PBL I BHL IV

11
LAPORAN PROBLEM BASED LEARNING I BLOK BIOETHICS AND HEALTH LAW 4 “Jampersal” Tutor : Dra. Gratiana E. W., PhD. Disusun Oleh : Kelompok 2 Agista Khoirul Mahendra G1A010067 Atep Lutpia Pahlepi G1A010069 Celestia Wohingati G1A010089 Siti Nuriken G1A010090 M Kaliobas G1A009137 Dibyaguna G1A008108 Khoirul Rijal A G1A010106 Gretta Ayudha G1A010107 Ratih Paringgit G1A010023 Lutfi Aulia Safitri G1A010024 Andika Pratiwi G1A010037 Tyasa Budiman G1A010005 KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL

description

bbjkbk

Transcript of PBL I BHL IV

LAPORAN PROBLEM BASED LEARNING IBLOK BIOETHICS AND HEALTH LAW 4Jampersal

Tutor : Dra. Gratiana E. W., PhD.

Disusun Oleh :Kelompok 2Agista Khoirul MahendraG1A010067Atep Lutpia PahlepiG1A010069Celestia WohingatiG1A010089Siti NurikenG1A010090M KaliobasG1A009137DibyagunaG1A008108Khoirul Rijal AG1A010106Gretta AyudhaG1A010107Ratih ParinggitG1A010023Lutfi Aulia SafitriG1A010024Andika PratiwiG1A010037Tyasa Budiman G1A010005

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONALUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMANFAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATANJURUSAN KEDOKTERANPURWOKERTO2012KASUS 1Senin, 7 Januari 2013

Jampersal

Bu Dewi, seorang wanita berusia 36 tahun, datang ke RS hendak melahirkan. Saat ini adalah kehamilannya yang kelima dengan riwayat keguguran satu kali pada kehamilan yang ketiga (G5P3A1). Saat ini mereka memiliki 3 anak perempuan yang sehat. Dari hasil USG, diketahui bahwa kehamilan keempat ini adalah perempuan juga. Putri bungsu mereka saat ini berusia 4 tahun. Bu Dewi dan suaminya sama-sama bekerja sebagai guru di sekolah menengah negeri. Pada kehamilan kelima ini mereka menggunakan fasilitas Jampersal (Jaminan Persalinan). Dokter yang membantu persalinan, Dr. AB, mengatakan bahwa Bu Dewi dianjurkan untuk mengikuti metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) berupa alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR/IUD), implant, atau sterilisasi, sebagai bagian dari pelayanan Jampersal. Selain itu, Bu Dewi juga sudah memiliki tiga anak dan kehamilan pada usia lebih dari 35 tahun termasuk kehamilan dengan risiko tinggi. Bu Dewi dan suaminya mengatakan bahwa mereka tidak tahu jika kontrasepsi jangka panjang tersebut wajib bagi peserta Jampersal, sementara dokter bersikeras bahwa hal itu sudah menjadi kebijakan pemerintah dan merupakan syarat keikutsertaan Jampersal. Bu Dewi menolak kontrasepsi jangka panjang karena ia masih mengharapkan anak laki-laki dan ingin mencoba sampai kehamilan yang kelima. Sementara suaminya, Pak Agus, meski mengharapkan anak laki-laki juga tapi tidak keberatan bila istrinya mendapatkan kontrasepsi jangka panjang karena memikirkan biaya sekolah dan masa depan anak-anaknya.

Questions:1. What do you know about Jampersal?2. What conflicts or ethical issues do you see in Bu Dewis case?3. Why do you think they are ethical issues?What are principles/norms/values are conflicting or at stake?Jawaban:

