Patogenesis Dm

28
REFERAT PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI DIABETES MELITUS Pembimbing: dr. Qodri Santosa, M.Si. Med, Sp.A Disusun oleh: Medio Yoga Pratama G1A211092 SMF ILMU KESEHATAN ANAK UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

Transcript of Patogenesis Dm

Page 1: Patogenesis Dm

REFERAT

PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI DIABETES MELITUS

Pembimbing:

dr. Qodri Santosa, M.Si. Med, Sp.A

Disusun oleh:

Medio Yoga Pratama

G1A211092

SMF ILMU KESEHATAN ANAKUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATANPURWOKERTO

2012

Page 2: Patogenesis Dm
Page 3: Patogenesis Dm

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Diabetes Melitus (DM) termasuk dalam kelompok penyakit metabolik

yang ditandai dengan hiperglikemia kronik yang disebabkan oleh gangguan

sekresi insulin, aksi insulin atau keduanya. Secara umum diabetes dibagi

menjadi dua bentuk utama yaitu kerusakan sel β pankreas yang menyebabkan

defisiensi sebagian atau keseluruhan insulin, dan resistensi insulin pada jaringan

dengan sedikit atau tanpa gangguan sintesis atau pelepasan insulin. Penurunan

aksi pada jaringan target menyebabkan gangguan metabolisme karbohidrat,

lemak dan protein 1.

DM tipe 1 merupakan salah satu penyakit kronis yg bergantung pada

insulin dan sampai saat ini belum dapat disembuhkan. Walaupun demikian

berkat kemajuan teknologi kedokteran kualitas hidup penderita DM tipe 1 tetap

dapat sepadan dengan anak normal lainnya apabila standar pelayanan memadai.

DM tipe 2 merupakan salah satu tipe DM yang disebabkan oleh resistensi

insulin. Penyakit ini berhubungan dengan komplikasi pada mikrovaskuler

(retina,ginjal), makrovaskuler (koroner,pembuluh darah perifer) dan neuropati

(autonom, perifer). Meskipun DM tipe 2 tidak bergantung pada insulin,

beberapa pasien tetap memerlukan insulin sebagai terapi. Kasus – kasus DM

tipe 2 pada anak sudah meningkat prevalensinya, namun sebagian besar

penderita DM pada anak termasuk DM tipe 1 2.

Insidensi DM tipe 1 sangat bervariasi baik antar Negara maupun dalam

suatu negara. Insidensi tertinggi terdapat di Finlandia yaitu 43/100.000 dan

insidens yang rendah di jepang yaitu 2,4/100.000 dan di Cina 0,1/100.000 untuk

usia kurang 12 tahun. Insidens DM tipe 1 lebih tinggi pada ras kaukasia

dibandingkan ras-ras lainnya. Berdasarkan data dari rumah sakit terdapat 2

puncak insidens DM tipe 1 pada anak yaitu umur 5-6 tahun dan 11 tahun. Perlu

dicatat bahwa lebih dari 50% penderita baru DM tipe 1 berusia > 20 tahun. Saat

Page 4: Patogenesis Dm

timbulnya gejala sampai de maka awnga diagnosis sangat bervariasi, maka

awitan DM tipe 1 ditetapkan sebagai saat pertama kali mendapat insulin 1.

Onset DM tipe 2 biasa terjadi setelah usia 40 tahun, tetapi dapat pula

terjadi pada semua usia termasuk masa anak dan remaja. Dulu diabetes ini

dikenal sebagai diabetes onset dewasa, maturity onset diabetes atau diabetes

stabil dan pada anak yang mempunyai riwayat keluarga DM tipe 2 dikenal

dengan istilah Maturity Onset Diabetes of the Young (MODY). DM tipe 2 pada

usia muda sering terjadi pada decade kedua dalam kehidupan, rata-rata usia

diagnosis 13,5 tahun. Hal ini berhubungan dengan puncak pubertas dan secara

fisiologis terjadi resistensi insulin pada usia muda. Di Eropa dan Amerika

Serikat, kasus diabetes terjadi pada indeks masa tubuh (IMT) >85 persentil

untuk usia dan jenis kelamin. Tetapi di Jepang hampir 30% DM tipe 2 tidak ada

hubungan dengan obesitas. Anak-anak DM tipe 2 di India perkotaan,

setengahnya memiliki berat badan yang normal (<120% dari berat ideal

menurut tinggi badan) dan dari Taiwan setengahnya tidak obes. Beberapa

ditemukan tanpa gejala pada pemeriksaan rutin kesehatan di sekolah atau

kegiatan olahraga. Lebih dari sepertiga kasus baru DM tipe 2 ditemukan dengan

ketosis atau KAD sehingga terjadi kesalahan diagnosis sebagai DM tipe 1.

