OPTIMASI KOMPOSISI POLYSORBATE 80 DAN GLISERIN … · Oleh : Willy Hartanto NIM : ... viskositas,...
Transcript of OPTIMASI KOMPOSISI POLYSORBATE 80 DAN GLISERIN … · Oleh : Willy Hartanto NIM : ... viskositas,...
i
OPTIMASI KOMPOSISI POLYSORBATE 80 DAN GLISERIN SEBAGAI EMULSIFYING AGENT DALAM LOTION VIRGIN COCONUT OIL DENGAN APLIKASI DESAIN FAKTORIAL
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh : Willy Hartanto
NIM : 038114106
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2007
ii
OPTIMASI KOMPOSISI POLYSORBATE 80 DAN GLISERIN SEBAGAI EMULSIFYING AGENT DALAM LOTION VIRGIN COCONUT OIL DENGAN APLIKASI DESAIN FAKTORIAL
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh : Willy Hartanto
NIM : 038114106
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2007
v
Kupersembahkan karya kecilku ini untuk :
My Lord JESUS CHRIST who love us
Papa, mama tercinta atas segala sesuatu yang
terbaik yang telah diberikan
Christian, Edwin, ie Hwa, ie Mei Chen, ie Lili atas
segala dukungan dan bantuannya
Chemistry 2003 yang kucintai dan kubanggakan
Harapan dan cita-citaku
Almamaterku yang tercinta
vi
PRAKATA
Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas anugerah
dan penyertaan-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.).
Skripsi ini berjudul Optimasi Komposisi Polysorbate 80 dan Gliserin sebagai
Emulsifying Agent dalam lotion Virgin Coconut Oil dengan Aplikasi Desain
Faktorial.
Selama perkuliahan, penelitian hingga proses penyusunan skripsi,
penulis telah mendapat banyak bantuan dari berbagai pihak yang berupa
dukungan, sarana, bimbingan, nasihat, kritik dan saran. Oleh karenanya pada
kesempatan ini, penulis hendak mengucapkan terimakasih kepada :
1. Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta.
2. Sri Hartati Yuliani, M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
bersedia membimbing dan meluangkan waktunya untuk penulis selama
penelitian dengan memberikan bimbingan, dukungan, nasihat, kritik dan saran
yang membangun.
3. Rini Dwiastuti, S.Farm., Apt. selaku dosen penguji yang telah bersedia
memberikan kritik dan saran selama penyusunan skripsi.
4. Yohanes Dwiatmaka, M.Si. selaku dosen penguji yang telah bersedia
memberikan kritik dan saran selama penyusunan skripsi.
vii
5. Ign. Y. Kristio Budiasmoro, M.Si. selaku dosen pembimbing akademik yang
telah memberikan pengarahan dan masukan selama kuliah maupun
penyusunan skripsi.
6. Dr. C. J. Soegihardjo, Apt. Yang telah memberikan banyak referensi dan
masukan.
7. Pak Mus, Mas Agung, Mas Iswandi, Mas Ottok, Mas Wagiran, Mas Sigit,
Mas Andre, dan Mas Yuwono selaku laboran dan karyawan yang telah
membantu selama penelitian.
8. Papa dan mama tercinta atas dukungan moral dan materi yang terbaik yang
telah diberikan pada penulis. Adikku Christian, Edwin; ie Hwa, ie Mei Chen,
dan ie Lili atas segala dukungan dan bentuannya.
9. Rekan kerjaku (Shindi dan Silus) atas bantuan, kebersamaan, persahabatan,
dan kerjasamanya. Teman-teman senasib di lantai I : Saw Palmetto’s team
(Erma, Marlinna, Ratna, Yenny), effervescent’s team (Esti, Ranti, Tyas atas
bantuan selama persiapan ujian), sun screen’s team (Eva, Renny, Tirza),
repellant’s project (Indah), renal calculi’s team (Mita atas bantuan, dukungan
dan semangat yang ditimbulkannya; Rinto), Ariyanto, dan Nunu atas
dukungan dan kebersamaan selama penyusunan skripsi kita.
10. Para pelaku sensory assessment yang tidak dapat disebutkan namanya satu per
satu atas bantuannya yang mau mencoba lotion yang belum terdaftar.
11. Teman-teman Chemistry angkatan 2003 semuanya atas kebersamaan,
kenangan, dan persahabatan selama ini (semoga sampai selamanya) yang
membantu penulis selama kuliah dan tinggal di Yogyakarta.
x
INTISARI
Penelitian optimasi komposisi polysorbate 80 dan gliserin sebagai emulsifying agent dalam lotion Virgin Coconut Oil (VCO) bertujuan untuk mengetahui faktor yang dominan dalam menentukan sifat fisik lotion VCO dan untuk mengetahui area komposisi optimum dari emulsifying agent yang dapat menghasilkan lotion VCO yang dapat diterima konsumen.
Penelitian ini termasuk dalam rancangan ekperimental murni yang bersifat eksploratif dengan desain faktorial dengan 2 faktor, yaitu emulsifying agent yang berupa polysorbate 80-gliserin, dan 2 level yaitu level tinggi-level rendah. Untuk optimasi formula digunakan metode desain faktorial dengan kombinasi formula 1, a, b, dan ab. Optimasi tersebut dilakukan terhadap parameter sifat fisik lotion yang meliputi daya sebar, viskositas, perubahan viskositas, dan stabilitas sediaan selama penyimpanan satu bulan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa polysorbate 80 diprediksi dominan dalam mempengaruhi daya sebar, viskositas segera setelah pembuatan, dan perubahan viskositas. Sementara itu, stabilitas lotion diprediksi dipengaruhi secara dominan oleh interaksi antara gliserin dengan polysorbate 80. Pada level penelitian ditemukan area komposisi optimum emulsifying agent yang menghasilkan karakter fisik lotion yang dikehendaki. Area optimum ditunjukkan melalui contour plot super imposed.
Kata kunci : Polysorbate 80, gliserin, lotion Virgin Coconut Oil, desain faktorial.
xi
ABSTRACT The aim of research of polysorbate 80 and glycerine composition as an
emulsifying agent in Virgin Coconut Oil (VCO) lotion is to find out whose the dominant factors affect the physical characteristic of VCO lotion, and also to find out the area optimum the composition of emulsifying agent to produce a VCO lotion who can accepted by consumer.
This research is a pure experimental research, using factorial design method with two factors are polysorbate 80-glycerine as an emulsifying agent and two levels are high level-low level. The optimization formula used factorial design method with combination of all formulas. The optimization has done by measured lotion’s physical characteristic including spreadability, viscosity and physical stability after one month of storage.
The result of this research exhibit that polysorbate 80 predicted dominantly affect spreadability, viscosity measured as soon as the making process finished, and viscosity changing. In other hand, the interaction of the effect of glycerine and polysorbate 80 was the predicted factor dominant in determining the lotion’s stability. There’s an area optimum of emulsifying agent compotition at the research’s level whose results wanted physical characteristics of lotion. The optimum area exhibited by contour plot super imposed.
Key words : Polysorbate 80, glycerine, Virgin Coconut Oil lotion, factorial design.
xii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL ............................................................................... i
HALAMAN JUDUL .................................................................................. ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................. v
PRAKATA................................................................................................... vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...................................................... ix
INTISARI ................................................................................................... x
ABSTRACT .................................................................................................. xi
DAFTAR ISI ............................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xvi
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xvii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xix
BAB I. PENDAHULUAN .......................................................................... 1
A. Latar Belakang ...................................................................................... 1
B. Permasalahan ........................................................................................ 4
C. Keaslian Penelitian ............................................................................... 4
D. Manfaat Penelitian ................................................................................ 4
E. Tujuan Penelitian .................................................................................. 5
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ........................................................ 6
A. Virgin Coconut Oil ................................................................................ 6
A. Kulit ....................................................................................................... 8
B. Emulsi ................................................................................................... 11
C. Lotion .................................................................................................... 12
D. Moisturizer ............................................................................................ 12
E. Emulsifying Agent .................................................................................. 13
1. Polysorbate 80 ................................................................................. 13
2. Gliserin ............................................................................................ 14
3. Cetyl alcohol ................................................................................... 15
4. Asam stearat .................................................................................... 16
F. Trietanolamin ........................................................................................ 17
G. Metil Paraben ........................................................................................ 17
H. Hydrophile-Lypophile-Balance (HLB) System ..................................... 18
I. Metode Desain Faktorial ....................................................................... 18
J. Landasan Teori ..................................................................................... 21
K. Hipotesis ............................................................................................... 23
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN .................................................. 24
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ............................................................ 24
B. Identifikasi Variabel Penelitian ............................................................ 24
C. Definisi Operasional ............................................................................. 25
D. Bahan dan Alat Penelitian .................................................................... 27
E. Tata Cara Penelitian .............................................................................. 28
1. Formula ........................................................................................... 28
2. Alur Penelitian ................................................................................ 30
xiii
a. Pembuatan lotion ...................................................................... 30
b. Penentuan tipe emulsi lotion VCO ........................................... 30
c. Pengujian daya sebar ................................................................ 31
d. Pengujian viskositas ................................................................. 31
e. Pengujian stabilitas ................................................................... 31
f. Sensory assessment .................................................................. 31
B. Analisis Data dan Optimasi .................................................................. 32
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................... 33
A. Pembuatan Lotion Virgin Coconut Oil ................................................. 33
B. Penentuan Tipe Emulsi Lotion Virgin Coconut Oil .............................. 35
1. Menambahkan fase eksternal secara berlebih ................................ 36
2. Menggunakan zat warna yang larut dalam fase eksternal .............. 37
3. Menggunakan kertas saring ............................................................ 38
C. Sifat Fisik dan Stabilitas Lotion Virgin Coconut Oil ............................ 39
1. Daya sebar ....................................................................................... 41
2. Viskositas ....................................................................................... 43
3. Perubahan viskositas ...................................................................... 46
4. Stabilitas lotion ............................................................................... 48
D. Optimasi Formula .................................................................................. 49
1. Daya sebar ...................................................................................... 50
2. Viskositas ....................................................................................... 51
3. Perubahan viskositas ...................................................................... 52
4. Stabilitas lotion ............................................................................... 54
xiv
xv
5. Contour plot super imposed ........................................................... 55
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................... 57
A. Kesimpulan ........................................................................................... 57
B. Saran ..................................................................................................... 57
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 59
LAMPIRAN ............................................................................................... 62
BIOGRAFI PENULIS ................................................................................ 87
xvi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel I. Rancangan percobaan desain faktorial dengan dua faktor
dan dua level ......................................................................... 20
Tabel II. Rancangan desain faktorial gliserin dan polysorbate 80 ....... 29
Tabel III. Jumlah bahan yang digunakan .............................................. 30
Tabel IV. Hasil pengukuran sifat fisik lotion VCO ............................... 40
Tabel V. Hasil perhitungan efek untuk tiap faktor dan interaksi ......... 41
xvii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Penampang kulit manusia ..................................................... 9
Gambar 2. Struktur molekul polysorbate 80 ........................................... 13
Gambar 3. Struktur molekul gliserin ....................................................... 14
Gambar 4. Struktur molekul cetyl alcohol .............................................. 15
Gambar 5. Struktur molekul asam stearat ............................................... 16
Gambar 6. Struktur molekul trietanolamin .............................................. 17
Gambar 7. Struktur molekul metil paraben ............................................. 17
Gambar 8. Gambar penampilan fisik lotion VCO setelah ditambah
dengan fase eksternal berlebih .............................................. 36
Gambar 9. Gambar penampilan fisik lotion VCO setelah ditambah
dengan zat warna yang larut dalam fase eksternal ................ 37
Gambar 10. Gambar kertas saring yang telah dikeringkan setelah
diteteskan dengan lotion VCO .............................................. 38
Gambar 11. Grafik hubungan antara daya sebar-gliserin (11a) ................ 42
Grafik hubungan antara daya sebar-polysorbate 80 (11b) ..... 42
Gambar 12. Grafik hubungan antara viskositas-gliserin (12a) .................. 44
Grafik hubungan antara viskositas-polysorbate 80 (12b) ...... 44
Gambar 13. Grafik hubungan antara perubahan viskositas-gliserin (13a). 47
Grafik hubungan antara perubahan viskositas-polysorbate
80 (13b) .................................................................................. 47
Gambar 14. Grafik hubungan antara stabilitas lotion-gliserin (14a) ......... 49
xviii
Grafik hubungan antara stabilitas lotion-polysorbate 80
(14b) ...................................................................................... 49
Gambar 15. Contour plot daya sebar lotion .............................................. 51
Gambar 16. Contour plot viskositas lotion ............................................... 52
Gambar 17. Contour plot perubahan viskositas lotion ............................. 53
Gambar 18. Contour plot stabilitas lotion ................................................. 55
Gambar 19. Contour plot super imposed .................................................. 56
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Data penimbangan ................................................................. 62
Lampiran 2. Data pengukuran sifat fisik lotion VCO ................................ 63
Lampiran 3. Perhitungan persamaan desain faktorial daya sebar .............. 69
Lampiran 4. Perhitungan persamaan desain faktorial viskositas ............... 72
Lampiran 5. Perhitungan persamaan desain faktorial perubahan
viskositas ............................................................................... 75
Lampiran 6. Perhitungan persamaan desain faktorial stabilitas lotion ...... 78
Lampiran 7. Rekapitulasi sensory assessment ........................................... 81
Lampiran 8. Gambar VCO yang digunakan dalam penelitian .................. 85
Lampiran 9. Gambar penampilan fisik lotion VCO .................................. 86
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Minyak kelapa atau minyak kelentik sudah lama dikenal masyarakat
daerah tropis dan digunakan secara turun-temurun. Sejak zaman dahulu,
masyarakat banyak memanfaatkan minyak kelapa untuk menghaluskan kulit,
melebatkan rambut, menyembuhkan koreng, dan mengatasi permasalahan pada
kulit kepala bayi (Sukartin dan Sitanggang, 2005).
Minyak kelapa sangat baik untuk melembutkan kulit yang kasar dan
keriput. Hal ini dikarenakan struktur molekul minyak kelapa yang kecil sehingga
mudah diserap oleh kulit dan rambut. Minyak kelapa yang dipakai secara oral
maupun topikal dapat membantu menjaga kulit awet muda. Minyak kelapa dapat
membantu mengangkat sel-sel kulit mati dan menggantinya dengan sel-sel baru
sehingga kulit menjadi elastis dan kuat. Minyak kelapa juga dapat melindungi
kulit dari serangan bakteri dan jamur yang dapat merusak kulit (Sukartin dan
Sitanggang, 2005).
Kelembaban kulit yang rendah dapat menyebabkan kulit kering, kasar
dan tidak menarik. Masyarakat yang tinggal di daerah tropis maupun yang tinggal
di daerah dingin cenderung mempunyai masalah kulit kering. Sebagian besar
masyarakat menggunakan pelembab untuk mengatasi kulit yang kering. Minyak
kelapa oleh masyarakat lebih dikenal sebagai minyak goreng. Minyak kelapa yang
digunakan secara oral maupun topikal tentunya bukan minyak kelapa yang biasa lj
1
2
digunakan untuk memasak, melainkan minyak kelapa murni yang disebut dengan
Virgin Coconut Oil (VCO) (Anonim, 2007a). Mekanisme VCO sebagai
moisturizer adalah dengan cara membentuk lapisan tipis di permukaan kulit
(occlusive) yang mencegah hilangnya air dari dalam kulit (Schwartz, 2006).
VCO merupakan minyak kelapa yang diolah tanpa pemanasan atau
dengan pemanasan terbatas sehingga dihasilkan minyak jernih (bening) dan
beraroma khas kelapa. Pembuatan VCO yang dibuat tanpa pemanasan
menggunakan teknik fermentasi atau teknik minyak pancing. Pemanasan terbatas
menggunakan suhu antara 60°-80°C dilakukan untuk menghasilkan VCO karena
jika dipanaskan hingga lebih dari 100°C akan dihasilkan minyak yang berwarna
kuning tua atau kecoklatan yang merupakan minyak goreng biasa (Anonim,
2007a). VCO tersebut dibuat dalam bentuk sediaan lotion untuk memudahkan
penggunaannya. Sediaan yang masih dalam bentuk minyak tentunya akan
menimbulkan rasa yang tidak nyaman jika dioleskan langsung pada kulit
(Rawling, 2002).
Digunakan VCO karena kandungan asam lemak jenuh pada minyak
kelapa lebih tinggi (92%) daripada minyak nabati lainnya. Tingginya asam lemak
jenuh dapat membuat minyak kelapa tahan terhadap ketengikan akibat oksidasi.
