PBL Blok 22 Meningitis Tuberkulosis

27
Pendahuluan Meningitis merupakan inflamasi pada meningen (membran yang melapisi otak dan medula spinalis). Peradangan yang terjadi dapat disebabkan organisme seperti virus, bakteri, ataupun jamur yang menyebar masuk kedalam darah dan berpindah kedalam cairan otak. Tipe meningitis termasuk aseptik, septik dan tuberkulosis. Meningitis aseptik mengacu pada meningitis virus atau iritasi meningeal. Meningitis septik mengacu pada meningitis yang disebabkan oleh bakteri. Meningitis tuberkulosis disebabkan oleh basilus tuberkel. Infeksi meningeal dapat terjadi melalui hematogen dari infeksi lain, perkontinuitatum atau implantasi langsung. 1 Meningitis dibagi menjadi dua golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak, yaitu meningitis serosa dan meningitis purulenta. Meningitis serosa adalah radang selaput otak yang disertai cairan otak yang jernih, penyebab tersering adalah Mycobacterium tuberculosa, penyebab lainnya seperti virus, Toxoplasma gondhii, dan Ricketsia. Sedangkan meningitis purulenta adalah radang bernanah pada selaput otak, penyebabnya antara lain, Diplococcus pneumonia (pneumokok), Neisseria meningitidis (meningokok), Streptococcus haemolyticus group A, Staphylococcus aureus, 1 Meningitis Tuberkulosa dan Penatalaksanaannya Natalia 102012391 – F7 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen

description

Menigitis tuberkulosis

Transcript of PBL Blok 22 Meningitis Tuberkulosis

Page 1: PBL Blok 22 Meningitis Tuberkulosis

Pendahuluan

Meningitis merupakan inflamasi pada meningen (membran yang melapisi otak dan

medula spinalis). Peradangan yang terjadi dapat disebabkan organisme seperti virus, bakteri,

ataupun jamur yang menyebar masuk kedalam darah dan berpindah kedalam cairan otak.

Tipe meningitis termasuk aseptik, septik dan tuberkulosis. Meningitis aseptik mengacu pada

meningitis virus atau iritasi meningeal. Meningitis septik mengacu pada meningitis yang

disebabkan oleh bakteri. Meningitis tuberkulosis disebabkan oleh basilus tuberkel. Infeksi

meningeal dapat terjadi melalui hematogen dari infeksi lain, perkontinuitatum atau implantasi

langsung.1

Meningitis dibagi menjadi dua golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada

cairan otak, yaitu meningitis serosa dan meningitis purulenta. Meningitis serosa adalah

radang selaput otak yang disertai cairan otak yang jernih, penyebab tersering adalah

Mycobacterium tuberculosa, penyebab lainnya seperti virus, Toxoplasma gondhii, dan

Ricketsia. Sedangkan meningitis purulenta adalah radang bernanah pada selaput otak,

penyebabnya antara lain, Diplococcus pneumonia (pneumokok), Neisseria meningitidis

(meningokok), Streptococcus haemolyticus group A, Staphylococcus aureus, Haemophillus

influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, dan Pseudomonas aeruginosa.

Meningitis tuberkulosis merupakan salah satu manifestasi klinis TB diluar paru, yaitu di

sususan saraf pusat (SSP). Dibandingkan dengan meningitis bakterial akut, maka perjalanan

penyakit meningitis tuberkulosis lebih lama dan perubahan atau kelainan dalam CSS tidak

begitu hebat.1,2

Anatomi Lapisan Meningen

Otak dan medulla spinalis dilapisi oleh meningen. Selain melapisi otak dan medulla

spinalis , meningen juga berfungsi yang melindungi struktur saraf yang halus, membawa

pembuluh darah dan mensekresi cairan serebrospinal (CSS). Selaput meningen terdiri dari 3

lapisan, yaitu:

1

Meningitis Tuberkulosa dan Penatalaksanaannya

Natalia

102012391 – F7

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara no. 6 Jakarta Barat 11510

email: [email protected]

Page 2: PBL Blok 22 Meningitis Tuberkulosis

Duramater, secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan endosteal dan

lapisan meningeal. Duramater merupakan selaput yang keras, terdiri atas jaringan ikat fibrosa

yang melekat erat pada permukaan dalam dari kranium. Karena tidak melekat pada selaput

arakhnoid dibawahnya, maka terdapat suatu ruang potensial (ruang subdural), dimana sering

dijumpai terjadinya pendarahan.

Arakhnoid, merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang, terletak antara

piamater sebelah dalam dan duramater sebelah luar yang meliputi otak. Selaput ini

dipisahkan dari duramater oleh ruang potensial, disebut spatium subdural, dan dari piamater

oleh spatium subarakhnoid yang terisi oleh CSS. Pendarahan subarakhnoid umumnya

disebabkan akibat cidera kepala.

Piamater, melekat erat pada permukaan korteks serebri. Piamater adalah membran

vaskuler yang dengan erat membungkus otak, meliputi gyri dan masuk ke dalam sulci yang

paling dalam. Membran ini membungkus saraf otak dan menyatu dengan epineuriumnya.

Arteri-arteri yang masuk ke dalam otak juga diliputi oleh piamater.

