NILAI MORAL DALAMSERAT WASITAWALA
Transcript of NILAI MORAL DALAMSERAT WASITAWALA
NILAI MORAL DALAM SERAT WASITAWALA
KARANGAN MAS DEMANG WARSA PRADONGGA
SKRIPSI
Disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelarSarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa
Oleh:Slamet Suyudi
NIM 082160341
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA JAWAFAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOREJO
2013
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
NILAI MORAL DALAM SERAT WASITAWALA
KARANGAN MAS DEMANG WARSA PRADONGGA
OlehSlamet Suyudi
NIM. 082160341Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan
di depan Panitia Penguji Skripsi
Menyetujui,
Pembimbing I
Yuli Widiyono, M.Pd.NIDN. 1040413
Pembimbing II
Aris Hidayat, S.Pd.NIDN. 1101026
Mengetahui,Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa
Yuli Widiyono, M.Pd.NIDN. 1040413
iii
NILAI MORAL DALAM SERAT WASITAWALA
KARANGAN MAS DEMANG WARSA PRADONGGA
Oleh
Slamet Suyudi
NIM. 082160341
Skripsi ini telah dipertahankan di depan Panitia Penguji Skripsi
Universitas Muhammadiyah Purworejo
Pada tanggal : 26 Maret 2013
TIM PENGUJI
Penguji Utama
Aris Aryanto, M. Hum
NIDN. 0625038601 …………………………………….
Penguji I / Pembimbing I
Yuli Widiyono, M.Pd.
NIDN. 1040413 …………………………………….
Penguji II / Pembimbing II
Aris Hidayat, S.Pd.
NIDN. 1101026 …………………………………….
Mengetahui,Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Drs. H. Hartono, M.M.NIP. 19540105198103 1 002
iv
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini
Nama : Slamet Suyudi
NIM : 082160341
Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa
Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Purworejo
Menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini benar-benar hasil karya
sendiri, bukan plagiat orang lain, baik sebagian maupun seluruhnya. Pendapat
atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk
berdasarkan kode etik ilmiah.
Apabila terbukti atau dapat dibuktikan bahwa skripsi ini adalah hasil plagiat,
saya bersedia bertanggung jawab secara hukum yang diperkarakan oleh
Universitas Muhammadiyah Purworejo.
Purworejo, 23 Maret 2013
Yang membuat pernyataan
Slamet Suyudi
v
MOTO DAN PERSEMBAHAN
MOTO
Pathokan ngaurip iku lakune amung kang bekti, mring Gusti Pangeranira yaiku
manungsa jati
“Pedoman hidup itu perilakunya hanya taat atau patuh kepada Tuhan kamu yaitu
manusia sejati” ( Mas Demang Warsa Pradongga: 17 Dhandhanggula)
“ Ngudi laku utama kanthi sentosa ing budi “
“Berusaha berbuat baik dengan budi yang sentosa” ( Wiwin Widyawati: 133)
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan untuk:
1. (Ayah) Kuwat Guntoro dan (Ibuku) Sakirah tercinta
yang telah memberikan dukungan serta do a restu.
2. Pak dhe Drs. Kasido dan Bu Lik Gesrek
Rahadiningsih yang selalu memberikan bimbingan,
arahan dan motivasi.
3. Rekan-rekan PBSJ atas partisipasinya (kang Hasim
Parno).
4. Pendidikan bahasa dan Sastra Jawa UMP.
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah Swt. atas
segala rahmat, hidayah serta keridhaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan lancar dan baik.
Banyak kendala dan kesulitan yang penulis hadapi selama proses
penyusunan skripsi ini, namun atas pertolongan Allah Swt. dan bantuan dari
berbagai pihak, kesulitan-kesulitan dan kendala tersebut dapat teratasi. Oleh
karena itu penulis sampaikan terima kasih kepada:
1. Drs. H. Supriyono, M.Pd. selaku Rektor Universitas Muhammadiyah
Purworejo;
2. Drs. H. Hartono, M.M. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Muhammadiyah Purworejo yang telah memberikan
kemudahan prosedur perijinan penelitian;
3. Aris Aryanto, M.Hum. selaku penguji utama yang memberikan penilaian
terbaik untuk skripsi ini;
4. Yuli Widiyono, M.Pd. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan
Sastra Jawa Universitas Muhammadiyah Purworejo sekaligus sebagai dosen
pembimbing I dan penguji II yang telah membimbing dan memberikan
berbagai kemudahan perijinan dalam penelitian ini;
5. Aris Hidayat, S.Pd. selaku dosen pembimbing II dan penguji III yang telah
membimbing, mengarahkan dan memberikan masukan yang berguna untuk
kelancaran penyusunan skripsi ini;
vii
6. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa
Universitas Muhammadiyah Purworejo yang telah membimbing,
mengarahkan dan memberikan bekal pengetahuan sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini ;
7. Staff Tata Usaha dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, dan Staff
Tata Usaha Program Studi Bahasa dan Sastra Jawa yang membantu dalam
hal surat menyurat dan telah memberikan pelayanan terbaik kepada
mahasiswa ;
8. Staff Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Purworejo yang
memberikan berbagai kemudahan peminjaman buku-buku penunjang skripsi
ini ;
9. Teman-temanku yang selalu membantu dan memberikan semangat dalam
penyelesaian skripsi ini ;
10. Semua pihak yang terkait dan berkenan memberikan bantuan baik berupa
moril maupun materiil yang tidak dapat penulis sebutkan satu per-satu.
Penulis hanya berdoa semoga Allah Swt. memberikan balasan yang berlipat ganda
atas budi baik yang telah diberikan.
Tentang terdapatnya kelemahan-kelemahan isi dan kurang sempurnanya
skripsi ini tidak akan ditutup-tutupi karena sudah sangat jelas. Oleh karena itu,
kritik dan saran untuk menyempurnakan tulisan ini sangat penulis harapkan.
Purworejo, 23 Maret 2013
Penyusun
Slamet Suyudi
v
ABSTRAK
Suyudi Slamet. “Nilai Moral dalam Serat Wasitawala Karangan MasDemang Warsa Pradongga Skripsi” ,Purworejo. Fakultas Keguruan dan IlmuPendidikan Bahasa dan sastra Jawa.Universitas Muhammadiyah Purworejo 2013.
Penelitian ini untuk bertujuan mendeskripsikan nilai moral dalam teksWasitawala serta mendeskripsikan relevansi isi teks Sera Wasitawala.
Teori yang menjadi dasar penelitian ini adalah teori BurhanudinNurgiyantoro yang menjelaskan nilai moral termasuk salah satu hal yang dapatmempengaruhi tingkah laku serta cara berfikir manusia supaya melakukanperbuatan baik.
Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini menggunakan metodedeskriptif kualitatif. Data dikumpulkan dengan menggunakan teknik baca danteknik catat. Sumber data berupa bentuk naskah Jawa Serat Wasitawala yangtersimpan di museum Rekso Pustaka Istana Mangkunegaran Surakarta. Instrumenpenelitian menggunakan kartu data sebagai sumber instrumen dengan didukungoleh sumber berupa buku-buku yang relevan dengan penelitian.
Hasil penelitian pada teks Serat Wasitawala tersebut adalah terkandungteks Serat Wasitawala banyak memuat tentang nilai moral yang masih relevandijalankan oleh para remaja khususnya masa sekarang ini. Beberapa nilai moraltersebut diantaranya yaitu, hubungan manusia dengan Tuhan, menjalankan ajaranRasul, mengerti awal akhir hidup, anjuran untuk berusaha, larangan beranikepada orang tua, mengetahui baik dan buruk, ikhlas hal mengabdi kepada raja,sabar serta rendah hati, larangan berbuat sombong, mengetahui kuwajiban,menjadi contoh yang baik, rajin bekerja serta menjaga pemerintahan dan ajaranuntuk berprihatin.
Kata-kata kunci : moral, relevansi, tembang
viii
ix
SARIPATI
Suyudi Slamet. Nilai Moral dalam Serat Wasitawala Karangan MasDemang Warsa Pradongga Skripsi, Purworejo. Fakultas Keguruan dan IlmuPendidikan Bahasa dan sastra Jawa. Universitas Muhammadiyah Purworejo 2013. Panaliten menika gadhah ancas ngandharaken nilai moral teks SeratWasitawala lan ngandharaken relevansi isi teks Wasitawala.
Teori ingkang dados pathokan inggih menika teori BurhanudinNurgiyantoro mratelakaken bilih moral menika kalebet salah satunggaling babingkang nuntun solah tingkah lan pikiran manungsa supados nindakaken lakubecik utawi prayogi.
Metode ingkang dipunginakaken wonten ing panaliten menika inggihmenika metode deskriptif kualitatif. Data dipunkempalaken ngginakaken teknikbaca lan teknik catat. Sumber data arupi naskah Wasitawala ingkang kasimpening Museum Rekso Pustaka Istana Mangkunegara Surakarta. Instrumen penelitianingkang dipunginakaken arupi kartu data minangka sumber instrumen kabiyantubuku-buku ingkang relevan kalihan panaliten. Asil analisis saged dipunpendhet dudutan bilih salebeting teks Wasitawalakathah ngewrat nilai moral ingkang taksih relevan dipuntindakaken lan dadospedhoman para mudha ing jaman samenika. Asil panaliten teks Serat Wasitawalakasebat inggih menika wonten ing teks Serat Wasitawala kathah ngewrat nilaimoral ingkang taksih relevan dipuntindakaken para mudha ing madyaningbebrayan. Nilai moral kala wau inggih menika nilai ketaatan dhumateng Tuhan,nglampahi ajaran rosululloh, mangertosi wiwitan lan wusana gesang, nglampahiihtiyar, pasrah , ajreh dhumateng tiyang sepuh, mangertosi prahtingkah becik lanawis, lilo ngenger dhumateng Ratu, awisan nglampahi goroh, sabar, ngedohakenpratingkah laku sombong utawi angkuh, ngutamakaken kuwajiban, patuhdhumateng garwo, tuladha ingkang prayogi, sregep anambut kardi, ugi ngengingibab anjagi praja lan ajaran nglampahi prihatos.
Kata-kata kunci : moral, relevansi, tembang
viii
DAFTAR ISI
HalamanHALAMAN JUDUL .................................................................................... iHALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................. iiHALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iiiSURAT PERNYATAAN .............................................................................. ivMOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................. vKATA PENGANTAR .................................................................................. viABSTRAK ................................................................................................... viiiSARIPATI .................................................................................................... ixDAFTAR ISI ................................................................................................ xDAFTAR TABEL ........................................................................................ xiiDAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xiii
BAB I PENDAHULUANA. Latar Belakang Masalah .......................................................... 1B. Identifikasi Masalah ................................................................ 4C. Batasan Masalah ..................................................................... 5D. Rumusan Masalah ................................................................... 6E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................ 6F. Sistematika Penulisan .............................................................. 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KAJIAN TEORIA. Tinjauan Pustaka .................................................................... 8B. Kajian Teoretis ....................................................................... 11
1. Karya Sastra dan kasusastraan Jawa ................................... 11a. Karya Sastra .................................................................. 11b. Kasusastran Jawa .......................................................... 15
2. Serat .................................................................................. 163. Tembang Macapat ............................................................. 174. Nilai Moral ....................................................................... 23
a. Pengertian Nilai ............................................................ 235. Nilai Dalam Karya Sastra .................................................. 246. Naskah dan Teori Filologi ................................................. 28
a. Naskah .......................................................................... 28 b. Teori Filologi ................................................................. 30
BAB III METODE PENELITIANA. Jenis Penelitian........................................................................ 34B. Subjek dan Objek Penelitian .................................................... 34C. Sumber Data dan Data ............................................................. 35D. Teknik Pengumpulan Data ...................................................... 35E. Instrumen Penelitian ................................................................ 35F. Teknik Analisa Data ................................................................ 36G. Teknik Penyajian Data ............................................................ 36
x
ix
BAB IV PENYAJIAN DATA DAN PEMBAHASANA. Penyajian Data ........................................................................ 37
1. Nilai Moral yang Berhubungan Manusia dengan Tuhan ..... 372. Nilai moral yang dalam Serat Wasitawala
berhubungan manusia dengan Manusia .............................. 423. Nilai Moral dalam Serat Wasitawala yang
Berhubungan Manusia Dengan diri Sendiri ........................ 504. Relevansi Isi Serat Wasitawala dengan Kehidupan
Sekarang............................................................................ 54B. Pembahasan Data ..................................................................... 56
1. Nilai Moral dalam Serat Wasitawala yangMembahas Hubungan Manusia dengan Tuhan ................... 56
2. Nilai Moral Yang berhubungan Manusia dengan Manusia ............................................................................. 663. Nilai Moral dalam Serat Wasitawala yang Berhubungan Manusia dengan Diri Sendiri ........................ 874. Relevansi Isi Serat Wasitawala dengan Kehidupan Sekarang ............................................................................ 96
BAB V PENUTUPA. Simpulan ................................................................................ 103B. Saran ...................................................................................... 104
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 105LAMPIRAN ................................................................................................ 108
xi
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Metrum Tembang Macapat ............................................................. 20
Tabel 2. Nilai Moral Hubungan Antara Manusia dengan Tuhan .................... 37
Tabel 3. Nilai Moral Hubungan antara Manusia dengan Manusia .................. 42
Tabel 4. Nilai Moral Hubungan antara Manusia Dengan diri Sendiri ............. 50
Tabel 5. Relevansi dengan Kehidupan Sekarang ........................................... 54
40
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Keputusan Dosen Pembimbing
Lampiran 2 Kartu Bimbingan Skripsi
Lampiran 3 Deskripsi Naskah
Lampiran 4 Naskah Serat Wasitawala
Lampiran 5 Translitrasi Ortografis Serat Wasitawala
Lampiran 6 Terjemahan Serat Wasitawala
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia sebagai negara yang berbineka tunggal ika kaya akan budaya
di tiap-tiap daerah yang beraneka ragam. Keanekaragaman bahasa dan sastra
daerah, sebagai warisan nenek moyang yang tak ternilai harganya merupakan
suatu kebanggan bagi bangsa Indonesia. Beraneka ragam kebudayaan daerah
tersebut merupakan alat penunjang untuk memperkaya kebudayaan Indonesia
pada umumnya. Letak Indonesia yang sangat strategis, membuat Indonesia
kaya dengan beraneka ragam peninggalan berharga salah satunya berupa
naskah dan prasasti batu tulis. Di samping itu, terdapat pula peninggalan
berupa sastra lisan. Dalam sastra lisan terungkap kreativitas bahasa dan sastra
yang di dalamnya ditonjolkan hakikat kemanusiaan masyarakat di masa
lampau. Naskah merupakan dokumen yang paling menarik untuk di kaji,
karena memiliki kelebihan yaitu dapat memberikan informasi yang luas
dibandingkan bentuk peninggalan yang lain salah satunya adalah serat atau
naskah.
Sebagai karya sastra, serat mengandung berbagai nilai- nilai tentang
ajaran moral sebagai gambaran kehidupan masa lampau sehingga patut dikaji
untuk cermin kehidupan akan datang. Dalam hal ini serat sangat memiliki
pengaruh besar terhadap kehidupan masyarakat. Karya sastra dalam hal ini
serat merupakan perwujudan kehidupan bangsa di masa lalu, masa kini dan
masa akan datang, melalui sastra manusia dapat mengimajinasikan dalam
2
kehidupan. Hasil karya sastra Jawa baru yang berkembang setelah periode
Jawa kuna dan Jawa tengahan. Banyak sekali pemugaran teks sastra Jawa
yang ditulis kembali ke dalam bahasa Jawa dan dengan metrum baru atau
lebih dikenal dengan nama serat.
Naskah wulang merupakan karya sastra yang berisikan ajaran atau
pelajaran (Poerwadarminta, 1939: 667). Naskah atau teks wulang berisikan
ajaran atau pelajaran dalam upaya membentuk pribadi yang utama, baik
membentuk hubunganya dengan pengabdian raja dan negara maupun dalam
masyarakat. Wulang disebut juga sebagi karya sastra yang berisikan moral
yang mengandung petunjuk dan teladan atau yang bersifat didaktis. Pada
zaman pra- Surakarta umumnya, teks wulang memuat ajaran tentang
mengabdi kepada raja dan Negara, serta zaman Surakarta dan sesudahnya teks
wulang mementingkan ajaran pembentukan sikap seseorang sebagai pribadi
yang ideal.
Di era globalisasai sekarang ini, masyarakat secara luas masih asing
atau awam tidak mengetahui tentang naskah Jawa, apalagi generasi penerus.
Naskah merupakan karangan yang masih asli ditulis tangan, ketik secara
manual atau karangan yang dianggap sebagai karya asli (Kamus Lengkap
Bahasa Indonesia, 2007: 586). Naskah merupakan warisan para leluhur yang
tidak lain hasil dari karya cipta para pujangga di masa dahulu.
Dari beberapa macam bentuk isi naskah dapat digolongkan berupa
bentuk, Prosa, gancaran, suluk maupun tembang. Serat Wasitawala
dikategorikan berbentuk tembang macapat berisi tentang ajaran moral yang
3
berupa tuntunan nasehat. Bila mendengar tembang macapat masyarakat
umumnya para remaja mengartikannya sebagai ajaran yang kuno. Karena
bergulirnya zaman yang merubah sendi peradaban kehidupan, lambat laun
macapat tidak dikenal oleh generasi muda. Namun sebagian orang tua masih
melestarikan tembang macapat melalui berbagai media cetak media Audio.
Serat Wasitawala adalah sebuah naskah yang dikarang oleh Mas
Demang Warsa Pradongga seorang mantri Niyaga Kepatihan Kraton Surakarta
pada tahun 1843 Masehi. Serat Wasitawala berasal dari dua kata dalam
Bahasa Jawa yang berarti, Wasita adalah ‘nasehat / pitutur ‘ dan wala yaitu
anak yang berarti nasehat untuk anak (Winter,Ranggawarsita 293:296). Jadi
Serat Wasitawala merupakan naskah kuno yang berisikan tentang nasehat
yang ditujukan kepada anak khususnya anak remaja, sebagai ajaran moral
atau tuntunan bekal hidup.
Isi kandungan Serat Wasitawala adalah berbentuk tembang macapat
ada enam macam jenis tembang antara lain Asmarandana berjumlah 26 pada
(bait), Sinom 21 pada, Kinanthi 32, Pangkur 35, Mijil 30, Dhandanggula 21.
Serat Wasitawala kemungkinan mengandung ajaran moral yang berupa
nasehat yang ditujukan bagi umat manusia khususnya pada anak untuk bekal
dalam menjalani kehidupan sehari-hari maupun kehidupan yang akan datang,
sehingga menarik untuk di kaji lebih lanjut. Serat Wasitawala perlu
dimengerti dan dikaji isi dengan cara dialih bahasakan/translitrasi,
diterjemahkan dan dianalisis agar dipahami nilai ajaran moral yang tertuang
4
apa yang didalamnya sehingga dapat menjadi pedoman cara bertingkah laku
manusia dalam menjalani kehidupan.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini mengambil judul
“Nilai Moral dalam Serat Wasitawala karangan Mas Demang Warsa
Pradongga” penulis dengan alasan sebagai berikut.
1. Isi Serat Wasitawala kemungkinan besar mengandung nilai moral yang
berupa nasehat bagi tingkah laku manusia khususnya anak sehingga
menarik untuk di teliti lebih lanjut.
2. Naskah yang berbentuk aksara Jawa dan tembang macapat masih asing
bagi masyarakat khalayak umum terutama para anak muda sehingga perlu
ditekankan dengan cara diperkenalkan lebih lanjut, karena isinya
mempunyai sarat akan pentingnya tentang ajaran hidup .
3. Naskah Jawa yang berupa tembang macapat merupakan hasil karya cipta
para pujangga pada masa dahulu yang harus kita jaga, maupun lestarikan,
sebagai ciri khas budaya bangsa sehingga tidak hilang kepribadian suatu
bangsa seperti sesanti mengatakan ‘adat katimuran’atau budaya Jawa,
yang penuh dengan unggah-ungguh dan sopan santun.
4. Tembang macapat maupun naskah Jawa sekiranya dapat dijadikan materi
wajib pembelajaran bahasa dan sastra Jawa, agar siswa dapat mengenal
serta memahami kebudayaan Jawa, agar terbentuk budi pekerti yang baik.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka identifikasi masalah dapat
dideskripsikan sebagai berikut.
5
1. Nilai moral dalam tembang macapat Serat Wasitawala dapat bermanfaat
sebagai penuntun hidup dalam bersikap dan bertingkah laku dalam
masyarakat.
2. Serat Wasitawala karangan Mas Demang Warsa Pradongga berbentuk
tembang macapat yang berisikan enam jenis tembang yaitu
Dhandanggula, Mijil, Pangkur, Kinanthi, Asmarandana, dan Sinom.
3. Serat Wasitawala banyak mengandung tentang nilai moral ajaran hidup
bagi manusia dan dapat direlevansikan / terapkan dalam kehidupan dimasa
sekarang sehingga menarik untuk diteliti lebih lanjut.
4. Tembang macapat yang terdapat dalam Serat Wasitawala sebagai warisan
budaya yang perlu dilestarikan dan termasuk muatan lokal dan biasanya
tembang macapat diajarkan dalam muatan lokal khususnya pelajaran
bahasa Jawa.
