optimasi rancangan kincir angin modifikasi standar naca 4415 ...
Transcript of optimasi rancangan kincir angin modifikasi standar naca 4415 ...
OPTIMASI RANCANGAN KINCIR ANGIN MODIFIKASI
STANDAR NACA 4415 MENGGUNAKAN SERAT RAMI (BOEHMERIA
NIVEA) DENGAN CORE KAYU SENGON LAUT (ALBIZIA FALCATA)
YANG BERKELANJUTAN
Sudarsono
NIM : L5K009008
PROGRAM DOKTOR ILMU LINGKUNGAN
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2013
ii
OPTIMASI RANCANGAN KINCIR ANGIN MODIFIKASI
STANDAR NACA 4415 MENGGUNAKAN SERAT RAMI (BOEHMERIA
NIVEA) DENGAN CORE KAYU SENGON LAUT (ALBIZIA FALCATA)
YANG BERKELANJUTAN
Disertasi
Untuk memperoleh gelar Doktor
dalam Ilmu Lingkungan
Untuk dipertahankan di hadapan
Sidang Ujian Terbuka Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro
pada tanggal 2 September 2013 pukul 13.00 wib
oleh
Sudarsono
Lahir di Bojonegoro
iii
iv
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Bagi orang tuaku yang telah membesarkan dan membimbingku;
Bagi para guruku yang telah memberi ilmu dan teladan bagiku;
Bagi istri dan anakku yang telah memberi kesempatan dan dukungan bagiku;
Bagi saudara dan sahabatku yang telah berbagi kehidupan denganku;
Bagi almamater (ITN dan UI) dan IST AKPRIND yang telah memberikan bekal
ilmu pengetahuan serta menuntun arah perjalanan hidupku;
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan disertasi ini. Disertasi yang berjudul “Optimasi
Rancangan Kincir Angin Modifikasi Standar NACA 4415 Menggunakan Serat Rami
(Boehmeria Nivea) dengan Core Kayu Sengon Laut (Albizia falcata) yang Berkelanjutan”
disusun sebagai salahsatu syarat dalam menyelesaikan pendidikan Program Doktor (S3)
Program Doktor Ilmu Lingkungan Universitas Diponegoro.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada :
Prof. H. Sudhartho Prawata Hadi MES, PhD, selaku Rektor Universitas Diponegoro,
sekaligus penguji yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti program S-3 di
Program Studi Ilmu Lingkungan UNDIP dan telah memberikan saran serta masukan yang
berharga.
Prof. Dr. dr. Anies, M.Kes, PKK, selaku direktur Program Pasca Sarjana Universitas
Diponegoro yang telah berkenan menguji dan memberi masukan, saran-saran untuk
menyelesaikan disertasi.
Prof. Dr. Ir. Purwanto, DEA, selaku Ketua Program Doktor Ilmu Lingkungan UNDIP
sekaligus sebagai Promotor yang telah meluangkan waktu untuk bimbingan dengan sabar,
memberikan ilmu, arahan, dan motivasi dalam penyusunan disertasi.
Dr. Henna Rya Sunoko, MES, selaku Sekretaris Program Doktor Ilmu Lingkungan
Program Pasca Sarjana UNDIP dan penguji yang telah memberi masukan, arahan, dan koreksi
penyusunan disertasi.
Prof. Dr. Ir. Johny Wahyuadi, DEA, Guru Besar Ilmu Korosi Fakultas Teknik
Universitas Indonesia, selaku Ko. Promotor yang telah banyak memberikan arahan-arahan,
bimbingan dan pemikiran selama penyusunan laporan disertasi.
vii
Prof. Ir. Anne Zulifia, M.Phil, Ph.D, Guru Besar Material Komposit Fakultas Teknik
Universitas Indonesia, selaku penguji eksternal yang telah memberikan koreksi dan masukan
untuk perbaikan disertasi.
Dr. H. Totok Prasetyo, B.Eng, M.T, dosen Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri
Semarang, selaku penguji eksternal yang telah memberikan koreksi dan masukan untuk
perbaikan disertasi.
Dr. Hermawan, DEA, dosen Jurusan Teknik Elektro UNDIP selaku penguji internal
Pra Promosi yang telah memberikan koreksi dan masukan untuk perbaikan disertasi.
Dr. Ir. Joko Windarto, M.T, dosen Jurusan Teknik Elektro UNDIP selaku penguji
internal yang telah memberikan koreksi dan masukan untuk perbaikan disertasi.
Prof. Dr. Eng. Ir. Abraham Lomi, MSME, Guru Besar Teknik Elektro ITN Malang
selaku penguji eksternal Pra Promosi yang telah memberikan koreksi dan masukan untuk
perbaikan disertasi.
Seluruh dosen pengampu pada Program Doktor Ilmu Lingkungan UNDIP yang telah
memberikan ilmunya sebagai penunjang penyusunan disertasi.
Ketua Pembina dan Pengurus Yayasan Pembina Potensi Pembangunan Yogyakarta,
yang telah memberi ijin kepada penulis untuk menjalani pendidikan program S-3 di Program
Studi Ilmu Lingkungan Universitas Diponegoro.
Pimpinan Institut, Pimpinan Fakultas, dan Pimpinan Jurusan beserta segenap dosen di
lingkungan IST AKPRIND Yogyakarta yang senantiasa memberikan dorongan dan bantuan
kepada penulis selama menempuh program S-3.
Mayor Tek Bennny Abdillah beserta staff Dinas Litbang TNI AU LANUD Husein
Sastranegara Bandung, Bpk. Soeripno - Bidang Konversi Energi Dirgantara LAPAN, Bpk.
Chriswantoro – Teknisi PLTH Pandansimo, Ir. Sugiyanto M.Eng - POLBAN Bandung yang
telah memberikan masukan dalam optimasi propeler.
Pengelola beserta teknisi Laboratorium pengujian SEM Departemen Metalurgi dan
Material Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Laboratorium Teknik Bahan UGM,
Laboratorium Teknologi Mekanik, Laboratorium Pengujian Bahan, dan Laboratorium Teknik
Lingkungan IST AKPRIND, yang telah memberikan ijin dan membantu pelaksanaan
pengujian selama penelitian.
viii
Kedua orang tua (Alm.) H. Ahmad Soemarlan dan (Alm.) Hj. Samingah, atas petuah
dan kasih sayang yang tak terhingga.
Istri tercinta dan tersayang Dra. Nuniek Sudarsono, Ananda Esthi Budhiyanti, S.E,
Akt., Ismira Dewi, S.Psi, M.Psi, dan cucu Alya Kirana Zhafirah atas segala pengorbanan,
kesabaran, pengertian, serta dorongan dan semangat selama ini.
Rekan-rekan sejawat angkatan DIL 3 Program Studi Ilmu Lingkungan Universitas
Diponegoro Semarang, kebersamaan dan dukungannya telah mendorong dan memberikan
semangat dalam penyelesaian disertasi ini.
Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini yang tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu.
Akhir kata penulis berharap semoga disertasi ini dapat memberikan manfaat bagi kita
semuanya, terutama bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu lingkungan serta
aplikasinya pada rekayasa energi terbarukan.
Semarang, September 2013
Penulis
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................... i
HALAMAN PENJELASAN JUDUL ..................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................... iii
PERNYATAAN ORISINALITAS ......................................................... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................. v
KATA PENGANTAR ............................................................................ vi
DAFTAR ISI .......................................................................................... ix
DAFTAR TABEL .................................................................................. xiii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................. xiv
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... xxix
DAFTAR LAMBANG ............................................................................ xxx
DAFTAR SINGKATAN ........................................................................ xxxiii
GLOSARI .............................................................................................. xxxv
ABSTRAK ............................................................................................. xxxix
ABSTRACT ........................................................................................... xl
RINGKASAN ........................................................................................ xli
SUMMARY ........................................................................................... liii
BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................ 1
A. Latar Belakang .............................................................................................. 1
B. Perumusan Masalah ........................................................................................ 8
C. Orisinalitas ..................................................................................................... 8
D. Tujuan Penelitian ............................................................................................ 14
E. Manfaat Penelitian .......................................................................................... 15
x
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 16
A. Hasil-hasil Pengembangan Riset Komposit Serat Alam .................................. 16
1. Sifat-sifat komposit serat alam .................................................................. 16
2. Riset komposit serat alam ......................................................................... 17
B. Hasil-hasil Pengembangan Riset SKEA ......................................................... 23
C. Kajian Energi Angin Untuk Pemenuhan Kebutuhan Listrik ............................ 29
D. Pengaruh dan Dampak Lingkungan Terhadap SKEA ...................................... 32
1. Pengaruh lingkungan terhadap komposit .................................................. 32
2. Pengaruh lingkungan terhadap material komposit ..................................... 34
3. Dampak lingkungan SKEA ........................................................................ 35
E. Landasan Teori ............................................................................................... 38
1. Sifat udara ................................................................................................ 38
2. Model gerak udara .................................................................................... 41
3. Diskretitasi ............................................................................................... 45
4. Koefisien aerodinamika ............................................................................ 49
5. Komposit matriks polimer ......................................................................... 50
6. Sumberdaya energi angin .......................................................................... 66
BAB III. KERANGKA TEORITIS, KONSEP DAN HIPOTESIS .... 72
A. Kerangka Teoritis ........................................................................................... 72
B. Kerangka Konsep .......................................................................................... 77
C. Hipotesis ........................................................................................................ 79
1. Hipotesis mayor ......................................................................................... 79
2. Hipotesis minor ......................................................................................... 80
BAB IV. METODE PENELITIAN .............................................................. 81
A. Penelusuran Literatur dan Studi Lapangan ..................................................... 81
B. Simulasi dengan CFD .................................................................................... 82
C. Pembuatan Prototipe Propeler Airfoil Standar NACA 4415 ............................ 89
D. Evaluasi dan Validasi .................................................................................... 91
xi
E. Pengelolaan Dampak Lingkungan Rekayasa SKEA ....................................... 91
F. Lokasi Penelitian ............................................................................................ 92
G. Peralatan Penelitian ....................................................................................... 92
H. Teknik Pengambilan Sampel ......................................................................... 93
I. Teknik Analisa Data ........................................................................................ 93
BAB V. HASIL PENELITIAN DAN BAHASAN ..................................... 94
A. Simulasi dengan CFD ..................................................................................... 94
1. Efek dinding: tinjauan nilai y+ ................................................................... 94
2. Properties medan aliran ............................................................................. 97
3. Koefisien aerodinamika ............................................................................ 101
4. Kurva drag polar ....................................................................................... 105
5. Pemilihan airfoil sebagai bentuk dasar sudu turbin angin .......................... 138
B. Simulasi Numerik Aliran Melalui Sudu Turbin .............................................. 138
C. Koreksi Rugi-rugi Pada Tepi Sudu (tip loss correction) .................................. 145
D. Daya yang Dihasilkan (power output) ............................................................ 146
E. Prosedur Perancangan Sudu ........................................................................... 146
F. Perancangan Turbin Angin ............................................................................. 147
1. Kurva polar 360 ...................................................................................... 147
2. Perancangan sudu dan rotor turbin berdasar NACA 4415 modif ................ 151
3. Kondisi simulasi sudu dan rotor turbin berdasar NACA 4415 modif ......... 156
4. Simulasi rotor turbin berdasar NACA 4415 modif .................................... 217
G. Pembuatan Prototype Propeler Kincir Angin .................................................. 241
1. Peralatan dan mesin yang digunakan .......................................................... 241
2. Bahan dan material yang digunakan .......................................................... 242
3. Persiapan sampel ....................................................................................... 242
4. Proses pembuatan sampel .......................................................................... 245
H. Hasil Uji Mekanik Komposit dan Bahan Pendukungnya ................................. 246
1. Kesalahan relatif fabrikasi ......................................................................... 246
2. Uji mekanik komposit serat rami core KSL ................................................ 249
3. Uji mekanik bahan pendukung komposit ................................................... 253
xii
I. Pengamatan Struktur Mikro ............................................................................. 255
1. Hasil uji SEM pada spesimen komposit sebelum digunakan....................... 256
2. Hasil uji SEM pada bahan komposit sudu setelah digunakan ..................... 258
3. Hasil uji EDS ............................................................................................ 259
J. Peran Sumber Energi Terbarukan Dalam Penyediaan Energi Listrik
dan Penurunan Emisi Co2 Di Provinsi DIY ..................................................... 265
1. Produksi, konsumsi, dan potensi energi nasional ....................................... 265
2. Produksi, konsumsi, dan potensi energi di DIY ......................................... 265
3. Potensi energi terbarukan .......................................................................... 270
4. Hasil pengukuran daya listrik .................................................................... 272
5. Dampak sosial dan pariwisata ................................................................... 274
6. Emisi CO2 ................................................................................................. 276
K. Pengaruh lingkungan terhadap material komposit propeler ............................. 280
1. Pengaruh temperatur ................................................................................. 281
2. Pengaruh kelembaban ............................................................................... 281
L. Pengaruh SKEA terhadap lingkungan ............................................................. 284
1. Tinjauan ekosistem Pantai Pandansimo ..................................................... 284
2. Dampak penerapan SKEA ........................................................................ 288
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................... 290
A. Kesimpulan .................................................................................................... 290
B. Saran ............................................................................................................. 292
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 294
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ....................................................................... 302
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Matriks Orisinalitas ..................................................................................... 9
Tabel 2 Karakteristik resin poliester .......................................................................... 55
Tabel 3 Sifat fisik dan mekanik serat alam dari sayuran dan polyprophelene ............. 56
Tabel 4 Komposisi kimia dan serat rami (jute) dan beberapa serat alam lain ............. 59
Tabel 5 Rincian rencana pekerjaan penelitian propeler airfoil standar NACA ........... 90
Tabel 6 Properties medan aliran ............................................................................... 99
Tabel 7 Hasil tegangan uji tekuk .............................................................................. 251
Tabel 8 Hasil regangan uji tekuk .............................................................................. 251
Tabel 9 Hasil elastisitas ............................................................................................ 252
Tabel 10 Data hasil uji mekanik bahan pendukung komposit .................................... 254
Tabel 11 Komposisi kimia kayu pada sudu sebelum dan sesudah digunakan ............ 261
Tabel 12 Komposisi kimia RESIN + RAMI pada sudu sebelum
dan sesudah digunakan ............................................................................. 263
Tabel 13 Komposisi kimia bagian kayu, resin dan rami pada sudu
sebelum dan sesudah digunakan ............................................................... 264
Tabel 14 Produksi listrik di propinsi DIY ................................................................. 266
Tabel 15 Distribusi konsumsi energi di DIY ............................................................. 267
Tabel 16 Hasil pengukuran dan perhitungan energi listrik ......................................... 273
Tabel 17 Faktor emisi CO2 berdasarkan sumber energi terbarukan ............................ 276
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Area operasi turbin angin dan Fokus pengembangan sudu turbin ............. 28
Gambar 2 Definisi tekanan ....................................................................................... 37
Gambar 3 Terminologi tekanan udara ...................................................................... 37
Gambar 4 Definisi jenis udara .................................................................................. 38
Gambar 5 Kecepatan alir dan lintasan alir ................................................................ 38
Gambar 6 Ilustrasi kontrol volume menggunakan sel segitiga untuk diskritisasi ....... 44
Gambar 7 Kontrol volume menggunakan kuadrilateral grade ................................... 46
Gambar 8 Diagram alir solusi dengan metode couple ............................................... 48
Gambar 9 Distribusi tekanan dan tegangan geser pada permukaan airfoil ................. 49
Gambar 10 Hubungan gaya normal, axial, dengan gaya angkat dan gaya hambat ..... 50
Gambar 11 Struktur ideal dari poliester isoptalik ...................................................... 53
Gambar 12 Struktur selulosa lignin dan hemicellulose ............................................. 59
Gambar 13 Diagram skematis dari interphase matriks – penguat (fiber) dan
beberapa faktor yang berkonstribusi terhadap pembentukannya ............ 62
Gambar 14 Desain penampang propeler airfoil NACA 4415 .................................... 67
Gambar 15 Faktor geometris airfoil .......................................................................... 68
Gambar 16 Arah gaya yang bekerja pada propeler .................................................... 70
Gambar 17 Faktor induksi ........................................................................................ 71
Gambar 18 Kerangka teori ....................................................................................... 74
Gambar 19 Kerangka konsep ................................................................................... 77
Gambar 20 Struktur simulasi numerik ...................................................................... 80
Gambar 21 Struktur simulasi numerik menggunakan fluent ...................................... 80
Gambar 22 Sketsa permasalahan simulasi airfoil ...................................................... 81
Gambar 23 Messing domain komputasi airfoil sebanyak 29400 ................................ 82
Gambar 24 Panel fluent untuk definisi sifat udara .................................................... 83
Gambar 25 Panel fluent untuk definisi model turbulen/viscos ................................... 83
Gambar 26 Panel fluent untuk definisi kecepatan udara ............................................ 84
xv
Gambar 27 Panel fluent untuk mendefinisikan kondisi batas pressure outlet ............. 84
Gambar 28 Panel fluent untuk mendefinisikan panel dinding ................................... 85
Gambar 29 Diagram alir untuk pencarian proses solusi ............................................ 86
Gambar 30 Panel untuk mendefinisikan metode diskretisasi pada proses solver ....... 86
Gambar 31 Panel fluent untuk mendefinisikan inisiasi pada proses solver ................ 86
Gambar 32 Panel fluent untuk mendefinisikan iterasi pada proses solver ................... 87
Gambar 33 Panel fluent untuk menampilkan kontur properties aliran hasil iterasi .... 87
Gambar 34 Kurve pengaruh dinding pada aliran yang ditunjukan y+terhadap U+...... 92
Gambar 35 Nilai y+ pada bagian depan airfoil pada kecepatan freestream 3m/s ....... 94
Gambar 36 Nilai y+ pada bagian depan airfoil pada kecepatan freestream 18m/s ..... 94
Gambar 37 Model turbulensi spallart allmaraz dan vorticity-based production ......... 95
Gambar 38 Kontur tekanan statik aliran udara pada kecepatan freesteram 3m/s ........ 95
Gambar 39 Kontur kecepatan aliran udara pada kecepatan freesteram 3m/s............... 96
Gambar 40 Kontur streamline dan kecepatan aliran udara pada freestream 3m/s ....... 96
Gambar 41 Kurva koefisien tekanan Cp pada permukaan airfoil
pada kecepatan freestream 3m/s ........................................................... 100
Gambar 42 Kurva koefisien gesekan Cf pada permukaan airfoil
pada kecepatan freestream 3m/s ........................................................... 100
Gambar 43 Nilai Cl hasil iterasi pada permukaan airfoil
pada kecepatan freestream 3m/s ........................................................... 101
Gambar 44 Nilai Cd hasil iterasi pada permukaan airfoil
pada kecepatan freestream 3m/s ............................................................ 102
Gambar 45 Nilai Cm hasil iterasi pada permukaan airfoil
pada kecepatan freestream 3m/s ........................................................... 102
Gambar 46 Nilai Cl, Cd, Cm hasil iterasi pada permukaan airfoil
pada kecepatan freestream 3m/s ........................................................... 103
Gambar 47 Kurva koefisien aerodinamik Cl, Cd terhadap angle of attack airfoil
NACA 4415 pada Re=41000 ............................................................... 104
Gambar 48 Kurva koefisien aerodinamik Cl, Cd terhadap angle of attack airfoil
NACA 4415 pada Re=55000 ............................................................... 105
Gambar 49 Kurva koefisien aerodinamik Cl, Cd terhadap angle of attack airfoil
xvi
NACA 4415 pada Re=68000 ............................................................... 106
Gambar 50 Kurva koefisien aerodinamik Cl, Cd terhadap angle of attack airfoil
NACA 4415 pada Re=82000 ............................................................... 107
Gambar 51 Kurva koefisien aerodinamik Cl, Cd terhadap angle of attack airfoil
NACA 4415 pada Re=96000 ............................................................... 109
Gambar 52 Kurva koefisien aerodinamik Cl, Cd terhadap angle of attack airfoil
NACA 4415 pada Re=250000 ............................................................. 110
Gambar 53 Perbandingan profil airfoil NACA 4415 (warna biru) dan hasil
modifikasinya (NACA 4415 modif (warna merah)) .............................. 111
Gambar 54 Kurva koefisien aerodinamik Cl, Cd terhadap angle of attack airfoil
NACA 4415 modif pada Re=41000 ..................................................... 112
Gambar 55 Kurva koefisien aerodinamik Cl, Cd terhadap angle of attack airfoil
NACA 4415 modif pada Re=55000 ..................................................... 113
Gambar 56 Kurva koefisien aerodinamik Cl, Cd terhadap angle of attack airfoil
NACA 4415 modif pada Re=68000 ..................................................... 114
Gambar 57 Kurva koefisien aerodinamik Cl, Cd terhadap angle of attack airfoil
NACA 4415 modif pada Re=82000 ..................................................... 115
Gambar 58 Kurva koefisien aerodinamik Cl, Cd terhadap angle of attack airfoil
NACA 4415 modif pada Re=96000 ..................................................... 116
Gambar 59 Kurva koefisien aerodinamik Cl, Cd terhadap angle of attack airfoil
NACA 4415 modif pada Re=250000 ................................................... 118
Gambar 60 Kurva koefisien aerodinamik Cl terhadap angle of attack airfoil
NACA 4415 dan NACA 4415 modif pada Re=41000 .......................... 119
Gambar 61 Kurva koefisien aerodinamik Cl terhadap angle of attack airfoil
NACA 4415 dan NACA 4415 modif pada Re=55000 .......................... 120
Gambar 62 Kurva koefisien aerodinamik Cl terhadap angle of attack airfoil
NACA 4415 dan NACA 4415 modif pada Re=68000 .......................... 121
Gambar 63 Kurva koefisien aerodinamik Cl terhadap angle of attack airfoil
NACA 4415 dan NACA 4415 modif pada Re=82000 .......................... 122
Gambar 64 Kurva koefisien aerodinamik Cl terhadap angle of attack airfoil
NACA 4415 dan NACA 4415 modif pada Re=96000 .......................... 123
xvii
Gambar 65 Kurva koefisien aerodinamik Cl terhadap angle of attack airfoil
NACA 4415 dan NACA 4415 modif pada Re=250000 ........................ 123
Gambar 66 Kurva koefisien aerodinamik Cd terhadap angle of attack airfoil
NACA 4415 dan NACA 4415 modif pada Re=41000 .......................... 124
Gambar 67 Kurva koefisien aerodinamik Cd terhadap angle of attack airfoil
NACA 4415 dan NACA 4415 modif pada Re=55000 .......................... 125
Gambar 68 Kurva koefisien aerodinamik Cd terhadap angle of attack airfoil
NACA 4415 dan NACA 4415 modif pada Re=68000 .......................... 125
Gambar 69 Kurva koefisien aerodinamik Cd terhadap angle of attack airfoil
NACA 4415 dan NACA 4415 modif pada Re=82000 .......................... 126
Gambar 70 Kurva koefisien aerodinamik Cd terhadap angle of attack airfoil
NACA 4415 dan NACA 4415 modif pada Re=96000 .......................... 126
Gambar 71 Kurva koefisien aerodinamik Cd terhadap angle of attack airfoil
NACA 4415 dan NACA 4415 modif pada Re=250000 ........................ 127
Gambar 72 Kurva koefisien aerodinamik Cm terhadap angle of attack airfoil
NACA 4415 dan NACA 4415 modif pada Re=41000 .......................... 128
Gambar 73 Kurva koefisien aerodinamik Cm terhadap angle of attack airfoil
NACA 4415 dan NACA 4415 modif pada Re=55000 .......................... 129
Gambar 74 Kurva koefisien aerodinamik Cm terhadap angle of attack airfoil
NACA 4415 dan NACA 4415 modif pada Re=68000 .......................... 129
Gambar 75 Kurva koefisien aerodinamik Cm terhadap angle of attack airfoil
NACA 4415 dan NACA 4415 modif pada Re=82000 .......................... 130
Gambar 76 Kurva koefisien aerodinamik Cm terhadap angle of attack airfoil
NACA 4415 dan NACA 4415 modif pada Re=96000 .......................... 130
Gambar 77 Kurva koefisien aerodinamik Cm terhadap angle of attack airfoil
NACA 4415 dan NACA 4415 modif pada Re=250000 ........................ 131
Gambar 78 Kurva koefisien aerodinamik Cl terhadap Cd airfoil NACA 4415
dan NACA 4415 modif pada Re=41000 .............................................. 132
Gambar 79 Kurva koefisien aerodinamik Cl terhadap Cd airfoil NACA 4415
dan NACA 4415 modif pada Re=55000 .............................................. 133
Gambar 80 Kurva koefisien aerodinamik Cl terhadap Cd airfoil NACA 4415
xviii
dan NACA 4415 modif pada Re=68000 .............................................. 134
Gambar 81 Kurva koefisien aerodinamik Cl terhadap Cd airfoil NACA 4415
dan NACA 4415 modif pada Re=82000 .............................................. 134
Gambar 82 Kurva koefisien aerodinamik Cl terhadap Cd airfoil NACA 4415
dan NACA 4415 modif pada Re=96000 .............................................. 135
Gambar 83 Kurva koefisien aerodinamik Cl terhadap Cd airfoil NACA 4415
dan NACA 4415 modif pada Re=250000 ............................................. 135
Gambar 84 Tabung aliran aksial yang melalui turbin angin ...................................... 137
Gambar 85 Tabung aliran anular yang berputar melalui turbin angin ........................ 138
Gambar 86 Notasi tabung aliran anular yang berputar .............................................. 138
Gambar 87 Model teori elemen sudu ........................................................................ 139
Gambar 88 Segitiga kecepatan aliran pada potongan sudu ........................................ 140
Gambar 89 Gaya-gaya yang bekerja pada sudu turbin .............................................. 141
Gambar 90 Kurva polar 360 pada kecepatan angin 3 m/s ........................................ 146
Gambar 91 Kurva polar 360 pada kecepatan angin 4 m/s ........................................ 146
Gambar 92 Kurva polar 360 pada kecepatan angin 5 m/s ........................................ 147
Gambar 93 Kurva polar 360 pada kecepatan angin 6 m/s ........................................ 147
Gambar 94 Kurva polar 360 pada kecepatan angin 7 m/s ........................................ 148
Gambar 95 Kurva polar 360 pada kecepatan angin 18 m/s ...................................... 148
Gambar 96 Distribusi panjang chord pada 20 elemen airfoil NACA 4415 modif ...... 149
Gambar 97 Rancangan Sudu A, distribusi 20 elemen airfoil NACA 4415 modif
pada sudu dan rotor turbin angin pada sudut twist, theta=0 (pangkal
sudu) sampai theta=0 (tepi sudu). ........................................................ 150
Gambar 98 Rancangan Sudu B, distribusi 20 elemen airfoil NACA 4415 modif
pada sudu dan rotor turbin angin pada sudut twist, theta= +26,8
(pangkal sudu) sampai -2,7 (tepi sudu) ................................................ 151
Gambar 99 Rancangan Sudu C, distribusi 20 elemen airfoil NACA 4415 modif
pada sudu dan rotor turbin angin pada sudut twist theta=+27,3
(pangkal sudu) sampai -2,2 (tepi sudu) ................................................ 152
xix
Gambar 100 Rancangan Sudu D, distribusi 20 elemen airfoil NACA 4415 modif
pada sudu dan rotor turbin angin pada sudut twist theta=+24,8
(pangkal sudu) sampai -4,7 (tepi sudu) ................................................ 153
Gambar 101 Distribusi nilai faktor induksi aksial sepanjang posisi elemen sudu
pada Rancangan Sudu A dengan kecepatan angin 3 m/s untuk TSR = 1
sampai 10 berurut dari kurva terbawah ................................................. 154
Gambar 102 Distribusi nilai faktor induksi tangensial sepanjang posisi elemen sudu
pada Rancangan Sudu A dengan kecepatan angin 3 m/s untuk TSR = 1
sampai 10 berurut dari kurva teratas ..................................................... 155
Gambar 103 Distribusi nilai faktor induksi aksial sepanjang posisi elemen sudu
pada Rancangan Sudu A dengan kecepatan angin 4 m/s untuk TSR = 1
sampai 4,5 berurut dari kurva terbawah ................................................ 156
Gambar 104 Distribusi nilai faktor induksi tangensial sepanjang posisi elemen sudu
pada Rancangan Sudu A dengan kecepatan angin 4 m/s untuk TSR = 1
sampai 4,5 berurut dari kurva teratas .................................................... 157
Gambar 105 Distribusi nilai faktor induksi aksial sepanjang posisi elemen sudu
pada Rancangan Sudu A dengan kecepatan angin 5 m/s untuk TSR = 1
sampai 10 berurut dari kurva terbawah ................................................. 158
Gambar 106 Distribusi nilai faktor induksi tangensial sepanjang posisi elemen sudu
pada Rancangan Sudu A dengan kecepatan angin 5 m/s untuk TSR = 1
sampai 10 berurut dari kurva teratas ..................................................... 159
Gambar 107 Distribusi nilai faktor induksi aksial sepanjang posisi elemen sudu
pada Rancangan Sudu A dengan kecepatan angin 6 m/s untuk TSR = 1
sampai 10 berurut dari kurva terbawah ................................................. 160
Gambar 108 Distribusi nilai faktor induksi tangensial sepanjang posisi elemen
sudu pada Rancangan Sudu A dengan kecepatan angin 6 m/s untuk
TSR = 1 sampai 10 berurut dari kurva teratas ....................................... 161
Gambar 109 Distribusi nilai faktor induksi aksial sepanjang posisi elemen sudu
pada Rancangan Sudu A dengan kecepatan angin 7 m/s untuk TSR = 1
sampai 10 berurut dari kurva terbawah ................................................. 162
xx
Gambar 110 Distribusi nilai faktor induksi tangensial sepanjang posisi elemen sudu
pada Rancangan Sudu A dengan kecepatan angin 7 m/s untuk TSR = 1
sampai 10 berurut dari kurva teratas ..................................................... 164
Gambar 111 Distribusi nilai faktor induksi aksial sepanjang posisi elemen sudu
pada Rancangan Sudu A dengan kecepatan angin 18 m/s untuk TSR =
1 sampai 10 berurut dari kurva terbawah .............................................. 164
Gambar 112 Distribusi nilai faktor induksi tangensial sepanjang posisi elemen
sudu pada Rancangan Sudu A dengan kecepatan angin 18 m/s untuk
TSR = 1 sampai 10 berurut dari kurva teratas ....................................... 165
Gambar 113 Distribusi nilai faktor induksi aksial sepanjang posisi elemen sudu
pada Rancangan Sudu B dengan kecepatan angin 3 m/s untuk TSR = 1
sampai 10 berurut dari kurva terbawah ................................................. 166
Gambar 114 Distribusi nilai faktor induksi tangensial sepanjang posisi elemen
sudu pada Rancangan Sudu B dengan kecepatan angin 3 m/s untuk
TSR = 1 sampai 10 berurut dari kurva teratas ....................................... 167
Gambar 115 Distribusi nilai faktor induksi aksial sepanjang posisi elemen sudu
pada Rancangan Sudu C dengan kecepatan angin 4 m/s untuk TSR = 1
sampai 10 berurut dari kurva terbawah ................................................. 168
Gambar 116 Distribusi nilai faktor induksi tangensial sepanjang posisi elemen
sudu pada Rancangan Sudu C dengan kecepatan angin 4 m/s untuk
TSR = 1 sampai 10 berurut dari kurva teratas ....................................... 169
Gambar 117 Distribusi nilai faktor induksi aksial sepanjang posisi elemen sudu
pada Rancangan Sudu D dengan kecepatan angin 18 m/s untuk TSR =
1 sampai 10 berurut dari kurva terbawah .............................................. 170
Gambar 118 Distribusi nilai faktor induksi tangensial sepanjang posisi elemen sudu
pada Rancangan Sudu D dengan kecepatan angin 18 m/s untuk TSR =
1 sampai 10 berurut dari kurva teratas................................................... 171
Gambar 119 Distribusi nilai lokal pada sepanjang posisi elemen sudu pada
Rancangan Sudu A dengan kecepatan angin 3 m/s untuk TSR = 1
sampai 10 berurut dari kurva terbawah ................................................. 172
xxi
Gambar 120 Distribusi nilai lokal pada sepanjang posisi elemen sudu pada
Rancangan Sudu A dengan kecepatan angin 4 m/s untuk TSR = 1
sampai 10 berurut dari kurva terbawah ................................................. 172
Gambar 121 Distribusi nilai lokal pada sepanjang posisi elemen sudu pada
Rancangan Sudu A dengan kecepatan angin 5 m/s untuk TSR = 1
sampai 10 berurut dari kurva terbawah ................................................. 173
Gambar 122 Distribusi nilai lokal pada sepanjang posisi elemen sudu pada
Rancangan Sudu A dengan kecepatan angin 6 m/s untuk TSR = 1
sampai 10 berurut dari kurva terbawah ................................................. 173
Gambar 123 Distribusi nilai lokal pada sepanjang posisi elemen sudu pada
Rancangan Sudu A dengan kecepatan angin 7 m/s untuk TSR = 1
sampai 10 berurut dari kurva terbawah ................................................. 174
Gambar 124 Distribusi nilai lokal pada sepanjang posisi elemen sudu pada
Rancangan Sudu A dengan kecepatan angin 18 m/s untuk TSR = 1
sampai 10 berurut dari kurva terbawah ................................................. 174
Gambar 125 Distribusi nilai lokal pada sepanjang posisi elemen sudu pada
Rancangan Sudu B dengan kecepatan angin 3 m/s untuk TSR = 1
sampai 10 berurut dari kurva terbawah ................................................. 175
Gambar 126 Distribusi nilai lokal pada sepanjang posisi elemen sudu pada
Rancangan Sudu C dengan kecepatan angin 4 m/s untuk TSR = 1
sampai 10 berurut dari kurva terbawah ................................................. 175
Gambar 127 Distribusi nilai lokal pada sepanjang posisi elemen sudu pada
Rancangan Sudu D dengan kecepatan angin 18 m/s untuk TSR = 1
sampai 10 berurut dari kurva terbawah ................................................. 176
Gambar 128 Distribusi nilai koefisien gaya angkat sepanjang posisi elemen sudu
pada Rancangan Sudu A dengan kecepatan angin 3 m/s untuk TSR = 1
sampai 10 berurut dari kurva teratas ..................................................... 177
Gambar 129 Distribusi nilai koefisien gaya hambat sepanjang posisi elemen sudu
pada Rancangan Sudu A dengan kecepatan angin 3 m/s untuk TSR = 1
sampai 10 berurut dari kurva teratas ..................................................... 179
xxii
Gambar 130 Distribusi nilai koefisien gaya angkat sepanjang posisi elemen sudu
pada Rancangan Sudu A dengan kecepatan angin 4 m/s untuk TSR = 1
sampai 4,5 berurut dari kurva terbawah ................................................ 179
Gambar 131 Distribusi nilai koefisien gaya hambat sepanjang posisi elemen sudu
pada Rancangan Sudu A dengan kecepatan angin 4 m/s untuk TSR = 1
sampai 4,5 berurut dari kurva teratas .................................................... 180
Gambar 132 Distribusi nilai koefisien gaya angkat sepanjang posisi elemen sudu
pada Rancangan Sudu A dengan kecepatan angin 5 m/s untuk TSR = 1
sampai 10 berurut dari kurva terbawah ................................................. 181
Gambar 133 Distribusi nilai koefisien gaya hambat sepanjang posisi elemen sudu
pada Rancangan Sudu A dengan kecepatan angin 5 m/s untuk TSR = 1
sampai 10 berurut dari kurva teratas ..................................................... 182
Gambar 134 Distribusi nilai koefisien gaya angkat sepanjang posisi elemen sudu
pada Rancangan Sudu A dengan kecepatan angin 6 m/s untuk TSR = 1
sampai 10 berurut dari kurva terbawah ................................................. 183
Gambar 135 Distribusi nilai koefisien gaya hambat sepanjang posisi elemen sudu
pada Rancangan Sudu A dengan kecepatan angin 6 m/s untuk TSR = 1
sampai 10 berurut dari kurva teratas ..................................................... 184
Gambar 136 Distribusi nilai koefisien gaya angkat sepanjang posisi elemen sudu
pada Rancangan Sudu A dengan kecepatan angin 7 m/s untuk TSR = 1
sampai 10 berurut dari kurva terbawah ................................................. 185
Gambar 137 Distribusi nilai koefisien gaya hambat sepanjang posisi elemen sudu
pada Rancangan Sudu A dengan kecepatan angin 7 m/s untuk TSR = 1
sampai 10 berurut dari kurva teratas ..................................................... 186
Gambar 138 Distribusi nilai koefisien gaya angkat sepanjang posisi elemen sudu
pada Rancangan Sudu A dengan kecepatan angin 18 m/s untuk TSR =
1 sampai 10 berurut dari kurva terbawah .............................................. 187
Gambar 139 Distribusi nilai koefisien gaya hambat sepanjang posisi elemen sudu
pada Rancangan Sudu A dengan kecepatan angin 18 m/s untuk TSR =
1 sampai 10 berurut dari kurva teratas................................................... 188
xxiii
Gambar 140 Distribusi nilai koefisien gaya angkat sepanjang posisi elemen sudu
pada Rancangan Sudu B dengan kecepatan angin 3 m/s untuk TSR = 1
sampai 10 berurut dari kurva teratas ..................................................... 189
Gambar 141 Distribusi nilai koefisien gaya hambat sepanjang posisi elemen sudu
pada Rancangan Sudu B dengan kecepatan angin 3 m/s untuk TSR = 1
sampai 10 berurut dari kurva teratas ..................................................... 190
Gambar 142 Distribusi nilai koefisien gaya angkat sepanjang posisi elemen sudu
pada Rancangan Sudu C dengan kecepatan angin 4 m/s untuk TSR = 1
sampai 10 berurut dari kurva terbawah ................................................. 191
Gambar 143 Distribusi nilai koefisien gaya hambat sepanjang posisi elemen sudu
pada Rancangan Sudu C dengan kecepatan angin 4 m/s untuk TSR = 1
sampai 10 berurut dari kurva teratas ..................................................... 192
Gambar 144 Distribusi nilai koefisien gaya angkat sepanjang posisi elemen sudu
pada Rancangan Sudu D dengan kecepatan angin 18 m/s untuk TSR =
1 sampai 10 berurut dari kurva terbawah .............................................. 193
Gambar 145 Distribusi nilai koefisien gaya hambat sepanjang posisi elemen sudu
pada Rancangan Sudu D dengan kecepatan angin 18 m/s untuk TSR =
1 sampai 10 berurut dari kurva teratas................................................... 194
Gambar 146 Distribusi nilai koefisien gaya aksial sepanjang posisi elemen sudu
pada Rancangan Sudu A dengan kecepatan angin 3 m/s untuk TSR = 1
sampai 10 berurut dari kurva teratas ..................................................... 195
Gambar 147 Distribusi nilai koefisien gaya tangensial sepanjang posisi elemen sudu
pada Rancangan Sudu A dengan kecepatan angin 3 m/s untuk TSR = 1
sampai 10 berurut dari kurva teratas ..................................................... 196
Gambar 148 Distribusi nilai koefisien gaya aksial sepanjang posisi elemen sudu
pada Rancangan Sudu A dengan kecepatan angin 4 m/s untuk TSR = 1
sampai 4,5 berurut dari kurva teratas .................................................... 197
Gambar 149 Distribusi nilai koefisien gaya tangensial sepanjang posisi elemen sudu
pada Rancangan Sudu A dengan kecepatan angin 4 m/s untuk TSR = 1
sampai 10 berurut dari kurva teratas ..................................................... 198
xxiv
Gambar 150 Distribusi nilai koefisien gaya aksial sepanjang posisi elemen sudu
pada Rancangan Sudu A dengan kecepatan angin 5 m/s untuk TSR = 1
sampai 10 berurut dari kurva teratas ..................................................... 199
Gambar 151 Distribusi nilai koefisien gaya tangensial sepanjang posisi elemen sudu
pada Rancangan Sudu A dengan kecepatan angin 5 m/s untuk TSR = 1
sampai 10 berurut dari kurva teratas ..................................................... 200
Gambar 152 Distribusi nilai koefisien gaya aksial sepanjang posisi elemen sudu
pada Rancangan Sudu A dengan kecepatan angin 6 m/s untuk TSR = 1
sampai 10 berurut dari kurva teratas ..................................................... 201
Gambar 153 Distribusi nilai koefisien gaya tangensial sepanjang posisi elemen sudu
pada Rancangan Sudu A dengan kecepatan angin 6 m/s untuk TSR = 1
sampai 10 berurut dari kurva teratas ..................................................... 202
Gambar 154 Distribusi nilai koefisien gaya aksial sepanjang posisi elemen sudu
pada Rancangan Sudu A dengan kecepatan angin 7 m/s untuk TSR = 1
sampai 10 berurut dari kurva teratas ..................................................... 203
Gambar 155 Distribusi nilai koefisien gaya tangensial sepanjang posisi elemen sudu
pada Rancangan Sudu A dengan kecepatan angin 7 m/s untuk TSR = 1
sampai 10 berurut dari kurva teratas ..................................................... 204
Gambar 156 Distribusi nilai koefisien gaya aksial sepanjang posisi elemen sudu
pada Rancangan Sudu A dengan kecepatan angin 18 m/s untuk TSR =
1 sampai 10 berurut dari kurva teratas................................................... 205
Gambar 157 Distribusi nilai koefisien gaya tangensial sepanjang posisi elemen sudu
pada Rancangan Sudu A dengan kecepatan angin 18 m/s untuk TSR =
1 sampai 10 berurut dari kurva teratas................................................... 206
Gambar 158 Distribusi nilai koefisien gaya aksial sepanjang posisi elemen sudu
pada Rancangan Sudu B dengan kecepatan angin 3 m/s untuk TSR = 1
sampai 10 berurut dari kurva teratas ..................................................... 207
Gambar 159 Distribusi nilai koefisien gaya tangensial sepanjang posisi elemen sudu
pada Rancangan Sudu B dengan kecepatan angin 3 m/s untuk TSR = 1
sampai 10 berurut dari kurva teratas ..................................................... 208
xxv
Gambar 160 Distribusi nilai koefisien gaya aksial sepanjang posisi elemen sudu
pada Rancangan Sudu C dengan kecepatan angin 4 m/s untuk TSR = 1
sampai 10 berurut dari kurva teratas ..................................................... 209
Gambar 161 Distribusi nilai koefisien gaya tangensial sepanjang posisi elemen sudu
pada Rancangan Sudu C dengan kecepatan angin 4 m/s untuk TSR = 1
sampai 10 berurut dari kurva teratas ..................................................... 210
Gambar 162 Distribusi nilai koefisien gaya aksial sepanjang posisi elemen sudu
pada Rancangan Sudu D dengan kecepatan angin 18 m/s untuk TSR =
1 sampai 10 berurut dari kurva teratas................................................... 211
Gambar 163 Distribusi nilai koefisien gaya tangensial sepanjang posisi elemen
sudu pada Rancangan Sudu D dengan kecepatan angin 18 m/s untuk
TSR = 1 sampai 10 berurut dari kurva teratas ....................................... 212
Gambar 164 Nilai koefisien daya Betz terhadap TSR yang dihasilkan turbin
berdasarkan Rancangan Sudu A, B, C dan D mulai kurva terbawah ...... 213
Gambar 165 Nilai koefisien torsi terhadap TSR yang dihasilkan turbin berdasarkan
Rancangan Sudu A, B, C dan D mulai kurva terbawah ......................... 214
Gambar 166 Distribusi nilai gaya aksial sepanjang posisi elemen sudu pada
Rancangan Sudu A dengan kecepatan angin 3 m/s untuk TSR = 1
sampai 10 berurut dari kurva terbawah ................................................. 215
Gambar 167 Distribusi nilai gaya tangensial sepanjang posisi elemen sudu pada
Rancangan Sudu A dengan kecepatan angin 3 m/s untuk TSR = 1
sampai 10 berurut dari kurva terbawah ................................................. 216
Gambar 168 Distribusi nilai gaya aksial sepanjang posisi elemen sudu pada
Rancangan Sudu A dengan kecepatan angin 4 m/s untuk TSR = 1
sampai 10 berurut dari kurva terbawah ................................................. 217
Gambar 169 Distribusi nilai gaya tangensial sepanjang posisi elemen sudu pada
Rancangan Sudu A dengan kecepatan angin 4 m/s untuk TSR = 1
sampai 10 berurut dari kurva terbawah ................................................. 218
Gambar 170 Distribusi nilai gaya aksial sepanjang posisi elemen sudu pada
Rancangan Sudu A dengan kecepatan angin 5 m/s untuk TSR = 1
sampai 10 berurut dari kurva terbawah ................................................. 219
xxvi
Gambar 171 Distribusi nilai gaya tangensial sepanjang posisi elemen sudu pada
Rancangan Sudu A dengan kecepatan angin 5 m/s untuk TSR = 1
sampai 10 berurut dari kurva terbawah ................................................. 220
Gambar 172 Distribusi nilai gaya aksial sepanjang posisi elemen sudu pada
Rancangan Sudu A dengan kecepatan angin 6 m/s untuk TSR = 1
sampai 10 berurut dari kurva terbawah ................................................. 221
Gambar 173 Distribusi nilai gaya tangensial sepanjang posisi elemen sudu pada
Rancangan Sudu A dengan kecepatan angin 6 m/s untuk TSR = 1
sampai 10 berurut dari kurva terbawah ................................................. 222
Gambar 174 Distribusi nilai gaya aksial sepanjang posisi elemen sudu pada
Rancangan Sudu A dengan kecepatan angin 7 m/s untuk TSR = 1
sampai 10 berurut dari kurva terbawah ................................................. 223
Gambar 175 Distribusi nilai gaya tangensial sepanjang posisi elemen sudu pada
Rancangan Sudu A dengan kecepatan angin 7 m/s untuk TSR = 1
sampai 10 berurut dari kurva terbawah ................................................. 224
Gambar 176 Distribusi nilai gaya aksial sepanjang posisi elemen sudu pada
Rancangan Sudu A dengan kecepatan angin 18 m/s untuk TSR = 1
sampai 10 berurut dari kurva terbawah ................................................. 225
Gambar 177 Distribusi nilai gaya tangensial sepanjang posisi elemen sudu pada
Rancangan Sudu A dengan kecepatan angin 18 m/s untuk TSR = 1
sampai 10 berurut dari kurva terbawah ................................................. 226
Gambar 178 Distribusi nilai gaya aksial sepanjang posisi elemen sudu pada
Rancangan Sudu B dengan kecepatan angin 3 m/s untuk TSR = 1
sampai 10 berurut dari kurva terbawah ................................................. 227
Gambar 179 Distribusi nilai gaya tangensial sepanjang posisi elemen sudu pada
Rancangan Sudu B dengan kecepatan angin 3 m/s untuk TSR = 1
sampai 10 berurut dari kurva terbawah ................................................. 228
Gambar 180 Distribusi nilai gaya aksial sepanjang posisi elemen sudu pada
Rancangan Sudu C dengan kecepatan angin 4 m/s untuk TSR = 1
sampai 10 berurut dari kurva terbawah ................................................. 229
xxvii
Gambar 181 Distribusi nilai gaya tangensial sepanjang posisi elemen sudu pada
Rancangan Sudu C dengan kecepatan angin 4 m/s untuk TSR = 1
sampai 10 berurut dari kurva terbawah ................................................. 231
Gambar 182 Distribusi nilai gaya aksial sepanjang posisi elemen sudu pada
Rancangan Sudu D dengan kecepatan angin 18 m/s untuk TSR = 1
sampai 10 berurut dari kurva terbawah ................................................. 231
Gambar 183 Distribusi nilai gaya tangensial sepanjang posisi elemen sudu pada
Rancangan Sudu D dengan kecepatan angin 18 m/s untuk TSR = 1
sampai 10 berurut dari kurva terbawah ................................................. 232
Gambar 184 Nilai daya terhadap kecepatan angin serta optimalisasi cl/cd 5 deg dan
5,5 deg pada berbagai Re secara berurutan dari kurva terbawah ............ 233
Gambar 185 Nilai torsi terhadap kecepatan angin dan optimalisasi cl/cd 5 deg dan
5,5 deg pada berbagai Re secara berurutan dari kurva terbawah ............ 233
Gambar 186 Nilai daya terhadap TSR serta optimalisasi cl/cd 5 deg dan 5,5 deg
pada berbagai Re secara berurutan dari kurva terbawah ........................ 235
Gambar 187 Nilai torsi terhadap TSR serta optimalisasi cl/cd 5 deg dan 5,5 deg
pada berbagai Re secara berurutan dari kurva terbawah ........................ 235
Gambar 188 Nilai koefisien daya terhadap kecepatan angin serta optimalisasi cl/cd
5 deg dan 5,5 deg pada berbagai Re secara berurutan dari kurva
terbawah ............................................................................................... 236
Gambar 189 Nilai koefisien daya terhadap TSR serta optimalisasi cl/cd 5 deg dan
5,5 deg pada berbagai Re secara berurutan dari kurva terbawah ............ 237
Gambar 190 Bentuk sudu turbin angin airfoil NACA 4415 modif ............................. 238
Gambar 191 Serat rami ............................................................................................ 241
Gambar 192 Perendaman kayu sengon laut dalam cairan NaOH ............................... 242
Gambar 193 Pengeringan dengan oven ..................................................................... 242
Gambar 194 Proses fabrikasi sampel komposit ......................................................... 243
Gambar 195 Hasil komposit hybrid serat rami dengan core KSL .............................. 244
Gambar 196 Grafik kesalahan relatif berat spesimen komposit ................................. 244
Gambar 197 Grafik fraksi volume serat spesimen komposit ..................................... 245
xxviii
Gambar 198 Hasil perhitungan nilai sifat mekanis dan dari perhitungan yang
menggunakan hukum pencampuran untuk tegangan ......................... 246
Gambar 199 Universal testing machine .................................................................... 247
Gambar 200 Skema pengujian tekuk ........................................................................ 248
Gambar 201 Grafik hasik uji tekuk ........................................................................... 250
Gambar 202 Gambar alat uji impak charpy .............................................................. 252
Gambar 203 Grafik hasil uji mekanik dari bahan pendukung komposit .................... 253
Gambar 204 Alat SEM ............................................................................................. 254
Gambar 205 Hasil uji SEM pada spesimen sebelum digunakan ................................ 255
Gambar 206 Hasil uji SEM pada komposit sesudah digunakan (100x) ..................... 256
Gambar 207 Hasil uji SEM pada komposit sesudah digunakan (250x) ...................... 256
Gambar 208 Struktur mikro bagian kayu sudu sebelum dan sesudah digunakan ........ 258
Gambar 209 Grafik komposisi kimia kayu sebelum dansesudah digunakan ............... 258
Gambar 210 Resin dan rami pada sudu sebelum dan sesudah digunakan ................... 260
Gambar 211 Grafik komposisi kimia resin dan rami pada sudu (a) sebelum dan (b)
sesudah digunakan ............................................................................. 260
Gambar 212 Kayu, resin dan rami sebelum dan sesudah digunakan........................... 261
Gambar 213 Grafik komposisi kimia kayu dan rami pada sudu sebelum dan sesudah
digunakan .......................................................................................... 262
Gambar 214 Konsumsi energi sektor usaha ............................................................. 266
Gambar 215 Konsumsi energi sektor industri ........................................................... 267
Gambar 216 Distribusi konsumsi energi listrik ......................................................... 268
Gambar 217 Peran sumber energi terbarukan dalam penurunan emisi CO2 ............... 275
Gambar 218 Grafik hubungan antara kelembaban dan difusi uap air ........................ 281
Gambar 219 Pandan (Pandanus tectorius) ................................................................ 286
Gambar 220 Cemara Laut (Casuarina equsetifolia Blanco) ...................................... 287
xxix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil uji tarik serat rami ......................................................................... 305
Lampiran 2 Hasil uji tarik Kayu Sengon Laut (KSL) ................................................. 307
Lampiran 3 Hasil uji tekan KSL ............................................................................... 314
Lampiran 4 Pengolahan data hasil uji impak KSL .................................................... 321
Lampiran 5.1 Uji flexural (tegangan tekuk) KSL + 1 lapis rami (2 gram) .................. 324
Lampiran 5.2 Uji flexural strain (regangan tekuk) KSL + 1 lapis rami (2 gram) ....... 324
Lampiran 5.3 Uji elastisitas KSL + 1 lapis rami (2 gram) ......................................... 325
Lampiran 6.1 Uji flexural (tegangan tekuk) KSL + 2 lapis rami (4 gram) .................. 329
Lampiran 6.2 Uji flexural strain (regangan tekuk) KSL + 2 lapis rami (4 gram) ........ 329
Lampiran 6.3 Uji elastisitas KSL + 2 lapis rami (4 gram) .......................................... 330
Lampiran 7.1 Perhitungan fraksi volume serat / penguat rami + KSL (vf) ................ 335
Lampiran 7.2 Perhitungan kesalahan relatif berat komposit ....................................... 336
Lampiran 7.3 Perhitungan fraksi volume matriks (resin polyester) (vm) ................... 337
Lampiran 7.4 perhitungan tegangan komposit dengan teori ROM ............................ 338
Lampiran 8.1 Pengujian FESEM dan EDS komposit 2 lapis sebelum digunakan ....... 339
Lampiran 8.2 Pengujian FESEM dan EDS komposit 2 lapis setelah digunakan ......... 343
Lampiran 9 Perlakuan awal kayu sebelum uji tekuk ................................................. 347
Lampiran 10 Proses fabrikasi spesimen komposit ..................................................... 349
Lampiran 11 Data kecepatan angin plant sistem energi listrik pantai Pandansimo .... 354
Lampiran 12 Data kelembaban dan temperatur udara pantai Pandansimo ................. 365
xxx
DAFTAR LAMBANG
Simbol Arti Satuan
A Luas Penampang mm2
Sudut Serang
a Faktor Induksi
Sudut Aliran Angin
c Panjang Chord mm
ca Koefisien Aksial
Cb Konstanta model turbulen Spallart Almaraz
cd Koefisien Gaya Hambat
cf Koefisien Geser Permukaan
cl Kofiisien Gaya Angkat
cm Koefisien Momen
cn Koefisien Normal
cp Koefisien Tekanan
D Gaya Geser N
Selisih Regangan mm/mm
Pertambahan Panjang mm
Selisih Tegangan MPa
Regangan mm/mm
E Modulus Elastisitas MPa
Ek Energi Kinetik J
F Gaya N
Fn Gaya Normal N
Ft Gaya Tangensial N
Fviscos Gaya Viskos N
Koefisien Difusi
Sudut Puntir
Gv Kekentalan Turbulen N.s/m2
L Gaya Angkat N
l Panjang Airfoil m
Tip Speed Ratio
li Panjang Akhir mm
xxxi
lo Panjang Awal mm
Tip Speed Ratio Lokal
M Massa Kg
Kekentalan Dinamik N.s/m2
M Momen Puntir N/m
Mc Massa Komposit Gr
Mf Massa Fiber Gr
N Jumlah Sudu
P Tekanan N/m2
P Daya Watt
Pabs Tekanan Absolut N/m2
Pgauge Tekanan Ukur N/m2
Pop Tekanan Operasional N/m2
Q Debit Aliran m3/s
Qm Densitas Matriks gr/ml
Massa Jenis Kg/m3
Re Bilangan Reynold
Massa Jenis Fiber gr/ml
rh Radius Home
Massa Jenis Matriks gr/ml
Tegangan MPa
Tegangan Fiber MPa
Tegangan Matriks MPa
T Temperatur
T Waktu S
Tegangan Geser N/m2
T Torsi Nm
Tg Glass Transition Temperature
U Kecepatan m/s
Kekentalan Kinematik m2/s
V Kecepatan m/s
Vc Volume Komposit ml
Vf Fraksi Volume Serat %
Kecepatan putar sudu Rad/s
W Kecepatan Relatif Angin m/s
xxxii
Wf Fraksi Berat Serat %
Kecepatan Putar Angin Downstream rad/s
y+ Efek Dinding
Yv Destruksi Kekentalan Turbulen N.s/m2
Konstanta Boltzman J/K
xxxiii
DAFTAR SINGKATAN
Simbol Arti
AFD : Analytic Fluid Dynamics
ASTM : American Standard Test Method
AWEA : American Wind Energy Association
BBM : Bahan Bakar Minyak
BEM : Blade Element Momentum
BP : British Petroleum
CFD : Computational Fluids Dynamic
CO2 : Carbon Dioksida
DESDM : Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral
EFD : Experimental Fluid Dynamics
ELV : End-of-Life Vehicle
GFRP : Glass Fibre Reinforced Plastics
HPNFRP : High Performance Natural Fibre Reinforced Plastics Composite
ISO : International Standard Organization
IYNF : International Years of Natural Fibre
KBE : Knowledge Base Economy
KBS : Knowledge Base Society
KSL : Kayu Sengon Laut
LAPAN : Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional
LNS : Light Natural Sandwich Material
MAPP : Maleated Agent Poly Propylene
MEKPo : Metil Etil Keton Peroksida
MES : Momentum Elemen Sudu
MSD : Material Service Density
NACA : National Advisory Committee for Aeronautics
NACO : Natural Composite
NaOH : Natrium Hidroksida
PLN : Perusahaan Listrik Negara
PMC : Polymer Matrix Composite
PP : Poly Propylene
PVC : Poly Vinyl Chloride
RBE : Resource Base Economy
ROM : Rule Of Mixture
SA : Spallart Almaras
SBM : Setara Barel Minyak
SEM : Scanning Electron Microscope
xxxiv
SKEA : Sistem Konversi Energi Angin
SNI : Standard Nasional Indonesia
SPC : Soy Protein Concentrate
SPSS : Statistical Product and Service Solutions
TSR : Tip Speed Ration
UPRs : Unsaturated Polymer Resin
xxxv
GLOSARI
Abiotik : Komponen penyusun ekosistem yang terdiri dari benda-
benda tak hidup
Adhesi : Keadaan melekat pada benda lain
Angle of attack : Sudut datang angin terhadap sisi depan sebuah sudu
Alternatif : Pilihan diantara dua atau beberapa kemungkinan
Analisis : Investigasi secara mendalam terhadap keterkaitan diantara
beberapa faktor berbeda dalam suatu kejadian
Aspek : Pemunculan atau penginterpretasian gagasan, masalah,
situasi, dan sebagainya, pertimbangan yang dilihat dari
sudut pandang tertentu
Atmosfer : Lapisan udara yg menyelubungi bumi sampai ketinggian
300 km (terutama terdiri atas campuran berbagai gas, yaitu
nitrogen, oksigen, argon, dan sejumlah kecil gas lain)
Aliran tunak : Aliran fluida dimana kondisi alirannya tetap
Biotik : Makhluk hidup (tumbuhan, hewan, manusia), baik yang
mikro maupun yang makro serta prosesnya
Core : Bagian inti dari sudu turbin
Dampak
lingkungan
: Setiap perubahan pada lingkungan baik yang merugikan
atau bermanfaat yang keseluruhannya ataupun sebagian
disebabkan oleh aspek lingkungan dari sistem yang diamati
Daya output : Besarnya daya yang dpat dihasilkan, misal besarnya energy
listrik yang dapat dihasilkan oleh kincir angin
Deformasi : Perubahan bentuk suatu material sebagai akibat adanya
beban yang bekerja
Density : Kerapatan atau jumlah massa yang terdapat di dalam satu
satuan volume
Derau : Bunyi dengan gelombang yang tidak teratur
Degradasi
thermal
: Penurunanan kekuatan material akibat adanya pengaruh
temperatur
Difusi : Pencampuran gas atau zat cair
Drag : Gaya hambat yang terjadi pada benda yang bergerak
Ekologi : lmu tentang hubungan timbal balik antara makhluk hidup
dan (kondisi) alam sekitarnya (lingkungannya)
Elastisitas : Kemampuan yang mudah berubah bentuknya dan mudah
xxxvi
kembali ke bentuk asal, sifat lentur
Emisi : Pencemaran yang dihasilkan oleh suatu proses, misal emisi
gas buang dari kendaraan bermotor
Energi : Kemampuan untuk melakukan kerja, daya (kekuatan) yang
dapat digunakan untuk melakukan berbagai proses kegiatan
Energi
Konvensional
: Energi primer yang merupakan bahan bakar cair dan
batubara
Fiber : Serat, baik serat alam maupun serat buatan yang dapat
dipakai sebagai matrik mnaterial komposit
Fraksi volume : Persentase volume serat terhadap volume komposit
Fraksi berat : Persentase berat serat terhadap berat komposit
Gaya aksial : Gaya yang terjadi dengan arah sejajar terhadap luasan
penampang benda
Gaya normal : Gaya yang terjadi dengan arah tegak lurus terhadap luasan
penampang benda
Gearbox : Kotak yang berisi susunan roda gigi sebagai pemindah
daya, transmisi
Generator : Mesin yang mengubah energi mekanik poros menjadi
energi listrik
Hand lay up : Metode dalam pembuatan komposit dengan pelapisan
beberapa lapisan dengan menggunakan tangan
Interfasce : Batas diantara dua permukaan
Intermolekular : Berhubungan antara dua atau lebih molekul
Interphase : Kondisi dimana zat dalam keadaan phase yang berbeda
Irreversible : Kondisi sistem yang tidak dapat kembali seperti kondisi
awalnya jika arah proses dibalik, karena adanya rugi-rugi
Kadar air : Kandungan air bebas dalam suatu bahan
Katalisasor : Sesuatu yang menyebabkan terjadinya perubahan dan
menimbulkan kejadian baru atau mempercepat suatu reaksi
kimia
Karakterisitik : Sifat-sifat khusus yang dimiliki oleh suatu material
Kelembaban : Kandungan uap air yang terdapat dalam udara
Komposit : Gabungan, campuran, paduan serat dan matrik
Konfigurasi : Susunan
Kontinuitas : Aliran fluida dengan debit aliran yang tetap, sehingga
kecepatan aliran dipengaruhi oleh luas penampang saluran
Konversi Energi : Mengubah suatu bentuk energi ke bentuk energi yang
lainnya.
Leading edge : Bagian depan atau sisi depan sudu kincir angin terhadap
xxxvii
arah angin
Lift : Gaya angkat yang dihasilkan oleh adanya aliran fluida
Lingkungan : Daerah atau kawasan dan sebagainya yang termasuk di
dalamnya
Massa jenis : Massa benda yang terdapat dalam setiap satuan volumenya
Melting point : Temperature leleh dari suatu material
Meshing : Bembagi model menjadi elemen-elemen dengan ukuran
tertentu didalam simulasi
Model : Suatu pola, yang benar-benar ada secara fisik, atau
formulasi matematika yang dapat mempresentasikan sistem
aktual
Modifikasi : Melakukan perubahan pada mesin atau alat untuk
meningkatkan kinerjanya
Molding : Proses manufaktur dengan penggunaan cetakan benda-
benda yang akan di buat
Optimalisasi : Modifikasi didalam perancangan yang dilakukan untuk
mendapatkan unjuk kerja yang maksimal dari suatu alat
atau mesin
Pemanasan
Global
: (Efek rumah kaca) adalah pengaruh peningkatan
temperature pada lapisan atmosfer terendah yang
diakibatkan oleh kehadirab gas-gas rumah kaca yang
mengadsorpsi radiasi gelombang pendek oleh permukaan
bumi. Adsorpsi tersebut melepaskan panas sehingga terjadi
peningkatan terhadap temperatur atmosfer
Pitching : Gerakan osilasi pada sumbu horizontal
Plywood : Kayu olahan yang dibuat dari beberapa lapisan kayu
Polimer : zat yang dihasilkan dengan cara polimerisasi dari molekul
yang sangat banyak dengan satuan struktur berantai
panjang, baik lurus, bercabang, maupun menyilang yangg
berulang, misal plastik, serat, dan karet.
Regangan : Pertambahan panjang material karena pembebanan,
berhubungan dengan sifat plastis material
Renewable
resources
: Sumber-sumber yang keberadaannya dapat diperbaharui
Reversible : Kondisi sistem yang dapat kembali ke kondisi awal tanpa
adanya rugi-rugi jika arah proses dibalik
Sandwich : Komposit yang dibuat secara berlapis-lapis
Simulasi : Penggambaran suatu sistem atau proses dengan peragaan
berupa model
Sintetis : Tiruan, bersifat hasil pengolahan manusia
xxxviii
Sistem : Gabungan beberapa elemen yang saling bekerja bersama-
sama untuk mencapai tujuan
Sistem Konversi
Energi
: Gabungan beberapa elemen yang saling bekerja bersama-
sama untuk mengubah suatu bentuk energi ke bentuk energi
yang lainnya.
Skenario : Gambaran situasi yang mungkin di masa akan datang
Spesimen : Benda uji, bagian dari kelompok atau bagian dari
keseluruhan
Shrinkage : Penyusutan pada suatu material
Swell : Penggelembungan material akibat adanya peresapan air
melalui pori-pori material
Susut : Mengerut menjadi pendek, kecil, dan sebagainya
Tensile : Kemampuan untuk meregang, berkaitan dengan tarikan
Tensile strength : Beban maksimum yang masih mampu ditahan oleh material
sebelum material tersebut putus, kekuatan material terhadap
beban tarikan
Tip Speed Ratio : Perbandingan kecepatan pada ujung sudu terhadap
kecepatan putaran rotor
Turbulensi : Gerak bergolak tidak teratur yg merupakan ciri gerak zat
alir pada kecepatan tinggi
Trailing edge : Bagian belakang atau sisi belakang sudu kincir angin
terhadap arah angin
Treatment : Perlakuan yang dilakukan terhadap material komposit
sebelum difabrikasi
Twist : Besar kecilnya sudut puntiran yang dapat diberikan
terhadap sudu turbin
Viscosity : Kemampuan resistensi fluida terhadap adanya gaya geser,
berhubungan dengan kekentalan fluida
Visual : Dapat dilihat dengan indra penglihat (mata), berdasarkan
penglihatan
Vorticity : Ulekan-ulekan yang terjadi sebagai akibat adanya fluktuasi
aliran fluida
xxxix
ABSTRAK
Minyak bumi, batubara, gas (energi fosil) saat ini merupakan sumber energi dominan
di Indonesia dan bahan baku industri petrokimia, namun ketersediaannya terbatas. Dengan
tingkat produksi seperti 2008, dan tanpa penemuan cadangan baru, cadangan minyak bumi
Indonesia akan habis dalam waktu 23 tahun mendatang. Pembakaran minyak bumi juga
berkontribusi pada pemanasan global, karena penambahan CO2 di udara. Indonesia
merupakan negara kepulauan dan mempunyai garis pantai terpanjang ke-empat di dunia.
Dengan keadaan tersebut, energi angin menjadi potensi yang harus dikembangkan dan
dimanfaatkan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan komposit alami dari serat rami dan
Kayu Sengon Laut sebagai bahan propeler kincir angin di daerah pesisir. Metode Hand Lay
Up digunakan untuk pembuatan komposit 1 lapis dan 2 lapis, dengan serat rami sebagai
matrik dan Sengon Laut sebagai intinya. Optimalisasi desain propeler dilakukan dengan
simulasi dinamika fluida berbantuan software FLUENT. Model propeler yang optimal dari
hasil simulasi selanjutnya difabrikasi dari material komposit dua lapisan serat rami. Propeler
berbahan komposit ini digunakan sebagai kincir angin yang dipasang di pantai Pandasimo,
Bantul, Yogyakarta selama 5,5 bulan.
Dari hasil simulasi, desain optimum propeler memiliki panjang 1,625 m dengan 20
elemen sudu. Panjang chord maksimum adalah 0,28 m dan minimum 0,08 m. Propeler
memiliki koefisien Betz maksimum sebesar 0,4 pada Tip Speed Ratio 4. Pada kecepatan angin
rata-rata 3-5 m/s, kincir angin yang terdiri dari tiga propeler ini dapat menghasilkan daya
keluaran sebesar 50-240 watt, torsi sebesar 25-75 Nm, dan koefisien daya sebesar 0,35-0,40.
Koefisien aerodinamis propeler hasil modifikasi NACA 4415 memiliki kinerja yang baik
untuk bilangan Reynolds 41.000-250.000.
Fabrikasi dengan metode Hand Lay-Up memberikan kesalahan berat relatif rata-rata
sekitar 12,148% untuk komposit 2 lapis dan 5,628% untuk komposit 1 lapis. Sedangkan fraksi
volume serat untuk komposit 1 lapis sebesar 46,012% dan untuk komposit 2 lapis sebesar
49,130%. Dari uji tekuk didapatkan hasil bahwa komposit 2 lapis lebih baik dibandingkan
komposit 1 lapis. Untuk komposit 2 lapis, tegangan tekuk tertinggi sebesar 30,881 MPa,
modulus elastisitas sebesar 2,018 Gpa, dan regangan sebesar 1,795%. Hasil pengujian EDS
menunjukkan unsur karbon (C) mengalami penurunan sebesar 4,01%, sedangkan unsur
oksigen (O) mengalami kenaikan sebesar 7,85%. Fenomena tersebut disebabkan kelembaban
yang tinggi, dengan rata-rata sebesar 69,98%.
Dengan asumsi bahwa kebutuhan energi listrik warga di sekitar Pantai Pandansimo
sebesar 22,5 KW yang dipenuhi dengan 1 unit genset 30 KVA, dapat di-substitusi oleh
penggunaan kincir angin dengan daya 1KW, dengan memperhitungkan efisiensi daya output
sebesar 40%, maka diperlukan sebanyak 56 unit kincir angin dengan potensi pengurangan
emisi CO2 sebesar 70,81 ton / tahun.
Diharapkan pemanfaatan serat rami dan kayu sengon laut sebagai pengganti serat
gelas pada pengembangan propeler kincir angin dapat diaplikasikan secara luas oleh
masyarakat pesisir pantai dengan kecepatan angin rata-rata 3-5 m/s.
xl
Kata kunci: optimasi, propeler NACA 4415, komposit alam, energi terbarukan, emisi CO2
xli
ABSTRACT
Petroleum, coal, and gas as fossil energy is currently the dominant source of energy and
raw materials in Indonesian petrochemical industry, but the availability is limited. With
production levels as 2008, and without the discovery of new reserves, Indonesia's oil reserves
will be exhausted within 23 years. Burning fossil fuels also contribute to global warming,
because the addition of CO2 in the air. Indonesia is an archipelago country which has the
fourth longest coastline in the world. With these circumstances, the wind energy is potential
must be developed and utilized.
The objective of this research is to study a feasibility of potential local genius material
in Indonesia, particularly ramie fiber and Albizia wood as a material of hybrid composite for
wind turbine propeller. Prototype of wind turbine is fabricated by modification of NACA
4415 standard airfoil, which proposed for low speed wind and environmentally friendly.
Manufacturing method used for fabrication of this hybrid composite is Hand Lay Up Method
with one and two layers of ramie fiber.
Optimization of the blade design is done by computational fluid dynamics with software
FLUENT. Optimum blade model from simulation is then fabricated using two layers
composite. This composite blade is used for wind turbine and being installed at Pandasimo
beach, Bantul, Yogyakarta for 5.5 months.
The optimum design of blades is found to be 1.625 m in length with 20 elements blade
with maximum chord length of 0.28 m and minimum of 0.08 m. Blade has a maximum Betz
coefficient of 0.4 at Tip Speed Ratio of 4. At average wind speed of 3-5 m/s in Indonesia, this
wind turbine can generate power output, torque, and power coefficient of 50-240 watts, 25
Nm-75 Nm, 0.35-0.40, respectively. The coefficient of aerodynamic of modified NACA 4415
has good performance at Reynolds number of 41000- 250000. Fabrication with hand lay-up
method give the mean weight relative error about 7.182% in 2 layers and 6.880% in 1 layer.
Mean fiber volume fraction for 1 layer and 2 layers composite are 46,012% and 49,130%,
respectively. The highest bending stress is found to be 30.881 MPa in 2 layers composite. The
modulus elasticity and bending strain of 2 layers composite are 2.018 GPa and 1.795%. EDS
test results indicate that carbon element (C) decreased by 4.01%, while the oxygen element
(O) increased by 7.85%. The phenomenon is caused by high humidity, with an average of
69.98%. Assuming that the electrical energy needs of people around the Pandansimo Beaches ar
22.5 KW were filled with 1 unit 30 KVA generator, can be substituted by the use of 1 KW
wind turbine consider the output power efficiency by 40%, then the utilization of 56 units
wind turbine has CO2 emission reduction potential of 70.81 tons / year. Hopefully, utilization of ramie fiber and Albizia wood as a material of hybrid composite
as substitution of glass fiber for wind turbine propeller development can be applied
extensively by coastal communities with average wind speed of 3-5 m/s.
Keywords: optimization, NACA 4415 propeller, natural composite, renewable energy, CO2
emission
xlii
RINGKASAN
Latar belakang
Minyak bumi, batubara, gas (energi fosil) saat ini merupakan sumber energi dominan
di Indonesia dan bahan baku industri petrokimia, pemanfaatannya relatif mudah, namun
ketersediaannya terbatas. Ditjen Listrik dan Pemanfaatan Energi (DESDM, 2005) menyatakan
bahwa cadangan minyak bumi Indonesia pada tahun 2008 berjumlah 8,2 x 109 barel,
sedangkan tingkat produksi 3,57 x 108 barel/tahun. Dengan tingkat produksi seperti 2008, dan
tanpa penemuan cadangan baru, cadangan minyak bumi Indonesia akan habis dalam waktu 23
tahun mendatang. Dalam Blueprint Pengelolaan Energi Nasional (DESDM, 2005), pada tahun
2005, sekitar 95% dari kebutuhan energi primer berasal dari bahan bakar fosil. Selanjutnya,
jika tanpa usaha optimalisasi pengelolaan energi, pada tahun 2025 diperkirakan proporsi akan
menjadi 97%.
Kemenristek (2006), menyatakan bahwa cadangan minyak bumi Indonesia pada tahun
2008 berjumlah 3,7 x 109 barel atau hanya 0,3% cadangan dunia, sedangkan tingkat produksi
pada tahun itu sekitar 106 barel/hari atau 1,2% produksi dunia, dengan nilai R/P = 10,2 tahun.
Dua skenario ini tentunya menggambarkan betapa seriusnya problem energi nasional,
sehingga perlu diantisipasi dengan sungguh-sungguh. Pembakaran minyak bumi, yang
tergolong energi fosil, juga berkontribusi pada pemanasan global, karena penambahan CO2 di
udara.
Indonesia merupakan negara kepulauan yang 2/3 wilayahnya adalah lautan dan
mempunyai garis pantai terpanjang ke-empat di dunia (setelah AS, Kanada, dan Rusia) yaitu
± 95,181 Km serta terletak di lintasan garis khatulistiwa, dan memiliki 17,480 pulau.
Dengan batas tersebut, energi angin menjadi potensi yang harus dikembangkan dan
dimanfaatkan. Di tengah potensi angin melimpah di kawasan pesisir Indonesia, total kapasitas
terpasang dalam sistem konversi energi angin saat ini kurang dari 800 kilowatt. Mengacu
pada kebijakan energi nasional, maka pembangkit listrik tenaga angin ditargetkan mencapai
250 megawatt (MW) pada tahun 2025. Pemanfaatan terhadap sumber daya alam yang
xliii
terbarukan merupakan hal-hal yang harus dan terus dikembangkan agar tidak terjadi krisis
dan kelangkaan energi, khususnya untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat kepulauan.
Menurut Dewan Nasional Perubahan Iklim bahwa Indonesia merupakan penghasil
emisi gas rumah kaca (GRK) yang relatif besar, terutama dari pemanfaatan hutan dan lahan,
tetapi juga dari penggunaan bahan bakar fosil yang meningkat dengan pesat. Emisi dari
pemakaian batu bara mengalami peningkatan paling cepat dalam dekade terakhir akibat
pemakaian yang terus meningkat untuk pembangkit tenaga listrik.
Pada Oktober 2000, di negara-negara Uni-Eropa telah menetapkan peraturan ”End-of-
Life Vehicles (ELV) directive (2000/53/EC)”, yang mentargetkan minimum 85% berat ELV
harus dapat diperbaharui pada tahun 2006 dan minimum 95% berat ELV juga harus dapat
diperbaharui pada tahun 2015. Selanjutnya FAO juga mendeklarasikan “International Year of
Natural Fiber (IYNF) 2009” untuk mendesak berbagai industri manufaktur agar
memanfaatkan bahan-bahan serat alam. Kedua aturan tersebut mendukung pemanfaatan
potensi local genius materials di Indonesia khususnya “serat alam dan kayu alam” sebagai
bahan rekayasa produk teknologi, termasuk natural composite (NACO). Dengan demikian,
substitusi penggunaan bahan-bahan sintetis dengan bahan alam yang ramah lingkungan dan
dapat diperbaharui menjadi persyaratan produk.
Saat ini propeler kincir angin, yang sebelumnya dibuat dari material logam, telah
mulai dibuat dari material komposit skin GFRP (glass fiber reinforced plastic). Hal ini
dikarenakan material propeler tersebut diharapkan mempunyai bobot yang ringan agar mudah
berputar ketika ditiup angin. Berhubung propeler juga berfungsi sebagai struktur primer maka
sebaiknya dibuat dari komposit yang ramah lingkungan. Potensi sumber daya alam rami dan
KSL perlu dimanfaatkan untuk mereduksi penggunaan bahan sintetis impor.
Rumusan masalah
Permasalahan yang akan dikaji dan dicari penyelesaiannya dalam penelitian ini adalah
(1) Bagaimana melakukan optimasi desain propeler airfoil standard NACA 4415 dengan
simulasi CFD, (2) Bagaimana pemanfaatan potensi local genius materials di Indonesia
khususnya “serat alam dan kayu alam” untuk pengembangan teknologi komposit lamina serat
rami dan core kayu sengon laut untuk pembuatan prototipe propeler airfoil modifikasi
NACA 4415 yang paling sesuai untuk angin kecepatan rendah dan ramah lingkungan, (3)
Bagaimana pengaruh lingkungan pesisir pantai Pandansimo terhadap ketahanan propeler
xliv
berbahan baku komposit KSL dan serat rami yang dipasang di daerah pantai, (4) Bagaimana
manfaat lingkungan penerapan Sistem Konversi Energi Angin (SKEA) di lingkungan di
sekitar pantai Pandansimo Bantul.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain mendukung potensi
budidaya rami di Indonesia sebagai salah satu langkah bijak untuk menyelamatkan kelestarian
lingkungan dari limbah yang dibuat dan keterbatasan sumber daya alam fosil yang tidak dapat
diperbaharui. Manfaat lain yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah pemanfaatan SKEA
skala kecil dan menengah (50 W - 100 kW) di lokasi pesisir pantai Pandansimo untuk
kebutuhan listrik rumah tangga, cold storage (pengawet ikan dan obat), catu daya peralatan
komunikasi, serta pengisi baterai perahu nelayan. Dengan demikian diharapkan dapat
berkontribusi dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat pedesaan khususnya wilayah
pesisir pantai melalui pemenuhan energi listrik.
Tinjauan Pustaka
Komposit merupakan penggabungan dari dua material atau lebih, yang dibentuk pada
skala makroskopik dan menyatu secara fisik untuk memperoleh sifat-sifat baru yang tidak
dimiliki oleh material pembentuknya (Kaw, 1997). Dalam penggabungan antara serat dan
resin, serat akan berfungsi sebagai penguat (reinforcement) yang biasanya mempunyai
kekuatan dan kekakuan tinggi, sedangkan resin berfungsi sebagai perekat atau matrik untuk
menjaga posisi serat, mentransmisikan gaya geser dan juga berfungsi sebagai pelapis serat.
Matrik biasanya mempunyai kekuatan relatif rendah tetapi ulet, karena itu serat secara
dominan akan menentukan kekuatan dan kekakuan komposit. Semakin kecil ukuran serat,
maka akan memberikan perekatan dan kekuatan yang semakin baik, karena rasio antara
permukaan dan volume serat semakin besar (Riedel, 1999).
Kekuatan komposit sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jenis, geometri,
arah, distribusi, dan kandungan serat. Berdasarkan teori Rule of Mixture (ROM), kekuatan
komposit meningkat seiring dengan penambahan kandungan serat mencapai 60-70% (Sanadi
dkk., 1986). Pertimbangan pemilihan serat untuk komposit sangat dipengaruhi oleh beberapa
parameter diantaranya adalah nilai kekuatan dan kekakuan komposit yang diinginkan,
perpanjangan ketika patah, stabilitas termal, ikatan antara serat dan matrik, perilaku dinamik,
xlv
perilaku jangka panjang, massa jenis, harga, biaya proses, ketersediaan, dan kemudahan daur
ulang (Riedel, 1999). Sebagai contoh, ketika komposit akan digunakan untuk struktur ringan,
maka kekuatan dan kekakuan spesifiknya akan lebih diutamakan.
Riset komposit serat alam di Indonesia secara intensif dimulai tahun 2000-an.
Misalnya riset yang dilakukan oleh Mulyadi dan Rochardjo (2003) dengan menggunakan
serat Agave cantala dan matrik plastik. Pemanfaatan limbah serat buah sawit untuk berbagai
aplikasi teknik juga telah diteliti secara komprehensif (Jamasri dkk., 2005-2006). Kajian sifat
tarik komposit serat buah sawit acak bermatrik poliester juga telah dilakukan oleh Jamasri
dkk. (2005). Hasilnya menunjukkan bahwa penambahan kandungan volume serat buah sawit
mampu meningkatkan fungsi panel komposit menjadi panel struktur, baik sebagai struktur
sekunder maupun primer.
Tahun 2005, riset komposit sangat intensif dilakukan dengan memanfaatkan serat
aren, serat kenaf, serat buah sawit, KSL, dan kayu sawit. Riset substitusi core sintetis dengan
core KSL telah menunjukkan bahwa kekuatan komposit sandwich GFRP core KSL memiliki
kekuatan bending lebih tinggi (108,7 MPa) dibandingkan dengan penggunaan core divinycell
PVC (Diharjo, 2005). Pengkajian secara intensif pemanfaatan serat kenaf dan kayu sengon
laut sebagai unsur utama pembentuk panel komposit sandwich dilakukan oleh Diharjo (2006).
Kajian kompatibilitas antara serat rami dengan matrik epoxy agar dihasilkan High
Performance Natural Fiber Reinforced Plastic Composites (HPNFRP) telah dilakukan oleh
Marsyahyo (2006). Riset pemanfaatan serat alam pernah dilakukan oleh Diharjo dkk. (2005)
yang mengembangkan pemanfaatan serat alam kenaf sebagai bahan komposit. Komposit
kenaf – polyester dalam penelitian ini memiliki sifat tarik yang lebih baik daripada komposit
kenaf – PP yang diteliti oleh Karnani dkk. (1997).
Selanjutnya Diharjo dkk. (2007) mengembangkan penelitian disertasi komposit
sandwich dengan core kayu sengon laut (KSL). Sifat impak komposit sandwich serat kenaf
acak – polyester dengan core KSL meningkat seiring dengan peningkatan ketebalan core.
Pengembangan bahan biokomposit juga pernah dilakukan oleh Mujiyono dkk. (2008). Dalam
penelitian ini serat alam yang digunakan adalah serat rami dan serat bambu, sedangkan matrik
alam yang digunakan sebagai perekat adalah hasil sekresi kutu pohon albasia (sengon laut).
Airfoil yang digunakan untuk profil dasar sudu turbin adalah airfoil yang dilalui oleh
angin kecepatan rendah (maksimum 10 m/s), sehingga parameter rasio gaya angkat terhadap
xlvi
gaya hambat maksimum menjadi fokus pengembangan karakteristik airfoil untuk turbin angin
(Timmer and Rooij, 2003) dengan rentang kecepatan angin 0-10 m/s. Studi pengembangan
airfoil seri NACA 44xx yaitu NACA 4415 untuk bilangan Reynolds rendah dalam interval
50.000 sampai 600.000 (kecepatan rendah) telah dilakukan oleh Ostowari and Naik (1985)
dan diperoleh bahwa NACA 4415 jika digunakan untuk turbin angin sumbu horizontal pada
kecepatan angin tinggi dapat menimbulkan getaran dan noise yang besar, hal ini sesuai dan
diperkuat dengan hasil penelitian Saliveros (1988). Hasil Studi oleh Hoffmann at.al (1996),
dilakukan pada kondisi aliran mantap (steady) dengan bilangan Reynolds 106 yang melalui
airfoil NACA 4415 didapat koefisien gaya angkat 1.35 pada sudut serang 14.3o dan
dinyatakan bahwa jika aliran udara adalah tidak mantap (unsteady) maka akan terjadi
peningkatan koefisien gaya angkat sebesar 10% sampai 15% dibanding pada kondisi aliran
mantap, hal ini sesuai jika diaplikasikan pada turbin angin yang beroperasi pada kondisi angin
yang tidak mantap. Timmer and Rooij (2003) juga menyatakan pada awal tahun 1980 sampai
1990, profil yang banyak digunakan sebagai bentuk dasar sudu turbin angin adalah airfoil
yang dikembangan oleh NASA yang diberi kode NACA 4 digit (seri NACA 44xx) dan
NACA 5 digit (seri NACA 63xxx). Airfoil NACA tersebut dari hasil pengujian mengalami
phenomena transisi yang lebih awal dari yang diprediksi dan hal ini sesuai dan diperkuat
dengan yang dilakukan oleh Gómez and Álvaro (2006), sehingga perlu dikembangkan atau
dilakukan modifikasi pada profil NACA tersebut terutama pada ketebalan airfoilnya.
Metodologi penelitian
Simulasi optimasi rancangan propeler standar NACA 4415 yang dimodifikasi
dilakukan menggunakan komputer dengan bantuan software ANSYS FLUENT v6.3 CFD;
yang bertujuan untuk menghemat waktu dan biaya dalam merancang airfoil.
Dalam penelitian ini juga diuraikan tentang analisis dampak lingkungan penerapan
Sistem Konversi Energi Angin (SKEA), khususnya untuk mengetahui aspek ketahanan
lingkungan dari propeler berbahan baku komposit KSL dan serat rami yang dipasang di
daerah pantai. Parameter yang akan diukur meliputi temperatur, kelembaban, dan kecepatan
angin. Selanjutnya dilakukan pengujian pada struktur mikro untuk mengetahui ada tidaknya
penurunan ketahanan bahan komposit.
xlvii
Pengambilan data hasil pengujian di lapangan yang berupa kecepatan angin,
temperatur dan kelembaban dilakukan setiap hari, dengan rata-rata 12 jam setiap hari pada
waktu pagi (jam 06.00 – 12.00 WIB), dan malam hari (jam 18.00 – 24.00 WIB). Sumber data
lainnya yang berupa kecepatan angin dan temperatur diperoleh dari logger milik LAPAN
yang ditempatkan di Pantai Pandansimo. Selanjutnya data-data yang telah terkumpul diolah
dan disajikan dalam bentuk tabel, angka, dan grafik menggunakan perangkat lunak Microsoft
Excel, SPSS, dan Matlab.
Metode penelitian dilakukan dengan metode kuantitatif, yaitu dengan melakukan
penelitian secara eksperimental lapangan dan penelitian secara teoritis dengan cara
pengukuran langsung. Pengukuran dilakukan selama kurang lebih 5,5 bulan dengan
pengambilan sampel dilakukan setiap 1 minggu sekali. Kondisi eksperimen di lapangan dari
hasil penelitian ini merupakan pencerminan data operasional yang sebenarnya.
Hasil dan pembahasan
Kajian energi
Berdasarkan hasil simulasi numerik karakteristik airfoil NACA 4415 dan untuk
meningkatkan nilai Cl terutama pada kondisi sudut serang pada rentang -12≤ α ≤ -10 derajat
dan pada rentang 14 ≤ α ≤ 20 derajat, maka dilakukan modifikasi pada profil NACA 4415
bagian depan permukaan bawah dan bagian belakang permukaan atas airfoil. Peningkatan
nilai Cl diperlukan untuk meningkatan torsi yang dapat dihasilkan oleh sudu turbin.
Berdasarkan hasil simulasi, maka nilai koefisien aerodinamika untuk airfoil NACA
4415 dan NACA 4415 modif dapat dibuat perbandingan kurva koefisien lift terhadap angle of
attack. Pada kondisi aliran udara dengan bilangan Reynolds 41000 terjadi peningkatan nilai
Cl airfoil NACA dengan persentase besar peningkatan rata-rata adalah 14,8%, untuk bilangan
Reynolds 55000 besar peningkatan rata-rata adalah 7,2%, untuk bilangan Reynolds 68000
besar peningkatan rata-rata adalah 4,9%, untuk bilangan Reynolds besar peningkatan rata-rata
adalah 2,3%, untuk bilangan Reynolds 96000 besar peningkatan rata-rata adalah 4,2%, untuk
bilangan Reynolds 250000 besar peningkatan rata-rata adalah 2,2%.
Berdasarkan kurva perbandingan koefisien aerodinamika airfoil NACA 4415 dengan
NACA 4415 modif, dapat disimpulkan bahwa airfoil NACA 4415 modif mempunyai kinerja
yang lebih baik untuk aliran yang mempunyai bilangan Reynolds 4.1 x 104 sampai dengan 2.5
xlviii
x 105. Berdasarkan kajian numerik, maka airfoil NACA 4415 modif dapat digunakan sebagai
dasar pembentukan kurva polar 360o dengan cara ekstrapolasi dari -180
o sampai 180
o.
Perancangan sudu turbin angin berdasarkan bentuk elemen airfoil NACA 4415 modif
diawali dengan membuat kurva polar 360o dengan cara melakukan ekstrapolasi dari -180
o
sampai +180o terhadap kurva drag polar. Hasil ekstrapolasi untuk membentuk kurva polar
360o pada kondisi kecepatan angin 3, 4, 5, 6, 7 dan 18 m/s berdasarkan kurva Cl dan Cd
terhadap α pada Re = 41000 sampai Re = 250000.
Perancangan sudu turbin didasarkan pada kondisi kecepatan angin Indonesia pada
umumnya dan kondisi kecepatan angin di daerah Pandansimo – Yogyakarta yang mempunyai
kecepatan rata-rata 3 sampai 5 m/s dan potensi energi angin yang akan di ekstrak adalah 1000
Watt atau 1 kW, sehingga kondisi awal perancangan sudu mempunyai dimensi panjang sudu
1.50 m dan pada kondisi simulasi diabaikan rugi-rugi tepi sudu sehingga panjang sudu
diperpanjang menjadi 1.625 m.
Hasil simulasi menunjukkan bahwa daya dan torsi mempunyai kecendrungan yang
sama (kurva identik) mempunyai gradient positif kecil (meningkat secara lambat/landai)
dengan meningkatnya kecepatan angin dari 1 m/s sampai 5 m/s dan gradient positif cendrung
membesar dengan meningkatnya kecepatan angin dari 5 m/s sampai 10 m/s dan gradient
positif cenderung semakin membesar (meningkat secara esktrim) dengan meningkatnya
kecepatan angin dari 10 m/s sampai 20 m/s.
Rotor turbin angin yang dibentuk terdiri dari 3 buah sudu yang dapat menghasilkan
daya output 50 Watt sampai 240 watt pada interval kecepatan angin rata-rata di Indonesia 3
m/s sampai 5 m/s.. Rotor turbin mempunyai torsi 25 Nm sampai 75 Nm pada interval
kecepatan angin rata-rata di Indonesia 3 m/s sampai 5 m/s. Sehingga rotor turbin mempunyai
koefisien daya Cp 0,35 sampai 0,40 pada interval kecepatan angin rata-rata di Indonesia 3 m/s
sampai 5 m/s
Hasil simulasi juga menunjukkan bahwa koefisien daya mempunyai kecendrungan
yang sama (kurva indentik) mempunyai gradient positif yang besar dengan meningkatnya
kecepatan angin dari 1 m/s sampai 3 m/s dan gradien cendrung kecil (relatif konstan) dengan
meningkatnya kecepatan angin dari 3 m/s sampai 20 m/s. Berdasarkan kurva perbandingan
koefisien aerodinamika airfoil NACA 4415 dengan NACA 4415 modif dapat disimpulkan
xlix
bahwa airfoil NACA 4415 modif mempunyai kinerja yang lebih baik untuk aliran yang
mempunyai bilangan Reynolds 4.1 x 104 hingga 2.5 x 10
5.
Bentuk sudu turbin angin yang optimum adalah bentuk yang dihasilkan dapat
dipuntir sejauh maksimal 24,8o pada bagian root (pangkal) sudu turbin angin serta -4,7
o pada
bagian tip (ujung) sudu turbin angin.
Material Komposit
Salah satu faktor penting yang menentukan karakteristik dari komposit adalah
perbandingan matrik dan penguat/serat. Perbandingan ini dapat ditunjukkan dalam bentuk
fraksi volume serat (Vf) atau fraksi berat serat (Wf). Namun, formulasi kekuatan komposit
lebih banyak menggunakan fraksi volume serat.
Fraksi volume serat (penguat serat rami dan kayu sengon laut) pada komposit 2 lapis
yaitu, vf : 49,130 % lebih kecil dibanding komposit yang difabrikasi 1 lapis yaitu sebesar vf :
46,012%. Penurunan fraksi volume serat dalam penelitian untuk kedua parameter ini ternyata
berakibat pada peningkatan kekuatan mekanik terutama tegangan tekuk sebesar 62,42% pada
komposit 2 lapis. Keadaan ini terjadi dimungkinkan matriks cukup kuat dan mampu baik
memindahkan gaya tekuk saat flexural test.
Uji kekuatan tekuk (Flexural Test ) merupakan salah satu indikasi kekuatan dari
material spesimen untuk pembuatan prototipe propeler airfoil standard NACA 4415.
Spesimen dibuat dalam variasi 1 lapis dan 2 lapis untuk serat rami dengan 1 core kayu sengon
laut. Hasil uji kekuatan tekuk (Flexural Test ) dapat diambil tiga parameter karakteristik
mekanik material, yaitu tegangan tekuk, regangan tekuk dan modulus elastisitas. Tegangan
tekuk terbesar dimiliki oleh spesimen 2 lapis yaitu sebesar 30,881 Mpa dengan regangan
1,795 % dan modulus young 2,018 Gpa. Pada spesimen 1 lapis tegangan tekuk sebesar 19,013
Mpa dengan regangan 2,313 % dan modulus young 0,776 Gpa. Sehingga dalam pembuatan
prototipe airfoil standard NACA 4415 ditetapkan menggunakan spesimen komposit serat rami
2 lapis core kayu sengon laut yang memiliki tegangan tekuk terbesar akan tetapi ringan agar
mudah berputar pada debit angin 3m/s sesuai kondisi operasi atau kerja propeler.
Komposit serat rami core kayu sengon laut dilakukan dengan cukup baik menggunakan
metode hand lay up dengan kesalahan relatif berat komposit fabrikasi terhadap berat komposit
teori pada uji flexture adalah 5,626% untuk satu lapis dan 12,148% untuk dua lapis.
l
Hasil validasi menunjukkan bahwa perhitungan sifat mekanis dari hasil uji lebih besar
daripada perhitungan dengan menggunakan hukum pencampuran (Rule of Mixture) untuk
spesimen jenis material komposit 2 lapis (layer) yaitu sebesar 3,289 MPa (10,65%), dengan
demikian sifat mekanis yang dihasilkan dari pengujian memiliki tingkat akurasi yang sangat
tinggi. Pengamatan struktur komposit dengan SEM sebelum dan sesudah komposit
dioperasikan sebagai propeler selama 5,5 bulan tidak mengalami perubahan secara signifikan.
Kayu sebagian besar tersusun atas tiga unsur yaitu unsur C, H dan O. Unsur-unsur
tersebut berasal dari udara berupa CO2 dan dari tanah berupa H2O. Namun, dalam kayu juga
terdapat unsur-unsur lain seperti N, P, K, Ca, Mg, Si, Al dan Na. Setelah sudu dipasang di
lokasi pengujian selama 5,5 bulan, hasil pengujian EDS menunjukkan unsur karbon (C)
mengalami penurunan sebesar 4,01 %, sedangkan unsur oksigen (O) mengalami kenaikan
sebesar 7,85%. Fenomena tersebut disebabkan kelembaban yang tinggi, dengan rata-rata
kelembaban selama 5,5 bulan sebesar 69,98%. Kelembaban yang tinggi menyebabkan
oksigen yang terdapat di udara akan terdifusi ke dalam material sudu.
Aspek Lingkungan
Secara geografis, pesisir pantai selatan Yogyakarta merupakan lahan terbuka yang
luas, matahari yang bersinar sepanjang hari dan kecepatan angin rata-rata 4 m/s. Kondisi
tersebut menjadikan satu kriteria pemilihan lokasi pengembangan energi listrik di pantai
Pandansimo, Desa Poncosari, Bantul. Lokasi ini didukung oleh kondisi alam di sebelah
selatan yang berhadapan langsung dengan laut selatan Jawa. Energi listrik yang dihasilkan
diharapkan mendukung sektor pertanian, perikanan, dan pariwisata yang saat ini sedang
dikembangkan di pantai Pandansimo.
Selain berkontribusi dalam penyediaan energi listrik, pengembangan energi terbarukan
dapat menurunkan jumlah emisi CO2 yang dihasilkan sebagai akibat aktivitas pembangkitan
energi listrik. Dengan asumsi bahwa kebutuhan energi listrik warga di sekitar Pantai
Pandansimo sebesar 22,5 KW yang dipenuhi dengan 1 unit genset 30 KVA, dapat di-
substitusi oleh penggunaan kincir angin dengan daya 1 KW, dengan memperhitungkan
efisiensi daya output sebesar 40%, maka diperlukan sebanyak 56 unit kincir angin dengan
potensi pengurangan emisi CO2 sebesar 70,81 ton / tahun.
Pengaruh lingkungan terhadap material komposit propeler
li
Dari beberapa penelitian sebelumnya dilaporkan bahwa material komposit mengalami
degradasi kekuatan yang diakibatkan oleh pengaruh lingkungan, seperti pengaruh kelembaban
udara, panas matahari, radiasi ultraviolet, bahkan oksidasi termal. Kelembaban misalnya, dapat
menurunkan kekuatan material komposit karena adanya difusi uap air ke material komposit yang
dapat menyebabkan penurunan sifat temperatur transisi glass, yaitu temperatur dimana resin
berubah sifat dari kondisi padat menjadi kondisi viskoelastis. Selain hal tersebut, proses
degradasi komposit juga dipengaruhi oleh sifat kimia resin dan matriknya serta jangka waktu
terpapar pada lingkungan. Beberapa material komposit sangat sensitif terhadap cuaca.
Kombinasi dua atau beberapa faktor lingkungan dapat menyebabkan degradasi kekuatan material
komposit (Li, 2000).
Pengaruh lingkungan terhadap komposit tergantung pada pengaruhnya terhadap masing-
masing komponen kompositnya, fiber, matrik, serta interface antara fiber dan matriknya.
Pengaruh keseluruhan tergantung pada pengaruh lingkungan yang paling dominan terhadap
salah satu komponen komposit. Seperti misalnya, tegangan melintang merupakan sifat komposit
yang didominasi oleh sifat matriknya, sehingga pengaruh lingkungan terhadap sifat tegangan
melintang akan tergantung daripada sensitivitas matrik terhadap pengaruh lingkungan.
Pengaruh Temperatur
Dalam kurun waktu operasional yang lama, propeller kincir angin mungkin terpapar pada
lingkungan dengan temperatur rendah ( ≤ -200C) atau temperatur yang sangat tinggi (≥ 50
0C).
Beberapa polimer akan menjadi rapuh jika dipapar pada temperatur yang sangat rendah
(Schwartz, 1996). Beberapa tahun terakhir, telah banyak dilakukan penelitian untuk mengetahui
ketahanan material komposit terhadap temperatur tinggi (Brinson, 1987), (Soutis, 1997), (Hale,
1997), dan (Zaaffaroni, 1998). Pengaruh temperatur terhadap sifat retak komposit secara detail
telah diteliti oleh Marom (1989). Hasilnya menunjukkan bahwa energi retak interlaminar
menurun 25-30% pada kenaikan temperatur 50 – 1000C.
Selain mempercepat proses penyerapan air, temperatur juga sangat berpengaruh terhadap
resin komposit. Springer et al (1997) menyimpulkan bahwa untuk komposit laminasi 900
(komposit didominasi resin), kenaikan temperatur dapat menurunkan modulus elastisitas dan
kekuatan komposit, bahkan penurunan ini dapat mencapai 60% hingga 90%
Pengaruh kelembaban
lii
Molekul-molekul air dapat berdifusi masuk ke pori-pori komposit dan dapat
mempengaruhi sifat mekanik material komposit. Marom (1989) melaporkan bahwa kadar air
dapat mempengaruhi kekuatan retak komposit. Shen dan Springer (1977) melaporkan bahwa
komposit laminasi 900, kekuatan tarik maksimal dan modulus elastisitasnya menurun terhadap
kenaikan kadar air pada material komposit. Penurunan ini bisa mencapai 50% -90% . Difusi uap
air ke dalam komposit menyebabkan degradasi pada ikatan fiber-matriknya (Schultheise, 1997)
penurunan temperatur transisi glass (Brinson, 1987), sifat plastisnya dan kadang-kadang dapat
menyebabkan retak halus pada matrik komposit (Schutte, 1994) (Grant, 1995).
Berat rata-rata tiga buah sudu sebelum dipasang adalah 3.025 gram. Setelah terpasang
selama 5,5 bulan sudu diturunkan dan ditimbang. Berat rata-rata tiga buah sudu adalah 3.106
gram. Sehingga prosentase kandungan uap air yang terdifusi ke dalam material sudu selama 5,5
bulan adalah (3.038,33 – 3.025) / 3.025 x 100 = 0,44%. Hal tersebut menunjukkan hasil yang
tidak jauh berbeda dengan hasil analisis EDS terhadap kandungan unsur dominan pada material
komposit sudu yang menunjukkan kandungan unsur oksigen (O) mengalami kenaikan sebesar
0,22 % selama 5,5 bulan. Grafik hubungan antara kelembaban udara dan difusi uap air selama
pengujian diperlihatkan pada Gambar 5.189.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil simulasi numerik yang dilakukan pada proses perancangan turbin
angin sumbu horizontal, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: (1) Airfoil yang digunakan
sebagai bentuk dasar elemen sudu adalah hasil modifikasi airfoil NACA 4415. Sudu yang
dibentuk mempunyai panjang 1,625 m terdiri dari 20 elemen sudu dengan profile NACA
4415 modif dengan panjang chord maksimum 0,28 m dan minimum 0,08 m yang bervariasi
sesuai kurva pada Gambar 97. Rotor turbin angin yang dibentuk terdiri dari 3 buah sudu yang
dapat menghasilkan daya output 50 Watt sampai 240 watt pada interval kecepatan angin rata-
rata di Indonesia 3 m/s sampai 5 m/s seperti terjabarkan dalam Gambar 184. Rotor turbin
mempunyai torsi 25 Nm sampai 75 Nm, sehingga rotor turbin mempunyai koefisien daya Cp
0,35 sampai 0,40 pada interval kecepatan angin rata-rata di Indonesia 3 m/s sampai 5 m/s.
