OSMOREGULASI kasri
-
Upload
kasriati-heruningsih -
Category
Documents
-
view
78 -
download
2
Transcript of OSMOREGULASI kasri
OSMOREGULASI
Oleh :
Nama : Kasriati HeruningsihNIM : B1J011155Rombongan : VKelompok : 4Asisten : Rio Rakhmanandika S.
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN II
KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGIPURWOKERTO
2013
I. PENDAHULUAN
I.1Latar Belakang
Pengaturan air dan ion dalam tubuh dengan sejumlah mekanisme yang
dilakukan untuk mengatasi masalah osmotik dan mengatur perbedaan diantara
intra sel dan ekstrasel dan diantara ekstrasel dengan lingkungan secara kolektif
disebut mekanisme osmoregulasi (Evans, 1998). Mekanisme osmoregulasi
meliputi volume air, kandungan zat terlarut dan distribusi zat terlarut. Mahluk
hidup mempertahankan kekonstanan volume air dalam tubuhnya melalui
mekanisme dimana jumlah air yang masuk harus sama dengan jumlah air yang
keluar (Soetarto, 1986).
Proses pengaturan regulasi pada tubuh ikan adalah sebagai berikut. Ikan air
tawar karena tubuhnya hipertonik terhadap medium maka ia akan
mengekspresikan kelebihan air melalui mekanisme yang menyebabkan urinnya
menjadi encer. Kelebihan air ini disebabkan oleh adanya air lingkungan masuk
ke dalam tubuh melalui difusi. Ikan air tawar bila dipindahkan ke air laut maka
keadaan tubuhnya akan menjadi hipotonik terhadap lingkungan. Keadaan ini
menyebabkan air keluar dari tubuh sehingga kadar garam di dalam tubuh akan
meningkat. Seiring meningkatnya kadar garam dalam tubuh, ikan yang
melakukan mekanisme ini disebut euryhalin, sedangkan yang tidak melakukan
mekanisme ini disebut stenohalin. Hewan pada dasarnya memiliki toleransi
terbatas terhadap lingkungan artinya bila dipindahkan ke suatu habitat akan
beradaptasi dan bila tidak mampu beradaptasi akan mati (Schmidt-Nielsen,
1990).
I.2 Tujuan
Tujuan praktikum ini adalah untuk mempelajari osmuregulasi pada hewan
eurihalin (hewan yang mampu hidup dalam perairan dengan salinitas yang
cukup luas), ikan nila (Oreochromis sp.) dan hewan stenohalin, ikan nilem
(Osteochilus hasselti) atau kepiting.
II. MATERI DAN CARA KERJA
II.1 Materi
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah larva ikan nila dan ikan
nila (Oreochromis sp.), larva ikan nilem dan ikan nilem (Osteochilus hasselti),
kepiting Bakau (Scylla serrata), larutan EDTA, air dengan salinitas 0 ppt, 10
ppt, 20 ppt, dan 30 ppt, kertas cakram.
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah spuit, osmometer,
mikropipet dan tip, handrefractometer, dan mikrosentrifuge.
II.2 Cara Kerja
2.2.1 Pengamatan toleransi salinitas
1. Medium air dibuat dengan salinitas 0 ppt, 10 ppt, 20 dan 30 ppt.
2. Sepuluh ekor benih ikan nila dimasukkan ke dalam 4 wadah
percobaan dengan salinitas berbeda secara direct transfer. Masukkan
pula 10 ekor benih ikan nila ke dalam 1 wadah percobaan dengan
salinitas berbeda secara gradual transfer. Dan diberi label.
3. Sepuluh ekor benih ikan nilem dimasukkan ke dalam 4 wadah
percobaan dengan salinitas berbeda secara direct transfer. Masukkan
pula 10 ekor benih ikan nilem ke dalam 1 wadah percobaan dengan
salinitas berbeda secara gradual transfer. Dan diberi label.
