Paper
-
Upload
sri-amalia -
Category
Documents
-
view
196 -
download
0
Transcript of Paper
5/14/2018 Paper - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/paper-55ab4d53ab2ac 1/8
SRI AMALIA
I21110023
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA YANG BERPOTENSI
SEBAGAI ANTITUMOR PADA DAGING BUAH PARE (Momordica
charantia L.)
A. Klasifikasi PareKingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas : Dilleniidae
Ordo : Violales
Famili : Cucurbitaceae (suku labu-labuan)
Genus : Momordica
Spesies : Momordica charantia L.
(www.plantamor.com)
B.Kandungan Buah Pare
Beberapa senyawa yang terkandung dalam buah pare adalah alkaloid triterpenoid,
saponin dan flavonoid. Saponin adalah suatu kelas gabungan senyawa kimia, salah satu
senyawa metabolit sekunder yang ditemukan dari sumber alami dan dari berbagai macam
spesies tanaman. Secara spesifik, saponin merupakan glikosida amphiatik dengan strukturseperti busa sabun yang dihasilkan bila dikocok pada larutan berair dan strukturnya terdiri
dari satu atau lebih glikosida hidrofilik dikombinasikan dengan derivat triterpene lipofilik.
Senyawa flavonoid atau bioflavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol yang terbesar
yang ditemukan di alam. Senyawa ini merupakan persenyawaan glucoside yang terdiri dari
gula yang terikat dengan flavon (Wijaya,1992).
Alkaloid secara umum mengandung paling sedikit satu buah atom nitrogen yang
bersifat basa dan merupakan bagian dari cincin heterosiklik. Kebanyakan alkaloid berbentukpadatan kristal dengan titik lebur tertentu atau mempunyai kisaran dekomposisi. Alkaloid
5/14/2018 Paper - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/paper-55ab4d53ab2ac 2/8
dapat juga berbentuk amorf atau cairan. Beberapa alkaloid diketahui beracun terhadap
organisme lain. Sedangkan triterpenoid merupakan senyawa kimia yang tersusun dari 4 atau
5 konfigurasi cincin dari 30 atom karbon dan beberapa oksigen. Triterpenoid dibentuk oleh
unit C5 isoprene melalui jalur mevalonat sitosolik untuk membentuk C30 dan merupakansenyawa steroid di alam. Kolesterol merupakan salah satu contoh triterpenoid. Pada kadar
tertentu, senyawa-senyawa tersebut dapat bersifat toksik, yang dalam hal ini dapat
menyebabkan kematian terhadap hewan coba yaitu larva Artemia salina Leach. 20
Mekanisme kematian larva berhubungan dengan fungsi senyawa alkaloid, triterpenoid,
saponin dan flavonoid dalam buah pare yang dapat menghambat daya makan larva
(antifedant). Cara kerja senyawa-senyawa tersebut adalah dengan bertindak sebagai
stomach poisoning atau racun perut. Oleh karena itu, bila senyawa-senyawa ini masuk ke
dalam tubuh larva, alat pencernaannya akan terganggu. Selain itu, senyawa ini menghambat
reseptor perasa pada daerah mulut larva. Hal ini mengakibatkan larva gagal mendapatkanstimulus rasa sehingga tidak mampu mengenali makanannya. Akibatnya, larva mati
kelaparan (Wijaya,1992).
C. Khasiat Buah Pare
Buah pare bersifat mematikan cacing. Tanaman yang rasanya pahit ini mendinginkan,
membersihkan darah (buah yang belum masak), anti radang, menambah nafsu makan,
menurunkan panas, dan menyegarkan. Di Indonesia, buah Pare selain dikenal sebagai
sayuran, juga secara tradisional digunakan sebagai peluruh dahak, obat penurun panas dan
penambah nafsu makan. Selain itu, daunnya dimanfaatkan sebagai peluruh haid, obat luka
bakar, obat penyakit kulit dan obat cacing) (Hyeronimus, 2006).
Awalnya sebagai tonikum, obat cacing, obat batuk, antimalaria, sariawan, penyembuh
luka, dan penambah nafsu makan. Ratusan riset juga telah banya dilakukan untuk
mengungkap efek buah pahit ini sebagai penurun kadar gula darah (hypopglycemic effect ).
