Oleh : Fauzi S611008006 - digilib.uns.ac.id filePROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET...
Transcript of Oleh : Fauzi S611008006 - digilib.uns.ac.id filePROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET...
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
KAJIAN TINGKAT NAUNGAN DAN KETERSEDIAAN AIR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN VALERIC ACID VALERIAN
(Valeriana javanica (BL.) DC)
TESIS Untuk memenuhi sebagian persyaratan
guna memperoleh derajat Magister Pertanian pada Program Studi Agronomi
Oleh :
Fauzi
S611008006
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
KAJIAN TINGKAT NAUNGAN DAN KETERSEDIAAN AIR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN VALERIC ACID VALERIAN
(Valeriana javanica (BL.) DC)
Oleh
Fauzi
S611008006
Telah disetujui Oleh Tim Pembimbing
Kedudukan Pembimbing
Nama Tanda tangan Tanggal
Pembimbing I
Prof.Dr.Ir. Bambang Pujiasmanto, MS. NIP 195602251986011001
Pembimbing II
Prof.Dr. Ir. Supriyono, MS. NIP 195909111984031002
Mengetahui
Ketua Program Studi Agronomi
Prof.Dr. Ir. Supriyono, MS NIP 195909111984031002
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
KAJIAN TINGKAT NAUNGAN DAN KETERSEDIAAN AIR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN VALERIC ACID VALERIAN
(Valeriana javanica (BL.) DC)
Yang dipersiapkan dan disusun oleh
Fauzi
S611008006
telah dipertahankan di depan Tim Penguji
pada tanggal : 31 M ei 2012
Susunan Tim Penguji
Kedudukan Penguji
Nama Tanda tangan Tanggal
Ketua Dr. Ir. Subagiya, MP. NIP.196102271988031004
Sekertaris Prof. Dr. Ir. Djoko Purnomo, MP. NIP.194804261976091001
Anggota 1. Prof. Dr.Ir. Bambang Pujiasmanto, MS. NIP. 195602251986011001 2. Prof. Dr. Ir. Supriyono, MS. NIP.195907111984031002
Mengetahui,
Direktur Program Pascasarjana
Prof. Ir. Ahmad Yunus, MS. PhD. NIP. 196107171986011001
Ketua Program Studi Agronomi
Prof. Dr. Ir. Supriyono, MS. NIP. 195907111984031002
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PERNYATAAN ORISINALITAS TESIS
Dengan ini menyatakan bahwa sepanjang pengetahuan saya, di dalam
naskah Tesis ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain
untuk memperoleh gelar akademik di suatu Perguruan Tinggi, dan tidak terdapat
karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali
yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber
kutipan dan daftar pustaka.
Apabila ternyata di dalam naskah Tesis ini dapat dibuktikan terdapat unsur-
unsur jiplakan, saya bersedia Tesis ini digugurkan dan gelar akademik yang telah
saya peroleh (Magister Pertanian) dibatalkan, serta diproses sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Surakarta, 5 Februari 2012
Fauzi NIM. S611008006
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil’alamin, atas rahmat dan hidayah-Nya, panulis dapat
menyelesaikan Tesis ini.
Tesis ini terwujud tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang telah
mendukung baik secara moril maupun materil, oleh karena itu dalam kesempatan
ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Direktur Pascasarjana Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan
kesempatan studi di program pascasarjana program studi Agronomi Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
2. Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, MS., selaku Dosen Pembimbing I Tesis
yang telah banyak membantu membimbing penelitian dari awal hingga selesai
penyusunan naskah.
2, Prof. Dr. Ir. Supriyono, MS., selaku Dosen Pembimbing II Tesis yang telah
banyak membantu membimbing selama penelitian dan penyusunan naskah.
3. Dr. Ir. Subagiya, MP., selaku Ketua Penguji yang banyak memberikan
masukan dan saran.
4. Prof. Dr. Ir. Djoko Purnomo, MP., selaku Sekretaris Penguji yang banyak
memberikan masukan dan saran.
5. Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Kesehatan
RI yang telah memberikan beasiswa.
6. Indah Yuning Prapti, SKM. MKes., selaku Kepala Balai Besar Penelitian Dan
Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TO2T) yang telah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
mengijinkan penulis menggunakan sarana dan prasarana di Laboratorium
Terpadu.
7. Dayat Noviantina, AMK., istri saya yang selalu memberi semangat untuk
menyelesaikan Tesis ini.
8. Teman-teman S2 Bidang Studi Agronomi angkatan 2010 yang saling memberi
semangat, dukungan dan teman diskusi.
9. Pihak-pihak lain yang telah banyak membantu yang penulis tidak dapat
menyebutkan namanya satu persatu.
Akhirnya segala kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua
pihak sangat diharapkan agar Tesis ini menjadi lebih baik. Semoga karya tulis ini
dapat memberikan manfaat dan khazanah pengetahuan bagi pihak-pihak yang
membutuhkan.
Surakarta, 5 Februari 2012
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL………………………………………..……………..
HALAMAN PENGESAHAN…………………………………………….
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS……………………………………..
KATA PENGANTAR……………………………………………………..
DAFTAR ISI………………………………………………………………
DAFTAR TABEL…………………………………………………………
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………...
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………
ABSTRAK…………………………………………………………………
ABSTRACT……………………………………………………………..….
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang……………………………………………………...
B. Perumusan Masalah……………………………………….………..
C. Tujuan Penelitian…………………………………………………...
D. Manfaat Penelitian………………………………………………….
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Valerian Sebagai Tanaman Obat ………….……….….……..……
B. Peranan Ketersediaan Air Terhadap Tanaman……………….….…
C. Peranan Naungan terhadap Tanaman………………………………
D. Metabolit Sekunder…………………………………………………
E. Kerangka Berpikir…………………………………………………..
F. Hipotesis …………………………………………………….……...
III. METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian………………………..……………
B. Bahan dan Alat Penelitian…………………………..…………….
i
ii
iii
iv
vi
viii
ix
x
xi
xii
1
2
3
4
5
9
12
14
16
18
19
19
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
C. Metodelogi Penelitian…….……………………………..…………
D. Pelaksanaan Penelitian.....................................................................
E. Variabel Penelitian............................................................................
F. Analisis Data……………………………………………………….
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Kajian Tanggapan Tingkat Naungan Dan Ketersediaan Air Pada Pertumbuhan Valeriana javanica (BL.) DC…………………….
B. Kajian Tanggapan Tingkat Naungan Dan Ketersediaan Air Pada Produksi Valeriana javanica (BL.) DC…………………….
C. Kajian Tanggapan Tingkat Naungan Dan Ketersediaan Air Pada Kandungan Valeric Acid Valeriana javanica (BL.) DC……
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan…………………………………………………….…..
B. Saran ………………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA……………………………………..……………...
LAMPIRAN………………………………………………………………
20
21
23
25
26 39
49
53
53
54
58
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
DAFTAR TABEL
Halaman
.1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
Pengaruh tingkat naungan dan ketersediaan air pada jumlah daun Valeriana javanica (BL.) DC. (helai)………………………………. Pengaruh tingkat naungan dan ketersediaan air pada diameter batang Valeriana javanica (BL.) DC. (cm)…………...…………… Pengaruh tingkat naungan dan ketersediaan air pada jumlah ruas Valeriana javanica (BL.) DC. (ruas)………………………………. Pengaruh tingkat naungan dan ketersediaan air pada jumlah cabang Valeriana javanica (BL.) DC. (cabang)……………………..……… Pengaruh tingkat naungan dan ketersediaan air pada panjang akar Valeriana javanica (BL.) DC. (cm)………………………………… Pengarug tingkat naungan dan ketersediaan air pada bobot segar tanaman Valeriana javanica (BL.) DC. (gram)……………………. Pengaruh tingkat naungan dan ketersediaan air pada bobot kering daun Valeriana javanica (BL.) DC. (gram)………………………… Pengarug tingkat naungan dan ketersediaan air pada bobot kering batang Valeriana javanica (BL.) DC. (gram)……………………… Pengaruh tingkat naungan dan ketersediaan air pada bobot kering akar Valeriana javanica (BL.) DC. (gram). ……………………….. Pengaruh tingkat naungan dan ketersediaan air pada kadar ekstrak total daun Valeriana javanica (BL.) DC. (%). …………………….. Pengaruh tingkat naungan dan ketersediaan air pada kadar ekstrak total batang Valeriana javanica (BL.) DC. (%)……………………. Pengaruh tingkat naungan dan ketersediaan air pada kandungan valeric acid akar Valeriana javanica (BL.) DC. (%)………………
29
31
33
35
38
39
41
43
44
46
48
50
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
Histogram rata-rata tinggi tanaman akibat perlakuan tingkat naungan dan ketersediaan air dari umur 1 bulan sampai 4 bulan Grafik rata-rata tinggi tanaman akibat perlakuan tingkat ketersediaan air pada kondisi naungan berbeda………………… Histogram rata-rata jumlah daun akibat perlakuan tingkat naungan dan ketersediaan air dari umur 1 bulan sampai 4 bulan.
Halaman
26
27
28
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Ringkasan Uji F terhadap variabel pengamatan pada perlakuan tingkat naungan dan ketersediaan air serta interaksinya terhadap Valerian (Valeriana javanica (BL.) DC.) umur 4 bulan……….. Hasil uji F pada tingkat naungan dan ketersediaan air serta interaksinya terhadap Valerian (Valeriana javanica (BL.) DC.) umur 4 bulan……………………………………………………. Perhitungan ketersediaan air……………………………………. Cara ekstraksi metode maserasi…………………………………
Perhitungan kadar ekstrak total…………………………………
Penetapan kandungan valeric acid………………………...……. Denah penelitian………………………………………………… Kondisi cuaca selama penelitian………………………………... Hasil analisis valeric acid……………………………………….
Gambar pertumbuhan dan perkembangan tanaman valerian akibat tingkat ketersediaan air dan naungan…………………….
Halaman
58
59
63
64
65
66
67
68
69
70
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
ABSTRAK
Fauzi, 2012. “Kajian Tingkat Naungan Dan Ketersediaan Air Terhadap Pertumbuhan Dan Kandungan Valeric Acid Valerian (Valeriana javanica (BL.) DC).” Tesis Program Pascasarjana Program Studi Agronomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Valeriana javanica (BL.) DC. merupakan tumbuhan obat asli Indonesia, tumbuh liar di daerah pegunungan di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur yang sampai sekarang belum dibudidayakan. Penelitian tingkat naungan dan ketersediaan air pada Valeriana javanica (BL.) DC. telah dilaksanakan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui naungan dan ketersediaan air optimal untuk pertumbuhan dan kandungan valeric acid. Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok lengkap yang disusun secara petak terbagi. Tingkat naungan sebagai petak utama terdiri atas 3 taraf yaitu; naungan 0, 55 dan 75%. Tingkat ketersediaan air sebagai anak petak terdiri atas 4 taraf; yaitu ketersediaan air 80 60, 40 dan 20% kapasitas lapang. Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis ragam dan uji beda jarak berganda Duncan’s (DMRT) pada taraf 5%. Hasil penelitian menunjukan bahwa ketersediaan air 80% kapasitas lapang menghasilkan pertumbuhan, bobot kering daun dan, bobot kering batang valerian tertinggi. Naungan berpengaruh meningkatkan kandungan valeric acid, tetapi tidak berpengaruh meningkatkan pertumbuhan, bobot kering daun dan batang serta kadar ekstrak total daun dan batang. Kombinasi ketersediaan air 60% dan naungan 55% menghasilkan kandungan valeric acid tertinggi (0,75%) dengan bobot kering akar 1,14 gram/tanaman.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
ABSTRACT
Fauzi, 2012. " Assessment level of shade and water availability on growth and content of valeric Acid Valerian (Valeriana javanica (BL.) DC)" Thesis Postgraduate Program of Agronomy Program Study of Surakarta Sebelas Maret University. Valeriana javanica (BL.) DC is a native medicinal plants of Indonesia, growing wild in the mountains of West Java, Central Java and East Java, which until now has not been cultivated. Research the shade and water availability on Valeriana javanica (BL.) DC have been implemented to determine the optimal shade and water availability for growth and content of valeric acid. This Research used randomized complete block design arranged in split plot. Shade levels as main plots consisting of three level (0%, 55% and 75%). Levels of water availability as subplot consisting of four level (80%, 60%, 40% and 20% field capacity). The data were analyzed by analysis of varians and Duncan's multiple range test (DMRT) in 5% confident level. The results showed that water availability of 80% field capacity generating growth, leaf dry weight and stem dry weight of valerian relatively better. Shade increased the content of valeric acid, but does not affect growth, leaf dry weight, stem dry weight and the levels of total leaf and stem extracts. The combination of water availability of 60% and 55% shading produced the highest content of valeric acid (0.75%) with root dry weight of 1.14 grams / plant. .
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Valerian (Valeriana javanica (BL.) DC.) merupakan tumbuhan obat dari
famili Valerianaceae yang berhabitus semak semusim. Batang tanaman
berbentuk bulat, beruas, bercabang, berdaun majemuk dengan pertulangan
menyirip, bunga bentuk malai yang terletak di ketiak daun (Syamsuhidayat et
al., 1991).
Minyak atsiri valerian dimanfaatkan untuk bahan pembuatan parfum
sedangkan ekstraknya untuk pemberi rasa pada industri makanan dan sebagai
obat (Dalimarta, 2002). Akar tanaman valerian berkhasiat sebagai obat
penenang (sedative), kejang otot, hipertensi, dan menginduksi tidur.
Kemampuan menginduksi tidur tergantung dosis dan konsentrasi kandungan
yang menjadi standarnya (Sharma et al., 2010). Bagian terpenting sebagai
bahan obat dari tumbuhan ini adalah akar, cabang serta pangkal batang yang
ada di bawah tanah, bahan tersebut dikumpulkan setelah daun mulai meluruh.