Gambar 1. Anatomi lapisan meningen3

Anamnesis

Merupakan suatu bentuk wawancara antara dokter dan pasien dengan memperhatikan

petunjuk-petunjuk verbal dan non verbal mengenai riwayat penyakit pasien. Anamnesis bisa

dilakukan pada pasien itu sendiri yang disebut auto anamnesa apabila pasien dalam kondisi

sadar dan baik, bisa juga melalui keluarga terdekat atau orang yang bersama pasien selama ia

sakit apabila pasien dalam kondisi tidak sadar atau kesulitan berbicara disebut dengan allo

anamnesa. Dengan dilakukanya anamnesis maka 70% diagnosis dapat ditegakkan. Hal yang

perlu ditanyakan dokter pada saat anamnesis antara lain:

2

Page 3: PBL Blok 22 Meningitis Tuberkulosis

o Identitas: Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, pekerjaan, agama, dan suku

bangsa.

o Riwayat penyakit sekarang: Keluhan utama yang menyebabkan pasien dibawa berobat

beserta dengan onset, lokasi, kronologis, kualitas, kuantitas, gejela penyerta, keluhan lain,

dan faktor pemberat atau memperingan penyakit dari pasien.

o Riwayat penyakit dahulu: Keluhan seputar apakah dahulu pernah mengalami sakit yang

sama seperti saat ini, apakah ada penyakit lain sebelumnya? Adakah obat yang pernah

dikonsumsi sebelumnya? (tanyakan penyakit atau keluhan yang serupa, darah tinggi,

kencing manis, asam urat, kolesterol tinggi dan pernah pengobatan apa saja). Adakah

riwayat gangguan neurologis sebelumnya? Adakah riwayat penyakit sistemik, khususnya

kelainan kardiovaskular? Adakah riwayat penyakit TBC?

o Riwayat penyakit keluarga: Apakah ada keluarga atau kerabat dekat yang pernah

mengalami gangguan yang sama. Adakah riwayat gangguan neurologis dalam keluarga?

Adakah riwayat penyakit TBC pada keluarga? Ada kontak?

o Riwayat sosial dan lingkungan: Pekerjaan, aktivitas sehari-hari, makan asin, makan

masakan tinggi lemak, merokok, minum alkohol, berolahraga rutin berapa kali.

Ditanyakan pula bagaimana kondisi lingkungan di sekitar rumah.4

Pada anamnesis didapatkan seorang laki-laki usia 68 tahun datang ke rumah sakit diantar

oleh keluarganya dengan keluhan sakit kepala yang semakin berat dan demam sejak 2

minggu yang lalu. Keluarga pasien juga mengeluh pasien menjadi sering mengantuk dan

tidak nafsu makan. Pasien mempunyai riwayat batuk lama selama 3 bulan dan tidak rutin

minum obat.

Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum untuk mengetahui bagaimana keadaan umum pasien apakah tampak

sakit ringan, sedang, atau berat. Kesadaran Untuk mengetahui bagaimana tingkat kesadaran

pasien. TTV (Tanda–tanda Vital) Untuk mengetahui keadaan tekanan darah, suhu, nadi dan

respirasi. Tujuan utama pemeriksaan fisik saraf adalah mengungkapkan dan menjelaskan

defisit fungsi serta untuk menjelaskan kemungkinan lokasi anatomis dari lesi. Apakah

masalah disebabkan oleh lesi pada otak, sumsum tulang belakang, saraf perifer, atau otot.

Berikut beberapa hal yang perlu di periksa, yaitu:

Tingkat kesadaran: Pemeriksaan tingkat kesadaran yang sekarang dipakai adalah

skala dari Glasgow (Glasgow coma scale) yang lebih praktis karena patokan/kriteria yang

lebih jelas dan sistematik. Cara pemeriksaan Glasgow coma scale (GCS), didasarkan pada

3

Page 4: PBL Blok 22 Meningitis Tuberkulosis

respon dari mata, pembicaraan, dan motorik. Dimana masing-masing mempunyai nilai/score

tertentu, mulai dari yang paling baik (normal) sampai dengan yang paling jelek. Jumlah/total

scoring paling buruk adalah 3, sedangkan yang paling baik (normal) adalah 15. Koma : GCS

< 7.

Tabel 1. Glasgow Coma Scale5

Pemeriksaan tanda rangsangan meningeal

a. Kaku kuduk

Cara: Pasien tidur telentang tanpa bantal. Tangan pemeriksa ditempatkan dibawah

kepala pasien yang sedang berbaring, kemudian kepala ditekukan (fleksi) dan

diusahakan agar dagu mencapai dada. Selama penekukan diperhatikan adanya tahanan.

Bila terdapat kaku kuduk kita dapatkan tahanan dan dagu tidak dapat mencapai dada.

Kaku kuduk dapat bersifat ringan atau berat.

Hasil pemeriksaan:

Leher dapat bergerak dengan mudah, dagu dapat menyentuh sternum, atau fleksi

leher normal/kaku kuduk negatif.

Adanya rigiditas leher dan keterbatasan gerakan fleksi leher kaku kuduk positif.

b. Brudzinski

Cara: Pasien berbaring dalam sikap terlentang, dengan tangan yang ditempatkan

dibawah kepala pasien yang sedang berbaring, tangan pemeriksa yang satu lagi

sebaiknya ditempatkan didada pasien untuk mencegah diangkatnya badan kemudian

kepala pasien difleksikan sehingga dagu menyentuh dada.

4

Page 5: PBL Blok 22 Meningitis Tuberkulosis

Hasil Pemeriksaan :

Test ini adalah positif bila gerakan fleksi kepala disusul dengan gerakan fleksi di sendi

lutut dan panggul kedua tungkai secara reflektorik.

c. Kernig

Cara: Pada pemeriksaan ini, pasien yang sedang berbaring difleksikan pahanya pada

persendian panggul sampai membuat sudut 90o. Setelah itu tungkai bawah

diekstensikan pada persendian lutut sampai membentuk sudut lebih dari 135o terhadap

paha. Bila teradapat tahanan dan rasa nyeri sebelum atau kurang dari sudut 135 o maka

dikatakan kernig sign positif.

d. Laseque

Cara: Pasien berbaring terlentang. Angkat satu tungkai pasien dengan fleksi di sendi

panggul sampai membentuk sudut 70o, sedangkan tungkai lain dalam keadaan lurus.

