INSTRUKSI PRESIDEN NOMOR 10 TAHUN 2016...
Transcript of INSTRUKSI PRESIDEN NOMOR 10 TAHUN 2016...
INSTRUKSI PRESIDEN NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG AKSI PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI TAHUN 2016 DAN TAHUN 2017
2
KEGIATAN STRATEGIS KANTOR STAF PRESIDEN
Memfasilitasi Presiden memantau
jalanya kegiatan secara langsung
*Catatan:
Langsung karena Presiden dapat langsung menghubungi
pejabat yang bertanggung jawab di level teknis
335 Kegiatan Prioritas 2016 (RPJMN/RKL) Rencana Induk Program Prioritas Presiden
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Pendidikan
Energi Kemiskinan
Maritim Reformasi Birokrasi
Infrastruktur Pariwisata
Kesehatan IndustriIndustrialisasi
Penyelesaian HAM
Masa Lalu
Poros Maritim
Jaminan Sosial
Reforma Agraria dan
Pembangunan Desa
Anti Korupsi dan
Reformasi Birokrasi
Ketahanan Energi
Papua
Ketahanan Pangan
Ekologi Sosial
1 Pangan
3
PROGRAM PRIORITAS PRESIDEN STRATEGI NASIONAL ANTI KORUPSI
Penurunan Tingkat Korupsi
Sinergi Kebijakan dan Regulasi
Anti Korupsi
Penguatan Pemerintah
(Transparansi, Akuntabel,
Partisipatif)
• Pengembangan
Integritas Nasional;
(penguatan anti korupsi
di sektor swasta, ISO;
profit dan SIN)
• Pendidiikan dan
kampanye anti-korupsi
(memasukan know how
AC kedalam kurikulum
sekolah)
• Roadmap optimalisasi upaya
RB (existing sekarang sudah
ada di roadmap RB; termasuk
optimalisasi Komisi Informasi)
• Open Government Indonesia
• Optimalisasi kebijakan One
Map, One Data, Layanan Satu
Pintu, dan Single ID Number
• Perencanaan, Penganggaran
dan Pemantauan
Pembangunan Berazas
Kemanfaatan
• Penuntasan RUU KUHP &
KUHAP,
• BO
• AEoI
• FATF
• Reformasi regulasi
• Harmonisasi regulasi
dengan UNCAC, OECD,
UKBA, FCPA
• Stranas PPK
Perubahan budaya melalui
infiltrasi Revolusi Mental
APH (KPK, KEJAKGUNG,
POLRI), Seluruh K/L,
KEMENKOMINFO, TVRI, RRI
KEMENKOMINFO, KIP, KEMEN
ESDM, KEMEN LHK, BIG,
KEMENDAGRI, BAPPENAS,
KEMENKEU, KEMENPANRB.
APH, KEMENKUMHAM,
KEMENPAN RB, KEMENDAGRI,
BAPPENAS, KEMENKEU
INDONESIA BEBAS KORUPSI DENGAN PEMERINTAH YANG
TRANSPARAN, AKUNTABEL, DAN PARTISIPATIFVISI
OUTCOME
PROGRAM
KEGIATAN
K/L
Partisipasi Masyarakat
4
STRATEGI PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN DI INDONESIAMELALUI INPRES PPK 2012-2015
1. Upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi melalui Stranas PPK 2012 melalui
aksi tahunan (Aksi PPK 2013 – 2015) belum berdampak signifikan; Realisasi
capaian Stranas PPK jauh di bawah target yang telah dicanangkan. Misalnya :
o Sejak dilaksanakan tahun 2012 hingga tahun 2015, penyelesaian rekomendasi
UNCAC untuk Indonesia baru mencapai 22%;
o Indeks Persepsi Korupsi tahun 2015 sebesar 36 meningkat 2 basis poin dari
IPK tahun 2014 yang sebesar 34. Indonesia naik dari peringkat 107 ke peringkat
88 dari 168 negara namun masih dibawah rata-rata regional ASEAN (4.0);
o Sejak tahun 2013 – 2015 K/L/D telah mengimplementasi 1.088 sub-aksi pada
tahun 2013, 5.591 sub-aksi pada tahun 2014, dan 4.939 sub-aksi pada tahun
2015.
