OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA...

126
OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Komparatif Antara Hukum Islam dan Hukum Pidana Indonesia) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Program Strata Satu (S. 1) Dalam Ilmu Syari’ah Oleh : Muh Wahib Muslim NIM. 062211009 JURUSAN JINAYAH SIYASAH FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO S E M A R A N G 2 0 11

Transcript of OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA...

Page 1: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN

(Studi Komparatif Antara Hukum Islam dan Hukum Pidana Indonesia)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat

Guna Memperoleh Gelar Sarjana Program Strata Satu (S. 1)

Dalam Ilmu Syari’ah

Oleh :

Muh Wahib Muslim

NIM. 062211009

JURUSAN JINAYAH SIYASAH

FAKULTAS SYARI’AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

S E M A R A N G

2 0 11

Page 2: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

ii

KEMENTRIAN AGAMA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG FAKULTAS SYARI’AH

PENGESAHAN

Nama : Muh Wahib Muslim

NIM : 062211009

Jurusan : Jinayah Siyasah (JS)

Judul Skripsi : OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN

(Studi Komparatif Antara Hukum Pidana Islam dan

Hukum Pidana Indonesia)

Telah dimunaqasahkan oleh Dewan Penguji Fakultas Syari‟ah Institut Agama

Islam Negeri Walisongo Semarang, pada hari/tanggal:

Rabu, 22 Juni 2011

Dan dapat diterima sebagai kelengkapan ujian akhir dalam rangka menyelesaikan Studi Program Sarjana Strata 1 (S.1) tahun akademik 2010/2011, guna

memperoleh gelar Sarjana dalam Ilmu Syari‟ah.

Semarang, 5 Juli 2011

Ketua Sidang Sekretaris Sidang

Drs. H. Musahadi, M. Ag. Maria Anna Muryani, S.H. M.H.

NIP:19690709 199405 1 003 NIP: 19620601 199303 2 001

Penguji I Penguji II

Drs. H. Johan Masruhan, M.M. Rustam D.K.A.H., M.Ag.

NIP:19690709 199405 1 003 NIP: 19690723 199803 1 005

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Rokhmadi, M. Ag Maria Anna Muryani, S.H. M.H. NIP:19660518 199403 1 002 NIP: 19620601 199303 2 001

Alamat : Jl. Prof. Dr. Hamka Km.2 (Kampus III) Telp/Fax : 024-7614454 Semarang 50185

Page 3: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

iii

Drs.Rokhmadi, M.Ag.

Jln. Jati Luhur 318 RT.01 RW.V Ngresep Banyumanik Semarang

Maria Ana Muryani, SH. MH.

Jln.Ganesha Raya 299B Pedurungan Semarang

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Lamp : 4 (empat) eks

Hal : Naskah Skripsi

An. Sdr. Muh Wahib Muslim

Kepada: Yth. Dekan Fakultas Syari‟ah

IAIN Walisongo

Di tempat.

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Setelah saya meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, bersama ini saya

kirimkan naskah skripsi Saudara :

Nama : Muh Wahib Muslim

Nim : 062211009

Jurusana : Jinayah Siyasah

Judul Skripsi: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN

(Studi Komparatif antara Hukum Pidana Islam dan Hukum

Pidana Indonesia)

Dengan ini saya mohon kiranya skripsi saudara tersebut dapat segera

dimunaqosahkan.

Demikian harap menjadi maklum.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Semarang, 10 Juni 2011

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Rokhmadi,M.Ag Maria Anna Muryani, SH. MH

NIP. 19660518 199403 1 002 NIP. 19620601 199303 2 004

Page 4: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

iv

MOTTO

ا تعارض مفسدتان روعى أعظمهما ضررا بارتكاب أخفهماإ

“Apabila dua mafsadah bertentangan, maka perhatikan mana yang

lebih besar mudharatnya dengan mengerjakan yang lebih ringan

mudharatnya”.

Page 5: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

v

PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan sepenuhnya untuk:

1. Ayahanda Sugiyo al-Aziz Muslim dan Ibunda Saripah tercinta yang telah

mengenalkanku pada sebuah kehidupan dengan sebuah kasih sayang yang

tak bertepi. Ridhamu adalah semangat hidupku, doamu adalah penjaga

langkahku, serta adik-adikku Umi Nur Azizah dan Lu‟lu‟ Nurul Hidayati.

2. KH Sirodj Khudhori, KH Ahmad Izzuddin, M. Ag beserta keluarga.

3. teman-teman kamar “Al-Hilal”,dan segenap keluarga besar PP Daarun

Najaah Jerakah Tugu Semarang

4. Teman-temanku jurusan Jinayah Siyasah angkatan 2006, teman-temanku

group “al-Chemophat” Kimia UNNES 2004, teman-teman “al-Mahboeb

2006”, (Gus Labib, Muttaqin, Huda Darno, Akmadi, Suleman, Ulin Albab,

Anam Alkend, Karim Faiz, Jacky Ahmad, Dedi Asfia, Hudam, Wartono,

Munir Kudus) Termakasih atas semangat yang telah kalian berikan.

5. Mas Rosikhan, Mbak Ofa Mamah Zita, Zita Balqis Aulia, Mas Rizal, Mas

Akrom, Lek Anip Jamil, Mas Choy, Seniman Robby Zidni „Ilman Nafi‟a.

Terimakasih atas kopi, teh dan “uba rampene” yang selalu menemani

penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Teman-teman “KOBOI Community“, IKSANI NURIS se-Indonesia.

Page 6: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

vi

DEKLARASI

Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab,

penulis menyatakan bahwa skripsi ini tidak

berisi materi yang pernah ditulis oleh orang

lain atau diterbitkan. Demikian juga skripsi ini

tidak berisi satu pun pikiran-pikiran orang

lain, kecuali informasi yang terdapat dalam

referensi yang dijadikan bahan rujukan.

Semarang, 10 Juni 2011

Deklarator

Muh Wahib Muslim

NIM. 062211009

Page 7: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

vii

ABSTRAKS

Terwujudnya suatu tindak pidana, tidak selalu dijatuhkan hukuman atas

pelakunya. Pertanggungjawaban pidana dapat hapus karena hal-hal yang bertalian

dengan perbuatan atau karena hal-hal yang bertalian dengan pelaku. Dalam

hukum pidana Indonesia, paksaan (overmacht) merupakan salah satu alasan yang

dapat menghapuskan hukuman. Hapusnya hukuman karena adanya overmacht ini

berlaku bagi semua tindak pidana, termasuk tindak pidana pembunuhan, sehingga

pelaku yang terbukti melakukan pembunuhan karena adanya paksaan, maka

pelaku lepas dari segala tuntutan hukum.

Dalam hukum pidana Islam, paksaan dikenal dengan istilah ikrah dan

dharurah. Dalam masalah tindak pidana pembunuhan, menurut hukum pidana

Islam overmacht tidak dapat mempengaruhi hukuman terhadap tindak pidana

tersebut, dalam artian tidak dapat membolehkan atau menghapuskan hukuman.

Sedangkan Para fuqaha berbeda pendapat mengenai hukuman bagi pelaku

pembunuhan karena terpaksa. Sebagian fuqaha berpendapat hukumannya adalah

qisas, dan sebagian yang lain berpendapat hukumannya adalah diyat atau ta‟zir.

Yang menjadi perumusan masalah sebagai berikut: Bagaimana dasar

hukum dan alasan overmacht dalam tindak pidana pembunuhan menurut hukum

pidana Islam dan hukum pidana Indonesia Bagaimana penerapan sanksi bagi

pelaku tindak pidana pembunuhan karena overmacht menurut hukum pidana

Islam dan hukum pidana Indonesia. Penelitian ini bersifat kepustakaan (library

research). Data-data dikumpulkan dan diperoleh dari sumber primer dan skunder

kemudian dianalisis. Dalam menganalisis data, penulis menggunakan analisis

deskriptif dan komparatif. Dalam penelitian ini penulis mencoba menggali serta

meneliti data dengan menggunakan beberapa pendekatan diantaranya pendekatan

normatif. Pendekatan ini dilakukan dalam rangka membahas suatu permasalahan

dengan menitikberatkan pada aspek-aspek yang berkaitan dengan hukum Islam,

serta melihat dan membahas suatu permasalahan yang menitikberatkan pada

aspek-aspek hukum pidana seperti KUHP dan juga dengan penerapan kaidah-

kaidah hukum. Selain itu penulis juga menggunakan pendekatan hermeneutik.

Pendekatan ini diperlukan untuk memahami makna yangn terkandung dalam ayat-

ayat al qur‟an maupun rumusan KUHP.

Kesimpulan akhir dari skripsi ini adalah dalam hukum pidana Islam,

overmacht tidak dapat menghapuskn hukuman terhadap tindak pidana

pembunuhan dan penjatuhan sanksi merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan

dari pelaku overmacht dalam tindak pidana pembunuhan. Sedangkan menurut

hukum pidana Indonesia, pembunuhan yang dilakukan karena overmacht dapat

menghapuskan hukuman. Dengan adanya alasan pembenar dan alasan pemaaf,

pelaku dinyatakan lepas dari tuntutan hukum.

Keyword: overmacht, pembunuhan, sanksi.

Page 8: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

viii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabil’alamin, segala puji kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya kepada penulis berupa kekuatan,

kesabaran dan kemampuan berfikir sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

ini tanpa ada hambatan yang berarti. Sholawat serta salam penulis haturkan

kepada Nabi Muhammad SAW, para sahabat dan keluarga-Nya. Berkat limpahan

rahmat, taufik, hidayah dan inayah-Nya serta usaha yang sungguh-sungguh,

akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul "OVERMACHT

DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Komparatif Antara

Hukum Pidana Islam dan Hukum Pidana Indonesia)”.

Selanjutnya penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Syari‟ah IAIN Walisongo Semarang Bpk Dr. Imam

Yahya, M.Ag dan Pembantu-Pembantu Dekan yang telah memberikan izin

kepada penulis untuk menulis skripsi tersebut dan memberikan fasilitas

untuk belajar dari awal hingga akhir.

2. Ketua & Sekretaris Jurusan yang telah memberikan berbagai motifasi dan

arahan, mulai dari proses awal hingga proses berikutnya.

3. Bapak Drs. Rokhmadi, M.Ag, dan Ibu Maria Ana Muryani SH, MH.

selaku dosen pembimbing yang dengan tulus ikhlas dan meluangkan

waktu untuk mengarahkan dan memberi petunjuk dalam penyusunan

skripsi ini.

Page 9: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

ix

4. Bapak dan Ibu serta adik-adikku tercinta yang senantiasa memberikan

semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini.

5. Sahabat-sahabatku di Jurusan Jinayah Siyasah (JS) dan teman- teman dan

sahabat, serta semua pihak yang telah memberikan bantuan dan semangat

serta motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak

bisa penulis sebutkan satu persatu.

Semoga amal baik mereka diterima oleh Allah SWT dan semoga

mendapat balasan pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT baik di dunia

maupun kelak di akhirat. Amiin.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini jauh dari sempurna, oleh

karena itu saran dan kritik yang konstruktif dan inovatif dari pihak manapun

sangatlah penulis harapkan sebagai bahan penyempurnaan skripsi ini. Akhirnya

hanya kepada Allah SWT tempat kembali, disertai harapan semoga skripsi ini

dapat menambah khasanah keilmuan umat Islam dan memberikan manfaat bagi

penulis khususnya dan para pembaca pada umumnya. Amiin.

Semarang, 10 Juni 2011

Penulis

Muh Wahib Musslim

NIM :062211009

Page 10: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... iii

HALAMAN MOTTO ................................................................................... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................... v

DEKLARASI ................................................................................................ vi

ABSTRAK .................................................................................................... vii

KATA PENGANTAR .................................................................................. viii

DAFTAR ISI ................................................................................................... x

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1

B. Pokok Permasalahan .................................................................... 9

C. Tujuan Penulisan .......................................................................... 10

D. Telaah Pustaka ............................................................................. 10

E. Metode Penelitian ........................................................................ 13

F. Sistematika Penulisan ................................................................... 15

BAB II : KETENTUAN OVERMACHT MENURUT HUKUM PIDANA

ISLAM DAN HUKUM PIDANA INDONESIA

A. Ketentuan Overmacht Menurut Hukum Pidana Islam.................. 17

B. Ketentuan Overmacht Menurut Hukum Pidana Indonesia.......... 30

BAB III : OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN

A. Ketentuan Tindak Pidana Pembunuhan............................ ........... 46

Page 11: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

xi

B. Overmacht Dalam Tindak Pidana Pembunuhan Menurut

Hukum Pidana Islam ............................................................... 58

C. Overmacht Dalam Tindak Pidana Pembunuhan Menurut

Hukum Pidana Indonesia......................................................... 75

BAB IV : ANALISIS OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA

PEMBUNUHAN

A. Analisis Dasar Hukum dan Alasan Overmacht Dalam Tindak

Pidana Pembunuhan .............................................................. 84

B. Analisis Penerapan Sanksi Bagi Pelaku Overmacht Dalam

Tindak Pidana Pembunuhan.................................................. 94

BAB V : PENUTUP

Kesimpulan ......................................................................... 108

DAFATAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Page 12: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Syariat merupakan ketentuan yang ditetapkan Allah Swt. yang

dijelaskan oleh rasul-Nya tentang pengaturan semua aspek kehidupan

manusia dalam mencapai kehidupan yang baik di dunia dan di akhirat.

Ketentuan syariat ini terbatas dalam firman Allah dan sabda Rasulullah Saw.1

Hukum Islam adalah hukum yang dibangun berdasarkan pemahaman

manusia atas nas al-Qur‟an maupun al-Sunnah untuk mengatur kehidupan

manusia.2 Sebagaimana diketahui bahwa hukum Islam merupakan istilah

khas Indonesia, sebagai terjemahan dari al-fiqh al-Islamiy atau dalam istilah

barat dikenal dengan Islamic Law. Aspek penting dalam hukum Islam adalah

mengutamakan keadilan dan kemaslahatan. Prinsip ini menjadi rujukan dalam

penetapan dan penerapan hukum Islam.

Dalam Islam, keadilan yang muncul dari hasil kreasi nalar adalah

keadilan relatif sebagaimana terbatasnya kemampuan nalar manusia. Menurut

Islam, keadilan sejati adalah keadilan mutlak yang didasarkan pada wahyu

Tuhan dan diimplementasikan melalui hukum Islam. Keadilan demikian

bukan hanya sebagai acuan ideal bagi manusia, tetapi merupakan suatu

keyakinan yang wajib dilakukan manusia dan akan dipertanggungjawabkan

kelak di hadapan Tuhan.

1 Ismail Muhammad Syah, FilsafatHukum Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1992, hlm 16.

2 Said Agil al-Munawar, Hukum Islam dan Pluralitas Sosial, Jakarta: Penamadani, 2004,

hlm. 6.

Page 13: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

2

Hukum Islam disyariatkan oleh Allah dengan tujuan utama

melindungi kemaslahatan manusia, baik untuk kemaslahatan individu

maupun masyarakat. Menurut Abdul Wahab Khallaf dalam ‘Ilmu Ushul al-

Fiqh-nya menjelaskan bahwa produk hukum apa pun dalam Islam harus

mempertimbangkan unsur maslahat yang tercakup dalam al-dharuriyat al-

khamsah yang terdiri dari hifź al-nafs (menjaga jiwa), hifź al-‘aql (menjaga

akal), hifź al-din (menjaga agama), hifź al-mal (menjaga harta) dan hifź al-

nasl (menjaga keturunan).3

Kejahatan atau tindak pidana dalam Islam merupakan larangan-

larangan syariat yang dikategorikan dalam istilah jarimah atau jinayah. Pakar

fikih telah mendefinisikan jarimah dengan perbuatan-perbuatan tertentu yang

apabila dilakukan akan mendapatkan ancaman hukuman hudud atau ta’zir.4

Adapun istilah jinayah kebanyakan para fuqaha memaknai kata tersebut

hanya untuk perbuatan yang mengenai jiwa atau anggota badan seperti

membunuh, melukai, memukul, menggugurkan kandungan dan sebagainya.5

Pembunuhan merupakan tindak pidana yang berakibat pada

hilangnya nyawa manusia. Menurut jumhur fuqaha, pembunuhan dibedakan

menjadi tiga; pembunuhan dengan sengaja, pembunuhan yang mirip dengan

sengaja, dan pembunuhan karena keliru.6 Konsekuensi dari pembunuhan

3 Abdul Wahab Khallaf, ‘Ilmu Ushul al-Fiqh, Kairo: Da‟wah Islamiyah al-Azhar, tt, hlm.

200. 4 Muhammad Abu Zahrah, al-Jarimah, Beirut: Dar al-Fikr al- Arabi, tt, hlm.2.

5 Ahmad Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1993, hlm.2.

6 Abdul Qadir Awdah, Tasyri’ al-Jina’i al-Islamiy, Jilid 2, Beirut: Muassasah al-Risalah,

tt., hlm.7.

Page 14: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

3

disengaja adalah qisas atau diyat sebagaimana Allah Swt berfirman dalam

surat al-Baqarah ayat 178:

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qisas

berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka

dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan

wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari

saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara

yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar diyat

kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). yang

demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu

rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka

baginya siksa yang sangat pedih.”.7

Permasalahanya adalah bagaimana jika pembunuhan sengaja

tersebut dilakukan karena dalam keadaan terpaksa (overmacht), baik paksaan

tersebut berupa paksaan dari orang lain, maupun paksaan yang disebabkan

karena keadaan darurat.

Paksaan dalam Islam dikenal dengan istilah al-ikrah. Pada dasarnya

paksaan dalam tindak pidana dapat menghapus suatu hukuman. Dalam Islam,

alasan atau keadaan yang menghapus hukuman tersebut yaitu; paksaan,

mabuk, gila dan anak kecil (di bawah umur). Sebagaimana pernyataan Abdul

Qadir Awdah:

7 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya,Bandung: Diponegoro, 2010, hlm.

27.

Page 15: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

4

Artinya: “Hukuman dihapuskan terhadap pelaku dalam empat perkara yaitu

paksaan, mabuk, gila, dan anak kecil”

Dalam al-Qur‟an dijelaskan:

Artinya: “Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah Dia beriman (dia

mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir

Padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa),

akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran,

Maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar..9

(Q.S. al-Nahl 106)

Dan firman Allah Swt yang berbunyi:

Artinya: “Mengapa kamu tidak mau memakan (binatang-binatang yang halal)

yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, padahal

sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang

diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu

memakannya, dan sesungguhnya kebanyakan (dari manusia) benar

benar hendak menyesatkan (orang lain) dengan hawa nafsu mereka

tanpa pengetahuan. Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah yang lebih

mengetahui orang-orang yang melampaui batas. 10

(Q.S. al-An‟am:

119)

8 Abdul Qadir Awdah, op.cit, Jilid 1, hlm.562.

9 Departemen Agama RI, op. cit, hlm.279

10 Departemen Agama RI, Ibid, hlm. . 143

Page 16: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

5

Dalam Q.S. al-Baqarah ayat 173 dijelaskan;

Artinya: “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah,

daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama)

selain Allah, tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa

(memakannya) sedang Dia tidak menginginkannya dan tidak (pula)

melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya

Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. 11

(Q.S. al-Baqarah:

173)

Dalam hadiś juga disebutkan:

Artinya: “Dari Ibnu Abbas radhiyallahu „anhu berkata bahwa sesungguhnya

Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya Allah mengampuni

beberapa perilaku umatku, yakni keliru, lupa dan apa yang

dipaksakan terhadapnya.” (HR. Ibnu Majah)

Dalam tindak pidana pembunuhan yang disebabkan adanya paksaan

(ikrah), paksaan tersebut tidak dapat menghapus hukuman. Para fuqaha

sepakat bahwa overmacht tidak bisa menghapus hukuman dari orang yang

dipaksa apabila tindak pidana yang dilakukannya adalah pembunuhan,

pemotongan anggota badan, atau pemukulan yang membinasakan.13

Dalil

mereka adalah firman Allah Swt.:

11

Departemen Agama RI, Op, Cit, hlm. 32. 12

Abi „Abdillah Muhammad Ibn Zaid al-Qazwainy, Sunan Ibnu Majah, Jilid 1, Beirut:

Dar al-Fikr, tt. hlm. 69. 13

Ibnu Nujaim, al-Bahru al-Raiq , dalam Abdul Qadir Awdah, Tasyri’ al-Jina’i al-

Islamiy, Beirut: Muassasah al-Risalah, tt. Jilid 1, hlm. 568.

Page 17: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

6

Artinya: “Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah

(membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar”.14

(Q.S. al-An‟am 151)

Artinya: “Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mukmin dan

mukminat, tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka

sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang

nyata”.15

(Q.S. al-Ahzab: 58)

Tindak pidana pembunuhan yang disebabkan adanya paksaan

dilarang karena orang yang dipaksa melakukan pembunuhan terhadap

korbannya itu dengan cara disengaja dan melawan hukum, secara zalim

disertai keyakinan bahwa membunuh korban menyebabkan jiwanya selamat

dan terhindar dari kejahatan pemaksa atau bahaya.16

Adapun kaidah fikih yang dipakai adalah:

الضرر ال يزال بالضرر

“Kemudharatan tidak boleh dihilangkan dengan kemudharatan lagi.”

ا تعارض مفسدتان روعى أعظمهما ضررا بارتكاب أخفهماإ

“Apabila dua mafsadah bertentangan, maka perhatikan mana yang lebih

besar mudharatnya dengan mengerjakan yang lebih ringan mudharatnya”.

Hukuman yang dijatuhkan kepada orang yang dipaksa membunuh

menurut Imam Malik dan Imam Hambali hukumanya adalah qisas, ulama‟

14

Departemen Agama RI, op. cit, hlm. 148. 15

Ibid, hlm. 426. 16

Abdul Qadir Awdah, op.cit, Jilid 1, hlm.568. 17

Jalal al-Din „Abdu al-Rahman Ibn Abi Bakr al-Suyuthi, al-Asybah wa al-Nadhair,

Beirut: Daar al-Kutub al-„Ilmiyah, tt, hlm. 86. 18

Ibid., hlm. 87.

Page 18: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

7

Syafiiyah dalam pendapatnya yang kuat menyatakan bahwa hukumanya

adalah qisas. Adapun dalam mazhab Hanafi, menurut Zufar hukumanya

adalah qisas sedang menurut Abu Yusuf hukumanya adalah diyat, sedangkan

Abu Hanifah hukumanya adalah diyat.19

Dalam hukum pidana Indonesia, overmacht diatur dalam Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 48 yang berbunyi: “Barang

siapa yang melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa tidak

dipidana”.20

Kata “daya paksa” ini adalah salinan dari kata overmacht yang

berasal dari bahasa Belanda yang artinya kekuatan atau daya yang lebih

besar.21

Undang-undang tidak memberikan keterangan lebih jauh tentang

daya paksa. Dalam Memorie van Toelichting (MvT) terdapat keterangan

mengenai daya paksa yang mengatakan sebagai “setiap kekuatan, setiap

dorongan, setiap paksaan yang orang tidak dapat memberikan perlawanan”.22

Overmacht dibedakan menjadi tiga, yaitu paksaan absolut (vis

absoluta), paksaan relatif (vis compulsiva), dan keadaan darurat

(noodtostand). Paksaan yang dimaksud dalam pasal 48 KUHP adalah paksaan

relatif, yaitu suatu tekanan yang sedemikian kuatnya sehingga seseorang

berada dalam keadaan yang mengharuskannya melakukan tindak pidana,

19

Muhammad Abu Zahrah, Op. Cit, hlm 546. 20

Andi Hamzah, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Jakarta: Rineka Cipta, 2006,

hlm. 25. 21

Moeljatno. Azas-azas Hukum Pidana, Jakarta: Bina Aksara, 1987, hlm. 139. 22

Andi Hamzah, Azas-azas Hukum Pidana , Jakarta: Rineka Cipta, 1994, hlm. 152.

Page 19: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

8

tetapi di samping perbuatan yang telah dilakukanya itu ada pilihan perbuatan

lain sebagai alternatifnya.23

Dari segi sebab timbulnya paksaan dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Paksaan dalam arti sempit adalah paksaan yang disebabkan karena

orang lain.

