Oleh: SUSANA FAJARWATI NIM. F1106049 FAKULTAS …/Analisis... · judul “Analisis Pengaruh Nilai...

113
ANALISIS PENGARUH NILAI TUKAR RIIL, PRODUK DOMESTIK BRUTO, INVESTASI ASING, DAN UTANG LUAR NEGERI TERHADAP NERACA TRANSAKSI BERJALAN DI INDONESIA TAHUN 1988:1 – 2007:4 SKRIPSI Diajukan untuk Melengkapi Tugas – Tugas dan Memenuhi Persyaratan Guna Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta Oleh: SUSANA FAJARWATI NIM. F1106049 FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

Transcript of Oleh: SUSANA FAJARWATI NIM. F1106049 FAKULTAS …/Analisis... · judul “Analisis Pengaruh Nilai...

ANALISIS PENGARUH NILAI TUKAR RIIL, PRODUK DOMESTIK BRUTO,

INVESTASI ASING, DAN UTANG LUAR NEGERI TERHADAP NERACA

TRANSAKSI BERJALAN DI INDONESIA TAHUN 1988:1 – 2007:4

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas – Tugas dan Memenuhi Persyaratan Guna Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan

Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh:

SUSANA FAJARWATI

NIM. F1106049

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

2010

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ini aku persembahkan kepada:

Allah SWT yang telah memberi petunjuk dan kekuatan

untuk menyelesaikan amanah ini

Karya sederhana ini aku hadiahkan kepada :

1. Ayah dan Ibuku tercinta yang telah memberi perhatian dan kasih

sayangnya

2. Eyang kakung dan Eyang uti (Alm.) yang memberi wejangan

dan bantuan materiil

3. Om dan tante yang tak ada hentinya memberi semangat dan

motivasi

4. Adikku dan si kecil terima kasih atas canda tawanya

5. Sahabat -sahabatku

6. Almamaterku

HALAMAN MOTTO

Man jadda Wa jadda, “Siapa yang bersungguh – sungguh, maka akan

berhasil”.

Mulailah dari hal yang kecil dan dari diri sendiri.

Manusia merencanakan, namun Tuhan yang menentukan

_Thomas A. Kempis_

Syukur adalah jalan yang mutlak untuk mendatangkan lebih banyak

kebaikan dalam hidup anda. _Marci Shimoff_

Hidup dan nasib bisa tampak berantakan, misterius, fantastis, dan

sporadis. Namun, setiap elemennya adalah subsistem keteraturan dari

sebuah holistic yang sempurna. Menerima kehidupan berarti menerima

kenyataan bahwa tak ada hal sekecil apapun terjadi karena kebetulan. Ini

fakta yang tak terbantahkan. _Edensor_

Saat Allah menjawab doamu, Ia menambah imanmu . . .

Saat Allah belum menjawab doamu, Ia menambah kesabaranmu . . .

Saat Allah menjawab tapi bukan doamu, Ia memilih yang terbaik untukmu . .

.

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan

judul “Analisis Pengaruh Nilai Tukar Riil, Produk Domestik Bruto, Investasi Asing,

dan Utang Luar Negeri Terhadap Neraca Transaksi Berjalan Di Indonesia Tahun

1988:1 – 2007:4”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat guna mencapai gelar

Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

Dalam penyusunan skripsi ini banyak sekali kendala yang penulis hadapi.

Namun berkat arahan, bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, maka akhirnya

skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu dengan kerendahan hati dan ketulusan

yang mendalam penulis manghaturkan terima kasih kepada :

1. Riwi Sumantyo, SE selaku pembimbing yang dengan arif dan bijak telah

meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membimbing dan memberikan

masukan yang berarti dalam penyusunan skripsi ini.

2. Prof. Dr. M.Com, Ak. Bambang Sutopo, selaku Dekan Fakultas Ekonomi

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Drs. Kresno Sarosa Pribadi, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Dwi Prasetyani, SE., M.Si selaku Sekretaris Jurusan Ekonomi Pembangunan

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

5. Lukman Hakim, SE., M.Si terima kasih atas pinjaman referensi – referensi dan

bantuan data-datanya yang diberikan.

6. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret

Surakarta beserta staff dan karyawan yang telah memberikan ilmu, bimbingan,

arahan dan pelayanan kepada penulis.

7. Keluarga yang senantiasa selalu mendoakan, memberi dorongan dan bimbingan

kepada penulis.

8. Teman-teman Ekonomi Pembangunan angkatan 2006 Non Reguler dan semua

sahabatku terimakasih atas segala bantuan dan dukungannya.

9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu baik secara langsung

maupun tidak atas bantuannya kepada penulis hingga terselesaikannya penelitian

ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan-kekurangan.

Penulis mengharapkan kritik dan saran sebagai bahan perbaikan skripsi ini. Semoga

skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.

Surakarta, Mei 2010

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

ABSTRAK………………………………………………………………… ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………………………… iii

HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………. iv

HALAMAN PERSEMBAHAN………………………......…………….... v

HALAMAN MOTTO…………………………………………………….. vi

KATA PENGANTAR…………………………………………………….. vii

DAFTAR ISI……………………………………………………………….ix

DAFTAR TABEL………………………………………………………… xiii

DAFTAR GAMBAR …………………………………………………….. xiv

DAFTAR GRAFIK………………………………………………………. xv

DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………… xvi

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar belakang Masalah…………………………………... ……... 1

B. Perumusan Masalah………………………………………………. 7

C. Tujuan Penelitian…………………………………………………. 7

D. Manfaat Penelitian………………………………………... ………8

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori…………………………………………………… 9

1. Neraca Pembayaran……………………………………………. 9

a. Pengertian Neraca Pembayaran…………………………….. 9

b. Mekanisme Pencatatan Neraca Pembayaran………………..10

c. Struktur Neraca Pembayaran...……………………………...13

d. Konsep Keseimbangan Neraca Pembayaran……………......18

2. Nilai Tukar Riil (REER).…………………….....………..…....20

a. Sistem Nilai Tukar…………………………………………..20

b. Teori Nilai Tukar …………………………………………... 21

c. Perubahan – Perubahan Kurs Valuta Asing………………… 25

d. Kurs riil……………………………………………………... 28

e. Pengaruh perubahan kurs riil terhadap Transaksi berjalan…. 30

3. Produk Domestik Bruto……………………………………….. 30

a. Pengertian Produk Domestik Bruto…………………………. 30

b. Cara Penghitungan Produk Domestik Bruto………………... 32

c. Indikator Ekonomi Lain…………………………………….. 34

4. Investasi Asing………………………………………………... 36

a. Pengertian Investasi Asing………………………………….. 36

b. Peranan Penanaman Modal Asing………………………….. 37

c. Pola Investasi……………………………………………….. 39

5. Utang Luar Negeri……………………………………………. 40

a. Pengertian Utang Luar Negeri………………………………. 40

b. Jenis – jenis Utang Luar Negeri…………………………….. 41

B. Penelitian Terdahulu..…………………………………………... 44

1. Penelitian oleh Hari Murti…………………………………….. 44

2. Penelitian oleh Sabine Hermann dan Axel Jochem…………... 45

3. Penelitian oleh Matthieu Bussière, Marcel F, dan Gernot J.M...46

C. Kerangka Pemikiran……………………………………………... 47

D. Hipotesis…………………………………………………………. 50

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian……………………………………….. 51

B. Jenis dan Sumber Data…………………………………………... 51

C. Definisi Variabel Operasional…………………………………… 52

1. Variabel Dependen…………………………………………... 52

a. Neraca Transaksi Berjalan………………………………... 52

2. Variabel Independen………………………………………… 52

a. Nilai tukar riil (REER)...………………………………… 52

b. Produk Domestik Bruto…………………………………. 53

c. Investasi Asing…………………………………………... 53

d. Utang Luar Negeri………………………………………. 53

D. Metode Pengumpulan Data……………………………………… 54

E. Metode Analisis Data……………………………………………. 54

1. Uji Statistik………………………………………………….. 55

a. Uji t (uji secara individu)………………………………... 55

b. Uji F (uji bersama - sama)………………………………..57

c. Uji R² (uji koefisien determinasi)……………………….. 59

2. Uji Asumsi Klasik…………………………………………… 59

a. Uji Multikolinieritas…………………………………….. 59

b. Uji Heteroskedastisitas………………………………….. 60

c. Uji Autokorelasi…………………………………………. 61

BAB IV. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum………………………………………………... 63

1. Neraca Pembayaran Indonesia………………………………....63

B. Perkembangan Variabel…………………………………………. 65

1. Perkembangan Neraca Transksi Berjalan Indonesia………… 65

2. Perkembangan Nilai Tukar Riil (REER) Indonesia………… 68

3. Perkembangan Produk Domestik Bruto Indonesia………… 71

4. Perkembangan Investasi Asing (PMA) Indonesia…………. 74

5. Perkembangan Utang Luar Negeri Indonesia…………….. 77

C. Analisis Data dan Pembahasan………………………………….. 80

1. Analisis Regresi Linear Berganda…………………………… 80

2. Uji Statistik………………………………………………….. 81

a. Uji t……………………………………………………… 81

b. Uji F……………………………………………………... 83

c. Nilai R²…………………………………………………... 84

3. Analisis Ekonometrika………………………………………. 84

a. Uji Multikolinieritas…………………………………….. 84

b. Uji Heteroskedastisitas………………………………….. 85

c. Uji autokorelasi………………………………………….. 86

4. Interpretasi Ekonomi………………………………………… 87

a. Pengaruh REER Terhadap Neraca Transaksi Berjalan…..87

b. Pengaruh PDB Terhadap Neraca Transaksi Berjalan…… 88

c. Pengaruh PMA Terhadap Neraca Transaksi Berjalan…... 89

d. Pengaruh ULN Terhadap Neraca Transaksi Berjalan…… 90

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan………………………………………………………. 91

B. Saran……………………………………………………………... 92

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

TABEL Halaman

1.1 Perkembangan Neraca Transaksi Berjalan Indonesia Tahun 1984/85 – 1996/97................................................. 3

4.1 Perkembangan Neraca Transaksi Berjalan Indonesia Tahun 1988:1-2007:4…………………………………… 66 4.2 Perkembangan Nilai Tukar Riil (REER) Indonesia Tahun 1988:1-2007:4…………………………………….69 4.3 Perkembangan Produk Domestik Bruto Indonesia Tahun 1988:1-2007:4…………………………………….72 4.4 Perkembangan Investasi asing (PMA) Indonesia Tahun 1988:1-2007:4…………………………………….75 4.5 Perkembangan Utang Luar Negeri Indonesia Tahun 1988:1-2007:4………………………………….....78 4.6 Hasil Analisis Regresi Linear Berganda…………………………….80

4.7 Hasil Uji t…………………………………………………………....82

4.8 Hasil Uji F ……………………………………………………....83

4.9 Hasil Uji Multikolinieritas…………………………………….......... 85

4.10 Hasil Uji Heteroskedastisitas………………………………….......... 85

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR Halaman

2.1 Skema Kerangka Pemikiran……………………………………….. 50

3.1 Daerah Kritis Uji t…………………………………………………. 56

3.2 Daerah Kritis Uji F………………………………………………… 58

3.3 Daerah Ho diterima dan ditolak

uji Autokorelasi (Durbin-Watson)..................................................... 61

4.1 Daerah terima dan tolak Uji t………………………………………. 81

4.2 Daerah terima dan tolak Uji F……………………………………… 83

4.3 Daerah Ho diterima dan ditolak

Uji Autokorelasi (Durbin-Watson).................................................... 86

DAFTAR GRAFIK

GRAFIK Halaman

4.1 Perkembangan Neraca Transaksi Berjalan Indonesia Tahun 1988:1-2007:4….67

4.2 Perkembangan Nilai Tukar Riil (REER) Indonesia Tahun 1988:1-2007:4……70

4.3 Perkembangan Produk Domestik Bruto Indonesia Tahun 1988:1-2007:4…. ...73

4.4 Perkembangan Investasi asing (PMA) Indonesia Tahun 1988:1-2007:4……...76

4.5 Perkembangan Utang Luar Negeri Indonesia Tahun 1988:1-2007:4……….....79

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN

1. Data-data Penelitian

2. Hasil Regresi Linear Berganda

3. Hasil Uji Multikolinearitas

4. Hasil Uji Heteroskedastisitas

ANALISIS PENGARUH NILAI TUKAR RIIL, PRODUK DOMESTIK BRUTO, INVESTASI ASING, DAN UTANG LUAR NEGERI TERHADAP NERACA

TRANSAKSI BERJALAN DI INDONESIA TAHUN 1988:1 – 2007:4

ABSTRAK

Susana Fajarwati NIM. F1106049

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh nilai tukar riil, produk domestik bruto, investasi asing, dan utang luar negeri terhadap neraca transaksi berjalan di Indonesia tahun 1988:1 – 2007:4. Sehubungan dengan masalah tersebut diajukan hipotesis yaitu, diduga variabel nilai tukar riil, produk domestik bruto, dan utang luar negeri berpengaruh negatif terhadap neraca transaksi berjalan. Sementara variabel investasi asing berpengaruh positif terhadap neraca transaksi berjalan.

Sejalan dengan masalah tersebut dan hipotesis penelitian maka penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode OLS (Ordinary Least Square). Data yang digunakan merupakan data sekunder berupa data neraca transaksi berjalan, nilai tukar riil , produk domestik bruto, investasi asing, dan data utang luar negeri Indonesia. Data- data tersebut diperoleh dari Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI) beberapa terbitan dari Bank Indonesia (BI), International Monetary Fund (IMF), dan dari Badan Pusat Statistik (BPS).

Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel nilai tukar riil, produk domestik bruto, dan utang luar negeri berpengaruh positif terhadap neraca transaksi berjalan. Sementara variabel investasi asing berpengaruh negatif terhadap neraca transaksi berjalan. Hasil keempat variabel ini tidak sesuai dengan teori.

Berdasarkan temuan – temuan tersebut maka diajukan saran –saran, bagi Bank Indonesia sebagai otoritas moneter mampu menjaga kestabilan nilai kurs. Sementara bagi pemerintah, hendaknya mampu menciptakan kestabilan ekonomi keuangan dan politik serta mampu menciptakan iklim yang kondusif untuk meningkatkan kepercayaan para investor asing.

Kata Kunci: Neraca Transaksi Berjalan, Nilai Tukar Riil, Produk Domestik Bruto, Investasi Asing, Utang Luar Negeri, Indonesia, dan Ordinary Least Square (OLS).

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kemakmuran merupakan harapan yang pasti dimiliki setiap negara.

Indikator negara yang makmur adalah perekonomian yang maju pesat dan

terpenuhinya kebutuhan dalam negeri. Berbagai upaya ditempuh setiap negara

untuk meningkatkan perekonomiannya. Selain dengan meningkatkan

pemasukan dari pajak, suatu negara juga melakukan perdagangan dengan

negara lain. Perdagangan internasional ini terjadi antara dua negara atau lebih

dengan landasan saling menguntungkan satu sama lain. Dimana salah satu

pihak mendapatkan keuntungan berupa uang atau pendapatan, sementara pihak

lain menerima barang atau jasa yang dibutuhkan dalam negerinya.

Kegiatan jual-beli atau transaksi ekonomi tersebut dicatat dalam suatu

neraca pembayaran internasional (NPI). Neraca pembayaran internasional

merupakan suatu catatan yang sistematis mengenai transaksi ekonomi yang

dilakukan oleh penduduk (residen) suatu negara dengan penduduk negara lain

(non residen) dalam jangka waktu tertentu (Sugiyono, 2003:3). Salah satu

tujuan penyusunan ini dimaksudkan untuk mengetahui perubahan posisi

cadangan devisa suatu negara. Bertambah atau berkurangnya posisi cadangan

devisa terkait dengan surplus atau defisitnya neraca pembayaran. Apabila

terjadi surplus neraca pembayaran, maka posisi cadangan devisa akan

bertambah sebesar surplus tersebut. Demikian sebaliknya, bila terjadi defisit

neraca pembayaran (Sugiyono, 2003 : 7).

Neraca pembayaran dikelompokkan kedalam 2 (dua) kelompok besar,

yaitu : transaksi berjalan (current account) dan transaksi modal (capital

account). Neraca transaksi berjalan merupakan transaksi yang terkait dengan

perdagangan, seperti ekspor-impor barang dan jasa, transaksi yang terkait

dengan penghasilan, seperti pembayaran bunga dan pembagian deviden, serta

transaksi yang terkait dengan transfer seperti hibah. Sementara transaksi modal

merupakan transaksi yang terkait dengan barang modal dan investasi seperti

penanaman modal langsung dan investasi portofolio (Sugiyono, 2003:2-3).

Apabila impor suatu negara melebihi ekspornya, maka negara tersebut

mengalami defisit transaksi berjalan (current account defisit). Sebaliknya, bila

ekspor suatu negara lebih besar dibanding impornya, maka negara tersebut

mengalami surplus transaksi berjalan (current account surplus).

Perekonomian Indonesia 1995/1996 ditandai dengan defisit transaksi

berjalan dalam jumlah besar, yaitu – US$ 7,943 miliar yang merupakan defisit

terbesar yang pernah terjadi. Defisit yang cukup besar sebelumnya adalah –

US$ 4,352 miliar pada 1991/1992, dan –US$ 4,051 miliar pada 1986/1987

yang ketika itu sampai memaksa pemerintah melakukan devaluasi 12

September 1986. Perkembangan neraca transaksi berjalan dapat dilihat pada

tabel 1.1 berikut (Prasetiantono, 1996:106).

Tabel 1.1 Perkembangan Neraca Transaksi Berjalan Tahun 1984/85 – 1996/97 (US$ Juta)

TAHUN EKSPOR IMPOR JASA - TRANSAKSI

JASA BERJALAN

1984/85 + 19.901 - 14.427 - 7.442 - 1.968 1985/86 + 18.612 - 12.552 - 7.892 - 1.832 1986/87 + 13.697 - 11.451 - 6.297 - 4.051 1987/88 + 18.434 - 12.952 - 7.098 - 1.707 1988/89 + 19.824 - 14.311 - 7.372 - 1.859 1989/90 + 23.830 - 17.374 - 8.055 - 1.599 1990/91 + 28.143 - 23.028 - 8.856 - 3.741 1991/92 + 29.714 - 24.803 - 9.263 - 4.352 1992/93 + 35.303 - 27.317 - 10.547 - 2.561 1993/94 + 36.504 - 29.127 - 10.317 - 2.940 1994/95 + 42.161 - 34.122 - 11.527 - 3.488 1995/96 + 46.904 - 41.846 - 13.001 - 7.943 1996/97 + 53.264 - 45.471 - 14.667 - 6.874

Sumber: Nota Keuangan dan RAPBN 1996/1997

Dari tabel diatas terlihat, bahwa neraca transaksi berjalan mengalami

defisit. Meskipun neraca perdagangan mengalami surplus karena nilai ekspor

lebih besar dibanding nilai impor. Tetapi secara keseluruhan setelah dikurangi

dengan jasa-jasa neraca transaksi berjalan mengalami defisit. Gejala krisis

keuangan ditahun 1997, mulai tampak dengan diawalinya defisit transaksi

berjalan yang cukup besar di tahun 1995/1996, yaitu sebesar 7,943 miliar US$.

Krisis nilai tukar yang berlangsung sejak Juli 1997 selain mengakibatkan aliran

modal keluar dalam jumlah besar juga menyebabkan turunnya aliran modal

dalam rangka kegiatan investasi serta menyulut timbulnya krisis utang luar

negeri swasta (Hakim, 1997:40).

Menurut Krugman dan Obstfeld, ada dua faktor utama yang mempengaruhi

saldo transakai berjalan, yaitu kurs riil mata uang domestik terhadap mata uang

asing dan pendapatan bersih domestik. Namun masih ada faktor lain yang juga

mempengaruhi saldo transaksi berjalan, seperti Investasi asing, pengeluaran

pemerintah, utang luar negeri dan lain sebagainya.

