Pbl Blok 18 Asma Bronkial Ringan

31
Asma Bronchial Eksaserbasi Akut Ringan Priscilia Lewerissa 102011093 B9 Email : [email protected] Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510. Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731 Pendahuluan Asma adalah penyakit paru dengan karakteristik: 1) obstruksi saluran napas yang reversibel baik secara spontan maupun dengan pengobatan; 2) inflamasi saluran napas; 3) peningkatan respons saluran terhadap berbagai rangsangan (hipereaktivitas). Obstruksi saluran napas ini memberikan gejala-gejala asma seperti batuk, mengi, dan sesak napas. Penyempitan saluran napas pada asma dapat terjadi secara bertahap, perlahan-lahan, bahkan menetap dengan pengobatan tetapi dapat pula terjadi mendadak, sehingga menimbulkan kesulitan bernapas yang akut. Derajat obstruksi ditentukan oleh diameter lumen saluran napas, dipengaruhi oleh edema dinding bronkus, produksi mukus, kontraksi dan hipertrofi otot polos bronkus. Diduga baik obstruksi maupun peningkatan respons terhadap berbagai rangsangan didasari oleh inflamasi saluran napas. I. Anamnesa 1

description

Asma Bronkial Ringan

Transcript of Pbl Blok 18 Asma Bronkial Ringan

Asma Bronchial Eksaserbasi Akut Ringan

Priscilia Lewerissa

102011093 B9

Email : [email protected]

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510. Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731

Pendahuluan

Asma adalah penyakit paru dengan karakteristik: 1) obstruksi saluran napas yang reversibel baik secara spontan maupun dengan pengobatan; 2) inflamasi saluran napas; 3) peningkatan respons saluran terhadap berbagai rangsangan (hipereaktivitas). Obstruksi saluran napas ini memberikan gejala-gejala asma seperti batuk, mengi, dan sesak napas. Penyempitan saluran napas pada asma dapat terjadi secara bertahap, perlahan-lahan, bahkan menetap dengan pengobatan tetapi dapat pula terjadi mendadak, sehingga menimbulkan kesulitan bernapas yang akut. Derajat obstruksi ditentukan oleh diameter lumen saluran napas, dipengaruhi oleh edema dinding bronkus, produksi mukus, kontraksi dan hipertrofi otot polos bronkus. Diduga baik obstruksi maupun peningkatan respons terhadap berbagai rangsangan didasari oleh inflamasi saluran napas.

I. Anamnesa

Anamnesis pada penderita asma sangatlah penting. Tujuannya, selain untuk menegakkan diagnosis dan menyingkirkan diagnosis banding, anamnesis juga berguna untuk menyususn srategi pengobatan pada penderita asma. Pada anamnesis akan kita jumpai adanya keluhan, batuk, sesak, mengi dan atau rasa berat di dada yang timbul secara tiba-tiba dan hilang secara spontan atau dengan pengobatan. Tetapi adakalanya juga penderita hanya mengeluhkan batuk-batuk saja yang umumnya timbul pada malam hari atau sewaktu kegiatan jasmani ataupun hanya pada musim-musim tertentu saja. Disamping itu, mungkin adanya riwayat alrgi baik pada penderita maupun pada keluarganya, seperti rhinitis alergi, dermatitik atopic dapat membantu menegakakan diagnosis.

Yang perlu juga diketahui adalah faktor-faktor pencetus serangan, dengan mengetahui factor pencetus kemudian menghindarinya, diharapkan gejala asma dapat dicegah. Faktor-faktor pencetus pada asma, terdiri dari: 1, 2

Allergen, baik yang berupa inhalasi seperti debu rumah, tungau, serbuk sari, bulu binatang, kapas, debu kopi atau the, maupun yang berupa makanan seperti udang, kepiting, zat pengawet, zat pewarna dan sebagainya.

Infeksi saluran napas, terutama oleh virus seperti Respiratory syncitial, parainfluensa dan sebagainya.

Kegiatan jasmani/ olahraga, seperti lari.

Ketegangan atau tekanan jiwa.

Obat-obatan, seperti penyekat beta, salisilat, kodein, AINS dan sebagainya.

Polusi udara atau bau yang merangsang, seperti asap rokok, semprot nyamuk, parfum dan sebagainya.

