overlay sederhans

21
LAPORAN PRAKTIKUM SISTEM INFORMASI GEOGRAFI ACARA VI TEKNIK OVERLAY SEDERHANA DISUSUN OLEH NAMA : CATUR NOFI ANTO NIM : 12405241022 KELOMPOK : 1 A HARI/TANGGAL : SENIN, 06 APRIL 2015 WAKTU : 11.00 WIB ASISTENSI PRAKTIKUM SIG JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2015

description

teknik overlay sederhana

Transcript of overlay sederhans

Page 1: overlay sederhans

LAPORAN PRAKTIKUM SISTEM INFORMASI GEOGRAFI

ACARA VI

TEKNIK OVERLAY SEDERHANA

DISUSUN OLEH

NAMA : CATUR NOFI ANTO

NIM : 12405241022

KELOMPOK : 1 A

HARI/TANGGAL : SENIN, 06 APRIL 2015

WAKTU : 11.00 WIB

ASISTENSI PRAKTIKUM SIG

JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2015

Page 2: overlay sederhans

ACARA VI

A. Judul

Teknik Overlay Sederhana

B. Tujuan

Paraktikum teknik overlay sederhana memiliki tujuan sebagai berikut:

1. Praktikan mampu melakukan teknik overlay sederhana.

2. Praktikan mampu mengenali berbagai macam jenis peta untuk

keperluan overlay.

3. Praktikan mampu mengagabungkan informasi dengan benar.

4. Praktikan mampu melakukan teknik skoring untuk menentukan

parameter yang paling berpengaruh terhadap suatu gejala geografis.

5. Praktikan mampu membuat peta dengan informasi baru dari

penggabungan informasi yang diperoleh sebelumnya.

6. Praktikan dapat melakukan analisa dari hasil peta yang telah di

overlay.

C. Teori Singkat

1. SIG ( Sistem Informasi Geografi )

Pengertian SIG ( Sistem Informasi Geografis ) Salah satu

model informasi yang berhubungan dengan data spasial (keruangan)

mengenai daerah-daerah di permukaan Bumi adalah Sistem Informasi

Geografi (SIG). Pengertian SIG adalah suatu sistem yang menekankan

pada informasi mengenai daerahdaerah berserta keterangan (atribut)

yang terdapat pada daerah-daerah di permukaan Bumi. Sistem

Infomasi Geografis merupakan bagian dari ilmu Geografi Teknik

(Technical Geography) berbasis komputer yang digunakan untuk

menyimpan dan memanipulasi data-data keruangan (spasial) untuk

kebutuhan atau kepentingan.

Data spasial adalah data hasil pengukuran, pencatatan, dan

pencitraan terhadap suati unsur keruangan yang berada dibawah,pada,

Page 3: overlay sederhans

atau di atas permukaan bumi dengan posisi keberadaannya mengacu

pada system koordinat nasional (Perpres No. 85 Tahun 2007 Tentang

Jaringan Data Spasial Nasional). Menurut Undang-undang

Geospasial RI Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial,

spasial adalah aspek keruangan suatu objek atau kejadian yang

mencakup lokasi, letak, dan posisinya.

Sistem Informasi Geografis atau SIG di uraikan menjadi

beberapa subsistem sebagai berikut :

a. Data Input (masukan data)

Data masukan di dalam SIG dapat berupa data spasial

maupun data tabular (tabel). Data spasial bisa didapatkan dari citra

satelit, foto udara, dan peta digital / hasil digitalisasi. Subsistem ini

bertugas untuk mengumpulkan, mempersiapkan, dan menyimpan

data spasial dan atributnya dari berbagai sumber.

b. Data Handling (data yang ditangani)

1) Data Management, merupakan bagian penempatan data dalam

suatu berkas atau direktori yang terstruktur dengan baik.

2) Data Processing, merupakan tahap untuk memaknai data yang

terdapat di dalam base data

3) Data Analyzing and modeling, merupakan bagian yang

bertugas untuk mengkombinasikan dan mengenali makna

secara global dari semua data yang ada.

c. Data Output (hasil / keluaran)

Data ini biasanya dalam bentuk file 2 dimensi, video,

ataupun data berupa tabel yang berisi informasi setelah

dilakukan data handling. Informasi yang sebelumnya juga hanya

tersedia dalam bentuk tabel, dengan adanya bagian ini data tesebut

dapat ditampilkan secara tiga dimensi untuk memudahkan

interpretasi penggunannya.