Kandungan asam lemak jenuh minyak kelapa didominasi oleh asam laurat (44-
52%). Asam laurat ini dapat membunuh berbagai jenis mikroorganisme yang
membran selnya mengandung asam lemak. Dengan demikian, minyak kelapa
dapat berfungsi sebagai preservative yang dapat menjaga stabilitas fisiknya. Yang
membedakan VCO dengan minyak kelapa biasa adalah asam lemak jenuh pada
3
VCO merupakan asam lemak jenuh rantai sedang, sedangkan pada minyak kelapa
biasa berupa asam lemak jenuh rantai panjang. Asam lemak jenuh rantai sedang
selain asam laurat adalah asam kaproat, asam kaprilat, dan asam miristat yang di
dalam tubuh dipecah untuk memproduksi energi dan bukannya disimpan sebagai
lemak (Sukartin dan Sitanggang, 2005).
Lotion VCO diformulasikan sebagai emulsi minyak dalam air dengan
tujuan untuk memberikan kenyamanan konsumen karena mudah dicuci dengan air
dan tidak meninggalkan kesan lengket di kulit. Emulsifying agent yang digunakan
dalam sistem emulsi akan mempengaruhi sifat fisik dan kestabilan lotion.
Polysorbate 80 secara sifat fisik lebih kental daripada gliserin dan lebih
bersifat sebagai emulsifying agent sehingga diduga polysorbate 80 akan lebih
dominan dalam mempengaruhi sifat fisik lotion. Penentuan efek moisturizer lotion
dilakukan dengan menggunakan metode sensory assessment. Metode sensory
assessment diharapkan dapat memberikan gambaran tentang efek moisturizer dan
kenyamanan lotion saat digunakan konsumen.
Kombinasi polysorbate 80 dan gliserin dioptimasi berdasarkan metode
desain faktorial, sehingga didapatkan lotion VCO yang optimum baik dari segi
kualitas fisik dan kestabilan lotion. Desain faktorial merupakan salah satu metode
optimasi formula dengan aplikasi persamaan regresi yang menggambarkan
hubungan antara variabel respon dengan satu atau lebih variabel bebas. Persamaan
umum dari desain faktorial : Y = b0 + b1X1 + b2X2 + b12X1X2 . Melalui persamaan
ini dapat dibuat contour plot untuk masing-masing parameter fisik yang diuji.
Tiap-tiap contour plot dijadikan satu dalam contour plot super imposed untuk
4
mendapatkan formula yang optimum sebatas level emulsifying agent yang diteliti.
Metode ini dapat menjelaskan efek tiap-tiap faktor maupun interaksi antar faktor
secara simulasi sehingga dapat diketahui efek mana yang dominan (James, 1999).
B. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang tersebut, permasalahan yang diangkat penulis
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Manakah di antara polysorbate 80, gliserin, atau interaksinya yang lebih
dominan dalam menentukan sifat fisik lotion VCO?
2. Dapatkah ditemukan area komposisi emulsifying agent yang optimum dengan
sifat fisik lotion yang dikehendaki dalam pembuatan lotion VCO?
C. Keaslian Penelitian
Sejauh penelusuran pustaka yang dilakukan penulis, penelitian tentang
VCO yang digunakan sebagai lotion moisturizer dengan menggunakan
polysorbate 80 dan gliserin sebagai emulsifying agent belum pernah dilakukan.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Menambah khasanah ilmu pengetahuan tentang bentuk sediaan lotion yang
berasal dari bahan alam dengan menggunakan emulsifying agent yang berupa
polysorbate 80 dan gliserin.
5
2. Manfaat praktis
Menghasilkan sediaan berupa lotion VCO yang berkhasiat sebagai
moisturizer, praktis, dan dapat diterima masyarakat.
E. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui pengaruh polysorbate 80, gliserin, atau interaksi keduanya yang
lebih dominan dalam menentukan sifat fisik lotion VCO.
2. Mengetahui area komposisi polysorbate 80 dan gliserin yang optimum pada
contour plot superimposed dalam pembuatan lotion VCO.
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Virgin Coconut Oil
Virgin Coconut Oil (VCO) merupakan salah satu hasil olahan dari daging
buah kelapa (Cocos nucifera L.) yang masih segar (Shilhavy, 2005) yang dapat
melembutkan dan melembabkan kulit (Sukartin dan Sitanggang, 2005).
Terdapat tiga teknik pembuatan VCO yang umum digunakan yaitu :
1. Teknik Pemanasan
Prinsip dari teknik pemanasan adalah memisahkan lapisan paling atas
yang berupa krim pada santan yang telah didiamkan 12 jam dari lapisan
lainnya untuk kemudian dipanaskan agar terbentuk minyak. Minyak hasil
pemanasan kemudian disaring dan minyak yang dihasilkan dipanaskan
kembali hingga didapatkan minyak yang lebih jernih (Sukartin dan
Sitanggang, 2005).
2. Teknik Fermentasi
Prinsip dari teknik fermentasi mirip dengan teknik pemanasan, hanya
saja dalam teknik ini digunakan suatu enzim pemecah protein. Lapisan krim
yang didapat ditambah dengan enzim [mikroorganisme] seperti Sacharomyces
cerevisiae, poligalakturonase, amilase, atau pektinase dan difermentasikan
selama 1-2 hari. Hasil fermentasi menghasilkan tiga lapis cairan dan yang
dimanfaatkan adalah lapisan minyak yang berada pada lapisan paling atas.
gloi
6
7
Minyak tersebut kemudian dipanaskan hingga jernih (Sukartin dan
Sitanggang, 2005).
3. Teknik Minyak Pancing
Prinsip pembuatan VCO dengan minyak pancing adalah menarik
molekul minyak di dalam santan dengan minyak pancing (VCO yang sudah
jadi) hingga didapat minyak yang diinginkan. Minyak pancing akan memutus
ikatan antara air dan protein yang terikat dengan molekul santan. Teknik ini
pada dasarnya adalah mengubah bentuk emulsi minyak-air menjadi minyak-
minyak (Sukartin dan Sitanggang, 2005).
Secara kimiawi, minyak kelapa terbentuk dari rantai karbon, hidrogen,
dan oksigen yang disebut dengan asam lemak. Berdasarkan tingkat kejenuhannya,
asam lemak dikelompokkan menjadi tiga golongan, yakni asam lemak jenuh,
asam lemak tak jenuh tunggal, dan asam lemak tak jenuh ganda. Asam lemak
dalam minyak kelapa sebagian besar berupa minyak lemak jenuh (92%).
Dibandingkan dengan minyak nabati lainnya, minyak kelapa memiliki kandungan
asam lemak jenuh yang lebih tinggi (92%). Tingginya asam lemak jenuh yang
dikandungnya menyebabkan minyak kelapa tahan terhadap ketengikan akibat
oksidasi (Sukartin dan Sitanggang, 2005)
Asam lemak jenuh terdiri atas tiga subkelompok. Yang pertama adalah
kelompok minyak dengan asam lemak rantai pendek atau short chain triglyceride
(SCT). Kelompok kedua adalah minyak dengan asam lemak rantai sedang atau
medium chain triglyceride (MCT) dan kelompok ketiga adalah minyak dengan
asam lemak rantai panjang atau long chain triglyceride (LCT). Kandungan asam
8
lemak jenuh dalam minyak kelapa didominasi oleh asam laurat (44 - 52 %) yang
merupakan MCT. Asam laurat inilah yang membuat minyak kelapa menjadi unik
karena sebagian besar minyak nabati tidak mengandung MCT. MCT di dalam
tubuh dipecah dan secara dominan digunakan untuk memproduksi energi dan
jarang tersimpan sebagai lemak. Oleh karena itu, asam lemak pada minyak kelapa
menghasilkan energi, bukan lemak (Sukartin dan Sitanggang, 2005).
B. Kulit
Kulit merupakan organ terluas yang menutupi seluruh permukaan tubuh.
Kulit memiliki kekakuan yang bervariasi di setiap bagian yang berbeda. Daerah
yang paling kaku dan tebal adalah telapak kaki dan telapak tangan serta sela-sela
jari. Kulit menjadi lebih tipis dan berkeriput pada usia tua dan kelihatan
kekuningan bahkan keabu-abuan, sering disebut penuaan kulit. Pada kulit wajah,
sel-selnya sangat tipis, sehingga memungkinkan sediaan kosmetik dapat
berpenetrasi (Young, 1972).
Kulit berfungsi sebagai pelindung tubuh dari pengaruh luar baik secara
fisik maupun imunologik. Kulit juga berperan penting dalam interaksi antar
individu dengan lingkungan, karena merupakan indera yang sensitif terhadap
sentuhan yang kadang membuat perasaan emosional (Rawling,2002).
Kecantikan kulit dipengaruhi oleh keadaan keratinisasi (pigmentasi lebih
gelap) pada permukaan sel, aktivitas kelenjar sekresi, dan keadaan jaringan lemak.
Kelembaban kulit yang rendah menyebabkan kulit kering, kasar, dan tidak
9
menarik. Pada tingkatan yang lebih buruk menyebabkan kulit pecah-pecah dan
mudah teriritasi (Rawling, 2002).
Gambar 1. Penampang kulit manusia (Anonim, 2007b)
Secara garis besar, kulit dibagi menjadi tiga lapis yaitu :
1. Epidermis
Merupakan lapisan kulit terluar yang tersusun atas stratum corneum,
stratum lucidum, Rein’s barrier, stratum granulosum, stratum spinosum, dan
stratum germinativum. Stratum corneum berada pada lapisan paling luar dari
epidermis, sehingga suatu bentuk sediaan topikal harus dapat melewati
stratum corneum sebelum menimbulkan efek yang diinginkan (Jellinek,
1970).
Stratum corneum merupakan lapisan sel tanpa inti sel sehingga
disebut sebagai sel mati yang terdiri dari keratin, protein yang tidak larut air,
dan mempunyai kelembaban rendah (sekitar 10%). Walaupun kelembabannya
10
rendah, tapi berperan penting dalam menentukan kelembutan dan fleksibilitas
kulit. Permukaan stratum corneum tertutup oleh sebum dan keringat. Sebum
ini berfungsi untuk menjaga fleksibilitas kulit dan mengatur kelembaban
lapisan kulit yang berada di bawahnya (Jellinek, 1970).
2. Corium (dermis)
Terdiri atas jaringan pengikat dan serabut kolagen yang menentukan
elastisitas kulit. Antara epidermis dan corium dihubungkan dengan lapisan
papiler yang akan menjadi pipih seiring bertambahnya usia sehingga
elastisitas kulit berkurang. Pembuluh darah kapiler dan ujung saraf terdapat
pada bagian corium, tepatnya pada lapisan retikuler (Jellinek, 1970).
3. Hipodermis
Terdiri atas jaringan pengikat yang mengandung sel lemak yang
berfungsi sebagai pelindung getaran mekanik dan cadangan lemak (Jellinek,
1970).
Untuk menjamin kulit berada dalam kondisi yang baik, ada beberapa hal
yang harus dilakukan yaitu cleansing, freshing atau toning, dan moisturizing.
Kulit membutuhkan makanan yang dapat berfungsi sebagai barier pelindung yang
akan melindungi kulit dari cuaca dan kotoran. Moisturizing cream digunakan saat
kulit mulai mengalami penuaan dan kandungan air dalam kulit mulai berkurang
karena kulit yang kering. Fungsi utama dari moisturizing cream adalah
memperlambat hilangnya kelembaban dari kulit (Young, 1972).
11
C. Emulsi
Emulsi merupakan suatu sistem heterogen yang minimal terdiri dari satu
macam cairan yang tidak saling campur yang dapat terdispersi ke dalam cairan
lain dalam bentuk droplet atau globules yang biasanya berdiameter lebih dari 0,1
�m. Emulsi juga dapat didefinisikan sebagai campuran yang tidak stabil dari dua
cairan yang tidak saling campur secara termodinamika dengan suatu emulsifying
agent yang mengikat kedua jenis cairan tersebut (Allen, 2002).
Suatu emulsi terdiri dari fase dispers (fase internal atau discontinuous
phase), medium dispers (fase eksternal atau continuous phase), dan komponen
ketiga yang diketahui sebagai emulsifying agent. Diameter globules fase dispers
pada umumnya berada dalam rentang 0,1 – 10 �m meskipun ada beberapa yang
lebih kecil dari 0,01 �m dan lebih besar dari 100 �m (Allen, 2002).
Emulsi dibuat dalam bentuk sediaan jika ada dua cairan yang tidak saling
campur yang harus terdispersi menjadi satu kesatuan. Biasanya berupa campuran
antara komponen polar (air) dan nonpolar (minyak). Jika fase minyak terdispersi
dalam fase air disebut emulsi tipe minyak dalam air (O/W). Sedangkan jika fase
air yang terdispersi dalam fase minyak disebut emulsi tipe air dalam minyak
(W/O). Emulsi tipe W/O tidak larut dalam air, tidak dapat dicuci dengan air,
mengabsorpsi air, occlusive, dan berminyak. Sedangkan emulsi tipe O/W dapat
larut air, dapat dicuci dengan air, mengabsopsi air, nonocclusive, dan tidak
berminyak (Allen, 2002).
12
D. Lotion
Lotion merupakan suatu sediaan topikal yang nonviscous yang ditujukan
untuk kulit sehat. Lotion yang paling banyak dibuat adalah emulsi tipe minyak
dalam air. Lotion dapat diaplikasikan pada kulit yang berambut dan mempunyai
daya sebar yang luas dengan membentuk lapisan tipis yang tidak dimiliki krim
karena sifat krim yang viscous (Anonim, 2006a).
Lotion memungkinkan pemakaian yang merata dan cepat pada
permukaan kulit yang luas. Setelah diaplikasikan dapat menimbulkan kesan halus,
lembut, dan tidak berminyak. Lotion biasanya berupa emulsi dengan tipe minyak
dalam air dengan maksud agar lotion segera mengering setelah diaplikasikan pada
kulit dan meninggalkan lapisan tipis dari komponen obat pada permukaan kulit
(Ansel, 1989; Wilkinson and More, 1982).
E. Moisturizer
Moisturizer merupakan suatu campuran kompleks dari bahan kimia yang
secara khusus dirancang untuk membuat lapisan terluar kulit menjadi lebih
lembab dan lebih fleksibel dengan meningkatkan kandungan air (Anonim, 2006b).
Moisturizer merupakan produk emollient yang diformulasikan khusus sebagai
krim yang tidak berminyak dan lotion yang dapat melembabkan kulit kering (Ash
and Michael, 1977).
Produk emollient seperti moisturizer mempunyai bahan yang larut
minyak atau larut air dalam jumlah banyak yang dapat mengurangi hilangnya air
dari kulit. Efek ini didapat karena terbentuknya lapisan tipis di permukaan kulit
13
(occlusive) yang dapat menjaga kelembaban di lapisan kulit terluar (Ash and
Michael, 1977). Ada dua alasan utama yang membuat mekanisme occlusive
menjadi pilihan dalam mengatasi kulit kering, yaitu air transepidermal merupakan
sumber air yang paling efektif dan occlusive agent mempunyai efek emollient
(Schwartz, 2006).
F. Emulsifying Agent
Emulsifying agent merupakan suatu molekul yang mempunyai rantai
hidrokarbon nonpolar dan polar pada tiap ujung rantai molekulnya. Emulsifying
agent akan dapat menarik fase minyak dan fase air sekaligus dan emulsifying
agent akan menempatkan diri berada di antara kedua fase tersebut. Keberadaan
emulsifying agent akan menurunkan tegangan permukaan fase minyak dan fase air
(Friberg, Quencer, and Hilton, 1996).
1. Polysorbate 80
Gambar 2. Struktur molekul polysorbate 80 (Anonim, 2007c)
Polysorbate 80 merupakan ester oleat dari sorbitol di mana tiap
molekul anhidrida sorbitolnyanya berkopolimerisasi dengan 20 molekul
etilenoksida (anhidrida sorbitol : etilenoksida = 1:20). Polysorbate 80 berupa
cairan kental berwarna kuning muda sampai kuning sawo (Anonim, 1993),
berbau karamel yang dapat menyebabkan pusing (Greenberg, 1954), panas
dan kadang-kadang pahit (Anonim, 1993).
14
Polysorbate 80 sangat larut dalam air, larut dalam etanol (95%) P dan
etilasetat P, tidak larut dalam parafin cair P (Anonim, 1993), tidak larut dalam
alkohol polihidrik (Greenberg, 1954). Polysorbate 80 mempunyai titik lebur
yang berada pada suhu 5°-6°C, nilai pH 6.0-8.0, stabil dalam larutan dengan
pH 2-12 (Greenberg, 1954), mempunyai nilai HLB 15 (Allen, 2002) dan bobot
jenis antara 1,06-1,09 (Anonim, 1995). Polysorbate 80 digunakan sebagai
emulsifier pada krim dan lotion, pelarut minyak esensial dalam air (Greenberg,
1954).
Polysorbate 80 merupakan emulsifier nonionik yang tercantum dalam
USP/NF, BP, dan EP sebagai produk yang generally recognized as safe
(GRAS). Polysorbate 80 praktis dapat ditoleransi tidak mengiritasi yang
memiliki potensi toksik yang sangat rendah (Anonim, 2006c). Konsentrasi
polysorbate 80 yang biasa digunakan sebagai emulsifier tunggal pada emulsi
tipe W/O sebesar 1-15%. Sedangkan polysorbate 80 yang dikombinasikan
dengan emulsifier hidrofilik dalam emulsi tipe O/W biasanya memiliki
konsentrasi sebesar 1-10% (Boylan, Cooper, and Chowhan, 1986).
