PBL SKEN 1
-
Upload
govamaniacs-insave-iv -
Category
Documents
-
view
261 -
download
1
description
Transcript of PBL SKEN 1
TUGAS PBL
SKENARIO 1
Disusun oleh : KELOMPOK 26
No. Nama NPM
1. Christopher Edwin M. 10700228
2. Fitriyani 10700230
3. Fahad Jaya Gumilang 10700232
4. Munif Sugiarto 10700234
5. Erna Inawati 10700236
6. Umarul Faruk 10700238
7. Kevin Reinaldo S. 10700240
8. I Nyoman Gita Jaya 10700242
9. Ninis Fajeriyah 10700244
10. Felicia Anita Wijaya 10700246
11. Susi Indah Riyani 10700248
12. Dewa Nyoman Suryadi 10700250
PEMBIMBING TUTOR: dr. Akmarawita Kadir, M.Kes
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
TAHUN AKADEMIK 2010/2011
DAFTAR ISI
I. BAB I: SKENARIO ................................................................................. ..
II. BAB II: KATA KUNCI ………………………………………….........
III. BAB III: PROBLEM ..............................................................................
IV. BAB IV: PEMBAHASAN........................................................................
- BATASAN …………………………………………………………..
- ANATOMI / HISTOLOGI / FISIOLOGI / PATOFISIOLOGI /
PATOMEKANISME …………………………………………..
- JENIS – JENIS PENYAKIT YANG BERHUBUNGAN …..
- GEJALA KLINIS …………………………………………
- PEMERIKSAAN FISIK PENYAKIT …………………..
- PEMERIKSAAN PENUNJANG PENYAKIT …………………..
V. BAB V: HIPOTESIS AWAL (DIFFERENTIAL DIAGNOSIS).............
VI. BAB VI: ANALISIS DARI DIFFERENTIAL DIAGNOSIS ...................
- GEJALA KLINIS …………………………………………
- PEMERIKSAAN FISIK ……………………………………
- PEMERIKSAAN PENUNJANG ……………………………
VII. BAB VII: HIPOTESIS AKHIR (DIAGNOSIS) ......................................
VIII. BAB VIII: MEKANISME DIAGNOSIS .................................................
- MEKANISME BERUPA BAGAN SAMPAI TERCAPAINYA
DIAGNOSIS………………………………………………
IX. BAB IX: STRATEGI MENYELESAIKAN MASALAH .......................
- PENATALAKSANAAN………………………………………………….
- PRINSIP TINDAKAN MEDIS ……………………………….
X. PROGNOSIS DAN KOMPLIKASI…………………………………….
- CARA PENYAMPAIAN PROGNOSIS KEPADA PASIEN /
KELUARGA PASIEN …………………….
- TANDA UNTUK MERUJUK PASIEN ………………………..
- PERAN PASIEN / KELUARGA UNTUK PENYEMBUHAN ………
- PENCEGAHAN PENYAKIT ……………………………
BAB I
SKENARIO
Seorang pria 55 tahun mengalami sesak napas terutama kalau bekerja keras
disertai batuk yang hilang timbul dengan dahak putih dan tidak mengandung darah, sejak
1 tahun terakhir ini. Apa yang terjadi dengan pria tersebut?
BAB II
KATA KUNCI
Dalam skenario 1 ini, terdapat ada 6 kata kunci, yaitu :
1. Sesak napas
2. Batuk
3. Dahak putih
4. Tidak mengandung darah
5. Selama 1 tahun
6. Muncul saat bekerja keras
BAB III
PROBLEM
Dalam skenario ini, ada 5 permasalahan, yaitu :
1. Apa yang terjadi dengan pria tersebut?
2. Bagaimana pengobatan yang tepat untuk pasien tersebut?
BAB IV
PEMBAHASAN
BATASAN
Kelainan kardiovaskuler di Indonesia, sejalan dengan berubahnya pola hidup dan
tradisi budaya bangsa Indonesia menunjukkan kenaikan angka prevalensi dan insidensi.
Hal ini menuntut pemahaman komprehensif bagi para stakeholder kesehatan, Untuk
dapat mengatasi masalah ini, baik secara preventif, kuratif, promotif maupun rehabilitatif.
ANATOMI / HISTOLOGI / FISIOLOGI / PATOFISIOLOGI / PATOMEKANISME
PATOFISIOLOGI SISTEM KARDIOVASKULER
FISIOLOGI KARDIOVASKULAR
a) Pacemaker
Kontraksi otot jantung untuk mendorong darah, dicetuskan oleh potensial aksi (oleh
sel otot otoritmik) yang menyebar melalui membran sel-sel otot atrium atau ventrikel.