Berdasarkan kurva perbandingan koefisien aerodinamika airfoil NACA 4415 dengan NACA
4415 modif dapat disimpulkan bahwa airfoil NACA 4415 modif mempunyai kinerja yang
lebih baik untuk aliran yang mempunyai bilangan Reynolds 4.1 x 104 hingga 2.5 x 10
5. (2)
liii
Serat rami core kayu sengon laut dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan komposit
lamina serat rami dan KSL. Pembuatan komposit dilakukan dengan metode hand lay up 1
layer dan 2 layer. Fraksi volume serat pada komposit 2 lapis (49,130 %) lebih besar dibanding
komposit yang difabrikasi 1 lapis (46,012%). Kenaikan fraksi volume serat berakibat pada
peningkatan kekuatan mekanik terutama tegangan tekuk sebesar 62,42% pada komposit 2
lapis. Tegangan tekuk terbaik pada komposit 2 lapis serat rami yaitu sebesar 30,881 MPa,
dengan modulus young 2,018 GPa dan regangan 1,795 %. Hasil validasi menunjukkan bahwa
perhitungan sifat mekanis dari hasil uji lebih besar daripada perhitungan menggunakan
hukum pencampuran (Rule of Mixture-ROM) untuk spesimen material komposit 2 lapis yaitu
sebesar 3,289 Mpa (10,65 %). Dengan demikian sifat mekanis yang dihasilkan dari pengujian
memiliki tingkat akurasi yang tinggi. (3) Pengamatan struktur komposit dengan SEM sebelum
dan sesudah komposit dioperasikan sebagai propeler selama 5,5 bulan tidak mengalami
perubahan secara signifikan. Hasil pengujian EDS menunjukkan unsur karbon (C) mengalami
penurunan sebesar 4,01%, sedangkan unsur oksigen (O) mengalami kenaikan sebesar 7,85%.
Fenomena tersebut disebabkan kelembaban yang tinggi, dengan rata-rata sebesar 69,98%.
Kelembaban yang tinggi menyebabkan oksigen yang terdapat di udara akan terdifusi ke dalam
meterial sudu. (4) Selain berkontribusi dalam penyediaan energi listrik, pengembangan energi
terbarukan dapat menurunkan jumlah emisi CO2 yang dihasilkan sebagai akibat aktivitas
pembangkitan energi listrik. Dengan asumsi bahwa kebutuhan energi listrik warga di sekitar
Pantai Pandansimo sebesar 22,5 KW yang dipenuhi dengan 1 unit genset 30 KVA, dapat di-
substitusi oleh penggunaan kincir angin dengan daya 1KW, dengan memperhitungkan
efisiensi daya output sebesar 40%, maka diperlukan sebanyak 56 unit kincir angin dengan
potensi pengurangan emisi CO2 sebesar 70,81 ton / tahun. (5) Pembangunan SKEA di
wilayah pesisir pantai Pandansimo secara langsung tidak berpengaruh secara signifikan
karena menggunakan konsep renewable energy yang berasal dari energi angin sehingga tidak
mempengaruhi komponen abiotik maupun biotik dalam ekosistem yang ada di Pantai
Pandansimo.
Kata Kunci : Optimasi, Propeler NACA 4415, Komposit alam, Energi terbarukan, Emisi CO2
liv
SUMMARY
Introduction
Petroleum, Coal, and Gas as fossil energy are currently the dominant source of energy
and raw materials in Indonesian petrochemical industry, because the utilization is relatively
easy, but the reserves is limited. Directorate General of Electricity and Energy Utilization
(DESDM, 2005) states that Indonesia's oil reserves in 2008 amounted to 8.2 x 109 barrels,
while the production rate is 3.57 x 108 barrels / year. With production levels as 2008, and
without the discovery of new reserves, Indonesia's oil reserves will be exhausted within next
23 years. In the National Energy Management Blueprint (DESDM, 2005), in 2005,
approximately 94% of primary energy consumptions come from fossil fuels. Furthermore, if
no energy management optimization efforts, in 2025 the proportion will be 97%.
The Ministry of Research and Technology (2006), stated that Indonesia's oil reserves
in 2008 amounted to 3.7 x 109 barrels, or just 0.3% of world reserves, while the production
level is about 106 barrels / day or 1.2% of world production, with value of R / P = 10.2
years. These two scenarios illustrate how serious the problem is certainly the nation's energy,
so it should be anticipated in earnest. Combustion of petroleum, which is classified as fossil
energy, also contribute to global warming, because the addition of CO2 in the air.
Indonesia is an archipelago country which two thirds of its territory is ocean and
Indonesia has the fourth longest coastline in the world (fisrt USA, Canada, and Rusia),
95,181 Km, lies in equatorial which 17,480 islands. With these circumstances, the potensial
wind energy source of renewable energy must be utilized and need to be developed. Recently,
in the abundant of wind energy in coastal areas of Indonesia, the total installed capacity of
wind energy conversion systems is less than 800 kilowatts. Referring to the national energy
policy, then wind power is expected to reach 250 megawatts (MW) by 2025.
According to Dewan Nasional Perubahan Iklim Nasional, Indonesia contribute a green
gas emission relatively high, mainly from forest utilization and fossil fuel consumption. In
addition, CO2 emission increased significantly in last decade as a result of increasing in
electric energy consumption.
lv
In October 2000, European Union has set the rules "End-of-Life Vehicles (ELV)
Directive (2000/53/EC)", which is targeting a minimum 85% by weight of ELV must be
recycled in 2006 and a minimum of 95 % ELV weight should also be updated in 2015. FAO
also declared "International Year of Natural Fiber (IYNF) 2009" to urge various
manufacturing industries to utilize natural fiber materials. Both of these regulations support
the potential use of local genius materials in Indonesia as an engineering material in
manufacturing technology. These local genius material are natural fibers, wood, and also
natural composite (NACO). Thus, substitution of synthetic materials with environmental
friendly and renewable natural materials can be added into product regulations.
Nowdays, material of wind turbine propeller is been replaced by Skin Composite GFRP
(glass fiber reinforced plastic). This GFRP propeller is light and easily rotates although in
low speed wind. The wind turbine propeller from skin GFRP composite sandwich need to be
developed in order to withstand greater external impact loads. Natural ramie fiber and Albizia
wood should be used to reduce the use of imported synthetic materials. The aim of this
research is to study the potential use of local genius materials in Indonesia, particularly
natural fibers and natural wood to develop hybrid composite of ramie fiber with Albizia wood
as a core. This hybrid composite is used as a material of wind turbine propeller. Prototype of
this hybrid composite propeller is made by modify a model of NACA 4415 Standard Airfoil.
This hybrids composite propeller is proposed for low wind speeds and environmentally
friendly.
Problem statement
Issues related wind energy system being investigated in this study is to optimize the
propeller design of standard NACA 4415 airfoil with CFD simulations. The propeller of wind
turbine is made from composite of Albizia wood and ramie fiber. The aim of this research is
to find out the optimum design of propeller for low wind speed and coastal climate at
Pandansimo. Furthermore in this research, the effect of wind energy conversion on
environment is also studied, particularly around the area of Pandansimo Bantul.
Research benefits
This research is able to support the potential of hemp cultivation in Indonesia and also
as policy to save the green environment and non renewable source of energy. Other benefit
expected from the results of this study is the use of small and medium scale SKEA (50 W -
lvi
100 kW) at coastal area of Pandansimo for many applications including household electricity,
cold storage, power supplies for communication, and battery chargers of fishing boats.
Finally, the result of this research is expected to contribute in improving the living standard of
rural communities especially in the coastal area through the fulfillment of electrical energy.
Literature Review
Composite material is a combination of two or more material that formed at a
macroscopic level and bond to obtain a new properties which different from its component
(Kaw, 1997). the bonding between the fiber and resin, fiber will serve as reinforcement which
usually have high strength and stiffness, while resin as an adhesive or matrix to maintain the
position of the fiber, transmit shear forces and also as a fiber coatings. Matrices typically have
relatively low strength. Fortunalety it aso resilient, hence this characteristic of fiber will play
an inportant rule to the strength and stiffness of the composite. Smaller size the fiber, give
better adhesion and strength to composite. This is because the ratio between the surface and
the fiber volume increases with reduction in fiber size (Riedel, 1999).
Strength of composite is influenced by several factors such as type, geometry,
direction, distribution, and fiber content. Based on theory of the Rule of Mixture (ROM),
strength of composite increases with increasing of fiber content up to 60-70% (Sanadi et al.,
1986). Selection of composite fibers is influenced by several parameters such as strength and
stiffness of the desired composite, maximum strain rate, thermal stability, the bond between
the fiber and the matrix, dynamic behavior, the long-term behavior, density, price, processing
cost, availability, and recycling method (Riedel, 1999). For example, when the composite is
used for lightweight structures, the strength and specific stiffness would be more intested.
In Indonesia, research of natural fibers intensively began in the 2000s. Research has
been conducted by Mulyadi and Rochardjo (2003) using Cantala Agave fiber and plastic
matrix. Utilization of waste of palm fruit fiber for various engineering applications has also
been studied comprehensively (Jamasri et al., 2005-2006). Study of tensile properties of fiber
composites polyester with randomly palm fruit matrix has also been done by Jamasri et al.
(2005). The results showed that inreasing of palm fruit fiber volume content can improve the
function of a composite as structure panel, either as a primary or secondary structure.
Work of utilization of kenaf fiber and albizia wood as the main component of
composite sandwich panels has been done by Diharjo (2006). Compatibility studies between
lvii
flax fibers with epoxy matrix in order to produce High Performance Natural Fiber Reinforced
Plastic Composites (HPNFRP) has been carried out by Marsyahyo (2006). Research in
utilization of natural fibers has also made by Diharjo et al. (2005). In this study, Kenaf
composites - polyester had better tensile properties than the composites of kenaf-PP been
investigated by Karnani et al. (1997).
Furthermore, Diharjo et al. (2007) have developed a research on sandwich composite
with Albizia wood as composite’s core. Impact properties of randomly kenaf fiber composite
sandwich-polyester with Albizia wood core is increasing with increasing of core thickness.
Development of biocomposite materials has also been done by Mujiyono et al. (2008). Ramie
fibers and bamboo fiber were used in this study. Meanwhile, natural matrix used for adhesive
was from the secretion of Albazia’s aphid.
Suizu N., et al, (2009), have investigated the use of natural fiber reinforced materials
to produce eco-friendly and strong composite material. Compsoite was been made by mixing
the hemp fiber with high alkali concentrations. Strong composite could be obtained from this
work.
With the invention of modern computer systems, numerical methods have become
increasingly useful in the simulation of engineering problems (Panchal (2010)).
Computational Fluid Dynamics (CFD) plays an important role in solving complex fluid
dynamics problems without performing an experimental work. Recently, CFD is used widely
in engineering field, from design electronics hardware to design an aircraft
Research Methodology
Propeller of wind turbine used in this work is a modification of Standard NACA 4415.
Optimization of propeller design is done by computational and simulation work with the help
of FLUENT v6.3 software. This computational work aims to reduce the designing time and
cost of an appropriate airfoil model for wind turbine propeller.
In this study, analysis an environmental factor on composite propeller is also
investigated. These environment factors are temperature, humidity, and wind speed. The
strength of composite propeller is tested using tensile test, bending test, and impact test. The
results is then analysed to determine whether the strength of composite is reduced.
This composite propeller is installed at Pandasimo beach, Bantul, Yogyakarta. Data of
wind speed, temperature and humidity are taken every day, average of 12 hours in the day
lviii
(6:00 to 12:00 am), and in the night (18.00 - 24.00 pm). Other data of wind speed and
temperature is also obtained from the LAPAN’s data logger at Pandansimo Coast.
Furthermore, the collected data is then processed and presented in tables, figures, and charts
using Microsoft Excel Software, SPSS, and Matlab.
Methods of research is conducted by quantitative method and theoretical method.
Quantitative method is conducted by field observation, and theoretical method is done by
direct measurement. Measurements are performed within 5.5 months, sample is taken every
week. Experimental conditions in the field of this research is a reflection of the actual
operational data.
Results and Discussion
Energy
The value of lift coefficient (Cl), the coefficient of drag (Cd) and the moment
coefficient (Cm) from numerical simulations to the angle of attack at a particular Reynolds
number can be expressed in a curve. Based on the results of numerical simulations NACA
4415 airfoil to increase the value of Cl in the range of angle of attack of -120 ≤ α ≤ -10
0 and in
the range of 140 ≤ α ≤ 20
0, standard NACA 4415 airfoil is modified at the front side of the
bottom surface and at the rear side of upper surface. Increasing the value of Cl increases the
torque generated by the wind turbine blades.
According to the results, the curve of lift coefficient to angle of attack of airfoil
NACA 4415 and NACA 4415 modification is made. For airfoil of NACA 4415 modification,
Cl increases about 14,8%, 7,2%, 4,9% 2,3%, 4,2%, and 2,2% at Reynolds number of 41000,
55000, 68000, 96000, and 250000, respectively. It can be concluded that the airfoil of NACA
4415 modification has a better performance at Reynolds number of 41000 to 250000. Based
on numerical studies, the airfoil of NACA 4415 modification can be used as the basis for
generating 3600 polar curve by extrapolating from -180
0 to 180
0.
Numerical Simulation Method of flow through turbine blades can be used for
analysis of turbine blade design, known as Blade Element Momentum theory (BEM). BEM is
used to design the airfoil of NACA 4415 for turbine blades based on the curve of lift and drag
(drag polar). The results of this extrapolation are used to generate polar curve at airstream
velocity of 3, 4, 5, 6, 7 dan 18 m/s. The design of turbine blades based on average wind speed
conditions in Indonesia and specific wind speed conditions in Pandansimo-Yogyakarta. At
lix
Pandansimo, an average wind speed is 3 to 5 m/s and potential energy is 1000 Watts (1 kW).
Hence, the initial dimensional of wind turbine blade is designed with a length of 1, 50 m. For
simulation purposes and losses at the edge of propeller is negligible, the blade length is
extended to 1.65 m.
Based on the BEM, it can be made a turbine blade with chord length of airfoil
element varies with radial position. Design of turbine blades based on the distribution of twist
angles (θ) for different blade elements (consisting of 4 variations in the distribution of θ) and
the turbine rotor has three blades for particular wind speed conditions. Simulation is then
performed for wind speed of 3, 4, 5, 6, 7 and 18 m/s, and at Tip Speed Ratio of 1 TSR 10.
The results of numerical simulation of turbine rotor in term of aerodynamics performance can
be presented as follows: the output power to the wind speed, the torque to the wind speed, the
output power to the TSR, the torque to TSR, the output power coefficient to the wind speed,
and power coefficient to the TSR. Simulation results show that the power and torque have the
same trend. Power and torque increase with increasing wind speed, small positive gradient for
wind speed of 1 to 5 m/s. This gradient increases for wind speed of 5 to 10 m/s. This positive
gradient tends to slope up at wind speed of 10 m/s to 20 m/s.
The rotor of wind turbine consists of three blades that able to generate power output
of 50 watts to 240 watts at wind speeds of 3 m/s to 5 m/s. Turbine rotor has a torque of 25 Nm
to 75 Nm. The turbine rotor has a power coefficient Cp of 0.35 to 0.40. Comparison of the
coefficient of aerodynamic of the airfoil between NACA 4415 standard andNACA 4415
modification show that NACA 4415 modification has better performance at Reynolds number
41000 to 250000. The optimum wind turbine blade can be twisted up 24,80 at the root and -
4.7 ° at the tip.
Material of Composite
Composition of matrix and reinforcement fiber is one of many important factors that
determine the characteristics of the composite. The composition of matrix and fiber can be
defined either in the form of fiber volume fraction (Vf) or fiber weight fraction (Wf).
However, fiber volume fraction is more widely used to determine the composite properties.
Volume fraction of two layers composite is smaller than one layer composite. Volume
fraction of two layers and one layers composite are 44,820 % and 47,118%, respectively.
Volume fraction reduction in two layers composite increases a bending stress about 56,362%.
lx
It is because a matrix has good properties and ability to transfer bending force during flexural
test.
Mechanical property of composite is influenced by several factors such as type,
geometry, direction, distribution, and fiber content. Based on the theory of Rule of Mixture
(ROM), strength of the composite increases with the addition of fiber content up to 60-70%
(Sanadi et al., 1986).
Flexural test is done for identification the strength of material composite of NACA
4415 modification. Specimens are made in two models, 1 layer and 2 layers hemp fiber with
core of Albizia wood. Flexural results indicate mechanical characteristics of the material in
terms of bending stress, bending strain, and modulus of elasticity. For 2 layers composite,
bending stress, bending strain, and modulus of elasticity are 30,881 MPa, 1,795 %, and 2,018
GPa, respectively. Meanwhile for 1 layer composite, bending stress, bending strain, and
modulus of elasticity are 19,013 MPa, 2,313 %, and 0,776 GPa. Thus, 2 layers composite is
used for material of prototype NACA 4415 in this work. The selection of 2 layers composite
is due to its high bending stress and its ligthweigth, hence suitable for low wind speed 3 m/s.
The ramie alignment is smoother and denser in 2 layers composite. The mean weight
relative error of 1 layer composite and 2 layers composite are 7.182% and and 6.880%,
respectively. This result indicates that the composite fabrication process by hand lay-up
method is done well, either on 1 layer composite or 2 layers composite.
Fiber volume fraction (reinforce, ramie fiber and Albizia) in 2 layers composite is
49.130%. This fraction is bigger than 1 layer fabricated composite which volume fraction of
46.012%. Increasing of fiber volume fraction also increases mechanical strength of
composite. Increasing bending stress in 2 layers composite is found to be 62.42%. This
situation occurs may due to the matrix have enough strength and good ability for load
distribution during bending test.
Validation results show that the calculation of the mechanical properties of the test
results is lower than the calculations using the Rule of Mixture for specimens of 2 layers of
composite material that is equal to 3.289 Mpa (10.65 %), thus the resulting mechanical
properties of testing has a very high accuracy rate.
Wood is mostly composed by three elements, Carbon, Hydrogen and Oxygen. These
elements come from CO2 in the air and from H2O from the ground. However, the wood also
lxi
contains other elements such as Nitrogen, Phospor, Kalium, Calcium, Magnesium, Silikon,
Alumina and Natrium. After 5,5 months installation of model, EDS test is conducted. The test
result indicates that Carbon decreases by 4.01%, while Oxygen increases by 7.85%. This
phenomenon is caused by high humidity at observation site, about 69.98%. This high
humidity increases a diffusion of oxygen air into the propeller material.
Environmental Aspect
Geographically, the south coast of Yogyakarta is an open area which receive a
sunlight all the day. The average wind speed is 4 m/s. These conditions suitable for
installation of wind energy conversion system. Pandansimo, Poncosari village, Bantul is
selected for installation of wind turbine in this work. This location directly faces to the south
sea of Java. Electrical energy generated from this hybrid energy is expected to support the
agriculture, fisheries and tourism at the Pandansimo beach.
Assuming that the electrical energy needs of people around the Pandansimo Beaches ar
22.5 KW per day were filled with 1 unit 30 KVA generator, can be substituted by the use of 1
KW wind turbine consider the output power efficiency by 40%, then the utilization of 56 units
wind turbine has CO2 emission reduction potential of 70.81 tons / year.
Environmental influences on composite materials of propeller
From previous studies, degradation of composite material strength was caused by
environmental factors, such as the effect of air humidity, solar thermal, ultraviolet radiation,
and even thermal oxidation. Humidity for example, can reduce the strength of composite
materials due to the diffusion of water vapor into the composite material. This diffusion can
decrease in the nature of glass transition temperature, the temperature at which the resin
changes the nature of a condition to viscoelastic solid condition. Besides the environmental
factor, degradation is also affected by chemical composition of resin and matrix, and also and
the time exposure to the environment. Some composite materials are very sensitive to the
weather. The combination of two or more environmental factors can lead degradation of the
strength of composite materials (Li, 2000).
Environmental influences on the composite depends on the effect on each component
of the composite, fiber, matrix, and the interface between the fiber and the matrix. The overall
effect depends on dominant environmental impact to composite components. For example, the
lxii
shear stress of a composite is primary effected by it matrix. Hence, the environmental effects
on shear stress of composites depend on matrix sensitivity to environment.
Effect of temperature
In the operational period of time, windmill propellers may be exposed to an extremely
temperatures condition. Some polymers will become brittle when exposed to extremely low
temperatures (Schwartz, 1996). In recent years, many research have been done to study the
resistance of composite materials to high temperatures condition (Brinson, 1987), (Soutis,
1997), (Hale, 1997), and (Zaaffaroni, 1998). Effect of temperature on fracture properties of
composites has been investigated in detail by Marom (1989). The results showed that the
interlaminar fracture energy decreased 25-30% with increasing in temperatures of 500C -
1000C.
In addition to accelerating the process of water absorption, the temperature also affects
the composite resin. Springer et al (1997) concluded that for the composite laminate 900
(dominated composite resin), an increase in temperature can reduce modulus of elasticity and
strength of the composite about 60% to 90%.
Effect of Moisture
Water molecules can diffuse into the pores of the composite and can affect the
mechanical properties of composite materials. Marom (1989) reported that the water content
can affect the crack characteristic of composite. Shen and Springer (1977) reported for the
composite laminate 900. The maximum tensile strength and modulus of elasticity decrease
with increasing water contain in the composite material. This reduction can reach 50% -90%.
Diffusion of water vapor into the composite causes a degradation of the composite-fiber
bonding. (Schultheise, 1997), degradation of glass transition temperature (Brinson, 1987),
composite plasticity, and leada a cracks in the matrix composite (Schutte, 1994) (Grant,1995).
The average weight of all three blades before being installed is 3025 grams. After 5,5
months installation of this composite as windturbine blades, the weigth is found to be 3.106
grams. So the percentage content of water vapor diffused into the blade material during 5,5
months is 0.44%. This result is not much different from the result obtained by EDS.
Percentage of oxygen in composite increases by 0.22% after 5,5 months.
lxiii
Conclusion
Based on numerical simulation on design of propeller of horizontal axis wind turbine, it is
concluded as follow: (1) Design of wind turbine balde in this research is based on the airfoil
modification of NACA 4415. Blades has 1.625 m in length with 20 elements blade with
maximum chord length of 0.28 m and minimum chord length of 0.08 m as show in Figure 97.
Rotor of wind turbine has three blades which able to produce output power from 50 Watt to
240 Watt in range of wind speed in Indonesia, from 3 m/s to 5 m/s as shown in Figure 184.
Rotor of wind turbine produce torque from 25 Nm up to 75 Nm, hence the power coefficient
(Cp) of the rotor is from 0,35 to 0,40 at the wind speed of 3 m/s to 5 m/s . Based on
comparison of the coefficient of aerodynamic, it can be concluded that the NACA 4415
modification has a better performance than NACA 4415 at Reynolds number from 4,1x104 to
2,5x105. (2) Ramie fiber and Albizia core can be used as raw material of composite of Ramie
fiber and Albizia. Composite of Ramie fiber and Albizia as a core can be manufactured by
hand lay-up method of 1 layer and 2 layers. Mean fiber volume fraction (vf) of composite 2
layers (49.130%) is higer than of composite 1 layer (46.012%). Increasing in fiber volume
fraction of 2 layers composite results an increasing of bending stress abaout 62,46% of 2
layers composite. The highest bending stress is found to be 30,88 MPa in 2 layers composite.
The modulus elasticity and bending strain of 2 layers composite are 2.018 GPa and 1.795%.
Validation by Law of Rule of Mixture (ROM) show that the mechanic properties of 2 layers
composite from experimental test are higher than those from calculation of ROM, about 3,289
MPa (10,65%). Hence, result from experimental test of mechanical properties has good
accuracy. (3) SEM analysis show that micro structure of 2 layers composite remains
unchanged after 5.5 months. EDS result indicates that Carbon (C) decreases by 4,01%, while
the Oxygen (O) increased by 7,85%. This phenomenon is caused by high humidity, with an
average of 69.98%. High humidity causes the oxygen in the air diffuse into the composite
material of wind turbine blade (4) Besides the contribution to electric energy supply,
development of renewable energy also reduce CO2 emission. Assuming that the electric
energy needs of 1 unit generator (30 kVA) is subsitited by 1 kW wind turbine which output
power efficiency of 40%, it is required 56 units wind turbine to supply electric energy of 22,5
lxiv
kW for population in Pandansimo Beaches. In turn, the substitustion has potential to reduce
about 70.81 tons/year CO2 emission.
(5) Development of wind energy field in the coastal zone of Pandansimo has no significant
effect due to use of the renewable energy concept so it does not affect the abiotic and biotic
components of the ecosystems that exist in Pandansimo Beach.
Keywords: Optimization, NACA 4415 propeller, natural composite, renewable energy, CO2
emission
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam era globalisasi saat ini, telah terjadi pergeseran paradigma dalam peradaban
manusia menuju masyarakat berbasis pengetahuan (Knowledge-Based Society). Pergeseran
paradigma tersebut berimplikasi pada pergeseran paradigma pembangunan negara-negara di
dunia, termasuk Indonesia, dari pembangunan yang berbasis sumber daya alam menuju
pembangunan berbasis sumber daya masyarakat berpengetahuan. Dalam kehidupan ekonomi,
pergeseran paradigma tersebut memberikan implikasi terhadap terjadinya proses transisi
perekonomian dunia yang semula berbasiskan pada sumber daya (Resource-Based Economy)
menjadi perekonomian yang berbasis pengetahuan (Knowledge-Based Economy).
Minyak bumi, batubara, dan gas (energi fosil) merupakan sumber energi dominan di
Indonesia dan bahan baku industri petrokimia, pemanfaatannya relatif mudah, namun
ketersediaannya terbatas. Ditjen Listrik dan Pemanfaatan Energi (DESDM, 2005) menyatakan
bahwa cadangan minyak bumi Indonesia pada tahun 2008 berjumlah 8,2 x 109 barel,
sedangkan tingkat produksi 3,57 x 108 barel/tahun. Dengan tingkat produksi seperti 2008, dan
tanpa penemuan cadangan baru, cadangan minyak bumi Indonesia akan habis dalam waktu 23
tahun (disebut nilai R/P, perbandingan jumlah cadangan (R) dengan tingkat produksi (P)). BP
(Kemenristek, 2006), menyatakan bahwa cadangan minyak bumi Indonesia pada tahun 2008
berjumlah 3,7 x 109 barel atau hanya 0,3% cadangan dunia, sedangkan tingkat produksi pada
tahun itu sekitar 106 barel/hari atau 1,2% produksi dunia, dengan nilai R/P = 10,2 tahun. Dua
skenario ini tentunya menggambarkan betapa seriusnya problem energi nasional, sehingga
2
perlu diantisipasi dengan sungguh-sungguh. Pembakaran minyak bumi, yang tergolong energi
fosil, juga berkontribusi pada pemanasan global, karena penambahan CO2 di udara.
Lebih bijaksana, jika Indonesia bisa lebih banyak memanfaatkan minyak bumi
tersebut sebagai bahan dasar industri petrokimia karena nilai tambahnya lebih besar, daripada
sebagai sumber energi.
Dalam Blueprint Pengelolaan Energi Nasional (DESDM, 2005), pada tahun 2005,
sekitar 95% dari kebutuhan energi primer berasal dari bahan bakar fosil. Selanjutnya, jika
tanpa usaha optimalisasi pengelolaan energi, pada tahun 2025 diperkirakan proporsi akan
menjadi 97%. Elastisitas energi nasional Indonesia yang tinggi (1,84) dibandingkan negara
lain seperti Jepang (0,10) dan Amerika Serikat (0,26) mengindikasikan penggunaan energi
nasional termasuk kategori sangat boros (Prastowo, 2007). Sedangkan menurut Departemen
ESDM (2005) menunjukkan bahwa intensitas energi Indonesia 470 (Jepang 92,3, Jerman
sekitar 125, dan Thailand sekitar 263), sedangkan elastisitas pemakaian energi Indonesia 1,84
(Thailand 1,16, Perancis 0,47, Amerika Serikat 0,26, bahkan Jerman – 0,12). Elastisitas energi
diukur dengan membandingkan antara tingkat pertumbuhan konsumsi energi dan tingkat
perumbuhan ekonomi nasional.
Indonesia merupakan negara kepulauan yang 2/3 wilayahnya adalah lautan dan
mempunyai garis pantai terpanjang ke-empat di dunia (setelah AS, Kanada, dan Rusia) yaitu
± 95.181 Km serta terletak di lintasan garis khatulistiwa, dan memiliki 17.480 pulau.
Dengan keadaan tersebut, energi angin menjadi potensi yang harus dikembangkan dan
dimanfaatkan.
Di tengah potensi angin melimpah di kawasan pesisir Indonesia, total kapasitas
terpasang dalam sistem konversi energi angin saat ini kurang dari 800 kilowatt. Di seluruh
3
Indonesia, lima unit kincir angin pembangkit berkapasitas masing-masing 80 kilowatt (kW)
sudah dibangun. Tahun 2007, tujuh unit dengan kapasitas sama menyusul dibangun di empat
lokasi, masing-masing di Pulau Selayar tiga unit, Sulawesi Utara dua unit, dan Nusa Penida,
Bali, serta Bangka Belitung, masing-masing satu unit. Mengacu pada kebijakan energi
nasional, maka pembangkit listrik tenaga angin ditargetkan mencapai 250 megawatt (MW)
pada tahun 2025.
Menurut Dewan Nasional Perubahan Iklim bahwa Indonesia merupakan penghasil
emisi gas rumah kaca (GRK) yang relatif besar, terutama dari pemanfaatan hutan dan lahan,
tetapi juga dari penggunaan bahan bakar fosil yang meningkat dengan pesat. Emisi dari
pemakaian batu bara mengalami peningkatan paling cepat dalam dekade terakhir akibat
pemakaian yang terus meningkat untuk pembangkit tenaga listrik.
Berdasarkan data LAPAN (Daryanto, et al., 2005), angin di Indonesia memiliki
kecepatan yang bervariatif, umumnya terkategorikan sebagai angin berkecepatan rendah.
Penelitian sistem konversi energi angin (SKEA) kecepatan rendah belum banyak dilakukan di
Indonesia, padahal ada beberapa lokasi yang mempunyai kecepatan angin rendah secara
kontinu yang dapat dimanfaatkan.
Nanang Okta (2006), menyatakan bahwa energi angin relatif bersih dan ramah
lingkungan karena tidak menghasilkan karbon dioksida (CO2) atau gas-gas lain yang berperan
dalam pemanasan global, sulphur dioksida dan nitrogen oksida (jenis gas yang menyebabkan
hujan asam). Energi ini pun tidak menghasilkan limbah yang berbahaya bagi lingkungan
ataupun manusia. Meski demikian, harap diingat bahwa sekecil apapun semua bentuk
produksi energi selalu memiliki akibat bagi lingkungan. Hanya saja efek kincir angin sangat
rendah, bersifat lokal dan mudah dikelola.
4
Yuli Setyo (2005), kecepatan angin minimum untuk menggerakkan sebuah kincir
angin berskala kecil (10 kW), dapat menghasilkan listrik dengan kecepatan angin rata-rata
sebesar 3 m/s. Sedangkan untuk kincir angin berskala besar (100 kW) dapat menghasilkan
listrik dengan kecepatan angin rata-rata sebesar 5 m/s.
Departemen ESDM (2005) menyatakan bahwa secara umum, pemanfaatan tenaga
angin di Indonesia memang kurang mendapat perhatian. Sampai tahun 2004, kapasitas
terpasang dari pemanfaatan tenaga angin hanya mencapai 0.5 MW dari 9.29 GW potensi yang
ada. Hal ini disebabkan karena harga energi terbarukan belum kompetitif bila dibandingkan
dengan harga energi fosil sebagai akibat penerapan kebijakan penetapan harga energi melalui
subsidi (Indarto, 2006).
Dari hasil perhitungan yang dilakukan AWEA juga memperlihatkan bahwa kincir
angin sangat efektif untuk mengurangi emisi gas karbon dioksida (CO2), gas utama penyebab
efek rumah kaca. Kincir angin tunggal dengan daya 750 kW (kiloWatt), bentuk kincir angin
yang banyak dipasang di tempat penghasil sumber tenaga angin diseluruh dunia,
menghasilkan sekitar 2 juta kWh (kilo Watt hour) daya listrik dalam setahun. Berdasar ukuran
rata-rata campuran bahan bakar di Amerika Serikat (AS), kira-kira dari setiap kWh yang
digunakan akan menghasilkan 1,5 pon CO2. Ini berarti setiap kincir angin biasa akan
mencegah emisi sebesar 2 juta kWh x 1,5 pon CO2/kWh =3 juta pon CO2 atau 1,5 ton CO2
pertahun. Menurut Wackemagel (1996) dalam Our Ecological Footprint, sepetak lahan hutan
menyerap kurang lebih 3 ton CO2 per hektar per tahun. Jadi sebuah kincir angin sebesar 750
kWh dapat mencegah emisi CO2 sebesar yang dapat diserap oleh hutan seluas setengah
hektar.
5
Pemanfaatan terhadap sumber daya alam yang terbarukan merupakan hal-hal yang
harus dan terus dikembangkan agar tidak terjadi krisis dan kelangkaan energi, khususnya
untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat kepulauan. Data komprehensif potensi kincir angin
di Indonesia salah satunya mengacu pada “Energy Outlook & Statistics”, Universitas
Indonesia. Terdapat 31 lokasi kincir angin di Jawa dan 104 kincir angin diluar pulau Jawa
termasuk Bali. Sebagian besar telah digunakan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga
dengan kapasitas terbesar dibawah 10 kW dan hanya sedikit yang mencapai 14,4 dan 15
kW. Kendala terbesar bukan karena ketersediaan angin dan teknologi, karena angin di
Indonesia bertiup relatif konsisten (3-5 m/s dan > 5 m/s di daerah pesisir), tetapi lebih
dikarenakan kecenderungan memakai listrik PLN (sebelum pencabutan subsidi BBM).
Menurut Sasongko (2009), penentuan ketinggian dari kincir angin dilakukan dengan
menganalisis data turbulensi angin dan kekuatan angin. Derau aerodinamis merupakan
fungsi dari banyak faktor seperti desain sudu, kecepatan perputaran, kecepatan angin,
turbulensi aliran masuk. Derau aerodinamis merupakan masalah lingkungan, oleh karena itu
kecepatan perputaran rotor perlu dibatasi di bawah 70 m/s. Beberapa ilmuwan berpendapat
bahwa penggunaan skala besar dari pembangkit listrik tenaga angin dapat merubah iklim
lokal maupun global karena menggunakan energi kinetik angin dan mengubah turbulensi udara
pada daerah atmosfir.
Pada Oktober 2000, di negara-negara Uni-Eropa telah ditetapkan peraturan ”End-of-
Life Vehicles (ELV) directive (2000/53/EC)”, yang mentargetkan minimum 85% berat ELV
harus dapat diperbaharui pada tahun 2006 dan minimum 95% berat ELV juga harus dapat
diperbaharui pada tahun 2015. Selanjutnya pada 20 Desember 2006, FAO juga
mendeklarasikan “International Year of Natural Fiber (IYNF) 2009” untuk mendesak
6
berbagai industri manufaktur agar memanfaatkan bahan-bahan serat alam. Kedua aturan
tersebut mendukung pemanfaatan potensi local genius materials di Indonesia khususnya
“serat alam dan kayu alam” sebagai bahan rekayasa produk teknologi, termasuk natural
composite (NACO). Dengan demikian, substitusi penggunaan bahan-bahan sintetis dengan
bahan alam yang ramah lingkungan dan dapat diperbaharui menjadi persyaratan produk.
Serat alam yang berpotensi sebagai penguat NACO adalah rami karena massa
tanamnya pendek (55 hari) dan produktifitasnya tinggi (6 ton/kali panen/ha batang basah)
(Budi, 2005), sedangkan kayu yang berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai core untuk
material komposit sandwich adalah kayu sengon laut (KSL) karena ringan ( = 0,33 gr/cm3)
(Diharjo, 2008).
Indonesia memiliki potensi yang cukup besar untuk mengembangkan rami karena
memiliki lahan yang relatif luas dan iklim yang cocok untuk tanaman rami. Rami sangat
cocok dikembangkan di Indonesia bagian barat yang beriklim basah karena tanaman ini
memerlukan curah hujan sepanjang tahun. Berdasarkan persyaratan tumbuhnya banyak
daerah yang sesuai antara lain: Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara dan
Sumatera Selatan.
Soeroto (1956) menyebutkan bahwa tanaman rami akan tumbuh dan berproduksi
tinggi di Indonesia bila ditanam pada daerah dataran menengah sampai dataran tinggi (500-
1500 m dpl.). Di wilayah DIY dan Jawa Tengah, daerah penghasil rami antara lain
Kulonprogo, Pati, Semarang, Sleman, dan Surakarta (Wonosobo dan Garut).
Tingginya produktivitas KSL ditunjukkan oleh hasil listing Sensus Pertanian 2003
(ST03), dimana di Indonesia terdapat 59,83 juta pohon KSL dan sekitar 41,14% diantaranya
7
adalah KSL siap tebang. Tanaman KSL terkonsentrasi di tiga propinsi yaitu Jawa Tengah
(34,84 %), Jawa Barat (30,62 %), Jawa Timur (10,88 %) dan sisanya di luar Jawa.
Saat ini propeler kincir angin, yang sebelumnya dibuat dari material logam, telah
mulai dibuat dari material komposit skin GFRP (glass fiber reinforced plastic). Hal ini
dikarenakan material propeler tersebut diharapkan mempunyai bobot yang ringan agar mudah
berputar ketika ditiup angin. Berhubung propeler juga berfungsi sebagai struktur primer maka
sebaiknya dibuat dari komposit sandwich yang ramah lingkungan.
Uraian tersebut menunjukkan bahwa rekayasa propeler kincir angin dari komposit skin
GFRP perlu dikembangkan menjadi struktur sandwich agar mampu menahan beban luar
(benturan ) yang lebih besar. Potensi sumber daya alam rami dan KSL perlu dimanfaatkan
untuk mereduksi penggunaan bahan sintetis impor.
Dalam perkembangannya SKEA dibagi menjadi kincir angin poros horisontal dan
kincir angin poros vertikal. Kedua jenis kincir angin inilah yang kini memperoleh perhatian
besar untuk dikembangkan. Pemanfaatannya yang umum sekarang sudah digunakan adalah
untuk memompa air dan pembangkit listrik.
Pada SKEA poros horisontal pemanfaatannya harus diarahkan sesuai dengan arah
angin yang paling tinggi kecepatannya. Kalau pada kincir poros vertikal pemanfaatannya
tidak memerlukan orientasi pada arah angin (tidak perlu mendeteksi arah angin yang paling
tinggi kecepatannya) seperti pada kincir angin poros horisontal.
Uraian tersebut menunjukkan bahwa rekayasa propeler kincir angin dari komposit skin
GFRP perlu dikembangkan menjadi struktur lamina agar mampu menahan beban luar
(benturan) yang lebih besar. Potensi sumber daya alam rami dan KSL perlu dimanfaatkan
untuk mereduksi penggunaan bahan sintetis impor.
8
B. Perumusan Masalah
Permasalahan yang akan dikaji dan dicari penyelesaiannya dalam penelitian ini
adalah:
1. Bagaimana melakukan optimasi desain propeler airfoil standard NACA 4415 dengan
simulasi CFD
2. Bagaimana pemanfaatan potensi local genius materials di Indonesia khususnya “serat
alam dan kayu alam” untuk pengembangan teknologi komposit serat rami dan core
kayu sengon laut untuk pembuatan prototipe propeler airfoil modifikasi NACA 4415
yang paling sesuai untuk angin kecepatan rendah dan ramah lingkungan
3. Bagaimana pengaruh lingkungan pesisir pantai Pandansimo terhadap ketahanan
propeler berbahan baku komposit KSL dan serat rami yang dipasang di daerah pantai.
4. Bagaimana manfaat lingkungan penerapan Sistem Konversi Energi Angin (SKEA) di
lingkungan di sekitar pantai Pandansimo Bantul
C. Orisinalitas
Seiring dengan kemajuan jaman, para ahli menyadari bahwa bahan tunggal memiliki
keterbatasan baik dari sisi adopsi disain produk maupun kondisi pasar. Teknologi modern
memerlukan bahan campuran baru yang memiliki kombinasi sifat-sifat unggul bahan
pembentuknya seperti logam, keramik, dan polimer; yang disebut dengan bahan komposit.
Dengan mengatur komposisi bahan pembentuknya, bahan komposit dapat memiliki sifat
mekanik dan karakteristik yang lebih baik.
Pada tahun 1960, komposit polimer berpenguat serat gelas (Glass Fiber Reinforced
Plastic-GFRP) berkembang pesat dan diikuti pengembangan serat sitentik lainnya seperti
karbon, kevlar, dan polyethylene. Dalam penggabungan antara serat dan resin, serat yang
9
mempunyai kekuatan dan kekauan tinggi berfungsi sebagai penguat (reinforcement),
sedangkan resin berfungsi sebagai perekat / matrik untuk menjaga posisi serat,
mentransmisikan gaya geser dan melindungi serat. Matrik biasanya mempunyai kekuatan
relatif rendah tapi ulet (Jamasri, 2008). Keuntungan utama penggunaan komposit polimer
adalah kekuatan dan kekakuannya yang tinggi, densitas rendah, tahan korosi, umur lelah
panjang, dan mudah dibentuk. Selain itu, komposit polimer juga memiliki koefisien gesek
yang rendah (Diharjo, 2011).
Komposit serat alam dengan segala kelebihannya mulai dilirik oleh berbagai industri,
seperti industri kereta api, kapal, otomotif, militer, alat olah raga, kedokteran, dan konstruksi
bangunan sipil, bahkan sampai industri peralatan rumah tangga. Hal ini terutama didukung
oleh isu masalah lingkungan dan keterbatasan sumber bahan bakar fosil. Penggunaan serat
alam sebagai penguat komposit didukung oleh adanya regulasi persyaratan habis pakai (end of
life vehicle-ELV) produk otomotif bagi negara-negara Uni Eropa dan sebagian Asia.
Kebijakan ini juga didukung oleh FAO pada tahun 2009 yang mendesak industri untuk
memanfaatkan serat alam (Jamasri, 2008). Serat alam mempunyai kekuatan berkisar antara
220 MPa (serat buah kelapa) sampai dengan 1500 MPa (serat flax) dan modulus Young antara
6 GPa (serat buah kelapa) sampai dengan 80 GPa (flax), serta massa jenisnya berkisar 1,25
gram/cm3 sampai dengan 1,5 gram/cm
3. Sedangkan serat gelas tipe E mempunyai kekuatan
2200 MPa dan modulus Young 73 GPa, serta massa jenis 2,55 gram/cm3, sehingga untuk
beberapa serat alam seperti flax, hemp, rami dan sisal mempunyai modulus spesifik yang
kompetitif dengan serat gelas (Mueller dan Krobjilowski, 2003).
Komposit sandwich merupakan campuran bahan yang tersusun dari dua lembar
komposit skin dan core di bagian tengahnya. Komposit jenis ini memiliki sifat kekakuan
10
tinggi, ringan, isolasi termal dan redaman bising tinggi, mudah di-machining, dan mudah
dibentuk (Wang et. al, 2010). Kekuatan komposit sandwich dipengaruhi oleh bahan komposit
skin dan core, tebal komposit skin dan core, serta ikatan antara skin dan core. Umumnya
semakin tebal core, semakin besar pula beban yang dapat ditahan. Peningkatan kapasitas
beban dapat juga dilakukan dengan penggunaan core yang densitasnya lebih tinggi (Diharjo
et. Al, 2002). Beberapa jenis core yang telah banyak digunakan di industri adalah honeycomb
core, polyurethane foam (PUF) core, divinycell PVC core, dan balsa-softwood core. Diharjo
(2007) telah mengembangkan produk core kayu sengon laut (KSL) yang kaku dan fleksibel
dan sudah digunakan oleh PT. INKA Madiun untuk pembuatan panel sandwich seperti
prototipe pintu kereta api.
Diharjo, dkk. (2005) meneliti tentang pemanfaatan serat alam kenaf sebagai bahan
komposit. Komposit kenaf-polyester memiliki sifat tarik yang lebih baik daripada komposit
kenaf-PP. Pengkajian secara intensif pemanfaatan serat kenaf dan kayu sengon laut sebagai
unsur utama pembentuk panel komposit sandwich dilakukan oleh Diharjo (2006). Kajian
kompatibilitas antara serat rami dengan matrik epoxy agar dihasilkan High Performance
Natural Fiber Reinforced Plastic Composites (HPNFRP) telah dilakukan oleh Marsyahyo
(2006). Sampai saat ini komposit serat alam belum banyak digunakan di berbagai industri di
Indonesia. Industri yang sudah memanfaatkannya, misalnya adalah PT. INKA Madiun yang
telah mengaplikasikan komposit baik serat sintetik maupun serat alam sebagai komponen
gerbong kereta api, substitusi panel baja dengan panel komposit sudah mencapai 60%
(Handiko dan Abdullah, 2000). Upaya mensubstitusi penggunaan penguat serat dan core
sintetik dengan material alam telah dilakukan. Prototipe produk meja kereta eksekutif (K-1),
11
misalnya telah berhasil dibuat dari komposit berpenguat limbah serat buah sawit (Jamasri et
al., 2005-2006).
Penelitian tentang komposit sandwich dengan core kayu sengon laut (KSL) juga
dilakukan oleh Diharjo, dkk. (2007). Hasil penelitian menunjukkan sifat impak komposit
sandwich serat kenaf acak polyester dengan core KSL meningkat seiring dengan peningkatan
ketebalan core. Masih menurut Diharjo (2007), struktur komposit sandwich memiliki
kemampuan menahan beban yang lebih besar daripada komposit lamina. Komposit hibrid
sandwich juga memiliki kemampuan menahan beban bending sebesar 10,93% di atas
komposit GFRP.
Tahun 2005, riset komposit sangat intensif dilakukan dengan memanfaatkan serat
aren, serat kenaf, serat buah sawit, KSL, dan kayu sawit. Riset substitusi core sintetis dengan
core KSL telah menunjukkan bahwa kekuatan komposit sandwich GFRP core KSL memiliki
kekuatan bending lebih tinggi (108,7 MPa) dibandingkan dengan penggunaan core divinycell
PVC (Diharjo, 2005). Diharjo et. Al (2009) berhasil memproduksi core KSL untuk pembuatan
panel komposit sandwich untuk prototipe pintu kereta api di PT. INKA.
Nam dan Netravali (2006) meneliti sifat fisik serat rami untuk komposit ramah
lingkungan. Hasil pengujian menunjukkan bahwa serat rami memiliki tegangan tarik 627
Mpa, modulus elastisitas 31,8 Gpa, dan fracture strain 2,7%, serta kandungan air 9,9%. Sifat-
sifat tersebut menjadikan rami cocok untuk komposit ramah lingkungan. Suizu, dkk (2008)
meneliti tegangan tarik dan kekuatan impak pada komposit dari serat rami. Penggunaan rami
dapat meningkatkan kekuatan terhadap impak. Ketahanan deformasi komposit meningkat
sesuai dengan meningkatnya rata-rata regangan.
12
Mujiyono, dkk. (2008) meneliti pengembangan bahan biokomposit. Serat alam yang
digunakan adalah serat rami dan serat bambu, sedangkan matrik alam yang digunakan sebagai
perekat adalah hasil sekresi kutu pohon albasia (sengon laut). Hasil pengembangan penelitian
ini diharapkan dapat menghasilkan produk biokomposit yang benar-benar ramah lingkungan
karena bersifat fully biodegradable.
Penelitian yang dilakukan oleh Suizu N., dkk, (2009), dengan menguntai serat rami
dicampur dengan alkali konsentrasi tinggi dapat diperoleh komposit yang kuat. Hasil
pengujian tegangan tarik (tensile) menunjukkan bahwa komposit benang rami
memperlihatkan dua hingga tiga kali lebih besar pada uji patah, tanpa penurunan kekuatan
dibandingkan dengan komposit tanpa benang untai. Komposit yang dilaminasi menggunakan
untaian benang rami memiliki kekuatan impak dua kali lebih besar dibandingkan komposit
tanpa benang rami. Penelitian yang dilakukan oleh Soemardi dkk. (2009) bertujuan untuk
mendapatkan karakteristik mekanik komposit serat alam khususnya serat rami dengan matriks
epoksi yang akan diaplikasikan sebagai bahan alternatif pada desain soket prostesis.
Berdasarkan hasil pengujian dapat disimpulkan bahwa komposit lamina serat rami epoksi
berpotensi untuk dikembangkan lebih lanjut sebagai material alternatif dalam pembuatan
soket prostesis atas lutut pada Vf 40-50%. Berdasarkan penelitian sebelumnya (Marsyahyo
dkk, 2008), kerapatan serat rami jauh lebih rendah dibandingkan serat sintetis seperti serat E-
glass, tetapi serat rami memiliki karakteristik permukaan untuk diaplikasikan sebagai penguat
yang unggul dalam material komposit. Kekuatan spesifik dan modulus dari serat alami
sebanding atau bahkan lebih unggul dibandingkan serat E-glass (Marsyahyo dkk, 2011) . Oleh
karena itu, ada peluang menggunakan serat alami seperti rami untuk menggantikan serat e-
glass dalam penguatan komposit (Drzal dkk, 2004). Drzal et al (2004) mengemukakan bahwa
13
untuk mengembangkan biokomposit dengan sifat mekanik yang lebih baik, perlu untuk
menyelesaikan masalah dengan perlakuan yang cocok untuk meningkatkan kompatibilitas
antara serat dan matriks. Penggunaan bahan komposit serat rami untuk pembuatan blade
dengan daya 3000 watt telah dilakukan oleh Koehuan, dkk. (2011). Hasil pengujian dengan
beban kontinu menunjukkan blade dengan komposisi serat 3-2-2 mampu bertahan pada
kecepatan angin hingga 20 m/s selama 360 menit dengan beban statis 20 kg.
Airfoil yang digunakan untuk profil dasar sudu turbin adalah airfoil yang dilalui oleh
angin kecepatan rendah (maksimum 10 m/s), sehingga parameter rasio gaya angkat terhadap
gaya hambat maksimum menjadi fokus pengembangan karakteristik airfoil untuk turbin angin
dengan rentang kecepatan angin 0-10 m/s (Timmer and Rooij, 2003). Studi pengembangan
airfoil seri NACA 44xx yaitu NACA 4415 untuk bilangan Reynolds rendah dalam interval
50.000 sampai 600.000 (kecepatan rendah) telah dilakukan oleh Ostowari and Naik (1985)
dan diperoleh bahwa NACA 4415 jika digunakan untuk turbin angin sumbu horizontal pada
kecepatan angin tinggi dapat menimbulkan getaran dan noise yang besar, hal ini sesuai dan
diperkuat dengan hasil penelitian Saliveros (1988).
Hasil Studi oleh Hoffmann at.al (1996), dilakukan pada kondisi aliran mantap
(steady) dengan bilangan Reynolds 106 yang melalui airfoil NACA 4415 didapat koefisien
gaya angkat 1.35 pada sudut serang 14.3o dan dinyatakan bahwa jika aliran udara adalah tidak
mantap (unsteady) maka akan terjadi peningkatan koefisien gaya angkat sebesar 10% sampai
15% dibanding pada kondisi aliran mantap, hal ini sesuai jika diaplikasikan pada turbin angin
yang beroperasi pada kondisi angin yang tidak mantap. Timmer and Rooij (2003) juga
menyatakan pada awal tahun 1980 sampai 1990, profil yang banyak digunakan sebagai
bentuk dasar sudu turbin angin adalah airfoil yang dikembangkan oleh NASA yang diberi
14
kode NACA 4 digit (seri NACA 44xx) dan NACA 5 digit (seri NACA 63xxx). Airfoil NACA
tersebut dari hasil pengujian mengalami phenomena transisi yang lebih awal dari yang
diprediksi dan hal ini sesuai dan diperkuat dengan yang dilakukan oleh Gómez and Álvaro
(2006), sehingga perlu dikembangkan atau dilakukan modifikasi pada profil NACA tersebut
terutama pada ketebalan airfoilnya.
Saat ini propeler kincir angin, yang sebelumnya dibuat dari material logam, telah
mulai dibuat dari material komposit skin GFRP (glass fiber reinforced plastic). Dari
penelitian terdahulu diketahui bahwa Kayu Sengon Laut (albizia falcata) mempunyai
tegangan tarik dan tegangan tekuk yang tinggi. Sedangkan rami memiliki tegangan tarik dan
kekuatan impak yang tinggi pula. Struktur komposit sandwich memiliki kemampuan menahan
beban yang lebih besar daripada komposit lamina. Uraian di atas menunjukkan bahwa
rekayasa propeler kincir angin dari komposit skin GFRP perlu dikembangkan menjadi
struktur komposit agar mampu menahan beban luar (benturan ) serta mempunyai bobot yang
ringan agar mudah berputar ketika ditiup angin.
Pada penelitian ini akan dikembangkan komposit lamina dengan core KSL dan serat
rami sebagai penguat untuk bahan baku pembuatan propeler yang tahan terhadap iklim pesisir
pantai Pandansimo. Komposit yang dibuat memiliki kekuatan dan kekakuan yang tinggi,
densitas rendah, tahan korosi, kekuatan lelah (fatique) yang tinggi, dan mudah dibentuk.
D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Melakukan optimasi airfoil NACA 4415 standard dengan simulasi CFD serta
pengembangan teknologi komposit serat rami dengan core kayu sengon laut untuk
pembuatan prototipe propeler airfoil NACA 4415 modif
15
2. Melakukan analisis pengaruh lingkungan terhadap ketahanan propeler berbahan baku
komposit KSL dan serat rami yang dipasang di daerah pantai Pandansimo.
3. Melakukan analisis dampak lingkungan penerapan Sistem Konversi Energi Angin
(SKEA) di lingkungan di sekitar pantai.
4. Melakukan kajian energi listrik yang dihasilkan dari penerapan Sistem Konversi Energi
Angin di pantai Pandansimo, untuk mengurangi penggunaan bahan bakar minyak (BBM).
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Substitusi pemanfaatan serat rami secara parsial sebagai pengganti serat gelas pada
pengembangan komposit lamina akan mendukung potensi budidaya rami di Indonesia
serta merupakan salah satu langkah bijak untuk menyelamatkan kelestarian lingkungan dari
limbah yang dibuat dan keterbatasan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui.
2. Pemanfaatan SKEA skala kecil dan menengah ( 50 W - 100 kW) di lokasi potensial untuk :
listrik rumah tangga, industri kerajinan rumah tangga, cold storage (pengawet ikan dan
obat), catu daya peralatan komunikasi, pengisi baterai perahu nelayan, pemompaan air, dll.
3. Memberikan kontribusi dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat pedesaan khususnya
wilayah pesisir pantai melalui pemenuhan energi listrik.
4. PLN sebagai pengguna utama sistem interkoneksi dapat berperan untuk memanfaatkan
teknologi SKEA, terutama di wilayah yang potensi anginnya bagus untuk mengurangi
penggunaan BBM.
16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Hasil-hasil Pengembangan Riset Komposit Serat Alam
1. Sifat-sifat Komposit Serat Alam
Komposit merupakan penggabungan dari dua material atau lebih, yang dibentuk pada
skala makroskopik dan menyatu secara fisik untuk memperoleh sifat-sifat baru yang tidak
dimiliki oleh material pembentuknya (Kaw, 1997). Dalam penggabungan antara serat dan
resin, serat akan berfungsi sebagai penguat (reinforcement) yang biasanya mempunyai
kekuatan dan kekakuan tinggi, sedangkan resin berfungsi sebagai perekat atau matrik untuk
menjaga posisi serat, mentransmisikan gaya geser dan juga berfungsi sebagai pelapis serat.
Matrik biasanya mempunyai kekuatan relatif rendah tetapi ulet, karena itu serat
secara dominan akan menentukan kekuatan dan kekakuan komposit. Semakin kecil ukuran
serat, maka akan memberikan perekatan dan kekuatan yang semakin baik, karena rasio antara
permukaan dan volume serat semakin besar (Riedel, 1999). Sifat mekanik komposit sangat
dipengaruhi oleh orientasi seratnya, komposit bisa bersifat quasi-isotropic ketika digunakan
serat pendek yang diorientasikan secara acak, anisotropic ketika digunakan serat panjang
yang diorientasikan pada beberapa arah, atau orthotropic ketika digunakan serat panjang yang
diorientasikan terutama pada arah yang saling tegak lurus. Kekuatan komposit sangat
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jenis, geometri, arah, distribusi, dan kandungan serat.
Berdasarkan teori Rule of Mixture (ROM), kekuatan komposit meningkat seiring dengan
penambahan kandungan serat mencapai 60-70% (Sanadi dkk., 1986).
17
Menurut Brady dan Clavier (1991), serat sebagai penguat komposit harus memiliki
panjang sekurang-kurangnya 100 kali diameter atau lebarnya untuk memperoleh penguatan
yang optimal.
Pertimbangan pemilihan serat untuk komposit sangat dipengaruhi oleh beberapa
parameter diantaranya adalah nilai kekuatan dan kekakuan komposit yang diinginkan,
perpanjangan ketika patah, stabilitas termal, ikatan antara serat dan matrik, perilaku dinamik,
perilaku jangka panjang, massa jenis, harga, biaya proses, ketersediaan, dan kemudahan daur
ulang (Riedel, 1999). Sebagai contoh, ketika komposit akan digunakan untuk struktur ringan,
maka kekuatan dan kekakuan spesifiknya akan lebih diutamakan.
2. Riset Komposit Serat Alam
Riset komposit serat alam di Indonesia secara intensif dimulai tahun 2000-an.
Misalnya riset yang dilakukan oleh Mulyadi dan Rochardjo (2003) dengan menggunakan
serat Agave cantala dan matrik plastik. Hasil riset menunjukkan bahwa pada fraksi volume
50%, kekuatan tarik meningkat menjadi 3 kali dibandingkan kekuatan plastiknya. Serat
Cantala ini mempunyai kekuatan tarik sebesar 450 MPa, di bawah serat gelas yang
mempunyai kekuatan tarik sekitar 2200 MPa.
Penggabungan serat agave dengan serat gelas memberikan efek hybrid pada
pembebanan tarik maupun pembebanan kejut. Namun demikian, serat ini agak peka terhadap
kandungan air. Pada pengujian tarik serat yang telah direndam ke dalam air, kekuatan tariknya
turun hingga mencapai 200 MPa pada perendaman selama 500 jam. Penurunan ini disebabkan
oleh terjadinya pembesaran micro-crack pada struktur serat (Rochardjo dkk., 2003).
Pemanfaatan limbah serat buah sawit untuk berbagai aplikasi teknik juga telah diteliti
secara komprehensif (Jamasri dkk., 2005-2006). Kajian sifat tarik komposit serat buah sawit
18
acak bermatrik poliester juga telah dilakukan (Jamasri dkk., 2005). Hasilnya menunjukkan
bahwa penambahan kandungan volume serat buah sawit untuk meningkatkan fungsi panel
komposit menjadi panel struktur, baik sebagai struktur sekunder maupun primer, juga telah
dikembangkan riset panel komposit sandwich. Panel komposit sandwich ini tersusun dari dua
buah komposit skin yang mengapit core (inti) ditengahnya. Komposit skin telah dibuat dari
serat buah sawit, sedangkan intinya berasal dari pohon sawit. Konsep desain komposit
sandwich ini adalah untuk memberikan penguatan yang tinggi pada komposit skin dengan
meletakkan core yang murah di tengahnya. Panel komposit sandwich yang dihasilkan
memiliki kekuatan tinggi dengan harga yang murah (Jamasri dkk., 2006).
Pengkajian secara intensif pemanfaatan serat kenaf dan kayu sengon laut sebagai
unsur utama pembentuk panel komposit sandwich dilakukan oleh Diharjo (2006). Kajian
kompatibilitas antara serat rami dengan matrik epoxy agar dihasilkan High Performance
Natural Fiber Reinforced Plastic Composites (HPNFRP) telah dilakukan oleh Marsyahyo
(2006).
Riset pemanfaatan serat alam pernah dilakukan oleh Diharjo dkk. (2005) yang
mengembangkan pemanfaatan serat alam kenaf sebagai bahan komposit. Peningkatan
kandungan serat kenaf acak mampu meningkatkan kekuatan dan modulus tarik. Pada vf =
32%, kekuatan dan modulus tarik komposit serat kenaf acak – polyester masing-masing
adalah 59.03 MPa and 8.75 GPa. Kedua sifat mekanis tersebut meningkat 107.8% and
51.91% dibandingkan dengan komposit kenaf acak-polyester pada vf = 13.18%. Komposit
kenaf – polyester dalam penelitian ini memiliki sifat tarik yang lebih baik daripada komposit
kenaf – PP yang diteliti oleh Karnani dkk. (1997).
19
Masih menurut Diharjo dkk. (2005), kekuatan dan modulus tarik komposit serat kenaf
kontinyu dengan orientasi serat 00 dengan matrik polyester pada vf = 54.63 % adalah 216.8
MPa dan 26.79 GPa. Kedua sifat mekanis tersebut meningkat 123% dan 163.7%
dibandingkan dengan komposit kenaf kontinyu pada vf = 20.31%. Komposit hasil penelitian
ini memiliki kekuatan dan modulus tarik yang lebih tinggi dibandingkan dengan hasil
penelitiannya Raharjo dkk. (2005), yaitu 157 MPa dan 20 GPa pada vf = 60%.
Selanjutnya Diharjo dkk. (2007) mengembangkan penelitian disertasi komposit
sandwich dengan core kayu sengon laut (KSL). Sifat impak komposit sandwich serat kenaf
acak – polyester dengan core KSL meningkat seiring dengan peningkatan ketebalan core.
Komposit sandwich yang diperkuat serat kenaf perlakuan alkali selama 2 jam memiliki energi
dan kekuatan impak yang lebih kecil dibandingkan dengan komposit sandwich berpenguat
serat tanpa perlakuan. Penurunan kekuatan komposit sandwich berpenguat serat perlakuan
alkali 2 jam disebabkan oleh adanya perubahan sifat patahan dari patahan ulet menjadi getas.
Komposit sandwich tersebut memiliki kekuatan impak tertinggi pada ketebalan core KSL 10
mm.
Pengembangan bahan biokomposit juga pernah dilakukan oleh Mujiyono dkk. (2008).
Dalam penelitian ini serat alam yang digunakan adalah serat rami dan serat bambu, sedangkan
matrik alam yang digunakan sebagai perekat adalah hasil sekresi kutu pohon albasia (sengon
laut). Hasil pengembangan penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan produk biokomposit
yang benar-benar ramah lingkungan karena bersifat fully biodegradable. Pada panjang serat
1,58 mm, komposit serat kenaf - polypropylene (PP), dengan fraksi berat serat kenaf acak (wf)
20, 40 dan 60% masing-masing memiliki modulus tarik 2,7, 2,8 dan 3,0 GPa, sedangkan
kekuatan tariknya masing-masing adalah 26,9, 27,1 dan 27,4 MPa. Secara berurutan,
20
regangan luluhnya mengalami penurunan yang signifikan, yaitu 5,2, 3,0 dan 2,6%. Dengan
penambahan 2% coupling agent maleated polypropylene (MAPP, w/w), kekuatan tarik
komposit tersebut masing-masing meningkatkan menjadi 32,7 MPa, 41,3 MPa dan 53,8 MPa,
sedangkan modulus tariknya menjadi 2,9, 3,4 dan 4,1 GPa. Peningkatan kadar MAPP 5% juga
meningkatkan kekuatan tarik komposit menjadi 38,1, 49,4 dan 61,2 MPa, sedangkan
modulusnya meningkat menjadi 3,2, 4,3 dan 5,1 GPa. Penambahan kadar serat dan MAPP
juga meningkatan kekuatan bending, modulus bending dan kekuatan impaknya komposit
kenaf - PP (Karnani dkk., 1997).
Serat sunhemp (crotalarea juncea) juga merupakan jenis serat yang potensial sebagai
penguat plastik untuk memproduksi material murah dengan ketangguhan tinggi. Besarnya
kekuatan tarik dan modulus young serat sunhemp adalah 389 MPa dan 35,6 GPa. Modulus
Young komposit serat sunhemp-polyester terjadi peningkatan secara linier hingga 14 GPa
pada vf = 0,4. Besarnya kekuatan tarik pada vf = 10, 20, 30 dan 40% adalah 64, 104, 122 dan
140 MPa. Kekuatan impak izot komposit pada vf = 6, 12, 18 dan 24% juga mengalami
peningkatan secara linier, yaitu 6, 11, 16 dan 21 kJ/m2. Perpatahan uji impak menunjukkan
adanya fiber pull out dan interface fracture (Sanadi dkk., 1986).
Clark dan Ansell (1986) memodifikasi cara pencampuran komposit hybrid serat jute
dan serat gelas dengan matrik polyester untuk memprediksi sifat-sifat tarik lamina yang
diamati dan mengontrol kegagalan hybrid lamina pada regangan 0,8%. Serat dikenai
perlakuan kimia (coating) dengan metacrylato yang kompatibel dengan resin polyester.
Pengujian impak charpy untuk kombinasi fraksi volume serat 16% jute, 13% jute-3% glass,
13% jute-4% glass, 13% jute-8% gelas dan 12% jute-8% gelas menghasilkan peningkatan
energi patah, yaitu masing-masing 2,9, 20,2, 10,1 , 24,5 dan 44,0 kJ/m2.
21
Pada wf 50% dengan penambahan 2% MAPP, kekuatan spesifik dan modulus
komposit serat kenaf sepanjang 1 cm dengan matrik PP ekuivalen atau lebih besar
dibandingkan dengan komposit serat gelas – PP dengan 2% MAPP (Rowell dkk., 1999).
Penambahan coupling agent 2% MAPP pada komposit serat kenaf-PP dengan wf = 50%
meningkatkan kekuatannya dari 3,56 MPa menjadi 6,8 MPa. Peningkatan wf dari 20, 30, 40,
50 dan 60% dengan 2% MAPP akan meningkatkan kekuatannya masing-masing menjadi 4,0,
4,8, 5,76, 6,8 dan 7,6 MPa.
Menurut Mueller dan Krobjilowski (2003), modulus elastisitas, kekuatan tarik, dan
regangan serat kenaf adalah 53 GPa, 930 MPa, dan 1,6%. Massa jenis serat kenaf adalah 1,5
g/cm3. Untuk meningkatkan kekuatan komposit, serat kenaf dikombinasikan dengan serat
gelas anyam, sehingga dihasilkan komposit hibrid berkekuatan tinggi.
Moller dkk. (2002) juga telah mengembangkan komposit sandwich dengan core
susunan batang tanaman. Model sandwich yang tersebut dikenal dengan nama light natural
sandwich material (LNS). Pembuatan core dilakukan dengan menyusun batang tanaman di
dalam kotak molding yang diberi foam glue. Berat LNS yang dihasilkan dapat mencapai 50%
lebih rendah dari berat plywood. Besarnya kekuatan dan modulus tekan LNS adalah 1,9 MPa
dan 249 Mpa, sedangkan besarnya kekuatan dan modulus geser LNS adalah 0,35 MPa dan
15,1 MPa. Material LNS potensial sebagai pengganti core sintetis PVC foam.
Xu Xun, dkk. (2007) melakukan penelitian tentang bagaimana mengetahui daur hidup
komposit serat kayu yang diperkuat (wood fibre reinforced) dibandingkan dengan
polypropylene pada pengaruh terhadap lingkungan. Dalam penelitian ini diperkenalkan istilah
“material service density” (MSD), yang didefinisikan sebagai volume material yang
memenuhi kebutuhan kekuatan secara spesifik. Pengujian terhadap dua bahan, yaitu komposit
22
serat kayu yang diperkuat dan polypropylene menunjukkan bahwa ketika MSD digunakan
sebagai unit fungsional, maka komposit serat kayu yang diperkuat lebih ramah lingkungan
dibandingkan polypropylene. Pada volume bahan yang sama untuk membuat sebuah produk,
bahan komposit memiliki kerapatan lebih rendah dibandingkan polypropylene.
Suizu N., dkk, (2009), meneliti tentang pemanfaatan serat alam yang diperkuat untuk
menghasilkan bahan yang ramah lingkungan dan kuat. Dengan menguntai serat rami
dicampur dengan alkali konsentrasi tinggi dapat diperoleh komposit yang kuat. Hasil
pengujian ketegangan (tensile) menunjukkan bahwa komposit benang rami memperlihatkan
dua hingga tiga kali lebih besar pada uji patah, tanpa penurunan kekuatan dibandingkan
dengan komposit tanpa benang untai. Komposit yang dilaminasi menggunakan untaian
benang rami memiliki kekuatan impak dua kali lebih besar dibandingkan komposit tanpa
benang rami.
Nam dan Netravali (2006), menyimpulkan bahwa serat alam sangat potensial
digunakan dalam industri sebagai pengganti bahan komposit. Alasan yang mendasari antara
lain sifat terbarukan, berkelanjutan, biodegradable, serta tersedia di seluruh dunia. Secara
kimiawi, sifat-sifat serat alam dapat diketahui berdasarkan struktur kimia, kandungan
selulosa, orientasi dan kristalinitas. Dibandingkan dengan serat gelas, serat alam memiliki
kekuatan ketegangan yang lebih rendah. Namun beberapa serat alam memiliki Modulus
Young yang sama tinggi dengan serat aramid. Specimen komposit yang ramah lingkungan
dibuat dari serat rami dan resin soy protein concentrate (SPC). Resin SPC digunakan untuk
membungkus material dengan gliserin. Kekuatan tarik dan Modulus Young dari komposit ini
akan memiliki perbandingan yang signifikan dan relatif besar dibandingkan dengan resin soy
protein concentrate SPC murni. Kekuatan tarik dari komposit dalam arah longitudinal cukup
23
lembut dan didapatkan perubahan besar yang cukup signifikan bila dibandingkan dengan
varietas kayu pada umumnya. Pada arah transversal/melintang, apabila dibandingkan dengan
specimen kayu dengan metoda micrograph Scanning Electron Microscope (SEM) dari
keretakan permukaan dari komposit alam mengindikasikan pengikatan antar permukaan
yang baik antara serat rami dan resin soy protein concentrate.
B. Hasil-hasil Pengembangan Riset SKEA
Soltani dkk., (2011) melakukan serangkaian pengujian sebuah blade turbin angin 660
kW dilakukan pada terowongan angin berkecepatan rendah untuk mengetahui efek dari
kontaminasi permukaan yang didistribusikan pada karakteristik kinerjanya. Airfoil yang diuji
adalah airfoil dengan permukaan yang bersih, dua jenis kekasaran zigzag dan kekasaran jalur
tape kemudian didistribusikan kombinasi kekasarannya. Model tepi lurus dan zigzag memiliki
kekasaran untuk menyederhanakan hasil kontaminasi dari aliran turbulensi. Dalam penelitian
ini, kontaminasi permukaan disimulasikan dengan menerapkan tinggi kekasaran 0,5 mm di
atas seluruh permukaan atas airfoil . Distribusi Kepadatan bervariasi dari tepi menuju ke
trailing edge dari model. Data menunjukkan bahwa airfoil tertentu sangat sensitif terhadap
kontaminasi permukaan dan koefisien angkat maksimum menurun hingga 35%, sementara
sudut serang sedikit meningkat. Kontaminasi permukaan, bagaimanapun, menyebabkan
karakteristik patah menjadi sangat halus dan daya angkat mengalami penurunan. Berbeda
dengan model dengan permukaan bersih, dimana daya angkat maksimum akan meningkat
seiring dengan meningkatnya bilangan Reynolds.
Ahmed M., (2004) melakukan investigasi eksperimental efek ground aerodinamis
pada tiga airfoil, NACA 0015, 4415 dan 6415, dilakukan dengan kecepatan terowongan angin
rendah. Pada distribusi tekanan pada permukaan airfoil diperoleh dari tappings tekanan. Rata-
24
rata kecepatan Pengukuran dilakukan atas permukaan dari kontur airfoil dan kecepatan yang
diplot. Pengukuran kecepatan rata-rata dan turbulensi intensitas dilakukan di wilayah pada
dua lokasi. Percobaan dilaksanakan dengan berbagai sudut serang 00-100 dan ground
clearance dari minimum yang mungkin nilai untuk satu panjang chord. Ditemukan bahwa
nilai koefisien tekanan tinggi diperoleh pada permukaan bawah airfoil adalah ketika dekat
dengan ground. Pada wilayah dengan tekanan tinggi diperpanjang hampir sepanjang chord
dengan panjang keseluruhan untuk sudut serang tinggi. Aliran ditemukan untuk mempercepat
atas airfoil dengan tertinggi percepatan diamati untuk NACA 4415 dan terendah untuk NACA
6415. Untuk NACA 4415, kecepatan rata-rata sangat tinggi bila diamati dekat dengan puncak
lokasi. Untuk aliran, airfoil yang ditemukan untuk memisahkan dari permukaan untuk sudut
serang 100 dan keatasan, sehingga menghasilkan jauh lebih rendah kecepatan di atas
permukaan dan wilayah terbangun tebal dan sangat bergejolak.
Panchal (2010), dengan penemuan sistem komputer modern, metode numerik telah
menjadi semakin berguna dalam simulasi berbagai masalah teknik. Tidak diragukan lagi,
komputasi dinamika fluida (CFD) memainkan peran penting dalam memecahkan masalah
cairan yang kompleks tanpa melakukan eksperimen fisik. NACA airfoil 4415 simulasi
menunjukkan tidak hanya relatif sederhana dan kemudahan menentukan kinerja airfoil, tetapi
juga potensi CFD dalam skema grand rekayasa aplikasi. Akhir-akhir ini, CFD digunakan
dalam hampir setiap bidang teknik, dari elektronik desain hardware untuk kinerja pesawat.
Menurut Firman (2009) penentuan ketinggian dari kincir angin dilakukan dengan
menganalisis data turbulensi angin dan kekuatan angin. Derau aerodinamis merupakan
fungsi dari banyak faktor seperti desain sudu, kecepatan perputaran, kecepatan angin,
turbulensi aliran masuk. Derau aerodinamis merupakan masalah lingkungan, oleh karena itu
25
kecepatan perputaran rotor perlu dibatasi di bawah 70m/s. Beberapa ilmuwan berpendapat
bahwa penggunaan skala besar dari pembangkit listrik tenaga angin dapat merubah iklim
lokal maupun global karena menggunakan energi kinetik angin dan mengubah turbulensi udara
pada daerah atmosfir.
Ackermann, (2005) menyimpulkan bahwa kemampuan turbin savonius beroperasi
pada kecepatan angin rendah dengan menghasilkan torsi besar sangat cocok untuk
dimanfaatkan sebagai tenaga penggerak sistem pompa, aerasi tambak, atau peralatan
pengolahan hasil pertanian. Turbin jenis Savonius mempunyai kelebihan yang lain yaitu tidak
mengalami masalah pada waktu start awal atau dengan kata lain, turbin Savonius bisa
berputar tanpa diberi energi awal dari luar pada saat start. Karakteristik ini tidak dimiliki oleh
kincir angin poros vertikal yang lain yaitu tipe Darius. Turbin darius dengan kemampuan
menghasilkan torsi yang lebih besar dibandingkan Savonius sering tidak bisa start mandiri,
sehingga harus dibantu dengan energi dari luar.
Kelebihan dari turbin Savonius untuk start mandiri menjadi inspirasi bagi banyak
peneliti untuk menemukan desain modifikasi gabungan savonius dengan Darius yang mampu
start mandiri. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Wakui, dkk (2002). Pada penelitian
pertama yang mereka lakukan bertujuan untuk membandingkan dari tiga tipe kincir angin
yaitu tipe Savonius-Darius, Darius, dan tipe kincir angin poros horizontal dua propeler. Dari
hasil-hasil penelitian, mereka menyimpulkan bahwa gabungan Savonius Darius mempunyai
keunggulan mampu start mandiri dibandingkan dengan Darius saja walaupun terjadi penurun
kuantitas daya output. Untuk kincir angin horizontal tipe propeler mempunyai output daya
yang besar, dengan catatan harus mempunyai mekanisme Yaw yang bagus untuk merespon
arah angin.
26
Pada penelitian selanjutnya Wakui, dkk ( 2004) melakukan penggabungan antara tipe
Savonius-Darius yang bertujuan untuk menentukan tipe penempatan posisi Savonius sehingga
dihasilkan turbin gabungan yang mempunyai keluaran daya yang lebih besar .
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan Wakui, dkk (2004), Gupta, dkk (2006)
melakukan penelitian yang membandingkan dua tipe yaitu tipe Savonius (U) dengan tipe
gabungan Savonius-Darius pada kondisi overlap dan tanpa overlap. Dari hasil-hasil
penelitian, mereka menyimpulkan bahwa gabungan Savonis-Darius mempunyai unjuk kerja
yang lebih baik dibandingkan dengan tipe Savonius saja.
Disamping penelitian-penelitian yang bertujuan untuk menaikkan performa dari
turbin Savonius dengan metode penggabungan tipe Savonius dan tipe Darius di atas,
penelitian-penelitian yang bertujuan sama tetapi dengan metode yang berbeda yaitu dengan
metode modifikasi propeler Savonius saja. Dengan metode tersebut diharapkan turbin
Savonius mempunyai performa yang lebih baik untuk menghasilkan output torsi tanpa
digabung dengan tipe Darius. Secara teknis akan lebih sederhana dan ekonomis.
Terdapat beberapa modifikasi propeler Savonius untuk mendapatkan unjuk kerja yang
lebih baik, seperti yang dilakukan oleh Soelaiman, dkk (2007) yakni dengan menguji
beberapa modifikasi tipe propeler yaitu propeler Savonius tipe U, Savonius tipe L, propeler
tipe windside kecil dan windside besar. Dari pengujian, mereka meyimpulkan propeler
Savonius bentuk L menghasilkan unjuk kerja yang paling baik dibandingkan dengan tipe yang
lainnya.
Dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan, semua bertujuan untuk menaikkan
unjuk kerja dari kincir angin Savonius sendiri atau gabungan dengan turbin Darius. Turbin
Savonius tipe U merupakan tipe yang mempunyai unjuk kerja (torsi) yang tidak sebaik
27
dengan tipe L, hal ini terlihat dari kesimpulan yang ditarik dari penelitian Soelaiman, dkk
(2007). Untuk itu, dengan tujuan yang sama yaitu memodifikasi propeler turbin Savonius
untuk memperbaiki unjuk kerja (torsi) Turbin Savonius tipe U, penelitian yang dilaksanakan
adalah dengan mengkondisikan besar overlap propeler Savonius tipe U. Dengan kata lain,
penelitian ini melihat seberapa besar pengaruh perubahan besar overlap sudu terhadap unjuk
kerja (Torsi ) dari Kincir angin Savonius tipe U. Panchal (2010), melakukan simulasi
menggunakan komputer dengan bantuan software ANSYS v12.1 CFD; yang bertujuan untuk
menghemat waktu dan biaya dalam merancang airfoil.
Berdasarkan mekanisme perancangan turbin angin dalam dalam hal ini titik awal
perancangan diawali dengan menggunakan nilai tip speed rasio (TSR) lebih besar 3 (TSR = 5)
sehingga dapat menggunakan airfoil sebagai profil dasar sudu turbin (Grant, 2011).
Airfoil yang digunakan untuk profil dasar sudu turbin adalah airfoil yang dilalui oleh
angin kecepatan rendah (maksimum 10 m/s), sehingga parameter rasio gaya angkat terhadap
gaya hambat maksimum menjadi fokus pengembangan karakteristik airfoil untuk turbin angin
(Timmer and Rooij, 2003) dengan rentang kecepatan angin antara 5 – 10 m/s (Gambar 1a).
Timmer and Rooij (2003) juga menyatakan pada awal tahun 1980 sampai 1990,
profil yang banyak digunakan sebagai bentuk dasar sudu turbin angin adalah airfoil yang
dikembangan oleh NASA yang diberi kode NACA 4 digit (seri NACA 44xx) dan NACA 5
digit (seri NACA 63xxx). Airfoil NACA tersebut dari hasil pengujian mengalami phenomena
transisi yang lebih awal dari yang diprediksi dan hal ini sesuai dan diperkuat dengan yang
dilakukan oleh Gómez and Álvaro (2006), sehingga perlu dikembangkan atau dilakukan
modifikasi pada profil NACA tersebut terutama pada ketebalan airfoilnya. Fokus wilayah
28
sudu turbin sepanjang radial yang dilakukan modifikasi ditunjukan oleh jumlah titik yang
semakin banyak (Gambar 1b).
(a)
(b)
Gambar 1. (a) Area operasi turbin angin, (b) Fokus pengembangan sudu turbin
angin (van Rooij and Timmer, 2004)
29
Studi pengembangan airfoil seri NACA 63xxx (Amerika), seri Riso A1xx
(Denmark), seri FFA W3xxx (Swedia), seri FX (Stuttgart) dan seri DU (Belanda) khusus
untuk turbin angin telah dilakukan oleh Bertagnolio et al (2001).
Studi pengembangan airfoil seri NACA 44xx yaitu NACA 4415 untuk bilangan
Reynolds rendah dalam interval 50.000 sampai 600.000 (kecepatan rendah) telah dilakukan
oleh Ostowari and Naik (1985) dan diperoleh bahwa NACA 4415 jika digunakan untuk turbin
angin sumbu horizontal pada kecepatan angin tinggi dapat menimbulkan getaran dan noise
yang besar, hal ini sesuai dan diperkuat dengan hasil penelitian Saliveros (1988). Hasil Studi
oleh Hoffmann et.al (1996), dilakukan pada kondisi aliran mantap (steady) dengan bilangan
Reynolds 1.000.000 yang melalui airfoil NACA 4415 didapat koefisien gaya angkat 1.35
pada sudut serang 14.3o dan dinyatakan bahwa jika aliran udara adalah tidak mantap
(unsteady) maka akan terjadi peningkatan koefisien gaya angkat sebesar 10% sampai 15%
dibanding pada kondisi aliran mantap, hal ini sesuai jika diaplikasikan pada turbin angin yang
beroperasi pada kondisi angin yang tidak mantap.
C. Kajian Energi Angin Untuk Pemenuhan Kebutuhan Listrik
Kajian potensi energi angin di wilayah terisolir di daerah Sulawesi pernah dilakukan
oleh Nurhalim (2007) dengan membuat sistem pembangkit listrik hibrida yang
menggabungkan PLTB (Pembangkit Listrik Tenaga Bayu) dengan PLTD (Pembangkit Listrik
Tenaga Diesel). PLTD merupakan pembangkit listrik BBM dengan biaya operasi yang sangat
tinggi pada saat ini. Bahkan untuk jangka panjang pembangkit ini sudah tidak ekonomis lagi
karena dicabutnya subsidi dan mahalnya harga BBM. PLTD pada umumnya merupakan
pembangkit terisolir yang terletak di daerah yang sulit dijangkau seperti pedesaan pulau
terpencil. Untuk mempertahankan investasi yang sudah ditanamkan dan produksi energi
30
listrik ekonomis, maka harus dieksploitasi potensi energi terbarukan di daerah terpencil
tesebut.
Berdasarkan analisis terlihat bahwa kebutuhan energi suatu daerah terpencil dengan
asumsi kebutuhan energi 280,5 kwh per hari dapat dilayani dengan membangun l0 unit PLTB
dengan kapasitas l0 kW. Sedangkan 4 unit PLTD dengan kapasitas 8,5 kW hanya berfungsi
sebagai cadangan. Sehingga dengan dibangunnya pembangkit listrik hibrida PLTB-Diesel
akan rnengurangi konsumsi bahan bakar minyak( BBM) di daerah tersebut.
Selanjutnya, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Al-Hasibi (2010), dengan
menerapkan sebuah model skenario pengembangan energi terbarukan sebagai penyediaan
energi listrik dengan menggunakan perangkat lunak Longe-range Energy Alternative Planning
(LEAP) diketahui bahwa berdasarkan skenario pengembangan energi terbarukan, peran energi
terbarukan dalam penyediaan energi listrik di Provinsi DIY sangat signifikan.
Hal ini diperlihatkan dengan kontribusi energi terbarukan dalam penyediaan energi
listrik dapat mencapai 11,86 % dari keseluruhan kebutuhan energi listrik di Provinsi DIY.
Kontribusi energi terbarukan dapat ditingkatkan dengan melibatkan jenis energi terbarukan
lainnya seperti energi yang berasal dari biomasa dalam bentuk sampah kota maupun limbah
pertanian. Selain berkontribusi dalam penyediaan energi listrik, pengembangan energi
terbarukan dapat menurunkan jumlah emisi CO2 yang dihasilkan sebagai akibat aktivitas
pembangkitan energi listrik. Dalam skenario pengembangan yang disimulasikan, peran
energi terbarukan dalam penurunan emisi CO2 mencapai 11,62 % dari emisi CO2 tanpa
energi terbarukan.
Sugiyono (2010) melakukan kajian prospek pemanfaatan energi angin melalui
perencanan energi daerah Propinsi DIY untuk rentang waktu 2007-2025 dengan
31
menggunakan model LEAP (Long–Range Energy Alternatives Planning System). Energi
listrik yang digunakan untuk aktivitas perekonomian di Provinsi DIY sebagian besar dipasok
dari jaringan interkoneksi listrik Jawa-Bali. Daya terpasang pada tahun 2007 mencapai 807,63
MW. Hanya sekitar 70 MW yang menggunakan captive power baik berupa captive murni
maupun hanya sebagai cadangan bila pasokan dari PLN terganggu. Total penggunaan energi
listrik mencapai sebesar 1.726,98 GWh dengan laju pertumbuhan dalam kurun waktu 2003-
2007 rata-rata sebesar 8,41% per tahun. Penggunaan listrik terbesar adalah di sektor rumah
tangga yaitu sebesar 57% dari total penggunan listrik. Diikuti oleh sektor bisnis sebesar 19%,
sektor industri sebesar 11%, dan sektor sosial sebesar 7%. Sedangkan sektor publik
merupakan sektor yang paling sedikit mengkonsumsi energi listrik yaitu sebesar 6%.
Jumlah penduduk di DIY diprakirakan meningkat dari 3,47 juta pada tahun 2008
menjadi 4,39 juta pada tahun 2025. Dengan mempertimbangkan kedua parameter penggerak
tersebut diprakirakan total kebutuhan energi di Propinsi DIY meningkat dari 4,68 juta SBM
pada tahun 2008 menjadi 16,28 juta SBM pada tahun 2025 atau meningkat dengan laju
pertumbuhan rata-rata sebesar 7,6% per tahun. Pada skenario BAU (business as usual),
kebutuhan energi tersebut hampir 60% dipenuhi dengan menggunakan BBM. Pasokan listrik
mencapai 28% dan sisanya menggunakan LPG yang makin meningkat penggunaannya dan
mencapai 12% pada tahun 2025 karena adanya kebijakan konversi dari minyak tanah ke LPG.
Alternatif energi yang mungkin untuk dikembangkan dalam mengurangi konsumsi BBM
tergantung dari karakteristik sektor penggunanya.
32
D. Pengaruh dan Dampak Lingkungan terhadap SKEA
1. Pengaruh lingkungan terhadap komposit
Dalam perancangan propeler kincir angin, pengaruh kelembaban dan cuaca yang ekstrim
harus diperhatikan untuk menghasilkan propeler kincir angin yang tahan terhadap perubahan
cuaca yang terjadi. Propeler kincir angin minimal dapat beroperasi selama 20-30 tahun. Dari
beberapa penelitian sebelumnya dilaporkan bahwa material komposit mengalami degradasi
kekuatan yang diakibatkan oleh pengaruh lingkungan, seperti pengaruh kelembaban udara, panas
matahari, radiasi ultraviolet, bahkan oksidasi termal. Kelembaban misalnya, dapat menurunkan
kekuatan material komposit karena adanya difusi uap air ke material komposit yang dapat
menyebabkan penurunan sifat temperatur transisi glass, yaitu temperatur dimana resin berubah
sifat dari kondisi padat menjadi kondisi viskoelastis. Selain hal tersebut, proses degradasi
komposit juga dipengaruhi oleh sifat kimia resin dan matriknya serta jangka waktu terpapar pada
lingkungan. Beberapa material komposit sangat sensitif terhadap cuaca. Kombinasi dua atau
beberapa faktor lingkungan dapat menyebabkan degradasi kekuatan material komposit (Li,
2000).
Pengaruh lingkungan pada material komposit harus diperhitungkan di dalam tahap awal
perancangan propeler dari bahan komposit. Jika hal ini diabaikan akan dapat menyebabkan
pemborosan waktu, kegagalan design, energi dan biaya. Umumnya, derajat sensitivitas material
komposit terhadap faktor lingkungan berbeda-beda. Temperatur dan kelembaban merupakan
faktor utama penyebab degradasi kekuatan propeler komposit. Sehingga pengaruh temperatur
dan kelembaban harus diperhatikan didalam perancangan dan pembuatan propeler kincir angin.
Degradasi material komposit lebih tinggi bila disebabkan faktor temperatur dan kelembaban
secara bersama-sama dibandingan dengan hanya oleh faktor temperatur atau hanya kelembaban
33
saja. Kegagalan material komposit dapat diakibatkan oleh temperatur yang sangat tinggi dengan
kelembaban yang tinggi (Hale, 1998) (Grant, 1995). Lingkungan terutama berpengaruh tehadap
matrik kompositnya. Matrik dari komposit bertujuan untuk melindungi fiber komposit dari
pengaruh kimia yang berasal dari lingkungannya.
a. Pengaruh Temperatur
Dalam kurun waktu operasional yang lama, propeller kincir angin mungkin terpapar pada
lingkungan dengan temperatur rendah ( ≤ -200C) atau temperatur yang sangat tinggi (≥ 50
0C).
Beberapa polimer akan menjadi rapuh jika dipapar pada temperatur yang sangat rendah
(Schwartz, 1996). Beberapa tahun terakhir, telah banyak dilakukan penelitian untuk mengetahui
ketahanan material komposit terhadap temperatur tinggi (Brinson, 1987). Dilaporkan bahwa
pengaruh temperatur pada interface fiber-matrik sama besarnya terhadap perlakuan fiber dan
sifat resin. Sifat mekanik yang lain, seperti kekuatan tekan, kekuatan tarik maksimumnya
menurun pada temperatur tinggi seperti telah dilaporkan sebelumnya (Soutis, 1997) (Hale, 1997)
(Zaaffaroni, 1998) . Pengaruh temperatur terhadap sifat retak komposit secara detail telah diteliti
oleh Marom (1989). Hasilnya menunjukkan bahwa energi retak interlaminar menurun 25-30%
pada kenaikan temperatur 50 – 1000C.
Selain mempercepat proses penyerapan air, temperatur juga sangat berpengaruh terhadap
resin komposit. Springer et al (1997) menyimpulkan bahwa untuk komposit laminasi 900
(komposit didominasi resin), kenaikan temperatur dapat menurunkan modulus elastisitas dan
kekuatan komposit, bahkan penurunan ini dapat mencapai 60% hingga 90%
34
b. Pengaruh kelembaban
Molekul-molekul air dapat berdifusi masuk ke pori-pori komposit dan dapat
mempengaruhi sifat mekanik material komposit. Marom (1989) melaporkan bahwa kadar air
dapat mempengaruhi kekuatan retak komposit. Shen dan Springer (1977) melaporkan bahwa
komposit laminasi 900, kekuatan tarik maksimal dan modulus elastisitasnya menurun terhadap
kenaikan kadar air pada material komposit. Penurunan ini bisa mencapai 50% -90% . Difusi uap
air ke dalam komposit menyebabkan degradasi pada ikatan fiber-matriknya (Schultheise, 1997)
penurunan temperatur transisi glass (Brinson, 1987), sifat plastisnya dan kadang-kadang dapat
menyebabkan retak halus pada matrik komposit (Schutte, 1994) (Grant, 1995). Pengetahuan
untuk dapat memprediksikan adanya difusi uap air kedalam komposit dan pengaruhnya terhadap
sifat resin sangat diperlukan dalam kurun waktu operasional yang lama.
2. Pengaruh lingkungan terhadap material komposit
Pengaruh lingkungan terhadap komposit tergantung pada pengaruhnya terhadap masing-
masing komponen kompositnya, fiber, matik, serta interface antara fiber dan matriknya.
Pengaruh keseluruhan tergantung pada pengaruh lingkungan yang paling dominan terhadap
salah satu komponen komposit. Seperti misalnya, tegangan melintang merupakan sifat komposit
yang didominasi oleh sifat matriknya, sehingga pengaruh lingkungan terhadap sifat tegangan
melintang akan tergantung daripada sensitivitas matrik terhadap pengaruh lingkungan. Pengaruh
lingkungan terhadap material dapat dipahami dengan baik, jika pengaruh lingkungan ini
dpelajari secara terperinci terhadap komponen-komponen komposit tersebut.
Lingkungan sangat berpengaruh terhadap sifat dari polimer. Pengaruh ini dapat
diklasifikasikan menjadi efek reversible dan efek irreversible. Jika terjadi difusi uap air ke dalam
matrik, maka sifat plastis dan temperatur transisi gelas berubah sebagai akibat dari kenaikan
35
volume polimer. Sifat-sifat tadi dapat kembali seperti semula jika materialnya dikeringkan. Hal
ini dinamakan dengan efek reversibel. Sedangkan jika ireversible, sifat komposit tidak dapat
kembali normal seperti sebelum adanya pengaruh lingkungan walaupun dengan memberikan
perlakuan pada material kompositnya. Retak halus pada komposit merupakan efek ireversible
lingkungan. Komposit yang terpapar lama pada kelembaban tinggi dapat menyebabkan retak
halus pada komposit.
Masing-masing resin memiliki sifat difusivitas dan kandungan uap air maksimum.
Difusivitas menunjukkan laju difusi uap air yang terjadi. Keseimbangan kandungan uap air
menunjukkan tinggi rendahnya tegangan swell. Semakin tinggi keseimbangan kandungan uap
air, semakin tinggi tegangan swell dalam materialnya, dan semakin tinggi pula kemungkinan
terdapat retak halus dan terjadinya hidrolisis (Schutte, 1994).
3. Dampak lingkungan SKEA
SKEA karena sifatnya yang terbarukan sudah jelas akan memberikan keuntungan karena
angin tidak akan habis digunakan tidak seperti pada penggunaan bahan bakar fosil. Tenaga
angin juga merupakan sumber energi yang ramah lingkungan, dimana penggunaannya tidak
mengakibatkan emisi gas buang atau polusi yang berarti ke lingkungan. Kalau dicermati dari
pembangkit listrik tenaga angin ini tidak sepenuhnya ramah lingkungan, terdapat beberapa
masalah di antaranya yaitu dampak visual, derau suara, beberapa masalah ekologi, dan
keindahan.
Dampak visual biasanya merupakan hal yang paling serius dikritik (Sasongko, 2009).
Penggunaan ladang angin sebagai pembangkit listrik membutuhkan luas lahan yang tidak
sedikit dan tidak mungkin untuk disembunyikan. Penempatan ladang angin pada lahan yang
masih dapat digunakan untuk keperluan yang lain dapat menjadi persoalan tersendiri bagi
36
penduduk setempat. Selain mengganggu pandangan akibat pemasangan barisan pembangkit
angin, penggunaan lahan untuk pembangkit angin dapat mengurangi lahan pertanian serta
pemukiman. Hal ini yang membuat pembangkitan tenaga angin di daratan menjadi terbatas.
Beberapa aturan mengenai tinggi bangunan juga telah membuat pembangunan pembangkit
listrik tenaga angin dapat terhambat. Penggunaan tiang yang tinggi untuk kincir angin juga
dapat menyebabkan terganggunya cahaya matahari yang masuk ke rumah-rumah penduduk.
Perputaran sudu-sudu menyebabkan cahaya matahari yang berkelap-kelip dan dapat
mengganggu pandangan penduduk setempat.
Efek lain akibat penggunaan kincir angin yaitu terjadinya derau frekuensi rendah.
Putaran dari sudu-sudu kincir angin dengan frekuensi konstan lebih mengganggu daripada
suara angin pada ranting pohon. Selain derau dari sudu-sudu turbin, penggunaan gearbox
serta generator dapat menyebabkan derau suara mekanis dan juga derau suara listrik. Derau
mekanik yang terjadi disebabkan oleh operasi mekanis elemen-elemen yang berada dalam
nacelle atau rumah pembangkit listrik tenaga angin. Dalam keadaan tertentu kincir angin dapat
juga menyebabkan interferensi elektromagnetik, mengganggu penerimaan sinyal televisi
atau transmisi gelombang mikro untuk perkomunikasian.
Penentuan ketinggian dari kincir angin dilakukan dengan menganalisis data
turbulensi angin dan kekuatan angin. Derau aerodinamis merupakan fungsi dari banyak
faktor seperti desain sudu, kecepatan perputaran, kecepatan angin, turbulensi aliran masuk.
Derau aerodinamis merupakan masalah lingkungan, oleh karena itu kecepatan perputaran
rotor perlu dibatasi di bawah 70m/s. Beberapa ilmuwan berpendapat bahwa penggunaan
skala besar dari pembangkit listrik tenaga angin dapat merubah iklim lokal maupun global
37
karena menggunakan energi kinetik angin dan mengubah turbulensi udara pada daerah
atmosfir (Sasongko, 2009).
Wilayah pantai Kuwaru dan pantai Baru telah dikembangkan sebagai Wisata Alam,
wisata pendidikan berbasis teknologi yakni kincir angin sebagai pembangkit listrik, juga
agrowisata, dan Perikanan dengan kolam sebanyak 10 kolam serta peternakan dengan 150
kandang dengan kelompok nelayan yang beranggotakan 96 orang. Rencananya ada genset
biogas 2,5 kW dengan volume tampung 9 m3 yang juga dijadikan bahan bakar warung. Biogas
tersebut dihasilkan kotoran sapi yang lokasinya berdekatan dengan PLTH. Program biogas
tersebut merupakan program Kementrian Lingkungan Hidup.
Saat ini pembangkit listrik energi hybrid (PLTH) yang terpasang 35 unit turbin angin
dengan tinggi rata-rata 18 meter, terdiri 26 turbin angin berkapasitas 1 kW, 6 turbin angin 2,5
kW, 2 turbin angin 10 kW, dan satu turbin angin 50 kW. Kecepatan angin di Indonesia tidak
sebesar di negara seperti Belanda yang telah menggunakan energi kincir angin. Kekuatan
kecepatan angin di sekitar pantai Kuwaru dan Pandasimo berkisar antara 3-5 meter per detik.
Sehingga perlu dikombinasi dengan generator kecepatan rendah dan energi panas matahari.
Secara umum PLTH masih tergolong solusi antara yang menjadi kebutuhann primer
untuk wilayah terpencil dan belum tersentuh listtik. Di lokasi wisata wilayah pantai Baru
masing-masing warung mendapatkan rata-rata pasokan listrik sebesar 250 watt yang bersumber
dari PLTH. Setiap warung rata-rata membayar iuran antara Rp. 4.000 hingga Rp. 10.000 per
bulan bergantung pada besar kecilnya pasokan listrik.
Energi alternatif diakui masih sulit menggantikan energi konvensional, namun paling
tidak saat ini energi terbarukan tersebut dapat menjadi energi pendukung terutama bagi wilayah
yang belum teraliri listrik.
38
E. Landasan Teori
1. Sifat Udara
Ada tiga macam fluida, yaitu cair, uap dan gas, yang masing-masing mempunyai
sifat tertentu yang dapat didekati dengan persamaan matematis yang serupa. Fluida yang akan
digunakan dalam penelitian ini adalah fluida gas atau udara.
Gas adalah kumpulan dari partikel-partikel (molekul, atom, ion dan sejenisnya) yang
bergerak secara acak. Karena muatan-muatan partikel-pertikel tersebut, maka terjadi saling
mempengaruhi diantara partikel tersebut sehingga timbulnya gaya yang disebut gaya antar
molekul (intermolecular force).
Sifat-sifat udara yang banyak digunakan dalam proses perhitungan adalah suhu,
tekanan, massa jenis, kekentalan dan kecepatan.
a. Temperatur
Temperatur T adalah rasio antara jumlah energi kinetik kE partikel udara yang
bergerak dengan konstanta Boltzmann KJ1038.123 , yang dapat dituliskan
sebagai berikut :
kE
3
2T (1)
b. Tekanan
Tekanan (pressure) P pada suatu titik didefinisikan sebagai gaya dF yang bekerja
normal terhadap luas permukaan elemen dA , seperti tampak pada Gambar 2. Sehingga
tekanan dapat dituliskan sebagai berikut :
dA
dFLimP
0dA (2)
39
Gambar 2. Definisi tekanan
Terminologi pengukuran tekanan udara secara umum seperti tampak pada Gambar 3
(a), dan terminologi tekanan udara yang didefinisikan oleh Fluent seperti tampak pada
Gambar 3 (b).
Gambar 3. Terminologi tekanan udara (a) secara umum, (b) definisi oleh Fluent (Fluent, 2006)
Hubungan tekanan absolut absP dengan tekanan operasi (operating pressure) op
P dan
tekanan gauge (gauge pressure) gaugeP dapat dituliskan sebagai berikut :
gaugeopabs PPP (3)
40
c. Massa Jenis
Massa jenis (density) adalah rasio antara massa dm yang dikandung volume
elemen dV , seperti tampak pada Gambar 4. Sehingga massa jenis dapat dituliskan sebagai
berikut :
dV
dmLim
0dV (4)
Gambar 4. Definisi massa jenis
d. Kecepatan
Kecepatan U adalah rasio besarnya perubahan posisi dr partikel terhadap perubahan
waktu dt , yang dapat dituliskan sebagai berikut :
dt
drLimU
0dt (5)
Kecepatan aliran elemen udara merupakan suatu vektor, sehingga memungkinkan
kecepatan bervariasi dari satu titik ke titik yang lain di dalam aliran, seperti tampak pada
Gambar 5.
Gambar 5. Kecepatan alir dan lintasan alir (Anderson, 2001)
41
e. Kekentalan
Kekentalan (viscosity) adalah sifat udara yang berkaitan dengan gesekan antara
partikel-partikel yang menyebabkan terjadinya tegangan geser (shear stress) yang
bervariasi terhadap gradien kecepatan dydU , yang dapat dituliskan sebagai berikut :
dy
dU (6)
f. Bilangan Reynold
Keserupaan tingkat keadaan mekanika fluida adalah suatu cara pencarian jawaban
dari suatu masalah dengan pengujian model yang diperkecil sedemikian rupa sehingga
jawaban dari model dapat digunakan dengan beberapa aturan atau kondisi untuk mendapatkan
jawaban dari masalah yang sebenarnya.
Bilangan Reynold suatu aliran terhadap dimensi panjang (chord) airfoil dapat
dituliskan sebagai berikut :
UcR e (7)
2. Model Gerak Udara
Permasalahan dalam fluida dinamik pada umumnya sangat komplek. Metode
penyelesaian permasalahan fluida dinamik pada terdiri dari metode Analytic Fluid Dyanimcs
(AFD) dan metode Experimental Fluid Dynamics (EFD) dan metode Computational Fluid
Dynamics (CFD). CFD mempunyai keunggulan dalam menyelesaikan permasalahan fluid
dinamik, di antaranya adalah: CFD lebih hemat biaya daripada EFD, menghasilkan database
yang handal dan cepat didapat untuk mendiagnosa medan aliran, mampu mensimulasikan
42
kondisi ideal dan sebenarnya serta mampu mensimulasikan phenomena fisik fluida yang tidak
dapat dilakukan oleh pengujian, seperti; simulasi skala penuh, pengaruh lingkungan.
Pengelompokan dua persamaan gerak linier dan non-linier dalam prakteknya muncul
dalam aliran udara. Persamaan matematis dua jenis aliran tersebut dengan sejumlah variabel
pada umumnya dibatasi pada aliran yang mengalami gangguan kecil (small pertubation)
sehingga berlaku persamaan gerak linier. Sehingga penyelesaian analitik dan numerik pada
persamaan menjadi sederhana untuk dilakukan.. Hasil analitik ataupun numerik (CFD) akan
dibandingkan dengan hasil pengujian (karena penyederhanaan tersebut) untuk mendapatkan
perbedaan yang masih dapat diterima.
Model gerak udara terdiri dari tiga prinsip dasar kekekalan yaitu kekekalan massa
atau kontinuitas, kekekalan momentum dan kekekalan energi.
