Patofisiologis Miastenia Gravis Kel 8
-
Upload
harimuhammadakbar -
Category
Documents
-
view
68 -
download
2
description
Transcript of Patofisiologis Miastenia Gravis Kel 8
Bab 1
Pendahuluan
A. Latar belakang
Miastenia gravis adalah kelemahan otot yang cukup berat dimana terjadi
kelelahan otot-otot secara cepat dengan lambatnya pemulihan (dapat memakan
waktu 10 hingga 20 kali lebih lama dari normal). Myasthenia gravis
mempengaruhi sekitar 400 per 1 juta orang. Kelemahan otot yang parah yang
disebabkan oleh penyakit tersebut membawa sejumlah komplikasi lain, termasuk
kesulitan bernapas, kesulitan mengunyah dan menelan, bicaracadel, kelopak mata
murung dan kabur atau penglihatan ganda. Myasthenia gravis dapat
mempengaruhi orang-orang dari segala umur. Namun lebih sering terjadi pada
para wanita, yaitu wanita berusia antara 20 dan 40 tahun. Pada laki-laki lebih dari
60 tahun. Dan jarang terjadi selama masa kanak-kanak. Miastenia gravis banyak
timbul pada usia 20 tahun, perbandingan antara wanita dan pria yang menderita
penyakit ini adalah 3:1. Tingkatan usia yang kedua yang paling sering terserang
penyakit ini adalah pria dewasa yang lebih tua. Kematian dari penyakit Miastenia
gravis biasanya disebabkan oleh insufisiensi pernafasan, tetapi dapat dilakukannya
perbaikan dalam perawatan intensif untuk pertahanan sehingga komplikasi yang
timbul dapat ditangani dengan lebih baik.
Siapapun bisa mewarisi kecenderungan terhadap kelainan autoimun ini. Sekitar
65% orang yang mengalami myasthenia gravis mengalami pembesaran kelenjar
thymus, dan sekitar 10% memiliki tumor pada kelenjar thymus (thymoma).
Sekitar setengah thymoma adalah kanker (malignant). Beberapa orang dengan
gangguan tersebut tidak memiliki antibodi untuk reseptor acetylcholine tetapi
memiliki antibodi terhadap enzim yang berhubungan dengan pembentukan
persimpangan neuromuskular sebagai pengganti. Orang ini bisa memerlukan
pengobatan berbeda. Pada 40% orang dengan myasthenia gravis, otot mata
terlebih dahulu terkena, tetapi 85% segera mengalami masalah ini. Pada 15%
orang, hanya otot-otot mata yang terkena, tetapi pada kebanyakan orang,
kemudian seluruh tubuh terkena, kesulitan berbicara dan menelan dan kelemahan
pada lengan dan kaki yang sering terjadi. Pegangan tangan bisa berubah-ubah
1
antara lemah dan normal. Otot leher bisa menjadi lemah. Sensasi tidak
terpengaruh.
B. Rumusan masalah
Dari latar belakang dapa kami ambil masalah tentang konsep penyakit
miastenia gravis
C. Tujuan penulisan
1. Menjelaskan konsep dan proses keperawatan miastenia gravis.
2. Mengetahui asuhan keperawatan pada miastenia gravis
2
Bab II
Pembahasan
A. Pengertian
Miastenia gravis merupakan bagian dari penyakit neuromuskular.
Miastenia gravis adalah gangguan yang memengaruhi transmisi neuromuskular
pada otot tubuh yang kerjanya dibawah kesadaran seseorang (volunter). Miestenia
gravis merupakan kelemahan otot yang parah dan satu-satunya penyakit
neuromuskular dengan gabungan antara cepatnya terjadi kelelahan otot-
ototvolunter dan lambatnya pemulihan ( dapat memakan waktu 10-20 kali lebih
lama dari normal) (price dan wilson, 1995).
