Pdt Neonatologi

25
ASFIKSIA NEONATORUM Martono Tri Utomo BATASAN Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernapas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir yang ditandai dengan keadaan PaO 2 di dalam darah rendah (hipoksemia), hiperkarbia (Pa CO 2 meningkat) dan asidosis. PATOFISIOLOGI Penyebab asfiksia dapat berasal dari faktor ibu, janin dan plasenta. Adanya hipoksia dan iskemia jaringan menyebabkan perubahan fungsional dan biokimia pada janin. Faktor ini yang berperan pada kejadian asfiksia. GEJALA KLINIK Bayi tidak bernapas atau napas megap-megap, denyut jantung kurang dari 100 x/menit, kulit sianosis, pucat, tonus otot menurun, tidak ada respon terhadap refleks rangsangan. DIAGNOSIS Anamnesis : Gangguan/kesulitan waktu lahir, lahir tidak bernafas/menangis. Pemeriksaan fisik : Nilai Apgar Klinis 0 1 2 Detak jantung Tidak ada < 100 x/menit >100x/menit Pernafasan Tidak ada Tak teratur Tangis kuat Refleks saat jalan nafas dibersihkan Tidak ada Menyeringai Batuk/bersin Tonus otot Lunglai Fleksi ekstrimitas (lemah) Fleksi kuat gerak aktif PDT – Bag./SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unair/RSU Dr. Soetomo Surabaya 189

description

neonatlksdksna

Transcript of Pdt Neonatologi

ASFIKSIA NEONATORUMASFIKSIA NEONATORUMMartono Tri Utomo

BATASAN

Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernapas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir yang ditandai dengan keadaan PaO2 di dalam darah rendah (hipoksemia), hiperkarbia (Pa CO2 meningkat) dan asidosis.

PATOFISIOLOGI

Penyebab asfiksia dapat berasal dari faktor ibu, janin dan plasenta. Adanya hipoksia dan iskemia jaringan menyebabkan perubahan fungsional dan biokimia pada janin. Faktor ini yang berperan pada kejadian asfiksia.

GEJALA KLINIK

Bayi tidak bernapas atau napas megap-megap, denyut jantung kurang dari 100 x/menit, kulit sianosis, pucat, tonus otot menurun, tidak ada respon terhadap refleks rangsangan.

DIAGNOSIS

Anamnesis : Gangguan/kesulitan waktu lahir, lahir tidak bernafas/menangis.

Pemeriksaan fisik :

Nilai Apgar

Klinis

0

1

2

Detak jantung

Tidak ada

< 100 x/menit

>100x/menit

Pernafasan

Tidak ada

Tak teratur

Tangis kuat

Refleks saat jalan nafas dibersihkan

Tidak ada

Menyeringai

Batuk/bersin

Tonus otot

Lunglai

Fleksi ekstrimitas (lemah)

Fleksi kuat gerak aktif

Warna kulit

Biru pucat

Tubuh merah ekstrimitas biru

Merah seluruh tubuh

Nilai 0-3 : Asfiksia berat

Nilai 4-6 : Asfiksia sedang

Nilai 7-10 : Normal

Dilakukan pemantauan nilai apgar pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila nilai apgar 5 menit masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai skor mencapai 7. Nilai Apgar berguna untuk menilai keberhasilan resusitasi bayi baru lahir dan menentukan prognosis, bukan untuk memulai resusitasi karena resusitasi dimulai 30 detik setelah lahir bila bayi tidak menangis. (bukan 1 menit seperti penilaian skor Apgar)

Pemeriksaan penunjang :

Foto polos dada

USG kepala

Laboratorium : darah rutin, analisa gas darah, serum elektrolit

Penyulit

Meliputi berbagai organ yaitu :

Otak : hipoksik iskemik ensefalopati, edema serebri, palsi serebralis

Jantung dan paru : hipertensi pulmonal persisten pada neonatus, perdarahan paru, edema paru

Gastrointestinal : enterokolitis nekrotikans

Ginjal : tubular nekrosis akut, SIADH

Hematologi : DIC

PENATALAKSANAAN

Resusitasi

Tahapan resusitasi tidak melihat nilai apgar (lihat bagan)

Terapi medikamentosa :

Epinefrin :

Indikasi :

Denyut jantung bayi < 60 x/m setelah paling tidak 30 detik dilakukan ventilasi adekuat dan pemijatan dada.

Asistolik.

Dosis :

0,1-0,3 ml/kg BB dalam larutan 1 : 10.000 (0,01 mg-0,03 mg/kg BB) Cara : i.v atau endotrakeal. Dapat diulang setiap 3-5 menit bila perlu.

