NOVEL ORANG MISKIN DILARANG SEKOLAH - …/Novel... · mencatat dokumen dan wawancara dengan...
Transcript of NOVEL ORANG MISKIN DILARANG SEKOLAH - …/Novel... · mencatat dokumen dan wawancara dengan...
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
NOVEL ORANG MISKIN DILARANG SEKOLAH
KARYA WIWID PRASETYO
(TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA DAN GAYA BAHASA)
SKRIPSI
Oleh:
Antik Setiyorina
K1208068
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini
Nama : Antik Setiyorina
NIM : K1208068
Jurusan/Program Studi : PBS/ Pendidikan Bahasa & Sastra Indonesia
NOVEL ORANG MISKIN
DILARANG SEKOLAH KARYA WIWID PRASETYO (KAJIAN
ini benar-benar merupakan
hasil karya saya sendiri. Selain itu, sumber informasi yang dikutip dari penulis
lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar putaka.
Apabila pada kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil
jiplakan, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan saya.
Surakarta, Mei 2012
Antik Setiyorina
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
NOVEL ORANG MISKIN DILARANG SEKOLAH
KARYA WIWID PRASETYO
(TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA DAN GAYA BAHASA)
Oleh:
Antik Setiyorina
K1208058
Skripsi
Ditulis dan Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mendapatkan Gelar Sarjana
Pendidikan Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
Mei 2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji
Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Persetujuan Pembimbing :
Pembimbing I,
Dra. Suharyanti, M. Hum.
NIP194906271980102001
Pembimbing II,
Drs. Yant Mujiyanto, M. Pd.
NIP195405201985031002
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima
untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Pada hari :Rabu
Tanggal: 16 Mei 2012
Tim Penguji Skripsi
Nama Terang Tanda Tangan
1. Ketua : Dr. Kundharu Saddhono, M. Hum. ________
2. Sekretaris : Dr. Andayani, M. Pd. ________
3. Anggota I : Dra. Suharyanti, M. Hum. ________
4. Anggota II : Drs. Yant Mujiyanto, M. Pd. ________
Disahkan oleh :
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret
Dekan,
Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd.
NIP196007271987021001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
ABSTRAK Antik Setiyorina K1208068. NOVEL ORANG MISKIN DILARANG SEKOLAH KARYA WIWID PRASETYO (TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA DAN GAYA BAHASA). Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta, Mei 2012.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: (1) unsur intrinsik yang terdapat dalam novel Orang Miskin Dilarang Sekolah karya Wiwid Prasetyo; (2) lapisan sosial yang terdapat dalam novel Orang Miskin Dilarang Sekolah karya Wiwid Prasetyo; (3) pemanfaatan gaya bahasa dalam novel Orang Miskin Dilarang Sekolah karya Wiwid Prasetyo; dan (4) makna gaya bahasa yang terdapat dalam novel Orang Miskin Dilarang Sekolah karya Wiwid Prasetyo.
Penelitian ini berbentuk deskriptif kualitatif dengan menggunakan pendekatan sosiologi sastra. Sumber data adalah novel Orang Miskin Dilarang Sekolah dan informan. Sampel dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan teknik analisis isi. Teknik pengumpulan data penelitian ini menggunakan teknik mencatat dokumen dan wawancara dengan pengarang novel Orang Miskin Dilarang Sekolah dan pengamat sastra. Validitas data menggunakan teknik triangulasi data. Teknik analisis data dilakukan dengan proses analisis mengalir, karena analisis bersumber dari novel.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan: (1) unsur intrinsik yang terdapat dalam novel Orang Miskin Dilarang Sekolah karya Wiwid Prasetyo; penokohan sosiologis, latar (tempat, waktu, dan sosial) alur yang digunakan adalah alur maju; tema yang diangkat adalah pendidikan yang diramu dengan unsur sosial yakni kemiskinan; penokohan berdasarkan sifat tokoh utama dalam novel tersebut digambarkan secara sosiologis; latar yang digunakan pengarang yaitu Semarang, Jawa Tengah. Latar waktu, yakni dalam kurun waktu 1988-1996); latar sosial kebudayaan Jawa tengah; sudut pandang yang digunakan, yaitu orang pertama sebagai pelaku utama. Pesan yang ingin disampaikan pengarang dalam novel ini adalah jangan pernah takut untuk bermimpi karena mimpi dapat diraih jika berusaha dan berjuang dengan sungguh-sungguh. (2) pada novel Orang Miskin Dilarang Sekolah digunakan beberapa gaya bahasa, yakni gaya bahasa yang paling dominan adalah simile karena kalimat-kalimatnya banyak ditemukan penggunaan kata tugas (seperti dan bagai). Pengarang cenderung dominan menggunakan gaya bahasa simile karena melalui gaya bahasa ini pembaca diharapkan dapat memahami makna yang terkandung di setiap kalimatnya. Adapun pemajasan lain yang terdapat dalam novel Orang Miskin Dilarang Sekolah adalah hiperbola, paradoks, personifikasi, paralelisasi, anafora, metafora, sarkasme, sinisme, pleonasme, klimaks, antitesis, alegori, dan ellipsis. (3) pemaknaan gaya bahasa dapat ditentukan berdasarkan konteksnya. Pemaknaan pada gaya bahasa ditujukan untuk membantu pemabaca dalam menafsirkan nilai-nilai yang diungkapkan pengarang dalam novel Orang Miskin Dilarang Sekolah.
Kata Kunci : sosiologi sastra dan gaya bahasa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
MOTTO
belakang sesungguhnya kita telah tertinggal dengan orang
yang merangkak ke depan. Sesungguhnya masa lalu adalah guru bagi kita untuk
menatap dan membangun masa depan ulis ).
Jangan menyerah atas hal yg kamu anggap benar meskipun terlihat mustahil.
Selama ada k (Penulis).
Lebih mudah untuk melawan ribuan orang bersenjata lengkap dibandingkan
m (Penulis).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan kepada :
1. Orang tuaku tercinta, Bapak Suwarno dan Ibu
Rumini yang selama ini telah sabar dan penuh
cinta membimbingku hingga sekarang ini;
2. Kakakku tersayang Mas Agus Riyanto yang selalu
aku banggakan.
3. Seseorang yang menjadi bagian dari hidupku,
semoga kelak akan menjadi imamku;
4. Sahabat-sahabatku yang selalu menyemangati dan
memberikan inspirasi kepadaku Lolipop Gank;
5. Teman-teman
6. Almamater
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., atas limpahan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar
sarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Sebelas Maret.
Penelitian dan penulisan skripsi ini dapat terselesaikan atas bantuan dari
berbagai pihak. Pada kesempatan ini, peneliti menyampaikan terima kasih dan
penghargaan yang tulus kepada semua pihak yang membantu, terutama kepada:
1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan izin
untuk penyusunan skripsi;
2. Dr. H. Muhammad Rohmadi, M.Hum., Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan
Seni FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan
persetujuan penyusunan skripsi ini;
3. Dr. Hj. Andayani, M.Pd., Ketua Program Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia FKIP UNS yang telah memberikan persetujuan penyusunan skripsi
ini;
4. Dra. Suharyanti, M.Hum dan Drs. Yant Mujiyanto, M.Pd selaku Pembimbing
I dan Pembimbing II yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan
dalam penyusunan skripsi ini;
5. Bapak/ibu dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang
telah memberikan beragam ilmu yang bermanfaat bagi penulis;
6. Semua pihak yang telah mendukung dan membantu sehingga penulis mampu
menyelesaikan skripsi ini.
7. Kedua orang tuaku, bapak Suwarno dan Ibu Rumini dan seluruh keluarga
yang telah memberikan doa restu dan semangat untuk menyelesaikan skripsi.
8. Erik Dwi Prasetiyo, terima kasih atas semangat, kasih sayang, dan perhatian
yang telah diberikan kepadaku.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
9. Teman-teman Genk Lolipop (Evi, Dian, Armin, Ari, Ena, Cicik, Apriana,
Kurnia, Alvi) trimakasih banyak atas kebersamaan kita selama ini.
10. Teman-temanku Bastind angkatan 2008.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi
perkembangan dunia pendidikan, khususnya dalam bidang bahasa dan sastra
Indonesia.
Surakarta, Mei 2012
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN DEPAN ..................................................................................... i
PERNYATAAN ............................................................................................. ii
JUDUL ........................................................................................................... iii
PERSETUJUAN ............................................................................................. iv
PENGESAHAN .............................................................................................. v
ABSTRAK ...................................................................................................... vi
MOTTO ....................................................................................................... vii
PERSEMBAHAN .......................................................................................... viii
KATA PENGANTAR .................................................................................... ix
DAFTAR ISI ................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xvi
. xvii
BAB I PEDAHULUAN ................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 5
C. Tujuan Penelitian ................................................................................ 6
D. Manfaat Penelitian ............................................................................... 6
BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR ........................ 8
A. Tinjauan Pustaka .................................................................................. 8
1. Hakikat Novel ................................................................................ 8
2. Hakikat Sosiologi Sastra ............................................................... 14
3. Hakikat Gaya Bahasa ..................................................................... 20
B. Resepsi Sastra ..................................................................................... 37
C. Penelitian yang Relevan ...................................................................... 39
D. Kerangka Berpikir ............................................................................... 41
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................... 42
A. Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................. 42
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
B. Bentuk dan Pendekatan Penelitian ....................................................... 43
C. Sumber Data ......................................................................................... 43
D. Teknik Sampling ................................................................................. 44
E. Teknik Pengumpulan Data ................................................................... 44
F. Validitas Data ....................................................................................... 44
G. Teknik Analisis Data ............................................................................ 45
H. Prosedur Penelitian .............................................................................. 46
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................. 48
A. Kajian Sosiologi Sastra dalam Novel Orang Miskin Dilarang
Sekolah Karya Wiwid Prasetyo ........................................................... 48
1. Struktur Novel Orang Miskin Dilarang Sekolah ........................... 48
2. Lapisan Sosial Novel Orang Miskin Dilarang Sekolah ................. 78
3. Nilai Pendidikan Sosial Novel Orang Miskin Dilarang Sekolah .. 79
B. Analisis Makna Gaya Bahasa Novel Orang Miskin Dilarang Sekolah
Karya Wiwid Prasetyo ......................................................................... 81
1. Gaya Bahasa Hiperbola ................................................................. 82
2. Gaya Bahasa Paradoks .................................................................. 86
3. Gaya Bahasa Personifikasi ............................................................ 86
4. Gaya Bahasa Simile ...................................................................... 94
5. Gaya Bahasa Paralelisme ............................................................. 104
6. Gaya Bahasa Anafora ................................................................... 107
7. Gaya Bahasa Metafora ................................................................. 109
8. Gaya Bahasa Sarkasme ................................................................ 115
9. Gaya Bahasa Sinisme ................................................................... 116
10. Gaya Bahasa Pleonasme ............................................................... 119
11. Gaya Bahasa Klimaks ................................................................... 120
12. Gaya Bahasa Antitesis ................................................................... 122
13. Gaya Bahasa Alegori .................................................................... 125
14. Gaya Bahasa Elipsis ...................................................................... 125
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ....................................... 126
A. Simpulan .............................................................................................. 126
B. Implikasi ............................................................................................... 127
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
C. Saran ..................................................................................................... 128
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 130
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Waktu dan Jenis Kegiatan Penelitian ................................................. 43
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Kerangka Berpikir .......................................................................... 41
Gambar 2. Skema Analisis Mengalir (Flow Model of Analysis) ..................... 46
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Sinopsis Novel Orang Miskin Dilarang Sekolah ....................... 133
Lampiran 2. Riwayat Hidup Pengarang .......................................................... 136
Lampiran 3. Catatan Lapangan Wawancara dengan Sastrawan ..................... 137
Lampiran 5. Catatan Lapangan Wawancara dengan Guru.............................. 141
Lampiran 6. Catatan Lapangan Wawancara dengan Mahasisiwa ................... 145
Lampiran 7. Catatan Lapangan Wawancara dengan Siswa ............................ 149
Lampiran 8. Catatan Lapangan Wawancara dengan Pengarang ..................... 151
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvii
DAFTAR SINGKATAN
OMDS= Orang Miskin Dilarang Sekolah (Novel)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya
adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai medium.
(Atar Semi, 1988: 8). Sedangkan menurut Warren & Wellek, (1990: 109) sastra
adalah instuisi sosial yang memakai medium bahasa. Teknik-teknik sastra
tradisional seperti simbolisme dan mantra bersifat sosial karena merupakan
Karya sastra sebagai bentuk dan hasil sebuah pekerjaan kreatif, pada
hakikatnya adalah suatu media yang mendayagunakan bahasa untuk
mengungkapkan tentang kehidupan manusia. Oleh sebab itu, sebuah karya sastra
pada umumnya berisi tentang permasalahan yang melingkupi kehidupan manusia.
Kemunculan sastra lahir dilatarbelakangi adanya dorongan dasar manusia untuk
mengungkapkan eksistensi dirinya. (Sangidu, 2004: 2).
Karya sastra merupakan sebuah cerita yang menampilkan hasil kreasi
pengarang. Wujud karya sastra berupa kata-kata. Karya sastra dengan demikian
menampilkan dunia dalam kemungkinan-kemungkinan (Nugraheni Eko Wardani,
2009: 1). Sebuah karya sastra yang baik dapat menghindar dari dimensi
kemanusiaan mempunyai keterkaitan dengan masalah kehidupan manusia dan
segala problematikanya yang begitu beragam. Fenomena-fenomena kehidupan
dalam masyarakat pada umumnya dijadikan sebagai inspirasi bagi para sastrawan
untuk diwujudkan dalam bentuk karya sastra. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa karya sastra hadir sebagai hasil perenungan pengarang terhadap fenomena
kehidupan masyarakat, sehingga hasil karya sastra itu tidak hanya dianggap
sekadar cerita khayal pengarang semata melainkan perwujudan dari kreativitas
pengarang dalam menggali gagasannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Karya sastra dilihat sebagai suatu reaksi penulis terhadap realitas sosio-
budaya yang dihasilkan melalui interpretasi dan pemahamannya terhadap realitas
itu, yang selanjutnya mungkin menyebabkan sikapnya terhadapnya. (Umar Junus,
1990: 90).
Karya sastra diciptakan berdasarkan tanggapan sastrawan terhadap
kehidupan manusia baik kehidupan di dalam dunia mitos maupun di dunia nyata.
Kehidupan itu diseleksi dan dimanipulasi, sehingga melahirkan suatu dunia dan
realitas baru yaitu realitas imajinatif. Suatu kehidupan baru yang tidak lagi sama
dengan kehidupan yang sesungguhnya. Hal itu dilakukan dengan kekuatan
imajinasi, intelektualitas, kreativitas, dan pengalamannya. (Atmazaki, 1996: 22)
Salah satu jenis karya sastra adalah novel. Novel sebagai sebuah karya
fiksi menawarkan sebuah dunia imajinatif yang tidak jauh berbeda dengan
kehidupan manusia sebenarnya. Dalam novel biasanya dimungkinkan adanya
penyajian secara meluas tentang tempat atau ruang, sehingga tidak mengherankan
jika keberadaan manusia dalam masyarakat selalu menjadi topik utama (Suminto
A Sayuti, 1997 : 6-7)
Kehadiran novel Anak Miskin Dilarang Sekolah karya Wiwid Prasetyo
benar-benar menyikap garis kehidupan. Novel ini sangat erat kaitanya dengan
kehidupan anak-anak di Indonesia. Sebuah kisah yang sangat dalam maknanya
dan mampu menggugah hati nurani siapa saja untuk kembali menyadari makna
kemanusiaan. Kisah-kisah dalam novel ini dituturkan secara sederhana dan
komunikatif tanpa kehilangan bobot kesastraannya. Cerita ini dikisahkan melalui
sudut pandang orang pertama pelaku utama dan dirangkai dengan alur maju.
Novel adalah karya sastra berbentuk narasi yang melukiskan tentang
kehidupan manusia. Kehidupan tersebut dilatarbelakangi kenyataan sehari-hari
yang dilihat, dirasakan, dan dialami pengarang dalam masyarakat di sekelilingnya.
Oleh karena itu, novel biasanya mengandung cita-cita pengarang, yaitu suatu
idealisme tentang kehidupan. Dapat dikatakan bahwa novel merupakan perpaduan
antara fakta dengan imajinasi yang menjadi idealisme pengarang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
Pada umumnya orang beranggapan bahwa bahasa dan sastra berbeda
dengan bahasa nonsastra. Bahasa sastra dicirikan sebagai bahasa yang
mengandung unsur emotif dan bersifat konotatif sebagai kebalikan dari bahasa
nonsastra.
Penggunaan gaya bahasa yang tepat akan memberikan efek keindahan
pada sebuah karya sastra. Hal ini akan menarik perhatian masyarakat pembaca
untuk memahami dan mengapresiasikan karya sastra tersebut. Bahasa yang
mengandung penyimpangan akan memperindah pembentukan sebuah karya
sastra. Hal ini akan menggugah pembaca untuk menafsirkan maksud yang
disampaikan pengarang lewat karya sastranya.
Pengarang melakukan penyimpangan kebahasaan bertujuan untuk
memeroleh efek keindahan dan ingin mengedepankan atau mengaktualkan sesuatu
yang dituturkan. Bahasa sastra bersifat dinamis dan terbuka dengan adanya
kemungkinan penyimpangan dan pembaharuan tetapi tidak mengabaikan fungsi
komunikatifnya. Penyimpangan bahasa secara berlebihan akan berakibat pesan
yang ingin disampaikan dalam karya sastra tersebut tidak akan tersampaikan
dengan baik.
Pemahaman terhadap suatu bahasa tidak dapat dilepaskan dari pemahaman
terhadap kata-kata dan kaidah yang terdapat dalam bahasa tersebut. Menggunakan
bahasa pada hakikatnya adalah memakai kata-kata dan kaidah yang berlaku dalam
bahasa itu. Dengan demikian, agar dapat berbahasa dengan baik, benar, dan
cermat, kita harus memperhatikan pemakaian kata dan kaidah yang terdapat di
dalamnya. Hal ini berlaku bagi semua bahasa termasuk di dalamnya bahasa
Indonesia.
Dalam penggunaan kata, selain harus memperhatikan faktor kebahasaan
kita harus mempertimbangkan berbagai faktor di luar kebahasaan. Faktor tersebut
sangat berpengaruh pada penggunaan kata karena kata merupakan tempat
menampung ide. Dalam kaitan ini kita harus memperhatikan ketepatan kata yang
mengandung gagasan atau ide yang kita sampaikan kemudian kesesuaian kata
dengan situasi bicara dan kondisi pendengar atau pembaca.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
Gaya bahasa adalah cara atau teknik mengungkapkan pikiran atau
perasaan dalam bentuk lisan atau tulisan dengan menggunakan bahasa kias,
sehingga memperlihatkan jiwa dan kepribadian mengarang untuk menghasilkan
suatu pengertian yang jelas dan menarik bagi pembaca. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa permajasan merupakan gaya bahasa yang sengaja
mendayagunakan penuturan dengan memanfaatkan bahasa kias.
Pada mulanya karya sastra memang untuk dinikmati keindahannya bukan
untuk dipahami. Akan tetapi mengingat bahwa karya sastra juga merupakan
sebuah produk budaya maka persoalannya menjadi lain. Karya sastra berkembang
dengan proses kearifan zaman, sehingga lama kelamaan sastrapun berkembang
fungsinya yang semula hanya sekedar menghibur. Pada tahapan proes berikutnya
karya sastra juga dituntut untuk memberikan sesuatu yang berguna bagi pembaca.
Selain aspek keindahan karya sastra juga harus menampilkan aspek isi
(etika) dengan mengungkapkan nilai-nilai moral, sosial, dan problematika
kehidupan manusia. Karya sastra senantiasa menawarkan kesan moral yang
berhubungan dengan sifat-sifat luhur kemanusiaan untuk memperjuangkan
martabat manusia. Melalui cerita dan tingkah laku tokoh pembaca diharapkan
dapat melalui hikmah dari pesan-pesan moral yang disampaikan.
Nilai moral yang terkandung dalam karya sastra bertujuan untuk mendidik
manusia agar mengenal nilai-nilai dan etika dan budi pekerti. Ajaran moral yang
yang tersirat dalam novel Anak Miskin Dilarang Sekolah karya Wiwid Prasetyo
sangat terlihat jelas dalam isi novel.
Nilai sosial merupakan hikmah yang dapat diambil dari perilaku dan tata
cara hidup sosial. Perilaku tersebut berkenaan dengan masyarakat atau untuk
kepentingan umum. Novel karya Wiwid Prasetyo banyak mengandung nilai-nilai
sosial yang terjadi di masyarakat.
Novel karya Wiwid Prasetyo merupakan sebuah wacana yang mampu
memberikan manfaat bagi masyarakat kita untuk bisa lebih peduli tentang
pentingnya pendidikan. Orang miskin mempunyai hak yang sama dalam
memperoleh pendidikan. Dalam novel ini pembaca akan dihadapkan pada
kenyataan yang ada dalam masyarakat kita. Dengan ini diharapkan menjadi bahan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
renungan bagi pembaca agar mampu menyikapi kehidupan orang-orang beruntung
untuk memperoleh hak yang sama.
Penelitian ini berjudul Novel Orang Miskin Dilarang Sekolah Karya
Wiwid Prasetyo (Sebuah Tinjauan Sosiologi Sastra Dan Gaya Bahasa). Penelitian
ini merupakan penelitian kualitatif dan menggunakan metode analisis deskriptif,
sumber datanya adalah novel karya Wiwid Prasetyo dan informan yang diperoleh
dari wawancara dengan pengarang yaitu Wiwid Prasetyo, sastrawan (Yant
Mujianto), guru (Margarita Nining Astuti) mahasiswi (Evi Nitayani), dan siswa
(Dwi Aryani) data penelitiannya berupa keseluruhan teks dalam novel tersebut.
Berdasarkan penelitian ini ditemukan bahwa (1) novel karya Wiwid Prasetyo
merupakan novel yang mengungkapkan masalah sosial yang terjadi dalam
kehidupan masyarakat seperti interaksi sosial, tindakan sosial, perilaku
menyimpang, masalah kemiskinan, kriminalitas, dan lingkungan hidup. (2) novel
karya Wiwid Prasetyo merupakan novel yang mengungkapkan masalah moral
yang terjadi dalam kehidupan masyarakat seperti etika, tingkah laku, dan
perbuatan.
B. Rumusan Masalah
Perumusan masalah bertujuan agar penelitian lebih jelas dan terarah.
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah.
1. Bagaimanakah unsur intrinsik yang terdapat dalam novel Orang Miskin
Dilarang Sekolah karya Wiwid Prasetyo?
2. Bagaimanakah lapisan sosial yang terdapat dalam novel Orang Miskin
Dilarang Sekolah karya Wiwid Prasetyo?
3. Bagaimanakah pemanfaatan gaya bahasa dalam Orang Miskin Dilarang
Sekolah karya Wiwit Prasetyo?
4. Bagaimanakah makna gaya bahasa dalam novel dalam Orang Miskin Dilarang
Sekolah karya Wiwit Prasetyo?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut.
1. Mendiskripsikan unsur intrinsik yang terdapat dalam novel Orang Miskin
Dilarang Sekolah karya Wiwid Prasetyo?
2. Mendiskripsikan lapisan sosial yang terdapat dalam novel Orang Miskin
Dilarang Sekolah karya Wiwid Prasetyo?
3. Mendiskripsikan pemanfaatan gaya bahasa dalam novel orang miskin dilarang
sekolah karya Wiwit Prasetyo.
4. Mendiskripsikan makna gaya bahasa dalam novel dalam Orang Miskin
Dilarang Sekolah karya Wiwit Prasetyo?
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Secara Teoritis
a. Menambah wawasan tentang pengkajian sosiologi sastra yang nantinya
dapat diterapkan atau menjadi referensi.
b. Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi perkembangan dan penerapan
ranah ilmu sastra serta studi tentang karya sastra.
2. Secara praktis, hasil penelitian ini dapat di manfaatkan oleh beberapa pihak,
antara lain:
a. Bagi Guru Bahasa dan Sastra Indonesia
Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran bagi guru Bahasa dan
Sastra Indonesia bahawa novel Orang Miskin Dilarang Sekolah baik
digunakan sebagai bahan atau materi pembelajaran sesuai dengan
kurikulum yang berlaku.
b. Bagi Siswa
Mampu mengungkapkan pesan-pesan yang terdapat dalam novel baik yang
tersurat maupun yang tersirat disertai dengan bukti dan alasan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
c. Bagi peneliti
Peneliti dapat mengetahui jawaban dari masalah-masalah yang dirumuskan
dan dijadikan sebagai bahan pembanding bagi peneliti lain yang akan
melakukan peneliti sastra dengan permasalahan yang sejenis.
d. Bagi pembaca
Pembaca diharapkan dapat memahami pesan-pesan moral dan sosial yang
disampaikan pengarang lewat novel.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
BAB II
KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR
A. Tinjauan Pustaka
1. Hakikat Novel
a. Pengertian Novel
Kata novel berasal dari bahasa Itali novella yang secara harfiah
berarti sebuah barang baru yang kecil dan kemudian diartikan sebagai cerita
pendek dalam bentuk prosa. (Abrams dalam Burhan Nurgiyantoro, 2005:9).
Kata novel berasal dari kata Latin novellus yang diturunkan pula
dari kata novies na kalau
dibandingkan dengan jenis sastra lainnya seperti puisi, drama, dan lain-lain
maka jenis novel ini muncul kemudian. (Henri Guntur Tarigan, 1995: 164).
Novel muncul karena pengaruh filsafat John Locke yang
menekankan pentingnya fakta dan penggalaman serta bahayanya berfikir
secara fantastis (Suyitno, 2009: 35). Burhan Nurgiantoro (2005: 15)
menyatakan novel merupakan karya yang bersifat realistis dan mengandung
nilai psikologi yang mendalam, sehingga novel dapat berkembang dari
sejarah, surat-surat, bentuk-bentuk nonfiksi atau dokumen-dokumen,
sedangkan roman (romansa) lebih bersifat puitis dan epik.
Dari sekian banyak bentuk sastra seperti esai, puisi, novel, cerita
pendek, drama, bentuk novel, cerita pendeklah yang paling banyak dibaca
oleh para pembaca. Karya karya modern klasik dalam kesusasteraan
kebanyakan juga berisi karya karya novel.
Novel merupakan bentuk karya sastra yang paling popular di
dunia. Bentuk sastra ini paling banyak beredar lantaran daya
komunikasinya yang luas pada masyarakat. Sebagai bahan bacaan novel
dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu karya serius dan karya hiburan.
Novel yang baik dibaca untuk penyempurnaan diri. Novel yang
baik adalah novel yang isinya dapat memanusiakan para pembacanya.
Sebaliknya novel hiburan hanya dibaca untuk kepentingan santai belaka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
yang penting memberikan keasikan pada pembacanya untuk
menyelesaikannya. Tradisi novel hiburan terikat dengan pola pola. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa novel serius mempunyai fungsi sosial,
sedangkan novel hiburan berfungsi personal. Novel berfungsi sosial karena
novel tersebut ikut membina orang tua masyarakat menjadi manusia,
sedangkan novel hiburan tidak memperdulikan apakah cerita yang disajikan
tidak membina manusia atau tidak yang penting adalah bahwa novel
memikat dan orang ingin cepat cepat membacanya.
b. Struktur Novel
1) Tema
Tema adalah ide yang mendasari suatu cerita. Tema berperan
sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya rekaan yang
diciptakannya. Wahyudi Siswanto, (2010: 161). Sedangkan menurut
Aminudin, dalam Wahyudi Siswanto (1984, 107-108) tema merupakan
kaitan hubungan antara makna dengan tujuan pemaparan prosa rekaan
oleh pengarangnya.
2) Tokoh atau Penokohan
Tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita
rekaan sehingga peristiwa itu menjalin suatu cerita, sedangkan cara
sastrawan menampilkan tokoh disebut penokohan (Aminudin dalam
Wahyudi Siswanto, (2010: 142-143). Tokoh dalam karya rekaan selalu
mempunyai sifat, sikap, tingkah laku atau watak-watak tertentu.
Pemberian watak pada tokoh suatu karya oleh sastrawan disebut
perwatakan. (Wahyudi Siswanto, 2010: 143).
Penokohan adalah pemberian watak atau karakter pada masing-
masing pelaku dalam sebuah cerita. Pelaku bisa diketahui karakternya
dari cara bertindak, ciri fisik, dan lingkungan tempat tinggal.
3) Alur Cerita ) plot)
Panuti Sudjiman (1990) mengartikan sebuah alur jalinan peristiwa
di dalam karya sastra untuk mencapai efek tertentu. Jalinan ini dapat
diwujudkan oleh hubungan temporal (waktu) dan oleh hubungan kasual
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
(sebab akibat). Alur adalah rangkaian peristiwa yang direka dan dijalin
dengan seksama yang menggerakkan jalan cerita melalui rumitan kearah
klimaks dan selesaian. (Wahyudi Siswanto, 2010: 198).
Herman J. Waluyo mengatakan plot merupakan bagian yang
penting dari cerita rekaan. Meskipun cerita rekaan mutakhir yang sering
kali disebut nonkonvensional sering kali dinyatakan tanpa plot namun
jika ditelusuri punya plot juga. Hanya saja plotnya tidak konvensional,
maka orang mengatakan tanpa plot, yang benar sebetulnya plotnya
nonkonvensional. (2002: 145)
Alur adalah rangkaian peristiwa yang membentuk jalannya cerita.
Alur dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu alur maju (progresif) yaitu
apabila peristiwa bergerak secara bertahap berdasarkan urutan
kronologis menuju alur cerita, sedangkan alur mundur (flash back
progresif) yaitu terjadi ada kaitannya dengan peristiwa yang sedang
berlangsung.
4) Sudut pandang
Sudut pandang adalah tempat sastrawan memandang ceritanya.
Dari tempat itulah sastrawan bercerita tentang tokoh, peristiwa, tempat,
dan waktu dengan gayanya sendiri. (Siswanto, 2010: 151)
Menurut Harry Show (1972 : 293), sudut pandang dibagi menjadi 3
yaitu:
1) Pengarang menggunakan sudut pandang took dan kata ganti orang
pertama, mengisahkan apa yang terjadi dengan dirinya dan
mengungkapkan perasaannya sendiri dengan kata-katanya sendiri.
2) Pengarang menggunakan sudut pandang tokoh bawahan, ia lebih
banyak mengamati dari luar daripada terlihat di dalam cerita
pengarang biasanya menggunakan kata ganti orang ketiga.
3) Pengarang menggunakan sudut pandang impersonal, ia sama sekali
berdiri di luar cerita, ia serba melihat, serba mendengar, dan serba
tahu. Ia melihat sampai ke dalam pikiran tokoh dan mampu
mengisahkan rahasia batin yang paling dalam dari tokoh.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
5) Gaya bahasa
Gaya bahasa adalah alat utama pengarang untuk melukiskan,
menggambarkan, dan menghidupkan cerita secara estetika.
Macam-macam gaya bahasa:
1) personifikasi: gaya bahasa ini mendeskripsikan benda-benda mati
dengan cara memberikan sifat -sifat seperti manusia.
2) simile (perumpamaan): gaya bahasa ini mendeskripsikan sesuatu
dengan pengibaratan.
3) hiperbola: gaya bahasa ini mendeskripsikan sesuatu dengan cara
berlebihan dengan maksud memberikan efek berlebihan.
Dari segi kata, karya sastra menggunakan pilihan kata yang
mengandung makna padat, reflektif, asosiatif, dan bersifat konotatif.
Sedangkan kalimat-kalimatnya menunjukkan adanya variasi dan
harmoni, sehingga mampu menuansakan keindahan dan bukan nuansa
makna tertentu saja. Alat gaya melibatkan masalah kiasan dan majas:
majas kata, majas kalimat, majas pikiran, majas bunyi. (Aminuddin
dalam Wahyudi Siswanto, 2010: 159).
6) Latar atau setting
Latar atau setting adalah penggambaran terjadinya peristiwa
dalam sebuah cerita meliputi tempat, waktu, sosial budaya, dan keadaan
lingkungan. Abram mengemukakan latar cerita adalah tempat umum
(general locate), waktu kesejarahan (historical time), dan kebiasaan
masyarakat (social circumstances) dalam setiap episode atau bagian-
bagian tempat. (Wahyudi Siswanto, 2010:149)
7) Amanat
Amanat adalah pesan yang disampaikan oleh pengarang melalui
karyanya. Di dalam amanat akan terlihat pandangan hidup dan cita-cita
pengarang secara emplisit dan eksplisit.
Unsur ekstrinsik dalam novel ialah unsur yang membangun karya
sastra dari luar. Di antaranya adalah kapan karya sastra itu dibuat, latar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
belakang kehidupan pengarang, latar belakang sosial pengarang, latar
belakang penciptaan, sejarah, biografi pengarang, dan sebagainya.
8) Jenis-jenis Novel
Para pengamat sastra mengklasifikasikan novel menjadi dua jenis,
yaitu novel serius dan novel populer. Membaca novel serius diperlukan
daya konsentrasi yang tinggi agar dapat memahami isi dan pesan yang
disampaikan pengarang dengan baik. Pengalaman dan permasalahan
kehidupan yang ditampilkan dalam novel jenis ini disorot dan
diungkapkan sampai ke inti hakikat kehidupan yang bersifat universal.
Novel serius di samping memberikan hiburan tetapi juga memberikan
pengalaman yang berharga kepada pembaca atau paling tidak mengajak
pembaca untuk meresapi dan merenungkan permasalahan yang
dikemukakan.