2. Paksaan yang disebabkan karena keadaan darurat (selain manusia).24

Prinsip yang dipakai dalam pasal 48 KUHP ini adalah

mengorbankan kepentingan hukum yang lebih kecil demi melindungi atau

mempertahankan kepentingan hukum yang lebih besar.25

Apabila

kepentingan yang dikorbankan lebih berat dari kepentingan yang

diselamatkan, maka tidak ada hal yang memaksa (overmacht), maka pelaku

dalam hal ini harus dihukum. Apabila kepentingan yang dikorbankan , hanya

sedikit lebih berat dari kepentingan yang diselamatkan, atau kepentingan itu

sama beratnya, maka ada hal yang memaksa dan pelaku tidak dikenai

hukuman pidana.26

Dalam hal pembunuhan contohnya ketika terjadi kecelakaan laut,

yakni tenggelamnya sebuah kapal, ada dua orang penumpang yang dalam

usahanya hendak menyelamatkan nyawanya berpegang pada sebuah papan

yang mana papan tersebut hanya dapat menahan satu orang saja. Apabila

kedua orang itu tetap berpegangan pada papan, maka kedua orang itu akan

23

Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana 2, Jakarta: Raja Grafindo Pustaka, 2002,

hlm.33. 24

Andi Hamzah, op.cit,, hlm. 155-156. 25

Adami Chazawi, op cit. hlm. 32. 26

Wiryono Projodikoro, Azas-Azas Hukum Pidana di Indonesia, Jakarta: Eresco, 1981,

hlm.77.

Page 20: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

9

tenggelam dan mati. Maka dalam usaha untuk meyelamatkan diri dari

ancaman kematian, maka salah satu dari keduanya mendorong yang lain dan

orang yang didorong tersebut mati.27

Dari contoh itu menurut hukum pidana Indonesia, walaupun

perbuatan tersebut pada kenyataannya telah memenuhi unsur pasal 338

KUHP tentang pembunuhan, namun dalam konsep overmacht dalam hukum

pidana Indonesia ini berlaku untuk semua tindak pidana, termasuk dalam

tindak pidana pembunuhan. Berbeda dengan hukum pidana Islam yang tidak

memberlakukan overmacht pada tindak pidana pembunuhan, pemotongan

anggota badan, dan penganiayaan berat. Secara mendalam masalah ini akan

penulis jelaskan dalam skripsi yang berjudul : “OVERMACHT DALAM

TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Komparatif Antara Hukum

Islam dan Hukum Positif Indonesia)”

B. Rumusan Masalah

Untuk membuat permasalahan menjadi lebih spesifik dan sesuai

dengan titik tekan kajian, maka harus ada rumusan masalah yang benar-benar

fokus. Ini dimaksudkan agar pembahasan dalam karya tulis ini, tidak melebar

dari apa yang dikehendaki. Dari latar belakang yang telah disampaikan di

atas, ada beberapa pokok masalah yang akan dikaji yaitu;

1. Bagaimana dasar hukum dan alasan overmacht dalam tindak pidana

pembunuhan menurut hukum Islam dan hukum pidana Indonesia?

27

Adami Chazawi, Op. Cit hlm. 34

Page 21: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

10

2. Bagaimana penerapan sanksi bagi pelaku tindak pidana pembunuhan

karena overmacht menurut hukum Islam dan hukum pidana Indonesia?

C. Tujuan penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui dasar hukum dan alasan tindak pidana pembunuhan

karena overmacht menurut hukum Islam dan hukum pidana Indonesia.

2. Untuk mengetahui penerapan sanksi yang dijatuhkan bagi pelaku

tindak pidana pembunuhan karena overmacht menurut hukum Islam

dan hulum pidana Indonesia.

D. Telaah Pustaka

Penelitian seputar overmacht dalam hukum pidana telah banyak

dilakukan oleh peneliti sebelumnya, namun dengan pendekatan yang berbeda

dalam pengujian datanya. Untuk itu penulis akan menyebutkan beberapa

literatur yang akan penulis jadikan sebagai previous finding (penelitian

maupun penemuan sebelumya).

Dalam buku karya Adami Chazawi yang berjudul Pelajaran Hukum

Pidana 1 terdapat beberapa penjelasan mengenai overmacht menurut hukum

pidana Indonesia yang diatur dalam pasal 48 KUHP. Menurut penulis buku

ini, prinsip yang digunakan dalam pasal tersebut adalah mengorbankan

kepentingan hukum yang lebih kecil demi untuk melindungi atau

mempertahankan kepentingan hukum yang lebih besar.

Page 22: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

11

Buku yang berjudul Konsep Darurat dalam Hukum Islam yang

merupakan terjemahan dari Nazhariyah al-Dharurah al-Syar’iyah karya

Wahbah Zuhaili menjelaskan tentang pengertian, batasan-batasan, dan

penerapan kaidah-kaidah dharurah dalam Islam. Buku ini juga menerangkan

bahwa tidak diperbolehkanya membunuh yang disebabkan karena

dharurah.28

Skripsi buah karya M. Eko Wahyudi (NIM: 2199184) tahun 2004

dengan judul: Analisis Atas Pemikiran Muhammad Abu Zahrah tentang

Pembunuhan sebagai Upaya dalam Mempertahankan Harta. Kesimpulan

yang dapat diperoleh dari penelitian ini bahwa menurut Imam Abu Zahrah

seseorang yang membunuh dengan alasan mempertahankan harta dibolehkan,

pelakunya digugurkan dari perbuatannya dan tidak ada hukuman baginya.

Skripsi buah karya oleh Syarifudin (NIM: 2198007) tahun

2003dengan judul: Studi Hukum Islam Tentang Pembunuhan Sengaja oleh

Wanita Karena Mempertahankan Diri dari Pemerkosaan (Studi Analisis

Pandangan Mashab Syafi’i. Penulis skripsi in menyatakan bahwa seorang

wanita yang membunuh dengan sengaja karena mempertahankan diri menurut

pandangan madzhab Syafi‟i pelakunya digugurkan dari perbuatanya dan tidak

ada hukuman baginya, baik qisas, diyat, maupun kafarat.

Skripsi buah karya Imron (NIM: 2100094) tahun 2006 dengan judul:

Qisas dan Upaya Pencapaian Maslahah dalam Surat al-Baqarah Ayat 17.

Dalam skripsi ini disimpulkan bahwa hukum qisas sebenarnya sudah berlaku

28

Wahbah Zuhaili, Nazhariyah al-Dharurah al-Syar’iyah, terj. Said Agil al-Munawar

dan M. Hadri Hasan, “Konsep Darurat dalam Hukum Islam”, Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997.

Page 23: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

12

pada masyarakat Arab dari agama Yahudi dan Nasrani. yang membedakan

antara keduanya dengan Islam adalah adanya prinsip musawah (persamaan),

karena hukum qisas yang berlaku sebelum Islam adalah pembalasan yang

tidak seimbang, misalnya budak dibalas dengan orang merdeka, perempuan

dibalas laki-laki. Islam telah mensyari‟atkan hukum qisas -diyat terhadap

pelaku tindak pidana pembunuhan dengan melakukan sanksi sepadan dengan

perbuatan pelaku atau diserahkan kepada ahli waris untuk memilih diantara

dua alternatif sanksi tersebut.

Skripsi buah karya Hardianto Siagian (NIM: 05360085) tahun 2010

dengan judul Overmacth Menurut Hukum Islam dan Hukum Pidana

Indonesia.29

Penulis skripsi ini menjelaskan tentang konsep dan batasan-

batasan overmacht menurut hukum pidana dan perdata Indonesia yang

dikomparasikan dengan hukum pidana Islam. Penelitian ini berbeda dengan

penelitian yang akan penulis teliti, karena dalam penelitian ini penulis

mencoba untuk menganalisis bagaimana penerapan dan sanksi terhadap

pelaku overmacht dalam tindak pidana pembunuhan.

E. Metode penelitian

Setiap penulisan karya ilmiah harus memakai suatu metode, karena

metode merupakan suatu instrumen yang penting agar suatu penelitian dapat

terlaksana dengan terarah sehingga tercapai hasil yang maksimal. Dalam

penyusunan skripsi ini digunakan metode sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

29

Hardianto Siagian, “Overmacth Menurut Hukum Islam dan Hukum Pidana

Indonesia”,Skripsi, Yogyakarta: Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga, 2010.

Page 24: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

13

Jenis penelitian ini termasuk penelitian pustaka (library research), yaitu

penelitian yang menggunakan buku-buku sebagai sumber datanya30

.

Penulis akan mengumpulkan karangan ilmiah, pendapat para ahli, maupun

teori-teori yang ada dalam buku atau kitab yang ada relevansinya dengan

skripsi ini.

2. Sumber Data

Data yang dikumpulkan adalah jenis data kualitatif31

, karena yang menjadi

objek penelitian merupakan konsepsi-konsepsi dalam pemikiran seseorang

atau banyak orang.

a. Sumber data primer

Sumber data primer merupakan literatur yang langsung berhubungan

dengan permasalahan penelitian, yaitu: Kitab at-Tasyri’ al-Jinaiy al-

Islamy karya Abdul Qadir Awdah, Kitab al-Jarimah karangan

Muhammad Abu Zahra, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

(KUHP), buku Sifat Melawan Hukum dari Perbuatan Pidana dan

Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana buku karangan

Roeslan Saleh.

b. Sumber data sekunder

Untuk melakukan analisa terhadap konsep yang sudah ada

sebagaimana dideskripsikan di atas, penulis mencari sumber dari buku-

30

Sutrisno Hadi, Metodologi Riset, Yogyakarta: Andi Offset, 1990, hlm. 9 31

Adalah penelitian yang bersifat atau memiliki karakteristik, bahwa datanya dinyatakan

dalam keadaan sewajarnya, atau sebagaimana aslinya (natural setting), dengan tidak dirubah

dalam bentuk simbol-simbol atau bilangan. Penelitian kualitatif ini tidak bekerja menggunakan

data dalam bentuk atau diolah dengan rumusan dan tidak ditafsirkan / diinterpretasikan sesuai

ketentuan statistik / matematik. Hadawi dan Mimi Martin, Penelitian Terapan, Yogyakarta:

Gajahmada University Press, 1996, hlm. 174.

Page 25: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

14

buku yang mempunyai keterkaitan, baik buku atau kitab seperti ; Asas-

Asas Hukum Pidana Islam oleh Ahmad Hanafi, Asas-asas Hukum

Pidana Indonesia oleh Moeljatno, al-Asybah wa al-Nadhair, karya

Jalal al-Din „Abd al-Rahman Ibn Abi Bakr al-Suyuthi, Hukum

Pidana Islam, karya Ahmad Wardi Muslih dan buku-buku lain yang

relevan.

3. Analisis Data

a. Metode Analisis

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode analisis data

deduktif, yaitu menganalisis litelatur-litelatur yang bersifat umum,

kemudian diolah untuk mendapatkan kesimpulan yang khusus.32

Metode ini digunakan oleh penulis untuk mengekplorasi data yang

terdapat pada bab II dan III.

Penulis juga menggunakan metode analisis komparatif, yaitu

menganalisa data yang berbeda dengan jalamn membandingkan untuk

diketahui kelebihan, kelemahan, mana yang benar dan mana yang lebih

kuat. Metode ini digunakan untuk menguraikan pokok permasalahan

pada bab IV.

b. Pendekatan

Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan normatif yaitu

dalam menganalisis data didasarkan pada asas-asas hukum dan

32

Sutrisno Hadi, op.cit, hlm. 23

Page 26: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

15

perbandingan-perbandingan hukum yang ada dalam masyarakat.33 Dalam

skripsi ini pendekatan masalah dengan melihat dan membahas suatu

permasalahan dengan menitikberatkan pada aspek-aspek yang berkaitan

dengan hukum Islam, serta melihat dan membahas suatu permasalahan

yang menitikberatkan pada aspek-aspek hukum pidana seperti KUHP

dan juga dengan penerapan kaidah-kaidah hukum.

Pendekatan lain yang digunakan adalah pendekatan hermeunetik.34

Pendekatan ini diperlukan untuk memahami makna yangn terkandung

dalam ayat-ayat al qur‟an maupun rumusan KUHP.

F. Sistematika Pembahasan

Agar penelitian ini dapat mengarah pada suatu tujuan penelitian,

maka di susun sistematika terdiri dari lima bab yang mempunyai karakteristik

yang berbeda namun dalam kesatuan yang berkaitan dan saling melengkapi.

Bab Pertama merupakan pendahuluan, yang terdiri dari latar

belakang, rumusan masalah beserta tujuan dilakukannya penelitian, telaah

pustaka, metodologi penelitian, dan sistematika pembahasan.

Bab Kedua berisikan bahasan mengenai ketentuan pidana yang

menyajikan landasan yuridis dan beberapa penjelasan para fuqaha‟ terdahulu

terkait dengan overmacht. Detailnya, dalam bab dua ini meliputi; dasar

33

Soerdjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2001, hlm. 6.

34 Adalah pendekatan yang menggunakan cara penafsiran terhadap makna-makna yang

terdapat dalam isi tulisan dari objek penelitian yang didapat dari analisis konteksnya. Lihat

Sumaryoto E., Hermeunetik; Sebuah Metode Filsafat, Yogyakarta: Kanisius,1993, hlm, 25.

Page 27: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

16

peniadan pidana, macam-macam overmacht, syarat-syarat berlakunya

overmacht,baik menurut hukum Islam maupun hukum pidana Indonesia.

Bab Ketiga dalam bab ini memuat dasar hukum, alasan, dan

penerapan sanksi bagi pelaku overmcht dalam tindak pidana pembunuhan

menurut hukum Islam dan hukum pidana Indonesia..

Bab Keempat berupa analisis terhadap bab-bab sebelumnya, yaitu

analisis mengenai dasar hukum, alasan, serta penerapan sanksi overmacht

dalam tindak pidana pembunuhan.

Bab Kelima merupakan proses akhir dari semua bab sehingga dapat

ditarik kesimpulan mengenai hipotesa penulis yang berkaitan dengan

overmacht dalam tindak pidana pembunuhan dan dalam bab ini terdiri dari

kesimpulan, saran-saran dan diakhiri dengan penutup.

Page 28: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

17

BAB II

KETENTUAN OVERMACHT MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM

PIDANA INDONESIA

A. Ketentuan Overmacht Menurut Hukum Islam

1. Pengertian Overmacht Menurut Hukum Islam

a. Pengertian Ikrah dan Dharurah

Secara leksikal (bahasa) ikrah berasal dari kata اكراهإ - يكره - أكره

yang artinya memaksa.1 Secara terminologis, terdapat beberapa pendapat

yang berbeda tentang pengertian ikrah seperti dibawah ini:

Abdul Qadir Audah memberikan pengertian ikrah sebagai

berikut2:

فعم يجد مه انمكزي يحدث ف انمحم أ انمكزي معى يصيز ب مدفعا إن انفعم

انذ طهب مى

Artinya: “Suatu perbuatan yang ditimbulkan dari pemaksa dan

menimbulkan pada diri orang yang dipaksa suatu keadaan yang

mendorong dirinya untuk mengerjakan perbuatan yang dituntut

(oleh pemaksa) darinya”.

Sedangkan Muhammad Abu Zahrah adalah sebagai berikut3:

حمم انشخص عه فعم شء يكز

Artinya: “menyuruh seseorang melakukan sesuatu yang dibencinya”

1 Adib Bisri dan Munawwir A. Fatah, Kamus Al-Bisri, Surabaya: Pustaka Progressif,

1999, hlm.433. 2 Abdul al-Qadir Audah, at-Tasyri’ al-Jinaiy al-Islamiy Jilid I, Beirut: Dar al-Kitab al-

Arabi, tth, hlm. 563. 3 Muhammad Abu Zahra, Ushul al-Fiqh, Beirut: Daar al-Fikr al-‟Araby, tt. hlm. 355

Page 29: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

18

Apabila kita perhatikan dari beberapa pengertian tersebut di atas,

maka yang berbeda hanya dalam susunan kalimatnya, namun intinya

sama yaitu suatu ancaman dari orang yang memaksa terhadap orang yang

dipaksa yang membuatnya harus melakukan suatu perbuatan yang

dipaksakan padanya. Paksaan biasanya disertai dengan ancaman dapat

berupa penyiksaan, ancaman pembunuhan, pemukulan, dan lain-lain.

Dharurat dapat dipersamakan dengan ikrah. Perbedaanya hanya

pada sebab timbulnya perbuatan di mana dalam ikrah seseorang

mendapatkan ancaman yang berasal dari orang lain (manusia), sedang

dalam dharurat seseorang tidak diancam oleh orang lain melainkan ia

mendapat dorongan dalam suatu keadaan yang mengharuskan ia

melakukan perbuatan yang terlarang.4

Dharurah menurut makna leksikal berasal dari kata يضر - ضر -

.yang artinya bahaya ضر 5 Secara terminologis Muhammad Abu Zahrah

memberikan pengertian dharurat sebagai:

تشيم انمحضرات انت حزمت ألوا مست انضزريا

Artinya: “menghilangkan sesuatu yang diharamkan karena bisa

menyebabkan bahaya”

Wahbah al-Zuhaily mendefinisikan dharurat sebagai;

“datangnya bahaya atau kesulitan (masaqqah) yang amat berat pada

manusia yang membuat dia khawatir akan terjadinya mudarat atau

4 Ahmad Hanafi, Asas-asas HukumPidana Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1993, hlm. 364-

365. 5 Adib Bisri dan Munawwir A. Fatah, Op.Cit, hlm. 633

6 Muhammad Abu Zahrah, Op. Cit, hlm 43.

Page 30: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

19

sesuatu yang menyakitkan atas jiwa, anggota tubuh, akal, harta dan

bertalian denganya."7

Dari beberapa pengertian di atas, dapat dipahami bahwa dharurat

adalah situasi yang dikhawatirkan dapat menimbulkan kematian atau

mendekati kematian. Dengan kata lain, pengertian tersebut mengarah

kepada tujuan pemeliharaan jiwa (hifz al-nafs). Wahbah Zuhaili menilai

pengertian-pengertian tersebut kurang lengkap, karena dharurat

mencakup semua yang berakibat dibolehkannya yang haram atau

ditinggalkannya yang wajib. Maka ia menambahkan selain memelihara

jiwa, dharurat juga memelihara akal, kehormatan dan memelihara harta.

b. Dasar Hukum Overmacht

Dalam al-Qur‟an dijelaskan:

Artinya: “Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah Dia beriman (dia

mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir

Padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak

berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk

kekafiran, Maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya

azab yang besar.8 (Q.S al-Nahl: 106)

Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah murka terhadap orang

yang kafir kepada-Nya, namun bagi orang yang dipaksa orang lain untuk

7 Wahbah al-Zuhaily, Nazariyyah al-darurah al Syar’iyah ma’a al Qanun al-Wad’i, terj.

Said Agil al-Munawar dan M. Hadri Hasan, “Konsep Darurat dalam Hukum Islam”, Jakarta: Gaya

Media Pratama, 1997, hlm. 72. 8 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Bandung: Diponegoro, 2010, hlm.

279

Page 31: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

20

mengucapkan kafir terhadap Allah, sedangkan hatinya tetap beriman,

maka tidak ada dosa bagi orang tersebut.

Dalam Q.S. al-An‟am ayat 119 dijelaskan:

Artinya: “Mengapa kamu tidak mau memakan (binatang-binatang yang

halal) yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya,

padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu

apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa

kamu memakannya, dan sesungguhnya kebanyakan (dari

manusia) benar benar hendak menyesatkan (orang lain) dengan

hawa nafsu mereka tanpa pengetahuan. Sesungguhnya

Tuhanmu, Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang

melampaui batas.9

Dalam Q.S. al-Baqarah ayat 173 dijelaskan;

Artinya: “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai,

darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih)

disebut (nama) selain Allah, tetapi barangsiapa dalam keadaan

terpaksa (memakannya) sedang Dia tidak menginginkannya

dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa

baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha

Penyayang. 10

Dari ayat di atas dapat dipahami bahwa orang manusia pada

dasarnya dilarang untuk memakan binatang (makanan) yang diharamkan,

9 Departemen Agama RI, Ibid,, hlm. 143.

10 Departemen Agama RI, Op. Cit, hlm. 26.

Page 32: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

21

namun apabila dalam keadaan terpaksa (dharurah), maka diperbolehkan

untuk memakannya.

Dalam hadiś juga disebutkan:

Artinya: “Dari Ibnu Abbas radhiyallahu „anhu berkata bahwa

sesungguhnya Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya Allah

mengampuni beberapa perilaku umatku, yakni keliru, lupa dan

apa yang dipaksakan terhadapnya.” (HR. Ibnu Majah)

Dalam hadis ini dapat dipahami bahwa beberapa perbuatan yang

dilakukan karena keliru, lupa dan terpaksa karena dikerjakan karena tidak

sengaja atau karena tidak ada kemampuan memilih, maka perbuatan ini

dapat dimaafkan.

c. Macam-macam Ikrah

Dari hasil penelitian, penulis tidak menemukan adanya macam-

macam dharurah, tetapi dalam masalah ikrah dibagi menjadi dua

macam, yaitu sebagai berikut:

1) Ikrah mulji’

Ikrah mulji’ adalah paksaan yang menghilangkan kerelaan dan

merusak pilihan (ikhtiyar) pada orang yang dipaksa.12

Yang dimaksud

dengan kerelaan (ridha) adalah rasa senang mengerjakan sesuatu serta

ingin padanya. Sedangkan yang dimaksud dengan pilihan (ikhtiyar)

ialah keadaan lebih cenderung untuk mengerjakan sesuatu dibanding

11

Abi „Abdillah Muhammad Ibn Zaid al-Qazwainy, Sunan Ibnu Majah, Jilid 1, Beirut:

Dar al-Fikr, tt. hlm. 69. 12

Abd al-Qadir Audah, Op, Cit. hlm. 563.

Page 33: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

22

meninggalkannya ataupun sebaliknya.13

Wahbah Zuhaily

mendefinisikan ikrah mulji’ sebagai pemaksaan yang membuat

seseorang tidak memiliki kemampuan atau pilihan, seperti seseorang

mengancam orang lain dengan sesuatu yang merusak dirinya, atau

organ tubuhnya, atau pukulan yang berlebihan secara beruntun yang

dikhawatirkan dapat membinasakan diri, sebagian anggota tubuh, baik

pukulan itu sedikit atau pun banyak.14

Paksaan jenis ini dikhawartirkan akan mengakibatkan hilangnya

nyawa pada diri orang yang dipaksa. Ikrah mulji’ memiliki pengaruh

terhadap tindakan-tindakan yang menuntut adanya kerelaan dan

pilihan secara sekaligus. Misalnya seseorang yang dipaksa melakukan

pembunuhan, maka paksaan yang terjadi pada orang yang dipaksa

harus menghilangkan kerelaan dan merusak pilihanya. Artinya,

paksaan tersebut menjadikan orang yang dipaksa sama sekali tidak

memiliki kemampuan dan pilihan lain untuk menolak tindakan yang

dipaksakan kepadanya.

2) Ikrah ghairu mulji’

Ikrah ghairu mulji’ yaitu paksaan yang menghilangkan kerelaan

(ridha) tetapi tidak sampai merusak pilihan (ikhtiyar) pada diri orang

yang dipaksa. Dalam hal ini biasanya tidak dikhawatirkan akan

mengakibatkan hilangnya nyawa, seperti ancaman dipenjarakan atau

diikat untuk waktu yang singkat atau dipukul dengan pukulan yang

13

Wahbah Zuhaili, Op.Cit, hlm. 71. 14

Wahbah Zuhaili, Ibid, hlm. 94.

Page 34: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

23

tidak merusak (pukulan-pukulan ringan). Ikrah ghairu mulji’ hanya

berpengaruh pada tindakan hukum yang mensyaratkan adanya

kerelaan seperti jual-beli, sewa-menyewa, atau pengakuan.

Berdasarkan hal ini, ikrah ghairu mulji’ tidak berpengaruh terhadap

tindak pidana.15

d. Syarat-syarat Ikrah dan Dharurah

1) Syarat-syarat ikrah

Paksaan harus memenuhi persyaratan berikut ini. Apabila

syarat-syarat ini tidak dapat dipenuhi, paksaan itu dianggap tidak ada

dan seseorang dianggap tidak dipaksa. Syarat-syarat tersebut

diantaranya16

:

a) Ancaman yang menyertai paksaan akan mengakibatkan bahaya

yang sangat besar yang menyangkut keselamatan jiwa, sehingga

dapat menghapus kerelaan, misalnya ancaman akan dibunuh.

Penentuan ukuran ancaman yang menimbulkan bahaya merupakan

suatu permasalahan yang subjektif, namun menurut ulama‟

Hanafiah, penentuan ukuran tersebut diserahkan kepada pendapat

penguasa.

b) Ancaman harus berupa perbuatan yang dilarang dalam syariat

Islam. Jika perbuatan yang diancamkan disyariatkan orang yang

mengancam tidak dianggap memaksa.

