PAJAK PENGHASILAN · Web viewTIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK Yang dikecualikan dari objek pajak adalah:...
Transcript of PAJAK PENGHASILAN · Web viewTIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK Yang dikecualikan dari objek pajak adalah:...
PAJAK PENGHASILAN UMUM
PENDAHULUAN
Undang-Undang No. 7 Tahun 1984 tentang Pajak Penghasilan (PPh) berlaku sejak 1
Januari 1984. Undang-undang ini telah beberapa kali mengalami perubahan dan terakhir kali diubah
dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.
Undang-Undang Pajak Pengahasilan (PPh) mangatur pengenaan Pajak Penghasilan
terhadap subjek pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun
pajak. Subjek pajak tersebut dikenai pajak apabila menerima atau memperoleh penghasilan. Subjek
pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan, dalam Undang-Undang PPh disebut Wajib
Pajak. Wajib Pajak dikenai pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama satu
tahun pajak atau dapat pula dikenai pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak apabila
kewajiban pajak subjektifnya dimulai atau terakhir dalam tahun pajak.
Undang-Undang PPh menganut asas materil, artinya penentuan mengenai pajak yang
terutang tidak tergantung kepada surat ketetapan pajak.
SUBJEK PAJAK DAN WAJIB PAJAK
Pajak Penghasilan dikenakan terhadap Subjek Pajak atas penghasilan yang diterima atau
diperolehnya dalam Tahun Pajak. Yang menjadi Subjek Pajak adalah:
1. a. Orang pribadi;
b. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak;
2. Badan, terdiri dari perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, BUMN/BUMD
dengan nama dan bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pension, persekutuan,
perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi politik, atau organisasi lainnya, lembaga,
dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif.
3. Bentuk Usaha Tetap (BUT)
Subjek Pajak dapat dibedakan menjadi:
1. SUbjek Pajak dalam negeri yang terdiri dari:
a. Subjek Pajak orang pribadi, yaitu:
Orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus
delapan puluh tiga) hari (tidak harus berturut-turut) dalam jangka waktu 12 bulan, atau
Orang pribadiyang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat
bertempat tinggal di Indonesia.
b. Subjek Pajak badan, yaitu:
Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari
badan pemerintah yang memenuhi criteria:
1) Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
2) Pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Pemerintah Daerah;
dan
3) Penerimaanya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah;
dan
4) Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional Negara;
c. Subjek Pajak Warisan, yaitu:
Warisan yang belum dibagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak.
2. Subjek Pajak luar negeri yang terdiri dari:
a. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di
Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak
didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia; dan
b. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di
Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak
didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau
memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
Subjek pajak orang pribadi dalam negeri menjadi Wajib Pajak apabila telah menerima atau
memperoleh penghasilan yang besarnya melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak. Subjek pajak
badan dalam negeri menjadi Wajib Pajak sejak saat didirikan, atatu bertempat kedudukan di
Indonesia.
Perbedaan Wajib Pajak dalam negeri dan Wajib Pajak luar negeri, antara lain
adalah:
Wajib Pajak dalam negeri Wajib Pajak luar negeri
Dikenakan pajak atas penghasilan baik
yang diterima atau diperoleh dari
Indonesia dan di luar negeri
Dikenakan pajak berdasarkan penghasilan
netto
Tarif pajak yang digunakan adalah tarif
umum (Tarif UU PPh pasal 17)
Wajib menyampaikan SPT
Dikenakan pajak hanya atas
pengahsilan yang berasal dari sumber
penghasilan di Indonesia.
Dikenakan pajak berdasarkan
penghasilan bruto
Tarif pajak yang digunakan adalah
tarif sepadan (tarif UU PPh pasal 26).
Tidak wajib menyampaikan SPT
KEWAJIBAN PAJAK SUBJEKTIF
Berikut ini diberikan tabel mulai dan berakhirnya kewajiban pajak subjektif.
MULAI BERAKHIR
Subjek Pajak Dalam Negeri Orang
Pribadi:
Saat dilahirkan.
Saat berada di Indonesia atau bertempat
tinggal di Indonesia.
Subjek Pajak dalam Negeri Badan:
Saat didirikan atau bertempat kedudukan
di Indonesia.
