pbl kasus 2 dr tissa.docx

50

Click here to load reader

description

free

Transcript of pbl kasus 2 dr tissa.docx

Page 1: pbl kasus 2 dr tissa.docx

1

Kasus 2

Lumpuh Mendadak

Seorang laki-laki berusia 60 tahun dibawa keluarganya ke unit gawat daru-

rat RS karena mendadak mengalami kelemahan separuh badannya saat mandi.

Tidak berselang lama, pasien mengeluhkan sakit kepala dan muntah. Pasien mem-

punyai riwayat hipertensi. Riwayat trauma tidak diketahui oleh keluarga pasien.

Dari pemeriksaan didapatkan pasien tampak mengalami penurunan kesadaran,

tekanan darah 180/100 dan siriraj score = 4,5. Pada pemeriksaan neurologis dida-

patkan hemiparesis sinistra spastik. Keluarga sangat khawatir apakah kondisinya

bisa pulih seperti sebelumnya.

STEP 1

1. Hemiparesis : kekakuan otot yang berkurang pada seluruh tubuh

2. Siriraj score : skala yang digunakan untuk menentukan stroke

STEP 2

1. Mengapa bisa terjadi kelumpuhan ?

2. Mekanisme regulasi serebral ?

3. Manifestasi vascular serebral dengan kelainan fungsi motorik dan sensorik?

4. Klasifikasi stroke dan penegakan diagnosis ?

5. Manifestasi stroke ?

6. Cara penggunaan siriraj score ?

7. Penggunaan algoritma ?

8. Penatalaksanaan stroke ?

9. Pencegahan penyakit stroke ?

10. Faktor resiko stroke ?

Page 2: pbl kasus 2 dr tissa.docx

2

STEP 3

1. Mengapa bisa terjadi kelumpuhan

A. Gangguan pada perdarahan pada otak

Otak diperdarahi oleh dua arteri besar yaitu A. carotis dan A

Vertebralis. gangguan bisa merupakan penyumbatan atau pecahnya

pembuluh darah yang memperdarahi otak

B. Mekanisme regulasi serebral

Gambar 1.0. Gambar Arteri-arteri Kepala (Paulsen,2012)

Page 3: pbl kasus 2 dr tissa.docx

3

Autoregulasi adalah kemampuan otak meregulasi aliran darah

dalam rentan 60-160 mm/Hg tekanan arteri rata-rata ({MAP = sistol +

diastol }/3)

a. Hukum Monroe Kelli menyatakan bahwa volume in-

trakranial akan tetap konstan

b. Volume intrakranial ialah volume darah, volume LCS dan

jaringan otak

c. Penyesuaian mempunyai faktor intrinsic dan ekstrinsik

C. Manifestasi vascular serebral dengan kelainan fungsi mo-

torik dan sensorik

a. Perdarahan pada A.carotis dan cabang-cabangya jika terjadi gang-

guan disekitar wajah dan tungkai

b. Baal diwajah, lengan

c. Gangguan penglihatan

d. Bingung mendadak

e. Pusing

f. Hilang keseimbangan

g. Infark serebral regional

h. Klasifikasi stroke dan penegakan diagnosis

Stroke terbagi menjadi dua yaitu Stroke hemoragik dan non

hemoragik ( iskemik),Klasifikasi etiologis :

A. sistem TOAST

B. sistem HCSR

C. sistem USSD

i. Manifestasi stroke

A. Kelemahan satu sisi

B. Sakit kepala

C. Kelemahan otot wajah

D. Gangguan lapang pandang

Page 4: pbl kasus 2 dr tissa.docx

4

E. Gangguan pergerakan bola mata

Gejala stroke :

a. Iskemik :

a) Unilateral weakneses

b) Unilateral sensorik

c) Aphasia

d) Monocular visual loss

b. Hemoragik :

a) Kehilangan kesadaran

b) Sakit kepala

c) Meninggal

6. Penggunaan siriraj score

(2,5 x kesadaran) + (2 x muntah ) + ( 2x nyeri kepala ) + (0,1

+ tahanan diastole) – (3 xatheroma) – 12

Interpretasi :

Score > 1 = stroke hemoragik

Score < 1 = stroke iskemik

-1 > ss > 1 = perlu pemeriksaan penunjang CT scan

7. Penggunaan algoritma

A. Penurunan kesadaran

B. Nyeri kepala

C. Babinski

D. Penurunan kesadaran (-), nyeri kepala (+), Babinski (-) = DIS

E. Penurunan kesadaran (-), nyeri kepala (-), Babinski (+) = iskemik

8. Penatalaksanaan stroke

Page 5: pbl kasus 2 dr tissa.docx

5

a. Farmakologik

b. Non farmakologik

9. Pencegahan stroke

A. Pencegahan primordial

B. Pencegahan primer

C. Pencegahan skunder

10. Faktor resiko

A. Aterosklerosis

B. Hiperlipidemia

C. Merokok

D. Hipertensi

E. Kelainan

F. Usia

G. Fibrilasi arteriol

H. Obesitas

I. Riwayat keluarga

J. Alkohol

STEP 4

1. Mengapa bisa terjadi kelumpuhan

A. A.Serebri media

Kelainan :

a. Gangguan penglihatan

b. Kelumpuhan tungkai

c. Gangguan bicara

B. A.serebri posterior

Kelainan :

a. Kebutaan seluruh lapang pandang

b. Rasa nyeri spontan

c. Kesulitan memahami barang yang dilihat

Page 6: pbl kasus 2 dr tissa.docx

6

C. A. serebri santerior

Kelainan :

a. kelumpuhan satu tungkai

b. Mengompol

c. Gangguan mengungkapkan maksud

d. Gangguan menirukan omongan orang lain

4. Manifestasi stroke

1. Iskemik : Penyumbatan salah satu arteri

2. Hemorargik : Perdarahan diseluruh otak

A. To ast 5 subtipe :

a. LAAS

b. CEI

c. LAC

d. ODE

e. UDE

B. USSD :

a. Large vesels stenolic

b. Large vesels occlusive

c. Small vesels stenotic

d. Small vesels occlusive

e. Embolic dan unknown

C. Sistem HCSR :

a. Infark lacunar

b. Cerebre embolisme

c. Intraserebral hematoma

6. Penggunaan siriraj skore

(2,5 x 1) + (2 x 1) + (2 x 1) + (0,1 x 100) - (3 x 0) – 12

Page 7: pbl kasus 2 dr tissa.docx

7

= 2,5 + 2 + 2 + 10 – 10 – 12

= 4,5

8. Penatalaksanaan stroke

A. Farmakologi :

a. Obat anti koagulan : Heparin & Wafarin

b. Obat antitrombotik : Aspirin

STEP 5

1. Mekanisme kompensasi otak

2. Klasifikasi stroke

3. Mekanisme terjadinya penyumbatan dan perdarahan

4. Manifestasi lesi vaskular serebral

5. Faktor resiko

6. Penegakkan diagnosis

7. Penatalaksanaan stroke

Serebrovaskular

Stroke

Mekanisme regulasi dan penyesuaian

Manifestasi klinis

Klasifikasi stroke

Faktor resiko

Diagnosis Penatalaksanan

• Autoregulasi• H.K Monroe

kelli

Baal, pus-ing gan-

guan pengli-

hatan, dll

Hemorargik& Iskemik

• Usia• DM• Merokok• Alkohol• Jenis kelamin• Hipertensi• aterosklerosis

• MRI• CT scan• Siriraj• AGM

Farmakologi &Non- Far-makologi

Page 8: pbl kasus 2 dr tissa.docx

8

8. Manifestasi lesi vaskular serebral

9. Isi neuroprotektor & cara kerjanya

STEP 6

Belajar Mandiri

STEP 7

1. Struktur otak memiliki kompartemen yang terdiri jaringan masa 1400

gram, cairan serebro spinal 75 ml, dan darah 75 ml. Ketika volume otak

meningkat, otak akan mengarahkan mekanisme respon yang dirancang

untuk meminimalkan peningkatan tekanan dan mengurangi luas

kerusakan otak. Respon otak terhadap peningkatan tekanan intrakranial

disebut kompensasi. Akan tetapi, apabila volume diotak terus meningkat,

kompensasi akhirnya kehilangan keefektifannya. Sebagai respons terhadap

peningkatan tekanan intrakranial, otak mengalami empat stadium.

A. Stadium 1

Page 9: pbl kasus 2 dr tissa.docx

9

Gejala yang dirasakan : rasa mengantuk dan sedikit kebingungan

(Corwin, E, 2009)

Produksi CSS Atau

Reabsorpsi CSS

Konstriksi arteri dan men-gurangi aliran darah otak

salah satu atau kedua volume kompartemen dengan cara

Jika salah satu menningkat

Jaringan Darah CSS

Page 10: pbl kasus 2 dr tissa.docx

10

B. Stadium 2

Perdarahan/pe cah Arteri dan vena kontinyu

akibatnya berlanjut

Kerusakan fungsi otak

Hiperkapnia ( CO2 )

Konstriksi A.serebri untuk mengurangi aliran darah

Otak merespon

T I K signifikan

volume terus (walaupun terdapat kom-pensasi awal

Jaringan Darah CSS

Page 11: pbl kasus 2 dr tissa.docx

11

penyebab tumor

Tanda klinis : penurunan tingkat kesadaran, perubahan pola napas,

dan perubahan pupil (Corwin, E, 2009)

C. Stadium 3

Sebagai respon terhadap perubahan hipoksia dan hiperkapnia, A.

