Karena Bersyukur Itu Bukan Hanya Menerima, Tetapi Juga Tetap Mengejar Cita-cita - Isi Good Isi Good
PARTISIPASI MASYARAKAT · 2017-10-23 · 4. Drg. Widodo, M.M. yang memberikan kesempatan kepada...
Transcript of PARTISIPASI MASYARAKAT · 2017-10-23 · 4. Drg. Widodo, M.M. yang memberikan kesempatan kepada...
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENCiELOLAAN ALOKASI DANA DESA
(Penelitian di Desa Wiladeg Kecamatan Karangmojo)
TESIS
Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-2
Program Studi Magister Administrasi Publik
Diajukan oleh :
Ratna Madyaningtvas NIM: 08/278801/PMU/05850
Kepada
PROGRAM PASCA SARJANA MAGISTER ADMINISTRASI PUBLIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA
2009
Tesis Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Alokasi Dana Desa
(Penelitian di Desa Wiladeg Kecamatan Karangmojo)
Dipersiapkan dan disusun oleh
Ratna Madyaningtyas
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Pada tanggal 12 Nopember 20 09
Susunan Dewan Pen~mji
Pembimbing Utama
~ ~ ,.,-
umorotomo Dr. Samodra Wibawa Pembimbing Pendamping I
Drs. Yuyun Purbokusumo, M.Si Pembimbing Pendamping II
Tesis ini telah diterima sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Magister
Pengelola Program Studi Magister Administrasi Publik UGM
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa dalam tesis ini tidak
terdapat karya yang pemah diajukan untuk memperoleh gelar kesa~anaan disuatu
Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau
pendapat yang pemah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara
tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Yogyakarta, November 2009
iii
MtnTO DAN PERSEMB.t\.IUN
"l(flfau seseorang menyafa~ orang fain i.Jtii.fl ia mengafami ~agafan, se6aii,pya ia JuRa
mengatJJ~n 6afrwa orang fainfali yang 6erjasa ~fau ia su~es"
~C4kd 14 mp mtJ/Jrer rmd fatlrer Wlith mp lumdr,
c:5'btord4 Ofm· tim aptrkordtr ctfarsing-gtlt
oC1p bddmi 11I4J c!J<'411mlff rmd mp liJtle gtrl O<Pindr oC1p brdllrcr J jtfl11i/p
1::kmlr !""'for all that!""' giPe j11r me. ....
iv
Segala puji bagi Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan
pertolongan-Nya yang luar biasa sehingga penulis sampai pada tahap ini dari proses
kehidupan yang dijalani. Semoga Alah SWT senantiasa melindungi hamba-Nya dan
menunjukkan jalan yang benar dalam mengarungi bahtera kehidupan yang maha
luas.
Banyak pihak yang telah membantu dan berjasa selama proses penyusunan tesis ini
sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan tesis yang be~udul "Partisipasi
Masyarakat Dalam Pengelolaan ADD (Penelitian di Desa Wiladeg Kecamatan
Karangmojo)". Karena itu ucapan terima kasih saja tidak cukup untuk membalas
jasa-jasa tersebut, namun hanya itu yang dapat diberikan karena berbagai
keterbatasan yang ada. Penghargaan yang mendalam penulis sampaikan kepada :
1. Dr. Agus Pramusinto selaku pengelola Magister Administrasi Publik
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
2. Dr. Wahyudi Kumorotomo, MPP yang dengan sabar memberi bimbingan dan
mendorong penulis untuk berusaha lebih keras.
3. Saudara sepe~uanganku kelas Bappenas Ill yang senantiasa mendorong dan
memberi semangat, menjadikan penulis segumpal "kapas" dan bukan
sebongkah "batu".
4. Drg. Widodo, M.M. yang memberikan kesempatan kepada penulis untuk
mengejar mimpi yang penulis merasa hampir tak mungkin untuk diraih.
5. Bapak Sukoco yang telah meluangkan waktu di tengah kesibukan kerja
memberikan data dan informasi kepada penulis dalam penelitian di lingkungan
kerjanya.
6. Teman-teman sejawat pak Karno, mbak Gun, mbak Tarmi, pak Wondo, mas
Kisno, mas Kasno, mbak Rahmi, pak Rotc, pak Riyanto, mas Ratno, pak
v
Tupar, semua yang tidak bisa penulis sebut satu persatu terima kasih untuk
doanya.
Walaupun telah dikerahkan segala kemampuan untuk lebih teliti namun karena
kekurangan dan keterbatasan yang dimiliki penulis dirasakan masih banyak
kekurangtepatan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran yang membangun
agar tulisan ini dapat bermanfaat.
Semoga tulisan ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan bagi para
pembaca.
Yogyakarta,November2009
Penulis
vi
INTI SARI
Kebijakan Alokasi Dana Desa (ADD) memberikan kewenangan kepada desa untuk mengelola secara otonom. Pengelolaan ADD dilaksanakan secara partisipatif yaitu dengan melibatkan masyarakat secara aktif didalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan ADD dilakukan melalui suatu mekanisme dalam forum dan lembaga . Singkatnya, partisipasi masyarakat menjadi titik strategis dalam pengelolaan ADD dan menarik untuk diteliti lebih jauh. Berdasar hal tersebut rumusan masalah penelitian ini adalah : Bagaimanakah mekanisme partisipasi masyarakat dalam pengelolaan ADD di desa Wiladeg dan bagaimanakah derajat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan ADD di desa Wiladeg.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode kualitatif yang dimaksudkan untuk memberi makna atas fenomena serta menekankan pemahaman "hakekat" atas realitas yang terbentuk secara sosial. Penulis melakukan penggabungan teknik observasi, wawancara dan dokumentasi. Observasi dilakukan di kantor desa Wiladeg dan dilingkungan masyarakat. Teknik dokumentasi dilakukan untuk menggali data-data sekunder yang berkaitan dengan penelitian. Data yang diperoleh dari kedua teknik itu kemudian diperdalam melalui wawancara dengan informan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mekanisme yang te~adi dalam forum dan lembaga sudah dilaksanakan secara partisipatif. Berkembangnya mekanisme informal dengan adanya pelembagaan kultural 'bersih deso' dan pemanfaatan Radio Komunitas Wiladeg yang berfungsi sebagai check and balance bagi pemerintah desa. Dinamika partisipasi masyarakat didalam lembaga kemasyarakatan desa menunjukkan bahwa te~adi stagnasi kegiatan dalam lembaga Karang Taruna, dan masih ada pengaruh elite desa dalam lembaga PKK. Dari hasil penelitian, penulis merekomendasikan untuk mengaktifkan kembali lembaga Karang Taruna dengan melakukan pertemuan secara periodik, dan regenerasi pengurus lembaga PKK, lembaga kemasyarakatan desa melakukan kerjasama dengan NGO untuk sharing charity, mengembangkan konsep subsidiarity.
Kata kunci : Partisipasi, pengelolaan ADD, desa Wiladeg
vii
DAFTARISI
LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................ . KATA PENGANTAR ................................................................................ . INTISARI ................................................................................ . ABSTRACT DAFTAR lSI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ .
2.1. La tar Belakang .......................................................................... . 2.2. Perumusan Masalah ................................................................. . 2.3. Tujuan Penelitian ...................................................................... . 2.4. Manfaat Penelitian .................................................................... .
BAB II LANDASAN TEORI ........................................................................ .
2.1. Partisipasi Masyarakat ............................................................. . 2.2. Cara Menggerakkan Partisipasi Masyarakat ............................. . 2.3. Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan ........................... . 2.4. Derajat Partisipasi Masyarakat ................................................. . 2.5. Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan ADD ...................... . 2.6. Definisi Konsep dan Operasional ............................................. .
BAB Ill METODE PENELITIAN ................................................................ .
3.1. Pengantar ................................................................................. . 3.2. Jenis Penelitian ........................................................................ . 3.3. Teknik Pengumpulan Data ....................................................... .
3.3.1. Observasi ................................................................... . 3.3.2. Wawancara ................................................................. . 3.3.3. Teknik Dokumentasi .................................................... .
3.4. Inform an Penelitian ................................................................... . 3.5. Analisis Data ............................................................................ .
BAB IV GAMBARAN WILAYAH DESAWILADEG DAN ALOKASI DANA DESA (ADD) ................................................................................. .
4.1. Gambaran Umum Wilayah ....................................................... . 4.2. Kebijakan Alokasi Dana Desa (ADD) ........................................ .
ii iv v vi
viii ix
1
1 10 11 12
13
13 18 22 29 33 39
44
44 44 45 45 47 48 49 49
51
51 58
ix
BAB V MEKANISME PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN ADD ................................................................. 66
5.1. Pendahuluan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 66 5.2. Mekanisme Formal .. ... ... .. . .. . .. ... ...... ... .. ... ... .. ... .. . .. .. .. . .. . .. .. ... .. . .. . . 67
5.2.1. Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa (Musrenbangdes) ..... ... .. . .. ... ... ... ... .. ... .. ... .. ... .. ... .. ... .. . .. .. ... 67
5.2.2. Sidang Bad an Permusyawaratan Desa (BPD) .. .. . .. ... .. ... 73 5.3. Mekanisme Informal .................................................................. 77
5.3.1. Rapat Umum Warga (Rasulan)....................................... 77 5.3.2. Suara Publik Via Radio Komunitas Wiladeg (RKW) . . . . .. . 81
BAB VI DINAMIKA PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA ...................................................... 85
6.1. Partisipasi Masyarakat dalam Lembaga Kemasyarakatan Desa . 85 6.1.1. Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW)............... 86 6.1.2. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa (LPMD) . .. .. 90 6.1.3. Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) .. ... . . .. .. . .. 92 6.1.4. Karang Taruna .. .. ... .. . . . .. . .. .. . .. ... .. . .. .. . .. .. . . . .. .. .. . . . .. .. . .. .. . . . .. 93
5.4. Derajat Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan ADD............ 95
BAB VII PENUTUP............................................................................. 111
7.1. Kesimpulan ............................................................................... 111 7.2. Saran ........................................................................................ 113
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
X
TABEL
Tabelll.1.
Tabelll.2.
TabeiiV.1.
TabeiiV.2.
TabeiiV.3.
TabeiiV.4.
TabeiiV.S.
TabeiiV.6.
TabeiiV.7.
Tabel Vl.1.
Tabel Vl.2.
Tabel V1.3.
Tabel V1.4.
DAFI'AR TAIIEL
Basic Characteristic of How Participation Occurs
Degree of Empowerment, by Kind of Participation
Mata Pencaharian Penduduk
Tingkat Pendidikan Penduduk
Daftar Nominatif Kepala Desa dan Perangkat Desa Wiladeg
Badan Permusyawaratan Desa Masa Baldi 2007-20013
Anggaran Pendaoatan dan Belanja Desa (APBDes)
Desa Wiladeg T.A. 2008
Pembobotan Variabel ADD
Besaran Alokasi Dana Desa (ADD) tahun 2008 dan 2009
Kecamatan Karangmojo
Anggaran APBDes tahun 2008-2009 untuk Lembaga
Kemasyarakatan
Derajat Partisipasi Masyarakat dalam Forum dan Lembaga
di Desa Wiladeg
Dimensi 'how' Partisipasi Masyarakat dalam Forum dan Lembaga
di desa Wiladeg
Pengembangan Derajat Partisipasi Masyarakat dalam Forum
dan Lembaga di Desa Wiladeg
xi
GAM BAR
Gambar 11.1.
Gambar 11.2.
GRAFIK
DAFTA.R GAMIIA.R
Four-kinds of Participation
Delapan jenjang Partisipasi Masyarakat
Grafik IV.1. Alokasi ADD desa Wiladeg 2008
Grafik IV.2. Biaya Operasional Pemerintah Desa Alokasi ADD tahun 2008
Grafik IV.3. Bantuan Biaya Operasional BPD Alokasi ADD tahun 2008
Grafik IV.4. Belanja Operasional LPMD Alokasi ADD Tahun 2008
Grafik IV.S. Belanja Operasional PKK Alokasi ADD Tahun 2008
Grafik IV.6. Belanja Operasional Karang Taruna Alokasi ADD tahun 2008
xii
1.1. LA TAR oELAKANG
lli-\11 I
l•t~.l\'U.\111:1~1:.\.:\'
Era reformasi desentralisasi ~euangan desa diwujudkan melalui Alokasi Dana Desa
(ADD). Pola kebijakan pemerintah kabupaten yang semula sentralistis, melalui
metode ADD ini berubah menjadi partisipatif, responsif dan dijalankan melalui asas
desentralisasi. Konsekuensiny1;1 bagi pemerintah desa adalah desa harus mau
melibatkan stakeholders desa dalam pengelolaannya. Metode ADD yang
menyerahkan pemanlaatan dan pengelolaannya kepada masyarakat desa, memang
sengaja menghendaki keterlibatan/partisipasi masyarakat desa didalam proses
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi pembangunan desa (Sutoro,
2005:123). Melihat pentingnya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan ADD,
maka penelitian bermaksud untuk melihat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan
ADD.
ADD merupakan implikasi dari kelahiran undang-undang nomor 32 tahun 2004
tersebut dan kemudian diperkuat dengan Peraturan Pemerintah nomor 72 tahun
2005 memberil,-:;~1! kepastian hukum terhadap perimbangan keuangan desa dan
kabupaten/kota. Berdasarkan hal tersebut maka desa memperoleh jatah Alokasi
Dana Desa (ADD) layaknya DAU yang diterima Pemerintah Kabupaten/Kota dan
be saran ADD yang diberikan adalah minimal 10% dari dana perimbangan keuangan
pusat dan daerah. ADD yang diberikan ke desa merupakan hak desa. Sebelumnya,
1
desa tidak memperoleh kejelasan anggaran untuk mengelola pembangunan,
pemerintahan dan sosial kemasyarakatan desa. Saat ini, melalui ADD, desa
-berpeluang untuk mengelola pembangunan, pemerintahan dan sosial
kemasyarakatan desa secara otonom. Pengelolaan ADD sama dengan pengelolaan
' APBDes karena ADD menjadi bagian yang menyatu di dalam APBDes dan proses
pengelolaan harus dijalankan melalui musyawarah desa.
Kebijakan Alokasi Dana Desa (ADD) sangat relevan dengan perspektif yang
menempatkan Desa sebagai basis partisipasi. Potensi partisipasi yang tinggi dari
warga juga dapat ditumbuhkan karena masyarakatnya memupunyai modal sosial
yang tinggi untuk mendukung, dan mengontrol jalannya pemerintahan.
Berbagai pemaknaan kebijakan- ADD yang telah dijalankan memiliki tujuan yang
kurang lebih sama. Menurut Sutoro (ed, 2006) tujuan besarnya adalah untuk
merombak ortodoksi pemrintah kabupaten dalam memberikan kewenangan,
pelayanan dan bantuan keuangan kepada pemerintahan dilevel bawahnya.
Sehingga desa memiliki keleluasaan dalam mengelola keuangan desa,
membelanjakan, mengelola, dan mengawasinya_ Lebih lanjut Sutoro
mengemukakan manfaat yang diperoleh desa dari pelaksanaan metode ADD, yaitu
pengurangan disparsitas kapasitas keuangan antar desa. pemerataan pelayanan
publik. memperluas ruang partisipasi, menjamin transparansi dan akuntabilitas,
sebagai prakarsa untuk kemandirian desa.
Pengelolaan ADD akan baik apabila proses perencanaan, proses implementasi,
proses evaluasi dilaksanakan secara jujur. transparan, dan t~mggungjawab. Dana
ADD adalah dana Rakyat, maka sudah sewajarnya bila rakyat meminta informasi,
2
mengakses, dan mengontrol dana tersebut. Prinsip Pengelolaan ADD yang di
pegang teguh menurut Bahrul Ulum (http://www.scribd.com/doc/13777759/Partisipasi-
Alokasi-Danil Desa, download tanggal 21/5/2009) adalah :
1. Dilaksanakan secara transparan, diketahui oleh masyarakat luas.
2. Masyarakat berperan aktif mulai proses perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan dan pemeliharaan
3. Seluruh kegiatan dip~rtanggungjawabkan sedara administrative, teknis dan
hukum
4. Memfungsikan peran serta lembaga kemasyarakat sesuai tugas pokok dan . fungsinya.
5. Hasil kegiatan dapat di ukur dan dapat dinilai tingkat keberhasilannya.
6. Hasil kegiatan dapat dilestarikan secara berkelanjutan (sustainable)
Terbangunnya partisipasi masyarakat desa dalam pembangunan melalui ADD
tersebut dirumuskan dalam pengelolaan ADD yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari pengelolaan keuangan desa. Pengelolaan ADD ditekankan oleh
Surat Edaran Menteri Dalam Negeri tanggal 22 Maret 2005 nomor 140/640/SJ yang
menyatakan bahwa titik ber~t perumusan kebijakan pengelolaan ADD yang
membuka ruang partisipasi karena 'ADD merupakan wujud pemenuhan hak desa
untuk menyelenggarakan otonominya agar tumbuh dan berkembang mengikuti
pertumbuhan dari Desa itu sendiri berdasarkan keanekaragaman, partisipasi,
otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat'. (Departemen Dalam
Negeri Rl)
3
Dari penelitian yang dilakukan Forum Pengembangan Pembaharuan Desa (2005)
ditemukan fakta, pada prinsipnya kepala desa atau wali nagari melakukan
penjaringan aspirasi dengan menggunakan insitusi lokal atau forum konvensional
yang ada di desanya. Di Kabupaten 50 kota, wali nagari dibantu oleh kepala jorong
setingkat kepala dusun melakukan penjaringan aspirasi di kampungnya lewat forum
pengajian atau masjid. Desa di Jawa karena basis ikatan komunitasnya di RT dan
RW, maka kepala desa menggunakan forum itu untuk melakukan penjaringan
aspirasi masyarakat. Di Kabupaten Tuban proses penyusunan anggaran yang
mengedepankan penjaringan aspirasi dari bawah juga dapat difasilitasi oleh pihak
lembaga Pemberdayaan Masyarakat maupun panitia yang menangani program
ADD. Dari uraian tersebut dapatlah dilihat bahwa partisipasi masyarakat desa akan
bergantung dengan kondisi masing-masing desa dan sifat lokalitasnya. Sehingga
pengelolaan ADD akan mengakomodasi berbagai macam cara pengelolaan dalam
mekanisme sosial yang berbeda antar desa dan keberagaman kondisi masing-
masing desa, sehingga akan tercipta kondisi masyarakat yang demokratis.
Secara umum ADD atau_ di· beberapa daerah disebut DAU Desa maupun DAU
Nagari dapat diterima da.n dimanfaatkan secara baik oleh masyarakat desa. Dana
tersebut meskipun jumlahnya.masih terbatas namun telah mampu menjadi stimulant . bagi pembangunan desa. Dari hasil suatu penelitian didapat bahwa sebagian besar
masyarakat desa di daerah penelitian menyampaikan bahwa kebijakan ADD ini
dirasakan lebih bermanfaat daripada kebijakan yang ada selama ini. Mekanismenya
dirasakan lebih transparan dan partisipatif dan pemanfaatannya lebih demokratis,
berdasarkan pada rembug · desa. Disisi lain, penelitian yang dilakukan IRE
4
yogyakarta (2003) menunjukkan bahwa dalam pelaksanaannya pengelolaan
keuangan desa dan APBDes selama ini belum mengarah pada semangat
pembaharuan pemerintahan desa menuju Good Governance dan otonomi desa.
Hasil penelitian menunjukkan ada sejumlah problem dan kelemahan dalam
pengelolaan keuangan desa dan APBDes, yaitu :
1. Perencanaan strategis desa belum terekspresikan dalam APBDes.
2. APBDes belum menjadi indikator kemampuan ekonomi desa dalam
berotonomi
3. Pemdes masih terjebak paradigma lama pengelolaan keuangan desa
4. Rendahnya kemampuan penggalangan dana atau pendapatan asli desa
5. Pengawasan belum efektif terhadap pelaksanaan APBDes
6. Belum adanya formulasi alokasi dana desa (ADD) yang jelas
7. Penyusunan APBDes masih bersifat ex post budget
8. Sistem anggaran yang bersifat top-down
9. Lemahnya kapasitas perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan APBDes
Dibeberapa daerah juga ditemui adanya penyelewengan yang dilakukan oleh
pemerintah desa. Seperti di Kabupaten Sukarjo Jawa Tengah :
Pada kesempatan itu, Siswadi menyebutkan salah satu kasus dugaan korupsi ADD yang tengah diperiksa tim lnspektorat, adalah kasus penyimpangan yang· melibatkan nama Kades Sanggrahan. "Saya hanya dapat mengatakan bahwa kasus itu merupakan salah satu kasus penyimpangan ADD yang tengah kami periksa. Namun, mengenai detail pemeriksaan tidak bisa kami ungkapkan karen a masih dalam proses," ungkapnya. (Solo Pos, Edisi: Rabu, 13 Mei 2009)
Disinilah arti penting peran serta masyarakat dalam pengawasan dan kontrol
terhadap pemerintahan desa dalam implementasi kebijakan ADD. Seperti yang
5
terjadi di Kabupaten Banjarnegara Jawa Tengah, lnspektorat Kabupaten
Banjarnegara melakukan ~emeriksaan terhadap Kades Kaliurip, Kecamatan
Madukara:
Pemeriksaan dilakukan .. sebagai tindak lanjut at as aduan warga, yang menduga Kades Sudibyo telah menyelewengkan alokasi dana desa (ADD) dan dana stimulan tahun 2008. Hasi/ pemeriksaan itu akan di/aporkan kepada bupati sebagai bahan pertimbangan sebelum memberikan sanksi. "Semua masukan ini akan kami pertimbangkan dan menjadi bahan awal untuk melakukan pemeriksaan aduan masyarakat, " katanya. Menurut Prasetyo, aduan yang. diajukan warga ada dua poin, yakni dana stimulan dan ADD tahun 2008. Di mana warga menduga akan banyaknya rencana pembangunan desa yang belum terealisasi, sehingga muncul dugaan dana tersebut diselewengkan oleh kades. (WawasanDigital, Kamis, 14 Mei 2009)
Pada kondisi ini maka peran serta aktif dari masyarakat dalam pengelolaan ADD
diperlukan dalam proses demokratisasi desa. Dengan peran serta masyarakat
secara aktif merupakan bentuk nyata dukungan masyarakat dalam pengelolaan
ADD sesuai dengan semangat yang dimiliki yaitu kebersamaan dan
kegotongroyongan yang kesemuanya akan menghasilkan suatu komitmen untuk
berpastisipasi secara nyata dalam proses pembangunan desa.
Pasca Peraturan Pemerintah nomor 72 tahun 2005 anggaran untuk pedesaan di
Gunungkidul relatif besar. Di Gunungkidul, sebagai kabupaten dengan banyak desa,
pemasukan dari pemerintah berasal dari Kabupaten, Propinsi dan dari alokasi pusat
(PNPM). Diharapkan dari pemasukan yang besar ini dapat terkelola dengan baik.
Sayangnya, tidak semua da!3rah mampu memanfaatkan alokasi dana ini
berdasarkan kebutuhan masyarakat dan terkadang hanya diwujudkan dalam bentuk
saranaprasarana fisik yang jauh dari relevan. 1
1 Laporan Kunjung<:n IDEA Ke BAPPEDA GUNUNGKIDUL tanggal 13 Agustus 2008 jam 13.00 di Ruang Kepala BAPPEDA, IDEA (sunarja, Ferry, Zakiyah) diterima oleh Eko Subiantoro (Kepala Bapeda Gunungkidul)
6
Seiring dengan kebijakan pengelolaan ADD yang partisipatif tersebut, Pemerintah
Kabupaten Gu;Jungkidul merumuskan dan memberikan legitimasi terhadap
partisipasi masyarakat tersebut dalam pasal 9 Peraturan Daerah Nomor 24 tahun
2008 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa dimana substansi dari pasal
tersebut adalah perwujudan partisipasi masyarakat yang merupakan suatu
rangkaian proses dalam penentuan kegiatan yang dibiayai ADD dan didasarkan
pada rencana kerja desa yang telah dirumuskan bersama masyarakat desa.
Sehingga dapat disimpulkan .bahwa proses pengelolaan ADD tergantung pada
keterlibatan semua elemen masyarakat.
Sayangnya kesempatan dan terbukanya partisipasi tersebut tidak mudah untuk
diwujudkan dalam tataran implementasi. Hal ini dikarenakan rendahnya respon
terhadap upaya untuk melih.at persoalan partisipasi sebagai persoalan membuka
kesempatan untuk mengakomodasi kepentingan dan kebutuhan masyarakat melalui
suara masyarakat. Disini pemerintah kabupaten Gunungkidul kembali terbelenggu '
dan berkutat pada persoalan administrasi dan juga akuntabilitas organisasi
pemerintah daerah, yang impementasinya berdasarkan rasionalitas birokrasi. Pada
tahun 2008 sampai bulan Juni tahun 2008 ada 29 desa yang mengalami kesulitan
untuk mencairkan ADD.
Sekitar 29 desa di empatkecamatan Kabupaten Gunungkidul kesulitan mencairkan Afokasi bana Oesa (ADD) karena tidak mampu memenuhi persyaratan yang ditetapkan, sa/ah satunya mengenai pembuatan APBDes. Sehingga dana yang dialokasikan terancam hangus ..... Sardjono mengakui peraturan ADD tahun ini agak sulit dibandingkan tahun la/u. Jika alokasi anggaran sampai akhir tahun anggaran tidak diambil karena tidak memenuhi persyaratan, dana yang tersedia al<an masuk kas daerah. (gunungkidulkab.go.id, download tangga/5 Agustus 2009)
7
Hal serupa juga terjadi pada tahun 2009, dimana sampai bulan April 2009 baru ada
2 desa yang mengajukan pencairan ADD.