Kurs riil merupakan harga sejumlah produk luar negeri yang dijadikan

dalam produk domestik. Perubahan kurs riil mempengaruhi transaksi berjalan,

karena perubahan tersebut mencerminkan harga barang dan jasa domestik

relatif terhadap barang dan jasa luar negeri. Jika terjadi kenaikan pada kurs riil,

maka dapat memperbaiki posisi transaksi berjalan. Dikarenakan kurs riil yang

meningkat dapat menyebabkan produk luar negeri lebih mahal daripada produk

domestik. Sehingga konsumen luar negeri akan menanggapi pergeseran harga

ini dengan meningkatkan permintaan mereka terhadap ekspor kita, yang pada

akhirnya akan memperbaiki saldo transaksi berjalan.

Seperti yang telah disebutkan diatas, pendapatan bersih juga merupakan

faktor utama yang mempengaruhi saldo transaksi berjalan. Pendapatan bersih

merupakan hasil pengurangan antara pendapatan dengan pajak. Jika terjadi

kenaikan pendapatan bersih domestik, akan mendorong konsumen domestik

untuk meningkatkan perbelanjaan mereka atas semua barang, termasuk barang

impor dari luar negeri, maka kenaikan pendapatan bersih dapat memperburuk

kondisi neraca transaksi berjalan. Statistik neraca pembayaran diperlukan

dalam perhitungan pendapatan nasional, mengingat salah satu variabel

pendapatan nasional adalah nilai ekspor – impor barang dan jasa yang tercatat

dalam neraca pembayaran. Namun dalam penelitian ini yang digunakan adalah

produk domestik bruto sebagai proxy atau wakil dari variabel pendapatan

nasional. Perolehan pendapatan nasional dapat dilihat dari Produk Domestik

Bruto (PDB). Pada dasarnya PDB merupakan jumlah nilai tambah yang

dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu negara tertentu, atau merupakan

jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi.

Pemerintah selalu berupaya dalam menanggulangi masalah

ketidakseimbangan pada neraca pembayaran, misalnya defisit pada neraca

transaksi berjalan. Seringkali terjadinya defisit ini disebabkan oleh nilai atau

jumlah ekspor lebih kecil dibandingkan jumlah impornya. Besarnya impor

menyebabkan pengeluaran untuk pembayaran barang-barang impor tersebut

meningkat. Sehingga, jika tidak diimbangi dengan pemasukan dari ekspor akan

terjadi defisit transaksi berjalan. Secara teoritis, defisit transaksi berjalan dapat

ditutup dengan meningkatkan aliran modal masuk (capital inflow). Artinya

ketika transaksi berjalan mengalami defisit, maka aliran modal masuk dari luar

negeri akan dibuka lebar untuk mengimbanginya. Aliran modal ini pada

dasarnya masuk melalui 4 (empat) pos, yaitu investasi asing (FDI), deposit

asing pada bank-bank komersial nasional (Foreign Deposit), utang luar negeri

(offshore loan) baik swasta maupun pemerintah, dan investasi portofolio

(portfolio investment). Dari keempat pos tersebut, investasi asing adalah yang

paling aman. Dana yang didapat biasanya digunakan untuk mengadakan alat-

alat atau fasilitas produksi, seperti membeli lahan, membeli mesin, bahan baru

dan sebagainya (Erani dalam Andrik Agusta, 2008:7).

Selain investasi asing, banyak negara berkembang yang menggunakan

utang luar negeri sebagai alat untuk memperbaiki defisit transaksi berjalan.

Upaya ini seringkali mengandung resiko, apabila tidak terdapat pengelolaan

yang baik. Masalah akan bertambah parah bila negara kesulitan untuk

membayar bunga dan cicilan utang. Terlihat sejak krisis ekonomi yang diawali

dengan depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat pada

pertengahan tahun 1997 lalu nyaris memuat Indonesia bangkrut secara

finansial, karena jumlah utang luar negerinya, terutama dari sektor swasta yang

sangat besar, ditambah lagi dengan ketidakmampuan sebagian besar dari

perusahaan-perusahaan dalam negeri untuk membayar kembali utang luar

negeri mereka.

Seperti yang telah disebutkan diatas, neraca pembayaran khususnya neraca

transaksi berjalan merupakan catatan atau pembukuan yang dijadikan salah

satu tolok ukur perekonomian yang sehat suatu negara. Untuk mencegah

terjadinya defisit pada saldo transaksi berjalan, maka harus diketahui

penyebabnya. Namun jika sudah terlanjur terjadi defisit pada transaksi

berjalan, diharapkan pemerintah sebagai pembuat kebijakan mampu memilih

secara jeli kebijakan yang baik dalam mengatasi masalah tersebut.

Berdasarkan hal tersebut diatas, melatar belakangi penyusun untuk

melakukan penelitian dengan judul “ ANALISIS PENGARUH NILAI

TUKAR RIIL, PRODUK DOMESTIK BRUTO, INVESTASI ASING,

DAN UTANG LUAR NEGERI TERHADAP NERACA TRANSAKSI

BERJALAN DI INDONESIA TAHUN 1988:1 – 2007:4 “.

B. PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang diatas maka permasalahan dapat dirumuskan

sebagai berikut:

a. Bagaimana pengaruh nilai tukar riil terhadap neraca transaksi berjalan?

b. Bagaimana pengaruh produk domestik bruto terhadap neraca transaksi

berjalan?

c. Bagaimana pengaruh investasi asing terhadap neraca transaksi berjalan?

d. Bagaimana pengaruh utang luar negeri terhadap neraca transaksi berjalan?

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian yang diharapkan dapat dicapai dalam penelitian ini adalah:

a. Mengetahui pengaruh nilai tukar riil terhadap neraca transaksi berjalan.

b. Mengetahui pengaruh produk domestik bruto terhadap neraca transaksi

berjalan.

c. Mengetahui pengaruh investasi asing terhadap neraca transaksi berjalan.

d. Mengetahui pengaruh utang luar negeri terhadap neraca transaksi berjalan.

D. MANFAAT PENELITIAN

Manfaat yang diharapkan dapat diambil dari penelitian ini diantaranya

sebagai berikut:

a. Bagi pihak yang berwenang dapat dijadikan bahan penetapan kebijakan

dalam mengantisipasi defisit pada neraca transaksi berjalan yang terjadi di

Indonesia.

b. Bagi peneliti berguna sebagai bahan latihan dan menambah pengetahuan

ilmiah sekaligus sebagai aplikasi dari mata kuliah yang dipelajari.

c. Dapat dipergunakan sebagai bahan perbandingan bagi peneliti – peneliti

lain yang berminat melakukan penelitian dalam bidang permasalahan

selanjutnya.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. LANDASAN TEORI

1. Neraca Pembayaran

a. Pengertian Neraca Pembayaran

Neraca pembayaran merupakan suatu catatan yang sistematis mengenai

transaksi ekonomi yang dilakukan oleh penduduk (residen) suatu negara

dengan penduduk negara lainnya (non residen) dalam jangka waktu

tertentu (Sugiyono, 2002:3).

Menurut Tambunan, neraca pembayaran atau Balance of Payment

(BOP) adalah catatan sistematis dari semua transaksi ekonomi

internasional (perdagangan, investasi, pinjaman, dan sebagainya) yang

terjadi antara penduduk dalam negeri suatu negara dengan penduduk luar

negeri selama jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun), yang biasanya

dinyatakan dalam dolar Amerika Serikat. Oleh karena itu, BOP sangat

berguna karena menunjukkan struktur dan komposisi transaksi ekonomi

dan posisi keuangan internasional suatu negara. Lembaga-lembaga

keuangan internasional seperti IMF, Bank Dunia, dan negara-negara donor

juga menggunakan BOP sebagai salah satu indikator dalam

mempertimbangkan pemberian bantuan keuangan kepada suatu negara.

Selain itu, BOP juga merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi

suatu negara disamping variabel-variabel ekonomi makro lainnya seperti

laju pertumbuhan PDB, tingkat pendapatan per kapita, tingkat inflasi,

tingkat suku bunga, dan nilai tukar mata uang domestik.

Sementara, menurut Sukirno neraca pembayaran adalah neraca

pembukuan yang menunjukkan nilai berbagai jenis transaksi (mutasi)

keuangan yang dilakukan diantara satu negara dengan negara-negara lain

dalam satu tahun tertentu.

b. Mekanisme Pencatatan Neraca Pembayaran

Pencatatan transaksi dalam NP menggunakan prinsip double entry

system, artinya setiap transaksi dicatat pada dua sisi, yaitu pada sisi debet

dan sisi kredit dengan nilai yang sama. Neraca pembayaran pada umumnya

disajikan dalam bentuk vertikal, yaitu dari atas ke bawah sehingga tidak

tampak sisi debet atau kredit, maka berdasarkan konvensi, pencatatan pada

sisi kredit diberi tanda plus (+) sedangkan pencatatan pada sisi debet diberi

tanda minus (-).

Sebagaimana

halnya dengan neraca

perusahaan, dalam

neraca pembayaran setiap transaksi yang mengakibatkan pengurangan

asset atau pertambahan kewajiban dicatat pada sisi kredit sedangkan

transaksi yang mengakibatkan pertambahan aset atau pengurangan

kewajiban dicatat pada sisi debet. Secara ringkas, pencatatan transaksi

dalam neraca pembayaran dapat dilihat dalam diagram di bawah ini.

Berdasarkan prinsip – prinsip pencatatan tersebut di atas, transaksi –

transaksi yang dicatat pada sisi debet dan kredit antara lain ialah sebagai

berikut:

a. Sisi Debet

1. Impor Barang

2. Jasa-jasa yang diterima penduduk dari bukan penduduk (impor

jasa)

3. Pemberian hadiah kepada bukan penduduk (transfer)

4. Penjualan kekayaan (assets) yang di miliki oleh bukan penduduk

5. Pembelian surat- surat berharga (securities) milik bukan penduduk

6. Penanaman modal langsung oleh penduduk di luar negeri (direct

investment abroad)

Kredit Debit

Kewajiban

Aset

7. Pinjaman yang diberikan kepada bukan penduduk

8. Pembayaran utang (debt repayments) kepada bukan penduduk

9. Pembelian emas milik bukan penduduk

Sesuai dengan sistem yang dianut, pencatatan transaksi – transaksi tersebut

di atas harus dibarengi dengan pencatatan di sisi kredit. Sebagai contoh,

apabila impor dibiayai dengan utang maka pencatatan debet (impor)

dibarengi dengan pencatatan kredit (kewajiban).

b. Sisi Kredit

1. Ekspor barang

2. Jasa-jasa yang diberikan penduduk kepada bukan penduduk

(ekspor jasa)

3. Penerimaan hadiah dari bukan penduduk (transfer)

4. Pembelian kekayaan (assets) milik penduduk oleh bukan penduduk

5. Penjualan surat-surat berharga (securities) milik penduduk kepada

bukan penduduk

6. Penanaman modal langsung (direct investment) oleh bukan

penduduk

7. Pinjaman yang diterima dari bukan penduduk

8. Pembayaran utang (debt repayments) oleh bukan penduduk

9. Penjualan emas milik penduduk kepada bukan penduduk

Sesuai dengan sistem yang dianut, pencatatan transaksi – transaksi tersebut

di atas harus dibarengi dengan pencatatan di sisi debet. Sebagai contoh,

apabila ekspor dibayar tunai maka pencatatan kredit (ekspor) dibarengi

dengan pencatatan debet (pertambahan aset).

c. Struktur Neraca Pembayaran

Dilihat dari strukturnya, neraca pembayaran dapat dikelompokkan

dalam dua kelompok besar, yaitu transaksi berjalan dan transaksi modal.

Struktur neraca pembayaran terdiri dari beberapa komponen yang dapat

dikelompokkan sebagai berikut (Sugiyono, 2002:17-20):

1. Transaksi berjalan (current account)

a. Perdagangan barang (trade)

1) Ekspor (exports)

2) Impor (imports)

b. Jasa-jasa (services)

c. Penghasilan (income)

d. Transfer (transfers)

2. Transaksi Modal dan keuangan (capital and financial account)

a. Transaksi modal (capital account)

b. Transaksi keuangan di luar cadangan devisa (financial account)

1) Penanaman modal langsung (foreign direct investment)

2) Investasi surat berharga (portofolio investment)

3) Investasi lainnya

3. Perubahan cadangan devisa (changes in reserves)

4. Selisih perhitungan (errors and omissions)

Penjelasan mengenai masing – masing komponen dalam neraca

pembayaran adalah sebagai berikut :

1. Transaksi Berjalan (Current Account)

Transaksi berjalan meliputi perdagangan barang dan jasa, penghasilan

(income), dan current transfer. Secara keseluruhan, transaksi berjalan

menggambarkan nilai bersih antara sisi kredit dan sisi debet dari seluruh

transaksi yang tercatat dalam setiap komponen transaksi berjalan.

Secara analitis, dalam kelompok transaksi berjalan tersebut terdapat

dua neraca lainnya, yaitu neraca perdagangan, yang merupakan hasil bersih

dari perdagangan barang atau ekspor dan impor barang, dan neraca jasa

yang merupakan hasil bersih antara ekspor jasa dan impor jasa. Khusus

menenai neraca perdagangan, perhitungan baik ekspor maupun impor

harus dalam nilai free on board (f.o.b), bukan dalam nilai keseluruhan,

termasuk cost, insurance, dan freight (c.i.f), mengingat ongkos dan jasa

pengiriman merupakan kelompok transaksi jasa sehingga harus

dikelompokkan dalam jasa-jasa. Beberapa transaksi yang termasuk dalam

kelompok jasa antara lain ialah jasa transportasi, pariwisata, dan

komunikasi. Sementara itu, hasil penggunaan faktor produksi, modal dan

tenaga kerja dicatat dalam kelompok penghasilan (income), misalnya

dividen dan bunga. Selanjutnya transaksi dalam kelompok transfer meliputi

transaksi yang tidak menimbulkan kewajiban untuk melakukan

pembayaran (unrequited transfer), seperti hibah yang diterima pemerintah

maupun swasta.

2. Transaksi Modal dan keuangan (capital and financial account)

Transaksi modal dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu capital

transfer dan pembelian / penjualan non-financial asset, seperti paten, dan

copyrights. Capital transfer selain mencakup pemberian barang modal

(fixed assets), juga transfer uang dalam rangka pembelian barang modal.

Sementara itu, transaksi keuangan yang meliputi transaksi yang

menyebabkan bertambah atau berkurangnya asset dan atau kewajiban luar

negeri di bagi dalam dua kelompok besar, yaitu transaksi keuangan di luar

cadangan devisa (reserve assets) dan transaksi yang mengakibatkan

perubahan cadangan devisa. Kelompok transaksi keuangan di luar reserve

mencakup transaksi yang terkait dengan lalu lintas keuangan baik jangka

pendek, menengah, maupun panjang yang dilakukan baik oleh pemerintah,

perusahaan pemerintah, maupun swasta, termasuk penanaman modal asing.

Perlu dikemukakan bahwa pembayaran bunga pinjaman tidak

diperhitungkan dalam lalu lintas modal melainkan dalam jasa-jasa

mengingat transaksi tersebut merupakan transaksi jasa.

3. Perubahan cadangan devisa (changes in reserves)

Sementara itu, transaksi keuangan yang menyangkut cadangan devisa

atau reserve assets merupakan pos yang menampung surplus atau defisit

neraca pembayaran. Pos ini menunjukkan besarnya perubahan jumlah

cadangan devisa yang dikuasai oleh otoritas moneter1 sehubungan dengan

transaksi internasional yang terjadi pada periode waktu tertentu, biasanya

satu tahun.

Adapun komponen cadangan devisa yang dicatat dalam neraca

pembayaran meliputi:

- Emas moneter (monetary gold), yaitu emas yang dikelola otoritas

moneter baik yang disimpan di dalam negeri maupun di luar negeri;

- Reserves Position in the Fund (RPF), merupakan rekening yang

dimiliki anggota IMF yang bersifat likuid (Liquid claim) terhadap IMF.

Jumlah RPF yang dimiliki masing-masing anggotanya tergantung pada

besarnya setoran kuota dalam valuta asing.2 RPF dapat diperhitungkan

sebagai komponen cadangan devisa mengingat sewaktu-waktu dapat

ditarik dalam bentuk fasilitas yang dapat diberikan oleh IMF;

- Special Drawing Rights (SDR), merupakan rekening giro yang dimiliki

negara anggota IMF dalam satuan hitung SDR yang diciptakan oleh

IMF untuk digunakan dalam setiap kali melakukan transaksi keuangan

dengan IMF. Pembentukan rekening tersebut dimaksudkan untuk

menunjang stabilitas moneter internasional dengan cara melakukan

alokasi pada saat kondisi likuiditas internasional mengalami

ketidakseimbangan. Dengan demikian, SDR memungkinkan bertambah

besarnya cadangan devisa masing-masing negara, sekaligus menambah

1 Dalam hal Indonesia, hanya mencakup cadangan devisa yang dikelola oleh Bank Indonesia. 2 Setoran kuota dalam valuta asing ditetapkan minimal 25 % dari kuota negara anggota dan sisanya dalam bentuk mata uang domestik

likuiditas internasional. Besarnya rekening SDR masing-masing negara

anggota dapat berubah pada saat memperoleh alokasi atau tambahan

alokasi SDR dan pada saat melakukan pembelian atau melakukan

transaksi keuangan dengan IMF;

- Valuta asing (Foreign exchange), tagihan kepada bukan penduduk

dalam bentuk mata uang asing, saldo rekening giro, dan saldo

simpanan berjangka dalam valuta asing serta kertas berharga dalam

valuta asing.

4. Selisih perhitungan (errors and omissions)

Selisih perhitungan merupakan komponen penyeimbang neraca untuk

menampung selisih atau perbedaan antara pencatatan di sisi kredit dan di

sisi debet. Selisih antara sisi kredit dan sisi debet tersebut dapat terjadi,

mengingat dalam praktik sumber data pencatatan transaksi neraca

pembayaran pada sisi debet berbeda dengan sisi kredit sehingga

memungkinkan terjadinya perbedaan masing-masing sisi. Selain itu, selisih

perhitungan juga dapat terjadi karena kesalahan pencatatan, selisih waktu

pencatatan (time-lag), selisih kurs, dan kesulitan dalam pengumpulan data.

d. Konsep Keseimbangan Neraca Pembayaran

Konsep keseimbangan neraca pembayaran bukan dilihat dari sisi

neraca itu sendiri melainkan dilihat dari komponen tertentu yang ada dalam

neraca pembayaran sehingga akan terlihat apakah neraca pembayaran

mengalami surplus atau defisit. Komponen yang menimbulkan terjadinya

surplus atau defisit meliputi transaksi yang termasuk dalam transaksi

berjalan (current account) dan transaksi yang termasuk dalam transaksi

modal dan keuangan (capital and financial account) di luar cadangan

devisa (reserves assets), dan disebut dengan “ autonomous transaction”.

Sementara itu, komponen yang menampung surplus atau membiayai defisit

meliputi transaksi yang mengakibatkan perubahan cadangan devisa dan

disebut “ accommodating transaction”. Surplus pada autonomous

transaction terjadi apabila sisi kredit dari transaksi-transaksi yang dicatat

lebih besar daripada sisi debetnya; demikian pula sebaliknya apabila terjadi

defisit. Dalam literatur ekonomi dan keuangan internasional, autonomous

transaction digolongkan dalam transaksi-transaksi yang disebut transaksi-

transasksi “above the line” (diatas garis pemisah), sedangkan

accommodating transaction merupakan transaksi-transaksi “below the

line” (di bawah garis pemisah).