Sel-sel otoritmik tidak memiliki potensial istirahat, memperlihatkan aktivitas pemacu
(pacemeker activity).
Sel-sel otoritmik mencetuskan potensial aksi yg kemudian menyebar ke seluruh
jantung sehingga menghasilkan denyutan berirama tanpa perangsangan syaraf
apapun.
Ada tiga tipe otot jantung :
1) Otot Atrium (sel kontraktil)
2) Otot Ventrikel (sel kontraktil)
3) Specialized Excitatory And Conductive Muscle Fibers
Tipe otot atrium dan ventrikel berkontraksi dengan cara yang sama seperti otot
rangka, hanya saja durasi kontraksi otot-otot tersebut lebih lama. Sebaliknya,
serabut-serabut khusus eksitatori dan konduksi berkontraksi dengan lemah sekali
sebab serabut-serabut ini hanya mengandung sedikit serabut kontraktil; justru
mereka memperlihatkan pelepasan muatan listrik berirama yang otomatis dalam
bentuk potensial aksi atau konduksi potensial aksi yang melalui jantung, yang
bekerja sebagai suatu sistem eksitatorik yang mengatur denyut jantung yang
berirama.
Berlaku Hukum all or none di oto jantung, artinya bila atrium atau ventrikel sudah
eksitasi, selalu diikuti oleh kontraksi seluruh jantung.
Sifat dasar otot jantung :
a. irritability (bathmotropic) = peka Rangsangan
b. conductivity (dromotropic) = hantar Rangsangan
c. contractility (inotropic) = dapat berkontraksi
d. rhythmicity ( chronotropic) = bersifat ritmis
b) Penyebaran eskitasi jantung (Irritability, conductivity, Contractility,
Rhytmicity)
Penyebaran Eksitasi Otot jantung
• Setelah dimulai dari SA Node, potensial aksi menyebar ke seluruh jantung.
• Agar jantung berfungsi secara efisien maka harus :
1. Eksitasi dan kontraksi atrium harus selesai sebelum kontraksi dimulai.
2. Eksitasi serat otot jantung harus dikoordinasi sebagai suatu kesatuan.
3. Pasangan atrium dan ventrikel harus terkoordinasi, shg dapat berkontraksi secara
simultan.
Eksitasi Atrium
Pot.aksi dari nodus SA melalui 2 jalur
1) Jalur Antaratrium Menyebar ke kedua Atrium dari sel ke sel melalui Gap
Junction
2) Jalur Antarnodus Berjalan dari SA Node ke AV Node
Transmisi antara atrium dan ventrikel
- Potensial aksi dihantarkan relatif lambat melalui AV node (AV nodal delay)à
atrium sempurna berkontraksi
Eksitasi Ventrikel
- Setelah perlambatan, impuls cepat menyebar melalui berkas his dan serabut
purkinye à u/ berkontraksi sebagai suatu kesatuan.
c) Potensial aksi pada sel kontraktil jantung
Normal : SA sebagai pace maker
à irama SA node
à irama sinus
Patologis : AV node sebagai reserve pace maker
à irama nodal
à lebih lambat dari irama sinus
d) Periode refrakter jantung
Otot jantung bersifat refrakter bila dirangsang kembali selama periode potensial aksi
berlangsung. Oleh karena itu, periode refrakter jantung biasanya dikatakan hanya
terjadi sebentar-sebentar, yaitu impuls jantung normal tidak dapat mengeksitasi
kembali suatu daerah otot jantung yang memang sudah tereksitasi. Periode refrakter
ventrikel yang normal adalah 0,25 sampai 0,30 detik, yang kira-kira sesuai dengan
lamanya proses pendataran potensial aksi yang memanjang. Di samping itu, ada
periode refrakter relative yang waktunya kira-kira 0,05 detik, yaitu saat ketika otot
tersebut lebih sulit terseksitasi dibandingkan ketika dalam keadaan normal, tetapi
walaupun demikian masih dapat tereksitasi oleh sinyal eksiratorik yang sangat kuat.
Periode refrakter otot atrium jauh lebih singkat daripada periode refrakter otot
ventrikel (kira-kira 0,15 detik untuk atrium dibandingkan dengan ventrikel, yaitu
0,25-0,30 detik).
e) EKG
Gelombang P, QRS, dan T yang ditunjukkan dalam elektrokardiogram merupakan
tegangan listrik yang ditimbulkan oleh jantung dan direkam olleh elektrokardiograf
dari permukaan tubuh.
Gelombang P disebabkan oleh penyebaran depolarisasi melewati atrium, yang diikuti
oleh kontraksi atrium, yang menyebabkan kurva tekanan atrium naik sedikit sesudah
gelombang P pada elektrokardiogram.
