Paper Bali Cultural Anthropology
-
Upload
priyanaginada -
Category
Documents
-
view
94 -
download
1
Transcript of Paper Bali Cultural Anthropology
KATA PENGANTAR
Aneka ragam budaya Indonesia merupakan kekayaan bangsa yang tak ternilai
harganya, salah satu dari beragam budaya yang Indonesia miliki adalah,
kebudayaan dari provinsi Bali. Hingga detik ini, daya magnet pariwisata Bali begitu
kuat , ditengah kerasnya persaingan di bidang pariwisata Internasional yang
menawarkan wisata tropis lainnya, Bali masih menjadi salah satu primadona bagi
wisatawan domestik dan international.
Kentalnya kebudayaan masyarakat Bali yang masih terpelihara di masa modern
penuh tekhnologi ini, membuat para turis merasa Bali merupakan tempat yang
paling pas untuk beristirahat dari segala kepenatan budaya metropolis yang semakin
tak terkendali. Budaya bali yang kental dengan syarat mistis dan seni membuat Bali
semakin memiliki roh tersendiri bagi orang yang mengunjunginya.
Menyoroti fakta dan realita yang ada bahwa pemeliharaan seni dan upacara
tradisional seperti inilah yang menjadi daya tarik bagi dunia internasional untuk
semakin memberikan atensinya pada provinsi Bali, kita sebagai masyarakat
Indonesia sendiri harus lebih dahulu aktif memberikan perhatian kita kepada
pemeliharaan salah satu aset kebudayaan bangsa ini, dengan memperkaya
pengetahuan kita tentang budaya Bali itu sendiri.
Semoga dengan karya tulis yang telah kami susun ini dapat menjadi salah satu
referensi bagi pembaca untuk menambah pengetahuan tentang kebudayaan Bali.
Jakarta, 13 Oktober 2008
Tim Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penulisan Makalah
Antropologi budaya adalah salah satu mata kuliah yang menarik karena di
dalamnya membahas tentang bagaimana kebudayaan manusia itu terbentuk dan
berkembang ditilik dari 7 aspek Cultural Universal. Dengan mempelajari budaya
ini kita dapat mengetahui pendekatan yang berbeda dalam mengahadapi
manusia dengan latar belakang budaya yang berbeda.
1.2 Perumusan Masalah
Bagaimana penerapan unsur – unsur budaya sebagai kebudayaan universal
dalam kebudayaan Bali?
1.3 Tujuan Penulisan Makalah
Untuk mengetahui dan menganalisis unsur kesenian di kebudayaan Bali dilihat
dari 7 aspek sebagai berikut :
1.3.1 Bahasa
1.3.2 Sistem Teknologi dan Alat Produksi
1.3.3 Sistem Mata Pencaharian
1.3.4 Organisasi Sosial
1.3.5 Sistem Pengetahuan
1.3.6 Sistem Religi
1.3.7 Kesenian
BAB 2
KERANGKA TEORITIS
2.1 DEFINISI ANTROPOLOGI
2.1.1 Definisi Etimologis
Antropologi terdiri dari kata “Anthropos” yang berarti manusia dan “logos”
yang berarti ilmu. Meskipun demikian, antropologi tidak dapat diartikan secara
langsung menjadi ilmu tentang manusia. Hal ini dikarenakan banyak cabang ilmu
lain yang menelaah tentang berbagai aspek kegiatan manusia misalnya seperti ilmu
sosiologi, psikologi, ekonomi dan berbagai cabang ilmu lain.
2.1.2 Definisi Konseptual
2.1.2.1 Definisi Menurut Haviland
Pada tahun 1985 Haviland mengatakan bahwa antropologi, studi tentang
umat manusia, berusaha menyusun generalisasi yang bermanfaat tentang manusia
dan perilakunya, dan untuk memperoleh keanekaragaman manusia.
2.1.2.2 Definisi Menurut Ariyono Suyono
Di dalam kamus yang Ia susun, Ariyono Suyono mendefinisikan antropologi
sebagai suatu ilmu yang berusaha mencapai pengertian tentang makhluk manusia
dengan mempelajari aneka bentuk fisik, kepribadian, masyarakat serta
kebudayaannya.
2.1.2.3 Definisi Menurut Koentjaraningrat
Ilmu Antropologi sekarang dalam arti seluas – luasnya, mempelajari makhluk
Anthropos atau manusia. Banyak ilmu lain yang mempelajari manusia itu. Masing –
masing dari sudut pandangnya sendiri – sendiri. Ilmu antropologi memperhatikan
lima masalah mengenai makhluk manusia itu. Kelima masalah itu adalah :
a. Masalah sejarah terjadinya perkembangan manusia sebagai makhluk
biologis.
b. Sejarah terjadinya aneka warna makhluk manusia, dipandang dari sudut ciri –
ciri tubuhnya
c. Masalah persebaran dan terjadinya aneka warna warna bahasa yang
diucapkan di seluruh dunia
d. Masalah perkembangan, persebaran, dan terjadinya aneka warna daro
kebudayaan manusia di seluruh dunia.
e. Msalah dasar- dasar dan anek warna dari kebudayaan manusia dalam
kehidupan masyarakt dan suku – suku bangsa yang tersebar di seluruh bumi
sekarang ini
2.1.2.4 Definisi Menurut David Hunter
Antropologi adalah ilmu yang lahir dari keingintahuan yang tidak terbatas
tentang umat manusia.
2.1.2.5 Definisi Menurut Ralfh L Beals dan Harry Hoijen
Pada tahun 1954 Ralfh dan Harry mendefinisikan antropologi sebagai ilmu
yang mempelajarai manusia dan semua apa yang dikerjakannya.
2.1.3 Definisi Operasional
Antropologi adalah ilmu yang berusaha mencapai pengertian tentang makhluk
manusia dengan mempelajari aneka bentuk fisik, kepribadian, perilaku, masyarakat
serta
kebudayaannya
untuk memperoleh
keanekaragaman
manusia.
2.1.4 Instrumen Variabel Antropologi
Variabel Dimensi Indikator
Ilmu Alam
Pasti
Sosial
A Hitung
ukur
N Bahasa
Falak
T
Makhluk Manusia
R Hewan
Tumbuhan
Gaib
O
2.2 Definisi Kebudayaan
2.2.1 Definisi Etimologis
Istilah “Kebudayaan” Dan “Culture”. Kata “kebudayaan” berasal dari kata
Sanskerta buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi yang berarti “budi”
atau “kekal”.
Kata asing culture yang berasal dari kata Latin colere (yaitu “mengolah”,
“mengerjakan”, dan terutama berhubungan dengan pengolahan tanah atau bertani),
memiliki makna yang sama dengan “kebudayaan”, yang kemudian berkembang
menjadi “segala daya upaya serta tindakan manusia untuk mengolah tanah dan
mengubah alam”.
Masyarakat Primitif
P Modern
Nomaden
O
Kebudayaan Bali
L Jawa
Tionghoa
O Padang
Norma
G Nilai
Peraturan
I
Hasil Karya
Manusia
2.2.2 Definisi Konseptual
2.2.2.1 Definisi Menurut Ki Hajar Dewantara
Kebudayaan menurut Ki Hajar Dewantara berarti buah budi manusia, adalah
hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh kuat, yakni alam dan zaman
(kodrat dan masyarakat) yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk
mengatasi berbagai rintangan dan kesukaran di dalam hidup dan penghidupannya
guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib dan
damai.
2.2.2.2 Definisi Menurut Sutan Takdir Alisyahbana
Sutan Takdir Alisyahbana mengatakan bahwa kebudayaan adalah
manifestasi dari cara berpikir sehingga menurutnya pola kebudayaan itu sangat luas.
Sebab, semua laku dan perbuatan tercakup di dalamnya dan dapat diungkapkan
pada basis dan cara berpikir termasuk di dalamnya perasaan karena perasaan juga
merupakan maksud dari pikiran.
2.2.2.3 Definisi Menurut Malinowski
Malinowski menyebutkan, bahwa kebudayaan pada prinsipnya berdasarkan
atas berbagai sistem kebutuhan manusia. Tiap tingkat kebutuhan itu menghadirkan
corak budaya yang khas. Misalnya, guna memenuhi kebutuhan manusia akan
keselamatannya, maka timbul kebudayaan yang berupa perlindungan, yakni
seperangkat budaya dalam bentuk tertentu, seperti lembaga kemasyarakatan.
2.2.2.4 Definisi Menurut A. van Peursen
C.A. van Peursen mengatakan bahwa dewasa ini kebudayaan diartikan
sebagai manifestasi kehidupan setiap orang dan kehidupan setiap kelompok orang
dapat berlainan dengan hewan. Maka, manusia tidak dapat hidup begitu saja di
tengah alam. Oleh karena itu, untuk dapat hidup, manusia harus mengubah segala
sesuatu yang telah disediakan oleh alam. Misalnya, beras agar dapat dimakan harus
diubah dulu menjadi nasi.
Terwujudnya suatu kebudayaan dipengaruhi oleh sejumlah faktor, yaitu hal-
hal yang menggerakkan manusia untuk menghasilkan kebudayaan sehingga dalam
hal ini kebudayaan merupakan produk kekuatan jiwa manusia sebagai makhluk
Tuhan yang tertinggi. Oleh karena itu, walaupun manusia memiliki tubuh yang lemah
bila dibandingkan dengan binatang seperti gajah, harimau, dan kerbau, tetapi
dengan akalnya manusia mampu untuk menciptakan alat (sebagai homofaber)
sehingga akhirnya dapat menjadi penguasa dunia. Dengan kualitas badannya,
manusia mampu menempatkan dirinya di seluruh dunia. Tidak seperti binatang,
yang hanya dapat menempatkan diri di dalam lingkungannya. Oleh karena itu,
manusia dikatakan sebagai insan budaya.
2.2.2.5 Definisi Menurut Koentjaraningrat
Menurut Koentjaraningrat kebudayaan adalah seluruh sistem gagasan dan rasa,
tindakan, serta karya yang dihasilkan manusia dalam kehidupan bermasyarakat,
yang dijadikan miliknya dengan belajar
2.2.3 Definisi Operasional
Kebudayaan adalah seluruh sistem, rasa, gagasan dan tindakan yang dimiliki
oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan kebudayaan, manusia
berpikir dan bertindak guna mengatasi berbagai rintangan yang ada dalam hidup
bermasyarakat.
2.3 DEFINISI MASYARAKAT
2.3.1 Definisi Etimologis
Masyarakat berasal dari kata dalam bahasa Arab, “musyarak”. Lebih
abstraknya, sebuah masyarakat adalah suatu jaringan hubungan-hubungan antar
entitas -entitas. Masyarakat adalah sebuah komunitas yang interdependen (saling
tergantung satu sama lain). Umumnya, istilah masyarakat digunakan untuk mengacu
sekelompok orang yang hidup bersama dalam satu komunitas yang teratur.
2.3.2 Definisi Konseptual
2.3.2.1 Definisi Menurut Selo Sumardjan
Masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama dan menghasilkan
kebudayaan.
2.2.4 Instrumen Variabel Kebudayaan
Variabel Dimensi Indikator
K Sistem struktur
organisasi
E
Hidup bermasyarakat bersosialisasi
B
Kebutuhan Sandang
U Pangan
Papan
D
Hidup Bernafas
A Bergerak
Bertumbuh
Y Berkembang Biak
A Bertindak Tegas
A
N Berpikir Positif
Negatif
2.3.2.2 Definisi Menurut Karl Marx
Masyarakat adalah suatu struktur yang menderita suatu ketegangan
organisasi atau perkembangan akibat adanya pertentangan antara kelompok -
kelompok yang terbagi secara ekonomi.
2.3.2.3 Definisi Menurut Emile Durkheim
Masyarakat merupakan suau kenyataan objektif pribadi - pribadi yang
merupakan anggotanya.
2.3.2.4 Definisi menurut Paul B. Horton & C. Hunt
Masyarakat merupakan kumpulan manusia yang relatif mandiri, hidup
bersama-sama dalam waktu yang cukup lama, tinggal di suatu wilayah tertentu,
mempunyai kebudayaan sama serta melakukan sebagian besar kegiatan di dalam
kelompok / kumpulan manusia tersebut.
2.3.2.5 Definisi Menurut Syaikh Taqyuddin An-Nabhani
Sekelompok manusia dapat dikatakan sebagai sebuah masyarakat apabila
memiliki pemikiran, perasaan, serta sistem/aturan yang sama. Dengan kesamaan-
kesamaan tersebut, manusia kemudian berinteraksi sesama mereka berdasarkan
kemaslahatan.