Beberapa desa kesulitan mencairkan uang alokasi dana desa (ADD). Kesulitan ini dialami menyangkut proses administrasi pencairan. Padahal, pemkab Gunungkidul pada tahun 2009 menyediakan dana ADD Rp 9 miliar. Anggaran ini diperuntukl<an bagi 144 desa di Gunungkidul. Namun, hingga menjelang beral<himya April, baru ada dua desa yang mencairkan. (Radar Yogya, Rabu, 29 Apri/2009)
Hal ini menciptakan lingkungan yang tidak kondusif bagi masyarakat untuk
berpartisipasi. Pedoman umum dan juknis pengelolaan ADD secara tersirat juga
mernberikan kesernp3tan rnasyarakat untuk terlibat yang diakornodasi didalarn suatu
mekanisrne. Mekanisme partisipasi yang dimaksud diarahkan pada ruang yang telah
disediakan rnelalui lernbaga-lembaga formal desa. lni berarti partisipasi masyarakat
sebagai sarana demokratisasi dimaksud bukan terbentuk melalui komunikasi dan
interaksi yang oleh Eugen C Erickson (dalam Suparjan, 2003) mencakup dua
bagian. yaitu internal dan eksternal. Dari pemikirannya dapat ditarik benang merah
bahwa partisipasi merupakan manifestasi tanggungjawab sosial dari individu
terhadap komunitasnya sendiri maupun dengan komunitas luar, seperti hubungan
dengan pemerintah maupun dengan komunitas masyarakat lainnya.
Namun pada taraf implenientasinya partisipasi tidak lebih pemenuhan persyaratan
administrasi sebagai syarat · diberikannya ADD dan menunjukkan akuntabilitas.
Ditambah ketidaksadaran m~syarakat terhadap haknya dalam policy making dan
ketakberdayaan masyarakat dibawah tirani kekuasaan elit lokal untuk
memanfaatkan haknya tersebut dalam berpartisipasi.
Namun demikian ditengah implementasi lapangan peraturan daerah nomor 24 tahun
2008, terdapat fenomena menarik partisipasi aktif masyarakat dalam pembangunan
8
ui ub::. V\ldc.dcy. '/varga masyarakat dengan kesadar::1n sendiri mernanfaatkan
haknya, bahkan karena kultur warga dan pola pemerintahan desa yang bersih dan
terbuka, tanpa disadari mereka telah membangun sarana diluar yang sengaja
disediakcm untuk rnereka. Hal ini dilakukan untuk menembus kebuntuan komunikasi
antara pemerintah desa dengan masyarakat. (sumber www .forumdesa.org,
download tanggal 11 /6/2009)
Didalam rnenyelenggarakan pemerintahan, pemerintah desa Wiladeg telah mampu
menerapkan good governance. Wiladeg yang terletak di Kecamatan Karangmojo itu
memang hanyalah sebuah desa kecil di Kabupaten Gunungkidul, Daerah lstimewa
Yogyakarta yang tidak pernah diperhitungkan dalam kancah percaturan politik di
republik ini. Namun justru di desa yang berjarak lebih kurang 40 km dari ibu kota
provinsi dan 6 km dari kabupaten itu berhasil menerapkan good governance (Buletin
Kombinasi - Edisi 17 November 2006).
Pemerintah desa mampu merespon keinginan warga untuk berpartisipasi dalam
pembangunan desa. Seperti yang terungkap didalam upaya masyarakat untuk
memperbaiki kondisi jalan yang rusak.
Pertama kali kepala desa memaparkan temuan tentang keluh kesah warga desa berkaitan dengan }alan, hampir seluruh warga yang ikut diskusi IJerkomentar dengan emosional. Dari sinilah Bp. Sukoco sebagai kepala desa mcnanggapi kembali keluh kesah warga "ya meskipun kita tangisi, meskipun kita sumpah-serapahi }alan itu tidak akan berubah, jalan itu bisa berubah kalau kita dandani (perbaiki)" Baik perangl<at desa maupun warga masyarakat sudah sadar benar bahwa menunggu bantuan dari Pemkab ibarat menanti hujan di mvsim kemarav, kecil kemungkinannya. Momentvm inilah yang kemudian dijadikan even untuk merancang pembangunan jalan dvsun secara bergotong-royong. Pertemuan-pertemuan, diskusi-diskusi terus digulirkan dan al<hirnya disepal<ati warga siap mengaspal }alan secara gotong-royong. (www. wonosari. com, Tve Jul 01, 2008)
9
Dari sumber berita ters~but juga tersirat suatu bentuk partisipasi masyarakat yang
diistilahkan sebagai partisipa;;i ala desa Wiladeg.
Dari sisi budaya masyarakat mampu mengemas Rasulan atau sering juga disebut
"Bersih Deso"2 menjadi sarana partisipasi warga. Sebab selain urut-urutan ritual
sebagaimana umumnya desa lain, rasulan merupakan muara dari proses partisipasi
warga selam5 satu tahun. Momentum ini menjadi menarik karena disela-sela
pertunjukkan atraksi atau kesenian, kepala desa mempresentasikan hasil kinerjanya
selama setahun terakhir dan warga yang hadir dapat langsung menanggapi,
bertanya, mengkritik atau menyanggah presentasi kepala desanya tersebut.
Singkatnya tindakan dan siasat maupun strategi masyarakat desa Wiladeg dan
pernerintahan desa untuk mengatasi ketidakrasionalan tersebut dihubungkan
dengan spirit dari pengelolaan ADD yang partisipatif, menjadi menarik untuk dilihat
lebih lanjut. Dan bagaimana hal tersebut dapat di telusuri melalui eksistensi
partisipasi masyarakat desa Wiladeg disetiap fase pengelolaan ADD.
1.2. PERUMUSAN MASALAH
Ditengah implementasi pengelolaan ADD yang secara umum di Kabupaten
Gunungkidul belurn dapat dilaksanakan secara optimal, terjadi fenomena yang
menarik ditengah masyarakat desa Wiladeg. Kesadaran masyarakat untuk aktif
2 sebuah tradisi turun-temurun yang masih berlaku di seluruh desa se Kabupaten Gunung Kidul DIY Di desa Wiladeg dari dokumen yang ditemukan, kedatangan seorang pimpinan pemerintahan Hindia Belanda yang menghadiri rasulan tahun 1934.
10
berpartisipasi dalam pem_bangunan desa menjadi modal sosial yang kuat untuk
mengelola ADD.
Prinsip-prinsip pengelolaan ADD yang harus dipenuhi dilakukan oleh pemerintah
desa, mendorong kesadaran masyarakat akan pentingnya partisipasi dalam
pengelolaan ADD. Kesadaran yang tinggi ini mengkondisikan masyarakat untuk aktif .
dalam menggunakan saluran partisipasi baik saluran formal maupun informal yang
mereka bangun sendiri dalam semua aspek pengelolaan ADD . .
Sehingga dari gambaran kondisi tersebut rumusan masalah yang akan dijawab pada
penelitian ini adalah :
1. Bagaimanakah mekanisme partisipasi masyarakat dalam pengelolaan ADD di
desa Wiladeg?
2. Bagaimanakah derajat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan ADD di desa
Wiladeg?
1.3. TUJUAN
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Menggambarkan kondisi partisipasi masyarakat dalam memanfaatkan
mekanisme partisipasi formal dalam pengelolaan ADD di desa Wiladeg.
2. Menggambarkan kondisi partisipasi masyarakat dalam memanfaatkan
mekanisme partisipasi informal dalam pengelolaan ADD di desa Wiladeg.
3. Mengukur derajat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan ADD di desa
Wlladeg.
11
1.4. MANFAAT PENELITIAN
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. Secara akademis penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada
khasanah ilmu pengetahuan terutama disukusi tentang Alokasi Dana Desa.
2. Secara praktis untuk memberikan masukan bagi pemerintah daerah dalam
pengembangan kapasitas dan kapabilitas peningkatan pengelolaan Alokasi
Dana Oesa.
12
11.\11 II
1.-.\:'\'1),\S.\~ TEOIU
2.1. PARTISIPASI MASYARAKAT
Pengertian partisipasi telah banyak dibicarakan oleh para ahli, namun arti partisipasi
tersebut berbeda-beda setiap orang. Pendefinisian ini tergantung konteks dan latar
belakang dimana pariisipasi itu dilakukan. Menu rut Almond dalam Syamsi ( 1986),
partisipasi didefinisikan "s~bagai orang-orang yang orientasinya justru pada
penyusunan dan pemrosesan input serta melibatkan diri dalam artikulasi dari
tuntutan-tuntutan kebutuhan dan dalam pembuatan keputusan". Jnanabrota
Bhattacharyya dalam Ndraha (1990) mengartikan partisipasi sebagai pengambilan
bagian dalam kegiatan bersama. Sedangkan Mubyarto dalam Ndraha (1990)
mendefinisikannya sebagai kesediaan untuk membantu berhasilnya setiap program
sesuai kemampuan setiap orang tanpa berarti mengorbankan kepentingan diri
sendiri.
Sementara Davis dalam Syamsi (1986) mendefinisikan partisipasi sebagai berikut
"participation is defined as mental and emotional involvement of persons in group
situations that encourage them .to contribute to group goals and share responsibility
for them". Dari pengertian tersebut, partisipasi masyarakat dalam pembangunan
desa adalah keterlibatan baik mental maupun emosi individu-individu anggota
masyarakat untuk m~mberikan kontribusi dan bertanggung jawab terhadap tujuan
pembangunan desa. Dalam keterlibatannya, masyarakat harus memberikan
13
dukungan semangat berupa bentuk dan jenis partisipasi yang kesemuanya
disesuaikan dengan kebutuhan dan fase pembangunan desa (perencanaan,
pelaksanaan, pemanfaatan dan pengawasan serta penilaian).
Partisipasi warga lebih sering dipahami sebagai "sosialisasi satu arah" atau
"mobilisasi". Mobilisasi dapat diartikan sebagai upaya pengerahan massa atau
menggerakkan sumberdaya yang dilakukan pihak luar. Dengan demikian mobilisasi
dapat dimaknai bahwa pihak luarlah yang lebih aktif untuk memberikan prakarsa.
Adapun partisipasi yang sesungguhnya tentu tidak demikian, menurut Sumarto
(2004) bahwa :
"partisipasi merupakan suatu proses yang memungkinkan adanya interaksi yang lebih baik antar stakeholders sehingga kesepakatan-kesepakatan dan tindakan yang bersifat inovatif lebih mungkin tercipta dalam proses deliberatif, dimana ruang untuk mendengarkan, belajar, refleksi dan memulai suatu aksi bersama terjadi"
Dari pendapat tersebut dapat dipahami bahwa mobilisasi bukanlah partisipasi yang
sesungguhnya, karena dalam partisipasi terdapat berbagai aspek yang tidak
ditemukan didalam mobilisasi yaitu : kesediaan untuk berinteraksi, terciptanya ruang
yang luas untuk melahirkan kesepakatan yang bersifat inovatif yang dilakukan
secara bersama-sama oleh rpasyarakat. Atau dengan kata lain masyarakatlah yang
aktif dan berkreasi dalam proses tersebut. Dan bila dicermati persoalan krusial yang
dihadapi dunia ketiga adalah adanya organization gap. Hal ini juga dikemukakan
Suparjan (2003) yang melihat hubungan yang terjadi antara masyarakat dengan
negara adalah hubungan yang bersifat satu arah (top down) dan bukan hubungan
yang bersifat kerjasama dan saling mendukung.
Untuk lebih memahami pemikiran tersebut, Soetrisno (1997) mengemukakan bahwa
ada dua definisi partisipasi yang ada dimasyarakat, yaitu :
14
Pertama : partisipasi rakyat dalam pembangunan sebagai dukungan rakyat terhadap rencana proyek pembangunan yang dirancang dan ditentukan tujuannya oleh perencana. Ukuran tinggi rendahnya partisipasi rakyat dalam definisi inipun diukur dengan kemauan rakyat untuk ikut menanggung biaya pembangunan baik berupa uang maupun tenaga dalam melaksanakan proyek pembangunan pemerintah. Dipandang dari sudut sosiologis, definisi ini tidak dapat dikatakan sebagai partisipasi rakyat dalam pembangunan, melainkan mobilisasi rakyat dalam pembangunan. Kedua : partisipasi dalam pembangunan merupakan kerjasama yang erat antara perencana dengan rakyat dalam merencanakan, melaksanakan, melestarikan dan mengembangkan hasil pembangunan yang telah dicapai. Ukuran tinggi rendahnya partisipasi rakyat dalam pembangunan tidak hanya diukur dengan kemauan rakyat untk menanggung biaya pembangunan, melainkan juga dengan ada tidaknya hak rakyat untuk ikut menentukan arah dan tujuan proyek yang dibangun diwilayah mereka serta ada tidaknya kemauan rakyat untuk secara mandiri melestarikan dan mengembangkan hasil proyek itu.
Dari pemikiran tersebut dapat dimaknai bahwa partisipasi dari masyarakat dalam
pelaksanaan pembangunan mutlak diperlukan, karena masyarakatlah yang pada
akhirnya melaksanaKannya. Dengan adanya perlibatan masyarakat hal positif yang
diharapkan adalah rasa tanggung jawab dan rasa memiliki sebagai modal
keberlanjutan suatu program pembangunan. Mengingat urgennya partisipasi
masyarakat dalam pembangunan, menurut Suparjan (2003) dalam proses
pembangunan ekonomi desa, warga masyarakat hendaknya tidak sekedar
diposisikan sebagai objek, tetapi harus menajdi subyek dalam menentukan
perkembangan masyarakat. Dengan demikian, jika warga masyarakat melakukan
penolakan terhadap investasi, maka pemerintah juga tidak dapat memaksanakan
kehendaknya.
Sedangkan substantif partisipasi menurut Sutoro (2006:219) mencakup tiga hal,
yaitu pertama, suara (voice) setiap warga negara mempunyai hak dan ruang untuk
menyampaikan suaranya c:falam proses pemerintahan. Pemerintah, sebaiknya
mengakomodasi setiap suara yang berkembang dalam masyarakat yang kemudian
15
dijadikan sebagai basis pembuatan keputusan. Kedua, akses yakni setiap warga
mempunyai kesempatan untuk mengakses atau mempengaruhi pembuatan
kebijakan, termasuk akses dalam layanan publik dan akses pada arus informasi.
Ketiga, kontrol yakni setiap · warga atau elemen-elemen masyarakat mempunyai
kesempatan dan hak untuk m~lakukan pengawasan (kontrol) terhadap jalannya
pemerintahan maupun pengelolaan kebijakan dan keuangan pemerintah.
Partisipasi mendapat posisi y~mg penting dalam proses pembangunan. Seperti
diungkapkan Bintoro Tjokroamidjojo dalam Suparjan (2003), kaitan partisipasi
dengan pembangunan sebagai berikut :
1. Keterlibatan aktif atau partisipasi masyarakat tersebut dapat berarti keterlibatan dalam proses penentuan arah, strategi dan kebijaksanaan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah.
2. Keterlibatan dalam memikul beban dan bertanggungjawab dalam pelaksanaan pembangunan.
3. Keterlibatan dalam memetik hasil dan manfaat pembangunan secara berkeadilan.
Pemahaman terhadap par1isipasi dalam pembangunan juga ditegaskan oleh Strahm
( 1999) sebagai paradigma pembangunan partisipatoris yang mengindikasikan
adanya dua perspektif sebagai berikut :
(a) Pelibatan masyarakat setempat dalam pemilihan, perancangan, perencanaan, dan pelaksanaan program atau proyek yang akan mewarnai hidup mereka, sehingga dengan demikian dapat dijamin bahwa persepsi setempat, pola sikap, dan pola berpikir, serta nilai-nilai dan pengetahuannya ikut dipetimbangkan secara penuh; dan
(b) Membuat umpan balik (feedback) yang pada hakekatnya merupakan bagian tak terlepaskan dari kegiatan pembangunan.
Kenyataan menunjukkati bahwa pengalaman hidup sehari-hari sering
mengakibatkan masyarakat kurang bersikap terbuka untuk secara jujur menyatakan
pendapatnya mengenai suatu program yang secara resmi diselenggarakan oleh
pemerintah. Dalam hal ini, menurut Huntington dalam Darudono (2004)
16
mengungkapkan seharusnya aparat waspada terhadap kelompok masyarakat yang
berpartisipasi secara sen:u .. karena itu bisa menghambat dan mempersulit tujuan
secara utuh dan mantap.
Untuk melihat sejauh man~ partisipasi masyarakat benar-benar terwujud dalam
pembangunan desa, maka perlu diperhatikan dimensi-dimensi dan bentuk-bentuk
partisipasi sebagaimana dikemukakan oleh Cohen dan Uphoff (1977) sebagai
berikut : dimensi partisipasi meliputi apa, siapa dan bagaimana partisipasi itu
dilaksanakan.
Penjelasan dari pemikiran tersebut adalah bahwa dalam melaksanakan
pembangunan perlu dilihat, dimensi apa, dimensi siapa dan dimensi bagaimana dari
sebuah partisipasi. Dimensi apa dapat diartikan dalam hal apa saja partisipasi itu
dilakukan. lni sangat terkait dengan arti, pengertian dan definisi partisipasi. Adapun
dimensi siapa dapat diartikan siapa-siapa saja yang berkemungkinan terlibat atau
berpartisipasi. Mereka adalah warga setempat, pimpinan setempat baik formal
maupun informal dan pejabat pemerintah. Sedangkan dimensi bagaimana berkaitan
dengan bagaimana terjadinya partisipasi dalam pembangunan.
Diana Conyers dalam Suparjan (2003) menyebutkan ada tiga alasan utama
mengapa partisipasi masyarakat mempunyai sifat penting, yaitu :
Pertama : partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan, dan sikap masyarakat setempat, yang tanpa kehadirannya program pembangunan serta proyek-proyek yang gagal. Kedua : bahwa masyarakat akan lebih mempercayai proyek atau program pembangunan jika mereka dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya, karena mereka akan lebih mengetahui seluk beluk proyek tersebut. Ketiga : partisipasi menjadi urgen karena timbul anggapan bahwa merupakan suatu hak masyarakat.
17
Partisipasi masyarakat juga dapat digunakan sebagai ukuran pembangunan desa,
jika tidak ada partisipasi masyarakat maka tidak dapat disebut sebagai
pembangunan desa. Seperti yang diungkapkan Peter du Sautoy didalam Ndraha
(1990) bahwa partisipasi dapat dianggap sebagai tolok ukur dalam menilai apakah
proyek pembangunan yang bersangkutan termasuk proyek pembangunan desa atau
bukan. Jika masyarakat desa yang bersangkutan tidak berkesempatan untuk
berpartisipasi dalam pe~bangunan didesanya, maka pada hakekatnya adalah
bukan pembangunan desa. Selain itu, partisipasi merupakan alat yang efektif untuk
memobilisasi sumber daya y~ng dimiliki. Pembangunan yang bersifat positif, apabila
ada partisipasi masyarakat setempat, membuat dan mengkondisikan masyarakat
merasa memiliki dan bertanggungjawab atas keberlanjutan hasil pembangunan
terse but.
Berdasarkan uraian tersebut dapat dimaknai bahwa partisipasi adalah merupakan
pengambilan bagian atau keterlibatan anggota masyarakat yang mencakup voice,
akses, dan kontrol dalam setiap pembangunan demi tercapainya tujuan yang telah
ditentukan bersama.
2.2. Cara Menggerakkan Partisipasi Masyarakat
Dalam melibatkan partisipasi masyarakat perlu juga menjadikan prinsip pertukaran
dasar (basic exchange principles) sebagai acuan. Masyarakat akan berpartisipasi
dalam pembangunan, jika ada insentif (reinforcement) yang bermanfaat bagi
mereka. Sementara jika reinforcement yang diperoleh tersebut cenderung negatif
18
dan mengakibatkan hukuman atau kerugian, maka kemungkinan besar aktivitas
tersebut akan ditinggalkan (Suparjan, 2003).
Pilihan pendekatan pembangunan yang beroirentasi pada pertumbuhan ekonomi
pada rnasa orde baru telah menciptakan kesenjangan sosial yang cukup tinggi.
Persoalan lain yang timbul adalah timbulnya nilai-nilai hedonistik, ketidakperdulian
sosial, erosi ikatan-ikatan kekeluargaan dan kekerabatan, dan meluasnya dekadensi
moral dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Yang lebih penting, pendekatan
pembangunan telah mengakibatkan ketergantungan masyarakat terhadap birokrasi
pusat yang mempunyai sumber daya yang besar. Disisi lain, kekurang pekaan
birokratis terhadap permslahaan yang dihadapi masyarakat telah mematikan inisiatif
masyarakat dalam mengatasi permasalahannya sendiri.
Dengan bergulirnya otonomi daerah terjadi perubahan paradigma pembangunan.
Pelaksanaan otonomi daerah didasari dengn prinsip-prinsip demokrasi yang
memperhatikan serta mengakomodasi aspirasi masyarakat. Masyarakat mendapat
peran yang besar dalam pembangunan daerah dan dituntut berkreativitas dalam
mengelola potensi daerah, serta memprakarsai pelaksanaan pembangunan daerah.
Seperti yang dikemukakan Suparjan (2003), pembangunan masyarakat diarahkan
untk mendorong tumbuhnya. prakarsa dan swadaya masyarakat sebagai upaya
mempercepat peningkatan perkembangan masyarakat.
Berbagai kasus kegagalan ~embangunan dalam mengatasi permasalahan sosial . diakibatkan tidak adanya partisipasi masyarakat. Fakta tersebut menjadikan
pertimbangan bahwa partisipasi hendaknya ditumbuhkan untuk mencapai
keberhasilan pembangunan. Berkaitan dengan hal itu, Keith R Emrich dalam
19
Suparjan (2003) mengusulkan beberapa pedoman dalam penyusunan
kebijaksanaan yang berisikan peningkatan partisipasi, yaitu :
(1) Partisipasi harus dimulai dari tingkat paling bawah yaitu mengikutsertakan
kelompok penduduk paling mjskin didesa.
(2) Partisipasi harus terjadi pada semua tahap proses pembangunan.
(3) Suatu dukungan semata-mata bukanlah partisipasi.
(4) Partisipasi harus mengandung isi berupa program-program nyata dibidang
produksi dan distribusi.
(5) Partisipasi harus mengubah loyalitas organisasi atau kelompok yang sudah ada.
(6) Peningkatan partisipasi akan mengundang tantangan dari pihak-pihak tertentu.
Sedangkan lfe dan Tesoriero (2006) mengemukakan kondisi-kondisi yang
mendorong partisipasi sebagai berikut :
Pertama, orang akan berp~rtisipasi apabila mereka merasa bahwa isu atau aktivitas
tersebut penting.
Kedua, orang harus merasa bahwa aksi mereka akan membuat perubahan.
Ketiga, berbagai bentuk partisipasi harus diakui dan dihargai.
Keempat, orang harus bisa berpartisipasi, dan didukung dalam partisipasinya.
Kelima, struktur dan proses tidak boleh mengucilkan.
Soetrisno (1995) menerangkan bahwa untuk membangkitkan partisipasi masyarakat
dalam pembangunan dipedukan sikap toleransi dari aparat pemerintah terhadap
kritik, piliran alternatif yang muncul dari berbagai akibat dinamika pembangunan itu
sendiri karena kritik dan pikiran alternatif merupakan satu bentuk partisipasi
masyarakat dalam pembangunan.
20
Satu hal yang perlu diperhatikan bahwa antara partisipasi masyarakat dengan
kemampuan untuk berkembang secara mandiri terdapat hubungan yang erat.
Kesediaan masyarakat untuk berpartisipasi merupakan tanda adanya kemampuan
awal masyarakat itu sendiri untuk berkembang secara mandiri. Hal ini sejalan
dengan pemikiran Mubyarto (1984) bahwa kemampuan masyarakat untuk
berkembang secara mandiri berkorelasi dengan kemampuannya untuk berpartisipasi
dan juga dengan kemampuannya untuk meningkatkan taraf hidupnya sendiri.
Penurnbuhan partisipasi masyarakat harus dilakukan dengan kesungguhan dan
komitmen dari semua pihak, mengingat hal ini melalui suatu proses yang panjang
dan lama. Modal yang terpenting adalah kepercayaan yang terbangun antara
individu dalam masyarakat maupun masyarakat dengan pemerintah.
Sedangkan dari mana asal partisipasi dijelaskan oleh Maskun ( 1994) sebagai berikut
a. Apabila partisipasi dari masyarakat, berarti kreasi berasal dari pemerintah (kebijakan pemerintah).
b. Apabila partisipasi dari pemerintah, berarti kreasi dari dan inisiatif datang dari masyarakat dan pemerintah hanya berfungsi memberikan stimulasi dan motivasi agar masyarakat berkreasi.
c. Dapat pula kreasi dan inisiatif oleh kelompok masyarakat tertentu, dan partisipasi dari kelompok masyarakat lain.
Selanjutnya faktor-faktor yang perlu mendapat perhatian dalam partisipasi
masyarakat menu rut Tjokrowinoto (200 1) :
Faktor kepemimpinan, dimana dalam menggerakkan partisipasi sangat diperlukan
adanya pimpinan dan kualitasnya.
Faktor komunikasi, yaitu gagasan-gagasan. ide, kebijaksanaan. dan rencana-
rencana baru akan mendapat dukungan bila diketahui dan dimengerti oleh
masyarakat.
21
Faktor pendidikan, dengan tingkat pendidikan yang memadai, individu.masyarakat
akan memberikan partisipasi yang diharapkan.
Berdasar uraian berbagai pendapat tersebut, memberikan satu pandangan bahwa
partisipasi aktif masyarakat itu harus didorong dan ditumbuhkan dengan
menciptakan kondisi dan suasana yang baik secara intern maupun ekstern yang
dapat memungkinkan c;>rang untuk dapat berkreasi. Singkatnya, partisipasi
masyarakat harus tumb~.h dari bawah untuk mencapai keberhasilan pembangunan.
Untuk itu aparat pemerint~h harus mengembangkan sikap toleransi terhadap
artikulasi dari agregasi kebutuhan dan kepentingan masyarakat. Sehingga
diharapkan akan terbangun hubungan yang dilandasi kepercayaan antara individu
dalam masyarakat maupun masyarakat dengan pemerintah
2.3. PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN
Jenis partisipasi masyarakat bila dikaitkan dengan proses pembangunan yaitu mulai
dari bentuknya sebagai gagasan sampai pada bentuknya sebagai bangunan, maka
partisipasi dibagi menjadi dua jenis sebagaimana Ndraha (1990) sebagai berikut :
partisipasi yang dilakukan sepanjang proses dinamakan partisipasi prosesional dan
partisipasi yang dilakukan hanya pada tahap tertentu saja, dinamakan partisipasi
parsial.