5. Penelitian terhadap naskah, terutama Serat Wasitawala, koleksi
perpustakaan Rekso Pustaka Mangkunegaran dengan kode katalog A 286
dipilih karena salah satu naskah yang memaparkan mengenai nasehat
piwulang terhadap nilai dalam kehidupan.
C. Batasan Masalah
Pada penelitian ini penulis membatasi penelitian pada nilai moral
dalam Serat Wasitawala dan penerapanya dengan kehidupan sekarang.
6
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah kami kemukakan diatas, maka
masalah yang akan diteliti yaitu.
1. Bagaimana nilai moral yang terkandung dalam Serat Wasitawala karangan
Mas Demang Warsa Pradongga?
2. Bagimana relevansi / penerapan isi Serat Wasitawala dengan kehidupan
sekarang?
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang dilakukan adalah untuk mendeskripsikan :
a. Nilai Moral dalam Serat Wasitawala karangan Mas Demang Warsa
Pradongga.
b. Penerapan isi Serat Wasitawala dengan kehidupan sekarang.
2. Manfaat penelitian
a. Secara Teoretis
1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan
dalam bidang kajian filologi/ studi naskah.
2) Hasil penelitian ini diharapkan membantu pengembangan
apreasiasi dibidang kesastraan khususnya budaya Jawa.
b. Secara Praktis
1) Deskripsi nilai moral dalam Serat Wasitawala diharapkan dapat
menjadi tuntunan dan ajaran bertingkah laku bagi masyarakat Jawa
pada umumnya khususnya juga manusia pada umumnya.
7
2) Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah tentang apresiasi
tentang aspek moralitas didalam karya sastra khususnya pada
tembang macapat dalam Serat Wasitawala.
3) Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu wujud
menumbuh kembangkan rasa cinta terhadap budaya Jawa, agar
tidak hilang tergusur oleh peradaban zaman.
4) Hasil penelitian ini diharapkan mampu sebagai alat / media untuk
memotivasi siswa dalam pembelajaran bahasa dan sastra jawa,
khususnya dengan cara mempelajari maupun memahami tembang
macapat beserta isi nilai kandungan moral didalamnya seperti
yang terdapat pada Serat Wasitawala.
F. Sistematika Penulisan
Sistematiaka penulisan skripsi ini meliputi :
Bab I adalah pendahuluan yang berisi tentang latar belakang masalah,
permasalahan, tujuan dan manfaat penelitian, penegasan istilah, sistematika
penulisan.
Bab II merupakan tinjauan pustaka dan kajian teoritis yang berisi
tentang penelitian terdahulu dan teori relevan.
Bab III yaitu metode penelitian yang terdiri dari subjek dan objek
penelitian, sumber data dan data, teknik pengumpulan data, instrumen
penelitian, teknik analisis data dan teknik penyajian hasil analisis data.
Bab IV penyajian data dan pembahasan yang berisi uraian hasil
penelitian dan saran terhadap subjekpenelitian
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, KAJIAN TEORI DAN KERANGKA
BERPIKIR
A. Tinjauan Pustaka
Sebelum mengemukakan mengenai nilai moral, penulis akan
menyajikan beberapa penelitian terdahulu dengan pendekatan tentang nilai
moral sebagai acuan penelitian ini, yakni sebagai berikut.
1. Erawati (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Nilai Pendidikan
Moral dalam Panyandra Pengantin”.
Erawati (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Nilai Pendidikan
Moral dalam Panyandra Pengantin” objek penelitiannya menggunakan
panyandra pengantin karya Sutawijaya. Dalam penelitiannya tersebut
ditemukan beberapa nilai yaitu nilai moral yang berhubungan dengan
akhlak Tuhan Yang Maha Esa, akhlak yang berhubungan sesama manusia,
terhadap lingkungan.
Penelitian yang penulis lakukan mempunyai persamaan dan
perbedaan dengan penelitian tersebut. Persamaannya yaitu sama-sama
mengkaji nilai moral sedangkan perbedannya, Erawati mengkaji nilai
moral dalam panyandra pengantin karya Sutawijaya, sedangkan penulisan
mengkaji nilai moral dalam Serat Wasitawala Karangan Mas Demang
Warsa Pradongga.
8
9
2. Tias (2011) “Nilai Pendidikan Moral dalam Suluk Suksma Lelana” Karya
Raden Ngabehi Ranggawarsita.
Penelitian kedua adalah penelittian yang dilakukan oleh Tias (2011)
dengan judul “Nilai pendidikan Moral Dalam Suluk Suksmalelana karya
Raden Ngabehi Ranggawarsita “ Tias menggunakan buku teori moral yang
dikemukakan oleh Kenny (dalam Nurgiyantoro, 1995: 322) menyatakan
bahwa pesan moral dalam karya sastra biasanya dimaksudkan sebagai
suatu saran yang berhubungan dengan ajaran moral tertentu,bersifat praktis
dan dapat ditafsirkan oleh pembaca. Dalam penelitiannya ditemukan
empat aspek moralitas yaitu nilai moral yang berhubungan antara manusia
dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia, hubungan manusia
dengan alam, dan hubungan penerapan manusia terhadap kehidupan
sekarang.
Persamaan penelitian Tias dengan penelitian yang penulis lakukan
adalah sama-sama mengkaji tentang nilai moral sedangkan perbedaannya,
Tias mengkaji moral dalam Suluk Suksma lelana Karya Ngabehi
Ranggawarsita , sedangkan penulis mengkaji nilai moral dalam Serat
Wasitawala Karangan Mas Demang Warsa Pradongga.
3. Sulaksono (2010) “Nilai Pendidikan Moral dalam Cerita Bersambung
Harjuna Kawiwaha dalam Majalah Djoko Lodhang Karya Wisnu Sri
Widodo”.
Penelitian yang ketiga adalah penelitian yang dilakukan oleh
Sulaksono (2010) dengan judul “Nilai Pendidikan Moral dalam Cerita
10
bersambung Harjuna Kawiwaha dalam Majalah Djoko Lodhang Karya
Wisnu Sri Widodo“ menyebutkan bahwa nilai pendidikan moral dibedakan
menjadi tiga jenis yaitu nilai pendidikan moral terhadap Tuhan, nilai
pendidikan moral terhadap sesama manusia, dan pedidikan moral terhadap
diri sendiri. Sulaksono juga secara rinci moral yang menyangkut hubungan
manusia dengan Tuhan berupa berdoa kepada Tuhan, moral yang
menyangkut hubungan manusia dengan manusia yaitu, tanggung jawab,
patuh, cinta, hormat, kepahlawanan. Moral yang berhubungan manusia
dengan diri sendiri meliputi, berani, pengendalian diri, setia, sabar, takut,
ombong, rindu, sedih, marah dan yakin.
Persamaannya penelitian Sulaksono dengan penelitian yang penulis
sama-sama mengkaji nilai moral. Akan tetapi juga perbedaan yang
menonjol pada objek yang diteliti, Sulaksono mengkaji nilai pendidikan
moral dalam cerita bersambung dimajalah Djoko Lodhang, sedangkan
penulis mengkaji naskah yang di tulis tangan (manuskrip) dalam Serat
Wasitawala karangan Mas Demang Warsa Pradongga.
Penelitian yang keempat yaitu penelitian yang dilakukan oleh Yulita
Sari (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “ Nilai Moral dalam Serat
Candrawarna Karya Pujaharja dan Kemungkinan Pembelajaran di SMA.
Dalam penelitiannya Sari menggunakan metode studi pustaka.
Selain itu Sari juga menggunakan metode analisis isi yang merupakan
metode yang berhubungan dengan isi komunukasi baik verbal maupun non
verbal. Menyatakan bahwa nilai moral dapat dibedakan menjadi tiga jenis
11
yaitu (1) nilai moral yang berhubungan antara manusia dengan diri sendiri
yaitu teliti, amanah/ dapat dipercaya, meninggalkan sifat tidak jujur,
meninggalkan sifat keras kepala, meninggalkan sifat serakah (2) nilai
moral yang berhubungan dengan sesama yaitu menjaga pertemanan, suka
menolong sesama, menghargai pendapat orang lain, setia kepada suami,
dilarang berani kepada suami. (3) nilai moral yang berhubungan manusia
dengan Tuhan yaitu, beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa (percaya
kepada takdir Tuhan) mendekatkan diri kepada Allah SWT, bersyukur atas
rejeki Allah.
Persamaan penelitian Sari dengan peneliti dengan penulis lakukan
adalah sama- sama mengkaji tentang nilai moral, sedangkan perbedaanya
Sari mengkaji moral dalam Serat Candrawarna karya Pujaharja,
sedangkan penulis mengkaji nilai moral dalam Serat Wasitawala
Karangan Mas Demang Warsa Pradongga.
B. Kajian Teoretis
1. Karya Sastra dan Kasusatraan Jawa
a. Karya Sastra
Karya sastra merupakan bagian dari kebudayaan manusia yang
mengungkapkan pikiran-pikiran terbaik manusia. Pengalaman impian,
cita-cita, kebahagiaan, kasih sayang dan ungkapan apa yang ada dalam
hati pengarang. Di dalam karya sastra terdapat berbagai pesan moral
dan nilai-nilai ajaran hidup yang ingin disampaikan pengarang sebagai
tuntunan bagi pemikat karya sastra dan bagi manusia pada umumnya.
12
Jenis pesan moral itu tidak terbatas dan sangat luas ruang lingkupnya,
pesan moral tersebut dapat menyangkut persoalan hidup dan
kehidupan, menyangkut harkat martabat manusia. Secara garis besar
persoalan hidup manusia dibedakan kedalam persoalan manusia
dengan diri sendiri, dengan lingkup sosial/ sesama manusia,dan
hubungan manusia dengan Tuhan (Nurgiyantoro, 2009: 323).
Sastra berarti ‘ layang ‘ surat, kawruh pengetahuan dan tulisan
(Poerbatjaraka, 1939: 545), selanjutnya Winarni, (2009: 6) Sastra
berasal dari bahasa sansekerta, yakni dari kata sas yang berarti
mengarahkan, memberi petunjuk atau instruksi. Sedangkan tra berarti
alat atau sarana, sastra banyak diartikan sebagai tulisan. Pengertian ini
kemudian ditambah dengan kata su yang berarti indah atau baik.Jadi
susastra menjadi tulisan yang indah. Sastra merupakan tulisan yang
memberikan unsure estetik, memberikan sesuatu kepada pembaca dan
mampu menggerakan kreativitas pembaca. Sastra merupakan
ungkapan batin seseorang melalui bahasa dengan cara penggambaran
titian terhadap kenyataan hidup, wawasan pengarang dapat pula
imajinasi murni pengarang.
Sastra adalah hasil kreativitas pengarang yang bersumber dari
kehidupan manusia secara langsung atau melalui rekaannya dengan
bahasa sebagai medianya. Sastra dianggap sebagai karya yang berpusat
pada moral manusia (humanitat), yang di satu sisi terkait dengan
sejarah dan pada sisi lain pada filsafat Darma (dalam Winarni 2009: 7).
13
Karya sastra adalah kehidupan buatan atau rekaan sastrawan.
Kehidupan dalam karya sastra adalah kehidupan yang telah diwarnai
dengan sikap penulisnya, latar belakang pendidikannya serta
keyakinannya. Bahwa karya sastra mempunyai fungsi bukan semata-
mata untuk memberi hiburan kepada penikmatnya, melainkan juga
memberikan sesuatu yang memang dibutuhkan manusia pada
umumnya, yakni nilai-nilai yang anggun dan agung yang sering
terlepas dari pengamatan sehari-hari (Suharianto, 1982: 18). Teks
karya sastra merupakan sesuatu yang konstan, yang mantap, tidak
berubah sepanjang masa, sesuai dengan ciptaan penulisnya (Teeuw,
1984: 250).
Karya sastra pada dasarnya bersifat umum dan sekaligus
bersifat khusus, atau lebih tepat lagi individu dan umum sekaligus.
Bahwa yang dimaksud dengan individual di sini dengan seratus persen
unik atau khusus. Setiap manusia yang memilliki kesamaan dengan
umat manusia pada umumnya, dengan sesama jenisnya, dengan bangsa
dan kelasnya, dengan rekaan seprofesinya setiap karya sastra
mempunyai ciri sifat yang sama dengan karya seni yang lain
(Budianta,1990: 9).
Menurut Astiyanto (dalam Sari, 2012: 29) karya sastra
merupakan bagian dari kebudayaan manusia sering sekali bercerita
tentang pikiran-pikiran terbaik manusia. Sastra bukan saja
mengekpresikan pikiran orang perorangan akan tetapi pikiran suatu
14
bangsa. Dikatakan pula sastra bercerita tentang perasaan dan perhatian
manusia, tentang kehendak, impian cita-cita manusia, kebahagiaan,
kasih sayang dan keadilan. Selanjutnya Todorov (dalam Riyadi 1994:
6) karya sastra sebagai struktur cerita yang terbangun oleh unsur-
unsur satuan cerita yang berupa peristiwa- peristiwa.
Menurut Saxby (dalam Nurgiyantoro, 2005: 4) mengatakan
bahwa sastra hakikatnya adalah citra kehidupan, gambaran kehidupan.
Citra kehidupan dapat di pahami sebagai penggambaran secara konkret
tentang model- model kehidupan sebagai mana yang kita jumpai dalam
kehidupan faktual sehingga mudah di imajinasikan sewaktu dibaca.
Selanjutnya Damono (1984: 1) karya sastra diciptakan oleh sastrawan
untuk dinikmati, dipahami, dan dimanfaakan oleh masyarakat. Sastra
adalah lembaga sosial yang menggunakan bahasa sebagai mediumnya.
Sastra menampilkan gambaran kehidupan, dan kehidupan itu suatu
kenyataan sosial.
Lukens (dalam Nurgiyantoro, 2005: 9) sastra menawarkan dua
hal utama, yaitu kesenangan dan pemahaman. Sastra hadir kepada
pembaca memberikan hiburan- hiburan yang menyenangkan. Sastra
menampilkan cerita yang menarik, mengajak pembaca untuk
memenjakan fantasi, membawa pembaca kesuatu alur kehidupan yang
penuh daya, suspensi, daya yang menarik pembaca untuk ingin tahu
dan merasa terikat karenanya mempermainkan emosi pembaca
sehingga ikut larut ke dalam alur cerita.
15
Menurut Dresden (dalam Tias 2011) karya sastra sebagai dunia
‘dalam kata’ yang memiliki kebulatan makna intrisik hanya dapat
digali karya sastra itu sendiri. Karya sastra selalu menawarkan pesan
moral yang berhubungan sifat- sifat luhur manusia, memperjuangkan
hak dan martabat manusia.
Jadi menurut penulis karya sastra adalah sebuah usaha manusia
untuk mengungkapkan imajinasi tentang bentuk tulisan yang
menggambarkan tentang kehidupan manusia pada umumnya.
b. Kasusastran Jawa
Karya sastra telah berkembang sejak awal dari zaman kuno
sampai zaman modern. Periodesasi kasusatran Jawa dibagi menjadi
empat bagian yaitu karya sastra Jawa kuno, Jawa tengahan, Jawa baru,
dan jawa modern. Karya Jawa kuno berbentuk gancaran, dan kakawin,
Karya sastra Jawa tengahan berbentuk (prosa), (gancaran) tembang
gedhe, tembang tengahan, macapat, dan kidung. Karya sastra jawa
modern berbentuk gancaran (prosa) dan tembang macapat gedhe
sedangkan hasil karya sastra modern antara lain berbentuk berita
(pawarta), cerita atau puisi / geguritan (Abdullah, 2007: 15).
Pertumbuhan kasusatran jawa sudah dikenal secara luas dan
selang waktu cukup lama. Karya sastra yang paling tua adalah Serat
Candrakarana yang dibuat pada masa Dinasti Syailindra yang
berkuasa sekitar tahun 700 Caka dan telah berhasil membangun
monumen megah berupa Candi Kalasan. Serat Candrakarana ini berisi
tentang pelajaran persajakan dan leksikografi Poerbacaraka (dalam
Purwadi, 2005: 12).
16
Kesusteraan nusantara berkembang sejak jaman adanya tulisan.
Tulisan pada jaman dahulu berwujud prasasti misalnya prasasti Candi
Prabu Boko. Setelah ada daun rontal, maka mulai ada kesusteraan yang
berupa kakawin yang di tulis pada daun rontal. (Purwadi, 2009: 1).
Jadi karya sastra merupakan hasil perpaduan harmonis antara
kerja perasaan dan pikiran yang mampu menimbulkan cerita atau
bayangan-bayangan tertentu di .dalam benak penikmatnya.
2. Serat
Purwadi (1995: 301) serat mempunyai pengertian tulisan atau
layang. Menurut Wintala (2012: 13) serat merupakan salah satu karya
sastra Jawa kuno yang cenderung berupa naskah- naskah tembang macapat
baik berisi kisah (babad atau legenda) maupun nasihat-nasihat.
Sejalan dengan pendapat Subalidinata (1994: 52) yang
menjelaskan bahwa, karya sastra Jawa dikarang nganggo basa Jawa
kuna, tengahan lan Jawa anyar, rakitaning sastra iku kasebut pustaka
kang saiki lumrah kasebut buku. Kajaba digunakake tembung pustaka,
wong sok nyebut nganggo istilah layang utawa serat. (Karya sastra Jawa
dikarang dengan bahasa Jawa kuna, tengahan, dan Jawa baru, rangkaian
sastra itu disebut pustaka yang sekarang wajar disebut buku.
Serat atau layang dapat diartikan sebagai sebuah karya sastra
klasik yang dituangkan ke dalam buku yang berisi pengetahuan-
pengetahuan masa lalu.
17
3. Tembang Macapat
Dalam sastra Jawa terdapat puisi tradisional yang disebut macapat.
Jenis puisi ini terikat oleh aturan yang mapan, yaitu guru gatra, guru
wilangan, dan guru lagu. Padmosoekatja (dalam Haryatmo, 2003: 1) atau
jumlah larik dalam bait, jumlah suku kata atau silabe dalam larik dan
bunyi suku kata atau silabe pada akhir larik. Macapat merupakan jenis
genre puisi Jawa baru yang memiliki aturan metrum (pembaitan) berupa
guru gatra atau jumlah guru baris dalam pada bait, guru wilangan atau
wanda suku kata tiap gatra sesuai kedudukan gatra pada dan guru lagu
atau dhong-dhing atau rima akhir gatra sesuai kedudukan gatra dalam
pada, bait, guru gatra , guru wilangan, berkaitan dengan jenis metrum
yang digunakan.
Istilah macapat sudah dikenal oleh sebagian masyarakat Indonesia,
terutama suku Jawa, Sunda, Madura, dan Bali. Diperkirakan, macapat
timbul pada akhir abad XVI dan awal abad XIX Masehi atau pada zaman
kepujanggan Surakarta, abad XVIII Masehi atau bahkan pada zaman
Kartasura atau zaman Mataram, abad XVII Masehi. (Darusuprapta,
1990:1).
Poedjasoebrata dalam (Purwadi, Mahmudi, Setyaningrum, 1995:
512) menyatakan bahwa tembang berasal dari pengertian karangan bunga
(tetembungan kang rinonce kadya tembang), maka tembang disebut
‘sekar’ yang merupakan tembang krama dan kembang. Tembang berasal
18
dari jarwo dhosok tem + bang, artinya kata yang disusun seperti rangkaian
bunga. Dengan demikian tembang mengandung pengertian keindahan.
Sedangkan macapat maksudnya membaca/ melajukan empat-
empat yaitu, pemberhentian nafas pada empat suku kata. Di dalam
tembang macapat terdapat erat kaitanya dengan isi dan metrum, lagu.
Penggunaan suatu metrum harus sesuai dengan watak yang dimilikinya
karena watak tersebut ikut menentukan nilai keindahan tembang. Berikut
ini berbagai jenis watak tembang macapat.
a. Mijil, mempunyai watak teraharu dan terpesona. Tembang tersebut
cocok untuk menyatakan suasana haru, terpesona dalam hubunganya
dengan kasih sayang dan nasihat.
b. Sinom, berwatak senang, gembira, memiktat. Dan segi kegunaanya,
tembang tersebut cocok untuk menggambarkan suasana gerak yang
menunjukan kelincahaan.
c. Maskumambang berwatak susah, sedih, sedih, terharu, merana, dan
penuh derita. Tembang tersebut lebih cocok untuk melukiskan suasana
sedih, haru, merana penuh derita.
d. Asmarandana berwatak sedih, rindu, dan mesra. Watak tersebut lebih
cocok untuk menyatakan rasa sedih, rindu, dan mesra.
e. Dhandanggula berwatak manis, luwes, memukau. Dari segi
kegunaanya, watak tersebut sangat cocok untuk menggambarkan
sebagai hal atau suasana.
