Pajak Di Dalam Perekonomian Daerah_kota Pekanbaru

24
1 PAJAK DI DALAM PEREKONOMIAN DAERAH: KOTA PEKANBARU Dahlan TAMPUBOLON, Ph.D Disampaikan Di Dalam Seminar Regulasi Perpajakan untuk Menopang Pertumbuhan Ekonomi” 30 Desember 2013 Fakultas Ekonomi dan Sosial, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim, Pekanbaru PENDAHULUAN Pertumbuhan dan pembangunan ekonomi (economic growth and development) selalu menjadi perhatian yang besar di dalam membicarakan masalah ekonomi sejak berabad-abad yang lampau. Pertumbuhan ekonomi diperlukan dan merupakan ukuran utama di dalam penentuan standar hidup (standard of living) penduduk yang jumlahnya terus meningkat. Pertumbuhan ekonomi didorong oleh adanya investasi yang dilakukan oleh pihak swasta dan pemerintah yang dibelanjakan untuk keperluan modal. Investasi pihak pemerintah diwujudkan di dalam pembelanjaan yang bersumber dari penerimaan- penerimaan yang ada. Untuk menjalankan aktivitasnya, pemerintah selalu meningkatkan belanja langsungnya atau untuk pembangunan serta belanja tidak langsung. Peningkatan ini diperlukan karena adanya pembangunan sarana dan prasarana yang baru bagi memenuhi kebutuhan masyarakat, dan juga perawatan dan perbaikan sarana yang telah dibangun pada periode sebelumnya. Pemerintah daerah di dalam memperoleh sumber pembiayaan dari pendapatan asli daerah dan penerimaan transfer dari pemerintah pusat. Sesuai dengan Undang Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, Pendapatan Asli Daerah dapat bersumber dari penerimaan yang berasal dari : Hasil pajak daerah, Hasil retribusi daerah, Keuntungan perusahaan daerah (BUMD), dan pendapatan lain-lain daerah yang sah.

Transcript of Pajak Di Dalam Perekonomian Daerah_kota Pekanbaru

Page 1: Pajak Di Dalam Perekonomian Daerah_kota Pekanbaru

1

PAJAK DI DALAM PEREKONOMIAN DAERAH: KOTA PEKANBARU

Dahlan TAMPUBOLON, Ph.D

Disampaikan Di Dalam Seminar “Regulasi Perpajakan untuk Menopang

Pertumbuhan Ekonomi” 30 Desember 2013

Fakultas Ekonomi dan Sosial, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim, Pekanbaru

PENDAHULUAN

Pertumbuhan dan pembangunan ekonomi (economic growth and development)

selalu menjadi perhatian yang besar di dalam membicarakan masalah ekonomi sejak

berabad-abad yang lampau. Pertumbuhan ekonomi diperlukan dan merupakan ukuran

utama di dalam penentuan standar hidup (standard of living) penduduk yang jumlahnya

terus meningkat.

Pertumbuhan ekonomi didorong oleh adanya investasi yang dilakukan oleh pihak

swasta dan pemerintah yang dibelanjakan untuk keperluan modal. Investasi pihak

pemerintah diwujudkan di dalam pembelanjaan yang bersumber dari penerimaan-

penerimaan yang ada. Untuk menjalankan aktivitasnya, pemerintah selalu meningkatkan

belanja langsungnya atau untuk pembangunan serta belanja tidak langsung. Peningkatan

ini diperlukan karena adanya pembangunan sarana dan prasarana yang baru bagi

memenuhi kebutuhan masyarakat, dan juga perawatan dan perbaikan sarana yang telah

dibangun pada periode sebelumnya.

Pemerintah daerah di dalam memperoleh sumber pembiayaan dari pendapatan asli

daerah dan penerimaan transfer dari pemerintah pusat. Sesuai dengan Undang Undang

No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah,

Pendapatan Asli Daerah dapat bersumber dari penerimaan yang berasal dari : Hasil pajak

daerah, Hasil retribusi daerah, Keuntungan perusahaan daerah (BUMD), dan pendapatan

lain-lain daerah yang sah.

Page 2: Pajak Di Dalam Perekonomian Daerah_kota Pekanbaru

2

Implikasinya adalah bagi daerah kabupaten dan kota, untuk tidak hanya terfokus

pada dana perimbangan keuangan, namun lebih kepada penggalian dan mengembangkan

potensi ekonomi daerahnya sehingga sumber dana pembangunan bagi daerah yang

bersumber dari Pendapatan Asli daerah dapat lebih dioptimalkan serta menjadi

kontributor dana pembangunan daerah kedepan.

Pada tanggal 15 September 2009 dikeluarkan dan diundangkan dasar hukum yang

baru mengenai pajak daerah dan retribusi daerah yakni UU No. 28 tahun 2009 pengganti

UU No. 34 tahun 2000 dimana, pajak dan retribusi diharapkan menjadi salah satu sumber

pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah serta untuk

meningkatkan dan meratakan kesejahteraan masyarakat.

Pajak merupakan pungutan yang dipaksakan oleh pemerintah untuk tujuan-tujuan

tertentu. Misalnya untuk membiayai penyediaan barang dan jasa publik, untuk mengatur

perekonomian dan juga untuk mengatur konsumsi masyarakat. Karena sifatnya yang

dipaksakan tersebut maka pajak akan mempengaruhi perilaku ekonomi masyarakat atau

seseorang.

PAJAK DALAM PEMBANGUNAN

Pajak merupakan kontra produktif bagi pertumbuhan output. Romer dan Romer

(2010) menemukan efek negatif pajak dimana kenaikan pajak dari 1 persen dari PDB

menurunkan PDB riil sekitar 3 persen setelah sekitar dua tahun. Arnold et al. (2011)

menyebutkan pajak berbahaya bagi pertumbuhan ekonomi, terutama pajak korporasi,

pajak pribadi penghasilan, pajak konsumsi, dan pajak properti. Barro dan Redlick (2011)

melihat, faktor perubahan di dalam pajak marjinal lebih berpengaruh dibandingkan rata-

rata tarif pajak terhadap penerimaan negara. Ferede dan Dahlby (2012) menemukan

potongan pajak perusahaan 10 poin akan menaikkan tingkat pertumbuhan per kapita

tahunan sebesar 1 sampai 2 poin.

Gemmell et al. (2011) menemukan menemukan bahwa pajak distorsi yang paling

merusak pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang, diikuti oleh defisit, dan pajak non-

distortif. Reed (2008a, 2008b) juga mendapati adanya hubungan negatif yang signifikan

antara pajak dan pertumbuhan ekonomi negara di berbagai spesifikasi dan estimasi

Page 3: Pajak Di Dalam Perekonomian Daerah_kota Pekanbaru

3

prosedur. Masih banyak lagi kajian-kajian yang mengemukakan adanya trade-off antara

pajak dan pertumbuhan seperti Holcombe dan Lacombe (2004), Poulson dan Kaplan

(2008) serta Gabe dan Bell (2004).

Di sisi lain, pajak merupakan modal dasar pembangunan. Lebih dari dua pertiga

modal dasar pembangunan adalah berasal dari pajak. Mekanisme bekerjanya sistem pajak

seperti ini dapat dijelaskan seperti berikut. Pada saat pemerintah melakukan belanja

barang dan jasa terjadi aliran pendapatan dari pemerintah ke dalam masyarakat.