Secara umum, dikenal empat konsep keseimbangan neraca

pembayaran, yaitu:

a. Konsep Keseimbangan Perdagangan (Trade Balance)

Dalam konsep ini, transaksi yang termasuk dalam autonomous

transaction atau transaksi yang mengakibatkan surplus atau defisit

hanya transaksi ekspor dan impor barang sehingga keseimbangan

neraca pembayaran diukur dari besarnya surplus defisit kedua transaksi

tersebut. Apabila ekspor lebih besar daripada impor maka neraca

pembayaran negara bersangkutan mengalami surplus; demikian pula

sebaliknya.

b. Konsep Keseimbangan Transaksi Berjalan (Current Account Balance)

Untuk menentukan surplus atau defisit pada autonomous transaction

selain diperhitungkan ekspor dan impor, juga diperhitungkan jasa-jasa,

termasuk penghasilan (income) dan transfer. Surplus terjadi apabila

ekspor barang, jasa, penghasilan, dan transfer lebih besar daripada

impor barang, jasa, penghasilan, dan transfer; demikian pula

sebaliknya.

c. Konsep basic balance

Dalam konsep ini, yang termasuk dalam autonomous transaction selain

pos-pos dalam transaksi berjalan, juga komponen-komponen dalam

transaksi modal dan keuangan jangka panjang.

d. Konsep Overall Balance

Yang termasuk autonomous transaction dalam konsep ini adalah

komponen-komponen dalam transaksi berjalan, komponen-komponen

transaksi modal dan keuangan baik jangka panjang maupun jangka

pendek.

2. Nilai Tukar Mata Uang (Kurs)

a. Sistem Nilai Tukar

Nilai tukar mata uang atau yang sering disebut dengan kurs adalah

harga satu unit mata uang asing dalam mata uang domestik atau dapat juga

dikatakan harga mata uang domestik terhadap mata uang asing

(Simorangkir dan Suseno, 2004: 4). Menurut Sukirno, nilai tukar mata

uang (kurs) adalah nilai yang menunjukkan jumlah mata uang dalam negeri

yang diperlukan untuk mendapat satu unit mata uang asing. Kurs valuta

asing adalah nilai pertukaran dari mata uang suatu negara terhadap negara

lainnya (Beam, 2003: 390).

Pada setiap negara terdapat suatu sistem kurs valuta asing yang

ditentukan oleh kebijakan yang dianut oleh pemerintah masing-masing

negara tersebut. Sistem kurs yang dipakai suatu negara, yaitu:

1.) Fixed exchange rate (sistem nilai tukar tetap) yaitu nilai mata uang

suatu negara ditetapkan oleh pemerintah atau Bank Sentral.

a.) Pegged to a currency, nilai tukar ditetapkan terhadap mata uang

tertentu.

b.) Pegged to a basket of currency, nilai tukar ditetapkan sekelompok

mata uang terkuat.

c.) Currency board, nilai tukar ditetapkan oleh dewan mata uang.

2.) Floating exchange rate (sistem nilai tukar mengambang).

a.) Managed floating exchange rate (sistem nilai tukar mengambang

terkendali), yaitu Pemerintah atau Bank Sentral akan menjaga

supaya nilai tukar berada diantara batas atas dan batas bawah.

b.) Free floating exchange rate (sistem nilai tukar mengambang

bebas), yaitu nilai tukar suatu negara diserahkan pada mekanisme

pasar (tidak ada intervensi dari pemerintah ataupun Bank Sentral).

b. Teori Nilai Tukar atau Kurs

Ada 4 pendekatan yang dikenal dalam proses pembentukan kurs

(Salvatore, 2000: 42-48):

1.) Pendekatan Perdagangan atau Pendekatan Elastisitas Terhadap

Pembentukan Kurs

Model ini melihat bahwa nilai tukar atau kurs antara dua mata uang

dari dua negara ditentukan oleh besar – kecilnya perdagangan barang dan

jasa yang berlangsung diantara kedua negara tersebut. Menurut pendekatan

ini kurs ekuilibrium adalah kurs yang akan menyeimbangkan nilai impor

dan ekspor dari suatu negara. Jika nilai impor negara tersebut lebih besar

ketimbang nilai ekspornya (artinya negara yang bersangkutan mengalami

defisit perdagangan), maka kurs mata uangnya akan mengalami

peningkatan (artinya mata uangnya mengalami depresiasi atau penurunan

nilai tukar), dan hal itu akan berlangsung secara cepat dalam sistem kurs

mengambang yang berlaku pada saat ini.

Peningkatan kurs (angka nominalnya) atau penurunan nilai tukar mata

uang tersebut akan membuat harga dari berbagai komoditi ekspornya

menjadi lebih murah bagi para importir atau pihak asing sedangkan

berbagai produk barang dan jasa impor menjadi lebih mahal bagi penduduk

domestik. Akibatnya, lambat laun ekspor negara tersebut akan mengalami

kenaikan sedangkan impornya akan terus menurun sampai pada akhirnya

nilai perdagangan internasionalnya benar – benar seimbang (impor sama

dengan ekspor).

Pendekatan elastisitas tersebut menekankan pentingnya peran

perdagangan atau arus pertukaran barang dan jasa dalam pembentukan

kurs. Sedangkan arus permodalan internasional juga memainkan peran

yang penting, namun bersifat pasif, yakni hanya untuk menutup atau

mengimbangi setiap bentuk ketidakseimbangan perdagangan temporer.

2.) Teori Paritas Daya Beli untuk Menjelaskan Proses Pembentukan Kurs

Pendekatan kurs ini lebih relevan diaplikasikan guna mengamati

pergerakan kurs dalam jangka panjang ketimbang dalam jangka pendek.

Teori ini mempostulasikan atau merumuskan gejala bahwa kurs antara dua

mata uang adalah identik dengan rasio dari tingkat dari harga umum dari

kedua negara yang bersangkutan. Sebagai contoh, jika harga satu karung

gandum di Amerika Serikat adalah $2, sedangkan harga gandum di Inggris

adalah £1 per karung, maka kurs yang berlaku antara dolar dan

poundsterling adalah R=$2 / £1 = 2. Jadi, berdasarkan hukum satu harga

(law of one price), komoditi yang sama seharusnya memiliki harga yang

sama pula (dalam kondisi itulah daya beli dari kedua mata uang tadi berada

dalam kondisi paritas atau persamaan).

3.) Pendekatan Moneter Terhadap Pembentukan Kurs dan Lonjakan Kurs

Pendekatan moneter (Monetary Approach) memberikan penjelasan

yang sangat kontras. Pendekatan ini mempostulasikan atau menyatakan

bahwa kurs tercipta dalam proses penyamaan atau penyeimbangan stok

atau total permintaan dan penawaran mata uang nasional di masing-masing

negara.

Penawaran uang di suatu negara diasumsikan dapat ditetapkan atau

diciptakan secara independen oleh otoritas moneter dari negara yang

bersangkutan. Namun sebaliknya, permintaan uang sangat ditentukan oleh

tingkat pendapatan riil negara tersebut, atau tingkat harga harga-harga

umum yang berlaku serta suku bunga. Semakin tinggi pendapatan riil dan

harga-harga yang berlaku di negara tersebut, maka akan semakin besar

pula permintaan uang di negara tersebut karena setiap individu dan

perusahan memerlukan lebih banyak uang untuk membiayai transaksi

hariannya. Di lain pihak, semakin tinggi suku bunga yang ada, maka akan

semakin besar biaya oportunities penyimpanan uang (tunai atau simpanan

yang tidak menghasilkan bunga) sehingga setiap orang akan memilih asset

atau sekuritas yang menghasilkan bunga seperti obligasi atau deposito

perbankan. Itu berarti, tingkat permintaan uang memiliki hubungan terbalik

dengan besaran atau tingkat bunga.

4.) Pendekatan Keseimbangan Portofolio Terhadap Pembentukan Kurs

Pendekatan keseimbangan portofolio (portfolio-balance approach)

berbeda dari pendekatan moneter dalam hal diasumsikannya obligasi-

obligasi domestik dan luar negeri sebagai substitusi yang tidak sempurna.

Perbedaan lainnya dari keseimbangan portofolio ini adalah penekanannya

bahwa kurs sesungguhnya terbentuk dalam proses penyamaan dan

penyeimbangan stok atau total permintaan dan total penawaran aset-aset

finansial dalam setiap negara. Pendekatan ini juga memperhitungkan arti

penting perdagangan (sektor riil) secara eksplisit ke dalam analisisnya.

Dengan demikian, pendekatan keseimbangan portofolio dapat dianggap

sebagai salah satu versi pendekatan moneter yang lebih realistis dan

memuaskan.

Pendekatan keseimbangan portofolio itu merumuskan kesimpulan yang

menyatakan kenaikan penawaran uang di negara domestik akan mendorong

terjadinya kemerosotan suku bunga di negara yang bersangkutan, sehingga

akan membuat para investor menukarkan obligasi domestiknya menjadi

mata uang domestik dan obligasi luar negeri. Pembelian secara besar-

besaran atas obligasi luar negeri itu dengan sendirinya menimbulkan

depresiasi atas mata uang domestik. Selanjutnya, depresiasi itu merangsang

peningkatan ekspor negara domestik dan sekaligus menyurutkan impornya.

Pada gilirannya hal ini menciptakan surplus perdagangan bagi negara

domestik yang segera disusul oleh apresiasi mata uangnya.

c. Perubahan – Perubahan Kurs Valuta Asing

Apabila kurs valuta asing sepenuhnya ditentukan oleh mekanisme

pasar maka kurs tersebut akan selalu mengalami perubahan dari waktu ke

waktu. Perubahan yang terus menerus tersebut akan berlaku disebabkan

oleh perubahan yang selalu terjadi keatas permintaan atau penawaran

valuta asing.

Oleh karena sifatnya yang selalu mengalami perubahan tersebut, kurs

pertukaran yang ditentukan oleh mekanisme pasar dinamakan kurs

pertukaran yang berubah bebas atau kurs pertukaran mengambang.

Beberapa faktor yang mempunyai pengaruh besar ke- atas perubahan

dalam kurs pertukaran adalah (Sukirno, 2002:361-365):

1. Perubahan dalam cita rasa masyarakat.

Perubahan ini akan mempengaruhi permintaan. Apabila penduduk

suatu negara semakin lebih menyukai barang-barang dari satu negara

lain, maka permintaan ke atas mata uang negara lain tersebut

bertambah. Maka perubahan seperti itu mempunyai kecenderungan

untuk menaikkan nilai mata uang negara lain tersebut.

2. Perubahan harga dari barang-barang ekspor.

Apabila harga barang-barang ekspor mengalami perubahan maka

perubahan ini akan mempengaruhi permintaan ke atas barang ekspor

itu. Perubahan ini selanjutnya akan mempengaruhi kurs valuta asing.

Kenaikan harga barang-barang ekspor akan mengurangi permintaan ke

atas barang tersebut di luar negeri. Maka kenaikan tersebut akan

mengurangi penawaran mata uang asing. Kekurangan penawaran ini

akan menjatuhkan nilai uang dari negara yang mengalami kenaikan

dalam harga-harga barang ekspornya. Apabila harga barang-barang

ekspor mengalami penurunan, maka akibat yang timbul adalah yang

sebaliknya.

3. Kenaikan harga-harga umum (Inflasi).

Berlakunya keadaan demikian di suatu negara dapat menurunkan

nilai mata uangnya. Di satu pihak kenaikkan harga-harga itu akan

menyebabkan penduduk negara itu semakin banyak mengimpor dari

negara lain. Oleh karenanya permintaan ke atas valuta asing

bertambah. Di lain pihak, ekspor negara itu bertambah mahal dan ini

akan mengurangi permintaannya dan selanjutnya akan menurunkan

penawaran valuta asing.

4. Perubahan dalam tingkat bunga dan tingkat pengembalian investasi.

Disamping dipengaruhi oleh perubahan dalam permintaan dan

penawaran ke atas barang-barang yang diperdagangkan diantara

berbagai negara, kurs valuta asing dipengaruhi pula oleh aliran modal

jangka panjang dan jangka pendek. Tingkat bunga dan tingkat

pengembalian investasi sangat mempengaruhi jumlah serta arah aliran

modal jangka panjang dan jangka pendek. Tingkat pendapatan

investasi yang lebih menarik akan mendorong pemasukan modal ke

negara tersebut. Penawaran valuta asing yang bertambah ini akan

meninggikan nilai mata uang negara yang menerima modal tersebut.

5. Perkembangan ekonomi

Bentuk dari pengaruh perkembangan ekonomi kepada kurs valuta

asing tergantung kepada corak dari perkembangan ekonomi itu.

Apabila ia terutama disebabkan oleh perkembangan sektor ekspor,

penawaran ke atas mata uang asing terus menerus bertambah. Dalam

keadaan seperti itu perkembangan ekonomi akan meninggikan nilai

mata uang. Tetapi apabila sumber perkembangan itu adalah dari

perluasan kegiatan ekonomi di luar sektor ekspor, perkembangan itu

berkecenderungan akan menurunkan nilai mata uang asing. Akibat

yang demikian akan timbul karena pendapatan yang bertambah akan

menaikkan impor. Kenaikkan impor ini akan menaikkan permintaan ke

atas valuta asing.

d. Kurs Riil

Kurs riil merupakan gabungan angka kurs nominal dan tingkat harga.

Untuk mendefinisikan kurs riil secara lebih terinci, maka perlu

memperjelas ukuran tingkat harga yang akan digunakan. Misalnya, P us

sebagai harga dolar dari sejumlah komoditi baku yang selalu

dikonsumsikan setiap minggunya oleh segenap rumah tangga dan

perusahaan Amerika. Begitu pula P G , yakni sebagai harga komoditi yang

setiap minggu selalu dibeli oleh segenap rumah tangga dan perusahaan

Jerman. Kemudian dapat didefinisikan secara formal kurs riil dolar/DM,

yang dilambangkan q DM/$ , sebagai harga dolar relatif dari komoditi Jerman

terhadap komoditi Amerika. Jadi bisa dikatakan kurs riil itu adalah nilai

dolar dari tingkat harga Jerman dibagi dengan tingkat harga Amerika; atau

secara simbolis:

q ( ) USGDM/$DM/$ P/xPE= ...................................................... (2.1)

Seumpama, komoditi acuan Jerman berharga DM100 (sehingga P G =

DM100 per komoditi acuan Jerman), sedangkan harga komoditi acuan

Amerika berharga $50 (jadi P us =$50 per komoditi acuan Amerika), dan

kurs nominalnya adalah E 50,0$DM/$ = per DM. Maka kurs riil dolar/ DM:

($0,50 per DM) x (DM100 per komoditi Jerman) =DM/$q

($50 per komoditi Amerika) = ($50 per komoditi Jerman) / ($50 per komoditi Amerika) = 1 komoditi Amerika per komoditi Jerman

Kenaikan kurs riil dolar/DM q DM/$ (yang disebut depresiasi riil dolar

terhadap DM akan mengakibatkan penurunan daya beli dolar di wilayah

Jerman dila dibandingkan dengan daya belinya di wilayah Amerika.

Perubahan daya beli ini terjadi karena harga dolar dari barang-barang

Jerman (E GDM$. xP ) mengalami kenaikan relatif terhadap harga dolar dari

barang-barang Amerika (P us ). Dolar dianggap mengalami depresiasi secara

riil terhadap DM bila q DM/$ meningkat karena daya beli hipotetis dari

produk-produk Amerika secara keseluruhan terhadap produk Jerman

menurun. Barang dan jasa Amerika menjadi lebih murah dibandingkan

dengan barang dan jasa Jerman. Adapun apresiasi riil dolar terhadap DM

merupakan penurunan dalam q DM/$ . Penurunan ini menunjukkan

merosotnya harga relatif dari produk-produk di Jerman, atau meningkatnya

daya beli dolar di Jerman (bila dibelanjakan di Jerman) dibandingkan

dengan daya belinya di Amerika.

e. Pengaruh perubahan kurs riil terhadap Transaksi berjalan

Sejumlah pembelanjaan domestik juga meliputi pembelian produk

impor meskipun tidak sebanyak pembelian atas barang dan jasa produksi

domestik. Sementara itu, produk luar negeri yang dikonsumsikan itu lebih

condong pada kondisi barang dan jasa dari negara asalnya. Untuk

mengetahui perubahan harga relatif output nasional tersebut mempengaruhi

transaksi berjalan, harus diketahui pengaruhnya terhadap ekspor. Jika

EP*/P meningkat, misalnya secara relatif produk luar negeri menjadi lebih

mahal daripada produk domestik; setiap unit output domestik kini hanya

dapat membeli lebih sedikit output luar negeri. Konsumen akan

menanggapi pergeseran harga ini dengan meningkatkan permintaan mereka

terhadap ekspor kita. Reaksi ini selanjutnya meningkatkan ekspor dan

cenderung memperbaiki transaksi berjalan domestik.

3. Produk Domestik Bruto

a. Pengertian Produk Domestik Bruto

Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di

suatu negara dalam suatu periode tertentu adalah data Produk Domestik

Bruto (PDB), baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga

konstan.

Produk Domestik Bruto pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah

yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu negara tertentu, atau

merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh

unit ekonomi. Produk Domestik Bruto atas dasar harga berlaku

menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan

harga yang berlaku pada setiap tahun, sedangkan Produk Domestik Bruto

atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa

tersebut yang bruto dihitung menggunakan harga yang berlaku pada satu

tahun tertentu sebagai dasar. Produk Domestik Bruto atas dasar harga

berlaku dapat digunakan untuk melihat pergeseran dan struktur ekonomi,

sedang harga konstan digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi

dari tahun ke tahun.

Data Produk Domestik Bruto (PDB) menurut penggunaan atas dasar

harga konstan memiliki tahun dasar yang berbeda, dimana tahun 1988 –

1997 menggunakan tahun dasar tahun 1988/1989, PDB tahun 1998 – 2002

menggunakan tahun dasar 1996, lalu PDB tahun 2003 – 2006 tahun

dasarnya tahun 2002, dan sisanya menggunakan tahun dasar tahun 2007.

Untuk menghitung PDB menurut harga konstan dapat dihitung dengan

rumus sebagai berikut :

100xIHK

PDBPDB

x

HBxHKx = …………………………………… (2.2)

Dimana :

HKxPDB = PDB harga konstan tahun tertentu

HBxPDB = PDB harga berlaku tahun tertentu

xIHK = Indeks Harga Konsumen tahun tertentu

Oleh karena data PDB pada tahun 1988 – 2007 tidak tersedia data

kuartalan dan hanya tersedia data tahunan, maka data PDB pada tahun

tersebut diinterpolasikan ke dalam data kuartalan dengan formulasi sebagai

berikut (Insukindro dalam Nugroho, 2008):

( )úûù

êëé --= -1ttt1t YY

125.4

Y41

Y ………………………… ……... (2.3)

( )úûù

êëé --= -1ttt2t YY

125.1

Y41

Y ………………………………… (2.4)

( )úûù

êëé -+= -1ttt3t YY

125.1

Y41

Y ………………………………… (2.5)

( )úûù

êëé -+= -1ttt4t YY

125.4

Y41

Y …………………………………(2.6)

Dimana:

=4t,3t,2t,1t YYYY Data Kuartalan 1, 2, 3, 4

tY = Data tahun yang berlaku

1tY - = Data tahun sebelumnya

b. Cara penghitungan Produk Domestik Bruto

Untuk menghitung angka-angka Produk Domestik Bruto ada tiga

pendekatan yang dapat digunakan, yaitu :

1. Menurut Pendekatan Produksi

Produk Domestik Bruto adalah jumlah nilai tambah atas barang dan

jasa yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di wilayah suatu

negara dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Unit – unit

pruduksi tersebut dalam penyajian ini dikelompokkan menjadi 9

lapangan usaha sektor yaitu:

a. Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan

b. Pertambangan dan Penggalian

c. Industri Pengolahan

d. Listrik, Gas dan Air bersih

e. Konstruksi

f. Perdagangan, Hotel, dan Restoran

g. Pengangkutan dan komunikasi

h. Keuangan, Real Estate dan Jasa Perusahaan

i. Jasa-jasa termasuk jasa pelayanan pemerintah

Setiap sektor tersebut dirinci lagi menjadi sub-sub sektor.

