paper 2 pneumo PRINT.docx
Click here to load reader
-
Upload
velsyasukria -
Category
Documents
-
view
33 -
download
5
Transcript of paper 2 pneumo PRINT.docx
RSU Dr. PIRNGADI MEDAN
BAB I
PENDAHULUAN
Pneumotoraks merupakan suatu cedera dada yang umum di temukan
pada kejadian trauma diluar rumah sakit, serta merupakan kegawatdaruratan
yang harus di berikan penanganan secepat mungkin untuk menghindari dari
kematian. Dimana pneumothorax adalah keadaan terdapatnya udara atau gas
dalam rongga pleura dimana pada normalnya tidak berisi udara agar paru-
paru dapat leluasa mengembang terhadap rongga dada.1
Insiden pneumotoraks tidak diketahui secara pasti dipopulasi,
dikarenakan pada literatur literatur, angka insidenya di masukan pada insiden
cedera dada atau trauma dada. Sebuah penelitan mengatakan 5,4% dari
seluruh pasien menderita trauma, merupakan pasien yang mengalami
pneumotoraks. Kurangnya pengetahuan untuk mengetahui tanda dan gejala
dari pneumotoraks terdesak menyebabkan banyak penderita meningal setelah
atau dalam perjalanan menuju kerumah sakit.1
Sebenarnya penanganan pneumotoraks terdesak dapat dilakukan
dengan bantuan hidup dasar tanpa memerlukan tindakan pembedahan,
sebelum mengirim pasien ke pusat pelayanan medis terdekat, sehinga disini
diperlukan pengatuhan untuk identifikasi awal dari gejala pneuomotoraks
terdesak, memberikan hidup dasar, dan mengirimnya ke tempat pelayanan
medis terdekat, untuk mengurangi tingkat mobiditas dan mortalitas.1
1
RSU Dr. PIRNGADI MEDAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Pneumotoraks adalah suatu keadan dimana terdapatnya udara pada
ronga potensial diantara pleura visceral dan pleura parietal. Pada keadaan
normal ronga pleura dipenuhi oleh paru – paru yang mengembang pada sat
inspirasi disebabkan karenaadanya tegangan permukaan ( tekanan negatif )
antara kedua permukan pleura, adanya udara pada ronga potensial di antara
pleura visceral dan pleura parietal menyebabkan paru-paru terdesak sesuai
dengan jumlah udara yang masuk kedalam ronga pleura tersebut, semakin
banyak udara yang masuk kedalam ronga pleura akan menyebabkan paru –
paru menjadi kolaps karena terdesak akibat udara yang masuk meningkat
ekanan pada intrapleura.1.2
Secara otomatis terjadi juga ganguan pada proses perfusi oksigen
kejaringan atau organ, akibat darah yang menuju kedalam paru yang kolaps
tidak mengalami proses ventilasi, sehinga proses oksigenasi tidak terjadi.1.2
2.2 Epidemiologi
Insiden pneumothoraks sulit diketahui karena episodenya banyak
yang tidak diketahui, pria lebih banyak dari wanita dengan perbandingan 5:1.
Pneumothoraks spontan primer (PSP) sering juga dijumpai pada individu
sehat, tanpa riwayat penyakit paru sebelumnya. Pneumothoraks spontan
primer banyak dijumpai pada pria dengan usia antara dekade 3 dan 4. Salah
satu penelitian menyebutkan sekitar 81% kasus PSP berusia kurang dari 45
tahun. Seaton dkk, melaporkan bahwa pasien tuberkulosis aktif mengalami
komplikasi pneumothoraks sekitar 1,4% dan jika terdapat kavitas paru
komplikasi pneumothoraks sekitar 1,4% dan jika terdapat kavitas paru
komplikasi pneumothoraks meningkat lebih dari 90%.1
2
RSU Dr. PIRNGADI MEDAN
2.3 Faktor Resiko
Jenis kelamin
o Secara umum, pria jauh lebih mungkin untuk memiliki
pneumotoraks daripada wanita.
