Nyeri

27
LEMBAR PENGESAHAN Nama : Muhammad Hafid Ernanda NIM : 01.210.6225 Fakultas : Kedokteran Universitas : Islam Sultan Agung Tingkat : Program Pendidikan Profesi Dokter Bidang pendidikan : Anestesiologi dan Terapi Intensif Periode Kepaniteraan Klinik : 27 April 2015- 23 Mei 2015 Judul Makalah : Patofisiologi Nyeri Diajukan : Mei 2015 Pembimbing : Dr. Donni Indra Kusuma, Sp.An, Msi. Med. TELAH DIPERIKSA DAN DISAHKAN TANGGAL : Mengetahui : Ketua SMF Anestesiologi dan Terapi Intensif PEMBIMBING BLUD RSUD Kota Semarang 1

description

nyeri

Transcript of Nyeri

LEMBAR PENGESAHAN

Nama: Muhammad Hafid ErnandaNIM: 01.210.6225Fakultas: KedokteranUniversitas: Islam Sultan AgungTingkat: Program Pendidikan Profesi DokterBidang pendidikan: Anestesiologi dan Terapi IntensifPeriode Kepaniteraan Klinik: 27 April 2015- 23 Mei 2015Judul Makalah: Patofisiologi Nyeri Diajukan: Mei 2015Pembimbing: Dr. Donni Indra Kusuma, Sp.An, Msi. Med.

TELAH DIPERIKSA DAN DISAHKAN TANGGAL :

Mengetahui :

Ketua SMF Anestesiologi dan Terapi IntensifPEMBIMBINGBLUD RSUD Kota Semarang

Dr. Purwito Nugroho, Sp.An, M.M Dr. Donni Indra Kusuma, Sp.An, Msi. Med. NIP. 19551221 198301 1002NIP. 19760808 200903 1 002

KATA PENGANTAR

Puji syukur yang sebesar-besarnya penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunianya sehingga makalah dengan judul Patofisiologi Nyeri dan Penatalaksanaannya ini dapat selesai dengan baik dan tepat pada waktunya.Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi syarat Kepaniteraan Klinik Bidang Anestesiologi dan Terapi intensif Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang periode 27 April 2015 23 Mei 2015Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih atas bantuan dan kerja sama yang telah diberikan selama penyusunan referat ini, kepada :1. Dr. Purwito Nugroho, Sp.An, M.M , selaku Ka. SMF dan pembimbing Kepaniteraan Klinik Anestesiologi dan Terapi Intensif RSUD Kota semarang.2. Dr. Donni Indra Kusuma, Sp. An, Msi. Med, selaku pembimbing Kepaniteraan klinik Anestesiologi dan Terapi Intensif RSUD Kota Semarang,3. Dr. Satrio Adi W, Sp. An selaku pembimbing Kepaniteraan klinik Anestesiologi dan Terapi Intensif RSUD Kota Semarang,4. Dr. Taufik, Sp. An, Msi. Med, selaku pembimbing Kepaniteraan klinik Anestesiologi dan Terapi Intensif RSUD Kota Semarang,Penulis menyadari masih banyak kekurangan, maka penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak, supaya referat ini dapat menjadi lebih baik, dan dapat berguna bagi semua yang membacanya. Penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila masih banyak kesalahan maupun kekurangan dalam makalah ini.Semarang, Mei 2015

PenulisDAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN1KATA PENGANTAR2DAFTAR ISI3BABIPENDAHULUAN4BABIITINJAUAN PUSTAKA3 A. Definisi Nyeri 5B. Anatomi Jalur Nyeri5C. Fisiologi Nyeri8D. Klasifikasi Nyeri9E. Patofisiologi Nyeri9

BABIIIKESIMPULAN17DAFTAR PUSTAKA

BAB IPENDAHULUAN

Nyeri merupakan fenomena yang universal dan kebebasan dari nyeri merupakan hak dasar setiap orang . Nyeri berdasarkan International Association for the Study of Pain (IASP, 1979) adalah pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan dimana berhubungan dengan kerusakan jaringan atau potensial terjadi kerusakan jaringan.

