Paper Nara Jidai
-
Upload
luh-tatik-juniantari -
Category
Documents
-
view
118 -
download
6
Transcript of Paper Nara Jidai
1
TUGAS NIHON JIJO 1
PERKEMBANGAN KEBUDAYAAN
PADA ZAMAN NARA
OLEH
LUH TATEIK JUNIANTARI
12.JP.S1.658
SEKOLAH TINGGI BAHASA ASING (STIBA)
SARASWATI DENPASAR
PROGRAM STUDI SASTRA JEPANG
DENPASAR
2013
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jepang saat ini sudah dikenal oleh masyarakat dunia bukan lagi sebagai
negara berkembang melainkan sebagai negara maju. Hal ini dibuktikan dengan
merambahnya produk-produk yang beredar dengan label Negara Matahari Terbit
tersebut. Seperti konsumsi (rumah makan), barang elektronik, transportasi,
pakaian, dan bahan baku lainnya bahkan atom & nuklir. Jepang sendiri adalah
negara yang tidak begitu luas dibandingkan dengan Indonesia. Namun Jepang
sudah mampu mengalahkan negara-negara Asia lainnya. Luas negara Jepang
sendiri adalah + 378.000km2 (ada pula yang menyebutkan hanya 370.000 km2).
Itu berarti hanya 1/25 (seper dua puluh lima) dari negara Amerika, bahkan
cenderung lebih kecil dari California. Berdasarkan keadaan geografis dan
sejarahnya, Jepang dibagi menjadi sembilan kawasan dari 47 prefektur. Sembilan
kawasan tersebut adalah Hokkaido, Tohoku, Kanto, Chubu, Kinki, Chugoku,
Shikoku, Kyushu, dan Okinawa. Jepang memiliki empat pulau utama, yaitu
Hokkaido, Honshu, Shikoku, dan Kyushu.
Selain dikenal sebagai product monster, Jepang juga dikenal sebagai
negara misteri karena penuh tanda tanya dan sejarah. Mulai dari agama, bahasa,
kebudayaan, penduduk, hingga awal terjadinya kepulauan Jepang. Jika Amerika
ditemukan oleh Colombus, maka tidak begitu dengan Jepang. Awal
terjadinya kepulauan Jepang dimulai pada masa Palaozoic. Zaman Palaozoic,
Jepang masih merupakan dasar lautan. Setelah memasuki masa Mesozoic, dasar
lautan yang dimaksud mengalami perubahan dan membentuk daratan yang
menyambung dengan Asia. Namun pada akhir periode III masa Cenozoik, daratan
tersebut kembali ke dasar laut. Pada periode IV masa Deluvium, dasar laut
1
tersebut timbul kembali dan sekali lagi menyatu dengan Asia. Setelah mengalami
banyak perubahan alam dan cuaca, pada zaman es ke-3 (Dilivium), daratan yang
menyatu dengan Asia ini berangsur-angsur mengalami penurunan dan membentuk
kepulauan Jepang seperti sekarang ini.
Jepang yang memiliki 3/4 kawasan pegunungan atau + 70% dari
keseluruhan daratan memiliki empat musim yang berbeda. Empat musim tersebut
adalah musim semi/haru (Maret – Mei), panas/natsu (Juni – Agustus), dingin/fuyu
(September – Nopember), gugur/aki (Desember – Februari). Meski perubahan-
perubahan iklim & cuaca sangat dinantikan masyarakat Jepang, ternyata Jepang
sangat rawan terjadi gempa bumi dan bencana alam akibat letak geografisnya
yang dipenuhi dengan pegunungan dan bukit-bukit.
Penghuni Jepang sendiri berasal dari beberapa negara yang singgah dan
melakukan kegiatan jual beli di Jepang. Banyak pihak yang berpendapat berbeda
akan hal ini. Masyarakat awam cenderung beranggapan bahwa suku Ainu sebagai
penduduk pertama Jepang. Namun, pendapat tersebut belum dapat dibenarkan.