Volume ekspander :

Indikasi :

Bayi baru lahir yang dilakukan resusitasi mengalami hipovolemia dan tidak ada respon dengan resusitasi.

Hipovolemia kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok. Klinis ditandai adanya pucat, perfusi buruk, nadi kecil/lemah, dan pada resusitasi tidak memberikan respon yang adekuat.

Jenis cairan :

Larutan kristaloid yang isotonis (NaCl 0,9%, Ringer Laktat)

Transfusi darah golongan O negatif jika diduga kehilangan darah banyak.

Dosis :

Dosis awal 10 ml/kg BB i.v pelan selama 5-10 menit. Dapat diulang sampai menunjukkan respon klinis.

Bikarbonat :

Indikasi :

Asidosis metabolik, bayi-bayi baru lahir yang mendapatkan resusitasi. Diberikan bila ventilasi dan sirkulasi sudah baik.

Penggunaan bikarbonat pada keadaan asidosis metabolik dan hiperkalemia harus disertai dengan pemeriksaan analisa gas darah dan kimiawi.

Dosis : 1-2 mEq/kg BB atau 2 ml/Kg BB (4,2%) atau 1 ml/kg bb (7,4%)

Cara :

Diencerkan dengan aquabides atau dekstrose 5% sama banyak diberikan secara intravena dengan kecepatan minimal 2 menit.

Efek samping :

Pada keadaan hiperosmolaritas dan kandungan CO2 dari bikarbonat merusak fungsi miokardium dan otak.

Nalokson :

Nalokson hidrochlorida adalah antagonis narkotik yang tidak menyebabkan depresi pernafasan. Sebelum diberikan nalakson ventilasi harus adekuat dan stabil.

Indikasi :

Depresi pernafasan pada bayi baru lahir yang ibunya menggunakan narkotik 4 jam sebelum persalinan.

Jangan diberikan pada bayi baru lahir yang ibunya baru dicurigai sebagai pemakai obat narkotika sebab akan menyebabkan tanda with drawltiba-tiba pada sebagian bayi.

Dosis : 0,1 mg/kg BB (0,4 mg/ml atau 1 mg/ml)

Cara : Intravena, endotrakeal atau bila perpusi baik diberikan i.m atau s.c

Suportif

Jaga kehangatan.

Jaga saluran napas agar tetap bersih dan terbuka.

Koreksi gangguan metabolik (cairan, glukosa darah dan elektrolit)

Bagan Resusistasi neonatus

DAFTAR PUSTAKA 1. Kattwinkel J, Short J, Niermeyer S, Denson SE, Zaichkin J, Simon W. Neonatal resuscitation textbook; edisi ke-4. AAP & AHA, 2000; 1-1 2-25. 2. Khosim S, Indarso F, Irawan G, Hendrarto TW. Buku acuan pelatihan pelayanan obstetri Neonatal Emergensi Dasar. Jakarta : Depkes RI, 2006; 69-79. 3. Ringer SA. Resuscitation in the delivery room. Dalam: Cloherty JP, Stark AR, eds. Manual of neonatal care; edisi ke-5. Boston : Lippincott Williams & Wilkins, 2004; 53-71.4. Aurora S, Snyder EY. Perinatal asphyxia. Dalam : Cloherty JP, Stark AR, eds. Manual of neonatal care; edisi ke-5. Boston : Lippincott Williams & Wilkins, 2004; 536-54.5. Gomella TL, Cunningham MD, Eyal FG, Zenk KE. Neonatology, management, procedures, on call problems disease and drugs; edisi ke-5. New York : Lange Books/Mc Graw-Hill, 2004; 12-20.6. Gomella TL, Cunningham MD, Eyal FG, Zenk KE. Neonatology, management, procedures, on call problems disease and drugs; edisi ke-5. New York : Lange Books/Mc Graw-Hill, 2004; 512-21.7. Rennie MJ, Roberton NRC. A manual of neonatal intensive care; edisi ke-4. London : Arnold, 2002; 62-88.HIPERBILIRUBINEMIASylviati M. Damanik

BATASANMeningkatnya kadar bilirubin total pada minggu pertama kelahiran. Kadar normal maksimal adalah 12-13 mg% (205-220 mol/L).

PATOFISIOLOGI

a. Produksi bilirubin yang meningkat : peningkatan jumlah sel darah merah, penurunan umur sel darah merah, peningkatan pemecahan sel darah merah (Inkompatibilitas golongan darah dan Rh, defek sel darah merah pada defisiensi G6PD atau sferositosis, polisitemia, sekuester darah, infeksi).

b. Penurunan konjugasi Bilirubin: prematuritas, ASI , defek kongenital yang jarang.

c. Peningkatan Reabsorpsi Bilirubin dalam saluran cerna : ASI, asfiksia, pemberian ASI yang terlambat, obstruksi saluran cerna.

d. Kegagalan ekskresi cairan empedu : infeksi intrauterin, sepsis, hepatitis, sindrom kolestatik, atresia biliaris, fibrosis kistik.

