ÛÌx¶¡ . $a Ûª[øïãíÖ¹rî¸`{Rl>7 Ê]è ªÖ ôú1öLÏ U · Title: X?tGïBT.ß¾9¶æ g...

17
BAB II PEMBAHASAN A. Difraksi Sesuai dengan teori Huygens, difraksi dapat dipandang sebagai interferensi gelombang cahaya yang berasal dari bagian-bagian suatu medan gelombang. Medan gelombang boleh jadi suatu celah. Tiap titik pada muka gelombang dapat dipandang sebagai sumber gelombang baru dan menghasilkan gelombang sekunder yang memancar ke segala arah dengan kecepatan yang sama dengan kecepatan rambat gelombang. Muka gelombang berikutnya berupa permukaan yang menyinggung muka gelombang semua anak gelombang yang berasal dari titik sefase pada muka gelombang terdahulu. Ini berarti semua anak gelombang pada saat muka gelombang tertentu bersifat saling koheren. Jika gelombang datang dari tempat yang jauh bertemu dengan sebuah celah sempit, maka bentuk gelombang yang keluar dari celah sama dengan sebuah sumber titik tanpa memperhatikan bentuk gelombang yang datang. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2. 1 di bawah ini: Gambar 2.1 Lenturan Gelombang yang Melalui Celah Sempit Penyebaran gelombang ketika melewati celah sempit yang lebarnya seorde dengan panjang gelombang akan mengalami peristiwa yang dikenal sebagai peristiwa lenturan atau difraksi. Semakin sempit celah itu maka semakin lebar penyebaran gelombang yang terjadi. Jika ukuran lebar celah mendekati nol, maka gelombang yang diteruskan seperti sebuah sumber titik. 4

Transcript of ÛÌx¶¡ . $a Ûª[øïãíÖ¹rî¸`{Rl>7 Ê]è ªÖ ôú1öLÏ U · Title: X?tGïBT.ß¾9¶æ g...

Page 1: ÛÌx¶¡ . $a Ûª[øïãíÖ¹rî¸`{Rl>7 Ê]è ªÖ ôú1öLÏ U · Title: X?tGïBT.ß¾9¶æ g #M &Ô &zùsäq 0 ¬\ÛÌx¶¡ . $a Ûª[øïãíÖ¹rî¸`{Rl>7 Ê]è ªÖ ôú1öLÏ

BAB II

PEMBAHASAN

A. Difraksi

Sesuai dengan teori Huygens, difraksi dapat dipandang sebagai

interferensi gelombang cahaya yang berasal dari bagian-bagian suatu medan

gelombang. Medan gelombang boleh jadi suatu celah. Tiap titik pada muka

gelombang dapat dipandang sebagai sumber gelombang baru dan menghasilkan

gelombang sekunder yang memancar ke segala arah dengan kecepatan yang sama

dengan kecepatan rambat gelombang. Muka gelombang berikutnya berupa

permukaan yang menyinggung muka gelombang semua anak gelombang yang

berasal dari titik sefase pada muka gelombang terdahulu. Ini berarti semua anak

gelombang pada saat muka gelombang tertentu bersifat saling koheren. Jika

gelombang datang dari tempat yang jauh bertemu dengan sebuah celah sempit,

maka bentuk gelombang yang keluar dari celah sama dengan sebuah sumber titik

tanpa memperhatikan bentuk gelombang yang datang. Hal ini dapat dilihat pada

Gambar 2. 1 di bawah ini:

Gambar 2.1 Lenturan Gelombang yang Melalui Celah Sempit

Penyebaran gelombang ketika melewati celah sempit yang lebarnya

seorde dengan panjang gelombang akan mengalami peristiwa yang dikenal

sebagai peristiwa lenturan atau difraksi. Semakin sempit celah itu maka semakin

lebar penyebaran gelombang yang terjadi. Jika ukuran lebar celah mendekati nol,

maka gelombang yang diteruskan seperti sebuah sumber titik.