2.3.3 Definisi Operasional
Masyarakat adalah sekelompok orang atau kumpulan komunitas manusia yang
menempati satu wilayah tertentu dengan merasa adanya keterikatan satu sama lain,
juga adanya interaksi yang disesuaikan dengan adat istiadat wilayah tersebut yang
sifatnya berkesinambungan; serta merupakan kesatuan hidup bersama yang
memiliki kebiasaan tertentu, norma, hukum, serta aturan yang mengatur semua pola
tingkah laku warga yang harus dipatuhi oleh seluruh anggotanya; tentunya
membutuhkan keamanan dan kesejahteraan secara bersama.
2.3.4 Instrumen Variabel Masyarakat
Variabel Dimensi Indikator
Manusia Akal Budi
Jasmani
Rohani
M Wilayah Udara
Darat
A Laut
S Interaksi Sosial
Budaya
Y
Hidup Dunia
A Akherat
R Norma UUD
Pancasila
A
Hukum Adat
K Negara
A Aturan Tertulis
Tidak tertulis
T
Kesejahteraan Individu
Kelompok
Sosial
Negara
BAB 3
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
3.1 BAHASA
A. Penggunaan Bahasa Bali
Bahasa Bali memiliki struktur bahasa yang kompleks dengan kosa kata yang
sangat banyak jumlahnya.Bahasa Bali dapat dibedakan berdasarkan status
sosialnya, yaitu:
Bahasa Bali tingkat rendah (basa ketah)
Bahasa Bali tingkat menengah (basa madia)
Bahasa Balu tingkat tinggi (basa singgih)
Penggunaan tingkatan Bahasa Bali tergantung pada situasi dari percakapan.
Basa Madia dipergunakan ketika seseorang menegur orang lain untuk
bersikap lebih sopan namun tidak ingin menunjukkan adanya perbedaan
kasta. Biasanya, masyarakat Bali berkomunikasi dengan menggunakan Basa
Singgih.
Bali yang masih menggunakan sistem kasta, nampak mulai memudar dalam
penggunaan bahasa. Dahulu, seseorang bisa saja ditanyakan berasal dari
kasta mana lalu penggunaan bahasa pun disesuaikan dengan kasta lawan
bicaranya. Karena pengaruh kuat dari demokrasi di Bali, perbedaan antar
kasta sekarang ini sudah mulai hilang dan melebur. Bahkan dampak dari
demokrasi di Bali ini adalah keinginan untuk menggabungkan Bahasa Bali
menjadi satu jenis saja, yaitu Basa Madia.
Bahasa Bali merupakan salah satu variasi dari kelompok Bahasa
Austronesian. Penggunaan Bahasa Bali sendiri hanya dapat ditemukan di Bali
dan penyebarannya hanya sedikit sekali di luar Bali. Bahasa Bali pun
biasanya hanya digunakan di dalam rumah masyarakat Bali saat seorang
anak masih kecil. Setelah anak tersebut bersekolah, ia akan mendapatkan
pengajaran Bahasa Indonesia dan Bahasa Bali pun hanya merupakan
bahasa kedua mereka.
Bahasa Bali dapat ditemukan penggunaannya selain di masyarakat Bali yaitu
di buku-buku yang kebanyakan membahas masalah religiusitas. Selain itu,
Bahasa Bali juga menjadi salah satu subjek di sekolah dasar Bali. Penulisan
bahasa ini juga menggunakan alphabet Roma yang dikenal dengan Tulisan
Bali.
Penggunaan Bahasa Bali tingkat tinggi diperlukan untuk situasi-situasi
tertentu seperti saat berbicara dengan orang asing, kasta yang lebih tinggi,
atau pendeta. Beberapa dokumen pun harus dituliskan dalam Bahasa Bali
dengan mengutamakan formalitas.
Contoh penggunaan Bahasa Bali:
1. SUDRA ke KSATRIYA: "Ambilang Ida lanjaran." = tolong ambilkan rokok itu
untuk pendeta. Kasta Sudra menggunakan Bahasa Bali tingkat menengah
untuk berbicara ke kasta Ksatriya.
2. SUDRA ke Pedanda (Pendeta): "Titiang jagi ngaturan lanjaran puniki ring
Ida." = Saya akan mengambilkan rokok itu untuk anda. Sudra menggunakan
Bahasa Bali tingkat tinggi karena ia berbicara dengan pendeta yang oleh
masyarakat Bali dianggap memiliki kasta yang tertinggi.
3. KSATRIYA ke SUDRA: "Aturin Ida lanjaran puniki." = Berikan rokok ini ke
pendeta. Meskipun Ksatriya berbicara ke Sudra, ia tetap menggunakan
Bahasa Bali tingkat menengah karena dalam percakapannya, pendeta
menjadi objek pembicaraan.
4. KSATRIYA ke SUDRA: "Jemakang beli rokone ento." = Belikan saya rokok
itu. Ksatriya menggunakan Bahasa Bali tingkat rendah ke Sudra karena ia
berbicara untuk kepentingan dirinya sendiri.
A. Sejarah Bahasa Bali
Bahasa Bali pada awalnya merupakan bahasa murni yang diciptakan
masyarakat Bali, namun Bahasa Bali sekarang ini lahir dari percampuran
beragam bahasa dari bangsa-bangsa yang pernah menjajah Indonesia.
Bahasa Bali sekarang ini merupakan campuran dari Bahasa Sanskerta,
Mandarin, Parsi dan Tamil. Beberapa kata seperti sekolah, dokter dan buku
berasal dari Bahasa Belanda. Kemeja, bola dan jendela dari Bahasa Portugis
dan stop, botol dan tiket dari Bahasa Inggris.
B. Kekurangan dalam Bahasa Bali
Meskipun kaya akan kosa kata, terdapat beberapa hal yang tidak memiliki
kosa kata dalam Bahasa Bali. Salah satunya yang cukup krusial dalam
Bahasa Bali adalah kata „seni‟ yang oleh masyarakat Bali tetap disebut „seni‟
(berasal dari Bahasa Indonesia). Padahal, kesenian merupakan salah satu
keunikan dari masyarakat Bali. Kekurangan lain adalah tidak adanya Bahasa
Bali untuk tukang, dimana masyarakat Bali tetap menggunakan kata tukang
yang berasal dari Bahasa Indonesia.
C. Pramada
Dalam penggunaan bahasa, masyarakat Bali mengenal istilah Pramada.
Konsep Pramada adalah seseorang tidak diperbolehkan menggunakan
bahasa yang membuat dirinya memiliki posisi kasta yang lebih tinggi dari
posisinya yang seharusnya. Pramada juga berarti tidak diperbolehkan untuk
bertanya hal-hal yang mempertanyakan religiusitas masyarakat Bali.
Pramada juga mengajarkan agar seseorang tidak memanggil nama orang lain
yang memiliki status yang lebih tinggi.
Konsep Pramada telah ada dalam masyarakat Bali sejak lama dan hingga
sekarang Pramada dalam masyarakat Bali sangat mudah ditemukan. Di
rumah-rumah masyarakat Bali, tuan rumah akan meminta maaf untuk
makanan yang ia sajikan untuk sang tamu, mengatakan bahwa ia adalah
orang miskin dan karenanya sang tamu harus menerima dan memaafkan
keadaan yang seadanya.
Konsep ini juga terlihat dalam kegiatan berdagang masyarakat Bali. Jika
seseorang tidak ingin membeli sebuah barang dari orang Bali lainnya, mereka
tidak boleh mengatakan tidak. Kata tidak digantikan dengan Bahasa Bali
„benjang-benjang‟.
D. Contoh Bahasa Bali
Selamat pagi: Rahajeng Semeng
Selamat malam: Rahajeng Wengi
Terima kasih: Suksma
Permisi: Sugra nggih
Nama saya: Wastan tiang
Jam berapa?: Jam kuda niki?
Berapa?: Aji kuda niki?
Selamat tinggal: Pamit nggih
E. Tulisan Bali
Konsonan
Konsonan dari Bahasa Jawa
Aksara suara
Diaktrik Bali
Penomoran
Contoh tulisan Bali
Tulisan tersebut memiliki arti:
Akeh akśarane, 47, luir ipun: akśara suara, 14, akśara wianjana, 33,
akśara suara punika talĕr dados pangangge suara, tur madrĕwe suara
kakalih, kawāśt,anin: suara hrĕswa miwah dīrgha
3.2 SISTEM TEKNOLOGI DAN ALAT PRODUKSI
Selama ini kebudayaan Bali dijadikan obyek untuk menunjang dunia pariwisata
Bali, tetapi belum pernah ada upaya untuk menjadikan subyek dengan cara
mensinergikan kebudayaan Bali dengan teknologi, sebagaimana telah dilakukan
oleh negara-negara lain seperti; Jepang, India, Korea, Negara Eropa, dan negara
lainya yang sudah mensinergikan kebudayaanya dengan teknologi, sehingga
kebudayaan mereka mengglobal. Terkait dengan hal itu, kita banyak sekali
memiliki nilai-nilai kebudayaan yang perlu mendapat sentuhan teknologi, dan
perlu diingat orang Bali memiliki adegium desa kala patra yang bernapaskan
agama Hindhu yang sampai saat ini menjadi acuan masyarakat Bali dalam
menata kehidupanya. Oleh karena itu mensinergikan kebuadayaan Bali dengan
teknologi perlu kehati-hatian dan selektif agar tidak berbenturan dengan nilai
agama yang dianut dan adat istiadat setempat yang dijadikan pedoman dalam
kehidupan bermasyarakat.
Perkembangan teknologi yang paling berpengaruh di Bali adalah teknologi
informasi dan komunikasi . misalnya telefon genggam dan internet dengan 2
teknologi tersebut masyarakat Bali menjadi masyarakat yang lebih modern dan
inovativ serta dapat berkomunikasi lokal,interlokal maupun internasional.
Dengan demikian kebudayaan Bali bila disenergikan dengan tenologi tidak saja
menjadi obyek, akan tetapi akan menjadi subyek yang mengglobal.
SISTEM TEKNOLOGI DAN PERALATAN TERDIRI :
1. ALAT-ALAT PRODUKTIF
Pengaruh Hindu-Jawa mulai menyebar ke Bali sekitar abad ke-10 tatkala
Kerajaan Medang Kemulan memperluas pengaruh hingga ke Bali. Selanjutnya
pengaruh Hindu-Jawa menjadi kian berkembang pada zaman Kerajaan
Singosari, dan mengalami perkembangan sangat pesat pada abad ke-14 dan
ke-15, ketika Kerajaan Majapahit memperluas pengaruh ke Pulau Bali. Tradisi
modern diwarnai unsur-unsur kebudayaan Barat yang mulai menyentuh
kehidupan masyarakat Bali sejak kedatangan kaum kolonial dan mengalami
perkembangan semakin pesat sejak zaman kemerdekaan hingga era global
dewasaini.
Proses modernisasi yang terasa membawa pengaruh signifikan terhadap
dinamika sistem sosio-kultural masyarakat Bali itu di antaranya adalah
modernisasi dalam bidang pertanian, yakni penerapan sistem peralatan dan
teknologi baru dalam sistem bercocok tanam, yang menimbulkan perubahan-
perubahan cukup mendasar terhadap berbagai aspek kehidupan orang Bali.
Faktor lain yang juga membawa pengaruh signifikan terhadap dinamika
masyarakat dan kebudayaan Bali adalah perkembangan sektor pariwisata.
Pariwisata Bali memang telah lama menjadi primadona penghasil devisa
andalan, mengungguli sektor-sektor lain. Pada dasarnya pariwisata merupakan
fenomena perjumpaan kebudayaan: perjumpaan antara budaya lokal, budaya
wisatawan, budaya pendatang, dan budaya pariwisata itu sendiri. Konsekwensi
logis bagi suatu daerah yang secara sengaja membuka diri terhadap kunjungan
wisatawan adalah masuknya berbagai pengaruh kebudayaan modern terhadap
sistem sosio-kultural tuan rumah. Pengaruh modernisasi terasa kian meningkat
ketika perkembangan pariwisata mengarah pada pariwisata massa. Pariwisata
massa menuntut adanya fasilitas-fasilitas dan layanan-layanan dengan standar
internasional. Ini berarti masuknya unsur-unsur budaya modern merupakan hal
yang tidak terhindarkan. Berkaitan dengan perkembangan dan pengembangan
pariwisata, fenomena perubahan tidak saja terjadi sebagai konsekwensi logis
respons adaptasi budaya tuan rumah terhadap tuntutan dunia pariwisata itu
sendiri, tetapi juga sebagai akibat kontak lintas budaya antara tuan rumah
dengan wisatawan dan kelompok pendatang pencari kerja.
