamilannya

mengalami pre eklampsia sebesar 11,6 kali, sedangkan bila paparan spermatozoa terjadi

5-8 bulan maka kemungkinan menjadi pre eklampsia sebesar 5,9 kali, dan bila paparan

spermatozoa itu terjadi lebih dari 9 bulan sebelum hamil maka kemungkinan menjadi pre

eklampsianya menjadi 4,2 kali.6

Mekanisme yang pasti belum jelas namun diduga bahwa deposisi cairan semen di

traktus genitalia wanita dapat merangsang respon inflamasi, dimana terjadi peningkatan

TGFB1, kemudian merangsang pelepasan GM-CSF, dan menghambat respon Th1 dan

merangsang aktifitas Th2, sehingga aktifitas sitokin proinflamasi menjadi berkurang.

Demikian juga paparan spermatozoa itu dapat merangsang makrofag desidual, yang dapat

menghambat aktifitas NK cell melalui pelepasan TGFB, IL-10, dan PGE2. Seperti

diketahui bahwa pada pre eklampsia terjadi peningkatan sitokin proinflamasi seperti TNF

alfa, Il-6, dan Il-8 (Robertson 2002).6

4. Teori defisiensi mikronutrien

Banyak penelitian yang telah membuktikan bahwa pre eklampsia berhubungan

dengan adanya defisiensi beberapa mikronutrien, misalnya kekurangan asam folat,

vitamin C dan E, kalsium dan asam lemak tak jenuh. Defisiensi asam folat dapat

menyebabkan disfungsi endotel dan aterosklerosis melalui kondisi hiperhomosisteinemia.

Homosistein merupakan asam amino yang mengandung gugus S yang dibentuk dalam

proses metabolisme metionin. Pembentukan homosistein ini melalui 2 jalur, jalur pertama

yaitu jalur remetilasi dimana homosistein dibentuk dengan bergabungnya gugus metil

yang diberikan oleh 5 metil tetrahidrofolat sebagai donor metil, reaksi ini dikatalisator

oleh vitamin B12 dan enzim metionin sintase. Bila asam folat kurang maka terjadi

9

Page 10: PEB Tami

kekurangan 5 metil tetrahidrofolat, sehingga terjadi penumpukkan homosistein dalam

darah. Jalur yang kedua adalah pemecahan homosistein menjadi sistationon dan sistein

melalui jalur transulfurasi yang membutuhkan vitamin B6. Metabolisme Homosistein

dapat dilihat pada gambar berikut.6

Gambar Metabolisme Homosistein

Cotter (2001), membandingkan kadar homosistein pada pre eklampsia (56 kasus)

dengan non pre eklampsia (112 kasus) dan mendapatkan kadar homosistein lebih tinggi

secara bermakna pada pre eklampsia (9,8umol/L) dibandingkan dengan kadar

homosistein pada hamil normal (8,4 umol/L). Demikian juga penelitian yang dilakukan

Jayakusuma di RS Sanglah pada tahun 2004 dengan membandingkan kadar asam folat

dan homosistein pada masing masing 30 kasus pre eklampsia dan hamil normal,

didapatkan kadar asam folat pada kehamilan dengan pre eklampsia lebih rendah (12,3

ng/ml) secara bermakna (p0.05) dibandingkan dengan kehamilan normal (14,2 ng/ml),

didapatkan korelasi negatif yang bermakna antara kadar asam folat dan homosistein,

demikian juga kadar asam folat ternyata mempunyai korelasi negatif yang bermakna

dengan tekanan darah sistolik, yang berarti bahwa makin rendah kadar asam folat maka

10

Page 11: PEB Tami

tekanan darah sistoliknya makin tinggi. Di samping memeriksa kadar asam folat pada

penelitian itu juga diambil sampel darah untuk mengetahui kadar homosistein antara

kehamilan pre eklampsia dan kehamilan normal, ternyata didapatkan kadar homosistein

pada pre eklampsia 9,7 umol/L lebih tinggi secara bermakna (p0,03) dibandingkan

dengan kadar homosistein pada pasien hamil normal yaitu 6,1 umol/L. Hal ini

menunjukkan bahwa ada peran asam folat dan homosistein pada pre eklampsia.6

Homosistein yang berlebih akan cepat mengalami oksidasi sehingga membentuk

disulfida campuran, homosistin dan homosistin thiolakton. Selama proses ini akan

terbentuk ROS (Reactive Oxygen Species) yaitu anion superoksid dan peroksida

hidrogen, yang kita ketahui kedua radikal bebas itu bersifat toksis tehadap endotel.