Karakteristik yang muncul berupa kelemahan yang berlebihan dan
umumnya terjadi kelelahan pada otot-otot volunter yang dipengaruhi oleh fungsi
saraf kranial. Serangan dapat terjadi pada beberapa usia, ini terlihat paling sering
pada wanita antara 15-35 tahun dan pada pria sampai 40 tahun.
B. Etiologi
Kelainan primer pada MG dihubungkan dengan gangguan transmisi pada
neuromuscular junction,yaitu penghubung antara unsur saraf dan unsur otot. Pada
ujung akson motor neuron terdapat partikel -partikel globuler yang merupakan
penimbunan asetilkolin (ACh). Jika rangsangan motorik tiba pada ujung akson,
partikel globuler pecah dan ACh dibebaskan yang dapat memindahkan gaya sarafi
yang kemudian bereaksi dengan ACh Reseptor (AChR) pada membran
postsinaptik. Reaksi ini membuka saluran ion pada membran serat otot dan
menyebabkan masuknya kation, terutama Na, sehingga dengan demikian
terjadilah kontraksi otot. Penyebab pasti gangguan transmisi neromuskuler pada
MG tidak diketahui. Dulu dikatakan, pada MG terdapat kekurangan ACh atau
kelebihan kolinesterase, tetapi menurut teori terakhir, faktor imunologik yang
berperanan.
3
C. Patofisiologi
Dasar ketidak normalan pada miastenia gravis adalah adanya kerusakan pada
transmisi impuls saraf menuju sel-sel otot karena kehilangan kemampuan atau
hilangnya reseptor normal membran postsinaps pada sambungan neuromuskular.
Otot rangka atau otot lurik dipersarafi oleh saraf besar bermielin yang berasal
dari sel kornu anterior medula spinalis dan batang otak. Saraf-saraf ini
mengirimkan aksonnya dalam bentuk saraf-saraf spinal dan kranial menuju ke
perifer. Masing-masing saraf memiliki banyak sekali cabang dan mampu
merangsang sekitar 2000 serabut otot rangka. Gabungan antara saraf motorik dan
serabut-serabut otot yang dipersyarafi disebut unit motorik. Meskipun setiap
neuron motorik mempersyarafi banyak serabut otot, tetapi setiap serabut otot
dipersyarafi oleh hanya satu neuron motorik. ( Price dan Wilson, 1995 ).
Daerah khusus yang merupakan tempat pertemuan antara saraf motorik dan
serabut otot disebut sinaps neuromuskular atau hubungan neuromuskular.
Hubungan neuromuskular merupakan suatu sinaps kimia antara araf dan otot yang
terdiri atas tiga komponen dasar, yaitu unsur prasinaps, elemen postsinaps, dan
celah sinaps yang merupakan lebar sekitar 200 A. Unsur prasinaps terdiri atas
akson terminal dengan vesikel sinaps yang berisi asetilkolin yang merupakan
neuron transmiter.
Asetilkolin disintesis dan disimpan dalam akson terminal. Membran plasma
akson terminal disebut membran prasinaps. Unsur postsinaps terdiri dari membran
postsinaps (post-functional membrane) atau lempeng akhir motorik serabut otot.
Membran prasinaps dibentuk oleh invaginasi selaput otot atau sarkolema yang
dinamakan alur atau palung sinaps tempat akson terminal menonjol masuk
kedalammnya. Bagian ini mempunyai banyak lipatan (celah-celah subneural)
yang sangat menambah luas permukaan. Membran postsinaps memiliki reseptor-
reseptor asetilkolin dan sanggup menghasilkan potensial lempeng akhir yang
selanjutnya dapat mencetuskan potensial aksi otot. Pada membran postsinaps juga
terdapat suatu enzim yang dapat menghancurkan asetilkolin yaitu
asetilkolinesterase. Celah sinaps adalah ruang yang terdapat antara membran
4
prasinaps dan postsinaps. Ruang tersebut terisi semacam zat gelatin dan melalui
gelatin ini cairan ekstrasel dapat berdifusi.
