organis edisi 26

32

description

organis magazine

Transcript of organis edisi 26

Page 1: organis edisi 26
Page 2: organis edisi 26

diterbitkan oleh Aliansi Organis Indonesia (AOI), sebuah organisasi masyarakat sipil yang dibentuk oleh beberapa Lembaga

Swadaya Masyarakat (LSM), akademisi, organisasi tani, koperasi, peneliti dan pihak swasta yang bergerak di bidang pertanian organik dan fairtrade.

Dari Redaksi,Banyak konsumen mencari produk organik karena tahu akan manfaatnya.

Produk organik yang diproduksi tanpa menggunakan bahan-bahan kimia sintetis sangat diharapkan bisa mengurangi paparan bahan-bahan kimia sintetis yang berbahaya bagi tubuh. Proses pertanian organik yang

mengutamakan harmonisasi alam juga menjadi daya tarik bagi konsumen yang peduli akan keberlanjutan alam tanpa kontaminasi bahan-bahan yang

berbahaya. Namun seringkali konsumen mengaku tidak mudah mendapatkan produk organik yang berkualitas. Sebagian besar konsumen jauh dari sentra

produksi pertanian organik. Sementara itu, tak mudah juga konsumen mendapatkan produk organik di sekitarnya. Selain produknya yang tidak ada, tak jarang konsumen mendapatkan produk organik palsu. Kondisi inilah yang

menjadi salah satu pemicu adanya sertifikasi bagi produk organik.

Namun biaya sertifikat organik dari pihak ketiga (LSPO-Lembaga Sertifikasi Pangan Organik) ini sangat mahal. Sebagian besar petani organik skala kecil

mengaku kesulitan memenuhi biaya sertifikasi. Alhasil petani mengurungkan niatnya mengakses sertifikat organik. Sebaliknya, petani merasa sertifikat

organik mempersulitnya untuk mengembangkan produksi dan pasar organik. Selama ini petani organik skala kecil mengembangkan pertanian organik

dan memasarkan hasil panennya dengan penjaminan berbasis komunitas. Biasanya mereka juga memasarkan langsung pada konsumen.

Pembaca yang budiman, setelah sempat tampil dengan nama “Petani”, “Organis” kali ini tampil dengan wajah baru kembali. Edisi kali ini mengulas

bermacam manfaat, kekurangan dan tantangan dari sertifikat organik. Apakah sertifikat organik merupakan berkah atau bencana bagi petani maupun

konsumen organik. Semua tergantung dari pilihan petani maupun konsumen organik. Dalam isu utama, Organis akan menyajikan pandangan dari berbagai pihak tentang perlu tidaknya sertifikat organik bagi produsen dan konsumen,

manfaat dan kekurangan sertifikat. Organis juga mengupas perkembangan pertanian organik dan produk-produk organik dengan sertifikasi dari pihak ketiga maupun penjaminan berbasis komunitas, serba serbi BioFach yang

menawarkan produk-produk organik bersertifikat di tingkat global dan berbagai informasi pertanian organik lainnya.

Selamat Membaca!

RedaksiPenerbitAliansi Organis Indonesia (AOI)

Penanggung JawabDirektur Program AOIRasdi Wangsa

Pemimpin RedaksiSri Nuryati

Redaksi PelaksanaAni Purwati

Staf RedaksiRasdi WangsaLidya InawatiSucipto K. Saputro

Desain GrafisArief Rifali Firman

KeuanganEndang Priastuti

MarketingRizki Ratna A.

DistribusiIlyas

Alamat RedaksiJl. Kamper Blok M No.1Budi Agung, Bogor, Jawa BaratTelp./Fax+62 0251-8316294E-mailorganicindonesia@organicindonesia.orgWebsitewww.organicindonesia.org

Foto SampulPetrasa - anggota AOI, tawarkan produknya di pameran organik BioFachFotoRasdi Wangsa

ISSN : 2089 7294

Page 3: organis edisi 26

04 Surat Pembaca

Isu Utama :05 Sertifikat Organik, Berkah atau Bencana?

09 Kayu Manis Organik Malaris, Pegunungan Meratus

Asa dan Tantangan di Tengah Keterpurukan 12 Pertanian Indonesia

Jendela Konsultasi :14 Menangani Ulat Bulu secara Organis

Penjaminan Organis :15 Kakao Organik APKO Pidie: Tantangan Pasca Sertifikasi

Profil :18 Agrosilvopastoral, Sistem Pertanian Asli di Pulau Timor

Agribisnis :21 Bertani Sayur Organik di Lahan Gambut

Info Organis :25 BioFach, Pentas Organik Dunia

Bijak di Rumah :28 Mangga Manis dan Ekonomis dari Kaligayam

Ragam :30 Pestisida Nabati dari Tanaman Berkayu

Daftar isi:

Edisi 26 / Th. 8 (Sept-Des 2011) | 3

Ini semua tentang organik

Page 4: organis edisi 26

Sertifikasi bisa menjaga agar produk

organik terhindar dari pemalsuan dan

memberikan jaminan kualitas dari

produk organik itu. Namun sertifikasi

bukanlah satu-satunya jalan untuk

memberikan jaminan kualitas produk

organik. Petani bisa meyakinkan

konsumen akan kualitas produk

organiknya melalui sistem yang terbuka,

informasi yang jelas serta penjaminan

partisipatif.

| Edisi 26 / Th. 8 (Sept-Des 2011)4 | Edisi 26 / Th. 8 (Sept-Des 2011)4

| Surat Pembaca

Page 5: organis edisi 26

aat ini banyak petani telah berinisiatif mengembangkan pertanian organik. Namun upaya petani ini tidak mudah,

banyak petani mengalami kendala mulai pengetahuan pertanian organik hingga pemasaran produknya. Seringkali petani mengalami kesulitan saat memasarkan produk organiknya. Beberapa konsumen dan distributor yang akan membeli produk organiknya menanyakan sertifikat organik pada produk itu. Padahal bagi petani, biaya sertifikat itu mahal dan prosedurnya rumit. Alhasil, petani merasa bahwa sertifikasi itu hanya mempersulit pengembangan pertanian organiknya.

Sementara Aliansi Organis Indonesia (AOI) melihat bahwa sertifikasi bisa menjaga agar produk organik terhindar dari pemalsuan dan memberikan jaminan kualitas dari produk organik itu. Namun sertifikasi bukanlah satu-satunya jalan untuk memberikan jaminan kualitas produk organik itu. Petani bisa meyakinkan konsumen akan kualitas produk organiknya melalui sistem yang terbuka, informasi yang jelas serta penjaminan partisipatif.

Berkah atau Bencana? Sertifikat Organik,

Isu Utama |

Sertifikasi bisa menjaga agar produk

organik terhindar dari pemalsuan dan

memberikan jaminan kualitas dari

produk organik itu. Namun sertifikasi

bukanlah satu-satunya jalan untuk

memberikan jaminan kualitas produk

organik. Petani bisa meyakinkan

konsumen akan kualitas produk

organiknya melalui sistem yang terbuka,

informasi yang jelas serta penjaminan

partisipatif.

Edisi 26 / Th. 8 (Sept-Des 2011) | 5

Display produk organik di outlet D’NATURAL di Malang, Jawa Timur.Foto : Sri Nuryati

S

Page 6: organis edisi 26

| Edisi 26 / Th. 8 (Sept-Des 2011)6

| Isu Utama

Bibong Widyarti menjelaskan tentang produk organik saat Organic Green & Healthy Expo 2011.

Foto : Ani Purwati

Bibong Widyarti sebagai konsumen organik mengatakan bahwa sertifikat produk organik bisa memberikan jaminan yang benar dan bertanggungjawab atas kualitas produk organik terutama bagi produk yang akan diekspor. Sedangkan untuk produk organik yang dipasarkan di tingkat lokal, sertifikasi belumlah perlu. Cukup dengan penjaminan dari petani dan kepercayaan dari konsumen, petani bisa menjual dan konsumen bisa mendapatkan produk organik.

Beberapa konsumen pun merasa perlu dengan sertifikat organik. Namun sertifikat organik dari pihak ketiga atau Lembaga Sertifikasi Pangan Organik (LSPO) biasanya akan berdampak pada harga produk organik yang relatif lebih mahal. Padahal konsumen juga menginginkan harga produk organik yang relatif lebih murah.

Bagi konsumen menurut Widyarti yang juga sebagai anggota Dewan Perwakilan Anggota - Aliansi Organis Indonesia (DPA-AOI), sertifikat produk organik bisa memberi kekuatan hukum baik bagi petani maupun konsumen dan menjamin kualitas produk organik. Namun konsumen organik yang juga memberikan pendidikan tentang produk organik kepada masyarakat ini juga berharap agar LSPO bisa memberikan sertifikat produk organik dengan standar yang ketat. Sehingga konsumen maupun petani sebagai produsen benar-benar bisa mendapatkan manfaat dari produk organik yang berkualitas.

“Petani organik yang telah mendapatkan sertifikat organik pun bisa mendapatkan nilai lebih dari produk organiknya. Namun bagi petani organik kecil yang belum bisa

Sebagaimana menurut Huzna Zahir, Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) di Jakarta, konsumen mempunyai hak mendapat produk yang baik dan aman, hak mendapat informasi produk dan hak memilih. Konsumen bisa memilih produk dengan informasi lengkap dan tepat baik melalui iklan maupun label. Termasuk informasi isi produk, bagaimana proses, standar dan sebagainya.

Semua produk pangan termasuk produk organik mempunyai standar tertentu. Sudah atau belumnya standar itu dipenuhi, perlu pengecekan, pemeriksaan ataupun sertifikasi. Namun menurut Huzna, standar untuk produk pangan belum wajib. Yang terpenting produk itu bisa dipertanggungjawabkan dan ada pihak yang mengontrol.

Selama ini menurut Huzna, konsumen memilih pangan organik karena kepercayaan juga. Dengan klaim organik saja atau tanpa logo sertifikasi, tapi ada informasi yang transparan (terbuka), kontak yang jelas, akuntabilitas produsen bisa memberi kepercayaan pada konsumen. “Apapun produk itu tergantung pilihan konsumen yang bermacam-macam. Ada yang perlu logo dan ada yang tidak,” ungkap Huzna.

Menurutnya, logo atau sertifikat itu terkait dengan kepentingan dagang dan distributor. Sementara konsumen lebih ke feeling atau rasa pilihannya. Sertifikat bukanlah satu-satunya jalan dalam memasarkan produk organik dan tidak sampai ke situ. Masyarakat atau konsumen akan percaya suatu produk karena tahu bagaimana prosesnya. Tapi kalau untuk konsumen yang jaraknya jauh, sertifikat bisa memberi kepastian atau jaminan produk organik itu.

Page 7: organis edisi 26

Edisi 26 / Th. 8 (Sept-Des 2011) | 7

Isu Utama |

mendapatkan sertifikat dari pihak ketiga, seharusnya juga tetap mendapat perhatian dari para pengambil kebijakan atau pemerintah,” ungkap Widyarti.

Para petani organik kecil ini biasanya telah mengembangkan penjaminan partisipatif atau berbasis komunitas. Dengan melibatkan berbagai pihak termasuk konsumen organik, penjaminan partisipatif ini lebih mengikat petani untuk melakukan praktik pertanian organik secara sadar, terbuka dan benar.