19
f. Gambuh berwatak wajar, jelas, dan tanpa ragu- ragu. Tembang tersebut
lebih cocok untuk mengungkapkan hal- hal yang bersifat kekelurgaan,
nasihat, serta menggambarkan kesungguhan hati.
g. Durma tembang berwatak bersemangat, keras, dan galak. Watak
tersebut lebih cocok untuk mengungkapkan kemarahan, kejengkelan,
dan dalam peperangan.
h. Pangkur tembang pangkur berwatak gagah, perwira, bergairah, dan
bersemangat. Watak demikian cocok untuk memberikan nasihat yang
bersemangat, melukiskan cinta yang berapi- api, serta melukiskan
suasana bernada keras.
i. Megatruh tembang tersebut berwatak susah, sedih, penuh derita,
kecewa, dan menerawang. Watak tersebut cocok untuk melukiskan
suasanah sedih, pilu, penuh derita, kecewa dan menerawang.
j. Pocung tembang berwatak santai, seenaknya, cocok untuk
menggambarkan suasana santai, seenaknya, dan bersungguh- sungguh.
Menurut Moelyono (dalam Haryatmo, 2003:11) tembang macapat
terdapat Sembilan jenis, antara lain: pocung, dhangdhanggula, sinom,
pangkur, asmarandana, kinanthi, durma, mijil. Di dalam macapat terdapat
watak yang erat kaitanya dengan isi, metrum, dan lagu. Penggunaan suatu
metrum harus sesuai dengan watak tersebut ikut menentukan nilai
keindahan tembang.
20
No NamaTembang Gatra Guru Wilangan dan Guru Lagu
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101 mijil 6 10i 6o 10e 10i 6i 6u - - - -2 sinom 9 8a 8i 8a 8i 7i 8u 7a 8i 12a3 Maskumambang 4 12i 6a 8i 8a - - - - - -4 asmarandana 7 8i 8a 8e 8a 7a 8u 8a5 gambuh 5 7u 10u 12i 8u 8o6 kinanthi 6 8u 8i 8a 8i 8a 8i7 dhandhanggula 10 10i 10a 8e 7u 9i 7a 6u 8a 12i 7a8 durma 7 12a 7i 6a 7a 8i 5a 7i9 pangkur 7 8a 11i 8u 7a 12u 8a 8i10 megatruh 5 12u 8i 8u 8i 8o11 pocung 4 12u 6a 8i 12a
Tabel 1 metrum tembang macapat
Menurut (Sutardjo, 2006:16) tembang macapat selain indah untuk
dinyanyikan juga mengandung makna filosofis terhadap kehidupan
manusia, yaitu:
a. Mijil
Masa kelahiran anak (mijil), sifat tembang prihatin; karena dalam
kehamilan dan menghadapi kelahiran anak, orang tua biasanya selalu
prihatin, berdoa agar semuanya dapat selamat (ibu dan bayi) sewaktu
melahirkan.
b. Maskumambang
Menggambarkan masa anak-anak, sifat tembangnya prihatin yaitu,
masa kegembiraan telah memiliki buah hati (anak = emas), namun
selalu kuatir apabila anaknya terkena musibah/halangan dalam
bermain, mengingat anak balita masih serba ceroboh.
21
c. Sinom
Menggambarkan masa muda, wataknya tembang grapyak simpati,
supel, memang masa remaja biasanya senang bicara pandai bergaul
dalam rangka mencari simpati orang lain.
d. Durma
Menggambarkan masa remaja yang masih labil mudah terpengaruh
terhadap lingkungan serta keadaan. Watak tembang galak pemberani
karena para pemuda biasanya amat berani dan mudah emosi, sering
kurang kontrol, dan senang bertengkar.
e. Asmarandana
Menggambarkan masa remaja yang mulai jatuh cintaterhadap lain
jenis. Watak tembangnya grapyak ‘simpati’ gembira dan sedih, karena
apabila seseorang baru jatuh cinta perasaan senang, khawatir .
f. Dhandhanggula
Mulai menggambarkan masa tua, mulai mengatur atau menyelaraskan
hidup, saling membantu dalam kehidupan. Wataknya supel, manis,
menyenangkan maksudnya masa tua mulai senang membantu dan
kerjasama dengan tetangga/sesama, serta menyesuaikan dengan
lingkungan.
g. Gambuh
Menggambarkan kematangan jiwa, antara cipta karsa dan karya telah
jumbuh ‘ sesuai, menyatu’. Telah dapat menyeimbangkan antara
kebutuhan jasmani / lahir dan rohani / batin. Watak tembang pitutur
22
atau nasihat, maksudnya masa tersebut senang memberi petuah atau
pelajaran -pelajaran hidup.
h. Pangkur
Penggambaran masa lanjut usia yang telah mungkur
’mengkesampingkan’ urusan duniawi. Watak tembangnya semangat,
perwira, maksudnya dalam melawan hawa nafsu (duniawi, serakah)
sangat sungguh-sungguh, agar tidak menggangu ketenangan hidup.
i. Kinanthi
Menggambarkan masa mulai hidup berumah tangga, watak
tembangnya senang, asih‘ kasih sayang‘ dan gumolong ‘bersatu’.
Mengingat masa hidup berkeluarga merupakan waktu yang amat
menyenangkan, penuh kasih sayang dan harus bersatu.
j. Megatruh
Menggambarkan masa kematian, pisahnya roh dengan bada (jasad),
pegat atau pisah dan roh ‘nyawa’. Watak tembang Megatruh adalah
susah, nelangsa, prihatin, kecewa, maksudnnya apabila kematian telah
datang para sanak keluarga akan merasa susah/ sedih.
k. Pocung
Penggambaran sewaktu mayat mulai dipocong ‘dikafan’ dan watak
tembangnya sembrana ‘sembarangan’ dan seenaknya. Maksudnya
apabila manusia telah meninggal akan lupa segalanya, dan tidur
seenaknya bergantung kehendak para sanak saudara yang masih hidup.
23
Macapat merupakan salah satu hasil karya sastra dalam bentuk
tembang yang mengandung ajaran hidup, aturan yang baik,
pengetahuan serta bahasa yang indah. Seorang pengarang menciptakan
karya sastra khususnya berupa tembang biasanya menyisipkan tentang
pengetahuan dan tuntunan hidup diterapkan dan digunakan sebagai
pedoman hidup.
4. Nilai Moral
a. Pengertian Nilai
Menurut Sutardjo (2006: 106) Nilai merupakan sesuatu yang
dapat digunakan sebagai tolak ukur atau pedoman, tuntunan yang baik
dalam kehidupan masyarakat. Nilai berfungsi sebagai, landasan
perbuatan, juga sebagai pengarah dan pendorong seseorang dalam
melakukan perbuatan. Nilai secara luas adalah suatu cita-cita, dan cita-
cita mutlak hal yang benar, hal-hal yang baik dan hal yang indah
Selanjutnya Waluyo (2007: 98) nilai merupakan fenomena psikis
manusia yang menganggap sesuatu hal bermanfaat dan berharga dalam
kehidupanya, sehingga seseorang dengan suka rela terlibat fisik dan
mental ke dalam fenomena tersebut. Menurut Soedarsono dkk (1985:
21) nilai adalah ukuran yang harus kita tegakkan untuk melestarikan
irama kehidupan yang sesuai dengan kodrat alam dan cita-cita luhur
suatu masyarakat/ bangsa.
Puspita (2011: 20) nilai memiliki yang sangat luas bila
dihubungkan dengan unsur yang ada pada diri manusia berupa akal,
24
pikiran, perasaan, dan keyakinan. Sesuatu dikatakan sebagai nilai
apabila itu berguna(nilai kegunaan), benar (nilai kebenaraan), indah
(nilai estetis), baik (nilai moral dan sebagainya.
Nilai moral adalah suatu bagian dari nilai, yaitu nilai yang
menangani kelakuan baik atau buruk dari manusia. Menurut Uzey
(dalam Kaelan 2000) menyebutkan ada tiga kategori nilai. Ketiga nilai
itu adalah sebagai berikut :
1) Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan
jasmani manusia atau kebutuhan ragawi manusia.
2) Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk
dapat mengadakan kegiatan dan aktifitas.
3) Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia.
Nilai karya sastra merupakan sesuatu yang variabel menurut
peranan faktor- faktor dari model semiotik dalam situasi konkrit
tertentu (Teeuw, 1984: 379).
Menurut penulis nilai moral dalam karya sastra merupakan
suatu penilaian baik buruk budi pekerti yang berhubungan dengan
harkat dan martabat manusia, disampaikan melalui cerita serta
kebudayaan masa lampau yang tertuang dalam isi dari karya sastra
5. Nilai Moral dalam Karya Sastra
Secara etimologis kata Moral berasal dari bahasa latin mos (jamak:
mores) yang berarti mengandung adat kebiasaan dan norma yang menjadi
25
pegangan hidup seseorang atau kelompok orang bagi pengaturan tingkah
lakunya (Zuriah, 2007: 17)
Moral merupakan sesuatu yang restrictive, artinya bukan sekedar
sesuatu yang deskritif tentang sesuatu yang baik, melainkan juga sesuatu yang
mengarahkan kelakuan dan pikiran seseorang untuk berbuat baik. Moralitas
menuntut keseluruhan hidup dari seseorang karena ia melaksanakan apa yang
baik dan menolak apa yang batil (Zuriah, 2007: 12)
Menurut (Nurgiyantoro, 1995: 323) ajaran moral itu sendiri dapat
mencakup seluruh persoalan hidup dan kehidupan, serta yang mencakup
harkat dan martabat manusia. Persoalan hidup dan kehidupan manusia itu
dapat dibedakan ke dalam persoalan hubungan manusia dengan diri
sendiri, hubungan manusia lain dalam lingkup sosial termasuk hubungan
dengan alam, dan hubungan manusia dengan Tuhan.
Moral dalam karya sastra biasanya mencerminkan pandangan
hidup pengarang yang bersangkutan, pandangan tentang nilai-nilai
kebenaran, dan hal itulah yang ingin disampaikannya kepada pembaca
Selanjutnya Kenny (dalam Nurgiyantoro,1995: 321) yang dimaksud
dengan moral merupakan sebagai suatu saran yang berhubungan dengan
ajaran moral tertentu yang bersifat praktis, yang dapat diambil /
ditafsirkan lewat cerita oleh pembaca.
Moral atau kesusilaan adalah nilai yang sebenarnya bagi manusia.
Tuntunan kodrat tentang pengakuan manusia mengenai baik dan buruk.
Menurut Suseno (dalam Widyawati 2010: 1) ajaran moral adalah ajaran,
26
wejangan, khotbah-khotbah, pathokan, kumpulan peraturan dan ketetapan,
entah lisan atau tulis, tentang bagaimana manusia harus hidup dan
bertindak agar ia menjadi yang baik. Moral atau kesusilaaan adalah
keseluruhan dari berbagai kaidah dan pengertian yang menentukan mana
yang dianggap baik dan mana yang dianggap durhaka dalam suatu
golongan dalam masyarakat (Soedarsono dkk,1985: 22)
Menurut Poedjawijatna (dalam Darusuprapta, 1990: 1) ajaran
moral merupakan ajaran yang bertalian dengan perbuatan dan kelakuan
yang pada hakikatnya merupakan pencerminan akhlak atau budi pekerti.
Selanjutnya Amin (dalam Darusuprapta, 1990: 1) ajaran moral
menerangkan apa yang seharusnya dan sebaiknya dilakukan oleh manusia
terhadap manusia lain. Moral dalam karya sastra biasanya mencerminkan
pandangan hidup pengarang yang bersangkutan, pandangannya tentang
nilai-nilai kebenaran, dan hal itulah yang ingin disampaikannya kepada
pembaca.
Moral juga dimaksudkan sebagian suatu saran yang berhubungan
dengan ajaran moral tertentu yang bersifat praktis, yang dapat diambil /
ditafsirkan lewat cerita oleh pembaca Kenny (dalam Nurgiyantoro, 2000: 321).
Moral dalam karya sastra sengaja diberikan oleh pengarang tentang
berbagai hal yang berhubungan dengan kehidupan seperti tingkah laku,
dan sopan santun pergaulan.
Moralitas merupakan tata tertib atau tingkah laku yang dianggap
baik dan luhur dalam suatu lingkungan atau masyarakat. Moralitas usaha
27
untuk menyampaikan ajaran-ajaran moral, agar aturan-aturan, tingkah laku
dan perbuatan supaya ditaati dan dilestarikan oleh anggota masyarakat
(Soedarsono dkk, 1985: 5).
Menurut Depdikbud (dalam Sari, 2012: 27) moral adalah ajaran
tentang baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap,
kewajiban dan sebagainya, akhlak, budi pekerti, susila. Pada umumnya
orang memberikan pengertian bahwa moral menyangkut apa yang
seharusnya atau yang tidak seharusnya dilakukan dalam situasi tertentu,
apa yang benar apa yang salah dalam sebuah tindakan, apa yang baik dan
apa yang buruk pada individu- individu yang tersebut didalamnya.
Menurut Cahyono (1995: 297) moral atau moralitas pada
hakikatnya merupakan suatu fenomena dan sekaligus fakta sosial yang
inheren, yang terdiri dari aturan - aturan dan kegiatan- kegiatan sosial.
Menurut Rest, Kant (dalam Cahyono 1995: 210) moral mencakup
makna yang begitu luas yaitu:
a. Tingkah laku membantu orang lain
b. Tingkah laku yang sesuai dengan norma- norma sosial.
c. Internalisasi norma-norma sosial.
d. Timbulnya empati atau rasa salah.
e. Penalaran tentang keadilan.
f. Memperhatikan kepentingan orang lain.
Jadi dapat disimpulkan moral adalah seluruh tatanan atau ukuran
yang mengatur tingkah laku, perbuatan dan kebiasaan manusia yang
28
dianggap baik dan buruk oleh masyarakat yang bersangkutan baik dan
buruk baik bagi orang yang satu dengan yang lain ada kalanya tidak
sama.suatu penilaian baik buruk budi pekerti yang berhubungan dengan
harkat dan martabat manusia, disampaikan melalui cerita serta kebudayaan
masa lampau yang tertuang dalam isi dari karya sastra
6. Naskah dan Teori Filologi
a. Naskah
Naskah merupakan karangan yang ditulis tangan, atau karangan
yang dicetak dan diterbitkan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1991: 165).
Naskah merupakan benda konkret yang dapat dilihat atau dipegang.
Tulisan tangan yang menyimpan berbagai ungkapan pikiran dan
perasaan sebagai hasil budaya bangsa masa lampau. Semua bahan
tulisan tangan itu disebut naskah handschrif (Suryani, 2011: 47).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995: 684) ada empat
pengertian naskah, yaitu (1) karangan yang masih di tulis tangan, (2)
karangan seseorang sebagai karya asli, (3) bahan-bahan berita yang
siap untuk diset, (4) rancangan.
Naskah adalah salah satu hasil budaya yang diungkapkan oleh
teks klasik dapat dibaca dalam bentuk peninggalan-peninggalan yang
berupa tulisan. Naskah sebagai suatu keutuhan dan mengungkapkan
pesan. Naskah-naskah di nusantara mengemban isi yang sangat kaya.
Kekayaan itu dapat ditunjukan oleh aneka ragam aspek kehidupan
yang dikemukakan meliputi, masalah sosial, politik, ekonomi, agama,
29
kebudayaan, dan sastra. (Baried dkk,1985: 4) Naskah biasanya
disimpan pada katalog di perpustakaan dan museum yang terdapat di
berbagai Negara. Sebagian naskah lainya masih tersimpan dalam
koleksi perseorangan, misalnya naskah Melayu, Aceh dan Jawa.
Naskah berbeda dengan teks manuskrip. Naskah adalah benda
konkret yang dapat dilihat atau dipegang. Dalam pengertian naskah
mencakup alat tulis (beserta bahan dan teknik penjilidanya), sampul,
aksara beserta sistem ajaanya, tinta, rubrikasi, iluminasi, hiasan-hiasan
yang muncul pada lembar-lembar alat tulis. Wujud naskah dapat
disentuh, diraba, atau pun dirasakan langsung oleh indera. Naskah pada
dasarnya sebagai sarana komunikasi antara penulis yang merupakan
pemilik kebudayaan masa lalu dan pembaca di masa kemudian.
Adapun objek komunikasinya adalah teks, yang merupakan kandungan
naskah (Saputra, 2008: 4).
Sedangkan yang dimaksud dengan dengan teks ialah
kandungan atau isi dari naskah yang bersifat abstrak yang hanya
dibayangkan saja. Teks terdiri dari isi yaitu, ide-ide atau amanat yang
hendak disampaikan pengarang kepada pembaca. Teks juga merupakan
kandungan yang naskah yang dinyatakan bahasa atau benda lain sesuai
dengan jenis wacananya. Teks dalam tradisi Jawa yang dibingkai
prosidi sastra berupa macapat untuk teks-teks Jawa baru, kidung teks
Jawa tengahan, dan kakawin untuk teks Jawa kuna.
30
Jadi naskah merupakan salah satu hasil karya sastra pengarang
yang mengandung berbagai pesan ajaran moral, norma, aturan, etik,
nilai-nilai serta pedoman hidup. Dahulu naskah berbentuk tulisan
tangan tetapi sekarang naskah berbentuk cetak.
b. Teori Filologi
Filologi berasal dari kata Yunani, philos yang berarti cinta dan
logos yang berarti kata. Bentukan kedua kata tersebut menjadi cinta
kata atau senang bertutur. Secara etimologis, kata filologi berasal dari
philologia yang pada awalnya berarti kegemaran berbincang-bincang,
yang kemudian berarti, cinta kepada kata, perhatian kepada sastra, dan
akhirnya studi ilmu sastra. Filologi merupakan ilmu yang menyelidiki
perkembangan kerohanian suatu bangsa dan khususnya atau
menyelidiki kebudayaan berdasarkan bahasa dan kasusasteraanya
Sutrisno, (dalam Suryani, 2011: 2)
Baried (1985:1) filologi adalah suatu pendekatan tentang sastra-
sastra dalam arti yang luas mencakup bidang kebahasaan, kesasteraan
dan kebudayaan. Apabila dikatakan bahwa sastra merupakan hasil
kebudayaaan masa lampau maka pengertian kebudayaan di sini
merupakan kelompok adat kebiasaan, kepercayaan, dan nilai turun-
temurun dipakai dipakai masyarakat pada waktu tertentu untuk
menghadapi dan menyesuaikan diri dengan segala situasi yang
tumbuh, baik dalam kehidupan individu maupun dalam kehidupan
kelompok.
31
Masih menurut Baried (dalam Suryani, 2011: 3) bahwa istilah
filologi dalam arti studi, teks, suatu studi yang melakukan kegiatan
dengan mengadakan kritik terhadap teks atau kritik teks. Dalam
pengertian ini filologi dikenal sebagai studi tentang seluk- beluk teks.
Di negara Belanda filologi berarti ilmu pengetahuan yang berhubungan
dengan studi teks sastra atau budaya yang berkaitan dengan latar
belakang kebudayaan yang didukung oleh teks tersebut. Di Prancis
filologi selain mendapat arti suatu bahasa melalui dokumen tertulis,
juga merupakan suatu studi mengenai teks lama dan transmisinya. Di
Inggris filologi merupakan ilmu dan studi bahasa yang ilmiah yang
disandang oleh linguistik pada masa sekarang, dan apabila studinya
dikhususkan pada teks- teks tua, filologi memperoleh pengertian
semacam linguistik historis.
Baried (dalam Suryani 2011: 6) Filologi mengkaji teks klasik
dengan tujuan mengenalinya sesempurna mungkin dan selanjutnya
menempatkan dalam keseluruhan sejarah bangsa. Dengan menemukan
keadaan teks seperti adanya semula, maka teks dapat terungkap secara
sempurna pula. Secara terperinci, dapat dikatakan bahwa filologi
memiliki tujuan umum dan tujuan khusus.
Sasaran objek dan kerja filologi adalah naskah dan teks.
Adapun tahapan-tahapan penelitian filologi meliputi:
32
1) Inventarisasi Naskah
Yang dimaksud inventarisasi naskah adalah kegiatan
mengumpulkan informasi mengenai keadaan naskah yang
mengandung teks korpus. Naskah - naskah yang mengandung teks
sekorpus secara sederhana berarti naskah- naskah yang
mengandung teks sejudul, yang kadang- kadang tercantum pada
sampul naskah atau kelopak depan naskah (Saputra, 2008: 81).
2) Deskripsi Naskah
Menurut Suryani (2011: 75) deskripsi naskah adalah
penyajian informasi mengenai fisik naskah- naskah yang menjadi
objek penelitian.
3) Translitrasi
Menurut Baried (1985: 65) transliterasi adalah penggantian
jenis tulisan, huruf demi huruf dari abjad yang satu keabjad yang
lain. Istilah istilah ini dipakai bersama- sama dengan istilah
transkripsi, dengan pengertian yang sama pada penggantian jenis
tulisa naskah. Penggantian jenis tulisan pada prasasti umumnya
memakai istilah transkripsi. Apabila istilah transkripsi dibedakan
dari istilah translitrasi maka transkripsi diartikan sebagai salinan
atau turunan tanpa mengganti macam tulisan.
Translitrasi mempunyai dua macam bentuk yaitu translitrasi
ortografis dan translitrasi diplomatik. Translitrasi ortografis adalah
pengalihan dari huruf Jawa ke huruf Latin dengan berpedoman
33
pada sistem tulisan Latin atau sesuai dengan EYD. Sedangkan
translitrasi diplomatis adalah merupakan pengalihan huruf, yakni
dari huruf Jawa ke huruf Latin dengan tetap berpedoman sistem
aksara Jawa dan tanpa mengadakan perubahan apapun.
