NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI DAERAH...

119
1 PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, Menimbang : a. bahwa retribusi daerah merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah serta mendukung perkembangan otonomi daerah yang nyata, dinamis dan bertanggungjawab dalam penyelenggaraan Pemerintahan di Provinsi Banten; b. bahwa dengan telah diundangkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah, maka Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 45 Tahun 2002 tentang Pengujian Alat Ukur, Takar, Timbang dan Perlengkapannya dan Barang dalam Keadaan Terbungkus, Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 48 Tahun 2002 tentang Pelayanan Kesehatan pada Balai Kesehatan Tenaga Kerja, Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 6 Tahun 2004 tentang Ijin Usaha Perikanan; Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 8 Tahun 2005 Tentang Retribusi Pengujian Mutu Komoditi Hasil Perikanan, Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 7 Tahun 2008 tentang Retribusi Penyelenggaraan Perhubungan, Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 8 Tahun 2008 Tentang Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah, Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 9 Tahun 2008 Tentang Retribusi Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan Dan Hortikultura, Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 13 Tahun 2008 Tentang Retribusi Pelayanan Kesehatan RSUD Malingping, sudah tidak sesuai lagi, oleh karena itu perlu disesuaikan dengan Undang-Undang dimaksud; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b dan huruf c perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Retribusi Daerah; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3193); Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Banten (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4010 );

Transcript of NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI DAERAH...

  • 1

    PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 9 TAHUN 2011

    TENTANG

    RETRIBUSI DAERAH

    DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

    GUBERNUR BANTEN,

    Menimbang : a. bahwa retribusi daerah merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah serta mendukung perkembangan otonomi daerah yang nyata, dinamis dan bertanggungjawab dalam penyelenggaraan Pemerintahan di Provinsi Banten;

    b. bahwa dengan telah diundangkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah, maka Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 45 Tahun 2002 tentang Pengujian Alat Ukur, Takar, Timbang dan Perlengkapannya dan Barang dalam Keadaan Terbungkus, Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 48 Tahun 2002 tentang Pelayanan Kesehatan pada Balai Kesehatan Tenaga Kerja, Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 6 Tahun 2004 tentang Ijin Usaha Perikanan; Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 8 Tahun 2005 Tentang Retribusi Pengujian Mutu Komoditi Hasil Perikanan, Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 7 Tahun 2008 tentang Retribusi Penyelenggaraan Perhubungan, Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 8 Tahun 2008 Tentang Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah, Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 9 Tahun 2008 Tentang Retribusi Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan Dan Hortikultura, Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 13 Tahun 2008 Tentang Retribusi Pelayanan Kesehatan RSUD Malingping, sudah tidak sesuai lagi, oleh karena itu perlu disesuaikan dengan Undang-Undang dimaksud;

    c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b dan huruf c perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Retribusi Daerah;

    Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3193); Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Banten (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4010 );

  • 2

    2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377);

    3. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Republik Indonesia Nomor 4433) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5073)

    4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844) ;

    5. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444);

    6. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5025);

    7. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049) ;

    8. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);

    9. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072);

    10. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1985 tentang Wajib dan Pembebasan untuk Ditera dan atau Ditera Ulang serta Syarat-syarat bagi UTTP (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3283) ;

    11. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578) ;

  • 3

    12. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4609) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4855);

    13. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Propinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

    14. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian dan Pemanfatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5161);

    15. Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 46 Tahun 2002 tentang Penyidik Pengawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Daerah(Lembaran Daerah Provinsi Banten Tahun 2002 Nomor 74, Seri E);

    16. Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah Provinsi Banten (Lembaran Daerah Provinsi Banten Tahun 2006 Nomor 48, Seri E);

    17. Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 6 Tahun 2007 tentang Urusan Pemerintah Provinsi Banten (Lembaran Daerah Provinsi Banten Tahun 2007 Nomor 6, Tambahan Lembaran Daerah Peovinsi Banten Nomor 7 );

    18. Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah (Lembaran Daerah Provinsi Banten Tahun 2008 Nomor 17, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Banten Nomor 21);

    Dengan Persetujuan Bersama

    DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI BANTEN

    dan

    GUBERNUR BANTEN

    MEMUTUSKAN:

    Menetapkan: PERATURAN DAERAH TENTANG RETRIBUSI DAERAH.

  • 4

    BAB I

    KETENTUAN UMUM

    Pasal 1

    Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksudkan dengan:

    1. Daerah adalah Provinsi Banten.

    2. Pemerintah Daerah adalah Gubernur beserta Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan Daerah.

    3. Gubernur adalah Gubernur Banten.

    4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Banten sebagai unsur penyelenggara pemerintahan Daerah.

    5. Pejabat adalah pegawai yang diberi tugas tertentu di bidang retribusi daerah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

    6. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha, yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara (BUMN) atau badan usaha milik daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.

    7. Retribusi Daerah yang selanjutnya disebut Retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau Badan.

    8. Jasa adalah kegiatan pemerintah daerah berupa usaha dan pelayanan yang menyebabkan barang, fasilitas, atau kemanfaatan lainnya dapat dinikmati oleh orang pribadi atau Badan.

    9. Jasa Umum adalah jasa yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau Badan.

    10. Jasa Usaha adalah jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip-prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta.

    11. Perizinan Tertentu adalah kegiatan tertentu pemerintah daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau Badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan ruang, serta penggunaan sumberdaya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.

    12. Balai Kesehatan Tenaga Kerja yang selanjutnya disingkat BKTK adalah balai yang melakukan fungsi pelayanan kesehatan pada UPT Dinas Kesehatan.

  • 5

    13. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau Badan yang menurut peraturan perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi, termasuk pemungut atau pemotong retribusi tertentu.

    14. Masa Retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi wajib retribusi untuk memanfaatkan jasa dan perizinan tertentu dari Pemerintah Daerah.

    15. Pemungutan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan data objek dan subjek retribusi, penentuan besarnya retribusi yang terutang sampai kegiatan penagihan retribusi kepada wajib retribusi serta pengawasan penyetorannya.

    16. Surat Ketetapan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat SKRD adalah surat ketetapan retribusi yang menentukan besarnya jumlah pokok retribusi yang terutang.

    17. Surat Tagihan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat STRD adalah surat untuk melakukan tagihan retribusi dan/atau sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda.

    18. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar yang selanjutnya disingkat SKRDLB adalah Surat Ketetapan Retribusi yang menetapkan jumlah kelebihan pembayaran retribusi karena jumlah kredit retribusi lebih besar daripada retribusi yang terutang atau seharusnya tidak terutang.

    19. Surat Setoran Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat SSRD adalah bukti pembayaran atau penyetoran retribusi yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke rekening kas daerah melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh gubernur.

    20. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar yang selanjutnya disingkat SKRDLB adalah surat ketetapan retribusi yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran retribusi karena jumlah kredit retribusi lebih besar daripada retribusi yang terutang atau seharusnya tidak terutang.

    21. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban retribusi daerah dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan retribusi daerah.

    22. Jasa Pelayanan Kesehatan adalah pelayanan dan kemudahan yang diberikan kepada seseorang dalam rangka observasi, diagnosis, pengobatan, rehabilitasi medik dan pelayanan kesehatan lainnya.

    23. Laboratorium adalah suatu ruangan atau tempat yang digunakan untuk melakukan kegiatan pengujian laboratories.

    24. Jasa Pelayanan adalah imbalan yang diterima oleh pelaksana pelayanan atas jasa yang diberikan kepada pasien dalam rangka observasi, diagnosisi, pengobatan, konsultasi, visite, rehabilitasi medik dan mental atau pelayanan lainnya.

    25. Jasa Sarana adalah imbalan yang diterima oleh Balai Kesehatan Paru Masyarakat, Balai Kesehatan Indera Masyarakat, dan Balai Laboratorium Kesehatan atas pemakaian sarana, fasilitas dalam rangka observasi, diagnosis, pengobatan dan rehabilitasi medik dan mental atau pelayanan lainnya.

  • 6

    26. Akomodasi adalah penggunaan fasilitas Rawat inap termasuk makan di Balai Kesehatan Paru Masyarakat, dan Balai Kesehatan Indera Masyarakat.

    27. Alat-alat Ukur, Takar, Timbang dan Perlengkapannya yang selanjutnya disingkat UTTP adalah UTTP yang wajib ditera, di tera ulang, bebas tera ulang, bebas tera dan tera ulang.

    28. Alat Ukur adalah alat yang diperuntukan atau dipakai bagi pengukuran kuantitas dan kualitas.

    29. Alat Timbang adalah alat yang diperuntukkan atau dipakai bagi pengukuran massa atau penimbangan.

    30. Alat Perlengkapan adalah alat yang diperuntukkan atau dipakai sebagai pelengkap atau tambahan pada alat-alat ukur, takar, timbang yang menentukan hasil pengukuran, penakaran atau penimbangan.

    31. Barang Dalam Keadaan Terbungkus yang selanjutnya disingkat BDKT adalah barang yang ditempatkan dalam bungkusan atau kemasan tertutup yang untuk mempergunakannya harus merusak pembungkusnya atau segel pembungkusnya dan atau barang-barang yang secara nyata tidak dibungkus tetapi penetapan barangnya dinyatakan dalam satu kesatuan ukuran diperlakukan ketentuan-ketentuan sebagaimana yang berlaku atas BDKT.

    32. Tera adalah suatu kegiatan menandai dengan tanda tera sah atau tanda tera batal yang berlaku atau memberikan Keterangan tertulis yang bertada Tera Sah atau tanda Tera Batal yang berlaku, dilakukan oleh Pegawai Berhak berdasarkan hasil pengujian yang dijalankan atas alat-alat UTTP yang belum dipakai, sesuai persyaratan dan atau ketentuan yang berlaku.

    33. Menera adalah suatu hal menandai dengan tanda tera sah atau tanda tera batal yang berlaku atau memberikan keterangan tertulis yang bertada tera sah atau tanda tera batal yang berlaku, dilakukan oleh Pegawai berhak berdasarkan hasil pengujian yang dijalankan atas alat-alat UTTP yang belum dipakai, sesuai persyaratan dan atau ketentuan yang berlaku.

    34. Tera Ulang adalah hal menandai berkala dengan tanda tera sah atau tanda tera batal yang berlaku atau memberikan Keterangan tertulis yang bertanda tera sah atau tanda tera batal yang berlaku, dilakukan, oleh Pegawai Berhak berdasarkan hasil pengujian yang dijalankan atas alat-alat UTTP yang telah di Tera.

    35. Kalibrasi adalah kegiatan untuk menentukan kebenaran konvensional nilai penunjukan alat ukur dan bahan ukur dengan membandingkan dengan standar ukurnya yang mampu telusur ke standar nasional untuk satuan ukuran dan/atau internasional.

    36. Kekayaan Daerah adalah kekayaan yang dimiliki dan/atau dikuasai oleh pemerintah daerah, baik berupa barang bergerak maupun barang tidak bergerak serta fasilitas-fasilitas penunjang lainnya.