Kadang-kadang juga dapat ditemukan dengan dehidrasi berat (koma

hiperglikemik, hyperosmolar, hypokalemia) yang dapat berakibat fatal 2.

B. TUJUAN

1. Tujuan Umum

Referat ini diajukan sebagai syarat mengikuti kepaniteraan klinik di bagian

Ilmu Kesehatan Anak RSUD Margono Soekarjo Purwokerto

2. Tujuan Khusus

Untuk mengetahui Patogenesis dan Patofisiologi Diabetes Melitus pada

anak

Page 5: Patogenesis Dm

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KLASIFIKASI

Pemeriksaan petanda autoantibody diabetes seperti ICA (Islet cell

antibodies), GAD (Glutamic Acid Decarboxylase), IA2 (Autoantibodi terhadap

tirosin fosfat), IAA (Autoantibodi terhadap insulin) dan atau HbA1c dapat

membantu menegakkan diagnosis diabetes, meskipun HbA1c tidak rutin

digunakan untuk mendiagnosis diabetes 2.

Insulin puasa dan C-peptide dapat membantu membedakan DM tipe 1

dengan DM tipe 2. Biasanya kadar insulin puasa dan C-peptide normal atau

meningkat. Pada pasien yang diterapi insulin pengukuran C-peptide sebaiknya

saat kadar glukosa tinggi (> 144mg/dL atau >8mmol/L) untuk menstimulasi C-

peptide yang akan terukur jika sekresi insulin endotel masih ada. Keadaan ini

sukar dibedakan dengan DM tipe 1 periode honeymoon yang dapat berlangsung

2-3 tahun 2.

I. Type 1P -cell destruction, usually leading to absolute insulin deficiencyA. Immune mediatedB. Idiopathic

II. Type 2May range from predominantly insulin resistance with relative insulin deficiency to a predominantly secretory defect with or without insulin resistance

