Obat Degenerasi SSP

76
OBAT-OBAT PENYAKIT DEGENERASI SUSUNAN SARAF PUSAT PENYAKIT PARKINSON Parkinson : - Bradikinesia (gerakan yang lamban) - Rigiditas otot - Tremor pada saat istirahat (yang biasanya menghilang saat melakukan gerakan volunter) - Kelainan postur tubuh yang dapat menyebabkan gait maupun jatuh Penyebab utama parkinsonisme idiopatik Patofisiologi Defisit utama yang terjadi dalam penyakit Parkinson ialah hilangnya neuron di substansia nigra pars kompakta sebagai

description

obat

Transcript of Obat Degenerasi SSP

Page 1: Obat Degenerasi SSP

OBAT-OBAT PENYAKIT DEGENERASI

SUSUNAN SARAF PUSAT

PENYAKIT PARKINSON

Parkinson : - Bradikinesia (gerakan yang lamban)

- Rigiditas otot

- Tremor pada saat istirahat (yang biasanya

menghilang saat melakukan gerakan volunter)

- Kelainan postur tubuh yang dapat menyebabkan gait

maupun jatuh

Penyebab utama parkinsonisme idiopatik

Patofisiologi

Defisit utama yang terjadi dalam penyakit Parkinson ialah

hilangnya neuron di substansia nigra pars kompakta sebagai

penyediaan inervasi dopaminergik ke daerah striatum (kaudatus

dan putamen).

Biosintesis Dopamin. Dopamin sebgai katekolamin disintesis

dalam terminal neuron dopaminergik yang asalnya dari tirosin.

Tirosin ini ditransportkan melewati Blood Brain Barrier melalui

proses aktif (gambar 22-3 dan 22-4). Rata-rata langkah pembatasan

Page 2: Obat Degenerasi SSP

sintesis dopamin ini ialah melalui konversi L-tyrosine menjadi L-

dihiydroxylphenylalanine (L-DOPA), yang dikatalisa oleh enzim

tyrosine hydroxylase yang berada di neuron katekolaminergik. L-

DOPA berulang-ulang dikonversi menjadi dopamin melalui L-

aminoacid decarboxlase aromatik. Pada terminal saraf

dopaminergik, dopamin diambil oleh vesikel dengan cara transpor

protein; proses ini diblok oleh reserpine sehingga resepin dapat

menyebabkan deplesi dopamin. Pelepasan dopamine dari terminal

saraf terjadi melalui eksositosis vesikel presinaps di mana proses

ini dipicu oleh depolarisasi sehingga Ca2+ dapat masuk. Ketka

dopamin sudah berada di celah sinaps, aksinya dapat dihentikan

melalui reuptake dopamin oleh membran pembawa protein, suatu

proses yang dilawan oleh obat-obatan seperti kokain. Cara lain

ialah degradasi dopamin oleh MAO dan Catechol-o-

methyltransferase (COMT) yang akan menghasilkan 2 buah

produk metabolik yakni 3,4-dehydroxyphenyl—acetic acid

(DOPAC) dan 3-methoxy-4-hydroxyphenylacetic acid (HVA).

Pada manusia HVA merupakan produk primer dari metabolisme

dopamin (Coiper et al.,1996).

Reseptor Dopamin. Aksi dopamin di otak diperantarai oleh

reseptor protein dopamin (gambar 22-5). Dengan penggunaan

teknik farmakologis, terdapat dua tipe reseptor dopamin. Reseptor

Page 3: Obat Degenerasi SSP

D1 akan menstimulasi sintesis second messenger cyclic AMP

intrasel dan reseptor D2 menghambat sintesis cAMP serta

mengurangi Ca2+ current dan mengaktivasi receptor-operated K+

current. Aplikasi genetika molekuler dalam studi reseptor dopamin

telah mengungkapkan bentuk reseptor dopamin yang lebih

kompleks dibanding yang sebelumnya diketahui. Saat ini, terdapat

lima reseptor dopamin yang diketahui keberadaannya (lihat Jarvie

dan Caron, 1993, dan bab 12). Reseptor dopamin memiliki

keunggulan struktural tertentu, termasuk kehadiran 7 segmen α-

helikal yang mampu memperketat membran sel. Adanya struktural

ini memasukkan reseptor dopamin ke dalam superfamili dari

reseptor protein dalam 7 regio transmembran, di mana di dalamnya

termasuk reseptor neural penting seperti reseptor β-adrenergik,

reseptor olfaktoris, dan pigmen visual rhodopsin. Semua anggota

superfamili ini beraksi melalui pengikat protein nukleotida guanin

(G Protein; lihat bab 2).

Kelima resepor dopamin ini dapat dibagi ke dalam dua grup atas

dasar farmakologis dan strukturalnya (gambar 22-5). Protein D1dan

D5 memiliki ekor terminal karboksi entrasel yang panjang dan

merupakan anggota khas D1; mereka menstimulasi pembentukan

cAMP dan hidrolisis phosphatidyl inositol. Reseptor D2, D3, dan D4

sebagai ‘loop’ intrasel ketiga yang besar dan berada di kelas D2.

Mereka menurunkan formasi cAMP dan memodulasi tegangan K+

Page 4: Obat Degenerasi SSP

dan Ca2+. Masing-masing dari kelima reseptor dopamin ini

memiliki pola ekspresi anatomi yang berbeda di otak. Protein D1

dan D2 yang berlimpah pada striatum merupakan reseptor

terpenting sehubungan dengan penyebab dan terapi dari penyakit

Parkinson. Protein D4dan D5 sebagian besar terletak di

ektrastriatal, sementara ekspresi D3 rendah di daerah kaudatus dan

putamen tetapi lebih berlimpah pada nukleus aeumheus dan

tuberkel olfaktoris.

Mekanisme persarafan Parkinsonisme. Usaha-usaha telah

dilakukan dalam mencari pengertian mengenai bagaimana

hilangnya input dopaminergik ke neuron neostriatum dapat

menimbulkan gejala klinik Parkinson (untuk tinjauan lihat Albin et

al. 1989; Mink dan Thach, 1993; dan Widiman dan De Long,

1993). Ganglia basal dapat dilihat sebagai “modulatory side loop”

yang meregulasi jalannya informasi dari korteks serebral ke motor

neuron medula spinalis (gambar 22-6). Neostriatum adalah bagian

ganglia basal yang menerima input dari berbagai area di korteks.

Sebgaian besar neuron yang berada di striatum merupakan neuron

proyeksi yang menginervasi struktur ganglia basal lainnya.

Terdapat sebuah grup neuron kecil yang penting yaitu interneuron

yang menyambungkan antar neuron di striatum namun tidak

memproyeksikan saraf-saraf di luar daerahnya. Asetilkolin sama

halnya seperti neuropeptida digunakan sebgaai transmiter oleh

Page 5: Obat Degenerasi SSP

interneuron striatal. Arus keluar striatum melanjutkan diri melalui

dua rute yang berbeda dikenal sebagai jalur langsung dan jalur

tidak langsung. Jalur langsung dibentuk oleh neuron-neuron di

striatum yang bersambungan langsung dengan ke empat keluaran

basal ganglia, substansia nigra pars reticulata (SNpr) dan globus

palidus medial (MGP); relai ke ventroanterior dan ventrolateal

thalamus, yang menyediakan input eksitatoris ke korteks.

Neurotransmiter dan kedua perhubungan tersebut adalah gamma-

aminobutyric acid (GABA), yang bersifat inhibitoris, sehingga

efek murni dari stimulasi jalur direk dalam level striatum ialah

untuk meningkatkan outflow eksitatoris dari thalamus ke korteks.

Jalur indirek terbentuk dari neuron-neuron striatal yang

memproyeksikan globus palidus lateral (LGP). Struktur ini pada

akhirnya kaan mempersarafi Nukleus Subthalamus (STN), yang

menyebabkan tersedianya tempat outflow ke SNpr dan MGP.

Seperti halnya jalur direk, dua perhubungan yang pertama –

Projeksi striatum ke LGP atau LGP ke STN- menggunakan

transmisi inhibitoris GABA; namun, perhubungan utama/terakhir –

projeksi dari STN ke SNpr dan MGP – adalah merupakan jalur

eksitatoris glutamanergik. Dan hasil efek keseluruhan atas

stimulasi jalur indirek sebatas level striatum yaitu pengurangan

outflow eksitatoris dari thalamus ke korteks serebri. Kunci utama

mengetahui fungsi basal ganglia dihubungkan dengan gejala yang

Page 6: Obat Degenerasi SSP

timbul pada penyakit Parkinson akibat kurangnya neuron

dopaminergik ialah efek diferential dopamin pada jalur direk dan

indirek (gambar 22-7). Neuron dopaminergik substansia nigra pars

compakta (SNpc) mensarafi seluruh bagian striatum; namun,

neuron target di striatal memiliki ekspresi tipe-tipe reseptor

dopamin yang berbeda. Ekspresi utama untuk jalur direk ialah

Protein reseptor dopamin D1 yang eksitatoris sementara ekspresi

untuk jalur indirek ialah D2 tipe inhibitoris. Selanjutnya, dopamin

yang dilepaskan dari striatal cenderung akan meningkatkan

aktivitas jalur direk dan mengurangi aktivitas jalur indirek,

sementara deplesi dopamin pada penyakit Parkinson menyebabkan

efek yang sebaliknya. Efek yangterjadi akibat kuangnya input

dopamin pada Parkinson yaitu meningkatkan aktivitas inhibisi

outflow SNpr dan MGP ke thalamus serta mengurangi eksitasi

korteks motorik.