Riset serupa juga dilakukan di Jerman, Inggris, India, Jepang, Thailand, dan Malaysia
mempertegas khasiat pare sebagai antidiabetes (Subahar, 2004).
Penemuan kandungan zat berkhasiat lain dalam buah pare sudah banyak dikerjakan.
Sejak lama pare digunakan juga sebagai antikanker, antiinfeksi, dan dalam tahun-tahun
belakangan terungkap pula kalau pare berkhasiat sebagai antiAIDS. Efek buah pare sebagai
anti-virus HIV terletak pada kandungan protein momorcharin alfa dan beta, atau pada
protein MAP30 (Subahar, 2004).
D. Bahan
Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah kloroform, nheksana,
etanol, dimetilsulfoksida, etil asetat, akuades, asam asetat, asam sulfat pekat, silika gel GF
5/14/2018 Paper - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/paper-55ab4d53ab2ac 3/8
254, silika gel 60, dan natrium hidroksida, pereaksi pendeteksi untuk : alkaloid, flavonoid,
steroid, dan terpenoid
E. PeralatanAlat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi pisau, seperangkat alat
penumbuk, blender, gelas beker, neraca analitik, erlenmeyer, corong pisah, kolom
kromatografi, kertas saring, kain kasa, toples, akuarium, labu ukur, pipet volum, pipet tetes,
pipet ukur, pipet mikro, tabung reaksi, bejana kromatografi lapis tipis, rotary vacuum
evaporator , lampu Ultra Violet untuk penampak bercak noda, tusuk gigi, Kromatografi Gas –
Spektroskopi Massa.
F.Pembahasan
Pada jurnal ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA YANG BERPOTENSI SEBAGAI
ANTITUMOR PADA DAGING BUAH PARE (Momordica charantia L.) dilakukan penelitian
untuk mendapatkan dan mengidentifikasi senyawa yang mempunyai potensi sebangai
antitumor. Sebelum menentukan senyawa yang diinginkan, pertama dilakukan
pengisolasian atau pengambilan senyawa dengan ekstraksi menggunakan metode maserasi.
Pemilihan metode dalam pemisahan adalah suatu hal penting. Dapat dipertimbangkan
berdasarkan dari senyawa yang ingin kita isolasi dan proses kerja dari metode itu sendiri.
Proses MaserasiPada penelitian ini belum diketahui senyawa apa yang akan teruji sebagai antitumor,
oleh karena itu untuk menghindari resiko dari pemanasan yang akan merusak senyawa,
dapat digunakan metode maserasi yang tidak menggunakan pemanasan serta prosedur
kerjanya yang cukup mudah. Maserasi merupakan penyarian zat aktif yang dilakukan
dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari yang sesuai selama tiga hari
pada temperatur kamar terlindung dari cahaya, cairan penyari akan masuk ke dalam sel
melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan
di dalam sel dengan di luar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan
diganti oleh cairan penyari dengan konsentrasi rendah ( proses difusi ). Peristiwa tersebutberulang sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam
sel. Selama proses maserasi dilakukan pengadukan dan penggantian cairan penyari setiap
hari. Metode maserasi digunakan untuk menyari simplisia yang mengandung komonen
kimia yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung benzoin, tiraks dan lilin
(Ditjen POM, 1986).
Kelebihan metode maserasi pada ekstraksi zat warna alami yaitu zat warna
mengandung gugus-gugus yang tidak stabil (mudah menguap seperti ester dan eter tidak
akan rusak atau menguap karena berlangsung pada konndisi dingin. Selain itu kelebihan dari
5/14/2018 Paper - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/paper-55ab4d53ab2ac 4/8
maserasi adalah cara pengerjaan yang dilakukan lebih sederhana dan peralatannya
sederhana,serta dapat dilakukan untuk bahan-bahan atau zat yang tidak tahan terhadap
pemanasan. Kelemahan dari metode maserasi adalah waktu yang dibutuhkan lama cairan
penyari yang digunakan lebih banyak, tidak dapat digunakan untuk bahan-bahan yangmempunyai tekstur keras seperti benzoin, tiraks dan lilin (Ditjen POM, 1986).
Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging buah pare.