Jadi filologi adalah ilmu yang menyelidiki perkembangan
kerohanian suatu bangsa dan kekhususannya atau menyelidiki
suatu kebudayaan berdasarkan bahasa dan kesusasteraan.
34
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian dalam skripsi ini menggunakan deskritif kualitatif yaitu
menjelaskan atau menjabarkan secara verbal, yang tidak berupa angka serta
apa adanya. Dalam metode penelitian ini adalah dengan teknik pustaka,
melalui pendekatan ilmu filologi. Tahapan atau langkah-langkah penelitian
pendekatan ilmu filologi ini diawali dengan pengumpulan data mencari objek
yang berupa naskah. Transliterasi / alih bahasa dengan menggunakan jenis
transliterasi otrografis yaitu, mengalih jenis tulisan dengan memperhatikan
ejaan yang disempurnakan, selanjutnya dengan penerjemahan dan mengkaji
nilai moral dalam Serat Wasitawala karangan Demang Warsa Pradongga.
B. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah naskah Serat Wasitawala yang memuat
syair-syair tembang macapat berjumlah enam jenis tembang yaitu
Dhandhanggula, Mijil, Kinanthi, Durma, Sinom, Asmarandana, dan Pangkur.
Naskah tersebut tersimpan di perpustakaan Rekso Pustaka Mangkunegaran
Surakarta.
Objek dari penelitian ini adalah kajian nilai moral yang terkandung di
dalam naskah Serat Wasitawala, serta relevansi dalam kehidupan sekarang.
34
35
C. Sumber Data dan Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah Serat Wasitawala karangan
Mas Demang Warsa Pradongga salah satu mantri di Kepatihan kraton
Mangkunegaran. Data penelitian ini adalah baris-baris tembang macapat yang
memuat mengenai nilai moral.
Dalam penelitian ini berupa syair tembang macapat di Serat
Wasitawala yang berjumlah enam tembang yaitu Dhandanggula, Mijil,
Kinanthi, Durma, Sinom, Asmarandana dan Pangkur.
D. Teknik Pengumpulan Data
(Subroto dalam Nuraeini 210: 29) teknik pengumpulan data dalam
penelitian ini adalah menggunakan teknik pustaka yaitu mempergunakan
sumber-sumber tertulis dalam memperoleh data. Serta menggunakan teknik
simak yaitu mengadakan penyimakan secara teliti, cermat, kemudian
dilakukan pemahaman terhadap teknik simak maupaun teknik catat guna
menemukan nilai-nilai moral yang tekandung dalan Serat Wasitawala
selanjutnya dikelompokan menurut nilai moral yang kami analisis.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh
peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaanya lebih mudah dan
hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap, sistematis sehingga
mudah diolah (Arikunto,1997 : 136).
36
F. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan deskripsi kualitatif. Teknik analisis data merupakan cara-cara
penafsiran dengan menyajikan dalam bentuk deskripsi. Penafsiran dalam
metode ini memberikan pada situasi alamiah dan mempertimbangkan pada isi
pesan yang terkandung dalam karya sastra sehingga dapat diketahui isi secara
tepat (Ratna, 2004: 49).
G. Teknik Penyajian Hasil Analisis Data
Hasil analisis data penelitian ini disajikan dalam bentuk tabel yang
telah dikategorikan sesuai nilai moralnya adalah nilai moral hubungan
manusia dengan manusia, hubungan manusia dengan sesama, dan hubungan
manusia dengan diri sendiri. Teknik penyajian hasil analisis data dalam
penelitian ini menggunakan metode penyajian data formal, yaitu penyajian
data analisis dengan kata-kata lugas, bahasa sehari-hari dan tidak formal atau
baku.
37
BAB IVPENYAJIAN DATA DAN PEMBAHASAN
A. Penyajian Data
Berdasarkan penelitian, maka nilai moral yang terdapat pada Serat
Wasitawala terdiri dari (1) Hubungan Manusia dengan Tuhan (2) Hubungan
Manusia dengan manusia (3) Hubungan Manusia dengan diri sendiri (4)
Relevansi dengan Kehidupan Sekarang.
1. Nilai Moral yang Berhubungan Manusia dengan Tuhan
Tabel 1. Nilai Moral Hubungan Antara manusia dengan Tuhan
No Tembang Pupuh Indikator(Translitrasi Ortografis) Nilai Moral
1. Dhandhanggula 12 yen sira sukra marangamasjid,lakonana ingsaprentahira,Kanjeng rosulsadhawuhe,gedhe kramatipun,lamun sira ajeg maringmasjid,tur becik cahayanira,manther yen dinulu,tur ngadohaken ingrencana,ingkang pancen kangdadya rubedengmangkin,wus sirna saking sira.
Terjemahan:
Kalau kamu hari Jumatke Masjid lakukanlahperintah paduka rosul,sabdanya besarkeluhuranya. Apabilakamu tetap pergi keMasjid lagi pula baik
Menjalankanajaran rosul
38
cahaya/ sinar. Pusatpikiran kalau marah danmenjauhkan di godaan/penghalang, yangmemang menjadikesulitan nanti sudahhilang dari kamu.
2 Sinom 10 Wus karsaning HyangSuksma,yen wau ponang wijajil,wenang gogodha mringjanma, kabeh titahingHyang Widhi,yen ginodha tan keni,pasthi amanggihrahayu, tegese sambilanakang bakal bilahi,bok Manawa iblislumayu ngenthar,yen ana wong lembahmanah,ngijajil tan bisa osik,badan cape kraos gila,kapok saturunireki,apan kadya binasemi,saksana ngoncatimabur,aneng ing awang-awang,nginggil indracalamangkin,sakalangkung kapok jrihanak putunira,
Terjemahan:
Sudah kehendak Tuhankalau tadi sang keluarberhak/ kuasa menggodakepada manusia, semuamakhluk Tuhan. Kalautergoda tidakterpengaruh pastimenemukan selamat.
Waspadaterhadapgodaan.
39
Maksudnya terperdayayang akan celaka,mungkin saja iblis laritakut. Bila ada orangyang rendah hati tampaktidak bisa menganggu.Tubuh akan terasa jijikjera sampai keturunankamu walaupun sepertimenakuti. Segera pergiterbang di angkasa,tinggi jauh nanti.Selebihnya jera takutanak cucumu.
3 Mijil 1 Wus dilalah karsaneHyang Widhi,yen kaya mangkono, wurung janma pan ikutembene,nora weruh druhakanebenjing,sabarang wawadi, datan darbe kewuh,wong wanodya yenmangkono yayi,dhemen laku goroh,nglambrang siyangratri,gayuh dadi menus,
Terjemahan:
Sudah kebetulankehendak Tuhan kalauseperti itu manusia gagalpada akhirnya tidakmelihat dosa besok.Semua rahasia tidakmempunyai malu. Orangperempuan yang sepertiitu kakak, senangmelakukan mengingkarijanji pergi siang malammencapai menjaditerlanjur tidak baik
laranganmelakukaningkar janji.
40
4 Mijil 9 Utamane urip puniki,kudu weruh jatinewekasan sangkanparane,weruh dunungipun,upayanen ingkangsayekti,yen sira wus uning,patrinen kang brukut, aja nganthi kejodheran, kabeh sintrengagebanging sireki, tankena winedharan.
Terjemahan:
Utamanaya hidup iniharus tahu sertamengerti sebenarnyaawal dan akhir yangsesungguhnya, kalaukamu sudah mengertiikat dengan terbungkusrapat jangan sampaikeluar semua sulapanmenggoda/ menganggukamu, tidak bisa sabar.
Mengerti awaldan akhir hidup.
5 Dhandhanggula 11 Yekti kudu siraangawrusi,Saben dina yen katharencana,Lah enggal sigkiranabae,Hywa kongsikapangguh,Ingkang dadyasatraning Widhi,Yen bisa nglakoni, salatlima wektu,Watake adoh kanghawa,Lamun ana janma sabar,Tegeng batin,Kinasih mring Hyangsuksma.
Menjalankanibadah sholat.
41
Terjemahan:
Sungguh kamu harusmengerti setiap hariapabila banyak godaan.Segera jauhkanlah sajajangan segera dijumpaiyang menjadi musuhTuhan. Kalau bisamelakukan sholat limawaktu sifatnya jauh darikehendak. Apabila adamanusia sabar teguh hatidisenangi terhadapTuhan.
6 Kinanthi 16 Karaharjan sakpandhuwur,Yen sira wignyannglakoni,Budi temen lan narima,Sabar lila lahir batin,Nyingkirana kangbrahala,Tapa mati jroning urip,Pathokan ngurip iku,Nora susah sugihngelmi,Tanapi lan pengasihan,Lakune among kangbekti,Mring GustiPangeranira,Yaiku manungsa jati.
Terjemahan:
Sejahtera yang tinggiapabila kamu pandaiilmu pengetahuanmenjalankan pikiran/watak sungguh danlapang dada sabar relalahir batin. Jauhilahbanyak patung.Mencegah meninggaldidalam hidup. Pedoman
Taat kepadaTuhan
42
hidup itu tidak perlukaya ilmu seumpamadan kasih sayang.Menjalankan hanyabakti/ patuh terhadapTuhan yaitu manusiasejati.
2. Nilai moral yang dalam Serat Wasitawala berhubungan manusia
dengan Manusia
Tabel 1. Nilai Moral Hubungan antara Manusia dengan Manusia
No Tembang Pupuh Indikator(Translitrasi Ortografis) Nilai Moral
1 Dhandhanggula 9 janma ingkang ala lawanbecik, lan sireku kudu ngesorana, yoya raketana kabeh,yen sira dadya luhur, ingkang jembar sagaraneki,kang sedheng sadayannya,anem sepu ipun,ingkang bisa momong sira,kabeh mau padha titah ingHyang Widhi tan kena siya-siya’.
“Manusia yang burukmaupun baik kamu harusmerendah di hadapanya,baikjadikan saudara semua. Bilakamu menjadi orang baiksabar hatinya, yang bisamencakup semua yaitu,orang tua dan muda yangbisa membesarkan kamu,semua tadi merupakanmahkluk Tuhan tidak bolehdi sia- siakan”.
Sabar serta rendahhati
43
2 Dhandhanggula 3 Aja dumeh kalebu takdirMaksa kudu istiyarJanma wus diwenangakeGayuh utaminipunDimen manggeh sakecabenjing,Manawa lama-lamaDuryatira rawuhKang pancen takdirpangeranPinaringan ngapura HyangWidhiNing budi nirmala
Terjemahan:
“Jangan lagi menjadi takdirterpaksa harus berusahamanusia sudah ditakdirkanmencapai keutamaan, supayamenemukan kebahagiaanbesok mungkin lama-kelamaan datang sorotcahaya (rezeki) yang sudahmenjadi takdir manusiadiberi ampun oleh Tuhanpada prilaku suci/ bersih”
Anjuran untukselalu berusaha.
3 Pangkur 3 Yen sira uwis nglengganaApasraha kang murba ingsirekiYen gayuh dadine luhurSangkanana ing ngandhapKawruhana sasmitanebunglon ikuRemene saba ron-ronanIng kono marganireki
Terjemahan:
“Kalau kamu sudah ikhlasberpasralah kepada Tuhanyang menciptakanmu,apabila mencapai menjadi
Berserah diri
44
baik mulai dari bawahketahuilah pertandanyabunglon itu, senangnyaberkunjung ke dedaunan disitu karenanya kamu”
4 Kinanthi 12 Lan aja sok kumapurun, mring yayah renanireki,yaiku kawruhanira,pupundhenira sasami,sadaya para wong tuwa, kang taksih pramilineki,
Terjemahan:
“Dan jangan kadang-kadangberani kepada ayah ibukamu, yaitu ketahuilahhormati (orang tua) sesama.Semua bagi orang tua yangmasih keluarga kamu”
Larangan beranikepada orang tua.
5 Sinom 1 Ya sireku yen wus wikan,sawiji-wijining janmiingkang becik lawan ala,timbangen ingkang sayekti,sawusnya sira uning,lah woworana sadarum,marang samaning janma,kang becik catheten batin,ingkang ala aja katara.
Terjemahan:
“Kalau kamu sudah tahu/mengerti salah satu orangyang baik maupun burukpertimbangkan denganbenar, selanjutnya kamuperhatikan berbaurlah semuasesama manusia yang baikcatat di batin sedangkanyang yang jelek/burukjangan sampai kelihatan”
Membertimbangkanbaik buruk.
45
6. Sinom 17 Aja ngandelaken digdaya,atos wuwuluding kulit,gendhungan solahtingkahnya,kang ginulang siyang ratri,yaiku budi srani,tan wurung kecemplungendhut,dadya intiping nraka,durakane anemahi,lagya mentas ginada ingMalaekat.
Terjemahan:
“Jangan menghandalkankekuatan keras kuatnya kulit,prilaku yang siang malamyaitu cara pikiran kristentidak lain masuk lumpurmenjadi dasar nerakadosanya menjadi kenyataanbaru saja terbebaskan darimalaikat”
Larangan berbuatsombong
7. Kinanthi 31 Eklasna manahirekuyen sira ngawuleng gustikang wekel wajibnyangawasana karsaning gustikapareng suka lan renakang bisa ngrangkanni.Terjemahan:
“ikhlaskan hati kamu kalaukamu mengabdi kepada rajayang rajin terhadapkuwajiban mengertikehendak Raja .Bersamasuka dan duka yang bisamenutupi
Iklhas perihalmengabdi kepadaraja.
8. Kinanthi 8 Pesunen sariranipun,Supaya mulur kang pikir,Mumpung ataksih mudaNgudiya lukitan bakit,
Megutamakankuwajiban.
46
Kang utama kawajiban,Ing nembe menawa singgih
Terjemahan:
Usahakan sungguh-sungguhbadan kamu agar,memanjang pikiran.Mumpung masih mudamencapai perkataan bergunayang utama kuwajiban yangpada akhirnya mungkin sajamenjadi baik.
9. Dhandhanggula 14 Amiliha taruna kang pekik,Sokur angsal janma ingkangtapa,Kang gedhe martabate,Aja ana cacaddipun,Ingkang mulus budinireki,Ingkang sugih kluwiyan,Ywa ngnti kaliru,Kang aja remen ing dunya,Hywa nganti mikir,Pamewehing murid,Kang remen sukci budya.
Terjemahan:
Pilihlah anak muda yangtampan syukur mendapatkanmanusia yangbertapa/semedi, yang besarmartabatnya jangan sampaiada cacadnya yang halusbudi/pikiran, yang kayakelebihan jangan sampaisalah yang tidak senang padadunia. Jangan sampaiberfikir pemberian muridyang senang suci ataupandai.
Kriteria memilihguru yang baik.
10. Pangkur 31 Banget wediya wong priyarah ,arahen barang sacturneki,
Taat Kepada sangsuami
47
kramamu aja kasandhung, yaiku guronira ,kawruhanmu lakinya wajibtinurut , kang kena linampahan, ya kudu sira nglakoni.
Terjemahan:
Takutlah kepada seoranglaki-laki mengarahkansesuatu walaupunsekecilnya. Nikah mu jangansampai bermasalah, yaituguru kamu ketahuilahseorang suami wajib ditaati,tidak boleh berani haruskamu lakukan.
11. Sinom 17 Winedharaken ing tongga,ngojahken babdireki,enggone padha jodhowan,rembagnya tan seneng piker,angguru ngathik- athik,mring janma priya kangbagus,kang ala ingewanan,ginuyu pating cukikik,hiya iku bathine karemsasanjan.
Terjemahan:
Membuka di tetanggamembicarakan tentangdirinya masalah tentangberumah tangga.Berbicaranya tidak senangberfikir menjelek-jelekanterhadap seorang laki-lakiyang tampan yang burukdikeseampingkan tertawadidalam hati.
LaranganMenggunjingkanTetangga
48
12. marang Gusti kang murbasireki,hywa kongsi pedhotdenya nyuwun marangduryate,aja nganti tukaran laki,ajrih ing salami,mring guru lakimu,
Terjemahan:
“Terhadap Tuhan yangmenciptakan kamu jangansampai putus, dan memohonkepada sorot (ketentraman)jangan sampai berggantisuami takutlah untukselamanya, kepada gurusuamimu”
Larangan berggantiPasangan.
13. Kinanthi 2 wong wanodya yen,mangkono yayi,dhemen laku goroh,nora duwe temen salawase,wit iku pikire owah gingsir,nglambrang siyang ratri,nggayuh dadi menus,
Terjemahan:
“Seorang perempuan apabilaseperti itu kakak, senangmelakukan perbuatanmeningkari janji tidakmempunyai saudaraselamanya pohon ituberubah pergi siang malammencapai menjadi terlanjurtidak baik”
Larangan UntukBerbohong
49
14. Mijil 5 Aja nedya sira, kumawanimring mratuwa karo,bapa biyung tiyang nini lankakine, heh kang bangetsira dena ajrih, ya pituturneki,wajib yen tinurut.
Terjemahan:
Jangan terus kamu beraniterhadap mertuwa ayah ibuserta kakek dan nenek.Kamu dan takutilah dia,nasehatnya wajib dijalankan.
Larangan beranikepada orang tua.
15. Mijil 6 Ingkang pancen kena den
lakoni, turuten sapakon,yen wanodya bektya lakine,aja niyat manenei ing laki,yaiku sesulih,wong tuwanira.
Terjemahan:
Yang memang bisadilakukan menurut perintahkalau perempuan patuhsuami, jangan berniatmenentang suami yaituwakil orang tua kamu.
Patuh kepada suami
50
3. Nilai Moral dalam Serat Wasitawala yang Berhubungan Manusia
Dengan diri Sendiri.
No Tembang Pupuh Indikator(Translitrasi Ortografis) Nilai Moral
1. Mijil 9 Kang utama ngurip puniki,dadyo titiron,
amikiran bisa kasaid,golekna ya merganesinggih,tutuking rejeki, gangsare lestantun,upayanen kongsi kapanggih,denira sakloron,lah pesunen ing budidayane,apesthiya bisane kasaid,dimen angungkuli,ing sasamenipun.
Terjemahan:
Utamanya hidup ini jadilahcontoh berfikir supaya bermanfaat mencari agarmenjadi baik, lancarnyarejeki supaya cepat lestari.Usahakan sampai bertemudan kamu berdua usahakansungguh-sungguh harusihtiyar tentunya agar lestari,supaya melebihi darisesama.
Menjadicontoh yangbaik.
2. Pangkur 30 Sanadyan para wanodya, ingkang padha surtiangati-ati, nyemiyepatrapireki,mring raja kayanira,kang satiti barang duwekewong kakung,kang primpen ywasembrana, gemenana ing
Cermat danTeliti
51
salami,
Terjemahan:
Walaupun semuaperempuan yang masihmuda, cermat berhati- hati.Terhadap sikapmu kepadaraja seperti dia, yang telitisesuatu benda kepunyaanorang laki-laki. Simpanyang baik-baik janganceroboh genggamlah untukkebahagiaan.
3. Sinom Poma padha ngawruhana,Aja kongsi cupet budi,Gayuhen budi ingkanginggil,Nuwuna mring HyangWidhi,Estinen ingkang satuhu,Ywa taberi kumpulen,Janma kang kereh iblis,Ing tegese wong kangmanah kabrabreyan.
Terjemahan:
Seumpama bahwaketahuilah jangan sampaisempit pikiran, berfikirlahyang baik/utama capailahpikiran yang tinggimemohon kepada Tuhan .Belajar dengan benar janganrajin berkumpul orang yangberteman iblis maksudnyaorang yang mempunyai hatiyang jahat.
Janganberfikiran yangsempit.
4. Mijil 11 R oRosanana gonmu nambutkardi,Yeku glis gumolong,
Rajin bekerja
52
Pan lestari kabegjantamangke,Wuwuh tutut rijekinireki,Yen ngudi sayekti,Pasti glis nglumpuk,Tur sampulur sandhangirabukti,Tan kari sami wong,Banjur dadya darsanawurine,Marang anak putunira,Benjing,Ananging sireki ywa kedhatpanuwun.
Terjemahan:
Kuatkan kamu bekerja yaitucepat menjadi satu danterpelihara keberuntungannanti. Bertambah jinak/mudah rezeki kamu, apabilaberusaha benar akan cepatmengumpul. Lagi pulapemberian sandang/ pakaiannyata tidak tertinggal samaorang. Lanjut menjadicontoh belakang/akhirterhadap anak cucu kamubesok. Tetapi kamu janganputus permohonan.
5. Kinanthi 3 Maspadakna kang satuhu,mring wajibira kang yekti,pesunen sariranira, padhagayuh utami, dudugi lantatakrama, solah tingkahkang prayogi.
Terjemahan:Waspada yang benarterhadap kuwajiban sertasungguh usahakan badanmumencapai utama senangdan tatakrama prilaku yangbaik.
Mencapaiprilaku yangbaik.
53
6. Mijil 1 Hiya dukaning Pangeran,kang murba marang sireki,among karsaning wasita, sira den angati- ati, pesunen kang sajati, bisane undhagi punjul, limpat grahitanira,kalukitan ing bakit,
kang utama pan aja ngantikatara,
Terjemahan:
Benar kemarahan Tuhanyang menguasai terhadapkamu hanya kehendaknasehat, kamu harap berhati-hati. Usahakan dengansungguh yang benar bisanyaberfikir lebih cekatan batinkamu, perkataan yang berguna,yang penting juga jangansampai kelihatan.