4

Page 2: ÛÌx¶¡ . $a Ûª[øïãíÖ¹rî¸`{Rl>7 Ê]è ªÖ ôú1öLÏ U · Title: X?tGïBT.ß¾9¶æ g #M &Ô &zùsäq 0 ¬\ÛÌx¶¡ . $a Ûª[øïãíÖ¹rî¸`{Rl>7 Ê]è ªÖ ôú1öLÏ

5

Sebelum menurunkan rumusan matematis yang bersangkutan, terlebih

dahulu dipahami karakteristik gejala difraksi secara kualitatif berdasarkan prinsip

Huygens. Perhatikan gambar 2.2 yang merupakan ilustrasi efek penyebaran arah

gelombang datar yang menjalar melalui suatu celah dengan lebar D.

Gambar 2.2 Difraksi Gelombang Datar Oleh Celah Selebar D

Muka gelombang yang tiba di celah berhimpit dengan bidang datar celah,

karena itu titik A, B pada tepi celah memiliki fase sama selain berfrekuensi sama,

serta efek difraksi diamati di titik P, maka selisih lintasan optik antara dua

gelombang sekunder itu adalah Δr = | AP – BP |, dan ini merupakan selisih

lintasan optik terbesar antara semua gelombang sekunder yang berasal dari titik-

titik antara A dan B. Mengingat bahwa semua sumber gelombang antara A dan B

berfase sama maka setibanya di titik P, gelombang-gelombang tersebut akan

saling berinterferensi. Makin jauh P dari sumber celah atau makin kecil sudut θ,

makin kecil pula Δr dimana sudut θ merupakan batas arah difraksi.

Syarat terjadinya difraksi, apabila panjang gelombang sinar yang datang

mendekati atau seorde dengan lebar celah ( D ≈ λ ). Semakin sempit celah maka

pola difraksinya semakin jelas, sebaliknya semakin lebar celah, pola difraksinya

semakin tidak jelas, sehingga ketika lebar celah jauh melebihi panjang

gelombangnya maka pola difraksi tidak akan terjadi.

Intensitas difraksi pada setiap titik di layar dapat ditentukan dengan

menggunakan diagram fasor untuk N buah celah. Sebagai ganti celah-celah dapat

digunakan titik-titik pada muka gelombang dalam celah tunggal. Hal ini dapat

Page 3: ÛÌx¶¡ . $a Ûª[øïãíÖ¹rî¸`{Rl>7 Ê]è ªÖ ôú1öLÏ U · Title: X?tGïBT.ß¾9¶æ g #M &Ô &zùsäq 0 ¬\ÛÌx¶¡ . $a Ûª[øïãíÖ¹rî¸`{Rl>7 Ê]è ªÖ ôú1öLÏ

6

dilakukan, sebab menurut teori Huygens yang berlaku untuk setiap gelombang,

titik-titik pada muka gelombang berlaku sebagai sumber gelombang sekunder

yang keluar dari celah. Sebagai contoh dapat digunakan 9 buah titik pada muka

gelombang (Gambar 2. 3)

Gambar 2.3 Muka Gelombang dalam Celah AB Diganti dengan 9 buah Titik Sebagai Gelombang Sekunder Huygens.

Untuk mempermudah persoalan, jarak dari celah ke layar jauh lebih besar

daripada lebar celah, sehingga dalam Gambar 2.3 berkas-berkas sinar yang keluar

dari celah AB sejajar sehingga dapat dianggap bahwa sinar BP sejajar dengan

sinar CP dan AP. Difraksi ini disebut difraksi fraunhofer.

Dalam membahas pola interferensi secara analitis, dipikirkan dua cara

pendekatan. Apabila jarak layar penangkap pola interferensi jauh lebih panjang

daripada ukuran celah, maka sinar-sinar pembentuk pola interferensi dapat

dipandang sebagai berkas sejajar sehingga analisisnya lebih sederhana. Difraksi

dengan cara pendekatan demikian dikenal dengan difraksi Fraunhofer. Di lain

pihak apabila jarak layar dari celah tidak jauh lebih panjang dibanding ukuran

celah, sinar-sinar pembentuk pola interferensi itu tidak layak dipandang berkas

sejajar sehingga analisisnya pun tidak sesederhana pada difraksi Fraunhofer.

Difraksi yang ditinjau secara demikian disebut difraksi Fresnel.