Merokok.
o Risiko meningkat dengan lamanya waktu dan jumlah rokok
yang dihisap, bahkan tanpa emfisema.
Umur.
o Jenis pneumotoraks disebabkan oleh lecet udara pecah kista
atau bula (lepuh) kemungkinan besar terjadi pada orang antara
20 dan 40 tahun, terutama jika orang tersebut adalah orang
yang sangat tinggi dan kurus.
Genetika.
o Beberapa jenis pneumotoraks tampaknya dalam keluarga.
Penyakit paru-paru.
o Memiliki penyakit paru yang mendasarinya - terutama
emphysema, fibrosis paru, sarkoidosis dan cystic fibrosis -
membuat paru-paru lebih mungkin runtuh atau kolaps.
Ventilasi mekanis.
o Orang-orang yang membutuhkan ventilasi mekanik untuk
bernapas secara efektif berada pada risiko tinggi
pneumotoraks.
Riwayat pneumotoraks.
o Siapapun yang telah mengalami pneumotoraks akan beresiko
kembali mengalami pneumothorax dalam waktu satu sampai
dua tahun dari episode pertama. Ini dapat terjadi di paru-paru
yang sama atau paru-paru yang berlawanan.
Keadaan dan Aktivitas tertentu
o Walaupun timbulnya bula atau lepuh pada permukaan paru-
paru tidak di ketahui dengan jelas penyebabnya dan juga
pecahnya bula tersebutpun tidak di ketahui penyebab pastinya,
3
RSU Dr. PIRNGADI MEDAN
namun di duga adanya perubahan tekanan udara akan memicu
pecahnya bula, beberapa aktivitas yang dianggap beresiko
pecahnya bula adalah melakukan Scuba diving
(menyelam), Penerbangan, Mendaki gunung di dataran tinggi
akan memicu pecahnya bula atau lepuh.1
2.4 Klasifikasi dan Etiologi
Beberapa literatur menyebutkan klasifikasi pneumothoraks menjadi 2
yaitu, spontan dan pneumotoraks traumatik. Ada juga yang
mengklasifikasikanya berdasarkan etiloginya seperti Spontan pneumotoraks
(spontan pneumotoraks primer dan spontan pneumotoraks sekunder),
pneumotoraks traumatik, iatrogenik pneumotoraks. serta ada juga yang
mengklasifikasinya berdasarkan mekanisme terjadinya yaitu, pneumotoraks
terbuka (open pneumotoraks), dan pneumotoraks terdesak (tension
pneumotoraks ). 1.2.3
Seperti dikatakan diatas pneumotoraks dapat diklasifikasikan sesuai
dengan dasar etiologinya seperti Spontan pneumotoraks, dibagi menjadi 2
yaitu, Spontan Pneumotoraks primer (primery spontane pneumothorax) dan
Spontan Pneumotoraks Sekunder (secondary spontane pneumothorax),
pneumotoraks trauma, iatrogenik pneumotoraks. 1.2.3
2.4.1 Pneumotoraks Spontan Primer ( primery spontaneous
pneumothorax)
Dari kata “primer” ini dapat diketahui penyebab dari pneumotoraks
belum diketahui secara pasti, banyak penelitan dan terori telah di kemukakan
untuk mencoba menjelaskan tentang apa sebenarnya penyebab dasar dari tipe
pneumotoraks ini. Ada teori yang menyebutkan, disebabkan oleh factor
konginetal, yaitu terdapatnya bula pada subpleura viseral, yang suatu sat akan
pecah akibat tinginya tekanan intra pleura, sehinga menyebabkan terjadinya
pneumotoraks.4 Bula subpleura ini dikatakan paling sering terdapat pada
bagian apeks paru dan juga pada percabangan trakeobronkial. 1.2.3
4
RSU Dr. PIRNGADI MEDAN
Pendapat lain mengatakan bahwa PSP ini bisa disebabkan oleh
kebiasan merokok. Diduga merokok dapat menyebabkan ketidakseimbangan
dari protease, antioksidan ini menyebabkan degradasi dan lemahnya serat
elastis dari paru-paru, serta banyak penyebab lain yang kiranya dapat
membuktikan penyebab dari pneumotoraks spontan primer.1.2.3
2.4.2 Pneumotoraks Spontan Sekunder ( Secondary Spontaneus
Pneumothorax)
Pneumotoraks spontan sekunder merupakan suatu pneumotoraks yang
penyebabnya sangat berhubungan dengan penyakit paru-paru, banyak
penyakit paru-paru yang dikatakan sebagai penyebab dasar terjadinya
pneumotoraks tipe ini. Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD),
infeksi yang disebabkan oleh bakteri pneumocity carini, adanya keadan
immunocompremise yang disebabkan oleh infeksi virus HIV, serta banyak
penyebab lainya, disebutkan penderita pneumotoraks tipe ini berumur
diantara 60-65 tahun .1.2.3.
