NS dan GNA
-
Upload
nadia-aiiuu -
Category
Documents
-
view
89 -
download
1
Transcript of NS dan GNA
NEFROTIK SINDROM
A. Pengertian
Sindrom nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria,
hipoalbuminemia dan hiperkolesterolemia. Kadang-kadang terdapat hematuria, hipertensi
dan penurunan fungsi ginjal ( Ngastiyah, 1997).
Penyakit ini terjadi tiba-tiba, terutama pada anak-anak. Biasanya berupa oliguria
dengan urin berwarna gelap, atau urin yang kental akibat proteinuria berat
(Mansjoer Arif, dkk. 1999).
Nephrotic Syndrome merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh adanya
injury glomerular yang terjadi pada anak dengan karakteristik: proteinuria,
hypoproteinuria, hypoalbuminemia, hyperlipidemia dan edema
(Suryadi, 2001).
Sindrom Nefrotik adalah status klinis yang ditandai dengan peningkatan
permeabilitas membran glomerulus terhadap protein, yang mengakibatkan kehilangan
protein urinaris yang massif (Donna L. Wong, 2004).
Sindrom Nefrotik merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh injuri
glomerular yang terjadi pada anak dengan karakteristik; proteinuria, hipoproteinuria,
hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan edema (Suriadi dan Rita Yuliani, 2001).
Sindrom nefrotik (SN) merupakan sekumpulan gejala yang terdiri dari proteinuria
massif (lebih dari 50 mg/kgBB/24 jam), hipoalbuminemia (kurang dari 2,5 gram/100 ml)
yang disertai atau tidak disertai dengan edema dan hiperkolesterolemia. (Rauf, 2002).
Berdasarkan pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa:
Sindrom nefrotik, adalah salah satu penyakit ginjal yang sering dijumpai pada
anak, merupakan suatu kumpulan gejala-gejala klinis yang terdiri dari proteinuria masif,
hipoalbuminemia, hiperkholesterolemia serta sembab.
Yang dimaksud proteinuria masif adalah apabila didapatkan proteinuria sebesar
50-100 mg/kg berat badan/hari atau lebih. Albumin dalam darah biasanya menurun
hingga kurang dari 2,5 gram/dl. Selain gejala-gejala klinis di atas, kadang-kadang
dijumpai pula hipertensi, hematuri, bahkan kadang-kadang azotemia.
1
B. Etiologi
Penyebab sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini dianggap
sebagai suatu penyakit autoimun, yaitu suatu reaksi antigen – antibodi. Umumnya etiologi
dibagi menjadi :
1. Sindrom nefrotik bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal. Resisten
terhadap semua pengobatan. Prognosis buruk dan biasanya pasien meninggal dalam
bulan-bulan pertama kehidupannya.
2. Sindrom nefrotik sekunder
Disebabkan oleh :
Malaria kuartana atau parasit lainnya.
Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura anafilaktoid.
Glumerulonefritis akut atau kronik,
Trombosis vena renalis.
Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, air raksa.
Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membranoproliferatif
hipokomplementemik.
3. Sindrom nefrotik idiopatik
Tidak diketahui sebabnya atau disebut sindroma nefrotik primer. Berdasarkan
histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dgn pemeriksaan mikroskop biasa dan
mikroskop elektron, Churk dkk membaginya menjadi :
2
a. Kelainan minimal
Pada mikroskop elektron akan tampak foot prosessus sel epitel berpadu. Dengan
cara imunofluoresensi ternyata tidak terdapat IgG pada dinding kapiler
glomerulus.
b. Nefropati membranosa
Semua glomerulus menunjukan penebalan dinding kapiler yang tersebar tanpa
proliferasi sel. Prognosis kurang baik.
c. Glomerulonefritis proliferatif
Glomerulonefritis proliferatif esudatif difus. Terdapat proliferasi sel mesangial
dan infiltrasi sel polimorfonukleus. Pembengkanan sitoplasma endotel yang
menyebabkan kapiler tersumbat.
Dengan penebalan batang lobular.
Terdapat prolefirasi sel mesangial yang tersebar dan penebalan batang lobular.
Dengan bulan sabit ( crescent)
Didapatkan proliferasi sel mesangial dan proliferasi sel epitel sampai kapsular
dan viseral. Prognosis buruk.
Glomerulonefritis membranoproliferatif
Proliferasi sel mesangial dan penempatan fibrin yang menyerupai membran
basalis di mesangium. Titer globulin beta-IC atau beta-IA rendah. Prognosis
buruk.
Lain-lain perubahan proliferasi yang tidak khas.
4. Glomerulosklerosis fokal segmental
Pada kelainan ini yang mencolok sklerosis glomerulus. Sering disertai atrofi tubulus.
Prognosis buruk.
C. Patofisiologi
Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat pada
hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadi proteinuria. Lanjutan dari proteinuria
menyebabkan hipoalbuminemia. Dengan menurunnya albumin, tekanan osmotik plasma
menurun sehingga cairan intravaskuler berpindah ke dalam interstitial. Perpindahan
cairan tersebut menjadikan volume cairan intravaskuler berkurang, sehingga menurunkan
jumlah aliran darah ke renal karena hypovolemi.
3
Menurunnya aliran darah ke renal, ginjal akan melakukan kompensasi dengan
merangsang produksi renin – angiotensin dan peningkatan sekresi anti diuretik hormon
(ADH) dan sekresi aldosteron yang kemudian terjadi retensi kalium dan air. Dengan
retensi natrium dan air akan menyebabkan edema.
Terjadi peningkatan kolesterol dan trigliserida serum akibat dari peningkatan
stimulasi produksi lipoprotein karena penurunan plasma albumin dan penurunan onkotik
plasma
Adanya hiper lipidemia juga akibat dari meningkatnya produksi lipopprtein dalam
hati yang timbul oleh karena kompensasi hilangnya protein, dan lemak akan banyak
dalam urin (lipiduria)
Menurunya respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinan disebabkan oleh
karena hipoalbuminemia, hiperlipidemia, atau defesiensi seng. (Suriadi dan Rita yuliani,
2001 :217)
D. Manifestasi klinis
Manifestasi utama sindrom nefrotik adalah edema. Edema biasanya bervariasi dari
bentuk ringan sampai berat (anasarka). Edema biasanya lunak dan cekung bila ditekan
(pitting), dan umumnya ditemukan disekitar mata (periorbital) dan berlanjut ke
abdomen daerah genitalia dan ekstermitas bawah.
