PAJAK BUMI DAN BANGUNAN - Elearning...
Transcript of PAJAK BUMI DAN BANGUNAN - Elearning...
HOME :: DAFTAR ISI Laboratorium Pengembangan Akuntansi
BAB 1
DASAR HUKUM & ISTILAH
A DASAR HUKUM PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
Dalam Negara Republik Indonesia yang kehidupan rakyat dan perekonomiannya
sebagian besar bercorak agraris, bumi termasuk perairan dan kekayaan alam yang
terkandung didalamnya mempunyai fungsi penting dalam membangun masyarakat
adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Oleh karena itu bagi mereka yang memperoleh manfaat dari bumi dan kekayaan alam
yang terkandung didalamnya, karena mendapat sesuatu hak dari kekuasaan negara,
wajar menyerahkan sebagian dari kenikmatan yang diperolehnya kepada negara
melalui pembayaran pajak.
Dalam rangka penyederhanaan beberapa jenis pungutan atas tanah dan bangunan,
maka pungutan yang diatur dalam :
♦ Ordonansi Pajak Rumah Tangga 1908;
♦ Ordonansi Verponding Indonesia 1923;
♦ Ordonansi Verponding 1928;
♦ Ordonansi Pajak Kekayaan 1932;
♦ Ordonansi Pajak Jalanan 1942;
Pasal 14 huruf j, huru k, dan huruf l Undang Undang Darurat Nomor 11 Tahun 1957
tentang Peraturan Umum Pajak Daerah; Peraturan Pemerintah pengganti Undang-
Undang Nomo 11 Tahun 1959 tentang Pajak Hasil Bumi (IPEDA) dan lain-lain
Peraturan perundang-undangan sepanjang mengenai tanah dan bangunan,
"Dinyatakan tidak berlaku lagi dan diganti dengan pungutan Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB)."
Dasar Hukum Pemungutan :
♦ Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan.
Pajak Bumi dan Bangunan Hal. 25 dari 54
HOME :: DAFTAR ISI Laboratorium Pengembangan Akuntansi
♦ Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 1985 tentang Persentase Nilai Jual Kena
Pajak Pada Pajak Bumi dan Bangunan.
♦ Keputusan Menteri Keuangan No. 1002/KMK.04/ 1985 tentang Tata Cara
pendaftaran objek pajak PBB.
♦ Keputusan Menteri Keuangan No. 1003/KMK.04/ 1985 tentang Penuntun
Klasifikasi dan besarnya Nilai Jual objek Pajak sebagai dasar Pengenaan PBB.
♦ Keputusan Menteri Keuangan No. 1006/KMK.04/ 1985 tentang Tata Cara
penagihan PBB dan pe- nunjukkan pejabat yang berwenang mengeluarkan Surat
Paksa.
♦ Keputusan Menteri Keuangan No. 1007/KMK.04/ 1985 tentang Pelimpahan
Wewenang Penagihan Pajak Bumi dan Bangunan kepada Gubernur Kepala
Daerah Tingkat I dan/atau Bupai/Walikota madya Kepala Daerah Tingkat II.
♦ Keputusan Gubernur KDKI Jakarta No. 816 Ta-hun 1989 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Pemungut- an Pajak Bumi dan Bangunan di Wilayah DKI Jakarta.
♦ Peraturan Pelaksanaan Lainnya.
♦ Undang-Undang nomor 12 Tahun 1994.
Dengan demikian maka Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dapat didefinisikan adalah
“Pajak Negara yang dikenakan terhadap bumi dan/atau bangunan berdasarkan
Undang-undang nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 12 Tahun 1994”.
PBB adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang
ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah dan/atau bangunan. Keadaan subyek
(siapa yang membayar) tidak ikut menentukan besarnya pajak.
B OBJEK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
Objek PBB adalah "Bumi dan/atau Bangunan":
Bumi : Permukaan bumi (tanah dan perairan) dan tubuh bumi yang ada dibawahnya.
Contoh : sawah, ladang, kebun, tanah. pekarangan, tambang, dll.
Bangunan : Konstruksi teknik yang ditanamkan atau dilekatkan secara tetap pada
tanah dan/atau perairan di wilayah Republik Indonesia.
Pajak Bumi dan Bangunan Hal. 26 dari 54
HOME :: DAFTAR ISI Laboratorium Pengembangan Akuntansi
Contoh : rumah tempat tinggal, bangunan tempat usaha, gedung bertingkat, pusat
perbelanjaan, jalan tol, kolam renang, anjungan minyak lepas pantai, dll
C OBJEK PBB YANG DIKECUALIKAN
Pada dasarnya semua tanah dan bangunan yang berada di wilayah negara kita ini bisa
dimasukkan sebagai “objek Pajak”. Namun terhadap tanah dan bangunan tertentu
dapat dikecualikan atau tidak dikenakan pungutan Pajak Bumi dan Bangunan.
Adapun objek pajak atau tanah dan bangunan yang dikecualikan/tidak dikenakan
Pajak Bumi dan Bangunan itu adalah sebagai berikut :
1. Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum dibidang ibadah,
sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional yang tidak dimaksudkan
memperoleh keuntungan, seperti pesantren atau sejenisnya, mesjid, gereja, tanah
wakaf, rumah sakit pemerintah, sekolah/madrasah, panti asuhan, candi, dan lain-
lain.
2. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala atau yang sejenis dengan itu
seperti musium.
3. Merupakan hutan lindung, suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah
pengembalaan yang dikuasai oleh desa dan tanah negara yang belum dibebani
sesuatu hak dan lain-lain.
4. Tanah atau Bangunan yang digunakan oleh perwakilan diplomatik atau konsulat
berdasarkan asas perlakuan timbal balik. Artinya bila tanah/gedung perwakilan RI
dinegara tertentu tidak dikenai PBB, hal yang sama kita perlakukanterhadap
tanah/gedung negara tersebut yang ada disini.
