Paper Tedffdgssal

7
1 Analisis Pengaruh Kedalaman Laut Terhadap Distribusi Tegangan dan Regangan Pipa Saat Instalasi Menggunakan Metode S-lay IGN Wiratmaja Puja, Tessal Maharizky Febrian Engeneering Design Center, Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha No. 10 Bandung, Indonesia Email: [email protected] , [email protected] Fax: 62-22-2516361 Abstrak instalasi pipeline di lepas pantai memiliki peranan penting dalam perkembangan industri minyak dan gas bumi saat ini, sebab sebelum beroperasi di lepas pantai, setiap pipeline yang akan dipakai harus melalui tahap instalasi. Selama tahap tersebut pipa akan mengalami tegangan yang perlu dianalisis, sehingga tegangan yang terjadi tidak mengganggu keamanan saat proses instalasi dan transmisi nantinya. Perangkat lunak Offpipe digunakan untuk perhitungan dan simulasi dari proses instalasi dengan metode S-lay dan besar tegangan total yang dihasilkan tersebut akan dievaluasi Proses berdasarkan kriteria yang terdapat pada DNV OS F101 dan petunjuk praktis API RP 1111. Hasil analisis yang dilakukan menunjukkan bahwa untuk setiap peningkatan kedalaman laut sebesar 30 meter, tegangan total yang terjadi di titik kritis pada daerah overbend akan meningkat sekitar 3.5% SMYS (Specified Minimum Yield Strength) dan sekitar 3% SMYS di titik kritis pada daerah sagbend. Sedangkan dari hasil analisis instalasi yang dilakukan pada studi kasus yang dibahas menunjukan bahwa proses instalasi dengan menggunakan metode S-lay dapat dilakukan sampai kedalaman 1000 meter berdasarkan kriteria yang terdapat pada petunjuk praktis API RP 1111 sedangkan berdasarkan kriteria yang terdapat pada DNV OS F101 kedalaman proses instalasi yang masih diijinkan adalah sampai 700 meter. Kata kunci: instalasi, offpipe, S-lay, tegangan, regangan 1. Pendahuluan Ketergantungan manusia terhadap produk-produk migas yang tidak dapat dihentikan menyebabkan semakin intensifnya usaha pencarian dan eksplorasi di daerah lepas pantai dan laut dalam. Untuk mengakomodasi penyaluran minyak dan gas bumi dari sumur- sumur minyak di lepas pantai dan laut dalam dalam dibutuhkan jaringan pipa bawah laut sebagai alternatif yang paling mudah, aman, dan efisien. Seiring dengan peranan tersebut pembangunan pipeline di lepas pantai dari waktu ke waktu semakin meningkat. Sudah menjadi hal yang biasa bahwa biaya yang dikeluarkan untuk pembangunan pipa lebih besar dibandingkan biaya produksi. Oleh karena itu pemilihan proses instalasi pipa bawah laut sangat menentukan besar biaya yang diperlukan. Ada beberapa metode yang digunakan dalam melakukan intalasi pipa bawah laut (marine pipeline installation). Beberapa metode instalasi yang sering dipakai adalah metode S-lay dan J-lay dapat dilihat pada Gambar 1.1 Gambar 1.1. Metode instalasi pipa [1] Bergantung pada metode instalasinya, pipa bawah laut menerima beban-beban yang berbeda dari lay vessel selama proses instalasi. Beban-beban tersebut berupa tekanan hidrostatik, gaya aksial dan momen bending. Analisis instalasi pipa dilakukan untuk

description

dfgfd

Transcript of Paper Tedffdgssal

1

Analisis Pengaruh Kedalaman Laut Terhadap Distribusi Tegangan dan Regangan Pipa Saat Instalasi Menggunakan Metode S-lay

IGN Wiratmaja Puja, Tessal Maharizky Febrian Engeneering Design Center, Departemen Teknik Mesin

Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara

Institut Teknologi Bandung

Jl. Ganesha No. 10 Bandung, Indonesia Email: [email protected], [email protected]