Modal dari fungsi basal ganglia ini memiliki implikasi yang

penting dalam pembuatan serta penggunaan obat farmakologis

untuk penyakit Parkinson: Pertama untuk mengembalikan

keseimbangan sistem dengan cara menstimulasi reseptor dopamin,

dengan memanfaatkan efek komplementer dari reseptor D1 dan D2

dengan pertimbangan adanya efek samping yang dapat terjadi

akibat resepor D3, D4, dan D5. Kedua, mengganti dopamin bukan

merupakan satu-satunya pendekatan dalam terapi Parkinson. Obat-

Page 7: Obat Degenerasi SSP

obat yang menghantar reseptor kolinergik telah lama digunakan

dalam mengobati Parkinsonisme. Meskipun mekanisme aksinya

belum sepenuhnya dimengerti namun tampaknya efek kerjanya

ialah pada level neuron proyeksi striatal yang secara normal

menerima input kolinergik dari interneuron kolinergik striatal. Tak

ada ob yang berguna untuk mengobati Parkinsonisme yang cara

kerjanya berdasarkan aksi reseptor GABA dan glutamat, meskipun

keduanya juga memiliki peran penting di dalam ganglia basalis.

Meski demikian, keduanya menjanjikan untuk pengembangan obat

(Greenamyre and O’Brien, 1991).

Penanganan Penyakit Parkinson

Obat medikasi yang umumnya dipakai untuk terapi penyakit

Parkinson dirangkum dalam tabel 22-1.

Levadopa. Levadopa (L-DOPA, LORODOPA, DIOPAR, L-3,4-

dihydroxyphenylalanine), merupakan prekursor metabolik untuk

dopamin, merupakan agen tunggal yang paling efektif dalam

pengobatan Parkinson. Levadopa sendiri bekerja lamban, efek

terapi maupun efek samping merupakan hasil dari dekarboksilasi

levadopa menjadi dopamin. Jika digunakan secara oral, levadopa

diabsorbsi oleh usus halus dengan jalan sistem transport aktif

untuk asam amino aromatik. Konsentrasi obat ini di dalam plasma

biasanya berada antara 0,5 sampai 2 jam setelah dosis oral. Paruh

Page 8: Obat Degenerasi SSP

hidup di dalam plasma rendah (1 sampai 3 jam). Rata-rata dan

tingkat absorbsi levadopa bergantung pada waktu rata-rata

pengosongan lambung, pH keasaman lambung, dan jangka waktu

di mana obat tersebut terpapar dengan enzim-enzim degradasi di

lambung dan mukosa intestinal. Kompetisi absorbsinya di usus

halus dngan asam-asam amino menyebabkan efek tertentu dalam

absorbsi levadopa; levadopa yang diberi bersama-sama dengan

waktu makan akan menunda penyerapan dan mengurangi

konsentrasinya dalam plasma. Pemasukan obat ini ke SSP melalui

sawar darah otak juga menggunakan proses akti oleh carrier asam

amino aromatik, dan kompetisi antara protein dan levadopa juga

berlangsung pada level ini. Levadopa dikonversi menjadi dopamin

melalui cara dekarboksilasi, terutama di antara terminal-terminal

presinaptik neuron dopaminergik pada striatum Dopamin yang

diproduksi bertanggung jawab terhadap efektivitas dari obat.

Setelah pelepasannya, maka ia akan ditransport kembali ke

terminal dopaminergik melalui mekanisme uptake presinaptik atau

oleh aksi metabolisme MAO dan COMT (Mouradian dan Chase,

1994).

Dalam praktek modern, levadopa selalu dikombinasikan dengan L-

amino acid decarboxylated seperti carbidopa atau benserazide.

Levadopa yang diberikan secara tunggal akan didekarboksilasi

oleh enzim mukosa usus dan oleh daerah perifer lainnya, akibatnya

Page 9: Obat Degenerasi SSP

hanya sedikit obat yang tidak berubah yang dapat mencapai

sirkulasi otak dan mungkin kurang dari 1% yang dapat

mempenetrasi SSP. Hal lain yang terjadi ialah levadopa yang

berdar dalam sirkulasi sudah mengalami konversi perifer akan

menghasilkan efek-efek yang tidak diinginkan, biasanya muntah.

Inhibisi dekarboksilasi perifer akan menyebabkan peningkatan

fraksi levadopa yang tidak dimetabolisir dan mampu melewati

sawar darah otak dan akan mengurangi efek samping

gastrointestinal. Pada kebanyakan individu, dosis per hari

sebanyak 75 mg carbidopa sudah cukup untuk mencegah

terjadinya nausea. Oleh karena alasan ini, obat yang paling sering

diresepkan untuk Carbidopa/Levadopa (SINEMET, ATAMET)

ialah bentuk 25/100, di mana isinya adalah 25 mg carbidopa dan

100 mg levadopa. Dengan formulasi ini, jadwal pemberian tiga

tablet atau lebih sudah cukup untuk menginhibisi dekarboksilase.

Sangat jarang seseorang membutuhkan dosis besar carbidopa

untuk minimalisasi efek samping gastrointestinal, juga dengan

pemberian carbidopa suplemental (LODOSYN) sendiri dapat

bermanfaat.

Terapi Levadopa dapat berefek dramatis kepada tanda dan gejala

parkinson. Perbaikan terhadap tremor, rigiditas, dan bradikinesia

dapat sempurna apabila pemberian terapi dalam awal perjalanan

penyakit Parkinson. Pada Parkinson awal, efek levadopa yang

Page 10: Obat Degenerasi SSP

menguntungkan dapat melampaui paruh hidup obat di plasma, oleh

karena sistem dopamin nigrostriatal memiliki kapasitas

penyimpanan dopamin prinsip untuk menghindari penggunaan

levadopa jangka panjang ialah karena dalam penggunaan jangka

panjang kemampuan penyimpanan dopamin berangsur menghilang

juga status motor pasien akan berfluktuasi dramatis setiap dosis

pemberian levadopa. Masalah yang terjadi ialah adanya ‘fenomena

wearing off’ di mana pemberian dosis efektif levadopa akan

memperbaiki mobilitas untuk beberapa waktu sampai 1-2 jam,

tetapi rigiditas dan akinesia akan kembali selama interval dosis.

Meningkatkan dosis dan frekuensi pemberian dapat memperbaiki

situasi ini, tetapi hal ini juga terbatas oleh karena terbentuknya

diskinesia, eksesif serta gerakan-gerakan abnormal. Diskinesia

dapat dilihat lebih sering jika konsentrasi levadopa tinggi di dalam

plasma, meski pada individu tertentu diskinesia ataupun distonia

dapat terpicu apabila konsentrasinya meningkat maupun menurun.

Pergerakan-pergerakan ini menjadi tidak menyenangkan dan

menghambat sama halnya seperti rigiditas dan akinesia pada

Parkinson. Pada tahap lebih lanjut, penderita dapat berfluktuasi

dari menjadi ‘off’, tanpa efek menguntungkan pada terapi atau

menjadi ‘on’ tetapi dengan munculnya diskinesia yang

menghambat, di mana situasi ini disebut ‘fenomena on/off’.

Page 11: Obat Degenerasi SSP

Bukti terkini menemukan bahwa terjadinya induksi fenomena

on/off dan diskinesia bisa oleh karena proses adaptasi terhadap

variasi kadar levadopa antara otak dan plasma yang berbeda.

Proses adaptasi ini terlihat kompleks termasuk di dalamnya alterasi

terhadap ekspesi reseptor dopamin tapi bukan hanya itu saja

namun juga terjadi perubahan downstream sampai ke neuron post

sinaps striatal termasuk perubahan/terjadinya modifikasi reseptor

NMDA glutamat (Mouradian dan Chase, 1994; Chase, 1998).

Saat kadar levadopa dipertahankan dengan cara menggunakan

infus intravena, maka terjadinya diskinesia dan fluktuasi dapat

berkurang drastis, sehingga perbaikan klinis dapat dipertahankan

untuk beberapa hari berselang meskipun sudah menggunakan dosis

oral levadopa. (Mouradian et al.,1990; Chae et al.,1994). Terdapat

formulasi sustained release yang berisi carbidopa/levadopa dalam

bentuk erodable wax matrix (SINAMEX CR) yang dipasarkan

sebagai usaha untuk menghasilkan kadar plasma levadopa yang

lebih stabil secara oral dibandingkan carbidopa/levadopa yang

standar. Formula ini sangat membantu pada kasus-kasus tertentu

namun absorbsi dari formula ini tidak sepenuhnya dapat diprediksi.

Teknik lain yang dipergunakan untuk mencegah fenomena on/off

ialah dengan cara menghitung jumlah dosis total

carbidopa/levadopa dalam sehari kemudian membaginya dalam

jumlah yang sama besar untuk setiap dua jam pemberian.

Page 12: Obat Degenerasi SSP

Pertanyaan penting yang belum terjawab pada pemberian

levadopa pada Parkinson ialah apakah pengobatan ini dapat

mengubah arah perjalanan penyakit dibandingkan hanya

mengobati gejala (Agit et al.,1998). Dua aspek yang dilihat dalam

pengobatan levadopa dan outcome PD dipermasalahkan di sini.