Kira-kira 0,16 detik sesudah timbul gelombang P, muncul gelombang QRS sebagai
hasil depolarisasi listrik pada ventrikel, yang mengawali kontraksi ventrikel dan
menyebabkan tekanan ventrikel mulai meningkat. Oleh karena itu, kompleks QRS
mulai sesaat sebelum sistolik ventrikel.
Sedangkan gelombang T ventrikel mewakili tahap repolarisasi ventrikel ketika
serabut-serabut otot ventrikel mulai berelaksasi. Oleh karena itu, gelombang T terjadi
sesaat sebelum akhir dari kontraksi ventrikel.
PATOFISIOLOGI KELAINAN ARTERI
Sebagaimana pembahasan kelainan pada organ lain, pembahasan kelainan pada
arteri juga dibedakan menurut proses yang mendasarinya, yaitu : kelainan bawaan,
kelainan radang, kelainan degeneratif, kelainan imunologik, neoplasma dan kelainan lain
yang belum jelas patofisiologinya.
b. Kelainan Bawaan
Yang termasuk kelainan bawaan pada kelainan arteri meliputi :
- Hipoplasia Aorta ascenden
Hipoplasia Aorta Ascenden adalah suatu kelainan bawaan pada arteri dimana aorta
ascenden tidak berkembang dengan sempurna. Aorta sendiri adalah pembuluh darah
arteri paling besar muara dari bilik kiri jantung, yang mengalirkan darah dari jantung ke
seluruh peredaran sistemik tubuh. Aorta ascenden adalah yaitu bagian bangunan dari
aorta yang berjalan dari orifisium oarta ke atas, sedangkan bagian yang menurun disebut
aorta descenden.
- Atresia orifisium aorta
Atresia orifisium aorta adalah suatu kelainan bawaan pada arteri, dimana pada aorta tidak
tumbuh atau tidak terdapat lubang/ pintu (orifisium) yang menghubungkan antara bilik
kiri jantung dengan aorta.
- Atresia mitralis
Katub mitralis adalah katub pada jantung yang menghubungkan antara bilik (ventrikel)
kiri dengan serambi (atrium) kiri jantung. Pada kelainan atresia katub mitralis yang
merupakan kelainan bawaan, katub mitralis tidak tumbuh atau tidak terdapat katub mitral
diantara atrium dan ventrikel kiri.
- Anomali lengkung aorta
Anomali lengkung aorta adalah kelainan bawaan dimana lengkung aorta mempunyai
bentuk atau struktur yang tidak normal, misalnya :
Koarktasio aorta dan duktus arteriosus paten. Koarktasio aorta adalah kelainan bawaan
pada aorta dimana lengkung aorta bentuknya tidak normal sehingga aliran darah yang
seharusnya melalui aorta ascenden melanjut ke lengkung aorta kemudian ke aorta
descenden, akan mengalami gangguan karena lengkung aorta yang tidak normal
bentuknya sehingga akan terjadi turbulensi aliran darah.
Pada kelainan Duktus arteriosus paten, terjadi kelainan bawaan pada aorta dimana duktus
arteriosus yang menghubungkan antara atrium kiri dan lengkung aorta menetap dan tetap
ada, dimana seharusnya duktus tersebut berubah menjadi ligamentum (ligamentum
arteriosus Botalli) yang tidak lagi berfungsi sebagai duktus saat bayi lahir.
Pada seluruh kelainan bawaan tersebut di atas tanda klinis yang terlihat adalah berupa
sianosis berat dan biasanya akan meninggal dalam beberapa hari, kecuali pada kasus
yang dapat dilakukan koreksi terhadap kelainan tersebut.
c. Radang
Kelainan radang pada sistem kardiovaskuler yang sering meliputi : arteritis akuta, arteritis
sifilitika, rheumatoid artritis, dan arteritis tuberculosis.
- Arteritis Akuta Infeksiosa
Arteritis Akuta Infeksiosa adalah kelainan peradangan infeksi yang biasanya disebabkan
oleh bakteri pada arteri. Pada kelainan ini mengakibatkan dinding arteri menjadi
melemah oleh karena terjadi infiltrasi sel – sel peradangan & invasi dari kuman yang
menginfeksi itu sendiri.
- Periarteritis Nodosa (Poliarteritis, Panarteritis)
Periarteritis Nodosa sesuai dengan namanya adalah arteritis atau peradangan dari jaringan
di sekitar atau yang mengitari arteri (peri = di tepi), dimana pada kelainan ini didapatkan
nodus (benjolan) sebagai akibat dari timbunan reaksi peradangan.