Jika pemikiran tentang konsep partisipasi masyarakat tersebut diatas dikaitkan
dengan konsep kesadaran akan tanggung jawab terhadap pembangunan, maka
dapat dikatakan bahwa semakin prosesional partisipasi masyarakat semakin besar
rasa tanggung jawab masyarakat terhadap pembangunan dan demikian sebaliknya.
22
Menurut Ndraha (1987) dengan mengutip pandangan beberapa ahli menyatakan
beberapa bentuk partisipasi, yaiti,J:
1. Partisipasi dalam/melalui kontak dengan pihak lain (contact change) sebagai
salah satu titik awal perubahan social;
2. Partisipasi dalam memperhatikan/menyerap dan memberi tanggapan terhadap
informasi, baik dalam arti menerima, mengiyakan, menerima dengan syarat
maupun dalam arti menolak;
3. Partisipasi dalam perencanaan pembangunan, termasuk pengambilan
keputusan/penetapan rencana;
4. Partisipasi dalam pelaksanaan operasional pembangunan;
5. Partisipasi dalam menerima, memelihara dan mengembangkan hasil
pembangunan;
6. Partisipasi dalam menilai pembangunan, yaitu keterlibatan masyarakat dalam
menilai sejauh mana pelaksanaan pembangunan sesuai dengan rencana dan
sejauh mana hasilnya dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.
Dalam hal partisipasi masyarakat dalam pembangunan seperti uraian diatas,
ditegaskan pula oleh Suparjan (2003) bahwa masyarakat hendaknya perlu dilibatkan
dalam tiap proses pembangunan, yaitu (1) identifikasi permasalahan, dimana
masyarakat bersama dengan para perencana ataupun pemegang otoritas kebijakan
tersebut mengidentifikasikan persoalan dalam diskusi kelompok, brain storming,
identifikasi peluang, potensi dan hambatan. (2) proses perencanaan, dimana
masyarakat dilibatkan dalam penyusunan rencana dan strategi dengan berdasar
23
pada hasil identifikasi, (3) pelaksanaan proyek pembangunan, (4) evaluasi, yaitu
masyarakat dilibatkan untuk menilai hasil pembangunan yang telah dilakukan.
Cohen dan Uphoff (1977) membagi partisipasi masyarakat kedalam dua elemen
yang saling bertautan satu sama lain, yaitu dimensi partisipasi dan konteks
partisipasi. Dimensi parti~ipasi menjelaskan tentang apa yang dilakukan dalam
kegiatan (what dimension), dan bagaimana partisipasi tersebut berjalan (how
dimension). Dimensi partisipasi menjelaskan tentang apa yang dilakukan dalam
kegiatan (what dimension), bentuk partisipasi yang dapat dilakukan masyarakat
penerima progmm pembangunan adalah terdiri dari :
1. Partisipasi dalam pembuatan keputusan (participation in decision making);
2. Partisipasi dalam pelaksanaan (participation in implementation);
3. Partisipasi dalam merin'la manfaat (participation in benefits); dan
4. Partisipasi dalam evaluasi (participation in evaluation).
Keempat macam partisipasi tersebut merupakan suatu siklus yang dimulai dari
decision making, implementasi, benefit dan evaluasi, kemudian merupakan umpan
balik bagi decision makiryg yang akan datang. Namun dapat pula dari decision
making langsung ke bf?nefit atau pada evaluasi, begitu pula mengenai umpan
baliknya. Partisipasi dalam proses pengambilan keputusan merupakan hal yang
sangat penting, karena pada tahap itu masyarakat sering terabaikan. Program
kegiatan langsung turun dalam bentuk jadi sehingga masyarakat tinggal
melaksanakan saja, tanpa ada kesempatan untuk memberi masukan dan lain
sebagainya.
24
Gambar 11 .1.
Four-Kinds of Participation
Sumber : Cohen dan Uphoff (1977)
Selanjutnya Cohen dan Uphoff (1977) menjabarkan macam partisipasi masyarakat
sebagai berikut, pengambilan keputusan ada tiga jenis, yakni:
1. Initial decision merupakan proses pengambilan keputusan pada tahap
perencanaan program kegiatan . Seringkali anggota masyarakat tidak disertakan
pada proses pengambilan keputusan pada tahap itu karena umumnya program
telah ditentukan dari atas, mulai dari penentuan masalah, pendekatan
pemecahan masalah, ~ampai cara pemecahan masalah yang dipakai;
2. On-going decision adalah pengambilan keputusan selama proses pembangunan
berjalan. Tahap itu sang~t kritis, karena sangat berpengaruh terhadap berhasil
atau tidaknya pembangunan yang dijalankan. Tahap itu memberi banyak
kesempatan kepada anggota masyarakat untuk berpartisipasi dalam
25
pengambilan keputusan, seperti perlu atau tidaknya penambahan atau
pengurangan kegiatan yang sedang berjalan, dan lain-lain;
3. Operational decision lebih bersangkut-paut dengan pengorganisasian pelayanan
yang didirikan oleh program, bagaimana cara pengoperasiannya, siapa-siapa
yang harus mengoperasikan dan memelihara bangunan atau alat yang
dihasilkan, prosedur pertemuan, dan lain-lain.
Partisipasi masyarakat dalam implementasi atau pelaksanaan program dapat
dilakukan dalam tiga bentuk, yaitu:
1. partisipasi dalam kontribusi resources yang dapat berupa tenaga kerja, finansial,
bahan-bahan, dan saran-saran atau informasi;
2. partisipasi dalam kegiatan administratif yang dapat berupa kegiatan pencatatan
dan pelaporan serta berbagai kegiatan administratif tainnya; dan
3. keanggotaan pada suatu kepanitiaan kegiatan sudah pula dianggap sebagai
partisipasi mereka dalam kegiatan tersebut.
Bentuk ketiga dari dimensi what ini adalah kemauan masyarakat untuk
memanfaatkan hasil pembangunan yang telah dilakukan, disebabkan adanya
keuntungan (benefit) yang akan diperoleh masyarakat. Keuntungan tersebut dapat
dikategorikan dalam tiga jenis, yaitu :
1. keuntungan yang bersifat material yang dapat berupa peningkatan penghasilan,
kemudahan dalam mendapatkan pelayanan, dan sebagainya;
2. keuntungan yang bersifat sosial yang pada dasarnya adalah keuntungan yang
dirasakan oleh masyarakat secara umum, misalnya adanya puskesmas,
26
sekolah, sarana air bersi~, tempat pelayanan lain dalam lingkungan masyarakat . tersebut; dan
3. keuntungan yang bersifat personal yang dapat berupa kepuasan pribadi karena
berpartisipasi dalam suatu kegiatan, mendapatkan wewenang atau kekuasaan
dari kepartisipasiannya, meningkatkan rasa percaya diri, dan sebagainya.
Disamping keuntungan yal")g diperoleh masyarakat atau anggota masyarakat
dengan adanya suatu program pembangunan, penting pula dipikirkan adanya
dampak negatif dari program tersebut bagi masyarakat. Apabila ada dampak negatif,
maka menurut Uphoff dan C.ohen, hal itu perlu diperhitungkan dalam analisis
partisipasi masyarakat sebagai faktor penghambat.
Yang keempat, dari dimensi what ini adalah partisipasi masyarakat dalam kegiatan
penilaian atau evaluasi. Kesempatan melakukan penilaian jarang sekali diberikan
kepada masyarakat, walaupun mereka mampu melakukannya. Umumnya kegiatan
tersebut selalu didominasi oleh petugas, dengan alasan bahwa kegiatan itu bersifat
terlalu teknis. Mereka melupakan bahwa adanya laporan yang bersifat informal
mengenai jalannya kegiatan, tulisan-tulisan dalam surat pembaca dari suatu media
massa, dan berbagai bentuk prates lainnya adalah merupakan salah satu petunjuk,
bahwa masyarakat mampu dan telah melakukan suatu bentuk penilaian terhadap
suatu kegiatan.
Untuk mengetahui bagaimana partisipasi masyarakat dalam pembangunan
berlangsung, Cohen dan Uphoff (1977:85) menggunakan tujuh karakteristik yang
menggambarkan basis dari partisipasi, bentuk, ruang lingkup, dan efektivitas
partisipasi. Meskipun karakteristik tersebut dalam beberapa kondisi dapat berubah-
27
ubah, tetapi teori ini cukup bermanfaat untuk melihat partisipasi masyarakat dalam
pembangunan desa. Untuk menganalisis partisipasi masyarakat karakteristik
partisipasi tersebut tidak harus dipergunakan semuanya. Akan tetapi dapat dipilih
yang relevan dengan program yang akan dianalisis. Ketujuh karakteristik partisipasi .
tersebut dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabelll.1.
' Basic Characteristics of How Participation Occurs
Characteristic Identifying Concept
Impetus to Participate Initiative
Incentives for Participation Inducement
Organizational Pattern Structure Direct or Indirect Channels Involvement Time Involved in Duration Participation Number and Range of Scope Activities
The Basis of Participation
The Form of Participation
Extent of Participation
Effective Power Empowerment Effectiveness of Accompanying Participation Participation
-·- - ·....,---...,.,....,----,-.,--------Sumber: Cohen and Uphoff (1977)
Dari tabel dapat dilihat bahwa partisipasi masyarakat dalam tahap pembangunan
tersebut dapat dilakukan dengan berbagai bentuk partisipasi. Partisipan dalam suatu
komunitas dapat berpartisipasi baik sebagai individu atau sebagai anggota dari
institusi formal. Atau individu secara langsung berpartisipasi atau secara kolektif
melalui mekanisme yang ada.
Kesimpulan yang dapat. diambil bahwa partisipasi masyarakat dalam tahap
pembangunan diwujudkan dalam bentuk partisipasi masyarakat secara langsung
atau tidak langsung melalui suatu mekanisme. Namun dalam penelitian ini penulis
28
membatasi macam partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan. implementasi,
dan evaluasi.
2.4. DERAJAT PARTISIPASI MASYARAKAT
Di dalam parakteknya partisipasi masyarakat ditiap-tiap daerah mempunyai kadar
yang berbeda. Dan jika disusun akan membentuk suatu susunan tingkatan kadar
partisipasi masyarakat. Menurut Cohen dan Uphoff (1977), merupakan satu
karakteristik paling krusial mengelompokkan individu atau grup dengan aktivitas
proyek yang bermacam-mac.am kedalam satu derajat kekuatan yang dimiliki untuk
membuat partisipasi mereka menjadi efektif.
Menurut Arnstein dalam lfe. (2008) kadar partisipasi masyarakat dibagi menjadi . delapan anak tangga partisipasi dan dikategorisasikan menjadi tiga derajat
partisipasi yang disebut ladder of participation (tangga partisipasi).
Gambar 11.2.
Delapan Jenjang Partisipasi Masyarakat
kontrol warga negara
kemitraan
} . ---------------------;
kekuasaan didelegsaikan i --------~-------·------- ---·- --- ----i
···-------------~-----!
menenangkan
konsultasi } . ------------ - ________ :
menginformasikan
'} terapi
manipulasi
Sumber: /fe dan Tesoriero (2008)
Derajat kekuatan warga negara
Derajat tokenisms
Non-partisipasi
29
Derajat tertinggi adalah kendali warga dimana masyarakat memiliki pengaruh
terhadap proses pengambilan keputusan, partisipasi masyarakat sudah masuk
kedalam ruang penentuan proses, hasil dan dampak kebijakan. Derajat ini
memperlihatkan adanya redistribusi kekuasaan kepada masyarakat. Pada tingkat ini
terdapat tiga anak t·mgga mulai dari kemitraan, delegasi kekuasaan, dan yang
tertinggi adalah kendali masyarakat. Derajat kedua adalah derajat tokenism atau
tanda partisipasi yaitu peran serta masyarakat dimana telah didengar dan
berpendapat, tetapi mereka tidak memiliki kemampuan untuk mendapat jaminan
bahwa pandangan mereka akan dipertimbangkan oleh pemegang kekuasaan. Pada
derajat ini terdiri dari tiga. tangga, dimulai dari menginformasikan, konsultasi, dan
tertinggi menenangkan. Non partisipatif hanya bertujuan untuk memndidik, menatar
masyarakat dan mengobati masyarakat, meliputi manipulasi terapi.
Teori yang diur1gkapkan lebih dari tiga puluh tahun ini tak lepas dari kritik. Terdapat
beberapa kritik yang disampaikan para pakar terhadap tipologi ini. Fagence (dalam
Muluk, 2007:60) berpendapat bahwa delapan tipologi ini terlalu menyederhanakan
kompleksitas ragam partisipasi publik. Meskipun hal ini juga diakui Arnstein bahwa
masih dimungkinkan adanya tipologi lain yang terentang diantara anak tangga.
Meskipun demikian, Muluk juga menyatakan bahwa teori tangga partisipasi ini tetap
sangat bermanfaat sebagai titik awal yang sangat membantu sekaligus memicu
perkembangan teori dan praktik partisipasi publik. Burns, Hambleton, dan Hogget
(dalam Muluk, 2007) melihat penggunaan tangga partisipasi dari sisi ruang lingkup
analisis. Tangga partisipasi Arnstein dianggap hanya cocok dipergunakan untuk
ruang lingkup program atau ketetanggaan yang terpusat pada analisis hubungan
30
antara warga dengan program pemerintah. Untuk lingkup yang lebih luas Burns,
Hambleton, dan Hogget mengembangkan teori partisipasi publik yang disebut ladder
of citizen empowerment (Tangga pemberdayaan warga).
Derajat kekuatan masyarakat dimana masyarakat memiliki pengaruh terhadap setiap
tahapan pembangunan. Menurut Cohan dan Uphoff (1977) ada beberapa ukuran
kekuatan yang mengiringi partisipasi dan disusun menjadi rangkaian kesatuan mulai
dari no power sampai extensive power. Arti khusus dari analisis pemberdayaan
dalam partisipasi adalah adanya kriteria pemberdayaan yang berbeda-beda ditiap
jenis partisipasi sebab aktivitas dan hasil juga berbeda. Enam jenjang partisipasi
yang dikemukakan Cohan dan Uphoff digambarkan dalam tabel berikut ini :
31
Tabelll.2.
DEGREE OF EMPOWERMENT, BY KIND OF PARTICIPATION
Decision Making lmelementation Benefits Evaluation No Power or No information, no No control over decision to No control over benefits' No right or oppurtunity to Influence oppurtunity to express participate or over amount or distribution; make evaluation of project
views, no vote resources for all received gratuitously performance implementation
Potential Po~er; Right to be informed prior No control over decision to No control over benefits' Ambiguous right to Possible . to decision; may express participate but some over arnount but possibly opportunity to express lnfluen~~ yiew but no right to advise resources for some over their views on project
implementation distribution performance Some Power Right to be informed prior Control over decision to Some control over Recognized right or
to decision; right to advise participate or over benefits' amount or oppurtunity to express and expect consideration resources for distribution, not over views on project
implementation, but not both performance over both
Moderate Power Right to be informed and Control over decision to Some control over both Means and right to make advise; opportunity to participate, providing some amount and distribution some evaluation and to modify or veto decision; of the resources needed for of benefits communicate it to the may participate in dec- implementation authorities making
Significant Power Right to be informed and Control over decision to Substantial control over Means and right to make make decisions on participate, providing most amount and distribution serious evaluation and to program elements subject of the resources needed for of benefits expect it will be taken to higher authority's implementation seriously by the review authorities
Extensive Power Right to be informed and Control over decision to Complete control over Menas and right to make make decisions without participate and over all amount and distributions thorough evaluation and any review resources needed for of benefits to getr project modified (or
implementation terminated) if indicated of evaluation
(.,) Sumber: Cohen and Uphoff (1977)
1\)
Karakteristik suatu partisipasi sangatlah komplek dan derajat kekuatan berbeda
beda untuk aktivitas proyek dan kelompok-kelompok berbeda yang mengambil
bagian. Karakteristik-karakteristik tersebut saling mempengaruhi satu sama lain.
Setelah dilakukan analisa dari kekuatan, dapat ditentukan dengan tepat seberapa
luas dan penting kontrol masyarakat terhadap keputusan, pelaksanaan,
pemanfaatan, dan evaluasi, dan seberapa penting jika tidak dilakukan.
Dari paparan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa teori tangga partisipasi Cohen
dan Uphoff tersebut lebih tepat dipergunakan untuk menganalisa derajat partisipasi
masyarakat dalam pengelolaan ADD. Disamping teori tersebut telah teruji untuk
menganalisis partisipasi masyarakat dalam suatu program dengan ruang lingkup
desa, tangga partisipasi tersebut berpusat pada analisis hubungan antara warga
dengan program tertentu dari pemerintah baik secara langsung maupun secara
kolektif. Dan dalam menganalisis derajat partisipasi masyarakat, berdasar pada tiap
jenis partisipasi yang compatible untuk menganalisis derajat partisipasi masyarakat
dalam pengelolaan ADD. ·
2.5. PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN ADD
Alokasi Dana Desa (ADD) adalah dana yang dialokasikan oleh Pemerintah Daerah
untuk desa yang bersumber dari bagian dana perimbangan keuangan pusat dan
daerah. Didalam Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 37 tahun 2007 disebutkan
tujuan Alokasi Dana Desa adalah :
a. Menanggulangi kemiskinan dan mengurangi kesenjangan;
33
b. Meningkatkan perencanaan dan penganggaran pembangunan di tingkat desa
dan pemberdayaan masyarakat;
c. Meningkatkan pemba~gunan infrastruktur perdesaan;
d. Meningkatkan pengamalan nilai-nilai keagamaan, sosial budaya dalam rangka
mewujudkan peningkatan:sosial;
e. Meningkatkan ketrentaman dan ketertiban masyarakat;
f. Meningkatkan pelayanan pada masyarakat desa dalam rangka pengembangan
kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat;
g. Mendorong peningkatan keswadayaan dan gotong royong masyarakat;
h. Meningkatkan pendapatan desa dan masyarakat desa melalui Badan Usaha
Milik Oesa (BUMOesa).
Beberapa manfaat dari ADD bagi desa (dalam Tim FPPD, 2006:7) adalah sebagai
berikut:
1. Oesa dapat menghemat biaya pembangunan, karena desa dapat mengelola
sendiri proyek pembangunannya dan hasil-hasilnya dapat dipelihara secara baik
demi keberlanjutannya.
2. Tiap-tiap desa memperoleh pemerataan pembangunan sehingga lebih mampu
memberikan pelayanan kepada masyarakat desa.
3. Oesa memperoleh kepastian anggaran untuk belanja operasional pemerintahan
desa. Sebelum adanya ADD,belanja operasional pemerintahan desa besarnya
tidak pasti
34
4. Desa dapat menangani permasalahan desa secara cepat tanpa harus lama
menunggu datangnya program dari Pemerintah Daerah Kabupaten/kota
5. Desa tidak lagi hanya tergantung pada swadaya masyarakat dalam mengelola
persoalan pemerintahan, pembangunan serta sosial kemasyarakatan desa
6. Dapat mendorong terciptanya demokrasi di desa. ADD dapat melatih
masyarakat dan pemerintah desa untuk be~erja sama, memunculkan
kepercayaan antar pemerintah desa dengan masyarakat desa dan mendorong
adanya kesukarelaan_ masyarakat desa untuk membangun dan memelihara
desanya
7. Dapat mendorong tercipfanya pengawasan langsung dari masyarakat untuk
menekan terjadinya penyimpangan
8. Dengan partisipasi semua pihak, maka kesejahteraan kelompok perempuan,
anak-anak, petani, nelayan, orang miskin, dll dapat tercapai.
Penerima manfaat dari ADD terdiri dari Pemerintah desa, Badan Permusyawaratan
Desa, Lembaga-lembaga kemasyarakatan desa, Masyarakat desa (termasuk
perempuan, anak-anak, petani, buruh, nelayan dan kaum miskin desa yang lainnya).
Desa mendapatkan ADD melalui pemerintah desa. Dan secara teknis pencairan
ADD ini diantaranya dilengkapi dengan mekanisme pembuatan rekening, pengajuan,
penyimpanan, penggunaan dan sebagainya. Mekanisme teknis ini diatur oleh
pemerintah supra desa.
Sedangkan pengelolaan ADD merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
pengelolaan keuangan desa dan seluruh kegiatannya direncanakan, dilaksanakan,
35
dan dievaluasi secara terbuka (Peraturan Daerah nomor 24 tahun 2008). Keuangan
Desa adalah semua h.ak dan kewajiban dalam rangka penyelenggaraan
pemerintahan desa yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala
bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban desa tersebut.
Pemerintah memang telah memberi jaminan bahwa pengelolaan ADD harus
dilakukan secara partisipatif. Jaminan ini terdapat didalam Peraturan Menteri Dalam
Negeri nomor 37 tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa yang
menyatakan bahwa Keuangan desa dikelola berdasarkan azas-azas transparan,
akuntabel, partisipatif serta ·dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran.
(Departemen Dalam Negeri Rl). Sedangkan Brian Wampler (dalam Suhirman 2008)
berkesimpulan, bahwa sustainabilitas dan kesuksesan penganggaran partisipatif
ditentukan oleh tiga faktor utama. Pertama, komitmen politik dari partai dan
pemerintah yang berkuas~. Kedua, budaya warga (civic culture). Ketiga, birokrasi
yang responsif. Hal ini ditekankan oleh Sutoro (2005: 118), yang melihat pelibatan
stakeholders penting sebaQai manifestasi dari pemahaman bahwa APBDes
merupakan public goods desa yang membutuhkan suatu kebijakan publik dari
otoritas desa. Lebih lanjut Sutoro (2006:290) menyatakan bahwa partisipasi
masyarakat muncul ketika contect dan content kebijakan berdekatan dengan apa
yang dibutuhkan masyarakat serta prosesnya memberikan ruang luas bagi
partisipasi publik. Metode. ADD yang menyerahkan pemanfaatan dan
pengelolaannya kepada. masyarakat desa, memang sengaja menghendaki
36
keterlibatan/partisipasi masyarakat desa didalam proses perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan dan evaluasi pembangunan desa.
Menurut Sutoro (2006:319) masyarakat mempunyai hak dan ruang untuk
menyampaikan aspirasi, mengakses atau mempengaruhi pembuatan kebijakan
termasuk memperoleh informasi, serta mempunyai kesempatan dan hak untuk
melakukan pengawasan. Ketiga substansi partisipasi dalam pengelolaan ADD
tersebut diwujudkan dalam mekanisme partisipasi masyarakat yang terbingkai dalam
forum dan lembaga baik ·formal maupun informal. Senada dengan hal tersebut
Setiadi (2004) menyatakan bahwa alokasi sumber anggaran publik yang dilakukan
secara partisipatif biasa dikenal dengan penggangaran partisipatif (participatory
budgeting), adalah sebuah proses penyusunan anggaran belanja, dengan
keputusan tentang alokasi anggaran ada ditangan masyarakat. Dalam prosesnya
masyarakat berpartisipasi secara otonom. Partisipasi dilakukan dengan berbagai
forum, dimana posisi masyarakat mampu mengontrol dan mengarahkan pemerintah,
dalam penentuan kebijakan alokasi anggaran.
Kerangka hukum dan kelembagaan mengenai perencanaan dan penganggaran
partisipatif diberbagai negara dapat berbeda-beda. Namun secara generik,
penganggaran partisipatif dapat diartikan sebagai: 'mekanisme (atau proses) melalui .
mana penduduk secara langsung memutuskan atau berkontribusi terhadap
keputusan yang dibuat mengenai semua atau sebagian sumberdaya publik
' (termasuk anggaran) yang tersedia". (Suhirman, 2008). Sementara Brownell dalam
Siama (2000) memberikan definisinya berkaitan dengan penyusunan anggaran yang
37
partisipatif atau partisipasi dalam penyusunan anggaran sebagai "suatu proses
organisasi yang semua individu terlibat di dalamnya, mempunyai pengaruh di dalam
keputusannya dan secara langsung berpengaruh terhadap individu-individu
tersebut".
Dalam konteks pengelolaan Alokasi Dana Desa, pemerintah telah mengisyaratkan
keterlibatan masyarakat didalam pengelolaannya melalui mekanisme
musrenbangdes, dan mekanisme yang terjadi didalam lembaga kemasyarakatan
desa. Didalam Peraturan Pemerintah nomor 72 tahun 2005 disebutkan bahwa yang
dimaksud dengan "lembaga kemasyarakatan desa" seperti rukun tetangga, rukun
warga, karang taruna, PKK, Lembaga Pemberdayaan Masyarakat. Tugas lembaga
kemsyarakatan ini adalah membantu pemerintah desa dan merupakan mitra yang
memberdayakan masyarakat. Hubungan kerja antara lembaga pemberdayaan
masyarakat dengan pemerlntah desa bersifat kemitraan, konsultatif dan koordinatif.
(Pemerintah Rl, 2005). Didalam mekanisme pengelolaan ADD lembaga
kemsyarakatan desa merupakan· lembaga formal bentukan pemerintah yang diberi
ruang khusus dan diakui keterlibatannya. Hal ini berimplikasi dengan pemberian
dana untuk kegiatannya yang bersumber dari Alokasi dana Desa.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Schneider dan Baquero di Porto Alegre
(2006), mekanisme yang terbuka dalam proses pembangunan telah memperluas
partisipasi warga dalam proses penyusunan program pembangunan dan alokasi
anggaran. Hal ini sejalan dengan pendapat Avritzer (2000) yang menekankan bahwa
penganggaran partisipatif adalah salah satu bentuk musyawarah warga yang telah
38
berhasil mengatasi keterbatasan kelembagaan demokrasi liberal yang elitis saat ini.
Penganggaran partisipatif adalah contoh yang sangat baik dalam hal pemanfaatan
potensi demokrasi, yaitu dengan cara mentransformasi musyawarah informal
sehingga berguna dalam kebijakan publik. Mengenai peran lembaga informal
penelitian IRE (2003) menemukan fakta bahwa rembug desa sebagai forum kultural
masyarakat masih dianggap sebagai sarana alternatif dalam menghadirkan ruang
publik (public sphere). Biasanya perbincangannya lebih fokus dan upaya mencari
akar penyebab dan solusi atas permasalahan yang ada menjadi prioritas dalam
tema perbincangan.