Berdasarkan hal-hal di atas, maka seseorang dicurigai menderita asma apabila:2

Sesak atau batuk yang berkepanjangan setelah menderita influenza

Batuk-batuk setelah olahraga, terutama pada anak-anak atau rasa berat atau tercekik pada dada sehabis olahraga (yang terbukti tidak ada kelainan jantung)

Sesak atau batuk-batuk pada waktu ruang berdebu atau berasap

Batuk-batuk setelah mencium bau tertentu

Batuk-batuk atau sesak yang sering timbul pada malam hari dan tidak berkurang sesudah duduk.

Dengan kata lain, bila seseorang mengeluh sesak, batuk atau mengi yang tidak bisa diterangkan penyebabnya, kita perlu mencurigai itu suatu asma. Atau yeng membedakan asma dengan penyakit paru lain yaitu pada asma serangan dapat hilang dengan atau tanpa obat. Artinya, serangan asma ada yang hilang dengan sendirinya tanpa pengobatan. Tetapi, membiarkan penderita asma dalam srangan tanpa obat selain tidak etis, juga bisa membahayakan nyawa penderita.

II. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah:1

(1) Inspeksi : kelainan dinding dada (parut bekas operasi, pelebaran vena-vena superfisial akibat bendungan vena, spider naevi, ginekomastia tumor, luka operasi, retraksi otot-otot interkostal dan lain-lain); kelainan bentuk dada (Barrel-shape, kifosis, skoliosis, pectus excavatum, pectus carinatum); frekuensi pernafasan ( normal 14-20 kali per menit, kurang dari 14 kali per menit disebut bradipnea, lebih dari 20 kali per menit disebut takipnea pada pneumonia, anksiatas, asidosis); jenis pernafasan (torakal, abdominal, torako-abdominal, abdomino-torakal; lihat apakah ada bagian yang tertinggal saat pernafasan; pursed lips breathing dan cupping hidung); pola pernafasan (normal : irama pernafasan yang teratur, takipnea : nafas cepat dan dangkal, hiperventilasi : nafas cepat dan dalam, bradipnea : nafas yang lambat, cheyne stoke : periode berhentinya pergerakan pernafasan kemudian disusul pernafasan mula-mula kecil amplitudonya kemudian cepat membesar dan kemudian mengecil lagi);

(2) Palpasi : statis (pemeriksaan kelenjar getah bening untuk kanker paru, pemeriksaan posisi trakea dan apeks jantung, pemeriksaan kelainan dinding dada seperti tumor, nyeri tekan pada dindind dada, krepitasi akibat emfisema subkutis dan lain-lain); dinamis (pemeriksaan vokal fremitus mengeras pada pneumonia, tuberkulosis paru aktif dan yang melemah pada emfisema, hidrothoraks, atelektasis); (3) Perkusi (sonor : udara dalam paru cukup banyak pada orang normal; hipersonor : udara dalam paru paru menjadi jauh lebih banyak pada emfisema paru, kavitas besar yang letaknya superfisial, pneumothoraks dan bula yang besar; redup : bagian padat lebih banyak dari pada udara pada konsolidasi akibat pneumonia, efusi pleura yang sedang; pekak : di jarongan yang tidak mengandung udara di dalamnya pada tumor paru, efusi pleura masif; timpani terdengar pada perkusi lambung akibat getaran udara di dalam lambung), pada paru bagian depan dilakukan perkusi perbandingan kiri dan kanan kemudian perkusi menentukan batas paru hati dan paru lambung, pada paru bagian belakang dilakukan perkusi acak secara zig zag;

(4) Auskultasi (vesikuler : fase inspirasi langsung diikuti fase ekspirasi tanpa diselingi jeda, bronkovesikuler : fase ekspirasi menjadi lebih panjang sehingga hampir menyamai fase inspirasi dan diantaranya kadang-kadang dapat diselingi jeda, bronkial : fase ekspirasi menjadi lebih panjang dari fase inspirasi dan diantaranya diselingi jeda, trakea : napas yang sangat keras dan kasar pada daerah trakea, Wheezing : ronki kering yang frekuensinya tinggi dan panjang yang biasanya terdengar pada serangan asma).

Penemuan tanda pada fase pemeriksaan fisik pasien asma, tergantung dari derajat obstruksif saluran napas. Ekspirasi memanjang, mengi, hiperinflasi dada, pernapasan cepat sampai sianosis dapat dijumpai pada pasien asma. Dalam praktek jarang dijumpai kesulitan dalam membuat diagnosis asma, tetapi sering pula dijumpai pasien bukan asma mempunyai mengi, sehingga diperlukan pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis.1

III. Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan sputum 1

Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:

Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinopil.

Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang bronkus.

Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.

Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.