Nyeri merupakan keluhan yang paling sering dijumpai, baik dalam praktek umum maupun dokter spesialis khususnya spesialis saraf .Nyeri terjadi bersama dengan berbagai proses penyakit atau bersamaan dengan pemeriksaan diagnostik atau pengobatan. Nyeri sangat penting sebagai mekanisme proteksi tubuh yang timbul bilamana jaringan sedang dirusak dan menyebabkan individu bereaksi untuk menghilangkan rangsang nyeri ini.

Nyeri bersifat subjektif, tidak ada dua individu yang mengalami nyeri yang sama menghasilkan respon atau perasaan yang identik pada individu. Oleh karena itu, tingkatan nyeri dapat dikaji dengan mengobservasi reaksi yang muncul akibat nyeri tersebut Perilaku nyeri dapat dimanifestasikan dengan berbagai cara yang meliputi mengeluh, merintih, menggosok bagian yang nyeri, meringis, dan berubah posisi

Praktek pengelolaan nyeri tidak hanya terbatas pada seorang ahli anestesi tetapi juga meliputi dokter lain seperti dokter praktek dan selain dokter (psikolog, ahli urut, akupuntur, hipnosis). Secara jelas, pendekatan yang paling efektif adalah secara multidisiplin. Untuk dapat memberikan terapi yang tepat, maka perlu dipahami mengenai patofisioiogi / neurofisiologi nyeri, dari transmisi nosisepsi yang lebih kompleks daripada sistem transmisi langsung, disamping anatomi jalur nyeri.

BAB IITINJUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Definisi nyeri berdasarkan International Association for the Study of Pain (IASP, 1979) adalah pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan dimana berhubungan dengan kerusakan jaringan atau potensial terjadi kerusakan jaringan1,2. Sebagai mana diketahui bahwa nyeri tidaklah selalu berhubungan dengan derajat kerusakan jaringan yang dijumpai. Namun nyeri bersifat individual yang dipengaruhi oleh genetik, latar belakang kultural, umur dan jenis kelamin. Kegagalan dalam menilai faktor kompleks nyeri dan hanya bergantung pada pemeriksaan fisik sepenuhnya serta tes laboratorium mengarahkan kita pada kesalahpahaman dan terapi yang tidak adekuat terhadap nyeri, terutama pada pasien-pasien dengan resiko tinggi seperti orang tua, anak-anak dan pasien dengan gangguan komunikasi2,3,.

2.2 Anatomi Jalur NyeriJalur nyeri dimulai dari jalur saraf perifer dari kulit melewati dorsal root ganglion menuju ke dorsal horn, selanjutnya menjadi tractus spraotoalamicus. Saraf aferen primer yang mengandung serat A , A dan C akan berakhir di Cornu dorsalis pada lamina-lamina tertentu.4,6 Mechanoreceptors A berakhir di lamina III,IV,V,VI dan laminanya terus menuju ke dorsal columns. Serat A yang mengandung mechanoreceptors berakhir pada lamina III dan IV yang mengandung nociceptors dan cold receptors berakhir di laminal dan V.2

Gambar 1. Anatomi jalur nyeri

Serat C yang mengandung nociceptors, thermoreceptors dan mechanoreceptors berakhir dilamina I dan II.2Adapun spesifikasi serat saraf sensoris aferen adalah sebagai berikut: Serat A mempunyai diameter > 6-12 m, bermielin dan mempunyai ambang rendah, bersifat unimodal (mechanoreceptor) yaitu untuk nyeri tekan. Serat A mempunyai diameter 1-5 m, bermielin, transmisi lebih cepat, akhir serat eferen dilamina I dan V, bersifat poli modal (nociceptor, cold receptor dan mechanoreceptor) untuk nyeri tajam yang terlokasi dengan baik. Serat C mempunyai diameter 0,2-1,5 M, tidak bermielin, transmisi lambat, ujung saraf nosiseptif polimodal (nociceptor, thermoreceptor dan mecahnoreseptor) akhir serat aferen di lamina II, untuk nyeri tumpul / terbakar, tidak terlokasi.