Menjagaperkataan
7. Sinom 7 Aja ngandelaken digdaya,atos wuwuluding kulit,
gendhungan solahtingkahnya, kang ginulang siyang ratri,yaiku budi srani, tan wurungkecemplung endhut, dadyaintiping nraka, durakaneanemahi, lagya mentasginada ing Malaekat.
Terjemahan:
Jangan menghandalkankekuatan keras kuatnyakulit, prilaku yang siangmalam yaitu pikiran kristentidak lain masuk lumpurmenjadi dasar nerakadosanya menjadi kenyataanbaru saja terbebaskan olehmalaikat.
Laranganberbuatsombong
54
4. Relevansi Isi Serat Wasitawala dengan Kehidupan Sekarang
No Tembang Pupuh Indikator(Translitrasi Ortografis) Nilai Moral
1 Sinom 5 Aja kaya jaman mangkyalakune arebut inggiltan pajah weruh ing tataanggayuh dadi priyayikatha kang tinggal dugidegsura ing patrapipunsamya ngembag bandarasolah tingkah muna-muninora duwe angengeti yenkawul
Terjemahan:
Jangan seperti zaman nantiperilaku merebut yangtinggi tidak melihat padaaturan mencapai menjadibangsawan banyak yangtertinggal sampai kejitingkah perilaku. Senangmembicarakan rajaperilakunya menjelekantidak punya rasa maluterhadap orang kecil(rakyat)”
Masih relevandengankeadaansekarangbahwa masihbanyak orangmencariKedudukan/jabatan Tinggi.
2. Kinanthi 7 Golekna kang satuhu,marang kawajibaneki,ngupaya ta kang utama,den taberi prihatin,ywa katungkul mangannendra,lah sudanen dahar guling.Pesunen sariranipun,Supaya mulur kang pikir,Mumpung taksih taruna,Ngudiya lukitan bakit,Kang utama kuwajiban,Ing tembe menawa singgih.Terjemahan:
Mencarilah yang sungguh-
Masih relevanbahwasekarang inimasih banyakorang yangmelakukanajaran untukprihatin.
55
sungguh terhadapkuwajiban kamu berusahayang baik, dan rajin(prihatin) susah janganhanya makan tidur kurangimakan minum. Usahakandengan sungguh tubuhmuagar memanjang pikiranselagi masih mudamencapai perkataanberguna yang pentingkuwajiban akhirnyamungkin saja baik.
3. Kinanthi 18 Titenana kang satuhu,Reksananen prajanireki,Ngawasna sasamaningjanma,Ana ala lawan becik,Kang nistha madya utama,Ana lancang kumaki
Terjeamahan:
Teliti yang sebenarnya jagaserta rawat pemerintahanwaspada sesama manusiaada buruk dan baik yanghina tengah utama adaberani besar kepala.
Masih relevandengankeadaansekarang agarsupayamenjaga suatunegara/pemerintahan
4. Kinanthi 19 Ya niskara trapireki,Sinauwa tapa ngeli,Geni hara banyu hara,Ngluwange siyang ratri,Awasna marang sasmita,Wahywane sasmiteng gaib.
Terjemahan:Iya semua apa sajasikapmu belajar bertapalapar api hening air heningsarana pada siang malammelihat terhadap pertanda,sungguh-sungguhpertandanya yang samar.
Masih relevandengan kedaansekarang iniajaran untukbertapa.
56
B. Pembahasan
Wasitawala berasal dari dua suku kata dalam bahasa Jawa Wasita yang
berarti pitutur ‘ pesan’ piweling dan wala yang berarti layang/ surat. Jadi Serat
Wasitawala merupakan naskah atau serat yang berisi tentang nasehat/
piwulang sebagai tuntunan hidup. Berdasarkan hasil pengkajian terhadap isi
naskah Serat Wasitawala, isinya mengandung nilai moral ajaran hidup bagi
manusia hubunganya dengan Tuhan, dengan sesama manusia dan dengan diri
sendiri. Nilai moral tersebut seperti sajikan dalam tabel penyajian data. Hasil
analisis nilai moral dalam Serat Wasitawala karangan Mas Demang Warsa
Pradongga dan relevansinya dengan kehidupan sekarang adalah sebagai
berikut:
1. Nilai Moral dalam Serat Wasitawala yang Membahas Hubungan
Manusia dengan Tuhan
a. Menjalankan Ajaran Rosul (Dhandhanggula: 12)
yen sira sukra maranga masjid,lakonana ing saprentahira,Kanjeng rosul sadhawuhe,kramatipun,lamun sira ajeg maring masjid,tur becik cahayanira,manther yen dinulu,tur ngadohaken ing rencana,ingkang pancen kang dadya rubedeng mangkin,wus sirna saking sira.
Terjemahan:
“Kalau kamu hari Jumat ke Masjid lakukanlah perintah paduka rosul,sabda besar keluhuranya. Apabila kamu tetap pergi ke Masjid lagi pulabaik cahaya/ sinarnya. Pusat pikiran kalau marah dan menjauhkan di
57
godaan/ penghalang yang memang menjadi kesulitan nanti sudahhilang dari kamu”
Tembang Dhandhanggula bait ke 12 didalam Serat
Wasitawala mengandung pesan taat menjalankan ajaran rasul. Hal
tersebut dapat ditunjukan pada kalimat lakononi ing saprentahira
“lakukan pada perintanya” serta kanjeng Rasul sadawuhe
“mematuhi semua perintah ajaran rasul” mematuhi, menjalankan
perintah-perintahnya dan menjahui segala laranganya hal tersebut
diwajibkan bagi seorang muslim, Allah menjanjikanya pahala yang
besar bagi hamabnya. Menaati perintah rasul sama juga menaati
perintah Allah yaitu dengan cara rajin beribadah menjalankan sholat
berjamaah seperti petikan kalimat lamun sira ajeg maring masjid
“bila kamu rajin ke masjid” apabila kita rajin ke masjid melakukan
ibadah akan menjauhkanya kita dari bencana atau godaan. Godaan
dalam kehidupan banyak sekali kadang godaan datang dari setan,
serta manusia itu sendiri. Masjid merupakan rumah Allah untuk
melakukan ibadah, serta mengingatNya. Dianjurkanya untuk mematuhi
perintahNya akan menjadikan hidup tentram. Menaati berarti artinya
sama dengan mencintai Nya, di dalam Hadist yang berbunyi “Tidak
beriman diantaramu hingga lebih dicintai olehnya dari pada anaknya
dan orang tuanya serta manusia selurunya (HR Bukhari- Muslim.
Orang yang rajin menjalankan sholat akan menemukan suatu
pencerahan jiwa, berpikiran jernih, dijauhkan dari godaan tenang
dalam mengadapi sesuatu hal. Seperti kalimat ingkang dadya
58
rubedeng mangkin “ menjadi penghalang nanti” Sebaliknya jika orang
yang tidak pernah menjalankan kuwajiban sholat kelak kemudian akan
menemukan bencana/ dosa.
b. Waspada terhadap godaan (Sinom: 10)
wus karsaning Hyang Suksmayen wau ponang wijajil,wenang gogodha mring janma,kabeh titahing Hyang Widhi,yen ginodha tan keni,pasthi amanggih rahayu,tegese sambilana,kang bakal bilahi,bok Manawa iblis lumayu ngenthar’.yen ana wong lembah manah,ngijajil tan bisa osik,badan cape kraos gila,kapok saturunireki,apan kadya binasemi,saksana ngoncati mabur,aneng ing awing-awang,nginggil indracala mangkin,
sakalangkung kapok jrih anak putunira
Terjemahan:
“Sudah kehendak Tuhan kalau tadi sang keluar berhak/ kuasamenggoda kepada , semua makhluk Tuhan. Kalau tergoda tidakterpengaruh pasti menemukan selamat. Maksudnya hati-hati yangakan celaka, mungkin saja iblis lari takut. Bila ada orang yang rendahdiri tampak tidak bisa ganggu tubuh terasa jijik. Jera keturunan kamuwalaupun seperti menakuti. Segera pergi terbang di angkasa, tinggipanah nanti. Selebihnya jera takut anak cucu kamu”
Nilai moral dalam tembang Sinom bait ke sepuluh Serat
Wasitawala mengandung ajaran untuk waspada terhadap godaan atau
gangguan. Sudah ditakdirkan oleh Nya kepada manusia telah
karuniakan akal serta pikiran baginya sebagai mahluk yang paling
59
sempurna dari mahluk yang lain. Setan merupakan musuh utama
manusia yang akan menggoda namun tetapi tidak kalah nya dengan
hawa nafsu . Hal tersebut pada kalimat , yen ginodha tan keni, “apabila
tergoda tidak terpengaruh”
Maksudnya bahwa semua yang tampak maupun tidak tampak
Tuhanlah yang menciptakan, mengatur, sedangkan kalau tergoda tidak
terpengaruh pendek kata orang yang mempunyai iman serta ketakwaan
teguh terhadap pendiria. Iblis merupakan musuh yang suka ingkar,
berbuat angkara murka, iblis menggodanya supaya menjadi teman di
akhirat nanti. Barang siapa yang berteman denganya berarti menjadi
musuh Tuhan. Jika seorang manusia tergoda oleh iblis dan bisa
menahan hawa nafsu dari diri kita, seorang hamba manusia akan
menemukan apa yang disebut dengan ketentraman atau pahala
(ganjaran), kanugrahan lahir maupun batin. Namun itu yang menjadi
penghalang bagi manusia hidup didunia, apabila kita bisa melewatinya
hal tersebut iblis akan lari takut pada kita. Kalimat tersebut dapat
ditunjukan pada kalimat kang bakal bilahi, bok menawa iblis lumayu
ngenthar “akan menjadikan penghalang serta mungkin saja iblis kan
lari takut”. Iblis akan menggoda manusia apabila tidak mempunyai
keimanan yang kokoh.
c. Mengetahui awal-akhir kehidupan (Mijil: 9)
utamane urip punikikudu wruh jatine wekasan sangkan paraneweruh dunungipunupayanen ingkang sayekti
60
yen sira wus uningapatrinen kang brukutaja nganti kejodherankabeh sintren gagebanging sirekitan kena winedharan
Terjemahan:
“Utamanaya hidup ini harus melihat/ mengerti sebenarnya akhir darimana melihat asal mula. Usahakanlah yang benar, kalau kamu sudahmengerti ikat dengan terbungkus rapat jangan sampai keluar semuasulapan menganggu kamu tidak perlu”
Bait ke sembilan tembang Mijil dalam Serat Wasitawala
mengandung nilai moral agar mengetahui atau mengerti kehidupan
yang akan datang seperti ditunjukan pada kalimat kudu wruh jatine
wekasan sangkan parane “harus tahu sebenarnya akhir dari mana
kehidupan” maksudnya bahwa bagimana kehidupan itu berasal dan
setelah mati mau kemana kita selanjutnya. Mengajarkan agar selalu
ingat kepada Tuhan, manusia hidup hanya sebentar di dunia ini tidak
lama, orang Jawa mengatakan hidup hanya mampir ngombe (mampir
minum) kehidupan yang paling kekal akan diakherat nanti, waktu yang
singkat harus dipergunakan sebaik-baiknya, melakukan kebaikan dan
menjauhi keburukan.
Manusia harus tahu kelak hendak dikemanakan jasad ruhnya
seperti hal kalimat weruh dunungipun “tahu/mengerti tempat akhir”
kehidupan manusia tidak langgeng (awet) tetap ada batasnya yaitu
yang disebut dengan kematian orang Jawa (kejawen) mengenal dengan
Sangkan paraning dumadi (dari mana asal mula hidup manusia) di
ciptakan oleh Tuhan dan suatu saat kembali kepada Tuhan sang
61
pencipta. Hendaknya bisa mawas diri kehati- hatian dalam
menjalankan perbuatan/ tingkah laku. Manusia yang dianggap selamat
apabila mempunyai keimanan yang kukuh bisa mengikat dirinya
sendiri yaitu patrinen kang brukut “ tutup yang rapat” bahwa agar
menahan diri, tidak terpengaruh oleh perbuatan yang kurang baik
supaya menutup kaimanan dan ketakwaan. Semua prilaku berasal dari
diri kita sendiri, dan kembali kepada dirinya, hendaknya mengerti
sebab-akibat.
d. Menjalankan ibadah Sholat (Dhandhanggula :11)
Yekti kudu sira angawruhi,saben dina yen katha rencana,lah enggal singkirana bae,haywa kongsi kapangguh, ingkang dadya saturaning Widhi, yen bisa nglakonana, salat limang wektu,watake adoh kang hawa, lamun ana janma sabar,tegeng batin,kinasih mring Hyang suksma.
Terjemahan;
“Sungguh harus kamu mengerti setiap hari apabila banyak godaan,cepat jauhkanlah saja jangan segera dijumpai yang menjadi musuhTuhan. Kalau bisa melakukan sholat lima waktu sifatnya jauh darikehendak. Apabila ada manusia sabar teguh hati disenangi terhadapTuhan”
Bait tersebut secara tidak langsung mengajarkan kita agar
selalu melakukan kuwajiban ibadah sholat, karena sholat dapat
menjauhkan dari bencana. Orang yang tekun dalam menjalankan sholat
nafsunya dapat terkendali. Sholat merupakan tiangnya agama, siapa
62
yang tidak mendirikan sholat berarti merobohkan agama dan
sebaliknya barang siapa yang menjalankanya sholat berarti mendirikan
agama. Bait ke lima belas tembang Dhandhanggula menegaskan
bahwa kuwajiban orang muslim terhadap Tuhan yang pertama
diperintahkan adalah menjalankan sholat lima waktu, apabila hal
tersebut dapat dijalankan dengan baik dampak perbuatan serta sifat
terlihat melalui prilaku, ditunjukan pada kalimat yen bisa nglakonana,
salat limang wektu “kalau bisa melakukan sholat lima waktu”
diperintahkan melaksankan paling sedikit sehari lima waktu yang
wajib dilakukan. Apabila bisa terbiasa melakukanya sama dengan
mengendalikan pada diri kita, seperti petikan kalimat watake adoh
kang hawa “ kalau bisa melakukan sholat lima waktu wataknya jauh
dari kemauan” sedangkan kalimat lamun ana janma sabar tegeng
batin, kinasih Hyang Suksma” ada manusia yang sabar kukuh hati
dicintai kepada Tuhan” Dan apa bila ada manusia yang sabar yang
patuh dicintai Tuhan itulah yang patut dicontoh, serta menjauhkan apa
yang menjadi larangan Tuhan, apabila melanggar terhadap perintah
supaya segera untuk memperbaiki. Manusia yang dicintai Tuhan
adalah manusia yang beriman dan bertaqwa.
e. Taat/ Patuh kepada Tuhan (Kinanthi :16)
Karaharjan sak pandhuwur,Yen sira wignyan nglakoni,Budi temen lan narima,Sabar lila lahir batin,Nyingkirana kang brahala,Tapa mati jroning urp,
63
Pathokan ngurip iku,Nora susah sugih ngelmi,Tanapi lan pengasihan,Lakune among kang bekti,Mring Gusti Pangeranira,Yaiku manungsa jati.
Terjemahan:
“Sejahtera mulai keatas apabila kamu ilmu pengetahuanmenjalankan pikiran/ watak sungguh dan lapang dada sabar rela lahirbatin. Jauhkanlah dari banyak penghalang mencegah meninggal/matididalam hidup. Pedoman hidup itu tidak perlu kaya ilmu seumpamadan kasih sayang. Menjalankan hanya bakti dan patuh terhadap Tuhanyaitu manusia sejati”
Bait ke enam belas tembang Kinanthi dalam Serat Wasitawala
menguraikan bahwa hidup harus patuh dan berbakti kepada Tuhan
dapat ditunjukan pada kalimat lakune among kang bekti “ prilakunya
hanya taat” yaitu menjauhi segala larangnya dan menaati segala yang
diperintahkanya sedangkan kalimat mring pangeranira “kepada
Tuhan” Supaya memberikan pelajaran atau pesan kepada semua
manusia dalam melaksanakan suatu kuwajiban sebagai hamba Tuhan.
Manusia tidak boleh mengelaknya karena Tuhanlah yang menciptakan
semua yang ada dimuka bumi. Diharuskan tunduk bersujud menjadi
manusia yang selalu ingat akan kebesaran dan keagungaNya. Pada
kalimat manusia jati “manusia sejati” yaitu manusia yang selalu
menaati perintah Tuhan dan Rosul, menjauhi segala laranganya
berbuat kebaikan bagi sesama itulah yang dapat manusia sejati/
manusia yang menyempurnakan hidupnya melalui ketaatan kepada
Tuhan.
64
Hidup yang semata- mata tawakal kepada Tuhan manusia yang
menjadi takut kepada hukuman, hamba atau manusia yang hidup dan
matinya benar-benar dicurahkan kepada jalan Tuhan untuk menjadi
abdi. Tuhan hendaknya dicintai dan dipuji karena Tuhan yang telah
memberikan segala apa yang di ciptakan bagi manusia.
f. Anjuran untuk membagikan Rizki. (Pangkur: 24)
kang kasebut janma utamanora kewaran marang ala lawan beciklawan malih wekasaningsundibanget amerloknalamun Gusti paring ganjar mring sirekibarang suwek lawan artabanjur baginen kang wradin
Terjemahan :
“Yang tersebut manusia utama tidak kesulitan terhadap buruk danbaik dan ada lagi pesan saya, sangat penting untuk dijalankan. ApabilaTuhan memberikan pahala terhadap kamu sesuatu sobek serta uangterus bagikan yang merata”
Bait ke dua puluh empat tembang Pangkur dalam Serat
Wasitawala mengandung ajaran/ nilai moral hubungan manusia
dengan manusia terutama hal anjuran untuk membagikan rejeki hal
tersebut dapat ditunjukan pada kalimat” lamun gusti paring ganjar
mring sireki “apabila Tuhan memberikan pahala terhadap kamu” dan
banjur baginen kang wradin “terus bagikan yang merata”
mengjarkan kita apabila dikasih rejeki oleh Tuhan sebagian rejeki
supaya dibagikan kepada orang yang berhak membutuhkan (fakir
miskin) untuk beramal saleh atau sodaqoh. Beramal soleh dapat
65
berupa bantuan seperti kalimat barang suwek lawan arta “sesuatu
yang berguna dan uang” yaitu dapat berupa uang maupun yang
kebutukan lain Hal tersebut sangat anjurkan sebagai pesan nasehat,
mencerminkan manusia yang utama/ baik menjalankan amal
kebajikan.
g. Melakukan Perbuatan bohong akan dijauhi teman (Mijil:1)
wus dilalah karsane Hyang Widhi, yen kaya mangkono,wurung jamna pan iku tembene,nora weruh druhakane benjing,sabarang wawadi,datan darbe kewuh,wong wanodya yen mangkono yayi,dhemen laku goroh,nora duwe temen salawase,wit iku pikire owah gingsir,nglambrang siyang ratri,gayuh dadi menus,
“Sudah Kehendak takdir Tuhan apabila seperti itu, gagal manusia danitu pada akhirnya tidak melihat durhaka besok. Apa saja rahasia tidakmempunyai perasaan. Orang perempuan seperti itu adik senangmelakukan bohong tidak mempunyai kawan selamanya. Pohon itupikiran berubah-ubah. Pergi siang malam mencapai menjadisengsara”
Bait ke satu tembang Mijil dalam Serat Wasitawala
menjelaskan bahwa Tuhan telah menakdirkan apa saja kehendakNya.
Salah satunn adalah manusia yang telah ditakdirkan menjadi mahluk
yang mempunyai akal serta derajat yang paling tinggi diantara mahluk
yang lain. Namun tetapi bahwa jika manusia itu sendiri berbuat jelek
serta tidak mau tunduk kepada yang menjadi laragan , melebihi dari
66
pada hewan tidak mempunyai rasa malu,hal tersebut dapat ditunjukan
pada kalimat nora weruh durakane benjang “tidak melihat hukuman
nanti” maksudnya manusia tidak ingat akan dosa dan perbuatan.
Senang melakukan kejahatan, angkara murka merugikan manusia lain
melanggar hukum dan norma-norma yang berlaku. Orang yang lupa
akan hukuman nanti yang diberikan oleh Tuhan kepada umatnya
yang tidak mematuhi kehendakNya akan diberikan hukuman yang
sesuai dia perbuat. Melakukan perbuatan yang kurang terpuji
kemudian hari akan mengalami dampak tingkah laku yang telah
dilakukanya. Bahwa Tuhan Maha tahu semua yang diperbuat kita
akan selalu diawasi serta dicatat oleh Tuhan .
2. Nilai Moral Yang berhubungan Manusia dengan Manusia.
a. Sabar serta rendah hati (Dhandhanggula: 9)
janma ingkang ala lawan becik, lan sireku kudu ngesorana, yoya raketana kabeh, yen sira dadya luhur, ingkang jembar sagaraneki,kang sedheng sadayannya, anem sepu ipun, ingkang bisa momong sira,kabeh mau padha titah ing Hyang Widhi
tan kena siya- siya’.
“Manusia yang jelek ataupun baik kamu harus merendah dihadapanya,baik jadikan saudara semua. Bila kamu menjadi orangbaik sabar hati, yang bisa mencakup semua yaitu, orang tua dan mudayang bisa membesarkan kamu, semua tadi merupakan mahkluk Tuhantidak boleh mensia- siakan”.