2. Pemeriksaan darah 1

Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi

hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.

Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.

Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.

Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.

3. Pemeriksaan radiologi 1

Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:

Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah.

Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan semakin bertambah.

Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru

Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.

Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru.

4. Pemeriksaan tes kulit 1

Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat

menimbulkan reaksi yang positif pada asma.

5. Elektrokardiografi 1

Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi

menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru yaitu :

perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clock wise rotation.

Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB

( Right bundle branch block).

Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan VES atau terjadinya depresi segmen ST negative.

6. Scanning paru 1

Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.

7. Spirometri 1

Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling

cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan

bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah

pamberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik.

Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis

asma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Benyak penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.

IV. WD Asma Bronkial

Asma merupakan penyakit obstruksi saluran pernapasan akibat penyempitan saluran napas yang sifatnya reversible (penyempitan dapat hilang dengan sendirnya) yang ditandai oleh episode obstruksi pernapasan di antara dua interval asimtomatik. Asma adalah gangguan peradangan kronik disaluran nafas yang menyebabkan serangan berulang mengi, sesak, dada terasa tertekan, dan batuk, terutama malam dan/atau dini hari. Gejala-gejala ini biasanya disebabkan bronkokontriksi yang luas tetapi bervariasi dan pembatasan aliran udara yang paling tidak sebagian bersifat reversibel, baik secara spontan maupun dengan pengobatan. Diduga bahwa peradangan menyebabkan peningkatan responsitivitas saluran napas (bronkospasme) terhadap berbagai rangsangan. Sebagian dari rangsangan tersebut tidak atausedikit menimbulkan efek pada bukan pengidap asma dengan saluran napas normal. Banyak sel berperan dalam respon peradangan, terutama eosinofil, sel mast, makrofag, limfosit T, neutrofil, dan sel epitel.4

V. Diagnosis Banding

Emfisema 5,6

Emfisema sebenarnya adalah sebutan patologis yang menunjukkan bahwa di paru terjadi pembesaran abnormal menetap ruang-ruang udara di sebelah distal bronkiolus terminal, disertai oleh kerusakan dinding-dindingnya tanpa fibrosis yang nyata. Akibat hilangnya jaringan jaringan elastik menyebabkan paru kehilangan daya recoil elastis dan mengalami peningkatan compliance. Emfisema bermanifestasi sebagai penyakit non-peradangan berupa dispnea, obstruksi progresif saluran nafas yang ireversible, dan gangguan pertukaran gas, terutama saat berolah raga. Kerusakan saluran nafas disertai dispnea progresif dan obstruksi non-reversible tanpa batuk produktif yang signifikan.

Intensitas bunyi nafas pada emfisema biasanya berkurang intensitasnya, yang mencerminkan berkurangnya aliran udara, memanjangnya waktu ekspirasi dan hiperventilasi paru yang berat. Mengi jika ada tidak terlalu jelas.

Mungkin terjadi tarkikardia seperti pada bronkitis kronik, khususnya pada eksaserbasi atau hipoksemia. Hipoksemia kronik berkaitan dengan peningkatan hematokrit.

Pencitraan terlihat hiperinflasi sering terlihat, dengan diafragma yang mendatar dan pertambahan garis tengah toraks anteroposterior. Kerusakan parenkim menyebabkan corakan vaskular perifer paru yang berkurang, sering dengan pelebaran arteri pulmonalis proksimal akibat hipertensi pulmonal sekunder. Gejala yang spesifik adalah sesak napas melakukan kegiatan (exertional breathlesseness) yang disertai batuk kering dan mengi. Sesak napas tampak jelas pada penyakit yang telah parah. Penderita menunjukan hyperinflated lung dengan berkurangnya ekspirasi dada saat inspirasi, perkusi hipersonor dan napas pendek.

Tuberkulosis paru7

Tuberkulosis paru , adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman menyerang Paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lain Kuman TB berbentuk batang mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pewarnaan yang disebut pula Basil Tahan Asam (BTA). Gejala klinis pada tuberkulosa paru dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu : 1. Gejala Respiratoris , batuk , batuk darah , sesak nafas , nyeri dada. 2. Gejala sistemik , demam , keringat malam , anoreksia , penurunan berat badan , serta malaise. Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai gejala pneumonia.

Bronkiektasis 5,6

Bronkiektasis adalah penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi dan distorsi bronkus lokal yang bersifat patologis dan berjalan kronik, persisten atau ireversible.