Pendapat lain juga menyebutkan bahwa penduduk asli atau nenek moyang Jepang
adalah yang memiliki kebudayaan Jōmon. Hal ini dikarenakan telah
ditemukannya fosil dari hasil kebudayaan Jōmon. Ada pendapat lain lagi yang
terkenal dengan sebutan Teori Selatan-Utara bahwa nenek moyang Jepang yang
asli berasal dari daratan Asia yang tinggal dan menamakan dirinya sebagai
Kikajin yang berawal pada jaman Yayoi. Teori Selatan menyebutkan bahwa
nenek moyang Jepang berasal dari Asia Tenggara seperti Tibet, Taiwan,
Kepulauan Pasifik Barat Daya, Melayu, dan bahkan Indonesia. Teori ini dapat
dibenarkan dengan adanya penemuan tentang cara bercocok tanam yang
dilakukan oleh nenek moyangnya dengan cara membuat sawah. Teori Utara
menyebutkan lain. Di sini disebutkan bahwa nenek moyang Jepang berasal dari
pusat daratan Asia seperti Mongol, Manchuria, Siberia, dan Turki. Teori juga
dapat dibenarkan karena tata bahasa yang digunakan dalam keseharian msyarakat
Jepang sesuai dengan susunan bahasa Korea, Ural, Turki, dan sebagainya. Pada
dasarnya, Jepang memiliki banyak jaman sesuai dengan perubahan masa dan
1
kekuasaan. Namun, secara garis besar Jepang dibagi menjadi 5 periode. Periode
tersebut meliputi
1. Abad kuno atau disebut dengan ‘Kodai’. Periode ini meliputi zaman primitif /
Genshi Jidai (abad ke-3), zaman Yamato (592), zaman Nara (710), dan zaman
Hei An (794-1192)
2. Abad pertengahan atau disebut dengan ‘Chuusei’ yang meliputi zaman
Kamakura (1192-1333), zaman Muromachi (1334-1573), dan zaman Azuchi
Momoyama (1573-1603)
3. Abad pra modern atau ‘Kinsei’ yang dimulai dengan zaman Edo (1603-1868)
4. Abad modern atau ’Kindai’. Pada periode Jepang banyak mengalami
perubahan dan mulai dikenal dunia luar. Zaman yang sering dibicarakan ini
dikenal dengan zaman Meiji (1868-1912)
5. Dewasa ini atau lebih dikenal dengan ‘Gendai’. Periode ini meliputi zaman
Taisho (1912-1926), zaman Showa (1926-1991), dan zaman Heisei (1991-
sekarang)
Pada abad kuno terutama pada Zaman Nara banyak timbulnya
kebudayaan. Pada tahun 710 ibu kota Nara dibagi secara vartikal dan horizontal
dengan jalan-jalan yang besar yang meniru arsitektur ibu kota dinasti tang di
Cina. Tidah hanya itu saja yang menyerupai bangunan dari ibu kota cina, istana
kaisar, rumah kaum bangsawan, dan kuil yang besar yang menyerupai bangunan
Cina yang berjajar dengan atap dan genting berwarnakan biru, tiang berwarna
merah, dan ding-ding berwarna putih. Dimana ibu kota Heijo mengalami
perkembangan kira-kira selama 70 tahun dengan Zaman ini terkenal dengan
Zaman Nara. Dimana Zaman Nara ini pemerintahan dipegang oleh kaisar.
Dengan kaum bangsawan dapat hidup dengan menyenangkan, namun untuk para
kaim petani tidak dikarenakan adanya pajak yang tinggi, wajib militer dan kerja
paksa yang mengakibatkan banyak kaum petani yang mengalami kemiskinan dan
penderitaan. Dengan keadaan seperti itu banyak kaum petani yang melarikan.
Maka karena kondisi seperti itu muncullah peraturan mengenai tanah yang di
sebut kondeneinenshizaisho. Karena peraturan ini banyak terjadi persaingan
1
antara kaum bangsawan, kuil, dan keluarga yang berkuasa di daerah yang
mengeluarkan sekala yang besar, sehingga lama kelaman tanah milik peribadi
semakin meluas. Maka tanah milik peribadi disebut shoen, sistim kochikomin
yang menjadi dasar dari pemerintahan Ritsuryo. Pemerintahan ini pun hari
semakin hari mengalami kekacauan dan mengalami keruntuhan.