Serebri mengalami dilatasi secara refleks dengan tujuan meningkatkan

oksigen kedalam otak. akan tetapi ketika volume darah meningkat,

tekanan intrakranial meningkat cepat yang akan memperburuk situasi.

Siklus ini menyebabkan penekanan pada arteriol dan kapiler sehingga

memperburuk keadaan hipoksia dan hiperkapnia dan merusak sel

saraf.

Tanda klinis : penurunan kesadaran berat, perubahan pola napas,

gangguan refleks pupil. (Corwin, E, 2009)

D. Stadium 4

Ketika pembengkakan dan tekanan pada suatu kompartemen,

otak menjadi sangat tinggi kemudian menjadi herniasi (penon-

jolan) kedalam kompartemen lain. Herniasi meningkatkan kom-

partemen yang lain dan akhirnya merusak seluruh otak

Tanda klinis : penurunan kesadaran, koma dan kematian (Cor-

win, E, 2009)

2. Klasifikasi stroke & penegakan diagnosis

Klasifikasi stroke

“Stroke” akibat kompresi terhadap arteri oleh proses di luar arteri,

seperti rumor Klasifikasi stroke dan penegakkan diagnosisnya.

Stroke sebagai diagnosis klinis untuk gambaran manifestasi lesi vascular

serebral, dapat dibagi dalam:

A. “Transient ischemic attack” (TIA)

Page 12: pbl kasus 2 dr tissa.docx

12

B. “Stroke in evolution”

C. “Completed stroke” yang bias dibagi lagi dalam:

a. “Completed stroke” yang hemoragik

b. “Completed stroke” yang non-hemoragik

Pembagian klinis lain sebagai variasi klasifikasi diatas ialah:

A. “Stroke” non-hemoragik, yang mencakup:

a. “in evolution”

b. “T.I.A”

c. “Thrombotic stroke”

d. “Embolic stroke”

e. “Stroke,abses,granuloma”

B. Stroke hemoragik

Klasifikasi “stroke” dalam jenis yang hemoragik dan non-

hemoragik memisahkan secara tegas kedua macam itu, seolah-olah

dapat dibedakan berdasarkan manifestasi klinis masing-masing.

Walaupun peningkatan tekanan intracranial yang serentak men-

giringi “stroke” hemoragik cenderung menghasilkan sakit kepala

dan muntah-muntah beserta penurunan derajat kesadaran, namun

demikian semua gejala itu pun dapat dijumpai pada “stroke” non-

hemoragik (trombotik). Satu-satunya cara yang akurat untuk men-

diferensiasi “stroke” hemoragin dan non-hemoragik ialah dengan

bantuan CT scan dan pungsi lumbal. (sidharta, 2010)

Pegangan-pegangan klinis untuk membuat diagnosis “stroke”

hemoragik atau non-hemoragik memiliki batas-batas keberlakuan-

nya, yang dapat diverifikasi ketepatannya oleh hasil autopsy.

Menurut suatu penyelidikan pada zaman praCT-scan, ketepatan di-

agnosis klinis mengenai “stroke” hemoragik ternyata hanya

berlaku untuk 65% saja. Sedangkan ketepatan diagnosis klinis

mengenai “stroke” non-hemoragik, dapat dikonfirmasi hanya pada

Page 13: pbl kasus 2 dr tissa.docx

13

57%. Kini CT scan mengungkapkan banyak fakta, sehingga pegan-

gan klinis perlu ditinjau kembali. Para pasien dengan “stroke”

hemoragik ternyata banyak yg luput dari kematian, sehingga batas-

batas keberlakuan yang disinggung diayas sesungguhnya lebih ren-

dah lagi. (sidharta, 2010)

Hasil penyelidikkan pada zaman pra-CT scan mengungkapkan

bahwa “stroke” yang didiagnose secara klinis dan kemudian diver-

fikasi oleh autopsy:

a) 2-5% disebabkan oleh embolus

b) 7-25% disebabkan oleh perdarahan intraserebral primer

c) 5-10% disebabkan oleh perdarahan subaraknoidal

d) 52-70% disebabkan oleh infark non-embolik

e) 7-9% tidak diketahui sebabnya

f) 3% disebabkan oleh neoplasma, yang luput terdiagnose

g) 6% adalah kasus TIA, yang pada autopsy tidak memperlihatkan

kelainan. (sidharta, 2010)

Setelah CT scan digunakan secara rutin dalam kasus-kasus

“stroke” diketahuilah bahwa: 19% adalah “stroke” hemoragik dan

81% adalah non-hemoragik.Dengan bantuan CT scan telah diper-

oleh banyak informasi yang merevisi pegangan dan pandangan kli-

nis konvensional zaman pra-CT scan. Adapun pandangan dan pe-

gangan klinis itu ialah sebagai berikut:

a. Pernyataan bahwa “stroke” hemoragik merupakan manifes-

tasi penyakit hipertensi harus diformulasikan lebih relevan

dan sempurna, oleh karena CT scan mengungkapkan bahwa

hanya 45-48% dari kasus perdarahan intraserebral primer

terdiri dari penderita hipertensi. (sidharta, 2010)

b. Mula timbul yang bersifat mendadak-serentak (apoplektik)

dijumpai hanya pada 70% dari kasus-kasus. Pada 30% ka-

sus, perdarahan intraserebral primer berkembang secara be-

Page 14: pbl kasus 2 dr tissa.docx

14

rangsur-angsur dan hamper menyerupai perkembangan

“stroke” non-hemoragik, yakni berevolusi secara bertahap

dalam kurun waktu beberapa jam sampai 96 jam.

(sidharta, 2010)

c. Pegangan klinis bahwasannya perdarahan intraserebral

primer terjadi secara serentak pada orang yang sehat dalam

keadaan aktif, ternyata berlaku hanya bagi 80%. Pada 20%

sisanya terdapat manifestasi yang mendahuluinya, seperti

TIA atau “stroke” non-hemoragik ringan. (sidharta, 2010)

d. Anggapan klinis, bahwa sakit kepala, muntah-muntah dan

kesadaran yang menurun langsung menyusul iktus hemora-

gia serebri berlaku hanya bagi 65%. (sidharta, 2010)

e. Konvulsi umum atau fokal dapat bangkit baik pada “stroke”

hemoragik maupun non-hemoragik. (sidharta, 2010)

f. Tanda patognomonik bahwasannya likuor yang berdarah be-

rarti suatu perdarahan intraserebral tidak dapat diperta-

hankan lagi, oleh karena ternyata hanya 50% dari kasus per-

darahan intraserebral memperlihatkan likuor yang tercampur

dengan darah. (sidharta, 2010)

g. Dulu telah dinyatakan, bahwa mortalitas perdarahan in-

traserebral berkisar pada 70%. Kini ternyata sebesar 30%

saja. (sidharta, 2010)

3. Mekanisme terjadinya penyumbatan dan perdarahan

A. Iskemik (Penyumbatan)

Sekitar 80% sampai 85 % stroke adalah stroke iskemik, yang ter-

jadi akibat obstruksi atau bekuan darah (trombus) yang terbentuk di-

dalam suatu pembuluh darah otak atau bagian distal → trombus vasku-

lar distal, bekuan → terlepas → terangkut ke dalam sistem arteri otak

→ menjadi embolus.

Page 15: pbl kasus 2 dr tissa.docx

15

Pembentukan plak arterosklerosis dipembuluh darah → menyebabkan

penyempitan atau stenosis. Tempat paling sering terjadinya penyum-

batan yaitu di percabangan arteri. Darah yang terdorong → disistem

vaskular oleh gradien tekanan, kalau pembuluh darah yang menyempit

→ menyebabkan ↓ gradien tekanan → ke tempat konstruksi tersebut.

(Price,2006)

B. Hemoragik (Perdarahan)

Stroke hemoragik dapat terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum

mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang sub-

arakhnoid atau langsung ke dalam jaringan otak. Mekanisme lain pada

stroke hemoragik adalah pemakaian kokain atau amfetamin, karena

zat-zat ini dapat menyebabkan hipertensi berat dan perdarahan in-

traserebrum atau subarakhnoid.

Perdarahan dapat dengan cepat menimbulkan gejala neurologik

karena tekanan pada struktur-struktur saraf didalam tengkorak.

Iskemik adalah konsekuensi sekunder dari perdarahan baik yang spon-

tan maupun traumatik. (Price,2006)

Hubungan stroke hemoragik dan kelainan neurologi

Page 16: pbl kasus 2 dr tissa.docx

16

CBF O2 dan glukosa yang sangat diperlukan untuk metabolism oksidatif sere-

bral (terisolasi) tidak berfungsi lagi dank arena itu timbulah manifestasi

deficit neurologic yang biasanya berupa hemiparesis, hemihipestesia, hemi-

parestesia yang bias disertai deficit fungsi luhur seperti afasia.