Termasuk juga dalam hal ini beberapa multiplier effect dalam bentuk, misalnya

employment creation dan peningkatan output. Kenaikan pendapatan masyarakat ini akan

merangsang peningkatan permintaan dan dalam kondisi penawaran yang relatif terbatas

akan terjadi kecenderungan kenaikan harga (untuk selanjutnya mengarah pada inflasi).

Dalam situasi seperti ini sebagian dari pendapatan masyarakat yang meningkat itu diambil

oleh pemerintah melalui pajak untuk membiayai defisit anggaran berikutnya. Hal inilah

yang dikatakan sebagai forced saving, yang selanjutnya dapat dimanfaatkan untuk

pembentukan modal.

Fungsi pertama perda pajak dan retribusi adalah fungsi anggaran yang erat

kaitannya dengan fungsi perencanaan. Dengan fungsinya yang demikian, maka pajak dan

retribusi mempunyai posisi yang strategis bagi kegiatan pembangunan yang diinginkan di

daerah. Kegagalan memenuhi target penerimaan sesuai dengan anggaran, akan

berpengaruh terhadap pelaksanaan perencanaan pembangunan yang telah ditetapkan.

Muara akhir semuanya ini adalah kegagalan bagi daerah dalam melaksanakan misinya

mengembangkan dan meningkatkan pembangunan dalam rangka kesejahteraan rakyat di

daerah.

Fungsi kedua perda pajak dan retribusi sehu-bungan dengan anggaran adalah

fungsi pengaturan. Dalam hal ini pemerintah daerah harus menetapkan pengaturan yang

jelas tentang jenis maupun besarnya tarif pajak dan retribusi yang dibebankan kepada

rakyat. Pengaturan yang dituangkan dalam perda harus dapat menjamin kepastian hukum

bagi rakyat di daerah. Makna kepastian hukum dalam fungsi pengaturan adalah tidak

boleh ada tumpang tindih antara sebuah jenis pajak atau retribusi lainnya yang diikuti

dengan kejelasan wewenang pemerintah provinsi dan wewenang kabupaten atau kota.

Page 4: Pajak Di Dalam Perekonomian Daerah_kota Pekanbaru

4

Fungsi ketiga perda pajak dan retribusi sebagai instrumen anggaran adalah fungsi

distribusi. Pemda memainkan peran sebagai fasilitator yang baik dalam distribusi

kenyamanan kepada rakyat dengan prinsip “saling dukung” (subsidi silang). Peranan ini

tidak dapat lepas dari rasionalitas “prinsip keadilan” dalam proses distribusi penikmatan

fasilitas yang dibiayai dari pajak dan retribusi.

Adanya pajak pula sebagai upaya untuk mengatur alokasi pendapatan masyarakat.

Dengan menarik pajak sesuai mekanismenya, maka pemerintah dapat mengalokasikan

pendapatan pada upaya-upaya investasi yang dapat dinikmati banyak orang. Dengan

tersedianya banyak investasi, maka akan timbul lapangan pekerja. Sehingga secara tidak

langsung pemerintah telah melakukan realokasi dan redistribusi pendapatan. Jadi secara

tidak langsung adanya penarikan pajak yang tepat akan membuka peluang bagi

kemakmuran masyarakat serta menjaga stabilitas dengan penciptaan lapangan kerja.

Pemerintah, termasuk pemerintah daerah perlu melaksanakan perpajakan yang

dapat memenuhi kebutuhan APDB, namun tidak bersifat kontraproduktif yang dapat

memacu munculnya high cost economy (ekonomi biaya tinggi). Karena pajak selain

mampu menjadi penopang utama sumber pembiayaan pemerintah daerah, juga dapat

mengurangi daya saing daerah serta menghambat pertumbuhan ekonomi.

Page 5: Pajak Di Dalam Perekonomian Daerah_kota Pekanbaru

5

Prinsip Pengenaan Pajak

Pengenaan pajak yang terbaik dipandang dari sudut pandangan ilmu ekonomi

adalah sistem perpajakan yang memiliki pengaruh-pengaruh ekonomi paling baik atau

setidaknya walaupun memberikan pengaruh tidak baik, adalah yang paling sedikit. Soal

prinsip pengenaan pajak agar dapat dihasilkan suatu kebaikan telah dikemukakan oleh

Adam Smith dengan cannon of taxation. Suatu sistem pajak yang baik haruslah memenuhi

beberapa kriteria di antaranya adalah (1) Distribusi dari beban pajak harus adil, setiap

orang harus membayar sesuai dengan bagiannya yang wajar; (2) Pajak-pajak harus sedikit

mungkin mencampuri keputusan-keputusan ekonomi; (3) Pajak-pajak haruslah

memperbaiki ketidakefisienan yang terjadi di sektor swasta, apabila instrumen pajak dapat

melakukannya; (4) Struktur pajak haruslah mampu digunakan dalam kebijakan fiskal

untuk tujuan stabilisasi dan pertumbuhan ekonomi; (5) Sistem pajak harus dimengerti

wajib pajak; (6) Administrasi pajak dan biaya pelaksanaannya haruslah sesedikit mungkin;

(7) Pasti; (8) Dapat dilaksanakan; dan (9) Dapat diterima. Konsep keadilan pada kriteria

(1) sifatnya relatif. Dalam perpajakan konsep dibedakan menjadi dua klasifikasi yaitu

keadilan datar (horizontal equity) dan keadilan tegak (vertical equity). Yang dimaksud

dengan keadilan datar adalah pengenaan pajak di mana setiap orang yang keadaannya

sama haruslah menderita beban yang sama pula besarnya. Sedangkan keadilan tegak

adalah situasi di mana orang yang keadaannya berbeda haruslah menderita beban pajak

yang berbeda pula. Bisa dimaklumi bahwa konsep keadilan ini sangat kabur karena tidak

jelas apa yang dimaksud dengan orang yang keadaannya sama.

DAMPAK PAJAK DALAM EKONOMI

Terhadap kesejahteraan (welfare)

Apabila suatu barang dikenakan pajak maka harga yang dibayar konsumen lebih

tinggi daripada harga yang diterima oleh produsen atau penjual, karena sebagian harga

dibayarkan kepada pemerintah. Dalam beberapa hal kadang-kadang suatu pajak akan

menimbulkan beban yang lebih berat dibandingkan nilai yang dipungut. Kelebihan beban

yang ditimbulkan oleh pajak itulah yang disebut kesejahteraan yang hilang karena pajak

(welfare cost of taxation). Penting sekali membedakan secara jelas antara biaya tak

Page 6: Pajak Di Dalam Perekonomian Daerah_kota Pekanbaru

6

langsung (the welfare cost taxation) dan biaya langsung (direct cost of taxation) dalam

hubungannya dengan penarikan sumber-sumber produktif dari sektor swasta.

Perbedaan ini dapat diilustrasikan secara jelas dengan contoh sebagai berikut:

misalnya suatu pajak penjualan dikenakan pada produk tertentu, tetapi pajak tersebut

dikenakan sedemikian tinggi sehingga produk tersebut menurun sampai nol. Dalam hal

demikian berarti tidak ada biaya langsung dari suatu pajak sebab tidak ada penerimaan

pajak yang dapat dikumpulkan oleh pemerintah. Tetapi jelas ada beban bagi masyarakat

karena pajak yaitu produk tersebut tidak diproduksi padahal sangat dibutuhkan

masyarakat.