Vitamin C dan E merupakan antioksidan endogen seluler yang langsung dapat

menangkap radikal bebas yang dihasilkan dari peristiwa stres oksidatif pada pre

eklampsia. Pada pre eklampsia diduga terjadi defisiensi vitamin C dan E, sehingga terjadi

ketidakseimbangan oksidan dan antioksidan (Chappel, 2002). Mikhail et al seperti yang

dikutip oleh Wibowo (2002), menemukan bahwa kadar asam askorbat, vitamin E, dan

beta karoten yang rendah pada pre eklampsia dibandingkan dengan kehamilan normal.

Demikian juga Wang et all, pada pre eklampsia berat kadar vitamin E menurun, dengan

demikian terbukti ada peran penurunan antioksidan endogen terhadap munculnya gejala

pre eklampsia.6

Kalsium telah lama diketahui berperan dalam patogensesis pre eklampsia, pada

keaadaan defisiensi kalsium kejadian pre eklampsia meningkat. Keaadaan itu disebabkan

karena adanya vasokontriksi, sehingga terjadi peningkatan tekanan darah dan

menyebabkan plasenta menjadi iskemik, selanjutnya terjadi reaksi berantai radikal bebas

akibat iskemik plasenta seperti yang dijelaskan di atas.

2.4 Diagnosis Pre Eklampsia

Untuk mendiagnosis pre eklampsia umumnya tidak mengalami kesukaran. Dengan

adanya hipertensi yang disertai proteinuria pada kehamilan di atas 20 minggu, sudah

dapat untuk menegakkan diagnosis pre eklampsia. Namun untuk lebih memudahkan,

maka pre eklampsia dibagi menjadi 2 yaitu pre eklampsia ringan dan pre eklampsia berat,

dimana hal ini sangat berguna dalam hal melakukan penanganan.5

11

Page 12: PEB Tami

Diagnosis pre eklampsia ringan ditegakkan jika terdapat gejala sebagai berikut.

1. Hipertensi

a. Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg dan kurang dari 160/110

b. Kenaikan tekanan darah sistolik ≥ 30 mmHg

c. Kenaikan tekanan darah diastolik ≥ 15 mmHg

2. Proteinuria 0,3 g/L dalam 24 jam atau secara kualitatif sampai +2

Pre eklampsia berat didiagnosis bila didapatkan satu atau lebih gejala di bawah ini.

1. Tekanan darah sistol ≥ 160 mmHg dan diastol ≥ 110 mmHg. Tekanan darah ini

tidak turun meskipun ibu hamil sudah dirawat dan menjalani tirah baring

2. Proteinuria lebih dari 5 g/L dalam 24 jam atau kualitatif +4

3. Oligouria. Jumlah produksi urine kurang dari 500 cc dalam 24 jam yang disertai

kenaikan kadar kreatinin darah

4. Adanya keluhan subjektif

a. Gangguan visus: mata berkunang-kunang

b. Gangguan serebral: kepala pusing

c. Nyeri epigastrium pada kuadran kanan atas abdomen

d. Hiperefleks

5. Adanya sindroma HELLP

6. Sianosis

7. PJT

2.5 Penatalaksanaan Pre Eklampsia

2.5.1 Penatalaksanaan Pre Eklampsia Ringan

1. Rawat jalan (pada umur kehamilan kurang dari 37 minggu)

a. Banyak istirahat (berbaring/tidur miring)

b. Diet biasa

c. Dilakukan pemeriksaan fetal assessment (USG dan NST) setiap 2 minggu

d. Pemeriksaan laboratorium: darah lengkap, homosistein, urin lengkap, fungsi

ginjal, gula darah acak

e. Kunjungan ulang setiap 1 minggu

f. Jika terdapat peningkatan proteinuria dirawat sebagai pre eklampsia berat

12

Page 13: PEB Tami

2. Rawat tinggal

a. Kriteria untuk rawat tinggal

Hasil fetal assessment meragukan atau jelek sehingga dalam hal ini harus

dilakukan terminasi

Kecenderungan menuju pre eklampsia berat

Bila dalam dua kali kunjungan tidak ada perbaikan (2 minggu)

b. Evaluasi atau pengobatan selama rawat tinggal

Tirah baring total

Pemeriksaan laboratorium: darah lengkap, homosistein, fungsi hati/ginjal, urin

lengkap

Dilakukan fetal assessment

Dilakukan pemeriksaan indeks gestosis

3. Evaluasi hasil pengobatan

Pada dasarnya evaluasi pengobatan dilakukan berdasarkan hasil dari fetal assessment.

