Panca sila sakti
-
Upload
franco-escobar -
Category
Documents
-
view
270 -
download
4
Transcript of Panca sila sakti
TUGAS PENGGANTI STUDY TOUR
(SEJARAH)
Museum Pancasila Sakti
Disusun oleh- Cahyo Ari P- Franco Escobar- Yoga Prasetya
Monumen Pancasila Sakti
Nama Bangunan Baru :
Monumen Pancasila Sakti
Nama Bangunan Lama :
Lubang Buaya
Alamat :
Jl. Kompleks Lubang Buaya
Kel. Lubang Buaya Kec. Lubang Buaya
Jakarta Timur
(Jakarta 13810)
Pemilik :
Departemen Pertahanan dan Keamanan R.I.
Keterangan Ringkas :
Monumen Pancasila Sakti dibangun diatas areal tanah seluas 9 hektar. Daerah ini tadinya merupakan
perkebunan karet yang berbatasan dengan Lapangan Udara Halim Perdana Kusuma. Ditempat ini pula
terjadi peristiwa yang mengenaskan dengan ditemukannya 7 (tujuh) jenazah Pahlawan Revolusi yang setia
kepada Pancasila dalam peristiwa penghianatan G-30-S/PKI tahun 1965.
Daerah Lubang Buaya mulai dikenal karena selama beberapa bulan menjelang 30 September 1965 tempat
ini dijadikan / digunakan oleh PKI dan ormas-ormasnya untuk mengadakan latihan kemiliteran.
Arsitektur : Bergaya Eklektik dan Tradisional Betawi.
Golongan : A.
Sumber : Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta
PERISTIWA REVOLUSI SOSIAL DI LANGKAT
(9 MARET 1946)
Lahirnya Republik Indonesia
belum sepenuhnya diterima
oleh kerajaan-kerajaan
terutama yang berada di
Sumatra Timur. Pada tanggal 3
Maret 1946 terjadilah Revolusi
Sosial yang dilakukan oleh PKI
yang tidak hanya menghapus
pemerintah kerajaan pada
tanggal 9 Maret 1946 PKI dibawah pimpinan Usman Parinduri dan
Marwan menyerang istana Sultan Langit Darul Aman di Tanjung Pura.
PEMBUNUHAN DI KAWEDANAN NGAWEN (BLORA)
(20 SEMPTEMBER 1948)
Pada tanggal 18 September 1948 Markas Kepolisian Distrik Ngawen
(Blora) diserang oleh pasukan
PKI. Dua puluh empat orang
anggota polisi itu ditahan dan
tujuh orang yang masih muda
dipisahkan. Kemudian dating
perintah dari Komandan
Pasukan PKI Blora agar mereka
dihukum mati. Pada tanggal 20
September 1948, tujuh orang
anggota polisi dibawa ke suatu
tempat terbuka dekat kakus di belakang Kawedanan. Secara
bergantian para tawanan itu dibunuh dengan dua batang bamboo
yang di pegangi ujungnya oleh dua orang yang di jepit ke lehernya.
Ketika tawanan mengerang-ngerang kesakitan, pasukan PKI bersorak
gembira. Kemudian di buang ke kakus dan di tembak.
PERISTIWA KENTUNGAN YOGYAKARTA
(21 OKTOBER 1965)
Pada tanggal 1 Oktober
1965 di Yogyakarta, G.30
S/PKI berhasil menguasai
RRI, Markas Korem 072 dan
megumumkan pembentukan
Dewan Revolusi. Pada sore
harinya mereka menculik
Komandan Korem 072,
Kolonel Katamso dan Kepala
Staf Korem Letnan Kolonel
Sugiono dan membawanya
kedaerah Kentungan. Kedua perwira tersebut dipukul dengan kunci
mortar dan tubuhnya dimasukan dalam sebuah lubang yang sudah
disiapkan. Kedua jenazah baru ditemukan pada tanggal 21 Oktober
1965 dalam keadaan rusak, setelah dilakukan pencarian secara
intensif.
PENCULIKAN MEN/PANGAD LETJEN TNI
A. YANI (1 OKTOBER 1965)
Pukul 02.30 tanggal 1 Oktober 1965 pasukan penculik G.30 S/PKI
sudah berkumpul di Lubang Buaya.
Pasukan dengan nama Pasopati
dipimpin Lettu Dul Arief. Pasukan
penculik Men/Pangad Letjen TNI A.
Yani memakai seragam Cakrabirawa
tiba di sasaran pukul 04.00 dan
berhasil melucuti regu pegawai. Mereka memasuki rumah dan
bertemu dengan seorang putera Jendral A. Yani. Para penculik
menyuruh anak tersebut untuk membangunkan ayahnya. Jendral A.
Yani keluar dari kamar dengan berpakaian piyama. Setelah seorang
penculik mengatakan bahwa bapa diminta segera menghadap
Presiden. Beliau akan mandi dan berpakaian dulu. Setelah seorang
anggota penculik mengatakan tidak perlu mandi dan mencuci muka
pun tidak boleh. Melihat sikap yang kurang ajar itu, Jendral A. Yani
marah dan menampar oknum tersebut. Beliau berbalik dan menutup
pintu. Ketika itu pak Yani dibrondong dengan senjata Thomson dan
gugur seketika. Kemudian tubuh Jendral A. Yani yang berlumuran
darah diseret ke luar rumah dan dilempar ke atas truk, lalu di bawa
ke Lubang Buaya.