Pertama, apabila produksi radikal bebas yang berasal dari

metabolisme dopamin adalah penyebab matinya saraf nigrostriatal,

maka penambahan levadopa ditakutkan akan mempercepat proses

ini (Olanow, 1990) walaupun bukti-bukti kuat terjadinya hal ini

belum ada. Kedua, akan terjadi efek yang tidak diinginkan seperti

‘on/off’ dan ‘wearing off’ fenomena pada pasien yang diterapi

memakai levadopa, tetapi tidak diketahui jika penundaan terapi

dengan levadopa akan menghambat kemunculan efek ini (Fahn,

1999). Atas ketidakpastian ini, kebanyakan praktisi telah

mengadopsi pendekatan pragmatik, yaitu menggunakan levadopa

hanya ketika gejala Parkinson menyebabkan gangguan fungsional.

Selain terjadinya fluktuasi motoris dan nausea, terdapat juga efek

samping lain yang dapat terjadi pada pengobatan levadopa.

Umumnya efek samping yang terjadi yaitu adanya induksi

halusinasi dan konfusi. Efek samping ini biasanya muncul pada

orang lanjut usia serta pada mereka yang mengalami disfungsi

kognitif ‘pre-eksisting’ dan hal ini sering menghambat terapi yang

adekuat untuk gejala-gejala Parkinsonian. Agen antipsikotis

Page 13: Obat Degenerasi SSP

konvensional seperti fenotiazin sangat efektif melawan psikosis

akibat levadopa, namun obat ini dapat memperburuk penyakit

Parkinsonisme mungkin oleh karena kerja obat ini pada reseptor

D2. Cara baru saat ini ialah dengan menggunakan agen-agen

antipsikotik ‘atipikal’, dim ana agen ini tidak memperburuk

Parkinsonisme (lihat bab 20). Agen yang efektif ini ialah

Clozapine dan Quetiapine(Friedman dan Factor, 2000).

Dekarboksilasi perifer atas levadopa serta pelepasan dopamin ke

dalam sirkulasi dapat mengaktivasi reseptor-reseptor dopamin

dalam pembuluh darah sehingga menyebabkan hipotensi ortostatik.

Dopamin yang bekerja pada reseptor-reseptor α dan β-adrenergik

dapat menginduksi terjadinya aritmia jantung terlebih pada pasien-

pasien yang memiliki gangguan konduksi sebelumnya. Pemberian

levadopa bersama-sama dengan inhibitor MAO non-spesifik seprti

Phenelzine dan Tranylcypromine akan menyebabkan aksentuasi

kerja levadopa serta presipitasi krisis hipertensi dan hiperpireksia:

inhibitor MAO non-spesifik harus dihentikan ± 14 hari sebelum

pemberian levadopa (catatan bahwa larangan ini tidak terjasuk

inhibitor subtipe spesifik MAO-B Selegine karena dalam diskusi

sebelumnya, dapat diberi secara aman meski dikombinasikan

dengan levadopa). Efek withdrawal dari levadopa maupun

pengobatan-pengobatan dopaminergik lainnya dapat menyebabkan

Page 14: Obat Degenerasi SSP

“neuroleptic melignant syndrome” umumnya terjadi setelah

pengobatan antagonis dopamin (Keyser dan Rodnitzky, 1991).

Reseptor-reseptor agonis dopamin. Obat alternatif yang

digunakan selain levadopa ialah obat-obat agonis langsungterhadap

reseptor dopamin striatal. Hal ini adalah metode pendekatan baru

yang memiliki beberapa keuntungan oleh karena hasil konversi

enzimatik dari obat-obat ini lebih efektif kerjanya daripada

levadopa untuk pengobatan penyakit Parkinson tahap lanjut.

Levadopa mengaktivasi seluruh tipe reseptor dopamin otak

sedangkan obat-obat agonis reseptor dopamin relatif lebih selektif

terhadap tipe reseptor dopamin tertentu. Obat-obat agonis reseptor

dopamin memiliki jangka kerja lebih lama daripada levadopa dan

hal ini sangat berguna sehubungan dengan dosis yang

menyebabkan fluktuasi status motorik. Jika terbukti hipotesis

pembentukan radikal bebas akibat metabolisme dopamin dpat

menyebabkan kematian neuron itu benar, maka agonis reseptor

dopamin mestinya mampu mengurangi pelepasan dopamin

endogen sama halnya yang terjadi dengan pemebrian levadopa

eksogen (Goetz, 1990).

Terdapat 4 macam obat-obat agonis reseptor dopamin:

Bromocriptine (PARLODEL) dan Pergolide (PERMAX); dan

yang lebih baru Ropinirole (REQUIP) dan Pramipexole

(MIRAPEX). Bromocriptine dan Pergolide adalah derivat ergot

Page 15: Obat Degenerasi SSP

dan memiliki spektrum terapi serta efek samping yang hampir

sama. Bromocriptine adalah agonis kuat reseptor dopamin D2 dan

antagonis parsial reseptor D1 sedangkan Pergolide merupakan

agonis kuat kedua jenis reseptor. Ropinirole dan Pramipexole

(gambar 22-8) memiliki selektivitas hanya bekerja pada reseptor

D2 (lebih spesifik: bekerja pada reseptor D2 dan D3) dan sma sekali

kurang beraktifitas pada reseptor D1. Keempat macam obat ini

diserap dengan baik jika diberikan secara oral.

Lama kerja agonis dopamin biasanya lebih lama dibandingkan

dnegan lama kerja dari levadopa. Agonis dopamin ini juga efektif

untuk mengobati penderita yang telah terkena fenomena on/off.

Keempat obat ini juga menghasilkan halusinosis atau kebingungan,

hal ini sama dengan pada pemberian levadopa, dan juga dapat

memperburuk hipotensi ortostatik. Obat yang baru dan obat yang

lama memiliki perbedaan yang paling mendasar yaitu untuk

toleransi serta kecepatan titrasinya. Pemberian awal bromokriptine

atau pergolide dapat menyebabkan hipertensi berat, oleh karena

itu, keduanya diberikan dalam dosis rendah. Derivat ergot dapat

merangsang mual dan kelelahan pada pemberian awal. Gejala-

gejala ini biasanya terselubung tetapi untuk terjadinya dibutuhkan

penyesuaian peningkatan dosis perlahan-lahan dalam seminggu

atau kurang. Ropinirole dan Pramipexole dapat diberikan awal

lebih cepat, memperoleh dosis terapi dalam seminggu atau kurang.

Page 16: Obat Degenerasi SSP

Ropinirole dan Pramipexole kurang menyebabkan gangguan

gastrointestinal dibanding derivat ergot, namun obat ini dapat

memproduksi/menciptakan nausea dan kelelahan. Meski obat baru

ini sudah diterima luas di Amerika Serikat, namun data-data efek

jangka panjang dari obat ini masih kurang. Efek samping yang

dilaporkan dari obat pramipexole dan ropinirole ialah terjadinya

gangguan tidur dan adanya serangan tidur tiba-tiba saat melakukan

aktivitas sehari-hari (Frucht ex al.,1999). Efek ini tidak biasanya

terjadi, tetapi harus bijaksana untuk mengganti dengan terapi lain

apabila gejala-gejala ini muncul. Pengenalan obat Pramipexole dan

Ropinirole mengubah penggunaan klinik. Agonis-agonis dopamin

pada penyakit Parkinson. Toleransi yang baik terhadap agonis-

agonis selektif ini menyebabkan peningkatan penggunaan obat ini

sebagai terapi awal penyakit Parkinson dibanding menjadi

tambahan dari pemberian Levadopa. Perubahan ini disebabkan

oleh dua faktor: 1. Keyakinan bahwa agonis dopamin kurang

menginduksi efek on-off maupun diskinesia sehubungan dengan

durasi kerja obat yang lebih lama. 2. Kewaspadaan bahwa

levadopa berpengaruh atas stres oksidatif, sehingga mempercepat

hilangnya neuron dopaminergik. Penting diketahui bahwa hal ini

merupakan penemuan dlam eksperimentasi laboratorium sehingga

hanya terdapat bukti-bukti yang terbatas mengenai efeknya

terhadap penderita. Dua percobaan klinik terkontrol yang

Page 17: Obat Degenerasi SSP

membandingkan antara levadopa dan pramipexole atau ropinirole

untuk terapi awal penyakit Parkinson mengungkapkan bahwa

terjadi pengurangan fluktuasi rata-rata motorik penderita pada

pemberian agonis sehingga semakin mendongkrak obat ini untuk

dipergunakan dalam klinis (Parkinson Study Group, 2000; Rascol

et al,. 2000).

Inhibitor COMT. Kelas obat yang akhir-akhir ini telah

dikembangkan untuk mengobati Parkinson ialah inhibitor enzim

Catechol-O-Methyltransferase (COMT). COMT dan MAO

bertanggung jawab atas katabolisme levadopa dan dopamin.

COMT mentransferkan grup metil dari donor S-adenosyl-L-

methionine serta memproduksi senyawa 3-O-methyl DOPA (dari

levadopa) yang tidak aktif secara farmakologis, dan juga senyawa

3-methoxytyramine (dari dopamine) (gambar 22-9).

Sebagai konsumsi oral, maka hampir 99% obat tersebut

dikatabolisir dan tidak menjangkaui otak.

