Oleum Ricini

40
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI SEDIAAN LIQUIDA DAN SEMISOLIDA EMULSI TOPIKAL OLEUM RICINI Disusun oleh : Mochamad Arif P17335113048 POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN BANDUNG JURUSAN FARMASI

description

tau ah erf dsf wer aaaaa

Transcript of Oleum Ricini

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI SEDIAAN LIQUIDA DAN SEMISOLIDA

EMULSI TOPIKAL

OLEUM RICINI

Disusun oleh :

Mochamad Arif

P17335113048

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN BANDUNG

JURUSAN FARMASI

2014

Emulsi Oleum Ricini

I. TUJUAN PERCOBAAN

1. Menentukan formulasi yang tepat untuk sediaam emulsi Oleum Ricini

2. Memahami cara pembuatan emulsi yang baik untuk sediaan emulsi Oleum

Ricini

3. Menentukan hasil evaluasi sediaan emulsi Oleum Ricini

II. LATAR BELAKANG

Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat, terdispersi

dalam cairan pembawa, distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan yang cocok. Zat

pengemulsi antara lain: Gelatin, Gom akasia, tragakan, sabun,senyawa ammonium kwartener

senyawa kolesterol, surfaktan, emulgator lain yang cocok. Emulsa sebaiknya mengandung

pengawet yang cocok.Kecuali dinyatakan lain, emulsi harus didimpan pada dalam wadah

tertutup baik, di tempat yang sejuk. Pada etiket harus juga tertera “ Kocok Dahulu” (Depkes

RI, 1995)

Emulsi adalah suatu dispersi di mana fase terdispers terdiri dari bulatan-bulatan kecil zat

cair yang terdisribusi ke seluruh pembawa yang tidak bercampur. (Ansel, 2005)

Dalam batasan emulsi, fase terdispers dianggap sebagai fase dalam dan medium dispersi

sebagai fase luar atau fae kontinu. Emulsi terdiri dari dua tipe:

Emulsi m/a, mempunyai fase dalam minyak dan fase luar air

Emulsi a/m, mempunyai fase dalam air dan fase luar minyak.

Untuk membuat emulsi yang stabil perlu fase ketiga dari emulsi yakni zat pengemulsi

(emulsifying agent) . Tergantung pada konstituennya, viskositas emulsi dapat bervariasi dan

emulsi farmasi dapat disiapkan sebagai cairan atau semisolid (setengah padat). Berdasarkan

konstituen dan maksud pemakaiannya, emulsi cair dapat digunakan secara oral, topical, dan

parenteral. Emulsi semisolid umumnya digunakan untuk pemakaian topical.

Tujuan Pembuatan Emulsi

- Meningkatkan kelarutan

- Meningkatkan stabilitas

- Efek obat diperlambat

1

- Menutupi rasa minyak (pada emulsi tipe m/a

- Memperbaiki penampilan

Untuk emulsi yang diberikan secara oral, tipe emulsi m/a memungkinkan rasa yang lebih

enak. Ukuran partikel yang diperkecil dari bola-bola minyak dapat mempertahankan minyak

tersebut agar lebih mudah dicerna dan diabsorpsi, serta meningkatkan efikasi minyak mineral

sebagai katartik bila diberikan dalam bentuk emulsi.

Emulsi yang ditujukan untuk pemakaian luar biasa digunakan emulsi tipe m/a ataupun

a/m tergantung pada berbagai factor seperti sifat zat aktif, efek emolien, atau pelembut

jaringan.

Teori Emulsifikasi

Dalam pembuatan suatu Emulsi digambarkan dalam suatu teori atau cara yang

mungkin untuk menghasilkan emulsi yang stabil. Teori tersebut di antaranya:

- Teori tegangan permukaan (Surfae Tension theory)

Tegangan permukaan cairan merupakan kecenderungan dua tetesan cairan yang sama

atau lebih untuk bergabung membuat tetesan yang lebih besar. Bila cairan kontak dengan

cairan kedua yang tidak larut atau tidak saling bercampur, kekuatan (tenaga) yang

menyebabkan masing-masing cairan menahan pecahnya menjadi partikel-partikel yang lebih

disebut tegangan antar muka.

Pada teori ini, perlu digunakan zat aktif-permukaan (surfaktan) atau zat pembasah, zat ini

berfungsi sebagai zat penstabil menghasilkan penurunan tegangan antarmuka dari kedua

cairan yang tidak saling bercampur, mengurangi gaya tolak antara cairan-cairan tersebut dan

mengurangi gaya tarik-menarik antar molekul dari masing-masing cairan.

Jadi zat aktif-permukaan membantu memecahkan bola-bola besar menjadi bola-bola kecil

yang kemudian mempunyai kecenderungan untuk bersatu yang lebih kecil daripada lazimnya.