2.4.3. Pneumotoraks Trauma
Pneumotoraks trauma adalah pneumotoraks yang disebabkan oleh
trauma yang secara langsung mengenai dinding dada, bisa disebabkan oleh
benda tajam seperti pisau,atau pedang, dan juga bisa disebabkan oleh benda
tumpul.3 Mekanisme terjadinya pneumotoraks trauma tumpul, akibat
terjadinya peningkatan tekanan pada alveolar secara mendadak, sehinga
menyebabkan alveolar menjadi ruptur akibat kompresi yang ditmbulkan oleh
trauma tumpul tersebut, pecahnya alveolar akan menyebabkan udara
menumpuk pada pleura visceral, menumpuknya udara terus menerus akan
menyebabkan pleura visceral rupture atau robek sehinga menimbulkan
pneumotorak.3,4 Jika pada mekanisme terjadinya pneumotoraks pada trauma
tajam disebabkan oleh penetrasi benda tajam tersebut pada dinding dada dan
merobek pleura parietal dan udara masuk melalui luka tersebut ke dalam
ronga pleura sehinga terjadi pneumotoraks.1.2.3.
5
RSU Dr. PIRNGADI MEDAN
2.4.4 Iatrogenik Pneumotoraks
Banyak penyebab yang dilaporkan mendasari terjadinya
pneumotoraks iatrogenic, penyebab paling sering dikatakan pemasangan
thransthoracic nedle biopsy. Dilaporkan juga kanalisasi sentral dapat menjadi
salah satu penyebabnya.4 Pada dasarnya dikatakan ada dua hal yang menjadi
faktor resiko yang menyebabkan terjadinya pneumotoraks iatrogenic yaitu
pertama adalah dalamnya pemasukan jarum pada sat memasukanya dan
kedua, ukuran jarum yang kecil, menurut sebuah penelitan kedua itu memilki
korelasi yang kuat erjadinya pneumotoraks.1.3.
Berdasarkan mekanisme dari terjadinya pneumotoraks dapat
diklasifikasikan menjadi pneumotoraks terdesak (tension pneumotoraks), dan
pneumutoraks terbuka (open pneumothorax).1.3
2.4.5 Pneumotoraks Terdesak (Tension Pneumothorax)
Suatu pneumotoraks yang merupakan salah satu kegawat daruratan
pada cedera dada. Keadan ini terjadi akibat kerusakan yang menyebabkan
udara masuk kedalam ronga pleura dan udara tersebut tidak dapat keluar,
keadan ini disebut dengan fenomena ventil ( one –way-valve).1.3
Akibat udara yang terjebak didalam ronga pleura sehinga
menyebabkan tekanan intrapleura meningkat akibatnya terjadi kolaps pada
paru-paru, hinga mengeser mediastinum ke bagian paru-paru kontralateral,
penekanan pada aliran vena balik sehinga terjadi hipoksia.1.3
Banyak literatur masih memperdebatkan efek dari pneumotoraks
dapat menyebabkan terjadinya kolaps pada sistem kardiovaskular. Dikatakan
adanya pergeseran pada mediastinum menyebabkan juga penekanan pada
vena kava anterior dan superior, disebutkan juga hipoksia juga menjadi dasar
penyebabnya, hipoksia yang memburuk menyebabkan terjadinya resitensi
terhadap vaskular dari paru-paru yang diakibatkan oleh vasokonstriksi. Jika
gejala hipoksia tidak ditangani secepatnya, hipoksia ini akan mengarah pada
6
RSU Dr. PIRNGADI MEDAN
keadan asidosis, kemudian disusul dengan menurunya cardiac output sampai
akhirnya terjadi keadan henti jantung.1.3.