Kebijakan pro petani Menurut beberapa ahli pertanian, pada prinsipnya pertanian organik adalah suatu usaha yang sangat mulia dan baik untuk pertanian. Tanpa atau berkurangnya bahan kimia (pupuk dan pestisida kimia atau anorganik), petani bisa lebih memanfaatkan tanah pertanian secara berkelanjutan. Disamping itu bagi masyarakat sebagai konsumen, pangan organik akan mengurangi konsumsi residu kimia yang dapat berakibat tidak baik dalam kesehatan. Untuk itu Dr. Sunarya sebagai mantan salah satu Deputi di Komite Akreditasi Nasional (KAN) menghimbau agar para pengambil kebijakan publik, ilmuwan dan tokoh masyarakat perlu mendukung adanya pertanian organik.

Untuk menghindari dan mencegah pemalsuan produk organik petani, Sunarya mengatakan bahwa jaminan mutu keorganikan perlu dikembangkan. Bila petani organik kecil sulit mendapatkan jaminan atau sertifikat organik

karena biayanya mahal, maka pemerintah seharusnya bisa membantu. Ini karena produksi petani organik kecil tidak besar (mass production) yang tentunya relatif kurang efisien untuk sertifikasi dibanding petani besar.

“Dalam situasi yang demikian maka saya berpendapat perlu adanya kebijakan pro petani kecil yang harus diambil oleh pengambil kebijakan publik dalam hal sertifikat pangan organik hasil pertanian dari petani kecil,” tegas Sunarya yang saat ini menjabat sebagai Ketua Yayasan Semangat Bersemi.

Menurutnya sertifikat adalah suatu surat keterangan yang menyatakan kesesuaian suatu produk dengan persyaratan standar tertentu misal standar pertanian organik. Lembaga sertifikasi pihak ketiga yang biasanya diakui masyarakat melalui akreditasi dan pengakuan oleh otoritas kompeten mengeluarkan sertifikat ini. Model lembaga sertifikasi ini tidak dapat memberikan konsultasi dan biayanya biasanya relatif mahal.

Self declare Pihak kedua yaitu pembeli dari petani, pengecer maupun supermarket juga bisa memberikan pengakuan dan jaminan produk organik. Hal ini bisa dilakukan tetapi bersifat terbatas, dan jarang pihak pengecer yang tertarik dalam kegiatan ini karena merepotkan pengecer. Jaminan mutu juga dapat di lakukan dengan self declare yaitu pihak produsennya sendiri menyatakan bahwa produknya telah diproduksi berdasakan standar dan hasilnya berupa pangan organik.

Aneka produk organik bersertifikat.

Foto : Sri Nuryati

Page 8: organis edisi 26

Menurut Sunarya, petani organik skala kecil cocok menerapkan model self declare, tetapi dengan bantuan pembina yang juga sekaligus penjamin. Pembina dan penjamin yang tidak komersial memberikan insentif berupa bantuan pembinaan dan penjaminan keorganikan baik dalam proses produksi maupun produknya.

Kebijakan ini memang kurang populer terutama bila dilihat dari kebijakan yang berorientasi liberal. Tetapi bagi petani kecil saat ini memang masih merupakan pilihan yang cocok. Dalam hal ini pemerintah sebagai pengambil kebijakan publik yang seharusnya memperhatikan petani kecil. Mereka memerlukan perlindungan, pembinaan dan perhatian agar dapat ikut berperan dalam pengembangan dan penerapan pertanian organik.

Penjaminan partisipatif berperan aktif Untuk membantu petani kecil dalam hal penjaminan organik tersebut, penjaminan partisipatif (Participatory Guarantee Systems - PGS) atau di Indonesia disebut Penjaminan Mutu

Organis (PAMOR) dapat berperan secara aktif dengan mengacu pada azas manfaat baik bagi kelestarian, insentif bagi petani dan perlindungan konsumen. Tetapi PGS harus benar-benar bertanggungjawab dalam produksi dan mutu produknya sesuai dengan kriteria pertanian dan pangan organik.

Dalam pelaksanaan pemikiran tersebut di atas, Sunarya menghimbau pemerintah sebagai pengambil kebijakan publik yang pro petani kecil perlu mempertimbangkan PGS ke dalam regulasi yang dibuatnya. Hanya dengan regulasi yang pro petani yang dapat mensejahterakan petani di masa mendatang.

Menurut Huzna Zahir, bila publik, konsumen dan pasar bisa menerima penjaminan partisipatif (PGS) dari petani sebagai produsen pangan organik, maka pemerintah juga bisa menerima dan mengakui. Sistem PGS yang diakui publik dan pemerintah bisa memberi pegangan kepastian produk organik bagi konsumen.(ANP)

| Edisi 26 / Th. 8 (Sept-Des 2011)8

Poduk organik dengan penjaminan partisipatif.Foto : Sri Nuryati

Page 9: organis edisi 26

Kayu Manis Organik Malaris,

Pegunungan Meratus

Edisi 26 / Th. 8 (Sept-Des 2011) | 9

Hasil bumi di Indonesia sangat melimpah, karena begitu banyak ragamnya hingga sangat dikenal di dunia, salah satunya adalah kayu manis. Kayu manis adalah sebutan untuk tumbuhan yang menghasilkan kulit kayu yang terasa manis. Orang awam sering melihatnya dalam bentuk potongan kulit kayu berukuran kecil-kecil yang berwarna coklat, menggelung. Biasanya digunakan untuk bumbu dapur. Sedikit sekali yang tahu bahwa fungsi lainnya adalah penyedap seduhan minuman kopi dan obat herbal.

Malaris adalah sebuah perkampungan (penduduk di sana menyebutnya ‘balai’ - red) sederhana dengan

perpaduan bangunan atau rumah modern dan tradisional. Balai Malaris sendiri adalah salah satu balai yang terdapat di Desa Loklahung, Kecamatan Loksado, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan (Kalsel). Di wilayah Balai Malaris ini terdapat 28 orang petani kayu manis dengan potensi paling sedikit 45.000 batang kayu manis produktif yang jika dikonversikan dalam kilogram mencapai paling tidak terdapat 450.000 kg kayu manis potensial siap panen.

Ke-28 petani kayu manis ini tergabung dalam Kelompok Petani Kayu Manis Organis dan bermitra dengan Yayasan Cakrawala Hijau Indonesia (YCHI), Banjarbaru dan Aliansi Organis Indonesia (AOI), sejak tahun 2007. Dan berkat ketekunan dan keinginan masyarakat di sana, kelompok petani kayu manis ini kini telah memiliki sertifikat kayu manis organik yang berstandar nasional dan Internasional. Ini adalah suatu peluang luar biasa jika kayu manis organik Malaris bisa menembus jaringan pasar organik di tingkat nasional maupun internasional.

Isu Utama |

Foto: Arief Rifali Firman

Page 10: organis edisi 26

Setelah 10 tahunSiapa sangka, ternyata petani kayu manis harus menunggu hingga 10 tahun untuk dapat memanen kayu manisnya! Menurut Bapak Yuli, salah seorang petani kayu manis di Balai Malaris, Dayak Meratus, Loksado, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan, kayu manis baru layak dipanen jika berusia 10 tahun. Ketebalan kulitnya sudah mencapai sekitar 1 - 1,5 cm.

Saat berbincang dengan ORGANIS beliau baru saja memanen 10 batang kayu manis. Dibantu keluarganya, beliau tengah sibuk mengikat stik-stik kayu manis yang sudah dijemur sepanjang 40 cm menjadi ikatan seberat kurang lebih 12 kg.

Untuk menghasilkan kayu manis yang siap jual, petani perlu melakukan beberapa hal. Setelah memilih batang kayu manis yang sudah cukup umur, maka pohon ditebang, kemudian dipotong-potong sesuai kebutuhan (biasanya dipotong sepanjang 40 cm). Setelah itu baru dikerik/dikerok kulit luarnya hingga bersih dan yang terlihat hanya kulit dalamnya saja. Warnanya agak kekuningan layaknya kupasan kulit kayu lainnya (biasanya dilakukan di rumah petani). Setelah dikerok, maka kulit kayu manis dijemur di bawah terik matahari. Jika teriknya menyengat, biasanya penjemuran cukup selama 2-3 hari sampai mencapai kadar air 10%. Jika hasilnya sudah patah kering baru dijual.

Untuk pemasaran kayu manis, masyarakat sudah memiliki jaringan tersendiri dengan para pembeli, sehingga untuk pemasarannya, sampai saat ini masih cukup baik. Kayu manis yang terdapat di kawasan Pegunungan Meratus, Kecamatan Loksado Kabupaten Hulu Sungai Selatan ini merupakan kayu manis dengan kualitas nomor satu, sehingga laku dicari konsumen. Biasanya pedagang perantara/tengkulak siap membeli kayu manis Meratus di pasar Loksado sehingga petani tidak harus membuang waktu ke Banjarmasin.

Tebang – tanamKearifan tradisional yang tetap dijaga membuat hutan kayu manis di kawasan ini tetap terjaga kelestariannya. Bapak Yuli menjelaskan bahwa luasan areal hutan kayu manis di kawasan ini cenderung stabil karena setiap memanen batang kayu manis, mereka diharuskan untuk menanam kembali bibit kayu manis. “Masih

| Edisi 26 / Th. 8 (Sept-Des 2011)10

| Isu Utama

banyak (pohon kayu manis-red), 20 tahun lagi masih bisa panen. Lagipula banyak juga anakan yang tumbuh di sekitar pohon yang ditebang,” katanya.

Masyarakat Dayak Loksado memang sangat menjaga kelestarian lingkungannya. Mereka membentuk kelompok masyarakat Mangunraksa yang bertugas menjaga kawasan hutan kayu manis dan kemiri serta kelestarian anggrek yang ada di kawasan pegunungan tersebut.Demikian diungkapkan oleh Rudy E. Redhani, yang sudah sekitar 10 tahun mendampingi masyarakat di kaki Meratus ini.

Hingga saat ini, Udur (sapaan akrabnya) dan kelompoknya masih setia mendampingi petani di sana mengelola hutan kayu manis dan potensi alamnya. “Kalau ke sini (Malaris – red) jangan membayangkan kebun kayu manis yang tertata rapi. Hutan kayu manis di sini adalah hutan yang di dalamnya tumbuh pula karet, kemiri, rambutan dan beragam buahhutan,” kata Udur. ”Kami tetap menjaga keaslian hutan Malaris ini walau kebun karet, saat ini memang lebih menjanjikan. Kesetiaan mereka ini karena dari dahulu hutan kayu manis memang sudah ada di sana, dan kita harus tetap menjaganya,“ tambahnya.

Senyum MalarisUpaya kelompok tani organik kayu manis serta masyarakat Dayak Meratus di Balai Adat Malaris, Loksado Kalimantan Selatan tidak sia-sia. Kini mereka dapat tersenyum gembira. Ini setelah kayu manis yang merupakan

Kulit kayu manis yang sedang dijemur.Foto : Sucipto Kusumo

Hutan kayu manis.Foto : Sucipto Kusumo

Petani mengikat kayu manis.Foto : Sri Nuryati

Proses penimbangan kayu manis.Foto : Sucipto Kusumo

Page 11: organis edisi 26

Edisi 26 / Th. 8 (Sept-Des 2011) | 11

salah satu produk utama pertanian di kawasan ini (selain karet dan padi – red) mendapatkan sertifikat organik dari PT BIOCert Indonesia. Penyerahan sertifikat secara simbolis ini diberikan pada tanggal 26 Mei 2010 lalu di Jakarta berbarengan dengan Agro and Expo 2010.