Dari Energi Bernyawa ke Energi Tak Bernyawa
Proses modernisasi berimplikasi perubahan terhadap berbagai aspek kehidupan
masyarakat Bali. Perubahan paling nyata berawal dari perubahan infrastruktur
peralatan dan teknologi yang berkaitan erat dengan penggunaan energi.
Teknologi tradisional yang lebih banyak menggunakan energi bernyawa atau bio-
energi secara perlahan tergeser oleh teknologi modern yang digerakkan dengan
energi tidak-bernyawa atau non-bio-energi.
Dalam bidang pertanian, proses modernisasi ditandai dengan mekanisasi sistem
peralatan dan teknologi pertanian yang berdampak luas terhadap bentuk-bentuk
solidaritas sosial masyarakat petani. Di kalangan masyarakat petani tradisional di
mana sistem peralatan dan teknologi digerakkan energi bernyawa (terutama
tenaga manusia), terdapat ikatan solidaritas yang dilandasi prinsip timbal-balik
dan saling ketergantungan yang kuat. Bentuk-bentuk ikatan solidaritas yang
paling menonjol di antaranya: gotong-royong dan tolong-menolong atau matulung
dalam aktivitas-aktivitas bercocok tanam, adat, agama, maupun aktivitas-aktivitas
kemasyarakatan lainnya.
Tingginya rasa saling ketergantungan antarindividu dalam masyarakat agraris
tradisional membawa mereka berada dalam suasana kebersamaan dan
memaksa setiap individu senantiasa menjaga hubungan harmonis. Di antara
mereka terjalin relasi primer yang ditandai dengan saling kenal dan hubungan
informal yang sangat akrab. Berbagai ketegangan yang dapat mengarah menjadi
konflik sedapat mungkin dihindari, karena disadari akan mengganggu relasi
sosial yang dapat menyulitkan mereka memperoleh bantuan tenaga untuk
berbagai aktivitas kehidupan. Sikap menghindari konflik ini dijustifikasi dengan
konsep koh ngomong (enggan bicara) dan pengembangan rasa malu atau lek.
Namun demikian, bukan berarti masyarakat agraris tradisional terbebas konflik,
melainkan mereka cenderung mengelola konflik dalam bentuk konflik pasif atau
puik yang ditandai dengan terputusnya hubungan komunikasi dan tidak saling
mengusik antarkedua belah pihak. Konflik pasif relatif tidak menimbulkan
guncangan terhadap tertib sosial, karena segala rasa benci dan dendam tidak
diekspresikan secara nyata, melainkan tersembunyi atau laten.
Modernisasi dalam bidang pertanian menyebabkan tergantikannya fungsi
peralatan dan teknologi tradisional yang mengandalkan energi manusia oleh
energi fosil. Akibatnya, ikatan sosial dan rasa ketergantungan antarindividu kian
melemah. Solidaritas gotong-royong dan tolong-menolong pun memudar,
tergeser oleh sistem upah atau sewa. Sejalan dengan itu, rasa kebersamaan
merenggang dan kepedulian sosial pun kian memudar. Sebaliknya, sifat-sifat
individualisme atau mementingkan diri sendiri kian meningkat. Berbagai bentuk
ketegangan dengan mudah berubah menjadi konflik aktif karena lemahnya ikatan
saling ketergantungan di antara sesama mereka.
Transisi Agraris ke Industri
Setiap proses modernisasi disertai masa-masa transisi yang dapat membawa
masyarakat dalam suasana anomi. Ini ditandai dengan pengabaian nilai, norma,
dan aturan yang sebelumnya berlaku turun-temurun. Sementara itu, nilai, norma,
dan aturan yang baru belum terinternalisasi secara mantap. Pada tahap ini kerap
terjadi disorganisasi sosial atau kekacauan dalam berbagai bidang kehidupan,
akibat tidak adanya konsensus mengenai nilai, norma, dan aturan sebagai
acuan bertindak.
Keadaan anomi yang berlangsung relatif lama menyebabkan masyarakat
tersegmentasi ke dalam dua kelompok: kelompok konservatif dan progresif.
Kelompok konservatif terdiri atas individu-individu yang dalam sistem sosial
tradisional memiliki status sosial mapan. Termasuk dalam kelompok ini adalah
golongan generasi tua yang berpegang pada nilai-nilai lama yang didominasi
nilai-nilai agama. Sedangkan kelompok progresif terdiri atas individu-individu
yang kurang menghargai nilai-nilai lama dan lebih terbuka terhadap perubahan.
Termasuk dalam kelompok ini adalah kaum generasi muda yang banyak
dipengaruhi nilai-nilai budaya modern yang lebih mengarah pada materialisme.
Perbedaan orientasi nilai di antara kedua kelompok tadi berimplikasi terhadap
strategi dalam mengelola konflik oleh masing-masing kelompok. Kaum
konservatif cenderung menghindari konflik yang bersifat aktif, terutama dalam
bentuk konfrontasi fisik. Sikap semacam ini tidak terlepas dari nilai-nilai yang
telah dipegang secara mantap dan selanjutnya dijadikan sebagai pedoman
dalam bertindak. Nilai-nilai yang dimaksud, misalnya, adalah nilai-nilai
perdamaian dan kemanusiaan, seperti tertuang dalam konsep ahimsa,
tatwamasi, dan sebagainya. Sebaliknya, di kalangan kaum progresif, bentuk
konflik cenderung berupa konflik aktif dan konfrontasi-konfrontasi yang bersifat
fisik. Perilaku semacam ini dipedomani oleh nilai-nilai kebebasan yang dimaknai
sekehendak hati.
2. ALAT-ALAT DISTRIBUSI DAN TRANSPORTASI
Perubahan sistem transportasi ,teknologi dan distribusi menjadi lebih maju, mata
pencaharian penduduk Bali juga ikut berubah , misalnya dalam bidang Jasa.
Sebagaian besar penduduk bali memiliki kendaraan sendiri, biasanya minimal
mereka memiliki sepeda motor. Sehingga kendaraan umum kurang tersedia,
kalaupun ada hanya melewati jalan-jalan tertentu dan rutenya terbatas, kecuali
taxi. Jenis transportasi umum yang terdapat di Pulau Bali antara lain :
1. Dokar (Kendaraan dengan menggunakan hewan kuda sebagai alat
penarik)
2. Ojek (Kendaraan Umum dengan menggunakan sepeda motor)
3. Bemo (Kendaraan Umum sejenis mikrolet)
4. Bemo dalam kota
5. Bemo luar kota (dengan jenis lebih besar)
6. Taksi
7. Bus antar kota atau kabupaten
8. Bus luar pulau
Untuk transportasi ke luar pulau Bali, tersedia transportasi Udara dan laut. Seperti
pelabuhan Gilimanuk penyeberangan ke Pulau Jawa yang menggunakan kapal ferry
yang memakan waktu antara 30menit sampai 45 menit. Untuk penyeberangan ke
Pulau Lombok, penyeberangan laut melalui pelabuhan Padang Bay menuju Lembar
memakan waktu sekitar 4 jam. Juga kita bisa menggunakan transportasi udara yang
dilayani oleh Bandara Internasional Ngurah Rai.
3. MAKANAN DAN MINUMAN
Liburan ke Pulau Bali rasanya kurang lengkap bila tidak disertai dengan wisata
kuliner Pulau Bali adalah pulau yang unik begitu juga makanan yang ada di pulau
ini, dari yang mewah hingga sederhana, dari masakan internasional hingga
makanan khas tradisional Bali. Makanan khas tradisional Bali adalah
1. Sate Languan
Sate ini terbuat dari ikan laut, kelapa muda, bumbu dan gula. Sate ini merupakan
makanan khas kabupaten Klungkung, namun penyebarannya hampir di seluruh
Bali. sate ini digunakan sebagai hidangan dan sajian pada upacara keagamaan.
Sebagai hidangan sate languan sebaiknya dihidangkan dalam keadaan panas
(segera setelah dipanggang). Sate languan dapat tahan sampai satu hari tidak
rusak.
2. Sate Lembat
Sate lembat adalah sate yang dibuat dari daging yang ditumbuk halus, dicampur
kelapa parut dan bumbu. Daging yang digunakan bisa daging babi, daging ayam,
daging itik dan daging penyu. Sate ini digunakan untuk upacara keagamaan dan
upacara adat. Disamping itu, sate lembat juga dijual diwarung-warung nasi
bersama-sama dengan jenis lauk pauk lainnya seperti urutan, babi guling dan
lawar.
3. Serapah
Serapah adalah jenis lauk pauk setengah basah, dibuat dari daging dan jeroan
diberi bumbu dan santan. Jenis daging yang dapat di buat serapah adalah
daging babi, daging sapi dan lain-lain. Serapah digunakan untuk sajian pada
upacara adat atau upacara agama serta digunakan untuk hidangan.
4. Nasi Kuning Bali
Nasi kuning Bali agak berbeda dari nasi kuning pada umumnya, terutama dari
bumbu yang dipergunakan dan cara pengolahannya. Nasi kuning ini biasanya
dibuat pada hari Raya Kuningan, yaitu hari raya umat Hindhu di Bali setiap 210
hari sekali yang jatuh pada hari Sabtu Kliwon Wuku Kuningan. Namun saat ini
nasi kuning Bali sudah dimanfaatkan untuk upacara-upacara lain selain upacara
keagamaan seperti ulang tahun, syukuran dan lain-lain. Nasi kuning disajikan
dengan menaburi sambal goreng diatasnya, ditambah kemanggi dan kecai
(kacang ijo yang baru berkecambah). Nasi kuning Bali tidak umum
diperjualbelikan dan biasanya masyarakat membuat sendiri untuk keperluan
upacara maupun dikonsumsi sendiri.
5. Jajan Bendu
Jajan bendu merupakan jenis jajan yang biasa digunakan untuk upacara
perkawinan. Kue jenis ini sudah tersebar di seluruh Bali, dibuat selain digunakan
untuk keperluan upacara keagamaan (sebagai sajian) juga dibuat untuk dijual.
Kue ini tidak tahan lama, paling lama tahan selama satu hari. Sebagai hidangan,
kue ini banyak dikonsumsi sebagai teman minum kopi.
6. Nasi Yasa
Nasi Yasa adalah makanan pokok (nasi kuning) yang dicampur dengan daging
ayam, lalapan, telur dan saur. Biasanya nasi Yasa ini dibuat untuk upacara
keagamaan seperti hari raya Saraswati, Çiwalatri dan juga untuk dihaturkan
kepada leluhur.
7. Jajan Reta
Deskripsi Jajan reta terbuat dari tepung beras dibentuk menjadi berbagai bentuk
atau model dan berbagai ukuran seperti: angka delapan, gelang, bunga dan
sebagainya, serta diberikan warna yang beragam antara lain merah, putih,
kuning ataupun kombinasi dari berbagai warna. Jajan reta ini dibuat untuk
keperluan hari raya, upacara adat dan upacara agama serta dibuat untuk camilan
sehari-hari sebagai teman minum kopi. Jajan reta telah diperjualbelikan di pasar-
pasar tradisional di daerah Bali.
8. Sambal Bali
Sambal merupakan makanan dengan rasa pedas sebagai pelengkap dalam
masakan Bali. Sedikit orang Bali yang makan nasi tanpa dilengkapi dengan
sambal, yang juga digunakan dalam mempersiapkan berbagai hidangan berupa
daging dan sayur.
Minuman Khas Bali
Minuman khas Pulau Bali tidak begitu banyak seperti daerah-daerah di Indonesia
lainnya, ada minuman khas tradisional dan minuman bertaraf internasional.
Minuman khas Bali yang sangat dikenal dan dicari oleh wisatawan lokal dan
asing antara lain:
1. MINUMAN CENDOL BALI
Minuman cendol dikenal sebagai minuman khas tradisional masyarakat Jawa,
tetapi di Bali minuman ini cukup populer di Bali. Cendol adalah sejenis minuman
yang dibuat dari campuran tepung beras dan tepung tapioka serta ditambah
dengan santan dan gula merah. Cendol ini dibuat sebagai hidangan dan kadang-
kadang ditambahkan es pada saat meminumnya. Cendol ini sudah tersedia dijual
di pasar-pasar tradisional di daerah Bali.