Bila didapatkan hasil:

a. Jelek, dilakukan terminasi kehamilan

b. Ragu-ragu, dilakukan evalasi ulang NST kesejahteraan janin, 1 hari kemudian

c. Baik

Penderita dirawat sekurang-kurangnya 4 hari

Bila preterm penderita dipulangkan

Bila aterm dengan PS baik (lebih dari 5), dilakukan terminasi dengan drip

oksitosin

d. Bila didapatkan keluhan subjektif seperti di bawah ini, dirawat sebagai pre

eklampsia berat

Nyeri ulu hati

Mata berkunang-kunang

Iritabel

Sakit kepala

e. Bila umur kehamilan aterm (lebih dari 37 mg) langsung dilakukan terminasi

kehamilan

13

Page 14: PEB Tami

2.5.2 Penatalaksaaan Pre Eklampsia Berat

1. Perawatan konservatif

a. Bila umur kehamilan kurang dari 37 minggu tanpa adanya keluhan subjektif

dengan keadaan janin baik.

b. Pengobatan dilakukan di kamar bersalin (selama 24 jam)

1). Tirah baring

2). Infus ringer laktat yang mengandung 5% dekstrose, 60-125 cc/jam

3). Pemberian MgSO4

Dosis awal MgSO4 40% 10 gr (im), dilanjutkan dengan MgSO4 40% 5 gr

(im) tiap 6 jam sampai dengan 24 jam

Dosis pemeliharaan: MgSO4 40% 5 gr tiap 6 jam sampai 24 jam

Ingat, harus selalu tersedia Ca glukonas 10% sebagai antidotum

4). Diberikan antihipertensi, yang digunakan adalah:

Bila sistolik ≥ 180 mmHg atau diastolik ≥110 mmHg, digunakan injeksi 1

ampul clonidine yang dilarutkan dengan 10 cc larutan. Mula-mula

disuntikan 5 cc perlahan-lahan selama 5 menit, 5 menit kemudian tekanan

darah diukur, bila belum ada penurunan maka diberikan lagi 5 cc intravena

dalam 5 menit sampai tekanan diastolik normal, dilanjutkan dengan

nifedipine 3 x 10 mg

Bila tekanan darah sistolik < 180 mmHg dan diastolik < 110 mmHg,

antihipertensi yang diberikan adalah nifedipine 3 x 10 mg

5). Dilakukan pemeriksaan laboratorium tertentu (fungsi hati dan ginjal), dan

jumlah produksi urine 24 jam

6). Konsultasi dengan bagian penyakit dalam, bagian mata, bagian jantung, dan

yang lain sesuai dengan indikasi

c. Pengobatan dan evaluasi selama rawat tinggal di ruang bersalin (selama 24 jam

diruang bersalin)

1). Tirah baring

2). Medikamentosa

14

Page 15: PEB Tami

3). Pemerikaan laboratorium: darah lengkap dan hapusan darah tepi, homosistein,

fungsi ginjal dan hati, urine lengkap, produksi urine 24 jam, penimbangan

berat badan setiap hari dan indeks gestosis

4). Diet biasa

5). Dilakukan penilaian kesejahteraan janin (USG/NST/Doppler USG)

d. Perawatan konservatif dianggap gagal bila:

1). Adanya tanda-tanda impending eklampsia (keluhan subjektif)

2). Kenaikan progresif dari tekanan darah

3). Adanya sindroma HELLP

4). Adanya kelainan fungsi ginjal

5). Penilaian kesejahteraan janin jelek

e. Penderita boleh pulang bila penderita sudah mencapai perbaikan dengan tanda-

tanda pre eklampsia ringan, perawatan dilanjutkan sekurang-kurangnya selama 3

hari lagi

f. Bila keadaan penderita tetap, dilakukan pematangan paru dilanjutkan dengan

terminasi

2. Perawatan aktif

a. Indikasi :

1). Hasil penilaian kesejahteraan janin jelek

2). Adanya keluhan subjektif

3). Adanya sindroma HELLP

4). Kehamilan aterm (sama dengan atau lebih dari 37 mg)