Fax: 62-22-2516361

Abstrak instalasi pipeline di lepas pantai memiliki peranan penting dalam perkembangan industri minyak dan gas bumi saat ini, sebab sebelum beroperasi di lepas pantai, setiap pipeline yang akan dipakai harus melalui tahap instalasi. Selama tahap tersebut pipa akan mengalami tegangan yang perlu dianalisis, sehingga tegangan yang terjadi tidak mengganggu keamanan saat proses instalasi dan transmisi nantinya. Perangkat lunak Offpipe digunakan untuk perhitungan dan simulasi dari proses instalasi dengan metode S-lay dan besar tegangan total yang dihasilkan tersebut akan dievaluasi Proses berdasarkan kriteria yang terdapat pada DNV OS F101 dan petunjuk praktis API RP 1111. Hasil analisis yang dilakukan menunjukkan bahwa untuk setiap peningkatan kedalaman laut sebesar 30 meter, tegangan total yang terjadi di titik kritis pada daerah overbend akan meningkat sekitar 3.5% SMYS (Specified Minimum Yield Strength) dan sekitar 3% SMYS di titik kritis pada daerah sagbend. Sedangkan dari hasil analisis instalasi yang dilakukan pada studi kasus yang dibahas menunjukan bahwa proses instalasi dengan menggunakan metode S-lay dapat dilakukan sampai kedalaman 1000 meter berdasarkan kriteria yang terdapat pada petunjuk praktis API RP 1111 sedangkan berdasarkan kriteria yang terdapat pada DNV OS F101 kedalaman proses instalasi yang masih diijinkan adalah sampai 700 meter.

Kata kunci: instalasi, offpipe, S-lay, tegangan, regangan

1. Pendahuluan Ketergantungan manusia terhadap

produk-produk migas yang tidak dapat dihentikan menyebabkan semakin intensifnya usaha pencarian dan eksplorasi di daerah lepas pantai dan laut dalam. Untuk mengakomodasi penyaluran minyak dan gas bumi dari sumur-sumur minyak di lepas pantai dan laut dalam dalam dibutuhkan jaringan pipa bawah laut sebagai alternatif yang paling mudah, aman, dan efisien. Seiring dengan peranan tersebut pembangunan pipeline di lepas pantai dari waktu ke waktu semakin meningkat. Sudah menjadi hal yang biasa bahwa biaya yang dikeluarkan untuk pembangunan pipa lebih besar dibandingkan biaya produksi. Oleh karena itu pemilihan proses instalasi pipa bawah laut sangat menentukan besar biaya yang diperlukan. Ada beberapa metode yang digunakan dalam melakukan intalasi pipa

bawah laut (marine pipeline installation). Beberapa metode instalasi yang sering dipakai adalah metode S-lay dan J-lay dapat dilihat pada Gambar 1.1

Gambar 1.1. Metode instalasi pipa[1]

Bergantung pada metode instalasinya, pipa bawah laut menerima beban-beban yang berbeda dari lay vessel selama proses instalasi. Beban-beban tersebut berupa tekanan hidrostatik, gaya aksial dan momen bending. Analisis instalasi pipa dilakukan untuk

2

memperkirakan tegangan maksimum yang terjadi selama proses peletakan (laying process) untuk besar kurva radius tertentu. Dari hasil analisis tersebut dapat dipastikan bahwa pipeline tidak akan mengalami kegagalan bila tegangan yang terjadi masih berada dalam batas kekuatan desain.

Batas kekuatan desain tersebut diatur dalam code dan standard yang berlaku. Dalam code dan standard ditetapkan persyaratan-persyaratan yang dianggap perlu agar selama proses instalasi pipeline tidak akan mengalami berbagai modus kegagalan. Sehingga setiap tahap instalasi, misalnya pemilihan metode instalasi, penentuan dimensi dan koordinat acuan, perhitungan beban dan tegangan yang diizinkan, dan lain-lain harus selalu mengacu pada aturan-aturan yang ditetapkan oleh code dan standard tersebut. Code yang biasa digunakan dalam analisis instalasi pipa adalah API RP 1111 dan DNV OS F101.