Subsistem SIG dapat di ilustrasikan sebagai berikut:

Page 4: overlay sederhans

Sistem Informasi Geografis (Geographic Information

System/GIS) yang selanjutnya akan disebut SIG merupakan sistem

informasi berbasis komputer yang digunakan untuk mengolah dan

menyimpan data atau informasi geografis (Aronoff, 1989). Penggunaan

Sistem Informasi Geografi (SIG) meningkat tajam sejak tahun 1980-an.

Peningkatan pemakaian system ini terjadi dikalangan pemerintah,

militer, akademis, atau bisnis terutama di negara-negara maju.

BAKOSURTANAL menjabarkan SIG sebagai kumpulan yang

terorganisir dari perangkat keras komputer, perangkat lunak, data

geografi, dan personel yang didesain untuk memperoleh,

menyimpan,memperbaiki, memanipulasi, menganalisis, dan

menampilkan semua bentuk informasi yang berefernsi geografi.

SIG mempunyai kemampuan untuk menghubungkan berbagai

data pada suatu titik tertentu di bumi, menggabungkannya, menganalisa

dan akhirnya memetakan hasilnya. Data yang akan diolah pada SIG

merupakan data spasial yaitu sebuah data yang berorientasi geografis

dan merupakan lokasi yang memiliki sistem koordinat tertentu, sebagai

dasar referensinya. Sehingga aplikasi SIG dapat menjawab beberapa

pertanyaan seperti; lokasi, kondisi, trend, pola dan pemodelan.

Kemampuan inilah yang membedakan SIG dari sistem informasi

lainnya.

Page 5: overlay sederhans

Komponen SIG Menurut John E. Harmon, Steven J. Anderson,

2003, secara rinci SIG dapat beroperasi dengan komponen- komponen

sebagai berikut :

1. Orang yang menjalankan sistem meliputi orang yang

mengoperasikan.

2. mengembangkan bahkan memperoleh manfaat dari sistem. Kategori

orang yang menjadi bagian dari SIG beragam, misalnya operator,

analis, programmer, database administrator bahkan stakeholder.

3. Aplikasi merupakan prosedur yang digunakan untuk mengolah data

menjadi informasi. Misalnya penjumlahan, klasifikasi, rotasi,

koreksi geometri, query, overlay, buffer, jointable.

4. Data yang digunakan dalam SIG dapat berupa data grafis dan data

atribut. Data posisi/koordinat/grafis/ruang/spasial, merupakan data

yang merupakan representasi fenomena permukaan bumi/keruangan

yang memiliki referensi (koordinat) lazim berupa peta, foto udara,

citra satelit dan sebagainya atau hasil dari interpretasi data-data

tersebut. Data atribut/non-spasial, data yang merepresentasikan

aspek-aspek deskriptif dari fenomena yang dimodelkannya.

Misalnya data sensus penduduk, catatan survei, data statistik

lainnya.

5. Software adalah perangkat lunak SIG berupa program aplikasi yang

memiliki kemampuan pengelolaan, penyimpanan, pemrosesan,

analisis dan penayangan data spasial (contoh : ArcView, Idrisi,

ARC/INFO, ILWIS, MapInfo).

6. Hardware, perangkat keras yang dibutuhkan untuk menjalankan

sistem berupa perangkat komputer, printer, scanner, digitizer,

plotter dan perangkat pendukung lainnya.

OVERLAY

Overlay adalah prosedur penting dalam analisis SIG (Sistem

Informasi Geografis). Overlay yaitu kemampuan untuk menempatkan

grafis satu peta diatas grafis peta yang lain dan menampilkan hasilnya

Page 6: overlay sederhans

di layar komputer atau pada plot. Secara singkatnya, overlay

menampalkan suatu peta digital pada peta digital yang lain beserta

atribut-atributnya dan menghasilkan peta gabungan keduanya yang

memiliki informasi atribut dari kedua peta tersebut.

Overlay merupakan proses penyatuan data dari lapisan layer

yang berbeda. Secara sederhana overlay disebut sebagai operasi visual

yang membutuhkan lebih dari satu layer untuk digabungkan secara

fisik. Overlay adalah lembaran kertas transparan yang diletakkan

diatas ilustrasi, teks, headline, foto atau latar belakang halaman, untuk

keperluan aplikasi warna, pemindaian dan sepk pencetakan lainnya.

Analisis overlay (tumpang tindih). Analisis ini untuk mencari

dan mendata daerah yang diliputi oleh dua tema yang berlainan.