Gambar 2. serat saraf sensoris aferen

Satu neuron terdiri atas : ujung saraf, axon yang terbungkus mielin dan inti neuron / sel saraf. Antara satu neuron dengan neuron yang lain dibatasi oleh celah / sambungan serabut saraf yang disebut sinaps.6 Ada tiga neuron yang terlibat dalam jalur nyeri:1. First order neuron; menghantarkan nyeri dari perifer ke medula spinalis2. Second order neuron; menghantarkan nyeri dari medula spinals ke thalamus3. Third order neuron; menghantarkan nyeri dari thalamus ke korteks7Rangsangan yang datang (impuls) dibawa dari reseptor-reseptor perifer yang ada di permukaan tubuh melalui tractus dorsolateral Lissauer ke substansia grisea posterior. Di substansia grisea posterior, impuls akan dibawa secara menyilang ke arah substansia alba lateral melalui tractus spinothalamicus lateral. Tractus spinothalamicus lateral akan membawa impuls ke arah thalamus. Selanjutnya dari thalamus impuls dibawa ke gyrus postcentralis pada korteks somatosensoris cerebral melalui kapsula interna dan korona radiata (tractus thalamocorticalis). Perhatikan persilangan yang dilakukan oleh tractus spinothalamicus lateral menyebabkan rangsangan yang datang akan diterima di sisi yang berlawanan pada sistem saraf pusat.8

2.3 Fisiologi NyeriSetiap pasien yang mengalami trauma berat (tekanan, suhu, kimia) atau paska pembedahan harus dilakukan penanganan nyeri yang sempurna, karena dampak dari nyeri itu sendiri akan menimbulkan respon stres metabolik (MSR) yang akan mempengaruhi semua sistem tubuh dan memperberat kondisi pasiennya. Hal ini akan merugikan pasien akibat timbulnya perubahan fisiologi dan psikologi pasien itu sendiri, seperti1,2: Perubahan kognitif (sentral) : kecemasan, ketakutan, gangguan tidur dan putus asa Perubahan neurohumoral : hiperalgesia perifer, peningkatan kepekaan luka Plastisitas neural (kornudorsalis), transmisi nosiseptif yang difasilitasi sehingga meningkatkan kepekaan nyeri Aktivasi simpatoadrenal : pelepasan renin, angiotensin, hipertensi, takikardi Perubahan neuroendokrin : peningkatan kortisol, hiperglikemi, katabolisme

Gambar 3. Efek fisiologis dan psikologis yang berhubungan dengan nyeri akut akibat kerusakan jaringan yang disebabkan oleh proses pembedahan atau trauma1Nyeri pembedahan sedikitnya mengalami dua perubahan, pertama akibat pembedahan itu sendiri yang menyebabkan rangsangan nosiseptif dan yang kedua setelah proses pembedahan terjadi respon inflamasi pada daerah sekitar operasi, dimana terjadi pelepasan zat-zat kimia (prostaglandin, histamin, serotonin, bradikinin, substansi P dan lekotrein) oleh jaringan yang rusak dan sel-sel inflamasi. Zat-zat kimia yang dilepaskan inilah yang berperan pada proses transduksi dari nyeri2.2.4 Klasifikasi Nyeri

NyeriNyeri NosiseptifNyeri SomatikSomatik Superfisial (Kulit)