Selanjutnya sekitar 35 kg buah pare dikumpulkan dan dibersihkan, kemudian buah pare
dicelupkan ke dalam alkohol (etanol) mendidih yang bertujuan untuk menghentikan proses
metabolisme. Selanjutnya dipotong kecil-kecil dan dikeringkan dengan cara diletakkan di
tempat terbuka dengan sirkulasi udara yang baik dan tidak terkena sinar matahari langsung.
Buah pare yang sudah kering kemudian dihaluskan dengan menggunakan blender sehingga
menjadi serbuk. Serbuk buah pare ditimbang sebanyak 1000 g dan diekstraksi secaramaserasi untuk mendapatkan senyawa-senyawa yang diinginkan.
Pada proses maserasi dilakukan maserasi bertingkat, yaitu sampel yang telah disaring
akan dimaserasi kembali dengan pelarut lainnya. Kali ini menggunakan pelarut n-heksana,
kloroform dan etanol. Dimana penggunaan dari ketiga pelarut ini bertujuan untuk
mendapatkan senyawa-senyawa yang tidak hanya dapat larut pada satu sifat kepolaran saja.
Pemilihan pelarut yang digunakan untuk proses maserasi akan memberikan efektivitas yang
tinggi dengan memperhatikan kelarutan senyawa bahan alam dalam pelarut akibat kontak
langsung dan waktu yang cukup lama dengan sampel (Djarwis, 2004). Disini pelarut n-heksan bersifat non polar, kloroform bersifat semipolar dan etanol bersifat polar. Sehingga
masing-masing pelarut dapat menyerap senyawa-senyawa yang sesuai dengan tingkat sifat
kepolarannya, karena pada penelitian ini belum diketahui senyawa apa yang dimaksud
sebagai antitumor dan belum mengetahui sifat dari senyawa itu sendiri.
Pertama-tama serbuk pare dilarutkan dengan pelarut n-heksana, dimana pelarut n-
heksana bersifat nonpolar dan digunakan untuk pemeriksaan steroid atau triterpenoid.
Sampel direndam selama 24 jam, agar semua kemungkinan reaksi didalamnya telah terjadi
secara optimal, kemudian disaring. Setelah itu ampas dikeringkan hingga terbebas dari
pelarut n-heksana dan dimaserasi kembali selama 24 jam menggunakan kloroform. Dimana
penggunaan kloroform untuk menarik senyawa-senyawa yang bersifat semipolar. Setelah
itu ampas kembali dikeringkan sampai terbebas dari pelarutnya. Selanjutnya dimaserasi
kembali dengan pelarut etanol. Etanol yang bersifat polar biasanya digunakan untuk
pemeriksaan flavonoid. Setelah direndam selama 24 jam kemudian disaring.
Ketiga ekstrak yang diperoleh dipekatkan dengan rotary vacum evaporator sampai
diperoleh ekstrak pekat kloroform, etanol, dan n-heksana. Pemekatan dengan rotary vacum
evaporator ditujukan pada pelarut-pelarut yang bersifat berbahaya bagi manusia dan
5/14/2018 Paper - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/paper-55ab4d53ab2ac 5/8
apabila dengan jumlah pelarut yang banyak sehingga akan sulit untuk menguapkan dengan
waterbath. Pemekatan dengan rotary evaporator dengan proses pemisahan ekstrak dari
cairan penyarinya dengan pemanasan yang dipercepat oleh putaran dari labu alas bulat,
cairan penyari dapat menguap 5-10º C di bawah titik didih pelarutnya disebabkan olehkarena adanya penurunan tekanan. Dengan bantuan pompa vakum, uap larutan penyari akan
menguap naik ke kondensor dan mengalami kondensasi menjadi molekul-molekul cairan pelarutmurni yang
ditampung dalam labu alas bulat penampung (Sudjadi,1986).
Dari hasil maserasi dan pemekatan dihasilkan 3 ekstrak yaitu ekstrak kental n-heksana
berwarna hijau sebanyak 4,62 g, ekstrak kental kloroform berwarna hijau sebanyak 11,68 g,
dan ekstrak kental metanol berwarna hijau pekat sebanyak 26,09 g. Kemudian untuk
menguji toksisitas ketiga ekstrak yang diperoleh dengan mengunakan larva udang Artemia
salina L. Hasil menunjukkan bahwa ekstrak etanol dan n-heksana bersifat toksik denganLC50 kurang dari 1000 ppm yaitu, 223 dan 602,55 sedang ekstrak kloroform tidak dikatakan
bersifat toksik karena nilai LC50 lebih dari 1000 ppm.