Hukum kekekalan massa atau kontinuitas dapat dituliskan dalam bentuk integral
sebagai berikut (Anderson, 2001, Radi dkk, 2012) :
0dAUdVt
AV
(8)
Hukum kekekalan momentum dapat dituliskan dalam bentuk integral sebagai berikut
(Anderson, 2001, Radi dkk, 2012) :
viscous
VAAV
FdVfdAPUdAUdVUt
(9)
43
Hukum kekekalan energi dapat dituliskan dalam bentuk integral sebagai berikut
(Anderson, 2001, Radi dkk, 2012):
A
2
V
2
viscous
VA
viscous
V
dAU2
UedV
2
Ue
t
WdVUfdAUPQdVq
(10)
a. Simulasi Numerik Aliran Melalui Airfoil
Aliran turbulen dicirikan adanya medan kecepatan yang fluktuatif. Fluktuasi ini
merupakan gabungan kuantitas transport seperti momentum dan energi. Fluktuasi ini
mempunyai nilai yang relatif kecil dan frekuensi tinggi (Radi dkk, 2012).
Proses komputasi menjadi terlalu mahal untuk mensimulasikan secara langsung
semua parameter teknik. Sehingga untuk mempermudah proses komputasi dibutuhkan
sekumpulan persamaan yang terdiri dari variabel yang tidak diketahui yang telah
dimodifikasi. Untuk itu dibutuhkan model turbulensi untuk menentukan variabel-variabel
dalam bentuk kuantitas yang tidak diketahui (Radi dkk, 2012).
Model turbulensi yang digunakan dalam penelitian ini adalah model Spallart
Allmaras (S-A) yang dirancang khusus untuk bidang penerbangan. Model S-A merupakan
model turbulensi yang sederhana kerena hanya mempunyai satu persamaan yang dicari
jawabnya yaitu dalam bentuk persamaan gerak kekentalan kinematik Eddy (turbulent
kinematic viscosity) (Radi dkk, 2012).
b. Model Aliran Turbulen Spalart-Allmaras
Model S-A merupakan model untuk memecahkan persamaan gerak (8, 9 dan 10)
dalam bentuk kuantitas modifikasi kekentalan kinematik turbulen , yang dapat dituliskan
dalam persamaan (11) (Fluent, 2006):
44
Y
xC
xx
1G
Dt
D2
j
2b
jj
(11)
dimana G adalah kekentalan turbulen yang dihasilkan,
Y adalah destruksi kekentalan
turbulen, b2C dan
adalah konstanta dan adalah kekentalan kinematik molekul udara.
c. Model Kekentalan Turbulen
Kekentalan turbulen t
dapat dituliskan sebagai berikut (Fluent, 2006):
1t f (12)
dan C
f3
1
3
3
1 (13)
dimana 1
f adalah peredam kekentalan.
d. Model Produksi Turbulen
Model produksi turbulen dapat dituliskan sebagai berikut (Fluent, 2006) :
SCG 1b (14)
222f
dSS
(15)
1
2f1
1f
(16)
dimana dan C1b
adalah konstanta, d adalah jarak dari dinding dan S adalah skalar
berdasarkan besar vortisity, yang dapat dituliskan sebagai berikut.
ijijijijijij SS,0min2S (17)
j
i
i
j
ijx
U
x
U
2
1 (18)
45
i
j
i
j
ijx
U
x
U
2
1S (19)
e. Model Destruksi Turbulen
Model destruksi turbulen Y dapat dituliskan sebagai berikut (Fluent, 2006):
2
w1wd
fCY
(20)
6
1
6
w
6
3
ww
Cg
C1gf
(21)
rrCrg 6
2w (22)
22dSr
(23)
f. Model Konstanta
Nilai konstanta yang ada didalam model turbulen Spalart Allmaras adalah sebagai
berikut; 1335.0C 1b , 622.0C 2b , 32
, 41.0 1.7C 1 ,
2b
2
1b1w C1CC , 3.0C 2w 0.2C 3w .
3. Diskretisasi
Untuk kondisi aliran tunak (steady), jika variabel tak bebas adalah fungsi ruang
z,y,xf yang tidak diketahui adalah solusi dari persamaan model gerak fluida
(persamaan 8, 9 dan 10) serta persamaan model turbulen Spalart Allmaras (persamaan 11) dan
merupakan kuantitas skalar (tekanan, densitas dan sejenisnya) atau kuantitas kecepatan,
maka persamaan (8, 9, 10 dan 11) dapat dituliskan dalam bentuk persamaan (24) yang
mengandung (Fluent, 2006, Radi dkk, 2012):
46
VAA
dVSdAdAU (24)
dimana adalah koefisien difusi dari variabel , adalah gradient dan S
adalah sumber dari persatuan volume. FLUENT menggunakan teknik kendali volume
(control volume) untuk mengubah persamaan (24) ke dalam bentuk persamaan aljabar yang
dapat dicari solusinya.
a. Persamaan Diskret
Untuk mendapatkan bentuk aljabar dari persamaan (24), maka dilakukan-langkah
sebagai berikut. Langkah pertama adalah melakukan diskretisasi persamaan 24 yang langkah
selanjutnya adalah mengubah persamaan diskret menjadi bentuk aljabar (Radi dkk, 2012).
Pada diskretisasi untuk mendapatkan solusi , maka domain kontinu diubah menjadi
domain diskret dalam bentuk cell 2D yaitu segiempat atau segitiga (quadrilateral cell atau
triangular cell), sebagai contoh digunakan cell segitiga seperti tampak pada Gambar 6
(Fluent, 2006, Radi dkk, 2012).
Gambar 6. Ilustrasi control volume menggunakan cell segitiga untuk diskretisasi (Fluent, 2006)
Sehingga persamaan (24) dalam domain kontinu diubah dalam bentuk domain
diskret (diskontinu) yang dapat dituliskan dalam persamaan (25) (Fluent, 2006).
faceface N
f
fn
N
f
fff VSAAU (25)
47
dimana faceN adalah jumlah muka pada cell tertutup,
f nilai yang dikenveksikan melalui
muka f , f
U adalah fluks massa melalui muka, n
adalah besar gradien normal
terhadap muka f dan V adalah volume cell.
b. Solusi Numerik
Nilai yang diperoleh dari komputasi disimpan pada pusat cell grid yaitu titik
n10 ....c c ,c di dalam Gambar 10 dan nilai f dibutuhkan untuk mengkonveksi bentuk
persamaaan 25 dengan cara interpolasi nilai-nilai pusat cell (Fluent, 2006, Radi dkk, 2012).
Untuk mendapatkan nilai f , maka dapat dilakukan dengan menggunakan skema
upwind. Skema upwind yang digunakan adalah derajat dua untuk mendapatkan tingkat akurasi
yang lebih tinggi. Berdasarkan pendekatan deret Taylor, maka nilai f dapat dituliskan
sebagai berikut (Fluent, 2006) :
drf (26)
faceN
f
f AV
1 (27)
dimana dan adalah nilai pada pusat cell dan nilai gradien pada cell depan (upstream
cell), dr adalah vektor perpindahan dari pusat cell ke pusat muka dan f adalah nilai rata-
rata yang dihitung dari dua cell yang dipisahkan oleh muka cell yang sama.
Ilustrasi persamaan (26) untuk tipe cell segiempat dengan pusat cell adalah
E dan P ,W dan muka cell e dan w seperti tampak pada Gambar 7.
48
Gambar 7. Kontrol volume menggunakan quadrilateral grid (Fluent, 2006)
Berdasarkan Gambar 7, maka dapat ditentukan nilai pada muka e yaitu e
yang dapat
dituliskan sebagai berikut (Fluent, 2006):
W
cu
cP
cu
cue
SS
S
SS
S2S
(28)
c. Solusi Segragate
Untuk mendapatkan solusi maka dilakukan dengan metode segragate, diagramnya
dapat digambarkan seperti tampak pada Gambar 8.
Gambar 8. Diagram alir solusi dengan metode segragate (Fluent, 2006)
49
4. Koefisien Aerodinamika
Jika solusi adalah kuantitas skalar tekanan P dan atau skalar tegangan geser
permukaan pada setiap titik pada kontur airfoil, seperti tampak pada Gambar 9.
Gambar 9. Distribusi tekanan dan tegangan geser pada permukaan airfoil (Anderson, 2001)
maka, distribusi koefisien tekanan (pressure coefficient) P
c dan distribusi koefisien geser
permukaan (skin friction coefficient) f
c , dapat dituliskan sebagai berikut :
2
21P
U
PPc
(29)
2
21f
Uc
(30)
Dengan mengintegrasi distribusi P
c dan f
c dari leading edge sampai trailing edge
airfoil, akan diperoleh koefisien normal n
c dan koefisien aksial (sejajar) a
c terhadap
chordline, serta koefisien momen m
c , yang dapat dituliskan sebagai berikut (Anderson 2001,
Radi dkk, 2012) :
c
0
lowerlower,f
upper
upper,f
c
0
upper,Plower,Pn dxdx
dyc
dx
dyc
c
1dxcc
c
1c (31)
c
0
lower,fupper,f
c
0
lowerlower,P
upper
upper,Pa dxccc
1dx
dx
dyc
dx
dyc
c
1c (32)
50
c
lowerlower
lowerPlowerf
c
upperupperf
upper
upperP
c
lowerlowerf
upper
upperf
c
lowerPupperPm
dxydx
dycc
cdxyc
dx
dyc
c
xdxdx
dyc
dx
dyc
cxdxcc
cc
0
,,2
0
,,2
0
,,2
0
,,2
11
11
(33)
Berdasarkan persamaan (31) dan (32) serta Gambar 10, maka koefisien gaya angkat (lift
coefficient) l
c , koefisien gaya hambat (drag coefficient) d
c dapat dituliskan sebagai berikut
(Anderson 2001, Radi dkk, 2012):
sinccoscc anl (34)
coscsincc and (35)
lmchord41,m c4
1cc (36)
Gambar 10. Hubungan Gaya normal, aksial, gaya angkat dan gaya hambat (Anderson, 2001)
5. Komposit matriks polimer
Komposit matriks polimer merupakan teknologi komposit yang paling dikenal dan
sering digunakan. Terdiri dari polimer (epoxy, polyester, urethane) kemudian diperkuat
dengan fiber yang berdiameter kecil (grafit, aramids, boron serta serat alam). Material
51
komposit dengan matriks polimer memiliki rasio berat berbanding kekuatan yang tinggi.
Sebagai contoh, komposit epoksi dengan fiber grafit memiliki kekuatan lima kali lebih besar
dibandingkan baja dengan berat yang sama (Kaw, 2006). Ditambah dengan biaya yang rendah
dan prinsip manufaktur yang tidak rumit maka tidaklah heran apabila material komposit
dengan matriks polimer menjadi teknologi komposit yang paling sering digunakan. Pada
komposit dengan matriks polimer, matriks yang digunakan disebut juga dengan resin.
Berdasarkan dari pengaruh panas terhadap sifatnya, resin dapat dibagi menjadi dua macam
yaitu, material yang tidak tahan terhadap perlakuan pada temperatur tinggi disebut juga
dengan resin termoplastik dan material yang memiliki ketahanan temperatur yang tinggi
disebut dengan resin termoset. Pada penggunaan resin termoplastik, kita harus merubah
dahulu resin termoplastik dari fasa padat (berupa pelet) menjadi fasa cair dengan
memanaskannya terlebih dahulu hingga mencampai temperatur leleh (melting), baru
kemudian fiber dicampurkan dan diaduk sehingga terdispersi secara merata. Setelah itu
material baru dibentuk. Resin termoplastik ini jika dipanaskan kembali sampai temperatur
yang sesuai ia akan meleleh kembali dan dapat menjadi keras kembali jika didinginkan, dan
proses ini dapat dilakukan secara berulang – ulang tanpa mempengaruhi secara signifikan
sifat materialnya.
Contoh dari resin jenis ini adalah nilon, polipropilen dan ABS. Sedangkan resin
termoset merupakan resin dengan fasa cair, yang akan mengeras jika ditambahkan aktivator
dan atau katalisator. Metode pencampuran yang digunakan pada resin termoset relatif lebih
sederhana, resin cair dicampurkan dengan fiber dengan kadar yang kita inginkan, kemudian
diaduk, setelah itu ditambahkan hardener atau katalisator. Untuk beberapa jenis resin, seperti
poliester cukup didiamkan pada temperatur ruang material akan mengeras. Berbeda dengan
52
resin termoplastik sekali mengeras maka resin termoset tidak dapat mencair kembali jika
dipanaskan, walaupun pada temperatur tertentu yang dikenal dengan Glass Transition
Temperature (Tg) sifat mekaniknya akan berubah secara signifikan. Tg pada setiap material
termoset tidaklah sama tergantung dari jenis resin yang digunakan. Tipe Resin termoset yang
sering digunakan dalam industri material komposit adalah Epoksi, Vinil Ester dan Poliester
(Goodman, 1999).
a. Resin poliester
Resin poliester merupakan resin yang paling banyak digunakan dalam berabagai
aplikasi yang menggunakan resin termoset, baik itu secara terpisah maupun dalam bentuk
materal komposit. Walaupun secara mekanik, sifat mekanik yang dimiliki oleh poliester
tidaklah terlalu baik atau hanya sedang – sedang saja. Hal ini karena resin ini mudah didapat,
harga relatif terjangkau serta yang terpenting adalah mudah dalam proses fabrikasinya. Jenis
dari resin poliester yang digunakan sebagai matriks komposit adalah tipe yang tidak jenuh
(unsaturated polyester) yang merupakan termoset yang dapat mengalami pengerasan (curing)
dari fasa cair menjadi fasa padat saat mendapat perlakuan yang tepat. Berbeda dengan tipe
polister jenuh (saturated polyester) seperti Terylene™, yang tidak bisa mengalami curing
dengan cara seperti ini. Oleh karena itu merupakan hal yang biasa untuk menyebut resin
poliester tidak jenuh (unsaturated polyester) dengan hanya menyebutnya sebagai resin
poliester. Ada dua prinsip dari resin poliester yang digunakan sebagai laminasi dalam industri
komposit. Yaitu resin poliester orthopthalic, merupakan resin standar yang digunakan banyak
orang, serta resin poliester isopthalic yang saat ini menjadi material pilihan pada dunia
industri seperti industri perkapalan yang membutuhkan material dengan ketahanan terhadap
air yang tinggi. Gambar 11 menunjukkan struktur ideal dari poliester Isopthalic. Perhatikan
53
posisi grup ester (CO - O - C) dan bagian yang reaktif atau bertangan ganda (C* = C*) dalam
rantai molekul.
Gambar 11. Struktur ideal dari poliester Isopthalic (www.azonetwork.com)
Posisi antara gugus ester yang berurutan dan berdekatan dengan bagian paling reaktif,
penyebabkan material poliester Isopthalic hampir jenuh, dan sulit untuk menyerap air. Hal
inilah yang menyebabkan material ini memiliki ketahanan yang luarbiasa terhadap
penyerapan air.
b. Penggunaan poliester pada material komposit
Resin poliester seperti yang telah dijelaskan diatas memilki banyak kelebihan
sekaligus beberapa kelemahan, dalam aplikasi komposit resin poliester dalam hal ini poliester
tidak jenuh, biasanya ditambahkan penguat (reinforced) berupa serat. Serat yang digunakan
sebagai penguat adalah bisa berupa serat gelas, serat alam, serat carbon dan berbagai serat
lainnya. Karena sifatnya yang polar, hampir semua jenis serat bisa dikombinasikan dengan
resin poliester. Penambahan filler / fiber pada resin poliester dilakukan dengan berbagai
macam alasan, namun secara umum penambahan fiber pada material komposit dengan matrik
resin poliester bertujuan untuk :
1. Mengurangi Biaya dari proses moulding / pencetakan
2. Untuk memfasilitasi proses moulding / pencetakan
3. Untuk memberikan sifat – sifat mekanik tertentu pada material yang ingin dibuat
54
Penambahan filler untuk material komposit ini bisa dilakukan dengan kuantitas yang
bervariasi bahkan hingga 70% dari berat resin, walaupun penambahan persentase akan
berakibat pada tensile strength dan flexural strength material komposit. Penambahan filler
bisa juga dilakukan untuk meningkatkan ketahanan terhadap api dari laminate. Dalam
melakukan fabrikasi menggunakan resin poliester, kita harus meyakinkan bahwa resin dan
additif lainnya harus sudah tersebar secara merata sebelum katalis ditambahkan. dan dalam
proses pengadukan jangan sampai ada udara yang terperangkap didalam larutan komposit.
Karena udara itu kemudian akan menyebabkan sifat mekanik dari material komposit
berkurang secara signifikan. kemudian pemberian katalis juga harus diperhatikan, terlalu
banyak katalis akan mengakibatkan proses pengerasan terlalu cepat sedangkan jika terlalu
sedikit komposit yang terbentuk akan under-cure. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
jika akan menggunakan resin poliester, yaitu :
1. Shrinkage (penyusutan volume) yang relatif tinggi pada saat pengerasan
2. Waktu pengerjaan yang terbatas, karena akan mengeras sendiri jika di diamkan terlalu
lama.
3. Mengeluarkan emisi gas styrene dalam kadar yang tinggi, sehingga dapat
embahayakan kesehatan.
Dengan perlakuan yang tepat maka kekurangan – kekurangan yang terdapat pada resin
poliester ini dapat dikurangi.
55
Tabel 2
Karakteristik Resin Poliester (Harper, 2000)
c. Serat alam
Selain serat – serat sintetis seperti serat gelas, serat karbon, serat aramid dan
sebagainya, perkembangan material komposit saat ini juga mulai menggunakan serat alam
sebagai penguat. Serat – serat alam, seperti rami, serat kelapa, serat bamboo dan serat nanas
kita ketahui sangat melimpah di sekitar kita, bahkan sampai disia – disiakan, di lain sisi, kita
mengerahkan segala potensi kita baik dana maupun tenaga untuk memproduksi serat sintetis
untuk memenuhi kebutuhan terhadap aplikasi material komposit. Dalam konteks ini,
bagaimanapun, sebagian besar serat sintetis yang biasa digunakan pada material komposit
tidak tersedia pada negara – negara berkembang, dan kalaupun tersedia biaya yang
56
dibutuhkan sangat besar untuk sebagian besar orang. Hal ini telah menstimulasi penelitian
yang luas mengenai desain komposit yang diperkuat dengan serat alam, seperti bambu,
kelapa, serat tebu, kayu, rami bahkan serat pisang. Usaha yang besar dikerahkan untuk
mengganti fiber sintetis yang merusak dengan serat alam alternatif yang tersedia dari hasil
pertanian dan perkebunan atau dari sampah industri, yang memiliki sedikit sekali nilai
ekonomi (Arsene dkk., 2006). Selain memiliki keuntungan secara ekonomis dan pelestarian
terhadap lingkungan, serat alam di lain sisi juga memiliki potensi yang besar karena ternyata
dari beberapa penelitian serat alam memiliki kekuatan yang bisa disejajarkan dengan serat
sintetis. Bahkan untuk material tertentu serat alam dapat mengungguli serat sintetis, seperti
yang terlihat pada Tabel 3.
Tabel 3
Sifat Fisik dan Mekanik Serat Alam Dari Sayuran dan Polipropilen (Arsene, 2006)
d. Serat Rami
Walaupun tak sepenuhnya menggeser serat sintetis, pemanfaatan serat alam yang
ramah lingkungan merupakan langkah bijak untuk menyelamatkan kelestarian lingkungan.
57
Tanaman rami (Boehmeria Nivea) merupakan salah satu jenis tanaman serat (bast fiber) yang
tumbuh subur di Indonesia, seperti di daerah Garut Jawa Barat dan Wonosobo Jawa Tengah
(Diharjo, 2007). Tanaman Rami yang sudah ada sejak jaman Jepang pada waktu Perang
Dunia II, adalah tanaman tahunan yang berbentuk rumpun mudah tumbuh dan dikembangkan
di daerah tropis, tahan terhadap penyakit dan hama, serta dapat mendukung pelestarian alam
dan lingkungan. Tanaman Rami yang dikenal dengan nama latinnya Boehmeria nivea (L)
Goud merupakan tanaman tahunan berbentuk rumpun yang dapat menghasilkan serat alam
nabati dari pita (ribbons) pada kulit kayunya yang sangat keras dan mengkilap. Serat rami
mempunyai sifat dan karakteristik serat kapas (cotton) yaitu sama-sama dipintal ataupun
dicampur dengan serat yang lainnya untuk dijadikan bahan baku tekstil. Dalam hal tertentu
serat rami mempunyai keunggulan dibanding serat-serat yang lain seperti kekuatan tarik, daya
serap terhadap air, tahan terhadap kelembaban dan bakteri, tahan terhadap panas, lebih ringan
dibanding serat sentetis dan ramah lingkungan (tidak mengotori lingkungan sehingga baik
terhadap kesehatan). Pengembangan tanaman rami memiliki prospek sangat cerah, kebutuhan
serat rami dunia 400.000 ton per tahun sampai saat ini kekurangan pasokan sebesar 300.000
ton per tahun, dengan total penawaran (produksi) 100.000 ton. Dari hasil penelitian, serat rami
di Indonesia kualitasnya mampu bersaing dengan serat rami dari Cina, Brazil, Filipina,
Taiwan, Korea, Komboja, Thailand dan Vietnam. Dengan demikian pengembangan tanaman
ini memiliki prospek yang sangat cerah, karena sampai saat ini Indonesia merupakan potensi
yang besar untuk menggerakkan ekonomi rakyat melalui perekonomian pedesaan, pendapatan
petani dan komoditi ekspor non migas (Sudiro, 2008). Hingga saat ini, mayoritas produk
serat rami tersebut diekspor ke Jepang, seperti yang dilakukan oleh Koppontren Darussalam
Garut. Produk serat rami juga digunakan sebagai bahan tekstil dan kertas. Menurut Eichhorn
58
(2008) produksi rami dunia telah mencapai 100.000 ton per tahun, lebih tinggi dari produksi
serat abaca yang hanya mencapai 70.000 ton per tahun. Penggunaan serat rami sebagai
penguat dalam material komposit memiliki banyak keuntungan, rami merupakan serat yang
dapat diperbaharui (renewable resources), dapat digunakan pada berbagai macam kondisi,
mudah terurai, mudah dipadukan dengan berbagai material lain. Serat rami juga memiliki
aspek rasio yang tinggi, kekuatan yang baik dibandingkan dengan rasio beratnya, tidak
memerlukan energi yang tinggi untuk mengolahnya dan memiliki sifat insulator yang baik.
Beberapa mungkin menganggap sebagian sifat ini adalah kelemahan seperti mudah terurai
dan mudah terbakar, tapi sifat ini juga berarti kita dapat memprediksi dan memprogram
mekanisme pengolahan limbahnya dengan lebih mudah, yang tidak dapat didapat dengan
mudah pada material lain.
e. Struktur kimia dan komposisi serat rami
Komposisi kimia dari serat rami tidak selalu persis sama, karena seperti diketahui serat
alam adalah material komposit yang di desain secara alami, tanpa ada campur tangan manusia
secara langsung sehingga komposisi yang ada tidak bisa secara pasti ditentukan, namun kita
bisa mengambil kisarannya (lihat Tabel 4).
59
Gambar 12. Struktur Cellulose, Lignin dan Hemicellulose (chemistry.edu)
Secara umum serat rami mengandung Hemicellulose dan lignin sebagai unsur
dominan disamping selulosa (C5H10O5) yang menjadi unsur utama dalam setiap serat alam
(Gambar 12). Masing – masing unsur pembentuk serat rami memberikan pengaruh terhadap
sifat serat rami secara keseluruhan, hemmicellulose memberikan pengaruh terhadap bio
degradasi, penyerapan mikro dan degradasi termal, sedangkan lignin berfungsi sebagai
penstabil suhu namun rentan terhadap degradasi violet.
Tabel 4
Komposisi kimia dari serat rami dan serat alam lainnya (Lewin dan Pearce)
60
f. Pengolahan serat rami
Untuk memperoleh serat yang menyerupai serat kapas membutuhkan proses yang
agak panjang, kemudian dilakukan pemotongan guna menghasilkan serat pendek halus
(seukuran dengan serat kapas) sehingga menghasilkan serat yang menyerupai serat kapas,
proses yang dibuat sampai menyerupai serat kapas menyebabkan harga serat akan menjadi
mahal, namun tidak masalah apabila rami disubstitusi dengan kapas atau serat polyester dapat
lebih murah dan kualitas lebih baik. Pengolahan serat diperoleh setelah melalui mesin dan
proses mekanisme serta proses bakterisasi/kimiawi sebagai berikut (Sudiro, 2008) :
1. Proses Dekortikasi: Proses pemisahan serat dari batang tanaman, hasilnya serat kasar
disebut “China Grass “.
2. Proses Degumisasi: Proses pembersihan serat dari getah pectin, lignin wales dan lain-
lain, hasilnya serat degum disebut “ Degummed Fiber “.
3. Proses Softening: Proses pelepasan dan proses penghalusan baik secara kimiawi
maupun mekanis agar serat rami tersebut dapat diproses untuk dijadikan seperti kapas.
4. Proses Cutting dan Opening: Proses mekanisisasi untuk memotong serat dan
membukanya agar serat tersebut menjadi serat individual untuk serat panjang disebut
“Top Rami” dan untuk serat pendek disebut “Staple Fiber “.
g. Sifat Mekanik Serat rami
Massa jenis dari serat rami adalah berkisar antara 1.5 – 1.6 gr/cm3 dengan kekuatan
tarik serat rami berkisar antara 400 – 1050 MPa. Modulus elastisitas tarik dan regangannya
adalah sekitar 61.5 GPa dan 3.6 %. Pada umumnya serat rami memiliki diameter sekitar 0.04
– 0.08 mm (Mueller 2003).
61
h. Interface dan interphase
Gaya ikat (adhesi) antara matriks – penguat merupakan suatu variable yang perlu
dioptimalkan untuk mendapatkan sifat dan performa terbaik dari suatu material komposit.
Gaya ikat dari suatu interphase tidak hanya merupakan suatu interaksi fisik dan kimia antara
matriks dan penguat, namun juga struktur dari matriks dan penguat di daerah dekat interface.
i. Interface
Dalam komposit, penguat dan matriks menghasilkan kombinasi sifat mekanik yang
berbeda dengan sifat dasar dari masing-masing matriks maupun penguat karena adanya
interface antara kedua komponen tersebut. Interface antara matriks-penguat dalam pembuatan
komposit sangat berpengaruh terhadap sifat akhir dari komposit yang terbentuk, baik sifat
fisik maupun sifat mekanik. Pengertian dari interface yaitu daerah antar permukaan matriks
dan penguat yang mengalami kontak dengan keduanya dengan membuat suatu ikatan antara
keduanya untuk perpindahan beban. Ikatan yang terjadi pada interface matriks – penguat
terbentuk saat permukaan penguat telah terbasahi oleh matriks (Matthews dan Rawling,
1994). Interface yang ada pada komposit ini berfungsi sebagai penerus (transmitter) beban
antara matriks dan penguat. Bila energi permukaan semakin kecil maka akan semakin mudah
terjadi pembasahan. Hubungannya dengan kelarutan (adsorbsi) adalah, bila semakin besar
adsorbsi maka energi permukaan akan semakin kecil. Adsorbsi merupakan reaksi permukaan
yang tergantung pada konsentrasi dan temperatur.
ii. Interphase
Hubungan daya ikat antara matriks – penguat terhadap sifat mekanis komposit
sangatlah erat, karena apabila daya ikat antara matrik – penguat baik maka dapat
meningkatkan sifat mekanis dan performa dari komposit. Interface matriks – penguat
62
merupakan suatu batas dua dimensi, sementara interphase matriks – penguat merupakan batas
tiga dimensi.
Gambar 13. Diagram skematis dari interphase matriks – penguat (fiber) dan beberapa faktor
yang berkonstribusi terhadap pembentukannya (ASM Handbook)
Dari Gambar 13 interphase hadir dari beberapa titik di dalam penguat (fiber) dimana
sifat lokal yang ada mulai berubah dari sifat bulk penguat, melalui interface matriks –
penguat, dan menjadi matriks dimana sifat lokal kembali sama dengan sifat bulk. Dalam
daerah ini, berbagai jenis komponen yang pengaruhnya diketahui maupun yang tidak
diketahui terhadap interphase dapat diidentifikasi. Sebagai contoh, penguat memiliki berbagai
macam bentuk di dekat permukaan penguat, yang tidak terdapat di bulk penguat. Luas
permukaan penguat dapat jauh lebih besar dibandingkan nilai geometrisnya, karena adanya
poros, pitting, ataupun retak di permukaannya. Komposisi atomik dan molekular dari
permukaan penguat sangat berbeda dengan komposisi yang terdapat di dalam bulk. Ketika
matriks dan permukaan penguat bersentuhan, ikatan kimia dan fisika dapat terbentuk pada
interface. Gugus kimia permukaan penguat dapat bereaksi dengan gugus kimia yang ada pada
matriks, yang dapat membentuk ikatan kimia; gaya tarik Van der Wals, ikatan hidrogen, dan
63
ikatan elektrostatik. Jenis dan banyaknya dari masing-masing ikatan yang ada tersebut secara
kuat mempengaruhi daya ikat antara matriks – penguat. Sifat fisik dan kimia yang dimiliki
oleh penguat dapat merubah bentuk lokal dari matriks di dalam daerah interphase. Komponen
matriks yang tidak bereaksi serta pengotor yang ada dapat terdifusi ke dalam daerah
interphase, yang dapat merubah struktur lokal dan/atau dapat pula mengganggu kontak antara
matriks – penguat atau dapat pula menghasilkan material dengan sifat mekanis yang kurang
baik.Masing-masing dari fenomena tersebut dapat berbeda-beda besarnya dan dapat terjadi
secara bersamaan di dalam daerah interphase. Bergantung pada sistem material, yaitu
interphase itu sendiri yang dapat tersusun oleh beberapa komponen atau seluruh komponen
tersebut dan dapat meningkatkan ketebalan dari beberapa nanometer hingga ratusan
nanometer. Pada pembuatan komposit interphase selalu terbentuk, struktur yang ada pada
daerah ini dapat memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap performa dari komposit
terutama dalam hal kekuatan mekanisnya dan ketahanan kimia dan termal. Oleh karena itu
komposisi dan sifat yang tepat dari daerah tersebut harus benar-benar diperhatikan.
i. Pengaruh konsentrasi dan arah serat
Salah satu faktor penting yang menentukan karakteristik dari komposit adalah perbandingan
matrik dan penguat/serat. Perbandingan ini dapat ditunjukkan dalam bentuk fraksi volume
serat (Vf) atau fraksi berat serat (Wf). Namun, formulasi kekuatan komposit lebih banyak
menggunakan fraksi volume serat. Fraksi volume serat dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan berikut (Diharjo, 2008):
c
fc
c
fV
QM
MMV
V
(37)
Keterangan : QM : Densitas matriks (gram/ml)
64
Jika selama proses pembuatan komposit diketahui massa serat dan matrik, serta density serat
dan matrik, maka fraksi volume dan fraksi massa serat dapat dihitung dengan persamaan (38):
M
M
f
f
f
f
fww
w
w
(38)
Fraksi massa serat pada persamaan (38) dapat disederhanakan menjadi :
MMff
ff
fVV
Vw
(39)
c
f
fW
Ww (40)
Keterangan (Persamaan 37- 40) :
Vc , Vf ,VM : Volume komposit, fiber dan Matriks, (ml).
Mc, Mf ,MM : Berat Komposit, fiber dan matriks (gram)
vc , vf , vM : Fraksi volume komposit, fiber dan matriks (%)
wc , wf ,wM : Fraksi berat komposit, fiber dan matriks (%).
ρ c , ρ f , ρ M : Massa jenis komposit, fiber dan matriks (gram/ml)
Analisis kekuatan komposit biasanya dilakukan dengan mengasumsikan ikatan serat
dan matrik sempurna. Pergeseran antara serat dan matriks dianggap tidak ada dan deformasi
serat sama dengan deformasi matrik.
Kekuatan tekan dapat dihitung dengan persamaan (Callister, 1997):
A
P (41)
65
Keterangan σ : Tegangan (MPa)
A : Luas Penampang (mm2)
P : Gaya Tekan (Newton)
Regangan dapat dihitung dengan persamaan:
oo
oi
l
l
l
ll
(42)
Keterangan ε : Regangan (mm/mm)
lo : Panjang awal (mm)
li : Deformasi (mm)
Δl : Pertambahan panjang (mm)
Berdasarkan kurva uji, modulus elastisitas dapat dihitung dengan persamaan berikut:
E (43)
Berdasarkan hukum pencampuran (Rule of Mixture), kekuatan dan modulus tekan komposit
berpenguat serat tidak kontinyu dan tidak beraturan dapat dihitung dengan persamaan
(Callister, 1997) :
mmffc vv (44)
mmffc VEVKEE . (45)
Keterangan : E : Modulus Elastisitas (MPa)
Δσ : Selisih Tegangan (MPa)
σ f : Tegangan Fiber (MPa)
Δε : Selisih regangan (mm/mm)
σ m : Tegangan Matriks (MPa)
66
6. Sumber daya energi angin
a. Energi Angin
Untuk pembuatan Kincir angin perlu dilakukannya survey mengenai kecepatan angin
di lokasi tersebut. Hubungan kecepatan angin dan energi yang dihasilkan sangat penting untuk
perencanaan pengembangan kincir angin di lokasi mana akan dibuat. Berikut adalah
hubungan dalam bentuk matematik antara kecepatan angin dan energi angin. Benda bergerak
contohnya angin memiliki energi kinetik (Ek) yang besarnya adalah :
Ek = ½ mV² (46)
Dimana m adalah massa dari angin dan V adalah kecepatan angin. Untuk menentukan
besarnya massa angin yang mengenai suatu permukaan dapat dihitung berdasarkan debit
angin yaitu volume persatuan waktu. Volume adalah massa per berat jenis (Volume = m/ρ).
Debit juga merupakan perkalian antara area dan kecepatan (Q = A x V). dari persamaan
tersebut maka dapat diturunkan persamaan massa angin persatuan waktu (m/t) yaitu:
m/t = ρ udara x A x Vangin (47)
Dimana A adalah luas area baling-baling. Daya (P/power) adalah energi per satuan waktu
sehingga dari persamaan 47 dapat ditulis menjadi :
P = Ek /t = ½ m/t (Vangin)² (48)
Subtitusi dari persamaan (48) persamaan daya (P) menjadi :
P = ½ ρ x A x (Vangin)3
(49)
Energi angin yang mengenai baling-baling seluas A pada umumnya dinyatakan dalam Daya
per area ( P/A) atau di istilahkan dengan Power density (P*/Daya spesifik) dengan satuan
watt/m2. Jika berat jenis udara rata-rata adalah 1 kg/m3, maka besarnya daya spesifik dari
angin adalah (Hofman, 1987):
67
P* = ½ V3 (50)
Daya tersebut merupakan daya teoritis, sedang untuk daya sebenarnya yang dihasilkan harus
dikalikan efisiensi, karena sebagian energi akan hilang untuk transfer energi pada sistem
mekaniknya.
b. Propeler Airfoil
Bentuk propeler yang ideal adalah bentuk airfoil, karena bentuk tersebut dapat
menyerap energi kinetik angin menjadi energi gerak putar dengan maksimal. Bentuk
penampang airfoil telah distandarkan oleh NACA (National Advisory Committee for
Aeronautics). Tipe standar yang banyak digunakan untuk propeler kincir angin NACA 0012,
NACA 63(2)-215, LS(1)-0417 dan NACA 4415 dan masih banyak lagi tipe lainnya. Untuk
kincir angin berukuran besar (diameter rotor > 20 m) bentuk penampang propeler airfoil
dapat beragam pada tiap titik penampang. Gambar 14 menunjukkan bentuk dan desain
penampang propeler airfoil NACA 4415.
Gambar 14. Desain penampang propeler Airfoil NACA 4415.
68
Bagian-bagian dari sebuah airfoil adalah :
Mean chamber line adalah garis tengah antara permukaan atas dan bawah dari airfoil.
Leading edge adalah titik paling depan pada mean chamber line.
Trailing edge adalah titik paling belakang pada mean chamber line.
Chord line adalah garis lurus yang menghubungkan leading edge dan trailing edge.
Chord (c) adalah jarak antara leading edge dan trailing edge sepanjang chord line.
Chamber (permukaan yang benjol) adalah jarak antara mean chamber line, tegak lurus
terhadap chord line.
Thickness adalah jarak antara permukaan atas dan bawah, juga tegak lurus terhadap chord
line.
Angle of attack adalah sudut antara angin relatif dengan chord line.
Parameter yang mempunyai efek pada performansi aerodinamik sebuah airfoil
termasuk: chord line, mean chamber line, thickness envelope, thickness maximum, chord line,
chord c, dan trailing edge angle seperti pada Gambar 15.
Gambar 15. Faktor Geometris Airfoil (Zang J, 2004)
69
c. Perilaku Airfoil
Sangat penting untuk mempertimbangkan perilaku dari sebuah airfoil simetrik titik
awal untuk memilih airfoil pada kincir angin. Yaitu bahwa dibawah kondisi-kondisi ideal,
koefisien daya angkat (lift coeficient) suatu plat adalah:
)sin(2 lC (51)
Dan juga, dibawah kondisi-kondisi serupa, airfoil simetric dengan ketebalan terbatas
mempunyai koefisien daya angkat yang sama. Ini berarti bahwa koefisien daya angkat akan
meningkat dengan meningkatkan sudut datang (angle of attack) dan terus berlanjut sampai
sudut datang (angle of attack) mencapai 90º.
d. Gaya Angkat, gaya geser dan parameter non-dimensional
Saat propeler dikenai energi kinetik angin, maka propeler mengalami gaya-gaya
(Manwell, et al, 2002):
1. Gaya angkat (lift forces), dimana arah gaya angkat tegak lurus terhadap arah datangnya
aliran udara. Koefisien gaya angkat (Cl) dirumuskan sebagai
cU
lL
Cl2
2
1
(52)
2. Gaya geser (drag forces), dimana arah gaya geser paralel dengan arah datangnya aliran
udara. Koefisien gaya geser (Cd) dirumuskan sebagai :
cU
lD
Cd2
2
1
(53)
70
3. Momen puntir (pitching moment), dimana arah momen puntir tegak lurus terhadap poros
airfoil. Koefisien momen puntir (Cm) dirumuskan sebagai :
cU
MCm
2
2
1
(54)
Ketrangan (persamaan 52-54):
L = Gaya angkat
D = Gaya geser
M = Momen punter
U = kecepatan aliran udara
ρ = Massa jenis udara
c = Panjang chord
l = Panjang airfoil
Gambar 16. Arah gaya yang bekerja pada propeler (Zang J, 2004)
Teori dan riset menunjukkan bahwa kebanyakan masalah aliran dapat
dikarakteristikkan dengan parameter non dimensional. Hal terpenting dari parameter non
dimensional untuk menentukan karakteristik dari suatu aliran fluida adalah bilangan reynold
(Re). Bilangan reynold sangat penting diketahui karena rancangan rotor harus dibuat sesuai
71
dengan data bilangan reynold (Re) yang tersedia, dimana Re dirumuskan sebagai (Manwell, et
al, 2009) :
ULULRe (55)
Keterangan:
ρ = massa jenis fluida
μ = kepekatan fluida
U = kecepatan fluida
L = panjang karakteristik dari aliran
Gambar 17. Faktor Induksi (Carcangiu C.E., 2008)
72
BAB III
KERANGKA TEORITIS, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS
A. Kerangka Teoritis
Riset komposit serat alam di Indonesia secara intensif dimulai tahun 2000-an.
Misalnya riset yang dilakukan oleh Mulyadi dan Rochardjo (2003) dengan menggunakan
serat Agave cantala dan matrik plastik. Pemanfaatan limbah serat buah sawit untuk berbagai
aplikasi teknik juga telah diteliti secara komprehensif (Jamasri dkk., 2005-2006). Kajian sifat
tarik komposit serat buah sawit acak bermatrik poliester juga telah dilakukan (Jamasri dkk.,
2005). Hasilnya menunjukkan bahwa penambahan kandungan volume serat buah sawit Untuk
meningkatkan fungsi panel komposit menjadi panel struktur, baik sebagai struktur sekunder
maupun primer, juga telah dikembangkan riset panel komposit sandwich.
Pengkajian secara intensif pemanfaatan serat kenaf dan kayu sengon laut sebagai
unsur utama pembentuk panel komposit sandwich dilakukan oleh Diharjo (2006). Selanjutnya
Diharjo dkk. (2007) mengembangkan penelitian disertasi komposit sandwich dengan core
kayu sengon laut (KSL). Sifat impak komposit sandwich serat kenaf acak – polyester dengan
core KSL meningkat seiring dengan peningkatan ketebalan core.
Pengembangan bahan biokomposit juga pernah dilakukan oleh Mujiyono dkk. (2008).
Dalam penelitian ini serat alam yang digunakan adalah serat rami dan serat bambu, sedangkan
matrik alam yang digunakan sebagai perekat adalah hasil sekresi kutu pohon albasia (sengon
laut).
73
Suizu N., dkk, (2009), meneliti tentang pemanfaatan serat alam yang diperkuat untuk
menghasilkan bahan yang ramah lingkungan dan kuat. Dengan menguntai serat rami
dicampur dengan alkali konsentrasi tinggi dapat diperoleh komposit yang kuat.
Serat alam juga sangat potensial digunakan dalam industri sebagai pengganti bahan
komposit. Alasan yang mendasari antara lain sifat terbarukan, berkelanjutan, biodegradable,
serta tersedia di seluruh dunia. Dibandingkan dengan serat gelas, serat alam memiliki
kekuatan ketegangan yang lebih rendah. Namun beberapa serat alam memiliki Modulus
Young yang sama tinggi dengan serat aramid (Nam dan Netravali, 2006).
Pertimbangan pemilihan serat untuk komposit sangat dipengaruhi oleh beberapa
parameter diantaranya adalah nilai kekuatan dan kekakuan komposit yang diinginkan,
perpanjangan ketika patah, stabilitas termal, ikatan antara serat dan matrik, perilaku dinamik,
perilaku jangka panjang, massa jenis, harga, biaya proses, ketersediaan, dan kemudahan daur
ulang (Riedel, 1999). Sebagai contoh, ketika komposit akan digunakan untuk struktur ringan,
maka kekuatan dan kekakuan spesifiknya akan lebih diutamakan.
Saat ini propeler kincir angin, yang sebelumnya dibuat dari material logam, telah
mulai dibuat dari material komposit skin GFRP (glass fiber reinforced plastic). Hal ini
dikarenakan material propeler tersebut diharapkan mempunyai bobot yang ringan agar mudah
berputar ketika ditiup angin. Berhubung propeler juga berfungsi sebagai struktur primer maka
sebaiknya dibuat dari komposit yang ramah lingkungan.
Uraian tersebut menunjukkan bahwa rekayasa propeler kincir angin dari komposit skin
GFRP perlu dikembangkan menjadi struktur serat rami dan KSL agar mampu menahan beban
luar (benturan) yang lebih besar. Potensi sumber daya alam rami dan KSL perlu dimanfaatkan
untuk mereduksi penggunaan bahan sintetis impor.
74
Indonesia merupakan negara kepulauan yang 2/3 wilayahnya adalah lautan dan
mempunyai garis pantai terpanjang di dunia (± 81.000 km), terletak di lintasan garis
khatulistiwa, dan memiliki lebih dari 17.000 pulau. Dengan keadaan tersebut, energi angin
menjadi potensi yang harus dikembangkan dan dimanfaatkan.
Berdasarkan data LAPAN (Daryanto, et al., 2005), angin di Indonesia memiliki
kecepatan yang bervariatif, umumnya dikategorikan sebagai angin berkecepatan rendah.
Penelitian sistem konversi energi angin (SKEA) kecepatan rendah belum banyak dilakukan di
Indonesia, padahal ada beberapa lokasi yang mempunyai kecepatan angin rendah secara
kontinu yang dapat dimanfaatkan.
Ackermann, (2005) menyimpulkan bahwa kemampuan turbin savonius beroperasi
pada kecepatan angin rendah dengan menghasilkan torsi besar sangat cocok untuk
dimanfaatkan sebagai tenaga penggerak sistem pompa, aerasi tambak, atau peralatan
pengolahan hasil pertanian. Turbin jenis Savonius mempunyai kelebihan bisa berputar tanpa
diberi energi awal dari luar pada saat start. Karakteristik ini tidak dimiliki oleh kincir angin
poros vertikal yang lain yaitu tipe Darius.
Tidak diragukan lagi, komputasi dinamika fluida (CFD) memainkan peran penting
dalam memecahkan masalah cairan yang kompleks tanpa melakukan eksperimen fisik. NACA
airfoil 4415 simulasi menunjukkan tidak hanya relatif sederhana dan kemudahan menentukan
kinerja airfoil, tetapi juga potensi CFD dalam skema grand rekayasa aplikasi. Akhir-akhir ini,
CFD digunakan dalam hampir setiap bidang teknik, dari elektronik desain hardware untuk
kinerja pesawat.
Pemasangan kincir angin di wilayah pesisir pantai tentu berdampak pada ketahanan
propeler yang digunakan. Dalam perancangan propeler kincir angin, pengaruh kelembaban dan
75
cuaca yang ekstrim harus diperhatikan untuk menghasilkan propeler kincir angin yang tahan
terhadap perubahan cuaca yang terjadi. Propeler kincir angin minimal dapat beroperasi selama
20-30 tahun. Dari beberapa penelitian sebelumnya dilaporkan bahwa material komposit
mengalami degradasi kekuatan yang diakibatkan oleh pengaruh lingkungan, seperti pengaruh
kelembaban udara, panas matahari, radiasi ultraviolet, bahkan oksidasi termal. Kelembaban
misalnya, dapat menurunkan kekuatan material komposit karena adanya difusi uap air ke
material komposit yang dapat menyebabkan penurunan sifat temperatur transisi glass, yaitu
temperatur dimana resin berubah sifat dari kondisi padat menjadi kondisi viskoelastis. Selain hal
tersebut, proses degradasi komposit juga dipengaruhi oleh sifat kimia resin dan matriknya serta
jangka waktu terpapar pada lingkungan. Beberapa material komposit sangat sensitif terhadap
cuaca. Kombinasi dua atau beberapa faktor lingkungan dapat menyebabkan degradasi kekuatan
material komposit (Li, 2000).
Oleh karena itu, dalam penelitian ini juga diuraikan tentang analisis dampak
lingkungan penerapan Sistem Konversi Energi Angin (SKEA), khususnya untuk mengetahui
aspek ketahanan lingkungan dari propeler berbahan baku komposit KSL dan serat rami yang
dipasang di daerah pantai. Parameter yang akan diukur meliputi temperatur, kelembaban,
kecepatan angin, dan tingkat kadar garam.
76
Berdasarkan referensi tersebut, maka disusun kerangka penelitian sebagaimana
diperlihatkan pada Gambar 18.
Gambar 18. Kerangka teori
Data Angin:
1. Survey lokasi potensial 2. Pengukuran, monitoring potensi energi angin 3. Pengolahan dan analisa data angin
Disain Prototype Propeler:
- Komponen Utama dan Cara Kerja SKEA - Karakteristik Daya SKEA - Status Hasil Litbang SKEA - Memilih / menentukan SKEA
Disain Bahan Komposit:
- Pemilihan bahan - Uji tarik, uji tekuk, uji impak,uji tekan - Analisis SEM dan EDS
Pemanfaatan SKEA :
- Memilih SKEA - Konfigurasi Pemanfaatan SKEA - Menghitung Energi SKEA - Ujicoba dan Pemanfaatan SKEA
Analisis Pengaruh Lingkungan SKEA:
Pengaruh temperatur, kelembaban, kecepatan angin, dan tingkat kadar garam terhadap ketahanan propeler
77
B. Kerangka Konsep
Berdasarkan kerangka teoritis yang telah disusun, maka disusun konsep penelitian
yang meliputi :
1. Optimasi desain propeler modifikasi standar NACA 4415 dengan simulasi
Computational Fluids Dinamic (CFD)
2. Disain bahan komposit dan proses fabrikasi propeler, serta pengujian unjuk kerja
propeler di lokasi penelitian dan sekaligus mengamati pengaruh lingkungan yang
ditimbulkan.
Kerangka konsep penelitian dijelaskan pada bagian di bawah ini. Sedangkan bagan
alir kerangka konsep disajikan dalam Gambar 19.
Salah satu faktor penting yang menentukan karakteristik dari komposit adalah
perbandingan matrik dan penguat/serat. Perbandingan ini dapat ditunjukkan dalam bentuk
fraksi volume serat (Vf) atau fraksi berat serat (Wf). Kekuatan komposit (sifat mekanis)
sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jenis, geometri, arah, distribusi, dan
kandungan serat. Berdasarkan teori Rule of Mixture (ROM), kekuatan komposit meningkat
seiring dengan penambahan kandungan serat mencapai 60-70% (Sanadi dkk., 1986).
Pengujian mekanik bahan komposit (uji tarik untuk serat rami dan kayu sengon laut,
uji tekan dan uji ketangguhan impak untuk bahan pendukung kayu sengon laut) dimaksudkan
untuk mengetahui sejauh mana material pendukung pada proses fabrikasi komposit serat rami
core kayu sengon laut bisa memberikan kontribusi terhadap kekuatan dari komposit yang
akan digunakan untuk pembuatan propeler yang akan diaplikasikan pada kondisi operasi yang
memiliki kelembaman oksida dan debit angin yang relatif kecil (3-4 m/s). Sehingga dalam hal
78
ini dibutuhkan propeler yang ringan, kuat dan tahan terhadap oksidasi air laut serta ramah
lingkungan.
Pengamatan struktur mikro dengan menggunakan SEM (Scanning Electron
Microscope) dilakukan pada spesimen komposit sebelum digunakan dan sesudah
diaplikasikan sebagai propeler. Daerah yang diamati adalah permukaan potongan melintang
komposit untuk melihat interface dari material tersebut. Sedangkan pengamatan unsur pada
interface yang terdapat pada material PMCs (Polymer Matrix Composites) dilakukan dengan
menggunakan instrumen EDS (Energy Dispersive X-Rayspectrometer).
Dari beberapa penelitian sebelumnya dilaporkan bahwa material komposit mengalami
degradasi kekuatan yang diakibatkan oleh pengaruh lingkungan, seperti pengaruh kelembaban
udara, panas matahari, radiasi ultraviolet, bahkan oksidasi termal. Kelembaban misalnya, dapat
menurunkan kekuatan material komposit karena adanya difusi uap air ke material komposit yang
dapat menyebabkan penurunan sifat temperatur transisi glass, yaitu temperatur dimana resin
berubah sifat dari kondisi padat menjadi kondisi viskoelastis. Selain hal tersebut, proses
degradasi komposit juga dipengaruhi oleh sifat kimia resin dan matriknya serta jangka waktu
terpapar pada lingkungan.
Secara geografis, pesisir pantai selatan Yogyakarta merupakan lahan terbuka yang
luas, matahari yang bersinar sepanjang hari dan kecepatan angin rata-rata 4 m/s. Kondisi
tersebut menjadikan satu kriteria pemilihan lokasi pengembangan SKEA di pantai
Pandansimo, Desa Poncosari, Bantul. Lokasi ini didukung oleh kondisi alam di sebelah
selatan yang berhadapan langsung dengan laut selatan Jawa. Kondisi ini cukup layak
dijadikan tempat pembangkit listrik tenaga angin dengan turbin putaran rendah. Energi listrik
79
yang dihasilkan dari SKEA ini diharapkan mendukung sektor pertanian, perikanan, dan
pariwisata yang saat ini sedang dikembangkan di pantai Pandansimo.
Gambar 19. Kerangka konsep
C. Hipotesis
Berdasarkan rumusan permasalahan dan tujuan penelitian, dapat dinyatakan hipotesis
penelitian sebagai berikut :
1. Hipotesis Mayor
a. Terdapat hubungan antara kecepatan angin dan energi angin yang dihasilkan dari
putaran propeler.
Optimasi Sistem Konversi Energi Angin (SKEA) Modifikasi Propeler Airfoil Standar NACA 4415 yang
Ramah Lingkungan
Optimasi Disain Propeler
- Jumlah sudu - Sudut serang - Sudut aliran - Sudut kemiringan
Disain Material Komposit Propeler
- Uji tarik - Uji tekuk - Uji impak - Uji Tekan - SEM/EDS
Prototype Propeler Optimum : - Disain konstruksi - Komposisi bahan
komposit terpilih
Pengaruh Lingkungan Terhadap SKEA
- temperatur, - kelembaban - kecepatan angin, - kadar garam
Data Angin
80
b. Berat propeler yang ringan dan kuat dari material komposit KSL dan serat rami
cocok untuk angin kecepatan rendah.
c. Material komposit tahan terhadap pengaruh lingkungan psesisir pantai, seperti
pengaruh kelembaban udara, panas matahari, radiasi ultraviolet, bahkan oksidasi
termal
2. Hipotesis Minor
a. Sudut kemiringan propeler berpengaruh terhadap energi angin yang dihasilkan dari
putaran propeler.
b. Unjuk kerja propeler kincir angin dipengaruhi oleh diameter, sudut puntir, panjang
chord, dan luas permukaan propeler
c. Kekuatan komposit (sifat mekanis) sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
jenis, geometri, arah, distribusi, dan kandungan serat.
d. Terdapat pengaruh iklim pesisir pantai terhadap daya tahan propeler dengan bahan
baku komposit, antara lain berupa degradasi mekanis dari bahan komposit.
e. Pengembangan energi terbarukan dapat menurunkan jumlah emisi CO2 yang
dihasilkan sebagai akibat aktivitas pembangkitan energi listrik.
81
BAB IV
METODE PENELITIAN
Kegiatan penelitian ini berjalan selama 1 (satu) tahun dengan titik berat tujuan dan
konsep metodologinya secara umum sebagai berikut:
1. Penelusuran literatur dan studi lapangan
2. Simulasi dengan Computational Fluid Dynamics (CFD)
3. Pembuatan prototipe produk modifikasi propeler airfoil standard NACA 4415
4. Evaluasi produk dan validasi
5. Pengelolaan dampak lingkungan rekayasa SKEA
A. Penelusuran Literatur dan Studi Lapangan
Penelitian dilakukan di Laboratorium LAPAN Pantai Selatan Pandansimo Kabupaten
Bantul Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, karena secara geografis pesisir pantai selatan
Yogyakarta merupakan lahan terbuka yang luas, kecepatan angin rata-rata dengan intensitas
4m/s, kondisi tersebut menjadikan satu kriteria pemilihan lokasi pengembangan energi angin.
Lokasi ini didukung oleh kondisi alam di sebelah selatan yang berhadapan langsung dengan
laut selatan Jawa. Metode pengumpulan data baik data primer maupun sekunder dilakukan
melalui library research dan field research melalui depth interview dengan responden yang
telah dipilih secara non random sampling dan ditentukan secara purposive.
Data kemudian dianalisis dengan beberapa tahap, yaitu pertama dengan menelaah
seluruh data yang diperoleh dari berbagai sumber, kedua adalah reduksi data dengan cara
membuat abstraksi, ketiga adalah penyusunan dalam satuan-satuan, yang kemudian pada
langkah keempat data tersebut dikategorisasikan, dan kelima, pengujian keabsahan data.
82
B. Simulasi dengan CFD
Struktur simulasi numerik aliran fluida atau computational fluid dynamic (CFD)
secara umum terdiri dari tahapan-tahapan seperti tampak pada Gambar 20 dan struktur
simulasi numerik menggunakan Fluent dapat digambarkan seperti tampak pada Gambar 21.
Gambar 20. Struktur simulasi numerik
Gambar 21. Struktur simulasi numerik menggunakan FLUENT
a. Geometri dan Meshing Grid Model Airfoil NACA 4415 modif
Proses simulasi numerik aliran fluida (computational fluid dynamic, CFD) aliran
udara yang melalui airfoil seperti tampak pada Gambar 22. Geometri Airfoil yang
mempunyai variasi kecepatan aliran udara bebas (U = 3, 4, 5, 6, 7 dan 18 m/s) dan sudut
serang (angle of attack = -12, -10, -8, -6, 0, 6, 12, 14, 16, 18 dan 20 degree). Geometri atau
domain komputasi airfoil dibuat di Gambit Versi 2.4.6 serta proses meshing grid
Geometry MESH
Fluid Props
Model/App
Bound Cond
PRE-Processor SOLVER
Finite Diff
Finite Vol
Finite Elem
POST-Processor
Contours
Line Plot
Vel Vectors
Par Track
Animations
CBA
Geometry MESH
Fluid Props
Model/App
Bound Cond
PRE-Processor SOLVER
Finite Diff
Finite Vol
Finite Elem
POST-Processor
Contours
Line Plot
Vel Vectors
Par Track
Animations
CBA
GAMBITFLUENT
83
menggunakan jenis meshing segiempat. jumlah grid adalah 29400. Domain komputasi yang
telah di meshing, seperti tampak pada pada Gambar 23.
Gambar 22. Sketsa permasalahan simulasi airfoil
84
Gambar 23. Meshing domain komputasi Airfoil sebanyak 29400
b. Properties Fluida Kerja
Properties fluida kerja yaitu udara dengan sifat fluida sebagai berikut densitas udara
1.225 kg/m3 dan viskositas 1.7894 x 10
-5 kg/m.s yang di definisikan di dalam panel Fluent
seperti tampak pada Gambar 24.
85
Gambar 24. Panel Fluent untuk definisi sifat udara
c. Model Phenomena Fisik Aliran
Kondisi aliran (laminar atau turbulen) ditentukan berdasarkan nilai bilangan
Reynolds terhadap panjang airfoil (chord) yaitu untuk kecepatan udara bebas 3, 4, 5, 6, 7 dan
18 m/s adalah 4.1 x 104, 5.5 x 10
4, 6.8 x 10
4, 8.2 x 10
4, 9.6 x 10
4, dan 2.5 x 10
5.
Berdasarkan bilangan Reynolds maka kondisi aliran yang melalui airfoil adalah
turbulen, sehingga model turbulen yang digunakan adalah model Spalart Allmaras, seperti
tampak pada Gambar 25.
Gambar 25. Panel Fluent untuk definisi model turbulen/viscous
86
d. Kondisi Batas
Untuk proses simulasi numerik, dibutuhkan definisi kondisi batas yang sesuai dengan
kondisi aliran lingkungan. Tipe kondisi batas yang digunakan terbagi 3 jenis yaitu:
Velocity inlet. velocity inlet adalah kondisi batas yang diterapkan sesuai dengan
kondisi kecepatan udara lingkungan. Parameter yang didefinisikan terdiri dari kecepatan
aliran udara yang melalui airfoil dan Rasio viskositas turbulen.
Adapun data kecepatan udara yang melalui Airfoil yang digunakan pada proses
simulasi numerik adalah seperti tampak pada Gambar 26.
Gambar 26. Panel Fluent untuk definisi kecepatan udara
Gambar 27. Panel Fluent untuk mendefinisikan kondisi batas pressure outlet
87
Pressure outlet. pressure outlet yaitu kondisi batas yang diterapkan pada penampang
keluar. Parameter yang didefinisikan adalah Gauge pressure dan Rasio viskositas turbulen.
Adapun data tekanan dapat didefinisikan seperti tampak pada Gambar 27.
Wall. wall atau dinding adalah kondisi batas yang diterapkan pada dinding
permukaan pipa. Parameter yang diterapkan pada kondisi batas ini adalah Dinding tidak
bergerak dan fluida di dalamnya no slip dan Konstanta kekasaran 0.5 untuk dinding licin.
Panel Fluent untuk mendefinisikan kondisi batas dinding adalah seperti tampak pada
Gambar 28.
Gambar 28. Panel fluent untuk mendefinisikan dinding
e. Solver
Proses selanjutnya dari simulasi numerik adalah proses pencarian solusi untuk
mendapatkan properties aliran udara turbulensi yang mempunyai diagram alir seperti tampak
pada Gambar 29. Dengan menggunakan panel fluent seperti tampak pada Gambar 30. untuk
mendefinisikan metode diskretisasi dan panel fluent Gambar 31 untuk mendefinisikan nilai
awal.
88
Gambar 29. Diagram alir untuk proses pencarian solusi.
Gambar 30. Panel untuk mendefinisikan metode diskretisasi pada proses solver
Gambar 31. Panel Fluent untuk mendefinisikan inisialisasi pada proses solver
89
Gambar 32. Panel Fluent untuk mendefinisikan iterasi pada proses solver
f. Post-processing
Menampilkan properties fluida hasil pencarian solusi dalam bentuk kontur, vektor
dan lainnya sebagainya seperti tampak pada panel fluent Gambar 33.
Gambar 33. Panel Fluent untuk menampilkan kontur properties aliran hasil iterasi
C. Pembuatan Prototipe Modifikasi Propeler Airfoil Standard NACA
4415
Detail rencana tahapan penelitian Propeler Airfoil Standard NACA disajikan pada tabel 5.
90
Tabel 5
Rincian pekerjaan penelitian Propeler Airfoil Standard NACA
Tahapan Rincian kegiatan
Aktivitas kegiatan penelitian Outcome/ Indikator
Keberhasilan
Persiapan Pengadaan raw material
1. Pembelian serat rami 2. Pembelian KSL 3. Survei pengukuran dimensi propeler di laboratorium
LAPAN Pandansimo Bantul DIY
Tersedianya serat rami dan dimensi disain propeler pada dua minggu pertama
Studi Literatur & Inventarisasi Hasil Riset Terdahulu
Studi literatur
Melakukan penelusuran liratur dan jurnal tentang sifat fisis-mekanis serat E-glass, UPRs, Serat rami, KSL, komposit E-glass-UPRs, komposit serat rami – UPRs dan komposit sandwich sebagai acuan pembanding hasil riset.
Diperoleh data acuan pembanding hasil penelitian
Inventarisasi hasil riset terdahulu
Melakukan inventarisasi data hasil riset terdahulu
Data-riset terdahulu sebagai acuan pelaksanaan penelitian.
Spesifikasi Teknis Serat Rami
Density mat serat rami
Melakukan penimbangan serat rami Density serat rami tertentu
Uji tarik Melakukan pengujian tarik serat tunggal sesuai standar ASTM D 3379
Tegangan, modulus, regangan
Spesifikasi Teknis Core KSL
Uji kadar air Melakukan pemanasan di dalam oven pada suhu 105 0C dan ditimbang secara periodik setiap 15 menit pemanasan (untuk tiap variasi tebal core)
Diperoleh kurva laju penurunan kadar air
Uji sifat mekanis Melakukan pengujian bending (ASTM D-4761), tarik (SNI 03-3399-1994), tekan (SNI 03-3958-1995), Impak (ASTM D-5942).
Sifat mekanis (bending, tarik, tekan, Impak.
Uji pengeringan Melakukan pemanasan core KSL pada suhu 105 ‘C selama 72 jam dan diikuti pengukuran dimensi core KSL
Prosentasi penyusutan berat
Pembuatan Core KSL Segmen
Pembuatan core KSL
Melakukan proses pembuatan core KSL segmen yang direkatkan pada serat serat rami
Produk core segmen lembaran di atas serat rami
Pembuatan Prototipe produk
Pembuatan prototipe propeler
Melakukan proses manufaktur pembuatan prototipe propeler dengan metode hand lay-up
Prototipe produk Propeler Airfoil Standard NACA 4415 modifikasi
Finishing Pengecatan propeler
Melakukan pelapisan propeler dengan cat anti korosi Propeler yang sudah dilapisi cat
91
D. Evaluasi dan validasi
Kelayakan produk modifikasi propeler airfoil standard NACA 4415 juga diujikan
secara langsung di lokasi pantai selatan Pandansimo Kabupaten Bantul Propinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta yang juga merupakan Laboratorium LAPAN.
Dalam pengujian SKEA, ada beberapa langkah yang harus dilakukan sebelum dan
pada saat melakukan pengujian yaitu :
1. Persiapan benda uji
2. Memasang propeler pada poros, dan kemudian pada menara (tower)
3. Menentukan arah angin dan kecepatan angin rata-rata
4. Mendirikan tower (menara) sesuai dengan arah angin
5. Mengatur besar sudut datang pada masing-masing propeler yang terpasang pada
dudukan, sesuai hasil simulasi CFD
6. Setelah sudutnya diatur, dan propeler mulai berputar, maka kecepatan angin dan
putaran poros (rpm) yang dihasilkannya mulai dihitung dan dicatat
E. Pengelolaan dampak lingkungan rekayasa SKEA
Dalam penelitian ini juga diuraikan tentang analisis dampak lingkungan penerapan
Sistem Konversi Energi Angin (SKEA), khususnya untuk mengetahui aspek ketahanan
lingkungan dari propeler berbahan baku komposit KSL dan serat rami yang dipasang di
daerah pantai. Parameter yang akan diukur meliputi temperatur, kelembaban, dan kecepatan
angin.
Dari masing-masing parameter tersebut, kemudian dilakukan pengujian dengan variasi
waktu / lama ekspose. Hasil yang diharapkan berupa nilai degradasi mekanis dari bahan
komposit. Selanjutnya dilakukan pengujian kembali pada aspek kekuatan dengan uji tarik, uji
92
bending, dan uji impak. Hasil pengujian kemudian dianalisis untuk mengetahui ada tidaknya
penurunan ketahanan bahan komposit.
Metode penelitian dilakukan dengan metode kuantitatif, yaitu dengan melakukan
penelitian secara eksperimental lapangan dan penelitian secara teoritis dengan cara
pengukuran langsung. Pengukuran dilakukan selama kurang lebih 5,5 bulan dengan
pengambilan sampel dilakukan setiap 1 minggu sekali.
Kondisi eksperimen di lapangan dari hasil penelitian ini merupakan pencerminan data
operasional yang sebenarnya. Untuk selanjutnya dilakukan pengujian di laboratorium untuk
mengetahui kekuatan bahan komposit setelah dipasang selama kurang lebih 5,5 bulan di
lokasi. Pengujian dilakukan pada aspek uji tekuk (flexural test).
F. Lokasi Penelitian
Lokasi Penelitian ini dilakukan di Laboratorium LAPAN di Pantai Selatan
Pandansimo Kabupaten Bantul Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Laboratorium
Teknologi Mekanik IST AKPRIND, Laboratorium Pengujian Bahan IST AKPRIND,
Laboratorium Kimia Proses dan Analisa IST AKPRIND Yogyakarta, dan Laboratorium Uji
Departemen Teknik Metalurgi dan Bahan Universitas Indonesia.
G. Peralatan Penelitian
1. Pengamatan di lapangan
Peralatan yang dipakai dalam pengamatan di lapangan berupa :
a. Thermometer, untuk mencatat temperatur
b. Anemometer, untuk mengukur kecepatan angin dan turbulensi angin
c. Higrometer, untuk mengukur kelembaban udara
93
2. Pengamatan di Laboratorium
Sedangkan peralatan yang digunakan dalam laboratorium berupa :
a. Mesin Universal Testing Material, digunakan untuk uji tarik, uji tekan dan uji tekuk
b. Mesin uji impak Charpy, digunakan untuk uji impak
c. SEM (Scanning Electron Microscopy), digunakan untuk analisis struktur mikro dari
bahan komposit
d. EDS (Energy Dispersive X-Rayspectrometer), digunakan untuk pengujian komposisi
kimia bahan
e. Oven listrik, digunakan untuk pengeringan spesimen KSL
f. Alat ukur keseimbangan beban, digunakan untuk mengukur keseimbangan propeler
H. Teknik Pengambilan Sampel
Pengambilan data hasil pengujian di lapangan yang berupa kecepatan angin,
temperatur dan kelembaban dilakukan setiap hari, dengan rata-rata 12 jam setiap hari pada
waktu pagi (jam 06.00 – 12.00 WIB), dan malam hari (jam 18.00 – 24.00 WIB).
Sumber data lainnya yang berupa kecepatan angin dan temperatur diperoleh dari
logger milik LAPAN yang ditempatkan di Pantai Pandansimo. Selanjutnya data-data yang
telah terkumpul diolah dan disajikan dalam bentuk tabel, angka, dan grafik menggunakan
perangkat lunak Microsoft Excel, SPSS, dan Matlab.
I. Teknik Analisa Data
Data yang telah diambil harus dihitung lebih dulu faktor koreksi untuk mengkonversi
model perhitungan lama dengan model perhitungan baru yang lebih akurat, kemudian
dilakukan analisis dengan menggunakan alat bantu perangkat lunak SPSS, Matlab, dan
Microsoft Excel untuk mengetahui grafik hasil uji sampel.
94
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN BAHASAN
A. Simulasi dengan CFD
1. Efek dinding: tinjauan nilai y+
Efek dinding pada aliran dapat ditinjau berdasarkan nilai y+. Efek dinding dapat
didekatkan dengan dua tipe fungsi yaitu fungsi dinding linier (linear wall functions) dan
fungsi dinding logaritmik (logarithmic wall functions). Kriteria penggunaan fungsi dinding
linier atau logaritmik didasarkan pada rentang nilai y+ sebagaimana diperlihatkan oleh
Gambar 34.
Gambar 34. Kurve pengaruh dinding pada aliran yang ditunjukan y+terhadap U
+
y+ ≤ 5 : menunjukan aliran didominasi oleh gaya viscous fluida (viscous sublayer)
sehingga aliran fluida pada daerah dekat dinding merupakan aliran laminar dan efek
dinding dapat didekatkan dengan fungsi linier (y+ = U
+)
95
5 < y+ < 60 : menunjukan aliran didominasi oleh gaya viscous dan gaya inersia (buffer
layer) sehingga merupakan daerah transisi dari aliran laminar menuju aliran turbulen dan
efek dinding dapat didekatkan dengan fungsi linier untuk bilangan Reynolds (Re) lebih
rendah atau dapt pula didekatkan dengan fungsi dinding logaritmik pada kondisi nilai
bilangan Reynolds lebih tinggi.
y+ ≥ 60 : menunjukan aliran didominasi oleh gaya inersia fluida sehingga sehingga aliran
fluida pada daerah dekat dinding merupakan aliran turbulen penuh (fully turbulent) dan
efek dinding dapat didekatkan dengan fungsi logaritmik (y+ = 2,5 ln (Uτy/ν) + 5,45).
Berdasarkan kriteria nilai y+
dan hasil simulasi numerik aliran yang melalui
permukaan airfoil yang mempunyai nilai y+ dalam rentang 4.2 < y
+ < 21.8 seperti tampak
pada Gambar 35 dan Gambar 36, maka jarak meshing dekat terhadap dinding sudah cukup
bagus dan aliran dekat dinding didominasi oleh gaya viscous sehingga aliran dekat dinding
adalah laminar serta kecenderungan efek dinding terhadap aliran dapat menggunakan model
pendekatan linier yang dikenal sebagai vorticity–base production efek dinding yang
menggunakan model viscous Spallard Allmaras seperti tampak pada Gambar 37.
96
Gambar 35. Nilai y+ pada bagian depan airfoil pada kecepatan freestream 3 m/s dan angle of
attack 0 degree
Gambar 36. Nilai y+ pada bagian depan airfoil pada kecepatan freestream 18 m/s dan angle
of attack 20 degree
97
Gambar 37. Model turbulensi Spalart Allmaras dan vorticity-Base Production
2. Properties medan aliran
Solusi numerik dapat ditampilkan dalam bentuk tekanan, kecepatan dan garis alir
(streamline) medan aliran udara dalam domain komputasi dan yang melalui permukaan
airfoil, seperti tampak pada Gambar 38 sampai dengan Gambar 40 (yang ditampilkan hanya
pada kondisi kecepatan freesteram 3 m/s dan angle of attack 6 degree, dan khusus untuk garis
alir pada kondisi angle of attack 0 degree).
Gambar 38. Kontur tekanan statik (dalam Pascal) aliran udara pada kecepatan freestream 3
m/s dan angle of attack 6 degree
98
Gambar 39. Kontur kecepatan aliran udara (dalam m/s) pada kecepatan freestream 3 m/s dan
angle of attack 6 degree
Gambar 40. Kontur streamline dan kecepatan aliran udara (dalam m/s) pada kecepatan
freestream 3 m/s dan angle of attack 0 degree
99
Properties medan aliran dalam domain komputasi dapat ditampilkan pada kondisi
kecepatan aliran freestream tertentu (3 m/s) dan angle of attack yang bervariasi seperti tampak
pada Tabel 6.
Tabel 6
Properties medan aliran
Legend
v (m/s)
Angle of
attack (degree)
Kontur tekanan overlay kontur kecepatan pada kondisi
kecepatan freestream 3 m/s
-12
-10
-8
-6
0
100
Tabel 6 (Lanjutan)
6
12
14
16
18
20
101
Berdasarkan gambar kecepatan aliran udara yang melalui permukaan airfoil seperti
tampak pada tabel 6 pada kondisi kecepatan freestream 3 m/s, pada kondisi angle of attack -
12 degree tampak terlihat kecepatan aliran menuju kearah kanan bawah searah dengan aliran
kecepatan udara freestream dan terbentuk pusaran aliran di bawah permukaan airfoil dengan
kecepatan aliran yang rendah (warna biru) dengan rentang 0 – 0.65 m/s. Pusaran aliran akan
menghilang secara bertahap dengan meningkatnya angle of attack sampai pada nilai angle of
attack 0 degree seperti tampak pada gambar untuk angle of attack -10, -8, -6 dan 0 degree.
Sebagai akibatnya nilai gaya angkat (lift force) mempunyai nilai negatif atau gaya angkat ke
arah bawah dan gaya angkat secara bertahap menuju ke atas dengan bertambahnya nilai angle
of attack dari -12 degree menuju 0 degree
Pusaran aliran udara akan mulai terjadi di bagian permukaan atas airfoil secara
bertahap dengan bertambah nilai angle of attack seperti tampak pada gambar untuk angle of
attack 6, 12, 14, 16,18 dan 20 degree. Sebagai akibatnya gaya angkat semakin membesar ke
arah atas dan mencapai nilai maksimal pada angle of attack 14 degree dan nilai gaya angkat
mulai menurun pada angle of attack menuju 16, 18 dan 20 degree.
Fenomena yang sama akan terjadi untuk kondisi kecepatan freestream yang lain yaitu
4, 5 dan 18 m/s pada angle of attack -12,-10, -8,-6, 0, 6, 12, 14, 16, 18 dan 20 degree.
3. Koefisien Aerodinamika
Besarnya nilai gaya aerodinamik seperti gaya angkat (lift), gaya hambat (drag) dan
moment dapat disajikan dalam bentuk nilai koefisien aerodinamik yaitu koefisien lift (Cl),
koefisien drag (Cd) dan koefisien moment (Cm).
Berdasarkan properties medan aliran seperti tampak pada Gambar 38 dan 39 serta
Tabel 6 yang diformulasi menggunakan persamaan (29) dan (30), maka dapat ditentukan nilai
102
koefisien tekanan (pressure coefficient, Cp) dan nilai koefisien gesek (friction coefficient, Cf)
dan ditampilkan kurva nilai Cp dan Cf seperti tampak pada Gambar 41 dan 42.
Gambar 41. Kurva koefisien tekanan Cp pada permukaan airfoil pada kecepatan freestream 3
m/s dan angle of attack 6 degree.
Gambar 42. Kurva koefisien gesekan Cf pada permukaan airfoil pada kecepatan freestream 3
m/s dan angle of attack 6 degree
103
Berdasarkan nilai koefisien tekanan (Cp) dan koefisien gesek (Cf) sepanjang dinding
permukaan airfoil yang membentuk kurva seperti tampak pada Gambar 41 dan 42, maka
dapat ditentukan nilai koefisien normal (Cn) dan koefisien tangensial (Ct) serta koefisien
moment (Cm) dengan menggunakan persamaan (31), (32) dan persamaan (33).
Berdasarkan nilai koefisien normal (Cn), koefisien tangensial (Ct) dan koefisien
moment (Cm) serta nilai angle of attack () maka dapat ditentukan nilai koefisien aerodinamik
yang terdiri dari koefisien lift (Cl), koefisien drag (Cd) dan koefisien moment (Cm).dengan
menggunakan persamaan (34), (35) dan persamaan (36). Nilai koefisien aerodinamik hasil
simulasi numerik selama proses iterasi dapat ditampilkan seperti tampak pada Gambar 43, 44
dan Gambar 45.
Gambar 43. Nilai Cl hasil iterasi pada permukaan airfoil pada kecepatan freestream 3 m/s
dan angle of attack 6 degree
104
Gambar 44. Nilai Cd hasil iterasi pada permukaan airfoil pada kecepatan freestream 3 m/s
dan angle of attack 6 degree
Gambar 45. Nilai Cm hasil iterasi pada permukaan airfoil pada kecepatan freestream 3 m/s
dan angle of attack 6 degree
Nilai pastinya koefisien aerodinamik hasil proses iterasi yang mencapai konvergen
dapat ditampilkan seperti tampak pada Gambar 46.
105
Gambar 46. Nilai Cl,
Cd, dan Cm hasil iterasi pada permukaan airfoil pada kecepatan
freestream 3 m/s dan angle of attack 6 degree
Nilai koefisien aerodinamik dapat ditentukan dengan cara yang sama untuk kondisi
kecepatan freestream yang lain yaitu 4, 5, dan 18 m/s pada angle of attack -12,-10, -8,-6, 0, 6,
12, 14, 16, 18 dan 20 degree.
4. Kurva Drag Polar
Besarnya nilai koefisien aerodinamik yaitu koefisien lift (Cl), koefisien drag (Cd) dan
koefisien moment (Cm) hasil simulasi numerik terhadap angle of attack pada bilangan
Reynolds tertentu dapat disajikan dalam bentuk kurva, seperti tampak pada Gambar 47
sampai Gambar 52 untuk airfoil NACA 4415.
106
Gambar 47. Kurva koefisien aerodinamik Cl,
Cd, terhadap angle of attack airfoil NACA
4415 pada Re = 41000
Karakteristik airfoil NACA 4415 berdasarkan Gambar 47 pada kondisi aliran dengan
bilangan Reynolds 41000 untuk nilai Cl mengalami penurunan dari -0,2413 menuju -0,5925
pada rentang nilai sudut serang -12 ≤ α ≤ -10 derajat kemudian nilai Cl mulai meningkat
secara linier dari -0,5925 menuju nilai maksimum 1,2212 pada rentang nilai sudut serang -10
≤ α ≤ 14 derajat selanjutnya nilai Cl menurun mulai dari 1,2212 menuju 0,8266 pada rentang
nilai sudut serang 14 ≤ α ≤ 20. Untuk nilai Cd mengalami penurunan dari 0,1490 menuju
0,0445 pada rentang nilai sudut serang -12 ≤ α ≤ -8 derajat kemudian nilai Cd mempunyai
kecenderungan nilai konstan dari 0,0445 menuju 0,0691 pada rentang sudut serang -8 ≤ α ≤
12 derajat dan nilai Cd mulai meningkat dari 0,0691 menuju 0,2876 pada rentang sudut
serang 12 ≤ α ≤ 20. Untuk nilai Cm mempunyi kecenderungan nilai yang mendekati nilai Cd
yaitu dari 0,2553 menuju 0,0844 pada rentang nilai sudut serang -12 ≤ α ≤ -8 derajat
-0,80
-0,60
-0,40
-0,20
0,00
0,20
0,40
0,60
0,80
1,00
1,20
1,40
-16 -12 -8 -4 0 4 8 12 16 20 24
Co
eff
of
aero
dyn
amic
s
Angle of attack, α
Re = 41000, NACA 4415
Coeff of lift, Cl
Coeff of drag, Cd
Coeff of moment, Cm
107
kemudian nilai Cm mempunyai kecenderungan nilai konstan dari 0,0844 menuju 0,0420 pada
rentang sudut serang -8 ≤ α ≤ 12 derajat dan nilai Cm mulai meningkat dari 0,0420 menuju
0,1007 pada rentang sudut serang 12 ≤ α ≤ 20.
Gambar 48. Kurva koefisien aerodinamik Cl, Cd, terhadap angle of attack airfoil NACA
4415 pada Re = 55000
Karakteristik airfoil NACA 4415 berdasarkan Gambar 48 pada kondisi aliran dengan
bilangan Reynolds 55000 untuk nilai Cl mengalami penurunan dari -0,23911 menuju -
0,51724 pada rentang nilai sudut serang -12 ≤ α ≤ -10 derajat kemudian nilai Cl mulai
meningkat secara linier dari -0,51724 menuju nilai maksimum 1,1921 pada rentang nilai sudut
serang -10 ≤ α ≤ 14 derajat selanjutnya nilai Cl menurun mulai dari 1,1921 menuju 0,92976
pada rentang nilai sudut serang 14 ≤ α ≤ 20. Untuk nilai Cd mengalami penurunan dari 0,1490
menuju 0,0445 pada rentang nilai sudut serang -12 ≤ α ≤ -8 derajat kemudian nilai Cd
mempunyai kecenderungan nilai konstan dari 0,14446 menuju 0,039354 pada rentang sudut
-0,80
-0,60
-0,40
-0,20
0,00
0,20
0,40
0,60
0,80
1,00
1,20
1,40
-16 -12 -8 -4 0 4 8 12 16 20 24
Co
eff
of
aero
dyn
amic
s
Angle of attack, α
Re = 55000, NACA 4415
Coeff of lift, Cl
Coeff of drag, Cd
Coeff of moment, Cm
108
serang -8 ≤ α ≤ 12 derajat dan nilai Cd mulai meningkat dari 0,039354 menuju 0,274 pada
rentang sudut serang 12 ≤ α ≤ 20. Untuk nilai Cm mempunyai kecenderungan nilai yang
mendekati nilai Cd yaitu dari 0,027187 menuju 0,091478 pada rentang nilai sudut serang -12
≤ α ≤ -8 derajat kemudian nilai Cm mempunyai kecenderungan nilai konstan dari 0,091478
menuju 0,041534 pada rentang sudut serang -8 ≤ α ≤ 12 derajat dan nilai Cm mulai meningkat
dari 0,091478 menuju 0,10256 pada rentang sudut serang 12 ≤ α ≤ 20.
Gambar 49. Kurva koefisien aerodinamik Cl, Cd, terhadap angle of attack airfoil NACA 4415
pada Re = 68000
Karakteristik airfoil NACA 4415 berdasarkan Gambar 49 pada kondisi aliran dengan
bilangan Reynolds 68000 untuk nilai Cl mengalami penurunan dari -0,29234 menuju -
0,49904 pada rentang nilai sudut serang -12 ≤ α ≤ -10 derajat kemudian nilai Cl mulai
meningkat secara linier dari -0,49904 menuju nilai maksimum 1. 2076 pada rentang nilai
-0,60
-0,40
-0,20
0,00
0,20
0,40
0,60
0,80
1,00
1,20
1,40
-16 -12 -8 -4 0 4 8 12 16 20 24
Co
eff
of
aero
dyn
amic
s
Angle of attack, α
Re = 68000, NACA 4415
Coeff of lift, Cl
Coeff of drag, Cd
Coeff of moment, Cm
109
sudut serang -10 ≤ α ≤ 14 derajat selanjutnya nilai Cl menurun mulai dari 1. 2076 menuju 0.
99265 pada rentang nilai sudut serang 14 ≤ α ≤ 20. Untuk nilai Cd mengalami penurunan dari
0,15203 menuju 0,036169 pada rentang nilai sudut serang -12 ≤ α ≤ -8 derajat kemudian nilai
Cd mempunyai kecenderungan nilai konstan dari 0,036169 menuju 0,057742 pada rentang
sudut serang -8 ≤ α ≤ 12 derajat dan nilai Cd mulai meningkat dari 0,057742 menuju 0,24545
pada rentang sudut serang 12 ≤ α ≤ 20. Untuk nilai Cm mempunyi kecenderungan nilai yang
mendekati nilai Cd yaitu dari 0,01908 menuju 0,096261 pada rentang nilai sudut serang -12 ≤
α ≤ -8 derajat kemudian nilai Cm mempunyai kecenderungan nilai konstan dari 0,096261
menuju 0,041593 pada rentang sudut serang -8 ≤ α ≤ 12 derajat dan nilai Cm mulai meningkat
dari 0,041593 menuju 0,095462 pada rentang sudut serang 12 ≤ α ≤ 20.
Gambar 50. Kurva koefisien aerodinamik Cl,
Cd, terhadap angle of attack airfoil NACA
4415 pada Re = 82000
-0,60
-0,40
-0,20
0,00
0,20
0,40
0,60
0,80
1,00
1,20
1,40
-16 -12 -8 -4 0 4 8 12 16 20 24
Co
eff
of
aero
dyn
amic
s
Angle of attack, α
Re = 82000, NACA 4415
Coeff of lift, Cl
Coeff of drag, Cd
Coeff of moment, Cm
110
Karakteristik airfoil NACA 4415 berdasarkan Gambar 50 pada kondisi aliran dengan
bilangan Reynolds 82000 untuk nilai Cl mengalami penurunan dari -0,29052 menuju -
0,49169 pada rentang nilai sudut serang -12 ≤ α ≤ -10 derajat kemudian nilai Cl mulai
meningkat secara linier dari -0,49169 menuju nilai maksimum 1,2394 pada rentang nilai sudut
serang -10 ≤ α ≤ 14 derajat selanjutnya nilai Cl menurun mulai dari 1,2394 menuju 1,0389
pada rentang nilai sudut serang 14 ≤ α ≤ 20. Untuk nilai Cd mengalami penurunan dari
0,16247 menuju 0,034177 pada rentang nilai sudut serang -12 ≤ α ≤ -8 derajat kemudian nilai
Cd mempunyai kecenderungan nilai konstan dari 0,034177 menuju 0,054667 pada rentang
sudut serang -8 ≤ α ≤ 12 derajat dan nilai Cd mulai meningkat dari 0,054667 menuju 0,23109
pada rentang sudut serang 12 ≤ α ≤ 20. Untuk nilai Cm mempunyi kecenderungan nilai yang
mendekati nilai Cd yaitu dari 0,0047403 menuju 0,098664 pada rentang nilai sudut serang -12
≤ α ≤ -8 derajat kemudian nilai Cm mempunyai kecenderungan nilai konstan dari 0,098664
menuju 0,041508 pada rentang sudut serang -8 ≤ α ≤ 12 derajat dan nilai Cm mulai meningkat
dari 0,041508 menuju 0,092366 pada rentang sudut serang 12 ≤ α ≤ 20.
111
Gambar 51. Kurva koefisien aerodinamik Cl, Cd, terhadap angle of attack airfoi NACA 4415
pada Re = 96000
Karakteristik airfoil NACA 4415 berdasarkan Gambar 51 pada kondisi aliran dengan
bilangan Reynolds 96000 untuk nilai Cl mengalami penurunan dari -0,26694 menuju -
0,48747 pada rentang nilai sudut serang -12 ≤ α ≤ -10 derajat kemudian nilai Cl mulai
meningkat secara linier dari -0,48747 menuju nilai maksimum 1,2713 pada rentang nilai sudut
serang -10 ≤ α ≤ 14 derajat selanjutnya nilai Cl menurun mulai dari 1,2713 menuju 1,0821
pada rentang nilai sudut serang 14 ≤ α ≤ 20. Untuk nilai Cd mengalami penurunan dari
0,14064 menuju 0,032586 pada rentang nilai sudut serang -12 ≤ α ≤ -8 derajat kemudian nilai
Cd mempunyai kecenderungan nilai konstan dari 0,032586 menuju 0,052011 pada rentang
sudut serang -8 ≤ α ≤ 12 derajat dan nilai Cd mulai meningkat dari 0,052011 menuju 0,22045
pada rentang sudut serang 12 ≤ α ≤ 20. Untuk nilai Cm mempunyi kecenderungan nilai yang
mendekati nilai Cd yaitu dari 0,02877 menuju 0,10025 pada rentang nilai sudut serang -12 ≤ α
-0,60
-0,40
-0,20
0,00
0,20
0,40
0,60
0,80
1,00
1,20
1,40
-16 -12 -8 -4 0 4 8 12 16 20 24
Co
eff
of
aero
dyn
amic
s
Angle of attack, α
Re = 96000, NACA 4415
Coeff of lift, Cl
Coeff of drag, Cd
Coeff of moment, Cm
112
≤ -8 derajat kemudian nilai Cm mempunyai kecenderungan nilai konstan dari 0,10025 menuju
0,041767 pada rentang sudut serang -8 ≤ α ≤ 12 derajat dan nilai Cm mulai meningkat dari
0,041767 menuju 0,090284 pada rentang sudut serang 12 ≤ α ≤ 20.
Gambar 52. Kurva koefisien aerodinamik Cl,
Cd, terhadap angle of attack airfoil NACA
4415 pada Re = 250000
Karakteristik airfoil NACA 4415 berdasarkan Gambar 52 pada kondisi aliran dengan
bilangan Reynolds 250000 untuk nilai Cl mengalami penurunan dari -0,26835 menuju -
0,46634 pada rentang nilai sudut serang -12 ≤ α ≤ -10 derajat kemudian nilai Cl mulai
meningkat secara linier dari -0,46634 menuju nilai maksimum 1,4026 pada rentang nilai sudut
serang -10 ≤ α ≤ 12 derajat selanjutnya nilai Cl menurun mulai dari 1,4026 menuju 1,1869
pada rentang nilai sudut serang 12 ≤ α ≤ 20. Untuk nilai Cd mengalami penurunan dari 0,1355
menuju 0,024098 pada rentang nilai sudut serang -12 ≤ α ≤ -8 derajat kemudian nilai Cd
-0,75
-0,50
-0,25
0,00
0,25
0,50
0,75
1,00
1,25
1,50
-16 -12 -8 -4 0 4 8 12 16 20 24
Co
eff
of
aero
dyn
amic
s
Angle of attack, α
Re = 250000, NACA 4415
Coeff of lift, Cl
Coeff of drag, Cd
Coeff of moment, Cm
113
mempunyai kecenderungan nilai konstan dari 0,024098 menuju 0,024384 pada rentang sudut
serang -8 ≤ α ≤ 6 derajat dan nilai Cd mulai meningkat dari 0,024384 menuju 0,20812 pada
rentang sudut serang 6 ≤ α ≤ 20. Untuk nilai Cm mempunyai kecenderungan nilai yang
mendekati nilai Cd yaitu dari 0,02551 menuju 0,11042 pada rentang nilai sudut serang -12 ≤ α
≤ -8 derajat kemudian nilai Cm mempunyai kecenderungan nilai konstan dari 0,11042 menuju
0,055822 pada rentang sudut serang -8 ≤ α ≤ 12 derajat dan nilai Cm mulai meningkat dari
0,055822 menuju 0.094109 pada rentang sudut serang 12 ≤ α ≤ 20.
Berdasarkan hasil simulasi numerik karakteristik airfoil NACA 4415 pada Gambar
46 sampai Gambar 52 dan untuk meningkatkan nilai Cl terutama pada kondisi sudut serang
pada rentang -12≤ α ≤ -10 derajat dan pada rentang 14 ≤ α ≤ 20 derajat serta untuk
meningkatkan nilai Cm, maka dilakukan modifikasi pada profil NACA 4415 bagian depan
permukaan bawah dan bagian belakang permukaan atas airfoil, seperti tampak pada Gambar
53. Peningkatan nilai Cl dan Cm diperlukan untuk meningkatan torsi yang dapat dihasilkan
oleh sudu turbin.
Gambar 53. Perbandingan profil airfoil NACA 4415 (warna biru) dan hasil modifikasinya
(NACA 4415 modif (warna merah)
Karakteristik airfoil NACA 4415 hasil modifikasi (NACA 4415 modif) hasil
simulasi numerik berupa besarnya nilai koefisien aerodinamik yaitu koefisien lift (Cl),
koefisien drag (Cd) dan koefisien moment (Cm) hasil simulasi numerik terhadap angle of
114
attack pada bilangan Reynolds tertentu dapat disajikan dalam bentuk kurva, seperti tampak
pada Gambar 54 sampai Gambar 59.
Gambar 54. Kurva koefisien aerodinamik Cl, Cd, terhadap angle of attack airfoil NACA 4415
modif pada Re = 41000
Karakteristik airfoil NACA 4415 modif berdasarkan Gambar 54 pada kondisi aliran
dengan bilangan Reynolds 41000 untuk nilai Cl mengalami penurunan dari -0,17771 menuju -
-0,53215 pada rentang nilai sudut serang -12 ≤ α ≤ -10 derajat kemudian nilai Cl mulai
meningkat secara linier dari -0,53215 menuju nilai maksimum 1,2469 pada rentang nilai sudut
serang -10 ≤ α ≤ 14 derajat selanjutnya nilai Cl menurun mulai dari 1,2469 menuju 0,96099
pada rentang nilai sudut serang 14 ≤ α ≤ 20. Untuk nilai Cd mengalami penurunan dari
0,14532 menuju 0,04441 pada rentang nilai sudut serang -12 ≤ α ≤ -8 derajat kemudian nilai
Cd mempunyai kecenderungan nilai konstan dari 0,04441 menuju 0,072494 pada rentang
sudut serang -8 ≤ α ≤ 12 derajat dan nilai Cd mulai meningkat dari 0,072494 menuju 0.29185
pada rentang sudut serang 12 ≤ α ≤ 20. Untuk nilai Cm mempunyi kecenderungan nilai yang
mendekati nilai Cd yaitu dari 0,041108 menuju 0,094425 pada rentang nilai sudut serang -12
-0,80
-0,60
-0,40
-0,20
0,00
0,20
0,40
0,60
0,80
1,00
1,20
1,40
-16 -12 -8 -4 0 4 8 12 16 20 24
Co
eff
of
aero
dyn
amic
s
Angle of attack, α
Re = 41000, NACA 4415 modif
Coeff of lift, Cl
Coeff of drag, Cd
Coeff of moment, Cm
115
≤ α ≤ -8 derajat kemudian nilai Cm mempunyai kecenderungan nilai konstan dari 0,094425
menuju 0,056633 pada rentang sudut serang -8 ≤ α ≤ 12 derajat dan nilai Cm mulai meningkat
dari 0,056633 menuju 0,11895 pada rentang sudut serang 12 ≤ α ≤ 20.
Gambar 55. Kurva koefisien aerodinamik Cl, Cd, terhadap angle of attack airfoil NACA 4415
modif pada Re = 55000
Karakteristik airfoil NACA 4415 modif berdasarkan Gambar 55 pada kondisi aliran
dengan bilangan Reynolds 55000 untuk nilai Cl mengalami penurunan dari -0,20854 menuju -
-0,5017 pada rentang nilai sudut serang -12 ≤ α ≤ -10 derajat kemudian nilai Cl mulai
meningkat secara linier dari -0,5017 menuju nilai maksimum 1,2027 pada rentang nilai sudut
serang -10 ≤ α ≤ 14 derajat selanjutnya nilai Cl menurun mulai dari 1,2027 menuju 0,97091
pada rentang nilai sudut serang 14 ≤ α ≤ 20. Untuk nilai Cd mengalami penurunan dari
0,14782 menuju 0,039773 pada rentang nilai sudut serang -12 ≤ α ≤ -8 derajat kemudian nilai
Cd mempunyai kecenderungan nilai konstan dari 0,039773 menuju 0,064297 pada rentang
sudut serang -8 ≤ α ≤ 12 derajat dan nilai Cd mulai meningkat dari 0,064297 menuju 0,31569
pada rentang sudut serang 12 ≤ α ≤ 20. Untuk nilai Cm mempunyi kecenderungan nilai yang
mendekati nilai Cd yaitu dari 0,035331 menuju 0,10177 pada rentang nilai sudut serang -12 ≤
α ≤ -8 derajat kemudian nilai Cm mempunyai kecenderungan nilai konstan dari 0,10177
-0,60
-0,40
-0,20
0,00
0,20
0,40
0,60
0,80
1,00
1,20
1,40
-16 -12 -8 -4 0 4 8 12 16 20 24
Co
eff
of
aero
dyn
amic
s
Angle of attack, α
Re = 55000, NACA 4415 modifCoeff of lift, Cl
Coeff of drag, Cd
Coeff of moment, Cm
116
menuju 0,057845 pada rentang sudut serang -8 ≤ α ≤ 14 derajat dan nilai Cm mulai meningkat
dari 0,057845 menuju 0,13354 pada rentang sudut serang 14 ≤ α ≤ 20.
Gambar 56. Kurva koefisien aerodinamik Cl, Cd, terhadap angle of attack airfoil NACA 4415
modif pada Re = 68000
Karakteristik airfoil NACA 4415 modif berdasarkan Gambar 56 pada kondisi aliran
dengan bilangan Reynolds 68000 untuk nilai Cl mengalami penurunan dari -0,27397 menuju -
0,48842 pada rentang nilai sudut serang -12 ≤ α ≤ -10 derajat kemudian nilai Cl mulai
meningkat secara linier dari -0,48842 menuju nilai maksimum 1,238 pada rentang nilai sudut
serang -10 ≤ α ≤ 14 derajat selanjutnya nilai Cl menurun mulai dari 1,238 menuju 0,98144
pada rentang nilai sudut serang 14 ≤ α ≤ 20. Untuk nilai Cd mengalami penurunan dari
0,15959 menuju 0,0368 pada rentang nilai sudut serang -12 ≤ α ≤ -8 derajat kemudian nilai
Cd mempunyai kecenderungan nilai konstan dari 0,0368 menuju 0,06041 pada rentang sudut
serang -8 ≤ α ≤ 12 derajat dan nilai Cd mulai meningkat dari 0,06041 menuju 0,27996 pada
-0,60
-0,40
-0,20
0,00
0,20
0,40
0,60
0,80
1,00
1,20
1,40
-16 -12 -8 -4 0 4 8 12 16 20 24
Co
eff
of
aero
dyn
amic
s
Angle of attack, α
Re = 68000, NACA 4415 modif
Coeff of lift, Cl
Coeff of drag, Cd
Coeff of moment, Cm
117
rentang sudut serang 12 ≤ α ≤ 20. Untuk nilai Cm mempunyi kecenderungan nilai yang
mendekati nilai Cd yaitu dari 0,021364 menuju 0,10668 pada rentang nilai sudut serang -12 ≤
α ≤ -8 derajat kemudian nilai Cm mempunyai kecenderungan nilai konstan dari 0,10668
menuju 0,056628 pada rentang sudut serang -8 ≤ α ≤ 12 derajat dan nilai Cm mulai meningkat
dari 0,056628 menuju 0,12005 pada rentang sudut serang 12 ≤ α ≤ 20.
Gambar 57. Kurva koefisien aerodinamik Cl, Cd, terhadap angle of attack airfoil NACA 4415
modif pada Re = 82000
Karakteristik airfoil NACA 4415 modif berdasarkan Gambar 57 pada kondisi aliran
dengan bilangan Reynolds 82000 untuk nilai Cl mengalami penurunan dari -0,22144 menuju
–0,48292 pada rentang nilai sudut serang -12 ≤ α ≤ -10 derajat kemudian nilai Cl mulai
meningkat secara linier dari 0,48292 menuju nilai maksimum 1,2642 pada rentang nilai sudut
serang -10 ≤ α ≤ 14 derajat selanjutnya nilai Cl menurun mulai dari 1,2642 menuju 0,92467
-0,60
-0,40
-0,20
0,00
0,20
0,40
0,60
0,80
1,00
1,20
1,40
-16 -12 -8 -4 0 4 8 12 16 20 24
Co
eff
of
aero
dyn
amic
s
Angle of attack, α
Re = 82000, NACA 4415 modif
Coeff of lift, Cl
Coeff of drag, Cd
Coeff of moment, Cm
118
pada rentang nilai sudut serang 14 ≤ α ≤ 20. Untuk nilai Cd mengalami penurunan dari 0,1452
menuju 0,034737 pada rentang nilai sudut serang -12 ≤ α ≤ -8 derajat kemudian nilai Cd
mempunyai kecenderungan nilai konstan dari 0,034737 menuju 0,05744 pada rentang sudut
serang -8 ≤ α ≤ 12 derajat dan nilai Cd mulai meningkat dari 0,05744 menuju 0,27444 pada
rentang sudut serang 12 ≤ α ≤ 20. Untuk nilai Cm mempunyi kecenderungan nilai yang
mendekati nilai Cd yaitu dari 0,034077 menuju 0,10933 pada rentang nilai sudut serang -12 ≤
α ≤ -8 derajat kemudian nilai Cm mempunyai kecenderungan nilai konstan dari 0,10933
menuju 0,057177 pada rentang sudut serang -8 ≤ α ≤ 12 derajat dan nilai Cm mulai meningkat
dari 0,057177 menuju 0,11511 pada rentang sudut serang 12 ≤ α ≤ 20.
Gambar 58. Kurva koefisien aerodinamik Cl, Cd, terhadap angle of attack airfoil NACA 4415
modif pada Re = 96000
-0,60
-0,40
-0,20
0,00
0,20
0,40
0,60
0,80
1,00
1,20
1,40
-16 -12 -8 -4 0 4 8 12 16 20 24
Co
eff
of
aero
dyn
amic
s
Angle of attack, α
Re = 96000, NACA 4415 modif
Coeff of lift, Cl
Coeff of drag, Cd
Coeff of moment, Cm
119
Karakteristik airfoil NACA 4415 modif berdasarkan Gambar 58 pada kondisi aliran
dengan bilangan Reynolds 96000 untuk nilai Cl mengalami penurunan dari -0,087896 menuju
-0,47976 pada rentang nilai sudut serang -12 ≤ α ≤ -10 derajat kemudian nilai Cl mulai
meningkat secara linier dari -0,47976 menuju nilai maksimum 1,2854 pada rentang nilai sudut
serang -10 ≤ α ≤ 14 derajat selanjutnya nilai Cl menurun mulai dari 1,2854 menuju 0,92087
pada rentang nilai sudut serang 14 ≤ α ≤ 20. Untuk nilai Cd mengalami penurunan dari
0,12225 menuju 0,033149 pada rentang nilai sudut serang -12 ≤ α ≤ -8 derajat kemudian nilai
Cd mempunyai kecenderungan nilai konstan dari 0,033149 menuju 0,055128 pada rentang
sudut serang -8 ≤ α ≤ 12 derajat dan nilai Cd mulai meningkat dari 0,055128 menuju 0,25153
pada rentang sudut serang 12 ≤ α ≤ 20. Untuk nilai Cm mempunyi kecenderungan nilai yang
mendekati nilai Cd yaitu dari 0,05627 menuju 0,11089 pada rentang nilai sudut serang -12 ≤ α
≤ -8 derajat kemudian nilai Cm mempunyai kecenderungan nilai konstan dari 0,11089 menuju
0,057845 pada rentang sudut serang -8 ≤ α ≤ 12 derajat dan nilai Cm mulai meningkat dari
0,057845 menuju 0,10585 pada rentang sudut serang 12 ≤ α ≤ 20.
120
Gambar 59. Kurva koefisien aerodinamik Cl, Cd, terhadap angle of attack airfoil NACA 4415
modif pada Re = 250000
Karakteristik airfoil NACA 4415 modif berdasarkan Gambar 59 pada kondisi aliran
dengan bilangan Reynolds 250000 untuk nilai Cl mengalami penurunan dari -0,4559 menuju -
0,45883 pada rentang nilai sudut serang -12 ≤ α ≤ -10 derajat kemudian nilai Cl mulai
meningkat secara linier dari -0,45883 menuju nilai maksimum 1,4192 pada rentang nilai sudut
serang -10 ≤ α ≤ 12 derajat selanjutnya nilai Cl menurun mulai dari 1,4192 menuju 0,9632
pada rentang nilai sudut serang 12 ≤ α ≤ 20. Untuk nilai Cd mengalami penurunan dari
0,080473 menuju 0,024011 pada rentang nilai sudut serang -12 ≤ α ≤ -8 derajat kemudian
nilai Cd mempunyai kecenderungan nilai konstan dari 0,024011 menuju 0,02588 pada
rentang sudut serang -8 ≤ α ≤ 6 derajat dan nilai Cd mulai meningkat dari 0,02588 menuju
0,2555 pada rentang sudut serang 6 ≤ α ≤ 20. Untuk nilai Cm mempunyai kecenderungan
nilai yang mendekati nilai Cd yaitu dari 0,086723 menuju 0,12222 pada rentang nilai sudut
-0,75
-0,50
-0,25
0,00
0,25
0,50
0,75
1,00
1,25
1,50
1,75
-16 -12 -8 -4 0 4 8 12 16 20 24
Co
eff
of
aero
dyn
amic
s
Angle of attack, α
Re = 250000, NACA 4415 modif
Coeff of lift, Cl
Coeff of drag, Cd
Coeff of moment, Cm
121
serang -12 ≤ α ≤ -8 derajat kemudian nilai Cm mempunyai kecenderungan nilai konstan dari
0,12222 menuju 0,072856 pada rentang sudut serang -8 ≤ α ≤ 12 derajat dan nilai Cm mulai
meningkat dari 0,072856 menuju 0,11534 pada rentang sudut serang 12 ≤ α ≤ 20.