2. Gliserin
Gambar 3. Struktur molekul gliserin (Anonim, 2006d)
Gliserin berupa sirup cair, agak manis (sekitar 0.6 kali gula tebu),
mengabsorpsi lembab dan H2S di udara (Anonim, 1976). Bobot jenis gliserin
tidak kurang dari 1,249 g/cm3 (Anonim, 1995). Gliserin dapat campur dengan
air dan alkohol. Satu bagian gliserin larut dalam 11 bagian etil asetat, larut
15
dalam 500 bagian etil eter. Gliserin tidak larut dalam benzen, kloroform, CCl4,
petroleum eter, dan minyak. Gliserin digunakan sebagai pelarut, humectant,
plasticizer, emollient, pemanis, bahan kosmetik, dan lubricant (Anonim,
1976).
Gliserin merupakan moisturizer alami dengan konsentrasi rendah
yang jika berada dalam konsentrasi tinggi dapat menyerap lembab. Gliserin
dapat membantu menjaga kondisi kulit yang biasanya digunakan dalam krim
dan lotion (Anonim, 2006e). Gliserin digunakan sebagai humectant untuk
menjaga kelembaban sediaan dikarenakan sifatnya yang higroskopis (Anonim,
2000). Gliserin dapat digunakan sebagai humectant dengan konsentrasi 10-
20% (Voigt,1994). Gliserin tidak mengiritasi dan jarang menyebabkan
sensitifitas yang ekstrim (Smolinske, 1992).
3. Cetyl alcohol
HO Gambar 4. Struktur molekul cetyl alcohol (Boylan et al.,1986)
Cetyl alcohol mengandung tidak kurang dari 90% C16H34O,
selebihnya terdiri dari alkohol yang sejenis. Pemeriannya berupa serpihan
putih licin, granul, atau kubus, berwarna putih, bau khas lemah, rasa lemah.
Cetyl alcohol bersifat tidak larut dalam air namun larut dalam etanol dan
dalam eter, kelarutan bertambah dengan naiknya suhu (Anonim, 1995).
Cetyl alcohol ditambahkan pada emulsi untuk memperoleh produk
akhir yang halus dan lembut. Cetyl alcohol juga memberikan kelembutan pada
kulit tempat aplikasi, dan menghasilkan produk yang mudah berpenetrasi
(Bennett,1970). Cetyl alcohol mempunyai nilai HLB sebesar 15 (Rieger,
16
1996). Cetyl alcohol mempunyai titik didih sebesar 316°-344°C dan berat
jenis sebesar 0,811-0,830 g/cm3. Cetyl alcohol mampu menjaga stabilitas,
memperbaiki tekstur dan meningkatkan konsistensi, serta dapat bersifat
sebagai emollient, emulsifying agent dan mampu menyerap air. Cetyl alcohol
tidak toksik dan tidak mengiritasi (Boylan et al.,1986).
4. Asam stearat
Gambar 5. Struktur molekul asam stearat (Anonim, 2006f)
Asam stearat adalah campuran asam organik padat yang diperoleh
dari lemak, sebagian besar terdiri dari asam stearat (C18H36O2) dan asam
palmitat (C16H32O2) dengan berat molekul 284,47 (Boylan et al.,1986)
Pemeriannya keras mengkilat, hablur, putih atau kuning pucat, dan mirip
lemak lilin. Asam stearat praktis tidak larut dalam air (Anonim,1979). Asam
stearat mempunyai nilai HLB sebesar 15 (Rieger, 1996).
Asam stearat mempunyai titik didih 383°C dan titik lebur 51°-62,5°C
dengan berat jenis sebesar 0,847 g/cm3. Asam stearat dalam bentuk serbuk
mungkin mengiritasi, tapi dengan air akan sedikit larut dan mudah dihilangkan
dengan cara netralisasi menggunakan suatu basa (Boylan et al., 1986).
17
G. Trietanolamin
N
HO OH
HO Gambar 6. Struktur molekul trietanolamin (Boylan et al., 1986)
Trietanolamin merupakan turunan amonia yang dipasarkan dalam bentuk
mono-, di-, dan trietanolamin dengan sifat yang larut dalam air, alkohol dan
kloroform. Trietanolamin berupa cairan kental yang berwarna kuning jernih dan
berbau lemah (Young, 1972) dengan titik lebur 21,2°C (Boylan et al., 1986). Jika
dikombinasikan dengan asam lemak akan membentuk garam (Young, 1972).
Trietanolamin digunakan sebagai bagian dari sistem emulsi yang
berkonjugasi dengan asam organik seperti asam stearat yang berfungsi dalam
mengontrol pH (Anonim, 2006g). Hanya monoetanolamin murni yang
mempunyai efek toksik yang nyata jika terabsorpsi di kulit. Dietanolamin dan
trietanolamin sangat tidak tosik jika terabsorpsi di kulit (Boylan et al., 1986).
H. Metil Paraben
Gambar 7. Struktur molekul metil paraben (Anonim, 2006h)
Metil paraben atau nipagin merupakan derivat dari paraben yang
merupakan senyawa kimia yang digunakan secara luas sebagai pengawet dalam
18
kosmetik dan industri farmasi (Anonim, 2006h). Metil paraben berupa serbuk
halus hablur, putih, hampir tidak berbau, tidak mempunyai rasa, dan agak
membakar diikuti rasa tebal. Metil paraben larut dalam 500 bagian air, dalam 20
bagian air mendidih, larut dalam 60 bagian gliserol P panas, dan dalam 40 bagian
minyak lemak nabati, jika didinginkan larutan tetap jernih. Metil paraben melebur
pada suhu 125° -128°C (Anonim, 1979).
Paraben merupakan pengawet yang efektif di banyak formula. Paraben
dan bentuk garamnya umumnya digunakan sebagai bakterisida dan fungisida.
Paraben dapat ditemui dalam shampo, moisturizer, shaving gel, lubrikan, sediaan
topikal dan pasta gigi. Paraben dianggap aman karena toksisitasnya rendah dan
sejarah penggunaan paraben yang sudah sejak lama digunakan sebagai pengawet
(Anger, Rupp, Lo, and Takruri, 1996).
I. Hydrophile-Lipophile-Balance (HLB) System
Sistem HLB digunakan untuk menggambarkan karakteristik suatu
emulsifying agent dengan skala 0-20 yang dapat menyederhanakan pemilihan dan
pencampuran emulsifier. Emulsifying agent dengan nilai HLB rendah (< 6)
cenderung stabil pada emulsi tipe W/O, sedangkan nilai HLB tinggi ( 8≥ ) akan
cenderung stabil pada emulsi tipe O/W (Block, 1996).
J. Metode Desain Faktorial
Desain faktorial merupakan aplikasi persamaan regresi yaitu teknik untuk
memberikan model hubungan antara variabel respon dengan satu atau lebih
19
variabel bebas. Desain faktorial digunakan dalam percobaan untuk menentukan
secara simulasi efek dari beberapa faktor dan interaksinya yang signifikan.
Signifikan berarti perubahan dari level rendah ke level tinggi pada faktor-faktor
akan menyebabkan perubahan besar pada responnya (Bolton, 1990).
Desain faktorial dua level berarti ada dua faktor (misal A dan B) yang
masing-masing faktor diuji pada dua level yang berbeda, yaitu level rendah dan
level tinggi. Dengan desain faktorial dapat didesain suatu percobaan untuk
mengetahui faktor dominan yang berpengaruh secara signifikan terhadap suatu
respon. Desain faktorial dengan dua faktor dalam suatu percobaan memberikan
pertanyaan sebagai berikut :
1. Apakah faktor A memiliki pengaruh yang signifikan terhadap suatu
respon?
2. Apakah faktor B memiliki pengaruh yang signifikan terhadap suatu
respon?
3. Apakah interaksi faktor A dan B memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap suatu respon?
(Bolton, 1990)
Desain faktorial mengandung beberapa pengertian yaitu faktor, level,
efek dan respon. Faktor merupakan setiap besaran yang mempengaruhi respon
(Voigt, 1984). Level merupakan nilai atau tetapan untuk faktor. Pada percobaan
dengan desain faktorial perlu ditetapkan level yang diteliti yang meliputi level
rendah dan level tinggi (Bolton, 1990). Efek adalah perubahan respon yang
disebabkan variasi tingkat dari faktor. Efek faktor atau interaksi merupakan rata-
20
rata respon pada level tinggi dikurangi rata-rata respon pada level rendah. Respon
merupakan sifat atau hasil percobaan yang diamati. Respon yang diukur harus
dikuantitatifkan (Bolton, 1990).
Persamaan umum dari desain faktorial adalah sebagai berikut :
Y = b0 + b1X1 + b2X2 + b12X1X2 .......................................................... (1)
keterangan :Y = respon hasil atau sifat yang diamati
X1, X2 = level bagian A dan B
b0 = rata-rata dari semua percobaan
b1, b2, b12 = koefisien yang dihitung dari hasil percobaan
Pada desain faktorial dua level dan dua faktor diperlukan empat
percobaan (2n = 4, dengan 2 menunjukkan level dan n menunjukkan jumlah
faktor). Yaitu formula 1 untuk percobaan I, formula a untuk percobaan II, formula
b untuk percobaan III, dan formula ab untuk percobaan IV.
Tabel I. Rancangan percobaan desain faktorial dengan dua faktor dan dua level
Formula Faktor A Faktor B Interaksi 1 - - + a + - - b - + - ab + + +
Keterangan : Faktor A = Gliserin Faktor B = Polysorbate 80 Formula 1 = faktor A level rendah, faktor B level rendah Formula a = faktor A level tinggi, faktor B level rendah Formula b = faktor A level rendah, faktor B level tinggi Formula ab = faktor A level tinggi, faktor B level tinggi
21
Berdasarkan persamaan diatas, dengan substitusi secara matematis, dapat
dihitung besarnya efek masing-masing faktor, maupun efek interaksi dengan
menggunakan rumus :
1. Efek A =( ) ( )
2bab(1)a −+−
........................................................... (2)
2. Efek B = ( )( )
2aab(1)b −+−
......................................................... (3)
3. Efek interaksi A dan B = ( ) ( )
2a(1)bab −+−
............................... (4)
(Bolton, 1990)
Desain faktorial memiliki beberapa keuntungan. Metode ini memiliki
efisiensi yang maksimum untuk memperkirakan efek yang dominan dalam
menentukan respon. Keuntungan utama desain faktorial adalah bahwa metode ini
memungkinkan untuk mengidentifikasi efek masing-masing faktor, maupun efek
interaksi antar faktor. Metode ini ekonomis, dapat mengurangi jumlah penelitian
jika dibandingkan dengan meneliti dua efek faktor secara terpisah (Bolton, 1990).
Selain faktor dominan yang berpengaruh yang dapat diketahui dari metode ini,
dapat juga diketahui komposisi optimum melalui contour plot super imposed pada
level yang diteliti (Bolton, 1990).
K. Landasan Teori
Minyak kelapa telah digunakan secara turun-temurun untuk merawat
kulit agar tetap sehat dan awet muda. Virgin Coconut Oil (VCO) kini banyak
dijumpai di pasaran, baik dalam bentuk minyak maupun kapsul lunak yang
22
digunakan untuk menyembuhkan penyakit dan merawat kesehatan, termasuk juga
untuk merawat kulit. VCO merupakan minyak kelapa yang dibuat tanpa
pemanasan atau pemanasan terbatas sehingga menghasilkan minyak yang jernih
(bening) dan beraroma khas kelapa (Anonim, 2007a).
Indonesia yang merupakan negara tropis memiliki sebagian besar
masyarakat yang bermasalah dengan kulit kering. Masyarakat Indonesia yang
beraktivitas di luar ruangan akan selalu terpapar oleh sinar matahari yang dapat
membuat kulit menjadi kering. Masyarakat yang bekerja di dalam ruangan juga
dapat mengalami kulit kering karena pengaruh air conditioner (AC). Masyarakat
yang tinggal di daerah dingin juga dapat bermasalah dengan kulit kering. Banyak
masyarakat, khususnya wanita yang menggunakan pelembab yang ada di pasaran
untuk mengatasi dan mencegah kulit kering.
Kini VCO mulai menarik perhatian masyarakat karena dapat
melembutkan dan melembabkan kulit serta aman dalam penggunaannya. VCO
dapat diminum atau dioleskan langsung pada kulit. VCO yang langsung dioleskan
di kulit tentunya akan menimbulkan kesan yang tidak nyaman maka dibuat dalam
bentuk sediaan lotion yang akan memudahkan dalam pemakaiannya. Dipilih
bentuk sediaan lotion karena lotion lebih mudah diaplikasikan di kulit daripada
bentuk sediaan cair, krim, maupun padat. Lotion dibuat dalam bentuk emulsi tipe
O/W agar lotion mudah dicuci dengan air dan tidak menimbulkan kesan lengket di
kulit sehingga konsumen akan merasa nyaman menggunakan lotion VCO.
Polysorbate 80 dan gliserin digunakan sebagai emulsifying agent untuk
menyatukan fase air dan fase minyak. Polysorbate 80 dan gliserin larut dalam air,
23
tetapi dalam penelitian ini polysorbate 80 dicampur dalam fase minyak dan
gliserin dicampur dalam fase air. Polysorbate 80 dicampur dalam fase minyak
untuk menurunkan tegangan permukaan fase minyak. Gliserin yang dicampur
dalam fase air bertujuan untuk menurunkan tegangan permukaan fase air,
sehingga fase minyak dan fase air dapat saling campur. Gliserin selain sebagai
emulsifying agent juga merupakan moisturizer alami yang dapat mempertahankan
kandungan air di dalam stratum corneum sehingga efek moisturizing dari lotion
dapat diperkuat dengan adanya gliserin.
Optimasi formula lotion yang menggunakan emulsifying agent dengan
level yang berbeda ditentukan secara simulasi menggunakan metode desain
faktorial. Polysorbate 80 lebih bersifat sebagai emulsifying agent dan lebih kental
daripada gliserin sehingga diduga polysorbate 80 akan lebih dominan dalam
mempengaruhi sifat fisik lotion. Penentuan efek moisturizer dilakukan dengan
menggunakan metode sensory assessment. Metode sensory assessment yang
digunakan diharapkan dapat memberikan gambaran tentang efek moisturizer dan
kenyamanan lotion saat digunakan konsumen.
L. Hipotesis
Hipotesis yang hendak diuji dalam penelitian ini adalah diduga
ditemukan faktor yang dominan antara polysorbate 80, gliserin atau interaksi
keduanya dalam menentukan sifat fisik lotion VCO, serta diduga ditemukan area
komposisi polysorbate 80 dan gliserin yang optimum dalam menghasilkan lotion
VCO dengan sifat fisik yang dikehendaki.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian yang akan dilakukan termasuk dalam jenis penelitian
eksperimental murni menggunakan desain faktorial dengan dua faktor dan dua
level yang bersifat eksploratif, yaitu mencari komposisi emulsifying agent antara
polysorbate 80 dan gliserin dalam formula lotion Virgin Coconut Oil yang
optimum yang dapat berfungsi sebagai moisturizer dan dapat diterima masyarakat.
B. Identifikasi Variabel Penelitian
Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Variabel bebas
a. Gliserin, level rendah 24 gram dan level tinggi 40 gram.
b. Polysorbate 80, level rendah 20 gram dan level tinggi 32 gram.
2. Variabel tergantung
Sifat fisik lotion yang meliputi daya sebar, viskositas, perubahan viskositas,
dan stabilitas lotion setelah penyimpanan.
3. Variabel pengacau terkendali
Alat percobaan, wadah penyimpanan, letak lotion saat pengukuran daya sebar,
dan tinggi letak viscometer.
4. Variabel pengacau tak terkendali
Kecepatan dan lama pengadukan, suhu penyimpanan, dan kelembaban udara.
24
25
C. Definisi Operasional
1. Virgin Coconut Oil adalah minyak kelapa murni yang sebagian besar
merupakan minyak lemak jenuh dalam jumlah yang lebih tinggi daripada
minyak nabati lainnya dan mempunyai kandungan utama yang berupa asam
laurat.
2. Lotion adalah suatu sediaan topikal yang nonviscous yang dapat diaplikasikan
pada kulit yang berambut dan mempunyai daya sebar yang luas dengan
membentuk lapisan tipis pada kulit.
3. Moisturizer adalah produk emollient yang diformulasikan khusus sebagai krim
yang tidak berminyak dan lotion yang dapat melembabkan kulit kering.
4. Emulsifying agent merupakan suatu senyawa yang dapat menurunkan
tegangan permukaan yang berada di antara dua cairan yang tidak saling
campur sehingga salah satu cairan dapat terdispersi di dalam cairan yang
lainnya.