o Pelaksanaan Stranas/Inpres PPK cenderung formalitas. Ukuran keberhasilan
pelaksanaan Aksi PPK 2013 -2015 diukur dengan capaian laporan (output)
administratif dan tidak menyasar pada dampak (outcome, mengakibatkan bahwa
meskipun K/L/D telah melaksanakan banyak aksi tapi hasilnya belum menyentuh
akar permasalahan korupsi;
o Komitmen Daerah untuk melaksanakan Aksi PPK masih minim. Pelaksanaan
Aksi sejak 2013-2015 hanya 50%, masalahnya karena belum memahami Stranas
PPK dan belum mengetahui bagaimana cara pelaporan aksi;
5
CAPAIN PELAKSANAAN STRANAS/INPRES PPK
6
CAPAIAN PELAKSANAAN INPRES PPK DI DAERAH
CAPAIAN AKSI PPK 2013-2015Berdasarkan Sistem Pemantauan (Pemda)
7
PERLUNYA SINERGI
Reformasi
Birokrasi
OGI
One
Data
RevolusiMental
SIN
ReformasiRegulasi
dst
Layanan satupintu
Reformasi
Agraria
• Terdapat sejumlah
inisiatif yang memiliki
tujuan yang serupa
(anti-korupsi)
• Tanpa sinergi ada
potensi:• Overlap
• High cost
• Difficult to M & E
• Inefficient
• Confusion
• Failure
• Muncul ide perlunya
strategi, Stranas PPK
• Namun capaian
sasaran Stranas PPK
belum bisa dikatakan
berhasil
8
REVITALISASI AKSI PPK LANGKAH MENUJU STRATEGI NASIONAL ANTI KORUPSI PEMERINTAHAN JOKOWI – JK
o Aksi PPK dirancang untuk mengawal program prioritas pemerintah, dan memperkuat serta
memfokuskan aksi tahunan yang telah dilaksanakan sejak 2011-2015 dengan memastikan
keterkaitan dan penekanan aksi untuk pencapaian outcome, peningkatan kinerja core
business K/L yang sejalan dengan prioritas Presiden.
B
Aksi PPK 2013 -2015
ribuan sub-renaksi
K/L/D
PROSES BOTTOM UP
Aksi PPK 2016 dan 2017
31 renaksi berdaya
ungkit tinggi dengan
fokus mendukung
prioritas
pembangunan
PROSES TOP DOWN
9
FOKUS SEKTOR AKSI PPK 2016 dan 2017 SINERGIS DENGAN PROGRAM PRIORITAS PRESIDEN
Terdapat 31 aksi yang terfokus pada sektor-sektor program prioritas Presiden yakni pencegahan
dan pemberantasan korupsi di sektor Penerimaan Negara, Infrastruktur, Swasta, Tata Niaga/
Kartel, BUMN, Pengadaan Barang dan Jasa, SDA/Instruksi Ekstraktif, didukung dengan Aksi
penguatan di bidang Reformasi Birokrasi, Hukum dan Politik;
ENABLING
FACTORS
POLITIK HUKUM
REFORMASI
BIROKRASI
FOKUS
SEKTO
R
INFRASTRUKTUR
BUMN
TATA NIAGA
SEKTOR
PRIVAT
PENGADAAN
BARANG &
JASA
PENERIMAAN
NEGARA
INDUSTRI
EKSTRAKTIF
10
DAMPAK JANGKA MENENGAH AKSI PPK 2016 DAN 2017
o Aksi PPK 2016 dan 2017 dirancang sebagai perwujudan pemerintah yang transparan,
akuntabel, dan partisipatif, serta realisasi komiten Indonesia dalam Anti-Corruption Summit,
United Nations Convention Against Corruption (UNCAC), Financial Action Task Force on
Money Laundering (FATF) dan Automatic Exchange of Information (AEOI);
o Penyusunan rancangan
STRATEGI NASIONAL
ANTI KORUPSI pengganti
Stranas PPK 2012
Strategi besar Anti
Korupsi sebagai payung
besar segala inisiatif Anti
Korupsi;
o Program dan Kegiatan Anti
Korupsi (Reformasi
Birokrasi, Tata Regulasi,
Partisipasi Publik) di K/L
yang terintegrasi
o Persiapan Review UNCAC;
o Integrity Review;
o Followup Anti Corruption
Summit 2016;
o FATF;
o AEoI;
KOMITMEN GLOBAL STRATEGI NASIONAL
ANTI KORUPSI
INPRES PPK
2016 – 2017
o Menyusun Aksi PPK 2016
yang fokus ke Agenda dan
Prioritas Pembangunan
Nasional (dari 4622 Sub
Aksi PPK 2011 – 2015 saat
ini menjadi 31 Aksi yang
fokus ke 7 Sektor);
o Memastikan pelaksanaan
31 Aksi Prioritas PPK 2016-
2017 ;
o
11
REFORMASI TATA KELOLA PAJAK DAN OPTIMALISASI PENERIMAAN NEGARA
TARGET MASALAH INSTRUKSI
.
[AKSI NOMOR 7]
Peningkatan kualitas dan
vadilitas keuangan Wajib
Pajak untuk :
1. Mempermudah
pengamatan dan
pengawasan pajak
Pejabat Negara;
2. Menekan
penggelapan pajak
dan kejahatan
pencucian uang;
3. Menjaring Wajib Pajak
yang tidak patuh dan
menghindar.