Mayoritas obat ini dikonversi asam amino-L-dekarboksilase

aromatik (AAD) menjadi dopamin yang menyebabkan nausea dan

hipotensi. Pemberian AAD seperti misalnya carbidopa akan

mengurangi terbentuknya dopamin namun menambah jumlah

fraksi levadopa yang dimetilasi oleh COMT. Cara kerja inhibitor

COMT yaitu dengan memblok konversi levadopa menjadi 3-O-

Page 18: Obat Degenerasi SSP

metil DOPA di perifer, meningkatkan paruh hidup levadopa dalam

plasma juga setiap dosis yang mencapai SSP (Goetz, 1998).

Ada dua inhibitor COMT tersedia di Amerika Serikat, tolcapone

(TASMAR) dan entacapone (COMTAN). Kedua agen ini telah

mengalami double blind trial dengan adanya pengurangan gejala

klinik wearing off pada penderita yang diberikan levadopa

Carbidopa (Parkinson Study Group, 1997; Kurbh et al.,1997).

Meskipun besarnya efek klinis maupun mekanisme aksinya serupa,

namun keduanya dibedakan atas farmakokinetis dan efek samping

yang ditimbulkannya. Tolcapone relatif bekerja jangka panjang,

diberi dua sampai tiga kali sehari, dan kerja dari Entacapone ialah

cukup singkat, sekitar 2 jam sehingga biasanya diberikan secara

simultan dalam setiap dosis levadopa/carbidopa. Kerja entacapone

ialah inhibisi COMT di perifer. Efek samping yang biasanya

timbul sama dengan pada mereka yang memakai

levadopa/carbidopa sendiri, yaitu nausea, hipotensi ortostatik, dan

vivid dreams, konvulsi serta halusinasi. Efek samping yang penting

yang dapat terjadi karena obat tolcapone adalah hepatotoksisitas.

Dalam percobaan klinis, sampai 2% pasien yang diterapi akan

mengalami kenaikan serum alanin transferase dan aspartat

transaminase; setelah dipasarkan, ditemukan tiga kasus fatal

terjadinya kegagalan hepatik fulminan. Sekarang ini, tolcapone

hanya bisa diberikan apabila terapi lain tidak berespon dan harus

Page 19: Obat Degenerasi SSP

dilakukan penmantauan terhadap kemungkinan cedera hepatik.

Entracapone tidak menimbulkan hepatotoksisitas dan juga tidak

membutuhkan pemantauan khusus.

Selegeline. Dua isoenzim MAO mengoksidasi monoamino. Meski

kedua isoenzim (MAO-A dan MAO-B) berada di perifer, juga

monoamin inaktif asalnya dari intestinal, tapi dominasi isoenzim

MAO-B berada di striatum dan bertanggung jawab atas

kebanyakan metabolisme oksidatif dopamin di striatum. Dalam

dosis yang rendah sampai moderat, (10 mg/hari atau kurang)

selegeline (ELDEPRYL) merupakan inhibitor selektif MAO-B,

dapat menyebabkan inhibisi yang reversibel enzim tersebut

(Olanow, 1993). Tidak seperti inhibitor MAO non spesifik (seperti

phenelzine, tranylcypromine, dan isocarboxacide), selegiline

diberikan bersama levadopa. Selegiline juga tidak menyebabkan

potensiasi letal terhadap aksi katekolamine pada pasien yang

mendapatkan inhibitor MAO non spesifik yang didapatkan secara

tidak langsung yaitu melalui amina simptomatik seperti tiramine

yang dapat ditemukan di bahan makanan seperti keju dan anggur

tertentu. Pemberian selegiline dengan dosis yang lebih tinggi dari

10 mg per hari dapat menyebabkan inhibisi MAO-A dan hal

tersebut harus dihindarkan.

Page 20: Obat Degenerasi SSP

Selegiline telah digunakan beberapa tahun terakhir untuk

mengobati simtomatik penyakit Parkinson meskipun efek terapinya

hanya sedang saja. Kegunaan selegiline diduga menghambat

perombakan dopamin yang berada di striatum. Karena belakangan

ini banyak ketertarikan peran radikal bebas dan stres oksidatif,

maka pada patogenesis parkinson, diduga kemampuan selegiline

dalam menghambat metabolisme dopamin dapat memberikan sifat

neuroprotektif. Peran protektif selegiline pada idiopatik parkinson

telah dievaluasi berkala pada beberapa multisenter; penelitian ini

membuktikan efek simtomatik selegiline pada parkinson, namun

pada follow-up jangka panjang ditemukan kegagalan obat ini untuk

menghambat hilangnya neuron-neuron dompaminergik (Parkinson

Study Group, 1993).

Selegiline dapat ditoleransi oleh pasien dengan parkinson yang

ringan. Pada pasien dengan Parkinson lebih lanjut, selegiline dapat

menonjolkan reaksi efek sampingnya pada motorik serta kognitif

penderita. Metabolit selegiline termasuk di dalamnya adalah

amfetamin dan metamfetamin dapat menyebabkan ansietas,

insomnia, dan efek samping lainnya. Yang menarik, dapat

ditemukan pada selegiline dapat menyebabkan terjadinya stupor,

rigiditas, dan agitasi serta hipertermi setelah diberikan bersama-

sama dengan meperidine; dasar dari interaksi ini belum pasti. Juga

ditemukan laporan adanya efek samping antara pemberian

Page 21: Obat Degenerasi SSP

selegiline bersama-sama dengan antidepresan trisiklik dan anatara

selegiline dan inhibitor serotonin-reuptake.

Antagonis Reseptor Muskarinik. Obat antagonis reseptor

moskarinik asetilkolin telah umum digunakan dalam mengobati

Parkinson sebelum ditemukannya levadopa. Dasar biologis aksi

terapi dari obat ini belum dimengerti sepenuhnya. Tampaknya aksi

obat ini di neostriatum melalui reseptor yang biasanya

memperantarai respons inervasi kolinergik intrinsik, di mana

inervasi ini berasal terutama dari interneuron konergik di striatal.

Beberapa reseptor-reseptor kolinergik muskarinik telah dapat di-

cloning (Bab 7 dan 12); seperti reseptor dopamin, maka protein ini

memiliki 7 domain transmembran yang terhubung dnegan sistem

mesengger sekunder protein G. Lima subtipe reseptor muskarinik

yang telah diidentifikasi dengan empat reseptor dari kelimanya

dapat ditemukan di striatum meskipun lokasi distribusinya

berbeda-beda (Hersch et al., 1994). Beberapa obat dengan fungsi

antikolinergik yang sering digunakan pada Parkinson ialah

trihexyphenidyl (ARTANE, 2 sampai 4 mg, tiga kali sehari),

benztropine mesylate (COGENTIN, 1 sampai 4 mg, dua kali per

hari) dan diphenhydramine hydrochloride (BENADRYL, 25

sampai 50 mg, 3 sampai 4 kali per hari). Semua obat ini memiliki

aksi anti parkinson yang terutama berguna dalam terapi Parkinson

Page 22: Obat Degenerasi SSP

awal atau sebagai tambahan dalam pengobatan dopamimetik. Efek

samping dari obat ini adalah hasil dari kerja antikolinergiknya.

Kebanyakan masalah yang terjadi ialah efek sedasi dan konfusi

menta, biasanya pada orang lanjut usia. Mereka juga dapat

menyebabkan konstipasi, retensi urine, dan mengaburkan

penglihatan karena sikloplegia; obat ini harus digunakan dengan

hati-hati pada penderita glaucoma sudut sempit.

Amantadine. Amantadine (SYMMETREL), adalah agen antivirus

yang digunakan sebagai profilaksis untuk mengobati influenza A

(lihat Bab 50), namun memiliki aksi antiparkinsonian juga.

Mekanisme kerja dari amantadine belum jelas. Diduga bahwa obat

ini mungkin mengalihkan pelepasan dopamin atau re-uptakenya;

sifat antikolinerginya juga memberikan kegunaan dalam aksi

terapi. Amantadine dan senyawa yang mirip yaitu memantadine

memiliki aktivitas pada reseptor glutamat NMDA yang juga

berperan dalam aksi antiparkinson (stoof et al., 1992). Dalam kasus

apapun, efek dari amantadine pada Parkinson bersifat sedang. Obat

ini biasanya digunakan untuk terapi awal Parkinson ringan. Obat

ini juga dapat membantu sebagai tambahan pada pasien yang

mendapat levadopa dosis bervariasi. Amantadine bisanya diberikan

dalam besar dosis 100 mg dua kali sehari dan biasanya dapat

ditoleransi dengan baik. Dizzines, letargi, efek antikolinergik, dan

Page 23: Obat Degenerasi SSP

gangguan tidur, juga nausea serta vomiting dapat ditemukan,

namun apabila hal ini terjadi biasanya efeknya ringan saja dan

reversibel.

PENYAKIT ALZHEIMER

Tinjauan Klinis. Alzhemir menyebabkan gangguan kemampuan

kognitif yang bertahap namun perjalanannya tidak dapat

ditanggung-tanggung menjadi buruk. Gangguan dalam ingatan

jangka pendek biasanya menandakan gejala klinis awal, sementara

kemampuan untuk mengingat memori masa lalu relatif masih

dipertahankan. Dalam perjalanannya, tambahan gangguan kognitif

dapat terjadi, salah satunya ialah gangguan dalam kemampuan

berhitung, kemampuan visuospatial, dan gangguan penggunaan

perangkat ataupun objek yang biasanya digunakan penderita

(apraksia ideomotor). Tingkat kewaspadaan penderita tidak

terganggu hingga kondisi dari penyakit ini sudah dalam tahap

lanjut, atau apabila terjadi kelemahan motorik, meskipun

kontraktur ototlah sebagai penyebab paling umum dari tahap lanjut

penyakit ini. Kematian, biasanya terjadi oleh karena komplikasi

akibat imobilitas penderita misalnya karena pneumonia atau

embolisme paru yang biasanya terjadi dalam 6 sampai 12 tahun

sejak kemunculan awal dari penyakit ini. Mendiagnosis Alzheimer

Page 24: Obat Degenerasi SSP

harus didasarkan oleh penilaian klinis yang seksama dan didukung

dengan hasil pemeriksaan laboratorium yang cukup untuk dapat

membedakan penyakit ini dengan penyakit lainnya yang

menyerupai Alzheimer; sekarang ini, tidak ada test langsung yang

dapat membuktikan penyakit ini.