Metode elemen hingga juga dilakukan untuk membantu analisis instalasi pipa. Program elemen hingga yang dapat digunakan dalam melakukan analisis instalasi pipa adalah Offpipe. Namun program elemen hingga ini hanya dapat memberikan hasil analisis tegangan secara global. Untuk mengetahui hasil yang lebih detil dapat dilakukan dengan menggunakan program FEM yang lain seperti ANSYS dan Nastran.

2. Tegangan Pipa Saat Instalasi Pengetahuan tentang sifat mekanik

material adalah penting untuk menganalisis sebuah sistem perpipaan. Melalui pengetahuan ini dapat diperkirakan tegangan yang terjadi pada sistem perpipaan. Kode-kode memberikan batasan pembebanan agar pipa tidak mengalami tegangan yang berlebih sehingga terhidar dari kegagalan dalam operasinya.

2.1 Tegangan Tensioner Tensioner merupakan mesin penarik,

yang menarik pipa menuju stinger. Selain itu, tensioner berfungsi untuk pengontrol besar kurva yang terbentuk di sagbend dan mengatur besar momen pada stinger. Dengan mengatur beban-beban tersebut maka bentuk-bentuk kegagalan seperti deformasi plastis, buckling dan collapse dapat dihindari. Tensioner biasanya terdiri dari track atas dan track bawah yang terhubung secara loop. Saat

proses instalasi, pipa yang sudah tersambung akan melewati tensioner, dan setelah itu tensioner akan mendorong pipeline tersebut menuju ke arah stinger yang nantinya menuju ke laut sampai dasar dari laut. Tegangan yang diberikan diatur sedemikian sehingga tegangan yang terjadi pada tiap bagian pipa menjadi seminimal mungkin.

2.2 Tegangan Hoop dan Radial Ketika berada didalam air pipa

mengalami/mendapat tekanan hidrostatik dari air. Tekanan ini akan semakin besar dengan semakin besarnya kedalaman air.

ghpo ρ= (1) Tidak ada tekanan internal pada saat

pipa diinstalasi, sebab tidak ada fluida kerja yang mengalir dalam pipa. Tegangan yang terjadi akibat tekanan eksternal hidrostatik adalah tegangan hoop dan tegangan radial.

( )t

rpp ioh

−=σ

(2)

( )

( )22

2

222

io

oiiio

r rrr

rrrpp

−−

=σ (3)

2.3 Tegangan Pada Overbend[2] Overbend terjadi terutama pada stinger

dan pada sebagian laybarge. Tata letak penumpu roller didesain sehingga membentuk radius kurva tertentu, dan diatur, agar dapat mengontrol besar tegangan overbend. Besar momen yang terjadi disepanjang stinger terdistribusi seperti pada Gambar 2.1 Besar tegangan momen lentur yang terjadi di stinger dapat dihitung dengan persamaan berikut :

cva R

ED2

=σ (4)

Gambar 2.1. Distribusi Momen Lentur Pada Stinger[2]

Radius kurva mínimum pada stinger ditentukan dengan persamaan :

3

Dycv f

EDRσ2

= (5)

2.4 Tegangan Pada Sagbend[2] Ketika pipeline mencapai dasar laut

pada saat instalasi, maka pipeline akan membentuk kurva tertentu secara alami akibat terjadinya defleksi yang besar. Bentuk kurva tersebut disebut dengan sagbend. Kurva sagbend sangat dipengaruhi oleh besar gaya aksial yang diberikan oleh tensioner. Model catenary merupakan model yang dapat digunakan dalam perhitungan hubungan antara gaya tarik tensioner dan bentuk kurva. Bentuk model catenary dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Komponen horizontal dari gaya tarik nilainya konstan dari titik sentuh/jatuh di dasar laut hingga ke ujung stinger. Sementara itu, komponen vertikal dari gaya tarik nilainya semakin besar dari titik sentuh/jatuh di dasar laut hingga ke ujung stinger, karena jumlah berat pipa yang terendam air semakin banyak.