5). Apabila perawatan konservatif gagal

6). Dalam 24 jam setelah pengobatan konservatif di kamar bersalin tekanan darah

tetap ≥ 160/110 mmHg

b. Pengobatan medisinal

1). Segera rawat inap

2). Tirah baring miring ke satu sisi

3). Infus ringer laktat yang mengandung dekstrose 5%, 60-125 cc/jam

15

Page 16: PEB Tami

4). Pemberian anti kejang MgSO4, dosis awal MgSO4 20%, 4 gr (iv) dan MgSO4

40% 10 gr (im), dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan MgSO4 40% 5 g (im)

setiap 6 jam s/d 24 jam pasca persalinan

5). Pemberian anti hipertensi berupa clonidine (iv) dilanjutkan dengan nifedipine

3 x 10 mg atau metildopa 3 x 250 mg, dapat dipertimbangkan bila:

Sistolik ≥ 180 mmHg

Diastolik ≥ 110 mmHg

c. Pengobatan obstetrik

1). Sedapat mungkin sebelum perawatan aktif setiap penderita dilakukan

pemeriksaan kesejahteraan janin

2). Tindakan sektio sesaria dilakukan bila:

Hasil kesejahteraan janin jelek

Penderita belum inpartu dengan PS jelek (kurang dari 5)

Kegagalan drip oksitosin

3). Induksi dengan drip oksitosin dikerjakan dengan NST baik dan PS baik

4). Pada pre eklampsia berat persalinan harus terjadi dalam 24 jam

16

Page 17: PEB Tami

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

Nama : Suarniti Ni Nyoman

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 40 tahun

Status Nikah : Menikah

Agama : Hindu

Suku/Bangsa : Bali/Indonesia

Pendidikan : Tamat SMP

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Alamat : Jln Indrajaya no. 1 Denpasar Br Tegal Kauh

MRS : 23 Oktober 2012 / pk. 10.55 Wita

3.2 Anamnese

Keluhan Utama : Pusing

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien dirawat diruang bersalin memalui poliklinik RS Wangaya. Dengan

G3P2002 39-40 minggu PEB + IUFR Pasien datang untuk kontrol ke poli

karena mengeluhkan merasa pusing dan nyeri didaerah hulu hati sejak

pagi pukul 06.00 wita (23/10). Keluhan lain seperti pandangan kabur dan

bengkak pada seluruh tubuh tidak ditemukan. Pasien mengaku mengalami

peningkatan tekanan darah saat kehamilan ini, namun pasien baru

mengetahui saat usia kehamilan 7 bulan saat kontrol ke bidan.

Sebelumnya pasien tidak pernah mengalami tekanan darah tinggi.

Pasien baru menyadari kehamilannya saat usia kehamilan 5 bulan, dan

selam itu pasien masih menggunakan KB suntuk 3 bulan, setelah pasien

merasa perutnya menjadi sangat besar dan terdapat gerakan di perut pasien

lalu memeriksakan kehamilannya.

17

Page 18: PEB Tami

Keluhan yang berkaitan dengan tanda-tanda kelahiran seperi nyeri perut

hilang timbul, keluar lendir bercampur darah disangkal, keluar air ketuban

disangkal, gerak bayi dikatan baik, hanya saja kehamilan saat ini dirasakan

jauh lebih kecil dibandingkan dengan kehamilan-kehamilan sebelumnya.

Riwayat Menstruasi

o Menarche : 15 tahun

o Siklus haid : pasien mengaku siklus haidnya tidak teratur setelah

menggunakan KB suntuk 3 bulan

o Lama : 3-5 hari

o HPHT : lupa

o TP : berdasarkan pemeriksaan USG 25 oktober 2012

Riwayat Persalinan

1. Laki-laki, 3000 gr, spontan belakang kepala, bidan, 13 tahun

2. Perempuan, 3100 gr, spontan belakang kepala, bidan, 10 tahun

3. Ini

Riwayat Pernikahan

Pasien menikah saat berusia 25 tahun dan menikah sekali dengan

suaminya saat ini selama 15 tahun

Riwayat Kontrasepsi

Pasien menggunakan KB suntuk 3 bulan dan berhenti saat usia kehamilan

yang baru disadari pasien saat berusia 5 bulan

Riwayat Penyakit Terdahulu

Riwayat tekanan darah tinggi sebelumnya disangkal, riwayat penyakit

yang berkaitan dengan kehamilan dan penyakit sistemik lain seperti

kencing manis, asma, dan kelainan jantung disangkal oleh pasien.