- Oriented-wedge theory

Teori ini menganggap lapisan monomolecular dari zat pengemulsi melingkari suatu

tetesan dari fase dalam pada emulsi. Zat pengemulsi tertentu mengarahkan dirinya di sekitar

dan dalam suatu cairan merupakan gambaran kelarutanya pada cairan tertentu. Dalam suatu

system yang mengandung dua cairan yang tidak saling bercampur, zat pengemulsi akan

memilih larut dalam salah satu fase dan terikat dengan kuat dan terbenam dalam fase tersebut

dibandingkan dengan pada fase lainnya.Molekul-molekul zat menurut teori ini mempunyai

2

suatu bagian hidrrofilik (suka air), misalnya sabun dan bagian yang hidrofobik (tidak suka air

atau lipofilik: suka minyak) molekul-molekul tersebut akan mengarahkan dirinya ke masing-

masing fase tergantung pada bentuk dan ukuran, karakteristik kelarutannya. Maka arahnya

membentuk susunan baji yag ditampilkan untuk molekul-molekul tersebut akan

menyebabkan pelingkaran dari bulatan-bulatan minyak atau bulatan air.

Fase di mana zat pengemulsi lebih larut umumnya akan menjadi fase kontinu atau fase

luar dari emulsi tersebut.

- Teori plastic atau Teori lapisan antarmuka

Teori ini menempatkan zat pengemulsi pada antarmuka antara minyak dan air,

mengelilingi tetesan fase dalam sebagai suatu lapisan tipis atau film yang diadsorbsi pada

permukaan dari tetesan tersebut. Lapisan tersebut mencegah kontak dan bersatunya fase

terdispersi : semakin kuat atau lemah lapisan tersebut akan makin besar dan stabil emulsinya.

Pembentukan emulsi m/a atau a/m tergantung pada derajat kelarutan dari zat pengemulsi

dalam kedua fase tersebut, zat yang larut dalam air akan membentuk emulsi m/a dan

sebaliknya. (Ansel, 2005)

Zat Pengemulsi

Tahap awal dalam pembuatan emulsi adalah pemilihan zat pengemulsi. Agar

berguna dalam preparat farmasi, zat pengemulsi harus mempunyai kualitas tertentu, di

antaranya:

- harus dapat dicampurkan dengan bahan formulatif lainnya

- tidak boleh mengganggu stabilitas atau efikasi dari zat terapeutik.

- Harus stabil, tidak boleh terurai dalam sediaan

- Tidak toksis pada penggunaan dan jumlah yang dikonsumsi pasien

- Mempunyai bau, rasa, dan warna yang lemah

Zat pengemulsi tersebut membentuk emulsi dan menjaga stabilitas emulsi agar tercapai

shelf life dari produk tersebut.

Jenis-jenis zat pengemulsi atau emulgator berdasarkan mekanisme kerjanya, yaitu:

- Golongan Surfaktan

Mekanisme kerja: menurunkan tegangan permukaan serta membentuk film

monomolekuler. Terdiri dari:

Surfaktan anionik, contoh: Na lauril sulfat, Na-lstearat, Na-oleat

3

Surfaktan non ionik, contoh: Tween, Span

Surfaktan kationik, contoh: Senyawa Amonium Kuartener

- Golongan Koloid Hidrofil

Mekanisme kerja: meningkatkan viskositas dan membentuk film multimolekuler.

Contoh: acasia, tragakan, CMC, tylosa, agar, karageenan, alginat, gum xanthan, selulosa

(metil-, hidroksietil-, hidroksipropil – eter), gelatin.

- Golongan Partikel pada terbagi halus

Mekanisme kerja: Membentuk film partikulat disekitat globul terdispersi. Contoh

bentonit magma.

Dalam pembuatan emulsi dikenal 3 metode dalam pembuatan emulsi, secara singkat

dapat dijelaskan:

- Metode gom kering atau metode continental

Dalam metode ini zat pengemulsi (biasanya gom arab) dicampur dengan minyak

terlebih dahulu, kemudian ditambahkan air untuk pembentukan corpus emulsi, aru diencerkan

dengan sisa air yang tersedia.

- Metode gom basah atau metode inggris

Zat pengemulsi ditambahkan ke dalam air (zat pengemulsi umumnya larut) agar

membentuk suatu mucilage, kemudian perlahan0lahan munyak dicampurkan untuk

membentuk emulsi, setelah itu baru dienncerkan dengan sisa air.

- Metode botol atau metode botol forbes

Digunakan untuk minyak menguap dan zat-zat yang bersifat minyak dan mempunyai

viskositas rendah (kurang kental). Serbuk gom dimasukan ke dalam botol kering kemudian

ditambahkan 2 bagian air, tutup botol kemudian campuran tersebut dikocok dengan kuat.

Tambahkan sisa air sedikit demi sedikit sambil dikocok.