Gambar 2.2. Model Catenary[2]

Dari Gambar 2.2 didapat hubungan sebagai berikut :

−= 1cosh

h

s

s

h

Txw

wT

z (6)

Betuk kurva dapat dinyatakan dengan :

θθθ coscoshcos2

2

h

s

h

s

Txw

Tw

dxzd

dsd

== (7)

Pada titik sentuh/jatuh (touchdown point) di dasar laut, radius kurva merupakan yang terbesar dan nilainya dapat dihitung berdasarkan persamaan diatas dengan kondisi batas (x = 0; θ = 0)

h

s

Tw

R=

1

(8)

Hubungan antara bentuk kurva sagbend dan regangan pada pipa adalah :

Rr

=ε (9)

Komponen vertikal gaya tarik adalah sama dengan berat total dari pipa yang terendam didalam air dan dapat dinyatakan dengan :

swT sv = (10) Dimana s adalah panjang busur kurva sagbend dan nilainya :

s

h

zwT

zs 21+= (11)

Sudut θ ditentukan dengan :

h

v

TT

=θtan (12)

3. Pemodelan dan Pemasukan Data Metode yang digunakan pada proses

simulasi ini adalah metode instalasi dengan S-lay, selain itu proses instalasi dilakukan dengan model 2 dimensi dan analisis yang dilakukan hanya analisis statik sehingga parameter yang berhubungan dengan analisis dinamik tidak dibahas.

3.1 Pemasukan Data Pipa[11] Data pipa yang dimasukkan ke dalam

program Offpipe mengacu pada data yang ada pada Tabel 3.1 yang meliputi data ukuran dan material serta ketebalan coating yang digunakan.

Tabel 3.1 Properti pipa dan coating[11]

Properti Satuan Nilai Pipe Joint Length (m) 12.2 Outside Diameter (mm) 323.9 Wall thickness (mm) 12.7 Steel Grade API-5L X-52 SMYS (MPa) 359 Corrosion Coating thickness

(mm) 0.4

Corrosion Coating Density (kg/m3) 1400 Concrete Coating Thickness

(mm) 0

Concrete Coating Density (kg/m3) N/A Field Joint Cutback (mm) 300 Field Joint Density (kg/m3) 1400 Weight in Air – Single Pipe (N/m) 962 Submerged Weight – Single Pipe

(N/m) 129

Weight in Air – Dual Line (N/m) 1924 Submerged Weight – Dual Line

(N/m) 258

4

3.2 Pemasukan Data Laybarge Pipa ditumpu pada laybarge oleh 5

tumpuan konvensional dan 3 buah tensioner. Penumpu yang digunakan merupakan yang umum dipakai pada program Offpipe. Kordinat dari tumpuan dan tensioner yang digunakan secara eksplisit dimasukan ke dalam input Offpipe oleh pengguna dimana jarak antara masing-masing tumpuan dan tensioner berjarak konstan sebesar 40 kaki. Jarak vertikal dari tumpuan terakhir pada kapal dihitung dari radius kelengkungan yang konstan. Besar radius kelengkungan dari pipeline adalah 720 kaki dan sudut kemiringan dari laybarge sebesar 0.6 derajat serta posisi dari geladak kapal (permukaan paling atas) berjarak 16 kaki dari permukaan air laut.