- Arteritis Lain yang khas :
- Arteritis Sifilitika / Lues (disebabkan kuman Sifilis)
Arteritis Sifilitika / Lues adalah kelainan peradangan pada jaringan arteri yang
disebabkan oleh kuman Sifilis (Treponema Palida), dimana memberikan gambaran khas.
Gambaran khas berupa gambaran klinis umum penyakit sifilis, dimana infeksi biasanya
disebarkan melalui hubungan seksual (PMS mayor).
- Rheumatoid Arteritis
Rheumatoid Artritis adalah kelainan autoimun dimana di dalam serum darahnya
didapatkan faktor Rheumatoid. Kelainan yang menyertai biasanya adalah kelainan /
manifestasi sistemik dari kelainan autoimun ini.
- Arteritis Tuberculosis
Arteritis tuberkulosis adalah kelainan peradangan jaringan arteri yang disebabkan oleh
kuman Mycobacterium tuberculosis yang biasanya juga merupakan penyebaran sistemik
dari infeksi Tuberkulosis, yang secara primer biasanya masuk melalui saluran nafas dan
berproses di paru.
- Penyakit Takayasu (Pulseless Disease)
Penyakit Takayasu adalah kelainan peradangan pada arteri yang juga bersifat autoimun.
Pada kelainan ini karena proses peradangan tersebut mengakibatkan elastisitas pembuluh
menjadi terganggu dan menyebabkan denyut nadi menjadi tidak teraba, oleh karenanya
disebut sebagai Pulseless disease.
d. Kelainan Degeneratif
Kelainan degeneratif, sejalan dengan perubahan pola hidup dan pola makan penduduk
yang cenderung berubah menjadi faktor risiko penyakit-penyakit degeneratif, baik di
negara yang sedang berkembang seperti Indoonesia maupun di negara-negara maju maka
menjadi sering dijumpai.
- Aterosklerosis
Aterosklerosis adalah kelainan degeneratif pada sistem kardiovaskuler yang mengenai
arteri besar dan sedang, dimana terjadi penimbunan lemak dan jaringan fibrosis, sehingga
akan timbul penimbunan berupa plak ateroma di pembuluh darah yang mengalami
kelainan tersebut. Karena adanya plak aterom ini maka akan terjadi penyempitan lumen
pembuluh darah, dimana penyempitan ini, biasanya tidak hanya karena sumbatan atau
timbunan plak, namun biasanya ditambahi karena adanya gangguan elastisitas dari
dinding pembuluh darah. Adanya plak ini bila mengalami kerontokan atau terlepasnya
plak ateroma dari dinding pembuluh darah, dimana plak ini menempel, maka rontokan
plak ini akan mengakibatkan penyumbatan arteri sebelah distal. Karena adanya
penyumbatan arteri koronaria yang mendarahi jantung ini, maka akan mengakibatkan
keadaan iskemia jantung (Penyakit Jantung Koroner). Bila keadaan serupa mengenai
pembuluh darah serebral di otak maka akan menyebabkan keadaan iskemia di otak, yaitu
kelainannya disebut sebagai Stroke Non Perdarahan dan bila keadaan ini terjadi di
jaringan ginjal, yaitu di parenkhim atau pada jaringan glomerulus dan tubulus maka akan
terjadi Nekrosis Ginjal atau nekrosis tubuler yang biasanya bersifat kronik.
Kelainan degeneratif biasanya jarang terjadi pada umur kurang dari 40 tahun, dan akan
bertambah sejalan sesuai dengan bertambahnya umur. Pada usia di atas 70 tahun kelainan
degeneratif merupakan kasus yang paling banyak dijumpai.
Faktor risiko kelainan degeneratif dari aterosklerosis adalah :
- wanita post menopause,
- penyakit hipertensi,
- dislipidemi, yang ditandai dengan kenaikan kadar kolesterol (LDL + trigliserida) dan
atau rendahnya kadar HDL.
- diabetes melitus,
- obesitas,
- gaya hidup dengan pola konsumsi energi berlebih dan kurang olah raga (aktivitas fisik).
- Hipertensi
Hipertensi adalah keadaan dimana tekanan darah sistolik dan atau diastolik
mengalami peningkatana dari angka atau tekanan batas normal. Batasan normal untuk
tekanan sistolik pada orang dewasa adalah 140 – 160 mmHg dan diastolik adalah 90 – 95
mmHg. Hipertensi sendiri merupakan faktor risiko dari berbagai penyakit degeneratif,
misalnya gagal jantung, aterosklerosis dengan segala akibat, penyakit stroke, penyakit
ginjal, penyakit mata dan berbagai penyakit lain.