Upaya mengorganikkan kayu manis di kaki Meratus ini rupanya juga sejalan dengan kearifan tradisional masyarakat di sana. Selain mampu menjaga hutan, juga mampu mendongkrak harga kayu manis. Harga kayu manis di tingkat petanipun terdongkrak naik. Yang tadinya hanya Rp 8.000,00/kg untuk kayu manis konvensional, kini dengan ber-organik, kayu manis di kawasan ini dihargai Rp 14.500,00/kg.

Keberhasilan mendapatkan sertifikat organik ini adalah buah dari kerja keras para petani kayu manis Balai Malaris yang selama kurang lebih 2 tahun telah mengajukan permohonan sertifikasi kepada PT BIOCert Indonesia.

Kegiatan untuk mendapatkan sertifikat organik ini adalah sebagai upaya untuk mengoptimalkan potensi kayu manis di kawasan ini guna didorong ke pasar ekspor. Dengan mengantongi sertifikat organik nasional dan Eropa, kayu manis Malaris diharapkan mampu menembus pasar ekspor dan memberikan kontribusi ekonomi untuk masyarakat lokal di kaki Meratus. (SNY)

Manfaat Kayu Manis

• Sakit PerutMadu yang dicampur bubuk kayu manis dapat mengobati sakit perut. Juga dapat membersihkan perut serta menyembuhkan bisul hinggakeakar-akarnya.

• KembungPenelitian yang dilakukan di India dan Jepang menyatakan bahwa madu yang diminum bersama kayu manis panas dapat membuat nafas tetap segar sehari penuh. Orang Amerika Selatan biasa meminum ramuan tersebut di pagi hari.

• KelelahanWarga usia lanjut yang mengkonsumsi madu dan bubuk kayu manis dengan ukuran sama, terbukti lebih waspada dan fleksibel. Penelitian Dr. Milton membuktikan 1/2 sendok makan madu yang diminum bersama segelas air dan ditaburkan bubuk kayu

manis dapat meningkatkan vitalitas tubuh dalam seminggu. Ramuan tersebut diminum setiap hari setelah menggosok gigi dan jam 3 sore pada saat vitalitas tubuh menurun.

• Kelebihan Berat BadanMinum segelas air yang direbus bersama madu dan bubuk kayu manissetiap pagi 1/2 jam sebelum sarapan atau saat perut masih kosong. Bila dilakukan secara teratur dapat mengurangi berat badan, bahkan bagi orang yang sangat gemuk. Minum ramuan ini secara teratur akan mencegah lemak terakumulasi dalam tubuh, meski tetap makan makanan kalori tinggi.(SNY)

Upaya

mengorganikkan kayu

manis di kaki Meratus

ini selain mampu

menjaga hutan, juga

mampu mendongkrak

harga kayu manis

menjadi lebih tinggi di

kawasan ini.

Kayu manis organik.Foto : Sri Nuryati

Isu Utama |

Page 12: organis edisi 26

| Edisi 26 / Th. 8 (Sept-Des 2011)12

| Isu Utama

Bangga menjadi Penggerak Pertanian Organik

Asa dan Tantangan di Tengah Keterpurukan

Pertanian IndonesiaPertanian,..., petani,... sebuah kata yang langsung menggambarkan situasi yang tidak

menarik. Kotor, berlumpur, kulit hitam pekat, kumuh,... dan berbagai simbol-simbol ketidakmenarikan dunia pertanian. Desa-desa pertanian telah senyap ditinggalkan pekerja-pekerja produktifnya pergi merantau ke negeri sebrang menjadi TKI. Lihatlah

nasib petani padi kita, pendapatan mereka berkisar di 300-500 ribu per bulan. Bagaimana mungkin keluarga mereka dapat bersaing untuk mendapatkan pendidikan yang baik

untuk masa depan mereka?

Hamparan lahan pertanian orgnik di Desa Cijulang, Bogor, Jawa Barat.Foto: Ani Purwati

Page 13: organis edisi 26

Edisi 26 / Th. 8 (Sept-Des 2011) | 13

Isu Utama |

Situasi petani kita semakin mengenaskan lagi dengan fenomena perubahan iklim dan kerusakan lingkungan

yang menuding petani sebagai biang keroknya.Pun begitu, dimanapun itu, di muka bumi ini tetap saja para optimister terus tumbuh dan berkembang, termasuk di dunia pertanian. Asa dan harapan untuk menjadikan dunia pertanian menjadi sesuatu yang membanggakan diupayakan dengan mengembangkan pertanian organik. Membanggakan karena kita menyediakan pangan yang sehat dengan harga yang berkeadilan bagi kehidupan masyarakat ke arah yang lebih baik. Selain petani yang mengembangkan pertanian organik bertambah, kebutuhan dan permintaan produk organik dari konsumen juga meningkat. Kondisi ini semakin memperkuat pesatnya perkembangan pertanian organik di Indonesia dan di tingkat global.

Sayangnya kondisi ini kurang mendapat perhatian dari para pihak pembuat kebijakan untuk menghasilkan kebijakan yang mendukung. Menurut Ita Munardini dari Otoritas Kompeten Pertanian Organik (OKPO), Kementerian Pertanian RI saat Rapat Umum Anggota AOI di Pontianak, Kalimantan Barat (Kalbar), salah satu target pemerintah di 2010 adalah pasar organik tidak lagi menjadi permasalahan minimal di tingkat ASEAN, namun target ini mengalami keterlambatan karena banyak hal sehingga program tidak berjalan sesuai rencana. “Sejauh ini dukungan Aliansi Organis Indonesia (AOI) sangat penting. AOI fokus sekali dalam pengembangan pertanian organik. Ini menjadi support yang luar biasa bagi pemerintah,” ungkap Munardini.

Seiring perkembangan pertanian organik saat ini, tantangan yang dihadapi juga semakin kompleks. Mulai dari masalah internal hingga eksternal petani. Sementara itu pemerintah nampak masih mengalami dilema untuk mengeluarkan kebijakan yang mendukung petani organik. Dan bahkan beberapa kebijakan pemerintah yang ada mengancam semangat petani organik untuk melakoni praktik-praktik pertanian organik yang baik dan benar. Baru-baru ini Kementerian Pertanian telah menyusun Peraturan Menteri tentang Pangan Organik yang mensyaratkan adanya kewajiban untuk mengakses sertifikat organik.

Rasdi Wangsa, Direktur Program Aliansi Organis Indonesia (AOI) melihat bahwa draf permentan, khususnya pasal 33 terkait kewajiban sertifikasi ini bisa mengancam pengembangan pertanian organik yang sebagian besar dilakukan petani organik kecil secara sadar. Sertifikasi pihak ketiga ini sangat mahal dan rumit. Petani kecil yang bermodal kecil mengaku sulit untuk bisa mengaksesnya.

Menghadapi berbagai tantangan saat ini, dengan anggota yang bertambah dari 63 menjadi 79 baik individu maupun lembaga dengan jumlah ribuan petani organik atau meningkat sekitar 25 persen, AOI harus memperkuat organisasi maupun kapasitasnya. Menurut Sabastian Saragih, Presiden Dewan Perwakilan Anggota - Aliansi Organis Indonesia (DPA-AOI), melalui organisasi dan kapasitas yang kuat, AOI akan mampu menghadapi bermacam tantangan pengembangan pertanian organik baik di antara anggota, di tingkat nasional maupun global.

Untuk meningkatkan kapasitas atau kemampuan petani organik, AOI memberikan berbagai pelatihan terkait praktik pertanian organik, sistem pengawasan internal (Internal Control System - ICS), peningkatan kualitas produk, penjaminan partisipatif, sertifikasi, perdagangan berkeadilan dan sebagainya. AOI juga akan memperluas terbukanya pasar produk organik baik di tingkat lokal atau global. Pentingnya dukungan konsumen terhadap produk organik juga merupakan peluang bagi AOI untuk memperluas pasar produk organik. AOI akan meningkatkan penyebaran informasi dan pendidikan bagi konsumen untuk mengenal dan lebih mendukung produk organik.

Melalui kerjasama dan jaringan baik di tingkat nasional maupun internasional, AOI akan mewujudkan program-program tersebut dan mencapai target baik peningkatan produksi dan pendapatan petani maupun konsumsi produk organik. Di tingkat internasional, AOI sebagai anggota IFOAM akan bekerjasama dengan berupaya menempatkan perwakilan anggota AOI pada World Board IFOAM pada General Assembly 2014. (ANP/RSW/SNY)

RUA AOI 2011 di Pontianak, Kalbar bahas tantangan dan solusi pengembangan pertanian organik di In8donesia.Foto: Wendy

Edisi 26 / Th. 8 (Sept-Des 2011) |

Page 14: organis edisi 26

| Edisi 26 / Th. 8 (Sept-Des 2011)14

Cara Mengendalikan Ulat Bulu

Dear Redaksi,

Apakah kami bisa mendapatkan petunjuk untuk menangani ulat bulu pada tanaman kami?Terima kasih,

Soesilawati HadisoesiloDusun Kalireso, Kecamatan Pakem, Yogyakarta

| Jendela Konsultasi

Agung Prawoto

Standar dan Sertifikasi

YP Sudaryanto

Sayuran Organik

Daniel Supriyono

Padi Organik

SabirinTanaman Tahunan

Diah SetyoriniKesuburan

Tanah

Toto HimawanHama dan Penyakit Tanaman

Agus Kardinan

Pestisida Nabati

Redaksi Ahli

1 Dengan pemeliharaan serta pelestarian musuh alami seperti predator semut rangrang dan burung. Caranya

jangan menangkap burung dan mengambil telur semut, bahkan harus melestarikannya dengan cara membuatkan

sarangnya.

2 Pengendalian secara mekanis, yaitu dengan merontokan ulat dan atau membakarnya.

3 Pemasangan lampu perangkap (light trap) untuk membunuh ngengat, karena ngengat aktif di malam

hari dan tertarik cahaya.

4 Pemeliharaan dan pelepasan parasitoid, dengan cara mengumpulkan kepompong dan memasukannya ke

dalam botol plastik yang diberi lubang-lubang, sehingga ngengat tidak dapat keluar, sedangkan parasitoidnya dapat

keluar.

5 Penggunaan agens hayati (jamur, virus, bakteri, nematode), dengan cara mengumpulkan ulat yang

mati terkena virus (menggelantung) dan mengaduknya dengan air, lalu menyemprotkan kembali ke ulat,

mengumpulkan kepompong atau ulat yang terkena jamur (berwarna putih – jamur Beauveria dan hijau –

jamur Metarhizium), lalu perbanyak di media jagung dan semprotkan ke ulat.

Agus Kardinan menjawab :Ada beberapa cara yang bisa digunakan untuk menangani ulat bulu, di antaranya:

6 Pemasangan pembatas (barrier) pada batang pohon mangga berupa lem atau kain beracun bagi yang

sifatnya ketika malam naik ke atas untuk memakan daun dan siangnya turun ke batang untuk istirahat.