Berdasarkan kurva pada Gambar 47 sampai Gambar 59, maka nilai koefisien
aerodinamika untuk airfoil NACA 4415 dan NACA 4415 modif dapat dibuat perbandingan
kurva koefisien lift terhadap angle of attack tampak pada Gambar 60 sampai Gambar 65.
Gambar 60. Kurva koefisien aerodinamik Cl terhadap angle of attack airfoil NACA 4415
dan NACA 4415 modif pada Re = 41000
Berdasarkan Gambar 60, pada kondisi aliran udara dengan bilangan Reynolds 41000
tampak terlihat terjadi peningkatan nilai Cl airfoil NACA 4415 modif pada rentang sudut
serang -12≤ α ≤ -8 derajat dan pada rentang 14 ≤ α ≤ 20 derajat dengan persentase besar
peningkatan rata-rata adalah 14,8%.
-0,75
-0,50
-0,25
0,00
0,25
0,50
0,75
1,00
1,25
1,50
-16 -12 -8 -4 0 4 8 12 16 20 24
Co
eff
of
lift,
Cl
Angle of attack, α
Re = 41000
NACA 4415
NACA 4415 modif
122
Gambar 61. Kurva koefisien aerodinamik Cl terhadap angle of attack airfoil NACA 4415
dan NACA 4415 modif pada Re = 55000
Berdasarkan Gambar 61, pada kondisi aliran udara dengan bilangan Reynolds 55000
tampak terlihat terjadi peningkatan nilai Cl airfoil NACA 4415 modif pada rentang sudut
serang -12≤ α ≤ -10 derajat dan pada rentang 14 ≤ α ≤ 20 derajat dengan persentase besar
peningkatan rata-rata adalah 7,2%.
-0,75
-0,50
-0,25
0,00
0,25
0,50
0,75
1,00
1,25
1,50
-16 -12 -8 -4 0 4 8 12 16 20 24
Co
eff
of
lift,
Cl
Angle of attack, α
Re = 55000
NACA 4415
NACA 4415 modif
123
Gambar 62. Kurva koefisien aerodinamik Cl terhadap angle of attack airfoil NACA 4415
dan NACA 4415 modif pada Re = 68000
Berdasarkan Gambar 62, pada kondisi aliran udara dengan bilangan Reynolds 68000
tampak terlihat terjadi peningkatan nilai Cl airfoil NACA 4415 modif pada rentang sudut
serang -12≤ α ≤ -10 derajat dan pada rentang 14 ≤ α ≤ 20 derajat dengan persentase besar
peningkatan rata-rata adalah 4,9%.
-0,75
-0,50
-0,25
0,00
0,25
0,50
0,75
1,00
1,25
1,50
-16 -12 -8 -4 0 4 8 12 16 20 24
Co
eff
of
lift,
Cl
Angle of attack, α
Re = 68000
NACA 4415
NACA 4415 modif
124
Gambar 63. Kurva koefisien aerodinamik Cl terhadap angle of attack airfoil NACA 4415
dan NACA 4415 modif pada Re = 82000
Berdasarkan Gambar 63, pada kondisi aliran udara dengan bilangan Reynolds 82000
tampak terlihat terjadi peningkatan nilai Cl airfoil NACA 4415 modif pada rentang sudut
serang -12≤ α ≤ -10 derajat dan pada rentang 14 ≤ α ≤ 20 derajat dengan persentase besar
peningkatan rata-rata adalah 2,3%.
Berdasarkan Gambar 64, pada kondisi aliran udara dengan bilangan Reynolds 96000
tampak terlihat terjadi peningkatan nilai Cl airfoil NACA 4415 modif pada rentang sudut
serang -12≤ α ≤ -10 derajat dan pada rentang 14 ≤ α ≤ 20 derajat dengan persentase besar
peningkatan rata-rata adalah 4,2%.
-0,75
-0,50
-0,25
0,00
0,25
0,50
0,75
1,00
1,25
1,50
-16 -12 -8 -4 0 4 8 12 16 20 24
Co
eff
of
lift,
Cl
Angle of attack, α
Re = 82000
NACA 4415
NACA 4415 modif
125
Gambar 64. Kurva koefisien aerodinamik Cl terhadap angle of attack airfoil NACA 4415
dan NACA 4415 modif pada Re = 96000
Gambar 65. Kurva koefisien aerodinamik Cl terhadap angle of attack airfoil NACA 4415 dan
NACA 4415 modif pada Re = 250000
-0,75
-0,50
-0,25
0,00
0,25
0,50
0,75
1,00
1,25
1,50
-16 -12 -8 -4 0 4 8 12 16 20 24
Co
eff
of
lift,
Cl
Angle of attack, α
Re = 96000
NACA 4415
NACA 4415 modif
-0,75
-0,50
-0,25
0,00
0,25
0,50
0,75
1,00
1,25
1,50
1,75
-16 -12 -8 -4 0 4 8 12 16 20 24
Co
eff
of
lift,
Cl
Angle of attack, α
Re = 250000
NACA 4415
NACA 4415 modif
126
Berdasarkan Gambar 65, pada kondisi aliran udara dengan bilangan Reynolds
250000 tampak terlihat terjadi peningkatan nilai Cl airfoil NACA 4415 modif pada rentang
sudut serang -12≤ α ≤ -10 derajat dan pada rentang 14 ≤ α ≤ 20 derajat dengan persentase
besar peningkatan rata-rata adalah 2,2%.
Berdasarkan kurva pada Gambar 60 sampai Gambar 65, tampak terlihat bahwa nilai
koefisien lift NACA 4415 modif relative lebih besar dari NACA 4415 terutama pada angle of
attack -12 < < -8 dan 12 < < 20.
Berdasarkan kurva pada Gambar 47 sampai Gambar 59, maka nilai koefisien
aerodinamika untuk airfoil NACA 4415 dan NACA 4415 modif dapat dibuat perbandingan
kurva koefisien drag terhadap angle of attack tampak pada Gambar 66 sampai Gambar 71.
Gambar 66. Kurva koefisien aerodinamik Cd terhadap angle of attack airfoil NACA 4415
dan NACA 4415 modif pada Re = 41000
-0,20
-0,10
0,00
0,10
0,20
0,30
0,40
0,50
-16 -12 -8 -4 0 4 8 12 16 20 24
Co
eff
of
dra
g, C
d
Angle of attack, α
Re = 41000
NACA 4415
NACA 4415 modif
127
Gambar 67. Kurva koefisien aerodinamik Cd terhadap angle of attack airfoil NACA 4415
dan NACA 4415 modif pada Re = 55000
Gambar 68. Kurva koefisien aerodinamik Cd terhadap angle of attack airfoil NACA
4415 dan NACA 4415 modif pada Re = 68000
-0,20
-0,10
0,00
0,10
0,20
0,30
0,40
0,50
-16 -12 -8 -4 0 4 8 12 16 20 24
Co
eff
of
dra
g, C
d
Angle of attack, α
Re = 55000
NACA 4415
NACA 4415 modif
-0,20
-0,10
0,00
0,10
0,20
0,30
0,40
0,50
-16 -12 -8 -4 0 4 8 12 16 20 24
Co
eff
of
dra
g, C
d
Angle of attack, α
Re = 68000
NACA 4415
NACA 4415 modif
128
Gambar 69. Kurva koefisien aerodinamik Cd terhadap angle of attack airfoil NACA 4415
dan NACA 4415 modif pada Re = 82000
Gambar 70. Kurva koefisien aerodinamik Cd terhadap angle of attack airfoil NACA 4415
dan NACA 4415 modif pada Re = 96000
-0,20
-0,10
0,00
0,10
0,20
0,30
0,40
0,50
-16 -12 -8 -4 0 4 8 12 16 20 24
Co
eff
of
dra
g, C
d
Angle of attack, α
Re = 82000
NACA 4415
NACA 4415 modif
-0,20
-0,10
0,00
0,10
0,20
0,30
0,40
0,50
-16 -12 -8 -4 0 4 8 12 16 20 24
Co
eff
of
dra
g, C
d
Angle of attack, α
Re = 96000
NACA 4415
NACA 4415 modif
129
Gambar 71. Kurva koefisien aerodinamik Cd terhadap angle of attack airfoil NACA 4415
dan NACA 4415 modif pada Re = 250000
Berdasarkan kurva pada Gambar 66 sampai Gambar 71, tampak terlihat bahwa nilai
koefisien drag NACA 4415 modif relative sama (kurva cendrung berhimpit) dengan NACA
4415 terutama pada angle of attack -8 < < 16, sehingga relative tidak ada perubahan nilai
koefisien drag antara NACA 4415 dengan NACA 4415 modif.
Berdasarkan kurva pada Gambar 47 sampai Gambar 59, maka nilai koefisien
aerodinamika untuk airfoil NACA 4415 dan NACA 4415 modif dapat dibuat perbandingan
kurva koefisien moment terhadap angle of attack seperti tampak pada Gambar 72 sampai
Gambar 77.
Berdasarkan Gambar 72, pada kondisi aliran udara dengan bilangan Reynolds 41000
tampak terlihat terjadi penurunan nilai Cm airfoil NACA 4415 modif pada rentang sudut
serang -12≤ α ≤ -10 derajat dan peningkatan nilai Cm pada rentang -10 ≤ α ≤ 20 derajat
dengan persentase besar peningkatan rata-rata adalah 37,0%.
-0,20
-0,10
0,00
0,10
0,20
0,30
0,40
0,50
-16 -12 -8 -4 0 4 8 12 16 20 24
Co
eff
of
dra
g, C
d
Angle of attack, α
Re = 250000
NACA 4415
NACA 4415 modif
130
Gambar 72. Kurva koefisien aerodinamik Cm terhadap angle of attack airfoil NACA 4415
dan NACA 4415 modif pada Re = 41000
Gambar 73. Kurva koefisien aerodinamik Cm terhadap angle of attack airfoil NACA 4415
dan NACA 4415 modif pada Re = 55000
-0,20
-0,10
0,00
0,10
0,20
0,30
0,40
0,50
-16 -12 -8 -4 0 4 8 12 16 20 24
Co
eff
of
mo
me
nt,
Cm
Angle of attack, α
Re = 41000
NACA 4415
NACA 4415 modif
-0,20
-0,10
0,00
0,10
0,20
0,30
0,40
0,50
-16 -12 -8 -4 0 4 8 12 16 20 24
Co
eff
of
mo
me
nt,
Cm
Angle of attack, α
Re = 55000
NACA 4415
NACA 4415 modif
131
Berdasarkan Gambar 73, pada kondisi aliran udara dengan bilangan Reynolds 55000
tampak terlihat terjadi peningkatan nilai Cm airfoil NACA 4415 modif pada rentang sudut
serang -12≤ α ≤ 20 derajat derajat dengan persentase besar peningkatan rata-rata adalah
19,9%.
Gambar 74. Kurva koefisien aerodinamik Cm terhadap angle of attack airfoil NACA 4415
dan NACA 4415 modif pada Re = 68000
Berdasarkan Gambar 74, pada kondisi aliran udara dengan bilangan Reynolds 68000
tampak terlihat terjadi peningkatan nilai Cm airfoil NACA 4415 modif pada rentang sudut
serang -12≤ α ≤ 20 derajat derajat dengan persentase besar peningkatan rata-rata adalah
18,5%.
-0,20
-0,10
0,00
0,10
0,20
0,30
0,40
0,50
-16 -12 -8 -4 0 4 8 12 16 20 24
Co
eff
of
mo
me
nt,
Cm
Angle of attack, α
Re = 68000
NACA 4415
NACA 4415 modif
132
Gambar 75. Kurva koefisien aerodinamik Cm terhadap angle of attack airfoil NACA 4415
dan NACA 4415 modif pada Re = 82000
Berdasarkan Gambar 75, pada kondisi aliran udara dengan bilangan Reynolds 82000
tampak terlihat terjadi peningkatan nilai Cm airfoil NACA 4415 modif pada rentang sudut
serang -12≤ α ≤ 20 derajat derajat dengan persentase besar peningkatan rata-rata adalah
23,1%.
Gambar 76. Kurva koefisien aerodinamik Cm terhadap angle of attack airfoil NACA 4415
dan NACA 4415 modif pada Re = 96000
-0,20
-0,10
0,00
0,10
0,20
0,30
0,40
0,50
-16 -12 -8 -4 0 4 8 12 16 20 24
Co
eff
of
mo
me
nt,
Cm
Angle of attack, α
Re = 82000
NACA 4415
NACA 4415 modif
-0,20
-0,10
0,00
0,10
0,20
0,30
0,40
0,50
-16 -12 -8 -4 0 4 8 12 16 20 24
Co
eff
of
mo
me
nt,
Cm
Angle of attack, α
Re = 96000
NACA 4415
NACA 4415 modif
133
Berdasarkan Gambar 76, pada kondisi aliran udara dengan bilangan Reynolds 96000
tampak terlihat terjadi peningkatan nilai Cm airfoil NACA 4415 modif pada rentang sudut
serang -12≤ α ≤ 20 derajat derajat dengan persentase besar peningkatan rata-rata adalah
22,3%.
Gambar 77 . Kurva koefisien aerodinamik Cm terhadap angle of attack airfoil NACA 4415
dan NACA 4415 modif pada Re = 250000
Berdasarkan Gambar 77, pada kondisi aliran udara dengan bilangan Reynolds
250000 tampak terlihat terjadi peningkatan nilai Cm airfoil NACA 4415 modif pada rentang
sudut serang -12≤ α ≤ 20 derajat derajat dengan persentase besar peningkatan rata-rata adalah
30,6%.
Berdasarkan kurva pada Gambar 78 sampai Gambar 83, tampak terlihat bahwa nilai
koefisien moment NACA 4415 modif relatif lebih besar dari NACA 4415 pada angle of
attack -12 < < 20.
-0,20
-0,10
0,00
0,10
0,20
0,30
0,40
0,50
-16 -12 -8 -4 0 4 8 12 16 20 24
Co
eff
of
mo
me
nt,
Cm
Angle of attack, α
Re = 250000
NACA 4415
NACA 4415 modif
134
Kinerja airfoil NACA 4415 dan NACA 4415 modif dapat ditentukan yang terbaik
berdasarkan kurva drag polar yaitu kurva koefisien lift terhadap koefisien drag untuk bilangan
Reynolds tertentu, seperti tampak pada Gambar 52.
Gambar 78. Kurva koefisien aerodinamik Cl terhadap Cd airfoil NACA 4415 dan NACA
4415 modif pada Re = 41000
Berdasarkan Gambar 78, pada kondisi aliran udara dengan bilangan Reynolds 41000
tampak terlihat terjadi peningkatan nilai Cl terhadap Cd airfoil NACA 4415 modif dengan
persentase peningkatan rata-rata adalah 14,8%.
-1,00
-0,50
0,00
0,50
1,00
1,50
0,00 0,05 0,10 0,15 0,20 0,25 0,30 0,35
Co
eff
of
lift,
Cl
Coeff of drag, Cd
Re = 41000
NACA 4415
NACA 4415 modif
135
Gambar 79. Kurva koefisien aerodinamik Cl terhadap Cd airfoil NACA 4415 dan NACA
4415 modif pada Re = 55000
Berdasarkan Gambar 79, pada kondisi aliran udara dengan bilangan Reynolds 55000
tampak terlihat terjadi peningkatan nilai Cl terhadap Cd airfoil NACA 4415 modif dengan
persentase peningkatan rata-rata adalah 7,2%.
Gambar 80. Kurva koefisien aerodinamik Cl terhadap Cd airfoil NACA 4415 dan NACA
4415 modif pada Re = 68000
-1,00
-0,50
0,00
0,50
1,00
1,50
0,00 0,05 0,10 0,15 0,20 0,25 0,30 0,35
Co
eff
of
lift,
Cl
Coeff of drag, Cd
Re = 55000
NACA 4415
NACA 4415 modif
-1,00
-0,50
0,00
0,50
1,00
1,50
0,00 0,05 0,10 0,15 0,20 0,25 0,30 0,35
Co
eff
of
lift,
Cl
Coeff of drag, Cd
Re = 68000
NACA 4415
NACA 4415 modif
136
Berdasarkan Gambar 80, pada kondisi aliran udara dengan bilangan Reynolds 68000
tampak terlihat terjadi peningkatan nilai Cl terhadap Cd airfoil NACA 4415 modif dengan
persentase peningkatan rata-rata adalah 4,9%.
Gambar 81. Kurva koefisien aerodinamik Cl terhadap Cd airfoil NACA 4415 dan NACA
4415 modif pada Re = 82000
Berdasarkan Gambar 81, pada kondisi aliran udara dengan bilangan Reynolds 82000
tampak terlihat terjadi peningkatan nilai Cl terhadap Cd airfoil NACA 4415 modif dengan
persentase peningkatan rata-rata adalah 2,3%.
-1,00
-0,50
0,00
0,50
1,00
1,50
0,00 0,05 0,10 0,15 0,20 0,25 0,30 0,35
Co
eff
of
lift,
Cl
Coeff of drag, Cd
Re = 82000
NACA 4415
NACA 4415 modif
137
Gambar 82. Kurva koefisien aerodinamik Cl terhadap Cd airfoil NACA 4415 dan NACA
4415 modif pada Re = 96000
Berdasarkan Gambar 82, pada kondisi aliran udara dengan bilangan Reynolds 96000
tampak terlihat terjadi peningkatan nilai Cl terhadap Cd airfoil NACA 4415 modif dengan
persentase peningkatan rata-rata adalah 4,2%.
Gambar 83. Kurva koefisien aerodinamik Cl terhadap Cd airfoil NACA 4415 dan NACA
4415 modif pada Re = 250000
-1,00
-0,50
0,00
0,50
1,00
1,50
0,00 0,05 0,10 0,15 0,20 0,25 0,30 0,35
Co
eff
of
lift,
Cl
Coeff of drag, Cd
Re = 96000
NACA 4415
NACA 4415 modif
-1,00
-0,50
0,00
0,50
1,00
1,50
2,00
0,00 0,05 0,10 0,15 0,20 0,25 0,30 0,35
Co
eff
of
lift,
Cl
Coeff of drag, Cd
Re = 250000
NACA 4415
NACA 4415 modif
138
Berdasarkan Gambar 83, pada kondisi aliran udara dengan bilangan Reynolds
250000 tampak terlihat terjadi peningkatan nilai Cl terhadap Cd airfoil NACA 4415 modif
dengan persentase peningkatan rata-rata adalah 2,2%.
Berdasarkan kurva pada Gambar 78 sampai Gambar 83, tampak terlihat bahwa kurva
drag polar NACA 4415 modif relatif lebih besar dari kurva drag polar NACA 4415.
5. Pemilihan Airfoil sebagai Bentuk Dasar Sudu Turbin Angin
Berdasarkan kurva perbandingan koefisien aerodinamika airfoil NACA 4415 dengan
NACA 4415 modif pada Gambar 66 sampai dengan Gambar 83, dapat disimpulkan bahwa
airfoil NACA 4415 modif mempunyai kinerja yang lebih baik untuk aliran yang mempunyai
bilangan Reynolds 4.1 x 104 sampai dengan 2.5 x 10
5.
Berdasarkan kajian numerik yang terjabarkan pada kurva Gambar 60 sampai Gambar
65, maka airfoil NACA 4415 modif dapat digunakan sebagai dasar pembentukan kurva polar
360o dengan cara ekstrapolasi dari -180
o sampai 180
o.
B. Simulasi Numerik Aliran Melalui Sudu Turbin
Metode ini dapat digunakan untuk analisis perancangan sudu turbin yang dikenal
dengan teori Momentum Elemen Sudu (Blade Element Momentum) yang digunakan untuk
menyelesaikan perancangan sudu turbin berdasarkan kurva gaya angkat dan gaya hambat
(drag polar) dari airfoil yang digunakan dalam hal ini airfoil NACA 4415 modif.
1. Teori Momentum Elemen Sudu (MES)
Teori MES mempunyai dua metode untuk berdasarkan prinsif kerja turbin angin.
Metode pertama berdasarkan prinsif kesetimbangan momentum pada aliran berbentuk tabung
yang melalui turbin. Metode kedua berdasarkan gaya yang dihasilkan berupa koefisien gaya
139
angkat dan gaya hambat yang bervariasi pada setiap bagian sepanjang sudu. Dua metode ini
memberikan sejumlah persamaan yang dapat dicarikan solusinya berdasarkan proses iterasi.
a. Teori Momentum
Teori momentum dapat dijelaskan dengan memperhatikan tabung aliran seperti
tampak pada Gambar 84 dan Gambar 85.
Gambar 84. Tabung aliran aksial yang melalui turbin angin
Berdasarkan Gambar 84, ada empat posisi yang ditunjukan yaitu posisi 1 adalah
posisi aliran di depan turbin (upstream), posisi 2 adalah posisi aliran sebelum melalui sudu,
posisi 3 adalah posisi aliran setelah melalui sudu dan posisi 4 adalah aliran dibelakang turbin
(downstream). Diantara posisi 2 dan 3, energi angin di ekstrak yang menyebabkan tekanan
posisi 2 dan 3 berbeda.
Berdasarkan asumsi tekanan posisi 1 dan posisi 4 sama p1 = p4 dan kecepatan posisi
2 dan 3 sama v2 = v3 serta dapat juga diasumsikan aliran tidak ada gesekan antara posisi 1
dan 2 serta antara posisi 3 dan 4, sehingga persamaan Bernoulli dapat diterapkan untuk
menghubungan perubahan tekanan posisi 2 dan 3 dengan perubahan kecepatan aliran posisi 1
dan 4, dan dengan mendefinisikan sutu parameter yang dikenal dengan nama factor induksi
aksial a yang dituliskan sebagai :
140
1
21
V
VVa
(56)
Sehingga dapat ditunjukkan bahwa :
aVV 112 (57)
aVV 2114 (58)
Tabung aliran annular yang berputar seperti tampak pada Gambar 85 dan notasi
besarnya putaran wake sudu ω dan besarnya kecepatan putar sudu Ω, seperti tampak pada
Gambar 86.
Gambar 85. Tabung aliran annular yang berputar yang melalui turbin angin
Gambar 86. Notasi tabung aliran annular yang berputar
141
Berdasarkan Gambar 86, maka dapat didefinisikan parameter yang dikenal dengan
nama faktor induksi angular a’ yang dapat dituliskan :
2
' a (59)
Sehingga berdasarkan persamaan factor induksi aksial (persamaan 56) dan factor induksi
angular (persamaan 59), dapat dituliskan gaya aksial Fx dan gaya tangensial atau torsi T yang
dapat dituliskan :
rdraaVdFx 2142
1 2
1 (60)
drrVaadT 3' 14 (61)
Persamaan 60 dan 61 dikenal sebagai teori momentum dari turbin angin.
b. Teori Elemen Sudu
Teori elemen sudu dapat ditinjau berdasarkan Gambar 87 dan mempunyai dua
asumsi yaitu :
1. Tidak ada interaksi aerodinamika antara elemen-elemen sudu yang berbeda.
2. Gaya-gaya yang bekerja pada elemen sudu ditentukan oleh koefisien gaya angkat dan
koefisien gaya hambat.
Gambar 87. Model teori elemen sudu
142
Berdasarkan Gambar 87, masing-masing elemen akan dilalui oleh kondisi aliran
yang mempunyai kecepatan putar yang berbeda sebesar Ωr, panjang chord c yang berbeda dan
sudut twist γ yang berbeda pula. Pada umumnya teori elemen sudu membagi sudu menjadi
sejumlah elemen sudu yang berjumlah 10 sampai 20 elemen sudu dan menghitung kondisi
aliran pada setiap elemen sudu. Karakteristik sudu merupakan integrasi numerik sepanjang
span sudu.
Kondisi aliran yang melalui sudu dapat dianalisis menggunakan segitiga kecepatan
seperti tampak pada Gambar 88.
Gambar 88. segitiga kecepatan aliran pada potongan sudu
Berdasarkan Gambar 88, kecepatan putar sudu Ωr dan kecepatan putar wake sudu ωr
dapat dituliskan sebagai :
,12
arr
r
(62)
143
Dan sudut aliran β dapat dituliskan sebagai :
aV
ar
1
1tan
,
(63)
Dimana V adalah dapat memperesentasikan kecepatan V1 dan nilai sudut β bervariasi dari
suatu elemen sudu terhadap elemen sudu yang lain. Tip speed ratio local λr dapat dituliskan
sebagai :
V
rr
. (64)
Sehingga sudut aliran β (persamaan 63) dapat ditulis ulang menjadi :
a
ar
1
1tan
, (65)
Dan kecepatan relatif angin dapat dituliskan sebagai :
cos
1 aVW
(66)
Gaya-gaya yang bekerja pada sudu turbin seperti tampak pada Gambar 89.
Gambar 89. Gaya-gaya yang bekerja pada sudu turbin.
144
Gaya-gaya yang bekerja pada sudu turbin berdasarkan gaya angkat elemen sudu dL
dan gaya hambat elemen sudu dD yang tegak lurus dan sejajar aliran udara pada setiap elemen
sudu dapat dituliskan sebagai :
sincos dDdLdF (67)
cossin dDdLdFx (68)
Dimana dL dan dD dapat dituliskan sebagai :
cdrWCdL L
2
2
1 (69)
cdrWCdD D
2
2
1 (70)
Dan koefisien gaya angkat CL dan koefisien gaya hambat CD untuk airfoil NACA 4415
modif seperti tampak pada Gambar 90.
Jika jumlah sudu turbin angin adalah N buah, maka gaya yang bekerja pada elemen
sudu dapat dituliskan ulang menjadi :
cdrCCWNdF DL sincos2
1 2 (71)
cdrCCWNdF DLx cossin2
1 2 (72)
Torsi yang bekerja pada elemen sudu dapat dituliskan sebagai :
crdrCCWNdT DL sincos2
1 2 (73)
Jika faktor kepadatan sudu local pada radius r didefinisikan sebagai :
r
Nc
2
, (74)
145
maka gaya aksial yang bekerja pada elemen sudu dFx dan torsi yang bekerja pada elemen
sudu dT dapat dituliskan ulang menjadi :
rdrCC
aVdF DLx
cossin
cos
12
22,
(75)
drrCC
aVdT DL
2
2
22, sincos
cos
1
(76)
C. Koreksi Rugi-rugi pada Tepi Sudu (Tip Loss Correction)
Rugi-rugi pada tepi sudu turbin akibat pusaran angin pada tepi sudu turbin dapat
dihitung menggunakan MES berdasarkan factor koreksi rata-rata Q yang bervariasi nilainya
dari 0 sampai 1 yang dapat dituliskan sebagai :
cos/
/15.0expcos
2 1
Rr
RrNQ (77)
Nilai cos-1
dalam satuan radian. Koreksi rugi-rugi tepi sudu dapat diterapkan pada gaya aksial
dan torsi yang ditulis ulang sebagai :
rdraaVQdFx 142
1 (78)
drrVaaQdT 3, 14 (79)
Prosedur perancangan sudu turbin dapat menggunakan persamaan sebagai berikut :
2
,
cos4
cossin
1 Q
CC
a
a DL
(80)
2
,,
cos4
sincos
1r
DL
Q
CC
a
a
(81)
146
D. Daya yang Dihasilkan (Power Output)
Total daya yang dihasilkan oleh sudu turbin yang berputar dapat dituliskan sebagai :
R
rh
dTdrP (82)
Dimana rh adalah radius hub. Koefisien daya (power coefficient CP dapat dituliskan sebagai :
r
L
D
r
R
r
angin
P dC
CaaQ
VR
dTdr
P
PC
h
h
tan118 ,3
232
21
(83)
E. Prosedur Perancangan Sudu
1. Menentukan diameter sudu berdasarkan daya yang dibutuhkan P=CP0.5ρπR2V
3,
dengan pedoman nilai CP = 0.3 sampai 0.4 untuk turbin modern yang mempunyai
3 sudu
2. Memilih tip speed ratio λ dengan pedoman (4 < λ < 10) dan memilih jumlah sudu
N berdasarkan data empirik pada tabel di bawah ini.
Λ N
1
2
3
4
Lebih dari 4
8 – 24
6 – 12
3 – 6
3 – 4
1 – 3
3. Memilih jenis airfoil (untuk λ < 3 dapat menggunakan plat melengkung) dan
menentukan Koefisien gaya angkat dan gaya hambat dari airfoil yang digunakan.
(dalam satu sudu dapat menggunakan jenis airfoil yang berbeda sepanjang span
sudu).
4. Menentukan kondisi aerodinamika masing-masing airfoil yang digunakan, pada
umumnya 80% gaya angkat maksimum untuk dapat menentukan sudut twist sudu
147
yang efektif. Sudut twist terbesar terjadi pada elemen sudu dekat hub turbin dan
lebih besar dari sudut serang (angle of attack).
5. Menentukan distribusi panjang chord c airfoil yang digunakan berdasarkan
pendekatan, rumus pendekatan tersebut menghasilkan bentuk sudu yang komplek
dan dirancang ulang bentuk sudunya berdasarkan prinsif hubungan linier.
rN
rc
3
cos8 (84)
6. Membagi sudu menjadi sejumlah k elemen sudu, pada umumnya dalam rentang
nilai 10 < k < 20
7. Untuk menentukan kondisi awal iterasi, dapat menggunakan pendekatan sudut
aliran β dan factor induksi aksial a dan angular a’ sebagai berikut :
r
o
1tan
3
290 1
(85)
1
,
2
sin
cos41
LCa (86)
F. Perancangan Turbin Angin
1. Kurva Polar 360o
Perancangan sudu turbin angin berdasarkan bentuk elemen airfoil NACA 4415 modif
diawali dengan membuat kurva polar 360o dengan cara melakukan ekstrapolasi dari -180
o
sampai +180o terhadap kurva drag polar pada Gambar 60 sampai Gambar 65.
Hasil ekstrapolasi untuk membentuk kurva polar 360o pada kondisi kecepatan angin
3, 4, 5, 6, 7 dan 18 m/s berdasarkan kurva Cl dan Cd terhadap α pada Re = 41000 sampai Re
= 250000 seperti tampak pada Gambar 90 sampai Gambar 95.
148
Gambar 90. Kurva Polar 360o pada kecepatan angin 3 m/s
Gambar 90 adalah kurva Polar 360o hasil ekstrapolasi dari -180
o sampai +180
o kurva
Cl dan Cd terhadap α (Gambar 60) pada kondisi kecepatan angin 3 m/s.
Gambar 91. Kurva Polar 360o.pada kecepatan angin 4 m/s
Gambar 91 adalah kurva Polar 360o hasil ekstrapolasi dari -180
o sampai +180
o kurva
Cl dan Cd terhadap α (Gambar 61) pada kondisi kecepatan angin 4 m/s.
149
Gambar 92. Kurva Polar 360o.pada kecepatan angin 5 m/s
Gambar 92 adalah kurva Polar 360o hasil ekstrapolasi dari -180
o sampai +180
o kurva
Cl dan Cd terhadap α (Gambar 62) pada kondisi kecepatan angin 5 m/s.
Gambar 93. Kurva Polar 360o.pada kecepatan angin 6 m/s
Gambar 93 adalah kurva Polar 360o hasil ekstrapolasi dari -180
o sampai +180
o kurva
Cl dan Cd terhadap α (Gambar 63) pada kondisi kecepatan angin 6 m/s.
150
Gambar 94. Kurva Polar 360o.pada kecepatan angin 7 m/s
Gambar 94 adalah kurva Polar 360o hasil ekstrapolasi dari -180
o sampai +180
o kurva
Cl dan Cd terhadap α (Gambar 64) pada kondisi kecepatan angin 7 m/s.
Gambar 95. Kurva Polar 360o.pada kecepatan angin 18 m/s
Gambar 95 adalah kurva Polar 360o hasil ekstrapolasi dari -180
o sampai +180
o kurva
Cl dan Cd terhadap α (Gambar 65) pada kondisi kecepatan angin 18 m/s.
151
2. Perancangan Sudu dan Rotor Turbin berdasar NACA 4415 modif
Perancangan sudu turbin didasarkan pada kondisi kecepatan angin Indonesia pda
umumnya dan kondisi kecepatan angin didaerah Pandansimo – Yogjakarta pada khususnya
yang mempunyai kecepatan rata-rata 3 sampai 5 m/s dan potensi energi angin yang akan di
ekstrak adalah 1000 Watt atau 1 kW, sehingga kondisi awal perancangan sudu mempunyai
dimensi panjang sudu 1.50 m dan pada kondisi simulasi diabaikan rugi-rugi tepi sudu
sehingga panjang sudu diperpanjang menjadi 1.625 m.
Berdasarkan persamaan 84, maka dapat dibentuk sudu turbin yang mempunyai
elemen airfoil dengan panjang chord yang bervariasi terhadap posisi radial seperti tampak
pada Gambar 96.
Gambar 96. Distribusi panjang chord pada 20 elemen airfoil NACA 4415 modif sepanjang
sudu (posisi radial pada sudu) 1,625 m.
Serta berdasarkan persamaan 85, perancangan sudu turbin didasarkan pada distribusi sudut
twist (theta, θ) elemen sudu yang berbeda (terdiri dari 4 variasi distribusi theta yang
selanjutnya akan disebut Rancangan Sudu A, B, C dan D) dan bentuk rotor turbin yang terdiri
dari 3 sudu pada kondisi kecepatan angin tertentu, seperti tampak pada Gambar 97 sampai
Gambar 100.
152
Gambar 97. Rancangan Sudu A, distribusi 20 elemen airfoil NACA 4415 modif pada sudu
dan rotor turbin angin pada sudut twist, theta=0o (pangkal sudu) sampai theta=0
o
(tepi sudu).
Gambar 97 memvisualisasi Rancangan Sudu A yang mempunyai distribusi elemen
sudu airfoil NACA 4415 modif yang mempunyai sudut twist theta yang merata yaitu 0o pada
pangkal sudu sampai tepi sudu. Bentuk rancangan sudu pada Gambar 97 merupakan bentuk
dasar tanpa proses optimalisasi yang bertujuan sebagai rancangan rujukan untuk proses
rancangan sudu dengan proses optimalisasi seperti tampak pada Gambar 98 sampai Gambar
100.
153
Gambar 98. Rancangan Sudu B, distribusi 20 elemen airfoil NACA 4415 modif pada sudu
dan rotor turbin angin pada sudut twist, theta= +26,8o (pangkal sudu) sampai -2,7
o
(tepi sudu)
Gambar 98 memvisualisasi Rancangan Sudu B yang mempunyai distribusi elemen
sudu airfoil NACA 4415 modif dengan sudut twist theta = +26,8o pada pangkal sudu sampai -
2,7o pada tepi sudu. Bentuk rancangan sudu tersebut merupakan bentuk sudu berdasarkan
distribusi elemen sudu airfoil NACA 4415 modif melalui proses optimalisasi nilai Cl/Cd pada
kondisi α = 5o dengan iterasi pada nilai awal sudut twist 0
o dan bilangan Reynolds 41000
terhadap panjang chord airfoil NACA 4415 modif rata-rata (0.20 m).
154
Gambar 99. Rancangan Sudu C, distribusi 20 elemen airfoil NACA 4415 modif pada sudu
dan rotor turbin angin pada sudut twist theta=+27,3o (pangkal sudu) sampai -2,2
o
(tepi sudu)
Gambar 99 memvisualisasi Rancangan Sudu C yang mempunyai distribusi elemen
sudu airfoil NACA 4415 modif yang mempunyai sudut twist theta = +27,3o pada pangkal
sudu sampai -2,2o pada tepi sudu. Bentuk rancangan ini merupakan bentuk sudu berdasarkan
distribusi elemen sudu airfoil NACA 4415 modif melalui proses optimalisasi nilai Cl/Cd pada
kondisi α = 5o dengan iterasi pada nilai awal sudut twist 0
o dan bilangan Reynolds 55000
terhadap panjang chord airfoil NACA 4415 modif rata-rata (0.20 m).
155
Gambar 100. Rancangan Sudu D, distribusi 20 elemen airfoil NACA 4415 modif pada sudu
dan rotor turbin angin pada sudut twist theta=+24,8o (pangkal sudu) sampai -4,7
o
(tepi sudu)
Gambar 100 memvisualisasi Rancangan Sudu D yang mempunyai distribusi elemen
sudu airfoil NACA 4415 modif yang mempunyai sudut twist theta = +24,8o pada pangkal
sudu sampai -4,7o pada tepi sudu. Bentuk rancangan ini merupakan bentuk sudu berdasarkan
distribusi elemen sudu airfoil NACA 4415 modif melalui proses optimalisasi nilai Cl/Cd pada
156
kondisi α = 5,5o dengan iterasi pada nilai awal sudut twist 0
o dan bilangan Reynolds 250000
terhadap panjang chord airfoil NACA 4415 modif rata-rata (0.20 m).
3. Kondisi Simulasi Sudu dan Rotor Turbin berdasar NACA 4415 modif
Berdasarkan perancangan sudu turbin seperti tampak pada Gambar 97 sampai
Gambar 100, maka dilakukan simulasi kinerja sudu pada kondisi kecepatan angin yang
bervariasi dengan nilai 3, 4, 5, 6, 7 dan 18 m/s serta pada kondisi tip speed ratio (TSR atau )
bervariasi (1 TSR 10) pada Rancangan Sudu A, B, C dan D.
a. Hasil Simulasi Sudu Turbin: Faktor Induksi
Nilai faktor induksi aksial (a_a) dan fakor induksi tangensial (a_t) pada posisi radial
sepanjang sudu pada Rancangan Sudu A dengan kecepatn angin 3, 4, 5, 6, 7 dan 18 m/s.
seperti tampak pada Gambar 99 dan Gambar 113.
Gambar 101. Distribusi nilai faktor induksi aksial sepanjang posisi elemen sudu pada
Rancangan Sudu A dengan kecepatan angin 3 m/s untuk TSR = 1 sampai 10 berurut
dari kurva terbawah
Berdasarkan Gambar 101, pada Rancangan Sudu A yang dilalui angin dengan
kecepatan 3 m/s tampak terlihat nilai faktor induksi aksial (a_a) sepanjang radial sudu
157
mengalami peningkatan sepanjang rentang 0,1 ≤ r ≤ 0,26 dan cendrung menurun pada rentang
0,26 ≤ r ≤ 1,50 dan meningkat kembali pada rentang 1,5 ≤ r ≤ 1,65. Faktor induksi aksial
(a_a) dipengaruhi pula oleh nilai TSR yaitu nilai a_a akan meningkat dengan meningkat TSR,
yaitu untuk setiap peningkatan nilai TSR sebesar 0,5 pada rentang nilai 1 ≤ TSR ≤ 10 akan
terjadi peningkatan nilai a_a rata-rata sebesar 0,05 pada rentang 0,060 ≤ a_a ≤ 1 seperti
tampak pada Gambar 91 secara berurutan dari kurva terbawah (warna merah) sampai kurva
teratas (warna orange).
Gambar 102. Distribusi nilai faktor induksi tangensial sepanjang posisi elemen sudu pada
Rancangan Sudu A dengan kecepatan angin 3 m/s untuk TSR = 1 sampai 10 berurut
dari kurva teratas
Berdasarkan Gambar 102, pada Rancangan Sudu A yang dilalui angin dengan
kecepatan 3 m/s tampak terlihat nilai faktor induksi tangensial (a_t) sepanjang radial sudu
mengalami penurunan sepanjang rentang 0,1 ≤ r ≤ 1,65. Faktor induksi tangensial (a_t)
dipengaruhi pula oleh nilai TSR yaitu nilai a_t akan menurun dengan meningkat TSR, yaitu
untuk setiap peningkatan nilai TSR sebesar 0,5 pada rentang nilai 1 ≤ TSR ≤ 10 akan terjadi
penurunan nilai a_t secara rata-rata 0,235 pada rentang 0,00 ≤ a_t ≤ 4,70 seperti tampak pada
158
Gambar 102 secara berurutan dari kurva teratas (warna merah) sampai kurva terbawah (warna
orange).
Gambar 103. Distribusi nilai faktor induksi aksial sepanjang posisi elemen sudu pada
Rancangan Sudu A dengan kecepatan angin 4 m/s untuk TSR = 1 sampai 4,5 berurut
dari kurva terbawah
Berdasarkan Gambar 103, pada Rancangan Sudu A yang dilalui angin dengan
kecepatan 4 m/s tampak terlihat nilai faktor induksi aksial (a_a) sepanjang radial sudu
mengalami peningkatan sepanjang rentang 0,1 ≤ r ≤ 0,26 dan cendrung menurun pada rentang
0,26 ≤ r ≤ 0,9 dan meningkat kembali pada rentang 0,9 ≤ r ≤ 1,65. Faktor induksi aksial (a_a)
dipengaruhi pula oleh nilai TSR yaitu nilai a_a akan meningkat dengan meningkat TSR, yaitu
untuk setiap peningkatan nilai TSR sebesar 0,5 pada rentang nilai 1 ≤ TSR ≤ 4,5 akan terjadi
peningkatan nilai a_a rata-rata sebesar 0,05 pada rentang 0,060 ≤ a_a ≤ 0,6 seperti tampak
pada Gambar 103 secara berurutan dari kurva terbawah (warna merah) sampai kurva teratas
(warna hijau).
159
Gambar 104. Distribusi nilai faktor induksi tangensial sepanjang posisi elemen sudu pada
Rancangan Sudu A dengan kecepatan angin 4 m/s untuk TSR = 1 sampai 4,5 berurut
dari kurva teratas
Berdasarkan Gambar 104, pada Rancangan Sudu A yang dilalui angin dengan
kecepatan 4 m/s tampak terlihat nilai faktor induksi tangensial (a_t) sepanjang radial sudu
mengalami penurunan sepanjang rentang 0,1 ≤ r ≤ 1,65. Faktor induksi tangensial (a_t)
dipengaruhi pula oleh nilai TSR yaitu nilai a_t akan menurun dengan meningkat TSR, yaitu
untuk setiap peningkatan nilai TSR sebesar 0,5 pada rentang nilai 1 ≤ TSR ≤ 4,5 akan terjadi
penurunan nilai a_t secara rata-rata 0,225 pada rentang 0,00 ≤ a_t ≤ 4,70 seperti tampak pada
Gambar 104 secara berurutan dari kurva teratas (warna merah) sampai kurva terbawah (warna
hijau).
160
Gambar 105. Distribusi nilai faktor induksi aksial sepanjang posisi elemen sudu pada
Rancangan Sudu A dengan kecepatan angin 5 m/s untuk TSR = 1 sampai 10 berurut
dari kurva terbawah
Berdasarkan Gambar 105, pada Rancangan Sudu A yang dilalui angin dengan
kecepatan 5 m/s tampak terlihat nilai faktor induksi aksial (a_a) sepanjang radial sudu
mengalami peningkatan sepanjang rentang 0,1 ≤ r ≤ 0,26 dan cendrung menurun pada rentang
0,26 ≤ r ≤ 1,00 dan meningkat kembali pada rentang 1,00 ≤ r ≤ 1,65. Faktor induksi aksial
(a_a) dipengaruhi pula oleh nilai TSR yaitu nilai a_a akan meningkat dengan meningkat TSR,
yaitu untuk setiap peningkatan nilai TSR sebesar 0,5 pada rentang nilai 1 ≤ TSR ≤ 10 akan
terjadi peningkatan nilai a_a rata-rata sebesar 0,05 pada rentang 0,060 ≤ a_a ≤ 1 seperti
tampak pada Gambar 105 secara berurutan dari kurva terbawah (warna merah) sampai kurva
teratas (warna orange).
161
Gambar 106. Distribusi nilai faktor induksi tangensial sepanjang posisi elemen sudu pada
Rancangan Sudu A dengan kecepatan angin 5 m/s untuk TSR = 1 sampai 10 berurut
dari kurva teratas
Berdasarkan Gambar 106, pada Rancangan Sudu A yang dilalui angin dengan
kecepatan 5 m/s tampak terlihat nilai faktor induksi tangensial (a_t) sepanjang radial sudu
mengalami penurunan sepanjang rentang 0,1 ≤ r ≤ 1,65. Faktor induksi tangensial (a_t)
dipengaruhi pula oleh nilai TSR yaitu nilai a_t akan menurun dengan meningkat TSR, yaitu
untuk setiap peningkatan nilai TSR sebesar 0,5 pada rentang nilai 1 ≤ TSR ≤ 10 akan terjadi
penurunan nilai a_t secara rata-rata 0,25 pada rentang 0,00 ≤ a_t ≤ 5,00 seperti tampak pada
Gambar 106 secara berurutan dari kurva teratas (warna merah) sampai kurva terbawah (warna
orange).
162
Gambar 107. Distribusi nilai faktor induksi aksial sepanjang posisi elemen sudu pada
Rancangan Sudu A dengan kecepatan angin 6 m/s untuk TSR = 1 sampai 10 berurut
dari kurva terbawah
Berdasarkan Gambar 107, pada Rancangan Sudu A yang dilalui angin dengan
kecepatan 6 m/s tampak terlihat nilai faktor induksi aksial (a_a) sepanjang radial sudu
mengalami peningkatan sepanjang rentang 0,1 ≤ r ≤ 0,26 dan cendrung menurun pada rentang
0,26 ≤ r ≤ 1,10 dan meningkat kembali pada rentang 1,10 ≤ r ≤ 1,65. Faktor induksi aksial
(a_a) dipengaruhi pula oleh nilai TSR yaitu nilai a_a akan meningkat dengan meningkat TSR,
yaitu untuk setiap peningkatan nilai TSR sebesar 0,5 pada rentang nilai 1 ≤ TSR ≤ 10 akan
terjadi peningkatan nilai a_a rata-rata sebesar 0,05 pada rentang 0,060 ≤ a_a ≤ 1 seperti
tampak pada Gambar 107 secara berurutan dari kurva terbawah (warna merah) sampai kurva
teratas (warna orange).
163
Gambar 108. Distribusi nilai faktor induksi tangensial sepanjang posisi elemen sudu pada
Rancangan Sudu A dengan kecepatan angin 6 m/s untuk TSR = 1 sampai 10 berurut
dari kurva teratas
Berdasarkan Gambar 108, pada Rancangan Sudu A yang dilalui angin dengan
kecepatan 6 m/s tampak terlihat nilai faktor induksi tangensial (a_t) sepanjang radial sudu
mengalami penurunan sepanjang rentang 0,1 ≤ r ≤ 1,65. Faktor induksi tangensial (a_t)
dipengaruhi pula oleh nilai TSR yaitu nilai a_t akan menurun dengan meningkat TSR, yaitu
untuk setiap peningkatan nilai TSR sebesar 0,5 pada rentang nilai 1 ≤ TSR ≤ 10 akan terjadi
penurunan nilai a_t rata-rata 0,25 pada rentang 0,00 ≤ a_t ≤ 5,00 seperti tampak pada Gambar
108 secara berurutan dari kurva teratas (warna merah) sampai kurva terbawah (warna orange).
164
Gambar 109. Distribusi nilai faktor induksi aksial sepanjang posisi elemen sudu pada
Rancangan Sudu A dengan kecepatan angin 7 m/s untuk TSR = 1 sampai 10 berurut
dari kurva terbawah
Berdasarkan Gambar 109, pada Rancangan Sudu A yang dilalui angin dengan
kecepatan 7 m/s tampak terlihat nilai faktor induksi aksial (a_a) sepanjang radial sudu
mengalami peningkatan sepanjang rentang 0,1 ≤ r ≤ 0,26 dan cendrung menurun pada rentang
0,26 ≤ r ≤ 1,30 dan meningkat kembali pada rentang 1,30 ≤ r ≤ 1,65. Faktor induksi aksial
(a_a) dipengaruhi pula oleh nilai TSR yaitu nilai a_a akan meningkat dengan meningkat TSR,
yaitu untuk setiap peningkatan nilai TSR sebesar 0,5 pada rentang nilai 1 ≤ TSR ≤ 10 akan
terjadi peningkatan nilai a_a rata-rata sebesar 0,05 pada rentang 0,060 ≤ a_a ≤ 1 seperti
tampak pada Gambar 109 secara berurutan dari kurva terbawah (warna merah) sampai kurva
teratas (warna orange).
165
Gambar 110. Distribusi nilai faktor induksi tangensial sepanjang posisi elemen sudu pada
Rancangan Sudu A dengan kecepatan angin 7 m/s untuk TSR = 1 sampai 10 berurut
dari kurva teratas
Berdasarkan Gambar 110, pada Rancangan Sudu A yang dilalui angin dengan
kecepatan 7 m/s tampak terlihat nilai faktor induksi tangensial (a_t) sepanjang radial sudu
mengalami penurunan sepanjang rentang 0,1 ≤ r ≤ 1,65. Faktor induksi tangensial (a_t)
dipengaruhi pula oleh nilai TSR yaitu nilai a_t akan menurun dengan meningkat TSR, yaitu
untuk setiap peningkatan nilai TSR sebesar 0,5 pada rentang nilai 1 ≤ TSR ≤ 10 akan terjadi
penurunan nilai a_t rata-rata 0,25 pada rentang 0,00 ≤ a_t ≤ 5,20 seperti tampak pada Gambar
110 secara berurutan dari kurva teratas (warna merah) sampai kurva terbawah (warna orange).
166
Gambar 111. Distribusi nilai faktor induksi aksial sepanjang posisi elemen sudu pada Rancangan
Sudu A dengan kecepatan angin 18 m/s untuk TSR = 1 sampai 10 berurut dari kurva
terbawah
Berdasarkan Gambar 111, pada Rancangan Sudu A yang dilalui angin dengan
kecepatan 18 m/s tampak terlihat nilai faktor induksi aksial (a_a) sepanjang radial sudu
mengalami peningkatan sepanjang rentang 0,1 ≤ r ≤ 0,26 dan cendrung menurun pada rentang
0,26 ≤ r ≤ 1,30 dan meningkat kembali pada rentang 1,30 ≤ r ≤ 1,65. Faktor induksi aksial
(a_a) dipengaruhi pula oleh nilai TSR yaitu nilai a_a akan meningkat dengan meningkat TSR,
yaitu untuk setiap peningkatan nilai TSR sebesar 0,5 pada rentang nilai 1 ≤ TSR ≤ 10 akan
terjadi peningkatan nilai a_a rata-rata sebesar 0,05 pada rentang 0,060 ≤ a_a ≤ 1 seperti
tampak pada Gambar 111 secara berurutan dari kurva terbawah (warna merah) sampai kurva
teratas (warna orange).
167
Gambar 112. Distribusi nilai faktor induksi tangensial sepanjang posisi elemen sudu pada
Rancangan Sudu A dengan kecepatan angin 18 m/s untuk TSR = 1 sampai 10 berurut
dari kurva teratas
Berdasarkan Gambar 112, pada Rancangan Sudu A yang dilalui angin dengan
kecepatan 18 m/s tampak terlihat nilai faktor induksi tangensial (a_t) sepanjang radial sudu
mengalami penurunan sepanjang rentang 0,1 ≤ r ≤ 1,65. Faktor induksi tangensial (a_t)
dipengaruhi pula oleh nilai TSR yaitu nilai a_t akan menurun dengan meningkat TSR, yaitu
untuk setiap peningkatan nilai TSR sebesar 0,5 pada rentang nilai 1 ≤ TSR ≤ 10 akan terjadi
penurunan nilai a_t rata-rata 0,25 pada rentang 0,00 ≤ a_t ≤ 5,20 seperti tampak pada Gambar
112 secara berurutan dari kurva teratas (warna merah) sampai kurva terbawah (warna orange).
Nilai faktor induksi aksial (a_a) dan fakor induksi tangensial (a_t) pada posisi radial
sepanjang sudu pada Rancangan Sudu B dengan kecepatn angin 3 m/s. seperti tampak pada
Gambar 113 dan Gambar 114.
168
Gambar 113. Distribusi nilai faktor induksi aksial sepanjang posisi elemen sudu pada
Rancangan Sudu B dengan kecepatan angin 3 m/s untuk TSR = 1 sampai 10 berurut
dari kurva terbawah
Berdasarkan Gambar 113, pada Rancangan Sudu B yang dilalui angin dengan
kecepatan 3 m/s tampak terlihat nilai faktor induksi aksial (a_a) sepanjang radial sudu
mengalami peningkatan dengan nilai 0,2 ≤ a_a ≤ 0,6 sepanjang rentang 0,1 ≤ r ≤ 0,17 dan
menurun secara tajam pada rentang 0,17 ≤ r ≤ 2,50 dan meningkat kembali secara signifikan
dengan nilai 0,06 ≤ a_a ≤ 0,8 pada rentang 2,50 ≤ r ≤ 1,65. Faktor induksi aksial (a_a)
dipengaruhi pula oleh nilai TSR yaitu nilai a_a akan meningkat dengan meningkat TSR, yaitu
untuk setiap peningkatan nilai TSR sebesar 0,5 pada rentang nilai 1 ≤ TSR ≤ 10 akan terjadi
peningkatan nilai a_a rata-rata sebesar 0,04 pada rentang 0,06 ≤ a_a ≤ 0,8 seperti tampak pada
Gambar 113 secara berurutan dari kurva terbawah (warna merah) sampai kurva teratas (warna
orange).
169
Gambar 114 Distribusi nilai faktor induksi tangensial sepanjang posisi elemen sudu pada
Rancangan Sudu B dengan kecepatan angin 3 m/s untuk TSR = 1 sampai 10 berurut
dari kurva teratas
Berdasarkan Gambar 114, pada Rancangan Sudu B yang dilalui angin dengan
kecepatan 3 m/s tampak terlihat nilai faktor induksi tangensial (a_t) sepanjang radial sudu
mengalami penurunan sepanjang rentang 0,1 ≤ r ≤ 1,65. Faktor induksi tangensial (a_t)
dipengaruhi pula oleh nilai TSR yaitu nilai a_t akan menurun dengan meningkat TSR, yaitu
untuk setiap peningkatan nilai TSR sebesar 0,5 pada rentang nilai 1 ≤ TSR ≤ 10 akan terjadi
penurunan nilai a_t rata-rata 0,235 pada rentang 0,00 ≤ a_t ≤ 4,70 seperti tampak pada
Gambar 114 secara berurutan dari kurva teratas (warna merah) sampai kurva terbawah (warna
orange).
Nilai faktor induksi aksial (a_a) dan fakor induksi tangensial (a_t) pada posisi radial
sepanjang sudu pada Rancangan Sudu C dengan kecepatn angin 4 m/s. seperti tampak pada
Gambar 115 dan Gambar 116.
170
Gambar 115. Distribusi nilai faktor induksi aksial sepanjang posisi elemen sudu pada
Rancangan Sudu C dengan kecepatan angin 4 m/s untuk TSR = 1 sampai 10 berurut
dari kurva terbawah
Berdasarkan Gambar 115, pada Rancangan Sudu C yang dilalui angin dengan
kecepatan 4 m/s tampak terlihat nilai faktor induksi aksial (a_a) sepanjang radial sudu
mengalami peningkatan dengan nilai 0,2 ≤ a_a ≤ 0,75 sepanjang rentang 0,1 ≤ r ≤ 0,17 dan
menurun secara tajam pada rentang 0,17 ≤ r ≤ 2,50 dan meningkat kembali secara signifikan
dengan nilai 0,06 ≤ a_a ≤ 0,85 pada rentang 2,50 ≤ r ≤ 1,65. Faktor induksi aksial (a_a)
dipengaruhi pula oleh nilai TSR yaitu nilai a_a akan meningkat dengan meningkat TSR, yaitu
untuk setiap peningkatan nilai TSR sebesar 0,5 pada rentang nilai 1 ≤ TSR ≤ 10 akan terjadi
peningkatan nilai a_a rata-rata sebesar 0,04 pada rentang 0,06 ≤ a_a ≤ 0,85 seperti tampak
pada Gambar 115 secara berurutan dari kurva terbawah (warna merah) sampai kurva teratas
(warna orange).
171
Gambar 116. Distribusi nilai faktor induksi tangensial sepanjang posisi elemen sudu pada
Rancangan Sudu C dengan kecepatan angin 4 m/s untuk TSR = 1 sampai 10 berurut
dari kurva teratas
Berdasarkan Gambar 116, pada Rancangan Sudu C yang dilalui angin dengan
kecepatan 4 m/s tampak terlihat nilai faktor induksi tangensial (a_t) sepanjang radial sudu
mengalami penurunan sepanjang rentang 0,1 ≤ r ≤ 1,65. Faktor induksi tangensial (a_t)
dipengaruhi pula oleh nilai TSR yaitu nilai a_t akan menurun dengan meningkat TSR, yaitu
untuk setiap peningkatan nilai TSR sebesar 0,5 pada rentang nilai 1 ≤ TSR ≤ 10 akan terjadi
penurunan nilai a_t rata-rata 0,235 pada rentang 0,00 ≤ a_t ≤ 4,70 seperti tampak pada
Gambar 116 secara berurutan dari kurva teratas (warna merah) sampai kurva terbawah (warna
orange).
Nilai faktor induksi aksial (a_a) dan fakor induksi tangensial (a_t) pada posisi radial
sepanjang sudu pada Rancangan Sudu C dengan kecepatn angin 18 m/s. seperti tampak pada
Gambar 117 dan Gambar 118.
172
Gambar 117. Distribusi nilai faktor induksi aksial sepanjang posisi elemen sudu pada
Rancangan Sudu D dengan kecepatan angin 18 m/s untuk TSR = 1 sampai 10 berurut
dari kurva terbawah
Berdasarkan Gambar 117, pada Rancangan Sudu D yang dilalui angin dengan
kecepatan 18 m/s tampak terlihat nilai faktor induksi aksial (a_a) sepanjang radial sudu
mengalami peningkatan dengan nilai 0,2 ≤ a_a ≤ 1,0 sepanjang rentang 0,1 ≤ r ≤ 0,15 dan
menurun secara tajam pada rentang 0,15 ≤ r ≤ 2,50 dan meningkat kembali secara signifikan
dengan nilai 0,06 ≤ a_a ≤ 1,9 pada rentang 2,50 ≤ r ≤ 1,65. Faktor induksi aksial (a_a)
dipengaruhi pula oleh nilai TSR yaitu nilai a_a akan meningkat dengan meningkat TSR, yaitu
untuk setiap peningkatan nilai TSR sebesar 0,5 pada rentang nilai 1 ≤ TSR ≤ 10 akan terjadi
peningkatan nilai a_a rata-rata sebesar 0,095 pada rentang 0,06 ≤ a_a ≤ 1,9 seperti tampak
pada Gambar 117 secara berurutan dari kurva terbawah (warna merah) sampai kurva teratas
(warna orange).
173
Gambar 118. Distribusi nilai faktor induksi tangensial sepanjang posisi elemen sudu pada
Rancangan Sudu D dengan kecepatan angin 18 m/s untuk TSR = 1 sampai 10 berurut
dari kurva teratas
Berdasarkan Gambar 118, pada Rancangan Sudu D yang dilalui angin dengan
kecepatan 18 m/s tampak terlihat nilai faktor induksi tangensial (a_t) sepanjang radial sudu
mengalami penurunan sepanjang rentang 0,1 ≤ r ≤ 1,65. Faktor induksi tangensial (a_t)
dipengaruhi pula oleh nilai TSR yaitu nilai a_t akan menurun dengan meningkat TSR, yaitu
untuk setiap peningkatan nilai TSR sebesar 0,5 pada rentang nilai 1 ≤ TSR ≤ 10 akan terjadi
penurunan nilai a_t rata-rata 0,25 pada rentang 0,0 ≤ a_t ≤ 5,2 seperti tampak pada Gambar
118 secara berurutan dari kurva teratas (warna merah) sampai kurva terbawah (warna orange).
Berdasarkan Gambar 101 sampai Gambar 118, terlihat nilai faktor induksi aksial
(a_a) terhadap posisi radial sepanjang sudu mempunyai kecenderungan meningkat dengan
meningkatnya posisi radial dan dengan meningkatnya nilai TSR dari 1 sampai 10 dengan nilai
peningkatan TSR setiap 0,5, dan nilai faktor induksi tangensial (a_t) mempunyai
kecenderungan menurun dengan meningkatnya posisi radial dan dengan meningkatnya nilai
TSR dari 1 sampai 10 dengan nilai peningkatan TSR setiap 0,5.
174
b. Hasil Simulasi Sudu Turbin: lokal
Nilai tip speed ratio pada posisi radial ( lokal) sepanjang sudu pada Rancangan
Sudu A dengan kecepatn angin 3, 4, 5, 6, 7 dan 18 m/s seperti tampak pada Gambar 119 dan
Gambar 124.
Gambar 119. Distribusi nilai lokal pada sepanjang posisi elemen sudu pada Rancangan
Sudu A dengan kecepatan angin 3 m/s untuk TSR = 1 sampai 10 berurut dari kurva
terbawah
Gambar 120. Distribusi nilai lokal pada sepanjang posisi elemen sudu pada
Rancangan Sudu A dengan kecepatan angin 4 m/s untuk TSR = 1 sampai 10
berurut dari kurva terbawah
175
Gambar 121. Distribusi nilai lokal pada sepanjang posisi elemen sudu pada Rancangan
Sudu A dengan kecepatan angin 5 m/s untuk TSR = 1 sampai 10 berurut dari kurva
terbawah
Gambar 122. Distribusi nilai lokal pada sepanjang posisi elemen sudu pada Rancangan
Sudu A dengan kecepatan angin 6 m/s untuk TSR = 1 sampai 10 berurut dari kurva
terbawah
176
Gambar 123. Distribusi nilai lokal pada sepanjang posisi elemen sudu pada Rancangan
Sudu A dengan kecepatan angin 7 m/s untuk TSR = 1 sampai 10 berurut dari kurva
terbawah
Gambar 124. Distribusi nilai lokal pada sepanjang posisi elemen sudu pada Rancangan
Sudu A dengan kecepatan angin 18 m/s untuk TSR = 1 sampai 10 berurut dari kurva
terbawah
177
Gambar 125. Distribusi nilai lokal pada sepanjang posisi elemen sudu pada Rancangan
Sudu B dengan kecepatan angin 3 m/s untuk TSR = 1 sampai 10 berurut dari kurva
terbawah
Gambar 126. Distribusi nilai lokal pada sepanjang posisi elemen sudu pada Rancangan
Sudu C dengan kecepatan angin 4 m/s untuk TSR = 1 sampai 10 berurut dari kurva
terbawah
178
Gambar 127. Distribusi nilai lokal pada sepanjang posisi elemen sudu pada Rancangan
Sudu D dengan kecepatan angin 18 m/s untuk TSR = 1 sampai 10 berurut dari kurva
terbawah
Berdasarkan Gambar 119 sampai Gambar 127, tampak terlihat kecenderungan nilai
lamda lokal ( lokal) akan meningkat seiring dengan meningkatnya nilai posisi radial
sepanjang sudu secara linier dan meningkat pula nilai lamda lokal dengan meningkatnya nilai
TSR dari 1 sampai 10, kecenderungan peningkatan yang linier tersebut sesuai dengan
persamaan 64.
c. Hasil Simulasi Sudu Turbin: Koefisien Aerodinamika
Nilai koefisien aerodinamika yaitu koefisien gaya angkat (lift coeff, CL) dan
koefisien gaya hambar (drag coeff, CD) pada posisi radial sudu twist 0o pada pangkal sudu
sampai tepi sudu untuk kondisi nilai TSR dari 1 sampai 10 dan kecepatan angin 3, 4, 5, 6, 7
dan 18 m/ seperti tampak pada Gambar 128 sampai dan Gambar 139.
179
Gambar 128. Distribusi nilai koefisien gaya angkat sepanjang posisi elemen sudu pada
Rancangan Sudu A dengan kecepatan angin 3 m/s untuk TSR = 1 sampai 10 berurut
dari kurva teratas
Berdasarkan Gambar 128, pada Rancangan Sudu A yang dilalui angin dengan
kecepatan 3 m/s tampak terlihat nilai koefisien gaya angkat (lift coeff, Cl) sepanjang radial
sudu mengalami peningkatan dengan nilai 0,4 ≤ Cl ≤ 2,2 sepanjang rentang 0,1 ≤ r ≤ 0,15 dan
menurun secara tajam sepanjang rentang 0,15 ≤ r ≤ 0,9 dan cendrung konstan sepanjang
rentang nilai 0,9 ≤ r ≤ 1,65. Nilai koefisien gaya angkat (lift coeff, Cl) dipengaruhi pula oleh
nilai TSR yaitu nilai Cl akan menurun dengan meningkat TSR, yaitu untuk setiap peningkatan
nilai TSR sebesar 0,5 pada rentang nilai 1 ≤ TSR ≤ 10 akan terjadi penurunan nilai Cl rata-
rata sebesar 0,11 pada rentang 0,4 ≤ Cl ≤ 2,2 seperti tampak pada Gambar 128 secara
berurutan dari kurva teratas (warna merah) sampai kurva terbawah (warna orange).
180
Gambar 129. Distribusi nilai koefisien gaya hambat sepanjang posisi elemen sudu pada
Rancangan Sudu A dengan kecepatan angin 3 m/s untuk TSR = 1 sampai 10 berurut
dari kurva teratas
Berdasarkan Gambar 129, pada Rancangan Sudu A yang dilalui angin dengan
kecepatan 3 m/s tampak terlihat nilai koefisien gaya hambat (drag coeff, Cd) sepanjang radial
sudu mengalami penurunan dengan nilai 1,2 ≥ Cd ≥ 0 sepanjang rentang 0,1 ≤ r ≤ 1,5 m dan
menurun secara tajam sepanjang rentang 1,5 ≤ r ≤ 1,65 m. Nilai koefisien gaya hambat (drag
coeff, Cd) dipengaruhi pula oleh nilai TSR yaitu nilai Cd akan menurun dengan meningkat
TSR, yaitu untuk setiap peningkatan nilai TSR sebesar 0,5 pada rentang nilai 1 ≤ TSR ≤ 10
akan terjadi penurunan nilai Cd rata-rata sebesar 0,06 pada rentang 1,2 ≥ Cd ≥ 0,05 seperti
tampak pada Gambar 129 secara berurutan dari kurva teratas (warna merah) sampai kurva
terbawah (warna orange).
181
Gambar 130. Distribusi nilai koefisien gaya angkat sepanjang posisi elemen sudu pada
Rancangan Sudu A dengan kecepatan angin 4 m/s untuk TSR = 1 sampai 4,5 berurut
dari kurva terbawah
Berdasarkan Gambar 130, pada Rancangan Sudu A yang dilalui angin dengan
kecepatan 4 m/s tampak terlihat nilai koefisien gaya angkat (lift coeff, Cl) sepanjang radial
sudu mengalami peningkatan dengan nilai 1,0 ≤ Cl ≤ 2,4 sepanjang rentang 0,1 ≤ r ≤ 0,15 dan
menurun secara tajam sepanjang rentang 0,15 ≤ r ≤ 0,7 dan cendrung menurun dengan landai
sepanjang rentang nilai 0,7 ≤ r ≤ 1,65. Nilai koefisien gaya angkat (lift coeff, Cl) dipengaruhi
pula oleh nilai TSR yaitu nilai Cl akan menurun dengan meningkat TSR, yaitu untuk setiap
peningkatan nilai TSR sebesar 0,5 pada rentang nilai 1 ≤ TSR ≤ 4,5 akan terjadi penurunan
nilai Cl rata-rata sebesar 0,07 pada rentang 0,6 ≤ Cl ≤ 2,4 seperti tampak pada Gambar 130
secara berurutan dari kurva teratas (warna merah) sampai kurva terbawah (warna orange).
182
Gambar 131. Distribusi nilai koefisien gaya hambat sepanjang posisi elemen sudu pada
Rancangan Sudu A dengan kecepatan angin 4 m/s untuk TSR = 1 sampai 4,5 berurut
dari kurva teratas
Berdasarkan Gambar 131, pada Rancangan Sudu A yang dilalui angin dengan
kecepatan 4 m/s tampak terlihat nilai koefisien gaya hambat (drag coeff, Cd) sepanjang radial
sudu mengalami penurunan dengan nilai 1,2 ≥ Cd ≥ 0 sepanjang rentang 0,1 ≤ r ≤ 1,5 m dan
menurun secara tajam sepanjang rentang 1,5 ≤ r ≤ 1,65 m. Nilai koefisien gaya hambat (drag
coeff, Cd) dipengaruhi pula oleh nilai TSR yaitu nilai Cd akan menurun dengan meningkat
TSR, yaitu untuk setiap peningkatan nilai TSR sebesar 0,5 pada rentang nilai 1 ≤ TSR ≤ 10
akan terjadi penurunan nilai Cd rata-rata sebesar 0,125 pada rentang 1,2 ≥ Cd ≥ 0,05 seperti
tampak pada Gambar 131 secara berurutan dari kurva teratas (warna merah) sampai kurva
terbawah (warna orange).
183
Gambar 132. Distribusi nilai koefisien gaya angkat sepanjang posisi elemen sudu pada
Rancangan Sudu A dengan kecepatan angin 5 m/s untuk TSR = 1 sampai 10 berurut
dari kurva terbawah
Berdasarkan Gambar 132, pada Rancangan Sudu A yang dilalui angin dengan
kecepatan 5 m/s tampak terlihat nilai koefisien gaya angkat (lift coeff, Cl) sepanjang radial
sudu mengalami peningkatan dengan nilai 0,5 ≤ Cl ≤ 2,6 sepanjang rentang 0,1 ≤ r ≤ 0,15 dan
menurun secara tajam sepanjang rentang 0,15 ≤ r ≤ 0,8 dan cendrung menurun dengan landai
sepanjang rentang nilai 0,8 ≤ r ≤ 1,65. Nilai koefisien gaya angkat (lift coeff, Cl) dipengaruhi
pula oleh nilai TSR yaitu nilai Cl akan menurun dengan meningkat TSR, yaitu untuk setiap
peningkatan nilai TSR sebesar 0,5 pada rentang nilai 1 ≤ TSR ≤ 10 akan terjadi penurunan
nilai Cl rata-rata sebesar 0,08 pada rentang 0,5 ≤ Cl ≤ 2,6 seperti tampak pada Gambar 132
secara berurutan dari kurva teratas (warna merah) sampai kurva terbawah (warna orange).
184
Gambar 133. Distribusi nilai koefisien gaya hambat sepanjang posisi elemen sudu pada
Rancangan Sudu A dengan kecepatan angin 5 m/s untuk TSR = 1 sampai 10 berurut
dari kurva teratas
Berdasarkan Gambar 133, pada Rancangan Sudu A yang dilalui angin dengan
kecepatan 5 m/s tampak terlihat nilai koefisien gaya hambat (drag coeff, Cd) sepanjang radial
sudu mengalami penurunan dengan nilai 1,2 ≥ Cd ≥ 0 sepanjang rentang 0,1 ≤ r ≤ 1,5 m dan
menurun secara tajam sepanjang rentang 1,5 ≤ r ≤ 1,65 m. Nilai koefisien gaya hambat (drag
coeff, Cd) dipengaruhi pula oleh nilai TSR yaitu nilai Cd akan menurun dengan meningkat
TSR, yaitu untuk setiap peningkatan nilai TSR sebesar 0,5 pada rentang nilai 1 ≤ TSR ≤ 10
akan terjadi penurunan nilai Cd rata-rata sebesar 0,125 pada rentang 1,2 ≥ Cd ≥ 0,05 seperti
tampak pada Gambar 133 secara berurutan dari kurva teratas (warna merah) sampai kurva
terbawah (warna orange).
185
Gambar 134. Distribusi nilai koefisien gaya angkat sepanjang posisi elemen sudu pada
Rancangan Sudu A dengan kecepatan angin 6 m/s untuk TSR = 1 sampai 10 berurut
dari kurva terbawah
Berdasarkan Gambar 134, pada Rancangan Sudu A yang dilalui angin dengan
kecepatan 6 m/s tampak terlihat nilai koefisien gaya angkat (lift coeff, Cl) sepanjang radial
sudu mengalami peningkatan dengan nilai 0,5 ≤ Cl ≤ 3,0 sepanjang rentang 0,1 ≤ r ≤ 0,15 dan
menurun secara tajam sepanjang rentang 0,15 ≤ r ≤ 0,8 dan cendrung menurun dengan landai
sepanjang rentang nilai 0,8 ≤ r ≤ 1,65. Nilai koefisien gaya angkat (lift coeff, Cl) dipengaruhi
pula oleh nilai TSR yaitu nilai Cl akan menurun dengan meningkat TSR, yaitu untuk setiap
peningkatan nilai TSR sebesar 0,5 pada rentang nilai 1 ≤ TSR ≤ 10 akan terjadi penurunan
nilai Cl rata-rata sebesar 0,08 pada rentang 0,5 ≤ Cl ≤ 3,0 seperti tampak pada Gambar 132
secara berurutan dari kurva teratas (warna merah) sampai kurva terbawah (warna orange).
186
Gambar 135. Distribusi nilai koefisien gaya hambat sepanjang posisi elemen sudu pada
Rancangan Sudu A dengan kecepatan angin 6 m/s untuk TSR = 1 sampai 10 berurut
dari kurva teratas
Berdasarkan Gambar 135, pada Rancangan Sudu A yang dilalui angin dengan
kecepatan 6 m/s tampak terlihat nilai koefisien gaya hambat (drag coeff, Cd) sepanjang radial
sudu mengalami penurunan dengan nilai 1,2 ≥ Cd ≥ 0 sepanjang rentang 0,1 ≤ r ≤ 1,5 m dan
menurun secara tajam sepanjang rentang 1,5 ≤ r ≤ 1,65 m. Nilai koefisien gaya hambat (drag
coeff, Cd) dipengaruhi pula oleh nilai TSR yaitu nilai Cd akan menurun dengan meningkat
TSR, yaitu untuk setiap peningkatan nilai TSR sebesar 0,5 pada rentang nilai 1 ≤ TSR ≤ 10
akan terjadi penurunan nilai Cd rata-rata sebesar 0,06 pada rentang 1,2 ≥ Cd ≥ 0 seperti
tampak pada Gambar 135 secara berurutan dari kurva teratas (warna merah) sampai kurva
terbawah (warna orange).
187
Gambar 136. Distribusi nilai koefisien gaya angkat sepanjang posisi elemen sudu pada
Rancangan Sudu A dengan kecepatan angin 7 m/s untuk TSR = 1 sampai 10 berurut
dari kurva terbawah
Berdasarkan Gambar 136, pada Rancangan Sudu A yang dilalui angin dengan
kecepatan 7 m/s tampak terlihat nilai koefisien gaya angkat (lift coeff, Cl) sepanjang radial
sudu mengalami peningkatan dengan nilai 0,5 ≤ Cl ≤ 3,5 sepanjang rentang 0,1 ≤ r ≤ 0,15 dan
menurun secara tajam sepanjang rentang 0,15 ≤ r ≤ 0,8 dan cendrung menurun dengan landai
sepanjang rentang nilai 0,8 ≤ r ≤ 1,65. Nilai koefisien gaya angkat (lift coeff, Cl) dipengaruhi
pula oleh nilai TSR yaitu nilai Cl akan menurun dengan meningkat TSR, yaitu untuk setiap
peningkatan nilai TSR sebesar 0,5 pada rentang nilai 1 ≤ TSR ≤ 10 akan terjadi penurunan
nilai Cl rata-rata sebesar 0,09 pada rentang 0,5 ≤ Cl ≤ 3,5 seperti tampak pada Gambar 136
secara berurutan dari kurva teratas (warna merah) sampai kurva terbawah (warna orange).
188
Gambar 137. Distribusi nilai koefisien gaya hambat sepanjang posisi elemen sudu pada
Rancangan Sudu A dengan kecepatan angin 7 m/s untuk TSR = 1 sampai 10 berurut
dari kurva teratas
Berdasarkan Gambar 137, pada Rancangan Sudu A yang dilalui angin dengan
kecepatan 7 m/s tampak terlihat nilai koefisien gaya hambat (drag coeff, Cd) sepanjang radial
sudu mengalami penurunan dengan nilai 1,2 ≥ Cd ≥ 0 sepanjang rentang 0,1 ≤ r ≤ 1,5 m dan
menurun secara tajam sepanjang rentang 1,5 ≤ r ≤ 1,65 m. Nilai koefisien gaya hambat (drag
coeff, Cd) dipengaruhi pula oleh nilai TSR yaitu nilai Cd akan menurun dengan meningkat
TSR, yaitu untuk setiap peningkatan nilai TSR sebesar 0,5 pada rentang nilai 1 ≤ TSR ≤ 10
akan terjadi penurunan nilai Cd rata-rata sebesar 0,06 pada rentang 1,2 ≥ Cd ≥ 0 seperti
tampak pada Gambar 137 secara berurutan dari kurva teratas (warna merah) sampai kurva
terbawah (warna orange).
189
Gambar 138. Distribusi nilai koefisien gaya angkat sepanjang posisi elemen sudu pada
Rancangan Sudu A dengan kecepatan angin 18 m/s untuk TSR = 1 sampai 10 berurut
dari kurva terbawah
Berdasarkan Gambar 138, pada Rancangan Sudu A yang dilalui angin dengan
kecepatan 18 m/s tampak terlihat nilai koefisien gaya angkat (lift coeff, Cl) sepanjang radial
sudu mengalami peningkatan dengan nilai 0,5 ≤ Cl ≤ 3,2 sepanjang rentang 0,1 ≤ r ≤ 0,15 dan
menurun secara tajam sepanjang rentang 0,15 ≤ r ≤ 0,9 dan cendrung menurun dengan landai
sepanjang rentang nilai 0,9 ≤ r ≤ 1,65. Nilai koefisien gaya angkat (lift coeff, Cl) dipengaruhi
pula oleh nilai TSR yaitu nilai Cl akan menurun dengan meningkat TSR, yaitu untuk setiap
peningkatan nilai TSR sebesar 0,5 pada rentang nilai 1 ≤ TSR ≤ 10 akan terjadi penurunan
nilai Cl rata-rata sebesar 0,08 pada rentang 0,5 ≤ Cl ≤ 3,2 seperti tampak pada Gambar 138
secara berurutan dari kurva teratas (warna merah) sampai kurva terbawah (warna orange).
190
Gambar 139. Distribusi nilai koefisien gaya hambat sepanjang posisi elemen sudu pada
Rancangan Sudu A dengan kecepatan angin 18 m/s untuk TSR = 1 sampai 10 berurut
dari kurva teratas
Berdasarkan Gambar 139, pada Rancangan Sudu A yang dilalui angin dengan
kecepatan 18 m/s tampak terlihat nilai koefisien gaya hambat (drag coeff, Cd) sepanjang
radial sudu mengalami penurunan dengan nilai 1,2 ≥ Cd ≥ 0 sepanjang rentang 0,1 ≤ r ≤ 1,5 m
dan menurun secara tajam sepanjang rentang 1,5 ≤ r ≤ 1,65 m. Nilai koefisien gaya hambat
(drag coeff, Cd) dipengaruhi pula oleh nilai TSR yaitu nilai Cd akan menurun dengan
meningkat TSR, yaitu untuk setiap peningkatan nilai TSR sebesar 0,5 pada rentang nilai 1 ≤
TSR ≤ 10 akan terjadi penurunan nilai Cd rata-rata sebesar 0,06 pada rentang 1,2 ≥ Cd ≥ 0
seperti tampak pada Gambar 139 secara berurutan dari kurva teratas (warna merah) sampai
kurva terbawah (warna orange).
191
Gambar 140. Distribusi nilai koefisien gaya angkat sepanjang posisi elemen sudu pada
Rancangan Sudu B dengan kecepatan angin 3 m/s untuk TSR = 1 sampai 10 berurut
dari kurva teratas
Berdasarkan Gambar 140, pada Rancangan Sudu B yang dilalui angin dengan
kecepatan 3 m/s tampak terlihat nilai koefisien gaya angkat (lift coeff, Cl) sepanjang radial
sudu mengalami peningkatan dengan nilai 1,0 ≤ Cl ≤ 2,2 sepanjang rentang 0,1 ≤ r ≤ 0,15 dan
menurun secara tajam sepanjang rentang 0,15 ≤ r ≤ 0,25 dan cendrung menurun dengan landai
sepanjang rentang nilai 0,25 ≤ r ≤ 1,65. Nilai koefisien gaya angkat (lift coeff, Cl) dipengaruhi
pula oleh nilai TSR yaitu nilai Cl akan menurun dengan meningkat TSR, yaitu untuk setiap
peningkatan nilai TSR sebesar 0,5 pada rentang nilai 1 ≤ TSR ≤ 10 akan terjadi penurunan
nilai Cl rata-rata sebesar 0,09 pada rentang 0,2 ≤ Cl ≤ 2,2 seperti tampak pada Gambar 140
secara berurutan dari kurva teratas (warna merah) sampai kurva terbawah (warna orange).
192
Gambar 141. Distribusi nilai koefisien gaya hambat sepanjang posisi elemen sudu pada
Rancangan Sudu B dengan kecepatan angin 3 m/s untuk TSR = 1 sampai 10 berurut
dari kurva teratas
Berdasarkan Gambar 141, pada Rancangan Sudu B yang dilalui angin dengan
kecepatan 3 m/s tampak terlihat nilai koefisien gaya hambat (drag coeff, Cd) sepanjang radial
sudu mengalami penurunan dengan nilai 1,2 ≥ Cd ≥ 0 sepanjang rentang 0,1 ≤ r ≤ 1,5 m dan
menurun secara tajam sepanjang rentang 1,5 ≤ r ≤ 1,65 m. Nilai koefisien gaya hambat (drag
coeff, Cd) dipengaruhi pula oleh nilai TSR yaitu nilai Cd akan menurun dengan meningkat
TSR, yaitu untuk setiap peningkatan nilai TSR sebesar 0,5 pada rentang nilai 1 ≤ TSR ≤ 10
akan terjadi penurunan nilai Cd rata-rata sebesar 0,06 pada rentang 1,2 ≥ Cd ≥ 0 seperti
tampak pada Gambar 141 secara berurutan dari kurva teratas (warna merah) sampai kurva
terbawah (warna orange).
193
Gambar 142. Distribusi nilai koefisien gaya angkat sepanjang posisi elemen sudu pada
Rancangan Sudu C dengan kecepatan angin 4 m/s untuk TSR = 1 sampai 10 berurut
dari kurva terbawah
Berdasarkan Gambar 142, pada Rancangan Sudu C yang dilalui angin dengan
kecepatan 4 m/s tampak terlihat nilai koefisien gaya angkat (lift coeff, Cl) sepanjang radial
sudu mengalami peningkatan dengan nilai 1,1 ≤ Cl ≤ 2,4 sepanjang rentang 0,1 ≤ r ≤ 0,15 dan
menurun secara tajam sepanjang rentang 0,15 ≤ r ≤ 0,25 dan cendrung menurun dengan landai
sepanjang rentang nilai 0,25 ≤ r ≤ 1,65. Nilai koefisien gaya angkat (lift coeff, Cl) dipengaruhi
pula oleh nilai TSR yaitu nilai Cl akan menurun dengan meningkat TSR, yaitu untuk setiap
peningkatan nilai TSR sebesar 0,5 pada rentang nilai 1 ≤ TSR ≤ 10 akan terjadi penurunan
nilai Cl rata-rata sebesar 0,09 pada rentang 0,3 ≤ Cl ≤ 2,4 seperti tampak pada Gambar 142
secara berurutan dari kurva teratas (warna merah) sampai kurva terbawah (warna orange).
194
Gambar 143. Distribusi nilai koefisien gaya hambat sepanjang posisi elemen sudu pada
Rancangan Sudu C dengan kecepatan angin 4 m/s untuk TSR = 1 sampai 10 berurut
dari kurva teratas
Berdasarkan Gambar 143, pada Rancangan Sudu C yang dilalui angin dengan
kecepatan 4 m/s tampak terlihat nilai koefisien gaya hambat (drag coeff, Cd) sepanjang radial
sudu mengalami penurunan dengan nilai 1,2 ≥ Cd ≥ 0 sepanjang rentang 0,1 ≤ r ≤ 1,5 m dan
menurun secara tajam sepanjang rentang 1,5 ≤ r ≤ 1,65 m. Nilai koefisien gaya hambat (drag
coeff, Cd) dipengaruhi pula oleh nilai TSR yaitu nilai Cd akan menurun dengan meningkat
TSR, yaitu untuk setiap peningkatan nilai TSR sebesar 0,5 pada rentang nilai 1 ≤ TSR ≤ 10
akan terjadi penurunan nilai Cd rata-rata sebesar 0,06 pada rentang 1,2 ≥ Cd ≥ 0 seperti
tampak pada Gambar 143 secara berurutan dari kurva teratas (warna merah) sampai kurva
terbawah (warna orange).
195
Gambar 144. Distribusi nilai koefisien gaya angkat sepanjang posisi elemen sudu pada
Rancangan Sudu D dengan kecepatan angin 18 m/s untuk TSR = 1 sampai 10 berurut
dari kurva terbawah
Berdasarkan Gambar 144, pada Rancangan Sudu D yang dilalui angin dengan
kecepatan 18 m/s tampak terlihat nilai koefisien gaya angkat (lift coeff, Cl) sepanjang radial
sudu mengalami peningkatan dengan nilai 1,4 ≤ Cl ≤ 3,5 sepanjang rentang 0,1 ≤ r ≤ 0,15 dan
menurun secara tajam sepanjang rentang 0,15 ≤ r ≤ 0,25 dan cendrung meningkat dengan
landai sepanjang rentang nilai 0,25 ≤ r ≤ 1,65. Nilai koefisien gaya angkat (lift coeff, Cl)
dipengaruhi pula oleh nilai TSR yaitu nilai Cl akan menurun dengan meningkat TSR, yaitu
untuk setiap peningkatan nilai TSR sebesar 0,5 pada rentang nilai 1 ≤ TSR ≤ 10 akan terjadi
penurunan nilai Cl rata-rata sebesar 0,09 pada rentang 0,5 ≤ Cl ≤ 3,5 seperti tampak pada
Gambar 144 secara berurutan dari kurva teratas (warna merah) sampai kurva terbawah (warna
orange).
196
Gambar 145. Distribusi nilai koefisien gaya hambat sepanjang posisi elemen sudu pada
Rancangan Sudu D dengan kecepatan angin 18 m/s untuk TSR = 1 sampai 10 berurut
dari kurva teratas
Berdasarkan Gambar 145, pada Rancangan Sudu D yang dilalui angin dengan
kecepatan 18 m/s tampak terlihat nilai koefisien gaya hambat (drag coeff, Cd) sepanjang
radial sudu mengalami penurunan dengan nilai 1,2 ≥ Cd ≥ 0 sepanjang rentang 0,1 ≤ r ≤ 1,5 m
dan menurun secara tajam sepanjang rentang 1,5 ≤ r ≤ 1,65 m. Nilai koefisien gaya hambat
(drag coeff, Cd) dipengaruhi pula oleh nilai TSR yaitu nilai Cd akan menurun dengan
meningkat TSR, yaitu untuk setiap peningkatan nilai TSR sebesar 0,5 pada rentang nilai 1 ≤
TSR ≤ 10 akan terjadi penurunan nilai Cd rata-rata sebesar 0,06 pada rentang 1,2 ≥ Cd ≥ 0
seperti tampak pada Gambar 145 secara berurutan dari kurva teratas (warna merah) sampai
kurva terbawah (warna orange).
d. Hasil Simulasi Sudu Turbin: Koefisien Gaya pada Sudu
Nilai koefisien gaya yang bekerja pada Rancangan Sudu A, B, C dan D yaitu
koefisien gaya aksial atau normal (normal coeff, Cn) dan koefisien gaya tangensial (tangensial
coeff, Ct) pada posisi radial sudu twist 0o pada pangkal sudu sampai tepi sudu untuk kondisi
197
nilai TSR dari 1 sampai 10 dan kecepatan angin 3, 4, 5, 6, 7 dan 18 m/s seperti tampak pada
Gambar 146 sampai Gambar 157.
Gambar 146. Distribusi nilai koefisien gaya aksial sepanjang posisi elemen sudu pada
Rancangan Sudu A dengan kecepatan angin 3 m/s untuk TSR = 1 sampai 10 berurut
dari kurva teratas
Berdasarkan Gambar 146, pada Rancangan Sudu A yang dilalui angin dengan
kecepatan 3 m/s tampak terlihat nilai koefisien gaya aksial (Cn) sepanjang radial sudu
mengalami peningkatan dengan nilai 1,6 ≤ Cn ≤ 2,1 sepanjang rentang 0,1 ≤ r ≤ 0,15 dan
menurun secara tajam sepanjang rentang 0,15 ≤ r ≤ 0,8 dan cendrung menurun dengan landai
sepanjang rentang nilai 0,8 ≤ r ≤ 1,65. Nilai koefisien gaya aksial (Cn) dipengaruhi pula oleh
nilai TSR yaitu nilai Cn akan menurun dengan meningkat TSR, yaitu untuk setiap
peningkatan nilai TSR sebesar 0,5 pada rentang nilai 1 ≤ TSR ≤ 10 akan terjadi penurunan
nilai Cn rata-rata sebesar 0,1 pada rentang 0,4 ≤ Cn ≤ 2,1 seperti tampak pada Gambar 146
secara berurutan dari kurva teratas (warna merah) sampai kurva terbawah (warna orange).
198
Gambar 147. Distribusi nilai koefisien gaya tangensial sepanjang posisi elemen sudu pada
Rancangan Sudu A dengan kecepatan angin 3 m/s untuk TSR = 1 sampai 10 berurut
dari kurva teratas
Berdasarkan Gambar 147, pada Rancangan Sudu A yang dilalui angin dengan
kecepatan 3 m/s tampak terlihat nilai koefisien gaya tangensial (Ct) sepanjang radial sudu
mengalami peningkatan dengan nilai -0,05 ≤ Ct ≤ 0,75 sepanjang rentang 0,1 ≤ r ≤ 0,15 dan
menurun secara tajam sepanjang rentang 0,15 ≤ r ≤ 0,8 dan cendrung menurun dengan landai
sepanjang rentang nilai 0,8 ≤ r ≤ 1,65. Nilai koefisien gaya tangensial (Ct) dipengaruhi pula
oleh nilai TSR yaitu nilai Ct akan menurun dengan meningkat TSR, yaitu untuk setiap
peningkatan nilai TSR sebesar 0,5 pada rentang nilai 1 ≤ TSR ≤ 10 akan terjadi penurunan
nilai Ct rata-rata sebesar 0,1 pada rentang 0,4 ≤ Ct ≤ 0,75 seperti tampak pada Gambar 147
secara berurutan dari kurva teratas (warna merah) sampai kurva terbawah (warna orange).
199
Gambar 148. Distribusi nilai koefisien gaya aksial sepanjang posisi elemen sudu pada
Rancangan Sudu A dengan kecepatan angin 4 m/s untuk TSR = 1 sampai 4,5 berurut
dari kurva teratas
Berdasarkan Gambar 148, pada Rancangan Sudu A yang dilalui angin dengan
kecepatan 4 m/s tampak terlihat nilai koefisien gaya aksial (Cn) sepanjang radial sudu
mengalami peningkatan dengan nilai 1,6 ≤ Cn ≤ 2,3 sepanjang rentang 0,1 ≤ r ≤ 0,15 dan
menurun secara tajam sepanjang rentang 0,15 ≤ r ≤ 0,5 dan cendrung menurun dengan landai
sepanjang rentang nilai 0,5 ≤ r ≤ 1,65. Nilai koefisien gaya aksial (Cn) dipengaruhi pula oleh
nilai TSR yaitu nilai Cn akan menurun dengan meningkat TSR, yaitu untuk setiap
peningkatan nilai TSR sebesar 0,5 pada rentang nilai 1 ≤ TSR ≤ 4,5 akan terjadi penurunan
nilai Cn rata-rata sebesar 0,1 pada rentang 0,8 ≤ Cn ≤ 2,3 seperti tampak pada Gambar 148
secara berurutan dari kurva teratas (warna merah) sampai kurva terbawah (warna hijau).
200
Gambar 149. Distribusi nilai koefisien gaya tangensial sepanjang posisi elemen sudu pada
Rancangan Sudu A dengan kecepatan angin 4 m/s untuk TSR = 1 sampai 10 berurut
dari kurva teratas
Berdasarkan Gambar 149, pada Rancangan Sudu A yang dilalui angin dengan
kecepatan 4 m/s tampak terlihat nilai koefisien gaya tangensial (Ct) sepanjang radial sudu
mengalami peningkatan dengan nilai 0,2 ≤ Ct ≤ 0,8 sepanjang rentang 0,1 ≤ r ≤ 0,15 dan
menurun secara tajam sepanjang rentang 0,15 ≤ r ≤ 0,5 dan cendrung menurun dengan landai
sepanjang rentang nilai 0,5 ≤ r ≤ 1,65. Nilai koefisien gaya tangensial (Ct) dipengaruhi pula
oleh nilai TSR yaitu nilai Ct akan menurun dengan meningkat TSR, yaitu untuk setiap
peningkatan nilai TSR sebesar 0,5 pada rentang nilai 1 ≤ TSR ≤ 4,5 akan terjadi penurunan
nilai Ct rata-rata sebesar 0,1 pada rentang 0,05 ≤ Ct ≤ 0,8 seperti tampak pada Gambar 149
secara berurutan dari kurva teratas (warna merah) sampai kurva terbawah (warna hijau).
201
Gambar 150. Distribusi nilai koefisien gaya aksial sepanjang posisi elemen sudu pada
Rancangan Sudu A dengan kecepatan angin 5 m/s untuk TSR = 1 sampai 10 berurut
dari kurva teratas
Berdasarkan Gambar 150, pada Rancangan Sudu A yang dilalui angin dengan
kecepatan 5 m/s tampak terlihat nilai koefisien gaya aksial (Cn) sepanjang radial sudu
mengalami peningkatan dengan nilai 0,5 ≤ Cn ≤ 2,5 sepanjang rentang 0,1 ≤ r ≤ 0,15 dan
menurun secara tajam sepanjang rentang 0,15 ≤ r ≤ 0,8 dan cendrung menurun dengan landai
sepanjang rentang nilai 0,8 ≤ r ≤ 1,65. Nilai koefisien gaya aksial (Cn) dipengaruhi pula oleh
nilai TSR yaitu nilai Cn akan menurun dengan meningkat TSR, yaitu untuk setiap
peningkatan nilai TSR sebesar 0,5 pada rentang nilai 1 ≤ TSR ≤ 10 akan terjadi penurunan
nilai Cn rata-rata sebesar 0,1 pada rentang 0,5 ≤ Cn ≤ 2,5 seperti tampak pada Gambar 150
secara berurutan dari kurva teratas (warna merah) sampai kurva terbawah (warna orange).
202
Gambar 151. Distribusi nilai koefisien gaya tangensial sepanjang posisi elemen sudu pada
Rancangan Sudu A dengan kecepatan angin 5 m/s untuk TSR = 1 sampai 10 berurut
dari kurva teratas
Berdasarkan Gambar 151, pada Rancangan Sudu A yang dilalui angin dengan
kecepatan 5 m/s tampak terlihat nilai koefisien gaya tangensial (Ct) sepanjang radial sudu
mengalami peningkatan dengan nilai -0,05 ≤ Ct ≤ 0,9 sepanjang rentang 0,1 ≤ r ≤ 0,15 dan
menurun secara tajam sepanjang rentang 0,15 ≤ r ≤ 0,8 dan cendrung menurun dengan landai
sepanjang rentang nilai 0,8 ≤ r ≤ 1,65. Nilai koefisien gaya tangensial (Ct) dipengaruhi pula
oleh nilai TSR yaitu nilai Ct akan menurun dengan meningkat TSR, yaitu untuk setiap
peningkatan nilai TSR sebesar 0,5 pada rentang nilai 1 ≤ TSR ≤ 10 akan terjadi penurunan
nilai Ct rata-rata sebesar 0,03 pada rentang -0,05 ≤ Ct ≤ 0,9 seperti tampak pada Gambar 151
secara berurutan dari kurva teratas (warna merah) sampai kurva terbawah (warna orange).
203
Gambar 152. Distribusi nilai koefisien gaya aksial sepanjang posisi elemen sudu pada
Rancangan Sudu A dengan kecepatan angin 6 m/s untuk TSR = 1 sampai 10 berurut
dari kurva teratas
Berdasarkan Gambar 152, pada Rancangan Sudu A yang dilalui angin dengan
kecepatan 6 m/s tampak terlihat nilai koefisien gaya aksial (Cn) sepanjang radial sudu
mengalami peningkatan dengan nilai 0,5 ≤ Cn ≤ 3,0 sepanjang rentang 0,1 ≤ r ≤ 0,15 dan
menurun secara tajam sepanjang rentang 0,15 ≤ r ≤ 0,9 dan cendrung menurun dengan landai
sepanjang rentang nilai 0,9 ≤ r ≤ 1,65. Nilai koefisien gaya aksial (Cn) dipengaruhi pula oleh
nilai TSR yaitu nilai Cn akan menurun dengan meningkat TSR, yaitu untuk setiap
peningkatan nilai TSR sebesar 0,5 pada rentang nilai 1 ≤ TSR ≤ 10 akan terjadi penurunan
nilai Cn rata-rata sebesar 0,1 pada rentang 0,5 ≤ Cn ≤ 3,0 seperti tampak pada Gambar 152
secara berurutan dari kurva teratas (warna merah) sampai kurva terbawah (warna orange).
204
Gambar 153. Distribusi nilai koefisien gaya tangensial sepanjang posisi elemen sudu pada
Rancangan Sudu A dengan kecepatan angin 6 m/s untuk TSR = 1 sampai 10 berurut
dari kurva teratas
Berdasarkan Gambar 153, pada Rancangan Sudu A yang dilalui angin dengan
kecepatan 6 m/s tampak terlihat nilai koefisien gaya tangensial (Ct) sepanjang radial sudu
mengalami peningkatan dengan nilai 0,0 ≤ Ct ≤ 1,1 sepanjang rentang 0,1 ≤ r ≤ 0,15 dan
menurun secara tajam sepanjang rentang 0,15 ≤ r ≤ 0,8 dan cendrung menurun dengan landai
sepanjang rentang nilai 0,8 ≤ r ≤ 1,65. Nilai koefisien gaya tangensial (Ct) dipengaruhi pula
oleh nilai TSR yaitu nilai Ct akan menurun dengan meningkat TSR, yaitu untuk setiap
peningkatan nilai TSR sebesar 0,5 pada rentang nilai 1 ≤ TSR ≤ 10 akan terjadi penurunan
nilai Ct rata-rata sebesar 0,02 pada rentang 0,0 ≤ Ct ≤ 1,1 seperti tampak pada Gambar 153
secara berurutan dari kurva teratas (warna merah) sampai kurva terbawah (warna orange).
205
Gambar 154. Distribusi nilai koefisien gaya aksial sepanjang posisi elemen sudu pada
Rancangan Sudu A dengan kecepatan angin 7 m/s untuk TSR = 1 sampai 10 berurut
dari kurva teratas
Berdasarkan Gambar 154, pada Rancangan Sudu A yang dilalui angin dengan
kecepatan 7 m/s tampak terlihat nilai koefisien gaya aksial (Cn) sepanjang radial sudu
mengalami peningkatan dengan nilai 0,5 ≤ Cn ≤ 3,5 sepanjang rentang 0,1 ≤ r ≤ 0,15 dan
menurun secara tajam sepanjang rentang 0,15 ≤ r ≤ 0,9 dan cendrung menurun dengan landai
sepanjang rentang nilai 0,9 ≤ r ≤ 1,65. Nilai koefisien gaya aksial (Cn) dipengaruhi pula oleh
nilai TSR yaitu nilai Cn akan menurun dengan meningkat TSR, yaitu untuk setiap
peningkatan nilai TSR sebesar 0,5 pada rentang nilai 1 ≤ TSR ≤ 10 akan terjadi penurunan
nilai Cn rata-rata sebesar 0,09 pada rentang 0,5 ≤ Cn ≤ 3,5 seperti tampak pada Gambar 154
secara berurutan dari kurva teratas (warna merah) sampai kurva terbawah (warna orange).
206
Gambar 155. Distribusi nilai koefisien gaya tangensial sepanjang posisi elemen sudu pada
Rancangan Sudu A dengan kecepatan angin 7 m/s untuk TSR = 1 sampai 10 berurut
dari kurva teratas
Berdasarkan Gambar 155, pada Rancangan Sudu A yang dilalui angin dengan
kecepatan 7 m/s tampak terlihat nilai koefisien gaya tangensial (Ct) sepanjang radial sudu
mengalami peningkatan dengan nilai 0,5 ≤ Ct ≤ 1,2 sepanjang rentang 0,1 ≤ r ≤ 0,15 dan
menurun secara tajam sepanjang rentang 0,15 ≤ r ≤ 0,9 dan cendrung menurun dengan landai
sepanjang rentang nilai 0,9 ≤ r ≤ 1,65. Nilai koefisien gaya tangensial (Ct) dipengaruhi pula
oleh nilai TSR yaitu nilai Ct akan menurun dengan meningkat TSR, yaitu untuk setiap
peningkatan nilai TSR sebesar 0,5 pada rentang nilai 1 ≤ TSR ≤ 10 akan terjadi penurunan
nilai Ct rata-rata sebesar 0,05 pada rentang 0,5 ≤ Ct ≤ 1,2 seperti tampak pada Gambar 155
secara berurutan dari kurva teratas (warna merah) sampai kurva terbawah (warna orange).
207
Gambar 155. Distribusi nilai koefisien gaya aksial sepanjang posisi elemen sudu pada
Rancangan Sudu A dengan kecepatan angin 18 m/s untuk TSR = 1 sampai 10 berurut
dari kurva teratas
Berdasarkan Gambar 155, pada Rancangan Sudu A yang dilalui angin dengan
kecepatan 18 m/s tampak terlihat nilai koefisien gaya aksial (Cn) sepanjang radial sudu
mengalami peningkatan dengan nilai 0,5 ≤ Cn ≤ 3,0 sepanjang rentang 0,1 ≤ r ≤ 0,15 dan
menurun secara tajam sepanjang rentang 0,15 ≤ r ≤ 0,8 dan cendrung menurun dengan landai
sepanjang rentang nilai 0,8 ≤ r ≤ 1,65. Nilai koefisien gaya aksial (Cn) dipengaruhi pula oleh
nilai TSR yaitu nilai Cn akan menurun dengan meningkat TSR, yaitu untuk setiap
peningkatan nilai TSR sebesar 0,5 pada rentang nilai 1 ≤ TSR ≤ 10 akan terjadi penurunan
nilai Cn rata-rata sebesar 0,1 pada rentang 0,5 ≤ Cn ≤ 3,0 seperti tampak pada Gambar 155
secara berurutan dari kurva teratas (warna merah) sampai kurva terbawah (warna orange).