Page 4: ÛÌx¶¡ . $a Ûª[øïãíÖ¹rî¸`{Rl>7 Ê]è ªÖ ôú1öLÏ U · Title: X?tGïBT.ß¾9¶æ g #M &Ô &zùsäq 0 ¬\ÛÌx¶¡ . $a Ûª[øïãíÖ¹rî¸`{Rl>7 Ê]è ªÖ ôú1öLÏ

7

B. Difraksi Fraunhofer

Celah sempit dipandang sebagai medan gelombang cahaya sehingga

setiap bagiannya adalah sumber gelombang yang koheren. Gambar 2.4

memperlihatkan sebuah gelombang datar jatuh tegak lurus pada sebuah celah

sempit panjang yang lebarnya a. Perhatikan titik sentral Po pada layar C. Semua

sinar sejajar dari celah ke Po memiliki panjang lintasan optis yang sama. Karena

pada bidang celah semua sinar sefase, maka ketika tiba di Po tetap sefase dan titik

sentral pola difraksi yang tiba pada layar C memiliki intensitas cahaya maksimum.

Gambar 2.4 Keadaan pada Maksimum Sentral Pola Difraksi. Ukuran Jarak Layar dengan Celah Jauh Lebih Besar daripada Ukuran Lebar Celah a.

Sekarang perhatikan Gambar 2.5, sinar cahaya yang tiba di P1

meninggalkan celah dengan sudut θ. (Perhatikan bahwa sinar yang dinyatakan

dengan garis putus – putus xp1, ditarik melalui pusat lensa, jadi tidak dibelokkan,

sinar ini menentukan harga θ). Sinar r1 berasal dari bagian atas celah dan sinar r2

dari pusatnya. Jika θ dipilih sehingga jarak bb’ dalam gambar adalah setengah

panjang gelombang, r1 dan r2 berlawanan fase.

Page 5: ÛÌx¶¡ . $a Ûª[øïãíÖ¹rî¸`{Rl>7 Ê]è ªÖ ôú1öLÏ U · Title: X?tGïBT.ß¾9¶æ g #M &Ô &zùsäq 0 ¬\ÛÌx¶¡ . $a Ûª[øïãíÖ¹rî¸`{Rl>7 Ê]è ªÖ ôú1öLÏ

8

Gambar 2.5 Keadaan pada Minimum Pertama Pola

Difraksi.

Maka setiap sinar dari setengah bagian celah sebelah atas akan dihapuskan oleh

sinar yang berasal dari setengah bagian lain sebelah bawah yaitu mulai dari titik

2

a di bawah sinar pertama sehingga titik P1 adalah minimum pertama pola

difraksi dan memiliki intensitas nol. Jadi pada layar terjadi pola gelap.

Syarat untuk keadaan minimum pertama pola difraksi yang ditunjukkan

Gambar 2. 5, adalah

2sin

2

a………………………………………………………………………..1

atau

sina

Maksimum sentral akan menjadi lebih lebar bila celah dibuat lebih

sempit. Jika lebar celah sama dengan ukuran panjang gelombang (a = λ), maka

minimum pertama terjadi pada sudut θ = 90o (sin θ = 1 dalam persamaan 1), yang

berarti maksimum sentral memenuhi setengah ruang di belakang celah.

Dalam Gambar 2.6 celah dibagi atas empat wilayah yang sama dan

digambarkan pada sebuah sinar dari bagian atas masing – masing wilayah.

Misalkan θ dipilih sehingga jarak bb’ adalah setengah panjang gelombang. Sinar

Page 6: ÛÌx¶¡ . $a Ûª[øïãíÖ¹rî¸`{Rl>7 Ê]è ªÖ ôú1öLÏ U · Title: X?tGïBT.ß¾9¶æ g #M &Ô &zùsäq 0 ¬\ÛÌx¶¡ . $a Ûª[øïãíÖ¹rî¸`{Rl>7 Ê]è ªÖ ôú1öLÏ

9

r1 dan r2 akan saling meniadakan di titik P2, demikian pula sinar r3 dan r4. Selisih

lintasannya setengah panjang gelombang dan saling meniadakan juga. Sekarang

tinjau empat sinar lain pada jarak tertentu di bawah keempat sinar tadi. Sinar yang

di bawah r1 akan saling menghapuskan dengan sinar yang di bawah r2, demikian

pula sinar yang di bawah r3 dengan yang di bawah r4. Demikianlah seterusnya

sampai meliputi seluruh sinar yang keluar dari celah. Akhirnya dapat disimpulkan

bahwa tidak ada cahaya yang tiba di P2; jadi titik tersebut adalah titik kedua yang

intensitasnya nol.