2. MINUMAN BREM (MENGANDUNG ALKOHOL)
Brem adalah salah satu jenis minuman khas daerah bali yang dibuat dari beras
ketan atau beras ketan hitam atau campuran kedua jenis beras ketan tersebut
yang difermentasikan dengan ragi tape. Secara tradisional terutama di tingkat
rumah tangga di masyarakat Bali, minuman brem ini merupakan hasil sampingan
dari proses pembuatan tape, karena produk tape inilah yang utama dimanfaatkan
sebagai sajian dan dimakan.
Brem ini di daerah Bali khususnya bagi masyarakat yang beragama Hindhu, tidak
bisa dilepas keberadaannya karena merupakan salah satu sarana yang mesti
ada dalam pelaksanaan upacara agama dan upacara adat sebagai tabuhan
bersama-sama dengan minuman arak. Disamping itu brem banyak disuguhkan
sebagai minuman sehabis makan nasi terutama pada saat ada upacara
keagamaan dan adat. Minuman brem ini sejak lama sudah diperjualbelikan di
daerah Bali, bahkan sudah menjadi salah satu oleh-oleh atau buah tangan bagi
wisatawan baik domestik maupun wisatawan mancanegara yang datang ke Bali.
4. PAKAIAN DAN PERHIASAN
Pakaian daerah
Pakaian daerah Bali sesungguhnya sangat bervariasi, meskipun secara selintas
kelihatannya sama. Masing-masing daerah di Bali mempunyai ciri khas simbolik dan
ornamen, berdasarkan kegiatan/upacara, jenis kelamin dan umur penggunanya.
Status sosial dan ekonomi seseorang dapat diketahui berdasarkan corak busana
dan ornamen perhiasan yang dipakainya.
Busana tradisional pria umumnya terdiri dari:
Udeng (ikat kepala)
Kain kampuh
Umpal (selendang pengikat)
Kain wastra (kemben)
Sabuk
Keris
Beragam ornamen perhiasan
Sering pula dikenakan baju kemeja, jas, dan alas kaki sebagai pelengkap.
Wanita
Untuk Para penari cilik mengenakan gelung, songket dan kain prada. Busana
tradisional wanita umumnya terdiri dari:
Gelung (sanggul)
Sesenteng (kemben songket)
Kain wastra
Sabuk prada (stagen), membelit pinggul dan dada
Selendang songket bahu ke bawah
Kain tapih atau sinjang, di sebelah dalam
Beragam ornamen perhiasan
Sering pula dikenakan kebaya, kain penutup dada, dan alas kaki sebagai pelengkap.
Untuk perhiasan wanita sendiri digunakan gelang, kalung atau tusuk konde
pelengkap sanggul yang berupa ornamen yang terbuat dari tembaga atau kuningan
5. TEMPAT BERLINDUNG DAN RUMAH ADAT
Rumah Bali yang sesuai dengan aturan Asta Kosala Kosali (bagian Weda yang
mengatur tata letak ruangan dan bangunan, layaknya Feng Shui dalam Budaya
China)
Menurut filosofi masyarakat Bali, kedinamisan dalam hidup akan tercapai apabila
terwujudnya hubungan yang harmonis antara aspek pawongan, palemahan, dan
parahyangan. Untuk itu, pembangunan sebuah rumah harus meliputi aspek-aspek
tersebut atau yang biasa disebut „‟Tri Hita Karana‟‟. Pawongan merupakan para
penghuni rumah. Palemahan berarti harus ada hubungan yang baik antara penghuni
rumah dan lingkungannya.
Pada umumnya,bangunan atau arsitektur tradisional daerah Bali selalu dipenuhi
hiasan, berupa ukiran kayu, peralatan serta pemberian warna. Ragam hias tersebut
mengandung arti tertentu sebagai ungkapan keindahan simbolsimbol dan
penyampaian komunikasi. Bentuk-bentuk ragam hias dari jenis fauna juga berfungsi
sebagai simbol-simbol ritual yang ditampilkan dalam patung.
Tetapi memasuki zaman moderenisasi masyarakat di perkotaan Bali sudah
mengalami perkembangan yang sangat pesat. Mereka jarang menggunakan rumah
adat khas Bali, Rumah mereka lebih bergaya minimalis modern dan natural
minimalis, karena dianggap lebih simpel dlam teknik membangun rumahnya.
7. SENJATA TRADISIONAL
Keris
Tombak
Tiuk
Taji
Kandik
Caluk
Arit
Udud
Gelewang
Trisula
Panah
Penampad
Garot
Tulud
Kis-Kis
Anggapan
Berang
Blakas
Pengiris
3.3 SISTEM MATA PENCAHARIAN
Sistem mata pencaharian hidup masyarakat Bali terdiri dari pertanian,
industri, dan jasa. Pola perkampungan penduduk Bali pada umumnya dipengaruhi
oleh beberapa faktor. Faktor tata nilai ritual yang menempatkan zona sakral di
bagian angin (timur) sebagai arah terbitnya matahari sebagai yang diutamakan.
Faktor kondisi dan potensi alam, menempatkan nilia utama ke arah kaja (gunung)
dan sebaliknya menganggap rendah arah kelod (laut). Faktor ekonomi,
menempatkan nilai utama pada tempat bekerja seperti desa nelayan menghadap ke
laut, desa pertanian menghadap ke arah sawah atau perkebunan.
Seperti pada umumnya daerah lain di Indonesia, penduduk Bali sebagian
besar hidup dari pertanian. Penduduk yang bertempat tinggal di daerah pesisir
biasanya mereka hidup sebagai nelayan. Selain itu juga ada yang sebagai seniman
dan Pulau Bali terkenal sama keseniannya. Pada akhir abad 19 ini karena adanya
kemajuan teknologi sehingga memudahkan orang bepergian kemana-mana, maka
sektor pariwisata mulai menjadi salah satu sektor yang menjadi mata pencaharian
penduduk Bali. Sehingga pada awal tahun 80-an banyaklah bermunculan daerah-
daerah pariwisata seperti Sanur, Nusa Dua, Kuta dan lain sebagainya. Sektor ini
menjadi andalan pendapatan daerah Bali, sehingga banyak penduduk bali yang
beralih profesi menggantungkan hidupnya pada sektor pariwisata.
SISTEM MATA PENCARIAN HIDUP MASYARAKAT BALI TERDIRI DARI :
1. BERBURU DAN MERAMU
Bali sebagai sebuah pulau kecil di hamparan katulistiwa Nusantara sejak masa
prasejarah ikut serta dalam pertumbuhan budaya yang menjadi akar dari
perkembangan kebudayaan nasional. Sebelum memasuki masa bercocok
tanam masyarakat Bali masa prasejarah melakukan berburu hewan-hewan dan
meramu obat-obatan untuk bertahan hidup.
Demikian pula pada masa perundagian. Masa perundagian adalah puncak
segala kemajuan yang berhasil dicapai yakni merupakan perkembangan lebih
lanjut dari masa bercocok tanam. Penduduk yang hidup bergabung dalam
suatu desa, sudah berhasil mencapai suatu taraf yang baik dengan
penguasaan teknologi yang tinggi seperti teknik pembuatan gera¬bah,
kepandaian menuang perunggu. Masa perundagian telah menghasilkan
kebudayaan Indonesia asli yang bernilai tinggi ka¬rena dijiwai oleh konsepsi
alam pikiran yang hidup di dalam masyarakat pada waktu itu.
2. PERIKANAN
Bali adalah pulau kecil hanya dengan luas hanya 5,682 km persegi dengan
tingkat kepadatan penduduk yang relatif tinggi yakni 565 orang per km persegi.
Bali di kelilingi wilayah pesisir dengan panjang 430 km . karena wilayahnya
dikelilingi oleh laut Mayoritas masyarakat Bali bermata pencaharian sebagai
nelayan, mayoritas terdapat di daerah Singaraja, Kabupaten Buleleng, Bali.
Dari segi matapencaharian dalam bidang perikanan , komoditi ikan tuna dari
Bali dikenal di pasar dunia. Tuna hasil tangkapan masyarakat Bali mampu
menembus pasar ekspor sejak dulu. Beberapa negara yang cukup besar
mengimpor tuna dari Bali adalah Jepang, Taiwan, Cina, dan Korea. Negara-
negara Asia yang merupakan konsumen ikan terbesar di dunia ini bisa dibilang
memiliki hubungan bisnis yang erat dengan Bali, khususnya komoditi tuna.
Di samping tuna, ada pula beberapa jenis ikan lainnya yang cukup populer dan
digemari pasar internasional. Misalnya saja udang dan ikan kerapu. Dua jenis
komoditi ini cukup tinggi realisasi ekspornya meskipun hingga kini dominasi
tuna masih belum bisa terkalahkan. Namun ke depan prospek kedua komoditi
itu diprediksi akan semakin bagus, karena banyaknya pengusaha yang secara
profesional membudidayakannya di perairan Bali Utara yang memang sangat
cocok untuk jenis kerapu maupun tuna.
Selain komoditi perikanan yang dapat dikonsumsi sebagaimana dikatakan
Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Bali Wisnawa Manuaba juga
mempunyai potensi komoditi lainnya, Misalnya saja ikan hias dan rumput laut.
Jenis-jenis komoditi ini termasuk cukup mengalami peningkatan dalam realisasi
ekspor selama dua tahun belakangan ini.
kegiatan budidaya rumput laut sebagai salah satu bentuk mata pencaharian
yang ramah lingkungan telah diinisiasikan forum masyarakat lokal, FKMPP-
Forum Komunikasi Masyarakat Peduli Pesisir, bersama WWF-Indonesia, sejak
tahun 2003. Melalui kegiatan ini diharapkan para nelayan bersedia beralih dari
kegiatan penangkapan ikan yang merusak terumbu karang dan ekosistem laut,
seperti pengeboman dan penggunaan sianida, ke kegiatan mata pencaharian
yang ramah lingkungan.
Dalam menggiatkan mata pencaharian yang ramah lingkungan bagi
masyarakat setempat, WWF-Indonesia tidak berhenti hanya pada
pengembangan budidaya rumput laut. Agar tercipta suatu rantai
bisnis yang utuh, maka WWF-Indonesia juga membantu
memfasilitasi para petani dalam membangun jaringan pasar guna
memasarkan hasil panen rumput laut mereka dengan harga yang
adil.
3. BERCOCOK TANAM DI LADANG
Pada masa bercocok tanam, dengan memperhatikan tipologi tinggalan beliung
persegi di Bali, maka dapat dikatakan bahwa Bali pada masa itu telah
mempunyai hubungan budaya yang luas dengan daerah lainnya di kepulauan
Indonesia maupun di Asia Tenggara (di antaranya Malaysia, Burma, Kamboja,
Thailand, Laos, dan bahkan dengan China dan Formosa), Hubungan yang
demikian luas terjadi akibat adanya migrasi yang disebabkan oleh pencarian
daerah yang lebih subur untuk kepentingan perladangan.
1. Bertani Padi
Bali sebagai salah satu Propinsi di Nusantara Indonesia, masyarakatnya adalah
agraris atau bermatapencaharian sebagai petani dengan wilayah yang relatif
sempit yaitu 563.666 hektar, terdiri dari 80.765 hektar lahan persawahan dan
sisanya 482.901 hektar lahan bukan sawah .Di wilayah Pulau Bali yang
Khususnya daerah persawahan terkenal dengan organisasi yang disebut
Subak yaitu organisasi yang mengatur pengairan di sawah. Masyarakat petani
dalam melakukan aktivitas pertanian di sawah dengan memanfaatkan alat-alat
tradisional yang paling popular disebut bajak, yang mana dalam pengolahan
tanah dibagi dalam tahapan-tahapan kegiatan yaitu untuk menggemburkan
tanah memakai bajak tenggala , untuk membersihkan tanah dari gulma-gulma
memakai bajak jangkar, untuk melumatkan tanah menjadi lumpur memakai
bajak lampit slau dan terakhir untuk menghaluskan tanah memakai bajak
plasah. Setelah permukaan tanah lumpur tersebut halus baru ditanami padi
bulih (tanaman pohon padi yang masih muda), yang mana dalam proses
aktivitas pertanian di sawah ini masyarakat Bali menerapkan sistim kerja
ngajakan (kerja gotong royong/bekerja saling bantu membantu tanpa imbalan
jasa). Selain menanam padi masyarakat Bali yang khususnya tinggal di daerah
pedesaan, juga bertani Jagung, singkong atau umbi-umbian dan kedelai.