7 Apabila cara 1 – 6 belum berhasil, maka dapat digunakan insektisida alami yang relatif ramah

lingkungan, di antaranya insektisida nabati (berasal dari tumbuhan), seperti mimba, tembakau, akar tuba, piretrum,

gadung, suren dan lainnya. Perlu diketahui bahwa insektisida nabati bekerja lambat tidak seperti insektisida sintetis.

8 Apabila cara 1 – 7 belum berhasil, dapat digunakan campuran minyak tanah (2-5%) dengan sabun cair

(2–5%) dan air (90-96%), lalu semprotkan ke ulat.

Selamat Mencoba,..

Page 15: organis edisi 26

Penjaminan Organis |

Edisi 26 / Th. 8 (Sept-Des 2011) | 15

Kakao Organik APKO Pidie:

Sebuah kabar gembira datang dari Lembaga Sertifikasi Organik Internasional (IMO – Institute of Marketekology Organization) yang berpusat di Swiss, akhir Juni 2011 lalu. Kabar itu adalah berhasilnya para petani di Pidie,

Provinsi Aceh yang tergabung dalam Koperasi Kakao Organik (APKO) Pidie, memperoleh sertifikat organik untuk produk kakaonya.

Tantangan Pasca SertifikasiOleh : Tommy Mulyadi

Petani kakao organik APKO Pidie.Foto: Tommy Mulyadi

Page 16: organis edisi 26

| Edisi 26 / Th. 8 (Sept-Des 2011)16

| Penjaminan Organis

Pertengahan September 2011 lalu, Eva Gemmel, IMO Swiss

Representative Asia Departement datang ke Aceh untuk memberikan petunjuk bagi para petani kakao organik. Dia mengatakan para petani yang tergabung di Koperasi APKO Pidie telah berhak menggunakan label organik pada produk kakaonya dan menjual dengan mendapatkan harga premium - lebih mahal 10 persen dari harga jual per kilogram ke pasar Amerika Serikat maupun Eropa.

Keberhasilan mendapat sertifikat organik itu mendatangkan tantangan lain bagi para petani kakao di Pidie. Yaitu terkait pemasaran kakao organik petani. Sampai dengan panen puncak pada Desember 2011 hingga Januari 2012, koperasi belum mendapatkan kontrak yang menjamin pemasaran kakao organik. Tanpa kepastian pemasaran produk kakao organik, maka sertifikat kakao organik dan fairtrade di Koperasi Kakao Organik APKO Pidie akan menjadi sia-sia.

Untuk itu, ActionAid Australia dan Yayasan Keumang bersama Pemerintah Aceh serta petani yang menjalankan program kakao Aceh terus mencari jalan agar dapat

melakukan pemasaran kakao organik sebagaimana mestinya, sehingga petani memperoleh keuntungan yang maksimal dengan sertifikat yang tidak diperoleh petani kakao Koperasi APKO Pidie dengan serta merta. Berbagai persoalan telah mereka lalui sejak awal, konflik berpengaruh besar terhadap pasang surut kehidupan petani.

Konflik yang mendera Aceh sejak 1976 akibat gerakan menuntut kemerdekaan, membuat petani tak bisa bangkit. Lahan-lahan pertanian, termasuk kakao banyak terbengkalai. Kemiskinan merajalela. Di Pidie, daerah yang menjadi basis GAM (Gerakan Aceh Merdeka), banyak petani kakao yang berganti profesi atau pindah ke daerah lain. Lahan kakao menjadi tidak terawat dan jauh dari pemeliharaan. Lahan kakao pun menjadi hutan kakao.

Pasca penandatanganan MOU Helsinki antara Pemerintah Indonesia dengan GAM pada 15 Agustus 2005, barulah petani mulai beraktifitas kembali dan merawat kebun kakaonya.

Masalah lain muncul, produktivitas dan produksi kakao petani rendah, kemudian tidak adanya lembaga

petani mengakibatkan kemandirian petani di lapangan menjadi lemah sekali. Akibatnya petani harus pasrah dengan harga yang ditetapkan tengkulak/pengumpul, bahkan ironisnya praktik ijon, dimana petani meminjam uang dari tengkulak dengan jaminan kakao di musim panen berikutnya marak terjadi. Petani banyak yang pasrah dengan harga yang ditetapkan oleh tengkulak, walaupun harga kakao di pasar kabupaten dan Medan jauh lebih tinggi.

Petani kakao di Pidie umumnya menjual kakaonya setelah dikeringkan 1-3 hari yang dibeli dengan harga Rp 15.000,00 - Rp 18.000,00 per kg.Biasanya agen atau yang sering disebut muge membeli biji kakao petani. Harga ini selalu berfluktuatif dan sangat merugikan petani. Sementara harga kakao di pasaran nasional maupun internasional cenderung stabil.

Dari permasalahan di atas, ditopang keinginan bersama untuk meningkatkan pendapatanpetani kakao dari hasil usaha kakaonya, petani bersepakat untuk membentuk wadah bersama. Dalam kesepakatan

Kakao organik Apko Pidie.Foto: Ani Purwati

Penyimpanan kakao organik Apko Pidie.Foto: Tommy Mulyadi

Page 17: organis edisi 26

Penjaminan Organis |

Edisi 26 / Th. 8 (Sept-Des 2011) | 17

bersama, para petani memutuskan untuk membentuk wadah dalam kakao organik dan fairtrade.

Ada beberapa alasan mengapa petani menerapkan sistem pertanian organik, di antaranya adalah pemakaian input pertanian dengan menggunakan bahan kimia telah menyebabkan perubahan kondisi tanah sehingga tidak produktif lagi dan merusak ekosistem, disamping itu petani harus mengeluarkan biaya produksi yang cukup besar untuk membeli pupuk, pestisida dan herbisida kimia. Seiring waktu pemakaian bahan kimia semakin bertambah dan hasil yang diperoleh tidak sebanding dengan biaya produksi yang dikeluarkan petani. Efek pemakaian bahan kimia juga menyebabkan tanaman kakao rentan terhadap hama dan penyakit, biasanya tanaman kakao bisa berproduksi 10-15 tahun tetapi dengan kondisi pemakaian bahan kimia, tanaman kakao hanya bisa berproduksi maksimal 5 tahun.

Lembaga petani kakao terbentuk Petani kemudian membentuk lembaga petani dengan nama Asosiasi Petani Kakao Organik (APKO) Pidie, yang terletak di Desa Amud

Mesjid, Kecamatan Geulumpang Tiga, Kabupaten Pidie. GIZ dan Ekonid Indogerm memfasilitasi pendirian APKO Pidie pada tahun 2007, melalui “Program Kakao Organik Fairtrade Aceh.” Dengan dukungan kedua lembaga ini, petani kakao dapat meningkatkan kapasitas budidaya kakao yang berkelanjutan, mendapat sertifikat kakao organik dan fairtrade, serta pembangunan kantor koperasi dan unit pengolahan kakao menggunakan solar sel.

Pembentukan asosiasi pada awalnya dikarenakan ketidakpercayaan petani terhadap koperasi. Namun dengan sosialisasi oleh Pemda setempat beserta Staf GIZ, APKO Pidie kemudian berganti menjadi Koperasi Kakao Organik APKO Pidie pada Rapat Anggota Tahunan (RAT) Koperasi tahun 2009. Koperasi ini mempunyai anggota 500 petani kakao dengan luas areal kakao mencapai 772,25 ha dengan kapasitas produksi 377.250 ton per tahun. Dari 500 petani anggotanya, 297 petani mengikuti program sertifikasi organik dan fairtrade. Dari sekian koperasi kakao yang ada di Aceh, koperasi tersebut merupakan yang pertama di Aceh dalam menerapkan sistem pertanian

organik dan fairtrade. Koperasi yang juga menerapkan sistem pertanian organik dan fairtrade lainnya adalah Koperasi CoCoa di Aceh Utara.

Untuk sertifikat organik, koperasi bekerjasama dengan lembaga sertifikasi internasional IMO Swiss sedangkan sertifikat fairtrade dengan FLO Internasional. Koperasi sudah menerapkan sertifikat organik dari IMO Swiss sejak koperasi didirikan, dan setelah menunggu 4 tahun masa konversi, pada tahun 2011 koperasi mendapatkan sertifikat organik IMO Swiss. Sementara untuk sertifikat fairtrade yang sebelumnya bekerjasama dengan FLO Internasional, koperasi memutuskan untuk menggunakan lembaga IMO Swiss sebagai lembaga sertifikasi organik dan fairtrade. Hal ini untuk menghemat biaya sertifikasi yang dikeluarkan oleh koperasi.

Proses penimbangan kakao organik.Foto: Tommy Mulyadi

Tommy Mulyadi Organic & Fairtrade Officer, AEDFF Action Aid Australia - Yayasan KeumangJl. Kayee Adang No. 11 Lamnyong, Desa Lamgugpo, Kecamatan Syah Kuala, Banda Aceh, Nanggroe Aceh DarussalamEmail : [email protected]

Page 18: organis edisi 26

Agrosilvopastoral, Sistem Pertanian Asli

di Pulau TimorPengalaman Yayasan Mitra Tani Mandiri

Oleh : Yosef Sumu

Patris Lion ( petani agrosilvopastoral ) dalamkebun yang ditanami sirih, nenas, kopi, dan gamal sebagai sumber

pakan, pelindung dan pohon panjatan. Foto : Yosef Sumu

Page 19: organis edisi 26

Profil |

Edisi 26 / Th. 8 (Sept-Des 2011) | 19

ara petani di Pulau Timor mengembangkan beberapa teknik pertanian yang mirip dengan agrosilvopastoral,

di antaranya suf, leltolas, mamar, kono, poan dan model lainnya. Teknik-teknik yang mirip dengan agrosilvopastoral tersebut memiliki kelebihan dan kelemahan tersendiri. Suf merupakan hamparan lahan yang berada di suatu wilayah perbukitan dengan batas-batas yang jelas dan dikuasai oleh suku-suku tertentu serta dikelola sesuai dengan tujuan dan aturan yang disepakati bersama dalam satu rumpun suku. Secara teknis pengembangan suf memadukan tanaman pangan, semak belukar dan ternak yang berada dalam satu hamparan perbukitan. Luas wilayah setiap suf berkisar antara 100 - 200 hektar (ha). Masing-masing anggota suku berhak mendapat lahan yang dibagikan oleh pemangku adat.

Beberapa aturan adat yang harus ditaati di antaranya membuka satu lahan suf yang dikelola anggota suku secara serempak, setiap anggota suku membuat pagar pengaman pada saat diolah menjadi kebun dan tidak boleh membakar dalam suf. Pada saat lahan dibuka (5 tahun sekali), suf ditanami dengan berbagai jenis tanaman pangan (padi, jagung, kacang-kacangan dan umbi-umbian). Setelah tanaman pangan dipanen, tanaman legume seperti turi, lamtoro dan pohon legume jenis lokal lainnya dibiarkan tumbuh sebagai sumber pakan ternak dan sekaligus sebagai pohon panjatan untuk tanaman ubi tali.

Umbi-umbian akan dipanen pada tahun kedua dan pada saat yang bersamaan, pagar akan rusak sehingga ternak dilepas bebas dalam lahan. Dengan teknik ini ternak akan tampak sehat karena mudah mendapatkan pakan dan cirit (kotoran) ternak tersebar dalam kebun sehingga tanah lebih subur. Teknologi yang digunakan dalam pengelolaan suf adalah tebas bakar dan peternakan lepas/ekstensif. Di dataran tinggi Pulau Timor di wilayah Gunung Mutis, model suf ini hanya memadukan pepohonan dengan ternak tanpa tanaman pangan karena wilayah ini merupakan kawasan Cagar Alam.