Menurut manifestasi klinik tersebut hipertensi dibedakan menjadi dua, yaitu hipertensi
benigna (bila tekanan darah mengalami peningkatan akan tetapi peningakatan tersebut
tidak melebihi 200 mmHg untuk tekanan sistolik dan 120 mmHg untuk tekanan
diastoliknya) dan hipertensi maligna (suatu keadaan sebaliknya dari hipertensi benigna,
yaitu tekanan diastolik maupun sistolik di atas yang tersebut di atas, ataupun tekanannya
kurang dari tersebut di atas (120 mmHg (diastolik)/ 200 mmHg (sistolik)) namun telah
terjadi gangguan atau kelainan pada organ target).
Etiologi / Penyebab
Hipertensi secara causatif atau bila dilihat penyebabnya dapat dibedakan menjadi
hipertensi primer (esensial) dan hipertensi sekunder
Hipertensi primer merupakan kasus hipertensi yang sering dijumpai, tidak diketahui
penyebabnya secara pasti. Namun demikian beberapa faktor yang diketahui berhubungan
atau menjadi faktor risiko dan mempengaruhi kejadian hipertensi primer adalah : genetik
(keturunan), kegemukan (obesitas), konsumsi makanan yang tidak seimbang dengan diit
garam berlebihan, pola hidup tidak tenang, yaitu dengan kepribadian tipe A (ambisius,
sering mengerjakan sesuatu dengan cepat dan dalam satu waktu ingin mengerjakan
beberapa hal sekaligus) serta aktivitas fisik yang berlebihan atau bahkan sebaliknya yaitu
keadaan kurangnya olahraga.
Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan adanya kelainan atau keadaan dari
sistem organ lain, seperti kelainan ginjal, yaitu : Gagal Ginjal Kronik, Glomerulonefritis
Akut, Kelainan Endokrin : Tumor Kelenjar Adrenal, Sindroma Cushing, serta bisa juga
diakibatkan oleh penggunaan obat – obatan : kortikosteroid dan hormonal (pil, suntik dan
susuk kontrasepsi.
- Aneurisma
Aneurisma arteri adalah keadaan perubahan dinding arteri dimana dinding artei
mengalami dilatasi abnormal arteri yang biasanya disebabkan kelemahan dinding
pembuluh darah, dibedakan menjadi aneurisma sejati dan tidak sejati.
Keadaan tidak sejati disebabkan trauma yang menyebabkan ruptur pembuluh darah.
Aneurisma sejati disebabkan keadaan aterosklerotik (mis.: aneurisma aorta abdominalis
aterosklerotik), keadaan infeksi sifilis (aneurisma sifilitika).
1.d Kelainan Imunologik
Kelainan imunologik adalah suatu kelainan pada arteri dimana proses yang mendasari
adalah respon tubuh yang salah dengan peneluaran mediator biokimia yang sebenarnya
berfungsi sebagai sistem imun akan tetapi justru akan merusak jaringan tubuh sendiri.
Teramsuk di dalamnya adalah :
- Sistemik Lupus Eritematosus (SLE)
SLE adalah kelainan imunologik dimana biasanya ditandai dengan kelainan kulit yang
dominan, serta gangguan persendian yang hebat. Pada arteri yang mengalami peradangan
akibat SLE akan mengalami gangguan elastisitas dan kurang intak.
- Ruptura Henoch Schonlein
Kelainan imunologik pada arteri ditandai dengan mudah rupturnya dinding pembuluh
darah.
- Rheumatoid arteritis
Rheumatoid arteritis terjadi karena komplek antigen – antibodi pada dinding pembuluh
darah yang menyebabkan terjadinya vaskulitis
PATOFISIOLOGI SISTEM RESPIRASI
Kelainan saluran nafas ada dua, yaitu :
a. Obstruksi
Dideteksi dengan pengukuran :
- F.E.V1
- K.P.M (Kapasitas Pernafasan Maksimal)
b. Restriksi
Dideteksi dengan pengukuran :
- V.C (kapasitas Vital)
- F.V.C
Kelainan pernafasan :
1. Asfiksia
Disebabkan oleh oklusi saluran nafas, hipoksia dan hiperkapnia akut timbul
bersamaan.
2. Tenggelam
Adalah asfiksia akibat terbenam, umumnya di dalam air.
3. Pernafasan Berkala (Periodic Breathing)
4. Pernafasan Cheyne-Stokes
Adalah pernafasan berkala terjadi pada berbagai penyakit.
5. Apnea tidur
Adalah kegagalan pelepasan impuls saraf yang menjalankan pernafaasan, atau
dapat disebabkan oleh obstruksi jalan nafas.