15

Ahmad Hanafi, Op. Cit, hlm. 356 16

Abdul Qadir Awdah, Op.Cit.,hlm.365-368

Page 35: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

24

c) Apa yang diancamkan seketika dan hampir tejadi, yang

dikhawatirkan akan dilakukuan jika orang yang dipaksa tidak

melaksanakan perintah pemaksa. Jika dalam pelaksanaanya,

ancaman memiliki tenggat waktu, keadaan ini tidak dapat

dinamakan sebagai paksaan karena dalam tenggat waktu tersebut

orang yang dipaksa masih memiliki waktu untuk melindungi

dirinya. Tolok ukur dalam menentukan apakah ancaman itu

dilaksanakan secara seketika atau tidak adalah keadaan orang yang

dipaksa dan perkiraannya yang didasarkan pada sebab-sebab yang

logis.

d) Orang yang memaksa memiliki kemampuan untuk melaksanakan

ancamanya, sebab paksaan tidak akan terlaksana kecuali dengan

adanya kemampuan. Jika yang mengancam itu tidak memiliki

kemampuan untuk melaksanakan ancamannya, maka hal itu tidak

dianggap sebagai ancaman.

e) Orang yang diancam harus meyakini bahwa ancaman yang

diterimanya benar-benar akan dilaksanakan oleh pemaksa apabila

kehendak pemaksa tidak dipenuhinya. Jika dia meyakini bahwa

orang yang mengancam tidak sungguh-sungguh atau dia mampu

menghindari ancaman itu dengan cara apapun namun orang yang

dipaksa tetap melaksanakan perbuatan tersebut, maka dia tidak

dianggap sebagai orang yang dipaksa. Dalam hal ini dugaan orang

yang dipaksa harus didasari oleh sebab-sebab yang logis.

Page 36: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

25

2) Syarat-syarat dharurah

a) Keadaan dharurat harus sudah ada bukan masih ditunggu, dengan

kata lain kekhawatiran akan kematian itu benar-benar ada dalam

kenyataan.

b) Orang yang terpaksa tidak punya pilihan lain kecuali melanggar

perintah atau larangan syar‟i atau tidak ada cara lain yang

dibenarkan untuk menghindari kemudharatan selain melanggar

hukum.

c) Tidak boleh melanggar prinsip-prinsip syar‟i (maqasid al-syari’ah)

seperti diharamkan zina, pembunuhan, dalam kondisi

bagaimanapun.

d) Dalam menghindari keadaan darurat hanya dipakai tindakan

seperlunya dan tidak berlebihan.17

2. Dasar Peniadaan Pidana Dalam Islam

Pertanggungjawaban pidana dapat hapus karena hal-hal yang

bertalian dengan perbuatan atau karena hal-hal yang bertalian dengan

pelaku. Sebab-sebab yang berkaitan dengan perbuatan yang diperbolehkan

disebut asbab al–ibahah. Sedangkan sebab-sebab yang berkaitan dengan

keadaan pelaku disebut asbab raf’i al-uqubah. Abdul Qadir Audah

sebagaimana dikutip Ahmad Wardi Muslich menngemukakan bahwa sebab

diperolehkannya perbuatan yang terlarang terdapat enam macam yaitu:18

17

Wahbah Zuhaili, Op. Cit, hlm. 73-74

18 Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas-asas Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar

Grafika, 2005, hlm. 85.

Page 37: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

26

a. Pembelaan yang sah

b. Pendidikan dan pengajaran

c. Pengobatan

d. Permainan olahraga

e. Hapusnya jaminan keselamatan

f. Menggunakan wewenang dan melaksanakan kewajiban bagi pihak

yang berwajib.

Asbab raf’i al-uqubah terbagi menjadi empat yaitu:

a. Paksaan

Paksaan dalam jarimah menjadi salah satu dasar penghapusan

pidana sebagaimana sabda Rasulullah saw:

Artinya: “Dari Ibnu Abbas radhiyallahu „anhu berkata bahwa

sesungguhnya Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya Allah

mengampuni beberapa perilaku umatku, yakni keliru, lupa dan

apa yang dipaksakan terhadapnya.” (HR. Ibnu Majah)

b. Mabuk

Hukum Islam mengharamkan meminum khamr baik sampai

mengakibatkan mabuk maupun tidak. Meminum khamr termasuk tindak

pidana hudud, dan pelakunya dihukum delapan puluh kali dera.

Pertanggungjawaban pidana bagi orang yang mabuk menurut

pendapat yang kuat dalam mazhab empat menetapkan bahwa orang yang

mabuk tidak dijatuhi hukuman atas tindak pidana yang dilakukannya

19

Abi „Abdillah Muhammad Ibn Zaid al-Qazwainy, Op.Cit, hlm. 69.

Page 38: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

27

apabila seseorang meminumnya karena dipaksa atau meminumnya

karena kehendak sendiri, tetapi ia tidak tahu bahwa minuman tersebut

memabukkan, atau ia meminum obat untuk mengobati dirinnya

kemudian memmbuatnya mabuk dan melakukan tindak pidana. Hal ini

karena ia melakukan tindak pidana dalam keadaan hilangnya pikiran

sehingga ia dihukumi seperti orang gila atau orang yang tidur atau yang

seumpamanya. Akan tetapi jika seseorang minum khamr karena kemauan

sendiri, dengan sengaja tanpa alasan, dalam hal ini seseorang harus

bertanggungjawab atas setiap jarimah yang dilakukannya.

Berbeda dengan orang yang meminum khamr karena

kemauannya sendiri tanpa ada alasan, maka dia harus bertanggungjawab

atas semua tindak pidana yang dilakukannya ketika ia mabuk. Dalam hal

ini dia harus dijatuhi hukuman pokoknya sebab dia telah menghilangkan

akal sehatnya sendiri.20

Hukuman tersebut diberikan kepadanyan sebagai

pengajaran, karenaia telah menghilangkan akalnya sendiri dengan

sengaja.21

c. Gila

Syariat Islam memandang seseorang sebagai mukallaf 22

yang

dapat dibebani pertanggungjawaban pidana apabila ia memiliki

kemampuan berfikir (idraak) dan memilih (ikhtiyar). Apabila dua hal ini

20

Abdul Qadir Audah, Op. Cit, hlm 582. 21

Ahmad Hanafi, Op. Cit, hlm. 373. 22

Mukallaf adalah orang yang dianggap mampu atau cakap bertindak hukum, baik yang

berhubungan dengan perintah Allah maupun yang berhubungan dengan larangan-Nya, dan oleh

karenanya ia memikul pertanggungjawaban hukum atas perbuatannya. Lihat Nasrun Haroen,

Ushul Fiqh, Jilid I, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001, hlm.305

Page 39: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

28

tidak ada, maka pertanggungjawaban pidana menjadi terhapus.23

Kemampuan berfikir seseorang itu dapat hilang karena bawaan sejak

lahir atau karena adanya gangguan seperti sakit atau cacat mental.

Hilangnya kemampuan berfikir ini bisa disebut dengan gila.

Abdul Qadir Audah memberikan pengertian gila sebagai berikut:

انجىن بأو سال انعقم أ اختالن أ ضعف

Artinya: “Gila adalah hilangnya akal, rusak atau lemah”

Gila bukan berarti membolehkan, melainkan menghapuskan

hukuman dari si pelaku25

. Ketetapan ini disepakati oleh para fuqaha.

Imam Malik dan Abu Hanifah, dan Ahmad bin Hambal berpendapat

bahwa kesengajaan orang gila adalah perbuatan tersalah sebab orang gila

tidak mungkin berniat melakukan suatu perbuatan dengan niat yang

benar. Karena itu apabila perbuatannya tidak diniatkan, perbuatan

tersebut bukan sengaja melainkan tersalah.

d. Anak di bawah umur

Pertanggungjawaban hukum bagi anak kecil berbeda dengan

orang dewasa seiring berdasarkan perbedaan perbedaan fase-fase yang

dilalui oleh manusia semenjak lahirnya sampai pada waktu sempurnanya

kekuatan berfikir (idraak) dan pilihan (ikhtiyar). Ketika dilahirkan,

manusia menurut tabi‟atnya memiliki kekuatan akal dan pilihan yang

lemah kemudian sedikit demi sedikit mulai terbentuk hingga akhirnya

23

Ahmad Wardi Muslich, Op.Cit, hlm. 127. 24

Abd al-Qadir Audah, Op. Cit.hlm. 587 25

Abd al-Qadir Audah, Ibid.

Page 40: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

29

manusia dapat memahami sampai batas waktu tertentu hingga akhirnya

pertimbuhan akalnya menjadi sempurna.

Atas dasar adanya tahapan-tahapan dalam membentuk idrak ini,

dibuatlah kaidah tanggung jawab pidana. Ketika kekuatan berpikir ridak

ada pada diri manusia, tanggungjawab pidana juga tidak ada. Ketika

kekuatan berfikirnya lemah, yang dijatuhkan padanya bukan

tanggungjawab pidana melainkan hukuman untuk mendidik. Anak kecil

tidak dijatuhi hukuman hudud, qisas dan ta’zir apabila melakukan

jarimah.

Dalam hukum pidana Indonesia, anak memikul

pertanggungjawaban atas tindak pidana yang dilakukannya. Mengenai

sanksi terhadap anak dalam Undang-undang No 3 Tahun 1997 ditentukan

berdasarkan perbedaan umur anak, yaitu bagi anak yang berumur 8

(delapan) sampai 12 (dua belas) tahun hanya dikenakan tindakan, seperti

dikembalikan kepada orang tuanya, ditempatkan pada organisasi sosial,

atau diserahkan pada negara. Sedangkan yang berusia di atas 12 tahun

hingga 18 tahun dijatuhkan pidana.26

26

Ali Imron HS, Pertanggungjawaban Hukum,Semarang: Walisongo Press, 2009, hlm.

153.

Page 41: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

30

B. Ketentuan Overmacht Menurut Hukum Pidana Indonesia

1. Pengertian Overmacht dan Macam-macamnya

a. Pengertian Overmacht

Overmacht dalam hukum pidana diatur dalam pasal 48 KUHP

yang menyatakan:

“Barang siapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa, tidak

dipidana”.27

Menurut bunyi pasal tersebut, daya paksa (overmacht) menjadi

dasar peniadaan hukuman. Undang-undang hanya menyebut tidak

dipidana seseorang yang melakukan perbuatan karena terdorong

keadaan atau daya yang memaksa. Undang-undang tidak menjelaskan

apakah yang dimaksud dengan daya paksa (overmacht). Pengertian dan

penjelasan tersebut diberikan oleh para sarjana hukum.

Kata “daya paksa” dalam pasal tersebut adalah salinan kata

Belanda “overmacht”, yang artinya suatu keadaan, kejadian yag tidak

dapat dihindarkan dan terjadi di luar dugaan (di luar kekuasaan

manusia) 28

.

Moeljatno memberikan pengertian overmacht sebagai

kekuatan atau daya paksa yang lebih besar29

. Surjanatamihardja

menerjemahkan kata overmacht dengan berat lawan, sedang Jusuf

27

Andi Hamzah, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Jakarta: Rineka Cipta, 2006,

hlm. 25. 28

Simorangkir dkk, Kamus Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2009, hlm. 118. 29

Moeljatno, Azas-azas Hukum Pidana, Jakarta: Bina Aksara, 1987, hlm. 139

Page 42: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

31

Ismail menerjemahkannya dengan terpaksa oleh sesuatu kekuasaan

yang tidak dapat dihindarkan.30

Terdapat beberapa pendapat yang berbeda-beda mengenai

penjelasan overmacht, yang bukan tidak mungkin dapat menimbulkan

kesalahpahaman atau kebingungan, apabila tidak dijelaskan.

Menurut Van Hammel, overmacht yaitu suatu keadaan yang

menggambarkan adanya suatu ketidakmungkinan untuk memberikan

perlawanan.31

Menurut Memorie van Toelichting (MvT) mengenai

pembentukan pasal 48 KUHP tersebut, overmacht disebut sebagai

suatu yang datang dari luar yang membuat sesuatu perbuatan itu

menjadi tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada pelakunya dan

telah dirumuskan sebagai kekuatan yang datang bukan dari diri sendiri.

Setiap paksaan, setiap tekanan dimana terhadap kekuatan, paksaan atau

tekanan tersebut orang tidak dapat memberikan perlawanan.32

Overmacht ini merupakan kekuatan yang datang dari luar,

yang disebabkan oleh alam lingkungan yang mengelilingi, atau juga

yang dipaksa oleh orang lain. Overmacht dapat digambarkan sebagai

peristiwa dimana seseorang karena ancaman bahaya, dipaksa

melakukan suatu tindak pidana. Orang tersebut bisa melawan ancaman

tersebut, tetapi apabila hal ini dilakukannya akan merupakan suatu

perbuatan kepahlawanan atau perbuatan nekad yang berakibat fatal bagi

30

Wirjono Azas-Azas Hukum Pidana di Indonesia, Jakarta: Eresco, 1981 hlm. 75 31

Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung: Sinar Baru 1990, hlm

410 32

Lamintang, Ibid, hlm 408

Page 43: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

32

dirinya. Misalnya seseorang yang diancam oleh orang lain dengan

sebuah pistol, kemudian menembak mati orang lain, apabila hal ini

dibenarkan dapat dianggap sebagai overmacht. Ia tidak dipidana karena

tunduknya pada ancaman tersebut, diakui sebagai suatu yang dapat

dimaafkan.33

b. Dasar Hukum Overmacht

Dalam hukum pidana Indonesia, overmacht diatur dalam BAB

III Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 48 yang

berbunyi:

“Barang siapa yang melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa

tidak dipidana”.34

Pasal tersebut mengandung unsur-unsur;

1) Melakukan perbuatan

Suatu perbuatan harus memiliki sifat layak dipidana, dengan kata

lain mempunyai relevansi dari sudut pandang hukum pidana.

2) Karena pengaruh daya paksa

3) Tidak dipidana.

Tidak dipidana maksudnya terdakwa diputus lepas dari segala

tuntutan hukum jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan

yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu

33

J.E. Sahetapy, Hukum Pidana, Yogyakarta: Liberty, 1995, hlm. 153. 34

Andi Hamzah, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Jakarta: Rineka Cipta, 2006,

hlm. 25.

Page 44: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

33

tidak merupakan suatu tindak pidana. Hal ini diatur dalam pasal

191 ayat 2 KUHAP.35

Dalam rancangan KUHP tahun 2008, overmacht diatur dalam

pasal 43 yang berbunyi:36

“Tidak dipidana, seseorang yang melakukan tindak pidana karena:

1. Dipaksa oleh kekuatan yang tidak dapat ditahan, atau

2. Dipaksa oleh adanya ancaman, tekanan, dan kekuatan yang

tidak dapat dihindari”

Pasal di atas mengandung unsur-unsur:

1) Tidak dipidana

Maksudnya terdakwa lepas dari segala tuntutan hukum.

2) Orang yang melakukan tindak pidana

Melakukan tindak pidana berarti perbuatan seseorang melakukan

atau tidak melakukan sesuatu yang oleh peraturan perundang-

undangan dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang dan

diancam dengan pidana.

Untuk dinyatakan sebagai tindak pidana, selain perbuatan tersebut

dilarang dan diancam pidana oleh aturan perundang-undangan,

harus juga bersifat melawan hukum atau bertentangan dengan

hukum yang hidup dimasyarakat.

3) Dipaksa oleh kekuatan yang tidak dapat ditahan

Yang dimaksud dengan “kekuatan yang tidak dapat ditahan”

adalah daya paksa absolut / vis absoluta

35

Andi Hamzah,Op. Cit, hlm308 36

http://www.legalitas.org/database/rancangan/2008/KUHPBukuI2008.pdf.Diunduh pada

tanggal 5 Nopember 2010.

Page 45: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

34

4) Dipaksa oleh adanya ancaman, tekanan, dan kekuatan yang tidak

dapat dihindari

Yang dimaksud dengan “dipaksa oleh adanya ancaman, tekanan,

atau kekuatan yang tidak dapat dihindari” adalah daya paksa

relatif / vis compulsiva

c. Macam-macam Overmacht Dalam Hukum Pidana Indonesia.

Hazewinkel-Suringa membagi overmacht menjadi 3 macam37

:

1) Daya paksa absolut (absolute overmacht/vis absoluta)

Paksaan absolut adalah suatu keadaan dimana paksaan dan tekanan

sedemikian kuatnya pada diri seseorang, sehingga ia tidak dapat lagi

berbuat sesuatu yang lain selain apa yang terpaksa dilakukan atau

apa yang terjadi”.38

Daya paksa absolut ini bisa berupa paksaan

fisik, paksaan psikis. Contoh daya paksa absolut yang berupa

paksaan fisik adalah seorang yang kuat menerjang seorang anak

yang berdiri di dekat kaca, membuat anak itu terpental dan mengenai

kaca dan pecahlah kaca tersebut.

Contoh daya paksa absolut oleh adanya paksaan psikis dari

perbuatan manusia, seorang yang berada dalam keadaan dihipnotis

diperintah untuk membakar sebuah mobil.

2) Daya paksa relatif (relative overmacht/ vis compulsiva)

Paksaan relatif adalah suatu paksaan yang sedemikian rupa menekan

seseorang, sehingga ia berada dalam keadaan yang serba salah, suatu

37

A. Zainal Abidin Farid, Hukum Pidana 1, Jakarta: Sinar Grafika, 2007, hlm. 193 38

Adami Chazawi, Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana 2, Jakarta: Raja Grafindo

Pustaka, 2002, hlm. 30.

Page 46: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

35

keadaan yang memaksa dia mengambil suatu sikap dan berbuat yang

pada kenyataanya melanggar Undang-undang, yang bagi setiap

orang normal tidak akan mengambil sikap dan berbuat lain

berhubung resiko dari pilihan perbuatan itu lebih besar terhadap

dirinya.39

Contohnya adalah seorang anaknya diculik kemudian dia

dipaksa untuk membunuh orang lain dengan ancaman anaknya akan

dibunuh.

3) Keadaan Darurat (noodstoestand)

Noodtoestand atau keadaan darurat adalah suatu keadaan dimana

suatu kepentingan hukum terancam bahaya, yang untuk menghindari

ancaman itu terpaksa dilakukan perbuatan yang pada kenyataanya

melanggar kepentingan hukum yang lain.

Dalam doktrin hukum bentuk noodtoestand terjadi dalam 3 hal40

:

a) Pertentangan antara dua kepentingan hukum

Apabila terjadi suatu keadaan dimana terjadi konflik antara dua

kepentingan hukum yang saling berhadapan, dimana tidak dapat

memenuhi semua kepentingan hukum yang saling bertentangan,

melainkan dengan terpaksa harus mengorbankan salah satu dari

kepentingan hukum itu, maka pihak yang terpaksa melanggar

kepentingan hukum tidak dipidana.

Contohnya ketika terjadi kecelakaan laut, yakni tenggelamnya

sebuah kapal, ada dua orang penumpang yang dalam usahanya

39

Adami Chazawi, Ibid. hlm 32 40

Moeljatno, Op.Cit, hlm. 140

Page 47: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

36

hendak menyelamatkan nyawanya berpegang pada sebuah papan

yang mana papan tersebut hanya dapat menahan satu orang saja.

Apabila kedua orang itu tetap berpegangan pada papan, maka

kedua orang itu akan tenggelam dan mati. Maka dalam usaha

untuk meyelamatkan diri dari ancaman kematian, maka salah satu

dari keduanya mendorong yang lain dan orang yang didorong

tersebut mati.41

b) Pertentangan antara kewajiban hukum dengan kepentingan

hukum

Apabila terdapat suatu keadaan dimana seseorang hendak

melaksanakan kewajiban hukumnya namun pada saat yang

bersamaan dia harus mempertahankan kepentingan hukumnya

sendiri, maka bila seseorang memlilih mempertahankan

kepentingannya dan melanggar undang-undang dengan tidak

melakukan kewajiban hukumnya maka tidak dapat dipidana.

Contohnya seorang ahli forensik yang diminta pengadilan negeri

untuk memberikan keterangan ahli tentang sebab kematian

korban dalam suatu sidang perkara pidana. Pada saat yang sama

dia menderita luka-luka karena mengalami kecelakaan lalu lintas

dan dokter tersebut tidak dapat memenuhi panggilan

pengadilan.karena keadaan darurat ini dokter tersebut tidak

41

Adami Chazawi, Op.Cit, hlm. 37.

Page 48: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

37

dipidana meskipun tidak memenuhi panggilan pengadilan dan

melanggar pasal 224 KUHP.

c) Pertentangan antara dua kewajiban hukum

Apabila suatu keadaan dimana seseorang diwajibkan untuk

menjalankan dua kewajiban hukum sekaligus dalam waktu yang

bersamaan, dan kemudian melaksanakan salah satu darikewajiban

tersebut. Contohnya, seorang dokter pada saat yang sama harus

menjalankan operasi terhadap seorang pasien dan pada saat yang

bersamaan dokter tersebut dipanggil pengadilan untuk

memberikan keterangan ahli dalam perkara pidana.

d. Syarat Overmacht dalam Hukum Pidana Indonesia

Dalam hukum pidana tidak dijelaskan secara pasti sifat dan

besarnya paksaan serta sifat dan besarnya bahaya yang ditimbulkan dan

yang mengancam kepentingan-kepentingan hukum orang lain,

menentukan batas pertanggungjawaban pidana dari pembuat atas

perbuatannya. Semua penentuan ini harus berdasarkan pada ukuran-

ukuran objektif.42

Hakim harus menyelidiki ada tidaknya faktor-faktor yang

begitu luar biasa, sehingga orang yang normal dipaksa untuk

berkelakuan tidak normal. Hakim harus mempertimbangkan kelakuan-

kelakuan apa yang akan dilakukan dari orang normal, andai kata berada

dalam kondisi semacam orang yang dipaksa melakukan perbuatan

42

A. Zainal Abidin Farid, Op. Cit, hlm195.

Page 49: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

38

pidana. Selain itu hakim juga harus diketahui mengenai pribadi pelaku

(pandangan subjektif) apakah pelaku orang yang berhati-hati atau orang

yang senantiasa bertindak serampangan terhadap kepentingan orang

lain.

Menurut Utrech, ukuran objektif dan subjektif ini harus

digunakan secara bersama untuk menentukan ada atau tidaknya

overmacht.43

2. Dasar Peniadaan Pidana dalam Hukum Pidana Indonesia

Dasar peniadaaan pidana (strafuitluitingsgronden) harus

dibedakan dengan dasar penghapusan penuntutan (verval van recht tot

strafvordering). Dasar peniadaan pidana ditetapkan hakim dengan

menyatakan hilangnya sifat melawan hukumnya perbuatan hapus atau

hilangnya kesalahan pembuat, karena adanya ketentuan undang-undang

dan hukum yang membenarkan perbuatan atau yang memaafkan pembuat.

Dalam hal ini hak menuntut jaksa tetap ada, namun terdakwa tidak dijatuhi

pidana. Dasar penghapusan pidana harus dibedakan dan dipisahkan dari

dasar penghapusan penuntutan pidana menghapuskan hak menuntut jaksa

karena adanya ketentuan undang-undang.44

Terwujudnya suatu tindak pidana, tidak selalu dijatuhkan

hukuman atas pelakunya. KUHP telah menetapkan dasar-dasar atau

alasan-alasan yang meniadakan pidana. Dasar peniadaan pidana adalah

43

Utrecht, Hukum Pidana 1, Surabaya: Pustaka Tinta Mas, 1994, hlm. 354. 44

A.. Zainal Abidin Farid,Op, Cit.hlm. 189

Page 50: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

39

alasan-alasan yang memugkinkan orang yang melakukan perbuatan yang

memenuhi rumusan delik tidak dipidana.45

Dilihat dari segi sumbernya, dasar peniadaan pidana dibagi

menjadi dua kelompok, yaitu dasar peniadaan pidana yang tercantum

dalam undang-undang dan dasar peniadaan pidana yang terdapat di luar

undang-undang. Namun penulis dalam bab ini hanya menjelaskan dasar

peniadaan pidana yang bersumber pada undang-undang, khususnya

dalam Buku kesatu Bab III KUHP.

Dalam ilmu hukum pidana, dasar peniadaan pidana dapat dibedakan

mejadi:

a. Adanya Ketidakmampuan Bertanggung Jawab

(Ontoerekeningsvatbaarheid)

Pasal 44 KUHP merumuskan:

“Barangsiapa melakukan perbuatan yang tidak dapat

dipertanggungjawabkan kepadanya karena jiwanya cacat dalam

pertumbuhannya atau terganggu karena penyakit, tidak dipidana”

Berdasarkan pasal tersebut, terdapat dua penyebab tidak

dipidananya pelaku tindak pidana, yaitu:

1) Karena jiwanya cacat dalam pertumbuhannya

2) Karena terganggu jiwanya karena sebab penyakit.

Undang-undang tidak memberikan keterangan yang jelas

tentang orang yang tidak mampu bertanggungjawab, sehingga

tindakannya tidak dapat dipertanggungjawabkan. Di dalam Memory van

45

Sudarto, Hukum Pidana I, Semarang: Yayasan Sudarto, 1990, hlm. 138.