Produk ekstrak valerian sebagai bahan baku sudah digunakan oleh
perusahaan farmasi dan obat tradisional di Indonesia yang diimpor dari Jerman
dan India. Valeriana javanica (BL.) DC. tumbuh liar di daerah pegunungan di
Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur pada ketinggian 1.600 – 3.200 m
dpl. Tumbuhan ini sampai sekarang belum dibudidayakan secara intensif masih
dalam tahap kebun koleksi (Rosita et al., 2004).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Tanaman pada kondisi kering akan mengubah distribusi asimilat untuk
mendukung pertumbuhan akar dengan mengorbankan tajuk untuk mengurangi
transpirasi. Cekaman kekeringan berpengaruh negatif pada pertumbuhan dan
hasil, namun dapat meningkatkan hasil metabolit sekunder dari tanaman obat
(Sulandjari et al., 2006).
Intensitas cahaya optimal menyebabkan tercapainya keseimbangan antara
transpirasi pada daun dengan penyerapan air dan mineral oleh akar tanaman,
sehingga pertumbuhan dan perkembangan tanaman akan sempurna. Naungan
berfungsi untuk mengurangi transpirasi dan respirasi pada tanaman melalui
pengurangan intensitas cahaya, kecepatan angin dan temperatur udara.
Intensitas cahaya lebih rendah dari 40% akan mengganggu pertumbuhan
tanaman pule pandak (Sulanjari, 2008).
Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh
tingkat naungan dan ketersediaan air terhadap pertumbuhan dan valeric acid
valerian (Valeriana javanica (Bl.) DC.).
B. Perumusan Masalah
Valeriana javanica (Bl.) DC. merupakan tanaman asli Indonesia yang
berpotensi sebagai sumber bahan obat dan obat tradisional. Tanaman tersebut
sampai sekarang masih dipanen dari habitat asli, sehingga akan mengancam
keberadaan plasma nutfah valerian, mutu beragam, dan hasil panen tidak
menentu. Oleh sebab itu perlu dilakukan upaya budidaya valerian di luar
habitat asli.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
Keberhasilan budidaya Valeriana javanica (Bl.) DC. ditentukan oleh
produksi dan kandungan senyawa aktif (metabolit sekunder). Produksi dan
kandungan metabolit sekunder dipengaruhi lingkungan tempat tumbuh, seperti
intensitas cahaya matahari dan ketersediaan air dalam tanah. Kondisi
lingkungan yang optimal bagi pertumbuhan tanaman dapat meningkatkan
produksi, sedangkan kandungan metabolit sekunder meningkat jika tanaman
obat mengalami cekaman lingkungan.
Untuk mendapatkan kondisi lingkungan tempat tumbuh tanaman yang
sesuai dapat dilakukan dengan cara mengatur tingkat naungan dan ketersediaan
air. Pemberian naungan bertujuan mengurangi intensitas cahaya, sedangkan
tingkat ketersediaan air bertujuan mendapatkan ketersediaan air yang tepat.
Berdasarkan uraian tersebut diperlukan suatu penelitian dengan
perlakuan tingkat naungan dan ketersediaan air terhadap pertumbuhan dan
kandungan valeric acid valerian (Valeriana javanica (BL.) DC.). sehingga
diketahui:
1. Seberapa besar tingkat naungan yang dapat meningkatkan pertumbuhan
dan kandungan valeric acid valerian (Valeriana javanica (BL.) DC).
2. Seberapa besar tingkat ketersediaan air yang dapat meningkatkan
pertumbuhan dan kandungan valeric acid valerian (Valeriana javanica
(BL.) DC).
3. Apakah terdapat hubungan positif antara tingkat naungan dan ketersediaan
air pada pertumbuhan dan kandungan valeric acid valerian (Valeriana
javanica (BL.) DC).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
C. Tujuan Penelitian
1. Mendapatkan tingkat naungan yang tepat dalam meningkatkan pertumbuhan
dan kandungan valeric acid tanaman valerian.
2. Mendapatkan tingkat ketersediaan air yang tepat dalam meningkatkan
pertumbuhan dan kandungan valeric acid tanaman valerian.
3. Mengetahui pengaruh antara tingkat naungan dan ketersediaan air terhadap
pertumbuhan dan kandungan valeric acid tanaman valerian.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan rekomendasi
teknik budidaya valerian (Valeriana javanica (BL.) DC) untuk meningkatkan
produksi dan kandungan valeric acid sehingga dapat memenuhi keinginan dari
segi agronomis dan fitofarmaka.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Valerian Sebagai Tanaman Obat
Valerian telah dikenal bermanfaat sebagai obat insomnia sejak zaman
Yunani dan Romawi kuno. Hippocrates telah menjelaskan sifat-sifat tanaman
ini. Galen pada awal abad kedua telah mencantumkan valerian dalam resep
sebagai obat insomnia. Selama perang dunia pertama dan kedua valerian
digunakan untuk obat penenang bagi warga sipil yang terkena dampak perang
(Plushner, 2000).
Saat ini valerian masih digunakan untuk mengobati insomnia dan
disebut sebagai alternatif obat-obatan benzodiazepine. Efek samping yang
terjadi bila mengkonsumsi valerian dalam dosis tinggi (500 mg) adalah sakit
perut, lesu, dan depresi sedang. Disarankan tidak mengoperasikan
kendaraan/mesin bila sedang mengkonsumsi valerian, karena efek mengantuk
dapat membahayakan (Houghton, 1999).
Penggunaan valerian untuk meredakan kejang dan menginduksi tidur
berkembang pada abad ketujuh belas dan kedelapan belas. Valerian adalah
obat resmi di Amerika Serikat pada tahun 1820-1936. Popularitas akar
valerian sebagai ramuan obat penenang tampaknya akan meningkat seiring
dengan tekanan kehidupan modern (Iwu et al., 1993). Valerian telah disetujui
digunakan sebagai bahan makanan oleh Amerika Serikat Food and Drug
Administration (FDA) dan termasuk peringkat 10 herbal yang paling banyak
digunakan di dunia. (Brumback et al., 2004).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
Genus Valeriana diperkirakan terdiri atas lebih dari 250 spesies di
seluruh dunia. V. officinale digunakan di Eropa. V. edulis digunakan di
Meksiko, V. wallichii digunakan di India, V. fauriei digunakan dalam
pengobatan tradisional Cina dan Jepang sedangkan V. capensis digunakan
dalam pengobatan tradisional di Afrika (Kristie et al., 2006).
Menurut Hornok (1992) V. officinale L. berasal dari Eropa dan Asia
Bagian Utara. Tanaman ini tumbuh dengan baik pada daerah dengan curah
hujan 600 – 700 mm/tahun. Simplisia akar valerian terutama dari jenis V.
officinale L. telah tercantum pada farmakope di negara Barat sebagai obat
tranquilizer dan calmative dalam kasus gangguan syaraf dan hysteria.
Simplisia tersebut juga bermanfaat sebagai sedative (penenang) relaksan,
mengobati kejang otot, mengurangi ansietas (termasuk tremor, panik, jantung
berdebar dan gampang berkeringat) serta menurunkan tekanan darah.
V. wallichi yang sering disebut valerian India mempunyai bahan aktif
valeric acid sekitar 0,8%, Valeric acid diindikasikan dapat meningkatkan
viabilitas sel, bertindak sebagai hipotensi dan sebagai obat penenang. Di
India V. wallichi dicampur dengan Humulus lupulus, Passiflora incarnate,
Trifolium pretense dan Momordica charantia sebagai obat penenang dan
susah tidur. Ekstrak V. wallichi secara signifikan dapat mengurangi depresi
dan perasaan cemas (Sharma et al., 2010).
Valeriana javanica (BL.) DC. tumbuh liar di daerah pegunungan di
Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur pada ketinggian 1.600 – 3.200 m
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
dpl. Tumbuhan ini sampai sekarang belum dibudidayakan secara intensif
masih dalam tahap kebun koleksi (Rosita et al., 2004).
Menurut Syamsuhidayat et al. (1991) klasifikasi Valeriana javanica
(Bl.) DC. sebagai berikut:
Regnum
Sub regnum
Divisio
Sub divisio
Classis
Sub classis
Ordo
Familia
Genus
Spesies
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
Plantae
Tracheobionta
Spermatophyta
Magnoliophyta
Magnoliopsida
Asteridae
Dipsacales
Valerianaceae
Valeriana
Valeriana javanica (Bl.) DC.
Valeriana javanica (BL.) DC. yang terdapat di Gunung Lawu, Jawa
Tengah tumbuh mengelompok dan sekarang sulit ditemukan. Sebagian
masyarakat sekitar mencari dan mengumpulkan Valeriana javanica (BL.) DC.
kemudian akarnya dikeringkan dengan cara dijemur dengan bantuan sinar
matahari untuk dijual sebagai penambah pendapatan keluarga.
Tumbuhan ini di habitat berkembangbiak dengan bagian akar dan
batang yang tertinggal atau biji yang jatuh diterbangkan angin. Valeriana
javanica (Bl.) DC. sering ditemukan di lokasi berbatuan pada musim hujan
daerah sekitar perakaran tidak tergenang dan tanaman tidak mati.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
Menurut Niken (2009) morfologi Valeriana javanica (Bl.) DC. yang
tumbuh di Gunung Lawu tidak berbeda jauh dengan diskripsi yang tersedia
yaitu habitus semak semusim, tumbuhan berbiji, berdaun majemuk,
pertulangan daun menyirip, berbatang bulat, beruas, dan berongga, bercabang
dekat pangkal batang, berakar tunggang, dan bunga berbentuk malai dan
berwarna putih. Valerian lebih banyak ditemukan di daerah lembah dengan
suhu dan intensitas cahaya yang lebih rendah serta kelembapan tinggi.
Keberadaan valerian di Gunung Lawu sudah sulit ditemukan sehingga
termasuk kategori terkikis (indeterminate).
Bagian terpenting sebagai bahan obat yang digunakan masyarakat dan
pabrik obat tradisional dari tanaman Valeriana javanica (Bl.) DC. adalah
akar, cabang, dan pangkal batang yang ada di bawah tanah. Bahan-bahan ini
segera dikumpulkan setelah daun-daun tanaman mulai meluruh.
Meskipun efek penenang akar tanaman valerian telah lama terbukti
namun senyawa kimia yang memberi efek tersebut belum diketahui secara
pasti, diduga minyak volatil mempunyai korelasi mempengaruhi sistem saraf
pusat. Senyawa aktif minyak Volatil (0,2 - 2,8%) antara lain bornyl
isovalerenate, asetat bornyl, valerenic, valeric, asam isovaleric,
acetoxyvalerenic, valerenal, valeranone, dan cryptofaurinol (Thies et al.,
1996).
Parameter kualitas ekstrak akar valerian belum diatur. Laboratorium
pengujian umumnya menggunakan kandungan valeric acid sebagai penanda
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
untuk farmakologis dan sebagai sumber informasi untuk mendukung pilihan
produk (Hikino et al., 2002).
B. Peranan Ketersediaan Air Terhadap Tanaman
Air merupakan komponen utama penyusun jaringan tanaman (70% -
90%). Air mempunyai peranan penting bagi proses di dalam tanah baik
bersifat fisika, kimia, dan biologi. Semua tanaman dalam pertumbuhan dan
perkembangannya membutuhkan air yang cukup. Air ini bertindak sebagai
pelarut, medium reaksi kimia, medium transfer senyawa, memberikan turgor
bagi sel, bahan baku pembentuk klorofil, dan menjaga suhu tanaman supaya
konstan (Islami et al., 1995).
Pengaruh ketersediaan air terhadap pertumbuhan tanaman sangat besar.
Kekurangan air pada daerah perakaran berakibat pada aktivitas fisiologis
tanaman. Pengaruh yang paling nyata adalah mengecilnya ukuran daun untuk
meminimumkan kehilangan air. Mekanisme ini di satu pihak mempertahan-
kan kelangsungan hidup tanaman tetapi di lain pihak mengurangi bobot
kering tanaman (Gardner et al., 1991). Menurut Tucci et al. (2000)
kekurangan air dapat menyebabkan berkurangnya jumlah stomata pada daun,
sehingga mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman. Ketersediaan
air 60% dari kebutuhan menyebabkan jumlah stomata berkurang 31,33% -
36%.
Kebutuhan air bagi tumbuhan berbeda-beda, tergantung jenis tumbuhan
dan fase pertumbuhan. Perlu dilakukan efisiensi penggunaan air untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
pertanian mengingat air merupakan faktor pembatas bagi tanaman. Tanaman
memanfaatkan air untuk pertumbuhan dan perkembanganya hanya sekitar 5%
sementara 95% hilang lewat transpirasi (Prakash et al., 2000).
Pada musim penghujan, tumbuhan sering mengalami kondisi jenuh air.
Perakaran tumbuh ke dalam tanah untuk menarik air sampai tercapai
potensial air kritis dalam tanah. Air yang dapat diserap akar tumbuhan disebut
air yang tersedia. Air tersedia merupakan perbedaan antara jumlah air dalam
tanah pada kapasitas lapang dan jumlah air dalam tanah pada persentase
pelayuan permanen. Air pada kapasitas lapang adalah air yang tetap
tersimpan dalam tanah yang tidak mengalir ke bawah karena gaya gravitasi.
Air pada persentase pelayuan permanen adalah apabila tumbuhan yang layu
tidak dapat segar kembali (Gardner et al., 1991).
Pada musim kemarau, tumbuhan sering mendapatkan cekaman air
(water stress) karena kekurangan pasokan air di daerah perakaran sehingga
laju evapotranspirasi melebihi laju absorbsi air oleh tumbuhan (Levitt, 1980).
Respon tanaman terhadap kekurangan air sangat ditentukan oleh tingkat
stress yang dialami dan fase pertumbuhan tanaman saat mengalami stress.
Cekaman air jika terjadi pada fase pertumbuhan vegetatif maka pengaruhnya
akan lebih merugikan dibanding cekaman yang terjadi pada fase generatif
(Islami et al., 1995).
Pengaruh kekurangan air selama fase vegetatif adalah terhambatnya
berkembangan daun sehingga dapat mengurangi penyerapan cahaya.
Kekurangan air juga mengurangi sintesis klorofil dan mengurangi aktivitas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
beberapa enzim (misalnya nitrat reduktase). Kekurangan air justru
meningkatkan aktivitas enzim-enzim hidrolisis (misalnya amilase) (Gardner
et al., 1991).