Patofisiologi. Alzheimer dikenali oleh adanya atropi dari korteks

serebral dan hilangnya neuron-neuron di korteks maupun

subkorteks. Penanda patologis dari penyakit ini adlah plak senilis,

yang berbentuk sferis oleh karena akumulasi protein β-amiloid

beserta proses degenerasi saraf, dan juga neurofibrillary tangles,

terdiri dari filamn-filamen heliks dan protein-protein lainnya

(arnold et al., 1991; Arriagada et al.,1992; Braak dan Braak, 1994).

Meski jumlah kecil dari plak senilis dan neurofibrillary tangles ini

dapat diamati baik pada individu berintelektual biasa, namun plak

dan tangles ini ditemukan lebih banyak pada Alzheimer, dan

tangles yang benyak lebih berhubungan dengan beratnya gangguan

kognitif. Pada Alzeimer tingkat lanjut, plak senilis dan

neurofibrillary tangles cukup banyak. Mereka berada di

hipokampus dan daerah asosiasinya di korteks, sementara daerah-

daerah seperti korteks visual dan korteks motorik tidak terganggu.

Kejadian ini akan berkorespondensi dengan gejala-gejala klinik

berupa gangguan ingatan dan pemahaman abstrak, tanpa terjadinya

Page 25: Obat Degenerasi SSP

gangguan penglihatan serta pergerakan. Faktor-faktor yang

mendasari gangguan ini tidak diketahui.

Neurochemistry. Gangguan neurokimia yang muncul pada

Alzheimer telah dipelajari secara intensif (Johnston, 1992).

Analisis langsung dari isi neurokimia dalam korteks serebri

menunjukkan pengurangan substansi transmiter yang paralel

dengan hilangnya neuron; tarjadi serangan serta defisiensi

asetilkolin yang disproporsional. Dasar anatomis dari defisit

kolinergik ini ialah atrofi dan degenerasi dari neuron kolinergik

subkortikal, khususnya yang berada di basal forebrain (nukleus

basalis Meynert), neuron inilah yang memberikan inervasi

kolinergik ke seluruh bagian korteks serebral. Defisiensi selektif

dari asetilkolin pada Alzheimer seperti atropin dapat menginduksi

status konfusi yang membentuk adalnya demensia pada Alzheimer

ini, sehingga terdapat hipotesis kolinergik yang mengatakan bahwa

defisiensi asetilkolin adalah penting pada pembentukan gejala-

gejala Alzheimer (Perry, 1986). Meski konsep ini sebagai ‘sindrom

defisiensi kolinergik’ Parkinson menunjukkan kaitan yang

berguna, sangatlah penting diperhatikan bahwa pada defisit

penyakit Alzheimer kejadiannya lebih kompleks yang melibatkan

sistem neurotransmiter komleks termasuk serotonin, glutamat, dan

neuropeptida, dan pada Alzheimer terjadi destruksi korteks dan

Page 26: Obat Degenerasi SSP

hipokampal yang menerima input kolinergik dan bukan hanya

rusaknya saraf-saraf kolinergik saja.

Peranan β-Amiloid. Kehadiran agregat β-Amiloid selalu

ditemukan pada Alzheimer. Sampai saat ini, belum ada penjelasan

yang dapat menerangkan mengapa protein amiloid terhadap

perjalanan penyakit ataukah hanya produk perantara saja dalam

terjadinya kematian saraf. Aplikasi dari genetika molekular sedikit

membantu kita atas pertanyaan di atas. β-Amiloid yang diisolasi

dari otak terdiri atas 42 sampai 43 macam asam amino. Informasi

yang dibawa protein ini ialah perintah kloning protein prekursor

amiloid (APP), suatu protein yang lebih besar ukurannya terdiri

dari 700 asam amino yang diekspresikan oleh neuron otak yang

banyak diekspresikan oleh saraf otak pada individu normal

maupun pada penderita Alzheimer. Fungsi APP tidak diketahui

meskipun dapat dilihat secara struktural bahwa APP berfungsi

sebagai reseptor permukaan sel untuk ligan tertentu yang belum

teridentifikasi. Produksi β-Amiloid dari APP kemungkinan oleh

karena cleavage proteolitik abnormal terhadap enzim BACE (β-site

APP-cleaving enzyme). Hal ini di masa depan dapat dimanfaat

menjadi target terapi (Vassar et al., 1999).

Analisis struktur gen APP pada pedigree menunjukkan turunan

autosomal dominan pada Alzheimer pada keluarga tertentu,

Page 27: Obat Degenerasi SSP

ditemukan mutasi dari regio pembentukan β-Amiloid pada APP,

sedangkan pada keluarga lain, mutasi dari protein melibatkan juga

mutasi dari APP (selkoe, 1998). Hasil ini menunjukkan adanya

abnormalitas dari APP maupun mutasinya dapat menyebabkan

Alzheimer. Kebanyakan kasus Alzheimer yang tidak familial, dan

abnormalitas struktur APP maupun protein lain yang terlibat di

dalamnnya belum ditinjau secara konsisten pada kasus-kasus

Alzheimer yang menyebar secara sporadik. Seperti disebutkan

sebelumnya, protein alel apo E dapat mempengaruhi terjadinya

Alzheimer. Hal ini disimpulkan bahwa memodifikasi metabolisme

APP dapat mengubah arah kasus Alzheimer baik secara familial

maupun sporadiknya, namun tidak satupun strategi klinis sudah

dibuat. (whyte et al., 1994).

Terapi penyakit Alzheimer. Pendekatan besar telah dilakukan

dalam menterapi Alzheimer dengan usaha untuk menguatkan

fungsi kolinergik pada otak (Johnston, 1992). Pendekatan awal

ialah dengan menggunakan prekursor sintesis asetilkolin, seperti

choline chloride dan phosphatidyl choline (lechitin). Meski

suplementasi ini secara umum mampu ditoleransi, percobaan

random membuktikan dapat ditemukan adanya kegagalan. Injeksi

intraserebroventrikular agonis kolinergik seperti bethanacol

tampaknya dapat menguntungkan, meskipun hal ini membtuhkan

Page 28: Obat Degenerasi SSP

implantasi operasi untuk reservoir yang menghubungkan ruang

subaraknoid dan untuk kebutuhan praktis lainnya. Strategi yang

lebih berhasil ialah dengan menggunakan inhibitor

asetilkolinesterase (AchE), suatu enzim katabolik untuk asetil kolin

(lihat bab 8). Physostigmine, suatu inhibitor reversibel AchE kerja

cepat memberikan efek respon pada binatang percobaan, dan

beberapa pelajaran tertentu menunjukkan perbaikan ringan memori

akibat pemberian fisostigmin ini. Penggunaan fisostigmin harus

dibatasi oleh karena waktu paruhnya singkat dan bertendensi

menyebabkan gejala ekses kolinergik sistemik meski pada

pemberian dosis terapi.

Empat inhibitor dari AchE saat ini diakui oleh United States Food

and Drug Administration untuk mengobati penyakit Alzheimer

ialah tacrine (1,2,3,4 – tetrahydro-9-aminoacridine; COGNEX),

donepezil (ARICEPT) (Mayeux dan Sano, 1999). Rivastigmine

(EXCELON), dan galantamine (REMINYL). Takrin bersifat

poten, menghambat AchE dengan aksi sentralnya (Freeman dan

Dowson, 1991). Studi mengenai pemberian takrin oral yang

dikombinasikan dengan lesitin menunjukkan takrin pada

pengukuran kinerja memori, namun perbaikan terbaik yang dapat

diamati ialah melalui kombinasi lesitin dan trakrium (Chatellier

dan Lacomblez, 1990). Efek samping dari Tachrine dapat terjadi;

sakit perut, anoreksia, nausea, vomiting, dan diare ditemukan pada

Page 29: Obat Degenerasi SSP

satu diantara 3 penderita yang menerima terapi. Dan peningkatan

kadar serum transaminase pada 50% penderita. Oleh karena efek-

efek signifikannya, takrin tidak digunakan secara luas pada praktek

klinik. Donepezil adalah inhibitor selektif AchE pada SSP yang

berefek minimal pada Ache jaringan perifer. Donepezil dapat

memperbaiki keadaan klinis kognitif penderita (Roger dan

Friedhoff, 1988) dan memiliki paruh hidup yang lama (lihat

Appendiks II), sehingga dapat diberikan dosis satu kali sehari.

Rivastigmine dan Galantamine diberikan dua kali per hari dan

menghasilkan perbaikan klinis kognitif yang sama dengan

Donepezil. Efek samping dari donepezil, rivastigmine, dan

galantamin hampir sama namun lebih sering terjadi pada penderita

yang diberikan takrin; hal ini meliputi nausea, diare, vomiting, dan

insomnia. Donepezil rivastigmine, dan galantamine tidak

menyebabkan hepatotoksisitas.