3.3 Pemeriksaan Fisik

Status Present

TD : 170/110 mmHg

N : 80 x/mnt R : 18 x/mnt

18

Page 19: PEB Tami

tax : 370 C TB/BB : 159 cm/64 kg

Status General

Keadaan umum : Sedang

Mata : Anemia -/-, ikterus -/-

Thorax

Jantung : S1 S2 tunggal reguler, murmur Ө

Paru : Vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen : ~ St. obst.

Ekstremitas : Edema - / - , refleks patella +/+ - / -

Status Obstetri

Abdomen : TFU pertengahan PST-PX (25 cm) letkep

His (-)

DJJ 146 kali/ menit

VT : Pembukaan Ǿ 1cm efficement 10% ketuban +

Teraba kepala denominator belum jelas

Ttb bagian kecil/tali pusat

Bishop score : 4

3.4 Pemeriksaan Penunjang

-Darah lengkap, urinanalisis, bleeding time/clotting time, fungsi hati, fungsi

ginjal, NST

Hasil Pemeriksaan Laboratorium 23 Oktober 2012

Urine Lengkap

Protein + 3

Darah Lengkap

HGB : 9.2 g/dl

PLT : 315 103/mm

WBC : 15,01 103/mm3

HCT : 26,8 %

RBC : 2,90 106/Ul

Pemeriksaan Kimia Klinik (fungsi hati, fungsi ginjal)

ALT /SGPT : 13 U/L

19

Page 20: PEB Tami

AST/SGOT : 28 U/L

Albumin : 2,65 g/dl

Creatinin : 2,30 mg/dL

Urea : 36 mg/dL

Glukosa Sewaktu : 128 mg/dL

NST

BSL : 130-140 bpm

Var : 6-10 bpm

Fad : Akselerasi (+)

Deselerasi (-)

FM : 10-15 x/30 detik

Kesimpulan : NST ~ Normal

3.5 Diagnosis

G3 P2002 39-40 mg PEB + Impending eklamsia + IUFR + primi tua Sekunder + pelvic

scor : 4

PBB: 2170 gr

3.6 Penatalaksanaan

Terapi :

1. Perbaikan keadaan umum :

Pemasangan jalur intra vena D 5% 20 tetes per menit

MgSO4 ~ protap

Dosis awal MgSO4 20%, 4 gr (iv) dan MgSO4 40% 10 gr (im)

boka-boki. Dosis lanjutan MgSO4 40% 5 gr (im) setiap 6 jam sampai

24 jam

Nifedipine 3 x 10 mg

Pemasangan Dower kateter

Tirah baring miring ke satu sisi

2. Terapi definitive : terminasi kehamilan: Secara setio cesarean (SC)

(Indikasi SC : pelvic score :4)

Persiapan SC : puasa, antibiotik

20

Page 21: PEB Tami

Monitoring : Keluhan, tanda vital, Djj, intoksikasi MgSO4

KIE : Pasien dan keluarga tentang rencana tindakan : SC dan persetujuan

Tubektomi

3.7 Perjalanan Penyakit

Pukul 17.20 Dilakukan SC

Pukul 17.40 Lahir bayi laki-laki ,2100gr, AS 7-8

Ass : P3003 Post SC + Bilateral Tubektomi hr 0

Pdx : -

Tx :

IVFD = Dextrose 5% + 10 IU oksitosin 20 tetes/menit sampai dengan

12 jam post Partum

MgSO4 sesuai protap

Nifedipine 3x 10 mg bila MAP ≥125

Amoxicillin 3x 500 mg

Asam Mefenamat 3x500 mg

Mx : Observasi post operasi

KIE : Pasien dan keluarga

Observasi 2 jam Post SC

WAKTU TENSI(mmHg)

NADI(kali/mnt)

KONTRAKSI UTERUS

PERDARAHAN

Pk. 18.00 170/110 88 (+) baik (-)Pk. 18.15 170/110 84 (+) baik (-)Pk 18.30 170/110 84 (+) baik (-)Pk. 18.45 170/110 80 (+) baik (-)Pk. 19.00 170/110 80 (+) baik (-)Pk. 19.15 170/110 80 (+) baik (-)Pk. 19.30 170/110 80 (+) baik (-)