III. Other specific types

A. Genetic defects of p -cell function E. Drug- or chemical-induced

1. Chromosome 12, HNF-1a (MODY3) 1. Vacor2. Chromosome 7, glucokinase (MODY2) 2. Pentamidine

3. Chromosome 20, HNF-4a (MODY1) 3. Nicotinic acid

4. Chromosome 13, insulin promoter factor- (IPF-1; MODY4)

4. Glucocorticoids

5. Chromosome 17, HNF-1P (MODY5) 5. Thyroid hormone

6. Chromosome 2, NeuroDI (MoDY6) 6. Diazoxide

7. Mitochondrial DNA mutation 7. p-adrenergic agonists

8. Chromosome 7, KCNJ11 (Kir6.2) 8. Thiazides

9. Others 9. Dilantin10. a -Interferon11. Others

B. Genetic defects in insulin action F. Infections

1. Type A insulin resistance 1. Congenital rubella

Page 6: Patogenesis Dm

2. Leprechaunism 2. Cytomegalovirus

3. Rabson-Mendenhall syndrome4. Lipoatrophic diabetes5. Others

3. Others

C. Diseases of the exocrine pancreas G. Uncommon forms of immune-mediated diabetes

1. Pancreatitis 1. ‘‘Stiff-man’’ syndrome2. Trauma / pancreatectomy 2. Anti-insulin receptor antibodies

3. Neoplasia 3. Others4. Cystic fibrosis5. Haemochromatosis6. Fibrocalculous pancreatopathy7. Others

4. Polyendocrine autoimmune deficiencies APS I and II

D. Endocrinopathies H. Other genetic syndromes sometimes associated with diabetes

1. Acromegaly 1. Down syndrome

2. Cushing’s syndrome 2. Klinefelter syndrome

3. Glucagonoma 3. Turner syndrome

4. Phaeochromocytoma 4. Wolfram syndrome

5. Hyperthyroidism 5. Friedreich’s ataxia

6. Somatostatinoma 6. Huntington’s chorea

7. Aldosteronoma 7. Laurence-Moon-Biedl syndrome

8. Others 8. Myotonic dystrophy9. Porphyria10. Prader-Willi syndrome11. Others

IV. Gestational diabetes

B. KRITERIA DIAGNOSIS

Kriteria diagnosis dibuat berdasarkan pengukuran glukosa darah dan ada

tidaknya gejala, Glukosa darah puasa dianggap normal bila kadar glukosa darah

kapiler <126 mg/dL (7mmol/L). Glukosuria saja tidak spesifik untuk DM

sehingga perlu dikonfirmasi dengan pemeriksaan glukosa darah 1. Diagnosis

DM dapat ditegakkan apabila memenuhi salah satu kriteria sebagai berikut:

1. Kadar glukosa darah puasa ≥ 7 mmol/L (≥126 mg/dL). Puasa adalah tanpa

asupan kalori minimal 8 jam.

2. Ditemukannya gejala klinis poliuria, polidipsia, polifagia, berat badan yang

menurun dan kadar glukosa darah sewaktu >200 mg/dL (11,1 mmol/L)

3. Pada penderita yang asimptomatis ditemukan kadar glukosa darah sewaktu

>200 mg/dLatau kadar glukosa darah puasa lebih tinggi dari normal dengan

test toleransi glukosa yang terganggu pada lebih satu kali pemeriksaan 1.

Page 7: Patogenesis Dm

C. DIABETES MELITUS TIPE 1

1. Definisi

DM tipe 1 merupakan kelainan sistemik akibat gangguan metabolism

glukosa yang ditandai oleh hiperglikemia kronik. Keadaan ini disebabkan

oleh kerusakan sel-β pankreas baik oleh proses autoimun maupun idiopatik

sehingga produksi insulin berkurang atau terhenti 1. DM tipe 1 berkembang

sebagai akibat dari faktor genetik, lingkungan, dan faktor imunologi yang

menghancurkan sel- sel Pancreas. Gejala DM tidak akan muncul pada

seorang individu hingga ± 80% sel β pankreas dihancurkan 2. Umumnya

berkembang dari masa anak ± anak dan bermanifestasi saat remaja yang

kemudian berprogres seiring bertambahnya umur. DM tipe ini sangat

bergantung dengan terapi insulin karena jika tidak mendapatkan insulin

penderita akan mengalami komplikasi metabolik serius berupa ketoasidosis

dan koma 3.

Page 8: Patogenesis Dm

2. Patogenesis dan Patofisiologi DM tipe 1

a. Faktor Genetik

Berdasarkan studi yang ada didapatkan berbagai gen yang

dapat memicu timbulnya DM tipe 1. Gen yang paling berpengaruh

adalah lokus HLA pada kromosom 6p21 yaitu sekitar 50% penderita

DM tipe 1 memiliki HLA-DR3 atau HLA-DR4 haplotype. Beberapa

gen non-HLA yang dapat memicu timbulnya DM tipe 1 adalah insulin

dengan variable number of tandem repeats (VNTRs) pada region

promoter. Polimorfisme dari CTLA4 dan PTPN22 menganggu fungsi

aktivitasnya sebagai inhibitor respon sel T dapat memicu proses

autoimun pada DM tipe 1 4.

b. Faktor Autoimmunitas

Di antara sekian banyak jenis sel pankreas, hanya sel β yang

dihancurkan oleh sistem imun. Walaupun demikian tipe sel islet lain

seperti sel α yang memproduksi glukagon, sel δ yang memproduksi

somatostatin, dan sel PP yang memproduksi polipeptida pankreas,

masih berfungsi. Terlebih lagi, secara embriologi sel-sel islet lain

tersebut mirip dengan sel β dan juga mengekspresikan protein yang

sebagian besar sama dengan sel β. Sel β peka terhadap efek toksik

dari beberapa sitokin seperti Tumor Necrosis Factor α (TNF α),

interferon γ, dan interleukin 1 (IL-1). Mekanisme dari proses kematian

sel β belum diketahui dengan pasti, namun proses ini dipengaruhi oleh

pembentukkan metabolit nitric oxide (NO), apoptosis, dan

sitotoksisitas dari sel T CD8+ 3.