2.4.6 Pneumotoraks Terbuka (Open Pneumothoraks)
Keadan pneumotoraks terbuka ini tersering disebabkan oleh adanya
penetrasi langsung dari benda tajam pada dinding dada penderita sehinga
meninmbulkan luka atau defek pada dinding dada. Dengan adanya defek
tersebut yang merobek pleura parietal, sehinga udara dapat masuk kedalam
ronga pleura. Terjadinya hubungan antara udara pada ronga pleura dan udara
dilngkungan luar, sehinga menyebabkan samanya tekanan pada ronga pleura
dengan udara di diatmosper. Jika ini didiamkan akan sangat membahayakan
pada penderita. 1.2.3
Dikatakan pada beberapa literatur jika sebuah defek atau perlukan
pada dinding dada lebih besar 2/3 dari diameter trakea ini akan menyebabkan
udara akan masuk melalui perlukan ini, disebabkan tekana yang lebih kecil
dari trakea. Akibat masuknya udara lingkungan luar kedalam ronga pleura
ini, berlangsung lama kolaps paru tak terhindarkan, dan berlanjut ganguan
ventilasi dan perfusi oksigen kejaringan berkurang sehinga menyebabkan
sianosis sampai distres.1.2.3
2.5 Patogenesis
Rongga dada mempunyai dua struktur yang penting dan digunakan
untuk melakukan proses ventilasi dan oksigenasi, yaitu pertama tulang,
tulang – tulang yang menyusun struktur pernapasan seperti tulang klafikula,
sternum, scapula. Kemudian yang kedua adalah otot-otot pernapasan yang
sangat berperan pada proses inspirasi dan ekspirasi.1
Jika salah satu dari dua struktur tersebut mengalami kerusakan, akan
berpengaruh pada proses ventilasi dan oksigenasi. contoh kasusnya, adanya
fraktur pada tulang iga atau tulang rangka akibat kecelakan, sehinga bisa
terjadi keadaan flail chest atau kerusakan pada otot pernapasan akibat trauma
tumpul, serta adanya kerusakan pada organ viseral pernapasan seperti, paru-
7
RSU Dr. PIRNGADI MEDAN
paru, jantung, pembuluh darah dan organ lainya4 di abdominal bagian atas,
baik itu disebabkan oleh trauma tumpul, tajam, akibat senapan atau gunshot.1
Tekanan intrapleura adalah negatif, pada proses respirasi, udara tidak
akan dapat masuk kedalam ronga pleura. Jumlah dari keseluruhan tekanan
parsial dari udara pada kapiler pembuluh darah rata-rata (706 mmHg).
Pergerakan udara dari kapiler pembuluh darah ke ronga pleura, memerlukan
tekanan pleura lebih rendah dari -54 mmHg (-36 cmH2O) yang sangat sulit
terjadi pada keadan normal. 1
Jadi yang menyebabkan masuknya udara pada ronga pleura adalah
akibat trauma yang mengenai dinding dada dan merobek pleura parietal atau
visceral, atau disebabkan kelainan konginetal adanya bula pada subpleura
yang akan pecah jika terjadi peningkatan tekanan pleura.1
2.6 Gejala Klinis
Gejalanya sangat bervariasi, tergantung kepada jumlah udara yang masuk ke
dalam rongga pleura dan luasnya paru-paru yang mengalami kolaps
(mengempis).
Gejalanya bisa berupa :
1. Nyeri dada tajam yang timbul secara tiba-tiba dan semakin nyeri jika
penderita menarik nafas dalam atau terbatuk.
