PBL B_23 Konjungtivitis (Makalah)
-
Upload
daniel-togana-junisar -
Category
Documents
-
view
142 -
download
4
Transcript of PBL B_23 Konjungtivitis (Makalah)
Konjungtivitis Alergi
Welin Wahyudi
102010143
A-1
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana,
Jalan Arjuna Utara no. 6 – Jakarta Barat 11470
Email : [email protected]
Pendahuluan
Kelaianan pada mata merupakan jenis kelaian yang sering timbul dan seringkali dikeluhkan
oleh pasien. Sebab mata merupakan organ tubuh yang sangat penting, sebab tanpa adanya
mata maka segala sesuatu aktifitas akan menjadi sulit untuk dilakukan. Untuk itu diperlukan
perhatian khusus terhadap kesehatan mata. Kelaian-kelaian yang seringkali dikeluhkan oleh
pasien yakni mata merah, mata gatal, mata berair, nyeri pada mata, serta berbagai keluhan lain
yang ada. Namun pada pembahasan ini akan dibahas lebih rinci mengenai konjungtivitis,
sesuai dengan kasus yang ada mengenai keluhan mata merah pada kedua mata serta adanya
riwayat alergi terhadap udara panas dan debu.
Konjungtivitis adalah inflamasi konjungtiva mata yang disebabkan oleh proses infeksi, iritasi
fisik, atau respons alergi.1-3,5,7 Pada kejadian inflamasi, konjungtiva menjadi merah, bengkak
dan nyeri ditekan. Konjungtivitis viral sering di sebabkan oleh infeksi adenovirus.
Konjuntivitis bakteri dan viral sangat menular. Konjungtivitis alergi terjadi sebagai bagian
dari reaksi inflamasi terhadap allergen lingkungan. Stimulasi fisik oleh benda asing di mata
juga akan mengiritasi dan menginflamasi konjungtiva sehingga menyebabkan inflamasi dan
nyeri.
Anamnesis2,3
Anamnesis merupakan suatu langkah awal yang dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan
informasi sebanyak mungkin mengenai gejala, keadaan pasien, serta kemungkinan jenis
penyakit yang diderita. Pada anamnesis umumnya dilakukan dengan memberikan beberapa
pertanyaan yang dapat menyingkirkan differential diagnosis dan mengambil sebuah working
Blok 23 – Special Sense 1
diagnosis. Pertanyaan-pertanyaan yang umumnya diajukan ke pasien atau keluarga pasien
umumnya : 2
Menanyakan identitas pasien secara lengkap
Menanyakan keluhan yang membuat pasien datang ke dokter
Menanyakan gejala-gejala lain yang timbul bersamaan dengan keluhan utama
Menanyakan tingkat keparahan gejala yang ditimbulkan
Menanyakan obat-obatan yang telah dikonsumsi bila ada, efek yang ditimbulkan
Menanyakan apakah dulu pernah menderita penyakit serupa, atau menderita penyakit
lain seperti diabetes mellitus, hipertensi, jantung.
Menanyakan apakah keluarga ada yang menderita penyakit serupa
Menanyakan keadan sosio-ekonomi, lingkungan tempat tinggal
Menanyakan pasien merokok atau minum alkohol atau tidak
Selain dengan anamnesis umum yang sering dan harus dilakukan kepada setiap pasien yang
datang, maka dengan kasus-kasus penyakit tertentu dibutuhkan anamnesis tambahan yang
berguna untuk memperjelas keadaan pasien tersebut. Pada kasus penyakit mata, maka
dibutuhkan beberapa anamnesis tambahan, yang merupakan keluhan-keluhan yang sering
terjadi pada pasien dengan kelainan mata, seperti :2,3
Apakah ada kelopak mata berdenyut?
Apakah ada sakit kepala?
Apakah ada bulu mata rontok/madarosis?
Apakah ada sakit mata saat pergerakan bola mata?
Apakah ada mata merah atau berair?
Apakah ada mata berlendir atau kotor atau belekan?
Apakah ada fotofobia (perasaan silau)?
Apakah ada penglihatan benda yang seolah-olah menjadi lebih kecil/mikropsia?
Apakah ada kelopak mata bengkak?
Apakah ada penglihatan gelap/penglihatan turun mendadak pada salah satu mata atau
kedua mata?
Apakah ada tampakan halo pada sumber cahaya?
Apakah ada astenopia atau kelelahan mata saat membaca?
Apakah ada buta dengan sakit pada mata?
Apakah ada buta senja atau malam?
Untuk melakukan pendiagnosaan terhadap suatu jenis penyakit maka dibutuhkan riwayat atau
keadaan pasien secara rinci, untuk itu dalam melakukan anamnesis terhadap suatu gejala perlu
Blok 23 – Special Sense 2
ditanyakan dari awal mula keluhan, lamanya, progresivitas, faktor yang
memperberat/memperingan serta hubungannya dengan keluhan-keluhan lain.
Berdasarkan pada kasus, didapatkan hasil anamnesis berupa :
Nama : anak laki-laki usia 7 tahun
Keluhan utama pasien : gatal pada kedua mata
Riwayat penyakit dahulu : alergi udara panas dan debu, sering menderita batuk
pilek
Pemeriksaan Fisik Umum2
Tindakan pemeriksaan fisik bertujuan untuk melihat keadaan awal pasien saat datang.
Dalam pemeriksaan fisik terhadap pasien maka diperlukan perhatian khusus dalam
melakukan pemeriksaan, selain itu juga dibutuhkan ketelitian dalam memeriksa keseluruhan
berbagai tubuh pasien, sambil berusaha menanyakan keadaan pasien, agar tampak diketahui
respon dari pasien.
