Paparan Hukum Kontrak-Ermanto Fahamsyah-MKn FH Unej

download Paparan Hukum Kontrak-Ermanto Fahamsyah-MKn FH Unej

of 201

description

hukum kontrak

Transcript of Paparan Hukum Kontrak-Ermanto Fahamsyah-MKn FH Unej

  • Hukum KontrakDr. Ermanto Fahamsyah, S.H., M.H.Dosen Fakultas Hukum UNEJ-Sekjen FP2SBProgram Mkn-Fakultas Hukum UnejSeptember [email protected]@gmail.com

  • Referensi

    No. Judul BukuPengarang1. The Rise and Fall of Freedom of ContractP.S. Atiyah2. An Introduction to the Law of ContractP.S. AtiyahSegi-Segi Hukum KontrakM. Yahya Harahap3. Asas Keseimbangan bagi Hukum Perjanjian Indonesia: Hukum Perjanjian Berdasarkan Asas-Asas Wigati IndonesiaHerlien Budiono4.Dasar-Dasar Hukum Kontrak InternasionalHuala Adolf5.Hukum PerjanjianHuala Adolf6. Hukum Kontrak dan Perancangan KontrakAhmad Miru dan Sutarman Yodo7.Dasar-Dasar dan Teknik Penyusunan KontrakJoni Emerson8. Perjanjian Kredit BankMariam Darus Badrulzaman

  • Referensi

    No. Judul BukuPengarang9Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Buku KeduaMunir Fuady10Hukum PerikatanR. Setiawan11Pokok-Pokok Hukum PerikatanR. Setiawan

    12Hukum PerjanjianR. Subekti13Asas-Asas Hukum PerikatanR.M. Suryodiningrat14Itikad Baik dalam Kebebasan BerkontrakRidwan Khairandy15Hukum Perdata tentang Persetujuan TertentuR. Wiryono Prodjodikoro16Hukum KontrakSalim H.S.17Perkembangan Hukum Kontrak InnominaatSalim H.S.

  • Referensi

    No. Judul BukuPengarang18Kontrak Dagang InternasionalSudargo Gautama19Asas Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di IndonesiaSutan Remy Sjahdeini20. Jurnal-Jurnal Ilmiah Hukum terkait Hukum KontrakWestlaw atau Jstor21. Asas Keseimbangan bagi Hukum Perjanjian IndonesiaHerlien Budiono

  • I. PendahuluanPerkembangan kerja sama bisnisperkembangan kontrak atau perjanjian (tertulis).Kontrak atau perjanjian tertulis adalah dasar bagi para pihak (pelaku bisnis) utk melakukan penuntutan jika ada satu pihak tdk melaksanakan apa yg dijanjikan dalam kontrak atau perjanjian.Aktivitas bisnis pd dasarnya selalu didasari aspek hukum bisnis terkait. Oleh karena itu, agar output dari suatu aktivitas bisnis berupa keuntungan (dalam arti luas), proses yg mendukung aktivitas bisnis tsb perlu memperhatikan aspek hukum kontraktual yg mendasari dan merangkai seluruh aktivitas bisnis mereka.

  • Lanjutan Pendahuluan...Prof. Erman Radjagukguk: di beberapa negara Asia, termasuk Indonesia, konsultan hukum atau advokat baru akan terlibat dalam suatu kontrak setelah kontraknya bermasalah atau setelah ada perselisihan. Ada tiga hal yg menyebabkan tidak terlibatnya konsultan hukum atau advokat pada awal pembuatan kontrak:Para pelaku bisnis lebih memandang penting aspek bisnis dari kegiatan mereka.Para pelaku bisnis telah berulang kali melakukan transaksi bisnis yg sama atau sejenis dan sdh tersedia standard form utk transaksi bisnis tsb.Adanya pandangan atau persepsi thd hukum yg berbeda, artinya hukum tidak dianggap sebagai sesuatu yg dapat melindungi hak-haknya. Contoh: pandangan Masy. Cina tradisional, Jepang tradisional, dan Korea tradisional ttg hukum adalah berkaitan dengan sesuatu yg kurang baik, shg mereka tdk suka ke pengadilan utk menyelesaikan sengketa-sengketa hukum keperdataan.

  • Lanjutan Pendahuluan...Prof. Erman Radjagukguk: namun dalam perkembangannya, para konsultan atau advokad sudah mulai diikutsertakan dalam penyusunan kontrak sejak negosiasi berlangsung atau bahkan sebelumnya. Peranan mereka semakin penting sebagai akibat dari semakin maraknya perjanjian internasional di bidang perdagangan dan lain-lain.

  • Lanjutan Pendahuluan...Kontrak adalah instrumen penting yg merangkai hubungan hukum dan mengamankan transaksi bisnis mereka. Jadi kontrak sebagai instrumen pengamanan hukum (legal cover) thd aktivitas bisnis, baik nasional maupun internasional, karena dalam kontrak terkandung norma-norma hukum (pasal-pasal) kongkrit dan individual yg mengatur hak dan kewajiban para pihak sebagai refleksi kehendak (maksud dan tujuan) para pihak yg membuat kontrak utk memperoleh keuntungan (humanistis-komersial), yaitu jika keuntungan dimaksud mempunyai karakteristik, sbb:Mengandung nilai-nilai kemanusiaan, yg mengarahkan aktivitas bisnis sesuai tujuan kodrati manusia yg bertaqwa, berkeadilan, dan berkasih sayang kpd sesama pelaku bisnis dan warga masyarakat secara keseluruhan;Membolehkan pelaku bisnis mencari keuntungan snh laba yg berpijak pada aspek manusia dan kemanusiaan, berwujud materi dan nonmateri, digunakan utk kepentingan pelaku bisnis dan warga masyarakat scr keseluruhan, sbg refleksi dari tanggung jawab kemanusiaan dan spiritualitas atas laba berdasarkan sifat kasih sayang Tuhan.

  • Lanjutan Pendahuluan...BPHNBentuk-bentuk dan prinsip-prinsip hukum kontrak tumbuh dan berkembang karena tiga faktor:Faktor internal, yaitu kebijakan pemerintah dalam memakmurkan negara dan rakyat, sehingga harus turut campur tangan dalam bidang ekonomi.Faktor eksternal, yaitu faktor luar negeri yg menjadikan perekonomian nasional makin terbuka akibat dari desakan arus globalisasi perekonomian dunia.Meningkatnya frekuensi dan aneka macam bentuk kegiatan bisnis

  • Lanjutan Pendahuluan...Hakikat hukum kontrak :Prof. Agus Yudha Hernoko: pada dasarnya utk memenuhi kebutuhan bisnis para pelaku bisnis, dalam arti tidak sekedar mengatur, namun lebih dari itu memberi keleluasaan dan kebebasan sepenuhnya kpd para pelaku bisnis utk menentukan apa yg menjadi kebutuhan mereka.

  • Lanjutan Pendahuluan...Kontrak :Prof. Erman RajagukgukSuatu kontrak pada dasarnya suatu dokumen tertulis yg memuat keinginan para pihak untuk mencapai tujuan komersialnya, dan bagaimana pihaknya diuntungkan, dilindungi atau dibatasi tanggung jawabnya dalam mencapai tujuan tsb.Elmer Doonan dan Charles FosterDengan dituangkannya prosedur dan syarat-syarat suatu transaksi bisnis dalam kontrak, para pihak bermaksud:Menyediakan alat bukti tertulis mengenai transaksi yg mereka lakukan;Mencegah terjadinya penipuan;Menetapkan hak dan kewajiban para pihak;Mengatur secara lebih rinci transaksi bisnis yang kompleks, demi mencegah hambatan dalam pelaksanaan kontrak yg mereka buat.

  • Lanjutan Kontrak...Agus Yudha HernokoFungsi atau arti penting kontrak dlm lalu lintas bisnis: Kontrak sbg wadah hukum bagi para pihak dalam menuangkan hak dan kewajiban masing-masing (bertukar konsensi dan kepentingan);Kontrak sbg bingkai aturan main;Kontrak sbg alat bukti adanya hubungan hukum;Kontrak memberikan (menjamin) kepastian hukum;Kontrak menunjang iklim bisnis yg kondusif (win-win solution; efisiensi profit)

  • II. Istilah dan Pengertian-Pengertian Dasar Kontrak dan Hukum Kontrak

    Istilah KontrakPengertian KontrakPengertian Hukum KontrakSifat dan Sistem Hukum KontrakSumber Hukum Kontrak

  • A. Istilah Kontrak

    Kontrak atau Perjanjian sama atau berbeda?Berpandangan samaSecara dogmatikKUHP Perdata: overeenkomst atau contract sebagai pengertian yang sama Van verbintenissen die uit contract of overeenkomst geboren worden: Perikata-perikatan yang Lahir dari Kontrak atau Perjanjian.Secara teoritik: Jacob Hans Nieuwenhuis, Mariam Darus Badrulzaman, J. Satrio berpandangan bahwa istilah kontrak dan perjanjian mempunyai pengertian yang sama.

  • lanjutan A. Istilah Kontrak.....

    Berpandangan berbedaR. SubektiIstilah kontrak mempunyai pengertian yg lebih sempit, krn ditujukan kepada perjanjian atau persetujuan yg dibuat secara tertulis. Steven L. EmanuelKontrak adalah suatu persetujuan yg hukum akan menegakkannya dalam berbagai cara. Kontrak harus memuat paling tidak satu janji, yaitu suatu komitmen utk melakukan sesuatu di masa depan.Istilah kontrak seringkali digunakan utk menunjukkan kepada suatu dokumen tertulis yg menyertai suatu persetujuan. Namun, utk tujuan hukum, suatu persetujuan jg mrp suatu kontrak yg mengikat dan dapat ditegakkan dalam banyak situasi meskipun hanya secara lisan.

  • lanjutan A. Istilah Kontrak....

    Peter Mahmud MarzukiSistematika KUH Perdata Buku III tentang Verbintennissenrecht (Hukum Perikatan) mengatur ttg overeenkomst yg diterjemahkan perjanjian. Istilah kontrak adalah terjemahan dari contract dalam Bhs Inggris. Dalam konsep Hukum Eropa Kontinental, penempatan pengaturan perjanjian pd KUH Perdata Buku III ttg Hukum Perikatan mengindikasikan bahwa perjanjian berkaitan dengan masalah harta kekayaaan (vermogen), yg mirip dg contract pada konsep hukum Anglo-American yg selalu berkaitan dengan binis.

  • B. Pengertian KontrakHugo GrotiusHak untuk mengadakan kontrak adalah hak asasi manusia (human rights) yg dilindungi oleh suatu supreme body of law yang dilandasi oleh nalar manusia (human reason) yg disebutnya sbg hukum alam (natural law).Kontrak adalah suatu perbuatan sukarela dari seseorang yg membuat janji ttg sesuatu kepada seseorang lainnya dg penekanan bahwa masing-masing akan menerimanya sesuai dengan yg telah diperjanjikan. Kontrak bahkan lebih dari sekedar janji, krn kontrak dibuat berdasarkan kehendak bebas dan kekuatan personal dari individu-individu yg membuatnya, yg didukung oleh harta kekayaan yg mereka miliki yg dapat dialihkan berdasarkan kontrak tsb.

  • Lanjutan B. Pengertian Kontrak...HartkampCiri atau karakteristik dari pengertian kontrak:Kontrak bentuknya bebas, namun utk beberapa kontrak ttt, suatu bentuk khusus dipersyaratkan oleh peraturan perundang-undangan;Tindakan hukum harus terbentuk oleh atau melalui kerja sama dari dua atau lebih pihak;Pernyataan kehendak yg berkesusaian tsb tergantung satu dg yg lainnya;Kehendak dari para pihak hrs ditujukan utk menimbulkan akibat hukum;Akibat hukum ini ditimbulkan demi kepentingan satu pihak dan atas beban pihak lainnya, atau demi kepentingan dan atas beban kedua belah pihak.

  • Lanjutan B. Pengertian Kontrak...Pasal 1313 KUH PerdataPerjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.Pengertian ini dinilai tidak lengkap, krn hanya mencakup kontrak sepihak.Pengertian kontrak tsb juga dinilai terlalu luas, krn dapat mencakup perbuatan hukum dalam lapangan keluarga, misalnya perjanjian perkawinan yg jg mrp kontrak, tapi sifatnya berbeda dg kontrak yg diatur dalam Buku III KUH Perdata yg mrp perbuatan hukum dalam lapangan hukum harta kekayaan, yg kriteria dasarnya adalah dapat dinilai secara materil atau mengandung nilai ekonomis yg dpt dinilai dengan uang.