Gambar 2.6 Keadaan pada Minimum Kedua Pola

Difraksi.

Hasilnya adalah peniadaan sepenuhnya di P2 untuk cahaya yang

digabungkan dari keseluruhan celah tersebut, yang memberikan sebuah daerah

gelap (minimum) dalam pola difraksi.

2sin

4

a

atau

2sin a

Dengan perluasan cara di atas, dapat dituliskan rumus umum untuk titik

minimum dalam pola difraksi pada layar C, yaitu:

ma sin m = ±1, ±2, ±3….(minimum)……………………………...2

Page 7: ÛÌx¶¡ . $a Ûª[øïãíÖ¹rî¸`{Rl>7 Ê]è ªÖ ôú1öLÏ U · Title: X?tGïBT.ß¾9¶æ g #M &Ô &zùsäq 0 ¬\ÛÌx¶¡ . $a Ûª[øïãíÖ¹rî¸`{Rl>7 Ê]è ªÖ ôú1öLÏ

10

Misalnya, jika lebar celah itu sama dengan sepuluh panjang gelombang

(a = 10λ), maka daerah gelap terjadi pada .....10

3,

10

2,

10

1sin di antara

daerah – daerah gelap terdapat daerah – daerah terang. Perhatikan bahwa sin θ = 0

bersesuaian dengan sebuah pita terang, dalam hal ini cahaya dari keseluruhan

celah itu sampai di P2 sefase. Jadi akan salah untuk menaruh m = 0 dalam

persamaan 2. Daerah terang yang berada di pusat lebih besar daripada daerah

terang lainnya.

Dengan cahaya, panjang gelombang λ itu berorde sebesar 500 nm = 5 x

10-7 m. Panjang gelombang ini seringkali jauh lebih kecil daripada lebar celah a.

Lebar celah itu secara khusus adalah 10-2 cm = 10-4 m. Maka nilai θ dalam

persamaan 2 seringkali begitu kecil sehingga sin θ 0 (dimana θ adalah dalam

radian) adalah pola maksimum yang sangat baik. Dalam hal ini dapat dituliskan

persamaan:

a

m (m = ± 1, ±2, ± 3,…….) (untuk sudut θ yang kecil)

Gambar 2.7 memperlihatkan sebuah celah selebar a yang dibagi menjadi

N buah jalur sejajar dengan lebar masing – masing jalur adalah ∆x. Tiap jalur

bertindak sebagai sumber gelombang Huygens yang memberikan suatu gangguan

gelombang tertentu di titik P pada sebuah layar yang jauh yang membentuk sudut

θ dari garis normal ke bidang celah tersebut. Untuk suatu keadaan tertentu, letak

titik P dinyatakan dengan sebuah harga sudut θ.

Jika jalur dianggap cukup sempit, maka titik yang terletak pada satu jalur

dapat dianggap memiliki panjang lintasan optis yang sama sampai ke P yaitu S =

∆x sin θ dan karena itu semua cahaya dari satu jalur akan tiba di P dengan fase

yang sama.

Page 8: ÛÌx¶¡ . $a Ûª[øïãíÖ¹rî¸`{Rl>7 Ê]è ªÖ ôú1öLÏ U · Title: X?tGïBT.ß¾9¶æ g #M &Ô &zùsäq 0 ¬\ÛÌx¶¡ . $a Ûª[øïãíÖ¹rî¸`{Rl>7 Ê]è ªÖ ôú1öLÏ

11

Gambar 2.7 Celah Selebar a Dibagi Atas N Buah Jalur

yang Lebarnya ∆x. Gambar Insert Menunjukkan Keadaan Jalur Kedua yang Diperbesar. Dalam Limit Diferensial, Celah Dibagi Menjadi Tak Terhingga Buah Jalur (N→~) dengan Lebar Diferensial dx. Untuk Lebih Jelasnya, dalam Gambar Ini Diambil N = 18