Novel serius tidak bersifat mengabdi kepada selera pembaca, dan memang, pembaca novel jenis ini tidak (mungkin) banyak. Hal itu tidak perlu dirisaukan benar (walau tentu saja hal itu tetap saja memprihatinkan). Dengan sedikit pembaca pun tidak apa asal mereka memang berminat, dan, syukurlah, jika berkualitas (baca: tinggi daya apresiasinya). Jumlah novel dan pembaca novel serius, walau tidak banyak, akan punya gaung dan bertahan dari waktu ke waktu. (Burhan 2005: 20).
Burhan Nurgiyantoro (2005: 18) menyatakan bahwa novel
populer adalah novel yang populer pada masanya dan banyak
penggemarnya khususnya pembaca di kalangan remaja. Ia menampilkan
masalah-masalah yang aktual dan selalu menzaman, namun hanya
sampai tingkat permukaan. Novel populer tidak menampilkan
permasalahan kehidupan secara intens tidak berusaha meresapi hakikat
kehidupan. Oleh karena itu, novel populer hanya bersifat sementara,
cepat ketinggalan zaman, dan tidak memaksa seseorang untuk
membacanya sekali lagi biasanya cepat dilupakan orang.
Pengarang-pengarang untuk dapat disebut kreatif harus mampu
menyuguhkan bidang garapan lain dari yang lain, sedangkan pengarang-
pengarang yang hanya mengulang problem cerita yang sudah digarap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
menggunakan cara penggarapan yang relatif sama disebut pengarang pop
dan karya mereka kurang mendapat tempat di mata para kritikus sastra.
Adanya pro dan kontra menyebabkan ciri-ciri antara novel serius dan
novel pop sering dipertentangkan. Terkadang ciri-ciri novel serius
dijumpai dalam novel pop terutama pada ciri yang bersifat umum, begitu
juga sebaliknya. Burhan Nurgiyantoro (2005: 17). Tidak jarang novel-
novel yang dikategorikan sebagai novel populer memiliki kualitas literer
yang tinggi.
Sastra populer adalah perekam kehidupan dan tidak banyak
memperbincangkan kembali kehidupan dalam serba kemungkinan.
Sastra populer menyajikan kembali rekaman-rekaman kehidupan dengan
tujuan pembaca akan mengenal kembali pengalamannya. Oleh karena
itu, sastra populer yang baik banyak mengundang pembaca untuk
mengidentifikasikan dirinya (Kayam dalam Nurgiyantoro, 2005:18).
Novel serius di pihak lain rikan
yang serba berkemungkinan dan itulah sebenarnya makna sastra yang
sastra. Membaca novel serius. Membaca novel serius jika kita
memahaminya dengan baik diperlukan daya konsentrasi yang tinggi dan
disertai kemauan untuk itu. (Burhan Nurgiantoro, 1995: 18). Novel
serius selain bertujuan memberikan pengalaman yang berharga dan
mengajak pembaca untuk meresapi lebih sungguh-sungguh tentang
masalah yang dikemukakan.
Pendapat demikian memang benar tapi juga ada kelanjutannya,
yakni bahwa tidak semua yang mampu memberikan hiburan bisa disebut
sebagai karya sastra serius. Sebuah novel serius bukan saja dituntut agar
dia merupakan karya yang indah, menarik, dan dengan demikian juga
memberikan hiburan pada kita. Tetapi ia juga dituntut lebih dari itu.
Syarat utama novel harus menarik, menghibur, dan mendatangkan rasa
puas setelah orang selasai membacanya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
2. Sosiologi Sastra
a. Pengertian Sosiologi Sastra
Sastra sebagai pengemban amanat sosial, sudah seharusnyalah di
arahkan ke sana Ia dapat diharapkan keberfungsiaanya untuk memberikan
pengaruh positif terhadap cara orang berfikir mengenai baik dan buruk,
mengenai benar dan salah, mengenai cara hidupnya sendiri, serta
bangsanya. (Suyitno, 2005: 6)
Sosiologi sastra merupakan penggabungan dua bidang ilmu yaitu
sosiologi dan sastra. Sosiologi sastra merupakan dua bidang yang saling
melengkapi meskipun kedua bidang tersebut berbeda garapannya. Namun,
dalam hal ini sosiologi dan sastra mempunyai masalah yang sama yaitu
berkaitan dengan manusia dalam masyarakat, adanya usaha manusia untuk
menyesuaikan diri, dan mengubah masyarakat itu. Sangidu (2004: 26)
sosiologi sastra adalah menentukan jenis masyarakat yang melahirkan
sastra tersebut.
sosiologi berasal dari bahasa Latin socius yang berarti kawan dan logos
dari kata Yunani yang berarti
secara singkat sosiologi adalah ilmu sosial yang objeknya adalah
keseluruhan masyarakat dalam hubungannya dengan orang-orang di
sekitar masyarakat itu. Sebagai ilmu sosial, sosiologi terutama menelaah
gejala-gejala di masyarakat seperti norma-norma, kelompok sosial, lapisan
masyarakat, lemabaga-lembaga kemasyarakatan, perubahan sosial dan
kebudayaan, serta perwujudannya. Selain itu sosiologi sastra juga
mengupas gejala-gejala sosial yang tidak wajar dan gejala abnormal atau
gejala patologis yang dapat menimbulkan masalah sosial. (1993: 395)
-tulisan para kritikus
dan ahli sejarah sastra yang perhatian utamanya ditujukan pada cara-cara
seorang pengarang dipengaruhi oleh status kelasnya, ideologi masyarakat,
keadaan-keadaan ekonomi yang berhubungan dengan pekerjaanya dan
jenis pembaca yang dituju menurut Rahmad Joko Pradopo (Abrams,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
1981:178). Para ahli sosiologi sastra memerlakukan karya sastra sebagai
karya yang ditentukan (dipersiapkan) secara tidak terhindarkan oleh
keadaan-keadaan masyarakat dan kekuatan-ketuatan pada zamannya, yaitu
dalam pokok masalahnya, penilaian-penilaian kehidupan yang implisit,
dan eksplisit yang diberikan, bahkan juga dalam bentuknya.
Sosiologi jelas merupakan ilmu sosial yang objeknya adalah
masyarakat. Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri
karena telah memenuhi segenap unsur-unsur ilmu pengetahuan yang ciri-
ciri utamanya adalah:
1) Sosiologi bersifat empiris yang berarti bahwa ilmu pengetahuan
tersebut didasarkan pada observasi terhadap kenyataan dan akal sehat
serta hasilnya tidak bersifat spekulatif.
2) Sosiologi bersifat teoritis, yaitu ilmu pengetahuan tersebut selalu
berusaha untuk menyusun abstraksi dari hasil-hasil observasi.
Abstraksi tersebut merupakan kerangka unsur-unsur yang tersusun
secara logis serta bertujuan untuk menjelaskan hubungan-hubungan
sebab akibat, sehingga menjadi teori.
3) Sosiologi bersifat komulatif yang berarti bahwa teori-teori sosiologi
dibentuk atas dasar teori-teori yang sudah ada dalam arti
memperbaiki, memperluas, serta memperhalus teori-teori yang lama.
4) Bersifat non-etis, yakni yang dipersoalkan bukanlah buruk-baiknya
fakta tertentu, akan tetapi tujuannya adalah untuk menjelaskan fakta
tersebut secara analitis. (Soekanto, 1990: 15)
Sosiologi sastra mempelajari hubungan sastra dengan masyarakat
atau masyarakat dengan dalam hubungan sastra. Dalam hal ini Damono
(1978: 2) memaparkan adanya dua kecenderungan pendekatan dalam
telaah sosiologi sastra, yaitu: pertama, pendekatan yang bersandar pada
anggapan bahwa sastra merupakan cermin proses ekonomis belaka.
Pendekatan ini bergerak dalam faktor-faktor di luar sastra untuk
membicarakan sastra, sastra ini hanya berharga dalam hubungannya
dengan faktor-faktor di luar sastra itu sendiri. Kedua, pendekatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
mengutamakan teks sastra sebagai penelaah. Metode yang digunakan
dalam sosiologi sastra ini adalah analisis teks untuk mengetahui
strukturnya kemudian dipergunakan untuk memahami representasi
kehidupan orang miskin dalam Orang Miskin Dilarang Sekolah.
1) Sosiologi pengarang yang mempermasalahkan status sosial, ideologi
sosial, dan lain-lain.
2) Sosiologi sastra yang mempermasalahkan karya sastra itu sendiri. Yang
menjadi pokok telaahnya adalah tentang apa yang tersirat dalam karya
sastra tersebut dan apa tujuan atau manfaat yang hendak
disampaikannya.
3) Sosiologi yang mempermasalahkan pembaca pengaruh sosialnya
terhadap masyarakat.
Pernyataan Wellek dan Warren diperkuat lagi oleh pendapat Ian
Watt (Damono,1978;3-5) bahwa dalam menelaah hubungan-hubungan
antara sastra dan masyarakat ada tiga hal yang bisa diteliti ;
1) Konteks sosial pengarang. Hal ini berhubungan dengan posisi sosial
sastrawan dalam masyarakat dan kaitannya dengan masyarakat
pembaca. Dalam pokok ini termasuk pula faktor-faktor sosial yang bisa
memengaruhi pengarang sebagai perorangan disamping mempengaruhi
isi karya sastranya.
2) Sastra sebagai cermin masyarakat, yakni sampai sejauh mana sastra
dapat dianggap sebagai mencerminkan keadaan masyarakat. Pengertian
cermin di sini yaitu:
a) sastra mungkin tidak dapat dikatakan mencerminkan masyarakat
pada waktu ia ditulis sebab banyak ciri-ciri masyarakat yang
ditampilkan dalam karya sastra itu sudah tidak berlaku lagi pada
waktu ia ditulis
b)
pemilihan dan penampilan faktor sosial dalam karyanya.
c) genre sastra sering merupakan siklus sosial tertentu dan bukan
sikap sosial seluruh masyarakat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
d) sastra yang berusaha untuk menampilkan keadaan masyarakat
secermat-cermatnya mungkin saja tidak bisa dipercaya sebagai
cermin masyarakat.
3) Fungsi sosial sastra
Dalam hal ini telah sampai seberapa jauh nilai sastra berkaitan
dengan nilai sosial dan sampai berapa jauh nilai sastra dipengaruhi nilai
sosial serta sampai berapa jauh sastra dapat berfungsi, sehingga
penghibur dan pendidikan bagi masyarakat pembaca.
b. Permasalahan Pokok Sosiologi Sastra
Nyoman Kunta Ratna (2007; 268) memaparkan tiga permasalahan
pokok sosiologi sastra yaitu hubungan antara sastra dengan masyarakat,
bagaimana hubungan tersebut terjadi dan bagaimana akibat-akibat yang
ditimbulkan, baik terhadap karya sastra maupun masyarakat itu sendiri.
Sastra dan masyarakat pada gilirannya berada dalam kaitan dialektis bukan
monolitis. Sastra lebih banyak ditentukan oleh masyarakat daripada
menentukannya. Hubungan timbal balik inilah yang justru menjadikan
karya sastra memiliki kualitas dinamis sebab karya sastra secara terus
menerus dihadapkan dengan situasi yang baru dan dengan sendirinya harus
menciptakan struktur yang baru.
Labih lanjut Nyoman Kunta Ratna (2007; 277) membagi masyarakat
sebagai masalah pokok sosiologi sastra ke dalam dua macam yaitu:
a) Masyarakat yang merupakan latar belakang produksi karya.
Masyarakat ini dihuni oleh pengarang yang keberadaannya
tetap dan tidak berubah sebab merupakan proses sejarah. Sebagai
masyarakat pengarang masyarakat ini terdiri atas fakta-fakta dihuni
oleh individu sekaligus transindividu, peristiwa, dan kejadian-
kejadiannya dapat diamati secara langsung. Dalam hubungan ini
biografi pengarang khususnya menurut sudut pandang strukturalisme
yang dianggap sebagai histografi yang belum banyak dimiliki relevansi
dalam suatu penelitian karya sastra.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
b) Masyarakat yang terkandung dalam karya
Masyarakat ini dihuni oleh (para) pembaca. Sesuai dengan
perkembangan teori sastra, masyarakat pembaca yang dianggap
sebagai dimensi karya yang mengandung makna paling kaya.
Masyarakat pembacalah yang memungkinkan para pembaca berhasil
untuk memberikan pemahaman yang berbeda-beda terhadap karya
yang sama.
c. Lapisan Sosial Masyarakat
Setiap masyarakat senantiasa mempunyai kedudukan tertentu
dalam masyarakat itu sendiri. Kedudukan-kedudukan ini dinilai oleh
masyarakat umum berkenaan dengan suatu skala tinggi rendah, sehingga
ada kedudukan yang dianggap tinggi dan ada yang dianggap rendah. Suatu
masyarakat yang lebih menghargai kekayaan material daripada
kehormatan maka mereka yang lebih banyak mempunyai kekayaan
material akan menempati kekayaan yang lebih tinggi apabila dibandingkan
dengan pihak-pihak lain. Gejala seperti ini menimbulkan lapisan sosial
dalam masyarakat yang merupakan pembeda posisi sesorang atau suatu
kelompok dalam kedudukan yang berbeda.
Menurut Damayati Mahmud dalam Nuraini (2007: 19). Lapisan
sosial itu mempunyai dua pengertian yakni; 1) lapisan sosial yakni tataran
atau tingkatan status dan peranan yang relatif bersifat tetap di dalam suatu
sistem lapisan sosial, tataran disini menunjuk adanya perbedaan hak,
kehormatan, pengaruh, dan kekuasaan; 2) lapisan sosial adalah kelas sosial
atau sistem kasta.
Bentuk-bentuk lapisan sosial masyarakat berbeda-beda dan bentuk-
bentuk konkrit lapisan masyarakat tersebut juga sangat banyak. Semakin
rumit dan semakin maju teknologi suatu masyarakat, maka akan semakin
kompleks pula sistem lapisan masyarakat tersebut. Akan tetapi secara
prinsip bentuk-bentuk tersebut akan diklasifikasikan ke dalam tiga macam
kelas, yaitu kelas ekonomis, polotis, dan jabatan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
Menurut Soerjono Soekanto dalam Nuraini (2007; 20) ukuran atau
kriteria yang biasa dipakai untuk menggolongkan anggota-anggota
masyarakat ke dalam suatu lapisan sosial adalah:
1) Ukuran kekayaan. Anggota masyarakat yang dimiliki kekayaan paling
banyak termasuk dalam lapisan atas. Kekayaan suatu anggota
masyarakat dapat dilihat dari bentuk rumah, kendaraan yang dimiliki,
cara menggunakan pakaian dan bahan pakaiannya, kebiasaan untuk
berbelanja barang-barang mahal dan sebagainya.
2) Ukuran kekuasaan. Anggota masyarakat yang memiliki kekuasaan atau
wewenang terbesar, menempati lapisan atas.
3) Ukuran kehormatan. Ukuran kehormatan tidak dipengaruhi oleh
ukuran kekayaan dan kekuasaan. Seseorang yang paling disegani dan
dihormat mendapat tempat yang teratas. Hal ini dapat dilihat pada
masyarakat yang masih memegang nilai-nilai yang berlaku di
masyarakat. Biasanya orang yang dihormati adalah golongan tua dan
mereka yang telah berjasa.
4) Ukuran ilmu pengetahuan. Ukuran ini dipakai oleh masyarakat yang
menghargai ilmu pengetahuan, akan tetapi ukuran ini terkadang
menyebabkan akibat-akibat negatif. Hal ini dikarenakan ternyata
bukan mutu ilmu pengetahuan yang dijadikan ukuran, tetapi gelar
kesarjanaannya, sehingga memacu seseorang untuk mendapat gelar
waktu tidak halal.
Pada hakikatnya karya sastra selalu berkaitan dengan masyarakat
dan sejarah yang melingkupi penciptanya. Jamal T. Suryanata dalam
Nuraini (2007: 22) menyatakan bahwa sifat-sifat sastra menuntut orang
untuk melihat kenyataan sebagaimana adanya bukan melihat apa yang
seharusnya terjadi, sehingga sastra yang baik merupakan cermin realita
masyarakat pada zamannya. Hal ini berakibat munculnya pendekatan
sastra dengan cara pandang yang berbeda yang dikenal dengan pendekatan
strukturalisme genetik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
Umar Junus dalam Nuraini (2007: 23) menyebutkan pendekatan
strukturalisme genetik merupakan pendekatan yang paling kuat. Hal ini
didasari oleh suatu teori dan tidak ada pada pendekatan lain. Pendekatan
ini akan mengungkapkan pandangan dunia dari pengarang yang
mencerminkan pandangan dunia kelompoknya.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa telaah sosiologi
sastra dengan pendekatan strukturalisme genetik adalah pendekatan untuk
mengkaji karya sastra untuk mempertimbangkan faktor-faktor sosial yang
melahirkan karya sastra sesuai dengan karya sastra sesuai dengan waktu
dan tempat dari karya yang dihasilkan tersebut. Pendekatan strukturalisme
genetik berusaha mencari perpaduan antara struktur teks dengan konteks.
Oleh karena itu telaah sosiologi sastra dengan pendekatan stukturalisme
genetik secara prinsip memertimbangkan faktor sosial yang melahirkan
karya sastra itu dan mengkaji struktur teksnya yang berhubungan dengan
kondisi sosial zamannya.
3. Gaya Bahasa
a. Pengertian Gaya Bahasa
Gaya bahasa sebagai bagian dari sarana penulisan kreatif termasuk
salah satu aspek kajian yang cukup bermanfaat untuk ditelaah. Salah satu
alasannya karena gaya bahasa merupakan cara pengungkapan yang khas
atau spesifik bagi seorang penulis yang dapat membedakannya dari penulis
yang lain.
Gaya bahasa adalah pemakaian kata kata kiasan dan perbandingan
yang tepat untuk melukiskan sesuatu maksud tanpa untuk membentuk
plastik bahasa. Plastik bahasa adalah daya cipta pengarang dalam membuat
cipta sastra dengan mengemukakan pemilihan kata yang tepat. Panuti
Sudjiman (1998: 13) menyatakan bahwa sesungguhnya gaya bahasa dapat
digunakan dalam segala ragam bahasa baik ragam lisan, tulis, nonsastra,
dan ragam sastra karena gaya bahasa adalah cara menggunakan bahasa
dalam konteks tertentu oleh orang tertentu untuk maksud tertentu. Akan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
tetapi, secara tradisional gaya bahasa selalu ditautkan dengan teks sastra
khususnya teks sastra tertulis. Gaya bahasa mencakup diksi atau pilihan
leksikal, struktur kalimat, majas dan citraan, pola rima, mantra yang
digunakan seorang sastrawan atau yang terdapat dalam sebuah karya
sastra.
Jorgense dan Phillips (dalam Nyoman Kuntha Ratna, 2009: 84)
mengatakan bahwa gaya bahasa bukan sekedar saluran tetapi alat yang
menggerakkan sekaligus menyusun kembali dunia sosial itu sendiri. Lebih
jauh menurut Simpson (dalam Nyoman Kuntha Ratna, 2009: 84) gaya
bahasa baik bagi penulis maupun pembaca berfungsi untuk
mengeksplorasi kemampuan bahasa khususnya bahasa yang digunakan.
Stilistika dengan demikian memperkaya cara berpikir, cara pemahaman,
dan cara perolehan terhadap substansi kultural pada umumnya.
Retorika merupakan penggunaan bahasa untuk memperoleh efek
estetis yang diperoleh melalui kreativitas pengungkapan bahasa, yaitu
bagaimana seorang pengarang menyiasati bahasa sebagai sarana untuk
mengungkapkan gagasannya. Pengungkapan bahasa dalam sastra
mencerminkan sikap dan perasaan pengarang yang dapat digunakan untuk
mempengaruhi sikap dan perasaan pembaca. Untuk itu bentuk
pengungkapan bahasa harus efektif dan mampu mendukung gagasan
secara tepat yang memiliki segi estetis sebagai sebuah karya. Kekhasan,
ketepatan, dan kebaruan pemilihan bentuk-bentuk pengungkapan yang
berasal dari imajinasi dan kreativitas pengarang dalam pengungkapan
bahasa dan gagasan sangat menentukan keefektifan wacana atau karya
yang dihasilkan. Hal ini bisa dikatakan bahwa bahasa akan menentukan
nilai kesastraan yang akan diciptakan.
b. Jenis-jenis Gaya Bahasa
Gaya bahasa adalah penggunaan bahasa secara khusus untuk
mendapat efek-efek tertentu. Oleh karena itu, penelitian gaya bahasa
terutama dalam karya sastra yang diteliti adalah wujud (bagaimana bentuk)
gaya bahasa itu dan efek apa yang ditimbulkan oleh penggunaannya atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
apa fungsi penggunaan gaya bahasa tersebut dalam karya sastra. Gaya
bahasa yang digunakan oleh sastrawan meskipun tidaklah terlalu luar biasa
namun unik karena selain dekat dengan watak dan jiwa penyair juga
membuat bahasa digunakannya berbeda dalam makna dan kemesraannya.
Dengan demikian gaya lebih merupakan pembawaan pribadi.
Gorys Keraf (2004: 114) mengategorikan gaya bahasa berdasarkan
struktur kalimat, yaitu: (1) gaya bahasa klimaks; (2) gaya bahasa
antiklimaks; (3) gaya bahasa paralelisme; (4) gaya bahasa antitesis; (5)
gaya bahasa repetisi (epizeukis, tautotes, anafora, epistrofa, simploke,
mesodiplosis, dan anadiplosis). Gorys Keraf (2004: 115) juga
mengkategorikan gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna, gaya
bahasa tersebut meliputi: (1) gaya bahasa retoris (aliterasi, asonansi,
anastrof, apofasis, apostrof, asidenton, polisidenton, kiasmus, elipsis,
eufimisme, litotes, histeron, prosteron, pleonasme, tautologi, perifrasis,
prolepsis, erotesis, silepsis, zeugma, koreksio, hiperbola, paradoks, dan
oksimoron); (2) gaya bahasa kiasan (simile, metafora, alegori, parabel,
fabel, personifikasi, alusi, sinisme, sarkasme, satire, inuendo, dan
antifrasis).
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa gaya
bahasa dapat dikelompokkan menjadi empat jenis, yaitu: (1) gaya bahasa
perbandingan, terdiri dari simile, metafora, personifikasi, alegori, antitesis,
pleonasme/ tautologi, perifrasis, prolepsis, koreksio; (2) gaya bahasa
pertentangan, terdiri dari hiperbola, litotes, ironi, oksimoron, pronomasia
atau pun, zeugma, silepsis, satire, inuedo, antifrasis, paradoks, klimaks,
antiklimaks, apostrof, anastrof, apofasis, hipalase, sinisme, sarkasme,
histeron proteron; (3) gaya bahasa pertautan, terdiri dari metonimia,
sinekdoke, alusi, eufimisme, eponim, epitet, antonomasia, erotesis,
paralelisme, elipsis, asindeton, polisindeton; (4) gaya bahasa perulangan,
terdiri dari aliterasi, asonansi, kiasmus, epizeukis, tautotes, anafora,
epistrofa, simploke, mesodiplosis, epanalepsis, dan anadiplosis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
c. Gaya Bahasa Perbandingan
Rachmad Joko Pradopo (2005: 62) berpendapat bahwa gaya bahasa
perbandingan adalah bahasa kiasan yang menyamakan satu hal dengan
yang lain dengan mempergunakan kata-kata pembanding seperti: bagai,
sebagai, bak, seperti, semisal, seumpama, laksana, dan kata-kata
pembanding lain. Jadi dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa perbandingan
adalah gaya bahasa yang mengandung maksud membandingkan dua hal
yang dianggap mirip atau mempunyai persamaan sifat (bentuk) dari dua
hal yang dianggap sama.
1) Simile
Gorys Keraf (2004;138) berpendapat bahwa simile adalah
perbandingan yang bersifat eksplisit/langsung menyatakan sesuatu
sama dengan hal yang lain. Sementara itu simile atau perumpamaan
dapat diartikan suatu majas membandingkan dua hal/benda dengan
menggunakan kata penghubung. Sementara itu, Burhan Nurgiyantoro
(2005: 300) berpendapat bahwa simile adalah perbandingan langsung
dan eksplisit dengan mempergunakan kata-kata tugas seperti, bagai,
bagaikan, laksana, mirip, dan sebagainya. Pendapat tersebut
menyiratkan bahwa simile merupakan suatu gaya bahasa yang
berusaha membandingkan sesuatu dengan hal lain yang dianggap
mempunyai sifat sama atau mempunyai kemiripan.
2) Metafora
Gorys Keraf (2004: 139) berpendapat bahwa metafora adalah semacam
analogi yang membandingkan dua hal yang secara langsung tetapi
dalam bentuk yang singkat. Sementara itu, menurut Nurgiyantoro
(2005: 299) metafora adalah gaya bahasa perbandingan yang bersifat
implisit. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa metafora
merupakan gaya bahasa yang membandingkan dua hal secara langsung
dan singkat yang bersifat sugestif. Di sini perbandingan dilakukan
secara langsung tanpa kata sejenis bagaikan, ibarat, laksana. Metafora
merupakan perwujudan ungkapan simbolik. Beberapa pakar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
menganggap metafora sebagai majas, karena bila dilihat
proses pembentukannya, banyak jenis majas lainnya yang dapat
dikelompokkan ke dalam jenis majas ini. (Okke Kusuma Sumantri
Zaimar)
3) Personifikasi
Gorys Keraf (2004: 140) berpendapat bahwa personifikasi adalah
semacam gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda-benda mati
atau barang-barang yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat
kemanusiaan. Nurgiyantoro (2005: 299) mengemukakan bahwa
personifikasi merupakan gaya bahasa yang memberi sifat-sifat seperti
yang dimiliki manusia sehingga dapat bersikap dan bertingkah laku
sebagaimana halnya manusia. Berdasarkan pendapat di atas dapat
disimpulkan bahwa personifikasi adalah gaya bahasa yang
memperamalkan benda-benda mati seolah-olah hidup atau mempunyai
sifat kemanusiaan.
4) Alegori
Gorys Keraf (2004: 140) berpendapat bahwa alegori adalah gaya
bahasa perbandingan yang bertautan satu dengan yang lainnya dalam
kesatuan yang utuh. Alegori adalah cerita singkat yang mengandung
erupakan gaya bahasa yang
menyatakan sesuatu dengan perlambang mengandung nilai-nilai moral.
Gaya bahasa alegori dapat disimpulkan kata yang digunakan sebagai
lambang yang untuk pendidikan serta mempunyai kesatuan yang utuh.
5) Antitesis
Gorys Keraf (2004: 126) berpendapat bahwa antitesis adalah sebuah
gaya bahasa yang mengandung gagasan-gagasan yang bertentangan
dengan mempergunakan kata-kata atau kelompok kata yang
berlawanan. Senada dengan Keraf, Nurgiyantoro (2005:302)
mengemukakan antitesis merupakan gaya bahasa yang mirip dengan
paralelisme, namun antitesis dimaksudkan untuk menyampaikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
gagasan-gagasan yang bertentangan. Dengan kata lain dapat dikatakan
bahwa dalam antitesis terdapat pemakaian kata-kata yang berantonim.
6) Pleonasme/tautologi
Gorys Keraf (2004: 133) berpendapat bahwa pleonasme adalah
semacam acuan yang mempergunakan kata-kata lebih banyak daripada
yang diperlukan untuk menyatakan satu gagasan atau pikiran. Apabila
kata yang berlebihan tersebut dihilangkan maka tidak mengubah
makna/ arti. Sedangkan tautologi adalah sarana retorika yang
menyatakan sesuatu secara berulang-ulang dengan kata-kata berbeda,
namun mempunyai makna yang sama dengan tujuan supaya diperoleh
maksud yang lebih mendalam.
Pada dasarnya pleonasme dan tautologi adalah acuan yang mempergunakan kata-kata lebih banyak daripada yang diperlukan untuk menyatakan satu pikiran atau gagasan. Walaupun secara praktis kedua istilah itu disamakan saja, namun ada yang ingin membedakan keduanya. Suatu acuan disebut pleonasme bila kata yang berlebihan dihilangkan, artinya tetap utuh. Sebaliknya, acuan itu disebut tautologi kalau kata yang berlebihan itu sebenarnya mengandung perulangan dari sebuah kata yang lain (Gorys Keraf, 2004: 133).
7) Perifrasis
Gorys Keraf (2004: 134) berpendapat bahwa perifrasis adalah gaya
yang mempergunakan kata lebih banyak dari yang diperlukan. Kata-
kata yang berlebihan itu sebenarnya dapat digantikan dengan satu kata
saja.
8) Prolepsis
Gorys Keraf (2004
semacam gaya bahasa di mana orang mempergunakan lebih dahulu
kata-kata atau sebuah kata sebelum peristiwa atau gagasan yang
9) Koreksio
Gorys
yang berwujud an
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
dengan sengaja sebagai ekspresi untuk menarik perhatian dan
membangkitkan sikap kritis pembaca/pendengar.
d. Gaya Bahasa Pertentangan
Gaya bahasa pertentangan adalah gaya bahasa yang maknanya
bertentangan dengan kata-kata yang ada.
1) Hiperbola
Gorys Keraf (2004: 135) berpendapat bahwa hiperbola yaitu semacam
gaya bahasa yang mengandung suatu pernyataan yang berlebihan
dengan membesar-besarkan suatu hal. Sementara itu, menurut Burhan
Nurgiyantoro (2005: 300) hiperbola adalah gaya bahasa yang secara
penuturannya bertujuan menekankan maksud dengan sengaja melebih-
lebihkan. Dari dua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa
hiperbola adalah gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang
berlebihan atau membesar-besarkan sesuatu dari hal yang
sebenarannya. Kadang-kadang ungkapan ini tersa berisi bualan namun
bisa juga mencerminkan kerendahhatian. Dari pendapat di atas maka
dapat disimpulkan bahwa hiperbola adalah gaya bahasa yang
mengandung pernyataan yang berlebihan dari kenyataan.
2) Litotes
Gorys Keraf (2004: 132) berpendapat bahwa litotes adalah gaya
bahasa yang mengandung pernyataan yang dikurangi (dikecilkan) dari
makna sebenarnya. Sementara itu, menurut Haris Sumadiria (2006:
154) litotes adalah majas yang dalam pengungkapannya menyatakan
sesuatu yang positif dengan bentuk yang negatif atau bentuk yang
bertentangan . dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa litotes
adalah gaya bahasa yang mengandung pernyataan dikurangi
(dikecilkan) dari makna yang sebenarnya.
3) Oksimoron
Gorys Keraf (2004: 136) oksimoron adalah suatu acuan yang berusaha
untuk menggabungkan kata-kata untuk mencapai efek yang
bertentangan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
Oksimoron (okys=tajam, moros=gila, tolol) adalah acuan yang berusaha untuk menggabungkan kata-kata untuk mencapai efek bertentangan.Atau dapat juga dikatakan, oksimoron adalah gaya bahasa yang mengandung pertentangan dengan mempergunakan kata-kata yang berlawanan dalam frasa yang sama, dan sebab itu sifatnya lebih padat dan tajam dari (Gorys Keraf, 2004: 136). Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa oksimoron
adalah gaya bahasa yang menyatakan dua hal yang bagian-bagiannya
saling bertentangan.
4) Pronomasia atau pun
Gorys Keraf (2004: 145) berpendapat pronomasia atau pun adalah
kiasan yang menggunakan kemiripan bunyi, tetapi terdapat perbedaan
dalam maknanya.
5) Silepsis dan Zeugma
Silepsis yaitu gaya yang menghubungkan sebuah kata dengan dua kata
lain yang sebenarnya salah satunya mempunyai hubungan dengan kata
pertama.
Zeugma, yaitu kata yang dipakai untuk membawahi kedua kata
berikutnya yang sebenarnya hanya cocok untuk salah satu.
Silepsis dan zeugma adalah gaya di mana orang mempergunakan dua konstruksi rapatan dengan menghubungkan sebuah kata dengan dua kata lain yang sebenarnya hanya salah satunya mempunyai hubungan dengan kata pertama (Gorys Keraf, 2004: 135).
6) Satire
Gorys Keraf (2004: 144) berpendapat satire adalah gaya bahasa yang
berbentuk ungkapan dengan maksud menertawakan atau menolak
sesuatu. Bentuk ini tidak harus bersifat ironis. Satire mengandung
kritik tentang kelemahan manusia dengan tujuan agar diperbaiki
secara etis maupun estetis. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa satire adalah gaya bahasa yang menolak sesuatu untuk mencari
kebenarannya sebagai suatu sindiran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
7) Inuedo
Gorys Keraf (2004: 144) berpendapat bahwa inuedo adalah semacam
sindiran dengan mengecilkan kenyataan yang sebenarnya. Inuedo
menyatakan kritik dengan sugesti yang tidak langsung dan sering
tampaknya tidak menyakiti hati kalau dilihat sepintas.
8) Antifrasis
Gorys Keraf (2004: 132) menjelaskan bahwa antifrasis adalah
semacam ironi yang berwujud penggunaan sebuah kata dengan makna
kebalikannya yang bisa saja dianggap ironi sendiri atau kata-kata yang
dipakai untuk menangkal kejahatan, roh jahat, dan sebagainya.
Antifrasis dapat diketahui dengan jelas apabila pembaca atau
pendengar dihadapkan pada kenyataan yang sebenarnya. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa antifrasis adalah gaya bahasa dengan
kata-kata yang bermakna kebalikannya dengan tujuan menyindir.
9) Paradoks
Gorys Keraf (2004: 2004: 136) mengemukakan bahwa paradoks
adalah semacam gaya bahasa yang mengandung pertentangan yang
ada dengan fakta-fakta yang ada. Burhan Nurgiyantoro (2005: 300)
menjelaskan bahwa paradoks adalah cara penekanan penuturan yang
sengaja menampilkan unsur pertentangan di dalamnya. Dari pendapat
di atas dapat disimpulkan bahwa paradoks adalah gaya bahasa yang
kata-katanya mengandung pertentangan dengan fakta yang ada. Gaya
bahasa ini terkesan kontroversial akan tetapi mengandung kebenaran.