  • Lanjutan B. Pengertian Kontrak...R. SubektiPerjanjian atau kontrak adalah suatu peristiwa dimana ada seorang berjanji kepada seorang yg lain atau dua orang itu saling berjanji utk melaksanakan sesuatu hal, dari peristiwa ini , timbullah suatu hubungan antara dua org tsb yg dinamakan perikatan. Oleh karena itu, perjanjian menerbitkan suatu perikatan antara dua org yg membuatnya.Mariam Darus BadrulzamanPerjanjian atau kontrak sebagai perbuatan hukum yg menimbulkan perikatan, yaitu Hubungan hukum yg tjd diantara dua orang atau lebih, yg terletak di dalam lapangan kekayaan dimana pihak yg satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi prestasi.R. Wirjono ProdjodikoroPengertian persetujuan (perjanjian atau kontrak) adalah suatu perhubungan hukum mengenai harta benda antara dua pihak dalam mana satu pihak berjanji utk melakukan sesuatu hal atau tdk melakukan sesuatu hal, sedang pihak lain berhak utk menuntut kontrak itu.

  • Lanjutan B. Pengertian Kontrak...Abdulkadir MuhammadUnsur-unsur dalam perjanjian atau kontrak:Ada pihak-pihak, minimal dua orang (manusia-dewasa-cakap atau badan hukum);Ada persetujuan antara para pihak berdasarkan kebebasan utk mengadakan tawar menawar (bergainning) atau konsensus dalam suatu perjanjian.Ada satu atau beberapa tujuan tertentu yg ingin dicapai, yg tdk boleh bertentangan dengan UU, ketertiban umum, kebiasaan yang diakui masyarakat dan kesusilaan.Ada prestasi yg harus dilaksanakan oleh satu pihak dan dapat dituntut oleh pihak lainnya, begitu sebaliknya; Ada bentuk tertentu, yg dapat dibuat secara tertulis dalam suatu akta, autentik maupun di bawah tangan, bahkan dapat dibuat secara lisan;Ada syarat-syarat ttt menurut UU, agar suatu kontrak yg dibuat menjadi sah.

  • Lanjutan B. Pengertian Kontrak...Ahmad MiruUnsur-unsur dalam kontrak:Unsur esensialia, adalah unsur yang harus ada dalam suatu kontral, krn jika tdk ada unsur ini maka kontrak tidak ada;Unsur naturalia, adalah unsur yang telah diatur oleh UU, shg jika tdk diatur oleh para pihak dalam kontrak, maka UU yg mengaturnya;Unsur aksidentalia, adalah unsur yang nanti ada atau mengikat para pihak jika para pihak memperjanjikannya. Demikian pula klausul-klausul lainnya yg sering ditentukan dalam kontrak, yg bukan mrp unsur esensial dalam kontrak.

  • Lanjutan B. Pengertian Kontrak...Herlien BudionoBagian dari kontrak (pendapat C. Asser-L.E.H. Rutten):Bagian essentialia, adalah bagian kontrak yang harus ada.Bagian naturalia, adalah bagian dari kontrak yg berdasarkan sifatnya dianggap ada tanpa perlu diperjanjikan secara khusus oleh para pihak, yg galibnya bersifat mengatur, termuat dalam ketentuan perundang-undangan utk masing-masing kontrak bernama ini.Bagian accidentalia, adalah bagian dari kontrak berupa ketentuan yg diperjanjikan secara khusus oleh para pihak. Misalnya, termin (jangka waktu) pembayaran, pilihan domisili, pilihan hukum, dan penyerahan barang. Unsur-unsur kontrak atau perjanjian:Kata sepakat dari dua pihak;Kata sepakat yg tercapai harus bergantung kepada para pihak;Keinginan atau tujuan para pihak utk timbulnya akibat hukum;Akibat hukum utk kepentingan pihak yg satu dan atas beban yang lain atau timbal balik; danDibuat dengan mengindahkan ketentuan perundang-undangan.

  • Lanjutan B. Pengertian Kontrak...KesimpulanKontrak adalah perbuatan hukum yg tidak bertimbal balik atau bertimbal balik dalam lapangan hukum harta kekayaan (hukum tentang benda/barang bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud, yg bernilai ekonomis, dapat dinilai dengan uang, dapat dialihkan, dapat dikuasai dengan hak milik) yg dilakukan oleh satu atau lebih orang atau badan hukum (sebagai subyek hukum yg mempunyai hak dan kewajiban) dengan mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu atau orang atau badan hukum.Hubungan antara kontrak dan perikatan adalah kontrak mempunyai akibat hukum yg menimbulkan perikatan. Kontrak adalah sumber hukum perikatan selain sumber-sumber hukum lainnya (UU, putusan hakim (yurisprudensi), kebiasaan (hukum tdk tertulis), dan doktrin (ajaran) hukum).Substansi atau isi kontrak mrp kesepakatan yg didasarkan atas otoritas (kehendak bebas yg berdasarkan wenang dan cakap melakukan perbuatan hukum) yg dimiliki oleh para pihak yg membuat kontrak, kecuali dalam batas-batas tertentu tdp intervensi, baik dari UU yg bersifat memaksa (norma hukum positif-imperatif), ketertiban umum dan/atau kesusilaan, maupun dari otoritas hukum tertentu (dalam hal ini hakim di lembaga peradilan). Namun, intervensi ini sifatnya lebih ditujukan utk menjaga proses hukum pelaksanaan hak dan kewajiban berlangsung secara adil, pasti, dan efisien.

  • C. Pengertian Hukum KontrakLawrence M. FriedmannHukum kontrak adalah seperangkat aturan hukum yang mengatur aspek tertentu dari pasar dan jenis kontrak tertentu.P.S. AtiyahHukum kontrak adalah seperangkat aturan-aturan, asas-asas, dan kebijakan-kebijakan yg berintrik dan seringkali berkonflik, yg mengarahkan transaksi-transaksi yg berbeda, dan diterapkan oleh hakim berlandaskan pemikiran-pemikiran hukum yg berbeda pula.

  • Lanjutan C. Pengertian Hukum KontrakKesimpulanHukum kontrak adalah seperangkat hukum (yg mencakup nilai-nilai, asas-asas, konsep-konsep, norma-norma), baik yg tertulis (dalam aturan hukum positif) maupun tidak tertulis (dalam wujud kebiasaan dan kepatutan dalam praktek bisnis pada umumnya dan praktik hukum bisnis pada khususnya), yg berfungsi mengakomodasi, memfasilitasi dan memproteksi proses hukum pertukaran kepentingan, hak dan kewajiban para pihak (utamanya pelaku bisnis) dalam rangka peralihan kekayaan (berupa uang dan benda/barang bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak beruwujud, yg bernilai ekonomis dan dapat dinilai denga uang serta dapat dialihkan dan dapat dikuasai dengan hak milik) yang diformulasikan dalam kontrak secara adil, pasti dan efisien, baik pada tahapan persiapan pembentukkan kontrak (pracontractual), tahap terjadinya kontrak (contractual), maupun tahap pelaksanaan kontrak (postcontractual), sebagai produk dari sistem hukum bisnis yang rasional dan formal.

  • D. Sifat dan Sistem Hukum KontrakHukum kontrak, pada prinsipnya, adalah hukum pelengkap, dalam arti norma-norma hukum yg bersifat melengkapi pengaturan hukum kontrak (pasal-pasal dalam kontrak) yg dibuat sendiri dan disepakato oleh para pihak yg membuat kontrak.Jadi, hukum kontrak sbg hukum pelengkap itu sifatnya fakultatif (kebolehan), dalam arti norma-norma hukum kontrak (vide KUH Perdata) dapat dirujuk dan dimuat dalam kontrak yang dibuat oleh para pihak, dan sebaliknya. Sifat hukum kontrak sbg pelengkap tdk terlepas dari keberadaan asas kebebasan berkontrak yg terkandung dalam pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, yg merefleksikan penghormatan thd hak-hak asasi manusia (human rights), khususnya hak ekonomi (economics right).Namun, kebebasan membuat kontrak juga dibatasi oleh UU, ketertiban umum, dan kesusilaan.

  • E. Sumber Hukum KontrakSumber hukum kontrakDalam arti materiil, adalah beragam faktor determinan yg menentukan substansi atau isi hukum kontrak yg berbasis keadilan, yg dapat berupa:Kebutuhan hukum warga masyarakat, khususnya pelaku bisnis;Kebiasaan yg dipahami sbg aturan hukum tdk tertulis oleh warga masyarakat, khususnya para pelaku bisnis;Substansi atau aturan-aturan hukum rasional yg berlaku;Aturan-aturan yang berlaku di bidang perdangan internasional, khususnya kontrak internasional;Moralitas agama dan kesusilaan di kalangan warga masyarakat;Kesadaran hukum masyarakat, khususnya para pelaku bisnis.Dalam arti formiil, adalah bentuk tertentu sumber hukum kontrak yg berlaku, yg pembentukkannya melalui prosedur atau tata cara tertentu pula, yang mencakup: Undang-Undang dalam materil;Putusan hakim atau yurisprudensi;Kebiasaan atau hukum tidak tertulis;Traktat;Doktrin (ajaran) hukum.

  • Lanjutan E. Sumber Hukum KontrakSumber Hukum Kontrak (Formil)KUH PerdataBuku III, Bab II tentang Perikatan-Perikatan yang Dilahirkan dari Kontrak atau Perjanjian dan Bab V-Bab XVIII yg mengatur asas-asas hukum dan norma-norma hukum kontrak pada umumnya, serta norma-norma hukum kontrak yang mempunyai karakteristik khusus yg lebih dikenal dengan istilah kontrak bernama, dalam arti kontrak-kontrak yg diatur secara khusus dan mempunyai nama tertentu dalam KUH Perdata, yg jenis dan jumlahnya terbatas, yaitu jual beli, tikar menukar, sewa-menyewa, perjanjian-perjanjian utk melakukan pekerjaan, persekutuan, perkumpulan, hibah, penitipan barang, pinjam pakai, pinjam-meminjam, bunga tetap atau bunga abadi, perjanjian untung-untungan, pemberian kuasa, penanggungan, dan perdamaian.Norma-norma hukum kontrak pada umumnya yg diatur dalam Bab I dan Bab II Buku III KUH Perdata juga berlaku tdh kontrak-kontrak yg tdk diatur secara khusus dan tidak mempunyai nama tertentu dalam KUH Perdata (vide Pasal 1319) yg dikenal dengan kontrak tdk bernama, seperti kontrak pembiayaan konsumen, kontrak sewa guna usaha, kontrak anjak piutang, kontrak pembiayaan modal ventura, kontrak investasi kolektif, dll.KUHD

  • Lanjutan Sumber Hukum Kontrak (Formil)UU yang mengatur atau menjadi Sumber Hukum KontrakUU No. 7 Tahun 1992 ttg Perbankan sbgmana diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998, yg mengatur al kontrak kredit perbankan.UU No. 8 Tahun 1995 ttg Pasar Modal, al kontrak-kontrak di bidang pasar modal, termasuk kontrak investasi kolektif.UU No. 4 Tahun 1996 ttg Hak Tanggungan,al kontrak jaminan hak tanggungan, termasuk cara pembebanan dan cara eksekusinya jika terjadi wanprestasi.UU No. 32 Tahun 1997 ttg Perdagangan Berjangka Komoditi, al kontrak-kontrak yg dibolehkan dan yg dilarang dalam perdagangan berjangka komoditi.UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, al jenis-jenis kontrak yg dilarang, krn dapat menimbulkan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.UU No. 8 Tahun 1999 ttg Perlindungan Konsumen, al Klausula Baku dalam kontrak.

  • Lanjutan 3. UU yang mengatur atau menjadi Sumber Hukum Kontrak

    UU No. 18 Tahun 1999 ttg Jasa Konstruksi, al jenis-jenis kontrak dalam jasa konstruksi.UU No. 30 Tahun 1999 ttg Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, al klausul aribitrase dalam kontrak dan cara penyelesaian sengketa hukum kontrak di luar pengadilan.UU No. 42 Tahun 1999 ttg Jaminan Fidusia, al kontrak Jaminan Fidusia, termasuk cara pembebanan dan cara eksekusi apabila terjadi wanprestasi.UU No. 24 Tahun 2000 ttg Perjanjian Internasional, al jenis-jenis kontrak internasional yg dapat dibuat oleh negara dengan negara atau negara dengan organisasi internasional.UU No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Baru Tanaman, al kontrak jual beli, hibah, lisensi varietas baru tanaman.UU No. 31 Tahun 2000 ttg Desain Industri, al kontrak-kontrak jual beli, hibah, lisensi desain industri.UU No. 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, al kontrak-kontrak jual beli, hibah, lisensi desain tata letak sirkuit terpadu.