Bila impuls saraf mencapai hubunganneuro muskular maka membran akson
terminal prasinaps mengalami depolarisasi sehingga asetilkolin akan dilepaskan
dalam celah sinaps. Asetilkolin berdifusi melalui celah sinaps daan bergabung
dengan reseptor asetilkolin pada membran postsinaps. Penggabungan ini
menimbulkan perubahan permiabelitas pada natrium maupun kalium pada
memran postsinaps.
Infuksi ion natrium dan pengeluaran ion kalium secara tiba-tiba menyebabkan
depolarisasi lempeng akhir dikenal sebagai potensial lempeng akhir (EPP). Jika
EPP ini mencapai ambang akan terbentuk potensial aksi dalam membran otot
yang idak berhubungan dengan saraf, akan disalurkan sepanjang sarkolema.
Potensil aksi ini memicu serangkaian reaksi yang mengakibatkan kontraksi
serabut oto. Setelah transmisi melewati hubungan neuromuskular terjadi,
asetilkolin akan dihancurkan oleh ezim asetilkolinesterase.
5
6
Ngangguan autoimun yang merusak reseptor asetilkolin
Jumlah reseptor asetilkolin berkurang pada membran
Kerusakan pada transmisi impuls saraf menuju sel-sel otot karena kehilangan kemampuan atau hilangnya reseptor normal membran
postsinaps pada sambungan neuromuskular
Penurunan hubungan neuromuskular
Kelemahan otot-otot
Otot-otot okuLar
Ngangguan otot levator palvebra
Ptosis & Diplopia
8. Gangguan citra diri
Oot wajah, laring, faring
Regurgitasi makanan kehidung pada saat menelan suara abnormal ketidakmampu-an menutup rahang
3. Risiko tinggi aspirasi
4. Gangguan pemenuhan nutisi
5. Kerusakan komunikasi verbal
Otot volunter
Kelemahan otot-otot rangka
5. Hambatan mobilitas fisik
6. Intoleransi aktivitas
Krisis miestania
kematian
Otot pernapasan
Ketidakmampuan batuk efektif kelemahan otot-otot pernapasan
1.Ketidakefektifan pola napas
2.Ketidakefektifan bersian jalan napas
D. Manifestasi Klinis
1. Kelemahan otot mata dan wajah (hampir selalu ditemukan)
a. Ptosis
b. Diplobia
c. Otot mimik
2. Kelemahan otot bulbar
a. Otot-otot lidah
1) Suara nasal, regurgitasi nasal
2) Kesulitan dalam mengunyah
3) Kelemahan rahang yang berat dapat menyebabkan rahang terbuka
4) Kesulitan menelan dan aspirasi dapat terjadi dengan cairan è batuk
dan tercekik saat minum
b. Otot-otot leher
1) Otot-otot fleksor leher lebih terpengaruh daripada otot-otot ekstensor
3. Kelemahan otot anggota gerak
4. Kelemahan otot pernafasan
a. Kelemahan otot interkostal dan diaphragma menyebabkan retensi CO2 è
hipoventilasi è menyebabkan kedaruratan neuromuskular
b. Kelemahan otot faring dapat menyebabkan gagal saluran nafas atas
KLASIFIKASI KLINIS
KELOMPOK I MIASTENIA OKULAR Hanya menyerang otot –otot okular, disertai
ptosis dan diplopia. Sangat ringan, tak ada
kasus kematian
KELOMPOK MIASTENIA UMUM
MIASTENIA UMUM RINGAN - awitan (onset) lambat, biasanya pada
mata, lambat laun menyebar ke otot – otot
rangka dan bulbar
- Sistem pernapasan tidak terkena.