Penurunan jumlah urin : urine gelap, berbusa
Pucat
Hematuri
Anoreksia dan diare disebabkan karena edema mukosa usus.
Sakit kepala, malaise, nyeri abdomen, berat badan meningkat dan keletihan umumnya
terjadi.
Gagal tumbuh dan pelisutan otot (jangka panjang),
(Betz, Cecily L.2002 : 335 ).
E. Pemeriksaan Diagnostik
1. Uji urine
Protein urin – meningkat
Urinalisis – cast hialin dan granular, hematuria
Dipstick urin – positif untuk protein dan darah
Berat jenis urin – meningkat
4
2. Uji darah
Albumin serum – menurun
Kolesterol serum – meningkat
Hemoglobin dan hematokrit – meningkat (hemokonsetrasi)
Laju endap darah (LED) – meningkat
Elektrolit serum – bervariasi dengan keadaan penyakit perorangan.
3. Uji diagnostik
Biopsi ginjal merupakan uji diagnostik yang tidak dilakukan secara rutin (Betz, Cecily
L, 2002 : 335).
F. Penatalaksanaan
1. Istirahat sampai edema tinggal sedikit. Batasi asupan natrium sampai kurang lebih 1
gram/hari secara praktis dengan menggunakan garam secukupnya dan menghindar
makanan yang diasinkan. Diet protein 2 – 3 gram/kgBB/hari
2. Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam, dapat digunakan diuretik,
biasanya furosemid 1 mg/kgBB/hari. Bergantung pada beratnya edema dan respon
pengobatan. Bila edema refrakter, dapat digunakan hididroklortiazid (25 – 50
mg/hari), selama pengobatan diuretik perlu dipantau kemungkinan hipokalemi,
alkalosis metabolik dan kehilangan cairan intravaskuler berat.
3. Pengobatan kortikosteroid yang diajukan Internasional Coopertive Study of Kidney
Disease in Children (ISKDC), sebagai berikut :
Selama 28 hari prednison diberikan per oral dengan dosis 60 mg/hari luas
permukaan badan (1bp) dengan maksimum 80 mg/hari.
Kemudian dilanjutkan dengan prednison per oral selama 28 hari dengan dosis 40
mg/hari/1bp, setiap 3 hari dalam satu minggu dengan dosis maksimum 60
mg/hari. Bila terdapat respon selama pengobatan, maka pengobatan ini
dilanjutkan secara intermitten selama 4 minggu
4. Cegah infeksi. Antibiotik hanya dapat diberikan bila ada infeksi
5. Pungsi asites maupun hidrotoraks dilakukan bila ada indikasi vital
(Arif Mansjoer,2000)
G. Komplikasi
5
Infeksi sekunder mungkin karena kadar imunoglobulin yang rendah akibat
hipoalbuminemia.
Shock : terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (< 1 gram/100ml) yang
menyebabkan hipovolemia berat sehingga menyebabkan shock.
Trombosis vaskuler : mungkin akibat gangguan sistem koagulasi sehingga terjadi
peninggian fibrinogen plasma.
Komplikasi yang bisa timbul adalah malnutrisi atau kegagalan ginjal.
(Rauf, .2002 : .27-28).
ASKEP PADA ANAK DENGAN GANGGUAN NEFROTIK SINDROM
6
A. Pengkajian
Pengkajian yang perlu dilakukan pada klien anak dengan sindrom nefrotik (Donna L.
Wong,2004 : 550) sebagai berikut :
a. Lakukan pengkajian fisik termasuk pengkajian luasnya edema
b. Dapatkan riwayat kesehatan dengan cermat, terutama yang berhubungan dengan
penambahan berat badan saat ini, disfungsi ginjal.
c. Observasi adanya manifestasi sindrom nefrotik :
1) Penambahan berat badan
2) Edema
3) Wajah sembab :
Khususnya di sekitar mata
Timbul pada saat bangun pagi
Berkurang di siang hari
4) Pembengkakan abdomen (asites)
5) Kesulitan pernafasan (efusi pleura)
6) Pembengkakan labial (scrotal)
7) Edema mukosa usus yang menyebabkan :
Diare
Anoreksia
Absorbsi usus buruk
8) Pucat kulit ekstrim (sering)
9) Peka rangsang
10) Mudah lelah
11) Letargi
12) Tekanan darah normal atau sedikit menurun
13) Kerentanan terhadap infeksi
14) Perubahan urin :
Penurunan volume
Gelap
Berbau buah
Bantu dengan prosedur diagnostik dan pengujian, misalnya analisa urine akan
adanya protein, silinder dan sel darah merah; analisa darah untuk protein
serum (total, perbandingan albumin/globulin, kolesterol), jumlah darah merah,
natrium serum.
7
B. Diagnosa Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan (total tubuh) berhubungan dengan akumulasi cairan dalam
jaringan dan ruang ketiga.
2. Resiko tinggi kekurangan volume cairan (intravaskuler) berhubungan dengan
kehilangan protein dan cairan, edema
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh yang menurun, kelebihan
beban cairan cairan, kelebihan cairan.
4. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema, penurunan
pertahanan tubuh.
5. Perubahan nutrisi ; kurang dari kebtuhan tubuh berhubungan dengan kehilangan nafsu
makan
6. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan
7. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelelahan
8. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan anak yang menderita penyakit serius
C. Intervensi Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan (total tubuh) berhubungan dengan akumulasi cairan
dalam jaringan dan ruang ketiga.
Tujuan
Pasien tidak menunjukkan bukti-bukti akumulasi cairan (pasien mendapatkan volume
cairan yang tepat)
Intervensi
Kaji masukan yang relatif terhadap keluaran secara akurat.
Rasional : perlu untuk menentukan fungsi ginjal, kebutuhan penggantian cairan
dan penurunan resiko kelebihan cairan.
Timbang berat badan setiap hari (ataui lebih sering jika diindikasikan).
Rasional : mengkaji retensi cairan
Kaji perubahan edema : ukur lingkar abdomen pada umbilicus serta pantau edema
sekitar mata.
Rasional : untuk mengkaji ascites dan karena merupakan sisi umum edema.
Atur masukan cairan dengan cermat.
Rasional : agar tidak mendapatkan lebih dari jumlah yang dibutuhkan
Pantau infus intra vena
8
Rasional : untuk mempertahankan masukan yang diresepkan
Berikan kortikosteroid sesuai ketentuan.
Rasional : untuk menurunkan ekskresi proteinuria
Berikan diuretik bila diinstruksikan.
Rasional : untuk memberikan penghilangan sementara dari edema.