    37. Kendaraan Umum adalah kendaraan bermotor yang disediakan untuk dipergunakan oleh umum dan dipungut bayaran.

    38. Kesehatan hewan yang selanjutnya disingkat Keswan adalah segala urusan yang berkaitan dengan perawatan hewan, pengobatan hewan, pelayanan kesehatan hewan, pengendalian dan penanggulangan penyakit hewan, penolakan penyakit, medik reproduksi, medik konservasi, obat hewan dan peralatan kesehatan hewan serta keamanan pakan;

  • 7

    39. Kesehatan Masyarakat Veteriner yang selanjutnya disingat Kesmavet adalah segala urusan yang berhubungan dengan hewan dan produk hewan yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kesehatan manusia.

    40. Trayek adalah lintasan kendaraan bermotor umum untuk pelayanan jasa angkutan yang mempunyai asal dan tujuan perjalanan tetap, serta lintasan tetap, baik berjadwal maupun tidak berjadwal dalam wilayah Daerah.

    41. Mobil Penumpang adalah setiap Kendaraan bermotor yang dilengkapi tempat duduk, tidak termasuk tempat duduk pengemudi, baik dengan maupun tanpa perlengkapan pengangkutan bagasi.

    42. Bus Kecil adalah kendaraan bermotor dengan kapasitas 9 (sembilan) sampai dengan 16 (enam belas) dengan ukuran dan jarak antar tempat duduk normal tidak termasuk tempat duduk pengemudi dengan panjang kendaraan 4-6,5 (empat sampai dengan enam setengah) meter.

    43. Bus Sedang adalah kendaraan bermotor dengan kapasitas 16 (enam belas) sampai dengan 28 (dua puluh delapan) dengan ukuran dan jarak antar tempat duduk normal tidak termasuk tempat duduk pengemudi dengan panjang kendaraan lebih dari 6,5-9 (enam setengah sampai dengan sembilan) meter.

    44. Bus Besar adalah kendaraan bermotor dengan kapasitas lebih dari 28 (dua puluh delapan) dengan ukuran dan jarak antar tempat duduk normal tidak termasuk tempat duduk pengemudi dengan panjang kendaraan lebih dari 9 (sembilan) meter.

    45. Taksi adalah Kendaraan Umum dengan jenis mobil penumpang yang diberi tanda khusus dan dilengkapi dengan Argo Meter.

    46. Angkutan Khusus adalah Kendaraan Bermotor yang disediakan untuk dipergunakan oleh umum untuk mengangkut orang untuk keperluan khusus atau untuk mengangkut barang-barang khusus.

    47. Izin Trayek adalah izin penyelenggaraan angkutan orang dalam trayek.

    48. Izin Operasi adalah izin penyelenggaraan angkutan orang tidak dalam trayek.

    49. Izin Insidentil adalah izin yang dapat diberikan kepada perusahaan angkutan yang telah memiliki izin trayek untuk menggunakan kendaraan bermotor cadangannya menyimpang dari izin trayek yang dimiliki, berlaku untuk 1 (satu) kali perjalanan pulang pergi dan paling lama 14 (empat belas) hari dan tidak dapat diperpanjang.

    50. Usaha Perikanan adalah semua usaha perorangan atau badan hukum untuk menangkap atau membudidayakan ikan termasuk kegiatan menyimpan, mendinginkan, mengangkut atau mengawetkan ikan untuk tujuan komersial.

    51. Usaha Penangkapan Ikan adalah kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau dengan cara apapun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, mengolah atau meng-awetkannya.

    52. Usaha Pengangkutan ikan adalah kegiatan yang khusus melakukan pengumpulan dan atau pengangkutan ikan dengan menggunakan kapal pengangkutan ikan, baik yang dilakukan oleh perusahaan Perikanan maupun oleh Perusahaan bukan Perusahaan Perikanan.

  • 8

    53. Usaha Pembudidayaan Ikan adalah kegiatan untuk memelihara, membesarkan dan atau membiakkan ikan, memanen hasilnya dengan alat atau cara apapun, termasuk kegiatan menyimpan, mendinginkan, mengangkut atau meng-awetkannya untuk tujuan komersial.

    54. Perusahaan Perikanan adalah perusahaan yang melakukan usaha perikanan dan dilakukan oleh warga negara Republik Indonesia atau Badan Hukum Indonesia.

    55. Kapal Penangkap Ikan adalah kapal yang secara khusus dipergunakan untuk menangkap ikan termasuk menampung, menyimpan, mendinginkan atau mengawetkan yang berukuran 10 GT sampai dengan 60 GT.

    56. Kapal Pengangkut Ikan adalah kapal yang secara khusus dipergunakan untuk mengangkut ikan termasuk menampung, menyimpan, mendinginkan atau mengawetkan yang berukuran 10 GT sampai dengan 60 GT.

    57. Surat Izin Usaha Perikanan yang selanjutnya disingkat SIUP adalah Izin tertulis yang harus dimiliki Perusahaan Perikanan untuk melakukan usaha perikanan dengan menggunakan sarana produksi yang tercantum dalam Izin tersebut.

    58. Surat Izin Penangkapan Ikan yang selanjutnya disingkat SIPI adalah Izin tertulis yang harus dimiliki setiap kapal perikanan untuk melakukan penangkapan ikan yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Izin Usaha Perikanan.

    59. Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan yang selanjutnya disingkat SIKPI adalah Izin tertulis yang harus dimiliki setiap kapal perikanan untuk melakukan pengangkutan ikan.

    60. Insentif Pemungutan Retribusi yang selanjutnya disebut Insentif adalah tambahan penghasilan yang diberikan sebagai penghargaan atas kinerja tertentu dalam melaksanakan pemungutan Retribusi.

    61. Kinerja tertentu adalah pencapaian target penerimaan retribusi yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang dijabarkan secara triwulanan dalam Peraturan Gubernur.

    BAB II

    OBJEK DAN GOLONGAN RETRIBUSI

    Pasal 2

    (1) Objek Retribusi Daerah terdiri dari:

    a. Jasa Umum;

    b. Jasa Usaha;dan

    c. Perizinan Tertentu.

    (2) Retribusi yang dikenakan atas jasa umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a digolongkan sebagai Retribusi Jasa Umum.

    (3) Retribusi yang dikenakan atas jasa usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b digolongkan sebagai Retribusi Jasa Usaha.

  • 9

    (4) Retribusi yang dikenakan atas perizinan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c digolongkan sebagai Retribusi Perizinan Tertentu.

    BAB III

    RETRIBUSI JASA UMUM

    Bagian Kesatu

    Jenis Dan Golongan Retribusi

    Pasal 3 Jenis Retribusi Jasa Umum meliputi :

    a. Retribusi Pelayanan Kesehatan;

    b. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta;

    c. Retribusi Pelayanan Tera/Tera Ulang; dan

    d. Retribusi Pelayanan Pendidikan.

    Pasal 4

    Setiap jenis retribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 digolongkan sebagai Retribusi Jasa Umum.

    Bagian Kedua

    Retribusi Pelayanan Kesehatan

    Paragraf 1

    Nama, Objek, dan Subjek

    Pasal 5

    Dengan nama Retribusi Pelayanan Kesehatan dipungut retribusi sebagai pembayaran atas jasa pelayanan kesehatan di RSUD dan BKTK yang disediakan Pemerintah Daerah.

    Pasal 6

    (1) Objek Retribusi Pelayanan Kesehatan adalah pelayanan kesehatan di RSUD Malingping dan BKTK Balaraja yang dimiliki dan atau dikelola oleh Pemerintah Daerah.

    (2) Dikecualikan dari objek Retribusi Pelayanan Kesehatan adalah pelayanan pendaftaran dan pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh Pemerintah, BUMN, BUMD, dan pihak swasta.

    Pasal 7

    Subjek Retribusi Pelayanan Kesehatan adalah orang pribadi atau Badan yang

    menggunakan dan/atau memanfaatkan pelayanan kesehatan di RSUD

    Malingping dan BKTK milik Pemerintah Daerah.

  • 10

    Paragraf 2

    Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa Retribusi Pelayanan Kesehatan

    Pasal 8 Tingkat penggunaan jasa dihitung berdasarkan jenis pelayanan, bahan/peralatan yang digunakan dan frekuensi pelayanan kesehatan.

    Paragraf 3

    Struktur dan Besarnya Tarif Retribusi Pelayanan Kesehatan

    Pasal 9

    Struktur dan besarnya tarif Retribusi Pelayanan Kesehatan di RSUD Malingping dan BKTK sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

    Bagian Ketiga

    Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta

    Nama, Objek dan Subjek

    Paragraf 1

    Pasal 10

    Dengan nama Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta dipungut retribusi atas pelayanan peta yang dibuat oleh Pemerintah Daerah.

    Pasal 11

    Objek Retribusi adalah penyediaan peta yang dibuat oleh Pemerintah Daerah.

    Pasal 12

    Subjek Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan pelayanan penggantian biaya cetak peta yang disediakan oleh Pemerintah Daerah.

    Paragraf 2

    Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta

    Pasal 13

    Tingkat penggunaan jasa Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta dihitung berdasarkan jenis peta, skala, ukuran kertas yang dugunakan.

  • 11

    Paragraf 3

    Struktur dan Besarnya Tarif Retribusi Pelayanan Cetak Peta

    Pasal 14

    Struktur dan besarnya tarif Retribusi Pelayanan Cetak Peta adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

    Bagian Keempat

    Retribusi Pelayanan Tera/Tera Ulang

    Paragraf 1

    Nama, Objek dan Subjek

    Pasal 15

    Dengan nama Retribusi Pelayanan Tera/Tera Ulang dipungut retribusi sebagai pembayaran atas pelayanan pengujian alat UTTP dan BDKT.

    Pasal 16

    (1) Objek Retribusi Pelayanan Tera/Tera Ulang adalah:

    a. pelayanan pengujian alat-alat ukur, takar, timbang, dan perlengkapannya; dan

    b. pengujian barang dalam keadaan terbungkus yang diwajibkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

    (2) Objek retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan apabila Pemerintah Daerah Kab/Kota belum dapat melaksanakan pelayanan tera/tera ulang.

    Pasal 17

    Subjek Retribusi Pelayanan Tera/Tera Ulang adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan atau menikmati Pelayanan Tera/Tera Ulang, pelayanan pengujian alat UTTP dan BDKT yang diwajibkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

    Paragraf 2

    Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa Retribusi Pelayanan Tera/Tera Ulang

    Pasal 18

    Tingkat penggunaan jasa pada Retribusi Pelayanan Tera/Tera Ulang diukur berdasarkan jenis dan frekuensi pemberian jasa pelayanan, serta tingkat kesulitan, karakteristik, jenis, kapasitas alat UTTP atau BDKT, lamanya waktu dan peralatan yang digunakan.

  • 12

    Paragraf 3

    Prinsip Yang Dianut Dalam Penetapan Struktur dan Besarnya Tarif Retribusi Pelayanan Tera/Tera Ulang

    Pasal 19 (1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif Retribusi Pelayanan Tera/Tera

    Ulang ditetapkan dengan memperhatikan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan, kemampuan masyarakat, aspek keadilan, dan efektivitas pengendalian atas pelayanan tersebut.