4. Mendukung strategi
optimalisasi
penerimaan pajak
pasca amnesti pajak
1. Tingkat kepatuhan WP
yang masih rendah
2. Tingginya angka
penghindaran pajak
sektor formal oleh WP
Menengah-Besar
3. Sulitnya asset tracing
dalam kasus korupsi
pejabat negara
4. Matching rate data
pajak dengan data
pihak ketiga yang
masih rendah
5. Realisasi
implementasi “credible
threats” pasca
amnesti pajak
Integrasi Data Keuangan
a. Terselesaikan naskah akademik dan draft perpres
Integrasi Data Keuangan;
b. Standarisasi operasi dan prosedur pencatatan dan
penyimpanan data keuangan WP berbasis Single Identity
Number;
c. Standarisasi peranti lunak dan keras dalam pencatatan
dan penyimpanan data keuangan WP;
d. Penyusunan basis data keuangan PEP (Politically
Exposed Person) berbasis Single Identity Number;
e. Menerbitkan rencana implementasi Automatic Exchange
of Information (AEOI)
AKSI DENGAN PPATK SEBAGAI PENANGGUNG JAWAB DAN/ATAU PIHAK TERKAIT
12
TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS PENGELOLAAN KEUANGAN
TARGET MASALAH INSTRUKSI
.
[AKSI NOMOR 18]
Menekan korupsi pada
realisasi anggaran
pembangunan dan
pengadaan barang dan
jasa
1. Percepatan implementasi transaksi non tunai di
seluruh Kementerian/Lemabga dan Pemerintah
Daerah;
2. Menyelesaiakan Peraturan mengenai pembatasan
transaksi tunai di Kementerian/Lembaga dan
Pemerintah Daerah
Hibah dan Bantuan
Sosial sangat rawan
korupsi khususnya di
daerah.
AKSI DENGAN PPATK SEBAGAI PENANGGUNG JAWAB DAN/ATAU PIHAK TERKAIT
14
OPTIMALISASI PELAKSANAAN KEBIJAKAN PERIZINAN DAN PENANAMAN MODAL
TARGET MASALAH INSTRUKSI
.
[Aksi Nomor 1]
Mempermudah
penanaman modal
melalui pengkatan
kualitas pelayanan
PTSP Pusat dan Daerah
Pelayanan di PTSP
Pusat dan Daerah
masih perlu
ditingkatkan
khususnya untuk
sejumlah sektor
penting
1. Kepala BKPM menyusun SOP untuk layanan
perizinan migas, minerba dan kelistrikan di
PTSP Pusat
2. Menyediakan tracking system pada PTSP
Pusat dan Daerah
3. Mengintensifkan sosialisasi layanan PTSP
Pusat dan Daerah
[Aksi Nomor 2]
Mempermudah
penanaman modal
melalui integrasi
penerbitan izin dan
non izin di daerah
1. Sejumlah daerah
belum memiliki
PTSP
2. Sejumlah
kewenangan
pemberian izin
dan non izin
pemda belum
dilimpahkan ke
PTSP
1. Pemerintah Daerah menerbitkan peraturan
tentang pelimpahan seluruh kewenangan
penerbitan izin dan non izin di daerah kepada
lembaga PTSP ( di selurh daerah tingkat 1 dan
2)
2. Pemerintah Daerah menerbitkan aturan yang
memuat ketentuan mengenai kewajiban pelaku
usaha untuk menyelesaikan pembayaran
pajak/retribusi sebagai prasyarat dalam
mengurus perizinan
15
REFORMASI TATA KELOLA PAJAK DAN OPTIMALISASI PENERIMAAN NEGARA
TARGET MASALAH INSTRUKSI
.
[AKSI NOMOR 3]
Evaluasi kualitas dan
penguatan mekanisme
pertukaran data dan
informasi yang berkaitan
dengan perpajakan dari
instansi, lembaga,
asosiasi, dan pihak lain
(ILAP) untuk
mendukung pencapaian
target penerimaan pajak
Pertukaran data
terkait perpajakan
antara 61 ILAP dan
DJP sudah
berlangsung 3 tahun
namun matching rate
dan strike rate
penegakan hukum
menggunakan data
pajak tersebut
terindikasi masih jauh
dari memuaskan.