10) Klimaks
Gorys Keraf (2004: 124) berpendapat bahwa gaya bahasa klimaks
adalah semacam gaya bahasa yang mengandung urutan-urutan pikiran
yang setiap kali semakin meningkat kepentingannya dari gagasan-
gagasan sebelumnya. Jadi dapat dijelaskan klimaks adalah pemaparan
pikiran atau hal berturut-turut dari sederhana dan kurang penting
meningkat kepada hal atau gagasan yang penting atau kompleks.
Sementara itu, Burhan Nurgiyantoro (2005: 303) mengemukakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
bahwa gaya bahasa klimaks adalah gaya bahasa yang urutan
penyampaiannya menunjukkan semakin meningkatnya kadar
pentingnya gagasan itu.
11) Antiklimaks
Gorys Keraf (2004: 124) berpendapat bahwa antiklimaks adalah gaya
bahasa yang gagasan-gagasannya diurutkan dari yang terpenting
berturut-turut ke gagasan yang kurang penting. Soedomo Hadi (2008:
2) berpendapat anti klimaks juga dapat diartikan sebagai gaya bahasa
kebalikan dari klimaks. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa gaya bahasa antiklimaks adalah gaya bahasa yang susunan
ungkapannya disusun makin lama makin menurun, Antiklimaks
adalah gaya bahasa yang menyatakan beberapa hal berurutan semakin
lama semakin menurun. Burhan Nurgiyantoro (2005: 303)
berpendapat bahwa gaya bahasa antiklimaks adalah gaya bahasa yang
penyampaiannya menunjukkan semakin mengendurnya kadar
pentingnya gagasan itu. Dengan demikian dapat dikatakan antiklimaks
merupakan antonim dari klimaks.
Gaya bahasa ini justru dimulai dari puncak, makin lama makin ke bawah. Antiklimaks dihasilkan oleh kalimat yang berstruktur mengendur. Antiklimaks sebagai gaya bahasa merupakan suatu acuan yang gagasan-gagasannya diurutkan dari yang terpenting berturut-turut ke gagasan yang kurang penting. Antiklimaks sering kurang efektif karena gagasan yang penting ditempatkan pada awala kalimat, sehingga pembaca atau pendengar tidak lagi memberi perhatian pada bagian-bagian berikutnya dalam kalimat itu. (Gorys Keraf, 2004: 125).
12) Aposrof
Aposrof adalah gaya bahasa yang berbentuk pengalihan lawan bicara
kepada objek yang tidak bisa bicara tetapi digunakan sebagai
pengganti tokoh yang tidak hadir.
Aposrof adalah semacam gaya bahasa yang berbentuk pengalihan amanat dari para hadirin kepada sesuatu yang tidak hadir. Cara ini biasanya dipergunakan oleh orator klasik. Dalam pidato yang disampaaikan kepada suatu massa, sang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
orator secara tiba-tiba mengarahkan pembicaraannya langsung kepada sesuatu yang tidak hadir: kepada mereka yang sudah meninggal, atau kepada barang atau objek khayalan atau sesuatu yang abstrak, sehingga tampaknya ia tidak berbicara kepada hadirin (Gorys Keraf, 2004: 131).
13) Anasrof
Gorys Keraf (2004: 130) mengemukakan anasrof adalah gaya bahasa
dengan membalik susunan kata yang biasa dalam kalimat. Gaya
bahasa berupa pembalikan dari pola yang lazim biasanya dari subjek-
predikat menjadi predikat subjek.
14) Apofasis
Apofasis merupakan gaya untuk menegaskan sesuatu, tapi tampaknya
menyangkal misalnya kelihatannya menolak tetapi sebenarnya
menerima, kelihannya memuji tetapi sebenarnya mengejek,
nampaknya membenarkan tetapi sebenarnya menyalahkan
Apofasis atau disebut juga preterisio merupakan sebuah gaya di mana penulis atau pengarang menegaskan sesuatu, tetapi tampaknya menyangkal. Berpura-pura membiarkan sesuatu berlalu, tetapi sebenarnya ia menekankan hal itu. Berpura-pura melindungi atau menyembunyikan sesuatu, tetapi sebenarnya memamerkannya (Gorys Keraf, 2004: 130).
15) Hipalase
Gorys Keraf (2004: 142) berpendapat bahwa hipalase adalah semacam
gaya bahasa yang mempergunakan sebuah kata tertentu untuk
menerangkan sebuah kata yag seharusnya dikenakan pada sebuah kata
yang lain. Maksud pendapat di atas adalah hipalase merupakan gaya
bahasa yang menerangkan sebuah kata tetapi sebenarnya kata tersebut
untuk menjelaskan kata yang lain.
16) Ironi
Soedomo Hadi (2008: 2) berpendapat bahwa ironi adalah gaya bahasa
yang berupa sindiran halus berupa pernyataan yang maknanya
bertentangan dengan makna sebenarnya. Pendapat di atas dapat
disimpulkan bahwa ironi adalah gaya bahasa yang bermakna tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
sebenarnya dengan tujuan untuk menyindir. Sementara itu, Gorys
Keraf (2004:143) mengemukakan bahwa ironi adalah suatu acuan
yang ingin mengatakan sesuatu dengan makna atau maksud berlainan
dari apa yang terkandung dalam rangkaian kata-katanya. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa ironi adalah gaya bahasa yang
menyatakan sesuatu secara bertentangan dengan maksud mengejek.
17) Sinisme
Gorys Keraf (2004; 143) berpendapat bahwa sinisme adalah gaya
bahasa sebagai suatu sindiran yang berbentuk kesangsian yang
mengandung ejekan terhadap keikglasan dan ketulusan hati. Dari
pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sinisme adalah gaya bahasa
yang bertujuan menyindir sesuatu secara kasar.
18) Sarkasme
Gorys Keraf (2004: 143) berpendapat bahwa sarkasme adalah suatu
acuan yang lebih kasar dari ironi yang mengandung kepahitan dan
celaan yang getir. Jadi yang dimaksud dengan sarkasme adalah gaya
bahasa penyindiran dengan menggunakan kiata-kata yang kasar dan
keras.
19) Histeron Proteron
Gorys
adalah gaya bahasa yang merupakan kebalikan dari sesuatu yang logis
atau sesuatu yang wajar. Misalnya menempatkan sesuatu yang terjadi
upaya untuk menumbuhkan sikap kritis seseorang.
e. Gaya Bahasa Pertautan
1) Metonemia
Gorys Keraf (2004: 142) berpendapat bahwa metonomia adalah suatu
gaya bahasa yang mempergunakan sebuah kata untuk menyatakan
suatu hal lain karena mempunyai pertalian yang sangat dekat.
Sementara iitu, Altenberd (dalam Rahmad Joko Pradopo, 2005: 77)
mengatakan bahwa metonomia adalah penggunaan bahasa sebagai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
sebuah atribut sebuah objek atau penggunaan sesuatu yang sangat
dekat berhubungan dengannya untuk menggantikan objek tersebut.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa metonomia adalah
penamaan terhadap suatu benda dengan menggunakan nama yang
sudah terkenal atau melekat pada suatu benta tersebut.
2) Sinekdoke
Gorys Keraf (2004: 142) berpendapat bahwa sinekdoke adalah
semacam bahasa figuratif yang mempergunakan sebagian dari suatu
hal untuk menyatakan keseluruhan atau mempergunakan keseluruhan
untuk menyatakan sebagian. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa sinekdoke adalah gaya bahasa yang menggunakan nama
sebagian untuk seluruhnya atau sebaliknya.
3) Alusi
Gorys Keraf (2004: 141) berpendapat bahwa alusi adalah acuan yang
berusaha mensugestikan kesamaan antar orang, tempat, atau peristiwa.
Dari pendapat di tersebut dapat disimpulkan bahwa alusi adalah gaya
bahasa yang menunjuk sesuatu secara tidak langsung kesamaan antara
orang, peristiwa atau tempat.
4) Eufemisme
Eufimisme adalah gaya bahasa dengan acuan berupa ungkapan yang
tidak menyinggung perasaan untuk menggantikan acuan yang
dirasakan menghina, menyinggung. Dengan penggunaan gaya bahasa
ini diharapkan kalimat yang diujarkan tidak terasa tajam bagi yang
menerima kalimat itu.
Kata eufimisme atau eufimismus diturunkan dari kata Yunani euphemizein - kata dengan arti
eufimisme adalah semacam acuan berupa ungkapan-ungkapan yang tidak menyinggung perasaan orang, atau ungkapan-ungkapan yang halus untuk menggantikan acuan-acuan yang mungkin dirasakan menghina, menyinggung perasaan atau mensugestikan sesuatu yang tidak menyenangkan (Gorys Keraf, 2004: 132).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa eufemisme adalah
gaya bahasa yang berusaha menggunakan ungkapan-ungkapan lain
dengan maksud memperhalus.
5) Eponim
Gorys Keraf (2004: 141) menjelaskan bahwa eponim adalah suatu
gaya bahasa di mana seseorang yang namanya begitu sering
dihubungkan dengan sifat tertentu sehingga nama itu dipakai untuk
menyatakan sifat. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
eponim adalah pemakaian nama seseorang yang dihubungkan
berdasarkan sifat yang sudah melekat padanya.
6) Epitet
Gorys Keraf (2004: 141) berpendapat bahwa epitet adalah semacam
acuan yang menyatakan suatu sifat atau ciri yang khusus dari
seseorang atau sesuatu hal. Keterangan itu adalah suatu frasa deskriptif
yang menjelaskan atau menggantikan nama seseorang atau suatu
barang.
7) Antonomasia
Gorys Keraf (2004: 142) berpendapat antonomasia adalah gaya bahasa
berupa penyebutan gelar resmi atau jabatan untuk menggantikan nama
diri. Gelar resmi tersebut cukup terkenal dimasyarakat.
8) Erotesis
Gorys Keraf (2004: 134) berpendapat erotesis adalah pertanyaan
dengan tujuan mencapai efek mendalam dan tidak menghendaki
jawaban. Gaya ini biasanya digunakan sebagai alat yang efektif oleh
para orator.
9) Paralelisme
Gorys Keraf (2004: 126) berpendapat paralelisme merupakan gaya
bahasa yang berusaha mencapai kesejahteraan dalam pemakaian kata
atau frasa yang menduduki fungsi yang sama dalam bentuk gramatikal
yang sama. Kata-kata tersebut memiliki pengertian yang dekat.
Sementara itu, Ade Nurdin, Yani Maryani, dan Mumu (dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
Kusumawati 2010: 26) paralelisme adalah gaya bahasa pengulangan
seperti repetisi yang khusus terdapat dalam puisi, terdiri dari anafora
(pengulangan pada awal kalimat) dan epidofora (pengulangan pada
akhir kalimat).
10) Elipsis
Elipsis adalah penghilangan satu atau beberapa unsur kalimat, yang
dalam susunan normal unsur tersebut seharusnya ada. Gorys Keraf
(2004:132) berpendapat elipsis adalah gaya yang menghilangkan unsur
kalimat yang dapat dengan mudah ditafsirkan pembaca atau
pendengar. Pemakaian gaya bahasa ini menghasilkan kalimat rumpang
atau kalimat yang mengandung unsur yang sengaja disembunyikan.
11) Asidenton
Asindeton adalah pengungkapan suatu kalimat atau wacana tanpa kata
penghubung. Gorys Keraf (2004: 131) berpendapat bahwa asindeton
adalah gaya yang berupa acuan yang bersifat padat. Beberapa kata,
frase, atau klausa yang sederajat tidak dihubungkan dengan kata
sambung, melainkan hanya menggunakan koma. Haris Sumandiria
menambahkan, bahwa gaya bahasa ini memadatkan beberapa frasa,
klausa sederajat yang tidak dapat disambungkan.
12) Polisindenton
Polisindeton adalah pengungkapan suatu kalimat atau wacana,
dihubungkan dengan kata penghubung. Gorys Keraf (2004: 131)
berpendapat bahwa polisindeton adalah gaya bahasa yang merupakan
kebalikan asidenton. Kata, frase dan klausa yang berurutan
dihubungkan dengan kata sambung. Dalam hal ini polisidenton lebih
mudah untuk diklasifikasikan daripada asidenton dengan kata sambung
dan bentuk tersebut hanya dipisahkaan dengan koma saja.
f. Gaya Bahasa Perulangan
1) Aliterasi
Gorys Keraf (2004: 130) berpendapat bahwa aliterasi adalah gaya
bahasa yang berwujud perulangan konsonan yang sama. Suyoto (2008:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
2) alitersi juga dapar diartikan sebagai pengulangan bunyi konsonan
yang sama. Jadi aliterasi adalah gaya bahasa yang mengulang kata
pertama yang diulang lagi pada kata berikutnya.
2) Asosiasi
Gorys Keraf (2004: 130) berpendapat Asonansi merupakan gaya
bahasa yang berwujud perulangan bunyi vokal yang sama untuk
memperolah efek penekanan atau keindahan. Asonansi akan tampak
bergelora pada karya-karya sejenis pantun yang mengutamakan
perulangan bunyi vokal yang sama pada akhir setiap bait pertama dan
ketiga, lalu ditegaskan maknanya pada akhir bait kedua dan akhir bait
keempat. Haris Sumandiria menambahkan bahwa asonansi merupakan
pengulangan pada vokal yang sama (2006: 172). Maulana (2008: 2)
berpendapat asosiasi adalah gaya bahasa perbandingan yang bersifat
memperbandingkan sesuatu dengan keadaan lain yang sesuai dengan
keadaan yang dilukiskan. Pendapat tersebut menyiratkan bahwa
asosiasi adalah gaya bahasa yang berusaha membandingkan sesuatu
dengan hal lain yang sesuai dengan keadaan yang digambarkan.
3) Kiasmus
Gorys Keraf (2004: 132) berpendapat kiasmus (chiasmus) merupakan
gaya bahasa yang terdiri dari dua bagian, yaitu frasa atau klausa yang
bersifat berimbang dan dipertentangkan tetapi susunan itu dibalik bila
dibandingkan dengan frasa atau klausa lainnya. Ada sesuatu yang
kontras disini yang membedakan keadaannya.
4) Epizeukis
Gorys Keraf, (2004: 127) berpendapat bahwa epizeukis adalah repetisi
yang bersifat langsung, kata yang dianggap penting diulang beberapa
kali secara berturut-berturut. Epizeukis merupakan gaya bahasa repetisi
yang bersifat langsung dari kata-kata yang dipentingkan dan diulang
beberapa kali sebagai bentuk penegasan. Kata-kata yang diulang bisa
berada di awal atau di akhir kalimat. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa epizeukis adalah gaya bahasa yang berbentuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
perulangan kata secara langsung dan berturut-turut sebagai bentuk
penegasan.
5) Tautotes
Gorys Keraf (2004: 127) berpendapat bahwa tautotes adalah gaya
bahasa perulangan atau repetisi atas sebuah kata berulang-ulang dalam
sebuah konstruksi. Tautotes adalah salah satu jenis gaya bahasa
bersajak tiktak, saling lempar, memberi dan menerima, subjek jadi
objek, objek jadi subjek, dan begitu seterusnya. Ada kesan bermain
dengan kata-kata padahal tidak karena pada setiap pengucapan
subjeknya berbeda dari apa yang sudah disebutkan sebelumnya.
6) Anafora
Gorys Keraf (2004: 127) berpendapat bahwa anafora adalah repetisi
yang berupa perulangan kata pertama pada setiap garis. Anafora
merupakan repetisi yang berwujud perulangan kata pertama pada tiap
baris kalimat berikutnya. Anafora adalah jenis gaya bahasa yang lebih
banyak memberi penekanan pada frasa (kelompok kata) yang
diletakkan pada awal kalimat, untuk diulang sampai beberapa kali
tetapi dengan objek yang berbeda.
7) Episrofa
Gorys Keraf (2004: 128) berpendapat bahwa epistofa semacam gaya
bahasa repetisi yang berupa perulangan pada awal dan akhir beberapa
baris atau kalimat berturut-turut.
8) Simploke
Gorys Keraf (2004: 128) berpendapat simploke adalah jenis gaya
bahasa yang lebih banyak memberi penekanan pada klausa dengan
cara mengulangnya beberapa kali tetapi pada konteks yang berbeda.
Simploke adalah sejenis gaya bahasa repetisi yang berupa perulangan
pada awal dan akhir beberapa baris atau kalimat berturut-turut.
Simploke adalah gaya bahasa pengulangan yang lebih banyak memberi
penekanan pada klausa dengan cara mengulangnya beberapa kali pada
konteks yang berbeda. (Haris Sumandiria, 2006, 177).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
9) Mesodiplosis
Gorys Keraf (2004: 128) berpendapat bahwa mesodiplosis adalah
repetisi di tengah-tengah baris atau beberapa kalimat berurutan. Dari
pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa mesodiplosis adalah gaya
bahasa repetisi yang mengulang kata di tengah-tengah baris atau
kalimat.
10) Epanalipsis
Gorys Keraf (2004: 128) berpendapat bahwa epanalipsis adalah
pengulangan yang berwujud kata terakhir dari baris, klausa, atau
kalimat mengulang kata pertama. Dari pendapat di atas dapat
disimpulkan bahwa epanalipsis adalah pengulangan kata pertama
untuk ditempatkan pada akhir baris dari suatu kalimat.
11) Anadiplosis
Gorys Keraf (2004: 128) berpendapat bahwa anadiplosis adalah kata
atau frasa terakhir dari suatu klausa atau kalimat menjadi kata atau
frasa pertama dari klausa atau kalimat berikutnya.
B. Resepsi Satra
Nyoman Kunta Ratna (2008:165) mengemukakan secara definitif
resepsi sastra berasal dari kata recipere (Latin), reception (Inggris) yang
berarti sebagai penerimaan atau penyambutan pembaca. Dalam arti luas
resepsi didefinisikan sebagai pengolahan teks atau cara-cara pemberian
makna terhadap karya, sehingga dapat memberikan respons terhadapnya. Hal
ini sejalan dengan pendapat Rahmad Joko Pradopo (2007:206) bahwa resepsi
sastra adalah estetika (ilmu keindahan) yang mengacu kepada tanggapan atau
resepsi pembaca karya sastra dari waktu ke waktu.
Selanjutnya, Suwardi Endaswara (2008:118) mengemukakan bahwa
resepsi berarti menerima atau penikmatan karya sastra oleh pembaca. Resepsi
merupakan aliran yang meneliti teks sastra dengan bertitik tolak kepada
pembaca yang memberi reaksi atau tanggapan terhadap teks itu. Dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
meresepsi sebuah karya sastra bukan hanya makna tunggal tetapi memiliki
makna lain yang akan memperkaya karya sastra itu.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa resepsi sastra
merupakan penelitian yang menfokuskan perhatian kepada pembaca, yaitu
bagaimana pembaca memberikan makna terhadap karya sastra, sehingga
memberikan reaksi terhadap teks tersebut.
Resepsi sastra dimaksudkan bagaiman memberikan
makna terbadap karya sastra yang dibacanya, sehingga dapat memberikan
reaksi atau tanggapan terhadapnya. Tanggapan itu mungkin bersifat pasif,
yaitu bagaimana seorang pembaca dapat memabami karya itu atau dapat
melihat hakikat estetika yang ada di dalamnya, atau mungkin juga bersifat
aktif yaitu bagaimana ia merealisasikannya. Karena itu, pengertian resepsi
sastra mempuyai lapangan yang luas dengan berbagai kemungkinan
penggunaan. Dengan resepsi sastra terjadi suatu perubahan (besar) dalam
penelitian sastra yang berbeda dari kecenderungan yang biasa selama ini.
Selama ini tekanan diberikan kepada teks dan untuk kepentingan teks ini
biasanya untuk pemahaman seorang peneliti mungkin saja pergi kepada
penulis (teks). (Umar Junus, 1985: 1)
Resepsi sastra disebut sebagai estetika resepsi adalah estetika (ilmu
keindahan) yang didasarkan pada tanggapan-tanggapan atau resepsi-resepsi
pembaca terhadap karya sastra. Karya sastra tidak mempunyai arti tanpa
pembaca atau penikmat sastra yang menanggapinnya. Karya sastra
mempunyai nilai karena ada pembaca yang menilai (Pradopo Ramat Djoko,
1995:206).
Estetika resepsi atau Resepsi Sastra memberikan perhatian utama
kepada pembaca karya sastra di antara jalinan segitiga pengarang karya sastra
dan masyarakat pembaca pada penelitian ini objek analisis adalah novel yang
tergolong dalam kategori karya sastra tulis. Masyarakat berusaha untuk
memaknai tanda ataupun makna yang terkandung dalam sebuah cerita yang
merangkum dalam novel. Kemudian muncullah istilah horizon harapan yang
berpijak dari perbedaan pemahaman masing-masing pembaca. Horison
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
harapan merupakan interaksi antara karya sastra dan pembaca atau penikmat
dan mencangkup interpretasi dalam masyarakat.
Perkembangan berikutnya seperti yang dikemukakan oleh
Swingewood bahwa kendati sastra dan sosiologi mempunyai perbedaan
namun sebenarnya dapat memberikan penjelasan yang bermanfaat tentang
sastra. Dengan kata lain, sebagaimana konsep Rene Wellek bahwa sosiologi
sastra dianggap sebagai unsur ekstrinsik dan unsur intrinsik tidak hanya
meliputi sosiologi melainkan juga unsur yang lain seperti ideologi, ekonomi,
agama, psikologi, dan sebagainya. (wellek dan Werren, 1995: 106)
Berdasarkan pada pendapat-pendapat ahli yang ada, paling tidak
secara global dapat dirumuskan bahwa sastra adalah karya fiksi yang
merupakan hasil kreasi berdasarkan luapan emosi yang spontan yang mampu
mengungkapkan aspek estetik, baik yang didasarkan aspek kebahasaan
maupun aspek makna. Estetika bahasa biasanya diungkapkan melalui aspek
puitik atau poetic function (surface structure) sedang estetika makna dapat
terungkap melalui aspek deep structure (Fananie Zaenudin, 2000:6).
C. Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan dengan penelitian ini dilakukan oleh Fitri
Wulandari (2011), mahasiswa Program Bahasa Dan Sastra Indonesia Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dengan
judul Novel Laskar Pelangi Karya Andrea Hirata dan Orang Miskin Dilarang
Sekolah Karya Wiwid Prasetyo (Kajian Intertekstualitas dan Nilai
Pendidikan). Hasil penelitian ini adalah kajian intertekstualitas dalam novel
Laskar Pelangi Karya Andrea Hirata dan Orang Miskin Dilarang Sekolah
Karya Wiwid Prasetyo yaitu: tema, alur/plot, penokohan, latar, sudut pandang,
dan amanat. Nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam Novel Laskar Pelangi
Karya Andrea Hirata dan Orang Miskin Dilarang Sekolah Karya Wiwid
Prasetyo adalah nilai pendidikan religious, nilai pendidikan moral, dan nilai
pendidikan sosial.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah yang dilakukan
oleh Vina Esti Suryani (2010), mahasiswa Program Bahasa Dan Sastra
Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta dengan judul Pemanfaatan Gaya Bahasa dan Nilai-Nilai
Pendidikan Pada Novel Rembulan Tenggelam di Wajahmu Karya Tere Liye.
Hasil penelitian ini adalah kajian gaya bahasa dalam novel Rembulan
Tenggelam di Wajahmu Karya Tere Liye. yaitu simile, metafora,
dipersonofikasi, antithesis, parifrasis, tautology, koreksio, personifikasi,
pleonasme, hiperbola, ironi, paradox, satire, hipalase, inouendo, metonemia,
sinekdoke pars prototo, sinekdoke totum pro parte, alusio, epitet, eponym,
antonomasia, elipsis, asidenton, tautotes, anafora, epizeukis, pertanyaan
retoris.
Penelitian yang relevan dengan penelitian ini juga dilakukan okeh
Nuraini (2007), mahasiswa Program Bahasa Dan Sastra Indonesia Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dengan
judul Novel Saman dan Larung Karya Ayu Utami (Kajian Sosiologi Sastra
dan Nilai Pendidikan). Hasil dari penelian tersebut dapat disimpulkan bahwa
dalam novel Saman dan Larung Karya Ayu Utami membahas tentang
sosiologi sastra yang mempelajari tentang hubungan sosial antara sesama
individu, antara individu dengan kelompok.
Amy E. Singer, Ph.D. pada artikel yang berjudul A Novel Approach:
. Hasil
dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa novel anak sekarang banyak
mengandung nilai-nilai tentang kesenjangan sosial yang menentang atau pun
merubah. Model analisis novel anak seharusnya dapat memperluas penelitian
sosiologis yang berbentuk sosio-sastra dengan cara membuat cerita yang
melibatkan struktur sosial dalam organisasi kesenjangan sosial yang nyata dan
sesuai usia anak.
Tatiani G. Rapatzikou dan Arthur Redding pada penelitian yang
berjudul Special Issue Representational and Literary Futures: American
Writing in the New Millennium. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa novel
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
mulai punah dengan adanya media elektronik yang semakin canggih. Namun,
novel akan tetap di baca jika gaya penceritaanya menarik dan memberikan
petualangan tersendiri bagi pembaca.
D. Kerangka Berpikir
Novel sebagai salah satu kajian dari karya sastra yang merupakan hasil
rekaan yang mengutamakan perasaan keindahan. Walaupun rekaan tetapi novel
tidak lepas dari kenyataan sosial, baik yang dilihat maupun yang dialami sendiri
oleh pengarang. Sebuah novel merupakan sebuah totalitas yang mempunyai
bagian-bagian atau unsur-unsur yang saling berkaitan satu dengan yang lain
secara erat dan menguntungkan.
Novel yang berjudul Orang Miskin Dilarang Sekolah karya Wiwid
Prasetyo mengandung nilai-nilai pendidikan yang berguna bagi kehidupan
manusia, baik sebagai makluk individu maupun makluk sosial. Pendekatan
sosiologi sastra mendeskripsikan bagaimana cara pengarang mengangkat masalah
dalam novel dan dihubungkan dengan keadaan sosial setempat. Manfaat yang
terkandung dalam karya sastra menunjukkan bahwa karya sastra yang bermutu
akan mengandung nilai didik yang berguna bagi pembaca. Aspek yang terkandung
dalam cerita sangat menarik untuk dikaji dengan tujuan agar pembaca dapat
memahami pesan-pesan moral yang disampaikan pengarang dan dapat
mengimplementasikan pesan-pesan moral tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Pemanfaatan gaya bahasa dalam novel Orang Miskin Dilarang Sekolah
karya Wiwid Prasetyo dilakukan dengan mendata jenis-jenis gaya bahasa yang
digunakan dan menentukan makna gaya bahasa tersebut. Pemanfaatan bahasa-
bahasa kias mendorong pembaca untuk menginterpretasikan makna yang
dimaksud pengarang dalam terciptanya suasana tertentu. Setelah keduanya
dianalisis kemudian ditarik kesimpulan. Untuk lebih jelasnya, alur kerangka
berfikir dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
Gambar 1. Kerangka berpikir
Gaya bahasa
Jenis-jenis gaya bahasa yang digunakan
Unsur intrinsik (penokohan, latar, alur, dan tema)
Simpulan
sosiologi sastra
Karya sastra
Novel Orang Miskin Dilarang Sekolah Karya
Wiwid Prasetyo
Lapisan sosial
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
BAB III
METODE PENILITIAN
Agar tujuan penelitian tercapai, maka setiap pelaksanaan penelitian baik
kualitatif maupun kuantitatif selalu menggunakan metode. Menurut Hasan dalam
San dari bahasa Yunani methodos. Secara harfiah
r dan berpikir baik-baik untuk
me
Metode penelitian adalah cara kerja yang bersistem untuk memudahkan
dalam melakukan pekerjaan penelitian secara cermat terhadap sasaran untuk
memeroleh hasil tertentu. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode dan
langkah-langkah sesuai dengan karakteristik objek kajian.
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian
deskriptif kualitatif menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis.
Penelitian ini merupakan penelitian yang menganalisis data dokumen berupa
novel Orang Miskin Dilarang Sekolah karya Wiwid Prasetyo.
Penelitian akan dilaksanakan selama lima bulan, yaitu pada bulan Januari
2012 sampai dengan Mei 2012. Kegiatan penelitian meliputi pengajuan judul,
penyusunan proposal, perizinan, analisis data, dan penyusunan hasil penelitian.
Dengan rincian sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
Tabel: Rincian Kegiatan, Waktu dan Jenis Kegiatan Penelitian
No Waktu Januari Februari Maret April Mei
Jenis kegiatan 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Pengajuan judul
2 Pembuatan proposal
3 Perizinan
4 Pengumpulan data
5 Analisi data
6 Penyusunan laporan
7 Ujian skripsi
8 Revisi laporan
Gambar 2. Deskripsi Kegiatan Penelitian
B. Bentuk dan Strategi Penelitian
Novel Orang Miskin Dilarang Sekolah karya Wiwid Prasetyo ini
berbentuk penelitian kualitatif karena bahan analisisnya berkaitan dengan wacana
(novel). Untuk menganalisis novel Orang Miskin Dilarang Sekolah karya Wiwid
Prasetyo ini penulis menggunakan metode diskriptif.
Metode ini digunakan penulis karena untuk memberikan gambaran
tentang kasus yang diteliti. Penelitian yang bersifat diskriptif dilaksanakan dengan
tujuan memberikan gambaran tentang suatu kasus secara cermat. Penelitian
deskriptif dapat bertolak dan hipotesis tertentu, tetapi dapat pula tidak. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mempertegas hipotesis sehingga diharapkan akan dapat
membantu munculnya teori baru atau memperkuat teori lama.
C. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah dokumen yakni novel Wiwid
Prasetyo. 2009. Orang miskin dilarang sekolah dan hasil wawancara pengarang,
yaitu Wiwid Prasetyo, ahli sastra dan pembaca novel Orang Miskin Dilarang
Sekolah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
D. Teknik Sampling
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik sampling atau
cuplikan yang bersifat purposive sampling, yaitu sampling yang dipilih
berdasarkan pertimbangan tertentu yang sesuai dengan tujuan penelitian. Patton
(dalam Sutopo, 2006: 64) menyatakan bahwa purposive sampling adalah
pemilihan sampel yang disesuaikan dengan masalah, kebutuhan, dan kemantapan
penelitian dalam memperoleh data.
Penerapan purposive sampling dalam penelitian ini adalah memilih teks-
teks dalam novel Orang Miskin Dilarang Sekolah karya Wiwid Prasetyo yang
berkaitan dengan objek penelitian, yaitu kajian sosiologi sastra dan gaya bahasa.
E. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian yang berjudul
Dilarang Sekolah menggunakan teknik simak catat, yaitu
penulis membaca novel Orang Miskin Dilarang Sekolah karya Wiwid Prasetyo
secara seksama untuk memahami jalan cerita dan kandungan isinya kemudian
menafsirkan sumber-sumber data dan dilanjutkan dengan mencatat data yang
ditemukan.
Penelitian kualitatif merupakan jenis penelitian yang menitikberatkan
pada segi alamiah dan mendasarkan pada karakter yang terdapat dalam data.
Penelitian kualitatif sering diartikan sebagai penelitian yang tidak mengadakan
angka-angka untuk pengumpulan data. Data-data yang diambil adalah teks yang
mendukung proses analisis tersebut. Selain novel Orang Miskin Dilarang Sekolah
karya Wiwid Prasetyo, penulis juga membaca teori yang berkaitan dengan
penelitian ini yaitu kajian sosiologi sastra dan gaya bahasa yang terkandung dalam
novel tersebut. Data-data yang terkumpul diklasifikasikan menurut kelompok
masalah. Pengklasifikasian ini untuk memudahkan analisis.
F. Validitas Data
Sutopo (2006:92) menyatakan bahwa triangulasi merupakan cara yang
paling umum digunakan bagi peningkatan validitas data dalam penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
kualitatif. Patton (dalam Sutopo 2006:92) mengemukakan bahwa ada empat
macam teknik triangulasi data (sumber), triangulasi peneliti, trianggulasi metode,
dan triangulasi teori.
Dalam peneltian ini digunakan triangulasi data (sumber) dan triangulasi
teori. Triangulasi data (sumber) adalah mengecek kebenaran data dari beberapa
sumber yang berbeda untuk menggali data yang sejenis, sedangkan trinaggulasi
metode teori adalah mengecek kebenaran data berdasarkan prespektif teori yang
berbeda.
G. Teknik Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik Analisis mengalir
yang dikemukakan oleh Miles dan Hubbermen (1992: 16-19). Analisis data
terdirri dari tiga alur kegiatan sebagai berikut.
1. Reduksi data
Reduksi data merupakan komponen yang pertama dalam analisis yang
merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan, dan abstraksi data.
merupakan bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan,
membuang yang tidak perlu, dan dengan cara tertentu, sehingga kesimpulan
fiinalnya dapat ditarik dan berlanjut terus sampai laporan akhir lengkap
tersusun.
2. Penyajian data
Penyajian data adalah sebagai sekumpulan informasi tersusun yang
memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan
tindakan. Sajian data merupakan suatu rakitan organisasi informasi, deskripsi
dalam bentuk narasi yang memungkinkan simpulan penelitian dapat
dilakukan. Sajian data merupakan rakitan kalimat yang disusun secara logis
dan sistematis.