1. Jaminan Persalinan (Jampersal) adalah jaminan pembiayaan yang digunakan untuk pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, pelayanan nifas termasuk pelayanan KB pasca persalinan dan pelayanan bayi baru lahir dan pelayanan bayi baru lahir.Tujuan Jampersala. UmumMenjamin akses pelayanan persalinan yang dilakukan oleh dokter atau bidan dalam rangka menurunkan AKI dan AKB.b. Khusus1. Meningkatnya cakupan pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, dan pelayanan nifas oleh tenaga kesehatan.2. Meningkatnya cakupan pelayanan bayi baru lahir oleh tenaga kesehatan.3. Meningkatnya cakupan pelayanan KB pasca persalinan.4. Meningkatnya cakupan penanganan komplikasi ibu hamil, bersalin, nifas, dan bayi baru lahir.5. Terselenggaranya pengelolaan keuangan yang efisien, efektif, transparan, dan akuntabel.Adapun ruang lingkup pelayanan jaminan persalinan terdiri dari:a. Pelayanan persalinan tingkat pertamaPelayanan persalinan tingkat pertama adalah pelayanan yang diberikan oleh dokter atau bidan yang berkompeten dan berwenang memberikan pelayanan yang meliputi pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, pelayanan nifas dan pelayanan KB pasca salin, serta pelayanan kesehatan bayi baru lahir, termasuk pelayanan persiapan rujukan pada saat terjadinya komplikasi (kehamilan, persalinan, nifas dan bayi baru lahir serta KB paska salin) tingkat pertama (Menkes, 2011).

Jenis pelayanan Jaminan persalinan di tingkat pertama meliputi (Menkes, 2011):1. Pelayanan ANC sesuai standar pelayanan KIA dengan frekuensi 4 kali.2. Deteksi dini faktor risiko, komplikasi kebidanan dan bayi baru lahir.3. Pertolongan persalinan normal.4. Pertolongan persalinan dengan komplikasi dan atau penyulit pervaginam yang merupakan kompetensi Puskesmas PONED.5. Pelayanan Nifas (PNC) bagi ibu dan bayi baru lahir sesuai standar pelayanan KIA dengan frekuensi 4 kali.6. Pelayanan KB paska persalinan serta komplikasinya.7. Pelayanan rujukan terencana sesuai indikasi medis untuk ibu dan janin/bayinya.b. Pelayanan Persalinan Tingkat LanjutanPelayanan persalinan tingkat lanjutan adalah pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan spesialistik untuk pelayanan kebidanan dan bayi baru lahir kepada ibu hamil, bersalin, nifas, dan bayi baru lahir dengan resiko tinggi dan atau dengan komplikasi yang tidak dapat ditangani pada fasilitas kesehatan tingkat pertama yang dilaksanakan berdasarkan rujukan atas indikasi medis (Menkes, 2011).Jenis pelayanan Persalinan di tingkat lanjutan meliputi (Menkes, 2011):1. Pemeriksaan kehamilan (ANC) dengan risiko tinggi (risti).2. Pertolongan persalinan dengan risti dan penyulit yang tidak mampu dilakukan di pelayanan tingkat pertama.3. Penanganan komplikasi kebidanan dan bayi baru lahir dalam kaitan akibat persalinan.4. Pemeriksaan paska persalinan (PNC) dengan risiko tinggi (risti).5. Penatalaksanaan KB paska salin dengan metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) atau kontrasepsi mantap (Kontap).6. Penanganan komplikasi.

c. Pelayanan Persiapan RujukanPelayanan persiapan rujukan adalah pelayanan pada suatu keadaan dimana terjadi kondisi yang tidak dapat ditatalaksana secara paripurna di fasilitas kesehatan tingkat pertama sehingga perlu dilakukan rujukan ke fasilitas kesehatan tingkat lanjut dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut (Menkes, 2011):1. Kasus tidak dapat ditatalaksana paripurna di fasilitas kesehatan karena: keterbatasan SDM atau keterbatasan peralatan dan obat-obatan.2. Dengan merujuk dipastikan pasien akan mendapat pelayanan paripurna yang lebih baik dan aman di fasilitas kesehatan rujukan.3. Pasien dalam keadaan aman selama proses rujukan.

2. Masalah atau isu etis yang terdapat dalam kasus ini adalah:a. Dilemma etik, antara autonomy dari pasien, dan beneficence dan non-maleficence dari dokter.b. Konflik antara program Jampersal dengan konsumen yaitu Bu Dewi dan suaminya.c. Dilemma etik, antara autonomy dan justice.d. Konflik potensial antara Bu Dewi dan suaminya.e. Konflik antara dokter dan pasien yaitu Bu Dewi dan suaminya.