21

Page 22: PEB Tami

3.8 Follow up ruangan

24 Oktober 2012

S : ASI (-), sakit kepala (+), nyeri ulu hati (+), mual (+), Muntah (+), makan

dan minum terganggu, BAB (+), BAK (dengan kateter)

O : St. Present

TD: 170/110 mmHg N: 84 x/mnt R: 20 x/mnt tax: 36,40 C

St. General

Mata: Anemia -/-

Thoraks: Co/po dbn

St. Obstetri

Abd : TFU 2 jari di bawah pusat

Kontraksi (+) baik, distensi (-), tanda cairan bebas (-)

Luka operasi terawat baik

Vag : perdarahan aktif (-)

Lochia (+)

A : P3003 Post SC + Bilateral Tubektomi hr I

P : Pdx :

Tx :

IVFD Dekstrose 5% : RL 3:1 - 20 tetes/menit

MgSO4 sesuai protab

Nifedipine 3x 10 mg jika MAP ≥125 mmHg

Amoksisilin 3x 500 mg

Asam mefenamat 3 x 500 mg

SF 1x 200 mg

Mx : Keluhan, tanda vital, UL

KIE : ASI eksklusif, mobilisasi dini

25 Oktober 2012

S : ASI (+) baik, mual(-), muntah (-), BAB (+), BAK (dengan kateter)

Keluhan subjektif (-)

22

Page 23: PEB Tami

O : St. Present

TD: 170/110 mmHg N: 80 x/mnt R: 20 x/mnt tax: 36,40 C

St. General

Mata: Anemia -/-

Thoraks: Co/po dbn

St. Obstetri

Abd : TFU 2 jari dibawah pusat

Kontraksi (+) baik, distensi (-), tanda cairan bebas (-)

Luka operasi terawat baik

Vag : perdarahan aktif (-)

Lochia (+)

A : P3003 Post SC + Bilateral Tubektomi hr II

P : Pdx : -

Tx : -

IVFD Dekstrose 5% : RL 3:1 - 20 tetes/menit

Nifedipine 3x 10 mg

Amoksisilin 3x 500 mg

Asam mefenamat 3 x 500 mg

SF 1x 200 mg

Mx : -

KIE : Mobilisasi dini, ASI eksklusif

26 Oktober 2012

S : ASI (+) baik, mual(-), muntah (-), BAB (+), BAK (dengan kateter)

Keluhan subjektif (-)

O : St. Present

TD: 130/80 mmHg N: 76 x/mnt R: 20 x/mnt tax: 36,40 C

St. General

Mata: Anemia -/-

Thoraks: Co/po dbn

23

Page 24: PEB Tami

St. Obstetri

Abd : TFU 2 jari bawah pusat

Kontraksi (+) baik, distensi (-), tanda cairan bebas (-)

Luka operasi terawat baik

Vag : perdarahan aktif (-)

Lochia (+)

A : P3003 Post SC + Bilateral Tubektomi hr III

P : Pdx : -

Tx :

IVFD RL 20 tetes permenit

Nifedipine 3x 10 mg bila MAP ≥125

Amoxicillin 3x 500 mg

Asam Mefenamat 3x500 mg

Mx :

KIE : BPL kontrol poliklinik 1 minggu post SC

ASI eksklusif

Mobilisasi

24

Page 25: PEB Tami

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada kasus ini, pasien baru mengetahui bahwa dirinya mengalami tekanan darah

tinggi sejak kehamilan 8 bulan saat memeriksaan diri ke bidan, dan bidan telah

memberikan nasehat kepada pasien untuk rutin mengontrol kehamilan dan segera

memeriksakan diri jika tedapat gejala-gejala subjektif, Pasien sempat melakukan

pemerisaaan USG di dokter spesialis atas anjuran bidan namun pasien tidak rutin

mengontrol kehamilan. Pada awalnya pasien tidak mengeluhkan adanya keluhan subjektif

namun pagi saat MRS pasien mengeluhkan sakit kepala disertai dengan nyeri pada lu hati