Melihat penyajian tersebut akan dapat dipahami apa yang sedang terjadi
dan apa yang harus dilakukan, penyajian data dalam penelitian ini
menggunakan teks naratif yaitu berupa kalimat-kalimat panjang dan cerita.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
3. Penarikan Kesimpulan atau Verifikasi
Kesimpulan yang ditarik merupakan kesimpulan yang semula masih
terbuka, kemudian meningkat menjadi lebih rinci dan kokoh.
H. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian digunakan untuk memudahkan yang akan dilakukan.
Hal yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut.
1. Tahap Persiapan
Pada tahap ini penulis menentukan permasalahan dan objek kajian yang
berupa novel Orang Miskin Dilarang Sekolah karya Wiwid Prasetyo.
2. Tahap Pengumpulan Teori
Tahap ini dilakukan dengan mengumpulkan teori-teori yang berhubungan dan
menunjang penelitian. Teori yang telah terkumpul kemudian diseleksi dan
dipilih berdasarkan kedekatan hubungan dengan permasalahan yang diangkat.
3. Pengumpulan data
Pada tahap ini peneliti mengumpulan data berupa novel Orang Miskin
Dilarang Sekolah karya Wiwid Prasetyo.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
4. Penyeleksian data
Data-data yang telah dikumpulkan, kemudian diseleksi mana yang akan
dianalisis.
5. Menganalisis data yang telah diseleksi
Data yang telah dipilih kemudian dianalisis dengan teknik analisi mengalir.
6. Penarikan kesimpulan
Tahap analisis yang telah diperoleh kemudian disimpulkan sehingga menjadi
sebuah kesimpulan yang mewakuli penelitian.
7. Membuat laporan penelitian
Laporan penelitian merupakan tahap akhir dari serangkaian proses.
Merupakan tahap penyampaian data-data yang telah dianalisis, dirumuskan,
dan ditarik kesimpulan. Kemudian dilakukan konsultasi dengan pembimbing.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Kajian Sosiologi Sastra dalam Novel Orang Miskin Dilarang Sekolah
Karya Wiwid Prasetyo.
1. Struktur Novel Orang Miskin Dilarang Sekolah
Analisis struktur instrinsik novel merupakan sebuah penelitian
yang mendasarkan objeknya pada unsur-unsur internal karya sastra. Unsur-
unsur intrinsik yang akan dibahas dalam penelitian ini antara lain:
penokohan, alur, latar,sudut pandang, dan tema.
a. Tema
Tema merupakan ide pokok sebuah cerita. Burhan Nurgiantoro
(2005:82-83) menggolongkan tema dari tingkat keutamaannya, yaitu:
tema mayor dan tema minor. Tema mayor adalah makna pokok cerita
yang menjadi dasar atau gagasan dasar umum karya itu. Sedangkan
tema minor bersifat mendukung atau mencerminkan makna utama
keseluruhan cerita.
Novel ini menyoroti masalah pendidikan yaitu menyoroti wajah
pendidikan di mata orang marjinal. Mengenai perjuangan sekelompok
anak yang berjuang mati-matian untuk bisa mengenyam pendidikan.
Tema mayor atau tema utama dalam novel Orang Miskin
Dilarang Sekolah adalah pendidikan. Jika diteliti lebih dalam ternyata
novel ini memiliki tema minor yang berbeda-beda namun tidak lepas
dari tema utamanya yaitu pendidikan. Pendidikan sebagai tema utama
novel ini dapat dilihat dari kebanyakan hal yang mengandung masalah
pendidikan yang tersebar merata pada kesuluruhan bab. Seperti kutipan
dibawah ini:
Habis gelap terbitlah terang seakan-akan mengandaikan pendidikan itu ibaratnya pelita yang akan menuntun manusia buta, bodoh menuju cahaya ilmu yang gilang gemilang. Seperti pagi itu, selepas membuka kancing atas agar bebas gerah dan angin bisa masuk, mereka tergopoh-gopoh memasuki gerbang sekolah. Mereka bertiga memandang sebentar patung Kartini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
untuk menitiskan semangat sekolah sebelum di Senin ini mereka memasuki dunia yang penuh gairah (OMDS: 244) Dari kutipan di atas terlihat bahwa pendidikan
yang akan menuntun manusia buta dan bodoh menuju cahaya ilmu yang
-kata di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
hakikat dari pendidikan, yaitu pendidikan sebagai latihan mental,
moral, dan fisik yang mampu menghasilkan manusia yang berbudaya
tinggi maka pendidikan berarti menumbuhkan personalitas
Dalam novel ini
mengambil tema pendidikan yakni kelas 1-2 khusunya di SD Kartini.
Perhatikan kutipan berikut:
Kami berjalan kembali di ruang kelas pertama yang kami lewati tadi. Pak Zainal masuki keruang 1-2 atau kelas satu ruang kedua, bekas kelasku dulu. Kulihat bu Mutia masih menuliskan sesuatu di papan tulis berkapur melihat kehadiaran kami, bu Mutia menghentikan pekerjaanya, ia berusaha ramah kepada pak kepala sekolah yang dating mendadak. (OMDS: 92).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa novel Orang Miskin
Dilarang Sekolah mempunyai tema pendidikan. Sedangkan tema lain
yang inti adalah sosial yakni masalah kemiskinan. Kemiskinan yang
senantiasa menggelayuti tokoh utama dan mewarnai setiap kisah dalam
novel ini. Kemiskinan yang mengiringi perjuangan dalam meraih
pendidikan. Seperti dalam kutipan berikut ini.
sekolah, sampai sebesar ini mereka belum pernah sekalipun. Orang tua mereka tak sanggup menyekolahkan karena .tak ada biaya. Sekolah bagi mereka tidak penting dan membuang-buang waktu, tubuh-tubuh kecil mereka kadang diperas untuk membantu orang tua mereka, entah mengangkut kotoran, memeras susu sapi, bahkan sampai mengangkat rumput-rumput di depan moncong sapi. (OMDS: 23)
Dari kutipan di atas terlihat bahwa kemiskinan menjadi masalah
yang pelik bagi ketiga Anak Alam. Di satu sisi Anak Alam ingin
sekolah tetapi di sisi lain orang tua mereka tidak mampu membiayai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
karena memang gaji mereka yang menjadi buruh di peternakan hanya
cukup untuk makan. Begitu juga dalam kutipan berikut.
kaki jadi kepala, kepala jadi kaki, tetapi mereka sama sekali tak mengeluh dengan nasib mereka yang selalu di bawah. Kebodohannya membuat pola pikirnya begitu pendek, setiap kali mereka menemui kesusahan, dianggapnya itu sebagai takdir dari yang di atas. Kebodohannya pula yang menyebabkan ia menganggap rejekinya sudah di atur hanya segitu-gitunya, tak pernah nambah. (OMDS: 135). Kemiskinan yang sudah melekat erat di tubuh ketiga Anak
Alam. Kemiskinan yang berakibat pada kebodohan dan kebodohan
yang membuat pola pikir menjadi pendek. Selain kemiskinan dalam
novel tersebut juga terdapat kisah percintaan. Diceritakan bahwa tokoh
Pambudi mempunyai cinta pertama dengan tokoh Kania. Seperti
kutipan berikut ini:
-tiba nama itu yang selalu berdengung-dengung di telinga Yudi, Pambudi, dan Pepeng. Dimanapun tempat dan keadaan nama Kania begitu enak disebut, renyah ditelinga, dan nyaman dihati. Bahkan, baying-bayang Kania hadir dimanapun
menggebu saat ia membayangkan bagaimana dengan tangkasnya Kania membela mereka. Hari pertama mereka sekolah, mereka langsung terkesan kepada Kania, mereka langsung jatuh hati kepada murid berlesung pipit dan suka mengepang rambutnya itu. (OMDS: 109) Dari kutipan di atas terlihat bahwa perasaan cinta Pambudi
berawal ketika Kania membela Pambudi yang sedang dicela oleh
teman-teman sekelasnya. Di mana sejak kejadian itu tumbuhlah
perasaan cinta itu.
Perasaan cinta di antara Pambudi dan Kania memaknai Kania
sebagai penyemangat Pambudi untuk semakin meningkatkan
prestasinya dalam belajar. Hal ini membuktikan bahwa dalam novel ini
percintaan tidak terlepas dari tema pokok yaitu mengenai pendidikan.
Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan Panuti Sudjiman (198: 55)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
menyang . Seperti kutipan percakapan
antara Pambudi dan Kania di bawah ini:
semuanya memungkinkan, kita bisa
ita tumbuhkan hal-hal positif aja dalam hal ini, seperti yang pernah aku minta padamu dulu, kalau boleh berhubungan denganku asalkan kau bisa mengimbangiku, kau juga harus pintar, harus rajin belajar, dan nilai-nilai ulangan juga harus baik, dan yang penti
-
jadi tak terkendali,
kau jadi mabuk kepayang. Aku ingin kenal Pam yang sekarang, -216).
Dari kutipan di atas terlihat sikap Kania kepada Pambudi. Kania
memacu semangat Pambudi untuk belajar giat. Perasaan cinta di antara
keduanya dimaknai positif oleh Kania untuk menumbuhkan hal-hal
positif dari hubungan tersebut. Selain percintaan dan masalah
kemiskinan. Novel ini juga bertemakan persahabatan yaitu persahabatan
Faisal dengan ketiga anak alam (Pambudi, Yudi, Pepeng). Meskipun
mempunyai status sosial ekonomi yang berbeda tetapi mereka tetap
bersahabat dengan baik. Mereka rela berkorban satu sama lain dan setia
kawan. Faisal yang berasal dari keluarga cukup mampu selalu
memikirkan nasib teman-temannya tersebut.
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa tema mayor
dalam novel ini adalah pendidikan. Sedangkan tema minornya yaitu
kemiskinan, percintaan, dan persahabatan.
b. Sudut pandang
Pada dasarnya sudut pandang dalam karya sastra fiksi diartikan
sebagai strategi, teknik, dan siasat yang secara sengaja dipilih
pengarang untuk mengemukakan gagasan dan ceritanya. Sudut pandang
merupakan masalah teknis yang digunakan pengarang untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
menyampaikan makna karya artistiknya untuk sampai dan berhubungan
dengan pembaca. Burhan Nurgiantoro membagi sudut pandang menjadi
tiga yakni sudut pandang persona pertama udut pandang
campuran (2005:256-271).
Dalam novel ini gaya penceritaanya menggunakan sudut
pandang campuran yaitu a ketiga
pengarang terlibat dalam cerita secara langsung. Pengarang adalah
tokoh yang mengisahkan kesadaran dunia, menjelaskan peristiwa yang
di alami, dirasakan, serta sikap pengarang (tokoh) terhadap orang
(tokoh) lain kepada pembaca. Seperti kutipan berikut ini:
Aku terus meraut batang lidi hingga batangnya terlihat mengecil dan kurus, aku diam-diam geli mendengar perkataan mereka, ternyata kebodohan membuat kita gampang tertipu, gampang naik pitam, dan mudah sekali diombang-ambingkan(OMDS:45).
apa yang dipikirkannya terhadap tokoh lain terhadap pemabaca. Ia
memberikan penilaian bahwa kebodohan membuat orang mudah
tertipu, mudah naik pitam, dan mudah terombang-ambing.
Wiwid Prasetyo merupakan pengisah seluruh kejadian yang
a
Perhatika kutipan berikut ini:
Napas kelegaan mengahampiri kami. Aku yang berada di belakang bisa menyusul di antara mereka, terengah-engah, dan saling melepaskan lelah di sebuah reruntuhan gedung yang tak terpakai.
engambil layangan saja tidak bisa
kita pulang dengan membawa layang-layang itu dan besuk kita
Pepeng ikut- (OMDS: 8).
Selain menggunakan sudut pandang persona pertama, pengarang
menambahkan lagi dengan teknik sudut pandang persona k
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
Mahatahu. Dengan teknik ini narator adalah seorang yang berada di luar
cerita yang menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebut nama
atau kata gantinya: ia, dia, mereka. Narator bersifat mahatahu. Ia
mengetahui berbagai hal tentang tokoh, peristiwa, dan tindakan.
Perhatikan kutipan berikut:
Aneh, mendengar perintah Mat Karmin, bocah itu seperti robot Jepang yang dikendalikan oleh remot control, selanjutnya ia melangkah menghampiri pintu dengan rasa perih di duburnya. Berjalan tertatih-tatih seperti orang habis sunat, kemudian meninggalkan teman-temannya tanpa ekspresi. Panji hanya diam, ia membayangkan seisi langit runtuh menimpanya, masa depannya jelas suram, kesedihannya menggelegak, seluruh air di dalam tubuhnya seakan-akan menghempaskannya ke dalam jurang yang teramat dalam (OMDS: 232).
Dari kutipan di atas terlihat jelas bahwa pengarang
menggunakan sudut pandang campuran yakni menggunakan sudut
Hal ini sejalan dengan pernyataan Herman J Waluyo (2002: 184-185)
yang menyatakan bahwa ketiga jenis metode ini (akuan, diaan, dan
pengarang serbatahu) dapat dikombinasikan oleh pengarang dalam
suatu cerita agar tidak membosankan.
c. Penokohan
Dalam penelitian ini peneliti membedakan tokoh menjadi dua
macam, yaitu (a) tokoh utama dan (b) tokoh tambahan. Penggunaan
pembagian tokoh ini bertujuan untuk memudahkan dan membedakan
mana tokoh yang perlu mendapat perhatian khusus dan mana yang tidak
didasarkan pada seberapa jauh keterlibatan seorang tokoh dalam jalinan
cerita.
Novel ini memiliki penokohan yang relatif banyak yang
berpengaruh terhadap jalannya cerita serta amanat yang hendak
disampaikan. Adapun tokoh utama dalam novel ini adalah Faisal, ketiga
Anak Alam (Pambudi, Yudi, Pepeng), Kania, Bu Mutia, Rena, Pak
Cokro, Mat Karmin, Yok Bek, dan Karisma. Sedangkan tokoh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
tambahan dalam novel ini adalah Pak Yadi, Ki Hajar Ladunni, Ayah
Pambudi (Samijan), ayah Yudi (Giatno), ayah Pepeng (Sukisno), Ibu
Yudi, Pak Zainal, Candil, A Kiong, Sinyo Dandi, Ustadz Muhsin, Kiai
Khadis, Bang Anan, Denok, Warti, Guruh, Fajar, Anton, dan masih
banyak lagi. Karena banyak tokoh, paparan hasil penelitian mengenai
watak tokoh peneliti batasi hanya pada tokoh-tokoh utama saja tidak
dipaparkannya karakter tokoh pendamping tidak akan mengurangi
keutuhan isi laporan. Berikut deskripsi tokoh beserta wataknya.
1) Faisal (aku)
Faisal atau Faisal Ridowi nama lengkapnya merupakan
pencerita kisah ini. Faisal mempunyai pandangan hidup yang
progresif dan berkemauan keras. Hal ini tampak pada kutipan
dibawah ini:
-banting demi cita-citaku sendiri yang terlalu kuat untuk terus sekolah, terus belajar dan terus mempelajari sesuatu, serta dibuat penasaran oleh buku. Itu semua demi satu keyakinan, aku akan bangkit dan meraih mimpi itu demi sebuah cita-cita yang akan kure (OMDS:239-240). Dari kutipan di atas tergambar tekad Faisal untuk dapat
meraih cita-cita. Ia rela melakukan apa saja untuk mewujudkan cita-
citanya. Selain itu Faisal juga berjiwa pemberani. Terbukti ketika
Gedong Sapi diamuk warga, ia berusaha menengahi. Ia tidak takut
sedikitpun karena ia membela kebenaran. Ia membela mati-matian
nasib ketiga Anak Alam. (OMDS: 154-155)
Secara sosiologis, sifat Faisal yang berjiwa sosial tinggi,
peka dan peduli dengan keadaan di sekitarnya ditunjukkan dengan
keprihatinannya terhadap Anak Alam yang hidupnya sangat melarat
serta tidak sekolah. Ia tidak hanya simpati ia juga berempati dan
berkeinginan keras dan berjuang untuk bisa membuat Anak Alam
bias mengenyam pendidikan karena pendidikan adalah pondasi
untuk menjalani masa yang akan datang. Ia juga memperhatikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
keadaan masyarakat disekililingnya di mana masih banyak warga
yang buta huruf sehingga ia terjun langsung memberikan pelajaran
membaca dan menulis gratis untuk warga yang buta huruf menjadi
Kampung Genteng yang tadinya buta huruf menjadi Kampung
Genteng yang melek huruf. (OMDS: 18)
Ayah dari ketiganya bekerja pada Yok Bek memelihara sapi-
sapi itu mulai dari memerah susunya, membersihkan kotorannya,
hingga mencarikan rumput segar. Kadang Yok Bek-perempuan
Cina itu-berdiri dan berkacak pinggang di hadapan para pekerjanya,
dibentak-bentaknya ayah ketiga temanku itu dengan kasar, bahkan
kadang kata-kata makian pengalaman lagi. Orang kaya bisa
seenaknya memperlakukan orang miskin sebab tubuh mereka telah
dibeli untuk menuruti semua perintah (OMDS: 17).
Dalam novel ini Yok Bek sebagai orang kaya suka
memperlakukan pekerjanya semena-mena. Yok Bek
memperlakukan orang tua ketiga Anak Alam dengan semaunya.
2) Pambudi
Pambudi merupakan salah satu Anak Alam. Secara fisik
digambarkan bergigi kelinci dan berambut jagung. Perhatikan
kutipan berikut:
Si gigi kelinci alias Pambudi mencoba berpikir bagaimana cara untuk mengalahkan Mat Karmin, tanpa seorangpun dari kami yang merasa terbebani (OMDS: 8) Ya, nggak apa-saja membuat keputusan, rambut jagungnya tersiram cahaya matahari, membuatnya semakin coklat (OMDS: 30). Gigi kelinci dan rambut inilah yang membedakan Pambudi
dengan teman-teman yang lain. Pada semester ini tekad Pambudi
terlihat kuat ditampilkan pada waktu ujian. Ia ingin belajar tapi
catatannya kurang lengkap. Ia ingin meminjam Kania tapi ia sadar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
selama ini sudah menyusahkan Kania. Ia kemudian berusaha
meminjam Rena. Mendapat cacian seperti itu ia tidak marah
ataupun patah arang. Ia kemudian berpikir untuk meminjam catatan
pada Bu. Mutia. Oleh Bu. Mutia ia disambut baik dan dengan
senang hati Bu Mutia meminjaminya catatan. Ia sangat senang
karena sebentar lagi ia bisa belajar. Ia ingin membuktikan walaupun
mereka miskin tetapi mereka tetap bisa berprestasi (OMDS: 340-
354)
Secara sosiologis, tokoh Pambudi merupakan seorang yang
mempunyai jiwa pemimpin. Ia menjadi pemimpin bagi teman-
temannya (Anak Alam) dan ia juga rela berkorban untuk temannya.
Perhatikan kutipan berikut:
Si gigi kelinci alias Pambudi mencoba berpikir bagaimana cara untuk mengalahkan Mat Karmin, tanpa seorang pun dari kami yang merasa terbebani. Memang, kami tak pernah merasa menganggap Pambudi sebagai pemimpin kami, tetapi secara tak sadar,aku merasa segan dengan Pambudi. Ia sering kali banyak berkorban, selalu memutuskan sesuatu, dan memecahkan persoalan-persoalan pelik (OMDS: 8).
Jiwa pemimpin Pambudi selalu muncul ketika sekumpulan
anak miskin ini mengalami masalah. Pambudi adalah pemimpin
yang tak pernah diangkat secara langsung. Teman-temannya segan
dengan kedewasaan Pambudi dalam menghadapi masalah.
Pambudilah yang selalu berkorban untuk teman-teman yang lain.
3) Yudi
Wahyudi atau sering di sapa dengan sebutan Yudi secara
fisik digambarkan sebagai seorang anak laki-laki yang berwajah
lucu. Yudi seorang pribadi yang ramah, pandai bergaul, tempat
berkeluh kesah, dan idenya cemerlang. Seperti kutipan dibawah ini:
Seandainya tidak ada Pambudi yang berjiwa leader, Pepeng yang lucu, pendiam, dan sok aksi, dan Yudi yang selain enak kalau di ajak ngobrol dan kadang idenya cemerlang ini, aku tidak bakal me (OMDS:21).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
Yudi merupakan anak yang penurut. Ia sangat menghormati
orang tuanya dan selalu menuruti apa yang menjadi perintah orang
tuanya. Seperti saat ia disuruh berhenti sekolah oleh ayahnya. Ia pun
menurut meskipun hatinya hancur. Selain itu Yudi juga merupakan
anak yang rajin belajar dan rajin membantu orang tuanya. Ayah
Yudi bekerja sebagai buruh di peternakan sapi sedangkan ibunya
bekerja membuat pisang goreng dan menjualnya keliling kampung.
Bahkan ia juga menjual pisang goreng itu ke sekolah untuk dijual
pada teman-temannya. Ia tidak malu sedikitpun. Semua yang ia
lakukan semata-mata untuk kebahagiaan kedua orang tuanya.
4) Pepeng
Secara fisik, Pepeng digambarkan sebagai seorang anak
yang ceking, berambut ikal, berhidung pesek, dan bermata besar.
Keanehan itu tergambar jelas di wajah Pepeng sehingga teman-
temannya menjulukinya seperti ikan mas koki. Perhatikan kutipan
berikut:
Pepeng tersipu malu, seperti gadis kecil yang disanjung puji hingga pipinya berwarna merah, tetapi Pepeng jelas bukan gadis kecil berwajah cantik, ia adalah lelaki ceking berwajah aneh, paduan dari ikan mas koki di matanya dan jambu mete dihidungnya yang nongkrong tetapi tulang hidungnya melesak ke bawah alias pesek (OMDS: 337). Marpepeng yang biasa dipanggil Pepeng digambarkan
secara sosiologis merupakan sosok pemalu. Sifat pemalunya terlihat
pada saat perkenalan memasuki sekolah baru.perhatikan kutipan
berikut:
Pepeng yang pemalu ini terlihat paling gugup, tubuhnya menggigil hingga keluar keringat dingin semua. Ia benar-benar seperti sesosok artis amatiran yang mengalami demam panggung, dalam hati ia bersumpah lebih memilih memandikan sapi, menyabiti rumput di pematang, dan membersihkan kandangnya dari kotoran daripada disuruh memperkenalkan dirinya di depan kelasnya yang baru. Untuk beberapa lamanya ia hanya terdiam, semua mata tertuju pada dirinya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
membujuk Pepeng.
Hai jangan gitu lho, jelek-jelek namamu itu kan pemberian orang tuamu, harus kau hargai itu, orang tuamu pasti punya
-94).
Dari kutipan diatas terlihat sifat pemalu Pepeng. Ia malu
untuk memperkenalkan diri. Ia malu dan tidak percaya dengan nama
Marpepeng yang disandangnya.
Secara psikologis, Pepeng digambarkan sebagai sosok yang
pendiam dibandingkan teman-temannya yaitu Pambudi, Yudi, dan
Faisal. Perhatikan kutipan di bawah ini:
Yudi dan Pambudi tidak bias menahan tawa, mereka tak menyangka, Pepeng yang pendiam itu bisa juga marah, tadinya mereka pikir Pepeng tak memganggap aksi perkenalan di depan kelas bukan suatu pengalaman seru tak tahunya justru anak pendiam itu yang lebih banyak memendam kebencian di dalam dadanya (OMDS: 110).
5) Kania
Kania secara fisik digambarkan dengan sosok yang cantik,
tubuhnya mungil, kulitnya bersih, rambutnya lurus, dan suka di
kepang dua. Perhatikan kutipan berikut:
Tanpa sadar mereka menoleh kearah Kania. Wow, gadis yang cantimerah hati itu terukir manis di rambutnya yang hitam. Suatu kesempurnaan yang tiada bandingnyacantik, tetapi juga berhati emas, dan satu lagi ia berani menantang arus di tengah dominasi suara-suara minor tentang anak-anak alam (OMDS:97).
Kania merupakan gadis yang berparas cantik, rajin, pintar,
bahkan ia juga jenius. Meskipun ia jenius tapi ia merupakan sosok
yang mudah bergaul, bijak, selalu membela kebenaran. Ia berani
membela ketiga Anak Alam ketika diolok-olok oleh teman-teman
sekelas karena kemiskinan mereka. Perhatikan kutipan berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
kaya, tiap orang punya kesempatan yang sama untuk
Hei, Kania rupanya membela mereka ya, hingga berani menentang kam Aku tak membela siapa-siapa, aku hanya membela
kebenaran. Sudahlah, omongan anak-anak jangan dimasukkan hati ya, anak-anak kalau bercanda memang suka
-anak alam, mengobati rasa ragu yang selalu menggelayuti dada-dada mereka untuk kembali ke kehidupan liar mereka (OMDS: 97).
Kutipan di atas memberikan gambaran tentang keberanian
Kania dalam membela kebenaran. Ia membela ketiga anak alam
yang sedang di olok-olok teman satu kelas. Sedikitpun ia tidak
takut.
6) Bu. Mutia
Bu Mutia merupakan guru kelas 1-2 di SD Kartini. Ia
mempunyai nama lengkap Mudzalifah Hatta Sandyani. Secara fisik
ia digambarkan berwajah cantik, berbulu mata lentik di balik kaca
mata minus, beralis mata tebal, dan rambutnya selalu tersanggul.
Perhatikan kutipan berikut:
Sejenak aku bingung dengan kata-kata itu, tetapi setelah aku tanyakan pada Bu Mutia, Mudzalifah Hatta Sandyani lengkapnya, ibu guru dengan bulu mata lentik di balik kaca mata minus, beralis mata tebal, dan rambut yang tersanggul seperti Ibu Kartini itu hanya tersenyum penuh arti (OMDS:60:61).
Secara psikologis, Bu Mutia digambarkan memiliki pribadi
yang sederhana, lemah lembut, dan penyayang. Namun ia juga tegas
ketika menghadapi sesuatu hal yang memang tidak sesuai dengan
hati nuraninya. Perhatikan kutipan berikut:
Ibu guruku Bu Mutia. Di kelas satu adalah sosok ibu yang tak pernah tergantikan. Beliau adalah sosok penyayang dan lemah lembut. Selama empat puluh tahun mengabdi, sejak sekolah ini dibangun di masa awal kemerdekaan, sudah berapa murid yang di ajarkannya membaca. Aku bisa membaca karena Bu Mutia, aku benar-benar bangga Bu Mutia (OMDS: 89).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
Sosok Bu Mutia secara sosiologis merupakan pribadi yang
ramah dan menjadi teladan bagi murid-muridnya. Ia merupakan
seorang pemandu bakat yang baik dan seorang pendidik sejati.
Perhatikan kutipan berikut:
Bu Mutia benar-benar seorang pemandu bakat yang luar biasa. Kau bisa melihat dari sorot matanya, ia benar-benar menginginkan mereka menjadi murid-murid luar biasa, menyanjung-nyanjung mereka, mengibarkan dan mengunggulkan bakat-bakat terpendam mereka agar nampak berkilat. Mereka merasa senang sebab Bu Mutia benar-benar seorang pendidik sejati. Ia tak hanya mengajarkan mata pelajaran, tetapi sorot matanya yang meneduhkan itu
(OMDS: 115).
Kutipan di atas menggambarkan bagaimana sosok Bu Mutia
yang luar biasa. Seorang guru yang berdedikasi tinggi. Ia
melakukan apa saja untuk bisa membuat murid-muridnya pandai.
7) Mat Karmin
Mat Karmin digambarkan sebagai seorang laki-laki yang
berusia sekitar 30-an. Tubuhnya bongsor, jakun, dan bulu sudah
tumbuh. Mat Karmin merupakan penjual mainan anak-anak di
Kampung Genteng. Ia digambarkan sebagai seorang yang licik. Di
samping sifat liciknya ia juga mempunyai sifat pedophilia, yakni
seorang yang mempunyai penyimpangan seksual pada seorang
anak. Hal ini dikarenakan ia sering bergaul dengan anak kecil.
kepolisian berhasil mengungkap satu kejahatan kriminal yang dilakukan oleh seorang pedophilis. Mat Karmin begitu mengagetkan karena lelaki pendiam itu punya kecenderungan aneh. Ia tidak normal karena menyukai anak-anak kecil untuk dijadiakan objek
(OMDS: 235).
Dari kutipan di atas memberi kejelasan mengenai perilaku
Mat Karmin yang aneh. Di satu sisi Mat Karmin seorang yang
pendiam, namun di sisi lain dia menyimpan perilaku menyimpang
yang sangat merugikan orang lain, terlebih anak-anak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
8) Karisma
Karisma merupakan teman sekelas anak alam yakni 1-2. Ia
adalah anak orang kaya. Ayahnya adalah seorang juragan sablon
yang beromset lumayan. Secara fisik, ia digambarkan sebagai anak
laki-laki yang bertubuh kurus, berkulit hitam, dan berambut jagung.
Perhatikan kutipan berikut:
Semua pandangan menoleh kearah anak kecil bertubuh tipis seperti triplek, berkulit hitam, dan rambut jagungnya sangat khas sekali (OMDS:392).
Karisma merupakan anak yang usil, pemalas, berotak
tumpul, dan saat diberi pelajaran tidak mau mendengarkan.
Perhatikan kutipan berikut ini:
Semua murid sibuk mendengarkan secara seksama, tetapi pikiran Kharisma melayang entah kemana, walaupun matanya memandani huruf-huruf pada buku cetak bagi serombongan semut hitam yang sedang berbaris rapi. Pikiran Kharisma melayang dirumahnya, membayangkan keasyikan selepas pulang sekolah ia akan segera main video game bersama teman- (OMDS:285).
Kutipan di atas menggambarkan bagaimana bentuk
kemalasan Kharisma. Ia malas sekolah walaupun masuk sekolah
pikirannya tidak pernah fokus ke pelajaran. Akibatnya pada saat
kenaikan kelas ia tidak naik kelas.
9) Rena
Rena merupakan teman sekelas anak alam yakni di kelas 1-
2. Ia digambarkan sebagai anak perempuan yang cantik, berasal dari
keluarga kaya. Namun di samping itu Rena memiliki sifat ketus,
tinggi hati, asosial, pilih-pilih dalam berteman, suka menghina
orang lain terutama yang miskin, dan egois. Perhatikan kutipan
berikut ini:
Ia sedang di alam mimpi, setengah mengantuk hingga suara daun pintu yang berkeretan merobek alam bawah sadarnya. Rena ternyata yang keluar, menunujukkan sikap yang tak berubah, ketus, dan tinggi hati, apalagi tahu siapa yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
dihadapinya, anak dekil, kumuh, dan tukang cari perhatian di kelas. Ini merupakan kesempatan besar melampiaskan uneg-uneg yang dipendam dalam dadanya (OMDS: 343).
Dari kutipan di atas memberi gambaran bahwa sifat Rena
tidak pantas untuk ditiru apalagi ia memiliki sifat sosial yang
rendah.
10) Yok Bek
Yok Bek merupakan pemilik peternakan sapi di Gedong
Sapi, tempat orang tua ketiga Anak Alam bekerja dan
menggantungkan hidup. Ia adalah seorang keturunan Cina. Ia
digambarkan sebagai seorang perempuan tua yang sudah uzur.
Seperti layaknya kebanyakan orang Cina, ia digambarkan sebagai
sosok yang ulet dalam bekerja karena sampai usia uzur ia tetap
masih mengurusi peternakan. Perhatikan kutipan berikut:
Yok Bek adalah peternak sapi yang ulet, susu sapinya sudah terkenal se Jawa Tengah dan selalu dipasok setiap hari, ditempatkan dalam termos-termos besar dam diangkut
(OMDS: 16).
Yok Bek merupakan pribadi yang keras, suka memeras,
pelit, dan terkadang kasar pada pekerjanya. Sering memaki-maki
pekerjanya bila pekerjaanya tidak sempurna. Perhatikan kutipan
berikut:
Ayah ketiganya bekerja pada Yok Bek, memelihara sapi-sapi itu mulai dari memerah susunya, membersihkan kotorannya, hingga mencarikan rumput segar. Kadang Yok Bek- Perempuan Cina-itu berdiri berkacak pinggang di hadapan para pekerjanya, dibentak-bentaknya ayah ketiga temenku itu dengan kasar, bahkan kadang kata-kata makian yang aku tahu, bahasa itu tabu bagi anak-anak. Dari sini aku belajar pengalaman lagi. Orang kaya bisa seenaknya memperlakukan orang miskin, sebab tubuh mereka telah dibeli untuk menuruti semua perintah (OMDS: 17).
Secara sosiologis, ia digambarkan sangat menjaga jarak,
tertutup, dan jarang bersosialisasi dengan kaum pribumi di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
sekitarnya. Ia hanya mau bergaul dengan kaum yang sejenis atau
bahkan sederajat dengannya. Hal ini digambarkan melalui
rumahnya di Gedong Sapi. Rumahnya dipagari tembok-tembok
tinggi yang di sini disebut dengan getho-getho. Hanya ada pintu
masuk untuk akses masuk ke dalam. Itu pun selalu tertutup. Tidak
seperti rumah warga pribumi yang terbuka, kalaupun berpagar
hanya rendah.
Orang-orang Cina memang sengaja menjaga jarak dengan kami, orang Jawa. Budaya mereka sangat tertutup, terhalang oleh tembok-tembok tinggi, getho-getho yang sengaja dibangun untuk menutup diri dari dunia luar. Apa yang mereka lakukan, orang-orang kampung tak pernah tahu, kecuali hanya para pekerja, ketiga ayah temanku itu. Aku sebagai orang luar dan hanya baru-baru ini saja bermain ke Gedong Sapi dibuat terheran-heran, mengapa rumah orang-orang Cina begitu tertutup (OMDS: 18).