Kekeringan dapat menurunkan tingkat produktivitas (biomassa)
tanaman, penyusutan luas daun dan aktivitas fotosintesis. Penurunan
akumulasi biomassa akibat cekaman air untuk setiap jenis tanaman besarnya
tidak sama. Hal tersebut dipengaruhi oleh tanggap setiap jenis tanaman.
Penurunan akumulasi biomasa tanaman pegagan (Centella asiatica L.)
mencapai 48,9% pada cekaman kekeringan 50% kapasitas lapang. Tanaman
tersebut tidak mampu tumbuh pada cekaman air 40% kapasitas lapang
(Rahardjo et al., 1999).
Penurunan akumulasi biomassa tanaman tempuyung (Sonchus arvensis
L.) mencapai 52,8% pada cekaman air sebesar 50% kapasitas lapang
dibandingkan dengan cekaman air 80% kapasitas lapang. Tempuyung yang
ditanam pada kondisi kering dengan intensitas cahaya penuh kadar
flavonoidnya lebih tinggi dibandingkan tanaman yang ditanam pada daerah
iklim basah dan di bawah naungan. Tanaman tempuyung yang mendapat
cekaman air sebesar 60% kapasitas lapang kadar flavonoidnya mencapai dua
kali lipat dibandingkan dengan tanaman yang tidak terkena cekaman
(Rahardjo et al., 2000).
Daya adaptasi tumbuhan terhadap cekaman lingkungan berbeda- beda.
Sukarman et al. (2000) melaporkan bahwa Vicia faba yang diberi perlakuan
cekaman kekeringan akan menunjukkan respon fisiologis daun yaitu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
menutupnya stomata, menurunnya jumlah dan luas daun. Respon fisiologis
akar (bobot kering akar, jumlah dan efektivitas bintil akar) menurun pesat
dengan meningkatnya cekaman kekeringan.
Ketahanan tanaman terhadap cekaman kekeringan ditandai dengan
sistem perakaran yang lebih baik, kemampuan pengaturan osmotik dan
meningkatnya kandungan prolin pada daun. Pada tanaman tapak dara (Vinca
rosea L.) cekaman kekeringan 40% dan 60% kapasitas lapang menurunkan
pertumbuhan dan biomasa tanaman secara nyata (Sukarman et al., 2000).
Menurut Khaerana et al. (2008) terjadi penurunan kandungan
xanthorrhizol pada tanaman temu lawak yang diberi cekaman kekeringan.
Kondisi pertanaman optimum dapat meningkatkan kandungan xanthorrhizol,
hal ini menunjukkan bahwa xanthorrhizol tidak berfungsi sebagai bentuk
pertahanan diri terhadap cekaman ataupun serangan yang dialami oleh
tanaman.
C. Peranan Naungan terhadap Tanaman
Naungan bagi tanaman berfungsi untuk mengurangi intensitas cahaya
matahari, menurunkan suhu, menaikan kelembaban, memperkecil transpirasi,
dan menahan cahaya matahari langsung yang dapat menghambat
pertumbuhan tanaman (Kurniawati et al., 2005).
Menurut Dechaine et al. (2009) bahwa naungan dapat berfungsi
mengurangi dan menstabilkan suhu tanah dengan cara mengurangi radiasi
matahari mencapai tanah dan mengatur fluktuasi suhu permukaan tanah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
Naungan dapat mempengaruhi proses yang terjadi pada tanaman seperti
fotosintesis, respirasi, transpirasi, translokasi, sintesis protein, dan penuaan
(Moftah et al., 2006)
Perbedaan tingkat naungan mempengaruhi intensitas cahaya, intensitas
cahaya yang diterima tanaman akan mempengaruhi ketersediaan energi panas
dan energi kimia. Semakin besar tingkat naungan maka semakin kecil
intensitas cahaya yang diterima tanaman, suhu udara menjadi rendah dan
kelembaban udara menjadi tinggi. Suhu yang rendah menyebabkan respirasi
menurun, sedangkan dengan kelembaban yang tinggi akan meningkatkan laju
fotosintesis (Widiyastuti et al., 2004).
Menurut Moftah et al. (2006) cahaya matahari sebagai sumber energi
untuk fotosintesis merupakan persyaratan penting bagi kehidupan tanaman.
Kekurangan cahaya dalam waktu yang lama selama masa pertumbuhan akan
mempengaruhi distribusi pada organ tanaman seperti daun, batang, dan akar.
Luas daun pegagan pada naungan 65% lebih luas dibanding naungan
55%. Semakin tinggi tingkat naungan maka semakin besar luas daun yang
merupkan mekanisme adaptasi tanaman terhadap cekaman intensitas cahaya
rendah. Pembesaran luas daun berfungsi untuk memperlebar area
penangkapan cahaya (Musyarofah et al., 2006).
Intensitas cahaya optimal menyebabkan tercapainya keseimbangan
transpirasi dengan penyerapan air dan mineral sehingga pertumbuhan dan
perkembangan tanaman akan sempurna. Peningkatan persentase naungan
mengakibatkan tanaman pule pandak menjadi tambah tinggi, jumlah daun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
sedikit, akar menjadi pendek, jumlah akar sedikit, dan diameter akar kecil.
Hal tersebut mengakibatkan menurunnya bobot kering akar, namun
meningkatkan kadar reserpina (Sulandjari, 2008).
Kurniawati et al. (2005) menyatakan bahwa semakin tinggi taraf
naungan menyebabkan menurunnya jumlah daun tanaman pegagan.
Penaungan mengurangi energi cahaya matahari yang dibutuhkan tanaman
untuk tumbuh dan berkembang. Hal ini menyebabkan berkurangnya produksi
fotosintat yang berakibat berkurangnya pembentukan daun.
D. Metabolit Sekunder
Sebagian tumbuhan dapat berfungsi sebagai tanaman obat karena
memiliki metabolit sekunder yang potensial sebagai sumber obat atau minyak
esensial. Keragaman struktur kimia metabolit sekunder sangat luas namun
penyebaran masing-masing umumnya terbatas. Hal ini berhubungan dengan
ketersediaan enzim untuk menghasilkan asam amino, karbohidrat, lemak, dan
protein. Senyawa-senyawa ini merupakan senyawa prekursor metabolit
sekunder. Biosintesis metabolit sekunder dikendalikan secara genetik dan
sangat dipengaruhi oleh lingkungan antara lain suhu, cahaya, air, habitat, dan
unsur hara (Verpoorte, 2000).
Tanaman mempunyai kemampuan dalam mensintesis berbagai senyawa
aktif yang digolongkan kedalam metabolit primer dan metabolit sekunder.
Metabolit sekunder merupakan zat kimia yang bukan nutrisi mempunyai
struktur kimia beragam dengan penyebaran terbatas. Proses biosintesis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
metabolit sekunder dipengaruhi oleh jumlah dan aktivitas enzim yang
merupakan aspek spesifikasi sel. Metabolit sekunder dalam proses
diferensiasi dan perkembangan organisme bersifat kurang penting bagi sel
penghasil tetapi penting bagi organisme secara keseleruhan (Manitto, 1992).
Verpoorte (1987) menyatakan bahwa metabolit sekunder memainkan
peranan sebagai penentu keberadaan tanaman pada ekosistem. Kadar dan
akumulasi metabolit sekunder dipengaruhi oleh perimbangan biosintesis dan
katabolisme. Metabolit sekunder bervariasi tergantung pada fase
perkembangan tanaman dan faktor lingkungan.
Valerian diperkirakan mengandung lebih dari 150 senyawa kimia.
Senyawa utama yang diidentifikasi dalam akar valerian adalah minyak
esensial atau volatil (monoterpen dan sesquiterpen) 0,2 – 2,8% yang terdiri
dari bornyl isovalerenate, bornyl asetat, valerenic, valeric, isovaleric,
acetoxyvalerenic, valerenal, valeranone, dan cryptofaurinol. Alkaloid (0,01 –
0,05%): valeranine, chatinine, alfa-metil pyrylketone, actinidine, skyanthine,
dan naphthylmethylketone. Iridoid valepotriates (0,5 -2,0%): valltrates,
isovaltrate, didrovalltrate, valcrovalltrate, velerosidate, asam amino,
glutamine, dan tannin (Sharma et al., 2010).
Valeric acid dan valerenic acid yang termasuk golongan sesquiterpene
menjadi standar sediaan valerian (Sharma et al., 2010). Sesquiterpenoid
merupakan senyawa terpenoid yang dibangun oleh 3 unit Isopren yang terdiri
atas kerangka asiklik dan bisiklik dengan kerangka dasar naftalen. Senyawa-
senyawa sisquiterpen diturunkan dari cis farnesil pirofospat, trans farnesil
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
pirofospat melalui reaksi siklisasi dan reaksi sekunder lainnya. Kedua isomer
fernesil pirofospat dihasilkan di in vivo melalui mekanisme yang sama
seperti isomerisasi antara geranil dan nerol (Herbert, 1995).
E. Kerangka Berpikir
Sampai saat ini Valerian javanica (Bl.) DC. belum dibudidayakan. Untuk
memenuhi kebutuhan pabrik obat tradisional dipanen di habitat asli, hal ini
akan mengancam keberadaan plasma nutfah valerian, kualitas produk tidak
terjamin dan hasil panen tidak menentu. Oleh sebab itu perlu dilakukan upaya
budidaya di luar habitat asli.
Kualitas tumbuhan obat seperti valerian (Valeriana javanica (Bl.) DC.)
ditentukan oleh produksi dan kandungan senyawa aktif atau metabolit
sekunder. Metabolit sekunder dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti
temperatur, cahaya, unsur hara, dan ketersediaan air.
Valeriana javanica (Bl.) DC. di Jawa Tengah tumbuh antara lain di
Gunung Lawu. Tanaman ini tumbuh di bawah tegakan hutan sehingga
ternaungi, pada musim kemarau mengalami kekurangan air sedangkan pada
musim penghujan mengalami kelebihan air.
Kekurangan air berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan dan hasil
tanaman, namun ada kemungkinan yang berbeda terhadap hasil metabolit
sekunder dari tanaman tersebut. Pada tanaman tertentu pada kondisi
kekurangan air dapat menghasilkan metabolit sekunder lebih tinggi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
Berdasarkan uraian di atas perlu dilakukan kajian tingkat naungan dan
ketersediaan air terhadap pertumbuhan dan kandungan Valeric acid valerian
(Valeriana javanica (BL.) DC.) sehingga diketahui cara budidaya valerian
yang menghasikan produksi dan metabolit sekunder tinggi sehingga dapat
diterima dari segi agronomis dan fitofarmaka,
VALERIAN (Valeriana javanica (Bl.) DC.)
Tumbuhan obat {Telah digunakan pabrik farmasi &
Di panen secara liar di habitat asli
Di import dari Jerman &
Di habitat terancam punah
Kualitas/kontinyuitas tidak terjamin
Usaha budidaya valerian (Valeriana javanica (Bl.) DC.)
Pertumbuhan/bahan aktif tinggi
Tingkat ketersediaan air
Tingkat naungan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
F. HIPOTESIS
1. Diduga bahwa naungan dapat meningkatkan kandungan valeric acid
valerian, namun menyebabkan pertumbuhan dan produksi berkurang.
2. Diduga bahwa ketersediaan air 80% menghasilkan pertumbuhan dan
produksi simplisia yang tinggi, namun kandungan senyawa aktif terbaik
dihasilkan pada kondisi cekaman ketersediaan air.
.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
III. METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian penanaman valerian (Valeriana javanica (Bl.) DC.) dilakukan
di Kelurahan Kalisoro, Tawangmangu pada ketinggian 1.200 m dpl. Analisis
kadar ekstrak total dilaksanakan di Laboratorium Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (Balai Besar Litbang
TOOT) dan analisis kandungan valeric acid dilakukan di Laboratorium
Pengujian dan Penelitian Terpadu (LPPT) UGM mulai bulan Juli 2011 –
Januari 2012.
B. Bahan dan Alat Penelitian
1. Alat
1) Peralatan pertanian
2) Lux meter
3) Peralatan laboratorium
2. Bahan
1) Bibit Valerian
2) Media Tanam
3) Polibag
4) Pupuk kandang
5) Paranet
6) Aquadest
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
7) Ethanol
8) Standard baku valeric acid
9) Butanol
C. Metodelogi Penelitian
Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok lengkap (RAKL)
dengan dua faktor perlakuan yang disusun secara petak terbagi (split plot),
adapun faktor yang dicobakan adalah: Tingkat naungan sebagai petak utama
(N) yang terdiri atas 3 taraf perlakuan yaitu:
N0 = Tanpa Naungan
N1 = Naungan 55 %
N2 = Naungan 75 %
Tingkat ketersediaan air sebagai anak petak (K) yang terdiri atas 4 taraf
perlakuan yaitu:
K1 = Ketersediaan air 80% kapasitas lapang
K2 = Ketersediaan air 60% kapasitas lapang
K3 = Ketersediaan air 40% kapasitas lapang
K4 = Ketersediaan air 20% kapasitas lapang
Dari kedua faktor perlakuan menghasilkan 12 kombinasi perlakuan yaitu:
N0K1
N0 K2
N0K3
N0K4
N1K1
N1K2
N1K3
N1K4
N2K1
N2K2
N2K3
N2K4
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
D. Pelaksanaan Penelitian
1. Pembibitan valerian
Bibit valerian yang digunakan pada penelitian ini berasal dari stek
pucuk yang mempunyai 4 ruas dan panjang 15 cm. Bibit ditanam dalam
polibag yang berisi campuran tanah dan pupuk kandang dengan
perbandingan 2 : 1. Setelah bibit berumur 30 hari siap dipindahkan ke media
tanam.
2. Persiapan Media Tanam
Media tanam pada penelitian ini adalah tanah yang dicampur pupuk
kandang. Tanah sebagai media sebelumnya dibersihkan dari material lain
dan partikel diperhalus kemudian dicampur dengan pupuk kandang
sebanyak 20 ton/ha (1kg/polibag). Media tanam dimasukan dalam polibag
ukuran 40 cm x 45 cm, masing- masing seberat 6 kg.
3. Penanaman
Bibit valerian berumur 30 hari ditanam dalam polibag berisi media
tanam kemudian disiram untuk menghilangkan kelayuan. Setiap polibag
berisi satu bibit valerian.