PENGANIAYAAN DILUBANG BUAYA
(1OKTOBER 1965)
Di hari tanggal 1 Oktober 1965
gerombolan G.30.S/PKI
menculik 6 pejabat teras TNI AD dan seorang peristiwa pertama. Di
Lubang Buaya tubuh mereka dirusak dengan benda-benda tumpul dan
senjata tajam, yang masih hidup disiksa atau demi satu kemudian
kepalanya di tembak.
Sesudah disiksa para korban dilemparkan kedalam sumur tua yang
sempit. Penyiksaan dan pembunuhan itu dilakukan oleh anggota
Pemuda Rakyat (PR), Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani) dan ormas-
ormas PKI lainnya.
PENGANGKATAN JENAZAH
(4 OKTOBER 1965)
Setelah menguasai halim
perdanakusuma pasukan RPKAD
melakukan gerakan ke Lubang
Buaya. Setelah daerah itu
diamankan, mulai melakukan
pencarian jenazah perwira-perwira
TNI-AD yang diculik oleh gerombolan
G.30.S/PKI.
Sore hari tanggal 3 Oktober 1965 diperoleh petunjuk dari anggota
POLRI yang pernah di tawan oleh grombolan G.30S/PKI. Ia
memberitahu bahwa perwira-perwira tersebut sudah dibunuh dan
jenazahnya dikubur di sekitar tempat pelatihan musuh. Ternyata
jenazah dimasukan kedalam sumur tua, lalu ditimbun dengan sampah
kering, daun-daun singkong secara berselang-seling. Pengangkatan
jenazah dilakukan pada tanggal 4 Oktober 1965 oleh anggota-anggota
Kesatuan Intai Para Amfibi (KIPAM) dari mariner (KKO-TNI-AL) dan
anggota RPKAD. Pengangkatan jenazah tersebut disaksikan oleh
mayor Jendral TNI Soeharto.
PELANTIKAN JENDRAL TNI SOEHARTO SEBAGAI PEJABAT
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
(12 MARET 1967)
Pada tanggal 22 Februari 1967 Presiden/Mandataris MPRS/Panglima
Tertinggi ABRI dengan resmi
menyerahkan kekuasaan
pemerintah sehari-hari
kepada Jendral TNI Soeharto.
Sidang Istimewa MPRS
tanggal 12 Maret 1967
menghasilkan Ketetapan
MPRS Nomor:
XXXIII/MPRS/1967, tentang
Pencabutan Kekuasaan Pemerintahan Negara dari Presiden Soeharto
dan mengangkat Jendral TNI Soeharto Pangemban Ketetapan MPRS
No. IX/MPRS/1966 sebagai Pejabat Presiden.
FOTO-FOTO PARA PAHLAWAN REVOLUSI
Tujuh foto pahlawan revolusi setengah badan dalam ukuran besar
yaitu foto Letjen TNI A.
Yani, Mayjen TNI
Soeprapto, Mayjen TNI
MT. Hardjono,
Mayjen TNI S. Parman,
Brigjen TNI D.I.
Penjaitan, Brigjen TNI
Soetodjo
Siswomihardjo dan Lettu Pierre Andries Tandean.
SUMUR MAUT
Partai Komunis Indonesia ingin merebut
kekuasaan Pemerintah Indonesia dengan
menggunakan aksi kekerasan yaitu
melakukan penculikan dan pembunuhan
terhadap enam perwira tinggi dan satu
perwira pertama yang terjadi pada
tanggal 1 oktober 1965
Setelah diculik, tujuh perwira tersebut dibawa ke desa Lubang Buaya
di daerah Pondok Gede, Jakarta Timur. Dari ke tujuh perwira
tersebut, empat diantaranya masih dalam keadaan hidup.
Sesampainya dilubang buaya, ke empat perwira yang masih hidup
disiksa beramai-ramai secara keji dan biadab oleh gerombolan
G.30S/PKI kemudian dibunuh satu persatu.
Jenazah ke tujuh perwira tersebut kemudian dimasukan kedalam
sebuah sumur tua dengan kedalaman 12 m dan berdiameter 75 cm
dengan posisi kepala di bawah. Selanjutnya para gerombolan
G.30S/PKI menutup sumur dengan timbunan batang-batang pisang,
sampah secara berselang seling beberapa kali dan terakhir sumur
tersebut ditutup dengan tanah diatasnya. Sebagai tipuan mereka
menggali Lubang-lubang sehingga dapat menyesatkan bagi orang-
orang yang akan mencari jenazah ke tujuh perwira tersebut.
Dari sumur tua ditemukan tujuh jenazah yaitu Letnan Jenderal TNI A.