4. Lakuakan pengamatan dan catat kematian tiap ekor ikan pada masing-
masing wadah percobaan setelah 10, 20, 30, dan 40 menit. Diamati
dan dicatat waktu kematian tiap ekor ikan pada masing-masing wadah
percobaan setelah 24, 48, 72, dan 96 jam.
5. Pengambilan data sintasan dilakukan dengan cara menghitung jumlah
larva ikan yang hidup pada awal dan akhir penelitian. Perhitungan
sintasan adalah sebagai berikut :
SR = NtNo
x 100%
Keterangan :
SR : Derajat sintasan ikan
Nt : Jumlah ikan hidup pada akhir penelitian
No : Jumlah ikan hidup pada awal penelitian
2.2.2 Pengukuran osmolalitas plasma dan medium
1. Ikan nila (Oreochromis sp.) diambil darahnya menggunakan spuit
lewat jantung.
2. Darah dipindahkan ke tabung ependorf dan disentrifuge selama 15
menit pada kecepatan 3500 rpm untuk memperoleh plasma darah.
3. Plasma darah diambil sebanyak 10 μl. Kemudian osmolalitas plasma
diukur dengan menggunakan osmometer.
4. Hitung rasio antara osmolalitas plasma dengan osmolalitas medium
(kapasitas osmoregulasi).
5. Hasil dicatat dan dimasukkan ke dalam tabel pengamatan.
2.2.3 Pengukuran osmolalitas hemolimfe pada kepiting
1. Sampel hemolimfe kepiting diambil dari bagian ruas-ruas kaki yang
paling dekat dengan tubuh kepiting dengan menggunakan spuit
injeksi ukuran 1 mL.
2. Injeksi yang digunakan untuk mengambil hemolimfe sebelumnya
dibasahi dengan larutan EDTA agar sampel hemolimfe tidak
membeku.
3. Osmolalitas diukur dengan menggunakan osmometer.
4. Rasio antara osmolalitas plasma dengan osmolalitas medium
dihitung (kapasitas osmoregulasi). Rumusnya yaitu :
Ko = OpOm
Keterangan :
Ko : Kapasitas osmoregulasi
OP : Osmolalitas plasma
OM : Osmolalitas medium
5. Semua data yang diperoleh dicatat.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Tabel 1. Pengamatan Sintasan pada Ikan Nila pada Perlakuan Direct Transfer
No Salinitas (ppt)Waktu Pengamatan (menit)
10 20 30 401 0 100% 100% 100% 100%2 10 100% 100% 100% 100%3 20 100% 100% 100% 100%4 30 100% 40% 10% 0%
Tabel 2. Pengamatan Sintasan pada Ikan Nila pada Perlakuan Direct Transfer
NoSalinitas
(ppt)Waktu Pengamatan (jam)
24 48 72 961 0 100% 100% 100% 100%2 10 100% 80% 70% 40%3 20 90% 60% 40% 0%4 30 0% 0% 0% 0%
Tabel 3. Pengamatan Sintasan pada Ikan Nila pada Perlakuan Gradual
Transfer
NoSalinitas
(ppt)Waktu Pengamatan (jam)
24 48 72 961 02 10 100%3 20 80%4 30 0% 0%
Tabel 4. Pengamatan Sintasan pada Ikan Nilem pada Perlakuan Direct
Transfer
No Salinitas (ppt)Waktu Pengamatan (menit)
10 20 30 401 0 100% 100% 100% 100%2 10 100% 100% 100% 100%3 20 50% 0% 0% 0%
4 30 0% 0% 0% 0%
Tabel 5. Pengamatan Sintasan pada Ikan Nilem pada Perlakuan Direct
Transfer
NoSalinitas
(ppt)Waktu Pengamatan (jam)
24 48 72 961 0 0% 0% 0% 0%
2 10 80% 0% 0% 0%
3 20 0% 0% 0% 0%
4 30 0% 0% 0% 0%
Tabel 6. Pengamatan Sintasan pada Ikan Nilem pada Perlakuan Gradual
Transfer
No Salinitas (ppt)Waktu Pengamatan (jam)
24 48 72 961 02 10 80%3 20 0%4 30 0% 0%
Tabel 7. Pengamatan Osmolalitas Plasma dan Medium Ikan Nila
No SalinitasOsmolalitas Kapasitas
OsmoregulasiPlasma Medium1 0 327 189 1,972 10 372 383 0,973 20 341 600 0,564 30 295 822 0,358
Tabel 8. Pengamatan Osmolalitas Plasma dan Medium Kepiting
No SalinitasOsmolalitas Kapasitas
OsmoregulasiPlasma Medium1 0 591 189 3,132 10 687 383 1,793 20 612 600 1,024 30 331 822 0,4
Perhitungan:
1. Pengamatan Toleransi Salinitas Ikan Nilem (Osteochilus hasselti) pada
Perlakuan Direct Transfer
a. 0 ppt pada 10, 20, 30 dan 40 menit.