Diagnosis preeklamsia berat pada kasus ini ditegakkan berdasakan riwayat,

pemerisaan fisik dan dipastikan dengan pemeriksaan urinalisis untuk mengetahui adanya

proteinuria ditambah dengan pemeriksaan labolatorium lainnya. Dari anamnesis

ditemukan bahawa pasien memiliki riwayat tekanan darah tinggi yang muncul pada

kehamilan saat ini, sebelumnya dan pada kehamilan sebelumya pasien tidak pernah

mengalami tekanan darah tinggi maupun gejala subjekif yang berkaitan dengan

peningkatan tekanan darah. Pasien mengeluhkan mengalami sakit pada kepala dan nyeri

ulu hati yang dirasakan sejak pagi pukul 06.00 Wita tanggal 23 oktober 2012. Hal ini

sesuai dengan salah satu gejala yang dtemukan pada penderita preeklamsia yaitu

Gangguan visus: mata berkunang-kunang, gangguan serebral: pusing nyeri epigastrium

pada kuadran kanan atas abdomen, hiperefleks. Pada pasien tidak ditemukan adanya

keluhan pandangan kabur dan hiperlefleks.

Berdasarkan pemeriksaan fisik ditemukan tekanan darah 170/110 mmHg, pada

pasien ini tidak ditemukan adanya edema anasarkan, namun peningkatan darah tersebut

sudah memenuhi salah satu kriteria preeklamsia yaitu tekanan darah yang melebihi

140/90 mmHg. Berdasarkan dari pemeriksaan labolatorium, dari urinalis yang dilakukan

pada tanggal 23 oktober 2012 ditemukan proteinuria +4, dari pemeriksaaan fungsi hati

dan ginjal ditemukan terjadi peningkatan serum creatini dan urea, sedangkan fungsi hati

masih didalam batas normal (SGPT : 13 U/L, SGOT: 28 U/L,Albumin : 2,65 g/dl).

25

Page 26: PEB Tami

Karena tekanan darah penderita melebihi 160/110 maka penderita memenuhi criteria

preeklamsia berat disertai dengan proteinuria + 3 maka penderita didiagnosi mengalami

preelamsia berat.

Keluhan yang dialami pasien yaitu kehamilan yang dialami saat ini dirasakan lebih

kecil dibandingkan dengan kehamilan sebelumnya, seperti risiko yang dapat terjadi pada

kehamilan dengan preklamsia yaitu dapat terjadi hambatan pada pertumbuhan janin. Pada

pasien keluhan kehamilan yang dirasakan lebih kecil dibandingkan dengan kehamilan

sebelumnya dan dari pemeriksaan TFU ditemukan besarnya kehamilan lebih kecil dari

usia seharusnya (25 cm pada usia kehamilan 39-40 minggu) dengan perkiraan BB bayi

yaitu 2170 sehingga didiagnosis dengan intra uterine fetal restriction (IUFR)

Berdasarkan semua keluhan dan gejala yang ditemukan pada pasien maka pasien

didiagnosis G3P2002 39-40 mg T/H + PE Bera + IUFR. Diagnosis pre eklampsia berat

ditegakkan karena os mengalami hipertensi yang disertai proteinuria pada kehamilan di

atas 20 minggu. Dengan tekanan darah sistol 170 mmHg dan diastol 110 mmHg disertai

proteinuria, maka digolongkan pada pre eklampsia berat. Keluhan subjektif dari sindroma

HELLP tidak ditemukan pada kasus ini.

Kombinasi proteinuria dan hipertensi selama kehamilan secara nyata

meningkatkan risiko mortalitas dan morbiditas perinatal. Tujuan dasar penatalaksanaan

untuk setiap kehamilan dengan penyulit preeklampsia adalah (1) mencegah kejang (2)

mencegah gangguan fungsi organ vital (3) terminasi kehamilan dengan trauma sekecil

mungkin bagi ibu dan janinnya, (4) lahirnya bayi sehat yang kemudian dapat

berkembang, serta (5) pemulihan sempurna kesehatan ibu.

Pada kasus ini penatalaksanaan dilakukan dengan melakukan perawatan aktif

dengan indikasi, kehamilan aterm dan terdapat gejala subjektif pada pasien dan

direncanakan untuk dilakukan persalinan perabdominal dengan melakukan SC karena

pelvic score kurang dari 5. Sebelum dilakukan SC pasien diberikan terapi medikamentosa

dengan injeksi MgSO4 IV sesuai dengan protab untuk mencegah terjadinya kejang,

dengan membuat jalur intravena dan diberikan D5% terlebih dahulu.