GEJALA KLINIS

Kulit, mukosa dan konjungtiva kuning.

DIAGNOSIS

a. anamnesis : riwayat ikterus pada anak sebelumnya, riwayat keluarga anemi dan pembesaran hati dan limpa, riwayat penggunaan obat selama ibu hamil, riwayat infeksi maternal, riwayat trauma persalinan, asfiksia.

b. Pemeriksaan fisik :

Umum : keadaan umum (gangguan nafas, apnea, instabilitas suhu, dll)

Khusus : Dengan cara menekan kulit ringan dengan memakai jari tangan dan dilakukan pada pencahayaan yang memadai.

Berdasarkan Kramer dibagi :

Derajat ikterus

Daerah ikterus

Perkiraan kadar bilirubin

I

Kepala dan leher

5,0 mg%

II

Sampai badan atas (di atas umbilikus)

9,0 mg%

III

Sampai badan bawah (di bawah umbilikus) hingga tungkai atas (di atas lutut)

11,4 mg/dl

IV

Sampai lengan, tungkai bawah lutut

12,4 mg/dl

V

Sampai telapak tangan dan kaki

16,0 mg/dl

c. Pemeriksaan laboratorium: kadar bilirubin, golongan darah (ABO dan Rhesus) ibu dan anak, darah rutin, hapusan darah, Coomb tes, kadar enzim G6PD (pada riwayat keluarga dengan defisiensi enzim G6PD).

d. Pemeriksaan radiologis : USG abdomen (pada ikterus berkepanjangan)

PENYULIT

- Ensefalopati hiperbilirubinemia (bisa terjadi kejang, malas minum, letargi dan dapat berakibat pada gangguan pendengaran, palsi serebralis).

TATALAKSANA

1. Ikterus yang timbul sebelum 24 jam pasca kelahiran adalah patologis. Tindakan fototerapi dan mempersiapkan tindakan tranfusi tukar.

2. Pada usia 25-48 jam pasca kelahiran, fototerapi dianjurkan bila kadar bilirubin serum total > 12 mg/dl (170 (mol/L). Fototerapi harus dilaksanakan bila kadar bilirubin serum total ( 15 mg/dl (260 (mol/L). Bila fototerapi 2 x 24 jam gagal menurunkan kadar bilirubin serum total < 20 mg/dl (340 (mol/L), dianjurkan untuk dilakukan tranfusi tukar. Bila kadar bilirubin serum total ( 20 mg/dl (> 340 (mol/L) dilakukan fototerapi dan mempersiapkan tindakan tranfusi tukar. Bila kadar bilirubin serum total > 15 mg/dl (> 260 (mol/L) pada 25-48 jam pasca kelahiran, mengindikasikan perlunya pemeriksaan laboratorium ke arah penyakit hemolisis.

3. Pada usia 49-72 jam pasca kelahiran, fototerapi dianjurkan bila kadar bilirubin serum total > 15 mg/dl (260 (mol/L). Fototerapi harus dilaksanakan bila kadar bilirubin serum total ( 18 mg/dl (310 (mol/L). Bila fototerapi 2 x 24 jam gagal menurunkan kadar bilirubin serum total < 25 mg/dl (430 (mol/L), dianjurkan untuk dilakukan tranfusi tukar. Bila kadar bilirubin serum total > 18 mg/dl (> 310 (mol/L) fototerapi dilakukan sambil mempersiapkan tindakan tranfusi tukar. Bila kadar bilirubin serum total > 25 mg/dl (> 430 (mol/L) pada 49-72 jam pasca kelahiran, mengindikasikan perlunya pemeriksaan laboratorium ke arah penyakit hemolisis.

4. Pada usia > 72 jam pasca kelahiran, fototerapi harus dilaksanakan bila kadar bilirubin serum total > 17 mg/dl (290 (mol/L). Bila fototerapi 2 x 24 jam gagal menurunkan kadar bilirubin serum total < 20 mg/dl (340 (mol/L), dianjurkan untuk dilakukan tranfusi tukar. Bila kadar bilirubin serum total sudah mencapai > 20 mg/dl (> 340 (mol/L) dilakukan fototerapi sambil mempersiapkan tindakan tranfusi tukar. Bila kadar bilirubin serum total > 25 mg/dl (> 430 (mol/L) pada usia > 72 jam pasca kelahiran, masih dianjurkan untuk pemeriksaan laboratorium ke arah penyakit hemolisis.