11) Pak Cokro
Pak Cokro dalam cerita ini merupakan seorang laki-laki tua, ia
merupakan seorang dukun yang sangat dipercaya warga kampung
Genteng untuk mengobati penyakit dan tempat berkonsultasi
dengan sesuatu yang bersifat gaib. Padahal sebenarnya ia tidak
mempunyai kemampuan dalam hal itu. Ia hanya seorang laki-laki
tua bodoh yang pekerjaannya hanya menipu dan mengakali warga
dengan praktik perdukunannya itu.
d. Plot atau Alur
Menurut Stanton (dalam Burhan Nurgiantoro, 2005: 113) plot
adalah cerita yang berisi tentang urutan kejadian, namun tiap kejadian
itu hanya dihubungkan secara sebab akibat dan peristiwa satu
disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain.
1) Eksposition (Paparan Awal Cerita)
Awal cerita dimulai dengan penceritaan kemeriahan musim
layang-layang di kampung. Cerita awal berlansung siang hari ketika
sekumpulan anak kampung bermain layang-layang. Pemainan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
layang-layang yang dibagian akhirnya menimbulkan kekacauan
karena layang-layang yang putus dan hinggap di kabel listrik. Anak-
anak berebut meraih layang-layang dengan menggunakan galah.
Musim layang-layang telah tiba. Di kampong kami, jika musim layang-layang tiba, langit tiba-tiba penuh dengan hiasan warna-warni. Layang-layang yang terbuat dari kertas minyak dan ditarik dengan benang gelasan itu ada yang berbentuk ikan dengan mata yang bisa berkedip-kedip, ular naga, barongsai, capung, Superman, bahkan ada yang
(OMDS: 5).
2) Inciting Moment (Muncul Konflik)
Pengalaman dibohongi ini terjadi karena mereka buta huruf,
tidak bisa membaca papan nama yang ada di atas pintu. Di sini
mulai disinggung-singgung ketidakbiasaan anak alam dalam hal
membaca, sehingga mengakibatkan mereka mudah dibohongi.
Mereka tidak bisa sekolah karena mereka memang tidak sekolah.
Mereka tidak bisa sekolah karena memang kondisi keluarga mereka
yang tidak memungkinkan. Jangankan untuk sekolah, untuk makan
saja kadang masih susah.
Hidup mereka serba kekurangan, rumah mereka sempit serta kumuh, sungguh berbeda dengan kondisi rumah Yok Bek (OMDS: 16-18).
Anak alam berasal dari keluarga buruh yang teramat miskin,
orang tuanya seumur hidup mengabdi pada Yok Bek, pemilik
peternakan sapi di Gedong Sapi.
Ayah ketiganya bekerja pada Yok Bek, memlihara sapi-sapi itu mulai dari memerah susunya, membersihkan kotorannya,
(OMDS: 20).
Faisal sangat prihatin melihat nasib ketiga sahabatnya yang
sudah sebesar itu tapi belum bisa membaca menulis. Ia kemudian
bertekad mengajak ketiga temannya tersebut untuk sekolah, agar
tidak buta huruf lagi. Tapi sekali lagi mereka terbentur dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
masalah dana. Kemiskinan selalu menghantui kehidupan mereka.
.jangankan berpikir sekolah, untuk makan saja terkadang masih
susah (OMDS: 59-66).
Faisal mempunyai tekad yang kuat untuk mengajak ketiga
temannya itu bersekolah. Sehingga ia mengusahakan berbagai cara
untuk itu, salah satunya dengan menemui Pak Zainal, kepala
sekolah SD Kartini untuk memimta keringanan biaya bagi ketiga
temannya tersebut. Hingga kemudian anak alam bisa sekolah.
Keputusan untuk sekolah bukanlah tanpa resiko. Mereka harus
membiayai sendiri, dengan cara sekolah sambil bekerja. Hal ini
yang tak pernah mereka bayangkan sebelumnya. Selama ini mereka
yang tahu hanyalah bekerja membantu orang tua untuk makan.
Tidak terlintas sama sekali sama mereka harus bekerja keras untuk
bisa sekolah. Karena sangat mengandalkan penghasilan orang tua
yang hanya jadi buruh Yok Bek (OMDS: 67-82).
3) Ricing Action ( peningkatan konflik)
Yok Bek merupakan seorang pengusaha peternakan sapi di
Gedong Sapi. Ia kaya raya. Ia mempunyai tiga orang pekerja yang
tak lain adalah ayah ketiga anak alam itu. Tiga orang itulah yang
setiap hari mengurus peternakan, mulai dari membersihkan
kandang, memberi makan, memerah susu, dan membuat pupuk dari
kotoran sapinya. Gedong Sapi letaknya agak jauh dari pemukiman
warga agar baunya tidak mengganggu warga kampung Genteng.
Tetapi bagaimanapun juga bau itu tetap tercium juga. Hingga
kemudian warga mengadu pada ketua RT agar memperingatkan
Yok Bek untuk memindahkan peternakan sapinya. Masyarakat tidak
tahan karena setiap hari mereka harus melahap bau kotoran sapi
(OMDS: 123-127)
Mendengar pengaduan masyarakat itu, Yok Bek sadar
bahwa sekarang zaman sudah berubah. Sudah banyak pribumi yang
bersekolah. Mereka tidak dapat dibohongi seperti dulu lagi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
Sehingga ketika melihat ketiga anak alam sekolah, ia tidak suka dan
segera memanggil orang tua mereka. Dia menyuruh ketiga orang tua
itu untuk melarang anak alam sekolah, dengan dalih ia butuh tenaga
banyak serta berjanji di kemudian hari akan menyekolahkan ketiga
anak alam itu. Ketiga orang tua itu pun bak dicocok hidungnya,
mereka menyuruh ketiga anak mereka untuk berhenti sekolah saja.
Padahal pada saat itu ketiga anak alam sedang semangat-
semangatnya sekolah. Harapan mereka untuk sekolah pun pupus
lagi. Mereka patah arang dengan cita-cita yang dibangunnya selama
ini. (OMDS: 128-140)
4) Complication (Konflik Semakin Rumit)
Belum habis duka anak alam karena putus sekolah, Gedong
Sapi tempat orang tua mereka bekerja menggantungkan hidup,
didemo warga sekitar karena karena peringatan yang disampaikan
selama ini tidak digubris. Mereka pun bertindak anarki. Merusak
apa saja yang ada di rumah Yok Bek (OMDS: 143-145).
5) Climax (Puncak Konflik)
Kehidupan berubah drastis semenjak Gedong Sapi diamuk
warga. Yok Bek menjual semua sapi-sapinya. Ia pun hidup ikut
anaknya. Hal ini secara otomatis berimbas pada keluarga ketiga
anak alam tersebut, yang notabennya mereka selama ini hidup
menggantungkan diri dan mengabdi penuh untuk Yok Bek. Duka
anak alam semakin mendalam. Sudah digusur malah tambah lagi
dengan putus sekolah.
Puncaknya lagi ketika warga dihebohkan dengan perbuatan
Mat Karmin yang ternyata Pedophilia. Ia mencabuli anak-anak
yang tengah bermain di rumahnya. Hal ini sontak mengundang
kemurkaan warga untuk yang kedua kalinya setelah aksi di gedong
sapi dulu. Mat Karmin pun digelandang ke balai desa. Rumahnya
pun tak lepas dari amuk massa. Massa yang terbakar emosinya pun
merusak rumah Mat Karmin. Tak cukup sampai di situ, mereka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
membakarnya, abunya dilarung di sungai Kanal, agar semua hal
buruk dari Mat Karmin ikut lenyap (OMDS: 277-238)
Esok paginya penduduk gempar, banyak orang tua yang
merasa kehilangan anaknya, ada lebih dari sepuluh anak yang
dinyatakan hilang, dan semua itu dimulai ketika mereka bermain-
main ke rumah Mat Karmin. Rumah Mat Karmin digedor-gedor,
penduduk yang marah tak sabar dan segera mengobrak-abrik seisi
rumah, seluruh rak buku dijungkirbalikkan, rumah berdinding papan
itu dicincang dengan kapak dan golok. Tak hanya itu, mereka
menggebrak kamar pribadi Mat Karmin yang pengap dan
menemukan kejanggalan di sana, bau sperma kering dan beberapa
celana dalam laki-laki. Ini semua menjadi barang bukti di
kepolisian. Mat Karmin sendiri dibetot tangannya oleh beberapa
anak muda, diikat tangannya kebelakang dengan tali tambang,
kemudian digelandang ke balai desa dengan segenggam sesal yang
tak terperi (OMDS: 233)
6) Falling Action (Konflik Menurun)
Setelah kejadian pengerusakan rumah Yok Bek, Faisal
mencari tempat tinggal anak alam. Ternyata mereka tinggal di
kolong jembatan. Mereka pun kemudian berbagi cerita. Faisal
sangat prihatin dengan kondisi ketiga anak alam tersebut. Kemudian
ia kembali menyemangati ketiganya untuk bisa kembali sekolah
mewujudkan cita-cita mereka yang sempat terputus (OMDS: 187-
194)
Mereka bertiga akhirnya memutuskan untuk sekolah lagi
dengan beban mereka harus membiayai sekolah mereka sendiri.
Kembalinya mereka ke sekolah di sambut hangat oleh Bu Mutia dan
teman-teman sekelasnya.
7) Denovemen (penyelesaian)
Perjuangan keras mereka akhirnya berhasil, walaupun harus
bekerja untuk membiayai sekolahnya sendiri. Dan akhirmya pun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
mereka naik kelas dengan nilai yang cukup baik. Karisma yang
hanya malas-malasan tidak naik kelas. Rena yang selama ini dikenal
pintar dan kaya oleh teman-temannya tidak naik kelas karena
ketahuan mencontek. Kania yang berasal dari keluarga kurang
mampu bisa meraih juara 1 paralel dan nomor duanya adalah Faisal
yang berkesampatan mengikuti lomba olimpiade eksakta yang akan
menjadi pintu gerbang menuju SMP akselerasi.
e. Latar
1) Latar Tempat
Secara umum novel Orang Miskin Dilarang Sekolah berlatar
tempat di Semarang, Jawa Tengah. Kejadian dalam novel ini, mulai
dari bab pertama sampai terakhir bertempat di Semarang.
Perhatikan kutipan Berikut:
Kampung Genteng, itulah asal mula nama kampungku, entah dari mana nam itu berasal, konon menurut ayahku, kampungku itu pemasok genteng yang tiada duanya di
hanya saja nama-nama kampong sepanjang tiga kilometer ke sebuah pasar Semarang terbesar itu, yaitu Pasar Johar, menarikku untuk meneliti nama-nama kampung itu satu persatu (OMDS: 11).
Dari kutipan di atas, nama-nama tempat seperti kampung
Genteng dan pasar johar cukup memperkuat bahwa latar tempat
cerita dalam novel ini adalah di Semarang. Selain itu, ada beberpa
tempat yang paling sering menjadi latar cerita novel ini.
(a) Sekolah Dasar Kartini
Sekolah ini merupakan tempat yang paling sering
menjadi latar tempat dalam novel ini karena sekolah ini
merupakan tempat di mana tokoh utama bersekolah. Perhatikan
kutipan berikut ini:
Tak heran, Yudi terkaget-kaget dengan SD Kartini, sekolah kami tak ubahnya seperti sekolah yang baru saja terkena gempa bumi. Mulai dari atapnya, engkau bisa melihat eternit yang jebol. Tembok-tembok di keempat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
sisinya seperti meneriakkan keprihatinan yang mendalam, retakan seperti tanah liat di musim kemarau itu menjelma lukisan abstrak yang aku bayangkan bentuknya mirip helikopter, kadang mirip sulaman rumah Spiderman. Ubin di kelas kami adalah jenis teraso yang baru mengkilat jika dipel dengan ampas kelapa, ubin itu pada mulanya berwarna abu-abu dengan busam di sana-sini akibat cairan semen kering ataupun pasir. Kotak-kotak segi empat dua puluh senti meter persegi itu dipasang seenaknya, bahkan beberapa di antaranya lapisan semen di pinggirannya terkelupas, hingga sekali waktu terlihat menganga dan bisa menyandung siswa-siswi yang tak melihat ke bawah (OMDS: 88).
Dari kutipan di atas SD Kartini digambarkan sebaagai
sekolah sederhana dengan kondisi fisiknya yang sudah mulai
rapuh, seperti eternit yang jebol, cat yang mulai mengelupas,
lantai dari ubin teraso yang sebagian lapisan semen
dipinggirannya terkelupas.
(b) Gedong Sapi
Gedong sapi merupakan sebuah tempat yang digunakan
untuk beternak sapi.
Aku menemui ketiga temanku itu disebuah tempat yang di sebut Gedong Sapi. Tiga ratus meter dari tempat tinggalku kearah selatan, melewati lapangan tempat kami beradu layang-layang sebelum menuju ke tempat mereka. Dinamai Gedong Sapi, karena temp(OMDS: 16)
(c) Rumah Yok Bek
Rumah Yok Bek digambarkan sangat megah dan
tertutup tembok-tembok tinggi atau getho-getho, yang seolah
memberi kesan tidak ingin bergaul dengan sekelilingnya.
Perhatikan kutipan berikut ini:
Rumah Yok Bek yang khas bangunan lama Kota Semarang yang berasitektur campuran Italia dan Cina itu berdiri megah, bersembrangan dengan rumah ketiga temanku yang teramat kumuh, pengap, kotor, dan
(OMDS: 18).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
Rumah Yok Bek, ketika aku berhasil mengintipnya ke dalam adalah sebuah rumah yang sejuk dari serapan batu marmer dibawahnya. Di ruang tamu itu terpajang foto, seseorang yang mirip dengan Yok Bek, foto itu dipigura yang dipinggirnya bermotif kembang-kembang, kemudian di kiri kanannya ada lilin-lilin kecil berwarna merah yang menyala redup, kemudian ada dupa di depan fotonya dan berbagai alat-alat sembahyang yang tak aku ketahui namanya satu persatu. Jika kau mengitari pintunya, kau akan kecewa, sebab pintu itu tertutp rapat. Di depan pintunya ada terali besi, mirip pintu lipat yang pernah aku lihat di ruko-ruko sepanjang Mataram (OMDS: 19).
Rumah Yok Bek dijadiakan latar ketika peristiwa warga
menyerbu rumah Yok Bek.
(d) Rumah Pambudi, Yudi, dan Pepeng
Rumah Pambudi, Yudi, dan Pepeng berada di dalam
kawasan Gedong Sapi, karena ayah ketiganya merupakan
pekerja Yok Bek. Rumah ketiganya di gambarkan kumuh,
pengap, kotor, dan sempit. Sungguh berbeda dengan rumah
Yok Bek yang kesemuanya serta indah dan mewah. Perhatikan
kutipan berikut ini:
Sejak dari pintu masuk Gedong Sapi tadi, suara kecilku sudah begitu nyaring terdengar, menyibak dedaunan, anslup ke balik dedaunan yang rimbun, lantas menggema hingga ke depan rumah Yok Bek. Mataku terus mengedarkan pandangan sekeliling, tetapi ketiga anak sialan itu tidak nampak sekali batang hidungnya, hingga aku cari-cari ke dalam rumah mereka yang kumuh dan sempit itu hanya ada ranjang dengan kasur kempet dan seprei acak-acakan, dinding-dinding gedhek itu seakan manampung kesendirianku, tetapi aku tak peduli, aku longok sampai ke bawah kolong tempat tidur, ke dapur, ke dalam genthong air, di balik krak
(OMDS: 22).
Kutipan di atas memberikan gambaran kekumuhan
rumah Pambudi, Yudi, dan Pepeng. Sebenarnya rumah mereka
tidak layak huni karena sangat sempit dan pengap, Namun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
keadaanlah yang mengharuskan mereka tetap bertahan di
tempat ini.
(e) Rumah Faisal
Latar rumah Faisal berisi peristiwa ketika Faisal jatuh
sakit akibat dipukuli warga yang sedang menyerbu Gedong
Sapi. Selain tu rumah Faisal juga menjadi latar ketika Faisal
Sunat. Perhatikan kutipan berikut ini:
Ketika sampai di rumah, ktak ada pesta, tratak, atau kursi yang berjejer di jalan. Sunatanku diselenggarakan dengan cara seder (OMDS: 436).
(f) Rumah Bu. Mutia
Latar rumah Bu. Mutia berisi peristiwa ketika Pambudi
meminjam catatan Bu. Mutia untuk disalin di rumah, karena
catatannya banyak yang tertinggal. Perhatikan kutipan berikut:
Sebuah rumah mungil yang nomor rumahnya tertutup oleh anggrek yang menjalar hingga tembok-temboknya. Dari depan, rumah itu begitu rimbun karena beberapa buah pot gantung yang dipajang di luar. Tak ada identitas siapa pemilik rumah itu selain nomor rumah itu sendiri. Pambudi yakin itu rumah Bu Mutia, apalagi ia melihat sepeda motor yang parkir di dalamnya, persis seperti yang di naiki oleh suami Bu Mutia (OMDS: 345)
Bu Mutia kemudian bangkit, ia kemudian masuk ke dalam meninggalkan Pambudi untuk duduk di ruang tamu sendirian. Rasa haus membuatnya tanpa sungkan segera meminum segelas teh yang ada di depannya.
kebebasan tanpa malu- (OMDS: 351).
(g) Podok Baca Pak Cokro
Podok Pak Cokro menjadi latar peristiwa ketika Pak
Cokro mengajari warga kampung Genteng belajar membaca
dan menulis. Seperti kutipan berikut ini:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
Sepuluh orang kepercayaannya kini melayani para pasien dengan ramah. Sebelum pasien itu dipersilakan bertemu langsung dengan Pak Cokro, ia diharuskan untuk mencelupkan kepalanya dulu dalam kolam buatan yang mendapat aliran langsung dari tendon air. Kemudian ia akan masuk ke dalam sebuah ruangan aneh, di kanan kirinya banyak terdapat poster hauruf latin, huruf jawa, huruf arab. Kemudian ada foto sepuluh orang abdi setianya yang berpose bersama dengan Pak Cokro yang duduk di tengah, kemudian sebelumnya memasuki ruangan yang tertutup gorden itu, ada rak dengan tumpukan buku=buku mujarobat cetakan lama (OMDS: 222).
(h) Rumah Mat Karmin
Latar rumah Mat Karmin berisi peristiwa ketika ketiga
Anak Alam dan Faisal ingin menantang Mata Karmin beradu
layang-layang. Selain itu, rumah Mat Karmin juga digunakan
ketika ia menyodomi anak-anak tak berdosa di kampungnya.
Perhatikan kutipan berikut:
Kamar Mat Karmin gelap dan pengap, hanya ada sebuah lampu yang setelah di panjar terus menerus selama Sembilan bulan, kini rusak dan tak bisa dinyalakan. Di sekelilingnya berserakan buku-buku sampah yang jelas lagi jenisnya, semua tampak kabur dan gelap. Dalam kegelapan seperti ini susah bagi Panji untuk menerka maksud tersembunyi dari Mat Karmin, yang jelas dalam suasana gelap seperti ini Panji merasa tak enak saja (OMDS: 231).
(i) Kelurahan
Kelurahan berisi saat Faisal mengajar membaca dan
menulis untuk warga kampung Genteng yang masih buta huruf.
Aku memenuhi janjiku untuk menjadi tentor bagi orang-orang tua yang tak pernah sekolah sulit membaca. Maka sore itu aku sudah mengayuh sepedaku ke kelurahan, kira-kira dua kilometer dari tempat tinggalku (OMDS: 205).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
(j) Gogik Ungaran (Rumah Ki Hajar Laduni)
Ki Hajar Laduni adalah seorang penulis buku mengenai
ketrampilan membuat layang-layang. Faisal dan ketiga Anak
Alam ingin belajar padanya, sehingga mereka pergi ke Ungaran
kerumah Ki Hajar Laduni.
Gogik adalah nama desa dari sebuah wana wisata terkenal di kaki gunung Ungaran yakni air terjun Semiran (OMDS: 33). Lalu terpampanglah sebuah rumah, beratap dari
selonjor batang kelapa, rangkanya dari bambu, temboknya dari gedhek, lantainya dari pasir dan semen yang telah dihaluskan, bebatuan kali kecil-kecil berjajar rapi di halamannya. Rumah itu diapit oleh pohon jati tua yang tumbuh subur di belakang dan meneduhi sekitarnya, cahaya matahari nyaris tak dapat menembus kelebatan pohon, hingga suasana gelap dalam rumah itu
(OMDS: 38).
2) Latar waktu
Latar waktu dalam Orang Miskin Dilarang Sekolah dikaitkan
dengan peristiwa reformasi 1988. Seperti kutipan berikut ini:
Yok Bek merasa terusik dengan tidur siangnya akibat polah anak-anak alam yang cekikikan dalam bekerja membantu ayah mereka di dalam kandang sapi. Matanya tak juga terpejam, pikirannya masih melayang kemana-mana memikirkan nasib kehidupannya yang sungguh tragis. Tempat usahanya beternak sapi mulai diganggu warga, mereka mulai berani menganggapnya bukan tokoh penting dalam Kampung Genteng setelah reformasi 1988 (OMDS: 123).
3) Latar sosial
(a) Adat istiadat dan kepercayaan
Adat istiadat merupakan sebagai perilaku yang turun
temurun dari generasi ke generasi sebagai warisan sehingga kuat
integrasinya dengan pola-pola perilaku masyarakat. Adapun
adat istiadat yang menjadi latar novel itu yaitu adat istiadat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
masyarakat jawa. Masyarakat Jawa dikenal sebagai masyarakat
yang menjunjung tinggi adab kesopanan, budi pekerti yang
luhur, bertutur dan bertingkah laku yang halus, menghormati
yang tua dan menyayangi yang muda. Berikut ini penulis
kutipan bagaimana seharusnya kaum muda bagaimanapun
keadaannya harus menghormati yang tua. Perhatikan kutipan
berikut:
Ketika aku berpapasan dengan murid-muridku yang rata-rata sudah beruban dan berjenggot, mereka kemudian memperhatikan sikapnya yang mundhuk-mundhuk, dengan badan mencoba dibungkukkan sedikit sambil melewatiku. Ayah menasihatiku untuk jangan suka diperlakukan oleh murid-muridku dengan cara yang aneh seperti itu. Kata ayah, kita ini manusia dan punya kedudukan sama di mata Tuhan, hanya ketakwaan yang akan membedakannnya (OMDS: 415).
Kutipan di atas memberikan informasi mengenai adat
istiadat orang Jawa. Meskipun yang muda lebih berilmu, tapi
tetap harus menghormati yang lebih tua. Seperti yang
dinasihatkan ayah Faisal kepada Faisal agar jangan suka
diperlakukan mundhuk-mundhuk oleh muridnya.
Selain berlatarkan masyarakat Jawa, pengarang juga
memberikan sentuhan lain dalam novelnya, yakni pemunculan
budaya Cina pinggiran, yang dalam novel ini digambarkan
menjaga jarak dengan warga pribumi, tidak mau bersosialisasi
dengan masyarakat sekitar.
Aku kemudian berlari-lari ingin segera sampai ketempat mereka kali ini. Setelah melewati tanah lapang, tembok-tembok Gedong Sapi kira-kira setinggi tiga meteran itu seakan-akan sebuah benteng Belanda, atau bisa juga getho-getho kaum Cina yang sengaja memisahkan diri dari orang orang Jawa, apalagi dari perkampungan kami yang sempit. Orang Jawa itu identik dengan kemiskinan, kebodohan, dan primitif, bahkan pembagian pekerjaan pun pasti kebahagiaan pekerja-pekerjaan kotor, sepeti ketiga temanku yang telah mengabdi kepada Yok Bek
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
semenjak mereka masih bujang. Kesetiaan zaman feodal itu adalah kesetiaan kacung dan siap menjadi keset, atau diinjak-injak seenaknya (OMDS: 17-18).
(b) Bahasa
Dalam novel Orang Miskin Dilarang Semarang, Jawa
Tengah, serta pengarangnya juga asli Semarang. Maka dalam
novel ini banyak diwarnai istilah bahasa Jawa. Seperti kutipan di
bawah ini:
Aku nyelusup di anatara tumpukan kertas hingga nyundul sampai ke atas rumah (OMDS: 14).
Dari kata nyelusup, dan nyundul menyatakan bahwa
cerita ini berlatar di pulau Jawa. Selain bahasa jawa juga
terdapat istilah dalam bahasa Cina seperti kutipan di bawah ini:
Owe perlu nyiapin tempatnya dulu, nggak bisa sekali .
Engkoh susu-susu sapi Engkoh untuk perbaikan gizi sehari saja, agar anak-(OMDS: 125)
(c) Kebiasaan
Dilihat dari segi kebiasaan hidup para pelaku utama cerita
dan masyarakat Jawa pada umumnya yang tidak lepas dari
keadaan sosial dalam kehidupan sehari-hari. Masyarakat yang
melingkupi para tokoh adalah masyarakat marjinal, yakni kaum
buruh yang untuk bisa makan sesuap nasi harus bekerja keras
setengah mati. Ayah ketiga anak alam setiap hari bekerja
mengurus peternakan sapi milik Yok Bek. Jadi kebiasaan
mereka sehari-hari hanya begitu-begitu saja seperti memandikan
sapi, membersihkan kotoran sapi, membajak tanah, dan mencari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
rumput. Juga kebiasaan ketiga anak alam yang bekerja untuk
membantu perekonomian keluarga. Perhatikan kutipan di bawah
ini:
Pagi yang cerah, ayah Pambudi, Pepeng, dan Yudi kembali bekerja seperti biasa. Pagi itu ayah Yudi, Giatno, membersihkan kandang yang dipenuhi kotoran dan membuat sapi-sapi itu jadi tak nyaman. Lalat-lalat hijau yang berpesta kotoran dan membuat sapi-sapi itu jadi tak nyaman. Sementara Samijan, ayah Pambudi sibuk menggososk-gosok punggung sapi yang warnanya mulai kecoklatan karena terkena kotoran, peluhnya bercucuran hingga ia menyeka dengan tangannya yang basah, ia tampak kepayahan sekali. Sementara itu Sukisno, ayah Pepeng sibuk membajak tanah pupuk dengan cangkulnya (OMDS: 135).
(d) Pandangan hidup tokoh
Tokoh utama dalam novel Orang Miskin Dilarang
Sekolah adalah Faisal (aku). Di sini peneliti mengangkat
pandangan hidup tokoh utama yaitu Faisal. Faisal mempunyai
jiwa sosial yang tinggi, berkemauan yang keras untuk menata
masa depannya. Melalui pandangan hidup tokohnya, novel ini
memberi motivasi dan inspirasi kepada pembaca untuk lebih
berpikiran maju dan berkemauan keras untuk mengejar mimpi.
Tubuhku telah terbanting-banting demi cita-citaku sendiri yang terlalu kuat untuk terus sekolah, terus belajar dan mempelajari sesuatu, serta dibuat penasaran oleh buku. Itu semua demi satu keyakinan, aku akan bangkit dan meraih mimpi itu demi sebuah cita-cita yang akan ku rengkuh kelak (OMDS: 239-240).
Sifat Faisal yang berjiwa sosial tinggi, peka dan peduli
dengan keadaan sekitarnya ditunjukkan dengan keprihatinannya
terhadap Anak Alam yang hidupnya sangat melarat serta tidak
bersekolah, ia sangat simpati pada ketiga anak alam dan
berusaha agar bagaimana ketiga anak alam tersebut dapat
mengenyam pendidikan dengan layak. Faisal sangat paham
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
bahwa pendidikan adalah pondasi untuk menjalani kehidupan
nantinya. Disamping itu Faisal juga prihatin atas kehidupan
masyarakat di sekelilingnya yang masih buta huruf, sehingga ia
berinisiatif untuk memberikan pelajaran membaca dan menulis
secara gratis agar kampung Genteng tidak dengan mudah
dibohongi oleh orang-orang pintar. Selain itu Faisal tidak suka
dengan perlakuan orang kaya terhadap orang miskin. Dalam
novel ini Yok Bek sebagai orang kaya suka memperlakukan
pekerjanya yaitu ayah dari ketiga anak alam yang bernama
Sukisno, Giatno, dan Samijan dengan semena-mena. Perhatikan
kutipan berikut:
Ayah dari ketiganya bekerja pada Yok Bek, memelihara sapi-sapi itu mulai dari memerah susunya, membersihkan kotorannya, hingga mencarikan rumput segar. Kadang yok Bek-perempuan Cina itu berdiri dan berkacak pinggang di hadapan para pekerjanya, di bentak-bentaknya ayah ketiga temanku itu dengan kasar, bahkan kadang kata-kata makian yang aku tahu, bahasa itu tabu bagi anak-anak. Dari sini aku belajar pengalaman lagi. Orang kaya bisa seenaknya memperlakukan orang miskin, sebab tubuh mereka telah dibeli untuk menuruti semua perintah (OMDS: 17).
4) Amanat
Novel ini mengajarkan untuk tidak takut bermimpi, memberi
motivasi yang kuat kepada para pembaca agar tidak mudah
menyerah dengan keadaan. Tidak ada yang tidak mungkin di dunia
ini. Pasti ada jalan untuk meraih sebuah cita-cita.
Kemiskinan tidak akan menghalangi kita untuk terus maju, engkau harus bisa membuktikan pada orang-orang kalau kita mampu. Tekad itu yang membuat Pambudi mampu menantang jalan raya, menaklukkan rintangan yang sesungguhnya hanya sebesar biji sawi saja. Jika kita mau menguatkan tekad kita, semua masalah akan terasa mudah. Keinginan kita untuk terus bersekolah setinggi mungkin untuk menuntaskan cita-cita yang sepertinya sulit terwujud,
(OMDS: 317-318).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
2. Lapisan Sosial Novel Orang Dilarang Sekolah
Setiap karya sastra akan selalu menceritakan kehidupan
masyarakat, baik itu yang negatif atau positif, fiksi atau non fiksi
merupakan cerminan masyarakat itu sendiri. Salah satu peran karya sastra
adalah memaparkan kehidupan masyarakat antara orang kaya dan miskin.
Oleh karena itu kehidupan kaya dan miskin selalu menjadi hal yang utama
dalam penulisan karya sastra. Berkaitan dengan hal tersebut akan terjadi
juga lapisan sosial para tokohnya dalam karya nsastra tersebut.
Di dalam novel Orang Miskin Dilarang Sekolah Karya Wiwid
Prasetyo, pengarang menampilkan lapisan sosial dari segi kedudukan
ekonomi (kaya dan miskin) yang dimiliki para tokohnya. Hal ini dapat
ditemukan dalam kutipan berikut:
Ayah ketiganya bekerja pada Yok Bek, memelihara sapi-sapi itu mulai dari memerah susunya, membersihkan kotorannya, hingga mencarikan rumput segar. Kadang Yok Bek-perempuan Cina itu-berdiri dan berkacak pinggang di hadapan para pekerjanya, dibentak-bentaknya ayah ketiga temanku itu dengan kasar, bahkan kata-kata makian yang aku tahu, bahasa itu tabu bagi anak- (OMDS: 17). Dari sini aku belajar lagi. Orang kaya bisa seenaknya
memperlakukan orang miskin, sebab tubuh mereka telah dibeli (OMDS: 17).
Dari kutipan di atas menggambarkan bahwa orang yang memliki
kedudukan dan berkuasa selalu dihormati. Uang dapat membeli apa pun
yang dia inginkan walaupun kehormatan dan harga diri. Pekerja harus
menghormati majikan di mana ia bekerja. Sangat terlihat sekali perbedaan
si kaya dan si miskin dalam kutipan di atas. Lapisan yang terdapat dalam
kalimat di atas adalah lapisan atas atau majikan terhadap lapisan bawah
atau pembantu.
Ketiganya menempati sebuah rumah berpetak-petak dengan atap dari seng dan panas, dan tak ada lantai ubin, dindingnya dari anyaman bambu (gedhek), sedangkan petakan petakan itu tak lebih luas dari tempat tidur di rumahku, bisa dibayangkan sendiri kan sempitnya, belum lagi ruangan itu menjadi satu antara ruang tidur dan dapur. Tak ada kompor, hanya batu bata yang ditumpuk-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
tumpuk dan bahannya dari kayu bakar. Aku membayangkan hidup di tempat ini, alangkah susahnya, benar-benar tak bisa bergerak, tak ada lampu penerangan kecuali lampu 15 watt yang menerangi hingga membuat rumah
Rumah Yok Bek yang khas bangunan lama kota Semarang yang
berarsitektur campuran Italia dan Cina itu berdiri megah, bersebrangan dengan rumah ketiga temanku yang teramat kumuh, pengap, kotor, dan sempit. Jurang kesenjangan itu sedemikian lebar, hingga aku kerap menangis sendiri menyaksikan keadaan tiga temanku yang sama sekali tidak bersedih dengan keadaannya, mereka justru tertawa, gembira, dan menatap matahari esok dengan muka sumringah (OMDS: 18).
Kutipan di atas menggambarkan betapa jauhnya perbedaan antara
si kaya dan si miskin dilihat dari segi ekonomi yaitu tempat tinggal yang
ditempati. Orang kaya bisa membeli apa yang ia inginkan, menempati
rumah yang serba mewah, dan melakukan sesuatu sesuka hatinya. Berbeda
dengan orang miskin yang harus hidup serba kekurangan dan tidak jarang
untuk dihina oleh majikannya. Sekalipun kesenjangan ekonomi sangat
terlihat dalam kalimat di atas tapi kebahagiaan di dapat bukan hanya dari
uang tetapi ketenangan jiwa orang tersebut.
3. Nilai Pendidikan Sosial Novel Orang Miskin Dilarang Sekolah
Novel Orang Miskin Di Larang Sekolah banyak menyoroti
fenomena masyarakat kampung Genteng, yaitu merupan kampung kecil di
Semarang pada waktu itu, yakni menyoroti ketimpangan sosial yang ada
dalam tatatan masyarakat tersebut. Ketimpangan sosial itu tampak adanya
jurang pemisah antara si kaya dan si miskin. Kesenjangan antara pendatang
dari Cina yang hidup makmur dengan masyarakat asli kampung Genteng
yang mayoritas masyarakatanya berada di bawah garis kemiskinan.