2. Menurut Pendekatan Pendapatan

Produk Domestik Bruto merupakan jumlah balas jasa yang diterima

oleh faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di

suatu negara dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Balas

jasa faktor produksi yang dimaksud adalah upah dan gaji, sewa tanah,

bunga modal dan keuntungan; semuanya sebelum dipotong pajak

penghasilan dan pajak langsung lainnya. Dalam definisi ini, Produk

domestik bruto mencakup juga penyusutan dan pajak tidak langsung

neto (pajak tak langsung dikurangi subsidi).

3. Menurut Pendekatan Pengeluaran

Produk Domestik Bruto adalah semua komponen permintaan akhir

yang terdiri dari:

a. Pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta nirlaba

b. Pengeluaran konsumsi pemerintah

c. Pembentukan modal tetap domestik bruto

d. Perubahan inventori, dan

e. Ekspor neto (ekspor neto merupakan ekspor dikurangi impor)

Secara konsep ketiga pendekatan tersebut akan menghasikan angka

yang sama. Jadi, jumlah pengeluaran akan sama dengan jumlah barang

dan jasa akhir yang dihasilkan dan harus sama pula dengan jumlah

pendapatan untuk faktor-faktor produksi. Produk Domestik Bruto yang

dihasilkan dengan cara ini disebut sebagai Produk domestik Bruto atas

dasar harga pasar, karena didalamnya sudah dicakup pajak tak

langsung neto.

a. Indikator ekonomi lain

Dari data Produk domestik bruto dapat juga diturunkan beberapa

indikator ekonomi penting lainnya, seperti :

1) Produk Nasional Bruto

Yaitu Produk domestik bruto ditambah dengan pendapatan neto

dari luar negeri. Pendapatan neto itu sendiri merupakan pendapatan

atas faktor produksi (tenaga kerja dan modal) milik penduduk

Indonesia yang diterima dari luar negeri dikurangi dengan pendapatan

yang sama milik penduduk asing yang diperoleh di Indonesia.

2) Produk Nasional Neto atas dasar harga pasar

Yaitu produk domestik bruto dikurangi dengan seluruh penyusutan

atas barang – barang modal tetap yang digunakan dalam proses

produksi selama setahun.

3) Produk Nasional Neto atas dasar biaya faktor produksi

Yaitu produk nasional neto atas dasar harga pasar dikurangi dengan

pajak tidak langsung neto. Pajak tidak langsung neto merupakan pajak

tidak langsung yang dipungut pemerintah dikurangi dengan subsidi

yang diberikan oleh penerintah. Baik pajak tidak langsung maupun

subsidi, kedua-duanya dikenakan terhadap barang dan jasa yang

diproduksi atau dijual. Pajak tidak langsung bersifat menaikkan harga

jual sedangkan subsidi sebaliknya. Selanjutnya, produk nasional neto

atas dasar biaya faktor produksi disebut sebagai produk domestik bruto.

4. Investasi Asing

a. Pengertian Investasi Asing

Investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran atau perbelanjaan

penanaman modal atau perusahaan untuk membeli barang – barang modal

dan perlengkapan – perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan

memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam

perekonomian (Sukirno, 2002: 107).

Investasi lazim disebut juga dengan istilah penanaman modal atau

pembentukan modal. Dengan demikian, di dalam makroekonomi

pengertian investasi atau akumulasi modal adalah berbeda dengan modal.

Dalam penelitian ini investasi yang dimaksud ialah investasi swasta yaitu

Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing

(PMA).

Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) menurut BKPM adalah

modal dalam negeri diartikan sebagai sumber produktif dari masyarakat

Indonesia yang dapat digunakan dalam pembangunan ekonomi yang

merupakan bagian dari kekayaan masyarakat Indonesia termasuk hak hak,

benda-benda (bergerak atau tidak bergerak) yang dapat disisihkan untuk

menjalankan usaha (BKPM, 1985: 17).

Dari pengertian diatas, contoh dari kekayaan termaksud yaitu tanah,

bangunan, kayu di hutan, dan lain-lain. Kekayaan tersebut dapat dimiliki

oleh negara maupun swasta, yang dapat dibagi menjadi :

a. Dimiliki oleh pihak swasta nasional baik perorangan maupun badan

hukum, termasuk koperasi.

b. Dimiliki oleh pihak asing baik perorangan maupun badan hukum.

PMA atau investasi asing merupakan investasi yang dilakukan oleh

para pemilik modal asing di dalam negeri untuk mendapatkan suatu

keuntungn dari usaha yang dilakukan. Menurut Kuncoro (2000:215)

investasi merupakan salah satu sumber pembiayaan pembangunan nasional

disamping ekspor, tabungan domestik, dan bantuan luar negeri.

b. Peranan Penanaman Modal Asing

Menurut Kuncoro, penanaman modal asing ini memiliki peranan yang

cukup penting dalam pembangunan, diantaranya:

1. Sumber dana eksternal (modal asing) dapat dimanfaatkan sebagai

alat untuk mempercepat investasi dan pertumbuhan ekonomi.

2. Pertumbuhan ekonomi yang meningkat perlu dikuti dengan

perubahan struktur produksi dan perdagangan.

3. Modal asing dapat berperan penting dalam mobilitas dana.

Investasi mempunyai peran dalam ekonomi makro. Pertama, menjadi

komponen pengeluaran yang cukup besar dan tahan lama. Adanya

perubahan dalam investasi akan mengganti permintaan agregat yang

selanjutnya terdapat pula pada output dan kesempatan kerja. Kedua,

investasi dapat meningkatkan output potensial sehingga memicu

pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Adanya investasi dipengaruhi oleh

(Samuelson, 1995 : 136) yaitu:

1. Hasil penjualan. Investasi akan dilakukan bila investor mampu

menjual lebih banyak. Jika output naik, maka investasi juga akan

naik, berlaku pula sebaliknya.

2. Biaya. Dalam berinvestasi, investor memerlukan pinjaman untuk

membeli barang – barang modal. Pinjman tersebut akan dikenai

bunga serta pajak. Tingkat bunga dan pajak mempunyai hubungan

terhadap investasi, yaitu bila bunga naik, maka investasi akan

turun, dan sebaliknya. Dalam pengambilan keputusan investasi,

tingkat suku bunga riil menjadi unsur penting pertimbangan.

Tingkat suku bunga riil menyesuaikan tingkat suku bunga nominal

terhadap laju inflasi.

3. Ekspektasi. Bila investor menganggap kondisi ekonomi di masa

depan bagus, maka investasi akan berjalan. Namun bila investor

beranggapan kondisi ekonomi di masa depan buruk, maka investasi

tidak akan dijalankan.

Investasi asing di Indonesia dapat dilakukan dalam 2 (dua) bentuk,

yaitu : investasi portofolio dan investasi langsung. Investasi portofolio

dilakukan melalui pasar dengan instrumen surat berharga seperti saham

dan obligasi. Sedangkan investasi langsung atau lebih dikenal dengan

penanaman modal asing (PMA) langsung lebih cenderung melakukan

investasi dengan jalan membangun, membeli total atau mengakuisisi

perusahaan.

Bila dibandingkan dengan investasi portofolio, PMA dengan jalan

langsung (FDI) lebih banyak mempunyai kelebihan, selain sifatnya

permanen atau jangka panjang, PMA dengan jalan FDI ini memiliki andil

dalam silih teknologi, alih keterampilan manajemen dan membuka

lapangan kerja baru.

c. Pola Investasi

Terdapat 2 (dua) jenis FDI menurut pola investasi yang dilakukan,

yaitu :

1. Green – field Investment, dimana pemilik modal membangun

keseluruhan usahanya mulai dari awal / dari titik nol.

2. Investasi langsung tetapi memanfaatkan perusahaan sejenis yang

sudah ada di negara yang dituju dengan melakukan merger.

Sedangkan menurut jenis usaha yang dilakukan, FDI dibagi kemali

menjadi 2 (dua), yaitu :

1. Horisontal FDI

Dimana investor menginvestasikan modalnya dengan mendirikan

investasi yang sama persis jenisnya dengan yang dilakukan di

negara asalnya, dan keseluruhan proses produksi yang terjadi

dilakukan sendiri dan tidak melibatkan perusahaan lokal/

domestik.

2. Vertikal FDI

Vertikal FDI ini dibagi menjadi 2 (dua), yaitu:

a. Backward vertical FDI, adalah investor melakukan investasi

dengan mendirikan industri di negara tertentu dengan masih

memanfaatkan output dari perusahaan lokal setempat.

b. Forward vertical FDI, adalah investor mendirikan industri di

negara host dengan menjual hasil produksi perusahaan

domestik.

5. Utang Luar Negeri

a. Pengertian Utang Luar Negeri

Secara umum utang luar negeri adalah sebuah pinjaman yang akan

menimbulkan kewajiban membayar kembalai terhadap utang luar negeri baik

dalam valuta asing maupun dalam rupiah (Diana Yumanita et. Al., 2001 : 9).

Secara formal pengertian utang luar negeri tertuang dalam Surat Keputusan

Bersama (SKB) Menteri Keuangan dan Menteri Negara/ Ketua Bappenas No.

189 / KMN 03 / 1995 & No. Kep – 031 / KET / 5 / 1995 tentang Tata cara

perencanaan, Pelaksanaan/ Penatausahaan, & Pemantauan Tinjauan / Hibah

Luar Negeri dalam rangka pelaksanaan APBN. Dalam SKB tersebut dijelaskan

bahwa pinjaman luar negeri adalah setiap penerimaan negara, baik dalam

bentuk devisa dan atau devisa yang dirupiahkan maupun dalam bentuk barang

dan atau dalam bentuk jasa yang diperoleh dari pemberi pinjaman luar negari

yang harus dibayar kembali dengan persyaratan-persyaratan tertentu.(Diana

Yumanita et. Al., 2001:10).

b. Jenis – jenis Utang Luar Negeri

Jenis-jenis utang luar negeri dapat ditinjau dari berbagai segi, yaitu:

1. Dari segi jangka waktu, utang luar negeri terdiri atas :

a). Pinjaman jangka pendek, yaitu pinjaman dengan jangka

waktu sampai dengan 5 tahun.

b). Pinjaman jangka menengah, yaitu pinjaman dengan jangka

waktu di atas 5 tahun sampai dengan 15 tahun.

c). Pinjaman jangka panjang, yaitu pinjaman dengan jangka

waktu di atas 15 tahun.

2. Dari segi status penerima pinjaman, terdiri atas :

a). Pinjaman Pemerintah

b). Pinjaman swasta

3. Dari segi persyaratan pinjaman, terdiri atas :

a). Pinjaman Lunak (Concessional Loan)

Merupakan pinjaman yang berasal dari lembaga multilateral

maupun negara bilateral yang dananya berasal dari iuran

anggota (untuk multilateral) atau dari anggaran negara yang

bersangkutan (untuk bilateral) dan ditujukan untuk

meningkatkan pembangunan. Oleh karena itu tingkat bunganya

rendah (maksimum 3,5 %), jangka waktu pengembalian 25

tahun atau lebih, dan masa tenggang (grace period) cukup

panjang (sekurang-kurangnya 7 tahun). Selain itu, biasanya

pinjaman lunak mengandung hibah (grant element) sekurang-

kurangnya 35 % dari total pinjaman.

b). Pinjaman Setengah lunak (Semi-concessional Loan)

Merupakan pinjaman yang memiliki persyaratan pinjaman yang

sebagian lunak dan sebagian lagi komersial. Bentuk pinjaman

yang masuk kategori ini adalah fasilitas kredit ekspor dan

Purchasing and Installment Sales Agreement (PISA).

c). Pinjaman Komersial (Commersial Loan)

Merupakan pinjaman yang bersumber dari Bank / Lembaga

Keuangan dengan persyaratan yang berlaku di pasar

internasional pada umumnya. Tingkat bunga yang berlaku di

pasar internasional antara lain LIBOR ditambah margin sekitar

0,5 % s.d. 1,5 %. Bentuk pinjaman komersial ini dapat berupa

pinjaman siaga (standby loan); pinjaman sindikasi yang diterima

dari sindikat bank-bank internasional dalam bentuk uang tunai

(cash) untuk membiayai suatu proyek atau pembiayaan lainnya;

dan sewa beli (leasing) atau Installment Sale Financing.

4. Dari segi sumber dana pinjaman, terdiri atas :

a). Pinjaman dari lembaga internasional (Multilateral)

Pinjaman yang berasal dari badan-badan internasional seperti

World Bank dan Asian Development Bank pada dasarnya

merupakan pinjaman yang bersyarat ringan (pinjaman lunak).

b). Pinjaman dari negara-negara anggota IGGI / CGI (bilateral)

Seperti halnya pinjaman yang berasal dari lembaga

internasional, pinjaman dari negara bilateral anggota IGGI / CGI

biasanya juga berupa pinjaman lunak.

5. Dari segi bentuk pinjaman yang diterima, terdiri atas :

a). Bantuan Proyek

Merupakan bantuan luar negeri yang digunakan untuk keperluan

proyek pembangunan dengan cara memasukkan barang modal,

barang dan jasa.

b). Bantuan Teknik

c). Bantuan Program

B. PENELITIAN TERDAHULU

1. Penelitian oleh Hari Murti tahun 2007

Peneliti mengambil judul Analisis Jangka Pendek dan Jangka Panjang

Determinan Neraca Transaksi Berjalan Serta Fenomena Twin Defisit Di Asia

Tenggara dan Asia Selatan. Penelitian ini dilakukan untuk menentukan

pengaruh surplus atau defisit neraca fiskal, nilai tukar riil, pendapatan per

kapita riil, kelambanan neraca transaksi berjalan, investasi domestik, dan

pengeluaran pemerintah terhadap neraca transaksi berjalan di negara- negara

berkembang di Asia Tenggara dan Asia Selatan tahun 1985-2005.

Penelitian ini menggunakan model ekonometrika dengan metode Fixed

effect untuk data cross section dan time series. Ada dua pengujian dalam

metode tersebut, pertama dilakukan uji statistik yang terdiri dari uji t (secara

individu), uji f (secara bersama-sama), dan koefisien determinasi (R²).

Kemudian pengujian kedua dengan uji asumsi klasik, terdiri dari uji

multikolinieritas, uji heteroskedastisitas, dan uji autokerelasi.

Hasil penelitian ini bahwa, di kawasan Asia Tenggara, faktor-faktor yang

berpengaruh signifikan terhadap neraca transaksi berjalan dalam jangka pendek

adalah, neraca transaksi berjalan tahun sebelumnya, neraca fiskal, investasi

domestik, pengeluaran pemerintah, nilai tukar dan krisis ekonomi pada tahun

1997. Lag neraca transaksi berjalan dan krisis ekonomi 1997 saja yang

memiliki hubungan positif dengan neraca transaksi berjalan. Sedangkan

variabel lainnya memiliki hubungan negatif. Sedangkan dalam jangka panjang

faktor-faktor yang berpengaruh terhadap neraca transaksi berjalan adalah

neraca fiskal, investasi domestik, pengeluaran pemerintah, dan nilai tukar.

Sedangkan di kawasan Asia Selatan, faktor-faktor yang berpengaruh

signifikan pada neraca transaksi berjalan dalam jangka pendek adalah neraca

transaksi berjalan tahun sebelumnya, neraca fiskal, pengeluaran pemerintah,

pendapatan per kapita dan nilai tukar. Lag neraca transaksi berjalan, neraca

fiskal, dan nilai tukar memiliki hubungan positif terhadap neraca transaksi

berjalan, sedangkan investasi domestik, pengeluaran pemerintah, dan

pendapatan per kapita memiliki hubungan negatif terhadap neraca transaksi

berjalan. Sedangkan dalam jangka panjang variabel-variabel independen

memiliki hubungan yang sama dengan angka pendek namun koefisiennya

selalu lebih besar. Hal ini menunjukkan bahwa dalam jangka panjang, variabel-

variabel independen tersebut memiliki pengaruh yang lebih besar dibandingkan

dalam jangka pendek.

2. Penelitian oleh Sabine Hermann dan Axel Jochem tahun 2005

Peneliti mengambil judul Determinants of current account developments in

the central and easy European EU member states consequences for the

enlargement of the euro area. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui

tentang determinan defisit transaksi berjalan pada negara-negara di Eropa

Tengah dan Timur yang baru bergabung dengan Uni Eropa. Penelitian ini

menggunakan model ekonometrika dengan metode Feasible Generalized least

squares (FGLS) untuk penelitian tahun 1994-2004.

Hasil penelitian ini bahwa, pendapatan per kapita relatif, neraca finansial,

rasio investasi, dan nilai tukar riil memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

neraca transaksi berjalan di negara-negara Eropa Tengah dan Timur.

Pendapatan relatif dan neraca fiskal memiliki hubungan yang positif dengan

neraca transaksi berjalan, sedangkan rasio investasi dan nilai tukar riil

menunjukkan hubungan yang negatif.

3. Penelitian oleh Matthieu Bussière, Marcel Fratzscher dan Gernot J. Müller

tahun 2004

Peneliti mengambil judul Current account Dynamics In OECD And EU

Acceding Countries. Penelitian ini dilakukan untuk membahas tentang

determinan neraca transaksi berjalan pada negara-negara yang tergabung dalam

OECD dan Uni-Eropa dalam jangka pendek dan jangka panjang. Penelitian ini

menggunakan model dinamis dengan metode Generalized Method of Moments

(GMM) untuk penelitian tahun 1995-2002.

Hasil penelitian ini bahwa, Dalam jangka pendek, variabel lag neraca

transaksi berjalan, surplus fiskal, ∆ net output dan pendapatan relatif

mempengaruhi neraca transaksi berjalan secara signifikan dan memiliki

hubngan positif dengan neraca transaksi berjalan. Sedangkan rasio pengeluaran

publik tidak berpengaruh signifikan terhadap neraca transaksi berjalan. Rasio

investasi memiliki hubungan yang negatif terhadap neraca transaksi berjalan.

Sedangkan, dalam jangka panjang, variabel surplus fiskal dan pendapatan

relatif memiliki hubungan positif terhadap neraca transaksi berjalan. Variabel

rasio investasi seperti pada hasil estimasi jangka pendek, memiliki hubungan

negatif terhadap neraca transaksi berjalan.

C. KERANGKA PEMIKIRAN

Neraca transaksi berjalan (Current account), terdiri dari transaksi impor dan

ekspor barang dan jasa. Pada current account, ekspor dicatat sebagai kredit karena

menghasilkan devisa bagi negara. Sedangkan impor dicatat sebagai debit karena

menghilangkan /mengeluarkan devisa dari negara. Selain ekspor dan impor,

transaksi lain yang termasuk dalam current account adalah pembayaran faktor

(factor payment) dan unilateral transfers.

Nilai tukar riil (REER) merupakan harga sejumlah produk luar negeri yang

dijadikan dalam produk domestik. Perubahan kurs riil mempengaruhi transaksi

berjalan, karena perubahan tersebut mencerminkan harga barang dan jasa domestik

relatif terhadap barang dan jasa luar negeri. Jika kurs riil menurun (depresiasi)

secara relatif produk luar negeri menjadi lebih mahal dibanding dengan produk

domestik. Sehingga konsumen luar negeri akan meningkatkan permintaan mereka

terhadap ekspor kita. Selanjutnya akan meningkatkan ekspor dan cenderung

memperbaiki neraca transaksi berjalan domestik. Sehingga hubungan antara nilai

tukar riil dengan neraca transaksi berjalan adalah negatif (Krugman, 1999: 173).

Produk Domestik Bruto (PDB) adalah nilai seluruh produk barang dan jasa

yang diproduksi dalam suatu perekonomian dalam waktu 1 tahun. PDB riil

dihitung berdasarkan harga konstan 1993 yang dinyatakan dalam juta rupiah.