Proses Kromatografi Kolom dan Kromatografi Lapis Tipis
Ekstrak yang paling aktif (etanol) selanjutnya diteliti kembali dengan menggunakan
kromatografi kolom dan kromatografi lapis tipis. Hal ini dikarenakan, ekstrak yang dihasilkan
dari maserasi belum tentu merupakan senyawa murni atau bukan merupakan suatusenyawa tunggal. Oleh karena itu perlu dilakukan kembali pemisahan menggunakan kolom
dan KLT.
Ekstrak paling aktif (etanol) dipisahkan dengan menggunakan kromatografi kolom
dengan fase diam silika gel 60 dan fase gerak asam asetat : benzena (2:8). Kromatografi
kolom pertama-tama digunakan untuk mendapatkan hasil zat murni secara preparatif dari
campuran, tetapi kemudian digunakan untuk pemisahan zat pada penentuan kuantitatif.
Untuk kromatografi kolom dari larutan dibutuhkan tabung pemisah tertentu yang diisi
dengan bahan sorbsi dan juga pelarut pengembang yang berbeda. Tabung pemisah yangdiisi dengan bahan sorbsi disebut kolom pemisah. Tergantung dari masalah pemisahan
dapat digunakan tabung filter dengan gelas berpori, yang pada ujung bawah menyempit
(tabungAllihn) atau tabung gelas, yang pada ujung bawah menyempit dandilengkapi dengan
keran tetapi untuk tabung bola jarang digunakan.Perbandingan panjang tabung terhadap
diameter pada umumnya adalah 40:1. Pengisian tabung pemisah dengan adsorben, yang
juga disebut kemasan kolom, harus dilakukan secara hati-hati harus rata. Aluminiumoksida
atau silika gel dapat diisikan kering ke dalam tabung pemisah. Agar pengisian rata, tabung
setelah diisi divibrasi, diketok-ketok atau dijatuhkanlemah pada pelat kayu. Adsorben
5/14/2018 Paper - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/paper-55ab4d53ab2ac 6/8
lainnya harus diisikan sebagai suspensi,terutama jika zat ini menggelembung dengan pelarut
pengembang (Kisman dan Ibrahim, 1998).
Pada dasarnya prinsip pada KLT sama dengan kromatografi kertas hanya KLTmempunyai kelebihan yang khas dibandingkan dengan kromatografi kertas yaitu
keserbagunaan, kecepatan,dan kepekaannya.KLT dapat dipakai dengan dua tujuan.
Pertama, dipakai sebagaimetode untuk mencapai hasil kualitatif, kuantitatif, ataupun
preparatif. Kedua, dipakai untuk menjajaki sistem pelarut dan sistem penyangga yangakan
dipakai pada kromatografi kolom atau kromatografi cair kinerjatinggi/KCKT (Gritter, 1991).
Analisis dari KLT dapat membantu menentukan pelarut terbaik apa yang akan dipakai dan
berapa perbandingan antar pelarut yang akan digunakan sebagai fasa gerak pada
kromatografi kolom Kromatografi lapis tipis sangat berhubungan dengan kromatografi
kolom, hal ini karena fasa-fasa senyawa yang digunakan dalam teknik keduanya sama.Kerugiannya dengan menggunakan KLT adalah tidak efektif untuk skala industri. Walaupun
lembaran KLT yang digunakanlebih lebar dan tebal, pemisahannya sering dibatasi hanya
sampai beberapamiligram sampel saja (Gritter, 1991).
Fase diam yang digunakan pada KLT dan kolom adalah silika gel. Untuk penggunaan
dalam suatu tipe pemisahan perbedaan tidak hanya pada struktur, tetapi juga pori-porinya
dan struktur lubangnya menjadi penting, di samping pemilihan fase gerak. Dalam
perdagangan silika gel mempunyai ukuran 10-40µ. Ukuran ini terutama dipengaruhi oleh
ukuran porinya yang bervariasi dari 20-50Å. Silika gel berpori 80-150 dinamakan berporibesar. Luas permukaan silika gel bervariasi dari 300-1000m2/g. Silika gel sangan higroskopis.