  • Lanjutan 3. UU yang mengatur atau menjadi Sumber Hukum Kontrak

    UU No. 14 Tahun 2001 tentang Paten, al kontrak-kontrak jual beli, hibah, lisensi paten.UU No. 15 Tahun 2001 ttg Merek, al kontrak-kontrak jual beli, hibah, lisensi merek.UU No. 22 Tahun 2001 ttg Minyak dan Gas Bumi, al kontrak-kontrak dalam bidang pertambangan minyak dan gas bumi, misalnya kontrak bagi hasil produksi.UU No. 19 Tahun 2002 ttg Hak Cipta, al al kontrak-kontrak jual beli, hibah, lisensi hak cipta.UU No. 13 Tahun 2003 ttg Ketenagakerjaan, al kontrak-kontrak ketenagakerjaan, seperti kontrak kerja, kontrak kerja waktu tertentu, dan kontrak kerja dalam bentuk outsourcing.UU No. 29 Tahun 2004 ttg Praktek Kedokteran, al. Kontrak terapeutik (kontrak antara dokter dengan pasien dalam rangka pelayanan kedokteran).UU No. 30 Tahun 2004 ttg Jabatan Notaris, al anatomi, syarat formil (prosedural), syarat materil (substantif), dan nilai/kekuatan pembuktian akta kontrak scr notaril dan di bawah tangan.

  • Lanjutan 3. UU yang mengatur atau menjadi Sumber Hukum Kontrak

    UU No. 25 Tahu 2007 ttg Penanaman Modal, yg menjadi dasar hukum bagi kontrak-kontrak dalam rangka penanaman modal asing, seperti joint enterprise, joint venture, production sharing contract, dan kontrak karya, serta management contract dan technical assistance contract.UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, al kontrak-kontrak yg mendasari pendirian, penggabungan, peleburan, pengambilalihan, dan pemisahan perseroan terbatas.UU No. 11 Tahun 2008 ttg Informasi dan Transaksi Elektronik, al kontrak elektronik.UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, al kontrak-kontrak di bidang pertambangan mineral dan batubara, seperrti kontrak bagi hasil produksi.UU No. 44 Tahun 2009 ttg Rumah Sakit, al kontrak-kontrak campuran (Contractus sui generis) untuk jasa pelayanan kesehatan (pengobatan dan perawatan) antara rumah sakit, dokter dan pasien.Selain dalam UU, sumber hukum kontrak tdk bernama juga terkandung dlm Peraturan Pemerintah, bahkan Perpres, misalnya Perpres No. 9 Tahun 2009 ttg Lembaga Pembiayaan, yg menjadi dasar hukum bagi kontrak-kontrak untuk lembaga pembiayaan

  • Lanjutan Sumber Hukum Kontrak (Formil)Selain dalam UU, sumber hukum kontrak tdk bernama juga terkandung dlm Peraturan Pemerintah, bahkan Perpres, misalnya Perpres No. 9 Tahun 2009 ttg Lembaga Pembiayaan, yg menjadi dasar hukum bagi kontrak-kontrak untuk lembaga pembiayaan, seperti kontrak pembiayaan konsumen, kontrak sewa guna usaha, kontrak anjak piutang, kontrak pembiayaan modal ventura, dan kontrak pembiayaan infrastruktur.

  • III. Fungsi KontrakFungsi FiloofisFungsi YuridisFungsi Ekonomis

  • A. Fungsi Filosofis KontrakKontrak mempunyai fungsi filosofis yang sangat mendasar, yaitu:Mewujudkan nilai keadilan dalam tatanan sosial dan ekonomi di masyarakat dengan cara memfasilitasi;Mengakomodasi dan mengatur hubungan hukum kontraktual para pihak yang di dalamnya terdapat hak dan kewajiban yang seimbang.Dengan kata lain, kontrak juga berfungsi sebagai instrumen hukum untuk mengeliminasi atau paling tidak mereduksi ketidakseimbangan dalam tatanan sosial dan ekonomi di masyarakat, khususnya dalam kontrak-kontrak yang dibuat oleh para pihak sebagai warga atau bagian dari masyarakat.

  • Lanjutan A. Fungsi Filosofis Kontrak..PlatoKeadilan adalah suatu praktik kebajikan dan harmoni.Aristoteles:Keadilan dibedakan menjadi dua macam, yaitu:Keadilan korektif, yakni keadilan dengan menyamakan antara prestasi dan kontraprestasi, yg didasarkan pada transaksi baik yang sukarela maupun tidak, misalnya perjanjian tukar menukar;Keadilan distributif, yakni keadilan yg membutuhkan distribusi atas penghargaan.

  • Lanjutan A. Fungsi Filosofis Kontrak..Thomas AquinasKeadilan dikelompokkan menjadi dua, yaitu:Keadilan umum, yakni keadilan menurut kehendak undang-undang yang harus ditunaikan demi kepentingan umum;Keadilan khusus, yakni keadilan yg didasarkan pada asas kesamaan atau proporsionalitas, yang dibedakan menjadi tiga, yaitu:Keadilan distributif, adalah keadilan yg secara proporsional diterapkan dalam lapangan hukum publik secara umum. Misalnya, negara hanya akan mengangkat seseorang menjadi hakim, krn memiliki kecakapan sebagai hakim.Keadilan komunitatif, adalah keadilan dengan mempersamakan antara prestasi dan kontrapestasi.Keadilan vindikatif, adalah keadilan dalam hal menjatuhkan hukuman atau ganti kerugian yg sesuai dengan besarnya hukuman yg telah ditentukan atas tindak pidana yg dilakukan.

  • Lanjutan A. Fungsi Filosofis Kontrak..Robert A. HillmanHukum kontrak menyediakan suatu peranan dalam memfasilitasi hubungan hukum keperdataan dan mendukung kebebasan pertukaran kepentingan dalam masyarakat.Hukum kontrak berperan mewujudkan keadilan distributif melalui klausula-klausula normatifmya yang berbentuk sesuai dengan standar hukum yang telah ditentukan.KronmanHukum kontrak menegakkan prinsip keadilan distributif dan melayani tujuan keadilan secara sederhana, serta mengkhususkan keadilan itu, untuk memastikan suatu distribusi sumber daya dalam masyarakat, utamanya diantara berbagai warga masyarakat tsb. Cakupan keadilan distributif sangat luas untuk melayani warga masyarakat.

  • Lanjutan A. Fungsi Filosofis Kontrak..Agus Yudha HernokoKeadilan distribiutif dipandang sebagai awal mula segala jenis teori keadilan, meskipun dalam berbagai versi dan pandangannya masing-masing.Keadilan dalam berkontrak lebih termanifestasikan apabila pertukaran kepentingan para pihak terdistribusi sesuai dengan hak dan kewajibannya secara proporsional. Jogn Locke, J.J. Rosseau, Immanuel Kant, dan John Rawls menyadari bahwa tanpa kontrak serta hak dan kewajiban yang ditimbulkannya, maka masyarakat bisnis tidak akan berjalan dan orang tidak akan bersedia terikat serta bergantung pada pernyataan pihak lain. Kontrak memberikan suatu cara dalam menjamin bahwa masing-masing individu akan memenuhi janjinya, dan selanjutnya hal ini memungkinkan terjadinya transaksi di antara mereka.

  • Lanjutan A. Fungsi Filosofis Kontrak..John RawlsMeskipun teori keadilan dari John Locke, J.J. Rosseau, dan Immanuel Kant berbasis kontrak, namu dikritik oleh John Rawls karena cenderung bersifat utilitarianisme dan intuisionisme.Teori keadilan John Rawls bertitik tolak dari kritiknya atas kegagalan teori-teori keadilan yang berkembang sebelumnya yang disebabkan oleh substansinya yang sangat dipengaruhi oleh utilitarianisme dan intuisionisme.

  • B. Fungsi Yuridis KontrakFungsi kontrak secara yuridis, yaitu mewujudkan kepastian hukum bagi para pihak yang membuat kontrak, bahkan bagi pihak ketiga yg mempunyai kepentingan hukum terhadap kontrak tersebut.Kontrak memberikan jawaban atas kebutuhan hukum ekonomi yang kongkrit dalam masyarakat dan sekaligus ditujukan untuk menjamin kepastian hukum.

  • Lanjutan B. Fungsi Yuridis KontrakMakna kepastian hukum dalam kontrak mencakup sejumlah aspek yg saling berkaitan, yaitu:Perlindungan terhadap subjek hukum kontrak (orang dan badan hukum) dari kesewenang-wenangan subjek hukum kontrak lainnya. Fakta bahwa subjek hukum kontrak harus dapat menilai akibat hukum dari perbuatannya, baik akibat dari tindakan maupun kesalahan/kelalaian.

  • Lanjutan B. Fungsi Yuridis KontrakJ.H. Nieuwenhuis:Mekanisme kontrak menciptakan jaringan relasi kepercayaan yang memiliki pengaruh terhadap stabilisasi hubungan antarmanusia tidak jauh berbeda dengan peraturan perundang-undangan.

  • C. Fungsi Ekonomis KontrakJ. Beatson:Beberapa fungsi ekonomis kontrak yg mempunyai karakteristik pertukaran kepentingan melibatkan pelaku bisnis, yaitu:Kontrak menjamin harapan yang saling diperjanjikan di antara para pihak-pihak akan terpenuhi, atau akan tetap ada kompensasi yang dibayarkan apabila terjadi wanprestasi;Kontrak mempermudah rencana transaksi bisnis masa depan dari berbagai kemungkinan yang merugikan; Kontrak menetapkan standar pelaksanaan dan tanggung jawab para pihak;Kontrak memungkinkan pengalokasian resiko bisnis secara lebih tepat (meminimalisasi resiko bisnis para pihak);Kontrak menyediakan sarana penyelesaian sengketa bagi para pihak.

  • Lanjutan C. Fungsi Ekonomis KontrakAgus Yudha Hernoko:Fungsi atau arti penting kontrak dalam lalu lintas bisnis:Kontrak sebagai wadan hukum bagi para pihak dalam menuangkan hak dan kewajiban masing-masing (bertukar konsesi dan kepentingan);Kontrak sebagai bingkai aturan main;Kontrak sebagai alat bukti adanya hubungan hukum;Kontrak memberikan (menjamin) kepastian hukum;Kontrak menunjang iklim bisnis yang kondusif (win-win solution).

  • Lanjutan C. Fungsi Ekonomis KontrakP.S. Atiyah:Tujuan dasar kontrak:Menegaskan kehendak yang kuat untuk menegakkan suatu janji dan melindungi harapan yang eksplisit maupun implisit timbul baik dari janji tersebut maupun bentuk-bentuk perilaku lainnya;Memperkuat ide mencegah pengayaan (upaya memperkaya diri) yg dilakukan secara tidak adil atau tidak sah;Mencegah terjadinya bentuk-bentuk dan sifat-sifat kerugian tertentu, terutama kerugian ekonomi dan memberikan kompensasi kepada pihak lain yang menderita kerugian.

  • Lanjutan C. Fungsi Ekonomis KontrakRichard A. Posner:Fungsi ekonomis kontrak:Untuk mencegah sikap oportunistik atau memanfaatkan kesempatan secara tdak baikUntuk memahami dan menerapkan terminologi efisiensi;Mencegah terjadinya kesalahan yang dapat dihindari dalam suatu proses pembuatan kontrak;Untuk mengalokasikan resiko terhadap hambatan risiko yang besar; Untuk mereduksi biaya-biaya yang tidak perlu dalam penyelesaian sengketa hukum kontrak.

  • IV. Subjek dan Objek Hukum KontrakSubjek Hukum Kontrak M. Yahya HarahapSubjek hukum kontrak terdiri:Individu sebagai persoon yang bersangkutan, yaitu:Natuurlijke persoon atau manusia tertentu;Recht persoon atau badan hukum.Seseorang atas keadaan tertentu mempergunakan kedudukan/hak orang lain tertentu, misalnya seorang bezitter atas kapal;Persoon yang dapat diganti yaitu berarti kreditur yang menjadi subjek semula telah ditetapkan dalam kontrak, sewaktu-waktu dapat diganti kedudukannya dengan kreditur/debitur baru, kontrak ini berbentuk aan order atau kontrak atas order/atas perintah dan kontrak aan tonder atau kontrak atas nama atau kepada pemegang/pembawa pada surat-surat tagihan hutang.

  • Lanjutan A. Subjek Hukum KontrakSubjek hukum yang mengadakan kontrak harus memenuhi persyaratan hukum tertentu, supaya kontrak tersebut mengikat, misalnya:Subjek hukum orang, misalnya harus sudah dewasa;Subjek hukum badan hukum: harus memenuhi persyaratan hukum formal suatu badan hukum.Yang dapat menjadi subjek hukum adalah individu dengan individu, badan hukum dengan badan hukum.