Produk domestik bruto meningkat, kemudian diikuti dengan peningkatan pada

pendapatan per kapita dapat mengakibatkan para konsumen domestik menjadi

konsumtif. Sehingga banyak melakukan impor barang-barang luar negeri. Bila

tidak diimbangi dengan pemasukan dalam ekspor dapat mengakibatkan defisit

pada neraca transaksi berjalan. Sehingga PDB dengan neraca transaksi berjalan

memiliki hubungan negatif (Krugman, 1999:174).

Investasi asing merupakan pengeluaran atau perbelanjaan penanaman modal

untuk membeli barang – barang modal dan perlengkapan – perlengkapan produksi

untuk menambah kemampuan berproduksi barang – barang dan jasa – jasa yang

tersedia dalam perekonomian. Investasi asing yang masuk ke Indonesia diharapkan

dapat digunakan untuk pembangunan infrastruktur, pabrik dan proyek-proyek baru,

dan bahkan untuk meningkatkan produktifitas barang ekspor. Sehingga jika barang

ekspor kita dapat bersaing dengan produk-produk dari negara lain, maka akan

menambah saldo dalam neraca transaksi berjalan. Secara umum, modal asing

langsung mempunyai hubungan positif terhadap pertumbuhan ekonomi di

Indonesia baik jangka pendek maupun jangka panjang (Suryawati, 2000).

Secara umum utang luar negeri adalah sebuah pinjaman yang akan

menimbulkan kewajiban membayar kembali terhadap utang luar negeri baik dalam

valuta asing maupun dalam rupiah (Diana Yumanita et al, 2001: 9). Menurut teori,

utang luar negeri berperan cukup penting dalam mengatasi masalah defisit pada

neraca transaksi berjalan. Utang luar negeri seperti halnya investasi asing, adalah

transaksi pada pos neraca modal (Capital Account), yang bersifat

mengakomodasikan kepentingan neraca transaksi berjalan (Current Account) yang

bersifat otonom. Jadi bila neraca transaksi berjalan mengalami defisit, maka akan

dikompensasikan dengan aliran devisa yang berasal dari neraca modal. Karena

itulah, maka pos neraca transaksi berjalan disebut sebagai gap making, sedangkan

pos neraca modal disebut sebagai gap filling (Ingram dalam Prasetiantono,

1996:105). Sehingga utang luar negeri berpengaruh negatif terhadap neraca

transaksi berjalan.

Mengingat banyaknya variabel yang memiliki hubungan atau pengaruh dengan

variabel neraca transaksi berjalan, maka dalam penelitian ini peneliti membatasi

hanya dengan menggunakan variabel nilai tukar riil (REER), produk domestik

bruto, investasi asing, dan utang luar negeri. Untuk mempermudah pemahaman

dalam penelitian ini, digambarkan suatu kerangka pemikiran yang sistematis

sebagai berikut:

Gambar 2.1 Skema Kerangka Pemikiran

D. HIPOTESIS

Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat

penelitian maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1). Diduga nilai tukar riil (REER) berpengaruh negatif terhadap neraca

transaksi berjalan di Indonesia tahun 1988:1 - 2007:4.

2). Diduga produk domestik bruto berpengaruh negatif terhadap neraca

transaksi berjalan di Indonesia tahun 1988:1 – 2007:4.

3). Diduga investasi asing berpengaruh positif terhadap neraca trransaksi

berjalan di Indonesia tahun 1988:1 – 2007:4.

4). Diduga utang luar negeri berpengaruh negatif terhadap neraca transaksi

berjalan di Indonesia tahun 1988:1 – 2007:4.

Nilai Tukar riil (REER)

Produk domestik bruto (PDB)

Rasio Investasi Asing (PMA) thd PDB

Utang Luar Negeri (ULN)

Rasio Neraca Transaksi

Berjalan thd PDB

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. RUANG LINGKUP PENELITIAN

Penelitian ini merupakan studi mengenai analisis pengaruh nilai tukar riil,

produk domestik bruto, investasi asing, dan utang luar negeri terhadap neraca

transaksi berjalan. Penelitian ini dilakukan di Indonesia dengan input data tahun

1988:1 – 2007:4 beserta faktor – faktor yang mempengaruhinya (nilai tukar riil,

produk domestik bruto, investasi asing, dan utang luar negeri).

B. JENIS DAN SUMBER DATA

a. Jenis data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data time

series dari tahun 1988:1 – 2007:4, yaitu data-data seperti: neraca transaksi

berjalan, nilai tukar riil, produk domestik bruto, investasi asing, dan utang luar

negeri.

b. Sumber data

Sumber data realisasi neraca transaksi berjalan, nilai tukar riil, produk

domestik bruto, investasi asing, dan utang luar negeri yang diperoleh dari

Badan Pusat Statistik (BPS), Laporan Tahunan Bank Indonesia (BI), Statistik

Ekonomi dan Keuangan Indonesia (BI) beberapa terbitan, International

Monetary Fund (IMF) dan Laporan keuangan Depkeu.

C. DEFINISI VARIABEL OPERASIONAL

Definisi ini diberikan agar tidak terjadi kesalahan dalam penafsiran terhadap

suatu variabel yang ada. Variabel-variabel tersebut, yaitu:

a. Variabel Dependen

Neraca transaksi berjalan (CA)

Neraca transaksi berjalan (Current account), terdiri dari transaksi

impor dan ekspor barang dan jasa. Pada current account, ekspor dicatat

sebagai kredit karena menghasilkan devisa bagi negara. Sedangkan impor

dicatat sebagai debit karena menghilangkan /mengeluarkan devisa dari

negara. Selain ekspor dan impor, transaksi lain yang termasuk dalam

current account adalah pembayaran faktor (factor payment) dan unilateral

transfers. Dalam penelitian ini data neraca transaksi berjalan (CA)

merupakan persentase CA terhadap PDB. Hal ini sesuai dengan data yang

dipakai dalam jurnal Hari murti tahun 2007.

b. Variabel Independen

1.) Nilai tukar riil(REER)

Kurs riil (REER) merupakan harga sejumlah produk luar negeri yang

dijadikan dalam produk domestik. Data nilai tukar dalam model

menggunakan nilai tukar nominal yang dikalikan dengan rasio indeks

harga konsumen (IHK) Amerika terhadap indeks harga konsumen (IHK)

Indonesia.

2.) Produk domestik bruto (PDB)

PDB adalah nilai seluruh produk barang dan jasa yang diproduksi

dalam suatu perekonomian dalam waktu 1 tahun. PDB riil dihitung

berdasarkan harga konstan 1993 yang dinyatakan dalam juta rupiah.

3.) Investasi Asing (FDI)

Investasi asing merupakan pengeluaran atau perbelanjaan penanaman

modal untuk membeli barang – barang modal dan perlengkapan –

perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan berproduksi barang –

barang dan jasa – jasa yang tersedia dalam perekonomian. Dalam penelitian

ini variabel investasi asing diperoleh dari persentase penanaman modal

asing (PMA) terhadap PDB. Data ini dipakai oleh Hari Murti dalam

jurnalnya mengenai determinan neraca transaksi berjalan di beberapa

negara kawasan Asia Tenggara dan Asia Selatan.

4.) Utang luar negeri

Secara umum utang luar negeri adalah sebuah pinjaman yang akan

menimbulkan kewajiban membayar kembali terhadap utang luar negeri

baik dalam valuta asing maupun dalam rupiah (Diana Yumanita et al,

2001: 9). Dalam penelitian ini variabel utang luar negeri yang digunakan

adalah utang luar negeri pemerintah dan swasta.

D. METODE PENGUMPULAN DATA

Dikarenakan data yang digunakan adalah data sekunder, yang sebelumnya

telah tersedia di dinas / instansi yang terkait maka metode yang digunakan untuk

mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah dengan studi kepustakaan yaitu

teknik pengumpulan data dengan cara mencari dan membaca literatur yang relevan

dan berkaitan dengan penelitian skripsi. Relevansi didasarkan pada data yang telah

disajikan oleh institusi yang bersangkutan dan telah teruji secara empiris, misalnya

data yang dikeluarkan oleh Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (BI),

Laporan Tahunan Bank Indonesia (BI), Badan Pusat Statistik (BPS), International

Monetary Fund (IMF) dan laporan keuangan Depkeu.

E. METODE ANALISIS DATA

Model analisis yang digunakan untuk membuktikan hipotesis penelitian yaitu

mengetahui bagaimanakah pengaruh antara nilai tukar riil (REER), produk

domestik bruto, investasi asing, dan utang luar negeri terhadap neraca transaksi

berjalan di Indonesia tahun 1988:1 – 2007:4. Jadi analisis data-data tersebut dapat

digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi neraca transaksi

berjalan dengan melihat pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen

pada periode tersebut.

Pendekatan yang digunakan untuk menganalisis hubungan dan pengaruh antar

variabel berupa pendekatan teori ekonomi, teori statistik, dan teori ekonometrika.

Model alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah model

ekonometrika.

Model Regresi yang digunakan dalam penelitian ini, sebagai berikut:

itit4it3it2it10it ULNPMAPDBREERCA e+b+b+b+b+b=

Keterangan:

CA : Neraca Transaksi Berjalan (Current Account)

REER : Nilai tukar riil

PDB : Produk domestik bruto

PMA : Investasi Asing

ULN : Utang Luar Negeri

1. Uji statistik

Proses analisa yang akan dilakukan melalui pengujian variabel-variabel

independen yang meliputi uji t (uji individual), uji F (uji bersama-sama), dan uji R²

(uji koefisien determinasi).

a. Uji t (uji secara individu)

Uji t ini merupakan pengujian variabel-variabel secara individu, dilakukan

untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh masing-masing variabel independen

dalam mempengaruhi variabel dependen, dengan beranggapan variabel

independen lain tetap / konstan. Langkah-langkah pengujian t test adalah

sebagai berikut (Gujarati, 1995: 119 dalam Hariawan Rahwanto, 2007: 51):

i. Menentukan hipotesisnya

a) 0:H 1 =bo

Berarti suatu variabel independen secara individu tidak berpengaruh

terhadap variabel dependent.

b) 0:Ho 1 ¹b

Berarti suatu variabel independen secara individu berpengaruh

terhadap variabel dependen.

ii. Melakukan perhitungan nilai t sebagai berikut:

a) Nilai t tabel = KN;t 2/ -a …………………………….... (3.1)

Keterangan:

:a derajat signifikansi

N : jumlah sample (banyaknya observasi)

K : banyaknya parameter

b) Nilai t hit =)(Se i

i

bb

……………………………………… (3.2)

Keterangan:

ib : koefisien regresi

)(Se ib : standar error koefisien regresi

iii. Kriteria pengujian

Ho ditolak Ho diterima Ho ditolak

KN;t 2/ -- a KN;t 2/ -a

Gambar 3.1 Daerah Kritis Uji t

iv. Kesimpulan

a. Apabila nilai – t tabel < t hit < t tabel, maka Ho diterima.

Artinya variabel Independen tidak berpengaruh terhadap variabel

dependen secara signifikan.

b. Apabia nilai t hit > +t tabel atau t hit < -t tabel, maka Ho ditolak.

Artinya variabel independen mampu mempengaruhi variabel

dependen secara signifikan.

b. Uji F (Uji bersama-sama)

Uji F ini merupakan pengujian bersama-sama variabel independen yang

dilakukan untuk melihat pengaruh variabel independen secara bersama-sama

terhadap variabel dependen secara signifikan. Langkah-langkah pengujian

adalah sebagai berikut (Gujarati, 1995 : 134 dalam Soma Ghofur, 2008) :

i. Menentukan Hipotesis

a) 0:Ho 4321 =b=b=b=b

Berarti, semua variabel independen secara individu tidak

berpengaruh terhadap variabel dependen.

b) 0:Ho 4321 ¹b¹b¹b¹b

Berarti, semua variabel independen secara individu berpengaruh

terhadap variabel dependen.

ii. Melakukan perhitungan nilai F sebagai berikut:

a) Nilai F tabel = F KN;1K; --a ………………………… (3.3)

Keterangan:

N : jumlah sample / data

K : banyaknya parameter

b) Nilai F hitung = )KN)(R1(

)1K/(R2

2

---

……………………….. (3.4)

Keterangan :

2R : Koefisien determinasi

N : jumlah observasi/ sample

K : banyaknya variabel

iii. Kriteria pengujian

Ho diterima Hoditolak

)kN;1K;(F --a

Gambar 3.2 Daerah Kritis Uji F

iv. Kesimpulan

a) Apabila nilai F hit < F tabel, maka Ho diterima dan Ha ditolak,

artinya variabel independen secara bersama-sama tidak

berpengaruh terhadap variabel dependen secara signifikan.

b) Apabila nilai F hit > F tabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima,

artinya variabel independen secara bersama-sama berpengaruh

terhadap variabel dependen secara signifikan.

c. Uji R² (Uji koefisien determinasi)

Nilai 2R untuk mengetahui berapa persen variasi variabel dependen dapat

dijelaskan oleh variabel independen. Uji ini bertujuan untuk mengetahui

tingkat ketepatan yang paling baik dalam analisis regresi, yang ditunjukkan

oleh besarnya koefisien determinasi ( 2R ) antara nol dan satu (0 < 2R < 1).

Jika koefisien determinasi 0, artinya variabel independen tidak mempengaruhi

variabel dependen, atau dengan kata lain model tersebut tidak menjelaskan

sedikitpun variasi dalam variabel tidak bebas. Sedangkan koefisien determinan

mendekati 1, artinya variabel independen semakin mepengaruhi variabel

dependen, atau dengan kata lain model dikatakan lebih baik apabila koefisien

determinasinya mendekati 1.

2. Uji Asumsi Klasik

a. Multikolinieritas

Multikolinieritas merupakan suatu keadaan dimana terdapatnya lebih dari

satu hubungan linier pasti antara beberapa / semua variabel independen dari

model regresi (Gujarati, 1995 : 320 dalam Soma Ghofur, 2008: ). Salah satu

asumsi model klasik yang menjelaskan ada tidaknya hubungan antara beberapa

/ semua variabel dalam model regresi. Jika dalam model terdapat multikolinier,

maka model tersebut memiliki kesalahan standar yang besar sehingga koefisien

tidak dapat diukur dengan ketepatan tinggi.

Salah satu metode untuk mengetahui ada tidaknya multikolinier adalah

menggunakan pengujian dengan pendekatan Koutsoyiannis. Metode ini

dikembangkan oleh Koutsoyiannis (1977) menggunakan metode coba-coba

dalam memasukkan variabel bebas. Dari hasil coba-coba tersebut, selanjutnya

akan diklasifikasikan dalam 3 macam(Aisyah, 2007:109), yaitu :

2) suatu variabel bebas dikatakan berguna

3) suatu variabel bebas dikatakan tidak berguna

4) suatu variabel bebas dikatakan merusak

b. Heteroskedastisitas

Asumsi dari model regresi linier klasik adalah kesalahan penggangu

mempunyai variasi yang sama. Apabila asumsi tersebut tidak terpenuhi maka

akan terjadi heteroskedastisitas, yaitu suatu keadaan dimana variasi dari

kesalahan penggangu tidak sama untuk semua nilai variabel bebas. Terdapat

beberapa metode yang dipergunakan untuk mendeteksi heteroskedastisitas

dalam model empiris yaitu Uji Park, Uji Glejser, Uji white, Uji LM ARCH dan

Uji Breusch Pagan – Godfeg. Pengujian heteroskedastisitas dalam penelitian

ini akan menggunakan uji LM ARCH.

Pada metode ini yang dijadikan tolok ukur adalah nilai Obs*R-squared.

Jika nilai Obs*R-squared lebih kecil dari nilai X² maka pada model tersebut

tidak terdapat masalah heteroskedastisitas. Sebaliknya, jika Obs*R-squared

lebih besar dibanding nilai X² maka terdapat masalah heteroskedastisitas pada

model tersebut (Aisyah, 2007 : 109).

c. Autokorelasi

Autokorelasi adalah suatu keadaan dimana kesalahan variabel penggangu

pada suatu periode tertentu berkorelasi dengan kesalahan penggangu periode

lain. Asumsi ini untuk menegaskan bahwa nilai variabel dependen hanya

diterangkan (secara sistematis) oleh variabel independen dan bukan oleh

variabel gangguan (Gujarati, 1995 : 401).

Pada penelitian ini digunakan dua metode untuk menilai apakah dalam

model tersebut terdapat masalah autokorelasi atau tidak, yaitu metode Durbin-

Watson test.

Gambar 3.1 Daerah Ho Diterima dan Ditolak uji Autokorelasi (Durbin-Watson)

Hipotesis untuk menguji ada tidaknya autokorelasi adalah :

Ho : tidak ada serial autokorelasi baik positif maupun negatif.

Untuk menguji hipotesis nol tidak ada autokorelasi, terdapat tabel Durbin-

Watson (DW), dengan kriteria hasil perhitungan DW statistik dibandingkan

dengan tabel (DW), sebagai berikut:

Jika d < dL = Menolak Ho

Jika du < d < 4-du = tidak menolak Ho

Jika dL ≤ d ≤ du atau 4-du ≤ d ≤ 4-dL = pengujian tidak meyakinkan

(inconclusive)

Ragu- Ragu- Ragu ragu Autokore- Tidak ada Autokore- Lasi (+) Autokorelasi lasi (-) 0 dl du 2 4-du 4-dl 4

BAB IV

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

A. GAMBARAN UMUM

NERACA PEMBAYARAN INDONESIA (Juta US$)

URAIAN 2004 2005 2006

Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3

A. Transaksi Berjalan 1,564 505 311 -1,078 1,191 765 239 -372 I. Barang 20,152 4,987 4,816 4,615 7,951 6,976 6,509 5,657 1. Ekspor, fob 70,767 20,026 21,394 21,738 23,066 23,057 23,793 24,173 2. Impor, fob -50,615 -15,040 -16,578 -17,123 -15,115 -16,082 -17,284 -18,515 II. Jasa-jasa -8,811 -2,318 -2,653 -2,672 -4,218 -3,811 -2,986 -3,044 III. Pendapatan -10,917 -2,494 -2,091 -3,275 -2,909 -2,729 -3,537 -3,246

IV. Transfer 1,139 330 239 253 367 329 252 260 B. Transaksi Modal dan Keuangan 1,852 -480 -1,454 -3,631 3,627 1,203 389 709 I. Transaksi Modal 33 100 200 100 100 100 II. Transaksi Keuangan 1,852 -480 -1,488 -3,732 3,427 1,103 289 609 1. Investasi Langsung -1,512 334 2,205 156 -651 983 1,059 1,230 a. Ke luar Negeri -3,408 -732 -680 -961 -745 -777 -722 -1,021 b. Dalam Negeri 1,896 1,066 2,885 1,117 94 1,760 1,781 2,251 2. Investasi Portofolio 4,409 792 -1,086 2,276 4,102 2,180 885 1,770 a. Aset 353 58 366 -65 409 163 122 245 b. Liabilitas 4,056 734 -1,452 2,341 3,693 2,017 763 1,526 3. Investasi Lain -1,045 -1,606 -2,607 -6,164 -24 -2,060 -1,655 -2,392 a. aset 985 -863 -2,048 -4,859 -1,389 -1,377 -862 -1,883 b. Liabilitas 2,030 -743 -560 -1,305 1,365 -683 -792 -509 C. Total (A+B) 3,415 26 -1,143 -4,710 4,819 1,967 628 336 D. Selisih Perhitungan -3,106 324 -337 1,540 -904 0 0 0 E. Keseluruhan (C+D) 309 350 -1,480 -3,169 3,914 1,967 628 336

F. Cadangan Devisa 36,320 36,030 33,865 30,318 34,724 36,275 36,651 36,502

Sumber: Laporan Tahunan Bank Indonesia

Dari tabel neraca pembayaran Indonesia tersebut, terlihat perkembangan

neraca pembayaran tahun 2004 sampai dengan 2006 secara keseluruhan.

Dimana terdiri dari dua pos yaitu neraca transaksi berjalan serta neraca

transaksi modal dan keuangan. Pada tahun 2004, baik neraca transaksi berjalan

maupun transaksi modal mengalami surplus. Neraca transaksi berjalan surplus

sebesar 1,564 miliar US$. Sedangkan neraca modal senilai 1,852 miliar US$.

