paru-koas

9
Beban Ekonomi dan Kematian Akibat TB Resiko TB di negara miskin - berkembang Dua dekade lalu, World Health Organization (WHO) mendeklarasikan Tuberkulosis (TB) sebagai emergensi kesehatan global. Penyakit menular ini bersifat mematikan, banyak ditemui di negara negara berkembang di kawasan Asia dan Afrika. TB juga dinobatkan sebagai penyakit kemiskinan utama. Tak heran kalau banyak di temui di negara miskin dan berkembang. Menurut data yang dilansir WHO, negara dengan jumlah penderita TB terbanyak di dunia adalah China, India, Afrika Selatan, dan Indonesia. Keempatnya merupakan negara berkembang dengan angka kepadatan penduduk yang tinggi. Menurut World Bank, pendapatan perkapita tahun 2013 negara negara tersebut di bawah 10 ribu dolar AS. Pendapatan perkapita negara dengan kasus TB tertinggi : 1. India 1.550 dolar AS, negara berkembang dengan 1 milyar penduduk dengan tata kota semrawut. 2. China 5.720 dolar AS, merupakan negara industri dengan populasi terbesar di dunia. 3. Afrika Selatan 7.460 dolar AS, negara dengan kasus TB tertinggi di benua hitam. 4. Indonesia 3.420 dolar AS, negara yang sempat berada di peringkat ke 3 kasus TB terbanyak dunia. Pendapatan perkapita yang rendah mengindikasikan kemampuan ekonomi yang lemah. Tertinggal jauh jika dibandingkan dengan negara maju seperti Amerika Serikat dan Swiss yang pendapatan perkapitanya mencapai 52.340 dan 80.970 dalam satuan mata uang dolar. Keduanya merupakan negara dengan angka TB terendah di dunia. Di Eropa dan Amerika, TB jarang ditemukan pada usia produktif, melainkan usia lanjut yang disebabkan menurunnya kekebalan tubuh. Sementara, di kawasan Afrika dan Asia, TB justru banyak menyerang kelompok usia produktif atau dewasa muda. Penyebab

description

tambahan ilmu

Transcript of paru-koas

Page 1: paru-koas

Beban Ekonomi dan Kematian Akibat TBResiko TB di negara miskin - berkembang

Dua dekade lalu, World Health Organization (WHO) mendeklarasikan Tuberkulosis (TB) sebagai emergensi kesehatan global. Penyakit menular ini bersifat mematikan, banyak ditemui di negara negara berkembang di kawasan Asia dan Afrika. TB juga dinobatkan sebagai penyakit kemiskinan utama. Tak heran kalau banyak di temui di negara miskin dan berkembang. Menurut data yang dilansir WHO, negara dengan jumlah penderita TB terbanyak di dunia adalah China, India, Afrika Selatan, dan Indonesia. Keempatnya merupakan negara berkembang dengan angka kepadatan penduduk yang tinggi.Menurut World Bank, pendapatan perkapita tahun 2013 negara negara tersebut di bawah 10 ribu dolar AS. Pendapatan perkapita negara dengan kasus TB tertinggi :

1. India 1.550 dolar AS, negara berkembang dengan 1 milyar penduduk dengan tata kota semrawut.

2. China 5.720 dolar AS, merupakan negara industri dengan populasi terbesar di dunia.

3. Afrika Selatan 7.460 dolar AS, negara dengan kasus TB tertinggi di benua hitam.

4. Indonesia 3.420 dolar AS, negara yang sempat berada di peringkat ke 3 kasus TB terbanyak dunia.

Pendapatan perkapita yang rendah mengindikasikan kemampuan ekonomi yang lemah. Tertinggal jauh jika dibandingkan dengan negara maju seperti Amerika Serikat dan Swiss yang pendapatan perkapitanya mencapai 52.340 dan 80.970 dalam satuan mata uang dolar. Keduanya merupakan negara dengan angka TB terendah di dunia.Di Eropa dan Amerika, TB jarang ditemukan pada usia produktif, melainkan usia lanjut yang disebabkan menurunnya kekebalan tubuh. Sementara, di kawasan Afrika dan Asia, TB justru banyak menyerang kelompok usia produktif atau dewasa muda. Penyebab masalah kesehatanini adalah ledakan jumlah penduduk, lingkungan kotor dan penanggulangan penyakit yang tidak sempurna.

