PATOFISIOLOGI

download PATOFISIOLOGI

of 9

Transcript of PATOFISIOLOGI

PATOFISIOLOGI Fraktur Kondiler Tibia Mekanisme trauma Fraktur kondiler tibia lebih sering mengenai kondiler lateralis daripada medialis serta fraktur kedua kondiler. Banyak fraktur kondiler tibia terjadi akibat kecelakaan antara mobil dan pejalan kaki di mana bemper mobil menabrak kaki bagial lateral dengan gaya kearah medial (valgus). Ini menghasilkan fraktur depresi atau fraktur split dari kondiler lateralis tibia apabila kondiler femur didorong kearah tersebut. Kondiler medial memiliki kekuatan yang lebih besar,jadi fraktur pada daerah ini biasanya terjadi akibat gaya dengan tenaga yang lebih besar(varus). Jatuh dari ketinggian akan menimbulkan kompresi aksial sehingga bisa menyebabkan fraktur pada proksimal tibia. Pada golongan lanjut usia, pasien dengan osteoporosis lebih mudah terkena fraktur kondiler tibia berbanding robekan ligamen atau meniscus setelah cedera keseleo di lutut. Eminentia intrakondiler dapat fraktur bersama robekan ligamen krusiatum sebagai akibat hiperekstensi atau gaya memutar.4,7 KlasifikasiKlasifikasi yang sering dan meluas dipakai sekarang adalah klasifikasi Schatzker. I : Fraktur split kondiler lateral II : Fraktur split/depresi lateral III: Depresi kondiler lateral IV: Fraktur split kondiler medial V : Fraktur bikondiler VI: Fraktur kominutif Tipe IV-VI biasanya terjadi akibat trauma dengan tekanan yang kuat. Fraktur tidak bergeser apabila depresi kurang dari 4 mm, sedangkan yang bergeser apabila depresi melebihi 4 mm.7

Fraktur Diafisis Tibia Mekanisme trauma Fraktur diafisis tibia terjadi karena adanya trauma angulasi yang akan menimbulkan fraktur tipe transversal atau oblik pendek, sedangkan trauma rotasi akan menimbulkan fraktur tipe spiral. Fraktur tibia biasanya terjadi pada batas antara 1/3 bagian tengah dan 1/3 bagian distal. Tungkai bawah bagian depan sangat sedikit ditutupi otot sehingga fraktur pada daerah tibia sering bersifat terbuka. Penyebab utama terjadinya fraktur adalah kecelakaan lalu lintas.2,4

Gambar 1. Farktur diafisis tibia4 Klasifikasi fraktur Klasifikasi dari fraktur diafisis tibia bermanfaat untuk kepentingan para dokter yang menggunakannya untuk memperkirakan kemungkinan penyembuhan dari fraktur dalam menjalankan penatalaksanaannya. Orthopaedic Trauma Association (OTA) membagi fraktur diafisis tibia berdasarkan pemeriksaan radiografi, terbagi 3 grup, yaitu: simple, wedge dan kompleks. Masingmasing grup terbagi lagi menjadi 3 yaitu: A. Tipe simple, terbagi 3: spiral, oblik, tranversal. B. Tipe wedge, terbagi 3: spiral, bending, dan fragmen. C. Tipe kompleks, terbagi 3: spiral, segmen, dan iregular.

Sistem klasifikasi yang sering digunakan pada fraktur terbuka adalah sistem Gustilo sebagai berikut: Tipe I: lukanya bersih dan panjangnya kurang dari 1 cm. Tipe II: panjang luka lebih dari 1 cm dan tanpa kerusakan jaringan lunak yang luas. Tipe III a: luka dengan kerusakan jaringan yang luas, biasanya lebih dari 10 cm dan mengenai periosteum. Fraktur tipe ini dapat disertai kemungkinan komplikasi, contohnya: luka tembak. Tipe III b: luka dengan tulang yang periosteumnya terangkat. Tipe III c: fraktur dengan gangguan vaskular dan memerlukan penanganan terhadap vaskularnya agar vaskularisasi tungkai dapat normal kembali.2,4