2. Sesak nafas
3. Dada terasa sempit
4. Mudah lelah
5. Denyut jantung yang cepat
6. Warna kulit menjadi kebiruan akibat kekurangan oksigen.
Gejala-gejala tersebut mungkin timbul pada saat istirahat atau tidur.
Gejala lainnya yang mungkin ditemukan:
– Hidung tampak kemerahan
8
RSU Dr. PIRNGADI MEDAN
– Cemas, stres, tegang
– Tekanan darah rendah (hipotensi)1
2.7 Diagnosis
Diagnosa di tegakan berdasarkan anamnesis, gejala klinis, pemeriksaan fisik,
maupun pemeriksaan penunjang.
2.7.1 Anamnesis
Pada anamnesis (wawancara pada pasien untuk mengetahui hubungan
keluhan dengan diagnosa pasien)
o Pada anamnesis dapat ditanyakan keluhan yang dialami pasien
maupun keluhan tambahan yang menyertai keluhan utama
pada pasien. Jika keluhan- keluhan itu berhubungan dengan
berbagai gejala klinis yang di temukan diatas, maka ada
kemungkinan terjadinya pneumothorax
o Dapat di tanyakan apakah ada riwayat trauma sebelumnya,
apakah ada penyakit- penyakit yang berhubungan dengan
paru-paru, seperti Empisema, Tuberkulosis, fibrosis kistik ,
penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), kanker paru-paru ,
asma, dan lainnya.
o Adanya riwayat merokok dan aktivitas yang menimbulkan
perubahan tekanan udara pada rongga pleura, seperti Scuba
diving (menyelam), Penerbangan, Mendaki gunung di dataran
tinggi akan memicu pecahnya bula atau lepuh sehingga
menimbulkan pneumothorax juga penting untuk di tanyakan.
o Adanya riwayat dalam keluarga ataupun kejadian
pneumotorax sebelumnya juga dapat berperan besar pada
kejadian pneumothorax. Oleh karena itu penting pula di
tanyakan.
o Adanya riwayat tindakan medis yang telah dialami pasien
seperti CPR, biopsi paru melali dinding dada, penggunaan
9
RSU Dr. PIRNGADI MEDAN
ventilasi mekanik untuk membantu pernapasan juga perlu
ditanyakan pada pasien.1
2.7.2 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan pada pasien ini meliputi inspeksi melihat), Perkusi
(mengetok), palpasi (perabaan) dan aukultasi (mendengar dengan
stetoskop)
o Pada Inspeksi : akan terlihat terjadinya pencembungan pada
sisi yang sakit (hiper ekspansi dinding dada), Pada waktu
respirasi, bagian yang sakit gerakannya tertinggal, Trakea dan
jantung terdorong ke sisi yang sehat , deviasi trakhea, ruang
interkostal melebar,
o Pada Palpasi : Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat
normal atau melebar, Iktus jantung terdorong ke sisi toraks
yang sehat ,Fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi
yang sakit. Jika ada Tension pneumothorax maka akan teraba
adanya detensi dari vena jugularis di sekitar leher.
o Perkusi : Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor
sampaitimpani dan tidak menggetar, Batas jantung terdorong
ke arahtoraks yang sehat, apabila tekanan intrapleura tinggi,
Pada tingkat yang berat terdapat gangguan respirasi/sianosis,
gangguanvaskuler/syok.
o Auskultasi : Pada bagian yang sakit, suara napas melemah
sampai menghilang, Suara vokal melemah dan tidak
menggetar serta bronkofoni negative1
2.7.3 Pemeriksaan Penunjang
o Foto Röntgen : Gambaran radiologis yang tampak pada
fotoröntgen kasus pneumotoraks antara lain:
Bagian pneumotoraks akan tampak lusen, rata dan paru
yang kolaps akan tampak garis yang merupakan tepi
10
RSU Dr. PIRNGADI MEDAN
paru. Kadang-kadang paru yang kolaps tidak
membentuk garis, akan tetapi berbentuk lobuler sesuai
dengan lobus paru.
Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti
massaradio opaque yang berada di daerah hilus.
Keadaan ini menunjukkan kolaps paru yang luas
sekali. Besar kolaps paru tidak selalu berkaitan dengan
berat ringan sesak napas yang dikeluhkan.
Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang
sehat, spatium intercostals melebar, diafragma
mendatar dan tertekan ke bawah. Apabila ada
pendorongan jantung atau trakea ke arah paru yang
sehat, kemungkinan besar telahterjadi pneumotoraks
ventil dengan tekanan intra pleura yangtinggi.
Pada pneumotoraks perlu diperhatikan kemungkinan
terjadi keadaan sebagai berikut
Pneumomediastinum, terdapat ruang atau celah
hitam pada tepi jantung, mulai dari basis
sampai keapeks. Hal ini terjadi apabila
pecahnya fistel mengarah mendekati hilus,
sehingga udara yang dihasilkan akan terjebak
di mediastinum.
Emfisema subkutan, dapat diketahui bila ada
rongga hitam dibawah kulit. Hal ini biasanya
merupakan kelanjutan dari
pneumomediastinum. Udara yang tadinya
terjebak di mediastinum lambat laun akan
bergerak menuju daerah yang lebih tinggi, yaitu
daerah leher. Di sekitar leher terdapat banyak
jaringan ikat yang mudah ditembus oleh udara,
sehingga bila jumlah udara yang terjebak cukup
banyak maka dapat mendesak jaringan ikat
11
RSU Dr. PIRNGADI MEDAN
tersebut, bahkan sampai ke daerah dada depan
dan belakang.
Bila disertai adanya cairan di dalam rongga
pleura,maka akan tampak permukaan cairan
sebagai garis datar di atas diafragma Foto Rö
pneumotoraks (PA)
o Analisa Gas Darah
Analisis gas darah arteri dapat memberikan gambaran
hipoksemi meskipun pada kebanyakan pasien sering
tidakdiperlukan. Pada pasien dengan gagal napas yang
berat secara signifikan meningkatkan mortalitas
sebesar 10%.
o CT-scan thorax
CT-scan toraks lebih spesifik untuk membedakan
antara emfisema bullosa dengan pneumotoraks, batas
antara udara dengan cairan intra dan ekstrapulmoner
dan untuk membedakan antara pneumotoraks spontan
primer dan sekunder.1
2.8 Penatalaksanaan
Tindakan pengobatan penumothorax tergantung dari luasnya
pneumothoraks. Tujuan dari penatalaksanaan tersebut yaitu untuk
mengeluarkan udara dari rongga pleura dan menurunkan kecendrungan untuk
kambuh lagi. British Thoracis Society dan American College of Chest
Physicians telah memberikan rekomendasi untuk penanganan
pneumothorax.1.4 Prinsip-prinsip penanganan pneumothorax adalah :
1. Observasi dan pemberian tambahan oksigen
Tindakan ini dilakukan apabila luas pneumothorax < 15 %
dari hemithoraks. Apabila fistula dari alveoli ke rongga pleura telah
menutup, udara dalam rongga pleura perlahan-lahan akan diresorbsi.