Hasil Pemeriksaan :

Bila teradapat tahanan dan rasa nyeri sebelum atau kurang dari sudut 70o, maka

dikatakan laseque sign positif.

Pemeriksaan refleks patologis

Refleks patologis merupakan respon yang tidak umum dijumpai pada individu

normal. Refleks patologis pada ekstemitas bawah lebih konstan, lebih mudah muncul, lebih

reliabel dan lebih mempunyai korelasi secara klinis dibandingkan pada ekstremitas atas.

a. Refleks Klonus kaki

Cara pemeriksaan: sanggah lutut pada posisi fleksi ringan. Lalu dengan tangan yang

lain lakukan dorsofleksi tiba-tiba dan pertahankan beberapa saat.

b. Babinsky sign

Pemeriksa menggores bagian lateral telapak kaki dengan ujung palu refleks.

Reaksi: Dorsofleksi ibu jari kaki disertai plantarfleksi dan gerakan melebar jari-jari

lainnya. Intepretasi: normal (-)5

Dalam skenario terdapat pemeriksaan fisik dengan tekanan darah 110/70, Heart rate 90

kali/menit, respirasi 20kali/menit dan suhu 37,4oC. GCS: 12.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Batang Tahan Asam (Ziehl Neelsen): Sputum yang diambil harus berasal dari trakea atau bronkus, bukan saliva (air liur). Atau melalui LCS.

5

Page 6: PBL Blok 22 Meningitis Tuberkulosis

Tabel 2. Hasil pemeriksaan BTA

Pemeriksaan darah, dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah dan hitung

jenis leukosit, laju endap darah (LED), kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit, kultur. Pada

meningitis serosa didapatkan peningkatan leukosit saja. Disamping itu, pada meningitis TB

didapatkan juga peningkatan LED. Pada meningitis purulenta/bakterialis didapatkan

peningkatan leukosit dengan pergeseran ke kiri pada hitung jenis.

Pemeriksaan radiologi:

a. Foto toraks: dapat menunjukkan adanya gambaran tuberkulosis.

Gambaran radiologis paru yang biasanya dijumpai pada tuberkulosis paru ialah:

Komplek primer dengan atau tanpa perkapuran.

Pembesaran kelenjar paratrakeal.

Penyebaran milier.

Penyebaran bronkogen.

Atelektasis.

Pleuritis dengan efusi.

b. CT-scan kepala, dapat menentukan adanya dan luasnya kelainan di daerah basal, serta

adanya dan luasnya hidrosefalus. Hasil pemeriksaan CT-scan dan MRI pada pasien

meningitis TB adalah normal pada awal penyakit. Seiring berkembangnya penyakit,

gambaran sering ditemukan adanya enhancement di daerah basal, tampak hidrosefalus

komunikans yang disertai tanda-tanda edema otak atau iskemia fokal yang masih dini.

Selain itu, dapat juga ditemukan tuberkuloma yang silent, biasanya di daerah korteks

serebri atau thalamus.

6

Page 7: PBL Blok 22 Meningitis Tuberkulosis

Pengambilan cairan serebrospinal: Pengambilan cairan serebrospinal dapat dilakukan

dengan cara Lumbal Punksi, Sisternal Punksi, atau Lateral Cervical Punksi. Lumbal Punksi

merupakan prosedur neuro diagnostik yang paling sering dilakukan, sedangkan sisternal

punksi dan lateral cervical punksi hanya dilakukan oleh orang yang benar-benar ahli. Indikasi

Lumbal Punksi:

a. Untuk mengetahui tekanan dan mengambil sampel untuk pemeriksaan sel, kimia, dan

bakteriologi.

b. Untuk membantu pengobatan melalui spinal, pemberian antibiotik, anti tumor, dan

spinal anastesi.

c. Untuk membantu diagnosis dengan penyuntikan udara pada pneumoencephalografi,

dan zat kontras pada myelografi.

Kontra indikasi Lumbal Pungsi:

a. Ada peninggian tekanan intrakranial dengan tanda-tanda nyeri kepala, muntah dan papil

edema.

b. Penyakit kardiopulmonal yang berat.

c. Ada infeksi lokal pada tempat Lumbal Punksi.

Persiapan Lumbal Punksi:

a. Periksa gula darah 15-30 menit sebelum dilakukan LP.

b. Jelaskan prosedur pemeriksaan, bila perlu diminta persetujuan pasien/keluarga terutama

pada LP dengan resiko tinggi.

Teknik Lumbal Punksi:

a. Pasien diletakkan pada pinggir tempat tidur, dalam posisi lateral decubitus dengan

leher, punggung, pinggul dan tumit lemas. Boleh diberikan bantal tipis dibawah kepala

atau lutut.

b. Tempat melakukan pungsi adalah pada kolumna vetebralis setinggi L3-4, yaitu setinggi

crista iliaca. Bila tidak berhasil dapat dicoba lagi intervertebrale ke atas atau ke bawah.