3.3 Pemasukan Data Stinger Pada studi kasus ini, stinger yang

digunakan adalah model fixed geometry stinger, dimana posisi dan bentuk stinger ditentukan dari tangent point dan radius kelengkungan pipa yang terjadi. Posisi dari tumpuan yang ada pada stinger ditentukan dengan jarak dari masing-masing tumpuan. Tumpuan pertama berjarak 15 kaki dari stinger hitch , tumpuan selanjutnya berjarak masing-masing 30 kaki satu sama lain dan ujung dari stinger berjarak 15 kaki dari tumpuan terakhir. Jumlah tumpuan yang digunakan sebanyak 8 buah dan tidak ada tumpuan pada bagian dari ujung stinger. Panjang total dari stinger tersebut adalah 240 kaki yang merupakan penjumlahan dari masing-masing jarak antar elemen yang telah dijelaskan sebelumnya. Posisi dari stinger hitch berada pada 15 kaki dari buritan kapal (stern) dan 20 kaki di bawah dek kapal.

3.4 Pemasukan Data Dasar Laut Data dasar laut yang dibutuhkan Offpipe

untuk analisis instalasi pipa bawah laut dengan menggunakan metode S-lay hanya kedalaman laut. Dalam studi kasus ini besar kedalaman yang dimasukan bervariasi mulai dari kedalaman 100 kaki sampai dengan kedalaman 3200 kaki dengan interval sebesar 100 kaki.

4. Hasil Analisis Analisis dilakukan pada export pipeline

yang akan dipasang dari TLP-A yang berada di tengah laut dengan kedalaman 3200 kaki menuju Santan Terminal yang berada di darat.

Skema dari posisi pipeline dapat dilihat pada Error! Reference source not found.

Gambar 4.1 Skema dari West Seno Field[10]

Hasil analisis instalasi dilakukan mulai pada kedalaman 100 kaki sampai dengan 3200 kaki dengan interval 100 kaki. Dalam Offpipe, pipa akan dianalisis pada tiap node dimana node adalah titik dari model elemen hingga yang dimana merupakan titik tempat terjadinya perubahan baik itu berupa perpindahan posisi (displacement), gaya-gaya yang bekerja, dan tegangan ataupun regangan yang terjadi pada pipa.

Berdasarkan hasil analisis maka profil dari pipa saat instalasi dengan menggunakan metode S-lay beserta tegangan total yang terjadi dapat dilihat pada Gambar 4.2 dan Gambar 4.3.

Gambar 4.2 Profil Laying instalasi S-Lay

Pada grafik tegangan total terlihat bahwa posisi tensioner berada pada node 3, 5, dan 7 dan tegangan terbesar terletak pada node 9

5

yang merupakan daerah overbend dengan nilai tegangan 66.34 % dari kekuatan luluh material (SMYS material adalah 52000 ksi).

Gambar 4.3 Tegangan total yang terjadi saat instalasi

Perubahan tegangan yang naik mulai dari node 5 hingga 9, disebabkan karena terjadi kenaikan momen bending akibat reaksi di tumpuan, dimana setelah tensioner pipa ditumpu pada penumpu diatas laybarge. Penurunan tegangan yang terjadi dari node 24 hingga 32 disebabkan oleh hal yang sama yaitu terjadinya penurunan momen bending akibat geometri stinger yang sedemikian rupa. Untuk node selanjutnya (node 35 hingga 53) profil tegangan yang terjadi cenderung untuk mengikuti profil tegangan yang terjadi pada sagbend. Ini memberikan pertanda bahwa pipa sudah tak tertumpu pada penumpu stinger.

Daerah overbend adalah bagian pipa mulai dari atas laybarge sampai dengan stinger (kecuali tumpuan terakhir pada stinger) yang dalam tabel diperlihatkan mulai dari node 1 sampai dengan node 30, sedangkan daerah sagbend merupakan bagian pipa mulai dari tumpuan terakhir pada stinger sampai dengan titik jatuh di daerah seabed yang diperlihatkan mulai dari node 32 sampai dengan node 55.

4.1 Pengaruh Kedalaman Terhadap Distribusi Tegangan Total Pada Pipa Besar dari tegangan total yang terjadi

pada pipa saat instalasi dipengaruhi oleh kedalaman laut tempat pipa diinstalasi, oleh karena itu akan dilakukan analisis dari hasil simulasi yang dilakukan Offpipe pada setiap kedalaman.