67
Tembang Dhandhanggula bait ke sembilan dalam Serat
Wasitawala mengajarkan kita agar menjadi manusia sabar serta rendah
diri hal tersebut dapat ditunjukan pada kalimat lan sira kudu
ngseorana “ dan kamu harus rendah hati” maksudnya bahwa kepada
orang lain kita harus merendahkan hati, tidak sombong, memamerkan
keunggulanya serta kepandaian yang dimiliki. Manusia diharapkan
dapat menghargai, menghormati satu dengan yang lain Pepatah Jawa
mengatakan harus andhap asor (rendah hati serta jujur tidak sombong)
memotifasi kepada diri kita tentang kepribadian cara bergaul kepada
orang lain yaitu hormat kepada sesama. Sedangkan kalimat ingkang
jembar sagaraneki “yang luas serta lapang hati kamu” bawasanya
seorang manusia harus sabar hati dan teguh dalam menghadapi
keadaan, cobaan dan segala ujian . Kesabaran dalam bertingkah laku,
mengambil keputusan mengendalikan emosi dan perasaan.
Sabar kepada orang lain yang sudah memberikan nasehat
atau memotifasi kepada kita semua merupakan saudara, tidak boleh
mensia-siakan. Hendaknya sabar, ikhlas lilo dan legawa mengajarkan
kita untuk melatih kepribadian yang unggul sikap mental yang baik.
Tidak ceroboh selalu berhati-hati dalam mensiasati bentuk prilaku atau
perbuatan diharapkan mawas diri.
68
b. Manusia diharuskan untuk selalu berusaha (Dhandhanggula: 3)
Aja dumeh kalebu takdirMaksa kudu istiyarJanma wus diwenangakeGayuh utaminipunDimen manggeh sakeca benjingManawa lama-lamaDuryatira rawuhKang pancen takdir pangeranPinaringan ngapura Hyang WidhiNing budi nirmala
Terjemahan :
“Jangan lagi menjadi takdir terpaksa harus berusaha manusia sudahditakdirkan mencapai keutamaan, supaya menemukan kebahagiaanbesok mungkin lama- kelamaan datang sorot cahaya yang sudahmenjadi takdir manusia diberi ampun oleh Tuhan pada prilaku suciatau bersih”
Bait ke tiga tembang Dhandanggula dalam Serat Wasitawala
mengandung nilai manusia diharuskan untuk selalu berusaha hal
tersebut dapat ditunjukan pada kalimat maksa kudu ihtyar “ terpaksa
harus berusaha” maksudnya bahwa manusia hidup tidak boleh
berpangku tangan, bermalas-malasan apalagi menghandalkan terhadap
orang lain. Manusia harus mempunyai prilaku ulet, rajin bekerja serta
pantang menyerah rajin melakukan semua hal, Berusaha adalah
kuwajiban bagi setiap orang tanpa usaha hidup sama halnya orang
yang mati. Berusaha dan berdoa hendaknya harus selalu diimbangi
seperti kalimat duryatira rawuh” kebahagiaan datang” maksudnya
barang siapa yang rajin dan giat berusaha lambat laun Tuhan akan
mengabulkan suatu keinginan atau tujuan yang hendak dicapai.
Kebahagiaan, ketentraman, dan mempunyai harta yang melimpah,
69
serta jabatan atau kedudukan yang tinggi tidak serta merta datang
sendiri namun tetapi semuanya melalui proses yang sangat panjang
yaitu, ketekunan kerja keras tangan kita, jeli telaten serta kegigihan
pikiran. Kebahagiaan yang paling utama adalah berprilaku baik ,
berguna bagi orang lain berhati ikhlas kepada sesama halnya kalimat
ning budi nirmala “berprilaku suci bersih” maksudnya hati/ batin
benar-benar dilandasi dengan tulus ikhlas (Lilata’ala) bukan karena
manusia ingin dipuji .
c. Berserah Diri (Pangkur: 9)
Yen sira uwis nglengganaApasraha kang murba ing sirekiYen gayuh dadine luhurSangkanana ing ngandhapKawruhana sasmitane bunglon ikuRemene saba ron-ronanIng kono marganireki
“kalau kamu sudah ikhlas berpasralah kepada Tuhan yangmenciptakanmu, apabila mencapai menjadi baik mulailah dari bawahketahuilah pertandanya bunglon itu, senangnya berkunjung dedaunandi situ karenanya kamu”
Bait ke empat belas tembang Sinom dalam Serat Wasitawala
mengandung nilai moral berserah diri hal tersebut ditunjukan pada
kalimat apasraha kang murba ing sireki “ berpasralah kepada Tuhan
yang menciptakan kamu” bahwa semua apa yang dikehendaki
merupakan sang pencipta yang mengatur. Manusia hanya bisa
berusaha atau berihtiyar dengan sungguh-sungguh, namun hasil akhir
70
Tuhanlah yang memberikan. Pasrah bukan tidak mau berusaha tetapi
sebagai proses yang perlu dilakukann setiap manusia.
Mencapai suatu jabatan, harta benda yang melimpah, awalnya
tidak gampang semua melalui jerih payah seperti petikan sangkanana
ing ngandhap “ berasal dari bawah” Maksudnya bahwa semua usaha
yang dilakukan mulanya menderita, menemui banyak kesulitan serta
rintangan. Hal tersebut adalah manusiawi umum bagi mahluk Tuhan.
Bahwa Kalimat kawruhana sasmitaning bunglon “Ketahuilah
pertanda/ prilaku bunglon” pendek kata manusia dapat di ibaratkan
seperti hal itu yaitu pandai bergaul, berteman, serta bersilaturahmi
dampaknya akan mendatangkan rejeki. Hendak menyusaikan diri
diamana tempat, akan banyak teman ataupun saudara, sama saja
memperbanyak rejeki kita. Binatang buglon dimana saja hinggap dapat
beradaptasi mampu mengubah warna kulitnya, manusia juga
diharapkan begitu tidak terpaut oleh suatu keadaan mensiasati kondisi
dan situasi dalam melakukan kehidupan dalam pepatah Jawa bisa
empan papan.
d. Larangan berani kepada orang tua (Mijil: 5)
aja nedya sira kumawanimring mratuwa karobapa biyung tiyang nini lan kakinekang banget sira dena ajrihya pituturnekiwajib yen tinurut
71
Terjemahan:
“jangan terus kamu berani terhadap mertuwa ayah ibu nenek sertakakeknya. Dan sangat kamu takutilah nasehatnya harus wajib bilakalau ditaati.”
Bait ke lima tembang Mijil dalam Serat Wasitawala
mengajarkan kita agar jangan berani kepada seorang mertuwa, kedua
orang tua serta kakek dan nenek. Hal tersebut dapat ditunjukan pad
kalimat aja sira kumawani serta mring maratuwa karo “jangan sira
berani serta kepada seorang maratuwa” Mengisyaratkan kepada
seorang perempuan yang akan menjalankan kehidupan berumah
tangga, hal tersebut supaya menjadikanya bekal saat nanti. Maratuwa
merupakan wakil dari dari orang tua kita yang yang sudah banyak
asam garam, bisa mendidik dan mengarahkan bagimana berumah
tangga yang baik. Diharuskan setidaknya mengormati dan menghargai
kepada orang tua sendiri. Nasehat tersebut hendaknya dijalankan
jangan bagi semua perempuan yang akan melakukan berumah tangga.
Selanjutnya jangan berani kepada orang tua karena orang tua
merupakan wakil dari Tuhan, yang patut di hormati dan taati semua
printah dan nasehat (petuah) yang sudah banyak memakan asam
garam. Pepatah mengatakan sorga ada di telapak kaki ibu maksud
apabila kita berani atau durhaka kepada orang tua ayah dan ibu akan
akan menemukan jalan kesengsaraan akhirnya kehidupan tidak
sejahtera, segala do’a akan menjadi kenyataan dan akhirnya akan
masuk neraka pada saat nanti.
72
Karena orang tua lah yang mengukir kita janganlah sekali-kali
berani kepada orang tua, dahulu orang Jawa mempunyai ajaran yang
terkenal yaitu dengan ajaran sembah limo (lima ajaran kepatuhan)
antara lain sembah kepada bapak ibu, sembah maratuwa suami istri,
sembah saudara, sembah guru sejati dan sembah Tuhan. Pertama
sembah kepada bapak ibu artinya bahwa merekalah sebagai lantaran
dilahirkanya hidup didunia ini. Hingga pintar bisa melakukan
pekerjaan juga dari jasa bapak ibu dari Allah dengan itu wajib
disembah. Kedua sembah kepada kedua maratuwa karena maratuwa
yang memberikan rasa sejati. Rasa sejatilah yang menaburkan benih
kasih sayang. Sembah yang ketiga kepada saudara karena saudaralah
yang menggantikan ayah yang pantas di hormati. Sembah yang
keempat ialah kepada guru sejati, sebab guru yang mengajarkan dan
menyempurnakan hidup, membikin hati pikiran terang melalui ilmu
pengetahuan, membenarkan jalan menuju kebahagiaan. Sembah yang
kelima yaitu kepada Tuhan karena yang telah mencipta hidup dan mati,
yang memberikan rejeki (yang menguasai hidup dan kehidupan).Orang
hidup di dunia wajib tunduk kepada Allah. Hendaklah nasehat saya
dipatuhi agar menemukan baik di kemudian hari.
e. Mempertimbangkan prilaku baik dan buruk (Sinom: 1)
Ya sireku yen wus wikan,sawiji-wijining janmiingkang becik lawan ala,timbangen ingkang sayekti,
73
sawusnya sira uning,lah woworana sadarum,marang samaning janma,kang becik catheten batin,ingkang ala aja katara.
“Kalau kamu sudah tahu/ mengerti salah satu orang yang baik maupunburuk pertimbangkan dengan benar, selanjutnya kamu perhatikanberbaurlah semua sesama manusia yang baik catat di batin sedangkanyang yang jelek atau buruk jangan sampai kelihatan”
Nilai moral dalam tembang Sinom bait ke satu dalam Serat
Wasitawala mengajarkan kepada kita agar dapat mempertimbangkan
serta memilah-milah prilaku yang baik maupun prilaku jelek, seperti
dapat ditunjukan pada kalimat timbangen ingkang sayekti
“menimbang yang benar“ maksud hal tersebut dapat menimbang serta
memilah –milah diantara manusia yang perbuatan jelek dan baik.
Apabila manusia tersebut berbuat baik terhadap kita agar supaya cukup
disimpan dalam hati, namun apabila ada manusia yang berprilaku jelek
kepada kita harus pandai-pandai menyembunyikanya agar jangan
sampai ketahuan.
Hal tersebut dapat ditunjukan pada kalimat kang becik
catheten batin” yang baik catat di hati”dan ingkang ala aja ketara “
yang jelek jangan sampai kelihatan” mempunyai pengertian bahwa
apabila kita tidak senang perbuatan orang lain yang telah menyakiti
hati kita hendaknya jangan mengejek membalas kepada orang lain
cukup diri kita yang mengetahui. Bawasanya manusia harus bersikap
lila legawa /berdaya tampung luas (multi dimensi) seperti samudera
74
bisa menampung baik dan buruk karena masing-masing ada jatahnya.
Diumpamakan yang orang tua memberikan nasehat yang orang muda,
dan sebaliknya yang muda seharusnya bisa mengingatkan yang lebih
tua.
f. Laranagan berbuat sombong dan angkuh (Sinom:17)
Aja ngandelaken digdaya, atos wuwuluding kulit,gendhungan solah tingkahnya, kang ginulang siyang ratri,yaiku budi srani,tan wurung kecemplung endhut,dadya intiping nraka,durakane anemahi,lagya mentas ginada ing Malaekat.
“Jangan menghandalkan kekuatan keras kuatnya kulit, perilakunyayang siang malam yaitu pikiran kristen tidak lain masuk lumpurmenjadi dasar neraka dosanya menjadi kenyataan baru sajaterbebaskan dari malaikat”
Nilai moral dalam tembang Sinom bait ke tujuh belas Serat
Wasitwala menegaskan agar tidak boleh berbuat sombong. Perbuatan
sombong merupakan prilaku tidak baik hal tersebut dapat ditunjukan
pada kalimat aja ngandelaken digdaya “jangan menghandalkan/
mengagungkan kedikjayaan” dan kalimat atos wuwuluding kulit
“tebal kerasnya kulit” prilaku menghandalkan kekuatan atau ilmu
lainya merupakan sifat yang sombong, manusia hidup tidak boleh
berbuat sombong karena sombong merupakan pakaian Tuhan. Manusia
75
dengan diharapkan dapat saling mengormati, menghargai antara satu
dengan lainya. Karena perbuatan sombong dapat menjadikan hidup
kita dicela oleh orang lain, mempunyai banyak musuh Orang jawa
terkenal kalimat aja adigang adigung adiguna yaitu yang maksudnya
bahwa adigang mempunyai arti menyombongkan kekuasaan. Adigung
berarti menyombongkan drajat pangkat. Sedangkan adiguna berarti
menyombongkan kepandaian atau kelebihan. Secara bebas bahwa
didalam hidup ini manusia tidak boleh menyombongkan kepandaian
atau kelebihan yang di miliki.
Sesunggunya manusia berada dalam ketidakberdayaan.
Kekuasaan, derajat, pangkat adan kelebihan lainya hanyalah ibarat
pakaian yang melekat pada tubuh. Suatu saat, mau atau pun tidak mau,
manusia harus menanggalkan dan meninggalkan semua itu. Dan ketika
manusia telah ‘telanjang’ itulah semua kelebihan yang dimiliki yang
pernah melekat pada dirinya akan musnah.
Hal demikian tidak baik sehingga harus dihindari Pepatah jawa
mengatakan urip iku kudu andhap asor maksudnya hidup harus rendah
hati, tidak memamerkan kelebihan yang dimiliknya. Orang yang
mempunyai sifat seperti itu pada akhirnya tidak akan selamat halnya
petikan kalimat tan wurung kecemplung endut “ tidak lain akan
masuk lumpur yaitu menjadi penghuni neraka yang akan disiksa oleh
malaikat, semua akan menimpa pada yang melakukan perbuatan hal
tersebut..
76
g. Ikhlas Mengabdi Kepada Raja (Kinanthi: 31)
Eklasna manahirekuyen sira ngawuleng gustikang wekel wajibnyangawasana karsaning gustikapareng suka lan renakang bisa ngrangkanni.
“ikhlaskan hati kamu kalau kamu mengabdi kepada raja yang rajinterhadap kuwajiban mengerti kehendak Raja .Bersama suka dan dukayang bisa menutupi”
Bait ke tiga puluh satu Tembang Kinanthi dalam Serat
Wasitawala mengandung nilai moral supaya ikhlas mengabdi kepada
Raja, hal itu dapat ditunjukan pada kalimat eklasna manahira “ikhlasn
hati kamu” maksudnya bahwa bila mengabdi kepada narendra atau raja
memang sulit hati tidak boleh bimbang/ ragu-ragu harus mantap serta
patuh kepadaNya harus menuruti printah dan aturan. Karena Raja
/narendra sebagai pemimpin sebagai wakil Tuhan yang berhak
mengadili dan menghukum. Siapa yang tidak berhak
mengindahkannya berarti menentang kehendak Tuhan. Hendaknya
mengabdi kepada Raja, harus ikhlas lahir batin tanpa adanya suatu
paksaan.
Jika tidak mantap hatinya lebih baik jangan mengabdi, karena
seorang abdi besar godaan dan tanggung seperti kalimat kapareng
suka rena “merasakan suka duka” maksudnya yaitu susah maupun
senang dirasakan bersama yang bisa menjaga sang Raja sebagaimana
kata “menjaga” hendaknya prilaku teliti, cermat, dan berhati-hati yang
dimiliki sang Raja jangan berbuat dengan kemaun sendiri, kang bisa
77
ngrangkani “yang bisa menutupi” pendek kata jangan berani
membuka rahasia dari seorang Raja, diharuskan bisa menyimpan,
menutupi aib atau rahasia serta tanggap terhadap kemauan segala yang
di kehendaki oleh sang Raja..
h. Mengutamakan kuwajiban (Kinanthi: 8)
pesunen sariranirapun,supaya mulur kang pikir, mumpung ataksih taruna,ngudiya lukitan bakit,kang utama kawajiban,ing tembe Manawa singgih.
Terjemahan:
“Berusaha sungguh-sungguh badanmu agar memanjang yang angan-angan/pikiran, selagi masih muda. Mencapai perkataan berguna yangutama kuwajiban pada akhirnya jika benar.
Nilai moral dalam tembang Kinanthi bait ke delapan belas Serat
Wasitwala menegaskan bahwa agar mengutamakan kuwajiban.
berusaha kamu /badanmu dikala masih muda agar pikiran, angan-
angan menjadikanya baik di kemudian hari. Hal tersebut dapat
ditunjukan pada kalimat Pesunen sariranirapun” Berusaha dengan
sunggu-sungguh”. Berusaha mencapai angan-angan supaya pikiran
jernih serta mempunyai jiwa yang sabar, tidak mudah emosi dapat
menahan diri. Sedangkan ngudiya lukitan bakit “meraih/ mencapai
perkataan yang berguna” maksudnya apabila bicara atau berucap di
harapkan dengan perkataan yang berguna tidak boleh menyakiti hati
78
orang lain. Mengormati dan menghargai diharapkan mempunyai
sopan santun serta unggah-ungguh (tata krama)
Selanjutnya di usia muda diharapakan untuk mencari ilmu
pengetahuan pepatah mengatakan carilah ilmu sampai ke negeri cina
maksudnya bahwa walaupun jauh serta sulit ilmu itu tetap kita cari
walaupun melalui proses yang sulit. Orang Jawa juga mengatakan ilmu
iku kalakone kanthi laku “ilmu itu bisa dicapai dengan proses atau
belajar dengan sungguh-sungguh. Ilmu merupakan cahaya atau
penerang bagi jiwa bagi setiap yang menjalani terutama manusia. Usia
muda tidak boleh berpangku tangan, berhura-hura mensia-siakan
waktu apalagi bermalas-malasan. Dapat mengisi waktu dengan cara
tekun belajar. Menncari ilmu mumpung masih ada kesempatan, agar
kelak kemudian hari menjadi bekal dihari tua.
i. Kriteria memilih guru yang baik (Dhandhanggula: 14)
Amiliha taruna kang pekik,sokur angsal janma ingkang tapa, kang edhe martabate, aja na cacadipun,Ingkag mulus budinireki,ingkang sugih kluwiyan,ywa nganti kaliru, kang aja remen ing dunya,haywa nganti mikir pamewehing murid,kang remen sukci budya.
Terjemahan:
“Memililah anak muda yang tampan syukur mendapatkan manusiayang bertapa, yang besar martabatnya jangan sampai ada cacad yanghalus prilakunya. Jangan sampai salah, jangan suka terhadap harta,
79
juga jangan sampai memikirkan pemberian dari murid yang sukaberprilaku suci”.
Tembang Dhandhanggula bait ke empat belas dalam Serat
Wasitawala memberikan nasehat agar memeilih guru yang baik.
Memilih Guru yang tidak mudah tentunya orang bisa menjadikan
contoh baik prilaku maupun ilmunya yang bisa ddi apat jadikan contoh
bagi murid. Kriteria guru yang baik yaitu dikatakan orang yang senang
bertapa maksudnya orang yang senang berpuasa mengurangi makan
minum yang hati suci lahir maupun batin. Yang kedua orang yang
mempunyai martabat baik dan tidak ada perilaku cacad, maksudnya
orang yang disegani, tidak pernah menyakiti hati orang lain, tentunya
berperilaku baik, mengerti tentang hukum mengetahui halal dan
haram. Keempat memililah guru yang benar- benar mempunyai
kelebihan ilmu pengetahuan. Kelima jangan memilih guru yang senang
di beri pemberian dari murid, guru yang benar memberikan ilmu
dengan tulus ikhlas tanpa mengarap imbalan. Keenam memlilih guru
yang tidak hanya memikirkan berwujud kepentingan duniawi saja,
namun guru yang tujuan lain untuk kepentingan akhirat mencari
keridolhan Tuhan.