Subjek Pajak Dalam Negeri Orang
Pribadi:
Saat meninggal.
Saat meninggalkan Indonesia untuk
selama-lamanya.
Subjek Pajak Dalam Negeri Badan:
Saat dibubarkan atau tidak lagi bertempat
kedudukan di Indonesia.
Subjek Pajak Luar Negeri Melalui BUT:
Saat menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan melalui BUT di Indonesia.
Subjek Pajak Luar Negeri Melalui BUT:
Saat tidak lagi menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan melalui BUT di
Indonesia.
Subjek Pajak Luar Negeri Tidak Melalui
BUT:
Saat menerima atau memperoleh
penghasilan dari Indonesia.
Subjek Pajak Luar Negeri Tidak Melalui
BUT:
Saat tidak lagi menerima atau
memperoleh penghasilan dari Indonesia.
Warisan Belum Terbagi: Warisan Belum Terbagi:
Saat timbulnya warisan yang belum
terbagi.
Saat warisan telah selesai di bagikan.
TIDAK TERMASUK SUBJEK PAJAK
Yang tidak termasuk subjek pajak adalah:
1. Kantor perwakilan Negara asing.
2. Pejabat perwakilan diplomatic dan konsulat atau pejabat lain dari Negara asing, dan orang-
orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-
sama mereka, dengan syarat:
Bukan warga Negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh
penghasilan penghasilan lain di luar jabatannya di Indonesia.
Negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.
3. Organisasi internasional, dengan syarat:
Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut.
Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia
selain pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para
anggota.
4. Pejabat perwakilan organisasi internasional, dengan syarat:
Bukan warga Negara Indonesia.
Tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan di
Indonesia.
OBJEK PAJAK
Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setip tambahan kemampuan ekonomis
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar
Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang
bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk:
1. Penggatian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh
termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau
imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini;
2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, penghargaan;
3. Laba usaha;
4. keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:
a. keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya
sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;
b. keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang
diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya;
c. keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan,
pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun;
d. keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan, kecuali yang
diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan
keagamaan, badan pendidikan, badan social termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi
yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan,
kepemilikan, atau penguasan di antara pihak-pihak yang bersangkutan; dan
e. keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan,
tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan;
5. penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran
tambahan pengembalian pajak;
6. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang;
7. dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi
kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;
8. royalty atau imbalan atas penggunaan hak;
9. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
10. penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
11. keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentuyang ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah;
12. keuntungan selisih kurs mata uang asing;
13. selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
14. premi asuransi;
15. iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak
yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
16. tambahan kekayaan netto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak;
17. penghasilan dari usaha berbasis syariah;
18. imbalan bungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai
ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan
19. surplus bank Indonesia.
Penghasilan tersebut dapat dikelompokkan menjadi:
1. Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan keja dan pekerjaan bebas, seperti gaji, honorarium,
penghasilan dari hasil prakter dokter, notaries, aktuaris, akuntan, pengacara, dan sebaginnya.
2. Penghasilan dari usaha atau kegiatan.
3. Penghasilan dari modal atau penggunaan harta, seperti sewa, bunga, dividen, royalty,
keuntungan dari penjualan harta yang tidak digunakan, dan sebagainya.
4. Penghasilan lain-lain, yaitu penghasilan yang tidak dapt diklasifikasikan ke dalam salah satu
dari tiga kelompok penghasilan di atas, seperti:
a. Keuntungan karena pembebasan utang.
b. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing.
c. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
d. Hadiah undian
Bagi Wajib Pajak Dalam Negeri, yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan baik yang
berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia. Sedangkan bagi Wajib Pajak luar Negeri, yang
menjadi Objek Pajak hanya penghasilan yang berasal dari Indonesia saja.
TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK
Yang dikecualikan dari objek pajak adalah:
1. a. bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga
amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima
zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang
diakui di I ndonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan
oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang
ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah; dan
b. harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat,
badan keagamaan, badan pendidikan, badan social termasuk yayasan, koperasi, atau orang
pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha,
pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan;
2. warisan;
3. harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai
pengganti penyertaan modal;
4. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh
dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang
diberikan oleh buka Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib
Pajak yang menggunakan norma perhitungan khusus (deemed profit);
5. pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi
kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa;
6. dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak
dalam negeri, koperasi, badan usaha milik Negara, atau badan usaha milik daerah, dari
penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia
dengan syarat:
a. dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
b. bagi perseroan terbatas, badan usaha milik Negara dan badan usaha milik daerah yang
menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah
25% dari jumlah modal yang disetor;
7. iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendirinya telah disahkan Menteri
Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;
8. penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud pada angka
7, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan;
9. bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya
tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk
pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;
10. penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari
badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia,
dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:
a. merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam
sector-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan
b. sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek Indonesia;
11. beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan
atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
12. sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang
pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi
yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan
pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 tahun
sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan; dan
13. bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Waji
Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Oeraturan
Menteri Keuangan.
DASAR PENGENAAN PAJAK DAN CARA MENHITUNG PENGHASILAN KENA
PAJAK
Dasar Pengenaan Pajak
Untuk dapat menghitung PPh, terlebih dahulu harus diketahui dasar pengenaan pajaknya.
Untuk Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang menjadi dasar pengenaan
pajak adalah Penghasilan Kena Pajak. Sedangkan untuk Wajib Pajak luar negeri adalah penghasilan
bruto. Dalam bab ini yang akan dibahas hanya Wajib Pajak dalam negeri saja.
Besarnya Pengahasilan Kena Pajak untuk wajib Pajak badan dihitung sebesar penghasilan
netto. Sedangkan untuk Wajib Pajak orang pribadi dihitung sebesar penghasilan netto dikurangi
dengan PEnghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
Penghasilan Kena Pajak (WP Badan) = penghasilan netto
Penghasilan kena pajak (WP orang pribadi) =penghasilan netto-PTKP
Cara menghitung Penghasilan Kena Pajak
Perhitungan besarnya Penghasilan Netto bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk
usaha tetap dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
1. Menggunakan pembukuan.
2. Menggunakan Norma Perhitungan Penghasilan Netto.
Pembukuan adalah proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan
data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan, dan biaya, serta
jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan
keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi pada setiap Tahun Pajak berakhir. Wajib Pajak badan
dan Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas diwajibkan
menyalenggarakan pembukuan.
Dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan tetapi wajib melakukan
pencatatan adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas
yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan:
Diperbolehkan menghitung penghasilan netto dengan menggunakan Norma Perhitungan
Penghasilan Netto, dan
Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
Pembukuan atau pencatatan harus:
Diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan
usaha yang sebenarnya.
Diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka arab, satuan mata uang
Rupiah, dan
Disusun dalam bahasa Indonesia atau bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan.
Menghitung Penghasilan Kena Pajak dengan Menggunakan Pembukuan
Untuk Wajib Pajak badan besarnya Penghasilan Kena Pajak sama dengan penghasilan
netto, yaitu penghasilan bruto dikurangi dengan biaya-biaya yang diperkenankan oleh Undang-
Undang PPh. Sedangkan untuk Wajib Pajak Orang Pribadi besarnya Penghasilan Kena Pajak sama
dengan penghasilan netto dikurangi denga PTKP. Rumus:
Penghasilan Kena Pajak (WP Orang Pribadi)
= Penghasilan Netto-PTKP
= (Penghasilan bruto-biaya yang diperkenankan UU PPh) - PTKP
Penghasilan Kena Pajak (WP Badan)
= Penghasilan Netto
= Penghasilan bruto-Biaya yang diperkenankan UU PPh
Besarnya Penghasilan Kena Pajak Bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap,
ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan, termasuk:
1. biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara lain:
a. biaya pembelian bahan;
b. biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus,
gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang;
c. bunga, sewa, dan royalty;
d. biaya perjalanan;
e. biaya pengolahan limbah;
f. premi asuransi;
g. biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Kementrian
Keuangan;
h. biaya administrasi;dan
i. pajak, kecuali Pajak Penghasilan;
2. penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas
pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa mamfaat lebih
dari 1 tahun;
3. iuran kepada dana pensiun yang pendirinya telah disahkan oleh Menteri Keuangan;
4. kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan
atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan;
5. kerugian selisih kurs mata uang asing;
6. biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia;
7. biaya basiswa, magang, dan pelatihan;
8. piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat:
a. telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;
b. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat
Jenderal Pajak; dan
c. Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah
yang menangani piutang Negara, atau dengan adanya perjanjian tertulis mengenai
penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan,
atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus, atau adanya pengakuan dari
debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu;
d. Syarat sebagaimana dimaksud pada huruf c tidak berlaku untuk penghapusan piutang tak
tertagih debitur kecil;
9. sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya diatur dengan
Peraturan Pemerintah;
10. sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembngan yang dilakukan di Indonesia yang
ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
11. biaya pembangunan infrastruktur social yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
12. sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;dan
13. sumbangan dalam rangka pembinaan olah raga yang ketentuannya diatur dengan Peraturan
Pemerintah;
14. Kompensasi kerugian fiscal tahun sebelumnya (maksimal 5 tahun)
Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan
bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangi:
1. Pembagian laba dengan nama dan bentuk apapun seperti dividen, termasuk dividen yang
dibagikan oleh perusahaan asuransikepada pemegan polis, dan pembagian sisa hasil usaha
koperasi.
2. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham,sekutu,
atau anggota.
3. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali:
a. cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan
kredit, sewa guna usaha dan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan
anjak piutang;
b. cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan social yang dibentuk oleh
badan penyelanggara jaminan social;
c. Cadangan penjaminan untuk lembaga penjamin simpanan;
d. Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan;
e. Cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan;dan
f. Cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk
usaha pengolahan limbah industri,yang ketentuan dan syarat-syaratnya diatur dengan atau
berdasarkan peraturan menteri keuangan;
4. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi
beasiswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja
dan premi asuransi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan.
5. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk
natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta
penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang
berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan;
6. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak
yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang
dilakukan.
7. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan, kecuali:
Sumbangan yang diperbolehkan dikurangkan
Zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau
disahkan oleh pemerintah
Sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia,
yang diterima oleh lembaga keamanan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah;
8. Pajak Penghasilan.
9. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang
yang menjadi tanggungannya.
10. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham.
11. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang
berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan.
12. Biaya-biaya (pengeluaran) untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang:
Dikenakan PPh yang bersifat final.
Bukan objek PPh.
13. Biaya-biaya (pengeluaran) untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang
PPh-nya dihitung dengan menggunakanNorma Perhitungan Penghasilan Netto.
Menghitung Penghasilan Kena Pajak dengan Menggunakan Norma Perhitungan
Penghasilan Netto
Apa bila dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak-nya Wajib Pajak menggunakan Norma
Perhitungan Penghasilan Netto, besarnya penghasilan netto adalah sama besarnya dengan besarnya
(persentase) Norma Perhitungan Penghasilan Netto dikalikan dengan jumlah peredaran usaha atau
penerimaan bruto pekerjaan bebas setahun.
Pedoman untuk menentukan penghasilan netto, dibuat dan disempurnakan terus-menerus
serta diterbitkan oleh Direktur Jendral Pajak berdasarkan pegangan yang ditetapkan oleh Menteri
Keuangan.
Wajib Pajak yang boleh menggunakan Norma Perhitungan Penghasilan Netto adalah Wajib
Pajak orang pribadi yang memenuhi syarat sebagai berikut:
1. Peredaran bruto kurang dari Rp 4.800.000.000,00 per tahun.
2. Mengajukan permohonan dalam jangka waktu 3 bulan pertama dari tahun buku.
3. Menyelenggarakan pencatatan.
PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK (PTKP)
Besarnya PTKP setahun yang berlaku saat ini adalah:
1. Rp 15.840.000,00 untuk Wajib Pajak orang pribadi.
2. Rp 1.320.000,00 tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin.
3. Rp 15.840.000,00 tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan
penghasilan suami, denga syarat:
Penghasilan istri tidak semata-mata diterima atau diperoleh dari satu pemberi kerja yang
telah dipotong pajak berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang PPh pasal 21, dan
Pekerjaan istri tidak ada hubunganya dengan usaha atau pekerjaan bebas suami atau
anggota keluarga yang lain.
4. Rp 1.320.000,00 tambahan untuk setiap angggota keluarga semenda dalam garis keturunan
lurus satu derajat serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya (maksimal 3 orang).