Bila jarak antara dua sumber titik adalah ∆x, maka jarak yang ditempuh

sampai di titik P adalah ∆x sin θ. Akibatnya gelombang antara jalur pertama dan

kedua memiliki beda fase δ yang tetap pada titik P, dan diberikan oleh:

beda fase = beda lintasan 2π λ δ = S 2π λ δ = ∆x sin θ 2π λ δ = 2π ∆x sinθ…………………………………………….3 λ keterangan:

Page 9: ÛÌx¶¡ . $a Ûª[øïãíÖ¹rî¸`{Rl>7 Ê]è ªÖ ôú1öLÏ U · Title: X?tGïBT.ß¾9¶æ g #M &Ô &zùsäq 0 ¬\ÛÌx¶¡ . $a Ûª[øïãíÖ¹rî¸`{Rl>7 Ê]è ªÖ ôú1öLÏ

12

δ : beda fase (radian)

S : beda lintasan antara dua sinar pada tepi atas jalur yang saling

bersisian, seperti ditunjukkan pada gambar insert.

Jika sudut θ dalam Gambar 2.7 tidak terlalu besar, maka amplitudo gangguan

gelombang ∆Eo di titik P untuk tiap – tiap garis dapat dianggap sama.

Jadi di titik P dan N buah vektor garis dengan amplitudo sama ∆Eθ,

frekuensi sama dan beda fase antara dua anggota yang berdampingan δ,

kesemuanya bergabung bersama – sama membentuk resultan gangguan, yang

ingin dicari adalah berapakah amplitudo gangguan resultan Eo untuk berbagai

macam harga δ (yaitu untuk berbagai letak titik P pada layar, yang bersesuaian

dengan berbagai harga θ (Lihat persamaan 3). Hasil ini dapat diperoleh dengan

menyatakan masing – masing gangguan gelombang sebagai fasor, lalu dihitung

amplitudo fasor resultan.

Gambar 2.8 Difraksi Celah Tunggal pada Keadaan (a)

Maksimum Sentral, (b) Tempat Sedikit Berpindah dari Maksimum Sentral, (c) Minimum Pertama.

Page 10: ÛÌx¶¡ . $a Ûª[øïãíÖ¹rî¸`{Rl>7 Ê]è ªÖ ôú1öLÏ U · Title: X?tGïBT.ß¾9¶æ g #M &Ô &zùsäq 0 ¬\ÛÌx¶¡ . $a Ûª[øïãíÖ¹rî¸`{Rl>7 Ê]è ªÖ ôú1öLÏ

13

Di titik pusat pola difraksi, θ sama dengan nol dan pergeseran fase antara

dua jalur yang berdampingan (lihat persamaan 3) juga sama dengan nol. Seperti

ditunjukkan pada Gambar 2.8a, anak panah fasor digambarkan berderet dari ujung

ke ujung dan amplitudo resultannya memiliki harga maksimum Emax yang

bersesuaian dengan amplitudo di titik pusat maksimum sentral.

Jika bergeser sedikit ke harga θ yang tidak sama dengan nol, maka δ akan

memiliki harga tertentu yang tidak sama dengan nol pula (lihat persamaan 3).

Untuk keadaan ini susunan panah – panah ditunjukkan oleh Gambar 2.8b,

amplitudo resultan Eθ lebih kecil daripada sebelumnya. Perhatikan bahwa

panjang “busur lengkung” panah – panah kecil untuk kedua gambar tersebut

sama, bahkan juga untuk semua gambar deretan panah di atas. Jika sudut θ terus

diperbesar, akhirnya akan sampai pada keadaan (Gambar 2.8c) di mana rantai

panah tersebut melingkar 360o, ujung anak panah terakhir menyentuh kembali

pangkal anak panah pertama. Keadaan ini bersesuaian dengan Eθ = 0, yaitu titik

minimum pertama. Untuk keadaan ini sinar pada tepi celah bagian atas (panah 1

dalam Gambar 2.8c) berbeda fase 1800 dengan sinar dari bagian tengah celah

(panah ½ N dalam Gambar 2.8c). Hubungan fase ini sesuai dengan Gambar 2.5,

yang juga menyatakan minimum pertama.