Page 9: Patogenesis Dm

Dasar dari abnormalitas imun pada DM tipe 1 adalah

kegagalan dari self-tolerance sel T. Kegagalan toleransi ini dapat

disebabkan oleh defek delesi klonal pada sel Tself-reactive pada

timus, defek pada fungsi regulator atau resistensi sel T efektor

terhadap supresi sel regulator. Hal - hal tersebut membuat sel T

autoreaktif bertahan dan siap untuk berespon terhadap self-antigens.

Aktivasi awal dari sel tersebut terjadi pada nodus limfe peripankreatik

sebagai respon terhadap antigen yang dilepaskan dari sel Pulau

Langerhans yang rusak. Sel T yang teraktivasi bergerak ke pancreas

→ merusak sel β. Populasi sel T yang dapat menyebabkan kerusakan

tersebut adalah TH1 cells (merusak dengan mensekresi sitokin =

including IFN-γ and TNF) dan CD8 + CTLs 4.

Sel islet pankreas yang menjadi target autoimun antara lain

adalah Islet cell autoantibodies (ICA) yang merupakan suatu

komposisi dari beberapa antibodi yang spesifik pada molekul sel islet

pankreas seperti insulin, glutamic acid decarboxylase (GAD), ICA-

512/IA-2 (homolog tirosin-fosfatase), danphogrin (protein granul

yang mensekresi insulin). Sehingga antigen tersebut merupakan

marker dari proses autoimun DM tipe 1 3.

c. Faktor Lingkungan

Berbagai faktor lingkungan sering dikaitkan dengan DM, namun tidak

satupun pernah terbukti benar benar berpengaruh. Faktor yang diduga

memicu DM antara lain meliputi virus (coxsackie B, mumps,

cytomegalovirus dan rubella)3. Terdapat 3 hipotesis yang menjelaskan

bagaimana virus dapat menimbulkan DM tipe 1 :

1) Akibat infeksi virus → inflamasi serta kerusakan sel Pulau

Langerhans → pelepasan antigen sel β dan aktivasi sel T

autoreaktif

Page 10: Patogenesis Dm

2) Virus memproduksi protein yang mirip dengan antigen sel β

sehingga memicu respon imun yangjuga beraksi dengan sel β

pada pancreas

3) Infeksi virus terdahulu yang menetap pada jaringan Pankreas

kemudian terjadi reinfeksi dengan virus yang sama yang memiliki

epitop antigenic yang sama → memicu respon imun pada sel

Pulau Langerhans

Dari ketiga hipotesis tersebut belum ada yang dapat menjelaskan

secara pasti patogenesis infeksi virus terhadap timbulnya DM tipe 1.

Vaksinasi pada anak tidak ada hubungannya dengan timbulnya DM

tipe 1 4. Faktor lain yang dapat memicu DM tipe 1 adalah protein

susu bovinedan komponen nitrosurea 3.

D. DIABETES MELITUS TIPE 2

1. Definisi

DM tipe 2 terjadi akibat oleh resistensi insulin. DM tipe 2 selalu

dihubungkan dengan bentuk sindrom resistensi insulin lainnya

(hiperlipidemia,hipertensi,akantosis nigrikans,hiperandrogenisme ovarium,

penyakit perlemakan hati non-alkoholik). Pada uji tolerensi glukosa oral,

sekresi insulin tergantung pada derajat dan lama penyakit serta sangat

bervariasi antara yang paling lambat sampai cepat 5.