    (2) Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi biaya operasi dan pemeliharaan, biaya bunga, dan biaya modal.

    (3) Dalam hal penetapan tarif sepenuhnya memperhatikan biaya penyediaan jasa, penetapan tarif hanya untuk menutup sebagian biaya.

    Paragraf 4

    Struktur dan Besarnya Tarif Retribusi Pelayanan Tera/Tera Ulang

    Pasal 20

    Struktur dan besarnya tarif Retribusi Pelayanan Tera/Tera Ulang adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

    Bagian Kelima

    Retribusi Pelayanan Pendidikan

    Paragraf 1

    Nama, Objek dan Subjek

    Pasal 21

    Dengan nama Retribusi Pelayanan Pendidikan dipungut Retribusi sebagai pembayaran atas pelayanan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan teknis oleh Pemerintah Daerah.

    Pasal 22

    (1) Objek Retribusi Pelayanan Pendidikan adalah pelayanan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan teknis oleh Pemerintah Daerah.

    (2) Dikecualikan dari Obyek Retribusi Pelayanan Pendidikan adalah; a. pelayanan pendidikan dasar dan menengah yang diselenggarakan oleh

    Pemerintah Daerah; b. pendidikan/pelatihan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, BUMN,

    BUMD dan pihak swasta;

    Pasal 23

    Subjek Retribusi Pelayanan Pendidikan adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan/menikmati pelayanan jasa pendidikan dan pelatihan tekhnis dari Pemerintah Daerah.

  • 13

    Paragraf 2

    Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa Retribusi Pelayanan Pendidikan

    Pasal 24

    Tingkat Penggunaan Jasa Pelayanan Pendidikan diukur berdasarkan frekuensi, jenis dan jangka waktu pelayanan pendidikan dan pelatihan.

    Paragraf 3

    Struktur dan Besarnya Tarif Retribusi Pelayanan Pendidikan

    Pasal 25

    Struktur dan besarnya tarif Retribusi Pelayanan Pendidikan sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

    Bagian Keenam

    Prinsip Yang Dianut Dalam Penetapan Struktur dan Besarnya tarif Retribusi Jasa Umum

    Pasal 26

    (1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif Retribusi Jasa Umum ditetapkan dengan memperhatikan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan, kemampuan masyarakat, aspek keadilan, dan efektivitas pengendalian atas pelayanan tersebut.

    (2) Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi biaya operasi dan pemeliharaan, biaya bunga, dan biaya modal.

    (3) Dalam hal penetapan tarif sepenuhnya memperhatikan biaya penyediaan jasa, penetapan tarif hanya untuk menutup sebagian biaya.

    BAB IV

    RETRIBUSI JASA USAHA

    Bagian Kesatu

    Jenis Dan Golongan Retribusi

    Pasal 27

    Jenis Retribusi Jasa Usaha meliputi:

    a. Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah;

    b. Retribusi Pelayanan Kepelabuhanan;

    c. Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah.

  • 14

    Pasal 28

    Setiap jenis retribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 digolongkan sebagai

    Retribusi Jasa Usaha.

    Bagian Kedua

    Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah

    Paragraf 1

    Nama, Objek dan Subjek

    Pasal 29

    Dengan nama Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah, dipungut retribusi sebagai pembayaran atas penggunaan jasa dan/atau pemakaian kekayaan Daerah.

    Pasal 30

    (1) Objek Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah meliputi:

    a. gedung perkantoran/ruang serba guna/aula, wisma/asrama, dan sarana olah raga;

    b. bus Pemerintah Daerah;

    c. alat berat;

    d. pemanfaatan tanah milik Pemerintah Daerah;

    e. tempat penitipan barang, mobil derek dan alat bongkar muat;

    f. laboratorium:

    1. Pengujian bahan dan bangunan;

    2. Analisa kualitas air;

    3. Keswan dan Kesmavet;

    4. Pengujian mutu komoditi hasil perikanan;

    5. Pemeriksaan dan pengujian mutu benih;

    6. Lingkungan hidup.

    (2) Dikecualikan dari objek Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), yaitu :

    a. penggunaan tanah yang tidak mengubah fungsi dari tanah.

    b. pemakaian kekayaan daerah untuk pelayanan umum.

    Pasal 31

    Subjek Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan dan/atau memakai kekayaan daerah yang dimiliki Pemerintah Daerah.

    Paragraf 2

    Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa

    Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah

    Pasal 32

    Tingkat penggunaan jasa pada Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah diukur berdasarkan jenis, lokasi, luas dan jangka waktu pemakaian kekayaan daerah.

  • 15

    Paragraf 3

    Struktur dan Besarnya Tarif Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah

    Pasal 33

    Struktur dan besarnya tarif Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah sebagaimana tercantum dalam Lampiran V, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

    Bagian Ketiga

    Retribusi Pelayanan Kepelabuhanan

    Paragraf 1

    Nama, Objek dan Subjek Retribusi

    Pasal 34

    Dengan nama Retribusi Pelayanan Kepelabuhanan dipungut retribusi atas pelayanan jasa kepelabuhanan, termasuk fasilitas lainnya dilingkungan pelabuhanan yang disediakan, dimiliki dan/atau dikelola oleh Pemerintah Daerah.

    Pasal 35

    (1) Objek Retribusi Pelayanan Kepelabuhanan adalah pelayanan jasa

    kepelabuhanan, termasuk fasilitas lainnya di lingkungan kepelabuhanan yang

    disediakan, dimiliki dan/atau dikelola oleh Pemerintah Daerah;

    (2) Dikecualikan dari objek Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah

    pelayanan jasa kepelabuhanan yang disediakan, dimiliki dan/atau dikelola

    oleh Pemerintah, BUMN, BUMD, dan pihak swasta.

    Pasal 36

    Subjek Retribusi Pelayanan Kepelabuhanan adalah orang pribadi atau badan yang

    menggunakan atau menikmati pelayanan kepelabuhanan yang disediakan,

    dimiliki dan/atau dikelola oleh Pemerintah Daerah.

    Paragraf 2

    Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa

    Retribusi Pelayanan Kepelabuhanan

    Pasal 37

    Tingkat Penggunaan Jasa Retribusi Pelayanan Kepelabuhanan diukur dari

    pemakaian atau pemanfaatan fasilitasi yang disediakan di pelabuhan yang

    dihitung berdasarkan jenis, kapasitas atau jumlah dan lamanya pemakaian.

  • 16

    Paragraf 3

    Struktur dan Besarnya Tarif Retribusi Pelayanan Kepelabuhanan

    Pasal 38

    Struktur dan besarnya tarif Retribusi Pelayanan Kepelabuhanan sebagaimana tercantum dalam lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

    Bagian Keempat

    Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah

    Paragraf 1

    Nama, Objek dan Subjek

    Pasal 39

    Dengan nama Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah, dipungut retribusi atas penjualan hasil produksi usaha Pemerintah Daerah.

    Pasal 40

    (1) Objek Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah adalah penjualan hasil produksi usaha Pemerintah Daerah.

    (2) Dikecualikan dari objek Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu penjualan produksi oleh Pemerintah, BUMN, BUMD, dan pihak swasta.

    Pasal 41

    Subjek Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah adalah orang pribadi dan/atau Badan yang memperoleh produksi usaha daerah.

    Paragraf 2

    Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa

    Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah

    Pasal 42 Tingkat penggunaan jasa Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah diukur berdasarkan jenis, jumlah dan ukuran produksi usaha daerah.

    Paragraf 3

    Struktur dan Besarnya Tarif Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah

    Pasal 43

    Struktur dan besarnya tarif Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

  • 17

    Bagian Kelima

    Prinsip Yang Dianut Dalam Penetapan Struktur dan Besarnya tarif Retribusi Jasa Usaha

    Pasal 44

    (1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan besarnya tarif retribusi jasa usaha didasarkan pada tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak.

    (2) Keuntungan yang layak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah keuntungan yang diperoleh apabila pelayanan jasa usaha tersebut dilakukan secara efesien dan berorientasi pada harga pasar.

    BAB V

    RETRIBUSI PERIZINAN TERTENTU

    Bagian Kesatu

    Jenis dan Golongan Rertibusi

    Pasal 45 Jenis Retribusi Perizinan Tertentu meliputi:

    a. Retribusi Izin Trayek; dan

    b. Retribusi Izin Usaha Perikanan.

    Pasal 46

    Setiap jenis Retribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 digolongkan sebagai

    Retribusi Perizinan Tertentu.

    Bagian Kedua

    Retribusi Izin Trayek

    Paragraf 1

    Nama, Objek dan Subjek

    Pasal 47

    Dengan nama Retribusi Izin Trayek, dipungut retribusi sebagai pemberian izin kepada orang pribadi atau badan untuk menyediakan pelayanan angkutan penumpang umum pada suatu atau beberapa trayek tertentu dalam wilayah daerah.

    Pasal 48

    Objek Retribusi Izin Trayek adalah pemberian izin trayek untuk menyediakan pelayanan angkutan penumpang umum pada suatu atau beberapa trayek tertentu.

    Pasal 49

    Subjek Retribusi Izin Trayek adalah orang pribadi atau Badan yang memperoleh izin trayek dari Pemerintah Daerah.

  • 18

    Paragraf 2

    Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa

    Retribusi Izin Trayek

    Pasal 50

    Tingkat penggunaan jasa Retribusi Izin Trayek diukur berdasarkan jumlah izin yang diberikan, jenis kendaraan dan jumlah tempat duduk.

    Paragraf 3

    Struktur dan Besarnya Tarif Retribusi Izin Trayek

    Pasal 51

    Struktur dan besarnya tarif Retribusi Izin Trayek sebagaimana tercantum dalam Lampiran VIII, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

    Bagian Ketiga

    Retribusi Izin Usaha Perikanan

    Paragraf 1

    Nama, Objek dan Subjek

    Pasal 52 Dengan nama Retribusi Izin Usaha Perikanan dipungut retribusi sebagai pembayaran atas pelayanan pemberian izin kepada orang pribadi atau Badan yang melakukan kegiatan usaha penangkapann dan pembudidayaan.

    Pasal 53

    (1) Objek Retribusi Izin Usaha Perikanan adalah setiap pemberian izin untuk melakukan kegiatan usaha penangkapan dan pembudidayaan ikan, meliputi:

    a. Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP).

    b. Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI).

    c. Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI).

    (2) Tidak termasuk objek retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah usaha/kegiatan dibidang perikanan yang tidak wajib izin berdasarkan peraturan perundang-undangan disektor perikanan.

    Pasal 54

    Subyek Retribusi Izin Usaha Perikanan adalah orang pribadi atau Badan yang memperoleh izin usaha penangkapan dan pembudidayaan ikan.

  • 19

    Paragraf 2

    Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa

    Retribusi Izin Usaha Perikanan

    Pasal 55

    Tingkat penggunaan jasa diukur berdasarkan volume kegiatan, jenis alat tangkap dan luas areal pembudidayaan ikan.