Maka pada abad ke 8, di istana berhasil menyusun 2 buah buku yang
berisikan sejarah yang berjudul Kojiki dan Nihonshoki, dimana didalam 2 buku
ini tertuliskan mengenai persatuan negara dan dongeng, sementara itu ditiap-tiap
daerah dibuat buku yang berjudul Fudoki yang didalamnya memuat mengenai
sejarah mengenai daerah, legenda dan asal usul nama daerah. Pada masa ini di
buatlah kumpulan-kumpulan puisi yang di sebut Manyoshu, dimana pada
kumpula-kumpulan puisi ini banyak menceritakan perasaan orang-orang zaman
dahulu dengan lugas dan jujur. Kira-kira pada abad pertengahan Zaman Nara
keadaan pertanian mengalami keterurukan dan banyak orang yang meninggal
karena wabah penyakit, banyak terjdi pertentangan antara kaum pendeta dan
bangsawan. Maka kaisar Shomu yang menganut agama Budha memintak
perlindungan untuk negaranya makan di buatnya Todaiji (kuil Todaiji) dan
sebagai patung utama ia membuat patung budha dari perunggu berlapiskan emas.
Sejak abad ke 7 sampai ke 9, istana sudah belasan kali mengirimkan
utusan-utusan resminya untuk menyerap serta memasukan kebudayaan yang
sudah maju dari dinasti tang. Mereka mengirimkan utusanya pergi ke negri Cina.
Dimana kebudayaan pada Zaman Nara memiliki pengaruh yang sangat kuat dari
kebudayaan dinasti tang (Cina). Maka dengan latar belakang yang sudah di
paparkan di atas di bahaslah mengenai Perkembangan Kebudayaan Pada Zaman
Nara.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, ada pun rumusan masalah dari
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.2.1. Kapan awal dan berahirnya Zaman Nara?
1
1.2.1. Bagaimana Sejarah perkembangan kebudayaan pada Zaman Nara?
1.2 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.3.1. Untuk mengetahui Sejarah kapan dimulai dan berakhirnya zaman
Nara.
1.3.2. Untuk mengetahui sejarah perkembangan kebudayaan yang terjadi
pada zaman Nara.
1.3 Manfaat
Ada pun manfaat dari penelitian ini adalah:
1.4.1. Dapat mengetahui kapan dimulai dan berakhirnya zaman Nara.
1.4.2. Dapat mengetahui perkembangan kebudayaan yang terjadi pada
zaman Nara.
1.5 Metode
Dalam penyusunan makalah ini, kami menggunakan metode kepustakaan,
yaitu memperoleh informasi melalui buku – buku atau artikel dari internet.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Awal dan Berahirnya Zaman Nara.
Zaman Nara ( 奈 良 時 代 nara jidai) adalah salah satu zaman dalam
pembagian periode sejarah Jepang yang dimulai dari tahun 710 ketika kaisar
wanita Genmei memindahkan ibu kota kekaisaran ke Heijō-kyō (Nara). Periode ini
berlangsung selama 84 tahun hingga kaisar Kanmu memindahkan ibu kota ke
Heian-kyō pada tahun 794. Periode Nara menandai sebuah negeri Jepang dengan
kekuasaan yang tersentralisasi. Ketika itu, ibu kota dan istana kekaisaran berada di
Heijo-kyo (kini Nara). Heijō-kyō merupakan kota tujuan akhir Jalan Sutra di
Jepang, sekaligus tempat berkembangnya Kebudayaan Tempyō yang berpusat
pada agama Buddha dan kalangan aristokrat. Fujiwara Nofuhito dianggap berperan
besar dalam pemindahan ibu kota ke Nara. Nara dibangun mengikuti ibu kota
Tiongkok di Chang'an. Nara dirancang sebagai kota pemerintahan dengan sebagian
besar penduduknya merupakan pegawai pemerintah. Sistem hukum Asuka
kiyomihara dan Taiho ritsuryō yang mulai diberlakukan zaman sebelumnya dikaji
kembali dan direvisi agar isinya sesuai dengan keadaan dalam negeri Jepang.
Walaupun pelaksanaannya masih dalam tahap coba-coba, pada zaman ini Jepang
sudah bertujuan menjadi negara hukum, sistem pemerintahan pusat dengan
kekuasaan otokrasi di tangan kaisar. Nara adalah pusat perkotaan pertama yang
terbesar di Jepang dengan populasi 200.000 orang (mewakili hampir 4% dari
penduduk negara) dan sekitar 10.000 orang bekerja dalam pekerjaan pemerintah.
Perekonomi dan kegiatan administrasi mengalami peningkat selama periode Nara.