SR (Sintasan) = ∑ larva hidup di akhir x 100%
∑ larva awal
N0 = 10 ekor
Nt = 10 ekor
SR = Nt x 100 %N0
= 10 x 100 % = 100 %10
b. 10 ppt pada 10, 20, 30 dan 40 menit.
SR (Sintasan) = ∑ larva hidup di akhir x 100%
∑ larva awal
N0 = 10 ekor
Nt = 10 ekor
SR = Nt x 100 %N0
= 10 x 100 % = 100 %10
c. 20 ppt pada 10 menit
SR (Sintasan) = ∑ larva hidup di akhir x 100%
∑ larva awal
N0 = 10 ekor
Nt = 5 ekor
SR = Nt x 100 %N0
= 5 x 100 % = 50 %10
d. 20 ppt pada 20 menit
SR (Sintasan) = ∑ larva hidup di akhir x 100%
∑ larva awal
N0 = 10 ekor
Nt = 0 ekor
SR = Nt x 100 %
N0
= 0 x 100 % = 0 %10
e. 10 ppt pada 24 jam
SR (Sintasan) = ∑ larva hidup di akhir x 100%
∑ larva awal
N0 = 10 ekor
Nt = 8 ekor
SR = Nt x 100 %N0
= 8 x 100 % = 80 %10
f. 10 ppt pada 48 jam
SR (Sintasan) = ∑ larva hidup di akhir x 100%
∑ larva awal
N0 = 8 ekor
Nt = 0 ekor
SR = Nt x 100 %N0
= 0 x 100 % = 0 % 8
2. Pengamatan Toleransi Salinitas Ikan Nilem (Osteochilus hasselti) pada
Perlakuan Gradual Transfer
a. 10 ppt pada 24 jam
SR (Sintasan) = ∑ larva hidup di akhir x 100%
∑ larva awal
N0 = 10 ekor
Nt = 8 ekor
SR = Nt x 100 %N0
= 8 x 100 % = 80 %10
b. 10 ppt pada 48 jam
SR (Sintasan) = ∑ larva hidup di akhir x 100%
∑ larva awal
N0 = 8 ekor
Nt = 0 ekor
SR = Nt x 100 %N0
= 0 x 100 % = 0 % 8
3. Pengukuran Osmolalitas Plasma dan Media
a. Ikan Nilem (Osteochilus hasselti)
Kapasitas osmoregulasi = osmolalitas plasma osmolalitas media
= 295 822
= 0,358
b. Kepiting Bakau (Scylla serrata)
Kapasitas osmoregulasi = osmolalitas plasma osmolalitas media
= 331 822
= 0,4
Keterangan :
SR = derajat sintasan
N0 = jumlah ikan hidup pada awal penelitian
Nt = jumlah ikan hidup pada akhir penelitian
3.2 Pembahasan
Pengamatan toleransi salinitas yaitu untuk sintasan kelompok 3
menggunakan ikan nilem (Osteochilus hasselti). Perlakuan yang diberikan
adalah direct transfer dengan salinitas 0 dan 10 ppt pada waktu 10, 20, 30 dan 40
jam, hasilnya adalah 100% ikan hidup semua. Sedangkan pada salinitas 20
dengan waktu 10 menit, jumlah ikan yang hidup adalah 50%. Kemudian pada
waktu 20 menit, ikan nilemnya mati semua sama halnya dengan larva ikan yang
dimasukkan ke dalam salinitas 30 ppt pada waktu 10 menit. Setelah diaklimasi
selama 24 jam pada salinitas 10 ppt, jumlah larva ikan yang hidup adalah 80%.