CATATAN :

Pemberian phenobarbital/luminal, hanya diberikan pada kasus-kasus tertentu seperti ikterus yang berkepanjangan dengan pemeriksaan bilirubin urin yang negatif. Bila bilirubin urin positif diperlukan pemeriksaan lebih lanjur seperti USG abdomen untuk mencari sebab lain (atresia bilier).

Tabel 1 : Tatalaksana hiperbilirubinemia pada neonatus cukup bulan yang sehat (American Academy of Pediatrics)

* = Neonatus cukup bulan dengan ikterus pada umur < 24 jam, bukan neonatus sehat dan perlu evaluasi ketat

Tabel 2. : Tatalaksana hiperbilirubinemia pada bayi berat lahir rendah

Berat badan (gram)

Konsentrasi bilirubin indirek (mg/dL)

5-7

7-9

10-12

12-15

15-20

> 20 >25

< 1000

FT

TT

1000 - 1500

Obs. Ulang Bil.

FT

TT

1500 - 2000

Obs. Ulang Bil.

FT TT

2000 - 2500

Obs.

Obs. Ulang Bil.

FT

TT

> 2500

Obs. Bil.

FT

TT

Keterangan : Obs : observasi

FT : fototerapi

TT : transfusi tukar

Bil : bilirubin

DAFTAR PUSTAKA

1. Gomella TL, Cunningham MD, Eyal FG, Zenk KE. Neonatology, management, procedures, on call problems disease and drugs; edisi ke-5. New York : Lange Books/Mc Graw-Hill, 2004; 247-50.

2. Khosim S, Indarso F, Irawan G, Hendrarto TW. Buku acuan pelatihan pelayanan obstetri Neonatal Emergensi Dasar. Jakarta : Depkes RI, 2006; 58-63.

3. Martin CR, Cloherty JP. Neonatal hyperbilirubinemia. Dalam: Cloherty JP, Stark AR, eds. Manual of neonatal care; edisi ke-5. Boston : Lippincott Williams & Wilkins, 2004; 185-222.

4. Khosim MS, Surjono A, Setyowireni D, et al. Buku panduan manajemen masalah bayi baru lahir untuk dokter, bidan dan perawat di rumah sakit. Jakarta : IDAI, MNH-JHPIEGO, Depkes RI, 2004; 42-8.

5. Rennie MJ, Roberton NRC. A manual of neonatal intensive care; edisi ke-4. London : Arnold, 2002; 414-31.

HIPOGLIKEMIA PADA BAYI BARU LAHIR

Fatimah Indarso

BATASAN

Hipoglikemi adalah keadaan hasil pengukuran kadar glukose darah kurang dari 45 mg/dL (2.6 mmol/L).

PATOFISIOLOGI

Hipoglikemi sering terjadi pada BBLR, karena cadangan glukosa rendah.

Pada ibu DM terjadi transfer glukosa yang berlebihan pada janin sehingga respon insulin juga meningkat pada janin. Saat lahir di mana jalur plasenta terputus maka transfer glukosa berhenti sedangkan respon insulin masih tinggi (transient hiperinsulinism) sehingga terjadi hipoglikemi.

Hipoglikemi adalah masalah serius pada bayi baru lahir, karena dapat menimbulkan kejang yang berakibat terjadinya hipoksi otak. Bila tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan kerusakan pada susunan saraf pusat bahkan sampai kematian.

Kejadian hipoglikemi lebih sering didapat pada bayi dari ibu dengan diabetes melitus.

Glukosa merupakan sumber kalori yang penting untuk ketahanan hidup selama proses persalinan dan hari-hari pertama pasca lahir.

Setiap stress yang terjadi mengurangi cadangan glukosa yang ada karena meningkatkan penggunaan cadangan glukosa, misalnya pada asfiksia, hipotermi, hipertermi, gangguan pernapasan.

GEJALA KLINIS

tremor, jittery, keringat dingin, letargi, kejang, distress nafas

DIAGNOSIS

Anamnesis

Riwayat bayi menderita asfiksia, hipotermi, hipertermi, gangguan pernapasan

Riwayat bayi prematur

Riwayat bayi Besar untuk Masa Kehamilan (BMK)

Riwayat bayi Kecil untuk Masa Kehamilan (KMK)

Riwayat bayi dengan ibu Diabetes Mellitus

Riwayat bayi dengan Penyakit Jantung Bawaan

Pemeriksaan fisik

Gejala Hipoglikemi : tremor, jittery, keringat dingin, letargi, kejang, distress nafas.

DIAGNOSIS BANDING

insufisiensi adrenal, kelainan jantung, gagal ginjal, penyakit SSP, sepsis, asfiksia, abnormalitas metabolik (hipokalsemia, hiponatremia, hipernatremia, hipomagnesemia, defisiensi piridoksin).