Hal-hal yang perlu diperhatikan diantaranya :
Tingkat kesadaran pasien
Tekanan darah pasien
Suhu tubuh pasien
Frekuensi pernafasan
Frekuensi denyut jantung
Serta melihat keadaan pasien secara keseluruhan, bila diperlukan pemeriksaan
dilakukan dengan meminta respon pasien
Pemeriksaan Fisik Mata1-3
Pemeriksaan fisik mata adalah serangkaian pemeriksaan yang bertujuan untuk mengetahui
keadaan mata secara umum. Pemeriksaan ini dikhususkan pada bagian mata. Langkah
pemeriksaan yang dilakukan yakni :1,3
Ketajaman visus, menggunakan kartu Snellen
Lapang pandang, dengan tes konfrontasi
Palpebra, dilihat apakah ada edema, warna kemerahan, lesi, arah bulu mata, dan
kemampuan palpebra untuk menutup sempurna
Apparatus lakrimalis, dilihat apakah ada pembengkakan pada daerah kelenjar
lakrimalis dan sakus lakrimalis
Blok 23 – Special Sense 3
Konjungtiva dan sclera, dilihat warnanya dan vaskularisasinya, cari setiap nodulus
atau pembengkakan. Pada konjungtiva tarsus superior dicari kelainan seperti folikel,
membran, papil, papil raksasa, pseudomembran, sikatriks, dan simblefaron. Pada
konjungtiva tarsus inferior dicari kelainan seperti folikel, papil, sikatriks, hordeolum,
kalazion. Pada konjungtiva bulbi dilihat ada tidaknya sekret. Bila ada amati warna
sekret, kejernihan, dan volume sekret. Kemudian cari ada tidaknya injeksi
konjungtival, siliar, atau episklera, perdarahan subkonjungtiva, flikten, simblefaron,
bercak degenerasi, pinguekula, pterigium, dan pseudopterigium.
Kornea, lensa, dan pupil, dengan cahaya yang dipancarkan dari temporal dilihat
apakah ada kekeruhan (opasitas) pada lensa melalui pupil, apakah ada bayangan
berbentuk bulan sabit pada sisi medial, kemudian dilihat ukuran, bentuk dan
kesimetrisan pupil.
Gerakan ekstraokular, dengan mengikuti gerakan jari pemeriksa yang membentuk
huruf H di udara, lihat apakah ada nistagmus, lid lag, dan tanyakan apakah ada rasa
nyeri saat pergerakan.2
Pada konjungtivitis, hasil pemeriksaan fisik bisaanya ditemukan visus yang normal, hiperemi
konjungtiva bulbi, lakrimasi, eksudat, pseudoptosis akibat kelopak mata yang bengkak,
kemosis, hipertrofi papil, folikel, membran, psudomembran, granulasi, flikten dan adenopati
preaurikular.3
Pemeriksaan Penunjang Pada Kelainan Mata1,3,4
Pemeriksan penunjang merupakan pemeriksaan tambahan yang akan dilakukan guna untuk
membantu menegakan diagnosis yang akan diambil. Pada pemeriksaan tambahan ini
umumnya membutuhkan peralatan yang digunakan untuk membantu mendapatkan hasil
pemeriksaan. Jenis pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada kasus kelaian mata :
1. Loupe dengan sentolop dan lampu celah (slitlamp)
Loupe merupakan sebuah alat yang digunakan untuk melihat benda menjadi lebih
besar dari ukuran normalnya. Alat ini mempunyai kekuatan 4-6 dioptri. Dengan alat
ini maka dengan jarak tertentu pasien dapat melihat benda menjadi lebih besar dan
tanpa perlu mata berakomodasi. Selain itu, apabila benda disinari dengan sentolop
maka benda yang dilihat pasien akan lebih jelat. Hal ini digunakan sebagai pengganti
slitlamp atau lampu celah. Pemeriksaan ini akan lebih sempurna hasilnya apabila
dilakukan dalam kamar pemeriksaan yang digelapkan.
Blok 23 – Special Sense 4
2. Tonometer
Tonometer merupakan suatu alat pemeriksaan yang digunakan untuk melakukan
pemeriksaan tonometri. Tonometri sendiri merupakan tindakan pemeriksaan yang
berguna untuk mengetahui tekanan intraokular. Pemeriksaan tonometri ini sebaiknya
dilakukan kepada setiap pasien yang berusia lebih dari 20 tahun dan dilakukan secara
rutin sebagai sebuah pemeriksaan fisik umum. Cara melakukan pemeriksaan ini
dikenal dengan 4 macam, yakni :
Tonometer digital
Tonometer Schiotz
Tonometer aplanasi
Tonometer Mackay-Mang
3. Oftalmoskop
Oftalmoskop merupakan suatu alat yang digunakan untuk pemeriksaan oftalmoskopi.
Pemeriksaan oftalmoskopi bertujuan untuk melihat bagian dalam mata atau fundus
okuli. Oftalmoskopi dibedakan menjadi oftalmoskopi langsung dan oftalmoskopi tidak
langsung. Oftalmoskopi langsung bertujuan untuk melihat daerah paling perifer
sampai daerah ekuator, tidak stereoskopis, berdiri tegak atau tidak terbalik, dan
perbesaran 15 kali. Sedangkan dengan oftalmoskopi tidak langsung akan terlihat
daerah fundus okuli 8 kali diameter papil, danpat dilihat sampai daerah ora serata,
karena dilihat dengan 2 mata maka terdapat efek stereoskopik dan dengan perbesaran
2-4 kali. Pemeriksaan dengan oftalmoskop ini dilakukan dalam kamar gelap.