    Paragraf 3

    Struktur dan Besarnya Tarif Retribusi Izin Usaha Perikanan

    Pasal 56

    Struktur dan besarnya tarif Retribusi Izin Usaha Perikanan, tercantum dalam

    Lampiran IX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

    Bagian Keempat

    Prinsip Yang Dianut Dalam Penetapan Struktur Dan Besarnya Tarif Retribusi Perijinan Tertentu

    Pasal 57

    (1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi perijinan tertentu didasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan pemberian izin.

    (2) Biaya penyelenggaraan pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penerbitan dokumen izin, pengawasan dan pengendalian kegiatan usaha secara terus menerus dilapangan, penegakan hukum, penatausahaan dan biaya dampak negatif dari pemberian izin.

    BAB VI

    WAJIB RETRIBUSI

    Pasal 58

    Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau Badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi, termasuk pemungut atau pemotong retribusi.

    BAB VII

    WILAYAH PEMUNGUTAN

    Pasal 59

    Retribusi dipungut di wilayah Daerah atau ditempat pelayanan diberikan.

  • 20

    BAB VIII

    PENENTUAN PEMBAYARAN, TEMPAT PEMBAYARAN, ANGSURAN DAN

    PENUNDAAN PEMBAYARAN

    Pasal 60 (1) Pemungutan retribusi tidak dapat di borongkan.

    (2) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.

    (3) Dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa karcis, kupon dan kartu langganan.

    (4) Hasil pemungutan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disetor secara bruto ke kas daerah.

    Pasal 61

    (1) Pembayaran retribusi yang terutang harus dilakukan secara tunai/lunas.

    (2) Pembayaran retribusi terhutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari kerja sejak diterbitkannya SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.

    (3) Tata cara pembayaran, penentuan tempat pembayaran, angsuran dan penundaan pembayaran retribusi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur.

    BAB IX

    SANKSI ADMINISTRATIF

    Pasal 62 Dalam hal Wajib Retribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar, dikenakan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) setiap bulan dari retribusi yang terutang yang tidak atau kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakan STRD.

    BAB X

    PENAGIHAN

    Pasal 63

    (1) Penagihan retribusi terutang yang tidak atau kurang bayar dilakukan dengan menggunakan STRD.

    (2) Penagihan retribusi terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didahului dengan surat terguran.

    (3) Pengeluaran Surat Teguran/Peringatan/Surat lain yang sejenis sebagai tindakan awal pelaksanaan penagihan retribusi dikeluarkan setelah 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal jatuh tempo pembayaran.

    (4) Dalam jangka waktu 15 (lima belas) hari kerja setelah tanggal Surat Teguran/Peringatan/Surat lain yang sejenis, wajib retribusi harus melunasi retribusi yang teruntang.

  • 21

    (5) Surat teguran/peringatan/surat lain yang sejenis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan oleh pejabat yang ditunjuk.

    (6) Tata cara penagihan dan penerbitan surat teguran/peringatan/surat lain yang sejenis diatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur.

    BAB XI

    PENGHAPUSAN PIUTANG RETRIBUSI YANG KEDALUWARSA

    Pasal 64

    (1) Hak untuk melakukan penagihan retribusi menjadi kedaluwarsa setelah melampaui waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat terutangnya retribusi, kecuali jika Wajib Retribusi melakukan tindak pidana di bidang Retribusi.

    (2) Kedaluwarsa penagihan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh jika:

    a. diterbitkan Surat Teguran; atau

    b. ada pengakuan utang Retribusi dari Wajib Retribusi, baik langsung maupun tidak langsung.

    (3) Dalam hal diterbitkan Surat Teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, kedaluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal diterimanya Surat Teguran tersebut.

    (4) Pengakuan utang retribusi secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b adalah Wajib Retribusi dengan kesadarannya menyatakan masih mempunyai utang Retribusi dan belum melunasinya kepada Pemerintah Daerah.

    (5) Pengakuan utang retribusi secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat diketahui dari pengajuan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran dan permohonan keberatan oleh Wajib Retribusi.

    Pasal 65

    (1) Piutang retribusi yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan penagihan sudah kadaluwarsa dapat dihapuskan.

    (2) Gubernur menetapkan Keputusan Penghapusan Piutang Retribusi Daerah yang sudah kadaluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

    (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penghapusan piutang retribusi yang sudah kadaluwarsa diatur dengan Peraturan Gubernur.

    BAB XII

    KEBERATAN

    Pasal 66

    (1) Wajib Retribusi tertentu dapat mengajukan keberatan kepada Gubernur atau

    pejabat yang ditunjuk atas SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.

    (2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan disertai alasan-alasan yang jelas.

  • 22

    (3) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal SKRD diterbitkan, kecuali jika Wajib Retribusi tertentu dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya.

    (4) Keadaan di luar kekuasaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah suatu keadaan yang terjadi di luar kehendak atau kekuasaan Wajib Retribusi.

    (5) Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar Retribusi dan pelaksanaan penagihan Retribusi.

    Pasal 67

    (1) Gubernur dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal surat keberatan diterima harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan dengan menerbitkan surat keputusan keberatan.

    (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah untuk memberikan kepastian hukum bagi Wajib Retribusi, bahwa keberatan yang diajukan harus diberi keputusan oleh Gubernur.

    (3) Keputusan Gubernur atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah besarnya retribusi yang terutang.

    (4) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat dan Gubernur tidak memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan.

    Pasal 68

    (1) Jika pengajuan keberatan dikabulkan sebagian atau seluruhnya, kelebihan

    pembayaran Retribusi dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar

    2% (dua persen) sebulan untuk paling lama 12 (dua belas) bulan.

    (2) Imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sejak bulan

    pelunasan sampai dengan diterbitkannya SKRDLB.

    BAB XIII

    PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN

    Pasal 69 (1) Atas kelebihan pembayaran retribusi, Wajib Retribusi dapat mengajukan

    permohonan pengembalian kepada Gubernur.

    (2) Gubernur dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan, sejak diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memberikan keputusan.

    (3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah dilampaui dan Gubernur tidak memberikan suatu keputusan, permohonan pengembalian pembayaran retribusi dianggap dikabulkan dan SKRDLB harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan.

  • 23

    (4) Apabila Wajib Retribusi mempunyai utang Retribusi lainnya, kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang retribusi tersebut.

    (5) Pengembalian kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKRDLB.

    (6) Jika pengembalian kelebihan pembayaran retribusi dilakukan setelah lewat 2 (dua) bulan, Gubernur memberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan pembayaran retribusi.

    (7) Tata cara pengembalian kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Gubernur.

    BAB XIV

    TATA CARA PENGURANGAN DAN PEMBEBASAN RETRIBUSI

    Pasal 70

    (1) Gubernur dapat memberikan pengurangan atau pembebasan retribusi.

    (2) Pemberian pengurangan dan pembebasan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan memperhatikan permohonan dari Wajib Retribusi sebagai akibat adanya kesalahan hitung dan atau kekeliruan penerapan biaya pelayanan.

    (3) Pembebasan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada perusahaan yang tertimpa bencana alam, kerusakan fatal akibat adanya kerusuhan massal atau perusahaan yang mengalami kerugian yang dapat dibuktikan.

    (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengurangan dan pembebasan retribusi diatur dengan Peraturan Gubernur.

    BAB XV

    PEMERIKSAAN

    Pasal 71 (1) Gubernur berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan

    pemenuhan kewajiban retribusi dalam rangka melaksanakan Peraturan Perundang-Undangan tentang Retribusi Daerah.

    (2) Wajib Retribusi yang diperiksa wajib:

    a. memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan objek retribusi yang terutang;

    b. memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang dianggap perlu dan memberikan bantuan guna kelancaran pemeriksaan; dan/atau;

    c. memberikan keterangan yang diperlukan.

  • 24

    (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemeriksaan retribusi diatur dengan Peraturan Gubernur.

    BAB XVI

    KETENTUAN KHUSUS

    Pasal 72

    (1) Tarif retribusi ditinjau kembali paling lama 3 (tiga) tahun sekali.

    (2) Peninjauan tarif retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan indeks harga dan perkembangan perekonomian.

    (3) Penetapan tarif retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Gubernur.

    BAB XVII

    INSENTIF PEMUNGUTAN

    Pasal 73

    (1) SKPD yang melaksanakan pemungutan retribusi diberi insentif atas dasar pencapaian kinerja tertentu.

    (2) Pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

    (3) Tata cara pemberian dan pemanfaatan insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur.

    BAB XVIII

    PENYIDIKAN

    Pasal 74

    (1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi

    wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak

    pidana di bidang Retribusi Daerah, sebagaimana dimaksud dalam Undang-

    Undang Hukum Acara Pidana.

    (2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

    (3) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:

    a. menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang Retribusi Daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas;

    b. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau Badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana Retribusi Daerah;

  • 25

    c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau Badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang Retribusi Daerah;

    d. memeriksa buku, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang Retribusi Daerah;

    e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;

    f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang Retribusi Daerah;

    g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang, benda, dan/atau dokumen yang dibawa;

    h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana Retribusi Daerah;

    i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

    j. menghentikan penyidikan; dan/atau;

    k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang Retribusi Dearah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

    (4) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

    BAB XIX

    KETENTUAN PIDANA

    Pasal 75

    (1) Wajib Retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan keuangan Daerah diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau pidana denda paling banyak 3 (tiga) kali jumlah retribusi terutang yang tidak atau kurang dibayar.

    (2) Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penerimaan negara.

    BAB XX

    KETENTUAN PERALIHAN

    Pasal 76

    Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, retribusi yang masih terutang berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Banten yaitu:

    a. Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 45 Tahun 2002 tentang Pengujian Alat Ukur, Takar, Timbang dan Perlengkapannya dan Barang dalam Keadaan Terbungkus (Lembaran Daerah Provinsi Banten Tahun 2002 Nomor 73 Seri C);

  • 26

    b. Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 48 Tahun 2002 tentang Pelayanan Kesehatan pada Balai Kesehatan Tenaga Kerja ((Lembaran Daerah Provinsi Banten Tahun 2002 Nomor 73 Seri C);

    c. Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 6 Tahun 2004 tentang Ijin Usaha Perikanan ( Lembaran Daerah Provinsi Banten Tahun 2004 Nomor 25, Seri C);

    d. Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2005 Tentang Retribusi Pengujian Mutu Komiditi Hasil Perikanan (Lembaran Daerah Provinsi Banten Tahun 2005 Nomor 43, Seri C);

    e. Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Retribusi Penyelenggaraan Perhubungan (Lembaran Daerah Provinsi Banten Tahun 2008 Nomor 7 Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Banten Nomor 14);

    f. Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2008 Tentang Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah (Lembaran Daerah Provinsi Banten Tahun 2008 Nomor 8 Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Banten Nomor 15 );

    g. Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2008 Tentang Retribusi Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan Dan Hortikultura (Lembaran Daerah Provinsi Banten Tahun 2008 Nomor 9, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Banten Nomor 16);

    h. Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2008 Tentang Retribusi Pelayanan Kesehatan RSUD Malingping (Lembaran Daerah Provinsi Banten Tahun 2008 Nomor 13,Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Banten Nomor 17 );

    sepanjang tidak diatur dalam Peraturan Daerah ini masih tetap dapat ditagih selama jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak saat terutang.