5. Bangunan yang digunakan oleh perwakilan organisasi internasional yang
ditentukan oleh Menteri Keuangan.
D SUBYEK PAJAK DAN WAJIB PAJAK
Subjek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata :
♦ mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau;
♦ memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau;
♦ memiliki, menguasai atas bangunan, dan/atau;
Pajak Bumi dan Bangunan Hal. 27 dari 54
HOME :: DAFTAR ISI Laboratorium Pengembangan Akuntansi
♦ memperoleh manfaat atas bangunan.
Wajib Pajak
Wajib Pajak adalah Subjek Pajak (orang pribadi/badan) yang dikenakan kewajiban
membayar pajak. Pada umumnya setiap orang/badan yang secara nyata mempunyai
hak atas bumi atau memperoleh manfaat atas bumi, dan atau memiliki, menguasai dan
atau memperoleh manfaat atas bangunan yang bersangkutan bisa dikenakan pajak
bumi dan bangunan . Apabila suatu bidang tanah dan bangunan tidak diketahui secara
jelas siapa yang menanggung pajaknya, maka yang menetapkan adalah Direktorat
Jendral Pajak. Penetapan ini ditentukan berdasarkan bukti-bukti apakah ada perjanjian
antara pemilik dan penyewa yang mengatur, siapa yang menanggung kewajiban
pajaknya dan siapa yang secara nyata mendapat manfaat atas bidang tanah dan
bangunan tersebut. Tetapi bila ternyata orang atau badan yang ditetapkan sebagai
pihak yang harus membayar pajak itu menolak, maka yang bersangkutan dapat
memberikan keterangan tertulis kepada Direktur Jendral Pajak. Dalam hal ini DirJen
Pajak dapat menyetujui atau mungkin menolaknya dengan alasan-alasan tertentu.
Jawaban dapat diperoleh dalam jangka waktu satu bulan sejak diterimanya keterangan
tersebut.
E CARA MENDAFTARKAN OBJEK PBB
Orang atau Badan yang menjadi Subyek PBB harus mendaftarkan Objek Pajaknya ke
Kantor Pelayanan PBB atau Kantor Penyuluhan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi
letak objek tersebut, dengan menggunakan formulir Surat Pemberitahuan Objek Pajak
(SPOP) yang tersedia gratis di Kantor Pelayanan PBB/Kantor Penyuluhan Pajak
setempat.
F DASAR PENGENAAN PBB
Dasar pengenaan PBB adalah "Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)". NJOP ditentukan per
wilayah berdasarkan keputusan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak
dengan terlebih dahulu memperhatikan :
1. harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar;
Pajak Bumi dan Bangunan Hal. 28 dari 54
HOME :: DAFTAR ISI Laboratorium Pengembangan Akuntansi
2. perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis yang letaknya berdekatan dan
telah diketahui harga jualnya
3. nilai perolehan baru
4. penentuan nilai jual objek pengganti.
G NILAI JUAL OBJEK PAJAK TIDAK KENA PAJAK (NJOPTKP)
NJOPTKP adalah batas NJOP atas bumi dan/atau bangunan yang tidak kena pajak.
Besarnya NJOPTKP adalah Rp 8.000.000,- dengan ketentuan sebagai berikut :
1. Setiap Wajib Pajak memperoleh pengurangan NJOPTKP sebanyak satu kali dalam
satu Tahun Pajak.
2. Apabila wajib pajak mempunyai beberapa Objek Pajak, maka yang mendapatkan
pengurangan NJOPTKP hanya satu Objek Pajak yang nilainya terbesar dan tidak
bisa digabungkan dengan Objek Pajak lainnya.
H DASAR PENGHITUNGAN PBB
Dasar penghitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP).
Besarnya NJKP adalah sebagai berikut :
1. 40% untuk objek pajak perumahan yang wajib pajaknya perseorangan dengan
NJOP sama atau lebih dari Rp 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah)
2. 20% untuk objek pajak lainnya.
Besarnya tarip PBB adalah 0,5%
Rumus penghitungan PBB = Tarif x NJKP
a. Jika NJKP = 40% x (NJOP - NJOPTKP) maka besarnya PBB
= 0,5% x 40% x (NJOP-NJOPTKP)
= 0,2% x (NJOP-NJOPTKP)
b. Jika NJKP = 20% x (NJOP - NJOPTKP) maka besarnya PBB
= 0,5% x 20% x (NJOP-NJOPTKP)
= 0,1% x (NJOP-NJOPTKP)
I TEMPAT PEMBAYARAN PBB
Wajib Pajak yang telah menerima Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT), Surat
Ketetapan Pajak (SKP) dan Surat Tagihan Pajak (STP) dari Kantor Pelayanan PBB
Pajak Bumi dan Bangunan Hal. 29 dari 54
HOME :: DAFTAR ISI Laboratorium Pengembangan Akuntansi
atau disampaikan lewat Pemerintah Daerah harus melunasinya tepat waktu pada
tempat pembayaran yang telah ditunjuk dalam SPPT yaitu Bank Persepsi atau Kantor
Pos dan Giro.
J SAAT YANG MENENTUKAN PAJAK TERUTANG.
Saat yang menentukan pajak terutang atau belum dibayar adalah keadaan Objek Pajak
pada tanggal 1 Januari. Dengan demikian segala mutasi atau perubahan atas Objek
Pajak yang terjadi setelah tanggal 1 Januari akan dikenakan pajak pada tahun
berikutnya.
Contoh : A menjual tanah kepada B pada tanggal 2 Januari 1996.
Kewajiban PBB Tahun 1996 masih menjadi tanggung jawab A. Sejak Tahun Pajak
1997 kewajiban PBB menjadi tanggung jawab B.