  • Lanjutan A. Subjek Hukum KontrakKualifikasi subjek hukum kontrakHarus wenang dan cakap untuk melakukan perbuatan-perbuatan hukum kontraktual dalam hubungan-hubungan hukum dalam lapangan hukum harta kekayaan.Subjek Hukum ManusiaPasal 1330 BWMereka yang oleh hukum dinyatakan tidak cakap melakukan perbuatan hukum sendiri, sehingga harus diwakili atau dibantu orang lain:Orang yang belum dewasa;Oraang yang di bawah pengampuanOrang perempuan dalam pernikahan

  • Lanjutan subjek hukum manusiaAd. 1. orang yang belum dewasaPasal 330 KUH Perdata: org yg belum mencapai umur 21 tahun dan tidak lebih dahulu telah kawin. Jika ia telah kawin, maka ia dianggap telah dewasa dan tidak akan menjadi orang yang dibawah umur lagi, meskipun perkawinannya diputuskan sebelum ia mencapai umur 21 tahun.Pasal 29 KUH Perdata: utk melangsungkan perkawinan, seorang laki-laki harus berumur 18 tahun dan perempuan harus berumur 15 tahun.Pasal 7 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan: utk melangsungkan perkawinan, seorang laki-laki harus berumur 19 tahun dan perempuan harus berumur 16 tahun.Pasal 897 KUH Perdata: seseorang yang belum mencapai umur 18 tahun, tidak dapat membuat wasiat.

  • Lanjutan subjek hukum manusiaAd. 2. orang yang di bawah pengampuanPasal 433 KUH Perdata: org yg ditaruh di bawah pengampuan adalah orang yang dungu, sakit ingatan atau mata gelap, dan orang boros.Seseorang yang dibawah pengampuan harus melalui putusan hakim.Pasal 1330 KUH Perdata: mereka yang di bawah pengampuan dianggap tidak cakap melakukan perbuatan hukum, sama seperti orang yang belum dewasa, kecuali seseorang yang ditauh di bawah pengampuan krn alasan boros masih dapat membuat testament, melakukan perkawinan, dan membuat perjanjian kawin, meskipun untuk perkawinan ini ia selalu harus mendapat ijin dan bantuan kurator seorang weesmaker.

  • Lanjutan subjek hukum manusiaAd. 3. orang perempuan dalam perkawinanPasal 108 KUH Perdata: membuat kontrak, memerlukan bantuan atau izin dari suami.Pasal110 KUH Perdata: menghadap ke muka hakim harus dengan bantuan suami.SE MA Nomor 3 Tahun 1963 tanggal 4 Agustus 1963; Pasal 31 UU No. 1 Tahun 1979: mencabut ketentuan limitatif Pasal 108 dan Pasal 110 KUH Perdata.Pasal 31 UU No. 1 Tahun 1974: hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pegaulan hidup bersama dalam masyarakat, dan masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum.Pasal 36 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974: memuat ketentuan fakultatif bahwa suami dan istri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta benda bawaannya masing-masing.Dalam melakukan perbuatan hukum terhadap harta bersama dalam perkawina harus dengan persetujuan suami.

  • Subjek Hukum Badan HukumBadan Hukum adalah suatu perkumpulan orang atau organisasi, yg mempunyai hak dan kewajiban serta harta kekayaan sendiri yang terpisah dari harta kekayaan para pengurusnya atau pihak yang mewakilinya, yg dapat melakukan perbuatan hukum-perbuatan hukum dalam hubungan-hubungan hukum, dan dapat menjadi penggugat dan tergugat di pengadilan yang diwakili oleh para pengurusnya, yang pengakuan atas keabsahan, kualitas dan kapasitas hukum serta prosedur hukum pembentukkan atau pendirian badan hukum itu diatur dalam aturan positif di negara dimana badan hukum itu dibentuk atau didirikan.

  • Lanjutan Subjek Hukum Badan HukumSuatu badan atau perkumpulan disebut badan hukum, apabila telah memenuhi persyaratan:Adanya harta kekayaan yang terpisah dari harta kekayaan orang perseorangan yang bertindak;Adanya suatu tujuan tertentu;Adanya suatu kepentingan hukum sendiri dari sekelompok orang;Adanya suatu organisasi yang teratur.

  • Lanjutan Subjek Hukum Badan Hukum...Badan hukum dapat dibedakan 2 golongan:Badan Hukum PublikDidirikan oleh negara utk kepentingan publik atau negaraMisalnya: NKRI, Pemerintah Propinsi/Kabupaten/Kota, Bank Indonesia, Perusahaan Umum, Perusahaan daerahBadan Hukum PrivatDidirikan untuk kepentingan individu, shg mrp badan hukum milik swasta yg didirikan individu-individu utk tujuan tertentu.Misalnya:Perseroan Terbatas (UU No. 40 Tahun 2007 tentang PT)Koperasi (UU No. 25 Tahun 1992 ttg Koperasi)Yayasan (UU No. 28 Tahun 2004 ttg Perubahan atas UU No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan

  • B. Objek Hukum KontrakSoerjono Soekanto dan Purnadi Purbacaraka, Objek hukum:Material dan berwujudbarang atau bendaImmateriel)contoh, Hak CiptaPatung (berwujud/materiel); model patung (tidak berwujud immateriel).Objek hukum kontrak = pokok perikatan/prestasi = pokok prestasi.Pasal 1320 KUH PerdataSuatu hal tertentu atau dapat ditentukanKeseluruhan hak dan kewajiban dari para pihak yang timbul dalam kontrak yang mereka buat.

  • Lanjutan B. Objek Hukum KontrakMenurut doktrin, untuk sahnya suatu kontrak, objek hukum kontrak harus memenuhi persyaratan hukum, yaitu:Dapat digunakan;Dapat diperdagangkan (dibolehkan untuk diperjualbelikan);Mungkin dilakukan;Bernilai ekonomis;Dapat dinilai dengan uang.Menurut R. Setiawan, objek hukum kontrak harus memenuhi syarat tertentu agar sah, yaitu:Objeknya harus tertentu atau dapat ditentukan (Pasal 1320 sub 3 KUH Perdata);Objeknya diperkenankan oleh UU (Pasal 1335 dan 1337 KUH Perdata);Prestasinya dimungkinkan untuk dilaksanakan.Konteks UU No. 42 Tahun 1999 ttg Jaminan Fidusia benda/barang bergerak yg akan ada, baik yg berwujud maupun tdk berwujud.

  • Lanjutan B. Objek Hukum KontrakPasal 1234 KUH Perdata, objek hukum kontrak adalah suatu prestasi, yang dapat berupa:Memberikan sesuatu (Pasal 1237 KUH Perdata);Penyerahan suatu barang atau memberikan kenikmatan atas suatu barang, misalnya, jual beli, sewa-menyewa.Berbuat sesuatu (Pasal 1241 KUH Perdata);Melakukan sesuatu yg bukan berupa memberikan sesuatu, misalnya, melukis.Tidak berbuat sesuatu (Pasal 1242 KUH Perdata).Apabila debitur berjanji untuk tidak melakukan perbuatan tertentu, misalnya, tidak akan membangun pagar.

  • V. Asas-Asas Hukum Kontrak

  • Asas HukumSuatu aturan atau norma hukum pada hakekatnya mempunyai dasar filosofis serta pijakan asas atau prinsip sebagai rohnya. Terkait dengan pengertian asas atau prinsip atau dalam bahasa Belanda disebut beginsel atau dalam bahasa Inggris disebut principle atau dalam bahasa latin disebut principum (primus artinya pertama dan capere artinya mengambil atau menangkap), secara leksikal berarti sesuatu yang menjadi dasar tumpuan berpikir atau bertindak dan sebagainya. (Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian-Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, (Jakarta: Kencana, 2001), hal. 21.)

    Posisi asas hukum sebagai meta-norma hukum pada dasarnya memberikan arah, tujuan serta penilaian fundamental bagi keberadaan suatu norma hukum. Bahkan banyak ahli menyatakan bahwa asas hukum merupakan jantung atau hatinya norma hukum (peraturan hukum). Asas hukum berfungsi sebagai pondasi yang memberikan arah, tujuan serta penilaian fundamental, mengandung nilai-nilai dan tuntutan-tuntutan etis. Melalui asas hukum, norma hukum berubah sifatnya menjadi bagian suatu tatanan etis yang sesuai dengan nilai kemasyarakatan. Pemahaman tentang keberadaan suatu norma hukum (mengapa suatu norma hukum diundangkan) dapat ditelusuri ratio legis-nya. Meskipun asas hukum bukan norma hukum, namun tidak ada norma hukum yang dapat dipahami tanpa mengetahui asas-asas hukum yang terdapat di dalamnya. (Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000), hal. 45 dalam Agus Yudha Hernoko, op. cit., hal. 22-23)

  • lanjutan asas hukum......Paul scholten memberikan definisi mengenai asas hukum ialah pikiran-pikiran dasar yang terdapat di dalam dan di belakang sistem hukum masing-masing dirumuskan dalam aturan-aturan perundang-undangan dan putusan-putusan hukum yang berkenaan dengan ketentuan-ketentuan dan keputusan-keputusan individual dapat dipandang sebagai penjabarannya. (Paul Scholten dalam JJ. H. Bruggink, Refleksi Tentang Hukum, alih bahasa oleh Arief Sidharta, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1996), hal. 119-120) Dari definisi ini tampak dengan jelas peranan dari asas hukum sebagai meta-kaedah berkenaan dengan kaedah hukum dalam bentuk kaedah perilaku. Sri Soemantri Martosuwignjo selanjutnya berpendapat bahwa asas mempunyai padanan kata dengan beginsel (Belanda) atau principle(Inggris) sebagai suatu kebenaran yang menjadi pokok dasar atau tumpuan berpikir. Asas hukum adalah dasar normatif untuk membedakan antara daya ikat normatif dan niscayaan yang memaksa.

    Dengan demikian, dalam melakukan perjanjian selain memperhatikan ketentuan yang ada harus juga memperhatikan asas-asas yang terdapat dalam hukum perjanjian pada umumnya.

  • Asas-Asas Hukum PerjanjianDalam hukum kontrak dikenal tiga asas yang satu dengan lainnya saling berkaitan, yakni asas konsensualisme, asas kekuatan mengikatnya kontrak dan asas kebebasan berkontrak. Jika asas konsensualisme berkaitan dengan dengan lahirnya kontrak, asas kekuatan mengikatnya kontrak berkaitan dengan akibat hukum, maka asas kebebasan berkontrak berkaitan dengan isi kontrak. (Lihat dalam Ridwan Khairandy, Itikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak, (Jakarta: Program Pascasarjana, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003), hal. 27-29)Di samping itu, memperhatikan klausul dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata dapat disimpulkan bahwa asas kebebasan berkontrak yang terkandung dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata juga berhubungan erat dengan asas konsesualisme dan asas kekuatan mengikat. (Lihat dalam Mariam Darus Badrulzaman, KUH Perdata Buku II-Hukum Perikatan Dengan Penjelasan, (Bandung: Alumni, 2005), hal 108)

  • lanjutan asas-asas hukum perjanjian....Mariam Darus Badrulzaman mengemukakan bahwa dalam hukum perjanjian terdapat beberapa asas yaitu:asas kebebasan mengadakan perjanjian (partij autonomi), konsesualisme, kepercayaan, kekuatan mengikat, persamaan hukum, keseimbangan, kepastian hukum, moral, kepatutan, dan kebiasaan.(Lihat dalam Mariam Darus Badrulzaman, KUH Perdata Buku II-Hukum Perikatan Dengan Penjelasan, (Bandung: Alumni, 2005), hal 108)

  • Asas KonsensualismeHukum perjanjian di dalamnya memberlakukan asas Konsensualisme.