Somatik Dalam

Nyeri Viseral

Nyeri Non-NosiseptifNyeri Neuropatik

Nyeri Psikogenik

Tabel 1. Klasifikasi nyeri

Nyeri dibedakan antara nyeri nosiseptif (somatic pain) dan nyeri non nosiseptif (neuropathic pain), dimana nyeri nosiseptif berhubungan dengan kerusakan jaringan perifer. Rangsangan nosiseptif ditimbulkan oleh mediator nyeri yang dilepas pada kerusakan jaringan perifer, misalnya nyeri pasca bedah karena sayatan operasi, luka bakar, luka kecelakaan dll.4Sedangkan nyeri non nosiseptif tidak berhubungan dengan kerusakan jaringan perifer, rangsangan timbul pada disfungsi atau kerusakan pada neuron nosiseptif itu sendiri, misalnya nyeri pada kerusakan jaringan saraf perifer, misalnya neuropathia diabetica atau herpes zoster.4,7

2.5 Patofisiologi nyeri Nyeri merupakan suatu bentuk peringatan akan adanya bahaya kerusakan jaringan. Pengalaman sensoris pada nyeri akut disebabkan oleh stimulus noksius yang diperantarai oleh sistem sensorik nosiseptif. Sistem ini berjalan mulai dari perifer melalui medulla spinalis, batang otak, thalamus dan korteks serebri. Apabila telah terjadi kerusakan jaringan, maka sistem nosiseptif akan bergeser fungsinya dari fungsi protektif menjadi fungsi yang membantu perbaikan jaringan yang rusak 2,3 .

Sensitisasi Perifer Cidera atau inflamasi jaringan akan menyebabkan munculnya perubahan lingkungan kimiawi pada akhir nosiseptor. Sel yang rusak akan melepaskan komponen intraselulernya seperti adenosine trifosfat, ion K+, pH menurun, sel inflamasi akan menghasilkan sitokin, chemokine dan growth factor. Beberapa komponen diatas akan langsung merangsang nosiseptor (nociceptor activators) dan komponen lainnya akan menyebabkan nosiseptor menjadi lebih hipersensitif terhadap rangsangan berikutnya (nociceptor sensitizers)4,5 . Komponen sensitisasi, misalnya prostaglandin E2 akan mereduksi ambang aktivasi nosiseptor dan meningkatkan kepekaan ujung saraf dengan cara berikatan pada reseptor spesifik di nosiseptor. Berbagai komponen yang menyebabkan sensitisasi akan muncul secara bersamaan, penghambatan hanya pada salah satu substansi kimia tersebut tidak akan menghilangkan sensitisasi perifer. Sensitisasi perifer akan menurunkan ambang rangsang dan berperan dalam meningkatkan sensitifitas nyeri di tempat cedera atau inflamasi3,4Sensitisasi Sentral Sama halnya dengan sistem nosiseptor perifer, maka transmisi nosiseptor di sentral juga dapat mengalami sensitisasi. Sensitisasi sentral dan perifer bertanggung jawab terhadap munculnya hipersensitivitas nyeri setelah cidera. Sensitisasi sentral memfasilitasi dan memperkuat transfer sinaptik dari nosiseptor ke neuron kornu dorsalis. Pada awalnya proses ini dipacu oleh input nosiseptor ke medulla spinalis (activity dependent), kemudian terjadi perubahan molekuler neuron (transcription dependent) 3 . Sensitisasi sentral dan perifer merupakan contoh plastisitas sistem saraf, dimana terjadi perubahan fungsi sebagai respon perubahan input (kerusakan jaringan). Dalam beberapa detik setelah kerusakan jaringan yang hebat akan terjadi aliran sensoris yang masif kedalam medulla spinalis, ini akan menyebabkan jaringan saraf didalam medulla spinalis menjadi hiperresponsif. Reaksi ini akan menyebabkan munculnya rangsangan nyeri akibat stimulus non noksius dan pada daerah yang jauh dari jaringan cedera juga akan menjadi lebih sensitif terhadap rangsangan nyeri3.

Gambar 4. Mekanisme sensitisasi perifer dan sensitisasi sentral4.