2. Resiko tinggi kekurangan volume cairan (intravaskuler) berhubungan dengan
kehilangan protein dan cairan, edema
Tujuan
Klien tidak menunjukkan kehilangan cairan intravaskuler atau shock hipovolemik
yang diyunjukkan pasien minimum atau tidak ada
Intervensi
Pantau tanda vital
Rasional : untuk mendeteksi bukti fisik penipisan cairan
Kaji kualitas dan frekwensi nadi
Rasional : untuk tanda shock hipovolemik
Ukur tekanan darah
Rasional : untuk mendeteksi shock hipovolemik
Laporkan adanya penyimpangan dari normal
Rasional : agar pengobatan segera dapat dilakukan
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh yang menurun,
kelebihan beban cairan cairan, kelebihan cairan.
Tujuan
Tidak menunjukkan adanya bukti infeksi
Intervensi
Lindungi anak dari kontak individu terinfeksi
Rasional : untuk meminimalkan pajanan pada organisme infektif
Gunakan teknik mencuci tangan yang baik
Rasional : untuk memutus mata rantai penyebar5an infeksi
Jaga agar anak tetap hangat dan kering
Rasiona;l : karena kerentanan terhadap infeksi pernafasan
Pantau suhu.
Rasional : indikasi awal adanya tanda infeksi
9
Ajari orang tua tentang tanda dan gejala infeksi
Rasional : memberi pengetahuan dasar tentang tanda dan gejala infeksi
4. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema, penurunan
pertahanan tubuh.
Tujuan
Kulit anak tidak menunjukkan adanya kerusakan integritas : kemerahan atau iritasi
Intervensi
Berikan perawatan kulit
Rasional : memberikan kenyamanan pada anak dan mencegah kerusakan kulit
Hindari pakaian ketat
Rasional : dapat mengakibatkan area yang menonjol tertekan
Bersihkan dan bedaki permukaan kulit beberapa kali sehari
Rasional : untuk mencegah terjadinya iritasi pada kulit karena gesekan dengan alat
tenun
Topang organ edema, seperti skrotum
Rasional : unjtuk menghilangkan aea tekanan
Ubah posisi dengan sering ; pertahankan kesejajaran tubuh dengan baik
Rasional : karena anak dengan edema massif selalu letargis, mudah lelah dan diam
saja
Gunakan penghilang tekanan atau matras atau tempat tidur penurun tekanan sesuai
kebutuhan
Rasional : untuk mencegah terjadinya ulkus
5. Perubahan nutrisi ; kurang dari kebtuhan tubuh berhubungan dengan
kehilangan nafsu makan
Tujuan
Pasien mendapatkan nutrisi yang optimal
Intervensi
Beri diet yang bergizi
Rasional : membantu pemenuhan nutrisi anak dan meningkatkan daya tahan tubuh
anak
Batasi natrium selama edema dan trerapi kortikosteroid
10
Rasinal : asupan natrium dapat memperberat edema usus yang menyebabkan
hilangnya nafsu makan anak
Beri lingkungan yang menyenangkan, bersih, dan rileks pada saat makan
Rasional : agar anak lebih mungkin untuk makan
Beri makanan dalam porsi sedikit pada awalnya
Rasional : untuk merangsang nafsu makan anak
Beri makanan spesial dan disukai anak
Rasional : untuk mendorong agar anak mau makan
Beri makanan dengan cara yang menarik
Raional : untuk menrangsang nafsu makan anak
6. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan
Tujuan
Agar dapat mengespresikan perasaan dan masalah dengan mengikutin aktivitas yang
sesuai dengan minat dan kemampuan anak.
Intervensi
Gali masalah dan perasaan mengenai penampilan
Rasional : untuk memudahkan koping
Tunjukkan aspek positif dari penampilan dan bukti penurunan edema
Rasional : meningkatkan harga diri klien dan mendorong penerimaan terhadap
kondisinya
Dorong sosialisasi dengan individu tanpa infeksi aktif
Rasional : agar anak tidak merasa sendirian dan terisolasi
Beri umpan balik posisitf
Rasional : agar anak merasa diterima
7. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelelahan
Tujuan
Anak dapat melakukan aktifitas sesuai dengan kemampuan dan mendapatkan istirahat
dan tidur yang adekuat
Intervensi
Pertahankan tirah baring awal bila terjadi edema hebat
Rasional : tirah baring yang sesuai gaya gravitasi dapat menurunkan edema
Seimbangkan istirahat dan aktifitas bila ambulasi
11
Rasional : ambulasi menyebabkan kelelahan
Rencanakan dan berikan aktivitas tenang
Rasional : aktivitas yang tenang mengurangi penggunaan energi yang dapat
menyebabkan kelelahan
Instruksikan istirahat bila anak mulai merasa lelah
Rasional : mengadekuatkan fase istirahat anak
Berikan periode istirahat tanpa gangguan
Rasional : anak dapat menikmati masa istirahatnya
8. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan anak yang menderita penyakit
serius
Tujuan
Pasien (keluarga) mendapat dukungan yang adekuat
Intervensi
Kenali masalah keluarga dan kebutuhan akan informasi, dukungan
Rasional : mengidentifikasi kebuutuhan yang dibutuhkan keluarga
Kaji pemahaman keluarga tentang diagnosa dan rencana perawatan
Rasional : keluarga akan beradaptasi terhadap segala tindakan keperawatan yang
dilakukan
Tekankan dan jelaskan profesional kesehatan tentang kondisi anak, prosedur dan
terapi yang dianjurkan, serta prognosanya
Rasional : agar keluarga juga mengetahui masalah kesehatan anaknya
Gunakan setiap kesempatan untuk meningkatkan pemahaman keluarga Keluarga
tentang penyakit dan terapinya
Rasional : mengoptimalisasi pendidikan kesehatan terhadap
Ulangi informasi sesering mungkin
Rasional : untuk memfasilitasi pemahaman
Bantu keluarga mengintrepetasikan perilaku anak serta responnya
Rasional : keluarga dapat mengidentifikasi perilaku anak sebagai orang yang
terdekat dengan anak
Jangan tampak terburu-buru, bila waktunya tidak tepat
Rasional : mempermantap rencana yang telah disusun sebelumnya.
(Donna L Wong,2004 : 550-552).
12
GLOMERULONEFRITIS AKUT
A. Pengertian
Glomerulonefritis Akut (GNA) ialah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap
bakteri atau virus tertentu. Yang sering terjadi ialah akibat infeksi kuman Streptococcus β
hemolitikus grup A yang nefritogenik.
