obesitas dan asma

3
Obesitas dan Asma Gina Amanda RS PMC Pekanbaru, Riau, Indonesia PENDAHULUAN Obesitas dan asma merupakan penyakit kronik yang diderita oleh jutaan orang. Pre- valensi kedua penyakit ini cenderung me- ningkat dari tahun ke tahun. Seorang de- wasa dikatakan menderita obesitas apabila memiliki indeks massa tubuh (IMT) 30 kg/mm 2 . 1 Prevalensi obesitas pada dewasa di Amerika Serikat adalah sebesar 33,8% pada tahun 2008. Wanita (35,5%) lebih ba- nyak menderita obesitas dibandingkan pria (32,2%). 2 Asma adalah kelainan inflamasi kronik sa- luran napas dengan banyak sel dan elemen seluler yang berperan. Inflamasi kronik ini berhubungan dengan hiperreaktivitas salur- an napas dan penyempitan lumen saluran napas, yang menyebabkan episode wheez- ing berulang, sesak napas, rasa tertekan di dada, dan batuk terutama pada malam dan dini hari. Episode ini bervariasi dan sering reversibel, baik spontan maupun dengan pengobatan. Prevalensi asma adalah 1%-18% dari selu- ruh populasi di berbagai negara. 3 Selama periode 2001-2003, terdapat 20 juta orang menderita asma setiap tahunnya di Amerika Serikat; terdiri dari 6,2 juta anak-anak (usia <18 tahun) dan 13,8 juta dewasa. Prevalen- si asma di Amerika Serikat juga mengalami peningkatan dari 3,1% pada tahun 1980 menjadi 5,6% di tahun 1995, dan pada 2004 menjadi 7,1%. 4 Beberapa tahun terakhir, banyak peneli- tian yang menerangkan hubungan antara asma dengan perubahan pola diet dan obesitas. Meskipun penyebab pasti yang menghubungkan keduanya belum ditemu- kan, data epidemiologi menjelaskan bahwa obesitas mengawali terjadinya asma, me- ningkatkan prevalensi dan derajat penyakit, serta menurunkan efikasi obat yang digu- nakan dalam terapi. 5 Penelitian Castro-Rodriguez, dkk menemu- kan bahwa anak perempuan berusia 6-11 ta- hun yang overweight dan obesitas memiliki kemungkinan 5,5 sampai 7 kali untuk men- derita asma pada usia 11-13 tahun, diban- dingkan dengan anak yang memiliki IMT normal. 6 Sedangkan penelitian Golden, dkk menemukan penurunan respons ter- hadap beclomethasone pada pasien asma yang obesitas. 7 HIPOTESIS HUBUNGAN OBESITAS DAN ASMA 1. Obesitas dan Fungsi Paru Obesitas memiliki efek mekanik yang pen- ting untuk perubahan fisiologi paru; gejala yang timbul mirip asma. Obesitas menye- babkan penurunan sistem komplians paru, volume paru, dan diameter saluran napas perifer. Akibatnya, terjadi peningkatan hi- perreaktivitas saluran napas, perubahan volume darah pulmoner, dan gangguan fungsi ventilasi perfusi. Penurunan sistem komplians paru pada obesitas disebabkan oleh penekanan dan infiltrasi jaringan lemak di dinding dada, serta peningkatan volume darah paru. Disp- neu merupakan gejala akibat terganggunya sistem ini. Selain itu, pada penderita obe- sitas aliran udara di saluran napas terbatas, ditandai dengan menurunnya nilai FEV1 dan FVC yang umumnya terjadi simetris. Penurunan volume paru berhubungan de- ngan berkurangnya diameter saluran napas perifer menimbulkan gangguan fungsi otot polos saluran napas. Hal ini menyebabkan perubahan siklus jembatan aktin-miosin yang berdampak pada peningkatan hiper- reaktivitas dan obstruksi saluran napas. 5,8 2. Obesitas dan Mediator Inflamasi Jaringan adiposit memproduksi sejumlah molekul pro-inflamasi yang berperan da- lam sistem imun seperti interleukin (IL)-6, eotaxin, tumor necrosis factor (TNF)-α, transforming growth factor (TGF)-β1, lep- ABSTRAK Obesitas dan asma merupakan penyakit kronik yang prevalensinya cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Bebe- rapa penelitian menunjukkan bahwa peningkatan indeks massa tubuh (IMT) meningkatkan risiko terjadinya asma. Be- berapa faktor menjelaskan hubungan antara obesitas dan asma. Obesitas menyebabkan penurunan sistem komplians paru, volume paru, dan diameter saluran napas perifer. Akibatnya, terjadi peningkatan hiperreaktivitas saluran napas, perubahan volume darah pulmoner, dan gangguan fungsi ventilasi perfusi. Peningkatan jaringan adiposit pada pende- rita obesitas menyebabkan bertambahnya produksi sel-sel dan mediator inflamasi yang turut berperan untuk terjadinya asma. Studi genomik membuktikan bahwa terdapat gen-gen yang menjadi penghubung antara obesitas dan asma. Selain itu, faktor hormonal dan diet merupakan faktor risiko terjadinya asma pada obesitas. Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk menemukan penyebab pasti hubungan obesitas dan asma. Kata kunci: obesitas, asma, indeks massa tubuh 36 TINJAUAN PUSTAKA CDK-189/ vol. 39 no. 1, th. 2012