Pembangunan jalan Nara ke ibukota propinsi telah dibangun, dan pengumpulan
pajak yang rutin tampak lebih efisien. Koin juga sudah mulai dicetak. Di luar
daerah Nara, ada sedikit kegiatan komersial dan di provinsi-provinsi yang lama
seperti Shōtoku mengalami penurunan pada sistem reformasi tanah. Pada
pertengahan abad kedelapan shōen (perkebunan) merupakan salah satu penunjang
1
yang paling penting untuk lembaga perekonomian di Jepang. Dengan adanya
reformasi Taika, sistem pemerintahan di Jepang meniru sistem pemerintahan yang
ada di Cina. Jepang pun meniru membuat kota seperti di ibukota Cina, Chang’an
dan menjadikan Heijō (sekarang Nara) sebagai ibukota sekaligus pusat
pemerintahan pada tahun 710 M (Hal inilah yang membuat zaman ini dinamakan
zaman Nara).
Pada saat itu kaisar membuat undang-undang Taiho (Taihō Ritsuryō).
Kaum bangsawan dapat menikmati kehidupan dengan menyenangkan. Di Heijo
didirikan pasar. Kemudian untuk memudahkan jual beli dibuatlah Wadokaihō
(uang kuno berbentuk bulat yang terbuat dari tembaga dengan diameter 10,95 mm
dan berat 0,13 ons yang dibuat tahun 708 M). Pada zaman ini kaum petani sangat
miskin dan menderita karena pajak yang tinggi, sehingga banyak yang membuang
tanahnya. Kemudian istana membuat peraturan tentang pemberian tanah kepada
orang yang akan membuka lahan tersebut. Setelah peraturan tersebut ditetapkan,
terjadi persaingan antara bangsawan, kuil dan keluarga penguasa untuk membuka
lahan baru, sehingga tanah pribadi semakin berambah. Tanah pribadi yang bebas
pajak tersebut dinamakan Shōen. Karena peraturan tersebut, pemerintahan menjadi
kacau. Bangsawan dan pendeta yang punya tanah luas menjadi berkuasa di
pemerintahan. Kekacauan tersebut menjadikan zaman ini berakhir.
Antar faksi di istana terus berlanjut sepanjang periode Nara. Anggota
keluarga kerajaan, memiliki wewenang dalam pengadilan seperti Fujiwara.
Pendeta-pendeta Buddha juga memegang peranan dalam hal ini. Sebelum periode
ini, Pangeran Nagaya merebut kekuasaan di pengadilan setelah kematian Fujiwara
no Fuhito. Fuhito digantikan oleh empat anak laki-lakinya yaitu Muchimaro,
Umakai, Fusasaki, dan Maro. Mereka menobatkan Fuhito putri sebagai Kaisar
Shomu. Pada tahun 729, mereka ditangkap Nagaya dan kembali memegang
kontrol atas kerajaan. Namun, wabah cacar yang menyebar dari Kyushu pada
tahun 735, membuat semua empat bersaudara itu tewas dua tahun kemudian
sehingga mengakibatkan penyusutan sementara terhadap kekuasaan Fujiwara. Hal
ini tanpa diragukan lagi membuat Kaisar sangat terkejut tentang bencana ini, dan ia
1
memindahkan istana hanya tiga kali dalam lima tahun sejak tahun 740, sampai
akhirnya ia kembali ke Nara. Pada akhir periode Nara, beban keuangan negara
meningkat, dan pengadilan mulai memecat para pejabat yang tidak penting.
Dalam wajib militer universal 792 ditinggalkan, dan bupati diizinkan untuk
membangun kekuatan milisi swasta untuk pekerjaan polisi setempat.
Desentralisasi kewenangan menjadi aturan meskipun reformasi dari periode Nara.
Akhirnya, untuk kembali kontrol ke tangan kekaisaran, ibukota dipindahkan di 784
ke Nagaoka-kyō dan tahun 794 ke Heian-kyō (harfiah Modal Perdamaian dan
Ketenangan), sekitar dua puluh enam kilometer sebelah utara Nara. Pada akhir
abad kesebelas, kota ini populer disebut Kyoto (ibu kota), nama itu telah sejak saat
itu.