Page 51: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

40

Toeliching terdapat keterangan tentang ketidakmampuan

bertanggungjawab, yaitu:

a) Apabila si pelaku tidak ada kebebasan untuk memilih antara

berbuat dan tidak berbuat mengenai apa yang dilarang dan apa

yang diperintahkan oleh undang-undang.

b) Apabila pelaku dalam keadaan yang sedemikian rupa, sehinggga

dia tidak dapat menyadari bahwa perbuatannya itu bertentangan

dengan hukum dan tidak dapat menentukan akibat perbuatannya.46

Dalam praktik hukum, sepanjang pelaku tindak pidana tidak

memperlihatkan gejala kejiwaan tidak normal, maka keadaan jiwa si

pelaku tidak dipermasalahkan. Sebaliknya ketika nampak gejala-gejala

tidak normal, maka gejala-gejala itu harus diselidiki apakah benar dan

merupakan alasan pemaaf sebaagaimana dimaksudkan pasal 44 ayat 1.

b. Daya Paksa (Overmacht)

Daya paksa dalam istilah hukum pidana disebut dengan

overmacht. Sejarah perundang-undangan merupakan overmacht

merupakan alasan atau sebab eksternal yang tidak dapat dimintai

pertanggungjawaban pidana dan menggambarkan bahwa setiap daya,

dorongan, paksaan yang membuat seseorang tidak berdaya

menghadapinya.

Dasar peniadaan pidana karena daya paksa dirumuskan dalam

pasal 48 KUHP yaitu:

46

Sudharto, Op.Cit., hlm. 94.

Page 52: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

41

“Barangsiapa yang melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa

tidak dipidana”

Dasar inilah yang nantinya akan menjadi pokok pembahasan

dalam tulisan ini.

c. Pembelaan Terpaksa (noodweer)

Pembelaan terpaksa dirumuskan dalam pasal 49 ayat 1 sebagai

berikut:

“Tidak dipidana, barangsiapa melakukan perbuatan pembelaan

terpaksa untuk diri atu orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta

benda sendiri maupun orang lain, karena adanya serangan atau

ancaman serangan yang melawan hukum pada ketika itu juga.”

Dari rumusan di atas dapat diambil dua pokok kesimpulan

yaitu47

:

1) Unsur nengenai syarat pembelaan terpaksa, meliputi:

a) Pembelaan terpaksa dilakukan karena sangat terpaksa

b) Untuk mengatasi adanya serangan atau ancaman serangan

seketika yang bersifat melawan hukum.

c) Serangan atau ancaman serangan ditujukan pada 3 kepentingan

hukum atas: badan, kehormatan kesusilaan, dan harta benda

sendiri atau orang lain.

d) Harus dilakukan ketika adanya ancaman serangan dan

berlangsungnya serangan, atau bahaya yang masih

mengancam.

47

Adhami Chazawi, Op.Cit, hlm. 40

Page 53: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

42

e) Perbuatan pembelaan harus seimbang dengan serangan yang

mengancam.

2) Unsur dalam hal apa terjadinya pembelaan terpaksa, meliputi:

a) Dalam untuk membela dirinya sendiri atau orang lain, dan

serangan ditujukan pada fisik atau badan manusia.

b) Dalam hal membela kehormatan kesusilaan

c) Dalam hal membela harta benda diri sendiri atau harta benda

orang lain.

Perbuatan yang masuk dalam pembelaan terpaksa pada

dasarnya adalah tindakan menghakimi terhadap orang yang berbuat

melawan hukum terhadap diri orang itu atau orang lain (eigenriching).

Tindakan ini dilarang oleh undang-undang tapi dalam hal pembelaan

terpaksa seolah-olah suatu eigenriching yang diperkenankan oleh

undang-undang, berhubung dalam hal serangan seketika yang melawan

hukum ini. Negara tidak dapat berbuat banyak untuk melindungi

penduduknya, maka orang yang menerima serangan seketika yang

mealwan hukum, diperkenakan melakukan perbuatan sepanjang

memenuhi syarat untuk melindungi kepentingan sendiri atau orang lain.

Penyerangan yang melawan hukum seketika itu melahirkan

hukum darurat yang membolehkan korban melindungi dan

mempertahankan kepentingannya atau kepeentingan hukum orang lain

olehnya sendiri. Inilah dasar filosofi pembelaan terpaksa.48

48

Adami Chazami, Ibid. hlm. 41.

Page 54: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

43

d. Pembelaan Terpaksa Yang Melampaui Batas (Noodweer Exces)

Dirumuskan dalam pasal 49 ayat 2:

“Pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung

disebabkan oleh kegoncanngan jiwa yang hebat karena serangan atau

ancaman serangan itu, tidak dipidana.”

Dalam pasal ini dapat dipahami bahwa serangan atau ancaman

serangan yang melawan hukum dan menyebabkan goncangan jiwa yang

hebat sehingga orang yang terancam melakukan tindak pidana yang

lebih berat dari ancaman serangan yang menimpanya, maka perbuatan

tersebut tidak dipidana.

Schravendik memberikan contoh ada seorang laki-laki secara

diam-diam masuk ke kamar seorang gadis dengan maksud hendak

menyetubuhi gadis tersebut. Pada saat laki-laki meraba-raba tubuh si

gadis, terbangunlah dia. Dalam situasi yang demikian, tergoncanglah

jiwa antara amarah, bingung, ketakutan yang hebat, sehingga dengan

tiba-tiba gadis itu mengambil pisau di dekatnya dan laki-laki tersebut

ditikam hingga mati.49

Oleh sebab adanya kegoncangan jiwa yang hebat inilah, maka

pakar hukum memasukkan noodweer exces ke dalam alasan pemaaf

karena menghilangkan unsur kesalahan pada diri si pembuat.

49

Jonkers J.E, Handboek van het Nederladsch Indische Strafrech, dalam Adami Chazawi,

Pelajaran Hukum Pidana 2, Jakarta: Raja Grafindo Pustaka, 2002, hlm.53.

Page 55: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

44

e. Menjalankan Perintah Undang-undang

Peniadaan pidana berdasarkan menjalankan perintah undang-

undang dirumuskan dalam pasal 50 KUHP yang berbunyi”

“Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan

undang-undang, tidak dipidana”.

Yang dimaksud perbuatan dalam pasal di atas adalah perbuatan

tindak pidana yang oleh undang-undang diberi kewenangan untuk

melakukannya. Sedangkan maksud ketentuan undang-undang dalam

arti luas adalah peraturan undang-undang yang dibuat oleh parlemen

(DPR) bersama pemerintah dan segala peratuan yang ada di bawahnya,

seperti peraturan pemerintah, peraturan daerah, karena semua peraturan

itu terbentuk oleh kekuasaan yang berdasarkan undang-undang.50

Contohnya seorang tersangka yang melarikan diri, maka petugas

menembak kaki tersangka untuk melumpuhkannya.

f. Melakukan Perintah Jabatan

Dasar peniadaan pidana karena menjalankan perintah jabatan

yang sah dirumuskan dalam pasal 51 ayat 1 KUHP yang berbunyi:

“Barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah

jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak

dipidana”.

Ketentuan ini sama dengan alasan peniadaan pidana oleh sebab

menjalankan perintah undang-undang, dalam arti kedua dasar ini

menghapuskan sifat melawan hukumnya perbuatan. Selain itu kedua-

duanya berupa perbuatan yang boleh dilakukan sepanjang menjalankan

50

Adami chazawi, Ibid, hlm 55.

Page 56: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

45

kewenanganberdasarkan undang-undang maupun perintah jabatan.

Ketentuan ini sesuai dengan ketentuan jinayat yang terdapat dalam

hukum Islam51

, yaitu Q.S. Al-Isra‟ (17): 33 yang berbunyi:

“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah

(membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar”.

Melainkan dengan suatu alasan yang benar dalam ayat di atas

mempunyai pengertian karena melaksanakan perintah undang-undang,

karena melaksanakan perintah jabatan yang sah, dan karena peraturan

perundangan mengizinkan untuk berbuat yang demikian.52

g. Menjalankan Perintah Jabatan Yang Tidak Sah Dengan I‟tikad Baik

Dasar peniadaan ini dirumuskan dalam pasal 51 ayat (2) yang

berbunyi:

“Perintah jabatan tanpa wenang, tidak menyebabkan hapusnya pidana

kecuali apabila yang menerima perintah, dengan itikad baik mengira

bahwa perintah diberikan dengan wewenang, dan pelaksanaannya

termasuk dalam lingkungan pekerjaannya.

Dari apa yang dirumuskan dalam pasal di atas, terdapat dua

syarat yang wajib dipenuhi agar orang yang menjalankan perintah yang

tidak sah dengan i‟tikad baik itu tidak dipidana yaitu:

1) syarat subjektif, yaitu dengan i‟tikad baik dia mengira bahwa

perintah itu adalah sah

2) syarat objektif adalah pada pelaksanaannya pelaksanaan

perintah itu masuk dalam bidang tugas jabatannya.

51

Ali Imron, Op. Cit. hlm.182. 52

Ali Imron, Ibid.

Page 57: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

46

BAB III

OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN

A. Ketentuan Tindak Pidana Pembunuhan

1. Tindak Pidana Pembunuhan Dalam Islam

a. Pengertian dan Macam-Macam Pembunuhan

Dalam Bahasa Arab ألقتل berasal dari kata يقتل – قتل yang artinya

membunuh.1 Para ulama mendefinisikan pembunuhan sebagai suatu

perbuatan yang menyebabkan hilangnya nyawa seseorang.2 karena

Pembunuhan merupakan perbuatan keji yang tidak manusiawi dan Allah

menegaskan dalam al-Qur‟an yang berbunyi :

Artinya: “Dan barangsiapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan

aniaya, maka Kami kelak akan memasukkannya ke dalam

neraka. yang demikian itu adalah mudah bagi Allah”.3 (Q.S.

An-Nisa: 30)

Menurut Abdul Qadir Audah, pembunuhan adalah perbuatan

manusia yang menghilangkan nyawa manusia dengan sebab perbuatan

manusia yang lain..4

1Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir, Surabaya: Pustaka Progressif, 1997,

hlm. 1243. 2 Topo Santoso, Membumikan Hukum Pidana Islam, Jakarta: Gema Insani, 2003. hlm. 36

3 Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya,Bandung: Diponegoro, 2010,

hlm.87 4 Abd al-Qadir Audah, at-Tasyri‟ al-Jinaiy al-Islamiy,jilid 2, Beirut: Muassasah al-

Risalah, tt., hlm.6.

Page 58: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

47

Jadi kesimpulan pengertian pembunuhan adalah suatu proses

perampasan, peniadaan atau menghilangkan nyawa seseorang yang

dilakukan oleh orang lain. Pengertian proses dalam hal ini mencakup

pengertian luas, yaitu semua yang menyebabkan terjadi pembunuhan

tersebut baik yang terlibat langsung maupun yang tidak langsung. Orang

yang melakukan perbuatan tersebut secara langsung sudah pasti dia

merupakan pelaku pembunuhan, yang menyuruh melakukan perbuatan,

yang turut melakukan perbuatan, yang membujuk supaya perbuatan

tersebut dilakukan dan yang membantu perbuatan tersebut, mereka

semua termasuk pelaku dalam suatu tindak pidana.

Dilihat dari motif pembunuhan, yaitu ada atau tidaknya niat

untuk melakukan pembunuhan tersebut ada 2 (dua) pendapat. Yaitu :

Pertama adalah ulama Malikiyah membagi 2 (dua) macam

pembunuhan, yaitu pembunuhan sengaja dan pembunuhan tidak sengaja.5

Dasar pembagian ini adalah melihat dzahir ayat al-Qur‟an yang hanya

mengenal dua bentuk jarimah pembunuhan, sebagaimana disebutkan

dalam Q.S. al-Nisa : 92;

5 Abd al-Qadir Audah,Ibid, hlm. 7.

Page 59: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

48

Artinya: “Dan tidak layak bagi seorang mu‟min membunuh seorang

mu‟min (yang lain) kecuali karena tersalah (tidak sengaja), dan

barang siapa membunuh seorang mu‟min karena tersalah

(hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang

beriman serta membayar diyat6 yang diserahkan kepada

keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga

terbunuh) bersedekah. Jika ia (si terbunuh) dari kaum yang

memusuhimu, padahal ia mu‟min, maka (hendaklah si

pembunuh) memerdekakan hamba sahaya yang beriman. Dan

jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian

(damai) antara mereka dengan kamu,maka hendaklah (si

pembunuh) membayar diyat yang diserahkan kepada

keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya

yang beriman. Barang siapa tidak memperolehnya, maka

hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut

sebagai cara taubat kepada Allah Maha Mengetahui lagi Maha

Bijaksana”.7

Dalam ayat selanjutnya disebutkan:

Artinya: “Dan barang siapa yang membunuh orang mukmin dengan

disengaja, maka balasannya adalah neraka jahanam, kekal ia di

dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta

menyediakan azab yang besar baginya.”8 (Q.S. al-Nisa‟: 93)

Kedua, jumhur fuqaha membagi pembunuhan menjadi 3 (tiga)

macam.9 Kalau kita teliti merupakan bentuk kompromistis dari kedua

6 Adalah ganti rugi dengan harta melalui keputusan hakim. Lihat Makhrus Munajat,

Hukum Pidana Islam di Indonesia, Yogyakarta, TERAS, 2009, hlm. 6 7 Departemen Agama RI, Op.Cit, hlm. 93.

8 Departemen Agama RI, Ibid.hlm. 93.

9 Abd al-Qadir Audah, Op. Cit, hlm. 7

Page 60: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

49

bentuk sebelumnya. Walaupun bentuk ini diperselisihkan, bentuk ini

lebih masyhur daripada bentuk yang pertama.

Ketiga bentuk tersebut ialah :

1) Pembunuhan sengaja (qatl al-„amd)

Pembunuhan sengaja adalah suatu perbuatan terhadap seseorang

dengan maksud untuk menghilangkan nyawanya.10

Adapun Amir

Syaifudin mengemukakan bahwa pembunuhan sengaja adalah

pembunuhan yang terdapat unsur kesengajaan baik dalam sasaran

ataupun kesengajaan dalam alat yang digunakan.11

Dalam ajaran

Islam, pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja terhadap orang

yang dilindungi jiwanya, disamping dianggap sebagai suatu jarimah,

juga merupakan dosa paling besar.

Adapun unsur-unsur dalam pembunuhan sengaja yaitu :12

a) Korban adalah orang yang hidup.

b) Perbuatan si pelaku yang mengakibatkan kematian korban.

c) Ada niat bagi si pelaku untuk menghilangkan nyawa korban.

2) Pembunuhan tidak sengaja atau karena kesalahan (qatlu al-khatha‟)

Pembunuhan tidak sengaja yaitu pembunuhan yang disebabkan

karena salah dalam perbuatan.13

Dalam pembunuhan ini tidak ada

10

Topo Santoso, Op, Cit, hlm. 36. 11 Amir Syarifudin, Garis-garis Besar Islam.Jakarta: Prenada Media Grup,2008 hlm.259. 12

Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2005,hlm. 140-

141 13

Topo Santoso, Op, Cit, hlm. 36.

Page 61: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

50

unsur kesengajaan dalam melakukan pembunuhan, namun terjadi

karena kelalaian dari pelaku.14

Adapun unsur-unsur pembunuhan tidak sengaja yaitu ;

a) Adanya perbuatan yang menyebabkan kematian

b) Terjadinya perbuatan itu karena kesalahan

c) Adanya hubungan sebab akibat antara perbuatan kesalahan

dengan kematian korban.15

3) Pembunuhan semi sengaja (qatlu syibhul ‟amd)

Pembunuhan semi sengaja adalah perbuatan penganiayaan terhadap

seseorang tidak dengan maksud membunuh, tetapi mengakibatkan

kematian.16

Bentuk inilah yang diperselisihkan keberadaanya,

namun mayoritas ulama mengakui keberadaanya sebagai salah satu

bentuk pembunuhan. Terdapat tiga unsur dalam pembunuhan semi

sengaja, yaitu ;

a) Pelaku melakukan suatu perbuatan yang mengakibatkan

kematian.

b) Ada maksud penganiayaan atau permusuhan.

c) Ada hubungan sebab akibat antara perbuatan pelaku dengan

kematian korban.17

b. Hukuman Pembunuhan

14

Ahmad Wardi Muslich, Op. Cit, hlm144. 15

Ahmad Wardi Muslich, Ibid. hlm. 146-147. 16

Topo Santoso, Op.Cit, hlm. 36 17

Ahmad Wardi Muslich, Op. Cit, hlm. 142-143.

Page 62: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

51

Maksud adanya hukuman adalah untuk memelihara dan

menciptakan kemaslahatan manusia dan menjaga mereka dari hal-hal

yang mafsadah karena Islam itu sebagai rahmatan lil‟alamin untuk

memberi petunjuk dan pelajaran kepada manusia.

Hukuman ditetapkan demikian untuk memperbaiki individu

menjaga masyarakat dan tertib sosial. Dalam hal ini penerapan hukuman

pada pembunuhan ditentukan oleh macam atau jenis pembunuhan yang

telah dilakukan. Adapun hukuman yang dikenakan untuk masing-masing

pembunuhan sebagaimana yang telah ditetapkan;

1) Pembunuhan Sengaja

Dalam hukum Islam hukuman pokok bagi pembunuhan sengaja

adalah qisas,18

apabila keluarga korban menghapuskan hukuman

pokok ini hukuman penggantinya berupa hukuman diyat,19

yaitu

dengan membayar denda berupa seratus ekor unta yang terdiri dari

30 ekor unta hiqqah (umur 3-4 tahun), 30 ekor unta jadza‟ah (umur

4-5 tahun), dan 40 unta yang sedang bunting. Selain itu, diyat dapat

dilakukan dengan membayar dua ratus ekor sapi, atau dua ribu

kambing, atau uang emas seribu dinar, atau uang perak sebesar dua

belas ribu dirham.20

Diyat pun kalau seandainya dima‟afkan dapat

dihapuskan dan sebagai penggantinya, hakim menjatuhkan

18

Qisas yaitu memberikan perlakuan yang sama kepada terpidana sesuai dengan tindak

pidana yang dilakukan.. Lihat Makhrus Munajat, Op. Cit, hlm. 6. 19

Diyat yaitu ganti rugi dengan harta melalui keputusan hakim. Lihat Makhrus Munajat,

Op. Cit, hlm. 6. 20

Ahmad Wardi Muslich, Ibid, hlm. 169.

Page 63: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

52

hukuman ta‟zir. Dalam memberikan hukuman ta‟zir hakim diberi

kebebasan untuk memilih mana yang lebih maslahat, setelah

mempertimbangkan berbagai aspek yang berkaitan dengan tindak

pidana yang dilakukan oleh pelaku. Jadi, qisas sebagai hukuman

pokok mempunyai dua hukuman pengganti, yaitu diyat dan ta‟zir.21

Di samping hukuman pokok dan pengganti, terdapat pula hukuman

tambahan untuk pembunuhan sengaja, yaitu penghapusan hak waris

dan wasiat.

2) Pembunuhan tidak sengaja

Hukuman pokok pada pembunuhan tidak sengaja atau pembunuhan

kesalahan adalah diyat dan kafarah. Diyat dalam pembunuhan

tidak sengaja berupa seratus ekor unta yang terdiri dari 20 ekor

unta betina umur 1-2 tahun, 20 ekor unta jantan umur 1-2 tahun, 20

ekor unta betina umur 2-3 tahun, 20 ekor unta hiqqah, dan 20 ekor

unta jadza‟ah. Hukuman kafarah berupa memerdekakan hamba

sahaya mukmin, atau berpuasa dua bulan berturut-turut. Hukuman

penggantinya adalah puasa dan ta‟zir dan hukuman tambahannya

adalah hilangnya hak wasiat dan hak mendapat warisan.22

3) Pembunuhan semi sengaja

Hukuman pokok pembunuhan semi sengaja adalah diyat dan

kafarah. Diyat dalam pembunuhan ini sama dengan diyat dalam

21

Makhrus Munajat, Op. Cit, hlm. 172 22

Ahmad Wardi Muslich, Op.Cit, hlm. 175.

Page 64: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

53

pembunuhan sengaja, baik dalam jenis, kadar, maupun

pemberatannya. Hukuman kafarah berupa memerdekakan hamba

sahaya mukmin, atau dengan puasa dua bulan berturut-turut.

Hukuman pengganti dari pembunuhan semi sengaja adalah ta‟zir

yang penentuannya diserahkan oleh hakim.23

Hukuman

dtambahannya adalah terhalangnya menerima warisan dan wasiat.24

2. Tindak Pidana Pembunuhan dalam KUHP

a. Pengertian dan Macam-macam Pembunuhan

Pembunuhan diartikan sebagai poses, cara, perbuatan

membunuh atau menghilangkan nyawa. 25

Dalam KUHP, tindak pidana

yang berakibat hilangnya nyawa orang lain adalah :26

1) Pembunuhan dengan pemberatan (Pasal 339);

2) Pembunuhan berencana (Pasal 340);

3) Pembunuhan bayi oleh ibunya (Pasal 341);

4) Pembunuhan bayi berencana (Pasal 342);

5) Pembunuhan atas permintaan yang bersangkutan (Pasal 344);

6) Membujuk / membantu orang agar bunuh diri (Pasal 345);

7) Pengguguran kandungan dengan izin ibunya (Pasal 346);

8) Pengguguran kandungan tanpa izin ibunya (Pasal 347);

9) Matinya kandungan dengan izin perempuan yang mengandungnya

23

Ahmad Wardi Muslich, Ibid. hlm.173-174. 24

Makhrus Munajat, Op. Cit, hlm. 173 25

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai

Pustaka. 2005. hlm. 178. 26

Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Tubuh dan Nyawa, Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 2004, hlm. 56.

Page 65: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

54

(Pasal 348);

10) Dokter / bidan / tukung obat yang membantu pengguguran /

matinya

kandungan (Pasal 349);

11) Matinya seseorang karena kealpaan (Pasal 359 KUHP).

Dalam perbuatan menghilangkan nyawa terdapat 3 syarat yang

harus terpenuhi, yaitu:27

1) Ada wujud perbuatan

2) Adanya kematian

3) Adanya hubungan sebab akibat antara perbuatan dan kematian

Bentuk kesalahan tindak pidana menghilangkan nyawa orang

lain ini dapat berupa sengaja (dolus) dan tidak sengaja (alpa).

Kesengajaan (dolus) adalah suatu perbuatan yang dapat terjadi dengan

direncanakan terlebih dahulu atau tidak direncanakan. Tetapi yang

penting dari suatu peristiwa itu adalah adanya ”niat” yang diwujudkan

melalui perbuatan yang dilakukan sampai selesai. Berdasarkan unsur

kesalahan, tindak pidana pembunuhan dapat dibedakan menjadi:

1). Pembunuhan yang di lakukan dengan sengaja.

a) Pembunuhan biasa

Pembunuhan sengaja dalam bentuk pokok diatur dalam Pasal

338 KUHP yang merumuskan bahwa:

27

Adami Chazawi Ibid, hlm. 57

Page 66: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

55

“Barangsiapa sengaja merampas nyawa orang lain, diancam,

karena pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama lima

belas tahun” 28

b) Pembunuhan yang disertai, diikuti atau didahului dengan

tindak pidana lain

Delik ini diatur dalam Pasal 339 KUHP yang merumuskan

bahwa:

“Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu

tindak pidana, yang dilakukan dengan maksud untuk

mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya, atau

untuk melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari

pidana bila tertangkap tangan, ataupun untuk memastikan

penguasaan barang yang diperolehnya secara melawan

hukum, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau

pidana penjara selama waktu tertentu paling lama dua puluh

tahun.”29

Pada pembunuhan dalam Pasal 339 KUHP merupakan suatu

bentuk khusus pembunuhan yang diperberat. Dalam

pembunuhan yang diperberat ini terdapat 2 (dua) macam

tindak pidana sekaligus, yaitu pembunuhan biasa dan tindak

pidana lain.

c) Pembunuhan berencana

Tindak pidana ini diatur dalam Pasal 340 KUHP, yang

menyebutkan sebagai berikut :

“Barangsiapa dengan sengaja dan dengan direncanakan

terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena

pembunuhan berencana, dengan pidana mati atau pidana

28

Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, Jakarta: Rineka Cipta, 2006, hlm. 134 29

Andi Hamzah, Ibid. hlm 134

Page 67: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

56

penjara seumur hidup atau pidana penjara selama waktu

tertentu paling lama dua puluh tahun.”30

Ancaman pidana pada pembunuhan berencana ini lebih berat

dari pada pembunuhan yang ada pada Pasal 338 dan 339

KUHP bahkan merupakan pembunuhan dengan ancaman

pidana paling berat, yaitu pidana mati, di mana sanksi pidana

mati ini tidak tertera pada kejahatan terhadap nyawa lainnya,

yang menjadi dasar beratnya hukuman ini adalah adanya

perencanaan terlebih dahulu. Selain diancam dengan pidana

mati, pelaku tindak pidana pembunuhan berencana juga dapat

dipidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu

paling lama dua puluh tahun.

2) Pembunuhan yang di lakukan dengan tidak sengaja.

Tindak pidana yang dilakukan dengan tidak sengaja merupakan

bentuk kejahatan yang akibatnya tidak dikehendaki oleh pelaku.