Kemudian diaklimasi lagi menjadi 48 jam dan larva ikan tersebut mati semua.
Hasil pada perlakuan gradual transfer selama 24 jam dengan salinitas 10 ppt
adalah 80% larva ikan yang masih hidup. Sedangkan pada salinitas 20 ppt
selama 48 jam, hasilnya larva ikan nilem mati semua. Hal ini disebabkan ikan
nilem adalah ikan air tawar yang bersifat osmoregulator (memiliki konsentrasi
osmotik yang tetap atau konstan meskipun berada di lingkungan dengan
konsentrasi osmotik yang berubah-ubah) sehingga ikan nilem tidak mampu
mempertahankan kesetimbangan osmoregulasinya hingga akhirnya ikan tersebut
mati. Isnaeni (2006) menyatakan, hewan air tawar mempunyai cairan tubuh
dengan tekanan osmotik yang lebih tinggi dari lingkungannya
(hiperosmotik/hipertonis).
Hasil pengukuran osmolalitas plasma dan media pada ikan nila menunjukan
bahwa pada salinitas 0 ppt, 10 ppt, 20 ppt dan 30 ppt, osmolalitas medianya
berturut-turut adalah 189 mmol/kg, 383 mmol/kg, 600 mmol/kg, dan 822
mmol/kg. Sedangkan osmolalitas plasma darahnya berturut-turut adalah 327
mmol/kg, 372 mmol/kg, 341 mmol/kg, dan 295 mmol/kg. Sehingga kapasitas
osmoregulasinya berturut turut adalah 1,97 mmol/kg, 0,97 mmol/kg, 0,56
mmol/kg, dan 0,358 mmol/kg. Hasil pengukuran osmolalitas plasma dan media
pada kepiting bakau menunjukan bahwa pada salinitas 0 ppt, 10 ppt, 20 ppt dan
30 ppt, osmolalitas medianya berturut-turut adalah 189 mmol/kg, 383 mmol/kg,
600 mmol/kg, dan 822 mmol/kg. Sedangkan osmolalitas plasma darahnya
berturut-turut adalah 591 mmol/kg, 687 mmol/kg, 612 mmol/kg, dan 331
mmol/kg. Sehingga kapasitas osmoregulasinya berturut turut adalah 3,13
mmol/kg, 1,79 mmol/kg, 1,02 mmol/kg, dan 0,4 mmol/kg.
Semakin tinggi perlakuan salinitas yang diberikan, maka akan semakin
tinggi osmolalitas plasma dan osmolalitas medianya. Hal ini tidak sesuai dengan
Hurkat and Martur (1976) yang menyatakan bahwa ikan Nila mempunyai
tingkat osmolalitas yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan lingkungannya
dan dapat menyesuaikan diri sampai salinitas yang cukup tinggi, sedangkan ikan
nilem tidak mampu hidup pada salinitas yang cukup tinggi. Semakin tinggi
salinitasnya maka akan semakin tinggi nilai osmolalitas plasma dan medianya.
Grafik hubungan antara salinitas dengan kapasitas osmoregulasi menyatakan
korelasi negatif karena kurvanya naik dan turun. Spuit untuk mengambil darah
ikan. Osmometer berfungsi untuk mengukur osmolalitas baik plasma maupun
media. Mikrosentrifuge berfungsi untuk memisahkan plasma darah dengan
korpuskula. Handrefractometer berfungsi untuk mengukur salinitas. Larutan
EDTA berfungsi untuk mencegah penggumpalan darah.