5. Sifat fisik lotion adalah parameter yang digunakan untuk mengetahui kualitas
fisik lotion yang dalam penelitian ini meliputi daya sebar, viskositas,
perubahan viskositas, dan stabilitas setelah penyimpanan selama 1 bulan.
6. Daya sebar yang optimum adalah daya sebar lotion dengan diameter
penyebaran dengan range diameter 7,5 cm sampai 8 cm setelah 1 gram lotion
diberi beban 125 gram dan didiamkan selama 1 menit.
7. Viskositas optimum adalah viskositas yang memudahkan lotion diisikan ke
dalam wadah, dikeluarkan dari wadah saat digunakan, dan memiliki daya
26
sebar yang baik saat diaplikasikan ke kulit. Viskositas yang optimum dalam
penelitian ini adalah berkisar antara 12 dPa.s sampai 17 dPa.s.
8. Perubahan viskositas optimum adalah selisih viskositas lotion setelah
disimpan selama 1 bulan (�2) pada suhu kamar dengan viskositas segera
setelah pembuatan yang telah dirata-rata (�1), dibandingkan dengan viskositas
segera setelah pembuatan adalah < 26% (Zatz, Berry, and Alderman, 1996).
Perubahan viskositas dihitung menurut rumus sebagai berikut :
100%�
�-�
1
12 ×=as� viskosit ...................................................................... (5)
9. Stabilitas lotion menunjukkan seberapa stabil lotion selama penyimpanan
dengan parameter stabilitas yang berupa ada tidaknya pemisahan fase selama
penyimpanan. Stabilitas lotion yang optimum dalam penelitian ini berkisar
antara 99,5% sampai 100%. Stabilitas lotion dihitung dengan rumus sebagai
berikut :
%100×−
−=mulamulalotionvolume
nkeharipadastabillotionvolumelotionstabilitas ................. (6)
10. Respon dalam penelitian ini merupakan perubahan sifat fisik lotion yang
berupa daya sebar, viskositas, perubahan viskositas, dan stabilitas lotion yang
diamati secara kuantitatif.
11. Faktor dalam penelitian ini adalah gliserin sebagai faktor pertama dan
polysorbate 80 sebagai faktor kedua yang memberi pengaruh terhadap respon.
12. Level dalam penelitian ini menggunakan dua level yaitu level rendah (24 gram
untuk gliserin dan 20 gram untuk polysorbate 80) dan level tinggi (40 gram
untuk gliserin dan 32 gram untuk polysorbate 80).
27
13. Efek adalah pengaruh perubahan faktor terhadap respon karena adanya variasi
level, dapat dihitung secara matematis berdasarkan rumus desain faktorial
dengan menghitung selisih rata-rata respon level tinggi dikurangi respon level
rendah.
14. Contur plot adalah grafik yang berasal dari persamaan desain faktorial yang
menunjukkan nilai respon sifat fisik lotion Virgin Coconut Oil.
15. Contour plot super imposed adalah grafik yang dapat memprediksi area
komposisi emulsifying agent yang optimum berdasarkan semua parameter
sifat fisik lotion Virgin Coconut Oil yang didapat dengan cara memplotkan
masing-masing contour plot sifat fisik lotion yang meliputi daya sebar,
viskositas, perubahan viskositas, dan stabilitas lotion.
16. Daerah optimum dalam penelitian ini adalah sifat fisik lotion yang meliputi
daya sebar lotion 7,5 cm sampai 8 cm, viskositas lotion 12 dPa.s sampai 17
dPa.s, dan stabilitas lotion 99,5% sampai 100% yang terdapat dalam daerah
pada contour plot super imposed.
D. Bahan dan Alat Penelitian
1. Bahan penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Virgin Coconut
Oil (VCO), gliserin (kualitas farmasetis), minyak lemon (kualitas farmasetis),
cetyl alcohol (kualitas farmasetis), polysorbate 80 (kualitas farmasetis),
nipagin (kualitas farmasetis), asam stearat (kualitas farmasetis), trietanolamin
(kualitas farmasetis), dan aquades.
28
2. Alat penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini mortir dan stamfer,
glasswares (PYREX-GERMANY), waterbath, termometer, timbangan
analitik (Precise 2000C – 2000D1), horizontal double plate, stopwatch
(Casio®), dan Viscometer seri VT 04 (RION-JAPAN).
E. Tata Cara Penelitian
1. Formula
Formula yang digunakan sebagai moisturizer lotion Virgin Coconut
Oil mengacu pada The Art, Science, and Technology of Pharmaceutical
Compounding, Second Edition (Allen, 2002) dengan formula sebagai berikut :
R/ A. Virgin Coconut Oil 30 ml
Polysorbate 80 1 ml
Glyceryl monostearate 1 ml
B. Gliserin 20 ml
Nipagin 1 ml
Minyak Mawar 2 ml
Aquades qs 100 ml
Formula setelah penyesuaian untuk 100 gram adalah sebagai berikut:
R/ A. Virgin Coconut Oil 27,6 g
Polysorbate 80 (5 – 8) g
B. Cetyl alcohol 1,6 g
Asam stearat 2,4 g
29
C. Gliserin (6 – 10) g
Trietanolamin 0,6 g
Nipagin 1,3 g
Minyak lemon 0,4 g
Aquades qs 20 g
Formula di atas dibuat lotion Virgin Coconut Oil yang mempunyai
efek moisturizer dengan emulsifying agent yang berupa gliserin dan
polysorbate 80. Level rendah gliserin adalah 6 gram dan level tinggi gliserin
adalah 10 gram. Level rendah polysorbate 80 adalah 5 gram dan level tinggi
polysorbate 80 adalah 8 gram. Penggunaan level rendah dan level tinggi
emulsifying agent berdasarkan pada survey pustaka dari Practical Cosmetic
Science (Young, 1972).
Berikut adalah rancangan desain faktorial gliserin dan polysorbate 80
yang digunakan dalam penelitian :
Tabel II. Rancangan desain faktorial gliserin dan polysorbate 80 Formula Gliserin (gram) Polysorbate 80 (gram)
1 6 5 a 10 5 b 6 8 ab 10 8
Formula yang dibuat dalam penelitian adalah empat kali formula
standar (400 gram). Masing-masing jumlah bahan yang digunakan untuk level
rendah level tinggi tercantum dalam tabel sebagai berikut :
30
Tabel III. Jumlah bahan yang digunakan Formula 1 a b ab
VCO (gram) 110,4 110,4 110,4 110,4 Gliserin (gram) 24 40 24 40 Minyak lemon (gram) 1,6 1,6 1,6 1,6 Cetyl alcohol (gram) 6,4 6,4 6,4 6,4 Polysorbate 80 (gram) 20 20 32 32 Nipagin (gram) 5,2 5,2 5,2 5,2 Asam stearat (gram) 9,6 9,6 9,6 9,6 TEA (gram) 2,4 2,4 2,4 2,4 Aquadest (gram) 80 80 80 80
2. Alur penelitian
a. Pembuatan lotion
Bagian A dipanaskan di atas waterbath hingga 50oC. Bagian B dipanaskan
di atas waterbath hingga 50oC. Bagian A dan B dicampur menjadi satu ke
dalam mortir hangat. Bagian C dipanaskan di atas waterbath hingga 50oC
kemudian dimasukkan ke dalam mortir yang sama disertai dengan
pengadukan yang kontinu dan konstan hingga terbentuk emulsi. Lalu
tambahkan aquades sedikit demi sedikit. Terakhir, tambahkan minyak
lemon.
b. Penentuan tipe emulsi lotion VCO
1) Sejumlah kecil emulsi diteteskan di atas permukaan air dan amati yang
terjadi. Jika emulsi menyebar dan bercampur dengan air menunjukkan
bahwa air merupakan fase eksternal dari emulsi tersebut.
2) Sejumlah kecil zat warna yang larut air diteteskan di dalam emulsi dan
amati yang terjadi. Jika zat warna menyebar di dalam emulsi
menunjukkan bahwa air merupakan fase eksternal.
31
3) Sejumlah kecil emulsi diteteskan di atas kertas saring yang bersih dan
amati yang terjadi. Jika tetesan emulsi menyebar dengan cepat
menunjukkan bahwa emulsi tersebut bertipe O/W.
c. Pengujian daya sebar
Uji daya sebar lotion dilakukan segera setelah pembuatan dengan cara
menimbang lotion seberat 1 gram, diletakkan di tengah horizontal double
plate. Di atas lotion diletakkan horizontal double plate lain dan pemberat
sehingga berat horizontal double plate dan pemberat 125 gram, didiamkan
selama 1 menit, kemudian dicatat diameter penyebarannya.
d. Pengujian viskositas
Pengukuran viskositas menggunakan alat Viscometer seri VT 04 (RION-
JAPAN) dengan cara : lotion dimasukkan dalam wadah dan dipasang pada
portable viscotester. Viskositas lotion diketahui dengan mengamati
gerakan jarum penunjuk viskositas. Uji ini dilakukan dua kali, yaitu (1)
segera setelah gel selesai dibuat dan (2) setelah disimpan selama 1 bulan.
e. Pengujian stabilitas
Lotion dimasukkan ke dalam tabung berskala. Amati pemisahan fase yang
terjadi pada hari ke-0, 1, 3, 5, 7, 14, 21, 28, dan 30.
f. Sensory assessment
Lotion dicobakan pada 29 sukarelawan dengan cara mengaplikasikan
sejumlah lotion (0,1 gram) pada permukaan kulit. Kemudian sukarelawan
memberikan penilaian terhadap masing-masing formula lotion berdasarkan
penilaian individu.
32
F. Analisis Data dan Optimasi
Data yang terkumpul berdasarkan uji sifat fisik yang meliputi daya sebar,
viskositas, perubahan viskositas, dan stabilitas lotion kemudian dianalisis dan
diinterpretasikan dengan tahap-tahap sebagai berikut :
1. Menghitung daya sebar lotion dengan mengukur diameter rata-ratanya.
2. Menghitung viskositas lotion.
3. Menghitung perubahan viskositas dengan menggunakan rumus pada
persamaan (5).
4. Menghitung stabilitas lotion dengan menggunakan rumus pada persamaan (6).
5. Menentukan faktor dominan dalam menentukan respon sifat fisik dengan
mempertimbangkan 2 hal sebagai berikut :
a. Perhitungan efek rata-rata untuk tiap faktor dan interaksi berdasarkan
persamaan (2), (3), dan (4).
b. Interpretasi grafik hubungan respon-gliserin dan grafik hubungan respon-
polysorbate 80.
6. Membuat persamaan desain faktorial dengan menggunakan rumus pada
persamaan (1).
7. Membuat grafik contour plot untuk tiap-tiap respon.
8. Membuat grafik contour plot super imposed untuk menentukan daerah
optimum.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pembuatan Lotion Virgin Coconut Oil
Lotion Virgin Coconut Oil (VCO) yang dibuat merupakan emulsi dengan
tipe O/W, di mana fase minyak terdispersi dalam fase air. Lotion ini dibuat untuk
mendapatkan efek moisturizing dari VCO sebagai zat aktifnya yang efeknya
diperkuat dengan adanya gliserin sebagai moisturizer alami.
Pembuatan lotion diawali dengan memanaskan tiap-tiap fase di atas
waterbath hingga mencapai suhu sekitar 50°C. Cetyl alcohol dan asam stearat
yang berwujud padatan dilelehkan di atas waterbath bersuhu 50°C. Fase minyak
lain yang berupa VCO dan polysorbate 80 dipanaskan hingga 50°C dan dicampur
ke dalam lelehan cetyl alcohol-asam stearat di dalam mortir hangat. Fase air yang
berupa gliserin, trietanolamin dan nipagin yang telah dilarutkan dengan sebagian
aquades dipanaskan hingga 50°C kemudian dicampur dengan fase minyak di
dalam mortir dengan disertai pengadukan yang konsisten hingga terbentuk emulsi.
Setelah emulsi dingin, ditambahkan sisa aquades dengan tetap dilakukan
pengadukan. Pada tahap akhir ditambahkan minyak lemon sebagi parfum sebelum
sediaan dikemas dan diuji secara fisik.
Emulsifying agent yang digunakan dalam formula lotion VCO ini adalah
polysorbate 80, gliserin, dan asam stearat. Polysorbate 80 merupakan emulsifier
nonionik yang bersifat hidrofilik. Polysorbate 80 dicampur dalam fase minyak
untuk menurunkan tegangan permukaan fase minyak. Gliserin dalam formula ini f
33
34
mempunyai fungsi ganda yaitu sebagai moisturizer alami (fungsi utama) dan
emulsifying agent. Gliserin dicampur dalam fase air untuk menurunkan tegangan
permukaan fase air. Dengan turunnya tegangan permukaan dari tiap-tiap fase
maka fase minyak yang jumlahnya lebih sedikit dari fase air akan terdispersi di
dalam fase air. Pengadukan akan membantu proses dispersi dengan memperkecil
ukuran droplet fase dispers (VCO) sehingga fase dispers dapat terdispersi ke
dalam medium dispers.
Cetyl alcohol dan asam stearat yang berupa padatan harus dilelehkan
terlebih dahulu agar dapat bercampur dengan fase minyak lain yang berupa cairan.
Dalam formula ini, cetyl alcohol berfungsi sebagai thickening agent sehingga
dengan meningkatnya viskositas medium dispers maka terjadinya gerak Brown
dari fase dispers dapat dikurangi (Rawlings, 2002). Jumlah cetyl alcohol yang
digunakan dalam formula ini (1,6%) dianggap sudah optimum untuk dapat
meningkatkan viskositas dari jumlah cetyl alcohol yang biasa digunakan dalam
lotion yaitu 0,5-10% (Young, 1972).
Dalam formula ini, asam stearat di gunakan sebagai emulsifying agent
pendukung. Emulsifying agent utama yang berupa polysorbate 80 dan gliserin
dioptimasi untuk mendapatkan efek maksimum, sedangkan asam stearat yang
digunakan (2,4%) dianggap sudah optimum dari jumlah asam stearat yang biasa
digunakan dalam lotion yaitu 1-5% (Young, 1972). Asam stearat akan
menimbulkan reaksi penyabunan dengan adanya trietanolamin dari fase air
dengan membentuk sabun stearat. Fungsi dari adanya trietanolamin yang bersifat
basa adalah untuk menetralkan emulsi dari suasana asam yang berasal dari asam
35
stearat. Sabun stearat ini berfungsi sebagai emulsifying agent yang akan
mengemulsikan VCO. Dengan adanya pengadukan yang memperkecil ukuran
droplet VCO maka sabun stearat akan menyelubungi droplet VCO sehingga dapat
terdispersi ke dalam medium dispers.
Pengadukan menggunakan mortir dan stamfer hangat ditujukan untuk
mencegah terjadinya penurunan suhu yang mendadak. Jika terjadi perubahan suhu
yang mendadak maka emulsi akan sulit terbentuk karena cetyl alcohol atau dan
asam stearat yang segera membeku jika langsung mengalami penurunan suhu
yang mendadak.
Aquades yang digunakan tidak dipanaskan (suhu kamar) sehingga
penambahan aquades dilakukan saat emulsi sudah dalam keadaan dingin. Hal ini
dilakukan agar tidak terjadi pemisahan fase emulsi karena penambahan aquades
yang berbeda suhu. Minyak lemon ditambahkan di akhir proses agar minyak
lemon tidak banyak menguap sehingga efek harum yang diinginkan dapat dicapai.
B. Penentuan Tipe Emulsi Lotion Virgin Coconut Oil
Lotion VCO yang diaplikasikan di kulit harus dapat menjamin
kenyamanan saat pemakaian. Tipe emulsi yang nyaman untuk digunakan adalah
emulsi tipe O/W, di mana fase minyak terdispersi di dalam fase air sehingga tidak
terasa lengket saat digunakan dan mudah dicuci dengan air.
Pada emulsi tipe O/W, fase air bertindak sebagai fase eksternal yang
kontak dengan kulit sehingga kulit tidak akan terasa lengket. Fase minyak yang
berupa VCO bertindak sebagai fase internal yang akan masuk ke dalam stratum
36
corneum melalui pori-pori kulit untuk mempertahankan kandungan air agar tidak
cepat hilang. Emulsi tipe O/W mudah dicuci dengan air karena fase eksternal
menjadi lebih banyak sehingga emulsi lebih mudah menyebar karena viskositas
emulsi menurun dan akhirnya emulsi mudah dihilangkan dari kulit.
Penentuan tipe emulsi dilakukan dengan menggunakan 3 macam cara
yaitu :
1. Menambahkan fase eksternal secara berlebih
Tiap-tiap formula lotion VCO diteteskan di atas permukaan air yang
merupakan fase eksternal secara berlebih. Hasil penelitian dapat dilihat pada
gambar berikut :
(formula 1) (formula a)
(formula b) (formula ab)
Gambar 8. Gambar penampilan fisik lotion VCO setelah ditambah dengan fase eksternal berlebih
37
Lotion VCO dari tiap formula menyebar dan bercampur dengan air
yang menunjukkan bahwa fase eksternal lotion VCO berupa air (gambar 8).