13
B. Etiologi
Penyakit ini sering ditemukan pada anak berumur 3 – 7 tahun dan lebih sering
mengenai anak pria dibandingkan anak wanita. Timbulnya GNA didahului oleh infeksi
ekstra renal, terutama di traktus respiratorius bagian atas dan kulit oleh kuman
Streptococcus beta hemolyticus golongan A tipe 12, 4, 16, 25 dan 49.
Hubungan antara GNA dan infeksi Streptococcus ini dikemukakan pertama kali
oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan alasan bahwa :
1. Timbulnya GNA setelah infeksi skarlatina.
2. Diisolasinya kuman Streptococcus beta hemolyticus golongan A.
3. Meningkatnya titer anti – streptolisin pada serum penderita.
Antara infeksi bakteri dan timbulnya GNA terdapat masa laten selama lebih
kurang 10 hari. Dari tipe tersebut di atas, tipe 12 dan 25 lebih bersifat netrifogen dari
pada yang lain. Mengapa tipe yang satu lebih bersifat nefritogen dari pada yang lain,
tidaklah diketahui.
Mungkin faktor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan faktor alergi
mempengaruhi terjadinya GNA setelah infeksi dengan kuman Streptococcus. GNA juga
dapat disebabkan oleh sifilis, keracunan (timah hitam, tridion), penyakit amiloid,
trombosis vena renalis, purpura anafilaktoid dan lupus eritematous.
C. Patogenesis
Hasil penyelidikan klinis – imunologis dan percobaan pada binatang menunjukkan
adanya kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab.
Beberapa penyelidik mengajukan hipotesis sebagai berikut :
1. Terbentuknya kompleks antigen – antibodi yang melekat pada membrana basalis
glomerulus dan kemudian merusaknya.
2. Proses autoimun kuman Streptococcus yang nefritogen dalam tubuh menimbulkan
badan autoimun yang merusak glomerulus.
3. Streptococcus nefritogen dan membrana basalis glomerulus mempunyai komponen
antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung merusak membrana
basalis ginjal.
D. Patologi
Makroskopis ginjal tampak agak membesar, pucat dan terdapat titik-titik
pendarahan pada korteks. Mikroskopik tampak hampir semua glomerulus terkena
14
sehingga dapat disebut glomerulus difus. Tampak proliferasi sel endotel glomerulus yang
keras sehingga mengakibatkan lumen kapiler dan ruang simpai Bowman menutup. Di
samping itu terdapat pula infiltrasi sel epitel kapsul, infiltrasi sel polimorfonukleus dan
monosit. Pada pemeriksaan mikroskop electron akan tampak membrane basalis menebal
tidak teratur. Terdapat gumpalan humps di subepitelium yang mungkin dibentuk oleh
glonulin gama, komplemen dan antigen streptokokus.
E. Prognosis
Gejala fisik menghilang dalam minggu ke 2 atau ke 3 dan tekanan darah
umumnya menurun dalam waktu 1 minggu. Kimia darah menjadi normalpada minggu ke
2. Hematuria mikroskopis dan makroskopik dapat menetap selama 4-6 minggu, hitung
Addis menunjukan kenaikan jumlah eritrosis untuk 4 bulan atau lebih, dan LED
meninggi terus sampai kira-kira 3 bulan. Protein sedikitdalam urin dan menetap untuk
beberapa bulan. Eksaserbasi kadang-kadang terjadi akibat infeksi akut selama fase
penyembuhan, tetapi umumnya tidak mengubah proses penyakitnya. Pasien yang tetap
menunjukan kelainan urin selama 1 tahun dianggap menderita penyakit glomerunefrotik
kronis, walaupun dapat terjadi penyembuhan sempurna.
F. Manifestasi Klinis
Hematuria
Olguria
Edema ringan disekitar mata/seluruh tubuh
Hipertensi (60-70 %) ringan sampai berat
Edema berat pada oliguria gagal jantung
Muntah,
Terjadinya menurunan nafsu makan
Konstipasi dan diare faringitis/tonsilitis dan demam
Sakit kepala
Malese dan nyeri panggul
Edema wajah
G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Laboratorium
Laju endap darah meninggi
15
Kadar Hb ↓ → karena hipervolemia (retensi garam dan lendir)
2. Pemeriksaan urin didapatkan :
Jumlah urin mengurang
Berat jenis meninggi
Hematoria mikroskopik → sel darah merah dan sedimen protein
Albumin (+)→ proteinuria
Eritrosit (++)
Leukosit (+)
Silinder leukosit
Eritrosit dan healin
Ureumdan kreatinin darah↑
Albumin serum dan komplemen serum (globulin beta – 1C) sedikit ↓
Titer anti-streptolisin umumnya miningkat kecuali kalau infeksi streptococcus
yang mendahuluinya hanya mengenai kulit saja
Uji fungsi ginjal normal pada 50 % penderita
Kadar BUN dan kreatinin serum ↑
H. Komplikasi
1. Oliguira dan anuria dapat berlangsung 2 – 3 hari akibat berkurangnya filtrasi
glomerulus. Meskipun oligouria atau anuria yang lama jarang terdapat pada anak,
namun bila hal ini terjadi maka dialisis peritoneum kadang – kadang diperlukan.
2. Hipertensi ensefalopati merupakan gejala serebrum karena hipertensi, disebabkan
spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak.
3. Gangguan sirkulasi berupa dispnoe, ortopnoe, terdapatnya ronkhi basah, pembesaran
jantung, dan meningginya tekanan darah yang bukan saja karena hipertensi, juga
karena volume plasma yang bertambah.
4. Anemia karena hipervolemia selain sintesis eritropoetik yang menurun.
I. Pengobatan
Tidak ada pengobatan khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan di glomerulus.
1. Istirahat mutlak selama 3 – 4 minggu
Dulu dianjurkan istirahat selama 6 – 8 minggu untuk memberi kesempatan pada ginjal
untuk menyembuh. Namun penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa mobilisasi
16
penderita setelah 3 – 4 minggu dari timbulnya penyakit tidak berakibat buruk terhadap
perjalanan penyakitnya.
2. Pemberian penisilin pada fase akut
Pemberian antibiotik ini tidak mempengaruhi beratnya glomerulonefritis, melainkan
mengurangi menyebarnya infeksi Streptococcus yang mungkin masih ada.
Pemberian penisilin ini dianjurkan hanya untuk 10 hari, sedangkan pemberian
profilaksis yang lama sesudah nefritisnya sembuh terhadap kuman penyebab tidak
dianjurkan karena terdapat imunitas yang menetap. Secara teoritis seorang anak dapat
terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen lain, namun kemungkinan ini sangat kecil
sekali.