Dalam percobaan ini dibuat emulsi topikal oleum ricini. minyak jarak (Castrol oil –

oleum ricini). Berasal dari biji ricinus communis, suatu trigliserida asal risinoleat dan asal

lemak tidak jenuh. Di dalam usus halus minyak jarak dihidrolisis oleh enzim lipase menjadi

gliserol dan asam risinoleat. Asam risinoleat inilah yang merupakan bahan aktif. Minyak

jarak juga bersifat emolien. Sebagai pencahar obat ini tidak banyak digunakan lagi karena

banyak obat lain yang lebih aman. Minyak jarak menyebabkan kolik, dehidrasi yang disertai

4

gangguan elektrolit. Obat ini merupakan bahan induksi diare pada penelitian diare secara

eksperimental pada tikus. (Tim Penulis Farmakologi dan Terapi. 2007)

Apabila untuk topical oleum ricini dapat digunakan sebagai emulien (karena

mengandung asam risnoleat), cara penggunaannya dioleskan ke permukaan kulit setiap habis

mandi untuk menjaga kelembaban kulit agar kulit tidak kering.

dosis untuk oral

Dewasa 1 hari 5 ml – 20 ml FI III hal 979

100 ml30 ml

x 5 ml=16,67 ml

100 ml30 ml

x 20 ml=66,67 ml

5

III. FORMULASI

Oleum Ricini

Sinonim

EmCon CO; Lipovol CO; oleum ricini; ricini oleum

virginale;

ricinoleum; ricinus communis; ricinus oil; tangantangan.

(Rowe, Raymond. 2009)

Pemerian Larut dalam etanol; dapat bercampur dengan etanol mutlak,

dengan asam asetat glasial, dengan cloroform dan dengan

eter (Depkes RI, 1995)

Kelarutan larut dalam 2,5 bagian etanol (90%), mudah larut dalam

etanol mutlak P,dan asam asetat glacial, dapat bercampur

dengan kloroform. (Depkes RI, 1995)

Stabilitas Minyak jarak stabil dan tidak berubah tengik kecuali mengalami panas yang berlebihan. Pada pemanasan 300°C selama beberapa jam, minyak jarak berpoli merisasi dan menjadi larut dalam minyak mineral. Ketika didinginkan sampai 0°C menjadi lebih kental. Minyak jarak harus disimpan pada suhu tidak melebihi 45°C, diisi dalam wadah kedap udara, terlindung dari cahaya.

(Rowe, Raymond. 2009)

Inkompatibilitas Oleum ricini tidak kompatibel dengan oksidator kuat. (Rowe,

Raymond. 2009)

Kegunaan Emolien

Acacia

Sinonim Acaciae gummi; acacia gum; arabic gum; E414; gum acacia;

gummi africanum; gum arabic; gummi arabicum; gummi

mimosae; talha gum. (Rowe, Raymond. 2009)

Pemerian Serpihan putih atau putih kekuningan, butiran, granul,

serbuk, atau serbuk pengeringan. Tidak berbau dan rasa

hambar. (Depkes RI, 1995)

6

Kelarutan Larut 1:20 dalam glycerin, 1:20 dalam propilenglikol, 1:2,7

dalam air, praktis tidak larut dalam etanol (95%).

Stabilitas Larutan mengalami degradasi bakteri atau enzimatik tetapi

dapat diawetkan dengan mendidihkan larutan dalam waktu

yang singkat untuk meniaktifasi enzim yang ada. iradiasi

gelombang mikro juga dapat digunakan. Larutan juga bisa

diawetkan dengan penambahan pengawet antimikroba seperti

0,1% b/v asam benzoat, 0,1% b/v natrium benzoate, atau

campuran dari 0,17% b/v metilparaben dan 0,03%

propilparaben. Serbuk acacia harus disimpan di tempat yang

sejuk dan kering.

(Rowe, Raymond. 2009)

Inkompatibilitas Acacia inkompatible dengan sejumlah zat termasuk

amidopirin, apomorfin, kresol, etanol (95%), garam besi,

morfin, fenol, fisostigmin, tannin, timol dan vanillin.

(Rowe, Raymond. 2009)

Kegunaan Emulgator, zat penstabil, zat pensuspensi, zat pengikat pada

sediaan tablet, zat penambah kekentalan (viskositas).

(Rowe, Raymond. 2009)

Butylated Hydroxytoluene

Sinonim Agidol; BHT; 2,6-bis(1,1-dimethylethyl)-4-methylphenol;

butylhydroxytoluene; butylhydroxytoluenum; Dalpac;

dibutylated hydroxytoluene; 2,6-di-tert-butyl-p-cresol; 3,5-

di-tert-butyl-4-hydroxytoluene; E321; Embanox BHT;

Impruvol; Ionol CP; Nipanox BHT; OHS28890; Sustane;

Tenox BHT; Topanol; Vianol. (Rowe, Raymond. 2009)

7

Struktur

(Rowe, Raymond. 2009)

Rumus molekul C15H24O

(Rowe, Raymond. 2009)

Titik lebur 700C

(Rowe, Raymond. 2009)

Pemerian Kristal padat putih atau kuning pucat dengan bau khas fenol

yang lemah

(Rowe, Raymond. 2009)

Kelarutan Praktis tidak larut dalam air, gliserin, propilenglikol, larutan

alkali hidroksida dan asam mineral encer. Mudah larut dalam

aseton, benzene, etanol (95%), eter, methanol, toluene,

campuran minyak, dan minyak mineral. Lebih larut dalam

munyak makanan dan lemak. (Depkes RI, 1995)

Stabilitas Paparan cahaya, kelembaban dan panas menyebabkan

perubahan warna dan hilangnya aktivitas. Disimpan di wadah

tertutup baik, terlindung dari cahaya, di tempat sejuk dan

kering. (Rowe, Raymond. 2009)

Inkompatibilitas BHT mengalami reaksi karakteristik fenol. Tidak kompatibel

dengan oksidator kuat seperti peroksida dan permanganat.