CBF regional tersumbat A. serebral posterior Secara parsial A. serebral media

A. serebral anterior

A. serebral medial posterior

Menderita karena O2

Diapedesis eritrosit dan leukosit di-akhiri sel saraf musnah

Pembengkakan sel dengan pem-bengkakan serabut saraf dan selubung myelin (edema serebri

Sel saraf tidak bisa bertahan lama

Masih bisa diperbaiki karena sel-sel otot polos pembuluh darah bias berta-han dalam keadaan anoksia cuku lama

Semua pembuluh darah dibagian pusat daerah iskemik kehilangan tonus

Berkembang proses degenerasi yang ir-reversibel

Auto regulasi dan kelola vasomotor bekerjasama

3. CO2 dan asam laktat tertimbun

2. PO2

1. Tekanan perfusi rendah

didapati

Vasodilatasi maksimal (hanya terjadi daerahiskemik – vasodilatasi kolateral)

Keadaan vaso-poralisis

Menderita karena O2

Menderita karena O2

Menderita karena O2

Menderita karena O2

Menderita karena O2

Menderita karena O2

Menderita karena O2

Menderita karena O2

Menderita karena O2

Menderita karena O2

Menderita karena O2

Menderita karena O2

Menderita karena O2

Menderita karena O2

Menderita karena O2

Menderita karena O2

Menderita karena O2

Menderita karena O2

Menderita karena O2

Menderita karena O2

Menderita karena O2

Menderita karena O2

Menderita karena O2

Menderita karena O2

Menderita karena O2

Menderita karena O2

Menderita karena O2

Diapedesis eritrosit dan leukosit di-akhiri sel saraf musnah

Diapedesis eritrosit dan leukosit di-akhiri sel saraf musnah

Diapedesis eritrosit dan leukosit di-akhiri sel saraf musnah

Diapedesis eritrosit dan leukosit di-akhiri sel saraf musnah

Diapedesis eritrosit dan leukosit di-akhiri sel saraf musnah

Diapedesis eritrosit dan leukosit di-akhiri sel saraf musnah

Diapedesis eritrosit dan leukosit di-akhiri sel saraf musnah

Diapedesis eritrosit dan leukosit di-akhiri sel saraf musnah

Diapedesis eritrosit dan leukosit di-akhiri sel saraf musnah

Diapedesis eritrosit dan leukosit di-akhiri sel saraf musnah

Diapedesis eritrosit dan leukosit di-akhiri sel saraf musnah

Diapedesis eritrosit dan leukosit di-akhiri sel saraf musnah

Diapedesis eritrosit dan leukosit di-akhiri sel saraf musnah

Diapedesis eritrosit dan leukosit di-akhiri sel saraf musnah

Diapedesis eritrosit dan leukosit di-akhiri sel saraf musnah

Diapedesis eritrosit dan leukosit di-akhiri sel saraf musnah

Diapedesis eritrosit dan leukosit di-akhiri sel saraf musnah

Diapedesis eritrosit dan leukosit di-akhiri sel saraf musnah

Diapedesis eritrosit dan leukosit di-akhiri sel saraf musnah

Diapedesis eritrosit dan leukosit di-akhiri sel saraf musnah

Diapedesis eritrosit dan leukosit di-akhiri sel saraf musnah

Diapedesis eritrosit dan leukosit di-akhiri sel saraf musnah

Diapedesis eritrosit dan leukosit di-akhiri sel saraf musnah

Diapedesis eritrosit dan leukosit di-akhiri sel saraf musnah

Diapedesis eritrosit dan leukosit di-akhiri sel saraf musnah

Diapedesis eritrosit dan leukosit di-akhiri sel saraf musnah

Diapedesis eritrosit dan leukosit di-akhiri sel saraf musnah

Pembengkakan sel dengan pem-bengkakan serabut saraf dan selubung myelin (edema serebri

Pembengkakan sel dengan pem-bengkakan serabut saraf dan selubung myelin (edema serebri

Pembengkakan sel dengan pem-bengkakan serabut saraf dan selubung myelin (edema serebri

Pembengkakan sel dengan pem-bengkakan serabut saraf dan selubung myelin (edema serebri

Pembengkakan sel dengan pem-bengkakan serabut saraf dan selubung myelin (edema serebri

Pembengkakan sel dengan pem-bengkakan serabut saraf dan selubung myelin (edema serebri

Pembengkakan sel dengan pem-bengkakan serabut saraf dan selubung myelin (edema serebri

Pembengkakan sel dengan pem-bengkakan serabut saraf dan selubung myelin (edema serebri

Pembengkakan sel dengan pem-bengkakan serabut saraf dan selubung myelin (edema serebri

Pembengkakan sel dengan pem-bengkakan serabut saraf dan selubung myelin (edema serebri

Pembengkakan sel dengan pem-bengkakan serabut saraf dan selubung myelin (edema serebri

Pembengkakan sel dengan pem-bengkakan serabut saraf dan selubung myelin (edema serebri

Pembengkakan sel dengan pem-bengkakan serabut saraf dan selubung myelin (edema serebri

Pembengkakan sel dengan pem-bengkakan serabut saraf dan selubung myelin (edema serebri

Pembengkakan sel dengan pem-bengkakan serabut saraf dan selubung myelin (edema serebri

Pembengkakan sel dengan pem-bengkakan serabut saraf dan selubung myelin (edema serebri

Pembengkakan sel dengan pem-bengkakan serabut saraf dan selubung myelin (edema serebri

Pembengkakan sel dengan pem-bengkakan serabut saraf dan selubung myelin (edema serebri

Pembengkakan sel dengan pem-bengkakan serabut saraf dan selubung myelin (edema serebri

Pembengkakan sel dengan pem-bengkakan serabut saraf dan selubung myelin (edema serebri

Pembengkakan sel dengan pem-bengkakan serabut saraf dan selubung myelin (edema serebri

Pembengkakan sel dengan pem-bengkakan serabut saraf dan selubung myelin (edema serebri

Pembengkakan sel dengan pem-bengkakan serabut saraf dan selubung myelin (edema serebri

Pembengkakan sel dengan pem-bengkakan serabut saraf dan selubung myelin (edema serebri

Pembengkakan sel dengan pem-bengkakan serabut saraf dan selubung myelin (edema serebri

Pembengkakan sel dengan pem-bengkakan serabut saraf dan selubung myelin (edema serebri

Pembengkakan sel dengan pem-bengkakan serabut saraf dan selubung myelin (edema serebri

Sel saraf tidak bisa bertahan lama

Sel saraf tidak bisa bertahan lama

Sel saraf tidak bisa bertahan lama

Sel saraf tidak bisa bertahan lama

Sel saraf tidak bisa bertahan lama

Sel saraf tidak bisa bertahan lama

Sel saraf tidak bisa bertahan lama

Sel saraf tidak bisa bertahan lama

Sel saraf tidak bisa bertahan lama

Sel saraf tidak bisa bertahan lama

Sel saraf tidak bisa bertahan lama

Sel saraf tidak bisa bertahan lama

Sel saraf tidak bisa bertahan lama

Sel saraf tidak bisa bertahan lama

Sel saraf tidak bisa bertahan lama

Sel saraf tidak bisa bertahan lama

Sel saraf tidak bisa bertahan lama

Sel saraf tidak bisa bertahan lama

Sel saraf tidak bisa bertahan lama

Sel saraf tidak bisa bertahan lama

Sel saraf tidak bisa bertahan lama

Sel saraf tidak bisa bertahan lama

Sel saraf tidak bisa bertahan lama

Sel saraf tidak bisa bertahan lama

Sel saraf tidak bisa bertahan lama

Sel saraf tidak bisa bertahan lama

Sel saraf tidak bisa bertahan lama

Masih bisa diperbaiki karena sel-sel otot polos pembuluh darah bias berta-han dalam keadaan anoksia cuku lama

Masih bisa diperbaiki karena sel-sel otot polos pembuluh darah bias berta-han dalam keadaan anoksia cuku lama

Masih bisa diperbaiki karena sel-sel otot polos pembuluh darah bias berta-han dalam keadaan anoksia cuku lama

Masih bisa diperbaiki karena sel-sel otot polos pembuluh darah bias berta-han dalam keadaan anoksia cuku lama

Masih bisa diperbaiki karena sel-sel otot polos pembuluh darah bias berta-han dalam keadaan anoksia cuku lama

Masih bisa diperbaiki karena sel-sel otot polos pembuluh darah bias berta-han dalam keadaan anoksia cuku lama

Masih bisa diperbaiki karena sel-sel otot polos pembuluh darah bias berta-han dalam keadaan anoksia cuku lama

Masih bisa diperbaiki karena sel-sel otot polos pembuluh darah bias berta-han dalam keadaan anoksia cuku lama

Masih bisa diperbaiki karena sel-sel otot polos pembuluh darah bias berta-han dalam keadaan anoksia cuku lama

Masih bisa diperbaiki karena sel-sel otot polos pembuluh darah bias berta-han dalam keadaan anoksia cuku lama

Masih bisa diperbaiki karena sel-sel otot polos pembuluh darah bias berta-han dalam keadaan anoksia cuku lama

Masih bisa diperbaiki karena sel-sel otot polos pembuluh darah bias berta-han dalam keadaan anoksia cuku lama

Masih bisa diperbaiki karena sel-sel otot polos pembuluh darah bias berta-han dalam keadaan anoksia cuku lama