4. Kamplimeter dan Perimeter
Kedua alat ini merupakan alat untuk pengukur dan pemetaan lapang pandang terutama
pada daerah sentral dan para sentral. Lapang pandang yang dimaksud ini merupakan
bagian ruangan yang dapat terlihat oleh satu mata dalam sikap diam dan memandang
lurus ke depan. Pemeriksaan lapang pandang ini bertujuan untuk mengetahui suatu
jenis penyakit atau mengetahui progresivitas suatu penyakit. Hasil pemeriksaan lapang
pandangan normal yakni 90 derajat temporal, 60 derajat superior, 50 derajat nasal, 70
derajat inferior
5. Fluoresein
Fluoresein merupakan suatu bahan yang berwarna jingga merah yang bila disinari oleh
gelombang biru akan menghasilkan gelombang hijau. Bahan ini dipakai untuk melihat
ada tidaknya defek epitel kornea, fistel kornea atau dengan disuntikan intravena unutk
dibuat foto pembuluh darah retina
Blok 23 – Special Sense 5
6. Uji Anel
Dominique Anel adalah ahli bedah perancis 1679-1730, yang melakukan pemeriksaan
fungsi ekresi lakrimal.1
7. Eksoftalmometer Hertel
Eksoftalmometri merupakan suatu tindapakn mengukur penonjolan bola mata dengan
sebuah alat yang bernama Hertel. Dengan alat ini maka dapat diketahui derajat
penonjolan bola mata. Nilai penonjolan mata normal 12-20 mm dan beda penonjolan
dari 2 mm antara kedua mata dinyatakan sebagai mata menonjol patologis atau
eksoftalmos.
8. Uji Ishihara atau buta warna3,4
Uji ini dilakukan dengan menggunakan kartu ishihara yang merupakan kartu dengan
titik-titik berwarna yang kecerahannya dan bayangannya membentuk angka, huruf
atau lainnya.
9. Amsler Grid, uji kisi-kisi Amsler
Alat ini merupakan suatu alat yang digunakan untuk mengetahui fungsi penglihatan
sentral makula.
10. Papan Placido
Papan placido merupakan suatu alat yang digunakan untuk melihat keadaan
permukaan kornea. Papan placido ini merupakan sebuah papan yang mempunyai
gambaran garis hitam yang melingkar konsentris dengan lobang kecil yang terdapat
pada bagian sentralnya.
11. Gonioskopi
Lensa gonioskopi merupakan suatu alat yang digunakan untuk melihat keadaan sudut
bilik mata yang dapat menimbulkan glaukoma. Pemeriksaan ini selalu dilakukan pada
setiap kasus kelainan mata yang dicurigai terjadinya glaukoma.
12. Uji Ultrasonografi4
Ultrasonografi merupakan tindakan pemeriksaan mata yang dipakai untuk melihat
struktur abnormal yang terjadi pada mata dengan kepadatan kekeruhan media dimana
tidak dimungkinkan untuk melihatnya dengan mata secara langsung. Cara mengetahui
hasilnya adalah dengan melihat adanya gambaran ultrasonigrafi yang telah terekam
dengan adanya pantulan getaran yang berbeda-beda. Proses kerja alat ini adalah
dengan melihat dan memotret jaringan dalam mata dengan menggunakan gelombang
Blok 23 – Special Sense 6
yang tidak dapat terdengar, pemeriksaan ini sangat penting untuk melihat susunan
jaringan intraokuler. USG mata ini umumnya dilakukan pada pasien yang terduga
menderita katarak.
13. Elektroretinografi
Elektroretinografi merupakan suatu pemeriksaan terhadap retina dengan melihat hasil
rekaman gelombang listrik retina yang terjadi pada perubahan sinar. ERG ini berguna
untuk menilai kerusakan luas pada retina
14. Visual evoked response
Rangsangan pada mata akan menimbulkan rangsangan pada jalur penglihatan hingga
korteks oksipital. Pada pemeriksaan ini akan dilihat perbedaan besar rangsangan pada
kedua mata, sehingga akan diketahui adanya gangguan rangsangan atau penglihatan
pada seseorang.
15. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan yaitu pemeriksaan sekret mata untuk
mengetahui penyebab sekret, yaitu dengan pewarnaan Gram untuk mengidentifikasi
organism bakteri atau pulasan Giemsa untuk menetapkan jenis dan morfologi sel. Dari
pulasan Giemsa ini didapatkan kemungkinan penyebab sekret seperti terdapatnya:
Limfosit dan monosit pada infeksi virus
Leukosit PMN pada infeksi bakteri
Eosinofil dan basofil pada alergi
Sel epitel dengan badan inklusi pada sitoplasma basofil pada klamidia
Sel raksasa multinuclear pada herpes
Sel Leber – makrofag raksasa oleh trakoma1
Working Diagnosis
Skenario 1
Seorang anak laki-laki usia 7 tahun datang dengan keluhan utama gatal pada kedua mata, pada
pemeriksaan mata didapatkan adanya mata merah dan kotoran pada kedua mata, adanya
riwayat alergi pada udara panas dan debu. Pasien sering menderita batuk pilek.