Page 2: paru-koas

Resiko TB di negara dengan ekonomi lemah

Berdasarkan gambar di atas, dapat kita lihat bahwa beban ekonomi masyarakat berdampak terhadap banyaknya jumlah penderita TB. Selanjutnya dapat dikatakan, dengan semakin banyaknya pasien TB semakin besar angka kematian akibat TB di suatu negara. Hal ini perlu menjadi perhatian pemerintah dan masyarakat untuk mewujudkan Indonesia dan bahkan dunia bebas TB pada 2050.Disisi lain, pemerintah negara miskin dan berkembang, bukannya tidak memberi perhatian terhadap penuntasan masalah kesehatan seperti TB. Namun, negara miskin dan berkembang menghadapi masalah lain yang tak kalah urgent seperti pendidikan, inflasi dan moneter, keamanan dan sebagainya. Negara maju bisa lebih fokus mengurus masalah kesehatan karena kondisi perekonomian negara yang cenderung stabil.

Ekonomi lemah dan TBDari sini, dapat kita lihat bahwa kemampuan ekonomi suatu negara berbanding terbalik dengan kasus TB di negara tersebut. Semakin baik kemampuan ekonomi suatu negara semakin rendah pula angka kasus TB dan vice versa. Hal ini berdampak pada meningkatnya angka kematian akibat TB.

Page 3: paru-koas

Ekonomi lemah menyebabkan TB

Bukan hanya itu, ekonomi lemah yang menyebabkan TB. TB juga dapat menyebabkan ekonomi lemah. Alasannya tentu saja karena sebagian besar penderita TB tak mampu bekerja seperti biasanya sehingga harus kehilangan mata pencaharian. Malah harus berhutang demi membiayai pengobatan. Walaupun biaya pengobatan ada yang gratis, namun biaya transportasi, perawatan dan pengadaan makanan bergizi tak kalah besar. Ada juga pasien TB yang tidak bisa melanjutkan pendidikan dan memikul beban sosial karena dijauhi lingkungan. Penderita TB yang tadinya hidup dengan pendidikan dan pekerjaan yang layak, harus segera disembuhkan agar bisa beraktivitas seperti sedia kala.

TB menyebabkan ekonomi lemah

Penderita TB harus menjalani pengobatan secara kontinu selama 6 - 8 bulan, namun karena harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan sehari hari banyak yang berhenti berobat di tengah jalan. Hal ini sangat berbahaya mengingat TB bisa jadi kebal obat karena proses penyembuhan yang terputus. TB akan semakin parah dan bisa saja menyebabkan kematian. Selain itu, mengkonsumsi makanan sehat dan bergizi juga sangat dibutuhkan. Asupan vitamin C juga dibutuhkan untuk menjaga daya tahan tubuh. Namun apa daya, lemah ekonomi memaksa banyak orang untuk makan seadanya. Kurangnya asupan gizi ini membuat tubuh rentan tertular TB.TB pada Anak

Page 4: paru-koas

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah maraknya penyakit TB pada anak. Setidaknya 70.000 anak meninggal akibat TB di dunia. Beberapa faktor penyebab anak terjangkit TB adalah gizi buruk/ malnutrisi dan tempat tinggal yang buruk.

Penyebab resiko TB pada anak

Dua hal tersebut tentu berkaitan dengan kemiskinan/ ekonomi lemah. Anak dari keluarga miskin yang bergizi buruk sangat mudah tertular TB. Pemukiman masyarakat ekonomi lemah yang kotor, tidak terawat, sesak dan tidak berventilasi baik juga menyuburkan perkembangan bakteri TB. Patut diwaspadai.