Gejala dan tanda klinis yang timbul pada pasien bronkiektasis antara lain batuk yang mempunyai ciri batuk produktif berlangsung kronik dan frekuensi mirip seperti pada bronkitis kronik, jumlah sputum bervariasi (umumnya jumlahnya banyak terutama pada pagi hari sesudah ada perubahan posisi tidur atau bangun dari tidur. Jika tidak ada infeksi sekunder sputumnya mukoid, sedang apabila terjadi infeksi sekunder sputumnya purulen, dapat memberikan bau mulut yang tidak sedap), hemoptisis (50% kasus bronkiektasis, keluhan ini terjadi akibat nekrosis atau destruksi mukosa bronkus mengenai pembuluh darah dan timbul perdarahan), dispnea (sesak napas) disertai wheezing, demam berulang, sianosis, jari tabuh, kasus yang berat dapat ditemukan tanda-tanda cor pulmonal kronik maupun payah jantung kanan.

Tingkatan beratnya bronkiektasis dibagai menjadi : (1) ringan; batuk-batuk dan sputum hijau hanya terjadi sesudah demam, produksi sputum terjadi dengan adanya perubahan posisi tubuh, ada hemoptisis sangat ringan, pasien tampak sehat dan fungsi paru normal, foto dada normal. (2) sedang; batuk-batuk produktif terjadi tiap saat (warna hijau dan jarang mukoid,serta bau mulut busuk), sering ada hemoptisis, pasien tampak shat dan fungsi paru normal, jarang ada jari tabuh, ada ronki basah kasar pada paru yang terkena, gambaran foto masih normal. (3) berat; batuk-batuk produktif dengan sputum, banyak berwarna kotor dan berbau, sering ditemukan adanya pneumonia dengan hemoptisis dan nyeri pelura, sering ditemukan jari tabuh. ada dispnea, sianosis, pasien kurang baik, ronki basah kasar pada daerah yang terkena, gambaran foto penambahan (a) bronchovascular marking (b) multiple cysts contai-ning fluid levels/honey comb appea-rance. Penyebab bronkekiatasis tegantung distribusinya : bronkiektasis local terjadi setelah pneumonia berat atau terjadi distal dari endobronkia (benda asing atau tumor) atau obstruksi ekstrabronkial ( tuberculosis KGB hilus sindrom Brock). Bronkiektasis generalisata, sindrom young 9kelainan mucus) dan defek imun (defisiensi immunoglobulin atau komplemen, penyakit granulomatosa kronis) menyebabkan infeksi persisten dan kerusakan dinding bronkus.

VI. Anatomi dan fisiologi

Paru-paru terletak sedemikian rupa sehingga setiap paru-paru berada di samping mediastinum. Oleh karenanya, masing-masing paru-paru dipisahkan satu sama lain oleh jantung dan pembuluh-pembuluh besar serta struktur-struktur lain dalam mediastinum. Masing-masing paru-paru berbentuk konus dan diliputi oleh pleura viseralis. Paru-paru terbenam bebas dalam rongga pleuranya sendiri, dan hanya dilekatkan ke mediastinum oleh radiks pulmonalis. Masing-masing paru-paru mempunyai apeks yang tumpul, menjorok ke atas dan masuk ke leher sekitar 2,5 cm di atas klavikula. Di pertengahan permukaan medial, terdapat hilus pulmonalis, suatu lekukan tempat masuknya bronkus, pembuluh darah dan saraf ke paru-paru untuk membentuk radiks pulmonalis.7

Paru-paru kanan sedikit lebih besar dari paru-paru kiri dan dibagi oleh fisura oblikua dan fisura horisontalis menjadi 3 lobus, yaitu lobus superior, medius dan inferior. Sedangkan paru-paru kiri dibagi oleh fisura oblikua menjadi 2 lobus, yaitu lobus superior dan inferior.

Setiap bronkus lobaris, yang berjalan ke lobus paru-paru, mempercabangkan bronkus segmentalis. Setiap bronkus segmentalis yang masuk ke lobus paru-paru secara struktural dan fungsional adalah independen, dan dinamakan segmen bronkopulmonalis. Segmen ini berbentuk piramid, mempunyai apeks yang mengarah ke radiks pulmonalis dan basisnya mengarah ke permukaan paru-paru. Tiap segmen dikelilingi oleh jaringan ikat, dan selain bronkus juga diisi oleh arteri, vena, pembuluh limfe dan saraf otonom.7

Asinus adalah unit respiratori fungsional dasar, meliputi semua struktur dari bronkhiolus respiratorius sampai ke alveolus. Dalam paru-paru manusia, terdapat kira-kira 130.000 asini, yang masing-masing terdiri dari tiga bronkhiolus respiratorius, tiga duktus alveolaris dan 17 sakus alveolaris.