Pajak Bumi dan Bangunan Hal. 30 dari 54
HOME :: DAFTAR ISI Laboratorium Pengembangan Akuntansi
BAB 2
SURAT PEMBERITAHUAN
OBJEK PAJAK (SPOP)
A DEFINISI SPOP
Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) adalah sarana bagi Wajib Pajak (WP)
untuk mendaftarkan Objek Pajak yang akan dipakai sebagai dasar untuk
menghitung Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang terutang.
B HAK WAJIB PAJAK
1. Memperoleh formulir SPOP secara gratis pada setiap Kantor Pelayanan PBB,
Kantor Penyuluhan Pajak, atau tempat lain yang ditunjuk.
2. Memperoleh penjelasan, keterangan tentang tata cara pengisian maupun
penyampaian kembali SPOP pada Kantor Pelayanan PBB/Kantor Penyuluhan
Pajak.
3. Memperoleh tanda terima pengembalian SPOP dari Kantor Pelayanan PBB/Kantor
Penyuluhan Pajak.
4. Memperbaiki/mengisi ulang SPOP apabila terjadi kesalahan dalam pengisian
dengan melampirkan foto kopi bukti yang sah (sertifikat tanah, akta jual beli tanah,
dan lain-lain).
5. Menunjuk orang/pihak lain selain pegawai Direktorat Jenderal Pajak dengan surat
kuasa khusus bermeterai, sebagai kuasa Wajib Pajak untuk mengisi dan
menandatangani SPOP.
6. Mengajukan permohonan tertulis mengenai penundaan penyampaian SPOP
sebelum batas waktu dilampaui dengan menyebutkan alasan-alasan yang sah.
C KEWAJIBAN WAJIB PAJAK
1. Mendaftarkan Objek Pajak dengan cara mengisi SPOP.
2. Mengisi SPOP dengan jelas, benar, dan lengkap:
♦ Jelas berarti dapat dibaca sehingga tidak salah tafsir
♦ Benar berarti data yang diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya
Pajak Bumi dan Bangunan Hal. 31 dari 54
HOME :: DAFTAR ISI Laboratorium Pengembangan Akuntansi
♦ Lengkap berarti terisi semua dan ditandatangani.
3. Menyampaikan kembali SPOP yang telah diisi WP ke Kantor Pelayanan PBB atau
Kantor Penyuluhan Pajak setempat selambat-lambatnya 30 hari setelah formulir
SPOP diterima.
4. Melaporkan perubahan data Objek Pajak/WP kepada Kantor Pelayanan PBB atau
Kantor Penyuluhan Pajak setempat dengan cara mengisi SPOP sebagai
perbaikan/pembetulan SPOP sebelumnya.
D SANKSI
a. Sanksi Administrasi
1. Dalam hal WP tidak menyampaikan kembali SPOP pada waktunya dan setelah
ditegur secara tertulis tidak disampaikan sebagaimana ditentukan dalam surat
teguran, maka akan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) dengan sanksi
berupa denda administrasi sebesar 25% dari PBB yang terutang.
2. Apabila pengisian SPOP setelah diteliti atau diperiksa ternyata tidak benar
(lebih kecil), maka akan diterbitkan SKP degan sanksi berupa denda
administrasi sebesar 25% dari selisih besarnya PBB yang terutang.
b. Sanksi Pidana
1. Barang siapa karena kealpaannya tidak mengembalikan SPOP atau
mengembalikan SPOP tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap dan/ atau
melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga menimbulkan kerugian
bagi negara, dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan
atau denda setinggi-tingginya 2 (dua) kali lipat pajak yang terutang;
2. Barang siapa karena dengan sengaja :
♦ tidak mengembalikan atau menyampaikan SPOP kepada Direktorat
Jenderal Pajak
♦ menyampaikan SPOP tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap dan/atau
melampirkan keterangan yang tidak benar
♦ memperlihatkan surat palsu atau dipalsukan atau dokumen yang palsu atau
dipalsukan seolah-olah benar
Pajak Bumi dan Bangunan Hal. 32 dari 54
HOME :: DAFTAR ISI Laboratorium Pengembangan Akuntansi
♦ tidak memperlihatkan data atau tidak meminjamkan surat atau dokumen
lainnya
♦ tidak menunjukkan data atau tidak menyampaikan keterangan yang
diperlukan.
sehingga menimbulkan kerugian pada negara, dipidana dengan pidana penjara
selama-lamanya 2 (dua) tahun atau denda setinggi-tingginya sebesar 5 (lima)
kali pajak yang terutang. Sanksi pidana tersebut dilipatkan dua apabila
seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat
satu tahun, terhitung sejak selesainya menjalani sebagian atau seluruh pidana
penjara yang dijatuhkan atau sejak dibayarnya denda.
Pajak Bumi dan Bangunan Hal. 33 dari 54
HOME :: DAFTAR ISI Laboratorium Pengembangan Akuntansi
BAB 3
SURAT PEMBERITAHUAN PAJAK
TERUTANG DAN TATA CARA
PEMBAYARAN PBB
A SURAT PEMBERITAHUAN PAJAK TERUTANG.
1. Pengertian.
Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) adalah Surat Keputusan Kepala
Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KP.PBB) mengenai pajak
terutang.yang harus dibayar dalam 1 (satu) tahun pajak.
2. Hak Wajib Pajak.
a. Menerima SPPT PBB setiap tahun pajak, paling lambat bulan Juni atau satu
bulan setelah menyerahkan Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP).
b. Mendapatkan penjelasan segala sesuatu yang berhubungan dengan ketetapan
PBB.
c. Mengajukan keberatan dan pengurangan.
d. Mendapatkan Surat tanda Terima Setoran (STTS) PBB dari
Bank/Kantor Pos dan Giro yang tercantum pada SPPT atau Tanda
Terima Sementara (TTS) dari petugas pemungut PBB Kelurahan/Desa
yang ditunjuk resmi.