Ikan Nila jika dilihat dari toleransinya terhadap perubahan kadar garam
termasuk ke dalam ikan yang eurihalin. Ikan eurihalin yaitu ikan yang toleransi
terhadap perubahan salinitasnya luas. Menurut Ville et al. (1988), organisme
eurihalin mempunyai mekanisme pengaturan renal dan ekstrarenal dalam
merespon perubahan salinitas yang terjadi dalam lingkungannya. Kebalikan dari
eurihalin adalah kelompok hewan stenohalin. Hewan stenohalin adalah hewan
yang toleransi terhadap perubahan salinitasnya sempit, contohnya ikan nilem.
Semakin tinggi konsentrasi maka semakin kecil nilai sintasannya atau semakin
banyak ikan yang mati. Ikan Nila jika dilihat dari toleransinya terhadap
perubahan kadar garam termasuk ke dalam ikan yang eurihalin. Ikan eurihalin
yaitu ikan yang toleransi terhadap perubahan salinitasnya luas. Menurut Weng et
al. (2002), organisme eurihalin mempunyai mekanisme pengaturan renal dan
ekstrarenal dalam merespon perubahan salinitas yang terjadi dalam
lingkungannya. Kebalikan dari eurihalin adalah kelompok hewan stenohalin.
Hewan stenohalin adalah hewan yang toleransi terhadap perubahan salinitasnya
sempit.
Sintasan adalah istilah ilmiah yang menunjukkan tingkat kelulushidupan
(survival rate) dari suatu populasi dalam jangka waktu tertentu. Istilah ini
biasanya dipakai dalam konteks populasi individu muda yang harus bertahan
hidup hingga siap berkembangatau dengan kata lain adalah kemampuan hewan
air dalam mempertahankan hidup. Berdasarkan kemampuan dalam bertahan
terhadap kondisi salinitas yang berbeda dibagimenjadi dua, yaitu hewan
eurihalin dan stenohalin. Hewab eurihalin adalah hewan yang mampubertahan
hidup dalam lingkungan dalam kondisi salinitas yang cukup luas, sedangkan
stenohalin adalah hewan yang hanya mampu bertahan hidup dengan kondisi
salinitas yang cukup sempit. Hewan euryhalin diantaranya yaitu ikan
bandeng,salmon, udang windu dan ikan nila, sedangkan yang termasuk hewan
stenohalin yaitu ikan mas, ikan tawes dan ikan nilem (Fujaya, 2004).
Hubungan antara plasma darah, media dan konsentrasi media atau salinitas
dapat dituliskan bahwa semakin tinggi konsentrasi media, maka semakin tinggi
pula media dan konsentrasi plasma darahnya. Besarnya osmolalitas pada plasma
darah lebih besar jika dibandingkan dengan osmolalitas media. Hal ini
disebabkan karena hewan-hewan air tawar harus menyimpan kadar garam pada
cairan tubuhnya lebih tinggi daripada yang terdapat dalam media (air). Oleh
karena itu, air akan masuk ke dalam tubuh secara osmosis dan garam keluar
secara difusi (Hickman, 1972).
Osmoregulasi adalah kemampuan organisme untuk mempertahankan
keseimbangan kadar dalam tubuh, didalam zat yang kadar garamnya berbeda.
Untuk organisme akuatik, proses tersebut digunakan sebagai langkah untuk
menyeimbangkan tekanan osmosis antara substansi dalam tubuhnya dengan
lingkungan melalui sel yang semi permeable. Dengan demikian, semakin jauh
perbedaan tekanan osmotik antara tubuh dan lingkungan, maka semakin banyak
energi metabolisme yang dibutuhkan untuk melakukan osmoregulasi sebagai
upaya adaptasi hingga batas toleransi yang dimilikinya. Osmoregulasi juga
berfungsi ganda sebagai sarana untuk membuang zat-zat yang tidak diperlukan
oleh sel atau organisme hidup (Nawangsari, 1988).