Kontak dengan oksidator dapat menyebabkan pembakaran

spontan. Garam besi menyebabkan perubahan warna dengan

hilangnya aktivitas. Pemanasan dengan sejumlah katalis

asam menyebabkan dekomposisi yang cepat dengan

pelepasan gas isobutena yang mudah terbakar.

(Rowe, Raymond. 2009)

8

Kegunaan Antioksidan. (Rowe, Raymond. 2009)

Propilenglikol

Sinonim 1,2-Dihydroxypropane; E1520; 2-hydroxypropanol; methyl

ethylene glycol; methyl glycol; propane-1,2-diol;

propylenglycolum

(Rowe, Raymond. 2009)

Struktur

(Rowe, Raymond. 2009)

Rumus molekul C3H8O2

(Rowe, Raymond. 2009)

Titik lebur -590C

(Rowe, Raymond. 2009)

Pemerian Tidak berwarna, kental, cairan praktis tidak berbau, dengan

rasa sedikit pedas manis menyerupai gliserin.

(Rowe, Raymond. 2009)

Kelarutan Larut dalam aseton, kloroform, etanol (95%), gliserin, dan

air, larut dalam 1:6 bagian eter, tidak larut dalam minyak

mineral ringan atau minyak campuran, tetapi akan

melarutkan beberapa minyak esensial.

(Depkes RI, 1995)

Stabilitas Dalam suhu sejuk, propilenglikol stabil dalam wadah tertutup

baik, tetapi dalam suhu tinggi, dalam keadaan terbuka,

cenderung teroksidasi, sehingga menghasilkan produk lain

seperti propionaldehida, asam laktat, asam piruvat, dan asam

asetat. Propilenglikol stabil secara kimia ketika dicampurkan

dengan etanol (95%), gliserin, atau air. Larutan dapat

disterilkan dengan autoklaf. Propilenglikol higroskopik, dan

harus disimpan dalam wadah tertutup baik, terlindung dari

9

cahaya, di tempat yang sejuk dan kering.

(Rowe, Raymond. 2009)

Inkompatibilitas Propilenglikol inkompatibel dengan pereaksi yang

mengoksidasi seperti kalium permanganat.

(Rowe, Raymond. 2009)

Kegunaan humektan, pelarut, zat penstabil, kosolven larut air.

(Rowe, Raymond. 2009)

Metilparaben

sinonim Aseptoform M; CoSept M; E218; 4-hydroxybenzoic acid

methyl ester; metagin; Methyl Chemosept; methylis

parahydroxybenzoas; methyl p-hydroxybenzoate; Methyl

Parasept; Nipagin M; Solbrol M; Tegosept M; Uniphen P-23.

(Rowe, Raymond. 2009)

Struktur

(Rowe, Raymond. 2009)

Rumus molekul C8H8O3

(Rowe, Raymond. 2009)

Titik lebur 125 – 1280C

(Rowe, Raymond. 2009)

Pemerian Kristal tidak berwarna atau sebuk kristal putih. Tidak berbau

atau hampir tidak berbau dan rasa terbakar sedikit.

(Rowe, Raymond. 2009)

Kelarutan Larut dalam etanol 1:2, etanol (95%) 1:3, etanol (50%) 1:6,

eter 1:10, gliserin 1:60, praktis tidak larut dalam minyak

mineral, larut dalam minyak kacang 1:200, propilenglikol

10

1:5, air 1:400; 1:50 (dalam suhu 50º C); 1:30 (dalam suhu 80º

C).

(Depkes RI, 1995)

Stabilitas Larutan metilparaben pada pH 3-6 dapat disterilkan dengan

autoklaf pada suhu 120º C selama 20 menit, tanpa

penguraian. Larutan pada pH 3-6 stabil (kurang dari 10%

penguraian) untuk sekitar selama 4 tahun dengan suhu

ruangan, selain itu larutan pada pH 8 atau lebih cenderung

lebih cepat terhidrolisis (10% atau lebih setelah sekitar 60

hari penyimpanan pada suhu ruangan).