7
Respon terhadap terapi obat baik
- Angka kematian rendah
MIASTENIA UMUM SEDANG - Awitan bertahap dan sering disertai
gejala – gejala okular, lalu berlanjut semakin
berat dengan terserangnya seluruh otot –
otot rangka dan bulbar
- Disartria, disfagia, dan sukar
mengunyah lebih nyata dibandingkan
dengan miastenia gravis umum ringan. Otot
– otot pernapasan tidak terkena
- Respons terhadap terapi obat : kurang
memuaskan dan aktifitas klien terbatas,
tetapi angka kematian rendah
MIASTENIA UMUM BERAT 1. Fulminan akut :
- Awitan yang cepat dengan
kelemahan otot – otot rangka dan bulbar dan
mulai terserangnya otot – otot pernapasan
- Biasanya penyakit berkembang
maksimal dalam waktu 6 bulan
- Respons terhadap obat buruk
- Insiden krisis miastonik, kolinergik,
maupun krisis gabungan keduanya tinggi
- Tingkat kematian tinggi
1. Lanjut :
- Miastenia gravis berat timbul paling
sedikit dua tahun setelah awitan gejala –
gejala kelompok I atau II
- Miastenia gravis dapat berkembang
8
secara perlahan atau tiba – tiba
- Respons terhadap obat dan prognosis
buruk
KRISIS MIASTENIA - Miastenia dg kelemahan yg progresif
dan terjadi gagal nafas à mengancam jiwa
- Kelanjutan dari mistenia generalisata
berat
- Onset terjadi tiba2 dan biasanya
dipicu oleh infeksi saluran pernafasan atas
yg berkembang menjadi bronkhitis atau
pnemoni,pekerjaan fisik yg berlebihan,
melahirkan, penggunaan urus2
D. Pemeriksaan Diagnostic
1. Tes darah dikerjakan untuk menebtukan kadar antibody tertentu didalam
serum(mis, AChR-binding antibodies, AChR-modulating antibodies,
antistriational antibodies). Tingginya kadar dari antibody dibawah ini dapat
mengindikasikan adanya MG.
2. Pemeriksaan Neurologis melibatkan pemeriksaan otot dan reflex. MG dapat
menyebabkan pergerakan mata abnormal, ketidakmampuanuntuk
menggerakkan mata secara normal, dan kelopak mata turun. Untuk
memeriksa kekuatan otot lengan dan tungkai, pasien diminta untuk
mempertahankan posisint melawan resistansi selama beberapa periode.
Kelemahan yang terjadi pada pemeriksaan ini disebut fatigabilitas.
3. Foto thorax X-Ray dan CT-Scan dapat dilakukan untuk mendeteksi adanya
pembesaran thymoma, yang umum terjadi pada MG
4. Pemeriksaan Tensilon sering digunakan untuk mendiagnosis MG. Enzim
acetylcholinesterase memecah acetylcholine setelah otot distimulasi,
mencegah terjadinya perpanjangan respon otot terhadap suatu rangsangan
9
saraf tunggal. Edrophonium Chloride merupakan obat yang memblokir aksi
dari enzim acetylcholinesterase.
5. Electromyography (EMG) menggunakan elektroda untuk merangsang otot
dan mengevaluasi fungsi otot. Kontraksi otot yang semakin melemah
menandakan adanya MG.
E. Penatalaksanaan Medis
Myasthenia gravis merupakan gangguan neuromuskuler yang paling dapat
diatasi. Pemilihan metode terapi tergantung beberapa faktor seperti umur,
kesehatan secara umum, keparahan penyakit, dan derajat perkembangan penyakit.