Perhitunga PTKP ditentukan menurut keadaan pada awal tahun pajak atau awal bagian
tahun pajak. Perhitungan PTKP untuk pegawai lama (tahun sebelumnya sudah bekerja di Indonesia)
dilakukan dengan melihat keadaan pada awal tahun takwin (1 januari). Bagi pegawai yang baru
datang dan menetap di Indonesia dalam bagian tahun takwin, besarnya PTKP tersebut berdasarkan
keadaan pada awal bulan dari bagian tahun takwin yang bersangkutan.
Dalam hal karyawati kawin, PTKP yang dikurangkan adalah hanya untuk dirinya sendiri.
Dalam hal karyawati tidak kawin, pengurangan PTKP selain untuk dirinya juga PTKP untuk
keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya.
TARIF PAJAK
1. Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri
Tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak orang
pribadi dalam negeri adalah sebagai berikut:
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
Sampai dengan Rp 50.000.000,00 5%
Di atas Rp 50.000.000,00 sampai dengan
Rp 250.000.000,00
15%
Di atas Rp 250.000.000,00 sampai
dengan Rp 500.000.000,00
25%
Di atas Rp 500.000.000,00 30%
Tarif tertinggi bagi Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri dapat diturunkan menjadi
paling rendah 25% yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.
2. Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap
Sedangkan tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak
badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar 28%. Tarif pajak bagi Wajib Pajak badan
dalam negeri dan bentuk usaha tetap, mulai berlaku sejak tahun pajak 2010, diturunkan menjadi
25%.
Wajib Pajak badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka yang paling sedikit 40%
dari jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di bursa efek di Indonesia dan
memenuhi persyaratan tertentu lainnya dapat memperoleh tariff sebesar 5% lebih rendah daripada
tariff yang berlaku.
CARA MENGHITUNG PAJAK
Pajak Penghasilan (bagi Wajib Pajakdalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap) setahun
dihitung dengan cara mengalikan Penghasilan Kena Pajak dengan Tarif pajak sebagaimana diatur
dalam UU PPh pasal 17. untuk menhitung PPh dapat digunakan rumus sebagai berikut:
Pajak Penghasilan (Wajib Pajak badan)
= Penghasilan Kena Pajak x tariff pasal 17
= Penghasilan Netto x tariff pasal 17
= (PEnghasilan Bruto-biaya yang diperkenankanUU PPh) x tariff pasal 17
Pajak Penghasilan (WP Orang Pribadi)
= Penghasilan kena pajak x tariff pasal 17
= (Penghasilan netto-PTKP) x tariff pasal 17
= [(Penghasilan Bruto-biaya yang diperkenankan UU PPh)-PTKP] x tariff pasal 17
PEMOTANGAN ATAU PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN YANG
BERSIFAT FINAL
Dalam ketentuan mengenai Pajak Penghasilan yang berlaku saat ini, ada beberapa jenis
penghasilan (objek pajak) yang dikenakan pemotongan atau pemungutan pajak yang bersifat final.
Penghasilan yang dikenakan pemotongan atau pemungutan PPh yang bersifat final, tetap dilaporkan
dalam Surat Pemberitahuan (SPT), hanya saja jumlahnya tidak dijumlahkan dengan penghasilan
lainnya. Pajak yang sudah dipotong tidak diperhitungkan sebagai Kredit Pajak.
CARA MELUNASI PAJAK
Pada dasarnya, Wajib Pajak dapat menghitung dan melunasi Pajak Penghasilan melalui dua
cara, yaitu:
1. Pelunasan pajak tahun berjalan, yaitu pelunasan pajak dalam Masa Pajak yang meluputi:
a. Pembayaran sendiri oleh Wajib Pajak (PPh Pasal 25) untuk setiap Masa Pajak.
b. Pembayaran pajak melalui pemotongan/pemungutan pihak ke tiga (orang pribadi atau
badan baik swasta maupun pemerintah) berupa kredit pajak yang dapat diperhitungkan
dengan jumlah pajak terutang selama tahun pajak, yaitu:
1) Pemotongan PPh atas penghasilan dari pekerjaan, jasa, atau kegiatan (PPh Pasal 21).