(Rowe, Raymond. 2009)

Inkompatibilitas Aktifitas antimikroba atau metilparaben dan paraben

lainnnya akan sangat berkurang dengan adanya surfaktan

nonionik, seperti polisorbat 80, sebagai hasilnya dari

micellazation. Bagaimanapun propilenglikol (10%) telah

menunjukan potensi aktifitas antimikroba dari golongan

paraben dengan adanya surfaktan nonionik dan menvegah

interaksi adntara metilparaben dengan polisorbat 80.

Inkompatibel dengan zat lainnya, seperti bentonit,

magnesium trisilikat, talk, tragakan, sodium alginate, minyak

esensial, sorbitol dan atropine, telah dilaporkan. Itu juga

bereaksi dengan bermacam-macam gula dan yang

berhubungan dengan gula alcohol.

(Rowe, Raymond. 2009)

Kegunaan Zat pengawet, antimikroba.

(Rowe, Raymond. 2009)

Propilparaben

Sinonim Aseptoform P; CoSept P; E216; 4-hydroxybenzoic acid

propyl ester; Nipagin P; Nipasol M; propagin; Propyl

Aseptoform; propyl Btex; Propyl Chemosept; propylis

11

parahydroxybenzoas; propyl phydroxybenzoate; Propyl

Parasept; Solbrol P; Tegosept P; Uniphen P-23.

(Rowe, Raymond. 2009)

Struktur

(Rowe, Raymond. 2009)

Rumus molekul C10H12O3

(Rowe, Raymond. 2009)

Pemerian Serbuk putih, kristalin, tidak berbau dan tidak berasa.

(Rowe, Raymond. 2009)

Kelarutan Mudah larut dalam aseton, larut dalam etanol (95%) 1:1,1

dan etanol (50%) 1:5,6 ; mudah larut dalam eter 1:10, gliserin

1:250, larut dalam minyak mineral 1:3330, larut dalam

minyak kacang 1:70, propilenglikol 1:3,9, air 1:2500; 1:4350

(dalam suhu 15º C); 1:225 (dalam suhu 80º C).

(Depkes RI, 1995)

Stabilitas Larutan metilparaben pada pH 3-6 dapat disterilkan dengan

autoklaf pada suhu 120º C selama 20 menit, tanpa

penguraian. Larutan pada pH 3-6 stabil (kurang dari 10%

penguraian) untuk sekitar selama 4 tahun dengan suhu

ruangan, selain itu larutan pada pH 8 atau lebih cenderung

lebih cepat terhidrolisis (10% atau lebih setelah sekitar 60

hari penyimpanan pada suhu ruangan).

(Rowe, Raymond. 2009)

Inkompatibilitas Aktifitas antimikroba atau metilparaben dan paraben

lainnnya akan sangat berkurang dengan adanya surfaktan

nonionik, sebagai hasilnya dari micellazation. Propilparaben

berubah warna dengan adanya zat besi dan terjadi hidrolisis

12

dengan basa lemah dan asam kuat.

(Rowe, Raymond. 2009)

Kegunaan Zat pengawet, antimikroba.

(Rowe, Raymond. 2009)

Aquadest (RM : H2O ; BM : 18,02)

Pemerian Cairan jernih, tidak berbau, tidak berwarna, tidak berasa

Kelarutan Dapat bercampur dengan pelarut polar lainnya

Data fisik Titik beku : 0 C

Titik didih : 100 C

Densitas : 1,00 g/cm3

Stabilitas Stabil disemua keadaan fisik (padat, cair, gas)

Inkompatibilitas air dapat bereaksi dengan obat dan berbagai eksipien yang

rentan akan hidrolisis (terjadi dekomposisi jika terdapat air

atau kelembapan) pada peningkatan temperatur. Air bereaksi

secara kuat dengan logam alkali dan bereaksi cepat dengan

logam alkali tanah dan oksidanya seperti kalsium oksida dan

magnesium oksida. Air juga bisa bereaksi dengan garam

anhidrat menjadi bentuk hidrat.

Kegunaan Pelarut, pembawa

IV. PERMASALAHAN FARMASETIK DAN PENYELESAIAN

No Permasalahan Penyelesaian

13

1 Sediaan menggunakan zat aktif minyak,

sehingga tidak tersatukan air

Dibuat sediaan emulsi

2 Untuk memperkecil tegangan permukaan

pada batas air dan minyak

Ditambahkan emulsifying agent

3 Mencegah terjadinya oksidasi Ditambahkan antioksidan

4 Untuk mencegah pertumbuhan bakteri di

sediaan

Ditambahkan pengawet

5 Untuk memperbaiki warna sediaan Ditambahkan pewarna.

V. PENDEKATAN FORMULA

No Bahan Jumlah Fungsi

1. Oleum ricini 30 % Zat aktif

2. Pulvis Gummi

Arabicum (Accacia)

15 % Emulsifying agent

3 Metil paraben 0,18% Pengawet

4 Propil paraben 0,02% Pengawet

5. Butylated

Hydroxytoluene

0,01 % Antioksidan

6 essens qs Pewarna

7 Aquadest ad 100 % Pelarut/ pembawa

VI. PENIMBANGAN BAHAN

No Bahan Jumlah

14

1. Oleum ricini 30 g100 ml

× 500 ml=150 g

2. Pulvis Gummi

Arabicum (Accacia)