Pada bayi dan anak setinggi intervertebrale L4-5.

c. Bersihkan dengan yodium dan alkohol daerah yang akan dipungsi.

d. Dapat diberikan anasthesi lokal lidocain HCL.

e. Gunakan sarung tangan steril dan lakukan punksi, masukkan jarum tegak lurus dengan

ujung jarum yang mirip menghadap ke atas. Bila telah dirasakan menembus jaringan

meningen penusukan dihentikan, kemudian jarum diputar dengan bagian pinggir yang

miring menghadap ke kepala.

7

Page 8: PBL Blok 22 Meningitis Tuberkulosis

f. Dilakukan pemeriksaan tekanan dengan manometer dan test Queckenstedt bila

diperlukan. Kemudian ambil sampel untuk pemeriksaan jumlah dan jenis sel, kadar

gula, protein, kultur bakteri dan sebagainya.

Keadaan normal dan beberapa kelainan cairan serebrospinal dapat diketahui dengan

memperhatikan:

a. Warna: Normal cairan serebrospinal warnanya jernih dan patologis bila berwarna

kuning, xantokhrom, cucian daging, purulenta atau keruh. Warna kuning muncul dari

protein. Peningkatan protein yang penting dan bermakna dalam perubahan warna

adalah bila lebih dari 1 g/L. Cairan serebrospinal berwarna kemerahan berasal dari

darah dengan jumlah sel darah merah lebih dari 500 sdm/cm3. Sel darah merah yang

utuh akan memberikan warna merah segar. Eritrosit akan lisis dalam satu jam dan akan

memberikan warna cucian daging di dalam cairan serebrospinal. Cairan serebrospinal

tampak purulenta bila jumlah leukosit lebih dari 1000 sel/ml.

b. Tekanan: Tekanan CSS diatur oleh hasil kali dari kecepatan pembentukan cairan dan

tahanan terhadap absorpsi melalui villi arakhnoid. Bila salah satu dari keduanya naik,

maka tekanan naik, bila salah satu dari keduanya turun, maka tekanannya turun.

Tekanan CSS tergantung pada posisi, bila posisi berbaring maka tekanan normal cairan

serebrospinal antara 8-20 cmH2O pada daerah lumbal, siterna magna dan ventrikel,

sedangkan jika penderita duduk tekanan cairan serebrospinal akan meningkat 10-30

cmH2O. Kalau tidak ada sumbatan pada ruang subarakhnoid, maka perubahan tekanan

hidrostastik akan ditransmisikan melalui ruang serebrospinalis. Pada pengukuran

dengan manometer, normal tekanan akan sedikit naik pada perubahan nadi dan

respirasi, juga akan berubah pada penekanan abdomen dan waktu batuk.

c. Jumlah sel: Jumlah sel leukosit normal tertinggi 4-5 sel/mm3, dan mungkin hanya

terdapat 1 sel polimorfonuklear saja. Sel leukosit jumlahnya akan meningkat pada

proses inflamasi. Perhitungan jumlah sel harus sesegera mungkin dilakukan, jangan

lebih dari 30 menit setelah dilakukan lumbal punksi. Bila tertunda maka sel akan

mengalami lisis, pengendapan dan terbentuk fibrin. Keadaaan ini akan merubah jumlah

sel secara bermakna. Leukositosis ringan antara 5-20 sel/mm3 adalah abnormal tetapi

tidak spesifik. Pada meningitis bakterial akut akan cenderung memberikan respon

perubahan sel yang lebih besar terhadap peradangan dibanding dengan yang meningitis

aseptik. Pada meningitis bakterial biasanya jumlah sel lebih dari 1000 sel/mm3, sedang

pada meningitis aseptik jarang jumlah selnya tinggi. Jika jumlah sel meningkat secara

berlebihan (5000-10000 sel /mm3), kemungkinan telah terjadi ruptur dari abses serebri

8

Page 9: PBL Blok 22 Meningitis Tuberkulosis

atau perimeningeal perlu dipertimbangkan. Perbedaan jumlah sel memberikan petunjuk

ke arah penyebab peradangan. Monositosis tampak pada inflamasi kronik oleh L.

monocytogenes. Eosinophil relatif jarang ditemukan dan akan tampak pada infeksi

cacing dan penyakit parasit lainnya termasuk Cysticercosis, juga meningitis

tuberkulosis, neurosiphilis, lympoma susunan saraf pusat, reaksi tubuh terhadap benda

asing.

d. Glukosa: Normal kadar glukosa berkisar 45-80 mg%. Kadar glukosa cairan

serebrospinal sangat bervariasi di dalam susunan saraf pusat, kadarnya makin menurun

dari mulai tempat pembuatannya di ventrikel, sisterna dan ruang subarakhnoid lumbal.

Rasio normal kadar glukosa cairan serebrospinal lumbal dibandingkan kadar glukosa

serum adalah >0,6. Perpindahan glukosa dari darah ke cairan serebrospinal secara difusi

difasilitasi transportasi membran. Bila kadar glukosa cairan serebrospinalis rendah,

pada keadaan hipoglikemia, rasio kadar glukosa cairan serebrospinalis, glukosa serum

tetap terpelihara. Hypoglicorrhacia menunjukkan penurunan rasio kadar glukosa cairan

serebrospinal, glukosa serum, keadaan ini ditemukan pada derajat yang bervariasi, dan

paling umum pada proses inflamasi bakteri akut, tuberkulosis, jamur dan meningitis

oleh carcinoma.

e. Protein: Kadar protein normal cairan serebrospinal pada ventrikel adalah 5-15 mg%.

Pada sisterna 10-25 mg% dan pada daerah lumbal adalah 15-45 mg%. Kadar gamma

globulin normal 5-15 mg% dari total protein. Kadar protein lebih dari 150 mg% akan

menyebabkan cairan serebrospinal berwarna xantokrom, pada peningkatan kadar

protein yang ekstrim lebih dari 1,5 gr% akan menyebabkan pada permukaan tampak

sarang laba-laba (pellicle) atau bekuan yang menunjukkan tingginya kadar fibrinogen.