Dengan demikian ada mis-alokasi sumber-sumber produksi sehingga konsumen

menjadi kurang senang dan kehilangan kesejahteraan, yang berarti mereka memikul

beban pajak. Jadi dalam hal ini ada welfare cost of taxation meskipun tidak ada direct cost

of taxation. Apabila pajak penjualan tersebut dipungut pada tingkat tertentu yang masih

menghasilkan sejumlah penerimaan pajak berarti akan timbul baik welfare cost of

taxation maupun direct cost of taxation. Lebih jelasnya dapat diikuti pada gambar

berikut:

Gambar 1. Dampak Pajak Terhadap Welfare.

Page 7: Pajak Di Dalam Perekonomian Daerah_kota Pekanbaru

7

Gambar 1 memperlihatkan bahwa harga mula-mula sebelum dikenakan pajak

terhadap produk tersebut adalah Po dan kurva supply adalah S, namun ketika dikenakan

pajak pada produk tersebut maka kurva supply bergeser dari S ke S+T sehingga harga

menjadi naik dari Po menjadi P1 sedangkan produksi turun dari Qo menjadi Q1.

Penerimaan pajak (the direct cost taxation) sama dengan PoP1BA. Harga bagi konsumen

sekarang adalah P1 di atas harga awal yaitu Po dan inilah sumber mis-alokasi yang

menyebabkan adanya welfare cost. Pengurangan konsumsi atas produk tersebut dari Qo ke

Q1 berarti hilangnya manfaat sebesar BCQoQ1. Sumber-sumber produktif yang dipakai

untuk memproduksi Qo dan Q1 dapat digunakan untuk memproduksi barang-barang lain

yang lebih banyak. Jadi pajak membatasi produksi barang-barang yang dikenakan pajak

dan mendorong sumber-sumber ptoduktif berpindah ke pemakaian lain. Tetapi nilai

barang lain yang diproduksi (ACQoQ1) lebih sedikit dibanding dengan hilangnya nilai

barang-barang yang dikenakan pajak (BCQoQ1). Perbedaan atau selisih antara BCQoQ1 dan

ACQoQ1 = BAC merupakan welfare cost sebab ini merupakan besarnya kehilangan neto

akan manfaat.

Dengan mengetahui welfare cost maka dapat dibandingkan pajak yang satu dengan

yang lain dan menentukan mana yang memberikan beban lebih besar kepada masyarakat

sehingga pemerintah dapat membuat alternatif lain di bidang perpajakan. Demikian pula

besarnya welfare cost dapat memberi petunjuk kepada pemerintah untuk mengalokasikan

sumberdaya produktif seefisien mungkin.

Terhadap produksi

Dampak pajak terhadap produksi dapat dibagi dalam pengaruh pajak terhadap

produksi keseluruhan dan komposisi produksi. Pengaruhnya terhadap produksi secara

keseluruhan berlangsung melalui pengaruhnya terhadap kerja, tabungan dan investasi.

Lebih jauh dampak pajak ini terlihat dari kemampuan dan keinginan untuk bekerja,

menabung dan mengadakan investasi.

Menurut Suparmoko (1997) kemampuan seseorang untuk bekerja akan berkurang

apabila dikenai pajak yang dapat mengurangi efisiensi kerjanya. Oleh karena itu suatu

pajak yang dikenakan kepada golongan yang mempunyai tingkat penghasilan yang rendah

dalam suatu masyarakat hanya akan menurunkan tingkat efisiensi kerjanya.

Page 8: Pajak Di Dalam Perekonomian Daerah_kota Pekanbaru

8

Kemampuan menabung juga akan berkurang akibat dikenakannya pajak. Orang

yang dikenakan pajak penghasilan, kemampuannya untuk menabung akan berkurang

sebesar marginal propensity to save (mps) dikalikan dengan jumlah pajak yang

dikenakan. Bagi orang-orang yang tergolong mempunyai pengahasilan rendah, pengenaan

pajak tidak akan mengurangi kemampuannya untuk menabung karena memang biasanya

mereka itu sudah tidak mempunyai tabungan walaupun belum dikenakan pajak. Sehingga

kalau dikenakan pajak tidak akan mengurangi tabungannya melainkan akan mengurangi

konsumsinya. Dengan alasan yang demikian ini maka masuk akal jika kemudian pajak

yang dikenakan terhadap petani yang sebagian besar berpenghasilan rendah tidak

dilakukan.

Kemampuan untuk mengadakan investasi tergantung pada sumber-sumber dana

yang akan digunakan untuk mengadakan investasi itu. Jelaslah kiranya bahwa

kemampuan untuk mengadakan investasi ini akan berkurang dengan adanya pajak yang

mengurangi kemampuan untuk mengadakan tabungan. Karena tabungan adalah sumber

dana untuk investasi maka dengan sendirinya kemampuan untuk mengadakan investasi

juga akan berkurang bila kemampuan untuk menabung berkurang dengan adanya pajak.

Pengaruh pajak juga dapat mengakibatkan adanya penyimpangan dalam

penggunaan faktor produksi yaitu penggunaan faktor produksi yang seharusnya dapat

menghasilkan produksi maksimum menuju ke arah penggunaan yang menghasilkan

produksi yang lebih sedikit. Oleh karenanya pajak yang dikenakan jangan sampai

mengakibatkan adanya penyimpangan penggunaan faktor-faktor produksi atau kalau

memang tidak dapat dihindarkan, pajak yang dikenakan jangan sampai menimbulkan

banyak penyimpangan-penyimpangan.

Terhadap distribusi pendapatan

Baik atau tidaknya suatu kebijakan haruslah dipertimbangkan dari beberapa segi.

Hendaknya diketahui pula bahwa tujuan pembangunan suatu negara pada umumnya

adalah berupa peningkatan pendapatan nasional per kapita, penciptaan lapangan kerja,

distribusi pendapatan yang merata dan keseimbangan dalam neraca pembayaran

internasional. Keempat tujuan umum pembangunan ini tidak sejalan dan selaras dalam

pencapaiannya, melainkan seringkali untuk mencapai tujuan yang satu terpaksa harus

Page 9: Pajak Di Dalam Perekonomian Daerah_kota Pekanbaru

9

mengurangi keberhasilan dari tujuan yang lain. Sebagai misal untuk mencapai laju

pertumbuhan ekonomi yang tinggi seringkali terjadi ketidakmerataan pendapatan.

Tingkat pajak yang regresif cenderung untuk memperbesar ketidakmerataan

penghasilan dalam masyarakat. Sebaliknya semakin progresif sistem pajak yang dianut

oleh suatu perekonomian akan semakin berkuranglah perbedaan penghasilan yang

terdapat dalam perekonomian, sehingga sistem pajak yang digunakan hendaklah bersifat

progresif tajam. Suatu pajak dikatakan mempunyai struktur yang progresif apabila

persentase beban pajak terhadap pendapatan naik dengan meningkatnya pendapatan.

Sedangkan struktur pajak dikatakan bersifat regresif apabila persentase beban pajak

terhadap pendapatan menurun denagan meningkatnya pendapatan.