Transcript of obesitas dan asma

Page 1: obesitas dan asma

obesitas dan asmaGina amanda

RS PMC Pekanbaru, Riau, Indonesia

pEnDaHuluan

Obesitas dan asma merupakan penyakit kronik yang diderita oleh jutaan orang. Pre-valensi kedua penyakit ini cenderung me-ningkat dari tahun ke tahun. Seorang de-wasa dikatakan menderita obesitas apabila memiliki indeks massa tubuh (IMT) ≥ 30 kg/mm2.1 Prevalensi obesitas pada dewasa di Amerika Serikat adalah sebesar 33,8% pada tahun 2008. Wanita (35,5%) lebih ba-nyak menderita obesitas dibandingkan pria (32,2%).2

Asma adalah kelainan inflamasi kronik sa-luran napas dengan banyak sel dan elemen seluler yang berperan. Inflamasi kronik ini berhubungan dengan hiperreaktivitas salur-an napas dan penyempitan lumen saluran napas, yang menyebabkan episode wheez-ing berulang, sesak napas, rasa tertekan di dada, dan batuk terutama pada malam dan dini hari. Episode ini bervariasi dan sering reversibel, baik spontan maupun dengan pengobatan.

Prevalensi asma adalah 1%-18% dari selu-ruh populasi di berbagai negara.3 Selama periode 2001-2003, terdapat 20 juta orang menderita asma setiap tahunnya di Amerika Serikat; terdiri dari 6,2 juta anak-anak (usia <18 tahun) dan 13,8 juta dewasa. Prevalen-

si asma di Amerika Serikat juga mengalami peningkatan dari 3,1% pada tahun 1980 menjadi 5,6% di tahun 1995, dan pada 2004 menjadi 7,1%.4

Beberapa tahun terakhir, banyak peneli-tian yang menerangkan hubungan antara asma dengan perubahan pola diet dan obesitas. Meskipun penyebab pasti yang menghubungkan keduanya belum ditemu-kan, data epidemiologi menjelaskan bahwa obesitas mengawali terjadinya asma, me-ningkatkan prevalensi dan derajat penyakit, serta menurunkan efikasi obat yang digu-nakan dalam terapi.5

Penelitian Castro-Rodriguez, dkk menemu-kan bahwa anak perempuan berusia 6-11 ta-hun yang overweight dan obesitas memiliki kemungkinan 5,5 sampai 7 kali untuk men-derita asma pada usia 11-13 tahun, diban-dingkan dengan anak yang memiliki IMT normal.6 Sedangkan penelitian Golden, dkk menemukan penurunan respons ter-hadap beclomethasone pada pasien asma yang obesitas.7

HipotEsis HuBunGan oBEsitas Dan asMa

1. obesitas dan fungsi paruObesitas memiliki efek mekanik yang pen-

ting untuk perubahan fisiologi paru; gejala yang timbul mirip asma. Obesitas menye-babkan penurunan sistem komplians paru, volume paru, dan diameter saluran napas perifer. Akibatnya, terjadi peningkatan hi-perreaktivitas saluran napas, perubahan volume darah pulmoner, dan gangguan fungsi ventilasi perfusi.