Kadar protein cairan serebrospinal akan meningkat oleh karena hilangnya sawar darah

otak (blood brain barrier), reabsorbsi yang lambat atau peningkatan sintesis

immunoglobulin lokal.

f. Elektrolit: Kadar elektrolit normal CSS adalah Na 141-150 mEq/L, K 2,2-3,3 mRq, Cl

120-130 mEq/L, Mg 2,7 mEq/L. Kadar elektrolit ini dalam cairan serebrospinal tidak

menunjukkan perubahan pada kelainan neurologis, hanya terdapat penurunan kadar Cl

pada meningitis tapi tidak spesifik.

g. Osmolaritas: Terdapat osmolaritas yang sama antara CSS dan darah (299 mosmol/L).

Bila terdapat perubahan osmolaritas darah akan diikuti perubahan osmolaritas CSS.

h. pH: Keseimbangan asam basa harus dipertimbangkan pada metabolik asidosis dan

metabolik alkalosis. pH cairan serebrospinal lebih rendah dari pH darah, sedangkan

9

Page 10: PBL Blok 22 Meningitis Tuberkulosis

PCO2 lebih tinggi pada cairan serebrospinal. Kadar HCO3 adalah sama (23 mEg/L). pH

CSS relatif tidak berubah bila metabolik asidosis terjadi secara subakut atau kronik,

dan akan berubah bila metabolik asidosis atau alkalosis terjadi secara cepat.

Pemeriksaan lumbal punksi pada meningitis TB memperlihatkan CSS yang jernih,

kadang-kadang sedikit keruh atau ground glass appearance. Bila CSS didiamkan maka akan

terjadi pengendapan fibrin yang halus seperti sarang laba-laba. Jumlah sel antara 10-500/ml

dan kebanyakan limfosit. Kadang-kadang oleh reaksi tuberculin yang hebat terdapat

peningkatan jumlah sel, lebih dari 1000/ml. Kadar glukosa rendah, antara 20-40 mg%, kadar

Cl dibawah 600 mg%. CSS dan endapan sarang laba-laba dapat diperiksa untuk pembiakan

atau kultur menurut pewarnaan Ziehl-Nielsen.2,3

Working Diangnosis

Meningitis tuberkulosis adalah peradangan selaput otak atau meningen yang

disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Meningitis tuberkulosis merupakan

hasil dari penyebaran hematogen dan limfogen bakteri Mycobacterium tuberculosisdari

infeksi primer pada paru. Meningitis sendiri dibagi menjadi dua menurut pemeriksaan

Cerebrospinal Fluid (CSF) atau disebut juga Liquor Cerebrospinalis (LCS), yaitu: meningitis

purulenta dengan penyebab bakteri selain bakteri Mycobacterium tuberculosis dan meningitis

serosa dengan penyebab bakteri tuberkulosis ataupun virus. Tanda dan gejala klinis

meningitis hampir selalu sama pada setiap tipenya, sehingga diperlukan pengetahuan dan

tindakan lebih untuk menentukan tipe meningitis. Untuk meningitis tuberkulosis dibutuhkan

terapi yang lebih spesifik dikarenakan penyebabnya bukan bakteri yang begitu saja dapat

diatasi dengan antibiotik spektrum luas. World Health Organization (WHO) Pada tahun 2009

menyatakan meningitis tuberkulosis terjadi pada 3,2% kasus komplikasi infeksi primer

tuberkulosis, 83% disebabkan oleh komplikasi infeksi primer pada paru.

Meningitis tuberkulosis tetap merupakan masalah utama dan merupakan penyebab

kematian penting di beberapa negara. Meningitis TB harus dipertimbangkan pada pasien

dengan kebingungan mental, terutama jika ada riwayat tuberkulosis paru, akoholism,

pengobatan kortikosteroid, infeksi HIV, atau kondisi lain yang berhubungan dengan respon

imun menurun. Meningitis TB juga harus dipertimbangkan pada pasien dari daerah atau grup

dengan insidens tinggi TB.5,6

10

Page 11: PBL Blok 22 Meningitis Tuberkulosis

Differential Diagnosis

Beberapa penyakit yang memiliki kemiripan dengan meningitis TB antara lain:

meningitis bakterialis dan meningitis viral. Keadaan ini dapat didiagnosis dengan pewarnaan

yang tepat, kultur, dan pemeriksaan serologik serta sitologik.

Meningitis bakterialis sering dihubungkan dengan sindrom sepsis (demam, takikardia,

hipotensi, atau syok), diperberat oleh koagulasi intravaskular diseminata, yang dinduksi oleh

septikemia. Meningitis biasanya terjadi karena bakterinemia yang disebabkan oleh Neisseria

meningitidis, walaupun Steptococcus pneumonia dapat muncul pada orang-orang dengan

pneumonia pneumokokus (lebih sering pada manula dan penyalahguna alcohol) atau

kerusakan dura (fraktur tengkorak, sepsis telinga, atau penyakit sinus). Bila dicurigai

bakterialis, maka antibiotik spektrum luas (misalnya sefotaksin dosis tinggi) harus segera

diberikan. Diagnosis dipastikan dengan mengidentifikasi organisme (kultur darah,

pemeriksaan mikroskopik LCS, kultur, dan polymerase chain reaction (PCR) atau serologi

darah). Prognosis bervariasi. Pada meningitis meningokokus, 5-10% meninggal, dan sebagian

besar mempunyai gejala sisa permanen, termasuk kehilangan jari (infark akibat hipotensi),

tuli, buta, dan gangguan intelektual. Imunisasi terhadap meningokokus serotype A dan C

efektif (tetapi serotype B, dimana tidak ada vaksin terhadapnya, mendasari ±50% kasus).