Kematian akibat TB juga bisa ditemukan pada anak

Kematian akibat TBMenurut data WHO, TB adalah penyakit menular paling mematikan kedua setelah HIV/Aids di dunia. Dan ironisnya, 95 % kematian terjadi di negara miskin dan berkembang seperti negara kita Indonesia. Pada tahun 2012, lebih dari 8 juta orang mengidap TB. Pada tahun yang sama, TB nenyebabkan kematian 1,3 juta jiwa di seluruh dunia, 410.000 pada wanita dan 74.000 pada anak-anak. Hal ini sejalan dengan penjelasan tentang hubungan antara beban ekonomi dan kematian akibat TB. Di negara

Page 5: paru-koas

ekonomi lemah, tidak semua pasien TB mendapatkan pengobatan yang seharusnya. Entah karena tidak ada biaya berobat atau karena tidak mendapat informasi tentang pengobatan penyakit tersebut.

Kematian akibat TB pada pasien ekonomi lemah

Di Indonesia sendiri, angka kematian akibat TB cukup besar. Rata rata 175 orang kehilangan nyawa setiap hari akibat TB. Lebih dari 6o.000 jiwa pertahun. Angka mortalitas penderita TB pada tahun 2012 adalah 27 per 100.000 penduduk, mengalami penurunan yang signifikan dibandingkan degan tahun 1990 yaitu 92 per 100.000 penduduk. Namun, usaha untuk membinasakan TB harus gencar dilakukan agar terwujud dunia bebas TB. Butuh kerjasama pemerintah untuk mengakomodasi pelayanan kesehatan publik yang lebih baik. Dan kerja sama masyarakat untuk menemukan pasien TB dan membantu menyebarkan informasi penyembuhan TB.Find, treat and cure

Jaga kebersihan, makan sehat, olahraga teratur, sembuhkan penyakit TB

Untuk mencegah lebih banyaknya kematian akibat TB, kita harus menemukan, mengobati dan menyembuhkan pasien TB. Sebarkan informasi tentang penyakit dan penyembuhannya. Manfaatkan fasilitas pengobatan gratis TB. Pemerintah dapat meningkatkan pelayanan dibidang kesehatan mengingat banyak pasien TB berasal dari kalangan ekonomi lemah. Subsidi dan asuransi kesehatan tentu dapat menekan angka kematian akibat TB. Yang paling penting, membiasakan gaya hidup sehat dan bersih juga adalah cara jitu menghindari TB.

Sumber gambar, data dan informasi :http://www.tbindonesia.or.id/epidemiologi-tb-indonesia/http://www.stoptbindonesia.org/2014/05/sembuhkan-pasien-tb.html

Page 6: paru-koas

http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs104/en/http://www.depkes.go.id/index.php?vw=2&id=SNR.13120012http://data.worldbank.org/indicator/NY.GNP.PCAP.CD/countries/1W?display=defaulthttp://caraherbalmengobatipenyakit.com/category/tuberculosis-tbc/http://sehatkufreemagazine.wordpress.com/2012/08/09/tb-orang-kaya-bisa-jadi-korban/http://sehatkufreemagazine.wordpress.com/2012/08/09/tb-orang-kaya-bisa-jadi-korban/

STANDAR DIAGNOSI

SKETERANGAN

Standar DiagnosisI Diagnosa dini

Mengetahui faktor risiko TB untuk individu dan kelompok Melakukan evaluasi klinis cepatUji diagnostik yang tepat dengan gejala dan temuan yang mendukung TB

II Semua pasien, termasuk anak-anakBatuk yang tidak diketahui penyebabnya berlangsung 2 minggu/lebihDengan temuan lain di fototoraks dengan penyebab yang tidak diketahui, mendukung kearah TB dievaluasi untuk TB

III Semua pasien, dicurigai memiliki TB paru dan mampu mengeluarkan dahak, memberikan 2 spesimendahak untuk pemeriksaan mikroskopis/ satu specimen dahak untuk pemeriksaan Gene Xpert MTB/RIFPasien risiko resistensi obat dengan HIV/ sangat sakit harus diperiksa dengan Xpert MTB/RIF : pemeriksaan diagnostic awalUji serologi darah dan interferon-gamma release assays tidak boleh digunakan untuk diagnosis TB aktif.