Blok 23 – Special Sense 7
Pada kasus diatas dapat diduga bahwa seorang anak laki-laki yang berusia 7 tahun tersebut
menderita satu jenis konjungtivitis alergi yang lebih spesifik lagi dikenal sebagai
konjungtivitis vernal. Penentuan working diagnosis ini ditinjau dari keluhan pasien yang
mengalami mata merah pada kedua mata, serta adanya riwayat alergi pada udara panas dan
debu, serta rentang usia yang masih dibawah 10 tahun menjadi pertimbangan yang baik dalam
menentukan working diagnosis ini menjadi konjungtivitis vernal.1,5,6
Differential Diagnosis
Differential diagnosis atau diagnosis banding untuk penyakit konjungtivitis vernal yakni
konjugtivitis alergi tipe lain, konjungtivitis virus, serta konjungtivitis bakteri.
Konjungtivitis alergi tipe lain
Konjungtivitis Flikten1,5
Konjungtivitis flikten adalah suatu peradangan konjungtiva karena reaksi alergi yang dapat
terjadi bilateral ataupun unilateral, bisaanya terdapat pada anak-anak dan kadang-kadang pada
orang dewasa. Penyakit ini merupakan manifestasi alergi endogen, tidak hanya disebabkan
protein bakteri tuberkulosis tetapi juga oleh antigen bakteri lain seperti stafilokokus. Dapat
juga ditemukan pada kandidiasis, askariasis, helmintiasis.
Konjungtivitis flikten merupakan konjungtivitis nodular yang disebabkan reaksi hipersensitif
tipe IV terhadap tuberkuloprotein, stafilokok, limfogranuloma venerea, leismaniasis, infeksi
parasit, dan infeksi fokal. Bisaanya terkena pada anak kurang gizi.
Gejalanya :
Mata berair
Konjungtiva terlihat bintik putih dengan hiperemi sekelilingnya
Iritasi dengan rasa sakit
Merasa silau dengan blefarospasme
Dapat sembuh sendiri dalam waktu 2 minggu dengan kemungkinan terjadi kekambuhan.
Keadaan lebih berat bila terkena kornea. Penyulit ada bila menyebarnya flikten ke dalam
kornea atau terjadinya infeksi sekunder sehingga timbul abses.
Biasanya konjungtivitis flikten terlihat unilateral dan kadang-kadang mengenai kedua mata.
Pada konjungtiva terlihat sebagai bintik putih yang di kelilingi daerah hiperemi. Pada pasien
akan terlihat kumpulan pembuluh darah yang mengelilingi suatu tonjolan bulat dengan warna
kuning kelabu seperti suatu mikro abses yang bisaanya terletak di dekat limbus. Bisaanya
abses ini menjalar kearah sentral atau kornea dan terdapat tidak hanya satu.
Blok 23 – Special Sense 8
Konjungtivitis Iatrogenic
Konjungtivitis akibat pengobatan yang diberikan dokter. Berbagai obat dapat memberikan
efek samping pada tubuh, demikian pula pada mata yang dapat terjadi dalam bentuk
konjungtivitis.
Sindrom Steven Johnson
Sindrom Steven Johnson adalah suatu penyakit eritema multiform yang berat (mayor).
Penyakit ini sering di temukan pada orang muda usia sekitar 35 tahun. Penyebabnya diduga
suatu reaksi alergi pada orang yang mempunyai predisposisi alergi terhadap obat-obat
sulfonamide, barbiturate, salisilat. Ada yang beranggapan bahwa penyakit ini idiopatik dan
sering di temukan sesudah suatu infeksi herpes simpleks.
Kelainan di tandai dengan lesi pada kulit dan mukosa. Kelainan pada kulit berupa lesi eritema
yang timbul mendadak dan tersenar secara simetris. Mata merah dengan demam dan
kelemahan umum dan sakit pada sendi merupakan keluhan penderita dengan sindrom ini.
Sindrom ini disertai dengan gejala vesikel pada kulit, bulla, dan stomatitis ulseratif. Pada
keadaan lanjut dapat terjadi kelainan yang sangat menurunkan daya penglihatan.5 Pengobatan
pada penyakit ini umumnya simtomatik dengan pengobatan umum berupa kortikosteroid
sitemik dan infus cairan antibiotik.
Konjungtivitis Atopik
Konjungtivitis atopik adalah suatu peradangan konjungtiva yang dapat ditemukan pada orang-
orang yang mempunyai stigmata atopi seperti dermatitis atopi dan asma bronchial.
Atopi adalah suatu keadaan di mana individu memberikan respons imunologik yang
merugikan terhadap dirinya bila berkontak dengan bahan atau zat yang bisaanya tidak
berbahaya bagi kebanyakan orang. Orang ini bisaanya mempunyai riwayat alergi dalam
keluarganya. Reaksi alergi ini jarang bersifat anafilaksis dan terjadi segera setelah berkontak
dengan allergen. Allergen dapat melalui jalan pernafasan ataupun jalan makanan, allergen
tersebut dapat berupa tepung sari, debu jamur, bulu, kulit binatang atau makanan.
Gejala subjektif dari konjungtivitis ini adalah mata perih dan fotofobia. Kulit kelopak
menampakkan suatu gejala yang khas yaitu kering dan deskuamasi. Tampak edema
konjungtiva, papil-papil yang halus di daerah tarsus bawah di sertai secret yang mukoid. Pada
pemeriksaan histopatologik di temukan sel eosinofil pada kerokan papil. Bila terkena kornea
Blok 23 – Special Sense 9
akan terjadi keratokonjungtivitis atopi dapat terjadi pula parut kornea yang akan mengganggu
penglihatan.6
Konjungtivitis virus akut (Gambar 1)
Gambar 1. Konjungtivitis Viral Akut8
Demam Faringokonjungtiva
Bisaanya disebabkan Adenovirus dan dapat sembuh sendiri sehingga pengobatan hanya
bersifat suportif, berupa kompres, astringen dan lubrikasi. Pada penyakit ini umumnya gejala
disertai dengan demam, faringitis, sekret berair dan sedikit, yang mengenai satu atau kedua
mata. Pada kasus ini bisaanya disebabkan oleh adenovirus tipe 3 dan 7, terutama mengenai
remaja, yang disebarkan melalui droplet atau kolam renang.