Penyulit

- Hipoksia otak

- Kerusakan sistem saraf pusat

TATALAKSANA

a. Monitor

Pada bayi yang beresiko (BBLR, BMK, bayi dengan ibu DM) perlu dimonitor dalam 3 hari pertama :

Periksa kadar glukosa saat bayi datang/umur 3 jam

Ulangi tiap 6 jam selama 24 jam atau sampai pemeriksaan glukosa normal dalam 2 kali pemeriksaan

Kadar glukosa 45 mg/dl atau gejala positif tangani hipoglikemia

Pemeriksaan kadar glukosa baik, pulangkan setelah 3 hari penanganan hipoglikemia selesai

b. Penanganan hipoglikemia dengan gejala :

Bolus glukosa 10% 2 ml/kg pelan-pelan dengan kecepatan 1 ml/menit

Pasang jalur iv D10 sesuai kebutuhan (kecepatan infus glukosa 6-8 mg/kg/menit).

Contoh : BB 3 kg, kebutuhan glukosa 3 kg x 6 mg/kg/mnt = 18 mg/mnt = 25920 mg/hari. Bila dipakai D 10% artinya 10 g/100cc, bila perlu 25920 mg/hari atau 25,9 g/hari berarti perlu 25,9 g/ 10 g x 100 cc= 259 cc D 10% /hari.

Atau cara lain dengan GIR

Konsentrasi glukosa tertinggi untuk infus perifer adalah 12,5%, bila lebih dari 12,5% digunakan vena sentral.

Periksa glukosa darah pada : 1 jam setelah bolus dan tiap 3 jam

Bila kadar glukosa masih < 25 mg/dl, dengan atau tanpa gejala, ulangi seperti diatas

Bila kadar 25-45 mg/dl, tanpa gejala klinis :

Infus D10 diteruskan

Periksa kadar glukosa tiap 3 jam

ASI diberikan bila bayi dapat minum

Bila kadar glukosa 45 mg/dl dalam 2 kali pemeriksaan

Ikuti petunjuk bila kadar glukosa sudah normal (lihat ad d) ASI diberikan bila bayi dapat minum dan jumlah infus diturunkan pelan-pelan Jangan menghentikan infus secara tiba-tiba

c. Kadar glukosa darah < 45 mg/dl tanpa GEJALA :

ASI teruskan

Pantau, bila ada gejala manajemen seperti diatas

Periksa kadar glukosa tiap 3 jam atau sebelum minum, bila :

- Kadar < 25 mg/dl, dengan atau tanpa gejala tangani hipoglikemi (lihat ad b)

- Kadar 25-45 mg/dl naikkan frekwensi minum

- Kadar 45 mg/dl manajemen sebagai kadar glukosa normal

d. Kadar glukosa normal IV teruskan

IV teruskan

Periksa kadar glukosa tiap 12 jam

Bila kadar glukosa turun, atasi seperti diatas (lihat ad b)

Bila bayi sudah tidak mendapat IV, periksa kadar glukosa tiap 12 jam, bila 2 kali pemeriksaan dalam batas normal, pengukuran dihentikan.

e. Persisten hipoglikemia (hipoglikemia lebih dari 7 hari)

konsultasi endokrin

terapi : kortikosteroid hidrokortison 5 mg/kg/hari 2 x/hari iv atau prednison 2 mg/kg/hari per oral, mencari kausa hipoglikemia lebih dalam.

bila masih hipoglikemia dapat ditambahkan obat lain : somatostatin, glukagon, diazoxide, human growth hormon, pembedahan. (jarang dilakukan)

DAFTAR PUSTAKA

1. Gomella TL, Cunningham MD, Eyal FG, Zenk KE. Neonatology, management, procedures, on call problems disease and drugs; edisi ke-5. New York : Lange Books/Mc Graw-Hill, 2004; 262-66.

2. Khosim S, Indarso F, Irawan G, Hendrarto TW. Buku acuan pelatihan pelayanan obstetri Neonatal Emergensi Dasar. Jakarta : Depkes RI, 2006; 56-7.

3. Wilker RE. Hypoglycemia and hyperglycemia Dalam: Cloherty JP, Stark AR, eds. Manual of neonatal care; edisi ke-5. Boston : Lippincott Williams & Wilkins, 2004; 569-76.

4. Khosim MS, Surjono A, Setyowireni D, et al. Buku panduan manajemen masalah bayi baru lahir untuk dokter, bidan dan perawat di rumah sakit. Jakarta : IDAI, MNH-JHPIEGO, Depkes RI, 2004; 35-6.

SEPSIS NEONATORUM

Agus Harianto

BATASAN

Suatu sindroma respon inflamasi janin/FIRS disertai gejala klinis infeksi yang diakibatkan adanya kuman di dalam darah pada neonatus.