4. Pemeliharaan
a. Penyiraman
Pada awal tanam sampai tanaman berumur 3 bulan penyiraman
dilakukan 1 – 3 hari sekali bila media tanam kering, diusahakan media
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
tanam selalu dalam keadaan lembab. Setelah tanaman berumur 3 bulan
atau 1 bulan menjelang panen penyiraman atau pemberian air dilakukan
sesuai perlakuan. Polibag berisi media dan tanaman ditimbang setiap hari
kemudian ditambahkan air sesuai perlakuan yang dicobakan.
b. Penyiangan
Penyiangan dilakukan secara intensif. Selama penelitian dilakukan
pemantauan setiap hari, diusahakan jangan sampai terdapat tumbuhan
penggangu yang tumbuh di dalam polibag. Penyiangan dilakukan dengan
cara manual.
c. Pengendalian hama dan penyakit
Pengendalian hama dan penyakit dilakukan apa bila ditemukan
hama atau penyakit yang dapat mengganggu pertumbuhan valerian,
pengendalian hama dan penyakit dilakukan secara manual. Selama
penelitian tidak ditemukan hama dan penyakit tanaman valerian.
5. Pemanenan
Tanaman valerian dipanen pada saat tanaman telah berumur 4 bulan.
Pemanenan dilakukan dengan cara memotong pangkal batang tanaman
valerian dengan gunting tanaman kemudian dipisahkan antara bagian daun
dan batang. Pemanenan akar dilakukan dengan menyobek polibag terlebih
dahulu kemudian akar tanaman dibersihkan dari media tanam secara hati-
hati.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
E. Variabel Penelitian
1. Tinggi tanaman
Tinggi tanaman diukur 1 bulan sekali menggunakan alat penggaris,
dimulai satu bulan setelah pindah tanam. Pengukuran dimulai dari pangkal
batang hingga titik tumbuh.
2. Diameter batang
Pengamatan diameter batang dilakukan 1 bulan sekali, dimulai satu
bulan setelah pindah tanam. Pengukuran diameter batang dilakukan pada
pangkal batang menggunkan jangka sorong.
3. Jumlah Daun
Jumlah daun ditentukan dengan menghitung seluruh daun yang
terdapat pada tanaman. Pengamatan jumlah daun dilakukan setiap 1 bulan
sekali.
4. Jumlah ruas
Jumlah ruas ditentukan dengan menghitung semua ruas yang
terdapat pada tanaman, pengamatan dilakukan 1 bulan sekali, dimulai satu
bulan setelah pindah tanam.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
5. Jumlah Cabang
Jumlah cabang ditentukan dengan menghitung semua cabang yang
terdapat pada tanaman, pengamatan dilakukan 1 bulan sekali, dimulai satu
bulan setelah pindah tanam.
6. Panjang akar
Akar yang diukur adalah akar yang paling panjang. Panjang akar
diukur dari pangkal akar hingga ujung akar. Pengukuran panjang akar
menggunakan penggaris dilakukan pada saat panen.
7. Bobot segar tanaman.
Bobot segar tanaman diperoleh dengan menimbang semua bagian
daun, batang, dan akar pada saat panen.
8. Bobot kering daun, batang dan akar
Bobot kering dilakukan dengan menimbang semua bagian daun,
batang, dan akar yang telah dikeringkan. Pengeringan dilakukan
menggunakan oven pada suhu 40oC selama 72 jam.
9 . Kadar ekstrak total
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi
senyawa aktif dari simplisia tanaman obat menggunakan penyari tertentu.
Penetapan kadar ekstrak total dilakukan dengan cara gravimetri melalui
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
penimbangan dan pemanasan ekstrak sampai bobot tetap. Rendemen
ekstrak total diperhitungkan dengan membandingkan antara berat ekstrak
(yang diperoleh) dan berat serbuk (bahan yang diekstrak). Kadar ekstrak
total daun atau batang dilakukan dengan cara mengekstraksi daun atau
batang dengan metode maserasi yang menggunakan penyari ethanol
40%.
12. Kandungan valeric acid (%)
Pengujian kandungan valeric acid dilakukan dengan metode
spektrofotometri di laboratorium, menggunakan standar baku valeric
acid sebagai pembanding. Akar valerian sebanyak 2 g di ekstraksi
dengan 2 ml ethanol, vortex selama 2 menit kemudian disentrifuge.
Ekstrak akar valerian dievaporasi dengan gas nitrogen dan ditambahkan
100 ml ethanol, lalu 50 ml ekstrak akar valerian ditotolkan pada plat
silica, kemudian dipreparatif Spot valeric acid dengan cara membaca
serapannya pada panjang gelombang 212 lm.
F. Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis dengan uji F dan dilanjutkan uji beda jarak
berganda Duncan’s (DMRT) pada tingkat taraf kepercayaan 95%. Kandungan
valeric acid dianalisis secara diskriptif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
Ting
gi ta
nam
an (c
m)
1 bulan2 bulan3 bulan
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Kajian Tanggapan Tingkat Naungan Dan Ketersediaan Air Pada Pertumbuhan Valeriana javanica (BL.) DC.
1. Tinggi Tanaman
Gambar 1. Histogram rata-rata pertumbuhan tinggi tanaman valerian pada umur 1 bulan samapai 4 bulan
Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman yang sering diamati
sebagai indikator pertumbuhan maupun untuk mengukur pengaruh
lingkungan yang dicobakan. Tingkat ketersediaan air dan naungan tidak
berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman valerian serta tidak terjadi
interaksi antara tingkat ketersediaan air dan naungan pada tinggi tanaman
pada umur 1 bulan sampai umur 4 bulan (Gambar 1). Hasil ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Khaerana et al. (2008) dinyatakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
0
20
40
60
80
100
Ketersediaan Air20%
Ketersediaan Air40%
Ketersediaan Air60%
Ketersediaan Air80%
Tin
gg
i tan
aman
(cm
)
Naungan 0%Naungan 55%Naungan 75%
bahwa tingkat cekaman kekeringan tidak berpengaruh nyata pada tinggi
tanaman temulawak.
Meskipun secara statistik variabel pengamatan tinggi tanaman tidak
berbeda nyata akibat tingkat ketersediaan air dan naungan, namun terlihat
bahwa respon tinggi tanaman berbeda-beda akibat variasi naungan pada
tingkat ketersediaan air. Tingkat naungan 0 % menghasilkan tinggi tanaman
tertinggi pada ketersediaan air 80%, tinggi tanaman mengalami penurunan
seiring berkurangnya ketersediaan air. Pada tingakat naungan 55% dan 75%
tinggi tanaman tertinggi dicapai pada ketersediaan air 40%, tinggi tanaman
mengalami penurunan seiring meningkatnya ketersediaan air (Gambar 2).
Gambar 2. Grafik rata-rata tinggi tanaman akibat perlakuan tingkat
ketersediaan air pada kondisi naungan berbeda
Hal ini disebabkan pada naungan 0% (tanpa naungan) proses transpirasi
dan evaporasi tinggi sehingga tanaman membutuhkan lebih banyak air untuk
mendukung pertumbuhan, sedangkan pada perlakuan naungan 55% dan 75%
proses transpirasi dan evaporasi relatif rendah sehingga tanaman membutuh-
kan air relatif lebih sedikit. Ketersedian air berlebihan menyebabkan tanaman
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
0
10
20
30
40
50
60
70
N0K1 N0K2 N0K3 N0K4 N1K1 N1K2 N1K3 N1K4 N2K1 N2K2 N2K3 N2K4
Jum
lah
daun
(he
lai)
1 bulan2 bulan3 bulan4 bulan
mengalami kejenuhan air yang berakibat akar tanaman sulit berkembang,
sehingga pertumbuhan tinggi tanaman juga terhambat.
1. Jumlah Daun
Gambar 2. Histogram rata-rata jumlah daun tanaman valerian pada umur 1 bulan samapai 4 bulan
Daun merupakan organ tanaman tempat berlangsungnya proses
fotosintesis, bila jumlah daun meningkat asimilat yang dihasilkan akan lebih
banyak. Penambahan jumlah daun pada naungan 0% (tanpa naungan) saat
umur tanaman 3 bulan dan 4 bulan cendrung lebih banyak dibanding pada
naungan 55% dan 75%, karena proses fotosistesis berlangsung lebih banyak.
Berdasarkan analisis ragam dihasilkan tingkat ketersediaan air
berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah daun, sedangkan tingkat naungan
tidak berpengaruh nyata dan tidak ada interaksi antara kedua perlakuan
tersebut (Lampiran 1).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
Jumlah daun yang terbanyak mencapai 43,22 helai dihasilkan pada
ketersediaan air 80%, berbeda nyata dengan semua perlakuan yang dicobakan
(Tabel 1). Jumlah daun yang paling sedikit dihasilkan pada ketersediaan air
20% yaitu 20,45 helai. Ketersediaan air yang cukup bagi tanaman dapat
membantu akar dalam penyerapan unsur hara sehingga pasokan bahan baku
untuk proses fotosintesis akan tersedia bagi tanaman, assimilat yang
dihasilkan dapat digunakan dalam pengembangan batang, cabang, daun dan
sistem perakaran tanaman.
Tabel 1. Pengaruh tingkat naungan dan ketersediaan air pada jumlah daun
Valeriana javanica (BL.) DC.) (helai)
Ketersediaan air (% KL)
Naungan Rerata
0 % 55% 75%
80 81,33 32,67 15,67 43,22 b
60 47,33 23,33 11,67 27,44 a
40 46,67 23,33 14,67 28,22 a
20 18,00 23,67 19,67 20,45 a
Rerata 48,33 25,75 15,42 Keterangan: Bilangan yang didampingi huruf yang sama pada kolom atau
baris yang sama berbeda tidak nyata pada uji beda jarak berganda Duncan’s (DMRT 5%) ; KL= Kapasitas lapang
Jumlah daun terbanyak 81,33 helai dihasilkan pada kombinasi
naungan 0% dan ketersediaan air 80% (NOK1). Jumlah daun yang terendah
dihasilkan pada kombinasi naungan 75% dan ketersediaan air 60% (N2K2)
yaitu 11,67 helai (Tabel 1). Respon jumlah daun akibat tingkat ketersediaan
air pada kondisi naungan 0% dan 55% berbeda pada naungan 75%. Pada
tinggkat naungan 0% dan 55% jumlah daun terbanyak dihasilkan pada
ketersediaan air 80% yaitu 81,33 helai dan 32,67 helai, namun pada tingkat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
naungan 75% jumlah daun terbanyak dihasilkan pada ketersediaan air 20%
yaitu 19,67 helai.
Pada naungan 0% menghasilkan rata-rata jumlah daun terbanyak
yakni mencapai 48,33 helai, sedangkan tingkat naungan 55% menghasilkan
jumlah daun 25,75 helai dan tingkat naungan 75% menghasilkan jumlah daun
15,42 helai, hal ini menunjukan bahwa semakin tinggi taraf naungan
menyebabkan jumlah daun per tanaman menurun. Hasil yang serupa
ditunjukkan penelitian Oktavidiati et al. (2001) pada tanaman meniran,
naungan mengurangi energi cahaya matahari pada tanaman untuk
pertumbuhan dan berkembangan sehingga produksi fotosintat berkurang
yang berakibat berkurangnya pembentukan daun.
Cahaya dan air memegang peranan penting dalam proses fotosintesis.
Cahaya berperan sebagai sumber energi kimia yang berupa ATP dan
NADPH, selain itu cahaya juga berperan dalam aktifitas enzim serta
mempercepat reaksi. Pada waktu ketersediaan air terbatas maka fotosintesis
akan mengalami gangguan. Mengingat air adalah sebagai sumber donor
elektron, apabila terbatas ketersediaannya maka pembentukan ATP juga akan
terhambat (Lawlor, 2002).
Tanaman yang ditanam pada lokasi yang tanpa diberi naungan
cenderung lebih respon dalam peningkatan jumlah daun akibat peningkatan
ketersediaan air bila dibandingkan pada lokasi yang diberi naungan. Pada
tingkat naungan 0% (tanpa naungan) peningkatan jumlah daun cenderung
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
lebih tajam dengan bertambahnya ketersediaan air dibandingkan dengan
perlakuan yang diberi naungan 55% atau 75%.
2. Diameter Batang
Batang berfungsi untuk berdirinya tanaman. Pada batang terdapat sel
xylem dan floem yang berfungsi untuk mendistribusikan air, hara dan bahan
makanan yang berguna bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Tingkat ketersediaan air berpengaruh sangat nyata terhadap diameter batang,
sedangkan tingkat naungan berpengaruh tidak nyata dan tidak terdapat
interaksi antara kedua perlakuan tersebut (Lampiran 1).
Ketersediaan air 40% menghasilkan diameter batang 0,81 cm dan
ketersediaan air 60% sebesar 0,80 cm berbeda tidak nyata namun berbeda
nyata dengan ketersediaan air 20% (0,77 cm) dan ketersediaan air 80% (0,78
cm). Pada perlakuan ketersediaan air 20% merupakan diameter batang
terendah (Tabel 2).
Tabel 2. Pengaruh tingkat naungan dan ketersediaan air pada diameter batang
Valeriana javanica (BL.) DC.) (cm)
Ketersediaan air (% KL)
Naungan Rerata
0 % 55% 75%
80 0,87 0,81 0,72 0,78 ab
60 0,87 0,71 0,77 0,80 bc
40 0,98 0,71 0,74 0,81 c
20 0,91 0,68 0,71 0,77 a
Rerata 0,91 0,73 0,74 Keterangan: Bilangan yang didampingi huruf yang sama pada kolom atau
baris yang sama berbeda tidak nyata pada uji beda jarak berganda Duncan’s (DMRT 5%) ; KL= Kapasitas lapang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
Pertumbuhan diameter batang sangat peka terhadap ketersediaan air,
bila kondisi kekurangan air dapat menghentikan pembelahan dan pembesaran
sel yang mengakibatkan diameter batang tanaman lebih kecil sedangkan
kelebiahan air menyebabkan pangkal batang membusuk dengan gejala berair,
berobah berwarna hitam, mengering dan mengecil.