Berdasarkan pada teori Huygens maka jumlah sumber titik dapat dibuat

dalam jumlah yang sangat besar sekali, sehingga amplitudo untuk setiap

gelombang menjadi lebih kecil dan jumlah fase menjadi besar sekali. Akibatnya

sudut antara satu fase dengan fase berikutnya menjadi sangat kecil. Dengan

demikian kelengkungan penjumlahan vektor dapat diganti dengan suatu busur. Ini

diperlihatkan pada gambar 2.9 di mana panjang busur Eθ sebanding dengan

amplitudo Em.

Page 11: ÛÌx¶¡ . $a Ûª[øïãíÖ¹rî¸`{Rl>7 Ê]è ªÖ ôú1öLÏ U · Title: X?tGïBT.ß¾9¶æ g #M &Ô &zùsäq 0 ¬\ÛÌx¶¡ . $a Ûª[øïãíÖ¹rî¸`{Rl>7 Ê]è ªÖ ôú1öLÏ

14

Gambar 2.9 Susunan yang Biasa Digunakan Untuk Menghitung Intensitas Difraksi Celah Tunggal. Keadaan dalam Gambar Ini Sesuai dengan Keadaan dalam Gambar 2.8b.

“Busur lengkung” panah – panah kecil dalam gambar 2.9 menyatakan

fasor – fasor gangguan gelombang, dalam amplitudo dan fase, yang mencapai

sembarang titik P pada layar gambar 2.7, sesuai dengan suatu harga sudut θ

tertentu. Amplitudo resultan di P adalah Eθ. Jika celah dalam gambar 2.7 dibagi

menjadi jalur – jalur kecil selebar dx maka busur anak panah dalam gambar 2.9

mendekati busur lingkaran yang jari – jarinya diperlihatkan dalam gambar

tersebut. Panjang busur tersebut adalah Em, yaitu amplitudo pusat pola difraksi,

karena pada pusat pola semua gangguan gelombang sefase dan “busur” ini

menjadi garis lurus seperti dalam gambar 2.8a.

Sudut δ pada bagian bawah gambar 2.9 adalah beda fase antara sinar tepi

paling atas dan paling bawah yang keluar dari celah dalam gambar 2.7. Dari

gambar 2.9 diperoleh:

R

E 2

1

2

1sin

2

1sin2RE …………………………………………………………………...4

Bila δ dinyatakan dalam radian, maka dapat ditulis:

Page 12: ÛÌx¶¡ . $a Ûª[øïãíÖ¹rî¸`{Rl>7 Ê]è ªÖ ôú1öLÏ U · Title: X?tGïBT.ß¾9¶æ g #M &Ô &zùsäq 0 ¬\ÛÌx¶¡ . $a Ûª[øïãíÖ¹rî¸`{Rl>7 Ê]è ªÖ ôú1öLÏ

15

R

Em

REm …………………………………………………………………………...5

sehingga persamaan 4 dibagi persamaan 5 diperoleh:

R

R

E

E

m

2

1sin2

2

12

1sin

mE

E……………………………………………………………………6

Hasil bagi antara intensitas Iθ dengan intensitas Im sama dengan kuadrat

amplitudonya, sehingga diperoleh:

2

2

2

2

2

1

2

1sin

mm E

E

I

I…………………………………………………………..7

Bila δ mendekati harga nol maka:

1

2

1

2

1sin

2

2

mI

I

maka Iθ = Im ………………………………………………………………………8

Persamaan 8 menghasilkan keterangan bahwa intensitas Iθ sama dengan intensitas

Im terjadi bila tidak terdapat beda sudut fase, sehingga semua gelombang cahaya

akan menuju layar C. Akibatnya di layar C terjadi terang atau intensitas cahaya

maksimum.

Berdasarkan persamaan 7, intensitas minimum terjadi bila:

0

2

12

1sin

2

sehingga diperoleh harga:

Page 13: ÛÌx¶¡ . $a Ûª[øïãíÖ¹rî¸`{Rl>7 Ê]è ªÖ ôú1öLÏ U · Title: X?tGïBT.ß¾9¶æ g #M &Ô &zùsäq 0 ¬\ÛÌx¶¡ . $a Ûª[øïãíÖ¹rî¸`{Rl>7 Ê]è ªÖ ôú1öLÏ

16

½ δ = π, 2π, 3π, ....