Obat yang saat ini sedang dalam pengembangan dalam

pengobatan Alzheimer ialah agen antikolinesterase. Memantine,

sebuah antagonis reseptor NMDA menunjukkan hal yang

menjanjikan dalam memperlambat perjalanan penyakit Alzheimer

pada penderita yang penyakitnya cukup serius. Antioksidan, agen

antiinflamasi serta estrogen telah dipelajari, namun tidak ada

satupun yang menunjukkan kemanjuran. Identifikasi APP dan

enzim-enzim yang terlibat pada pembentukan protein ini telah

Page 30: Obat Degenerasi SSP

membuka kesempatan dalam pengembangan antiagregat, suatu

vaksin β-Amiloid, dan pengalihan perkembangan APP, yang dapat

mewakili generasi selanjutnya dalam terapi Alzheimer.

PENYAKIT HUNGTINGTON

Tinjauan Klinis. Hungtington diturunkan secara dominan dan

merupakan kelainan yang dikenal timbul secara bertahap suatu

inkoordinasi motorik serta penurunan kognitif pada umur

pertengahan hidup manusia. Timbul gejala-gejala tersembunyi

berupa gerakan-gerakan singkat dan kasar dari ekstremitas, tubuh,

wajah, dan leher (khorea) maupun perubahan personalitas

penderita ataupun kedua-duanya. Inkoordinasi motorik dan

gerakan mata yang cepat merupakan tanda-tanda awal. Jika onset

dari penyakit berkembang sebelum umur 20 maka gejala khorea

yang terjadi bisa saja tidak menonjol, malahan lebih didominasi

oleh bradikinesia dan distonia. Seiring dengan perkembangannya,

gerakan involunter menjadi semakin berat, disartria dan disfagia

terbentuk, dan keseimbangan tubuh akan terganggu. Kelainan

kognitif akan bermanifestasi awalnya berupa kelambanan proses

mental dan sulitnya dalam mengatur suatu kerja kompleks.

Memori juga akan terpengaruh, namun penderita yang terkena

jarang kehilangan memori akan keluarga, teman, dan bila terjadi

Page 31: Obat Degenerasi SSP

suatu kejadian yang tiba-tiba. Penderita biasanya menjadi iritabel,

cemas, dan depresi. Bisa saja terjadi paranoia dan status delusional

namun hal ini jarang terjadi. Hasil akhir dari penyakit Hungtington

ini biasanya fatal; dalam kurun waktu 15 sampai 30 tahun,

penderita menjadi lumpuh total dan tidak mampu berkomunikasi,

sehingga dibutuhkan perawatan seumur hidup; kematian biasanya

disebabkan oleh karena komplikasi imobilitas penderita (Hayden,

1981; Harper, 1991,1992).

Patologi dan Patofisiologi. Hungtington ditandai dengan

hilangnya neuron yang jelas terlihat pada bagian kaudatus/putamen

otak (Vonsattel et al., 1985). Atropi dari bagian ini berlangsung

dalam urutan tertentu, pertama menyerang bagian ekor nukleus

kaudatus kemudian terus berjalan ke anterior, dari medial-dorsal ke

lateral-ventral. Daerah-daerah lain dari otak juga terkena, meski

tidak terlalu berat; analisis morfometrik menunjukkan adanya

saraf-saraf yang kurang di korteks serebri, hipotalamus, dan

talamus. Meski di daerah striatum, degenerasi saraf oleh karena

Hungtington ini bersifat selektif. Interneuron dan terminal aferen

biasanya tersisa sementara neuron proyeksi striatal (neuron

medium spiny) terkena. Hal ini menyebabkan penurunan

konsentrasi GABA striatal, sementara somatostatin dan konsentrasi

Page 32: Obat Degenerasi SSP

dopamin tetap dipertahankan (Ferrante et al., 1987; Reiner et al.,

1988).

Kerentanan selektifitas juga timbul menimbulkan kecurigaan klinik

dari Hungtington, yaitu terbentuknya khorea. Dalam kebanyakan

kasus yang onsetnya pada orang dewsa, neuron medium spiny yang

meproyeksikan LGP dan SNpr (jalur tidak langsung/indirek)

tampaknya berpengaruh lebih awal dibandingkan neuron-neuron

yang memproyeksikan MGP (jalur langsung/direk; Albin et al.,

1990, 1992). Gangguan disproporsional dari jalur tidak langsung

akan meningkakan eksitatoris dari neokorteks, mengakibatkan

pembentukan gerkaan involunter seperti khorea (gambar 22-10).

Pada beberapa individu, rigiditas dibanding khorea adalah tanda

klinis yang predominan; hal ini biasanya terjadi pada kasus-kasus

dengan onset juvenil. Pada kasus ini neuron striatal menyebabkan

peningkatan jalur direk maupun indirek dan menyebabkan

gangguan di dalamnya.

Genetik. Hungtington merupakan kelainan autosomal dominan

dengan penetrans yang hampir lengkap. Rata rata umur di mana

onset dari penyakit ini terjadi ialah antara 35 sampai 45 tahun,

namun range ini bervariasi dari awalnya umur dua sampai

pertengahan 80an. Meski penyakit ini sama-sama dapat diturunkan

baik melalui ayah maupun ibu, lebih dari 80% gejala yang

Page 33: Obat Degenerasi SSP

terbentuk sebelum umur 20 tahun berasal dari turunan ayah. Hal

ini merupakan contoh antisipasi, atau tendensi umur dari onset

penyakit menurun pada tiap generasi, yang juga dapat diamati baik

pada penyakit degenerasi saraf lainnya yang bermekanisme genetik

sama. Homozigot untuk Hungtington menunjukkan karakteristik

identik atas Hungtington atipikal heterozigot, menunjukkan bahwa

kromosom yang tidak terpengaruh tidak akan melemahkan

simtomatologi penyakit. Dengan ditemukannya defek genetik yang

bertanggung jawab terhadap Hungtington, mutasi-mutasi de novo

yang menyebabkan Hungtington biasanya tidak biasa; tetapi

jelaslah sekarang bahwa penyakit ini dapat timbul dari orang tua

yang tidak terkena Hungtington, khususnya ketika seseorang

membawa suatu ‘alel intermediat’, seperti yang akan dijelaskan

berikut.

Penemuan dari mutasi genetik yang bertanggung jawab pada

penyakit Hungtington adalah produk dari kerja keras sepuluh tahun

pada kerja sama kolaboratif. Pada tahun 1993 suatu regio dekat

telomer dari kromosom 4 ditemukan mengandung trinukleotida

polimorfik (CAG)n yang muncul kembali secara signifikan pada

setiap individu dengan Hungtington (Hungtington’s Disease

Collaborative Research Group, 1993). Ekspansi dari pengulangan

trinukleotida ini merupakan alterasi genetik yang bertanggung

jawab atas penyakit Hungtington. Range pengulangan lebar CAG

Page 34: Obat Degenerasi SSP

pada individu normal ialah antara 9 sampai 34 triplets, dengan

pengulangan jarak median pada kromosom 19. Lebar yang

berulang dari Hungtington bervariasi dari 40 sampai 100. Lebar

yang berulang dari 35 sampai 39 mewakilkan alel-alel intermediat;

beberapa dari individu membentuk penyakit Hungtington di usia

lanjut, sementara yang lainnya tidak. Lebar berulang ini

dikorelasikan secara terbalik dengan umur munculnya onset

penyakit. Semakin muda onset penyakit, maka semakin tinggi

kemungkinan pengulangan angka. Korelasi ini sangat kuat pada

individu dengan onset sebelum 30 tahun; pada onset di atas 30

tahun korelasi ini semakin lemah. Kemudian, jarak berulang tidak

dapat berfungsi sebagai prediktor adekuat atas umur onset ini pada

kebanyakan penderita. Kerja subsekuan menunjukkan bahwa

penyakit neurodegeneratif lainnya juga berasal dari ekspansi

pengulangan CAG, termasuk di dalamnya ialah ataksia

spinoserebelar herediter dan penyakit Kennedy, suatu kelainan

turunan yang langka dari neuron motoris (Paulson dan Fischbeck,

1996).

Selektivitas. Mekanisme di mana ekspansi pengulangan

trinukelotida menuntunpada keadaan klinis maupun patologis dari

Hungtington tidak diketahui. Mutasi Hungtington terlertak di

antara gen IT15. gen IT15 itu sendiri sangat besar (10 kilobase) dan

Page 35: Obat Degenerasi SSP

mengenkode suato protein kira-kira 348.000 dalton atau 3144 asam

amino. Pengulangan trinukleotida, yang mengenkode asam amino

glutamin, muncul pada ujung 5’ dari IT15 dan diikuti oleh

pengulangan lebih pendek dari (CCG)n yang mengenkode asam

amino prolin. Protein bernama hungtingtin, tidak membentuk

protein lainnya, dan fungsi normal dari protein ini belum diketahui.

Tikus dengan ‘knockout’ genetik hungtingtin meninggal lebih awal

pada kehidupan embrioniknya, jadi dapat dikatakan hungtingtin ini

memiliki fungsi sel yang esensial; protein termutasi mendapatkan

fungsi barunya atau sifat-sifat yang tidak terdapat pada protein

normal.

Gen Hungtington diekspresikan secara luas ke seluruh tubuh.