Terapi medikamentosa yang diberikan setelah persalinan yaitu pemberian MgSO4

dilanjutkan sesuai dengan protab hingga 48 jam post partum karena tekanan darah pasien

masih tinggi yaitu 170/110 disamping karena insiden eklamsia sering terjadi 24-48 jam

26

Page 27: PEB Tami

post partum. Pasien juga diberikan antobiotik, Sulfat ferrosus, analgetik namun tidak

diberikan metil ergometrin, sehingga untuk menjaga kontraktilitas uterus post partum

maka diberikan drip oksitosin 2 ampul di dalam D5% sampai 12 jam setelah persalinan.

Pada hari ke tiga selama perawatan tekanan darah pasien 130/90 mmHg,sehingga

pasien diijinkan pulang dengan KIE untuk kontrol kepoloklinik RSUD Wangaya 1

minggu setelah persalinan, atau jika terdapat keluhan.

27

Page 28: PEB Tami

BAB V

RINGKASAN

Pre eklampsia adalah hipertensi yang disertai proteinuria dan/atau edema yang

terjadi setelah umur kehamilan 20 minggu. Hipertensi biasanya timbul lebih dahulu

daripada tanda-tanda lain. Untuk menegakkan diagnosa pre eklampsia berat, tekanan

darah sistol lebih atau sama dengan 160 mmHg dan diastol lebih atau sama dengan

110mmHg. Tekanan darah ini tidak turun walaupun ibu hamil sudah dirawat dan

menjalani tirah baring. Proteinuria berarti konsentrasi protein dalam air kencing yang

melebihi 5 gram dalam air kencing 24 jam, atau dalam pemeriksaan kualitatif

menunjukkan +4 atau lebih. Oligouria, jumlah produksi urine kurang dari 500cc dalam 24

jam yang disertai kenaikan kadar kreatinin darah. Adanya keluhan subyektif seperti

gangguan visus (mata berkunang-kunang), gangguan serebral (kepala pusing), nyeri

epigastrium,pada kuadran kanan atas abdomen dan hiper refleks.

Untuk mendiagnosis pre eklampsia umumnya tidak mengalami kesukaran.

Dengan adanya hipertensi yang disertai proteinuria pada kehamilan di atas 20 minggu,

sudah dapat untuk menegakkan diagnosis pre eklampsia. Pre eklampsia dibagi menjadi 2

yaitu pre eklampsia ringan dan pre eklampsia berat, dimana hal ini sangat berguna dalam

hal melakukan penanganan.

Pada perawatan preeclampsia berat dibagi menjadi dua unsur, yaitu : Sikap

terhadap penyakitnya, yaitu pemberian obat-obat atau terapi medis analis. Dan sikap

terhadap kehamilan Sikap terhadap kehamilannya dapat :Konservatif : ekspektatif :

sambil memberi pengobatan kehamilan ditunggu sampai se-aterm dan Aktif : agresif

manajemen kehamilan diakhiri (terminasi) setiap saat.

Prognosis dari preeklamsia adalah baik jika dilakukan pencegahan terjadinya

komplikasi dengan melakuikan kontrol yang rutin selama masa kehamilan untuk

mencegah terjadinya komplikasi bagi ibu, dan memonitor terjadinya keluhan subjektif.

28

Page 29: PEB Tami

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim. 2004. Prosedur Tetap Obstetri dan Ginekologi. Denpasar: Bagian/SMF

Obstetri dan Ginekologi FK Unud/RS. Sanglah

2. Cunningham, F.G., Gant, N.F., Leveno, K.J., et al. 2004. Obstetri Williams Vol 1.

Edisi 21. Jakarta: EGC

3. Mansjoer, A., Triyanti, K., dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jilid I.

Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

4. Wiknjosastro. 1991. Ilmu Kandungan. Edisi II. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo

5. Jayakusuma, AAN. 2004. Manajemen Resiko pada Pre Eklampsia (Upaya

Menurunkan Kejadian Pre Eklampsia dengan Pendekatan Berbasis Resiko).

Denpasar: Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan, Bagian/SMF Obstetri dan

Ginekologi FK Unud/RS. Sanglah

6. Lam, Chun, et al. (2005), “Circulating Angiogenic Factors in the Pathogenesis and

Prediction of Precelampsia”, Hypertension-Journal of the American Heart

Association, Available : http://www.hyper.ahajournals.org (Accessed : 2012,

Oktober

29