Mengevaluasi kualitas dan penguatan mekanisme
pertukaran data dan informasi yang berkaitan
dengan perpajakan dari instansi, lembaga, asosiasi,
dan pihak lain (ILAP) : Tersedianya hasil evaluasi
kualitas dan penguatan mekanisme pertukaran data
dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan
dari Instansi, Lembaga, Asosiasi dan Pihak lain
(ILAP)
16
REFORMASI TATA KELOLA PAJAK DAN OPTIMALISASI PENERIMAAN NEGARA
TARGET MASALAH INSTRUKSI
[AKSI NOMOR 4, 5 dan 6 ]
Meningkatkan kepatuhan dalam
pembayaran pajak serta
terselenggaranya supervisi
pembuatan peraturan
Kementerian/Lembaga/Satuan
Kerja Perangkat Daerah/Institusi
lainnya untuk mensyaratkan
konfirmasi status Wajib Pajak
dalam pemberian layanan publik
kriteria tertentu ;
Mengurangi risiko korupsi di
sektor penerimaan negara,
menekan kejahatan pencucian
uang, penggelapan pajak, dan
tipikor serta pajak dari wajib
pajak yang belum terjaring;
Mempermudah pengamatan dan
pengawasan pejabat negara
Meningkatkan validitas data
keuangan wajib pajak
Interfacing pelayanan
publik strategis dengan
pajak belum optimal
meningkatkan kepatuhan
dan penerimaan
perpajakan.
Selain itu juga masih
terbatas pada instansi
tertentu.
Pelaksanaan konfirmasi status wajib pajak untuk
layanan publik tertentu sesuai ketentuan :
1. Tersedianya laporan pelaksanaan konfirmasi
status wajib pajak untuk layanan publik tertentu
sesuai ketentuan
2. Pengaturan mengenai kewajiban melakukan
konfirmasi status Wajib pajak untuk layanan
publik tertentu
3. Diterbitkannya peraturan untuk mensyaratkan
konfirmasi status wajib pajak dalam pemberian
layanan publik tertentu
4. Evaluasi konfirmasi Wajib Pajak sektor Strategis
dan penguatan mekanisme konfirmasi Wajib
Pajak
5. Tersedianya hasil pemantauan dan evaluasi
pelaksanaan kebijakan yang mensyaratkan
konfirmasi status wajib pajak dalam pemberian
layanan publik kriteria tertentu
17
REFORMASI TATA KELOLA PAJAK DAN OPTIMALISASI PENERIMAAN NEGARA
TARGET MASALAH INSTRUKSI
.
Mengintegrasikan basis data pengelolaan ESDA, perpajakan
dan PNBP dengan:
1. Standarisasi proses pencatatan dan penyimpanan data
SIPUHH, MOMI, SIPP dengan data pajak (MPN-G2) dan
PNBP (Simponi);
2. Standarisasi/sikronisasi perangkat lunak dan keras dalam
pencatatan dan penyimpanan data SIPUHH, MOMI, SIPP,
MPN-G2, PNBP (Simponi);
3. Membangun peranti lunak dan keras yang dapat
menciptakan online data interfacing antara data SIPUHH,
MOMI, SIPP, MPN-G2, PNBP (Simponi) berbasis
SIN/harmonisasi identitas sesuai kesepakatan
1. Basis data ESDA,
perpajakan dan PNBP
tidak terhubung dan
terhambat dalam
pertukarannya
2. Penerimaan pajak dan
bukan pajak yang tidak
sebanding dengan jumlah
produksi
[ AKSI NOMOR 8]
1. Peningkatan penerimaan
negara dari sektor ESDA
2. Pengawasan pengelolaan
ESDA
[AKSI NOMOR 9]
Terlaksananya sharing data
perencanaan dan
penganggaran pemerintah
untuk sinergi dan
akuntabilitas perencanaan
dan penganggaran untuk
pencapaian sasaran
pembangunan nasional
Percepatan pelaksanaan perencanaan dan penganggaran yang
terintegrasi dan melaksanakan pembangunan berazas
kemanfaatan
1. Mengimplementasikan Arsitektur Data Informasi Kinerja di
seluruh K/L;
2. Monitoring evaluasi hasil implementasi dikaitkan dengan
outcome program prioritas
Perencanaan dan
penganggaran tidak
sinkron, saling
redundant dan sangat
kurang jaminannya
terhadap target
capaian/outcome
Pemerintah
18
TARGET MASALAH INSTRUKSI
.
PENGUATAN SISTEM PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN INTERNAL PADA KEMENTERIAN/LEMBAGA
REFORMASI TATA KELOLA DAN IMPOR
[AKSI NOMOR 10 DAN 11 ]
1. Tersedianya payung hukum
yang jelas untuk
pemberantasan korupsi di tata
kelola impor komoditas pangan
2. Tata kelola ekspor dan impor
yang lebih efisien dan efektif
3. Problem harga tinggi pada
barang kebutuhan pokok
tertentu, misal: daging, gula dll
Penyelewengan kuota,
perdagangan kuota dan
kartelisasi bahan pangan
strategis.
1. Menyusun kajian mendalam mengenai tatakelola ekspor dan impor
sebagai dasar untuk perubahan regulasi ekspor dan impor sebagai
dasar untuk perubahan regulasi ekspor dan impor dari sistem kuota
ke sistem tarif;
2. Membangun sistem pengendalian ekspor dan impor yang
terintegrasi antara Kementerian Keuangan dan Kementerian
Perdagangan dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dan
Pengelola Portal Indonesia National Single Window (PP INSW)
[AKSI NOMOR 12]
Peningkatan kualitas pelaksanaan
whistleblowing system di 17
Kementerian/Lembaga dan
swasta.