3. Kewajiban Wajib Pajak.
a. Menandatangani bukti tanda terima SPPT dan mengirimkannya
kembali kepada Lurah/Kepala Desa/Dinas Pendapatan Daerah/Kantor
Penyuluhan Pajak untuk diteruskan ke atau Kantor Pelayanan PBB
yang menerbitkan SPPT.
b. Melunasi PBB pada tempat yang telah ditentukan.
4. Cara Mendapatkan SPPT.
Pajak Bumi dan Bangunan Hal. 34 dari 54
HOME :: DAFTAR ISI Laboratorium Pengembangan Akuntansi
a. Mengambil sendiri di Kantor Kelurahan/Kepala Desa/di tempat Wajib
Pajak terdaftar atau tempat lain yang ditunjuk.
b. Dalam rangka pelayanan, SPPT dapat dikirim melalui kantor Pos dan
Giro atau diantarkan oleh aparat Kelurahan/Desa.
B TATA CARA PEMBAYARAN PBB.
1. Pembayaran dapat dilakukan melalui :
a. bank atau Kantor Pos dan Giro yang tercantum pada SPPT atau
b. Petugas pemungut PBB Kelurahan/Desa yang ditunjuk resmi.
2. Pembayaran harus dilakukan sekaligus (tidak diperkenankan mencicil).
Pajak Bumi dan Bangunan Hal. 35 dari 54
HOME :: DAFTAR ISI Laboratorium Pengembangan Akuntansi
BAB 4
PENGURANGAN PAJAK BUMI
DAN BANGUNAN A PENGERTIAN
Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pemberian keringanan pajak
yang terutang atas Objek Pajak dalam hal :
1. Kondisi tertentu Objek Pajak yang ada hubungannya dengan Subyek Pajak
dan/atau karena sebab-sebab tertentu lainnya, yaitu :
♦ lahan pertanian/perkebunan/perikanan/peternakan yang hasilnya sangat
terbatas yang dimiliki/dikuasai atau dimanfaatkan oleh Wajib Pajak Orang
Pribadi.
♦ Objek Pajak yang nilai jualnya meningkat disebabkan karena adanya
pembangunan atau perkembangan lingkungan yang dimiliki/dikuasai atau
dimanfaatkan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi yang berpenghasilan rendah.
♦ Objek Pajak yang dimiliki/dikuasai atau dimanfaatkan oleh Wajib Pajak Orang
Pribadi yang penghasilannya semata-mata berasal dari pensiun, sehingga
kewajiban PBB-nya sulit dipenuhi.
♦ Objek Pajak yang dimiliki/dikuasai atau dimanfaatkan oleh Wajib Pajak Badan
yang mengalami kerugian dan kesulitan likuiditas yang serius sepanjang tahun,
sehingga tidak dapat memenuhi kewajiban rutin perusahaan.
♦ Objek Pajak yang dimiliki/dikuasai atau dimanfaatkan oleh masyarakat
berpenghasilan rendah lainnya sehingga kewajiban PBB-nya sulit dipenuhi.
2. Terkena bencana alam seperti gempa bumi, banjir, tanah longsor.
3. Terkena sebab-sebab lain yang luar biasa seperti kebakaran, kekeringan
(puso).
B CARA PENGAJUAN PERMOHONAN
a. Permohonan pengurangan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada
Kepala Kantor Pelayanan PBB yang menerbitkan Surat Pemberitahuan Pajak
Terutang (SPPT)/Surat Ketetapan Pajak (SKP).
Pajak Bumi dan Bangunan Hal. 36 dari 54
HOME :: DAFTAR ISI Laboratorium Pengembangan Akuntansi
b. Isi surat permohonan menyebutkan prosentase pengurangan yang diminta
c. Pengajuan permohonan dilakukan dengan ketentuan :
1. Untuk ketetapan PBB s/d Rp 25.000,- dapat diajukan secara perseorangan atau
kolektif (melalui Kepala Desa/Lurah yang bersangkutan) dengan formulir yang
telah ditentukan.
2. Untuk ketetapan PBB di atas Rp 25.000,- harus diajukan oleh WP yang
bersangkutan dengan melampirkan fotokopi SPPT/SKP PBB Tahun Pajak
yang dimohonkan.
3. Untuk WP Badan, melampirkan fotokopi :
1. SPPT/SKP PBB tahun yang dimohonkan;
2. SPT PPh tahun terakhir beserta lampirannya.
4. Untuk Objek Pajak yang terkena bencana alam, hama tanaman, dan sebab lain
yang luar biasa dan bersifat massal diajukan oleh Kepala Desa/Lurah dengan
diketahui oleh Camat dengan mencantumkan nama-nama Wajib Pajak yang
dimohonkan pengurangannya dengan mempergunakan formulir yang telah
ditentukan.
d. Permohonan diajukan selambat-lambatnya 60 hari sejak SPPT/SKP diterima WP.
e. Apabila batas waktu pengajuan tersebut tidak dipenuhi, maka permohonannya
tidak diproses, dan Kepala Kantor Pelayanan PBB yang bersangkutan harus
memberitahukan secara tertulis kepada WP/Kepala Desa/Lurah, disertai
penjelasan seperlunya.
3. BENTUK KEPUTUSAN
Keputusan atas permohonan pengurangan besarnya PBB yang diajukan WP dapat
berupa:
♦ mengabulkan seluruh permohonan;
♦ mengabulkan sebagaian atau;
♦ menolak.
Pajak Bumi dan Bangunan Hal. 37 dari 54
HOME :: DAFTAR ISI Laboratorium Pengembangan Akuntansi
BAB 5
SURAT KETETAPAN
PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
A PENGERTIAN
Surat Ketatapan Pajak (SKP) adalah Surat Keputusan Kepala Kantor Pelayanan
Pajak Bumi dan Bangunan yang memberitahukan besarnya pajak yang terutang
termasuk denda administrasi, kepada Wajib Pajak (WP).