Seorang guru harus senantiasa menyucikan hati dari
keinginan-keinginan dan niat buruk, atau dengan kata lain beramal
baik sebanyak mungkin. Dalam ajaran islam dikenal dengan konsep
“lilahahi ta’alaa (semua hanya karena Allah Ta’la) tidak mengharap
80
imbalan serta mengharap balas jasa dari orang lain. Selanjutnya guru
yang senang terhadap prilaku yang baik senang menolong, bersodaqoh
dan membantu kepada yang membutuhkan. Pepatah jawa mengatakan
Guru merupakan (ditiru lan digugu) maksudnya meniru prilaku serta
ahlaknya, ilmu pengetahuan sedangkan digugu maksudnya ucapan
atau nasehat seorang guru wajib dilaksankan. Guru merupakan suri
tauladan, sebagai kaca benggala (cermin) ilmu dan prilaku bagi siswa
maupun orang lain, guru juga wakil dari orang tua bagi anak didik
yang diasuh. Guru sebagai pembangkit serta pencerah terhadap ilmu
pengetahuan dan akhlak.
j. Taat kepada seorang suami (Pangkur: 31)
Banget wedya wong priyaarahen barang sacturnekiKramamu aja kasandhungYaiku guroniraKawruhanmu lakinya wajib tinirutKang kena linampahanYa kudu sira nglakoni
Terjemahan:
“takutlah kepada seorang laki-laki agar saling mengarahkan walaupunsekecil apapun. Nikah kamu jangan sampai bermasalah,yaitu gurukamu seorang suami wajib ditaati tidak boleh menentang harus kamulakukan”
Tembang Pangkur bait ke tiga puluh satu dalam Serat
Wasitawala memberi tuntunan atau nasihat kepada kita agar berbakti
kepada seorang suami. Hal tersebut dapat ditunjukan pada kalimat
81
kawruhana lakinya wajib tinurut “ketahuilah seorang laki-laki wajib
ditaati” mentaati kepada seorang suami merupakan kuwajiban bagi
seoarng istri karena suami adalah sebagai wakil orang tua serta
menjadi guru baginya, hal tersebut dapat di tunjukan pada kalimat
yaiku guronira “yaitu guru kamu” hendaknya wajib ditiru terhadap
prilkunya tidak boleh menentang perintah suami. Dalam berumah
tangga diharapkan saling menghormati, menghargai dan menutupi
kesasalahan masing-masing dapat di tunjukan pada kalimat rah arahen
barang sacturneki “saling mengarahkan” di dalam semua hal.
Hendaknya seorang perempuan (istri) dalam melayani kepada
suami(bapak) menggunakan ajaran driji lima (lima jari) yaitu jempol,
panuduh, panunggal, manis, dan jenthik.
Jempol ‘ibu jari’ maksudnya bahwa suami merupakan lelaki
yang paling tampan dan hebat, dan ibu melayani bapak harus benar-
benar pol’ penuh dan tulus ikhlas. Jari panuduh’ penunjuk’ maksudnya
seorang ibu hendaknya selalu dan segera menjalankan apa yang
menjadi perintah dan petunjuk suami. Jari panunggul ‘paling tengah
dan tinggi’ maksudnya tidak boleh merendahkan serta mencela suami,
tetapi sebaliknya. Apabila diberi rejeki atau nafkah hanya sedikit atau
pas-pasan diterima dengan bangga dan senang hati, agar suami tidak
senang korupsi dan mencuri karena dorongan dan tuntutan suami. Jari
manis, maksudnya seorang istri harus selalu menyenangkan suami,
patrap dan pangucap selalu membuat ketentraman, kesejukan serta
82
kedamaian hati. Jari jenthik ‘kelingking’ maksudnya seorang ibu harus
senang kreatif, terampil, dan rajin bekerja.
k. Larangan menggunjingkan Tetangga (Sinom: 18)
Winedharaken ing tonggaNgojahken babdirekiEnggone padha jodhowanRembagnya tan seneng pikerAngguru ngathik-athikMring janma priya kang bagusKang ala ingewananGinuyu pating cukikikHiya iku bathine karem sasanjan
Terjemahan:
“menyacat tetangga membicarakan tentang dirinya masalah tentangberkeluarga. Berbicara tidak tanpa di berfikir lebih dahulu menjelek-jelekan terhadap seorang laki-laki yang tampan. Sedangkan yang jelekdikesampingkan tertawa di dalam terbehek-behek hal itu merupakanhatinya yang tidak baik”
Bait ke delapan belas tembang Sinom dalam Serat Wasitawala
mengandung nilai moral perempuan yang tidak berfikir serta
menjelekan orang lain hal tersebut dapat ditunjukan pada kalimat
rembagnya tan seneng piker “bicaranya tidak senang berfikir”
maksudnya bahwa orang yang tidak mau berfikir dahulu bicaranya
pasti asal keluar tidak mau memandang mana yang hendak patut
diucapkan. Apabila berbicara senaknya saja mengungkit-ungkit
keburukan orang lain dan menyakiti hati. Senangnya membicarakan
rumah tangga orang lain, berwatak suka mencemoh seperti kalimat
83
angguru ngathik-athik “menjelek-jelekan serta mengungkit-ungkit”
yaitu prilakunya seorang perempuan yang tidak tahu diri. Orang yang
seperti itu biasanya hati dan pikiranya kotor, senang menetertawakan
orang lain apabila lagi menerima musibah. Perempuan yang bermuka
dua maksudnya bila di hadapanya ia sopan serta hormat padanya tetapi
di belakang mempunyai iri hati membicarakan kejelekan, apalagi bila
ada orang yang tampan/ ganteng terkagum akan ketampanan namun
bila ada laki-laki yang jelek wajahnya senang mengkesampingkan.
Pepatah Jawa terkenal dengan “nyumur gumuling” artinya mempunyai
sifat terbuka tidak bisa menyimpan rahasia dimuka depan baik namun
dibelakang jahat. Segala sesuatu yang diucapkan selalu
menguntungkan diri sendiri.
l. Larangan bergonta-ganti suami (Mijil: 13)
marang Gusti kang murba sirekihywa kongsi pedhotdenya nyuwun marang duryateaja nganti tukaran lakiajrih ing salamimring guru lakimu
Terjemahan:
“terhadap Tuhan yang menciptakan kamu jangan sampai putus, danmeminta kepada sorot (ketentraman) jangan sampai bertukaran suamitakutlah untuk selamanya, kepada guru suamimu”
Bait ke tiga belas tembang Mijil dalam Serat Wasitawala
mengandung nilai moral larangan bergonta-ganti suami hal, tersebut
84
dapat ditunjukan pada kalimat aja nganti tukaran laki “jangan sampai
berganti suami” maksudnya bahwa seorang istri tidak boleh
menceraikan sang suami, apabila seorang perempuan menceraikanya
merupakan perbuatan yang tidak baik, perempuaan yang suka
bergonta-ganti pasangan merupakan perempuan yang suka selingkuh
(royal). Pada kalimat ini di anjurkan untuk selalu mendekatkan diri
kepada Tuhan Hal itu dapat ditunjukan pada kalimat denya nyuwun
marang duryate “dan meminta terhadap sorot maksudnya bahwa” agar
selalu berdo’a kepada Tuhan supaya hidup berumah tangga menjadi
sejahtera serta lenggeng jauh dari penghalang.
Seorang perempuan hendaknya jangan berani kepada seorang
suami seperti kalimat ajrih ing salami “takutlah kepada suami”
maksudnya harus taat, patuh apa saja kehendak suami. Karena suami(
laki-laki) wajib hormati menjadi perempuan yang ngugemi (setia),
sedangkan kalimat mring guru lakimu “terhadap guru suamimu” yaitu
jangan berani kepada suami bahwa suami adalah sebagai guru yang
patut dicontoh dan ditiru menjadi panutan dalam keluarga maupun
dirinya (istri).
m. Larangan untuk berbohong serta mengingkari janji (Mijil: 2)
wong wanodya yen mangkono yayidhemen laku gorohnora duwe temen salawasewit iku pikire owah gingsirnglambrang siyang ratri
85
nggayuh dadi menus
Terjemahan:
“orang perempuan bila seperti itu kakak, senang melakukan perbuataningkar janji tidak mempunyai teman selamanya pohon itu berubahpergi siang malam mencapai menjadi terlanjur tidak baik”
Bait ke dua tembang Mijil dalam Serat Wasitawala
mengandung nilai moral perempuan yang suka berbohong hal tersebut
dapat ditunjukan pada kalimat dhemen laku goroh “senang melakukan
bohong” maksudnya bila berkata tidak pernah menepati janji hanya di
mulut saja tidak disertai dengan tindakan. Orang yang senang
berbohong itu akan di jauhi oleh orang lain dan tidak bisa dipercaya
seperti petikan kalimat nora duwe temen salawase “tidak mempunyai
kawan/ saudara selamanya” bila kita berbuat kebohongan atau sering
ingkar janji kepada sesamanya kawan, saudara akan jauh dari kita.
Perbuatan tersebut hendaknya angan dilakukan tidak lain akan
merugikan kita sendiri, pepatah jawa mengatakan ajining diri ana ing
lathi (harga diri/ kerhormatan terletak pada mulut) orang hormat pada
kita bukan karena harta benda yang melimpah, jabatan yang tinggi
namun yang diutamakan adalah ucapan atau perkataan. Karena ucapan
dapat membawa suatu kebaikan, tetapi juga membawa kematian,
kesengsaraan, persahabatan ucapan juga dapat menjadi penyebab
semula yang akibatnya dijauhi oleh orang lain.
Perbuatan suka bohong atau mengingkari janji dalam dalil
agama Islam disebut “munafik” berdusta bila berkata tidak sesuai
86
dengan kenyataan. Orang sering melakukan hal tersebut pikiranya
tidak tenang angan-angan selalu berubah tidak mempunyai pendirian
seperi kalimat nglambrang siyang ratri “bingung siang malam”
maksudnya tidak tenang karena perbuatan yang kurang terpuji pikiran
selalu tidak tenang.
n. Larangan menolak keinginan perintah suami (Mijil: 17)
wong dadyestri kang bisa nglakonisaprentahing bojoaja asring badali karsaneyen wanodya duweke nglakoniajrihnya kang sayektimring lakinireki
Terjemahan:
“Menjadi istri yang dapat menjalankan perintah suami, jangan seringmenolak printah suami bila perempuan sering menentang kemauan.Kalau perempuan kepunyaanya menjalankan takutlah yang benarterhadap suami kamu ”
Bait ke tujuh belas tembang Mijil dalam Serat Wasitawala
mengandung nilai moral jangan membantah perintah suami hal
tersebut dapat ditunjukan pada kalimat aja asring badali karsane
“jangan sering membantah kehendak kemauan maksud bahwa seorang
istri wajib taat serta patuh semua perintah suami tidak boleh
membantah maupaun mengelaknya. Wanita Jawa apabila berumah
tangga agar selalu setia, berbakti menurut segala printah suami.
Seorang perempuan diharapkan bisa diatur pepatah Jawa mengatakan
87
wanita simbol (wani ditata). Miskipun dimadu harus tetap rila lan
legawa atau ikhlas, rela dan senang tetap memelihara kecantikan.
Selalu menjaga keharmonisan, keutuhan, dan kelangsungan dalam
hidup berumah tangga. Karena suami merupakan wakil dari orang tua
yang memberi nafkah dan bertanggung jawab keluarga. Bila seorang
perempuan berani terhadap suami sangatlah besar dosanya.
Seorang istri atau ibu hendaknya memiliki tri telu kepada
suami atau bapak, karena suami di ibaratkan ayah atau bapak, suami
juga diibaratkan sebagai Gusti atau Allah katon Dewa yang
mengejawantah atau Guru. Ketiga hal tersebut (a) tulus ikhlas takut
pada suami (b) tulus serta ikhlas dan hormat (c) harus menurut dan taat
kepada suami.
3. Nilai Moral dalam Serat Wasitawala yang Berhubungan Manusia
dengan Diri Sendiri
a. Hidup harus menjadi contoh (Mijil: 9)
kang utama ngurip punikidadyo titironamikira bisa kasaidgolekna ya margane inggihtutukig rejekigangsare lestantun
Terjemahan:
“Yang paling utama hidup ini menjadi contoh memikirkan agar bisalestari carilah karena menjadi baik lancar rejeki mudah terpelihara”
88
Bait ke sembilan tembang Mijil dalam Serat Wasitawala
mengandung nilai atau pesan moral hidup supaya menjadi contoh yang
baik, hal tersebut dapat ditunjukan pada kalimat dadyo titiron “menjadi
contoh” yaitu contoh berprilaku dan perkataan yang baik menjadik suri
tauladan. Orang yang bicaranya keluar dengan tertata rapi yang
berwujud nasehat yang sarat dengan ajaran baik, harganya memang
melebihi hatra benda, bisa mengubah hati dan pikiran. Tetapi semangat
pikiran dan hidupnya hati tidak bisa berubah hanya dengan bicara saja.
Yang penting bicara yang mengandung tindakan dalam rangka
tauladan. Hanya tauladan yang biasa menumbuhkan kepercayaan.
Selalu memikirkan cara hal-hal yang baik seperti kalimat golekna
mergane inggih “mencari sebab yang baik” maksudnya kita jangan
sampai melakukan tindakan yang kurang terpuji salah satunya dalam
hal mencari rejeki, apabila datang suatu rezeki kepada kita selalu di
syukuri di manfaatkan dengan baik akan menjadikanya rezeki itu
barokah serta lestari. Supaya rejeki yang diperoleh awet dan tetap
lestari agar sebagian harta disisipkan untuk anak yatim dan fakir
miskin. Agar harta yang dimiliki bersih, akibatnya menjadi
bermanfaat terhadap orang lain maupun diri sendiri.
b. Anjuran untuk melakukan Hemat dan berhati-hati (Pangkur: 30)
Sanadyan para wanodyaIngkang padha surti angati-atiNyemiye patrairekiMring raja kayanira
89
Kang satiti barang duweke wong kakungKang primpen ywa sembranaGemenana ing salami
Terjemahan:
“Walaupun semua perempuan yang hemat/cermat dan berhati-hati.Terhadap prilaku kepada raja seperti dia yang teliti sesuatu kepunyaanorang laki-laki yang tertutup jangan sampai ceroboh peganglah untukselamanya”
Tembang Pangkur bait ke tiga puluh mengandung nilai moral
anjuran berbuat hemat dan hal tersebut dapat ditunjukan pada kalimat
ingkang padha surti angati-ati “yang sama hemat/cermat berhati-hati”
Hendaknya jangan berbuat boros, pandai memilah- milah rajin untuk
menabung dan tidak melkukan yang tidak ada manfaatnya.
Pada kalimat kang teliti duweke wong kakung “yang teliti
sesuatu kepunyaan orang laki-laki” mengajarkan agar untuk seorang
perempuan yang berumah tangga supaya selalu hati-hati dan waspada
terhadap kepunyaan seorang laki-laki (suami), raja. Pada perihal
mengabdi menegrti apa keinginyanya, jangan berbuat ceroboh, seperti
yang pada kalimat kang primpen ywa sembrana “yang tertutup jangan
ceroboh” hendaknya seorang istri dapat menjadi pegangan sebagai
tuntunan berumah tangga.
c. Jangan berfikiran yang sempit (Sinom: 12)
Poma padha ngawruhanaAja kongsi cupet budiMikira ingkang utamaGayuhen budi ingkang inggil
90
Nuwuna mring Hyang WidhiEstine ingkang satuhuYwa taberi kumpulenJanma kang kereh iblisIng tegese wong kang manah kabrabreyan
Terjemahan:
“Mengingatkan bahwa ketahuilah jangan sampai sempit pikiran,berfikirlah yang baik atau utama capailah pikiran yang tinggi memintakepada Tuhan belajar dengan benar jangan rajin berkumpul orang yangberteman iblis maksudnya orang yang mempunyai hati jahat”
Bait ke dua belas tembang Sinom dalam Serat Wasitawala
mengajarkan kepada kita supaya jangan berfikiran yang sempit. Hal
tersebut dapat ditunjukan pada kalimat aja kongsi cupet budi “ jangan
berfikiran yang sempit” Apabila berfikir yang sempit merupakan cara
pandang dari sebuah mata hati kita. Diharapkan berfikir yang luas,
jernih menanggapi berbagai hal jika bisa dilakukan sama dengan
mencapai prilaku yang baik dapat dijadikan contoh suri tauladan hal
tersebut dapat juga ditunjukan pada kalimat Gayuhen budi ingkang
inggil “capailah prilaku yang tinggil”maksudnya agar mencapai
perbuatan yang baik janganlah berkumpul orang- orang yang
berprilaku tidak baik yaitu orang yang berteman dengan iblis suka
membuat kerugian orang lain yang hatinya tidak suci. Diumpamakan
jika orang berteman dengan pedagang minyak wangi tidak menutup
kemungkinan badannya berbau harum namun, sebaliknya jika orang
bergaul dengan orang yang jahat setidak- tidaknya akan ikut menjadi
jahat atau tidak baik. Iblis akan menggoda dan menghalang- halangi
91
manusia yang akan berbuat baik, maka diharapkan untuk rajin berdo’a
dan beribadah dengan tekun serta sungguh-sungguh.
d. Rajin bekerja (Mijil: 11)
Rosanana gonmu nambut kardiYeku glis gumolongPan lestari kabegjanta mangkeWuwuh tutut rijekinirekiYen ngudi sayektiPasti glis nglumpukTur sampulur sandhangira buktiTan kari sami wongBanjur dadya darsana wurineMarang anak putunira benjingAnanging sireki ywa kendhat panuwun
Terjemahan:“Kuatkan kamu bekerja yaitu cepat menjadi satu dan terpaliharakeberuntungan nanti. Bertambah jinak/ mudah rejeki kamu, apabilaberusaha benar akan cepat mengumpul. Lagi pula pemberian sandang/pakaian nyata tidak tertinggal sesama orang. Lanjut menjadi contohbelakang terhadap anak cucu kamu besok. Tetapi kamu jangan putuspermohonan”
Tembang Mijil bait ke sebelas dalam Serat Wasitawala
memberikan tuntunan kepada kita agar melakukan rajin bekerja,
seperti kutipan pada kalimat rosanan gonmu nambut kardi “kuatkan
kamu bekerja”
Hal tersebut akan membawa kemakmuran, kesejahteraan, tercukupi
segala kebutuhan hidup. Bahwa manusia hidup dianjurkan untuk
bekerja dan berusaha, apabila dilakukan dengan rajin, tekun serta
sungguh-sungguh segala kebutuhan hidup akan terpenuhi seperti
pakaian, halnya tertera pada kalimat Tur sampulur sandhangira bukti
92
“juga terpenuhi pakaian nyata” apabila tercukupi menjadikanya
sentosa terhadap keluarga. Dikemudian hari dapat dijadikan contoh
suri tauladan kepada anak cucu kelak kemudian.
e. Mencapai prilaku yang baik (Kinanthi: 3)
maspadakna kang satuhumring wajibira kang yektipesunen sariranirapadha gayuh utamiduduki lan tatakramasolah tingkah kang prayogi
Terjemahan:
“Waspadalah yang benar terhadap kuwajiban yang sungguhberusahalah kamu mencapai keutamaan sopan santun dan tatakramaprilaku yang baik/ mulia”
Tembang Kinanthi bait ke tiga dalam Serat Wasitawala
mengajarkan agar menaati kuwajiban serta mencapai prilaku yang
baik. Hal tersebut dapat ditunjukan pada kalimat mring wajibira kang
yekti “terhadap kuwajiban yang benar” kuwajiban merupakan
keharusan dilaksanakan dengan tulus ikhlas serta menahan hawa nafsu.
Melaksanakan suatu kebaikan tidak ada jeleknya asalkan dilakukan
dengan sungguh-sungguh melatih diri agar menjadi prilaku yang baik
contonya pada kalimat padha gayuh utami “ mencapai yang utama”
utamanya hidup ini adalah belajar dengan sunggah- sungguh dalam
bertata karma, menghormati, belajar menghargai pendapat orang lain
selanjutnya mencapai tingkah laku yang baik
93
Pada kalimat duduki lan tata krama” sopan-santun dan
unggah-ngguh mengisyaratkan agar seorang anak muda supaya
mempunyai sopan-santun serta unggah-ungguh. Orang jawa jangan
sampai hilang kejawaanya (ilang Jawane) maksudya hilang
kepribadiannya yang penuh dengan kearifan lokal, yang dapat
mengubah suatu prilaku menjadi baik.
f. Mepertimbangkan Prilaku Baik dan buruk (Sinom: 1)ya sureku yen wus wikansawiji-wijining janmiingkang becik klawan alatimbangen ingkang sayektisawusnya sira uninglah woworana sadarummarang samaning janmakang becik cathethen batiningkang ala aja kataraTerjamahan:
“Kalau kamu sudah tahu/ mengerti salah satu orang yang baik maupunburuk pertimbangkan dengan benar, sesudahnya kamu mengertiberbaurlah semua terhadap sesama manusia dengan baik catat dihatisedangkan yang buruk jangan sampai kelihatan”.