15 g100 ml

× 500ml=75 g

3 Metil paraben 0,18 g100 ml

× 500ml=0,9 g

4 Propil paraben 0,02 g100 ml

× 500 ml=0,1 g

5. Butylated

Hydroxytoluene

0,8 g100 ml

× 500ml=4 g

6 essens qs

7 Aquadest 500−(150+75+0,9+0,1+4 )=270 ml

VII. PROSEDUR PEMBUATAN

1. alat dan bahan disiapkan

2. Penaraan botol

3. Accacia ditimbang sebanyak 75g, kemudian dimasukkan ke mortir dan digerus

hinnga homogen

4. Ditambahkan aquadest sebanyak 20 ml lalu ditambahkan sekaligus, kemudian

diaduk cepat.

5. Oleum ricini ditimbang sebanyak 150g, kemudian dimasukkan ke mortir

6. BHT ditimbang sebanyak 10mg, kemudian dimasukkan ke mortir dan digerus

dengan oleum ricini hingga BHT larut.

7. Ditambahkan propil paraben dan metil paraben kedalam sediaan, lalu digerus

hingga homogen.

8. sisa aquadest ditambahkan ke dalam botol hingga tanda batas 60 ml. Campuran

dikocok hingga homogen.

9. Beri etiket dan label “kocok dahulu”

VIII. HASIL PERCOBAAN

1. Evaluasi Sediaan

NO Jenis Prinsip Jumlah Hasil pengamatan syarat

15

evaluasi evaluasi sampel

1. Organoleptik

Mengevaluasi

bau, rasa, dan

warna5

Botol Pengamatan

Warna

Krem,

wangi

mawar

dan

wangi

tidak

b

erkuran

g, tidak

ditumb

uhi

jamur.

I

Warna sediaan krem,

Terdapat aroma mawar, dan

sediaan ditumbuhi jamur.

II

Warna sediaan krem, sediaan

berbau tengik dan aroma

mawar hilang, sediaan

ditumbuhi jamur.

III

Warna sediaan krem,

Terdapat aroma mawar, dan

sediaan ditumbuhi jamur.

IV

Warna sediaan krem, sediaan

berbau asam atau kecut dan

aroma mawar hilang, sediaan

ditumbuhi jamur.

V

Warna sediaan krem,

Terdapat aroma mawar, dan

sediaan ditumbuhi jamur.

2. Uji ph Mengevaluasi

pH setiap

sediaan saat

pertama dibuat

dan setelah

didiamkan 1

minggu

5 Botol ph Ph

awalny

a 5,5

I 4,5

II 4,5

III 4,5

IV 4,5

V 4,5

16

3. Volume

terpindahkan

Mengidentifika

si volume

setiap sediaan

dengan

menggunakan

gelas ukur

3

Botol Berat sediaan (W1– Wo)

I67.576 gram

II 63,161 gram

III 61,527 gram

Rata-rata = 62,421 gram

4. Uji Berat

Jenis sediaan

Menentukan

bobot jenis

sediaan dengan

piknometer

3

Botol

Berat jenis

sediaan

(W1 – Wo)

Berat jenis

air

(Ws – Wo)

I 10.591 gram 10.104 gram

II 10.596 gram 10.111 gram

III 10.588 gram 10.111 gram

Rata-rata =

10,59 gram

Rata-rata =

10,108 gram

Bj =

10,5910

=1,059 gram

Bj =

10,10810

=1 ,O 108 gram

Bj relatif =

Bj sediaanBj Air

=1,048 gram

5. Uji

Viskositas

Menentukan

sifat aliran

sediaan dengan

menggunakan

3 Botol Waktu kelereng jatuh

(berat kelereng = 17,538

gram)

17

kelereng

sebagai alat uji

yang

dimasukkan

kedalam gelas

ukur yang

berisi sediaan

I 7 detik

II 5 detik

III 5 detik

6. Uji

Sedimentasi

Menentukan

tinggi

sedimentasi

sediaan dengan

cara mengukur

bahan aktif

yang

mengendap

menggunakan

alat pengukur

penggaris1 I

waktu

Tinggi

sedimen

tasi

Tinggi

sediaan

O

menit0 cm 17 cm

10

menit0 cm 17 cm

20

menit0 cm 17 cm

30

menit0 cm 17 cm

1 jam 0 cm 17 cm

2 jam 0 cm 17 cm

1 hari 0,5 cm 17 cm

2 hari 1,5 cm 17 cm

4 hari 5,6 cm 17 cm

18

7 Uji tipe

emulsi

Untuk

menentukan

fase dalam dan

luar pada

emulsi1

1

Setelah dillakukan dilution

test menunjukan tipe emulsi

adalah tipe O/W

Tipe

sediaan

O/W

IX. PEMBAHASAN

Emulsi adalah suatu dispersi di mana fase terdispers terdiri dari bulatan-bulatan

kecil zat cair yang terdisribusi ke seluruh pembawa yang tidak bercampur . (Ansel, 2005)