Masih bisa diperbaiki karena sel-sel otot polos pembuluh darah bias berta-han dalam keadaan anoksia cuku lama

Masih bisa diperbaiki karena sel-sel otot polos pembuluh darah bias berta-han dalam keadaan anoksia cuku lama

Masih bisa diperbaiki karena sel-sel otot polos pembuluh darah bias berta-han dalam keadaan anoksia cuku lama

Masih bisa diperbaiki karena sel-sel otot polos pembuluh darah bias berta-han dalam keadaan anoksia cuku lama

Masih bisa diperbaiki karena sel-sel otot polos pembuluh darah bias berta-han dalam keadaan anoksia cuku lama

Masih bisa diperbaiki karena sel-sel otot polos pembuluh darah bias berta-han dalam keadaan anoksia cuku lama

Masih bisa diperbaiki karena sel-sel otot polos pembuluh darah bias berta-han dalam keadaan anoksia cuku lama

Masih bisa diperbaiki karena sel-sel otot polos pembuluh darah bias berta-han dalam keadaan anoksia cuku lama

Masih bisa diperbaiki karena sel-sel otot polos pembuluh darah bias berta-han dalam keadaan anoksia cuku lama

Masih bisa diperbaiki karena sel-sel otot polos pembuluh darah bias berta-han dalam keadaan anoksia cuku lama

Masih bisa diperbaiki karena sel-sel otot polos pembuluh darah bias berta-han dalam keadaan anoksia cuku lama

Masih bisa diperbaiki karena sel-sel otot polos pembuluh darah bias berta-han dalam keadaan anoksia cuku lama

Masih bisa diperbaiki karena sel-sel otot polos pembuluh darah bias berta-han dalam keadaan anoksia cuku lama

Masih bisa diperbaiki karena sel-sel otot polos pembuluh darah bias berta-han dalam keadaan anoksia cuku lama

Semua pembuluh darah dibagian pusat daerah iskemik kehilangan tonus Semua pembuluh darah dibagian pusat daerah iskemik kehilangan tonus Semua pembuluh darah dibagian pusat daerah iskemik kehilangan tonus Semua pembuluh darah dibagian pusat daerah iskemik kehilangan tonus Semua pembuluh darah dibagian pusat daerah iskemik kehilangan tonus Semua pembuluh darah dibagian pusat daerah iskemik kehilangan tonus Semua pembuluh darah dibagian pusat daerah iskemik kehilangan tonus Semua pembuluh darah dibagian pusat daerah iskemik kehilangan tonus Semua pembuluh darah dibagian pusat daerah iskemik kehilangan tonus Semua pembuluh darah dibagian pusat daerah iskemik kehilangan tonus Semua pembuluh darah dibagian pusat daerah iskemik kehilangan tonus Semua pembuluh darah dibagian pusat daerah iskemik kehilangan tonus Semua pembuluh darah dibagian pusat daerah iskemik kehilangan tonus Semua pembuluh darah dibagian pusat daerah iskemik kehilangan tonus Semua pembuluh darah dibagian pusat daerah iskemik kehilangan tonus Semua pembuluh darah dibagian pusat daerah iskemik kehilangan tonus Semua pembuluh darah dibagian pusat daerah iskemik kehilangan tonus Semua pembuluh darah dibagian pusat daerah iskemik kehilangan tonus Semua pembuluh darah dibagian pusat daerah iskemik kehilangan tonus Semua pembuluh darah dibagian pusat daerah iskemik kehilangan tonus Semua pembuluh darah dibagian pusat daerah iskemik kehilangan tonus Semua pembuluh darah dibagian pusat daerah iskemik kehilangan tonus Semua pembuluh darah dibagian pusat daerah iskemik kehilangan tonus Semua pembuluh darah dibagian pusat daerah iskemik kehilangan tonus Semua pembuluh darah dibagian pusat daerah iskemik kehilangan tonus Semua pembuluh darah dibagian pusat daerah iskemik kehilangan tonus Semua pembuluh darah dibagian pusat daerah iskemik kehilangan tonus

Berkembang proses degenerasi yang ir-reversibelBerkembang proses degenerasi yang ir-reversibelBerkembang proses degenerasi yang ir-reversibelBerkembang proses degenerasi yang ir-reversibelBerkembang proses degenerasi yang ir-reversibelBerkembang proses degenerasi yang ir-reversibelBerkembang proses degenerasi yang ir-reversibelBerkembang proses degenerasi yang ir-reversibelBerkembang proses degenerasi yang ir-reversibelBerkembang proses degenerasi yang ir-reversibelBerkembang proses degenerasi yang ir-reversibelBerkembang proses degenerasi yang ir-reversibelBerkembang proses degenerasi yang ir-reversibelBerkembang proses degenerasi yang ir-reversibelBerkembang proses degenerasi yang ir-reversibelBerkembang proses degenerasi yang ir-reversibelBerkembang proses degenerasi yang ir-reversibelBerkembang proses degenerasi yang ir-reversibelBerkembang proses degenerasi yang ir-reversibelBerkembang proses degenerasi yang ir-reversibelBerkembang proses degenerasi yang ir-reversibelBerkembang proses degenerasi yang ir-reversibelBerkembang proses degenerasi yang ir-reversibelBerkembang proses degenerasi yang ir-reversibelBerkembang proses degenerasi yang ir-reversibelBerkembang proses degenerasi yang ir-reversibelBerkembang proses degenerasi yang ir-reversibel

Auto regulasi dan kelola vasomotor bekerjasamaAuto regulasi dan kelola vasomotor bekerjasamaAuto regulasi dan kelola vasomotor bekerjasamaAuto regulasi dan kelola vasomotor bekerjasamaAuto regulasi dan kelola vasomotor bekerjasamaAuto regulasi dan kelola vasomotor bekerjasamaAuto regulasi dan kelola vasomotor bekerjasamaAuto regulasi dan kelola vasomotor bekerjasamaAuto regulasi dan kelola vasomotor bekerjasamaAuto regulasi dan kelola vasomotor bekerjasamaAuto regulasi dan kelola vasomotor bekerjasamaAuto regulasi dan kelola vasomotor bekerjasamaAuto regulasi dan kelola vasomotor bekerjasamaAuto regulasi dan kelola vasomotor bekerjasamaAuto regulasi dan kelola vasomotor bekerjasamaAuto regulasi dan kelola vasomotor bekerjasamaAuto regulasi dan kelola vasomotor bekerjasamaAuto regulasi dan kelola vasomotor bekerjasamaAuto regulasi dan kelola vasomotor bekerjasamaAuto regulasi dan kelola vasomotor bekerjasamaAuto regulasi dan kelola vasomotor bekerjasamaAuto regulasi dan kelola vasomotor bekerjasamaAuto regulasi dan kelola vasomotor bekerjasamaAuto regulasi dan kelola vasomotor bekerjasamaAuto regulasi dan kelola vasomotor bekerjasamaAuto regulasi dan kelola vasomotor bekerjasamaAuto regulasi dan kelola vasomotor bekerjasama

Vasodilatasi maksimal (hanya terjadi daerahiskemik – vasodilatasi kolateral)Vasodilatasi maksimal (hanya terjadi daerahiskemik – vasodilatasi kolateral)Vasodilatasi maksimal (hanya terjadi daerahiskemik – vasodilatasi kolateral)Vasodilatasi maksimal (hanya terjadi daerahiskemik – vasodilatasi kolateral)Vasodilatasi maksimal (hanya terjadi daerahiskemik – vasodilatasi kolateral)Vasodilatasi maksimal (hanya terjadi daerahiskemik – vasodilatasi kolateral)Vasodilatasi maksimal (hanya terjadi daerahiskemik – vasodilatasi kolateral)Vasodilatasi maksimal (hanya terjadi daerahiskemik – vasodilatasi kolateral)Vasodilatasi maksimal (hanya terjadi daerahiskemik – vasodilatasi kolateral)Vasodilatasi maksimal (hanya terjadi daerahiskemik – vasodilatasi kolateral)Vasodilatasi maksimal (hanya terjadi daerahiskemik – vasodilatasi kolateral)Vasodilatasi maksimal (hanya terjadi daerahiskemik – vasodilatasi kolateral)Vasodilatasi maksimal (hanya terjadi daerahiskemik – vasodilatasi kolateral)Vasodilatasi maksimal (hanya terjadi daerahiskemik – vasodilatasi kolateral)Vasodilatasi maksimal (hanya terjadi daerahiskemik – vasodilatasi kolateral)Vasodilatasi maksimal (hanya terjadi daerahiskemik – vasodilatasi kolateral)Vasodilatasi maksimal (hanya terjadi daerahiskemik – vasodilatasi kolateral)Vasodilatasi maksimal (hanya terjadi daerahiskemik – vasodilatasi kolateral)Vasodilatasi maksimal (hanya terjadi daerahiskemik – vasodilatasi kolateral)Vasodilatasi maksimal (hanya terjadi daerahiskemik – vasodilatasi kolateral)Vasodilatasi maksimal (hanya terjadi daerahiskemik – vasodilatasi kolateral)Vasodilatasi maksimal (hanya terjadi daerahiskemik – vasodilatasi kolateral)Vasodilatasi maksimal (hanya terjadi daerahiskemik – vasodilatasi kolateral)Vasodilatasi maksimal (hanya terjadi daerahiskemik – vasodilatasi kolateral)Vasodilatasi maksimal (hanya terjadi daerahiskemik – vasodilatasi kolateral)Vasodilatasi maksimal (hanya terjadi daerahiskemik – vasodilatasi kolateral)Vasodilatasi maksimal (hanya terjadi daerahiskemik – vasodilatasi kolateral)