Banyak pelajaran yang dapat kita petik dari novel Orang Miskin
Dilarang Sekolah terutama dari segi pelajaran sosialnya. Hal ini terlihat
dari pemikiran juga perilaku yang ditunjukkan oleh tokoh Faisal. Faisal
mempunyai solidaritas dan jiwa sosial yang tinggi. Ia peduli dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
sesamanya, peduli dengan nasib ketiga anak alam yang tidak bisa
mengenyam pendidikan karena keadaan yang tidak memungkinkan. Ia
berusa bagaimana caranya agar Anak Alam itu bisa sekolah, karena tanpa
sekolah mereka hanya akan teronggok dalam kemiskinan dan kebodohan.
Perhatikan kutipan berikut ini:
Aku tak tahu nasib mereka, yang jelas kehidupan mereka akan semakin mengenaskan, masa depan yang tak jelas, kehidupan yang suram, karena tak ada yang bisa diharapkan selain cita-citanya itu. Beberapa bulan ini mereka mulai sekolah, mereka kelihatan semangat sekali, tetapi orang-orang kampung itu mengubur semangatnya dan mencampakkannya di tempat sampah. Kau bisa bayangkan sendiri bagaimana kecewanya aku, aku bersusah payah mengembalikan rasa percaya dirinya, aku juga menjamin pada kepala sekolah kalau anak-anak alam ini sungguh-sungguh untuk
OMDS: 165-166)
Selain tokoh Faisal ada juga tokoh Pak Cokro yang mempunyai
kepedulian dengan sesama. Setelah ia pensiun dari praktik perdukunannya
ia ingin memberikan sesuatu yang berharga bagi kampungnya, ia bercita-
cita untuk membuat kampung Genteng menjadi kampung melek huruf.
Perhatikan kutipan berikut ini:
pengobatan itu kepada seluruh muridnya. Sebab kehidupan ini seperti orang berlari menuju finish, kita semua sedang menuju kematian, tetapi di dalam proses situ banyak orang yang terlena, ada yang menghabiskan waktunya dengan tidur sepanjang waktu. Bias dibayangkan sendiri, jika sehari semalam kita tidur delapan jam, berapa tahun umur kita telah sia-sia?(OMDS:222)
Selain itu, pengarang juga menyoroti masalah sosial yakni
kesenjangan sosial yang ada dalam tatanan masyarakat di Semarang
khususnya Gedong Sapi. Kesenjangan itu tampak antara kaum Cina
pinggiran dengan masyarakat pribumi, yaitu Yok Bek dengan keluarga
anak alam. Perhatikan kutipan berikut ini:
Rumah Yok Bek yang khas bangunan lama kota Semarang yang berarsitektur campuran italia dan Cina itu berdiri megah, berseberangan dengan rumah ketiga temanku yang teramat kumuh,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
pengap, kotor, dan sempit. Jurang kesenjangan itu sedemikian lebar, hingga aku kerap menangis sendiri menyaksikan keadaan ketiga temanku yang sama sekali tidak bersih dengan keadaannya, mereka justru tertawa-tawa, gembira, dan tetap menatap matahari esok dengan raut muka sumringah (OMDS:18).
Jurang pemisah ini sudah sangat biasa terjadi dalam masyarakat
kita. Orang kaya biasanya bersikap sombong acuh tak acuh terhadap orang
yang mereka anggap kurang sederajat. Hal seperti ini seharusnya tidak
terjadi jika orang tua memberikan pengertian yang luas kepada anak-anak
mereka untuk senantiasa bersosialisasi dengan baik kepada sesama dengan
tidak membedakan si kaya dan si miskin. Orang kaya hendaknya senantiasa
membantu yang kurang mampu dan orang yang kurang mampu hendaknya
berusaha agar tidak diremehkan dengan orang kaya agar kesenjangan sosial
tidak semakin berkembang dalam masyarakat.
Psikologi pengarang dan psikologi pembaca pengarang
menganggap dunia pendidikan dan dunia kepenulisan adalah dua dunia
yang saling melengkapi. Ia punya mimpi seandainya seorang pendidik
memiliki keahlian menulis maka generasi muda kita tidak akan terseret
dalam jurang degradasi moral yang amat dalam. Sehingga Ia berusaha
untuk menyatukan kedua dunia tersebut. Novel ini ditujukan kepada semua
kalangan agar kita lebih peka terhadap nasib orang miskin, terutama dalam
sistematisasi kemiskinan di negeri ini, dari sudut pandang sang bocah yang
B. Analisis Makna Gaya Bahasa Novel Orang Miskin Dilarang Sekolah
Karya Wiwid Prasetyo
Pemakaian gaya bahasa dalam novel Orang Miskin Dilarang Sekolah
Karya Wiwid Prasetyo setelah dilakukan teknik analisis dokumen data yang
diperoleh sebanyak data, berupa kalimat yang mengandung gaya bahasa yang
terdiri dari jenis gaya bahasa, berikut akan dianalisis makna yang terkandung
dari tiap-tiap gaya bahasa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
1. Gaya Bahasa Hiperbola
a. Ibu dengan daster hijau yang bersimbah peluh dan tangan yang berbau
diterjen itu menunujuk kami. (hal 6)
Hiperbola adalah ungkapan kata yang melebih-lebihkan apa yang
sebenarnya dimaksudkan baik jumlah, ukuran, atau sifatnya. Kalimat
diatas menggunakan gaya bahasa hiperbola karena mengandung
pernyataan yang berlebihan. Kata yang menunujukkan bahwa kalimat
diatas termasuk jenis kalimat yang menggunakan gaya bahasa hiperbola
terletak pada kata bersimbah peluh. Makna kalimat diatas adalah Ibu
dengan daster hijau yang berkeringat dan tangan yang berbau diterjen
itu menunujuk kami.
b. Pada saat itulah, sebuah suara mengguntur di telingaku.(hal. 7)
Hiperbola adalah ungkapan kata yang melebih-lebihkan apa yang
sebenarnya dimaksudkan baik jumlah, ukuran, atau sifatnya. Kalimat
diatas menggunakan gaya bahasa hiperbola karena mengandung
pernyataan yang berlebihan. Kata yang menunujukkan bahwa kalimat
diatas termasuk jenis kalimat yang menggunakan gaya bahasa hiperbola
terletak pada kata mengguntur. Makna kalimat diatas adalah pada saat
itu ada suara keras kudengar.
c. Tiba-tiba suara Pepeng memecah telinga. (hal. 26)
Hiperbola adalah ungkapan kata yang melebih-lebihkan apa yang
sebenarnya dimaksudkan baik jumlah, ukuran, atau sifatnya. Kalimat
diatas menggunakan gaya bahasa hiperbola karena mengandung
pernyataan yang berlebihan. Pada kalimat diatas dinyatakan suara
Pepeng memecah telinga , maksud dari kalimat tersebut adalah suara
Pepeng yang telalu keras.
d. Sorot matanya yang tajam membuatku tak mampu memandang
wajahnya. (hal 85).
Kalimat diatas menggunakan gaya bahasa hiperbola karena
mengandung pernyataan yang berlebihan. Sorot matanya yang tajam
dan tak mampu memandang adalah kata kata yang dinyatakan secara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
berlebihan. Berdasarkan konteksnya makna kalimat tersebut adalah
tatap matanya yang tajam membuatku tak berani memandang wajahnya.
e. Segebung semangat menyala di hati kami. (hal. 87)
Kalimat diatas menggunakan gaya bahasa hiperbola karena
mengandung pernyataan yang berlebihan. Segebung semangat menyala
jika apabila dilihat kenyataannya hal seperti itu tidak pernah ada.
Berdasarkan konteksnya makna kalimat diatas adalah semangat yang
besar di hati kami.
f. Alloh Maha Pengampun, akan mengampuni dosa manusia seluas
lautan ataupun setinggi gunung. (hal. 100)
Kalimat diatas menggunakan gaya bahasa hiperbola karena
mengandung pernyataan yang berlebihan. Mengampuni dosa manusia
seluas lautan ataupun setinggi gunung pada kalimat tersebut
merupakan bahasa hiperbola yang mempunyai makna dosa yang besar.
Makna kalimat diatas adalah Alloh Maha Pengampun, akan
mengampuni dosa manusia yang besar.
g. Pintu berlapis dari kayu jati dan lapisan depannya adalah teralis besi
itu disibakkan hingga menimbulkan suara logam beradu yang
memekakkan telinga sekaligus menyentak perhatian mereka. (ha.l 135)
Pemanfaatan gaya bahasa hiperbola nampak pada kalimat diatas karena
mengandung pernyataan mengenai suatu hal yang berlebihan.
Memekakkan telinga adalah kata yangg mengandung bahasa hiperbola
yang bermakna terdengar nyaring ditelinga atau suara yang sangat
keras. Makna kalimat diatas adalah pintu berlapis dari kayu jati dan
lapisan depannya adalah teralis besi itu disibakkan hingga menimbulkan
suara logam beradu yang menimbulkan suara yang keras di telinga
sekaligus menyentak perhatian mereka.
h. Lantai ubin itu begitu dingin terasa mencucuk tulang sampai ke kepala.
(hal. 137)
Kalimat diatas menggunakan gaya bahasa hiperbola karena
mengandung pernyataan yang berlebihan. Mencucuk tulang sampai ke
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
kepala pada kata-kata tersebut merupakan bahasa hiperbola yang
mempunyai makna sangat dingin. Makna kalimat di atas adalah lantai
ubin itu begitu dingin. Pengarang lebih memilih kata dingin mencucuk
tulang sampai ke kepala karena bertujuan untuk menggambarkan begitu
dinginnya kejadian dalam cerita tersebut.
i. Bergemuruh layaknya ribuan tawon mengamuk. (151)
Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa hiperbola karena melebih-
lebihkan keadaan sebenarnya. Kata gemuruh digambarkan seperti
ribuan tawon mengamuk. Pada kalimat tersebut menggunakan gaya
bahasa hiperbola. Makna kalimat di atas adalah melukiskan suara
gemuruh yang sangat keras.
j. Suara-suara itu membelah angkasa, memecah langit, menjadi mendung
yang diseret angin, bertabrakan ion positif dan negatif, lantas guntur
menggelegar. (hal. 151)
Pemanfaatan gaya bahasa hiperbola nampak pada kalimat diatas karena
mengandung pernyataan mengenai suatu hal yang berlebihan. Dalam
kenyataan tidak mungkin terjadi ada suara yang mampu membelah
angkasa, memecah langit, menyeret angin, dan menimbulkan guntur.
Berdasarkan konteksnya makna kalimat diatas adalah suara yang keras.
k. Suaranya benar-benar memekakkan telinga. (hal. 151)
Pemanfaatan gaya bahasa hiperbola nampak pada kalimat diatas karena
mengandung pernyataan mengenai suatu hal yang berlebihan. Dalam
kenyataan tidak mungkin terjadi ada suara yang mampu memekakkan
telinga. Makna kalimat di atas dalah suara yang sangat keras.
l. Semburan air mata deras di pipinya. (hal. 176)
Pemanfaatan gaya bahasa hiperbola nampak pada kalimat diatas karena
mengandung pernyataan mengenai suatu hal yang berlebihan. Pada
kalimat di atas dinyatakan semburan air mata deras di pipinya,
maksudnya adalah ia menangis tersedu-sedu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
m. Lagi-lagi jiwaku terasa di sayat-sayat. (hal. 188)
Pemanfaatan gaya bahasa hiperbola nampak pada kalimat di atas karena
mengandung pernyataan mengenai suatu hal yang berlebihan. Dalam
kenyataan tidak mungkin terjadi jiwa yang di sayat-sayat. Seperti yang
kita ketahui bahwa jiwa merupakan ruh yang tidak mungkin dapat di
sayat. Berdasarkan konteksnya makna kalimat di atas adalah dalam
keadaan yang sangat sedih.
n. Tetapi meledaklah tangis Pambudi, tangis yang mengharu-biru dan
memecah langit. (hal 191)
Pemanfaatan gaya bahasa hiperbola nampak pada kalimat diatas karena
mengandung pernyataan mengenai suatu hal yang berlebihan. Dalam
kenyataan tidak mungkin terjadi ada tangis yang meledak dan suara
tangis yang dapat memecah tangis. Berdasarkan konteksnya makna
kalimat di atas adalah Pambudi menangis dengan kerasnya.
o. Dengan peluh membanjir di tubuh dan serbuk kapur yang kadang bisa
memerihkan mata menandakan kalau iya begitu sungguh-sungguh agar
murid yang diajarinya paham. (hal. 200)
Kalimat tersebut termasuk jenis kalimat yang menggunakan gaya
bahasa hiperbola karena menyatakan sesuatu yang ada secara
berlebihan. Peluh membanjir dalam konteks ini mempunyai arti banyak
mengeluarkan keringat.
p. Keringat mereka membanjir. (hal. 212)
Kalimat tersebut termasuk jenis kalimat yang menggunakan gaya
bahasa hiperbola karena menyatakan sesuatu yang ada secara
berlebihan. Peluh membanjir dalam konteks ini mempunyai arti banyak
mengeluarkan keringat.
q. Walaupun diejek oleh seluruh manusia di seluruh dunia. (hal. 264)
Hiperbola adalah gaya bahasa yang membesar-besarkan sesuatu dari hal
yang sebenarnya. Dikatakan manusia di seluruh dunia yang mengejek
tetapi kenyataannya hanya beberapa saja. Kalimat tersebut membesar-
besarkan dari maksud yang ada.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
r. Tangis yang semula hanya sesenggukan itu berubah menjadi sayatan
melengking. (hal. 268)
Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa hiperbola karena
mengandung pernyataan mengenai suatu hal berlebihan. Makna kalimat
di atas adalah tangis yang mulanya biasa-biasa saja kemudian menangis
secara terisak-isak. Pengarang menggunakan kata sayatan melengking
bertujuan untuk menonjolkan kejadian yang diceritakan.
s. Kita akan hidup seribu tahun lagi. (hal. 339)
Pemanfaatan gaya bahasa hiperbola nampak pada kalimat tersebut
karena menyatakan sesuatu yang ada secara berlebihan. hidup seribu
tahun lagi dalam konteks ini adalah bahwa hidup lebih lama lagi maka
dilukiskan ingin hidup seribu tahun lagi.
2. Gaya Bahasa Paradoks
a. Di depannya terdampar taman-taman gedong sapi yang ditumbuhi
aneka macam tanaman liar. Tetapi, ayah Pepeng tak menjumpai apa
pun selain kekosongan yang melompong disudut matanya. (hal. 79)
Pemanfaatan gaya bahasa paradoks tampak pada kalimat di atas karena
mengandung pernyataan bertentangan namun mengandung kebenaran.
Dalam konteks ini jelas sekali terlihat pertentangan antara frasa Di
depannya terdampar taman-taman gedong sapi yang ditumbuhi aneka
macam tanaman liar dengan frasa ayah Pepeng tak menjumpai apa pun
selain kekosongan yang melompong disudut matanya. Akan tetapi hal
tersebut mengandung kebenaran karena ayah Pepeng merasa beban
bertumpuk-tumpuk di kepalanya. Kebodohan dan beban hidup
membuatnya tak dapat berpikir jernih, mana yang terbaik buat dirinya
kelak ataupun untuk kebanggaan dirinya sebagai orang tua.
3. Gaya Bahasa Personifikasi
a. Lalu galah sepanjang dua meter itu mulai menggapai-gapai layang-
layang yang menari-nari dan berputar-putar tak tentu arah. (hal. 6)
Personifikasi adalah gaya bahasa yang membandingkan benda mati atau
tidak dapat bergerak seolah olah bernyawa dan dapat berperilaku
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
seperti manusia. Gorys Keraf (2004: 140) berpendapat bahwa
personifikasi adalah semacam gaya bahasa kiasan yang
menggambarkan benda-benda mati atau barang-barang yang tidak
bernyawa seolah-olah memiliki sifat kemanusiaan. Pada kalimat Lalu
galah sepanjang dua meter itu mulai menggapai-gapai layang-layang
yang menari-nari dan berputar-putar tak tentu arah ditemukan kata
yang acuannya bukan manusia tetapi diberi ciri insani, yaitu galah
sepanjang dua meter yang dinyatakan bisa menggapai-gapai layang-
layang. Menggapai-gapai merupakan tindakan manusia melalui indra
peraba yaitu tangan. Pemanfaatan gaya bahasa personifikasi ini
bertujuan agar alur cerita lebih hidup. Makna kalimat di atas
melukiskan galah yag digunakan Faisal untuk mengambil layang-
layang yang tersangkut di kabel listrik. Kalimat di atas tidak akan
terlihat bernyawa apabila pengarang hanya menulis kalimat galah
digunakan untuk mengambil layang-layang. Oleh karena itu, pengarang
membubuhkan kata-kata yang mengacu pada sifat-sifat insani agar
nampak nilai estetisnya. Layang-layang dinyatakan bisa menari-nari
dan berputar-putar. Layang-layang tidak mempunyai kemampuan untuk
menari-nari dan berputar-putar selayaknya manusia apabila mendengar
suara musik. Menari-nari dan berputar-putar dalam konteks ini berarti
layang-layang bergerak-gerak karena ditiup angin. Nilai rasanya akan
berkurang apabila dinyatakan dengan kalimat layang-layang bergerak
ditiup angin. Oleh karena itu, agar mencapai nilai estetis pengarang
menggunakan Menari-nari dan berputar-putar untuk menggantikan
kata bergerak.
b. Matahari merayap ke barat. (hal. 25)
Personifikasi adalah gaya bahasa yang menganggap benda mati dapat
bertindak seperti manusia. Matahari dilukiskan seperti makluk hidup
yang dapat merayap. Merayap biasanya dapat dilakukan oleh hewan
seperti cicak yang dapat merayap di dinding. Maksud kalimat matahari
merayap kebarat adalah hari yang mulai senja karena matahari sudah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
berada di ufuk barat. Apabila kalimat di atas diganti dengan kalimat
matahari sudah ada di ufuk barat mungkin kesannya akan biasa saja.
Nilainya akan berbeda ketika pengarang melukiskannya dengan kalimat
Matahari merayap ke barat.
c. Rambut jagungnya tersiram cahaya matahari, membuatnya semakin
coklat. (hal. 30)
Kalimat tersebut bersifat personifikasi karena menggambarkan hal yang
tidak bernyawa, yaitu matahari seolah-olah memiliki sifat dan dapat
bertindak selayaknya manusia. Kalimat di atas menggambarkan sinar
matahari yang dapat menyirami rambut Pambudi. Berbeda nilai rasanya
apabila pengarang mengatakannya dengan kalimat rambut jagungnya
kepanasan terkena cahaya matahari. Melalui pelukisan seperti ini,
pengarang ingin alur cerita yang disajikan lebih imajinatif.
d. Merasakan bagaimana saat guyuran air terjun itu memaku tubuhnya
dengan palu godam raksasa. (hal. 43)
Personifikasi adalah gaya bahasa yang menganggap benda mati dapat
bertindak seperti manusia. Air terjun dikatakan dapat memaku tubuh
dengan palu godam raksasa, sedangkan yang kita tahu bahwa air terjun
adalah benda mati yang tidak dapat bertindak seperti manusia. Maksud
dari konteks kalimat di atas adalah air terjun yang jatuh di atas tubuh
terasa seperti memaku-maku tubuh. Pengarang menggunakan kata
memaku agar cerita tampak lebih hidup dan memunculkan nilai
estetisnya.
e. Hingga senja merayap dan semburat merah di cakrawala. (hal. 49)
Kalimat tersebut bermajas personifikasi. Senja yang merupakan benda
mati diibaratakan mempunyai sifat seperti makluk hidup yaitu binatang
sejenis cicak dan sebagainya yang dapat merayap. Pengarang memilih
kata merayap karena mengibaratkan senja perlahan mulai berubah
menjadi malam. Pemilihan kata merayap dalam kalimat di atas
mewakili kata efek estetis yang akan disampaikan pengarang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
f. Polutan dari asap itu juga mencabik-cabik ozon di atmosfer sehingga
bocor dan menyebabkan pemanasan global. (hal. 52
Polutan dianggap sebagai makluk hidup yaitu sejenis binatang karnifora
yang mencabik-cabik mangsa dengan gigi taringnya. Maksud dari kata
mencabik-cabik adalah mencemari. Kalimat di atas akan terkesan biasa
saja yakni jauh dari kesan estetis jika menggunakan kalimat Polutan
dari asap itu juga mencemari ozon di atmosfer sehingga bocor dan
menyebabkan pemanasan global karena kalimat tersebut tidak akan
mewakili pesan yang akan disampaikan pengarang kepada pembaca.
Pesan yang terkandung dalam kalimat di atas adalah hendaknya
manusia lebih menjaga kelestarian alam agar tidak mencemari
lingkungan dengan asap kendaraan bermotor dan limbah-limbah pabrik
agar terjadi pemanasan global yang akan berdampak pada seluruh
makluk hidup di bumi.
g. Di dalam timbunan gelap yang mengungkung dirinya itu ia merasakan
kedamaian, hanya diasuh dan dibesarkan oleh kegelapan yang melumut
malu. (hal. 55)
Kalimat tersebut mengandung kaya bahasa personifakasi karena
menganggap benda mati seolah-olah dapat bertindak seperti manusia
dan bertujuan untuk mendekatkan gagasan dengan pengalaman
manusia. Gelap dilukiskan dapat mengungkung orang dan dapat
membesarkan orang seseorang serta mempunyai sifat malu. Gelap
merupakan benda mati yang tak dapat melakukan tindakan yang seperti
dilakukan oleh manusia. Pemanfaatan gaya bahasa ini dapat menambah
nilai estetis alur cerita dan bertujuan agar pembaca hanyut imajinasi
ketika menafsirkan makna setiap kalimat-kalimatnya.
h. Kemudian, yang terjadi adalah kesunyian mencengkam. (hal. 72)
Kalimat tersebut bersifat personifikasi karena sunyi tidak dapat
berperilaku selayaknya manusia yaitu mencengkam. Berdasarkan
konteksnya makna kalimat kemudian, yang terjadi adalah kesunyian
mencengkam adalah suasana yang sunyi dan sepi tak ada suara.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
i. Walaupun kata-kata Yok Bek itu menikam jantungnya. (hal. 79).
Kalimat tersebut mengandung majas personifikasi karena kata-kata
yang dimaksud dilukiskan selayaknya manusia yang dapat menikam
jantung seseorang dengan benda tajam. Maksud dari kata-kata menikam
jantung adalah kata-kata yang menyakitkan hati. Nilai estetisnya akan
berkurang jika pengarang menggunakan kata Walaupun kata-kata Yok
Bek itu menyakiti hatinya.
j. Matahari mulai merangkak pelan, sinar ultravioletnya yang keemasan
menerpa wajah legam dan gosong dari anak-anak alam. (hal. 86)
Makna kalimat tersebut adalah pagi hari ketika matahari bersinar
dengan warna keemasan yang tampak di langit. Mengandung gaya
personifikasi karena menganggap matahari dapat berlaku seperti
manusia yaitu merangkak yang biasa dilakukan oleh balita yang belajar
merangkak sebelum dia belajar berjalan. Melalui pelukisan seperti ini,
pengarang ingin alur cerita yang disajikan, lebih imajinatif dan lebih
segar.
k. Sebuah jawaban tanpa dosa menindas telingaku. (hal. 105)
Berdasarkan konteksnya makna kalimat tersebut adalah kaget ketika
mendengar jawaban anak kost kebanggannya sudah pamit. kata
menindas pada kalimat tersebut bersifat personifikasi karena sebuah
jawaban diibaratkan dapat melakukan aktifitas yang dapat dilakukan
oleh manusia, yaitu mempunyai kaki yang digunakan untuk menindas.
Pemanfaatan gaya bahasa ini dapat menambah nilai estetis alur cerita
dan bertujuan agar pembaca hanyut dengan imajinasinya ketika
menafsirkanmakna setiap kalimat-kalimatnya.
l. Meskipun sederhana dan ada lubang kecil yang mengintip ketiaknya.
(hal. 113)
Kalimat tersebut bersifat personifikasi karena lubang kecil seolah-olah
dilukiskan selayaknya manusia yang dapat mengintip ketiak.
Berdasarkan konteksnya maksud kalimat tersebut adalah ada lubang
keci di baju Yudi yang membuat ketiaknya kelihatan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
m. Mata-mata mereka saling menghujamkan tekad. (hal. 134)
Kalimat tersebut mengandung majas personifikasi karena mata
dilukiskan mempunyai sifat dan bertindak seperti manusia yaitu
mempunyai tangan dan memegang pisau atau belati untuk menghujam
tekad. Kata tekad adalah kata benda yang sebenarnya tidak dapat di
hujam. Pengarang menggunakan kata menghujam dengan tujuan agar
lebih terkesan imajinatif dalam mencapai efek estetis.
n. Gerimis cabe rawit itu membasuh amarah di dada mereka yang tadinya
berkobar. (hal. 152)
Personifikasi adalah gaya bahasa yang menggambarkan benda-benda
mati seolah-olah dapat bertindak seperti manusia. Apabila dilihat
kenyataanya sudah jelas bahwa gerimis tidak akan dapat membasuh
amarah sesorang. Tujuan pengarang memanfaatkan gaya bahasa
personifikasi kalimat diatas agar kemasan cerita lebih indah dan tidak
monoton.
o. Langit telah merestuinya. (hal. 154)
Kalimat tersebut mengandung majas personifikasi karena langit
dilukiskan memiliki sifat seperti manusia yaitu dapat merestui. Kata
merestui lazim digunakan orang tua kepada anaknya. Pengarang
menggunakan kata merestui bertujuan agar alur cerita lebih hidup.
p. Pena yang biasanya menari-nari lincah di atas kertas, tiba-tiba macet
dan kering. (hal. 204)
Kalimat tersebut mengandung gaya personifikasi karena pena dianggap
bisa menari-nari selayaknya manusia yang bisa menari dengan tangan
dan tubuhnya yang bergerak mengikuti irama lagu dengan lemah
gemulai. Pemanfaatan gaya bahasa ini dapat menambah nilai estetis alur
cerita dan bertujuan agar pembaca hanyut dengan imajinasinya ketika
menafsirkan makna setiap kalimat-kalimatnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
q. Pandangan mata yang tajam menikam, menyudutkannya dalam lorong-
lorong hitam penderitaan yang tak berujung. (hal. 231)
Berdasarkan konteksnya makna kalimat tersebut adalah Panji merasa
ketakutan ketika diancam oleh Mat Karmin. Kata menikam pada
kalimat tersebut bersifat personifikasi karena pandangan diibaratkan
melaukukan aktifitas yang dilakukan manusia, yaitu mempunyai
tangan dan memegang pisau atau belati untuk menikam. Pemanfaatan
gaya bahasa ini dapat menambah nilai estetis alur cerita dan bertujuan
agar pembaca hanyut dengan imajinasinya ketika menafsirkan makna
setiap kalimat-kalimatnya.
r. Bulu mata yang memanggil-manggil itu seakan-akan berkata pada Bu.
Mutia. (hal. 246).
Bulu mata dalam konteks ini dilukiskan memiliki sifat seperti manusia
yaitu bisa memanggil-manggil. Sejatinya makna kalimat diatas adalah
ketiga anak yang ingin berkata kepada Bu. Mutia tetapi tidak sepatah
katapun yang keluar dari mulut mereka hanya mampu berkedip-kedip
untuk mengatakan apa isi hati mereka. Pengarang memilih kalimat Bulu
mata yang memanggil-manggil itu seakan-akan berkata pada Bu. Mutia
bertujuan untuk mengajak pembaca agar dapat menggunakan
imajinasinya dalam menafsirkan pesan yang akan disampaikan
pengarang melalui kalimat tersebut.
s. Dengan tahi lalat yang melambai-lambai seakan mengejeknya itu
membuat darahnya menggelegak. (hal. 262)
Kalimat tersebut bersifat personifikasi karena menggambarkan hal yang
tidak bernyawa yaitu tahi lalat seolah-olah memiliki sifat dan dapat
bertindak selayaknya manusia. Melambai-lambai merupakan tindakan
yang dilakukan oleh manusia melalui indra peraba. Pemanfaatan gaya
personifikasi ini bertujuan agar alu cerita lebih hidup. Makna kalimat di
atas tidak akan terlihat bernyawa apabila pengarang hanya menuliskan
tahi lalat yang besar. Oleh karena itu, pengarang membubuhkan kata-
kata yang mengacu pada sifat-sifat insani agar Nampak nilai estetisnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
t. Hanya keheningan yang menyapanya, tiupan angin yang menerpa
tengkuknya, hingga ia merasakan keterasingan yang sangat. (343).
Keheningan tidak mempunyai kemampuan untuk menyapa selayaknya
manusia. Menyapa dalam konteks ini berarti suasana yang hening hanya
ada suara angin. Pemanfaatan gaya bahasa personifikasi dalam kalimat
diatas bertujuan untuk aspek nilai estetis dan alur cerita lebih hidup.
u. Baru saja sang waktu berjalan dalam hitungan menit. (hal. 372)
Personifikasi adalah gaya bahasa yang menganggap benda mati dapat
bertindak seperti manusia. Kalimat tersebut mengandung gaya
personifikasi karena menanggap waktu dapat berjalan selayaknya
manusia yang mempunyai kaki untuk berjalan. Berdasarkan konteksnya
makna kalimat Baru saja sang waktu berjalan dalam hitungan menit
adalah melukiskan pergantian waktu yang baru saja berlalu. Meskipun
kalimat diatas terkesan biasa saja tetapi lebih mempunyai kesan
imajinatif daripada diungkapkan dengan kalimat baru saja waktu
berlalu. Sama-sama akan melukiskan waktu yang telah berlalu,
pemilihan kata berjalan dalam hitungan menit tepat digunakan
pengarang untuk mengungkapkan gagasannya. Selain mencapai efek
estetis, tujuan lainnya adalah mengajak pembaca agar dapat
menginterpretasikan pesan yang disampaikan. Kalimat di atas
mempunyai pesan kalau waktu yang ada tidak digunakan sebaik-
baiknya untuk melakukan kegiatan-kegiatan positif.
v. Tetapi sedalam apapun kata-kata itu menyiram hatinya, tak sekuncup
tunas keyakinan pun tumbuh dan bersemi. (hal. 390)
Kalimat tersebut bermajas personifikasi. Unsur yang dibandingkan
adalah kata-kata dan hati. Komponen penyama menyiram. Kata-kata
tidak mungkin mempunyai kemampuan untuk untuk menyiram hati.
Sebaliknya hati tidak mungkin bisa disiram oleh-kata-kata. Menyiram
dalam konteks ini berarti menyenangkan hati karena diberi harapan dan
semangat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
w. Mereka dicekam kesepian. (hal. 411)
Kalimat tersebut mengandung majas personifikasi karena sunyi dalam
konteks ini dilukiskan memiliki sifat seperti manusia yaitu
mencengkam. Berdasarkan konteksnya pemanfaatan gaya personifikasi
ini bertujuan untuk melukiskan suasana yang sangat sepi. Pengarang
menggunakan kata dicekam bertujuan untuk memberikan nilai estetis
dalam alur cerita agar tampak lebih hidup.
x. Matahari berjalan ke arah barat, tergelincir dalam ufuk cakrawala.
(hal. 418)
Makna kalimat tersebut adalah hari yang telah berganti menjadi sore
hari karena matahari telah berada di ufuk barat. Mengandung gaya
personifikasi karena menganggap matahari dapat berjalan selayaknya
manusia yang berjalan dengan kedua kakinya. Majas personifikasi
terlihat pula pada kata tergelincir yang lazim dilakukan oleh manusia
ketika menemukan jalan yang licin. Melalui pelukisan seperti ini,
pengarang ingin mencipatakan alur cerita yang lebih segar dan
imajinatif serta menimbulkan nilai estetis.
4. Gaya Bahasa Simile
a. Tetapi mereka masih membungkuk, mirip seperti batang pohon kelapa.
(hal. 17)
Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa simili karena terdapat
perbandingan seperti. Dalam konteks ini sebenarnya menceritakan
sebuah rumah berpetak-petak dengan atap dari seng dan panas, dan tak
ada lantai ubin, dindingnya dari anyaman bambu, dapur dan tempat
tidur jadi satu, tak ada kompor, hanya batu bata yang ditumpuk-
tumpuk dan bahannya dari kayu bakar, tak ada penerangan kecuali
lampu 15 watt yang menerangi hingga membuat rumah kian pengap.
Jika ada yang masuk ke dalamnya, tubuhnya merunduk karena pintu
masuknya tak lebih dari satu setengah meter, maka kebiasaanya
membungkuk itu juga berlaku diluar rumah, hingga tak menyadari
keadaan di luar tak ada batas bagi ketinggian kita. Makna kalimat di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
atas adalah melukiskan siatu kebiasaan yang buruk dan pasrah dengan
keadaan.
b. Tubuh mereka benar-benar seperti Tarzan, terlihat kekar dan
berambut awut-awutan.(hal. 23)
Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa simile karena
membandingkan dua hal secara eksplisit atau menyatakan sesuatu
sama dengan hal yang lain dengan menggunakan kata tugas seperti.
Keadaan tubuh yang kekar dan rambut terlihat awut-awutan
diibaratkan sama dengan tubuh Tarzan yaitu tokoh yang ada dalam
cerita anak yang belum diketahui benar kenyataannya. Makna kalimat
tersebut adalah menceritakan kebiasaan hidup di alam bebas dengan
tubuh kekar dan rambut yang tidak diatur dengan cara disisir rapi.
c. Pepeng terlihat malas dan bertopang dagu, matanya yang membelalak
terasa melompong seperti longsongan peluru. (hal. 26)
Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa simile karena
membandingkan dua hal secara eksplisit atau menyatakan sesuatu
sama dengan hal yang lain dengan menggunakan kata tugas seperti.