Resistensi insulin dan sekresi insulin yang tidak normal menjadi kunci

dari berkembangnya DM tipe 2. Obesitas, terutama tipe sentral, sering

ditemukan pada penderita DM tipe 2. Pada tahap awal, toleransi glukosa

hampir normal karena sel-sel β pankreas mengkompensasi dengan

meningkatkan produksi insulin. Ketika resistensi insulin dan

hiperinsulinemia kompensatorik terus terjadi, pankreas tidak mampu

mempertahankan keadaan hiperinsulinemia tersebut. Akibatnya, terjadi

gangguan toleransi glukosa, yang ditandai dengan peningkatan glukosa

darah setelah makan. Setelah itu, penurunan sekresi insulin dan peningkatan

Page 11: Patogenesis Dm

produksi glukosa hati berlanjut pada diabetes berat dengan hiperglikemia

saat puasa dan kegagalan sel beta 3. Berdasarkan studi terbaru dikatakan

bahwa dalam timbulnya DM tipe 2 terdapat pengaruh faktor genetik yaitu

transcription factor 7-like-2 (TCF7L2) pada kromosom 10q yang

mengkode faktor transkripsi pada WNT signaling pathway. Berbeda dengan

DM tipe 1 penyakit ini tidak berhubungan dengan gen yang mengatur

toleransi dan regulasi imun seperti HLA, CTLA4, dll 4.

2. Patogenesis dan Patofisiologi DM tipe 2

Ada 4 karakteristik penyebab DM tipe 2, yaitu resistensi insulin,

berkurangnya sekresi insulin, dan meningkatnya produksi glukosa hati,

dan metabolisme lemak yang abnormal.3,4

a. Resistensi Insulin

Resistensi insulin adalah resistensi terhadap efek insulin

pada uptake, metabolisme, dan penyimpanan glukosa. Hal tersebut

dapat terjadi akibat defek genetik dan obesitas 3,4. Menurunnya

kemampuan insulin untuk berfungsi dengan efektif pada jaringan

perifer merupakan gambaran DM tipe 2. Mekanisme resistensi

insulin umumnya disebabkan oleh gangguan pascareseptor insulin.

Polimorfisme pada IRS-1 berhubungan dengan intoleransi glukosa

dan meningkatkan kemungkinan bahwa polimorfisme dari berbagai

molekul pascareseptor dapat berkombinasi dan memunculkan

keadaan yang resisten terhadap insulin. Resistensi insulin terjadi

akibat gangguan persinyalan PI-3-kinase yang mengurangi

translokasiglucose transporter (GLUT) 4 ke membran plasma 3.

Ada 3 hal yang berperan dalam resistensi insulin terkait obesitas 4

yaitu :

1) Asam lemah bebas (free fatty acids/FFA).

Peningkatan trigliserida intraselular dan produk metabolism

asam lemak menurunkan efek insulin yang berkelanjutan

menjadi resistensi insulin

Page 12: Patogenesis Dm

2) Adipokin

Leptin dan adiponektin meningkatkan kepekaan insulin,

sedangkan resistin meningkatkan resistensi insulin

3) PPAR γ (peroxisome proliferator activated reseptor gamma)

dan TZD (thiazolidinediones)

PPAR γ merupakan reseptor intrasel yang meningkatkan

kepekaan insulin. TZD merupakan antioksida (antidiabetik)

yang mampu berikatan dengan PPAR γ sehingga menurunkan

resistensi insulin.

Berikut ini merupakan table berisi hal - hal yang dapat menurunkan respon

terhadap insulin :

Table 17–7 Factors Reducing Response to Insulin.

Pre-receptor Insulin autoantibodiesReduced transendothelial transit

Primary defect in insulin Insulin receptor mutations

Page 13: Patogenesis Dm

signaling Leprechaunism (complete)Rabson-Mendenhall syndrome (partial)Type A (mild)Defects in other genes involved in insulin signalingInsulin receptor autoantibodies (Type B)Ataxia telangectasia syndrome

Secondary to other endocrine disorders

Cushing syndromeAcromegalyPheochromocytomaGlucagonomaHyperthyroidismInsulinoma

Secondary to other disorders

Visceral obesityStress (infection, surgery, etc)UremiaHyperglycemia (mild resistance seen intype 1 diabetes)Liver diseaseCytogenetic disorders (Down, Turner, Klinefelter)Neuromuscular disorders (muscular dystrophies, ataxias, muscle inactivity)Congenital lipodystrophies/lipoatrophyAcquired lipodystrophy

Secondary to normal physiologic states

PubertyPregnancyStarvation

Secondary to medications GlucocorticoidsAtypical antipsychotic drugsAntiretroviral protease inhibitorsNicotinic acidThiazide diureticsOral contraceptiveProgesterone

blockers

b. Gangguan Sekresi Insulin

Sekresi insulin dan sensitivitasnya saling berhubungan 3.