    Sepakat mereka yang mengikatkan diri adalah asas esensial dari Hukum Perjanjian. (MariamDarus Badrulzaman, op. cit., hal. 108)

    Konsensualisme mempunyai arti sepakat. Arti asas konsensualisme ialah pada dasarnya perjanjian dan perikatan yang timbul karenanya itu sudah sejak detik tercapainya kesepakatan atau persesuaian kehendak di antara para pihak yang membuat kontrak tersebut. Dengan perkataan lain, perjanjian itu sudah sah apabila sudah sepakat mengenai hal-hal yang pokok dan tidaklah diperlukan sesuatu formalitas. (Subekti, Hukum Perjanjian, cet. xxiii, (Jakarta: Intermasa, 2005), hal. 15)

  • lanjutan asas konsensualisme...........Asas konsensualisme ini berkaitan dengan penghormatan martabat manusia.Subekti menyatakan bahwa hal ini merupakan puncak peningkatan martabat manusia yang tersimpul dari pepatah Belanda, een man een man, een word een word, yang maksudnya dengan diletakkannya perkataan seseorang, maka orang itu ditingkatkan martabatnya sebagai manusia. Meletakkan kepercayaan perkataan seseorang berarti menganggap orang itu sebagai kesatria.(Subekti, Aspek-Aspek Hukum Perikatan Nasional, (Bandung: Alumni, 1986), hal. 17 dalam Ridwan Khairandy, op. cit., hal. 27)

  • lanjutan asas konsensualisme...........Asas konsensualisme tersebut lazimnya disimpulkan dari Pasal 1320 Burgerlijk Wetboek (BW) yang berbunyi:Untuk sahnya perjanjian diperlukan empat syarat: 1. Sepakat mereka yang mengikat dirinya; 2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian; 3, suatu hal tertentu; 4. Suatu sebab yang halal.(Lihat dalam R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), cet. xxxi, (Jakarta: Pradnya Paramita, 2001). Selanjutnya istilah Burgerlijk Wetboek dalam Bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan disingkat KUH Perdata)

  • lanjutan asas konsensualisme...........Asas konsesualisme yang terdapat dalam Pasal 1320 KUH Perdata mengandung arti kemauan para pihak untuk saling berpartisipasi, ada kemauan untuk saling mengikatkan diri. Kemauan ini membangkitkan kepercayaan (vertrouwen) bahwa perjanjian itu harus dipenuhi. Asas kepercayaan ini merupakan nilai etis yang bersumber pada moral. Sebagaimana dikatakan oleh Eggens, manusia terhormat akan memelihara janjinya. Grotius mencari dasar konsensus itu dalam Hukum Kodrat. Ia mengatakan, bahwa pacta sunt servanda artinya janji itu mengikat. Selanjutnya dia mengemukakan promissorum implendorum obligatioartinya kita harus memenuhi janji kita. Falsafah ini tergambar juga dalam sebuah pantun Melayu Kerbau dipegang talinya, manusia dipegang janjinya.(Mariam Darus Badrulzaman, op. cit., hal. 109)

  • lanjutan asas konsensualisme...........Pasal 1320 ayat (1) KUH Perdata menentukan bahwa perjanjian atau kontrak tidak sah apabila dibuat tanpa adanya konsensus atau sepakat dari para pihak yang membuatnya. Ketentuan tersebut memberikan petunjuk bahwa hukum perjanjian dikuasai oleh asas konsensualisme. (Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank Di Indonesia, (Jakarta: Institut Bankir Indonesia, 1993), hal. 48)Oleh karena dalam pasal tersebut tidak disebutkan suatu formalitas tertentu di samping kesepakatan yang telah tercapai itu, disimpulkan bahwa setiap perjanjian itu sudahlah sah (dalam arti mengikat) apabila sudah tercapai kesepakatan mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian itu.(Subekti, Hukum Perjanjian, hal. 15)

  • lanjutan asas konsensualisme...........Berlakunya asas konsensualisme menurut hukum perjanjian Indonesia memantapkan adanya asas kebebasan berkontrak. Tanpa sepakat dari salah satu pihak yang membuat perjanjian, maka perjanjian yang dibuat tidak sah. Orang tidak dapat dipaksa untuk memberikan sepakatnya. Sepakat yang diberikan dengan dipaksa adalah contradictio in terminis. Adanya paksaan menunjukkan tidak adanya sepakat. Yang mungkin dilakukan oleh pihak lain adalah untuk memberikan pilihan kepadanya, yaitu untuk setuju mengikatkan diri pada perjanjian yang dimaksud atau menolak mengikatkan diri pada perjanjian yang dimaksud, dengan akibat transaksi yang diinginkan tidak dapat dilangsungkan.(Sutan Remy Sjahdeini, op. cit., hal. 46)

  • Asas Pacta Sunt Servanda (Kekuatan Mengikat)

    Dengan adanya konsensus dari para pihak, maka kesepakatan itu menimbulkan kekuatan mengikat perjanjian sebagaimana layaknya undang-undang (pacta sunt servanda). Apa yang dinyatakan seseorang dalam suatu hubungan hukum menjadi hukum bagi mereka. Asas inilah yang menjadi kekuatan mengikatnya perjanjian. Kehendak para pihak yang diwujudkan dalam kesepakatan merupakan dasar mengikatnya suatu perjanjian dalam hukum kontrak Perancis. Kehendak itu dapat dinyatakan dengan berbagai cara baik lisan maupun tertulis dan mengikat para pihak dengan segala akibat hukumnya. (Lihat dalam Suharnoko, Hukum Perjanjian-Teori dan Analisa Kasus, (Jakarta: Kencana, 2009), hal. 3-4)

    Ini bukan saja kewajiban moral, tetapi juga kewajiban hukum yang pelaksanaannya wajib ditaati. Sebagai konsekuensinya, hakim maupun pihak ketiga tidak boleh mencampuri isi perjanjian yang dibuat para pihak tersebut.(Ridwan Khairandy, op. cit., hal. 29)

  • lanjutan asas kekuatan mengikat........Asas kekuatan mengikat dapat disimpulkan dari ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang menyatakan: semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.Maksud asas ini ialah untuk mendapatkan kepastian hukum bagi para pihak, maka sejak dipenuhinya syarat sahnya perjanjian sejak saat itu perjanjian mengikat para pihak seperti undang-undang.

  • Asas Kebebasan Berkontrak

    Hukum benda menganut sistem tertutup, sedangkan Hukum Perjanjian menganut sistem terbuka. Artinya macam-macam hak atas benda adalah terbatas dan peraturan-peraturan yang mengenai hak-hak atas benda tersebut bersifat memaksa, sedangkan Hukum Perjanjian memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja, asalkan tidak melanggar ketertiban umum dan kesusilaan. (Subekti, Hukum Perjanjian, hal. 13)Oleh karenanya, sifat dan coraknya suatu ikatan, dapat ditentukan sendiri oleh yang bersangkutan, yang mengakibatkan timbulnya ikatan-ikatan yang bermacam-macam.Apabila mengambil urutan dari KUH Perdata, maka terdapat ikatan untuk memberikan sesuatu; ikatan untuk berbuat atau untuk tidak berbuat sesuatu; ikatan bersyarat; ikatan dengan ketetapan waktu, ikatan yang boleh dipilih (dengan alternatif); ikatan dengan pertanggungjawaban berenteng, ikatan yang dapat dibagi dan yang tidak dapat dibagi; ikatan dengan ancaman hukuman. (Lihat dalam R. Soerjatin, Hukum Perdata dan Hukum Dagang, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1983), hal. 31)

  • lanjutan asas kebebasan berkontrak...Pasal-pasal dari Hukum Perjanjian merupakan hukum pelengkap (optional law), yang berarti bahwa pasal-pasal tersebut boleh disingkirkan manakala dikehendaki oleh pihak-pihak yang membuat suatu perjanjian. Mereka diperbolehkan membuat ketentuan-ketentuan sendiri yang menyimpang dari pasal-pasal Hukum Perjanjian. Mereka diperbolehkan mengatur sendiri kepentingan mereka dalam perjanjian-perjanjian yang mereka adakan tersebut. (Subekti, Hukum Perjanjian, hal. 13)

  • lanjutan asas kebebasan berkontrak...Sistem terbuka yang dianut dalam Hukum Perjanjian mengandung asas kebebasan berkontrak yang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, selanjutnya disebut KUH Perdata, dapat disimpulkan dari ketentuan Pasal 1338 ayat (1) yang berbunyi: semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.Dengan menekankan pada perkataan semua, pasal tersebut seolah-olah berisikan suatu pernyataan kepada masyarakat bahwa kita diperbolehkan membuat perjanjian yang berupa dan berisi apa saja (atau tentang apa saja) dan perjanjian itu akan mengikat mereka yang membuatnya seperti suatu undang-undang. (Subekti, Hukum Perjanjian, hal. 14)

  • lanjutan asas kebebasan berkontrak...Berlakunya asas kebebasan berkontrak dalam hukum perjanjian Indonesia antara lain juga dapat disimpulkan dari Pasal 1329 KUH Perdata yang menentukan bahwa setiap orang cakap untuk membuat perjanjian, kecuali jika ia ditentukan tidak cakap oleh undang-undang.(Sutan Remy Sjahdeini, op. cit., hal. 45)KUH Perdata Indonesia maupun peraturan perundang-undangan lainnya tidak memuat ketentuan yang mengharuskan maupun melarang seseorang untuk mengikatkan diri dalam suatu perjanjian ataupun mengharuskan maupun melarang untuk tidak mengikatkan diri dalam suatu perjanjian. (Sutan Remy Sjahdeini, op. cit., hal. 45)

  • lanjutan asas kebebasan berkontrak...Undang-undang hanya menentukan bahwa orang tertentu tidak cakap untuk membuat perjanjian, yaitu sebagaimana dapat disimpulkan dari Pasal 1330 KUH Perdata. Dari ketentuan ini dapat disimpulkan bahwa setiap orang bebas untuk memilih pihak dengan siapa ia menginginkan untuk membuat perjanjian asalkan pihak tersebut bukan pihak yang tidak cakap untuk membuat perjanjian. Bahkan menurut Pasal 1331 KUH Perdata, apabila seseorang membuat perjanjian dengan seseorang lain yang menurut undang-undang tidak cakap untuk membuat perjanjian, maka perjanjian itu tetap sah selama tidak dituntut pembatalannya oleh pihak yang tidak cakap. (Sutan Remy Sjahdeini, op. cit., hal. 46)

  • lanjutan asas kebebasan berkontrak...Berdasarkan apa yang dikemukakan di atas, asas kebebasan berkontrak menurut Hukum Perjanjian Indonesia meliputi kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian; kebebasan untuk memilih pihak dengan siapa ia ingin membuat perjanjian; kebebasan untuk menentukan atau memilih causa dari perjanjian yang akan dibuatnya; kebebasan untuk menentukan objek perjanjian; kebebasan untuk menentukan bentuk suatu perjanjian; kebebasan untuk menerima atau menyimpangi ketentuan undang-undang yang bersifat opsional. (Sutan Remy Sjahdeini, op. cit., hal. 47)

  • lanjutan asas kebebasan berkontrak...Asas kebebasan berkontrak bukannya tidak berarti bebas mutlak. Ada beberapa pembatasan yang diberikan oleh pasal-pasal KUH Perdata terhadap asas ini yang membuat asas ini merupakan asas yang tidak tak terbatas.(Sutan Remy Sjahdeini, op. cit., hal. 48-49.

  • lanjutan asas kebebasan berkontrak...Pasal 1320 ayat (1) menentukan bahwa perjanjian atau kontrak tidak sah apabila dibuat tanpa adanya konsensus atau sepakat dari para pihak yang membuatnya. Ketentuan tersebut memberikan petunjuk bahwa hukum perjanjian dikuasai oleh asas konsensualisme. Ketentuan Pasal 1320 ayat (1) mengandung pengertian bahwa asas kebebasan berkontrak dibatasi oleh sepakat pihak lainnya atau asas konsensualisme.Pasal 1320 ayat (2) juga menunjukkan bahwa kebebasan orang untuk membuat perjanjian dibatasi oleh kecakapannya untuk membuat perjanjian. Menurut Pasal 1330, orang yang belum dewasa dan orang yang diletakkan di bawah pengampuan tidak mempunyai kecakapan untuk membuat perjanjian.Pasal 1320 ayat (4) jo 1337 KUH Perdata menentukan bahwa para pihak tidak bebas membuat perjanjian yang menyangkut causa yang dilarang oleh undang-undang atau bertentangan dengan kesusilaan atau ketertiban umum adalah tidak sah.

  • lanjutan asas kebebasan berkontrak...Pasal 1332 KUH Perdata menentukan bahwa tidak bebas untuk memperjanjikan setiap barang apapun. Menurut pasal tersebut hanya barang-barang yang mempunyai nilai ekonomis saja yang dapat dijadikan objek perjanjian.Selanjutnya kebebasan suatu pihak dalam membuat perjanjian juga dibatasi oleh itikad baiknya sebagaimana diatur oleh Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata. Asas itikad baik menjadi salah satu instrumen hukum untuk membatasi kebebasan berkontrak dan kekuatan mengikatnya perjanjian.(Lihat juga Ridwan Khairandy, op. cit., hal. 33)

  • lanjutan asas kebebasan berkontrak...Sekalipun asas kebebasan berkontrak yang diakui oleh KUH Perdata pada hakekatnya banyak dibatasi oleh KUH Perdata itu sendiri, tetapi daya kerjanya masih sangat longgar. Kelonggaran ini telah menimbulkan ketimpangan-ketimpangan dan ketidakadilan apabila para pihak yang membuat perjanjian tidak sama kuat kedudukannya atau mempunyai bergaining position yang sama.(Sutan Remy Sjahdeini, op. cit., hal. 49)

  • lanjutan asas kebebasan berkontrak...Dalam Hukum Inggris, asas kekebasan berkontrak juga dikenal. Anson mengemukakan sebagai berikut: A promise more than a mere statement of intention for it impors a willingness on the part of the promiser to be bound to the person to whom it is made.Dengan demikian kita melihat bahwa asas kebebasan berkontrak ini tidak hanya milik KUH Perdata, akan tetapi bersifat universal. Kebebasan berkontrak tersebut adalah salah satu asas yang sangat penting dalam Hukum Perjanjian. Kebebasan ini adalah perwujudan dari kehendak bebas, pancaran hak asasi manusia. (Mariam Darus Badrulzaman, op. cit., hal. 109-110)

  • Asas Itikad Baik

    Asas itikad baik diatur dalam Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata yang mengharuskan segala perjanjian dilaksanakan dengan itikad baik.Ketentuan dalam Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata tersebut bertujuan untuk memberikan kekuasaan kepada hakim untuk mengawasi pelaksanaan suatu perjanjian, jangan sampai pelaksanaan itu melanggar kepatutan atau keadilan. Ini berarti bahwa hakim berkuasa untuk menyimpang dari isi perjanjian menurut hurufnya, manakala pelaksanaan menurut huruf itu akan bertentangan dengan itikad baik. (Subekti, Hukum Perjanjian, hal. 12.)