Analisis ini juga untuk mengetahu perbedaan batas atau perubahan

dari masa ke masa. Untuk penyusunan rencana pembangunan yang

tepat dibutuhkan informasi yang lengkap dan akurat tentang berbagai

masalah dan potensi sumber daya alam yang terkandung dalam

wilayah yang bersangkutan. SIG dapat memberikan informasi yang

dibutuhkan dengan tepat dan cepat. Sehingga SIG daapt dimanfaatkan

untuk merencanakan pola pembangunan suatu wilayah. Berikut adalah

teknik Overlay dalam SIG:

Page 7: overlay sederhans

Teknik Overlay dalam SIG

Overlay merupakan proses penyatuan data dari lapisan layer

yang berbeda yaitu layer raster dan layer vektor. Secara sederhana

overlay disebut sebagai operasi visual yang membutuhkan lebih dari

satu layer untuk digabungkan secara fisik. Pemahaman bahwa overlay

peta (minimal 2 peta) harus menghasilkan peta baru adalah hal

mutlak. Dalam bahasa teknis harus ada poligon yang terbentuk dari 2

peta yang di-overlay. Jika dilihat data atributnya, maka akan terdiri

dari informasi peta pembentukya. Misalkan Peta Lereng dan Peta

Curah Hujan, maka di peta barunya akan menghasilkan poligon baru

berisi atribut lereng dan curah hujan.

Teknik yang digunaan untuk overlay peta dalam SIG ada 2

yakni union dan intersect. Jika dianalogikan dengan bahasa

Matematika, maka union adalah gabungan, intersect adalah irisan.

Hati-hati menggunakan union dengan maksud overlay antara peta

penduduk dan ketinggian. Secara teknik bisa dilakukan, tetapi secara

konsep overlay tidak.

Page 8: overlay sederhans

Variabel Overlay dalam SIG

Ada beberapa fasilitas yang dapat digunakan pada overlay

untuk menggabungkan atau melapiskan dua peta dari satu daerah yang

sama namun beda atributnya yaitu :

a. Dissolve Themes

Dissolve yaitu proses untuk menghilangkan batas antara

poligon yang mempunyai data atribut yang identik atau sama

dalam poligon yang berbeda . Peta input yang telah di digitasi

masih dalam keadaan kasar, yaitu poligon-poligon yang

berdekatan dan memiliki warna yang sama masih terpisah oleh

garis poligon. Kegunaan dissolve yaitu menghilangan garis-garis

poligon tersebut dan menggabungkan poligon-poligon yang

terpisah tersebut menjadi sebuah poligon besar dengan warna atau

atribut yang sama.

b. Merge Themes

Merge themes yaitu suatu proses penggabungan 2 atau lebih

layer menjadi 1 buah layer dengan atribut yang berbeda dan atribut-

atribut tersebut saling mengisi atau bertampalan, dan layer-layernya

saling menempel satu sama lain.

c. Clip One Themes

Page 9: overlay sederhans

Clip One themes yaitu proses menggabungkan data namun

dalam wilayah yang kecil, misalnya berdasarkan wilayah

administrasi desa atau kecamatan. Suatu wilayah besar diambil

sebagian wilayah dan atributnya berdasarkan batas administrasi

yang kecil, sehingga layer yang akan dihasilkan yaitu layer dengan

luas yang kecil beserta atributnya.

d. Intersect Themes

Intersect yaitu suatu operasi yang memotong sebuah tema

atau layer input atau masukan dengan atribut dari tema atau overlay

untuk menghasilkan output dengan atribut yang memiliki data

atribut dari kedua theme.

e. Union Themes

Union yaitu menggabungkan fitur dari sebuah tema input

dengan poligon dari tema overlay untuk menghasilkan output yang

mengandung tingkatan atau kelas atribut.

f. Assign Data Themes

Assign data adalah operasi yang menggabungkan data untuk

fitur theme kedua ke fitur theme pertama yang berbagi lokasi yang

sama Secara mudahnya yaitu menggabungkan kedua tema dan

atributnya.

Praktikum kali ini termasuk kedalam praktikum overlay

sederhana dimana praktikan mempersiapkan berbagai macam jenis

peta, selanjutnya peta tersebut di jiplak kedalam kertas tranparansi.

Hasil akhirnya adalah peta dengan informasi baru, yaitu hasil dari

penggabungan beberapa peta menjadi satu.