Dari paparan tersebut, dapat disimpulkan bahwa partisipasi masyarakat dalam
pengelolaan ADD terjadi pada tahap perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
Partisipasi tersebut terjadi melalui suatu mekanisme yang terbingkai dalam forum
dan lembaga baik formal maupun informal. Dimana tingkat keterlibatan masyarakat
dilakukan secara individu dan atau melalui keterwakilan dalam lembaga
kemasyarakatan desa.
2.3. DEFINISI KONSEP DAN OPERASIONAL
Dalam suatu penelitian konsep didefinisikan menjadi variabel-variabel. Pengertian
konsep adalah abstraksi mengenai suatu fenomena yang dirumuskan atas dasar
generalisasi dan sejumlah karakteristik kejadian, keadaan kelompok atau individu
tertentu (Sofian Efendi, 1998).
39
Sebelum menjelaskan konsep penelitian ini maka perlu melihat abstraksi teori
terhadap permasalahan penelitian ini. Kebijakan ADD sejalan dengan agenda dari
otonomi daerah (OTDA). Hal ini karena ADD merupakan sebagian dari kebijakan
yang menempatkan Desa sebagai basis desentralisasi. Selain itu, ADD sangat
relevan dengan perspektif yang menempatkan Desa sebagai basis partisipasi.
Kebijakan ADD diharapkan dapat meningkatkan pembangunan dan partisipasi
masyarakat desa. Selain dapat menjamin partisipasi, kebijakan ADD juga sebagai
sebuah kebijakan yang responsif terhadap kebutuhan desa yang mendesak. Hal ini
karena ADD dapat dipakai untuk mendorong penanganan masalah desa tanpa
harus lama menunggu datangnya program dari pemerintah Kabupaten.
Partisipasi masyarakat dalam semua tahap pengelolaan ADD melalui lembaga atau
forum, baik yang disediakan pemerintah maupun yang ada atas inisiatif masyarakat
sendiri. Keterlibatan masyarakat dalam semua tahap pengelolaan ADD diharapkan
akan menumbuhkan rasa tanggung jawab dan memiliki terhadap hasil
pembangunan. Sehingga akan terjamin sustainability dari pembangunan yang dijiwai
semangat partisipasi. Karena dengan partisipasi aktif masyarakat diharapkan tujuan
pembangunan desa akan tercapai yaitu meningkatkan taraf hidup masyarakat dan
mampu mendorong percepatan kemandirian desa, yakni kemandirian mengelola
pemerintahan, mengambil keputusan, dan mengelola sumber daya lokal sendiri
yang sesuai dengan preferensi masyarakat lokal. (Sutoro Eko, 2006).
Mengingat partisipasi masyarakat menjadi titik strategis dalam pengelolaan ADD,
maka perlu dikembangkan melalui konsep partisipasi, agar perannya dapat berjalan
40
secara optimal. Forum dan lembaga yang menjadi saluran partisipasi masyarakat
menjadi entry point bagi pengembangan partisipasi. Dengan melihat karakteristik
partisipasi dalam forum dan lembaga kemudian mengukur derajat kekuatan yang
dimiliki, maka dapat dilakukan upaya pengembangan sesuai dengan situasi dan
kondisi masyarakat.
Untuk memahami konsep penting dalam tulisan ini, penulis mengidentifikasi konsep
pokok penelitian yang dipilih berdasarkan dari pertanyaan penelitian yaitu,
bagaimana mekanisme partisipasi masyarakat dalam pengelolaan ADD di desa
Wiladeg dan bagaimanakah derajat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan ADD
di desa Wiladeg.
Konsep penelitian ini adalah sebagai berikut :
Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan ADD adalah keterlibatan masyarakat
secara aktif dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi Alokasi Dana Desa
yang terbingkai dalam forum dan lembaga. Sesuai dengan konteks pengelolaan
ADD, maka detail yang akan diteliti meliputi:
1. Partisipasi dalam perencanaan
a. Adanya forum musyawarah pembangunan desa dalam merumuskan
ADD.
b. Tingkat kehadiran atau keterwakilan masyarakat dalam musyawarah
perencanaan pembangunan desa.
c. Adanya gagasan atau ide masyarakat dalam perencanaan pembangunan
des a.
41
d. Yang berperan dalam memutuskan hasil musyawarah perencanaan
pembangunan desa tersebut.
e. Gagasan atau ide dari masyarakat yang menjadi keputusan dalam
musyawarah desa.
2. Partisipasi dalam pelaksanaan
Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan di desa, akan
dijelaskan dengan :
a. Pemahaman masyarakat tentang program alokasi dana desa.
b. Sejauhmana keterlibatan masyarakat dalam menyumbangkan pikiran,
ketrampilan, tenaga, harta benda ataupun uang.
c. Apakah para pelaksana pembangunan di desa (kepala desa, LKMD,
kader-kader pembangunan dan kepala dusun) berfungsi/berperan
sebagaimana mestinya.
3. Partisipasi dalam mengevaluasi :
a. Sejauh mana keterlibatan masyarakat dalam mengevaluasi program
alokasi dana desa.
b. Jumlah pengaduan dari masyarakat mengenai penyelenggaraan
pembangunaan desa.
c. Sejauh mana keterlibatan masyarakat dalam mengawasi program alokasi
dana desa.
d. Saluran yang dimanfaatkan masyarakat dalam pengawasan dan evaluasi
program alokasi dana desa.
42
Selanjutnya untuk memberikan gambaran yang lebih jelas terhadap konsep tersebut,
dilakukan analisis terhadap dimensi how disetiap ruang partisipasi tersebut.
Karakteristik partisipasi yang dilihat adalah Initiative untuk berpartisipasi apakah
berasal dari atas atau dari bawah. Structure dan Channels untuk melihat apakah
basis individu atau kolektiv, organisasi formal atau informal, dilakukan secara
langsung atau representatif. Akhirnya, karakteristik tersebut bermanfaat untuk
melihat Empowerment atau derajat partisipasi masyarakat disetiap ruang partisipasi
yang tersusun dalam tangga dimulai dari no power sampai extensive power.
43
n.\n 111
:u •~'I'O n 1~ 1·1~-" •~ I. I 'I' I,\:\'
3.1. Pengantar
Penelitian adalah suatu kegiatan mengkaji secara teliti dan teratur dalam suatu
bidang ilmu menurut kaidah tertentu. Kaidah yang dianut adalah metode. Mengkaji
adalah suatu usaha memperoleh atau menambah pengetahuan. Jadi, menurut
Tejoyuwono (2006) meneliti dilakukan untuk memperkaya dan meningkatkan
kefahaman tentang sesuatu. Setiap penelitian mempunyai tujuan yang berbeda. Hal
ini membawa kosekuensi, r:netode yang digunakan akan berbeda pula.
Dalam bab ini akan diungkapkan hal-hal yang berkaitan dengan metode yang
dipergunakan setelah mempertimbangkan pertanyaan dan tujuan penelitian.
Pemilhan metode akan berpengaruh terhadap jenis penelitian, teknik pengumpulan
data, informan penelitian dan teknik analisa data.
3.2. Jenis Penelitian
Berdasar pada pertanyaan penelitian yang telah dirumuskan, dapat dikatakan bahwa
penelitian ini ingin menggambarkan kondisi partisipasi masyarakat dalam
memanfaatkan mekanisme partisipasi formal dan informal dalam pengelolaan ADD
dan mengukur derajat partisipasi partisipasi masyarakat dalam pengelolaan ADD.
Berdasarkan definisi-defin~si yang telah disintesiskan J Moleong mengungkapkan
44
bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami
fenomena tentang apa yang dialami kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus
yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.
Selanjutnya dengan melihat tujuan penelitian yaitu ingin menggambarkan kondisi
partisipasi masyarakat dalam memanfaatkan mekanisme partisipasi formal dan
informal dalam pengelolaan ADD, serta mengukur derajat partisipasi masyarakat
dalam pengelolaan ADD, maka dapat dikatakan bahwa tujuan penelitian adalah
untuk menjelaskan atau mendeskripsikan secara rinci dan menyeluruh tentang
interaksi antara pengelolaan ADD dengan partisipasi masyarakat, sehingga,
penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat kualitatif.
3.3. Teknik Pengumpulan Data
Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.
Data primer, teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah melalui
observasi, wawancara, sedangkan untuk data sekunder dilakukan melalui teknik
dokumentasi.
3.3.1. Observasi
Dalam penelitian ini pengamatan dilakukan di lingkungan kantor desa Wiladeg dan
dimasyarakat untuk mengetahui dan menjelaskan bagaimana interaksi terjadi antara
masyarakat dengan pemerintah desa dalam pembangunan desa, yang antara lain
meliputi:
45
1. apa, apa yang terjadi, apa yang dilakukan dan dikatakan, apakah kejadian
tersebut merupakan hal yang sering terjadi.
2. Siapa, siapa yang terlibat, ciri-ciri sosial pelaku, kedudukannya dalam
pemerintah desa/masyarakat, siapa yang dominan.
3. Bagaimana, bagaimana suatu kejadian dapat berlangsung, bagaimana suatu
kejadian berhubungan dengan kejadian yang lain. (diadopsi dari Sukamdi
dkk 2003)
Obervasi penelitian ini dilakukan pada dua situasi yaitu pertama, pada kantor desa
Wiladeg dan kedua, pada lingkungan masyarakat yang memanfaatkan
pembangunan desa. Observasi dilingkungan kantor desa dilakukan untuk
mengetahui apa yang terjadi, siapa yang terlibat, bagaimana interaksi yang terjadi.
Agar lebih memahami pengelolaan ADD yang dilaksanakan didesa Wiladeg.
Observasi yang dilakukan peneliti dilingkungan kantor desa dan di masyarakat
dilakukan tanpa melihat jam kerja kantor desa. Karena proses kegiatan
pembangunan desa yang dilakukan masyarakat dilakukan setiap waktu tanpa
memperhatikan jam kerja kantor kepala desa.
Fokus pengamatan adalah pada kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan
ADD. Hal ini dilakukan karena pembangunan desa didesa Wiladeg dana berasal dari
berbagai sumber. Teknik pengamatan yang dilakukan peneliti adalah observasi non
partisan, karena peneliti tidak terlibat secara langsung dalam aktivitas dari objek
yang diteliti. Dari pengamatan lapangan diharapkan akan mendapatkan gambaran
secara jelas partisipasi masyarakat dalam pengelolaan alokasi dana desa.
46
3.3.2. Wawancara
Yang dimaksud dengan wawancara adalah proses memperoleh keterangan dengan
melakukan tanya jawab dengan obyek penelitian yang dilakukan dengan panduan
wawancara. Meskipun wawancara adalah proses percakapan yang berbentuk tanya
jawab namun menurut Na:z:ir (1983) percakapan berbeda dengan wawancara, '
karena wawancara adalah suatu proses pengumpulan data untuk suatu penelitian.
Teknik ini digunakan dalam penelitian ini karena mampu menggali informasi yang
diperlukan secara mendalam (lebih jauh) tentang berbagai hal yang relevan. Melalui
teknik ini diharapkan mendapat informasi yang lebih jelas tentang keyakinan,
pendapat, prinsip pribadi, perasaan, ide serta penilaian seseorang terhadap
lingkungannya.
Pedoman wawancara yang digunakan bersifat terbuka sehingga informan
diharapkan akan merasa lebih bebas dalam menjawab pertanyaan dan tidak merasa
dibatasi. Hal ini dimaksudkan agar proses penggalian informasi dapat berkembang
secara mendalam namun tetap dalam konteks penelitian. Sehingga dimungkinkan
pertanyaan akan berkembang sepanjang relevan dengan tema. Hasil yang
diharapkan adalah peneliti akan mendapatkan beberapa data yang sebelumnya
tidak terprediksikan akan muncul dan akan dieksplosari lebih jauh untuk mendapat
data yang lengkap yang sesuai dengan tema.
Dalam pelaksanaan wawancara, peneliti berusaha membangun suasana yang
santai dalam melakukan interaksi. Hal ini dilakukan untuk menghindari
47
kecanggungan informan dalam memberikan informasi. Dan ketika beberapa
informasi yang diperoleh perlu dilakukan pengujian kebenaran, peneliti melakukan
wawancara secara tersamar dengan beberapa penduduk setempat. Sifat dasar
masyarakat desa Wiladeg yang ramah tamah memudahkan peneliti menggali
informasi.
3.3.3. Teknik Dokumentasi
Dokumentasi dimanfaatkan untuk memberi dukungan dan memperkuat deskripsi
tentang gambaran yang diperoleh dari teknik wawancara dan pengamatan langsung,
sehingga hasil penelitian ~iharapkan akan lebih kredibel karena didukung oleh data
data yang terdokumentasikan.
Data yang berasal dari dokur;nentasi yang dianggap relevan dengan tema penelitian
sangat diperlukan. Hal ini disebabkan karena proses perencanaan dari
pembangunan desa telah selesai dilaksanakan, sehingga untuk mendapatkan
gambaran yang jelas tentang perencanaan pembangunan desa dilakukan dengan
melakukan pencermatan terhadap dokumen-dokumen perencanaan yang ada.
Dokumen dalam penelitian ·ini sebagian besar dokumen milik pemerintah desa
Wiladeg. Dalam pengumpulan data ini peneliti tidak mendapat kendala yang berarti.
Hal ini karena respon yang baik dari pemerintah desa Wiladeg, baik Kepala Desa
maupun perangkat desa yang lain.
48
3.4. lnforman Penelitian
Sesuai dengan sifat penelitian deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk memperoleh
data secara mendalam, . dan bukan untuk digeneralisasikan maka penentuan
informan dengan menggunakan teknik purposive sampling. Penentuan informan
dilakukan dengan pertimbangan tertentu misalnya orangnya dianggap paling tahu
dengan permasalahan penelitian. Dalam sampel purposive, besar sampel ditentukan
oleh pertimbangan informasi.
lnforman yang dipilih dalam proses penelitian dengan teknik purposive sampling ini
banyak didasarkan pada infromasi yang didapat dari teknik dokumentasi, informan
kunci, dan terus berkembang selama proses penelitian. lnforman dalam penelitian ini
adalah:
1. Kepala Desa Wiladeg
2. Ketua BPD Wiladeg
3. Pengurus lembaga kernasyarakatan desa Wiladeg sebanyak 7 orang.
4. Tokoh masyarakat sejumlah 5 orang
3.5. Analisis Data
Tahap ini paling penting dalam suatu penelitian, hal ini dikarenakan tahap analisis
adalah tahap mencari pola sekaligus pemberian makna atas data, baik yang
diperoleh dari observasi dan wawancara serta dari penelusuran data.
49
Data hasil wawancara yang diperoleh dilapangan kemudian dilakukan pemilihan
bagian yang perlu dibuang, . digolongkan informasi yang sama, untuk dapat
disimpulkan dan diverifikasi. Misalnya ketika memperoleh data tentang swadaya
masyarakat dari beberapa informan. lnformasi yang diberikan oleh informan
berkembang tidak hanya tentang partisipasi, sehingga dalam proses analisis
informasi yang tidak berhubungan dengan swadaya dibuang. Kemudian informasi
yang sejenis dari beberapa informan dikelompokkan untuk selanjutnya disimpulkan.
Seluruh data yang dihasilkan merupakan informasi yang relevan dengan masalah
dan disajikan dalam bentuk narasi. Bila dalam proses analisis data diperlukan
konfirmasi, maka peneliti melakukan diskusi dengan informan. Hal ini dilakukan
sebagai penegasan atas data yang disajikan. Contoh, ketika menganalisis lembaga
Karang Taruna ditemukan bahwa lembaga tersebut tidak berfungsi secara optimal.
Untuk justifikasi fakta tersebut, peneliti melakukan diskusi dengan beberapa
informan.
Pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan bukan
sesuatu yang berlangsung Hnier, melainkan merupakan suatu siklus yang interaktif,
untuk mendapatkan gambaran dan pengertian yang mendalam, komprehensif, yang
rinci mengenai suatu masalah sehingga dapat melahirkan suatu kesimpulan yang
induktif. Seluruh analisis dilakukan dengan mengacu pada upaya memberikan
jawaban atas pertanyaan penelitian berdasarkan uraian teoritis yang telah
didiskusikan.
50
llc\11 1\r
C~.\.lllli\lli\1\' \VII.-.:\\'L\11 UI~Si\ \\'IL\UI~C~
U1\l\' i\1.-0KASI U.'\N.'\ DES.t\ (1\UU.
4.1. Gambaran Umum Wilayah
Desa Wiladeg merupakan salah satu desa yang berada di wilayah Kecamatan
Karangmojo Kabupaten Gunungkidul. Jarak desa ke ibu kota kecamatan
Karangmojo ± 3 Km, sedangkan jarak desa ke ibu kota Kabupaten Gunungkidul ±
6 Km. Secara geografis Desa Wiladeg berbatasan dengan :
Sebelah Utara Desa Bejiharjo
Sebelah Timur
Sebelah Selatan
.Desa Ngawis dan Kelor
Dusun Semanu
Sebelah Barat Desa Bendungan
Dari letaknya yang berada ditengah-tengah wilayah kabupaten Gunungkidul
sehingga wilayahnya keseluruhan merupakan daratan dan berupa tanah datar
dengan ketinggian tanah antara 250-300 m dari atas permukaan laut.
Luas wilayah desa Wiladeg secara keseluruhan adalah 650.162 Ha, meliputi 166350
Ha atau sekitar ?.56% berupa tanah sawah, dan 5485495 Ha atau sekitar 84,37%
berupa tanah kering. Sedang sisanya adalah tanah untuk fasilitas umum dan sosial.
Menurut data monografi d.esa Wiladeg Semester II tahun 2008, penduduk desa
Wiladeg ssaat ini berjumlah 4.205 orang. Mayoritas penduduk desa Wiladeg
51
bermata pencaharian sebagai petani, yaitu mencapai 2.208. adapun secara rinci
data penduduk desa Wiladeg berdasarkan mata pencaharian dapat dilihat dari tabel
berikut ini :
TabeiiV.1.
Mata Pencaharian Penduduk
NO MATA PENCAHARIAN JUMLAH
1 Petani : pemilik tanah, penggarap dan buruh tani 2.208
2 Pengusaha Sedang/Besar 3
3 Pengrajin lndustri Kecil 196 -
4 Buruh : industri, bangunan dan pertambangan 664
5 Pedagang 165
6 Pengangkutan ; 11
7 PNS (Sipil, TNI, Polri), Pensiunan 273
8 Peternak: 685
Sumber: Data Monografi desa Wiladeg Semester 1112008
Dari data tentang kondisi wilayah dan mata pencaharian penduduk sebagaimana
tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa mayoritas penduduk desa Wiladeg
memanfaatkan tanahnya sebagai sumber mata pencaharian yaitu petani. Pengairan
tanah sawah di desa Wiladeg dengan menggunakan irigasi sederhana dan sawah
pasang surut. Sehingga hasil pertanian masih bisa dioptimalkan dengan
meningkatkan sistem irigasi dan cakupan sawah yang dapat diairi.
Dari tingkat pendidikan penduduk, sebagian besar lulusan Sekolah dasar yaitu 1357
orang atau 60,88%. Sedangkan gambaran selengkapnya terhadap tingkat
pendidikan penduduk dapat dilihat sebagai berikut :
52
TabeiiV.2.
Tingkat Pendidikan Penduduk
NO TINGKA T PENOIOIKAN JUMLAH %
1 Taman Kanak-kanak 61 2,72
2 Sekolah Oasar 1.357 60,88
3 SMP/SLTP 344 15,43
4 SMA/SLTA 253 11,35
5 Akademi (01-03) 84 3,77
6 Sarjana (S1-S3) 84 3,77
7 Pendidikan Khusus 46 2,06
Sumber: Data Monografi desa Wtladeg Semester 1112008
Pemerintahan desa Wiladeg terdiri dari Pemerintah Oesa dan BPO sebagai
pennyelenggara urusan pemerintahan desa. Pemerintah desa dipimpin Kepala Oesa
dan perangkat desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Oesa. Untuk
gambaran yang lebih jelas dibawah ini ditampilkan daftar nominatif Kepala Oesa dan
Perangkat Oesa sebagai berikut:
53
Tabel. IV.3.
Daftar Nominatif ,Kepala Desa dan Perangkat Desa Wiladeg
NO NAMA JABATAN TMT
1 Sukoco Kepala Desa 11-04-2003
2 Rudatiningsih Sekretaris Desa 30-09-2004
3 Andang Jarot Tri Gunawan KaurKeuangan 27-03-1998
4 Suryanto Kaur Perencanaan 16-05-2007
5 Sisnanto Kaur Umum 01-11-2008
6 Haryati Kabag Pemerintahan 14-02-1990
7 Budi Ngesti Hartono Kabag Pembangunan 01-11-2008
8 Tukiyo Kabag Kesra 15-07-1988
9 Sumarno Dukuh Krambilduwur 18-12-1993
10 Maryadi Dukuh Kendalrejo 30-08-2002
11 Margiyo Dukuh Karangnongko 31-12-2003
12 Sareh Dukuh Ngricik 18-12-1993
13 Gunari Dukuh Tompak 26-10-1999
14 Marse no Dukuh Kayuwalang 30-08-2002
15 Ngatmi Dukuh Wiladeg 30-08-2002
16 Sari Sugianto Dukuh Kenteng 30-08-2002
17 Suradi Haryanto Dukuh Nglampar 01-05-1987
18 - Dukuh Kerdon -Sumber : Laporan Keterangan Pertanggung)awaban Kepala Desa Kepada BPD T.A. 2008
Sedangkan susunan personalia Bad an Permusyawaratan Desa masa bakti 2007-
2013 adalah sebagai berikut :
54
Tabe11V.4.
Bad an Permusyawaratan Desa Masa Bakti 2007-2013
~---·
NO NAM.A JABATAN
1 Sumarno, BA Ketua
2 Supriyatin, S.Sos. Wakil Ketua
3 Heri Santoso, S.Pd. Sekretaris
4 Giyono SW Kabid Anggaran
5 Sugiman Kabid Pembangunan
6 Gayus Maryono, S.Pd. Kabid Kesra
7 Widodo Murti Priyono Kabid Pemerintahan
8 Atmaji Priyo Yuwono Anggota
9 Sumarwati Anggota
10 Sigit Aruji Sudarman Anggota
11 Supriyanto Anggota
Sumber : Laporan Keterangan Pertanggung}awaban Kepala Oesa kepada BPD T.A. 2008
Untuk mendukung penyelenggaraan Pemerintahan Desa dalam pemberdayaan
masyarakat desa dibentuk lembaga kemasyarakatan desa oleh masyarakat dan
anggota ditetapkan berdasar ll1Usyawarah dan mufakat. Desa Wiladeg memiliki
lembaga kemasyarakatan desa sebagai berikut :
1. Lembaga Pemberdayaan Kemasyarakatan Desa (LPMD)
a. Jumlah pengurus LPMD 56 orang
b. Tanggal pelantikan 21 Desember 2007
c. Jumlah Kader Pembangunan Desa (KPD) 10 orang
2. Lembaga Pemberdayaan Kemasyarakatan Padukuhan (LPMP)
a. Jumlah LPMP 10 LPMP
55
b. Jumlah pengurus LPMP
c. Tanggal pelantikan
3. Rukun Warga (RW)
a. Jumlah RW
b. Jumlah pengurus RW
c. Tanggal pelantikan
4. Rukun Tetangga (RT)
a. Jurnlah RT
b. Jumlah pengurus RT
c. Tanggal pelantikan
5. Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga
a. Jumlah Tim Penggerak PKK
b. Jumlah kader PKK
c. Tanggal pelantikan
6. Karang Taruna
a. Jumlah pengurus Karang Taruna Desa/Dusun
b. Tanggal pelantikan
c. Jumlah Karang Taruna Unit
70 orang
21 Desember 2007
10 RW
50 orang
21 Desember 2007
45 RT
225 orang
21 Desember 2007
37 orang
67 orang
1 0 Desember 2007
33/70 orang
12 Desember 2007
11 unit
Berdasarkan hasil musyawarah antara Badan Perwakilan Desa (BPD) dan aparat
Desa Wiladeg pada tanggal 28 Mei 2008, Pemerintah Desa Wiladeg telah menyusun
dan menetapkan APBDes untuk tahun anggaran 2008 dengan Peraturan Desa
56
Wiladeg No. 05 tentang APBpes TA 2008 tanggal 28 Mei 2008. Gambaran APBDes . tahun anggaran 2008 tersebut sebagai berikut:
TabeiiV.5
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) Desa Wiladeg
Tahun Anggaran 2008
Juwl~h No
··; :·· ...
. ~ : . . . ~ .
: .. - : .. .. ... :··
- ... ? '":. - ~::? :~: .. _: =~---:: .. ;~ .. : .. : -~. :·· ... :·· --· ... ---.... :·· -··
::- . :: :::
Sumber: Lampiran Peraturan Oesa Wiladeg No. 05 tentang APBDes TA 2008 tanggal 28 Mei 2008
Melihat tabel IV.5 terlihat bahwa Pendapatan Asli Desa (PAD) sebesar 46,70% atau
6,02% lebih besar dari sumbangan pemerintah diatasnya. Sedangkan partisipasi
masyarakat (hasil swadaya, partisipasi, gotong royong masyarakat) sebesar 42%
terhadap APBDes. Perbandingan belanja rutin dengan belanja pembangunan
sebesar 31,5% berbanding 68,5%. Sedangkan belanja pembangunan fisik sebesar
67,96% dan belanja non fisik sebesar 0,54%, atau pembangunan fisik lebih banyak
92% dari pembangunan non fisik.
57
4.2. Kebijakan Alokasi Dana Desa (ADD)
Pedoman pengelolaan Alokasi Dana Desa di Kabupaten Gunungkidul terintegrasi
dalam Peraturan Bupati Gunungkidul nomor 24 tahun 2008 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Desa: Yang dimaksud dengan Keuangan Desa adalah
semua hak dan kewajiban dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan desa yang
dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang
berhubungan dengan hak dan kewajiban desa tersebut. Sehingga dapat dikatakan
bahwa pengelolaan alok~si dana desa menjadi bagian yang tak terpisahkan dari
pengelolaan keuangan d~sa.