Sehingga jumlah kedua neraca tersebut sebesar 3,415 miliar US$. Ditahun

berikutnya, yaitu tahun 2005 kuartal ketiga neraca transaksi berjalan

mengalami defisit sebesar 1,078 miliar US$. Sementara untuk neraca transaksi

modal dan keuangan mengalami defisit yang lebih besar dibanding neraca

transaksi berjalan senilai 3,631 miliar US$. Cadangan devisa terbesar terjadi

ditahun 2005 kuartal tiga sebesar 3,169 miliar US$. Tahun 2006 baik kuartal

satu hingga kuartal tiga neraca pembayaran Indonesia mengalami defisit. Jika

dilihat dari neraca perdagangan, tahun 2004 hingga 2006 memiliki nilai ekspor

yang lebih besar dibandingkan dengan nilai impor. Dengan demikian dapat

dikatakan neraca perdagangan mengalami surplus. Sementara pada neraca

transaksi keuangan investasi langsung kedalam negeri juga mengalami surplus.

Ini berarti, banyak investor asing yang menanamkan modalnya ke Indonesia.

B. PERKEMBANGAN VARIABEL

1. Perkembangan Neraca Transaksi Berjalan Indonesia

Perkembangan neraca transaksi berjalan Indonesia selama periode

penelitian dari tahun ke tahun mengalami fluktuasi. Pada tahun 1980an, lebih

tepatnya tahun 1988 sampai dengan kuartal ketiga di tahun 1997 neraca

transaksi berjalan mengalami defisit. Dimana defisit terparah terjadi pada

kuartal kedua tahun 1996 yaitu sebesar 1,959% dari PDB Indonesia. Kemudian

di tahun – tahun berikutnya mengalami kenaikan atau terjadi surplus. Namun,

pada kuartal pertama tahun 2004 dan kuartal ketiga pada tahun 2005 terjadi

defisit yang lebih besar dibanding defisit pada tahun 1996, berturut – turut

sebesar 3,964% dan 2,341% dari PDB Indonesia.

Masa pemulihan mulai terlihat di tahun 2005, tepatnya pada kuartal

keempat terjadi surplus sebesar 1,512%. Surplus terbesar pada penelitian ini

terjadi di tahun 2006 kuartal ketiga yaitu sebesar 5,567% dari PDB Indonesia.

Fluktuasi neraca transaksi berjalan di Indonesia ini dipengaruhi oleh banyak

faktor, yaitu belum maksimalnya penerimaan ekspor karena lebih besarnya

pengeluaran impor, pembiayaan pembangunan diberbagai sektor, pembayaran

cicilan utang luar negeri dan pembiayaan belanja negara lainnya serta

pengeluaran dari sektor jasa dapat menyebabkan terjadinya fluktuasi pada

neraca transaksi berjalan. Perkembangan neraca transaksi berjalan Indonesia

selama periode penelitian dapat dilihat pada tabel dan grafik berikut :

Tabel 4.1 Perkembangan Neraca Transaksi Berjalan Indonesia Tahun 1988:1 – 2007:4 (persentase dari PDB)

TAHUN CA TAHUN CA 1988:1 -0,125 1998:1 1,740 1988:2 -0,538 1998:2 7,932 1988:3 -0,272 1998:3 2,553 1988:4 -0,717 1998:4 3,946 1989:1 -0,440 1999:1 2,158 1989:2 -0,285 1999:2 3,589 1989:3 -0,342 1999:3 3,527 1989:4 -0,245 1999:4 3,582 1990:1 -0,736 2000:1 3,886 1990:2 -0,875 2000:2 3,151 1990:3 -1,274 2000:3 5,180 1990:4 -0,325 2000:4 6,231 1991:1 -1,232 2001:1 5,090 1991:2 -1,330 2001:2 3,496 1991:3 -0,921 2001:3 5,015 1991:4 -0,866 2001:4 2,508 1992:1 -1,186 2002:1 3,571 1992:2 -0,996 2002:2 3,708 1992:3 -0,796 2002:3 4,831 1992:4 -0,025 2002:4 3,676 1993:1 -0,591 2003:1 2,208 1993:2 -0,273 2003:2 3,951 1993:3 -0,352 2003:3 4,017

1993:4 -0,895 2003:4 2,885 1994:1 -1,105 2004:1 -3,964 1994:2 -0,491 2004:2 4,338 1994:3 -0,131 2004:3 5,158 1994:4 -0,757 2004:4 0,594 1995:1 -1,453 2005:1 0,394 1995:2 -1,576 2005:2 0,834 1995:3 -1,396 2005:3 -2,341 1995:4 -0,944 2005:4 1,512 1996:1 -1,572 2006:1 4,613 1996:2 -1,959 2006:2 2,811 1996:3 -1,573 2006:3 5,567 1996:4 -0,777 2006:4 2,838 1997:1 -0,822 2007:1 3,859 1997:2 -1,039 2007:2 3,236 1997:3 -0,198 2007:3 3,026 1997:4 1,374 2007:4 4,851

Sumber: Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI) BI, data diolah

Neraca Transaksi Berjalan (persentase dari PDB)

CA

-6.000

-4.000

-2.000

0.000

2.000

4.000

6.000

8.000

10.000

1988

1989

1990

1991

1993

1994

1995

1996

1998

1999

2000

2001

2003

2004

2005

2006

CA

Gambar 4.1 Grafik Perkembangan Neraca Transaksi Berjalan

Indonesia Periode 1988:1 – 2007:4

Sumber: Tabel 4.1 diolah

Dari grafik 4.1 diatas terlihat bahwa neraca transaksi berjalan Indonesia

mengalami fluktuasi, dimana di awal tahun 1988 hingga mendekati akhir tahun

1997 selalu mengalami defisit. Kemudian mulai terlihat membaik setelah

melewati krisis ditahun 1997/ 1998. Di tahun 2004 kondisi neraca transaksi

berjalan mengalami defisit lagi. Salah satu penyebabnya adalah penurunan

nilai ekspor kita dibanding dengan impornya yang meningkat. Secara teoritis,

depresiasi rupiah dapat menaikkan nilai ekspor. Dikarenakan barang – barang

ekspor kita dinilai murah dibanding barang – barang dari luar negeri. Sehingga

banyak konsumen luar negeri yang mengimpor barang – barang kita. Hal itu

dapat meningkatkan ekspor dan cenderung akan memperbaiki neraca transaksi

berjalan Indonesia. Namun disisi lain, depresiasi rupiah juga dapat

mengakibatkan inflasi dalam perekonomian.

2. Perkembangan Nilai Tukar riil (REER)

Selama periode penelitian sistem kurs yang dipakai Indonesia ada dua

sistem. Pada tahun 1988 hingga 1997, Indonesia memakai sistem kurs

mengambang terkontrol. Dimana pemerintah/bank sentral dapat melakukan

intervensi untuk menentukan kurs rupiah terhadap mata uang asing. Sementara

mulai tanggal 14 Agustus 1997 sampai sekarang menggunakan sistem kurs

mengambang bebas. Pada sistem ini, pemerintah/ bank sentral tidak melakukan

intervensi terhadap kurs yang berlaku. Perubahan sistem ini terjadi dikarenakan

jumlah cadangan devisa yang dimiliki negara tidak cukup untuk digunakan

dalam penentuan nilai kurs. Sehingga nilai kurs diserahkan pada mekanisme

pasar. Perkembangan nilai kurs riil selama periode penelitian dari tahun ke

tahun mengalami fluktuasi. Pada tahun 1988 kuartal satu kurs riil Rupiah

terhadap dolar senilai 6.296,06, lalu mengalami peningkatan maupun

penurunan dikuartal - kuartal selanjutnya. Hingga ditahun 1997 kuartal

keempat mengalami depresiasi kurs riil yaitu sebesar 9.852,75. Tahun 1998

kuartal pertama merupakan depresiasi tertinggi selama periode penelitian, yaitu

sebesar 19.415,30. Kemudian lambat laun mulai terlihat peningkatannya

(apresiasi) mencapai 10.167,00 di tahun 1999 kuartal keempat, meskipun di

tahun 2001 kuartal kedua sempat terdepresiasi kembali menjadi 14.574,36.

Namun secara umum, masih dapat terkontrol ditahun – tahun berikutnya.

Depresiasi kurs riil yang terjadi di tahun 1998 tersebut kemungkinan

disebabkan oleh krisis moneter yang melanda Indonesia pada saat itu.

Beberapa faktor yang mampu mempengaruhi naik atau turunnya kurs riil,

diantaranya besarnya kurs nominal, harga barang – barang di luar negeri, dan

harga barang – barang domestik (dengan asumsi salah satu faktor berubah,

sedangkan dua faktor yang lain dianggap tetap). Perkembangan kurs riil selama

periode penelitian dapat dilihat pada tabel dan grafik berikut :

Tabel 4.2 Perkembangan Nilai Tukar riil (REER) Periode 1988:1 – 2007 : 4

TAHUN REER TAHUN REER 1988:1 6.296,06 1998:1 19.415,30 1988:2 6.313,78 1998:2 18.291,36 1988:3 6.369,67 1998:3 17.912,89 1988:4 6.451,39 1998:4 11.072,99 1989:1 6.517,03 1999:1 11.774,99 1989:2 6.540,42 1999:2 10.803,41 1989:3 6.610,50 1999:3 10.572,52 1989:4 6.636,44 1999:4 10.167,00 1990:1 6.716,73 2000:1 10.297,23 1990:2 6.715,27 2000:2 11.551,35 1990:3 6.646,66 2000:3 11.973,46 1990:4 6.700,44 2000:4 12.491,28 1991:1 6.835,68 2001:1 12.883,66 1991:2 6.815,04 2001:2 14.574,36 1991:3 6.693,30 2001:3 12.033,9 1991:4 6.659,59 2001:4 12.644,44 1992:1 6.704,95 2002:1 11.829,25 1992:2 6.704,85 2002:2 10.590,10 1992:3 6.733,67 2002:3 10.318,13

1992:4 6.775,65 2002:4 10.194,93 1993:1 6.526,15 2003:1 9.901,34 1993:2 6.479,91 2003:2 9.442,73 1993:3 6.496,20 2003:3 9.366,69 1993:4 6.477,12 2003:4 9.220,19 1994:1 6.385,53 2004:1 9.138,65 1994:2 6.390,88 2004:2 9.661,07 1994:3 6.350,47 2004:3 9.757,69 1994:4 6.306,92 2004:4 9.636,62 1995:1 6.243,78 2005:1 9.571,24 1995:2 6.182,88 2005:2 9.802,96 1995:3 6.210,98 2005:3 10.201,09 1995:4 6.225,48 2005:4 9.297,17 1996:1 6.084,74 2006:1 8.485,51 1996:2 6.184,73 2006:2 8.424,54 1996:3 6.206,63 2006:3 8.376,47 19964 6.211,97 2006:4 8.154,87 1997:1 6.216,77 2007:1 8.024,01 1997:2 6.275,15 2007:2 8.018,84 1997:3 7.082,88 2007:3 8.161,16 1997:4 9.852,75 2007:4 8.075,43

Sumber: International Monetary Fund (IMF), data diolah

Nilai Tukar riil (REER) Periode 1988:1 – 2007:4

REER

0

5000

10000

15000

20000

25000

1988

1989

1990

1991

1993

1994

1995

1996

1998

1999

2000

2001

2003

2004

2005

2006

REER

Gambar 4.2 Grafik Perkembangan Nilai Tukar riil (REER) Periode 1988:1 – 2007:4

Sumber: Tabel 4.2 diolah

Dari grafik 4.2 diatas terlihat bahwa, kurs riil rupiah terhadap dolar juga

mengalami fluktuasi. Dimana selama tahun 1988 hingga tahun 1997 kuartal

kedua masih berada dalam kondisi aman. Kemudian mulai menunjukkan gejala

depresiasi kurs riil di tahun 1997 kuartal ketiga dan terjadi depresiasi terparah

pada tahun 1998 kuartal pertama. Selanjutnya, terjadi perbaikan di tahun –

tahun berikutnya. Seperti yang telah disebutkan diatas, ada beberapa faktor

yang dapat mempengaruhi naik-turunya kurs riil, salah satunya adalah kurs

nominal. Dikarenakan kurs riil merupakan gabungan angka kurs nominal

dengan tingkat harga. Jika kurs nominal turun (misal : 1$ = Rp 5.000 menjadi

1$ = Rp 7.000) disebut depresiasi nilai tukar dapat mengakibatkan kurs riil

juga akan mengalami penurunan juga (depresiasi), begitu pula sebaliknya.

3. Perkembangan Produk Domestik Bruto Indonesia

Perkembangan pertumbuhan ekonomi Indonesia, dapat dilihat dari besar

kecilnya nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Secara umum besarnya PDB

Indonesia dari tahun ke tahun mengalami fluktuasi. Pada periode penelitian

yaitu kuartal pertama tahun 1988 nilai PDB sebesar 148,15 triliun rupiah.

Kemudian meningkat secara signifikan di tahun – tahun berikutnya. Namun

pada kuartal pertama di tahun 1998 mengalami penurunan yang semula sebesar

338,35 triliun rupiah, kini menjadi 320,51 triliun rupiah dan menurun terus

menerus hingga kuartal keempat di tahun 1998. Seperti yang kita ketahui, saat

itu terjadi krisis moneter yang menyebabkan pendapatan dalam negeri

mengalami penurunan. Namun, seiring berjalannya waktu pendapatan nasional

pun meningkat di tahun – tahun selanjutnya.

Tinggi-rendahnya pendapatan suatu negara dipengaruhi oleh beberapa hal.

Salah satunya adalah pemasukan dari ekspor barang dan jasa Indonesia ke luar

negeri. Jika ekspor mengalami penurunan sementara impor kita makin

meningkat lambat laun dapat mengakibatkan defisit neraca transaksi berjalan.

Selanjutnya, akan mempengaruhi besarnya pendapatan nasional negara kita.

Untuk lebih jelasnya, berikut dapat dilihat tabel dan grafik perkembangan

pendapatan nasional di Indonesia selama periode penelitian.

Tabel 4.3 Perkembangan Produk Domestik Bruto Indonesia Periode 1988:1 – 2007 : 4 (Triliun Rupiah)

TAHUN PDB TAHUN PDB 1988:1 148,15 1998:1 320,51 1988:2 154,04 1998:2 316,16 1988:3 159,93 1998:3 311,81 1988:4 165,83 1998:4 307,47 1989:1 167,90 1999:1 342,16 1989:2 172,26 1999:2 353,43 1989:3 176,62 1999:3 364,69 1989:4 180,99 1999:4 375,96 1990:1 182,56 2000:1 370,70 1990:2 185,80 2000:2 375,35 1990:3 189,05 2000:3 380,01 1990:4 192,29 2000:4 384,66 1991:1 194,20 2001:1 420,88 1991:2 196,91 2001:2 438,17 1991:3 199,62 2001:3 455,45 1991:4 202,33 2001:4 472,73 1992:1 209,17 2002:1 448,33 1992:2 213,53 2002:2 448,94 1992:3 217,89 2002:3 449,55 1992:4 222,25 2002:4 450,16 1993:1 223,07 2003:1 461,63 1993:2 226,02 2003:2 466,58 1993:3 228,96 2003:3 471,54 1993:4 231,91 2003:4 476,49 1994:1 248,13 2004:1 482,03 1994:2 256,39 2004:2 487,22 1994:3 264,65 2004:3 492,41 1994:4 272,90 2004:4 497,60 1995:1 275,97 2005:1 502,72

1995:2 282,14 2005:2 507,88 1995:3 288,32 2005:3 513,05 1995:4 294,50 2005:4 518,21 1996:1 302,44 2006:1 551,65 1996:2 309,33 2006:2 568,13 1996:3 316,21 2006:3 584,60 1996:4 323,10 2006:4 601,07 1997:1 324,40 2007:1 612,97 1997:2 329,05 2007:2 627,62 1997:3 333,70 2007:3 642,26 1997:4 338,35 2007:4 656,91

Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS), data diolah

Produk Domestik Bruto Indonesia (Triliun Rupiah)

PDB

0.00100.00200.00300.00400.00500.00600.00700.00

1988

1989

1990

1991

1993

1994

1995

1996

1998

1999

2000

2001

2003

2004

2005

2006

PDB

Gambar 4.3 Grafik Perkembangan Produk Domestik Bruto

Indonesia Periode 1988:1 – 2007:4 Sumber: Tabel 4.3 diolah

Dari grafik 4.3 diatas menunjukkan bahwa produk domestik bruto

Indonesia mengalami peningkatan di setiap tahunnya. Meskipun sesekali

mengalami penurunan, tetapi secara umum selalu terjadi peningkatan. Ada

beberapa cara untuk meningkatkan besarnya produk domestik bruto (PDB)

Indonesia. Selain dengan peningkatan disektor ekspor barang dan jasa,

pemerintah juga melakukan pengadaan berbagai macam pajak untuk

menambah pemasukan pada PDB Indonesia.

4. Perkembangan Penanaman Modal Asing Indonesia

Investasi adalah langkah awal kegiatan pembangunan ekonomi.

Penanaman modal mempengaruhi tinggi rendahnya pertumbuhan ekonomi,

mencerminkan marak lesunya pembangunan. Perkembangan investasi di

Indonesia dimulai dengan terbitnya UU No.1/ Tahun 1967 tentang Penanaman

Modal Asing (PMA) dan UU No.6/Tahun 1968 tentang Penanaman Modal

Dalam Negeri (PMDN) yang disertai dengan dimulainya pemerintahan Orde

Baru. Kedua undang-undang ini kemudian dilengkapi dan disempurnakan pada

tahun 1970. Untuk UU No.1/ Tahun 1967 tentang penanaman modal asing

disempurnakan dengan UU No. 11/Tahun 1970. Sedangkan UU No.6/ Tahun

1968 tentang penanaman modal dalam negeri disempurnakan dengan UU No.

12/ Tahun 1970.

Perkembangan persentase penanaman modal asing terhadap PDB

Indonesia selama periode penelitian dari tahun ke tahun mengalami fluktuasi.

Dimana, di tahun 1988 hingga tahun 1997 kuartal ketiga terjadi surplus dalam

penerimaan investasi asing. Pada awal periode penelitian, yaitu tahun 1988

kuartal pertama besarnya PMA 0,218% dari PDB Indonesia. Kemudian di

tahun – tahun berikutnya terjadi penurunan dan kenaikan meskipun tak

kentara. Mulai dikuartal pertama tahun 1997 hingga tahun 2004 terjadi defisit

atau penurunan dalam penerimaan investasi. Di tahun 2005 terjadi pemulihan

hingga akhir periode penelitian. Terjadinya penurunan ini kemungkinan

disebabkan oleh keadaan ekonomi dan politik Indonesia pada saat itu sedang

mengalami ketidakstabilan. Sehingga terjadi penurunan kepercayaan investor

asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Untuk lebih jelasnya, berikut

dapat dilihat tabel dan grafik perkembangan penanaman modal asing di

Indonesia selama periode penelitian.