ANALISIS DATA SPASIAL

Setelah semua data spasial dimasukkan ke dalam komputer

dalam bentuk peta digital, kemudian dilakukan pemasukan data atribut

dan pembobotan pada setiap parameter. Parameter-parameter yang

digunakan untuk menentukan tingkat kerawanan adalah penutupan

Page 10: overlay sederhans

lahan (landcover), jenis tanah, topografi, curah hujan dan geologi

(batuan induk).

Derajat dan panjang lereng adalah unsur yang mempengaruhi

terjadinya longsor. Semakin tinggi derajat lereng maka akan

memberikan bahaya rawan longsor yang lebih tinggi, sehingga diberi

nilai bobot yang paling tinggi. Pemberian skor dan pengkelasan lereng

dapat dibagi dalam lima kelas yaitu sebagai berikut:

NO Kelas % Bentuk Lereng Skor

1 0-8 Datar 1

2 8-5 Landai 2

3 15-25 Agak Curam 3

4 25-45 Curam 4

5 >45 Sangat Curam-Tegak 5

Sumber: Nicholas and Edmunson (1975) dalam Purnamasari (2007)

Pada dasarnya ada dua tipe hujan pemicu terjadinya longsoran,

yaitu hujan deras yang mencapai 70 mm hingga 100 mm per hari dan

hujan kurang deras namun berlangsung terus menerus selama

beberapa jam hingga beberapa hari yang kemudian disusul dengan

hujan deras sesaat (1-2 jam). Faktor curah hujan yang mempengaruhi

terjadinya tanah longsor, mencakup terjadinya peningkatan curah

hujan (tekanan air pori bertambah besar, kandungan air dalam tanah

naik dan terjadi pengembangan lempung dan mengurangi tegangan

geser, lapisan tanah jenuh air), rembesan air yang masuk dalam

retakan tanah serta genangan air. Adanya pengaruh curah hujan

tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gerakan tanah sehingga

daerah yang mempunyai curah hujan yang tinggi relatif akan

memberikan bahaya gerakan tanah yang lebih tinggi. Penentuan skor

dan pembagian kelas intensitas curah hujan disajikan pada tabel

berikut:

Page 11: overlay sederhans

NO Intensitas Hujan

(mm/tahun)

Parameter Skor

1 2.000-2.500 Sedang/lembab 1

2 2.500-3.000 Basah 2

3 >3.000 Sangat Basah 3

Pengaruh penutupan lahan terhadap terjadinya gerakan tanah

longsor merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan, dimana

penutupan lahan yang langsung berhubungan dengan kemungkinan

menyebabkan terjadinya tanah longsor diberikan nilai bobot yang

paling tinggi sedangkan daerah yang masih tertutup oleh hutan bila

terkena gerakan tanah akan memberikan bahaya yang paling rendah

sehingga dalam pembobotannya diberikan nilai bobot yang paling

rendah.

NO Intensitas Hujan (mm/tahun) Skor

1 Awan dan bayangan awan 1

2 Hurtan/Vegetasi lebat 2

3 Kebun campuran/semak belukar 3

4 Perkebunan dan sawah irigasi 4

5 Kawasan industri dan permukiman 5

6 Lahan kosong 6

2. Bencana Tanah Longsor

Bencana tanah longsor adalah istilah umum dan mencakup

ragam yang luas dari bentuk-bentuk tanah dan proses-proses yang

melibatkan gerakan bumi, batubatuan atau puing-puing pada lereng

bawah di bawah pengaruh gravitasi. Biasanya, terjadinya tanah

longsor didahului oleh fenomena alam lainnya, yaitu seperti gempa

bumi, banjir dan gunung berapi. Kerusakan yang disebabkan oleh

tanah longsor pada selang waktu tertentu dapat menyebabkan kerugian

properti yang lebih banyak dibandingkan dengan kejadian geologi

lain.

Page 12: overlay sederhans

Cruden (1991) diacu dalam Alhasanah (2006) mengemukakan

longsoran (landslide) sebagai pergerakan suatu massa batuan, tanah,

atau bahan rombakan material penyusun lereng (yang merupakan

pencampuran tanah dan batuan) menuruni lereng. Terjadinya

longsoran pada umumnya disebabkan oleh batuan hasil pelapukan

yang terletak pada topografi yang mempunyai kemiringan terjal

sampai sangat terjal dan berada di atas batuan yang bersifat kedap air

(impermeable) sehingga berfungsi sebagai bidang luncur. Secara

teoritis, tanah longsor terjadi disebabkan adanya gaya gravitasi yang

bekerja pada suatu massa (tanah dan atau batuan). Dalam hal ini,

besarnya pengaruh gaya gravitasi terhadap massa tersebut, ditentukan

oleh besarnya sudut kemiringan lereng terhadap bidang horizontal

(kelerengan). Semakin besar kelerengan, akan semakin besar

kemungkinan terjadinya gerakan massa, begitu juga sebaliknya.