Terhadap keinginan untuk bekerja

Pajak dan retribusi sebenarnya merupakan ekses/nilai tambah dari lebih

optimalnya sektor industri ini (Kadjatmiko, 2001). Dengan kata lain pertumbuhan output

domestik dari sektor ini dapat digunakan untuk mengestimasi besarnya PAD (pajak dan

restribusi) yang akan diterima.

Jika pajak progresif dikenakan pada pendapatan tenaga kerja maka tenaga kerja

tersebut akan berkurang keinginannya untuk bekerja. Tenaga kerja yang bersangkutan

akan kurang berkehendak untuk bekerja giat, sebab apabila penghasilannya bertambah

maka sebagian besar hanya akan dipungut oleh pemerintah saja. Jadi pajak progresif akan

mengurangi insentif kerja. Sedangkan pajak regresif merupakan pajak dengan

perkembangan yang kurang dari sebanding dengan perkembangan taxable capacity,

persentase pajak yang harus dibayar menjadi semakin kecil atau average tax rate

menurun pada setiap peningkatan tax base. Pajak regresif ini akan menambah insentif

kerja, karena dengan semakin tingginya penghasilan yang diperoleh, maka pajak yang

harus dibayarnya semakin rendah persentasenya. Para pekerja akan bekerja lebih giat agar

memperoleh penghasilan yang lebih besar dan dengan demikian pajak yang harus

dibayarnya akan menjadi semakin kecil persenatasenya.

Page 10: Pajak Di Dalam Perekonomian Daerah_kota Pekanbaru

10

IMPLIKASI UNDANG-UNDANG PAJAK DAN RETRIBUSI DAERAH

Di dalam Undang-Undang Pajak dan Retribusi Daerah Tahun 2009 telah

ditetapkan beberapa jenis pajak daerah yang dapat dipungut oleh daerah. Jenis pajak

tersebut antara lain: Pertama, Pajak Hotel dan Restoran; Kedua, Pajak Hiburan; Ketiga,

Pajak Reklame; Keempat, Pajak Penerangan Jalan; Kelima, Pajak Pengambilan dan

Pengelolaan Bahan Galian Golongan C; Keenam, Pajak Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan

Air Permukaan.

Selain jenis pajak di atas, pemerintah daerah dilarang melakukan pungutan vide

Pasal 2 ayat (3) dan jika potensinya kurang memadai juga tidak perlu dilakukan

pemungutan vide Pasal 2 ayat (4). Posisi dilematis terdapat pada konteks ketentuan ini

sangat membatasi kreasi daerah yang dalam realitas sering dilakukan, dan di sisi lain hal

ini cukup memberikan perlindungan hukum bagi rakyat untuk tidak dipungut berbagai

jenis pajak daerah yang tidak mempunyai validitas normatif dan legitimasi dari

masyarakat.

Sementara itu, penetapan jenis Retribusi yang berlaku untuk suatu daerah dalam

hal-hal tertentu harus sama. Prinsip keadilan harus diberlakukan dalam menetapkan jenis

retribusi. Penetapan berlakunya jenis retribusi dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu

faktor sumber daya alam (geografis) dan faktor sumber daya manusia yang akan menjadi

objek dan wajib retribusi. Meskipun Undang-Undang Pajak dan Retribusi Daerah telah

menetapkan jenis Retribusi, sebagaimana diatur dalam Pasal 108 ayat (1), penerapan di

masing-masing daerah akan berbeda-beda sesuai dengan kemampuan yang ada di daerah

tersebut. Pendapatan daerah dari sumber retribusi ini bergantung pada seberapa cepat

dan tepat aparat pemerintah di daerah menyusun strategi penarikannya.

Objek retribusi adalah berbagai jenis jasa tertentu yang disediakan oleh

pemerintah daerah. Namun, tidak semua jenis jasa yang diberikan oleh pemerintah

daerah dapat dipungut retribusi. Hal tersebut tentunya berkaitan dengan pertimbangan

sosisal ekonomi, layak atau tidak dijadikan objek retribusi. Jasa tersebut menurut

ketentuan Pasal 108 ayat (1) Undang-Undang Pajak dan Retribusi Daerah dibedakan

kedalam: Pertama, Jasa Umum; Kedua, Jasa Usaha; Ketiga, Perizinan Tertentu.

Pajak dan Retribusi daerah merupakan bagian pendapat yang strategis bagi daerah

untuk biaya penyelenggaraan pemerintahan. Dalam upaya mengelola urusan,

Page 11: Pajak Di Dalam Perekonomian Daerah_kota Pekanbaru

11

pemerintahan daerah harus mampu mengumpulkan uang sebagai instrumen pembiayaan.

Berdasarkan Undang-Undang Pemerintah Daerah, diatur pembagian urusan yang sifatnya

wajib dan urusan yang sifatnya pilihan yang harus diselenggarakan oleh pemerintah

daerah. Untuk mencapai target anggaran, pemerintah setempat harus repaidly merevisi

semua peraturan daerah (Bagijo, 2011).

Salah satu instrumen dalam pelaksanaan desentralisasi fiskal dilakukan melalui

pemberian kewenangan kepada pemerintah daerah untuk memungut pajak (taxing

power). Kebijakan taxing power kepada daerah dilaksanakan berdasarkan UU Nomor 28

Tahun 2009, di mana dalam UU tersebut antara lain diatur:

1. Perubahan penetapan pajak daerah dan retribusi daerah dari open-list system

menjadi closed-list system. Salah satu pertimbangan penerapan closed-list system

adalah untuk memberikan kepastian bagi masyarakat dan dunia usaha mengenai jenis

pungutan daerah yang wajib dibayar, serta meningkatkan efisiensi pemungutan pajak

daerah dan retribusi daerah. Dengan closed-list system, pemerintah daerah hanya

dapat memungut jenis pajak daerah dan retribusi daerah yang ditetapkan sesuai

undang-undang.

2. Pemberian kewenangan yang lebih besar kepada daerah di bidang perpajakan dan

retribusi daerah (local taxing empowerment), dilakukan melalui beberapa kebijakan,

yaitu:

a. Perluasan basis pajak daerah dan retribusi daerah yang sudah ada, seperti

perluasan basis Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor,

Pajak Hotel, Pajak Restoran dan Retribusi Izin Gangguan.

b. Penambahan jenis pajak daerah dan retribusi daerah, seperti Pajak Rokok, Pajak

Sarang Burung Walet, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB),

Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2), Retribusi

Pelayanan Tera/Tera Ulang, Retribusi Pelayanan Pendidikan, Retribusi

Pengendalian Menara Telekomunikasi, dan Retribusi Izin Usaha Perikanan.

c. Kenaikan tarif maksimum beberapa jenis pajak daerah, seperti Pajak Kendaraan

Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar Kendaraan

Bermotor, Pajak Hiburan, Pajak Parkir, dan Pajak Mineral Bukan Logam dan

Batuan;

Page 12: Pajak Di Dalam Perekonomian Daerah_kota Pekanbaru

12

d. Pemberian diskresi penetapan tarif pajak kepada daerah kecuali Pajak Rokok.

Daerah diberikan kewenangan sepenuhnya untuk menetapkan besaran tarif pajak

daerah untuk diberlakukan di daerahnya sepanjang tidak melampaui tarif

minimum dan maksimum yang tercantum dalam UU Nomor 28 Tahun 2009.