Laju resorbsinya diperkirakan 1,25% dari sisi pneumothoraks per
12
RSU Dr. PIRNGADI MEDAN
hari. Laju resorbsi tersebut akan meningkat jika diberikan tambahan
oksigen. Pemberian oksigen 100% pada kelinci percobaan yang
mengalami pneumothoraks ternyata meningkatkan laju resorbsi enam
kali lipat. Observasi dilakukan dalam beberapa hari (minggu) dengan
foto dada serial tiap 12-24 jam selama 2 hari bisa dilakukan dengan
atau tanpa harus dirawat di rumah sakit. Jika pasien dirawat di rumah
sakit dianjurkan untuk memberikan tambahan oksigen. Pasien dengan
luas pneumothoraks kecil unilateral dan stabil, tanpa gejala
diperbolehkan berobat jalan dan dalam 2-3 hari pasien harus kontrol
lagi.1.5
2. Aspirasi sederhanan dengan jarum dan pemasangan tube torakostomi
dengan atau tanpa pleurodesis
Tindakan ini dilakukan seawal mungkin pada pasien pneumothoraks
yang luasnya >15%. Tindakan ini bertujuan mengeluarkan udara dari
rongga pleura (dekompresi). Tindakan dekompresi dapat dilakukan
dengan cara :
a. Menusukkan jarum melalui dinding dada sampai masuk rongga
pleura, sehingga tekanan udara positif akan keluar melalui jarum
tersebut
b. Membuat hubungan dengan udara luar melalui saluran kontra
ventil, yaitu dengan:
1) Jarum infus set ditusukkan ke dinding dada sampai masuk
rongga pleura, kemudian ujung pipa plastik di pangkal
saringan tetesan dipotong dan dimasukkan ke dalam botol
berisi air kemudian klem dibuka, maka akan timbul
gelembung-gelembung udara di dalam botol.
2) Jarum abocath no.14 ditusukkan ke rongga pleura dan setelah
mandrin dicabut, dihubungkan dengan pipa infuse set,
selanjutnya dikerjakan seperti (1)
3) Water Sealed Drainage (WSD) : pipa khusus (kateter urine)
yang steril dimasukkan ke rongga pleura dengan perantaraan
trokar atau klem penjepit. Sebelum trokar dimasukkan ke
13
RSU Dr. PIRNGADI MEDAN
rongga pleura, terlebih dahulu dilakukan insisi kulit pada
ruang antar iga ke enam pada linea aksilaris media. Insisi kulit
juga bisa dilakukan pada ruang antar iga kedua pada linea
mid-klavikula. 1.5
Sebelum melakukan insisi kulit, daerah tersebut harus
diberikan cairan disinfekstan dan dilakukan injeksi anastesi
lokal dengan xilokain atau prokain 2% dan kemudian ditutup
dengan kain duk steril. Setelah trokar masuk ke dalam rongga
pleura, pipa khusus (kateter urine) segera dimasukkan ke
rongga pleura dan kemudian trokar dicabut sehingga hanya
pipa khusus tersebut yang masih tertingga di ruang pleura. 1
Pemasukkan pipa khusus tersebut diarahkan ke atas
apabila lubang insisi kulit di ruang antar iga keenam dan
diarahkan ke bawah jika lubang insisi kulitnya ada di ruang
antar iga kedua. Pipa khusus atau kateter tersebut kemudian
dihubungkan dengan pipa yang lebih panjang dan terakhir
dengan pipa kaca yang dimasukkan ke dalam air di dalam
botol. Masuknya pipa kaca ke dalam air sebaiknya 2 cm dari
permukaan air, supaya gelembung udara mudah keluar.
Apabila tekanan rongga pleura masih tetap positif, perlu
dilakukan penghisapan udara secara aktif (continuous suction)
dengan memberikan tekanan -10 cm sampai 20 cm H2O agar
supaya paru cepat mengembang. 1
Apabila paru sudah mengembang penuh dan tekanan
rongga pleura sudah negatif, maka sebelum dicabut dilakukan
uji coba denga menjepit pipa tersebut selama 24 jam.