6. Sindrom kematian bayi mendadak
JENIS – JENIS PENYAKIT YANG BERHUBUNGAN
i. Batuk
ii. Sputum
iii. Hemoptisis / Hemoptoe
iv. Dispnea
v. Nyeri dada
vi. Clubbing finger (Pembengkakan jari)
vii. ISPA
viii. Hypertensi
ix. Asma
x. Bronkitis
GEJALA KLINIS
1. Batuk
Batuk merupakan refleks perlindungan tubuh karena iritasi percabangan
trakeobronkial. Kemampuan untuk batuk merupakan mekanisme penting untuk
membersihkan saluran udara bagian bawah.
Rangsangan yang bisa mengakibatkan batuk :
- rangsangan mekanik ; adanya tumor (carsinoma bronchus)
- rangsangan kimia ; debu, asap, benda asing kecil
- peradangan ; setiap peradangan saluran udara dapat mengakibatkan batuk
(bronkitis kronik, tbc, pneumonia).
2. Sputum
Secara normal, orang dewasa memproduksi mukus dalam saluran
pernafasannya setiap hari. Mukus ini dibersihkan secara normal oleh rambut getar
di saluran pernafasannya. Kalau pembentukan mukus berlebihan maka proses
normal pembersihan tidak efektif lagi, sehingga mukus akan tertimbun. Bila hal
ini terjadi maka mukosa saluran pernafasan akan terangsang sehingga mukus
dibatukkan keluar sebagai sputum.
Pembentukan sputum mungkin disebabkan oleh infeksi mukosa saluran
nafas, rangsangan fisik maupun kimia.
3. Hemoptisis / Hemoptoe
Hemoptisis merupakan istilah untuk menyatakan batuk darah / sputum
yang berdarah. Penyebab hemoptisis ; Tbc paru, carsinoma bronkus, abses paru,
pneumonia.
4. Hemoptisis / Hemoptoe Dispnea
Merupakan istilah untuk menyatakan perasaan gangguan bernafas dan
merupakan gejala utama penyakit kardipulmoner. Pasien dispnea akan merasa
seakan tercekik, nafas pendek. Penyakit pernafasan yang menimbulkan gejala
dispnea adalah penyakit pernafasan yang menyerang percabangan trakeobronkial
(penyakit saluran nafas), parenkim paru dan rongga pleura.
5. Clubbing finger (Pembengkakan jari)
Pembengkakan jari-jari merupakan suatu perubahan bentuk ujung jari
tangan / kaki, sehingga tampak menggelembung.
Clubbing finger merupakan tanda fisik yang nyata dari suatu keadaan yang
serius. Penyakit paru ; carsinoma bronkus, Tbc paru, bronkiektasis, abses paru.
Penyakit cardivaskuler ; penyakit jantung kongenital, endokarditis infektif.
Tanda – tanda petukaran gas yang kurang memadai:
1. Sianosis
Sianosis adalah warna kebiru-biruan kulit dan selaput lendir, akibat
peningkatan kadar hemoglobin yang tidak berikatan dengan oksigen.
Ada dua jenis sianosis :
- Sianosis sentral, karena kekurangan oksigen di paru-paru. Jenis ini paling
mudah diketahui di wajah, bibir, cuping telinga dan bagian bawah lidah.
- Sianosis perifer ; terjadi karena aliran darah yang kurang pada aliran darah
vena seingga menyebabkan daerah tersebut menjadi biru. Sianosis perifer
dapat terjadi pada kegagalan jantung, sumbatan pada aliran darah atau
vasokonstriksi pembuluh darah akibat suhu yang dingin.
PEMERIKSAAN FISIK PENYAKIT
a. Inspeksi
b. Palpasi
c. Perkusi
d. Auskultasi
PEMERIKSAAN PENUNJANG PENYAKIT
a. Rontgen
b. Faal paru
a. Spirometri (VEP1, VEP1 prediksi, KVP, VEP1/KVP)
b. Uji bronkodilator
c. Pemeriksaan darah
Hb, Ht, leukosit.
d. Analisis gas darah
Terutama untuk menilai :
a. Gagal napas kronik stabil
b. Gagal napas akut pada gagal napas kronik
e. Radiologi
a. CT scan resolusi tinggi.
b. Scan ventilasi perfusi
f. Elektrokardiografi
Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh pulmonal dan hipertrofi
ventrikel kanan.
g. Ekokardiograf
Menilai fungsi jantung kanan.