B DASAR PENERBITAN SKP
SKP diterbitkan apabila :
a. Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) tidak disampaikan kembali dalam
jangka waktu 30 hari dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan
sebagaimana ditentukan dalam surat teguran.
b. Berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain yang ada ternyata jumlah
pajak yang terutang lebih besar dari jumlah pajak yang dihitung berdasarkan SPOP
yang disampaikan oleh WP.
C JUMLAH PAJAK TERUTANG DALAM SKP
a. Jumlah pajak yang terutang dalam SKP yang disebabkan oleh pengembalian SPOP
lewat 30 hari setelah diterima WP, adalah sebesar pokok pajak ditambah dengan
denda administrasi sebesar 25% dihitung dari pokok pajak.
b. Jumlah pajak yang terutang dalam SKP yang disebabkan oleh hasil pemeriksaan
atau keterangan lainnya, dihitung berdasarkan SPOP ditambah denda administrasi
25% dari selisih pajak yang terutang.
D CARA PENYAMPAIAN SKP
SKP disampaikan kepada WP melalui :
a. Kantor Pelayanan PBB/Kantor Penyuluhan Pajak.
b. Kantor Pos dan Giro.
c. Pemerintah Daerah.
E BATAS WAKTU PELUNASAN SKP
Pajak Bumi dan Bangunan Hal. 38 dari 54
HOME :: DAFTAR ISI Laboratorium Pengembangan Akuntansi
SKP harus dilunasi dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak SKP diterima oleh WP.
F LAIN-LAIN
Atas SKP dapat diajukan keberatan/pengurangan.
Pajak Bumi dan Bangunan Hal. 39 dari 54
HOME :: DAFTAR ISI Laboratorium Pengembangan Akuntansi
BAB 6
SURAT TAGIHAN
PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
A PENGERTIAN
Surat Tagihan Pajak (STP) adalah Surat Keputusan Kepala Kantor Pelayanan Pajak
Bumi dan Bangunan (KP.PBB) untuk menagih pajak terutang yang tidak atau kurang
dibayar ditambah denda administrasi sebesar 2 (dua) persen per bulan.
B DASAR PENERBITAN STP
a. Wajib Pajak (WP) tidak melunasi pajak yang terutang sedangkan saat jatuh tempo
pembayaran Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT)/Surat Ketetapan Pajak
(SKP) telah lewat.
b. WP melunasi pajak yang terutang setelah lewat saat jatuh tempo pembayaran
SPPT/SKP tetapi denda administrasi tidak dilunasi.
C CARA PENYAMPAIAN STP
STP disampaikan kepada WP melalui:
♦ Kantor Pelayanan PBB/Kantor Penyuluhan Pajak.
♦ Kantor Pos dan Giro.
♦ Pemerintah Daerah.
D BATAS WAKTU PELUNASAN STP
STP harus dilunasi selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak tanggal STP diterima WP.
E SANKSI ADMINISTRASI
Sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) setiap bulan,
untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung dari saat
jatuh tempo sampai dengan hari pembayaran.
F LAIN-LAIN
a. Atas STP tidak dapat diajukan keberatan.
b. WP dapat mengajukan permohonan peninjauan kembali atas STP jika ternyata WP
telah melunasi kewajiban pajaknya.
Pajak Bumi dan Bangunan Hal. 40 dari 54
HOME :: DAFTAR ISI Laboratorium Pengembangan Akuntansi
c. Pajak yang terutang dalam STP apabila tidak dilunasi setelah jangka waktu yang
telah ditentukan dapat ditagih dengan surat paksa.
Pajak Bumi dan Bangunan Hal. 41 dari 54
HOME :: DAFTAR ISI Laboratorium Pengembangan Akuntansi
BAB 7
KEBERATAN ATAS PENGENAAN
PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
A ALASAN PENGAJUAN KEBERATAN
a. Pajak yang terutang pada Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) atau Surat
Ketetapan Pajak (SKP) yang diterbitkan tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya,
karena kesalahan :
♦ luas Objek Pajak bumi dan/atau bangunan;
♦ klasifikasi Objek Pajak bumi dan/atau bangunan;
♦ penetapan/pengenaan.
b. Terdapat perbedaan penafsiran peraturan perundang-undangan tentang PBB antara
Wajib Pajak (WP) dan Fiskus.
c. Kesalahan Penetapan Subyek Pajak sebagai WP oleh Direktorat Jenderal
Pajak.
B TATA CARA PENGAJUAN KEBERATAN
a. Membuat permohonan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Kepala
Kantor Pelayanan PBB.
b. Disampaikan dalam batas waktu 3 (tiga) bulan sejak diterimanya SPPT atau SKP.
c. Memuat alasan yang jelas
d. Melampirkan foto kopi sebagai berikut :
♦ Bukti pemilikan hak atas tanah/sertifikat; dan/atau
♦ Bukti Surat Ukur/Rincik; dan/atau
♦ Akta Jual Beli; dan/atau
♦ SPPT/SKP; dan/atau
♦ Izin Mendirikan Bangunan (IMB); dan/atau
♦ Bukti resmi lainnya.
C BENTUK KEPUTUSAN.
Pajak Bumi dan Bangunan Hal. 42 dari 54
HOME :: DAFTAR ISI Laboratorium Pengembangan Akuntansi
Keputusan keberatan dapat berupa:
♦ diterima seluruhnya, apabila data/bukti-bukti yang dilampirkan dalam pengajuan
keberatan dan/atau diperoleh dalam peninjauan terbukti kebenarannya.
♦ diterima sebagian, apabila data/bukti-bukti yang dilampirkan dalam pengajuan
keberatan dan/atau diperoleh dalam peninjauan sebagian terbukti kebenarannya.
♦ ditolak, apabila data/bukti-bukti yang dilampirkan dalam pengajuan keberatan
dan/atau diperoleh dalam peninjauan tidak terbukti kebenarannya.