IV Semua pasien, dicurigai memiliki TB ekstraparu, specimen dari bagian tubuh yang sakit diambil untuk pemeriksaan mikrobiologi dan histology.Susp TB meningitis, pemeriksaan Xpert MTB/RIF direkomendasikan sebagai uji mikrobiologi awal.

V TB paru BTA - : dilakukan pemeriksaan Xpert MTB/RIF dan biakan dahakBTA – dan Xpert MTB/RIF – dengan bukti klinis mendukung kearah TB : pengobatan OAT harus dimulai setelah pengumpulan specimen untuk pemeriksaan biakan.

VI TB intra toraks (mis paru, pleura dan kelenjar getah bening mediastinum / hilus)Konfirmasi bakteriologis : dilakukan pemeriksaan sekresi saluran pernapasan (dahak ekspektorasi, dahak hasil induksi, bilas lambung) untuk pemeriksaan mikroskopik, Xpert MTB/RIF dan biakan.

Standar pengobatanVII Kewajiban terhadap kesehatan masyarakat dan pasien,

Pemberi pelayanan kesehatan memberikan paduan pengobatan yang tepatMemantau kepatuhan terhadap panduan obatMembantu mengatasi berbagai factor yang menyebabkan putus/ terhenti pengobatannya.Diperlukan koordinasi Dinkes setempat/ organisasi lainnya.

VIII Pasien yang belum diobati sebelumnya dan tidak memiliki faktor risiko untuk resistensi obat HARUS mendapatkan OAT LINI I Fase intensif : mencakup 2 bulan dengan RHEZFase lanjutan : RH selama 4 bulan Dosis mengikuti rekomendasi WHO.*E : dapat tidak digunakan pada anak dengan status HIV- dan memiliki TB

Page 7: paru-koas

tanpa kavitas.IX Pengobatan semua pasien, perlu dibangun pendekatan yang berpusat pada

pasien dalam rangka mendorong kepatuhanMeningkatkan kualitas hidup dan meringankan penderitaanPendekatan berdasarkan kebutuhan pasien dan rasa saling menghormati antara pasien dan penyedia pelayanan kesehatan

X Respon terhadap pengobatan pasien TB paru harus dimonitor dengan pemeriksaan mikroskopis lanjutan selesai fase intensifApusan dahak + diakhir fase intensif : pemeriksaan mikroskopis pada akhir bulan 3Tetap + : pemeriksaan kepekaan obat molecular cepat / biakan dengan uji kepekaan obatPasien TB ekstraparu dan pada anak-anak : respon pengobatan dinilai secara klinis

XI Penilaian kemungkinan resistensi obat, berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya/ pajanan kasus yang mungkin merupakan sumber penularan organism resisten obatSurvey prevalens resistensi obat di komunitasUji resistensi obat dilakukan saat pengobatan dimulai untuk pasien dengan risiko memiliki TB resisten obat.BTA tetap + setelah menyelesaikan 3 bulan pengobatan, pasien dengan pengobatan yang gagal dan pasien yang putus pengobatan harus diperiksa kemungkinan resistensi obatPasien resistensi obat : pemeriksaan Xpert MTB/RIF sebagai diagnostik awal.Jika resistensi R , biakan dan ujikepekaan terhadap H, fluorokuinolon dan obat-obatan suntik lini 2 segera lakukan.Konseling dan edukasi pasien dan pengobatan empiric dengan paduan lini kedua segera mulai untuk meminimalkan potensi penularanTindakan yang sesuai kondisi untuk pengendalian infeksi.