Tabel 4.4 Perkembangan Penanaman Modal Asing Indonesia Tahun 1988:1 – 2007:4 (persentase dari PDB)

TAHUN PMA TAHUN PMA 1988:1 0,218 1998:1 -1,304 1988:2 0,091 1998:2 1,730 1988:3 0,130 1998:3 -0,494 1988:4 0,184 1998:4 -0,201 1989:1 0,214 1999:1 -0,589 1989:2 0,081 1999:2 -1,694 1989:3 0,156 1999:3 -1,605 1989:4 0,244 1999:4 -1,747 1990:1 0,243 2000:1 -3,018 1990:2 0,226 2000:2 -1,043 1990:3 0,224 2000:3 -2,176 1990:4 0,390 2000:4 -4,203 1991:1 0,572 2001:1 -5,562 1991:2 0,249 2001:2 -4,966 1991:3 0,148 2001:3 -2,356 1991:4 0,498 2001:4 -1,371 1992:1 0,648 2002:1 1,544 1992:2 0,492 2002:2 -1,276 1992:3 0,331 2002:3 -0,848 1992:4 0,262 2002:4 -1,152 1993:1 0,512 2003:1 -0,783 1993:2 0,569 2003:2 0,456 1993:3 0,440 2003:3 -0,361

1993:4 0,325 2003:4 -0,435 1994:1 0,449 2004:1 -0,385 1994:2 0,257 2004:2 -2,216 1994:3 0,185 2004:3 -1,143 1994:4 0,611 2004:4 -1,186 1995:1 0,786 2005:1 1,951 1995:2 0,608 2005:2 0,870 1995:3 1,061 2005:3 6,795 1995:4 0,987 2005:4 3,579 1996:1 1,538 2006:1 1,806 1996:2 0,775 2006:2 3,795 1996:3 1,214 2006:3 2,956 1996:4 1,136 2006:4 2,603 1997:1 1,746 2007:1 14,760 1997:2 0,943 2007:2 2,882 1997:3 1.366 2007:3 2,418 1997:4 -0,445 2007:4 3,657

Sumber: Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI) BI, diolah

Penanaman Modal Asing (PMA) Indonesia (persentase dari PDB)

PMA

-10.000

-5.000

0.000

5.000

10.000

15.000

20.000

1988

1989

1990

1991

1993

1994

1995

1996

1998

1999

2000

2001

2003

2004

2005

2006

PMA

Gambar 4.4 Grafik Perkembangan Penanaman Modal Asing

Indonesia Periode 1988:1 – 2007:4

Sumber: Tabel 4.4 diolah

Dari grafik 4.4 diatas dapat ditunjukkan keadaan investasi asing (PMA)

Indonesia selama periode penelitian. Pada awal periode penilitian hingga tahun

1994 kenaikan ataupun penurunannya tidak terlalu kentara. Selanjutnya, tahun

1995 sampai dengan 1997 terlihat mengalami kenaikan. Namun setahun

kemudian, yaitu di tahun 1998 terjadi penurunan. Defisit terbesar terjadi

dikuartal pertama tahun 2001 yaitu, sebesar 5,562% dari PDB Indonesia.

Kemudian berangsur – angsur membaik di tahun – tahun berikutnya. Hingga

terjadi surplus PMA terbesar di tahun 2007 kuartal pertama, sebesar 14,760%

dari PDB Indonesia. Pemerintah hendaknya mampu menjaga kestabilan

ekonomi dan politik serta menciptakan iklim yang kondusif agar para investor

asing bersedia menanamkan modalnya di Indonesia.

5. Perkembangan Utang Luar Negeri Indonesia

Utang Luar Negeri terjadi sebagai akibat dari masih rendahnya akumulasi

tabungan domestik. Utang luar negeri terbagi menjadi utang pemerintah

maupun swasta.Umumnya, perkembangan pinjaman luar negeri Indonesia dari

tahun ke tahun selalu meningkat. Hal ini dikarenakan penerimaan pemerintah

dibidang ekspor belum dapat dipergunakan untuk mencukupi kebutuhan dalam

negeri, sementara itu impor terus meningkat. Sehingga utang luar negeri

tersebut tidak hanya dijadikan andalan dalam pembiayaan kebutuhan dalam

negeri tetapi juga digunakan untuk pelaksanaan pembangunan di Indonesia.

Pada awal periode penelitian yaitu di tahun 1988 kuartal pertama ULN

Indonesia sebesar 20,9 triliun Rupiah. Kemudian mengalami kenaikan terus

menerus disetiap tahunnya. Hingga ditahun 1998 kuartal kedua besarnya

mencapai 555,2 triliun Rupiah. Selanjutnya, terjadi fluktuasi yang tidak terlalu

kentara. Pada tahun 2006 kuartal pertama terjadi booming ULN sebesar

1.221,7 triliun Rupiah, dari tahun sebelumnya yang hanya sebesar 324,7 triliun

Rupiah. Kemudian anjlok ditahun 2007 kuartal keempat, yang semula dikuartal

ketiga nilainya sebesar 1.251,3 triliun Rupiah, kini turun dengan sangat drastis

menjadi 128,7 triliun Rupiah. Untuk lebih jelasnya, perkembangan utang luar

negeri Indonesia selama periode penelitian dapat dilihat pada tabel dan grafik

berikut:

Tabel 4.5 Perkembangan Utang Luar Negeri Indonesia Periode 1988:1 – 2007 : 4 (Triliun Rupiah)

TAHUN ULN TAHUN ULN 1988:1 20.9 1998:1 302.5 1988:2 21.1 1998:2 555.2 1988:3 21.6 1998:3 408.6 1988:4 22.1 1998:4 313.8 1989:1 22.9 199:19 323.8 1989:2 23.1 1999:2 249.6 1989:3 23.5 1999:3 309.8 1989:4 23.8 1999:4 261.0 1990:1 27.0 2000:1 273.4 1990:2 28.3 2000:2 311.2 1990:3 29.7 2000:3 309.3 1990:4 31.4 2000:4 334.1 1991:1 31.2 2001:1 354.4 1991:2 31.9 2001:2 383.7 1991:3 32.5 2001:3 319.3 1991:4 33.3 2001:4 337.6 1992:1 36.5 2002:1 318.6 1992:2 36.8 2002:2 287.1 1992:3 37.9 2002:3 295.5 1992:4 39.3 2002:4 292.1 1993:1 40.3 2003:1 298.1 1993:2 41.6 2003:2 279.4 1993:3 42.9 2003:3 285.0 1993:4 43.9 2003:4 289.8 1994:1 48.5 2004:1 292.8 1994:2 51.0 2004:2 322.0 1994:3 53.7 2004:3 314.6 1994:4 56.4 2004:4 319.7 1995:1 57.5 2005:1 319.6

1995:2 59.8 2005:2 325.2 1995:3 62.2 2005:3 342.9 1995:4 64.7 2005:4 324.7 1996:1 63.9 2006:1 1221.7 1996:2 64.3 2006:2 1208.4 1996:3 64.6 2006:3 1177.7 1996:4 66.2 2006:4 1161.2 1997:1 76.4 2007:1 1197.0 1997:2 81.4 2007:2 1208.5 1997:3 114.1 2007:3 1251.3 1997:4 169.5 2007:4 128.7

Sumber: Statistik Ekonomi dan Kuangan Indonesia (SEKI) BI, data diolah

Utang Luar Negeri Indonesia (Triliun Rupiah)

ULN

0.0200.0400.0600.0800.0

1000.01200.01400.0

1988

1989

1990

1991

1993

1994

1995

1996

1998

1999

2000

2001

2003

2004

2005

2006

ULN

Gambar 4.5 Grafik Perkembangan Utang Luar Negeri Indonesia

Periode 1988:1 – 2007:4

Sumber: Tabel 4.5 diolah

Dari grafik 4.5 diatas terlihat bahwa pada awal periode penelitian nilai

ULN mengalami peningkatan disetiap tahunnya. Hingga puncak pertamanya

terjadi ditahun 1998 kuartal kedua sebesar 555,2 triliun Rupiah. Kemudian

terjadi booming ditahun 2006 kuartal pertama sebesar 1.221, 7 triliun Rupiah.

Hingga akhirnya anjlok seara drastis menjadi 128,7 triliun Rupiah di tahun

2007 kuartal keempat. Di tahun ini, Indonesia berusaha untuk melepaskan diri

dari ketergantungannya terhadap utang luar negeri dengan mengurangi utang

luar negerinya dan membayar sisa cicilan utang dan bunga pokok yang belum

terlunasi. Bahkan pada akhirnya Indonesia memutuskan untuk keluar dari

keanggotaan IMF (International Monetary Fund). Hal ini untuk memotong

mata rantai permasalahan utang yang melanda Indonesia.

C. ANALISIS DATA & PEMBAHASAN

1. Analisis Regresi Linear Berganda

Pendekatan yang digunakan untuk menganalisis hubungan antar variabel

dalam penelitian ini berupa pendekatan teori ekonomi, statistik dan teori

ekonometrika dengan lebih menekankan pada pendekatan model analisis time

series (runtut waktu). Variabel utama yang akan digunakan dalam penelitian

ini adalah neraca transaksi berjalan sebagai variabel dependen, sedangkan

variabel independennya meliputi nilai tukar riil (REER), produk domestik

bruto, investasi asing, dan utang luar negeri.

Tabel 4.6 Hasil Analisis Regresi Berganda

Dependent Variable: CA Method: Least Squares Date: 04/18/10 Time: 12:04 Sample: 1988:1 2007:4 Included observations: 80

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -3.890536 0.722386 -5.385673 0.0000 REER 0.000337 7.40E-05 4.550761 0.0000 PDB 0.004564 0.002027 2.251274 0.0273 PMA -0.257991 0.086936 -2.967584 0.0040 ULN 0.002777 0.000899 3.088139 0.0028

R-squared 0.653872 Mean dependent var 1.246262 Adjusted R-squared 0.635412 S.D. dependent var 2.535155 S.E. of regression 1.530755 Akaike info criterion 3.749861 Sum squared resid 175.7409 Schwarz criterion 3.898738 Log likelihood -144.9944 F-statistic 35.42072

Durbin-Watson stat 2.143241 Prob(F-statistic) 0.000000

Sumber: Data diolah

Jika X1 dan X2 sama dengan nol maka besarnya Y sama dengan

konstantanya yaitu sebesar -3,890536. Jika X1 meningkat 1 satuan maka Y

juga akan menurun 1a satuan dan jika X1 turun 1 satuan maka Y juga akan

meningkat 1a satuan (hubungan negatif). Begitu pula dengan X2, jika X2 naik

1 satuan maka Y juga akan menurun 1a satuan dan jika X2 turun 1 satuan

maka Y juga akan meningkat 1a satuan.

2. Uji Statistik

a. Uji t

Uji t merupakan pengujian yang dilakukan untuk mengetahui hubungan

antara pengaruh dari masing – masing variabel bebas secara individu atau

secara terpisah terhadap variabel terkait dengan langkah – langkah sebagai

berikut:

1. α : 0,05 2/a : 0,025

2. Perhitungan uji t :

Nilai t tabel : t α/2 ; n – k

3. Daerah penguji

Ha Ditolak Ho Diterima Ho Ditolak

-2,000 2,000

Gambar 4.1 Daerah terima dan tolak Uji t

Tabel 4.7 Hasil Uji t

Variabel Hitungt Tabelt Probabilitas Keterangan

REER 4,550761 2,000 0.0000 Signifikan

PDB 2,251274 2,000 0.0273 Signifikan

PMA -2,967584 2,000 0.0040 Signifikan

ULN 3,088139 2,000 0.0028 Signifikan

Sumber: Data diolah

Berdasarkan tabel diatas, maka dapat diketahui bahwa :

(a) Untuk Nilai tukar riil (REER) : 4,550761 > 2,000, maka Ho ditolak dan

Ha diterima. Artinya variabel nilai tukar riil mempengaruhi variabel

CA (Current Account) pada tingkat signifikansi 5%.

(b) Untuk PDB : 2,251274 > 2,000, maka Ho ditolak dan Ha diterima.

Artinya variabel PDB mempengaruhi variabel CA (Current Account)

pada tingkat signifikansi 5%.

(c) Untuk PMA : -2,967584 < -2,000, maka Ho ditolak dan Ha diterima.

Artinya variabel PMA mempengaruhi variabel CA (Current Account)

pada tingkat signifikansi 5%.

(d) Untuk ULN : 3,088139 > 2,000, maka Ho ditolak dan Ha diterima.

Artinya variabel ULN mempengaruhi variabel CA (Current Account)

pada tingkat signifikansi 5%.

b. Uji F

Uji F merupakan uji statistik untuk menguji pengaruh kurs riil, produk

domestik bruto, penanaman modal asing, dan utang luar negeri terhadap

neraca transaksi berjalan secara bersama – sama. Adapun langkah – langkah

sebagai berikut :

1. α = 0,05

df (n - k; k - 1) = (75 ; 4)

2. Perhitungan uji F

F tabel = 2,53

F hitung = 42,70120

3. Daerah pengujian

Ho diterima Ho ditolak

2,53 42,70120

Gambar 4.2 Daerah terima dan tolak Uji F

Tabel 4.8 Hasil Uji F

Variabel HitungF TabelF Probabilitas Keterangan

Kurs

PDB

PMA

ULN

35,42072

35,42072

35,42072

35,42072

2,53

2,53

2,53

2,53

0,000000

0,000000

0,000000

0,000000

Signifikan

Signifikan

Signifikan

Signifikan

Sumber: data diolah

Dari hasil pengolahan data diperoleh Fhitung = 35,42072, sedangkan

Ftabel = pada taraf signifikansi 5% adalah sebesar 2,53 dikarenakan F hit > F

tabel (35,42072 > 2,53), maka Ho ditolak dan Ha diterima. Artinya variabel

independen secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen

secara signifikan. Jadi REER, PDB, PMA, dan ULN secara bersama-sama

berpengaruh terhadap neraca transaksi berjalan (CA).

c. Nilai R²

Nilai adjusted R² = 0,63, artinya 63% variasi variabel CA dapat

dijelaskan oleh variasi variabel REER, PDB, PMA, dan ULN, sedangkan

sisanya 37 % dijelaskan oleh variabel lain diluar model.

3. Analisis Ekonometrika

a. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan

yang signifikan diantara variabel bebas. Deteksi adanya multikolinearitas

dilakukan dengan menggunakan uji pendekatan koutsoyiannis.

Hasil dari uji koutsoyiannis untuk mendeteksi masalah multikolinearitas

adalah sebagai berikut:

Tabel 4.9 Hasil Uji Multikolinearitas

Variabel r² R² Keterangan

CA-REER

CA-PDB

CA-PMA

CA-ULN

0,438953

0,361609

0,015323

0,324874

0,635412

0,635412

0,635412

0,635412

Tidak terjadi Multikolinearitas

Tidak terjadi Multikolinearitas

Tidak terjadi Multikolinearitas

Tidak terjadi Multikolinearitas

Sumber : Data diolah

Dari tabel diatas dapat ditunjukkan bahwa untuk semua korelasi antar

variabel independen memiliki r² yang lebih kecil daripada R². Hal ini

memberikan kesimpulan bahwa semua variabel independen memberikan

pengaruh bebas dari masalah multikolinearitas.

b. Uji Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas adalah keadaan dimana faktor gangguan tidak

memiliki varian yang sama. Pengujian terhadap gejala heteroskedastisitas

dapat dilakukan dengan uji Park, uji Glejser, Uji Spearman’s rank

correlation, uji Goldfeld-Quandt, uji LM ARCH, uji Breusch-Pagan-

Godfrey, uji White, dan lainnya (Aisyah, 2007:104). Dalam penelitian ini

digunakan uji LM ARCH untuk mengetahui ada atau tidaknya masalah

heteroskedastisitas pada model.

Tabel 4.9 Hasil uji Heteroskedastisitas

Nilai Obs*R-squared Nilai X² Keterangan

0,291312 3,841 Tidak terjadi Heteroskedastisitas

Sumber : Data diolah

Dari perhitungan diatas diperoleh X² (df=1, α= 5 %) = 3,841, sedangkan

Obs*R-squared sebesar 0,291312. Sehingga apabila dibandingkan maka

3,841 > Obs*R-squared. Hal ini menunjukkan bahwa dalam penelitian ini

tidak terdapat masalah heteroskedastisitas.

c. Uji Autokorelasi

Autokorelasi adalah adanya korelasi antara anggota observasi satu

dengan observasi lain yang berlainan waktu. Jika terjadi korelasi antara

residual dengan residual yang lain, maka model mengandung masalah

autokorelasi. Untuk menguji adanya pengaruh autokorelasi dalam penelitian

ini menggunakan metode Durbin-Watson.

Berdasarkan hasil regresi pada tabel diperoleh nilai Durbin-Watson

2,143241 pada tabel statistik dengan menggunakan α=5% dan n=80

diperoleh dl=1,53, du=1,74, 4-dl=2,47, 4-du=2,26. Digambarkan sebagai

berikut:

Gambar 4.3 Daerah Ho Diterima dan Ditolak dalam uji Autokorelasi

Ragu- Ragu- Ragu ragu Autokore- Tidak ada Autokore- Lasi (+) Autokorelasi lasi (-) 0 1,53 1,74 2,14 2,26 2,47 4

Oleh karena nilai Durbin-Watson sebesar 2,14 terletak antara du dan 4-

du, berarti hasil pengujian menunjukkan tidak terdapat autokorelasi pada

model penelitian.

4. Interpretasi Ekonomi

a. Pengaruh Nilai tukar riil (REER) terhadap Neraca transaksi

berjalan

Variabel nilai tukar riil memiliki koefisien sebesar 0,000337. Hal ini

berarti tanda parameter untuk kurs adalah positif, sehingga memiliki

hubungan positif pada tingkat signifikansi 5%. Jika kurs riil menguat sebesar

1%, maka akan menyebabkan kenaikan pula pada neraca transaksi berjalan

sebesar 0,0003%, begitupula sebaliknya. Bila dilihat dari nilai

probabilitasnya yaitu sebesar 0,0000 dapat dikatakan variabel tersebut

berpengaruh terhadap neraca transaksi berjalan.

Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis, yang apabila kurs riil terdepresiasi,

secara relatif produk luar negeri menjadi lebih mahal daripada produk

domestik, setiap unit output domestik hanya dapat membeli lebih sedikit

output luar negeri. Konsumen luar negeri akan menanggapi pergeseran harga

ini dengan meningkatkan permintaan mereka terhadap ekspor kita.

Selanjutnya akan meningkatkan ekspor dan cenderung memperbaiki

transaksi berjalan domestik.

b. Pengaruh Produk Domestik Bruto terhadap Neraca transaksi

berjalan

Variabel pendapatan nasional memiliki koefisien sebesar 0,004564. Hal

ini berarti tanda parameter untuk PDB adalah positif, sehingga memiliki

hubungan positif pada tingkat signifikansi 5%. Jika PDB naik sebesar 1%,

maka transaksi berjalan akan mengalami kenaikan pula sebesar 0,0045%,

begitupula sebaliknya. Bila dilihat dari nilai probabilitasnya yaitu sebesar

0,0273 dapat dikatakan variabel tersebut berpengaruh terhadap neraca

transaksi berjalan.

Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis, dikatakan jika produk domestik

bruto tinggi, kemudian diikuti oleh pendapatan per kapita penduduk yang

tinggi pula cenderung akan menyebabkan konsumen menjadi konsumtif

dengan melakukan impor. Sehingga bila impor lebih besar daripada ekspor

dapat menurunkan saldo transaksi berjalan atau bahkan menjadikannya

defisit.

Menurut penelitian ini, variabel PDB berpengaruh terhadap neraca

transaksi berjalan. Namun pada kenyataannya, variabel ini justru berdiri

sendiri, dimana ekspor yang dicatat dalam neraca transaksi berjalan

merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi besar kecilnya produk

domestik bruto.

c. Pengaruh Investasi asing terhadap Neraca transaksi berjalan

Variabel PMA memiliki koefisien sebesar -0,257991. Hal ini berarti

tanda parameter untuk PMA adalah negatif, sehingga memiliki hubungan

negatif pada tingkat signifikansi 5%. Jika PMA naik sebesar 1%, maka

transaksi berjalan akan menurun sebesar 0,26%, begitupula sebaliknya. Bila

dilihat dari nilai probabilitasnya yaitu sebesar 0,0040 dapat dikatakan

variabel tersebut berpengaruh terhadap neraca transaksi berjalan.

Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis, apabila PMA meningkat, maka

transaksi berjalan juga akan meningkat. Seperti yang telah dipaparkan

dimuka, bila terjadi defisit transaksi berjalan pemerintah berusaha

meningkatkan pemasukan modal asing. Modal asing tersebut dianggap yang

paling aman bila dibanding dengan utang luar negeri.