Lotion dapat menyebar karena jumlah fase eksternal bertambah banyak
sehingga viskositas menurun. Penentuan tipe emulsi dengan menggunakan
fase eksternal secara berlebih memberikan hasil bahwa lotion VCO yang
dibuat merupakan emulsi tipe O/W.
2. Menggunakan zat warna yang larut dalam fase eksternal
Tiap-tiap formula lotion VCO diberi zat warna yang larut dalam fase
eksternal. Dalam penelitian digunakan methylene blue yang larut dalam air.
Hasil penelitian dapat dilihat pada gambar berikut :
(formula 1) (formula a)
(formula b) (formula ab)
Gambar 9. Gambar penampilan fisik lotion VCO setelah ditambah dengan zat warna yang larut dalam fase eksternal
38
Methylene blue yang digunakan sebagai zat warna yang larut dalam
fase eksternal dapat menyebar pada tiap formula lotion VCO (gambar 9).
Penentuan tipe emulsi dengan menggunakan zat warna yang larut dalam fase
eksternal memberikan hasil bahwa lotion VCO yang dibuat merupakan emulsi
tipe O/W.
3. Menggunakan kertas saring
Tiap-tiap formula lotion VCO diteteskan pada kertas saring yang
bersih untuk melihat kecepatan penyebaran lotion dan noda yang ditinggalkan
setelah lotion kering. Hasil penelitian dapat dilihat pada gambar berikut :
(formula 1) (formula a)
(formula b) (formula ab)
Gambar 10. Gambar kertas saring yang telah dikeringkan setelah diteteskan dengan lotion VCO
Kertas saring tidak meninggalkan noda minyak yang berasal dari tiap
formula lotion VCO (gambar 10) yang menunjukkan bahwa lotion yang dibuat
39
mempunyai fase eksternal yang berupa air yang tidak akan meninggalkan
noda minyak pada kertas saring. Saat lotion diteteskan pada kertas saring,
lotion segera menyebar ke sekeliling kertas saring tempat lotion diteteskan.
Hal ini juga menunjukkan bahwa lotion yang dibuat mempunyai fase luar
yang berupa air yang viskositasnya lebih kecil daripada minyak sehingga akan
lebih mudah menyebar daripada minyak. Penentuan tipe emulsi dengan
menggunakan kertas saring memberikan hasil bahwa lotion VCO yang dibuat
merupakan emulsi tipe O/W.
C. Sifat Fisik dan Stabilitas Lotion Virgin Coconut Oil
Lotion yang baik harus memenuhi sifat fisik dan stabilitas lotion yang
baik. Parameter sifat fisik lotion dilihat dari daya sebar dan viskositas lotion
setelah pembuatan. Sementara itu, parameter stabilitas lotion dilihat dari
perubahan viskositas dan stabilitas lotion setelah disimpan selama satu bulan.
Masa satu bulan diasumsikan sebagai masa pemakaian rata-rata suatu lotion oleh
konsumen.
Parameter kemudahan lotion dalam diaplikasikan di kulit adalah daya
sebar yang sangat berhubungan erat dengan viskositas lotion. Daya sebar lotion
diukur dengan menggunakan 1 gram lotion yang diletakkan di tengah kaca bulat
kemudian ditimpa dengan kaca bulat lain dan diberi beban hingga 125 gram.
Setelah didiamkan selama 1 menit, diameter rata-rata yang terbentuk dari hasil
penyebaran lotion diasumsikan sebagai panjangnya daya sebar gel yang
menunjukkan penyebaran lotion saat diaplikasikan di kulit (Garg et al., 2002).
40
Viskositas lotion diukur dengan menggunakan viscometer RION seri VT
04. Viskositas lotion dilihat dari skala yang tertera pada alat. Pengukuran
viskositas yang dilakukan untuk mengetahui kekentalan lotion ini dilakukan dua
kali yaitu segera setelah dibuat dan setelah lotion disimpan selama satu bulan.
Pengukuran viskositas setelah penyimpanan satu bulan dilakukan untuk
mengetahui perubahan viskositas yang terjadi. Selain perubahan viskositas selama
penyimpanan, dilihat juga pemisahan emulsi yang terjadi. Perubahan viskositas
dan pemisahan fase emulsi merupakan indikator ketidakstabilan sediaan selama
penyimpanan. Penurunan viskositas berarti viskositas menjadi lebih kecil dan
daya sebar akan menjadi lebih besar. Hal ini dikarenakan viskositas berbanding
terbalik dengan daya sebar. Semakin kecil viskositas sediaan maka daya sebar
akan semakin besar, demikian pula sebaliknya (Garg et al., 2002).
Lotion yang stabil idealnya tidak mengalami perubahan viskositas dan
pemisahan fase emulsi. Namun mengingat emulsi merupakan sistem yang tidak
stabil secara termodinamika (Allen, 2002), maka perlu untuk mengetahui seberapa
besar perubahan viskositas dan pemisahan fase emulsi yang terjadi yang masih
bisa ditoleransi dan dapat diterima konsumen.
Berikut ini merupakan data hasil pengukuran sifat fisik dan stabilitas
lotion dalam penelitian :
Tabel IV . Hasil pengukuran sifat fisik lotion VCO
Formula Daya sebar (cm)
Viskositas (dPa.s) � viskositas (%) Stabilitas
lotion (%) 1 8,12 ± 0,27 11,27 ± 0,47 30,03 ± 2,06 99,39 ± 1,21 a 7,67 ± 0,14 12,20 ± 0,87 25 ± 3,54 99,93 ± 0,15 b 6,75 ± 0,10 34,06 ± 0,77 33,94 ± 7,61 99,54 ± 0,92 ab 6,83 ± 0,16 24,79 ± 1,02 39,36 ± 3,62 98,30 ± 2,18
41
Berdasarkan data dari tabel IV, dapat dilihat bahwa tiap formula
memberikan respon yang berbeda-beda terhadap daya sebar, viskositas, perubahan
viskositas, dan stabilitas lotion. Formula lotion dengan polysorbate 80 level
rendah mempunyai daya sebar yang lebih besar dan viskositas yang lebih kecil
daripada formula lotion yang menggunakan polysorbate 80 level tinggi. Hal ini
sesuai dengan teori bahwa daya sebar dan viskositas mempunyai hubungan yang
berbanding terbalik. Perubahan viskositas yang paling rendah dan stabilitas emulsi
yang paling tinggi terjadi pada formula a yang menggunakan gliserin level tinggi
dan polysorbate 80 level rendah. Berdasarkan data tersebut, dapat diketahui
bahwa formula a merupakan formula lotion yang paling stabil daripada formula
lotion yang lain.
Data yang diperoleh dari uji sifat fisik lotion kemudian diolah
menggunakan desain faktorial untuk mengetahui faktor yang paling dominan
dalam menentukan sifat fisik dan stabilitas lotion. Hasil perhitungannya tercantum
dalam tabel berikut :
Tabel V . Hasil perhitungan efek untuk tiap faktor dan interaksi
Efek Daya sebar Viskositas � viskositas Stabilitas lotion
Gliserin |-0,18| |-4,17| 0,19 |-0,35| Polysorbate 80 |-1,10| 17,70 9,14 |-0,74|
Interaksi 0,27 |-5,10| 5,22 |-0,89|
1. Daya Sebar
Efek masing-masing faktor dan interaksinya terhadap daya sebar
lotion dapat dilihat pada tabel V. Hasil perhitungan dengan desain faktorial
menunjukkan bahwa besarnya efek gliserin terhadap daya sebar adalah |-0,18|;
42
efek polysorbate 80 adalah |-1,10|; dan efek interaksinya sebesar 0,27.
Berdasarkan hasil tersebut diketahui bahwa polysorbate 80 diprediksi
mempunyai efek yang paling dominan terhadap daya sebar lotion daripada
gliserin dan interaksi keduanya. Gliserin bernilai negatif yang berarti bahwa
adanya gliserin dalam lotion akan menurunkan daya sebar lotion. Demikian
juga dengan polysorbate 80 yang bernilai negatif yang berarti bahwa adanya
polysorbate 80 akan menurunkan daya sebar lotion. Interaksi gliserin dengan
polysorbate 80 bernilai positif yang berarti interaksi kedua faktor tersebut
akan meningkatkan daya sebar lotion.
Daya sebar lotion lebih dipengaruhi oleh polysorbate 80 dikarenakan
polysorbate 80 lebih berperan sebagai emulsifying agent daripada gliserin.
Secara fisik, polysorbate 80 juga lebih kental daripada gliserin sehingga
polysorbate 80 lebih berpengaruh terhadap viskositas lotion. Lotion dengan
viskositas besar mempunyai daya sebar yang kecil.
Hubungan pengaruh peningkatan level gliserin dan polysorbate 80
terhadap daya sebar lotion, dapat dilihat pada grafik berikut :
level rendah
polysorbate 80
level tinggi polysorbate
80
6
6.5
7
7.5
8
8.5
9
20 24 28 32 36 40 44
Gliserin (gram)
Day
a se
bar
(cm
)
level rendah gliserin
level tinggi gliserin
6
6.5
7
7.5
8
8.5
9
17 20 23 26 29 32 35
Polysorbate 80 (gram)
Day
a se
bar
(cm
)
(11a) (11b)
Gambar 11. Grafik hubungan antara daya sebar-gliserin (11a) dan grafik hubungan antara daya sebar-polysorbate 80 (11b)
43
Peningkatan level gliserin akan mempengaruhi daya sebar lotion.
Peningkatan level gliserin pada penggunaan polysorbate 80 level rendah akan
menurunkan daya sebar lotion. Sedangkan peningkatan level gliserin pada
penggunaan polysorbate 80 level tinggi akan meningkatkan daya sebar lotion
(gambar 11a).
Peningkatan level polysorbate 80 akan mempengaruhi daya sebar
lotion. Peningkatan level polysorbate 80 pada penggunaan gliserin level
rendah dan level tinggi akan menurunkan daya sebar lotion. Akan tetapi
penurunan daya sebar lotion pada penggunaan gliserin level rendah lebih besar
daripada gliserin level tinggi (gambar 11b).
Adanya interaksi gliserin dengan polysorbate 80 yang ditunjukkan
dengan garis yang tidak sejajar (gambar 11a dan 11b). Efek daya sebar yang
diprediksi didominasi oleh polysorbate 80 bernilai negatif, maka jika
diinginkan daya sebar yang lebih besar dapat dilakukan dengan menurunkan
level gliserin. Level polysorbate 80 tidak diturunkan atau dinaikkan karena
polysorbate 80 merupakan faktor dominan yang akan sangat mempengaruhi
daya sebar sehingga dengan sedikit saja perubahan level polysorbate 80 akan
mempengaruhi daya sebar.
2. Viskositas
Efek masing-masing faktor dan interaksinya terhadap viskositas
lotion dapat dilihat pada tabel V. Hasil perhitungan dengan desain faktorial
menunjukkan bahwa besarnya efek gliserin terhadap viskositas lotion sebesar
|-4,17|; efek polysorbate 80 sebesar 17,7 ; dan efek interaksi keduanya sebesar
44
|-5,10|. Berdasarkan hasil tersebut diketahui bahwa polysorbate 80 dipredikasi
mempunyai pengaruh yang lebih dominan terhadap viskositas lotion daripada
gliserin dan interaksi keduanya.
Polysorbate 80 yang bernilai positif menunjukkan bahwa adanya
polysorbate 80 akan meningkatkan viskositas lotion. Gliserin dan interaksi
antara polysorbate 80 dengan gliserin bernilai negatif yang menunjukkan
bahwa gliserin dan interaksi polysorbate 80 dengan gliserin akan menurunkan
viskositas lotion.
Hubungan pengaruh peningkatan level gliserin dan polysorbate 80
terhadap viskositas lotion, dapat dilihat pada grafik berikut :
level rendah
polysorbate 80
level tinggi polysorbate
80
5
10
15
20
25
30
35
40
20 24 28 32 36 40 44
Gliserin (gram)
Vis
kosi
tas
(dP
a.s)
level rendah gliserin
level tinggi gliserin
5
10
15
20
25
30
35
40
17 20 23 26 29 32 35
Polysorbate 80 (gram)
Vis
kosi
tas
(dP
a.s)
(12a) (12b)
Gambar 12. Grafik hubungan antara viskositas-gliserin (12a) dan grafik hubungan antara viskositas-polysorbate 80 (12b)
Peningkatan level gliserin akan mempengaruhi viskositas lotion.
Peningkatan level gliserin pada penggunaan polysorbate 80 level rendah akan
meningkatkan viskositas lotion. Sedangkan peningkatan level gliserin pada
penggunaan polysorbate 80 level tinggi akan menurunkan viskositas lotion
(gambar 12a).
45
Peningkatan level polysorbate 80 akan mempengaruhi viskositas
lotion. Peningkatan level polysorbate 80 pada penggunaan gliserin level
rendah dan gliserin level tinggi akan meningkatkan viskositas lotion.
Peningkatan viskositas lotion dengan menggunakan gliserin level rendah lebih
besar daripada gliserin level tinggi (gambar 12b).
Penggunaan gliserin dapat menurunkan viskositas sedangkan
penggunaan polysorbate 80 dapat meningkatkan viskositas lotion. Hal ini
dapat disebabkan karena fungsi utama dari gliserin yang merupakan
moisturizer alami yang dapat menarik kelembaban udara di sekitarnya
sehingga dengan adanya gliserin akan membuat sistem menjadi lebih
higroskopis. Sehingga dengan semakin banyak air yang berasal dari gliserin
(fase eksternal bertambah), maka viskositas sistem akan turun.
Adanya interaksi gliserin dengan polysorbate 80 yang ditunjukkan
dengan garis yang tidak sejajar (gambar 12a dan 12b). Efek viskositas lotion
yang diprediksi didominasi oleh polysorbate 80 bernilai positif, maka jika
diinginkan viskositas lotion yang tinggi dapat dilakukan dengan mengurangi
level gliserin yang digunakan. Level polysorbate 80 tidak diturunkan atau
dinaikkan karena polysorbate 80 merupakan faktor dominan yang
mempengaruhi viskositas sehingga dengan sedikit saja perubahan level
polysorbate 80 akan mempengaruhi viskositas.
46
3. Perubahan Viskositas
Efek masing-masing faktor dan interaksinya terhadap perubahan
viskositas lotion dapat dilihat pada tabel V. Hasil perhitungan dengan desain
faktorial menunjukkan bahwa besarnya efek gliserin terhadap perubahan
viskositas lotion sebesar 0,19 ; efek polysorbate 80 sebesar 9,14 ; dan efek
interaksi keduanya sebesar 5,22. Berdasarkan hasil tersebut diketahui bahwa
polysorbate 80 diprediksi mempunyai pengaruh yang lebih dominan terhadap
perubahan viskositas lotion daripada gliserin dan interaksi keduanya. Gliserin,
polysorbate 80, dan interaksi keduanya bernilai positif yang menunjukkan
bahwa adanya gliserin, polysorbate 80, dan interaksi keduanya akan
meningkatkan perubahan viskositas lotion selama penyimpanan.
Polysorbate 80 lebih dominan dalam mempengaruhi perubahan
viskositas dikarenakan polysorbate 80 lebih berperan emulsifying agent
daripada gliserin yang secara tidak langsung akan mempengaruhi viskositas
sistem. Selama masa penyimpanan, gliserin akan cenderung menarik
kelembaban dari lingkungan sehingga kandungan air dalam sistem meningkat.
Dengan meningkatnya kandungan air dalam sistem sedangkan air merupakan
fase eksternal maka fase eksternal akan bertambah banyak yang akan
menurunkan viskositas sistem. Viskositas yang menurun selama penyimpanan
akan memperbesar terjadinya perubahan viskositas sistem yang pada akhirnya
akan mempengaruhi stabilitas lotion.
Hubungan pengaruh peningkatan level gliserin dan polysorbate 80
terhadap viskositas lotion, dapat dilihat pada grafik berikut :
47
level rendah
polysorbate 80
level tinggi polysorbate
80
22
26
30
34
38
42
20 24 28 32 36 40 44
Gliserin (gram)
Per
ub
ahan
vis
kosi
tas
(%)
level rendah gliserin
level tinggi gliserin
22
26
30
34
38
42
17 20 23 26 29 32 35
Polysorbate 80 (gram)
Per
ub
ahan
vis
kosi
tas
(%)
(13a) (13b) Gambar 13. Grafik hubungan antara perubahan viskositas-gliserin (13a) dan
grafik hubungan antara perubahan viskositas-polysorbate 80 (13b)
Peningkatan level gliserin akan mempengaruhi perubahan viskositas
lotion. Peningkatan level gliserin pada penggunaan polysorbate 80 level
rendah akan menurunkan perubahan viskositas lotion. Sedangkan peningkatan
level gliserin pada penggunaan polysorbate 80 level tinggi akan meningkatkan
perubahan viskositas lotion (gambar 13a).