1. Pengobatan
a. Anticholinesterase seperti neostigmine (Prostigmin®) dan
pyridostigmine (Mestinon®) biasanya diresepkan. Obat ini mencegah
destruksi ACh dan meningkatkan akumulasi Ach pada neuromuscular
junctions, memperbaiki kemampuan kontraksi otot. Efek samping
itermasuk liur berlebihan, kontraksi otot involunter (fasciculation), nyeri
abdomen, mual, dan diare. Obat yang disebut kaolin dapat digunakan
sebagai anticholinesterase untuk mengurangi efek samping pada
gastrointestinal.
b. Corticosteroids (e.g., prednisone) menekan antibody yang memblokir
AChR pada neuromuscular junction dan dapat digunakan bersamaan
dengan anticholinesterase. Kortikosteroid memperbaiki keadaan dalam
beberapa minggu dan jika pemulihan sudah stabil, dosis sebaiknya
dikurangi secara perlahan (tapering off) Dosis rendah dapat digunakan
tidak terbatas untuk mengatasi MG, namun, efek samping seperti, ulkus
gaster, osteoporosis, peningkatan berat badan, gula darah meningkat, dan
peningkatan resiko infeksi mungkin muncul pada pemakaian jangka
panjang
c. Immunosuppressants seperti azathioprine (Imuran®) dan
cyclophosphamide (Neosar®) dapat digunakan untuk menangani MG
umum jika pengobatan lain gagal mengurangi gejala. Efek Samping
10
dapat berat dan termasuk penurunan sel darah putih, disfungsi liver,
mual, muntah, dan rambut gugur. Immunosuppressants tidak digunakan
untuk menangani MG congenital karena kondisi ini bukan terjadi
disebabkan oleh disfungsi sistem imun.
2. Penatalaksanaan Lainnya
a. Plasmapheresis, atau pertukaran plasma, digunakan untuk memodifikasi
malfungsi pada sistem imun. Ini dapat digunakan pada gejala yang
memburuk (eksaserbasi) atau persiapan operasi thymectomy. Biasanya,
2 hinga 3 liter plasma dibuang dan diganti pada setiap penangananm
dimana memerlukan beberapa jam. Kebanyak pasien menjalani beberapa
sesi selama metode plasmapheresis berjalan. Plasmapheresis
memperbaiki gejala MG dalam beberapa hari dan perbaikan bertahan
hingga 6-8 minggu. Resiko termasuk tekanan darah rendah, pusing,
penglihatan kabur, dan pembentukan bekuan darah (thrombosis).
b. Thymectomy merupakan operasi pembuangan kelenjar thymus. Biasanya
dilakukan pada pasien dengan tumor pada thymus (thymoma) dan pasien
yang lebih muda dari umur 55 tahun dengan MG menyeluruh. Manfaat
thymectomy berkembang secara perlahan dan kebanyakan perbaikan
terjadi selama bertahun-tahun setelah prosedur ini dilakukan.
c. Penatalaksanaan miastenia gravis ditentukan dengan meningkatkan
fungsi pengobatan pada obat antikolinesterase dan menurunkan serta
mengeluarkan sirkulasi antibody.
F. Komplikasi
Krisis miasthenic merupakan suatu kasus kegawatdaruratan yang terjadi bila
otot yang mengendalikan pernapasan menjadi sangat lemah. Kondisi ini dapat
menyebabkan gagal pernapasan akut dan pasien seringkali membutuhkan
respirator untuk membantu pernapasan selama krisis berlangsung. Komplikasi
lain yang dapat timbul termasuk tersedak, aspirasi makanan, dan pneumonia.
Faktor-faktor yang dapat memicu komplikasi pada pasien termasuk riwayat
11
penyakit sebelumnya (misal, infeksi virus pada pernapasan), pasca operasi,
pemakaian kortikosteroid yang ditappering secara cepat, aktivitas berlebih
(terutama pada cuaca yang panas), kehamilan, dan stress emosional.