Pemberian ADD dimaksudka~ untuk membiayai program Pemerintahan Desa dalam
melaksanakan kegiatan pemerintahan dan pemberdayaan masyarakat. Sedangkan
tujuan ADD diberikan kepada desa adalah sebagai berikut :
1. Menanggulangi kemiskinan dan mengurangi kesenjangan.
2. Meningkatkan perencanaan dan penganggaran pembangunan ditingkat desa
dan pemberdayaan masyarakat.
3. Meningkatkan pembangunan infrastruktur perdesaan.
4. Meningkatkan pengamalan nilai-nilai keagamaan, sosial budaya dalam rangka
mewujudk::m tJeningkatan sosial.
5. Meningkatkan ketentraman dan ketertiban masyarakat.
6. Meningkatkan pelayanan pada masyarakat desa dalam rangka pengembangan
kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat.
7. Mendorong peningkatan keswadayaan dan gotong royong masyarakat; dan
58
8. Meningkatkan pendapatan desa dan masyarakat desa melalui Badan Usaha
Milik Desa.
Dalam menentukan besarnya ADD yang diperoleh desa ditentukan oleh variabel KK
Miskin, jumlah penduduk, luas wilayah, dan jumlah padukuhan dengan pembobotan
sebagai berikut :
TabeiiV.6.
Pembobotan Variabel ADD
Varabel Bobot Angka Bobot
KK Miskin 4 0,40
Jumlah Penduduk 3 0,30
Luas Wilayah 2 0,20
Jumlah Padukutian 1 0,10
Sumber: Peraturan Bvpat1 Gunungk1dul nomor 24 tahun ~008
Sedangkan besarnya ADD difetapkan dengan menggunakan rumus :
ADDx =
ADDPx =
BOx =
KV1,2,3,4x =
ADDM Desa + ADDP Desa
BOx (ADD - 2: ADDM)
a1 KV1 + a2 KV2 + a3 KV3 + a4 KV4
V1 .2.3.4x rvn
Besarnya prosentase perbandingan ditetapkan 70% untuk Alokasi Dana Desa
Minimal (ADDM) dan 30% untuk Alokasi dana Desa Proporsional (ADDP).
Mekanisme penyaluran dana dan pencairan ADD diatur sebagai berikut :
59
1. Pengajuan dana ADD <;:lilakukan setelah Peraturan Desa tentang APBDesa
ditetapkan. Pengajuan permohonan penyaluran dana ADD oleh Kepala Desa
kepada Bupati melalui camat untuk dilakukan verifikasi terlebih dahulu.
2. Penyaluran dana dilakukan oleh Badan Pengelola Keuangan dan Kekayaan
Daerah (BPKKD) melalui transfer langsung dari Kas Daerah ke rekening Kas
De sa.
3. Pencairan dana ADD dilakukan secara bertahap selama tiga tahap yaitu 30%
pada triwulan pertama, 40% pada triwulan kedua, dan 30% pada triwulan ketiga.
Didalam peraturan daerah tersebut juga diatur tentang penggunaan Alokasi Dana
Desa (ADD) yaitu untuk membiayai kegiatan peningkatan kapasitas Pemerintahan
Desa, pemberdayaan lembaga kemasyarakatan dan masyarakat desa. Besaran
alokasi juga ditentukan sebagai berikut :
1. Belanja Aparatur dan operasional Pemerintah Desa dan BPD sebesar 50%
dengan pembagian Pemerintah Desa sebesar 37,5% dan BPD sebesar 12,5%.
2. Pemberdayaan Lembaga Kemasyarakatan dan pemberdayaan masyarakat
sebesar 50% dengan perincian LPMD 7,5%, PKK 5%, RT/RW 10%, Karang
Taruna 2,5% sehingga total alokasi Pemberdayaan Lembaga Kemasyarakatan
25%. Sedangkan untuk pemberdayaan masyarakat 25%.
Untuk pemberdayaan masyarakat penggunaannya juga telah ditentukan sebagai
berikut:
1. Biaya perbaikan sarana dan prasarana.
2. Penyertaan modal usaha. masyarakat melalui BUM Des
60
3. Biaya pengadaan ketahanan.pangan
4. Biaya perbaikan lingkungan dan pemukiman
5. Teknologi tepat guna
6. Perbaikan kesehatan dan pendidikan
7. Pengembangan sosial budaya
8. Biaya lainnya yang dianggap penting
Pertanggungjawaban ADD terintegrasi dengan pertanggungjawaban APBDes.
Rancangan peraturan desa tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBDes dan
keputusan Kep.c~a Desa tentang keterangan pertanggungjawaban yang telah dibuat
oleh Kepala Desa disampaikan kepada BPD untuk mendapat persetujuan dan
ditetapkan menjadi peraturan desa tentang pertanggungjawaban pelaksanaan
APBDes. Paling lambat tujuh hari setelah ditetapkan, Kepala Desa menyampaikan
keputusan Kepala Desa tentang keterangan pertanggungjawaban pelaksanaan
APBDes dan peraturan desa tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBDes
kepada Bupati melalu1 Camat.
Untuk mencapai efisiensi dan efektifitas dalam pengelolaan keuangan dilakukan
pengendalian yang dilakukan oleh kepala Desa, Camat, dan Bupati. Sedangkan
pengawasan secara umum terhadap pelaksanaan peraturan desa tentang APBDes
dilakukan oleh BPD dan pengawasan yang menyangkut pengelolaan dan
penggunaan dana dilakukan oleh Aparat Pengawas Fungsional.
Penetapan lokasi dan besarn'ya Alokasi Dana Desa (ADD) Kabupaten Gunungkidul
tahun 2008 ditetapkan dengal') Keputusan Bupati Gunungkidul nomor 51/KPTS/2008
61
dan untuk tahun anggaran 2009 ditetapkan dengan Keputusan Bupati Gunungkidul
nomor 42/KPTS/2009. Besarnya alokasi ADD untuk kecamatan Karangmojo dapat
dilihat pada tabel berikut ini :
TabeiiV.7.
Besaran Alokasi Dana Desa (ADD) tahun 2008 dan 2009 Kecamatan Karangmojo
NO LOKASI BESARNYA ALOKASI (Rp)
2008 2009 ----·--
1 Bejiharjo 145.023.000 81.300.000 2 Wiladeg 107.300.000 61.300.000 3 Bendungan 98.791.000 55.500.000 4 Kelor 100.113.000 56.300.000 5 Ngipak 108.007.000 60.700.000 6 Karangmojo 121.210.000 68.000.000 7 Gedangrejo 108.723.000 61.100.000 8 Ngawis 112.087.000 63.000.000 9 Jatiayu 123.018.000 69.100.000
. -·---~---- -~---------- --Sumber : Keputusan Bupat1 Gunungk1dul nomor 41/KPTS/2008 dan nomor
42/KPTS/2009
Untuk tahun 2008 pemanfaatan ADD desa Wiladeg ditetapkan dengan Peraturan
Desa Wiladeg nomor OS tahun 2008 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja
Desa Tahun Anggaran 2008. Secara umum digambarkan sebagai berikut:
62
Grafik IV.1.
Alokasi ADD desa Wiladeg Tahun 2008
50.000.000,00
40.000.000,00
30.000.000,00
20.000.000,00
lO.OOO.OOO,QO
1
Pemdes
R BPD
LPMD
Pemerintah desa Wiladeg mendapat alokasi sebesar Rp. 24.182.500,00 dengan
perincian penggunaan dapat dilihat pada grafik berikut ini :
Grafik IV.2.
Biaya Operasional Pemerintah Desa Alokasi ADD tahun 2008
Biay·a Biayalain·lain P~meliharaan 18%......__
17% "
I
Biaya
P~j~lanan j Dmas Biaya 3% RaJ>ilt·rapat
'i%
Blaya Pengadaan Barang dan
jasa 52%
BPD menerima manfaat ADD sebesar Rp. 8.047.500,00 yang dipergunakan untuk
biaya operasional dengan perincian sebagai berikut :
63
Grafik IV.3.
Bantuan Biaya Operasional BPD Alokasi ADD tahun 2008
Biaya Pengadaan
Biaya Perjalanan
Din as 6%
Belanja operasional LPMD sebesar Rp. 8.047.500,00 dengan perincian penggunaan
sebagai berikut :
Grafik IV.4.
Belanja Operasional LPMD Alokasi ADD Tahun 2008
Biaya Operasional Peningkatan Kinerja LPMD
12%
Blaya Perjalanan
Belanja Peningkatan
Kapasltas LPMD
jasa CJ%
a an
Untuk belanja operasional RT dan RW sebesar Rp. 12.265.3000,00. Dalam
dokumen APBDes tahun 2008 tidak memperlihatkan perincian penggunaan alokasi
terse but.
64
Untuk belanja operasional lembaga kemasyarakatan PKK mendapat alokasi sebesar
Rp. 5.365.000,00 dengan perincian sebagai berikut :
Grafik IV.5.
Belanja Operasional PKK Alokasi ADD Tahun 2008
Biaya Pengadaan
Barang · d,m jasa
5%
Biaya Peningkata n Kualitas
dan Kinerja ...
Biaya Kegiatan
10 program pokok. ..
Lembaga pemberdayaan masyarakat berikutnya yang menerima manfaat ADD
adalah Karang Taruna yaitu sebesar Rp. 2.682.000,00 dengan perincian
penggunaan sebagai berikut :
Grafik IV.6.
Belanja Operasional Karang Taruna Alokasi ADD Tahun 2008
4% 3% "" Biaya Pembelian ATK
- Biaya Foto Copy dan jilid
Pengadaan alat olahraga Bolla Volley
Untuk belanja pembangunan alokasi ADD sebesar Rp. 48.285.000,00 dan
keseluruhan anggaran dipergunakan untuk belanja pembangunan fisik.
65
IJ.\11 ,.
U,\L:\~1 1•1~~C~I~I~OL\,\~ ,\UU
5.1. Pendahuluan
Melalui pemaknaan kebijakan ADD ini diharapkan desa mendapatkan keuntungan
dari desentralisasi. yaitu memiliki kekuasaan dalam mengelola keuangan desa,
membelanjakan. mengelola, dan mengawasinya. Dengan keleluasaan tersebut
diharapkan juga akan meningkatkan kualitas pelayanan publik dan menstimulasi
tercapainya kesejahteraan rakyat desa.
Untuk dapat melihat gambar~m partisipasi masyarakat desa Wiladeg dalam rangka
pengelolaan ADD, adalah dengan memaparkan mekanisme dan derajat partisipasi
masyarakat. Dimana mekanisme partisipasi merupakan arena atau saluran yang . dapat digunakan oleh seluruh lapisan masyarakat untuk menjalankan partisipasinya
yang terbingkai dalam forum dan lembaga.
Mekanisme partisipasi diidentidikasi dari semua aktivitas partisipasi warga yang
telah melembaga dan diakui oleh stakeholder baik formal maupun informal.
Pembahasan dalam bab V in.i bertujuan untuk mengetahui bagaimana mekanisme
partisipasi masyarakat dalam pengelolaan ADD di desa Wiladeg berjalan,
bagaimana masyarakat menggunakan atau memanfaatkan mekanisme partisipasi
dalam konteks forum atau lemba.ga dalam pengelolaan ADD.
66
5.2. Mekanisme Formal
Pada sub bagian ini akan melihat mekanisme formal yaitu mekanisme partisipasi
masyarakat yang diatur oleh pemerintah daerah. Yang termasuk dalam mekanisme
formal ini adalah musrenbangdes, BPD, dan lembaga-lembaga kemasyarakatan.
Mekanisme ini menjalankan fungsi dan perannya sesuai dengan aturan pemerintah
supra desa. Melalui mekanisme ini diharapkan mampu mendorong, meningkatkan,
memotivasi partisipasi.
5.2.1. Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa (Musrenbangdes)
Pengelolaan ADD dimulai dari tahap perencanaan. Proses perencanaan tersebut
terintegrasi dalam suatu sistem musyawarah perencanaan pembangunan tingkat
desa. Hal ini sejalan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 37 tahun 2007
tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa, Peraturan Daerah nomor 21 tahun
2006 tentang Pembentukan Lembaga Kemasyarakatan, peraturan daerah nomor 24
tahun 2008 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa, mensyaratkan seluruh
kegiatan yang didanai ADD direncanakan, dilaksanakan, dan dievaluasi secara
terbuka. Sedangkan pengelolaan ADD merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari pengelolaan keuangan desa karena ADD merupakan bagian dari APBDes.
Musrenbang tingkat desa Wiladeg menghasilkan dokumen Rencana Kegiatan
Pembangunan Desa (RKP Desa), daftar nama-nama wakil desa yang akan
mengikuti Musrenbang di kecamatan, dan daftar usulan kegiatan pembangunan
67
yang memerlukan pembiayaan APBD kabupaten, APBD provinsi, APBN, program
sektoral antara lain PNPM Mandiri dan pihak lain.
Musrenbangdes untuk membahas rencana kegiatan tahun 2008 di desa Wiladeg,
dilaksanakan pada akhir bulan Januari 2007. Musrenbangdes dilaksanakan dalam
beberapa tahapan. Tahap-tahap ini dilakukan untuk memastikan bahwa mekanisme
berjalan aspiratif. Pemerintah desa memfasilitasi forum musrenbangdes. Forum
musrenbangdes mempunyai nilai strategis yang melibatkan para stakeholder
pembangunan desa yaitu BPD, PKK, Karang Taruna, LPMD, Perangkat desa,
utusan dusun. Musrenbang desa Wiladeg dilaksanakan melalui dua tahapan, yaitu
pra musrenbangdes dan musrenbangdes, dan telah dilaksanakan secara rutin,
seperti disampaikan oleh Bapak Camat Karangmojo sebagai berikut :
" .. ... musrenbang adalah kegiatan yang rutin dan wajib dilaksanakan dan untuk desa Wiladeg sudah rutin dalam melaksanakan musyawarah rencana pembangunan desa ... " (Sambutan Camat Karangmojo pad a pembukaan musrenbangdes di Balai Oesa Wiladeg tanggal 4 Februari 2008)
Perencanaan pembangunan diawali kegiatan identifikasi permasalahan dan
kebutuhan masyarakat. Proses identifikasi ini dilaksanakan oleh Lembaga
Pemberdayaan Masyarakat Desa maupun Lembaga Kemasyarakatan Desa.
Kegiatan yang dilaksanakan adalah menginventarisir aspirasi dari masyarakat yang
merupakan agregasi dari permasalahan dan kebutuhan disegala bidang. Tidak ada
limitasi aspirasi dalam proses ini, semua aspirasi masyarakat ditampung tanpa
membedakan asal maupun pengusulnya. Masyarakat desa Wiladeg sudah terbiasa
memanfaatkan forum pertemuan warga sebagai saluran aspirasi mereka, seperti
forum pertemuan RT, RW, PKK, Karang Taruna, dan sebagainya. Sebagian besar
68
forum tersebut melakukan pertemuan secara rutin setiap bulan. Dan masyarakat
memanfaatkannya sebagal sarana silaturahmi, tukar pendapat, berbagi
pengetahuan, dan menyarnpaikan aspirasi mereka. Menjelang pelaksanaan
musrenbangdes pertemuan; tersebut semakin intensif membicarakan rencana
kegiatan yang akan diusulkan. Proses selanjutnya adalah musyawarah padukuhan
(musduk). Peserta musyawarah ditingkat padukuhan ini adalah Ketua RT, RW,
Kelompok Tani, PKK padukuhan dan wakil PKK RT sebagai unsur perempuan, dan
Karang Taruna padukuhan sebagai peserta dari unsur pemuda. Dukuh dan LPMD
sebagai fasilitator musduk dan unsur pemerintah desa sebagai narasumber. Musduk
diwilayah desa Wiladeg · dilaksanakan pada awal bulan Januari 2007 sebelum
pelaksanaan musrenbangdes. Kegiatan ini membahas tentang usulan dari
masyarakat yang telah dikumpulkan pada proses sebelumnya. Semua usulan
tersebut diinventarisir dan dikelompokan kedalam tiga bidang yaitu bidang
fisiklinfrastruktur, bidang ekonomi, dan bidang sosial/budaya, pada tahap ini tidak
ada reduksi usulan masyarakat. Hasil dari seluruh proses identifikasi permasalahan
dan kebutuhan tersebut digunakan sebagai input tahap perencanaan berikutnya.
Selanjutnya dilakukan tahap persiapan (Pra-Musrenbangdes) dengan tujuan untuk
mempersiapkan teknis, substansi dan administrasi yang dibutuhkan pada saat
pelaksanaan musrenbang. desa. Kepala Desa bertanggung jawab terhadap
pelaksanaannya. Perencanaan pembangunan yang diinventarisir pada tahap ini
adalah status sementara usulan perencanaan program tahun sebelumnya, apakah
usulan masih akan ditidaklanjuti atau tidak akan ditindaklanjuti. lnventarisir
69
selanjutnya adalah hasil musyawarah padukuhan. Dalam forum ini Dukuh
mempresentasikan usul-usul perencanaan pembangunan yang telah dirumuskan
dalam musyarawarah padukuhan. Langkah ini penting dilakukan untuk
menginventarisasi perincian rencana pembangunan masing-masing padukuhan,
serta untuk mempelajari apakah terdapat dusun yang saling berbatasan mempunyai
kesamaan rencana, sehingga kegiatan dapat digabungkan. Selanjutnya rencana dari
seluruh padukuhan kemudian diklasifikasikan kembali kedalam tiga bidang sesuai
dengan komisi yang akan dibentuk dalam musrenbangdes. Keluaran (output) dari
proses ini adalah Rencana Kegiatan Pembangunan (RKP) Desa yang berisi daftar
usulan kegiatan yang akan disampaikan pada musrenbang tingkat kecamatan.
Kegiatan tersebut adalah yan_g bersumber dana dari pemerintah supra desa, sedang
yang bersumber dana dari APBDes diserahkan kepada pemerintah desa sebagai
input penyusunan RAPBDes. Kepala Desa sebagai Kepala Pemerintah Desa adalah '
pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa. RKP Desa Wiladeg tahun 2008
merupakan penjabaran tahunan terhadap dokumen RPJMD (2008-2013) yang telah
ditetapkan dalam peraturan desa nomor 02 tahun 2008.
Pelibatan masyarakat dalam perencanaan pembangunan cukup tinggi bila dilihat
dari antusiasme masyarakat. Mal ini terlihat dari banyaknya usulan yang dibawa dari
tingkat bawah oleh delegasi dusun maupun lembaga kemasyarakatan, yang
diajukan dalam musrenbangdes. Hal ini diungkapkan oleh seorang tokoh
masyarakat di desa Wiladeg me[lgatakan bahwa :
70
" .... ... usul ten pedukuhan, saking forum RT rumiyin gek mangkeh ngejokke ten pedukuhan ... " (" .. usul di padukuhan, dari forum RT dulu terus nanti diajukan ke padukuhan .. 'J (wawancara, tanggal 12 Agustus 2009)
Hal ini dikuatkan dengan. pend a pat dari kepala dusun di de sa Wiladeg sebagai
berikut:
" ..... musyawarah dusun_ rumiyin lajeng pun usulken lajeng musyawarah won ten desa ....... masyarakat antusias, kados sal<niki masyarakat usulken pelatihan Ia sakmeniko sampun estu, stir mobil, ... ban yak usulan dari semua bidang .... " (musyawarah dusun dulu terus diusulkan kemudian musyawarah di desa ..... masyarakat antusias, seperti sekarang, masyarakat mengusulkan pelatihan ya sekarang sudah terlaksana, stir mobil, .... ban yak usulan dari semua bidang,,) (wawancara, tanggal 28 September 2009)
Bila dilihat dari usulan kegiatan pembangunan yang diajukan di musrenbangdes,
terlihat bahwa masyarakat mempunyai ruang yang cukup luas untuk bersuara. Hal
ini terungkap dari wawancara dengan kepala desa sebagai berikut :
" .. ... pernah warga miskin kita ajak dan kita berikan ruang untuk bicara, LSM juga ada sampai saya tidak membatasi, entah itu keinginan pribadi atau kelompok saya tidak perduli. Tidak apa, silahkan saja ... " (wawancara dengan Kepala Desa tanggal 26 Agustus 2009)
Dari paparan diatas terlihat bahwa semua elemen masyarakat mempunyai ruang
yang cukup luas untuk menyampaikan aspirasinya. Sehingga dari mekanisme ini
diharapkan adanya keterlibatan masyarakat sejak awal dalam proses pembangunan.
Meskipun pada akhirnya usulan tersebut akan dibuat bobot, seperti terungkap dalam
wawancara berikut :
·' ..... Jadi, waktu menggagas usulan padukuhan itu saya bebaskan. Tolong jangan dinilai dulu, inikan keinginan pribadi, .. ya jangan .. nanti setelah dimusrenbang atau ditingkat desa dia akan dinilai atau dilihat. Sehingga disaat saya membobbt usulan prasarana fisik misalkan mereka bisa melihat sendiri, artinya begini ada orang mengusulkan }alan menuju makam ngotot tapi ada orang yang juga ngotot jaian menuju kesekolah, }alan menuju ke puskesmas, }alan menuju akses ekonomi pertanian ... ya sudah ... kita bobot saja mana }alan ini bobot usulan ini yang paling urgen, yang paling banyak
71
manfaatnya. Ada yang kepasar .. oke lah ekonomi .. , ke puskesmas, ke sekolah, sehingga orang terus honnat..oh usulanku kalah karang yo mung neng kuburan .. menang nyat neng sekolahan, neng pasar (oh usulanku kalah memang cuma ke kuburan ... menang memang ke sekolahan, ke pasar) ... akhirnya dia menang terhonnat yang kalahpun juga terhonnat, jadi setelah dirangking ... kuwi lho dalanmu rangking sewelas(itu lho jalanmu rang king sebelas) ... " (Wawancara dengan Kepala Desa tanggal 26 agustus 2009)
Dalam musrenbangdes masyarakat diberi kebebasan untuk menyampaikan usul dan
kebutuhan mereka, namun mereka juga diberi kesempatan untuk berpartisipasi
dalam memutuskan sebuah kebijakan. Sehingga dalam proses musrenbangdes ini
partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan sangat tinggi dan dalam
konteks program ADD, partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan dan
pengambilan keputusan juga- tinggi. Hal ini diasumsikan bahwa hasil
musrenbangdes adalah merupakan muara seluruh perencanaan pembangunan
yang nantinya pembiayaan berasal dari berbagai sumber. Seperti keterangan lebih
lanjut dari Kepala Desa Wiladeg berikut ini :
"Setelah musrenbang, program semuanya dirangking mana bobot yang paling urgen. Setelah itu dianggap paling urgen, itu berarti akan didanai dari program apa, karena desa mempunyai beberapa program, misal PNPM, ADD ... " (wawancara, tangga/26 Agustus 2009)
Dari paparan tersebut dapat dipahami bahwa musrenbang di desa Wiladeg telah
mampu membawa aspirasi masyarakat dalam proses pembuatan keputusan. Begitu
besarnya peran masyarakat dalam perencanaan pembangunan, sehingga kegiatan
demokrasi terjadi secara maksimal. Fakta lain terungkap bahwa hasil dari
perencanaan pembangunan .melalui musrenbang desa semua adalah merupakan '
usulan dari masyarakat. Sehingga disini peran pemerintah desa murni sebagai
fasilitator dan bukan menggunakan kekuasaan untuk mempengaruhi pengambilan 72
keputusan dalam perencanaan pembangunan. Hal ini juga diakui oleh Kepala Desa
Wiladeg yang mengungkapkan hal sebagai berikut :
" .... tapi saya hampir tidak punya program sendiri saya lebih condong mereka mengonsep. a tau mereka mengusulkan sehingga saya lebih enak tanggung gugatnya .... " (wawancara, 26 Agustus 2009)
Menyimak dari paparan diatas, bahwa proses perencanaan pembangunan termasuk
didalamnya perencanaan anggaran ADD, telah dilaksanakan dengan menerapkan
nilai demokrasi yang tinggi. Dimana rakyat mempunyai hak untuk ikut bersuara dan
menjadi aktor dalam pembuatan keputusan. Pemerintah desa tetap berkomitmen
dan ini merupakan cerminan suatu kebijakan yang partisipatif serta pengaruh yang
kuat dari masyarakat dalam semua pengambilan kebijakan.
Dari semua paparan diatas terlihat bahwa partisipasi masyarakat sudah mendekati
konsep partisipasi yang diharapkan oleh masyarakat, dan telah menyentuh prinsip
good governance, sehingga dalam beberapa tahun ini kebijakan pembangunan di
desa Wiladeg sudah mampu menjawab kebutuhan masyarakat dan mampu
mengakomodir semua kepentingan masyarakat. Hal ini akan memberi secercah
harapan masyarakat dengan adanya otonomi daerah akan memberi kesejahteraan
bagi masyarakat. Dengan adanya kebijakan yang berpihak kepada rakyat, bentuk
pelibatan masyarakat yang tinggi, dan dorongan niat baik dari pemerintah desa
untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakatnya.
5.2.2. Sidang Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
Salah satu prinsip dasar dalam penyelenggaraan pemerintahan desa adalah
demokratisasi. Hal ini harus diperhatikan dalam rangka penyelenggaraan 73
pemerintahan desa menurut undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang
pemerintahan daerah sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 8
tahun 2005 dan peraturan pemerintah nomor 72 tahun 2005 tentang Desa. Prinsip
demokratisasi memiliki makna bahwa penyelenggaraan kegiatan pemerintahan dan
pelaksanaan pembangunan didesa harus mengakomodasi aspirasi yang hidup dan
berkembang di masyarakat. .Berdasar hal tersebut pemerintah daerah kabupaten
Gunungkidul membuat peraturan daerah nomor 18 tahun 2006 tentang Pedoman
Pembentukan Badan Permusyawaratan Desa sebagai dasar hukum formal
pembentukan wadah yang mengakomodasi aspirasi masyarakat dengan
membentuk lembaga yang disebut Badan Permusyawaratan Desa (BPD).
BPD adalah lembaga yang merupakan perwujudan demokrasi dalam
penyelenggaraan pemerintahan desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan
desa. Bersama Kepala Desa, . BPD berfungsi menetapkan Peraturan Desa,
menampung, dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Dalam menjalankan fungsi
tersebut BPD mempunyai hak u"ntuk meminta keterangan kepada Pemerintah Desa
dan menyatakan pendapat. Berbeda dengan BPD pada era undang-undang nomor
22 tahun 1999, keanggotaan BPD berdasar undang-undang 32 tahun 2004 adalah
merupakan wakil dari penduduk desa bersangkutan yang ditetapkan dengan melalui
musyawarah dan mufakat.