Meningitis Viral. Sebagian besar kasus meningitis limfositik akut disebabkan oleh

virus. Karena biakan rutin negatif, meningitis virus juga disebut sebagai meningitis aseptik.

Banyak jenis virus yang diduga terlibat, di antaranya enterovirus (coxsackie A dan B,

echovirus, poliovirus), herpesvirus (virus herpes simpleks-1 (HSV-1), HSV-2, virus Epstein-

Barr, virus varisela zoster), gondongan, campak, dan adenovirus. LCS jernih dengan

kandungan protein normal atau meningkat, dan glukosa normal. Bisa ditemukan sel-sel

mononuklear, namun tak ditemukan organisme. Gejala nyeri kepala dan meningismus bisa

sembuh sendiri. Apus tenggorok, spesimen LCS, dan feses harus dikirim untuk kultur virus

dan uji serologis. Tata laksana bersifat simtomatik dengan rehidrasi dan analgesia karena

sebagian besar pasien sembuh tanpa sisa defisit dalam beberapa hari.5,6

11

Page 12: PBL Blok 22 Meningitis Tuberkulosis

Makroskopik White Blood Cell Protein Glukosa

Meningitis

bakterial

Purulen, kuning

muda, bekuan

lunak

25-10000,

terutama PMN

50-1500 0-45

Meningitis

virus

Jernih 10-1000,

terutama MN

Meningkat Normal

Meningitis TB Kuning muda,

bekuan lunak

10-1000,

terutama MN

45-500 10-45

Tabel 2. Perbedaan pemeriksaan Lumbal Punksi5

Etiologi

Mycobacterium tuberculosis tipe human sekarang merupakan penyebab dari sebagian

besar meningitis tuberkulosis, tetapi mikobakteria oportunistik mungkin menjadi penyebab

penyakit ini pada pasien AIDS.5

Epidemiologi

Penyakit ini kebanyakan terdapat pada penduduk dengan keadaan sosio-ekonomi

rendah, penghasilan tidak mencukupi kebutuhan sehari–hari, perumahan tidak memenuhi

syarat kesehatan minimal, hidup dan tinggal atau tidur berdesakan, kekurangan gizi, higiene

yang buruk, faktor suku atau ras, kurang atau tidak mendapat fasilitas imunisasi. Faktor

predisposisi berkembangnya infeksi TB adalah malnutrisi, penggunaan kortikosteroid,

keganasan,cedera kepala, infeksi HIV dan diabetes melitus. Penyakit ini dapat menyerang

semua umur, anak-anak lebih sering dibanding dengan dewasa terutama pada 5 tahun

pertama kehidupan. Jarangditemukan pada usia dibawah 6 bulan dan hampir tidakpernah

ditemukan pada usia dibawah 3 bulan.6 Paling sering terjadi di bawah umur 2 tahun, yaitu

antara 9 sampai 15 bulan. Risiko tinggi khususnya pada pasien immunocompromised dan

kelompok etnis tertentu serta populasi imigran (di Inggris).11 Meningitis tuberkulosis

menyerang 0,3% anak yang menderita tuberkulosis yang tidak diobati. Angka kematian pada

meningitis tuberkulosis berkisar antara 10-20%. Sebagian besar memberikan gejala sisa,

hanya 18% pasien yang akan kembali normal secara neurologis dan intelektual (9). Angka

kejadian TB paru di Indonesia dilaporkan terus meningkat setiap tahun dan sejauh ini.6

12

Page 13: PBL Blok 22 Meningitis Tuberkulosis

Patofisiologi

Meningitis TB biasanya berasal dari reaktivasi dari infeksi laten Mycobacterium

tuberculosis. Infeksi primer, dapat dihubungkan dengan metastase diseminata melalui darah

dari paru atau tempat lain ke meningen dan permukaan otak. Kadang-kadang juga dapat

masuk ke dalam tulang tengkorak atau tulang belakang. Disini organisme akan menjadi

dorman dalam bentuk tuberkel yang dapat ruptur ke dalam ruang subarakhnoid ( basil dan

antigen masuk) sewaktu-waktu dan menyebabkan meningitis TB misal dengan faktor

pencetus trauma atau faktor imunologis yang menurun. Pembentukan massa kelabu

berbentuk agar-agar di dasar otak, dan peradangan serta penyempitan arteri yang menuju otak

yang dapat menyebabkan kerusakan otak secara lokal, ketiga proses ini menyebabkan

timbulnya gejala klinis. Penemuan utama adalah eksudat pada basal meningen yang

mengandung sebagian besar sel mononuklear. Tuberkel dapat dilihat pada meningen dan

permukaan otak. Ventrikel dapat membesar karena adanya hidrosefalus, dan pada permukaan

ventrikel dapat terlihat eksudat. Arteritis dapat mengakibatkan infark serebral, dan inflamasi

basal serta fibrosis dapat menekan saraf kranial.4,5

Manifestasi Klinis4

Manifestasi meningitis TB umumnya bersifat kurang akut daripada meningitis

bakterial purulen dan diagnosis klinisnya sulit. Gejala biasanya telah timbul setidaknya

selama kurang dari 4 minggu, termasuk demam, letargi atau kebingungan, dan sakit kepala.