Teknik-teknik pertanian tradisional tersebut saat ini sudah sangat berkurang karena populasi ternak menurun drastis, padang penggembalaan dan hutan semakin menyempit, debit sumber mata air semakin menurun, sebagai akibat bertambahnya jumlah penduduk sehingga tekanan terhadap sumberdaya alam tersebut tak dapat dikendalikan. Namun masyarakat terus mengembangkan teknik pertanian tradisional tersebut dan mengadaptasikannya sesuai dengan perubahan kondisi sumberdaya alam. Mereka yakin hal itu

bisa menjadi penyangga sistem ketahanan pangan dan sumber pendapatan tunai bagi para petani.

Konsep agrosilvopastoral petani dampingan YMTMBerdasarkan keyakinan tersebut, sejak tahun 1991 Yayasan Mitra Tani Mandiri (YMTM) mulai mengembangkan program agrosilvopastoral yang intensif di Desa Humusu A, Kecamatan Insana Utara, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) - Pulau Timor. YMTM memilih untuk mengembangkan agrosilvopastoral karena sudah dipraktikkan oleh petani, sesuai dengan kondisi budaya lokal, secara ekonomis diandalkan sebagai sumber pendapatan potensial dan sumber bahan pangan yang beranekaragam, mengurangi tekanan terhadap hutan primer karena memadukan tanaman pangan dengan tanaman pepohonan atau tanaman umur panjang dan ternak.

Menurut komponennya, agrosilvopastoral yang dikembangkan YMTM merupakan salah satu komponen agroforestry yang telah dikenal secara umum. Di tingkat desa, para petani sangat biasa menyebut agrosilvopastoral dengan sebutan “kebun tetap” yang merupakan bentuk pengelolaan lahan secara permanen dengan menerapkan teknologi konservasi tanah dan air (KTA) serta di dalamnya dikembangkan berbagai jenis tanaman, baik tanaman pangan, tanaman umur panjang, tanaman sayur serta ternak yang dipelihara secara intensif untuk meningkatkan produksi dan produktivitas lahan secara berkelanjutan.

Konsep ini sebenarnya tidak berbeda dengan teknik-teknik pertanian tradisional yang menyerupai agrosilvopastoral yang dikembangkan para petani sejak dulu karena ingin mempertahankan prinsip mengintegrasikan berbagai jenis tanaman dan/atau ternak yang saling menguntungkan antara satu komponen dengan komponen lainnya.

Pengembangan agrosilvopastoral dilakukan secara bertahap. Pada awalnya agrosilvopastoral dikembangkan hanya pada skala kebun sebagai contoh bagi para petani yang ada di sekitarnya. Dengan keberhasilan yang dicapai dari kebun, agrosilvopastoral kemudian diperluas dalam bentuk hamparan dengan menyempurnakan praktik suf baik dari aspek teknis, sosial budaya, ekonomi dan kebijakan.

Petani di Pulau Timor sejak dahulu telah mempraktikkan agrosilvopastoral, walaupun istilah ini baru dikenal luas sekitar tahun 1990

bahkan hanya oleh segelintir petani saja. Secara turun-temurun para petani telah mengembangkan teknik-teknik pertanian yang mirip dengan sistem

agrosilvopastoral karena secara alamiah petani mampu mengintegrasikan tanaman pangan,

hortikultura, pohon dan ternak yang saling menguntungkan satu dengan yang lain sesuai

dengan potensi sumberdaya alam yang dimiliki.

P

Petani sedang memberi makan ternak.Foto : Yosef Sumu

Page 20: organis edisi 26

| Edisi 26 / Th. 8 (Sept-Des 2011)20

| ProfilSecara teknis pengembangan agrosilvopastoral dalam bentuk hamparan/suf dengan mengkombinasikan beberapa komponen yang saling berinteraksi positif antar satu dengan yang lain. Komponen-komponen tersebut meliputi tanaman penguat teras berupa tanaman leguminosae (gamal, lamtoro, kaliandra, turi), tanaman pepohonan (tanaman hortikultura, tanaman perkebunan dan kayu bangunan), tanaman pangan (jagung, padi dan kacang-kacangan), tanaman sayur, tanaman sela (keladi/talas, ubi tali, ubi kayu, kunyit, jahe) dan ternak sapi. Pembuatan terasering dan penanaman tanaman penguat teras selalu menjadi langkah awal untuk pengelolaan satu hamparan/suf. Komponen penting yang harus selalu ada dalam pengembangan agrosilvopastoral adalah ternak.

Dari aspek sosial budaya, pengembangan agrosilvopastoral dalam hamparan/suf, harus mampu menekan praktik sosial yang kurang efisien dan memperkuat kearifan lokal yang dimiliki petani. Acara ritual adat yang berlebihan dan praktik tebas bakar merupakan kebiasaan sosial budaya yang kurang efisien dan harus dikurangi. Menghidupkan kembali peran lembaga adat dan aturan adat merupakan kearifan lokal yang perlu diperkuat.

Penguatan kapasitas ekonomi dilakukan agar petani memiliki kemampuan untuk menganalisa dan menghitung keuntungan atau kerugian dari model agrosilvopastoral yang akan dikembangkan. Analisa ekonomi sistem agrosilvopastoral memang lebih sulit dilakukan ketimbang analisa usaha tani yang bersifat monokultur karena harus menghitung beberapa jenis usaha tani dalam satu kebun.

Pengembangan agrosilvopastoral dalam bentuk hamparan/suf tidak mudah dilakukan, terutama menggerakkan masyarakat agar berpartisipasi dalam semua tahapan mulai dari perencanaan, membangun kesepakatan, pelaksanaan sesuai teknis, monitoring dan evaluasi. Oleh karena itu, dibutuhkan perangkat kebijakan di tingkat desa agar mengikat semua masyarakat untuk bekerja sesuai dengan norma yang disepakati bersama.

Hasil dan manfaat agrosilvopastoralBagi petani, manfaat ekonomi dan pemenuhan ketahanan pangan menjadi hal yang paling utama. Yoseph Kolo, asal Desa Jak, Kecamatam Miomafo Timur dengan empat orang anak, satu laki-laki dan tiga perempuan, merasa bangga karena sukses dalam pengelolaan kebun tetap. Keluarganya dapat terhindar dari ancaman kelaparan walaupun tahun ini hasil panen jagung sangat kurang.

Dari aspek ekonomi, salah satu petani dari Desa Oenain bernama Andreas Sasi merasakan pengembangan kebun tetap lebih menguntungkan keluarganya. Petani ini memiliki kebun seluas 1 ha. Pada 2011, Andreas memperoleh pendapatan dari kebun sebesar Rp 21.720.000,00. Bila dikurangi biaya variabel keluarga selama periode ini maka pendapatan bersihnya sebesar Rp 18.680.000,00. Pendapatan terbesar dia peroleh dari hasil tanaman umur panjang (TUP) sebesar Rp 11.000.000,00 dan disusul ternak.

Bila dibandingkan dengan kondisi tahun 1999 maka pendapatan yang Andreas peroleh sangat jauh berbeda. Pada saat masih mengelola kebun dengan cara tradisional, hanya menanam padi dan jagung, pendapatan Andreas maksimal Rp 4.000.000,00 belum dikurangi biaya yang dikeluarkan. Bapak Matius Neno, Ketua Lopotani Desa Oenain yang sudah terbiasa memfasilitasi kunjungan belajar petani dari Negara Timor Leste menjelaskan beberapa keunggulan agrosilvopastoral dari aspek teknis dan ekologis. Secara teknis, agrosilvopastoral memiliki keunggulan sebagai berikut: pemilihan komponen usaha tani yang beragam menjamin kompetisi yang saling menguntungkan.

Secara ekologis, pengembangan agrosilvopastoral dapat memperluas wilayah tutupan lahan sehingga dapat memperkecil laju erosi tanah, penciptaan lingkungan agroklimat (iklim mikro) yang lebih memungkinkan untuk introduksi komoditas baru yang bernilai ekonomi tinggi disamping pengayaan keanekaragaman hayati, dapat menciptakan keseimbangan ekosistem yang menghindarkan adanya ledakan hama seperti belalang dan menyuplai bahan organik yang dapat menjamin kesuburan alami tanah.

Hasil pertanian baik tanaman pangan, tanaman buah-buahan, sayur-sayuran dan produk lainnya yang dihasilkan dari sistem agrosilvopastoral tidak menggunakan bahan kimia baik pupuk sintetik, herbisida dan pestisida. Oleh karena itu hasil pertanian yang diperoleh dari kebun merupakan produk organik dan sehat untuk dikonsumsi.

Yoseph Kalo beserta keluarga di kebun tetap. Foto : Yosef Sumu

Yosef SumuKoordinator Yayasan Mitra Tani Mandiri (YMTM)

Jl. Basuki Rahmat, Kefamanu, Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur

Email: [email protected]

Page 21: organis edisi 26

Agribisnis |

Edisi 26 / Th. 8 (Sept-Des 2011) | 21

Bertani Sayur Organik di Lahan Gambut

ari 18,3 juta hektar lahan gambut di pulau-pulau utama Indonesia,

hanya sekitar 6 juta hektar yang layak untuk pertanian (Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre (ICRAF), 2008). Potensi inilah yang menggerakkan SLUICES Project, program bersama YCHI - YCI - CARE Kalimantan Tengah, memanfaatkan lahan gambut untuk pertanian organik sejak 2009 lalu. Terlebih lagi

ketersediaan material produksi seperti pupuk kandang yang bisa mengurangi biaya produksi. Program ini dilakukan bersama Kelompok Melati, Desa Kaladan Jaya, Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT) Lamunti eks PLG 1 juta hektar, Kecamatan Mantangai, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah.

Sama dengan pertanian organik lainnya, bertani di lahan gambut secara organik juga tidak menggunakan pupuk, pestisida dan bahan-bahan kimia sintetis lainnya. Semua dilakukan secara organik dan alami. Pengendalian gulma manual dan mekanis, menggunakan pupuk kompos dan pupuk cair organik, pestisida dan fungisida nabati. Pengendalian gulma dan hama mengutamakan tidak membunuh tapi mengusir atau hanya mengurangi

populasi, vegetasi sekitar lahan tidak dibabat habis untuk menjaga keragaman dan ketersediaan hijauan untuk campuran kompos.

Dengan ketelatenan bertani sayur organik di lahan gambut tidak menelan biaya produksi bahkan keuntungan meningkat. Selama ini produksi sayur mencapai 10 kg per minggu untuk jenis sawi, kangkung dan bayam. Selain dikonsumsi sendiri, produk sayur organik ini juga dipasarkan di seputar desa dan pasar. Jumlah yang dipasarkan mencapai 5 - 7 kg per minggu.

Meski praktik pertanian organik secara umum sama dengan pertanian organik di lahan biasa, namun banyak ahli yang mengatakan perlu ekstra hati-hati melakukan aktivitas pertanian di lahan gambut. Ini karena lahan

Indonesia memiliki lahan gambut terluas di antara negara tropis, yaitu sekitar 21 juta hektar (ha), yang tersebar terutama di Sumatera, Kalimantan dan Papua. Namun karena variabilitas lahan ini sangat tinggi, baik dari segi ketebalan gambut, kematangan maupun kesuburannya, tidak semua lahan gambut layak untuk dijadikan areal pertanian.