♦ ditambah jumlah pajaknya, apabila data/bukti-bukti yang dilampirkan dalam
pengajuan keberatan dan/atau diperoleh dalam peninjauan lapangan, menunjukkan
adanya peningkatan jumlah luas dan/atau Nilai Jual Objek Pajak.
D LAIN-LAIN.
a. Keberatan terhadap SPPT/SKP harus diajukan per Objek Pajak dan per tahun
pajak.
b. Surat keberatan yang diajukan langsung oleh WP akan diberi Tanda Bukti
Penerimaan, dan surat keberatan yang dikirim malalui Pos Tercatat, Resi Tanda
Pengiriman menjadi Tanda Bukti Penerimaan.
c. Pengajuan permohonan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak.
Pajak Bumi dan Bangunan Hal. 43 dari 54
HOME :: DAFTAR ISI Laboratorium Pengembangan Akuntansi
BAB 8
KELEBIHAN PEMBAYARAN
PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
A PENGERTIAN
Kelebihan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah selisih antara pajak
yang dibayar dengan pajak yang terutang. Kelebihan pembayaran PBB terjadi dalam
hal pembayaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak (WP) lebih besar dari jumlah PBB
yang seharusnya terutang.
B PENYEBAB TERJADINYA KELEBIHAN PEMBAYARAN
a. Perubahahan peraturan
b. Surat Keputusan Pemberian Pengurangan
c. Surat Keputusan Penyelesaian Keberatan
d. Kekeliruan pembayaran.
C TATA CARA PENGAJUAN PERMOHONAN
a. Mengajukan permohonan secara tertulis dalam bahasa Indonesia yang jelas kepada
Direktur Jenderal Pajak c.q. Kepala Kantor Pelayanan PBB yang menerbitkan
Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT)/Surat Ketetapan Pajak (SKP)/Surat
Tagihan Pajak (STP).
b. Surat permohonan disampaikan langsung atau dikirim melalui pos tercatat
c. Surat permohonan dilampiri dengan dokumen yang berkaitan dengan Objek Pajak
yang dimohonkan berupa:
♦ Fotokopi SPPT/SKP/STP dan Surat Keputusan tentang Keberatan/Banding
dan/atau Surat Keputusan tentang pemberian pengurangan;
♦ Asli Surat Tanda Terima Setoran (STTS) PBB.
d. Meminta tanda bukti penerimaan surat permohonan (yang sudah lengkap) dari
pejabat Kantor Pelayanan PBB yang ditunjuk.
D PELAKSANAAN PENGEMBALIAN
Pajak Bumi dan Bangunan Hal. 44 dari 54
HOME :: DAFTAR ISI Laboratorium Pengembangan Akuntansi
a. Dalam jangka waktu 12 bulan sejak diterimanya surat permohonan secara lengkap
dari WP, Kantor Pelayanan PBB harus menerbitkan :
♦ Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran Pajak (SKKPP) PBB, apabila jumlah
yang dibayar ternyata lebih besar dari yang seharusnya terutang;
♦ Surat Pemberitaan (SPb), apabila jumlah yang dibayar sama dengan jumlah
PBB yang seharusnya terutang;
♦ Surat Ketetapan Pajak (SKP) apabila jumlah yang dibayar ternyata kurang dari
jumlah PBB yang seharusnya terutang.
b. Kepala Kantor Pelayanan PBB harus menerbitkan Surat Perintah Membayar
Kelebihan Pajak PBB (SPMKP.PBB) dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak
diterbitkannya SKKPP.PBB.
c. Dalam hal WP mempunyai utang PBB atas objek lainnya dalam wilayah Dati II
yang sama, maka kelebihan pembayaran PBB yang tercantum dalam SKKPP.PBB
langsung diperhitungkan terlebih dahulu.
d. WP dapat mengajukan permohonan agar kelebihan pembayaran PBB
diperhitungkan dengan penetapan PBB yang akan datang.
e. Atas sisa penghitungan sebagaimana dimaksud pada huruf c dan d, dapat
diterbitkan SPMKP.PBB.
Pajak Bumi dan Bangunan Hal. 45 dari 54
HOME :: DAFTAR ISI Laboratorium Pengembangan Akuntansi
BAB 9
PENGAJUAN DAN PENYELESAIAN
BANDING PBB
A PENGERTIAN
Wajib Pajak (WP) yang tidak/belum puas terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak
atas keberatannya, dapat mengajukan banding kepada Badan Peradilan Pajak (BPP).
Sebelum BPP dibentuk permohonan banding diajukan kepada Majelis Pertimbangan
Pajak (MPP).
B TATA CARA PENGAJUAN BANDING
a. Permohonan banding diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan
memuat alasan yang jelas;
b. Permohonan banding diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal
diterimanya Surat Keputusan atas Keberatan oleh WP;
c. Permohonan banding harus dilampiri foto kopi Surat Keputusan atas Keberatan.
C BENTUK PUTUSAN BANDING
a. Putusan banding dapat berupa :
♦ Diterima seluruhnya
♦ Diterima sebagian
♦ Ditolak
♦ Menambah jumlah PBB yang terutang.
b. Putusan banding oleh BPP merupakan putusan akhir dan bersifat tetap serta bukan
merupakan keputusan Tata Usaha Negara.
D IMBALAN BUNGA
Apabila pengajuan permohonan banding diterima sebagian atau seluruhnya, maka
kelebihan pembayaran (bila ada) dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga
sebesar 2% sebulan untuk selama-lamanya 24 bulan.
E LAIN-LAIN
Pajak Bumi dan Bangunan Hal. 46 dari 54
HOME :: DAFTAR ISI Laboratorium Pengembangan Akuntansi
Pengajuan permohonan banding tidak menunda kewajiban membayar pajak dan
pelaksanaan penagihan pajak.