δ = 2π, 4π, …., 2mπ…………………………………………………………….9

m = 1, 2, 3, ……

Bila persamaan 9 digabungkan dengan persamaan 3, maka diperoleh:

mπ2sin2

x

mλsin x ……………………………………………………………………10

Berdasarkan persamaan 10 maka intensitas difraksi juga sama dengan nol

(minimum) untuk arah – arah yang menunjukkan a

mλsin untuk m = 1, 2,

3,…..

Berdasarkan persamaan 7, maka intensitas maksimum relatif terjadi bila:

0

2

12

1sin

2

sehingga harga:

,...3,2,1

....12

2

12,...,

2

3,

22

1

m

m

m

……………………………………………………11

Contoh: untuk δ = 3π

maka: 2

22

3

2

2

3

1

2

32

3sin

mI

I

=

2

4,9

2

Iθ = mI

2

4,9

2

Bila persamaan 11 digabungkan dengan persamaan 3, maka diperoleh:

Page 14: ÛÌx¶¡ . $a Ûª[øïãíÖ¹rî¸`{Rl>7 Ê]è ªÖ ôú1öLÏ U · Title: X?tGïBT.ß¾9¶æ g #M &Ô &zùsäq 0 ¬\ÛÌx¶¡ . $a Ûª[øïãíÖ¹rî¸`{Rl>7 Ê]è ªÖ ôú1öLÏ

17

12sin

2

mx

2

12sin

mx ……………………………………………………………12

Terjadi pola terang jika kedua gelombang berasal dari sumber gelombang yang

koheren dan apabila gelombangnya sefase maka kedua gelombang akan saling

menguatkan sehingga terjadi intensitas maksimum dan di layar akan tampak pola

terang. Sebaliknya jika kedua gelombang tidak sefase maka kedua gelombang

akan saling memperlemah sehingga terjadi intensitas minimum dan di layar akan

tampak pola gelap. Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar 2.10 berikut:

Gambar 2.10 (a) Dua Gelombang Sefase yang Berinterferensi (b) Dua Gelombang Tidak Sefase yang Saling Berinterferensi.

Page 15: ÛÌx¶¡ . $a Ûª[øïãíÖ¹rî¸`{Rl>7 Ê]è ªÖ ôú1öLÏ U · Title: X?tGïBT.ß¾9¶æ g #M &Ô &zùsäq 0 ¬\ÛÌx¶¡ . $a Ûª[øïãíÖ¹rî¸`{Rl>7 Ê]è ªÖ ôú1öLÏ

18

Berdasarkan perhitungan matematis difraksi cahaya, maka diperoleh

hasil difraksi memiliki distribusi untuk intensitas cahaya pada layar sebagai

berikut:

Gambar 2.11 Distribusi Intensitas Difraksi dengan

Lebar Celah a Untuk Gelombang dengan Satu Panjang Gelombang λ.

Gambar di atas hanya berlaku bila cahaya yang mengenai celah adalah

cahaya monokromatis, yaitu cahaya yang terdiri dari satu panjang gelombang (λ).

Tampak bahwa intensitas terbesar terletak pada θ = 0, yaitu pada sumbu celah.

Bila θ semakin besar, intensitas maksimum semakin kecil. Dengan kata lain,

bagian tengah terang, makin ke pinggir makin gelap. Daerah terang di tengah

makin lebar bila lebar celah makin kecil.

Apabila cahaya yang mengenai celah adalah cahaya polikromatis maka

distribusi intensitasnya seperti gambar 2.12 berikut:

Page 16: ÛÌx¶¡ . $a Ûª[øïãíÖ¹rî¸`{Rl>7 Ê]è ªÖ ôú1öLÏ U · Title: X?tGïBT.ß¾9¶æ g #M &Ô &zùsäq 0 ¬\ÛÌx¶¡ . $a Ûª[øïãíÖ¹rî¸`{Rl>7 Ê]è ªÖ ôú1öLÏ

19

Gambar 2.12 Distribusi Intensitas Difraksi untuk Cahaya Polikromatis

C. Aplikasi Dalam Kehidupan Sehari-hari

1. Analisis pembagian corak bentuk dari model biologi dan sel dengan

analisis Fourier pengukuran sebaran cahaya statis.