Kombinasi tingkat naungan 0% dan ketersediaan air 40% (N0K3)
menghasilkan diameter batang terbesar (0,98 cm), sedangkan perlakuan
tingkat naungan 55% dan ketersediaan air 20% (N1K4) menghasilkan
diameter batang yang terendah (0,68 cm). Respon pertumbuhan diameter
batang akibat tingkat ketersediaan air pada beberapa kondisi naungan akan
berbeda-beda. Perlakuan naungan 0% menghasilkan diameter batang terbesar
( 0,91 cm) saat ketersediaan air 40%, naungan 55% menghasilkan diameter
batang terbesar (0,81 cm) saat ketersediaan air 80% sedangkan pada naungan
75% diameter terbesar (0,77 cm) dihasilkan saat ketersediaan air 60%.
Diameter batang pada tingkat naungan 0 % (tanpa naungan) merupakan
hasil yang terbesar yaitu 0,91 cm, diikuti perlakuan naungan 75% (0,74 cm)
dan naungan 55% (0,73 cm). Tanaman membutuhkan cahaya matahari yang
cukup untuk aktivitas fisiologis dan dalam keadaan tersebut cenderung
terjadi pembesaran sel sehingga meningkatkan pertumbuhan diameter batang.
Salisbury et al. (1992) mengemukakan bahwa pertumbuhan diameter
tanaman berhubungan dengan laju fotosintesis akan sebanding dengan jumlah
intensitas cahaya matahari yang diterima dan respirasi, pada titik jenuh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
cahaya tanaman tidak mampu menambah hasil fotosintesis walaupun jumlah
cahaya bertambah.
3. Jumlah Ruas
Batang tanaman valerian mempunyai ruas yang terletak diantara dua
buku, jumlah ruas akan bertambah seiring bertambahnya umur tanaman dan
setiap ruas mempunyai panjang berbeda-beda. Tingkat ketersediaan air dan
naungan berpengaruh nyata terhadap jumlah ruas tanaman valerian, namun
tidak ada interaksi antara kedua perlakuan tersebut (Lampiran 1).
Tingkat ketersediaan air mempengaruhi jumlah ruas yang dihasilkan,
pada ketersediaan air 80% menghasilkan jumlah ruas terbanyak (17,43 ruas)
tidak berbeda nyata dengan ketersediaan air 40% (17,32 ruas) namun berbeda
nyata dengan ketersediaan air 60% (16,90 ruas) dan ketersediaan air 20
(17,04 ruas) (Tabel 3).
Tabel 3. Pengaruh tingkat naungan dan ketersediaan air pada jumlah ruas
Valeriana javanica (BL.) DC.) (ruas)
Ketersediaan air (% KL)
Naungan Rerata
0 % 55% 75%
80 19,08 16,67 15,78 17,43 b
60 17,64 16,39 16,39 16,90 a
40 17,83 17,44 17,75 17,32 ab
20 17,75 17,69 15,67 17,04 a
Rerata 18,08 b 17,05 a 16,40 a Keterangan: Bilangan yang didampingi huruf yang sama pada kolom atau
baris yang sama berbeda tidak nyata pada uji beda jarak berganda Duncan’s (DMRT 5%) ; KL= Kapasitas lapang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
Kombinasi perlakuan tingkat naungan 0% dan ketersediaan air 80%
(N0K1) menghasilkan jumlah ruas terbanyak yaitu 19,08 ruas, sedangkan
perlakuan kombinasi naungan 75% dan ketersediaan air 80% (N2K1)
menghasilkan jumlah ruas yang paling sedikit yaitu 15,78 ruas. Respon
tanaman akibat tingkat ketersediaan air pada beberapa kondisi naungan
berbeda-beda terhadap pertumbuhan panjang ruas. Perlakuan tanpa diberi
naungan (0%) ketika ketersediaan air 40% dinaikan sampai 80% peningkatan
jumlah ruas sangat jelas, pada tingkat naungan 55% jumlah ruas sedikit
meningkat namun pada perlakuan naungan 75% jumlah ruas semakin
menurun. Hal ini dapat menjadi suatu gambaran bahwa tanaman yang tidak
diberi naungan lebih respon terhadap bertambahnya jumlah ruas akibat
peningkatan ketersediaan air.
Jumlah ruas tanaman mempunyai respon negatif terhadap naungan,
jumlah ruas menurun seiring meningkat besar naungan (Tabel 3). Perlakuan
yang tanpa diberi naungan (naungan 0%) menghasilkan jumlah ruas lebih
banyak (18,08 ruas) dibandingkan dengan naungan 55% (17,05 ruas) dan
naungan 75% (16,4 ruas).
Bila dihubungkan antara jumlah ruas dan tinggi tanaman pada
penelitian ini, terlihat bahwa naungan 55% menghasilkan jumlah ruas (17,05
ruas) lebih sedikit dari naungan 0%, namun menghasilkan tinggi tanaman
tertinggi (76,59 cm). Hal ini menggambarkan bahwa yang diberi naungan
merangsang perpanjangan sel (etiolasi) sehingga menghasilkan ruas lebih
panjang. Prawiranata et al. (1981) menyatakan bahwa bagian tanaman yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
terkena cahaya mengandung auksin lebih rendah daripada bagian yang
gelap/ternaungi. Auksin merangsang pemanjangan sel dan akibatnya juga
pemanjangan batang. Hal ini didukung oleh pendapat Gardner et al. (1991)
yang menyatakan bahwa etiolasi terjadi karena adanya peningkatan sintesis
auksin pada kondisi intensitas cahaya rendah dan penyinaran cahaya akan
menurunkan auksin dan mengurangi tinggi tanaman.
4. Jumlah Cabang
Tanaman valerian yang diperbanyak menggunakan stek pucuk
mempunyai sedikit cabang. Tingkat ketersediaan air berpengaruh sangat
nyata terhadap jumlah cabang, sedangkan tingkat naungan berpengaruh tidak
nyata dan tidak ada interaksi antara kedua perlakuan tersebut (Lampiran 1).
Tabel 4. Pengaruh tingkat naungan dan ketersediaan air pada jumlah cabang
Valeriana javanica (BL.) DC.) (cabang)
Ketersediaan air (% KL)
Naungan Rerata
0 % 55% 75%
80 4,75 2,25 0,50 2,50 a
60 4,42 1,17 0,08 1,89 a
40 5,00 1,92 1,25 2,72 b
20 3,00 1,67 1,17 1,95 a
Rerata 4,29 1,75 0,75 Keterangan: Bilangan yang didampingi huruf yang sama pada kolom atau
baris yang sama berbeda tidak nyata pada uji beda jarak berganda Duncan’s (DMRT 5%) ; KL= Kapasitas lapang
Jumlah cabang tanaman valerian membutuhkan tingkat ketersediaan
air tertentu (Tabel 4). Ketersediaan air 40% menghasilkan jumlah cabang
terbanyak 2,72 cabang, berbeda nyata dengan semua perlakuan tingkat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
ketersediaan air yang dicobakan. Sementara jumlah cabang yang paling
sedikit dihasilkan pada perlakuan tingkat ketersediaan air 60% yaitu 1,89
cabang.
Kombinasi naungan 0% dan ketersediaan air 40% (N0K3)
menghasilkan jumlah cabang yang terbanyak (5,00 cabang) sedangkan
perlakuan naungan 75% dan ketersediaan air 60% (N2K2) menghasilkan
jumlah cabang yang paling sedikit (0,08 cabang). Respon jumlah cabang
tanaman valerian akibat tingkat ketersediaan air pada beberapa kondisi
naungan berbeda-beda. Perlakuan naungan 0% dan naungan 55% jika
ketersediaan air dinaikan sampai 80%, jumlah cabang cendrung bertambah
banyak, sedangkan pada naungan 75% jumlah cabang cendrung berkurang.
Naungan 0% dan 55% jumlah cabang terbanyak (4,75 dan 2,25 cabang)
dihasilkan pada ketersediaan air 80% sedangkan pada naungan 75% jumlah
cabang terbanyak dihasilkan pada ketersediaan air 40%.
Jumlah cabang mengalami penurunan akibat meningkatnya naungan,
perlakuan yang tanpa diberi naungan menghasilkan jumlah cabang terbanyak
(4,29 cabang) dibandingkan dengan tingkat naungan 55% (1,75 cabang) dan
tingkat naungan 75% (0,75 cabang). Naungan secara langsung menurunkan
intensitas radiasi matahari sehingga secara nyata menurunkan efektivitas
fotosintesis tanaman. Daun pada tanaman ternaung lebih banyak berperan
sebagai pengguna dari pada sebagai sumber fotosintesis sehingga akumulasi
fotosintat yang dihasilkan dalam bentuk cadangan makanan pada tanaman
juga lebih rendah sehingga terbentuknya cabang jadi sedikit. Semakin tinggi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
tingkat naungan maka intensitas cahaya dan temperatur udara makin rendah
sedangkan kelembaban makin tinggi (Lampiran 8). Kelembaban yang tinggi
akan mengakibatkan penurunan penyerapan unsur hara sehingga
pembentukan cadangan makanan untuk pertumbuhan dan pembentukan
jaringan tanaman terhambat (Sulandjari et al., 2005).
Respon negatif tanaman terhadap perlakuan naungan diduga karena
rendahnya laju fotosintesis. Harjadi (1979) menyatakan bahwa laju
fotosintesis sangat berkurang selama cahaya suram atau pada langit mendung.
Kondisi ini didukung oleh hasil penelitian Kurniawati et al. (2005) yang
menunjukkan bahwa tanaman Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban.) yang
ditanam tanpa naungan menghasilkan jumlah cabang lebih banyak
dibandingkan pada tanaman yang ternaung.
.
5. Panjang akar
Akar merupakan organ tanaman yang berfungsi menyerap hara dan air
di dalam tanah. Tingkat ketersediaan air berpengaruh sangat nyata terhadap
panjang akar, sedangkan tingkat naungan tidak berpengaruh nyata dan tidak
ada interaksi antara kedua perlakuan tersebut (Lampiran 1).
Ketersediaan air 40% menghasil nilai panjang akar tertinggi (27,46
cm) berbeda nyata dengan perlakuan tingkat ketersediaan air 80% (21,37 cm)
dan ketersediaan air 60% (24,11 cm) tetapi tidak berbeda nyata dengan
perlakuan tingkat ketersediaan air 20%. (27,00 cm) (Tabel 5). Menurut
Arifin (2002) kelebihan air menimbulkan terjadinya kondisi di lingkungan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
perakaran bereaksi asam karena lebih bersifat anaerob. Kondisi anaerob lebih
banyak terjadi reaksi reduksi-oksidasi sehingga akar sulit berkembang karena
persediaan oksigen sangat rendah yang menyebabkan penyerapan air dan hara
menjadi terganggu. Selain itu kondisi anaerob menyebabkan pH tanah turun
sehingga logam-logam di dalam tanah dapat bersifat toksik bagi tanaman.
Tabel 5. Pengaruh tingkat naungan dan ketersediaan air pada panjang akar
Valeriana javanica (BL.) DC.) (cm)
Ketersediaan air (% KL)
Naungan Rerata
0 % 55% 75%
80 29,55 21,63 12,94 21,37 a
60 30,70 21,28 20,36 24,11 ab
40 37,55 22,19 22,63 27,46 c
20 35,63 23,10 22,27 27,00 bc
Rerata 33,36 22,05 19,55 Keterangan: Bilangan yang didampingi huruf yang sama pada kolom atau
baris yang sama berbeda tidak nyata pada uji beda jarak berganda Duncan’s (DMRT 5%) ; KL= Kapasitas lapang
Kombinasi tingkat naungan 0% dan ketersediaan air 40% (N0K3)
menghasilkan panjang akar terpanjang yaitu 37,55 cm. Perlakuan kombinasi
tingkat naungan 75% dan ketersediaan air 80% (N2K2) menghasilkan
panjang akar terpendek yaitu 12,94 cm. Hal ini disebabkan karena pada
kombinasi ketersediaan air 80% dan naungan 75% kandungan air cukup
tinggi sedangkan proses evaporasi dan transpirasi rendah karena naungan,
sehingga tanaman mengalami kejenuhan air atau cekaman air, keadaan ini
menyebabkan akar tanaman sulit berkembang.
Tanggapan akar tanaman valerian akibat ketersediaan air pada kondisi
naungan cukup beragam. Naungan 0% dan 55% menghasilkan akar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
terpanjang (35,63 cm dan 23,10 cm) pada tingkat ketersediaan air 20%
sedangkan pada naungan 75% akar terpanjang (22,63 cm) pada tingkat
ketersediaan air 40%. Peningkatan ketersediaan air dari 60% menjadi 80%
terjadi penurunan panjang akar terutama terlihat pada naungan 75%.
B. Kajian Tanggapan Tingkat Naungan Dan Ketersediaan Air Pada Produksi Valeriana javanica (BL.) DC.
1. Bobot segar tanaman
Tanaman obat sebagai bahan obat tradisional selain dalam bentu kering
(simplisia) juga dapat digunakan dalam keadaan segar. Tingkat ketersediaan
air berbeda sangat nyata terhadap bobot segar tanaman, sedangkan tingkat
naungan berbeda nyata. Tidak terjadi interaksi antara tingkat ketersediaan air
dan naungan pada bobot segar tanaman valerian (Lampiran 1).
Tabel 6. Pengaruh tingkat naungan dan ketersediaan air pada bobot segar
tanaman Valeriana javanica (BL.) DC.) (gram)
Ketersediaan air (% KL)
Naungan Rerata
0 % 55% 75%
80 184,48 64,30 42,67 97,15 b
60 190,47 63,61 34,92 96,33 b
40 141,67 57,00 29,83 76,17 a
20 144,75 55,42 31,33 77,17 a
Rerata 165,34 b 60,08 a 34,69 a Keterangan: Bilangan yang didampingi huruf yang sama pada kolom atau
baris yang sama berbeda tidak nyata pada uji beda jarak berganda Duncan’s (DMRT 5%) ; KL= Kapasitas lapang
Ketersediaan air 80% menghasilkan bobot segar tanaman tertinggi
mencapai 97,15 gram, tidak berbeda nyata dengan perlakuan ketersediaan air
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
60% (96,33 gram), namun berbeda nyata pada ketersediaan air 40%
(76,17gram) dan ketersediaan air 20% (77,17 gram) (Tabel 6). Bobot segar
tanaman berbanding lurus dengan jumlah air yang tersedia sampai batas
tertentu. Defisit air langsung mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
tanaman yang ditentukan oleh turgor. Hilangnya turgiditas dapat menghentikan
pertumbuhan sel sehingga pertumbuhan terhambat yang berakibat rendahnya
biomasa yang dihasilkan.