PATOFISIOLOGI

Berdasarkan waktu timbulnya dibagi menjadi 3 :

1. Early Onset (dini) : terjadi pada 5 hari pertama setelah lahir dengan manifestasi klinis yang timbulnya mendadak, dengan gejala sistemik yang berat, terutama mengenai system saluran pernafasan, progresif dan akhirnya syok.

2. Late Onset (lambat) : timbul setelah umur 5 hari dengan manifestasi klinis sering disertai adanya kelainan system susunan saraf pusat.

3. Infeksi nosokomial yaitu infeksi yang terjadi pada neonatus tanpa resiko infeksi yang timbul lebih dari 48 jam saat dirawat di rumah sakit.

Mekanisme terjadinya sepsis neonatorum :

1. Antenatal : paparan terhadap mikroorganisme dari ibu (Infeksi ascending melalui cairan amnion, adanya paparan terhadap mikroorganisme dari traktur urogenitalis ibu atau melalui penularan transplasental).

2. Selama persalinan : trauma kulit dan pembuluh darah selama persalinan, atau tindakan obstetri yang invasif.

3. Postnatal: adanya paparan yang meningkat postnatal (mikroorganisme dari satu bayi ke bayi yang lain, ruangan yang terlalu penuh dan jumlah perawat yang kurang), adanya portal kolonisasi dan invasi kuman melalui umbilicus, permukaan mukosa, mata, kulit.

GEJALA KLINIS

- Suhu tubuh tidak stabil (< 36 0C atau > 37,5 0C)

Laju nadi > 180 x/menit atau < 100 x/menit

Laju nafas > 60 x/menit, dengan retraksi atau desaturasi oksigen,apnea atau laju nafas < 30x/menit

Letargi

Intoleransi glukosa : hiperglikemia (plasma glukosa >10 mmol/L atau >170 mg/dl) atau hipoglikemia (< 2,5 mmol/L atau < 45 mg/dl)

Intoleransi minum

Tekanan darah < 2 SD menurut usia bayi

Tekanan darah sistolik < 50 mmHg (usia 1 hari)

Tekanan darah sistolik < 65 mmHg (usia < 1 bulan)

Pengisian kembali kapiler/capillary refill time > 3 detik

DIAGNOSIS

FIRS (Fetal inflammatory response syndrome/ Sindroma respon inflamasi janin)

Bila ditemukan dua atau lebih keadaan : laju napas > 60 x/menit atau < 30 x/menit atau apnea dengan atau tanpa retraksi dan desaturasi oksigen, suhu tubuh tidak stabil (< 360C atau > 37,50C), waktu pengisian kapiler > 3 detik, hitung leukosit < 4.000 x 109/L atau > 34.000 x 109/L.

Terduga/Suspek Sepsis

Adanya satu atau lebih kriteria FIRS disertai gejala klinis infeksi.

Terbukti/Proven Sepsis

Adanya satu atau lebih kriteria FIRS disertai bakteremia/kultur darah positif.

Laboratorium

Leukositosis (> 34.000 x 109/L)

Leukopenia (< 4.000 x 109/L)

Netrofil muda > 10%

Perbandingan netrofil immatur (stab) dibanding total (stab+segmen) atau I/T ratio > 0,2

Trombositopenia < 100.000 x 109/L)

CRP > 10 mg/dl atau 2 SD dari normal

DIAGNOSA BANDING

Kelainan bawaan jantung, paru, dan organ-organ lain.

PENYULIT

- Sepsis berat : sepsis disertai hipotensi dan disfungsi organ tunggal

- Syok sepsis : sepsis berat disertai hipotensi

- Sindroma disfungsi multiorgan (MODS)

PENATALAKSANAAN

1. Diberikan kombinasi antibiotika golongan Ampisilin dosis 200 mg/kg BB/24 jam i.v (dibagi 2 dosis untuk neonatus umur < 7 hari, untuk neonatus umur > 7 hari dibagi 3 dosis), dan Netylmycin (Amino glikosida) dosis 7 1/2 mg/kg BB/per hari i.m/i.v dibagi 2 dosis (hati-hati penggunaan Netylmycin dan Aminoglikosida yang lain bila diberikan i.v harus diencerkan dan waktu pemberian sampai 1 jam pelan-pelan).

2. Dilakukan septic work up sebelum antibiotika diberikan (darah lengkap, urine, lengkap, feses lengkap, kultur darah, cairan serebrospinal, urine dan feses (atas indikasi), pungsi lumbal dengan analisa cairan serebrospinal (jumlah sel, kimia, pengecatan Gram), foto polos dada, pemeriksaan CRP kuantitatif).