Fraktur Distal Tibia Fraktur maleolus dengan atau tanpa subluksasi dari talus, dapat terjadi dalam beberapa macam trauma :1. Trauma abduksi Trauma abduksi akan menimbulkan fraktur pada maleolus lateralis yang bersifat oblik, fraktur pada maleolus medialis bersifat avulsi atau robekan pada ligamen bagian medial. 2. Trauma adduksi Trauma adduksi akan menimbulkan fraktur maleolus medialis yang bersifat oblik atau avulsi maleolus lateralis atau keduanya. Trauma adduksi juga bisa hanya menyebabkan strain atau robekan pada ligamen lateral, tergantung dari beratnya trauma. 3. Trauma rotasi eksterna Trauma rotasi eksterna biasanya disertai dengan trauma abduksi dan terjadi fraktur pada fibula di atas sindesmosis yang disertai dengan robekan ligamen medial atau fraktur avulsi pada maleolus medialis. Apabila trauma lebih hebat dapat disertai dengan dislokasi talus. 4. Trauma kompresi vertikal Pada kompresi vertikal dapat terjadi fraktur tibia distal bagian depan disertai dengan dislokasi talus ke depan atau terjadi fraktur kominutif disertai dengan robekan diastesis.2Klasifikasi Lauge-Hansen(1950) mengklasifikasikan menurut patogenesis terjadinya pergeseran dari fraktur, yang merupakan pedoman penting untuk tindakan pengobatan atau manipulasi yang dilakukan. Klasifikasi lain yang lebih sederhana, menurut Danis & Weber (1991), dimana fibula merupakan tulang yang penting dalam stabilitas dari kedudukan sendi berdasarkan atas lokalisasi fraktur terhadap sindesmosis tibiofibular.

Gambar 2. Skematis mekanisme terjadinya trauma pada fraktur maleolus2

MANIFESTASI KLINIS1. Fraktur kondilus tibiaAda riwayat trauma, lutut yangcedera membengkak dan disertai rasa sakit dan kadang-kadang ditemukan deformitas. Pada permukaan lebih aktif, gerak sendi lutut terbatas karena rasa sakit, bengkak, hemartrosis sehingga tidak mampu menopang berat badan, nyeri pada tibia proksimal dan keterbatasan fleksi dan ekstensi sendi pada lutut.2. Fraktur diafisis tibiaAda riwayat trauma, nyeri yang signifikan dan pembengkakan sekitar daerah fraktur, sering ditemukan penonjolan tulang keluar kulit, tidak mampu menopang berat badan.3. Fraktur dan dislokasi pergelangan kakiPembengkakan pada pergelangan kaki, kebiruan dan deformitas, nyeri tekan.2,4Gambaran RadiologiAdapun modalitas radiologi dalam mendiagnosis fraktur tibia yaitu dengan foto polos, CT scan dan MRI.Pada pemeriksaan foto polos dapat dilakukan pengambilan gambardengan posisi AP, lateral, maupun obliq. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pemeriksaan foto polos yaitu lokasi fraktur, tipe fraktur dan kedudukan fragmen, bagaimana struktur tulang, ada tidaknya dislokasi, ada tidaknya fraktur epifisis, ada tidaknya pelebaran celah sendi. Pada foto AP dengan fraktur depresi gambaran radiologisnya berupa suatu lokasi dengan densitas yang meningkat.2,41.Foto PolosFoto polos sangat baik dalam mendiagnosis fraktur tibia. Pasien yang dicurigai mengalami fraktur harus difoto dengan posisi AP, lateral, dan obliq untuk mengevaluasi fraktur. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pemeriksaan foto polos yaitu lokasi fraktur, tipe fraktur dan kedudukan fragmen, bagaimana struktur tulang, ada tidaknya dislokasi, ada tidaknya fraktur epifisis, ada tidaknya pelebaran celah sendi. Pada foto AP dengan fraktur depresi gambaran radiologisnya berupa suatu lokasi dengan densitas yang meningkat.Bila dicurigai terdapat fraktur tetapi tidak terlihat pada foto, ulangi pemeriksaan setelah sepuluh hari bila masih terdapat simptom. Pada minggu pertama atau kedua ini, garis fraktur sering menjadi lebih jelas. Setelah itu fraktur akan bersatu, garis fraktur menghilang dan terjadi reformasi tulang.2,8Fraktur kondilus tibia

Gambar 3. Foto Genu posisi AP, tampakfraktur pada bagian lateral kondilus tibia9Fraktur diafisis tibia

Gambar 4.Foto cruris posisi AP, lateral tampakfraktur transversal pada diafisis tibia.10Fraktur pergelangan kaki