Peningkatan level polysorbate 80 akan mempengaruhi perubahan
viskositas lotion. Peningkatan level polysorbate 80 pada penggunaan gliserin
level rendah dan gliserin level tinggi akan meningkatkan perubahan viskositas
lotion. Peningkatan perubahan viskositas lotion yang lebih besar terjadi jika
menggunakan gliserin level tinggi (gambar 13b).
Adanya interaksi gliserin dengan polysorbate 80 yang ditunjukkan
dengan garis yang tidak sejajar (gambar 13a dan 13b). Efek perubahan
viskositas lotion yang diprediksi didominasi oleh polysorbate 80 bernilai
positif, maka jika ingin menurunkan perubahan viskositas lotion dapat
48
dilakukan dengan menurunkan level gliserin yang digunakan tanpa mengubah
level polysorbate 80 yang digunakan.
4. Stabilitas Lotion
Efek masing-masing faktor dan interaksinya terhadap perubahan
viskositas lotion dapat dilihat pada tabel V. Hasil perhitungan dengan desain
faktorial menunjukkan bahwa besarnya efek gliserin terhadap stabilitas lotion
sebesar |-0,35|; efek polysorbate 80 sebesar |-0,74|; dan efek interaksi
keduanya sebesar |-0,89|. Berdasarkan hasil tersebut diketahui bahwa interaksi
antara gliserin dengan polysorbate 80 diprediksi mempunyai pengaruh yang
lebih dominan terhadap stabilitas lotion daripada gliserin dan polysorbate 80.
Gliserin, polysorbate 80, dan interaksi keduanya bernialai negatif
yang menunjukkan bahwa adanya gliserin, polysorbate 80, dan interaksi
keduanya akan menurunkan stabilitas lotion selama penyimpanan. Efek
stabilitas lotion didominasi oleh interaksi antara gliserin dengan polysorbate
80 yang bernilai negatif.
Untuk melihat hubungan pengaruh peningkatan level gliserin dan
polysorbate 80 terhadap viskositas lotion, dapat dilihat pada grafik berikut :
49
level rendah
polysorbate 80
level tinggi polysorbate
80
98
98.4
98.8
99.2
99.6
100
100.4
100.8
20 24 28 32 36 40 44
Gliserin (gram)
Sta
bili
tas
loti
on
(%
)
level rendah gliserin
level tinggi gliserin
98
98.4
98.8
99.2
99.6
100
100.4
100.8
17 20 23 26 29 32 35
Polysorbate 80 (gram)
Sta
bili
tas
loti
on
(%
)
(14a) (14b)
Gambar 14. Grafik hubungan antara stabilitas lotion-gliserin (14a) dan grafik hubungan antara stabilitas lotion-polysorbate 80 (14b)
Peningkatan level gliserin akan mempengaruhi stabilitas lotion.
Peningkatan level gliserin pada penggunaan polysorbate 80 level rendah akan
meningkatkan stabilitas lotion. Sedangkan peningkatan level gliserin pada
penggunaan polysorbate 80 level tinggi akan menurunkan stabilitas lotion
(gambar 14a).
Peningkatan level polysorbate 80 akan mempengaruhi stabilitas lotion.
Peningkatan level polysorbate 80 pada penggunaan gliserin level rendah akan
meningkatkan stabilitas lotion. Peningkatan level polysorbate 80 pada
penggunaan gliserin level tinggi akan menurunkan stabilitas lotion (gambar 14b).
D. Optimasi Formula
Optimasi formula dilakukan untuk mendapatkan formula yang optimum,
di mana formula tersebut memiliki sifat fisik yang diharapkan. Sifat fisik yang
diharapkan adalah mampu memenuhi kemampuan spreadability fomula lotion.
Spreadabilty lotion menggambarkan sifat fisik lotion yang dapat dilihat dari daya
50
sebar dan viskositas lotion. Daya sebar mempengaruhi pemerataan sediaan saat
diaplikasikan di kulit. Viskositas yang terlalu tinggi dapat mempersulit
pengemasan dan pengeluaran sediaan dari kemasannya. Perubahan viskositas dan
stabilitas lotion berhubungan dengan kestabilan sediaan. Lotion dengan daya sebar
baik, viskositas yang cukup, pergeseran viskositas seminimal mungkin, dan
stabilitas lotion semaksimal mungkin diharapkan didapat dari hasil optim
3asi.
Hasil pengukuran sifat fisik lotion yang berupa daya sebar, viskositas,
perubahan viskositas, dan stabilitas lotion dapat dibuat contour plot. Contour plot
dibuat berdasarkan hasil perhitungan persamaan desain faktorial. Contour plot
masing-masing uji sifat fisik dapat ditentukan area optimum untuk mendapatkan
respon yang dikehendaki. Area tersebut digabungkan dalam contour plot super
imposed untuk kemudian ditentukan area komposisi optimum lotion berdasarkan
emulsifying agent yang digunakan.
1. Daya Sebar
Daya sebar merupakan parameter kemudahan lotion dalam
diaplikasikan di kulit. Lotion diharapkan mempunyai daya sebar yang baik
yang dapat menjamin lotion mudah diaplikasikan di kulit. Persamaan desain
faktorial untuk daya sebar lotion Virgin Coconut Oil adalah Y = 12,4028 -
(0,1806X1) - (0,0837X2) + (0,0028X1X2). Persamaan ini dapat dibuat contour
plot sebagai berikut :
51
Gambar 15. Contour plot daya sebar lotion
Berdasarkan contour plot daya sebar lotion dapat dilihat area
komposisi optimum lotion untuk mendapatkan respon daya sebar yang
dikehendaki yaitu 7,5 cm sampai 8 cm. Pemilihan diameter daya sebar
optimum ini didasarkan pada sensory assessment yang lebih menyukai
formula a di mana diameter rata-rata formula a sebesar 7,6667 cm dan berada
dalam rentang daya sebar yang optimum. Daya sebar 7,5 cm sampai 8 cm
diharapkan memberikan kemudahan saat diaplikasikan dan nyaman seperti
yang diinginkan konsumen.
2. Viskositas
Viskositas lotion yang dikehendaki adalah cukup yang berarti
viskositas tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil. Viskositas yang terlalu
besar akan menyulitkan pengemasan, pengeluaran sediaan dari kemasan, dan
mempersulit pemerataan sediaan saat diaplikasikan di kulit. Viskositas yang
terlalu kecil akan merepotkan konsumen karena sediaan terlalu cair sehingga
sediaan banyak yang terbuang.
52
Persamaan desain faktorial untuk viskositas lotion Virgin Coconut
Oil adalah Y = - 53,6368 + (3,1752X1) + (1,1213X2) - (0,0531X1X2).
Persamaan ini dapat dibuat contour plot sebagai berikut :
Gambar 16. Contour plot viskositas lotion
Berdasarkan contour plot viskositas lotion dapat dilihat area
komposisi optimum lotion untuk mendapatkan respon viskositas yang
dikehendaki yaitu 12 dPa.s sampai 17 dPa.s. Rentang viskositas 12 dPa.s
sampai 17 dPa.s dipilih berdasarkan pada sensory assessment yang lebih
menyukai formula a dengan viskositas rata-rata sebesar 12,2 dPa.s yang
berada dalam rentang viskositas yang digunakan, sehingga rentang viskositas
yang dipilih dianggap sebagai viskositas lotion yang optimum.
3. Perubahan Viskositas
Perubahan viskositas lotion berhubungan dengan kestabilan lotion
sehingga untuk mendapatkan lotion yang dapat diterima konsumen maka
lotion harus mempunyai perubahan viskositas yang seminimal mungkin.
Persamaan desain faktorial untuk perubahan viskositas lotion Virgin Coconut
53
Oil adalah Y = 57,1633 - (0,9795X1) - (1,4025X2) + (0,0544X1X2). Persamaan
tersebut dapat dibuat contour plot sebagai berikut :
Gambar 17. Contour plot perubahan viskositas lotion
Berdasarkan contour plot perubahan viskositas lotion dapat dilihat
area komposisi optimum lotion untuk mendapatkan respon perubahan
viskositas yang dikehendaki yaitu tidak terlalu besar karena perubahan
viskositas menentukan kestabilan lotion selama penyimpanan.
Menurut Zatz et al. (1996), emulsi yang mengandung 1% emulsifier
dan 1 % CMC (Carboxymethylcellulose), viskositasnya sebesar 780 mPa.s
pada waktu 1 minggu setelah pembuatan. Setelah penyimpanan selama 448
hari viskositas emulsi tersebut turun sepersepuluh kalinya. Umumnya
penyimpanan selama 2 bulan pada suhu 40°C menyebabkan perubahan
sebesar 15% atau lebih.
Lotion dalam penelitian mempunyai viskositas rata-rata kurang dari
50 dPa.s yang lebih kental daripada 780 mPa.s yang diharapkan mempunyai
perubahan viskositas kurang dari 15%. Perubahan viskositas yang kecil ini
54
dikarenakan nilai viskositas lotion dalam penelitian lebih besar dari perubahan
viskositas emulsi yang diungkapkan Zatz et al., yang dapat memperkecil
kemungkinan terjadinya gerak Brown. Semakin kecil gerak Brown yang
terjadi maka perubahan viskositas yang terjadi akan semakin kecil, akan tetapi
perubahan viskositas yang terjadi dalam penelitian ini lebih besar dari 15%.
Sensory assessment menunjukkan formula a dengan perubahan
viskositas lotion rata-rata sebesar 25% lebih disukai daripada formula yang
lain. Dengan perubahan viskositas sebesar 25%, lotion masih dapat diterima
konsumen maka perubahan viskositas lotion yang dianggap optimum adalah
kurang dari 26%.
4. Stabilitas Lotion
Stabilitas lotion juga berhubungan dengan kestabilan sediaan
sehingga untuk mendapatkan lotion yang dapat diterima konsumen maka
lotion harus mempunyai stabilitas lotion yang semaksimal mungkin.
Persamaan desain faktorial untuk stabilitas lotion Virgin Coconut Oil adalah
Y = 93,8920 - (0,2346X1) + (0,2187X2) - (0,0093X1X2). Persamaan tersebut
dapat dibuat contour plot sebagai berikut :
55
Gambar 18. Contour plot stabilitas lotion
Berdasarkan contour plot stabilitas lotion dapat dilihat area
komposisi optimum lotion untuk mendapatkan respon stabilitas lotion yang
dikehendaki yaitu tidak terlalu kecil karena semakin besar stabilitas lotion (�
100%) maka lotion akan semakin stabil. Rentang stabilitas lotion 99,5%
sampai 100% dipilih sebagai rentang yang optimum berdasarkan pada sensory
assessment yang lebih menyukai formula a di mana stabilitas lotion rata-
ratanya sebesar 99,9259%.
5. Contour Plot Super Imposed
Formula lotion yang optimum diprediksi dengan melihat area
optimum dari tiap-tiap uji sifat fisik yang kemudian digabungkan menjadi satu
contour plot yang disebut contour plot super imposed sebagai berikut :
56
Gambar 19. Contour plot super imposed
Melalui contour plot super imposed dapat diperkirakan area
komposisi optimum lotion Virgin Coconut Oil dengan sifat fisik yang
dikehendaki dalam batas level yang diteliti, yaitu 24 gram sampai 40 gram
gliserin dan 20 gram sampai 32 gram polysorbate 80.
Jumlah emulsifying agent yang digunakan dapat mempengaruhi sifat
fisik lotion terutama viskositas dan perubahan viskositas. Area yang diwarnai
pada contour plot super imposed dianggap sebagai formula optimum lotion
pada jumlah bahan yang diteliti.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Polysorbate 80 diprediksi dominan dalam menentukan daya sebar, viskositas,
dan perubahan viskositas (selama penyimpanan), sedangkan interaksi antara
gliserin dengan polysorbate 80 diprediksi dominan dalam menentukan
stabilitas lotion.
2. Ditemukan area komposisi optimum emulsifying agent melalui contour plot
super imposed pada faktor dan level yang diteliti.
B. Saran
1. Perlu dilakukan standarisasi kadar asam laurat dalam Virgin Coconut Oil
untuk memastikan bahwa Virgin Coconut Oil yang digunakan berkhasiat.
2. Perlu dilakukan penelitian sejenis dengan menggunakan emulsifying agent
yang mempunyai fungsi utama sebagai emulsifying agent dan antifoaming
agent untuk mengatasi foaming yang terbentuk selama pembuatan.
3. Perlu dilakukan penelitian sejenis dengan meningkatkan jumlah polysorbate
80 yang digunakan dengan tujuan untuk meningkatkan viskositas lotion
sehingga diharapkan perubahan viskositas yang terjadi selama penyimpanan
menjadi lebih kecil.
57
58
4. Perlu dilakukan penelitian sejenis terhadap proses optimasi pembuatan lotion
Virgin Coconut Oil dengan menggunakan komposisi emulsifying agent pada
area yang telah diperoleh dalam penelitian ini.
5. Perlu dilakukan uji iritasi primer pada hewan uji untuk meyakinkan bahwa
formula yang dibuat tidak mengiritasi kulit.
6. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui mekanisme
masuknya asam laurat ke dalam stratum germinativum dan kadar asam laurat
minimum yang dapat memicu pembentukan sel kulit baru sehingga lotion
Virgin Coconut Oil yang dibuat dapat juga dikatakan sebagai sediaan yang
berfungsi sebagi antiaging.
59
DAFTAR PUSTAKA
Allen, L.V., 2002, The Art, Science, and Technology of Pharmaceutical
Compounding, Second Edition, 263, 268, 274 276, American Pharmaceutical Association, USA.
Anger, C.B., Rupp, D., Lo, P., and Takruri, H., 1996, Preservation of Dispersed
Systems, in Lieberman H.A., Rieger, M.M., and Banker, G.S., (Eds.), Pharmaceutical Dosage Forms : Disperse Systems, Volume 2, Second Edition, Revised and Expanded, 397, Marcel Dekker, Inc., New York.
Anonim, 1976, Merck Index, 9th Edition, 581-582, Merck & Co., Inc., USA. Anonim, 1979, Farmakope Indonesia, Edisi III, 378, Departemen Kesehatan
Republik Indonesi, Jakarta. Anonim, 1993, Kodeks Kosmetika Indonesia, Edisi II, Volume I, 389-390,
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, 72, 413, 687, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Anonim, 2000, Remington : The Science and Practice of Pharmacy, edited by
Limner, D., 20th Ed., 1037, University of The Sciences in Philadelphia, USA.
Anonim, 2006a, Lotion, http://www.en.wikipedia.org/wiki/lotion. Diakses pada
13 Januari 2006. Anonim, 2006b, Moisturizer, http://www.en.wikipedia.org/wiki/moisturizer.
Diakses pada 13 Januari 2006. Anonim, 2006c, Tween 80 and Span 80: Are They Safe?,
http://epic4health.com/tween80isits.html. Diakses pada 1 November 2006. Anonim, 2006d , Glycerol, http://en.wikipedia.org/wiki/Glycerine. Diakses pada 1
November 2006. Anonim, 2006e, Surfactans and Oleo Chemicals, http://www.greatvista
chemicals.com/surfactants_and_oleochemicals. Diakses pada 23 April 2006. Anonim, 2006f, Stearic Acid, a Fatty Acid, http://chemlabs.uoregon.edu/
GeneralResources/models/stearic_acid.html. Diakses pada 1 November 2006.
59
60
Anonim, 2006g, Glossary, http://www.lamasbeauty.com/glossary.html. Diakses pada 5 Desember 2006.
Anonim, 2006h, Paraben, http://www.en.wikipedia.org/wiki/Parabens. Diakses
pada 1 November 2006. Anonim, 2007a, Larisnya Jualan Minyak Perawan, http://mail.kimia.lipi.go.id/
index.php?pilihan=berita&id=11. Diakses pada 13 Januari 2007. Anonim, 2007b, Indera Peraba, http://digilib.brawijaya.ac.id/virtual_library/
mlg_warintek/ristek-pdii-lipi/Sponsor/_SponsorPendamping/Praweda/ Biologi/0089%20Bio%20210c.htm. Diakses pada 13 Januari 2007.
Anonim, 2007c, Ultra-Purity Polysorbate 80, http://www.nof.co.jp/english/
business/dds/polysorbate_3.html. Diakses pada 13 Januari 2007. Ansel, H.C., 1989, Intoduction to Pharmaceutical Dosage Forms, diterjemahkan
oleh Farida Ibrahim, Edisi IV, 390, Universitas Indonesia Press, Jakarta. Ash, I. and Michael, 1977, A Formulary of Cosmetic Preparations, 278-279,
Chemical Publishing Co., New York.
Bennett, H.F.A.I.C., 1970, New Cosmetic Formulary, 35-36, Chemical Publishing Company, Inc., New York.
Block, L.H., 1996, Pharmaceutical Emulsions and Microemulsions, in Lieberman H.A., Rieger, M.M., and Banker, G.S., (Eds.), Pharmaceutical Dosage Forms : Disperse Systems, Volume 2, Second Edition, Revised and Expanded, 49, 52, Marcel Dekker, Inc., New York.