    BAB XXI

    KETENTUAN PENUTUP

    Pasal 77

    Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, semua peraturan yang mengatur mengenai pelaksanaannya dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah ini.

    Pasal 78

    Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku:

    a. Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pengujian Hasil Hutan Kayu (Lembaran Daerah Provinsi Banten Tahun 2002 Nomor 70 Seri C);

    b. Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 45 Tahun 2002 tentang Pengujian Alat Ukur, Takar, Timbang dan Perlengkapannya dan Barang dalam Keadaan Terbungkus (Lembaran Daerah Provinsi Banten Tahun 2002 Nomor 73 Seri C);

    c. Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 48 Tahun 2002 tentang Pelayanan Kesehatan pada Balai Kesehatan Tenaga Kerja ((Lembaran Daerah Provinsi Banten Tahun 2002 Nomor 73 Seri C);

    d. Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 6 Tahun 2004 tentang Ijin Usaha Perikanan ( Lembaran Daerah Provinsi Banten Tahun 2004 Nomor 25, Seri C);

  • 27

    e. Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2005 Tentang Retribusi Pengujian Mutu Komiditi Hasil Perikanan (Lembaran Daerah Provinsi Banten Tahun 2005 Nomor 43, Seri C);

    f. Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Retribusi Penyelenggaraan Perhubungan (Lembaran Daerah Provinsi Banten Tahun 2008 Nomor 7 Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Banten Nomor 14);

    g. Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2008 Tentang Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah (Lembaran Daerah Provinsi Banten Tahun 2008 Nomor 8 Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Banten Nomor 15 );

    h. Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2008 Tentang Retribusi Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan Dan Hortikultura (Lembaran Daerah Provinsi Banten Tahun 2008 Nomor 9, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Banten Nomor 16);

    i. Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2008 Tentang Retribusi Pelayanan Kesehatan RSUD Malingping (Lembaran Daerah Provinsi Banten Tahun 2008 Nomor 13,Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Banten Nomor 17 ).

    dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

    Pasal 79

    Peraturan pelaksanaan atas Peraturan Daerah ini ditetapkan paling lambat 6

    (enam) bulan sejak Peraturan Daerah ini diundangkan.

    Pasal 80

    Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

    Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Banten.

    Ditetapkan di Serang pada tanggal 20 Desember 2011

    GUBERNUR BANTEN,

    ttd

    RATU ATUT CHOSIYAH

    Diundangkan di Serang pada tanggal 21 Desember 2011

    SEKRETARIS DAERAH PROVINSI BANTEN,

    ttd

    MUHADI

    LEMBARAN DAERAH PROVINSI BANTEN TAHUN 2011 NOMOR 9

  • 28

    PENJELASAN

    ATAS

    PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN

    NOMOR 9 TAHUN 2011

    TENTANG

    RETRIBUSI DAERAH

    I. UMUM

    Berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, Pemerintah Daerah diberikan kewenangan yang lebih luas untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan dan memberikan pelayanan kepada masyarakat. Untuk menjalankan urusan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat, Pemerintah Daerah dengan semangat otonomi telah menerbitkan berbagai kebijakan khususnya kebijakan yang mendasari pemungutan dalam rangka membiayai penyelenggaraan urusan dan pelayanan kepada masyarakat. Semangat dimaksud menegaskan bahwa Pemerintah Daerah dalam rangka meningkatkan akuntabilitas penyelenggaraan otonomi Daerah, seharusnya diberi kewenangan yang lebih besar dalam Retribusi, namun demikian pemberian kewenangan yang lebih besar tersebut, tidak boleh menyebabkan ekonomi biaya tinggi dan/atau menghambat mobilitas penduduk, lalulintas barang dan jasa antardaerah dan kegiatan ekspor impor.

    Selama ini penyelenggaraan Retribusi Daerah diatur dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000. Terkait dengan Retribusi Daerah, Undang-Undang tersebut hanya mengatur prinsip-prinsip dalam menetapkan jenis yang dapat dipungut Daerah. Baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota diberi kewenangan untuk menetapkan jenis retribusi selain yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah. Ada 27 (dua puluh tujuh) jenis Retribusi Daerah yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah berdasarkan undang-undang dimaksud.

    Hasil penerimaan pungutan Daerah, baik pajak maupun retribusi, diakui belum memadai dan memiliki peranan yang relatif kecil. Sebagai contoh kontribusi retribusi setiap tahunnya berkisar antara 0,58 0,83 % terhadap Pendapatan Asli Daerah dalam struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Kondisi tersebut lebih parah terjadi di Kabupaten/Kota. Oleh karena itu, sebagian besar pengeluaran APBD Kabupaten/Kota dibiayai dana alokasi dari Pemerintah.

    Dana alokasi yang digulirkan Pemerintah tidak sepenuhnya dapat diharapkan dapat menutupi seluruh kebutuhan pengeluaran Daerah. Untuk meminimalisasi tingginya ketergantungan Daerah akan dana alokasi dari Pemerintah, telah mendorong Pemerintah Daerah untuk mengadakan pungutan Retribusi baru yang bertentangan dengan kriteria yang ditetapkan dalam undang-undang.

    Oleh karena itu, pemberian peluang untuk mengenakan pungutan baru yang semula diharapkan dapat meningkatkan penerimaan Daerah, dalam kenyataannya tidak banyak diharapkan dapat menutupi kekurangan kebutuhan pengeluaran tersebut, justru malah sebaliknya mengakibatkan

  • 29

    ekonomi biaya tinggi karena tumpang tindih dengan pungutan Pemerintah dan merintangi arus barang dan jasa antardaerah.

    Terbitnya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah membawa perubahan, termasuk didalamnya perluasan beberapa objek Retribusi dan penambahan jenis Retribusi. Terdapat 4 (empat) Retribusi baru bagi Daerah yaitu, Retribusi Pelayanan Tera/Tera Ulang, Retribusi Pelayanan Pendidikan dan Pelatihan, dan Retribusi Izin Usaha Perikanan. Berdasarkan hal tersebut, jenis Retribusi yang dapat dipungut Daerah hanya yang ditetapkan dalam undang-undang. Namun demikian berdasarkan Peraturan Pemerintah, penambahan jenis retribusi selain yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 masih diberi peluang, sepanjang memenuhi kriteria yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009. Penambahan jenis Retribusi dimaksudkan untuk mengantisipasi penyerahan fungsi pelayanan dan perizinan dari Pemerintah kepada Daerah yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.

    Setiap Peraturan Daerah tentang Retribusi Daerah sebelum dilaksanakan harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Pemerintah. Selain itu, Daerah yang menetapkan kebijakan di bidang Retribusi Daerah tetapi melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang hierarkinya lebih tinggi, akan dikenakan sanksi berupa penundaan dan/atau pemotongan dana alokasi umum dan/atau dana bagi hasil atau restitusi.

    Dalam hal pencapaian efisiensi dan efektivitas, perubahan yang ditegaskan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, ditandai dengan penggabungan seluruh peraturan perundang-undangan yang melingkupi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang dijadikan dalam satu perundang-undangan, yaitu Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009.

    Hal tersebut telah dijadikan dasar untuk menyusun Peraturan Daerah Provinsi Banten tentang Retribusi Daerah menjadi satu Peraturan Daerah. Dengan demikian Peraturan Daerah Provinsi Banten tentang Retribusi Daerah diharapkan dapat mendorong terjadinya efisiensi dan efektivitas dalam proses pembuatan maupun dalam penyelenggaraannya.

    Dengan diberlakukannya Peraturan Daerah Provinsi Banten tentang Retribusi Daerah, kemampuan Pemerintah Daerah untuk membiayai sebagian kebutuhan pengeluarannya semakin besar karena adanya peningkatan basis Retribusi, disisi lain, dengan tidak memberikan kewenangan kepada Daerah untuk menetapkan jenis retribusi baru, akan memberikan kepastian bagi masyarakat dan dunia usaha, yang pada gilirannya diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat dalam memenuhi kewajibannya.

    II. PASAL DEMI PASAL

    Pasal 1

    Istilah yang dirumuskan dalam Pasal ini dimaksudkan agar terdapat

    keseragaman pengertian dalam Peraturan Daerah ini.

  • 30

    Pasal 2

    Cukup jelas

    Pasal 3

    Cukup jelas

    Pasal 4

    Yang dimaksud dengan Retribusi Jasa Umum adalah Retribusi yang dikenakan atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau Badan

    Pasal 5

    Cukup jelas

    Pasal 6

    Ayat (1)

    Yang dimaksud dengan Rumah Sakit dan Balai yaitu Rumah Sakit dan Balai milik Pemerintah Daerah.

    Ayat (2)

    Cukup jelas

    Pasal 7

    Cukup jelas

    Pasal 8

    Cukup jelas

    Pasal 9

    Cukup jelas

    Pasal 10

    Cukup jelas

    Pasal 11

    Cukup jelas

    Pasal 12

    Cukup jelas

    Pasal 13

    Cukup jelas

    Pasal 14

    Cukup jelas

    Pasal 15

    Cukup jelas

    Pasal 16

    Cukup jelas

  • 31

    Pasal 17

    Cukup jelas

    Pasal 18

    Cukup jelas

    Pasal 19

    Cukup jelas

    Pasal 20

    Cukup jelas

    Pasal 21

    Cukup jelas

    Pasal 22

    Cukup jelas

    Pasal 23

    Yang dikenakan retribusi adalah peserta diluar aparatur Pemerintah Daerah.

    Pasal 24

    Cukup jelas

    Pasal 25

    Cukup jelas

    Pasal 26

    Cukup jelas

    Pasal 27

    Cukup jelas

    Pasal 28

    Yang dimaksud dengan Retribusi Jasa Usaha adalah Retribusi yang dikenakan atas jasa yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip-prinsip komersial, karena pada dasarnya dapat disediakan oleh sektor swasta.

    Pasal 29

    Yang dimaksud dengan Jasa Kekayaan Daerah berupa lahan, bangunan, alat-alat laboratorium, kendaraan dan fasilitas lain milik Pemerintah Provinsi Banten yang dikuasai oleh SKPD, sepanjang belum dimanfaatkan dalam melaksanakan tugas pokoknya, dapat dioptimalkan pendayagunaannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pengelolaan Barang Milik Daerah.

    Pasal 30

    Ayat (1)

    Cukup jelas

  • 32

    Ayat (2)

    Huruf a

    Yang dimaksud dengan penggunaan tanah yang tidak mengubah fungsi dari tanah antara lain pemancangan tiang listrik/telepon atau penanaman/pembentangan kabel listrik/telepon di tepi jalan umum.

    Huruf b

    Cukup jelas

    Pasal 31

    Cukup jelas

    Pasal 32

    Cukup jelas

    Pasal 33

    Cukup jelas

    Pasal 34

    Yang dimaksud dengan Retribusi Pelayanan Kepelabuhanan meliputi segala sesuatu yang berkaitan dengan kegiatan penyelenggaraan pelabuhan dan kegiatan lainnya dalam melaksanakan fungsi pelabuhan untuk menunjang kelancaran, keamanan dan ketertiban arus lalu lintas kapal, penumpang dan/atau barang, keselamatan berlayar, serta tempat perpindahan intra dan/atau antar moda.