3. Makanan
Pada fase akut, diberi makanan rendah protein ( 1g / kgbb / hari) dan rendah garam (1
g /hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu tinggi dan makanan
biasa bila suhu telah normal kembali. Bila ada anuria atau muntah, maka diberikan
IVFD dengan larutan glukosa 10 %. Pada penderita tanpa komplikasi, pemberian
cairan disesuaikan dengan kebutuhan, sedangkan bila ada komplikasi seperti gagal
jantung, edema, hipertensi dan oliguria, maka jumlah cairan yang diberikan harus
dibatasi.
4. Pengobatan terhadap hipertensi
Hipertensi dapat diatasi secara efektif dengan vasodilator perifer (hidralazin,
nifedipin). Pemberian cairan dikurangi, pemberian sedatif untuk menenangkan
penderita sehingga dapat cukup beistirahat. Pada hipertensi dengan gejala serebral,
diberikan reserpin dan hidralasin. Mula – mula diberikan reserpin sebanyak 0,07
mg/kgbb secara I.M. Bila terjadi diuresis 5 – 10 jam kemudian, maka selanjutnya
reserpin diberikan per oral dengan dosis rumat 0,03 mg/kgbb/hari. Magnesium sulfat
parenteral tidak dianjurkan lagi karena memberi efek toksis.
5. Bila anuria berlangsung lama (5 – 7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari dalam
darah dengan beberapa cara, misalnya dialisis peritoneum, hemodialisis, bilas
lambung dan usus. Bila prosedur di atas tidak dapat dilakukan karena kesulitan
teknis, maka pengeluaran darah venapun dapat dikerjakan dan adakalanya menolong
juga.
6. Diuretikum dulu tidak diberikan pada glomerulonefritis akut, namun akhir – akhir ini
pemberian furosemid (Lasix) secara I.V. (1 mg/kgbb/hari) dalam 5 – 10 menit tidak
17
berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus diperlukan untuk
mengatasi retensi cairan dan hipertensi.
7. Bila timbul gagal jantung, maka diberikan digitalis, sedativum dan oksigen.
ASKEP PADA ANAK DENGAN GLOMERULONEFRITIS AKUT (GNA)
A. Pengkajian
1. Aktivitas atau istirahat
Gejala → keletihan, kelemahan, malaise
Tanda → kelemahan otot, kehilangan tonus otot
2. Sirkulasi
Tanda → hipertensi, distrimia jantung, nadi lemah atau halus, hipertensi ortostatik
(hipovolemia), 0edema jaringan umum, pucat, kecenderungan perdarahan
18
3. Eliminasi
Gejala → perubahan pola berkemih
Disuria, ragu-ragu, dororngan dan retensi (inflamasi/obastruksi, infeksi)
Obdomen kembung, diare/konstipasi
Tanda → perubahan warna urine ex : kuning pekat, merah, coklat, berawan
Oliguria (12 - 21 hari) , poliuria (25 L/ hari)
4. Makanan/cairan
Gejala → peningkatan BB ( oedema),
Muaql, muntah, anoreksia
Penggunaan diuretic
Tanda → perubahan turgo kulit/kelembaban, oedeam (umum, bagian bawah)./
5. Neurosensori
Gejala → sakit kepala, penglihatan kabur
Tanda → penurunan tingkat kesadaran., kejang, faskikulasi otot aktivitas kejang
6. Nyeri / kenyamanan
Gejala → nyeri tubuh, sakit kepela
Tanda→ perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah
7. Pernapasan
Gejala → nafas pendek
Tanda → takipnea, dfispnea, batu produktif dengan sputum kental merah mudah
(Oedema paru)
8. Keamanan
Gejala → adanya reaksi tranfusi
Tanda → demam (sepsi, dehidrasi)
Petekie, area kulit ekimosis
Pruritis, kulit kering
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang mungkin muncul, diantaranya:
1. Kelebihan voleme cairan b/d penurunan haluaran urin, diet kelebihan dan retensi
cairan natrium
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual,muntah,anoreksia,
pembatasan diet dan perubahan mambran mukosa mulut
3. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan penanganan
19
4. Intoleransi aktivitas b/d keletihan, anemia, retensi produk sampah dan prosedur
dialisis
5. Gangguan harga diri b/d ketergantungan, perubahan peran, perubahan citra tubuh dan
fungsi seksual.
C. Rencana Tindakan Keperawatan
1. Kelebihan voleme cairan b/d penurunan haluaran urin, diet kelebihan dan
retensi cairan natrium
Tujuan:
Memperatahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan
Kriteria Hasil :
o Menunjukan perubahan - perubahan berat badan yang lambat
o Mempertahankan pembatasan diet dan cairan
o Menunjutkan turgo kulit normal tanpa oedema
o Menunjukan tanda – tanda vital normal
o Menunjukan tidak adanya distensi vena leher
o Meloporkan adanya kemudahan dalam bernafas/tidak terjadi nafas pendek
o Melakukan hyegiene oral dengan sering
o Melakukan penurun rasa haus
o Meloporkan berkurangnya kekeringan pada mambra mukosa mulut
Intervensi Rasional
1. Kaji status cairan :
Timbang berat badan tiap hari
Keseimbangan massukan dan
haluara
Turgorr kulit dan adanya oedema
Distensi vena leher
Tekanan darah denyut dan irama
1. pengkajian merupakan dasar dan data
dasar berkelanjutan untuk memantau
perubahan dan mengevaluasi
intervensi
2. pembatasan cairan akan menentukan
berat tubuh ideal, haluaran urin dan
respon terhadap terapi
20
nadi
2. Batasi masukan cairan
3. Identifikasi sumber potensial cairan :
Medikasi dan cairan yang
digunakan untuk pengobatan : oral
dan intravena
Makanan
4. Jelaskan pada pasien dan keluarga
rasional pembatasan
5. Bantu pasien dalam menghadapi
ketidaknyamanan akibat pembatasan
cairan
6. Tingkatkan dan dorong hygiene oral
dan sering
3. sumber kelebihan cairan yang tidak
di ketahui dapat didentifikasi
4. pemahaman meningkatkan kerja
sama pasien dan keluarga dalam
pembatasan cairan
5. kenyamanan pasien meningkatkan
kepatuhan terhadap pembatasan diet
6. hygiene oral mengurangi kekeringan
mambran mukosa mulut
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual,muntah,anoreksia,
pembatasan diet dan perubahan mambran mukosa mulut.