Menurut Arsyad (1989) longsoran akan terjadi jika terpenuhi

tiga keadaan sebagai berikut:

a. Adanya lereng yang cukup curam sehingga massa tanah dapat

bergerak atau meluncur ke bawah.

b. Adanya lapisan di bawah permukaan massa tanah yang agak kedap

air dan lunak, yang akan menjadi bidang luncur.

c. Adanya cukup air dalam tanah sehingga lapisan massa tanah yang

tepat di atas lapisan kedap air tersebut menjadi jenuh.

D. Alat Dan Bahan

1. Berbagai macam jenis peta:

a. Peta kelas kelerengan daerah rawan longsor di Kabupaten Bogor

skala 1:300.000, sumber BALOSURTANAL 2001.

b. Peta penutupan lahan di Kabupaten Bogor, skala 1:300.000,

sumber Citra Spot 2003.

c. Peta curah hujan di Kabupaten Bogor, skala 1:300.000, sumber

PUSLITANAK 2003.

2. Spidol OHP ukuran F warna hijau, biru, merah, hitam.

Page 13: overlay sederhans

3. Plastik transparansi/mika.

4. Penjepit kertas minimal empat buah.

5. Alat menggambar

6. HP

7. Gunting

8. Cutter

9. Seperangkat komputer

10. Kertas HVS

11. Alat tulis

12. Penggaris

13. Kapas

14. Minyak kayu putih

E. Langkah Kerja

1. Menyiapkan peta dasar untuk membuat peta daerah rawan longsor

yang meliputi peta curah hujan, peta kelerengan, peta penutup lahan.

a. Peta curah hujan di Kabupaten Bogor

Page 14: overlay sederhans

b. Peta kelerengan di Kabupaten Bogor

c. Peta penutup lahan di Kbupaten Bogor

2. Menyiapkan plastik transparansi yang telah dipotong ukuran A4.

Page 15: overlay sederhans

3. Menempelkan plastik transparansi dengan ketiga peta dasar tersebut,

kemudian menjempitnya dengan paper clip supaya tidak bergeser saat

memulai menjiplak peta diatas platik tranparansi.

4. Memulai menjiplak ketiga peta dasar tersebut diatas plastik transparansi

menggunakan spidol OHP, selanjutnya memberikan kode untuk tiap peta.

Peta curah hujan dengan angka romawi (I,II,III, dst), peta kelerengan

dengan kode abjad (A,B,C,dst), dan peta penutup lahan dengan kode

angka (1,2,3, dst). Usahakan tiap peta menggunakan kode dan warna yang

berbeda supaya memudahkan untuk proses overlay.

a. Hasil tranparansi peta curah hujan di Kabupaten Bogor.

Page 16: overlay sederhans

b. Hasil tranparansi peta kelerengan di Kabupaten Bogor

c. Hasil transparansi peta penutup lahan di Kabupaten Bogor

Page 17: overlay sederhans

5. Setelah semua peta dasar telah di tranparansikan, kemudian menempelkan

atau menumpangtindihkan ketiga peta dasar tersebut menjadi satu untuk

proses overlay.

6. Melakukan skoring atau pembobotan pada setiap parameter. Parameter

yang digunakan untuk menentukan tingkat kerawanan longsor adalah

curah hujan, kelerengan, dan penutup lahan. Berikut adalah skoring

parameter kerawanan bencana tanah longsor di daerah Kabupaten bogor.

a. Skoring klasifikasi intensitas curah hujan di kabupaten Bogor

Kode Intensitas Hujan

(mm/tahun)