Pada zaman Nara, Jepang secara terus menerus mengadopsi praktik
administrasi pemerintahan dari Cina. Terkonsentrasi upaya oleh istana untuk
merekam dan mendokumentasikan sejarahnya menghasilkan karya pertama sastra
jepang selama periode Nara. Salah satu pencapaian terbesar sastra Jepang pada
zaman Nara adalah selesainya buku sejarah Jepang yang disebut Kojiki pada tahun
712 dan Nihon Shoki tahun 720.Karya-karya seperti Kojiki dan Nihon Shoki itu
bersifat politis, digunakan untuk membenarkan dan menegakkan supremasi
pemerintahan kaisar di Jepang. Selain itu, disusun pula Manyōshū (Sepuluh Ribu
Koleksi Daun) dan Kaifūsō (Kenangan tentang Puisi) yang merupakan sebuah
antologi puisi dan yang ditulis dalam bahasa Cina oleh kaisar Jepang dan
pangeran.
2.2 Perkembangan Budaya Pada Zaman Nara.
zaman Nara merupakan puncak pertama dalam perkembangan budaya
Jepang. Dari segi arsitektur, banyak bangunan atau kuil yang didirikan dengan
meniru gaya bangunan Cina. Dalam kesusastraan dihasilkan Kojiki (cerita zaman
kuno) dan Nihongi atau Nihonshoki (sejarah jepang). Kojiki selesai ditulis pada
tahun 712 M dan dikumpulkan oleh Onoyasumaro. Nihongi selesai ditulis pada
tahun 720 dan dikumpulkan oleh Toneri Shinno. Penulisan keduanya dilakukan
dengan bantuan orang Cina dan Korea. Karena pada saat penyusunannya orang
1
Jepang belum punya huruf sendiri dan belum pintar menulis. Para ahli sejarah
menyatakan bahwa sebagian cerita/sejarah dalam Nihongi bukanlah sejarah yang
sebenarnya, terutama sejarah sebelum tahun 400 M. Misalnya dalam Nihongi
dikatakan bahwa pemerintahan kaisar Jinmu dimulai sejak tahun 660 SM – 581
SM, padahal setelah ditelusur kaisar Jinmu memerintah sejak permulaan abad
Masehi. Banyak hal yang bukan dari zaman purba dimasukkan ke dalamnya.
Diperkirakan kebohongan itu ditulis dengan tujuan politik dan agama untuk
mempertinggi martabat kerajaan dan memberikan bukti adanya zaman purbakala.
Ada juga Fudoki (legenda dan profil tiap daerah), dan Manyōshū (kumpulan puisi.
Ada sekitar 4500 puisi). Manyōshū ditulis dengan Manyōgana yaitu tulisan
dengan struktur bahasa Cina (Kanji) tetapi menggunakan cara baca Jepang.
Dengan penyebaran bahasa tertulis, penulisan puisi Jepang yang dikenal
dengan waka, dimulai pada zaman ini. Waka pada zaman Nara disebut jōdai kayō
(上代歌謡 ). Pada waktu itu, waka belum terikat oleh penyusunan mora. Waka
dibacakan sewaktu ada matsuri dan melakukan pekerjaan secara bersama-sama.
Pada zaman itu, waka masih berupa sastra lisan, dan sebagian besar diantaranya
sudah tidak tersisa lagi. Seiring waktu, koleksi pribadi yang direferensikan untuk
mendirikan kumpulan puisi pertama Jepang dikenal sebagai Manyōshū sekitar
setelah tahun 759. Karakter Cina difungsikan untuk mengekspresikan suara
Jepang sampai kana diciptakan. Karakter Cina yang digunakan untuk
mengekspresikan suara Jepang dikenal sebagai man'yōgana.
Perkembangan budaya besar lainnya dari era adalah bentuk usaha tetap
dari Buddhisme. Buddhisme diperkenalkan oleh Baekje pada abad keenam, tapi
mengalami evolusi sampai periode Nara, ketika ia benar-benar berada di tangan
Kaisar Shōmu. Fujiwara Shōmu dan pendampingnya yang menganut dan secara
aktif menyebarkan ajaran Buddha, dipercaya sebagai "pelindung negara" untuk
memperkuat lembaga-lembaga Jepang. Selama masa pemerintahan Kaisar
Shomu, pada abad ke-7 sampai abad ke-9 keadaan pertanian mengalami
keterpurukan, banyak orang yang meninggal dan para pendeta mengalami selisih
paham dengan para bangsawan. Kaisar Shomu yang menganut agama Budha,
1
kaisar Shomu memohon kepada kekuatan Budha agar melindungi Negara serta
menenangkan para masyarakatnya yang mengalami keresahan akibat berbagai
masalah yang terjadi. Untuk itulah kaisar Shomu membangun Tōdai-ji (Kuil
Agung Timur harfiah), dan di dalamnya ditempatkan Buddha Dainichi (Great Sun
Buddha) yang tingginya 16 meter, yang terbuat dari perunggu berlapiskan emas.