Oleum ricini merupakan minyak lemak yang diperoleh dari pemerasan dingin biji

tumbuhan Ricinus communis yang telah dikupas hingga diperoleh cairan jernih, kuning

pucat atau hampir tidak berwarna, bau lemah, rasa manis kemudian agak pedas,

umumnya memuaikan. Oleum ricini larut dalam etanol mutlak P,dan asam asetat glacial,

dapat bercampur dengan kloroform. Karena oleum ricini sulit untuk dilarutkan dalam air,

maka sediaan dibuat sebagai emulsi. Penggunaan emulsi oleum ricini ditujukan untuk

pemakaian topikal sebagai pelembab, maka tipe emulsi yang digunakan adalah emulsi

tipe m/a

Pada formulasi emulsi oleum ricini di praktikum ini menggunakan Pulvis Gummi

Arabicum atau Accacia (gom arab) sebanyak 15%. Accacia merupakan emulgator yang

berasal dari alam. Accacia mengandung polisakarida sehingga mudah ditumbuhi

mikroba. Oleh karena itu dalam emulsi ini digunakan propil paraben dan metil paraben

sebagai pengawet. Penggunaan metil paraben dan propil paraben sebagai pengawet

dikarenakan koefisien partisi kedua zat tersebut cocok sehingga dapat mengawetkan baik

fase air maupun fase minyak di sediaan tersebut. Oleum ricini stabil dan tidak berubah

tengik kecuali mengalami panas yang berlebihan, namun untuk menghindari oksidasi

19

pada emulsi pada saat penyimpanan maupun distribusi, ditambahkan Butylated

Hidroxitoluen (BHT) sebagai antioksidan sebanyak 0,01 %. Selain itu, ditambahkan pula

pengaroma mawar, hal ini ditujukan agar emulsi topikal oleum ricini lebih akseptabel

karena memiliki wangi khas mawar.

Proses pembuatan emulsi dilakukan dengan metode basah. Yaitu, dengan cara

memasukkan emulgator terlebih dahulu, lalu dimasukkan fase air, lalu dimasukkan fase

minyak. Hal ini dikarenakan dalam optimasi metode inilah yang menghasilkan corpus

emulsi yang paling baik antara air dan minyak.

Setelah proses pembuatan emulsi selesai, dilakukan evaluasi yang terdiri atas:

Organoleptika : Pemeriksaan visual, aroma, dan rasa dengan hasil

sebagai berikut:

- Warna : krem

- Bau : pada 5 botol yang diuji, 3 botol masih memiliki wangi mawar, 1 botol

tidak berbau, dan 1 botol berbau asam atau kecut

- Wujud : cairan kental, homogen.

- pH : pH sediaan stabil saat pengukuran yaitu 4,5, dan perubahan pH pada

saat pembuatan hingga pengujian tidak melebihi 1.

Uji efektifitas pengawet : Sediaan disimpan pada suhu kamar untuk mengamati

lamanya stabilitas sediaan. Dan hasilnya adalah saat pengamatan dilakukan setelah

sediaan disimpan selama 14 hari ditemukan adanya pertumbuhan jamur, hal ini

mungkin disebabkan oleh kurangnya pengawet dan sifat accacia yang mudah

ditumbuhi mikroorganisme.

Uji tipe emulsi : pada saat pengujian tipe emulsi, emulsi yang didapat

yaitu tipe o/w, sehingga tidak terjadi inversi fasa pada sediaan.

Uji volume terpindahkan : pada pengujian volume terpindahkan volume yang

terpindahkan tidak kurang dari 100%, sehingga memenuhi syarat.

X. KESIMPULAN

Formula yang diusulkan untuk pembuatan emulsi oleum ricini adalah sebagai berikut:

No Bahan Jumlah Fungsi

20

1. Oleum ricini 30 % Zat aktif

2. Pulvis Gummi

Arabicum (Accacia)

15 % Emulsifying agent

3 Metil paraben 0,18% Pengawet

4 Propil paraben 0,02% Pengawet

5. Butylated

Hydroxytoluene

0,01 % Antioksidan

6 essens qs Pewarna

7 Aquadest ad 100 % Pelarut/ pembawa

Adapun hasil evaluasi sediaan mendapatkan hasil

NOJenis

evaluasi

Prinsip

evaluasi

Jumlah

sampelHasil pengamatan syarat

1. Organoleptik Mengevaluasi

bau, rasa, dan

warna

5 Botol Pengamatan Warna

Krem,

wangi

mawar

dan

wangi

tidak

b

erkuran

g, tidak

ditumb

uhi

jamur.

I

Warna sediaan krem,

Terdapat aroma mawar, dan

sediaan ditumbuhi jamur.

II

Warna sediaan krem, sediaan

berbau tengik dan aroma

mawar hilang, sediaan

ditumbuhi jamur.