2. Berkebun
Selain bertani masyarakat Bali juga membuka lahan untuk berkebun. Tanaman
perekebunan yang menjadi mata pencaharian masyarakat Bali meliputi
tanaman perkebunan karet, kopi (arabika dan robusta), tembakau (rakyat dan
virginia), kakao, lada, vanili dan kelapa dalam. Secara umum, luas areal
perkebunan pada tahun 2003 mengalami peningkatan jika dibandingkan
dengan tahun 2002. Namun demikian ada beberapa jenis tanaman perkebunan
yang mengalami penurunan, seperti kopi robusta, tembakau rakyat dan lada.
4. BERCOCOK TANAM MENETAP
Adapun jenis mata pencaharian bercocok tanam menetap yang dianggap
berpotensi dikembangkan di kawasan Bali Barat adalah budidaya dan
pengolahan cabai pasca panen. Sekitar 45 % sumber pendapatan keluarga
masyarakat pesisir di kedua desa di Bali Barat, Sumber Klampok dan
Pejarakan, didapatkan dari kegiatan bertani dengan cabai sebagai
unggulannya. Dengan bertambahnya opsi kegiatan mata pencaharian yang
ramah lingkungan, selain budidaya rumput laut, maka kesejahteraan
masyarakat semakin terjamin .
Selain itu Komoditas perkebunan di Provinsi Bali juga menjadi mata pencaharian tetap,
lokasinya tersebar namun, untuk beberapa komoditi terpusat di beberapa wilayah
seperti:
•Kopi Arabika terpusat di Kintamani Bangli
•Kakao terpusat di Selemadeg Tabanan
•Kopi Rabusta terpusat di Pupuan, Tabanan
• Jambu Mete terpusat di Kubu, Karangasem
5.PETERNAKAN
Usaha peternakan di Provinsi Bali sebagian besar masih dilakukan secara
tradisional oleh masyarakat. Usaha ini merupakan usaha sambilan atau
sebagai pelengkap usaha lainnya. Sementara itu, populasi ternak dalam
bahasan ini mencakup sapi potong, sapi perah, kambing, domba, babi, ayam
buras, ayam petelur, ayam pedaging dan itik.Populasi ternak sapi potong setiap
tahun mengalami peningkatan sebesar 3,41 persen jika dibandingkan tahun
sebelumnya. Untuk ternak sapi perah, jumlah populasi tahun 2003 hanya 28
ekor turun 48,15 persen jika dibandingkan jumlah populasi pada tahun 2002
yang berjumlah 54 ekor. Hal ini berdampak pada produksi susu yang dihasilkan
Pada tahun 2003 produksi susu mencapai 35,48 ton, sedangkan produksi susu
tahun 2002 mencapai 68,43 ton.
Sementara itu, jumlah populasi untuk ternak kecil tahun 2003 berturut-turut
adalah sebagai berikut, populasi kambing 61.958 ekor, domba 13 ekor dan babi
978.020 ekor. Namun jika dibandingkan dengan tahun 2002 jumlah populasi
kambing dan domba mengalami penurunan, dimana pada tahun 2002 jumlah
kambing mencapai 73.555 ekor sedangkan jumlah domba 439 ekor.
Sedangkan untuk jumlah babi mengalami peningkatan jika dibandingkan tahun
2002. Populasi babi di Bali mencapai 978.020 ekor pada tahun 2003 dan
semakin mengalami peningkatan pada tahun-tahun berikutnya.
6. PERDAGANGAN
Perdagangan di Bali sekarang sudah menjadi mata pencaharian mayoritas
masyarakat Bali, Karena Bali adalah Kota pariwisata maka masyarakat Bali
memanfaatkan segala sarana dan fasilitas untuk berdagang sehingga
memenuhi kebutuhan ekonomi masyarakat Bali. Berikut ini adalah Pasar-Pasar
di Kota Bali yang dijadikan tempat berdagang , Pemda Kota Bali sudah
menyediakan sarana maupun Fasilitas berupa tempat-tempat berdagang untuk
Pasar Sukawati
pasar tradisional ini terletak di Kabupaten Gianyar dan sangat terkenal di Bali
maupun luar Bali, karena anda bisa menawar harga, barang yang anda
inginkan. Barang-barang yang diperdagangkan di pasar sukawati seperti; baju
kemeja, T-shirt, sarong pantai yang disablon dengan ukiran atau gambaran
seni dari Bali, lukisan dan barang kerajinan tangan seperti ; patung
pahat,patung kayu dan kipas Bali. Bila musim ramai di bulan libur sekolah, bus-
bus wisata luar Bali banyak terparkir disepanjang jalan Pasar Sukawati. Pasar
sukawati termasuk salah satu pasar yang terkenal di Bali selain Barang yang
dijual lengkap harganyapun terjangkau.
Galiran-Klungkung
Pasar Galiran Klungkung merupakan pusat pasar di Bali Timur. Pada rahina
pasah (hari pasaran, red), pedagang dari desa-desa bahkan dari luar
kabupaten seperti Karangasem, Gianyar, Bangli tumpah ruah di Klungkung.
Diprediksi, kegiatan di Pasar Galiran Klungkung melibatkan 5.000 orang lebih
setiap pasaran. Sedangkan jumlah pedagang tercatat 1.200 orang.
Tabanan
Bali terdapat sebuah pasar pakaian bekas yang menarik minat masyarakat
lokal, wisatawan domestik dan juga mulai diminati wisatawan asing untuk
datang dan mengunjungi pasar ini. Pasar ini merupakan pasar pakaian bekas
import yang terbesar di Bali disamping banyak lagi pasar pakaian bekas import
yang tersebar di beberapa daerah di Indonesia. Banyak orang yang masih tidak
tahu lokasi pasar ini karena terbatasnya publikasi media akan keberadaan
pasar ini. Keberadaan pasar ini lebih banyak tersebar dengan berita dari mulut
ke mulut. Sungguhlah sangat mengagetkan ketika kita menjejakkan kaki
dipasar ini, terdapat berpuluh-puluh ribu jenis pakaian bekas import yang
datang dari Singapore & Jepang
Pasar Kodok
Kenapa disebut Pasar Kodok? menurut informasi para pedagang yang ada di
sana, hal ini terkait karena lokasi persawahan yang menjadi areal pasar
tersebut, pada awalnya merupakan areal yang banyak sekali ditemukan kodok.
Para pedagang ini mendapatkan pakaian bekas tersebut dari para importer
pakaian bekas yang sebagian besar berasal dari wilayah Padang. Biasanya
para pedagang itu akan membeli dalam bal-bal (karung) pakaian bekas yang
sudah disortir terlebih dulu dan dipisahkan sesuai jenis dan kualitas pakaian
bekas itu sendiri. Harga per bal pakaian bekas itu sangat murah, sebut saja
dengan Rp. 2,3 juta/bal bisa diperoleh 1000 pcs pakaian bekas untuk anak-
anak dan dewasa.
Perkembangan Sistem Mata Pencaharian
Perkembangan era globalisasi sangat mempengaruhi Mata pencaharian
penduduk Kota Bali. Bali sudah sangat dikenal di seluruh dunia sebagai pintu
gerbang pariwisata di Indonesia. Kesadaran masyarakat yang tinggi terhadap
aset pariwisata yang harus selalu di jaga Budaya serta kelestarian keindahan
alamnya, membuat masyarakat Bali memegang teguh konvensi yang berasal
dari budaya yang juga berasal dari aturan agama Hindu Bali.
Karena perubahan sistem transportasi dan teknologi menjadi lebih maju, mata
pencaharian penduduk Bali juga ikut berubah , misalnya dalam bidang Jasa.
Sebagaian besar penduduk bali memiliki kendaraan sendiri, biasanya minimal
mereka memiliki sepeda motor. Sehingga kendaraan umum kurang tersedia,
kalaupun ada hanya melewati jalan-jalan tertentu dan rutenya terbatas, kecuali
taxi. Jenis kedaraan umum di Bali antara lain :
1. Dokar (Kendaraan dengan menggunakan hewan kuda sebagai alat penarik)
2. Ojek (Kendaraan Umum dengan menggunakan sepeda motor)
3. Bemo (Kendaraan Umum sejenis mikrolet)
4. Bemo dalam kota
5. Bemo luar kota (dengan jenis lebih besar)
6. Taksi
7. Bus antar kota atau kabupaten
8. Bus luar pulau
Untuk transportasi ke luar pulau Bali, tersedia transportasi Udara dan laut.
Seperti pelabuhan Gilimanuk penyeberangan ke Pulau Jawa yang
menggunakan kapal ferry yang memakan waktu antara 30menit sampai 45
menit. Untuk penyeberangan ke Pulau Lombok, penyeberangan laut melalui
pelabuhan Padang Bay menuju Lembar memakan waktu sekitar 4 jam. Juga
kita bisa menggunakan transportasi udara yang dilayani oleh Bandara
Internasional Ngurah Rai.
Bidang Pariwisata
Dalam bidang pariwisata Seperti Pantai Kute dan Sanur Masyarakat Bali
memanfaatkannya sebagai peluang untuk mendapatkan pekerjaan dengan
bekerja sebagai pegawai Restoran,cafe atau membuka usaha restoran atau
gallery, berdagang baju atau pernak-pernik khas Bali, menyewakan tempat
penginapan bagi wisatawan asing, menyewakan pelampung atau papan surfing
sampai penyewaan kapal bagi para wisatawan yang ingin menikmati pantai
Bali. Karen banyaknya wisatawan asing yang berkunjung ke Pulau Bali,
Penduduk Bali memanfaatkanya dengan cara menjual keahlianya seperti seni
melukis, memahat patung , membuat tatto (body painting) atau menindik (body
piercing) .
Bidang industri
Dalam bidang industri terdapat sebuah usaha kain tenun yang terdapat di
denpasar Bali. Kain hasil tenun adalah kain khas asal bali dengan corak bunga
dengan berbagai warna. Kain tenun ini sangat diminati oleh wisatawan asing ,
umumnya wanita dan remaja perempuan yang bekerja pada usaha kain tenun
ini. Sekarang ini di Bali sudah terdapat mall,swalayan dan Plaza tempat belanja
yang lebih modern sehingga peluang untuk mencari lapangan kerja atau mata
pencaharian bagi penduduk Bali semakin terbuka lebar.
Selain industri kain tenun , jumlah industri pengalengan ikan, industri hasil laut
non ikan, dan jumlah rumah pembenihan mencapai 7 unit, 2 unit dan 24 unit
setiap tahunya. Industri kapal ikan dan perusahaan pengolahan perikanan
masing-masing bertambah satu unit pada tahun 2004. Pada tahun 2003 jumlah
industri kapal ikan sebanyak 3 unit dan untuk jumlah perusahaan pengolakan
perikanan sebanyak 29 unit. Ekspor hasil perikanan berupa bahan makanan
dan bukan bahan makanan naik sebesar 0,30 persen dengan total nilai
sebesar 121.467.850,98 US $.
3.4 ORGANISASI SOSIAL
BANJAR itulah nama organisasi sosial dan adat yg bersifat tradisional yang ada
di Bali. Banjar adalah kumpulan dari beberapa orang yg tinggal disuatu
lingkungan tertentu. Mungkin bisa dikatakan kalau banjar adalah “dusun”.
Banjar memiliki tempat atau sekretariat yg disebut Bale Banjar. Kalau anda
melihat ada bangunan besar dan agak luas terbuka di Bali, ada bale kulkul,
kemudian ada tulisan BR. (xxxx)…itu adalah bale banjar. BR adalah singkatan
dari Banjar.
Anggota Banjar biasanya berjumlah lebih dari 100 orang. Setiap laki - laki
dewasa yg sudah menikah wajib menjadi anggota banjar. Istrinya akan jadi
anggota PKK Banjar tersebut dan anak - anaknya akan menjadi anggota
Karang Taruna (Sekehe Teruna). Syarat menjadi anggota banjar cukup mudah,
seseorang membayar penanjung batu sebagai iuran wajib anggota sebesar
IDR 5.000.- saja. Keanggotaan biasanya dibagi dua, yaitu anggota tetap dan
anggota suka duka. Anggota tetap adalah mereka yang merupakan penduduk
asli setempat, menetap disana dan meninggalnya pun akan di-aben ditempat
itu. Anggota suka duka adalah warga pendatang yang tinggal diarea tersebut
tapi tidak menetap. Biasanya adalah warga yang melakukan tugas kantor
ataupun pendatang yang berkegiatan ekonomi di situ.