Implementasi
whistleblowing dan
mekanismenya belum
optimal.
1. Mengoptimalisasi whistleblowing system untuk pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana korupsi di Kementerian/Lembaga
(K/L) dan Swasta
2. Menyediakan Pedoman Kerja sebagai penjabaran Nota
Kesepahaman antara LPSK dengan Kementerian/Lembaga
3. Membangun sistem koneksitas whistleblowing system online LPSK
dan KPK dengan 17 K/L untuk kelancaran komunikasi dan
perlindungan kepada whistleblower dan saksi tindak pidana
korupsi
4. Melaksanakan pembinaan bagi SDM pengelola whistleblowing
system di 17 K/L
19
TARGET MASALAH INSTRUKSI
PENGUATAN SISTEM PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN INTERNAL PADA KEMENTERIAN/LEMBAGA
TARGET MASALAH INSTRUKSI
PENINGKATAN TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS PENGADAAN BARANG DAN JASA
[AKSI NOMOR 13]
Mewujudkan
keterbukaan informasi
sesuai amanat UU
No. 14/2008
1. Sejumlah pemerintah
daerah dan lembaga
pemerintah belum
membentuk Pejabat
Pengelola Informasi dan
Dokumentasi (PPID)
2. Belum ada upaya sistematis
untuk mendorong kepatuhan
pelaksanaan UU No.
14/2008
1. Seluruh K/L/D segera membentuk PPID dan memenuhi semua
komponen yang telah diatur dalam UU No. 14/2008
2. Membangun sistem monitoring dan evaluasi kinerja PPID
3. Kementerian Dalam Negeri melakukan monev terhadap
pemerintah daerah dan Kementerian Komunikasi dan
Informatika melakukan monev terhadap K/L
[AKSI NOMOR 16]
Menutup ruang
korupsi pada proses
pengadaan barang
dan jasa dengan e-
procurement.
Proses Pengadaan
Barang/Jasa di beberapa
Daerah masih manual
dan belum transparan.
Implementasi e-procurement yang transparan dan akuntabel, melalui :
1. Pelaksanaan pengembangan kelembagaan, sumber daya manusia
dan tata kelola Unit Layanan Pengadaan (ULP)
2. Kewajiban mengumumkan dan mengkonsolidasikan rencana umum
pengadaan barang dan jasa melalui Sistem Informasi Rencana
Umum Pengadaan (SiRUP);
3. Pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah melalui Sistem
Pengadaan Secara Elektronik;
4. Kewajiban e-catalogue dan perluasan jenis barang/jasa di e-
catalogue.
20
OPTIMALISASI PELAKSANAAN KEBIJAKAN PERIZINAN DAN PENANAMAN MODAL
TARGET MASALAH INSTRUKSI
[AKSI NOMOR 14]
Pelayanan pertanahan
dan tata ruang yang
mudah, cepat,
transparan dan bebas
pungli.
1. Biaya pemberian
perijinan dan
pengukuran tanah
memberikan ruang
untuk
penyimpangan/korupsi
; biaya pengukuran
tanah dibebankan ke
pemohon.
2. Penyimpangan RTRW
yang sering terjadi
akibat tumpang
tindihnya aturan dan
kewenangan pusat
dan daerah.
3. Fungsi vital Kemen
ATR/BPN dalam
mendukung program
prioritas infrastruktur,
industrialisasi dan
penciptaan sawah,
dan lain-lain.