Seperti dalam konteks ini mengandung makna bahwa Pepeng sedang
tidak memikirkan apapun dengan kata lain dia sedang melamun. Pesan
yang ingin pengarang sampaikan dalam kalimat tersebut adalah
melamun tidak ada gunanya, lebih baik memikirkan yang berguna bagi
kita.
d. Hanya pambudilah yang masih antusias menatap barisan tulisan
seperti semut hitam berbaris rapi itu sambil mendengarkan dengan
seksama. (hal. 26)
Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa simile karena
membandingkan dua hal secara eksplisit atau menyatakan sesuatu
sama dengan hal yang lain dengan menggunakan kata tugas seperti.
Tulisan seperti semut hitam berbaris rapi dalam konteks ini
mengandung makna bahwa tulisan yang ditulis dengan tinta berwarna
hitam dengan gaya penulisan yang tersusun rapi. Pesan yang ingin
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
pengarang sampaikan dalam kalimat tersebut adalah jika kita tidak
mengerti suatu hal maka kita harus belajar dan menghargai orang yang
sudah mau memberi penjelasan pada kita.
e. Mata Yudi sendiri terbelalak seperti lampu neon. (hal. 26)
Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa simile. Hal ini terlihat
dalam kalimat tersebut menggunakan kata seperti yaitu kata
perbandingan yang bersifat eksplisit yang secara langsung menyatakan
sesuatu sama dengan hal yang lain. Mata Yudi sendiri terbelalak
dinyatakan seperti lampu neon. Makna kalimat tersebut adalah Yudi
terkejut seakan tak percaya dengan apa yang ia lihat. Pesan yang ingin
disampaikan pengarang lewat kalimat di atas adalah apa yang dilihat
dengan mata kepala belum tentu semua itu benar.
f. Aku seperti berada di pusaran angin topan, namun tak
menghancurkanku. (hal. 27).
Pemanfaatan gaya bahasa tampak pada pada kalimat di atas karena
membandingkan dua hal secara eksplist atau menyatakan sesuatu
dengan hal lain dengan menggunakan kata seperti. Tokoh aku dalam
kalimat tersebut dikatakan berada di pusaran angin topan. Makna
kalimat di atas adalah melukiskan keadaan sesorang yang dalam situasi
sulit. Kalimat di atas mengandung pesan bahwa untuk meyakinkan
orang agar mau ikut dengan kita itu tidak semudah yang kita
bayangkan terkadang harus mendapatkan kesulitan yang tidak pernah
kita sangka sebelumnya.
g. Memanjat pohon secara cepatnya seperti sekumpulan kera pohon.
(hal. 28)
Pemanfaatan gaya bahasa tampak pada kalimat di atas karena
membandingkan dua hal secara eksplist atau menyatakan sesuatu
dengan hal lain dengan menggunakan kata seperti. Dalam konteks ini
Memanjat pohon secara cepatnya diibaratkan dengan sekumpulan kera
pohon. Makna kalimat diatas melukiskan kebiasaan anak-anak yang
bermain memanjat pohon karena sudah terbiasa sehingga mudah bagi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
mereka untuk memanjat pohon baik sendiri ataupun beramai-ramai.
Pesan kalimat diatas adalah bisa karena terbiasa.
h. Pambudi berada di ketiak seorang ibu setengah tua yang berbadan
seperti gentong raksasa. (hal. 33).
Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa simile. Hal ini terlihat
dalam kalimat tersebut menggunakan kata seperti yaitu kata
perbandingan yang bersifat eksplisit yang secara langsung menyatakan
sesuatu sama dengan hal yang lain. Makna kalimat di atas adalah
melukiskan keadaan yang terjepit oleh seorang ibu setengah tua yang
mempunyai badan gemuk.
i. Ia melihatnya terus seperti kucing mengincar tikus yang akan keluar
dari bawah lubang. (hal. 36).
Pemanfaatan gaya bahasa tampak pada pada kalimat di atas karena
membandingkan dua hal secara eksplist atau menyatakan sesuatu
dengan hal lain dengan menggunakan kata seperti. Seperti kucing
mengincar tikus dalam konteks ini mengandung makna merasa selalu
diawasi di setiap gerak yang dilakukan.
j. Anak gembel itu larinya seperti menjangan. (hal. 36).
Pemanfaatan gaya bahasa tampak pada pada kalimat di atas karena
membandingkan dua hal secara eksplist atau menyatakan sesuatu
dengan hal lain dengan menggunakan kata seperti. Dalam konteks ini
cara berlari anak gembel diibaratkan dengan menjangan yaitu dapat
berlari dengan secepat kilat.
k. Penjelasan yang membingungkan seperti benang kusut melilit itu bisa
kuurai satu per satu. (hal. 48).
Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa simile. Hal ini terlihat
dalam kalimat tersebut menggunakan kata seperti yaitu kata
perbandingan yang bersifat eksplisit yang secara langsung menyatakan
sesuatu sama dengan hal yang lain. Penjelasan yang membingungkan
diibaratkan dengan benang kusut melilit. Makna kalimat di atas adalah
tidak semua yang dijelaskan orang lain mampu kita serap sepenuhnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
karena manusia mempunyai daya tangkap dan daya ingat yang berbeda
sehingga kita perlu belajar dari hal yang sekecil apapun.
l. Otak mereka mencoba memahami arti kata-kata itu, tetapi karena otak
mereka seperti kaset yang kosong mlompong, mereka benar-benar tak
mampu meraba apa pun di dalam otak mereka yang masih orisinil.
(hal. 48)
Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa simile. Hal ini terlihat
dalam kalimat tersebut menggunakan kata seperti yaitu kata
perbandingan yang bersifat eksplisit yang secara langsung menyatakan
sesuatu sama dengan hal yang lain. Otak dibaratkan dengan kaset yang
kosong. Makna kalimat di atas adalah tidak semua yang dijelaskan
orang lain mampu kita serap sepenuhnya karena manusia mempunyai
daya tangkap dan daya ingat yang berbeda. Pesan yang ingin
disampaikan pengarang pada kalimat di atas adalah selagi masih muda
tuntutlah ilmu setinggi-tingginya agar tidak mudah dibohongi oleh
orang lain.
m. Bahasa-bahasa asing bergitu banyak dan bersliweran seperti laju
kendaraan bermotor. (hal. 49)
Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa simile karena
membandingkan dua hal secara eksplisit atau menyatakan sesuatu
sama dengan hal yang lain dengan menggunakan kata tugas seperti.
Bahasa-bahasa asing bergitu banyak dan bersliweran diibaratkan
dengan laju kendaraan bermotor. Makna dari kalimat di atas adalah di
bumi ini banyak bahasa, hampir setiap daerah mempunyai bahasa
masing-masing. Pesan yang ingin di ungkapkan pengarang pada
kalimat di atas adalah walaupun mempunyai latar bahasa yang berbeda
namun harus bisa hidup rukun dalam suatu wilayah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
99
n. Menulis berarti seperti seorang bidan yang membantu kelahiran bayi-
bayi sejarah yang akan dikenal, dirasakan, kemudian tumbuh menjadi
besar. (hal. 61).
Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa simile karena
membandingkan dua hal secara eksplisit atau menyatakan sesuatu
sama dengan hal yang lain dengan menggunakan kata tugas seperti.
Menulis diibaratkan dengan seorang bidan yang membantu kelahiran
bayi-bayi sejarah yang akan dikenal, dirasakan, kemudian tumbuh
menjadi besar. Makna kalimat tersebut adalah menulis tidak hanya
menulis saja melainkan harus diresapi makna dalam tulisan tersebut.
o. Bulu mata lentik Bu. Mutia berkedip-kedip seperti magnet burung
merak yang menarik. (hal. 62)
Pemanfaatan gaya bahasa tampak pada kalimat di atas karena
membandingkan dua hal secara eksplist atau menyatakan sesuatu
dengan hal lain dengan menggunakan kata seperti. Dalam konteks ini
bulu mata diibaratkan dengan magnet burung merak. Makna kalimat
diatas adalah bulu mata Bu. Mutia sangat indah dilihat apalagi saat
berkedip akan terlihat semakin indah.
p. Brewoknya seperti lumut kamar mandi. (ha. 64)
Pemanfaatan gaya bahasa tampak pada kalimat di atas karena
membandingkan dua hal secara eksplist atau menyatakan sesuatu
dengan hal lain dengan menggunakan kata seperti. Brewok diibaratkan
denga lumut kamar mandi. Makna kalimat tersebut adalah brewok
sesorang yang tidak teratur dan terkesan kumuh sehingga terlihat
tampak menjijikkan. Pesan yang terkandung dalam kaliat diatas adalah
pintar-pintarlah merawat diri karena itu menunjukkan jati diri kita.
q. Aku mengenalmu dari kulitmu yang putih pucat seperti sapi. (hal. 69)
Pemanfaatan gaya bahasa tampak pada kalimat di atas karena
membandingkan dua hal secara eksplist atau menyatakan sesuatu
dengan hal lain dengan menggunakan kata seperti. Makna dari kalimat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
100
di atas adalah ciri seseorang yang mudah dikenal karena memiliki kulit
yang putih pucat sehingga diibaratkan mirip dengan kulit sapi.
r. Pepeng terus memikirkan omonganku, matanya berkejab-kejab seperti
bintang di langit kelam tanda bahwa ia tengah memikirkan kata-
kataku. (hal. 71)
Pemanfaatan gaya bahasa tampak pada kalimat di atas karena
membandingkan dua hal secara eksplist atau menyatakan sesuatu
dengan hal lain dengan menggunakan kata seperti. Makna kalimat di
atas adalah mata yang berkedip-kedip tanda ia memikirkan sesuatu.
s. Mereka bertiga seperti kerbau dicocok hidungnya segera datang
dengan tergopoh-gopoh. (hal. 73)
Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa simile karena
membandingkan dua hal secara eksplisit atau menyatakan sesuatu
sama dengan hal yang lain dengan menggunakan kata tugas seperti.
Makna dalam kalimat di atas adalah orang yang selalu mengikuti orang
lain. Pesan yang ingin disampaikan pengarang dalam kalimat di atas
adalah jangan mudah untuk diperbudak orang lain. Orang bodoh
makanannya orang pintar.
t. Suaranya hanya seperti cicit burung pipit di pagi hari. (hal. 93)
Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa simile karena
membandingkan dua hal secara eksplisit atau menyatakan sesuatu
sama dengan hal yang lain dengan menggunakan kata tugas seperti.
Suara manusia diibaratkan dengan suara burung pipit. Makna kalimat
di atas adalah dalam keadaan yang tegang tak ada reaksi apapun hanya
ada bisikan pelan. Pesan yang ingin disampaikan pengarang dalam
kalimat di atas adalah pengalaman pertama memberikan kesan
tersendiri.
u. Bagai petir disiang bolong, aku seperti tak percaya dengan kata-
katanya. (hal. 105)
Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa simile karena
membandingkan dua hal secara eksplisit atau menyatakan sesuatu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
101
sama dengan hal yang lain dengan menggunakan kata pembanding
bagai. Kata-kata diibaratkan dengan petir disiang bolong. Makna
kalimat di atas adalah melukiskan seseorang yang terkejut mendengar
kabar berita yang tidak pernah disangka sebelumnya. Pesan yang ingin
disampaikan pengarang dalam kalimat di atas adalah bahwa sesuatu
yang kita cintai tak selamanya akan bersama kita suatu saat akan pergi
meninggalkan kita.
v. Murid-murid berhamburan pulang sekolah seperti sekumpulan tawon
yang keluar dari sarangnya. (hal. 117)
Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa simile karena
membandingkan dua hal secara eksplisit atau menyatakan sesuatu
sama dengan hal yang lain dengan menggunakan kata seperti. Murid-
murid berhamburan pulang sekolah diibaratkan dengan sekumpulan
tawon yang keluar dari sarangnya. Makna kalimat di atas adalah
adalah melukiskan betapa ramai dan riuhnya saat pulang sekolah,
siswa berhamburan keluar kelas dengan bersama-sama.
w. Tetapi lantai rumahku rasa-rasanya seperti lapangan salju yang
membeku, terasa dingin mencucuk tulang. (hal. 161)
Pemanfaatan gaya bahasa tampak pada kalimat di atas karena
membandingkan dua hal secara eksplist atau menyatakan sesuatu
dengan hal lain dengan menggunakan kata tugas seperti. Kalimat di
atas menggambarkan keadaan lantai rumah yang terasa sangat dingin,
sehingga pengarang melukiskannya seperti lapangan salju yang
membeku, terasa dingin mencucuk tulang.
x. Ingatanmu akan terbang seperti debu tertiup angin. (hal. 162)
Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa simile karena
membandingkan dua hal secara eksplisit atau menyatakan sesuatu
sama dengan hal yang lain dengan menggunakan kata tugas seperti.
Ingatan diibaratkan dapat terbang seperti debu yang tertiup angin.
Makna kalimat di atas adalah bahwa ingatan seseorang apabila tidak
diasah akan berkurang karena banyak faktor yang mempengaruhinya,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
102
seperti bertambahnya umur, semakin banyak hal yang harus diingat
dan sebagainya.
y. Ia seperti lenyap di telan bumi. (hal. 162)
Pemanfaatan gaya bahasa tampak pada kalimat di atas karena
membandingkan dua hal secara eksplist atau menyatakan sesuatu
dengan hal lain dengan menggunakan kata tugas seperti. Kalimat di
atas menggambarkan sosok orang yang tiba-tiba menghilang begitu
saja, sehingga pengarang menggambarkannya seperti hilang ditelan
bumi.
z. Aku tentu juga ingin tahu mengapa orang-orang bodoh bisa begitu
mudahnya digiring seperti kerbau. (hal. 164)
Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa simile karena
membandingkan dua hal secara eksplisit atau menyatakan sesuatu
sama dengan hal yang lain dengan menggunakan kata tugas seperti.
Kalimat di atas menggambarkan keadaan orang-orang bodoh yang
dengan mudah dapat dibodohi, sehingga pengarang mengibaratkannya
seperti kerbau. Pesan yang ingin disampaikan pengarang dari kalimat
di atas adalah orang bodoh mudah untuk dimanfaatkan orang pintar.
aa. Pikiranku seperti percikan api yang menyala-nyala dalam tungku.
(hal. 169)
Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa simile karena
membandingkan dua hal secara eksplisit atau menyatakan sesuatu
sama dengan hal yang lain dengan menggunakan kata tugas seperti.
Kalimat di atas menggambarkan pikiran seseorang yang terinspirasi
dari kata-kata orang lain, sehingga memacu semangat untuk
meyakinkan hatinya sendiri bahwa apa yang ia lakukan itu benar.
bb. Aku sendiri seperti gelas kosong yang harus segera diisi. (hal. 200)
Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa simile karena
membandingkan dua hal secara eksplisit atau menyatakan sesuatu
sama dengan hal yang lain dengan menggunakan kata tugas seperti.
Makna kalimat di atas adalah pelajar yang sudah lama tak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
103
mendapatkan pelajaran maka harus segera belajar agar tidak
ketinggalan dengan pelajar yang lainnya.
cc. Otakku rasanya seperti handuk yang sedang diperas. (hal. 209)
Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa simile karena
membandingkan dua hal secara eksplisit atau menyatakan sesuatu
sama dengan hal yang lain dengan menggunakan kata tugas seperti.
Otak diibaratkan dengan handuk yang dapat diperas ketika selesai
dicuci. Makna kalimat di atas adalah terlalu banyak berpikir.
dd. Kehidupan ini seperti orang berlari menuju garis finish. (hal. 222)
Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa simile karena
membandingkan dua hal secara eksplisit atau menyatakan sesuatu
sama dengan hal yang lain dengan menggunakan kata tugas seperti.
Kehidupan diibaratkan dengan orang berlari menuju garis finish.
Makna kalimat di atas adalah kita semua sedang menuju kematian,
tetapi dalam prose situ banyak orang yang terlena, ada yang
menghabiskan waktunya dengan terus melakukan maksiat, menyusun
rencana jahat, ada pula yang menghabiskan waktunya dengan tidur
sepanjang waktu. Bisa dibayangkan sendiri, jika sehari semalam kita
tidur delapan jam, berapa tahun umur kita telah tersia-sia. Pesan yang
ingin disampaikan pengarang dalam kalimat di atas adalah jangan
menyia-nyiakan waktu karena waktu sangat berharga.
ee. Seluruh tulang tubuhnya serasa di presto laksana bandeng duri lunak.
(hal. 232).
Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa simile karena
membandingkan dua hal secara eksplisit atau menyatakan sesuatu
sama dengan hal yang lain dengan menggunakan kata laksana. Tulang
diibaratkan dengan bandeng duri lunak. Makna yang terkandung
dalam kalimat di atas adalah dalam situasi ketakutan sehingga
membuat tubuhnya merinding tak bisa berbuat apa-apa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
104
ff. Tubuh Pambudi seperti dedaunan patah yang dihempas angin. (hal.
344)
Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa simile karena
membandingkan dua hal secara eksplisit atau menyatakan sesuatu
sama dengan hal yang lain dengan menggunakan kata tugas seperti.
Tubuh diibaratkan dengan dedaunan patah. Makna kalimat di atas
adalah tubuh Pambudi yang tak punya tenaga dan berjalan gontai.
gg. Tubuhnya seperti batang pohon pisang yang hampir ambruk. (hal.
360)
Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa simile karena
membandingkan dua hal secara eksplisit atau menyatakan sesuatu
sama dengan hal yang lain dengan menggunakan kata tugas seperti.
Tubuh diibaratkan dengan batang pohon pisang yang hampir ambruk.
Makna kalimat di atas adalah keadaan tubuh seseorang yang sudah tua
dan tenaga yang berkurang sehingga tubuhnya tidak dapat lagi bekerja
seperti saat muda dulu.
hh. Ia tegar bagai batu karang yang menerjang. (hal. 366)
Pemanfaatan gaya bahasa tampak pada kalimat di atas karena
membandingkan dua hal secara eksplisit atau menyatakan sesuatu
dengan hal lain dengan menggunakan kata pembanding bagai. Dalam
konteks ini tegar diibaratkan dengan batu karang. Makna kalimat di
atas adalah orang yang tegar walaupun dalam keadaan semenderita
apapun. Pesan yang ingin disampaikan pengarang dalam kalimat di
atas adalah dalam menghadapi kesulitan apapun kita harus tegar agar
tidak mudah putus asa.
5. Gaya Paralelisme
a. Baginya aku mungkin tak berarti, karena hanya sosok anak kecil,
prengus, kotor, dengan ingus yang mengalir dari lubang hidungku.
(hal. 13)
Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa paralelisme karena
berusaha mencapai kesejajaran dalam pemakaian kata-kata yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
105
menduduki fungsi yang sama dalam bentuk gramatikal yang sama
(keraf, 2004: 126). Dalam konteks tersebut kata prengus, kotor,
dengan ingus yang mengalir dari lubang hidung sejajar dengan kata
sosok anak kecil. Berdasarkan konteksnya makna kalimat di atas
adalah sosok anak kecil dengan prengus, kotor, serta ingus yang
mengalir dari lubang hidung.
b. Karena ku dengar Bandung juga tercemar polusi, limbah sampah, dan
corong-corong pabrik industri yang membuat langit menjadi mendung
kelabu. (hal. 33)
Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa paralelisme karena
berusaha mencapai kesejajaran dalam pemakaian kata-kata yang
menduduki fungsi yang sama dalam bentuk gramatikal yang sama
(keraf, 2004: 126). Dalam konteks tersebut kata limbah sampah, dan
corong-corong pabrik industri sejajar dengan kata polusi.
c. Sejak dulu di Kmpung Genteng, perjudian adalah hal yang biasa, judi
kupruk setiap bulam Ramadhan, atau jenis-jenis judi yang lain, seperti
capsa, remi, bingo, hingga sabung ayam, dan adu jangkrik berhadiah
jangkrik pula sudah biasa dilakukan,(hal. 100)
Paralelisme adalah semacam gaya bahasa yang berusaha mencapai
kesejajaran dalam pemakaian kata-kata atau frasa yang menduduki
fungsi yang sama dalam bentuk gramatikal yang sama (Haris
Sumandiria, 2006: 169). Dalam konteksnya kalimat tersebut
menggunakan gaya bahasa paralelisme yaitu dengan menggunakan
kata capsa, remi, bingo, hingga sabung ayam, dan adu jangkrik sejajar
dengan kata judi.
d. Ibuku yang suka menanam tanaman seperti mangga, srikaya, anggur,
bunga matahari, anggrek, alamanda. (hal. 158)
Paralelisme adalah semacam gaya bahasa yang berusaha mencapai
kesejajaran dalam pemakaian kata-kata atau frasa yang menduduki
fungsi yang sama dalam bentuk gramatikal yang sama (Haris
Sumandiria, 2006: 169). Dalam konteksnya kalimat tersebut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
106
menggunakan gaya bahasa paralelisme yaitu dengan menggunakan
kata mangga, srikaya, anggur, bunga matahari, anggrek, dan
alamanda sejajar dengan kata tanaman, karena mangga, srikaya,
anggur, bunga matahari, anggrek, dan alamanda adalah jenis-jenis
tanaman.
e. Pembicaraan itu pasti berputar pada murid yang nakal, yang suka
bikin ulah, pembuat gaduh, dan dianggap paling bandel dan dianggap
sebagai pemimpin geng. (hal. 260)
Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa paralelisme karena
berusaha mencapai kesejajaran dengan dalam pemakaian kata-kata
yang menduduki fungsi yang sama dalam bentuk gramatikal yang
sama (Gorys Keraf, 2004: 126). Dalam konteks tersebut kata yang
suka bikin ulah, pembuat gaduh, dan dianggap paling bandel dan
dianggap sebagai pemimpin geng sejajar dengan kata nakal.
Berdasarkan konteksnya makna kalimat di atas adalah anak yang suka
membuat ulah, pembuat gaduh, dan dianggap paling bandel dan
dianggap sebagai pemimpin geng adalah anak yang nakal.
f. Setelah sekian lama ia menderita dengan pelajaran bahasa, membaca,
menulis.(hal. 272)
Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa paralelisme karena
berusaha mencapai kesejajaran dengan dalam pemakaian kata-kata
yang menduduki fungsi yang sama dalam bentuk gramatikal yang
sama (Gorys Keraf, 2004: 126). Kata membaca dan menulis sejajar
dengan kata bahasa, karena pelajaran bahasa kebanyakan mempelajari
tentang membaca dan menulis. Berdasarkan konteksnya makna
kalimat di atas adalah pelajaran bahasa tentang membaca dan menulis.
g. Karisma adalah anak seorang juragan tukang sablon yang beromset
lumayan, sering dapat order parpol pemilu, entah itu berupa stiker,
kaus, baliho, sampai bendera. (hal. 288)
Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa paralelisme karena
berusaha mencapai kesejajaran dengan dalam pemakaian kata-kata
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
107
yang menduduki fungsi yang sama dalam bentuk gramatikal yang
sama (Gorys Keraf, 2004: 126). Kata stiker, kaus, baliho, dan bendera
sejajar dengan kata pemilu. Apabila kita melihat musim pemilu pasti
akan ada banyak stiker, kaus, baliho, dan bendera partai-partai tertentu.
h. Enam bulan yang lalu mereka tak lebih dari anak-anak kampung yang
dekil, kotor, menjijikkan, serta bodoh pula. (hal. 331)
Paralelisme adalah semacam gaya bahasa yang berusaha mencapai
kesejajaran dalam pemakaian kata-kata atau frasa yang menduduki
fungsi yang sama dalam bentuk gramatikal yang sama ( Haris
Sumandiria, 2006: 169). Dalam konteksnya kalimat tersebut
menggunakan gaya bahasa paralelisme yaitu dengan menggunakan
kata kotor, menjijikkan, dan bodoh adalah kata-kata yang sejajar
dengan kata dekil. Berdasarkan konteksnya makna kalimat di atas
adalah menggambarkan keadaan anak-anak kampung yang cenderung
dekil, kotor, menjijikkan, serta bodoh pula.
i. Tentu mereka akan meninggalkan pekerjaan-pekerjaan kasar mereka,
kuli batu, kuli pasar, penjual es mambo, atau tukang becak. (hal. 413)
Paralelisme adalah semacam gaya bahasa yang berusaha mencapai
kesejajaran dalam pemakaian kata-kata atau frasa yang menduduki
fungsi yang sama dalam bentuk gramatikal yang sama ( Haris
Sumandiria, 2006: 169). Dalam konteksnya kalimat tersebut
menggunakan gaya bahasa paralelisme yaitu dengan menggunakan
kata kuli batu, kuli pasar, penjual es mambo, dan tukang becak sejajar
dengan kata pekerja kasar.
6. Gaya Bahasa Anafora
a. Giliran terang mereka jalan, giliran diam mereka berhenti. (hal. 152)
Pemanfaatan gaya bahasa anafora nampak pada kalimat tersebut
karena terdapat pengulangan kata pertama pada tiap baris atau kalimat
berikutnya yaitu dengan mengulang kata Giliran. Makna kalimat di
atas dapat ditentukan berdasarkan konteksnya. Makna kalimat di atas
adalah seorang pengecut yang hanya mengekor pada suatu kejadian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
108
yang dianggap bermanfaat, tetapi apabila disuruh untuk berkorban,
maka ia akan lari dan meninggalkan tanggung jawabnya.
b. Ingin dan ingin lagi mendedahkan nasihat tentang kebersihan. Ingin
dan ingin lagi mmengurai bagaimana keadaan jiwa kita seandainya
yang hadir adalah kekotoran tubuh. (hal. 270)
Pemanfaatan gaya bahasa anafora nampak pada kalimat tersebut
karena terdapat pengulangan kata pertama pada tiap baris atau kalimat
berikutnya yaitu dengan mengulang kata Ingin dan ingin lagi. Makna
kalimat di atas dapat ditentukan berdasarkan konteksnya yaitu
keinginan yang terjadi berulang-ulang.
c. Mereka bertiga terdiam di tengah deru tawa. Mereka bertiga terluka
di tengah tingkah polah Karisma yang gerakannya bagai boneka kayu.
(hal. 281)
Pemanfaatan gaya bahasa anafora nampak pada kalimat tersebut
karena terdapat pengulangan kata pertama pada tiap baris atau kalimat
berikutnya yaitu dengan mengulang kata mereka bertiga. Makna
kalimat di atas dapat ditentukan berdasarkan konteksnya. Makna
kalimat di atas adalah kumpulan anak yang berjumlah tiga orang.
d. Rasanya Karisma ingin menangis, ingin berlari menghindari
kenyataan. (hal. 374)
Pengulangan kata ingin menunjukkan bahwa kalimat tersebut
menggunakan gaya bahasa anafora. Makna kalimat di atas dapat
ditentukan berdasarkan konteksnya. Makna kalimat di atas adalah
dalam keadaan putus asa.
e. Semakin banyak membaca semakin banyak tahu, semakin banyak tahu
akan semakin tinggi rasa penasaran yang nantinya harus mereka
serap. (hal. 439)
Pengulangan kata semakin menunjukkan bahwa kalimat tersebut
menggunakan gaya bahasa anafora. Makna kalimat di atas dapat
ditentukan berdasarkan konteksnya. Makna kalimat di atas adalah
sesuatu hal yang kita lakukan dengan sungguh-sungguh maka hasilnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
109
akan memuaskan, kita tahu karena kita belajar dan berusaha mencari
tahu.
7. Gaya Bahasa Metafora
a. Maka diam-diam mencuri badan jalan atau lengkong-lengkong sempit
untuk dijadikan halaman. (hal .6)
Kalimat tersebut merupakan bentuk bahasa kias metafora. Metafora
berusaha membandingkan dua hal yang dinyatakan secara eksplisit
(Burhan Nurgiantoro, 2005: 299). Mencuri badan jalan merupakan
gambaran dari rumah-rumah kampung yang saling berdesakan sehingga
tak punya tempat untuk halaman dan jalan raya pun dijadikan untuk
halaman rumah-rumah mereka.
b. Mat Karmin tak ingin kehilangan muka. (hal. 8)
Kalimat tersebut merupakan bentuk bahasa kias metafora. Metafora
berusaha membandingkan dua hal yang dinyatakan secara eksplisit.
Dalam konteks ini Mat Karmin dianggap tidak ingin kehilngan muka,
yakni hidung, mata, mulut, alis, dan sebagainya. Makna kalimat di atas
adalah Mat Karmin tidak ingin dipermalukan, oleh sebab itu ia berusaha
agar tetap menjadi yang paling benar sehingga kebohonganpun tak
jarang ia lakukan.
c. Yudi hanya berdiri mematung. (hal. 44)
Kalimat tersebut merupakan bentuk bahasa kias metafora karena
membandingkan dua hal yang sebenarnya berbeda dianggap memiliki
kesamaan makna. Dalam konteks ini Yudi dianggap seperti patung
dalam arti tidak melakukan aktivitas apa pun, tidak tidak beranjak dari
tempat atau berdiam diri. Pengarang lebih memilih kata mematung
untuk mengungkapkan gagasannya daripada berdiam diri.
d. Penduduk berlomba-lomba mendirikan bangunan dan memelarkan
tanah. (hal. 66)
Kailimat tersebut bermajas metafora karena membandingkan dua hal
yang sebenarnya berbeda dianggap memiliki kesamaan makna. Dalam
konteks ini memelarkan tanah merupakan gambaran dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
110
memanfaatkan tanah sebaik-baiknya untuk bisa mendapatkan uang,
bukan membuat tanah menjadi panjang. Kalimat di atas mempunyai
pesan bahwa kita harus pintar-pintar memanfaatkan sesuatu yang ada
untuk mendapatkan uang.
e. Tiba-tiba, setitik air mata menetes di pipinya, ia pasti terharu dan batu
di dalam hatinya akan pecah mendengar cerita sedih mereka. (hal. 92)
Kailimat tersebut menggunakan majas metafora yang lazim digunakan
bagi orang yang tergugah hatinya karena terharu setelah mendengar
cerita sedih seseorang. Pengarang menggunakan bahasa kias batu di
dalam hatinya dengan tujuan agar pembaca kritis dalam
mengintreprestasikan makna kalimatnya. Nilai kalimat di atas akan
berkurang apabila pengarang mengungkapkan gagasannya dengan
kalimat Tiba-tiba, setitik air mata menetes di pipinya, ia pasti terharu
dan luluh hatinya mendengar cerita sedih mereka. Kalimat tersebut
mengandung ketulusan sesorang untuk membantu orang lain.
f. Si bintang jatuh yang berotak emas itu. (hal . 192)
Kailimat tersebut menggunakan majas metafora yang lazim digunakan
untuk menggambarkan kepintaran seseorang. Berotak emas bukan
berarti orang yang memiliki otak emas. Nilai kalimat di atas akan
berkurang apabila menggunakan kata pintar dan mengubah kalimatnya
menjadi Si bintang jatuh yang pintar itu.
g. Bisa melupakan sejenak seluruh beban yang menggantung di pikiranku.
(hal. 198)
Kailimat tersebut menggunakan majas metafora. Kata menggantung di
pikiranku menggambarkan seseorang yang sedang memikirkan sesuatu.