Bolton, S., 1990, Pharmaceutical Statistics, Practical and Clinical Application,
2nd Edition, 308-553, Marcel Dekker, Inc., New York. Boylan, J.C., Cooper, J., and Chowhan, Z.T., 1986, Handbook of Pharmaceutical
Excipients, 63-65, 227, 299-300, 334-335, American Pharmaceutical Association, Washington.
Friberg, S.E., Quencer, L.G., and Hilton, M.L., Theory of Emulsions, in
Lieberman H.A., Rieger, M.M., and Banker, G.S., (Eds.), Pharmaceutical Dosage Forms : Disperse Systems, Volume 1, Second Edition, Revised and Expanded, 57, Marcel Dekker, Inc., New York.
Garg, A., Aggarwal, D., Garg, S., and Singla, A.K., 2002, Spreading of Semisolid
Formulation: An Update, Pharmaceutical Technology, September, 90, http://www.pharmtech.com. Diakses pada 22 April 2006.
60
61
Greenberg, L.A., 1954, Handbook of Cosmetic Materials, 325, Interscience Publishers, Inc., New York.
James, E.D.M., 1999, Basic Statistic and Pharmaceutical Statistical Aplications,
265-269, Marcel Dekker, Inc., New York. Jellinek, J.S., 1970, Formulation and Function of Cosmetics, 4-10, 351-352, John
Wiley & Sons, Inc., USA. Rawling, A., 2002, The Skin Moisturizer, 245, 259, 560, Marcel Dekker, Inc.,
New York. Rieger, M.M., Surfactants, in Lieberman H.A., Rieger, M.M., and Banker, G.S.,
(Eds.), Pharmaceutical Dosage Forms : Disperse Systems, Volume 1, Second Edition, Revised and Expanded, 267, Marcel Dekker, Inc., New York.
Schwartz, R.A., 2006, Moisturizer, http://www.emedicine.com/derm/
topic506.htm. Diakses pada 12 Februari 2007. Shilhavy, B., 2005, Virgin Coconut Oil, Tropical Traditional, Inc., Philipines. Smolinske, S.C., 1992, Handbook of Food, Drug and Cosmetic Excipient, 203,
CRC Press, USA. Sukartin, J.K., dan Sitanggang, M., 2005, Gempur Penyakit dengan VCO, 4, 14-
17, 22-25, AgroMedia Pustaka, Jakarta. Voigt, R., 1984, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Edisi V, 141, 316-343, 381-
382, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Wilkinson, J.B., and More, R.J., 1982, Harry’s Cosmeticology, 7th Ed., 50-51, 69,
Chemical Publishing Company, Inc., New York. Young, A., 1972, Practical Cosmetic Science, 17-21, 53-55, 102, Mills & Boon
Limited, London. Zatz, J.L., Berry, J.J., and Alderman, D.A., 1996, Viscosity-Imparting Agents in
Disperse Systems, in Lieberman H.A., Rieger, M.M., and Banker, G.S., (Eds.), Pharmaceutical Dosage Forms : Disperse Systems, Volume 1, Second Edition, Revised and Expanded, 290-291, Marcel Dekker, Inc., New York.
61
62
62
LAMPIRAN
Lampiran 1. Data penimbangan
Data penimbangan dalam 400 gram
Formula 1 a b ab VCO (gram) 110,4 110,4 110,4 110,4 Gliserin (gram) 24 40 24 40 Minyak lemon (gram) 6,27 6,27 6,27 6,27 Cetyl alcohol (gram) 6,4 6,4 6,4 6,4 Polysorbate 80 (gram) 20 20 32 32 Nipagin (gram) 5,2 5,2 5,2 5,2 Asam stearat (gram) 9,6 9,6 9,6 9,6 TEA (gram) 2,6 2,6 2,6 2,6 Aquadest (gram) 80 80 80 80
63
63
Lampiran 2. Data pengukuran sifat fisik lotion VCO
1. Daya sebar (satuan : cm)
Replikasi Formula 1 Formula a Formula b Formula ab 1 8,6 7,9 6,9 7,1 2 8,2 7,5 6,8 6,9 3 8,1 7,7 6,8 6,9 4 7,8 7,7 6,7 6,7 5 8,0 7,6 6,7 6,7 6 8,0 7,6 6,6 6,7 x 8,1166666666 7,6666666666 6,7500 6,8333333333
SD 0,271416039 0,13662601 0,104880884 0,163299316
2. Viskositas (satuan : dPa.s) dan perubahan viskositas (satuan : %)
a. Formula 1
Replikasi Setelah dibuat 1 bulan � viskositas 1 12,0 7,8 30,7692307 2 11,6 8,1 28,1065088 3 11,2 7,5 33,4319526 4 11,2 8,1 28,1065088 5 10,8 7,8 30,7692307 6 10,8 8,0 28,9940828 x 11,266666666666 7,8833333333333 30,02958573
SD 0,467618077 0,231660671 2,056159806
b. Formula a
Replikasi Setelah dibuat 1 bulan � viskositas 1 13,2 8,9 27,0491803 2 12,4 9,4 22,9508196 3 12,8 8,4 31,1475409 4 12,4 9,6 21,3114754 5 11,6 9,3 23,7704918 6 10,8 9,3 23,7704918 x 12,2 9,15 24,99999997
SD 0,86719335 0,432434966 3,544548882
64
64
c. Formula b
Replikasi Setelah dibuat 1 bulan � viskositas 1 33,125 23,125 32,1100917 2 33,750 18,750 44,9541284 3 33,750 20,000 41,2844036 4 35,000 23,750 30,2752293 5 33,750 23,750 30,2752293 6 35,000 25,625 24,7706422 x 34,0625 22,5 33,94495408
SD 0,765465544 2,592055169 7,609703238
d. Formula ab
Replikasi Setelah dibuat 1 bulan � viskositas 1 23,750 13,2 46,7563025 2 24,375 15,4 37,8823529 3 23,750 15,4 37,8823529 4 25,625 15,4 37,8823529 5 25,000 15,4 37,8823529 6 26,250 15,4 37,8823529 x 24,79166667 15,033333333333 39,3613445
SD 1,020620726 0,898146239 3,622774754
65
65
3. Stabilitas lotion (satuan : %)
a. Formula 1
Volume lotion stabil pada tabung (ml) Hari ke- 1 2 3 4 5 6
0 20 20 20 20 20 20 1 20 20 20 20 20 20 3 20 20 20 20 20 20 5 20 20 20 20 20 20 7 20 20 20 20 20 20
14 20 20 20 20 20 20 21 20 20 20 20 20 20 28 19,5 19,5 19,5 19,4 19,4 19,4 30 19,5 19,5 19,5 19,4 19,4 19,4 x 19,88888 19,88888 19,88888 19,86666 19,86666 19,86666
Persentase lotion stabil pada tabung (%) Hari ke- 1 2 3 4 5 6
0 100 100 100 100 100 100 1 100 100 100 100 100 100 3 100 100 100 100 100 100 5 100 100 100 100 100 100 7 100 100 100 100 100 100
14 100 100 100 100 100 100 21 100 100 100 100 100 100 28 97,5 97,5 97,5 97,0 97,0 97,0 30 97,5 97,5 97,5 97,0 97,0 97,0 x 99,44444 99,44444 99,44444 99,33333 99,33333 99,33333
x total 99,388885
SD 1,102396 1,102396 1,102396 1,322875 1,322875 1,322875 SD total 1,2126355
66
66
b. Formula a
Volume lotion stabil pada tabung (ml) Hari ke- 1 2 3 4 5 6
0 20 20 20 20 20 20 1 20 20 20 20 20 20 3 20 20 20 20 20 20 5 20 20 20 20 20 20 7 20 20 20 20 20 20
14 20 20 20 20 20 20 21 20 20 20 20 20 20 28 20 20 19,8 19,8 20 20 30 20 20 19,8 19,8 20 20 x 20 20 19,95555 19,95555 20 20
Persentase lotion stabil pada tabung (%) Hari ke- 1 2 3 4 5 6
0 100 100 100 100 100 100 1 100 100 100 100 100 100 3 100 100 100 100 100 100 5 100 100 100 100 100 100 7 100 100 100 100 100 100
14 100 100 100 100 100 100 21 100 100 100 100 100 100 28 100 100 99,0 99,0 100 100 30 100 100 99,0 99,0 100 100 x 100 100 99,77777 99,77777 100 100
x total 99,92592333 SD 0 0 0,440958 0,440958 0 0
SD total 0,146986
67
67
c. Formula b
Volume lotion stabil pada tabung (ml) Hari ke- 1 2 3 4 5 6
0 20 20 20 20 20 20 1 20 20 20 20 20 20 3 20 20 20 20 20 20 5 20 20 20 20 20 20 7 20 20 20 20 20 20
14 20 20 20 20 20 20 21 20 20 20 20 20 20 28 19,8 19,5 19,5 19,5 19,5 19,7 30 19,8 19,5 19,5 19,5 19,5 19,7 x 19,95555 19,88888 19,88888 19,88888 19,88888 19,93333
Persentase lotion stabil pada tabung (%) Hari ke- 1 2 3 4 5 6
0 100 100 100 100 100 100 1 100 100 100 100 100 100 3 100 100 100 100 100 100 5 100 100 100 100 100 100 7 100 100 100 100 100 100
14 100 100 100 100 100 100 21 100 100 100 100 100 100 28 99,0 97,5 97,5 97,5 97,5 98,5 30 99,0 97,5 97,5 97,5 97,5 98,5 x 99,77777 99,44444 99,44444 99,44444 99,44444 99,66666
x total 99,53703167 SD 0,440958 1,102396 1,102396 1,102396 1,102396 0,661437
SD total 0,918663166
68
68
d. Formula ab
Volume lotion stabil pada tabung (ml) Hari ke- 1 2 3 4 5 6
0 20 20 20 20 20 20 1 20 20 20 20 20 20 3 20 20 20 20 20 20 5 20 20 20 20 20 20 7 20 20 20 20 20 20
14 19,6 19,5 19,5 19,6 19,6 19,5 21 19,3 19,3 19,2 19,5 19,5 19,3 28 19,0 19,0 18,8 19,3 19,0 19,0 30 19,0 19,0 18,8 19,3 19,0 19,0 x 19,65555 19,64444 19,58888 19,74444 19,67777 19,64444
Persentase lotion stabil pada tabung (%) Hari ke- 1 2 3 4 5 6
0 100 100 100 100 100 100 1 100 100 100 100 100 100 3 100 100 100 100 100 100 5 100 100 100 100 100 100 7 100 100 100 100 100 100
14 98,0 97,5 97,5 98,0 98,0 97,5 21 96,5 96,5 96,0 97,5 97,5 96,5 28 95,0 95,0 94,0 96,5 95,0 95,0 30 95,0 95,0 94,0 96,5 95,0 95,0 x 98,27777 98,22222 97,94444 98,72222 98,38888 98,22222
x total 98,29629167 SD 2,223610 2,237620 2,650995 1,583333 2,147349 2,237620
SD total 2,180087833
69
69
Lampiran 3. Perhitungan persamaan desain faktorial daya sebar
Formula Gliserin Polysorbate 80 Interaksi Respon (cm)
1 - - + 8,1166666666 a + - - 7,6666666666 b - + - 6,7500 ab + + + 6,8333333333
Efek faktor A ( ) ( )
2bab1a −+−=
( ) ( )
183333333,02
7500,68333333333,61166666666,8666666666,7
−=
−+−=
Efek faktor B ( ) ( )
2aab1b −+−=
( ) ( )
1000,12
6666666666,78333333333,61166666666,87500,6
−=
−+−=
Interaksi ( ) ( )
21abab −−−=
( ) ( )
266666666,02
1166666666,86666666666,77500,68333333333,6
=
−−−=
Persamaan Umum : Y = b0 + b1X1 + b2X2 + b12X1X2
Formula 1
8,1166666666 = b0 + 24 b1 + 20 b2 + 480 b12 .............................................. (1)
Formula a
7,6666666666 = b0 + 40 b1 + 20 b2 + 800 b12 ............................................... (2)
Formula b
6,7500 = b0 + 24 b1 + 32 b2 + 768 b12 ......................................................................................... (3)
70
70
Formula ab
6,8333333333 = b0 + 40 b1 + 32 b2 + 1280 b12 ............................................ (4)
Eliminasi persamaan (1) dan (2)
(1) 8,1166666666 = b0 + 24 b1 + 20 b2 + 480 b12
(2) 7,6666666666 = b0 + 40 b1 + 20 b2 + 800 b12
0,45 = - 16 b1 - 320 b12 ........................................................... (5)
Eliminasi persamaan (3) dan (4)
(3) 6,7500 = b0 + 24 b1 + 32 b2 + 768 b12
(4) 6,8333333333 = b0 + 40 b1 + 32 b2 + 1280 b12
- 0,083333333 = - 16 b1 - 512 b12 ............................................................ (6)
Eliminasi persamaan (5) dan (6)
(5) 0,45 = - 16 b1 - 320 b12
(6) - 0,083333333 = - 16 b1 - 512 b12
0,533333333 = 192 b12
b12 = 0,002777777776
Substitusi nilai b12 ke persamaan (5)
(5) 0,45 = - 16 b1 - 320 (0,002777777776)
16 b1 = - 1,338888888
b1 = - 0,083680555
Eliminasi persamaan (1) dan (3)
(1) 8,1166666666 = b0 + 24 b1 + 20 b2 + 480 b12
(3) 6,7500 = b0 + 24 b1 + 32 b2 + 768 b12
1,366666666 = - 12 b2 - 288 b12 ........................................................... (7)
71
71
Substitusi nilai b12 ke persamaan (7)
(7) 1,366666666 = - 12 b2 - 288 (0,002777777776)
12 b2 = - 2,166666665
b2 = - 0,180555555
Substitusi nilai b1, b2, dan b12 ke persamaan (1)
(1) 8,1166666666 = b0 + 20 b1 + 24 b2 + 480 b12
8,1166666666= b0+20(-0,083680555)+24(-0,180555555)+480(0,0027777776)
8,1166666666 = b0 – 2,00833322 – 3,6111111 + 1,333333332
b0 = 12,40277775
Jadi persamaan desain faktorial untuk daya sebar adalah :
Y = 12,40277775 - 0,083680555X1 - 0,180555555X2 + 0,002777777776X1X2
72
72
Lampiran 4. Perhitungan persamaan desain faktorial viskositas
Formula Gliserin Polysorbate 80 Interaksi Respon
(dPa.s) 1 - - + 11,266666666 a + - - 12,2 b - + - 34,0625 ab + + + 24,79166667
Efek faktor A( ) ( )
2bab1a −+−=
( ) ( )
168749995,42
0625,3479166667,24266666666,112,12
−=
−+−=
Efek faktor B( ) ( )
2aab1b −+−=
( ) ( )
69375001,172
2,1279166667,24266666666,110625,34
=
−+−=
Interaksi ( ) ( )
21abab −−−=
( ) ( )
102083335,52
266666666,112,120625,3479166667,24
−=
−−−=
Persamaan Umum : Y = b0 + b1X1 + b2X2 + b12X1X2
Formula 1
11,266666666 = b0 + 24 b1 + 20 b2 + 480 b12 .............................................. (1)
Formula a
12,2 = b0 + 40 b1 + 20 b2 + 800 b12 .............................................................. (2)
Formula b
34,0625 = b0 + 24 b1 + 32 b2 + 768 b12 ........................................................ (3)
73
73
Formula ab
24,79166667 = b0 + 40 b1 + 32 b2 + 1280 b12 .............................................. (4)
Eliminasi persamaan (1) dan (2)
(1) 11,266666666 = b0 + 24 b1 + 20 b2 + 480 b12
(2) 12,2 = b0 + 40 b1 + 20 b2 + 800 b12
- 0,93333334 = - 16 b1 - 320 b12 ........................................................... (5)
Eliminasi persamaan (3) dan (4)
(3) 34,0625 = b0 + 24 b1 + 32 b2 + 768 b12
(4) 24,79166667 = b0 + 40 b1 + 32 b2 + 1280 b12
9,27083333 = - 16 b1 - 512 b12 ............................................................. (6)
Eliminasi persamaan (5) dan (6)
(5) - 0,93333334 = - 16 b1 - 320 b12
(6) 9,27083333 = - 16 b1 - 512 b12
- 10,20416667 = 192 b12
b12 = - 0,053146701
Substitusi nilai b12 ke persamaan (5)
(5) -0,93333334 = - 16 b1 - 320 (- 0,053146701)
16 b1 = 17,94027779
b1 = 1,121267362
Eliminasi persamaan (1) dan (3)
(1) 11,266666666 = b0 + 24 b1 + 20 b2 + 480 b12
(3) 34,0625 = b0 + 24 b1 + 32 b2 + 768 b12
- 22,79583334 = - 12 b2 - 288 b12 ............................................................ (7)
74
74
Substitusi nilai b12 ke persamaan (7)
(7) - 22,79583334 = - 12 b2 - 288 (- 0,053146701)