Penurunan sistem komplians paru pada obesitas disebabkan oleh penekanan dan infiltrasi jaringan lemak di dinding dada, serta peningkatan volume darah paru. Disp-neu merupakan gejala akibat terganggunya sistem ini. Selain itu, pada penderita obe-sitas aliran udara di saluran napas terbatas, ditandai dengan menurunnya nilai FEV1 dan FVC yang umumnya terjadi simetris. Penurunan volume paru berhubungan de-ngan berkurangnya diameter saluran napas perifer menimbulkan gangguan fungsi otot polos saluran napas. Hal ini menyebabkan perubahan siklus jembatan aktin-miosin yang berdampak pada peningkatan hiper-reaktivitas dan obstruksi saluran napas.5,8

2. obesitas dan Mediator inflamasiJaringan adiposit memproduksi sejumlah molekul pro-inflamasi yang berperan da-lam sistem imun seperti interleukin (IL)-6, eotaxin, tumor necrosis factor (TNF)-α, transforming growth factor (TGF)-β1, lep-

aBstRak

Obesitas dan asma merupakan penyakit kronik yang prevalensinya cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Bebe-rapa penelitian menunjukkan bahwa peningkatan indeks massa tubuh (IMT) meningkatkan risiko terjadinya asma. Be-berapa faktor menjelaskan hubungan antara obesitas dan asma. Obesitas menyebabkan penurunan sistem komplians paru, volume paru, dan diameter saluran napas perifer. Akibatnya, terjadi peningkatan hiperreaktivitas saluran napas, perubahan volume darah pulmoner, dan gangguan fungsi ventilasi perfusi. Peningkatan jaringan adiposit pada pende-rita obesitas menyebabkan bertambahnya produksi sel-sel dan mediator inflamasi yang turut berperan untuk terjadinya asma. Studi genomik membuktikan bahwa terdapat gen-gen yang menjadi penghubung antara obesitas dan asma. Selain itu, faktor hormonal dan diet merupakan faktor risiko terjadinya asma pada obesitas. Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk menemukan penyebab pasti hubungan obesitas dan asma.Kata kunci: obesitas, asma, indeks massa tubuh

36

tinjauan Pustaka

CDK-189/ vol. 39 no. 1, th. 2012

Page 2: obesitas dan asma

tin, dan adiponektin. Pada penderita obe-sitas produksi molekul-molekul tersebut meningkat sehingga menimbulkan res-pons inflamasi sistemik. Berikut informasi mengenai molekul-molekul yang berperan pada patogenesis asma.5

a. il-6Sel adiposit memproduksi IL-6 dan kadarnya berkorelasi dengan massa le-mak tubuh total. Kadar IL-6 yang me-ningkat berhubungan dengan stimulasi terhadap histamin, IL-4, TNF-α, dan IL-1. Stimulasi terhadap IL-4 akan me-ningkatkan produksi IgE yang berperan penting pada asma.9 IL-6 juga berperan untuk terjadinya fibrosis subepitelial sa-luran napas, yang merupakan kunci ter-jadinya remodeling saluran napas pada asma.9,10

b. EotaxinEotaxin merupakan kemokin yang berperan dalam migrasi eosinofil dari darah ke saluran napas sehingga me-nimbulkan respons inflamasi pada pen-derita asma.11 Eotaxin pada manusia disekresikan oleh sel endotel, fibroblas, makrofag, sel epitel bronkus bersilia dan tidak bersilia, sel otot polos, kon-drosit, dan eosinofil. Ditemukan bahwa jaringan adiposit juga mensekresikan eotaxin dan kadarnya meningkat baik pada tikus percobaan maupun manu-sia yang obesitas. Selain itu percobaan penurunan berat badan pada manu-sia menyebabkan menurunnya kadar eotaxin plasma. Hal ini membuktikan bahwa kadar eotaxin yang meningkat pada obesitas akan meningkatkan risiko seseorang menderita asma.12

c. tnf-α TNF-α juga dihasilkan oleh sel adiposit dan kadarnya berhubungan langsung dengan massa lemak tubuh. Selain itu, diketahui bahwa pada asma terjadi pe-ningkatan kadar TNF-α yang mening-katkan produksi sitokin T helper (Th)-2 yakni IL-4 dan IL-6 di epitel bronkus.5

d. tGf- β1Pada asma, TGF-β1 dihasilkan oleh eo-sinofil dan makrofag. Sitokin ini menye-babkan terjadinya transformasi fibroblas menjadi miofibroblas dan berdampak terhadap remodeling saluran napas.13