  • lanjutan asas itikad baik......Dalam praktek, berdasarkan asas iktikad baik hakim memang menggunakan wewenang untuk mencampuri isi perjanjian, sehingga tampaknya itikad baik bukan saja harus ada pada pelaksanaan perjanjian, tetapi juga pada saat dibuatnya atau ditandatanganinya perjanjian. Misalnya, dalam kasus Ny. Boesono dan R. Boesono melawan Sri Setianingsih perkara No. 3431/K/Pdt/1985, tanggal 4 Maret 1987, Mahkamah Agung Republik Indonesia memutuskan bahwa bunga pinjaman sebesar 10 persen per bulan adalah terlalu tinggi dan menimbulkan ketidakadilan. Pengadilan menurunkan tingkat suku bunga dari 10 persen menjadi 1 persen per bulan. (Lihat dalam Suharnoko, Hukum Perjanjian-Teori dan Analisa Kasus, (Jakarta: Kencana, 2009), hal. 4-5)

  • lanjutan asas itikad baik......Namun demikian, asas itikad baik ini bukan saja mempunyai daya kerja pada waktu perjanjian dilaksanakan, tetapi juga sudah mulai bekerja pada waktu perjanjian itu dibuat. Artinya bahwa perjanjian yang dibuat dengan berlandaskan itikad buruk, misalnya atas dasar penipuan, perjanjian itu tidak sah.(Sutan Remy Sjahdeini, op. cit., hal. 49)

  • lanjutan asas itikad baik......Dalam hukum perjanjian, itikad baik memiliki tiga fungsi, yaitu:Fungsi pertama, kontrak harus ditafsirkan dengan itikad baik. Fungsi kedua, adalah fungsi menambah, dimana melalui fungsi ini hakim dapat menambah isi perjanjian dan menambah kata-kata peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perjanjian itu. Fungsi ketiga, adalah fungsi membatasi dan meniadakan. Dengan fungsi ini hakim dapat mengesampingkan isi perjanjian atau peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perjanjian jika terjadi perubahan keadaan.(Ridwan Khairandy, op. cit., hal. 33)

  • Asas Kepercayaan

    Seseorang yang mengadakan perjanjian dengan pihak lain, menumbuhkan kepercayaan di antara kedua pihak itu bahwa satu sama lain akan memegang janjinya, dengan kata lain akan memenuhi prestasinya di kemudian hari. Tanpa adanya kepercayaan itu tidak mungkin akan diadakan oleh para pihak. Dengan kepercayaan ini, kedua belah pihak mengikatkan dirinya dan untuk keduanya perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat sebagai undang-undang.(Mariam Darus Badrulzaman, op. cit., hal. 113)

  • Asas Kesetaraan/Persamaan HukumAsas ini menempatkan para pihak di dalam persamaan derajat, tidak ada perbedaan, walaupun ada perbedaan kulit, bangsa, kekayaan, kekuasaan, jabatan dan lain-lain. Masing-masing pihak wajib melihat adanya persamaan ini dan mengharuskan kedua pihak untuk menghormati satu sama lain sebagai manusia ciptaan Tuhan.(Mariam Darus Badrulzaman, op. cit., hal. 114)

  • Asas UnconcionabilityAsas kebebasan berkontrak atau freedom of contract bukanlah merupakan suatu lisensi bagi suatu pihak untuk memasukkan ke dalam perjanjian sesuatu ketentuan yang menurut pertimbangannya menguntungkan baginya. Suatu konsep dalam hukum kontrak Amerika Serikat yang dikenal dengan unconcionability telah memberikan kemungkinan bagi seorang hakim untuk mengabaikan sesuatu bagian dari suatu kontrak atau bahkan seluruh kontrak apabila bagian kontrak itu atau seluruh kontrak itu dianggap menimbulkan akibat yang unconcionable (bertentangan dengan hati nurani). Perjanjian-perjanjian yang unconcionable seringkali digambarkan sebagai perjanjian-perjanjian yang sedemikian tidak adil (unfair) sehingga perjanjian-perjanjian tersebut telah mengguncangkan hati nurani pengadilan (hakim) atau shock the conscience of the court.(Sutan Remy Sjahdeini, op. cit., hal. 103)

  • lanjutan asas unconcionability....Dalam hukum kontrak modern, unconcionability dapat diterapkan terhadap perjanjian adhesi, terhadap setiap perjanjian yang secara menindas dipaksakan oleh pihak yang superior, atau terhadap setiap syarat kontrak yang dapat menyebabkan kejutan yang tidak adil terhadap pihak yang inferior.(Sutan Remy Sjahdeini, op. cit., hal. 106)

  • Asas KeseimbanganAsas keseimbangan mempunyai makna dua hal. Pertama, asas keseimbangan sebagai asas etikal yang mempunyai pengertian suatu keadaan pembagian beban kedua sisi berada dalam keadaan seimbang. Hal ini mengandung suatu pengertian bahwa kata keseimbangan pada satu sisi dibatasi oleh kehendak (yang dimunculkan oleh pertimbangan atau keadaan yang menguntungkan), dan pada sisi lain, oleh keyakinan (akan kemampuan untuk) mengejewantahkan hasil atau akibat yang dikehendaki; dalam batasan kedua sisi ini tercapailah keseimbangan yang dapat dimaknai positif. (Herlien Budiono, Asas Keseimbangan bagi Hukum Perjanjian Indonesia-Hukum Perjanjian Berlandaskan Asas-Asas Wigati Indonesia, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2006), hal. 304-305)

    Dalam konteks ini keseimbangan dimengerti sebagai suatu keadaan. Kedua, asas keseimbangan sebagai asas yuridikal artinya bahwa asas keseimbangan dapat dipahami sebagai asas yang layak atau adil dan selanjutnya diterima sebagai landasan keterikatan yuridikal di dalam hukum kontrak Indonesia.(Herlien Budiono, op. cit., hal. 306-307)

  • Asas ProporsionalitasAsas proporsional dalam perjanjian diartikan sebagai asas yang mendasari pertukaran hak dan kewajiban para pihak sesuai proporsi atau bagiannya. Proporsionalitas pembagian hak dan kewajiban ini yang diwujudkan dalam seluruh proses hubungan kontraktual, baik pada fase prakontraktual, pembentukan kontrak maupun pelaksanaan kontrak. Asas proporsionalitas tidak mempermasalahkan keseimbangan (kesamaan) hak, namun lebih menekankan proporsi pembagian hak dan kewajiban di antara para pihak.(Agus Yudha Hernoko, op. cit., hal. 31-32)

  • VI. Syarat-Syarat Sahnya Kontrak

  • Syarat Sahnya Perjanjian

    Pasal 1320 KUH Perdata sebagai instrumen pokok untuk menguji keabsahan perjanjian yang dibuat para pihak, menentukan bahwa untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan 4 (empat) syarat yaitu pertama, sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; kedua, kecakapan untuk membuat suatu perikatan; ketiga, mengenai suatu hal tertentu; keempat, suatu sebab yang halal.(Lihat dalam R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, op. cit., hal. 339. Selanjutnya istilah Burgerlijk Wetboek dalam Bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan disingkat KUH Perdata)

  • lanjutan syarat sahnya perjanjian....Pembuat undang-undang telah menyiapkan seperangkat aturan hukum sebagai tolok ukur bagi para pihak untuk menguji standar keabsahan perjanjian yang mereka buat. Perangkat aturan hukum tersebut sebagaimana yang diatur dalam sistematika Buku II Burgerlijk Wetboek (BW), yaitu:Syarat sahnya perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata;Syarat sahnya perjanjian yang diatur di luar Pasal 1320 BW (vide Pasal 1335, Pasal 1337, Pasal 1339 dan Pasal 1347).Pasal 1320 BW merupakan instrumen pokok untuk menguji keabsahan perjanjian yang dibuat para pihak. (Lihat dalam Agus Yudha Hernoko, op. cit., hal. 156-157)

  • lanjutan syarat sahnya perjanjian....M. Isnaeni memberikan rumusan empat syarat sahnya perjanjian yang dikaitkan pada pasal-pasal yang berhubungan dengan masing-masing syarat yang meliputi:sepakat diantara para kontrakan (vide Pasal 1321-1328 KUH Perdata); pihak-pihak memang cakap melakukan perbuatan hukum (vide pasal 1329-1331 KUH Perdata);sifat dan luas objek perjanjian dapat ditentukan (vide Pasal 1332-1334 KUH Perdata); kuasanya halal atau diperbolehkan.(M. Isnaeni, Hipotek Pesawat Udara di Indonesia, (Surabaya: Dharma Muda, 1996), hal. 4 dalam Agus Yudha Hernoko, op. cit., hal. 157)

  • lanjutan syarat sahnya perjanjian....Dua syarat yang pertama, dinamakan syarat-syarat subyektif, karena mengenai orang-orangnya atau subyeknya yang mengadakan perjanjian, Sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat-syarat obyektif karena mengenai perjanjiannya sendiri atau obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan itu.(Subekti, Hukum Perjanjian, cet. xxiii, (Jakarta: Intermasa, 2005), hal. 17)

  • lanjutan syarat sahnya perjanjian....Dalam sistem common law untuk sahnya suatu perjanjian juga mensyaratkan dipenuhinya beberapa elemen yang secara garis besar sebagai berikut. Pertama, intention to create a legal relationship (para pihak yang berkontrak memang bermaksud bahwa kontrak yang mereka buat dapat dilaksanakan berdasarkan hukum). Kedua, agreement (offer and acceptance) (harus ada kesepakatan diantara mereka). Ketiga, (consideration) merupakan janji di antara pihak untuk saling berprestasi.(Agus Yudha Hernoko, op. cit., hal. 158)

  • lanjutan syarat sahnya perjanjian....NBW (BW Baru Belanda) sendiri terkait dengan syarat sahnya perjanjian telah mengadakan pembaharuan, sebagaimana terdapat dalam Buku III tentang Hukum Harta Kekayaan Pada Umumnya dan Buku IV tentang Bagian Umum Hukum Perikatan. Syarat sahnya kontrak menurut NBW tersebar dalam berbagai pasal dengan substansi pokok sebagai beikut. Pertama, kesepakatakan; kedua, kemampuan bertindak; ketiga, perjanjian yang dilarang (gabungan syarat hal tertentu dan syarat kausa yang dilarang).(Agus Yudha Hernoko, op. cit., hal. 159)

  • lanjutan syarat sahnya perjanjian....Pada dasarnya substansi syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata hampir sama dengan yang diatur dalam sistem common law. Perbedaan mendasar di antara keduanya terletak pada syarat kausa yang tidak dikenal dalam sistem common law.Demikian pula sebaliknya, elemen consideration sebagai syarat pembentukan perjanjian tidak dikenal dalam sistem KUH Perdata.(Agus Yudha Hernoko, op. cit., hal. 160)

  • 1. Sepakat Mereka yang Mengikatkan Dirinya

    Dengan sepakat atau juga dinamakan perijinan, dimaksudkan bahwa kedua subyek yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat, setuju atau seia-sekata mengenai hal-hal pokok dari perjanjian yang diadakan itu. Apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu, juga dikehendaki oleh pihak yang lain. Mereka menghendaki sesuatu yang sama secara timbal balik.(Subekti, Hukum Perjanjian, hal. 17)

  • lanjutan sepakat.....Kata sepakat ialah kecocokan antara kehendak atau kemauan kedua belah pihak yang akan mengadakan perjanjian. (R.M. Suryodiningrat, Azas-Azas Hukum Perikatan, (Bandung: Tarsito, 1995), hal. 86)

    Kesepakatan mengandung pengertian bahwa para pihak saling menyatakan kehendak masing-masing untuk menutup suatu perjanjian atau pernyataan pihak yang satu cocok atau bersesuaian dengan pernyataan pihak yang lain. (J. H. Niewenhuis dalam Agus Yudha Hernoko, op. cit., hal. 162)

    Pernyataan kehendak tidak selalu harus dinyatakan secara tegas namun dapat dengan tingkah laku atau hal-hal lain yang mengungkapkan pernyataan kehendak para pihak. (Agus Yudha Hernoko, op. cit., hal.162)

  • lanjutan sepakat.....Kesepakatan yang merupakan pernyataan kehendak para pihak dibentuk oleh dua unsur, yaitu unsur penawaran dan penerimaan. Penawaran diartikan sebagai pernyataan kehendak yang mengandung usul untuk mengadakan perjanjian.Sedangkan penerimaan merupakan pernyataan setuju dari pihak lain yang ditawari.(J. H. Niewenhuis dalam Agus Yudha Hernoko, op. cit., hal.163)

    Sebagaimana disebutkan di atas, kesepakatan dibentuk oleh dua unsur yaitu penawaran dan penerimaan. Dasar keterikatan kontraktual berasal dari pernyataan kehendak, yang dibedakan dalam dua unsur yaitu kehendak dan pernyataan.Kehendak dan pernyataan merupakan syarat terpenting dalam suatu perjanjian.(Agus Yudha Hernoko, op. cit., hal.165)

  • lanjutan sepakat....Dalam situasi normal antara kehendak dan pernyataan saling bersesuaian. Namun adakalanya pernyataan seseorang itu sesuai dengan kehendaknya, akan tetapi kehendaknya di sini tidak murni, karena didorong oleh sesuatu yang keliru. Selain itu mungkin juga apa yang dinyatakan oleh seseorang itu tidak selaras dengan kehendaknya yang disebabkan faktor-faktor antara lain sakit ingatan, mabuk, kesalahan berita dan sebagainya.(R. Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, cet. vi, (Bandung: Putra A Bardin, 1999), hal. 57)

  • lanjutan sepakat....Sehubungan dengan pernyataan itu tidak selalu sesuai dengan kehendak, ada beberapa teori untuk menentukan atau menganalisis telah terjadinya kata sepakat atau adanya dasar keterikatan kontraktual berlandaskan pada kehendak atau pernyataan, yaitu teori kehendak, teori pernyataan, teori kepercayaan, teori pengiriman, teori pengetahuan, teori penerimaan.(R. Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, cet. vi, (Bandung: Putra A Bardin, 1999), hal. 57-59.)