BAB V
HIPOTESIS AWAL (DIFFERENTIAL DIAGNOSIS)
1. Asma
2. PPOK
3. Bronchitis
4. ISPA
5. Kanker Paru-paru
BAB VI
ANALISIS DARI DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
1. ASMA
a. GEJALA KLINIS
Sesak napas mendadak
Fase inspirasi yang lebih pendek dibandingkan fase ekspirasi
Batuk selalu ada disertai dahak putih
b. PEMERIKSAAN FISIK
a. Inspeksi
i. Mengi/wheezing terdengar sewaktu ekspirasi
ii. Pergerakan cuping hidung
iii. Otot bantu pernapasan ikut aktif
iv. Penderita tampak gelisah
b. Palpasi
i. Diafragma normal asma ringan
ii. Diafragma mendatar asma berat
c. Perkusi
i. Suara napas normal sampai hipersonor
d. Auskultasi
i. Terdapat suara napas tambahan
ii. Kalau ada sekret terdengar ronki kasar waktu inspirasi dan
tumpang tindih dengan wheezing ketika inspirasi
iii. Suara vesikuler meningkat disertai ekspirasi memanjang.
c. PEMERIKSAAN PENUNJANG
o Pemeriksaan darah
Eosinofil, leukosit.
o Radiologi
Gambaran radiologi hyperlucent
o Elektrokardiografi
Untuk mengetahui adanya hipoksia dan peningkatan PA o2.Selain itujuga
untuk mengetahui ditemukannya RBBB pada jantung dan P pulmonal.
2. PPOK
a. GEJALA KLINIS
Sesak napas.
Batuk menahun.
Batuk berdahak.
Namun pada kasus yang ringan tidak menimbulkan gejala apapun.
Beberapa ciri dari PPOK yaitu : biasanya dialami oleh perokok berat,
gejala muncul pada usia 40-an, gejala semakin lama semakin bertambah
buruk, gejala memburuk pada musim hujan/dingin, dan tidak ada
hubungannya dengan alergi.
b. PEMERIKSAAN FISIK
• Inspeksi
- Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)
- Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)
- Penggunaan otot bantu napas
- Hipertropi otot bantu napas
- Pelebaran sela iga
- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis i
leher dan edema
- Penampilan pink puffer atau blue bloater
• Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
• Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak
diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah
• Auskultasi
- suara napas vesikuler normal, atau melemah
- terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada
ekspirasi paksa
- ekspirasi memanjang
- bunyi jantung terdengar jauh
Pink puffer
Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan
dan pernapasan pursed - lips
Blue bloater
Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis,
terdapat edema tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral
dan perifer
Pursed - lips breathing
Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan
ekspirasi yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh
untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi sebagai mekanisme
tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada gagal napas
kronik.
c. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Faal paru
- Spirometri (VEP1, VEP1 prediksi, KVP, VEP1/KVP)
Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi (%) dan atau
VEP1/KVP (%)
VEP1 merupakan parameter paling umum untuk menilai beratnya
PPOK dan memantau perjalanan penyakit.
Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan
APEmeter sebagai alternatif dengan memantau variability harian
pagi dan sore.
- Uji bronkodilator
Dengan menggunakan spirometri bila tidak ada gunakan
APEmeter. Setelah pemberian bronkodilator, inhalasi sebanyak 8
hisapan, 15-20 menit kemudian, dilihat perubahan nilai
VEP1/APE, perubahan VEP1 atau APE <20% nilai awal dan
<200mL.
Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil.
2. Pemeriksaan darah
Hb, Ht, leukosit.
3. Analisis gas darah
Terutama untuk menilai :
Gagal napas kronik stabil
Gagal napas akut pada gagal napas kronik
4. Radiologi
CT scan resolusi tinggi.
Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat
emfisema/bulla yang tidak terdeteksi oleh foto thoraks polos.
Scan ventilasi perfusi
Mengetahui fungsi respirasi paru.
5. Elektrokardiografi
Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh pulmonal
dan hipertrofi ventrikel kanan.
6. Ekokardiograf
Menilai fungsi jantung kanan.
3. BRONCHITIS
a. GEJALA FISIK
- batuk berdahak (dahaknya bisa berwarna kemerahan)
- sesak nafas ketika melakukan olah raga atau aktivitas ringan
- sering menderita infeksi pernafasan (misalnya flu)
- bengek
- lelah
- pembengkakan pergelangan kaki, kaki dan tungkai kiri dan kanan
- wajah, telapak tangan atau selaput lendir yang berwarna kemerahan
- pipi tampak kemerahan
- sakit kepala
- gangguan penglihatan
b. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan melihat tanda-tanda yang
umum seperti batuk yang retentif, suara napas yang mendecit, dan juga
cyanosis di bagian lidah dan membran mukosa akibat pengaruh sekunder
polisitemia. Dari postur, penderita memiliki kecenderunganov er wei gh t.
Sedangkan melihat dari usia, kebanyakan penderita berumur 45-60 tahun.
Penderita bronkitis kronik juga mengalami perubahan pada jantung berupa
pembesaran jantung, cor pulmonal.