12 b2 = 38,10208334
b2 = 3,175173602
Substitusi nilai b1, b2, dan b12 ke persamaan (1)
(1) 11,266666666 = b0 + 24 b1 + 20 b2 + 480 b12
11,266666666 = b0+24(1,121267362)+20(3,175173602)+ 480(-0,053146701)
11,266666666 = b0 + 26,91041669 + 63,50347205 – 25,51041648
b0 = - 53,6368056
Jadi persamaan desain faktorial untuk viskositas adalah :
Y = - 53,6368056 + 1,121267354X1 + 3,175173602 X2 - 0,053146701X1X2
75
75
Lampiran 5. Perhitungan persamaan desain faktorial perubahan viskositas
Formula Gliserin Polysorbate 80 Interaksi Respon (%)
1 - - + 30,02958573 a + - - 24,99999997 b - + - 33,94495408 ab + + + 39,3613445
Efek faktor A( ) ( )
2bab1a −+−=
( ) ( )
193266545,02
94495408,333613445,3902958573,3099999997,24
=
−+−=
Efek faktor B( ) ( )
2aab1b −+−=
( ) ( )
13835644,92
99999997,243613445,3902958573,3094495408,33
=
−+−=
Interaksi ( ) ( )
21abab −−−=
( ) ( )
22298809,52
02958573,3099999997,2494495408,333613445,39
=
−−−=
Persamaan Umum : Y = b0 + b1X1 + b2X2 + b12X1X2
Formula 1
30,02958573 = b0 + 24 b1 + 20 b2 + 30 b12 .................................................. (1)
Formula a
24,99999997 = b0 + 40 b1 + 20 b2 + 800 b12 ................................................ (2)
Formula b
33,94495408 = b0 + 24 b1 + 32 b2 + 48 b12 .................................................. (3)
76
76
Formula ab
39,3613445 = b0 + 40 b1 + 32 b2 + 1280 b12 ................................................ (4)
Eliminasi persamaan (1) dan (2)
(1) 30,02958573 = b0 + 24 b1 + 20 b2 + 480 b12
(2) 24,99999997 = b0 + 40 b1 + 20 b2 + 800 b12
5,02958576 = - 16 b1 - 320 b12 ............................................................ (5)
Eliminasi persamaan (3) dan (4)
(3) 33,94495408 = b0 + 24 b1 + 32 b2 + 768 b12
(4) 39,3613445 = b0 + 40 b1 + 32 b2 + 1280 b12
- 5,41639042 = - 16 b1 - 512 b12 .............................................................. (6)
Eliminasi persamaan (5) dan (6)
(5) 5,02958576 = - 16 b1 - 320 b12
(6) - 5,41639042 = - 16 b1 - 512 b12
10,44597618 = 192 b12
b12 = 0,054406125
Substitusi nilai b12 ke persamaan (5)
(5) 5,02958576 = - 16 b1 - 320 (0,054406125)
16 b1 = - 22,43954576
b1 = - 1,40247161
Eliminasi persamaan (1) dan (3)
(1) 30,02958573 = b0 + 24 b1 + 20 b2 + 480 b12
(3) 33,94495408 = b0 + 24 b1 + 32 b2 + 768 b12
- 3,91536835 = - 12 b2 - 288 b12 ............................................................. (7)
77
77
Substitusi nilai b12 ke persamaan (7)
(7) - 3,91536835 = - 12 b2 - 288 (0,054406125)
12 b2 = - 11,75359565
b2 = - 0,979466304
Substitusi nilai b1, b2, dan b12 ke persamaan (1)
(1) 30,02958573 = b0 + 24 b1 + 20 b2 + 480 b12
30,02958573 = b0+24(-1,40247161)+20(-0,979466304)+480(0,054406125)
30,02958573 = b0 – 33,65931864 – 19,58932608 + 26,11494
b0 = 57,16329045
Jadi persamaan desain faktorial untuk perubahan viskositas adalah :
Y = 57,16329045 - 1,40247161X1 - 0,979466304X2 + 0,054406125X1X2
78
78
Lampiran 6. Perhitungan persamaan desain faktorial stabilitas lotion
Formula Gliserin Polysorbate 80 Interaksi Respon (%)
1 - - + 99,388885 a + - - 99,92592333 b - + - 99,53703167 ab + + + 98,29629167
Efek faktor A( ) ( )
2bab1a −+−=
( ) ( )
351850835,02
53703167,9929629167,98388885,9992592333,99
−=
−+−=
Efek faktor B( ) ( )
2aab1b −+−=
( ) ( )
740742495,02
92592333,9929629167,98388885,9953703167,99
−=
−+−=
Interaksi ( ) ( )
21abab −−−=
( ) ( )
888889165,02
388885,9992592333,9953703167,9929629167,98
−=
−−−=
Persamaan Umum : Y = b0 + b1X1 + b2X2 + b12X1X2
Formula 1
99,388885 = b0 + 24 b1 + 20 b2 + 480 b12 .................................................... (1)
Formula a
99,92592333 = b0 + 40 b1 + 20 b2 + 800 b12 ................................................ (2)
Formula b
99,53703167 = b0 + 24 b1 + 32 b2 + 768 b12 ................................................ (3)
79
79
Formula ab
98,29629167 = b0 + 40 b1 + 32 b2 + 1280 b12 .............................................. (4)
Eliminasi persamaan (1) dan (2)
(1) 99,388885 = b0 + 24 b1 + 20 b2 + 480b12
(2) 99,92592333 = b0 + 40 b1 + 20 b2 + 800 b12
- 0,53703833 = - 16 b1 - 320 b12 ............................................................. (5)
Eliminasi persamaan (3) dan (4)
(3) 99,53703167 = b0 + 24 b1 + 32 b2 + 768 b12
(4) 98,29629167 = b0 + 40 b1 + 32 b2 + 1280 b12
1,24074 = - 16 b1 - 512 b12 ............................................................. (6)
Eliminasi persamaan (5) dan (6)
(5) - 0,53703833 = - 16 b1 - 320 b12
(6) 1,24074 = - 16 b1 - 512 b12
- 1,77777833 = 192 b12
b12 = - 0,009259262135
Substitusi nilaii b12 ke persamaan (5)
(5) - 0,53703445 = - 16 b1 – 320 (- 0,009259262135)
16 b1 = 3,499998333
b1 = 0,218749895
Eliminasi persamaan (1) dan (3)
(1) 99,388885 = b0 + 24 b1 + 20 b2 + 480b12
(3) 99,53703167 = b0 + 24 b1 + 32 b2 + 768 b12
- 0,14814667 = - 12 b2 - 288 b12 ............................................................. (7)
80
80
Substitusi nilai b12 ke persamaan (7)
(7) – 0,14814667 = - 12 b2 - 288 (- 0,009259262135)
12 b2 = 2,814814165
b2 = 0,234567847
Substitusi nilai b1, b2, dan b12 ke persamaan (1)
(1) 99,388885 = b0 + 24 b1 + 20 b2 + 480 b12
99,388885 = b0+24(0,218749895)+20(0,234567847)+480(-0,009259262135)
99,388885 = b0 + 5,24999748 + 4,691356941 – 4,444445825
b0 = 93,8919764
Jadi persamaan desain faktorial untuk stabilitas lotion adalah :
Y = 93,8919764 – 0,218749895X1 + 0,234567847X2 – 0,009259262135X1X2
Lampiran 7. Rekapitulasi Sensory Assessment
1. Formula 1
Responden Kriteria penilaian
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 x
Penampilan menarik 1 2 2 1 3 2 2 1 2 2 2 2 1 3 3 2 2 2 2 2 3 2 3 2 3 3 2 3 3 2.17
Warna menarik 1 2 2 1 3 2 3 2 2 2 1 2 3 3 3 3 3 3 3 2 3 2 3 2 2 3 3 3 3 2.41
Bau enak 1 3 2 3 3 1 3 2 3 3 3 3 2 3 2 3 2 3 3 2 3 3 3 3 2 3 3 2 3 2.59
Mudah dituang 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3.00
Mudah dioleskan 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 0 3 3 3 2 3 3 2 3 3 3 3 2 3 3 2.79
Halus dan lembut 3 3 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 1 3 2 2 3 2 3 2 2.72
Homogen 3 3 1 3 3 3 3 1 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 2 3 3 2 3 2 3 3 1 2 2.62
Lengket 3 3 2 1 1 1 2 1 2 2 1 1 1 1 3 3 2 2 3 1 3 1 1 1 1 1 1 1 3 1.69
Lembab 2 3 3 2 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 1 3 1 2 2 3 1 0 2.48
Efek berminyak 1 1 2 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 2 3 1.21
Mudah dicuci 3 3 3 3 3 2 3 1 3 2 2 2 3 3 1 3 3 3 3 3 1 3 3 3 1 1 3 3 3 2.52
Meninggalkan bekas minyak 2 3 3 1 3 1 3 1 3 1 1 3 3 3 2 3 2 3 3 3 1 3 3 3 1 3 3 3 3 2.41
Meninggalkan efek lembab 1 2 1 1 1 2 1 3 3 3 3 1 2 2 1 2 3 3 2 2 2 1 1 1 3 3 2 1 1 1.86
Nyaman digunakan 2 2 3 2 3 2 2 1 2 2 2 2 1 2 2 3 3 3 2 2 1 2 2 2 2 2 1 2 1 2.00
� 29 36 32 27 36 29 36 25 36 33 31 32 32 36 28 38 36 38 37 32 33 28 34 30 28 34 32 31 33
81
2. Formula a
Responden Kriteria penampilan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 x
Penampilan menarik 1 2 2 1 3 2 2 1 2 2 2 2 3 3 3 2 2 3 2 2 3 2 3 2 3 2 2 3 3 2.24
Warna menarik 1 2 2 1 2 2 3 2 2 2 1 2 3 3 3 3 3 3 3 2 3 2 3 2 3 3 3 3 3 2.41
Bau enak 1 3 2 3 3 1 3 2 3 3 3 3 1 3 3 3 2 3 3 2 3 3 3 2 3 3 3 3 3 2.62
Mudah dituang 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3.00
Mudah dioleskan 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 3 2 3 3 3 3 3 3 3 2.90
Halus dan lembut 3 3 3 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 1 3 2 3 3 3 2 2 2.76
Homogen 3 3 2 3 3 3 3 1 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 2 3 2 2 2 2 2.66
Lengket 3 3 2 1 3 1 2 1 2 2 1 2 1 1 2 2 1 2 3 2 3 1 1 2 1 1 1 2 2 1.76
Lembab 2 3 3 2 3 3 3 1 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 3 1 3 1 2 3 3 2 3 2.59
Efek berminyak 2 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 2 1 1 2 1 1.21
Mudah dicuci 3 3 3 3 3 3 3 1 3 2 2 3 2 3 3 3 2 3 3 3 3 0 3 3 1 1 3 3 3 2.55
Meninggalkan bekas minyak 2 3 2 3 3 1 3 1 3 2 2 3 1 3 2 3 2 3 3 3 3 0 3 3 1 1 3 2 2 2.28
Meninggalkan efek lembab 1 2 1 1 1 2 1 3 3 3 3 1 3 1 1 3 2 2 2 1 1 0 1 1 3 3 3 3 2 1.86
Nyaman digunakan 2 2 2 2 3 2 2 1 2 2 3 3 1 2 2 3 2 3 2 2 3 0 2 2 2 2 2 2 3 2.10
� 30 36 31 29 36 30 36 24 36 34 33 36 30 35 35 38 32 38 36 30 38 19 35 29 33 31 35 35 35
82
3. Formula b
Responden Kriteria penilaian
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 x
Penampilan menarik 1 2 2 2 3 2 3 1 2 2 2 2 3 3 3 2 2 3 2 2 3 2 3 2 2 3 2 3 3 2.31
Warna menarik 1 2 2 1 3 2 3 2 2 2 1 2 3 3 3 3 3 3 3 2 3 2 3 2 2 2 3 3 3 2.38
Bau enak 1 3 2 3 3 1 3 2 3 3 3 3 2 3 2 3 2 3 3 2 3 3 3 2 2 2 3 3 3 2.55
Mudah dituang 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2.93
Mudah dioleskan 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 2 3 3 2 3 3 3 2 3 3 3 2.86
Halus dan lembut 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 3 3 3 3 3 3 1 3 2 2 2 3 2 2 2.66
Homogen 3 3 3 3 3 3 3 1 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 2 2 2 3 2 2 2.72
Lengket 3 2 3 1 1 1 2 1 2 1 1 1 1 1 2 2 1 1 3 1 2 1 1 1 1 1 1 2 1 1.45
Lembab 3 3 2 2 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 2 2 3 2 3 1 3 2 3 3 1 2.59
Efek berminyak 1 1 3 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3 1.17
Mudah dicuci 3 3 2 2 3 3 3 1 3 2 1 2 3 3 2 3 2 3 3 3 2 3 3 3 1 1 3 3 3 2.48
Meninggalkan bekas minyak 2 3 1 3 3 2 3 1 3 1 1 3 3 3 1 3 1 3 2 3 3 3 3 3 1 1 3 1 1 2.21
Meninggalkan efek lembab 1 2 2 1 1 3 1 2 3 3 3 1 1 1 3 2 2 1 2 1 1 1 1 1 3 2 3 3 3 1.86
Nyaman digunakan 2 2 2 2 3 3 3 1 2 2 3 2 1 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2.14
� 30 35 33 29 36 33 38 24 36 32 31 32 33 34 31 36 31 35 33 30 35 29 35 28 28 26 36 35 33
83
4. Formula ab
Responden Kriteria penilaian
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 x
Penampilan menarik 1 2 2 1 3 2 2 1 2 2 2 2 3 3 3 1 3 2 2 1 3 2 3 2 2 3 2 3 3 2.17
Warna menarik 1 2 2 1 1 2 3 2 2 2 1 2 3 3 3 3 3 3 3 2 3 2 3 2 1 1 3 3 3 2.24
Bau enak 1 3 2 3 3 1 3 2 3 3 2 3 1 3 3 2 2 3 3 2 3 3 3 3 2 2 3 3 3 2.52
Mudah dituang 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2.97
Mudah dioleskan 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 2.93
Halus dan lembut 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 1 3 2 2 2 3 0 2 2.62
Homogen 3 3 3 3 3 3 3 1 3 2 3 3 3 3 1 3 3 3 3 2 3 3 3 2 3 2 3 3 2 2.69
Lengket 3 2 3 1 1 1 2 1 2 1 1 2 1 1 1 2 1 1 3 2 3 1 1 1 1 1 1 1 1 1.48
Lembab 3 3 1 2 1 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 1 3 1 3 3 3 2 3 2.59
Efek berminyak 1 1 3 1 1 0 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1.10
Mudah dicuci 3 3 3 3 3 3 3 1 3 2 2 2 1 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 1 1 3 3 1 2.52
Meninggalkan bekas minyak 2 3 3 3 3 3 3 1 3 1 1 3 3 3 2 3 1 3 2 3 3 3 3 3 1 1 3 2 1 2.38
Meninggalkan efek lembab 1 2 3 1 1 1 1 2 3 3 3 1 2 2 1 2 2 1 2 1 1 1 1 1 2 2 3 3 3 1.79
Nyaman digunakan 2 2 2 2 3 2 2 1 2 2 3 2 1 2 2 3 1 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 1 2.00
� 30 35 36 29 32 30 36 24 36 31 31 33 30 36 32 35 31 34 35 29 38 28 35 29 27 27 36 33 30
84
85
85
Lampiran 8. Gambar VCO yang digunakan dalam penelitian
(a)
(b)
86
86
Lampiran 9. Gambar penampilan fisik lotion VCO
(formula 1) (formula a)
(formula b) (formula ab)
87
87
BIOGRAFI PENULIS
Willy Hartanto lahir di Purwokerto pada tanggal 18
Juli 1985, merupakan putra pertama dari 3 bersaudara,
pasangan Suhartanto Budiyono dan Ade Kristanty.
Penulis skripsi berjudul “Optimasi Komposisi
Polysorbate 80 dan Gliserin Sebagai Emulsifying
Agent Dalam Lotion Virgin Coconut Oil Dengan
Aplikasi Desain Faktorial” ini pernah menempuh
pendidikan di TK Santa Maria Purbalingga pada tahun
1989 selama dua tahun. Penulis melanjutkan
pendidikan di SD Pius Purbalingga pada tahun 1991 sampai dengan tahun 1997,
kemudian di SLTP Negeri 1 Purbalingga hingga tahun 2000. Setamat SLTP,
penulis melanjutkan studi di SMU Negeri 1 Purbalingga pada tahun 2000 sampai
dengan tahun 2003. Setelah selesai menempuh pendidikan SMU, penulis
melanjutkan pendidikan ke Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta. Penulis pernah memiliki pengalaman bekerja di Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma sebagai asisten praktikum FTS Semi Solid Liquid
pada tahun 2006.