Rudy Redhani (Udur) memeriksa tanaman kangkung di lahan gambut.Foto : Dokumentasi YCHI

D

Oleh : Rudy E Redhani

Page 22: organis edisi 26

Mengatasi tanah masam di lahan gambut

Tanah di lahan gambut dengan pH 2 – 3,5, yang disebabkan lapisan pirit yang telah teroksidasi dan sudah membentuk tanah sulfat masam, dalam budidaya pertanian, termasuk sayuran, kondisi tanah seperti ini tidak menguntungkan, karena senyawa pirit yang teroksidasi bersifat racun bagi tanaman. Untuk mengatasi kondisi ini, ada beberapa cara yang dapat dilakukan. Di bawah ini beberapa cara yang mudah dan mungkin dapat dilakukan sendiri oleh masyarakat :

1. Pencucian pirit dengan parit bedeng

| Edisi 26 / Th. 8 (Sept-Des 2011)22

| Agribisnisgambut mempunyai sifat khusus dalam mengikat air, menyimpan karbon dan lapisan pirit (FeSO2) yang berpotensi sangat besar untuk mengganggu pertumbuhan tanaman. Selain itu, apabila lahan gambut sudah rusak karena salah dalam pengelolaan, akan memerlukan biaya yang besar dan waktu yang sangat lama untuk memperbaikinya.

Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam bertani sayur di lahan gambut, terutama di UPT Lamunti adalah sebagai berikut :

1. Kedalaman gambutDi lahan gambut, budidaya tanaman sayuran paling ideal di tanah bergambut atau gambut tipis. Budidaya pada wilayah yang mempunyai kedalaman gambut lebih dari 3 meter kurang menguntungkan dan dapat merusak kawasan gambut dalam tesebut.

2. Kondisi tanah gambutKegiatan budidaya sayuran di tanah gambut yang masih baik dapat menguntungkan secara ekonomi.

Namun demikian, tanah gambut yang dimanfaatkan untuk pertanian harus selalu dipupuk dengan menambahkan bahan organik, misalnya dengan kompos dan bokhasi agar kesuburan tanahnya bisa dipertahankan. Tanah gambut yang rusak dan sudah kehilangan unsur haranya harus diperbaiki terlebih dahulu kondisinya, sehingga proses budidaya dapat berjalan dengan baik.

3. Tinggi muka air tanahUntuk tanaman sayuran, tinggi muka air tanah ideal adalah 30–50 cm dari permukaan tanah. Tinggi muka air ini penting untuk menunjang pertumbuhan tanaman sayuran berjalan dengan baik, sehingga perlu diusahakan agar mendukung bagi perkembangan tanaman. Di kawasan UPT Lamunti, tinggi muka air tanah dapat dipertahankan dengan pengelolaan saluran dan pintu air yang baik.

4. Kemasaman tanah dan airHarus dikurangi dulu kemasamannya dengan perlakuan tertentu sehingga tanaman sayuran dapat tumbuh

dengan baik. Tanah yang masam sebaiknya dipupuk dengan pupuk organik atau dilakukan pengapuran terhadap tanah. Pengapuran tidak dapat memperbaiki kesuburan tanah, tapi hanya dapat mengikat asam yang ada di dalam tanah sehingga tidak menjadi racun bagi tanaman.

5. Lapisan piritLapisan pirit (FeSO2) yaitu mineral tanah yang mengandung unsur besi dan belerang, terdapat di tanah gambut yang umumnya dangkal (<50 cm) dan pada lahan dengan lapisan pirit sudah terangkat dan teroksidasi menyebabkan tanah menjadi masam. Kondisi ini sangat mempengaruhi baik tidaknya usaha budidaya sayuran masyarakat.

6. Saluran irigasiSaluran drainase dan irigasi menjadi sangat penting di lahan gambut dengan tanah sulfat masam, sehingga dapat difungsikan untuk mencuci senyawa pirit, mempertahankan kondisi muka air tanah sehingga sesuai dengan syarat tanaman budidaya.

Tanah sulfat masam pada budidaya sayuran dapat dikurangi dengan cara melakukan pencucian secara terus menerus pada saat musim hujan. Syaratnya air di atas lahan atau pada bedengan tidak boleh tergenang atau tersendat alirannya. Untuk memungkinkan aliran air di atas bedeng mengalir lancar, pada setiap sisi bedengan tanaman harus dibuat parit yang dapat mengalirkan air keluar lahan. Lebar parit antar bedengan kurang lebih 20 – 30 cm dengan kedalaman sekitar 1 mata cangkul. Parit-parit di sisi bedengan ini harus bisa menjamin dapat mengalirkan air ke saluran pembuangan tersier atau kuarter, dan tidak boleh terangkat lagi ke lahan atau bedengan.

2. Pemberian kapur pada lahan

Kemasaman tanah umumnya diatasi petani dengan memberikan kapur pada tanah. Tanah diberi kapur yang telah dicampur dengan pupuk kompos sebelum ditanami. Ada tiga

jenis kapur yang digunakan oleh petani yaitu kapur pertanian, dolomit dan rock pospat. Pada tanah yang sangat masam dengan pH 2–3, pemberian kapur mencapai 3 ton per hektar, sedangkan pada tanah dengan pH 3,5 dapat diberikan kapur 1 ton per hektar. Rata-rata pengapuran tanah oleh petani dilakukan 2–3 tahun sekali, tergantung sifat kemasaman tanahnya. Dalam pertanian organik, pemberian kapur pada tanah masih menjadi perdebatan, karena ada standar organik yang memperbolehkan pemberian dolomit dan rock pospat, ada juga yang tidak.

Hamparan lahan gambut.Foto : Dokumentasi YCHI

Proses pencampuran kompos dengan kapur.Foto : Dokumentasi YCHI

Page 23: organis edisi 26

Agribisnis |

Edisi 26 / Th. 8 (Sept-Des 2011) | 23

3. Pemberian pupuk organik pada lahan

Pemberian biomassa organik (pupuk organik) seperti kompos dan bokhasi secara rutin dinilai juga dapat mengurangi kemasaman tanah. Dengan pemberian pupuk organik, konsentrasi asam sulfat pada tanah perlahan-lahan akan menurun sehingga tingkat kemasaman tanah juga akan menurun. Selain membantu untuk mengurangi tingkat kemasaman tanah, pupuk organik juga dapat memperbaiki kondisi tanah menjadi lebih subur dan memperbaiki

daya ikat air. Pupuk organik selain dapat memberikan unsur N (Nitrogen), P (Pospat) dan K (Kalium) yang diperlukan tanaman ke dalam tanah, juga dapat membantu organisme tanah menghasilkan zat hara yang dibutuhkan tanaman. Pemberian pupuk kompos rata-rata 1 kg per tanaman untuk tanaman yang rakus seperti tomat, cabe atau terong. Untuk tanaman daun seperti kol, bayam dan kangkung diberikan dengan dosis 50 kg per bedeng ukuran 10 meter persegi.

4. Melakukan pergantian tanaman

Pergantian tanaman dilakukan dengan maksud untuk menjaga keseimbangan

hara tanah dalam mendukung proses budidaya tanaman. Dengan melakukan rotasi tanaman, tanah mendapat kesempatan untuk mengisi unsur-unsur yang terkandung dalam tanah karena telah dipakai atau dimanfaatkan oleh tanaman sebelumnya. Hal ini dimungkinkan oleh penyerapan tanaman terhadap unsur utama NPK mempunyai kebutuhan yang berbeda. Tanaman daun lebih banyak memerlukan unsur N untuk budidayanya, sedangkan tanaman berbuah akan lebih banyak memerlukan unsur P dan K sampai tanaman tersebut bisa dipanen buahnya. Dengan keseimbangan unsur hara yang terdapat di dalam tanah, konsentrasi keasaman tanah akan menurun, sehingga memperbesar kemungkinan pH tanah akan meningkat, walau dalam waktu yang agak lama. Pengamatan di lapangan menunjukkan pH tanah akan meningkat dalam waktu 2–3 tahun dengan pemberian pupuk organik dan rotasi tanaman.

Petani membersihkan gulma di lahan gambut.Foto : Dokumentasi YCHI

Proses pengomposan.Foto : Dokumentasi YCHI

Contoh pergantian tanaman.Foto : Dokumentasi YCHI

Page 24: organis edisi 26

| Edisi 26 / Th. 8 (Sept-Des 2011)24

| Agribisnis

Penyebab kegagalan Kegagalan proyek Mega Rice 1 juta hektar di Kalimantan Tengah, pada era Presiden Soeharto karena tidak bisa mengatasi lapisan pirit yang terangkat dan teroksidasi dan membentuk tanah sulfat masam yang sangat tidak menguntungkan untuk budidaya tanaman. Lapisan pirit yang terangkat ke permukaan dan membentuk sulfat masam, tidak berhasil dicuci karena saluran drainase dan irigasi tidak berfungsi dengan baik karena kesalahan penghitungan kontur. Air dari lahan petani tidak dapat mengalir dengan sempurna untuk melakukan pencucian (bleaching).

Saluran irigasi yang tidak sempurna juga disebabkan kesalahan perhitungan tinggi muka air untuk mengairi saluran irigasi. Kesalahan

perhitungan debit air Sungai Kapuas dan Barito yang pada skenarionya mampu menjaga muka air tanah di kawasan PLG, kenyataannya kedua sungai besar tersebut tidak mampu secara maksimal mewujudkan skenario yang dibuat pada proyek tersebut.

Sebagai referensi tradisi, masyarakat Banjar di Kalimantan Selatan dan masyarakat Dayak Ngaju di DAS Kapuas, Kalimantan Tengah dalam melakukan pertanian padi di lahan rawa gambut, tidak pernah melakukan pembajakan terhadap tanah, karena akan mengangkat lapisan pirit ke permukaan dan akan teroksidasi pada saat musim kemarau. Kearifan tradisi ini harus menjadi referensi dan pertimbangan dalam setiap pengelolaan lahan rawa gambut secara umum, karena memang lahan gambut mempunya karakteristik sendiri dalam mendukung aktivitas pertanian.

Petani tidak membajak tanah

gambut karena akan mengangkat

lapisan pirit ke permukaan dan akan teroksidasi pada saat musim

kemarau.

Sayur organik dari lahan gambut.Foto : Dokumentasi YCHI

Rudy E RedhaniDirektur Yayasan Cakrawala Hijau IndonesiaJl. Gub. H.M. Cokrokusumo RT.03 RW.01Kecamatan Campaka Banjarbaru.Kalimantan SelatanEmail : [email protected]

Page 25: organis edisi 26

Info Organis |

BioFach, Pentas Organik Dunia

Melalui BioFach, Nuremberg, Jerman, perkembangan pertanian dan pasar

organik dunia nampak dengan jelas. Di sinilah tempatnya jika ingin melihat

pasar organik dunia yang nyata.