Masa inkubasi 5-12 hari, yang menularkan selama 12 hari dan bersifat epidemik. Menenai
satu mata akan mengenai mata lainnya dalam minggu berikutnya. Perjalanan penyakit ini
secara akut dengan gejala hiperemia konjungtiva, folikelpada konjungtiva, sekret serous,
fotofobia, kelopak bengkak dengan pseudomembran. Pada kornea dapat terjadi keratitis
superfisial, dan atau subepitel dengan pembesaran kelenjar limfe preurikel.1,5
Pengobatan hanya suportif karena dapat sembuh sendiri. Diberikan kompres, astrigen,
lubrikasi, pada kasus yang berat dapat diberikan antibiotik denga steroid topikal untuk
mncegah infeksi sekunder. Manifestasi klinis yang seringkali muncul, yakni :
Demam faringokonjingtival ditandai oleh demam 38,3 – 40 GC
Sakit tenggorokan
Konjungtivitis folikular pada satu atau kedua mata
Dapat unilateral atau bilateral
Mata merah dan sering berair
Terdapat keratitis epitel superficial dan kekeruhan subepitel
Yang khas terdapat Limfadenopati preaurikular (tidak nyeri tekan)
Blok 23 – Special Sense 10
Keratokonjungtivitis Epidemi
Keratokonjungtivitis epidemi disebabkan adenovirus 8, 19, 29 dan 37 umumnya terjadi
bilateral. Mudah menular dengan masa inkubasi 8-9 hari dan masa infeksius 14 hari. Mata
berair berat, seperti kelilipan, perdarahan subkonjungtiva, folikel terutama konjungtiva
bawah, kadang-kadang terdapat pseudomembran. Kelenjar preurikel membesar. Bisaanya
gejala akan menurun dalam waktu 7-15 hari.
Keratokonjungtivitis epidemika pada orang dewasa terbatas dibagian luar mata, tetapi pada
anak-anak mungkin terdapat gejala-gejala sistemik infeksi virus seperti demam, sakit
tenggorokan, otitis media, dan diare.
Pengobatan dengan antivirus dan alfa interferon tidak umum untuk konjungtivitis adenovirus.
Astrigen diberikan untuk mengurangi gejala dan hiperemia. Pemberian antbiotik adalah untuk
infeksi sekunder. Steroid dapat diberikan bila terlihat adanya membran dan infiltrasi subepitel.
Konjungtivits Virus Herpes Simpleks
Konjungtivitis virus herpes simplek (HSV) bisaanya mengenai anak kecil yang mendapat
infeksi dari pembawa virus berlangsung 2-3 minggu, adalah keadaan luar bisaa yang ditandai
dengan injeksi unilateral, iritasi, secret mukoid, nyeri dan fotofobia ringan. Vesikel-vesikel
herpes terkadang muncul di palpebra dan tepian palpebra, disertai edema palpebra hebat.
Penegakan diagnosis konjungtivitis ini adalah bila ditemukan adanya sel raksasa pada
pewarnaan Giemsa, kultur virus, dan sel inklusi intranuklear. Pengobatan yang umumnya
diberikan adalah dengan kompres dingin, serta pemberian asiclovir 400 mg/hari selama 5 hari.
Selain itu, juga diberikan analgetika selama 2 minggu awal penyakit. Pemberian analgetika ini
bertujuan untuk mengurangi rasa nyeri yang timbul. Sedangkan pada kelainan permukaan
dapat diberikan salep tetrasiklin. Penyulit yang kadang kala ditemukan dari keadaan ini yakni
berupa parut pada kelopak mata, neuralgia, katarak, glaukoma, kelumpuhan pada saraf III, IV,
dan VI, serta keadaan terparah adalah kebutaan.
Konjungtivitis penyakit Newcastle
Konjungtivitis penyakit Newcastle adalah penyakit yang jarang didapat, ditandai dengan
perasaan terbakar, gatal, nyeri, merah, berair mata, dan penglihatan kabur. Sering terjadi pada
pekerja peternakan unggas atau burung dan petugas laboratorium yang bekerja dengan virus
atau vaksin hidup.
Blok 23 – Special Sense 11
Konjungtivitis ini mirip dengan yang disebabkan virus lain, dengan kemosis, nodus
preaurikular kecil, dan folikel-folikel di tarsus superior dan inferior. Tidak ada pengobatan
karena akan sembuh sendiri.
Konjungtivitis Hemoragika Akut5
Pertama kali ditemukan di Ghana Afrika pada tahun 1969. Konjungtivitis ini disebabkan oleh
virus picorna, atau enterovirus tipe 70. Penyakit ini khas memiliki masa inkubasi (24-48 jam)
dan segala gejala yang timbul akan berkurang spontan dalam (3-4 hari). Gejala dan tanda
yang bisaa ditimbulkan adalah mata iritatif seperti ada benda asing yakni kelilipan serta
terdapat sakit periorbita, fotofobia, banyak meneluarkan air mata, kemerahan, edema
palpebra, dan perdarahan subkonjungtiva, kadang-kadang terdapat kemosis. Kebanyakan
pasien mengalami limfadenopati preaurikular, folikel konjungtiva, dan keratitis epitel.