208
Gambar 157. Distribusi nilai koefisien gaya tangensial sepanjang posisi elemen sudu pada
Rancangan Sudu A dengan kecepatan angin 18 m/s untuk TSR = 1 sampai 10 berurut
dari kurva teratas
Berdasarkan Gambar 157, pada Rancangan Sudu A yang dilalui angin dengan
kecepatan 18 m/s tampak terlihat nilai koefisien gaya tangensial (Ct) sepanjang radial sudu
mengalami peningkatan dengan nilai 0,05 ≤ Ct ≤ 1,1 sepanjang rentang 0,1 ≤ r ≤ 0,15 dan
menurun secara tajam sepanjang rentang 0,15 ≤ r ≤ 0,8 dan cendrung menurun dengan landai
sepanjang rentang nilai 0,8 ≤ r ≤ 1,65. Nilai koefisien gaya tangensial (Ct) dipengaruhi pula
oleh nilai TSR yaitu nilai Ct akan menurun dengan meningkat TSR, yaitu untuk setiap
peningkatan nilai TSR sebesar 0,5 pada rentang nilai 1 ≤ TSR ≤ 10 akan terjadi penurunan
nilai Ct rata-rata sebesar 0,1 pada rentang 0,05 ≤ Ct ≤ 1,1 seperti tampak pada Gambar 157
secara berurutan dari kurva teratas (warna merah) sampai kurva terbawah (warna orange).
209
Gambar 158. Distribusi nilai koefisien gaya aksial sepanjang posisi elemen sudu pada
Rancangan Sudu B dengan kecepatan angin 3 m/s untuk TSR = 1 sampai 10 berurut
dari kurva teratas
Berdasarkan Gambar 158, pada Rancangan Sudu B yang dilalui angin dengan
kecepatan 3 m/s tampak terlihat nilai koefisien gaya aksial (Cn) sepanjang radial sudu
mengalami peningkatan dengan nilai 1,4 ≤ Cn ≤ 2,0 sepanjang rentang 0,1 ≤ r ≤ 0,15 dan
menurun secara tajam sepanjang rentang 0,15 ≤ r ≤ 0,25 dan cendrung menurun dengan landai
sepanjang rentang nilai 0,25 ≤ r ≤ 1,65. Nilai koefisien gaya aksial (Cn) dipengaruhi pula oleh
nilai TSR yaitu nilai Cn akan menurun dengan meningkat TSR, yaitu untuk setiap
peningkatan nilai TSR sebesar 0,5 pada rentang nilai 1 ≤ TSR ≤ 10 akan terjadi penurunan
nilai Cn rata-rata sebesar 0,09 pada rentang 0,4 ≤ Cn ≤ 2,0 seperti tampak pada Gambar 158
secara berurutan dari kurva teratas (warna merah) sampai kurva terbawah (warna orange).
210
Gambar 159. Distribusi nilai koefisien gaya tangensial sepanjang posisi elemen sudu pada
Rancangan Sudu B dengan kecepatan angin 3 m/s untuk TSR = 1 sampai 10 berurut
dari kurva teratas
Berdasarkan Gambar 159, pada Rancangan Sudu B yang dilalui angin dengan
kecepatan 3 m/s tampak terlihat nilai koefisien gaya tangensial (Ct) sepanjang radial sudu
mengalami peningkatan dengan nilai 0,2 ≤ Ct ≤ 0,9 sepanjang rentang 0,1 ≤ r ≤ 0,15 dan
menurun secara tajam sepanjang rentang 0,15 ≤ r ≤ 0,25 dan cendrung menurun dengan landai
sepanjang rentang nilai 0,25 ≤ r ≤ 1,65. Nilai koefisien gaya tangensial (Ct) dipengaruhi pula
oleh nilai TSR yaitu nilai Ct akan menurun dengan meningkat TSR, yaitu untuk setiap
peningkatan nilai TSR sebesar 0,5 pada rentang nilai 1 ≤ TSR ≤ 10 akan terjadi penurunan
nilai Ct rata-rata sebesar 0,09 pada rentang 0,0 ≤ Ct ≤ 0,9 seperti tampak pada Gambar 159
secara berurutan dari kurva teratas (warna merah) sampai kurva terbawah (warna orange).
211
Gambar 160. Distribusi nilai koefisien gaya aksial sepanjang posisi elemen sudu pada
Rancangan Sudu C dengan kecepatan angin 4 m/s untuk TSR = 1 sampai 10 berurut
dari kurva teratas
Berdasarkan Gambar 160, pada Rancangan Sudu C yang dilalui angin dengan
kecepatan 4 m/s tampak terlihat nilai koefisien gaya aksial (Cn) sepanjang radial sudu
mengalami peningkatan dengan nilai 1,6 ≤ Cn ≤ 2,2 sepanjang rentang 0,1 ≤ r ≤ 0,15 dan
menurun secara tajam sepanjang rentang 0,15 ≤ r ≤ 0,25 dan cendrung menurun dengan landai
sepanjang rentang nilai 0,25 ≤ r ≤ 1,65. Nilai koefisien gaya aksial (Cn) dipengaruhi pula oleh
nilai TSR yaitu nilai Cn akan menurun dengan meningkat TSR, yaitu untuk setiap
peningkatan nilai TSR sebesar 0,5 pada rentang nilai 1 ≤ TSR ≤ 10 akan terjadi penurunan
nilai Cn rata-rata sebesar 0,09 pada rentang 0,4 ≤ Cn ≤ 2,2 seperti tampak pada Gambar 160
secara berurutan dari kurva teratas (warna merah) sampai kurva terbawah (warna orange).
212
Gambar 161. Distribusi nilai koefisien gaya tangensial sepanjang posisi elemen sudu pada
Rancangan Sudu C dengan kecepatan angin 4 m/s untuk TSR = 1 sampai 10 berurut
dari kurva teratas
Berdasarkan Gambar 161, pada Rancangan Sudu C yang dilalui angin dengan
kecepatan 4 m/s tampak terlihat nilai koefisien gaya tangensial (Ct) sepanjang radial sudu
mengalami peningkatan dengan nilai 0,2 ≤ Ct ≤ 1,0 sepanjang rentang 0,1 ≤ r ≤ 0,15 dan
menurun secara tajam sepanjang rentang 0,15 ≤ r ≤ 0,25 dan cendrung menurun dengan landai
sepanjang rentang nilai 0,25 ≤ r ≤ 1,65. Nilai koefisien gaya tangensial (Ct) dipengaruhi pula
oleh nilai TSR yaitu nilai Ct akan menurun dengan meningkat TSR, yaitu untuk setiap
peningkatan nilai TSR sebesar 0,5 pada rentang nilai 1 ≤ TSR ≤ 10 akan terjadi penurunan
nilai Ct rata-rata sebesar 0,05 pada rentang 0,0 ≤ Ct ≤ 1,0 seperti tampak pada Gambar 161
secara berurutan dari kurva teratas (warna merah) sampai kurva terbawah (warna orange).
213
Gambar 162. Distribusi nilai koefisien gaya aksial sepanjang posisi elemen sudu pada
Rancangan Sudu D dengan kecepatan angin 18 m/s untuk TSR = 1 sampai 10 berurut
dari kurva teratas
Berdasarkan Gambar 162, pada Rancangan Sudu D yang dilalui angin dengan
kecepatan 18 m/s tampak terlihat nilai koefisien gaya aksial (Cn) sepanjang radial sudu
mengalami peningkatan dengan nilai 0,5 ≤ Cn ≤ 3,0 sepanjang rentang 0,1 ≤ r ≤ 0,15 dan
menurun secara tajam sepanjang rentang 0,15 ≤ r ≤ 0,25 dan cendrung meningkat dengan
landai sepanjang rentang nilai 0,25 ≤ r ≤ 1,65. Nilai koefisien gaya aksial (Cn) dipengaruhi
pula oleh nilai TSR yaitu nilai Cn akan menurun dengan meningkat TSR, yaitu untuk setiap
peningkatan nilai TSR sebesar 0,5 pada rentang nilai 1 ≤ TSR ≤ 10 akan terjadi penurunan
nilai Cn rata-rata sebesar 0,1 pada rentang 0,4 ≤ Cn ≤ 2,2 seperti tampak pada Gambar 162
secara berurutan dari kurva teratas (warna merah) sampai kurva terbawah (warna orange).
214
Gambar 163. Distribusi nilai koefisien gaya tangensial sepanjang posisi elemen sudu pada
Rancangan Sudu D dengan kecepatan angin 18 m/s untuk TSR = 1 sampai 10 berurut
dari kurva teratas
Berdasarkan Gambar 163, pada Rancangan Sudu D yang dilalui angin dengan
kecepatan 18 m/s tampak terlihat nilai koefisien gaya tangensial (Ct) sepanjang radial sudu
mengalami peningkatan dengan nilai 0,0 ≤ Ct ≤ 1,2 sepanjang rentang 0,1 ≤ r ≤ 0,15 dan
menurun secara tajam sepanjang rentang 0,15 ≤ r ≤ 0,25 dan cendrung meningkat dengan
landai sepanjang rentang nilai 0,25 ≤ r ≤ 1,65. Nilai koefisien gaya tangensial (Ct)
dipengaruhi pula oleh nilai TSR yaitu nilai Ct akan menurun dengan meningkat TSR, yaitu
untuk setiap peningkatan nilai TSR sebesar 0,5 pada rentang nilai 1 ≤ TSR ≤ 10 akan terjadi
penurunan nilai Ct rata-rata sebesar 0,05 pada rentang 0,4 ≤ Ct ≤ 1,4 seperti tampak pada
Gambar 163 secara berurutan dari kurva teratas (warna merah) sampai kurva terbawah (warna
orange).
215
e. Hasil Simulasi Sudu Turbin: Koefisien Daya Betz
Nilai koefisien daya output yang berpedoman pada konsep Betz (koefisien daya
Betz, Cp) dan koefisien torsi (Ct) yang dihasilkan oleh sudu turbin berdasarkan Rancangan
Sudu A, B, C dan D pada nilai TSR tertentu (1 TSR 10) pada kondisi kecepatan angin 3,
4, 5, 6, 7 dan 18 m/s seperti tampak pada Gambar 164 sampai dan Gambar 165.
Gambar 164. Nilai koefisien daya Betz terhadap TSR yang dihasilkan turbin berdasarkan
Rancangan Sudu A, B, C dan D mulai kurva terbawah
Berdasarkan Gambar 164, terlihat nilai koefisien daya Betz (Cp) mengalami
peningkatan dari 0,1 sampai 0,41 dengan meningkatnya TSR dari 1 sampai 4 dan nilai Cp
menurun dari 0,4 menuju nilai -0,55 dengan meningkatnya TSR dari 4,0 menuju 10. Nilai Cp
juga dipengaruhi oleh geometri sudu (Rancangan Sudu A, B, C dan D) yaitu nilai Cp secara
berurutan mulai terendah sampai tertinggi terjadi untuk Rancangan Sudu A pada kecepatan
angin 3 m/s (warna merah), Rancangan Sudu B (merah marun), Rancangan Sudu C (hijau
terang), rancangan Sudu A (kecepatan angin 4 m/s (hijau tua), 5 m/s (biru), 6 m/s (kuning), 7
m/s (pink), 18 m/s (biru muda)) dan Rancangan Sudu D pada kecepatan angin 18 m/s (warna
216
(biru terang) dengan nilai Cp Betz maksimum secara berurutan 0,11; 0,12; 0,21; 0,27; 0,31;
0,36; 0,38; 0,40; 0,41.
Gambar 165. Nilai koefisien torsi terhadap TSR yang dihasilkan turbin berdasarkan
Rancangan Sudu A, B, C dan D mulai kurva terbawah
Berdasarkan Gambar 165, tampak terlihat nilai koefisien torsi (Ct) mengalami
peningkatan dari 0,2 sampai 2,1 dengan meningkatnya TSR dari 1 sampai 10 Nilai Ct juga
dipengaruhi oleh geometri sudu (Rancangan Sudu A, B, C dan D) yaitu nilai Ct secara
berurutan mulai terendah sampai tertinggi terjadi untuk Rancangan Sudu A pada kecepatan
angin 3 m/s (warna merah), Rancangan Sudu B (merah marun), Rancangan Sudu C (hijau
terang), rancangan Sudu A (kecepatan angin 4 m/s (hijau tua), 5 m/s (biru), 6 m/s (kuning), 7
m/s (pink), 18 m/s (biru muda)) dan Rancangan Sudu D pada kecepatan angin 18 m/s (warna
(biru terang) dengan nilai Ct maksimum secara berurutan 1,25; 1,30; 1,35; 1,41; 1,55; 1,60;
1,62; 1,72; 2,0.
217
4. Simulasi Rotor Turbin berdasar NACA 4415 modif
Proses simulasi kinerja turbin angin dilanjutkan dengan melakukan simulasi kinerja
rotor turbin berdasarkan hasil simulasi kinerja sudu yang telah dijabarkan dalam Gambar 101
hingga Gambar 113.
Hasil simulasi kinerja rotor turbin berupa gaya-gaya yang bekerja pada sudu-sudu
turbin dan daya output yang dapat dihasilkan oleh rotor turbin angin dengan mengekstrak
energi angin.
a. Hasil Simulasi Rotor Turbin: Gaya pada Sudu
Nilai gaya yang bekerja pada sudu hasil Rancangan Sudu A, B, C dan D yaitu gaya
aksial atau normal (normal force, Fn) dan gaya tangensial (tangensial force, Ft) pada posisi
radial sudu twist 0o pada pangkal sudu sampai tepi sudu untuk kondisi nilai TSR dari 1
sampai 10 dan kecepatan angin 3, 4, 5, 6, 7 dan 18 m/s seperti tampak pada Gambar 166
sampai dan Gambar 187.
Gambar 166. Distribusi nilai gaya aksial sepanjang posisi elemen sudu pada
Rancangan Sudu A dengan kecepatan angin 3 m/s untuk TSR = 1 sampai 10
berurut dari kurva terbawah
218
Berdasarkan Gambar 166, pada Rancangan Sudu A yang dilalui angin dengan
kecepatan 3 m/s tampak terlihat nilai gaya aksial (Fn) persatuan panjang profil sudu (chord)
sepanjang radial sudu mengalami peningkatan dengan nilai 0 ≤ Fn ≤ 350 N/m sepanjang
rentang 0,1 ≤ r ≤ 1,5 m dan menurun secara tajam sepanjang rentang 1,5 ≤ r ≤ 1,65 m. Nilai
gaya aksial (Fn) dipengaruhi pula oleh nilai TSR yaitu nilai Fn akan meningkat dengan
meningkat TSR, yaitu untuk setiap peningkatan nilai TSR sebesar 0,5 pada rentang nilai 1 ≤
TSR ≤ 10 akan terjadi peningkatan nilai Fn rata-rata sebesar 17,5 N/m pada rentang 0 ≤ Fn ≤
350 N/m seperti tampak pada Gambar 166 secara berurutan dari kurva terbawah (warna
merah) sampai kurva teratas (warna orange).
Gambar 167. Distribusi nilai gaya tangensial sepanjang posisi elemen sudu pada Rancangan
Sudu A dengan kecepatan angin 3 m/s untuk TSR = 1 sampai 10 berurut dari kurva
terbawah
Berdasarkan Gambar 167, pada Rancangan Sudu A yang dilalui angin dengan
kecepatan 3 m/s tampak terlihat nilai gaya tangensial (Ft) persatuan panjang profil sudu
(chord) sepanjang radial sudu mengalami peningkatan dengan nilai 0 ≤ Ft ≤ 50 N/m
219
sepanjang rentang 0,1 ≤ r ≤ 0,5 m dan menurun secara tajam sepanjang rentang 0,5 ≤ r ≤ 0,9
m dan menurun secara landai pada rentang 0,9 ≤ r ≤ 1,65 m. Nilai gaya tangensial (Ft)
dipengaruhi pula oleh nilai TSR yaitu nilai Ft akan meningkat dengan meningkat TSR, yaitu
untuk setiap peningkatan nilai TSR sebesar 0,5 pada rentang nilai 1 ≤ TSR ≤ 10 akan terjadi
peningkatan nilai Ft rata-rata sebesar 2,5 N/m pada rentang 0 ≤ Ft ≤ 50 N/m seperti tampak
pada Gambar 167 secara berurutan dari kurva terbawah (warna merah) sampai kurva teratas
(warna orange).
Gambar 168. Distribusi nilai gaya aksial sepanjang posisi elemen sudu pada Rancangan
Sudu A dengan kecepatan angin 4 m/s untuk TSR = 1 sampai 10 berurut dari kurva
terbawah
Berdasarkan Gambar 168, pada Rancangan Sudu A yang dilalui angin dengan
kecepatan 4 m/s tampak terlihat nilai gaya aksial (Fn) persatuan panjang profil sudu (chord)
sepanjang radial sudu mengalami peningkatan dengan nilai 0 ≤ Fn ≤ 425 N/m sepanjang
rentang 0,1 ≤ r ≤ 1,5 m dan menurun secara tajam sepanjang rentang 1,5 ≤ r ≤ 1,65 m. Nilai
gaya aksial (Fn) dipengaruhi pula oleh nilai TSR yaitu nilai Fn akan meningkat dengan
meningkat TSR, yaitu untuk setiap peningkatan nilai TSR sebesar 0,5 pada rentang nilai 1 ≤
220
TSR ≤ 10 akan terjadi peningkatan nilai Fn rata-rata sebesar 20 N/m pada rentang 0 ≤ Fn ≤
425 N/m seperti tampak pada Gambar 168 secara berurutan dari kurva terbawah (warna
merah) sampai kurva teratas (warna orange).
Gambar 169. Distribusi nilai gaya tangensial sepanjang posisi elemen sudu pada Rancangan
Sudu A dengan kecepatan angin 4 m/s untuk TSR = 1 sampai 10 berurut dari kurva
terbawah
Berdasarkan Gambar 169, pada Rancangan Sudu A yang dilalui angin dengan
kecepatan 4 m/s tampak terlihat nilai gaya tangensial (Ft) persatuan panjang profil sudu
(chord) sepanjang radial sudu mengalami peningkatan dengan nilai 0 ≤ Ft ≤ 60 N/m
sepanjang rentang 0,1 ≤ r ≤ 0,5 m dan menurun secara tajam sepanjang rentang 0,5 ≤ r ≤ 0,9
m dan menurun secara landai pada rentang 0,9 ≤ r ≤ 1,65 m. Nilai gaya tangensial (Ft)
dipengaruhi pula oleh nilai TSR yaitu nilai Ft akan meningkat dengan meningkat TSR, yaitu
untuk setiap peningkatan nilai TSR sebesar 0,5 pada rentang nilai 1 ≤ TSR ≤ 10 akan terjadi
peningkatan nilai Ft rata-rata sebesar 2,25 N/m pada rentang 0 ≤ Ft ≤ 50 N/m seperti tampak
pada Gambar 169 secara berurutan dari kurva terbawah (warna merah) sampai kurva teratas
(warna orange).
221
Gambar 170. Distribusi nilai gaya aksial sepanjang posisi elemen sudu pada Rancangan
Sudu A dengan kecepatan angin 5 m/s untuk TSR = 1 sampai 10 berurut dari kurva
terbawah
Berdasarkan Gambar 170, pada Rancangan Sudu A yang dilalui angin dengan
kecepatan 5 m/s tampak terlihat nilai gaya aksial (Fn) persatuan panjang profil sudu (chord)
sepanjang radial sudu mengalami peningkatan dengan nilai 0 ≤ Fn ≤ 550 N/m sepanjang
rentang 0,1 ≤ r ≤ 1,5 m dan menurun secara tajam sepanjang rentang 1,5 ≤ r ≤ 1,65 m. Nilai
gaya aksial (Fn) dipengaruhi pula oleh nilai TSR yaitu nilai Fn akan meningkat dengan
meningkat TSR, yaitu untuk setiap peningkatan nilai TSR sebesar 0,5 pada rentang nilai 1 ≤
TSR ≤ 10 akan terjadi peningkatan nilai Fn rata-rata sebesar 27,5 N/m pada rentang 0 ≤ Fn ≤
550 N/m seperti tampak pada Gambar 170 secara berurutan dari kurva terbawah (warna
merah) sampai kurva teratas (warna orange).
222
Gambar 171. Distribusi nilai gaya tangensial sepanjang posisi elemen sudu pada Rancangan
Sudu A dengan kecepatan angin 5 m/s untuk TSR = 1 sampai 10 berurut dari kurva
terbawah
Berdasarkan Gambar 171, pada Rancangan Sudu A yang dilalui angin dengan
kecepatan 5 m/s tampak terlihat nilai gaya tangensial (Ft) persatuan panjang profil sudu
(chord) sepanjang radial sudu mengalami peningkatan dengan nilai 0 ≤ Ft ≤ 65 N/m
sepanjang rentang 0,1 ≤ r ≤ 0,5 m dan menurun secara tajam sepanjang rentang 0,5 ≤ r ≤ 0,9
m dan meningkat kembali secara tajam dengan nilai 25 ≤ Ft ≤ 90 N/m pada rentang 0,9 ≤ r ≤
1,65 m. Nilai gaya tangensial (Ft) dipengaruhi pula oleh nilai TSR yaitu nilai Ft akan
meningkat dengan meningkat TSR, yaitu untuk setiap peningkatan nilai TSR sebesar 0,5 pada
rentang nilai 1 ≤ TSR ≤ 10 akan terjadi peningkatan nilai Ft rata-rata sebesar 4,5 N/m pada
rentang 0 ≤ Ft ≤ 90 N/m seperti tampak pada Gambar 171 secara berurutan dari kurva
terbawah (warna merah) sampai kurva teratas (warna orange).
223
Gambar 172. Distribusi nilai gaya aksial sepanjang posisi elemen sudu pada Rancangan
Sudu A dengan kecepatan angin 6 m/s untuk TSR = 1 sampai 10 berurut dari kurva
terbawah
Berdasarkan Gambar 172, pada Rancangan Sudu A yang dilalui angin dengan
kecepatan 6 m/s tampak terlihat nilai gaya aksial (Fn) persatuan panjang profil sudu (chord)
sepanjang radial sudu mengalami peningkatan dengan nilai 0 ≤ Fn ≤ 575 N/m sepanjang
rentang 0,1 ≤ r ≤ 1,5 m dan menurun secara tajam sepanjang rentang 1,5 ≤ r ≤ 1,65 m. Nilai
gaya aksial (Fn) dipengaruhi pula oleh nilai TSR yaitu nilai Fn akan meningkat dengan
meningkat TSR, yaitu untuk setiap peningkatan nilai TSR sebesar 0,5 pada rentang nilai 1 ≤
TSR ≤ 10 akan terjadi peningkatan nilai Fn rata-rata sebesar 28,5 N/m pada rentang 0 ≤ Fn ≤
575 N/m seperti tampak pada Gambar 172 secara berurutan dari kurva terbawah (warna
merah) sampai kurva teratas (warna orange).
224
Gambar 173. Distribusi nilai gaya tangensial sepanjang posisi elemen sudu pada Rancangan
Sudu A dengan kecepatan angin 6 m/s untuk TSR = 1 sampai 10 berurut dari kurva
terbawah
Berdasarkan Gambar 173, pada Rancangan Sudu A yang dilalui angin dengan
kecepatan 6 m/s tampak terlihat nilai gaya tangensial (Ft) persatuan panjang profil sudu
(chord) sepanjang radial sudu mengalami peningkatan dengan nilai 0 ≤ Ft ≤ 90 N/m
sepanjang rentang 0,1 ≤ r ≤ 1,5 m dan menurun secara tajam sepanjang rentang 1,5 ≤ r ≤ 1,65
m. Nilai gaya tangensial (Ft) dipengaruhi pula oleh nilai TSR yaitu nilai Ft akan meningkat
dengan meningkat TSR, yaitu untuk setiap peningkatan nilai TSR sebesar 0,5 pada rentang
nilai 1 ≤ TSR ≤ 10 akan terjadi peningkatan nilai Ft rata-rata sebesar 4,5 N/m pada rentang 0
≤ Ft ≤ 90 N/m seperti tampak pada Gambar 173 secara berurutan dari kurva terbawah (warna
merah) sampai kurva teratas (warna orange).
225
Gambar 174. Distribusi nilai gaya aksial sepanjang posisi elemen sudu pada Rancangan
Sudu A dengan kecepatan angin 7 m/s untuk TSR = 1 sampai 10 berurut dari kurva
terbawah
Berdasarkan Gambar 174, pada Rancangan Sudu A yang dilalui angin dengan
kecepatan 7 m/s tampak terlihat nilai gaya aksial (Fn) persatuan panjang profil sudu (chord)
sepanjang radial sudu mengalami peningkatan dengan nilai 0 ≤ Fn ≤ 600 N/m sepanjang
rentang 0,1 ≤ r ≤ 1,5 m dan menurun secara tajam sepanjang rentang 1,5 ≤ r ≤ 1,65 m. Nilai
gaya aksial (Fn) dipengaruhi pula oleh nilai TSR yaitu nilai Fn akan meningkat dengan
meningkat TSR, yaitu untuk setiap peningkatan nilai TSR sebesar 0,5 pada rentang nilai 1 ≤
TSR ≤ 10 akan terjadi peningkatan nilai Fn rata-rata sebesar 30 N/m pada rentang 0 ≤ Fn ≤
600 N/m seperti tampak pada Gambar 174 secara berurutan dari kurva terbawah (warna
merah) sampai kurva teratas (warna orange).
226
Gambar 175. Distribusi nilai gaya tangensial sepanjang posisi elemen sudu pada Rancangan
Sudu A dengan kecepatan angin 7 m/s untuk TSR = 1 sampai 10 berurut dari kurva
terbawah
Berdasarkan Gambar 175, pada Rancangan Sudu A yang dilalui angin dengan
kecepatan 7 m/s tampak terlihat nilai gaya tangensial (Ft) persatuan panjang profil sudu
(chord) sepanjang radial sudu mengalami peningkatan dengan nilai 0 ≤ Ft ≤ 92 N/m
sepanjang rentang 0,1 ≤ r ≤ 1,5 m dan menurun secara tajam sepanjang rentang 1,5 ≤ r ≤ 1,65
m. Nilai gaya tangensial (Ft) dipengaruhi pula oleh nilai TSR yaitu nilai Ft akan meningkat
dengan meningkat TSR, yaitu untuk setiap peningkatan nilai TSR sebesar 0,5 pada rentang
nilai 1 ≤ TSR ≤ 10 akan terjadi peningkatan nilai Ft rata-rata sebesar 4,5 N/m pada rentang 0
≤ Ft ≤ 92 N/m seperti tampak pada Gambar 170 secara berurutan dari kurva terbawah (warna
merah) sampai kurva teratas (warna orange).
227
Gambar 176. Distribusi nilai gaya aksial sepanjang posisi elemen sudu pada Rancangan
Sudu A dengan kecepatan angin 18 m/s untuk TSR = 1 sampai 10 berurut dari kurva
terbawah
Berdasarkan Gambar 176, pada Rancangan Sudu A yang dilalui angin dengan
kecepatan 18 m/s tampak terlihat nilai gaya aksial (Fn) persatuan panjang profil sudu (chord)
sepanjang radial sudu mengalami peningkatan dengan nilai 0 ≤ Fn ≤ 600 N/m sepanjang
rentang 0,1 ≤ r ≤ 1,5 m dan menurun secara tajam sepanjang rentang 1,5 ≤ r ≤ 1,65 m. Nilai
gaya aksial (Fn) dipengaruhi pula oleh nilai TSR yaitu nilai Fn akan meningkat dengan
meningkat TSR, yaitu untuk setiap peningkatan nilai TSR sebesar 0,5 pada rentang nilai 1 ≤
TSR ≤ 10 akan terjadi peningkatan nilai Fn rata-rata sebesar 30 N/m pada rentang 0 ≤ Fn ≤
600 N/m seperti tampak pada Gambar 176 secara berurutan dari kurva terbawah (warna
merah) sampai kurva teratas (warna orange).
228
Gambar 177. Distribusi nilai gaya tangensial sepanjang posisi elemen sudu pada Rancangan
Sudu A dengan kecepatan angin 18 m/s untuk TSR = 1 sampai 10 berurut dari kurva
terbawah
Berdasarkan Gambar 177, pada Rancangan Sudu A yang dilalui angin dengan
kecepatan 7 m/s tampak terlihat nilai gaya tangensial (Ft) persatuan panjang profil sudu
(chord) sepanjang radial sudu mengalami peningkatan dengan nilai 0 ≤ Ft ≤ 100 N/m
sepanjang rentang 0,1 ≤ r ≤ 1,5 m dan menurun secara tajam sepanjang rentang 1,5 ≤ r ≤ 1,65
m. Nilai gaya tangensial (Ft) dipengaruhi pula oleh nilai TSR yaitu nilai Ft akan meningkat
dengan meningkat TSR, yaitu untuk setiap peningkatan nilai TSR sebesar 0,5 pada rentang
nilai 1 ≤ TSR ≤ 10 akan terjadi peningkatan nilai Ft rata-rata sebesar 5 N/m pada rentang 0 ≤
Ft ≤ 100 N/m seperti tampak pada Gambar 177 secara berurutan dari kurva terbawah (warna
merah) sampai kurva teratas (warna orange).
229
Gambar 178. Distribusi nilai gaya aksial sepanjang posisi elemen sudu pada Rancangan
Sudu B dengan kecepatan angin 3 m/s untuk TSR = 1 sampai 10 berurut dari kurva
terbawah
Berdasarkan Gambar 178, pada Rancangan Sudu B yang dilalui angin dengan
kecepatan 3 m/s tampak terlihat nilai gaya aksial (Fn) persatuan panjang profil sudu (chord)
sepanjang radial sudu mengalami peningkatan dengan nilai 0 ≤ Fn ≤ 360 N/m sepanjang
rentang 0,1 ≤ r ≤ 1,5 m dan menurun secara tajam sepanjang rentang 1,5 ≤ r ≤ 1,65 m. Nilai
gaya aksial (Fn) dipengaruhi pula oleh nilai TSR yaitu nilai Fn akan meningkat dengan
meningkat TSR, yaitu untuk setiap peningkatan nilai TSR sebesar 0,5 pada rentang nilai 1 ≤
TSR ≤ 10 akan terjadi peningkatan nilai Fn rata-rata sebesar 18 N/m pada rentang 0 ≤ Fn ≤
360 N/m seperti tampak pada Gambar 178 secara berurutan dari kurva terbawah (warna
merah) sampai kurva teratas (warna orange).
230
Gambar 179. Distribusi nilai gaya tangensial sepanjang posisi elemen sudu pada Rancangan
Sudu B dengan kecepatan angin 3 m/s untuk TSR = 1 sampai 10 berurut dari kurva
terbawah
Berdasarkan Gambar 179, pada Rancangan Sudu B yang dilalui angin dengan
kecepatan 3 m/s tampak terlihat nilai gaya tangensial (Ft) persatuan panjang profil sudu
(chord) sepanjang radial sudu mengalami peningkatan dengan nilai 0 ≤ Ft ≤ 65 N/m
sepanjang rentang 0,1 ≤ r ≤ 0,5 m dan menurun secara tajam sepanjang rentang 0,5 ≤ r ≤ 1,65
m. Nilai gaya tangensial (Ft) dipengaruhi pula oleh nilai TSR yaitu nilai Ft akan meningkat
dengan meningkat TSR, yaitu untuk setiap peningkatan nilai TSR sebesar 0,5 pada rentang
nilai 1 ≤ TSR ≤ 10 akan terjadi peningkatan nilai Ft rata-rata sebesar 3,25 N/m pada rentang -
10 ≤ Ft ≤ 65 N/m seperti tampak pada Gambar 179 secara berurutan dari kurva terbawah
(warna merah) sampai kurva teratas (warna orange).
231
Gambar 180. Distribusi nilai gaya aksial sepanjang posisi elemen sudu pada Rancangan
Sudu C dengan kecepatan angin 4 m/s untuk TSR = 1 sampai 10 berurut dari kurva
terbawah
Berdasarkan Gambar 180, pada Rancangan Sudu C yang dilalui angin dengan
kecepatan 4 m/s tampak terlihat nilai gaya aksial (Fn) persatuan panjang profil sudu (chord)
sepanjang radial sudu mengalami peningkatan dengan nilai 0 ≤ Fn ≤ 425 N/m sepanjang
rentang 0,1 ≤ r ≤ 1,5 m dan menurun secara tajam sepanjang rentang 1,5 ≤ r ≤ 1,65 m. Nilai
gaya aksial (Fn) dipengaruhi pula oleh nilai TSR yaitu nilai Fn akan meningkat dengan
meningkat TSR, yaitu untuk setiap peningkatan nilai TSR sebesar 0,5 pada rentang nilai 1 ≤
TSR ≤ 10 akan terjadi peningkatan nilai Fn rata-rata sebesar 15 N/m pada rentang 0 ≤ Fn ≤
425 N/m seperti tampak pada Gambar 180 secara berurutan dari kurva terbawah (warna
merah) sampai kurva teratas (warna orange).
232
Gambar 181. Distribusi nilai gaya tangensial sepanjang posisi elemen sudu pada Rancangan
Sudu C dengan kecepatan angin 4 m/s untuk TSR = 1 sampai 10 berurut dari kurva
terbawah
Berdasarkan Gambar 181, pada Rancangan Sudu C yang dilalui angin dengan
kecepatan 4 m/s tampak terlihat nilai gaya tangensial (Ft) persatuan panjang profil sudu
(chord) sepanjang radial sudu mengalami peningkatan dengan nilai 0 ≤ Ft ≤ 70 N/m
sepanjang rentang 0,1 ≤ r ≤ 0,5 m dan menurun secara tajam sepanjang rentang 0,5 ≤ r ≤ 1,65
m. Nilai gaya tangensial (Ft) dipengaruhi pula oleh nilai TSR yaitu nilai Ft akan meningkat
dengan meningkat TSR, yaitu untuk setiap peningkatan nilai TSR sebesar 0,5 pada rentang
nilai 1 ≤ TSR ≤ 10 akan terjadi peningkatan nilai Ft rata-rata sebesar 3,5 N/m pada rentang -
10 ≤ Ft ≤ 70 N/m seperti tampak pada Gambar 181 secara berurutan dari kurva terbawah
(warna merah) sampai kurva teratas (warna orange).
233
Gambar 182. Distribusi nilai gaya aksial sepanjang posisi elemen sudu pada Rancangan Sudu
D dengan kecepatan angin 18 m/s untuk TSR = 1 sampai 10 berurut dari kurva
terbawah
Berdasarkan Gambar 182, pada Rancangan Sudu D yang dilalui angin dengan
kecepatan 18 m/s tampak terlihat nilai gaya aksial (Fn) persatuan panjang profil sudu (chord)
sepanjang radial sudu mengalami peningkatan dengan nilai 0 ≤ Fn ≤ 600 N/m sepanjang
rentang 0,1 ≤ r ≤ 1,5 m dan menurun secara tajam sepanjang rentang 1,5 ≤ r ≤ 1,65 m. Nilai
gaya aksial (Fn) dipengaruhi pula oleh nilai TSR yaitu nilai Fn akan meningkat dengan
meningkat TSR, yaitu untuk setiap peningkatan nilai TSR sebesar 0,5 pada rentang nilai 1 ≤
TSR ≤ 10 akan terjadi peningkatan nilai Fn rata-rata sebesar 25 N/m pada rentang 0 ≤ Fn ≤
600 N/m seperti tampak pada Gambar 182 secara berurutan dari kurva terbawah (warna
merah) sampai kurva teratas (warna orange).
234
Gambar 183. Distribusi nilai gaya tangensial sepanjang posisi elemen sudu pada Rancangan
Sudu D dengan kecepatan angin 18 m/s untuk TSR = 1 sampai 10 berurut dari kurva
terbawah
Berdasarkan Gambar 183, pada Rancangan Sudu D yang dilalui angin dengan
kecepatan 18 m/s tampak terlihat nilai gaya tangensial (Ft) persatuan panjang profil sudu
(chord) sepanjang radial sudu mengalami peningkatan dengan nilai 0 ≤ Ft ≤ 95 N/m
sepanjang rentang 0,1 ≤ r ≤ 0,5 m dan menurun secara landai sepanjang rentang 0,5 ≤ r ≤ 1,65
m. Nilai gaya tangensial (Ft) dipengaruhi pula oleh nilai TSR yaitu nilai Ft akan meningkat
dengan meningkat TSR, yaitu untuk setiap peningkatan nilai TSR sebesar 0,5 pada rentang
nilai 1 ≤ TSR ≤ 10 akan terjadi peningkatan nilai Ft rata-rata sebesar 4,5 N/m pada rentang -
10 ≤ Ft ≤ 70 N/m seperti tampak pada Gambar 183 secara berurutan dari kurva terbawah
(warna merah) sampai kurva teratas (warna orange).
b. Hasil Simulasi Rotor Turbin: Daya Output
Simulasi numerik rotor turbin berupa daya output yang diekstrak dari energi angin dapat
disajikan berupa kurva daya output terhadap kecepatan angin (Gambar 184), kurva torsi
terhadap kecepatan angin (Gambar 185), berupa kurva daya output terhadap TSR (Gambar
235
186), kurva torsi terhadap TSR (Gambar 187) dan berupa kurva koefisisien daya output
terhadap kecepatan angin (Gambar 188), kurva koefisisen daya terhadap TSR (Gambar 189).
Gambar 184. Nilai daya terhadap kecepatan angin serta optimalisasi cl/cd 5 deg dan 5,5 deg
pada berbagai Re secara berurutan dari kurva terbawah
Gambar 185. Nilai torsi terhadap kecepatan angin dan optimalisasi cl/cd 5 deg dan 5,5 deg
pada berbagai Re secara berurutan dari kurva terbawah
Berdasarkan Gambar 184 dan Gambar 185 dengan gambar sebelah kanan merupakan
perbesaran skala dari gambar sebelah kiri, tampak terlihat bahwa daya dan torsi mempunyai
kecenderungan yang sama (kurva identik) mempunyai gradient positif kecil (meningkat
secara lambat/landai) dengan meningkatnya kecepatan angin dari 1 m/s sampai 5 m/s dan
gradient positif cenderung membesar dengan meningkatnya kecepatan angin dari 5 m/s
236
sampai 10 m/s dan gradient positif cenderung semakin membesar (meningkat secara esktrim)
dengan meningkatnya kecepatan angin dari 10 m/s sampai 20 m/s.
Berdasarkan Gambar 184, pada kecepatan angin dari 1 m/s sampai 5 m/s, daya
output yang dihasilkan 0 Watt sampai 50 Watt pada sudu dengan kondisi Re = 41000 dan 0
Watt sampai 240 Watt pada sudu dengan kondisi optimalisasi Re = 250000, pada kecepatan
angin 5 m/s sampai 10 m/s daya output yang dihasilkan 50 Watt sampai 400 Watt pada sudu
dengan kondisi Re = 41000 dan 240 Watt sampai 1700 Watt pada sudu dengan kondisi
optimalisasi Re = 250000, serta pada kecepatan angin 10 m/s sampai 20 m/s daya output yang
dihasilkan 400 Watt sampai 4000 Watt pada sudu dengan kondisi Re = 41000 dan 1700 Watt
sampai 17000 Watt pada sudu dengan kondisi optimalisasi Re = 250000.
Berdasarkan Gambar 185, pada kecepatan angin dari 1 m/s sampai 5 m/s, torsi yang
dihasilkan 0 Nm sampai 17 Nm pada sudu dengan kondisi Re = 41000 dan 0 Nm sampai 75
Nm pada sudu dengan kondisi optimalisasi Re = 250000, pada kecepatan angin 5 m/s sampai
10 m/s torsi yang dihasilkan G17 Nm sampai 68 Nm pada sudu dengan kondisi Re = 41000
dan 75 Nm sampai 300 Nm pada sudu dengan kondisi optimalisasi Re = 250000 dan pada
kecepatan angin 10 m/s sampai 20 m/s daya output yang dihasilkan 68 Nm sampai 475 Nm
pada sudu dengan kondisi Re = 41000 dan Nm 300 Nm sampai 2040 Nm pada sudu dengan
kondisi optimalisasi Re = 250000.
237
Gambar 186. Nilai daya terhadap TSR serta optimalisasi cl/cd 5 deg dan 5,5 deg pada
berbagai Re secara berurutan dari kurva terbawah
Gambar 187. Nilai torsi terhadap TSR serta optimalisasi cl/cd 5 deg dan 5,5 deg pada
berbagai Re secara berurutan dari kurva terbawah
Berdasarkan Gambar 186 dan 187 dengan gambar sebelah kanan merupakan
perbesaran skala dari gambar sebelah kiri, tampak terlihat bahwa daya dan torsi mempunyai
kecenderungan yang sama (kurva indentik) mempunyai gradient negatif yang besar dengan
meningkatnya TSR dari 1 sampai 6 dan gradient negatif cendrung kecil dengan meningkatnya
TSR dari 6 sampai 10 atau lebih.
Berdasarkan Gambar 186, pada tip speed rasio TSR dalam interval 4 < TSR < 6,
daya output yang dhasilkan menurun dari 4000 Watt menuju 1100 Watt pada sudu dengan
kondisi Re = 41000 dan dari 17000 Watt menuju 4800 Watt pada sudu dengan kondisi
238
optimalisasi Re = 250000, pada TSR 6 daya output yang dihasilkan menurun dari 1100
Watt menuju 11 Watt pada sudu dengan kondisi Re = 41000 dan menurun dari 4800 menuju
47 Watt pada sudu dengan kondisi optimalisasi Re = 250000, dalam interval 6 TSR 10
daya output yang dihasilkan menurun secara lambat dari 11 Watt menuju 0 Watt pada sudu
dengan kondisi Re = 41000 dan menurun dari 47 Watt menuju 0 Watt pada sudu dengan
kondisi optimalisasi Re = 250000.
Berdasarkan Gambar 187, pada tip speed rasio TSR dalam interval 4 < TSR < 6, torsi
yang dihasilkan menurun dari 480 Nm menuju 132 Nm pada sudu dengan kondisi Re = 41000
dan dari 2040 Nm menuju 584 Nm pada sudu dengan kondisi optimalisasi Re = 250000, pada
TSR 6 torsi yang dihasilkan menurun dari 132 Nm menuju 6 Nm pada sudu dengan kondisi
Re = 41000 dan menurun dari 584 Nm menuju 27 Nm pada sudu dengan kondisi optimalisasi
Re = 250000, dalam interval 6 TSR 10 torsi yang dihasilkan menurun secara lambat dari 6
Nm menuju 0 Nm pada sudu dengan kondisi Re = 41000 dan menurun dari 27 Nm menuju 0
Nm pada sudu dengan kondisi optimalisasi Re = 250000.
Gambar 188. Nilai koefisien daya terhadap kecepatan angin serta optimalisasi cl/cd 5 deg
dan 5,5 deg pada berbagai Re secara berurutan dari kurva terbawah
239
Berdasarkan Gambar 188 dengan gambar sebelah kanan merupakan perbesaran skala
dari gambar sebelah kiri, tampak terlihat bahwa koefisien daya mempunyai kecenderungan
yang sama (kurva indentik) mempunyai gradient positif yang besar dengan meningkatnya
kecepatan angin dari 1 m/s sampai 3 m/s dan gradien cendrung kecil (relatif konstan) dengan
meningkatnya kecepatan angin dari 3 m/s sampai 20 m/s.
Pada kecepatan angin 1 m/s sampai 3 m/s, koefisien daya Cp mengalami peningkatan
dari -3,5 sampai 0,08 pada sudu dengan kondisi Re = 41000 dan mengalami peningkatan dari
-1,85 sampai 0,35 pada sudu dengan kondisi optimalisasi Re = 250000 dan pada kecepatan
angin 3 m/s sampai 20 m/s koefisien daya mengalami peningkatan dari 0,08 sampai 0,1 pada
sudu dengan kondisi Re = 41000 dan dari 0,35 sampai 0,42 pada sudu dengan kondisi
optimalisasi Re = 250000.
Gambar 189. Nilai koefisien daya terhadap TSR serta optimalisasi cl/cd 5 deg dan 5,5 deg
pada berbagai Re secara berurutan dari kurva terbawah
Berdasarkan Gambar 189 dengan gambar sebelah kanan merupakan perbesaran skala
dari gambar sebelah kiri, tampak terlihat bahwa koefisien daya mempunyai kecenderungan
yang sama (kurva indentik) mempunyai gradient negatif yang kecil dengan meningkatnya
TSR dari 4 sampai 5,5 dan gradient negatif cendrung membesar dengan meningkatnya TSR
dari 5,5 sampai 10.
240
Pada TSR dari 4 sampai 5,5, koefisien daya Cp mengalami peningkatan dari 0,08
sampai 0,11 pada sudu dengan kondisi Re = 41000 dan mengalami penurunan dari 0,42
sampai 0,38 pada sudu dengan kondisi optimalisasi Re = 250000 dan pada TSR dari 5,5
sampai 10 koefisien daya mengalami penurunan dari 0,11 sampai -0,55 pada sudu dengan
kondisi Re = 41000 dan dari 0,38 sampai -0,08 pada sudu dengan kondisi optimalisasi Re =
250000.
Bentuk sudu turbin angin yang optimum adalah bentuk yang terjabarkan dalam
Gambar 190 yang dapat dipuntir sejauh maksimal 24,8o pada bagian root (pangkal) sudu
turbin angin serta -4,7o pada bagian tip (ujung) sudu turbin angin.
Gambar 190. Bentuk sudu turbin angin airfoil NACA 4415 modif
241
G. Pembuatan prototype propeler kincir angin
Propeler kincir angin sebelumnya terbuat dari material logam, dampak adanya
perkembangan teknologi saat ini menyebabkan propeler telah mulai dibuat dari material
komposit skin GFRP (glass fiber reinforced plastic). Hal ini dikarenakan material propeler
tersebut diharapkan mempunyai bobot yang ringan agar mudah berputar ketika ditiup angin.
Selain ringan, struktur propeler harus kuat menahan beban luar. Oleh sebab itu propeler
kincir angin yang terbuat dari komposit skin GFRP perlu dikembangkan menjadi struktur
sandwich agar mampu menahan beban luar (benturan ) yang lebih besar. Potensi sumber daya
alam rami dan KSL perlu dimanfaatkan untuk mereduksi penggunaan bahan sintetis impor.
Proses fabrikasi yang dipilih untuk membuat material komposit Poliester – kayu
sengon laut dan serat rami adalah metode Hand Lay Up 1 lapis dan 2 lapis serat rami.
Pemilihan metode ini dilakukan karena prosesnya yang sederhana dan mudah serta biaya
produksi yang relatif rendah untuk produksi skala kecil. Namun di sisi lain, metode ini juga
memiliki beberapa kekurangan, diantaranya adalah tingkat kesempurnaan proses yang tidak
stabil, karena sangat bergantung dari operator yang mengerjakan dan alat yang digunakan
sehingga mengakibatkan banyaknya hasil produksi cacat (reject).
1. Peralatan dan mesin yang digunakan
Alat – alat yang dipergunakan selama proses fabrikasi komposit propeler adalah :
1. Gunting
2. Gelas Ukur
3. Batang pengaduk
4. Gelas Kaca
5. Cetakan dari Kaca, Plastik, dan Acrylic
6. Mesin potong dan gergaji
7. Oven Listrik
242
8. Amplas
9. Alat Press Cetakan
10. Mesin Bor Listrik
11. Hand Sprayer
Alat – alat yang dipergunakan untuk pengujian material komposit propeler adalah :
1. Mesin Universal Testing Material
2. Alat ukur keseimbangan beban
3. Mesin uji Impak charpy
4. SEM (Scanning Electron Microscopy)
2. Bahan dan material yang digunakan
Pada penelitian bahan – bahan dan material yang digunakan adalah sebagai berikut :
1. Bahan kayu sengon laut dan serat alam jenis rami
2. Resin unsaturated polyester dengan merek Yukalac C 108 B sebagai matriks
3. Metil Etil Keton Peroksida (MEKPo) sebagai Hardener / curing agent
4. Vaselin untuk mencegah menempelnya resin ke permukaan cetakan.
3. Persiapan sampel
Serat yang digunakan untuk fabrikasi propeler adalah serat rami yang telah mengalami
degumisasi (degumed fiber) seperti ditunjukkan pada Gambar 191. Degumisasi ialah proses
pembersihan serat dari getah pectin, lignin wales dan lain-lain, bertujuan agar serat menjadi
lebih halus serta meningkatkan kinerja interface antara serat rami dengan matriks pada
material PMC. Namun pengurangan lignin tidak seluruhnya melainkan hanya sebagian saja,
karena pengurangan keseluruhan akan mengakibatkan material menjadi tidak baik
kemampuan termalnya menurut penelitian sebelumnya serat rami ini memiliki massa jenis 0.9
gram / ml.
243
Gambar 191. Serat Rami
Kemudian serat rami tersebut diluruskan dan dirapihkan dengan cara disisir hingga serat rami
yang tadinya menggumpal dan menyatu menjadi terpisah satu – satu. Setelah disisir,
kemudian serat rami dipotong dengan variasi dua ukuran, 14 cm dan 10 cm. Setelah itu serat
rami dikeringkan menggunakan oven listrik selama tiga jam pada temperatur 100oC.
Perlakuan ini diberikan karena sifat rami yang sangat mudah menyerap air sedangkan dalam
fabrikasi material komposit rami – polyester, keberadaan air akan mengurangi interaksi
interface antara matriks dan serat, sehingga kekuatan mekanik akan semakin berkurang.
Rainforcement/ penguat serat kayu sengon laut diambil pada satu batang dengan
harapan karakteristik bahan kayu sama, dan setelah dibelah dibuat bahan spesimen dengan
ukuran 200mm x 50mm x 10mm. Kemudian spesimen tersebut di treatment perendaman
dalam NaOH selama 3 jam untuk mengurangi/mengeluarkan getah dari dalam kayu sehingga
dalam proses fabrikasi terjadinya interface antara matrik dengan serat kayu dapat seminimal
mungkin. Setelah mengalami proses perendaman dengan NaOH spesimen kayu sengon laut di
open selama 3 jam pada temperatur 1100C sampai dengan 115
0C untuk mengurangi kadar air
244
dalam kayu. Gambar 192 menunjukkan proses perendaman dalam cairan NaOH sedangkan
proses pengeringan dengan oven ditunjukkan pada Gambar 193.
Gambar 192. Perendaman kayu sengon laut dalam cairan NaOH
Gambar 193. Pengeringan dengan oven
245
4. Proses pembuatan sampel komposit hibrid sandwich serat rami dengan core KSL
Sampel komposit lamina serat rami dengan core kayu sengon laut untuk pembuatan
prototipe propeler airfoil standard NACA 4415 yang dimodifikasi dilakukan dengan metode
hand lay up 1 lapis dan 2 lapis dapat ditunjukkan pada Gambar 194.
Gambar 194. Proses fabrikasi sampel komposit
Setelah proses hand lay up selesai dilakukan maka selanjutnya di tunggu sampai komposit
benar-benar kering, kemudian hasil fabrikasi tersebut dimachining untuk mendapatkan sampel
sesuai dengan bentuk dan ukuran spesimen. Hasil komposit lamina serat rami dengan core
kayu sengon laut ditunjukkan pada Gambar 195 (a) untuk 1 lapis dan (b) 2 lapis.
246
(a) (b)
Gambar 195. Hasil komposit hibrid sandwich serat rami dengan core kayu sengon laut
(a) 1 lapis dan (b) 2 lapis
H. Hasil Uji Mekanik Komposit dan Bahan Pendukungnya
1. Kesalahan relatif fabrikasi
Penghitungan berat komposit hasil fabrikasi terhadap berat teori untuk dihitung kesalahan
relatifnya. Adapun formula yang digunakan yaitu :
teori
fabrikasiteori
Berat
BeratBeratkesalahan
%
Hasil perhitungan rerata kesalahan relatif berat sepesimen komposit 1 dan 2 lapis hasil
fabrikasi terhadap berat teori ditunjukkan pada Gambar 196.
Gambar 196. Grafik kesalahan relatif berat spesimen komposit
5,626
12,148
0,02,04,06,08,0
10,012,014,0
1 lapis 2 lapis
Kes
alah
an r
alti
f (%
)
Sampel
KSL
Ramie+Resin
KSL
Ramie+Resin
247
Perhitungan kesalahan relatif berat teori terhadap berat fabrikasi dimaksudkan untuk
mengetahui konsentrasi serat rami pada komposit dan rerata perhitungan kesalahan berat
komposit 1 lapis yaitu sebesar 5,626% dan komposit 2 lapis sebesar 12,148%. Hal ini
menunjukkan bahwa proses fabrikasi komposit dengan metode hand lay up berjalan dengan
baik pada komposit 1 dan 2 lapis.
Salah satu faktor penting yang menentukan karakteristik dari komposit adalah
perbandingan matrik dan penguat/serat. Perbandingan ini dapat ditunjukkan dalam bentuk
fraksi volume serat (Vf) atau fraksi berat serat (Wf). Namun, formulasi kekuatan komposit
lebih banyak menggunakan fraksi volume serat. Fraksi volume serat dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan 37.
Hasil rerata fraksi volume serat (penguat) komposit 1 lapis dan 2 lapis pada spesimen
uji flexture dengan volume cetakan 204ml ditunjukkan pada Gambar 197.
Gambar 197. Grafik fraksi volume serat spesimen komposit
Fraksi volume serat (penguat serat rami dan kayu sengon laut) pada komposit 2 lapis
yaitu, vf : 49,130% lebih besar dibanding komposit yang difabrikasi 1 lapis yaitu sebesar vf :
46,130%. Kenaikan fraksi volume serat dalam penelitian untuk kedua parameter ini ternyata
berakibat pada peningkatan kekuatan mekanik terutama tegangan tekuk sebesar 62,42% pada
46,012
49,130
44,0
45,0
46,0
47,0
48,0
49,0
50,0
1 lapis 2 lapis
Re
rata
Fra
ksiV
olu
me
Sera
t(%
)
Sampel
248
komposit 2 lapis. Keadaan ini terjadi dimungkinkan matriks cukup kuat dan mampu baik
memindahkan gaya tekuk saat flexural test.
Keakurasian nilai sifat (properties) mekanis komposit
Kekuatan komposit (sifat mekanis) sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
jenis, geometri, arah, distribusi, dan kandungan serat. Berdasarkan teori Rule of Mixture
(ROM), kekuatan komposit meningkat seiring dengan penambahan kandungan serat mencapai
60-70% (Sanadi dkk., 1986). Hasil uji sifat mekanis di laboratorium dari fabrikasi komposit
sudah diolah dalam perhitungan dan untuk melihat keakurasian dari nilai sifat mekanis
tersebut dilakukan validasi (membandingkan) dengan menggunakan hukum pencampuran
(Rule of Mixture) dari teori komposit. Gambar 198 menunjukkan hasil perhitungan nilai sifat
mekanis dan dari perhitungan yang menggunakan hukum pencampuran untuk uji tegangan
tekuk (flexural test).
Gambar 198. Hasil perhitungan nilai sifat mekanis dan dari perhitungan yang menggunakan
hukum pencampuran untuk tegangan tekuk (flexural test)
Uji kekuatan tekuk (flexural test ) sebagai salah satu indikasi kekuatan dari material
spesimen untuk pembuatan prototipe propeler airfoil standard NACA 4415 modif
19,013
30,881
16,045
34,170
0
5
10
15
20
25
30
35
40
1 lapis 2 lapis
Tega
nga
n T
eku
k (M
Pa)
Sampel
Perhitungan Sifat Mekanis (Hasil Uji)
Perhitungan Teori Hukum Campuran (rule of Mixture)
249
menggunakan komposit serat rami 2 lapis (layer) core kayu sengon laut bermatriks resin
poliester.
Hasil validasi menunjukkan bahwa perhitungan sifat mekanis dari hasil uji empiris
lebih kecil daripada perhitungan dengan menggunakan hukum pencampuran (Rule of Mixture)
untuk spesimen jenis material komposit 2 lapis (layer) yaitu sebesar 3,289 Mpa (10,65%),
dengan demikian sifat mekanis yang dihasilkan dari pengujian memiliki tingkat akurasi yang
sangat tinggi.
Hasil validasi pada material komposit 1 lapis menunjukkan bahwa proses fabrikasi
kurang baik sehingga perhitungan menggunakan hukum pencampuran lebih rendah
dibandingkan dengan hasil uji empiris.
2. Uji mekanik komposit serat rami core kayu sengon laut
Uji tekuk (Flexural test) mengukur kekuatan yang dibutuhkan untuk membengkokkan
sebuah papan plastik yang diberi beban pada tiga titik. Data tersebut terkadang digunakan
untuk memilih material untuk parts (bagian) yang akan menerima beban tanpa mengalami
pembengkokan (flexing). Flexural modulus digunakan sebagai indikasi untuk kekakuan
material ketika dibengkokkan. Alat yang digunakan untuk uji tekuk, sama dengan yang
digunakan untuk uji tarik dan tekan, yaitu universal testing machine (Gambar 199).
250
Gambar 199. Universal Testing Machine
Skema pengujian tekuk ditunjukkan pada Gambar 200 dan hasil uji tekuk ditunjukkan
pada Tabel 7.
Gambar 200. Skema pengujian tekuk
Uji kekuatan tekuk (Flexural Test ) sebagai salah satu indikasi kekuatan dari material
spesimen untuk pembuatan prototipe propeler airfoil standard NACA 4415 modif ditunjukkan
pada Gambar 201. Spesimen di buat dalam variasi 1 lapis dan 2 lapis untuk serat raminya
dengan 1 core kayu sengon laut.
251
Tabel 7
Hasil tegangan uji tekuk
Jenis
Sampel
Sampel
Uji
Tebal Lebar Luas Beban Tegangan
Tekuk
Rerata
Tegangan
Tekuk
(mm) (mm) (mm2) (Newton) σf(Mpa) σf(Mpa)
1 Lapis
L 22,25 52,2 1161,45 1638,27 16,17
19,013
J 21,67 52,81 1144,39 1206,63 12,41
O 21,13 51,13 1080,38 1844,28 20,60
E 20,55 52,8 1085,04 2540,79 29,06
T 20,54 52,24 1073,01 1510,74 17,48
Q 21,12 52,22 1102,89 1677,51 18,36
2 Lapis
R 22,25 52,25 1162,56 3207,87 31,62
30,881
I 22,8 52,2 1190,16 3698,37 34,75
K 23,87 52,2 1246,01 2540,79 21,78
A 22,2 52,21 1159,06 3659,13 36,26
G 21,66 52,2 1130,65 2746,8 28,60
M 21,24 52,25 1109,79 2982,24 32,26
Tabel 8
Hasil regangan uji tekuk
Jenis
Sampel
Bahan
Uji
Tebal Luas Beban Tegangan
Tekuk Deformasi
Regangan
Tekuk
Rerata
Regangan Tekuk
(mm) (mm2) (Newton) (Mpa) (mm) ε(%) ε(%)
1 Lapis
L 22,25 1161,45 1638,27 16,17 6,00 2,77
2,313
J 21,67 1144,39 1206,63 12,41 4,00 1,80
O 21,13 1080,38 1844,28 20,60 6,00 2,63
E 20,55 1085,04 2540,79 29,06 5,00 2,13
T 20,54 1073,01 1510,74 17,48 5,00 2,13
Q 21,12 1102,89 1677,51 18,36 5,50 2,41
2 Lapis
R 22,25 1162,563 3207,87 31,62 3,00 1,39
1,795
I 22,8 1190,16 3698,37 34,75 3,50 1,66
K 23,87 1246,014 2540,79 21,78 6,00 2,97
A 22,2 1159,062 3659,13 36,26 4,50 2,07
G 21,66 1130,652 2746,8 28,60 4,00 1,80
M 21,24 1109,79 2982,24 32,26 2,00 0,88
252
Tabel 9
Hasil Elastisitas
Jenis
Sampel
Bahan
Uji
Luas Tebal Lebar Beban Tegangan
Tekuk Deformasi Elastisitas
Rerata
Elastisitas
(mm2) (mm) (mm) (Newton) (Mpa) (mm) E(GPa) E(Gpa)
1 Lapis
L 1161,45 22,25 52,2 1638,27 16,17 8,00 0,44
0,776
J 1144,39 21,67 52,81 1206,63 12,41 4,00 0,69
O 1080,38 21,13 51,13 1844,28 20,60 8,00 0,59
E 1085,04 20,55 52,8 2540,79 29,06 5,00 1,36
T 1073,01 20,54 52,24 1510,74 17,48 5,00 0,82
Q 1102,89 21,12 52,22 1677,51 18,36 5,50 0,76
2 Lapis
R 1162,563 22,25 52,25 3207,87 31,62 3,00 2,28
2,018
I 1190,16 22,8 52,2 3698,37 34,75 3,50 2,10
K 1246,014 23,87 52,2 2540,79 21,78 6,00 0,73
A 1159,062 22,2 52,21 3659,13 36,26 4,50 1,79
G 1130,652 21,66 52,2 2746,8 28,60 4,00 1,59
M 1109,79 21,24 52,25 2982,24 32,26 2,00 3,66
Gambar 201. Grafik hasil uji Tekuk (Flexural Test)
19,013
30,881
2,313 1,795
0,776 2,0180,0
10,0
20,0
30,0
40,0
1 Lapis
2 Lapis
Rerata Tegangan Tekuk σf(Mpa)
Rerata Regangan Tekuk ε(%)
Rerata Elastisitas E(Gpa)
253
Hasil uji kekuatan tekuk (Flexural Test) dapat diambil tiga parameter karakteristik
mekanik material, yaitu tegangan tekuk, regangan tekuk dan modulus elastisitas. Tegangan
tekuk terbesar dimiliki oleh spesimen 2 lapis yaitu sebesar 30,881 Mpa dengan regangan
1,795 % dan modulus young 2,018 Gpa. Pada spesimen 1 lapis tegangan tekuk sebesar 19,013
Mpa dengan regangan 2,313 % dan modulus young 0,776 Gpa. Penambahan 1 lapisan serat
rami memberikan sifat mekanik tegangan tekuk yang signifikan sebesar 62,42%, dan
perbedaan berat komposit antara 1 lapis dan 2 lapis tidak terlalu jauh. Sehingga dalam
pembuatan prototipe airfoil standard NACA 4415 ditetapkan menggunakan spesimen
komposit serat rami 2 lapis dengan core kayu sengon laut yang memiliki tegangan tekuk
terbesar akan tetapi ringan agar mudah berputar pada kecepatan angin 3m/s sesuai kondisi
operasi atau kerja propeler.
3. Uji mekanik bahan pendukung komposit
Pengujian mekanik dari bahan komposit (uji tarik untuk serat rami dan kayu sengon
laut, uji tekan dan uji ketangguhan impak untuk bahan pendukung kayu sengon laut)
dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana material pendukung pada proses fabrikasi
komposit serat rami core kayu sengon laut bisa memberikan kontribusi terhadap kekuatan dari
komposit yang akan digunakan untuk pembuatan propeler yang akan diaplikasikan pada
kondisi operasi yang memiliki kelembaman oksida dan kecepatan angin yang relatif kecil
(3m/s). Sehingga dalam hal ini dibutuhkan propeler yang ringan, kuat dan tahan terhadap
oksidasi air laut serta ramah lingkungan. Alat yang digunakan untuk melakukan uji impak
ditunjukkan oleh Gambar 202.
254
Gambar 202. Alat uji impak charpy
Tabel 10 menunjukkan data hasil uji mekanik bahan pendukung komposit serat rami core
kayu sengon.
Tabel 10
Data Hasil Uji Mekanik Bahan Pendukung Komposit
No
Spesimen
Jenis Uji Mekanik
Tarik Serat
Rami
Tarik
Kayu
Tekan
Kayu
Impak
Kayu
σ(Mpa) σ(Mpa) τ(Mpa) (Joule)
1 191,083 51,201 5,855 7,398
2 204,021 42,596 4,301 4,317
3 191,083 57,440 4,489 4,317
4 212,314 54,213 4,693 5,838
5 216,561 38,293 4,724 7,398
6 212,314 42,381 4,740 5,838
7 216,561 56,364 6,388 4,317
Rerata 206,277 48,927 5,027 5,632
255
Gambar 203. Grafik Hasil Uji Mekanik dari Bahan Pendukung Komposit
Sifat mekanik dari bahan pendukung juga memiliki kontribusi pada sifat mekanik
komposit yang dihasilkan meskipun juga dipengaruhi interface ataupun interphase dari
matriks-penguat.
Hasil uji mekanik dari rerata tegangan tarik serat rami sebesar 206,27 MPa,
sedangkan pada kayu sengon laut lebih rendah dari serat rami yaitu sebesar 48,927 MPa.
Rerata tegangan tekan dan impak kayu masing-masing adalah 5,027 MPa dan 5,632 Joule.
Dari sifat mekanik bahan pendukung komposit yang dihasilkan ternyata memberikan
kontribusi pada tegangan tekuk komposit sebagai prototipe untuk pembuatan propeler airfoil
standard NACA 4415 sebesar 30,881 MPa. Dengan demikian interface yang terjadi antara
matiks (resin) dan penguat (serat rami dan kayu sengon laut) cukup baik.
Fabrikasi komposit serat rami core kayu sengon laut dilakukan dengan cukup baik
melalui proses hand lay up 2 lapis sebagai prototipe untuk pembuatan propeler airfoil
standard NACA 4415. Tegangan tekuk komposit yang dihasilkan sebesar 30,881 MPa,
dengan modulus young 2,018 GPa dan regangan 1,795 %.
206,277
48,927
5,027 5,632
0,000
50,000
100,000
150,000
200,000
250,000
σ(Mpa) σ(Mpa) σ(Mpa) (Joule)
Tarik Serat Rami Tarik Kayu Tekan Kayu Impak Kayu
Jenis Uji Mekanik
256
I. PENGAMATAN STRUKTUR MIKRO
Pengamatan struktur mikro dengan menggunakan SEM (Scanning Electron
Microscope) dilakukan pada spesimen komposit dua lapis sebelum digunakan dan sesudah
diaplikasikan sebagai propeler selama 5,5 bulan. Daerah yang diamati adalah permukaan
potongan melintang komposit untuk melihat interface dari material tersebut. Sedangkan
pengamatan unsur pada interface yang terdapat pada material PMCs (Polymer Matrix
Composites) dilakukan dengan menggunakan instrumen EDS (Energy Dispersive X-
Rayspectrometer). Pengujian komposisi kimia dilakukan bersamaan dengan pengamatan
struktur mikro dengan mengggunakan SEM. Alat pengujian diperlihatkan pada Gambar 204.
Gambar 204. Alat SEM (Scanning Electron Microscope)
1. Hasil uji SEM pada spesimen komposit sebelum digunakan
Gambar 205 menunjukkan foto SEM permukaan potongan melintang komposit 2 lapis
sebelum digunakan. Dari pengamatan hasil foto mikro SEM memperlihatkan bahwa interface
antara core KSL dan resin beserta penguat serat rami pada spesimen komposit sebelum
257
diaplikasikan sebagai propeler cukup rapat atau dapat dikombinasikan dengan baik karena
resin yang dipakai bersifat polar.
(a)
(b)
Gambar 205. Hasil uji SEM pada spesimen sebelum digunakan dengan pembesaran
(a) 250x dan (b) 500x
Kayu
Resin + ramie
Resin +Rami
Kayu
258
2. Hasil uji SEM pada bahan komposit sudu setelah digunakan
Gambar 206. Hasil uji SEM pada komposit sesudah digunakan (100x)
Gambar 207. Hasil uji SEM pada komposit sesudah digunakan (250x)
Resin+Rami
Kayu
Resin +Rami
Kayu
259
Sedangkan spesimen komposit setelah diaplikasikan sebagai propeler selama 5,5 bulan
tidak mengalami degradasi pada interface (Gambar 206 dan 207). Pembuatan komposit serat
rami core kayu sengon laut dilakukan dengan cukup baik menggunakan metode hand lay up
dengan kesalahan relatif berat komposit fabrikasi terhadap berat komposit teori pada uji
flexure adalah 5,626% untuk satu lapis dan 12,148% untuk dua lapis. Rerata fraksi volume
serat (vf) untuk komposit satu dan dua lapis masing-masing 46,012% dan 49,130%. Tegangan
tekuk terbaik pada komposit 2 lapis serat rami yaitu sebesar 30,881 MPa, dengan modulus
young 2,018 GPa dan regangan 1,795 %. Pengamatan struktur komposit dengan SEM
sebelum dan sesudah komposit dioperasikan sebagai propeler selama 5,5 bulan tidak
mengalami perubahan secara signifikan.
3. Hasil uji EDS
Kayu sebagian besar tersusun atas tiga unsur yaitu unsur C, H dan O. Unsur-unsur
tersebut berasal dari udara berupa CO2 dan dari tanah berupa H2O. Namun, dalam kayu juga
terdapat unsur-unsur lain seperti N, P, K, Ca, Mg, Si, Al dan Na. Unsur-unsur tersebut
tergabung dalam sejumlah senyawa organik, secara umum dapat dibedakan menjadi dua
bagian yaitu; komponen lapisan luar yang terdiri atas fraksi-fraksi yang dihasilkan oleh kayu
selama pertumbuhannya. Komponen ini sering disebut dengan zat ekstraktif. Zat ekstraktif ini
adalah senyawaan lemak, lilin, resin dan lain-lain.
Sedangkan komponen lapisan dalam terbagi menjadi dua fraksi yaitu, fraksi karbohidrat
yang terdiri atas selulosa dan hemiselulosa, fraksi non karbohidrat yang terdiri dari lignin.
Secara kimia selulose merupakan senyawa polimer yang dibentuk oleh monomer-monomer
glukosa dengan rumus kimia : C6H11O6 (C6H10O5)n C6H11O5. (Fengel danWegener, 1995)
260
Dari hasil penelitian yang dilakukan untuk analisa EDS (untuk mengetahui komposisi
senyawa kimia yang terkandung di dalam sampel, dalam hal ini kayu yang telah dibentuk
sudu) ditunjukkan pada sub bab di bawah ini.
a. Kayu sudu sebelum dan sesudah digunakan
(a) (b)
Gambar 208. Struktur mikro bagian kayu sudu (a) sebelum dan (b) sesudah digunakan
.
(a) (b)
Gambar 209. Grafik komposisi kimia bagian kayu (a) sebelum dan (b) sesudah digunakan
261
Tanda kotak berwarna merah pada Gambar 208 menunjukkan bagian pada kayu sudu
sebelum dan sesudah digunakan sebagai propeler yang diuji menggunakan EDS. Hasil
pengamamatan EDS diperlihatkan pada Gambar 209. Hasil penelitian yang dilakukan untuk
analisa EDS pada bagian kayu yang telah dibentuk sudu diperlihatkan pada Tabel 11.
Tabel 11
Komposisi kimia bagian kayu pada sudu sebelum dan sesudah digunakan
UNSUR SEBELUM DIGUNAKAN
(Wt%)
SESUDAH DIGUNAKAN
(Wt%)
C
O
Na
73,13
26,58
00,29
69,45
30,02
00,54
Unsur Hidrogen (H) yang terdapat dalam kayu sebagai senyawa H2O atau air telah
teruapkan sebelum kayu dilapisi resin dan rami karena pemanasan. Karena kelembaban udara
lingkungan memiliki kandungan oksigen yang cukup tinggi maka akan mempengaruhi kadar
oksigen dalam material. Sehingga kadar oksigen pada sudu akan meningkat sesuai dengan
hasil Tabel 11 dan Tabel 12. Dengan adanya unsur Na mengakibatkan perubahan prosentase
unsur C mengalami penurunan dan unsur O mengalami kenaikan.
262
b. Resin dan Rami sebelum dan sesudah digunakan
(a) (b)
Gambar 210. Bagian resin dan rami pada sudu (a) sebelum dan (b) sesudah digunakan
(a) (b)
Gambar 211. Grafik komposisi kimia resin dan rami pada sudu (a) sebelum dan (b) sesudah
digunakan
263
Tabel 12
Komposisi kimia resin dan rami pada sudu sebelum dan sesudah digunakan
UNSUR SEBELUM DIGUNAKAN
(Wt%)
SESUDAH DIGUNAKAN
(Wt%)
C
O
Na
59,90
35,77
04,33
54,95
44,13
00,91
c. Kayu, resin dan rami sebelum dan sesudah digunakan
(a)
(b)
Gambar 212. Kayu, resin dan rami pada sudu (a) sebelum dan (b) sesudah digunakan
264
(a) (b)
Gambar 213. Grafik komposisi kimia kayu, resin dan rami pada sudu (a) sebelum dan (b)
sesudah digunakan
Hasil penelitian yang dilakukan untuk analisa EDS pada bagian resin dan rami yang
telah dibentuk sudu sebelum dan sesudah digunakan diperlihatkan pada Tabel 13.
Tabel 13
Komposisi kimia bagian kayu, resin dan rami pada sudu sebelum dan sesudah digunakan
UNSUR SEBELUM DIGUNAKAN
(Wt%)
SESUDAH DIGUNAKAN
(Wt%)
C
O
Na
59,69
36,17
04,14
55,68
44,02
01,30
Setelah sudu dipasang di lokasi pengujian selama 5,5 bulan, hasil pengujian EDS
menunjukkan unsur karbon (C) mengalami penurunan sebesar 4,01%, sedangkan unsur
oksigen mengalami kenaikan sebesar 7,85%. Fenomena tersebut disebabkan kelembaban yang
tinggi, dengan rata-rata kelembaban selama 5,5 bulan sebesar 69,98%. Kelembaban yang
tinggi menyebabkan oksigen yang terdapat di udara akan terdifusi ke dalam material sudu.
265
J. PERAN SUMBER ENERGI TERBARUKAN DALAM PENYEDIAAN ENERGI
LISTRIK DAN PENURUNAN EMISI CO2 DI PROVINSI DIY
1. Produksi, konsumsi, dan potensi energi nasional
Secara nasional kebutuhan energi di Indonesia terus meningkat seiring dengan laju
pertumbuhan penduduk. Peningkatan kebutuhan energi mencapai 8,5% per tahun, namun laju
kebutuhan yang sangat cepat tersebut tidak diimbangi dengan produksi riil sektor energi di
Indonesia (ESDM, 2005)
Produksi puncak minyak bumi di Indonesia telah berlalu, dan saat ini Indonesia
sedang dalam posisi penurunan produksi minyak. Penemuan sumber baru pun diperkirakan
tidak akan dapat sejajar dengan nilai produksi puncak di masa lalu. Terbatasnya cadangan
energi fosil saat ini menuntut pemerintah untuk segera melakukan pemanfaatan energi
alternatif dengan berorientasi pasar menuju pola bauran energi (energy mix) yang terpadu,
optimal, dan bijaksana.
Saat ini energi nasional masih terfokus pada energi fosil, yaitu minyak bumi, gas, dan
batubara. Jika tidak dikembangkan inovasi energi non fosil, maka Indonesia akan mengalami
krisis energi yang berkepanjangan. Potensi energi non fosil seperti tenaga air, panas bumi,
biomassa, tenaga surya, dan tenaga angin cukup melimpah dan belum termanfaatkan secara
optimal. Pemanfaatan energi non fosil tersebut akan mendukung terciptanya lingkungan yang
bersih dan mencegah pemanasan global.
2. Produksi, konsumsi, dan potensi energi di DIY
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan provinsi tanpa sumber energi
listrik dengan sistem pembangkit listrik konvensional. Di Provinsi DIY tidak ada pembangkit
listrik skala kecil, menengah dan besar yang digunakan untuk penyediaan kebutuhan energi
listrik. Kebutuhan energi listrik di DIY disuplai dari luar provinsi, yaitu dari pembangkit
266
listrik yang berada di Jawa Tengah, Jawa Barat dan Jawa Timur melalui sistem interkoneksi.
Jawa-Madura-Bali (JAMALI)
Potensi energi di DIY
Provinsi DIY memiliki potensi sumber-sumber energi terbarukan yang dapat
dioptimalkan dalam penyediaan energi listrik. Potensi-potensi sumber energi terbarukan yang
ada di Provinsi DIY antara lain adalah radiasi matahari, energi angin, dan Micro Hydro Power
Plant (MHPP). Potensi radiasi matahari di Provinsi DIY adalah 4,8 kWh/m2/hari. Kecepatan
angin yang ada di sepanjang pantai Provinsi DIY adalah 4 s.d. 5 m/detik. Potensi keseluruhan
MHPP yang ada di Provinsi DIY adalah 1.188,6 kW (Carepi, 2008).
Tabel 14
Produksi Listrik di Propinsi DI Yogyakarta
Sumber: esdm-jogja.com, 2013
Berdasarkan Tabel 14, terlihat tingkat konsumsi listrik dari tahun 2001 sampai 2010
mengalami peningkatan. Rata-rata kenaikan konsumsi listrik setiap tahun dalam 10 tahun
terakhir adalah 7,82 persen. Konsumsi listrik (listrik terjual) pada tahun 2006 mengalami
kenaikan yang relatif kecil yaitu 0,91 persen yang disebabkan oleh terjadinya musibah gempa
bumi, tetapi pada tahun 2007 tingkat kenaikan konsumsi listrik kembali ke nilai normal yaitu
9,29 persen.
267
Kenaikan produksi dan konsumsi listrik di Yogyakarta juga diikuti oleh susut (losses)
energi yang cukup signifikan. Susut energi (KWH) dalam 10 tahun terakhir berfluktuasi
meskipun memiliki kecenderungan naik secara kuantitas. Rata-rata susut energi dalam 10
tahun terakhir berdasarkan data yang ditunjukkan pada Tabel 11 adalah 9,48 persen.
Distribusi konsumsi energi
Penyediaan energi listrik di Propinsi Yogyakarta dilayani melalui 8 rayon, yaitu:
Rayon Wates, Rayon Wonosari, Rayon Bantul, Rayon Yogya Selatan, Rayon Yogya Utara,
Rayon Sleman, Rayon Sedayu dan Rayon Kalasan. Berdasarkan data tahun 2007, distribusi
konsumsi listrik dari delapan rayon yang ada di Yogyakarta ditunjukkan pada Tabel 15.
Tabel 15
Distribusi konsumsi energi di DIY
Sumber: esdm-jogja.com, 2013
Data Tabel 15 menunjukkan bahwa wilayah Rayon Yogya Utara mengkonsumsi
energi listrik paling besar yaitu 25 persen dari total energi, selanjutnya berturut-turut diikuti
Rayon Yogya Selatan yaitu mengkonsumsi energi listrik 18 persen dari total energi, Rayon
Sleman mengkonsumsi energi listrik 17 persen dari total energi, Rayon Sedayu, Rayon Bantul
dan Rayon Wonosari sama-sama mengkonsumsi energi listrik 9 persen dari total energi,
Rayon Kalasan mengkonsumsi energi listrik 7 persen dari total energi dan terakhir Rayon
Wates mengkonsumsi energi sebesar 6 persen dari total energi.
268
Rincian Konsumsi Energi Sektor Usaha dan Industri di Setiap Rayon
Selain konsumen sektor rumah tangga, sektor lain yang jumlah konsumsinya cukup
besar adalah sektor usaha (bisnis). Rincian data jumlah konsumsi energi listrik setiap rayon
untuk jenis pengguna sektor usaha ditunjukkan pada Gambar 214. Berdasarkan gambar
tersebut dapat diamati bahwa konsumen pada sektor usaha yang paling besar adalah Rayon
Yogya Utara yaitu 45 persen dari total konsumsi energi pada sektor usaha dan berturut-turut
diikuti oleh Rayon Yogya Selatan (26%), Rayon Sleman (11%), Rayon Sedayu (5%), Rayon
Wonosari dan Rayon Bantul (4%), Rayon Kalasan (3%) serta Rayon Wates (2%). Data
tersebut menunjukkan bahwa Rayon Yogya Utara memiliki konsumen sektor usaha paling
dominan dibandingkan rayon lainnya. Kondisi ini dapat dimaknai bahwa sektor usaha di
rayon tersebut.
Gambar 214. Konsumsi energi sektor usaha (esdm-jogja.com, 2013)
Rincian data jumlah konsumsi energi listrik setiap rayon untuk konsumen sektor
industri ditunjukkan pada Gambar 215. Berdasarkan gambar tersebut dapat diamati bahwa
konsumen sektor industri yang paling besar terletak di Rayon Sleman yaitu 47 persen dari
total konsumsi energi pada sektor industri, selanjutnya berturut-turut diikuti oleh Rayon
269
Yogya Selatan (13%), Rayon Wonosari (10%), Rayon Bantul, Rayon Yogya Utara dan Rayon
Sedayu (7%), Rayon Kalasan (6%) serta Rayon Wates (3%). Sama halnya dengan uraian di
atas, data tersebut juga menunjukkan bahwa Rayon Sleman memiliki konsumen di sektor
industri yang paling dominan dibandingkan rayon lainnya. Kondisi ini dapat dimaknai bahwa
konsumen sektor industri di rayon tersebut memiliki peluang konservasi yang cukup besar
bila pada sektor tersebut memiliki potensi penghematan yang signifikan.
Gambar 215. Konsumsi energi sektor industri (esdm-jogja.com, 2013)
Rincian Distribusi Konsumsi Energi Listrik Berdasarkan Sektor Pengguna
Persentase distribusi pemakaian energi listrik berdasarkan sektor pengguna secara
grafis ditunjukkan pada Gambar 216. Berdasarkan gambar tersebut, konsumsi energi paling
besar yaitu sektor rumah tangga yang mengkonsumsi energi 56 persen dari total energi, sektor
kedua yang mengkonsumsi energi paling besar yaitu sektor usaha (20%) serta sektor industri
dan sektor umum yang mengkonsumsi energi sebesar 12%. Dengan demikian, salah satu
sektor yang perlu diperhatikan terkait dengan potensi peluang penghematan adalah sektor
rumah tangga karena mengkonsumsi energi listrik lebih dari 50 persen. Sektor kedua yang
perlu diperhatikan potensi peluang penghematannya adalah sektor usaha yang mengkonsumsi
270
energi listrik sebesar 20 persen, sektor selanjutnya yang perlu diperhatikan potensi peluang
penghematannya adalah sektor industri yang mengkonsumsi energi listrik sebesar 12 persen
dan sektor terakhir yang juga perlu diperhatikan potensi peluang penghematannya adalah
sektor umum yang mengkonsumsi energi listrik kurang lebih 12 persen. Sektor industri
meskipun hanya menyerap 12 persen dari total konsumsi energi akan tetapi jumlah
konsumennya sedikit sehingga pemakaian setiap konsumen di sektor industri cukup besar,
oleh karena itu potensi peluang penghematan setiap konsumennya juga cukup besar.
Gambar 216. Distribusi konsumsi energi listrik (esdm-jogja.com, 2013)
3. Potensi energi terbarukan
Energi listrik hibrid sangat cocok untuk dipasang di beberapa wilayah pesisir kawasan
Indonesia. Pembangkit listrik ini merupakan sumber energi terbarukan yang paling relevan
untuk dikembangkan di Indonesia, karena potensi energi surya di Indonesia sangat tinggi,
dengan intensitas radiasi rata-rata 4-5 kWh/m2 yang berlaku sepanjang tahun. Saat ini,
pemanfaatan energi surya baru mencapai 5 MWp (ESDM, 2005).
Skenario pengembangan energi terbarukan di wilayah DIY diutamakan pada potensi
Micro Hydro Power Plant (MHPP), energi angin, dan energi radiasi matahari. Berdasarkan
271
roadmap di dalam Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Provinsi DIY, pengembangan
MHPP akan dimulai pada tahun 2010 secara bertahap dengan target maksimal seluruh potensi
yang ada dapat digunakan sebagai MHPP.
Potensi energi angin yang potensial untuk dikembangkan adalah potensi energi angin
yang terdapat di sepanjang pantai selatan. Potensi energi angin di sepanjang pantai selatan
adalah sampai dengan 10 MW dan khusus di pantai Sundak, Srandakan, Baron, dan Samas
potensi energi angin dapat mencapai 10 MW – 100 MW (Dinas Pekerjaan Umum, 2009).
Pengembangan energi radiasi matahari sebagai penyedia energi listrik diarahkan
sebagai solar home system (SHS). Penggunaan SHS ditujukan untuk keluarga dengan
kelompok pendapatan menengah dan 20 % teratas. Target penggunaan SHS yang ada di
dalam RUED di tahun 2010 adalah sebesar 30 % dari pelanggan R2 dan R3 atau sebesar
11,50 MW. Pertumbuhan kapasitas SHS ditargetkan setara dengan pertumbuhan penduduk
untuk kedua kelompok pendapatan tersebut, yaitu sebesar 0,69 % di antara tahun 2010 – 2025
(Dinas Pekerjaan Umum, 2009).
Kapasitas dan energi yang dibangkitkan tersebut diperoleh berdasarkan asumsi-asumsi
pengembangan energi terbarukan yang telah ditentukan. Dalam skenario diversifikasi, energi
terbarukan dengan sumber energi radiasi matahari, energi angin, dan MHPP mulai
dikembangkan pada tahun 2010. Di tahun 2010, PLTS yang dikembangkan adalah sebesar
11,50 MW. PLTAngin dan PLTMH dikembangkan berturut-turut sebesar 10 MW dan 0,70
MW.
Sebagai hasil asumsi pengembangan PLTS, 12,70 MW PLTS akan dikembangkan di
tahun 2025 di sektor rumah tangga di kelompok pendapatan menengah dan 20 % teratas.
Pengembangan PLTAngin di tahun 2025 mencapai kapasitas sebesar 30 MW. Pengembangan
272
PLMH di tahun 2025 mencapai 1.8 MW dengan asumsi seluruh potensi kapasitas MHPP di
Provinsi DIY dapat dikembangkan. (Al Hasibi, 2010)
Total energi listrik yang dihasilkan dari pembangkit dengan sumber energi terbarukan
pada tahun 2010 adalah sebesar 194,47 GWh. Sedangkan di tahun 2025, energi listrik yang
dihasilkan dari ketiga pembangkit listrik dengan sumber energi terbarukan sebesar 389,82
GWh.
Sebagian kebutuhan energi listrik dari tahun 2010 sampai tahun 2025 diperoleh dari
output pembangkit listrik PLTS, PLTAngin, dan PLTMH. Kontribusi rata-rata dari tahun
2010 – 2025 dari ketiga jenis pembangkit ini adalah sebesar 11,86 % dari keseluruhan
kebutuhan energi listrik pada inverval tahun yang sama.
Secara geografis, pesisir pantai selatan Yogyakarta merupakan lahan terbuka yang
luas, matahari yang bersinar sepanjang hari dan kecepatan angin rata-rata 4 m/s. Kondisi
tersebut menjadikan satu kriteria pemilihan lokasi pengembangan energi hibrid di pantai
Pandansimo, Desa Poncosari, Bantul. Lokasi ini didukung oleh kondisi alam di sebelah
selatan yang berhadapan langsung dengan laut selatan Jawa. Kondisi ini cukup layak
dijadikan tempat pembangkit listrik energi hibrid dengan turbin putaran rendah.
Energi listrik yang dihasilkan dari energi hibrid ini diharapkan mendukung sektor
pertanian, perikanan, dan pariwisata yang saat ini sedang dikembangkan di pantai
Pandansimo.
4. Hasil pengukuran daya listrik
Berdasarkan hasil penelitian dan pengukuran di lapangan selama 6 bulan diperoleh
data kecepatan angin rata-rata dan dari perhitungan serta pengukuran didapatkan data energi
listrik (Tabel 16).
273
Tabel 16
Hasil pengukuran dan perhitungan energi listrik tahun 2012
Bulan
Rerata
Kecepatan
Angin
(m/dt)
Daya Hasil
Perhitungan
(Watt)
Daya Hasil
Pengukuran
(Watt)
Juli 3,9 108,96 98,4
Agustus 4,2 136,09 123,6
September 3,8 100,79 91,2
Oktober 3,5 78,76 70,8
Nopember 3,2 60,19 54
Desember 3,1 54,72 49,2
Daya angin maksimum yang dapat diekstrak oleh turbin angin dengan luas sapuan
rotor A dihitung menggunakan persamaan (49). Daya tersebut merupakan daya teoritis,
sedangkan untuk daya sebenarnya yang dihasilkan harus dikalikan efisiensi karena sebagian
energi akan hilang untuk transfer energi pada sistem mekaniknya. Nilai efisiensi pada kondisi
normal adalah 16/27 (=59,3%) yang dikenal dengan batas Betz. Pada kenyataannya, karena
ada rugi-rugi gesekan dan kerugian di ujung sudu, efisiensi aerodinamik dari rotor akan lebih
kecil lagi berkisar pada harga maksimum 0,45 untuk sudu yang dirancang sangat baik.
Sedangkan berdasarkan hasil simulasi airfoil NACA 4415 modifikasi diperoleh angka
efisiensi 0,35 – 0,40 pada kondisi kecepatan angin 3 m/s sampai 5 m/s.
Dengan menggunakan persamaan (49) yang hasilnya kemudian dikalikan dengan
angka efisiensi (0,40), diperoleh hasil perhitungan yang diperlihatkan pada Tabel 16. Jika
diamati, semakin tinggi kecepatan angin, maka daya yang dihasilkan juga akan semakin besar.
Arus dan tegangan yang dihasilkan kincir angin berupa arus AC yang kemudian pada
junction box di-searahkan menjadi DC, arus dan tegangan tersebut kemudian disimpan pada
baterai. Jika terjadi kelebihan arus dan tegangan maka akan dibuang atau di-ground-kan
274
hingga tegangan tersebut mencapai batas maksimum. Selanjutnya arus dan tegangan disimpan
di baterai dan dialirkan menuju inverter. Inverter berfungsi untuk mengubah daya dari DC
menjadi AC, kemudian didistribusikan untuk keperluan masyarakat, seperti mesin pembuatan
es balok, penerangan jalan umum dan warung.
Selama pengamatan di panel sistem kontrol dicatat arus listrik (i=Ampere) yang
besarnya bervariasi, sedangkan besarnya tegangan (E) 12 Volt. Dengan menggunakan rumus
w=i * E, diperoleh daya hasil pengukuran (Watt) sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 16.
Daya hasil perhitungan dan pengamatan kemudian dibandingkan. Dari hasil pengukuran daya
listrik di lapangan dapat disimpulkan bahwa dalam pengukuran terjadi penurunan daya
sebesar 10%. Hal ini terjadi karena adanya rugi-rugi mekanis (losses) pada generator
sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 16. Data rerata kecepatan angin selama bulan Juli
hingga Desember 2012 diperlihatkan dalam lampiran 11.
5. Dampak Sosial dan Pariwisata
Pembangkit Listrik Tenaga Angin di Pantai Baru, Pandansimo Bantul mampu
menggerakkan dan membangkitkan ekonomi masyarakat setempat melalui kegiatan pertanian,
perikanan, kuliner, dan pariwisata. Dari catatan retribusi masuk pantai yang besarnya
Rp.5000 per orang, rata-rata terkumpul Rp. 25 juta setahun sebelum tahun 2010. Namun sejak
adanya obyek wisata PLTA sekarang sekitar Rp120 juta. Uang retribusi ini sepenuhnya
masuk Pemkab Bantul.
Dari pemasukan retribusi parkir juga mengalami peningkatan. Dulu, pemasukan dari
parkir di hari libur mencapai Rp. 250-300 ribu, sekarang dapat mencapai Rp. 4-5 juta.
Bahkan jika libur khusus, seperti Lebaran dan tahun baru bahkan dapat mencapai Rp. 9-10
juta. Hasil parkir dibagi dua: operator parkir yakni pemuda desa dan untuk kas desa.
275
Perubahan yang terjadi di wilayah Pantai Baru Pandansimo ini terjadi sejak 2010
seiring dengan berdirinya Pembangkit Listrik Tenaga Hibrid (PLTH). Listrik dari surya dan
bayu itu disalurkan ke warung-warung. Minimal warung kecil butuh listrik untuk lampu dan
alat masak, rata-rata 250 watt. Sedangkan warung yang besar punya lampu lebih banyak,
pompa air 125 watt, televisi, dan kadang menyalakan sound system. Pemilik warung besar
membayar biaya listrik sebesar Rp.10 ribu per bulan. Sedangkan pemilik warung lain yang
kecil rata-rata Rp 3-4 ribu. Listrik PLTH juga digunakan untuk mengoperasikan 4 mesin
pembuat es, yang hasilnya dijual ke warung warga dengan harga Rp. 4000 per kilogram.
Jalan aspal baru pun telah dibangun di kawasan itu. Kincir-kincir angin menjulang
terbagi dalam dua area yang dipisahkan oleh bentangan panel surya di atas kolam air. Selain
media tanaman air, air dari kolam juga dialirkan untuk pengairan pertanian lahan pasir dan
kolam ikan.
Kincir angin didirikan berjarak sekitar 500 meter dari perkampungan penduduk untuk
menghindari bising. Kincir angin yang dipasang di sisi timur merupakan buatan LAPAN ada
12 unit, yang memiliki ekor dengan adopsi teknologi dari Belanda dan Jerman. Sedangkan di
bagian barat sebanyak 21 unit merupakan bantuan Ristek dengan adopsi teknologi generator
dan baling-baling dari Cina. Tinggi tiang penyangga bervariasi antara 10 hingga 18 meter.
Besar kecilnya daya tiap kincir ditentukan generator dan diameter baling-baling. Diameter
kincir mulai dari 150 cm, 5 meter, sampai paling besar 7-8 meter. Semua punya baling-
baling tiga bilah dan menghadap selatan, ke arah pantai.
Daya kincir terpasang berkisar antara 1 -10 KW. Total seluruh daya yang bisa
dihasilkan 56 KW. PLTH memiliki 218 unit panel surya dengan daya 100-200 watt. Sehingga
total instalasi PLTH ini sanggup memproduksi daya maksimal hingga 83 KW, yang disimpan
276
dalam 160 batere aki. Masing-masing batere berkekuatan 12 volt dengan 105Ah. Total
penyimpanan energi 4045 Ah. Hasil daya kemudian dibagi-bagi. Selain untuk warung-warung
tadi, juga untuk lampu jalan, operasional kantor, dan mesin balok es. Total kebutuhannya
tercatat 22,5 KW. Di seberang panel surya, juga telah berdiri sejumlah kandang sapi.
Rencananya akan ada genset biogas 2,5 KW dengan volume tampung 9 meter kubik yang
juga dijadikan bahan bakar warung. Program dari kementerian kementerian Lingkungan
Hidup ini belum berjalan.
6. Emisi CO2
Emisi CO2 yang dihasilkan dari simulasi implementasi energi terbarukan sebagai
penyedia energi listrik dapat dilihat pada Tabel 17. Emisi CO2 ini merupakan emisi life cycle
dari setiap teknologi energi terbarukan sebagai pembangkit listrik.
Faktor emisi CO2 dari proses pembangkitan energi listrik oleh PLN adalah sebesar
0,719 x 10-3
tCO2/kWh. Faktor emisi ini dihitung berdasarkan jumlah emisi CO2 yang
dihasilkan untuk menghasilkan keseluruhan energi listrik.
Tabel 17
Faktor emisi CO2 berdasarkan sumber energi terbarukan
(Sumber : Lenzen, 2008)
277
Gambar 217. Peran sumber energi terbarukan dalam penurunan emisi CO2 (Al Hasibi, 2010)
Gambar 217 memperlihatkan grafik emisi CO2 dari aktivitas pembangkitan energi
listrik. Dari gambar tersebut terlihat bahwa emisi CO2 yang dihasilkan oleh PLN untuk
membangkitkan energi listrik yang digunakan di Provinsi DIY tanpa peran sumber energi
terbarukan lebih tinggi jika dibandingkan dengan pembangkitan energi listrik dengan
melibatkan sumber energi dihasilkan tanpa keterlibatkan energi terbarukan adalah sebesar
1,155.43 ribu Ton CO2 dan menjadi 2,007.88 ribu Ton CO2 di tahun 2025. Dengan
dikembangkannya PLTS, PLTAngin, dan PLTMH di tahun 2010, emisi CO2 yang dihasilkan
adalah sebesar 1,018.15 Ribu Ton CO2 dan menjadi 1,734.02 Ribu Ton CO2 di tahun 2025.
Dalam interval 2010 – 2025, rata-rata penurunan emisi CO2 dengan keterlibatan sumber
energi terbarukan adalah sebesar 11,62 %. Tanpa keterlibatan energi terbarukan, pertumbuhan
emisi CO2 di tahun 2025 mencapai 4,04% per tahun. Dengan keterlibatan energi terbarukan,
pertumbuhan emisi CO2 di tahun 2025 dapat ditekan menjadi 0,85 % per tahun.
278
Berdasarkan skenario pengembangan energi terbarukan, peran energi terbarukan
dalam penyediaan energi listrik di Provinsi DIY sangat signifikan. Hal ini diperlihatkan
dengan kontribusi energi terbarukan dalam penyediaan energi listrik dapat mencapai 11,86 %
dari keseluruhan kebutuhan energi listrik di Provinsi DIY. Kontribusi energi terbarukan dapat
ditingkatkan dengan melibatkan jenis energi terbarukan lainnya seperti energi yang berasal
dari biomasa dalam bentuk sampah kota maupun limbah pertanian. Selain berkontribusi
dalam penyediaan energi listrik, pengembangan energi terbarukan dapat menurunkan jumlah
emisi CO2 yang dihasilkan sebagai akibat aktivitas pembangkitan energi listrik. Dalam
skenario pengembangan yang disimulasikan, peran energi terbarukan dalam penurunan emisi
CO2 mencapai 11,62 % dari emisi CO2 tanpa energi terbarukan.
Menghitung konsumsi solar untuk Generator Set (Genset)
Perhitungan kontribusi pengurangan emisi CO2 menggunakan asumsi bahwa
kebutuhan konsumsi listrik penduduk di sekitar Pantai Pandansimo untuk penerangan jalan
dan warung, pembuatan es balok, dan operasional kantor tercatat total kebutuhannya sebesar
22,5 kilowatt. Dengan asumsi bahwa kebutuhan listrik tersebut dapat dipenuhi dengan
menggunakan genset berkapasitas 30 KVA, maka dapat dihitung emisi CO2 yang dihasilkan
dari penggunaan solar untuk operasional genset tersebut.
Berikut adalah cara menghitung konsumsi solar untuk Generator Set (Genset) tanpa
perlu melihat flow meter per jamnya, menggunakan persamaan :
Fc = k x P x t (87)
Dimana :
Fc : Konsumsi bahan bakar (liter)
k : 0.21 (faktor ketetapan konsumsi solar per kilowatt per jam)
279
P : Daya Genset (KVA=KiloVolt Ampere)
t : Waktu operasional genset ( jam)
Misalkan : Daya Genset adalah 30 KVA, digunakan selama 12 jam, maka solar yang
dibutuhkan adalah :
Fc = 0.21 x 30 x 12 = 75,6 liter
Selanjutnya dapat dihitung emisi CO2 yang dihasilkan dari penggunaan genset dengan
persamaan :
CO2 ton e = Fc x FK x GWP / 1000 (88)
Dimana :
Fc : Konsumsi bahan bakar (liter)
FK : Faktor konversi (2,6413 Kg/liter)
GWP : Global Warming Potential (1, diperoleh dari Climate Change 1995)
Dari hasil perhitungan menggunakan persamaan (87) didapat konsumsi bahan bakar sebesar
75,6 liter; sehingga hasil perhitungan emisi CO2 adalah :
CO2 ton e = (75,6 x 365 hari) x 2,6413 x (1/1000) = 72,88 ton / tahun
Menghitung emisi CO2 yang dihasilkan oleh penggunaan kincir angin
Asumsi berikutnya yang digunakan adalah apabila kebutuhan listrik sebesar 22,5
kilowatt yang dihasilkan oleh genset di-substitusi oleh penggunaan kincir angin dengan daya
1 KW. Dengan memperhitungkan efisiensi daya output sebesar 40%, maka jumlah kincir
angin yang diperlukan untuk menghasilkan daya sebesar 22,5 KW adalah 56 unit kincir
angin. Faktor emisi CO2 kincir angin diperoleh dari Tabel 17 sebesar 21 x 10-6
.; dan GWP
kincir angin tidak diperhitungkan. Untuk menghitung emisi CO2 yang dihasilkan oleh kincir
angin digunakan persamaan :
280
CO2 ton e = JPL x FK (89)
Dimana :
JPL : Jumlah Pemakaian Listrik (kWh)
FK : Faktor Konversi (21 x 10-6
ton/KWh)
Dengan menggunakan persamaan (89) dapat dihitung emisi CO2 yang dihasilkan oleh
kincir angin per tahun sebagai berikut :
CO2 ton e = (22,5 kilowatt x 12 jam) x 365 hari x (21 x 10-6
)
= 2,07 ton / tahun
Dengan asumsi bahwa jumlah kincir angin terpasang sebanyak 56 unit, maka potensi emisi
CO2 yang dihasilkan sebesar 2,07 ton / tahun. Dengan membandingkan emisi CO2 yang
dihasilkan oleh penggunaan genset dengan pemanfaatan energi kincir angin, maka diketahui
potensi pengurangan emisi CO2 sebesar 72,88 – 2,07 = 70,81 ton / tahun.
K. Pengaruh lingkungan terhadap material komposit propeler
Dari beberapa penelitian sebelumnya dilaporkan bahwa material komposit mengalami
degradasi kekuatan yang diakibatkan oleh pengaruh lingkungan, seperti pengaruh kelembaban
udara, panas matahari, radiasi ultraviolet, bahkan oksidasi termal. Kelembaban misalnya, dapat
menurunkan kekuatan material komposit karena adanya difusi uap air ke material komposit yang
dapat menyebabkan penurunan sifat temperatur transisi glass, yaitu temperatur dimana resin
berubah sifat dari kondisi padat menjadi kondisi viskoelastis. Selain hal tersebut, proses
degradasi komposit juga dipengaruhi oleh sifat kimia resin dan matriknya serta jangka waktu
terpapar pada lingkungan. Beberapa material komposit sangat sensitif terhadap cuaca.
Kombinasi dua atau beberapa faktor lingkungan dapat menyebabkan degradasi kekuatan material
komposit (Li, 2000).
281
Pengaruh lingkungan terhadap komposit tergantung pada pengaruhnya terhadap masing-
masing komponen kompositnya, fiber, matik, serta interface antara fiber dan matriknya.
Pengaruh keseluruhan tergantung pada pengaruh lingkungan yang paling dominan terhadap
salah satu komponen komposit. Seperti misalnya, tegangan melintang merupakan sifat komposit
yang didominasi oleh sifat matriknya, sehingga pengaruh lingkungan terhadap sifat tegangan
melintang akan tergantung daripada sensitivitas matrik terhadap pengaruh lingkungan.
1. Pengaruh Temperatur
Dalam kurun waktu operasional yang lama, propeller kincir angin mungkin terpapar pada
lingkungan dengan temperatur rendah ( ≤ -200C) atau temperatur yang sangat tinggi (≥ 50
0C).
Beberapa polimer akan menjadi rapuh jika dipapar pada temperatur yang sangat rendah
(Schwartz, 1996). Beberapa tahun terakhir, telah banyak dilakukan penelitian untuk mengetahui
ketahanan material komposit terhadap temperatur tinggi (Brinson, 1987), (Soutis, 1997), (Hale,
1997), dan (Zaaffaroni, 1998). Pengaruh temperatur terhadap sifat retak komposit secara detail
telah diteliti oleh Marom (1989). Hasilnya menunjukkan bahwa energi retak interlaminar
menurun 25-30% pada kenaikan temperatur 50 – 1000C.