Gambar 5.Fraktur Weber tipe A, tampak fraktur pada bagian distal syndesmosis.11MRIMRI telah menggantikan CT Scan di banyak tempat karena lebih sensitif dalam banyak hal terutama dalam pemeriksaan soft tissue. MRI tidak hanya mampu mendeteksi radang pada luka, akan tetapi juga mempunyai kemampuan untuk mendeteksi abnormalitas dari ligament di sekeliling jaringan lunak dan struktur tulang. Akan tetapi dalam pemeriksaan fraktur tulang CT Scan lebih baik, karena CT scan dapat memperlihatkan ostopenia, yang biasanya paling awal ditemukan pada fatigue cortical bone injury, sedangkan MRI tidak dapat mendeteksinya, karena MRI lebih efektif dalam mendeteksi ligamen dan radang pada luka.14Fraktur kondilus tibia

Gambar 6. Gambar potongan coronar T1, memperlihatkan garis fraktur pada lateral plateu.11

Fraktur diafisis tibia

Gambar7. Gambar potongan sagital memperlihatkan fraktur pada mid tibia.11

Fraktur dan dislokasi pergelangan kaki

Gambar 8. Gambar potongan sagital T1(A) & T2(B) memperlihatkan fraktur pada distal tibial metaphysis.11PENATALAKSANAANFraktur tertutupPengobatan standar dengan cara konservatif berupa reposisi tertutup dan dilakukan imobilisasi dengan gips. Prinsip reposisi adalah fraktur tertutup, ada kontak 70% atau lebih, tidak ada angulasi dan tidak ada rotasi.12Cara imobilisasi dengan gips: Penderita tidur terlentang di atas meja periksa. Kedua lutut dalam posisi fleksi 90, sedang kedua tungkai bawah menggantung di tepi meja. Tungkai bawah yang patah ditarik ke arah bawah. Rotasi diperbaiki. Setelah tereposisi baru dipasang gips sirkuler. Ada beberapa cara pemasangan gips, yaitu: (1). Cara long leg plaster: Imobilisasi cara ini dilakukan dengan pemasangan gips mulai pangkal jari kaki sampai proksimal femur dengan sendi talocrural dalam posisi netral sedang posisi lutut dalam fleksi 20. (2). Cara Sarmiento: Pemasangan gips dimulai dari jari kaki sampai di atas sendi talocrural dengan molding sekitar maleolus. Kemudian setelah kering segera dilanjutkan ke atas sampai 1 inci di bawah tuberositas tibia dengan molding pada permukaan anterior tibia, gips dilanjutkan sampai ujung proksimal patella. Keuntungan cara Sarmiento ialah kaki dapat diinjakkan lebih cepat.12

Jika setelah dilakukan reposisi tertutup ternyata hasilnya kurang baik: masih terjadi angulasi, perpendekan lebih dari 2 cm, tidak ada kontak antara kedua ujung fragmen tulang, maka dapat dianjurkan untuk dilakukan open reduksi dengan operasi dan pemasangan internal fiksasi setelah 3 minggu (union secara fibrosa).12Metode pengobatan operatif: Pemasangan plate dan scre, Nail intrameduler, Pemasangan screw semata-mata, Pada fraktur oblik atau spiral, imobilisasi dengan gips biasanya sulit dipertahankan, sehingga mungkin diperlukan tindakan operasi.12Fraktur terbukaDilakukan debridement lukanya, kemudian tulang yang patah dilakukan reposisi secara terbuka. Setelah itu dilakukan imobilisasi. Bermacam-macam cara imobilisasi untuk fraktur terbuka: (1).Cara Trueta: Luka setelah dilakukan debridement tetap dibiarkan terbuka tidak perlu dijahit. Setelah tulangnya direposisi gips dipasang langsung tanpa pelindung kulit kecuali pada SIAS, calcaneus dan tendo Achilles. Gips dibuka setelah berbau dan basah. Cara ini sudah ditinggalkan. Dahulu banyak dikerjakan pada zaman perang. (2). Cara long leg plaster: Cara seperti telah diuraikan di atas. Hanya untuk fraktur terbuka dibuat jendela setelah beberapa hari di atas luka. Dari lobang jendela ini luka dirawat sampai sembuh. (3). Cara dengan memakai pen di luar tulang (Fiksasi eksterna): Cara ini sangat baik untuk fraktur terbuka kruris grade III. Dengan cara ini perawatan luka yang luas di kruris sangat mudah.12Macam-macam bentuk fiksasi eksterna, diantaranya: Judet fiksasi eksterna, Roger Anderson, Hoffman, Screw + Methyl methacrylate (INOE teknik).