Buddha ini diidentifikasikan dengan Dewi Matahari, dan secara bertahap
sinkretisme agama Buddha dan Shinto terjadi. Shōmu mendeklarasikan dirinya
sebagai "Hamba Tiga Treasures" Buddha: Sang Buddha, hukum atau ajaran-
ajaran Buddha, dan komunitas Buddhis. Banyak dari karya-karya seni Jepang dan
harta yang diimpor dari negara-negara lain pada zaman Kaisar Shōtoku Shōmu
dan diarsipkan dalam-dalam Shōsō di Tōdai-ji tersebut. Harta tersebut disebut
Shōsōin, yang menggambarkan budaya kosmopolitan ataupun dikenal sebagai
budaya Tempyō. Harta yang diimpor menunjukkan berbagai pengaruh dari Jalan
Sutera, termasuk Cina, Korea, India, dan Imperium Islam. Disamping itu,
terdapat lebih dari 10.000 dokumen yang disebut dokumen Shōsōin (正仓院 ).
Dokumen Shōsōin berkontribusi besar terhadap penelitian politik Jepang dan
sistem sosial ketika periode Nara, serta menunjukkan perkembangan sistem
penulisan Jepang (seperti katakana).
Meskipun upaya untuk menjadikan Jepang sebagai negara Agama Budha
terhenti, Buddhisme telah meningkatkan status keluarga kekaisaran. Pengaruh
Buddha terus meningkat di bawah pemerintahan Shōmu dan dua putriny. Sebagai
Ratu Koken (tahun 749-758) dia membawa banyak pendeta Budha ke pengadilan.
Koken turun tahta di 758 atas saran sepupunya, Fujiwara no Nakamaro. Ketika
pensiun permaisuri datang untuk mendukung iman Buddha penyembuh bernama
Dōkyō. Pada tahun 764 Nakamaro bangkit mengangkat senjata tapi ia gagal
kembali.
Kaisar Koken bekerja sama dengan Nakamoro dengan tujuan agar dirinya
digulingkan dari pemerintahan. Kaisar Koken naik tahta kembali sebagai Ratu
Shōtoku pada tahun 764 -770. Ratu Shōtoku menugaskan untuk mencetak 1 juta
doa jimat (Hyakumantō dharani) sebagai kekuatan untuk bertahan hidup. Ratu
1
Shōtoku memiliki pesona untuk lebih mempertahankan rohaniawan Budha,
bahkan ia ingin menjadikan Dōkyō sebagai kaisar. Namun ia meninggal sebelum
keinginan itu terwujud. Masyarakat yang mengetahui hal tersebut sangat terkejut
dan membuat pengecualian terhadap perempuan dari suksesi kekaisaran dan
penghapusan pendeta Buddha dari posisi otoritas politik. Pengadilan Nara di
impor dari Cina dengan mengirimkan utusan diplomatik yang dikenal sebagai
kentōshi ke pengadilan Tang setiap dua puluh tahun. Banyak siswa Jepang, baik
awam dan pendeta Buddha, belajar di Chang'an dan Luoyang. Salah satunya
bernama Abe no Nakamaro yang telah lulus ujian sipil Cina, yang kemudian
ditunjuk sebagai pegawai pemerintahan di Cina. Ia menjabat sebagai Gubernur
Jenderal di Annam atau cina vietnam dari 761 sampai 767. Banyak siswa yang
kembali dari Cina ke Jepang yang dipromosikan menduduki jabatan tinggi di
pemerintahan. Pemerintah Cina lokal di Lower Yangzi Valley mengirim misi ke
Jepang untuk mengembalikan utusan Jepang yang masuk Cina melalui Balhae.