Semakin tinggi taraf naungan menyebabkan menurunnya bobot segar
tanaman, naungan 0% bobot segar tanaman dihasilkan mencapai 165,34 gram,
naungan 55% (60,08 gram) dan tingkat naungan 75% menghasilkan bobot
segar tanaman 34,69 gram. Hal ini karena semakin tinggi taraf naungan
menyebabkan intensitas cahaya matahari yang diterima tanaman semakin
rendah. Cahaya matahari berfungsi untuk memperkaya sistem pigmen
fotosintesis melalui eksitasi elektron dari orbit dasar ke orbit yang menjauhi
inti atom. Energi elektron tersebut ditranspor melalui reaksi oksidasi-reduksi
yang menghasilkan ATP dan NADPH. Molekul yang dihasilkan ini kemudian
digunakan untuk mereduksi CO2 menjadi karbohidrat. Karbohidrat digunakan
sebagai sumber energi pembentukan jaringan daun, batang, dan akar tanaman
(Sitompul et al., 1995).
2. Bobot kering daun
Bahan baku obat tradisional (jamu) yang sering disebut simplisia
merupakan bagian tanaman yang sudah dikeringkan. Valerian yang digunakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
sebagai bahan obat adalah akar, namun bagian daun valerian juga mengandung
senyawa aktif sehingga berpotensi sebagai obat. Tingkat ketersediaan air
berbeda sangat nyata terhadap bobot kering daun, sedangkan tingkat naungan
berbeda nyata. Tidak terjadi interaksi antara tingkat ketersediaan air dan
naungan pada bobot kering daun (Lampiran 1).
Berdasarkan hasil analisis data bobot kering daun valerian menunjukan
bahwa pada ketersediaan air 80% menghasilkan nilai tertinggi mencapai 4,84
gram berbeda nyata dengan perlakuan yang lainnya (Tabel 7). Bobot kering
daun terendah diperoleh pada ketersediaan air 20% (3,46 gram), namun tidak
berbeda nyata dengan ketersediaan air 60% (3,63 gram).
Tabel 7. Pengaruh tingkat naungan dan ketersediaan air pada bobot kering
daun Valeriana javanica (BL.) DC.) (gram)
Ketersediaan air (% KL)
Naungan Rerata
0 % 55% 75%
80 9,10 3,44 1,98 4,84 c
60 8,96 2,83 1,09 4,29 b
40 6,89 2,70 1,31 3,63 a
20 6,48 2,35 1,54 3,46 a
Rerata 7,86 b 2,83 a 1,48 a Keterangan: Bilangan yang didampingi huruf yang sama pada kolom atau
baris yang sama berbeda tidak nyata pada uji beda jarak berganda Duncan’s (DMRT 5%) ; KL= Kapasitas lapang
Bertambah tingkat naungan menyebabkan terjadi penurunan bobot
kering daun, penurunan bobot kering daun tersebut secara berurutan adalah
naungan 0% (7,86 gram), naungan 55% (2,83 gram) dan naungan 75% (1,48
gram). Hal ini berhubungan dengan penurunan intensitas cahaya yang
menyebabkan laju fotosintesis juga menurun yang pada akhirnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
menyebabkan fotosintat yang dihasilkan pun menurun. Fotosintat yang
rendah menyebabkan bobot kering pada kondisi ternaungi juga rendah.
Menurut Gardner et al. (1991) bobot kering hasil panen tanaman
budidaya di lapangan merupakan akibat dari penimbunan hasil bersih
asimilasi CO2 sepanjang musim pertumbuhan. Asimilasi CO2 merupakan
hasil penyerapan energi matahari, sehingga faktor utama yang mempengaruhi
peningkatan bobot kering total hasil panen adalah radiasi matahari.
Kondisi tingkat naungan 0% dan ketersediaan air 80% merupakan
keadaan yang cukup optimal dalam proses fotosintesis tanaman valerian.
Proses fotosintesis pada tanaman terjadi pada daun dengan bantuan cahaya
matahari. Bahan dasar yang diperlukan proses fotosintesis berupa air (H2O)
dan carbon dioksida (CO2). Hasil dari proses fotosintesis berupa senyawa
komleks berupa karbohidrat, lemak dan protein yang sering disebut substrat,
substrat kemudian digunakan sebagai sumber energi dalam pembentukan
bahan sel guna pembentukan dan perkembangan organ tanaman seperti
bagian daun. Hal ini secara tidak langsung dapat mempengaruhi bobot kering
daun tanaman (Suhartono et al., 2008).
3. Bobot kering batang
Tingkat ketersediaan air berpengaruh sangat nyata terhadap bobot
kering batang, sedangkan tingkat naungan berpengaruh tidak nyata dan tidak
ada interaksi antara kedua perlakuan tersebut (Lampiran 1).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
Bobot kering batang valerian tertinggi mencapai 4,55 gram dihasilkan
pada ketersediaan air 80%, menunjukan berbeda nyata dengan perlakuan
yang lain (Tabel 8). Bobot kering batang terendah dihasilkan pada
ketersediaan air 20% (3,41 gram), namun tidak berbeda nyata dengan
ketersediaan air 60% (3,41 gram). Ketersediaan air yang cukup akan
membantu proses fotosintesis berjalan normal, sahingga pembelahan sel
berlangsung dengan cepat yang menyebabkan bagian batang tanaman
berkembang lebih baik dan meningkatkan bobot kering batang.
Tabel 8. Pengaruh tingkat naungan dan ketersediaan air pada bobot kering
batang Valeriana javanica (BL.) DC.) (gram)
Ketersediaan air (% KL)
Naungan Rerata
0 % 55% 75%
80 8,00 3,71 1,94 4,55 b
60 7,41 3,36 1,63 4,13 b
40 6,66 2,64 1,41 3,57 a
20 5,94 2,66 1,63 3,41 a
Rerata 7,00 b 3,09 a 1,65 a Keterangan: Bilangan yang didampingi huruf yang sama pada kolom atau
baris yang sama berbeda tidak nyata pada uji beda jarak berganda Duncan’s (DMRT 5%) ; KL= Kapasitas lapang
Respon bobot kering batang valerian terhadap naungan bersifat
negatif, bertambah tingkat naungan menyebabkan penurunan bobot kering
batang. Penurunan bobot kering batang tersebut secara berurutan adalah
naungan 0% (7,00 gram), naungan 55% (3,09 gram) dan naungan 75% (1,65
gram). Hasil ini serupa yang ditunjukan penelitian Kurniawati et al. (2005)
bahwa bobot kering tanaman Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban.) semakin
menurun dengan meningkatnya taraf naungan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
Cahaya memegang peranan penting dalam proses fisiologis tanaman,
terutama fotosintesis, respirasi, dan transpirasi. Intensitas cahaya yang
dibutuhkan tanaman cukup beragam, ada tanaman yang membutuhkan cahaya
matahari penuh dan ada tanaman yang tidak tahan terhadap cahaya yang
berlebih. Intensitas cahaya rendah menurunkan hasil bobot kering.
Kombinasi naungan 0% dan ketersediaan air 80% (N0K1)
menghasilkan bobot kering batang yang terberat yaitu 8,00 gram, tidak
berbeda dengan semua perlakuan tanpa naungan (naungan 0%). Bobot kering
batang yang terendah yaitu 1,41 gram dihasilkan perlakuan kombinasi
naungan 75% dan ketersediaan air 20% (N2K4).
4. Bobot kering akar
Pertumbuhan tanaman di bawah kondisi kurang optimum berakibat
kemampuan tumbuh dan produksi menurun. Ketersediaan air berpengaruh
sangat nyata terhadap bobot kering akar, sedangkan tingkat naungan tidak
berpengaruh nyata dan tidak ada interaksi antara kedua perlakuan tersebut
(Lampiran 1).
Bobot kering akar valerian tertinggi mencapai 2,30 gram dihasilkan
pada ketersediaan air 40% berbeda nyata dengan perlakuan yang lain (Tabel
9). Bobot kering akar terendah pada ketersediaan air 20% (1,48 gram)
namun tidak berbeda nyata dengan ketersediaan air 60% (1,52 gram) dan
ketersediaan air 80% (2,07 gram). Hal ini menunjukan bahwa sistem
perakaran berkembang dengan baik bila tersedia air yang optimal, jumlah air
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
terlalu banyak menimbulkan cekaman aerasi sedangkan jika jumlahnya
terlalu sedikit menimbulkan cekaman kekeringan.
Tabel 9. Pengaruh tingkat naungan dan ketersediaan air pada bobot kering
akar Valeriana javanica (BL.) DC.) (gram)
Ketersediaan air (% KL)
Naungan Rerata
0 % 55% 75%
80 2,46 1,46 0,64 1,52 a
60 3,64 1,14 1,42 2,07 a
40 4,87 1,03 0,99 2,30 b
20 2,82 1,04 0,59 1,48 a
Rerata 3,45 1,17 0,91 Keterangan: Bilangan yang didampingi huruf yang sama pada kolom atau
baris yang sama berbeda tidak nyata pada uji beda jarak berganda Duncan’s (DMRT 5%) ; KL= Kapasitas lapang
Kombinasi tingkat naungan 0% dan ketersediaan air 40% (N0K3)
menghasilkan bobot kering akar yang terberat yaitu 4,87 gram, sedangkan
perlakuan tingkat naungan 75% dan ketersediaan air 20% (N2K4)
menghasilkan bobot kering akar yang terendah yaitu 0,59 gram.
Bertambah tingkat naungan menyebabkan terjadi penurunan bobot
kering akar, penurunan bobot kering akar tersebut secara berurutan adalah
naungan 0% (3,45 gram) tingkat naungan 55% (1,17 gram) dan tingkat
naungan 75% (0,91 gram). Cahaya sangat berperan sebagai penentu
kelembaban dan temperatur udara. Intensitas cahaya rendah menyebabkan
kelembaban udara tinggi (Lampiran 8). Menurut Sulandjari et al. (2005)
bahwa bobot kering akar berkorelasi negatif sangat nyata dengan kelembaban
udara. Hal ini menunjukan bahwa perkembangan akar menghendaki
kelembaban udara yang rendah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
5. Kadar ekstrak totalerial daun
Kadar ekstrak total daun dilakukan dengan mengekstraksi bagian daun
tanaman valerian dengan cara maserasi. Maserasi merupakan cara yang
efektif untuk simplisia yang sudah halus karena memungkinkan direndam
dengan pelarut sehingga dapat melunakkan susunan sel dan zat aktif. Selama
perendaman, cairan pelarut akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam
rongga sel yang mengandung senyawa aktif (Anonim, 1986).
Selain cara produksi faktor bahan baku yang berupa simplisia atau
ekstrak tanaman obat juga berpengaruh terhadap mutu obat tradisional
(Anonim, 1986). Ekstrak sebagai bahan awal dianalogikan dengan komoditi
bahan baku obat yang dengan teknologi fitofarmasi diproses menjadi produk
jadi (Anonim, 2000).
Hasil analisis ragam diketahui bahwa tingkat ketersediaan air dan
naungan tidak berpengaruh nyata terhadap kadar ekstrak total daun tanaman
valerian (Lampiran 1).
Tabel 10. Pengaruh tingkat naungan dan ketersediaan air pada kadar ekstrak
total daun Valeriana javanica (BL.) DC.) (%)
Ketersediaan air (% KL)
Naungan Rerata
0 % 55% 75%
80 29,52 26,30 27,36 27,73
60 29,17 27,32 25,78 27,42
40 30,47 27,79 26,45 28,24
20 30,80 29,06 26,31 28,72
Rerata 29,99 27,62 26,48 Keterangan: Bilangan yang didampingi huruf yang sama pada kolom atau
baris yang sama berbeda tidak nyata pada uji beda jarak berganda Duncan’s (DMRT 5%) ; KL= Kapasitas lapang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
Meskipun secara statistik tingkat ketersediaan air dan nauangan tidak
perpengaruh nyata pada kadar ekstrak total daun, namun terlihat bahwa kadar
ekstrak total daun tertinggi mencapai 28,73% dihasikan pada ketersedian air
20% (Tabe 10). Kadar ekstrak total daun terendah pada ketersediaan air 80%
(27,36%), diikuti ketersediaan air 60% (27,43%) dan 40% (28,24%).
Senyawa aktif yang terdapat pada daun Valeriana javanica (BL.) DC.
antara lain alkaloid, saponin, flavonoida dan minyak atsiri (Syamsuhidayat et
al, 1991). Sulandjari at al. (2006) menerangkan bahwa walaupun ada
cekaman kekeringan berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan dan hasil
tanaman, namun ada kemungkinan yang berbeda terhadap hasil metabolit
sekunder dari tanaman obat. Pada tanaman tertentu pada kondisi kekeringan
akan menghasilkan metabolit sekunder lebih tinggi.
Kombinasi tingkat naungan 0% dan ketersediaan air 20% (N0K4)
menghasilkan kadar ekstrak total daun terbanyak mencapai 30,80%. Kadar
ekstrak total daun terkecil yaitu 25,78% dihasilkan pada kombinasi naungan
75% dan ketersediaan air 60% (N2K2)
Respon tanaman dalam bentuk kadar ekstrak total daun akibat tingkat
ketersediaan air dalam kondisi naungan berbeda sangat barvariasi. Pada
naungan 0% dan naungan 55% respon yang tertinggi dihasilkan pada
ketersediaan air 20% dan kadar ekstrak total daun cendrung menurun sering
meningkatnya ketersediaan air, sedangkan pada naungan 75% kadar ekstrak
total daun tertinggi dihasilkan pada ketersediaan air 80%.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
6. Kadar ekstrak total batang
Valerian yang dimanfaatkan sebagai bahan baku obat adalah bagian
akar, namun bagian batangnya juga mengandung senyawa aktif yaitu
alkaloid, saponin, flavonoida dan minyak atsiri (Syamsuhidayat et al, 1991)
sehingga berpotensi sebagai bahan obat.