Pada kelembapan relatif 45-75% dapat mengikat air 7-20%. Masalah aktivitasi silika gel tidak
begitu mempengaruhi kebanyakan jenis pemisahan, tetapi deaktivitas silika gel merupakan
hal yang perlu dipertimbangkan. Beberapa prosedur kromatografi terutama pemisahan yang
menggunakan larutan pengembang anhidrat, mensyaratkan adanya kontrol kandungan air
dalam silika. Kandungan air yang ideal adalah antara 11-12% b/b. Derajat deaktivitasi
ditentukan oleh kelembapan relatif kamar dimana pemisahan dilakukan dan lempeng silika
gel disimpan (Manitto, P., 1981).
Penggunaan fase gerak sebaiknya menggunakan campuran pelarut organik yang
mempunyai polaritas serendah mungkin karena mengurangi serapan dari setiap komponen
dari campuran pelarut. Jika komonen-komponen yang mempunyai sifat polar yang tinggi
dalam campuran cukup akan merubah sistem menjadi sistem partisi. Campuran yang baik
memberikan fase-fase bergerak yang mempunyai kekuatan bergerak sedang, tetapi
sebaiknya dicegah sejauh mungkin mencampur lebih dari dua komponrn terutama karena
campuran yang lebih kompleks cepat mengalami perubahan fase terhadap perubahan suhu.
Karena telah diketahui senyawa yang diinginkan bersifat polar karena larut dalam etanol,
maka digunakan lah asam asetat yang bersifat polar dan benzene sebagai senyawa yang
5/14/2018 Paper - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/paper-55ab4d53ab2ac 7/8
bersifat semi polar agar campuran dari keduanya masih bersifat polar dan dapat menyerap
senyawa yang diinginkan dengan baik (Manitto, 1981).
Hasil dari kromatografi kolom diperoleh 115 fraksi. Fraksi yang diperoleh selanjutnyadigabungkan dengan KLT pengabungan dan diperoleh 3 fraksi dengan berat fraksi 1, 2, dan 3
berturut-turut adalah 0,41; 0,37; dan 0,30. Fraksi ini selanjutnya diuji toksisitasnya dengan
larva udang dan diperoleh ketiga fraksi bersifat aktif toksik dengan LC50 untuk fraksi 1, 2,
dan 3 berturut-turut adalah 31,62; 120; dan 100 terlihat bahwa fraksi 1 merupakan fraksi
yang paling aktif toksik, namun yang dilanjutkan adalah fraksi 3, hal ini disebabkan karena
fraksi 1 merupakan gabungan dari beberapa senyawa yang jarak noda satu dengan noda
lainnya sangat berdekatan dan berekor, hal ini mengakibatkan noda-noda tersebut sangat
susah dipisahkan. Walaupun sudah dilakukan pencarian eluen dengan menggunakan
campuran dari beberapa pelarut, namun belum ditemukan pelarut yang tepat untukmemisahkan, selain itu juga jumlah fraksi 1 yang relatif cukup sedikit, sehingga nantinya
kalau dipaksakan untuk melakukan pemisahan dihawatirkan jumlah sampel yang diperoleh
sedikit sehingga analisis lebih lanjut tidak dapat dikerjakan, sehingga yang dilanjutkan
adalah fraksi 3, karena fraksi 3 relatif cukup toksik dengan LC50 100 ppm.
Isolat ini selanjutnya diuji antitumor dengan mengunakan Agrobacterium tumefaciens
A-208 dan diperoleh bahwa isolat 3 positif sebagai antitumor pada konsentrasi 1000 ppm.