Pertama akan diipilih 2 titik kritis yang terdapat masing-masing 1 titik pada daerah overbend dimana titik tersebut berada pada node 9 jika melihat Tabel 4.1 dan 1 titik pada daerah sagbend yang berada pada tumpuan terakhir pada stinger (node 32) lalu setelah itu diambil data tegangan total untuk masing-masing titik tersebut pada tiap kedalaman dari hasil simulasi menggunakan Offpipe. Tabel 4.1

memperlihatkan data dari besar tegangan yang terjadi pada 2 titik tersebut untuk tiap kedalaman. Kolom yang diberi warna merah jambu merupakan besar tegangan pada titik kritis di overbend dan untuk yang kolom berwarna hijau merupakan besar tegangan pada titik kritis di daerah sagbend.

Tabel 4.1 Tegangan total pada titik kritis

Kedalaman

(kaki)

Tensioner

(kips)

Total Stress (ksi) Kedala

man (kaki)

Tensioner

(kips)

Total Stress (ksi)

Overbend

Sagbend

Overbend

Sagbend

100 70 34.82 7.41 1700 150 41.9 35.94

200 70 34.47 7.29 1800 160 42.83 37.47

300 70 34.49 7.11 1900 170 43.75 39.03

400 70 34.5 6.73 2000 180 44.67 40.05

500 70 34.49 5.9 2100 190 45.59 41.08

600 70 34.49 4.05 2200 200 46.51 42.13

700 70 34.49 6.74 2300 210 47.43 43.16

800 70 34.49 14.77 2400 220 48.35 44.21

900 70 34.5 31.42 2500 230 49.27 45.24

1000 80 35.42 31.42 2600 240 50.19 46.27

1100 90 36.35 31.48 2700 250 51.11 47.28

1200 100 37.28 31.78 2800 260 52.03 48.29

1300 110 38.2 32.27 2900 270 52.94 49.3

1400 120 39.13 33.4 3000 280 53.86 50.28

1500 130 40.05 34.17 3100 290 54.78 51.27

1600 140 40.98 35.02 3200 300 55.69 52.23

Berdasarkan pada Tabel 4.1 dapat dilihat

bahwa semakin besar kedalaman perairan tegangan yang diberikan tensioner juga semakin besar, hal ini dikarenakan agar pipa tidak mengalami overstress pada salah satu tumpuan sehingga tegangan tensioner diatur disesuaikan dengan kedalaman. Hubungan antara besar tegangan tensioner terhadap kedalaman laut dapat dilihat pada Gambar 4.4 Grafik hubungan tegangan tensioner terhadap kedalaman.

Gambar 4.4 Grafik hubungan tegangan tensioner

terhadap kedalaman

Berdasarkan data yang didapat dari Tabel 4.1 dapat dilihat pengaruh dari kedalaman terhadap besar tegangan total yang terjadi pada masing-masing titik kritis pada Gambar 4.5.