Edisi 26 / Th. 8 (Sept-Des 2011) | 25

Rudy E RedhaniDirektur Yayasan Cakrawala Hijau IndonesiaJl. Gub. H.M. Cokrokusumo RT.03 RW.01Kecamatan Campaka Banjarbaru.Kalimantan SelatanEmail : [email protected]

Page 26: organis edisi 26

Organic+Fair (Organik+Adil) sebagai tema BioFach 2010 mendapat sorotan positif secara politis dan media, menurut Claus Rättich, Anggota Dewan Manajemen Nürnberg Messe. Nampak juga semakin banyak konsumen menganggap bahwa kualitas dan nilai dari produk yang dikonsumsinya menjadi aspek penting, khususnya produk organik serta proses produksi dan kondisi-kondisi perdagangan yang adil. Konsep seperti perdagangan secara etis (ethical trade) tersebut semakin sering dibicarakan pada ajang BioFach. Perdagangan yang adil dan berkelanjutan (fairtrade and sustainability) untuk bahan baku dan bahan pembungkus menjadi faktor-faktor nilai penentu.

Pada BioFach 2010, AOI sebagai peserta utama (main exhibitor) berupaya mendapat peluang dan akses pasar bagi produk-produk organik Indonesia, dengan menggandeng PT Bloom Agro sebagai

| Info Organis

Jumlah konsumen produk organik di seluruh dunia terus berkembang,

baik untuk makanan, kosmetik atau pakaian. Menurut Amarjit Sahota, Managing Director perusahaan konsultan Organic Monitor di London, produk organik senilai 59 miliar dolar AS masuk di keranjang belanja konsumen di seluruh dunia pada tahun 2010.

Sementara itu Amerika Utara masih menjadi pasar tunggal terbesar di atas Eropa. Sektor organik AS mengalami pertumbuhan 8% pada 2010 dibandingkan dengan 1% pasar makanan konvensional (OTA, Organic Industry Survey 2011, USA). Penjualan produk organik mencapai 28.6 milyar dolar AS (21,6 milyar EUR). Pada segmen non-pangan, makanan suplemen memimpin peringkat - naik 7% menjadi 681 juta dolar AS. Serat organik (katun dan linen) mencapai penjualan sebesar 605 juta dolar AS (16%) dan perawatan tubuh 490 juta dolar AS (7%).

Melalui event internasional seperti BioFach, perkembangan pertanian dan pasar organik dunia ini nampak dengan jelas. BioFach sebagai ajang pameran produk organik yang berlangsung setiap tahun di Nuremberg, Jerman merupakan wadah perdagangan produk organik terbesar dunia. Di sinilah tempatnya jika ingin melihat pasar organik dunia yang nyata. Hampir semua produsen dan pedagang (trader), bahkan calon pedagang, pembeli organik dari seluruh dunia berkumpul.

Aliansi Organis Indonesia (AOI) telah menjajaki dan mempelajari BioFach ini sejak tahun 2007 dengan menjadi pengunjung ke pameran tersebut. Sejak tahun itu, sudah ada produk-produk organik dari Indonesia yang hadir di sana tetapi masih berada di bawah bendera negara atau perusahaan dari negara lain. Oleh karenanya, AOI menjadi perwakilan Indonesia pada tanggal 17 – 20 Februari 2010 dan 16-19 Februari 2011. Pada perhelatan akbar di tingkat dunia ini, AOI bersama-sama dengan OKPO dan perusahaan organik dari Indonesia

sudah siap untuk berperan kembali pada 15-18 Februari 2012. Sekitar 2.500 peserta pameran dan 44.000 pengunjung di BioFach tahun lalu diharapkan hadir kembali di 2012.

Dengan mengikuti pameran produk organik di tingkat dunia ini, AOI bisa memperkenalkan dan menawarkan aneka produk organik dari Indonesia. Di antaranya kopi, coklat, kayu manis, kacang mete, madu dan beras. Meski belum semua produk AOI mendapat sertifikat organik, namun AOI tidak patah semangat. Melalui brosur dan foto, AOI memperkenalkan bermacam produk organik dari anggota AOI sebagai produk yang dalam proses sertifikasi. Ajang pameran terbesar di dunia, BioFach mensyaratkan peserta memajang produk-produk yang bersertifikat organik berskala internasional. Dari perhelatan akbar di tingkat dunia ini, AOI melihat terbukanya pasar Eropa bagi produk-produk organik dari Indonesia.

| Edisi 26 / Th. 8 (Sept-Des 2011)26

Stand AOI, saat ikut BioFach 2010.Foto : Rasdi Wangsa

Suasana BioFach.Foto : Rasdi Wangsa

Harga kacang mete di BioFach.Foto : Rasdi Wangsa

Page 27: organis edisi 26

Terbukanya berbagai peluang pasar dan kerjasama ini akan semakin mudah terwujud dengan adanya dukungan dari Pemerintah Indonesia khususnya Otoritas Kompeten Pertanian Organik (OKPO) dari Kementerian Pertanian. Memang menjadi tantangan besar untuk mengajak pemerintah mau mendukung kehadiran para produser dan pedagang organik dan fairtrade hadir di event penting seperti BioFach ini. Namun di tahun 2011 kemarin dan 2012, AOI berhasil menyakinkan OKPO untuk mendukung di BioFach sebagai main exhibitor. Harapannya, dukungan dari OKPO ini akan terus berlanjut dalam jangka panjang dan semakin besar dukungannya, sebagaimana juga yang terjadi dengan negara-negara Asia lain yang memiliki strategi jangka panjang dan dukungan yang sangat besar untuk memperkenalkan potensi produk-produk petani organiknya di mata internasional. Pada BioFach 15 - 18 Februari 2012, AOI membawa produk organik bersertifikat, di antaranya kayu manis, mete dan madu hutan.(RSW)

peserta pendamping (co-exhibitor). AOI membawa beragam produk anggotanya yang telah mendapat sertifikat organik internasional, seperti kumis kucing dari PT Poros Nusantara. Dan juga produk-produk lain yang masih dalam proses sertifikasi, seperti kayu manis, mete dan madu hutan. Cukup banyak pengunjung (Canada, Belanda, Perancis, Jerman, India, Itali, Taiwan) yang mendatangi stand AOI seluas 12 m2 dan berkesempatan menjalin jaringan bisnis baru dan memperoleh kesempatan kerjasama untuk pembelian produk-produk tersebut.

Apresiasi untuk keikutsertaan AOI di BioFach tidak hanya dari mitra AOI (EED, HIVOS, IFOAM) tetapi juga didapatkan dari beberapa eksportir dari Indonesia yang hadir sebagai peninjau (visitors) dan para penggiat pertanian organik negara lain. Beberapa importir organik dari Eropa dan Malaysia secara terbuka menyatakan bahwa selama ini mereka sulit sekali mendapatkan kontak di Indonesia. Padahal mereka tahu bahwa untuk rempah-rempah, kayu manis, cashew nut (mete), cacao, coffee,

Indonesialah surganya. Kesulitan ini khususnya dialami oleh pedagang kelas menengah dan kecil di negara-negara importir ini. Mereka terpaksa membeli produk dari importir besar atau perantara yang ada di India maupun Malaysia dengan harga yang mereka yakini bisa lebih murah kalau mereka punya kontak langsung di Indonesia.

Pada BioFach 2011, masyarakat Jerman yang mengenal Indonesia menawarkan peran mediasi dengan pemerintah Nuremberg sehingga ada program kota kembar dimana kemudian kota kembar dari Indonesia menyediakan jahe, kayu manis dan rempah-rempah kebutuhan kue jahe. Kota kembar dari Indonesia juga bisa menjadi peserta tetap di pameran tersebut atau ada bentuk kerjasama lain. Nuremberg sangat terkenal di Eropa sebagai kota produser kue jahe. Kue jahe tersebut diproduksi pada musim dingin menjelang Natal. Bahan baku terbesar dari kue jahe adalah jahe dan kayu manis. Kue jahe juga membutuhkan berbagai rempah-rempah yang merupakan produksi daerah tropis.

Edisi 26 / Th. 8 (Sept-Des 2011) | 27

Info Organis |

Nampak anak dari seorang pengunjung BioFach mengamati aneka produk organik.Foto : Rasdi Wangsa

Page 28: organis edisi 26

Kaligayam, sebagai pusat sumberdaya genetik mangga di

Jawa Timur, komunitas ini memiliki 30 jenis mangga lokal di lahan mereka. Ada 10 jenis pohon mangga utama yang mayoritas dimiliki oleh penduduk desa ini seperti podang urang, podang lumut, madu, golek, gadung, santokbuto, manalagi, kopyor, jaran dan dodonilo.

Hasil penelitian tentang Keanekaragaman dan Pemanfaatan Mangga Lokal untuk Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat di Komunitas Dusun Kaligayam, Desa Tiron, Kecamatan Banyakan, Kediri oleh Tim BPTP Jawa Timur, Puslitbang Hortikultura dan Biodiversity Internasional pada tahun 2010 lalu menunjukkan mangga lokal yang tumbuh di daerah

tersebut menghasilkan buah yang cukup berlimpah. Pemanfaatan dari buah tersebut sangatlah penting bagi ketahanan pangan, sumber pendapatan melalui pemasaran buah, sosial dan budaya dari rumah tangga di komunitas ini.

Mangga lokal di daerah ini ditanam di pekarangan rumah, tegal dan bukit-bukit atau pegunungan sekitar dusun. Petani juga melakukan tumpangsari dengana kunir, pisang, pepaya dan aneka tanaman lainnya dalam bentuk kebun campuran. Saat ini peluang pemasaran mangga cukup besar dan mudah. Dari proporsi pendapatan rumah tangga yang disumbangkan dari hasil buah mangga dapat terlihat pentingnya komoditas ini bagi masyarakat, dimana 12% pendapatan diperoleh dari penjualan mangga lokal.

Buah mangga sering kita temui di sekitar kita. Ada beraneka jenis mangga atau dalam bahasa latin dikenal dengan Mangifera. Semuanya mempunyai bermacam ciri, rasa dan aroma yang khas. Tidak hanya berfungsi sebagai sumber nutrisi tinggi untuk tubuh kita. Bagi sebagian besar penduduk desa, pohon mangga bisa menjadi sumber pendapatan yang menjanjikan.

Petani yang memiliki banyak pohon mangga biasanya juga akan merangkap sebagai pedagang mangga, atau biasa disebut pengepul lokal. Bila petani merangkap menjadi pengepul lokal, kontribusi pendapatan dari usaha mangga dapat mencapai 51,37 % dari total pendapatan keluarga. Bentuk pemasaran lainnya adalah untuk produk olahan mangga yang ada di desa ini yaitu manisan, minuman, mangga kering/lether ataupun dodol dan keripik mangga. Selain itu saluran pemasaran lain yang tersedia adalah melalui pedagang luar daerah dan tengkulak/penebas.

Untuk kegiatan pemasaran buah, jarak komunitas Kaligayam dengan pusat pasar buah-buahan di kota Kecamatan Banyakan hanya sekitar 6 km. Sehingga selama ini petani

| Edisi 26 / Th. 8 (Sept-Des 2011)28

Mangga Manis dan Ekonomis dari KaligayamOleh : Kuntoro Boga Andri

Page 29: organis edisi 26

Bijak di Rumah |tidak mengalami hambatan dalam memasarkan hasil panennya. Bahkan sebagian besar dari petani tersebut menjadi pedagang mangga untuk pasar lokal. Mereka umumnya menjadi pedagang mangga dari bulan Agustus sampai dengan Januari. Pasar Banyakan sudah terkenal untuk beberapa daerah penghasil utama mangga lokal seperti podang, golek, madu, gadung/arumanis, manalagi, santok, lalijiwo, kopyor dan lainnya.