Alveolus adalah kantong udara terminal yang berhubungan erat dengan jejaring kaya pembuluh darah. Ukurannya bervariasi, tergantung lokasi anatomisnya, semakin negatif tekanan intrapleura di apeks, ukuran alveolus akan semakin besar. Ada dua tipe sel epitel alveolus. Tipe I berukuran besar, datar dan berbentuk skuamosa, bertanggungjawab untuk pertukaran udara. Sedangkan tipe II, yaitu pneumosit granular, tidak ikut serta dalam pertukaran udara. Sel-sel tipe II inilah yang memproduksi surfaktan, yang melapisi alveolus dan memcegah kolapnya alveolus.

Sirkulasi pulmonal memiliki aliran yang tinggi dengan tekanan yang rendah (kira-kira 50 mmHg). Paru-paru dapat menampung sampai 20% volume darah total tubuh, walaupun hanya 10% dari volume tersebut yang tertampung dalam kapiler. Sebagai respon terhadap aktivitas, terjadi peningkatan sirkulasi pulmonal.

Yang paling penting dari sistem ventilasi paru-paru adalah upaya terus menerus untuk memperbarui udara dalam area pertukaran gas paru-paru. Antara alveoli dan pembuluh kapiler paru-paru terjadi difusi gas yang terjadi berdasarkan prinsip perbedaan tekanan parsial gas yang bersangkutan.

Sebagian udara yang dihirup oleh seseorang tidak pernah sampai pada daerah pertukaran gas, tetapi tetap berada dalam saluran napas di mana pada tempat ini tidak terjadi pertukaran gas, seperti pada hidung, faring dan trakea. Udara ini disebut udara ruang rugi, sebab tidak berguna dalam proses pertukaran gas. Pada waktu ekspirasi, yang pertama kali dikeluarkan adalah udara ruang rugi, sebelum udara di alveoli sampai ke udara luar. Oleh karena itu, ruang rugi merupakan kerugian dari gas ekspirasi paru-paru. Ruang rugi dibedakan lagi menjadi ruang rugi anatomik dan ruang rugi fisiologik. Ruang rugi anatomik meliputi volume seluruh ruang sistem pernapasan selain alveoli dan daerah pertukaran gas lain yang berkaitan erat. Kadang-kadang, sebagian alveoli sendiri tidak berungsi atau hanya sebagian berfungsi karena tidak adanya atau buruknya aliran darah yang melewati kapiler paru-paru yang berdekatan. Oleh karena itu, dari segi fungsional, alveoli ini harus juga dianggap sebagai ruang rugi dan disebut sebagai ruang rugi fisiologis. Fungsi paru-paru adalah pertukaran gas oksigen dan karbon dioksida. Pada pernapasan melalui paru-paru atau pernapasan eksterna, oksigen dipungut melalui hidung dan mulut. Pada waktu bernapas, oksigen masuk melalui trakea dan pipa bronkhial ke alveoli, dan dapat erat hubungan dengan darah di dalam kapiler pulmonaris.8

Hanya satu lapisan membran , yaitu membran alveoli-kapiler, memisahkan oksigen dari darah. Oksigen menembus membran ini dan dipungut oleh hemoglobin sel darah merah dan dibawa ke jantung. Dari sini, dipompa di dalam arteri ke semua bagian tubuh. Darah meninggalkan paru-paru pada tekanan oksigen 100 mmHg dan pada tingkat ini hemoglobinnya 95 persen jenuh oksigen.

Di dalam paru-paru, karbon dioksida adalah salah satu hasil buangan metabolisme, menembus membran alveoler-kapiler dari kapiler darah ke alveoli dan setelah melalui pipa bronkhial dan trakhea, dinafaskan keluar melalui hidung dan mulut. Empat proses yang berhubungan dengan pernafasan pulmoner atau pernafasan eksterna :