Organisasi Banjar sama seperti organisasi lain yg memiliki pengurus atau
PRAJURU. Prajuru ini ada Ketua Banjar yang disebut dengan KELIHAN ADAT
(Kelih=dituakan). Kelihan Adat Banjar dibantu oleh 2 atau 3 orang Kelihan
Tempekan, seorang Penyarikan (sekretaris) dan Bendahara. Untuk
menyampaikan informasi kepada anggota, banjar dilengkapi dengan
Kesinoman (Humas). Organisasi banjar juga mengikuti perkembangan zaman
untuk mempermudah koordinasi. Anggota biasanya dibagi menjadi 2 atau 3
tempekan (group kecil) berdasarkan kedekatan wilayah dan atau umumnya
dipisah berdasarkan jalan raya yang melintas di depan Bale Banjar, tempekan
utara jalan / selatan jalan atau barat / timur jalan. Tempekan ini akan dipimpin
oleh satu kelihan tempekan dan kesinomannya sendiri.
Kegiatan yg dilakukan oleh Banjar lebih banyak kepada kegiatan adat Bali
disamping kegiatan lain yg bersifat umum spt: kerja bakti, pemilu,dll. Secara
umum bisa dikatakan banjar adalah tempat kita bersosialisasi dengan manusia
lain dan melakukan aktivitas sosial sebagai manusia. Jika ada anggota banjar
yang memiliki kegiatan adat dirumahnya seperti menikah atau ngaben bisa
menyerahkan pekerjaan ini kepada banjar. Lalu anggota banjar lain akan siap
untuk membantunya. Karenanya, untuk anggota suka duka tidak dikenakan
kewajiban mengikuti kegiatan adat.
Bale Banjar sebagai aula berkumpul dan beraktivitas warga juga dipakai bisa
dipakai untuk melakukan kegiatan lain yg berkaitan dengan anggota banjar.
Misalnya untuk resepsi pernikahan, pembuatan sarana ngaben, melakukan
pemungutan suara pemilu, dll. Juga bisa dipakai untuk latihan menari buat anak
- anak, latihan bermain gambelan, juga kursus lain yg bermanfaat untuk
anggota. Intinya, Bale Banjar memiliki multifungsi. Tidak jarang bale banjar
dipakai untuk lapangan badminton.
3.5 SISTEM PENGETAHUAN
Ilmu dalam Strategi Kebudayaan Bali
WEDA Sruti, kitab suci agama Hindu itu, adalah sabda Tuhan. Dalam sabta
Tuhan itu terdapat ajaran tattwa atau kebenaran dan konsepsi dasar tentang
Tuhan dan segala ciptaannya. Dalam ajaran suci Weda itu ada juga diajarkan
konsepsi dasar tentang hubungan manusia dengan Tuhannya (Prajapati),
hubungan manusia dengan sesama manusia (Praja) dan hubungan manusia
dengan alam lingkungannya (Kamadhuk). Sabda Tuhan itu diamalkan dalam
kehidupan beragama oleh umat Hindu sesuai dengan batas-batas
kemampuannya. Wujud pengamalan ajaran suci Weda inilah muncul religi
Hindu sebagai salah satu sistem kebudayaan Hindu. Penerapan ajaran tattwa
Hindu tersebut yang diamalkan di Bali inilah yang memunculkan kebudayaan
Bali. Pengamalan tattwa Hindu itu berdasarkan keberadaan Iksha, Sakti,
Desa dan Kala di Bali.
Sistem ilmu pengetahuan adalah salah satu sistem kebudayaan. Ilmu
pengetahuan memiliki peranan yang sangat penting dalam memadukan
semua sistem kebudayaan. Kebudayaan Bali sebagai perwujudan dari
pengalaman ajaran Hindu mutlak perlu mendudukkan sistem ilmu
pengetahuan itu secara tepat dalam strategi kebudayaan Bali. Kebudayaan
Bali akan menjadi makin melemah tanpa memerankan sistem ilmu dalan
strategi pengembangannya.
Ilmu sosial menurut Prof. Dr. Sondang Siagian teorinya universal. Aplikasinya
yang kontekstual selalu menyesuaikan dengan keberadaan ruang, waktu dan
keadaan masyarakatnya. Demikian juga dalam kaitannya dengan
kebudayaan Bali sebagai wujud empiris dari ajaran agama Hindu.
Kebudayaan Bali seyogianya dijelaskan dan diaplikasikan sesuai dengan
kaidah-kaidah ilmu pengetahuan. Karena itu, tidaklah bisa kita menjelaskan
kebudayaan Hindu di Bali menurut keinginan kita masing-masing. Seperti ada
yang menjelaskan makna penggunaan pisang dalam upacara agama Hindu di
Bali. Kata pisang dinyatakan berasal dari kata ''sang sepi''. Ada juga yang
mengartikan penggunaan sate dalam upacara agama Hindu berasal dari kata
''sat'' dan ''te''. Sat artinya kebenaran dan te artinya teguh. Kata Bhuta dalam
Bhuta Yadnya diartikan tidak melihat. Kalau caru dikatakan berasal dari kata
''cara'' yang diartikan suka ngambek. Suatu saat kata ''cara'' itu diartikan
berbeda-beda. Melasti dinyatakan sebagai prosesi penyucian pratima, ada
juga yang mengartikan ngiring Ida Batara masiram. Padahal dalam lontar
Sunarigama dan lontar Sang Aji Swamandala penjelasan tentang Melasti,
Tawur Kasanga dan Nyepi sudah sangat jelas.
Galungan itu oton gumi. Dalam hal Galungan ini sudah semakin sesuai
pemahaman masyarakat dengan pengertian Galungan dalam teks lontar
Sunarigama. Ada pemuka agama di suatu Pura menjelaskan tujuan upacara
Mamungkah itu untuk menyucikan Ida Batara. Jadinya Ida Batara yang suci
itulah disucikan oleh manusia melalui upacara yadnya.
Penjelasan yang tidak berdasar itu bukanlah dijelaskan di dalam obrolan di
warung kopi, di arena judian, di emper toko atau di arena dagang tuak.
Penjelasan tersebut diutarakan di media yang sangat serius dan bergengsi
seperti di televisi, radio, koran dan media-media lainnya. Cara menafsirkan
berbagai simbol budaya agama Hindu seperti itu tentunya sulit
dipertanggungjawabkan secara ilmu pengetahuan umumnya maupun ilmu
pengetahuan agama Hindu khususnya.
Penjelasan-penjelasan seperti itu sudah banyak kita buktikan menimbulkan
tradisi beragama yang salah kaprah. Antara konsep di kitab sastranya sangat
bertentangan pengamalannya dalam kehidupan beragama. Seperti tradisi
manak salah, asu mundung, alangkahi karang hulu, sistem varna yang
berdasarkan Guna Karma bergeser menjadi berdasarkan wangsa. Banyak
lagi tradisi pengamalan agama Hindu yang bertentangan dengan konsep atau
tattwanya dalam sastra sucinya. Sesungguhnya kegiatan nyata kebudayaan
beragama Hindu di Bali pada umumnya sudah ada dijelaskan maknanya
dalam lontar atau kitab petunjuknya maupun dalam naskah susastra Hindu
yang tergolong sastra suci.
Kalau semua sumber ilmiah itu buntu atau tidak diketemukan maknanya,
boleh kita menyatakan pendapat atau penafsiran kita sendiri secara jujur.
Sendainya ada pihak lain menemukan pengertiannya yang benar dalam kitab
suci atau kitab sastranya maka pengertian itulah yang dijadikan acuan untuk
menafsirakannya. Seperti pengertian penggunaan pisang misalnya.
Pisang dalam banten umumnya dijadikan rakan banten. Dalam lontar Yadnya
Prakerti dinyatakan ''raka-raka pinaka widyadhara-widyadhari. Dari rumusan
inilah pisang sebagai rakan banten dapat kita jelaskan. Demikian juga kata
caru dalam kitab Samhita Suara yang artinya cantik atau harmonis. Ini artinya
tujuan macaru untuk mengharmoniskan hubungan manusia dengan alam.
Kata Bhuta dalam Bhuta Yadnya, dalam bahasa Sansekerta artinya unsur-
unsur alam. Karena itu ada istilah Panca Maha Bhuta yaitu pratiwi, apah, teja,
bayu dan akasa. Dalam lontar Agastia Parwa Bhuta Yadnya itu dirumuskan
sebagai berikut: ''Bhuta Yadnya ngaran taur muang kapujan ring tuwuh.
Artinya, Bhuta Yadnya namanya mengembalikan dan melestarikan tumbuh-
tumbuhan.
Dalam Bhagawad Gita III.14 dinyatakan tumbuh-tumbuhan itu sumber
makanan hewan dan manusia. Jadinya upacara Bhuta Yadnya itu sebagai
simbol sakral dalam wujud ritual untuk membangkitkan spiritualitas
memotivasi manusia bertujuan untuk menyejahterakan alam lingkungan, baik
sekala maupun niskala. Jadinya berbagai simbol Hindu itu hendaknya
dijelaskan secara ilmu pengetahuan (Sastratah), untuk menyukseskan
terwujudnya nilai-nilai simbol Hindu di Bali mengantarkan masyarakat
umatnya menguatkan kehidupan individual, sosial dan naturalnya. Karena
nilai-nilai dalam kemasan simbol kebudayaan Hindu di Bali tidak lain dari inti
sari Weda. Karena sering tidak dijelaskan berdasarkan sistem ilmu
pengetahuan maka banyak yang menyimpang
3.6 SISTEM RELIGI
Hindu mendominasi perkembangan sistem religi di Bali, tatanan dan norma -norma Hinduisme masih
terasa sangat kental dalam aspek kehidupan bermasyarakat di pulau dewata ini. Keyakinan umat
Hindu terhadap keberadaan Tuhan/Hyang Widhi yang Wyapi Wyapaka atau
ada di mana-mana juga di dalam diri sendiri - merupakan tuntunan yang selalu
mengingatkan keterkaitan antara karma atau perbuatan dan pahala atau akibat,
yang menuntun prilaku manusia ke arah Tri Kaya Parisudha sebagai
terpadunya manacika, wacika, dan kayika atau penyatuan pikiran, perkataan,
dan perbuatan yang baik. Maka dari itu suasana penuh damai menjadi ciri khas
Bali yang membuat pulau ini menjadi salah satu surga dunia yang terlihat nyata
di bumi nusantara.
Ajaran Hindu yang penuh dengan syarat cinta kasih tanpa memandamg nilai
perbedaan serta menjunjung unsur kehidupan yang seimbang dengan alam
membuat kehidupan di Bali terbentuk menjadi seperti Bali yang sekarang ini,
tidak hanya bernilai eksotis tapi pulau ini memiliki nilai - nilai keagamaan yang
kental untuk membentuk masyarakatnya mencintai alam ciptaanNya.
Upacara keagamaan sebagai bentuk persembahan dan pemujaan kepada Ida
Sang Hyang Widhi Wasa oleh umat Hindu disebut Yadnya atau
pengorbanan/korban suci dalam berbagai bentuk atas dasar nurani yang tulus.
Pelaksanaan Yadnya ini pada hakekatnya tidak terlepas dari Tri Hita Karana
dengan unsur-unsur Tuhan, alam semesta, dan manusia.
Didukung dengan berbagai filosofi agama sebagai titik tolak ajaran tentang ke-
Mahakuasa-an Tuhan, ajaran Agama Hindu menggariskan pelaksanaan
Yadnya dalam lima bagian yang disebut Panca Yadnya, yang diurai menjadi:
1. Dewa Yadnya
Persembahan dan pemujaan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Upacara
Dewa Yadnya ini umumnya dilaksanakan di berbagai Pura, Sanggah, dan
Pamerajan (tempat suci keluarga) sesuai dengan tingkatannya. Upacara
Dewa Yadnya ini lazim disebut sebagai piodalan, aci, atau pujawali.
2. Pitra Yadnya
Penghormatan kepada leluhur, orang tua dan keluarga yang telah meninggal,
yang melahirkan, memelihara, dan memberi warna dalam satu lingkungan
kehidupan berkeluarga. Masyarakat Hindu di Bali meyakini bahwa roh leluhur,
orang tua dan keluarga yang telah meninggal, sesuai dengan karma yang
dibangun semasa hidup, akan menuju penyatuan dengan Ida Sang Hyang
Widhi Wasa. Keluarga yang masih hiduplah sepatutnya melaksanakan
berbagai upacara agar proses dan tahap penyatuan tersebut berlangsung
dengan baik.