Virus ini ditularkan melalui kontak erat dari orang ke orang dan benda penular seperti seprai,
alat-alat optic yang terkontaminasi dan air. Pengobatan penyakit ini berupa pengobatan
simtomatik, selain itu juga dapat diberikan antibiotik spektrum luas seperti sulfasetamid guna
mencegah infeksi sekunder. Pencegahan dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan
lingkungan dan pribadi.
Konjungtivitis bakteri 1,3
Konjungtivitis bakteri merupakan suatu konjungtivitis yang disebabkan oleh bakteri. Jenis
konjungtivitis ini merupakan suatu jenis konjungtivitis yang mudah menular. Konjungtivitis
bakteri disebabkan oleh infeksi gonokok, meningokok, Staphylococcus aureus, Streptococcus
pneumoniae, Haemophilus influenza, Escherichia coli, Neisseria gonorrhea,
Corynebacterium diphtheria (Gambar 2).8
Gambar 2. Konjungtivitis Bakteri8
Gambaran klinis yang muncul berupa konjungtivitis mukopurulen dan konjungtivitis purulen.
Dengan tanda hiperemi konjungtiva, edema kelopak, papil, dan dengan kornea yang jernih.
Kadang disertai keratis dan blefaritis. Bisaanya dari satu mata menjalar ke mata yang lain dan
dapat menjadi kronik.
Blok 23 – Special Sense 12
Pada konjungtivitis gonore, terjadi sekret yang purulen padat dengan masa inkubasi 12 jam - 5
hari, disertai pendarahan subkonjungtiva dan kemosis. Terdapat tiga bentuk, oftalmia
neonatorum (bayi berusia 1-3 hari), konjngtivitis gonore infantum (lebih dari 10 hari), dan
konjungtivitis gonore adultorum. Pada orang dewasa terdapat kelopak mata bengkak sukar
dibuka dan konjungtiva yang kaku disertai sakit pada perabaan. Pseudomembran pada
konjungtiva tarsal superior. Konjungtiva bulbi merah, kemosis, dan menebal. Gambaran
hipertrofi papilar besar, juga tanda-tanda infeksi umum. Bisaanya berawal dari satu mata
kemudian menjalar kemata yang sebelahnya. Tidak jarang ditemukan pembesaran dan rasa
nyeri kelenjar preaurikular. Sekret semula serosa kemudian menjadi kuning kental, tapi
dibandingkan dengan bayi, maka pada dewasa sekret tidak kental sekali. Komplikasi yang
dapat muncul, yakni Stafilokok dapat menyebabkan blefarokonjungtivitis, gonokok
menyebabkan perforasi kornea dan endoftalmitis, dan meningokok dapat menyebabkan
septicemia atau meningitis.
Sebelum terdapat hasil pemeriksan mikrobiologi, dapat diberikan antibiotik tunggal, seperti
gentamisin, kloramfenikol, polimiksin, dan sebagainya, selama 3-5 hari. Kemudian bila tidak
memberikan hasil, dihentikan dan menunggu hasil pemeriksaan. Bila tidak ditemukan kuman
dalam sedian langsung, diberikan tetes mata antibiotik spectrum luas tiap jam disertai salep
mata untuk tidur atau salep mata 4-5 kali sehari. Untuk konjungtivitis gonore, pasien dirawat
serta diberi penisilin salep dan suntikan. Untuk bayi dosisnya 50000 unit/kg BB selama 7 hari.
Sekret dibersihkan dengan kapas yang dibasahin dengan air rebus bersih atau garam fisiologis
setiap 15 menit dan diberi salep penisilin. Dapat diberikan penisilin tetes mata dalam bentuk
larutan penisilin G 10.000-20.000unit/ml diberikan setiap 1 jam selama 3 hari. Antibiotika
sistemik diberikan sesuai dengan pengobatan gonokok. Terapi dihentikan setelah pemeriksaan
mikroskopik menunjukan hasil negative selama 3 hari berturut-turut.
Konjungtivitis bakteri yang disebabkan oleh organism tertentu. Konjungtivitis jenis ini
merupakan jenis konjungtivitis yang dapat sembuh sendiri dalam waktu 2 minggu. Dengan
pengobatan bisaanya akan sembuh dalam 1-3 hari.
Etiologi1,5
Konjungtivitis Vernalis merupakan suatu peradangan konjungtiva kronik, rekuren bilateral,
atopi, yang mengandung secret mucous sebagai akibat reaksi hipersensitivitas tipe I. Penyakit
ini juga dikenal sebagai “catarrh musim semi”.
Konjungtivitis verbal terdapat dalam 2 bentuk yang dapat berjalan bersama, yakni :
Bentuk Palbebra5
Blok 23 – Special Sense 13
Pada tipe palpebral ini terutama mengenai konjungtiva tarsal superior, terdapat
pertumbuhan papil yang besar atau cobble stone yang diliputi secret yang mukoid.
Konjungtiva bawah hiperemi dan edema dengan kelainan kornea lebih berat
disbanding bentuk limbal. Secara klinik, papil besar ini tampak sebagai tonjolan
bersegi banyak dengan permukaan uang rata dan dengan kapiler di tengahnya.
Bentuk Limbal
Hipertrofi pada limbus superior yang dapat membentuk jaringan hiperplastik gelatine.