Kejahatan ini diatur dalam Pasal 359 KUHP, yang rumusannya

sebagai berikut :

“Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan matinya orang

lain, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun

atau kurungan paling lama satu tahun.”31

Unsur-unsur dari rumusan di atas adalah:32

a) Adanya unsur kelalaian

b) Adanya wujud perbuatan tertentu

30

Andi Hamzah, Op. Cit, hlm 134 31

Andi Hamzah, Ibid, hlm 139 32

Adami Chazawi, Op.Cit, hlm. 125.

Page 68: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

57

c) Adanya akibat kematian orang lain.

b. Hukuman Pembunuhan

Bentuk pokok dari kejahatan terhadap nyawa yakni adanya unsur

kesengajaan dalam pembunuhan atau menghilangkan nyawa seseorang

baik “sengaja biasa” maupun “sengaja yang direncanakan” . Sengaja

biasa yakni maksud atau niatan untuk membunuh timbul secara sepontan,

dan sengaja yang direncanakan yakni maksud atau niatan atau kehendak

membunuh direncanakan terlebih dahulu, merencanakannya dalam

keadaan tenang serta dilaksanakan secara tenang pula. Unsur-unsur

pembunuhan sengaja biasa adalah : perbuatan menghilangkan nyawa, dan

perbuatannya dengan sengaja, sedangkan unsur-unsur sengaja yang

direncanakan adalah perbuatan menghilangkan nyawa dengan

direncanakan dan perbuatannya dengan sengaja. Adapun sanksi

pembunuhan sengaja biasa dikenakan sanksi pidana penjara paling lama

15 tahun, dan sanksi pembunuhan sengaja direncanakan dikenakan sanksi

pidana mati atau penjara seumur hidup selama-lamanya 20 tahun, seperti

apa yang disebutkan dalam Pasal 340 KUHP yang berbunyi:

“Barangsiapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas

nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan dengan rencana,

dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama

waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun

Ketidaksengajaan (alpa) adalah suatu perbuatan tertentu terhadap

seseorang yang berakibat matinya seseorang. Bentuk dari kealpaan ini

dapat berupa perbuatan pasif maupun aktif. Contoh perbuatan yang pasif,

misalnya penjaga palang pintu kereta api karena tertidur pada waktu ada

Page 69: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

58

kereta yang melintas dia tidak menutup palang pintu, sehingga

mengakibatkan tertabraknya mobil yang sedang melintas. Bentuk

kealpaan penjaga palang pintu ini berupa perbuatan yang pasif, karena

tidak melakukan apa-apa. Sedangkan contoh perbuatan yang aktif,

misalnya seseorang yang sedang menebang pohon ternyata menimpa

orang lain, sehingga matinya orang itu karena tertimpa pohon. Bentuk

kealpaan dari penebang pohon berupa perbuatan yang aktif. Sanksi

tindak pidana ini adalah pidana penjara paling lama lima tahun, seperti

diatur dalam Pasal 359 KUHP yang berbunyi ”

“Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan matinya orang

lain, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau

kurungan paling lama satu tahun”.

B. Overmacht Dalam Tindak Pidana Pembunuhan Menurut Hukum Islam

1. Dasar Hukum dan Alasan Overmacht Dalam Tindak Pidana Pembunuhan

a. Hukum Ikrah dan Dharurah

Dalam Islam hukum ikrah dibagi menjadi tiga yaitu:

1) Tindak pidana yang diperbolehkan karena adanya paksaan

Paksaan bisa membolehkan terhadap perbuatan haram,

dimana syariat membolehkan untuk melakukannya dalam keadaan

terpaksa. Perbuatan ini dikhususkan pada makanan dan minuman yang

diharamkan, seperti memakan bangkai, meminum darah. Hal ini

berdasarkan firman Allah Swt:

Page 70: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

59

Artinya: “Mengapa kamu tidak mau memakan (binatang-binatang

yang halal) yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya,

padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu

apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa

kamu memakannya, dan sesungguhnya kebanyakan (dari

manusia) benar benar hendak menyesatkan (orang lain)

dengan hawa nafsu mereka tanpa pengetahuan, sesungguhnya

Tuhanmu, Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang

melampaui batas”.33

(Q.S. al-An‟am: 119)

Artinya: ”Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai,

darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih)

disebut (nama) selain Allah, tetapi barangsiapa dalam

keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak

menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka

tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha

Pengampun lagi Maha Penyayang”. 34

(Q.S. al-Baqarah: 173)

Memakan bangkai dan meminum darah diharamkan kecuali

dalam keadaan terpaksa. Keduanya dibolehkan apabila manusia

dipaksa orang lain untuk melakukannya, sehingga tidak ada tanggung

jawab dalam melakukan perbuatan tersebut, meskipun pada dasarnya

keduannya diharamkan. Paksaan bisa menghapus tanggung jawab

pidana dan membolehkan seseorang untuk melakukannya dengan

syarat paksaan tersebut adalah paksaan absolut (ikrah mulji‟). Apabila

33

Departemen Agama RI,Op. Cit, hlm 143 34

Departemen Agama RI, Ibid, hlm. 32.

Page 71: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

60

paksaan tersebut adalah paksaan relatif, perbuatan tersebut tetap

diharamkan dan pelakunya dijatuhi hukuman.35

2) Tindak pidana yang hukumannya dihapuskan karena adanya paksaan.

Tindak pidana yang hukumannya dihapuskan karena adanya

paksaan adalah qazaf, mencaci, mencuri, merusak harta orang lain

atau dipaksa kafir.36

Semua tindak pidana tersebut tidak ada hukuman

yang dibebankan kepada pelakunya, apabila pelaku dipaksa

melakukannya dengan ikrah mulji‟. Dalam al-Qur‟an dijelaskan;

Artinya: “Barangsiapa kafir kepada Allah sesudah dia beriman (dia

mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa

kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak

berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya

untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan

baginya azab yang besar.”

3) Tindak pidana yang tidak dipengaruhi oleh paksaan.

Perbuatan yang tidak dapat dipengaruhi oleh paksaan adalah

pembunuhan, pemotongan anggota badan, atau pemukulan yang

membinasakan sebagaimana dikatakan Ibnu Nujaim yang dikutip oleh

Abdul Qadir Awdah:

35

Ali Yafie, dkk.(Ed.), Ensiklopedi Hukum Pidana Islam, Jilid II, Jakarta: Kharisma

ilmu, 2009, hlm. 228. 36

Ali Yafie, dkk.(Ed.), Ibid,hlm. 229.

Page 72: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

61

اتفك انفمهاء عه أ اإل كرا انهجء اليرفع انعمىتة إذا كات انجرية انت

ارتكثها لتال أو لطع طرف أو ظرتا يههكا

Artinya: “ Para fuqaha sepakat bahwa sesungghunya ikrah mulji‟ tidak

menghapus hukuman pada tindak pidana yang terdiri berupa

pembunuhan, pemotongan anggota badan, dan pemukulan

yang membinasakan.

Dasar hukum dharurat sama dengan dasar hukum ikrah, ketika

perbuatan pidana tidak dihapuskan meski disebabkan karena ikrah

atau dharurah, maka tetap mendapatkan hukuman. Dalam keadaan

pembolehan (ibahah), perbuatan dibolehkan, karena tidak ada alasan

yang mengharamkan. Dalam penghapusan hukuman, hukuman

dihapuskan karena membahayakan jiwa dan tidak adanya ikhtiyar.

Hukum dharurat dibagi menjadi tiga yaitu38

:

1) Tindak pidana yang boleh dilakukan karena dharurat

Tindak pidana boleh dilakukan dalam keadaan darurat jika

hukum Islam telah menetapkan nash-nash pembolehannya. Tindak

pidana ini berlaku khusus pada makanan dan minuman, seperti

memakan bangkai, meminum darah dan sesuatu yang najis. Misalnya

seseorang yang mengalami kelaparan dan tidak menemukan makanan

selain bangkai, dan akhirnya memakan bangkai tersebut. Para fuqaha

telah bersepakat bahwa tindak pidana tersebut boleh dilakukan dalam

keadaan darurat dengan syarat hanya sekedar untuk menutupi

kebutuhan pelaku.

37

Ibnu Nujaim, "al-Bahru al-Raiq" , dalam Abdul Qadir Awdah, Tasyri‟ al-Jina‟i al-

Islamiy, Beirut: Muassasah al-Risalah, tt. Jilid 1, hlm. 568. 38

Abdul Qadir Audah, Tasyri‟ al-Jina‟i al-Islamiy, Jilid 1, Beirut: Muassasah al-Risalah,

tt., hlm 586.

Page 73: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

62

Menurut pendapat yang rajih, melakukan perbuatan tersebut

adalah wajib, bukan sekedar hak, bagi orang yang dalam keadaan

darurat. Dalam keadaan darurat ia akan berdosa, jika tidak makan atau

meminum sesuatu yang diharamkan. Hal ini berdasar firman Allah:

Artinya: “Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan

janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam

kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena Sesungguhnya

Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.”39

(Q.S. al-

Baqarah: 195)

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling

memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali

dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-

suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh

dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang

kepadamu.”40

(Q.S. al-Nisa: 29)

2) Tindak pidana yang hukumannya dihapus karena dharurat.

Orang dalam keadaan darurat melakukan tindak pidana dapat

dimaafkan dari hukuman, tetapi perbuatan tersebut tetap diharamkan.

Misalnya perbuatan mencuri makanan yang dilakukan oleh orang

yang kelaparan, atau perbuatan membuang barang-barang penumpang

39

Departemen Agama RI, Op. Cit, hlm. 30. 40

Departemen Agama RI, Ibid, hlm. 83.

Page 74: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

63

ke laut manakala kapal hampir tenggelam. Agar perbuatan tersebut

dapat diampuni, orang yang dalam keadaan darurat disyaratkan ketika

melakukan perbuatan itu sekedar untuk menolak bahaya.41

3) Tindak pidana yang tidak dipengaruhi oleh dharurat

Keadaan darurat tidak dapat mempengaruhi tindak pidana

pembunuhan, pelukaan dan pemotongan anggota badan. Orang yang

berada dalam keadaan darurat tidak boleh membunuh, melukai, atau

memotong orang lain, dalam upaya menyelamatkan dirinya dari

kematian. Dicontohkan suatu kelompok orang berada dalam sampan

yang hampir tenggelam karena beratnya muatan, penumpang tidak

boleh melemparkan penumpang yang lain ke dalam air untuk

meringankan beban sampan dan dalam upaya menyelamatkan diri dari

kematian.42

Dalam Q.S al-Shaffat ayat 139-14243

menceritakan tentang

Nabi Yunus „alaihissalam naik ke kapal yg sudah penuh dgn

penumpang dan barang. Sampai di tengah lautan kapal tersebut mulai

memperlihatkan tanda-tanda akan tenggelam. Saat itu hanya ada dua

pilihan mereka tetap bersama-sama di atas kapal tapi tenggelam

semua atau mengundi satu per satu dilemparkan ke laut sekedar

meringankan muatan kapal dan menyelamatkan yg lain. Akhirnya

41

Ali Yafie, dkk. (Ed), Ibid, hlm. 236-238 42

Ali Yafie, dkk. (Ed.),, Op. Cit, hlm. 236 43

Artinya: “Dan sesungguhnya Yunus benar-benar termasuk salah seorang dari para

rasul, (Ingatlah) ketika ia lari ke kapal yang penuh, maka ia ikut berundi lalu ia termasuk orang

yang kalah, lalu ia ditelan oleh ikan besar dalam keadaan tercela.”

Page 75: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

64

diputuskan untuk memilih undian,44

dan Nabi Yunus termasuk dalam

undian itu sehingga beliau dilempar ke laut.

Untuk dapat meneruskan hidupnya, orang yang berada dalam

keadaan darurat tidak boleh mengambil sesuatu yang dimiliki orang

lain dimana kedua orang tersebut sama-sama membutuhkan.Oleh

karena itu, jika orang pertama mengambil apa yang dimiliki oleh

orang kedua dan mengakibatkan pemilik harta mati, maka orang

pertama bertanggungjawab atas kematiannya dan dianggap sebagai

pembunuh tanpa hak.

b. Dasar Hukum dan Alasan overmacht Dalam Tindak Pidana

Pembunuhan

Tindak pidana pembunuhan yang dilakukan karena sebab ikrah

(ikrah mulji‟) dan dharurah merupakan perbuatan yang terlarang.

Ikrah dan dharurah menurut para fuqaha tidak dapat menghapuskan

ataupun membolehkan seseorang untuk melakukan pembunuhan. Hal

ini karena orang yang dipaksa melakukan pembunuhan terhadap

korbannya itu dengan cara disengaja, melawan hukum, secara dzalim

44

Sejak dahulu orang menggunakan undian untuk memutuskan suatu perkara yang pelik.

Ketika para pemuka agama Nasrani berebut memelihara Maryam (Ibu Nabi Isa as.), merekapun

melakukan undian, dan ternyata Nabi Zakaria as. yang beruntung sehingga beliaulah yang

memeliharanya (baca Q.S. al-Imran: 44). Nabi Muhammad pun pernah melakukan undian untuk

memilih siapa saja yang akan ikut dalam perjalanan beilau, karena tidak mungkin semuanya

ikut.Kendati demikian,tidak semua hal harus diselesaikan dengan undian. Undian baru dilakukan

jika semua memiliki hak dan kemampuan yang sama dan tidak diketahui siapa yang seharusnya

dipilih demi kemaslahatan. Tentu saja mengundi siapa yang harus ditenggelamkan atau dibunuh

tidak dibenarkan sama sekali. Apa yang terjadi terhadap Nabi Yunus as. ini adalah adat dan

kebiasaan masyarakat, dimana beliau tidak dapat mengelak. Lihat M. Quraish Shihab, Tafsir al-

Misbah, Jilid XII, Jakarta: Lentera Hati, 2006 hlm. 81.

Page 76: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

65

disertai keyakinan bahwa membunuh korban menyebabkan jiwanya

selamat dan terhindar dari kejahatan pemaksa atau bahaya.45

Dasar hukum mereka adalah firman Allah SWT:

Artinya: “Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan

Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan)

yang benar. dan Barangsiapa dibunuh secara zalim, Maka

Sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli

warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas

dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang

mendapat pertolongan.” (Q.S. Al-Isra‟: 33)

Dalam ayat lain disebutkan:

Artinya: “Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mukmin dan

mukminat, tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka

sesungguhnya mereka tela memikul kebohongan dan dosa

yang nyata”46

(Q.S. Al-Ahzab: 58)

Ayat di atas menegaskan bahwa membunuh jiwa merupakan

perbuatan yang diharamkan, kecuali dengan alasan yang benar yaitu

salah satu dari tiga perkara: kafir setelah iman (murtad), berzina

setelah ihshan, dan membunuh sesama muslim yang terpelihara

jiwanya. 47

45

Abdul Qadir Awdah, Op.Cit, Jilid 1. hlm. 568 46

Departemen Agama RI,Op. Cit, hlm. 603. 47

Lihat Ahmad Muatafa al Maraghi, Tafsir al-Maraghi, terj. Anshari Umar dkk., Tafsir

al Maraghi, Juz XVII, Semarang: Toha Putra, 1993, hlm. 78.

Page 77: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

66

Dalam hadis dijelaskan:

ال يحم : لال رسىل اهلل صه اهلل عهي وساو: ع ات يسعىد رض اهلل ع لال

انثية : دو ايرئ يسهى يشهد ا ال ان اال اهلل وأي رسىل اهلل إال تاحدي ثالث

انزاي وانفس تا نفس وانتارن ندي انفارق نهجاع

Artinya: “Dari ibnu Mas‟ud r.a. berkata: telah bersabda Rasulullah

saw.: Tidak halal darah seorang muslim yang bersaksi

bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan aku adalah utusan

Allah kecuali dengan salah satu dari tiga sebab; orang yang

pernah menikah berzina, jiwa dengan jiwa (qisas), dan

orang yang meninggalkan agamanya yang meninggalkan

diri dari jamaah.” (H.R. Bukhari)

M. Quraish Shihab berpendapat bahwa pembolehan dalam

pembunuhan menyangkut tiga hal. Pertama, atas dasar qisas. Kedua,

membendung keburukan akibat tersebarnya kekejian (zina). Ketiga,

membendung kejahatan yang mengakibatkan kekacauan dan

mengganggu keamanannya, yakni terhadap orang murtad

meninggalkan agama Islam, karena ia telah mengetahui rahasia-

rahasia (jamaah)Islam dan keluarnya dapat mengancam (jamaah)

Islam.49

Kata إال بالجق dalam Q.S. al Isra‟ ayat 33 di atas juga

mempunyai pengertian karena melaksanakan perintah undang-undang,

karena melaksanakan perintah jabatan yang sah, dan karena peraturan

perundangan mengizinkan untuk melakukan pembunuhan.50

Jadi,

pembunuhan yang diperbolehkan dalam Islam selain tiga hal yang

48

Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Beirut: Daar al-Kutub al-„Ilmiyah, 1996, hlm. 356 49

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Jilid VII, Jakarta: Lentera Hati, 2006 hlm. 266. 50

Ali Imron HS, Pertanggungjawaban Hukum, Semarang: Walisongo Press, 2009,

hlm.182.

Page 78: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

67

tercantum dalam hadis di atas, pemerintah atau penguasa juga

diperbolehkan untuk melakukan pembunuhan.

Orang yang telah membunuh secara zalim (tanpa alasan yang

benar) menyebabkan dia boleh dibunuh, dan Allah telah memberikan

kekuasaan kepada ahli waris korban untuk menuntut pembalasan atas

pembunuh.

Sengaja diartikan sebagai perbuatan yang dilakukan oleh

seseorang dengan kesengajaan dan kehendaknya serta ia mengetahui

bahwa perbuatan tersebut dilarang dan diancam dengan hukuman.

Ahmad Wardi Muslich mensyaratkan adanya tiga unsur yang harus

terpenuhi, sehingga dapat dikategorikan perbuatan sengaja yaitu:51

1. Unsur kesengajaan

2. Unsur kehendak yang bebas dalam melakukannya

3. Unsur pengetahuan tentang dilarangnya perbuatan.

Dari unsur-unsur di atas, sengaja dalam tindak pidana

pembunuhan berarti pelaku dengan sengaja melakukan perbuatan

membunuh, atas kehendaknya sendiri, pelaku menghendaki akibatnya

berupa kematian korban meskipun diketahui bahwa perbuatan tersebut

dilarang.

Pembunuhan sengaja yang disebabkan karena overmacht, hal

yang menjadikan perhatian adalah masalah kehendak. Dalam ikrah

yang mana pihak yang menghendaki kematian korban adalah orang

51

Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas-asas Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar

Grafika, 2006, hlm. 22

Page 79: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

68

yang memaksa. Namun dalam pelaksanaanya, mukrih memaksa orang

lain sehingga pada akhirnya yang melakukan pembunuhan adalah

orang yang dipaksa.

Dalam ikrah ini terdapat pertalian antara perbuatan langsung

(mubasyarah) yang dilakukan oleh orang yang dipaksa dan perbuatan

tidak langsung (sabab) yang dilakukan oleh orang yang memaksa.

Perbuatan langsung dalam pembunuhan adalah perbuatan yang

mengakibatkan dan menghasilkan kematian, yaitu perbuatan yang

membawa kematian dan sebagai penyebabnya, tanpa perantara yang

lain, misalnya membunuh dengan pisau, mencekik dll.52

Fuqaha mendefinisikan sebab pembunuhan adalah setiap

perbuatan yang secara tidak langsung menyebabkan kematian.53

Artinya ia sebagai penyebab kematian, tetapi bukan menjadi penyebab

langsung melainkan sebagai perantara. Pembunuhan sebab (tidak

langsung) memiliki kemiripan dengan pembunuhan langsung disatu

sisi, artinya perbuatan langsung yang mendatangkan kematian lahir

dari sebab.

Dalam hal memaksa orang lain utuk melakukan pembunuhan,

pemaksa itulah yang membuat orang yang dipaksa melakukan

pembunuhan, sebab kalau tidak ada paksaan dari pemaksa tentunya

orang yang dipaksa tidak melakukan pembunuhan. Begitu halnya

52

Ali Yafie dkk. (Ed.), Op. Cit, Jilid 3, hlm.204. 53

Ali Yafie dkk. (Ed.), Ibid, Jilid 3 hlm. 204

Page 80: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

69

kalau orang yang dipaksa tidak ada, belum tentu paksaan pemaksa

dapat mengakibatkan pembunuhan.54

Penjatuhan hukuman terhadap pembunuhan ini karena

perbuatan tersebut sangat berbahaya, memperlunak hukuman akan

menimbulkan bahaya besar bagi masyarakat.55

Tentu saja

pertanggungjawaban pidana pada jarimah pembunuhan ini lebih berat

tingkatannya dibandingkan dengan jarimah yang tingkatannya ada

dibawahnya.56

c. Penerapan Sanksi Bagi Pelaku Overmacth Dalam Tindak Pidana

Pembunuhan

Orang yang dipaksa ketika memilih melakukan tindak pidana

berarti dia akan menimpakan bahaya kepada orang lain, sedangkan

ketika memilih ancaman, berarti dia akan menimpakan bahaya kepada

dirinya. Keduanya adalah hal yang dilarang oleh hukum Islam. Islam

melarang manusia membahayakan orang lain dan sekaligus melarang

manusia mencampakkan dirinya dalam kebinasaan. Ketika orang yang

dipaksa memilih, pada realitasnya dia memilih diantara dua bahaya.

Hukum Islam telah mengatur kaidah hukum untuk menghukumi

keadaan ini, yaitu:

54

Ahmad Hanafi, Op. Cit, hlm. 147-148 55

Ahmad Hanafi, Ibid, hlm.358. 56

Abdul Qadir Awdah, Op.Cit, Jilid 2, hlm. 405

Page 81: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

70

انضرر ال يزال تانضرر

“Kemudharatan tidak boleh dihilangkan dengan kemudharatan.”

Kaidah ini menuntut manusia untuk tidak menolak suatu

bahaya dengan bahaya yang lain atau semisalnya. Namun jika manusia

berada dalam kondisi ini, terdapat alternatif lain seperti kaidah berikut:

ا تعارض يفسدتا روع أعظها ضررا تارتكاب أخفهاإ

“Apabila dua mafsadah bertentangan, maka perhatikan mana yang lebih

besar mudharatnya dengan mengerjakan yang lebih ringan

mudharatnya”.

Kaidah ini menuntut manusia untuk memilih salah satu

diantara dua bahaya yang harus dilakukan, ia dituntut untuk memilih

bahaya yang lebih ringan dan menolak yang lebih berat.

Orang yang dipaksa melakukan perbuatan sebenarnya bukan

memilih tetapi karena terpaksa melakukanya. Perbuatan itu dihukumi

paksaan dan disepakati oleh hukum Islam.

Apabila dia melanggar dua kaidah tersebut yaitu menolak

bahaya dengan bahaya yang semisal, dalam artian melakukan tindak

pidana atau menolak bahaya yang lebih ringan dengan bahaya yang

lebih berat itu berarti dia telah memilih. Adanya pilihan ini tidak

menghilangkan tanggung jawab pidana dan juga tidak menghapuskan

sekalipun cakupan pilihan itu sempit.

57

Jalal al-Din „Abdu al-Rahman Ibn Abi Bakr al-Suyuthi, al-Asybah wa al-Nadhair,

Beirut: Daar al-Kutub al-„Alamiyah, tt, hlm. 86. 58

Ibid., hlm. 87.

Page 82: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

71

Hukum paksaan dalam hukum Islam menerapkan secara akurat

dua kaidah bahaya tersebut. Contohnya jika orang yang terpaksa

membunuh, ia melakukan pembunuhan tersebut untuk membela

dirinya dari pembunuhan terhadap dirinya, padahal ia tidak boleh

menolak bahaya dengan bahaya yang semisalnya atau dengan bahaya

yang lebih berat darinya. Adapun jika dia melakukan hal itu, berarti

dia memilih (menggunakan hak pilih). Pilihan ini meski dalam

cakupan yang sempit tidak akan menghapus tanggung jawab pidana

darinya, karena itu hukuman tetap berlaku pada tindak pidana

pembunuhan.

Dalam kaitannya dengan ikrah dan dharurah dalam tindak

pidana pembunuhan, menurut kaidah di atas seseorang yang mendapat

ancaman dan kemudian dipaksa untuk melakukan pembunuhan dan ia

benar-benar melakukannya, maka paksaan tersebut tidak dapat

menghapuskan hukuman atas tindak pidana yang telah dilakukannya.

Dalam tindak pidana lain seperti dipaksa melakukan qazaf,

mencuri, merusak harta, atau dipaksa kafir, resiko dari perbuatan

tersebut tidak ada yang menyamai ancaman penghilangan nyawa.