Tujuan:
Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat
Kriteria Hasil:
o Mengkonsumsi protein yang mengandung nilai biologis yang tinggi
o Memilih makanan yang menimbulkan nafsu makan dalam batasan diet
o Mengkonsumsi makanan tinggi kalori dalam batasan diet
o Mematuhi medikasi sesuai dengan jadwal untuk mengatasi anoreksia dan tidak
menimbulkan rasa kenyang
o Menjelaskan dengan kata – kata sendiri rasinal pembatasan diet dan hubungan
dengan kadar kreatinin dan urea
o Mengkosulkan daftar makanan yang dapat direrima
o Melaporkan peningkatan nafsu makan
o Menunjukan tidak adanya perlambatan / penurunan berat badan yang tempat
o Menunjykan turgor kulit yang normal/tanpa oedema, kadar albumin, plasma dapat
diterima
21
Intervensi Rasional
1. Kaji status nutrisi :
o Perubahan berat badan
o Pengukuran antrometrik
o Nilai laboratorium (elektron
serum, BUN., kreatinin, protein,
transferin, dan kadar besi)
2. Kaji p[ola diet nutrisi pasien :
Riwayat diet
Makanan kesukaan
Hitung kalori
3. Kaji foktor yang berperan dalam
merubah mesukan nitrisi :
Anoreksia, mual/muntah,
Diet yang tidak menyenangkan
bagi pasien
Depresi
Kurang memahami pembatasan
diet
Stomatitis
4. Menyediakan makanan kesukaan
pasien dalam batas – batas diet
5. Tingkatkan masukan protein yang
mengandung nilai biologis tinggi
seperti : telur, pruduk susu, daging,
6. Timbang berat badan tiap hari.
1. Menyediakan data dasar untuk
memantau perubahan dan
mengevaluasi intervensi
2. Pola diet dahulu dan sekarang
dapat di pertimbangkan dalam
menyusun menu
3. Menyediakan informasi mengenai
faktor lain yang dapat di
ubah/dihilangkan untuk
meningkatkan masukkan diet
4. Mendorong peningkatan masukkan
diet
5. Protein lengkap diberikan untuk
mencapai keseimbangan nitrogen
yang diperlukan untuk
pertumbuhan dan penyembuhan
6. Untuk memantau status cairan dan
nutrisi.
3. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan penanganan
Tujuan:
Meningkatkan pengetahuan mengenal kondisi dan penanganan yang bersangkutan
Kriteria Hasil:
22
o Menytakan hubungan antara penyebab glomerulonephritis akut dan
konsekuensinya
o Menjelaskan pembatasan cairan dan diet sehubungan dengan kegagalan regulasi
ginjal.
o Mempertahankan hubungan GNA dengan kebutuhan penanganan menggunakan
kata – kata sendiri
o Menanyakan tentang pilihan terapi yang merupakan petunjuk persiapan belajar
o Menyatakan rencana untuk melanjutkan kehidupan normalnya sedapat mungkin
o Menggukan informasi dan instruksi terrtulis untuk mengklasifikasikan pertanyaan
dan mencari informasi tambahan
Intervensi Rasional
1. Kaji pemahaman mengenal penyebab
GNA, konsekuensinya dan
penanganannya
2. Jelskan fungsi renal dan konsekuensi
GNA sesuai dengan tingkat pemehaman
dan kesiapan pasien untuk belajar
3. Bantu pasien untuk mengidentifikasi
cara – cara untuk memahami berbagai
perubahan akibat penyakit dan
penanganan yang mempengaruhi
hidupnya.
4. Sediakan informasi tertulis maup[un
secara oral dengan tepat tentang :
o Fungsi dan kegagalan renal
o Pembatasan cairan dan diet
o Medikasi
o Melaporkan masalah tanda
dan gejala
o Jadwal tindak lanjut
o Sumber di komunitas
o Pilihan terapi
1. Merupakan instruksi dasar
untuk penjelasan dan penyuluhan
lebih lanjut
2. Pasien dapat belajar tentang
GNA dan penanganan setelah
mereka siap untuk memahami dan
menerima diagnosis dan
konsekuensinya.
3. Pasien dapat melihat bahwa
kehidupannya tidak harus berubah
akibat penyakit
4. Pasien memiliki informasi yang
dapat di gunakan untuk klasifikasi
selanjutnya dirumah
23
4, Intoleransi aktivitas b/d keletihan, anemia, retensi produk sampah dan
prosedur dialysis
Tujuan:
Berparsitipasi dalam aktivitas yang dapat ditoleransi
Kriteria Hasil:
o Berpartisipasi dalam meningkatkan tingkat aktivitas dan latihan
o Melaporkan rasa sejahtera
o Melakukan istirahat dan aktivitas secara bergantian
o Berpertisipasi dalam aktivitas perawatan mandiri yang dipilih .
Intervensi Rasional
1. Kaji faktor yang menimbulkan
keletihan :
o Anemia
o Ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit
o Retensi produk sampah
o Depresi
2. tingkatkan kemandirian dalam
aktivitas perawatan diri yang dapat
di toleransi, bantu jika keletihan
terjadi
3. anjurkan aktivitas alternatif sambil
istirahat
4. anjurkan untuk istirahat setelah
dialysis
1. Menyediakan informasi tentang
indikasi tingkat keletihan
2. Meningkatkan aktivitas
ringan/sedang dan memperbaiki
harga diri
3. Mendorong latihan dan akrtivitas
dalam batas – batas yang dapat
ditoleransi dan istirahatkan yang
adekuat
4. Istirahat yang adekuat di anjurkan
setelah dialisis, yang bagi banyak
pasien sangat melelahkan
5. Gangguan harga diri b/d ketergantungan, perubahan peran, perubahan citra
tubuh dan fungsi seksual.
Tujuan:
24
Memperbaiki konsep diri
Kriteria Hasil:
o Mengidentifikasi pola koping terdahulu yang ejektif dan pdasaat ini tidak mungki
lagi digunakan akibat penyakit dan penanganan (pemakaian alkohol dan obat –
obatan, penggunaan tenaga yang berlebihan)
o Pasien dan keluarga mengidentifikasi dan mengungkapkan perasaan dan reaksi
terhadap penyakit dan perubahan hidup yuang diperlukan
o Mencari konseling profesional, jika perlu, untuk menghadapi perubahan akibat
GNA
o Melaporkan kepuasan dengan metode ekspresi seksual
Intervensi Rasional
1. Kaji respon dan reaksi pasien dan
keluarga terhadap penyakit dan
penanganan.