Perbaikan mekanisme dan prosedur sistem pelayanan
Pertanahan dan Tata Ruang :
1. kesepahaman bersama lintas K/L dan Pemerintah
Daerah tentang prosedur pengambilan keputusan terkait
persetujuan substansi (persub) rencana tata ruang;
2. Rancang bangun sistem informasi penataan ruang dan
pengaduan masyarakat terkait penataan ruang;
3. Menyediakan 2700 juru ukur berstatus Pegawai Negeri
Sipil yang tersebar secara merata di semua kantor
pertanahan hingga tingkat kabupaten/kota
4. Tersedianya usulan Standar Biaya Umum dari
Kementerian ATR/BPN kepada Kementerian Keuangan
mengenai pelaksanaan pengukuran tanah oleh juru ukur
yang memuat komponen biaya transportasi, akomodasi,
konsumsi dan uang harian;
5. Terpublikasinya laporan tentang nama pelanggar, jenis
pelanggaran dan sanksi yang diberikan atas tiap-tiap
bentuk pelanggaran rencana tata ruang;
21
TARGET MASALAH INSTRUKSI
REFORMASI TATA KELOLA MINYAK DAN GAS BUMI SECARA EFEKTIF DAN EFISIEN DALAM RANGKA MEMBANGUN INDUSTRI MINYAK DAN GAS NASIONAL YANG KUAT DAN BERORIENTASI PADA KEDAULATAN ENERGI
TARGET MASALAH INSTRUKSI
TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS PENGELOLAAN KEUANGAN
[AKSI NOMOR 15]
Transparansi
pendapatan negara,
daerah dan swasta
yang diperoleh dari
industri ekstraktif
1. Penerimaan pajak dan
bukan pajak yang tidak
sebanding dengan jumlah
produksi
2. Pendapatan negara dan
daerah dari industri
ekstraktif belum
sepenuhnya transparan
1. Menstandarisasikan format pelaporan pendapatan negara dan
daerah dari industri ekstraktif;
2. Mempublikasikan manual perhitungan alokasi Dana Bagi Hasil
SDA
3. Menerapkan mekanisme kepatuhan pelaporan bagi perusahaan
4. Mengkonsolidasikan dan mempublikasikan dalam format terbuka:
laporan mengenai total penerimaan dari sektor migas dan minerba
pada tahun anggaran 2016 dan tahun anggaran 2017 melalui
format pelaporan yang terintegrasi sesuai kebutuhan Sekretariat
EITI
[AKSI NOMOR 17]
Transparansi dan
akuntabilitas
keuangan Partai
Politik
Parpol salah satu sektor
rawan tindakpindan
pencucian uang
Penguatan transparansi dan akuntabilitas Partai Politik
1. Kajian mengenenai Right Financing Partai Politik;
2. Kajian mengenai Lembaga Pengawas Dana Politik Parpol.
INDUSTRI EKSTRAKTIF
22
TATA KELOLA BADAN USAHA MILIK NEGARA DAN SWASTA
TARGET MASALAH INSTRUKSI
[AKSI NOMOR 20]
Tersusunnya standar
serupa International
Organization for
Standardization (ISO)
37001 untuk sektor
swasta dan Pemerintah di
akhir tahun 2017
I2. kut sertanya BSN
Indonesia dalam komite
ISO 37001
Inisiasi upaya sertifikasi anti korupsi 1. Korupsi masih sangat
terbatas pada pengertian
kerugian negara yang
diakibatkan salah
satunya oleh keterlibatan
sektor swasta;
2. Regulasi yang ada masih
mengabaikan/belum
mengakomodasi korupsi
yang terjadi diantara
sektor swasta
[Aksi NOMOR 21]
Pengarustamaan
kepentingan masyarakat
dalam pengelolaan BUMN
Rencana holding-isasi
BUMN dengan
mengedepankan prinsip
Good Corporate
Governance (GCG)
menjadi hal yang mutlak
Kajian dan rekomendasi perencanaan holding company
BUMN dengan prinsip GCG :
1. Melakukan studi kelayakan Merger BUMN;
2. Uji Publik;
3. Kajian dan rekomendasi perencanaan holding company
BUMN dengan prinsip GCG
23
PENGAWASAN SEKTOR PUBLIK DAN SWASTA
TARGET MASALAH INSTRUKSI
.
[AKSI NOMOR 22]
1. Ditetapkannya PP
tentang pengendalian
gratifikasi untuk
mencegah praktik
gratifikasi dalam
pelayanan publik
2. Terbentuknya Unit
Pengdendalian Gratifikasi
pada K/L/D
1. Masih maraknya kasus
korupsi bermodus gratifikasi
2. Pemahaman gratifikasi yang
belum merata
Pengendalian gratifikasi untuk mencegah praktik
gratifikasi dalam pelayanan publik dengan :
1. Peraturan Pemerintah tentang Pengendalian
Gratifikasi yang mengatur tentang batasan
gratifikasi, sistem pengendalian gratifikasi, dan
peran serta sektor swasta dan masyarakat
dalam mencegah pemberian gratifikasi dalam
pelayanan public;
2. Terbentuknya Unit Pengendalian Gratifikasi
pada Kementerian/Lembaga dan Pemerintah
Daerah
[Aksi Nomor 23]
Terimplementasikannya
sistem insentif dan
disinsentif Keuangan dalam
pelaksanaan Stranas PPK.
1. Evakuasi terhadap
pelaksanaan penerapan
stranas PPK selama 3 tahun
terakhir kebanyakan masih
menekankan compliance by
administrative,
2. Belum ada relasi ke outcome
3. Belum ada mekanisme insentif
dan disinsentif yang dapat
mendorong pelaksanaan
renaksi dalam STRANAS PPK
Memperkuat Stranas PPK dengan sistem insentif dan
disinsentif Keuangan dengan langkah awal
menyusun kajian mengenai insentif dan disintensif
keuangan dalam pelaksanaan Stranas PPK
24
PENINGKATAN AKUNTABILITAS PENEGEKAHAN HUKUM
TARGET MASALAH INSTRUKSI
.