3. Rsi Yadnya
Persembahan dan penghormatan kepada para bijak, pendeta, dan cerdik
pandai, yang telah menetapkan berbagai dasar ajaran Agama Hindu dan
tatanan budi pekerti dalam bertingkah laku.
4. Manusia Yadnya
Suatu proses untuk memelihara, menghormati, dan menghargai diri sendiri
beserta keluarga inti (suami, istri, anak). Dalam perjalanan seorang manusia
Bali, terhadapnya dilakukan berbagai prosesi sejak berada dalam kandungan,
lahir, tumbuh dewasa, menikah, beranak cucu, hingga kematian menjelang.
Upacara magedong-gedongan, otonan, menek kelih, pawiwahan, hingga
ngaben, adalah wujud upacara Hindu di Bali yang termasuk dalam tingkatan
Manusa Yadnya.
5. Bhuta yadnya
Prosesi persembahan dan pemeliharaan spiritual terhadap kekuatan dan
sumber daya alam semesta. Agama Hindu menggariskan bahwa manusia
dan alam semesta dibentuk dari unsur-unsur yang sama, yaitu disebut Panca
Maha Bhuta, terdiri dari Akasa (ruang hampa), Bayu (udara), Teja (panas),
Apah (zat cair), dan Pertiwi (zat padat). Karena manusia memiliki kemampuan
berpikir (idep) maka manusialah yang wajib memelihara alam semesta
termasuk mahluk hidup lainnya (binatang dan tumbuhan).
3. Sistem Mata Pencaharian
Seperti maysarakat Indonesia pada umumnya dalam masa pra sejarah
masyarakat Hindu mulai mencari mata pencaharian untuk menyambung hidup
dengan cara berburu, dilanjutkan dengan bercocok tanam pada masa
pemerintahan Belanda, Bali juga menymbangkan komoditas hasil alamnya
kepada pemerintahan kolonial. Seiring dengan perkembangan zaman yang
memposisikan Bali sebagai objek wisata internasional maka banyak dari
masyarakat Bali yang menggeluti usaha yang berhunhubungan dengan
kelengkapan fasilitas wisata berupa usaha jasa seperti resort dan hotel,
seniman, usaha niaga untuk memasarkan benda - benda karya tangan lokal,
atau usaha jasa personal sepeti pemandu wisata banyak ditemukan sebagai
profesi masyarakat Bali pada umumnya.
3.7 KESENIAN
A. Seni Tari
Seni tari Bali dapat dikategorikan menjadi 3 kelompok, yaitu:
Wali, yaitu seni tari pertunjukan sakral. Jenis-jenis tarian yang terdapat
dalam Wali adalah Berutuk, Sanghyang Dedari, Rejang dan Baris Gede.
Bebali, yaitu seni tari pertunjukan untuk upacara. Jenis tarian yang
termasuk golongan Bebali adalah Gambuh, Topeng Pajegan, dan Wayang
Wong.
Balih-Balihan, yaitu seni tari untuk hiburan pengunjung. Jenis tarian yang
termasuk golongan ini adalah Legong, Parwa, Arja, Prembon dan Joged,
serta berbagai koreografi tari moderen lainnya.
a. Tari Kecak
Tari Kecak merupakan salah satu jenis tarian yang paling terkenal di Bali.
Tarian ini diciptakan pada tahun 1930-an. Dimainkan oleh puluhan laki-laki
yang duduk berbaris melingkar lalu menyerukan irama „cak‟ dan mengangkat
kedua tangan mereka sesuai dengan irama.
Tarian ini menggambarkan kisah Ramayana yaitu saat barisan kera
membantu Rama melawan Rahwana. Kecak sendiri berakar pada tarian yang
dilakukan untuk berkomunikasi dengan Tuhan.
Kecak pada awalnya adalah tarian religius yang dilakukan selama beberapa
jam pada malam-malam tertentu. Dipercaya tarian ini mampu mengusir setan.
Tarian religius ini sekarang berkembang menjadi salah satu bentuk
pertunjukan untuk para turis Bali.
Tari Kecak dipopulerkan pada tahun 1930an oleh pelukis dan pemain musik
Jerman Walter Spies dan I Wayan Limbak. Tari Kecak kemudian menjadi
sangat terkenal karena usaha Wayan Limbak yang memperkenalkan tarian ini
dengan berkeliling dunia bersama para penari Bali lainnya. Walter Spies
pertama kali terinspirasi untuk menciptakan tarian ini karena ai sangat tertarik
dengan cerita Ramayana. Ia ingin menciptakan sebuah tarian yang
mengabungkan unsur cerita Ramayana dengan tari-tarian.
b. Tari Sanghyang
Termasuk dalam golongan Wali (tari sakral) di Bali. Sanghyang ditarikan
dengan riuh karena adanya roh yang masuk ke tubuh manusia penarinya.
Roh-roh tersebut sangat beragam seperti bidadari, babu hutan, monyet, dsb.
Tarian ini dipercaya dapat membuka komunikasi spiritual antara manusia
dengan alam gaib. Ditarikan dengan nyanyian paduan suara menyanyikan
lagu-lagu pemujaan.
Terdapat tiga tahapan dalam tari ini yaitu Nusdud, yaitu upacara penyucian
medium (orang) dengan asap/api. Kemudian tahap masolah yaitu masuknya
roh ke tubuh medium yang lalu menari. Tahap terakhir adalah ngalinggihang,
yaitu mengembalikan kesadaran medium.
c. Janger
Tarian ini adalah tarian muda-mudi yang biasanya dilakukan 10 pasang
penari. Penari wanita dan pria akan menari dan bernyanyi bersahut-sahutan
dengan lagu yang yang berirama gembira. Tarian ini diiringin gamelan.
Uniknya, Janger dipercaya lahir karena perkembangan tari sanghyang. Selain
itu, tarian ini juga sangat bervariasi tergantung pada daerah masing-masing.
d. Barong
Barong dalam karakter mitologi Bali adalah raja dari roh-roh. Barong
melambangkan kebaikan dari roh-roh ini. Sedangkan kejahatan yang
merupakan lawan dari Barong adalah Rangda. Mitologi Bali ini kemudian
berkembang menjadi tarian yang mengisahkan pertempuran antara Barong
dengan Rangda.
Pada umumnya Barong digambarkan berwujud singa. Namun Barong sendiri
sebenarnya memiliki lima bentuk, yaitu babi hutan, harimau, ular atau naga
dan singa. Barong yang berbentuk singa sangat terkenal karena Barong inilah
yang dijadikan tari untuk hiburan. Tarian Barong menggunakan gamelan
sebagai pembukaan.
e. Tari Pendet
Tarian ini dimainkan oleh para perempuan secara berkelompok atau
berpasangan. Biasanya ditampilkan secara berbarengan dengan tari Rejang
di halaman Pura. Gerakannya dinamis dengan menggunakan pakaian
upacara.
f. Tari Rejang
Sama seperti tari Pendet, tarian ini adalah tarian kaum perempuan.
Gerekannya lemah gemulai dan dilakukan secara berkelompok di halaman
pura. Tari Rejang dikelompokkan berdasarkan:
Status sosial penari
Cara menarikannya
Perlengkapan tarian
g. Tari Legong
Tarian klasik Bali yang memiliki gerakan yang sangat kompleks. Legong
sendiri berasal dari kata „leg‟ yang artinya luwes dan kemudian diartikan
sebagai gerakan lemah gemulai. Selain „leg‟, Legong juga memiliki asal kata
yaitu „gong‟ yang artinya gamelan. Hal inilah yang membuat Legong
menggunakan gamelan untuk mengiringi tarian.
Ciri khas dari tari legong adalah pemakaian kipas sebagai aksesoris. Legong
sendiri menggunakan lakon-lakon yang terdapat dalam kisah-kisah mitologi
Bali antara lain kisah Prabu Lasem, Kisah Subali Sugriwa, Kisah Burung, dsb.
Penari Legong harus dapat mengikuti suara gamelan yang disesuaikan
dengan gerak tubuh mereka. Hal yang paling khas dalam tarian Legong
adalah saat sang penari menggerakkan tangan dan jari mereka saat
melakukan tarian dan saat mata penari bergerak dari kiri ke kanan.
h. Tari Topeng
Topeng merupakan salah satu bentuk dramatari di Bali yang menggunakan
cerita-cerita sejarah sebagai bahan tarian. Terdapat 2 jenis topeng dalam
tarian ini yaitu:
Topeng Bungkulan, yaitu topeng yang menutup seluruh muka penari
Topeng Sibakan, yaitu topeng yang menutup sebagian muka dari dahi
hingga rahang)
Adapun jenis-jenis dramatari Topeng yang ada di Bali yaitu:
Topeng Pajegan. Ditarikan hanya oleh satu orang yang membawakan
semua peran. Topeng Pajegan memiliki hubungan yang erat dengan
upacara keagamaan sehingga disebut dengan Topeng Wali.
Topeng Panca. Ditarikan oleh empat atau lima orang penari. Masing-
masing memainkan peran yang berbeda-beda.
Topeng Prembon. Menampilkan tokokh-tokoh yang merupakan
campuran dari beberapa dramatari topeng.
B. Seni Vokal
Seni vokal Bali merupakan warisan secara turun temurun dan banyak yang
merupakan karya-karya baru. Seni vokal yang merupakan warisan secara turun-
temurun adalah seni tembang dan seni karawitan.Terdapat 4 jenis seni tembang
dalam masyarakat Bali, yaitu:
a. Gegendingan
Gegendingan merupakan kumpulan berbagai jenis lagu anak-anak yang
bersifat permainan. Menggunakan bahasa Bali dan dilengkapi dengan
permainan setiap kali lagu dinyanyikan. Beberapa lagu berdiri sendiri tanpa
adanya permainan yang mengiringinya.
b. Sekar Agung
Adalah lagu-lagu berbahasa Kawi yang memiliki kaidah-kaidah dalam
menyanyikannya. Sekar Agung dinyanyikan dalam upacara-upacara adat
maupun agama. Salah satu jenis tembang dalam Sekar Agung adalah
Kakawin yang meupakan puisi Bali Klasik. Puisi ini mengambil dasar dari
puisi Sanskerta yang diterjemahkan.
c. Sekar Madya
Merupakan nyanyian lagu-lagu pemujaan yang dilakukan dalam upacara adat
maupun agama. Tembang-tembang dalam Sekar Madya yang paling terkenal
adalah Kidung yang berasal dari Jawa abad XVI sampai XIX.
d. Sekar Alit
Sekar Alit merupakan seni tembang yang terikat oleh hukum Padalingsa yang
terdiri dari guru wilang dan guru dingdong. Guru Wilang meruapakan
ketentuan yang mengikat jumlah baris dalam lagu serta banyaknya suku kata
dalam setiap barisnya. Guru dingdong adalah hukum yang mengatur jatuhnya
huruf vokal pada tiap-tiap akhir suku kata.
Dalam Sekar Alit terdapat jenis-jenis tembang yang dikategorikan
berdasarkan suasana yang ingin diciptakan, yaitu:
C. Seni Instrumental
Seni instrumental di Bali dikenal dengan seni karawitan, yaitu seni mengolah
bunyi benda (instrumen) tradisional Bali. Di Bali sendiri, instrumen tersebut
dikenal lewat gamelan atau gambelan.
Tahun 1970 sampai dengan 1990an, seni Karawitan Bali mengalami
perkembangan yang cukup pesat. Dimulai dari penyebaran gamelan ke seluruh
Bali lalu munculnya komposisi-komposisi Karawitan Bali yang baru, rumit dan
kompleks.
Karena penyebaran gamelan ke seluruh Bali ini, muncul berbagai variasi dalam
memainkan gamelan. Akhirnya, gamelan Bali pun dapat diterima di dunia
Internasional. Gamelan seperti Gong Kebyar, Semar Pagulingan dan Gender
Suasana Jenis Tembang
aman, tenang, tentram Sinom Lawe, Pucung, Mijil, Ginada
Candrawati
gembira, riang, meriah Sinom Lumrah, Sinom Genjek, Sinom
Lawe, Ginada Basur, Adri, Megatruh
sedih, kecewa,
tertekan
Sinom Lumrah, Sinom Wug Payangan,
Semarandana, Ginada Eman-eman,
Maskumambang, Demung
marah, tegang, Durma dan Sinom Lumrah
Wayang tersebar hingga ke Eropa, Australia, Jepang, India, Canada hingga ke
Amerika Serikat.