Selain mempercepat proses penyerapan air, temperatur juga sangat berpengaruh terhadap
resin komposit. Springer et al (1997) menyimpulkan bahwa untuk komposit laminasi 900
(komposit didominasi resin), kenaikan temperatur dapat menurunkan modulus elastisitas dan
kekuatan komposit, bahkan penurunan ini dapat mencapai 60% hingga 90%
2. Pengaruh kelembaban
Molekul-molekul air dapat berdifusi masuk ke pori-pori komposit dan dapat
mempengaruhi sifat mekanik material komposit. Marom (1989) melaporkan bahwa kadar air
dapat mempengaruhi kekuatan retak komposit. Shen dan Springer (1977) melaporkan bahwa
282
komposit laminasi 900, kekuatan tarik maksimal dan modulus elastisitasnya menurun terhadap
kenaikan kadar air pada material komposit. Penurunan ini bisa mencapai 50% -90% . Difusi uap
air ke dalam komposit menyebabkan degradasi pada ikatan fiber-matriknya (Schultheise, 1997)
penurunan temperatur transisi glass (Brinson, 1987), sifat plastisnya dan kadang-kadang dapat
menyebabkan retak halus pada matrik komposit (Schutte, 1994) (Grant, 1995). Dhakal dkk.
(2006) meneliti pengaruh penyerapan uap air terhadap sifat-sifat mekanik komposit serat rami
yang diperkuat polyester tak jenuh (HFRUPE). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi
penurunan kekuatan tarik dan kekuatan tekuk pada ikatan serat dan matriknya.
Penyerapan kelembaban dihitung oleh perbedaan berat sudu sebelum dan sesudah
dipasang selama 5,5 bulan. Prosentase kandungan uap air yang terdifusi ke dalam komposit
dapat dihitung menggunakan persamaan (Naceri, 2009):
M (%) = 𝑊𝑤𝑒𝑡 −𝑊𝑑𝑟𝑦
𝑊𝑑𝑟𝑦 𝑥 100
dengan Wwet : berat sudu setelah dipasang
Wdry : berat sudu sebelum dipasang
Berat rata-rata tiga buah sudu sebelum dipasang adalah 3.025 gram. Setelah terpasang
selama 5,5 bulan sudu diturunkan dan ditimbang. Berat rata-rata tiga buah sudu setelah dipasang
adalah 3.083,33 gram. Sehingga prosentase kandungan uap air yang terdifusi ke dalam material
sudu selama 5,5 bulan adalah (3.083,33 – 3.025) / 3.025 x 100 = 0,44%. Hal tersebut
menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda dengan hasil analisis EDS terhadap kandungan unsur
dominan pada material komposit sudu yang menunjukkan kandungan unsur oksigen (O)
mengalami kenaikan sebesar 0,22 % selama 5,5 bulan. Grafik hubungan antara kelembaban
udara dan difusi uap air selama pengujian diperlihatkan pada Gambar 218.
Hasil uji kekuatan tekuk (Flexural Test) pada propeler setelah digunakan selama 5,5
bulan dengan menggunakan tiga parameter karakteristik mekanik material komposit, yaitu
283
tegangan tekuk, regangan tekuk dan modulus elastisitas menunjukkan bahwa tegangan tekuk
mengalami penurunan dari 30 MPa menjadi 29,04 MPa, sedangkan regangan tekuk juga
mengalami penurunan dari mula-mula sebesar 1,7% menjadi 1,68%. Pada paramater ketiga
yaitu modulus elastisitas juga menunjukkan penurunan dari 2,018 GPa menjadi 1,879 GPa.
Penurunan pada ketiga parameter karakteristik mekanik material komposit mengindikasikan
bahwa terdapat pengaruh / hubungan antara kelembaban, difusi uap air dan kekuatan mekanis
propeler.
Gambar 218. Grafik hubungan antara kelembaban dan difusi uap air
Hasil pengujian pada spesimen komposit setelah diaplikasikan sebagai propeler
selama 5,5 bulan tidak mengalami degradasi pada interface (Gambar 206 dan 207). Hal
tersebut dibuktikan oleh hasil pengamatan struktur komposit dengan SEM sebelum dan
sesudah komposit dioperasikan sebagai propeler selama 5,5 bulan tidak mengalami perubahan
secara signifikan.
Hasil pengujian EDS setelah sudu dipasang di lokasi pengujian selama 5,5 bulan,
menunjukkan unsur karbon (C) mengalami penurunan sebesar 4,01%, sedangkan unsur
oksigen mengalami kenaikan sebesar 7,85%. Fenomena tersebut disebabkan kelembaban yang
0,44050,4407
0,4411 0,4412
0,44170,4415
0,43980,44000,44020,44040,44060,44080,44100,44120,44140,44160,4418
67,8 68,7 69,4 69,8 73,5 70,7
Dif
usi
(%
)
Kelembaban (%)
284
tinggi, dengan rata-rata kelembaban selama 5,5 bulan sebesar 69,98%. Kelembaban yang
tinggi menyebabkan oksigen yang terdapat di udara akan terdifusi ke dalam material sudu.
Dari hasil analisis berdasar beberapa parameter di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa
sifat tarik dan sifat lentur material komposit menurun seiring dengan peningkatan penyerapan
persentase kelembaban. Kelembaban juga mengakibatkan penurunan kekuatan material
komposit seiring dengan peningkatan suhu.
L. Pengaruh SKEA terhadap lingkungan Pantai Pandansimo
1. Tinjauan ekosistem Pantai Pandansimo
Ekosistem pantai merupakan ekosistem yang berada di wilayah perbatasan antara air
laut dan daratan, yang terdiri dari komponen biotik dan komponen abiotik. Komponen abiotik
pantai terdiri dari gelombang, arus, angin, pasir, batuan dan sebagainya sedangkan komponen
biotik pantai terdiri dari manusia, tumbuhan dan hewan yang hidup di daerah pantai.
Pantai Pandansimo dengan luas ± 37 Ha merupakan lahan pasir pantai karena
didominasi oleh hamparan dataran pasir atau yang sering disebut gumuk pasir (sand dunes)
baik yang berupa pasir hitam, abu-abu atau putih jenis typic tropopsamment dan typic
tropofluvent dengan kandungan lempung, debu, dan zat hara yang sangat minim, bersifat
sangat porous, kurang kuat menahan air, permeabilitas dan drainase sangat cepat sehingga
mudah mengalirkan air sekitar 150 cm per jam. Angin yang bertiup ke arah daratan membawa
pasir yang memiliki berat dan massa jenis yang berbeda-beda sehingga menghasilkan gumuk
pasir dengan berbagai ukuran dan bentuk yang berbeda pula. Sedangkan batuan hampir tidak
ditemukan. Kondisi pantai tersebut hingga kini menjadi lahan yang tidak menguntungkan
sebagai daerah pertanian, karena kebutuhan pupuk menjadi berlipat dan kandungan bahan
organik serta nitrogen yang rendah.
285
Sebagian kecil masyarakat berprofesi sebagai petani untuk tanaman berusia pendek
pada lahan-lahan yang agak jauh dari Gumuk Pasir ± 1 km. Dengan kondisi pantai
Pandansimo yang tidak menguntungkan sebagai daerah pertanian sebagian masyarakat
lainnya berprofesi sebagai nelayan serta utamanya berprofesi jasa wisata pantai.
Terdapat 2 (dua) formasi vegetasi yakni formasi Pes-caprae dan formasi Baringtonia.
a. Formasi Pes-caprae :
Diambil dari nama jenis herba berbunga ungu, merambat dengan daun tebal seperti
kaki kambing. Beberapa di antara tumbuhan ini tumbuh dari biji yang terapung-apung
yang terbawa ombak sampai ke batas pasang surut tertinggi. Leeuwan (1927) dalam Monk
et al (2000) menjelaskan bahwa jenis Ipomoea pes-caprae biasanya tidak berbuah di
tempat yang jauh dari garis pantai, karena jenis ini tampaknya mengalami penyerbukan
oleh Xylocopa dan Hymenoptera lainnya.
Zona ini memiliki jenis tumbuhan yang mampu tumbuh di tanah yang berkadar
garam (salinitas) tinggi, mempunyai kemampuan menyesuaikan diri pada keadaan pasir
yang kering, terhadap angin, terhadap tanah yang miskin unsur hara dan terhadap suhu
tanah yang tinggi serta memiliki akar yang dalam (Anwar et al., 1984; Wong, 2005).
Tumbuhan yang ditemukan pada formasi ini diantaranya :
1. Jenis-jenis legum, diantaranya Canavalia maritima & Vigna marina
2. Rumput-rumputan diantaranya Cyperus maritima
3. Semak-semakan yang menjalar di atas pasir (Spinefex littreus, Andropogon zizanioides
dan Thuarea Involuta) serta tegakan cemara laut (Casuarina equisetifolia)
286
b. Formasi Baringtonia :
Formasi ini terdapat pada daerah dengan kadar salinitas agak sedikit rendah. Makin
jauh dari tepi pantai kearah daratan semakin banyak ditemukan belukar dan pepohonan.
Tumbuhan pada zona ini berdaun tebal dan mengkilap serta didominasi oleh Baringtonia
sehingga kemudian disebut dengan formasi Baringtonia. Anwar et al., (1984) menjelaskan
bahwa Barringtonia asiatica sebagai penciri zona ini tidak selalu terdapat di formasi ini.
Buah dari pepohonan pada formasi ini mempunyai kemampuan untuk tetap mengembang
di atas air sehingga mudah terbawa oleh arus laut. Menurut Fairchild (1943) dalam Monk
et al (2000) menyebutkan buah Barringtonia dapat mengapung selama berminggu-minggu
atau berbulan-bulan tanpa mengalami kerusakan.
Tumbuhan yang ditemukan pada formasi ini diantaranya :
1. Pandanus tectorius atau Pandan, pohon dapat mencapai ketinggian hingga 6 m
(Gambar 219). Daun Berduri pada sisi daun dan ujungnya tajam. Panjang antara 0,5 –
2,0 meter, bunga warna merah ungu. Buahnya seperti buah nenas dan ketika matang
berwarna kuning jeruk. Tumbuh pada habitat dengan substrat berpasir di depan garis
pantai, terkena pasang surut hingga agak ke belakang garis pantai.
Gambar 219. Pandan (Pandanus tectorius) (Goltenboth et al., 2006)
287
2. Casuarina equsetifolia Blanco atau Cemara laut. Jenis ini berbentuk pohon dengan
percabangan halus dan memiliki daun seperti jarum (Gambar 220). Umumnya tumbuh
di pinggir pantai berpasir, biasanya dari 0-100 m dpl. Jenis ini membutuhkan banyak
sinar matahari, toleran terhadap air garam, tanah berkapur dan agak alkali dan sangat
mudah adaptasi pada tanah kurang subur. Jenis ini dapat menambat (fiksasi) N2 dari
atmosfer dengan bantuan bakteri frankia (Goltenboth et al., 2006; Noor et al., 2006).
Gambar 220. Cemara Laut (Casuarina equsetifolia Blanco)
3. Hewan (Fauna). Dengan kondisi lingkungan yang cenderung ekstrim tekstur pasir
kwarsa yang didominasi oleh vegetasi pantai berupa tanaman pandan
(Pandanustectorius) dijadikan sebagai tempat penting bagi berbagai jenis penyu untuk
bertelur serta beberapa jenis lain diantaranya kadal dan beberapa jenis burung.
Sedangkan rantai makanan yang terjadi dalam ekosistem gumuk pasir di daerah pantai
terjadi melalui tiga bentuk yakni melalui pengembalaan ternak (grazers), pelapukan
(detritivores) dan biota dalam tanah (interstitial fauna).
288
2. Dampak penerapan SKEA
Energi angin merupakan energi yang berkelanjutan karena senantiasa tersedia di alam
dalam waktu yang relatif panjang sehingga tidak perlu khawatir akan kehabisan sumbernya.
SKEA mempunyai keuntungan sebagai energi alternatif yang bisa menggantikan bahan bakar
fosil, merupakan sumber energi yang ramah lingkungan dan bebas polusi, serta tidak
menghasilkan gas rumah kaca dan tidak menghasilkan limbah beracun.
a. Dampak langsung
Kerugian yang mungkin ditimbulkan sebagai akibat penggunaan ladang angin sebagai
pembangkit listrik karena membutuhkan lahan yang luas dan tidak dapat disembunyikan.
Penempatan ladang angin juga dapat menjadi persoalan bagi penduduk setempat, karena dapat
mengurangi lahan pertanian serta pemukiman. Putaran dari sudu-sudu turbin angin dengan
frekuensi konstan serta penggunaan gearbox dan generator dapat menyebabkan derau suara
mekanis dan derau suara listrik. Dalam keadaan tertentu turbin angin juga dapat menyebabkan
interferensi elektromagnetik, mengganggu penerimaan sinyal televisi atau transmisi
gelombang mikro untuk telekomunikasi.
Pembangunan SKEA di wilayah pesisir pantai Pandansimo secara langsung tidak
berpengaruh secara signifikan karena menggunakan konsep renewable energy yang berasal
dari energi angin sehingga tidak mempengaruhi komponen abiotik maupun biotik dalam
ekosistem yang ada di Pantai Pandansimo.
b. Dampak tidak langsung
Dengan adanya kincir angin sebagai bagian dari wisata pantai selain berdampak positip
juga akan berdampak negatif berupa kerusakan ekosistem pantai. Kerusakan tersebut sangat
dipengaruhi oleh berbagai aktivitas manusia dan faktor eksternal lainnya (McLachlan and
289
Brown, 2006). Wilayah pantai dijadikan sebagai tempat strategis bagi masyarakat umum,
pengusaha untuk beraktivitas dan cenderung tidak mempertimbangkan daya dukung (carrying
capacity) dan kemampuan alamiah untuk memperbaharui (assimilative capacity) serta
kesesuaian penggunaannya sehingga ekosistem pantai mengalami degradasi fungsi.
Perubahan bentang alam berhubungan dengan aktivitas merubah kondisi geomorfologi lahan
setempat untuk penggunaan lainnya (Mc.Lachlan and Brown, 2006).
Perubahan bentang alam terjadi melalui berbagai bentuk :
1. Eliminasi habitat (untuk konstruksi bangunan, lahan parkir, konstruksi jalan, dll),
2. Perubahan habitat selama penggunaan lahan (zona rekreasi, penginapan, dll)
3. Perubahan bentuk geomorfologi (penghilangan pasir untuk kepentingan
pembangunan tanggul penahan banjir, tanggul untuk menghindari penggenangan,
perbaikan bentang alam untuk rekreasi, sarana parkir, prasarana jalan, dll)
Kegiatan lain seperti pengamatan perilaku, reproduksi, migrasi burung dan penyu yang
tidak terkendali (bagian dari ekoturisme) dapat mengganggu kehidupan dan tempat
pembiakannya.
290
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian optimasi rancangan kincir angin modifikasi Standar
NACA 4415 menggunakan serat rami dengan core kayu sengon laut (albizia falcata) maka
dapat disimpulkan hasil-hasil sebagai berikut :
1. Airfoil yang digunakan sebagai bentuk dasar elemen sudu adalah hasil modifikasi
airfoil NACA 4415. Sudu yang dibentuk mempunyai panjang 1,625 m terdiri dari 20
elemen sudu dengan profile NACA 4415 modif dengan panjang chord maksimum
0,28 m dan minimum 0,08 m yang bervariasi sesuai kurva pada Gambar 97. Rotor
turbin angin yang dibentuk terdiri dari 3 buah sudu yang dapat menghasilkan daya
output 50 Watt sampai 240 watt pada interval kecepatan angin rata-rata di Indonesia 3
m/s sampai 5 m/s seperti terjabarkan dalam Gambar 184. Rotor turbin mempunyai
torsi 25 Nm sampai 75 Nm, sehingga rotor turbin mempunyai koefisien daya Cp 0,35
sampai 0,40 pada interval kecepatan angin rata-rata di Indonesia 3 m/s sampai 5 m/s.
Berdasarkan kurva perbandingan koefisien aerodinamika airfoil NACA 4415 dengan
NACA 4415 modif dapat disimpulkan bahwa airfoil NACA 4415 modif mempunyai
kinerja yang lebih baik untuk aliran yang mempunyai bilangan Reynolds 4.1 x 104
hingga 2.5 x 105.
2. Komposit serat rami core kayu sengon laut dapat digunakan sebagai bahan baku
pembuatan komposit lamina. Pembuatan komposit dilakukan dengan metode hand lay
up 1 layer dan 2 layer. Salah satu faktor penting yang menentukan karakteristik dari
291
komposit adalah perbandingan matriks dan penguat/serta. Perbandingan ini dapat
ditunjukkan dalam bentuk fraksi volume serat (vf) atau fraksi volume berat (wf).
Fraksi volume serat pada komposit 2 lapis (49,130 %) lebih besar dibanding komposit
yang difabrikasi 1 lapis (46,012%). Kenaikan fraksi volume serat berakibat pada
peningkatan kekuatan mekanik terutama tegangan tekuk sebesar 62,42% pada
komposit 2 lapis. Tegangan tekuk terbaik pada komposit 2 lapis serat rami yaitu
sebesar 30,881 MPa, dengan modulus young 2,018 GPa dan regangan 1,795 %. Hasil
validasi menunjukkan bahwa perhitungan sifat mekanis dari hasil uji lebih besar
daripada perhitungan menggunakan hukum pencampuran (Rule of Mixture-ROM)
untuk spesimen material komposit 2 lapis yaitu sebesar 3,289 Mpa (10,65%). Dengan
demikian sifat mekanis yang dihasilkan dari pengujian memiliki tingkat akurasi yang
tinggi.
3. Pengamatan struktur komposit dengan SEM sebelum dan sesudah komposit
dioperasikan sebagai propeler selama 5,5 bulan tidak mengalami perubahan secara
signifikan. Hasil pengujian EDS menunjukkan unsur karbon (C) mengalami
penurunan sebesar 4,01%, sedangkan unsur oksigen (O) mengalami kenaikan sebesar
7,85%. Fenomena tersebut disebabkan kelembaban yang tinggi, dengan rata-rata
sebesar 69,98%. Kelembaban yang tinggi menyebabkan oksigen yang terdapat di
udara akan terdifusi ke dalam meterial sudu.
4. Selain berkontribusi dalam penyediaan energi listrik, pengembangan energi terbarukan
dapat menurunkan jumlah emisi CO2 yang dihasilkan sebagai akibat aktivitas
pembangkitan energi listrik. Dengan asumsi bahwa kebutuhan energi listrik warga di
sekitar Pantai Pandansimo sebesar 22,5 KW yang dipenuhi dengan 1 unit genset 30
292
KVA, dapat di-substitusi oleh penggunaan kincir angin dengan daya 1KW, dengan
memperhitungkan efisiensi daya output sebesar 40%, diperlukan sebanyak 56 unit
kincir angin dengan potensi emisi CO2 yang dihasilkan sebesar 2,07 ton / tahun.
Dengan membandingkan emisi CO2 yang dihasilkan oleh penggunaan genset dengan
pemanfaatan energi kincir angin, maka diketahui potensi pengurangan emisi CO2
sebesar 70,81 ton / tahun.
5. Pembangunan SKEA di wilayah pesisir pantai Pandansimo secara langsung tidak
berpengaruh secara signifikan karena menggunakan konsep renewable energy yang
berasal dari energi angin sehingga tidak mempengaruhi komponen abiotik maupun
biotik dalam ekosistem yang ada di Pantai Pandansimo.
B. Saran
1. Diharapkan pemanfaatan serat rami dan kayu sengon laut sebagai pengganti serat
gelas pada pengembangan propeler kincir angin dapat diaplikasikan secara luas di
masyarakat pesisir Pantai Pandansimo.
2. Untuk menekan biaya investasi pemanfaatan teknologi SKEA, perlu digalakkan
penggunaan produksi lokal komponen SKEA dengan menciptakan pasar yang
kondusif dan mendorong sektor swasta berperan aktif.
3. Pengguna teknologi SKEA yang potensial adalah pemerintah kabupaten terutama di
wilayah pesisir, yang memiliki potensi angin cukup tinggi dapat memanfaatkan SKEA
untuk listrik (pengisi baterai, lampu, komunikasi dll) dan pemompaan air, sehingga
akan tercipta pasar teknologi SKEA.
293
4. Pemanfaatan ladang angin sebagai tujuan wisata sebaiknya mempertimbangkan daya
dukung (carrying capacity) dan kemampuan alamiah untuk memperbaharui
(assimilative capacity) serta kesesuaian penggunaannya sehingga ekosistem pantai
tidak mengalami degradasi fungsi.
5. PLN sebagai pengguna utama sistem interkoneksi dapat berperan untuk memanfaatkan
teknologi SKEA, terutama di wilayah yang potensi anginnya bagus untuk mengurangi
penggunaan BBM.
294
DAFTAR PUSTAKA
Adminbts, 2007, Peluang Industri Berbahan Baku Kenaf, Ditjen Perkebunan RI, Jakarta
Al Hasibi, R.A., 2010, Peran Sumber Energi Terbarukan dalam Penyediaan Energi Listrik dan
Penurunan Emisi CO2 di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, JURNAL ILMIAH
SEMESTA TEKNIKA, Vol. 13, No. 2, pp. 155-164
Anderson, J. D., 2001, Fundamental of Aerodynamics 3rd Edition, Mc. Graw-Hill Inc., New
York
Anwar J, Damanik SJ, Hisyam N, Whitten AJ, 1984, Ekologi Ekosistem Sumatera, Gadjah
Mada University Press, Yogyakarta
Asy'ari, H. dan Budiman, AJ., 2011, Pemanfaatan Potensi Angin dan Turbin Angin Tipe
Darius untuk Pembangkit Listrik yang Ramah Lingkungan, Prosiding Seminar
Nasional Teknik Mesin X , 2-3 November 2011, Jurusan Mesin Fakultas Teknik UB,
pp. 459
ASM, 2003, ASM Handbook Vol 21 Composite, USA
ASTM, 2003, Annual Book of ASTM Standar, West Conshohocken
Ackermann, T., 2005, Wind Power in Power Systems, John Wiley & Sons, Ltd. England
AWEA, 2004, The American Wind Energy Association, www.awea.org
Bertagnolio F., Niels S., Jeppe J., and Peter F., 2001, Wind Turbine Airfoil Catalogue, Riso
National Laboratory, Roskilde, Denmark
Budi, U.S., Hartati, S., Purwati, D.R., 2005, Biologi Tanaman Rami, Monograf Balittas No.8,
BALAI PENELITIAN TANAMAN TEMBAKAU DAN SERAT, ISSN : 0853-9308
BP, BP Statistical Review of World Energy, www.bp.com, Juni, 2009.
Brinson, H.F., 1987, Accelerated Life Prediction, Volume 2 Engineered Materials Handbook,
ASM International, pp.788-796.
BWEA, 2002., The British Wind Energy Association, www.bwea.com
Calister dan William D., 1997, Material Science and Engineering : an Introduction, 4th
edition, John Wiley & Son Inc, Canada
Carcangiu, C.E., 2008, CFD-RANS Study of Horizontal Axis Wind Turbines, Thesis for The
Degree of Doctor of Philosopy, Dipartimento Dgli Studi di Cagliari Piazza d’Armi,
Italy.
CAREPI, 2008, Regional Energy Outlook of Yogyakarta Province, CAREPI Project,
Universitas Muhammdiyah Yogyakarta & Energy Research Center of the
Netherlands.
Clark R.A. dan Ansel M.P., 1986, Jute and glass Fibre Hybrid laminates, Journal of
Materials Science 21, pp. 269-276, UK.
295
Çetin, N.S., Yurdusev, M.A., Ata, R., Özdemir, A., 2005, Assessment Of Optimum Tip Speed
Ratio Of Wind Turbines, Mathematical and Computational Applications, Vol. 10,
No. 1, pp. 147-154.
Dhakal H.N., Zhang Z.Y., Rihcardson M.O.W., 2006, Effect of Water Absorption on The
Mechanical Properties of Hemp Fibre Reinforced Unsaturated Polyester
Composites, Composites Science and Technology, doi:10.1016
Daryanto, Y., F. A. Yohanes, F. Hasim, 2005, Potensi, Peluang dan Tantangan Energi Angin
di Indonesia, BPPT Tangerang.
Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, 2005, Blueprint Pengelolaan Energi Nasional
2005-2025, Jakarta.
Dewan Nasional Perubahan Iklim, 2010, Peluang dan Kebijakan Pengurangan Emisi, Jakarta
Diharjo K., Jamasri, Soekrisno, Rochardjo H. S. B., 2005. Tensile Properties of
Unidirectional Continuous Kenaf Fiber Reinforced Polyester Composite
International Proceeding, Kentingan Physics Forum, Sebelas Maret University,
Indonesia, Sept. 2005.
Diharjo K., Jamasri, Soekrisno R., Rochardjo H.S.B., 2008. Kajian Sifat Fisis-Mekanis dan
Akustik Komposit Sandwich Serat Kenaf-Polyester Dengan Core kayu Sengon Laut,
Draft Laporan Disertasi, Jurusan Teknik mesin dan Industri, FT-UGM, Yogyakarta.
Diharjo K. dan Jamasri, 2007. Panel Komposit Sandwich Berpenguat Serat Kenaf Dengan
Inti KSL, Paten Terdaftar No. P00200700088, Dirjen Hak Kekayaan Intelektual,
Dept Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, republik Indonesia.
Diharjo K., Jamasri dan Firdaus F., 2007. Rekayasa Panel Interior Kabin Kendaraan
Berkekuatan dan Ketahanan Nyala Api Tinggi Dari Bahan Komposit Hibrid
Geopolimer (Limbah Fly Ash-Serat Gelas-Serat Kenaf-Polyester), Laporan
Penelitian Tahun I, Program Insentif Riset Terapan, KNRT Republik Indionesia.
Diharjo K., Jamasri, Soekrisno, Rochardjo H. S. B., 2005. Tensile Properties of
Unidirectional Continuous Kenaf Fiber Reinforced Polyester Composite
International Proceeding, Kentingan Physics Forum, Sebelas Maret University,
Indonesia, Sept. 2005.
Diharjo K., Jamasri, Soekrisno, Rochardjo H. S. B., 2007. Effect of Faces Thickness on
Impact Properties of Kenaf-Polyester Sandwich Composite With Albizzia Wood
Core, Proceeding of The Malaysia-Japan International Symposium On Advanced
Technology (MJISAT 2007), 12TH
– 15TH
November, 2007a, Hotel Seri Pacific,
Kuala Lumpur, Malaysia.
Diharjo K., Jamasri, Soekrisno, Rochardjo H. S. B., 2007b. Effect of Core Thickness on
Impact Properties of Kenaf-Polyester Sandwich Composite Panel With Albizzia
Wood Core, Proceeding of The 3rd
International Conference on Product Design and
Development 2007 (IPDD 2007), Department of Mechanical and Industrial
Engineering, Engineering Faculty, Gadjah Mada University, Yogyakarta, December
12-13, 2007.
296
Dinas Pekerjaan Umum, 2009, Rencana Umum Energi Daerah Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta, Bagian Energi dan Sumber Daya Mineral Dinas Pekerjaan Umum
Provinsi DIY.
Dirjen Listrik dan Pemanfaatan Energi Nasional, 2009, Strategi Pengelolaan Energi Nasional
dalam Menjamin Keamanan Ketersediaan Energi Bagi Industri Nasional, Workshop
Perencanaan Pengembangan Faktor-faktor Utama Sektor Industri dalam Mencapai
Visi Indonesia Sebagai Negara Maju Tahun 2020”, Jakarta.
Drzal, L., Mohanty, D., Burgueno, R. & Misra, M. 2004, Biobased structural composite
materials for housing and infrastructure applications: opportunities and challenges.
Proceedings of the NSF Housing Research Agenda Workshop 2: 129-140
Fengel D., dan Wenger G., 1995, Kayu, Kimia Ultra Struktur Reaksi – Reaksi, Gajah Mada
University Pers, Yogyakarta
Fluent Inc., 2006, Fluent 6.3 User Guide, PathScale Corporation, Lebanon
Goodman, S.H., 1999, Handbook of Thermoset Plastic, William Andrew Inc
Gómez and Álvaro Pinilla, 2006, Aerodynamic Characteristics of Airfoils with Blunt Trailing
Edge, Recibido 13 de marzo de 2006, aprobado 1 de junio de 2006.
Grant, S.T., Bradley, L.W., In-situ Observations in SEM of Degradation of Graphite/Epoxy
Composite Materials Due to Seawater Immersion, Journal of Composite Materials,
Vol.29, No.7 / 1995, pp. 853-867.
Grant I., 2011, Wind Turbine Blade Analysis using the Blade Element Momentum Method
Gupta N, 2003, Characterization of Syntactic Foams and Their Sandwich Composites:
Modeling and Experimental Approaches, Desertasi, Lousiana State University, USA
Hale, J.M., Gibson,G.A., 1997, Strength Reduction of GRP Composites Exposed to High
Temperature Marine Environments, Proceedings of ICCM-11, Gold Coast,
Australia, 14th-18th, pp. 411-420.
Hale, J.M., Gibson, G.A., 1998, Coupon Tests of Fibre Reinforced Plastics at Elevated
Temperatures in Offshore Processing Environments, Journal of Composite
Materials, Vol.32, No.6, pp. 526-542.
Handiko, G.W. dan Abdullah, G, 2000, Aplikasi Komposit GFRP untuk Front end KRL-Nas
dan KRLI, INKA, Madiun
Harper, C.A, 2000, Modern Plastics and Modern Plastics Handbook, McGraw-Hill, New
York
Hoffmann M. J., R. Reuss Ramsay, G.M. Gregorek, 1996, Effects of Grit Roughness and
Pitch Oscillations on the NACA 4415 Airfoil, Airfoil Performance Report-National
Renewable Energy Laboratory, The Ohio State University
Indarto, 2006, Sumber, Konversi dan Konservasi Energi, Pidato pengukuhan guru besar
UGM
297
Jamasri, Diharjo K., dan Gunesti W.H, 2005, Rekayasa dan Manufaktur Komposit Sandwich
Berpenguat Limbah Serat Buah Sawit Dengan Core Limbah Kayu Sawit Untuk
Komponen Gerbong Kereta Api, RUT XII, KMNRT, Jakarta
Jamasri, Diharjo, K., dan Gunesti, 2006, Studi perlakuan alkali dan tebal core terhadap sifat
bending komposit sandwich berpenguat serat sawit dengan core kayu sawit,
Indonesian Journal of Materials Science, Vol. 8, No. 1.
Karnani R., Krishnan M., and Narayan R, 1997, Biofiber-Reinforced Polypropylene
Composites, Polymer Engineering and science, Vol. 37 No. 2, pp. 476 – 483.
Kaw A.K., 1997, Mechanics of Composite materials, CRC Press, New York.
Kementrian Riset dan Teknologi, 2010, Menggapai “Indonesia Bisa” Teknologi Energi
Listrik Hibrid di Bantul DIY, Jakarta
Kementrian Riset dan Teknologi, 2006, Buku Putih Penelitian, Pengembangan dan
Penerapan ilmu Pengetahuan dan Teknologi Bidang Sumber Energi baru
Terbarukan untuk Mendukung Keamanan Ketersediaan Energi Tahun 2025, Jakarta
Khalfallah M.G., dan Koliub A.M., Effect of dust on the performance of wind turbines,
Desalination, 2007, pp. 209–220.
Koehuan, V.A, Boimau K., Galla W.F, 2011, Aplikasi bahan komposit serat rami pada perancangan
pembuatan blade rotor turbin angin tipe propeler tiga blade dengan daya 3000 watt,
Prosiding Seminar Nasional Teknik Mesin X, Universitas Brawijaya Malang
Lenzen, M., 2008, Life cycle energy and greenhouse gas emissions of nuclearenergy: A
review, Energy Conversion and Management.
Li, M., 2000, Temperature And Moisture Effects On Composite Materials For Wind Turbine
Blades, Thesis, MONTANA STATE UNIVERSITY-BOZEMAN, Montana
Manwell J.F and McGowan J.G., 2009, Wind Energy Explained: Theory, Design and
Application, John Willy & Sons, United Kingdom
Marom, G., 1989, Environmental Effects on Fracture Mechanical Properties of Polymer
Composites, Application of Fracture Mechanics to Composite Materials, edited by
Friedrich, K., pp. 397-423.
Marsyahyo, E., Soekrisno, Rochardjo, H.S.B., Jamasri.,2008, Identification of Ramie Single
Fiber Surface Topography Influenced by Solvent Based Treatment, Journal of
Industrial Textiles, vol.38, no.2, Sage Publ.
Marsyahyo E., Astuti S., Ruwana I., 2011, Mechanical Improvement of Ramie Woven
Reinforced-Starch Based Biocomposite Using Biosizing Method, Advances in
Composite Materials - Analysis of Natural and Man-Made Materials, pp. 297-306
Matthews F.L. dan Rawlings R.D., 1994, Composite Materials : Engineering and Science,
Chapman and Hall, London
McLachlan A, dan Brown AA, 2006, The ecology of sandyshores, Academic Press,
California.
Menachem L. dan Pearce E.M., Handbook of Fiber Chemistry – Jute and Kenaf, 2nd Edition
298
Möller F., Heijdra J.J. dan Seifert H., 2002. Research Project Bio - Blade, FAL Institut für
Betriebstechnik und Bauforschung, E.C.N. Netherlands Energy Research
Foundation, DEWI Magazin Nr. 20, February 2002.
Monk KA, Fretes YD, Lilley GR, 2000, Ekologi Nusa Tenggara dan Maluku, Seri Ekologi
Indonesia, Buku V, Prehallindo, Jakarta
Mueller D. H. dan Krobjilowski A, 2003, New Discovery in The Properties of Composites
Reinforced With Natural Fiber, Jurnal of Industrial Textiles, Vol. 33, No. 2-October
2003, pp. 111-130.
Mujiyono, Jamasri, Soekrisno R. dan Rocharjo H.S.B., 2008, Biokomposit serat rami dan
bambu bermatrik sekresi kutu pohon sengon, Penelitian Pendahuluan Disertasi S3,
Jurusan Teknik mesin dan Industri, FT-UGM, Yogyakarta.
Mulyadi dan Rochardjo, H.S.B, 2003, Impact Behaviour of Polyester Hybrid Composites Reinforced
by Agave cantala and Glass Fibers, International Seminar on Aerospace Technology,
Yogyakarta.
Naceri, A., 2009, Moisture Diffusion Properties of Fabric Composite (Glass Fibre / Epoxy
Resin), IJE Transactions B:Applications, Vol. 22, No.2, pp. 205-210
Nam, S. and Netravali, A.N., 2002, Interfacial and Mechanical Properties of Ramie Fibre
and Soy Protein Green Composites, ICCE-9, San Diego, California, ed D Hui, pp
551–552.
Neil Panchal N., 2010, ME 7751 Final Project NACA 4415 Airfoil Using ANSYS ICEM
CFX Meshing package and FLUENT 6.3 Simulation software.
Noor YR, Khazali M, Suryadiputra INN, 2006, Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia.
Wetlands International Indonesia Programme, Bogor
Nurhalim, 2007, Studi Analisis Pemanfaatan Energi Angin Sebagai Pembangkit Hibrida,
Jurnal Sains dan Teknologi, Vol.6, No. 2, pp. 34-38
Ostowari C. and Naik D., 1985, Post-Stall Wind Tunnel Data for NACA 44XX Series Airfoil
Sections, U.S. Department of Energy
Permatasari dan Diharjo K., 2006. Kajian Pengaruh Orientasi Serat dan Tebal Core
Terhadap Kekuatan Impak Komposit sandwich GFRP Dengan Core Divinycell PVC,
Proseding Seminar Nasional TEKNOIN, FTI-UII, Yogyakarta, 22 Juli 2006
Preusser, S. 2006, Use of natural fibres in composites in the automotive sector in Germany
from 1999 to 2005, Trade Commissioner – S&T, Canadian Embassy, Berlin,
Germany
Radi S.K, Tria M.A, Sugianto, 2012, Simulasi Numerik Pengaruh Protuberance pada
Koefisien Aerodinamika Airfoil NACA 631412 pada Kecepatan Subsonik, Vol.6,
No.2, 26-44, Jurnal MeTrik POLBAN
Rafiuddin, A. M, 2004, Flow Over Thick Airfoils in Ground Effect Flow Over Thick Airfoils
in Ground Effect-An Investigation On The Influence Of Camber, 24 th International
Congress of The Aeronautical Science.
299
Riedel U., Nickel J., Herrmann A.S., 1999, High Performance Applications Of Plant Fibres
In Aerospace And Related Industries, German Aerospace Center (DLR), Germany
Rochardjo, H.S.B., Marsyahyo, E., Soekrisno, Jamasri., 2009, Preliminary investigation on
Bulletproof Panels Made from Ramie Fiber Reinforced Composites for NIJ Level II,
IIA, and IV, Journal of Industrial Textiles, vol. 39, no.1, Sage Publ.
Rowell R.M., 1997. Economic Opportunities in Natural Fiber Thermoplastic Composite,
Proceeding of fourth International Conference on Science and Technology of
Polymers and Advanced Materials, Cairo, Egypt, Januari 4-9, 1997. Edited by P.N/
Prasad et al., Plenum Press, New York, 1998.
Rowell R.M., Sanadi A., Jacobson R. dan Caufield D., 1999. Properties of kenaf
Polypropylene Composites, Processing and Product, Mississippi State university,
Ag. & Bio Engineering, pp. 381-392. ISBN 0-9670559-0-3, Chapter 32.
Ruud van Rooij and Nando Timmer , 2004, Design of Airfoils for Wind Turbine Blades, ,
Delft University of Technology, The Netherlands
Sasongko, F., 2009. Dampak Lingkungan Pembangkit Listrik Tenaga Angin, Konversi ITB,
Bandung
Saliveros E., 1988, The aerodynamic performance of the NACA-4415 aerofoil section at low
Reynolds numbers, MSc(R) thesis, University of Glasgow
Sarun Benjanirat, 2006, Computational Studies of Horizontal Axis Wind Turbines in High
Wind Speed Condition Using Advanced Turbulance Models, a Thesis in Partial
Fullfillment of the Degree of Doctor of Philosophy in The School of Aerospace
Engineering, Georgia Institute of Technology
Sanadi A.R., Prasad S.V. dan Rohatgi P.K., 1986. Sunhemp Fibre-Reinforced Polyester,
Journal of Materials Science 21, pp. 4299-4304, UK
Sanadi A.R., Caulfield D.F., Jacobson R.E, Rowell RM, 1995, Renewable agricultural fibers
as reinforcing fillers in plastics: Mechanical properties of kenaf fiber-polypropylene
composites, American Chemical Society, pp. 1889-1896
Schultheisz, R.C., McDonough, G.W., Kondagunta, S., Schutte, L.C., Macturk, S.K.,
McAuliffe, M., Hunston, L.D., Effect of Moisture on E-Glass/Epoxy Interfacial and
Fiber Strengths, Composite Materials: Testing and Design, Thirteenth Volume,
Schwartz, 1984. Composite Materials Handbook, McGraw-Hill Book CoMPany, New York,
USA.
Schwartz, M.M. 1996, The influence of Environmental Effects, Composite Materials,
Properties, Nodestructive, Testing and Repair, pp. 117-119.
Schutte, L.C., 1994, Environmental Durability of Glass Fiber Composites, Polymer
Composites Group, Polymers Division, NIST
Shen, C., Springer, S.G., 1977a, Environmental Effects on the Elastic Moduli of Composite
Materials, Journal of Composite Materials, Vol.11, pp. 250-264.
Shen, C., Springer, S.G., 1977b, Effects of Moisture and Temperature on the Tensile Strength
of Composite Materials, Journal of Composite Materials, Vol.11, pp.2-15.
300
Springer, G.S., 1984, Model for Predicting the Mechanical Properties of Composites at
Elevated Temperatures, Environmental Effects on Composite Materials, Vol.2, pp.
151-161
Springer, G. S., Environmental Effects on Composite Materials, Vol. 3, G. S. Springer, ed.,
Lancaster, PA: Technomic Publishing Company, Inc., pp. 1–34.
Soemardi,T.P., Kusumaningsih,W., Irawan, A.P., 2009, Karakteristik Mekanik Komposit
Lamina Serat Rami Epoksi Sebagai Bahan Alternatif Soket Prostesis, MAKARA of
Technology Series, Vol 13, No 2., pp. 96-101.
Soltani M. R, Birjandi A.H., Mooranic M.S, 2011, Effect of surface contamination on the
performance of a section of a wind turbine blade, Scientia Iranica, 18 (3), 349-357
Soutis,C., Turkmen, D., 1997, Moisture and Temperature Effects of the Compressive Failure
of CFRP Unidirectional Laminates, Journal of Composite Materials, Vol.31, No.8,
pp. 833-848.
Sudiro, 2008, Rami tanaman asli indonesia untuk meningkatkan kemandirian kebutuhan alat
pertahanan, Puslitbang Balitbang Dephan (http://buletinlitbang.dephan.go.id)
Sugiyono, A., 2010, Pengembangan Energi Alternatif Di DIY: Prospek Jangka Panjang,
Prosiding Seminar Nasional VI UTY, ISBN No. 978-979-1334-29-7
Sugianto, 2011, Simulasi Numerik Pemisahan Aliran 2 fase kerosine-Water di dalam T-
Junction, Thesis, UGM
Suizu N., Uno T., Goda K., Ohgi J., 2009, Tensile and impact properties of fully green
composites reinforced with mercerized ramie fibers, Journal of Materials Science,
May 2009, Volume 44, Issue 10, pp 2477-2482
Takizawa K., Henicke B., Tezduyar T.E., Hsu C.M., Bazilevs Y., 2011, Stabilized Space-
Time Computation of Wind-Turbine Rotor Aerodynamics, Springer
Tuakia, F., 2008, Dasar-dasar CFD Menggunakan Fluent, Penerbit Informatika, Bandung
Turyanto, 2005. Kenaf alternatif penghasil pulp yang belum dilirik, Enterprise portal, Bisnis
Indonesia, 13 Sept. 2005, dari http://www.bisnis.com.
Wang B, Wu LZ, Ma L, Sun YG, Du SY, 2010, Manufacturing and mechanical behavior of the
sandwich structure with carbon fiber-reinforced pyramidal lattice truss cores. Mater Des
2010;31:2659–63
W. A. Timmer, R. P. J. O. M. van Rooij, Summary of the Delft University Wind Turbine
Dedicated Airfoils, AIAA-2003-0352
Wakui, T., dan Hashizume, T. 2002. Optimal Operating Method of the Wind Turbine-
Generator Systems Matching the Wind Condition and Wind Turbine Type Waseda
University. Japan
Wackernagel, M. and Rees, W.E., 1996, Our Ecological Footprint : Reducing Human Impact
on the Earth, New Society Publishers, Gabriola Island, BC
Wong PP, 2005, The Coastal Environment of Southeast Asia. dalam : Gupta, A. (editor) The
Physical Geography of Southeast Asia, Oxford University Press, New York
301
Xua. X, Jayaramana K., Morin C., Pecqueux N., 2008, Life cycle assessment of wood-fibre-
reinforced polypropylene composites, journal of materials processing technology,
198, pp. 168–177
Zaffaroni, G., Cappelletti, C., 1998, Comparison Of Two Accelerated Hot-Wet Aging
Conditions of a Glass-Reinforced Epoxy Resin, Composite Materials: Fatigue and
Fracture-Seventh Volume, ASTM STP 1330, pp. 233-244.
http://www.azonetwork.com/journalofmaterials/resinsystemsinfibrereinforced-
compositematerials.html, 5 Juni 2012
http://chemistry.umeche.maine.edu/Fort/Cole-Fort.html, 5 Juni 2012
302
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama : Ir. Sudarsono, MT Tempat / Tgl. Lahir : Bojonegoro,19 Februari 1955 Agama : Islam Status Perkawinan : Menikah
Istri : Dra. Nuniek Sudarsono Anak : Esthi Budhiyanti, S.E, Akt. Ismira Dewi, S.Psi, M.Psi. Menantu : Agni Trian Bawono, S.T, M.T Cucu : Alya Kirana Zhafirah Orangtua : H. Ahmad Sumarlan (Alm) dan Hj. Samingah (Alm) Mertua : H. Sudirman dan Hj. Arifah Sudirman Alamat :
Rumah : Jl. Pertanian Gg Salak 26 Banguntapan Yogyakarta Telp. 0274 – 412345
Kantor : Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
Jl. Kalisahak No. 28 Komplek Balapan Yogyakarta Telp. 0274 – 653029 Fax. 0274 – 563847
Email : [email protected], [email protected]
Fakultas / Jurusan : Teknologi Industri / Teknik Mesin
Jabatan Fungsional : Lektor Kepala Pangkat/Golongan : Pembina Utama Muda / IVc
NIDN : 0519025501
I. Riwayat Akademik :
1. SD : SDN Kepoh Baru Bojonegoro lulus tahun 1967 2. SMP : SMPN Baureno Bojonegoro lulus tahun 1970 3. SMK : STMN Bojonegoro lulus tahun 1973 4. D-3 : ATN Malang, Teknik Mesin lulus tahun 1979 5. S-1 : ITN Malang, Teknik Mesin lulus tahun 1988 6. S-2 : UI Jakarta, Teknik Metalurgi lulus tahun 1997 7. S-3 : Program DIL UNDIP tahun 2010 – sekarang
II. Riwayat Pekerjaan :
1. Dosen tetap Yayasan Pembina Potensi Pembangunan IST AKPRIND Yogyakarta, tahun 1988 s/d sekarang
2. Kepala Lab. Mesin IST AKPRIND Yogyakarta, tahun 1989 s/d 1990
303
3. Kepala Lab. Teknologi Mekanik IST AKPRIND Yogyakarta, tahun 1991 s/d 1993
4. Ketua Jurusan Teknik Mesin IST AKPRIND Yogyakarta, tahun 1994 s/d 1995 5. Pembantu Dekan I FTI IST AKPRIND Yogyakarta, tahun 1997 s/d 2000 6. Pembatu Rektor III IST AKPRIND Yogyakarta, tahun 2000 s/d 2008 7. Rektor IST AKPRIND Yogyakarta, tahun 2008 s/d Sekarang
III. Riwayat Penelitian / Publikasi (5 tahun terakhir) : 1. Analisis tentang Main Time break Failure seri Bearing 6304 pada crankshaf
Gasoline Engine (Jurnal Teknologi FTI IST AKPRIND), tahun 2009
2. Pembuatan Papan Partikel Berbahan Baku Sabut kelapa dengan Bahan Pengikat Alami ( Jurnal Teknologi FTI IST AKPRIND), tahun 2010
3. Laju Korosi Terkendali terhadap chassis Mitsubishi FE 114 dengan Variasi Quenching ( Jurnal Teknologi TECHNOSCIENTIA 2010 )
4. Pemanfaatan Limbah padat ( Serat ) Industri Pengolahan sagu sebagai Bahan Pembuatan Nitrosellulosa (Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan Hidup di Pasca Sarjana UNDIP ), tahun 2010
5. Limbah padat Industri Elektroplating Sebagai Bahan Campuran Tambahan Pada Industri Keramik ( Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan Hidup di Pasca Sarjana UNDIP), tahun 2010
6. Analysis of FSW Weld Made of Aluminium Alloy 6110 ( Prosiding Conference on Material at Departement of Mechanical and Industrial Engeneering Faculty of Engineering Universitas Gajah Mada ), tahun 2011
7. Pengaruh Penggunaan Spontan Power Terhadap Unjuk Kerja Motor Bensin NF 100 D ( Jurnal Teknologi TECHNOSCIENTIA 2011 )
8. Optimasi Penggunaan Serbuk Grafit Sebagai Material Alternatif Proses Metalisasi pada Elektroplating Non Konduktor ( Seminar Industri Service 2011 Universitas Sultan Agung Tirtayasa Cilegon ) 2011
9. Prediksi Aluminium sebagai Pembawa Mn, Cd, As, dan Cr ke dalam Sedimen pada Sistim Aliran Sungai ( Seminar Industri Service 2011 Universitas Sultan Agung Tirtayasa Cilegon ) 2011
10. Analisa Perubahan Volume Pada Cylinder Head dan Tinggi lubang Exhaust Terhadap Kenaikan Daya sepeda Motor 2 langkah ( Jurnal Teknologi TECHNOSCIENTIA 2011 )
11. Analisa Pengaruh Penggunaan Bahan Bakar Lpg Dan Pertamax Terhadap Emisi Gas Buang Pada Motor Matic (Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin X 2011, Universitas Brawijaya Malang)
12. Intervention on Stamping Process Improved Work Quality, Satisfaction and Efficiency PT. ADM Jakarta (2nd East Asian Ergonomics Federation Symphosium, Taiwan Oktober 2011)
13. Kajian Sifat Mekanik Material Komposit Propeler Kincir Angin Standar NACA 4415 Modifikasi (Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains dan Teknologi 2012, IST AKPRIND Yogyakarta)
14. Computational Fluids Dynamics Performace Analysis of Ramie-albizia Composited for Wind Turbin Rotor (International Conference on Future Energy & Materials Research - FEMR, Singapore Juni 2013)
15. Optimization Design of Airfoil Propellers of Modified NACA 4415 Using Computational Fluids Dynamics (The 13th International Conference on QiR, Yogyakarta Juni 2013)
304
16. Utilization Of Albizia Wood (Albizia Falcata) And Ramie Fibers As Wind Turbine Propeller Modification Of Naca 4415 Standard Airfoil (The 2nd International Conference on Advances in Mechanics Engineering - ICAME, Jakarta Juli 2013)
17. Computational Fluids Dynamics Performace Analysis of Ramie-albizia Composited for Wind Turbin Rotor (Advanced Materials Research Vol. 772 (2013) pp. 735-738)
18. Optimization Design of Airfoil Propellers of Modified NACA 4415 Using Computational Fluids Dynamics (Advanced Materials Research Vol. 789 (2013) pp. 403-407)
19. Utilization Of Albizia Wood (Albizia Falcata) And Ramie Fibers As Wind Turbine Propeller Modification Of Naca 4415 Standard Airfoil (Applied Mechanics and Material Journal Vol. 391 (2013) pp. 41-45)
IV. Riwayat Pengabdian Masyarakat :
1. Pembuatan Kincir Angin untuk Penggerak Pompa Air di Desa Bugel Kulonprogo, Hibah PPM Dikti, 2010
2. Penerapan IPTEKS dan Transfer Teknologi Produksi Gula Semut dengan Metode Vacuum dan Steam Curing, Hibah IbM Dikti, 2011
3. Teknologi Pengolahan Air Bersih dan Air Minum, PonPes Al HIKMAH Gunungkidul, 24 September 2011
4. Pelatihan Keterampilan Perbengkelan Las BKM Pringgo Mukti, Yogyakarta, 17 Peb – 4 Maret 2012
5. Pelatihan Kerja Las Bagi Pemuda FKPPI, Yogyakarta, 15-16 September 2012 6. Teknologi Penerapan Produksi Bersih dan Pengolahan Limbah, Yogyakarta, 11
Maret 2013
Demikian daftar riwayat hidup ini dibuat dengan sebenarnya dan penuh tanggung jawab.
Yogyakarta, 22 Agustus 2013
Ir. Sudarsono, MT
LAMPIRAN IHASIL U.TI TARIK SERAT RAMI
Luas Tegangan
TarikSpesimen Diameter Satuan
nrm) N
penampang
mm2) (MI
2aJ
4
s
6
7
0.1
0.16
0.1
0.06
0.1
0.06'0.1
1.5
4.1
1.5
0.6
t.70.6
1.7
0.16
0.41
0. 16
0.06
0.18
0.06
0.18
0.008
0.020
0.008
0.003
0.008
0.003
0.008
191 .083
204.021
191.083
212.314216.561
212.314215.561
Rerata
[(e:ierangan:
d:diameter rami (mm)A--luas penampang (mm2)o:tegangan tarik (MPa)F -beban yang diberikan saat pengujian 1N atau Kg)
206.277
305
Universitas Gajah lllladaLaboratorium Teknik Bahan
Jt. Grofiko No.Z, yagyakarta 55297
Uji Spesimen Serat Rami Tunggal
,,1.Vogya[aiq., 3r) Ja nuari 2012
lto Spesimen ke DiameterSpesimen (mm )
Satuan
{N} t kel1 1 0,1 I r.s o162 2 01L6 i r,t 0,123 3 0,16 4,7 o,43-4 4 n1? 2,7 0.155 5 0,13 L,3 0,146 6 0,33 4,3 a,447 7 0,1 o,02 0,038 8 0,1 1,5 0,169 9 0,16 2,4 0,2510 L0 a,06 0,6 0,06L1 11 o,26 3,6 0,3612 LZ url 11 n <oLt I Ur -LO
306
I,AMPIRAN 2 L'
FIASII, UJI TARIK KAYU SENGON LAUT (KSL)
Areat\o- Gaya Tegangan Tarik(m,nZ) (fg) (Ke/mm2) (Mpa)r +s.ooffist.2ot2 45.60 1983 45.60 2624 45.60 2675 45.60 2526 45.60 178
4.342 42.5965.746 56.3645.855 57.4405.s26 s4.2133.904 38.293t 45.60 197 4.320 42.381
Rerata 4.987 48.927
Keterangan:
cl:diarreter rami (mm)A=luas penampang (mm2)o:tegangan tarik (Mpa)F=beban yang diberikan saat pengujian (Kg)
Rumus o=F/A{Mpa}
REGANGAN TARIK KSL
No. Area Panjang panjangAwal Akhir A L Regangan
. (rym) (mrn ) (mm ) (mm); *S.o;2 45.60 260 262.0 2.00 0.00773 4s.60 260 26A35 0.35 0.00134 45.60 260 261.02 1.02 0.0039_5 45.60 260 260.5 0.50 0.00196 45.60 260 26"1 .7 1.70 0.00657 45.60 260 261 .7 1.70 0.0065
Rerata 0.0044
Keterangan
e:regangan (mm/mm)ls: panjang awal (mm)l;:pertambahan akhir (nrm)A l:pertarnbahan panjang {rnrn)
Rumus (li- lo) / Io
347
308
PENGUJIAN TARIK
Universal Testing Machine Spesimen uji tarik
Spesimen pada saat uji tarik Hasil uji tarik
FAKU LTAS TE KNOLOGI hIDI.|STRIJURIISAN TEKNII( NffSIN
I,A BORATORIUI{ PENCIIJIAN BA HANJl. I De*z Nyoman Oka No. 32, Kotabaru, yo.ryekarta 55224
_ felp (0274) 56itl8 _ Fa]r. {027a) :&*.+ZE-mail : ista,glindonctid * Hp://www. atpriadsc.idtt/r' rr+ruN, . t<{ L
DATE: 22,02.72 LOT NO:MAX LOAD: 10000. KG
DATE: 22. OZ. t2MAX LOAD: 10000.
TEST NO: 1
AREA: 45.60 MM2FORCE (r(G)
TEST NO: 1
AREA: 45.60FORCE
PEAK:BREAK:
AVERAGEAREA: 45.50
FORCfPEAK:BREAK:
MM2(KG) /238. V
)?o
MM2(KG)
238.
STRESS
STRESS
LOT NO:KG
STRESS
STRESS
LOT NO:KG
STRESS
STRESS
(KG/MM2)5.215.21"
(KG/MM2)5.215.21
(KG/MM2)3.48J,+o
(KG/MM2)3.4a3.48
(KGIMM2)4.3424.342
(KG/MN42)4.3424.342
AVERAGEAREA: 45.60 MM2
FORCE (KG)PEAK: 159.BREAK: 159.
PEAK:BREAK:
DATE:MAX LOAD:
PEAK:BREAK:
PEAK:BREAK:
159.159.
22. 02. 7210000.
r9B, y'198.
TEST NO; 1
AREA: 45.50 MM2FORCE (KG)
AVERAGEAREA: 45.60 Mf'12
FORCE (KG)198.198.
349
ffihffi
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRfJURUSAN TEKNIK IIIESIN
LA BORATORIfII}I PENCTIJIAN BA TIANil- I Dswa Nyomaa Oka No. 32, Kotabaru, yo.ryekarta 55224
Tetp. (027g.i6iJl8 - Fax. {0274) i,63t4lE-nrail : ista(@indo.na. id r hrp:/lwww. akpnnd-ac. id
DATE: 22.02.12 LOT NO:MAX LOAD: 1OO00. KG
DATE: 22.MAX LOAD:
TEST NO: 1
AREA: 45.60FORCE
PEAK:BREAK:
AVERAGEAREA: 45.60
FORCEPEAK:BREAK:
02. L2 LOT NO:10000. KG
MM2(KG)252.262.
STRESS
MM2(V/]\
262..262.
(KG/MM2)5.7465.746
STRESS (KG/MM2)5.7465.746
(KG/MM2)5.855.85
(KG/MM2)5.855.85
(r<G/MM2)3.773.77
STRESS (!(c/MM2)3.77211
TEST NO: 1
AREA: 45.60 MM2FORCE (KG)
PEAK: 267. VBREAK: 267.
AVERAGEAREA: 45.60 MM2
FORCE (KG)
STRESS
STRESS267.267.
02. \2 LOT NO:10000. KG
MM2(r(G)772.172.
STRESS
MM2I X 1- i
772.I f 1
PEAK:BREAK:
DATE: 22.MAX LOAD:
TEST NO: 1
AREA: 45.60FORCE
PE,AK:
BREAK:
AVERAGEAREA: 45.60
FOR-CE
:r^lT:,
310
FAKULTAS TEKNOLOGI IHDUSTR}JURUSAN Tf,KNIK ITfESIN
I,A BORATORIUM PEN61131AN BAIIANJl. I Dewa Nyoman Oka No. j2_ Kotabaru, yowukata SSUI
^ Tglp (0274) 56 I]18 _ Far . (0274) jois+zE-mail : ist(f?indo.nct.id * htrp://ivwrv. akpnnd.ac.id
DATE: 22.MAX LOAD:
TEST NO: 1
AREA: 45.60FORCE
PEAK:BREAK:
AVERAGEAREA: 45.60
FORCEPEAK:BREAK:
02.7210000.
MM2(KG)252. v239.
MM2(V/--\
252.239.
LOT NO: 7KG
STRESS (KG/MM2)5. s25.24
STRESS (KG/MM2)5.525.24
DATE: 22.MAX LOAD:
TEST NO: 1
AREA: 45.60F'ORCE
PEAK:BREAK:AVERAGEAREA: 45.60
FORCEPEAK:BREAK:
PEAK:BREAK:
AVERAGEAREA: 45.6fi
FORC€PEAK:BREAK:
02. t210000.
Mt42(r(G)178. V778.
MM2(KG)178.178.
LOT NO:KG
STRESS
STRESS
(.KG/My,z)3.903.90
(KG/MM2)3.903.90
DATE: 22. A2. tzMAX LOAD: 1OOOO.
rEST NC: 1
AREA: 45.60 MM2FORCE (t(G)
LOT NO: 9KG
STRESS (KG/MM2)4.374.29
STRESS (KG/M1"12)4.324.29
197. V195.
MM2(r(G)197.196. 311
FAKULTAS TEKNOTOGI INTX.ISTRIJTIRUSAN I'f, KTIIK NMSIN
LA BORATORITM PENCfIJIAN BA HANJl I Dewa Nyomau Oka No. 32_ Kctabsu, yo.ryakata 55224
Telp. (tJ27 g 56il38 - Fax . (U274) 5,6384TE-mail:isttr,frliudolctid.F*trJlw*v.al,priad_ac.id
LAPORAN HASIL PENGUJIAN
NomorNomor AlalisisAsal contoh
Jenis contohTanggal Penerimaan ContohTanggal Pelaksanaan AnalisisUntuk analisis
Hasil Pengujian :
I5ILAB-PH/LHPI1U201247/LHPIr. Sudarsono, M'l'.JI. Kalisahak 28 YogyakartaKayu sengon21 Pebruari201222 Pebruari 2012Uji tarik ka1ru sengon laut
No. Kode Area Gaya (kg) Teqangan Tarik(ke/mm') {Mpa)
A 45,6 238 5,219 51.2012. B 45,6 198 4,342 42,596-1^ C 45,6 262 5.746 56,3644. D 45,6 267 5.855 57,440). b 45,6 252 5.526 54.2136. D
I 45,6 t
178 3.904 38.2937. G 45,6 197 4,320 42,381
Rerata 4,997 48,927
Yogyakarta" 22 F ebruai 2012
L/\BO [2/\TOPENCUJI.{!NTEKNII( ME'3IN
Duniari
312
h;Ef
FAKI,LTAS TEKNOLOGI INDUSTR}JURUSAN Tf,KMKtrTESIN
LA BORATORIIII}T PENGfiJtAN BAH ANll- I Dena Nyoma:r Oka No. 32, Kotaban, yo.ryakata 55224'Ielp. (027a) 56lltt - Fax. (027a) j6jt4z
E-ma.il : istar,0ifldo_octid . hrp://www.akprird.ac.id
NomorNomor AnalisisAsal contoh
Jenis contohTanggai Penerimaan ContohTanggal Pelaksanaan AnalisisUntuk analisis
Hasil Pengujian :
1 6/LAB-PTVLHP I TI I 20 1 248/LHPIr. Sudarsono, MT.Jl. Kalisahak 28 YogyakartaKayu sengon21 Pebruari 201222 Pebruari2012Uji regangan kayu sengon laur
Yogyakarta, 22 Febru ari 2012
Area i Panjang(-q) | Awal (mm)
PanjangAkhir (mm
Gi45,6 lzoo
L.1.\,B (>EE>ENCUJr.errvrxl
(>pIUl}r
ST., It4.Eng.
313
LAMPIRAN 3HASIL UJI TEKAN KAYU SENGON LAUT (KSL)
No. Area Gaya Tegangan Tekan
1 625 373 0.597 5.85s0.438 4.3010.458 4.4890.478 4.6930.482 4.7240.483 4.7400.651 6.388
Rerata 0.512 s.027
Keterangan:
d:diameter rami (mm)A:luas penampang (mm2)o:tegangan tarik (MPa) -,",
F=beban yang diberikan saat pengujian (Kg)
REGANGAN TEKAN KSL
No. Area Panjang Panjang A L Regangan(mm) (mm) (mm) (mm)
2 625 2743 625 2864 62s 2995 625 301
6 62s 3027 62s 407
I 625
2 625
3 625
4 625
5 625
6 625
7 625
25.90
26.20
25
25
25 26.10
25 26.15
2s 27.80
25 27.2225 27.25
0.90 0.0361.20 0.0481.10 0.0441.15 0.0462.80 0.1122.22 0.0892.25 0.090
Keterangan
e:regangan (mm/mm)ls: panjang awal (mm)l;:deformasi (mm)
Al:pertambahan panj ang (mm)
Rerata 0.066
Rumus (li - lo) / lo
3r4
FAKULTAS TEKNOLOGI }}TDUSTRIJIJ-RUSAN TEKNIKMESIN
LABORATORftIM PENGIIJJAN BAH ANJ[ IDewa Nyomaa Oka No. 32, Kotabaru, yogyakitta 55D4
Tefu, (0274) 56I33U - Fax. {W74) s63u7E-mail : ista(@indo.rrctid * hnp:/lw*w.akprind.ac.id'fttcxu t<s,L
DATE: 17.02.72MAX LOAD: 10000.
TEST NO: 1
AREA: 625.00 MM2FORCE (KG)
ul
PEAK:BREAK:
373. \,/0.
LOT NO:KG
LOT NO:KG
LOT NO:KG
AVERAGEAREA: 625.00 MM2
FORCE (KG)PEAK:BREAK:
373.0.
DATE: L7, 02, T2MAX LOAD: 10000.
TEST NO: 1
AREA: 625.00 MM2FORCE (KG)
PEAK: 274. vBREAK: 0.
AVERAGEAREA: 625.00 MM2
FORCE (KG)PEAK:BREAK:
274.0.
DATE: 17.02.72MAX LOAD: 10000.
TEST NO: 1
AREA: 625.00 MM2FoRCE (KG)
PEAK: 286. VBREAK: 0.
AVERAGEAREAr 625.00 MM2
FORCE (KG)PEAK: 286.BREAK: 0'
STRESS (KG/MM2)0.5960.000
STRESS (KG/MM2),0.5960.000
STRESS (KG/MM2)0.4380.000
STRESS (KG/MM2)0.4380.000 '
STRESS (KG/MM2)0.4580.000
(KG/MM2)0.4580.000 315
FAKULTAS TEKNOLOGI }NDUSTR}JURUSAN TEKNIK }trSIN
],A BORATORILTM PENCTIJIAN BAHANJl I Dewa Nyoman Oka No. 32, Kotabaru, yo.e.v-dkarts 55Za_ Tetp (027.1) s6il.l8 _ Far. (0274) i?:ffi'E-mail : ista,/,0indo-nctid - ttttp:lii"""w.'akp.irJu"-ra
DATE: 17. 02. T2 LoT No:MAX LOAD: 10000. KG
TEST NO: 1
AREA: 625.00 MM2FORCE (KG) STRESS
PEAK: 158.BREAK: 158.
(r(G/MM2)0.2520.252
AVERAGEAREA: 625.00 MM2
FORCE (KG) STRESS (KG/MM2)0.2520.2s2
PEAK:BREAK:
158.1.58.
DATE: 17. 02. i"zMAX LOAD: 10000.
TEST NO: 1
AREA: 625.00 t'H.12FORCE (t(G)
LOT NO:KG
STRESS
STRESS
(KG/MM2}0.3360.000
(KG/MM2)0.3360.000
PEAK:BREAK:
PEAK:BREAK:
210.0.
270.0.
AVERAGEAREA: 625.00 MM2
FORCE (KG)
3t6
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTR}JfIRIISNY TE KNIK I}TE SIN
I,A B(}RATORIUM PENCTTJTAN BA HA,NJI. I Dewa Nyoman Oka No. 32, Kctabaru, yog/.akmt{ 55224
_ Ielp (027.1)56r.r.l8 _Fax (0271) i&wtE-mail : istr,Oindo nctid * trtrp:/Awnv.akprind-ac.id
DATE: L7. 02. t2 LOT NO:MAX LOAD: 1OOOO. KG
TEST NO: 1
AREA: 625.00 MM2FORCE (KG) STRESS
PEAK: 299. \,/BREAK: 111.
(KG/MM2)0.4780.777
AVERAGEAREA: 625.00 MM2
FORCE (KG)PEAK: 299.BREAK: 111.
DATE: 17.02.12MAX LOAD: 1OOOO.
TEST NO: 1AREA: 625.00 MM2
FORCE (KG)PEAK: 301. WBREAK: 276.AVERAGEAREA: 625.00 MM2
FORCE (KG)PEAK: 301.BREAK: 276.
STRESS (KG/MM2)0.4780.777
LOT IIJO:Ktr
STRESS
STRESS
DATE: 22.02.12 LOT NO:MAX LOAD: 1OOOO. KG
TEST NO: 1
AREA: 625.00 MMzFORCE (I(G) STRESS
PEAK: 302. L/BREAK: 242.
(KG/MM2)C,4810.44L
(KG/MM2)0.4810.441
iKG,1MM2)0,9294.744
AVERAGEAREA: 625.00 MM2
FORCE (KG)PEAK: 3A2.BREAK: 242.
STRESS (KG/MM2)4,9294.744
3t7
&*s.
WFAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
JfTRUSAN TEKNTK S{ESTNI,ABORATORTU}I PEIYC TIJIETV gA N NN.lL I Dewz Nyoman Oka No. 3Z Kotabaru, Vo.ry.ut*t SSZ+
_ 'f:tp (0274) -j6ill8 _ Fax. (0274) io:sa?E-mail : ista(g?iado-actid * trtp:livww.'a$.iJ,u..,t
DATE: 77. 02.12MAX LOAD: 1OOOO.
TEST NO: 1
AREA: 625.00 MM2FORCE {KG)
LOT NO: 9KG
STRESS (KG/MM2)0.404o.404
STRESS (KG/MM2)0.404o.404
AVERAGEAREA: 625.00 MM2
FORCE (t(G)
PEnK:BREAK:
PEAK:BREAK:
253.253.
253.253.
407.346.
4O7. r/346.
DATE: t7.02.12MAX LOAD: 1OO00.
TEST NO: 1AREA: 625.00 Mpi2
FORCE (r(G) STRESS (KG/MM2)0.6510.553
STRESS (KC/MM2)0.6510.553
LOT NO:KG
10
PEAK;BREAK:
PEAK:BREAK:
AVERAGEAREA: 625.00 MM2
FORCE (KG)
318
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRIJTIRUSAN TEKNIK FTESIN
[,A BORATORIT&I PEN(.;TIJIAN BA H AIYJl. I Dewa Nyomau Oka No. j2, Kotabaru, yoey.-akarta 55224'felp (o27a) -i6iJl8 - Fiu (0274) j6jE47
E-ntail . ista/,0indo.nct id * trq :r7wv.w. akprind. ac. id
NomorNomor AnalisisAsal contoh
Jenis contohTanggal Penerimaan ContohTanggal Pelaksanaan Analisi s
Ijntuk analisis
Hasil Pengujian :
LAPORAN HASIL PENGUJIAN
13/LAB-PWLHPITII2O12.I5lLHP
ir. Sudarsono, IvlT.
"il. Kalisahak 28 YogyakartaKayu sengon17 Pebruari 201217 Pebruari 2012LIji tekan kayu sengon laut
Yogyakarta, I 7 Februari2012
No. Kode Area Gaya (kg) Tesansan Tarik(hdmm') {Mna)
1 A 625 )tJ 0,597 5,8552. B 625 274 0,438 43A13. C 625 286 0,458 4.4894. D 625 299 0.478 4.6935. E 625 301 0.482 4,7246. F 625 302 0.483 4.7407. G 625 407 0,651 6.388
Rerata 0,512 5,027
L1\.B(>A/\T[)ENCUJ-IAh
Agus Duriia
319
ffisrg.J'
FAKULTAS TEKNOLOGI INDU$TR}JI,IRUSAN TEKNIKNMSIN
LA BORATORTTM PENGfIJIAN BA II ANJl- I Derra Nyomao Oka No. 32, Kc*ab6ru, yo.ryakata 55224
* Tetp. ({i274) 56ilj8 _ Fax. (0274) Sil]l/;rE-mail : ista./@itrdoxctid . htp//www. akprind.ac.id
NomorNomor AnalisisAsal contoh
Jenis contohTanggal Penerimaan ContohTanggal Pelaksanaan AnalisisUntuk analisis
Hasil Pengujian :
: I 4/LAB-PH1L,!1P tIlt20t2:46/LHP: Ir. Sudarsono, il4'f.Ji. Kalisahak 2E yogyakarta
. Kayu sengon: l7 PebruariZAn:17Pebruari2A1Z: ijji regangan ka3ru sengon laut
No. Kode Area(mm)
PanjangAwal (mm)
PanjangAkhir (mm)
AL(mm)
Regangan
A 625 25 25,90 0,90 0,036) B 625 25 26,20' 1,20 0,049C 625 25 26,10 I.l0 0,044
4. D 62s 25 26 15 1,1 5 f\ AAA5. tr 625 25 T.80
?7 ))2,80 0,112
6. F 625 25 )'))7. G b25 25 27 25 =2=-_ t
))\ |
--0.090 --_-
Rerata 0,066
logyakarta, 17 Februai 2012
f.,f O<>p,tE>ENGUJTErcNrr llE
O!)IU M
Agus Duni
324
LAMPIRAN 4PENGOLAHAN DATA HASIL UJI IMPAK KAYU SENGON LAUT (KSL)
No. G w HI HK
l0 01 13'0 130.r3 150 147 0.674 234.16 1s7.824 4.317
U.UUJ
0.013
030
0.033
0.030
2a-)
4
5
6
7
l1'01 13.01 143.240r r50 147 0.674 234.16 157.824 4.3171 1'0 12.07 132.77 150 146 A.674 234.16 157.824 5.838r0'05 12.03 r20.9015 150 145 A.674 234.16 157.824 7.398
1 1'03 12.03 132.69a9 150 146 0.674 234.16 1s7 .824 5.838
0.044
0.061
0.0440.032
J.OJ(Jt t '02 1?'07 133.0114 150 147 A.674 234.16 r57.824 1.317Rerata 5.632 0.01i
Keterangan;
l--tebal di bawah takik (rnm)d:iebar spesimen (mm)A=luas penampang 1mrn2;o:sudut ayunan tanpa benda ujiB:sudut ayunan mematahkan benda ujiR:jarak titik beban ke pusat ayunanG:W x g: berat beban x grafitasiHI: energi = [GxR(cos p_cos o)]HK:kekuatan impak : IHI/A]
321
322
PENGUJIAN IMPAK
Alat uji impak Charpy Spesimen uji impak
Hasil uji impak Hasil uji impak
FAKULTAS TEKNOLOGI II*DUSTRIJTIRUSAN Tf,KNIK IItrSIN
T,A BORATORTUM PENCITJIAN BAIIANJ[ I Dewa Nyomau Oka No. 32, Kdabsrr1 yo.erakart! 55224
_ I:lp (027.r)56IrJE -rax. ezi+) ihwiE-arail : istai0indo-nctid *
@/lw*,rr.rkprindac.rd
NomorNomor AnalisisAsal contoh
Jenis contohTanggal Penerimaan1anggai PelakstrraanUntr-rk analisis
Hasil Pengujian:
:49/LHP: [r. Sudarsono, M1'.Jl. Kalisahak 28 yoevakarra
: Kayu sengon:21 Pebiuariz}l2 u
: 22 Pebruari 2012: Uji impak kayu sengon laut
ContohAnaiisis
Kode I(mm)
d
!q!ql
A(**')
o
c)p
()R
{m)G
(ks)w
(kgm)HI
(Joule)HK
(Joutelmm2)
A 10.6 11,06 tt7,236 50 145 0.674 234,16 157.824 7.398 0,063Dl) 10,01 13,0 1 30,1 3 50 147 0,674 234.16 157.824 4,317 0,033C I l,0l 13,01 143,240 50 147 0.674 234,16 ts7.824 4,317 0,030D 1 1,0 12,07 132,77 50 146 0,674 234.16 157 _824 5.838 0.044E 10,05 i2.03 120,90 50 145 0,574 234.16 157.824 7,399 0.061
1 1,03 12.03 132,59 50 146 0,674 234.16 157,824 5,838 0,044G 11,02 12,07 133,011 50 147 0,674 234,16 157,924 4,317 0,032
I(erata 5,632 0,044
Yogyakarta, 22 F ebruan 20 12
L^,I}(-$pf,)ENCfiJTEKNIT r,rJGLl
Agus Duni
.IT(>AIU F,x
)./.)
LAMPIRAN 5
5.1. U.ii Flexural (Tegangan Tekuk) KSL + I lapis Rami (2 gram)
No Bahan
ujiTebal Lebar
(mm) (mm) mm2) qewon) (Mpa)
Luas
Penampa
ng
Tegangan
TekukBeban
I
2aJ
1
5
LJ
oE
T
22.25
21.67
21.13
20.55
2A.s4
52.2
52.81
51 .13
52.8
52.24
1l6l.4s 1638.27 t6.171144.39 1206.63 t2.411080.38 1844.28 20.601085.04 2540.7e 29.06r 073.01 I 5 10.74 17 .48
170
Rerata 19.013
Keterangan
Rumus of= 3 pL / Zba2of= Flexural Strength (Mpa)L=support span (mm)p=beban yang diberikan saat pengujian (Newton)b=[ebar specimen(mm)d=tebalspesimen (mm)
5.2.llJl Flexural Strain (Regangan Tekuk) KSL + I trapis Rarni (2 gram)
l"lo ulli" Tebal Luas Beban Tegangan
Deformasi Reganganuii Penetrrrpang rekuk rekuk
Qrlewton) (Mpa)
ia2 t 2r'67 1144.39 1206.63 t2-41 4.00 1.79963 0 21'13 1080.38 1844.28 20.60 6.00 2.63214 E 20's5 1085.04 2540.79 29.06 s.00 2.1332: : 1? ?1 1073.01 1st0.74 17.48 s.00 2.13226 Q zt.tz 1102.89
Rerata 2.313
KeteranganRurnus sf=(GDd/12)
ef=Regangan fekuk (%)
L=support span (mm)D=nifai deformasi rnaks pada span tengah {mm)d=te{:al spesimen {mm)
324
NoLuas
Bahan Uji Penampang
(mm
t161.45
n44.39r 080.38
1085.04
1073.01
r 102.89
Tebal
(mm)
Lebar
(mm)
Beban
(Newton)
1638.27
1206.63
t844.282s40.79
1510.74
t677.51
Tegangan
Tekuk
(Mpa)
Deformasi Elastisita.s
(mm) (Mpa)LJ
oE
T
22.2521.67
21.13
20.5s
20.54
21.12
s2.2
52.81
51.13
52.8
52.24
52.22
t6.1712.41
20.60
29.06
t7 _48
18.36
8.00
4.00
8.00
5.00
5.00
5.50
4.40.69
0.59
1.36
0.82
0.76
Keterangan
Rumus Ef=L3m/4bd3Ef=modulus elastisitas tekuk (M pa)L = Support span (mm) flOm = kemiringan kurva tegangan_regangan (p/D)b = lebar spesimen (mm)d = tebalspesimen (mm)p = beban {Newton)D= deformasi(mm)
Reratcr 0.776
325
FAKULTAS TEKilOLOGI tilDUSTRIJ{IRUS$T Tf, KNIK IITESIN
[,A BORATORIUM PENCIIJTAN BAH ANJl I Ds*z Nyomaa Ota No. 32, Kotabaru, yoryakarta 55224_ Tgtp (0274) 56iJlr_Fax. (027a1s6:cazE-mail : ista/,0indo_actid . trrq:/An*sr.alarind.ac.id
NomorNornor AnalisisAsal contoh
Jenis contohTanggal Penerimaan ContohTanggal Pelaksanaan AnalisisUntuk anaiisis
Hasil Pengujian :
: 2\ILAB-PWLHPN t2012:53/LHP: Ir. Sudarsono, MT.JI. Kalisahak 28 yogyakarta
: Materialkomposit27 Mei 201228 Mei 2012Lli Fiexural ka1.u sengon laut + I lapis rami
Yogyakarta,2S MeiZ0l2
No. Kode Tebal(mm)
Lebar(mm)
LuasPenampang
1mm2)
Beban(Newton)
TeganganTekuk(Mpa)16,77
I L )) )\ 52,20 1161.4s 1638.272. J 21,67 52,91 1144,39 llnA A1, 12,41
20,6029,06l7 49.
1J. o 21,13 5 1,13 t 0g0,3g 1844,29A+. E 20.55 5? RO 1095,04
1073.012540,79
5. T 20,54 s224 *l
1510 74o
-L)\L \) )) I t02,gg 1677,51.-_---
J18.36 i
Rerata 19,013
L/\.BopPENGUJTEKrrIK M
Agus Dunid
OPIUM
IN - 1ro?A
326
FAKULTAS TEKI{OLOGI NOI,STR}JTIRUSAN TEKr{IK}MSIN
I,ABORATORTUM Pf,NGUJTAN BAHANJl I Dsr*z Nyomau Ola No. 32, Kdabaru, yo.ryakata 55224
_ Telp (0274) 56IJJU- Fax. {027{) s6:HzE-mail : ista,r,0iado-ectid r htp/funw.aftprind.ac.id
NomorNomor AnalisisAsal contr:h
Jerris gontohTanggal Penerimaan ContohTanggal Pelaksanaar Anal isisUntuk analisis
Hasil Pengujian :
: 22 /L AB -P tl/ LHP N t Z0 1 2:54|LHP: Ir. Sudarsono, MT.Jl. Kalisahak 28 Yogyakarta
: Iv{aterial komposit:27 Mei2012: 28 Mei 2012: Uji Flexural strain kayu sengon laut + I lapis rami
Rerata --T_-, 1r t---l
Yogyakarta,2S Mer 2012
No. Kode Tebal(mm)
LuasPenampang
(mm")
Beban(Newton)
TeganganTekuk(Mne)
Deformasi(mm)
ReganganTekuk
L )) )\ r 161,45 1639,27 76,17 6,00 2,7716aa. J 21,61 ll44,3g 1206,63 12,41 4,00 l,79963. o 27,13 1080,39 1844.28 20.60 6,00 2,63214. E 20,s5 1095,04 2540,79 29.06 5,00 2,13325. T 2u.54 1073-01 t510,74 17,49 5,00 2,1332
\_, I- l I U2-89 1677,51 18,36 550 2,4116
(}PIU MN BA.fi,\ N
327
FAKULTAs rEKNoLoct tNDt srRrJTIRUSAN T"f,KNIKIMSIN
[,A BORATORILAI PENCTIJIAN BA H ANJL I Dswa Nyomaa Oka No. 32, Kotabaru, yog,.a&atr 55224
Telp. (027a) 56IljB - Fax. (0274) j6jlr7E mail : ista0indonct id . hrpl/wnrr. alprird"ac.id
LAPORAN HASIL PENGUJIAN
NomorNomor AlalisisAsal contoh
Jenis contohTanggal Penerimaan Contoh'f anggal Peleiksaiaan Anal isisUntuk analisis
Hasil Pengujian :
: 23/LAB-PFVLHPN /2A12: 55/LHP: 1r. Sudarsono, MT. .
Jl. Kalisahak 28 Yogyakarta: Material komposit: 27 Mei 2Al2: 28 Mei 2012: Uji eiastisitas kayu sengon laut + 1 lapis rami
No. Kode Tebal(mm)
LuasPenampang
{mm2)
Lebar(mm)
Beban(Newton)
TeganganTekuk(Mna)
Deformasi(mrn)
Elastisitas(Mpa)
L )) )\ I 161,45 \) ") 1639,?7 16,17 6,00 0.44) J 21,67 1144,39 52,81 t206.63 12,41 4.00 0,693. o 21,13 1080,39 51,i3 1844,29 20,60 6.00 0,594. E 20,55 1085.04 52,80 2540.79 29,06 5,00 1,36) T 20,51 I 1073,01 I 52.24 I tsto.tq I rz.a8*--l--*-s oo o6. a i zl,n lro2je -T s22 n - 016
Rerata 775
Yogyakarta, 28 lvlei 201 2
f.A"n<>errfPENCUJIILNlIKNrr prrE
328
LAMPIRAN 6
6.I. Uji Flexural (Tegangan Tekuk) KSL + 2 lapis Rami (4 gram)
No Bahan Uji Tebal Lebar Luas
PenarnpangBeban Tegangan
Tekuk(mm) (mm) (mm (Newton) (Mpa)
R
I
KA
G
M
I
2
-)
1
5
6
)) )<22.8
23.87
22.2
21.66
21,24
52.25
s2.2s2.2
52.21
s2.2
52.25
1162.562s
I 190.16
1246.01411s9.062
l r 30.652
I109.79
3207.87
3698.37
2540.793659. I 3
2746.82982.24
31.62
34.75
21.78
36.26
28.60
32.26
KeteranganKayu sengon direndarnLnaResin 300Katalis 30konversikg- 9.g1
dalam cairan NaOH selamamm
mlmlm/dt2
Rerata
3 jam.
30.881
Rumus of= 3 pL / Zbazof= Flexural Strength (Mpa)L:support span (mm)P:beban yang diberikan saat pengujian (lrlewton)b:lebar specimen(mrn)dnebalspesimen (mm)
6'2' uii Flexurar strain (Regangan Tekuk) KSL + 2 rapis Rami (4 gram)
l.\o Bahan uji TebalLuas
Penampang BebanTegangan
Tekuk
(Mpa)
Deformasi Regangan
Tekuk
(Mpa)(mm) (Newton) (mm)mm
I
2
-1
4
5
6
R
I
KAG
M
)) )\22.8
23.87
22.2
21.66
21.24
1162.562s
1190.16
1246.0141159"062
1t30"652
11A9.79
3207.&7
3698"37
2540.V9
3659.13
2746.&
2982.24
12.28
34.75
21.7818.76
28.60
i 1.04
3.00
3.506.004.504.00
2.00
1.39
1.66
2.972.A7
r.800.88
R,erata 1.795Keterangan
Rumus ef=$Od/Lllef=Regangan Tekuk (%)L=support span (mm)D=nilaideforrnasi maks pada span tengah (mm)d=tebalspesimen (mm)
329
6.3. tJji Elastisitas EFL3rn/4bd3
Penampang Lebar Beban
(mm) (Newton)
Tegangan
Tekuk
(Mpa)
LuasNo
Bahan
ujiTebal
(mm)
Deformasi Elastisitas
(.mni) (Gpa)(**'1R2I3K4A5G6M
1162.5625
l r90.i61246.014
1159.062
1130.652
1109.79
22.25
22.8
23.8722.2
21.66
21.24
52.25
s2.2
52.2\) )1
52.2
52.2s
3207.87
3698.37
2540.79
3659. I 3
2746.8
2982.24
3t.6234.75
21.78
36.26
28.60
32.26
3.00
3.s0
6.00
4.50
4.00
2.00
2.28
2.10
0.73
1.75
1.59
3.66
Rerata 2.0t8Keterangan
Rumus Ef=L3m/4bd3Ef=modulus elastisitas tekuk {Mpa)L = Support span {mm) l7Om = kemiringan kurva tegangan-regangan {p/O)b = lebar spesimen (mm)d = tebal spesimen (mm)p = beban (Newton)D= deformasi (mm)
32A7.81
3698.372540.79
3659.132746.8
2982.24
330
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRIJLRTSAN TEKNtr(MESIN
I,A BORATORITIM PENCTIJTAN BA I{ ANJl I Dew'a Nyomaa Oka No. 32, Kotabaru, yoryakarta 55224'Ielp (0274) J6iJJ8 - Fax. (0274) j63|{;T
E-mail : isral,0indorct id . hrp/lwww-akprfurd.ac.id
NomorNomor AnalisisAsal contoh
Jenis contohTanggal Penerimaan ContohTanggal Peiaksanaan AnalisisUntuk analisis
Hasil Pengujian :
LAPORAN HASIL PENGUJIAN
2 |LAB-PWI.IIPM201256lLHPIr. Sudarsono, MT.Jl. Kaiisahak 28 YogyakartaMaterial komposit27 Mei201228Mei2AlZUji Flexural kayu sengon laut + 2 lapis rami
Yogyakarta, 28 Mei 2012
No. Kode Tebal{mm)
Lebar(mm)
LuasPenampang
{mm2)
Beban(Newton)
TeganganTekuk(Moa)
I R )) )\ 5) )5 t161,562 3207.87 31,622. I 22,80 5) )n I 190,160 3698,37 34,751J. K 23.87 52,20 1246,0t4 2540.79 2t.78.4.f. A )) )o 52,2i 1159,062 3659.1 3 36.265. G 21,66 52,20 I t t:o,osj 2746.80 28.606. I M '21.24 \') )\ i 109.790 2982.24 32
Rerata 30.881
L,&ttr (->pn T,E)ENCUJI1\N.TEFiNII(
ME<BI
lv{.Eng.
33r
FAKULTAS TE KNOLOGI TilEUSTRIJTIRUSAN TTKNIK}trSIN
I.A BORATORTUI}T PENGTIJIAN BA H ANJl I De*z Nyoman Oka No. JZ, KctabEru, yoryakarta 55224
- Telp. (0274) j6i3lt - Fax. (0274) 563U7E-mail : istaf,Oiudo.rctid r hrF://wxv.af,prind.ac.id
NomorNomor AnalisisAsal contoh
Jenis contohTanggai Penerimaan ContohI'anggal Peiaksanaan AnaiisisUntuk analisis
Hasil Pengujian :
25lLAB-PH ILHPIYI2O1257ILHPIr. Sudarsono, i\z{T.
Jl. Kalisahak 28 YogyakartaMaterial komposit27 NIei 201228 Mei 2012Uji F'lexural strain kayu sengon laut + 2 lapis rami
No. Kode Tebal(mm)
LuasPenampang
(mm')
Beban(Newton)
TeganganTekuk(Mna)
Deformasi(mm)
ReganganTekuk("/"\
1 R )) )\ 1161,562 3207.87 31.62 3,00 1,392. I 22,80 1 190,160 3698,37 34.75 3.50 1.66-). K 23.87 1246,014 2540,79 21,78 6,00 )q74. A 22.20 1159,062 3659.13 36,26 450 ?a75. G 21,66 1130,652 2746.80 28.6A 4,00 .805. \{ 11 14 l1.gg,7g 2982.2 32,25 2,A0 0.E8
L/\,D(])Ia.ATO)PENC.UJI^.NTEt(-NIX. }IE{.T
Yogyakarta,2S Mei2012
332
FAKULTAS TEKNOLOGI IITIDI,$TR}JURUSAN Tf,KNIKMESIN
LA BORA TORITI}I PENCfIJIAN BA TTANJL I De*-a Nyomau Oka No. 32, KcMbErD. yo.ryakrta 55224
_ Telp (0274) 56IJIE - Fax. {OZT4) I6J,|ts;IE-nta.il : ista(4iudosctid . htp:/lwww.a$rind.ac-id
NomorNomor AnalisisAsal contoh
ienis contohTanggal Penerimaan ContohTanggal Pelaksanaan AnalisisUntuk analisis
Hasil Pengujian :
26/LAB-PWLHPN 12.01258/LHPIr. Sudarsono, MT.Jl. Kalisahak 28 YogyakartaMaterial komposit27 Mei 201228 Mei2012Uji elastisitas kayu sengon laut + 2 Iapis rami
Yogyakarta,2S Mei 2012
No. Kode Tebal(mm)
LuasPenampang
(mm2)
Letrar(mm)
Beban(Newton)
TeganganTekuk(Mna)
Deformasi
{mm)Elastisitas
(Mpa)
I R )) )\ 1162.562 {? r< 3207.87 3r.62 3,00 2,292. i 22,80 i 190.i60 52.20 3698.37 34,7 5 3,50 2,la). K 23,87 1246,014 52,20 2540.79 ?1,,79 6,00 0,734. )) ){\ i 159.062 <) )1 3659.13 36,26 4,50 1,75). G 21 66 1130,652 52,20 2746,90 28.60 4,00 1,59n lvl )l .rJ I 1C9.790 52.25 ?982.24 32,26 )oo 3.66
Rerata 18
L1j\BC)pf,}trNCUJTrKNrr-na'l
OQI U vIN B1\II,IN
JJJ
334
PENGUJIAN TEKUK
Spesimen pada saat diuji Spesimen pada saat diuji dan diukur
Spesimen uji 2 lapis rami Spesimen uji 1 lapis rami
Hasil patahan uji tekuk Hasil patahan uji tekuk
FEFq>5?E taoa tY!?P3ZE-rO
oa(Drt
r.d6
OQ
P'^t!o
+Xa
,:3
tn)o- OJ
oo0)iro)
tsr
=(DxctoN)o.53
Flo(Dgs
q..{t!ra
oE(!
a19
(!
o(!
n
o!!rsr-)" r,
.)=.3 !,
oa
(!
aE!ta:da+
o19
(I0 .,1
+h
-=!v E3g 5'l 0t, a'€
qt!
=EQdalrta'Gac !-9E3
aBro tD
<F*, (!\o lg.vE
j, J^ ,e, .li Jn u N) tJ '., * t\) ".,SXusGgN+iHEEHr P.P Pj-j- O\toooo+Or tJU)(,TOSH \ooaSsur
OHrllO,*t'
r,UJU)(J)U)UJ
!,tiDt(h
N)t.)Nt..)t.)T)FOOBBN)P(,lUtHO\t\,tJF(,tlr{Ur
i==="sS urlgH
oo oo co oo \o \o\OtJ.rUJO\OOHESOTOOO\ (..liO\O\5F
-l O\ O\ O\ *J OoO5O\Ut-JC)tJHOtJHO\ UJ{-\OqA +OFootoO\
(JJ('A('G)
"ooJ,j-5-glo (^tJ{"^5(^ous\aoo5 OOtr)-€OO5'
55SASS (}TFCaO\qL.r5-IHt9Ot, u)\o{ootJo\ o t.J o\ uJ \o (A
5o\ot)
jlrajrqujr\
S"N NHN $**E
tsH$H*POlrUt\O\OO\ \oo\olrQN oo-JBOON)O\
3O>ts-F
UJt!U)UJUJtJ)
N]
(Dta
P Ja tl N p "PF H\i t B H
{-It--r{\I -J. y- Elv
tJ t.J Hco\o\o<>o\o \O tJl -l bJ UJ \O!uJo\oq\o-1 55(,}tN)O\
{-l{cOoo{-Pli-)NPlo -.lOUJO\H\O \oou)qo\o\-l-lO\5O\(-rt
5O\(r)UtSl, \OAOO(,rtOoBIQBaF'Bo\H-l Oa tJ u l..J O (4)B-LhUJUJ
t.tUrAt,ltSAC)Au+\Ol.J-I-I\)O\F-I 5BO\-tFU)N)UJCOUT\lA
5\otrJ<>
=^)Ptr PQ
9EE
tsEFs++)I
C)I
zoI?t,D
o
UEdtd<3tE q q gEA.BBEAEFgiE$ F€ E Ea'il 3.8 [;ae a s.$H.E * E- *<; E 5E g= 6 <aitr gE B +F.O+aJ \rn 36'E T3^ X BOq q-nvv
Go\
.oo\
6ItLaoFaoaoM(6Lq)
c0
a.v
(6friag
oM(dt<0)G
I
Lo(l)F.aop.troM(!Lo)afl
qd
(66,)il
dra(1)
M
336
6
al
;€"qFaqrio.oodo\\o
tr)\OS\Ot.-F.\O\OtnciOo.\Or - rO co C> t--o\ r.l c.l a- ts oI-* OO OO F- F- r-
CiailrlHHCi)o c.l r.r al 00 r--i \o- -1 n 1c{t\$d+\OtaooOdO\*O* ai a.l d (\ (.l
t.ltotn**(v.)oc\rl.}c.toor-*\O*rf,*c.l*OOrfiOO()OlrO .+ rat eO \O \f,
O!(u
GI
ol
\() \o \o \o \o \ol.)lr)l.)taltra)
oaoo(>oC..t ot c.t c.{ ot c.l*HH*F*
n4-M<O>
\oo.t\ora)
1t.l - oo 99 ,r, c-,\oo€l_..j.n-O C+r: ;.0O Ol
--oo=\o\o
\Oc{oo*O*OlfiO\*F-C'l\O-(\.l(>-C.I<>r-lr)\oqfooo t-- \o \o \o rr*****-
-foo$-c.loor+€C>+iAO(n rf, ,{ t-- c.l r.,OIO\OOt\O<€t-*@f-€
!t OO Q * tr OOv€s<(nor, + O t-- C.l r)O\\Ot--#ci€tt t.) t.l < t?l ca
co a-l ri co ci cn<f,tf,<f,sf,$+
9VVV9V
.l'*.orgFo
htio>.d
6o
cx66
6t0{.}M
6! trE: C'ct cEtr
v)
B.'aqGl
5:EEq)E
.E
E E'itEs
:f,N
xc)E
CB
.j(ct()()
.=tsfo&v
0iOE
F1avI-b0GI
&
c)a6la
&)
GIaoq)l.!
ti
oI'tao
M
Lq)tr66Loa
,iaL
fr,r
q,aa
14
6lLq)
te
cl6)ilclcG,q8
F-MZtr4clds.> .E
Fl E
6o\
;ag 6eo v<3 EB.atA^A O'r-
t a ggF ta,n c .LE.s &'6 E=iriv(D63HQ.E,il&9 HETYE X o.= o)
frsEg'0Exx'EES&gA
o
oiz
Io
Io
il
tr
ur-
*. -=
337
FsssE
\ocA
so\
ci*NalN(rl c.l oo \o oo-+rar*oco+*.<f$..IOr O\ O\ O\ O\
\OrlO\c.lS\OOcoO\ca*$f-\Ocar.|AOO\OC-+d.+-+(\-***d
c.lo\ra)ia)N
+dcnI--*\oo@ovq c\ \o^,'I o:drr}rfO\(.)oO € oO l- t'-#d*Hd
\oc{i.)t+sqvlqo^d:O\cnNt-coO\OO(}\O\*(\lc.l##
\O(.IOOHF-oIOcaO\C)\O O\ O\ tf1 catd**HH*#**
o\c.l
* qsrN qd tr} rr rri ttr')
Sr,kqEc.i ol ol cl oi
c.l
rnk(}63
c.l
tr).+la)eio\
c.I c1 dt -I c"I dll c1 c1 "'I c"I c'I crim 6 6 an ai colc.l c.t ca cO ca ca
p(*M<(?>
ol 1* * --Lr-F-::-r-
ra)
o\h
la
t--
ral
o\rr}c.I(oo\
O\f-rnVCl|r)\orar-r-o'\t-t.-dcACi (\l C.l <f c-lO\ O\ O\ O\ O\
a{r--<F#rr);coOO\O\O**6419* C.l ci Cl \O.+ co N ci c'l*:d**
\O O si' \O raro a.t r.| tn o\\o^11oqq<)o\r-tr-roO t-- \O \O \OdHd*d
#rf,\O\Od\O cO \O'f <-co \O ci !f, clCF\O\@cOOO---d*
*N^ ;l- F- t-l\t\-**
rrl.+rf,<)od$O(r)c'l\o<oo€t'**dQOQ*d*t*
{E i rIN,4, ,/i ,/i ,r, vi
ra) tr* Ca tal SN\Crdtntn(\tFdOOc.l 6i c't O.l c'l
EE.!) cJF
J'-Of4F.
aLo
6'&c,aq)
E
aqa
6)
ql
Gltio&
FE
Eocil(1)lq
XC)
-()?
EO
dtE()a{
L.oE()9.1
)d(6-v!oo,.:Y
E -!s
q)ao
F.r
,r)q)
ah
lrql
tsla()lto
.A
tei FF fiiZaJa acds>,8<brl 0.{
e6=r \o <r .o'Zo\Zo\v\/\Jv
()€u)
^9t<aOE\9U6A
aoH.^, M .h .EJ-{-Or/)
s E?&'T-^)Arn'E e9 #E ht,E&-E.a.EY,E # zc)otJo)-otr(ntradHgHEi=ZEEOtrlO$> $>d.*d.dEu)Ea/rtvv(u\/60= ho.=_q) ir -() i:FF*Ffr.