Analisis ragam pada pengamatan kadar ekstrak total batang
menunjukan bahwa tingkat ketersediaan air berpengaruh sangat nyata,
sedangkan tingkat naungan berpengaruh tidak nyata dan tidak ada interaksi
antara kedua perlakuan tersebut (Lampiran 1).
Tabel 11. Pengaruh tingkat naungan dan ketersediaan air pada kadar ekstrak
total batang Valeriana javanica (BL.) DC.) (%)
Ketersediaan air (% KL)
Naungan Rerata
0 % 55% 75%
80 18,18 15,27 15,29 16,25 a
60 18,67 16,59 16,26 17,17 a
40 19,52 15,60 17,37 17,50 b
20 18,54 17,66 16,32 17,51 b
Rerata 18,73 16,28 16,31 Keterangan: Bilangan yang didampingi huruf yang sama pada kolom atau
baris yang sama berbeda tidak nyata pada uji beda jarak berganda Duncan’s (DMRT 5%) ; KL= Kapasitas lapang
Kadar ekstrak total batang valerian tertinggi (17,51 %) dihasilkan
pada ketersediaan air 20%, menunjukan tidak berbeda nyata dengan
perlakuan ketersediaan air 40% (17,50%) namun berbeda nyata dengan
ketersediaan air 60% (17,17%) dan 80% (16,25%) (Tabel 11). Hal ini diduga
bahwa kekurangan air dapat meningkatkan kadar ekstrak total batang,
komponen ekstrak adalah metabolit primer dan metabolit sekunder. Pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
tanaman tertentu metabolit sekunder dapat meningkat pada kondisi
lingkungan dalam kondisi kekeringan.
Kombinasi naungan 0% dan ketersediaan air 40% (N0K3)
menghasilkan kadar ekstrak total batang terbesar yaitu 19,52%, sedangkan
perlakuan tingkat naungan 55% dan ketersediaan air 80% (N1K1)
menghasilkan kadar ekstrak total batang terendah yaitu 15,27%.
Kadar ekstrak total batang valerian yang ditanam pada lokasi tidak
ternaungi lebih tinggi dibanding lokasi yang ternaungi. Kadar ekstrak total
batang pada naungan 0% adalah 18,73 % pada naungan 55% (16,28%) dan
naungan 75% (16,31%).
C. Kajian Tanggapan Tingkat Naungan Dan Ketersediaan Air Pada Kandungan Valeric Acid Valeriana javanica (BL.) DC
Tanaman obat yang telah diolah menjadi simplisia dengan kandungan
kimia tertentu sebagai bahan baku obat tradisional bertanggung jawab
terhadap respon biologi pada hewan dan manusia (Anonim, 2000).
Respon kandungan valeric acid pada akar valerian terhadap tingkat
naungan bertolak belakang dengan respon pertumbuhan dan produksi.
Semakin bertambah tingkat naungan menyebabkan kadar valeric acid
semakin meningkat. Pada tingkat naungan 75% menghasilkan kandungan
valeric acid tertinggi mencapai 0,63 % sedangkan pada tingkat naungan 55%
(0,57 %) dan tingkat naungan 0% (0,50%) (Tabel 12). Diduga naungan dapat
mengurangi terjadinya penguapan senyawa aktif terutama yang berupa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
minyak atsiri, diketahui valeric acid yang merupakan minyak esensial dari
golongan sesquiterpen.
Tabel 12. Pengaruh tingkat naungan dan ketersediaan air pada kandungan
valeric acid akar Valeriana javanica (BL.) DC.) (%)
Ketersediaan air (% KL)
Naungan Rerata
0 % 55% 75%
80 0,64 0,51 0,69 0,61
60 0,62 0,75 0,67 0,68
40 0,33 0,62 0,46 0,47
20 0,40 0,40 0,71 0,50
Rerata 0,50 0,57 0,63 Naungan menyebabkan terjadinya penurunan intensitas cahaya dan
meningkatkan kelembaban udara (Lampiran 8). Sulandjari et al. (2005)
menyatakan bahwa naungan menyebabkan aktivitas fotosintesis dan
transpirasi menurun, tetapi dapat memacu pembentukan metabolit sekunder
pada tanaman pule pandak sebagai mekanisme pertahanan secara fisiologis
tanaman akibat tekanan lingkungan. Hasil yang serupa ditunjukkan
penelitian Morais et al. (2006) bahwa naungan dapat meningkatkan kualitas
kopi dalam hal komposisi biokimia yang termasuk kadar kofein, minyak dan
asam klorogenat. Hasil penelitian Musyarofah et al. (2007) bahwa naungan
65% menghasilkan kandungan tanin yang lebih tinggi dibandingkan pada
naungan 55%, namun Steroid lebih banyak dijumpai pada pegagan di bawah
naungan 55% dibanding naungan 65%.
Respon kandungan valeric acid tanaman valerian akibat tingkat
ketersediaan air pada beberapa kondisi naungan akan berbeda-beda.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
Perlakuan naungan 0% menghasilkan kandungan valeric acid tertinggi
(0,64%) saat ketersediaan air 80%, pada naungan 55% menghasilkan
kandungan valeric acid tertinggi (0,75%) saat ketersediaan air 60%
sedangkan pada naungan 75% kandungan valeric acid tertinggi (0,71%)
dihasilkan saat ketersediaan air 20%.
Kandungan valeric acid dihasilkan pada tingkat cekaman air sedang,
hal ini dapat terlihat bahwa pada ketersediaan air 60% menghasilkan
kandungan valeric acid tertinggi yakni mencapai 0,68% dan berurutan diikuti
ketersediaan air 80% (0,60%), ketersediaan air 20% (0,50%) dan ketersediaan
air 40% (0,47%). Senyawa aktif tanaman dapat ditingkatkan pada keadaan
ketersediaan air berbeda-beda.
Penelitian Khaerana et al. (2008) menghasilkan kandungan
xanthorrhizol tertinggi diperoleh pada tanaman yang dipanen umur 7 bulan
dan tanpa mendapatkan cekaman kekeringan. Kandungan xanthorrhizol
terendah diperoleh pada tanaman yang dipanen pada umur 7 bulan dengan
cekaman kekeringan selama 4 minggu sebelum panen. Penelitian
Anggarwulan et al. (2008) menghasilkan kadar polifenol tertinggi pada
tanaman kimpul (Xanthosoma sagittifolium (L.) Schott.) diperoleh pada
ketersediaan air 40%.
Respon kandungan valeric acid yang terdapat pada valerian akibat
tingkat naungan dan ketersediaan air cukup bervariasi. Kombinasi naungan
55% dan ketersediaan air 60% (N1K2) menghasilkan kandungan valeric acid
tertinggi yakni mencapai 0,75% sedangkan pada kombinasi naungan 0%
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
(tanpa naungan) dan ketersediaan air 40% (N0K3) menghasilkan kandungan
valeric acid terendah yaitu 0,33%. Hal ini diduga bahwa cekaman
lingkungan yang berupa stress air dan stress cahaya dapat merangsang
sintesis metabolit sekunder.
Penelitian Cheruiyot et al. (2007) menghasilkan Akumulasi polifenol
tinggi pada tanaman teh (Camelia sinensis L.) yang mendapat perlakuan
ketersediaan air terbatas (14% kapasitas lapang) selama 12 minggu.
Tanaman pada lingkungan yang mengalami cekaman akan meningkatan
biosintesis metabolit sekunder yang berperan sebagai usaha
mempertahankan diri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Naungan 55% (28.120 lux) dan 75% (14.760 lux) berpengaruh
meningkatkan kandungan valeric acid. Tanaman valerian pada naungan
55% dan ketersediaan air 60% menghasilkan valeric acid tertinggi
(0,75%).
2. Pertumbuhan dan produksi tanaman valerian tanpa naungan (jumlah daun,
diameter batang, jumlah cabang, panjang akar, bobot segar tanamn, bobot
kering tanaman, kadar ekstrak total daun, dan kadar ekstrak total batang)
lebih baik daripada dengan naungan.
3. Tingkat ketersediaan air 80% berpengaruh meningkatkan tinggi tanaman,
jumlah daun, jumlah ruas, bobot kering daun dan bobot kering batang.
Sedangkan tingkat ketersediaan air 20% berpengaruh meningkatkan kadar
ekstrak total daun dan kadar ekstrak total batang.
4. Produksi optimal (bobot kering akar 3,64 gram dan kandungan valeric
acid 0,62%) dihasilkan pada tanpa naungan dan ketersediaan air 60%.
B. Saran
1. Valerian dapat dibudidayakan dan menghasilkan Valeric acid optimal
ditempat terbuka pada kondisi ketersediaan air 60% di daerah dataran
tinggi.
2. Perlu dilakukan penelitian untuk pengembangan valerian dengan strategi
lain selain faktor air dan cahaya (naungan).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
DAFTAR PUSTAKA Anggarwulan, E., Solichatun, W. dan Mudyantini. 2008 Karakter Fisiologi
Kimpul (Xanthosoma sagittifolium (L.) Schott) pada Variasi Naungan dan Ketersediaan Air. Biodiversitas 9 (4) 264-268.
Anonim, 1986. Sediaan Galenik. Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Anonim, 2000, Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat, Dirjen POM.
Jakarta. Arifin, M. S. 2002. Cekaman air dan Kehidupan Tanaman. Universitas
Brawijaya. Malang. Brumback W. E., and L. J. Mehrhoff. 2004. Flora Conservanda: New England.
Rhodora 98: 233-361. Campanha, M., M. Silca., R. H. Freitas., G.B. Martinez., H. E. Gracia and S.L.
Fing, 2005. Growth and yield of coffee pants in agroforestry and monoculture system in Minas Gerais, Brazil, Agroforestry Syst. 63 (1): 75-82.
Cheruiyot, E.K., L.M. Mumera., W.K. Etich., A. Hassanali., and F. Wachira.
2007. Polyphenols as potential indicators for drought tolerance in tea (Camelia sinensis L.). Bioscience, Biotechnology and Biochemistry 71 (9): 2190-2197.
Dalimarta, S. 2007. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 4. PT. Puspa Swara.
Jakarta. Daniel, T. W., J.A. Helms and F.S. Baker, 1992. Prinsip-Prinsip Silvikultur
(Terjemahan). Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Dechaine, J.M., G. Gardner and C. Weinig. 2009 Phytochromes differentially
regulate seed germination responses to light quality and temperature cues during seed maturation. Plant Cell Environ. 32, 1297–1309.
Fitter, A.H. and R.K.M. Hay. 1998. Fisiologi Lingkungan Tanaman Penerjemah:
Andani, S. dan E.D. Purbayanti. UGM Press. Yogyakarta. Gardner, F.P., R. B. Pearce and R. L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman
Budidaya. Terjemahan Susilo, H. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Harjadi, S. S. 1979. Pengantar Agronomi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
Herbert, R. B. 1995, Biosintesis Metabolit Sekunder Edisi 2 Terjemahan Srigandono, B., IKIP Press, Semarang.
Hikino H., Y. Hikino., R. Nakamara., M. Ono and T. Takemoto. 2002
Constituents of wild Japanese valerian root. Yakugaku Zasshi 92 (3):498-502.
Hornok, L. 1992. Cultivation and Processing of Medicinal Plants. John Wiley
and Sons, London Houghton, P. J. 1999. The scientific basis for the reputed activity of Valerian. J
Pharm Pharmacol 51:505-512. Islami, T. dan W. H. Utomo, 1995. Hubungan Tanah, Air dan Tanaman. IKIP
Semarang Press. Semarang. Iwu M. M. 1993. Handbook of African medicinal plants. Boca Raton: CRC Press,
2 : 64-65 Khaerana., G. Munif dan E. D. Purwakusumah. 2008. Pengaruh Cekaman
Kekeringan dan Umur Panen Terhadap Pertumbuhan dan Kandungan Xanthorhizol Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb. Bul. Agrom. 36 (3)241 – 247.
Kristie, C., L. C. Theresa and V. Sunita. 2006. Valerian: Practical management of
adverse effects and drug interactions. Clinical Brief 139:39-41. Kurniawati. A. Ġ., L. K. Darusman dan Y. R. Rani. 2005. Pertumbuhan, Produksi
dan Kandungan riterpenoid Dua Jenis Pegagan (Centella asiatica L. (Urban)) Sebagai Bahan Obat pada Berbagai Tingkat Naungan Bul. Agron. (33) (3) 62 – 67.
Lakitan, B. 1995. Hortikultura; Teori, Budidaya dan Pasca Panen, PT. Raja
Grafindo Persada. Jakarta. Lawlor, D. W. 2002. Limitation to photosynthesis in water-stress leaves:stomata
vs metabolism and role of ATP. Annals of Botany 89: 871-885. Levitt, J. 1980. Responses of Plant to Environmental Stresses. Academic Press.
New York. Manitto, P. 1992. Biosynthesis of Natural Producs, John Wiley & Sons. New
York. Marschner, H. 1986. Mineral Nutrition of Higher Plants. Academic Press.
London.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
Moftah, A and E. Abdurahman, I. H 2005. Effects of Antitranspirants on Water Relations and Photosynthetic Rate of Cultivated Tropical Plant (Polianthes tuberose L.). Pol. J. Ecol. 53 (2): 165 – 175.
Morais, H., P. Caramori., A. M. Ribeiro., J. C. Gomes and M. S. Koguishi. 2006.
Microclimiatic characterization and productivity of coffee plants grown under shade of pigeon pea in Southern Brazil. Peq. Agropec. 41(5):763-770
Musyarofah, N., S. Susanto., A. Sandra dan S. Kartosoewarno. 2007. Respon
Tanaman Pegagan (Centella asiatica L. Urban) Terhadap Pemberian Pupuk Alami di Bawah Naungan. Bul. Agron. (35) (3) 217 – 224.
Niken, C. 2009. Identifikasi Morfologi dan Ekologi Valerian (Valerine javanica
(BL.)DC) di Gunung Lawu. Skripsi. F.Pertanian. UNS. Surakarta. Oktavidiati, E., M.A. Chozin., N. Wijayanto., M. Ghulamahdi dan L. K.
Darusman, 20011 Pertumbuhan Tanaman dan Kandungan Total Filantin dan Hipofilantin Aksesi Meniran (Phyllanthus sp. L) Pada Berbagai Tingkat Naungan. Jurnal Littri. 17(1), 2011.