Pemeriksaan fisik yang dapat digunakan untuk mengukur paru-paru antara
lain adalah Uji fungsi paru adalah tes yang dilakukan untuk mengukur
kemampuan paru-paru dalam melakukan pertukaran oksigen dan karbon
dioksida.
c. PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Tes fungsi paru-paru
- Spirometri
- Arterial blood gas (ABG)
Tes darah ini merupakan tes yang digunakan untuk melihat
kemampuan paru-paru menyediakan darah dengan oksigen dan
menghilangkan karbon dioksida, dan untuk mengukur pH darah.
- Pulse oximetry
Pengukuran dilakukan menggunakan oksimeter. Oksimeter
berfungsi untuk mengukur kadar oksigen di dalam darah
- Rontgen dada.
4. ISPA
a. GEJALA FISIK
- Pada sistem respiratorik adalah: tachypnea, napas tak teratur (apnea),
retraksi dinding thorak, napas cuping hidung, cyanosis, suara napas
lemah atau hilang, grunting expiratoir dan wheezing.
- Pada sistem cardial adalah: tachycardia, bradycardiam, hypertensi,
hypotensi dan cardiac arrest.
- Pada sistem cerebral adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit kepala,
bingung, papil bendung, kejang dan coma.
- Pada hal umum adalah : letih dan berkeringat banyak, batuk, pilek,
serak, dengan atau tanpa demam
b. PEMERIKSAAN FISIK
1. Inspeksi :
Membran mucosa hidung faring tampak kemerahan
Tonsil tanpak kemerahan dan edema
Tampak batuk tidak produktif
Tidak ada jaringna parut pada leher
Tidak tampak penggunaan otot- otot pernapasan
tambahan,pernapasan cuping hidung, tachypnea, dan
hiperventilasi
2. Palpasi
Adanya demam
Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah
leher / nyeri tekan pada nodus limfe servikalis
Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid
3. Perkusi
Suara paru normal (resonance)
4. Auskultasi
Suara napas vesikuler / tidak terdengar ronchi pada kedua
sisi paru
5. Pengkajian tanda – tanda vital dan kesadaran klien
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
HB, LED, Hematokrit, Trombosit, MCV, MCH, MCHC, Diff Count,
Urien PH, Ureum, Kreatinin, SGOT, SGPT, Na, Kalium, Cl, AGD, PCO2,
Radiologi, dan ECG.
5. KANKER PARU-PARU
a. GEJALA FISIK
- Batuk yang terus menerus atau menjadi hebat.
- Dahak berdarah, berubah warna dan makin banyak.
- Napas sesak dan pendek-pendek.
- Sakit kepala, nyeri atau retak tulang dengan sebab yang tidak jelas.
- Kelelahan kronis
- Kehilangan selara makan atau turunnya berat badan tanpa sebab yang
jelas.
- Suara serak/parau.
- Pembengkakan di wajah atau leher.
b. PEMERIKSAAN FISIK
Dokter terkadang tidak mendapatkan kelainan pada pemeriksaan fisiK
penderita kanker paru staging awal penyakitnya. Hal itu disebabkan tumor
masih dengan volume kecil dan belum menyebar sehingga tidak
menimbulkan gangguan di tempat lain. Pada kasus dengan staging lanjut
akan dapat ditemukan kelainan tergantung pada gangguan yang
ditimbulkan oleh tumor primer atau penyebarannya. Kelainan yang
didapat tergantung letak dan besar tumor sehingga menimbulkan
gangguan. Kanker paru juga dapat menyebabkan timbulnya tumpukan
cairan di rongga pleura atau menekan pembuluh darah balik (vena), dll.
Kelainan yang dapat ditemukan berkaitan penyebaran kanker, misalnya
benjolan di leher, ketiak. Tidak jarang juga pasien datang dengan
kelumpuhan akibat penyebaran di otak atau tulang belakang (vetebra).
c. PEMERIKSAAN PENUNJANG
- foto X-Ray
- CT Scan Toraks
- Biopsi Jarum Halus
- Bronkoskopi
- USG Abdomen.
BAB VII
HIPOTESIS AKHIR (DIAGNOSIS)
BAB VIII
MEKANISME DIAGNOSIS
MEKANISME BERUPA BAGAN SAMPAI TERCAPAINYA DIAGNOSIS
BAB IX
STRATEGI MENYELESAIKAN MASALAH
PENATALAKSANAAN
PRINSIP TINDAKAN MEDIS
BAB X
PROGNOSIS DAN KOMPLIKASI
CARA PENYAMPAIAN PROGNOSIS KEPADA PASIEN / KELUARGA PASIEN
TANDA UNTUK MERUJUK PASIEN
PERAN PASIEN / KELUARGA UNTUK PENYEMBUHAN
PENCEGAHAN PENYAKIT