Keadaan vaso-poralisis

Keadaan vaso-poralisis

Keadaan vaso-poralisis

Keadaan vaso-poralisis

Keadaan vaso-poralisis

Keadaan vaso-poralisis

Keadaan vaso-poralisis

Keadaan vaso-poralisis

Keadaan vaso-poralisis

Keadaan vaso-poralisis

Keadaan vaso-poralisis

Keadaan vaso-poralisis

Keadaan vaso-poralisis

Keadaan vaso-poralisis

Keadaan vaso-poralisis

Keadaan vaso-poralisis

Keadaan vaso-poralisis

Keadaan vaso-poralisis

Keadaan vaso-poralisis

Keadaan vaso-poralisis

Keadaan vaso-poralisis

Keadaan vaso-poralisis

Keadaan vaso-poralisis

Keadaan vaso-poralisis

Keadaan vaso-poralisis

Keadaan vaso-poralisis

Keadaan vaso-poralisis

didapatididapatididapatididapatididapatididapatididapatididapatididapatididapatididapatididapatididapatididapatididapatididapatididapatididapatididapatididapatididapatididapatididapatididapatididapatididapatididapati

1. Tekanan perfusi rendah 1. Tekanan perfusi rendah 1. Tekanan perfusi rendah 1. Tekanan perfusi rendah 1. Tekanan perfusi rendah 1. Tekanan perfusi rendah 1. Tekanan perfusi rendah 1. Tekanan perfusi rendah 1. Tekanan perfusi rendah 1. Tekanan perfusi rendah 1. Tekanan perfusi rendah 1. Tekanan perfusi rendah 1. Tekanan perfusi rendah 1. Tekanan perfusi rendah 1. Tekanan perfusi rendah 1. Tekanan perfusi rendah 1. Tekanan perfusi rendah 1. Tekanan perfusi rendah 1. Tekanan perfusi rendah 1. Tekanan perfusi rendah 1. Tekanan perfusi rendah 1. Tekanan perfusi rendah 1. Tekanan perfusi rendah 1. Tekanan perfusi rendah 1. Tekanan perfusi rendah 1. Tekanan perfusi rendah 1. Tekanan perfusi rendah

2. PO2 2. PO2 2. PO2 2. PO2 2. PO2 2. PO2 2. PO2 2. PO2 2. PO2 2. PO2 2. PO2 2. PO2 2. PO2 2. PO2 2. PO2 2. PO2 2. PO2 2. PO2 2. PO2 2. PO2 2. PO2 2. PO2 2. PO2 2. PO2 2. PO2 2. PO2 2. PO2

3. CO2 dan asam laktat tertimbun3. CO2 dan asam laktat tertimbun3. CO2 dan asam laktat tertimbun3. CO2 dan asam laktat tertimbun3. CO2 dan asam laktat tertimbun3. CO2 dan asam laktat tertimbun3. CO2 dan asam laktat tertimbun3. CO2 dan asam laktat tertimbun3. CO2 dan asam laktat tertimbun3. CO2 dan asam laktat tertimbun3. CO2 dan asam laktat tertimbun3. CO2 dan asam laktat tertimbun3. CO2 dan asam laktat tertimbun3. CO2 dan asam laktat tertimbun3. CO2 dan asam laktat tertimbun3. CO2 dan asam laktat tertimbun3. CO2 dan asam laktat tertimbun3. CO2 dan asam laktat tertimbun3. CO2 dan asam laktat tertimbun3. CO2 dan asam laktat tertimbun3. CO2 dan asam laktat tertimbun3. CO2 dan asam laktat tertimbun3. CO2 dan asam laktat tertimbun3. CO2 dan asam laktat tertimbun3. CO2 dan asam laktat tertimbun3. CO2 dan asam laktat tertimbun3. CO2 dan asam laktat tertimbun

Page 17: pbl kasus 2 dr tissa.docx

17

4. Manisfestasi lesi vaskular    :

Lesi yang terjadi akibat penyumbatan total, berupa infark yang

berkolerasi dengan hemiparalisis yang menetap.

A. Penyumbatan  salah satu aliran darah karena vasospasmus lang-

sung menimbulkan gejala defisit atau perangsangan sesuai den-

gan fungsi daerah otak yang terkena. Gejala akan hilang apa-

bila vasospasmus hilang & akan sehat kembali ( TIA).Va-

sospasmus regional bias terjadi sehubungan dengan melon-

jaknya tekanan darah sistemik. Suatu reaksi vasokontriksi yang

berlebihan, tekanan intralumenal yang membahayakan. Au-

toregulasi  vascular sewajarnya membahayakn vasokontrik-

si.Arteri karotis & vertebralis ke-2 sisi memperdarahi ke-2 be-

lah otak secara tersendiri, namun bekerja sama secara integral

apabila kerjasama diperlukan. (sidharta, 2010)

B. Penyumbatan aliran darah regional disebabkan oleh thrombus

jarang bersifat total, tetapi hamper selalu parsial. Tekanan per-

fusi yang cukup tinggi merupakan faktor kompensatorik. Mani-

festasinya difungsi ringan, kelumpuhan → hemiparelisis total.

(sidharta, 2010)

C. Penyumbatan yang terjadi secara tiba-tiba, hampir selalu dise-

babkan oleh embolus. Apabila embolus kecil & dapat menero-

bos masuk kapilar, maka lesi yang telah dihasilkan oleh gang-

guan tersebut ialah iskemia serebri regional yang reversible,

hemiparelisis secara tiba-tiba & langsung komplit. (sidharta,

2010)

D. Trombosis pada susunan vena serebral, maka darah dari otak

yang dialirkan kembali ke jantung tersubat. Daerah yang mem-

buang darah venosus ke venayang tersumbat mengalami

iskemia. Manifestasinya adalah keang fokal → iskemia serebri

regional. (sidharta, 2010)

Page 18: pbl kasus 2 dr tissa.docx

18

E. Timbulnya infark serebral regional dapat disebabkan oleh pec-

ahnya arteri serebral. Daerah distal dari tempat dinding arteri

pecah, tidak lagi kebaian darah sehingga wilayah tersebut men-

jadi iskemik. Manifestasi menimbulkan koma dengan tanda-

tanda neurologik ( pupil, pernafasan, tekanan darah sistemik).

(sidharta, 2010)

5. Faktor resiko

A. Aterosklerosis

Arteri yang berkembang secara perlahan penebalan tunika in-

tima terjadi akibat penumpukan fibrosa menyempitkan lumen

tempat pendarahan dan pembentukan trombus.

B. Hiperlipidemia

Kadar kolesterol serum yang tinggi dan 265 mg/dl pada orang

berusia 35 - 40 tahun. Peningkatan karena resiko stroke, peningkatan

kadar LDL kelainan reseptor LDL aterosklerosis.

C. Merokok

Nikotin menyebabkan peningkatan tekanan darah, karena nikotin

akan di serap kemudian menuju pembuluh darah kecil dan menuju

paru-paru dan beredar ke pembuluh darah dan menuju otak, otak

bereaksi terhadap nikotin dan member sinyal ke kelenjar adrenal dan

melepaskan epinefrin yang menyebabkan penyempitan pembuluh

darah, dan ini menyebabkan jantung bekerja lebih berat, karena

tekanan lebih tinggi, selain itu CO dalam asap rokok akan menggan-

tikan O2. Hal ini menjadikan tekanan untuk jantung memompa lebih

berat untuk memasukkan O2 ke dalam organ dan jaringan tubuh se-

hingga menyebabkan hipertensi kemudian stroke.

a. Perangsangan sistem saraf simpatis oleh nikotin

b. Penggantian O2 di dalam melekat ke dengan CO2

c. Peningkatan daya lekat trombosit

d. Peningkatan permeabilitas endotel

D. Diabetes mellitus

Page 19: pbl kasus 2 dr tissa.docx

19

Resistensi insulin, hiperinsulinemia, hiperglikemia, arterial

hipertensi kerusakan vaskular.

Diabetes Melitus

Hiperglikemi Kelebihan Resistensi

As. Lemak Insulin

a. Mengaktifkan enzim

Pro kinase C

b. Meningkatkan produksi

Reaktif O2 spesies

c. Menghambat Phospatidylinositol – 3

Kinase

Endotelium

Vasokontriksi Inflamasi Trombosis

Aterosklerosis

Stroke

E. Hipertensi

a. Arteri yang memperdarahi otak, hipertropi dan menebal ali-

ran darah ke otak berkurang.

b. Merusak endotel dan peningkatan permeabilitas dinding pem-

buluh darah terhadap lipoprotein

Page 20: pbl kasus 2 dr tissa.docx

20

c. Zat yang dikeluarkan tubuh renin, angiotensin perubahan

aterogenesis

Hipertensi

Akut Kronik

Pembuluh darah kecil Pembuluh darah kecil pembuluh darah sedang

Spasme Lipohialinosis Oterosklerosis

Enselopati Hipertensif TIA,Trombosis serebri,Emboli

Mikroaneurisma Trombosis

PIS Infark lakunar

F. Jenis kelamin: pria > wanita.

G. Usia:

Kombinasi dari penyebab lain:

a.45 – 70 makroangiopati

b. > 70 kardioembolisme

H. Fibrilasi atriol

Kardioemboli kurangnya kontraksi otot jantung di bilik kiri

karena penumpukan konsentrasi fibrinogen.