6

Gambar 4.5 Kurva besar tegangan pada titik kritis

terhadap kedalaman laut

Peningkatan besar dari tegangan total terjadi pada masing-masing titik kritis untuk daerah overbend dan daerah sagbend, hal ini menandakan bahwa semakin dalam kedalaman instalasi yang dilakukan akan meningkatkan besar tegangan total dari masing-masing titik kritis pada kedua daerah tersebut. Peningkatan besar tegangan total juga dipengaruhi oleh peningkatan besar tegangan yang diberikan oleh tensioner, hal tersebut dapat dilihat dari bentuk kurva yang dibentuk oleh titik kritis pada daerah overbend dibandingkan dengan kurva pada Gambar 4.4 memiliki bentuk yang hampir sama. Untuk titik kritis pada daerah sagbend yang merupakan tumpuan terakhir pada stinger terlihat mengalami lonjakan yang cukup signifikan pada kedalaman 1000 kaki, hal ini diakibatkan karena perubahan besar gaya bending akibat reaksi yang terjadi pada tumpuan yang diakibatkan geometri dari stinger yang sedemikian rupa. Selain itu pada kedalaman dari 100 kaki hingga 700 kaki pipa belum bersentuhan dengan tumpuan pada titik kritis tersebut sehingga besar tegangan total masih relatif kecil. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 4.6 dimana terjadi peningkatan reaksi tumpuan yang signifikan pada kedalaman 1000 kaki. Peningkatan dari reaksi tumpuan yang terjadi akan menyebabkan peningkatan secara signifikan dari tegangan total yang terjadi pada titik kritis tersebut. Oleh karena itu perlu adanya perhatian lebih terhadap titik kritis tersebut karena untuk studi kasus yang dibahas proses instalasi pada kedalaman 100 kaki sampai 700 kaki, titik tersebut seolah-olah tidak terlihat seperti titik yang kritis dan terlihat menjadi sebuah titik kritis ketika proses instalasi dilakukan mulai dari kedalaman 1000 kaki.

Gambar 4.6 Kurva reaksi tumpuan pada titik kritis di

sagbend terhadap kedalaman laut

4.2 Pengaruh Kedalaman Terhadap Distribusi Regangan Total Pada Pipa Besar regangan yang terjadi pada pipa

saat instalasi berbanding lurus terhadap besar perubahan tegangan total yang terjadi pada pipa tersebut, hal ini dapat dilihat dari bentuk kurva yang terjadi pada kedalaman vs regangan total yang identik dengan grafik pada kedalaman vs tegangan total yang telah diperlihatkan sebelumnya.

Tabel 4.2 Regangan total pada titik kritis

Kedalaman (kaki)

Tensioner

(kips)

Total strain Kedalaman

(kaki)

Tensioner

(kips)

Total strain

Overbend Sagbend Overbend Sagbend

100 70 0.001161 0.000247 1700 150 0.001397 0.001198 200 70 0.001149 0.000243 1800 160 0.001428 0.001214 300 70 0.001150 0.000237 1900 170 0.001458 0.001301 400 70 0.001150 0.000224 2000 180 0.001489 0.001335 500 70 0.001150 0.000197 2100 190 0.001520 0.001369 600 70 0.001150 0.000135 2200 200 0.001550 0.001404 700 70 0.001150 0.000225 2300 210 0.001581 0.001439 800 70 0.001150 0.000492 2400 220 0.001612 0.001474 900 70 0.001150 0.001047 2500 230 0.001642 0.001508 1000 80 0.001181 0.001047 2600 240 0.001673 0.001542 1100 90 0.001212 0.001049 2700 250 0.001704 0.001576 1200 100 0.001243 0.001059 2800 260 0.001734 0.001610 1300 110 0.001273 0.001076 2900 270 0.001765 0.001643 1400 120 0.001304 0.001113 3000 280 0.001795 0.001676 1500 130 0.001335 0.001139 3100 290 0.001826 0.001709 1600 140 0.001366 0.001167 3200 300 0.001856 0.001741

Berdasarkan data yang didapat dari Tabel

4.2 dapat dilihat pengaruh dari kedalaman terhadap besar Gambar 4.7 regangan total yang terjadi pada masing-masing titik kritis pada .