Pajak Bumi dan Bangunan Hal. 47 dari 54
HOME :: DAFTAR ISI Laboratorium Pengembangan Akuntansi
BAB 10
KLASIFIKASI BUMI & BANGUNAN
SERTA PENERAPANNYA
DALAM MENGHITUNG PBB
Untuk memudahkan penghitungan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang terutang atas
suatu objek pajak berupa tanah (bumi) dan/atau bangunan perlu diketahui pengelompokan
objek pajak menurut nilai jualnya, tarif, Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak
(NJOPTKP), dan Nilai Jual Kena Pajak (NJKP).
Pengelompokan Objek Pajak menurut nilai jual tersebut lazim disebut dengan klasifikasi
tanah (bumi) dan bangunan.
A NILAI JUAL OBJEK PAJAK TIDAK KENA PAJAK
Sejak tahun 1995 NJOPTKP ditetapkan sebesar Rp 8.000.000,- untuk tiap Wajib Pajak
(WP). Apabila WP mempunyai lebih dari satu Objek Pajak maka yang mendapatkan
NJOPTKP hanya satu objek, yaitu yang nilainya paling tinggi.
B TARIF PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
Tarif Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang dikenakan atas Objek Pajak adalah tarif
tunggal yaitu sebesar 0,5%.
C NILAI JUAL KENA PAJAK
Nilai Jual Kena Pajak ditetapkan :
1. Untuk Objek Pajak jenis penggunaan perumahan yang Wajib Pajaknya Orang
Pribadi dengan NJOP bernilai Rp 1 milyar atau lebih dan tidak dimiliki, dikuasai
atau dimanfaatkan oleh Pegawai Negeri Sipil (PNS), ABRI, dan para pensiunan
Pajak Bumi dan Bangunan Hal. 48 dari 54
HOME :: DAFTAR ISI Laboratorium Pengembangan Akuntansi
termasuk janda atau dudanya yang berpenghasilan semata-mata dari gaji atau uang
pensiun ditetapkan sebesar 40 %.
2. Untuk Objek Pajak lainnya ditetapkan sebesar 20% .
D PENERAPAN KLASIFIKASI BUMI DAN/ATAU BANGUNAN
1. Objek perumahan yang tidak dimiliki, dikuasai, atau dimanfaatkan oleh PNS,
ABRI dan para pensiunan termasuk janda dan dudanya.
♦ Luas Bumi 1.000 m2 dengan nilai jual Rp 840.000,00/m2 Nilai jual tanah
tersebut termasuk kelas 17 dengan nilai jual Rp 802.000,- /m2
♦ Luas Bangunan 400 m2 dengan nilai jual Rp 1.000.000,00/m2. Nilai jual
bangunan tersebut termasuk kelas 2 dengan nilai jual Rp 968.000,- /m2
Penghitungan PBB-nya :
♦ Jumlah NJOP bumi :1.000 x Rp 802.000,- = Rp 802.000.000,-
♦ Jumlah NJOP Bangunan : 400 x Rp 968.000,- = Rp 387.200.000,-
♦ NJOP sebagai dasar pengenaan PBB = Rp 1.189.200.000,-
♦ NJOPTKP = Rp 8.000.000,-
♦ NJOP untuk penghitungan PBB = Rp 1.181.200.000,-
♦ NJKP : 40% x Rp 1.181.200.000,- = Rp 472.480.000,-
PBB yang terutang : 0,5% x Rp 472.480.000,- = Rp 2.362.400,-
(Dua juta tiga ratus enam puluh dua ribu empat ratus rupiah)
2. Apabila Objek Pajak pada contoh A dimiliki/dikuasai/dimanfaatkan oleh PNS,
ABRI, Pensiunan termasuk janda/dudanya yang berpenghasilan semata-mata dari
gaji atau uang pensiun maka penghitungannya adalah:
- NJKP : 20% x Rp 1.181.200.000,- = Rp 236.240.000,-
PBB yang terutang : 0,5% x Rp 236.240.000,- = Rp 1.181.200,-
(Satu juta seratus delapan puluh satu ribu dua ratus rupiah)
3. Objek perumahan lainnya dan non perumahan.
- Luas Bumi 300 m2 dengan nilai jual Rp 75.000,- /m2. Nilai jual bumi tersebut
termasuk kelas 30 dengan nilai jual Rp 82.000,- /m2
Pajak Bumi dan Bangunan Hal. 49 dari 54
HOME :: DAFTAR ISI Laboratorium Pengembangan Akuntansi
- Luas Bangunan 150 m2 dengan nilai jual Rp 260.000,-/m2. Nilai jual bangunan
tersebut termasuk kelas 10 dengan nilai jual Rp 264.000,- /m2
Penghitungan PBB-nya :
- Jumlah NJOP bumi : 300 x Rp 82.000,- = Rp 24.600.000,-
- Jumlah NJOP Bangunan : 150 x Rp 264.000,- = Rp 39.600.000,-
- NJOP sebagai dasar pengenaan PBB = Rp 64.200.000,-
- NJOPTKP = Rp 8.000.000,-
- NJOP untuk penghitungan PBB = Rp 56.200.000,-
- NJKP : 20% x Rp 56.200.000,- = Rp 11.240.000,-
PBB yang terutang 0,5% x Rp 11.240.000,- = Rp 56.200,-
(Lima puluh enam ribu dua ratus rupiah)
Pajak Bumi dan Bangunan Hal. 50 dari 54
HOME :: DAFTAR ISI Laboratorium Pengembangan Akuntansi
BAB 11
PENDAFTARAN & PENDATAAN
OBJEK PBB
A PENDAFTARAN OBJEK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB)
Pendaftaran Objek PBB dilakukan oleh Subyek Pajak dengan cara mengambil dan
mengisi formulir Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) secara jelas, benar dan
lengkap dengan disertai sket/denah Objek Pajak dan ditandatangani serta
dikembalikan ke Kantor Pelayanan PBB yang bersangkutan atau tempat lain yang
ditunjuk untuk pengambilan dan pengembalian SPOP. Formulir SPOP disediakan dan
dapat diambil gratis di Kantor Pelayanan PBB atau tempat lain yang ditunjuk.