Kewenangan yang lebih luas di bidang perpajakan daerah ini diharapkan dapat

meningkatkan pendapatan daerah sehingga dapat mengkompensasi hilangnya

penerimaan dari beberapa jenis pungutan daerah sebagai akibat dari adanya

kebijakan closed-list system. Dalam kaitan ini, daerah didorong untuk

mengoptimalkan pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah dengan landasan

hukum yang kuat dan tidak menciptakan jenis pungutan baru yang potensinya

relatif kecil dan tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

3. Memperbaiki sistem pengelolaan pajak daerah dan retribusi daerah melalui kebijakan

bagi hasil pajak provinsi kepada kabupaten/kota yang lebih pasti, serta kebijakan

earmarking untuk jenis pajak daerah tertentu. Kebijakan bagi hasil pajak ini

mencerminkan bentuk tanggung jawab pemerintah provinsi untuk ikut serta

menanggung beban biaya yang diperlukan oleh kabupaten/kota dalam melaksanakan

fungsinya memberikan pelayanan kepada masyarakat. Sementara itu, dengan adanya

kebijakan earmarking, sebagian hasil pendapatan pajak daerah tertentu dialokasikan

untuk mendanai kegiatan yang dapat dirasakan secara langsung oleh pembayar pajak

tersebut.

4. Meningkatkan efektivitas pengawasan pungutan daerah dengan mengubah

mekanisme pengawasan dari sistem represif (berdasarkan UU Nomor 34 Tahun

2000) menjadi sistem preventif dan korektif.

Sebagai salah satu bentuk continuous improvement, Pemerintah secara konsisten

berupaya memperkuat dan menyempurnakan kebijakan desentralisasi fiskal untuk

mendukung tercapainya peningkatan layanan publik di daerah. Konsistensi tersebut

diwujudkan tidak hanya melalui penguatan desentralisasi fiskal dari sisi pengeluaran,

tetapi juga dari sisi penerimaan berupa perluasan local taxing power. Salah satu wujud

nyata komitmen tersebut adalah dengan mengalihkan beberapa pajak dan retribusi daerah

menjadi penerimaan badan pengelola kawasan. Pengalihan jenis pajak dan retribusi

tersebut merupakan langkah fundamental yang dilakukan dalam rangka memperbaiki

struktur keuangan daerah dan kemandirian badan pengelola kawasan. Apabila dilihat dari

Page 13: Pajak Di Dalam Perekonomian Daerah_kota Pekanbaru

13

karakteristiknya, yakni dari sisi kepada siapa sebagian besar penerimaannya diserahkan,

kedua pajak dan retribusi tersebut merupakan pajak daerah. Namun, kewenangan dalam

hal penentuan basis pajak, pentarifan, pemberian hasil penerimaan (tax sharing) dan

pengelolaan administrasinya masih berada pada Pemerintah Pusat.

Dasar pemikiran dan alasan pokok pengalihan pajak dan retribusi daerah, antara

lain: pertama berdasarkan teori, property tax lebih bersifat lokal (local origin), visibilitas,

objek pajak tidak berpindah-pindah (immobile), dan terdapat hubungan erat antara

pembayar pajak dan yang menikmati hasil pajak tersebut (the benefit tax-link principle).

Kedua, pengalihan pajak dan retribusi daerah diharapkan akan meningkatkan PAD dan

sekaligus memperbaiki struktur APBD. Ketiga, untuk meningkatkan pelayanan

masyarakat (public services), akuntabilitas, dan transparasi dalam pengelolaan pajak dan

retribusi daerah di dalam kawasan. Keempat, bahwa berdasarkan praktek di banyak

negara, pajak dan retribusi daerah di kawasan ekonomi khusus termasuk dalam jenis local

tax.

Agar kualitas layanan kepada Wajib Pajak dan stakeholders tetap terjaga selama

masa peralihan, maka proses peralihan pajak dan retribusi daerah di dalam kawasan

kepada badan pengelola kawasan perlu dilakukan agar memenuhi kondisi sebagai berikut:

1. Proses peralihan kewenangan pemungutan pajak dan retribusi daerah di dalam

kawasan dapat berjalan lancar (smooth) dengan harga (cost) yang minimal, baik

untuk pihak yang mengalihkan maupun pihak yang menerima pengalihan;

2. Stabilitas penerimaan pajak dan retribusi di dalam kawasan bagi Pemerintah

Daerah tetap terjaga dengan tingkat deviasi yang dapat ditekan seminimal mungkin

sehingga daerah tidak banyak kehilangan penerimaan dengan adanya pengalihan

tersebut;

3. Perusahaan di dalam kawasan sebagai Wajib Pajak tidak merasakan adanya

perubahan pelayanan atau bahkan dapat merasakan adanya peningkatan yang

signifikan dalam hal kualitas dan kecepatan pelayanan.

PAJAK DAN PEMBANGUNAN EKONOMI DAERAH: KOTA PEKANBARU

Pelaksanaan desentralisasi fiskal membawa konsekuensi pada pengelolaan sumber

dana, dan pemerintah daerah harus semakin mampu menghadapinya dengan menggali

Page 14: Pajak Di Dalam Perekonomian Daerah_kota Pekanbaru

14

potensi penerimaan pajak daerah. Peranan pajak di dalam pembangunan daerah menjadi

sangat penting sejak pelaksanaan otonomi daerah.

Sampai saat ini pemerintah masih cenderung menambah biaya investasi kepada

pengusaha dengan berbagai pungutan retribusi. Selama peningkatan PAD masih menjadi

titik tolak pembuatan kebijakan daerah, maka persoalan high cost economy akan

menghantui pengusaha, karena di dalam prakteknya di luar biaya yang resmi ditanggung

pengusaha masih harus mengeluarkan biaya-biaya ekstra di luar pajak dan retribusi.

Perkembangan Keuangan Daerah

Perkembangan pajak daerah di dalam PAD sejak tahun 1994 hingga 2012 telah

meningkat dari Rp.2.232 juta menjadi Rp.309,5 milyar. Perkembangan ini tidak terlepas

dari kemajuan ekonomi yang dicapai Kota Pekanbaru.

Tabel 1 : Realisasi Penerimaan Dari Pajak Daerah Di Dalam PAD Kota

Pekanbaru Tahun 1994 – 2012 (Jutaan Rupiah)

Tahun Pajak Daerah PAD Penerimaan

1994 2,231.98 5,830.97 35,805.26 1995 2,445.73 7,235.91 41,731.50 1996 3,229.04 8,561.63 50,409.54 1997 3,940.11 12,570.89 44,789.43 1998 4,389.63 9,411.87 66,756.81 1999 7,900.61 12,794.93 77,768.09 2000 8,166.40 15,572.35 123,749.80 2001 17,296.66 37,615.52 346,226.97 2002 22,727.38 48,294.83 440,773.05 2003 30,153.08 58,701.85 519,204.01 2004 38,215.44 71,907.18 644,257.81 2005 46,745.68 86,945.16 846,071.92 2006 49,901.09 104,449.43 1,141,718.57 2007 56,281.86 109,039.13 976,145.59 2008 60,622.24 147,875.83 1,137,672.88 2009 69,865.36 129,859.97 1,034,499.83 2010 80,117.87 158,580.43 1,183,103.11 2011 145,090.88 223,231.57 1,536,062.76 2012 221,993.00 309,534.00 1,284,920.00

Sumber: Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, Kementerian Keuangan Republik

Indonesia, 2013

Page 15: Pajak Di Dalam Perekonomian Daerah_kota Pekanbaru

15

Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Pekanbaru mengalami perkembangan yang

sangat pesat selama periode penelitian. Tahun 1994 jumlah realisasi PAD hanya mencapai

Rp. 5,8 milyar dengan pertumbuhan yang mengesankan hingga tahun 1997 menjadi sekitar

Rp. 12,5 milyar. Namun akibat krisis moneter yang berlanjut menjadi krisis ekonomi,

terjadi penurunan realisasi menjadi hanya Rp. 9,4 milyar.