Kemampuan hewan dalam melakukan osmoregulasi dikelompokkan ke
dalam dua golongan, yaitu :
1. Osmokonformer
Osmokonformer adalah suatu organisme yang memiliki konsentrasi zat
terlarut dalam cairan tubuhnya yang berubah-ubah sesuai dengan konsentrasi zat
terlarut media eksternal. Konsentrasi cairan tubuh organism osmokonformer
sesuai dengan media eksternalnya, organisme dikatakan isoosmotik.
Homeostasis dari konsentrasi zat terlarut dalam cairan tubuh organisme
tergantung pada konsentrasi zat terlarut dalam media eksternal dan relatif
konstan. Umumnya adalah golongan osmokonformer konstan.
2. Osmoregulator
Osmoregulator yaitu hewan yang dapat meregulasi atau menjaga zat terlarut
dalam cairan tubuhnya dalam kondisi konstan (konsentrasi osmotik cairan
tubuhnya tidak berubah-ubah) meskipun hewan tersebut berada dalam
lingkungan eksternal yang ekstrim. Jika zat terlarut dalam cairan tubuh
organisme disimpan pada konsentrasi yang lebih tinggi dari media eksternal
(misalnya di danau) cairan tubuh hewan ini dikatakan hiperosmotik dan hewan
ini disebut hiperosmotik osmoregulator. Jika zat terlarut dalam cairan tubuh
organisme disimpan pada konsentrasi lebih rendah dibandingkan dengan media
eksternal (misalnya air laut) cairan tubuh organisme ini dikatakan hipoosmotik
dan hewan ini disebut hipoosmotik osmoregulator.Sebagian besar vertebrata laut
merupakan contoh dari osmoregulator (Ville et al., 1988).
Mekanisme osmoregulasi ikan air tawar adalah mula-mula ikan air tawar
mengalami dehidrasi, kemudian diatasi dengan minum banyak air dan dengan
sekresi urine pekat. Hal ini perlu dilakukan untuk menjaga agar konsentrasi
osmotik dalam tubuhnya tetap stabil. Ikan air tawar selalu menderita kemasukan
air secara terus menerus dari lingkungannya yang hipertonik, ikan ini memiliki
sisik-sisik yang tidak tertembus oleh air, akan tetapi membran insang akan
memberikan kemudahan bagi masuknya air ke dalam tubuh. Ikan air tawar
mempertahankan keseimbangan osmotik dan ionik di lingkungan lemah dengan
pengaktifan absorbsi garam melewati insang dan memompa air melewati ginjal.
Selain itu, ikan air tawar mendapat sejumlah garam dari makanan yang
merupakan cara utama menambah dan memelihara konsentrasi garam cairan
tubuh. Ikan Nila dan ikan Nilem merupakan contoh ikan air tawar yang bersifat
osmoregulator, yaitu hewan yang mempunyai tekanan osmotik tetap, walaupun
pada lingkungan yang berbeda (Gordon, 1982).
Faktor yang mempengaruhi osmoregulasi adalah salinitas, yaitu kadar ion-
ion terlarut dalam air dan dinyatakan dalam g/lt (1/00) atau ppt. Semakin tinggi
salinitas maka semakin tinggi tekanan osmotiknya. Hal ini membuktikan bahwa
salinitas berhubungan dengan tekanan osmotik air. Tingkat osmotik yang
diperlukan berbeda-beda sesuai dengan jenisnya, sehingga toleransi terhadap
salinitas pun berbeda-beda. Ikan air tawar tidak mampu beradaptasi terhadap
lingkungan dengan salinitas tinggi, karena sifatnya yang hiperosmotik (Gordon,
1982).