1. Ventilasi pulmoner, atau gerak pernafasan yang menukar udara dalam alveoli dengan udara luar.

2. Arus darah melalui paru-paru

3. Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian sehingga jumlah tepat dari

setiapnya dapat mencapai semua bagian tubuh

1. Difusi gas yang menembusi membran pemisah alveoli dan kapiler. CO2 lebih mudah berdifusi daripada oksigen.

Semua proses ini diatur sedemikian sehingga darah yang meninggalkan paru-paru menerima jumlah tepat CO2 dan O2. Pada waktu gerak badan lebih banyak darah datang di paru-paru membawa terlalu banyak CO2 dan terlampau sedikit O2. Jumlah CO2 itu tidak dapat dikeluarkan, maka konsentrasinya dalam arteri bertambah. Hal ini merangsang pusat pernapasan dalam otak untuk memperbesar kecepatan dan dalamnya pernapasan. Penambahan ventilasi yang dengan demikian terjadi pengeluaran CO2 dan memungut lebih banyak O2.8

VII. Etiologi

Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan asma bronkhial.3

a. Faktor predisposisi3

Genetik

Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alerg biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.

b. Faktor presipitasi3

Alergen, dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :

1. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan

ex: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi

2. Ingestan, yang masuk melalui mulut

ex: makanan dan obat-obatan

3. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit

ex: perhiasan, logam dan jam tangan

Perubahan cuaca

Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.

Stress

Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.

Lingkungan kerja

Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.

Olahraga/ aktifitas jasmani yang berat

Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.

VIII. Epidemiologi

Asma merupakan penyakit kronik yang paling umum di dunia, dimana terdapat 300 juta penduduk dunia yang menderita penyakit ini. Asma dapat terjadi pada anak-anak maupun dewasa, dengan prevalensi yang lebih besar terjadi pada anak-anak.3

IX. Patofisiologi

Obstruksi saluran napas pada asma merupakan kombinasi spasme otot bronkus, penyumbatan mukus, edema dan inflamasi dinding bronkus. Obstruksi bertambah berat selama ekspirasi karena secara fisioiogis saluran napas menyempit pada fase tersebut. Hal ini menyebabkan udara distal tempat terjadinya obstruksi terjebak tidak bisa diekspirasi. Selanjutnya terjadi peningkatan volume residu, kapasitas residu fungsional (KRF), dan pasien akan bernapas pada volume yang tinggi mendekati kapasitas paru total (KPT). Keadaan hiperinflasi ini bertujuan agar saluran napas tetap terbuka dan pertukaran gas berjalan lancar. Untuk mempertahankan hiperinflasi ini diperlukan otot bantu napas.1

Gangguan yang berupa obstruksi saluran napas dapat dinilai secara obyektif dengan VEP1 (Volume Ekspirasi Paksa detik pertama) atau APE (Arus Puncak Ekspirasi), sedang penurunan KVP (Kapasitas Vital Paksa) menggambarkan derajat hiperinflasi paru. Penyempitan saluran napas dapat terjadi, baik pada saluran napas besar, sedang maupun kecil. Gejala mengi (wheezing) menandakan adanya penyempitan disaluran napas besar, sedangkan penyempitan pada saluran napas kecil gejala batuk dan sesak lebih dominan dibanding mengi.1

Penyempitan saluran napas ternyata tidak merata diseluruh bagian paru. Ada daerah-daerah yang kurang mendapatkan ventilasi, sehingga darah kapiler yang melalui daerah tersebut mengalami hipoksemia. Penurunan PaO2 mungkin merupakan kelainan pada asma subklinis. Untuk mengurangi kekurangan oksigen, tubuh melakukan hiperventilasi, agar kebutuhan oksigen terpenuhi. Tetapi akibatnya pengeluaran CO2 menjadi berlebihan sehingga PaCO2 menurun yang kemudian menimbulkan alkalosis respiratorik. Pada serangan asma yang lebih berat lagi banyak saluran napas dan saluran napasa dan alveolus tertutup oleh mukus sehingga tidak memungkinkan lagi terjadinya pertukaran gas. Hal ini menyebabkan hipoksemia dan kerja otot-otot pernapasan bertambah berat serta terjadi peningkatan produksi CO2. Peningkatan produksi CO2 yang disertai dengan penurunan ventilasi alveolus menyebabkan retensi CO2 (hiperkapnia) dan terjadi asidosis respiratorik atau gagal napas. Hiposekmia yang berlangsung lama menyebabkan asidosis metabolik dan konstriksi pembuluh darah paru yang kemudian menyebabkan shunting yaitu peredaran darah tanpa melalui unit pertukaran gas yang baik, yang akibatnya memperburuk hiperkapni. Dengan demikian penyempitan saluran napas pada asma akan menimbulkan hal-hal sbb : 1). Gangguan ventilasi berupa hipoventilasi, 2). Ketidakseimbangan ventilasi perfusi dimana distribusi ventilasi tidak setara dengan sirkulasi darah paru, 3). Gangguan disfungsi gas di tingkat alveoli.1

Ketiga faktor tersebut akan mengakibatkan : hipoksemia, hiperkapnia, asidosis respiratorik pada tahap yang sangat lanjut.