9aEF*(\EEFgtri1=3
Lt .*FE{. iitrl \=6A-L (+r'A>>G{*bbc\ililoc)bb
(h cri
trs)H&€
q)b-SEat ltt,r.a,(l)Uil
tattt()\o
OF-
-+co
?tsg
GIoorn
cf)c)r\ral
oocft
\o
\oo\\\o
c.t\otat
o\oo
\o
cacaf-o\N
oloo
=f,ca
\otao\\nc.I
oocaoo
cn
c!itroodcn
€l\ooN\nca
Lq)
a(,)
F{ -oE9\a()il.d
(}\(no:coo\
f-\o\c{o\
ralco\No\
\f,t*-
\f,o\
Na-.cocao\
trl$l..lC'.io\
cac\l'+"*o\
C-Ivi<f,o\
c.loo\.+o\
C.l\oo$c
e.loocriNo\
00r+\o"-f,o\
u)'-o=vzq\-t)
o\@
Orooo
o\oo
o\€oo\oooo
o\oo(>o
o\€o
o\oooc)
o\6Od
(}\€o
Ol€o
Otoo
o
F]av*aEg-ilfH
rn\o("1r\f
o\c.l
(a.+
ca@t\t\o!f,
\ot.oo\f,
No\\r+!f,
oaa-l:\o\f,
traC*t\.+
F-!f
o\r+
r.)r-\ora)
oo\o\lat\r
raF-st'lar
ol+\c)a,^i
tIaV^+6rH-6-*rE
(>o\\o":f,ea
oo\\o$ao
oo\\or+ao
c)C}\\o.+cn
oo\\o"sca
oo\\or+co
(9o\\o-fca
oo\9tfcq
oo\\o<t-tt
o\\o.+fi
o\\or+ca
oo\\o\tra
Og
aU)
{)l-
al.r()co
aLrIclc!
oL
X-ee
Looh
b0g)t,aoEoM
!Bu0trclboq)
t'(!fal- clzs^)f
tsl{s.l r-
338
(H(Hdd
Laporan hasil pengujian ini hanya berlaku untuk sample yang diuji di Laboratorium Uji-DTMM; publikasi serta penggunaan dokumen ini atau
sebagian dari padanya harus dengan izin dari Laboratorium Uji-DTMM
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS INDONESIA
LABORATORIUM UJI DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI & MATERIAL
KAMPUS BARU UI - DEPOK 16424 - INDONESIA
Telp: 021 – 7863510, 78849045 Fax : 021 – 78888111 E-mail : [email protected]
LAPORAN PENGUJIAN FESEM DAN UJI KOMPOSISI KIMIA (EDS)
FESEM AND CHEMICAL COMPOSITION (EDS) TEST REPORT
Page 1 of 4
No Laporan 0129
Bahan Komposit
Report Nr Material
Pemakai Jasa Sudarsono
Identitas Bahan Code: 2 Lapis
Customer Material Identity
Alamat IST Akprind Jogya
Tanggal Terima 13 Februari 2013
Address Receiving Date
No Kontrak 0129/PT.02/FT04/P/2012
Standar -
Contract Nr. Standard
Tanggal Uji 18 Februari 2013
Mesin Uji FE-SEM FEI INSPECT F50
EDAX EDS Analyzer Date of Test Testing machine
Foto Sampel
Sample Photograph
Depok, 19 Februari 2013
Manajer Teknis
Laboratorium Uji
Departemen Teknik Metalurgi Dan Material
(Ahmad Ashari, ST)
Laporan hasil pengujian ini hanya berlaku untuk sample yang diuji di Laboratorium Uji-DTMM; publikasi serta penggunaan dokumen ini atau
sebagian dari padanya harus dengan izin dari Laboratorium Uji-DTMM
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS INDONESIA
LABORATORIUM UJI DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI & MATERIAL
KAMPUS BARU UI - DEPOK 16424 - INDONESIA
Telp: 021 – 7863510, 78849045 Fax : 021 – 78888111 E-mail : [email protected]
Page 2 of 4
Kode Sampel
Sample Code Perbesaran
Magnification Lokasi Foto
Photo Location Pembersihan
Cleaning Keterangan
Remark
2 Lapis See “Mag” label See Photo Sample No -
Laporan hasil pengujian ini hanya berlaku untuk sample yang diuji di Laboratorium Uji-DTMM; publikasi serta penggunaan dokumen ini atau
sebagian dari padanya harus dengan izin dari Laboratorium Uji-DTMM
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS INDONESIA
LABORATORIUM UJI DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI & MATERIAL
KAMPUS BARU UI - DEPOK 16424 - INDONESIA
Telp: 021 – 7863510, 78849045 Fax : 021 – 78888111 E-mail : [email protected]
Page 3 of 4
Laporan hasil pengujian ini hanya berlaku untuk sample yang diuji di Laboratorium Uji-DTMM; publikasi serta penggunaan dokumen ini atau
sebagian dari padanya harus dengan izin dari Laboratorium Uji-DTMM
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS INDONESIA
LABORATORIUM UJI DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI & MATERIAL
KAMPUS BARU UI - DEPOK 16424 - INDONESIA
Telp: 021 – 7863510, 78849045 Fax : 021 – 78888111 E-mail : [email protected]
HASIL PENGUJIAN EDS
EDS TEST RESULTS Page 4 of 4
Element Wt% At%
CK 59.90 67.29
OK 35.77 30.17
NaK 04.33 02.54
Matrix Correction ZAF
Element Wt% At%
CK 59.69 67.06
OK 36.17 30.51
NaK 04.14 02.43
Matrix Correction ZAF
Element Wt% At%
CK 73.13 78.44
OK 26.58 21.40
NaK 00.29 00.16
Matrix Correction ZAF
Laporan hasil pengujian ini hanya berlaku untuk sample yang diuji di Laboratorium Uji-DTMM; publikasi serta penggunaan dokumen ini atau
sebagian dari padanya harus dengan izin dari Laboratorium Uji-DTMM
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS INDONESIA
LABORATORIUM UJI DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI & MATERIAL
KAMPUS BARU UI - DEPOK 16424 - INDONESIA
Telp: 021 – 7863510, 78849045 Fax : 021 – 78888111 E-mail : [email protected]
LAPORAN PENGUJIAN FESEM DAN UJI KOMPOSISI KIMIA (EDS)
FESEM AND CHEMICAL COMPOSITION (EDS) TEST REPORT
Page 1 of 4
No Laporan 0129
Bahan Komposit
Report Nr Material
Pemakai Jasa Sudarsono
Identitas Bahan Code: 6 Bulan
Customer Material Identity
Alamat IST Akprind Jogya
Tanggal Terima 13 Februari 2013
Address Receiving Date
No Kontrak 0129/PT.02/FT04/P/2012
Standar -
Contract Nr. Standard
Tanggal Uji 18 Februari 2013
Mesin Uji FE-SEM FEI INSPECT F50
EDAX EDS Analyzer Date of Test Testing machine
Foto Sampel
Sample Photograph
Depok, 19 Februari 2013
Manajer Teknis
Laboratorium Uji
Departemen Teknik Metalurgi Dan Material
(Ahmad Ashari, ST)
Laporan hasil pengujian ini hanya berlaku untuk sample yang diuji di Laboratorium Uji-DTMM; publikasi serta penggunaan dokumen ini atau
sebagian dari padanya harus dengan izin dari Laboratorium Uji-DTMM
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS INDONESIA
LABORATORIUM UJI DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI & MATERIAL
KAMPUS BARU UI - DEPOK 16424 - INDONESIA
Telp: 021 – 7863510, 78849045 Fax : 021 – 78888111 E-mail : [email protected]
Page 2 of 4
Kode Sampel
Sample Code Perbesaran
Magnification Lokasi Foto
Photo Location Pembersihan
Cleaning Keterangan
Remark
6 Bulan See “Mag” label See Photo Sample No -
Laporan hasil pengujian ini hanya berlaku untuk sample yang diuji di Laboratorium Uji-DTMM; publikasi serta penggunaan dokumen ini atau
sebagian dari padanya harus dengan izin dari Laboratorium Uji-DTMM
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS INDONESIA
LABORATORIUM UJI DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI & MATERIAL
KAMPUS BARU UI - DEPOK 16424 - INDONESIA
Telp: 021 – 7863510, 78849045 Fax : 021 – 78888111 E-mail : [email protected]
Page 3 of 4
Laporan hasil pengujian ini hanya berlaku untuk sample yang diuji di Laboratorium Uji-DTMM; publikasi serta penggunaan dokumen ini atau
sebagian dari padanya harus dengan izin dari Laboratorium Uji-DTMM
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS INDONESIA
LABORATORIUM UJI DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI & MATERIAL
KAMPUS BARU UI - DEPOK 16424 - INDONESIA
Telp: 021 – 7863510, 78849045 Fax : 021 – 78888111 E-mail : [email protected]
HASIL PENGUJIAN EDS
EDS TEST RESULTS Page 4 of 4
Element Wt% At%
CK 54.95 62.05
OK 44.13 37.41
NaK 00.91 00.54
Matrix Correction ZAF
Element Wt% At%
CK 69.45 75.27
OK 30.02 24.42
NaK 00.54 00.30
Matrix Correction ZAF
Element Wt% At%
CK 55.68 69.33
OK 44.02 29.92
NaK 01.30 00.75
Matrix Correction ZAF
LAMPIRAN 9
PERLAKUAN AWAL KAYU SEBELUM UJI TEKUK
Berat awal
sebelum
perendaman
Berat setelah
perendaman
(gram) (gram) 1 jam 2 jam 2,5 jam
1 A 30 47,97 37,11 31,42 28,82
2 B 32 55,23 45,33 37,24 34,64
3 C 35 51,19 42,33 36,52 33,92
4 D 27 40,76 32.77 27,82 25,22
5 E 36 56,35 47.68 40,66 37,74
6 F 33 49,34 41,12 34,83 31,53
7 G 52 74,08 65,85 56,73 52,18
8 H 31 45,35 36,9 31,99 29,08
9 I 37 58,6 49,69 43,12 40,62
10 J 31 47,97 37,76 32,48 29,72
11 K 48 64,34 53,77 47,15 44,26
12 L 35 51,07 38,75 35,54 32,14
13 M 40 60,56 52 44,54 41,27
14 N 32 45,97 39,64 33,99 29,89
15 O 32 44,52 37,85 33,04 30,06
16 P 39 56,31 49,34 42,73 39,53
17 Q 33 46,86 40,06 34,5 30,74
18 R 23 33,94 27,43 23,1 20,5
19 S 36 57,57 50,4 40,57 36,54
20 T 28 42,58 35,07 29,25 25,24
21 U 21 32,82 23,97 20,13 17,43
Gambar Penimbangan KSL Gambar Pemanasan dalam oven
347
Berat kayu setelah di oven (gram)No. Kode Kayu
348
LAMPIRAN 10
PROSES FABRIKASI SPESIMEN KOMPOSIT
1. Persiapan bahan KSL, Resin, dan Serat rami
2. Pengeringan KSL dalam oven (skala pabrik)
selama 3 x 24 jam
3. Pemotongan KSL sesuai ukuran
4. Perendaman KSL dalam larutan NaOH selama
2-3 jam
5. Pengeringan KSL dalam oven (skala
lab) selama 1-3 jam
349
6. Membuat cetakan
7. Proses Hand lay-up 1 lapis dan 2
lapis
8. Proses pengeringan selama 24 jam 9. Pengujian bahan (uji tekuk)
10. Hasil uji tekuk
350
PROSES FABRIKASI PROPELER (SUDU)
1. Persiapan bahan KSL, Serat rami, dan Resin
2. Pengeringan KSL dalam oven (skala pabrik) selama 3 x 24 jam
3. Pembuatan sudu turbin sesuai standar
NACA 4415 modif
4. Proses Hand lay-up 2 lapis dan
pengeringan
351
5. Proses balancing sudu turbin 6. Proses finishing sudu turbin
PROSES UJI DI LAPANGAN
1. Pemasangan sudu ke dalam hub 2. Pemasangan sudu di tower
352
3. Pemasangan sudu pada generator
4. Alat ukur kecepatan angin,
kelembaban, dan suhu
5. Pengambilan sampel polutan
Kadar NaCL = 0,358%
LAMPIRAN I1
Data Kecetapan Angin Plant Sistem Energi ListrikPantai Pandansimo Bantul, DIY
BulanRerata kecepatan angin (m/s)
2010 2011 2012Januari
Pebruari
Maret
AprilMeiJuni
JuliAgustus
September
OktoberNopember
Desember
Rerata
3.0
3.8
).2
3.6
3.5
4.5
4.8
5.1
4.5
3.8
3.0
3.1
3.82
3.2
2.9
3.4
3.9
4.2
3.8
3.5
3.2
3.1
3.46
2-,.s
2.6
2.5
J.J
3.8?)5.J
3.2
J.J
3.0
3.11
Sumber data:- Tahun 2010 darr 2011 : LAPAN- Tahun 2012: hasil pengukuran di lokasi penelitian
Data Daya Energi ListrikPlant Pantai Pandansimo Bantul, DIY
Bulant, Daya Hasil Daya Hasill(eceDatan : .";-':-*' Perhitungan PengukuranAngrn 1,6lufti tw"ttl
JuliAgustusSeptemberOktoberNopemberDesember
Rerata
108,96136,49
100,7979,76
60,1954,7289,92
98,40
123,60
91,2470,8054,00
49,20
81,20
319
412
318
3,5
312
3,1
3,62
DaYa (P)= Cp x 0,5 P AV3Wattdimana:
cpp
AV
koefisien daya (=0,4)kerapatan udara (kg/qr')luas area propeler (m')kecepatan angin (m/s)
3s3
v9E
m-rv] oY-: + i()d.@-:D; J. O -
.. a
!9
-u5
q' q)3V)b
)a
D
|<
:
aerJNprJ&rJNNpp9- = c ! { a,^ L o p:5 € e { r A E f; _
= € e { o a L c * _.?
fJ+ -+- 3_ * urw_ p ro _c uN a op g go o_aQ QCU : = ! L- Iu
- ui.u rr:i : J;; ; - o_ sa orc u b. o_
a.a - : C O- - - tJp tr e U C C p - _ i
i a. - + ; ;^;;l;;;;_ ii5;: ::::::;_ i;;:._ta--=---__up_oo_u > a'r o x o b> ;.^; a - i i :_ ;- - ; :; ;; ;;;: :; :
: = --- =---:---o:--c oo---o .- \r _ u q 6 . o _ e u _ s o o ir f, rJ c i - o _ _ i i .i
3 i -- :: : c- - :- I N - - i :: u c - o : : o - u a u o o- c _^ { crJrJ {su c _? _ uN!_'=iaq *s- <Lr ror, iri g _
: : t_r-
- :
-.-!J!.- -a- - = -o_ c_:_e _u' = =_
j x \J . i, .) L -
j - ! ./, C ! X r > ,_ . -
.i , ; : ; ; _ _
--:---urr:a--__\,gC-_Og_N{O_oc /, a { u, < t- c = r o c o o } u ^ c ig i i } a c { u { a 6 u o r
:. : - = -- - -_!u___ ____ gp_-oQ p_6_ro Q '/, . ! c = J ou u'i+lJ AO ;i> NS iOuc;oai---;;ii
: I :- - - -: :., 9 - ! !, lJ : c ::. I p g: 9- N - 6 o e - o F) a ! v, e -6 - * a{ C q ! - u b u u I I I }, i: O.__ ; { * s
"' Y. i: : !J :- P + I P :I. 5 !, - 9 : I'J - - u - p N N N fJ N M _ - - N ! u) - - @ @ - ! 6 p u 5 ! e iv ;'u ;_ oi! : :, i- ii,: i]L _
! + ! s rJ rJ a u * 6 u g !^ t, ! * :- g u N f. : T5 Q g _ a NN + , a - . f, --u uo a cs iv!u:; -; a, {- o**pioiue
' i v :i u, ! + ur u 6 ! g !} p r !a : Ir p N fJ i.J N _u * q u a u u N n tJ tJ r p { ! * ! d ie i, ig s _c ir ;" ; a { s s tJ * I o ! o i} c tJ
,r rJ w N rJ rJ rJ u _ r J. I: I p:- !J:- _::::_:-:- t^l p a u tt 6 c o !-qN- aa {u{N6@ u €u6u6u!
l=II-
p
; J I r:iiix niaifi ;xL:3X :x;:i 3I:;::i]J , ', O 6 1'r U a O C 6 5 6 +. 5 (., Lr uj ui -'i, -;;:i ;i ; a; ;-;.;; i :: y: ; i ;:,if j
i :i 1 I :i yl ! a 9\6 ! 1 q 5 u A a a a ! Nr u N u qr a ud N J'^ o { c !.{ e a € @ rJ iu L g q : ; u ; l _ * ; ; ; ; ; ;*,,
5u uu G 66! a gsu aN aQP:!v_ u q_ a aatJ i- c r o r c rir { ;uiJ; ; i"- ;; ; -u! o e o__ o rpq g
17, + e' + u, s 6 u a d 6 a O A u u N E N a \, _ !,, a N ! I N p e rJ it o > o r- s G ir g i., { ; L ; ;i ; - ; t o u u.o u b.o lr.o + G
1/r 5 ri + (, a u u 6 r!6 O q 5 $ U N O {J N lJJ '. o O e 6O - u O a u'o i 6 L, o ir G ir ir s b ;- s i :- ; ; ; ; ; ; :- J ; ;X ; ; *.
- :il i ii:*x;3:r : 33 i:: \;;i;;:;;:ii:rrrrFrvUtJNau- ;_, r i ; ; :; 6;u i t i :; i:: : i; i:; ;:: ;: =.=,-!" -
p- :!:-a a 5 p o - G O N Opo _ _ o - u s o 6 6 6 6 a - o ir ia u & iw o o s - a q.i ; * ; : : i ;
CaN*-r,-p--i - ai o i, :;; ;;;ii ; l3 ;;: ::3;:::: ; ::;a { ! N u o -o -o o s ix b. b.r oio b iru ! u u G s! ! uq A
: _:. . - : - - :- : : !- y :: - i- ! 9 - - - 9 9 o s) 9 9 N _ _ a o o k, { 6 - -.J ! _ o u { _ s il :r s U l.o r o.c g tr '_ o o t" i I
!
?
!
!
zv,a
{
€
^Yi1<h> :<;1. JJ-tIO-J^l(/EMi, o -o b,J=:a- JU
ctBa
z'a6
*aI
:l oF-
'r.D
(Ja
V) (D
f,.
;
0z:'7Z7
4
E
&7
l
,r. l-rrNChE6F r ? N_;;_;;rx:xiii:i: ;:::; I ?:: i j,
c u. € + v e$ oo - -l q? 1 f: "1-:.: !q € @ e. € r-16 s_ c v : T, - o e o i
- -: ci nj rr - -i j ^i
j : J _; ^i
N J o N ; ; ; : :..,
q
N
.rs -.lY 6 v n o o v 6 N s I $ o d_ 6 6hr+.rd=cj-i ai nli.i :;::;;; i;;;::;;lIl
^l \ 1 oq - o N o . - : .."1 h e q g -l o og q -: - o 9 s . c o .r a'^ - h 6r N o N- N * N N n -i v _ni a d ri 6N _ n .^ t.n -) nt t.t
o-csE-rhsr-.: ; ; ; ";^;:u R 3 i i ; :5 ; : : ii ; : r ; T :l; :-9 h No v rvs.r oo o|.q \ Rq q!q € r,!6 oo _ 6 + v o .ro h n ur v o m rini n n v + ri h +w h + ri ; ; ; ; . ; ; :,; ;
r
.r€ 6 - O 6 n 5 6 O og g al -! og u1_ _ r h h + 6 h 6 N F r N No h h h r - v- ^j €j a ri + r; ri + - - - oi -; ; ; ; ; ; ;. ; ;
6 - € I O € - e O N .1 9 at \ d) al-: o. v - a _ $ o ^t h o _ o v,c N h h h+vvr;ts Nn+dri+-- oo;- ;; ; _ ; ;; ;
c
*€-O q -6€hAN6q6@e-5N_O€ Or @ _,r I a €o6€+dr; ^i +$Nrh-i sqJ-;Us;;;-;_, ;;,;; ".
3 \ h oq a. * 9.: a o oq \ -:.1 n s 6 o o O € no r N r, h c a oo 6 h s N r ^i v $ yj ts 6 o o ri o - + ; ; o q;.I.i ; ;_ ; ; . :
'1q r1 v.1 -"1no Q6 6 o6 N- 6 o N€ +q, 6 h g d, r N v o n s ri ri <j h + r. n ri o o G o <l i f c . .. i
$ e q t:.! \ -: ".1 o n.l N N 6 O 6 Q.r r 6- t 6 -i oi o m v + vi .{ ri e r; + ri "i € + ; : : : : : I ; : i :
d6lt-m66rdr., = - -., ; ; ; ; + : ; : ; : : ;n I : : ; i ; : ; ;1 ? i 7
ri
o
.l
.l
U
r-l .l!-6I oE
v,^=.=N ^er.b 2qi E"t! d4l-L-e5 t6 ^s
i.
a
C
q.=a=
!=t-.c-'l
= E r:2;rLr^
5YL+i-.i#2':f,-s;ZT5
No o - e 6he mh r) !1 "l v1.1 h- No o r€o h o e o -h {,o a € ri m vri s +r r -i ui €i ri $ - - 6 L ;; ; ; ; ; ; ; ".
-
ll q ! : : -: 9.r q -,a i r: I -'Q q n 09 -: Q r -: q €. _ - 6 n o
^r---^lO---6.f -.n_Joi n_+ri ri __r_oc.l
6-O.t9F*€ofi_ni^i^i^.; I ^.,.1a
g1e og.l.lq \ qggo I r N ? n f_'-_;ar_a
9alr,€6fOtSh , og.q g \ v] v) --_ q -: v] s r e o a r r _L € t'e mNoCco* oJ^i*:oJO::J".j;:
-:o : 1-.qr 1.1c o.nhNd,a€,^ a r -4.) r x r. i^r
: : : ^1 : : : g..t "1 ?. 9 -r 09 e -r...1 - o. - _ € a E o _ + _-.r,r
66 O V nf - o N 6 O Q l:.r \.q ! rg_ - h o _ d _ r f, 6 -.a _-: noo cjo-o Jicr--N J J__J _N___ j* I _ : _
€-' €. 1 ? n-i*6o -C q n g -6o - r rca -€ o h o - +-c a r.O oc-o-dnr-ni jn_i_ J_^_J;;;; =
:
d
N
N
tr
r
t
€
I
€
J
_r^r t', N c N - -, - + - s 9 ri $ _iN 6 9 n N_ -y rt ^ v..t (t a
NO*€r6-66ac; ^i -;; J;;3::::::::::::3:3 3;::3 :
,.Ea'av=
':iaGo€A
L '.C-L
'^u
,UGY
|,a-JLLI
355
;.- - - t r,9 F - a c - N i t rJ € r € 6 Q r i! _ ! m € F * o eo - FNN^i^inAi-il&Xro
?'1.1 "1 n 09.l oq -.J N - h N 6 o r e a r a o - n a - t. - N - i a ; r; ri + v + ni ri ri r,i ri J i d i : _i _i i _; ;
q.,l - r: q ! r| n ^l\q N 6 € d1 3 €6 N + o * E c a € h d\ - - N N o o + ^t + h -i di ri r; o q ri oi -j -i 6; + ; ; ; ;
lA-rhO Q hFr <2 A 6 r + € -r hhv6N r6* *.i ri r v o cj - v ni r; ri + v n ri q v ri ^i - J,; o -i "r + =
q'1 q "l 9 \ q 9 ---n q 6 v ^ o h 6 h 6 N N $ e o 6 € 6a v f v - - o S S r,s I v h vi h ris ri.i I r, 6 o o o n
q.1 09 qq \ \ a <i-: N 6 r-€ d ra n o 6 6 m @ o 6 6I v + t r j N + h r; r; + + ri a G ri ri + + ri u; {t 6 ; ; ;
?e g g - s t1 q-q.t *6-o -_se€Q e_ 6 _6 n1th h$ N m heh h 66 69cqa -;+o nd rioo s
) !1 q I n .1 \q oq e q - q q .l o 6 m o Q Q € Q Q r * r r,r 6 h h$ - - h aa h b r;G s a.or a r+ ui {t a a G.6
lo9 q ?o..1 \ q.1q 6 6 o N N v eh - 6 N _ 6 r * @ +) s h ri s o 6 € r ri r; a a €i r 6 si r I ri ri I s * o -- *
I q.l \ v1.1.1 I og q e g 6 e - 6 h d w o N -, o. t N -L _)€e 66 6 -eEa g r I oNa a r o <j,a o\o r h r N
| 1 : 1 ? 9 "1 !t.t \ q \ q \ 9 vl !q e q e o o9 o a o h rr9 a h€ 6 6a r9 F 6 I ErEj \d{i r 6 r; a r N t r N
In I \.! :q q q -9 s, r - € s - on 6 N a 6 c € o r 6Ia a n, -6hraI 6 r €ra Eir.5 ori gsr rir r
119.!oq.! qn 1! \ r: I v 6 @ N= r r o rsN6 e 6h 6 nV - m h ro6 v o oln gjr o A + r{i r,r,r s
qoq 9nq e99oqs 6o €e*-o oor *6 r6r 6r h m- N d ve r; ri yi s € Ej 6 o> 6 q= s - - c a i
ii 1 I ! -1 \? "1 t 9 e 9 \ 9 \ - -: n oq.i e ? r € r €nodN - N$66 n 6 n6 6tui€ a rj+ g tiGro c
-:? q q og ! nq og \ n v € r n sm N N e € o _6 N 6N - N N N -- h v $ < v nq + 9 ; o ; ^i r; ^i 6 ;vi ri
I q =
? ?. a n n.l I q \q o "1 \ oq.! 6..1 € e @. c r, ro - o o O O N v 6 - - r n + ri ri+ +.i - = j r, n r, ei
'1 I : : ! A : q q I'- n.'j vt vt --: -: .: 6 c e - .r r- 6 -
9 q .:!q q t n099 09.1 : r - a o - J N r s € t r 6 €a - - O O C C n N N _ I o J o oi d o c o _ J N .r j _
': n h 09 \q € ! 9 \ q s v €o 6 Q 5 €.a *. N r _ _ e rp,OO_rO=-.___:___
q h o 6 F Q 6 A i A 6 C 6 O + ^th ff o.l -) s.l.l r no- jo.jao+6j +o+oo;J;Jii rJ: ,+_J
66 6NO $ I f o f - 6 C-N OeO r^6 t Ga\ C r -o i "i.r .j c o + ^i + 6i .j: _r ;j + , : _; -, r .j.i; _ r
q oq 1 q I I n oq dl vl \ 09 o. € - - - N r N @.r 5 a rl oO * -o O O o6NV J;O J ;.^ j j J _ j jc;+ ::
9 I n 9 ! 9 09 q.9 R q h r) N h s N 6 o - r m i., 6 rn o- C - c c c = -. -? ^j $ o' n _ J o.t.t _ _ _ _ _ _ :
\ -: Q g \q og.'l \ \ r: g c € _ 6 Q o 6r o o m o _ t c €o e - NN w - i o ri ni dni - o o _ + ^
1 /r _
ilsZo
I 1 1,1 I q .t .l .1 \ q oq .t q y q -: € ^
€ - e + o + d .r .{ 6 u { a;. v r.lNNm--.1-..-hvri s$yr+++v-iri = ?, Tr J
.J
:.i So IV 6
-9l ,,, tsa1 i"i'!--I Fr =)>(,
4
-l
a:
€
6
o
1
ci
-
9
I
;.^t <-Yat;.-
!c6Zr-OrA
!4
Lr'i-i+ta (1 rir €,p'-a * u 6r.J) Z :E .,A
6t;.Eu) 'a9=
.=l'Ec>E
K ,T,;9
9.-UiuxuL9(rc-Jt!
N
r- - a r 0 s F - a =:
I ? ! !? E r 4 o = r N o, n € F & t a _Ci--NNNNNNNd.Id--v
4
3s6
(:.1@ca€er'-^r i._;; ;; I;:jx3X=ii r:];x:?:i::E :.ro
U
!-S 6r^!/t-cY(\1 tr
E E,: HdLL9ho o L- qY>L/iS
r
E
E
rl=11: : i B : : : q r e qe - ?.r.1.r vroee vrN h o * + r r
I - , o-oo__N;o-i_i__jori.i-:^_^
IXl ': c t h c c -.- : g. : q 1.-j € - N o q o o r e * 6 6 r-l-^^ronrr-vnjood;6jcj+oovJ_i;;;;;;i, -
:I
El: l: N .i "q I I n - o c o N s r c-l --r*nirir;;;J;,;i.l;::::;::Xi;;-. :I
?l oq'o - r o - ;: T :9 ,1 t \ ! .r - : ? * q \ 9 q n h v .a + , + L'-i - - ry o ni v o v w ni.j ri dj ^i a _i v s n ru _i m i _ _ n v
Igl9 c € N h F -=lt-;:;;3:l;:3Si:;:::i:3i::;:..., :,
I
=l: t c9 e -q q .1 \..j.t 6 6 N h E o Nl€hvovqi*| _i _i _i _+o_,i-;:l:=;::;;?.,.,
I
Il= =.q
.1 .: 9 h q q r v r N N o $ a-l--nrririvonv_i+6;;;;:=f3:;^X;=_ _, " :t-9l -: v''r - € - g 1 - q g q q.r r o 9 v t r -o o€ N -l^onovvi+r; ri ri ;+;;;i:^e:=!:9o"9r-* r + - 1|
...hh6_sririrr+"ivi;.i.d;;;:;
I
=l -e ::: ; G ; r I : : : ; i; i : € \ 1 e oe h N n N o * + * , rl66vhoonoonI
=l:: -: s \ r1 o r ,a 6 € e o ^r d - N-l - o €i h ri €; v h € ri _ ;;;; _ ;1: "
.: q p : ^ 4 - * + * + cl_h€v+ooooooI
3l=::i;g*e:q\?vrvr.rer-91a_rq€ocoo! * + + .I
_ _ _ ! v, € v 6 h n v 6 vvri o n n<i"i+* ; ; ; ". ;I
3 =l f ;1 :; I i;. ::1.i: t ? e h r. 6 N n h r n o d n v ,\ + ' l .i I ,--,_hs_hvs6€vidnno-;_-;:
I
=l : _ _ c. u1 _ @ 09 v I .t n o n _ o r ,
| - r'e'r
ol - - - N h - - ^
t.-"6lq c..! N r h _ -I ; ;.' ).
^"i li _ : I : : : : : i ; A F -r.r -: e - c.r -lN.,Nhn,ni_.nrr
-l : :1"1 oi r ^ -,- y r - - h o - o v
I
-l - "r.r ! 9 vl 6 -: o. 9 v1 o € r v s o dI $-mJo oo :;; ; - : I : : q.1t !6 r +'- o€,^ L
I u_oeo_oooo.v^iooooo_J::3.. ,:
IEI g e, h N € o _:: .: _ a ,: Y t N R s i h \.: c € H n h + . ,l*o^o_oJiooooooo.;;.i-ooo_noJoo _Itl3I l - -.q - 5 o 9 9 o ? 6 v h _ NI-c.J__r_ociiiccj;o;:::SJ!:!:=S,.
=IItlc r
^ - r o a N
l;c; :'Ye:3:::=5::;l:3:3:I:::=.-"
:I
-l- o o € N - h 6r ---o- ---:::: ::: I o."rsi'h6c@,/ ) o o+ !
t-^l :: f.f r q \ $ - - <i: r 6 i $ - -I^ro^ocjOJo__-1v,i-5Na-rrj _ _ oo__ooori:;:-,:l:. :
IFl'')-o oo No--: I \ c o 6+ -Nr.r6 N @+ ( c.r,^l.r -.,o o a ro_ c o o I l_ : :::.,: * - + ( c.,
I aoo--oc"nmo-o-^-::;ft-Iol "! qq.r€ s o s o9 g n g q qv v a6 r N a Noa o . N NlN6--o--oJoaa;i-t:::r:ll'loao.Nr* e - i|
_oooo^iooani ruro_;;;:,;;:,
!=:iiRRIrrSI*e;;-tn€F€aoFNO!A€ r--FFi;e
IzIY.Z(n
=.T4)
t/)
c)c
q€
L-l
-tU:Z
357
._ rJ') CO F{ Ot CO Or N O m N OO O o) O N lJl Ot Ot O) rr @ N € N O or co r\ oo @ N otE.ti.ti+r.icdcr;ed<++cri+cr;+.tcricdr;cri.tcr;cricricdrcr;cdcricr;d;ditvi(o
ro
(o
(EE
ulr-{
mt-.1
..1r<
o:|n
qro
t{,j
q(o
Nd
0q6
r{,d
09ra
tln
qrn
qrn
olln
|1r
qr{
<t
+
rnF{
qN
u)F{
qrl
E(!
(E
(E
Io(!a
dNcnoo-i-i..iq rl
F.cOLnrOci ci c.i \rlNrnH(o-i-i.j\ olJ)@cn\oLn rn Ln N.
(o
LnLoo@Ln Ln F-':
r..
lJ,) r{ F. O)F- €i ui c'l
lr)
roco@roFuiri '!Lr)
sfo$(o'riddoq ro
(O l'- ..1 Ird d ,ri fl]
lr)
r.lrn(.or\'rir-dq ln
(nr{r{duidrr;rl
tn
NNS$ddui I
rn
(O rr cO cO(o (o rn':
L..)
coc)oN,ril..dq
(o
$t-.t..)tn!r; r;dn
N
rnaOF.ln6 ,; ,/i cr)
rn
cn (o (,) o)e.i dd'! r{cn$sfO)rl r{ rl ':
Fl
!nrn@(o.ici.icl r{
ooN<fln...i.i.jq
r'{
(oO)(oO)-i ct ci u'.!
o(o rn (o.No rn o':
r+
.10q\nFiNOO
oo(oN(ocici6ie o
,ft Sig#giri,1rlliii7"i6qlii:rl1i:iiii ;.;-:.:::::ni:;:-:rr:!:t:;i:ri:rri
ii,ii:..,+..=ii+i
irlli... l:i:';i:.:'iil:;!:iil.ili!::::::l::::::::ir.::::::=:
ffii#;}i.effif00 6| c} Fll^t
N in in.
c/'lN
€c,
qr.{
ntn
q
\lr}
Flt-
nrJ)
n(o
atn
u')u)
I(o
cfll/)
nrn
niLn
u')rO
crlrl
r/')o
N.i
oq(>
o)o
qN
qFl
qo
,ffi.iHI;,
q ry 4'rl q \ q \ q qc q n \ ol ol 4 oc c! 01 a n ari (n rn O H Fl C) rr N O N d O ql N r.{ O r{ d el N O
q cl n \ oq n? o] n e ol q \ q 4 \'4.1 q ol q q s?O F{ F{ O O d O r-l rO O N O O O O O r{ O O Fl O O
tJ.) r.. I\ OO N (o N l/) Ol O (o O oO l-- Ot c..r (]1 Fr rn O to (oci cj -i d .i -i .i d c, -i cj .i .i -i ^i
j -ir..i ci ..i d d
fYl ry q q o'l \ ry I n I q r.l q \ q \ q c'i \ n n I(o r.o Ln tj.) f) (() 14 !n (o u) (o Lr) (o N t, tJ) t/t t) u) tJ) r\ rn
o F.. (o cn c{ oo rn r+ N N o} <r o) (o rt oo t.r) (f N r{ Ln Nc, r; ui ri rci N rri N'ri,ri'ri rr; r; d r; d d ui d tri'i d
q ry o?'4 q n n .1 o.l q ol u] \ n .-1 n q oq cI .1 4 nt'. lJ) (O N (O 1." (O (o tn LO (O Lr} Lo lr) tr} (O (.o t,) \O (O !O rn
\ o'l n og q \ q .! c 1 u] .! q oq c..! n n cI a oq q u](o (O N u') (o (.o r\ lJ) l^ Lr) Lr) tn (O (.o F- (O Ln trt (O t') (O u)
e q ry c q oq n n n q q n c''1..j n q q o.l tr| q o,) qln cO lJ) l/) (o (o F. f\ Lr) r\ F. lJ) N tn (O tJ) (o l.r) t4 Ln (O lJ)
oq n n oq q n.1 \ 4 n \ \ q \.! \ \ n oq oq q qtn ln f) rn u! F\ |.r| f'. l.r) Ln tn l.r) (O (O I.r) Ln F. Ln rn Ln tn |f)
q q q ol q n \ q q n n q n q q q n c .1 oc o/'t \lJ) L.) rO l.r) (O F- (O tn Lr) (O l'. Ln (O (() lO (O 1,. (O l.o |J) rn (O
q q \ a q rq o? c! cl u') u'l q og c'l \ n q 4 g n ry nltJ) (.o tn lJ) f'. (.o lJ) l/) t l lJ) (O l/) tO (.o l/') ljl (O to rn LO tn (O
qc-.{clnoqu'} nojlqqqqu-rq\n\c,] -.: ul 4lJ) tn ln LO (O l/) l.r) l.r.) Lr) F\ lo Ln l.r) (D l..t LO tn (O tO (O Ln t/)
\ q (.-.t o,l n q ol 09 oq .q \ 9 .1 q \ q n q c''l q n! qtO ln Ln F. l.r) ('o (O ln (O rn F. rn (O ln Ln (O F. rn l/) rn l.r) (O
orl n n 4 n n o! q oq 01 q'4 orl n .! n ol \ \ o! \ nLn u'l l-- F- l'- Ln (O (O LO lr) (O tn ln Ln lO Ln Ln Ln lr) lJ) !n Ln
u? .1 n cQ n I oq n \ q cq \ oc -1 oq .fl n \ \ c'! q 4(O !n l.r) t.r) (o (!) Ln lJ) (O Ln Ln rn rO rn Ln (.c) lr) (O f.. (O Ln rn
.! .l c.{ \ n ul q n q \ o,'l a \ q q q o! q'4 oc 4 .1(o rf) @ ro r.o Ln r.r) (o r.r) |J) rn l.r) rn (o t,) L !n rn Lr) Lr) (o N
oq.! q q 4(.'J I q n \ q q \ \ q \ q n q q oq 4O.r O O O F{ lft O N rn Fl d O F{ F{ -l O ri O rr O O
n a .q c'') \ o'! U.] a oq q q \ q q oc .I n \ .! q g qF{ r'{ c! r{ d) r.l r-{ r.{ O N O O Fl N O cO c{ O $ F{ CO sl
(.-{ q q e \ a a I q n a .1 q'r'! og q q oq ul 4 q u1N O O <l Fl O O N O N H rr O O O N O r{ O O d C)
\ U.! q n n oc \ o'! \ (.1 \ (q q ol o) n oq \ q n q \O N O r{ rf O i{ Cn O F{ C) r,{ r{ O O Fl O r-l r-l F{ Ft C\l
ol q og n o'! a u'! q n \ c.i q \ n q cr! 0q ul cfl q ul c'lO N O Fl r{ Fl O O N O N () O r{ N F{ O Fl ri O Cn r-{
N tn cn N tn d lJ) sf F{ sf ol tn sf m co N rn t.o r{ st <t rnc.i e.i .i c.i .i .i cj i c.i + .i ^,i cri c'i e.i + d ci rvi .i cr; 6i
rl1 n q q t ol 4 o) cl q 4 oq ul 4 n 4 q \ oq cq q oqr.{ d d r{ O N O Fl N N F{ O O O d N Ft rt O N N N
qn\o) ulnqqqn\qnu'l .,1 u-rqoqq.1 ulqO N O O cn O -{ O rO el $ 11 O O N O r{ O O rr O O
l-\ r{d.j
o'l qNM
-qqNO
ul0q(o(o
o?4(ot')
oq .!(o u)
nq?rn Lo
qn(o(o
nqrn (o
qolr\Ln
rJ)N,.ri d
u') .lrorr)
F{ C\l
ui ui
U1 ridd
\ r'_-
Lnln
.,') o?tnrn
nryON
cri .1r-t !-t
oqn(O r{
roN..i.i
oq\Nrn
nqm()
ra radcd
c)N.ici
:;;iii,!tt.#1::l!::a t.:::a.a'i;r,.1
: -i .-.:2..,
ii.;fi,i1tg:1;
o)o
a?r{
t)-i
\rn
q(O
\(O
c,':(o
N(c;
q(O
r{
'/i
\U1
o/l(O
Ng;
qf)
\lJ)
o?u)
<:rl
qo
qf!
\rl
cIN
NCJ
N6i
oqo
iLle,ir
fiy:
ijfl!,
l.*i|t
r\(o(sfcNr
l-- L
Or
Flfrri r
af) <
rn!
o)rrn!
cncu)!
rJftOt
$(rn!
4"Ln!
F.F(ou
rnorJ.) q
rna,-o ,
c-.1 oLns
c{rLnU
cf)ornu
cosOr
$(Fr<
qcNO
sf l.Or
rnarlo
(O l.oc
ooaOc.
qo(oc
li ;il
$ffi:4rI:::+',ffi
=ii:-::ii-{.r:::fi
Nr{oN
E(g
F--c.-'60 :lc-r--!:
[: co
358
,- sf O O .-{ <t O N N cn N r-r r{ Fl L N O sf N m O) O r-r O N O) st O N O o) si Nh + $ + + + + s .t + + + + -r + + + + $ + n; + s q + cri + + + + c'; + $'
ro(o
(o
6d
q
u'!N
0gN
cro
Fld
q(o
q(o
s(o
u'!(o
.,.!ro
F.ld
u'!(o
F{
,d
.!tD
qrO
\fd
N.i
q
rJ
n:
q
q
eFl
Fi
"i
E(!
.DP(E
IfittgE 359
oqqn.!qtoqqqNsfNmsfstcnNFi
\qc!aennocnNNNTnNNNTiS
nol 4u'lnnnoqnrO<fNNNN(OE-lrO
qqolocs{q4q\N(Otr}rnr.o(OraN(O
q4oq\qoqqoqol(oNrntnt.r)tnlr)ln00
qqq\nqo?4q(O F. (O (o (O (O l-. l'- tn
.1qqq4\ul0)o?(ornLr}m!nLnlnlnoo
'4oq4.!.1 14oqqntnU1(Of..(O(OU1F\(O
n\o!nqnqnqF.lnNNlr)Ln(O(O(o
.loqnoqoqnqnaN(O(O(O(O(Olr)tr)Fr
\oq\qqoqnu'l q(o (o r.r) rJ) (o l..) r, rJ) (o
qqqc'iqqn4qLoLO(oro(o00(oLr)u)
nnqneoqc\<:|.r)u.)LnLOrnrntnL^ln
-10tq4nq\qq(o(ot.r)rnLr)Lr)Lr)Lnrn
q\c,')n4nlqnrrrJ.)(o*1-ror^F..
q\q\qo,?q\u')(orr)lJ)(o(o(or.r)lr)tr)
oqu'l 4ogqnqqclOOOF{FlOOFlFl
aryn\olaoqqocdriNOOFrOdO
no':\oqacr|n',!t,.!OrlOr{FlstFlOO
u.}\4q4\o.)nnoooroori(foco
\qulclqqolorlnOOOeINNONN
NOr-{r.oNNt/)rnr'{d-i-ici.j-idci-iqoqU]qoln4u'!qOOOOOi{OOd
oqqnuln4nul\OC)ONOOFiFTO
M:ry, ; "tt,-;: *,1"
i: $i ::-l -a- i (: :il ---
iir}.r'tKiiiiFnnA sf lJl. rD Fr lO O) 9.:r'i€{\{ .(\l {r.l"tN_1.N.',ri{.:N :{n -QJ
o..j
\N
qcn
o'l(o
qln
qcO
qI,)
4(o
'4f-.
ar:(O
'r'lrJ)
n(o
4Lr)
q|-\
a!t-
qrn
nr{
no
lr).i
Fci
roCJ
\o
4o
\r{
t$e
cl,l oq c]cn r'{ N
90qocrlr{N
qnolNNF{
eqq(o rn l/)
.?\.1F. tO (O
'40qnrn (o (o
F. (O (nri ui r-
oqqqrn(oLr)
qq<:F-Lr)tO
nn\lJ) ro r.r)
={ q c,'ll.r) N {o
4nolrJ) ro (o
nq400 r/) rJ)
q\o,1rnl.r)(o
qc!nrJ) oo (o
\ o'! ol(o (o (.o
\4nOOFI
q4qFroo
o'l .1 n<) -l rl
oo(oroc,,i d ci
cYl o) o)(ooo
cl'! q 09Froo
ocqqoomq.1 qOt'{O
Fl
ft;
qcn
<:N
q(o
qtn
E.lF
\
oqrn
Ft(o
q(o
qrJ)
clN
oqLO
4l'r
olr.r)
\t)
qF{
\c\l
Ne.,i
olo
no
oqe{
rnci
F"l
-i
qo)Fl r{
nryrnN
q (".1
Nsf
\ o'ltJ) (O
q\rn Ln
09 0lro rJ)
eqrnLn
cr'! .11.. @
4qrntJ)
.1 q(o Ln
4qrn (o
.1 4(o t-\
oq oqLr) rJ)
\4(o (o
qoq(o (o
oq oqrnN
rJ) otc.i ci
(.o eld.iq\NN
(.!qNO
\u]ocn
<f !n-icim(o-i cr;
qni'l r{
t-: ,""1
:s::: :9i
qq.1 \9u')nqqqo:aar{ N N cn F{ rO N a.l N r-i d rn N
oq q n o'l \ o') g oq q \ \ \ u'!N fi) (O d r{ C! N F{ Fi Fi Fl Fl r-l
ulnqqq\ryq4clqo?'J)N(ndNNcONrn(nNNNrn
\fN00(oorN(ocnddl/)(oN'ridr;dNdtoddddr;dnqqu'!4oqoqqo?4\qq(o rJ) @ rn u) t.r) Ln In (() lJ) Lo Ln r.r)
qe\\qq\.q(.in1nc'1(O lJ) t) LO N (O N l/) cO oO rn Ln (O
N sl (o oO oO tr oO (o ol cO tn (O NoddNddtridr/idduiddqeaqqul\q4q1qqlJ) Ln (o (() N tJ) t/) t.l.) Lo ti N (o N
tO r{ N N N F.l (o <f OO l'\ N N O)riFdNrir-r/idr-riddN
naaqclqneq\cnoe\(o r, u1 N r.o ro l/, (o r-.) rJ) (o (o (o
ogqqoqlqolqqq.].]qqLn lJ., (.o l/I (O l/) l.r) !n l.r) 4 l.r) 1.. l.rl
nqnqoqnloqnq.lq\(o Lo (o l.r) (o l-- F\ (o rrl (o !o (o (o
qnefl?.lqqqlc!cYnulN (O (.o (o (l) L l.. tn u.) (O (O ln (O
ac.!\cqnnoqelqolng(O (O Ln Lr) lO l'. f- iO (o Ln tO @ Ln
\.1 c] q\n"1 o.1 o)q*n",)U1 F. N (l) rJ1 (O 1.. 0O (]) U1 rJ1 F\ (.o
n94qq\n1q44crt\lJ) r\ rn lo (o u) r\ N lJ) tr- N (o tr)
oqogq'4oqq\aqnnqog-lC)NOO()dOOsfNOc"{
0ONNlJ}NOrlr{rlstu)OOtcj -i ci d o,i + -i cr; c.: .i ci d; -iLO rl N (.o O l, (o lrt (]) OO f\ O OO
d.icid-i.icrcj.ioc,-ic;
N(.o00mo)(omNoltflNst|Jl-i.icidcjd.i.i-icj-i-iciNcno(ootNNN(n<fNtr}roFlrlr.lONONNr{OONF-r
n..1 \qq.1 u.lqqoq-.! qnr{ rl () O O ri O N O O r.r f\, C)
lo (n Ln $ F.r (o (O f\ fO OO O sf sfct-i+ci.i-i-i-i..i-ic.i .id
\o':4n\4\q\-1 qoq\TTOOOOOFIOONcnON
6l
^iqrl
(oc.i
qrn
u'lln
qln
qr\
o)(o
ar')(O
cqrJ)
.{t-
r{r-
c9F.
rr;
N(o
!qlO
co.j
r..ci
\O
ocoqr{
r\o
\oNd
?iifi
w
qr'l
\N
u'!m
qoO
crl
\LO
q00
\tr)
oqrn
q(O
noO
r{t-
qco
r{d
ulLA
\r'.
o.j
c-.t
r{
r.o
d
aor{6i
\r-l
r.o
c,
(o.j
;ii71
l:i':.illl:l:a::f\l::,:f\!lr:
mii{i:lffitri;t;,.o'.Ft'liji.l+t:ii:*;;i:.il,111
rya7,Iiri-oo",:H
%':i:lx:
##t:i{o.ti
W::i*?i::.rrl::l
ffiatLr(f.]:i;irt:l':rii.;::
r;i::!lll?:#t,gndi:
i:li,,;.;iiii:_(!tr:i:l!l:1:rrY S*!
irlli:,:,s,i'
:::! irll.]E;,ri,'r:,
,Bffi*,,rl,ffi
'ffi;t).v.:'iFE,ii
$ryaaitia;:;;
ii!;r:,,t=',;ffi;i
vsl,m
ffi*"w#ffiffiw
+rri.:
ffiffi;
'rr,rffifr
Wiil
Fdt
a{rloNC
-=Er{4-C$o(ofOco
oqrn
n
osN
ulm
m
co+
e|n
qro
o)t,)
r-{l.l,
Nd
od
o)IJ.t
<fl.r!
\lil
{.!(Yl
.ir.o
F{
FI
09
@FI
N
(o.i
qN
E(!
l!P(!L
ft,Gq
qco
r{..i
ogro
N+
F.6i
F{
d
r{(c;
q(o
oeln
ct'l(o
q(o
oqln
\t/)
FI
'ioq<i-
dcri
N6i
oqrl
qN
4ii
N6i
\FI
ffl00
(o-iN.j
flrii
r#i
ogcn
N.j
09N
oqco
aan
cn+
nLN
r"{t.r;
4tJ)
nN
oqlrl
ulLn
o.l(o
qtn
(\+
qco
oqN
qN
oqa{
r{cr;
nFl
\N
olr{
nFl
...!fn
oqcn
o)+
o'lcn
r{Lri
qcn
n<f,
q(O
N,d
\ro
rd
(\d
Irn
\Ln
r-{u;
l'-*
qcn
oqcn
f..o.i
olt-l
Flcj
n-l
o?r'{
LN
..i
o)O
N-i
t{<
(o.j
cr{cn
.qtn
c.l+
(o+
N=t
r-i,i
CD
N
cN
o?tn
qt'.
qr\
\LN
r{+
o?rn
oqa{
o9N
nr{
cr.!rl
nrl
(o.j
qfn
rl.i
ot+
.4ii!\-\iE
,6ia:-q,=
hi&ff
q\fn cn
n\NF{
qqrnN
o? o/lcn cn
oq\ri c\l
q4(o r/)
nolro <f,
qulLr)Lr)
o') o.l+tn
\c!r.. sl
qqrn I-\
ry.qrn Ln
nc!Fr LO
40qin$
nqtO l'-
q4(o co
q\coN
q\r{ r{
qU]r{ Fl
oq4o(n
qqr{N
rn (\.j.i
qqNN
ol oirlN
qoiN-i
ffiffi
ffigfiYii(&l\il0liriiGt-rrri
o-1
co
\N
IN
olro
Nd
I(oF{
u;
q(o
nt-
..!r/)
<:tf)
o)lJ)
o)lr)
qtn
N+
Nd
U,)
m
qr-l
..jr'i
o?ri
oqri
o)ri
c!Fi
qFl
co
^i
qoqqq\q\olm(nrnrnrn(n(ncn
\\\.1qnul4N(nFiNNNF.{r-l
qoln\tC.'1 nNr{mNNNNrn
\qo].1qqn.1roNcofncn<fcosf
clqo/!\aqlqlJ)<fanNlJ)NrOcn
Noooco00N6co+d+.t+'li+v;
nnqc'1oqc!4\|/)Ln<+(o+tJlu)<t
oqcloq4q\oq'4$(!(otnrnIn$Ln
c.lryqnqn4nLJ.)LnrnN(Orr)rOrn
qo'ln"-.1 d] '4nq(O Ln F. (.o (O (O (.o l.r)
.'lqqeUl01 a\tnF\l.r)l.r)(Otnlr}f)
\(.'in\qq\.!(O (O lJ) (O Lr) tO 1.. rJ')
n4nq\.-lU.]clrnLn|r)(olr}L^l.r)(o
qol"-.! qq9\clLnslLr}stqlnd+
Oe{r-ldCONr{l'\++'/i,i++duiCnF{rlr{m0OOOsl+ ed .d di c.i cri cri ci
U.loqq\'/1 n.1 u')NN(N(NNTNCNN
oq\oqnnnulnFirlr{NNCf)drn
q90qryqqqocr'{r{Or.tNF{Nr{
NriOOfntJ)Otn(nt-{ N O Fl F.t r..l F{ r{
dNrnNcl)r{NoOr'{Fl(\r{r{rlNN
a \ cr'! n c''l .! cl \Fl rl Fl r.l r{ r{ r-.1 N
|r)(nNHr{NCONNNc\INNdFIN
sf6l.n@otmotoFlr{FIOONFIN
qd?.ln.1ncYloqNN(nr-ir-lrlNrt
olm
oqN
ct'llJ')
r.{c.i
qrn
qtn
oq<t
ci'!u)
qt,
={rn
4(.o
\r.o
nrn
crlN
F{
+
ctlco
\N
qra
rnr.j
t?N
ari
Ncri
q(n
6c,
qN
N(oO)(}cFl 0Of\('tN(rriNcn (n (n cn <f fn cn (n fn m sf m
N N rJ) N Or OO (O N O) @ O) r/)NNriNdm-{rnNNr{rt
tnor(Dro(osNroNcno00rnNff)f!NfnrnNNr\tNN
qCd!q\gu'l 4.1 nol .1 o_)Ncn<fcnl.rlNNcncncn$N
cnt.o()NN'.ofntJtNololl-.cornqrtstcr)(f)NcoNrnN
o'l (.1 o? ct'l a ol q 4 o,') orl q A\ft+sf$slm$l.nr+<fcnl.r)
st lr) 00 00 rn ot l\ (o l-. ro L Nr;d++'ri++d+ddu;ne.1 oqu'!qqqqqnnLn rn tn (O (O N t-\ $ rO <f, t-- t/)
nqqcnqno?nncY.l nl,} < N (o.(o la rn F.lJ}Ir.) t. t/)
ol .'.1 qcl') qoqqq.lnqqNtn(O(Or\tJ)!OLr)(.ornr,)!n
qn.Jqq1nl..t..jq.1\(O u.) l.r') F N N (O ur N 0O tn F.
acl'l no'! ryul 4q.1 n=qq(o (.D rfl r\ N l.r) rn r.. lJ) rn rn ro
\clnqrynqoqo?4nq(O U] in rr) (O r.o (O L.t,) (O !n ut f..
eu'lnqQclg\qgU?qct(oLn(otlnrJ]utu)(.ou)t.
eqq.1nnnogq.1o.!oj<f <{' sf < L/,) <i <t (o rr) <f rd- <J-
\n\acl'!q\cc,')u?oloq<f cn cO cn S m tn cn cO cO l'\ (n
O sf Ol O) (n fO rn Ot sl rO O) 0OCNCONNfN(NNNSfNNN
f-. O O F{ r-{ (O N ri rn (O r-{ 1..r{N<fNNrlNanNdsfr{
lr)N(Or{Omtcl}(clNOrlF.{ r{ F{ r-l r{ d) F{ N F.l O rt r{
ONsloONOr-lu)F{doO(nNelNOr{Nr{F.lr-lr{NN
rl (o (o ro (o ot u) fil rt m oo NN F.l N el Fl rl el r{ Ft (n rl CO
(nsf(olJ)c)!o(oNcn(nNNr{ N rt r{ (n N Fl r{ r.l i{ r\t (\
(O N rn O) rn N OO O l/l r.r st Nf! r{ fn r{ N r-l Fl N Fl rl Fl t-i
00(orncnooot40rNol\<iO N r-l Fl Fl F{ Fl Q CO F.{ N ri
ONN!oNN<fl:Ot(ONF{r'{ Fi N d N N N N t-l Fl rl r.l
._(oNh.d";(E
(oI
(o(l,d.
.t-tif.+ .rl}{ ..i ^,;
*1{.+,
l-GI'; rr O)i:qfi c..! -iiNinw],lfii:: tD @'N r.i c.i
#')V:,'115h:1 N tflt d
"t;-{|,?i-*i:: Lh \D
ffi;* "il6qi o) co
w**ii'fl:: "{ cOi:ififi n 4#iffitio;] m <t
ff;;r" 'illfi: lf) o)iil d ui,a.a:aa;.1::i
i,.#,i o rn:#d';',iirn..a
J:iIIi el cn:#;: n n,w.ir'lfitii rr) <t
"#it^ ^
;;?r; oo ooi,ff "'i \d,.::,:4
iliE'r $ cn
;iilii * oilir::i:sirrot <f oo
ffij* -ir.i$6r c'r o
H o-
i:Isrl N iit:.+.' "iffii "r 'rW,a*
*E{Oy N OtId# -r otu*ffiru e.rs$r" H d
ry#\ oc
ffiffi* -&lliffi cn orsffi.* m N*.v-.ff; sf co!#{Ul: r! Fl
i$lti+r.1
:*Pi ol ni*' ,. r{ N,l\'E' 1.-:..'-...:...il -:- i .1,;i< * ,i:"g'''; ' :.7;): - :: \t!a::: :,.tIt .- ;. :|'48
,fiit","i'ifnvuu: :,1;tii-.8._:';.]: '. ;*:"::1
;f,,"',' ;','tt;
- fl:6{ i
NFlOa.J
ccJ:,_o
F:gco-';(Uif c.)
-C!!roG=oco
360
n a a q .! c'l \ 4 o? \ q q c! u] o.! u] U,) u,l u.l c'.1 q q g o? n cl a uj a q o? u]ff) (o rn cn fn co (n (n ro (n cn cn co (n rn cn co (n cn co (n co an cn cn fn cn cn co m m m
\ \ n ol q \ oc \ o) n 'f! 0q q q tr} ul q n q q c,') q o.1 01 u] 4 u'l \ n o{ o? qr{ N fn C{ (n r{ ri Fi Fi N sl r{ N <f rn ii Fl Fl N r-r Cn r{ a{ sf r{ r{ N .< Cl el C.t Ai
ol I or| n q ul oq fr: c'') a cl n"! n 4 q ol cfl oq c'l q oq q .1 \ n q .l ..j ..i q .,1 o:r-r r! (n (n c{ N N fo fo N N N N to N N c! c! cn N (n N N N cn N N m m rrt c.t N
q \ q 'J) \ 1 q I q o': c''l ol o?'4 q c,.) c'.1 q o? n a n oq q \ \ n| g 4 oc c rrlm rn a.I N rf) N (Yl N r\ co rn N N sf si l/) N N fn N N sl N N N cn N m m cl c.t wi
n oq .J ol q q q q t,} a u.l u'! q f'.1 o'l q ry ...1 n q c..'t oq c! q 6.1 n q q oq \ n \m c! sl st m cn sf N cn rn rn co <f \f N cn cn ro co N (O m <f fn d) (n (n rn ol co .f ot
$ oo r/) r-l Ln H N co (o or (o co rn i cn o cn $ s N co (o ot sl oo oo oo t, co r{ (o od ni cd cri d; + cr; + + c.j + .d .+ cr; cd to cri'.ri + cri od .r; .ri cr; cri c.i ..i + rri + + +
q Ol q ct? q q ...! N l-, tO o) r+ N @ N c)o O il ff) Ln cn Ln Ft oO O) rn F- co ln N N Nrrr $ rn v rn rri r.. ui.r r; + ir, + + + .r d 6,ri d + +,i d + + + + + d d ui
o,l oc n oq oq q n q.l \ oq n n q q q n q n q oq q q e n q e c,l q n q u'!tn <f lJ) 6 LO l..) lJ) S rn (O $ Ln rr) lJ) u) Lr) lJ) trl F- Lr) |-\ rn sf rn rn Lr) $ rn r-O rn r- rn
1 e I 4 og o) !C t c'l q q q .{ \ oq.1 q n cQ n q =q e q n 1 oq n -l c! ol \(o sf (c) t. <t <f f-. t.r) u) rl) rn rn ro ro \t Ln l,) rn (O rn (!) rn l,) l.r) rO l.r) Lo (O l.r) ro rn rO
rJ) Fl N N N N F cn cn r{ O) (O tn d @ r{ c) st S sf cO .n o) C) Ol o) O N d O} O @
'/i d d d d ui d d d N + r- u; ui + ri rri rri rri F- r- d lri r/i + ri r; d d r- lri u;
I C n? c,l q \ I c,'l oq c,'l \ n oq u'l q q q 4 q \ q q .',! og n q \ n n q \ ol!o I-\ r/) rn L'} (o ra N t/) @ ut u) tJ) !n ta lJ) !n Ln l.r} F. t..) (o l.r,) $ ro (o @ tJ) r, lf) rn ln
? ? c q n c q n q o'l \ q 01 q q q \ q oq n q q \ ry q.t q q \ -.1 oq qrn Lr) ra ln lJ) ro tn tn tn !n (o tJ.) rrl rn rn <i I.r) tf) (c) u) to (o rn u) Ln Lr) l.r) tr) Lo N s ui
g,? q c,? '^..l
u1 \.,1 o) c q .! q n n q q \ q q \ q q \ q o? q q q n q al^ lr) sf rn tr} (.o (o u] s * rn rn lJ) (n Lr) st u) (o st ti tJ) N $ tn l,) l/) u) rn Ln (o st rri
? "'J e q oq n q.1 n q cl q \ q n I \ A C q q q q n n c? n n q q q q(o Ln rf Lo N <f ln $ + sf u) u) sf $ sf sl (o sf Lo t..) <t Ln (o d tf) <t < r- .t ro < rri
a q.! 4 q n 4 q q og 9(.1 q q \ \ U.) \ 4 4.1 q \ n n q n q n 9 c! "1rn .n $ <f co ao cn S N an co cn c{ cn $ $ (o co co co sf co cn d F- < t-- <i cn sl co <t
'1 n \ I q c'? oq g 4 n 4 n q .1 u') c'] g \ \ q crl q cl oq n c1.l a 4 n \ ecn N N l/) N N N (n N (o N Ln N sf co m N sf N N cn co ln co .n 6r co c.t c.t c.t N m
\ U] ol Q o'! I c.i oq \ cl ol n e I q q crl n n q ol q e q "1 q A e n n q Id r-{ N Fl F{ d N $ r.r + et N N rl F..t $ m N (\ e{ F.{ cf) r.l r{ fn N N Ft (n (\ (\ N
u1 rf) .f tn ol ln <f N (o C) tn <f t-. co .J c) o F. t. U1 or oo o oo ro \f r.. co rr r\ (o dtO (> N O O O e{ Fl O r{ N O O d N rn Fl rr O cn O O N d O O O O .r O o.t .i
Q c!.f sf ri ln 0O rn l.r) O oO 1.. N oO rO N N (n (o d @ (o N O Ot (o t) $ O) o) rO Nr{ F{ O N r{ O O O r-r r{ r{ O N rt O O m r{ rr O O O cn r.i d d ri .r d O d ei
cQ l.., Or O) O Fr tf r4 Or <f O O O) c\l st (o cO sf Ot lJ) rn € N oO (o <t N (,o rn (o sf mri (f, r{ O N m N O O O Fr N O rr O O O st rt C) rr Cj o d d j cr; d Ci -a O .i
or ?r oo lJ) rJ) lr) r{ or o 0o co oo o tn o (o r\ oo oo rn oo o} o, oo o) N \o or <f (o oo <rct cd .i c, d .j .j oi .j ..i d c.i d ci ^i .i ..i ci d ci d - J J J "i ; J .j - .i "jn q I: e I 9 C I \ e q.1 I 9,.l q \ q u-r 4 \ r'1 ol ot A \ q \ ut 4 n Io N o co o o t-{ o o N (n N o o N r{ o o N C, cr..i cj .j ri d d rj ci m o -if! cn o oo co N |J) cn sr o) ro o rn (o oo ot @ <t co i.r si ot N N (o N rn sf l/) or co utFl N O O Ft e{ N el O O il m e{ O O O .{ () -t N J O N ri ri 6l d ij rri -r .r ri
o F-r or o sf ro ot N <f N o t4 N st t,) @ co N d m oo N sf o) o o sl oo Fi ot (o rnm N O i'{ O fn N N O N N d r.l r{ O O O rr F{ rt O o.t ot Cj j d c.j d cri -r O ri
n \ \ q a ut \ \ \ n q q I \ q 4 q q oq q \ q q q e q q c o! n q nN rl rl i-l f! rl (Y) Fl rl N N N rl rl N Ft N F.{ rt r-r N m Cl C.t r{ N N .+ C.t O,t m ni
rc-C(o
L
(!(D&
tltfi1ii::#::,::l:...ilt::.a1:-rL\fil,i.t:otl:l
C!r{oN
5t9FO.=ybDAL
+l -=(g3Oco
361
o?.1 .1 n.''l c-loqaq.!f'.1 o1 ...! o.! ac1nc.iqnoiqqnorl qqolqnnm fn co cn co rn N m cn rn cn cn cn N m cn rn rn rn rn cn co N (n (n (n fn cn m cn fn
n n q cl q q .'! q I a n 4 q ol \ q.'1 ul q n \ Ul U.l q q n q(..i q q rtN r{ co N N (\ (\ (n N N <l F.t Ft Ft rt Cn fn rr N N F{ F{ rt d N N N N F{ N N
4 n q q rI I \ oq q .i q o,l o'l n oq 'f| q u.: q q q q q q oq.i.l 4 4 \ q qc{ N aO c\l t+ N N N m N N st Fl (n F{ r{ N Fl fn N (n r{ i{ u) N N rn -t < -t N
q q q q 4 I c{ \ .1 oq.1 \ ry \ \ ul orl oq q oq q q a q n q ol q q n qcn c! (f) N sf N N N co N rn N cn N cn N $ \f cn N c\I N N N N N cn cl m ct m
q .Y \ \ .! trl q n g e .1 q q t .1 q oq c/'! a q 4 oq q e ry f,'l c .1 a a1 flfo .n N N cn (o N s N m <f r! N N <f cn sf cn N N sf c{ co N m + $ rn N co Gl
I q I 4 'rl q n ul \.J a 4 q 6{ u'l n q.! cr! n n .1 oq 4 q q ={ q 4 n u.!N <t d N N N N cn N sl N N c{ rn r+ N ro <f N tn rn (o N d N N co N cn ln an
lo r! sl (o o cr) (o sf F-r sf l.r) l.r) sf F\ (o F{ oo cn l.r) v < (o Ln F\ F- N i{ o sl sf r{+ + rr; d + d cri < + + ori,i cr; cd !/i + + cd .d cri cd .d c/i cr; + cr; + .d di + <f
I n] 4 n 4 e n q n c'l ry oq q q ul q n ul 1 n q n c! n q.,1 oq n q a q(o ln $ Ln sf l.r) rf l..) rn <f, rn $ Ln st l/) rn (O <t si (o <f, <f, sf $ $ < tr) (o sf $ ri
ln < d N l-\ 1.. cO c{ rJ) <f O cO F- <f N sl Ot oO r{ rt <t F.t F..t N sl N t. N (o tr) <t+ d + +,o d + -t $ rr d + N + F. d rri r; d + ri n. + s 6 Lri rr; u; d'i ;n .l oq q c'l n q .'l q n n o'l oq q n n n q o'1 q oq q \ q n,q .r1 \ q q oq(O ln ln F. rn tn l.r) (O rn rn !. rn U.) (o L.) (O (O (O u1 rn F. !1 !i) U1 tn F. U1 L u. N t
e .] n n n oq n ..,1 u1 q .j c'] .1 .y .,? c'l q n 4 .! n q q n oq .! q a? oq q o:(O (O (O lO tO t/) ln rn l,) rO N (O lJ) tn tn tO (O (-o tn (.o Ln F\ u) l-- lJ1 (O (.o tn rn fl L6
\ln
ql,r!
F1rn
+
..:m
ci
crl
r-{F{
.Y
r!el
fY
(n
u?r{
\r-{
EIE
t!(!It!tE'@
.l o?N(O
qn(o (o
Lo (od,;
oO r{..; +
nnstm
\oqFl C!
.!qF{ !'l
f!qFl C,
lllqrl r{
n.1c\,1 rr
og oqr'{ O
I cflO t-l
\\Nr{
qnOc!
dd
rri
qu)
n
q(n
l'..j
4o
no
oO
CJ
rJ)c;
o)N
\Fl
qF{
qN
ffiffiffi:i::.::ri=
a-.1
rn
,/i
ql'-
m+
o.i
I.\
^iqd
oqFi
qrl
oqo
qel
oqo(od
n<f
"-{0qanc?qn.r'llr}(o(o(orrlrnrnvl
nc'lqnlnqu')lnLnrnl.r)rnlJ)rotn
gn''l cl \q4n\Lr)$$(otr)9st(o
n\lrlq40qqncostco<ms<$
nau'loqnU.lqqcnNNco$NmlJ)
OlttrNtnLnO0O6i -i-i.t.ic.i c.i -i
oqqo! 4o?4q\F{F{ONr{OcnO
nq\nqut4qfnr{OOOOF{O
\.1 nu'lqqo.!4ONi{OelONO
c-!qoqqoqqqqe{r{r.lNONOel
u]qqulq\oqu')C)OOslr'{rlrlO
oOlnN@@lnr{Ncid.icicicte.j.iqqn\u'!u'lgqNOOTTcOONO
'/l c..i c''l r''l q q 'J'l
c.jFlr.lCnNi{FlOFl
=qr.r)
r.jln
a!+
4co
ncn
qcn
'4o
N.j
\rl
qr{
oqo
cN
ulr.{
crlr{
nqaq.J.1c''ln\u]\oqqN lr) (.o (l) !n l' rn tn t.r) LO (.o u) (O
qcr!q\c'lneqnnneloll, lJ) U) (o t.(l l.r, l/) F. tn lJ) l/) !n tn
n \ n .l c.,! ry oq n .! n q og =qsf S + sf <f (o <t * sl l/) sl rJ) u)
\U.)qq94qr..lnolcfl ._.tncO <f cn sf cn cO ln <f t,) rn tn F- <
u') q oc q c,? c n c'? c.,'l .I q cl q<fNNCDNNNTOCNNTNNN
r! \oqqologqqo': oqo/) u':\t-{ Fl rl d) i.{ N r{ r{ r-l r-l N Fl $
F. an <l o) O m (.o <f (o st r, r.. (oci ..i ci ci r..i ci ci c, c, ci d ci .i
NN(.otO(oONrlN-lNl-.tJ)d.icicj.j.jcj-j.j.jcicici
9neoqnoqU.)aq\qo.:9OrIOF{r'lQOrlOOFlOO
f!] n\4\u'!qu'!nq\qcD.'{ O F{ rl C) rl N O rl t{ r-r O O
N r.o sl m st st sf (o Ln N l/) \f ror'{ O O F{ r-.l Fl O r{ t-l rt O rl O
rl N (J) clr <f (o !n t{ Ft cO oo It stNrlt{e{r{ONNrlNONr.t
or o) oo ro N o ta) 00 0) l, N m olcj.ic,c'i.id-ied.jcj.i-ici
sf 1.. N lJ) @ rn rn or !n N c\t (o lf)NFiCnr!O(>d(ndOelOO
H,j
clrO
qsi
\cr)
r{6i
.'lN
r.,.1
N
rnci
o?r{
cn.i
no(o.i
fflrl
(oo
WB,i;,{t
,-fiii;
nnrn rn
.1 'r1rll r.r')
l': Cr'l ,
ui+L4nr{m,
c.l \NC\I
qn(FlNr
qq'oa.lr
nYOrt(
q.1 '(nr{t
ulul(Or'{r
nq-lO(
\9(OOr
u.:ul(Oelr
qn(N Fl . (
J;,' i;iiriil?l!!"ff.!r
Er*fl.':-ix
";:.tijiTl#rtf:.1:rii!i,.I*-?/ti
N
'riq(o
clu)
.js
qco
qr{
no(.o
c.i
(oci
r\.j
oqo
NCJ
\r.l
IFi
ili?)ilt+
'r:,g,lli:i+!i
E,e,z
ir,l,ii
clatlJ)rnr
q.1 '(Ol.rll
ctl\(lJ)Lr).
^l rr)S<(
qcltioN(
qqr{Fl(
\t(o(5ci r
gnr\Ot
qq.D(r)t
:ulrlOt
4n(D-l(
\r\!io(
--u.:1lOt
!qLiNt
':tEi4*t4.ktti
',ai:,ltititEi*).\;!:;::a::ii:l?jl:
d EffiCI
:..:.:,,:1lil:l. il.
.CrcEr!(I,
I(!(od,
,."4)':Gl:,=t=ii
362
N.lOIdli
=ol
r:6 r
-o-:triz,c-l
g;oco al
qc!olqnqryac''1 (.-.ro.l ..1 qq.rlncO rn a.l rn Cn Cn OD m rn CO cn Cn (n N cn rn
n q q 4.1 oc cl u': ry q q n c! n q qF{ t{ ri N N F.r -{ <f, N F.l el r{ N r{ N N
qqqaqelJ)-lacolnnnqulN N c{ c{ F{ e{ N N N N $ cn N (\ c{ N
q \ n q,? 4 q q .1.1 q q ol \ og q| $ N e{ Fl F{ rn d $ Gt N N (n el Fl N
a q q o! q \ \ n .,'.| n oq q c'{ oq n 09NNNNr{NNstNcONstN(OcnN
O r! (o O) O m N I.o Ln <f Or sf @ N fO (Ocd + .d d c'; od + + d + ^i rd .r; di .d .ri
n\nq\\nloqqqorlcqqf!lf cn * sf Cn Cn f) rn t.r) sf (O sl (o cO cf) <t
c! 1 q 4 o: q oq n c .l.1 \ .'l q 6l oc o)(o s <' (o r.r) sl <f <+ s st st s rn $ sl \t
aq\!qrl1 ol .1 c,1 c\lqolo,') qo9qo!sf rO st S + sl r/) st (o ro sl (o $ ro t-- t.rl
n\1.'lol4qqnoqqeqqq\tr) t,) lJ) r,) l/) Lrl <f 6 ll. Lr) $ sf si S l'\ l/t
c..l q n ol q ol ry q q U] oq 'J] oq el c! 0qrn (o lr) + Ln <f, (o (o r-r) !n rn (o Lo r..) tn rn
F. cn |,} @ cn O N sf cO l,n d (O I\ 0O I.- (od vi'ri + d ri + .r; + d ro d + + d ui
crl =q q I \ oc q 4 \ .J \ c,l q n oq ql/) to lr) Ln rO l..) $ r..) <t (o sf (o rn r) $ t,)
c! u'l q q ul u'l ry q q n n q q n oq qLn sf sf \t <f, Ln d !n (o <t st Lo $ \t $ sl
q.: oc \ n n n.,l n q n oj q q n o?cn $ co $ Ln (+ cn s an Lr.) cn Ln Ln ao sf <f
qqlq\n\qo?qqnnot\u]rn + m co rn sf cn rn .n cn co cn cn N cn (n
q4qqoloq./'l cqLl 4'4\.-{c.lcl Ir-l Fi N cl CO r{ N st r{ -i a{ F{ (\ N (\ N
qryq\olqqolo)ncqq4qdlO r{ O O Fl O fn Fi O O N r{ O O O F{
F\ O Ln (O oO il f'. ri F rn e'{ tr) r,) lO r.l Nc, r.'i d o cri .i ci .i ci ci .ri cj -i .i -i .iul !q oq '/| q q a q ',} \ ry q o'l n u'l ..:rl C) r{ O O N N O O d cn O O O N rl
q n .1 u'! c'] \ ul oq \ q q n q ol q ".:e{ Fl N O r{ O O O il N r{ .{ r{ N O F{
u.! .1 \ ul \ n \ u'! ol \ o1 q n q q c,lO cn O O O d O O O O fn O .-.1 O O F.t
* o'! q \ u'l q q q \ q \ 4 \ q q oYO N Fl O O Cn a.l O r{ N O Ft O O r{ rl
\ q q oq q u'! \ q o'l n q q ut q n n?el O C) rr N O N Fl (Y) rl O r{ O c{ N d
..j n c''l \ q n n n \ ol ol n q 4 .1 \N () r{ d O () F{ N F{ O rl O sl (n N Fl
acn
qr{
nN
\co
|.\ct;
.{fn
4co
qs
a(o
oqrt
N,;
tnd
a,'l
lr)
F.+
4LN
.!cn
u')
-{
olr{
qo
qN
roCJ
N.,i
N.i
rJ,..i
rofri
orlfn
N+
oqN
F{
ar;
(0eri
o)N
(o+
q$
^!ln
r'.,Jd
cnN
o)st
r{dqlr)
ca;
ri.t
U':(n
u'!F{
NCJ
rl..i
olc)
lnd
OrCJ
4F.{
(.o
d
(!
(o
rEI(o(!d,
jiitYtir:1i'iNi!
Wl,rlilii
r*ilan,1
i.,lglxl},'€iii
M,J;irifii:liffi.':.lwi
ffillil$,ll
lrlt,i;::.|:i;a
ii:.i$,;
iffil,
i::iif,..l]]iir:-i+F:
:::lili:=t=.:
,:*,iill-!|,,
w4!Qt i4
i;F{a.;t:1:a:+.1
T{krrif4f.,i,,'Mi
iiihlliffi, c,:: a{.,
E'i$iii{.{E}'i:l:;ii,
w".i\}':;,lNt-
;!;iis
ffiiii.ildx
;igfl:
W}ffi*twffiffi$#*li'j
M[t]a.tl$
ffiry.ittt-q
ffiffir,
{ffi,rHffi
W,,H,.,
q'1oqry.1qq.1c.:e01qfn co N rn oD (n cn rn (n rn co (n
oqnrynolqc.,! qoqqanri N rl r.r) i{ r.t cn N N r-{ r.l H
qqqcrlqqryoq\no?cf!Nr{.!rnNNNNNmryN
qc/l\qq.1no'lu]eog\NNdrnNN<fr{mN(nrl
nqqqnqoqqnqqqN'.INNNNtfNNNNN
qnacolqqnnoqol.lN (n cn fo $ rn fn cn c') cn cn fo
qqq4\4u') oqqU]0?\ro co fn cn rn s cn cn <f, fn rn <f
qqnocnna',}qnqo')9rn<fs<f(o(o$u)sf(osf
nnqqn\oqclol4nn<$ (o sf I rJ) <f t/) sl <l (o (o ln
o (.o o) 1.. or c.l N r.r) F-l <t <- cr)ui'ri + d tr; r; rr; d ri,i d r;
1.!.lolnqqqqoqn<:l/) F. Ln (D Ln li (o (O ln t- tn !n
n4qqqc,?rynqoqn\rJ) rJ) lJ) rn (o lJ) !4 r) t..) { lJ) Lj1
n\\n(..iU.)nq?qoqqq(o<<ftJ)rn(oLn(o<f<f(o<f
NN0ONT{(Oc\cno)0ON(o++,i,ri,riui'ilr;d++$
qnql\\11u"!o?\c,1qco(o!ncnLncnstm<aosf$
qnqno?..lo.lqo.!n1qfo cn (n cn an (n (n (n cn cn sf m
4qq\q\o'! nuloqqqCnNCnr{dr{F{Na+dNst
.lqqnqqq?qn?qnq
.\l r{ rl ef O O O r-{ F.i N O (n
(.oONF{oOON(OO!OrlLnONONrlr{elOr{Or{O
vmInN@6cON<00r\ot-i-icicr.icj.ictidciciOlNmf\O@lr}Nl..!r/)NLn-icj.jcj-idci^iciciciciq4anU]aq\\o)c!olr{C)FlelO()rndOr{NO
OO)@(Dc)N<tFrstt,|l,lf\rlOOOrlOOr-lt-IOOO
qoqulqqulq,r')\q|Jl qE{OOrlNFlmOOr{C)r{
cO F. l..) O) rr O OO tn Fi OO o) @r'{OOrir.{Ni.lNe{dOO
qqrl.) rn
qqr{ F{
NN6i .'i
F{ aO+ ..i
olnfo cn
o?qanN
@ l'\c.i +
qnro (o
qul(o <i-
\\F- (O
.!qt.r)tr)
.1 qf\ (.o
.QeLr)<f,
Nr{++CO r{++1.. r{ ,
.d cri
\\,F{Ni
nnr{F{r
nq,r{Or
oco,.ici
qn(()e{,
qq(r{ e.{ r
olq(rlOr
sf(O(cid,L1 n(fONr
,;' l r9r *i
'#,i#i!:ni'?i
E(!
.E
c!Floa\tcL=0)€€
PGJ
,= d)
Po-C
!!o(E5Aco i(5.;:iHii,i;r*liir#ii.al
l!!lllil,.]!!r,?]lfi rr!l!Ili;;l'H-:;-i
LAMPIRAN 12DATA KELEMBABAN dan TEMPERATUR UDARATAHUN 2OI2
JanuariPebruariMaretAprilMeiJuniJuliAgustusSeptember
OktoberNopemberDesember
68
68, I66,9
67,2
67,1
6767,8
68,7
69,4
69,9
73,570,7
24,8
25,626,2)\q26,1
25,5
24,925,7
26,2
26,7
26,3
25,8
364
(otO(ON(Oa{t-\@oroJood\ddx(.o (.o t-- rO rO tO rO iO
c!(oo)cno)N@(ne$r..i ^i ^: ^i 6d(oNcOoOoOoOF-r\q\...1 crl\q\-{osrcrimodCjodr:Nt'.cONl-\cONI\
l'- (I) t) @ O @ m ul g q oO (o F. (O ri \.e m N (r) sf O) c\ (oB E gBBE RsBBB B E dE BUUiIs ssil s
sr F{ o (o co ro *''1 ? q : "'j a 1 q n n n q (q \ .1 .< rr+ d d + u; cj o -i S e cd +..i d d !o e N rrr oo rr) m s oico t-\ r.. t- F. r\ co F. r.. co ri rl i: X X F. (o co t. F. r.. r.\ co (ou] !q m sf sf l/) ro cl) oo f! sf r{ Ft tn o)s, i g., ;.i ; x : ; ; ; ..j c; .j ;j : T I T 1 T 4 o, mn- r.. il F: ii 6 i- x r.. co oo oo n oo cci g X S p R I g R Sl'1 I q ol q ol n'! 4 q oC ul -! ro N F{ o Fr'.o Fr N or F-!-\ S r.,J d r. F. o, "i S g.r n a n o; cj ro cj - d .i .i + i
".;co F. r\ F. r.. N F\ N r-\ r- co 6 oo r_., F ri. 06 N 6 od od R n n
"q i ^a ! g I g t ? ?,1 \ q cr) oq q n oc n oc n 9 m F.coNOrnr\r!orm.!Omsfmrci oi <.toSor;cd(ci dni F.iF. m cO N N oO r\ N oO t. o(i n i< F il F. t. oO t-_ t. r\ r-. co r.N O oO cO N N oo e m cn cO lJ) r+ cO oO e o) o) $ o) (r) (O $ N5..90i"sod'i "i oflOd..i.,.l ,r;;;;X;J^; .;I-\ t-- r.. rr. r-. 0o (o t-. oo r.. r.. r.r r.. r... il t_ oo 6 Fi ia il X m rrI T \ \ ? o9 oq ol c,') I oq n q g 4 q oq q Q U-) m m cn ol.r) N F{ N o) N co q ff.) sf N sf O Or N !o :t oi cri ryi Cj oi orj +cO N oO t- (O N N (O oO cO n oO N t-.. i\ F- N (O t-_ t-\ N t-. cO t_
j,},,(.''l 19 9I i.t q t n n eq q 11 q oC q n oC n ry ul u-r N co o) (o r-. Ln r-. rn oo N"':.r{ N N oo \o (o <f (o to m O o rrr.-r !l A ri Cj cd d d o.i N + rj cd d,_ N cri r: ".iffin - rn ,, F ,, ,, (o ,, N ,,'o .b .o @ ,, u-i 6 6 6 6 .o in ,o N ui 6 i- .n ro rn,o.,. ;^.C:11? I 1C \ n n q \ n \ e 1q 1q oq oo o N o) rn co co r-.. $ s N::' co (o co o cn (o i ry Q ry -f rn co .t e e n,.S rj N Cj d ri d r; c.i ff; ..i d d + F;..1jr;r(.o (o ln lr) !n (o (o lJ) (o (o Ln O O n rn (O rr lJ) r- in 6.n f. rO (O t- rr.) (O t-_ (r) ln r.otlti#.9.: \ "l oi q ci') oC q q oq 4 q n q or !q cn o o) N co rr !f, Fr Fr (o o) o) N 9q Lo F- u)...rr",o .o ',, sr rf .o,-O
'-i F{ o..r d r- + i t?:1 A.S.S o,i $ d -i cd J ".i "i; O S;
,."*,,o ul o o oo o !q cq oq .i'rJ) or c.J o) "1 a e N o o (o N .o co N o oo o) o co co NJ]."....1o ry.! o o 0o 99 e e O o.t oo e e 9 a { \ rri ui..r Ln o .i rri .i rr co N N Nili1ili- -
(o rn (o tn (o (o to r'. ro to r- ro rrt F to G io ii ii ro r.. rn to r.ci r- lo Lo rn to ro*4;:rh O N l'- O 6 9.n O oO (o rn O ul Ul m F. cO o.) r/) I.- N t\ $ N o.) (O C{ N CO Ln O)'-;' c? \ q q $ 0o !o c? g rrl o cn $ o-t !l !? !! od .ri c.i $ gr) o (o N !i grl r-. ^r N ro (D;6 0.n $ (o m r\ sf co co m $ (o (o m r/) m m $ 6 ri s m $ F- (o (o cn m m \o stiiilil:n
ifia1 C oC \ a n \ n n I ol .! e/'l n C q \ I crl o.{ m N co o o m <r co m o o} r-rtrl.o oo.r $ ("o N .o s v N cri oi
", C !e n S g "d
ri...i G,,,i a ci ^i -i "i +..i d dwo - rr} @ r/) rJ) sf m $ (o N ur + rn co m < m + }; i/i rn (o < rn r.- m + (o co + 6,/Erlrl 0o o o) Fi rn l^ N Or lr) lJ) O cn m sl n q Q (o rn cn N o co N r\ $ $ o) N (o co N!l,,.'.,1r!1 c9 n LA q Q '4 F-,r, r{ rn oo O q !O ca ry N ...r co Cj m ro m l.r) O (o oo d $ co <l....,:.:,rn $ cO $ m st (o.n f) rn rn rn N (O cn cn cn n r. =i + m cO m + 6 ri c6 S m + +#i:li$:.LcA ,1 to S O ln O) m (o d O cf) sf, \ !q F. oO rJ O o!) O U.l oo (O u) N O r{ N d l-- cO.l..j,r or co (o oo C) (o (n N F.. rr cl) co O ra e (c) o F{ r-t rr) cri .e oo N o.t r- r. o.i rr c\J m l,ilil,Niiiicn cfi m sf l.o (o lr) rn m N cn l'n .o l-r) rr Ln co m * cri ivi m < + N !o ia1 6 io m m <'
fffirr9I 1I314I oq n e cl q oq -l \ 4 q C .t \ q q n oq \ n 4 oq n 1q---.,9 O A A \ !D...1 I (o $ \f, (o o) r{ t. O cn F\ cn $ <t rD rr F. N co W oi r.. N cn N;.co r/) Lr) r, sf cn cn (o co rn co rn $ sl Ln l/) rn m lJ) m cn ao cn < (o rai n Lrj to (o cri .+,lllroG;.1 -t q A I \ lr) to LO N (o t.o Ln ri O rr o) oO O O N <t (o cO t-- cO oo .t $ Lr) F- u1
-, ..-qo 11 to !? n S 90 S A a c, a oi a a.ri d .i ri 6i -i + oi c'i r- d J.<; S d "i o;:;:",...t-r (o r\ 'o (o N t. t. r- (o I.\ (o lr) (o (o I-\ oo (o F- r.- (c) N Ln (o N N N U.) t_ rrt\o ro
?;ff;Jl*. o.o1 q n 4 n q q 4 \ I n q q 4 q q q q q .t \ n q q \ ot u] q q olviliihLo q Q co F-. cn rrr rn oo oo o t-. to \ so .? o to d r.r oi m ur o co rr ocj cri m o) L.) r\''ii.!.!,ffin-(or,t'.r\F.(o(orn(oF\(o(ol-\(o(o(o(o(oNr'.rcitoLnr..r..NrornF-.bffirq 1n? n ! "c I ! n Fj crl q q \ q q q n q n q oq \ e/l .1 \.',1 -1 cl q l ol
r,99 !n a !'! Q 9Q O O (O cO Ot O) 1.. sf cO 6l @ O) co r{ N cn d c,.) rr r-r c.J eri m o r{ (o"i;il6 r..lJ) r.O 0O t.o cO N lO (o l.r) (o 1.. (o lr) (O lO Ln l-- (O (O (O I.\ (O (O N r.- LO @ r., O rO'ft ffii$...gil,nq @ C) Fr < O O) 1.. oO o0 rn (o Lo Or LO N oO rr C) t. r-t F{ @ cn Ln (x) rr $ $ r) (o ri:.|::.;:aiil.!:!:i:i;im (n $ l/) o) o t, cn rn oo o) Ln $ F- I !o o co tn t.r) t.r) Ln oo oo m o co t-- N r{ N oi|ffi*
* 0o r'. F- 0o t'\ 0o co F. r'. r'. 0o l'\ 0o l'. l-. oo oo r-- r- r. r. F c(j r- b<j i- co co co co
i,tf"tt*. ? I \ q \ \ U.) 1) e C u'l 4 cr': q n q q n orl .! q I U.) cj \ \ n C q o1 qVi,l,i|.&a 7- @ d rn (o CO N O) I'- N 1.. rn Ln 9r) (c) crl !1 F{ Fi N N N rf) F- O) N t-- co c\r O, d,i,l,fii
* - F- oo co r\ I'. oo r'. r'\ co t'. N t-\ N l'\ co l-. co co co co oo oo r.. r.. oo r.- co oo r. 6
"ffi't'\ a I'! 1 oq q q n n A n q e q cj \ 14 =q q u') q oC n n q q n'\ 4 n qf-#ii::a !o gt !i a !,) o) S r-' (o Fr rn O) N N $ N <i'tn m r.. (r) cn co (o O Or ro O m .r oiii;l7oo f- r'- l'. cO l'. l'. oo r\ F. cO t'. N cO co oo oo 0O N N I.\ 1.. N r.- n cO t. t. - co oo F.
i,,.#4n "g I n n \ o? \ q \ 4 oq o? oq ul 4 n q oc q oq c! u.] n q q q n q \ \ q#i+;c! A !o cn N r-. (o Ft o * + o rr sf rr Ln N o.t ai Lri o c.r.+ (o (o or) co co o) Lo or ci?;,,i., *n l'. @ r\ F\ 1.. @ r.. oO 0O F cO cO @ N cO cO 0O t. t- co @ F N F. n- oc! r.- r.r s 6iiplj-r m o F F- m $ O $ ri N r{ o..l N sl N rn lJ) to N o) o) (o !o N t. o co $ r- F{-....,.-.,0<i ".i ..t o .r; ci o'; .i oi oi o'i d o cj r; N oi c,i;; -i; -; ".i +.i;; "; O c;i:.1.;;. oO r'. 0O oO oO F. 0O 1.. @ r.. F\ F\ l-- cO cO 1.. l-. 0O 0O F. r'\ oO f.. cO cO 0O cO N N cO t-. 0Oa:tt:::;"i:
,-{},N N t-. O) lo d l.r) ul r{ rO 6r) (f r.rt S OO u) t-\ CO tr1 1.- d N 6..t OO OO 66 q- oO 5. O) 5' F: -;.i:a:;iiiii:#N sf (o O O) ri r{ N O O O sl O rl @ l-\ r{ N rn tf) rO st Fi o) cO cO N I N r.. rn Or
1,11,!:N @ r\ cO 1.. 0O 0o l- 0o 0o oo co 0o 0O N r.- cO 1.. l.\ lt- N @ oo F- t\ t. oo co N N t-.. N
oo<fcoooco@oo<ldNcd.j^i c;.jdl-. l'\ l-- N l.\ N r.- N
OOr{ddN\tO)Ftdni odoi c;-ir-xF. N r.. N t-- oo t-- Nrn\tooco!oo)oHOcONdLn(o(or.- N l-- cO oO l-\ N t\(]cNl-\l-.dcO(O("ocdcic6r-Lr; ddGi0o t. oo t-- t-- t-_ t-- t\
365
E(o
L
(!(sd,
aa::::=
i ii:!.,.}li.'rrr
1:
ri*trl::ltt:
c\lFloNC5(oFro-orc-oE=6--Y
C6afE=Oco
i;rr",ltlll;:,:1,,i;;l;;i';J,
:i.:i!|iri ID;:l
liffi$,xVlArh$r::::1i'iii\iiiiGi+ --i'--::,L:*f*,ltulif, ::r:l ::':il{tlir.*:ii*t"iiri.t,i;li"#ll
d N r/) r{ F (O l'. c! q c! .t S m O O Or oO o) st F-t F{ cl) Fr st t. c) m o) f\n n o n !s \ oi q e! 9 9 L !e e a a d N * a o ; ; d a J lri * ljF\ N (o t\ (o (o (o !o (o F. r\ (.o \O F \o'o F- Lo !O 6 6 td b F (o (o €i !o 6
I 1 \ q c] q.! q q oC \ q n q \ \ ot q cl.1 n q c\ n ot 1 q \ 09O @ (o rl (O F.{ 1.. rl S r-r Or f.. F. Cn CO o) 1.. N sf @ F. r-i N rn f- m e,t f. rr.i0o F. r'. 0o 1.. 6p t9 t. t-. t- (o (o r.. r.. oo (o r.. (o co 19 t. oo b rr to x N rro i<
"C ? 9 \ ? n E C "'l q q I q ={ q q q I n \ "1 q \ c,l n "1 4 e qcO t'. Ol r) O t. O m oQ Q l-. O o) oq cO N rr F\ H (O O) O) rO c) cO O cO S <f1.. l.- (O N r.- F\ F. f.. rO oO N N (O (O r.. oO r\ f.. F\ F\ r.o t. f.- F N oO (c| r,. r-o'l q \ n o? n cr| oq q q n \ q q n \ oq .1 c\l q oq n \ q q o1 \ .1 d.!q E r\ 0O oQ Lr) rl o) @ N (o O st l'\ l'. r{ r'. Fl c{ + O) oO .r cn Ot O sl oO rJ)t'\ (o 0O t\ (o 1.. m F. N 0O N oO 0O (o (o cO 1.. cO @ t. (.o F. @ t-. t\ cO cO (o Fo9 n'4 oc q q n q q \ n q q q q q q ut q c,1 c.{ n e q n ot .-1 q gO 0O o) (o O <f 0O r{ $ F"{ Fl (O cO N O @ F N N cO @ N (O cn (O rl Ot c{ tncO (o l-. F. l-. I\ (O N I-. oO cO l-. l-. cO 0O (o 1.. F. cO (O (O 1.. l-\ 1.. r.. N l.- @ l\q \ q q q c\! oq U,l '..j q \ o') \ q q \ oq q q oq .! I oq a 1 \ q c! u?o) $ Cn O) Ln 0O r{ r{ ri f\ O) @ (O O} 0O N l-\ @ CO OO <f (O r- oO oO O @ N <f(o oO oO l'\ N (o N N l-. t. 1.. N r\ tO (O o0 1.. (c) 1.. (c) l-. N (O l.- l-. N l-. (O N
e q ol n .1 n c''l \ oq 01 q cq .! c'') .! n q n \ q q q q q n 6| n 01 \@ o) N N sl CO (O CO cn rr sf CO rO cO O) N O) O) (() CO O N oO F lr} cO $ ln <(O (O f.. oO 1.. (O N (O t- N F- r.. cO cO (O t- (O t-. F. F. cO t-. N F r.. N N I-. N
n oq .1 q n I \ o? q .1 \ c'l I q n n 01..i 4 oq 4 q c! q n c.j n U.) q$ rl N l/) s <f 1.. o rt l-\ cn d o o N r-{ r{ N o l'. <t cn o Ln i (o o) m F{lJ) l-. (O l-- Ln (O ln Ln (O N (O lr} lf) l-- (O lJ) F. Ln Ln tr) l-- (O l-. (O |o Ln N lo (O
q s: q n'4 oq \ I q q oq (^I n q \ oq o/l ul \ n \ \ n a t n q n o'!l.r) + Cn rr (O N (o O o) N (O N d sf Cn O r{ In t-t CO lJ) O N @ Fi LO @ N O1.. (J) 1.. r..) Ln r/) rJ) r/) r-r) (o (o l/) (o l'\ F. (.o tn ln (O I'\ tn ln (o F. ln Ln Ln Ln rO
(o lJ) F{ 00 0 m co F. rn oo N st (o o sl c) l-. fn d r\ cn (o rl o 00 m o,'- (ooi io oi ro -i d Fr cr; o; +'d + -i + d + tri.d ci d d F d d oi d + -i .i(O F. rn (O l,) (o Ln l.r) N (O 1/) LO L lJ) (.o (.o (O (O li (O (O (O rn (O F. t^ Ln (o (O
l..) r\ Lr) F{ (o oo Lo r{ oo m s or o N H + or m Ln -l (o N N o Fi (\ LD cn {.o
+ d cj rd d tri -i ui crj oi d dj c.i -i d d r..i cd cj ..i oi + d nj -i cj ^j cj df- f.. lJ) Ln (o rn l..) F. lJ) tn lJ) (O li (O ri tn tO (O Lr) f'- rO Lr) l..) F- l'- @ L (O tD
I(o(o
qrlNc]coFr
!'{
+l'.
qNf'.
ql'.(.o
rndF..
qr{l.r)
o"lOl'lr)
Fldrn
!.)r\u)
qF-rJ)
q(osl
\o<f
r/)CJ+\OlLN
oqco(o
<:(oN
ryO)(o
qool-.
q@l-'
cl(of..
.'lcn00
rlcrirX)
cicO
oqq@ 1..(o (o
a{ (odo;(o (o
(.o t..jdl-- l'r
qryO) lt(o (o
nnel cf)oo (.o
cqia l-.oo (o
qnst Olf.. (O
l'\ (.o
ci r..i(o rJ)
oq oqao$N!nqqooLn (o
G
I(o
(od.
ico,fj,I;
ffihti
.rN.::.::t1t:.)):a
itNt!.::r3
:l:#{lt
wi,#,/kiiV,;*l7l.nj.ti::i::: '?.:;ffi.(n;ii'l i.tTlltliLl::..:;!.fii/.i;&ii:i:+?..i
::11*:ilffi:;:.i,:i;:'l!.ig,j)
ffiit:#.b1rl:;
\l$!.*a't&?ilt
li,*)l!:H,,
o) rn lJ) oo oo rl o \o ti d o (o oo N t'\ l'. o + @ + o \t m d co d o Ln @
cr;.i';cic.i or;.i^i ...i r.i d;r.+c.i er;+oidc.i du;dcddde.: cj!'6iia s $.t' rn n Ln sf <f Ln tf lJ) Ln Ln (o (o Ln |-t $ (o rf $ $ Ln (o I s (o lrl
4 oq a n \ q n 1 n n'^l n \'1 cl n''i q(.I q q q q ol \ C n C qri lJ) O O @ (.o Fl O) (O $ O ol N rr r{ r-i N s.{ (O (O (o (O (o i.t tn O) Lo rn $(J) 6 6 t- Ln + F. + + si to n sf Ln l/) Ln (o t^ Lo F\ $ to st ta tn <t $ Ln l.,.l
q c.! oq oq n n I I c c n I "-1 c!.! q 4 n e n \ ! \ ! e .1 I I I+ d rri ni rri t F. o <t rr o) o .r Q =f r{ rn o o cn o o co Q Ln ..Q Q Q I6 6 N (r) + r.- (o + r'. (o !n s u) (o rn (o F- lJ) <t < sf (o st (D $ ul (o Ln u)
q 4 n n n.'i I oq q oq 4 0c q q \ n n n(.l 9 0c 4 q e 4 q I q \+ ri Lri lo (o o) ro lt\ Fl 1.. O co Q o) i t/) O N .o O 14 .Q cO O o) (o co cQ ddi lo + F + + nlo < $ Ln to st tn <f rn + + + ..o + d rn to rn Lrt $ < u'r
\ n q "1 q n c'') q n \ q n t oc (.I oc n ! q q n I n c e o! o! e Id c.i r- c\r o'i o co Fi o ro o''r < Ln F. N r- N o Ln r- rn o oo co co .r \ cQ L06 iri i, U fi < rn + 6 to ro + <f l'. $ $ rn + $ $ lr) Lo (o l'- rn !n ro Ln tn
q q \ 1 4 q q lrl q n q q T n Ul oq n q q oq o'l 4 U] n 4 q q n IN cd d .t O -r .r c<j o N i{ O a f-t ry \O cO (o (o oO co cQ o) -r ot N m c! !9i< 6666 N n ui ro N r. F roro o F. l'. (o(o U1 ri (o tn(o Lo r" N (oto
O cO N N co O + cO o) (tt Q .! oC I q + N (o o) $ O @ cn N o) o.) o) rr'nod cd c.i oi oi m co d -i o < co co \ .l sl m m Li N !n q' o, 00 a I-' i 4 Q6in<j i: il 6 ..o 6to 6 n rrr rrr l-' !o r" F l-' l-- I'\ I'- l-- F to to r"' F-' (o(o
o o' \ a.i q 4 q cl \ q q ul (.l q c! ctl q oC T n ? 4 ol ? "g I i Icri cd + rri <i e.r or cri ci ui oo or Q cQ Ca ro N F{ -l Q q q) m co o to 14 to !9i< F 6 tcr <l tcl 6 r.. tr to - N to rrr (o o n o F. (o (o I'. N tn (o (o (o l-- to
$t.o(o(n@lJ)N(ocnF.{oFlolf)q+sfl,)oI..ooo)|..oo!+NrJo0qcd .d N ^i F- <: r'- o"i d uj <. oo l-' (o > m or "l a q !o Q co o o or co <t o)R Ui<ixj i\ ca i- t-.'d6 F oo r.. r'. n r'. Fr l-\ oo F.oo r'. co oo 0o F F co co F
r.. oO r.. !o N tn (c) r'{ O cn co q n q !q oO F{ l" oo -l'!'"! $ cO il O (o q q; : ;.'j ; .-l I I
".1 6 .{ ; ; .i 6 { -i d t "; e !n a ^l "i d eo to eo eF oo ixj r- oo oo i- od F u ixj r- oo r-- oo oo oo co co N F- oo co oo co l-- l-- l-. @
q crl n ol ry q .1 .r o m ci1 oq n q oq s (o o rn o to o N st Fr o) rr oo o)
oo Fr N .o o o ". o ii .,i s q'' d ; i * d d "i n v'', so "t "' I s s d g'ts o(i ixi r< - 6 n oo il ixj i- il oci co oo n oo n F co r'. F. I'- N oo oo co co r\
cn o o) c{ r.. F{ <f, o r- H rr! cq n q 4 4 q n q q n u"} q n \ rl cl n I+ ; cj F d Fr + cri r.. d ".i !o !o 90 !n rrr N .o oo It' Q 90'r Ln r{ r'- co < ord r: ooi: n r- cacd ir i< ixt F F r" N Nco m r'' r" m N oo I-- oo r" r-'' oc r.
d LO rn oO oO r{ F-, N cO r{ 1.. cl) I cq cQ r{ oO ta cO O o) u.1 F- O O l" L1 { N.:<r N o) c! Q (O S,O q tri o,i .o N In Q @ $ (o'! n i' !"' < d rr c) o r" ooo oo r.. co co I\ oo r( 6 I- ia l'' @ l'- co l" co n oo co r' r\ oo @ m N @ l" 6
o (o N o' oQ n "1 u') f? q oq q "1 4 c! q q orl ! \ "! 4 I nl',l cf] i c eU J,r; ri\o .i r.i oi cd oi rri .i uioo gtd d o oo r" '? o Ln t- t-r c4o olx F F -r- F m cd ( F xj r.. m r.- F. n r.. oo - cO r- n co oo r.. r'- co co co N
c!r-loNq5s(oF(o
6J
hbo+<u .,)zcGO(o=od)
366
'- (o co o o .f co rn rn F- <+ Fr (o oo e cn N o o) o \+ oo N a-{ Ln N or r'\ co (o o) $E P 9 a 9 9 9 n a a a.., \ a d 9 a a Fi ; d ; -i J "i ; : ; ; ; ; ;_c \o r- t'\ t'- (o t'- t'- (o (o (o F. (o (o (o t. (o (o ro ro F o n F'ro 6 F.- 6 q5 b (o (o6G
(o
rqd.
'*,"t ,': q e q q q s: n o: cq cft \ c q n \ q \ n oq q q l/].j n e q c't \ ol.:*.f-.r ry !o So N qr A n cn $ F. t. O O g9 i..l tn cr; oi F.. O ro co N $ o) m c.r r. oi +.,...:...cO cO l'\ N N l*\ (O N cO cO t\ I.. 1.. F- (O t\ l.\ F.. (o t-. F N (o r- n to d r.. i\ @ F.
.CJ-.cr] A q +.{ cn O oO (O N Or Fl F{ rJ) cO a.l O @ ao a.l cO (O cO cn F- oO co t\ or) rn F{js;> ,.r, o.j o; d d e.i F- cd r.j cd cd cr; oi d; cd cj 6i N ..i .j -i N + + d di ..: ui u;'',!,!:frr.* * f'. oo (o ro 0o r'. (o (o t'. r-. (o r-\ N oo l'. N r-. I\ t. oo t-. ro x r. ri oci m n r-il*j#Or (o O rr oO Or oO (O oO cn cn (O a{ rf) N c! rn O N N d a{ F.. O O S t-- <t N O O)it{t},i.*l;!o 91.9I !n It]..) O) 0o co rJ) (o o o) 0o (o rn o) oo o) u1 r{ o rt t. c! (I) oo @ \tirii_-i;
f- r- r'. F. l'. l'. F. r'- F. r'. l-- N N r'- (o F. I'. m (o F\ r'\ F. co l'. 0o l-. F- r'. (o (o F;Q. -r F. rl N F-.r st (.o O r{ cn cn o) m oO N aO l'. <f, N O $ rt rl L S cO O (o <i- L F{:.'\":d d oi Fr d c.i d d N c.i cd c.i + d c.i oi .i N 6i + ui -i cd d ri d cd + .j cri .f}/rlr,lrl t-. (o N (O (.o N F\ f.. N f.. F. cO t. (o oO (o t. (c) cO t-- l.\ F\ (o N F. t-\ \O t. t. t- F.