XII Pasien yang memiliki TB disebabkan oleh organism yang resisten dengan obat (t.u MDR/XDR) harus diobati dengan panduan khusus OAT Lini II.5 jenis obat Z dan 4 obat lain yang organism diduga peka termasuk obat suntik digunakan pada 6-8 bulan fase intensif an gunakan setidaknya 3 jenis obat yang organism diketahui masih peka pada fase lanjutan.Terapi diberikan 18-24 bulan setelah terjadinya konversi biakan dahak.Konsultasi dengan spesialis dalam pengobatan MDR/XDR harus dilakukan.

XIII Catatan untuk semua pasien : obat-obatan yang diberikan, respon bakteriologik, hasil akhir pengobatan, efek samping.Implementasi : DOTS difasyankes pemerintah/swasta, kegiatan Public Private Mix, pelaksanaan pengobatan sebagai penunjang keberhasilan program TB, pelibatan Non government organization untuk penapisan, penemuan kasus dan pengobatan sebagai penunjang keberhasilan program TB, pemakaian Xpert MTB/RIF untuk kasus curiga TB MDR, pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi TB.

XIV Konseling dan tes HIV dilakukan pada semua pasien, kecuali ada hasil tes – dalam dua bulan terakhir.Pemeriksaan HIV sebagai penatalaksanaan rutin di daerah dengan prevalensi HIV yang tinggi .

XV Pasien dengan infeksi HIV dan Tb yang menderita imunosupresi berat (hitung CD4 kurang dari 50 sel/mm3) ART dimulai 2 minggu setelah pengobatan TB kecuali ada meningitis tuberculosis.Semua pasien HIV dan TB, terlepas hasil hitung CD4 terapi ARV dimulai dalam 8 minggu sejak awal pengobatan TB. Pasien infeksi TB dan HIV diberikan Kotrimoksazol untuk pencegahan infeksi lain.

XVI Pasien infeksi HIV setelah dievaluasi tidak memiliki TB aktif diobati sebagai infeksi TB laten dengan H selama 6 bulan.

XVII Melakukan penilaian yang menyeluruh untuk mencari kondisi komorbid dan berbagai faktor lainnya dapat mempengaruhi respons/ hasil akhir pengobatan

Page 8: paru-koas

TB, mengidentifikasi pelayanan tambahan yang dapat mendukung hasil akhir pengobatan bagi masing-masing pasien.Perhatian khusus pada penyakit/ kondisi yang dapat mempengaruhi hasil akhir pengobatan.Implementasi : penerapan kolaborasi TB-HIV, penanganan TB yang komprehensif terpusat di RS, IPT dilaksanakan di RS vertical, BPJS.

Standar untuk kesehatan masyarakat dan pencegahanXVIII Kontak erat dari pasien dengan TB yang menular harus dievaluasi dan

ditatalaksana. Prioritas tertinggi evaluasi kontak adalah : orang dengan gejala yang mendukung kearah TB, anak usia dibawah 5 tahun, kontak dengan kondisi/ diduga memiliki kondisi imunokompromais, khususnya infeksi HIVKontak dengan pasien TB MDR/XDR

XIX Anak usia ≤5 tahun dan semua individu berapun umurnya yang terinfeksi HIV dan kontak erat dengan pasien TB yang menular dan setelah pemeriksaan tidak memiliki TB aktif harus diobati sebagai terduga infeksi TB laten dengan H selama sekurangnya 6 bulan.

XX Fasyankes yang merawat pasien yang menderita/ diduga TB harus mengembangkan dan menerapkan program pengendalian infeksi TB yang tepat untuk meminimalisasi kemungkinan penularan M.Tuberkulosis ke pasien dan tenaga kesehatan.

XXI Semua penyelnggara pelayanan kesehatan melaporkan kasus TB baik baru/ kasus pengobatan ulang serta hasil akhir pengobatan ke Dinkes setempat sesuai dengan peraturan hokum dan kebijakan yang berlaku.Implementasi : INH profil aksis sudah diterapkan pada anak, pemakaian masker, pencarian kontak belum optimal, PPM terutama pencatatan pelaporan.