    Pasal 35

    Ayat (1)

    Yang dimaksud dengan termasuk fasilitas lainnya adalah Cold Storage Pendingin dan pabrik es.

    Ayat (2)

    Cukup jelas

    Pasal 36

    Cukup jelas

    Pasal 37

    Cukup jelas

    Pasal 38

    Cukup jelas

    Pasal 39

    Cukup jelas

    Pasal 40

    Ayat (1)

    Yang dimaksud dengan hasil produksi usaha Pemerintah Daerah antara lain bibit atau benih tanaman, bibit ternak dan bibit atau benih ikan.

  • 33

    Ayat (2)

    Cukup jelas

    Pasal 41

    Cukup jelas

    Pasal 42

    Cukup jelas

    Pasal 43

    Cukup jelas

    Pasal 44

    Cukup jelas

    Pasal 45

    Yang dimaksud dengan Retribusi Perizinan Tertentu adalah Retribusi yang dikenakan atas kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau Badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan ruang serta penggunaan sumberdaya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.

    Huruf a

    Yang dimaksud dengan Izin Trayek yaitu izin yang diberikan untuk pelayanan pengangkutan orang dengan kendaraan umum dalam trayek tetap dan teratur, misalnya bis reguler AKDP. Selain itu termasuk didalamnya izin yang diberikan untuk pelayanan angkutan orang dengan kendaraan umum tidak dalam trayek, misalnya taksi.

    Huruf b

    Cukup jelas

    Pasal 46

    Cukup jelas

    Pasal 47

    Cukup jelas

    Pasal 48

    Cukup jelas

    Pasal 49

    Cukup jelas

    Pasal 50

    Cukup jelas

    Pasal 51

    Cukup jelas

  • 34

    Pasal 52

    Cukup jelas

    Pasal 53

    Cukup jelas

    Pasal 54

    Cukup jelas

    Pasal 55

    Cukup jelas

    Pasal 56

    Cukup jelas

    Pasal 57

    Cukup jelas

    Pasal 58

    Cukup jelas

    Pasal 59

    Cukup jelas

    Pasal 60

    Cukup jelas

    Pasal 61

    Cukup jelas

    Pasal 62

    Cukup jelas

    Pasal 63

    Cukup jelas

    Pasal 64

    Ayat (1)

    Saat kedaluwarsa penagihan Retribusi perlu ditetapkan untuk memberikan kepastian hukum kapan utang Retribusi tersebut tidak dapat ditagih lagi.

    Ayat (2)

    Cukup jelas

    Ayat (3)

    Cukup jelas

    Ayat (4)

    Yang dimaksud dengan pengakuan utang Retribusi secara langsung adalah Wajib Retribusi dengan kesadarannya menyatakan masih mempunyai utang Retribusi dan belum melunasinya.

  • 35

    Ayat (5)

    Yang dimaksud dengan pengakuan utang Retribusi secara tidak langsung adalah Wajib Retribusi tidak secara nyata langsung menyatakan bahwa Wajib Retribusi mengakui mempunyai utang Retribusi.

    Pasal 65

    Cukup jelas

    Pasal 66

    Cukup jelas

    Pasal 67

    Cukup jelas

    Pasal 68

    Cukup jelas

    Pasal 69

    Cukup jelas

    Pasal 70

    Cukup jelas

    Pasal 71

    Cukup jelas

    Pasal 72

    Cukup jelas

    Pasal 73

    Cukup jelas

    Pasal 74

    Cukup jelas

    Pasal 75

    Cukup jelas

    Pasal 76

    Cukup jelas

    Pasal 77

    Cukup jelas

    Pasal 78

    Cukup jelas

    Pasal 79

    Cukup jelas

    Pasal 80

    Cukup jelas

    TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 37

  • 36

    Lampiran I Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor : 9 Tahun 2011 Tanggal : 20 Desember 2011

    TARIF PELAYANAN KESEHATAN

    I. RUMAH SAKIT UMUM DAERAH MALINGPING A. BUKU/MAP STATUS

    NO JENIS PELAYANAN TARIF (Rp) KET

    1 2 3 4

    1 Pasien Baru Rawat Jalan 2000

    2 Pasien Lama Rawat Jalan 500

    3 Pasien Baru Rawat inap 8000

    B. RAWAT JALAN

    NO JENIS PELAYANAN

    KOMPONEN TARIF (Rp) TOTAL

    (Rp) JASA JASA

    SARANA PELAYANAN

    1 2 3 4 5

    Poliklinik Umum

    1

    1.1.1 Pemeriksaan Dokter Umum / Dokter Gigi 2.500 2.500 5.000

    2 1.1.2 Pemberian Obat Suntik 2.000 2.000 4.000

    Poliklinik Spesialis

    1

    1.2.1 Pemeriksaan Doketr Spesialis Tanpa Rujukan PKM 30.000 30.000 60.000

    2 1.2.2 Pemeriksaan Dokter Spesialis dengan Rujukan PKM 20.000 20.000 40.000

    3 1.2.3 Konsultasi antar Dokter Spesialis 20.000 20.000 40.000

    C. PENGUJIAN/PEMERIKSANAAN KESEHATAN

    NO JENIS PELAYANAN

    KOMPONEN TARIF (Rp)

    TOTAL (Rp)

    JASA JASA

    SARANA PELAYANAN

    1 2 3 4 5

    1 Pemeriksaan Anak Sekolah 5.000 5.000 10.000

    2 Pemeriksaan Capeg PNS Gol II 10.000 10.000 20.000

    3 Pemeriksaan Untuk Bekerja / Calon Pejabat / SIM 10.000 10.000 20.000

    4 Pemeriksaan Untuk Asuransi 15.000 15.000 30.000

  • 37

    D. RAWAT INAP

    NO JENIS PELAYANAN

    KOMPONEN TARIF (Rp) TOTAL

    (Rp) JASA JASA

    SARANA PELAYANAN

    1 2 3 4 5

    1 Kelas III

    a. Dewasa (Penyakit Dalam/Penyakit Bedah/Kebidanan)