I. Obesitas

Memiliki tekanan darah, glukosa darah, dan serum lipid yang lebih

meningkat penimbunan lemak pada daerah abdominal

aterosklerosis.

J. Riwayat keluarga.

K. Penyakit sel sabit.

L. Alkohol

Page 21: pbl kasus 2 dr tissa.docx

21

a. Komponen tertentu dari alkohol yang dapat mencegah pem-

bekuan darah kolesterol terakumulasi dalam arteri stroke

b. Peningkatan tekanan darah dan gangguan ritme jantung (fibri-

lasi atrium)

6. Penegakkan Diagnosis Stroke

a. Infark pada system saraf pusat

b. Pemeriksaan penunjang dan diagnosis

Stroke merupakan diagnosis klinis. Pemeriksaan penun-

jang ditujukan untuk :

a) Mencegah penyebab

b) Mencegah rekurensi dan, pada pasien yang berat,

mengidentifikasi factor-faktor yang dapat menye-

babkan perburukan fungsi SSP.

Pemeriksaan penunjang yang biasa dilakukan pada

pasien stroke meliputi :

a) Darah lengkap dan LED

b) Ureum, elektrolit, glukosa, dan lipid

c) Rontgen dada dan EKG

d) CT scan kepala

CT scan mungkin tidak perlu dilakukan oleh semua

pasien, terutama jika diagnosis klinisnya sudah jelas, tetapi

pemeriksaan ini berguna untuk membedakan infark serebri

atau perdarahan, yang berguna dalam menentukan tata lak-

sana awal. Pemeriksaan ini juga menyingkirkan diagnosis

banding yang penting (tumor intracranial, hematoma sub-

dural). (sudoyo, 2007)

c. Serangan iskemik transien

Pemeriksaan penunjang dan diagnosis. TIA dikenali

berdasarkan riwayat penyakit. Diagnosis bandingnya di-

rangkum pada Tabel.

Page 22: pbl kasus 2 dr tissa.docx

22

Migren disertai aura

Epilepsi parsial

Tumor intracranial, malformasi vascular, atau hematoma subdural kronik

Sklerosis multiple

Gangguan vestibular

Lesi saraf perifer atau radiks saraf(misalnya palsi nervus kranialis)

Hipoglikemia

Hiperventilasi dan proses psikogenik lainnya

Tabel 1.1 Diagnosis banding TIA

Pemeriksaan penunjang ditujukan untuk mendeteksi penye-

bab sehingga dapat mencegah rekurensi yang lebih serius, yaitu

stroke:

a) Pemeriksaan darah rutin, LED

b) Glukosa darah dan kolesterol

c) Serologi sifilis

d) EKG

Dari hasil pemeriksaan dasar dan kondisi pasien,

mungkin diperlukan pemeriksaan lebih lanjut:

a) Rontgen toraks, ekokardiogram-jika diduga terdapat

emboli kardiogenik

b) CT scan cranial-mendeteksi penyakit serebrovaskular

yang telah ada sebelumnya, dan menyingkirkan kemu-

ngkinan lesi structural seperti tumor yang menunjukan

gejala seperti TIA

c) USG karotis atau angiografi-untuk mendeteksi stenosis

karotis pada pasien TIA dengan lokasi lesi karotis

d) Kultur darah-jika terdapat dugaan endokarditis infektif.

Page 23: pbl kasus 2 dr tissa.docx

23

e) Perdarahan intracranial

(sudoyo, 2007)

Pemeriksaan penunjang

a. Pada sebagian besar kasus, CT scan cranial akan me-

nunjukkan darah pada subaraknoid (sudoyo, 2007)

b. Perdarahan kecil mungkin tidak terdeteksi pada CT

scan. Diperlukan pungsi lumbal untuk konfirmasi diag-

nosis. Tidak ada kontraindikasi pungsi lumbal selama

diyakini tidak ada lesi massa dari pemeriksaan penci-

traan dan tidak ada kelainan perdarahan.

(sudoyo, 2007)

c. Diagnosis perdarahan subaraknoid dari pungsi lumbal

adalah darah yang terdapat pada ketiga botol dengan

kekeruhan yang sama, tidak ada yang lebih jernih. Su-

pernatant cairan serebrospinal terlihat berserabut halus

atau berwarna kuning (xantokromia) hingga tiga jam

setelah perdarahan karena adanya produk pemecahan

karena adanya produk pemecahan hemoglobin. (su-

doyo, 2007)

d. Edema paru dan aritmia jantung dapat terlihat dari ront-

gen dada dan EKG. (sudoyo, 2007)

e. Gangguan perdarahan harus  disingkirkan.

(sudoyo, 2007)

f. Kadang-kadang terjadi glikosuria. (sudoyo, 2007)

7. Penatalaksanaan stroke

A. Tahap akut

Rehabilitasi harus segera dimulai begitu penderita masuk rumah

sakit. Pada saat itu mungkin saja penderita jatuh dalam keadaan koma

atau penurunan kesadaran, sehingga tatalaksana yang menonjol adalah

upaya yang bersifat life saving. ( Harsono, 2011)

Page 24: pbl kasus 2 dr tissa.docx

24

Bed positioning atau ubah-baring merupakan suatu tatalaksana

yang mempunyai dua tujuan sekaligus, ialah pencegahan terjadinya

kontraktur dan dekubitus. Tindakan seperti ini bukanlah merupakan

usaha yang sulit atau rumit, namun demikian memerlukan ketelatenan

dan perhatian para perawat. (Harsono, 2011)

Dalam pelaksanaan ubah-baring, hal-hal berikut ini perlu diper-

hatikan dengan sebaik-baiknya. Pada lengan maka kontraktur akan

mudah terjadi pada aduktor dan rotator bahu, fleksor pergelangan tan-

gan dan jari-jari. Pada tungkai seringkali terlihat adanya kontraktur

pada fleksor dan rotator sendi paha, fleksor lutut dan fleksor telapak

kaki. ( Harsono, 2011)

Memperhatikan hal-hal tersebut maka alih baring dilaksanakan se-

bagai berikut:

a. Alas tempat tidur harus cukup keras, terbuat dari papan. Kain

penutup kasur tidak boleh melipat-lipat dan harus selalu bersih.

Pakaian serta peralatan kain harus selalu kering.

b. Penderita berbaring lurus dengan bantal dipasang di antara dada

dan lengan atas untuk menopang lengan, guna mempertahankan

posisi abduksi.

c. Pes equinus dapat dicegah dengan memasang papan pada telapak

kaki. Kaus kaki yang lunak (wool) dapat dikenakan untuk

mengurangi tekanan pada tumit.

d. Posisi jari tangan harus lebih tinggi dari sendi siku, dan posisi

sendi siku harus lebih tinggi dari sendi bahu. Posisi demikian ini

akan mencegah edema pada tangan.

e. Untuk mencegah terjadinya rotasi eksternal pada sendi paha,

maka dipasang kantong pasir di bawah sendi lutut atau perge

langan kaki, ataupun dipasang penyangga di samping tungkai.

f. Posisi penderita harus selalu dirubah: satu kali tiap satu jam pada

siang hari dan satu kali tiap dua jam pada malam hari. Apabila

Page 25: pbl kasus 2 dr tissa.docx

25

memungkinkan maka dianjurkan pula untuk mengubah posisi men-

jadi tengkurap.

g. Apabila penderita koma dalam jangka lama, maka setiap sendi

pada anggota gerak yang lumpuh harus digerakkan secara penuh

(full range of motion) paling tidak sekali dalam satu hari. Gerakan

tadi dilakukan sebanyak tiga kali, untuk mempertahankan atau

memelihara mobilitas dan mencegah kontraktur menetap yang

menghalangi restorasi flsik.( Harsono, 2011)

B. Tahap sub akut

Apabila penderita sudah sadar kembali dan atau sudah meliwati

tahap akut, maka tingkat ketidakmampuan dan kemampuan yang ter-

sisa harus segera direhabilitasi. Langkah-langkah rehabilitasi sub akut

adalah sebagai berikut:

a. Latihan aktif dan pasif

Pada awalnya rehabilitasi aktif dimulai dengan program mobilisasi

yang terdiri dari menggerakkan semua sendi pada anggota tubuh yang

lumpuh, apabila dipandang mempunyai cukup kekuatan untuk meng-

gerakkan sendi sampai terjadi range of motion (ROM) secara penuh.