B PENDATAAN OBJEK PAJAK
Pendataan Objek Pajak Bumi dan Bangunan dilakukan oleh Kantor Pelayanan PBB
dengan menggunakan SPOP dan dilaksanakan sekurang-kurangnya untuk satu wilayah
administrasi desa/kelurahan.
Pendataan dapat dilakukan dengan cara:
a. Penyebaran SPOP:
Hanya dapat dilakukan pada daerah/wilayah yang tidak/belum mempunyai peta,
terpencil dan mempunyai potensi PBB yang relatif kecil.
b. Identifikasi Objek Pajak
Dilakukan pada daerah/wilayah yang sudah memiliki peta garis/peta foto yang
dapat menentukan posisi relatif Objek Pajak, namun tidak mempunyai data
administrasi pembukuan PBB hasil pendataan 3 (tiga) tahun terakhir secara
lengkap.
c. Verifikasi Objek Pajak
Dilakukan pada daerah/wilayah yang sudah memiliki peta garis/peta foto dan sudah
mempunyai data administrasi pembukuan PBB hasil pendataan 3 (tiga) tahun
terakhir secara lengkap.
Pajak Bumi dan Bangunan Hal. 51 dari 54
HOME :: DAFTAR ISI Laboratorium Pengembangan Akuntansi
d. Pengukuran Bidang Objek Pajak
Dilakukan pada daerah/wilayah yang hanya memiliki sket desa/kelurahan, sehingga
belum dapat digunakan untuk menentukan posisi relatif Objek Pajak, namun
letaknya strategis dan mempunyai potensi PBB yang pesat.
Pajak Bumi dan Bangunan Hal. 52 dari 54
HOME :: DAFTAR ISI Laboratorium Pengembangan Akuntansi
BAB 12
PENAGIHAN PAJAK BUMI
DAN BANGUNAN
A DASAR PENAGIHAN
Dasar penagihan Pajak Bumi dan Bangunan adalah :
a. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT)
b. Surat Ketetapan Pajak (SKP)
c. Surat Tagihan Pajak (STP)
B PELAKSANAAN Penagihan
a. Pajak yang terutang dalam SPPT/SKP yang tidak/kurang dibayar setelah
lewat jatuh tempo pembayaran akan ditagih dengan Surat Tagihan Pajak
(STP) termasuk denda administrasi-nya. Jumlah tagihan yang tercantum
dalam STP harus dilunasi selambat-lambatnya 1 bulan sejak STP diterima
oleh Wajib Pajak (WP).
b. Setelah tujuh hari sejak jatuh tempo yang tercantum dalam STP, utang pajak
beserta denda belum dibayar, segera diterbitkan Surat Teguran .
c. Dalam hal WP tidak melunasi utang pajak beserta denda dalam waktu yang telah
ditentukan dalam Surat Teguran, Surat Paksa harus segera diterbitkan setelah 21
hari sejak tanggal Surat Teguran dengan dibebani biaya pelaksanaan penagihan
paksa sebesar Rp 25.000,-.
d. Apabila dalam waktu 1 x 24 jam sejak tanggal pemberitahuan Surat Paksa utang
pajak beserta denda belum juga dilunasi, segera diterbitkan Surat Perintah
Melakukan Penyitaan dengan biaya pelaksanaaan sita sebesar Rp 75.000,-
dibebankan kepada WP.
e. Dalam waktu sepuluh hari setelah tindakan penyitaan, utang pajak beserta denda
belum dilunasi, pelaksanaan penagihan akan dilanjutkan dengan tindakan
Pajak Bumi dan Bangunan Hal. 53 dari 54
HOME :: DAFTAR ISI Laboratorium Pengembangan Akuntansi
pelelangan melalui Kantor Lelang Negara, setelah terlebih dahulu diumumkan
melalui surat kabar.
Dalam hal biaya penagihan paksa dan biaya pelaksanaan sita belum dibayar, maka
akan dibebankan kepada WP bersama-sama dengan biaya iklan untuk pengumuman
lelang dalam surat kabar dan biaya lelang pada saat pelelangan.
Catatan:
♦ Apabila WP melunasi utang pajaknya beserta denda dan biaya-biaya lainnya
sebelum pelaksanaan penyitaan, maka Surat Perintah Melakukan Penyitaan
dicabut.
♦ Apabila WP melunasi utang pajaknya beserta denda dan biaya-biaya lainnya
sebelum pelaksanaan lelang, maka Pengumuman Lelang dibatalkan
C HAK-HAK WAJIB PAJAK
a. Meminta Juru Sita memperlihatkan tanda pengenal Juru Sita Pajak Negara.
b. Menerima salinan Surat Paksa dan Salinan Berita Acara Penyitaan.
c. Menentukan urutan barang yang akan dilelang
d. Sebelum pelaksanaan lelang mendapat kesempatan terakhir untuk melunasi utang
pajak beserta denda termasuk biaya penyitaan, iklan, dan biaya pembatalan lelang
serta melaporkan pelunasan tersebut kepada Kantor Pelayanan PBB yang
bersangkutan.
D KEWAJIBAN WAJIB PAJAK
a. Membantu Juru Sita Pajak Negara dalam melaksanakan tugasnyda engan :
♦ memperbolehkan memasuki ruangan, tempat usaha, tempat tinggal;
♦ memberikan keterangan lisan atau pun tertulis yang diperlukan;
b. Barang yang disita dilarang dipindahtangankan, dihipotikkan, atau disewakan.
E LAIN-LAIN
Juru Sita Pajak Negara berhak meminta bantuan Kepolisian Negara atau aparat
Pemerintah Daerah dalam rangka pelaksanaan penagihan pajak negara.
Pajak Bumi dan Bangunan Hal. 54 dari 54