III

Warna sediaan krem,

Terdapat aroma mawar, dan

sediaan ditumbuhi jamur.

IV Warna sediaan krem, sediaan

berbau asam atau kecut dan

aroma mawar hilang, sediaan

ditumbuhi jamur.

21

V

Warna sediaan krem,

Terdapat aroma mawar, dan

sediaan ditumbuhi jamur.

2. Uji ph

Mengevaluasi

pH setiap

sediaan saat

pertama dibuat

dan setelah

didiamkan 1

minggu

5

Botol ph

Ph

awalny

a 5,5

I 4,5

II 4,5

III 4,5

IV 4,5

V 4,5

3. Volume

terpindahkan

Mengidentifika

si volume

setiap sediaan

dengan

menggunakan

gelas ukur

3

Botol Berat sediaan (W1– Wo)

I67.576 gram

II 63,161 gram

III 61,527 gram

Rata-rata = 62,421 gram

4. Uji Berat

Jenis sediaan

Menentukan

bobot jenis

sediaan dengan

piknometer

3

Botol

Berat jenis

sediaan

(W1 – Wo)

Berat jenis

air

(Ws – Wo)

I 10.591 gram 10.104 gram

II 10.596 gram 10.111 gram

III 10.588 gram 10.111 gram

22

Rata-rata =

10,59 gram

Rata-rata =

10,108 gram

Bj =

10,5910

=1,059 gram

Bj =

10,10810

=1 ,O 108 gram

Bj relatif =

Bj sediaanBj Air

=1,048 gram

5. Uji

Viskositas

Menentukan

sifat aliran

sediaan dengan

menggunakan

kelereng

sebagai alat uji

yang

dimasukkan

kedalam gelas

ukur yang

berisi sediaan

3

Botol

Waktu kelereng jatuh

(berat kelereng = 17,538

gram)

I 7 detik

II 5 detik

III 5 detik

6. Uji

Sedimentasi

Menentukan

tinggi

sedimentasi

sediaan dengan

cara mengukur

bahan aktif

yang

mengendap

menggunakan

1 I

waktu

Tinggi

sedimen

tasi

Tinggi

sediaan

O

menit0 cm 17 cm

10

menit0 cm 17 cm

20 0 cm 17 cm

23

alat pengukur

penggaris

menit

30

menit0 cm 17 cm

1 jam 0 cm 17 cm

2 jam 0 cm 17 cm

1 hari 0,5 cm 17 cm

2 hari 1,5 cm 17 cm

4 hari 5,6 cm 17 cm

7 Uji tipe

emulsi

Untuk

menentukan

fase dalam dan

luar pada

emulsi1

1

Setelah dillakukan dilution

test menunjukan tipe emulsi

adalah tipe O/W

Tipe

sediaan

O/W

XI. DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia edisi IV,

Jakarta: Departemen Kesehatan.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia edisi III,

Jakarta: Departemen Kesehatan.

24

Rowe, Raymond C., Paul J, Sheskey., & Marian E, Quinn. 2009. Handbook of

Pharmaceutical Excipients. 6th ed., London : Pharmaceutical Press.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2004. Ilmu Resep Teori jilid II, Jakarta:

Departemen Kesehatan.

Ansel, Howard C. 2005. Pengantar bentuk sediaan farmasi edisi IV, Jakarta: Universitas

Indonesia Press

Tim Penulis Farmakologi dan Terapi. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta : Departemen Farmakologi danTerapeutik FK UI.

XII. Lampiran

1. Kemasan sekunder

25

2. Etiket

26

3. Brosur4.5.

27

RINOLEAT ®

Rinoleat®

lotion merupakan preparat emulsi topikal yang mengandung oleum ricini yang berasal dari perasan biji Ricinus communis. Mengandung suatu trigliserida asam risinoleat dan asam lemak tak jenuh yang efektif menjaga dan menambah kelembaban pada kulit. Serta aroma bunga mawar yang menambah kesegaran dan wangi dikulit.

KOMPOSISI :

Rinoleat®

lotion mengandung :

Oleum ricini 30 %

CARA KERJA OBAT :

Sebagai emolien trigliserida asam risinoleat mencegah penguapan air di permukaan kulit sehingga kulit tetap terjaga kelembabannya dan dapat pula menambah

28

RINOLEAT ®

Rinoleat®

lotion merupakan preparat emulsi topikal yang mengandung oleum ricini yang berasal dari perasan biji Ricinus communis. Mengandung suatu trigliserida asam risinoleat dan asam lemak tak jenuh yang efektif menjaga dan menambah kelembaban pada kulit. Serta aroma bunga mawar yang menambah kesegaran dan wangi dikulit.

KOMPOSISI :

Rinoleat®

lotion mengandung :

Oleum ricini 30 %

CARA KERJA OBAT :

Sebagai emolien trigliserida asam risinoleat mencegah penguapan air di permukaan kulit sehingga kulit tetap terjaga kelembabannya dan dapat pula menambah