Dengan trantas dot yang merupakan degenerasi epitel kornea atau eosinofil di bagian
epitel limbus kornea, terbentuknya panus dengan sedikit eosinofil.5
Epidemiologi1,5,6
Konjungtivitis Vernal bisaanya mengenai pasien usia muda antara 3-25 tahun dengan
presentasi kedua jenis kelamin sama. Bisaanya pada laki-laki mulai pada usia di bawah 10
tahun.1,5,6
Patofisiologi9
Perubahan struktur konjungtiva erat kaitannya dengan timbulnya radang interstitial yang
banyak didominasi oleh reaksi hipersensitivitas tipe I. Pada konjungtiva akan dijumpai
hiperemi dan vasodilatasi difus, yang dengan cepat akan diikuti dengan hiperplasi akibat
proliferasi jaringan yang menghasilkan pembentukan jaringan ikat yang tidak terkendali.
Kondisi ini akan diikuti oleh hyalinisasi dan menimbulkan deposit pada konjungtiva sehingga
terbentuklah gambaran cobblestone.
Jaringan ikat yang berlebihan ini akan memberikan warna putih susu kebiruan sehingga
konjungtiva tampak buram dan tidak berkilau. Proliferasi yang spesifik pada konjungtiva
tarsal, oleh von Graefe disebut pavement like granulations. Hipertrofi papil pada konjungtiva
tarsal tidak jarang mengakibatkan ptosis mekanik. Limbus konjungtiva juga memperlihatkan
perubahan akibat vasodilatasi dan hipertofi yang menghasilkan lesi fokal. Pada tingkat yang
berat, kekeruhan pada limbus sering menimbulkan gambaran distrofi dan menimbulkan
gangguan dalam kualitas maupun kuantitas stem cells.9
Tahap awal konjungtivitis vernalis ini ditandai oleh fase prehipertrofi. Dalam kaitan ini, akan
tampak pembentukan neovaskularisasi dan pembentukan papil yang ditutup oleh satu lapis sel
epitel dengan degenerasi mukoid dalam kripta di antara papil serta pseudomembran milky
white. Pembentukan papil ini berhubungan dengan infiltrasi stroma oleh sel- sel PMN,
eosinofil, basofil dan sel mast.
Blok 23 – Special Sense 14
Tahap berikutnya akan dijumpai sel- sel mononuclear lerta limfosit makrofag. Sel mast dan
eosinofil yang dijumpai dalam jumlah besar dan terletak superficial. Dalam hal ini hampir
80% sel mast dalam kondisi terdegranulasi. Temuan ini sangat bermakna dalam membuktikan
peran sentral sel mast terhadap konjungtivitis vernalis. Keberadaan eosinofil dan basofil,
khususnya dalam konjungtiva sudah cukup menandai adanya abnormalitas jaringan.
Fase vascular dan selular dini akan segera diikuti dengan deposisi kolagen, hialuronidase,
peningkatan vaskularisasi yang lebih mencolok, serta reduksi sel radang secara keseluruhan.
Deposisi kolagen dan substansi dasar maupun seluler mengakibatkan terbentuknya deposit
stone yang terlihat secara nyata pada pemeriksaan klinis. Hiperplasi jaringan ikat meluas ke
atas membentuk giant papil bertangkai dengan dasar perlekatan yang luas. Horner- Trantas
dot’s yang terdapat di daerah ini sebagian besar terdiri dari eosinofil, debris selular yang
terdeskuamasi, namun masih ada sel PMN dan limfosit.9
Gejala Klinis3
Gejala klinis yang umumnya timbul sebagai akibat dari penyakit ini yakni :3
Mata merah
Sakit
Bengkak
Panas
Berair
Gatal
Silau
Serangan penyakit ini tidak selalu muncul bersamaan dengan seluruh gejala yang ada,
terkadang pada beberapa kasus hanya ditemukan sedikit gejala yang timbul. Sering berulang
dan menahun, bersamaan dengan rinitis alergi. Bisaanya terdapat riwayat atopi sendiri atau
dalam keluarga. Pada pemeriksaan ditemukan injeksi ringan pada konjungtiva palbebra dan
bulbi serta papil besar pada konjungtiva tarsal yang dapat menimbulkan komplikasi pada
konjungtiva. Pada keadaan akut dapat terjadi kemosis berat.
Penatalaksanaan3,5
Pengobatan non medika mentosa
Kompres dingin dan kompres es
Tidur/bekerja dalam ruangan ber-AC
Tinggal dalam lingkungan yang beriklim sejuk dan lembab
Blok 23 – Special Sense 15
Menghindari daerah berangin kencang yang bisaanya juga membawa serbuksari
Menggunakan kacamata berpenutup total untuk mengurangi kontak dengan allergen di
udara terbuka
Pemakaian lensa kontak dihindari karena dapat membantu resistensi allergen
Pengganti air mata (artificial), selain bermanfaat untuk cuci mata juga berfungsi
protektif karena membantu menghalau allergen.
Pengobatan medikamentosa
Dalam pengobatan medika mentosa, perlu diperhatikan setiap keadaan untung dan rugi yang
dapat terjadi. Untuk menghilangkan sekresi mucus, dapat digunakan irigasi saline steril dan
mukolitik seperti asetil sistein 10% - 20% tetes mata. Dosisnya tergantung pada kuantitas
eksudat serta beratnya gejala. Dalam hal ini, larutan 10% lebih dapat ditoleransi daripada
larutan 10%. Larutan alkaline seperti sodium karbonat monohidrat dapat membantu
melarutkan atau mengencerkan musin, sekalipun tidak efektif sepenuhnya.3
Satu- satunya terapi yang dipandang paling efektif untuk pengobatan konjungtivitis vernalis
ini adalah kortikosteroid, baik topical maupun sistemik. Namun untuk pemakaian dalam dosis
besar harus diperhitungkan kemungkinan timbulnya resiko yang tidak diharapkan.