2) Pemungutan PPh atas penghasilan dari kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di
bidang lain, dan pembayaran atas penyerahan barang kepeda badan pemerintah(PPh
Pasal 22).
3) Pemotongan PPh atas penghasilan dari modal atau penggunaan harta oleh orang lain,
jasa, hadiah, dan penghargaan (PPh Pasal 23).
4) Pelunasan PPh di luar negeri atas penghasilan di luar negeri (PPh Pasal 24)
5) Pemontongan PPh atas penghasilan yang terutang atas Wajib Pajak luar negeri (PPh
Pasal 26)
6) Pemotongan penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan-tabungan lainnya,
penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek, penghasilan dari
pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan serta penghasilan tertentu lainnya
(PPh Pasal 2 ayat (2). Untuk PPh Pasal 4 ayat (2) tidak dapat dikreditkan.
2. pelunasan pajak sesudah akhir tahun.
Pelunasan pajak sesudah tahun pajak berakhir diberlakukan dengan cara:
a. Membayar pajak yang kurang disetor yaitu dengan menghitung sendiri jumlah Pajak
Penghasilan terutang untuk suatu tahun pajak dikurangi dengan jumlah kredit pajak tahun
yang bersangkutan.
b. Membayar pajak yang kurang disetor berdasarkan surat ketetapan pajak atau Surat Tagihan
Pajak yang ditetapkan oleh Direktur Jendral Pajak, apabila terdapat bukti bahwa jumlah
Pajak Penghasilan terutang tidak benar.
BAGIAN 2
BENTUK USAHA TETAP
Bentuk usaha tetap (BUT) adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang
tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183
hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukam
di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.
BUT dapat berupa:
1. tempat kedudukan manajemen;
2. cabang perusahaan;
3. kantor perwakilan;
4. gedung kantor;
5. pabrik;
6. bengkel;
7. gudang;
8. ruang untuk promosi dan penjualan;
9. pertambngan dan penggalian sumber alam;
10. wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi;
11. perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan;
12. proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;
13. pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan lebih
dari 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan;
14. orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas;
15. agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat
kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung resiko di Indonesia;
dan
16. computer, elektronik, atau peralatan ekonomis praktis yang dimiliki, disewa, atau digunakan
oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet.
OBJEK PAJAK PENGHASILAN BUT
Yang menjadi objek pajak penghasilan BUT adalah:
1. Penghasilan dari usaha atau kegiatan BUT tersebut dan dari harta yang dimiliki atau dikuasai.
2. Penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang atau pemberian jasa di
Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau dilakukan BUT di Indonesia.
3. penghasilan sebagaimana tersebut dalam PPh Pasal 26 yang diterima atau diperoleh kantor
pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara BUT dengan harta atau kegiatan yang
memberikan penghasilan dimaksud.
PENENTUAN LABA BUT
Dalam menentukan besarnya laba suatu BUT ada beberapa ketentuan yang harus
diperhatikan, yaitu:
1. biaya administrasi kantor pusat yang diperbolehkan dibebankan adalah biaya yang berkaitan
dengan usaha atau kegiatan BUT, yang besarnya ditetapkan Direktur Jendral Pajak.
2. Pembayaran oleh BUT kepada kantor pusat yang tidak diperbolehkan dibebankan sebagai biaya
adalah:
a. royalty atau imbalan lain sehungan dengan penggunaan harta, paten, atau hak-hak lainnya
b. imbalan sehubungan dengan jasa manajemen dan jasa lainnya
c. bunga, kecuali bunga ynag berkenan dengan usaha perbankan.
Sebagai konsekuensinya, atas pembayaran seperti tersebut di atas, yang diterima atau
diperoleh BUT dari kantor pusat tidak dianggap sebagai Objek Pajak, kecuali bunga yang
berkenaan dengan usaha perbankan.
PERLAKUAN PAJAK ATAS PENGHASILAN KENA PAJAK DARI SUATU BUT
YANG DITANAMKAN KEMBALI DI INDONESIA
Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak penghasilan dari suatu Bentuk Usaha
Tetap di Indonesia, akan dikenakan PPh pasal 26 sebesar 20% (bersifat final), kecuali penghasilan
tersebut ditanamkan kembali di Indonesia.