1. Tingginya jumlah
tahanan di rumah
tahanan negara
2. Meningkatnya
penangguhan
penahanan tanpa uang
jaminan
[AKSI NOMOR 24]
Optimalisasi pengenaan
uang jaminan sebagai
syarat penangguhan
penahanan
Perbaikan/revisi SOP di Kepolisian terkait penangguhan
penahanan
[AKSI NOMOR 26]
Anti Kriminalisasi dengan
memberi kemudahan
pencairan ganti rugi dan
kompensasi oleh pencari
keadilan
1. Sulitnya mekanisme ganti
kerugian bagi pencari
keadilan
2. Mencegah kehancuran
mata
pencaharian/jabatan bagi
pejabat akibat salah
dakwaan/salah vonis/pra-
peradilan yang tidak
benar.
Mekanisme ganti kerugian dan kompensasi oleh negara di
sektor publik dan swasta bagi pencari keadilan :
1. Tersedianya kajian mekanisme pencairan ganti kerugian
dan kompensasi yang lebih mudah bagi pencari keadilan
2. Tersedianya mekanisme yang mudah bagi pencari
keadilan untuk mendapatkan kembali kedudukan dan
jabatannya disektor publik dan swasta
25
PENINGKATAN AKUNTABILITAS PENEGEKAHAN HUKUM
TARGET MASALAH INSTRUKSI
[AKSI NOMOR 25]
Anti- Kriminalisasi dengan
pelaksanaan Hukum
Acara Pidana yang
akuntabel.
1. Penyerapan Anggaran
khususnya di daerah
tidak maksimal
disebabkan ketakutan
Pemda dan Pejabat
Pembuat Keputusan
takut di kriminalisasi;
2. Multitafsir pedoman
beracara pra-peradilan
3. Dibutuhkan safeguard
anti-kriminalisasi
4. Khusus tipikor
dibutuhkan pengaturan
ruang lingkup yang
lebih luas, tidak hanya
menghitung kerugian
negara namun dapat
memasukkan social
cost of corruption
Revisi Peraturan Pemerintah Nomor 92 Tahun 2015 tentang
Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 27
Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang Undang
Hukum Acara Pidana (KUHAP), mengenai:
a. Ganti Kerugian, terkait: Besaran Ganti Kerugian,
Komponen Ganti Kerugian dan tata cara Eksekusi Ganti
Kerugian;
b. Rehabilitasi, terkait Tata Cara Pemulihan Kedudukan yang
hilang.
c. Rupbasan
d. Pengaturan kewajiban mengirimkan berita acara
penyitaan dari Kepolisian kepada JPU dan Pengadilan.
e. Pedoman beracara Pra-peradilan;
f. Strandar Mekanisme pengenaan uang jaminan sebagai
syarat penangguhan penahanan;
g. Ketentuan pelaksanaan tentang penggabungan perkara
gugatan ganti kerugian (bagi korban korupsi);
h. Mengadopsi pengaturan ruang lingkup kerugian yang lebih
luas (social cost of corruption)
26
PENINGKATAN AKUNTABILITAS PENEGEKAHAN HUKUM
TARGET MASALAH INSTRUKSI
[Aksi Nomor 27]
Meningkatnya efektifitas
pelaksanaan eksekusi
uang pengganti dan
penjara pengganti
1. Temuan BPK tahun 2015
menyoroti
ketidakkonsistenan dan
ketidakefektifan eksekusi
uang dan penjara
pengganti
2. Dugaan mafia peradilan
dalam eksekusi uang
pengganti dan penjara
pengganti
1. Implementasi hasil evaluasi BPKP mengenai
pelaksanaan eksekusi uang pengganti dan penjara
pengganti
2. Pelaksanaan hasil evaluasi BPKP mengenai eksekusi
uang pengganti dan penjara pengganti
[Aksi Nomor 28]
Mengurangi jumlah
tahanan di Lapas dengan
penangguhan Penahanan
dengan uang jaminan.
1. Masalah overcrowded
LAPAS yang memuncak
dengan kerusuhan antar
napi seperti terjadi di Bali,
Bengkulu dan masalah
lain seperti peredaran
narkoba lapas, dll
2. penindakan kejahatan
ringan arahnya hukum
pidana penjara
3. Mafia peradilan yang
masih eksis
1. Optimalisasi pengenaan uang jaminan sebagai syarat
penangguhan penahanan sesuai Peraturan Mahkamah
Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang penyesuaian
batasan tindak pidana ringan dan nilai denda dalam
KHUHP
2. Adanya perbaikan/revisi SOP di Kepolisian terkait
penangguhan penahanan.