Tindakan selanjutnya adalah melakukan evaluasi dengan foto
dada, apakah paru mengembang dan tidak mengempis lagi
atau tekanan rongga pleura menjadi positif lagi. Apabila
tekanan di dalam rongga pleura menjadi positif lagi maka pipa
tersebut belum dapat dicabut. 1
14
RSU Dr. PIRNGADI MEDAN
3. Torakoskopi dengan pleurodesis dan penanganan terhadap adanya
bleb atau bulla
Torakoskopi adalah suatu tindakan untuk melihat langsung ke dalam
rongga toraks dengan alat bantu torakoskop. Tindakan ini dilakukan
apabila :
a. Tindakan aspirasi maupun WSD gagal
b. Paru tidak mengembang setelah 3 hari pemasangan tube
torakostomi
c. Terjadinya fistula bronkopleura
d. Timbulnya kembali pneumothoraks setelah tindakan pleurodesis
e. Pada pasien yang berkaitan dengan pekerjaannya agar tidak
mudah kambuh kembali seperti pada pilot dan penyelam.1
4. Torakotomi
Tindakan pembedahan ini indikasinya hampir sama dengan
torakoskopi. Tindakan ini dilakukan jika dengan torakoskopi gagal
atau jika bleb atau bulla terdapat di apek paru, maka tindakan
torakotomi ini efektif untuk reseksi bleb atau bulla tersebut.1
2.9 Komplikasi
1. Kegagalan respirasi akut
2. Pio-pneumothoraks
3. Hidro-pneumothoraks / hemo-penumothoraks
4. Henti jantung paru
5. Pneumomediastinum dan emfisema subkutan1
2.10 Prognosis
Pasien dengan pneumothoraks spontan spontan hampir separuhnya
akan mengalami kekambuhan, setelah sembuh dari observasi maupun setelah
pemasangan tube thoracostomy. Kekambuhan jarang terjadi pada pasien-
pasien pneumothoraks yang dilakukan torakotomi terbuka. Pasien-pasien
yang penatalaksanaannya cukup baik, umumnya tidak dijumpai komplikasi.
Pasien pneumothoraks spontan sekunder tergantung penyakit paru yang
15
RSU Dr. PIRNGADI MEDAN
mendasarinya, misalkan pada pasien PSS dengan PPOK harus lebih berhati-
hati karena sangat berbahaya.1
Kesimpulan
Pneumotoraks adalah salah satu dari trauma dada yang akan sering
ditemukan pada pusat pelayanan medis. Pneumotoraks didefinisikan sebgagai
suatu keadan dimana adanya udara pada ronga potensial antara pleura
visceral dan parietal. Pada jenis – jenis pneumotoraks dapat diklasifikasikan
berdasarkan etiologi, mekanisme terjadinya dan akibat rauma atau non
trauma. Penanganan atau identifikasi awal sangat penting untuk dilakukan
mengetahui tanda dan gejala awal dari pneumototaks. Identifikasi awal dari
pneumotoraks yang dapat kita lihat dari tanda dan gejalanya.
Pada awal terjadinya pneumotoraks seperti, nyeri dada, sesak napas,
gelisah, takipneu, takikardia, pergerakan dada yang asimetris, hipersonor
pada sat kita melakukan pemeriksan dada, dan menghilangnya suara napas
16
RSU Dr. PIRNGADI MEDAN
pada paru yang mengalami pneumotoraks. Dan tanda dan gejala lanjut yang
terjadi seperti, penurunan kesadaran, deviasi trakea kearah kontralateral,
hipotensi, adanya distensi dari vena leher, sianosis.
Semua gejala diatas sangat tergantung dari seberapa banyak udara
yang terperangkap pada ronga pleura. Pemberian bantuan hidup dasar pada
penderita sangat penting dilakukan untuk mengurangi angka morbiditas dan
mortalitas. Bantuan hidup dasar diberikan seperti penatalaksanan trauma dada
pada umumnya airway, breathing, dan circulation. Ada tiga fokus utama yang
perlu diperhatikan pada pemberian hidup dasar pada pneumotorak yaitu,
distres pernapasan, penurunan cardiac output, dan perdarahan. Prioritas
utama pada penanganan pneumotoraks sebernarnya sangat diperhatikan pada
breathing penderita.
RUJUKAN
1. 1. Hisyam B, Budiono E in in Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, K
Marcellus S, Setiati. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V. 2010.
Jakarta: Interna Publishing. 2339-2346.
2. West JB. Patofisiologi Paru Esensial Edisi 6. 2010. Jakarta: EGC. 106-
126
3. Sjamsuhidajat R, Jong WD. Buku ajar Ilmu Bedah Edisi 2.2004.Jakarta:
EGC. Hal403-419
4. Oswari E.Bedah dan Perawatannya .2005.Jakarta:FKUI. Hal 73-33
17