Penanaman kembali tersebut harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Penanaman kembali dilakukan atas seluruh penghasilan kena pajak setelah dikurangi Pajak
Penghasilan dalam bentuk penyertaan modal pada perusahaan yang baru didirikan dan
berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau peserta pediri;
2. Perusahaan baru yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagaimana dimaksud pada
huruf a, harus secara efektif melakukan kegiatan usaha sesuai dengan akte pendirinya, paling
lam 1 tahun sejak perusahaan tersebut didirikan;
3. penanaman kembali dilakukan dalam tahun pajak berjalan atau paling lama tahun pajak
berikutnya dari tahun pajak diterima atau diperolehnya penghasilan tersebut; dan
4. tidak melakukan pengalihan atas penanaman kembali tersebut paling singkat dalam jangka
waktu 2 tahun sesudah perusahaan baru tersebut telah berproduksi komersial.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pada awal kemerdekaan dan selama revolusi, tidak ada pemungutan pajka yang
berarti walau ada kantor iuran Negara yang menerima pajak dari beberapa pedagang.
Sesudah kedaulatan RI, peraturan perpajakan Belanda digunakan kembali sambil
dilakukan penataan dan perluasan. Undang-undang PPh terbaru yakni undang-undang
Nomor 16 tahun 2000 tentang perubahan ketiga atas undang-undang nomor 7 tahun
1983 tentang pajak penghasilan. Dengan undang-undang ini, aspek penghitungan
penghasilan dlama ketentuan materialnya lebih banyak terserap. Sedangkan aspek
hukumnya digeser ke dalam Undang-undang Nomor 16 tahun 2000 tentang perubahan
kedua atas Undang-undang nomor 6 tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara
perpajakan. Hal ini didasarkan pada logika bahwa menghitung pajka penghasilan pada
dasarnya tidak membicarakan masalah hukum, melainkan bagaimana menghitung
penghasilan. Untuk menghitung penghasilan wewenangnya ada pada Akuntan, dengan
sendirinya perangkat akuntansi harus digunakan. Dengan kata lain, pajak penghasilan
erat hubungannya dengan fungsi akuntan, karena menerapkan pajak penghasilan
didasarkan atas penghitungan penghasilan. Subjek pajak penghasilan terbagi menjadi
dua yaitu subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri. menurut Undang-
undang perpajakan, penghasilan adalah setiap tambahan yang diterima atau diperoleh
wajib, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai
untuk konsumsi atau menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan dan dalam
bentuk apapun.
Dari segi ekonomi penghasilan pada umumnya timbul karena adanya tindakan
ekonomi. Namun dari segi Undang-undang pajak penghasilan memiliki arti yang
lebih luas. Penghasilan dapat terjadi sebagai akibat di luar tindakan ekonomi atau
diluar suatu peristiwa yang dikaitkan dengan atau dilakukan oleh suatu objek yang
sering menjadi pelaku ekonomi (Moenaf H. Regar, 1995).
Yang disebut subjek pajak dalam hal ini segala sesuatu yang mempunyai potensi
untuk memperoleh penghasilan dan menjadi sasaran untuk dikenakan pajak
penghasilan. Pajak penghasilan dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan
yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Yang menjadi subjek pajak
adalah:
1) a. Orang pribadi;
b. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantika yang berhak;
2) Badan adalah sekumpulan orang dan atua modal yang merupakan kesatuan baik
yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha yang meliputi: perseroan
terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, BUMN/BUMD, firma,
kongsi, koperasi, dana pension, persekutuan, perkumpulan, yayasan organisasi
massa, organisasi social politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk
usaha tetap, dan bentuk lainnya termasuk reksadana.
3) Bentuk Usaha Tetap (BUT) adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang
pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak
lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau badan yang tidak
didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, untuk menjalankan
kegiatan di Indonesia.
3.2 saran
Adapun yang menjadi saran dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
sebagai mahasiswa intelek tentunya mengharapkan sebuah prestasi gemilang dalam
menggapai tujuan, apalagi nantinya setelah meninggalkan UNG pastinya di perhadapkan
dengan publik masyarakat oleh karenanya materi yang berhubungan dengan pajak
penghasilan tentunya harus di kuasai dengan sematang-matangnya agar bisa amalkan
dengan sebaik-baiknya.