Sejak tahun 1999 realisasi penerimaan terus mengalami peningkatan dan

jumlahnya di atas Rp. 10 milyar. Peningkatan terbesar terjadi di tahun 2001, yaitu tahun

pertama pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia. Banyak potensi penerimaan yang

dapat digali sehingga terjadi kenaikan yang drastis, dan di tahun-tahun berikutnya terus

mengalami kenaikan rata-rata lebih dari 20% per tahunnya. Secara grafis disajikan di

dalam Gambar 2.

Gambar 1

Perkembangan Penerimaan Pajak Daerah Kota Pekanbaru (Rp. 109)

2.23 2.45 3.23 3.94 4.39 7.90 8.17 17.30

22.73 30.15

38.22 46.75 49.90

56.28 60.62

69.87 80.12

145.09

221.99

-

50.00

100.00

150.00

200.00

250.00

Page 16: Pajak Di Dalam Perekonomian Daerah_kota Pekanbaru

16

Sumber penerimaan Pemerintah Kota Pekanbaru berasal dari pendapatan asli

daerah dan juga transfer dari pemerintah pusat dan pemerintahan provinsi. Tahun 2001

dimulainya implementasi otonomi daerah secara luas, dan pajak dan retribusi daerah UU

No. 34 tahun 2000 mendorong penerimaan Pemerintah Kota Pekanbaru tumbuh

mencapai 179,78% dibandingkan tahun sebelumnya.

Perkembangan Output Daerah

Perkembangan output regional identik dengan perkembangan ekonomi daerah.

PDRB Kota Pekanbaru ADH 2000 menunjukkan peningkatan yang relatif tinggi berkisar

8,87%. Kecondongan yang terjadi di dalam PDRB Kota Pekanbaru selalu meningkat

kecuali di tahun 1998 sebagai akibat dari krisis ekonomi yang meluas ke segala aspek.

Selepas krisis ekonomi, PDRB Kota Pekanbaru kembali meningkat bahkan sejak tahun

2001 pertumbuhannyan di atas 10% sebagai akibat dari diimplementasikan otonomi

daerah secara luas. Kemudian peningkatan PDRB yang beasar pada tahun 2001 ini

dikarenakan terjadi nya peningktan APBD dan pertumbuhan investasi swasta dan

berkembanya daerag kabupaten sekitar. Secara rinci disajikan di dalam Tabel 2.

Tahun 2003 terjadi perlambatan ekonomi yang menyebabkan turunnya tingkat

pertumbuhan menjadi 9,82% namun nilainya masih terus naik cukup besar. Tahun 2004

hingga 2011 PDRB Kota Pekanbaru kembali tumbuh di atas 8%, hal ini menujukkan bahwa

penurunan di tahun sebelumnya tidak mengganggu tren yang terjadi di dalam jangka

menengah.

Di dalam situasi ekonomi makro yang stabil penerimaan dari pajak daerah akan

memiliki trend positif. Situasi ini menggarisbawahi keyakinan para ahli ekonomi, bahwa

“macro-economic stability is an important condition for economic growth” (Loehr,

Guess, dan Martinez, 1998). Hasil analisis terhadap pengaruh output daerah Kota

Pekanbaru terhadap penerimaan pajak menunjukkan hubungan yang positip dengan

derajat kepekaan sebesar 3,49 atau peningkatan output daerah sekitar1% akan mendorong

penerimaan pajak sekitar 3,49%. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan pajak sangat

peka terhadap perubahan kondisi makro ekonomi Kota Pekanbaru, dengan demikian

pengenaan pajak haruslah mempertimbangkan kondisi perekonomian terkini.

Page 17: Pajak Di Dalam Perekonomian Daerah_kota Pekanbaru

17

Tabel 2 : Produk Domestik Regional Bruto Kota Pekanbaru ADH 2000

Tahun 1994 – 2011 (triliun Rupiah)

Tahun PDRB Pert. (%)

1994 2.32 - 1995 2.52 8.90 1996 2.78 10.08 1997 3.02 8.93 1998 2.90 (4.08) 1999 3.18 9.54 2000 3.46 8.94 2001 3.83 10.74 2002 4.30 12.05 2003 4.72 9.82 2004 5.25 11.36 2005 5.78 10.05 2006 6.37 10.15 2007 7.00 9.89 2008 7.63 9.05 2009 8.30 8.81 2010 9.04 8.88 2011 9.86 9.07

Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Pekanbaru, 2013 (berbagai tahun terbitan)

Tingkat absorpsi pajak (tax effort) yang diukur dari prosentase penerimaan pajak

terhadap PDB menunjukkan kecenderungan berikut. Tingkat absorpsi pajak negara

industri signifikan lebih tinggi dari tingkat absorpsi pajak negara berkembang. Rata-rata

penerimaan pajak negara berkembang hanya di bawah 10 % dari PDB. Sementara untuk

negara industri angka ini terletak antara 30 hingga 49 % di negara industri (Musgrave,

1993). Terdapat korelasi yang positif antara tingkat absorpsi pajak dan tingkat

pendapatan. Artinya semakin tinggi tingkat pendapatan suatu negara, maka prosentase

penerimaan pajak terhadap PDB cenderung meningkat (semakin tinggi pendapatan

nasional, tax effort juga semakin tinggi).

Berbagai perda yang ada, terlihat masih ada ketidaksesuaian antara potensi

ekonomi dengan obyek pajak yang diatur dalam perda. Walaupun PDRB Kota Pekanbaru

dominan di sektor jasa-jasa dan perdagangan, namun potensi tersebut masih belum

sepenuhnya digali. Kenyataannya masih banyak potensi penerimaan sektor ini masih

luput dari pengenaan pajak, walaupun prinsip-prinsip pajak sebagaimana diajukan oleh

Page 18: Pajak Di Dalam Perekonomian Daerah_kota Pekanbaru

18

Stiglitz (1988), Musgrave (1993) dan Aronson (1985), masih terpenuhi yang pada

prinsipnya menekankan : economic efficieny, administrative simplicit, flexibility,

political responsibility dan fairness.

Lin dan Liu (2000) menyatakan bahwa pemerintah perlu untuk meningkatkan

investasi modal guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah. Mereka menemukan

adanya korelasi yang kuat antara share (belanja) investasi pada infrastruktur dengan

tingkat desentralisasi. Strategi alokasi anggaran pembangunan ini pada gilirannya mampu

mendorong dan mempercepat pembangunan ekonomi nasional, sekaligus menjadi alat

untuk mengurangi disparitas regional (Madjidi, 1997).