Kadar yang tingi dari ekspresi ini terdapat di otak, pankreas,

intestinal, otot, liver, adrenal, dan testis. Pada otak, ekspresi IT15

tidak tampak berkorelasi dengan kerentanan saraf; meski striatum

paling berat terkena, neuron di semua regio dari otak akan

mengekpresikan kadar yang sama dari IT15 mRNA

(Landwehrmeyer et al., 1995). Kemampuan mutasi Hungtington

untuk menghasilkan degenerasi saraf tertentu meski ekspresi

universal gen di antara neuron mungkin dapat dihubungkan dengan

mekanisme metabolik atau eksototoksik. Selama beberapa tahun,

telah dikatakan bahwa penderita Hungtington bisanya kurus,

terduga kemunculan dari gangguan sistemik dari metabolisme

Page 36: Obat Degenerasi SSP

energi. Pada binatang, agonis dari subtipe NMDA reseptor asam

amino eksitatoris dapat menyebabkan patologi yang mirip dengan

yang terlihat pada Hungtington ketika mereka diinjeksikan pada

striatum (Beal et al., 1986). Lebih menarik lagi, terdapat fakta

bahwa inhibitor kompleks II dari rantai respiratori mitokondria

juga memproduksi lesi striatal mirip Hungtington bahkan ketika

diberikan secara sistematik (Beal et al., 1993). Lebih lanjut,

patologi ini dapat dikurangi oleh reseptor antagonis NMDA,

diduga bahwa hal ini adalah contoh dari gangguan metabolik yang

menyebabkan peningkatan cedera saraf eksitotoksik. Pembelajaran

menggunakan MRI spektroskopi telah memberikan bukti langsung

dari penyimpangan metabolisme energi in vivo pada Hungtington

(Jenkins et al., 1993). Kemudian, hubungan antara ekpresi luas

darigen abnormal protein IT15 pada hungtington dan selektivitas

dari saraf ini pada penyakit dapat timbul akibat interaksi defek luas

pada metabolisme energi dengan sifat intrinsik dari neuron striatal,

termasik kapasitas dan kebutuhan untuk metabolisme eksudatif

sama halnya kemunculan dari tipe reseptor glutamat. Hipotesis ini

memiliki sejumlah implikasi terapi yang penting. Tidak biasanya

bahwa kemungkinan pada masa akan datang untuk mengoreksi

defek genetik pada penderita Hungtington, namun dapat saja

terjadi pembentukan agen yang mengubah fungsi metabolik atau

Page 37: Obat Degenerasi SSP

pemberian perlindungan terhadap cedera eksitotoksik dan oleh

karena itu menangkap atau memodifikasi arah perjalanan penyakit.

Terapi simptomatik penyakit Hungtington. Terapi simptomatis

praktis dari Hungtington menekankan pada pengobatan yang

selektif (Shoulson, 1992). Tidak terdapat pengobatan yang dapat

memperlambat perjalanan dari penyakit ini, dan kebanyakan dari

pengobatan dapat menggangu fungsi akibat dari efek sampingnya.

Terapi yang dibutuhkan dapat diberikan pada penderita yang

depresi, iritabel, paranoid, dan cemas berlebihan, atau psikotik.

Depresi dapat diobati dengan antidepresan standar dengan

keberadaan dari obat ini bersama antikolinergik dapat

mengeksaserbasi korea. Fluoxetine (bab 19) juga diketahui efektif

melawan depresi. Paranoia, keadaan delusional, dan psikosis

biasanya membutuhkan terapi dengan obat antipsikotik, tetapi

dosis yang dibutuhkan biasanya lebih rendah darpiada yang

biasanya digunakan dalam kelainan psikiatrik primer. Agen-agen

ini juga mengurangi fungsi kognitif dan mengganggu mobilitas dan

juga dapat digunakan dalam dosis rendah dan dapat langsung

dihentikan apabila gejala psikiatrik telah teratasi.. Pada individu

dengan Hungtington yang predominan rigid, clozapine (bab 20)

maupun karbamazepin dapat lebih efektif menterapi paranoia dan

psikosis.

Page 38: Obat Degenerasi SSP

Kelainan gerakan pada Hungtington per se biasanya jarang

disembuhkan dengan terapi farmakologis. Pada mereka dengan

amplitudo korea yang besar yang dapat menyebabkan jatuh

maupun cedera, agen dopamin deplesi seperti tetrabenazine atau

reserpine (bab 33) dapat dicoba, meski penderita harus terus

dimonitor akan adanya hipotensi dan depresi. Agen antipsikotik

dapat pula digunakan, tetapi hal ini kadang tidak dapat

memperbaiki fungsi keseluruhan oleh karena mereka mengurangi

kordinasi motoris halus dan meningkakan rigiditas. Kebanyakan

penderita Hungtington menunjukkan perburukan gerakan

involunter sebagai hasil dari ansietas atau stress. Dalam situasi-

situasi ini penggunaan sedatif atau ansiolitik benzodiazepine yang

bijaksana dapat berguna. Pada kasus-kasus onset juvenil di mana

rigiditas dibandingkan korea didominasi, agonis dopamin memiliki

kesuksesan bervariasi dalam memperbaiki rigiditas. Individu ini

juga kadang membentuk mioklonus dan kejang yang dapat diberi

klonazepam, asam valproat, atau antikonvulsan lainnya.

SKLEROSIS LATERAL AMIOTROPIK

Tinjauan Klinik dan Patologi. ALS merupakan kelainan motor

neuron dari kornu ventral medula spinalis dan neuron korteks

pembawa input aferen. Perbandingan antara pria dan wanita yang

terkena kira-kira 1,5:1 (Kurtzke, 1982). Kelainan ini ditandai

Page 39: Obat Degenerasi SSP

dengan kelemahanyang berkembang cepat, atropi otot dan

fasikulasi, spastisitas, diartria, disfagia, dan kompromi respiratori.

Fungsi sensorik umumnya tidak terganggu sama halnya dengan

fungsi kognitif, autonomik, dan aktivitas okulomotoris. ALS

biasanya bersifat progresif dan fatal dengan kematian pasien akibat

kompromi respirasi dan pneumonia setelah 2 sampai 3 tahun

lamanya, meski kadang-kadan ditemukan pasien yang dapat

bertahan hidup lebih lama dari itu. Patologi ALS berhubungan

langsung dengan apa yang ditemukan di klinik: Ditemukan

hilangnya neuron motoris medula spinalis dan batang otak yang

memproyeksikan otot lurik (meski saraf okulomotor tidak

terganggu) juga hilangnya neuron motoris piramidal besar pada

lapisan V dari korteks motorik yang berasal dari traktus

descendens kortikospinal. Dalam kasus-kasus turunan, kolumna

Clarke dan kornu dorsalis kadang-kadang juga terkena (Caroscio et

al., 1987; Rowlan, 1994).

Etiologi. Sekitar 10% kasus ALS bersifat turunan (FALS),

biasanya dengan pola autosomal dominan (Jackson dan Bryan,

1998). Mutasi yang bertanggung jawab dalam hal ini belum

ditemukan, tetapi terdapat subset penting dari pasien FALS yang

mengalami mutasi gen dari enzim superoxide dismutase (SOD1)

(Rosen et al., 1993). Mutasi protein ini berperan pada sekitar 20%

Page 40: Obat Degenerasi SSP

kasus FALS. Kebanyakan dari mutasi ini merupakan pengalihan

dari asam amino tunggal, namun dengan lebih dari 30 alel berbeda.

Tikus transgenik yang mengekspresikan mutasi SOD1 manusia

membentuk degenerasi progresif dari saraf motoriknya yang

hampir sama terjadi pada manusia. Hal ini memberikan model

binatang untuk diteliti lebih lanjut dan juga untuk percobaan

farmasi. Menariknya, kebanyakan dari mutasi SOD1 yang dapat

menyebabkan timbulnya penyakit ini tidak mengurangi kapasitas

dari enzim yang bekerja untuk menjalankan fungsi utama yaitu

katabolisme dari radikal toksik superoksida. Dan pada kasus

penyakit Hungtington, mutasi dari SOD1 dapat membentuk suatu

toksik “gain of function” alamiah yang masih belum jelas.

Lebih dari 90% kasus ALS bersifat sporadik dan tidak

berhubungan dengan abnormalitas SOD1 maupun abnormalitas

gen. Penyebab dari hilangnya neuron motoris pada ALS yang

sporadik ini masih belum diketahui tetapi teori mencurigai adanya

suatu autoimunitas, eksototoksisitas, dan radikal bebas yang toksik,

serta infeksi virus ( Rowland, 1994; Cleveland, 1999). Kebanyakan

dari ide ini kurang didukung data yang ada, namun bukti bahwa

reuptake glutamat bisa saja abnormal pada penyakit ini,

menyebabkan akumulasi glutamat dan cedera eksitotoksik

(Rothstein et al., 1992). Satu-satunya terapi yang diakui untuk ALS

yaitu riluzole yang berdasarkan pengamatan kami.

Page 41: Obat Degenerasi SSP

Spastisitas dan Refleks Spinal. Spastisitas merupakan komponen

penting dalam temuan klinisALS, yaitu adanya kehadiran

spastisitas sering menyebabkan nyeri dan ketidaknyamanan serta

pengurangan mobilitas yang sebelumnya diawali oleh kelemahan.