Gambar 4.7 Kurva besar reegangan pada titik kritis

terhadap kedalaman laut

7

4.3 Analisis Perbandingan Kriteria[7,8] pada Code yang Digunakan Proses analisis dilakukan dengan

pengecekan distribusi tegangan pada pipa untuk tiap node (seksi) mulai pada kedalaman 100 kaki sampai dengan 3200 kaki dengan interval 100 kaki. Proses pengecekan dilakukan sampai kondisi proses instalasi mengalami kegagalan berdasarkan kriteria yang telah dijelaskan pada masing-masing code dan standard yang digunakan dalam proses analisis. Berdasarkan analisis kasus menggunakan API RP 1111, metode instalasi yang digunakan pada proses simulasi dapat dilakukan sampai kedalaman maksimum dari studi kasus yang dibahas, yaitu sampai dengan kedalaman 3200 kaki. Sedangkan untuk analisis kasus menggunakan DNV OS F101, proses instalasi mulai mengalami kegagalan pada kedalaman 2400 kaki. Dalam tabel 4.16 diperlihatkan bagian dari pipa yang mengalamai kegagalan akibat ketidaksesuaian terhadap kriteria yang diberikan saat pipa diinstalasi pada kedalaman 2400 kaki, kegagalan terjadi karena regangan yang terjadi pada pipa melebihi dari batas kriteria yang telah diberikan oleh DNV OS F101.

5. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari

Analisis Pengaruh Kedalaman Laut Terhadap Distribusi Tegangan Pipa Saat Instalasi Menggunakan Metode S-lay dengan studi kasus: Export Pipeline west seno ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk daerah overbend, tegangan total pada titik kritis mengalami peningkatan konstan sekitar 3.5% SMYS (Specified Minimum Yield Strength) untuk setiap kenaikan kedalaman 100 kaki dengan peningkatan tegangan tensioner sebesar 10 kips dan tegangan total tertinggi terjadi pada kedalaman 3200 kaki sebesar 55.69 ksi (107.1% SMYS).

2. Untuk daerah sagbend, tegangan total pada titik kritis mengalami peningkatan konstan sekitar 3% SMYS untuk setiap kenaikan kedalaman 100 kaki dengan peningkatan tegangan tensioner sebesar 10 kips dan tegangan total tertinggi terjadi pada kedalaman 3200 kaki sebesar 52.53 ksi (100.43% SMYS).

3. Berdasarkan kriteria yang ada pada API RP 1111, distribusi tegangan yang terjadi pada setiap bagian (node) pipa saat proses instalasi masih masuk dalam kriteria sampai kedalaman maksimum dari studi kasus yang dibahas, yaitu sampai kedalaman 3200 kaki. Penggunaan buckle arrestor dilakukan pada pipa mulai pada kedalaman .

4. Berdasarkan kriteria yang ada pada DNV OS F101, distribusi tegangan yang terjadi pada setiap bagian (node) pipa saat proses instalasi masih masuk dalam kriteria yang diijinkan sampai kedalaman 2300 kaki. Pada kedalaman 2400 kaki,regangan yang terjadi node 9 (pada bagian laybarge) melebihi batas dari kriteria yang diijinkan. Penggunaan buckle arrestor dilakukan pada pipa mulai kedalaman 1400 kaki.

5. Dari hasil kedua analisis berdasarkan code dan standard tersebut, proses instalasi Export Pipeline lebih baik untuk dilakukan sampai kedalaman 2300 kaki.

Daftar Pustaka

[1]. Offshore Course. Saipem. Bandung : Teknik Mesin-ITB, 2006.

[2]. Bai, Yong and Bai, Qiang. Subsea Pipeline And Riser. s.l. : Elsevier Limited, 2005.

[3]. Braestrup, Mikael W., et al. Design and Installation of Marine Pipelines. Oxford : Blackwell Science Limited, 2005.

[4]. Gerwick Jr., Ben C. Construction Of Marine And Offshore Structure. Berkeley : CRC Press, 2000.

[5]. Guo, Boyun, et al. Offshore Pipelines. Lousiana : Elsevier Limited, 2004.

[6]. Lee, Jaeyoung. Design and Installation of Deepwater Petroleum Pipelines. Offshore Magazine.

[7]. API RP 1111. Design, Construction, Operation, and Maintenance of Offshore Hydrocarbon Pipelines. Washington DC : American Petroleum Institute, 1999.

[8]. DNV OS F101. Submarine Pipeline Systems. Høvik : Det Norske Veritas, 2000.

[9]. www.offshore-technology.com/.../ west_seno3.html