    1,1 Akomodasi Perawatan 12.000 8.000 20.000

    1,2 Visite Dokter Spesialis pada Hari Kerja 6.000 9.000 15.000

    1,3 Visite Dokter Spesialis diluar Hari Kerja 8.000 12.000 20.000

    1,4 Visite Dokter Umum dalam Hari Kerja 4.000 6.000 10.000

    1,5 Visite Dokter Umum diluar Hari Kerja 6.000 9.000 15.000

    1,6 Konsul Dokter Spesialis pada Jam kerja 5.000 5.000 10.000

    1,7 Konsul dokter spesialis melalui telepon 7.500 7.500 15.000

    1,8 Konsultasi Pasien Pulang 500 500 1.000

    1,9 Konsultasi Gizi 5.000 5.000 10.000

    1.10. EKG 7.500 7.500 15.000

    1,11 Pelayanan penderita gizi buruk

    1.11.1 Tarif Perhari pada hari ke - 1 dan ke 2 19.200 12.800 32.000

    1.11.2 Tarif Perhari pada hari ke - 3 dan ke 5 16.500 11.000 27.500

    1.11.3 Tarif Perhari pada hari ke - 6 dan ke 8 15.000 10.000 25.000

    1.11.4 Tarif Perhari pada minggu kedua 12.000 8.000 20.000

    1.11.5 Konsultasi gizi 2.100 1.400 3.500

    1.12. Tindakan

    1.12.1 Pemberian Injeksi IM, IV, SC 1.000 2.000 3.000

    1.12.2 Pemasangan Infus Dewasa 1.500 3.000 4.500

    1.12.3 Spoel WSD / hari 12.500 12.500 25.000

    1.12.4 Spoel Cateter 3.000 3.000 6.000

    1.12.5 Skin Test / Intra Cutan 2.000 2.000 4.000

    1.12.6 Suction Saluran Nafas / hari 7.500 7.500 15.000

    1.12.7 Contoh Darah untuk Crossmatch 1.500 1.500 3.000

    1.12.8 Bilas Lambung 5.000 5.000 10.000

    1.12.9 Pasang Tampon 2.500 2.500 5.000

    1.12.10 Tranfusi 2.500 2.500 5.000

    1.12.11 Lavement / Klisma 7.500 7.500 15.000

    1.12.12 Spuit Gliserin 3.000 3.000 6.000

    1.12.13 Pemasangan Kateter 5.000 5.000 10.000

    1.12.14 Pemasangan Kondom Kateter 3.000 3.000 6.000

    1.12.15 Pemasangan NGT / hari 5.000 5.000 10.000

    1.12.16 Pemberian obat / makanan melalui NGT / hari 5.000 5.000 10.000

    1.12.17 Pemberian obat Inhalasi 3.000 3.000 6.000

    1.12.18 Pemberian obat suppositoria 1.000 1.000 2.000

    1.12.19 Pemasangan cerobong angin 1.500 1.500 3.000

    1.12.20 Pemasangan oksigen 1.000 1.000 2.000

    1.12.21 Pemasangan endotracheal Tube 3.000 3.000 6.000

    1.12.22 Terapi sinar biru perjam 1.000 1.000 2.000

    1.12.23 Resusitasi 12.500 12.500 25.000

    1.12.24 Perawatan Luka Kecil 7.500 7.500 15.000

    1.12.25 Perawatan Luka Sedang 12.500 12.500 25.000

    1.12.26 Perawatan Luka Besar 17.500 17.500 35.000

  • 38

    1 2 3 4 5

    1.12.27 Pearwatan Luka Fraktur Terbuka 17.500 17.500 35.000

    1.12.28 Perawatan Luka Operasi Kecil 7.500 7.500 15.000

    1.12.29 Perawatan Luka Operasi Sedang 12.500 12.500 25.000

    1.12.30 Perawatan Luka Operasi Besar 15.000 15.000 30.000

    1.12.31 Perawatan Luka Bakar Grade I 7.500 7.500 15.000

    1.12.32 Perawatan Luka Bakar Grade II 12.500 12.500 25.000

    1.12.33 Perawatan Luka Bakar Grade III 17.500 17.500 35.000

    1.12.34 Perawatan Luka Bakar Grade IV 20.000 20.000 40.000

    1.12.35 Observasi Post Operasi BPH 3.500 3.500 7.000

    1.12.36 Vulva Hugiene 1.750 1.750 3.500

    1.12.37 Perawatan Payudara 1.500 1.500 3.000

    1.12.38 Pasang Tampon 1.000 1.000 2.000

    1.12.39 Up Infus 1.000 1.000 2.000

    1.12.40 Up Cateter 1.000 1.000 2.000

    1.12.41 Up NGT 1.000 1.000 2.000

    1.12.42 Up Drainage Cup 5.000 5.000 10.000

    1.12.43 Up Drainage Kasa 5.000 5.000 10.000

    1.12.44 Up Drainage Handschoon 5.000 5.000 10.000

    1.12.45 Up Hecting 5.000 5.000 10.000

    1.12.46 Up Spalk 5.000 5.000 10.000

    1.12.47 Up WSD 12.500 12.500 25.000

    1.12.48 Buka Gips Ringan 15.000 15.000 30.000

    1.12.49 Buka Gip Berat 20.000 20.000 40.000

    1,13 Pasien dengan Observasi

    1.13.1 1 - 6 Jam 3.500 3.500 7.000

    1.13.2 6 - 12 jam 5.000 5.000 10.000

    1.13.3 12 - 24 Jam 6.500 6.500 13.000

    1.14. Perawatan Jenazah 1.750 1.750 3.500

    b. Anak dan Neonatal

    2,1 Akomodasi Perawatan 12.000 8.000 20.000

    2,2 Viste Dokter Spesialis pada hari Kerja 8.000 12.000 20.000

    2,3 Viste Dokter Spesialis diluar hari Kerja 10.000 15.000 25.000

    2,4 Visite Dokter Umum Pada Hari Kerja 4.000 6.000 10.000

    2,5 Visite Dokter Umum Diluar Hari Kerja 6.000 9.000 15.000

    2,6 Konsultasi Dokter Spesialis Pada Jam Kerja 5.000 5.000 10.000

    2,7 Konsultasi melalui telepon 7.500 7.500 15.000

    2,8 Konsultasi Pasien Pulang 1.000 1.000 2.000

    2,9 Konsultasi Gizi 5.000 5.000 10.000

    2.10. Tindakan Dokter

    2.10.1 Lumbal Punctie 15.000 25.000 40.000

    2.10.2 Vena Sektie 10.000 20.000 30.000

    2.10.3 Punctie Ascites 10.000 20.000 30.000

    2.10.4 Punctie Pleura 10.000 20.000 30.000

    2.10.5 BMP 20.000 30.000 50.000

    2,11 Tindakan Perawatan

    2.11.1 Infus Anak 5.000 5.000 10.000

    2.11.2 Infus Bayi 6.000 6.000 12.000

    2.11.3 Pasang NGT 5.000 5.000 10.000

    2.11.4 Pasang kateter 5.000 5.000 10.000

    2.11.5 Klisma 2.500 2.500 5.000

    2.11.6 Spuit Gliserin 2.500 2.500 5.000

  • 39

    1 2 3 4 5

    2.11.7 Bilas Lambung / hari 3.000 3.000 6.000

    2.11.8 Suction Saluran Nafas / hari 5.000 5.000 10.000

    2.11.9 Pasang Kondom Cateter 2.000 2.000 4.000

    2.11.10 Pasang cerobong Angin 2.000 2.000 4.000

    2.11.11 Spoel Cateter 3.000 3.000 6.000

    2.11.12 Obat melalui NGT / hari 2.500 2.500 5.000

    2.11.13 Obat Supositoria 2.000 2.000 4.000

    2.11.14 Injeksi IM/SC 1.000 1.000 2.000

    2.11.15 Contoh darah untuk crossmatch 1.000 1.000 2.000

    2.11.16 Obat Inhalasi / hari 1.000 1.000 2.000

    2.11.17 Resusitasi 5.000 10.000 15.000

    2.11.18 Perawatan Luka Kecil 1.500 1.500 3.000

    2.11.19 Perawatan Luka Sedang 2.500 2.500 5.000

    2.11.20 Perawatan Luka Besar 3.500 3.500 7.000

    2.11.21 Up Infus 1.000 1.000 2.000

    2.11.22 Up Cateter 1.000 1.000 2.000

    2.11.23 Up NGT 1.000 1.000 2.000

    2.11.24 Up Drainage Cup 5.000 5.000 10.000

    2.11.25 Up Drainage Kasa 5.000 5.000 10.000

    2.11.26 Up Drainage Handschoon 5.000 5.000 10.000

    2.11.27 Up Hecting 5.000 5.000 10.000

    2.11.28 Perawatan Bayi Prematur / hari 3.000 5.000 8.000

    2.11.29 Perawatan Tali Pusat 1.000 2.000 3.000

    2.11.30 Photo Therapi 3.750 3.750 7.500

    2.11.31 Observasi Khusus / hari 3.000 3.000 6.000

    2.11.32 Tindik / Sunat Wanita 2.500 5.000 7.500

    2.11.33 Infus Preumbilikal 2.500 10.000 12.500

    2 Kelas II

    a. Dewasa (Penyakit Dalam/Penyakit Bedah/Kebidanan)