Untuk Konjungtivitis vernal yang berat, bisa diberikan steroid topical prednisolone fosfat 1%,
6- 8 kali sehari selama satu minggu. Kemudian dilanjutkan dengan reduksi dosis sampai dosis
terendah yang dibutuhkan oleh pasien tersebut. Pada kasus yang lebih parah, bisa juga
digunakan steroid sistemik seperti prednisolon asetet, prednisolone fosfat atau deksametason
fosfat 2- 3 tablet 4 kali sehari selama 1-2 minggu. Satu hal yang perlu diingat dalam kaitan
dengan pemakaian preparat steroid adalah gnakan dosis serendah mungkin dan sesingkat
mungkin.
Selain pemberian steroid, antihistamin baik local maupun sistemik dapat dipertimbangkan
sebagai pilihan lain karena kemampuannya untuk mengurangi rasa gatal yang dialami pasien.
Apabila dikombinasi dengan vasokonstriktor, dapat memberikan control yang memadai pada
kasus yang ringan atau memungkinkan reduksi dosis. Bahkan menangguhkan pemberian
kortikosteroid topical. Satu hal yang tidak disukai dari pemakaian antihistamin adalah efek
samping yang menimbulkan kantuk. Pada anak-anak, hal ini dapat juga mengganggu aktivitas
sehari- hari. Emedastine adalah antihistamin paling poten yang tersedia di pasaran dengan
kemampuan mencegah sekresi sitokin. Sementara olopatadine merupakan antihistamin yang
berfungsi sebagai inhibitor degranulasi sel mast konjungtiva.
Sodium kromolin 4% terbukti bermanfaat karena kemampuannya sebagai pengganti steroid
Blok 23 – Special Sense 16
bila pasien sudah dapat dikontrol. Ini juga berarti dapat membantu mengurangi kebutuhan
akan pemakaian steroid. Sodium kromolin berperan sebagai stabilisator sel masi, mencegah
terlepasnya beberapa mediator yang dihasilkan pada reaksi alergi tipe I, namun tidak mampu
menghambat pengikatan IgE terhadap sel maupun interaksi sel IgE dengan antigen spesifik.
Titik tangkapnya, diduga sodium kromolin memblok kanal kalsium pada membrane sel serta
menghambat pelepasan histamine dari sel mast dengan cara mengatur fosforilasi.3,5
Lodoksamid 0,1% bermanfaat mengurangi infiltrate radang terutama eosinofil dalam
konjungtiva. Levokabastin tetes mata merupakan suatu antihistamin yang spesifik terhadap
konjungtivitis vernalis, dimana symptom konjungtivitis vernalis hilang dalam 14 hari.
Pencegahan3
Pencegahan merupakan suatu tahapan yang dilakukan guna menghindari terkenanya suatu
penyakit. Dalam kasus konjungtivitis vernal, tindakan-tindakan pencegahan yang dapat
dilakukan yakni dengan hidup di daerah yang bersuhu sejuk dan lembab.3
Komplikasi3
Komplikasi yang sering ditimbulkan dari konjungtivitis vernal adalah konjungtivitis
stafilokok dan blefaritis. Apabila teradi komplikasi ini maka diperlukan penanganan segera
dengan pemberian terapi.
Prognosis3
Prognosis dari penyakit konjungtivitis vernal ini cukup baik meskipun angka kejadian
kekambuhan dari penyakit ini pasti terjadi, khususnya pada musim semi dan musim panas,
tetapi setelah sejumlah kekambuhan yang terjadi papillae sama sekali menghilang tanpa
meninggalkan jaringan parut.3
Kesimpulan
Penyakit konjungtivitis vernal merupakan suatu penyakit alergi bilateral yang merupakan
akibat reaksi hipersensitivitas tipe I yang mengenai kedua mata dan bersifat rekuren.1,3,5
Penyakit ini dikenal juga sebagai suatu penyakit “konjungtivitis musiman” atau
“konjungtivitis musim kemarau”. Penyakit ini menyerang orang dengan usia muda 3-25
tahun, dan pada laki-laki dimulai saat usia dibawah 10 tahun. Penyakit ini dapat sembuh
sempurna, meskipun dengan riwayat kekambuhan yang pasti terjadi.
Blok 23 – Special Sense 17
Daftar pustaka
1. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu penyakit mata. Edisi ke-4. Jakarta: Balai Penerbit FK UI,
2006. h.35-6, 109-48.
2. Bickley, Lynn S. Buku ajar pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan Bates. Edisi ke-8.
Jakarta: EGC, 2009. h.147-57.
3. Riordan-Eva P, Whitches JP. Vaughan & asbury oftalmologi umum. Edisi ke-17.
Jakarta: EGC, 2009. h.97-124.
4. Kanski JJ, Bowling B. Clinical ophthalmology: a systematic approach. Edisi ke-7.
China: Elsevier Saunders, 2011. h.25-9.
5. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-4. Jakarta: Balai Penerbit FK UI, 2012. h.120-37
6. Utama H. Sari Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FK UI, 2008. h.28-9
7. Wijana N. Konjungtiva dalam Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-1. Jakarta: EGC, 2003.
h.41-69.
Blok 23 – Special Sense 18
8. Hendrickson RG, Silverberg M, Campbell CJ, Morocco AP. Teks-Atlas kedokteran
kedaruratan jilid 1. Edisi ke-3. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2007. h.90-1.
9. Staff Ilmu Penyakit Mata FK UGM, Keratokonjungtivitis Vernalis dalam
http://www.tempo.com.id/medika/032012.htm
Blok 23 – Special Sense 19
PBL Blok 19 – Cardiovascular System 2 20