e. leptinBanyak penelitian yang menyatakan

bahwa leptin merupakan faktor yang berperan dalam hubungan antara obesitas dan asma. Leptin merupakan hormon yang diproduksi oleh adiposit dan kadarnya meningkat pada pende-rita obesitas. Melalui pengaturan di hipotalamus, leptin berfungsi meng-atur asupan energi dan metabolisme tubuh. Selain itu, leptin memiliki peran dalam pengaturan respons inflamasi pada penderita obesitas yakni meng-atur proliferasi dan aktivasi sel T, pro-mosi angiogenesis, serta aktivasi sel monosit dan makrofag. Kadar leptin dalam darah dapat digunakan untuk memprediksi terjadinya asma pada anak.5

f. adiponektinAdiponektin memiliki peran sebagai an-ti-inflamasi termasuk di saluran napas. Pada obesitas terjadi penurunan kadar adiponektin serum sehingga memper-mudah terjadinya respons inflamasi, se-perti pada asma.5

3. faktor GenetikPolimorfisme genetik menyebabkan ter-dapatnya beberapa efek yang mungkin muncul pada satu gen. Selain itu, suatu gen yang terdapat pada satu region kromosom dapat pula menjadi penghubung antara satu penyakit dengan penyakit lainnya. Kandidat gen yang berperan pada obesitas dan asma terdapat pada region kromosom 5q, 6p, 11q13, dan 12q.5,8,9

a. kromosom 5qPada kromosom 5q terdapat kandi-dat gen ADRB2, NR3C1, dan GRL yang berhubungan untuk terjadinya asma dan obesitas. Polimorfisme gen ADRB2 menyebabkan peningkatan kadar IgE serum dan derajat serangan asma, gangguan respons terapi terha-dap pemberian β agonis, serta menye-babkan obesitas.8,9 Gen NR3C1 berpe-ran untuk respons inflamasi baik pada asma maupun obesitas.5,8 Sedangkan gen GRL berhubungan dengan pe-ningkatan derajat serangan asma, berkurangnya respons terhadap steroid pada pengobatan asma, dan terjadinya obesitas. 9

b. kromosom 6pKromosom 6p mengandung kandidat gen TNF-α yang berperan terhadap hi-

perreaktivitas saluran napas, asma, dan terjadinya obesitas. 5,8,9

c. kromosom 11q13Kromosom 11q13 memiliki dua kandi-dat gen yakni UCP2-UCP3 dan gen untuk reseptor IgE. UCP2-UCP3 mempengaruhi pengaturan metabo-lisme tubuh tetapi tidak berperan pada asma. Sebaliknya, gen reseptor IgE memiliki peran dalam respons in-flamasi sel Th-2 yang meningkat pada asma namun tidak berperan pada obesitas.5

d. kromosom 12qPada kromosom ini terdapat gen untuk sitokin inflamasi pada asma (IFN-γ, LTA4H, NOS-1) dan obesitas (STAT6, IGF1,CD36L1).5

4. HormonalBanyak penelitian membuktikan bahwa efek obesitas pada asma lebih sering terja-di pada wanita. Hal ini menjelaskan peng-aruh hormon seks terhadap kedua penya-kit tersebut. Penelitian Castro-Rodriguez, dkk menemukan bahwa anak perempuan overweight atau obesitas yang mengalami pubertas lebih awal berisiko lebih tinggi terhadap kejadian asma dibandingkan de-ngan anak perempuan yang memiliki IMT normal.

Ada dua hal yang menjelaskan pengaruh hormonal dalam hubungan obesitas dan asma. Pertama, obesitas mempengaruhi pengaturan hormon perempuan sehing-ga mempercepat pubertas. Pada keadaan ini, sel adiposit memproduksi estron (salah satu estrogen alami) dan leptin se-hingga kadarnya meningkat dalam darah. Kedua hormon ini memiliki peran untuk terjadinya asma. Hormon estrogen ber-peran mempengaruhi respons saluran na-pas terhadap β2 adrenergik, sedangkan leptin mempengaruhi respons inflamasi. Kedua, peningkatan hormon estrogen pada perempuan obes cenderung me-nyebabkan atopi. Hal ini karena hormon perempuan menyebabkan sel limfosit menyekresi lebih banyak IL-4 dan IL-13 sehingga meningkatkan produksi IgE. Meningkatnya kepekaan terhadap alergi pada anak perempuan yang obes men-jelaskan terjadinya asma.6

37

tinjauan Pustaka

CDK-189/ vol. 39 no. 1, th. 2012

Page 3: obesitas dan asma

5. DietKonsumsi makanan penderita obesitas cen-derung memiliki nilai nutrisi rendah tetapi tinggi lemak. Kadar vitamin A, C, E, karo-ten, riboflavin, piridoksin, zinc, dan magne-sium yang dikonsumsi berbanding terbalik dengan kadar lemak tubuh.