Nosiseptor (Reseptor Nyeri) Nosiseptor adalah reseptor ujung saraf bebas yang ada di kulit, otot, persendian, viseral dan vaskular. Nosiseptor-nosiseptor ini bertanggung jawab terhadap kehadiran stimulus noksius yang berasal dari kimia, suhu (panas, dingin), atau perubahan mekanikal. Pada jaringan normal, nosiseptor tidak aktif sampai adanya stimulus yang memiliki energi yang cukup untuk melampaui ambang batas stimulus (resting). Nosiseptor mencegah perambatan sinyal acak (skrining fungsi) ke SSP untuk interpretasi nyeri3,Saraf nosiseptor bersinap di dorsal horn dari spinal cord dengan lokal interneuron dan saraf projeksi yang membawa informasi nosiseptif ke pusat yang lebih tinggi pada batang otak dan thalamus. Berbeda dengan reseptor sensorik lainnya, reseptor nyeri tidak bisa beradaptasi. Kegagalan reseptor nyeri beradaptasi adalah untuk proteksi karena hal tersebut bisa menyebabkan individu untuk tetap awas pada kerusakan jaringan yang berkelanjutan. Setelah kerusakan terjadi, nyeri biasanya minimal. Mula datang nyeri pada jaringan karena iskemi akut berhubungan dengan kecepatan metabolisme. Sebagai contoh, nyeri terjadi pada saat beraktifitas kerena iskemia otot skeletal pada 15 sampai 20 detik tapi pada iskemia kulit bisa terjadi pada 20 sampai 30 menit3, Tipe nosiseptor spesifik bereaksi pada tipe stimulus yang berbeda. Nosiseptor C tertentu dan nosiseptor A-delta bereaksi hanya pada stimulus panas atau dingin, dimana yang lainnya bereaksi pada stimulus yang banyak (kimia, panas, dingin). Beberapa reseptor A-beta mempunyai aktivitas nociceptor-like. Serat serat sensorik mekanoreseptor bisa diikutkan untuk transmisi sinyal yang akan menginterpretasi nyeri ketika daerah sekitar terjadi inflamasi dan produk-produknya. Allodynia mekanikal (nyeri atau sensasi terbakar karena sentuhan ringan) dihasilkan mekanoreseptor A-beta3. Nosiseptor viseral, tidak seperti nosiseptor kutaneus, tidak didesain hanya sebagai reseptor nyeri karena organ dalam jarang terpapar pada keadaan yang potensial merusak. Banyak stimulus yang sifatnya merusak (memotong, membakar, kepitan) tidak menghasilkan nyeri bila dilakukan pada struktur viseralis. Selain itu inflamasi, iskemia, regangan mesenterik, dilatasi, atau spasme viseralis bisa menyebabkan spasme berat. Stimulus ini biasanya dihubungkan dengan proses patologis, dan nyeri yang dicetuskan untuk mempertahankan fungsi