Pedagang antar daerah yang datang terutama dari daerah Jawa Timur bagian barat, misalnya Nganjuk, Madiun, Jombang dan lain-lain. Sedangkan daerah pemasarannya bisa mencapai kota-kota besar di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Karena pedagang pengepul adalah yang menentukan harga beli di tingkat petani, biasanya harga yang ditawarkan akan sangat berfluktuasi. Pada musim panen raya harga mangga akan jatuh sampai lebih dari 50 %. Pada saat tidak panen atau off seasson (tahun 2009 – 2011), harga mangga dari daerah ini berkisar antara Rp 6.000,00/kg - Rp 8.000,00/kg di tingkat petani. Namun pada saat panen raya atau on seasson (tahun 2009-2011), apalagi ditambah musim hujan sudah turun, harga akan jatuh menjadi hanya Rp 1.000,00 - Rp 1500,00/kg. Musim panen raya mangga lokal di daerah studi hampir terjadi secara bersamaan dari bulan Agustus/September sampai dengan Januari, sehingga panenan masih ada di musim penghujan.

Aneka produk olahan manggaBuah mangga biasa dimanfaatkan sebagai sumber nutrisi utama baik dalam bentuk masih muda ataupun telah masak. Secara umum di daerah

ini, mangga muda diolah sebagai lauk-pauk pendamping makanan nasi dalam bentuk sayur, botok, kering mangga dan empal mangga. Mangga yang telah masak akan dimakan sebagai buah segar, atau diolah berupa olahan mangga dalam bentuk jus (sari buah), jelly agar, permen, puree, mangga kering/lether, dodol mangga, manisan mangga dan keripik mangga.

Untuk kegiatan pengolahan yang dilakukan oleh kelompok tani Sumber Makmur telah berjalan sejak tahun 2006 berupa pembuatan ”dried mango” atau manisan kering. Kegiatan ini dilakukan atas kerjasama BPTP Jawa Timur dengan kelompok tani Sumber Makmur dan REI (Resources Exchange International). Pembinaan dilakukan bukan hanya dalam proses budidaya, tetapi juga dalam teknologi panen, pasca panen dan pemasaran.

Setiap musimnya dari kelompok tani di komunitas Kaligayam ini memproduksi 5 ton manisan kering mangga, yang berarti membutuhkan bahan baku mangga sejumlah 50-60 ton buah mangga segar. Bahan baku yang digunakan untuk pengolahan manisan kering adalah mangga yang mempunyai tingkat kematangan 80% atau mengkal, yaitu secara visual mempunyai warna kulit yang masih hijau, tetapi daging buah sudah menguning serta mempunyai tekstur masih cukup keras.

Budidaya Mangga

Untuk perbanyakan tanaman mangga, sejak dulu petani di Kaligayam hanya tinggal mencari bibit yang tumbuh dari biji mangga (tukulan) yang terdapat di hutan, kebun atau pekarangan. Saat ini petani sudah mengenal teknik mencangkok dan grafting untuk memperbanyak tanaman mangga. Petani menggunakan pupuk kandang yang berasal dari kotoran ternak kambing dan sapi sebagai pupuk organik. Petani meyakininya dapat menyuburkan tanah dan meningkatkan produksi buah mangga.

Selain itu ada beberapa petani yang memelihara lebah yang bermanfaat membantu proses penyerbukan. Disamping itu lebah juga menghasilkan nectar dari bunga mangga sebagai madu. Pakan lebah juga diperoleh dengan memanfaatkan limbah pengolahan (prossesing) buah mangga yang mengandung gula sari mangga.

Untuk mengatasi kutu/wereng (cikade) ketika pohon mangga berbunga atau untuk mengatasi serangan lalat buah dan OPT lainnya, petani melakukan pengasapan dengan cara membakar, baik sampah, daun-daun dan ilalang atau rumput tepat di bawah pohon mangga yang sedang berbunga atau berbuah. Asap dari pembakaran itulah yang diyakini dapat mengusir kutu bunga atau lalat buah.

Petani juga memaku atau melukai batang pokok buah mangga untuk merangsang pembungaan melalui stres pada tanaman, sehingga diharapkan pohon mangga dapat berbuah lebat. Ada juga sebagian petani yang percaya bahwa dengan mengikat batang pokok buah mangga dengan alang-alang atau daun pisang kering maka bunga mangga tidak akan mudah rontok atau gugur.*

Edisi 26 / Th. 8 (Sept-Des 2011) | 29

Ibu - Ibu membuat produk olahan dari mangga.Foto : Kuntoro Boga Andri

Kuntoro Boga AndriBPTP Jawa TimurKementrian Pertanian Republik IndonesiaJl. Raya Karangploso Km. 4 PO Box 188 Malang 65101 IndonesiaEmail : [email protected]

Page 30: organis edisi 26

Pohon sebagai tanaman berkayu mempunyai banyak manfaat. Bisa juga menjadi bahan pestisida nabati bagi hama tanaman organik. Pestisida nabati adalah pestisida yang menggunakan senyawa sekunder tanaman sebagai bahan bakunya. Beberapa senyawa sekunder tanaman yang berhasil diidentifikasi adalah eugenol, azadirachtin, geraniol, sitronelol, dan tanin. Senyawa ini mampu mengendalikan berbagai jenis hama danpenyakit tanaman sehingga berpotensi untuk dikembangkan.

Bahan aktif pestisida nabati terbukti kurang toksik terhadap mamalia serta mampu menjaga kelestarian lingkungan karena tidak membahayakan organisme bukan sasaran seperti parasit, predator, dan polinator (serangga penyerbuk). Di alam, bahan aktif pestisida nabati mudah terurai oleh cahaya matahari sehingga residunya yang terbawa pada produk pertanian dapat diabaikan. Pestisida nabati juga tidak menyebabkan resistensi hama karena bahan aktifnya tersusun atas beberapa senyawa kimia. Hal ini menyulitkan serangga untuk membentuk strain baru yang resisten terhadap senyawa tertentu. Beberapa pohon yang bisa menjadi sumber pestisida nabati di antaranya srikaya, sirsak dan duku.

Pestisida

NabatiDari

TanamanBerkayu

Srikaya

Srikaya (Annona squamosa) merupakan pohon perdu dengan tinggi ± 7 m. Batang berkayu, bulat, bercabang, warna coklat kotor. Daunnya tunggal, bulat telur atau lanset, ujung tumpul, pangkal meruncing, tepi rata, panjang 6-17 cm, lebar 2,5-7,5 cm, pertulangan menyirip, warna hijau keputih-putihan dan hijau. Tanaman banyak ditemukan di dataran rendah hingga ketinggian kurang lebih 800 m dpl, dan banyak dibudidayakan di ladang serta di halaman rumah. Kandungan kimia yang terkandung dalam tanaman ini antara lain asetogenin, squamocin, bullatacin, annonacin dan eoannonacin.

Bagian tanaman yang digunakan adalah akar, daun, buah dan biji. Senyawa kimia yang terkadung dalam srikaya dapat bersifat sebagai pestisida, racun kontak, penolak (repellent), penghambat makan (antifeedant). Bermanfaat untuk mengendalikan hama kutu daun, wereng, ulat pada daun kubis, pupa ulat, belalang, lalat dan semut. Tanaman ini juga berkhasiat untuk anti tumor, anti malaria, obat mencret, bisul, obat cacing dan penurun gula darah.

Cara pembuatan pestisida nabati srikaya:1. Didihkan 500 gram daun srikaya segar dalam 2 liter air sampai tersisa ½ liter. Saring. 2. Hancurkan 500 gram biji srikaya. Masukkan ke dalam 20 liter air, biarkan selama 1 –2 hari. Saring.3. Hancurkan biji srikaya sampai menjadi minyak.4. Cara penggunaannya, tambahkan larutan dengan 10 – 15 air. Semprotkan ke seluruh bagian tanaman yang terserang pada pagi atau sore.

| Ragam

| Edisi 26 / Th. 8 (Sept-Des 2011)30

Page 31: organis edisi 26

Ragam |

Edisi 26 / Th. 8 (Sept-Des 2011) | 31

Sirsak

Sirsak (Annona muricata) sebagai tanaman mempunyai batang berkayu dan dapat hidup menahun. Mempunyai bunga tunggal dalam berkas 1-2 berhadapan/di samping dan daun mahkota segitiga. Tanaman yang berasal dari Amerika Selatan ini dapat tumbuh di sembarang tempat. Paling baik ditanam di daerah yang tanahnya cukup mengandung air. Di Indonesia, sirsak tumbuh dengan baik pada daerah yang mempuyai ketinggian kurang dari 1000 meter di atas permukaan laut. Kandungan senyawa kimia yang terkandung dalam sirsak antara lain senyawa tanin, fitosterol, ca-oksalat clan dan alkaloid murisine. Bagian tanaman yang digunakan adalah daun dan biji.

Sirsak berkhasiat untuk obat batu empedu, antisembelit, asam urat dan meningkatkan nafsu makan. Selain itu dengan kandungan kimianya, sirsak bersifat sebagai pestisida nabati, racun kontak, penolak (repellent), penghambat makan (antifeedant). Cara pembuatannya: tumbuk daun sirsak sampai halus, campur dengan 5 liter air, biarkan selama 24 jam dan saring.

Cara penggunaannya, encerkan setiap 1 liter larutan hasil saringan dengan 10–15 liter air. Semprotkan ke seluruh bagian tanaman yang terserang hama pada pagi atau sore hari. Bermanfaat terutama untuk mengendalikan hama trips yang menyerang cabai selain untuk mengendalikan hama bermacam ulat, lalat, hama kapas, aphis kentang, wereng.

Duku

Pohon duku (Lansium domesticum) mempunyai ketinggian 15-20 m. Batang berkayu, bulat, bercabang, warna putih kotor. Daun majemuk, bulat telur, ujung meruncing, pangkal runcing, panjang ± 20 cm, lebar ± 10 cm, bertangkai, hijau. Tanaman yang biasa disebut langsat ini dapat tumbuh baik di dataran rendah sampai pada ketinggian 500 mdpl. Sangat cocok pada iklim basah sampai agak basah dengan curah hujan antara 1.500 – 2.500 mm per tahun dan merata sepanjang tahun. Tingkat keasaman (pH) tanah yang cocok untuk tanaman ini adalah 6–7, namun tanaman duku relatif lebih toleran terhadap tanah masam. Tumbuhan ini mengandung alkaloida, saponin, lavonoida dan polifenol. Bagian tanaman yang dapat digunakan sebagai pestisida nabati adalah biji. Bermanfaat mengendalikan hama jenis ulat grayak (Spodoptera litura) dan sejenis ulat pemakan daun lainnya. Selain itu, tumbuhan duku dapat digunakan untuk obat cacing, obat demam dan obat mencret.

Cara pembuatan pestisida nabati duku: hancurkan 500 gram biji duku dengan blender sampai halus, rendam dalam 20 liter air selama 24 jam lalu saring, dan semprotkan ke seluruh bagian tanaman pada pagi atau sore hari.(ANP, dari berbagai sumber)

Page 32: organis edisi 26