2. Kaji hubungan antara pasien dengan
anggota keluarga terdekat
3. Kaji pola koping pasien dan anggota
keluarga
4. Ciptakan diskusi terbuka tentang
perubahan yang terjadi akibat
penyakit dan penanganan :
o Perubahan peran
o Perubahan gaya hidup
o Perubahan dalam pekerjaan
o Perubahan seksual
o Ketrgantungan pada tim tenaga
kesehatan
5. Gali cara alternatif untuk ekspresi
seksual lain selain hubungan seksual
6. Diskusi peran memberi dan
menerima cinta, kehangatan, dan
kemesraan
1. Menyediakan data tentang masalah
pada pasien dan keluarga dalam
menghadapiperubahan dalam hidup
2. Penguatan dan dukungan terhadap
pasien didetifikasi
3. Pola koping yang telah efektif
dimasa lalu mungkin potensial
destruksi ketika memandang
pembatasan yang ditetapkan akibat
penyakit dan penanganan
4. Pasien dapat mengidentifikasi
masalah dang langkah –
langkahyang diperlukan untuk
menghadapinya,
5. Benuk alternatif ekspresi seksual
dapat diterima,
6. Seksualitas mempunyai arti yang
berbeda bagi tiap individu,
tergantung pada tahap
maturitasnya.s
25
Keterampilan Pemasangan Kateter
1. Pengertian
Memasukkan selang karet atau plastik melalui uretra dan kedalam kandung kemih
2. Tujuan
a. Menghilangkan distensi kandung kemih
b. Mendapatkan spesimen urine
c. Mengkaji jumlah residu urine, jika kandung kemih tidak mampu sepenuhnya
dikosongkan
3. Persiapan
a. Persiapan pasien
1) Mengucapkan salam terapeutik
2) Memperkenalkan diri
3) Menjelaskan pada klien dan keluarga tentang prosedur dan tujuan tindakan yang
akan dilaksanakan.
4) Penjelasan yang disampaikan dimengerti klien/keluarganya
5) Selama komunikasi digunakan bahasa yang jelas, sistematis serta tidak
mengancam.
6) Klien/keluarga diberi kesempatan bertanya untuk klarifikasi
7) Privacy klien selama komunikasi dihargai.
8)Memperlihatkan kesabaran , penuh empati, sopan, dan perhatian serta respek
selama berkomunikasi dan melakukan tindakan
9) Membuat kontrak (waktu, tempat dan tindakan yang akan dilakukan)
b. Persiapan alat
1) Bak instrumen berisi :
a) Poly kateter sesuai ukuran 1 buah
b) Urine bag steril 1 buah
c) Pinset anatomi 2 buah
d) Duk steril
e) Kassa steril yang diberi jelly
2) Sarung tangan steril
26
3) Kapas sublimat dalam kom tertutup
4) Perlak dan pengalasnya 1 buah
5) Sampiran
6) Cairan aquades atau Nacl
7) Plester
Gunting verband
9) Bengkok 1 buah
10) Korentang pada tempatnya
4. Prosedur
a. Pasien diberi penjelasan tentang prosedur yang akan dilakukan, kemudian alat-alat
didekatkan ke pasien
b. Pasang sampiran
c. Cuci tangan
d. Pasang pengalas/perlak dibawah bokong klien
e. Pakaian bagian bawah klien dikeataskan/dilepas, dengan posisi klien terlentang.
Kaki sedikit dibuka. Bengkok diletakkan didekat bokong klien
f. Buka bak instrumen, pakai sarung tangan steril, pasang duk steril, lalu bersihkan
alat genitalia dengan kapas sublimat dengan menggunakan pinset.
g. Bersihkan genitalia dengan cara : Penis dipegang dengan tangan non dominan
penis dibersihkan dengan menggunakan kapas sublimat oleh tangan dominan dengan
gerakan memutar dari meatus keluar. Tindakan bisa dilakukan beberapa kali hingga
bersih. Letakkan pinset dalam bengkok
h. Ambil kateter kemudian olesi dengan jelly. Masukkan kateter kedalam uretra kira-
kira 10 cm secara perlahan-lahan dengan menggunakan pinset sampai urine keluar.
Masukkan Cairan Nacl/aquades 20-30 cc atau sesuai ukuran yang tertulis. Tarik
sedikit kateter. Apabila pada saat ditarik kateter terasa tertahan berarti kateter sudah
masuk pada kandung kemih
i. Lepaskan duk, sambungkan kateter dengan urine bag. Lalu ikat disisi tempat tidur
j. Fiksasi kateter
k. Lepaskan sarung
l. Pasien dirapihkan kembali
m. Alat dirapihkan kembali
n. Mencuci tangan
o. Melaksanakan dokumentasi :
27
1) Catat tindakan yang dilakukan dan hasil serta respon klien pada lembar catatan
klien
2) Catat tgl dan jam melakukan tindakan dan nama perawat yang melakukan dan
tanda tangan/paraf pada lembar catatan klien
Perawatan Posterosagittal anorectoplasty
Metode ini diperkenalkan oleh Pena dan de Vries pada tahun 1982. Prosedur ini
memberikan beberapa keuntungan seperti kemudahan dalam operasi fistula
rektourinaria maupun rektovaginal dengan cara membelah otot dasar pelvis, sling dan
sfingter. Macam PSARP adalah minimal, limited dan full PSARP.
Posisi penderita adalah prone dengan elevasi pada pelvis, pengalaman di Jogjakarta
lutut diarahkan ke lateral (tiger position) sehingga ekspose daerah operasi akan lebih
mudah. Dengan bantuan stimulator dilakukan identifikasi anal dimple. Insisi dimulai
dari tengah sacrum ke bawah melewati pusat sfingter eksterna sampai ke depan
kurang lebih 2 cm. insisi diperdalam dengan membuka subkutis, lemak, parasagital
fibre dan muscle complex. Tulang coccygeus dibelah sehingga tampak otot levator,
otot levator dibelah sehingga tampak dinding belakang rektum. Rektum dibebaskan
dari dinding belakang dan jika ada fistula dibebaskan juga, rektum dipisahkan dengan
vagina yang dibatasi oleh. Dengan jahitan rektum ditarik melewati otot levator,
muscle complex dan parasagittal fibre kemudian dilakukan anoplasty dan dijaga agar
tidak tegang.
Untuk minimal PSARP tidak dilakukan pemotongan otot levator maupun vertical
fibre, yang penting adalah memisahkan common wall untuk memisahkan rektum
dengan vagina dan yang dibelah hanya otot sfingter eksternus. Untuk limited PSARP
yang dibelah adalah otot sfingter eksternus, muscle fibre, muscle complex serta tidak
membelah tulang cocccygeus. Yang penting adalah deseksi rektum agar tidak
merusak vagina.