1. Gagal nafas
2. Disfagia
3. Krisis miastenik
4. Krisis cholinergic
5. Komplikasi sekunder dari terapi obat
Penggunaan steroid yang lama:
- Osteoporosis, katarak, hiperglikem
- Gastritis, penyakit peptic ulcer
- Pneumocystis carinii
G. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan dengan kelemahan otot
pernafasan
2. Gangguan persepsi sensori bd ptosis, dipoblia
3. Resiko tinggi cedera bd fungsi indra penglihatan tidak optimal
4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan fisik umum,
keletihan
5. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan disfonia, gangguan
pengucapan kata, gangguan neuromuskular, kehilangan kontrol tonus otot
fasial atau oral
6. Gangguan citra diri berhubungan dengan ptosis, ketidakmampuan
komunikasi verbal
12
H. Intervensi Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan dengan kelemahan otot
pernafasan
Tujuan: Dalam waktu 1 x 24 jam setelah diberikan intervensi pola pernapasan
klien kembali efektif
Kriteria hasil:
· Irama, frekuensi dan kedalaman pernapasan dalam batas normal
· Bunyi nafas terdengar jelas
· Respirator terpasang dengan optimal
Intervensi Rasionalisasi
1. Kaji Kemampuan ventilasi · Untuk klien dengan penurunan
kapasitas ventilasi, perawat mengkaji
frekuensi pernapasan, kedalaman, dan
bunyi nafas, pantau hasil tes fungsi paru-
paru tidal, kapasitas vital, kekuatan
inspirasi), dengan interval yang sering
dalam mendeteksi masalah pau-paru,
sebelum perubahan kadar gas darah arteri
dan sebelum tampak gejala klinik.
2. Kaji kualitas, frekuensi, dan
kedalaman
pernapasan,laporkansetiap perubahan
yang terjadi.
Dengan mengkaji kualitas,
frekuensi, dan kedalaman
pernapasan, kita dapatmengetahui
sejauh mana perubahan kondisi
klien.
3. Baringkan klien dalam posisi yang
nyaman dalam posisi duduk
Penurunan diafragma memperluas
daerah dada sehingga ekspansi paru
13
bisa maksimal
4. Observasi tanda-tanda vital
(nadi,RR)
Peningkatan RR dan takikardi
merupakan indikasi adanya
penurunan fungsi paru
2. Gangguan persepsi sensori bd ptosis,dipoblia
Tujuan: Meningkatnya persepsi sensorik secara optimal.
Kriteria hasil:
· Adanya perubahan kemampuan yang nyata
· Tidak terjadi disorientasi waktu, tempat, orang
Intervensi Rasional
1. Tentukan kondisi patologis klien untuk mengetahui tipe dan lokasi
yang mengalami gangguan.
2. Kaji gangguan penglihatan terhadap
perubahan persepsi
untuk mempelajari kendala yang
berhubungan dengan disorientasi
klien.
3. Latih klien untuk melihat suatu
obyek dengan telaten dan seksama
agar klien tidak kebingungan dan
lebih berkonsentrasi.
4. Observasi respon perilaku klien,
seperti menangis, bahagia,
bermusuhan, halusinasi setiap saat.
untuk mengetahui keadaan emosi
klien
14
5. Berbicaralah dengan klien secara
tenang dan gunakan kalimat-kalimat
pendek.
memfokuskan perhatian klien,
sehingga setiap masalah dapat
dimengerti.
3. Resiko tinggi cedera bd fungsi indra penglihatan yang tidak optimal
Tujuan: Menyatakan pemahaman terhadap faktor yang terlibat dalam
kemungkinan cedera.
Kriteria hasil:
Menunjukkan perubahan perilaku, pola hidup untuk menurunkan faktor
resiko dan melindungi diri dari cedera.
Mengubah lingkungan sesuai dengan indikasi untuk meningkatkan
keamanan
Intervensi Rasionalisasi
1. Kaji kemampuan klien dalam
melakukan aktivitas
· Menjadi data dasar dalam melakukan
intervensi selanjutnya
2. Atur cara beraktivitas klien sesuai
kemampuan
· Sasaran klien adalah memperbaiki
kekuatandan daya tahan. Menjadi
partisipan dalampengobatan, klien harus
belajar tentang fakta-faakta dasar
mengenai agen-agenan tikolinesterase,
kerja, waktu, penyesuaian dosis, gejala-
gejala kelebihan dosis, dan efek toksik.