27
TARGET MASALAH INSTRUKSI
KOORDINASI PENANGANAN KORUPSI
[Aksi Nomor 29]
Terlaksananya langkah-
langkah yang disepakati
untuk membangun sistem
data base penanganan
perkara secara terpadu
1. Masih adanya mafia
peradilan
2. Penjatahan target kasus
top-down yang tidak sesuai
kenyataan lapangan, misal
untuk tipikor target minimal
2 kasus per kajari.
3. Sinergi APH yang masih
belum terjadi
1. Percepatan pelaksanaan MoU terkait upaya pengembangan
data base penanganan perkara secara terpadu
2. Dijalankannya Road Map pengembangan database
penangangan perkara secara terpadu
3. Penggunaan database
[aksi Nomor 30]
Tersedianya sistem
administrasi penanganan
perkara pidana umum dan
pidana khusus yang
transparan
1. Sinergi APH yang masih
lemah,
2. Masih ditemukan
masalah sinkronisasi
penanganan kasus
Implementasi sistem administrasi penanganan perkara pidana
umum dan pidana khusus secara online ;
1. Tersedianya sistem online SPDP:
o Terimplementasikannya sistem penanganan perkara pidana
umum dan pidana khusus pada 18 (delapan belas) lokasi.
o Database online dan periodik dapat diakses oleh Aparat
Penegak Hukum
2 Terkirimnya tembusan Surat Pemberitahuan Dimulainya
Penyidikan (SPDP) perkara tindak pidana korupsi oleh Kepolisian
dan Kejaksaan kepada KPK
3 Dimulainya pelaksanaan SPDP online dari Kepolisian dan
Kejaksaan kepada KPK
4 Laporan periodik hasil pengawasan penangan perkara di
Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Menerbitkan Blue Print Reformasi Regulasi Tipikor berdasarkan
kesetaraan the Bribery Act, FCPA dan IBA (OECD)
28
TARGET MASALAH INSTRUKSI
REFORMASI TATA KELOLA BARANG SITAAN DAN RAMPASAN HASIL TIPIKOR
[Aksi Nomor 31]
Menekan penyelewengan
dalam pengelolaan barang
sitaan dan rampasan hasil
tipikor
1. Tingginya biaya
pemeliharaan barang
sitaan dan rampasan
tipikor.
2. Penyelewengan
pemakaian barang
sitaan.
3. Lamanya Penyimpanan
sampai putusan
inkracht dan pelelangan
tidak menentu
4. Rawan kerugian negara
akibat penyimpanan
tidak terjamin
5. Hasil audit BPKP belum
dilaksanakan
Untuk transparansi dan akuntabilitas pengelolaan barang
sitaan dan rampasan hasil tipikor menginstruksikan :
1. Pelaksanaan rekomendasi BPKP, hasil audit pengelolaan
benda sitaan negara dan barang rampasan negara;
2. Pelelangan seluruh barang sitaan/rampasan yang sudah
lama tersimpan di Rupbasan;
3. Memaksimalkan pelaksanakan eksekusi uang pengganti;
4. Penelusuran Aset Pidana terhadap daftar terpidana
korupsi yang belum melunasi uang pengganti kepada
Instansi terkait;
5. Laporan dan publikasi penelurusan aset.
29
TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS PENGELOLAAN KEUANGAN
TARGET MASALAH INSTRUKSI
.
[AKSI NOMOR 18]
Menekan korupsi pada
realisasi anggaran
pembangunan dan
pengadaan barang dan
jasa
1. Percepatan implementasi transaksi non tunai di
seluruh Kementerian/Lemabga dan Pemerintah
Daerah;
2. Menyelesaiakan Peraturan mengenai pembatasan
transaksi tunai di Kementerian/Lembaga dan
Pemerintah Daerah
Realisasi anggaran
pembangunan dan
pengadaan barang dan
jasa menjadi sector
rawan korupsi.
[AKSI NOMOR 19]
Menutup ruang korupsi
dalam penyaluran dan
penggunaan dana hibah
dan bantuan sosial
Hibah dan Bantuan
Sosial sangat rawan
korupsi khususnya di
daerah.
Transparansi dan akuntabilitas penyaluran serta penggunaanDana Hibah dan Bantuan Sosial dengan mewajibkanPemerintah Daerah untuk : 1. Mempublikasikan daftar penerima dana hibah/bantuan
sosial dan laporan pertanggung-jawaban mengenaipenyaluran dan penggunaan dana hibah/bansos padawebsite Pemerintah Daerah;
2. Menetapkan standar Laporan pertanggung-jawaban, yang memuat : a. Proses penentuan penerima dana hibah dan bantuan
sosialb. Laporan pertanggungjawaban realisasi dan penggunaan
oleh penerima dana hibah dan bantuan sosial
AKSI DENGAN PPATK SEBAGAI PENANGGUNG JAWAB DAN/ATAU PIHAK TERKAIT