Saat ini, semakin banyak instrumen Bali yang bermunculan seperti Geguntangan.
Instrumen Bali pun muncul di pertunjukan-pertunjukan besar di dalam maupun
luar negeri.
Seni Karawitan pun dibedakan berdasarkan dua daerah, yaitu Bali Utara dan Bali
Selatan. Perbedaannya terdapat dalam tempo, dinamika dan ornamentasi dari
masing-masing gaya.
Perbedaan antara seni Karawitan Bali Utara dan Selatan:
Daerah/Perbedaan Tempo Dinamika Ornamentasi
Bali Utara Lebih cepat Semakin lama
semakin kecil
terdengarnya
Lebih rumit
Bali Selatan Lebih lambat Semakin lama
semakin keras
Lebih sederhana
Meskipun terdapat perbedaan tersebut, perkembangan seni Karawitan di Bali
nampaknya akan mengalami peleburan menjadi satu. Hal ini dikarenakan para
pemusik Bali sudah mulai menyatu dan mengkolaborasikan seni Karawitan ini. Di
masa mendatang, akan terus bermunculan berbagai jenis instrumen Bali karena
kuatnya keinginan para seniman Bali untuk terus mencoba, mencari dan menggali
ide-ide baru dari budaya mereka untuk mengembangkan budaya baru yang dapat
memajukan kesenian Bali pada umumnya dan seni Karawatian secara khusus.
Dalam seni karawitan, gamelan merupakan alat musik utama masyarakat Bali.
Gamelan dalam masyarakat Bali terdiri dari gamelan angklung, wayang, gong
kebyar, jegog dan joged.
Gamelan Angklung
Permainan gamelan angklung biasanya dilakukan saat upacara-
upacara di pura Bali. Gamelan Angklung bagi masyarakat Bali memiliki
arti yang sentimental dan tidak dapat tergantikan untuk memberi arti
pada upacara adat Bali. Kata angklung sendiri adalah untuk menyebut
alat berupa bambu yang digunakan sebagai media keluarnya bunyi-
bunyian.
Jumlah angklung yang tersedia di desa-desa Bali berjumlah sekitar 1-2
gamelan per desa.
Gamelan Wayang
Pertunjukan wayang di Bali selalu dilengkapi dengan Gamelan Wayang.
Yang menarik dari gamelan wayang ini adalah sang musisi harus
mengikuti cerita wayang kemudian menyesuaikan dengan nada-nada
yang ia keluarkan lewat gamelan. Ia pun harus siap dengan perubahan
mendadak dalam pertunjukan.
Pada pertunjukan wayang umumnya, terdapat 4 pemain gamelan yang
mengiringi. Namun pada pertunjukan khusus, seperti wayang yang
mengisahkan tentang Ramayana, terdapat 4 pemain gamelan disertai
drum, gong berukuran besar dan gong berukuran kecil.
Gamelan Gong Kebyar
Pertunjukan Gamelan Gong Kebyar lahir pada tahun 1920an yang
terinspirasi dari kebebasan individu. Prinsip ini diciptakan oleh penari
Bali bernama Maria dari desa Tabanan yang menarikan koreografer
tarian yang bebas tanpa mengikuti aturan yang telah ada. Dari sinilah,
muncul tari lepas, sebuah tarian yang memiliki kebebasan untuk
mengekspresikan gerakan. Tari lepas ini kemudian diiringi dengan
permainan Gamelan Kebyar Duduk. Karena perkembangan yang terus
terjadi lewat tari lepas, instrumen gamelan yang mengiringinya pun
makin kompleks sehingga saat ini Gamelan Gong Kebyar pun
digunakan untuk mengirinya. Permainan gamelan ini biasanya
dilakukan saat festival gong. Dilakukan oleh 2 grup dengan jumlah 8
pemain. Festival ini pun sudah dilakukan bertahun-tahun untuk
melestarikan budaya ini.
Gamelan Jegog
Gamelan Jegog diciptakan oleh para musisi lokal Bali dengan
menggunakan bahan dasar berupa bambu. Gamelan ini menggunakan
mambu dengan panjang 3 meter dan diameter 60-65 cm. Karena
ukurannya yang sangat besar, pemain Gamelan Jegog harus duduk di
atas instrumen ini untuk memainkannya.
Gamelan ini biasanya dimainkan saat Mabarung (kompetisi Gamelan
Jegog). Permainan ini paling populer di Jembrana, desa
Tegalcangkering dan Sangkaragung. Setiap malam di desa ini dapat
ditemukan grup Gamelan Jegog yang sedang latihan di jalan-jalan
pedesaan.
Gamelan Joged
Asal mula dari Gamelan Joged dan melodinya adalah sebuah misteri
yang belum diketahui oleh masyarakat Bali hingga sekarang, bahkan
oleh para musisinya. Beberapa lagu yang dimainkan lewat Gamelan
Joged ada yang berasal dari lagu populer Bali dan ada pula yang
merupakan ciptaan para musisi lokal Bali.
Permainan gamelan ini dapat ditemukan di Gianyar dan Sanur saat
malam hari untuk pertunjukan. Biasanya gamelan ini dimainkan untuk
acara pribadi saat keluarga Bali mengadakan acara dalam komunitas
mereka.
D. Seni Patung
Seni patung Bali terdiri dari par\tung-patung bercorak megalitik yang berasal dari
zaman pra Hindu, arca dewa-dewa, patung bertemakan tokoh dari cerita
Ramayana dan Mahabrata.
Seni patung Bali sudah menjadi tradisi yang dirintis oleh I Nyoman Tjokot sekitar
tahun 1940-an. Beliau memanfaatkan akar-akar kayu yang diambil dari bekas
tembangan di hutan yang tidak terpakai.
Hingga sekarang, karya para pematung Bali masih banyak yang menggunakan
bahan-bahan tradisional seperti kayu waru, sonokeling, suar, jati, mahoni,
dsb.Bahkan beberapa pematung Bali menggunakan sisa-sisa kayu untuk bahan
patung mereka. Adapula yang menggunakan kayu setengah terbakar untuk
menimbulkan efek magis.
Meskipun memiliki keunikan dari coraknya, seni patung Bali dibanding jenis
kesenian lainnya kurang berkembang sekarang ini. Pematung Bali jarang yang
ada dikenal dan meskipun banyak karya patung Bali yang sudah menjadi barang
ekspor-impor, namun keberadaan hasil karya mereka banyak yang akhirnya ditiru
oleh bangsa lain.
Contoh terakhir yang membanggakan dari seni patung Bali ada Garuda Wisnu
Kencana.
E. Seni Relief
Batu merupakan sarana yang paling banyak digunakan, biak untuk batu keras,
batu kali aupun batu padas. Seni relief merupakan seni yang memiliki cerita. Hal
ini menyebabkan seni relief biasanya berseri atau memiliki cerita yang saling
berkaitan. Biasanya cerita pada relief merupakan pesan-pesan kebajikan atau
pantangan/dosa yang harus dihindari manusia. Selain itu, terdapat relief yang
dipahatkan di pintu, tiang rumah dan patung-patung bertemakan alam.
Seperti pada relief umumnya, gambaran manusia berburu, memancing dan
sebagainya merupakan salah satu penggambaran yang dapat ditemukan di relief
Bali. Namun keistimewaan dari relief Bali adalah kisah pewayangan yang diambil
dari kisah Mahabharata maupun Ramayana. Relief Bali juga dipengaruhi oleh
ornamen Cina meskipun kebanyakan ornamen-ornamen relief Bali dating dari
Jawa.
Seni relief modern Bali dapat ditemukan di Kabupaten Gianyar yang dibuat oleh
Drs. Kt. Wiasa yang membuat karya relief dari kayu untuk produk interior. Dengan
usahanya, beliau mendapatkan kesempatan untuk mengekspor produk-roduk
relief Bali ini.
F. Seni Drama
Terdapat 2 jenis seni drama di Bali, yaitu:
a. Drama Gong
Drama Gong adalah seni drama Bali yang merupakan campuran antara unsur-
unsur drama modern dengan unsur-unsur tradisional. Karena itu, usia dari
Drama Gong terhitung relatif muda. Nama Drama Gong didapatkan karena
setiap kali pertunjukan drama ini, selalu diiringi dengan gong. Drama ini
diciptakan oleh Anak Agung Gede Raka Payadnya dari desa Abianbase,
Kabupaten Gianyar sekitar tahun 1966.
Unsur-unsur modern yang terdapat dalam Drama Gong adalah tata dekorasi,
penggunaan sound effect, pelajaran akting dan tata busana. Cerita yang
dilakonkan dalam Drama Gong umumnya merupakan cerita-cerita romantis.
Dalam drama ini, para pemain menggunakan baju tradisional Bali.
Pementasannya biasa saat upacara adat dan agama yang kemudian
berkembang menjadi drama komersial yang mengharuskan seseorang
membayar tiket untuk dapat menontonnya.
b. Drama Klasik
Drama ini adalah pementasan klasik dari cerita-cerita pewayangan Bali.
Perbedaan antara Drama Klasik dengan Drama Gong adalah penggunaan
gamelan. Jika pada Drama Gong penggunaan gamelan adalah sebagai
pengiring, berbeda dengan Drama Klasik dimana penggunaan gong hanya
sebagai pengisi kekosongan. Selain itu, pemain-pemain gong tidak berada di
panggung, melainkan dibelakang panggung dan tidak terlihat penonton.
Pementasan Drama Klasik sangat singkat, hanya sekitar 2 jam. Berbeda
dengan Drama Gong yang dipentaskan selama seharian. Kostum yang
digunakan pun disesuaikan dengan peran yang dimainkan. Bahasa yang
digunakan adalah bahasa Indonesia dan bias juga dengan Bahasa Bali.
G. Seni Lukis dan Gambar
Seni lukis Bali baru dikenal sekitar abad ke-11, ditemukan oleh Raja Anak
Wungsu. Seni Lukis Bali pada awalnya terlihat pada naskah-naskah kuno yang
menceritakan legenda-legenda.
Fungsi dari seni lukis Bali pada awalnya adalah untuk kepentingan adat,
khususnya di Pura (sebagai hiasan). Selain itu, seni lukis ini juga digunakan untuk
ritual agama, menghias tempat tinggal raja dan untuk balai adat. Lukisan-lukisan
dewa-dewi, cerita Mahabrata dan Ramayana menjadi tema lukisan-lukisan pada
awal abad ke-11 ini. Kemudian tema lain pun digunakan, seperti alam, sejarah,
adat, agama hingga kebudayaan luar Bali dari Jawa, India dan Cina. Pada
perkembangannya, lukisan-lukisan di Bali banyak yang memiliki unsur simbolis
magis dan lukisan-lukisan naturalis.
Dengan masuknya Belanda ke Bali pada awal abad ke-20, seni lukis Bali
mengalami percampuran budaya. Hal ini dibuktikan dengan lukisan-lukisan
pelukis Belanda, Walter Spies yang kemudian unsur-unsurnya banyak yang
menyebar ke pelukis-pelukis Bali. Alhasil, percampuran budaya ini memajukan
seni lukis Bali, membuatnya semakin berkembang dan saling mengisi, terutama
ke gaya lukisan Bali.
Keunikan utama dari seni lukis Bali tidak lain adalah unsur eksotis dan terkadang
diskriminatif yang tentu saja membawa kontroversi. Bali sendiri dipandang
memiliki jalur seni lukis yang sangat berbeda dengan daerah-daerah lain di
Indonesia.
H. Seni Rias
Seni rias di Bali menjadi salah satu daya tarik wisata Bali. Keunikannya terletak
pada kesakralan yang dapat dengan mudah dilihat pada penari-penari Bali. Selain
itu, seni rias Bali juga dapat dilihat pada pegantin-pegantin Bali.
Seni rias Bali mengalami perkembangan yang signifikan namun tetap menunjukkan
keunikannya. Hal ini dilihat dari banyaknya bisnis tata rias Bali yang dikelola oleh
kaum muda Bali. Bahkan ada pula pelajar-pelajar asing yang sengaja datang ke Bali
untuk belajar tata rias Bali. Seni rias ini banyak diminati oleh turis domestik maupun
mancanegara, khususnya mereka yang ingin mengadakan pernikahan.