3. Pemeriksaan lain tergantung indikasi seperti pemeriksaan bilirubin, gula darah, analisa gas darah, foto abdomen, USG kepala dan lain-lain.

4. Apabila gejala klinik dan pemeriksaan ulang tidak menunjukkan infeksi, pemeriksaan darah dan CRP normal, dan kultur darah negatif maka antibiotika diberhentikan pada hari ke-7.

5. Apabila gejala klinik memburuk dan atau hasil laboratorium menyokong infeksi, CRP tetap abnormal, maka diberikan Meropenem dengan dosis 30-40 mg/kg BB/per hari i.v dan Amikasin dengan dosis 15 mg/kg BB/per hari i.v i.m (atas indikasi khusus). Pemberian antibiotika diteruskan sesuai dengan tes kepekaannya. Lama pemberian antibiotika 10-14 hari. Pada kasus meningitis pemberian antibiotika minimal 21 hari.

6. Pengobatan suportif meliputi :

Termoregulasi, terapi oksigen/ventilasi mekanik, terapi syok, koreksi metabolik asidosis, terapi hipoglikemi/hiperglikemi, transfusi darah, plasma, trombosit, terapi kejang, transfusi tukar.

DAFTAR PUSTAKA

1. Haque KN. Definitions of bloodstream infection in the newborn. Pediatr crit Care med 2005; 6 (3) : S45-9.

2. Gomella TL, Cunningham MD, Eyal FG, Zenk KE. Neonatology, management, procedures, on call problems disease and drugs; edisi ke-5. New York : Lange Books/Mc Graw-Hill, 2004; 434-40.

3. Khosim S, Indarso F, Irawan G, Hendrarto TW. Buku acuan pelatihan pelayanan obstetri Neonatal Emergensi Dasar. Jakarta : Depkes RI, 2006; 92-7.

4. Puopolo KM. Bacterial and fungal infections. Dalam : Cloherty JP, Stark AR, eds. Manual of neonatal care; edisi ke-5. Boston : Lippincott Williams & Wilkins, 2004; 287-312.

5. Khosim MS, Surjono A, Setyowireni D, et al. Buku panduan manajemen masalah bayi baru lahir untuk dokter, bidan dan perawat di rumah sakit. Jakarta : IDAI, MNH-JHPIEGO, Depkes RI, 2004; 19-20.

KEJANG PADA NEONATUSRisa Etika

BATASAN

Gangguan sementara fungsi otak dengan manifestasi gangguan kesadaran episodik disertai abnormalitas sistem motorik atau otonomik.

PATOFISIOLOGI

Terjadi akibat pelepasan muatan listrik yang berlebihan terus-menerus (depolarisasi neuron).

Etiologi

Hipoksik-iskemik ensefalopati

a. general (asfiksia neonatorum)

b. fokal (infark karena kelainan arteri atau vena)

Perdarahan intrakranial (intraventrikular, subdural, trauma)

Infeksi SSP (TORCH, meningitis, sepsis)

Gangguan metabolik :

transient (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia)

kelainan metabolisme bawaan (a.l.: defisiensi piridoxin)

Kelainan kongenital SSP (hidrosefalus, hidransefali, porensefali, kelainan pembuluh darah otak)

Ensefalopati bilirubin (kern ikterus)

Maternal drug withdrawal (heroin, barbiturates, methadone, cocaine, morfin)

Idiopatik

GEJALA KLINIS

Subtle (samar) : kedipan mata, gerakan seperti mengayuh, apnea lebih dari 20 detik dengan detak jantung normal, tangisan melengking, mulut seperti mengunyah/ menghisap

Tonik (fokal dan general) : gerakan tonik seluruh ekstremitas, fleksi ekstremitas atas disertai ekstensi ekstremitas bawah

Klonik (fokal dan multifokal) Fokal : gerakan ritmis, pelan, menghentak klonik. Multifokal : gerakan klonik beralih dari ekstremitas yang satu ke ekstremits yang lain tanpa pola spesifik.

Mioklonik (fokal, multifokal, general) : gerakan menghentak multipel dari ekstremitas atas dan bawah.