Parameter Skor

I 2.000-2.500 Sedang/lembab 1

II 2.500-3.000 Basah 2

III >3.000 Sangat Basah 3

b. Skoring kemiringan lereng di kabupaten Bogor

Kode Kelas % Bentuk Lereng Skor

A 0-15 Datar-Landai 1

B 15-45 Agak curam-Curam 2

C >45 Sangat Curam-Tegak 3

Page 18: overlay sederhans

c. Skoring penutup lahan di kabupaten Bogor

Kode Tipe Penggunaan Lahan Skor

1 Hutan 1

2 Kebun Campuran 2

3 Perkebunan 3

7. Setelah di skoring, selanjutnya menentukan wilayah yang mempunyai

tingkat kerawanan terparah yaitu dengan kode III.C.3 yaitu dengan ciri-

ciri:

a. III= curah hujan >3.000 mm/tahun dengan skoring 3

b. C= kemiringan lereng >45% dengan skoing 3

c. 3= penutup lahan berupa perkebunan dengan skoring 3

8. Melihat dan menganalisis peta yang telah di overlay yang mempunyai ciri-

ciri III.C.3. Maka dapat diketahui daerah di Kabupaten Bogor yang paling

berpotensi terkena bencana longsor seperti dibawah ini.

Page 19: overlay sederhans

9. Hasil Peta Overlay dengan daerah yang mempunyai tingkat kerawanan

tertinggi bencana longsor di Kabupaten Bogor.

10. Daerah dengan tingkat kerawanan bencana longsor tertinggi menurut peta

administrasi yaitu di Pamijahan, Leuwilang, dan Nanggung.

Page 20: overlay sederhans

F. Hasil Overlay Peta di daerah Kabupaten Bogor

a. Hasil Overlay

b. Analisis

Daerah yang diberi warna merah adalah daerah dimana tingkat

kerawanan longsor tertinggi yaitu di daerah Pamijahan, Leuwilang,

dan Nanggung. Hal tersebut dikarenakan setelah dilakukan skoring

atau pengharkatan mempunyai nilai terbesar yaitu 9 atau rata-rata

sebesar 3 dengan kode III.C.3. Kode tersebut mempunyai arti di daerah

tersebut mempunyai curah hujan >3.000 mm/tahun, kelerengan <45,

dan penggunaan lahan mayoritas digunakan sebagai perkebunan.

Kabupaten Bogor merupakan kota hujan dimana intensitas

hujannya sangat tinggi, maka tidak diherakan bahwa di daerah Bogor

khususnya di daerah Pamijahan, Leuwilang, dan Nanggung sangat

rentan dengan bencana tanah longsor dengan ciri-ciri seperti yang telah

disebutkan di atas. Kabupaten Bogor mempunyai dua titik yang sangat

rentan terhadap bencana tanah longsor seperti yang nampak pada hasil

overlay diatas.

Page 21: overlay sederhans

Daerah yang mempunyai hasil akhir 3 atau rata-ratanya 1

mempunyai tingkat kerawanan longsor yang rendah karena curah

hujan rata rata hanya 2000-2500 mm/tahun, kelerengan 0-15% yang

artinya datar-landai, penutup lahan berupa kebun campuran. Daerah

tersebut terletak dibagian paling atas pete Kabupaten Bogor. Daerah

yang mempunyai hasil akhir 6 atau rata-ratanya 3 mempunyai tingkat

kerawanan sedang yaitu dengan ciri-ciri curah hujan sebesar 2500-

3000mm/tahun, kelerengan sebesar 15-45 % termasuk kedalam agak

curam-curam, penutup lahan berupa kebun campuran. Daerah tersebut

terletak di tengah-tengah peta Kabupaten Bogor.

G. Daftar Pustaka

Budiyanto, Eko. 2004. Sistem Informasi Geografis Menggunakan

MapInfo. Yogyakarta: ANDI OFFSET.

Lestari, Fheny Fuzy. 2008. Penerapan Informasi Geografis Dalam

Pemetaan Daerah Rawan Longsor Di Kabupaten Bogor. Fakultas

Kehutanan:Institut Pertanian Bogor.

Purwantara, Suhadi. 2010. Modul Praktikum Sistem Informasi Geografi

Lab Geografi UNY. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

Purnamasari. D. C. 2007. Aplikasi Penginderaan Jauh dan Sistem

Informasi Geografis dalam Evaluasi Daerah Rawan Longsor di

Kabupaten Banjarnegara (Studi Kasus di Gunung Pawinihan dan

Sekitarnya, Desa Sijeruk, Kecamatan Banjarmangu, Kabupaten

Banjarnegara). Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan

Ekowisata. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Subhan. 2006. Identifikasi dan Penentuan Faktor-faktor Utama Penyebab

Tanah Longsor di Kabupaten Garut, Jawa Barat.. Sekolah Pasca

Sarjana. Institut Pertanian Bogor.