Asma ditandai dengan kontraksi spastik dari otot polos bronkus yang menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody IgE abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody IgE orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin.

Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mukus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat. Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan

barrel chest.9

X. Manifestasi Klinis

Pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, sedangkan pada waktu serangan tampak penderita bernapas cepat dan dalam, gelisah, duduk dengan tangan menyangga ke depan serta tampak otot-otot bantu pernapasan bekerja dengan keras.Gambaran klinis asma klasik adalah serangan episodik batuk, mengi, dan sesak napas. Pada awal serangan sering gejala tidak jelas seperti rasa berat di dada, dan pada asma alergik mungkin disertai pilek atau bersin. Meskipun pada mulanya batuk tanpa disertai sekret, tetapi pada perkembangan selanjurnya pasien akan mengeluarkan sekret baik yang mukoid, putih kadang-kadang purulen. Ada sebagian kecil pasien asma yang gejalanya hanya batuk tanpa disertai mengi, dikenal dengan istilah cough variant asihma. Bila hal yang terakhir ini dicurigai, perlu dilakukan pemeriksaan spirometri sebelum dan sesudah bronkodilator atau uji provokasi bronkus dengan metakolin.

Pada asma alergik, sering hubungan antara pemajanan alergen dengan gejala asma tidak jelas. Terlebih lagi pasien asma alergik juga memberikan gejala terhadap faktor pencetus non-alergik seperti asap rokok, asap yang merangsang, infeksi saluran napas ataupun perubahan cuaca. Gejala asma memburuk pada malam hari , puncaknya antar jam 3-4 dini hari.

Lain halnya dengan asma akibat pekerjaan. Gejala biasanya memburuk pada awal minggu dan membaik menjelang akhir minggu. Pada pasien yang gejalanya tetap memburuk sepanjang minggu. gejalanya mungkin akan membaik bila pasien dijauhkan dari lingkungan kerjanya, seperti sewaktu cuti misalnya. Pemantauan dengan alat peakflow meter atau uji provokasi dengan bahan tersangka yang ada di lingkungan kerja mungkin diperlukan untuk menegakkan diagnosis.7

Tabel.1 Klasifikasi Derajat Asma9

XI. Penatalaksanaan

Prinsip umum pengobatan asma bronchial adalah :

1. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segara.

2. Mengenal dan menghindari fakto-faktor yang dapat mencetuskan serangan asma

3. Memberikan penerangan kepada penderita ataupun keluarganya mengenai penyakit asma, baik pengobatannya maupun tentang perjalanan penyakitnya sehingga penderita mengerti tujuan penngobatan yang diberikan dan bekerjasama dengan dokter atau perawat yang merawatnnya. Pengobatan pada asma bronkhial terbagi 2, yaitu:3

1. . Pengobatan farmakologik :

Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2 golongan :

a. Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin)

Nama obat :

- Orsiprenalin (Alupent)

- Fenoterol (berotec)

- Terbutalin

2. Pengobatan non farmakologik:

Memberikan penyuluhan

Menghindari faktor pencetus

Pemberian cairan

Fisiotherapy

Beri O2 bila perlu.

Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet, sirup, suntikan dan semprotan. Yang berupa semprotan: MDI (Metered dose inhaler). Ada juga yang berbentuk bubuk halus yang dihirup (Ventolin Diskhaler dan Bricasma Turbuhaler) atau cairan broncodilator (Alupent, Berotec, brivasma serts Ventolin) yang oleh alat khusus diubah menjadi aerosol (partikel-partikel yang sangat halus ) untuk selanjutnya dihirup.

b. Santin (teofilin)

Nama obat :

- Aminofilin (Amicam supp)

- Aminofilin (Euphilin Retard)

- Teofilin (Amilex)

Efek dari teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik, tetapi cara kerjanya berbeda. Sehingga bila kedua obat ini dikombinasikan efeknya

saling memperkuat.

Cara pemakaian : Bentuk suntikan teofillin / aminofilin dipakai pada

serangan asma akut, dan disuntikan perlahan-lahan langsung ke pembuluh darah. Karena sering merangsang lambung bentuk tablet atau sirupnya sebaiknya diminum sesudah makan. Itulah sebabnya penderita yang mempunyai sakit lambung sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini. Teofilin

ada juga dalam bentuk supositoria yang cara pemakaiannya dimasukkan ke dalam anus. Supositoria ini digunakan jika penderita karena sesuatu hal tidak dapat minum teofilin (misalnya muntah atau lambungnya kering).