  • lanjutan sepakat .........Kaitan syarat kata sepakat dan asas konsensualismePasal 1320 ayat (1) menentukan bahwa perjanjian atau kontrak tidak sah apabila dibuat tanpa adanya konsensus atau sepakat dari para pihak yang membuatnya. Ketentuan tersebut memberikan petunjuk bahwa hukum perjanjian dikuasai oleh asas konsensualisme. Ketentuan Pasal 1320 ayat (1) mengandung pengertian bahwa asas kebebasan berkontrak dibatasi oleh sepakat pihak lainnya atau asas konsensualisme.

  • 2. Cakap untuk Membuat Suatu Perjanjian

    Kecakapan yang dimaksud dalam Pasal 1320 KUH Perdata syarat 2 adalah kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum. Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum diartikan sebagai kemungkinan untuk melakukan perbuatan hukum secara mandiri yang mengikat diri sendiri tanpa dapat diganggu gugat. (J. H. Niewenhuis dalam Agus Yudha Hernoko, op. cit., hal. 184)

  • lanjutan cakap....Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum pada umumnya diukur dari standar berikut ini:person (pribadi), diukur dari standar usia kedewasaan (meerderjaring); rechtperson (badan hukum), diukur dari aspek kewenangan (bevogheid), artinya kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum didasarkan pada kewenangan yang melekat pada pihak yang mewakilinya.(Agus Yudha Hernoko, op. cit., hal. 184 dan 191)

  • lanjutan cakap....Orang yang membuat suatu perjanjian harus cakap menurut hukum. (Pasal 1320 KUH Perdata syarat 2)

  • lanjutan cakap....Dalam Hukum Inggris, untuk membuat suatu kontrak menjadi valid dan dapat ditegakkan, kedua belah pihak harus mempunyai kapasitas secara hukum untuk membuat perjanjian. Ada 3 aspek atau masalah dalam kontrak yang sewaktu-waktu bisa muncul, yaitu:1. Minor contract, adalah membuat kontrak untuk anak-anak di bawah umur 18 tahun dengan tujuan untuk melindungi terjadinya konsekuensi dari perbuatan mereka.

  • lanjutan dalam hukum Inggris...2. Mental disability, adalah hukum yang melindungi pihak-pihak yang mengalami kelainan mental, antara lain (a) orang yang secara hukum dilindungi oleh pengadilan; (b) orang-orang yang tidak dilindungi oleh Pengadilan, tapi pada dasarnya mereka tidak memahami perjanjian yang mereka buat; (c) orang-orang yang dapat memahami dan menjalani transaksinya tetapi mereka atas akibat dari kelainan mental dan hal-hal lainnya dapat merugikan kontrak.3. Peracunan, adalah orang-orang dalam kondisi mabuk atau tidak sadar atau tidak berkompeten terikat kontrak atas dasar suatu ketentuan undang-undang. (Lihat dalam Richard Stones, Principles of Contract Law, (London: Cavendish Publishing Limited, 2000), hal. 121-128)

  • lanjutan cakap....Pada asasnya, yang cakap menurut hukum adalah setiap orang sudah dewasa atau akhil baliq dan sehat pikirannya.

    Dalam Pasal 1330 KUH Perdata disebut sebagai orang-orang yang tidak cakap untuk membuat perjanjian.Pasal 1330 KUH Perdata memberi definisi tentang kemampuan secara negatif. Dengan menafsirkan pasal 1330 KUH Perdata secara a contrario kita dapat menetapkan siapa-siapa yang termasuk golongan orang yang mampu untuk melakukan perbuatan hukum, yaitu orang-orang yang sudah dewasa dan mereka yang tidak berada di bawah pengampuan. (Lihat dalam R.M. Suryodiningrat, op. cit., hal. 86)Orang yang tidak cakap dimaksud:orang-orang yang belum dewasa;mereka yang ditaruh di bawah pengampuanorang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang, dan semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.Ketentuan ini dihapus dengana. SEMA Nomor 3 Tahun 1963b. Pasal 31 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan: bahwa kedudukan suami dan istri adalah sama atau seimbang dan masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum.

    (Lihat dalam R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, op. cit., hal. 341. Selanjutnya lihat juga Subekti, Hukum Perjanjian, hal. 17)

  • lanjutan 1. orang yang belum dewasa..Pasal 330 KUH Perdata menentukan bahwa belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun dan tidak kawin sebelumnya. Apabila perkawinan itu dibubarkan sebelum umur mereka genap dua puluh satu tahun, maka mereka tidak kembali berstatus belum dewasa. Berangkat dari penafsiran a contrario pada substansi Pasal 1330 jo 330 KUH Perdata dapat disimpulkan bahwa usia dewasa menurut KUH Perdata adalah 21 tahun.

  • lanjutan 1. orang yang belum dewasa..Sedangkan berdasarkan ketentuan Pasal 47 jo 50 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bahwa standar usia dewasa adalah 18 tahun. Dengan berdasarkan ketentuan Pasal 66 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dengan menerapkan asas hukum lex posteriori derogat lex priori, maka seharusnya penetapan usia dewasa yang mendasarkan ketentuan Pasal 330 jo 1330 KUH Perdata menjadi absurd dan melanggar asas hukum yang dimaksud. Dengan demikian, usia dewasa yang berlaku secara umum terkait dengan kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum adalah 18 tahun. Hal ini juga dipertegas oleh Mahkamah Agung RI melalui Petunjuk MA No. MA/Pemb/0807/75 dan Putusan MA No. 477K/Sip/1976, tanggal 13-10-1976.

  • lanjutan 1. orang yang belum dewasa..Bahkan perkembangan di Belanda yang menjadi sumber rujukan standar kedewasaan untuk mengukur kecakapan seseorang sebagaimana diatur dalam Pasal 338 jo. 1366 BW Belanda (sama dengan Pasal 330 jo 1330 KUH Perdata), melalui ketentuan Pasal 2:32 NBW (BW Baru Belanda) telah meninggalkan standar usia 21 tahun. Dengan menggunakan interpretasi a contrario terhadap substansi Pasal 2:33 NBW dapat disimpulkan telah menggunakan acuan usia 18 tahun sebagai standar usia dewasa (kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum). Demikian pula dalam sistem common law standar usia dewasa ditetapkan secara a contrario dengan dasar bahwa suatu minor contract adalah mengikat apabila si anak telah berusia 18 tahun atau lebih. (Lihat dalam Agus Yudha Hernoko, op. cit., hal. 184-189)

  • lanjutan cakap....Akibat dari ketidakcakapan diatur dalam pasal 1311, 1446 dan 1456 KUH Perdata.

  • Kaitan Syarat Cakap Untuk Membuat Perjanjian dengan Asas Kebebasan BerkontrakBerlakunya asas kebebasan berkontrak dalam hukum perjanjian Indonesia antara lain juga dapat disimpulkan dari Pasal 1329 KUH Perdata yang menentukan bahwa setiap orang cakap untuk membuat perjanjian, kecuali jika ia ditentukan tidak cakap oleh undang-undang.(Sutan Remy Sjahdeini, op. cit., hal. 45)KUH Perdata Indonesia maupun peraturan perundang-undangan lainnya tidak memuat ketentuan yang mengharuskan maupun melarang seseorang untuk mengikatkan diri dalam suatu perjanjian ataupun mengharuskan maupun melarang untuk tidak mengikatkan diri dalam suatu perjanjian. (Sutan Remy Sjahdeini, op. cit., hal. 45)

  • Lanjutan kaitan syarat cakap...Undang-undang hanya menentukan bahwa orang tertentu tidak cakap untuk membuat perjanjian, yaitu sebagaimana dapat disimpulkan dari Pasal 1330 KUH Perdata. Dari ketentuan ini dapat disimpulkan bahwa setiap orang bebas untuk memilih pihak dengan siapa ia menginginkan untuk membuat perjanjian asalkan pihak tersebut bukan pihak yang tidak cakap untuk membuat perjanjian. Bahkan menurut Pasal 1331 KUH Perdata, apabila seseorang membuat perjanjian dengan seseorang lain yang menurut undang-undang tidak cakap untuk membuat perjanjian, maka perjanjian itu tetap sah selama tidak dituntut pembatalannya oleh pihak yang tidak cakap. (Sutan Remy Sjahdeini, op. cit., hal. 46)

  • Lanjutan kaitan syarat cakap..Pasal 1320 ayat (2) juga menunjukkan bahwa kebebasan orang untuk membuat perjanjian dibatasi oleh kecakapannya untuk membuat perjanjian. Menurut Pasal 1330, orang yang belum dewasa dan orang yang diletakkan di bawah pengampuan tidak mempunyai kecakapan untuk membuat perjanjian.

  • 3. Mengenai suatu hal tertentu

    Sebagai syarat ketiga disebutkan bahwa suatu perjanjian harus mengenai suatu hal tertentu, artinya apa yang diperjanjikan hak-hak dan kewajiban kedua belah pihak jika timbul suatu perselisihan. Barang yang dimaksudkan dalam perjanjian paling sedikit harus ditentukan jenisnya. Bahwa barang itu sudah ada atau sudah berada di tangannya si berutang pada waktu perjanjian dibuat, tidak diharuskan oleh undang-undang. Juga jumlahnya tidak perlu disebutkan, asal saja kemudian dapat dihitung atau ditetapkan.(Subekti, Hukum Perjanjian, hal. 19)

  • lanjutan suatu hal tertentu...Pasal 1332, 1333 dan 1334 KUH Perdata memuat ketentuan mengenai obyek dari perjanjian. Pasal 1332 menentukan bahwa hanya benda yang dapat diperdagangkan yang dapat menjadi obyek perjanjian. Pasal ini lazimnya ditafsirkan bahwa benda-benda yang dipergunakan guna kepentingan umum, harus dianggap sebagai barang-barang di luar perdagangan, jadi yang tidak dapat menjadi obyek perjanjian.Wirjono Prodjodikoro, Azas-azas Hukum Perjanjian, (Bandung: Mandar Maju, 2000), hal. 21.