Isolat ini selanjutnya diidentifikasi dengan pereaksi warna dan Kromatografi Gas -
Spektroskopi Massa. Identifikasi warna yang dilakukan untuk menentukan jenis fitokimiasenyawa tersebut. Dan Setelah diuji dengan menggunakan pereaksi pendeteksi, reaksi
positif hanya ditunjukkan pada pereaksi-pereaksi terpenoid yaitu dengan Lieberman-
Burchard (L-B) memberikan perubahan warna menjadi coklat dengan H2SO4 memberikan
warna coklat, dan dengan menggunakan H2SO4 50% juga memberikan warna coklat, jadi
kemungkinan Isolat yang diperoleh adalah terpenoid jenuh atau bahkan negatif terpenoid
hal ini disebabkan karena asam-asam lemak juga dapat bereaksi dengan pereaksi-pereaksi
diatas menghasilkan warna yang sama yaitu warna coklat. Isolat aktif antitumor yang
diperoleh selanjutnya dikarakterisasi dengan Kromatografi Gas - Spektroskopi Massa. Hasil
dari Kromatografi Gas-Spektroskopi Massa menghasilkan Spektrum senyawa I dengan tr 15,
41 menit. Pada spektrum tersebut terlihat adanya ion-ion pada m/z 256(M+) dan m/z 73
(puncak dasar). Ion molekul pada m/z 256 mengindikasikan berat molekul 256, yang
berdasarkan literature dalam data base identik dengan asam heksadekanoat. Spektrum
senyawa II dengan tr 17, 31 menit Pada spektrum tersebut terlihat adanya ion-ion pada m/z
284 (M+) dan m/z 73 (puncak dasar). Ion molekul pada m/z 284 menunjukkan berat molekul
senyawa II adalah 284. Berdasarkan data literatur dalam data base senyawa ini identik
dengan asam oktadekanoat. Spektrum senyawa III dengan tr 19, 37 menit. Berdasarkan data
library NIST02.L senyawa ini identik dengan ester dioktil heksadioat (C22H24O4) mempunyai
berat molekul 370 dengan demikian ion molekul senyawa III adalah 370.
5/14/2018 Paper - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/paper-55ab4d53ab2ac 8/8
G. KESIMPULANDari semua proses diatas disimpulkan bahwa dari proses isolasi senyawa dengan
maserasi dihasilkan tiga ekstrak yaitu ekstrak etanol, kloroform, dan n-heksana. Kemudian
dilakukan pemisahan senyawa kembali dengan kromatografi kolom, dan menghasilkan 115
fraksi yang digabungkan dengan kromatografi lapis tipis. Dari KLT dihasilkan 3 fraksi yaitu
dengan berat fraksi 0,41; 0,37 dan 0;30. Setelah diuji sifat aktif toksik, didapat bahwa fraksi
ketiga paling aktif tosik. Dan dilakukan pengujian kemurnian dengan KLT kembali dan
didapatlah senyawa yang murni. Proses terakhir dilakukan identifikasi mengenai sifat
fitokimia dari senyawa tersebut. Isolat yang bersifat antitumor dari buah pare diduga
gabungan dari beberapa senyawa dengan 3 senyawa mayor yang sebagian besar merupakan
asam-asam organik, ketiga senyawa tersebut yaitu, asam heksadekanoat, Asam
oktadekanoat, dan ester Dioktilheksadioat.
G.DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011. “Momordica charantia” www.plantamor.com . Diakses pada tanggal 20
Maret 2011.
Ditjen POM. 1986. Sediaan Galenik . Departemen Kesehatan Republik Indonesia. JakartaDjarwis, D. 2004. Teknik Penelitian Kimia Organik Bahan Alam, Workshop Peningkatan
Sumber Daya Manusia Penelitian dan Pengelolaan Sumber Daya Hutan yang
Berkelanjutan. Pelaksana Kelompok Kimia Organik Bahan Alam Jurusan Kimia FMIPA
Universitas Andalas Padang kerjasama dengan Proyek Peningkatan Sumber Daya
Manusia DITJEN DIKTI DEPDIKNAS Jakarta.
Gritter, Roy. 1991. Pengantar Kromatografi . ITB. Bandung
Hyeronimus SB. 2006. Ragam dan Khasiat Tanaman Obat . 1st ed. Agro Media. Jakarta
Kisman, S dan Slamet Ibrahim. 1998. Analisis Farmasi. Gajah Mada University Press.
YogyakartaManitto, P. 1981. Biosintesis Produk Alam. IKIP Semarang. Semarang
Subahar TS. 2004. Khasiat dan Manfaat Pare. Penerbit Agromedia Pustaka, Jakarta.
Sudjadi, Drs. 1986. Metode Pemisahan. UGM Press. Yogyakarta
Wijaya H. M. Hembing. 1992. Tanaman Berkhasiat Obat di Indonesia. Cet 1. Jakarta