Yani, Mayor Jenderal S. Parman, Mayor Jenderal TNI MT. Hardjono,
Mayor Jenderal TNI Soeprapto, Brigadir Jenderal TNI Soetodjo
Siswomihardjo, Brigadir Jenderal D.I. Pandjaitan, dan Letnan Satu
Pierre Andries Tendean. Berkat kerja keras dari satuan-satuan ABRI,
jenazah-jenazah tersebut dapat diangkat pada tanggal 4 Oktober 1965
dalam keadaan rusak akibat penganiayaan secara kejam di luar batas-
batas kemanusiaan.
RUMAH-RUMAH BERSEJARAH
RUMAH PENYIKSAAN
Menjelang akhir Agustus 1965
pimpinan Biro Khusus PKI
Syam Kamaruzaman terus
menerus mengadakan
pertemuan. Pertemuan pada
pada tanggal 22 September
1965 diselenggarakan di
rumah Syam di jalan Pramuka,
Jakarta. Pertemuan tersebut
membahas tentang penetapan
sasaran gerakan bagi masing-masing pasukan. Pasukan yang akan
bregerak menculik dan membunuh para Jenderal yang dianggap
lawan politiknya diberi nama pasukan Pasopati yang dipimpin oleh
Letnan Satu Dul Arief. Pasukan tersebut bergerak dari Lubang Buaya
pada dini hari pada tanggal 1 Oktober 1965 yang didahului dengan
gerakan penculikan.
Mereka yang diculik adalah:
1. Letjen TNI Ahmad Yani
2. Mayjen TNI MT. Hardjono
3. Mayjen TNI R. Soeprapto
4. Mayjen TNI S. Parman
5. Brigjen TNI D.I Panjaitan
6. Brigjen TNI Soetodjo Siswomiharjo
7. Lettu Pierre Andries Tandean
Mereka yang masih hidup dimasukan kedalam sebuah rumah
berukuran 8×15.5 m. secara kejam mereka dianiaya dan dibunuh oleh
anggota Pemuda Rakyat dan Garwani secara organisasi lain yang
merupakan organisasi satelit PKI. Setelah puas dengan segala
kekejamannya semua jenazah dimasukan kedalam sumur lalu
ditimbun dengan sampah dan tanah.
Rumah yang digunakan untuk menyiksa para korban tersebut dari
bilik dan papan. Sebelum meletus pemberontakan G.30.S/PKI rumah
itu gigunakan sebagai tempat belajar Sekolah Rakyat (Sekarang SD)
DIORAMA PENYIKSAAN
Mengembangkan penyisiran para
korban yang masih dalam
keadaan hidup. Mereka adalah
Mayor Jendral TNI R. Soeprapto,
Mayor Jendral TNI Lettu Czi
Pierre Andries Tendean.
Tugu Pahlawan Revolusi terletak
45 m sebelah utara cungkung
sumur maut. Patung Pahlawan Revolusi berdiri dengan latar belakang
sebuah dinding setinggi 17 m dengan hiasan patung Garuda
Pancasila. Dinding berbentuk trapesium tersebut berdiri diatas
landasan yang berukuran 17 x 17 m2 dengan tangan yang tingginya 7
anak tangga.
Ketujuh Patung Pahlawan Revolusi berdiri berderet dengan setengah
lingkaran dari barat ketimur yaitu: Patung Brigjen TNI Soetodjo
Siswomiharjo, Brigjen TNI D.I Panjaitan, Mayjen TNI R. Soeprapto,
Letjen TNI Ahmad Yani, Mayjen TNI MT. Hardjono, Mayjen TNI S.
Parman, dan Kapten Pierre Andries Tandean. Ketujuh patung berdiri
pada alas yang merbentuk lengkung dengan hiasan relief yang
melukiskan peristiwa prolog, kejadian dan penumpasan G.30.S/PKI
oleh ABRI dan Rakyat.
Monumen Pahlawan Revolusi
Monumen Pancasila Sakti
Monumen Pahlawan Revolusi dibangun atas
gagasan Presiden ke-2 Indonesia, Soeharto. Dibangun diatas
tanah seluas 14,6 hektar. Monumen ini dibangun dengan tujuan
mengingat perjuangan para Pahlawan Revolusi yang berjuang
mempertahankan ideologi negara Republik Indonesia, Pancasila dari ancaman ideologi komunis.
Keenam pahlawan revolusi tersebut adalah:
Panglima Angkatan Darat Letjen TNI Ahmad Yani,
Mayjen TNI R. Suprapto
Mayjen TNI M.T. Haryono
Mayjen TNI Siswondo Parman
Brigjen TNI DI Panjaitan
Brigjen TNI Sutoyo Siswomiharjo
Jenderal TNI A.H. Nasution juga disebut sebagai salah seorang target namun dia selamat dari upaya
pembunuhan tersebut. Sebaliknya, putrinya Ade Irma Suryani Nasution dan ajudan AH Nasution,
Lettu Pierre Tendean tewas dalam usaha pembunuhan tersebut.
Monumen yang terletak di daerah Lubang Buaya, Cipayung, Jakarta Timur ini, berisikan bermacam-
macam hal dari masa pemberontakan G30S - PKI, seperti pakaian asli para Pahlawan Revolusi.
Sumber : www.Google.com