DIAGNOSIS

Anamnesis : riwayat penyakit keluarga, penyakit ibu dan obat yang dipakai selama kehamilan, problem persalinan (asfiksia, trauma, infeksi persalinan)

Pemeriksaan fisik : bentuk kejang, iritabel, hipotoni, high pitch cry, gangguan pola nafas, perdarahan kulit, sianosis, ikterus, ubun-ubun besar cembung

Pemeriksaan laboratorium : darah rutin, gula darah, elektrolit, analisa gas darah, punksi lumbal, kultur darah, bilirubin direk dan total, pemeriksaan urine

Pemeriksaan radiologi : USG dan CT Scan kepala

Pemeriksaan EEG

Penyulit

kejang berulang

retardasi mental

palsi cerebralis

PENATALAKSANAAN

Pertahankan homeostasis sistemik (pertahankan jalan nafas, usaha nafas dan sirkulasi)

Terapi etiologi spesifik :

Dekstrose 10% 2 ml/kg BB intravena bolus pelan dalam 5 menit

Kalsium glukonas 10 % 200 mg/kg BB intravena (2 ml/kg BB) diencerkan aquades sama banyak diberikan secara intra vena dalam 5 menit (bila diduga hipokalsemia)

Antibiotika bila dicurigai sepsis atau meningitis

Piridoksin 50 mg IV sebagai terapeutik trial pada defisiensi piridoksin, kejang akan berhenti dalam beberapa menit

Terapi anti kejang :

Fenobarbital : Loading dose 10-20 mg/kg BB intramuskuler dalam 5 menit, jika tidak berhenti dapat diulang dengan dosis 10 mg/kgBB sebanyak 2 kali dengan selang waktu 30 menit.

Bila kejang berlanjut diberikan fenitoin: loading dose 15-20 mg/kg BB intra vena dalam 30 menit.

Rumatan fenobarbital dosis 3-5 mg/kgBB/hari dapat diberikan secara intramuskuler atau peroral dalam dosis terbagi tiap 12 jam, dimulai 12 jam setelah loading dose.

Rumatan fenitoin dosis 4-8 mg/kgBB/hari intravena atau peroral dalam dosis terbagi tiap 12 jam.

Penghentian obat anti kejang dapat dilakukan 2 minggu setelah bebas kejang dan penghentian obat anti kejang sebaiknya dilakukan sebelum pulang kecuali didapatkan lesi otak bermakna pada USG atau CT Scan kepala atau adanya tanda neurologi abnormal saat akan pulang.

Diazepam (lihat Bab Tetanus)

DAFTAR PUSTAKA

1. Gomella TL, Cunningham MD, Eyal FG, Zenk KE. Neonatology, management, procedures, on call problems disease and drugs; edisi ke-5. New York : Lange Books/Mc Graw-Hill, 2004; 310-3.

2. Adre J du Plessis. Neonatal seizures. Dalam : Cloherty JP, Stark AR, eds. Manual of neonatal care; edisi ke-5. Boston : Lippincott Williams & Wilkins, 2004; 507-23.

3. Depkes RI. Klasifikasi kejang. Dalam : Buku bagan MTBM (Manajemen Terpadu Bayi Muda Sakit). Metode tepat guna untuk paramedis, bidan dan dokter. Depkes RI, 2001.

4. Young TE, Mangum B. Neofax. Dalam : Neofax, edisi ke-7, 2004 : 154-155.

5. Khosim S, Indarso F, Irawan G, Hendrarto TW. Buku acuan pelatihan pelayanan obstetri Neonatal Emergensi Dasar. Jakarta : Depkes RI, 2006; 84-92.

napas

> 30 (510)

> 25 (430)

> 20 (340)

> 17 (290)

> 72

> 30 (510)

> 25 (430)

> 18 (310)

> 15 (260)

48 72

> 25 (430)

>20 (340)

> 15 (260)

> 12 (170)

24 48

*

*

*

*

< 24

TRANSFUSI TUKAR DAN TERAPI SINAR

TRANSFUSI TUKAR (TERAPI SINAR GAGAL)

TERAPI SINAR

PERTIMBANGKAN TERAPI SINAR (MONITOR KONDISI)

UMUR (JAM)

TOTAL SERUM BILIRUBIN MG / DL (mmol / L)

ventilasi

DJ > 100 x/m

& merah muda

Resusitasi dinilai tidak berhasil jika :

apnea dan denyut jantung 0 setelah dilakukan resusitasi secara efektif selama 15 menit.

Perawatan suportif

30

d

e t i k

Uji kembali efektifitas :

Ventilasi

Kompresi dada

Intubasi Endotrakeal

- Pemberian epinefrin

Pertimbangkan kemungkinan :

Hipovolemia

Asidosis metabolik berat

Beri epinefrin *

Detak jantung 60x/m

DJ 100x/m

- tonus otot baik

Ketuban meconeal, pewarnaan meconium pada kulit

Tidak

Bayi baru 1. Ketuban bersih dari meconeum ?

Lahir: 2. Cukup Bulan ?

3. Menangis kuat ?

4. Tonus otot kuat ?

5. Warna kulit kemerahan?

DJ > 100 x/m

& merah muda

Perawatan berkelanjutan

30

d

e t i k

30

d

e t i k

* Pada beberapa langkah dipertimbangkan intubasi endotrakeal

PAGE

PDT Bag./SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unair/RSU Dr. Soetomo Surabaya 206