Maka dari itu, jika orang yang dipaksa melakukan beberapa tindak

pidana tersebut dengan tujuan menyelamatkan dirinya dari kematian,

itu berarti dia tidak menghilangkan bahaya dengan bahaya yang

semisalnya, tapi menolak bahaya yang lebih besar dengan bahaya yang

lebih ringan. Dalam hal ini dia dianggap orang yang terpaksa

Page 83: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

72

melakukan tindak pidana dan dia tidak mempunyai pilihan untuk

melakukan atau untuk meninggalkanya. Jika tidak ada pilihan berarti

tidak ada tanggung jawab pidana, sehingga hukumanya terhapus.

Adapun hukuman yang dijatuhkan kepada orang yang dipaksa

membunuh terjadi perbedaan pendapat:

Ulama Malikiyah dan Hanabilah berpendapat bahwa jika ada

seseorang memaksa seseorang untuk membunuh orang yang tidak

berhak dibunuh, maka keduanya wajib dihukumi qisas. Alasan mereka

adalah keduanya telah bersekutu. Orang yang memaksa (mukrih)

menjadi sebab pembunuhan59

sedangkan orang yang dipaksa menjadi

orang yang melakukan perbuatan langsung dalam pembunuhan.60

Orang yang memaksa meskipun tidak melakukan pembunuhan secara

langsung tetap dihukumi qisas. Begitu pula orang yang dipaksa,

paksaan tidak menjadi penghalang bagi dirinya untuk dihukumi qisas.

Untuk itu keduanya wajib dihukumi qisas. 61

Pendapat ulama Hanafiah terdapat 3 pendapat. Pertama, Zufar

menyatakan bahwa qisas berlaku pada orang yang terpaksa, bukan

orang yang memaksa karena perbuatan membunuh itu dilakukan oleh

59

Fuqaha mendefinisikan bahwa sebab pembunuhan adalah setiap perbuatan yang secara

tidak langsung menyebabkan kematian. Artinya ia sebagai illah/penyebab kematian, tetapi bukan

menjadi penyebab langusng melainkan perantara. Pembunuhan sebab ( tidak langsung) memiliki

kemiripan dengan pembunuhan langsung disatu sisi. Keduanya sebagai illat kematian, artinya

perbuatan langsung yang mendatangkan kematian lahir dari sebab. Lihat Ali Yafie, dkk dkk. (Ed.),

Op.Cit,Jilid 3, hlm.204. 60

Perbuatan langsung dalam pembunuhan adalah perbuatan yang mengakibatkan dan

menghasilkan kematian, yaitu perbuatan yang membawa kematian dan sebagai penyebabnya,

tanpa perantara yang lain, misalnya membunuh dengan pisau, mencekik dll Lihat Ali Yafie dkk.

(Ed.), Ibid, Jilid 3 hlm. 204 61

Muhammad Abd al-Hamid Abu Zaid, Al- Qisas wa al-Hayah, ttp, Daar al-Nahdhatu al-

„Arabiyah.1985, hlm. 109-110

Page 84: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

73

orang yang terpaksa.62

Alasan beliau berdasarkan al-Qur‟an surat al

Isra‟ ayat 33:

“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah

(membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. dan

Barangsiapa dibunuh secara zalim, Maka Sesungguhnya Kami

telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya...

Kedua, Abu Yusuf menyatakan bahwa qisas tidak berlaku baik

pada orang yang terpaksa membunuh maupun si pemaksa, akan tetapi

berlaku diyat bagi pemaksa. Pemaksa tidak dikenai qisas karena dia

memang bukan pelaku pembunuhan dan bagi orang yang dipaksa

tidak dikategorikan sebagai pembunuh karena pada dasarnya

perbuatan bukan lahir dari dirinya, dan sama sekali tidak diinginkan

oleh orang yang dipaksa.63

Ketiga, Imam Abu Hanifah berpendapat bahwasanya orang

yang memaksa orang lain untuk membunuh orang lain, dan

mengancam membunuhnya atau dengan ancaman lain dan orang

tersebut takut dan kemudian melakukan pembunuhan tersebut, maka

qisas hanya wajib diberikan kepada orang yang memaksa, sedangkan

orang yang dipaksa tidak. Begitu juga jika orang yang diperintah

berada dibawah kuasa orang yang memerintah, maka orang yang

diperintah hanya menjadi alat bagi pemaksa.64

Ulama Syafiiyah berpendapat barang siapa memaksa orang

membunuh manusia yang tak berhak dibunuh maka keduanya wajib di

62

Muhammad Abu Zahrah, al-Jarimah, Beirut: Dar al-Fikr al- Arabi, tt, hlm 546. 63

Ibid, hlm. 547 64

Muhammad Abd al-Hamid Abu Zaid Op. cit, hlm. 110

Page 85: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

74

qisas karena orang yang memaksa yang melakukan kerusakan kepada

orang seperti membunuh memakai panah dan mukrah membunuh

dengan sengaja karena permusuhan dan kezaliman untuk

melangsungkan kondisinya seperti orang membunuh dalam keadaan

dharurat membunuh orang untuk mendapatkan makanan, hal tersebut

lebih utama daripada paksaan. Karena orang yang dalam keadaan

darurat yakin akan menghadapi kesulitan, berbeda dengan orang yang

dipaksa.65

Menurut pendapat Ibnu Qudamah, wajib qisas bagi pemaksa

dengan pertimbangan bahwa pemaksalah yang menyebabkan

pembunuhan itu terjadi. Dan bagi orang yang dipaksa wajib diqisas

pula karena dialah yang membunuh dengan sengaja dan zalim untuk

eksistensi dirinya yang diumpamakan seperti membunuh dalam

keadaan dharurat (kelaparan) untuk mendapatkan makanan.66

Imam Abu Hanifah, Muhammad, Daud al-Zahiri, Imam

Ahmad Bin Hambal dan Imam Syafii dalam salah satu pendapatnya

berpendapat bahwa tidak wajib diqisas bagi orang yang dipaksa. Qisas

hanya berlaku pada orang yang memaksa, sedangkan orang yang

dipaksa dihukum ta‟zir.67

Hal ini berdasarkan hadis Rasulullah saw:

65

Muhammad Abd al-Hamid Abu Zaid Ibid., hlm. 110 66

Muhammad Ibnu Qudamah, Al-Mughni, Juz 9, Beirut: Daar al-Kutub al-„Ilmiyah, tt,

hlm.331 67

Wahbah al-Zuhaily, Nazariyyah al-darurah al Syar‟iyah ma‟a al Qanun al-Wad‟i, terj.

Said Agil al-Munawar dan M. Hadri Hasan, “Konsep Darurat dalam Hukum Islam”, Jakarta: Gaya

Media Pratama, 1997, hlm.101.

Page 86: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

75

Artinya: “Dari Ibnu Abbas radhiyallahu „anhu berkata bahwa

sesungguhnya Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya

Allah mengampuni beberapa perilaku umatku, yakni keliru,

lupa dan apa yang dipaksakan terhadapnya.” (HR. Ibnu

Majah)

Pemaafan terhadap sesuatu berarti pemaafan bagi tuntutannya,

maka apa yang dipaksakan itu menuntut pemaafan. Lagi pula orang

yang dipaksa hanyalah alat bagi orang memaksa, karena yang

membunuh itu pada dasarnya adalah orang yang memaksa, sedangkan

orang yang dipaksa bentuk lahir pembunuhan.69

C. Overmacht Dalam Tindak Pidana Pembunuhan Menurut Hukum Pidana

Indonesia

1. Dasar Hukum dan Alasan Overmacht Dalam Tindak Pidana Pembunuhan

Dalam hukum pidana Indonesia, overmacht diatur dalam BAB III

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 48 yang berbunyi:

“Barang siapa yang melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa

tidak dipidana”.70

Daya paksa yang dimaksud oleh pasal 48 KUHP bukanlah daya

paksa absolut, melainkan daya paksa relatif. Perbedaan paksaan absolut

dan paksaan relatif pada dasarnya terletak pada ada tidaknya alternatif

perbuatan yang dapat dipilih. Paksaan absolut terjadi ketika keadaan

68

Abi „Abdillah Muhammad Ibn Zaid al-Qazwainy, Loc.Cit,. hlm. 69. 69

Wahbah al-Zuhaily, Ibid.hlm. 101. 70

Andi Hamzah, Op.Cit, hlm. 25.

Page 87: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

76

memaksa itu sedemikian rupa kuatnya, sehingga orang itu sepenuhnya

tidak berdaya, artinya perbuatan atau kejadian itu timbul oleh sebab yang

sama sekali tidak dapat dikuasainya, atau tiada alternatif lain selain harus

melakukan perbuatan tindak pidana yang pada kenyataannya melanggar

undang-undang. Misalnya seseorang ditangkap oleh orang yang kuat, lalu

dilemparkan keluar jendela, sehingga terjadi perusakan barang. Maka

orang yang dilemparkan keluar jendela, tidak dapat dipidana menurut

pasal 406 KUHP.71

Sedangkan daya paksa relatif, apabila ancaman itu sedemikian

kuatnya, sehingga seseorang berada dalam keadaan yang mengharuskan

dia melakukan tindak pidana, tetapi di samping perbuatan perbuatan yang

telah dilakukanya itu ada pilihan perbuatan lain sebagai alternatifnya,

namun perbuatan terakhir ini tidak mungkin dipilihnya berhubung resiko

dari perbuatan lain itu adalah lebih besar atau sangat besar yang menurut

akal pikiran orang pada umumnya akan selalu menghindari resiko tersebut.

Misalnya seorang pegawai keamanan bank yang dipaksa untuk merusak

kotak penyimpan uang dan menyerahka uang tersebut kepada kawanan

perampok yang mengancamnya dengan pistol.

Prinsip yang dipakai dalam pasal 48 KUHP ini adalah

mengorbankan kepentingan hukum yang lebih kecil demi untuk

melindungi atau mempertahankan kepentingan hukum yang lebih besar.72

71

Zainal Abidin Farid, Op.Cit, Hal.192-193 72

Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana 2, Jakarta: Raja Grafindo Pustaka, 2002,

hlm. 32

Page 88: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

77

Kriteria yang dapat digunakan dalam menentukan suatu paksaan

merupakan perbuatan yang dibenarkan, sehingga termasuk dalam daya

paksa relatif adalah pada resiko yang akan dihadapi itu harus seimbang

atau lebih berat dari perbuatan yang dilakukanya. Apabila kepentingan

yang dikorbankan lebih berat dari kepentingan yang diselamatkan, maka

tidak ada hal yang memaksa (overmatch), maka pelaku dalam hal ini harus

dihukum. Apabila kepentingan yang dikorbankan, hanya sedikit lebih

berat dari kepentingan yang diselamatkan, atau kepentingan itu sama

beratnya, maka ada hal yang memaksa dan pelaku tidak dikenai hukuma

pidana.73

Ukuran seimbang atau lebih berat yang dimaksud di atas adalah

terletak pada akal manusia pada umumnya. Jadi di sini terdapat ukuran

objektif yang sekaligus subjektif. Ukuran subjektif yaitu terletak pada akal

manusia, sedangkan ukuran objektif adalah bagi orang normal pada

umumnya. Ukuran subjektif dan objektif ini haruslah digunakan secara

bersama, tidak boleh subjektif saja, misalnya hanya pada akal dan

perasaan si pembuat, tetapi harus pada akal pikiran bagi orang pada

umumnya. Hakimlah yang berwenang menilai dan menentukan telah

dipenuhinya syarat subjektif maupun objektif tersebut, dan dia harus

mampu menangkap akal pikiran bagi semua orang terhadap resiko atas

suatu pilihan perbuatan tertentu berdasarkan akal budi yang dimilikinya.74

73

Wiryono Projodikoro, Azas-Azas Hukum Pidana di Indonesia, Bandung: Eresco, 1989,

hlm. 84. 74

Zainal Abidin Farid. Hukum Pidana I,

Page 89: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

78

Apabila resiko perbuatan yang dilakukanya lebih kecil, maka

disini tidak ada daya paksa relatif. Contohnya apabila orang dipaksa untuk

membunuh orang lain dengan ancaman akan ditempeleng (ancaman

kekerasan), tidaklah cukup menjadi alasan pembenar jika orang itu benar

melakukan pembunuhan.

Daya paksa merupakan persoalan dalam ilmu hukum yang sampai

sekarang masih diperdebatkan para ahli hukum dalam menentukan apakah

daya paksa merupakan alasan pembenar, sehingga dapat menghapuskan

sifat melawan hukum75

perbuatan pidana atau alasan pemaaf yang

menghilangkan unsur kesalahan dari orang yang melakukan tindak pidana.

Roeslan Saleh berpendapat bahwa overmacht merupakan alasan

pemaaf.76

Alasannya orang yang melakukan perbuatan karena terdorong

oleh daya paksa itu sebernarnya terpaksa melakukan karena didorong oleh

suatu tekanan bathin yang datang dari luar. Dalam hal ini tekana batin

75

Bagi para sarjana yang menganut pandangan formil mengenai sifat melawan hukum

dalam hubungannya dengan perumusan suatu delik, apabila bersifat melawan hukum (bmh) tidak

dirumuskan dalan suatu delik, tidak perlu lagi diselidiki tentang bersifat melawan hukum itu.

Karena dengan sendirinya seluruh tindakan itu sudah bersifat melawan hukum. Sedangkan jika

bersifat melawan hukum ini dicantumkan dalam rumusan delik, maka bersifat melawan hukum itu

harus diselidiki. Dan dalam rangka penuntutan/mengadili harus terbukti bersifat melawan hukum

tersebut. Justru dicantumkannya bersifat melawan hukum tersebut dalam norma delik,

menghendaki penelitian apakah tindakan itu bersifat melawan hukum atau tidak. Demikianlah

antara lain pendapat SIMONS dan para pengikut ajaran formal.

Sebaliknya para sarjana yang berpandangan materiil tentang bersifat melawan hukum,

mengatakan bahwa sifat melawan hukum, selalu dianggap ada dalam setiap delik, walaupun tidak

dengan tegas-dirumuskan. Penganut teori ini mengemukakan bahwa pengertian dari hukum yang

merupakan salah satu kata yang terdapat dalam bersifat melawan hukum, tidak hanya didasarkan

kepada undang-undang saja, tetapi kepada yang lebih luas lagi, yaitu asas-asas umum yang berlaku

sebagai hukum. Dengan perkataan lain bersifat melawan hukum berarti harus dapat dirasakan

sebagai tidak boleh terjadi, bertentangan dengan kepatutan yang terdapat dalam masyarakat. Atau

lebih tepat jika diartikan dengan tidak boleh terjadi dalam rangka pengayoman hukum dan

perwujudan cita-cita masyarakat. Dalam msalah melawan hukum ini, Indonesia menganut ajaran

sifat melawan hukum formil, bukan sifat melawan hukum materiil karena sifat melawan hukum

materiil bertetangan dengan asas legalita sebagaimana diatur dalam pasal 1 ayat 1 KUHP. 76

Roeslan Saleh, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dengan Penjelasannya, Jakarta,

Aksara Baru, 1987, hlm. 86.bertetangan dengan asas

Page 90: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

79

yang berasal dari luar merupakan syarat yang utama. Orang tersebut

sebenarnya tidak suka melakukan perbuatan tersebut, tetapi dia dipaksakan

oleh suatu tekanan batin yang berat yang ditekankan kepadanya dari luar.

Karena itu kehendaknya tidak bebas lagi. Karena adanya tekanan dari luar,

maka fungsi batinnya tidak normal pula.

Pompe berpendapat daya paksa sebagai alasan pembenar. Alasan

pembenar yaitu alasan yang menghapuskan sifat melawan hukumnya

perbuatan, sehingga apa yang dilakukan terdakwa menjadi perbuatan yang

patut dan benar. 77

Tidak dipidananya terdakwa karena perbuatan tersebut

kehilangan sifat melawan hukumnya perbuatan. Walaupun dalam

kenyataanya perbuatan terdakwa telah memenuhi unsur tindak pidana,

akan tetapi karena hilangnya sifat melawan hukum, maka terdakwa tidak

dipidana.78

Sifat melawan hukum terhapus, apabila terjadi keadaan-keadaan

khusus yang dipandang sebagai hal yang patut walaupun bertentangan

dengan undang-undang. Oleh karena itu, putusannya adalah lepas dari

segala tuntutan hukum.79

Sifat melawan hukum hilang dalam keadaan-

keaadan yang diatur dalam pasal 48 sampai dengan pasal 51 KUHP,

sehingga orang yang melakukan tindak pidana dalam keadaan

sebagaimana diatur dalam pasal-pasal di atas tidak dipidana.80

77

Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta: Bina Aksara, 1987, hlm. 137. 78

Adami Chazawi. Op.Cit.hlm.19. 79

Roeslan Saleh, Sifat Melawan Hukum dari Perbuatan Pidana,Jakarta: Aksara Baru,

1987, hlm. 2 80

Roeslan Saleh, Ibid, hlm.16

Page 91: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

80

KUHP merupakan salah satu aturan hukum yang mana aturan

hukum tersebut bersifat umum yang ditetapkan untuk semua orang dalam

masyarakat tertentu (Indonesia). Karena sifatnya yang umum, maka aturan

hukum tidak mungkin mengatur semua hal dalam kehidupan masyarakat.81

Termasuk dalam masalah overmacht yang dirumuskan dalam pasal 48

KUHP tidak mengatur secara khusus tentang tindak pidana pembunuhan

yang disebabkan karena adanya overmacht. KUHP hanya menetapkan

bahwa perbuatan yang dilakukan karena pengaruh daya paksa (overmacht)

tidak dipidana. Kata “perbuatan” dalam pasal tersebut merupakan

perbuatan tindak pidana yang diatur dalam KUHP, termasuk tindak pidana

pembunuhan yang telah diatur dalam pasal 338 KUHP Indonesia

mengatakan bahwa:

“Barangsiapa sengaja merampas nyawa orang lain, diancam, karena

pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun”

Merampas nyawa orang lain disini dimaksudkan sebagai sesuatu

tindakan pembunuhan. Jelas bahwa dalam pelaksanaan pembunuhan

tersebut mengakibatkan kematian terhadap orang lain. Sedangkan arti dari

pada sengaja adalah suatu perbuatan itu memang diinginkan atau memang

merupakan harapannya untuk mengakibatkan kematian dalam

perbuatannya. Jadi semua perbuatan yang mengakibatkan kematian

perbuatan tersebut memang diinginkan oleh terdakwa, maka sudah

seharusnya dihukum sesuai dengan pasal ini.

81

.Roeslan Saleh, Op. Cit, hlm.16

Page 92: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

81

Tindak pidana pembunuhan yang dilakukan karena adanya

overmacht menjadikan sifat melawan hukum dalam tindak pidana tersebut

hilang, dengan demikian tindak pidana pembunuhan yang terbukti

memenuhi pasal 48 KUHP tidak dapat dipidana.

2. Sanksi Bagi Pelaku Overmacth Dalam Tindak Pidana Pembunuhan

Dalam hukum pidana, tindak pidana yang dilakukan karena

overmacht tidak dipidana, karena adanya alasan pembenar yang

menyebabkan hapusnya sifat melawan hukum perbuatan, sehingga apa

yang dilakukan terdakwa menjadi perbuatan yang patut dan benar. Tidak

adanya pidana bagi terdakwa karena perbuatan tersebut kehilangan sifat

melawan hukumnya perbuatan. Walaupun dalam kenyataanya perbuatan

terdakwa telah memenuhi unsur tindak pidana, akan tetapi karena

hilangnya sifat melawan hukum, maka terdakwa tidak dipidana.

Hal ini berlaku juga dalam tindak pidana pembunuhan yang

disebabkan karena adanya overmacht, maka seseorang yang melakukan

pembunuhan karena dalam keadaan terpaksa dan dalam pembuktian di

persidangan benar-benar terbukti maka terdakwa dinyatakan lepas dari

segala tuntutan. Namun jika dalam pembuktian tidak terbukti adanya

overmacht dalam tindak pidana pembunuhan, maka pelaku dapat

dijatuhkan hukuman sebagaimana yang telah diatur dalam KUHP

mengenai kejahatan terhadap nyawa khususnya pasal 338 KUHP.

Page 93: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

82

Contoh kasus yang pernah terjadi yaitu di Pengadilan Negeri

Denpasar pada tahun 2006. Majelis Hakim membebaskan Rasul

Ardiansyah, ali Murtadho, Nurdin, dan Abdullah yang didakwa melakukan

pembunuhan terhadap Acuk dan Antonius. Kronologi kejadiannya

sebagai berikut.

KM Bali Saputra milik Rasul Ardyansah berangkat berlayar Senin

(10/4/2006). Biasanya, dalam satu kali perjalanan memakan waktu 3

sampai 4 hari. Keempat tersangka dan dua korban bekerja sama mencari

lobster di Perairan Nusa Penida. Pada hari pertama di laut, semua anak

buah kapal (ABK) sudah dapat giliran menyelam. KM Bali Saputra sudah

memuat sekitar tujuh kilogram lobster. Nasib buruk bagi ABK KM Bali

Saputra terjadi di hari kedua, Selasa (11/4/2006). Saat itu, Acuk dan

Antonius mendapat giliran menyelam. Baru beberapa menit berada di

dalam air, Ali dkk. merasakan arus besar dan kedua korban masuk lorong.

Panjang selang oksigen kompresor yang dipakai menyelam mencapai 180

meter. Para tersangka sudah dua jam berusaha menarik Acuk dan

Antonius, namun tidak juga muncul dipermukaan. Akhirnya keempat

tersangka memotong selang pernafasan karena merasa tidak ada pilihan

lain.82

Keempat tersangka kasus pembunuhan Acuk dan Antonius dijerat

pasal 338 junto pasal 55 ayat (1) KUHP. Ali dkk. diancam hukuman

maksimal 15 tahun penjara. Pada persidangan, jaksa penuntut umun (JPU)

82

http//www.balipost.co.id/BaliPostcetak/2006/4/30/b7.html. diunduh pada tanggal 4

Desember 2010.

Page 94: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

83

Suhadi, dan Nur Laeli menuntut 10 tahun penjara kepada keempat

terdakwa.83

Hakim Daniel Palittin dalam pertimbangan hukumnya

menyatakan terdakwa terbukti melakukan perbuatan sebagaimana

dakwaan jaksa. Tetapi perbuatan para terdakwa tersebut tidak bisa

dipidana. karena mereka menyatakan kondisi yang dialami para terdakwa

di atas kapal KM Bali Saputra di perairan Nusa Penida sudah sangat

krusial. Selang untuk membantu pernapasan korban Acuk dan Antonius

yang berada di dalam air terseret arus yang sangat kencang, sehingga

kemungkinan bisa membenturkan korban ke batu karang. Para terdakwa

berusaha mengurangi risiko dengan memotong selang. Dari rentetan

kejadian tersebut, para PH berkesimpulan bahwa tindakan para terdakwa

memotong selang pernapasan tidak termasuk unsur pembunuhan secara

sengaja.

Majelis Hakim menegaskan bahwa tindakan para terdakwa

tersebut karena pengaruh overmacht. Karena itu, mereka tidak sependapat

bahwa perbuatan terdakwa memenuhi unsur pasal 338 KUHP jo pasal 55

ayat (1) ke-1 KUHP. Mereka lebih setuju kalau perbuatan terdakwa

termasuk melanggar pasal 48 KUHP. Oleh karena itu, para terdakwa

lepask dari tuntutan.84

83

http//www.balipost.co.id/BaliPostcetak/2006/11/1/b17.html. Diunduh pada tanggal 4

Desember 2010. 84

http//www.balipost.co.id/BaliPostcetak/2006/11/2/b10.htm. Diunduh pada tanggal 4

Desember 2010.

Page 95: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

84

BAB IV

ANALISIS OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN

(Komparasi Antara Hukum Islam dan Hukum Indonesia)

A. Analisis Dasar Hukum dan Alasan Overmacht Dalam Tindak Pidana

Pembunuhan

1. Analisis Dasar Hukum dan Alasan Overmacht Dalam Tindak Pidana

Pembunuhan Menurut Hukum Islam

Hukum Islam membagi hukum overmacht menjadi tiga bagian:

Pertama, overmacht sebagai sebab yang memperbolehkan

perbuatan-perbuatan yang diharamkan, seperti terpaksa memakan

bangkai, dan meminum darah. Pada dasarnya keduanya merupakan

perbuatan yang dilarang, namun karena adanya overmacht, sehingga

tidak ada tanggung jawab atas perbuatan tersebut.

Kedua, overmacht sebagai sebab yang menghapuskan hukuman

suatu tindak pidana seperti dipaksa melakukan qazaf, mencaci, mencuri,

merusak harta orang lain atau dipaksa kafir. Tindak pidana qazaf

termasuk dalam jarimah hudud yang hukuman pokoknya sudah

ditetapkan dalam al-Quran yaitu didera sebanyak delapan puluh kali,

namun tingkat kejahatan ini tidak sampai pada penghilangan nyawa.