Secara umum, besarnya pengeluaran pemerintah sebagai instrumen kebijakan

fiscal, akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Kebijakan fiskal bertujuan untuk

mengarahkan perekonomian pada kondisi yang lebih baik yang berdampak terhadap

keseimbangan ekonomi. Alat yang digunakan adalah penerimaan pemerintah melalui

pajak (tax) dengan simbol T dan pengeluaran pemerintah (G). Strategi yang dilakukan

dibedakan menjadi anggaran berimbang dan anggaran tidak berimbang. Hasil yang

dicapai dari kebijakan fiskal merupakan interaksi (resultante) dari dampak pajak dan

pengeluaran pemerintah terhadap output (Y).

Lin dan Liu (2000) yang membuktikan adanya hubungan yang positif dan

signifikan antara desentraliasasi fiskal dengan pertumbuhan ekonomi. Hasil ini

mendukung sintesa yang menyatakan bahwa, pemberian otonomi yang lebih besar

memberikan peluang bagi daerah untuk mengalokasikan secara lebih efisien berbagai

potensi lokal untuk kepentingan pelayanan publik (Lin dan Liu, 2000; Mardiasmo, 2002;

Wong, 2004).

PENUTUP

Pajak merupakan pungutan yang dipaksakan oleh pemerintah untuk tujuan-tujuan

tertentu. Pajak juga ditujukan sebagai forced saving, yang selanjutnya dapat

dimanfaatkan untuk pembentukan modal. Semakin banyak aktivitas ekonomi di daerah

akan mendorong semakin besarnya total output daerah, hal ini mendorong peningkatan

penerimaan.

Page 19: Pajak Di Dalam Perekonomian Daerah_kota Pekanbaru

19

Undang-undang pajak dan retribusi daerah telah mendorong ke arah kemandirian

daerah dengan semakin besarnya peran pajak dan retribusi daerah di dalam APBD.

REFERENSI TERPILIH

Arnold, J., B. Brys, C. Heady, Å. Johansson, C. Schwellnus, dan & L., Vartia, 2011 Tax Policy For Economic Recovery and Growth, Economic Journal 121: hal. F59 - F80

Aronson, J. R., 1985. Public Finance, McGraw-Hill. New York

Barro, R., dan & C.J. Redlick, 2011. Macroeconomic Effects of Government Purchases and Taxes, Quarterly Journal of Economics126: hal. 51 – 102.

Ferede, E., dan & B. Dahlby, 2012. The Impact of Tax Cuts on Economic Growth: Evidence from the Canadian Provinces, National Tax Journal 65: hal. 563 – 594.

Gabe, T. M., dan K.P. Bell, 2004. Tradeoffs between Local Taxes and Government Spending as Determinants of Business Location. Journal of Regional Science 44: hal. 21-41.

Gemmell, N., R. Kneller dan I Sanz, 2011. The Timing and Persistence of Fiscal Policy Impacts on Growth: Evidence from OECD Countries, ECONOMIC JOURNAL 121: hal: F33 - F58.

Holcombe, R. G., dan D.J. Lacombe, 2004. The Effect of State Income Taxation on per Capita Income Growth. Public Finance Review 32 (3): hal. 292 – 312.

Kadjatmiko, 2001. Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah—Dana Alokasi Umum. Makalah Disampaikan pada Workshop Strategi Manajemen Sumber Keuangan Daerah, Malang, Indonesia.

Lin, J.Y., dan Z. Liu, 2000. Fiscal Decntralization and Economic Growth in China. Economic Development and Cultural Change. 49: hal. 1 – 21.

Loehr, W.G., dan J. Martinez, 1998. Fiscal Decentralisation Case Studies: Methodological Observations. Konferensi Kedua Manajemen Sektor Publik di Masyarakat Membangun dan Transisi. DAI and ACIPA. 6 November 1998: Bethesda, Madison.

Majidi, N., 1997. Anggaran Pembangunan dan Ketimpangan Ekonomi Antar Daerah. Prisma 3 LP3ES: hal. 3 – 22.

Mardiasmo, 2002. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Andi. Yogyakarta.

Musgrave, R.A., dan P.B.Musgrave, 1993. Public Finance in Theory and Practice, Edisi Ke-5, McGraw-Hill Book Company, USA.

Poulson, B.W., dan J.G. Kaplan, 2008. State Income Taxes and Economic Growth. Cato Journal 28 (1): hal 53 – 71.

Reed, W. Robert. 2008a. The Robust Relationship between Taxes and U. S. State Income Growth. National Tax Journal 61 (1): hal. 57 – 80.

Page 20: Pajak Di Dalam Perekonomian Daerah_kota Pekanbaru

20

Reed, W. Robert. 2008b. The Determinants of U.S. State Economic Growth: A Less Extreme Bounds Analysis. Economic Inquiry 47 (4): hal. 685 – 700.

Romer, C., dan & D. Romer, 2010. The Macroeconomic Effects of Tax Changes: Estimates Based On A New Measure of Fiscal Shocks. American Economic Review 100: hal. 763 – 801

Stiglitz, J. E., 1988. Economics of the Public Sector, Edisi Ke-2, W. W. Norton. New York.

Suparmoko M. 1997. Keuangan Negara Dalam Teori dan Praktek. BPFE. Yogyakarta.

Wong, J.D., 2004. The Fiscal Impact of Economic Growth and Development on Local Government Capacity. Journal of Public Budgeting., Accounting and Financial Management16 (3): hal. 413 – 423.