Misi lokal Cina ini tidak bisa pulang karena pemberontakan An Lu Shan, dan
berakhir karena dinaturalisasikan di Jepang. Hubungan Jepang dengan Korea
yaitu Kerajaan Silla awalnya damai, dengan pertukaran diplomatik biasa. Namun,
munculnya Balhae utara, Silla menstabilisasikan hubungan Jepang-Silla. Balhae
mengirimkan misi pertama di 728 ke Nara, yang menyambut mereka sebagai
penerus Goguryeo. Hal ini membuat Korea bersekutu untuk melawan Jepang
dengan mempersatukan Tiga Kerajaan Korea, Dan Kebudayaan pada Zaman
Nara, mendapat pengaruh yang sangat kuat dari kebudayaan dinasti tang (Cina),
dimana banyak lukisan yang terkenal, yaitu lukisan Torigedachionnanopyobu dari
Shosoi, lukisan Kichijyotengazo dari kuil Yakushi.
Pengaruh kuat kebudayaan Cina pada zaman Nara ikut mempengaruhi
masakan Jepang pada zaman Nara. Makanan dimasak sebagai hidangan upacara
dan ketika ada perayaan yang berkaitan dengan musim. Sepanjang tahunnya
selalu ada perayaan dan pesta makan. Teknik memasak dari Cina mulai dipakai
untuk mengolah bahan makanan lokal. Penyesuaian cara memasak dari Cina
dengan keadaan alam di Jepang akhirnya melahirkan masakan yang khas Jepang.
1
Aristokrat zaman Asuka bernama Pangeran Shotoku menetapkan dua belas strata
jabatan dalam istana kaisar (kan-i jūnikai). Pejabat istana dibedakan menurut
warna hiasan penutup kepala (kanmuri). Dalam kitab hukum Taiho Ritsuryo
dimuat peraturan tentang busana resmi, busana pegawai istana, dan pakaian
seragam dalam istana. Pakaian formal yang dikenakan pejabat sipil (bunkan)
dijahit di bagian bawah ketiak. Pejabat militer mengenakan pakaian formal yang
tidak dijahit di bagian bawah ketiak agar pemakainya bebas bergerak. Busana dan
aksesori zaman Nara banyak dipengaruhi budaya Cina yang masuk ke Jepang.
Pengaruh budaya Dinasti Tang ikut mempopulerkan baju berlengan sempit yang
disebut kosode untuk dikenakan sebagai pakaian dalam.
Pada zaman Nara terjadi perubahan dalam cara mengenakan kimono.
Kalau sebelumnya kerah bagian kiri harus berada di bawah kerah bagian kanan,
sejak zaman Nara kerah bagian kanan harus berada di bawah kerah bagian kiri.
Cara mengenakan kimono dari zaman Nara terus dipertahankan hingga kini.
Hanya orang meninggal dipakaikan kimono dengan kerah kiri berada di bawah
kerah kanan. Kebudayaan Zaman Nara Disebut dengan Tenpyo Bunka
(Kebudayaan Tenpyo) karena kebudayaan zaman Nara ini mengalami puncak
kejayaan pada masa pemerintahan kaisar Shomu (tahun 729-749) yang disebut
dengan Tenpyonenka.
Gambar Peninggalan Dan kesenian Zaman Nara
Kuil Tōdaiji
1
kojiki dan Nihonshoki
Daibutsu di kuil Tōdaiji
kimono pada Zaman Nara
1
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan.
Narajidai merupakan zaman yang diawali dengan pemerintahan seorang kaisar
wanita.
Zaman Nara merupakan zaman yang memiliki kekuasaan tersentralisasi.
Zaman Nara merupakan zaman yang terjadi banyak pemindahan ibukota.
Zaman Nara merupakan zaman saat Jepang banyak mengadopsi praktik –
praktik administrasi dan kebudayaan dari China.
Zaman Nara merupakan zaman saat di Jepang terjadi penyebaran agama
Budha yang sangat pesat.
3.2 Saran.
Sehubungan dengan makalah yang membahas mengenai zaman Nara, ada
beberapa saran dari penulis :
1. Penulis mengharapkan agar makalah ini dapat membantu para
pembaca untuk menambah sedikit tidaknya wawasan mengenai zaman
Nara.
2. Penulis mengharapkan kritik yang membangun dari para pembaca,
sehingga makalah ini dapat menjadi lebih sempurna.
1
DAFTAR PUSTAKA
Subarkah,Imam.2013.ilham-ilham Dahsyat dari Bangsa Jepang.Jogjakarta.FlashBooks
www. http://moshimoshi.netne.net/materi/sejarah_jepang/.htm (di akses tanggal 23
Desember 2013).
www.japancoolture.com/it/
kojiki_e_nihon_shoki_i_due_grandi_testi_sulla_genesi_del_giappone (di akses
tanggal 23 Desember 2013).