Kromalin

Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah serangan asma. Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi terutama anak-anak. Kromalin biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yang lain, dan efeknya baru terlihat setelah pemakaian satu bulan.

Anafilatik (ketotifen)

Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin. Biasanya diberikan dengan dosis dua kali 1mg / hari. Keuntungnan obat ini adalah dapat diberika secara oral.

XII. Pencegahan

Pencegahan dibagi menjadi 2 kategori :

Kategori pertama bertujuan untuk mengontrol asma dalam jangka panjang dan biasanya digunakan setiap hari untuk mencegah timbulnya serangan asma. Obat dalam kategori ini meliputi kortikosteroid inhaler, kromolin atau nedokromil inhaler, bronkhodilator kerja panjang, dan teofilin.

Kategori kedua adalah obat-obat yang berguna untuk menyembuhkan secara cepat gejala asma yang timbul. Obat tersebut adalah bronkhodilator kerja singkat dan kortikosteroid sistemik. Ipratropium dapat digunakan bersama dengan bronkhodilator inhaler jika terjadi serangan asma atau gejala asma memburuk.

XIII. Komplikasi

Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :

1. Status asmatikus

Status asmatikus merupakan suatu eksasebasi akut dari asma yang tidak beresponsterhadap pengobatan awal dengan bronkodilator

2. Atelektasis

Atelektasis merupakan kondisi paru-paru yang mengerut baik sebagian atau keseluruhan akibat penyumbatan saluran udara di bronkus atau bronkiolus. Bisa juga disebabkan oleh pernapasan yang sangat dangkal.

3. Hipoksemia

4. Pneumothoraks

5. Gagal nafas

XIV. Prognosis

Asma bronkial bila segera diketahui dan mendapatkan penanganan optimal, maka akan mengurangi frekuensi serangan dan akan meningkatkan kualitas hidup, jadi prognosanya akan lebih baik.

XV. Kesimpulan

Asma adalah penyakit saluran napas kronik yang masih menjadi masalah kesehatan serius di seluruh dunia. Asma adalah penyakit inflamasi kronik saluran napas yang berhubungan dengan hambatan jalan napas yang reversible, inflamasi alergi dan hiperesponsif jalan napas. Semua tingkatan umur dapat mengalami gangguan saluran napas ini dan dapat ditemukan pada negara maju atau berkembang. Untuk mengetahui diagnosis pasti bahwa penyakit yang diderita pasien adalah asma bronchial haruslah kita melakukan berbagai pemeriksaan dari mulai anamnesa, pemeriksaan fisik, hingga pemeriksaan penunjang. Asma bronkial sendiri dapat diobati dengan bermacam-macam obat, namun jika tidak diobati asma dapat menimbulkan beberapa komplikasi serta prognosisnya menjadi buruk jika sudah mengalami komplikasi berat. Jadi Hipotesis diterima Tuan A menderita asma bronchial eksaserbasi akut ringan.

Daftar Pustaka

1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-5. Jilid I. Jakarta: Interna Publishing; 2009. h. 59-64, 405-6.

2. Samsu. Diagnosis Asma dalam Pedoman Penatalaksanaan Asma Bronkial. Editor: Baratawidjaja KG. PERALMUNI. Jakarta; 2004. hal. 12-26

3. Tinjauan pustaka (online). Universitas Sumatera Utara

Diunduh dari repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23277/4/Chapter%20II.pdf 02 Juli 2013

4. Robin dan Corwan. Dasar patologis penyakit. Edisi ke-7. Jakarta : EGC;2009.h.742

5. Houghton AR, Gray D. Gejala dan tanda dalam kedokteran klinis pengantar diagnosis medis. 13th ed. Jakarta: PT Indeks; 2012.h. 117-21.

6. McPhee SJ, Ganong WF. Patofisiologi penyakit:pengantar menuju kedokteran klinis. 5th ed. Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 2010. h. 253-4

7. Isselbacher, Kurt J. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam edisi 13 volume 5. Jakarta : EGC ; 2000.

8. Guyton AC. Buku ajar fisiologi kedokteran. Ed 7. Jakarta: EGC; 2007.h.167-195.

9. Djojodibroto DR. Repiratologi.Jakarta: EGC;2009.h.110.

20