Pengarang lebih memilih kata menggantung di pikiranku untuk
mengungkapkan gagasannya daripada sedang memikirkan sesuatu.
h. Sebagai sebuah petaka yang akan dikunyah-kunyahnya sendiri segala
dera deritanya. (hal. 231)
Kalimat tersebut merupakan bentuk bahasa kias metafora karena
membandingkan dua hal yang sebenarnya berbeda dianggap memiliki
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
111
kesamaan makna. Kata dikunyah-kunyahnya sendiri mengandung
makna dirasakan sendiri. Nilai kalimat di atas akan berkurang apabila
pengarang menggunakan kata dirasakan sendiri. Makna kalimat di atas
adalah menggambarkan seseorang yang menderita tetapi tak sanggup
untuk menceritan apa yang di deritanya kepada orang lain.
i. Padahal dia sendiri adalah seorang wanita berdarah biru. (hal. 266)
Metafora adalah semacam analogi yang membandingkan dua hal secara
langsung, tetapi dalam bentuk yang singkat. Berdarah biru adalah
sebutan bagi orang yang mempunyai keturunan bangsawan, bukan
orang tersebut mempunyai darah berwarna biru. Darah manusia
lazimnya berwarna merah. Pengarang menggunakan berdarah biru
untuk mengungkapkan gagasannya daripada menggunakan keturunan
bangsawan.
j. Mereka menjelma menjadi batu. (hal. 266)
Kalimat tersebut merupakan bentuk bahasa kias metafora karena
membandingkan dua hal yang sebenarnya berbeda dianggap memiliki
kesamaan makna. Dalam konteks ini manusia dianggap dapat menjelma
menjadi batu yang tidak mau bernajak dari tempat apabila tidak ada
orang yang berusaha menyingkirkannya. Berdasarkan konteksnya
makna kalimat di atas adalah menahan kesedihan sehingga tak mampu
beranjak pergi.
k. Pagi itu, hari Selasa, tetapi tampak gelap di hati Kharisma. (hal. 279)
Metafora adalah semacam analogi yang membandingkan dua hal secara
langsung, tetapi dalam bentuk yang singkat. gelap di hati dalam
konteks ini adalah kesedihan. Dengan demikian dapat ditarik
kesimpulan bahwa Kharisma kelihatan sedih pada Selasa pagi. Kalimat
di atas mengandung pesan jangan terlalu larut dalam keterpurukan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
112
l. Kita semua sedang berusaha untuk keluar dari jeratan hidup yang
membelenggu ini, kita sedang keluar dari lubang hitam yang teramat
gelap. (hal. 295)
Metafora adalah semacam analogi yang membandingkan dua hal secara
langsung, tetapi dalam bentuk yang singkat. Lubang hitam dalam
konteks ini adalah hidup dalam keadaan miskin. Kalimat di atas
mengandung pesan kita tak boleh menyesali hidup karena menjadi
miskin, kemiskinan bukan menjadi penghalang untuk mewujudkan cita-
cita.
m. Relung hatinya serasa di cuci kembali, dibersihkan dari debu-debu
karat, hingga seperti orang yang baru lahir. (hal. 310)
Kailimat tersebut menggunakan majas metafora yang lazim digunakan
untuk menggambarkan orang yang telah mendapatkan nasihat dari
orang lain dan membuatnya sadar dengan apa yang dia lakukan selama
ini. Pengarang menggunakan bahasa kias Relung hatinya serasa di cuci
kembali dengan tujuan agar pembaca kritis dalam menginterpretasikan
makna kalimatnya.
n. Dalam sekejab ia telah menantang pedasnya debu-debu jalanan dari
asap knalpot kendaraan maupun debu-debu jalanan yang tersibak oleh
kendaraan-kendaraan besar dijalanan. (hal. 317)
Dikatakan sebagai gaya bahasa metafora karena dalam kalimat tersebut
dua hal yang berbeda dibandingkan secara lansung, sehingga satu hal
seolah-olah sama persis dengan hal lain yang digunakan sebagai
pembanding. Kalimat di atas lazimnya digunakan untuk melukiskan
orang yang mempunyai keinginan dan semangat yang kuat untuk
mencapainya walaupun dalam situasi apapun. Pesan yang dapat di
ambil dari kalimat di atas adalah berjuang demi cita-cita walaupun
banyak rintangan yang harus dihadapi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
113
o. Diikuti oleh sesungging senyuman yang bisa membuat dunia tak pernah
berawan. (hal. 328)
Kalimat tersebut merupakan bentuk bahasa kias metafora karena
membandingkan dua hal yang sebenarnya berbeda dianggap memiliki
kesamaan makna. Dalam konteks ini kebahagiaan dilukiskan dengan
dunia tak pernah berawan. Berdasarkan kontesnya kalimat di atas
mempunyai makna karena senyuman seseorang yang dicintainya akan
membuat kebahagiaan yang tiada tara.
p. Kau begitu baik, kau benar-benar berhati emas. (hal. 329)
Kailimat tersebut menggunakan majas metafora yang lazim digunakan
untuk menggambarkan kebaikan seseorang. Berhati emas bukan berarti
orang yang memiliki hati emas. Nilai kalimat di atas akan berkurang
apabila menggunakan kata baik. Berdasarkan konteksnya kalimat di
atas mempunyai makna kebaikan seseorang yang dilakukan dengan
tulus.
q. Seperti baru kemarin mereka mengunyah-kunyah pelajaran dari ibu
Mutia. (hal. 331)
Kalimat tersebut merupakan bentuk bahasa kias metafora karena
membandingkan dua hal yang sebenarnya berbeda dianggap memiliki
kesamaan makna. Kata mengukunyah-kunyah pelajaran mengandung
makna mempelajari ilmu dengan seksama. Nilai yang terkandung
dalam kalimat di atas adalah seperti baru kemarin mereka belajar yang
diajarkan bu. Mutia di sekolah.
r. Wajahnya tak punya sinar. (hal. 360)
Metafora adalah semacam analogi yang membandingkan dua hal secara
langsung, tetapi dalam bentuk yang singkat. Tak punya sinar dalam
konteks ini adalah tampak tak bahagia. Nilai dalam kalimat tersebut
akan berkurang apabila pengarang menggunakan gagasannya dengan
kalimat wajahnya tampak tak bahagia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
114
s. Rena telah mencoreng arang di wajah orang tuanya. (hal. 384)
Kailimat tersebut menggunakan majas metafora yang lazim digunakan
untuk menggambarkan kebaikan seseorang. Mencoreng arang di wajah
orang tuanya bukan berarti Rena telah mencoreng muka kedua orang
tuanya menggunakan arang. Mencoreng arang di wajah orang tuanya
lazim digunakan untuk melukiskan anak yang mempermalukan kedua
orang tuanya karena perbuatannya sendiri. Makna dalam kalimat di atas
adalah seorang anak harus menjaga nama baik kedua orang tuanya
dengan cara menjaga nama baik diri sendiri.
t. Sabtu mendung kelabu ketika terima rapor. (hal. 398)
Metafora adalah semacam analogi yang membandingkan dua hal secara
langsung, tetapi dalam bentuk yang singkat. Mendung kelabu dalam
kalimat di atas mengandung makna suasana hati yang kurang bahagia,
bukan mengandung makna langit sedang mendung berwarna kelabu.
Pengarang menggunakan kata mendung kelabu dengan tujuan agar
pembaca kritis dalam menginterpretasikan makna kalimatnya.
u. Perempuan itu berhadapan dengan perempuan berhati baja yang tak
bisa di bengkokkan sedikitpun. (hal. 403)
Kalimat tersebut merupakan bentuk bahasa kias metafora karena
membandingkan dua hal yang sebenarnya berbeda dianggap memiliki
kesamaan makna. Dalam konteks ini berhati baja bukan mengandung
arti seorang perempuan yang hatinya terbuat dari baja melainkan
menggambarkan seorang perempuan yang mempunyai pendirian yang
kuat. Pengarang menggunakan kata berhati baja dengan tujuan agar
pembaca kritis dalam menginterpretasikan makna kalimatnya. Dari
kalimat di atas pengarang menyampaikan pesan bahwa perempuan juga
harus memiliki kemauan dan pendirian yang kuat agar tidak mudah
diremehkan orang lain.
v. Maka, batu yang ada di dalam hatiku ini pecah. (hal. 416)
Kalimat tersebut merupakan bentuk bahasa kias metafora karena
membandingkan dua hal yang sebenarnya berbeda dianggap memiliki
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
115
kesamaan makna. Batu dalam hati dalam kalimat di atas mengandung
makna keraguan yang kuat sehingga tak berani untuk mengambil
keputusan. Dari kalimat di atas pengarang ingin menyampaikan pesan
bahwa di suatu ketika kita harus bisa memutuskan sesuatu untuk
kebaikan diri kita sendiri.
8. Gaya Bahasa Sarkasme
a. Dasar Anak-anak, awas kalu ku tangkap. (hal. 7)
Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa sarkasme karena berupa
sindiran yang menyatakan hinaan terhadap sesorang. Ejekan tersebut
lebih kasar dari ironi. Apabila diujarkan akan menyakiti perasaan orang
yang mendengarkannya, Gorys Keraf (2004: 143). Penggunaan kata
dasar Anak-anak mengandung kata yang bernilai kasar. Makna kalimat
di atas adalah menyatakan ketidaksenangan pada anak-anak.
b. Tetapi ketiga anak sialan itu tidak nampak sekali batang hidungnya.
(hal. 21)
Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa sarkasme. Hal ini tampak
pada penggunaan kata sialan yang dianggap bernilai kasar. Makna
kalimat di atas adalah melukiskan sesorang yang geram atau tidak
menyukai seseorang yang mempunyai tingkah laku yang kurang baik.
c. Anak gembel yang terus menerus berteriak-teriak kegirangan. (hal. 43)
Pemanfaatan gaya bahasa sarkasme nampak pada penggunaan kata
gembel penggunaan kata tersebut mengandung kata yang bernilai
kasar. Makna kalimat di atas adalah menggambar ketidaksukaan
seseorang pada sesorang karena di rasa orang itu tidak berpakaian
pantas..
d. Nasib mereka benar-benar barakhir di tempat terkutuk ini. (hal. 74)
Pemanfaatan gaya bahasa sarkasme nampak pada penggunaan kata
tempat terkutuk. Kata tersebut mewakili kata kasar. Makna kalimat di
atas adalah melukiskan sesorang yang tidak menyukai suatu tempat
yang membuat nasib menjadi makin buruk.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
116
e. Tenggorokan Pambudi serasa tercekat, ia tak menyangka ayahnya bisa
sepicik itu. (hal. 76)
Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa sarkasme. Penggunaan
kata picik dalam kalimat di atas dianggap bernilai kasar. Makna
kalimat di atas adalah menggambar ketidaksukaan Pambudi pada
ayahnya karena ayahnya mudah dipengaruhi oleh orang-orang yang
tidak berpendidikan.
f. Memangnya sekolah ini sekolah bapak moyang Lu, seenaknya pakai
sandal jepit, dasar udik!. (hal. 110)
Pemanfaatan gaya bahasa nampak pada kalimat diatas. Terbukti
dengan pemilihan kata dasar udik. Kata tersebut mengandung makna
orang yang dianggap berpenampilan seperti orang pedalaman. Kalimat
di atas lazim digunakan untuk menghujat orang dari penampilannya.
g. Kamu membaca saja tak becus. (hal. 117)
Pemanfaatan gaya bahasa sarkasme nampak pada penggunaan kata
becus. Penggunaan kata tersebut mengandung kata yang bernilai kasar.
Becus sama artinya dengan bisa. Kalimat di atas lazim digunakan untuk
menghujat orang yang tidak pandai untuk membaca.
h. Kurang ajar bener. Itu anak-anak tak tahu diri. (hal. 131)
Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa sarkasme. Terbukti dengan
pemilihan kata Kurang ajar. Makna kalimat di atas adalah
menggambar ketidaksukaan seseorang pada tingkah laku seseorang.
9. Gaya Bahasa Sinisme
a. Pepeng yang lucu, pendiam, dan sok aksi. (hal. 21)
Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa sinisme karena
mengandung ejekan terhadap keiklasan dan ketulusan hati, Gorys
Keraf (2004: 143). Terbukti dengan adanya kata sok aksi. Kalimat di
atas bermaksud untuk menyatakan ketidaksenangan kepada seseorang
yang sebenarnya berperilaku berlebihan. Pesan yang terkandung dari
kalimat di atas adalah seberapa besar ketidaksenangan kita akan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
117
perbuatan seseorang kita tidak boleh mengolok-oloknya dengan
perkataan yang dapat menyinggung perasaan.
b. Pambudi sudah berada di dekat Kania, ia merasa sok jantan. (hal.
119)
Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa sinisme karena
mengandung ejekan terhadap keiklasan dan ketulusan hati, Gorys
Keraf (2004: 143). Terbukti dengan adanya kata sok jantan. Kalimat di
atas bermaksud untuk menyatakan ketidaksenangan kepada seseorang
yang sebenarnya berperilaku kurang baik. Pesan yang terkandung dari
kalimat di atas adalah seberapa besar ketidaksenangan kita akan
perbuatan seseorang kita tidak boleh mengolok-oloknya dengan
perkataan yang dapat menyinggung perasaan.
c. Kamu itu kelihannya cantik, pintar, tetapi benar-benar sombong. (hal.
119)
Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa sinisme karena
mengandung ejekan terhadap keiklasan dan ketulusan hati. Terbukti
dengan pemilihan kata benar-benar sombong. Makna kalimat tersebut
adalah menyatakan sifat seseorang yang di rasa kurang baik.
d. Bagi perempuan tua yang uzur yang sudah kisut kulitnya itu. (hal.
127)
Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa sinisme karena
mengandung ejekan terhadap keiklasan dan ketulusan hati. Terbukti
dengan pemilihan kata perempuan tua. Makna kalimat di atas adalah
menyatakan umur seorang wanita yang sudah berumur.
e.
Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa sinisme. Terbukti dengan
adanya kata ingusan. Kalimat di atas bermaksud untuk menyatakan
ketidaksenangan kepada sosok anak kecil. Makna kalimat di atas
adalah menyatakan celaan pada seorang anak kecil yang suka
mencampuri orang dewasa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
118
f. Tetapi kakek lumutan ini menghinaku. (hal. 155)
Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa sinisme. Terbukti dengan
adanya kata lumutan. Kalimat di atas bermaksud untuk menyatakan
ketidaksenangan pada sosok kakek yang sudah tua karena merasa
dihina. Makna kalimat di atas adalah menyatakan celaan pada seorang
laki-laki yang sudah berumur tetapi masih suka menghina orang lain.
g. Dibenarkan oleh pemuda-pemuda idiot. (hal. I61)
Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa sinisme karena
mengandung ejekan terhadap keiklasan dan ketulusan hati. Terbukti
dengan pemilihan kata idiot. Kalimat di atas bermaksud untuk
menyatakan ketiadaksenangannya kepada pemuda yang mudah
dipengaruhi oleh orang lain. Makna kalimat di atas adalah menyatakan
celaan pada pemuda yang tidak bisa diandalkan dan dapat dengan
mudah dipengaruhi orang lain.
h. Mengapa kamu menjadi sok pahlawan begitu. (hal. 162)
Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa sinisme karena
mengandung ejekan terhadap keiklasan dan ketulusan hati, Gorys
Keraf (2004: 143). Terbukti dengan adanya kata sok pahlawan.
Kalimat di atas bermaksud untuk menyatakan ketidaksenangan kepada
seseorang yang sebenarnya berperilaku tidak baik. Pesan yang
terkandung dari kalimat di atas adalah seberapa besar ketidaksenangan
kita akan perbuatan seseorang kita tidak boleh mengolok-oloknya
dengan perkataan yang dapat menyinggung perasaan.
i. Anak-anak sok pintar dan tukang cari perhatian. (hal. 326)
Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa sinisme karena
mengandung ejekan terhadap keiklasan dan ketulusan hati, Gorys
Keraf (2004: 143). Terbukti dengan adanya kata sok pintar. Kalimat di
atas bermaksud untuk menyatakan ketidaksenangan kepada seseorang
yang sebenarnya berperilaku tidak baik. Pesan yang terkandung dari
kalimat di atas adalah seberapa besar ketidaksenangan kita akan
perbuatan seseorang kita tidak boleh mengolok-oloknya dengan
perkataan yang dapat menyinggung perasaan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
119
10. Gaya Bahasa Pleonasme
a. Ingin dan ingin lagi mendedahkan nasihat tentang kebersihan. (hal.
270)
Pleonasme adalah acuan yang mempergunakan kata-kata lebih banyak
daripada yang diperlukan untuk menyatakan satu pikiran atau gagasan.
Kalimat di atas menggunakan gaya bahasa pleonasme karena kata yang
dianggap berlebihan apabila dihilangkan maka artinya tetap utuh.
Dalam konteks ini terdapat kata Ingin dan ingin lagi apabila kata ingin
dan dan dihilangkan maka tidak akan mengubah makna kalimat yaitu
ingin lagi. Berdasarkan koteksnya makna kalimat di atas adalah ingin
lagi mendedahkan nasihat tentang kebersihan.
b. Setelah sekian lama ia menderita dengan pelajaran bahasa, membaca,
menulis. (hal. 272)
Pleonasme adalah acuan yang mempergunakan kata-kata lebih banyak
daripada yang diperlukan untuk menyatakan satu pikiran atau gagasan.
Kalimat di atas menggunakan gaya bahasa pleonasme karena kata yang
dianggap berlebihan apabila dihilangkan maka artinya tetap utuh.
Dalam konteks ini terdapat kata pelajaran bahasa, membaca, menulis
apabila diganti dengan pelajaran bahasa Indonesia saja tidak akan
mengubah makna. Membaca dan menulis termasuk dalam pelajaran
bahasa. Berdasarkan koteksnya makna kalimat di atas adalah setelah
sekian lama ia menderita dengan pelajaran bahasa.
c. Menyerap satu demi satu pendar-pendar cahaya ilmu yang ditabung
ke dalam otaknya. (hal. 331)
Pleonasme adalah acuan yang mempergunakan kata-kata lebih banyak
daripada yang diperlukan untuk menyatakan satu pikiran atau gagasan.
Kalimat di atas menggunakan gaya bahasa pleonasme karena kata yang
dianggap berlebihan apabila dihilangkan maka artinya tetap utuh.
Dalam konteks ini terdapat kata cahaya ilmu apabila kata cahaya
dihilangkan maka tidak akan mengubah makna kalimat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
120
d. Terlalu lancang kalau setitik butir ilmu itu mereka umbar ke mana-
mana. (hal. 332)
Pleonasme adalah acuan yang mempergunakan kata-kata lebih banyak
daripada yang diperlukan untuk menyatakan satu pikiran atau gagasan.
Kalimat di atas menggunakan gaya bahasa pleonasme karena kata yang
dianggap berlebihan apabila dihilangkan maka artinya tetap utuh.
Dalam konteks ini terdapat kata setitik butir ilmu apabila diganti
dengan kata sebutir ilmu tidak akan mengubah makna kalimat.
11. Gaya Bahasa Klimaks
a. Wajahnya putih, matanya sipit, hidungnya mbangir, dan lengkaplah
sudah kesempurnaan fisiknya. (hal. 19)
Klimaks adalah semacam gaya bahasa yang mengandung urutan-
urutan pikiran yang setiap kali semakin meningkat kepentingannya
dari gagasan-gagasan sebelumnya, Gorys Keraf (2004: 124). Dalam
konteks ini terlihat bahwa rangkaian kata-kata di atas merupakan majas
klimaks. Makna dari kalimat di atas adalah menggambarkan
kesempurnaan fisik seseoramg.
b. Suara jangkrik dan katak mulai beradu nyanyi, lenguh sapi yang mulai
malas dengan lalat-lalat yang menempel di tubuhnya dibalas dengan
lecutan ekor yang berfungsi seperti cemeti, menggeletar-geletar ke
tubuhnya sendiri, menghempaskan lalat-lalat itu ke peristirahatannya
yang terakhir. (hal. 25)
Klimaks adalah semacam gaya bahasa yang mengandung urutan-
urutan pikiran yang setiap kali semakin meningkat kepentingannya
dari gagasan-gagasan sebelumnya, Gorys Keraf (2004: 124). Dalam
konteks ini terlihat bahwa rangkaian kata-kata di atas merupakan majas
klimaks. Makna kalimat di atas adalah hewan-hewan yang asik dengan
kehidupan mereka.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
121
c. Yudi sendiri sudah menguap berkali-kali, matanya berair, tanda ia
mengantuk sekali, duduk-duduk dan hanya mendengarkan aku
mengeja isi dalam buku itu. (hal. 26)
Klimaks adalah semacam gaya bahasa yang mengandung urutan-
urutan pikiran yang setiap kali semakin meningkat kepentingannya
dari gagasan-gagasan sebelumnya, Gorys Keraf (2004: 124). Dalam
konteks ini terlihat bahwa rangkaian kata-kata di atas merupakan majas
klimaks. Inti dari kalimat di atas bermakna Yudi mengantuk.
d. Angan-angan melambung, cita-cita setinggi gunung, harapan memeluk
rembuan, dan memetik bintang-bintang di angkasa perlahan-lahan
menciptakan mimpi buruk bagi mereka. (hal. 96).
Klimaks adalah semacam gaya bahasa yang mengandung urutan-
urutan pikiran yang setiap kali semakin meningkat kepentingannya
dari gagasan-gagasan sebelumnya, Gorys Keraf (2004: 124). Dalam
konteks ini terlihat bahwa rangkaian kata-kata di atas merupakan majas
klimaks. Makna dari kalimat di atas adalah mengharapkan sesuatu
harus sesuai kemampuan agar jika kelak tidak kesampaian, maka tidak
akan terlalu menyakitkan.
e. Aku tak tahu bagaimana nasib mereka, yang jelas kehidupan mereka
akan semakin mengenaskan, masa depan yang tidak jelas, kehidupan
yang suram, karena tak ada yang bisa diharapkan selain cita-cita itu.
(hal. 165)
Klimaks adalah semacam gaya bahasa yang mengandung urutan-
urutan pikiran yang setiap kali semakin meningkat kepentingannya
dari gagasan-gagasan sebelumnya, Gorys Keraf (2004: 124). Dalam
konteks ini terlihat bahwa rangkaian kata-kata di atas merupakan majas
klimaks. Makna dari kalimat di atas adalah kekecewaan yang teramat
karena apa yang telah di usahakan selama ini ternyata sia-sia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
122
f. Keheningan masih belum berakhir sebelum Kharisma merasa angka-
angka yang di dalam bukunya itu kemudian berputar-putar di
kepalanya bersama bintang-bintang yang bertaburan, pandangan
matanya tiba-tiba menjadi gelap, kabur, suram, berkunang-kunang,
dan beratnya minta ampun, dan pecahlah sebuah suara dari
Kharisma. (hal. 320)
Klimaks adalah semacam gaya bahasa yang mengandung urutan-
urutan pikiran yang setiap kali semakin meningkat kepentingannya
dari gagasan-gagasan sebelumnya, Gorys Keraf (2004: 124). Dalam
konteks ini terlihat bahwa rangkaian kata-kata di atas merupakan majas
klimaks. Makna dari kalimat di atas adalah Kharisma kesulitan dalam
mengerjakan soal matematika yang di anggapnya sebagai pelajaran
paling sulit dibandingkan dengan pelajaran yang lain.
12. Gaya Bahasa Antitesis.
a. Aku yang paling hebat di antara teman-temanku saja merasa ciut di
hadapan Candil. (hal. 47)
Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa antithesis karena
mengandung pertentangan yang nyata dengan fakta-fakta yang ada.
Kata hebat dan ciut merupakan dua hal bertentangan untuk
menyatakan keadaan yang dinamis atau berubah-ubah menurut situsi.
Antitesis adalah sebuah gaya bahasa yang mengandung gagasan-
gagasan yang bertentangan, dengan mempergunakan kata-kata atau
kelompok kata yang berlawanan, Gorys Keraf (2004: 126). Pesan
yang terkandung dalam kutipan di atas adalah bahwa sepintar-pintar
manusia pasti ada yang lebih pintar.
b. Mau miskin, mau kaya, tiap orang punya kesempatan yang sama untuk
memperoleh pendidikan. (hal. 97)
Dalam konteks ini terdapat kata yang berlawanan arti yaitu kata miskin
berlawanan arti dengan kata kaya. Maksud kalimat di atas adalah
menyatakan keadaan yang dinamis atau berubah-ubah menurut situasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
123
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kalimat di atas adalah
kalimat yang menggunakan gaya bahasa antitesis.
c. Iya, kami sehidup semati denganmu. (hal. 220)
Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa antitesis karena
mengandung pertentangan yang nyata dengan fakta-fakta yang ada.
Berdasarkan konteksnya kalimat di atas dinyatakan bahwa kata
sehidup berlawanan arti dengan kata semati. Makna kalimat di atas
adalah bersama-sama mengahadapi kenyataan hidup baik senang
maupun duka.
d. Dalam dunia pendidikan tak mengenal tua muda, tak mengenal kaya
dan miskin. (hal. 239)
Pemanfaatan gaya bahasa nampak pada pada kalimat tersebut karena
kata atau kelompok kata yang digunakan berlawanan arti, dengan kata
lain gaya bahasa antitesis terdapat pemakaian antonim. Dalam konteks
ini dinyatakan bahwa tua berlawanan arti dengan kata muda, dan kata
kaya berlawanan arti dengan kata miskin. Makna kalimat di atas adalah
dalam dunia pendidikan tidak mengenal latar belakang seseorang
semua derajat di anggap sama yang membedakan hanyalah kepekaan
seseorang untuk menyerap pelajaran.
e. Ia meninggalkan diriku dengan langkah yang pendek-pendek,
sosoknya timbul tenggelam di jalanan yang menanjak dan menurun.
(hal. 241)
Pemanfaatan gaya bahasa nampak pada pada kalimat tersebut karena
kata atau kelompok kata yang digunakan berlawanan arti, dengan kata
lain gaya bahasa antitesis terdapat pemakaian antonim. Dalam konteks
ini dinyatakan bahwa kata timbul berlawanan arti dengan kata
tenggelam, dan kata menanjak berlawanan arti dengan kata menuru.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
124
f. Kemuliaan diri, menurutnya dengan menempuh segala cara, halal dan
haram, asalkan tetap bisa terlihat pintar di depan teman-temannya
ataupun gurunya. (hal. 383)
Pemanfaatan gaya bahasa nampak pada pada kalimat tersebut karena
kata atau kelompok kata yang digunakan berlawanan arti, dengan kata
lain gaya bahasa antitesis terdapat pemakaian antonim. Dalam konteks
ini dinyatakan bahwa kata halal berlawanan arti dengan kata haram. .
Makna kalimat di atas adalah dengan cara mencontek dianggap jalan
pintas agar tetap terhomat untuk mendapatkan nilai yang baik, namun
kenyataanya akan menuai kekecewaan pada akhirnya karena dengan
menyontek sama saja dengan membohongi kemampuan kita sendiri.
g. Suasana panas dingin mnyelimuti mereka. (hal. 388)
Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa antitesis karena
mengandung pertentangan yang nyata dengan fakta-fakta yang ada.
Berdasarkan konteksnya kalimat di atas dinyatakan bahwa kata panas
berlawanan arti dengan kata dingin. Makna kalimat di atas adalah
dalam suasana tidak menentu untuk menunggu sebuah kepastian.
h. Dulu ia tertawa kini harus menangis. (hal. 395)
Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa antitesis karena
mengandung pertentangan yang nyata dengan fakta-fakta yang ada.
Berdasarkan konteksnya kalimat di atas dinyatakan bahwa kata
tertawa berlawanan arti dengan kata menangis. Makna kalimat di atas
adalah tak selamanya kita berada di atas roda kehidupan suatu saat
pasti ada di bawah. Jika kita melakukan kejahatan pada orang lain
maka suatu saat akan mendapat balasannya juga.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
125
13. Gaya Bahasa Alegori
a. Maka jangan sampai mereka tahu dunia kegelapan itu sebelum
mengenal sekolah lebih dulu. Sekolah itu benteng moral, seperti
halnya ajaran Islam untuk mengerem dorongan bawah sadar mereka
yang tak bisa terkekang. (hal. 68)
Gorys Keraf (2004: 140) menyatakan Alegori adalah cerita singkat
yang mengandung kiasan. Dengan kata lain alegori merupakan gaya
bahasa yang menyatakan sesuatu dengan perlambang mengandung
nilai-nilai moral. Kalimat tersebut dikategorikan menggunakan gaya
bahasa alegori karena dalam kalimat tersebut mengandung nilai-nilai
moral yang disampaikan penulis lewat sekolah.
b. Aku belajar satu hal lagi, kehidupan yang aku tinggali ini semua serba
materi, semua di ukur dengan uang, semua serba uang, semua tak bisa
dipisahkan dari uang. Konon, tanpa uang kita tak bisa apa-apa.
Banyak nilai yang telah tergerus dan hanya menjadi petaka, karena
ketergantungan mereka dengan uang. (hal. 167)
Kalimat tersebut dikategorikan menggunakan gaya bahasa alegori
karena dalam kalimat tersebut mengandung nilai-nilai moral yang
disampaikan penulis lewat kata uang yang di dalamnya terkandung
nilai moral.
14. Gaya Bahasa Elipsis
a. Orang-orang terpelajar yang mengenyam bangku sekolah .(hal. 128)
Elipsis adalah suatu gaya yang berwujud menghilangkan sesuatu
unsur kalimat yang dengan mudah diisi atau ditafsirkan oleh
pembaca. (Gorys Keraf, 2004: 132). Kalimat Orang-orang terpelajar
yang mengenyam bangku sekolah mengalami gejala elipsis. Maksud
dari kalimat di atas adalah orang-orang terpelajar yang pernah
bersekolah. Apabila kita cermati tidak mungkin orang memakan
bangku sekolah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
126
b. Bayangan ayah terbingkai dari jendela luar. (hal. 161)
Kalimat di atas mengalami gejala ellipsis. Adapun maksud dari
kalimat di atas adalah bayangan ayah terlihat dari jendela luar.
Apabila kita cermati tidak mungkin bayangan dapat dibingkai. Tanpa
harus menuliskan dengan kata terlihat pembaca dengan mudah dapat
menafsirkan maksud dari kalimat di atas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
126
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil analisis terhadap objek kajian dengan mencermati
pemanfaatan gaya bahasa, pencarian makna gaya bahasa, dan meninjau dari aspek
sosiologi sastra pada novel Orang Miskin Dilarang Sekolah karya Wiwid
Prasetyo, dapat ditarik simpulan sebagai berikut.
1. Pada novel Orang Miskin Dilarang Sekolah alur yang digunakan adalah alur
maju atau progresif; tema yang diangkat adalah pendidikan yang diramu
dengan unsur sosial yakni kemiskinan di dalamnya; penokohan berdasarkan
sifat tokoh utama dalam novel tersebut digambarkan secara sosiologis; latar
yang digunakan pengarang yaitu Semarang, Jawa Tengah. Latar waktu yakni
dalam kurun waktu 1988-1996); latar sosial kebudayaan Jawa tengah; sudut
pandang yang digunakan yaitu orang pertama sebagai pelaku utama. Pesan
yang ingin disampaikan pengarang dalam novel ini adalah jangan pernah
takut untuk bermimpi karena mimpi dapat diraih jika berusaha dan berjuang
dengan sungguh-sungguh.
2. Berdasarkan hasil analisis tersebut, dapat disimpulkanan bahwa dalam novel
Orang Miskin Dilarang Sekolah karya Wiwid Prasetyo digunakan beberapa
gaya bahasa. Gaya bahasa yang paling dominan adalah simile karena kalimat-
kalimatnya banyak ditemukan penggunaan kata tugas (seperti dan bagai).
Pengarang cenderung dominan menggunakan gaya bahasa simile karena
melalui gaya bahasa ini pembaca diharapkan dapat memahami makna yang
terkandung di setiap kalimatnya. Adapun pemajasan lain yang terdapat dalam
novel Orang Miskin Dilarang Sekolah adalah hiperbola, paradoks,
personifikasi, paralelisasi, anafora, metafora, sarkasme, sinisme, pleonasme,
klimaks, antitesis, alegori, dan elipsis. Gaya bahasa tersebut digunakan untuk
menciptakan keindahan dan berkaitan dengan makna totalitas novel.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
127
3. Pemaknaan gaya bahasa dapat ditentukan berdasarkan koteksnya. Pemaknaan
gaya bahasa ditujukan untuk membantu pembaca dalam menafsirkan nilai-
nilai sosial yang terkandung dalam novel.
B. Implikasi
Penelitian ini memiliki implikasi terhadap aspek lain yang relevan dan
memiliki hubungan positif. Implikasi tersebut dijelaskan sebagai berikut.
1. Implikasi teoritis
a. Membuka wawasan yang berkaitan dengan pendalaman materi
keterampilan bersastra, khususnya karya sastra novel.
b. Membuka wawasan akan beragamnya novel yang dapat digunakan sebagai
media pembelajaran.
c. Membuka peluang dilakukannya penelitian-penelitian tentang kajian
sosiologi sastra dan gaya bahasa.
2. Implikasi paedagogis
Menambah referensi novel yang dapat digunakan dalam pembelajaran
bahasa Indonesia. Novel Orang Miskin Dilarang Sekolah karya Wiwid
Prasetyo cocok untuk digunakan sebagai bahan ajar dari segala umur karena
dalam novel ini banyak terdapat nilai-nilai sosial yang dipadu dengan nilai
pendidikan, bahasa yang digunakan sangat mudah untuk dipahami.
3. Implikasi praktis
a. Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan
penelitian sastra, sehingga peneliti lain akan termotivasi untuk melakukan
penelitian yang nantinya dapat diaplikasikan dalam pembelajaran di
sekolah.
b. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk lebih
mencermati media pembelajaran yang tepat bagi siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
128
C. Saran
Beberapa saran berikut dapat menjadi bahan masukan yang bermanfaat
bagi pihak-pihak terkait antara lain.
1. Saran kepada siswa
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi siswa untuk mengambil
hikmah dari membaca novel. Siswa dapat meneladani sifat dan watak tokoh
dalam novel Orang Miskin Dilarang Sekolah karya Wiwid Prasetyo.
Siswa hendaknya dalam membaca novel memperhatikan nilai-nilai
positif antara lain tentang semangat, tekad, perilaku pantang menyerah untuk
selalu memperjuangkan cita-cita dan jangan mencontoh apabila novel tersebut
mempunyai nilai yang negatif. Nilai-nilai positif tersebut dapat menjadi dasar
bagi siswa untuk menerapkannya dalam berperilaku di kehidupan di
masyarakat.
2. Saran kepada guru bahasa dan sastra Indonesia
Penelitian ini diharapkan dimanfaatkan sebagai alternatif bahan pengajaran
teori dan apresisasi sastra, yaitu: membantu keterampilan berbahasa,
meningkatkan pengetahuan budaya, mengembangkan cipta dan rasa, dan
menunjang pembentukan watak anak. Lebih lanjut guru dapat memilih novel
lain yang sekiranya terdapat beberapa cakupan yang bisa memberikan manfaat
positif bagi siswa, sehingga siswa tidak hanya memperoleh hiburan saja tetapi
juga mendapatkan ilmu kehidupan. Guru bahasa dan sastra Indonesia di
sekolah-sekolah menghadirkan novel-novel yang mutakhir agar pengetahuan
siswa mengenai novel-novel Indonesia semakin bertambah.
3. Saran kepada pembaca karya sastra
Pembaca karya sastra sebaiknya mengambil nilai-nilai positif dalam karya
sastra yang telah dibacanya dalam kehidupan di masyarakat. novel Orang Miskin
Dilarang Sekolah karya Wiwid Prasetyo adalah novel yang bagus dan berkualitas
serta di dalamnya salain terdapat semangat juang yang tinggi juga banyak terdapat
nilai sosial kepada masyarakat sehingga tidak ada salahnya jika membaca novel
tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
129
4. Saran kepada peneliti lain
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi peneliti lain untuk rujukan
penelitian berikutnya ketika menganalisis karya sastra khususnya untuk kajian
sosiologi sastra dan gaya bahasa.