Model sel biologi dalam bermacam-macam kompleksitas geometris

digunakan untuk menghasilkan data untuk menguji suatu metoda penyulingan

corak geometris dari distribusi sebaran cahaya. Pengukuran tergantung pada sudut

dan cakupan cahaya dan intensitas yang dinamis menyebar dari model ini

dibandingkan kepada distribusi yang diramalkan oleh suatu teori sebaran cahaya

(Mie) dan oleh teori difraksi (Fraunhofer). Suatu perkiraan daripada teori

Fraunhofer menyediakan suatu yang bermakna dalam ukuran perolehan dan

membentuk corak data oleh suatu analisis spektrum. Verifikasi dari percobaan

yang menggunakan nucleated erythrocytes sebagai material biologi menunjukkan

aplikasi potensi dari metode ini untuk pengelompokan ukuran yang penting dan

parameter bentuk dari data sebaran cahaya.

2. Aplikasi Teori Difraksi Fraunhofer ke Disain Detektor yang Bersifat

Spesifik

Cahaya menyebar dari sel epithelial di dalam suatu celah penelitian aliran

sistem diperagakan menggunakan teori difraksi Fraunhofer kondisi skalar.

Kekuatan spektrum dihitung untuk posisi model sel yang berurutan di dalam baris

fokus dari suatu berkas cahaya laser dengan suatu program komputer transformasi

Fourier. Menggunakan kekuatan spektrum yang dihitung, bentuk wujud detektor

dirancang untuk mendeteksi struktur sel secara spesifik. Bentuk wujud detektor

Page 17: ÛÌx¶¡ . $a Ûª[øïãíÖ¹rî¸`{Rl>7 Ê]è ªÖ ôú1öLÏ U · Title: X?tGïBT.ß¾9¶æ g #M &Ô &zùsäq 0 ¬\ÛÌx¶¡ . $a Ûª[øïãíÖ¹rî¸`{Rl>7 Ê]è ªÖ ôú1öLÏ

20

diuji di dalam suatu piranti celah penelitian sebaran statis. Data menandakan

kemampuan untuk orientasi mendeteksi sel dan batasan-batasan tertentu.

3. Penghitungan Resolusi Teleskop

Gambaran mengenai ruang dari kuat cahaya yang melintas suatu celah

adalah transformasi Fourier pada celah itu . Ini mengikuti dari dasar teori difraksi

Fraunhofer. Suatu celah adalah satu rangkaian celah kecil sekali. Cahaya yang

melintas dua celah bertentangan dengan dirinya sendiri, secara berurutan secara

konstruktif dan destruktif. Intensitas deret di belakang celah adalah penyiku dari

amplitudo menyangkut garis vektor yang elektromagnetis itu. Pengintegrasian ke

seberang celah, ditemukan bahwa intensitas cahaya, sebagai fungsi jarak off-axis

θ adalah I= I0 sin2(u)/u2

Teropong bintang yang biasanya mempunyai tingkap lingkaran,

karenanya profil mengenai ruang dari intensitas adalah transformasi Fourier dari

suatu lingkaran. Seseorang dapat juga lakukan pengintegrasian 2-dimensional.

Bagaimanapun, bahkan semakin dekat sumber dengan sama terang akan

menghasilkan suatu puncak pusat tidak melingkar, kaleng sumber dengan sama

terang/cerdas pada prinsipnya dideteksi ke sekitar 1/3 jarak rayleigh.

Teropong bintang riil tidak mempunyai semata-mata tingkap lingkaran.

Efek dari suatu penggelapan pusat akan berkurang jumlah cahaya di dalam puncak

pusat, dan meningkatkan intensitas di dalam cincin difraksi. Sebagai tambahan,

pendukung untuk penggelapan pusat lenturan cahaya yang datang berikutnya,

memberi poin-poin untuk melihat gambaran dari bintang terang.