Rendahnya kadar zat-zat tersebut ber-pengaruh terhadap terjadinya asma. De-fisiensi zinc dan magnesium berhubungan dengan munculnya gejala asma dan hiper-reaktivitas bronkus. Selain itu, defisiensi zinc juga meningkatkan respons imun sel Th. Vitamin A, E, karoten, riboflavin, dan piridoksin diduga berhubungan dengan penurunan fungsi paru dan asma. Kadar

vitamin C yang rendah berhubungan de-ngan meningkatnya prevalensi asma pada anak dan dewasa, gejala respirasi, serta hi-perreaktivitas bronkus. Suplementasi vita-min C menunjukkan terjadinya penurunan derajat serangan dan frekuensi asma, bronkospasme yang diinduksi oleh aktivi-tas, dan respons saluran napas terhadap metakolin.

Nutrien lain yang berhubungan untuk ter-jadinya asma adalah natrium (Na). Pada obesitas terjadi retensi Na akibat produksi angiotensin II oleh adiposit dan leptin yang menimbulkan efek simpatis langsung pada sistem renal. Beberapa penelitian mene-mukan bahwa peningkatan Na berhubung-

an dengan peningkatan reaktivitas saluran napas, tetapi penelitian lain tidak menemu-kan hal ini. Restriksi Na pada tiga uji klinik memperbaiki respons saluran napas, FEV1, dan gejala asma. 9

siMpulanObesitas merupakan salah satu pe-nyebab meningkatnya prevalensi asma. Terdapat beberapa hipotesis yang men-ghubungkan keduanya meliputi hubung-an fungsi paru, seluler, genetik, hor-monal, dan diet atau lingkungan. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan skala yang lebih besar untuk menentu-kan penyebab pasti hubungan obesitas dan asma.

DaftaR pustaka

National Institutes of Health (NIH) NHLBI. Clinical guidelines on the identification, evaluation, and treatment of overweight and obesity in adults: the evidence report. 1. NIH Report 98-4083, 1998.Flegal KM, Carroll MD, Odgen CL, Curtin LR. Prevalence and trends in obesity among US adults, 1999-2008. JAMA 2010; 303(3): 235-41.2. Global Initiative for Asthma. Global strategy for asthma management and prevention. NHLBI/WHO workshop report. US National Institutes of Health, 2009 (update).3. Moorman JE, Rudd RA, Johnson CA et al. National surveillance for asthma-united states,1980-2004. Dalam: Surveillance Summaries October 19, 2007. MMWR. 2007; 4. 56 (SS08): 1-14.Delgado J, Barranco P, Quirce S. Obesity and asthma. J Investig Allergol Clin Immunol.2008; 18(6): 420-25.5. Castro-Rodriguez JA, Holberg CJ, Morgan WJ, Wright AL, Martinez FD. Increased incidence of asthma like symptoms in girls who become overweight or obese during 6. the school years. Am J Respir Crit Care Med. 2001; 163: 1344-9.Peters-Golden M, Swern A, Bird SS, Hustad CM, Grant E, Edelman JM. Influence of body mass index on the response to asthma controller agents. Eur Respir J. 2006; 7. 27: 495-503.Beuther DA, Weiss ST, Sutherland ER. Obesity and asthma. Am J Respir Crit Care Med. 2006; 174: 112-9.8. Tantisira KG, Weiss ST. Complex interactions in complex traits: obesity and asthma. Thorax. 2001; 56: ii64-ii74.9. Elias JA, Zhu Z, Chupp G, Homer RJ. Airway remodelling in asthma. J Clin Invest. 1999; 104(8): 1001-6.10. Busse W, Lemanske RF. Asthma. N Engl J Med.2001; 344(5): 350-62.11. Vasudevan AR, Wu H, Xydakis AM et al. Eotaxin and obesity. J Clin Endocrinol Metab. 2006; 91(1): 256-61.12. Naning R, Darmawan MT. Airway remodelling in asthma. Paediatrica Indon. 2001; 41 (5-6): 125-31.13.

38

tinjauan Pustaka

CDK-189/ vol. 39 no. 1, th. 2012