Setelah musrenbangdes dilaksanakan, Kepala Desa dengan dibantu Sekretaris
Desa dan Perangkat Desa lainnya, menyusun Rancangan peraturan desa tentang
APBDes. RAPBDes tahun .anggaran 2008 diajukan ke sidang BPD untuk dibahas
74
bersama dalam rangka memperoleh persetujuan bersama pada tanggal 28 Mei 2008
bertempat di Balai Desa Wiladeg. Peserta sidang adalah anggota BPD, Kepala
Desa, Sekretaris Desa, Perangkat Desa. Pembahasan RAPBDes tersebut
menitikberatkan pada kesesuaian dengan RKPDes hasil musrenbangdes. Pada
pembahasan tersebut RAPBDes yang diajukan pemerintah desa tidak terjadi reduksi
atau perubahan kegiatan. Semua sudah sesuai dengan aspirasi masyarakat yang
tertuang dalam RKPDes. Hasil sidang tersebut adalah penetapan RAPBDes menjadi
APBDes Tahun Anggaran 2"008 dengan Peraturan Desa nomor 05 tahun 2008.
Namun demikian dengan diberlakukannya undang undang 32 tahun 2004 fungsi
check and balance yang dimiliki BPD diperlemah dengan dihilangkannya fungsi
kontrol. Dari sisi yang lain akuntabilitas kepala desa dipahami bukan kepada rakyat
(konstituen), tetapi kepada bupati/walikota melalui camat. Dari fakta hasil penelitian
menunjukkan fungsi BPD di desa Wiladeg tetap dimaknai sebagai lembaga kontrol
bagi pemerintah desa dalam melaksanakan peraturan desa termasuk APBDes yang
mana ADD terintegrasi didalaninya. Laporan Keterangan Pertanggungjawaban
Kepala Desa Kepada BPD tahun anggaran 2008 disampaikan pada sidang BPD
pada tanggal 31 Maret 2009. Peserta yang hadir adalah anggota BPD, Kepala Desa,
Perangkat Desa. Mekanisme keseimbangan kontrol (check and balance) ditingkat
desa ini bisa berjalan secara baik karena kepala desa mempunyai komitmen yang
kuat terh.adap konstituennya. Seperti yang terungkap dalam kutipan wawancara
berikut ini :
"kalau saya cara memerankan BPD seperti undang-undang 22 tahun 1999, seperti pertanggungjawaban, kalau pertanggungjawaban sebenarnya BPD
75
hanya tinggal menerima saja tapi kalau saya saya share-kan ini tho keuangan tahun 2008 coba kritisi mana yang menurut anda salah mana yang kurang pas ... " (wawancara tangga/27 Agustus 2009)
Hal ini juga diperkuat dengan pendapat dari unsur BPD desa Wiladeg beriktu ini :
"ya .. . kami sudah bilang kalau lurah tidak perfu melakukan pertanggungjawaban kepada BPD itu kan sudah wewenang lurah, tapi pak Jurah menginginkannya, ya sudah ... kami bisa memaklumi ... " (wawancara tangga/4 September 2009)
Dari paparan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa fungsi check and balance
yang dimiliki BPD masih tetap dilakukan. Hal ini terjadi karena kuatnya komitmen
kepala desa sebagai pelayan masyarakat dalam menerapkan azas pengelolaan
keuangan desa. Hal ini terungkap dari pernyataan kepala desa berikut ini :
"sebenarnya lurah punya kewenangan dan BPD tinggal menerima laporan saja, sebab tanggung gugat lurah kepada bupati. Tapi menurut saya salah, tanggung gugat itu menurut saya kepada konstituennya yaitu masyarakat dan saya melihat. masyarakat itu ya kristalisasinya adalah BPD" (wawancara tangga/.27 Agustus 2009) .
BPD, sebagai salah satu unsur penyelenggara urusan pemerintahan desa,
memperoleh anggaran untuk biaya operasional bersumber dari ADD. Pengalokasian
ADD bagi BPD ini dimanfaatkan dalam menjalankan fungsi dan perannya. Dalam hal
ini sesuai dengan peraturan daerah nomor 24 tahun 2008 tentang pengelolaan
keuangan desa, ditetapkan bahwa belanja aparatur dan operasional pemerintah
desa dan BPD sebesar 50% dengan perincian pembagian pemerintah desa sebesar
37,5% dan BPD sebesar 12,5%. Untuk tahun 2008 alokasi belanja BPD dalam
APBDes sebesar Rp. 9.695.000,-.
BPD dan pemerintah desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa harus
membangun kemitraan yang baik dan berazas kepercayaan (trust). Dari temuan
76
lapangan di desa Wiladeg format hubungan antara BPD dan pemerintah desa sudah
berjalan selaras dan seimbang. Hal ini terbukti dengan responsivitas pemerintah
desa dan BPD yang tanggap terhadap aspirasi maupun kebutuhan masyarakat,
yang kemudian menjadi preferensi utama pengambilan keputusan desa. Hal
tersebut membuktikan BPD telah melakukan artikulasi terhadap aspirasi dan
kebutuhan masyarakat, yang kemudian mengolahnya menjadi prioritas kebutuhan
dan memformulasikannya menjadi kebijakan desa.
Dari sisi fungsi menampl!ng aspirasi masyarakat, BPD harus proaktif menjaring
aspirasi masyarakat sebagai input dalam pembuatan kebijakan. Hal inipun telah aktif
dilakukan oleh BPD desa Wiladeg dengan memanfaatkan ruang publik di Radio
Komunitas Wiladeg. Acara ini diformat secara interaktif dan dilakukan secara
periodik setiap 35 hari sekali. Antusiasme masyarakat pada acara ini cukup tinggi,
hal ini membuktikan bahwa BPD mampu memerankan fungsinya secara optimal
sebagai bentuk demokrasi representatif.
Dari paparan diatas dapatlah disimpulkan bahwa BPD desa Wiladeg telah
menerapkan prinsip demokrasi yaitu pertama representatif, dimana BPD bukan
hanya wadah bagi elite desa, melainkan telah mewakili berbagai kelompok sosial
yang ada dimasyarakatkan, kedua aspiratif, artinya BPD secara proaktif menjaring
aspirasi masyarakat sebagai bahan masukan bagi perumusan kebijakan desa atau
peraturan desa termasu~ APBDesa dimana ADD terintegrasi didalamnya, ketiga
BPD telah mampu menjalan~an fungsi kontrol terhadap pemerintah desa dalam
77
dalam melaksanakan peraturan desa, peraturan kepala desa, dan keputusan kepala
de sa.
5.3. Mekanisme Informal
Pada subbab dua ini akan menjawab mekanisme partisipasi informal dalam
pengelolaan ADD di desa Wiladeg. Pada sub pembahasan ini dibagi menjadi dua
sub yakni mekanisme Rapat Umum Warga (RUW) dan mekanisme sarasehan via
Radio Komunitas Wiladeg (RKW). Mekanisme informal adalah mekanisme yang
tidak diatur oleh pemerintah. Mekanisme ini terjadi dan terbentuk secara kultural
dan turun temurun, serta karena adanya tuntutan kebutuhan dan kepentingan.
Mekanisme ini merupakan saluran yang dimanfaatkan masyarakat untuk
menyampaikan aspiranya. ·
5.3.1. Rapat Urn urn Warga -(Rasulan)
Rasulan atau biasa juga disebut "Bersih Deso" merupakan tradisi turun temurun dan
masih banyak dilakukan disejumlah desa di Kabupaten Gunungkidul. Acara pokok
dari kegiatan ini adalah tasyakuran atau ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang
Maha Esa atas semua karunia yang dilimpahkan khususnya keberhasilan kegiatan
pertanian. Kegiatan ditandai dengan berkumpulnya masyarakat di balai dusun atau
desa untuk melakukan "genduren" atau kenduri.
Seperti pada umumnya rasulan didesa lain wilayah Gunungkidul, rasulan Wiladeg
juga sudah dilakukan secara turun temurun dan tidak jelas kapan mulainya dan
78
siapa yang memulainya. Tetapi dari dokumen yang ditemukan, kedatangan seorang
pimpinan pemerintahan Hindia Belanda yang menghadiri rasulan tahun 1934.
Rasulan di desa Wiladeg menjadi momentum yang sangat penting karena menjadi
muara proses partisipasi warga selama satu tahun. Ditengah-tengah prosesi ritual
rasulan, Kepala Desa menyampaikan laporan pertanggungjawaban kinerja
pemerintahan secara langsung kepada rakyat. Siklus tahunan yang dimaksud
berbeda dengan siklus tahunan APBDes, karena satu tahun dihitung dari
pelaksanaan rasulan atau rapat umum warga tahun sebelumnya.
Bentuk tanggung gugat ini dimulai sejak lurah-lurah pendahulu. Dahulu, lurah
melakukan eksperimen pertanian dengan menanam satu varietas padi dengan jarak
tertentu dan pemberian pupuk tertentu. Hasil eksperimen dianalisa pada saat sidang
tahunan tersebut. Hal ini dipandang sebagai bentuk tanggung gugat lurah untuk
mempertanggungjawabkan kinerja pemerintahannya. Titik tekan pada bidang
pertanian dengan asumsi 90% ·- 99% masyarakat pada saat itu adalah petani.
Sedangkan petak tanah yang dipergunakan untuk melakukan eksperimen itu sampai
sekarang masih terjaga keberadaannya. Pada era 1990-an, lurah Padiyo
menambahkan pertanggungjawaban tersebut dengan laporan hasil pembangunan.
Dari paparan tersebut dapat dilihat bahwa mekanisme tanggung gugat yang
dilakukan Kepala Desa tersebut telah berlangsung sejak lama bahkan sejak desa
Wiladeg itu ada. Namun formatnya yang berubah-ubah, tergantung regulasi dan
kebijakan pada masanya. Hal ini diperkuat hasil wawancara sebagai berikut :
" ..... . dulu Pak Pardiyo yang saya ganti tahun 1994 itu beliau sudah lebih modem, ditambah .sampai pada laporan pembangunan. Pada forum itu dia
79
menyampaikan pembangunan-pembangunan yang dia lakukan, terus diera saya lebih baik ditambah dengan angka juga. Sehingga saya tambahi angka perhitungan sehingga APBDes saya hitung saya pertanggungjawabkan seta in apa program terfaksana, apa yang tidak, apa ganjalannya ..... " (wawancara dengan Kepala Desa Wiladeg, tangga/26 Agustus 2009)
Mekanisme keseimbangan kontrol yang terjadi di desa Wiladeg tersebut menjadi
bukti bahwa mekanisme keseimbangan kontrol dalam suatu masyarakat bisa jadi
tidak perlu diatur dengan sekumpulan regulasi. Nilai-nilai lokal yang dianut
masyarakat dan penghargaan pemerintahan desa terhadap satu bentuk kearifan
lokal (local wisdom), mengualkan keberlangsungan mekanisme tersebut.
Mekanisme rapat umum.warga tahun 2008 dilaksanakan pada tanggal 11 Juli 2008.
Antusiasme masyarakat terhadap kegiatan rapat umum warga tersebut cukup tinggi.
lni terlihat dari besarnya swadaya masyarakat dan nuansa kegotongroyongan yang
masih kental. Rasulan tahun 2008 menelan biaya sebesar Rp. 40.270.300,00 dan
sebagian bersumber dari swadaya masyarakat, seperti yang terungkap dalam
wawancara berikut :
" .. . mriki niku sing jelas wonge gampang-gampang, nek onten tarikan nopo niku gampang-gampang dadine saget berjalan. Upamane angel ditarik nggih mboten Ia ncar pe_rjalanan ... " (orang disini itu gampang, kalau ada tarikan apa saja itu gampang sehingga kegiatan bisa berjalan. Seandainya sulit diminta dana kegiatan tidak akan lancar) (wawancara dengan warga masyarakat tanggal 30 September 2009)
Dari paparan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa partisipasi merupakan
pengambilan bagian atau keterlibatan anggota masyarakat dengan cara
memberikan dukungan kontribusi (tenaga, pikiran maupun materi) demi tercapainya
tujuan yang telah ditentukan bersama.
80
Peran RUW sebagai wadah atau ruang bagi terciptanya mekanisme check and
balance di desa Wiladeg yang terbingkai baik dalam forum dusun maupun dalam
rasulan. Dalam forum dusun, sebelum memanfaatkan radio komunitas, kepala desa
akan membacakan laporan pertanggungjawaban sebelum hari pelaksanaan rasulan
yaitu malam sebelum hari Jumat Kliwon. Pada saat itu masyarakat diberi
kesempatan untuk mengkritisi terhadap laporan pertanggungjawaban tersebut.
Format acara dilakukan secara interaktif sehingga masyarakat secara langsung
dapat mengkritisi kebijakan Kepala Desa. Dari fakta dapat dilihat nilai demokrasi
telah menjadi bagian dari kehidupan maysarakat sehari-hari.
5.3.2. Suara Publik Via Radio Komunitas Wiladeg (RKW)
Radio komunitas merupakan salah satu jenis media komunikasi elektronik, yang
pengelolaannya dilakukan oleh masyarakat (Komunitas) sendiri. Secara sederhana,
radio komunitas dapat diartikan sebagai radio dari, oleh, dan untuk komunitas. Radio
Komunitas merupakan media pemberdayaan masyarakat, yang bertujuan untuk
pendidikan dan peningkatan kapasitas masyarakat. Berbeda dengan radio, televisi,
dan media massa p·ada · umumnya yang cenderung segala cara untuk
mensukseskan bisnisnya (ya'ng penting rating acara tinggi) daripada memiliki misi
pendidikan dan pemberdayaan masyarakat.
Sejumlah kalangan LSM yang memfasilitasi masyarakat dalam mengembangkan
radio komunitas memiliki pemikiran bahwa radio komunitas harus ada karena:
a. Masyarakat memiliki hak berkomunikasi
81
b. Masyarakat memiliki hak memperoleh pemenuhan kebutuhan informasi yang
benar
c. Masyarakat memiliki hak menyampaikan informasi berdasarkan kepentingannya
dan/atau untuk menyampaik~n pendapatnya
d. Fakta-fakta bahwa media massa yang dikembangkan oleh swasta tidak
menjangkau perdesaan, hanya menjangkau ibukota kabupaten, dan terpusat di
ibukota provinsi dan ibukota negara
Radio Komunitas Wiladeg menjadi mekanisme partisipasi masyarakat diluar
mekanisme bentukan pemerintah supra desa. Mekanisme ini berkembang dari
suatu pola pikir sederhana untuk menampung kebutuhan berpartisipasi masyarakat.
Disamping itu didukung oleh terbukanya peluang untuk mengembangkan
mekanisme partisipasi masyarakat diluar bentukan pemerintah supra desa.
Salah satu bentuk partisipasi masyarakat dalam pembangunan adalah mengakses
informasi yang berkualitas. _Sehingga diharapkan masyarakat memperhatikan,
menyerap dan memberi tanggapan terhadap informasi, baik dalam arti menerima,
mengiyakan, menerima dengan syarat maupun dalam arti menolak. lnilah harapan
yang ingin diwujudkan melalui media RKW, seperti pernyataan yang disampaikan
narasumber berikut ini :
" .... saya melihat konflik itu berawal dari ketidakjelasan sebuah informasi. Sehingga pada tahun 2002 saya menggagas radio ini bagaimana masyarakat komunifas saya ini yang sebenamya punya hak untuk mendapatkan informasi dan itu sebenamya harus dibayar oleh negara. Sebab kewajiban negar:a adalah · memberikan informasi yang seje/asje/asnya pada grassroot-nya atau pada rakyatnya" (wawancara dengan Kepala Des a Wiladeg pad a tangga/ 26 Agustus 2009)
82
Sejak tahun 2003 RKW telah menjadi mitra bagi pemerintah desa dalam
mempraktekkan prinsip-prinsip good governance khususnya nilai-nilai transparansi
dan akuntabilitas. Kepala desa Wiladeg memanfaatkan media ini untuk memberikan
informasi dan berkomunikasi dengan konstituennya. Pembacaan
pertanggungjawaban Kepala Desa dilakukan secara rutin setiap tahun dan
merupakan rangkaian acqra rasulan. Sebelum adanya RKW, sebagai salah satu
rangkaian acara rasulan, Kepala Desa membacakan pertanggungjawaban secara
bergillir di 1 0 parlukuhan di desa Wiladeg. Namun setelah RKW berdiri, pembacaan
tersebut dilakukan melalui media ini. Sebelumnya pemerintah desa mengumumkan
tanggal pelaksanaan sehingga diharapkan masyarakat mengetahui dan
mendengarkan.
Partisipasi masyarakat Acara sarasehan dilaksanakan setiap 35 hari sekali, untuk
BPD disebut selapanan da·n urituk Kepala Desa disebut jumat kliwonan. RKW juga
menyiarkan sidang BPD sehingga meski tidak mengikuti masyarakat tetap dapat
mengetahui dinamikanya, kunjungan studi banding dari daerah lain, serta kegiatan
informatif dengan mengundang narasumber yang relevan seperti sosialisasi pemilu
yang diselenggarakan bekerj"asama dengan KPU. Sehingga RKW menjadi sarana
pembelajaran masyarakat untuk meningkatkan kapabilitasnya disemua aspek
kehidupan.
Pemerintah desa melihat betapa partisipasi publik dapat dikembangkan melalui
RKW. Sehingga pemerintah ·· desa memberikan perhatian besar terhadap
keberlangsungan RKW. Setiap tahun RKW mendapat alokasi dana dari APBdes
83
untuk biaya perawatan alat elektronik sedang untuk operator tidak diberikan honor.
Seperti tahun 2008 R~.W mendapat alokasi sebesar Rp. 2.000.000,00. Pada
akhirnya RKW mempunyfii peran sosial yang sangat penting dalam
.. mengembangkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan.
84
11.\11 \'1
Ul~.'~.liiK"\ 1•,\U'I'ISII•,\SI ~1.\.~\.,\U,\K~\'1'
U.\L\.ll 1 .. 1~~1 II,\C~1\ lii~~I,\S\'"\U,\K,\'1',\~ IU~S.\
6.1. Partisipasi Masyarakat dalam Lembaga Kemasyarakatan Desa
Lembaga kemasyarakatan desa adalah lembaga yang ada dan dibentuk oleh
masyarakat desa sebagai upaya untuk memberdayakan masyarakat dalam rangka
mendukung penyelenggaraan pemerintahan desa dan bertugas membantu
Pemerintah 03s:J dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya. Pembentukannya
disesuaikan dengan kebutuhan dan atas prakarsa masyarakat desa. Keberadaan
lembaga kemasyarakatan diharapkan dapat berfungsi sebagai wadah partisipasi dan
terwujudnya demokratisasi, transparansi serta dapat mendorong, memotivasi dan
menciptakan akses agar masyarakat berperan aktif dalam kegiatan pembangunan.
Sumber keuangan lembaga kemasyarakatan tersebut menurut perda nomor 21
tahun 2006 tentang pembentukan Lembaga Kemasyarakatan Oesa adalah
bersumber dari :
a. Anggota sesuai kesepakatan;
b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa sesuai kemampuan;
c. Usaha kegiatan dari masing-masing kegiatan lemba~1a;
d. Sumbangan dari pihal< lain yang sah dan tidak mengikat.
85
Alokasi Dana Desa yang dipergunakan untuk membiayai pemberdayaan Lembaga
Kemasyarakatan sebesar 50%. Alokasi anggaran dari APBDes tahun 2008 dan
APBDes 2009 untuk masing-masing lembaga dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel V.1.
Anggaran APBDes tahun 2008 dan 2009 untuk Lembaga Kemasyarakatan
·--- ··-- -··-----··· ---------
APBDes Lembaga Kemasyarakatan --
2008 2009
LPMD Rp. 8.047.500 Rp. 4.597.500
RT/RW - Rp. 6.130.000
PKK Rp. 6.940.000 Rp. 3.065.000
Karang Taruna Rp. 2.682.500 Rp. 1.532.500
Sumber: olah data sekunder
Selain dari APBDes RT, RW, dan PKK mempunyai sumber keuangan dari anggota.
6.1.1. Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW)
Baik RT maupun RW merupakan organisasi kemasyarakatan sebagai perwujudan
partisipasi masyarakat yang lebih didasarkan kebertetanggaan (neighbourhood)
daripada atas dasar fungsi ptau kepentingan tertentu. (Muluk,2007). Organisasi ini •
dibentuk dengan mempertimbangkan jumlah kepala keluarga, luas wilayah serta
kondisi masyarakat. Sesuai Peraturan Daerah nomor 21 tahun 2006 tugas utama RT
adalah memelihara kerukunan hidup intern dan antar warga, serta menyusun
rencana dan melaksanakan pembangunan dengan mengembangkan partisipasi
gotong royong, dan swadaya murni masyarakat. Secara rinci fungsi yang diemban
RT adalah pemeliharaan kerukunan hidup intern dan antar keluarga, pendukung
86
pelayanan kepada masyarakat yang menjadi tanggung jawab pemerintah desa,
penyusunan dan pelaksanaan pembangunan serta pengembangan partisipasi,
gotong royong, dan swadaya masyarakat, pelaksanaan kerjasama antar RT dan
Lembaga Kemasyarakatan lain. Azas penyelenggaraan RT adalah dari, oleh, dan
untuk rakyat (self governing community). Sedangkan RW berkedudukan sebagai
mitra dukuh dalam rangka membina kerukunan warga dan mengkoordinasikan RT.
Tugas dan fungsi RW adalah menggerakkan swadaya gotong royong dan partisipasi
masyarakat diwilayahnya. Sehingga dapat dilihat peran dan fungsi RT dalam
pembangunan lebih berat dan luas daripada RW.
Dalam penganggaran maupun dalam pembangunan masyarakat mempunyai hak
untuk mendapat informasi. Distorsi informasi telah terjadi dalam lembaga RT. Dari
beberapa wawancara terungkap bahwa masyarakat belum paham tentang ADD.
Salah satu kutipan wawancara sebagai berikut :
"wah .. mboten ngertos. Sing ngertos nggih niku ketua LKMD rumiyin sing sakniki nopo jengene .... niku sing ten dusun." (wah .. tidak tahu. Yang tahuya dulu namanya ketua LKMD, kalau yang sekarang namanya tidak tahu, itu diitngkat dusun) (wawancara, tangga/12 Agustus 2009)
Hal ini juga diperkuat wawancara dengan Kepala Desa sebagai berikut :
"kalau sosia/isasi khusus ADD memang tidak ada tetapi sudah saya serahkan kepada dukuh untuk menyampaikan informasi mengenai ADD, serta melalui forum-forum pertemuan itu saya selipkan informasi mengenai ADD" (wawancara, tanggal 26 Agustus 2009)
Dari paparan tersebut terj~di distorsi informasi dimasyarakat mengenai ADD.
Masyarakat berhak untuk mengetahui tentang ADD karena dengan mengetahui
kebijakan ADD masyarakat akan memahami hak dan kewajibannya.
87
Ketidakpahaman masyarakat terhadap suatu informasi akan menimbulkan persepsi
yang berbeda-beda terhadap sesuatu hal. lni menjadi alasan penting kebijakan ADD
perlu didesiminasikan, sehingga menimbulkan dorongan muculnya kesadaran dan
sikap untuk berpartisipasi secara aktif dalam pembangunan desa.
Bertolak belakang dengan fakta diatas, meskipun pemahaman masyarakat tentang
ADD masih kurang tetapi praktek demokrasi telah diterapkan dalam forum RT
dengan kebiasaan pelaporan, rembugan, keterbukaan. Dalam pengelolaan
keuangan warga masyarakat meminta pengurus RT selalu berembug deng~n warga,
mengelola dana secara transparan, dan mempertanggungjawabkan keuangan yang
dikelola. Hal ini tercermin dalam beberapa pernyataan informan sebagai berikut :
"menawi keuangan rutin pun laporken wonten rapat RT, trus mangkeh nggih won ten laporan pertanggungjawaban ... " (kalau keuangan rutin dilaporkan pada saaat rapat RT, terus nanti juga ada laporan pertanggungjawaban) (wawancara, tanggal 12 Agustus 2009)
Hal ini membuktikan bahwa nilai demokrasi telah berjalan dan menjadi sesuatu yang
biasa dikehidupan sehari-hari. Kesadaran masyarakat untuk berperan serta secara
aktif dalam pembangunan cukup tinggi. Dari sisi perencanaan pada tingkat RT
dilaksanakan penjaringan aspirasi untuk kemudian dibawa pada musyawarah
padukuhan. Secara tidak langung melalui lembaga RT, masyarakat ikut
berpartisipasi dalam perencanaan kebijakan ADD. Antusiasme warga untuk
menyampaikan aspirasi ini didasari kepercayaan (trust) kepada mekanisme yang
ada bahwa aspirasi mereka akan didengar, dipertimbangkan untuk kemudian
diwujudkan. Seperti terungkap dari wawancara dengan informan berikut ini :
"nopo sing diusulke rakyat nggih dadi ten an ... terus ngertose pun didrop gek garapen ngoten. Usule kathah sing kasil" (apa yang diusulkan rakyat pasti
88
terjadi ... terus nanti tahunya material dikirim terus dikerjakan. Usul warga banyak yang berhasil) (wawancara dengan warga masyarakat tanggal 1 September 2009)
Antusiasme 1Narga masyarakat untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan
pembangunan juga tinggi. Fakta ini terungkap dalarn petikan wawancara dengan
informan sebagai berikut :
·'wah, kalau sudah pelaksanaan pembangunan swadaya dari masyarakat cukup besar, bahkan lebih besar dari dana yang diberikan. Seperti cor blok }alan depan ini, yang diberi hanya semen lalu masyarakat berswadaya beli pasir, batu, tenaga:juga dikerjakan sendiri. Dari ibu-ibu PKK juga ada, dengan memberikan bantuan konsumsi" (wawancara, tanggal 1 September 2009)
Fakta ini diperkuat dengan dokumen APB Desa Wiladeg. Untuk tahun 2008
swadaya dan partisipasi masyarakat sebesar Rp. 394.033.500,00 dan tahun 2009
sebesar Rp. 363.600.000,00. Kesadaran masyarakat dalam pelaksanaan
pembangunan juga diimbangi kesadaran tanggung jawab untuk memelihara hasil
pembangunan. Dalam dokumen APBDes tahun 2008 dan 2009 iuran dana
perawatan jalan aspal masing-masing sebesar Rp. 15.000.000,00. Disamping itu
tanggungjawab warga terhadap jalan lingkungan RT juga terungkap dalam
wawancara dengan tokoh masyarakat sebagai berikut :
"mangkeh dirembag sak RT. Mangkeh upami }alan jalur RT mriki niki risak mangkeh musyawarah RT samben tanggal 20 gek niku ngrembag. Niku dados tanggungane sak RT mboten nengga bantuan saking pemerintah" (nanti diadakan musyawarah tingkat RT. Seandainya }alan ini rusak akan dibicarakan pada musyawarah yang diadakan setiap tanggal 20. ltu sudah menjadi tanggung jawab satu RT tidak menunggu bantuan dari pemerintah) (wawancara, tanggal1 September 2009)
Dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwa meskipun terjadi distorsi informasi
mengenai kebijakan ADq, partisipasi masyara.kat rnelalui forum pertemuan RT
89
tinggi. Hal ini terlihat dari mulai penjaringan aspirasi masyarakat, pelaksanaan
pembangunan, pemanfaatan da.n pemeliharaan semua herdasarkan musyawarah
warga. Dengan demikian keberadaan RT dan RW dalam pembangunan desa
merupakan mekanisme partisipasi masyarakat yang mampu memberikan peluang
bagi masyarakat untuk menentukan kebijakan meski dalam lingkup yang terbatas.