3. Alasan-alasan jawaban nomor 2 dan nilai-nilai yang berbenturan adalah sebagai berikut:a. Isu etik yang ada, yaitu ibu Dewi, yang merasa tidak tahu menhau tentang sistem Jampersal, yang mengharuskan untuk dipasang KB jangka panjang. Dokter ingin melaksanakan prosedur Jampersal dengan baik, dan mempertimbangkan umur ibu Dewi yang sudah 36 tahun, serta masih memiliki 3 anak yang mesti diperhatikan. Hal ini merupakan dilemma etik, antara autonomy dari pasien, dan beneficence dan non-maleficence dari dokter (Macer, 2006).b. Dimana di satu sisi pihak medis juga suami Bu Dewi mengharapkan Bu Dewi menggunakan KB untuk mencegah indikasi medis yang mungkin terjadi pada Bu Dewi dan janin mengingat usia Bu Dewi yang riskan. Selain itu Bu Dewi masih punya anak yang perlu peran Bu Dewi dalam tumbu kembang mereka. Sementara disisi lain bu dewi masih ingin hamil lagi dengan harapan ingin punya anak laki-laki dan beliau punya otonomi terhadap tindakan medis yang akan diterimanya.c. Otonomi dilihat dari segi pasien yang menolak menggunakan alat kontrasepsi, pasien berhak menentukan nasibnya sendiri dan mengambil keputusan sesuai pilihannya. Namun dari segi justicenya, penggunaan alat kontrasepsi merupakan peraturan yang telah berlaku dan wajib bagi anggota semua anggota Jampersal, terdapat kesamarataan untuk semua anggota.d. Bila menjadi Bu Dewi, yang akan dilakukan adalah:1) Saya akan meminta pertimbangan suami, karena KB juga tidak mutlak keputusan sepihak. Suami juga sudah setuju, dan juga memikirkan biaya anak-anak yang sudah ada dan yang akan lahir.2) Saya akan tetap mempertahankan hak otonomi yang saya punya karena memang tidak diberi tahu akan dipasang alat kontrasepsi. Di sisi lain saya juga masih mengharapkan kelahiran anak laki-laki saya yang terakhir.e. Jika saya menjadi dokter, saya akan menjelaskan kembali konsekuensi memakai fasilitas Jampersal. Jampersal itu harus KB jangka panjang. Ibu dewi juga sudah tua secara umur, dan itu sangat membahayakan ibu dewi, kalau terjadi kehamilan, bukan hanya ibu, tetapi juga janin akan beresiko cacat dan sebagainya. Kalau mau tidak KB, dengan resiko tidak memakai fasilitas Jampersal, dan mengganti biaya fasilitas yang digunakan. Penggantian pemakaian Jampersal pun, tidak akan mengurangi resiko ibu tersebut beresiko tinggi jika terjadi kehamilan (Permenkes RI, 2011).f. Sistem pelayanan Jampersal seperti ini tentu sangat bermanfaat. Selain untuk mencegah terjadinya pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali juga bisa lebih mematangkan ekonomi dan psikologi guna menghadi kelahiran anak yang selanjutnya.g. Seharusnya informasi dan edukasi tentang tatacara dan prosedur dari keanggotaan Jampersal harus dilakukan dari awal administrasi, namun pada kasus dikatakan bahwa Bu Dewi dan suaminya tidak tahu bahwa setiap anggota Jampersal harus menggunakan alat kontrasepsi. Hal ini berarti terdapat missed comunication antara masyarakat dan kelembagaan. Apabila pola seperti ini masih terus terjadi, maka tidak menutup kemungkinan akan muncul kasus yang sama di kemudian hari yang nantinya akan menambah dilema-dilema baru.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Petunjuk Teknis Jaminan Persalinan (Juknis Jampersal). Available at:http://www.depkes.go.id/downloads/PERATURAN_MENTERI_KESEHATAN_JUKNIS_JAMPERSAL.pdfMecer, DRJ. 2006. A Cross Cultural Introduction to Bioethics.Permenkes RI. 2011. Permenkes Republik Indonesia No.2562/Menkes/PER/XII/ 2011.