Apabila terjadi paralisis ataupun paresis yang berat maka diperlukan

latihan gerakan sendi secara pasif oleh perawat, fisioterapis, atau kelu-

arganya, sampai penderita mampu menggerakkan sendinya. (Harsono,

2011)

b. Aktivitas Elevasi

Untuk penderita yang terbaring lebih dari satu minggu maka reha-

bilitasi terhadapnya harus dilakukan secara bertahap. Latihan di mulai

dengan meninggikan letak kepala secara bertahap untuk kemudian di-

capai posisi setengah duduk dan pada akhirnya posisi duduk. Latihan

duduk secara aktif sering kali memerlukan alat bantu, misalnya

trapeze atau half-side rail untuk pegangan penderita.

(Harsono, 2011)

Apabila penderita sudah mampu duduk sendiri maka upaya

berikutnya adalah latihan duduk dengan kedua tungkai menjuntai di

Page 26: pbl kasus 2 dr tissa.docx

26

sisi tempat tidur, sisi mana sesuai dengan sisi anggota gerak yang tidak

lumpuh. Latihan ini dibantu dengan trapeze atau half-side rail. Begitu

badan tegak maka kedua tungkai secara bersama-sama diayunkan ke

arah sisi sehat, keluar dari tempat tidur dan dengan demikian kedua

tungkai menggantung/menjuntai di sisi tempat tidur. (Harsono, 2011)

c. Latihan Berdiri

Apabila penderita sudah dapat duduk secara aktif maka segera

dimulai latihan berdiri. Dalam latihan ini diperlukan pembantu yang

benar-benar dapat menenteramkan hati penderita, karena terdapat

perasaan takut jatuh. Begitu penderita bediri maka titik berat di-

tumpukan pada tungkai sehat dan penderita mencoba dari sedikit untuk

membagi titik berat tadi kepada tungkai yang lumpuh.

( Harsono, 2011)

Apabila posisi ini sudah dicapai maka penderita kembali duduk di

tepi tempat tidur dengan lengan yang paretik mencoba untuk turut

menopang berat tubuh agar pantat dapat duduk dengan enak di tepi

tempat tidur, dengan kedua tungkai menggelantung. Latihan ini di-

lakukan dengan tertib dan berulang-ulang sampai penderita dapat

melakukan gerakan sendiri dari posisi berbaring sampai berdiri dan

sebaliknya. ( Harsono, 2011)

d. Latihan Berjalan

Segera sesudah penderita mampu berdiri maka penderita dilatih un-

tuk berjalan, dengan melatih distribusi berat badan pada kedua tungkai

sekaligus melatih keseimbangan dalam berbagai posisi. Latihan ini

dibantu oleh flsioterapis ataupun oleh keluarga penderita.

(Harsono, 2011)

Latihan berjalan ini dimulai dengan Paralel Bars, kemudian ganti

dengan walker atau tongkat kaki empat atau kaki tiga (tripod). Dalam

hal ini fisioterapis cukup mengawasi dan bila perlu baru memberi ban-

tuan.

(Harsono, 2011)

Page 27: pbl kasus 2 dr tissa.docx

27

Banyak penderita hemiplegia yang mengalami kelemahan pada

sendi lutut sehingga tidak dapat menopang tubuh dengan baik. Dalam

keadaan demikian ini penderita dapat memakai long leg brace. Pada

beberapa kasus lutut penderita cukup kuat, tetapi pergelangan kakinya

lemah. Dalam keadaan demikian ini diperlukan short leg brace.

(Harsono, 2011)

C. Tahap Lanjut

Apabila penderita sudah dapat berjalan, maka kepada penderita

segera diperkenalkan dengan program ADL (activity of daily living).

Dalam arti yang sempit, ADL berkonotasi bebas melakukan kegiatan

kehidupan sehari-sehari tanpa bantuan pihak lain, misalnya: tidur,

higiene, makan, berpakaian. ( Harsono, 2011 )

Perihal komunikasi juga perlu mendapat perhatian secara layak

terutama untuk penderita hemiplegia kanan yang juga mengalami afa-

sia ataupun disfasia. Dalam kaitan ini diperlukan bantuan tenaga

khusus ialah speech therapist. (Harsono, 2011 )

Perlu dimengerti bahwa ADL yang mencapai nilai 100 (maksi-

mum) pun, bukannya berarti bahwa penderita tadi telah normal, oleh

karena penderita masih berhadapan dengan berbagai macam aspek

sosial yang dapat mempengaruhi ADL. Dalam hubungan ini pihak

keluarga harus benar-benar diberi pengertian mengenai keadaan pen-

derita agar dapat selalu memberi dorongan posjtif kepada penderita.

( Harsono, 2011)

D. Terapi Bedah

Dekompresi bedah adalah suatu intervensi dratis yang masih men-

jalani uji klinis dan dicadangkan untuk stroke yang paling massif.

Pada prosedur ini, salah satu sisi tengkorak diangkat (hemikraniek-

tomi) sehingga jaringan otak yang mengalami infark dan edema

mengembang tanpa dibatasi oleh struktur tengkorak yang kaku. Den-

gan dernikian prosedur ini mencegah tekanan dari distorsi pada

jaringan yang masih sehat dan struktur batang otak. (Price Sylvia,

2011)

Page 28: pbl kasus 2 dr tissa.docx

28

Memperbaiki CBF adalah tujuan utama intervensi bedah. En-

darterektomi Karotis (CEA) dilakukan untuk memperbaiki sirkulasi

otak. Pasien yang menjalani tindakan ini sering mengalami masalah

lain yang mempersulit, misalnya hipertensi, diabetes melitus, dan

peryakit kardiovaskular yang luas. Prosedur dilakukan dengan pasien

di bawah anestesia umum sehingga jalan napas dan ventilasi dapat dik-

endalikan dengan baik. Digunakaan suatu pirau temporer untuk memi-

nimalkan iskemia otak. (Price Sylvia, 2011)

Tekanan darah arteri perlu dipertahankan normal atau sedikit

meninggi agar sirkulasi otak tetap memadai, karena aliran darah re-

gional pada para pasien ini berbanding lurus dengan tekanan arteri sis-

temik. Prosedur revaskulurisasi dilakukan untuk meningkatkan aliran

darah regional ke daerah-daerah tempat sirkulasi terganggu. Revasku-

larisasi sebenarnya adalah prosedur profilkaktik dan nungkin paling

bermanfaat bagi pasien dengan TIA atau mereka yang berada dalam

tahap awal evolusi trombosis. (Price Sylvia, 2011)

Intervensi bedah pada kasus aneurisma diarahkan untuk mencegah

kekambuhan perdarahan. Ligasi arteria karotis komunis di ieher adalah

tindakan paling konservatif untuk aneurisma. Prosedur intrakmnium,

seperti menjepit atau mengikat leher aneurisma. Sebelum dilakukan

pembedahan, perlu dibkukan arteriogram. Arteriogram merupakan su-

atu ancarnan serius bagi pasien karena (1) zat warna, seperti darah be-

bas, dapat menyebabkan vasospasme karena iritasi, dan (2) tekanan

yang diperlukan untuk memasukkan zat warna dapat menyebabkan

perdarahan di daerah yang baru mengahmi ruptur. Pasien harus dista-

bilkan sebelum dioperasi. Vasospasme harus diatasi atau diperkecil.

(Price Sylvia, 2011)

E. Terapi medis

a. NEUROPROTEKSI

Pada stroke iskemik akut , dalam batas-batas waktu tertentu se-

bagian besar cedera jaringanneuron dapat di pulihkan .Memperta-

hankan fungsi jaringan adalah tujuan dari apa yang di sebut sebagai

Page 29: pbl kasus 2 dr tissa.docx

29

strategi neuronprotektif. Hipotermia adalah terapi neuroprotektif yang

sudah lama di gunakan pada kasus trauma otak dan terus di teliti pada

stroke.Cara kerja metode ini adalah menurunkan aktifitas metabolisme

dan tentu saja kebutuhan oksigen sel-sel neuron.Dengan demikian ,

neuron terlindung dari kerusakan lebih lanjut akibat hipoksia

berkepanjangan atau eksitotoksitas yang dapat terjadi akibat jenjeng

glutamat yang biasanya timbul setelah cedera sel neuron.The Cleve-

land Clinic telah meneliti pemakaian selimut dingin dan mandi air es

dalam 8 jam awitan gejala dan mempertahankan hipotermia ke suhu

89,6 °F selama 12 jam sampai 72 jam sementara pasien mendapat ban-

tuan untuk mempertahankan kehidupan. Selama rehabilitasi,pasien

yang di beri terapi hipotermik cenderung mengalami lebih sedikit ke-

cacatan (skala rankin) dan daerah infark yang lebih kecil daripada

kelompok kontrol.

Pendekatan lain untuk mempertahankan jaringan adalah pe-

makaian obat neuroprotektif. Banyak riset stroke yang meneliti obat

yang dapat menurunkan metabolisme neuron , mencegah pelepasan

zat-zat toksik dari neuron yang rusak , atau memperkecil respons

hipereksitatorik yang merusak dari neuron di penumbra iskemik yang

mengelilingi daerah infark pada stroke. Meningkatkan pengetahuan

tentang patofisiologi cedera sel otak iskemik telah mendorong para

peneliti untuk berfokus pada pengembangan antagonis kalsium , antag-

onis glutamat , antioksidan , dan berbagai jenis obat neuroprotektif

lainya. Tantangan dalam mengusahakan neuroproteksi pascacedera

adalah menemukan obat yang selektif untuk neuron iskemik , yaitu

memiliki indeks terapetik (dosis letal + dosis terapetik) yang baik

(salazar ,fulmor , srinivas, 2000). Berbagai agen telah di uji , termasuk

nitroksida ( Leker,et al,2000).