Kondisi di Indonesia memang tidak sesuai dengan teori. Dimungkinkan

jumlah modal asing yang masuk ke Indonesia belum maksimal, sehingga

modal asing tersebut tidak berperan secara langsung, bila terjadi masalah

defisit transaksi berjalan. Selain itu masuknya modal asing ke Indonesia itu

lebih digunakan untuk pembangunan infrastruktur, proyek-proyek dan pabrik

baru. Sehingga investasi itu akan meningkatkan pendapatan nasional. Tetapi

kurang berpengaruh terhadap saldo transaksi berjalan bila terjadi defisit.

d. Pengaruh Utang Luar Negeri terhadap Neraca transaksi berjalan

Variabel ULN memiliki koefisien sebesar 0,002777. Hal ini berarti tanda

parameter untuk ULN adalah positif, sehingga memiliki hubungan positif

pada tingkat signifikansi 5%. Jika ULN naik sebesar 1%, maka transaksi

berjalan akan naik pula sebesar 0,003%, begitupula sebaliknya. Bila dilihat

dari nilai probabilitasnya yaitu sebesar 0,0028 dapat dikatakan variabel

tersebut berpengaruh terhadap neraca transaksi berjalan.

Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis, apabila terjadi defisit pada

transaksi berjalan, maka akan timbul kecenderungan untuk meningkatkan

arus masuk utang luar negeri.

Keadaan di Indonesia memang tidak sesuai dengan teori. Kemungkinan bila

utang luar negeri ditingkatkan lalu utang tersebut digunakan untuk

meningkatkan produktivitas barang ekspor, secara tidak langsung dapat

memperbaiki saldo transaksi berjalan.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil pengujian secara empiris pada penelitian ini, maka akan ditarik

beberapa kesimpulan. Dari kesimpulan yang ada terdapat beberapa saran sehubungan

dengan permasalahan yang telah dikemukakan, sehingga hal ini dapat menjadi bahan

masukan bagi pihak – pihak terkait.

A. Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari penelitian mengenai analisis pengaruh nilai tukar,

pendapatan nasional, investasi asing, dan utang luar negeri terhadap neraca transaksi

berjalan adalah sebagai berikut :

1. Pengaruh nilai tukar riil (REER) terhadap neraca transaksi berjalan

Variabel nilai tukar riil (REER) memiliki hubungan positif dan signifikan

terhadap neraca transaksi berjalan di Indonesia. Nilai koefisiennya sebesar

0,000337, yang berarti jika nilai tukar riil (REER) menguat sebesar 1%, maka

neraca transaksi berjalan naik pula sebesar 0,0003%. Hal ini tidak sesuai

dengan hipotesis.

2. Pengaruh produk domestik bruto terhadap neraca transaksi berjalan

Variabel produk domestik bruto (PDB) memiliki hubungan positif, tetapi

signifikan terhadap neraca transaksi berjalan di Indonesia. Nilai koefisiennya

sebesar 0,004564 yang berarti jika pendapatan nasional (PDB) naik sebesar

1%, maka neraca transaksi berjalan naik pula sebesar 0,0045%. Hal ini tidak

sesuai dengan hipotesis.

3. Pengaruh investasi asing terhadap neraca transaksi berjalan

Variabel investasi asing (PMA) memiliki hubungan negatif dan signifikan

terhadap neraca transaksi berjalan di Indonesia. Nilai koefisiennya sebesar -

0,257991, yang berarti jika nilai tukar (PMA) naik sebesar 1%, maka neraca

transaksi berjalan akan turun sebesar 0,26%. Hal ini tidak sesuai dengan

hipotesis.

4. Pengaruh utang luar negeri terhadap neraca transaksi berjalan

Variabel utang luar negeri (ULN) memiliki hubungan positif dan signifikan

terhadap neraca transaksi berjalan di Indonesia. Nilai koefisiennya sebesar

0,002777 yang berarti jika utang luar negeri (ULN) naik sebesar 1%, maka

neraca transaksi berjalan akan naik pula sebesar 0,003%. Hal ini tidak sesuai

dengan hipotesis.

B. Saran

Berdasarkan studi empiris ini dapat diusulkan beberapa saran yang sebaiknya

dijalankan oleh otoritas moneter, dalam hal ini adalah pemerintah dan Bank Indonesia

(BI), antara lain :

1. Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas moneter sangat penting untuk membuat

langkah – langkah selain menjaga kestabilan nilai kurs. Hendaknya Bank

Indonesia bekerja sam dengan pemerintah dengan menjaga tingkat harga

umum, agar tidak terjadi inflasi.

2. GDP mengukur pendapatan yang diterima oleh semua orang dalam 1 (satu)

wilayah tertentu dalam jangka waktu tertentu. GDP yang tertinggi merupakan

indikator membaiknya perekonomian Indonesia. Salah satu caranya dengan

meningkatkan kualitas barang ekspor. Sehingga dapat mendongkrak saldo

neraca transaksi berjalan, yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan

nasional.

3. Pemerintah perlu menciptakan kestabilan ekonomi keuangan dan politik, serta

menciptakan iklim yang kondusif. Sehingga berdampak untuk meningkatkan

kepercayaan pada investor terhadap kondisi ekonomi Indonesia.

4. Pemerintah dapat megusahakan peningkatan penerimaan dalam sektor pajak

dan menekan pengeluaran untuk menutupi pembiayaan cicilan pokok dan

bunga utang luar negeri yang kian meningkat.

DAFTAR PUSTAKA

Agusta, Andrik. 2008. Neraca Transaksi Berjalan dan Analisis Variabel Penentunya. Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Bussière, Matthieu, Marcel Fratzscher dan Gernot J. Müller. 2004. Current Account Dynamics In OECD And EU Acceding Countries. European Central Bank.

Ghofur, Soma. 2008. Analisis Pengaruh Inflasi, Penanaman Modal Asing, dan Utang

Luar Negeri Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia Tahun 1981 – 2005. Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Gujarati, Damodar. 1995. Ekonometrika Dasar Edisi Ketiga. Jakarta : Erlangga Hakim, Lukman. 1997. Kliping Analisis Neraca Pembayaran Bank Indonesia 1978 –

1997. Center For Economic, Social And Regional Analysis (CESRA). Hermann, Sabine dan Axel Jochem. 2005. Determinants of Current Account

Developments In The Central And East European EU Member States Consequences For The Enlargement Of The Euro Area. Deutsche Bundesbank. Jerman

Indikator Ekonomi.1988 - 2007. Laju Inflasi Gabungan 27 Kota di Indonesia. Jakarta :

Badan Pusat Statistik. Insukindro, Maryatmo, dan Aliman. 2003. Ekonometrika Dasar. Yogyakarta : Bank

Indonesia dan FE UGM. Jhingan, M.L. 1988. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Jakarta : Rajawali

Pers. Krugman, Paul R. and Maurice Obstfeld. 1999. Ekonomi Internasional (Teori dan

Kebijakan). Edisi kedua. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Prasetiantono, Tony. 1996. Utang Luar Negeri dan Defisit Transaksi Berjalan Dalam

Perekonomian Indonesia. Jurnal Kelola: UGM Rahwanto, Hariawan. 2007. Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Cadangan

Devisa Indonesia : Periode tahun 1975 – 2005. Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Salvatore, Dominick. 2000. Ekonomi Internasional. Jakarta : Erlangga. Simorangkir, Iskandar, dan Suseno. 2004. Sistem dan Kebijakan Nilai Tukar Seri

Kebanksentralan No. 12. Jakarta : Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan, Bank Indonesia.

Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia. 1988 – 2007. Data Statistik : Posisi

Pinjaman Luar Negeri Pemerintah dan Badan Usaha Milik Negara. Jakarta : Bank Indonesia.

_______________. 1988 – 2007. Data Statistik : Neraca Pembayaran. Jakarta : Bank Indonesia.

_______________. 1988 – 2007. Data Statistik : Nilai Tukar Beberapa Mata Uang

Asing. Jakarta : Bank Indonesia. _______________. 1988 – 2007. Data Statistik : Rencana Penanaman Modal Asing

(PMA) yang Disetujui Pemerintah. Jakarta : Bank Indonesia Statistik Indonesia. 1988 - 2007. Posisi Pinjaman Luar Negeri Pemerintah dan Badan

Usaha Milik Negara. Jakarta: Badan Pusat Statistik. _______________. 1988 – 2007. Produk Domestik Bruto Menurut Lapangan Usaha

Atas Dasar harga Berlaku. Jakarta : Badan Pusat Statistik. Sugiyono, F.X.,. 2002. Neraca Pembayaran : Konsep, Metodologi dan Penerapan.

Seri Kebanksentralan No. 4. Jakarta : Pusat Pendidikan Dan Studi Kebanksentralan.

Sukirno, Sadono. 2002. Pengantar Teori Makroekonomi. Edisi Kedua. Jakarta : PT.

Raja Grafindo Persada. Suryawati. 2000. Peranan Investasi Asing Langsung Terhadap Pertumbuhan Ekonomi

di Negara-negara Asia Timur. Jurnal Ekonomi Pembangunan. Vol.5 No. 2. Tambunan, Tulus. 2001. Transformasi Ekonomi Di Indonesia. Jakarta : Salemba

Empat. Todaro, Michael P. 2000. Pembangunan Ekonomi Di Dunia Ketiga. Jakarta : Erlangga. Yumanita, Diana, Dwi Mukti Wibowo, Giri Triboto, Hotbin Sigalingging, M. Seto

Pranoto, Rahmat Dwi Saputro. 2001. Profil Pinjaman Luar Negeri Indonesia Dan Permasalahannya. Jakarta : Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan, Bank Indonesia.

LAMPIRAN 1

Data CA (Current Account), Nilai Tukar Riil (REER), Produk Domestik Bruto (PDB), Investasing Asing (PMA), dan Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia Tahun

1988:1 – 2007:4

TAHUN CA REER PDB PMA ULN

Persentase dari PDB Triliun Rp

Persentase dari PDB Triliun Rp

1988:1 -0.125 6296.06 148.15 0.218 20.9 1988:2 -0.538 6313.78 154.04 0.091 21.1 1988:3 -0.272 6369.67 159.93 0.130 21.6

1988:4 -0.717 6451.39 165.83 0.184 22.1 1989:1 -0.440 6517.03 167.90 0.214 22.9 1989:2 -0.285 6540.42 172.26 0.081 23.1 1989:3 -0.342 6610.5 176.62 0.156 23.5 1989:4 -0.245 6636.44 180.99 0.244 23.8 1990:1 -0.736 6716.73 182.56 0.243 27.0 1990:2 -0.875 6715.27 185.80 0.226 28.3 1990:3 -1.274 6646.66 189.05 0.224 29.7 1990:4 -0.325 6700.44 192.29 0.390 31.4 1991:1 -1.232 6835.68 194.20 0.572 31.2 1991:2 -1.330 6815.04 196.91 0.249 31.9 1991:3 -0.921 6693.3 199.62 0.148 32.5 1991:4 -0.866 6659.59 202.33 0.498 33.3 1992:1 -1.186 6704.95 209.17 0.648 36.5 1992:2 -0.996 6704.85 213.53 0.492 36.8 1992:3 -0.796 6733.67 217.89 0.331 37.9 1992:4 -0.025 6775.65 222.25 0.262 39.3 1993:1 -0.591 6526.15 223.07 0.512 40.3 1993:2 -0.273 6479.91 226.02 0.569 41.6 1993:3 -0.352 6496.2 228.96 0.440 42.9 1993:4 -0.895 6477.12 231.91 0.325 43.9 1994:1 -1.105 6385.53 248.13 0.449 48.5 1994:2 -0.491 6390.88 256.39 0.257 51.0 1994:3 -0.131 6350.47 264.65 0.185 53.7 1994:4 -0.757 6306.92 272.90 0.611 56.4 1995:1 -1.453 6243.78 275.97 0.786 57.5 1995:2 -1.576 6182.88 282.14 0.608 59.8 1995:3 -1.396 6210.98 288.32 1.061 62.2 1995:4 -0.944 6225.48 294.50 0.987 64.7 1996:1 -1.572 6084.74 302.44 1.538 63.9 1996:2 -1.959 6184.73 309.33 0.775 64.3 1996:3 -1.573 6206.63 316.21 1.214 64.6 1996:4 -0.777 6211.97 323.10 1.136 66.2 1997:1 -0.822 6216.77 324.40 1.746 76.4 1997:2 -1.039 6275.15 329.05 0.943 81.4

Lanjutan

1997:3 -0.198 7082.88 333.70 1.366 114.1 1997:4 1.374 9852.75 338.35 -0.445 169.5 1998:1 1.740 19415.3 320.51 -1.304 302.5 1998:2 7.932 18291.36 316.16 1.730 555.2 1998:3 2.553 17912.89 311.81 -0.494 408.6 1998:4 3.946 11072.99 307.47 -0.201 313.8 1999:1 2.158 11774.99 342.16 -0.589 323.8 1999:2 3.589 10803.41 353.43 -1.694 249.6 1999:3 3.527 10572.52 364.69 -1.605 309.8 1999:4 3.582 10167 375.96 -1.747 261.0 2000:1 3.886 10297.23 370.70 -3.018 273.4

2000:2 3.151 11551.35 375.35 -1.043 311.2 2000:3 5.180 11973.46 380.01 -2.176 309.3 2000:4 6.231 12491.28 384.66 -4.203 334.1 2001:1 5.090 12883.66 420.88 -5.562 354.4 2001:2 3.496 14574.36 438.17 -4.966 383.7 2001:3 5.015 12033.9 455.45 -2.356 319.3 2001;4 2.508 12644.44 472.73 -1.371 337.6 2002:1 3.571 11829.25 448.33 1.544 318.6 2002:2 3.708 10590.1 448.94 -1.276 287.1 2002:3 4.831 10318.13 449.55 -0.848 295.5 2002:4 3.676 10194.93 450.16 -1.152 292.1 2003:1 2.208 9901.34 461.63 -0.783 298.1 2003:2 3.951 9442.73 466.58 0.456 279.4 2003:3 4.017 9366.69 471.54 -0.361 285.0 2003:4 2.885 9220.19 476.49 -0.435 289.8 2004:1 -3.964 9138.65 482.03 -0.385 292.8 2004:2 4.338 9661.07 487.22 -2.216 322.0 2004;3 5.158 9757.69 492.41 -1.143 314.6 2004:4 0.594 9636.62 497.60 -1.186 319.7 2005:1 0.394 9571.24 502.72 1.951 319.6 2005:2 0.834 9802.96 507.88 0.870 325.2 2005:3 -2.341 10201.09 513.05 6.795 342.9 2005:4 1.512 9297.17 518.21 3.579 324.7 2006:1 4.613 8485.51 551.65 1.806 1221.7 2006:2 2.811 8424.54 568.13 3.795 1208.4 2006:3 5.567 8376.47 584.60 2.956 1177.7 2006:4 2.838 8154.87 601.07 2.603 1161.2 2007:1 3.859 8024.01 612.97 14.760 1197.0 2007:2 3.236 8018.84 627.62 2.882 1208.5 2007:3 3.026 8161.16 642.26 2.418 1251.3 2007:4 4.851 8075.43 656.91 3.657 128.7

LAMPIRAN 2

HASIL REGRESI LINEAR BERGANDA

Dependent Variable: CA Method: Least Squares Date: 04/18/10 Time: 12:04 Sample: 1988:1 2007:4 Included observations: 80

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -3.890536 0.722386 -5.385673 0.0000 REER 0.000337 7.40E-05 4.550761 0.0000

PDB 0.004564 0.002027 2.251274 0.0273 PMA -0.257991 0.086936 -2.967584 0.0040 ULN 0.002777 0.000899 3.088139 0.0028

R-squared 0.653872 Mean dependent var 1.246262 Adjusted R-squared 0.635412 S.D. dependent var 2.535155 S.E. of regression 1.530755 Akaike info criterion 3.749861 Sum squared resid 175.7409 Schwarz criterion 3.898738 Log likelihood -144.9944 F-statistic 35.42072 Durbin-Watson stat 2.143241 Prob(F-statistic) 0.000000

Estimation Command: ===================== LS CA C REER PDB PMA ULN Estimation Equation: ===================== CA = C(1) + C(2)*REER + C(3)*PDB + C(4)*PMA + C(5)*ULN Substituted Coefficients: ===================== CA = -3.890535664 + 0.0003365511185*REER + 0.004563999749*PDB - 0.2579911244*PMA + 0.002777272432*ULN

LAMPIRAN 3

HASIL UJI MULTIKOLINEARITAS

Dependent Variable: CA Method: Least Squares Date: 04/16/10 Time: 11:37 Sample: 1988:1 2007:4 Included observations: 80

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -3.855723 0.677874 -5.687961 0.0000 REER 0.000587 7.41E-05 7.925162 0.0000

R-squared 0.446055 Mean dependent var 1.246262

Adjusted R-squared 0.438953 S.D. dependent var 2.535155 S.E. of regression 1.898909 Akaike info criterion 4.145118 Sum squared resid 281.2567 Schwarz criterion 4.204669 Log likelihood -163.8047 F-statistic 62.80819 Durbin-Watson stat 1.382557 Prob(F-statistic) 0.000000

Dependent Variable: CA Method: Least Squares Date: 04/16/10 Time: 11:37 Sample: 1988:1 2007:4 Included observations: 80

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -2.633871 0.616748 -4.270581 0.0001 PDB 0.011122 0.001644 6.763768 0.0000

R-squared 0.369690 Mean dependent var 1.246262 Adjusted R-squared 0.361609 S.D. dependent var 2.535155 S.E. of regression 2.025573 Akaike info criterion 4.274265 Sum squared resid 320.0299 Schwarz criterion 4.333816 Log likelihood -168.9706 F-statistic 45.74856 Durbin-Watson stat 0.974147 Prob(F-statistic) 0.000000

Lanjutan Multikolinearitas

Dependent Variable: CA Method: Least Squares Date: 04/16/10 Time: 11:38 Sample: 1988:1 2007:4 Included observations: 80

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 1.311757 0.284659 4.608171 0.0000 PMA -0.172627 0.115616 -1.493107 0.1394

R-squared 0.027787 Mean dependent var 1.246262 Adjusted R-squared 0.015323 S.D. dependent var 2.535155

S.E. of regression 2.515657 Akaike info criterion 4.707627 Sum squared resid 493.6252 Schwarz criterion 4.767178 Log likelihood -186.3051 F-statistic 2.229369 Durbin-Watson stat 0.646415 Prob(F-statistic) 0.139443

Dependent Variable: CA Method: Least Squares Date: 04/16/10 Time: 11:38 Sample: 1988:1 2007:4 Included observations: 80

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 0.077302 0.298767 0.258737 0.7965 ULN 0.004516 0.000723 6.246219 0.0000

R-squared 0.333420 Mean dependent var 1.246262 Adjusted R-squared 0.324874 S.D. dependent var 2.535155 S.E. of regression 2.083036 Akaike info criterion 4.330212 Sum squared resid 338.4451 Schwarz criterion 4.389763 Log likelihood -171.2085 F-statistic 39.01525 Durbin-Watson stat 0.971507 Prob(F-statistic) 0.000000

LAMPIRAN 4

HASIL UJI HETEROSKEDASTISITAS

ARCH Test:

F-statistic 0.284988 Probability 0.594988 Obs*R-squared 0.291312 Probability 0.589381

Test Equation: Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 03/04/10 Time: 15:07 Sample(adjusted): 1988:2 2007:4

Included observations: 79 after adjusting endpoints

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 2.083797 0.621906 3.350662 0.0013 RESID^2(-1) 0.062587 0.117238 0.533843 0.5950

R-squared 0.003687 Mean dependent var 2.212691 Adjusted R-squared -0.009252 S.D. dependent var 5.070634 S.E. of regression 5.094036 Akaike info criterion 6.119008 Sum squared resid 1998.088 Schwarz criterion 6.178994 Log likelihood -239.7008 F-statistic 0.284988 Durbin-Watson stat 1.957079 Prob(F-statistic) 0.594988