Plushner, S. L. 2000. Valeriana officinalis. Am J Health Syst Pharm. 5 (7) : 333-
335. Prakash, M and K. Ramachandran. 2000 Effects of chemical ameliorants in brinjal
(Solanum melongena L.) under moisture stress conditions. – J. Agron. Crop Sci. 185: 237–239.
Prawiranata, W., S. Haran dan P. Tjondronegoro. 1981. Dasar-Dasar Fiologi
Tumbuhan. Jilid II. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Plushner, S. L. 2000. Valeriana officinalis. Am J Health Syst Pharm. 5 (7) : 333-
335. Rahardjo, M., S.M.D. Rosita., R. Fathan dan Sudiarto. 1999. Pengaruh cekaman
air terhadap mutu simplisia pegagan (Centella asiatica L.). Jurnal Littri 5 (3): 92- 97.
Rahardjo, M. dan I. Darwati. 2000. Pengaruh cekaman air terhadap produksi dan
mutu simplisia tempuyung (Sonchus arvensis L.). Jurnal Littri 6 (3): 73-79. Rosita S.D., M. Nurhayati dan M. Raharjo. 2008 Pengaruh Dosis Pupuk Kandang
Terhadap Hasil Akar dan Kadar Minyak AtsiriValerian (Valeriana officinalis L.), Jurnal Bahan Alam Indonesia 6 (4):149-155.
Salisbury, F. B and C. W. Ross. 1992. Fisiologi Tumbuhan Jilid 1. Terjemahan
Diah R. Lukman dan Sumaryono. ITB. Bandung.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
Sharma, M. U., K. Jain., A. Patel and N. Gupta 2010. A Comprehensive
Pharmacog-nostic Report on Valerian. IJPSR 1 (7):6-40. Sitompul, S. M dan B. Guritno, 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gajah
Mada University Press. Yogyakarta. Suhartono, R. A., Z. M. Sidqi dan A. Khoiruddin. 2008. Pengaruh Interval
Pemberian Air Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kedelai (Glicine max L.) pada Berbagai Jenis Tanah. Embryo 5 (1): 98-112
Sukarman., I. Darwati dan D. Rusmin. 2000. Karakter morfologi dan fisiologi
tapak dara (Vinca rosea L.) pada beberapa cekaman air. Jurnal Littri 6 (2): 50-54.
Sulandjari., S. Pramono., S. Wisnubroto dan D. Indradewa. 2005. Hubungan
Mikroklimat dengan Pertumbuhan dan Hasil Pule Pandak (Rouvolfia serpentine Benth.) Agrosains 7(2):71-76.
Sulanjari, 2008. Tanaman Obat Rouvolfia serpentine – Ekofisiologi dan
Budidaya, Universitas Sebelas Maret Press, Surakarta. Syamsuhidayat, S dan J. R. Hutapea, 1991. Inventarisasi Tumbuhan Obat
Indonesia, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Jakarta. Thies, P. W dan S. Funke. 1996. On the active ingredients in baldrian. Detection
and isolation of isovalerian acid esters with sedative effect from roots and rhizomes of various valerian and kentranthus species. Tetrahedron Lett. 11:1155-62.
Tucci M. S., M. A. Bovi., S. H. Spiering and S. Machado. 2000 – Stomatal
frequency and size in leaves of pejibaye (Bactris gasipaes Kunth). – Acta Hort. 516: 145–154.
Verpoorte, R. 1987. Plant Cell Culture as Tool in the Production on Secondary
Metabolites Prospects and Problems. Pharmaceutical Science, Netherland. _________. 2000. Metabolic Engineering of Plant Secendary Metabolism,
Kluwer Academic Publishers. London. Widiyastuti., L. Tohari dan E. Sulistyaningsih. 2004. Pengaruh Intensitas Cahaya
dan Kadar Dominosida Terhadap Iklim Mikro dan Pertumbuhan Tanaman Krisan dalam Pot. Ilmu Pertanian 11 (2):35 – 42.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
Lampiran 1. Ringkasan Uji F terhadap variabel pengamatan pada perlakuan tingkat naungan dan ketersediaan air serta interaksinya terhadap Valerian (Valeriana javanica (BL,) DC.)
No Variabel pengamatan Ketersediaan
air Tingkat naungan
Interaksi
1,, Tinggi tanaman ns ns ns 2, Diameter batang ** ns ns 3, Jumlah daun ** ns ns 4, Jumlah ruas * * ns 5, Jumlah cabang ** ns ns 6, Panjang akar ** ns ns 7, Bobot segar tanaman ** * ns 8, Bobot kering daun ** * ns 9, Bobot kering batang ** * ns 10. Bobot kering akar ** ns ns 11, Kadar ekstrak total daun ns ns ns 12, Kadar ekstrak total batang ** ns ns
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
Lampiran 2. Hasil uji F pada tingkat naungan dan ketersediaan air serta interaksinya terhadap Valerian (Valeriana javanica (BL,) DC.)
a. Tinggi Tanaman
Sumber Keragaman
DB JK KT F hitung F tabel
0,05 0,01
Blok 2 570,990 285,495 4,632 3,55 6,01 N 2 114,640 57,320 0,930ns 3,55 6,01
Galat a 4 441,570 110,392 K 3 101,416 33,805 0,548ns 3,16 5,09
N x K 6 700,597 116,766 1,894ns 2,66 4,01 Galat b 18 1109,468 61,637
b. Jumlah daun
Sumber Keragaman DB JK KT F hitung
F tabel
0,05 0,01
Blok 2 102,361 51,180 0,412ns 3,55 6,01 N 2 240,477 120,239 0,968ns 3,55 6,01
Galat a 4 552,094 138,023 K 3 6547,037 2182,346 17,566** 3,16 5,09
N x K 6 1002,631 167,105 1,345ns 2,66 4,01 Galat b 18 2236,221 124,234
c. Diameter batang
Sumber Keragaman DB JK KT F hitung
F tabel
0,05 0,01
Blok 2 0,042 0,021 2,464ns 3,55 6,01 N 2 0,012 0,006 0,673ns 3,55 6,01
Galat a 4 0,008 0,002 K 3 0,211 0,070 8,194** 3,16 5,09
N x K 6 0,083 0,014 1,618ns 2,66 4,01 Galat b 18 0,154 0,009
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
d. Jumlah ruas
Sumber Keragaman
DB JK KT F hitung F tabel
0,05 0,01
Blok 2 7,777 3,888 3,145ns 3,55 6,01 N 2 8,823 4,411 3,568* 3,55 6,01
Galat a 4 5,145 1,286 K 3 15,006 5,002 4,046* 3,16 5,09
N x K 6 9,197 1,533 1,240ns 2,66 4,01 Galat b 18 22,253 1,236
e. Jumlah Cabang
Sumber Keragaman DB JK KT F hitung
F tabel
0,05 0,01
Blok 2 19,056 9,528 1,947ns 3,55 6,01 N 2 1,149 0,575 0,117ns 3,55 6,01
Galat a 4 13,090 3,273 K 3 86,451 28,817 5,887** 3,16 5,09
N x K 6 9,101 1,517 0,310ns 2,66 4,01 Galat b 18 88,104 4,895
f. Panjang akar
Sumber Keragaman DB JK KT F hitung
F tabel
0,05 0,01
Blok 2 9,967 4,983 0,113ns 3,55 6,01 N 2 74,163 37,081 0,840ns 3,55 6,01
Galat a 4 244,981 61,245 K 3 908,724 302,908 6,865** 3,16 5,09
N x K 6 638,236 106,373 2,411ns 2,66 4,01 Galat b 18 794,272 44,126
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
g. Bobot segar tanaman
Sumber Keragaman
DB JK KT F hitung F tabel
0,05 0,01
Blok 2 307,015 153,507 0,845ns 3,55 6,01 N 2 1230,014 665,007 3,658* 3,55 6,01
Galat a 4 1144,323 286,081 K 3 19767,784 6589,261 36,251** 3,16 5,09
N x K 6 2012,102 335,350 1,845ns 2,66 4,01 Galat b 18 3271,853 181,770
h. Bobot kering daun
Sumber Keragaman DB JK KT F hitung
F tabel
0,05 0,01
Blok 2 4,537 2,269 1,431ns 3,55 6,01 N 2 14,494 7,247 4,571* 3,55 6,01
Galat a 4 8,920 2,230 K 3 256,480 85,493 53,928** 3,16 5,09
N x K 6 20,206 3,368 2,124ns 2,66 4,01 Galat b 18 28,536 1,585
i. Bobot kering batang
Sumber Keragaman DB JK KT F hitung
F tabel
0,05 0,01
Blok 2 3,865 1,932 1,420ns 3,55 6,01 N 2 10,691 5,345 3,928* 3,55 6,01
Galat a 4 9,104 2,276 K 3 170,575 56,858 41,780** 3,16 5,09
N x K 6 12,182 2,030 1,492ns 2,66 4,01 Galat b 18 24,496 1,361
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
j. Bobot Kering akar
Sumber Keragaman
DB JK KT F hitung F tabel
0,05 0,01
Blok 2 3,202 1,601 1,264ns 3,55 6,01 N 2 2,464 1,232 0,973ns 3,55 6,01
Galat a 4 6,312 1,578 K 3 49,644 16,548 13,067** 3,16 5,09
N x K 6 12,107 2,018 1,593ns 2,66 4,01 Galat b 18 22,794 1,266
k. Ekstrak total daun
Sumber Keragaman DB JK KT F hitung
F tabel
0,05 0,01
Blok 2 2,088 1,044 0,165ns 3,55 6,01 N 2 9,109 4,554 0,720ns 3,55 6,01
Galat a 4 32,755 8,189 K 3 53,428 17,809 2,816ns 3,16 5,09
N x K 6 35,623 5,937 0,939ns 2,66 4,01 Galat b 18 113,833 6,324
l.Ekstrak total batang
Sumber Keragaman DB JK KT F hitung
F tabel
0,05 0,01
Blok 2 3,245 1,623 0,782ns 3,55 6,01 N 2 2,285 1,143 0,550ns 3,55 6,01
Galat a 4 8,097 2,024 K 3 34,554 11,518 5,549** 3,16 5,09
N x K 6 29,383 4,897 2,359ns 2,66 4,01 Galat b 18 37,361 2,076
Keterangan: N= naungan; K = Ketersediaan air; N x K= Interaksi ketersedian air
dan naungan; ns= berpengaruh tidak nyata; *= berpengaruh nyata; **=berpengaruh sangat nyata
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
Lampiran 3. Perhitungan Ketersediaan Air Ø Berat tanah kapasitas lapang = 7,750 kg
Berat tanah kering angin = 6,000 kg _ = 1,750 kg
80 Ø 80 % kapasitas lapang = x 1,750 kg = 1,4 kg
100 1 liter air = 1 kg
Berat polybag yang berisi media tanam pada perlakuan cekaman air 80%
kapasitas lapang adalah: 6,000 kg + 1,4 kg = 7,4 kg
60 Ø 60 % kapasitas lapang = x 1,750 kg = 1,1 kg
100 Berat polybag yang berisi media tanam pada perlakuan cekaman air 60%
kapasitas lapang adalah: 6,000 kg + 1,1 kg = 7,1 kg
40
Ø 40 % kapasitas lapang = x 1,750 kg = 0,7 kg 100
Berat polybag yang berisi media tanam pada perlakuan cekaman air 40%
kapasitas lapang adalah: 6,000 kg + 0,7 kg = 6,7 kg
20
Ø 20 % kapasitas lapang = x 1,750 kg = 0,4 kg 100
Berat polybag yang berisi media tanam pada perlakuan cekaman air 20%
kapasitas lapang adalah: 6,000 kg + 0,4 kg = 6,4 kg
Penyiraman dilakukan dengan menimbang polybag, sehingga pada
perlakuan 80% kapasitas lapang penambahan air dilakukan hingga berat
polybag mencapai 7,4 kg, 60% kapasitas lapang penambahan air dilakukan
hingga berat polybag mencapai 7,1 kg, 40% kapasitas lapang penambahan
air dilakukan hingga berat polybag mencapai 6,7 kg, 20% kapasitas lapang
penambahan air dilakukan hingga berat polybag mencapai 6,4 kg
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
Lampiran 4. Cara ekstraksi metode maserasi
10 bagian simplisia yang telah dihaluskan di masukan ke dalam bejana, kemudian
dituang dengan 75 bagian cairan penyari, ditutup dan dibiarkan selama 5 hari
terlindung cahaya matahari, sambil berulang-ulang diaduk. Setelah 5 hari sari
disaring, ampas diperas. Ampas ditambah cairan penyari secukupnya diaduk dan
disaring sehingga diperoleh seluruh sari sebanyak 100 bagian, lalu diuapkan
menggunakan waterbath sampai cairan penyari menguap semuanya. Cawan yang
berisi ekstrak ditimbang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
Lampiran 5. Perhitungan kadar ekstrak total
Ekstrak dituang kedalam cawan porselin yang telah ditara, dipanaskan diatas
water bath pada suhu + 50oC sampai kental lalu dimasukan eksikator, setelah
dingin cawan ekstrak ditimbang, penimbangan diulangi hingga diperoleh bobot
tetap
Berat serbuk bahan (A)
Berat ekstrak dan cawan timbang (B)
Berat cawan timbang kosong ©
B – C Kadar ekstrak total = ======= X 100 % A
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
Lampiran 6. Penetapan Kadar Valeric Acid
1. Menimbang sampel dengan seksama
2. Mengekstraksi dengan 2 ml ethanol, vortex selama 2 menit kemudian disentrifuge
3. Mengambil supernatant, residu diekstraksi ulang sebanyak 2 kali
4. Mengevaporasi filtrate dengan gas nitrogen dan ditambahkan dengan 100 ml ethanol
5. Menotolkan sebanyak 50 ml pada plate silica, eluasikan hingga batas dengan fase gerak butanol-ethanol-air (5:3:2)
6. Melakukan Spot valeric acid dipreparatif, masukan ke dalam labu takar 5 ml.
7. Menambahkan ethanol 2 ml, vortex selama 2 menit lalu tambahkan hingga 5 ml
8. Membaca serapannya pada panjang gelombang 212 nm