Perjalanan Nyeri (Nociceptive Pathway) Perjalanan nyeri termasuk suatu rangkaian proses neurofisiologis kompleks yang disebut sebagai nosiseptif (nociception) yang merefleksikan empat proses komponen yang nyata yaitu transduksi, transmisi, modulasi dan persepsi, dimana terjadinya stimuli yang kuat diperifer sampai dirasakannya nyeri di susunan saraf pusat (cortex cerebri)1,3,7. Proses Transduksi Proses dimana stimulus noksius diubah ke impuls elektrikal pada ujung saraf. Suatu stimuli kuat (noxion stimuli) seperti tekanan fisik kimia, suhu dirubah menjadi suatu aktifitas listrik yang akan diterima ujung-ujung saraf perifer (nerve ending) atau organ-organ tubuh (reseptor meisneri, merkel, corpusculum paccini, golgi mazoni). Kerusakan jaringan karena trauma baik trauma pembedahan atau trauma lainnya menyebabkan sintesa prostaglandin, dimana prostaglandin inilah yang akan menyebabkan sensitisasi dari reseptor-reseptor nosiseptif dan dikeluarkannya zat-zat mediator nyeri seperti histamin, serotonin yang akan menimbulkan sensasi nyeri. Keadaan ini dikenal sebagai sensitisasi perifer1,3, Pada nyeri nosiseptif, fase pertamanya adalah transduksi, konversi stimulus yang intens apakah itu stimuli kimiawi seperti pH rendah yang terjadi pada jaringan yang meradang , stimulus panas diatas 420C, atau kekuatan mekanis. Disini didapati adanya proteintransducerspesifik yang diekspresikan dalam neuron nosiseptif ini dan mengkonversi stimulus noksious menjadi aliran yang menembus membran, membuat depolarisasi membran dan mengaktifkan terminal perifer.Proses ini tidak melibatkan prostanoid atau produksi prostaglandin oleh siklo-oksigenase, sehingga nyeri ini, atau proses ini, tidak dipengaruhi oleh penghambat enzim COX-2.9Neuron transduksi diperankan oleh suatu nosiseptor berupa serabut A-dan serabut C yang menerima langsung suatu stimulus noksius.10Serabut A- dan serabut C tidak hanya berbeda dalam struktur dan kecepatan transmisinya namun mereka juga mempunyai kemampuan yang berbeda dalam mendeteksi suatu stimulus. Serabut A- mentransmisikan nyeri tajam dan tusukan. dan serabut C menghantarkan sensasi berupa sentuhan, getaran, suhu, dan tekanan halus. Walaupun dengan adanya perbedaan ini, kedua tipe serabut ini memiliki jalur yang sama dalam menghantarkan stimulus yang terdeteksi.Rute dari impuls saraf ini biasanya disebut dengan jalur nyeri.11,12Selain dari peran serabut A- dan serabut C, disebutkan juga terdapat peran dari neuroregulator yang merupakan suatu substansi yang memberikan efek pada transmisi stimulus saraf, biasanya substansi ini ditemukan pada nosiseptor yaitu akhir saraf dalam kornu dorsalis medulla spinalis dan pada tempat reseptor dalam saluran spinotalamik. Neuroregulator ada dua macam, yaitu neurotransmitter dan neuromodulator. Neurotransmitter mengirimkan impuls elektrik melewati celah sinaptik antara 2 serabut saraf dan neuromodulator berfungsi memodifikasi aktivitas saraf dan mengatur transmisi stimulus saraf tanpa mentransfer secara langsung sinyal saraf melalui sinap.13