Page 21: Pajak Di Dalam Perekonomian Daerah_kota Pekanbaru

21

Lampiran

Jenis Pajak Daerah

Jenis Pajak Tarif Nasional Prov Kab/Kota Desa

Biaya

pungut

Provinsi

1 Pajak kenderaan bermotor 5 70 30

2 Bea Balik Nama KB 10 70 30

3 Pajak bahan bakar KB 5 30 70

4 Pajak Air Permukaan 20 30 70

5 Pajak Rokok

Kabupaten/Kota

1 Pajak Hotel 10 90 10

2 Pajak Restoran 10 90 10

3 Pajak Hiburan 35 90 10

4 Pajak Reklame 25 90 10

5 Pajak Penerangan Jalan 10 90 10

6

Pajak Galian Mineral logal dan bukan

logam 20 90 10

7 Pajak Parkir 20 90 10

8 Pajak Sarang Burung Walet

9 PBB Pedesaan & Perkotaan 0.1 10 16.2 64.8 9

10 BPHTB 5 20 16 64

Penerimaan Pajak Daerah Kota Pekanbaru Tahun 2012

1. Pajak Hotel 13,699,567,259

2. Pajak Restoran 21,415,014,654

3. Pajak Hiburan 5,081,533,683

4. Pajak Reklame 9,054,986,892

5. Pajak Penerangan Jalan 37,228,364,787

6. Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C 232,054,759

7. Pajak Parkir 4,523,041,436

8. Pajak Air Bawah Tanah 363,418,620

9. Pajak Sarang Burung Walet 474,600,000

10. BPHTB 40,000,000,000

11. PBB sektor Perkotaan 30,000,000,000

Page 22: Pajak Di Dalam Perekonomian Daerah_kota Pekanbaru

22

Penerimaan Pajak Daerah Provinsi Riau Tahun 2012

1. Pajak Kendaraan Bermotor 530,094,085,062

2. Pajak Kendaraan Diatas air 150,000,000

3. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor 611,800,000,093

4. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor 330,850,000,000

5. Pajak Air Permukaan 30,000,000,000

Penerimaan Retribusi Provinsi Riau 2012

1. R Jasa Umum Retribusi Pelayanan Kesehatan 4,813,200,000

2. R Jasa Umum Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor 10,000,000

3. R Jasa Umum Retribusi Pelayanan Tera/Tera Ulang 309,000,000

4. R Jasa Usaha Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah 703,413,200

5. R Jasa Usaha Retribusi Tempat Penginapan/Pesanggrahan/Villa 252,447,600

6. R Jasa Usaha Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah 206,000,000

7. R Perizinan tertentu Retribusi Izin Trayek 24,000,000

8. R Jasa Usaha Retribusi Usaha Pertanian 245,000,000

Penerimaan Retribusi Kota Pekanbaru 2013

1. R Jasa Umum Retribusi Pelayanan Kesehatan 409,244,404

2. R Jasa Umum Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor 3,703,654,350

3. R Jasa Umum Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan 2,390,073,206

4. R Jasa Umum Retribusi Penggantian Biaya KTP dan Akte Catatan Sipil 1,931,453,347

5. R Jasa Umum Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat 44,247,500

6. R Jasa Umum Retribusi Pelayanan Parkir di tepi jalan umum 5,731,010,000

7. R Jasa Umum Retribusi Pelayanan Pasar 245,968,175

8. R Jasa Umum Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran 305,880,580

9. R Jasa Usaha Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah 731,117,345

10. R Jasa Usaha Retribusi Pelayanan Kepelabuhan 1,270,158,000

11. R Jasa Usaha Retribusi Terminal 309,619,500

12. R Jasa Usaha Retribusi Rumah Potong Hewan 387,420,000

13. R Perizinan tertentu Retribusi Izin Trayek 61,680,000

14. R Perizinan tertentu Retribusi Izin Mendirikan Bangunan 31,440,022,816

15. R Perizinan tertentu Retribusi Izin Gangguan/Keramaian 12,986,506,546

Page 23: Pajak Di Dalam Perekonomian Daerah_kota Pekanbaru

23

Realisasi APBD Kota Pekanbaru

Tahun 2007 2008 2009 2010 2011 2012

Pendapatan 976,146 1,137,673 1,034,500 1,183,103 1,536,063 1,284,920

PAD 109,039 147,876 129,860 158,580 223,232 309,534

Pajak daerah 56,282 60,622 69,865 80,118 145,091 221,993

Retribusi daerah 36,395 43,515 43,690 59,149 57,370 57,273

Hasil pengelolaan kekayaan

daerah yang dipisahkan 3,626 1,916 2,766 2,794

3,091

2,500

Lain-lain PAD yang sah 12,737 41,823 13,539 16,519 17,680 27,769

Pendapatan Transfer 867,106 983,797 904,640 1,024,523 1,291,820 963,191

Transfer Pemerintah Pusat

- Dana Perimbangan 784,783 912,021 754,108 822,429

1,053,472

678,509

Dana Bagi Hasil Pajak 95,856 130,113 130,778 140,517 122,570 125,861

Dana Bagi Hasil Bukan Pajak

(SDA) 311,737 419,633 260,292 390,111

424,654

466,496

Dana alokasi umum 327,161 351,339 354,901 280,284 488,816 62,218

Dana alokasi khusus 50,029 10,935 8,137 11,517 17,432 23,934

Transfer Pemerintah Pusat

- Lainnya - 22,360 - 100,751

141,906

125,978

Dana Otonomi Khusus - - - - - -

Dana Penyesuaian - 22,360 - 100,751 141,906 125,978

Transfer Pemerintah

Provinsi 82,324 49,416 150,532 101,343

96,442

158,704

Pendapatan Bagi Hasil Pajak 82,324 49,416 147,576 101,343 96,442 158,704

Pendapatan Bagi Hasil

Lainnya - - 2,956 -

-

-

Lain-lain Pendapatan

yang sah - 6,000 - -

21,011

12,192

Pendapatan Hibah - - - - 1,789 -

Pendapatan Dana Darurat - - - - 18,477 -

Pendapatan Lainnya - 6,000 - - 744 12,192

Belanja 1,123,647 1,073,487 1,145,460 1,191,153 1,443,986 1,504,970

Belanja Operasi 806,354 899,828 920,330 984,853 1,204,811 1,219,240

Belanja Pegawai 577,191 656,653 660,546 704,906 837,271 888,257

Belanja Barang 177,041 189,751 185,431 202,580 248,395 251,121

Belanja Bunga - - - - - -

Belanja Subsidi 1,268 1,869 - - - 250

Belanja Hibah - 26,415 47,318 41,777 80,632 48,751

Belanja Bantuan sosial 50,854 25,141 27,035 35,591 38,512 29,959

Belanja Bantuan Keuangan - - - - - 900

Belanja Modal 317,253 173,660 225,129 206,299 238,613 285,730

Tanah 35,817 8,689 53,436 13,849 7,343 37,524

Peralatan dan Mesin 39,153 20,404 22,870 21,716 30,576 67,712

Gedung dan Bangunan 91,169 56,645 38,363 54,732 94,557 53,679

Jalan, irigasi dan jaringan 145,648 83,696 109,038 115,833 106,053 126,542

Aset tetap lainnya 5,465 4,226 1,423 169 86 271

Page 24: Pajak Di Dalam Perekonomian Daerah_kota Pekanbaru

24

Tahun 2007 2008 2009 2010 2011 2012

Konstruksi Dalam

Pengerjaan - - - -

-

-

Aset lainnya - - - - - -

Belanja tidak terduga 40 - - - 562 -

Belanja tidak terduga 40 - - - 562 -

Transfer - - - - - -

Bagi Hasil Pajak ke

Kab/Kota/Desa - - - -

-

-

Bagi Hasil Retribusi ke

Kab/Kota/Desa - - - -

-

-

Bagi Hasil Lainnya ke

Kab/Kota/Desa - - - -

-

-

Transfer Lainnya ke

Kab/Kota/Desa - - - -

-

-

Belanja dan Transfer - - - 1,191,153 1,443,986 1,504,970

Pembiayaan 256,099 76,286 138,830 - 13,151 80,420

Penerimaan Pembiayaan 265,862 79,840 140,486 - 13,151 105,227

SiLPA TA sebelumnya 265,862 75,009 140,435 - 13,132 105,227

Pencairan dana cadangan - - - - - -

Hasil Penjualan Kekayaan

Daerah yang Dipisahkan - - - -

-

-

Penerimaan Pinjaman

Daerah dan Obligasi Daerah - - - -

-

-

Penerimaan Kembali

Pemberian Pinjaman - - 51 -

19

-

Penerimaan Piutang Daerah - 4,831 -

Pengeluaran Pembiayaan 9,763 3,554 1,656 - - 24,808

Pembentukan Dana

Cadangan - - - -

-

-

Penyertaan Modal

(Investasi) Daerah 4,700 3,554 1,656 -

-

15,647

Pembayaran Pokok Utang 5,063 - - - - -

Pemberian Pinjaman

Daerah - - - -

-

-

Pembayaran Kegiatan

Lanjutan - - - -

-

-

Pengeluaran Perhitungan

Pihak Ketiga - - - -

-

9,161

SILPA Tahun Berkenaan 256,099 140,472 27,870