,;S]liro .f, to oo to oo cD cn co rr (o o) cn cn d N <t Ft oo oo o cn cn rcl sf N t. t-\ tcl c) rr1;'r'N + ryi d + cd d ci cri cd rri r-,ri ed + r- cd r- + ri ci cr; d oi 6 d d .j od c.j di....-(o cO cO f\ 0O (o N cO oO (.o t\ 1.. N F\ @ t\ (O (o cO tr cO cO t. (O r-. @ I\ t-. (O t- Ns. :ool r.r) o) sf o co rn co Fr ri r.\ r{ oo cn N Ln r{ rn o st Fr cft t\ co o o r\ d (c) ro oo o;:.:,;:;o -l o) co (o c! l'. o) o N 00 $ o o o) er $ o 00 r.. o r{ ot co c\l co Fr co F\ t-- <t,:li= - f'. F. N N r.' F. @ oO F\ (O l'. 0O 1.. l-- F- l-- l'. F\ to 1.. F\ (O (O N N F\ r.. F. l'. l\
i-l-Fit'.- r.. oo (o (o o (o (o (o (o co cf) cn ro (o ro cn Lo o (o cn co rr N d oo (o N t\ o) m.fr.f.il .d ri d d ci d d d 'j cri u; N oi r; od -i oi -i rr; d d N cri F- cd + d; cxj N c.; diia;:,:,l: (O tn L F- t/.) l'- (O (O (O ln (O F. (.o Fr IO l'- l.r) tO (O (O l-. (O l.r) !O LO (O !n (O lr) ln (O
o? ry a o'l o?.1 c] q 4 q(^.i n q n n q q n n \ n n q n n q e n 1 c'1.1rl Ft rJ) t-l OO @ $ l-. lJ) N Cn N tr) N 0O f'. rl lf) (o O) (o CO 1.. l'. r'r N O) .f, rr o) <l(o (o f\ (O rJ) (.o l-\ Lr) (o rn f'.l.r) N.tn (O l-. tn tO l,.r) (o tn to l-- ur u) Lo N tn u1 F. r.o
or rr o to o o) o o) \ n 4 n g e "j o1 .\| n n n n n r..| e,l a 1 n ']] q q oqe.i + rd cd ..rj -i r.i d N xi .t c.r or Lri s o r'- o (o co o) oo N o o to c.t N Fr r. o(I) ro rn (o (o F. (o l, (o l/) rjl (o Ln IJ) ro lJ) (o N rJ) l.r) lr) L (o (o (o lr) l-- Ln Lr) (o (o
ol q n I \ 01 \ u') \ q n cJ \ cfl q \ oc q oq cl1 oq tJl q q 01 U] n q \ n aN N O) m cn st S Ln @ $ co N N lJ) O) sf Lr) d v Fl \t Ln Ft cn m o $ m t-r LQ NrO f. O (o (o tJ.) t1.) (O (O lJ.) L Ln rO tn N Lr) F. (O !O Ln tn F. i. tO l-\ (o (O (o (O tO rO
q 4 oq n oq ul q q q \ ul q q I ..! cQ o').! n q q cr| q oq q u] oq \ q q \N OO O CO N O t) (I) u1 O) d cn oO F. l-- l-. rr (O tO l--.'l oO <f o) rn O) (-o O.{ -r Orn r- .+ < s (I) N (c) + (o F rn (o $ N L $ tn (o (o (o (o (o (o < F- (o tn (o (o (o
q q q I q c q \ \ n q oq \ Lrl q c'! I n orl q 4 q oq q n oq n \ e T e!F\ cn (O r.. O N N @ r, co cl.) O m S (() i'r F. O cn cO r'. (() .O .t N I !'J ry 5l I ln<" id (]1 iD < u1 $ *t q (c) t-. + Ln $ IJ) S (.o < <l (o < (o tn s $ F. r'. Ln F- I'. 1^
={ c,1 n q n n q n n n n oq .1.r} n q I .1 c n q 1 oq I 4 \ oc \ \ T \d 6i d *t oi or o rn (o o co s s N co oo $ m ot o co o rr) o (o (o r. !,) t4l ro trlLn rri 15 rn q. r- oO Ln rn < q1 + + Lo $ sf st @ sl lt- u1 U1 u1 <" sl (o sf I'- to $ u.)
cn d d (o (o'.o cn o) (o o o oo l-. o.t N oo ri (o @ N (o rr (D $ cn a! N (O .l lJ.) CD
; d ; ; N ; ; ; ; - -i ; F. d cxi F. a i ^i s !t a d a ta n n n n q., "'i+ + rrj !d + + N 6 !n 6 rrt < rrr st < !n sl st $ to t.o Ln $ rn rn (o ri' $ \o $ tn
-i oo l-. o N @ {o rn oo cf) Lo r.. co r.l o.) !-{ F{ o) (o + Fl N rr.) co F. rn oo m U.) s ull' ; -: _ : i 'cri rnoc!<f N n ui o<i ro o.l o oor q)roo l" oN ooo09 i I i 4 ryq i to
U rJi rn U rrt r.o r-. < 6 6 ii + rrr rn + < Ln Ln t.o rn + tn (o rn F\ r'- $ $ rrt s ta
!n cr) O (O (.o cr) co rr N st si O O u') c! (D N $ O| O O -l cO'{ O Ln'-1'1 q N tn
^i ; ; ; ; + ; ; ; .r ",i ; ; G td < c'' o - - d !''j d .; -i'4 s e n n a(o t- t.r) r-. (o F. ro oci <i io oo 6 Lr, (.o (o (o F- - (o F Lr} (O F\ l'\ oo Lo l-- @ N l-' |.l'
Oo)cnF.<ioO(ocDFrNl,)Noq.]oNoocni\oo)l--ofnoc.lstoo'fl:.r.. F. r.- oo N o) rr ni -i .j od d oo t i N o sr oo $ o cQ N co'f, !n "-i f! Q {t -rF. r.. to (o t. t-.,o od tcj U i< 6 !d G oo to oo ro r'. ro oo to to to F- N (o to oo (o t:
n q oq q oc c-',r I .! n q q ul T n "l \ n 1 u? oq \ u? u? oq "'l T n i i i eo) o) N o) c{ o) -i cri o d od c, co s I o) oo o ry a I i o{.n $ o N o o o (oLrt .n (o (D(o(o,o,i6 i] 6 6 ul n ..o to r'' rn lo rn to oooo!o (o rn F to Ln r" (o
\ e c') q \ q n n \.! q n o9 a (-1 I n q e ? n I n c n c''l 4 I "? I Csf o) sf t- sl o) rn ri s rj cri o.r Fr i i \-r N (o l'- o oo co t\ cn .\l l-' tn co tn F' cD
db il ci i\ oo N r'- <i & oo U oo i: oo co co l" l-' l" co l" N r' co co r' F F- r-' F- I\
st o) $ t'. r{ O)'.O lO sf c"l O Ln o) Oq'! N l-\ l/) N rn @ r{ O t" Ln O rr (o O F- l\oO F. O l.r) rr) (o co ni V c.i Cj c.i a 9 F J o't'r (o o) l" (o N Lo (o rr (o ri r{ S O)
F\ r.. oo N r.. t-. n. c<j & ;i d6 bd icj m n oo oo oo F r.- F- r.\ r.. F r-. co r'- co co co N
.l c.| q oc q q q c'] n \ cl cfl 1 1 t oq q oq c''l \'1 q q q': "c : i I ? ts
.i N .'t r! F l'. n O rri cd .! tn a 90 > rJ) l-' Fr oO (O l-- ol oo r= N rr Or (o r/) o) 6oo r\ co@1.. I'\ r- 6 il r'. cd N oO n' r" F: i- oo r" F r- cO N r" co co F N l-' F I\
\iOO)$rrNl,rJOO)L)O)F- cO @ l-'. l-- 1:
9elo1\q.'l$\O$HO)OcO F- 0O oO l-' @
c'lq.lnno'!@$r{0Ou')OlN@0Ol'-l"F
qN@
aNoO
cq(oF.
ffi,!.,i#
Icooo
rfLOl-.
oqO00
F.oco
qslco
ulOoo
dl(of..
qcOf..
qr{@
ncnoo
r{+00
4stoO
Lr)
co
qNl-.
qLNcO
Id,ft
#i$
o)<f,OoOsldd+,ir-f.. F. oO l'. l'.
ilCOrlO0O,ci ,ri N r; FN F- f'. cO l'.
[email protected] co t. oo co
qooF\
qcO00
qcot.
9q440q4q'-Jq4qdrrnf)u1 oOO(oOo)OI-'F. F.. r.. F. F. m F. cO l-. @ l-.
eeoqqololqolocoqocf{ (o !n r.. (o r{ oo N O co O)oo 1.. N N l-, co 1.. 0o co 0o r-ol.1o?u'loqu..lnqnqnO)O)CO(OOt.oO)OlJ)Oa'lf.- lr. 1.. N co r\ F. 0O F.. oO cO
r{(+.co(Ln(F.N(rf(ol@l
iffi
jtl'ltifi
t!ffi;
'i..:n,t:
"tM
!:#itUal,:l::,.. <
,,.t.i'::::
't ":!:':t: t
;i'',.,1:: {ln I
'.!::!:.ar.,a'#.,7.li;+':,<tr:
/v,,!)..;;i.1lt
:i;;tiE
'.!::!:'ar.,a
:;p.,.11.:ilr::11
ffii1ia!;ti.;i.,
rl:!.#a
ry$co
q<fco
oqFrF-
c!r.lONC=_c.(!Fg
ro _o
=Pto-nr O)4vtu ..Y=GdP:(o=Oco
$l..ifrrffi#+a$lffilf* *
367
._ st <+ rr (o <t ot oq cl q c! n Lr) oo .1 oq \ \ t N N O (O .o oo o co co rn $ Ln o) coE I n n 9 a a A rn L- a e e oi a O es a a ; ij ; ; ; 3 I ; X ; ; ; ; ;< (o F\ F- r.. (o r.o (O N (o (o I-\ r.- (o \o (o (o (o 6 N F 6 (o 6 F !o F N F io (o N (o(!rU
(!(od
.!tta "t o.l ry \ e oq'1 \ q n n r11 4 q.!.! \t N ln o o t'. (o r{ 6r o cn to o co o#.-o ,o m .t N rr p co O lo 9 lrr -i + a O a o r.."j cd ^i ,/i od oi ori J A ; ; d ri{!1fia r- N F- 0o tr- r.- N t\ N oo N co N co r.. oo N i\ - Fi F.. N N il ixi x F n- oo F- r\ln N o (o o (o rn (o F- m s N N o) t'\ t- co (o t-- o N t. rJ) N (o co co ro N st H o!" I n 9 O S a S S g, a q' qo ci ..r + cr; ci + + *i d .j d ; ; ; ; ; j
".j I1.. cO 0O oO N N oO F. r.- F- cO (O N oO t-\ t. t-. tr oO cO t. r.. oO oO N t. N i< x F cO Xq a a! (r) .! l.r) cn F. F. N rn Ln $ s Lo o i r.. sl o \o rn co N rr (o (o co !o r cn (Y)
!o 9 90 oi d .i oi a 90 9 > s :r .j .ri oi o.i cri .+ d F- ui d .i d + il J ; -i J ;F. f\ F. r.. N t. t. (o l-. t- N f.. F. t. t. (O oO t. oO oO t. t- t-r oO - cO t-- cO oO m m i:! n? q
"-u t e q U] n q oq .i n \ .1 s:.'l \ 4 q 4 q c''l oq n n =q \ q q 4 11q) SO !r) N O Ir. C) $ N 0O <f cr oO st O O! cO cn o) cO c) O cl) cn N O I-- cO c.r .+ rn rON N l-\ F.. cO t. l-- 0O t\ F\ r.. r- Fr cO oO t- oO t- \O r\ F- oO (o t-. t. F N r. m n rr n
n n o? ol q q q.1 n =q \ 4 q n \ .i q n q n u'l n n oq q e q .1 (^1 q q \r{ N O F{ cn F{ N (\ F{ o) O 0O C'} O (o d N r-l O) O) c|) OO cr) rO (o O O O f- t Ln <.f.. OO OO 0O 1..1..1..0O f\ (O l-\ t- (.o N Fr l-.1.. l-\ r.. f.. (O N (o oO t. t. r.. r\ N F\ N FFl e{ O !-{ Fi (O F-{ N F- 0O 0O O st m 0O @ cO N d N N @ <f O O) I.\ I-. rr rr ro @ Ncj'd + r; r.j d oj cj oi .j d; cd r- + F. "j c\i u; + (o cd + + {y; "-.i 16 c.i uj r- N d dN f\ oO t\ N N f.. 0O (I) cO l-. 1-- l\ N I.\ 0O 1.\ N t. F\ r.. oO t-\ t-- N t-- t-. x r.. r. r- |\
i).+,a?,Jnals$t#.i:!:tu,
;fixlirfji;i{}f,:::a!.;:a.3
ffii:#i.l,Gt:.]
'Fil;,,'ffi,i::iqtt;1
tt::,......ra
';r;;;:itlttil'o,1,
4 ry oq qq 4 q o'l q n q oq q 1 q q n oq q n n o'l (..1 \ \ oq q r: c! n o.l rl elJ) 0O (n Fr O (O f.. O) lJ) Or l-. N oO O N rn lr) N rn oO F. aO u) rl cn O o-) (o cO cO O <t(O (O (.o (o (o (o N l'. (o ln F. lO N N ln Ln In N l.r) N Ln (.o l.r} LO tr) tO (.o (o l'- rn Ln (o
q 4 .1 ul \ n q q oc I q q n I a \.'{ n oq c/': \ q q oq q n n \ q n q o'!O) CO Cn @ O r.r r{ lJ) CO $ r{ 1.. rr Cn l..) l.rl Or (o r-i O f\ tJ) OO N r-l N I-- cO l-- 0O ri cnlJ) l.r) (.o F\ f.. U. t ) I\ (O F. rJ) l'- (O @ N l..) LD l/) F. l'\ ln F\ LO \O (O (O l-\ Ii (O (O Ln rO
'.4 q e e c/'),q I ul n a q n q n c q oq q I q q q a n q c'l n q n q q n?rl (O cO O N N r.{ o) O r{ co N O) Lr} O <f, sl cO oO oO r{ Or N 0O lr} co r{ F N $ (o F{r/) r/) t\ (o (o ro (o lJ1 (o u) rJ1 u) Lo l/) (o rr) (o N t. Ln rn u) rn !1 ro (o F- 1.. ro (o (o r.c)
\ n \ \ n oq crl q q oq'q 4 4 n -1 q 4 \ a'.! e \ \ e ol n o? q''j "l'1''1cO N + 0O + lJ) O N O Ln (O cn O F\ t'. c.l (O co lJ) F{ r{ m O m $ O N cn ro (o oO <frn rn (O N N (O (.c) r/) (O rn (O F. (O rJ) tO F\ (O (O l-\ (o 1.. l.r) f.. N 1.. LO I\ (O tn tn LO r.o
q orl \ q q .1 o/') o? 0q \ n c/') q q 4 q u-r q q n q q c! a oq q ={ n n a 4 ..i(o ta N tn cn N $ rt N l'- Fl (O lO l-- O O) N rl m o) O d N Ot r{ cO $ Ln (O O co frlLn F. (' <t rf) sf <t tr) !n sf $ d $ !,) (o u) $ sl <f lo <t s ln lJ) lJ) ln (o $ l'- (o Ln ul
n I oq q q q ry n n n q .1 q n n \ ..1 c-''' C \ 1 9CO o.t O N O I-. o) OO lr) OO N Ol O LO rn cO .D O) lO l-' O O)r'. .oO oO oO oO F- l-. l-. l'- l'. @ F. cO l-- l-' cO @ l" l-- l-' cO r\
loq\L'l 4c.i o'! \nnnq'4o'l \qoqq|:4i1O cci < eo d oO t. LD O) oO N cO i N rn O < N O in Q 9t05 F. m oo oo F.. t- t. N r'- co t-- oo co F co co @ co l-'. co tr
Ln O (O Or Fr sl r{ O) O) O) (O N N O O N oO <l N $ < t1N r- d Lri .j'r cn F- rn co $ o rn ol o) cn F- r! O @ I-' gt.t.- i\ N x co co co n n" F- co r\ F- l-\ l-- co l-. @ l-' N l-- F
'lii;:ti:.:'t't:," tr:i::ii+iir.:r (E
6
rOfL
'ff
o qi rr ?At{adft]tr
o a! m rn F. cn @ cn rn oo fo rn N ao r'. N (o o d cn \t N E.l c\ rn lJ) (o N co N c\] N6i o;ddn.i cxjcj.iddr-.;o.i cjd+r-o.i o'icr;dicde/io.i dd'i.i./i +dri+r.. st r.. IJ) lJ) s Ln (o u) $ (o rn st $ Ir) d sf Lr) F. $ Ln sl F- tn sf (o tr) (o Ln $ s ra
c''l o'] qq\n4.1 \c.l \n\ocq.-1 G'l qoqnn\qnqq1\q\\r,lF- cn lJ) <f, o) (o N O |.. N cO lJ) I-\ O) N d cO rn sl N cO $ N !-r O co O r{ N co (o O}b S !1 + u1 rO (o t-. U1 (O F. (O sf (o t) (o (O Ln (o $ $ \f € t-. st < (o (o $ l.- l'- rJ.)
e,l q oq n q q oq oq n oq \ q oq U.] q 1 c'j 4 cl 4 ..1 q ol ol \ I q n 6! n n \(o 1.. OO f\ <t CO oO Fl + @ d cD CO rn F\ cO ln (O oO O r-{ N t.\ + rr O) (O O) 0O r{ O rnrn Lrr rrt rrr d rt < F. rrr <+ Lo lo t.o u] sf 4 $ to ro < <t l-. ro !n trt trt Ln t <f, l-' (o !n
N (O (O fn (O U.) CO 1.. o) Cn N d CO OO ri Cn LO F. <f Lr} N f'. o) l-. m O o) (O l-. <f, F{ 0O
; ; + d ; + "; o; ; ^i ; ; N + !4 .j a i ^i q ci { .i oi ..i oi vi q: m cj c';in 6 + rn < n < (o $ sf < (o (o <f, (o (o Ln l'n <f, rf, Ln Ln rn d $ <i' (o (o Ln <f, F- Ln
n n e q oq .] oq ol (,] q n q n e'! q ul q n C I ol c'? q "1 4 n q n c! q oq
6.i .j .j O oO 6.) r.r .j + F. N rn ..r .{ q) il O 6.) (O cO O l11 cO O Ln c.J .-l t{ \ oQ N Oi\ cO (o F !.) F oO oO rO i: oO rO (o N r-.) (.o (O F. l-. l-. 1.. (O (O (O l'. oO cO l-. @ (o (o N
q q 4 \ ry oq ',l q q oq q e'l "l n I \ q cl q q q I q n I \ \ n n ? o1 c!O; c.l + rO .r O oO rri c<i Or -'l r- -{ q{ l>. (o N cO N lO $ !n 4 cO LO c'l r-l r" c)l \ co o)ni U 6 F co 19 ul t- r'gr N r- r. F- (o to l-. to l'- to l'- t'- (o (o (o Lo rt r- (o (o (o N (.o
r{ t. o.) o r.{ o rn o u.) o) cn co .i c) (o sf U.) @ cn @ o} o o) r{ $ st co o 6l oo N N.; .i,{ ; ii ; ;.i I d + oi d "i I o d N tr a tn en \s .o 9 o; 9 a !" a i9 d a(c; cd i.O (cj 6 F.. o(j r.. r. (o U"t co F- (O l-. (c) l-\ l-\ l-\ l'. l'. (O (O F Lo l'. ra I-. Lr) lo N r.o
n q \ n q n q oq.! n n q q I q q Ul q ol oc q q n'4 \ q n q oq q e 4< cri c.r N o) (o ro od N oo I oo !o a C! co N 1.. or l"n 0o F. l/) l- o) r.. @ m co r{ rn o)d bd od ixi N r.. F- F.. oo N oo F- l'r oo m N 0o l-. r'\ F. t-- F. N l-. l-. I-\ I'\ l-\ l-- oo @ N
oq ol \ ul q I n 4 q oq oc q oq 4 \ n c! q q ry oq o? q q c''l e q e I \ a ulF (c) q"t oi < or F- r.. N r.. r{ r.. a i !o oo st co o) ro cn (o :t !o !n !o !! {) I q) o o)i: F il ilcbil i- i\ oo Noo n cooo r.. F. mN r..0o@ l-. co t'. r'- F. co l-- oo r'. co N
4 q q n q 4 \ -1 4 1'i n orl q q q q cYl q I \ u'l =q n n C'l o'l n 4 ol I.i rCi rO Oi N cn Ot rn cXi d X tO cq Q ry 6lr O cO co 6..t t'. $ r'r N sl O sf .n rr rn < C)il - F il i- ixj il F- t- oO n, r.. cO oO cO N oO t- m o0 N oo cO 0O co oO oo co co F. oo 6
qr.r)l-.
qrnco
nO)f..
msf<tl.ocnN(nC')<f,Nr{OlCnOrnr'.0O 0O oO F. cO 0O 0O l"
NNNN(O(.oO)tnr{ rl t.o l/) O lJ) N lJ)oOoOr\F.oOF\@NF-@cOO!n(.orla.lFCnlJ)NOONLOIJ)t-. @ t. co t. @ r.. r.-
clrnl'.c{dt.aO)r\
c\r+oN
f,
GFC6-o6_o:L50r60) ..Yc!!ro(gfOco
isSr;fi fr Ir3EI3;I!N3EFil3H;;n=:iirr-\ r" r'\ r" F r'- r\ r\ N N ( i< i< il i<N F. ri x ii i< i n r- r.. F- r-\ r.. F_ r-. r-r
e q c.i q 4 n c! oo rf) o or o ri N Nr-. eo s c.i v .li "d o; ij d d ; I li l} I E X F E $ I 3 D T ; 3 ; g i ;r'- r'\ rt' r'- r'\ r'- F- r-- co oo oo r- no5il co F d (xi{ E n r.. F. N N N r.\ r-_ N.-.! !q a N L.) oo o cr) \t ry l.r) F. st sl rn I o) (o F.t (o N l.r)d ; -,- ; ; .j c r. e i ; ; ; ; rj I I.j ; ; ;.j S i 3 t ; B 3 : Hr\ r\ oo r'- r'\ co 0o.oo rr co oo i< 6 i< d5 co oo cri;6 X il U r- r- N co F_ r..- oo "o r\i "1 119 "f oq o! n i o m o) F{.(o cQ q a o rn l,n (o c! N o) F{ (o co N !n Nry o sr ro N ni + ", d g,s.t ni s ..j !" 9.,n -
"i;;; +.: "i;:;.i;;0o oo 0o N r'- co co N co r. co r.. c(i n F x N oo N i< i< Fl r.. r- F\ oo r._ co co r\ r\
'trro
(!Lrg(o
"ti.4F):::?jj-filrii
ti.%t::t{r;4{ r{ihli)tit:.:t i.tiii"drtg.s,J.,*Eil:u
?.:.v'r.ltit&il::i111&
iit:tiiti'll
i : \ I : I \ ? I i "r ? c't oc q \ n n q q q q e q q $ o| N d oo Nqr Ln st o) oo rn sr c) N ot m o or t st !n tn < oi cd d r.i d e.i d d crj d,- od oir\ F oo N r" r'- oo r'- oo rr oo- N n * F i< ri il,,ird t un m F. oo oo F- r\ r-\ r\s I 1 1 I 1 ? 1 I ll oc \ c:t \ n .l oq c'') q q n 4 n \ <2 N co Fr cr) Fr (Df'- 0o + ln co or o e 9o O 90 N co Ln ri n !r, N cr; .d cr; oj N d ^i d; + d ; d ;r'- r'' r" F- co F\ oo co r-\ F F- co N N oo oo r- i: i5 u u x r.. m co oo co r.\ r-\ r-- r\:,.q
q cD o? q cl ..i n n oq n q q q oq q g Lo N N rr N Lo (\ fn (o ri N (o .o u)co rr trt rn F. o tf, oo i O <f, -r rr; oi cd i t" g Cn |o ci cr; cr; d s cj -i d Fi ; ;t-. 0O F. r.. F\ r\ r\ t.\ cO N t. oO oO r.. ri i- N d i< i< 6 oci m r= N oO co t_\ t. F. l-I n r.)q qoq cl.! \ Q lf) rt rr) o N A n !C Ncn Lr)cor! F. o oN ocorr)r\r; s .f ci d d "i a e a \ ^i dj di d; i l! n d -i + O "; O ; il ; ; I.j ;(o r-\ N r\ (D F. r-- (o (3 ro ro cci F- N i< ro ui r.. o(; (o ri F o o (o (o N (o (o (o (o
! e "l q o? n a e/l n q s: n q \ r.'j n c! rn ro $ co o N ri st co Fi c) r{ r-\ No) rt co tnco co or.1 l-\ in A S.cj -iff;|! n t .i .j + l."icj6 doi .j A S +;t\ N (o (o @ (o (o lo r.o t'- (o (o r- o o ro o rci oo 6 i ii r- n F\ (o oo r-\ (o (o .{)
n T r q c,{ q "t I e a !1 n o? \ fl e I q q q a ol oq n \ \ n I 4 \ I<t { l" s 0o .i N q) -r N o) (o .< m o n .o $ !d c.i d <i- r-- Fi m .i m Lri ci s o{(o (o 1.. F- N oo co oo co (o t. r-. co F.. (o ro !d 6 t- o(j F 6 i- co (ci N rrd 6 6,6 r.(o sl l/) o) (o .o 1/) g q st o N o a{ o o m o m or o N rn o r\ s co G) rr r) u)9 i :r !o :r s a \ h n n eo N ry ci 9" rr d $ d 6 ; ; + ;.i + ; ; ; ; ;f.. (o r.. t-. (O r-. (O (o (o (O (o N r-. O cO r..r N @ n F F il .o li r.. to N 16 rd 6 r.
'-''' I'1 I ?'? .!'4 I q ? "l n q n 4 oq q n oq','1 oq q n n n o'l n \ q na a S o) Q oO l.rl .:{ co !-i o) $ cn d it O q u1 n + qO oci m cO co st O <' N o.) ullJ)(.o r\ F\ (o(o(o rJ)rn F. F. Ln (o rr. (O r- rr n n rrr F ui(o N id (o ri r-di: [-:on ol 4 \ n n n q u'l \ q q \ n n I !q a c! fo o, sr Fr sr l..) o r{ r.. N $ fna a !A N Er r{ ro e o r- or N cj Fr 6 r, !I, .j'd crj d oi d uj cr; oi + oi d Fa J(o .o L1 rn trl r/) ro to .o rJ) r.. .n ,rt (o (o ro r.o tt 6 iri 6 ii'n to (o rn .n Ln F- .'o to
"c \ n n oc n "1 "l e 1 \ e T "? n c ! I q \ r'l \ q n q \ \ e n ._r o.]E O m lJ) OO i-.1 o) tq i Q rJ) $ O oO c,.) fo O st (O N fn orr F- <- O c-i tO .t ccj -r rn(o r,. N (o u) (o t. (o l.o r.. Ln !n N F\ u) t. (o 1.. ro o rri ro o n F F. LD rrt rn r_ ro
n "l ?.,1 4 \ e Y n q \ oc u'l n q e q q n =q c,l n q n a 4 \ 4 q q nI I o) + er cO .r O q) (n lf) O) Lo sf F\ \ !-..1 O ol O N N I o) @ oO rr O) N t-. <t(n (O u) l-. (o (o f.. l.r) (o Ln (O (.o tJ) l-\ u) Ln F. f.. (c) (o lJ) |J) (o F. rt rt f. O f- rrr rO
u"l ry n(.! oq \ n c cfl q n rl q ol c'l 1 4 \ oJ g q q 4 o! q n q n q 4 o!cO fn N CO cn @ O l..) 0O F\ oO I-\ cn o) O) t.r) cO rr m @ N rn <f N O N rr F. N F. mlJ) Ln t'. u) t'\ l'. 1.. Ln l/) l/) F. (o rn F. to (o tJ) rn lJ) Lr) F. (o ti N (o rn F.. rn to o ro
\ c q ol \ ol q q q q \ c! ol \ 4 q n n n c'! \ q.! n.l q I n c e qI ir tn N F{ O cO rn O) l/) rn O N $ t. d N (O cO sl N $ r{ (O Ln sf m $ .r .r olr(o (() N t. oo r\ F. t- N (C) ro (.c) (c) N ro r.. (o t. t. (o (o t. N r.- (c) (c) (c) (c) (c) r. (r}
4 I q .'J n 09 n 4 n q oq q o? q \ crl I n o? q n q q oq .1 q 1 1 \ c,t \09 cQ (o d (o sf N o r{ $ o o s 0o N r{ o cn o N o N N t. oo Ln N o) ri oo el(O (O (O (o (O f.. f.. (O (O l-. CO F\ N l-\ t\ (o CO (O (O (O (o cO t. t. F rO cO (o cO r- Fq oc q q cfl n n \ q o? \ q q q n q q \ \ q n \ n q \ n 1 Ul n 01 09I O o) N {.o N O cO O O O (o cO Fr O) m O $ (o ri l-- (o O rr O r-t m co $ Ft O)(o r\ (o (o (o 0O l'. (.o (.o (o N t'. LO r*. F- t. 0O (o f.. F. (.o (o oO (o cO (O (O N N (o r.o
n q L- 4 0q 4 4 6l ut 1 a q ry n q \ q.! (o. n e n cr.! q q ul q \ q .1cn F. O) (O N r-J O) m N N m F. Or o) sf o) $ o) sf ri @ rl ln <f, O rO rr O m o) F.l@ r.. F\ 1.. oO @ r.. co oO oO oO r.. F. 1.. oO l-- cO 1.. 0O cO t. oO t-. @ cO oO oO oO @ t-- 6oq \ Gl e c q n q n q q n q.! oq q \ n(-\ oq n o! ol q 4 n oq q \ q qsf l-. LO N (O r{ F.r cO cO (O F{ O r.- a.t O) <f, Or <i- N r+ Fr Ln < cn O rr (O cO c! (O OoO N l-. r\ F\ @ cO f\ |\ F\ 0O @ 1.. oO l'. @ N @ oO oO 0O N oO cO cO cO t-- l-- cO l-- oo
O) cn o) l/1 F. O o) rn O @ st co Lo O) 1.. m F. <,- cO (o d cO cO <t l-- cn tO N r-t cO rn+'ri r..i r. o cd d d r.i cd cd oi d d o/i d r- + N ui d or; er; ci F oi d r.i N d o;co N 0o F. 0o oo r.. 0o co 1.. F- t\ 1.. F. co N F. co r.\ r.. F. oo Oo Co t-\ N t. oo N co hr{ N <l (.o (o 0O cn OO $ Fl $ O f\ CO (O O (o O c! Or (O @ (O (O cO $ cn (O co t-- C)o; r; d + cr;,i oj + o N d c6 6i ed d oi N d .i ci + ro + oi d r..i c,i N d r- ciF. F. r\ cO oO f-. F. 0O 0O r.. cO N co 0O oO F.. F- f.. 0o cO oO t. oo t. F. oO oo F- r.. F. OO
\ n o'! q q q ol q o? oq cl n c! ..{ r/) 1 q q q q \ q \ n q q q 1 q q qo) cO $ !-{ tO @ l'. (D <f (O cn cn O st r{ (o (o (o N m cl) N rf, (c) Ot r{ O) cO r-{ O c)N oO oO oO 1.. I-\ t. N 0O r'\ co cO oO 0O oO F. F l-\ 0O 0O l-\ 0O co l.- l-- cO r- F. cO cO 6
n q I \ q q q c n 1 ol c'l q q I \ .! n .! or) Lrl cf) \ crl q \ n \ q e q(o o) (o o) rn N rr o rr oo 1.. 1.. (o ro r') (o (o N + N N o) o (o Lo (o <f Lo l-- ro @l-- l-\ 1.. ,.. f\ |\ 0O cO 0O r.. F. f.. F\ 1.. F\ l-. 1.. 0O cO 0O 0O F. m F- F. 1.. oO r- F. l-. N
Nr{oNc=-c.rEFcbG^-o?roC-ooco-=U
\zCG6
(u5Oco 369
.i:r!\.ii,riri\Ilil
tt| 'r0,.\I. +\1.,
E ; F 33:3i i33 i s :s i : : I "e e n n ecr n n n n?c \t6 i* ir x x x o o F x ii N il s B R s B B s B R R s R R B R B R B i(U
(o
ru
G&.
.d.g e q t s .o A q uJ o .r o si .o (o rr (o N (o r^ .o.11;o ; - ; d i ri I ; ; J ; ; : i il ; ll ; ,{ ; $ ;;3 S ; t E i i ;lliliil^ * r'- F r" oo r-- F. r'. ri N F: id r- cd i- d6 i{ X i- i n F r: F d 6d il i- r. r.. rrlc.l rf) o <r o) o .+ ry cr! -1 o r-. - - 1 ! ? I ! "l q q q \ e q oq .J n o, rr oo (\.".ry N,i F. + ri .i 9 i S "i r; J ; e !' I 90 q, F. d o 9 ...r o) (\ r.{ ..n o r d; + ui+r" r'- N t'- 0o r'. N 0o oo co n F: F i<i b n l- n 6 i- t X F\ r.\ Lo co F. r.- oo F- r- co N#ir;x;l ? 1\ 4 q'4 rn (o o o - * 1"q I C cq cQ c1 q n n q 4 n.1 n.^ oo oo r{{} N oi F. .i -i .'i i n n ".i -i < d or i l-. -r n..i ^i .j cri or to co $ 6l) ; m -i d ui uj: co (D N co t'\ r.. t. t. oo co m n < F r- i: m N i: od i: x n_ F. N (o F- oo F- r.. N t-'&;a;jC) $ (o + + m 6 N O r-{ o) oO c.J oo ct? q cr| n q q c.j \ c! o, rr) O) r-r o.t cn cn O (o <t,i.Ya o 9 a 9 ci a,a d 6;,.i;; q) N .{ rr;./i cri ^i 90 !o < -i + + o.i + + -; d,r:ii,affi*n r.. co r- co r-\ N oo r.. N r- r- F o n oo in i< ii ii Fi F n N ri d i{ S r.. oo F.E I "l I I I 1 ! ? n c'l q \ q e e c'j n .1 oq A n .t .o rn F{ co o .o N ro, : (J - sr $ o) c{ o (o (o o N rr o:) ro !n |\ ...t o d Fi cj ri d + + ij + =r + r.i d u;*.)rill:r. r'. N oo to F. co r-. r- co N N 6 - F. N co F 06 od d5 r.. r.. F- r-- r.\ r- oo N oo F r\'l,frrtti
ffi! 1 1 e ol \ q \ cr'l ol oq n n oc F\ s sf, $ sr .o.{ N N Fr oo cn .o sr r.. ri. sr N..'1.-r\o sf o d $ .o O e n ,,i -i d .t.i a :i t: a.,f.,+ :t.d oi ".j d + d .j + ; ; ;o $ rr) <t @ (o Fr r{ or oo Lo co r+ m r{ :.1 I } 1 "l e a \ I q rrl (q rl 4 q q aa A O N n a "i
rg 99 9 O + d 6i od i.,r c0 o cj cd cd oi q, x rr1 r\ r+ co rr) r-. N qp.o .'o l'. r'\ ro to .o ..o .o ro r'- F'r r.- ro .o N 6 F 6 F u 6lo to (o r-. (o r-\ (o (o (o (o
q4\44F{O)NrOOt\(o(o(oNnoqnoqu'!ri(ocOl--OLO (O (O l-- t\
qqqul0qNNOO)CO(o(ot-..(o(o.{ Ch rt oO d)+cidc'iq;ri' $ l-'. <f |n
lnn\gcO rO l-. O stl--lO$<]nqo101nnNo).OCO@F.$r-r-.u,lul o'l (^1 \1s$coNanLOLn<LnLn
$NNNO)d rri .ri + criF.+Ln(.ol..)qnn.1alJ)ri<NO)(Ol--(oN(O
qqqaqTTCOOOOFtF-F.Ln(oNq'.lr!qqo)corrNN(O LO l-- (O (O
qnnq\ro(oNoo@l'.0OoO@
\01 qqu:Ln(ocornolNNNI-..N
q\qr\NLn$O)O)cO l-- cO l-- l\
ctl eee\o)N@(oO)|..oo1.\I--N
ennqfl?NNTOCOO)r.'- I-. N oO t\qqolqq@ocoLno)NoOcOl-.N
u] 01cn rnl-. (D
'44F{$l-- l't
19rJ)$(o (o
s: \Ft cf)rO l--
n4co (o(o6ol\ON(o rJ)
qU]ooI/)<l
\ocao ro(.c)$
f,] Iri o)(oLn
9q000N(OqnNOr(o(olrlqr-(oI-\ I-\
o? oqLnOl-\ @
oln(o o)|-t l'.
\\(O r{l-\ @
4qLnoNCO
qqLnF.l-- l'-
A -r In O oO o) N <l Fl N o) CO t/) S rnr.. co oo e.r c<i r.. d + r; -i d + d od cdt'. F I'- \O (O 1.. l-\ 1.. r.c) tO tr. rO f- (o (o
lJ) N O,.{ N N N E-.1 CO N N tr) N rl o\t.t N d d o; ^i cri r- trt .i'ri + nr + +f.. (o t-. r.. (o t. t. (o t. (o I\ (o (o N (o
n n \ ..J u') q rrI .1 (o t. o) cD o ro No d,!d .ri r- d -i cj r..i -i .i d + d 6(o (o N N I.. l.\ F. (O N t. t-. (o (o F (o
qqoqolo)clq4\nU]eqqccQ o) $ O) + Fl O ri O cO or) U1 N $ (o(o <t (o rn Lr) (O LO (o st (o <t $ S F. r-.
\49nqnocc1oqnac.ieqnI.- f'. Ln rJ O l-. rn (O 0O N ri CO OO (O LONLn\f11)to$sf$sfstlr)LnLnLnslqanqotnqnqq9qqqol$ o) (o o) Ln O l.r) r'l sf Fr F. <f, i rn Nrt (l) (o tO (O l-. f.\ Ln sl (.o st F. \f \O S
I u1 4 n c.j o'l q q I I n r! q oq \co cn d o) .r 00 0 o 00 oo N $ Lr) o to(I) (c) (O rJ) $ f-. sf ln \t (o $ S (o (o sf
nnorlolqeqql.!qoqnqq+ @ !-{ + N F{ o:) F.. C) (o cn O o-) tO tOLr) l'\ <f, \f sf + l..) (o + <f, sl (o (O rn F.
q q ul n \ n n 4 q,q r/l oc q q .1r{ lO r{ O) N 1.. l-. (O N rl O sl cn ol) F-(o lt- (o t* l-. F. I-* (o to F\ 0o (o F. u") t-
\ q oi \ n a ol q a ol n oq q q u')N N \i' N O O sf O m N cn O rr O) Ln(o oo I-\ 1.. @ @ (I) F- !n N N co 0o N t.
'4q9nq\oqnqna\.!\9Cfl N F{ m (o <f, Ol f'. rr (O r{ N o) o) cnt-\ F\ (O f.. (.o (.o (.o (O (O (O (O cO Lo Ln (O
q q q oq dl o? q .I a q e q .! c'l .!N r.r) cO c\, rl d Ol O O d cn c{ F. O c!oO 0O oO oO oO @ l'. @ cO cO 0O 0O 1.. @ @
\09q4qn\\qY40') noqn<f co lr) co rr 00 0l r.r) oo sf co tn o) Fr oooO l-. N cO 0O 1..1..1.. l.\ oO N t. F oO t--
qqcr}noqc,') q\nlrlqqqqnlO) cO (o O) (O (o N d f.. co N oO co sl !nf.. F N F l-\ N 0O 0O l'. @ @ l-. oO oO l-.
\oqcrlq\\n\\\otlqqnrr l.r) cO N rl \t f'\ r{ (O O} N (O O) (O Nco 1..0o r.. co co l-. co I-\ l-. l-. F. I-. t. Oo
cr! n c'? oq e? .{ q q ol cq oq q oq q 4o) t-\ rl N o) r.. rr) Ln o d Ln o) 0o o) FlN 1.. cx) co l-\ l.\ 0o l-- 0o oo F. t. N r\ 0o
q al \ cq Q q ..{ q q lrl c! \ o) q qrO U.) + N N cO el 0O cn oO (O rn Fi rn FroO F- cO m F- cO cO l.- CO r.\ F. f.. cO F\ 0O
nst(O
qcnto
rJ6i(o
4N(o
\rO(o
olt/)<f
c/)Ntn
qo)$qO)f.r
no(oq<iFqN@
<:oOl-.
ooir\4(or..
r..r/iI\
Fluir".
mlJ)@00o(odcnoOa.tSr\NcO(ONtO r.. (o 1.. F\ (o l-\ (O
.!r:9qulq\oqo)NcoslNolriNr-. N t. t. {o (o F. (o
\cq4q\q4\oN<fmolF.rooN (O N (O f.. F. I.\ t.c] u')ol 4gqno?col/}soln@cool'. l'.stF.9$NrncOOcO(na.lNNO)r{NO)O)cOlJ)NNr/") rr) (o <f l.\ + tJ) tf
u] .'{ 1 .l o? n c/'l qoOOrf,N(ocON(o(o(O$(o$rJ)slsl
neqqoqqoqc'lNr-iNC)(\Fl0ON(o!nd+F.sf,<f,t/)
ry4qnU]1c'l n$lJ)rrU] cOtnNF.lnF.sfS'lJ)<f\tsf
noqcrlqo?q.leNsfolOsf(OrONoO (o (.o (O (O t'. (O CO
oqnqnqol\.jN rl (O r-i Or N CO O)@Fr'OCO(ot.(c)Noqol4noqocqol$@(oo)N$moN l/) (o l.r) r.o (,o 1.. 0O
qocnqnqqnrt cn ri (n lJ) Cr) f'. Nf..ooco00NNN00q\._.Jqnc''! nqSNmslNLr)[email protected]
nnan9n.,?qrJ)cOS$tOcO0OO)r.- r\ oo co F. F r.. N
q9\414.1rrln00(ocom$ooror.. F. 00 00 00 co 00 l-.c.iqc''lqeoqq.!rn (O CO rn f'. rn 0O F.col...,t.'oot.'o0|\l..oq4u') c'l \9\.!(Dr'lNNcOF.tnrnF (x) CO CO r.. F. r'. F.
oqof't
ct':(oN
qNrO
ulcot.r)
qL,)<f
oqo{11ri(o
u')rn$qo(O
qoo(o
qO(o
No;N
dN
qNoO
qcn@
o?cof-,
=1$00
Nr-loN
_c.mF
=oJdo,6
lg clo ..*=rcOrcfOco
.- o) N o Fl l.- cl) Q co Ft o cl) t-\ oo oo.o N Ft ol) or) Ft r-t H O O O r_{ CO O OO ot co rOh s n d ci :t s {r s qi ll s s s s: 4 yt !a + + ; ; ; ; ; ; ; ; ; ; + + qr c\ c.,r c! (\ N c! (\ c{ N 6l N N c{ N N N N N N c.i ^i
N -i c.i ..i ^i
rir oj c.r c{ .! <trrcN6(E
(oE,
?:ffia n o N o cn @ N N oo (o N Fr (o o oo co o oo rn (o N (o o r,n co r.. (o d N co (o#,ts s s s.+ + s s s s :t n + s: { I !i 6 + + + + + ; + ; + ;; + + ;.Yti!l:!::.?.1 c:l N N N N N N N N N N c.l c.l N N N e.t rir e.r rir c..t c..r c! N 6l a! c\: N .\ a! N:i;;..::,,Y1
,fi$;oo ln O) 0O 1.. Fr N @ rl (.o (.o N Fl O Cn (O (O o|) O OO (O N f.. Ft rn O r{ (O m !1 o.) rJ)f#. s a s s :r + s s s _=r s t + ; si + + + ; + + + + + ; + + ; + + + +W,ii*
* N N. c! N N N N c{ N N N N c.r N N c.J N N cit c.l o.l N ..1 ..1 e.t c.l ..J N N ril
il,iii4.ri d m N f\ l/) r{ <l ri Ft fn F. cn (O O Cn N Lr) F.{ Ln Ft F- $ N N (O (O O) N N c't cO <f:,,s*;s i s s:r 9 i:t:t s 9 s +.r + + + + + + + + J J + + + + J J + +i,I,if- - N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N d-.S;"o) r'. (o c{ 'o rr \o r'. cn c) o rt (o F\ o) t'- N rt co oo Ln o N (o o Lo oo oo <f oo r-- (!|rEl,'.X:f 9 9 I 9 I sf I <f, rn sf <l sl <f <f s sf $ <f + s Ln <l sf ro sf sf tf rt $ $ d.,.;j..J N .{ N N N N c{ N N o\I N N N N N N N N N N N N .{ N N N N N N N N'::;Liii!,!.;
.p}- a,J o) or @ s ot co t\ Fi $ $ o (o Ft st o sl r/) o o) (o (o o sl r{ (o $ <f o N (o !n*9 s 9 :t + + + + + + + + + + s,ri.t + + + + +,ri + + + + + + s.r +:,,;:iN N N r! c.t N N c\l N N N N N N N N N N N N (\ N N N a{ N N N N N N Nii,rrlw-
i.li:B.:i;Or Or t'\ N Ol sf (o oO N rJ) Ln d N O O) N O) N c) t-- (l) st t. Ft cl) S r{ Lo t-. Lo sf U1
i-E"i<. < q s d + + + + + + + + + + + + + + + + $ + + + + + + + + + +=Ii,:N
N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N C\I N '!
N "I
N
t-' o) f.. Or oOo)co m sl F N rJ) Fl <f rn N O)rJ)(O(O 0Or.r) sf c) cl).orON N t-- rr ro rn.d, ,ri d 'yi 6 d 'ri r; rd ri u; 'ri ui d 'ri r; rr; 'd ri u; ui ,j ,ri ,i 'ri rri d rrj ,ri ,/i .r; N di;,;]i;"1 ".1
N N N N N N N N N N N N N N N N N N c.i N N N N N N N N N N
:,lciN $ O Cn $ $ N 1.. Lr) r-{ Lo d lJ) (O rl o) $ Ln Cn (O N sl sf O) (.o rr N r{ r{ ri r-r r\l ;aid ,ri r.: d d N d d N N d d d d N d F d r.r d d d d d d N N F d N d di$E'?- ^
N N N N N (\ r! c\,1 .! (\ .! N N N N N N el N N N N N N ..1 N N N N N
i;;lti*iLn o o o) (o E..l 0o F-.1 l.r) =t 0o (o <l .o r, rJ) or r.. cY) co o o o cn cn (o c! o) (o $ Ln Nj!!+jd N N d d F- d d F- F- d d N d d d trj 6 d d ro F F- d d ro d d d r- to di:=Ji: C.I N C\I N N N N N N N N (\ N N N N N N N f\ N N C\ N N N N N N N N N
li<Ji':ro) (o (o o 1.. or + o 00 (o o) N s o o) rr ol N oo oo N st st o o .\l (o o o (0 < m,r*:F od F oi cd od d Fr cd d cd d d cd N d d cd cd N d c6 cd cd d cd n. cd d cd c6 cdX.i.,1€N c\ N N c{ N c! c! N r\l a.] N N c{ (\ (\ (\ (\ (\ (\ .! c{ r{ c{ .! .! c! c\ N c{ c{ Al
.ffi d o $ o) (o co 00 (o + o a.l o (o co co rr N (o o fn o) N 1.. + o Ln (\ (o to t\ -i Nt-t od oi cd cd r-. cd r- r- d N d cd cd cd od d cd od cd d r. d r.- d d od cd d r- N cd od
ftigi- ^ N N N N N N N c! N N N N N N N N N N N N N N N N N N{-! t\ N N
iirr.dr;(o r.. O f\ l.O @ (o O r'- co ri. oO o O ol co to Ol O < N o| oo rr F- F. cO F- ol c{ sf Fi;.*l od cd cd N d cxj N d d r.. r.. d d F. d r- c6 d N N cxi d cd cd d r- tci cd cd N d F' ,J-iIiii N N N C'I N N N N C{ N N N N C{ C{ N N N (\ N N N N N N N N N C\] C! N N
(o ro co oo N or) (o <. cn r{ to I\ l.r) rJ) \o cn c{ lf) o) l'. lJ) o (o (o r{ oo (o o o) cn cfl o; ; ; ; ; ; ; ; d "; -; ; +,j cri d cd +,,i +,ri $ + + d I d lti !1 I d "ini rit ili i-i N cl c.t c{ N N i.i e..i N 6i N c.t c.t c.t ..t N cl N c{ N (\ N (\ N c{ c! N N
".*-.ut \ q ry U] n n q q q oq oq 4 cr| oq q \ n c1 q oc \ q n n oc \ \ q oi e q::E (o oo (o r\ r.' co oo r., oo @ to lo t'\ @ ro co 0o oo l-- co co co co @ l-. F. oo l'- @ l-. @ Ni;r::*;r;c.r N - N N N N N N N.{ N N N N c.I N N N N N N N N N N N N N N N N#,,:t!|::'fi!O oO <. < m O) Fr rn oO m O N <. (o co (o !O (O !O F-l (o O Ul N N U1 O o) O N ri (g,i iI A r:; r{
"; r. * cd N oi d N F.. r- d d cd d N cxj N N d cd d a !a i n- r-. r.
li1 ^ - i\ cn N c.t N ru N c.t ot N N N N N N N N N N N N N N N N (\ N N N N
iffiq r: o'l q n q ol rl q q 4 n I 4 \ q o? .''l c'l n q q n 1 q \ ..l oq'1 I q Iz.::,!.!;ll'tco cn uj d arj ed cri crj <i. r.cl trl Lri m co cn st (o co tn (o tt sf rn co < tn $ u1 $ ro Lo <li1r;i5ii i.i dj N i\i i.i N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N
tr9f,1i q "i q q q q o1 .,1 n n1 oC "l "l I n'l u1 4 4 \ cl q oC q d'l q s: "'j 1q n e u?
llli#:j< Uj r4 cri rrr rrt ri cri < cri < $ $ sf lJ1 tn Ln cO cn $ u.) Ln S $ cn cO $ tn.O co ro <l
ffixji; x x ii ii ii ai (\i iii dr i-i o.' .n c.J N ..r N N N N N N N(.! N N N N N N N N N
n q q 4 n (Yl oq q \ c/l oi q \ oC 1 4 n cq q q e 4 n n "1 q q J n'n to r'<. U1 $ rf) ro .o !n 6 rn cn st tJ) $ + (q,.o t cfi co (o Ln s rri Lri cri .n n cn < cri N <fN ni N i-j N c.r c.r oi ni i-i N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N
.t n .l o) c'? o) e n q q n n cil .! c! cl o?(.'i q \ q n q n.! q n \ q ci] n \Lri d m rrl sf rn m cri q ri m o $ co to to (.o rJ) $ d Ln tn (o rn tn L^ $ s oO cn m <t-ni\i.i NC.i orni rio.i i.i NNNNc.tclnNNNNc!NNNNNNNNN
oo rn oo (o F. rn U') Fl Ft u1 F.{ N + N o) l-- O) ot) Cn <l lO LO rn !1 t+ o N o st $ cn ?ic.i a.i c.i e.t "j "+.r ni 1.1l .j o.t .r (\ N (\ d r{ N r'{.c11 c{ N r'{ (\.! c! i-1 rr N N r{ N(\ .! .\.r r..r c-.r c.r er cj N e.i ir] N N N N N N (\ N (\ (\ .\i N N N N N N Nr.'l N N
)::t.t)tii:2
, S C q oq .': t..j o? \ o? q q c'l u1 n oq n oq q o? I 4'1 q n'1 q n 4 q c,1 q oli:;i?-r N c.i .<..r -r ni nl ri -t o.t Fl (\ r{ N N N r{ Fr N E{ rr rt N Ft F{ N N rr N i{ Fl,ffiir:.i e ii r.i o.i 6i ii N (\i 6i N N N or N N N N(.'r N c\r N N N N N N N N N N N
l..ii .. ,l \ q.l q og c/') ol q q n '! n cQ q'l q 4 n u1 q q q q !e n q \ q q qlrrir, .j oi ..i cli e.i -t rj ..j r-i r.t.r Fl r'{ N Fl N rr N N Fr N cn N d H c\l N c\t N N rr Ni';jiiriici i\i N i\i N N ..j ..i N i\] N (\ N N N N N (\ N N N N N N N c.l N N c\i N N NrXX :::illi,i#Erl co 61 oo <f r.r 6r) O d oO > cq t -r F- \i'r.o oO oO r'. cO l'\ r{ N (> 6.1 O cO q. co co eli;;]i l;i X "i .; .; ^i ; "; : .; .i "; C.i ^i ; .i ^i ".i ,.i "; 6i .i...i d; "i.t d "i .;
j ..,i
i#O U ii in r.i ii ii iii N o.r N cr e.r ni N or I N N(..r N (\..r N N N N N N N N N
:,,o,.,< m f{ o) rn u) (D st N (o otl N N < rO cO o) r{ Co ot) rr) Ln r{ co to r-l co $ m N cn o)
irjtrj#i! N N Ft rr c..t a ni ni .i .i .r N f\ ri .i c.t .r t+ N Ft ri N r'l r{ c{ rr r-{ rr Fl N '{
F{?ltiir;ii c! N N N N er i^.] N o.i N N N N c'r N N c't ru N ru N N N N N N N cJ N N N N
Nrtoa"l
=_c(oF
=roL
FJil:tL,Cro6rUfOco 371
q oq oq \ \ q \ @ oO (O t-. N oo F.. rr) (o (o cO rn ro r-\ oO oO N oO (c) r].) O) Lo $ oo oog') r,, ., ,' ., ,,i "i "i 4 gi,r; d .,; '.; ui d,a yt,i,i r,i "; r; r; ; ; ; ; ; ; ; qN N N N N N N N N c.r c.r N c.r r.r N N N ..,i ^i
-i ai li i-.r c..r N N .\ c{ N N N rrrN
N rl O) cn rr O) cn N N r-l F\ oO t-\ r{ (\ .1 ry o) N OO F.l O) d I (O U1 CO $ O N F\ u)S {! 9 9 s t $ q :t :t S :t I rr) v LD s <f, .t + + + v s s =f +.t.t- s.r <a{ (\ N N (\ N c{ ..1 a{ a.l N .{ o.l N c.l N N c.t rn N ri dl C.l N a.l N a.l N N cil N Nc') o) c.l q q n q q t n q n ..,1 oc c.i .! q n c ol q q n q q n ot q n n q \I g Cl rrl S <f $ t v \t r.r) rr) $ $ rr) t4 lrl rrl s v ui ri rrr s < + .t v ri g .t so'J N N N N N N N N N N N N N c.r N N N N .it c'i ni c.r e.r N N N er oI ri c.r nr
i Y.r I q q,? n T n e q q n n 09 \ o) n ol v.] \ \ q q q ct q n 4 \ 4.f, <t \t <f, ri $ <f < sf S $ rn $ l/) <t + d \l s.+ s.t -+ d + + s s -t < s $N N N N N N N N N N N N N N N o.t N N N N N N N N N.n.n cn ci N N Nq oc q I og ..j n .I .! q -1 ul ol oq o\! n ul \ q q c! 4 q q q \ u.) q n q .l q:f, S !O + .t I $ A I -.t 9 I st- st <f |n s <f + .i- $ \t tr) s rrr =t + Ln =f <t u-r tN N N N N N N N N a{ N N N N N N N N N N N N N N N N N c-r rl o.t c.t nt
N rl r/) o o0 s N Ft N N cn o) o o <f o r.- co co o) m F. oo o st Ft N $ !+ <f o (o91 d s !r 9 9 :r "i !r qr s :r .r; Mj + + + + + + + + + ; + + + i: + * "; JN N N N N N N N N N N N c{ a{ N N N c{ N N ar c.t c.t e.t N a.l N N N N N N
"l 1 c o') q 4 q n c cfl o,? q oc a q q n q oq n q n n 4 \ o) .l q n \ c gS I I < rn + e <i $ s I sf sf $ rr) S $ sl st $ Lr) sf st st.t S < Ln s $.r- <N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N c.t el e.t e.t e.t
q lfl ol U.) n r..! n ol q q q q ul L.| q q n cI n cl q n n !1 q ul n q 4 c q 0q(o rn l/) lJ) 4 lr) (o t/) tJ) l/) (o (o Lr) ln ln tn (o (o ln (o rn Ln (c) ro rn Ln (o ro tn to !n u|}N N N N N N N N N N N N N N N N 6I N N N C.I N N N N f\ N (\ N N N Nr: I'r') q I q \ q 4 c,'l oq (g 4 oq q q q,q o? oq oq c g I q q? q n \ c'l q d?l'.. F l'. F. f\ N F. l- N @ (o N (O I-- 1.. (o N (o (O N l.- oO F. m r.. (O t-.. @ t-\ LO (c) f\N N N N N N N N N N N N O.I N N (\ N N N Nt^\,I N N c! N N N N N N N N
\ I n q 4 o'! c'l q a u'l -1 o? 4 q cl n,4 .rl t/l oq q n \ c! n q n \ e n q r':N (O (.o @ F- (O cO F. r'. F. @ (O (.o l'. l-. oO (o 0O cO (O (O l'- (O @ 0O l-\ (O l-- (o l-.. (o NN N N NN C{N N N N N Nl.\I N N N N N N N N NN N N N N N N N N N
q q n q q ol q oq e U] q q q \ q c,l oq q .,1 q \ q q \ r''l n \ n q 1 .,1 f''!O o) o) @ o) ol o) o) 0O O) o) @ o) cO cO o) o) CI) O) O) cO O) cO oo cI) O) o O) oo o o) O)cn N N N N (\ N N N N N N N N N N N N N N a.l N N N N c! N N N N c{ N
C4,4 (o (n cO (O O a'l I rn rO F. (.o rO (O CO !n rn Lo o) CO l-. c,.) r{ l-- @ t !O (() O) LO cO (\l-.'',:o; d d d d oi oi oi oi d oi oi d d d oi oi d oi cd cxi oi d c6 d oi cd cd cd oi oi oiliil:l.li^ ^ N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N
,":f,rtl .t f-. rl C) rl l'. N cn cn c\ cO l/) Ln rO rn O) lJ) ri lJ) O (O rl N cO $ O il O Ln (o F.. t[$,,4x oi d r- d cd cd d od d F. n. oi oi cd d d oi c6 d d N oi oi N d oi oi F d F tlii|i|i;Lcr d N N N N N N .{ N (\ N N c! N N N N N N (.! N.{ N N Gl N N N N N N
iir+fio o ot <+ m st l.r) u") co oo oo o rr co co o o rr F. rn (,t (o (.o Fr o).{ m v m d o) ft1'i$io; a oi d N N d N d od N d d N r- o; N od
'.. F- r-j oi oi F- d d cd d oi N cd cxi
E#N N rrl N N N N r! N N ..1 {..1 N N N N N N N CrJ ..1 N N (\ N (\ c{ N N N N N
'a::eti!/], @ o) Ln N (o oo Fl (o o l-\ $ N m O o $ m F. cn ot $ Ln o) co N tr) @ d (o N (ol#ll N od od cd oi oi N N r- r.. d oi c6 d cd N cd d d cd cd oi d oi N r.. cd cd oi d N cxi
l+:rii- ^ N N N N N r! N (\ N N N N N (\ N N N
''r N N r\ N
'\'r N (\ N (\ N c! AI
{+q,!l).1 9.9 n oq L/'l !1 q q q o? n \ \ q \ \ oq n q a q rfl q oq q I c'! n n c IfirL\l11 6 \o (o ra t-r) $ (I) sf l,) st l..) rJ) si Lo rn sf lJ) (o lf) rn lJ) (o u) (o sl lr) (o Ln (o lr) (o tnl],liiiiN N N N N N N N N N N N N (..1 o.l N c! c! N N c! N .\t (\ (\ N N N N N(.'l N
..1 (o coui6uiNNN
qc!\LO (O tnN'.]N
.lnqLNLNl/}NNN
q4u?<(ol/)NNN
aqclcn<tmNNN0,lqcJ.n<rY)NNN
\cqN r\l (r1a.JNNc-'r e cao N ft"INNN
4q.'lN<faoNNN
r, ' tri(ill'i,ir : :,:'::ir' (!j:l
"li:ti:::,:r:: \\
=lr+:ia:l: (o
irlj=,ilr ;i f6:;ititl.t:i'i::, \','i;1, 1'. $f) r"r. nI,* ," d372
q9qn\rnLo(oro(oNNC\]NNf'. r+ <' l-- .OdduiddN'\AINN
9\q\qrnl-.}Lo(oLo.!NNNN
9q\\q(o<<f!osfNNNNNqqc!4qcoro(\NcnNNNNNq.j.1o,l\corn<f,mcnN'{'\lNN
\.-1\c]'!cncocnNSNNNNNNOcnOf-.+ni6i+dNNNNN
nqolnqco$Nrncl(\N'!NN
-;t *l;
'F.r;--.."- l.i .. .''.iI ffi::+" tlf i...i{idt:. -.;: r-ll:i.r:' ':.'
il ],o il *.'olc,l . t! :l,\I r\l-'N
Ln$N(\dN
..jlnN
(o+c!
.!cnC!
qmN
qsN
4NO.l
O)c.iN
irili:ri:r l
ffii:;
NTNNddtoNNN
q\nri Ln LnNN'!qnnLnlJ)lnc! c\l N09nq(o(osNNN
ry\9coNroNNNr'{ l.r) (O
r..i + c/iNNN
n.1 n$rncoNNN
qoq4co c! cnNNN
n\oqsfNcna\ c{ a!
c\l
'iN\r.r)N
oq
N
dlroNqNa.l
qrnN
qsfN(.r)
cnN
u'l(\(..,l
oq4qq\4q\nqqoqqclrn lJ) rn rn Ll) (o (o (o (o l,) (o < l, lnNNNNNNNNNC!NNNN
r!\.1qu'lqqocq9nq\qU1 <l (O U1 U1 (O F. u.) rn $ (O Lo (O (ONNNNNNNa!NNNe!a.l (..l
\\an4n\1q\q1\c<f, lJ) ln (o Lo f) Ln (O l-. ln <f, Ln (o Ln..1 ..1 a.J N N N N N N N N N ni N
\ oq q n ol c'l \ -i cl q n? oq q q$ rn sf (o $ rn <l !n (o (c) ln s F. slN ..1 N a.l N c! N N N r! c\l N N c\t
(o ro co (o ln O) m cf N l-. N r{ cn Olni m o.i cr; + .r; cri rY; .t c/i e.i + cr; e.iNNN(\NNNNNc'l Na{NN
cn N d 0O cn N Ln rn d r{ cn ln (O O)rri 6i + r.: n; N r.i + 6i ^i d; c.i c.; c.iNN..]NNNNNNNNNNN
oq oQ cl c'') n q q n q q q q ol 4cn cn $ N cn st cn rn N *f, fn co o') q)NNNNNN.{NNc-lNNNN
.1 =1 q"1 nqqd'! c,l 41trlqq< N fo sr cn ao N c\l rl1 m <t s $ cnc.t c\l N N c! N a.l (\ c.l N N a.l N .-.l
F{ sf \O (O O l'- O r{ <f @ aO N O (O
'.r d ^i ni ai ni =r oi s oi cri c'i c'i niN.\..JNNC{NT.JNNNNNN
c! oqLn<NN
\4<fLnc{ a\l
o) u'l+(oNN
nq(o roNN
qqNcoNN
n crlc\l c{NNqnN<fNN
qn<tNN(\oo^i +NN
qrnc\l
qsfNl..,1
LON
nlr)N
oqNN
qcnNcflrnN
IcoN
qcoN
or(od+N C.l
oqq+LnNC{
Ulqrn rnNN
r{N,d .riNN
q\slNN(\
.! oqmcnNN
qqN a'lNN
rlNoi oiNN
cl 0lcn rnN(\
ffi::t:ttI
P,ffi: I I :it:s
H#rrttl
a!r'{C)a\C=-C(of--L2-G:f
=l)Dtr<0) ..F!:.9eOcD
!q L/.) o (o rr +'f q s d F\ r-{ co (o.N r!.N m r{ cD r{ (o t. < t- Gr (o o cn F <tu) lJ) r) !n tn rn rrl u') r/') lrl ro rn.rrt rn ri gl trt ro ri rr; d rri rr Ln u) !n rn 91 rn rn u)Nc{NNNc{NN6lN(..lN6i Nr..i c.rNni ai r.,i ^i iicrc'rN(\Nc\Nc!Nt \ 9 n \ q "t ": i I !.1 ? n,'t 1 4 n q q 4 $: n q q oj q n \ ut qlJ) ln |..) l/) ln lJ) rn ul .ro ro l..)..rn lJ) rJ) l/) n tn l.r) lrt Lri d ui n rn lf} l.ri Ln rri rri Ln rnN N N N (.r r! N N N N N ..r N N (.i o.r N N ai c.i ii i,i c.r c.r (\ N c{ N (.! c! c.r)
N O O rl r{ Fr -i rl2 CO N + N rn r{ cn d c! r-.{ c{ r{ N rO rD c{ F_t cl) r-l N cO c.l a!;.a.;:(o (o (o (o (o (o (o q (o (o (o (o (o (o (o to ui <i d ({i d qi o (fj \ci ut !d o to ro toN N N N .{ r! N N N N.! N - o{ - - N - N N & N c.r e.r N (\ N N N N C{
rt (O N O m N $ q rf) \ A A -! u) cO ry ..1 tO Fr N (O O m F.{ rn d .O co N co (nU]lnLr)rov)LLnulrr)tJ)Ln!ntJ)Lnr/lnnrnrri rnri Lri rrrin16u.i Lr; rri rri ornN N N N N ^r N N N N N N c,r e.r N.N o.i -i ^ie..i
ai c.ini ^ir..i ^j
c.i N il c.r eg
$ (o <t N N N c{ F- N (o rr cn cn F- N (o rJ) N I-. rJ) N $ st rJ) l-. (o N rn (o o \i.:lrJ) rn trl trt u. rrl trt ul ql rrl in rn trt u. u) r-r) tn ui l-r; rri lr"i rri rrr n Ln l,) tn ro rn r) u,)c! N c! N N N N .{ N N N N c.r c.r N N N c.i ^i
.,i ai i.i el c.r N N N N N N Nt =t N rn r{ cn (o H rn N (o co (o Fl lr) d N o (o cn N i l/) o Lo (o F{ (o rn s (nq1 4 lJ) rJ) rn lr) to lJl 4 tn 1r) rn Ln Lo rn Ln Lo rJ) u; ui Lr;,ri rn rn rn Lo U. ro rn r) L.)NNNNNNNNNNNNNe.rNo.roini
^i 6i ni Fie.re.rN^i 6i oi F(c,ror
o N l/) cn (o o a.J sf (o co st @ co st + aQ Ln I Lr) co o.J co sr (\ $ co o m ri m (Y}.:,1 .r) ra Lo l,.) !n ,J) ul v! .n r/) ,.) rn Lo Ln g) .n rr) Lo rri rri rri Ln o rn rn ut rn ,) ,.) .).{c{NNNN.\rNNNNNc.re.rni o.rnini (..i c.i li Fic.rc.rNNNNc\.1 NN\ .! oq oq q oq \ \ -l r.l Fl @ ol co O cq .1 Cr o) r{ O O O N oo O) r. o F. o) o)Ln (o -, r; d .,; ri r; gi r.i !a "i r;'ri d d !e "; "i d d 6 J r; ; ; ; ; ; ; ;N N N N N
^I ^I N N N - C.J N N N C.r E.I Ni Ai N N N O.r C.r N N N N N N N
I T 9 u) o? \ "1 4 oC n cl n \ oq ul \ 4 n tr| q .r co ri r-. rr (o co r'. co co sr0o .o (o 0o .o .o r-. oq (q F- r'- .o m rr oci sc g N N d r- r- d d N,6 N r- d F. r{N N c{ N N N N N N crr c.r N N N .i N N i..t i\ cn i\i iri c.r cl N N N N N N N
I I I I ? T'l o'1 ? i !l c..1 "'l "l :l I ? "J q o? ol q \ n ut .i 1 q n ff!N r.. (o (o (o (o (o \ \ Lo oo oo N N (o gg (o (o r- d N,.Cj m r- (o (o N r_ (o co FN N C{ N N N N N N N N N OI i-I N .{..I - N Ci N & C.r C.r N N N E{ N N N
1 \ \ q cl \ 09 .< ot o I-\ oo Ln N or !q og o or m F.. o F.. o co t\ t. 1.. <t o) mq) co o d d d oi d 9j a I tr d d d d 9d a d oi d 5 "<;
J ; ; ; ; ; ; ;(\ (..,r N cn N N c! c{ N N N N N N .i N N ci ai ii r.i 6 e.r c..r (\ N N .{ N r! Ar
1 ? ? cl n C .1 A A ul N -{ N o) oo ol q a $ o) F{ co o Lo or o) oo cn o) o) rrleooidoi dd"i asidoioioioi$i dS.i 9.,;".i d;;;;;;;;;.{ N N N N N N .\ N N N N N c.,J ii ru c.t iir r.i ci F.i F'i cv c.r N N c! N c! t-! Nq ? ? ? C 4'-1 \ \ ul or l-- N Fi (o \ u1 sf rr o sf o) c! (o $ o) rr) rr oo o.', @eoocooro<icri "t ddig.ioi oicddisi 9,j 9.6;;oi -;;;;;;;c\i c{ a.J N N N c! N c{ et c.r c.r N c.J .i c.i N ci N an N Xj c.r cl N c! N ^r c\ a.l N
"q I I g ? C .1 o l-. v o cn (o rr N cI \ \ o! o) $ N r.. rn o sr o < (o o) r\er-.coooi <i oi "i $i dSi oidcdoiggdiJ,<;""a";;;;;il;c\ c! N N N N ru cl N N N c.i N o.J ii N c.l i\ N i\ ii N e.r o (\ N N N N N N
,f-']GJ
iffi:ti!#.:'i. :t::;,t/!r!.H
#:liii!,li,ivi!1::':Ld:!:
|i.frffi
.,.!q_,.
L{
:;,'ii*:#til:.
!ii:;??$ttiilt',j.ffE
.i+ffil
Ul,iiii
LO o) O Cr) Ln (O F. q oq o) m oo (o d cn Ln o o) F. tod d ea d N oi d ee \ ; d ; "i ; ; ; ; ; il ;N N N N N N c{ N N N N N i\ di an ii N N i\ ri\ ry n cD n .t o) o rrt to o oo o F{ oo N @ Fr g N;.-.-:-.:-:y1 !q Lr1 (o rn tr) tn f. to Ln o d r- d d r. r; r;,i dc! N N N N N c,r cl el nt e.r c.r i\ N o.i el N ni ni Nn \ oq o! e q .1 oq .o o rr co N o o) rr f\ \o o Fte to Ln n ri rci d !.i !C !o d d d d,ri d ri ; N d.! N N N N N c.r c.r c.r - N N N N ii o.t o.r ni i-..r iio1 q q Ul cl \ q n oc !q o co r\ o) co .! $ c\r ro Nv) r\ ro (o to ro ri N 4 d d d,ri d rri ".i ui d to dN N N N N N ev o.t c.i N c.J N ai N li c! N (\ N NC q C \ q I n (.i] .n (o o) oo r.. o rr cn m o o ft19 1; !o 9 to N F. { 9 !C !a "j
d d d "i rri r: ; uic! N N N N N N N N N N r..J N N Li o.r e.J i.! N &s st { .-1 0o F{ c\ c! q N o r_r @ tn cn N Ln rr (o N!.i f., t- d d F- F.. d !.j 4 ,rj "i G ; ;{ ; ;,{ ; i;N N N N N N er N ri ni N li N ii ii (\ N r-{ N Nq q? n f,1 o,.: n q q c.i q q F. o (\ co oo o o) N c)s co co ro $ rn u-, T q1 Co 1q !o r; cd + c.j oi + + +c! N N N N c{ c! c\r N c.i o.r iri C\i i\i iit N N N N Nn \ ol oq ol n oq n a c.! m rn rr (o N o o Ir) o) ocn m rn rn cn $ cn ql fi 1q 1q o I + + ; + ..i ; +c\ t..1 N c{ N N el o.r N N N i\i dl n d N Gt N N 11l
q n q q oq q q q q sq o o oo Ln $ oo oo (o N NLn sf rn $ rn sr m n c-n S $ + + c.i ff; + + =r + +c{ (\ N N N N el c'r N .n N ri ril ii i.i ^l N c! c\t ^l\ oq 4 nrl ol c,l -1 g cg .i oo ri (o (\ r.r r) r.\ <f o) ooS:tsqmcri =tn'ld:td++di d; -+;;;N N N N N N N N N N r.l N rir irj iri.\ N N N N
oqnqo'l qoqe.\lqqoq99 cq r.. oO CD t\ o) oO N cO O)c.'l(\NNNNelo.tc.tNN
oq.'rOlf)O)[email protected])u)CO(OdI-Ndrri NrriNLri dtc;c\tNNc{NN(...lruelO.tc.ta!f..NrnrnrnFlF.l-r)rOrl!_1 g)rOtoLo(OtOOrnr-rON N .\ N N C\I C.t c.t c.t c.t c.t
r{<f@rooo)slc{sfrrl.r)!l 14 q'! rn (O rO (O F. r.. F. I-..N a! N N N N c\] N a.J c{ o.t
?qeno?qqqq\q!Qq)Ir)LOF.(DrroOr.OUj(\ a.l N c! (\ N o.t r.t e.t r{t Na!(ot.r)NCrrriNr.tr.lCnNdlrjeu;6ddrid;dc{NNNc{NO.tc.tc.tni Nr:qnOdoOrn<f(.osfc{CjC,t9,ri cr;+++++c.ic\c\TNNNNNNNNN
ftJ(ocON()cOrrF.tu)cON1qd!tcr;+++++o.j+c!NNNNT!Nc.lNN.nu'l\4n94<r(or..tnconggscris+cr;+cdc.;NNNa.tN(\nelo.toi iri
c.'lolqolaq14q4o)sclrncncornmmvmmc.lN(\NNNc'tc.tNni N\ =t .{ N ri d 1.. N (O u) t-..:q!ltec.ivc.i+++{dic{a.INN.!NelNOelN
4 oq \ q \ n U) \ H I'- co < co N o) o) oo oo ro ol.l :t :t sf cn + =r i ln fn ".i + d cri ffi c'j ; + + +c.r N N o,l N N c.r N N N c.i dt ^i i\i iri e.r c.r cir rr t\r
NrloNc
EGFLs0)=o6C0JPo- o"cqJ!(,u --
L'c(85G=oco
j,*ttif;,
(o
ro
rcd.
373
#ff,ffiffip,il*
.- f'' 0o N co l'. 0o (o .o N r'- (o r'- co (o \ q \ oq q =q q (o -r (o r.. I r.- F. (o (o (o NE iq i.i 9 !q d "i "i lri si !, "i d G G (o (o (o 6 ..j d,"d ; il ; U ; U ; ; 6 d d-C N N N N N N C!'{ N N N N - - - - N - N N Fi E.r O.r N N N N N'.I N N N
fo
rg
rod.
I I I q 1 n "l t I _a I I : ? C il 1 ! o? n oq ot n n a n n c'l c..l n \ \l/) (o r.o rn (o (o rrl L/) (o to tn to o n tri g g d ui r; d rri n rn l/) ln lJ) Lo rn rn r) rnN N N .N N N N N N N N N c.t e.t e.t N - - ..i 6i ii ii i..r e.r N N 6i ni F.i c.i c.t rrr
ol'1 q'j dl n n a A Q u') N rr o l.n oq C O N st <+ r{ co rt- (o o o co co N o N!n r. Lo,.o ro r.ri "i ri Sj !f S yr ui d ui gi d d d .,; d d ,i d ; ; ; d ; ; ; ;..r N ..r N N N .{ N (\ N (\ N N c.r N r..i N - N ^i
ai ni i-r or (.\,r N N N (\ N C.J N
I I I 9 I g "?.)! ! "l ! n a q n i ? I ! n q oq ut o.) \ a I n n n q oqr/) (D LO rJ) (o rJ) rn rn (o rn (o !n n to to !'r !Q (o d d (I;,ri ro rrr rn lJ) rn tn Ln (o Lo rnN N N N N N N N N N N N c.i N N c.r c.r e.r N N N i.i i.r o.r N N N N N N N Ar
i.:: ;1 "! n I \ crl q .l n (q n oq n =q.o N rn si $ rn sf Fr $ r{ $ (o N N s Lo d o) oo,,--1,,,-I*trt o (o rr) ro to ri o vi d 'ri ,.c;,ci 4 d Lri ui r; ui 'd rri ri d rr; ui d ui d ,i d ,i u'i1,,,1 ^ ^ N r.l N N N N N N N N N N - N N e.i -i Gi ilr.ro.r e.rc.r rir ni c.rc.r e.l nrnit;.ffi{n @ o) (o co t'\ co sl @ r\ il m N Q (o N rn o @ oo t-- co rn m (c) <i- N o) clr Ft c) oo:.#-...],,L,o n Ln 14 tn ro rJ) (o rn Lo rn lo to (q trt (D rn (o rrt tn rn ri o ir; rr; r; ro rri rr Ln (o r.tr.:l+N N N N N N N N N N N N N N c.r cl e.t c.Jl.'.i
^i nj c.r c.r e.t e.r N c.r e.i nr ^i N t..i
'illi[lLIP9.A t^ o) rn Ln F{ O ln l/) 3 <f N cO l'. (o $ o) cO co co c) crt r{ t. t. C) rn F. L.) co o ro ooffii !i si ci !o !r, e !a !q !o d ; u ,; d ; ; ; ; ; ; ; ; ; ; ; ; ; ; ; ; ;,i,l,i,l,,i ^^
N N NN N N N N N N N N N N N c't o't c't nic't r.t c.l c.r N c.r c.r N N N ^ii'.ff!:tn O (O (o ri (o f\ cO O ('r o) m cO oO 1.. Or (O (O Or N O) O oO O Lr} oO O) cO o) r{ O) N
lffii a 9 9 r-: F-. !q F F N N il d G d ; ; G O.- ; ; ":
r-'{ ; -: I ;,{ ; Iil$g^ ^ N (\ N N N N N .\l N N N c.r N o.l N - N iN ti N o.r or c.t c.t N N c.r c.r c.r ivZ{A(F{ N o or O Lo oo oo rn F{ o co l-\ rJ) (\ N oo sl oo N N rl ut orr co m co ro rr N ro <t.*a a d od d cd cd cxi d d d; oO.r; d d.ri;ai;;;;;;; i; lj
";;;;'11c\ N N c.r (\ N N N N N N N c.l N N N N N N N N N N N N N N N N N N N
it{.tf;O < $ f\ r{ .f l/) f\ N rl (O m O cO F.l N N O (r} r{ i-t cr) (r} cn (O N m Lo cn cr) u) ln!,W:a q cd c6 cd cd cd d cd d cd d oi cd d cd cd .r; .r; "O "d od ; <i ; ; a
"; "; ; ; ;
l[L4^ ^ N N N N N N N N N N c! .{ N N N c! N N N N N c'r N r..1 N N N N N N
'lNALn -1 F. rO rn N (O O t- tn a{ d (O st + o) O F- m C) cO @ Cn LO rr F\ rO N (\ <f rO oltdlci oi oi oi oi oi ci oi ci d oi oi d c, d cj .j oi d; ci oi oi o; o;; oi ci ci d d oi-:m rl N N N N rO N cD N N N m fO cn cn aO C! m N cn (\ N N N c! N cO cO cO N Nt;iii4iifrf,c.l (o m 01 lJ) r.l rn cn @ @ Or rn r.\ (O o) @ m O l-r) rr $ (o or) rn rn oO O N @ t-. co ril#c; c; ci c, cj ci ci d oi cj oi oi cj d oj oi oi oi cj d ci oi c, d o d c; c; c; d d cj
w- * co cn cn ro ro N N .o N N co fn N N N N cfl cn cfi N co (\ rn (\ (.o co co N N d.,
?,l}.i]rLo < r{ lJ) O) lJ) rn (o cO @ l-. m (o st lJ) O o) O) (O F{ Ln N O cO O \O cO co l-- rr.! <f'.{rttiia o d d r- d oi r-
'.. N ci ci d oi oi o'i o'; ci cd o; oi oj .,i oj "j oi d oi oi d o oi'r.#i!r* * cn N N N N N N N co co N N N N N cn N (\ N N co c! co c{ co N N N co N
'{.{"?n/to < ot m cn ot N N rn $ m d (o ri (o ro oo < r.. o oo r.- N tJ) (o rr o) (o o) rn sf o:i{ .i oi cj cd cj N d F- cd cj oi cd N d oi cj cd oi N r.. r- d d oi d c6 r.. d d d d oii.: Cn N CO N m N N N c.l Cn N C! N C\ N cn N N N N N cn rn N N N o'l N N cn N N
ry.|;D*.i6 0 co r- o) d cn rn o) a{ Ln 00 o Lo o) In o) N <f, Ln m (o o o) ro F.l o) (o l-- l'\ o) coH c<i oi r.- cj r- oi d F.. oi d N cd cd d d oo N ci oi F. cd r- -i d d cxi cd N oi d i qi:,..N N N cO N N TN.! C{ CO C{ N N N N N N CN N N N N (N N N C.I (\ (\ N N N (\[i!]lttlfi,sr;;oq 6, oq a q n \ q \ o,? oq q n q .! q q a 4 n n t c oq ry oq q q .] q 4 c,lil ;ir! ut to Lr) I.\ (o (o tn rr) (o (o r,) t-- (o tn Lo rn Lo ro (o (o (o (o (o (o (o Lo (o Lo (o (o u) (Djili "l,.1
N c\l N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N .\l N N N N N N
Od-rl.- r\ rn O cO (o O) rr (O sl r{ { O} (O st O) N N O l-\ a! r.{ cO 0O (O cO (O @ !n c{ O stiir:iisu1 (c) (o r. (O \O (c) (c) (o (o (o l-. (o (o (o rJ) l-. (o (o rn (o (o 1.. (o !n u1 (o !o tn (o @ (O
W* ^ N N N N N N (\ N (\ N N N c{ N N c! N N N N (\ N (\ N c! N N N o.l GI
t:iFi.: ^. e,l q r: a q "l \ o'1 q q oc 01 \ q q \ q \ .l q q o'l cq c/l \ \ n \ 4 qiil;li;:t; F. r. (O l'. !n F\ |.r) (O Ln !O (o (O (O (O lJ) lt N (O lr) lJ) F. (o (o F (O (o L..) Lrl F. rJ) (o (oiIEiiIj[N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N
qqnqo'ln\inu]NLn(ol-.1.\(oLn(oF.(oC{NNNNNNNNN
nqo!oqqanq\qF.tol-\(OtnN(ol,o(o(.oNNN'!NN'\NNNqqqoq\4cloleq<f,$slcOan<j'$$ao<fNNNN(-'IN'{NNNqqq!q09q.1oqqq9Lnsfcosl<ro<f$sl<lC\IN(\N(\T\6JNNNqqnqlnc'icnlcoco<coLn$$.oLn<t(\N(\NNN(..JNC{N
o!oq..jq4n\qqul+mLn<ftnLnv<fs<fNAJ'!Nf\NNNNN
n\9qnnn.-1UlqridsfS$<<fSco<fNNNNNNN'!NN
q n q q e1 q q q.? q q q ./l q ol r: \ oq q \ q 4(o (o t'. lJ) \O lt (O (o N (o (o tO l-. @ (o l'. (o ln (O Ln Ln F..{ C\J N N N N ..l N N N N C! N N N N C! N N N N N
c..l q q n q oq c! q q n q erl c! \ q q q n q \ q q(O l-. lJ) l'. (O rn (O rn l.r,) F. rn (O F. lJ) F\ (o (O (O ln (O Lo Lna.i N N a! N N N N N o,l N N (\ (\ c{ N a! N N N N (\
q .l q \ o! o) n q q oi a q .{ q 4 n 09 n oc .,1 .! ocLn st ln $ sf st <f, co t/) $ sf rn lJ) $ <- Ln cn rn m sf it co(..I N (..I N N N N N N N N (\ N N N N N N (\ C! N N
<f N(oooort olq\n1.1 nnqqnq4qqd uj + |J.i + ri cf; .r $ cri Lr; r; $ s r Ln v .t m rri n .rN N .\I (\ N N N N N N N N N .\J N N C{ N T\l N N N
f.. (o (o rJ) (o fn l.r) 0) rr N N $ cn F. N Lo r'. N r-l N O l-.crj cd eri d +'ri or; er; + + + ri + +,i d c6 ri + + d c.;N N N C.I N N N N N'! N (\ N N N C.I N N N N N N
r\ r.r oo oo d cn o !n st F\ N rr r+ sl' oo (o @ N s co (o Ndi < rr; rr; + ri .ri c/i rri + + + ri,ri + cr; cri d .t ui ed +N C.J N N N N N N N N N N N N N.{,N N N N N (\
q .j oq cl 1 q q ul oq I q e o1 q n \ n q c? q oq n$ <t co d in <t lJ) < co <' $ co lr) $ <t co rn rn Lr) co cn Lr).{ C.' N N O.I f\I N N N N N N N N'\ N N N N N N N
Nr{oNC
F--
lg
E3a)oo-tE6
L'crE5(g5c]co
l.:,irn!,ili
'::::l:aari?
',:i..tffl;iiitlli&
;,,+lililititi.n
tYjr))1ll
Wit
j,TLl:
!,;4!;ilt24t
I 1L "1 c'? r.l n (.l n o? o? n n cl n 1 o') n n c/') n (..J 01 n 1 cl 1 4 n o,.)(o (Q (o (O (O (O (O (O (O (o LO (O (O (O (o rO (O rO (O (o (o \o r.o to (o Lo !o (o Lo (o (oN N N N N N N N N N N N N N N el el ol N - N N el o.t N N N c.r m cv c.t
q q n,4 n c.l \ oq 4 n \ n !c n q oq c.j q u? q q c! n r\i q ry q c,? .1 \ qtn lo lJl lJ) lJ) l/) rn rn u) t,) tn tr} Ln Ln Lo rn u) rr) l.r) rn Lo lr) t..) t.r) la Ln rn ro lJ) 1') Lf)NNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNN^i
q q \ .1 q n \ q \ q n .j 4 4 ct 01 q..i q oq ul n q ={,q \ q n n e ullr) lJ) rn l,) l.r) l.r) l.r) rn l.r} l.r) rn rn rn ln lr) l..) Ln Lo rn Lo Lo rn Ln tr) 1.r) Ln rn rn rrl rn lnNNNNNNc{NNNNNNNNNNNe.rnioi NNNNNcri Nc.i -i N@ (o o l-\ co a{ fn sl l.r) cn (o N (.o co sf N Ln F- co t\ oo r\ cn o Lr) tr) F\ t-. .r <i- roCt !a ,4 '; ui 'ri rri r; 6 ri rri rri ,ri ,i d 'ri 6 ri u.i uj ,ri ,.i rri ; ui ; ,n "j .n "j "iN N N N N N N N N N N N N N N N N N C.I C.I N Ni C.I N C.I C.J N N Gi(..i
^i
\cnN
n<tN
'crc
_cGru
I
rod.
ttl+.#i:t#;X!;!.|,:a.B,:::..111:itt;tiii.,#?'.#t*
ffitt'{tl'{t,,!lt:iii::j;!;crilfi:f.nl.1|;ilti#.lll1\1.:t*:!-l;:..f!
*LLt::
liea
Witi;#1,11?.t*!)
c.,! \ oq n c\l .i I \ q \ ..{ \ ul q .1 n 1 \ ./'} cr.l q n q \ oq n \ \ I q qLn lJ) tn lJ) l.r) Ln l.r) tn In l.r) lf) u) tn lJ) L^ rn lJ) rn Ln l.r) rr1 l.r) lJ) lr) lJ) l.r) Lr) l.r) Ln L.) u1N N N N N N N N N N N N N a.l N o.l N N N N N N N N C! c{ c! c.t c.t c.t rrt
oc cl] q -1 cl c! n \ c'? q n oq ./'l o? \ n q q.1 \.1 q 'fl n'{ q n q \ a tlr) rn rn lJ) lJ) t.r) ro l, r.r) r.r) r/) r.r) !n t4 rn Lr) lJ) rD Lo u) rn Lr) rn lJ) l,) l.r) Lo !n rn f) ln(\ (\ N N N N c{ a{ a.l N N N N N N N e! N N N N N (\ N a.l N N c.t c.t o] nt
n c ..t c \ 4 q I q \ n n o? g 4 q 01.! 4 n q q c-.{ n q 01 R c? q "_{ flLO rn lo LO rJ) LO !n rn Lr) l.r) l-r) L^ l/) rn Ln tn tn Lr) rn Lr) u) u) tn Ln Lo lJ) L Lr) rn l,r.) LoC! C! N N N N N {.! C! N N N N N N N N N N N N N C! N C! N N (\ N N Ncl q ol n q .! n q oc e q q n (.,? cl \ n g q n c I oq e q q \ ol cll c! q(o (o lf) (o (o to (o to rr) (o (o (o (o (o (o (o (o (o (o ro (o (o (o (o (o (o (o (o (o (o roN N N c! N N N N N N c{ N N N N N N N N N N N N N c.l N c.t N N N n
\ c q r! e q o? q \ I oq q q U.] q oc oq \ n c q o? q n t't n q \ \ \ olF. l'. N 0O (o 0O @ l'. N cO (o cO Ot N cO r.. 0O oO oO oO F. r.. N @ @ f.. N t- @ F. f\N N N N N N N N N N N N N N{^.I N N N N N N N N N N N o.I N N N..I
\ q .1.'l q I q oq 1 q .l q fl c! oq q n q q 1 oq q q \ \ \ q q q q oq|\\ N N N (o @ 0O 1.. 0O l-. oO (o @ F\ f.. F. cO (O (l) r.. 0O oO (o cO l-- cO l-- l-. 0O cO NN N N N N N N N N N N N .\I C{ (\ (\ N .{ N N N N N N N N C\l N N N N
o'! c'? ry 4 q q a 4 4 .l n n q .l q ol q n U.l 1 q q q q oq q q n 1 I ulo o o o) o) o) o) o) o) o o o ot o) o o o o o) o o o) o) o) o) or o) o) o) o) o)N N N N N N N(.! N N N N N N CO N CO N N N N N N(..I N N N N C\] N N
o) \ cl .1 ol \ n ot \ dl n \ tr| oq 4 (^.1 c.i \ n 1 \ q q q 4 \ q q q e,l qo o) o) o) o o) o) o o ol o) o ot o| ol o) o) o ot o) o) ol ot o o) o) o) o o o) cnN N N N C.J N N N N N N N N N N N N N N N N N N N 6I N N CO CO N N
q ol q q oc \ oq I q q q q o/') q .-! .! q 4 .! ol q \ oq a .1 c cl q oq q qoO cO o) o) o) o) 0O O| 0O Or cO N cO Or cO oO N l'- O) O) @ O) 0O O) cO O) Or O) O) cO O)N N N N N N N N N N N T! N N N N N N N N N N N N'\I N N (\ N(.! N
ul.1 .1 \ n q q oq oq q oq \ ol q q q 4 crl q \ l..l u] q q n n q e c q \1.. o co o o) co Clr o) l-. l-- 1.. o r'. 00 l'. r'\ o) o) o or or oo 00 0) co oo o) oo o co coN N N N N N(..I N N N N C\ N N N N N N N N N N N N N N N N CN N N
eqc.'l u] ulolo') \4.l (^.jqq\c/l qqoqq\qqnqnqnqnn0qcO @ Or o) o) N 1.. l-- cO cO O) cO 0O cO cO cO o) o) o) O) oO O) cO 0O @ O o) O oO o) ooN N N N N N N N N N N N a.l N N N (\ N N c! N N N a'l a.l cO N rO N N N
t.r) N t.r) co N N cn O N cn co oo 1.. co r{ o} o l'\ l.- o o) rJ) (o o) N c{ N ln s $ fnd d d N ui d d d ri d d d d d d ri ci tci ro d ri'd d d N F d d N ui dNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNN
n \ \ n n oq lJ] q u'l q ol o') \ u] u'l q q n =q c] n q 4 oq .\| c n c! n q .-{rn Ln rn rn (.c) (O (.c) N (O rn (O rO rO L^ (O tJ) (O (O !n tn F- (O rn u) LO LO f) (O f'\ tO (ON N N N N a.l a.l C{ N N (\ N C{ N N (\ a\I C! N c! N N N N (\ (\ N c.l C{ N t\
\ q o? ol q n oj q n 6{ n q c ry 1 .! n n ol oq I q.j n \ oq n .! e q n(O (O l, LO (O f) Ln l..) u) lJ) F\ rn (O Ln Ln rn F. rn !n (o F. (o tO @ Lr) (O l'\ (o (O (o rON NNNNNNNNNNNNNN'\NNNNNNNN NN NNNNN
q q \ oq c.l q q ol n \ n n .I c: oq q n q n q oq n q oq n a oc q o,l n (\{(O (O (O (O l/) (O lj) (O rO r/) (O l'. tO l.r) l..) tr) !n F. (O J-- l/) LO (O in F. (O (o (o l-'. !n rON N N N N C! N N N N N N c\I N N N N N N N N CI N N N (\ C\] N N N (\
q n 4 .J .1 n ol c] .1 1 n rl C A q cl q q ol U.] q c,l c.j q cl q n c! 01 \ c!U1 N rn F.. t. t. (o U1 rn u') !n !.) f) (0 to (cl (o (o 1.. (o tn (o in u1 Fr F\ ta I-- (o ln roN c{ c\l N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N c.l N c\l N
':;:r:j,! i,:i;#i<. o. o) \ \ n q q q q q oq q \ n cf! oq q c/') .1 q q ._.J q o! n 14 q q q nt!tliX/4< < ro co + rn sf $ m $ + co sf cn <t $ co <f <f d sf sf < $ co rn <f s m co <l
;.i.,il.i
i* ^ N N N N N N N N .{ c! c! N ..1 .'l N .! .{ .\J .! N N N .! .\ (\ N N N N
iii#i,4 <.\ n n oq n n n \ q a 4 q o: ol oq q q q q oq q .1 "l \ 4 q q \ qlittiit$* cn rn $ $ an m \t sl cn co $ < m $ cn co (f $ st cn co st <t co sl co co co co <t
';ilffru
ru N N N N N N N N N 6l c! N (\ N N N (\ r\.\ N ral N N N N N N N N
:.lN, CO OO OO N sf O) Fl t' r-.i Ln or o Co oo (o o tn Lr) N o Co N rn o) (o to N cn (o d o)i..,oi oi c'; cd 16 + c,; cd + ri + ori + + + cri cri cd + + cr; + cr; + +.d c.; + + d; d;i,,i:fi^ - N N N N N N N N N N N N N N (\ N N c..1 N ^l
.! c\i r! r! N N .\ N N
nolmG1NNl'. Od+(\ 6l
\nnqqq\qqqqeqq\qnao co <f, cn lJ) m $ lJ) co $ co rn s co co coa.] a! N N a.l N (..l N N c! c{ (\ N (\ N N
q 0q q n n oq o1 n n 4 crl q o? n 1 .1t,) $ Cn $ m $ cn m $ < <f .o <f, fn s stNNNNNNc..INNNNC!NNNN
\nqqqqaln\occn9mcncncost<fm<f,tf,NNNNN(\N(\N(..IN
4lq./'l\oqqcr?qcI4cncnlnm+fn<f<tcoco$NNNNNNT.'INNNC!
a\liioc!cf
LLC)
ftrc
No0J ..
L
E6(!fo ccr
._ m rn rr $ N co N sf N r.i rn co + _1 rr) n n (.Q s + co n r\! e n 1 e 1 { n ftlh d d 6 d d ", ^*i 9 ^*i C, d "; "; ..; G e G rq,i J,o 9 .o (o \o ro (o (o ro (o (o<
c.'t N N N N N N N N N N N c.t N cv e.t c.r N N N N e.r c.r (\ (\ N o.t c.r cr nr c.r(!6(E
rod.
irrfl (o (o N d Lr) -, \ !Q r\ (o F.r ^ _ r] :l I g 1 C og ul n q q q \ e n q q 4"N .r; d d,ri'ri "i gi gi a "; ; ; ; ; .^ ., .. d r; ui ri,,0,n ., rn .^ ,, Ln -, rn u)':'JsNNNNNNN...ro.rnroi N^i NNAi c.i c.i ii ilFinrruNNNNNNNN,,,]
-sj=: ? \ e cl c'l n u'l o':9 \ q c? n c.j ul \ a \ co N m o Ln tn F. r.. r{ <f, ro--iu) trt tn tn trt 6 Lo Ln tn trl Lo Ln rn u.) !? n !a 6 d,i,i,ri,/i r; r;.d u.i ui d ui;' 'c! N c! N..l c! N N e.r ni N o.r i.i ni c.r oi ni ^i
c.i ai F.i c-.r e.r N (\ N N N r! r\r Nt.,,,..
{X 1- 4 n'l \ og 4'1 \ n q? n q q ni q -1 e ut N <i- N (o N o m cn r\ $"i;: ro r/) rn ro rn rJ) rr) rr) Lo rn Lo L^ r,l r/) A 4 !1 u; r; uj d y; d ui |J; d r; d,i r; ;i.i#- - N c.l N N N N N N N c.r c.r o.t e.l N N c'i .\i .\i Fi c.r o.t (\ ^l N(.\.r N N c\ N
:.."i<it"tc.J l\ oo F{ r! N ry \ e h N F- ro q -1 q .t F. cn cn (O rr (O F. oO r-{ r._ F\ c! o <ft1tff:;n ?.4 !r,4,4 e !a 6 ro ; 6 ; 6 n n n ; ; ; il "; ; ,,j,ri,ri d Ld r; ri ui161#N N.\l.{ r{ N N N N N N e.r e.r nr c.r ni o.i ^i
6i ii li o.r c.,r.\t N N N N.\ N NIt,.Ol.cO cn oO rr 6t .n + F. cn (O F.r co co co N j. O (o H t. m ,.., ,1 E{ ,, N rf (O r-- cO stJ.:rl u) Lo u) Ln lJ) Ln lJ) rn LO rn Lr) t/) Ln u1 Y'l r/t ro tri r/i tri ui ur n u) rn rn Lo rn 91 !n rn'?,ffj|,i,*^NNNC{NNNNc.iNN-No.i
^ini r.i Ai AiN^i No.i..i Fiij c.ro.rm
llirgOr.Xrr O N (o l-\ rn c! q !Q I.. .r.f, m q e e m N U1 <f, O tO N rt O cO sf cO O rr ftli-'; to rJ) rr) 14 rt.) ra !n ro tJ) ro rr) to rJ) L rr) rn rrl rn Ln rri iri Ln un rn tn rn rn ro ut ut rn.,ifflti^ - N N N N N N c{ N (\ c.i N c.i
^i -i c.i
^.i Ai Ai Ai -i c.l o.i r..i c.i c.j ii c.r nr ni
Z-{ill ..: g ol n 9..1 a q q e a o.l n c! ry \.t rq to H (o (o oo o rrr (o F- co ro N \rLll-,ro ro rn \o (o .o gi 9 {i d ,o d d q !q !o d d d ..i .o d d d d d d.d d d;. NN NNNN NNNNNN---NNNN&Ne.roN.{NN N(\NN.tt:;rirt
.9;\ Q q '! ol q o'l q \'q oq n q Ul q oq co r'. \+ o o co (o Fr rn (\ (o N t-- r\ ol,=;N F. N oo (o oo c(i r- N co ai.d oi \ 9g \ 9a cd d cd N r- N cd d r- rl ( d r- Fiilai^ ^
N.\r N N N N N r.r N N N N N i\ ci cn N N i.i i\ i\.i cn i\ i-..r i-,r c.r c.r or
xflii\ q n.,l q l c.| q n q.j o) cf) a a q n o oo <f oo o or r.. r.. F. (o N (o or co:.,:; F. r-. r.- r. !d d d F od.- d ot.d { S $ d d d F- cd cd cj d N d F: r{; od,lt,ijtrl. * - N N N N N N N N N er N r er cl N .^J - i\ N c.r cr c.i e.r N i\ N c.,t N i\$-..,Or m N t,) (o Ol $ r.r) rn e{ <+.i- (r) c! e o) O -t tr) a.,l on m on or) oO O (O ri <- N L.l:: o ot o o o) o g) o) Cn o o) o o Q o o) o o) or o) oi or or or oi oi oi oi or or or
;;irl, N N c{ N c{ N N N N c! N c.r N N co N m N -.i ni ii cq o,r N c.r..i ni ni i-..r er or
.lUlnqr'?(o(oNLn(l)NNNNN<; .1 n9.1LOrOl--(O(.oN N a\] C! FI
ol n \ 4 4 ol q n 1..{ n c ul q n q(O tn tn tn (O Ln (O (O tO Ln F. (O LO t.r) (O rnNNC{NNNNNNNNNC{NNC!
qqqo,.)qOTOOo)O)Nrncna{No/lqqqqOlOlOr@(')NNNNN
o@ooFoi cd ci cd cxiC!NCONN
1qnn0qoocoocoNeOr\lNN
q oq q n q n q o9 c'l q c'l n c''l q ul e n (tllr) ro rn rr) N (o N tJ) rr) (O LO f-. rO (O (o l-. !O (ON N N N N N N N'.I (\ N C{ N N N N N N
a q c.i q q c? 4 e c,l ry q c-\r q n ni q \ rY(O (O (o (O (o l'. (O lJ) rO Ln tn F. f.- l-.)1.. to'ln (oN N N N N N N N N (\ N N N N N N (\ 6I
\ n a oq q cl .l q q n q (.-.{ n Ul q q q .1fn + sl m < st <i' $ <f sf s cfl cn sf $ co m $NNNNNNNNNNNNNNN(\NNq q cYl oq,q q n q oq q n 4 \ g.) q tr) \ qco + cn m $ sf <i- cn ro + if m s co an co .o <lNNNNNNNNNNNN.!NNNNNoq I q 4'4 .! C e1 \ crl q q g n .rl q n o:s $ co cn m $ sf m st m st !f, co co <f $ rn mN N O.I N N N N N N N N N N N C{ N N N
q ol \ q q c'1 q n ul q oq q n n oc a n n 4 a el orl .! n n .r] \ qlr) cO sf m sf $ m m <t Lr) $ cO $ cn st cn m $ $ $ m $ m <t <' $ cn <fN N N N N N (\ N N N N N N N (.\I (\ N N N (\ N (\ N (\ (\ C!'J N
o) \(o (oNNdtnNrr;c{Nqo)<i' cnNN
n\cn an(\N
o9 0qcn cnctN
\nro sfN(\
4.1rn rnc{N
$;ttltro) f.. N r{ cn F\ rr O) N cn H F. Ln oO u) N N f\ st st t. O) (D O) Ln l.\..4.,..'.i. o o) o) o o) o) o) o o) o) o o ot o o o o) or or oi oi or or or oj orlffiol ".t.'l N N N N N N c{ N N(..r N N N c.i N 6i ni ii e.r ct N N 6i
';'d.f O' co (g (o @ N € (o (O (o N o) m o) N N O) Ln N cn O F. cO cn F{ or). st;.-"cO 0O o) o) O) Or oq o) 0O o) cO r.. oO O) cO cO F.. r Or Oi ccj Or cCi Or m Oi
{ll]l4N N N (\ N N N N N N N N N N N N I el ni ir'N ol r.r N N 6lirf.diilo cn Fr N s o (o @ co ot oo F.. o) o (o (o rn cn o F- Lo l..) o (c| sf rf,i,,, ll>. q 9d a a Q I oi r- F. r- oi Fr ; F: N oi o; "; a ; ; ; ; ; ;i|;ljc-'t c..t N N N N N c{ N N N N N N N N N et cr N N N N c,t N N
1:prj.o vt N t,n rn o o F. rn .! N st lo I\ m ot o co co N o) m d to sf olffi:qq Si Si d oi N r- N d cxi o.i cd cd cd od d ; a o; o;; ; ;; ; -ai,it^ - N c! N N N N N N(..I.{ r\l N.\r N N (\ N N N N N N N co
ifll ,''1 ..j lJl cr') c] nc.,'l q cl a.rl oq \ q "1 o.! q \ \ q q 4 q q n ojl$j;llhtD tD (D I-\ lr) (o (o (o tJ) (o to (o (o \o (o Ln (o (o (c) (o LO lr) (c) LO t-. t-\f,f{1.,:ii_ N N N .! N N N N c\ N N N N N N N e! c.r c.t e.t N 6i N N N N
o9.,.1 qo'l o'ln\nnc.l(OL(Otn(O(Ou')(Ol'.U1NNNNN(^!NNNN("-.,'nnqo!n1nLr!qNl'.1'.(OLnlJ)|.lnrnlnNNNNNN6INNN
\\.1clolqo?qoqoqm$m<f<f,m$<i'cosfC\]NC\I(.{NNNC{N(\
nqoclnn\qcr:Ulst+cnco<i-<frnco+<fNNNNNNNNNN
qnqn\nu'l o)cc!mcn$mcnsfmslcn$NNNNNN(\NNN
nc!qq<:91\0q\cncornmvsfcn<i'$mNNNNNN(..I NNN
n q ol .! n c! -1 =t o co N o) N $ l-. oo rr N cn o FiN rn ro tn Ln rn x Lri ri d N d tci d tr; 6 F- d d d dNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNN
,lqd./.:rN r.t F rf d oo Lr) $ ro (olri,il:; rn LO ut rn (o (o (o N Lo Ln
iiiii^-NNNNNNN,^'l,r*::\ q c2 q q n ''l q c] c'lliil;iiiri(o (o tn (o \o Ln Ln Lr) l/) Ln1,ll1r il (\.,1 (t.l a! N a.l N N (\ N N
nnqqo?\qqqqqq\qn\101cn if, co rn co <f, rn co <- cn co sf cn co cn cn cn (nNNNN(\NNNNNNC{NNNNNN
+ktiiil.r
,&!ttii.4t!-tni|i o
,ffi-:;fi,|: <,,t?./:!|:: <l,;rf,ll o't
t."ck 4?i,.,i+ <i::;ll:l;i i C!ii.dr.i,lt+tL att:,ar= Ci'tilti,s+^
Utltl ."ri;i!#; <i'#?.u nta.t;:,:!:;?
ii(h,ii F.-
::,ri,e <itttitiil,l'-t;;tiitt:ii?:!r,!
,
c!r-loNc=(oF-- ol
rotrcJ 0..)
tr6o ..L,C(U5
Oco
rlr' I g:i,'. !: f0:: :.i r\..,]: .g
ai:l(ocl 15
tfi: &c 376