Proses Transmisi Di sini terjadi transfer informasi dari neuron nosiseptif primer ke neuron di kornu dorsalis, selanjutnya ke neuron proyeksi yang akan meneruskan impuls ke otak. Transmisi ini melibatkan pelepasan asam amino decarboxilic glutamate, juga peptida seperti substantia P yang bekerja pada reseptor penting di neuron post-sinaptic. Selanjutnya ini akan memungkinkan transfer yang cepat dari input mengenai intensitas, durasi, lokasi, dari stimuli perifer yang berbeda lokasi.Secara umum, ada dua cara bagaimana sensasi nosiseptif dapat mencapai susunan saraf pusat, yaitu melalui traktus neospinothalamic untuk nyeri cepat spontan dan traktus paleospinothalamic untuk nyeri lambat.12Pada traktus neospinothalamik, nyeri secara cepat bertransmisi melalui serabutA- dan kemudian berujung pada kornu dorsalis di medulla spinalis dan kemudian bersinapsis dengan dendrit pada neospinothlamaik melalui bantuan suatu neurotransmitter. Akson dari neuron ini menuju ke otak dan menyebrang ke sisi lain melalui commisura alba anterior, naik keatas dengan columna anterolateral yang kontralateral. Serabut ini kemudian berakhir pada kompleks ventrobasal pada thalamus dan bersinapsis dengan dendrit pada korteks somatosensorik. Nyeri cepat-spontan ini dirasakan dalam waktu 1/10 detik dari suatu stimulus nyeri tajam, tusuk, dan gores.12Pada traktus paleospinothalamik, nyeri lambat dihantarkan oleh serabut C ke lamina II dan III dari cornu dorsalis yang dikenal dengan substantia gelatinosa. Impuls kemudian dibawa oleh serabut saraf yang berakhir pada lamina V, juga pada kornu dorsalis, bersinaps dengan neuron yang bergabung dengan serabut dari jalur cepat, menyebrangi sisi berlawanan via commisura alba anterior dan naik ke aras melalui jalur anterolateral. Neuron ini kemudian berakhir dalam batang otak, dengansepersepuluh serabut berhenti di thalamus dan yang lainnya pada medulla, pons, dan substantia grisea sentralis dari tectum mesencephalon.12Sebenarnya terdapat beragam jalur khusus hantaran sinyal dari kerusakan jaringan dibawa ke berbagai tujuan, dimana dapat memprovokasi proses kompleks. Transmisi nosiseptif sentripetal memicu berbagai jalur : spinoreticular, spinomesencephalic, spinolimbic, spinocervical, dan spinothalamic.12Traktus spinoreticular membawa jalur aferen dari somatosensorik dan viscerosensorik yang berakhir pada tempat yang berbeda pada batang otak. Traktus spinomesencephalik mengandung berbagai proyeksi yang berakhir pada tempat yang berbeda dalam nukleus diencephali. Traktus spinolimbik termasuk dari bagian spinohipotalamik yang mencapai kedua bagian lateral dan medial dari hypothalamus dan kemudian traktus spinoamygdala yang memanjang ke nukleus sentralis dari amygdala. Traktus spinoservikal, seperti spinothalamik membawa sinyal ke thalamus.10

Proses Modulasi Pada fase modulasi terdapat suatu interaksi dengan sistem inhibisi dari transmisi nosisepsi berupa suatu analgetik endogen. Konsep dari sistem ini yaitu berdasarkan dari suatu sifat, fisiologik, dan morfologi dari sirkuit yang termasuk koneksi antara periaqueductal gray matter dan nucleus raphe magnus dan formasi retikuler sekitar dan menuju ke medulla spinalis. Analgesik endogen meliputi :-Opiat endogen-Serotonergik-Noradrenergik (Norepinephric)Sistem analgesik endogen inimemiliki kemampuan menekan input nyeri di kornu posterior dan proses desendern yang dikontrol oleh otak seseorang, kornu posterior diibaratkan sebagai pintu gerbang yang dapat tertutup adalah terbuka dalam menyalurkan input nyeri. Proses modulasi ini dipengaruhi oleh kepribadian, motivasi, pendidikan, status emosional & kultur seseorang. Secara skematik proses modulasi dapat dilihat pada skema dibawah ini.

Gambar 5. Skema Proses ModulasiPersepsi Hasil akhir dari proses interaksi yang kompleks dari proses tranduksi, transmisi dan modulasi yang pada akhirnya akan menghasilkan suatu proses subjektif yang dikenal sebagai persepsi nyeri, yang diperkirakan terjadi pada thalamus dengan korteks sebagai diskriminasi dari sensorik. Fase ini merupakan titik kesadaran seseorang terhadap nyeri, pada saat individu menjadi sadar akan adanya suatu nyeri, maka akan terjadi suatu reaksi yang kompleks. Persepsi ini menyadarkan individu dan mengartikan nyeri itu sehingga kemudian individu itu dapat bereaksi.11Fase ini dimulai pada saat di mana nosiseptor telah mengirimkan sinyal pada formatio reticularis dan thalamus, sensasi nyeri memasuki pusat kesadaran dan afek. Sinyal ini kemudian dilanjutkan ke area limbik. Area ini mengandung sel-sel yang bisa mengatur emosi. Area ini yang akan memproses reaksi emosi terhadap suatu nyeri. Proses ini berlangsung sangat cepat sehingga suatu stimulus nyeri dapat segera menghasilkan emosi.9,12