Ketiga, overmacht tidak berpengaruh terhadap hukuman suatu

tindak pidana. Maksudnya, overmacht tidak menjadikan suatu tindak

pidana diperbolehkan, atau bahkan dihapuskan hukumannya. Meskipun

Page 96: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

85

dalam tindak pidana terdapat faktor overmacht, perbuatan tersebut

tetaplah menjadi perbuatan yang diharamkan dan harus

dipertanggungjawabkan. Hukuman yang dijatuhkan sesuai dengan

hukuman asal dari tindak pidana tersebut. Hal ini berlaku pada tindak

pidana pembunuhan, pemotongan anggota badan, atau pemukulan yang

mematikan.

Pembunuhan adalah suatu proses perampasan, peniadaan atau

menghilangkan nyawa seseorang yang dilakukan oleh orang lain. Dalam

hukum Islam hukuman pokok bagi pembunuhan sengaja adalah qisas

sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur‟an surat al-Baqarah ayat 178.

Hukuman pokok pada pembunuhan tidak sengaja atau pembunuhan

kesalahan adalah diyat dan kafarah sebagaimana dijelaskan dalam surat

al-Nisa ayat 92. Hukuman penggantinya adalah ta’zir dan hukuman

tambahannya adalah hilangnya hak wasiat dan hak mendapat warisan.

Hukuman pokok pembunuhan semi sengaja adalah diyat dan kafarah,

sedang hukuman penggantinya adalah ta’zir.

Dalam masalah tindak pidana pembunuhan, menurut hukum

Islam overmacht tidak dapat mempengaruhi hukuman terhadap tindak

pidana tersebut, dalam artian tidak dapat membolehkan atau

menghapuskan hukuman.

Sebagaimana telah diketahui bahwa pembunuhan adalah

perbuatan yang di larang keras oleh agama, karena akibat yang di

timbulkan dari perbuatan tersebut dapat merusak tatanan kehidupan

Page 97: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

86

masyarakat. Perbuatan membunuh itu sendiri pada dasarnya adalah

merampas hak hidup orang lain dan mendahului kehendak Allah, karena

hanya Allah yang berhak membuat hidup dan mati.

Tindak pidana pembunuhan yang dilakukan karena sebab ikrah

dan dharurah merupakan perbuatan yang terlarang. Ikrah dan dharurah

menurut para fuqaha tidak dapat menghapuskan ataupun membolehkan

seseorang untuk melakukan pembunuhan. Hal ini karena orang yang

dipaksa melakukan pembunuhan terhadap korbannya itu dengan cara

disengaja, melawan hukum, secara dzalim disertai keyakinan bahwa

membunuh korban menyebabkan jiwanya selamat dan terhindar dari

kejahatan pemaksa atau bahaya.1

Orang yang dipaksa dengan sengaja melakukan pembunuhan,

meskipun diketahui bahwa perbuatan tersebut dilarang. Akan tetapi

masalah kehendak menjadi permasalahan ketika orang yang membunuh

dalam kondisi terpaksa. Orang yang dipaksa melakukan pembunuhan

bukan atas kehendaknya sendiri, melainkan keinginan dari pemaksa.

Namun dalam kenyataannya orang yang dipaksalah yang melakukan

pembunuhan secara langsung. Sementara itu unsur penting yang menjadi

dasar penentuan hukuman menurut syari‟at Islam adalah maksud atau

niatan yang menyertai perbuatan jarimah.2 Berbeda dengan dharurah,

1 Abdul Qadir Awdah, at-Tasyri’ al-Jinaiy al-Islamiy Jilid I, Beirut: Dar al-Kitab al-

Arabi, tth, hlm. 568 2 Niat dalam tindak pidana pembunuhan sangat menentukan terhadap penerapan sanksi

atas tindak pidana yang dilakukan. Dalam tindak pidana pembunuhan, Islam membedakan jenis

tingkatan hukuman pembunuhan sengaja, semi sengaja dan tidak sengaja didasarkan pada niatan

pembunuh. Niat tersebut sangat mempengaruhi terhadap berat-ringannya hukuman.

Page 98: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

87

faktor pemaksa bukan dari manusia, melainkan dari keaadan atau situasi

yang berbahaya, sehingga niatan membunuh bukan karena orang lain

melainkan karena alam. Contohnya ketika sekelompok orang berada

dalam sampan yang hampir tenggelam karena beratnya muatan,

penumpang tidak boleh melemparkan penumpang yang lain ke dalam air

untuk meringankan beban sampan dan dalam upaya menyelamatkan diri

dari kematian.3

Maksud dari melawan hukum adalah melakukan perbuatan yang

dilarang oleh syara‟.4 Perbuatan melawan hukum merupakan unsur

pokok yang harus ada pada setiap tindak pidana baik tindak pidana,

ringan, atau berat, yang disengaja, atau tidak sengaja. Penjatuhan

hukuman terhadap pembunuhan ini karena perbuatan tersebut sangat

berbahaya, memperlunak hukuman akan menimbulkan bahaya besar bagi

masyarakat.5

Allah mengharamkan manusia melakukan pembunuhan kecuali

dengan alasan yang benar. Hal ini berdasarkan ketentuan Q.S. al-Isra‟

ayat 33:6

Ayat di atas menegaskan bahwa membunuh jiwa merupakan

perbuatan yang diharamkan, kecuali dengan alasan yang benar yaitu

3 Ali Yafie, dkk (Ed.), Ensiklopedi Hukum Pidana Islam, Jilid II, Jakarta: Kharisma ilmu,

2009, hlm. 236 4 Makhrus Munajad, Hukum Pidana Islam di Indonesia, Yogyakarta: TERAS, 2009,

HLM. 93 5 Ahmad Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam, Jakarta: Bulan Bitang, 1993, hlm.t358.

6 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya,Bandung: Diponegoro, 2010, hlm.

248.

Page 99: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

88

salah satu dari tiga perkara: kafir setelah iman (murtad), berzina setelah

ihshan, dan membunuh sesama muslim yang terpelihara jiwanya. 7

Kata إال بالجق dalam Q.S. al-Isra‟ ayat 33 di atas juga mempunyai

pengertian karena melaksanakan perintah undang-undang, karena

melaksanakan perintah jabatan yang sah, dan karena peraturan

perundangan mengizinkan untuk melakukan pembunuhan.8 Jadi,

pembunuhan yang diperbolehkan dalam Islam selain tiga hal di atas,

pemerintah atau penguasa juga diperbolehkan untuk melakukan

pembunuhan.

Islam memberlakukan overmacht dengan ketentuan yang sangat

ketat. Adapun syarat yang harus dipenuhi menurut hukum Islam adalah:

Syarat-syarat ikrah mulji’ yaitu9:

a) Ancaman yang menyertai paksaan membahayakan keselamatan jiwa.

b) Ancaman harus berupa perbuatan yang dilarang dalam syariat Islam.

c) Apa yang diancamkan seketika dan hampir tejadi, yang

dikhawatirkan akan dilakukan jika orang yang dipaksa tidak

melaksanakan perintah pemaksa.

d) Orang yang memaksa memiliki kemampuan untuk melaksanakan

ancamannya.

7 Lihat Ahmad Muatafa al Maraghi, Tafsir al-Maraghi, terj. Anshari Umar dkk., Tafsir al

Maraghi, Juz XVII, Semarang: Toha Putra, 1993, hlm. 78. 8 Ali Imron HS, Pertanggungjawaban Hukum, Semarang: Walisongo Press, 2009,

hlm.182. 9 Abdul Qadir Awdah, Op.Cit.,hlm.365-368

Page 100: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

89

e) Orang yang diancam harus meyakini bahwa ancaman yang

diterimanya benar-benar akan dilaksanakan oleh pemaksa apabila

kehendak pemaksa tidak dipenuhinya.

Syarat-syarat dharurah yaitu10

:

a) Keadaan dharurat harus sudah ada bukan masih ditunggu, dengan

kata lain kekhawatiran akan kematian itu benar-benar ada dalam

kenyataan.

b) Orang yang terpaksa tidak punya pilihan lain kecuali melanggar

perintah atau tidak ada cara lain yang dibenarkan untuk menghindari

kemudharatan selain melanggar hukum.

c) Tidak boleh melanggar prinsip-prinsip syar‟i (maqasid al-syari’ah)

seperti diharamkannya pembunuhan, dalam kondisi bagaimanapun.

d) Dalam menghindari keadaan darurat hanya dipakai tindakan

seperlunya dan tidak berlebihan.

Dari penjelasan di atas, penulis berpendapat bahwa dalam hukum

Islam, tidak semua tindak pidana yang dilakukan karena ikrah dan

dharurah dapat menjadi sebab yang menghapuskan hukuman (asbab

raf’i al-uqubah). Ikrah dan dharurah Islam mengatur secara rinci dalam

masalah ikrah dan dharurah mengenai jenis tindak pidana yang

diperbolehkan, tindak pidana yang hukumannya dapat terhapus, dan

tindak pidana yang tidak dapat dipengaruhi oleh paksaan. Pengaturan ini

10

Wahbah Zuhaili, Wahbah al-Zuhaily, Nazariyyah al-darurah al Syar’iyah ma’a al

Qanun al-Wad’i, terj. Said Agil al-Munawar dan M. Hadri Hasan, “Konsep Darurat dalam Hukum

Islam”, Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997, hlm. 73-74

Page 101: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

90

menurut penulis didasarkan pada tingkat kejahatan yang dilakukan serta

pertimbangan kemaslahatan bagi manusia.

Penentuan adanya ikrah dan dharurah diatur dengan syarat yang

sangat ketat, salah satunya adalah tidak boleh melanggar prinsip-prinsip

syar‟i (maqasid al-syari’ah). Tindak pidana pembunuhan karena ikrah

dan dharurah dilarang dalam Islam, karena dilakukan tanpa alasan yang

dibenarkan, serta pembunuhan pada dasarnya telah melanggar maqasid

al-syari’ah, yaitu dalam menjaga jiwa (hifź ahal l-nafs).

2. Analisis Dasar Hukum dan Alasan Overmacht Dalam Tindak Pidana

Pembunuhan Menurut Hukum Pidana Indonesia

Hukum pidana Indonesia menetapkan bahwa overmacht

merupakan dasar atau alasan yang menghapuskan hukuman atas setiap

tindak pidana. Overmacht merupakan salah satu dasar peniadaan pidana11

(strafuitluitingsgronden) yang dirumuskan dalam pasal 48 KUHP12

.

Hapusnya hukuman ini berlaku secara umum tanpa membedakan jenis-

jenis tindak pidana, termasuk dalam pidana pembunuhan.

Dalam hukum pidana Indonesia, tindak pidana pembunuhan

sengaja dalam bentuk umum diatur dalam pasal 338 KUHP dengan

pidana penjara maksimal 15 tahun, pasal 339 dengan ancaman pidana

penjara maksimal dua puluh tahun, dan pasal 340 KUHP dengan

11

Alasan-alasan yang memugkinkan orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi

rumusan delik tidak dipidana. Lihat Sudarto, Hukum Pidana I, Semarang: Yayasan Sudarto, 1990,

hlm. 138.

Page 102: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

91

ancaman pidana mati. Sedangkan pembunuhan tidak sengaja diatur

dalam pasal 359 dengan pidana penjara maksimal lima tahun.

Dalam hukum pidana Indonesia, tidak terdapat ketentuan yang

mengatur tentang syarat terjadinya overmacht. Penentuan adanya

overmacht bergantung pada penilaian hakim yang berdasarkan ukuran-

ukuran objektif dan ukuran subyektif.13

Overmacht merupakan persoalan dalam ilmu hukum pidana yang

sampai sekarang masih diperdebatkan para ahli hukum untuk

menentukan apakah overmacht merupakan alasan pembenar, sehingga

dapat menghapuskan sifat melawan hukumnya perbuatan pidana atau

alasan pemaaf, yang menghilangkan unsur kesalahan dari orang yang

melakukan tindak pidana.

Pompe berpendapat bahwa overmacht sebagai alasan pembenar14

,

sehingga perbuatan membunuh tersebut kehilangan sifat melawan

hukumnya perbuatan.15

Walaupun dalam kenyataannya perbuatan

terdakwa telah memenuhi unsur tindak pidana, akan tetapi karena

hilangnya sifat melawan hukum, maka terdakwa tidak dipidana.16

Sifat melawan hukum terhapus apabila terjadi keadaan-keadaan

khusus yang dipandang sebagai hal yang patut walaupun bertentangan

13

Utrecht, Hukum Pidana 1, Surabaya: Pustaka Tinta Mas, 1994, hlm. 354. 14

Roeslan Saleh, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dengan Penjelasannya, Jakarta,

Aksara Baru, 1987, hlm. 86. 15

Melawan hukum diartikan sebagai tindakan yang bertentangan dengan undang-undang,

atau suatu tindakan yang telah memenuhi perumusan delik dalam undang-undang, baik sifat

melawan hukum itu dirumuskan atau tidak adalah tindakan-tindakan yang bersifat melawan

hukum. 16

Adami Chazawi. Op.Cit hlm.19.

Page 103: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

92

dengan undang-undang. Sifat melawan hukum hilang dalam keadaan-

keaadan yang diatur dalam pasal 48 sampai dengan pasal 51 KUHP,

sehingga orang yang melakukan tindak pidana dalam keadaan,

sebagaimana diatur dalam pasal-pasal diatas tidak dipidana.17

Pendapat berbeda dikemukakan oleh Roeslan Saleh bahwasanya

overmacht merupakan alasan pemaaf.18

Alasannya orang yang

melakukan perbuatan karena terdorong oleh overmacht itu sebernarnya

terpaksa melakukan karena didorong oleh suatu tekana bathin yang

datangnya dari luar. Dalam hal ini tekanan batin yang berasal dari luar

merupakan syarat yang utama. Orang tersebut sebenarnya tidak suka

melakukan perbuatan tersebut, tetapi dia dipaksakan oleh suatu tekanan

batin yang berat, yang ditekankan kepadanya dari luar. Karena itu

kehendaknya tidak bebas lagi. Karena adanya tekanan dari luar, maka

fungsi batinnya menjadi tidak normal. Misalnya seseorang dipaksa untuk

membunuh orang lain dengan diancam oleh pemaksa dengan sebuah

pistol, kemudian orang yang dipaksa tersebut akhirnya mematuhi dengan

membunuh orang lain.

Antara ajaran sifat melawan hukumnya perbuatan dan overmacht

memiliki keterkaitan. Pasal 48 KUHP ini hanya digunakan pada

perbuatan yang melawan hukum, akan tetapi karena keadaan tertentu

(terpaksa) dapat dimaafkan. Terdakwa sebenarnya tidak suka melakukan

17

Roeslan Saleh, Sifat melawan Hukum Suatu perbuatan pidana, Jakarta: Aksara Baru.

19 hlm.1987. hlm. 16. 18

Roesan Saleh, Perbuatan dan Pertanggungjawaban Pindana, Jakarta, Aksara Baru,

1983, hlm. 128.

Page 104: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

93

perbuatan tersebut, tetapi ia dipaksakan oleh tekanan psikologi yang

berat, kehendaknya tidak bebas lagi.19

Jadi perbuatan tersebut tetap

merupakan perbuatan pidana yang dapat dipidana. Yang tidak dapat

dipidana dalam hal ini adalah pembuatnya.20

Atas dasar alasan pembenar dan alasan pemaaf inilah tindak

pidana yang dilakukan oleh sebab overmacht yang pada dasarnya

melanggar undang-undang tidak dikenai hukuman, termasuk dalam

dalam hal tindak pidana pembunuhan sengaja yang telah dalam diatur

KUHP dalam pasal 338.

Menurut pendapat penulis, tidak adanya syarat yang secara jelas

mengatur tentang perbuatan yang dikategorikan sebagai overmacht,

memberikan celah bagi pelaku tindak pidana untuk lepas dari tuntutan

hukum. Dalam hal ini hakim harus melakukan pembuktian secara

mendalam untuk membuktikan ada atau tidaknya unsur overmacht dalam

suatu tindak pidana. Jika overmacht tidak terbukti, maka hakim dapat

menjatuhkan hukuman sesuai dengan tindak pidana yang dilakukan.

B. Analisis Penerapan Sanksi Bagi Pelaku Overmacht Dalam Tindak Pidana

Pembunuhan

1. Analisis Penerapan Sanksi Bagi Pelaku Overmacht Dalam Tindak Pidana

Pembunuhan Menurut Hukum Islam

19

Roeslan Saleh, Ibid, hlm. 128 20

Roeslan Saleh, Op. Cit, hlm. 130.

Page 105: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

94

Suatu perbuatan dianggap sebagai suatu tindak pidana karena

perbuatan tersebut bisa merugikan terhadap tata nilai hidup yang ada di

dalam masyarakat, kepercayaan-kepercayaan, merugikan anggota-

anggota masyarakat, harta benda, nama baik, perasaan-perasaannya dan

pertimbangan-pertimbangan baik yang harus dihormati dan dipelihara.21)

Hukum sebagai suatu aturan pada hakikatnya mengatur

terpenuhinya hak individu atau umum pada satu sisi dan kewajibannya

pada sisi lain, sehingga menampakkan keseimbangan atau keadilan yang

menjadi sifat hukum sendiri. Dalam konteks hukum Islam, pengaturan

hak dan kewajiban seperti ini dikenal dalam istilah jarimah hudud,

qisasdan ta’zir.

Orang yang dipaksa ketika memilih melakukan pembunuhan

berarti dia akan menimpakan bahaya kepada orang lain, sedangkan ketika

memilih ancaman, berarti dia akan menimpakan bahaya kepada dirinya.

Keduanya adalah hal yang dilarang oleh hukum Islam. Islam melarang

manusia membunuh orang lain dan sekaligus melarang manusia

mencampakkan dirinya dari kematian. Ketika orang yang dipaksa

memilih, pada realitasnya dia memilih diantara dua bahaya. Islam telah

mengatur kaidah hukum untuk menghukumi keadaan ini, yaitu:

الضرر ال يزال بالضرر

“Kemudharatan tidak boleh dihilangkan dengan kemudharatan lagi.”

21)

Ahmad Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1967), II: 11. 22

Jalal al-Din „Abdu al-Rahman Ibn Abi Bakr al-Suyuthi, al-Asybah wa al-Nadhair,

Beirut: Daar al-Kutub al-„Alamiyah, tt, hlm. 86.

Page 106: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

95

Kaidah di atas menuntut manusia untuk tidak menolak suatu

bahaya (kepentingan hukum) dengan bahaya yang lain atau semisalnya.

Namun jika manusia berada dalam kondisi ini, terdapat alternatif lain

seperti kaidah berikut:

ا تعارض مفسدتان روعى أعظمهما ضررا بارتكاب أخفهماإ

“Apabila dua mafsadah bertentangan, maka perhatikan mana yang

lebih besar mudharatnya dengan mengerjakan yang lebih ringan

mudharatnya”.

Kaidah di atas menuntut manusia untuk memilih salah satu

diantara dua bahaya yang harus dilakukan, ia dituntut untuk memilih

resiko bahaya yang lebih ringan dan menolak yang lebih berat.

Menurut hukum Islam, orang melakukan perbuatan sebenarnya

dia bukan memilih, tetapi karena terpaksa melakukannya. Namun hal ini

hanya berlaku pada jarimah yang diperbolehkan atau yang dihapuskan

karena adanya paksaan, seperti memakan bangkai, meminum darah,

dipaksa untuk berkata kafir, dipaksa berzina, dan tidak berlaku bagi

pembunuhan, pemotongan anggota badan, atau pemukulan yang

mematikan.

Dalam Islam, orang yang melanggar dua kaidah hukum tersebut

dan menolak bahaya dengan bahaya yang semisal, dalam artian

melakukan tindak pidana atau menolak bahaya yang lebih ringan dengan

bahaya yang lebih berat itu berarti dia telah memilih. Adanya pilihan ini

23

Ibid., hlm. 87.

Page 107: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

96

tidak menghilangkan tanggung jawab pidana dan juga tidak

menghapuskan sekalipun cakupan pilihan itu sempit.

Hukum Islam menerapkan secara akurat dua kaidah dharurah

tersebut. Jika orang terpaksa melakukan pembunuhan, ia melakukan

perbuatan tersebut untuk membela diri dari ancaman yang membahyakan

jiwanya. Orang yang dipaksa tidak boleh menolak bahaya dengan bahaya

yang semisalnya atau dengan bahaya yang lebih berat darinya. Adapun

jika dia melakukan hal itu, berarti dia memilih (menggunakan hak pilih).

Pilihan ini meski dalam cakupan yang sempit, tidak akan menghapus

tanggung jawab pidananya. Oleh karena itu hukuman tetap berlaku pada

tindak pidana pembunuhan, pemotongan dan pemukulan yang

mematikan.

Seseorang yang melakukan pembunuhan dengan sengaja, orang

tersebut wajib dikenakan sanksi qisas, dengan alasan ia telah

menghilangkan nyawa manusia yang harus dijaga. Penerapan sanksi

qisas ini dilaksanakan agar manusia tidak gampang untuk menumpahkan

darah antar sesamanya dan mencegah balas dendam dari pihak korban.

Islam menetapkan sanksi qisas untuk kejahatan pembunuhan

sebagaimana dijelaskan dalam al-Quran surat al-Baqarah ayat 178.

Dalam kaitannya dengan ikrah dan dharurah dalam tindak

pidana pembunuhan, menurut kaidah di atas seseorang yang mendapat

ancaman dan kemudian dipaksa untuk melakukan pembunuhan dan ia

Page 108: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

97

benar-benar melakukan pembunuhan, maka paksaan tersebut tidak dapat

menghapuskan hukuman atas tindak pidana yang telah dilakukannya.

Fuqaha berbeda pendapat mengenai sanksi yang dijatuhkan

kepada pelaku overmacht dalam tindak pidana pembunuhan. Malikiyah

dan Hanabilah berpendapat bahwa jika seseorang dipaksa untuk

membunuh orang yang tidak berhak dibunuh, maka hukumannya adalah

qisas, karena menjadi orang yang melakukan perbuatan langsung dalam

pembunuhan24

.

Pendapat ulama Hanafiah terdapat 3 pendapat. Pertama, Zufar

menyatakan bahwa qisas berlaku pada orang yang terpaksa karena

perbuatan membunuh itu dilakukan oleh orang yang terpaksa.25

Kedua,

Abu Yusuf menyatakan bahwa qisas tidak berlaku pada orang yang

terpaksa membunuh akan tetapi berlaku diyat bagi pemaksa. Orang yang

dipaksa tidak dikategorikan sebagai pembunuh, karena pada dasarnya

perbuatan bukan lahir dari dirinya, dan sama sekali tidak diinginkan oleh

orang yang dipaksa.26 Ketiga, Imam Abu Hanifah berpendapat

bahwasanya orang yang dipaksa tidak dikenakan qisas melainkan

diyat,karena orang yang dipaksa hanya menjadi alat bagi pemaksa.27

Ulama Syafiiyah berpendapat bahwa orang dipaksa membunuh

manusia yang tak berhak dibunuh dihukum qisas. Yang termasuk

24

Perbuatan langsung dalam pembunuhan adalah perbuatan yang mengakibatkan dan

menghasilkan kematian, yaitu perbuatan yang membawa kematian dan sebagai penyebabnya,

tanpa perantara yang lain, misalnya membunuh dengan pisau, mencekik dll Lihat Ali Yafie. Jilid 3

hlm. 204 25

Muhammad Abu Zahrah, al-Jarimah, Beirut: Dar al-Fikr al- Arabi, tt, hlm 546. 26

Ibid, hlm. 547 27

Muhammad Abd al-Hamid Abu Zaid Op. cit, hlm. 110

Page 109: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

98

membunuh dengan sengaja seperti membunuh dalam keadaan darurat

untuk mendapatkan makanan. Hal tersebut lebih utama daripada paksaan.

Karena orang yang dalam keadaan darurat yakin akan menghadapi

kesulitan, berbeda dengan orang yang dipaksa.28

Dari beberapa pendapat di atas, terjadi perbedaan mengenai jenis

hukuman bagi pelaku pembunuhan, karena overmacht. Ulama Malikiyah,

Hanabilah, Syafi‟iyah dan Zufar berpendapat bahwa hukumannya adalah

qisas. Sedangkan Abu Yusuf dan Imam Abu Hanifah menjatuhkan

hukuman diyat dan ta’zir. Sedangkan Imam Abu Hanifah, Muhammad,

Daud al-Zahiri, Imam Ahmad Bin Hambal dan Imam Syafii, dalam salah

satu pendapatnya bahwa hukuman bagi orang yang dipaksa membunuh

adalah ta’zir.29

Hal ini berdasarkan hadis Rasulullah saw.;

Artinya: “Dari Ibnu Abbas radhiyallahu „anhu berkata bahwa

sesungguhnya Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya Allah

mengampuni beberapa perilaku umatku, yakni keliru, lupa dan

apa yang dipaksakan terhadapnya.” (HR. Ibnu Majah)

Atas dasar inilah jumhur fuqaha menetapkan bahwa diantara

syarat dapat diberlakukannya qisas31

adalah pembunuhan harus

28

Muhammad Abd al-Hamid Abu Zaid Ibid., hlm. 110 29

Wahbah al-Zuhaily, Nazariyyah al-darurah al Syar’iyah ma’a al Qanun al-Wad’i, terj.