  • lanjutan suatu hal tertentu...Pasal 1333 KUH Perdata menyebutkan suatu syarat lagi bagi benda agar dapat menjadi obyek suatu perjanjian, yaitu benda itu harus tertentu, paling sedikit tentang jenisnya. Jumlah benda itu tidak perlu ditentukan dahulu, asal saja kemudian dapat ditentukan.(Wirjono Prodjodikoro, Azas-azas Hukum Perjanjian, (Bandung: Mandar Maju, 2000), hal. 21)

    Selanjutnya berdasarkan pasal 1334 bahwa barang-barang yang baru akan ada di kemudian hari dapat menjadi obyek perjanjian, kecuali jika dilarang oleh undang-undang secara tegas. Misalnya menjual hasil panen tahun depan untuk suatu harga tertentu.(Wirjono Prodjodikoro, Azas-azas Hukum Perjanjian, (Bandung: Mandar Maju, 2000), hal. 21. Lihat juga R. Setiawan, op. cit., hal. 61-62)

  • lanjutan suatu hal tertentu...Ketentuan dalam Pasal 1332, 1333 dan 1334 KUH Perdata tersebut memberikan pedoman bahwa dalam membuat perjanjian harus dipenuhi hal atau objek tertentu. Hal ini dimaksudkan agar sifat dan luasnya kewajiban para pihak (prestasi) dapat dilaksanakan oleh para pihak. Bahwa tertentu tidak harus dalam artian gramatikal dan sempit harus ada ketika perjanjian dibuat, adalah dimungkinkan untuk hal atau obyek tersebut sekedar ditentukan jenis, sedang mengenai jumlah dapat ditentukan kemudian hari.(Agus Yudha Hernoko, op. cit., hal. 192)

  • Kaitan Syarat Suatu Hal Tertentu dengan Asas Kebebasan BerkontrakPasal 1332 KUH Perdata menentukan bahwa tidak bebas untuk memperjanjikan setiap barang apapun. Menurut pasal tersebut hanya barang-barang yang mempunyai nilai ekonomis saja yang dapat dijadikan objek perjanjian.(Lihat juga Ridwan Khairandy, op. cit., hal. 33)

  • 4. Suatu sebab/causa yang halal

    Ajaran tentang causa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1320 KUH Perdata syarat keempat, sampai saat ini sebenarnya tidak terlalu jelas.Wirjono Prodjodikoro mengemukakan bahwa soal causa dalam Hukum Perjanjian dipersulitkan oleh Pasal 1335 KUH Perdata yang menentukan Suatu persetujuan yang dibuat tanpa causa atau dibuat dengan causa yang palsu atau terlarang tidak mempunyai kekuatan. Dengan pasal ini disebabkan seolah-olah mungkin ada persetujuan yang tidak terjadi dengan causa. Hingga sekarang belum ditemukan suatu perkataan dalam Bahasa Indonesia yang tepat untuk pengertian causa ini. Perkataan sebab menurut Wirjono adalah kurang tepat karena sebab selalu berhadap-hadapan dengan akibat(oorzaak en gevolg), sedang causa kini adalah bukan hal yang mengakibatkan hal sesuatu, melainkan suatu keadaan belaka. (Lihat dalam Wirjono Prodjodikoro, op. cit., hal. 37)

  • lanjutan suatu sebab/causa...KUH Perdata sendiri mengadopsi syarat kausa dari Code Civil Perancis yang bersumber dari pandangan Domat dan Pothier. Apa yang menjadi dasar keterikatan para pihak pada prestasi masing-masing, karena dengan menerima perikatan berarti para pihak menerima kewajiban-kewajiban yang timbul dari perikatan tersebut. Kedua sarjana tersebut memandang kausa suatu perikatan sebagai alasan yang menjadi dasar penggerak dari kesediaan debitur untuk menerima dan terikat memenuhi isi atau prestasi perikatan. Memang tidak semua alasan yang menggerakkan debitur untuk menerima perikatan merupakan kausa, namun hanya yang merupakan alasan yang berhubungan secara langsung. (Agus Yudha Hernoko, op. cit., hal. 193)

  • lanjutan suatu sebab/causa...Dengan sebab dimaksudkan tiada lain dari pada isi perjanjian. Dengan segera harus dihilangkan suatu kemungkinan salah langka, bahwa sebab itu adalah sesuatu yang menyebabkan seseorang membuat perjanjian yang termaksud. Bukan itu yang dimaksudkan oleh undang-undang dengan sebab yang halal itu. Sesuatu yang menyebabkan seseorang membuat suatu perjanjian atau dorongan jiwa untuk membuat suatu perjanjian pada asasnya tidak diperdulikan oleh undang-undang. Hukum pada asasnya tidak menghiraukan apa yang berada dalam gagasan seorang atau apa yang dicita-citakan seorang. Yang diperhatikan oleh hukum atau undang-undang hanyalah tindakan-tindakan orang dalam masyarakat. Jadi yang dimaksudkan dengan sebab atau causa dari suatu perjanjian adalah isi perjanjian itu sendiri. (Subekti, Hukum Perjanjian, hal. 19-20)

    Dengan demikian sebab atau kausa merupakan prestasi dan kontraprestasi yang saling dipertukarkan oleh para pihak.(Agus Yudha Hernoko, op. cit., hal. 194)

  • lanjutan suatu sebab/causa...Wirjono Projodikoro memberikan pengertian causa dalam Hukum Perjanjian adalah isi dan tujuan suatu persetujuan yang menyebabkan adanya perjanjian itu sebagai maksud atau tujuan dari perjanjian. Tidak mungkin ada suatu perjanjian yang tidak mempunyai suatu causa, oleh karena causa sebetulnya isi dari perjanjian, dan tiap-tiap perjanjian tentu mempunyai isi, bagaimanapun sedikit atau kecilnya. Suatu perjanjian bukanlah suatu tempat yang diisi, melainkan berupa isi itu sendiri.Wirjono Prodjodikoro, op. cit., hal. 37.

  • lanjutan suatu sebab/causa...Menurut Hoge Road 17 Nopember 1922, NJ. 1923, 155 yang dimaksud causa atau sebab perjanjian ialah sasaran atau tujuan kedua belah pihak bermaksud mencapainya. (Lihat dalam R.M. Suryodiningrat, op. cit., hal. 110)

    Perlu dibedakan secara tegas causa dan motif. Motif adalah alasan yang mendorong batin seseorang untuk melakukan sesuatu hal. Motif untuk membeli rumah adalah untuk menempati rumah tersebut. Bagi hukum positif motif adalah tidak penting. Sedangkan causa adalah tujuan dari perjanjian.Lihat dalam R. Setiawan, op. cit., hal. 62. Lihat juga Wirjono Prodjodikoro, op. cit., hal. 37

  • lanjutan suatu sebab/causa...Pengertian kausa atau sebab sebagaimana dimaksud Pasal 1320 KUH Perdata syarat 4, harus dihubungkan dalam konteks Pasal 1335 dan 1337 KUH Perdata. (Lihat Agus Yudha Hernoko, op. cit., hal. 194)Dalam Pasal 1335 KUH Perdata disebutkan bahwa Suatu perjanjian yang dibuat tanpa sebab atau dibuat dengan sebab yang palsu atau terlarang tidak mempunyai kekuatan. Adapun sebab yang diperbolehkan maksudnya adalah bahwa apa yang hendak dicapai para pihak dalam perjanjian tersebut harus disertai itikad baik dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum dan kesusilaan.Selanjutnya dalam 1337 KUH Perdata disebutkan bahwa suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum.Berdasarkan kedua pasal tersebut di atas, suatu perjanjian tidak mempunyai kekuatan mengikat (batal), apabila perjanjian tersebut tidak mempunyai kuasa; kuasanya palsu; kuasanya bertentangan dengan undang-undang; kuasanya bertentangan dengan kesusilaan; kuasanya bertentangan dengan ketertiban umum. (J. Satrio dalam Agus Yudha Hernoko, op. cit., hal. 196)

  • lanjutan suatu sebab/causa...Kerumitan pemahaman pengertian kausa sebagai syarat atau elemen pembentukan acap kali berakibat pada penerapannya. Menurut Asser, tata bahasa menafsirkan sebab atau kausa terlarang sebagai akibat atau tujuannya adalah tidak benar. Selain itu dalam praktek tidak mudah untuk membedakan tujuan dari obyek perjanjian. Oleh karena itu, menghadapi kerumitan ini banyak sarjana yang menghendaki agar syarat ini dihapuskan. Bahkan dalam perkembangannya NBW sendiri telah menghapus syarat kausa dan diganti dengan syarat perjanjian yang dilarang (gabungan syarat hal tertentudan syarat kausa yang dilarang). (J. Satrio Agus Yudha Hernoko, op. cit., hal. 196-197)

  • Kaitan Kausa yang Halal dengan Asas Kebebasan BerkontrakPasal 1320 ayat (4) jo 1337 KUH Perdata menentukan bahwa para pihak tidak bebas membuat perjanjian yang menyangkut causa yang dilarang oleh undang-undang atau bertentangan dengan kesusilaan atau ketertiban umum adalah tidak sah.

  • KesimpulanDengan memperhatikan ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata mengenai syarat sah perjanjian, agar suatu perjanjian mempunyai kekuatan mengikat (sah), seluruh persyaratan tersebut di atas harus dipenuhi (kesepakatan, kecakapan, hal tertentu, dan kausa yang diperbolehkan). Syarat sahnya perjanjian ini bersifat komulatif, artinya seluruh persyaratan tersebut harus dipenuhi agar perjanjian itu menjadi sah, dengan konsekuensi tidak dipenuhi satu atau lebih syarat dimaksud akan menyebabkan perjanjian tersebut dapat diganggu gugat keberadaannya (dapat dibatalkan atau batal demi hukum). Selain syarat sahnya perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata, masih terdapat syarat lain yang harus diperhatikan.

  • lanjutan kesimpulan...Apabila syarat-syarat sah perjanjian tersebut di atas tidak dipenuhi akan menimbulkan akibat hukum. Dalam hal syarat obyektif (syarat mengenai suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal) di atas tidak terpenuhi, perjanjian tersebut batal demi hukum. Artinya dari semula tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan. Tujuan para pihak yang mengadakan perjanjian tersebut untuk melahirkan suatu perikatan hukum adalah gagal. Dengan demikian, tiada dasar untuk untuk saling menuntut di depan hakim. Dalam bahasa Inggris dikatakan bahwa perjanjian yang demikian itu null and void.(Subekti, Hukum Perjanjian, hal. 20)

  • lanjutan kesimpulan...Dalam hal ini suatu syarat subyektif (sepakat mereka yang mengikatkan dirinya dan cakap untuk membuat perjanjian), jika syarat itu tidak dipenuhi, perjanjiannya bukan batal demi hukum, tetapi salah satu pihak mempunyai hak untuk meminta supaya perjanjian itu dibatalkan. Pihak yang dapat meminta pembatalan itu, adalah pihak yang tidak cakap atau pihak yang memberikan sepakatnya (perijinannya) secara tidak bebas. Jadi, perjanjian yang telah dibuat itu mengikat juga, selama tidak dibatalkan oleh hakim atas permintaan pihak yang meminta pembatalan tadi. Dengan demikian, nasib suatu perjanjian seperti itu tidaklah pasti dan tergantung pada kesediaan suatu pihak untuk mentaatinya. Perjanjian yang demikian dinamakan voidable atau vernietigbaar.(Subekti, Hukum Perjanjian, hal. 20)

  • lanjutan kesimpulan...Penjelasan lain menyebutkan, suatu perjanjian yang tidak memenuhi syarat sah sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata, baik syarat subyektif maupun syarat obyektif akan mempunyai akibat-akibat sebagai berikut.noneksistensi, apabila tidak ada kesepakatan maka tidak timbul perjanjian;vernietigbaar atau dapat dibatalkan, apabila perjanjian tersebut lahir karena adanya cacat kehendak (wilsgebreke) atau karena ketidakcakapan (onbekwaamheid)-(Pasal 1320 KUH Perdata syarat 1 dan 2), berarti hal ini terkait dengan unsur subyektif, sehingga berakibat perjanjian tersebut dapat dibatalkan; dannietig atau batal demi hukum, apabila terdapat perjanjian yang tidak memenuhi syarat obyek tertentu atau tidak mempunyai kausa atau kausanya tidak diperbolehkan (Pasal 1320 BW syarat 3 dan 4), berarti hal ini terkait dengan unsur subyektif, sehingga berakibat perjanjian tersebut batal demi hukum.

    (J. H. Niewenhuis dalam Agus Yudha Hernoko, op. cit., hal. 160-161)

  • lanjutan kesimpulan...Sebagai perbandingan, dalam kepustakaan common law keabsahan perjanjian diklasifikasikan ke dalam beberapa hal, meliputi: A valid contract, dimana seluruh elemen terpenuhi dalam perjanjian tersebut.A voidable contract, apabila salah satu pihak memberikan sepakat karena adanya cacat kehendak (misrepresentation, duress or undue influence).An unenforceable contract, perjanjian tersebut sah, namun tidak dapat dilaksanakan karena ada hal-hal tertentu yang tidak atau belum dipenuhi, umumnya terkait dengan formalitas perjanjian, misalnya tidak adanya perijinan.An illegal contract, merupakan perjanjian dengan tujuan atau obyeknya menurut hukum dilarang (illegal).(M. L. Barron dalam Agus Yudha Hernoko, op. cit., hal. 161)

  • VII. Bentuk dan Jenis Kontrak

    Bentuk-Bentuk Kontrak dan Kekuatan/Nilai PembuktiannyaKontrak LisanKontrak Tertulis dalam Akta di Bawah TanganKontrak Tertulis dalam Akta OtentikJenis-Jenis KontrakKontrak Menurut Persyaratan dan Proses Terjadi/TerbentuknyaKontrak Menurut Sifat dan Akibat HukumnyaKontrak Menurut Hak dan Kewajiban Para Pihak yang MembuatnyaKontrak Menurut Penamaan dan Sifat Pengaturan HukumnyaKontrak Menurut Keuntungan Satu atau Lebih Pihak dan Adanya Prestasi Pada Satu atau Lebih Pihak LainnyaKontrak Menurut Kemandiran atau FungsinyaKontrak Menurut Ada atau