Pada DM tipe 2, sekresi insulin meningkat sebagai respon terhadap

resistensi insulin untuk mempertahankan toleransi glukosa.

Namun, lama kelamaan sel beta kelelahan memproduksi insulin

sehingga terjadi kegagalan sel β. Kegagalan sel β ini tidak terjadi

pada semua penderita DM tipe 2 sehingga diduga ada pengaruh

faktor intrinsik berupa faktor genetik yaitu gen diabetogenik

TCF7L2 4. Polipeptida amiloid pada pulau Langerhans (amilin)

Page 14: Patogenesis Dm

disekresikan oleh sel beta dan membentuk deposit fibriler amiloid

pada pankreas penderita DM tipe 2 jangka panjang. Diduga bahwa

amiloid ini bersifat sitotoksik terhadap sel sehingga massa sel β

berkurang. Dapat disimpulkan bahwa disfungsi yang terjadi dapat

bersifat kualitatif (sel beta tidak mampu mempertahankan

hiperinsulinemia) atau kuantitatif (populasi sel beta berkurang).

Kedua hal tersebut dapat disebabkan oleh toksisitas glukosa dan

lipotoksisitas 3.

c. Peningkatan Produksi Glukosa Hati

Ketika tubuh semakin resisten terhadap insulin, kadar gula darah yang

tinggi akan memaksa tubuh mensekresikan insulin secara terus

menerus ke dalam sirkulasi darah (hiperinsulinemia). Pada keadaan

Page 15: Patogenesis Dm

normal, seharusnya hal ini dapat membuat glukosa dikonversi menjadi

glikogen dan kolesterol. Akan tetapi, pada pasien DM yang resisten

terhadap insulin, hal ini tidak terjadi dan sebaliknya ketiadaan respon

terhadap insulin mengakibatkan hati terus menerus memproduksi

glukosa (glukoneogenesis). Hal ini pada akhirnya akan berujung pada

terjadinya hiperglikemia. Produksi gula hati baru akan terus meningkat

akibat terjadinya ketidaknormalan sekresi insulin dan munculnya

resistensi insulin di otot rangka 3.

d. Abnormalitas Metabolik

1) Abnormalitas metabolisme otot dan lemak

Resistensi insulin bersifat relatif karena hiperinsulinemia dapat

menormalkan kadar gula darah. Akibat resistensi insulin,

penggunaan glukosa oleh jaringan sensitif insulin berkurang,

sedangkan hepatic glucose output bertambah sehingga

menyebabkan hiperglikemia 3. Akumulasi lipid dalam serat otot

rangka, yang mengganggu fosforilasi oksidatif dan penurunan

produksi ATP mitokondria yang dirangsang insulin,

menghasilkan reactive oxygen species (ROS), seperti lipid

peroksida. Peningkatan massa adiposit meningkatkan kadar asam

lemak bebas dan produk adiposit lainnya. Selain mengatur berat

badan, nafsu makan, dan energy expenditure, adipokin mengatur

sensitivitas insulin. Peningkatan produksi asam lemak bebas dan

beberapa adipokin menyebabkan resistensi insulin pada otot

rangka dan hati. Misalnya, asam lemak bebas mengurangi

penggunaan glukosa pada otot rangka, merangsang produksi

glukosa dari hati, dan mengganggu fungsi sel beta 3. Di sisi lain,

produksi adiponektin berkurang pada obesitas dan menyebabkan

resistensi insulin hepatik. Adiponektin memegang peranan

penting dalam resistensi insulin yang dihubungkan dengan

Page 16: Patogenesis Dm

struktur molekul dan mekanisme kerjanya yaitu menurunkan

kandungan trigliserida, mengaktivasi PPAR-α dan AMP-Kinase.