Penurunan berat badan, kehilangan nafsu makan, muntah, kaku kuduk, gangguan

penglihatan, diplopia, kelemahan fokal, dan kejang juga dapat muncul. Riwayat dari kontak

dengan kasus TB biasanya tidak ada. Demam, tanda-tanda iritasi meningen, dan kebingungan

mental merupakan penemuan tersering pada pemeriksaan fisik, tapi semuanya dapat juga

tidak ada. Kemudian sebagai akibat dari: (1) meningitis, akan terjadi sakit kepala, muntah,

dan kaku kuduk; (2) eksudat abu-abu pada dasar otak dapat mengenai saraf-saraf otak dan

menimbulkan gejala-gejala: penurunan penglihatan, lumpuhnya salah satu kelopak mata,

juling, anisokor, dan ketulian. Edema papil terdapat pada 40% pasien; (3) terkenanya arteri

yang menuju otak dapat menimbulkan kejang-kejang, afasia atau kelemahan otot lengan atau

tungkai. Akan tetapi, setiap bagian otak dapat terkena; (4) hidrosefalus umum terjadi. Hal ini

disebabkan oleh terjadinya sumbatan eksudat pada beberapa saluran cairan serebrospinal di

otak. Hidrosefalus merupakan penyebab utama dari menurunnya kesadaran. Kerusakan yang

diakibatkan mungkin akan menetap dan penyebab prognosis yang buruk pada pasien yang

13

Page 14: PBL Blok 22 Meningitis Tuberkulosis

baru terdiagnosis setelah kesadarannya menurun; (5) sumbatan spinal oleh eksudat dapat

menyebabkan kelemahan upper motor neuron atau kelumpuhan tungkai; dan (6) karena

penyakit TB di bagian lain dari tubuh sering kali terjadi, carilah TB pada kelenjar getah

bening, paru (khususnya TB milier), pembesaran hati atau limpa, dan tuberkel pada koroid

yang terlihat pada pemeriksaan retina.5,6

Komplikasi

Meningitis serosa merupakan komplikasi serius dari tuberkulosis terutama pada anak-

anak. Sarang infeksi tuberkulosis di luar susunan saraf, pada umumnya di paru akan

melepaskan spora Mycobacterium tuberculosa. Melalui lintasan hematogen ia tiba di korteks

serebri dan akhirnya mati atau dapat berkembang biak dan membentuk eksudat kaseosa.

Leptomeningens yang menutupi sarang infeksi di korteks dapat ikut terkena dan

menimbulkan meningitis sirkumkripta. Eksudat kaseosa dapat pula pecah dan masuk serta

membawa kuman tuberkulosis ke dalam ruang subarachnoid. Meningitis yang menyeluruh

akan berkembang secara berangsur-angsur dan membentuk tuberkuloma. Meningitis

tuberkulosis dapat berkembang juga sebagai penjalaran infeksi tuberkulosis di mastoid atau

spondilitis tuberkulosa. Meningens yang paling berat terkena radang adalah bagian basal. Di

bagian basal terdapat sisterna, sehingga berbagai komplikasi umum sering dijumpai

hidrosefalus. Saraf otak juga dapat tertekan oleh reorganisasi eksudat di bagian basal.

Hemiplegia, afasia dan lain–lain merupakan manifestasi ensefalomalasia regional dapat

timbul sebagai komplikasi dari radang tuberkulosis pembuluh darah. Jika pleksus koroideus

terkena radang tuberkulosis, maka produksi liquor sangat besar dan hidrosefalus komunikans

akan berkembang. Karena itu atrofi jaringan otak akan cepat terjadi dan dapat menyebabkan

gejala sisa berupa demensia dan perubahan watak.

Penatalaksanaan

Meningitis TB merupakan penyakit yang paling mengancam nyawa pasien

dibandingkan dengan bentuk TB lainnya. Terutama karena meningitis TB paling sering

meninggalkan gejala-gejala serius secara permanen. Oleh karena itu, pengobatan harus

dimulai seawal mungkin, tidak boleh ditahan sampai hasil kultur keluar. Keputusan diambil

berdasarkan hasil pemeriksaan LCS, pleositosis dan berkurangnya glukosa cukup

meyakinkan, walaupun pewarnaan tahan asam negatif.

14

Page 15: PBL Blok 22 Meningitis Tuberkulosis

Empat macam obat digunakan untuk terapi awal, sampai kultur dan tes kepekaan

diketahui. Obat-obat ini adalah 300 mg isoniazid, 600 mg rifampisin, 25 mg/kg pirazinamid,

15 mg/kg etambutol, masing-masing diberikan oral sekali sehari. Untuk strain yang peka,

etambutol dapat dihentikan, dan obat lainnya dilanjutkan selama 2 bulan, diikuti dengan 4-10

bulan terapi isoniazid dan rifampisin. Piridoksin 50 mg/hari dapat diberikan untuk

mengurangi polineuropati yang diinduksi isoniazid.

Kortikosteroid (prednison, 60 mg/hari secara oral pada dewasa atau 1-3 mg/kg/hari

secara oral pada anak, dikurangi secara bertahap selama 3-4 minggu) diindikasikan sebagai

terapi adjuvan pada pasien dengan spinal subarakhnoid block. Dapat juga diindikasikan pada

pasien dengan penyakit yang parah dengan tanda neurologis fokal atau dengan peningkatan

tekanan intrakranial dari edema cerebral. Kortikosteroid diberikan untuk menghambat reaksi

inflamasi, menurunkan edema serebri, dan mencegah perlengketan meningens. Bagi pasien

yang memakai rifampisin, dosis rifampisin perlu ditambah dengan setengahnya (mis. Menjadi

45 mg untuk dewasa dan 1,5 mg/kg untuk anak).