6.1.2. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa (LPMD)
Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa (LPMD) merupakan mitra pemerintah
desa dan mempunyai tugas membantu pemei'intah desa dalam pemberdayaan
masyarakat desa. Tujuan utama dibentuknya lembaga ini adalah meningkatkan
prakarsa dan swadaya- masyarakat dalam pembangunan yang partisipatif.
Partisipasi masyarakat· yang dikembangkan LPMD mencakup perencanaan,
pemanfaatan, pemeliharaan; pembangunan ditingkat desa. Selain LPMD ditingkat
padukuhan dibentuk LPMP (Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Padukuhan) yang
mempunyai tugas, fungsi sama dan mempunyai perbedaan lingkupnya. Dalam
melaksanakan tugasnya LPMD berkerjasama dengan LPMP, RT, RW terutama
dalam penjaringan aspirasi masyarakat yang akan disampaikan pada saat
Musrenbangdes.
Kepengurusan LPMD dipilih secara demokratis berdasarkan musyawarah dan
mufakat. Calon anggota pengurus LPMD merupakan hasil musyawarah ditingkat
padukuhan. Masa bakti kepengurusan LPMD adalah enam tahun terhitung sejak
tanggal pelantikan dan ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa.
90
Untuk menjalankan fungsinya .LPMD desa Wiladeg mendapat alokasi belanja
operasional dari ADD. Alokasi tersebut diantaranya dipergunakan untuk
pemberdayaan LPMP, Musrenbang, dan kegiatan bulan bhakti gotong royong
LPMD. Hal tersebut menunjukkan LPMD telah mampu menjadi wadah partisipasi
dan terwujudnya demokratisasi, dan menciptakan akses agar masyarakat lebih
berperan aktif dalam kegiatan pembangunan.
LPMD merupakan motor penggerak pembangunan secara partisipatif. Sebelum
pelaksanaan musrenbangdes, LPMD bersama LPMP dan dukuh mengadakan
musyawarah padukuhan. Peserta yang hadir di musyawarah padukuhan adalah dari
RT, RW, PKK, Karang Taruna, dan Tokoh Masyarakat. Dalam forum ini LPMD
menjadi mitra LPMP dan Dukuh dalam menjaring aspirasi masyarakat yang akan
diusulkan ditingkat desa. ;LPMD secara proaktif mendorong partisipasi dan
memberikan ruang kepada masyarakat khususnya dalam perencanaan
pembangunan.
Sebagai lembaga katalis, LPMD dan LPMP harus mampu menjembatani arus
informasi antara masyarakat dengan pemerintah. Dengan informasi yang relevant
dan mudah dipahami masyarakat akan mengambil tindakan yang efektif dan
partisipasi menjadi lebih bermakna. Hal ini ditandai dengan variasi usulan yang
kreatif, produktif dan memberdayakan. Dari dokumen Rencana Ke~a Pembangunan
(RKP) tahun 2009 rata-rata usulan masyarakat lebih banyak yang berupa fisik,
seperti padukuhan Krambil Duwur 64,71% usulan berupa fisik dan 35,29% berupa
91
non fisik. Hal ini merupakan tantangan bagi LPMD desa Wiladeg dalam upaya
meningkatkan kesadaran d.an kapasitas kritis masyarakat.
6.1.3. Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK)
Lembaga yang berbasis pada gender yang dibentuk di desa adalah PKK. Organisasi
ini dibentuk sebagai arena partisipasi masyarakat desa khususnya perempuan.
Berbeda dengan Karang Taruna kegiatan PKK lebih aktif dalam kegiatan maupun
dalam perencanaan pembangunan. Seperti terungkap dalam wawancara dengan
Ketua PKK desa Wiladeg berikut ini :
"di tingkat desa pertemuan rutin dilakukan setiap tanggal 12. Ketua PKK harus hadir dan dari masing-masing padukuhan harus ada wakil dari pengurus sehingga bila ada informasi cepat tersebar" (wawancara, tanggal 4 September 2009)
Hal yang berhubungan dengan keaktifan dalam pembangunan disampaikan sebagai
berikut:
"untuk PKK setfap usulan dari dusun PKK se/alu ikut berperan itu sudah berjakan beberapa tahun. Jadi PKK mengusulkan program yang dari PKK . baik ditingkat dusun maupun ditingkat desa. PKK selalu aktif mengikuti. Untuk pengelolaan dana PKK mendapat ADD, kemudian ditingkat desa tiap-tiap pokja mempunyai program dan dananya dari ADO dan swadaya".(wawancara tangga/4 September 2009)
Fakta lain yang terungkap adalah pengaruh elit desa dalam kegiatan pembangunan
sebagai berikut :
"disini kan ada satu .ibu yang aktif sekali. Beliau selalu dikirmkan bila ada kegiatan diluar seperti sosia/isasi KDRT. Kemudian bila ada sosia/isasi di desa, narasumber tidak perlu ambit dari luar" (wawancara, tanggal 4 September 2009)
92
Fakta ini diperkuat dari hasil wawancara dengan informan masyarakat sebagai
berikut :
"mriki niku nek sing pinter nggih dipek dhewe. Nek onten kegiatan noponopo nggih niku sing dikirim" (disini bila mendapat kepandaian dipakai sendiri. Seandainya ada kegiatan diluar itu yang dikirim) (wawancara, tanggal 12 Agustus 2009)
Dari gambaran diatas dapat disimpulkan bahwa PKK telah mampu berperan dan
berfungsi dalam pembangunan. Tetapi pengaruh elit desa masih cukup kuat
sehingga perlu untuk meningkatkan kapasitas anggota sehingga timbul kesadaran
untuk aktif dalam pembangunan.
6.1.4. Karang Taruna
Lembaga kemasyarakatari lain yang dibentuk di desa Wiladeg adalah organisasi
pemuda Karang Taruna. Salah satu pengertian Karang Taruna adalah sebagai
berikut :
Karang Taruna adalah organisasi kepemudaan di Indonesia. Karang Taruna merupakan wadah pengembangan generasi muda nonpartisan, yang tumbuh atas dasar kesadaran dan rasa tanggung jawab sosial dari, oleh dan untuk masyarakat khususnya generasi muda di wilayah Oesa I Kelurahan atau komunitas sosia/ sederajat, yang terutama bergerak dibidang kesejahteraan sosial. Sebagai organisasi sosia/ kepemudaan Karang Taruna merupakan wadah pembinaan dan pengembangan serta pemberdayaan dalam -upaya mengembangkan kegiatan ekonomis produktif dengan pendayagunaan semua potensi yang tersedia dilingkungan baik sumber daya manusia maupun sumber daya a/am yang telah ada. (Wikipedia, download tanggal 261912009)
Sebagai wadah generasi muda kegiatan karang taruna ditujukan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan peran serta generasi
93
muda dalam pembangunan: pengembangan kemitraan, pemberdayaan generasi
muda. (Perda nomor 21 tahun 2006).
Dalam penelitian ditemukan fakta bahwa Karang Taruna dalam menjalankan
fungsinya kurang optimal. Tidak ada pertemuan yang dilaksanakan secara rutin,
Keaktifan organisasi terjadi ketika menjelang pelaksanaan suatu kegiatan. Hal ini
terungkap dalam wawancara berikut ini :
"mau gimana lagi, pengurus adalah orang-orang yang bekerja ya waktunya sudah habis untuk bekerja" (wawancara tanggal 4 September 2009)
Hal ini diperkuat hasil wawancara dengan Kepala Desa sebagai berikut :
"ya, memang karang taruna ini tidak berbeda dengan lembaga. Yang menangani adalah otang-orang yang bekerja. Dan itu memang betul momentumnya pada even-even kegiatan dia aktif seperti pada tujuhbelasan, bersih desa" (wawancara tanggal 27 Agustus 2009)
Paparan tersebut menunjukkan bahwa pengurus lembaga kemasyarakatan yang
kurang aktif mengakibatkan organisasi tidak berfungsi secara optimal.
Fungsi yang dapat dijalankan oleh Karang Taruna adalah sebagai motor penggerak
partisipasi generasi muda dalam pembangunan. Karena itu Karang Taruna perlu
meningkatkan kepekaan terhadap perubahan lingkunnan sosial, ekonomi, budaya,
dan lingkungan serta ma~pu berpikir kritis terhadap perrnasalahan yang dihadapi
masyarakat. Dari fakta terungkap bahwa kegiatan Karang Taruna masih tetap sama
seperti masa orde baru yang selalu terjebak dengan kegiatan-kegiatan yang
bernuansa fun seperti olahraga. Hal ini terlihat dari dokumen APBDes tahun 2008
belanja operasional karang taruna dipergunakan untuk pengadaan bola volley Rp.
2.500.000,00. Hasil wawancara dengan Kepala Desa menguatkan fakta tersebut:
94
"dalam musren maupun musduk mereka punya usulan. Tetapi rata-rata ya untuk kegiatan rekreatif seperti voli, kegiatan ekonomi produktif yang dike/ala bersama- tidak ada. Tetapi kalau personal-personalnya seperti pengusaha drum band itu diusulkan dapat penghargaan pemuda pelopor" (wawancara, tanggal 27 Agustus 2009)
Dari paparan tersebut dapat disimpulkan generasi muda desa Wiladeg berpotensi
untuk dikembangkan. Dengan meningkatkan kesadaran dan kepedulian untuk ikut
berperan serta secara aktif d~lam pembangunan.
6.2. Derajat Partisipasi ~asyarakat Dalam Pengelolaan ADD
Dalam bab ini akan mengupas derajat partisipasi dalam pengelolaan ADD ditiap
mekanisme partisipasi dan sejauh mana peran stakeholder dalam kebijakan ADD di
desa Wiladeg. Dalam hal ini peran stakeholder diluar pemerintah desa terutama
peran lembaga kemasyarakatan, tokoh masyarakat dan institusi lokal yang dilakukan
atas inisiatif masyarakat sendiri.
Dimulai dengan berupaya menarik konklusi · atas pemaparan partisipasi masyarakat
tersebut kemudian mengkaitkannya dengan teori degrees of empowerment, by kind
of participation dari John M. Cohen dan Norman T. Uphoff. Partisipasi yang terjadi
akan ditempatkan dalam degrees of empowerment, by kind of participation sehingga
derajat partisipasi partisipasi masyarakat tersebut akan mudah dipahami.
Gambaran tangga partisipasi masyarakat desa Wiladeg dalam forum dan lembaga
dapat dilihat pada Tabel Vl.2. Dari tabel dapat dilihat mekanisme partisipasi berada
ditangga pertama, ketiga, keempat, dan tidak ada yan~l berada ditangga kelima dan
keenam.
95
Partisipasi dalam perencanaan, BPD digolongkan pada moderate power. Meskipun
musyawarah perencanaan dilakukan oleh masyarakat sendiri melalui perwakilan dari
lembaga kemasyarakatan ·yang ada, tetapi pad a tahap legalitas yaitu penetapan
perencanaan dalam RAPBDes, BPD mempunyai kewenangan membuat persetujuan
secara bersama-sama dengan · Pemerintah De sa. Sedangkan lembaga
kemasyarakatan antara lain RT, RW, PKK, Karang Taruna, LPMD digolongkan pada
some power karena k_egiatan yang diusulkan dan dibahas dalam forum
Musrenbangdes merupa~an input bagi Pemerintah Desa dalam menyusun RKPDes
dan RAPBDes.
Pada tahap pelaksanaan RT, RW, PKK, LPMD, Karang Taruna digolongkan
kedalam no power or influence. Hal ini disebabkan lembaga tersebut tidak
mempunyai kewenangan untuk mengkontrol pembuatan keputusan pelaksanaan
kegiatan dan berpartisipasi atas sumber daya kegiatan. Sedang BPD masuk
kedalam some power karena ·menjalankan fungsi konsultatif dan mitra Kepala Desa
dalam mengesahkan APBDes.
Terakhir pada tahap evaluasi BPD menempati tangga moderate power karena
fungsinya sebagai lembaga kontrol. Lembaga-lembaga kemasyarakatan
digolongkan kedalam no power or influence, sedangkan lembaga nonformal RUW
dan RKW mampu menjadi mekanisme alternatif bagi masyarakat dalam
berpartisipasi dan menempati tangga yang lebih tinggi yaitu some power karena
mampu berfungsi sebagai check and balance bagi jalannya pemerintahan desa. Dan
bila disusun dalam tabel adalah sebagai berikut :
96
\0 ......
No Power or Influence
Potential Power;
Possible Influence
Some Power
Moderate Power
Significant Power
Extensive Power
Tabel Vl.2.
Oerajat Partisipasi Masyarakat dalam Forum dan Lembaga di Oesa Wiladeg
Decision Making
Musrenbang, LPMD, RT,
RW, PKK, Karang Taruna
BPD
Implementation
RT, RW, PKK, LPMD,
Karang Taruna
BPD
Evaluation
LPMD, RT, RW, PKK, Karang
Taruna
RUW,RKW
BPD
Dari derajat partisipasi diatas, mekanisme partisipasi masyarakat di desa Wiladeg
dalam pengelolaan ADD banyak yang berada ditangga terbawah. Hal ini bukan
karena mekanisme tersebut tidak berfungsi, tetapi mereka memiliki blueprint yang
menjadi pedoman kerja. Meskipun demikian terjadi distorsi partisipasi didesa
Wiladeg. Faktor kepemimpinan dan kultur budaya yang masih hidup dan
berkembang di masyarakat diakui mampu menjadi saluran partisipasi masyarakat.
Keberadaan RT dan RW merupakan mekanisme partisipasi masyarakat yang
memberikan peluang yang besar bagi masyarakat untuk dapat berperan aktif dalam
pengelolaan ADD meski dalam lingkup yang terbatas. Pada tahap perencanaan
Lembaga Kemasyarakatan Desa menempati posisi cukup tinggi karena mampu
menjadi mekanisme partisipasi yang. efektif bagi masyarakat. Dimana voice, dan
akses masyarakat dapat dijalankan dilevel ini. Masyarakat mempunyai hak dan
ruang untuk menyampaikal'") pendapat dan berperan serta dalam pembuatan
keputusan dalam lingkup yang terbatas tentang permasalahan dan kebutuhan
prioritas yang akan disampaik.an pada musyawarah perencanaan yang lebih tinggi. '
Tetapi tidak bisa dinaikkan ketingkat yang lebih tinggi lagi hal ini disebabkan karena
kendali yang dimiliki terbatas saja. Kendali yang sebenarnya masih dimiliki oleh
mekanisme diatasnya. Lembaga ini dalam perencanaan pembangunan berfungsi
menampung aspirasi masyarakat yang merupakan bentuk agregasi kebutuhan dan
kepentingan masyarakat dili!1gkup yang terbatas. Dalam penentuan kebijakan
masih bergantung kepada mekanisme diatasnya dengan lingkup yang lebih luas
sehingga dimungkinkan suara masyarakat tereduksi pada tingkat yang lebih atas.
98
Dari sisi pelaksanaan ADD, RT,· RW, PKK dan Karang Taruna berada pada level
terendah yaitu No Power or Influence karena tidak mempunyai kewenangan untuk
mengawasi hasil keputusan dan alokasi anggaran karena merupakan kewenangan
mekanisme diatasnya, yaitu BPD dan pemerintah supra desa. Hal ini disebabkan
pengalokasian ADD ditentukan oleh pemerintah supra desa, pencairan ADD
menunggu mekanisme penetapan APBD, dan juga tergantung kelengkapan
administrasi ditingkat desa dimana penetapan APBDes menjadi hal krusial ditahap
ini. Hal ini tampak dari pernyataan pemerintah supra desa berikut ini :
"karena dari penyusunan APBDes sendiri dHsa terlambat karena dengan adanya aturan yang baru. Rata-rata keberatannya disitu. Tidak hanya Wiladeg di Kecamatan Karangmojo sendiri baru 2 desa yang bisa mencairkan ADD yaitu des a Gedangrejo dan Bendungan." (wawancara tanggal 20 Agustus 2009)
Contoh tentang hal tersebut dapat dilihat dari penentuan pencairan ADD tiap
triwulan. Triwulan I sebesar 20%, triwulan II sebesar 30%, triwulan Ill sebesar 30%,
dan triwulan IV sebesar 20%. Hal tersebut mengakibatkan pelaksanaan kegiatan
pembangunan juga dilaksanakan secara bertahap. Masyarakat tidak dapat berperan
serta dalam menentukan kegiatan mana yang akan dilaksanakan pada tiap tahap.
Masyarakat hanya tinggal menerima saja kegiatan yang dilaksanakan.
Untuk tahap pengawasan pengelolaan ADD secara umum, dari sisi legal formal
lembaga kemasyarakatan tidak mempunyai kewenangan. Kewenangan ini
dijalankan oleh BPD (Badan Permusyawaratan Desa) yang mempunyai fungsi ..
pengawasan pelaksanaan Peraturan Desa seperti diatur dengan Peraturan daerah
nomor 18 tahun 2006. Namun secara internal mekanisme lembaga kemasyarakatan
mempunyai kendali penuh karena pengurus RT dan RW bertanggung jawab kepada 99
masyarakat setempat . Mekanisme akuntabilitas ini dilakukan sebagai perwujudan
dari prinsip self local governance. Dan pada tahap evaluasi, lembaga
kemasyarakatan berada pada tangga No Power or Influence.
Di desa Wiladeg terjadi distorsi pada tahap evaluasi. Nilai-nilai demokratis yang
dikembangkan Kepala Desa serta budaya yang mampu menjadi kekuatan bagi
masyarakat. Komitmen Kepala Desa untuk mengembangkan nilai-nilai demokrasi
dengan tetap menyampaikan pertanggungjawaban APBDes disertai perhitungan
untuk diapresiasi oleh BPD. Hubungan yang tidak biasa antara Kepala Desa dengan
BPD telah menciptakan tata nilai tersendiri di desa Wiladeg. Disamping itu,
pemerintah desa memanfaatkan saluran informasi RKW untuk menyampaikan
informasi pembangunan maupun pertanggungjawaban kepada masyarakat. Melalui
media ini masyarkat secara individu dapat mengkritisi atas kebijakan Kepala Desa.
Menurut Sutoro (2006:322) budaya merupakan sumber nilai, etos, moral, dan
pengetahuan yang tertanam dalam sistim simbol, bahasa, ideologi, tradisi dan adat
istiadat dan menjadi acuan masyarakatnya didalam bersikap dan bertingkahlaku
sosial politik dan ekonomi. RUW dalam tradisi rasulan menjadi fungsi kontrol milik
masyarakat. Dengan media RKW dan RUW memberikan jaminan adanya ruang
bagi siapa saja untuk terlibat dalam proses pembangunan.
Dari derajat partisipasi diatas, kewenangan masyarakat desa Wiladeg berpartisipasi
dalam pengelolaan ADD, paling tinggi partisipasi perencanaan dan evaluasi. Kalau
dicermati pengelolaan ADD di desa Wiladeg masih bergantung kepada pemerintah
supra desa. Dengan asumsi bahwa Alokasi Dana Desa desa Wiladeg ditetapkan
100
dengan Keputusan Bupati Gunungkidul nomor 51/KPTS/2008 tanggal 28 Maret 2008
tentang Penetapan Lokasi dan Besarnya Alokasi Dana Desa (ADD) Kabupaten
Gunungkidul Tahun Anggaran 2008 dan Keputusan Bupati Gunungkidul nomor
42/KPTS/2009 tanggal 19 Februari 2009 tentang Penetapan Lokasi dan Besarnya
Alokasi Dana Desa (ADD) Kabupaten Gunungkidul Tahun Anggaran 2009.
Pengalokasian ADD yang sudah ditentukan dari pemerintah supra desa, semakin
membuat tidak flexiblenya proses peyusunan anggaran. Dan tenggat waktu yang
diberikan untuk penetapan APBDes tiga puluh hari setelah penetapan APBD,
dikhawatirkan akan menjadi penghambat partisipasi masyarakat.
Dari keseluruhan paparan diatas dapat dirangkum dalam satu tabel yang diadaptasi
dari teori Cohen dan Uphoff. Dari tabel tersebut dapat dilihat karakteristik partisipasi
dari masing-masing forum dan lembaga, disamping kefektifan dari mekanisme
partisipasi masyarakat dalam pengelolaan ADD didesa Wiladeg, sebagai berikut :
101
.... 0 N
~ k
INITIATIVE
STRUCTURE
CHANNELS
EMPOWERMENT
Decision-making
Implementation
Evaluation
Tabel Vl.3.
Dimensi 'how' Partisipasi Masyarakat dalam Forum dan Lembaga di desa Wiladeg
BPD Musrenbang Lembaga RUW
Kemasyarakatan
Dorongan dari atas lnisiatif dari atas, Pembentukan inisiatif lnisiatif dari
dalam perwakilan dari atas, tetapi bawah, kepanitian
pembentukannya, merupakan hasil pengurus merupakan merupakan hasil
tet~pi pemilihan musyawarah hasil musyawarah musyawarah
perwakilan - .. merupakan inisiatif
bawah Organisasi formal, Penyelenggaraan Organisasi formal dan Organisasi non
struktur yang diatur pemerintah kompleks, formal, aturan
kompleks lengkap mempunyai aturan dibuat dari
dengan aturan dari pemerintah masyarakat
pengelolaan yang sendiri
dibuat pemerintah
Partisipasi melalui Partisipasi melalui Partisipasi langsung Partisipasi
keterwakilan dalam perwakilan dengan lingkup yang langsung tidak
organisasi terbatas terorganisir
No Power or Influence Moderate power Moderate power
Some power No power or influence
, Moderate power No power or influence Some power
RKW
lnisiatif dari bawah
.
Organisasi non
formal
Partisipasi langsung tidak
terorganisir
Some power
Dari gambaran interaksi antara karakteristik dimensi 'how' dari terjadinya partisipasi
pada masing-masing mekani~me, dapat dijelaskan sebagai berikut :
Mekanisme BPD, inisiatif pembentukan berasal dari pemerintah supra desa. Dimana
landasan hukum pembentukan BPD adalah Undang-undang nomor 32 tahun 2004 . . tentang pemerintahan daerah pasal 200 ayat (1) Dalam pemerintahan daerah
kabupaten/kota dibemuk pemerintahan desa yang terdiri dari pemerintah desa dan
Badan Permusyawatan Desa. Ditindaklanjuti dengan Peraturan Pemerintah nomor
72 tahun 2005, Peraturan daerah Kabupaten Gunungkidul nomor 18 tahun 2006
tentang Pedoman Pembentuk,an Badan Permusyawaratan Desa. Keanggotaan BPD
adalah wakil dari penduduk desa bersangkutan berdasarkan keterwakilan wilayah
yang ditetapkan dengan musyawarah dan mufakat, yang terdiri dari ketua Rukun
Warga, golongan profesi, pemu~a agama, dan tokoh masyarakat. Mekanisme BPD
berfungsi efektif pada tahap evaluasi yaitu moderate power, dimana dalam
melaksananakar1 fungsinya BPD mempunyai hak untuk meminta keterangan kepada
pemerintah desa, dan menyatakan pendapat.
Mekanisme Musrenbang, mekanisme perencanaan pembangunan pada dasarnya
merupakan mekanisme yang bersifat bottom-up karena masyarakat dilibatkan sejak
awal dalam proses pembangunan, meskipun melalui perwakilan. Pelibatan
masyarakat cukup tinggi pada kegiatan ini, dilihat dari sisi keterwakilan dan
antusiasme masyarakat dalam membangun wilayahnya. Usulan merupakan
agregasi dan artikulasi kondisi masyarakat yang sesungguhnya. Penentuan prioritas
pembangunan dilakukan oleh m·asyarakat dalam forum, dengan dibentuk komisi
103
berdasar jenis usulan pembangunan. Namun demikian, penyelenggaraan secara
berjenjang sudah diatur pemerintah pusat sampai daerah. Dimulai dari persiapan,
pelaksanaan, masing-masing tahapan sudah diatur dengan surat edaran Bupati
Gunungkidul tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Musrenbang. Musrenbang
melaksanakan fungsi perencanaan sehingga sehingga efektif pada tahap
perencanaan dengan menempati tangga moderate power.
Mekanisme berikutnya adalah lembaga kemasyarakatan. Lembaga kemasyarakatan
ini terdiri dari LPMDiLPMP, RT/RW, PKK, dan Karang Taruna. Pembentukannya
didasarkan pada peraturan pemerintah daerah kabupaten Gunungkidul nomor 21
' tahun 2006 tentang Pedoman Pembentukan Lembaga Kemasyarakatan Desa.