Lebih lanjut, spastisitas adalah bagian dari ALS yang disetujui

diberikan terapi. Spastisitas didefenisikan sebagai peningkatan

tonus otot ditandai dengan tahanan awal terhadap pemindahan

pasif dari tungkai pada sendi diikuti oleh relaksasi tiba-tiba (hal ini

disebut juga fenomena pisau lipat). Spastisitas adalah merupakan

suatu hasil hilangnya input descendens motor neuron spinal, dan

karakter dari spastisitas ini bergantung pada jalur sistem saraf

mana yang terkena (Davidoff, 1990). Keseluruhan pengulangan

gerakan dapat dihasilkan langsung pada level medula spinalis; hal

ini diluar jangkauan bab kali ini. Refleks regang tendon

monosinaptik mungkin merupakan hal yang paling sederhana

peran mekanisme spinal pada spastisitas. Spindel aferen Ia primer

diaktivasi ketika otot teregang cepat, bersinaps langsung pada

motor neuron akan meregangkan otot, menyebabkan kontraksi dan

tahanan dari gerakan. Suatu kolateral dari sinaps aferen primer Ia

pada ‘Ia-coupled interneuron’ yang menginhibisi motor neuron

yang menginervasi otot yang antagonis menyebabkan kontraksidari

otot menjadi tidak bertujuan. Upper motor neuron dari serebral

Page 42: Obat Degenerasi SSP

korteks (neuron piramidal) menekan refleks spinal dan lower

motor neuron secara tidak langsung dengan cara mengaktivasi

interneuron inhibitoris medula spinalis. Neuron piramidal

menggunakan glutamat sebagai neurotransmiter. Ketika pengaruh

piramidal dikeluarkan, maka refleks dilepaskan dari inhibisi dan

menjadi lebih aktif, menyebabkan hiperrefleks. Jalur descending

lainnya dari batang otak termasuk rubro-, retikulo-, dan jalur

vestibulospinal dan jalur descending katekolamin – juga

mempengaruhi aktifitas refleks spinal. Ketika hanya jalur

piramidal yang terpengaruh, tonus ekstensor di kake dan tonus

fleksor pada lengan meningkat. Ketika jalur vestibulospinal dan

katekolamin terganggu, peningkatan fleksi dari seluruh ekstremitas

diamati dan stimualsi kutan yang ringan akan menghambat spasme

seluruh tubuh. Pada ALS, jalur piramidal terganggu dengan adanya

preservasi relatif dari jalur descending lainnya, menyebabkan

adanya refleks tendon dalam yang hiperaktif, kordinasi motoris

halus yang terganggu, peningkatan tonus ekstensor tungkai, dan

peningkatan tonus fleksor di lengan. Refleks gag juga sering

menjadi overaktif.

Terapi ALS dengan Riluzole. Riluzole (2-amino-6-

[trifluorometoksi]benzotiazol; RILUTEK) adalah obat dengan

kerja yang kompleks pada sistem saraf (Bryson et al., 1996);

Page 43: Obat Degenerasi SSP

wagner dan Landis, 1997). Riluzole diserap secara oral dan

berikatan kuat dengan protein. Menyebabkan metabolisme ektensif

di hati oleh baik mediasi hidroksilasi oleh sitokrom P450 maupun

oleh glukoronidasi. Waktu paruhnya ialah sekitar 12 jam.

Penelitian in vitro menunjukkan bahwa riluzole memiliki efek

presinaptik maupun post sinaptik. Obat ini menghambat pelepasan

glutamat, namun juga memblok postsinaptik NMDA- serta

reseptor glutamat tipe kainate dan menghambat kanal sodium

voltage dependent. Beberapa efek dari riluzole in vitro diblok oleh

toksin pertusis, menyebabkan interaksi obat dengan protein G yang

terikat dengan reseptor. Dalam percobaan klinis, riluzole memiliki

efek yang sedang namun murni dalam perpanjangan hidup dari

pasien ALS. Dalam percobaan klinik besar yang melibatkan 1000

orang pasien lebih, durasi median dari survival bertambah sekitar

60 hari (Lacomblez et al., 1996). Dosis yang disarankan ialah 50

mg setiap 12 jam yang diminum satu atau dua jam setelah makan.

Riluzole biasanya ditoleransi dengan baik, meski nausea atau diare

dapat terjadi. Kadang riluzole dapat menghasilkan cedera hepatik

dengan elevasi dari serum transaminase sehingga perlu dilakukan

kontrol berkala pada pemberian obat ini. Meski dari besarnya efek

riluzole pada ALS ini kecil, namun hal ini merepresentasikan

terapi yang signifikan pada pengobatan penyakit dibandingkan

semua jenis terapi-terapi lain sebelumnya.

Page 44: Obat Degenerasi SSP

Terapi simtomatik spastisitas. Obat yang paling berguna untuk

terapi simtomatik dari spastisitas akibat ALS adalah baclofen

(LIORESAL) yaitu suatu agonis GABAB. Dosis inisial sebesar 5

sampai 10 mg per hari disarankan, tetapi dosis ini dapat

ditingkatkan sampai sebanyak 200 mg per hari jika dibutuhkan.

Jika rasa lelah muncul (weakness), dosis obat ini harus diturunkan.

Untuk menambah pengobatan oral, baclofen juga dapat diberikan

via pompa implant ataupun lewat kateter intratekal. Pendekatan

dengan cara ini meminimalisir reaksi efek samping obat,

khususnya efek sedasinya, namun tetap memberikan resiko

ancaman depresi SSP dan harusnya digunakan oleh dokter yang

telah terlatih dalam pemberian terapi intratekal. Tizanidine

(ZANFLEX) adalah suatu agonis dari reseptor α2-adrenergik pada

SSP. Obat ini mengurangi spastisitas otot dan diduga beraksi

meningkatkan inhibisi presinap neuron motoris. Tizanidine banyak

digunakan dalam terapi spastisitas pada multiple sklerosis atau post

stroke, namu obat ini juga dapat digunakan efektif pada penderita

ALS. Terapi inisiasi diberikan dalam dosis rendah 2 sampai 4 mg

saat sebelum istirahat dan dititrasi secara gradual meningkat.

Drowsiness, astenia, dan dizzines dapat membatasi pemberian

dosis. Benzodiazepines (lihat bab 17), seperti clonazepam

(KLONIPIN) efektif sebagai antispasmodik, tetapi obat ini

Page 45: Obat Degenerasi SSP

menyebabkan depresi pernapasan pada penderita ALS tahap lanjut.

Dantrolene (DANTRIUM) juga terbukti di Amerika Serikat untuk

mengobati spasme otot. Dalam kontrasnya pada agen yang telah

dibahas sebelumnya, dantrolene beraksi langsung pada serabut otot

skelet, menyebabkan fluks ion kalsium melewati retukulum

sarkoplasma. Oleh karena dapat menyebabkan eksaserbasi

kelemahan otot, maka obat ini tidak digunakan pada ALS, namun

obat ini efektif dalam mengatasi spastisitas oleh karena stroke atau

cedera medula spinalis dan dalam hipertermia maligna. Dantrolene

dapat menyebabkan hepatotoksisitas, jadi sangatlah penting untuk

melakukan tes fungsi hati sebelum dan selama pemberian terapi

obat ini.

PROSPEK

Meski perkembangan pada teapi simtomatik dari kelainan

degenerasi saraf, khususnya Parkinson, dapat memperbaiki

kehidupan dari banyak pasien, namun tujuan utam dari penelitian

saat ini ialah untuk menghasilkan terapi yang dapat mencegah,

menghambat, atau membalikkan kematian sel saraf. Area yang

menjanjikan dari pengembangan obat adalah pada mekanisme pada

beberapa kelainan: eksotitoksisitas, defek metabolisme energi, dan

Page 46: Obat Degenerasi SSP

stres oksidatif. Antagonis glutamat memiliki potensi tinggi, namun

penggunaannya dibatasi oleh aktivitas nonselektif relatif dari agen-

agen yang ada. Meningkatkan pengetahuan atas struktur dan fungsi

subtipe reseptor glutamat dapat menghasilkan agen-agen yang

lebih selektif dan berguna. Reduksi farmakologis dari stres

oksidatif juga kemungkinan dapat dilakukan dengan mudah

meskipun hasil-hasil yang mengecewakan pada percobaan awal

klinis pada pemberian tokoferol dan selegiline. Faktor-faktor

pertumbuhan neuron juga merupakan area yang penting untuk

pengembangan obat. Beberapa faktor yang mempromosikan

diferensiasidari neuron dan pembentukan dari koneksi neuron

selama pembentukan telah dapat diidentifikasi, dan hal ini dapat

terbukti berguna untuk memperlambat ataupun membalikkan

kematian sel saraf. Pendekatan yang saat ini lebih langsung dan

tersedia untuk membalikkan hilangnya neuron ialah transplantasi

neuron melalui pembedahan; hal ini dpat diselesaikan pada

penyakit Parkinson dengan tingkat kesuksesan sedang dan telah

disodorkan sebagai terapi yang dapat dipakai untuk kondisi

penyakit lainnya misalnya Alzheimer. Sebagai tambahan atas

pendekatan utama tadi, maka terapi yang lebih spesifik atas

berbagai penyakit bervariasi ini harusnya dapat lebih mudah

diperoleh karena adanya pekembangan pengetahuan akan etiologi

penyakit. Contohnya, ditemukannya peran dari β-amiloid pada

Page 47: Obat Degenerasi SSP

Alzheimer membuat studi dari agen-agen yang ditujukan untuk

mengubah sintesis β-amiloid atau mencegah akumulasinya; sama

seperti ini, ditemukannya gen Hungtington menyebabkan

munculnya ide strategi terapi baru untuk penyakit ini.