Resiko penggunaan kortikosteroid mungkin tinggi, terutama bila meningitis jamur

salah didiagnosis menjadi meningitis TB. Oleh karena itu, jika meningitis jamur belum dapat

dipastikan, terapi antijamur harus ditambahkan. Jika tersedia fasilitas, tindakan bedah

mungkin bisa diperlukan untuk mengurangi tekanan intrakranial atau untuk mencegah

pengurangan penglihatan dengan cepat.7,8

Prognosis

Kematian sudah pasti bila penyakit TB tidak diobati: makin dini penyakit ini

didiagnosis dan diobati, makin besar kemungkinan pasien sembuh tanpa kerusakan serius

yang menetap. Makin baik kesadaran pasien ketika pengobatan dimulai, makin baik

prognosisnya. Bila pasien dalam keadaan koma, prognosis untuk sembuh sempurna sangat

buruk. Usia penderita juga mempengaruhi prognosis, anak dibawah 3 tahun dan dewasa di

atas 40 tahun mempunyai prognosis yang buruk. Sayangnya pada 10-30% pasien yang dapat

bertahan hidup terdapat beberapa kerusakan menetap. Oleh karena akibat dari penyakit ini

sangat fatal bila tidak terdiagnosis, obatilah bila diagnosis sudah sangat mungkin.7

Pencegahan

Pencegahan Primer

Tujuan pencegahan primer adalah mencegah timbulnya faktor resiko meningitis bagi individu

yang belum mempunyai faktor resiko dengan melaksanakan pola hidup sehat. Pencegahan

15

Page 16: PBL Blok 22 Meningitis Tuberkulosis

dapat dilakukan dengan memberikan imunisasi meningitis pada bayi agar dapat membentuk

kekebalan tubuh. Meningitis TBC dapat dicegah dengan meningkatkan sistem kekebalan

tubuh dengan cara memenuhi kebutuhan gizi dan pemberian imunisasi BCG. Hunian

sebaiknya memenuhi syarat kesehatan, seperti tidak over crowded (luas lantai > 4,5 m2

/orang), ventilasi 10 – 20% dari luas lantai dan pencahayaan yang cukup. Pencegahan juga

dapat dilakukan dengan cara mengurangi kontak langsung dengan penderita dan mengurangi

tingkat kepadatan di lingkungan perumahan dan di lingkungan seperti barak, sekolah, tenda

dan kapal. Meningitis juga dapat dicegah dengan cara meningkatkan personal hygiene seperti

mencuci tangan yang bersih sebelum makan dan setelah dari toilet.

Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder bertujuan untuk menemukan penyakit sejak awal, saat masih

tanpa gejala (asimptomatik) dan saat pengobatan awal dapat menghentikan perjalanan

penyakit. Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan diagnosis dini dan pengobatan

segera. Deteksi dini juga dapat ditingkatan dengan mendidik petugas kesehatan serta keluarga

untuk mengenali gejala awal meningitis.

Pencegahan Tertier

Pencegahan tertier merupakan aktifitas klinik yang mencegah kerusakan lanjut atau

mengurangi komplikasi setelah penyakit berhenti. Pada tingkat pencegahan ini bertujuan

untuk menurunkan kelemahan dan kecacatan akibat meningitis, dan membantu penderita

untuk melakukan penyesuaian terhadap kondisi yang tidak diobati lagi, dan mengurangi

kemungkinan untuk mengalami dampak neurologis jangka panjang misalnya tuli atau

ketidakmampuan untuk belajar. Fisioterapi dan rehabilitasi juga diberikan untuk mencegah

dan mengurangi cacat.8

Kesimpulan

Meningitis adalah suatu peradangan pada selaput otak. Meningitis tuberkulosa

merupakan peradangan selaput otak oleh Mycobacterium tuberculosis. Meningitis TB dapat

terjadi melalui 2 tahapan, tahap pertama adalah ketika basil M.tuberculosis masuk melalui

inhalasi droplet menyebabkan infeksi terlokalisasi di paru dengan penyebaran ke limfonodi

regional. Basil tersebut dapat masuk ke jaringan meningen atau parenkim otak membentuk

tuberkel. Tahap kedua adalah bertambahnya ukuran tuberkel sampai kemudian ruptur ke

dalam ruang subarakhnoid dan mengakibatkan meningitis. Meningitis TB merupakan bentuk

16

Page 17: PBL Blok 22 Meningitis Tuberkulosis

TB paling fatal dan menimbulkan gejala sisa permanen, oleh karena itu dibutuhkan diagnosis

dan terapi yang segera.

Daftar Pustaka

1. Smeltzer, Suzanne C , Brenda G. Keperawatan Medikal Bedah 2, Edisi 8. Jakarta; EGC,

2001.h.60-3.

2. Rachmayati S, Parwati I, Rizal A, Oktavia D. Meningitis tuberculosis. Indonesian

Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory, Vol. 17, No.3, Juli 2011: 159-

162.

3. Harsono. Buku ajar neurologi klinis. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,

2008.h.161-3, 183-8.

4. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga, 2007.h.37-

9.

5. Juwono T. Pemeriksaan klinik neurologik dalam praktek. Jakata: EGC, 2000.h.1-9,

17-20

6. Dhamija RM, Bansal J. Bacterial meningitis (meningoencephalitis): a review. JIACM

2006; 7(3): 255-35.

7. Wilson, Martin, Fauci, etc. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran EGC; 2001.h.44-7.

8. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi. Edisi Keenam. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC; 2006.h.76-8.

17