Kadar adponektin yang rendah merupakan salah satu faktor risiko

dan prediktor terjadinya diabetes melitus tipe 2 6. Selain itu,

beberapa produk adiposit dan adipokin merangsang inflamasi

sehingga terjadi peningkatan IL-6 dan C-reactive protein pada

DM tipe 2 4.

2) Peningkatan produksi glukosa dan lipid hati

Pada DM tipe 2, resistensi insulin pada hati menggambarkan

kegagalan hiperinsulinemia untuk menekan glukoneogenesis

sehingga terjadi hiperglikemia saat puasa dan penurunan

penyimpanan glikogen hati setelah makan 3. Peningkatan produksi

glukosa hati terjadi pada tahap awal diabetes, setelah terjadi

abnormalitas sekresi insulin dan resistensi insulin pada otot

rangka. Akibatnya, banyak asam lemak bebas keluar dari adiposit

sehingga terjadi peningkatan sintesis lipid (VLDL dan

trigliserida) dalam hepatosit. Penyimpanan lipid (steatosis) dalam

hati dapat berlanjut pada penyakit perlemakan hati nonalkoholik

dan abnormalitas fungsi hati. Selain itu, keadaan tersebut

menyebabkan dislipidemia pada penderita DM tipe 2, yaitu

peningkatan trigliserida, peningkatan LDL, dan penurunan

HDL 3.

Page 17: Patogenesis Dm
Page 18: Patogenesis Dm

BAB III

KESIMPULAN

1. Diabetes Melitus (DM) termasuk dalam kelompok penyakit metabolik yang

ditandai dengan hiperglikemia kronik yang disebabkan oleh gangguan sekresi

insulin, aksi insulin atau keduanya

2. Secara umum diabetes dibagi menjadi dua bentuk utama yaitu kerusakan sel β

pankreas yang menyebabkan defisiensi sebagian atau keseluruhan insulin, dan

resistensi insulin pada jaringan dengan sedikit atau tanpa gangguan sintesis atau

pelepasan insulin

3. Kriteria diagnosis dibuat berdasarkan pengukuran glukosa darah dan ada

tidaknya gejala, Glukosa darah puasa dianggap normal bila kadar glukosa darah

kapiler <126 mg/dL (7mmol/L).

4. DM tipe 1 merupakan kelainan sistemik akibat gangguan metabolism glukosa

yang ditandai oleh hiperglikemia kronik. Keadaan ini disebabkan oleh kerusakan

sel-β pankreas baik oleh proses autoimun maupun idiopatik sehingga produksi

insulin berkurang atau terhenti

5. Ada 4 karakteristik penyebab DM tipe 2, yaitu resistensi insulin, berkurangnya

sekresi insulin, dan meningkatnya produksi glukosa hati, dan metabolisme lemak

yang abnormal

Page 19: Patogenesis Dm

DAFTAR PUSTAKA

1. Craig ME, Hattersley A, Donaghue KC. ISPAD clinical practice consensus

guidelines 2009. Compendium: Definition, Epidemiology and classification of

diabetes in children and adolescents. Pediatric Diabetes 2009; 10(Suppl. 12): 3-

12.

2. Jose RL Batubara, Bambang Tridjaja AAE, Aman B. Pulungan. Buku Ajar

Endokrinologi Anak : Diabetes Melitus. Jakarta.2010.125-190.

3. Fauci, et al. Endocrinology and Metabolisme. Harrison's : Principles of

lntemal Medicine. 17th edition. USA : McGraw-Hill, inc.,2008.

4. Kumar, Abbas, Fausto, Mitchell. The Endocrine sytem. Robbins Basic

Pathology. Edisi ke-8 Philadelphia: Elsevier Saunders; 2007.

5. Rosenbloom AL, Silverstein JH, Amemiya S, ZeitlerP, Klingensmith. . ISPAD

clinical practice consensus guidelines 2009. Compendium: Type 2 diabetes in

children and adolescents. Pediatric Diabetes 2009: 10(Suppl. 12): 17–32.

6. Umar H, Adam J. Low Adiponectin Levels and The Risk of Type 2 Diabetes

Mellitus. The Indonesian Journal of Medical Science Volume 2. 2009 Januari

(1) : 56-60.