    2,1 Akomodasi Perawatan 21.000 14.000 35.000

    2,2 Viste Dokter Spesialis pada hari Kerja 8.000 12.000 20.000

    2,3 Viste Dokter Spesialis diluar hari Kerja 10.000 15.000 25.000

    2,4 Visite Dokter Umum Pada Hari Kerja 4.000 6.000 10.000

    2,5 Visite Dokter Umum Diluar Hari Kerja 6.000 9.000 15.000

    2,6 Konsultasi Dokter Spesialis Pada Jam Kerja 5.000 5.000 10.000

    2,7 Konsultasi melalui telepon 7.500 7.500 15.000

    2,8 Konsultasi Pasien Pulang 1.000 1.000 2.000

    2,9 Konsultasi Gizi 5.000 5.000 10.000

    2.10. EKG 10.000 10.000 20.000

    2,11 Tindakan

    2.11.1 Pemberian Injeksi IM, IV, SC 1.000 2.000 3.000

    2.11.2 Pemasangan Infus Dewasa 1.500 3.000 4.500

    2.11.3 Spoel WSD / hari 12.500 12.500 25.000

    2.11.4 Spoel Cateter 3.000 3.000 6.000

    2.11.5 Skin Test / Intra Cutan 2.000 2.000 4.000

    2.11.6 Suction Saluran Nafas 7.500 7.500 15.000

    2.11.7 Contoh Darah untuk Crossmatch 1.500 1.500 3.000

    2.11.8 Bilas Lambung 5.000 5.000 10.000

    2.11.9 Pasang Tampon 2.500 2.500

    5.000

  • 40

    1 2 3 4 5

    2.11.10 Tranfusi 2.500 2.500 5.000

    2.11.11 Lavement 7.500 7.500 15.000

    2.11.12 Spuit Gliserin 3.000 3.000 6.000

    2.11.13 Pemasangan Kateter 5.000 5.000 10.000

    2.11.14 Pemasangan Kondom Kateter 3.000 3.000 6.000

    2.11.15 Pemasangan NGT 5.000 5.000 10.000

    2.11.16 Pemberian obat / makanan melalui NGT / hari 5.000 5.000 10.000

    2.11.17 Pemberian obat Inhalasi 3.000 3.000 6.000

    2.11.18 Pemberian obat suppositoria 1.000 1.000 2.000

    2.11.19 Pemasangan cerobong angin 1.500 1.500 3.000

    2.11.20 Pemasangan oksigen 1.000 1.000 2.000

    2.11.21 Pemasangan endotracheal Tube 3.000 3.000 6.000

    2.11.22 Terapi sinar biru perjam 1.000 1.000 2.000

    2.11.23 Resusitasi 12.500 12.500 25.000

    2.11.24 Perawatan Luka Kecil 7.500 7.500 15.000

    2.11.25 Perawatan Luka Sedang 12.500 12.500 25.000

    2.11.26 Perawatan Luka Besar 17.500 17.500 35.000

    2.11.27 Perawatan Luka Fraktur Terbuka 17.500 17.500 35.000

    2.11.28 Perawatan Luka Operasi Kecil 7.500 7.500 15.000

    2.11.29 Perawatan Luka Operasi Sedang 12.500 12.500 25.000

    2.11.30 Perawatan Luka Operasi Besar 15.000 15.000 30.000

    2.11.31 Perawatan Luka Bakar Grade I 7.500 7.500 15.000

    2.11.32 Perawatan Luka Bakar Grade II 12.500 12.500 25.000

    2.11.33 Perawatan Luka Bakar Grade III 17.500 17.500 35.000

    2.11.34 Perawatan Luka Bakar Grade IV 20.000 20.000 40.000

    2.11.35 Observasi Post Operasi BPH 3.500 3.500 7.000

    2.11.36 Vulva Hugiene 1.750 1.750 3.500

    2.11.37 Perawatan Payudara 1.500 1.500 3.000

    2.11.38 Pasang Tampon 1.000 1.000 2.000

    2.11.39 Up Infus 1.000 1.000 2.000

    2.11.40 Up Cateter 1.000 1.000 2.000

    2.11.41 Up NGT 1.000 1.000 2.000

    2.11.42 Up Drainage Cup 5.000 5.000 10.000

    2.11.43 Up Drainage Kasa 5.000 5.000 10.000

    2.11.44 Up Drainage Handschoon 5.000 5.000 10.000

    2.11.45 Up Hecting 5.000 5.000 10.000

    2.11.46 Up Spalk 5.000 5.000 10.000

    2.11.47 Up WSD 12.500 12.500 25.000

    2.11.48 Buka Gips Ringan 15.000 15.000 30.000

    2.11.49 Buka Gip Berat 20.000 20.000 40.000

    2.10. Pasien dengan Observasi

    2.10.1 1 - 6 Jam 7.000 7.000 14.000

    2.10.2 6 - 12 jam 9.000 9.000 18.000

    2.10.3 12 - 24 Jam 11.000 11.000 22.000

    2.11. Perawatan Jenazah 3.500 3.500 7.000

    b. Anak dan Neonatal

    2,1 Akomodasi Perawatan 21.000 14.000 35.000

    2,2 Viste Dokter Spesialis pada hari Kerja 8.000 12.000 20.000

    2,3 Viste Dokter Spesialis diluar hari Kerja 10.000 15.000 25.000

    2,4 Visite Dokter Umum Pada Hari Kerja 4.000 6.000 10.000

    2,5 Visite Dokter Umum Diluar Hari Kerja 6.000 9.000 15.000

    2,6 Konsultasi Dokter Spesialis Pada Jam Kerja 5.000 5.000 10.000

  • 41

    1 2 3 4 5

    2,7 Konsultasi melalui telepon 7.500 7.500 15.000

    2,8 Konsultasi Pasien Pulang 1.000 1.000 2.000

    2,9 Konsultasi Gizi 5.000 5.000 10.000

    2.10. Tindakan Dokter

    2.10.1 Lumbal Punctie 15.000 25.000 40.000

    2.10.2 Vena Sektie 10.000 20.000 30.000

    2.10.3 Punctie Ascites 10.000 20.000 30.000

    2.10.4 Punctie Pleura 10.000 20.000 30.000

    2.10.5 BMP 20.000 30.000 50.000

    2,11 Tindakan Perawatan

    2.11.1 Infus Anak 3.250 3.250 6.500

    2.11.2 Infus Bayi 3.750 3.750 7.500

    2.11.3 Pasang NGT 2.500 2.500 5.000

    2.11.4 Pasang kateter 2.500 2.500 5.000

    2.11.5 Klisma 2.500 2.500 5.000

    2.11.6 Spuit Gliserin 2.000 2.000 4.000

    2.11.7 Bilas Lambung / hari 5.000 5.000 10.000

    2.11.8 Suction Saluran Nafas / hari 3.500 3.500 7.000

    2.11.9 Pasang Kondom Cateter 2.250 2.250 4.500

    2.11.10 Pasang cerobong Angin 2.250 2.250 4.500

    2.11.11 Spoel Cateter 6.000 6.000 12.000

    2.11.12 Obat melalui NGT / hari 2.500 2.500 5.000

    2.11.13 Obat Supositoria 2.500 2.500 5.000

    2.11.14 Injeksi IM/SC 1.000 1.000 2.000

    2.11.15 Contoh darah untuk crossmatch 750 750 1.500

    2.11.16 Obat Inhalasi / hari 2.500 2.500 5.000

    2.11.17 Resusitasi 6.500 6.500 13.000

    2.11.18 Perawatan Luka Kecil 2.500 2.500 5.000

    2.11.19 Perawatan Luka Sedang 3.750 3.750 7.500

    2.11.20 Perawatan Luka Besar 6.000 6.000 12.000

    2.11.21 Up Infus 1.000 1.000 2.000

    2.11.22 Up Cateter 1.000 1.000 2.000

    2.11.23 Up NGT 1.000 1.000 2.000

    2.11.24 Up Drainage Cup 1.000 1.000 2.000

    2.11.25 Up Drainage Kasa 1.000 1.000 2.000

    2.11.26 Up Drainage Handschoon 1.000 1.000 2.000

    2.11.27 Up Hecting 3.750 3.750 7.500

    2.11.28 Perawatan Bayi Prematur / hari 6.000 6.000 12.000

    2.11.29 Perawatan Tali Pusat 2.500 2.500 5.000

    2.11.30 Photo Therapi 6.500 6.500 13.000

    2.11.31 Observasi Khusus / hari 6.500 6.500 13.000

    2.11.32 Tindik / Sunat Wanita 4.000 4.000 8.000

    2.11.33 Infus Preumbilikal 5.000 5.000 10.000

    3 Kelas I

    a. Dewasa (Penyakit Dalam/Penyakit Bedah/Kebidanan)

    3,1 Akomodasi Perawatan 36.000 24.000 60.000

    3,2 Visite Dokter Spesialis pada Hari Kerja 8.000 12.000 20.000

    3,3 Visite Dokter Spesialis diluar Hari Kerja 10.000 15.000 25.000

    3,4 Visite Dokter Umum dalam Hari Kerja 4.000 6.000 10.000

    3,5 Visite Dokter Umum dluar Hari Kerja 6.000 9.000 15.000

    3,6 Konsul Dokter Spesialis pada Jam kerja / tertuli 5.000 5.000 10.000

    3,7 Konsul dokter spesialis melalui telepon 7.500 7.500 15.000

  • 42

    1 2 3 4 5

    3,8 Konsultasi Pasien Pulang 1.000 1.000 2.000

    3,9 Konsultasi Gizi 5.000 5.000 10.000

    3.10. EKG 12.500 12.500 25.000

    3,11 Tindakan

    3.11.1 Pemberian Injeksi IM, IV, SC 1.000 2.000 3.000

    3.11.2 Pemasangan Infus Dewasa 1.500 3.000 4.500

    3.11.3 Spoel WSD / hari 12.500 12.500 25.000

    3.11.4 Spoel Cateter 3.000 3.000 6.000

    3.11.5 Skin Test / Intra Cutan 2.000 2.000 4.000

    3.11.6 Suction saluran nafas 7.500 7.500 15.000

    3.11.7 Contoh Darah untuk Crossmatch 1.500 1.500 3.000

    3.11.8 Bilas Lambung 5.000 5.000 10.000

    3.11.9 Pasang Tampon 2.500 2.500 5.000

    3.11.10 Tranfusi 2.500 2.500 5.000

    3.11.11 Lavement 7.500 7.500 15.000

    3.11.12 Spuit Gliserin 3.000 3.000 6.000

    3.11.13 Pemasangan Kateter 5.000 5.000 10.000

    3.11.14 Pemasangan Kondom Kateter 3.000 3.000 6.000

    3.11.15 Pemasangan NGT 5.000 5.000 10.000

    3.11.16 Pemberian obat / makanan melalui NGT / hari 5.000 5.000 10.000

    3.11.17 Pemberian obat Inhalasi 3.000 3.000 6.000

    3.11.18 Pemberian obat suppositoria 1.000 1.000 2.000

    3.11.19 Pemasangan cerobong angin 1.500 1.500 3.000

    3.11.20 Pemasangan oksigen 1.000 1.000 2.000

    3.11.21 Pemasangan endotracheal Tube 3.000 3.000 6.000

    3.11.22 Terapi sinar biru perjam 1.000 1.000 2.000

    3.11.23 Resusitasi 12.500 12.500 25.000

    3.11.24 Perawatan Luka Kecil 7.500 7.500 15.000

    3.11.25 Perawatan Luka Sedang 12.500 12.500 25.000

    3.11.26 Perawatan Luka Besar 17.500 17.500 35.000

    3.11.27 Pearwatan Luka Fraktur Terbuka 17.500 17.500 35.000

    3.11.28 Perawatan Luka Operasi Kecil 7.500 7.500 15.000

    3.11.29 Perawatan Luka Operasi Sedang 12.500 12.500 25.000

    3.11.30 Perawatan Luka Operasi Besar 15.000 15.000 30.000

    3.11.31 Perawatan Luka Bakar Grade I 7.500 7.500 15.000

    3.11.32 Perawatan Luka Bakar Grade II 12.500 12.500 25.000

    3.11.33 Perawatan Luka Bakar Grade III 17.500 17.500 35.000

    3.11.34 Perawatan Luka Bakar Grade IV 20.000 20.000 40.000

    3.11.35 Observasi Post Operasi BPH 3.500 3.500 7.000

    3.11.36 Vulva Hugiene 1.750 1.750 3.500

    3.11.37 Perawatan Payudara 1.500 1.500 3.000

    3.11.38 Pasang Tampon 1.000 1.000 2.000

    3.11.39 Up Infus 1.000 1.000 2.000

    3.11.40 Up Cateter 1.000 1.000 2.000

    3.11.41 Up NGT 1.000 1.000 2.000

    3.11.42 Up Drainage Cup 5.000 5.000 10.000

    3.11.43 Up Drainage Kasa 5.000 5.000 10.000

    3.11.44 Up Drainage Handschoon 5.000 5.000 10.000

    3.11.45 Up Hecting 5.000 5.000 10.000

    3.11.46 Up Spalk 5.000 5.000 10.000

    3.11.47 Up WSD 12.500 12.500 25.000

  • 43

    1 2 3 4 5

    3.11.48 Buka Gips Ringan 15.000 15.000 30.000

    3.11.49 Buka Gip Berat 20.000 20.000 40.000

    3,12 Pasien dengan Observasi

    3.10.1 1 - 6 Jam 9.000 9.000 18.000

    3.10.2 6 - 12 jam 11.000 11.000 22.000

    3.10.3 12 - 24 Jam 13.000 13.000 26.000

    3,13 Perawatan Jenazah 7.000 7.000 14.000

    b. Anak dan Neonatal

    2,1 Akomodasi Perawatan 36.000 24.000 60.000

    2,2 Viste Dokter Spesialis pada hari Kerja 8.000 12.000 20.000

    2,3 Viste Dokter Spesialis diluar hari Kerja 10.000 15.000 25.000

    2,4 Visite Dokter Umum Pada Hari Kerja 4.000 6.000 10.000

    2,5 Visite Dokter Umum Diluar Hari Kerja 6.000 9.000 15.000

    2,6 Konsultasi Dokter Spesialis Pada Jam Kerja 5.000 5.000 10.000

    2,7 Konsultasi melalui telepon 7.000 7.000 14.000

    2,8 Konsultasi Pasien Pulang 2.500 2.500 5.000

    2,9 Konsultasi Gizi 3.000 3.000 6.000

    2.10. Tindakan Dokter

    2.10.1 Lumbal Punctie 3.450 19.550 23.000

    2.10.2 Vena Sektie 3.150 17.850 21.000

    2.10.3 Punctie Ascites 7.500 42.500 50.000

    2.10.4 Punctie Pleura 7.500 42.500 50.000

    2.10.5 BMP 9.900 56.100 66.000

    2,11 Tindakan Perawatan

    2.11.1 Infus Anak 4.000 4.000 8.000

    2.11.2 Infus Bayi 4.250 4.250 8.500

    2.11.3 Pasang NGT 3.500 3.500 7.000

    2.11.4 Pasang kateter 4.250 4.250 8.500

    2.11.5 Klisma 3.000 3.000 6.000

    2.11.6 Spuit Gliserin 2.500 2.500 5.000

    2.11.7 Bilas Lambung / hari 6.000 6.000 12.000

    2.11.8 Suction Saluran Nafas / hari 4.500 4.500 9.000

    2.11.9 Pasang Kondom Cateter 3.000 3.000 6.000

    2.11.10 Pasang cerobong Angin 3.000 3.000 6.000

    2.11.11 Spoel Cateter 7.000 7.000 14.000

    2.11.12 Obat melalui NGT / hari 3.000 3.000 6.000

    2.11.13 Obat Supositoria 3.000 3.000 6.000

    2.11.14 Injeksi IM/SC/SC 1.000 1.000 2.000

    2.11.15 Contoh darah untuk crossmatch 1.000 1.000 2.000

    2.11.16 Obat Inhalasi / hari 3.000 3.000 6.000

    2.11.17 Resusitasi 7.500 7.500 15.000

    2.11.18 Perawatan Luka Kecil 3.000 3.000 6.000

    2.11.19 Perawatan Luka Sedang 4.250 4.250 8.500

    2.11.20 Perawatan Luka Besar 7.000 7.000 14.000

    2.11.21 Up Infus 1.250 1.250 2.500

    2.11.22 Up Cateter 1.250 1.250 2.500

    2.11.23 Up NGT 1.250 1.250 2.500

  • 44

    1 2 3 4 5

    2.11.24 Up Drainage Cup 1.250 1.250 2.500

    2.11.25 Up Drainage Kasa 1.250 1.250 2.500

    2.11.26 Up Drainage Handschoon 1.250 1.250 2.500

    2.11.27 Up Hecting 4.250 4.250 8.500

    2.11.28 Perawatan Bayi Prematur / hari 7.000 7.000 14.000

    2.11.29 Perawatan Tali Pusat 3.000 3.000 6.000

    2.11.30 Photo Therapi 7.500 7.500 15.000

    2.11.31 Observasi Khusus / hari 7.000 7.000 14.000

    2.11.32 Tindik / Sunat Wanita 5.000 5.000 10.000

    2.11.33 Infus Preumbilikal 6.000 6.000 12.000

    4 Kelas Utama -

    a. Dewasa (Penyakit Dalam/Penyakit Bedah/Kebidanan)

    4,1 Akomodasi Perawatan 48.000 32.000 80.000

    4,2 Visite Dokter Spesialis pada Hari Kerja 8.000 12.000 20.000

    4,3