Suatu organisme dapat bertahan hidup jika konsentrasi garam dalam cairan
tubuh internal dipertahankan pada tingkat rendah sesuai dengan kebutuhan
metabolisme. Ikan air tawar akan mati jika berada pada larutan garam yang
berkonsentrasi tinggi karena ikan air tawar hanya mempunyai toleransi 0,1 %.
Konsentrasi garam yang semakin tinggi akan menyebabkan air yang terdapat
dalam tubuh ikan keluar, sehingga ikan akan mengalami dehidrasi dan dapat
mengalami kematian (Nawangsari, 1988).
Menurut Fujaya (2004), ada 3 pola regulasi ion dan air, yakni :
1. Regulasi hiperosmotik, yaitu pengaturan secara aktif konsentrasi cairan
tubuh yang lebih tinggi dari konsentrasi media.
2. Regulasi hipoosmotik, yaitu pengaturan secara aktif konsentrasi cairan
tubuh yang lebih rendah dari konsentrasi media.
3. Regulasi isoosmotik, yaitu bila konsentrasi cairan sama dengan konsentrasi
media.
Pada proses osmoregulasi, mekanisme transport aktif dalam menjaga
konsentrasi osmotik internal, homeostatis, ikan memanfaatkan protein
membrane untuk melakukan transport aktif ion yang terjadi di insang, esophagus
dan intestine (Susilo dan Sri, 2010). Ketika hewan euryhalin berpindah dari
kondisi hiperosmotik ke hipoosmotik tujuannya untuk memperoleh air yang
diikuti oleh hilangnya osmolilalitas dan air di dalam suatu volume menjadi
berkurang, oleh karena itu agar tidak terjadi maka lingkungannya harus stabil
dengan ion dan air yang seimbang. Organ yang berperan dalam osmoregulasi
meliputi selaput, insang, usus dan ginjal (Weng et al 2002).
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan sebelumnya dapat diambil kesimpulan
bahwa:
1. Ikan Nila bersifat eurihalin karena mampu bertahan hidup pada kisaran
salinitas yang luas dan disebut osmoregulator karena mampu
mempertahankan osmolaritas tubuhnya terhadap perubahan osmolaritas
lingkungan. Ikan nilem bersifat stenohalin karena mampu bertahan hidup
pada kisaran salinitas yang sempit dan jg termasuk golongan osmoregulator.
DAFTAR REFERENSI
Evans, D.H. 1998. The Physiology of Fishes Second Edition. CRC Press. New York.
Fujaya, Y. 2004. Fisiologi Ikan Dasar Pengembangan Teknik Perikanan. Rineka Cipta, Jakarta.
Gordon, M.S. 1982. Animal Physiology Principles. MacMillan Pub. Co., New York,
Hickman, C. F. 1972. Biology of Animals. The C. V. Mosby Company, Saint Louis.
Hurkat and Martur. 1976. A Text Book of Animal Physiology. Chank and Co. Ltd., New Delhi.
Isnaeni, Wiwi. 2006. Fisiologi Hewan. Penerbit Kanisu, Yogyakarta.
Nawangsari. 1988. Zoologi Umum. Erlangga, Jakarta.
Schmidt-Nielsen, K. 1990. Animal Phisiology Adaptation and Environment. Cambridge University Press, London.
Soetarto. 1986. Biologi. Widya Duta. Surakarta.
Susilo, U. dan Sri S. 2010. Osmoregulasi Ikan Sidat Anguilla bicolor McClellan Pada Media Dengan Salinitas Berbeda. Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.
Ville, C.W., W.F. Barnes, R.D. Barnes. 1988. Zoologi Umum. Erlangga, Jakarta.
Weng, Ching F., Chiang, C.C., Gong, H.Y., Chen, C.H., Huang W. T., and Wu, J. L. 2002. Bioenergetic of Adaptation to Salinity Transition in Euryhaline Teleost (Oreochromis mossambicus Brain. Institute of Biotechnology, National Dong Hwa University, Taiwan Vol. 227(1):45–50.