Dan yang penting pada pengguaan
medikasi dengan tepat waktua dalah
15
ketegasan.
3. Evaluasi Kemampuan aktivitas
motorik
· Menilai singkat keberhasilan dari
terapi yang boleh diberikan
4. Gangguan aktivitas hidup berhubungan dengan kelemahan fisik umum,
keletihan
Tujuan: Infeksi bronkhopulmonal dapat dikendalikan untuk menghilangkan
edema inflamasi dan memungkinkan penyembuhan aksi siliaris normal. Infeksi
pernapasan minor yang tidak memberikan dampak pada individu yang
memilikiparu-paru normal, dapat berbahaya bagi klien dengan PPOM
Kriteria hasil:
· Frekuensi nafas 16-20 x/menit, frekuensi nadi 70-90x/menit
· Kemampuan batuk efektif dapat optimal
· Tidak ada tanda peningkatan suhu tubuh
Intervensi Rasionalisasi
1. Kaji kemampuan klien dalam
melakukan aktivitas
· Menjadi data dasar dalam melakukan
intervensi selanjutnya
2. Atur cara beraktivitas klien sesuai
kemampuan
· Sasaran klien adalah memperbaiki
kekuatan dan daya tahan. Menjadi
partisipan dalam pengobatan, klien harus
belajar tentang fakta-faakta dasar
mengenai agen-agenan tikolinesterase,
kerja, waktu, penyesuaian dosis, gejala-
gejala kelebihan dosis, dan efek toksik.
Dan yang penting pada pengguaan
16
medikasi dengan tepat waktua adalah
ketegasan.
3. Evaluasi Kemampuan aktivitas
motorik
· Menilai singkat keberhasilan dari
terapi yang boleh diberikan
5. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan disfonia, gangguan
pengucapan kata, gangguan neuromuskular, kehilangan kontrol tonus otot fasial
atau oral
Tujuan: Klien dapat menunjukkan pengertian terhadap masalah komunikasi,
mampu mengekspresikan perasaannya, mampu menggunakan bahasa isyarat
Kriteria hasil:
Terciptanya suatu komunikasi di mana kebutuhan klien dapat dipenuhi
Klien mampu merespons setiap berkomunikasi secara verbal maupun
isyarat.
Intervensi Rasionalisasi
1. Kaji komunikasi verbal klien. Kelemahan otot-otot bicara klien
krisis miastenia gravis dapat
berakibat pada komunikasi
2. Lakukan metode komunikasi yang
ideal sesuai dengan kondisi klien
Teknik untuk meningkatkan
komunikasi meliputi mendengarkan
klien, mengulangi apa yang mereka
coba komunikasikan dengan jelas
dan membuktikan yang
diinformasikan, berbicara dengan
klien terhadap kedipan mata mereka
dan atau goyangkan jari-jari tangan
17
atau kaki untuk menjawab ya/tidak.
Setelah periode krisis klien selalu
mampu mengenal kebutuhan
mereka.
3. Beri peringatan bahwa klien di
ruang ini mengalami gangguan
berbicara, sediakan bel khusus bila
perlu
Untuk kenyamanan yang
berhubungan dengan ketidak
mampuan komunikasi
4. Antisipasi dan bantu kebutuhan
klien
Membantu menurunkan frustasi
oleh karenak ketergantungan atau
ketidakmampuan berkomunikasi
5. Ucapkan langsung kepada klien
dengan berbicara pelan dan tenang,
gunakan pertanyaan dengan jawaban
”ya” atau ”tidak” dan perhatikan
respon klien
Mengurangi kebingungan atau
kecemasan terhadap banyaknya
informasi. Memajukan stimulasi
komunikasi ingatan dan kata-kata.