Masing masing jenis prosedur mempunyai indikasi yang berbeda. Minimal PSARP
dilakukan pada fistula perineal, anal stenosis, anal membrane, bucket handle dan
atresia ani tanpa fistula yang akhiran rektum kurang dari 1 cm dari kulit. Limited
PSARP dilakukan pada atresia ani dengan fistula rektovestibuler. Full PSARP
dilakukan pada atresia ani letak tinggi, dengan gambaran invertogram gambaran
akhiran rektum lebih 1 cm dari kulit, pada fistula rektovaginalis, fistula rektouretralis,
atresia rektum dan stenosis rektum.
28
Teknik terbaru dari operasi atresia ani ini adalah teknik Postero Sagital Ano
RectoPlasty (PSARP). Teknik ini punya akurasi tinggi untuk membuka lipatan
bokong pasien.Teknik ini merupakan pengganti dari teknik lama, yaitu Abdomino
Perineal Poli Through(APPT). Teknik lama ini punya resiko gagal tinggi karena harus
membuka dinding perut.banyak menimbulkan inkontinen feses dan prolaps mukosa
usus yang lebih tinggi
Teknik Operasi
- Dilakukan dengan general anestesi , dengan endotrakeal intubasi ,
dengan posisi pasien tengkurap dan pelvis ditinggikan
- Stimulasi perineum dengan alat Pena Muscle Stimulator untuk
identifikasi analdimple
- Incisi bagian tengah sacrum kearah bawah melewati pusat spingter dan
berhenti 2cm didepanya
- Dibelah jaringan subkutis , lemak, parasagital fiber dan muscle complek.Os
Coxigeus dibelah sampai tampak muskulus levator , dan muskulus
levator dibelahtampak dinding belakang rectum
♦Rectum dibebas dari jaringan sekitarnya
♦Rectum ditarik melewati levator, muscle complek dan parasagital fiber
♦Dilakukan anoplasti dan dijaga jangan sampai tension.
Perawatan Pasca Operasi PSARP (Postero Sagital Anorecto Plasti)
1.Antibiotik intra vena diberikan selama 3 hari ,salep antibiotik diberikan selama
8-10 hari
2. 2 minggu pasca operasi dilakukan anal dilatasi dengan heger dilatation, 2x
seharitiap minggu dilakukan anal dilatasi dengan anal dilator yang dinaikan
ukuransesuai dengan umurnya
Penatalaksanaan Atresia ani
Penatalaksanaan Atresia ani tergantung klasifikasinya :
1. Melakukan pemeriksaan colok dubur
29
2. Melakukan pemeriksaan radiologik pemeriksaan foto rontgen bermanfaat dalam usaha
menentukan letak ujung rectum yang buntu setelah berumur 24 jam, bayi harus diletakkan
dalam keadaan posisi terbalik selama tiga menit, sendi panggul dalam keadaan sedikit
ekstensi lalu dibuat foto pandangan anteroposterior dan lateral setelah petanda diletakkan
pada daerah lekukan anus.
3. Melakukan tindakan kolostomi neonatus tindakan ini harus segera diambil jika tidak ada
evakuasi mekonium.
4. Pada stenosis yang berat perlu dilakukan dilatasi setIap hari dengan kateter uretra, dilatasi
hegar, atau spekulum hidung berukuran kecil selanjutnya orang tua dapat melakukan dilatasi
sendiri dirumah dengan jari tangan yang dilakukan selama 6 bulan sampai daerah stenosis
melunak dan fungsi defekasi mencapai keadaan normal.
5. Melakukan operasi anapelasti perineum yang kemudian dilanjutkan dengan dilatasi pada
anus yang baru pada kelainan tipe dua.
6. Pada kelainan tipe tiga dilakukan pembedahan rekonstruktif melalui anoproktoplasti pada
masa neonatus
7. Melakukan pembedahan rekonstruktif antara lain: operasi abdominoperineum pada usia (1
tahun) operasi anorektoplasti sagital posterior pada usia (8-!2 bulan) pendekatan sakrum
setelah bayi berumur (6-9 bulan)
8. Penanganan tipe empat dilakukan dengan kolostomi kemudian dilanjutkan dengan operasi
"abdominal pull-through" manfaat kolostomi adalah antara lain:
a. Mengatasi obstruksi usus
b. Memungkinkan pembedahan rekonstruktif untuk dikerjakan dengan lapangan operasi yang
bersih
c. Memberi kesempatan pada ahli bedah untuk melakukan pemeriksaan lengkap dalam usaha
menentukan letak ujung rektum yang buntu serta menemukan kelainan bawaan yang lain.
Fena dan Defries pada tahun 1982 memperkenalkan metode operasi dengan pendekatan
postero sagital anorectoplasty, yaitu dengan cara membelah muskulus sfingter eksternus dan
muskulus levator ani untuk memudahkan mobilisasi kantong rectum dan pemotongan fistel.
Keberhasilan penatalaksanaan atresia ani dinilai dari fungsinya secara jangka panjang,
meliputi anatomisnya, fungsi fisiologisnya, bentuk kosmetik serta antisipasi trauma psikis.
Sebagai Goalnya adalah defekasi secara teratur dan konsistensinya baik. Untuk
menanganinya secara tepat, harus ditentukankan ketinggian akhiran rectum yang dapat
ditentukan dengan berbagai cara antara lain dengan pemeriksaan fisik, radiologis dan USG.
30
Komplikasi yang terjadi pasca operasi banyak disebabkan oleh kegagalan menentukan letak
kolostomi, persiapan operasi yang tidak adekuat keterbatasan pengetahuan anatomi,
ketrampilan operator yang kurang serta perawatan post operasi yang buruk. Dari berbagai
klasifikasi penatalaksanaannya berbeda tergantung pada letak ketinggian akhiran rectum dan
ada tidaknya fistula.
Teknik terbaru dari operasi atresia ani ini adalah teknik Postero Sagital Ano Recto Plasty
(PSARP). Teknik ini punya akurasi tinggi untuk membuka lipatan bokong pasien. Teknik ini
merupakan pengganti dari teknik lama, yaitu Abdomino Perineal Poli Through (APPT).
Teknik lama ini punya resiko gagal tinggi karena harus membuka dinding perut, banyak
menimbulkan inkontinen feses dan prolaps mukosa usus yang lebih tinggi.
31