Mekanisme pada lembaga ini menjadi strategis karena berhadapan secara langsung
dengan masyarakat. Masyarakat berpartisipasi secara individu meskipun luas
lingkupnya terbatas pada komunitas tertentu. Pengurus lembaga berasal dari
masyarakat dan dipilih secara musyawarah mufakat. Mekanisme ini efektif pada
tahap perencanaan, dimana mekanisme musrenbang dimulai dari tingkat komunitas
ini. Meskipun pada pelaksanaan dan evaluasi mekanisme berada pada tangga
partisipasi paling rendah yaitu no power or influence. Hal ini disebabkan tidak
mempunyai akses langsung dalam tahap pelaksanaan dan evaluasi pengelolaan
ADD. Lembaga kemasyarakatan dalam pelaksanaan ADD menerima tanpa syarat
kegiatan yang dilaksanakan.
Mekanisme alternatif masyarakat desa Wiladeg adalah Rapat Umum Warga yang
terintegrasi dalam rasJian atau bersih desa sebagai pelembagaan kultural warga.
104
Bersama mekanisme suara publik yang difasilitasi Radio Komunitas Wiladeg,
mekanisme alternatif menj~lankan fungsi kontrol terhadap pemerintah desa sebagai
pengelola ADD. Fungsi check and balance pada mekanisme informal ini merupakan
inisiatif dari masyarakat. Penyelenggara merupakan perwakilan masyarakat dari
hasil musyawarah dan mufakat, dan masyarakat sebagai individu berpartisipasi
secara langsung. Disinilah terjadi distorsi partisipasi, dimana suatu mekanisme
informal efektif melakukan kontrol terhadap pengelolaan ADD, dan menduduki
tangga some power.
Pengklasifikasian partisipasi berdasar tingkat power yang dimiliki akan membuat
partisipasi yang dilakukan masyarakat efektif. Meskipun ini merupakan sesuatu yang
sulit untuk diukur, tetapi jelas ada perbedaan tingkat kekuatan dan ini pasti
berimplikasi terhadap hasil dari partisipasi dan kepuasaan masyarakat karena
memilikinya (Cohen dan Uphoff, 1977). Dengan melihat mekanisme yang berjalan
dan dinamika yang terjaq~ dalam kelembagaan masyarakat desa, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa partisipast masyarakat di desa Wiladeg belum mencapai derajat
yang ideal. Hal ini melihat dari kekuatan yang dimiliki masyarakat untuk
mempengaruhi kebijakan, sebagian besar masih berada pada posisi yang lemah.
Berdasar kedua hal tersebut maka perlu mengembangkan partisipasi masyarakat
dalam pengelolaan ADD untuk mencapai derajat yang ideal. Meskipun demikian,
pengembangan derajat partisipasi ini seharusnya menyesuaikan dengan situasi dan
kondisi masyarakat setempat. Berdasar hal tersebut maka pengembangan
partisipasi masyarakat dapat beranjak dari pengembangan situasi dan kondisi
105
masyarakat setempat. Pengembangan partisipasi yang tidak melihat situasi dan
kondisi masyarakat setempat akan memunculkan masalah yang kompleks daripada
daya dukungnya dalam penyelesaian masalah. Hal ini menuntut kesiapan daerah
dan dukungan dari pemerintah pusat.
Namun demikian, upaya pengembangan partisipasi masih dapat dilakukan dengan
mempertimbangi<an mekanisme yang sudah berjalan, kebutuhan akan saluran
partisipasi, serta peningkatan kekuatan masyarakat dalam mempengaruhi kebijakan.
Berdasar fakta yang ditemukan sebelumnya, mekanisme yang berjalan dalam forum
dan lembaga sudah partisipatif tetapi masih berjalan sesuai dengan rasionalitas
birokrasi. Dengan melihat bahwa nilai-nilai demokrasi telah berjalan dalam sendi
kehidupan masyarakat desa Wiladeg dan pemerintah desa yang responsif, maka
upaya pengembangan partisipasi untuk mencapai derajat yang ideal niscaya dapat
dilakukan.
Dengan melihat bahwa masih ada kemungkinan pengembangan partisipasi
masyarakat dalam pengelolaan ADD, maka dapat disusun derajat partisipasi yang
mungkin untuk dicapai. Derajat yang akan dicapai tidak serta merta mencapai
puncak atau Extensive Power dimana masyarakat mempunyai kekuatan untuk
mempengaruhi kebijakan disetiap tahap pembangunan. Karena keadaan tersebut
menuntut kesiapan masyarakat dan komitmen pemerintah daerah sampai pusat.
Tetapi tangga yang dimungk!nkan untuk dicapai tetap mempertimbangkan kondisi . nyata dari mekanisme partisipasi yang berjalan selama ini dalam pengelolaan ADD.
106
Lembaga kemasyarakatan desa menjadi fokus pengembangan karena selama ini
lembaga tersebut mempunyai legitimasi sebagai ruang partisipasi bagi masyarakat.
Dengan meningkatkan fungsi. dan perannya dalam pengelolaan ADD, maka
dimungkinkan untuk menaikkan posisinya pada posisi Significant Power. Hal ini
dapat dilakukan dengan memberikan kesempatan untuk memberikan pandangan
terhadap RAPBDes yang telah disusun pemerintah desa sebelum diputuskan
bersama dengan BPD. Dengan memberikan informasi kepada lembaga
kemasyarakatan tersebut, maka masyarakat dapat secara langsung membaca dan
menyesuaikan dengan kondisi pada saat tersebut. Sehingga kegiatan yang mungkin
mendesak untuk dilakukan tetapi tidak masuk dalam perencanaan tersebut dapat
dihindari. Disamping itu, masyarakat melalui lembaga dapat melihat pengalokasian
sumber daya yang direncanakan. Hal ini perlu dilakukan untuk menghindari kegiatan
yang membutuhkan swadaya masyarakat, tetapi sasaran kegiatan tidak mampu
menyediakan.
BPD sebagai mitra pemerintah desa dan merupakan bentuk perwakilan masyarakat
desa dalam pemerintahan desa, dapat dimungkinkan berada pada Extensive Power.
Dengan mengembangkan . konsep subsidiarity yaitu cukup diselesaikan ditingkat
pemerintahan lokal. RAPBDes yang selama ini harus disampaikan kepada Bupati
untuk dievaluasi sebelum ditetapkan, tidak perlu dilakukan. RAPBDes yang telah
dilakukan uji publik dan BPD telah sepakat maka dapat langsung ditetapkan sebagai
APBDes. Perencanaan cukup berhenti didesa (viii/age self planning) dan pemerintah
daerah bertugas melakukan pembinaan, fasilitasi dan supervisi.
107
Dalam tahap pelaksanaan lep1baga kemsyarakatan desa dapat dinaikkan posisinya
ke Moderate Power. Lembaga ini dapat diberi kewenangan untuk melakukan kontrol
terhadap sumber daya digunakan untuk pelaksanaan kegiatan. Pencairan ADD yang
dilakukan secara bertahap mengakibatkan pelaksanaan kegiatan tidak dapat
dilaksanakan secara bersamaan. Sehingga perlu dilakukan analisa prioritas kegiatan
yang akan dilaksanakan terlebih dulu. Disinilah lembaga dapat diberi kesempatan
untuk ikut berperanserta dalam menentukan pengalokasian sumber daya yang akan
diberikan. Karena masyarakat yang lebih tahu kebutuhan dan kondisinya saat ini.
Misalnya, kegiatan yang menu.ntut adanya swadaya masyarakat dan masyarakat
tersasar belum siap melaksanakan, maka melalui lembaga masyarakat dapat
mengusulkan untuk dialokasikan ke lokasi lain.
Pada tahap evaluasi, lembaga kemasyarakatan dimungkinkan untuk naik pada
posisi Moderate Power. Hal ini dimungkinkan dengan memberikan kewenangan
kepada lembaga untuk mengkritisi pertanggungjawaban yang dilakukan pemerintah
desa. Dalam kenyataan, secara informal lembaga memperoleh informasi
pertanggungjawaban kepala desa. Belum ada mekanisme formal tindak lanjut
pertanyaan dan pandangan masyarakat terhadap pertanggungjawaban tersebut dan
bersifat mengikat. Sementara BPD dapat menempati posisi Significant Power.
Kepala Desa melakukan pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan kepada BPD.
BPD berhak untuk melakukan evaluasi dan apabila menemukan ada indikasi
ketidaksesuaian, maka BPD berhak untuk menyampaikan kepada pengawas teknis
untuk ditindaklanjuti.
108
.... 0 ~
TabefVIA.
Pengembangan Derajat Partisipasi Masyarakat dalam Forum dan Lembaga di Desa Wiladeg
No Power or Influence
Potential Powe. ~-;
Possible Influence
Some Power
Mod~rate Power
Significant Power
Decision Making
LPMD, RT, RW, PKK,
Karang Taruna
Extensive Power BPD
Implementation
. RT, RW, PKK, LPMD,
Karang Taruna
Evaluation
LPMD, RT, RW, PKK, Karang
Taruna
BPD
Secara umum, derajat partisipasi tersebut dapat dijadikan alternatif pengembangan
partisipasi masyarakat. Pengembangan ini dibuat realistis dari sudut pandang
mekanisme partisipasi yang selama ini berjalan dalam forum dan lembaga, serta
upaya peningkatan derajat partisipasi masyarakat. Kesiapan masyarakat dan
pemerintah menjadi pijakan upaya tersebut.
Dari semua upaya pengembangan tersebut diatas yang terpenting dilakukan adalah
adanya jaminan terhadap partisipasi masyarakat. Dengan memberikan jaminan
secara hukum bagi penyelenggaraan pembangunan desa yang partisipatif.
Perubahan mindset pemerintah daerah yang memandang desa sebagai obyek
pembangunan menjadi de_sa .yang mempunyai hak otonom, mutlak perlu dilakukan.
Melihat perkembangan peraturan daerah diera reformasi ini, dukungan pemerintah
daerah terhadap partisipasi; masyarakat semakin meningkat. Hal ini semakin
memberi peluang pengembangan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan ADD
mencapai derajat yang ideal.
110
U.\U \Til
7.1. Kesimpulan
Dengan mengacu kepada pembahasan atau analisis telah dideskripsikan pada bab-
bab terdahulu, penulis merumuskan temuan-temuan penting yang merupakan
kesimpulan sebagai berikut :
1. Mekanisme yang terjadi dalam musrenbangdes dimulai dari identifikasi masalah
dan kebutuhan, pra musrenbangdes, dan musrenbangdes. Proses ini
dilaksanakan dengan melibatkan semua elemen masyarakat. Output (RKP
Desa) yang dihasilkan merupakan aspirasi masyarakat.
2. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan representasi masyarakat
desa. Dimana anggota BPD adalah wakil masyarakat yang dipilih berdasar
musyawarah dan mufakat. Sidang BPD mampu rnenghasilkan kebijakan yang
aspiratif. Hc:l ini terlihat dari APBDes T.A. 2008 sebagai produk hukum yang .
dihasilkan dalam sidang BPD, telah sesuai dengan RKPDes yang merupakan
ouput dari musrenbangdes.
3. Adanya mekanisme pelembagaan kultural. Kepala Desa Wiladeg
menyampaikan pertanggungjawaban pembangunan langsung kepada
masyarakat (kontituen) dalam kegiatan budaya Rasulan. Mekanisme ini efektif
sebagai mekanisrne kontrol masyarakat terhadap Kepala Desa dalam
menjalankan pemerintahannya.
111
4. Sebagai radio yang dimiliki komunitas, RKW menjadi wadah partisipasi
masyarakat desa Wiladeg. Kemitraan antara RKW dan pemerintah desa mampu
mengembangkan nilai-nila.i good governance terutama transparansi dan
akuntabilitas. Dan cukup efektif dalam menjalankan fungsinya sebagai
mekanisme check and balance dalam pengelolaan ADD.
5. Peran organisasi Karang Taruna dalam pembangunan cukup besar. Namun
aktivitas kegiatannya mengalami stagnasi. Keaktifan anggota terlihat ketika
menjelang pelaksanaan kegiatan baik kegiatan yang dikelola sendiri maupun
sebagai mitra pemerintah desa dan lembaga kernasyarakatan lain. Usulan
kegiatan Karang Taruna merupakan kegiatan yang bersifat "fun", kurang kreatif
dan inovatif. Didalam organisasi PKK masih ada pengaruh elite lokal yang kuat.
Sehingga ada kecenderungan anggota enggan dan 'sungkan' untuk berperan
lebih aktif.
6. Lembaga dan forum sebagian besar merupakan bentukan pemerintah supra
desa. Tetapi dapat memberi ruang masyarakat untuk mengakses atau
mempengaruhi keputusan baik secara langsung (direct) maupun secara tidak
langsung (indirect).
7. Sebagian besar forum dan lembaga berada pada posisi bawah dalam derajat
partisipasi masyarakat. Dengan melihat situasi dan kondisi yang ada masih
dimungkinkan upaya pengembangan partisipasi masyarakat untuk mencapai
derajat yang ideal.
112
7.2. Saran
Dari kesimpulan tersebut direkomendasikan saran sebagai berikut :
1. Merevitalisasi organisasi Karang Taruna. Dengan keaktifan karang taruna akan
mengoptimalkan perannya dalam pembangunan. Sebagai organisasi generasi
muda, Karang Taruna perlu melakukan forum pertemuan anggota yang
dilaksanakan rutin setiap bulan, membangun jaringan yang kuat dengan
lembaga kemasyarakatan lain.
2. Melakukan regenerasi kepengurusan organisasi PKK secara intensif dengan
mempertimbangkan keadilan dan pemerataan, sehingga akan memberikan
peluang masyarakat mengembangkan diri dan terlepas dari pengaruh elite
de sa.
3. Untuk meningkatkan kapabilitas masyarakat ber-demokrasi dan ber-politik
dalam pembangunan desa, lembaga kemasyarakatan desa perlu melakukan
kerjasama dengan NGO untuk sharing activity. Hal ini perlu dilakukan agar
seluruh komponen masyarakat menjadi dinamis, seria mengefektifkan fungsi
kelembagaan sebagai upaya akselerasi pembangunan.
4. Untuk menjamin partisipasi masyarakat dalam pengelolaan ADD, maka perlu
memberikan dasar hukum m~lalui keputusan bupati atau peraturan daerah.
113
Abe, Alexander. 2005. Perencanaan Daerah Partisipasif. Pembaruan. Yogyakarta
Adisasmita, Rahardjo, 2006, Membangun Oesa Partisipatif, Yogyakarta, Graha llmu
Ali, Madekhan, 2007, Orang Desa, Anak Tiri Perubahan, Malang, Averroes Press
Antlbv, Hans, 2002, Negara dalam Oesa, Patronase Kepemimpinan Lokal, Penerjemah Pujo Semedi, Yogyakarta, Lappera Pustaka Utama
Cohen, John M and Norman;T Uphoff, 1977, Rural Development Committee, Rural Development Participation : Concepts and Measures for Project Design, Implementation and Evaluation, New York, Cornell University
Conyers, Diana, 1992. Perencanaan Sosial Dunia Ketiga, Suatu Pengantar, Penterjemah: Susetiawan, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Dwipayana, AAGN Ari, dkk, 2003, Membangun Good Governance di Desa, Yogyakarta, IRE
Eko, Sutoro dan Abdur Rozak (Ed), 2005, Prakarsa Desentralisasi dan Otonomi Desa, Yogyakarta, IRE Press
Eko, Sutoro dan Krisdyatmiko, 2006, Kaya Proyek Miskin Kebijakan, Membongkar Kegagalan Pembangunan Oesa, Yogyakarta, IRE Press
lfe, Jim and Frank Tesoriero, 2006, Community Building, Altematif Pengembangan Masyarakat di Era Globalisasi, Yogyakarta, Pustaka Pelajar
Julmansyah dan Moh. Taqiuddin, 2003, Partisipasi dan Penguatan Desa : Obsesi atau 1/usi? (Catatan Pelajaran Arus Bawah), NTB, Pustaka Konsepsi Nusa
Kuncoro,. Mudrajad, 2004. Otonomi & Pembangunan Daerah: Reformasi, Perencanaan, Strategi, dan Peluang, Jakarta : Penerbit Erlangga
Loekman Soetrisno, 1995, Menuju Masyarakat Partisipatif, Yogyakarta, Kanisius
114
Mardiasmo, 2002, Otonomi dan. Manajemen Keuangan Daerah, Yogyakarta, Andi Offset
Maryunani (Ed.), 2002. Alokasi Dana Oesa: Formulasi dan lmplementasi, Malang: LPEM Fakultas Ekonomi Unibraw-Partnership for Governance Reform in lndor1esia
Mubyarto. 1988. Pembangunan Pedesaan di Indonesia, Liberty, Jogjakarta
Muluk, Khairul, 2007, Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah (Sebuah kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem), Malang, Bayumedia Publishing
Musgrave, Richard A. and Peggy B. Musgrave, 1991. Keuangan Negara dalam Teori dan Praktek, Penerjemah: Alfonsus Sirait, Jakarta: Penerbit Erlangga
Ndraha, Taliziduhu, 1990. Partisipasi Pembangunan Masyarakat: Mempersiapkan Masyarakat Tinggal Landas, Jakarta: PT. Rineka Cipta
Rozaki, Abdur dan He$ti Rinandari, 2004, Memperlwat Kapasitas Oesa dalam membangun Otonomi, Yogyakarta, IRE Press
Sastropoetro, Santoso. 1986, Partisipasi Komunikasi, Persuasi dan Disiplin dalam Pembangunan Nasional, Bandung: Alumni
Shah, Anwar, 2007, Participatory Budgeting, Washington DC, The World Bank
Sj Sumarto, Hetifah, 2004. lnovasi, Partisipasi dan Good Governance: 20 Prakarsa lnovatif dan partisipasi di Indonesia, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
Sj Sumarto, Hetifah, 2004. ln~vasi, Partisipasi dan Good Governance: 20 Prakarsa lnovatif dan partisipasi di Indonesia, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
Soetrisno, Loekman. 1995. Menuju Masyarakat Partisipatif, Kanisius, Jogjakarta
Sukasmanto, 2004. "Promosi Otonomi Desa: Good Governance dan lsu-isu Politik Anggaran Oesa dan Kf)bupaten", di dalam AA. GN. Ari Dwipayana, et al (Eds ), Promosi Otonomi Oesa,Yogyakarta: IRE Press
Suparjan dan Hempri Suyatno, 2003, Pengembangan Masyarakat, dari Pembangunan Sampai Pemberdayaan, Yogyakarta, Aditya Media
115
Surianingrat, Bayu, 1992, Pemerintahan Administrasi desa dan Kelurahan, Jakarta, Rineka Cipta
Syamsi, lbnu, 1986. Pokok-Pok9k Kebijaksanaan, Perencanaan, Pemrograman, dan Penganggaran Pembangunan Tingkat Nasional dan Regional, Jakarta: Penerbit CV. Rajawali
Tjokrowinoto, Moeljarto, 1993. Politik Pembangunan, Jakarta: Tiara Wasana Yogya
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Peraturan Daerah Kabupaten Gunungkidul Nomor 21 Tahun 2006 tentang Pedoman Pembentukan Lembaga Kemasyarakatan Desa
Peraturan Daerah Nomor 18 Tahun 2006 tentang Pedoman Pembentukan Badan Permusyawaratan Desa
Peraturan Bupati Gunungkidul Nomor 24 tahun 2008 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa
Keputusan Bupati Gunungkidul Nomor 51/KPTS/2008 tentang Penetapan Lokasi dan Besarnya Alokasi Dana Desa (ADD) Kabupaten Gunungkidul Tahun Anggaran 2008
Keputusan Bupati Gunungkidul Nomor 42/KPTS/2009 tentang Penetapan Lokasi dan Besarnya Alokasi· Dana Desa (ADD) Kabupaten Gunungkidul Tahun Anggamn 2009
Peraturan Desa Wiladeg Nomor 02 Tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMD) Tahun 2008-2013
Peraturan Desa Wiladeg Nomor 05 tahun 2008 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa Tahun Anggaran 2008
Peraturan Desa Wiladeg Nomor 04 Tahun 2009 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa Tahun Anggaran 2009
116
,.
Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Desa kepada BPD tahun anggaran 2008
Laporan Baca tentang Penyelenggaraan Pemerintahan Desa Tahun Anggaran 2008
Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa Kepala Desa Kepada Bupati Tahun Anggaran 2008
117
ABSTRACT
The policy of the Allocation of Dana Desa (ADD) gave the authority to the village to manage autonomously. The ADD management carry out in a partisipatif manner that is by involving the community actively in planning, the implementation, and the evaluation. The community's participation was in the ADD management carried out through a mechanism in the forum and the agency. Briefly, the community's participation became the strategic point in the ADD management and interesting to be researched more far. Had a basis this matter the formulation of the problem of this research was: How the mechanism of the community's participation in the ADD management in the Wiladeg village and how the level of the community's participation in the ADD management in the Wiladeg village.
In this research the writer used the qualitative method that was meant to give the meaning on the phenomenon as well as stressed the understanding a meant on reality that was formed socially. The writer carried out the merging of observation, the interview and the documentation of the technique. Observation was carried out in the Wiladeg village office and the community's environment. Technically the documentation was done to dig up the secondary data that was linked with the research. The data that was received from the two techniques afterwards was deepened through the interview with the informant.
Results of the research showed that the mechanism that happened in the forum and the agency carry out in a partisipatif manner. The informal mechanism expansion with the existence of the cultural institutionalisation 'bersih deso' and the utilisation of Komunitas Wiladeg Radio that functioned as check and balance for the government of the village. The dynamics of the community's participation in the social agency the village showed that activity stagnation in the Taruna Coral agency, happening and still had the influence of the village of the elite in the agency of PKK. Dari results of the research, the writer recommended to activate again Karang Taruna agency by carrying out the meeting periodically, and regeneration of the management of the PKK agency, the social agency the village carried out the co-operation with NGO to sharing charity, developed the concept subsidiarity.
Key word: Participation, Alokasi Dana Desa, Desa Wiladeg
v
~-)
'"
\
PEDOMAN WAWANCARA
Untuk Pemerintah Supra Desa
1. Bagaimana mekanisme perencanaan pembangunah yang dilakukan?
2. Apa tujuan utama dari program alokasi dana desa?
3. Untuk menentukan besarnya alokasi yang akan ditransfer kedesa, apakah selalu
melibatkan masyarakat dan pemerintah desa?
4. Bagaimana bentuk fasilitasi yang dilakukan pemda dalam merumuskan
pemanfaatan dana yang diterima dari program alokasi dana desa?
5. Menurut anda, apakah musyawarah desa yang dilakukan melibatkan
keterwakilan masyarakat desa?
6. Apakah program alokasi dana desa dilaksanakan secara otonom oleh
pemerintah desa bersama-sama dengan masyarakat?
7. Bagaimana bentuk keterlibatan Badan Perwakilan Desa dalam program alokasi
dana desa?
8. Bagaimana peran pemerintah kecamatan sebagai lembaga inter111ediare yang
menghubungkan pemerintah desa dan pemda dalam perencanaan,
peiC:lk$C:lr1C:IcUI, hingga evaluasi program aioka$i dana desa?
9. Jika program alokasi dana desa menghasilkan fisik, apa upaya yang dilakukan
jika fisik tersebut mengalami kerusakan?
10. Bagaimana model dan proses pertanggungjawaban pelaksanaan program
alokasi dana desa?
11. Apakah pemantauan (monitoring) terhadap pelaksanaan program alokasi dana
desa dilakukan secara rutin?
12. Apakah program alokasi dana desa tahun sekarang merupakan hasil evaluasi
atas kelemahan program pada tahun sebelumnya?
13. Jika terjadi penyimpangan atau penyalahgunaan alokasi dana desa, bagaimana
anda menyelesaikannya?
14. Apakah pemerintah melakukan evaluasi terhadap program untuk mengetahui
keberhasilan program yang perlu dilakukan evaluasi?
15. Apakah hambatan yang dihadapi masyarakat untuk berpartisipasi dalam
pembangunan desa?
16. Bagaimana keterlibatan masyarakat dalam pengawasan pembangunan desa?
17. Berapa banyak jumlah pengaduan msayarakat terkait dengan pembangunan
de sa?
Pemerintah Desa
1. Bagaimana upaya yang dilakukan oleh kepala desa untuk melibatkan
masyarakat mulai dari perumusan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi
program alokasi bantuann pengembangan desa?
2. Apakah anda mengetahui berapa besarnya alokasi bantuan yang dialokasikan
setaiap tahunnya ke pemerintah desa?
3. Apakah alokasi yang diterima oleh desa dari pemerintah supra desa telah sesuai
dengan kebutuhan desa?
4. Apakah hasil musyawarah dituangkan dalam keputusan kepada desa?
5. Apakah anda selalu melibatkan masyarakat dalam melaksanakan program
alokasi dana desa?
6. Selain dana yang diterima dari program alokasi dana desa, apakah ada swadaya
dari masyarakat?
7. Apakah pertanggungjawaban keuangan desa termasuk program alokasi desa
desa rutin dilakukan?
8. Menurut anda, siapa yang bertanggung jawab memelihara hasil program alokasi
dana desa tersebut?
9. Apakah pemantauan terhadap pelaksanaan program alokasi bantuan
pcmbar,gi..man dc5a dilakukc:m secara rutin'"t
10. Selain partisipasi secara formal, apakah ada saran a partisipasi yang lain?
Untuk Masyarakat/Lembaga Kemasyarakatan
1. Apakah anda memahami maksud dan tujuan program alokasi dana desa?
2. Menurut anda, bagaimana keaktifan perangkat desa dan BPD dalam
melaksanakan pembangunan desa?
3. Apakah masyarakat juga pernah dilibatkan dalam pelaksanaan program alokasi
dana desa?
4. Jika program telah dilaksanakan dan menghasilkan fisik dan prasarana desa,
apakah masyarakat berperan aktif untuk merawat hasil-hasil pembangunan desa
terse but?
5. Jika iya, bagaimana peran tersebut dilaksanakan? Jika tidak, menurut anda
siapa sebenarnya yang paling bertanggung jawab untuk merawat hasil-hasil
pembangunan tersebut?
6. Apakah masyarakat berperan aktif dalam mengawasi program alokasi dana
de sa?
7. Jika and a menemukan dan mengamati berbagai kendala dalam pengelolaan
program alokasi dana desa, apakah anda melakukan usul/pengaduan agar
program dapat diperbaiki?
8. Menurut anda, apakah masyarakat dilibatkan dalam evaluasi pembangunan
de sa?