Suatu obat neuroprotektif yang menjanjikan , serebrolisin

(CERE) memiliki efek pada metabolisme kalsiumneuron juga mem-

perlihatkan efek neurotrofik (Ladurner ,2001).

Page 30: pbl kasus 2 dr tissa.docx

30

Saat ini terdapat beragam obat dan senyawa untuk mencegah

dan mengobati secara akut stroke yang berada dalam berbagai tahap

pengembangan .Karena sifat cedera sel otak iskemik yang multidi-

mensi dan sekuensial , maka kecil kemungkinanya ada satu obat yang

akan dapat melindunggi secara total otak selama stroke kemungkinan

besar,diperlukan kombinasi beberapa obat agar potensi pemulihan da-

pat di upayakan secara penuh.( ladurner,2001)

b. ANTIKOAGULASI

The European Stroke initiative (2000) merekomendasikan bahwa

antikoagulan oral (INR 2,0 sampai 3,0) diindikasikan pada stoke yang di

sebabkan oleh fibrilasi atrium. Diperlukan antikoagulasi dengan derajat

yang lebih tinggi (INR 3,0 sampai 4,0) untuk pasien stroke yang memiliki

katup prostetik mekanis. Bagi pasien yang bukan merupakan kandidat un-

tuk terapi warfarin (coumadin) , maka dapat digunakan aspirin tersendiri

atau dalam kombinasi dengan dipiridamol sebagai terapi antitrombotik

awal untuk profilaksis stroke. (sudoyo,2007)

c. TROMBOLISIS INTRAVENA

Satu-satunya obat yang telah disetujui oleh the US Food and Drug Ad-

ministration (FDA) untuk terapi stroke iskemik akut adalah aktifator plas-

minogen jaringan (TPA) bentuk rekombinan. Setelah disetujui pada bulan

juni 1996 ,TPA dapat di gunakan untuk menghindari cidera otak ,dan

angka kematian nasional yang telah disesuaikan dengan usia untuk stroke

berkurang 1,1 % sejak tahun 1995 (Peter et al,1998). Keberhasilan ini

mendorong diintensifkanya upaya-upaya untuk menyuluh masyarakat dan

petugas kesehatan bahwa stroke adalah suatu kedaruratan dan bahwa ge-

jala stroke akut harus di terapi segeranya seperti luka tembak di kepala.

Dengan demikian , terapi dengan TPA intravena tetap menjadi standar per-

awatan untuk stroke akut dalam tiga jam pertama setelah awitan gejala

( National Institute of Health [NIH] , 1995). Namun,hanya 1 % sampai 2%

pasien yang saat ini mendapat terapi , biasanya karena mereka datang ter-

lambat ke unit gawat darurat di luar batas waktu tiga jam. Risiko terbesar

Page 31: pbl kasus 2 dr tissa.docx

31

menggunakan terapi trombolitik adalah perdarahan intraserebrum. Dengan

demikian , tetapi harus digunakan hanya bagi pasien yang telah disaring

secara cermat dan yang tidak memenuhi satupun dari kriteria eksklusi

berikut :

b) Gambaran perdarahan intrakranium berupa massa yang membesar

pada CT Scan

c) Angiogram yang negatif untuk adanya bekuan

d) Peningkatan waktu protrombin /INR ,yang mengisaratkan kecen-

derungan perdarahan

e) Adanya pembuluh dan luka yang belum sembuh dari trauma atau

pembedahan yang baru terjadi

f) Tekanan darah diastolik yang sangat tinggi hilangnya autoregulasi

adalah suatu risiko besar.

Selain itu , pasien dengan riwayat baru-baru ini pernah menggu-

nakan kokain atau amfetamin sering disingkirkan karena risiko perdarahan

dari pembuluh otak di bawah tekanan tinggi. (sudoyo, 2007)

d. TROMBOLISIS INTRAARTERI

Pemakaian trombolisis intraarteri untuk pasien dengan stroke iskemik

akut sedang dalam penelitian , walaupun saat ini belum disetujui oleh FDA

(Furlan et al ,1999) . Pasien yang beresiko besar mengalami perdarahan

akibat terapi ini adalah mereka yang skor National Institute of Health

Stroke Scale (NIHSS) –nya tinggi , memerlukan waktu lebih lama untuk

rekanalisasi pembuluh , kadar glukosa darah yang lebih tinggi , dan hitung

trombosit yang rendah. (sidharta, 2010)

F. Terapi perfusi

Serupa dengan upaya untuk memulihkan sirkulasi otak pada kasus

vasospasme saat pemulihan dari perdarahan subaraknoid , pernah

diusahakan induksi hipertensi sebagai usaha untuk meningkatkan

tekanan darah arteri rata-rata sehingga perfusi otak dapat meningkat.

Page 32: pbl kasus 2 dr tissa.docx

32

G. PENGENDALIAN EDEMA DAN TERAPI MEDIS UMUM

Edema otak terjadi pada sebagian besar kasus infark serebrum

iskemik, terutama pada keterlibatan pembuluh-pembuluh besar di

daerah arteria serebri media.Tetapi konservatif dengan membuat

pasien sedikit dehidrasi , dengan natrium serum normal atau sedikit

meningkat. (sidharta, 2010)

8. Isi neuroprotektor & cara kerja :

Mekanisme kerja statin sebagai neuroproktektor adalah dengan

melindungi otak apoptosis dan meninggalkan plastisitas otak akibat proses

cedera kepala. Dengan melindungi produksi Bcl-2 dengan statin, proses

apoptosis dapat dihambat. Sebaliknya, dengan mempertahankan produksi

BDNF setelah cidera kepala, terjadi peningkatan proses neurogenesis dan

plastisitas otak. Pemberian statin pada cidera kepala dapat memberikan

harapan pencegahan cedera otak sekunder dan memberikan hasil yang

lebih baik (Johnson-Anuna et al, 2007; Chen et al, 2005).

Statin merupakan obat yang diberikan secara oral dengan absobsi

diusus dan melalui first pass metabolism , yaitu metabolism obat dihati

langsung setelah absobsi sehingga terjadi pengurangan kadar obat sebelum

mencapai sirkulasi systemic. Golongan statin terutama simvastatin. Selain

itu obat mudah dijangkau dan murah (Van Der Most, 2009).

BCL-2 dan BDNF yang bekerja pada neuron-neuron susunan saraf

pusat dan susunan saraf tepi dapat membantu mendukung survival neuron,

mendorong pertumbuhan dan diferensiasi neuron-neuron baru dan pem-

bentukan sinaps.

Persentasi jenis obat stroke iskemik yang paling banyak digunakan

adalah neuroproktektor yaitu sebesar 100%. Ini berarti semua pasien

stroke mendapatkan obat neuroproktektor sebagai kombinasi. Prinsip

penanganan stroke adalah membatasi daerah yang masuk, meningkatkan

Page 33: pbl kasus 2 dr tissa.docx

33

aliran darah otak. Mencegah terjadinya edem otak. Dan memperbaiki ali-

ran darah. Pemberian terapi kombinasi antara obat anti trombotik ataupun

trombolitik dengan obat yang bersifat neuroprotektif telah terbukti lebih

efektif dibandingkan dengan monoterapi. Obat neuroprotektif yang digu-

nakan yaitu piracetam dan citikolin. Dimana obat-obat golongan neuropro-

tektif ini bersifat melindungi otak yang sedang mengalami iskemik (Ju-

naidi, 2004).

Di temukan banyak pengguna obat saluran cerna yaitu sebesar 93%

pasien, obat-obat ini di antaranya adalah ranitidine yang hamper dijumpai

pada setiap pemberian obat pasien, dengan tujuan untuk mencegah dan

mengatasi stress uker yang dapat terjadi pada pasien yang mengalami

penyakit yang parah dimana keadaan tersebut dapat memicu keluarnya

asam lambung, walaupun demikian tidak bias di generalisir bahwa semua

pasien yang di rawat di ICU mengalami stresss ulcer. Antihipertensi tidak

terlepas dari penanganan stroke, dimana pada pasien stroke tekanan darah

harus diturunkan secara bertahap dan tidak boleh turun lebih dari 20

mmHg. Dimulainya terapi obat anti hipertensi diindikasikan pada pasien

dengan stroke yang memiliki diseksi aorta onfark miokard akut, gagal jan-

tung, atau ensefalopati hipertensi dan pasien yang mendapatkan terapi

trombolitik dimana tekanan darah sistolik 180 mmHg atau lebih

(Brott, 2000)

Daftar pustaka

Page 34: pbl kasus 2 dr tissa.docx

34

Corwin, Elisabeth J. 2009. Patofisiologi Buku Saku. Edisi 3. Jakarta. EGC

Harsono. 2011. Buku Ajar Neurologi Edisi Kedua. Yogyakarta. Gadjah Mada

University Press

Price Sylvia. 2011. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6

Volume 2. Jakarta. EGC

Sidharta marjhono.2010.neurologi klinis dasar. Jakarta. Dian rakyat

Sudoyo Aru, Setiyohadi dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta. In-

terna Publishing