Gambar 6. Skema proses terjadinya nyeri nosiseptif

BAB IIIKESIMPULAN

Nyeri adalah pengalaman yang bersifat personal dan subyektif yang meliputi faktor sensoris, emosional, perilaku yang berhubungan dengan trauma jaringan yang aktual dan potensial. Nyeri tidaklah selalu berhubungan dengan derajat kerusakan jaringan yang dijumpai. Namun nyeri bersifat individual yang dipengaruhi oleh genetik, latar belakang kultural, umur dan jenis kelamin.Nyeri berdasarkan asal timbulnya dapat dibagi menjadi nyeri perseptif dan nyeri nosiseptif. Jalur nyeri dimulai dari jalur saraf perifer, dari kulit / viscera melewati dorsal root ganglion menuju ke dorsal horn, selanjutnya menjadi tractus spraotoalamicus. Saraf aferen primer yang mengandung serat A , A dan C akan berakhir di Cornu dorsalis pada lamina-lamina tertentu. Anatomi jalur nyeri dibagi menjadi jalur nyeri asendens dan jalur modulasi desendens, dimana terjadi proses tranduksi, transmisi, modulasi, dan persepsi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Mekzack R. Labour Pain As A Model Of Acute Pain. Mosby. Philadelphia. 1993; 117-120.2. Pemeriksaan Fisik. Available from : http://id.wikipedia.org/wiki/Pemeriksaan_fisik. Diunduh pada tanggal 30 September 2011.3. Panmedical. Nyeri. Available from: http://panmedical.wordpress.com/. Diunduh pada tanggal 30 September 2011.4. Rasa Nyeri. Available from: http://spiritia.or.id/li/bacali.php?lino=560. Diunduh pada tanggal 1 Oktober 2011.5. Hadinoto H, Setiawan, Soetedjo. Nyeri: Pengenalan dan Tatalaksana. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang. 1996; 1-20. 6. Sidharta P.Neurologi Klinis Dalam Praktek Umum.Dian Rakyat. Jakarta. 2009; 25-60.7. Murdiyanto J. Manajemen Nyeri Akut dan Nyeri Refrakter. Available from: http://perawattegal.wordpress.com/2009/08/29/manajemen-nyeri-akut-dan-nyeri-refrakter/. Diunduh pada tanggal 30 September 2011.8. Budiman G. Basic Neuroanatomical Pathway. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2005; 5-11. 9. Soenarjo, Jattmiko D,S: Anestesiologi. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang. 2010; 295-310.10. Anonymous.Pain Outline.Available from : http://library.med.utah.edu/pain_center/education/outlines/toc.html. Diunduh pada tanggal 1 September 2011.11. Chapman CR.Psychological Aspects of Pain : A Consciousness Studies Perspective in The Neurological Basis Of Pain. McGraw Hill. Philadelphia. 2004; 156-159.12. Surota. Aspek Neurobiologi Nyeri dan Inflamasi. Erlangga Universities Press. Surabaya. 2006; 51-66.13. Purwandari R. Nyeri. Available from : http://www.elearning.unej.ac.id/courses/IKU13236c49/document/NYERIhandout.doc?cidReq=IKU13239dc2. Diunduh pada tanggal 30 September 2011.14. Wikipedia.Pain and Nociception. Available from : http://en.wikipedia.org/wiki/Pain_and_nociception. Diunduh pada tanggal 30 September 2011.15. Soenarjo, Jatmiko H. Anestesiologi. Ikatan Dokter Spesialis Anestesi dan Reanimasi. Semarang. 2010; 171-183.16. Muhiman M, Thaib R, Sunatrio S, Dahlan R. Anestesiologi. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI. Jakarta. 2004; 27-33.

i

19