Said Agil al-Munawar dan M. Hadri Hasan, “Konsep Darurat dalam Hukum Islam”, Jakarta: Gaya

Media Pratama, 1997, hlm.101. 30

Abi „Abdillah Muhammad Ibn Zaid al-Qazwainy, Loc.Cit,. hlm. 69. 31

Syarat-syarat diberlakukannya qisas bagi pelaku adalah; pelaku harus mukallaf, pelaku

melakukan pembunuhan dengan sengaja, dan pelaku haruslah orang yang mempunyai kebebasan

(bukan orang yang dipaksa).

Page 110: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

99

dilakukan atas kehendak sendiri, bukan karena paksaan.32

Hukum Islam

yang melarang pembunuhan dengan alasan dharurah. Hukuman yang

dijatuhkan atas perbuatan ini sama dengan hukuman dalam ikrah atas

pembunuhan.

Dalam memberikan sanksi terhadap pelaku pembunuhan, Islam

tidak terpaku hanya pada satu hukum saja, akan tetapi memberikan

alternatif baik pembunuhan itu sengaja atau pembunuhan yang tidak

disengaja. Bahkan Islam memberikan pilihan bagi keluarga terbunuh

dalam memberikan sanksi terhadap pelaku antara qisas atau memaafkan

dan disuruh pilih pula memberikan maaf dengan tidak memberikan ganti

apa-apa.

Sanksi tindak pidana pembunuhan dalam hukum Islam beraneka

ragam. Selain hukuman qisas terdapat pula hukuman yang lain seperti,

hukuman diyat, ta'zir, kafarat. Hal ini membantu para hakim dalam

melaksanakan sanksi pidana sesuai dengan jarimah yang dilakukan.

Adapun tujuan penerapan sanksi adalah untuk memperbaiki jiwa dan

mendidiknya serta berusaha menuju ketentraman dan keberuntungan

masyarakat manusia. Kemudian dalam penerapan hukuman mati syari'at

Islam tidak menghalanginya sama sekali, tetapi Islam mengadakan aneka

rupa syarat untuk menyempitkan pelaksanaan hukuman tersebut dan

memberikan keringanan apabila ada maaf dari pihak terbunuh.

32

Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, Jakarta:Sinar Grafika, 2005 hlm. 154.

Page 111: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

100

Hukum Islam sebagai realisasi hukum Islam menerapkan

hukuman dengan tujuan untuk menciptakan ketentraman individu dan

masyarakat serta mencegah perbuatan-perbuatan yang dapat

menimbulkan kerugian dalam masyarakat.33

Islam sangat memperhatikan

kemaslahatan dengan memberikan perlindungan terhadap agama, jiwa,

keturunan, harta dan akal.

Dengam demikian, maka dapat di fahami bahwa dalam hukum

Islam, tujuan hukum qisas adalah, untuk melindungi hak Allah atas

hamba dalam masyarakat, terutama menyangkut hak hidup seseorang.

Sebagaimana disebutkan dalam Q.S al-Baqarah ayat 179;

Artinya: “Dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup

bagimu, Hai orang-orang yang berakal, supaya kamu

bertakwa”.34

(Q.S. al-Baqarah: 179)

Dari ayat ini maka dapat dilihat bahwa qisas merupakan akibat

dari kejahatan terhadap manusia. Tujuannya adalah untuk menjamin

kelangsungan hidup manusia. Dengan demikian artinya, jika qisas itu

dilaksanakan maka kelangsungan hidup manusia di dunia akan terjamin.

Dari ayat diatas jelas menunjukan bahwa hukuman merupakan sarana

sebagai sebuah jaminan terhadap hak-hak dan kelangsungan hidup

manusia.

33

Makhrus Munajat, Op. Cit, hlm 124 34

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya,Bandung: Diponegoro, 2010,

hlm. 27.

Page 112: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

101

Secara umum si korban tidak memiliki hak untuk memaafkan

hukuman, akan tetapi ketentuan itu tidak berlaku bagi tindak pidana

pembunuhan. Pemaafan dalam dalam surat al-Baqarah ayat 178 berupa

pilihan yang bersyarat, sebagaimana disebutkan bahwa diyat adalah

langkah alternatif sebagai pengganti qisas. Pemaafan pada hukuman

qisas oleh keluarga korban tidak dikhawatirkan akan mengganggu

keamanan dan ketertiban umum.

Menurut penulis, hukuman qisas dalam hukum Islam tidak

semata-mata diorientasikan pada perlindungan dan pemberantasan

kejahatan, tetapi lebih dari itu ditujukan pada pemberian jaminan

rehabilitasi pada si korban untuk tetap mendapatkan haknya untuk

mendapatkan kembali posisi sosialnya yang setara dengan orang lain.

Hukuman qisas atas pembunuhan yang disebabkan karena ikrah

dan dharurah merupakan hukuman yang tertinggi dalam al-Qur‟an.

Hakim dalam kasus ini dapat menentukan hukuman yang lebih rendah

atas persetujuan korban atau walinya. Hukum diyat dan ta’zir merupakan

hal yang sangat mungkin diterapkan dalam masalah pembunuhan.Dari

penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa sanksi adalah hal yang tidak

dapat dipisahkan dari bahwa pelaku overmacht dalam tindak pidana

pembunuhan.

2. Analisis Penerapan Sanksi Bagi Pelaku Overmacht Dalam Tindak Pidana

Pembunuhan Menurut Hukum Pidana Indonesia

Page 113: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

102

Prinsip yang dipakai dalam pasal 48 KUHP ini yaitu

mengorbankan kepentingan hukum yang lebih kecil demi untuk

melindungi atau mempertahankan kepentingan hukum yang lebih besar.35

Kriteria yang dapat digunakan dalam menentukan suatu paksaan

merupakan perbuatan yang dibenarkan sehingga termasuk dalam

overmacht adalah pada resiko yang akan dihadapi itu harus seimbang

atau lebih berat dari perbuatan yang dilakukanya. Apabila kepentingan

yang dikorbankan lebih berat dari kepentingan yang diselamatkan, maka

tidak ada hal yang memaksa (overmatch), maka pelaku dalam hal ini

harus dihukum.

Wiryono Projodikoro memberikan kriteria yang berbeda

mengenai overmacht. Beliau berpendapat bahwa apabila kepentingan

yang dikorbankan hanya sedikit lebih berat dari kepentingan yang

diselamatkan, atau kepentingan itu sama beratnya, maka ada hal yang

memaksa dan pelaku tidak dikenai hukuma pidana.36

Kriteria ini tentu

memberikan pengertian bahwa dalam kondisi terpaksa diperbolehkan

memilih bahaya yang lebih berat atau sama berat untuk menghindari

bahaya yang lebih ringan. Ukuran seimbang atau lebih berat yang

dimaksud adalah terletak pada akal manusia pada umumnya. Jadi di sini

terdapat ukuran objektif yang sekaligus subjektif. Ukuran subjektif yaitu

terletak pada akal manusia, sedangkan ukuran objektif adalah bagi orang

35

Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana 2, Jakarta: Raja Grafindo Pustaka, 2002,

hlm. 32 36

Wiryono Projodikoro, Azas-Azas Hukum Pidana di Indonesia, Bandung: Eresco, 1989,

hlm. 84.

Page 114: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

103

normal pada umumnya. Ukuran subjektif dan objektif ini haruslah

digunakan secara bersama. Tidak boleh subjektif saja misalnya hanya

pada akal dan perasaan si pembuat, tetapi harus pada akal pikiran bagi

orang pada umumnya. Hakimlah yang berwenang menilai dan

menentukan telah dipenuhinya syarat subjektif maupun objektif tersebut,

dan dia harus mampu menangkap akal pikiran bagi semua orang terhadap

resiko atas suatu pilihan perbuatan tertentu berdasarkan akal budi yang

dimilikinya.37

Apabila resiko perbuatan yang dilakukanya lebih kecil, maka

disini tidak ada daya paksa relatif. Misalnya orang dipaksa untuk

membunuh orang lain dengan ancaman akan ditempeleng (ancaman

kekerasan) sana, tidaklah cukup menjadi alasan pembenar jika orang itu

benar melakukan pembunuhan.

Dalam hukum pidana Indonesia, tindak pidana pembunuhan yang

dilakukan karena overmacht tidak dipidana, karena adanya peniadaan

pidana yang didalamnya terdapat alasan pembenar yang menyebabkan

hapusnya sifat melawan hukum perbuatan, sehingga apa yang dilakukan

terdakwa menjadi perbuatan yang patut dan benar. Tidak pidananya

terdakwa karena perbuatan tersebut kehilangan sifat melawan hukumnya

perbuatan. Meskipun dalam kenyataannya perbuatan terdakwa telah

memenuhi unsur tindak pidana. Akan tetapi karena hilangnya sifat

melawan hukum, maka terdakwa tidak dipidana.

37

Zainal Abidin Farid. Hukum Pidana I,

Page 115: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

104

Selain alasan pembenar, juga terdapat alasan pemaaf karena

orang yang melakukan perbuatan karena terdorong oleh overmacht itu

sebernarnya terpaksa melakukan karena didorong oleh suatu tekanan

bathin yang datangnya dari luar, maka fungsi batinnya menjadi tidak

normal. Oleh karena itu seseorang yang melakukan pembunuhan karena

dalam keadaan terpaksa dan dalam pembuktian di persidangan benar-

benar terbukti adanya overmacht, maka terdakwa dinyatakan lepas dari

segala tuntutan. Namun jika dalam pembuktian tidak terbukti adanya

overmacht dalam tindak pidana pembunuhan, dengan

mempertimbangkan kaidah terdapat dalam psal 48 KUHP, maka pelaku

dapat dijatuhkan hukuman sebagaimana yang telah diatur dalam KUHP

mengenai kejahatan terhadap nyawa khususnya pasal 338 KUHP

Dalam hal keadaan darurat misalnya dalam kasus pembunuhan

yang terjadi di Pengadilan Negeri Denpasar sebagaimana penulis

jelaskan dalam bab sebelumnya. Menurut hukum pidana Indonesia,

meski perbuatan tersebut kenyataannya telah memenuhi unsur pasal 338

KUHP tentang pembunuhan, namun karena keadaan darurat (overmacht),

perbuatan tersebut tidak dipidana.

Menurut pendapat penulis, hukum pidana Indonesia cenderung

memanjakan pelaku dengan adanya overmacht sebagai alasan

menghapuskan hukuman. Tindak pidana pembunuhan digolongkan

sebagai tindak pidana murni dan hanya termasuk dalam wilayah hukum

publik, sehingga wewenang penjatuhan hukuman berada sepenuhnya

Page 116: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

105

pada penguasa atau negara, tanpa campur tangan dari pihak keluarga

korban untuk menuntut ganti rugi terhadap pelaku dengan mengganti

hukuman lainnya.

Dari paparan di atas, terdapat persamaan dalam hukum Islam dan

hukum pidana Indonesia yaitu keduanya menkategorikan overmacht

dalam tindak pidana pembunuhan sebagai pembunuhan sengaja. Adapun

perbedaan baik dalam hukum Islam maupun hukum pidana Indonesia

mengenai overmacht dalam tindak pidana pembunuhan yang penulis

gambarkan dalam tabel berikut:

Perbedaan overmacht dalam tindak pidana pembunuhan

Perbedaan

Hukum Islam Hukum Pidana Indonesia

a. Penerapan overmacht dalam suatu

tindak pidana terbagi menjadi tiga

yaitu sebagai;

sebab diperbolehkannya tindak

pidana

sebab yang dapat menghapus

hukuman atas tindak pidana,

perbuatan yang dilarang (tidak

berpengaruh terhadap tindak

pidana)

b. Overmacht dalam tindak pidana

pembunuhan termasuk dalam

a. Overmacht dalam hukum pidana

Indonesia sebagai sebab/alasan

yang dapat menghapuskan

hukuman

b. Overmacht dalam tindak pidana

pembunuhan menjadi sebab yang

menghapuskan hukuman bagi

Page 117: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

106

perbuatan yang dilarang, sehingga

pelaku harus dijatuhi hukuman

c. Sebab/alasan penjatuhan hukuman

bagi pelaku adalah karena pelaku

melakukan pembunuhan sengaja

d. Hukuman bagi pelaku tindak

pidana pembunuhan karena

overmacht adalah qisas, diyat, atau

ta‟zir

pelaku.

c. Sebab/alasan hapusnya hukuman

adalah karena adanya alasan

pemaaf dan alasan pembenar

d. Pelaku dinyatakan lepas dari segala

tuntutan hukum

Dalam hukum Islam terdapat beberapa kelebihan mengenai

penerapan overmacht dibandingkan dengan hukum pidana Indonesia

yaitu:

a. Islam mengatur secara rinci dalam masalah overmacht

mengenai jenis tindak pidana yang diperbolehkan, tindak

pidana yang hukumannya dapat terhapus, dan tindak pidana

yang tidak dapat dipengaruhi oleh paksaan. Pengaturan ini

menurut penulis didasarkan pada tingkat kejahatan yang

dilakukan serta pertimbangan kemaslahatan bagi manusia.

Dalam hukum pidana Indonesia, semua tindak pidana yang

dilakukan karena overmacht, maka tidak dijatuhi hukuman

(terhapus).

b. Islam mengatur secara ketat mengenai syarat-syarat

berlakunya overmacht. Sedangkan dalam hukum pidana

Page 118: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

107

Indonesia, tidak terdapat syarat yang mengatur tentang

overmacht.

c. Adanya hukuman qisas, diyat ataupun ta’zir bagi pelaku

tidak semata-mata diorientasikan pada penegakan keadilan

(ta’addul), tetapi lebih dari itu ditujukan pada pemberian

jaminan bagi keluarga korban untuk tetap mendapatkan

haknya. Sedangkan dalam hukum pidana Indonesia, keluarga

korban tidak memiliki hak apapun atas kematian korban.

Page 119: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

108

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Overmacht dalam hukum pidana Islam terbagi menjadi tiga kategori

hukum yaitu sebagai sebab yang memperbolehkan perbuatan yang

diharamkan, sebagai sebab hapusnya hukuman suatu tindak pidana dan

overmacht tidak dapat mempengaruhi hukuman suatu tindak pidana.

Konsep overmacht tidak berpengaruh dalam tindak pidana pembunuhan,

karena orang yang dipaksa melakukan pembunuhan terhadap korbannya

itu dengan cara disengaja dan melawan hukum, disertai keyakinan bahwa

membunuh korban menyebabkan jiwanya selamat dan terhindar dari

kejahatan pemaksa atau bahaya. Dalam kondisi bagaimanapun dilarang

untuk melakukan pembunuhan, kecuali dengan alasan yang benar seperti

murtad, orang yang menikah berzina , dan membunuh sesama muslim

yang terpelihara jiwanya, dan penguasa yang menjalankan perintah syariat

untuk melakukan pembunuhan.

Sedangkan dalam hukum pidana

Indonesia, overmacht merupakan dasar yang dapat menghapuskan

hukuman suatu tindak pidana yang terdiri dari alasan pembenar dan

alasan pemaaf, sehingga dalam tindak pidana pembunuhan yang timbul

oleh sebab overmacht menjadikan tindak pidana tersebut bukan

merupakan tindak pidana.

Page 120: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

109

2. Dalam menetapkan sanksi hukum bagi pelaku overmacht dalam tindak

pidana pembunuhan, Islam lebih menitikberatkan pada tindak pidana

pembunuhan, karena adanya overmacht tidak dapat mempengaruhi

hukuman, maka dari itu hukuman yang dijatuhkan kepada pelaku adalah

qisas, diyat, dan ta’zir Berbeda dengan hukum pidana Indonesia, dengan

adanya alasan pemaaf dan alasan pembenar, maka pelaku tindak pidana

pembunuhan karena overmacht dinyatakan lepas dari segala tuntutan.

Islam sangat menghormati dan menjaga hak asasi manusia. Jiwa

merupakan salah satu bagian dari al-dharuriya al-khamsah yang harus

dilindungi. Dari gambaran ini, dapat diketahui bahwa sanksi merupakan

hal yang tidak dapat dipisahkan dari pelaku overmacht dalam tindak

pidana pembunuhan.

B. Saran-saran

Penulisan karya ilmiah ini hanya bersifat kajian akademik terhadap

fenomena sosial yang terjadi di Indonesia dan didukung oleh sumber-sumber

referensi yang melengkapi kajian ini.

Bukan tanpa alasan penulis melakukan penelitian ini. Tetapi ada

semangat dalam diri penulis untuk lebih mengetahui sejauh mana konsepsi

overmacht dalam tindak pidana pembunuhan sebagai wacana bahan bacaan

bagi para penikmat baca untuk bisa dijadikan bahan kajian dan diskusi yang

memang perlu untuk lebih dipahami.

Page 121: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

110

Dalam penulisan ini penulis mengandung maksud: Pertama, kepada

pembaca untuk dapat memikirkan maupun menginterpretasikan dan

merenungkan kembali konsepsi overmacht dalam perspektif hukum pidana

Islam maupun dalam KUHP. Kedua, dalam overmacht dalam tindak pidana

pembunuhan memang perlu dipertimbangkan maslahahnya demi terciptanya

nuansa hukum di Indonesia yang adil. Dan yang ketiga, untuk dijadikan bahan

pertimbangan dalam pembentukan hukum yang nantinya diharapkan dengan

adanya undang-undang yang tegas terkait dengan kejahatan maka akan

memperkecil jumlah kerusakan moral di Indonesia.

C. Penutup

Alhamdulillah berkat rahmat dan hidayah Allah. Penulis dapat

menyelesaikan karya ilmiah ini dan tentunya tidak ada kebenaran kecuali dari

petunjuknya dan hanya Allah lah segala kebenaran yang hakiki. Serta dengan

terselesaikannya karya ilmiah ini juga adalah tidak lepas dari kehendaknya.

Shalawat dan salam penulis juga haturkan pada Nabi agung Muhammad saw.

Dengan perbuatan, ucapan dan tindakan beliau sebagai penjelas akan firman

Allah yang merupakan rahmatan lilalamiin untuk mencapai kebahagiaan

dunia dan akhirat.

Dengan segala kerendahan hati, permohonan maaf penulis

sampaikan kepada beberapa pihak. Kritik dan saran konstruktif penulis

nantikan dalam rangka perbaikan penulisan skripsi ini. karena penulis

menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat dalam penulisan

skripsi ini dan tentunya tidak lepas dari keterbatasan kemampuan yang

Page 122: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

111

dimiliki oleh penulis, dimana tidak ada manusia yang sempurna di dunia ini

dan kesempurnaan hanya milik Allah swt.

Dan akhirnya penulis hanya bisa berharap mudah-mudahan

penulisan ini bisa bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca

pada umumnya. Untuk bisa mendiskusikan kembali mengambil nilai positif

dan menghilangkan yang negatifnya. Amien.

Wallahu a’lam bi al-shawab.

Page 123: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

DAFTAR PUSTAKA

Al-Hattab, Mawahib al-Jalil Syarh Mukhtashar Khalil, Jilid 4, Beirut: Daar al-

Fikr Al-“Arabiy, tt.

al-Munawar, Said Agil, dan M. Hadri Hasan, Konsep Darurat dalam Hukum

Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997.

al-Munawar, Said Agil, Hukum Islam dan Pluralitas Sosial, Jakarta: Penamadani,

2004.

al-Qazwainy, Abi ‘Abdillah Muhammad Ibn Zaid, Sunan Ibnu Majah, Jilid 1,

Beirut: Dar al-Fikr, tt.

al-Suyuthi, Jalal al-Din ‘Abdu al-Rahman Ibn Abi Bakr, al-Asybah wa al-

Nadhair, Beirut: Daar al-Kutub al-‘Ilmiyah, tt.

Awdah, Abdul Qadir, Tasyri’ al-Jina’i al-Islamiy, Jilid 2, Beirut: Muassasah al-

Risalah, tt.

Bisri, Adib, dan Munawwir A. Fatah, Kamus Al-Bisri, Surabaya: Pustaka

Progressif, 1999.

Chazawi, Adami, Kejahatan Terhadap Tubuh dan Nyawa, Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 2004.

Chazawi, Adami, Pelajaran Hukum Pidana 2, Jakarta: Raja Grafindo Pustaka,

2002.

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Surabaya: Karya Agung,

2006.

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai

Pustaka. 2005.

E., Sumaryoto. Hermeunetik; Sebuah Metode Filsafat, Yogyakarta:

Kanisius,1993.

Farid, Zainal Abidin, Hukum Pidana 1, Jakarta: Sinar Grafika, 2007.

Hadawi, dan Mimi Martin, Penelitian Terapan, Yogyakarta: Gajahmada

University Press, 1996.

Hadi, Sutrisno, Metodologi Riset, Yogyakarta: Andi Offset, 1990

Hanafi, Ahmad, Asas-asas Hukum Pidana Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1993.

Page 124: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

Hamzah, Andi, Azas-azas Hukum Pidana , Jakarta: Rineka Cipta, 1994.

Hamzah, Andi, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Jakarta: Rineka Cipta,

2006.

Haroen, Lihat Nasrun, Ushul Fiqh, Jilid I, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001,

hlm.305

HS, Ali Imron, Pertanggungjawaban Hukum,Semarang: Walisono Press, 2009.

Khallaf, Abdul Wahab, ‘Ilmu Ushul al-Fiqh, Kairo: Da’wah Islamiyah al-Azhar,

tt.

Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung: Sinar Baru 1990.

Moeljatno. Azas-azas Hukum Pidana, Jakarta: Bina Aksara, 1987.

Muslich, Ahmad Wardi, Pengantar dan Asas-asas Hukum Pidana Islam, Jakarta:

Sinar Grafika, 2005.

Munajat,Makhrus, Hukum Pidana Islam di Indonesia,Yogyakarta: TERAS. 2009

Nujaim, Ibnu, Al Bahru al-Raa’iq syarh Kanzid daqaa’iq, Jilid VIII, Beirut: Daar

al-Fikr Al-“Arabiy, tt.

Projodikoro, Wiryono, Azas-Azas Hukum Pidana di Indonesia, Jakarta: Eresco,

1981.

Qudamah, Muhammad Abdullah Ibnu, Al-Mughni ‘Ala Mukhtashar Al-Kharaqy,

Jilid 9, Beirut: Daar al-Fikr al Arabiy.

Sahetapy, J.E.,Hukum Pidana, Yogyakarta: Liberty, 1995..

Saleh, Roeslan, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dengan Penjelasannya,

Jakarta, Aksara Baru, 1987.

Saleh, Roeslan, Sifat Melawan Hukum dari Perbuatan Pidana,Jakarta: Aksara

Baru, 1987.

Santoso, Topo, Membumikan Hukum Pidana Islam, Jakarta: Gema Insani, 2003.

Shihab,M. Quraish, Tafsir al Misbah, Jilid VII,

Siagian, Hardianto,, “Overmacth Menurut Hukum Islam dan Hukum Pidana

Indonesia”, Skripsi, Yogyakarta: Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga, 2010.

Page 125: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

Simorangkir dkk., Kamus Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2009.

Soekanto, Soerdjono, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,

Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2001.

Sudarto, Hukum Pidana I, Semarang: Yayasan Sudarto, 1990.

Syah, Ismail Muhammad, FilsafatHukum Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1992.

Syarifudin, Amir, Garis-garis Besar Islam.Jakarta: Prenada Media Grup,2008.

Umar, Anshari dkk., Tafsir al Maraghi, Juz XVII, Semarang: Toha Putra, 1993

Usamah, Pertanggungjawaban Pidana dalam Perspektif Hukum Islam, Tesis,

Medan: Uiversitas Sumatra Utara, 2008, hlm.

Utrecht, Hukum Pidana 1, Surabaya: Pustaka Tinta Mas, 1994.

Yafie, Ali dkk., Ensiklopedi Hukum Pidana Islam, Jakarta: Kharismu Ilmu, 2007.

Zahrah, Muhammad Abu, al-Jarimah, Beirut: Dar al-Fikr al- Arabi, tt.

Page 126: OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHANlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/128/jtptiain-gdl... · semangat dan do‟a demi tercapainya karya ilmiah ini. 5. Sahabat-sahabatku

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Muh Wahib Muslim

Tempat/tanggal lahir : Magelang/ 04 Nopember1986

Alamat : Dusun Ngadikromo, RT/RW: 02/VI, Desa Sidomulyo,

Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang.

Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Jenjang pendidikan :

1. SD N Sidomulyo II Salaman Magelang Tahun lulus 1998

2. SMP N Tempuran I Tempuran Magelang Tahun lulus 2001

3. SMA Nurul Islami Semarang Tahun lulus 2004

3. Kimia FMIPA UNNES Semarang Tidak selesai

4. Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang Tahun Angkatan 2006

Demikian daftar riwayat hidup ini dibuat dengan sebenarnya dan semoga dapat

digunakan sebagaimana mestinya.

Semarang, Juni 2011

Penulis,

Muh Wahib Muslim

NIM. 062211009