6. Kolaborasi: konsultasi ke ahli
terapi bicara
Mengkaji kemampuan verbal
individual, sensorik, dan motorik,
serta fungsi kognitif untuk
mengidentifikasi defisit dan
kebutuhan terapi
6. Gangguan citra diri berhubungan dengan ptosis, ketidakmampuan komunikasi
verbal
Tujuan: Citra diri klien meningkat
Kriteria hasil :
Mampu menyatakan atau mengkomunikasikan dengan orang terdekat
tentang situasi dan perubahan yangsedang terjadi
18
Mampu menyatakan penerimaan diriterhadap situasi
Mengakui dan menggabungkan perubahan ke dalam kosep diri dengan
cara yang akurat tanpa harga diri yang negatif.
Intervensi Rasionalisasi
1. Kaji perubahan dari gangguan
persepsi danhubungan dengan derajat
ketidakmampuan
Menentukan bantuan individual
dalam menyusun rencana perawatan
atau pemilihan intervensi.
2. Identifikasi arti dari Kehilangan
atau disfungsi pada klien.
Beberapa klien dapat menerima dan
mengatur beberapa fungsi secara
efektif dengan sedikit penyesuaian
diri, sedangkan yang lain
mempunyai kesulitan
membandingkan mengenal dan
mengatur kekurangan.
3. Bantu dan anjurkan perawatan
yang baik dan memperbaiki
kebiasaan
Membantu meningkatkan perasaan
harga diri dan mengontrol lebih dari
satu area kehidupan
4. Anjurkan orang yang terdekat
untuk mengizinkan klien melakukan
hal untuk dirinya sebanyak-
banyaknya
Menghidupkan kembali perasaan
kemandirian dan membantu
perkembangan harga diri serta
mempengaruhi proses rehabilitasi
5. Kolaborasi: rujuk pada ahli
neuropsikologi dan konseling bila
ada indikasi.
Dapat memfasilitasi perubahan
peran yang penting untuk
perkembangan perasaan
19
20
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Miastenia gravis adalah kelemahan otot yang cukup berat dimana terjadi
kelelahan otot-otot secara cepat dengan lambatnya pemulihan. Myasthenia gravis
dapat mempengaruhi orang-orang dari segala umur. Namun lebih sering terjadi
pada para wanita sehingga kita sebagai perawat harus bisa menentukan diagnosa
keperawatan terhadap pasien dengan myastenia gravis serta perlu melakukan
beberapa tindakan dan asuhan kepada pasien dengan masalah tersebut.
Mekanisme imunogenik memegang peranan yang sangat penting pada
patofisiologi miastenia gravis. Mekanisme pasti tentang hilangnya toleransi
imunologik terhadap reseptor asetilkolin pada penderita miastenia gravis belum
sepenuhnya dapat dimengerti. Miastenia gravis dapat dikatakan sebagai “penyakit
terkait sel B”, dimana antibodi yang merupakan produk dari sel B justru melawan
reseptor asetilkolin. Gejala klinis miastenia gravis antara lain; Kelemahan pada
otot ekstraokular atau ptosis, Kelemahan otot penderita semakin lama akan
semakin memburuk. Kelemahan tersebut akan menyebar mulai dari otot ocular,
otot wajah, otot leher, hingga ke otot ekstremitas. Sewaktu-waktu dapat pula
timbul kelemahan dari otot masseter sehingga mulut penderita sukar untuk
ditutup. Selain itu dapat pula timbul kelemahan dari otot faring, lidah, pallatum
molle, dan laring sehingga timbullah kesukaran menelan dan berbicara. Paresis
dari pallatum molle akan menimbulkan suara sengau. Selain itu bila penderita
minum air, mungkin air itu dapat keluar dari hidungnya.
B. Saran
Sebernarnya penyakit myastania gravis dapat disembuhkan tetapi dalam waktu
yang lama
21
DAFTAR PUSTAKA
Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 1995. Patofisiologis: Konsep Klinis
Proces Prose Penyakit. Edisi 4.jakarta: EGC
Muttaqin, Arif. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika
22