Bait ke satu tembang macapat Sinom dalam Serat Wasitawala
mengandung nilai moral mempertimbangkan perbuatan baik dan jelek,
semua berasal berasal dari manusia itu sendiri apabila . Halnya pada
kalimat ingkang becik klawan ala “yang baik serta yang buruk”
hendaknya bisa memilah dan memilih mana sekiranya patut di ambil
contoh dan hendaknya prilaku yang tidak baik hal demikian sangatlah
penting. Setidaknya bisa menutupi apabila seorang berbuat jelek,
94
jangan mencemoh, menjahui terhadapnya. Berbuat kebaikan terhadap
orang lain tidak boleh pamer apalagi bebuat sombong. Seperti yang
ditunjukan pada kalimat Kang becik cathethen batin “yang baik catat
dalam hati” Cukuplah di simpan di hati sebagai pelajaran. Sebaliknya
kejelekan itu jangan sampai kelihatan maksudnya juga bahwa suatu
kejelekan tidak boleh di ungit-ungkit. Diharuskan dapat membawa diri
serta beradaptasi dengan dengan baik pepatah Jawa mengatakan
hendaknya bisa empan papan (Dimana tempat) dapat menyusaikan diri
di mana saja kita berada.
g. Mengasuh serta mengemban terhadap sesama Manusia(Dhandhanggula: 10)
yen wus bisa anglakonimomong marang sasmaning janmayaiku gedhe sawabe nora susah gugurungapaya guna padasihiku bae wus kanggyangurip punikusaperlune laku sirasadinane ngawasna sasmita jatijatine blis kang godha
Terjemahan:
“bila sudah kamu lakukan membantu terhadap sesama manusia yaitubesar pengaruhnya tidak susah berguru upayakan berguna untuksesama itu saja sudah cukup hidup itu penting untuk dia/kamu. Setiaphari melihat pertanda yang nyata, nyatanya iblis yang menggodha”
Bait ke sepuluh tembang Dhandhanggula dalam Serta
Wasitawala mengandung pesan moral agar mengasuh/ mengemban
95
terhadap sesama manusia. Hal tersebut dapat ditunjukan pada kalimat
momong marang sasmaning janma” mengemban/terhadap sesama
mahluk manusia” yaitu mengerti kedaan orang lain di segala situasi
dan kondisi, mampu beradaptasi sesuai dengan keadaan. Bisa menutupi
kekurangan maupun kelebihan orang lain tidak berlaku sombong
maupun angkuh, hendaknya menghargai, menghormati bertindak adil
tidak membeda-bedakan antara satu dengan yang lain. Hidup
merupakan tergantung pada diri sendiri bagimana kita menyikapi
keadaan di sekliling kita. Melakukan kebaikan terhadap sesama
merupakan kuwajiban namun, biasanya kebaikan itu di halang- halangi
oleh iblis. Kalimat ngurip puniku “ hidup itu” dan saperlune laku
sira “kuwajiban tergantung kamu” bawasanya melakukan kebaikan
ataupun apa saja bukan tergantung oleh orang lain namun pada diri kita
sendiri yang menjalani, pada kalimat Yaiku gedhe sawabe nora susah
guguru“ yaitu besar manfaatnya tidak usah berguru /menuntut ilmu
Maksudnya hidup itu yang penting bisa bermanfaat bagi orang lain,
saling membantu kepada yang membutukan.
h. Menjaga perkataan (Sinom :10)
hiya dukaning Pangeran , kang murba marang sireki,among karsaning wasita, sira den angati- ati, pesunen kang sajati, bisane undhagi punjul, limpat grahitanira, kalukitan ing bakit,
96
kang utama pan aja nganti katara’.
Terjemahan:
“Bencana Tuhan yang telah menciptakan kamu, serta kehendaknasihat kamu harus berhati-hati tahanlah dengan benar. Janganmerasa bisa yang menjadikanya angan kamu bingung, bila berucapperkataan yang berguna paling penting adalah jangan sampaikelihatan atau ketahuan”
Bait tembang Sinom tersebut secara tidak langsung
mengajarkan kepada kita supaya berhati-hati dengan menjaga
perkataan/ ucapan jangan seperti kalimat kalukitan ing bakit “
perkataan yang berguna” maksudnya jangan seenaknya berucap asal
keluar dari mulut yang tidak berguna. Perkataan yang dapat
menimbulkan orang lain sakit hati di harapkan untuk selalu berhati-
hati. Bahwa ucapan dapat menimbulkan keburukan bagi kita. Pepatah
jawa terkenal dengan ajinig diri ana ing lathi (kehormatan terletak
pada di ucapan) bila diormati, hargai tentunya bukan kekayaan atau
lainya yang penting adalah terletak pada ucapan/ perkataan.
4. Relevansi Isi Serat Wasitawala dengan Kehidupan Sekarang.
Nilai moral yang terkandung dalam Serat Wasitawala dapat
dijadikan tuntunan kehidupan pada era sekarang ini. Walaupun sudah
berpulu-puluh tahun silam berganti adat istiadat namun polah pikirnya
tetap sama. Ajaran (piwulang) yang terkandung dalam Serat Wasitawala
hendaknya dapat menjadi tuntunan hidup (kaca benggala) pada zaman era
97
sekarang ini yang meliputi ajaran manusia dengan Tuhan, manusia dengan
manusia, dan manusia dengan diri sendiri .
Adapun relevansi dari isi ajaran (piwulang) yang terkandung dalam
kehidupan sekarang dapat kami paparkan sebagai berikut:
a. Isi Serat Wasitawala Tentang meraih kedudukan/ jabatan Tinggi
(Sinom: 5)
Dalam Serat Wasitawala memberikan penjelasan tentang
mencapai kedudukan yang tinggi yaitu pada tembang Sinom bait ke
lima berikut:
aja kaya jaman mangkyalakune arebut inggiltan pajah weruh ing tataanggayuh dadi priyayikatha kang tinggal dugidegsura ing patrapipunsamya ngembag bandarasolah tingkah muna-muninora duwe angengeti yen kawula
Terjemahan:
“Jangan seperti zaman nanti perilakunya merebut yang tinggi tidakmelihat pada aturan mencapai jabatan/kedudukan banyak yangtertinggal keji tingkah prilaku. senang membicarakan raja prilakunyamenjelekan tidak punya malu bila orang kecil (rakyat)”
Isi tembang tersebut mengandung nilai moral tentang mencapai
suatu jabatan atau kedudukan. Isi Serat Wasitawala ini sangat relevan
dengan keadaan kehidupan sekarang ini bahwa kedudukan/ jabatan
sebagai impian manusia.
Zaman dahulu para Raja atau pun (senopati) mencapai
kedudukan juga dengan usaha yaitu berperang serta melalui jalur
98
politik hanya untuk memparoleh kekuasaan atau kedudukan. Tidak
jauh beda dengan era sekarang ini suatu kekuasaan tetap menjadi
prioritas bagi manusia. Jabatan ditempuh melalui jalan pintas
kehidupan sekarang masih banyak ditemui kedudukan/ jabatan yang
asal mulanya tidak jujur yaitu pada jabatan para anggota legeslatif
dengan melalui cara penyuapan terhadap rakyat. Demi kepentingan
pribadi / golongan melakukan dengan cara- cara yang tidak baik.
b. Isi Serat Wasitawala tentang Ajaran untuk rajin prihatin
Dalam Serat Wasitawala mengandung ajaran hidup untuk
prihatin, banyak melatih diri agar memiliki berbudi/ tingkah dan
mencapai keutamaan hidup, seperti ditunjukan dalam tembang bait
Kinanthi ke tujuh berikut:
golekna kang satuhumarang kawajibanekingupaya ta kang utamaden taberi prihatinywa katungkul mangan nendralan sudanen dahar guling
Terjemahan:
“mencarilah yang sebenarnya terhadap kuwajiban kamu berusahalahyang baik dan rajin prihatin jangan hanya makan tidur dan kurangimakan serta minum."
Bait ke tujuh tembamg Kinanthi dalam Serat Wasitawala
mengandung nilai moral agar rajin untuk berprihatin. Dapat ditunjukan
pada kalimat den taberi prihatin “dan rajin prihatin “sedanggkan lan
99
sudanen dahar guling “mengurangi makan serta minum” maksudnya
supaya rajin prihatin yaitu dengan mengurangi makan/ minum
(berpuasa), mengurangi tidur hal, yang demikian dampak positif pada
diri yang melakukanya terhadap perubahan pada pikiran serta prilaku.
Manusia hidup didunia hendaknya menjalankan laku prihatin . Laku
ini bertujuan untuk rohani agar jiwa terang dan terbuka dalam
menghadapi segala hal, dan apa saja yang diharapkan terkabul,
menemukann kebahagian dan sebagainya. Sebaliknya orang yang tidak
melakukan prihatin sejak kecil hingga tua akan melarat/ miskin
seterusnya dan tidak memiliki kepandaian. Mencari dengan benar
terhadap suatu kuwajiban, mencapai cita-cita yang baik memberikan
kesempatan mumpung muda supaya jangan berfoya-foya jangan
menghabiskan waktu serta bermalas-malasan hanya makan tidur.
Bahwa orang yang rajin berprihatin mengurangi makan minum
dan tidur ulahnya membanting raga, menyucikan diri akan tercapai
suatu keinginan. Adapun apabila yang berdoa kepada Tuhan apabila
dengan sungguh-sungguh lambat laun akan dikabulkan. Tuhan yang
maha pemurah akan mengabulkan keinginanya dalil mengatakan siapa
jujur balasanya akan mujur. Mumpung masih muda diharapkan belajar
“ginahua” yaitu sehat dalam sakit, dan bersukaria dalam prihatin” dan
“prihatin dalam bersukaria” itu hendaknya dilatih, dan mati dalam
hidup’, mencontoh orang-orang dahulu(leluhur).
100
c. Isi Serat Wasitawala berisi tentang menjaga Negara.
Tembang Kinanthi bait ke delapan belas dalam Serat Wasitawala
mengajarkan tentang menjaga Negara/ pemerintahan berikut ini:
tienana kang satuhureksananen prajanirekingawasana sasamaning janmaana ala lawan becikkang nistha madya utamaana lancang kumaki
Terjemahan:
“Teliti yang sebenarnya jagalah negaramu waspada sesama manusiaada buruk/jelek dan baik yang hina tengah utama ada berani besarkepala”
Ajaran tersebut masih sangat relevan dalam kehidupan pada
sekarang ini supaya menjaga Negara atau pemerintahan, terutama
kepada pejabat yang telah mengabdi kepada Negara seperti pemimpin.
Apabila memilih pemimpin hendaknya orang yang berprilaku baik
memihak pada rakyat namun sebaliknya , kita harus berhati-hati dan
waspada terhadap pemimpin yang kurang baik. Ada tiga kriteria
tingkatan pemimpin bangsa atau Negara yaitu kepemimpinan yang
nistha, madya, utama.
Pertama, pemimpin yang tergolong nistha yaitu, adalah mereka
gila terhadap kekayaan (meliken arta). Pemimpin semacam ini,
biasanya ingin menyunat hak-hak kekayaan rakyat dengan aneka dalih/
cara. Harta kekayaan diatur sedemikian rupa, sehingga tampak legal,
kemudian dikuasai semaunya sendiri. Kedua, pemimpin yang
101
tergolong madya, bercirikan dua hal yakni, (a) pemimpin yang mau
memberikan sebagian rejekinya kepada rakyat. Pemberian disertai
dengan niat tulus dan keikhlasan. (b) pemimpin yang mampu
menghukum rakyat yang berbuat dosa dengan sikap adil. Ketiga,
pemimpin yang tergolong utama memiliki ciri bersikap berbudi
bawaleksana. Artinya, mau memberikan sesuatu kepada rakyat secara
iklhas lahir batin. Mereka juga tak mengharapkan apa- apa dari rakyat,
kecuali pengabdian yang sesuai kewajibannya.
d. Isi Serat Wasitawala tentang ajaran bertapa.
ya niskara trapirekisinauwa tapa ngeliseni hara banyu harangluwange siyang ratriawasna marang sasmitawahywane sasmiteng gaibTerjemahan:
“Iya semua apa saja sikapmu belajar bertapa lapar api hening airhening sarana pada siang malam melihat terhadap pertanda, sungguh-sungguh pertandanya samar “
Ajaran untuk bertapa masih relevan dengan pada era sekarang
ini biasanya masih dilakukan oleh orang- orang yang mempelajari
ilmu “kejawen” atau ilmu kasepuhan. Dalam kehidupan masyarakat
sekarang ilmu (aliran) kejawen juga disebut ilmu rasa, sering
dilakukan dengan cara “menyepi“ atau bertapa (mesu raga, cipta, dan
rasa). Tembang tersebut berisikan anjuran melakukan bertapa, ada
empat jenis etika cara yang harus dilakukan oleh seorang pertapa
102
seperti isi Serat tersebut diatas yaitu: (a) tapa narima, maksudnya
harus mengikuti apa kehendak Tuhan seperti sampan dilautan. (b)
tapa geni hara, tidak terpengaruh oleh suara-suara yang memanaskan.
(c) tapa banyuhara harus mengikuti petuah saudara, (d) tapa patihara,
dengan menimbun ditanah, harus tidak memperlihatkan kebaikan
sendiri.
103
BAB VPENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan analisis dan hasil pembahasan dalam data Serat
Wasitawala karangan Mas Demang Warsa Pradongga, dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. Nilai moral yang membahas meliputi tentang hubungan manusia dengan
Tuhan, manusia dengan manusia, manusia dengan diri sendiri.
a. Adapun nilai moral yang membahas hubungan manusia dengan Tuhan
terdapat pada tembang Dhandhanggula bait ke dua belas, sebelas,
tembang Sinom bait ke 10, tembang Kinanthi bait ke enam belas, Mijil
bait ke satu , dan Sembilan.
b. Hubungan nilai moral yang membahas manusia dengan manusia
tedapat pada tembang Dhandhanggula bait ke Sembilan, empat belas,
tiga ,tembang Pangkur bait ke tiga, tembang Mijil bait ke tiga belas,
dua, lima, enam, tembang Sinom bait ke satu, tuju belas, tembang
Kinanthi bait ke dua belas, delapan, tiga belas .
c. Nilai moral yang membahas manusia dengan diri sendiri terdapat pada
tembang Mijil bait ke Sembilan, sebelas, tembang Pangkur bait ke tiga
puluh, tembang Sinom bait ke satu, sepuluh, dua belas, tembang
Dhandhanggula bait ke sepuluh, tembang Kinanthi bait ke tiga.
103
104
2. Isi nilai moral dalam Serat Wasitawala yang masih relevan diterapkan
pada kehidupan sekarang ini yaitu ajaran untuk bertapa, mencapai
kedudukan/ pangkat, melakukan prihatin, menjaga Negara/ pemerintahan.
B. Saran
1. Di dalam Serat Wasitawala karangan Mas Demang Warsa Pradongga
masih terdapat banyak nilai moral yang belum terkupas dan sangat
berguna pada kehidupan era sekarang ini, maka perlu di diaji/ analisis
lebih dalam lagi dan diamalkan dalam kehidupan.
2. Bagi para pembaca, diharapkan timbul keinginan untuk mempelajari
secara mendalam isi Serat Wasitawala serta tembang macapat di
dalamnya sebagai bentuk melestarikan warisan budaya adi luhung.
3. Diharapkan ada peneliti lain setelah ini yang mengkaji lebih dalam lagi
baik dari segi nilai moral maupun segi lainya dari Serat Wasitawala.
4. Pengkajian nilai moral Serat Wasitawala ini, tentunya masih banyak
kekurangan dan sangat jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu
diharapkan peneliti lain dapat mengkaji lebih lanjut dan lebih baik lagi.
37
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Wakit, Handayani Lestari Sri. 2007. Bahasa Jawa Kuna. UniversitasSebelas Maret: Surakarta.
Arikunto, Suharsimi.1997. Prosedur Penelitian. Rineka Cipta: Jakarta.
Damono , Sapardi Djoko. 1984. Sosiologi Sastra. Diknas: Jakarta.
Darusuprapta dkk. 1990. Ajaran Moral dalam Suluk. Departemen PendidikanNasional: Jakarta.
Departemen Pendidikan Nasional. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Erawati Anik. 2010. Nilai Pendidikan Moral Dalam Panyandra Pengantin.Universitas Muhammadiyah Purworejo.
Haricahyono, Cheppy. 1995. Dimensi- Dimensi Pendidikan Moral. IKIPSemarang Press.
Haryatmo, dkk. 2003. Macapat Modern dalam Sastra Jawa Analisis Bentuk danIsi. Depdiknas: Jakarta.
Mahmudi, Purwadi, dan Erna Setyaningrum. 1995. Tata Bahasa Jawa. MediaAbadi. Yogyakarta.
Nurgiyantoro Burhan. 2005. Sastra Anak. Yogyakarta. Gajah Mada UniversityPress.
_______, Burhan. 1991. Teori Pengkajian Fiksi. Gajah Mada University Press:Yogyakarta.
Poerwadarminta, WJS. 1939. Baoesastra Djawa. Batavia: Groningen.
Purwadi, 2009. Sejarah Sastra Jawa Klasik. Panji Pustaka; Yogyakarta.
_______. 2005. Sejarah Sastra Jawa. Gelombang Pasang: Yogyakarta.
Ratna, Kutha Nyoman. 2010. Teori dan Metode Penelitian Sastra. PustakaPelajar: Yogyakarta
Riyadi, Slamet dkk. 1994. Idiom Tentang Nilai Budaya Sastra Jawa. Diknas.Jakarta.
Saputra Karsono. 2008. Penghantar Filologi Jawa. Wedatama Widya Sastra.Jakarta
38
Sari, Yulita 2012. Nilai Moral dalam Serat Candrawarna. Skripsi UniversitasMuhammadiyah Purworejo.
Soedarsono.dkk.1985. Pendidikan Moral dalam Jiwa Jawa. Depdiknas :Jakarta.
Suharianto. 1982. Dasar-dasar Teori Sastra. Widya Duta: Surakarta.
Sulaksono, Djoko. 2010. Nilai Pendidikan Moral Dalam Cerita BersambungHarjuna Kawiwaha. Skripsi Universitas Muhammdiyah Purworejo.
Suryani, Elis. 2011. Filologi. Ghalia Indonesia: Bogor.
Sutardjo, Imam. 2006. Mutiara Budaya Jawa. Universitas Sebelas Maret.Yogyakarta.
Teeuw. 1984. Sastra Dan Ilmu Sastra. Pustaka Jaya. Jakarta.
Tias, Priska Deswari. 2011. Nilai Pendidikan moral Dalam Suluk Sukma Lelana.Skripsi Universitas Muhammdiyah Purworejo.
Uzey. 2009. Pengertian Nilai (www. Blogspot. Com) Diakses pada tanggal 3September 2012.
Waluyo, J Herman. 2007. Penghantar Filsafat Ilmu. Widya Sari Press. Salatiga.
_______________.2011. Pengkajian Sastra. Universitas Sebelas Maret:Surakarta.
Werrn Austin, Weelk Rene. 1990. Teori Kasusteraan. Gramedia: Jakarta.
Widyawati, Wiwien. 2010. Etika Jawa. Pura Pustaka.: Yogyakarta.
Winarni, Retno. 2009. Kajian Sastra. Widya Sari Press: Salatiga
Zuriah, Nurul. 2007. Pendidikan Moral dan Budi Pekerti dalam PersepektifPerubahan. Bumi Aksara: Jakarta.
Baried, Siti, dkk. 1985. Pengantar Filologi. Departemen Pendidikan danKebudayaan. Jakarta.
Subalidinata. 1994. Kawruh Kasusastran Jawa. Yayasan Pustaka Nusatama.Yogyakarta.
Wibowo, Agvenda. 2012. Basa Jawa Sansekerta. Aswaja Pressindo. _____
Nuraeni, Dwi. 2010. Nilai Moralitas pada Tembang Macapat PupuhDhandhanggula dan Pengkur dalam Serat Wulangreh KaranganPakubuwana IV. Skripsi Universitas Muhammadiyah Purworejo.
39
Winter, Ranggawrsita. 2009. Kamus Kawi Jawa. Gajah Mada University Press:Yogyakarta.
Puspita, Dwi 2011. “Nilai Moral dalam Serat Nitisruti Karangan PangeranKaranggayam”. Skripsi Purworejo: Universitas MuhammadiyahPurworejo.
41
GLOSARIUM
Serat : Tulisan atau layang
Macapat : Membaca melajukan empat-empat pemberhentian nafas
pada empat-empat pemberhentian nafas pada empat suku
kata
Pupuh : Kumpulan bait dalam tembang macapat
Wasita : Nasihat atau pitutur
Wala : anak menjelang dewasa (di bawah umur 16 tahun)
Bait : Sajak dua baris (dalam karya sastra)
Kidung : lagu, karangan yang terikat oleh tembang
Wulang : ajaran, saran, nasihat
Kawruh : Pengetahuan, ilmu
Deskripsi NaskahBerikut ini adalah tabel deskripsi naskah Naskah Serat Wasitwala
No. Keadaan Fisik NaskahSerat Wasitawala
Deskripsi Naskah Serat Wasitawala
1. Judul naskah Serat Wasitawala
2. Nomor kodeks .A.286.
3. Tempat penyimpanan naskah Perpustakaan Rekso Pustoko Istana
Mangkunegaran Surakarta
4. Jenis naskah Serat
5. Jenis teks Tembang
6. Jenis huruf teks Aksara Jawa
7. Jenis aksara Jawa dalam
huruf teks
Mucuk eri
8. Karakteristik huruf teksUkuran huruf agak besar dengan tulisan
agak miring
9. Goresan huruf Tebal dan jelas
10. Bahasa teks Bahasa Jawa
11. Nama penulis Mas Demang Warsa Pradongga
12. Tempat penulisan Surakarta Jawa Tengah
13. Tanggal penulisan 1912 Masehi
14. Jumlah halaman 30 halaman
15. Jumlah baris setiap halaman 21 baris
16. Penomoran halaman
Terdapat di tengah atas, setiap halaman
ditulis menggunakan aksara Jawa, dan
setiap pergantian bait terdapat nomor
memakai huruf kapital.
17. Pembagian halaman cover, judul, isi teks
18. Tebal naskah 10 cm
19. Ukuran naskah 21 cm X 14 cm
20. Ukuran teks 14 cm X 20 cm
21. Isi naskahBerupa ajaran hidup untuk bekal anak
remaja
22. Sampul naskahBerwarna hijau muda, tebal dan terbuat
dari karton
23. Keadaan naskahMasih utuh, kertasnya halus keadaan
baik.
24. Jenis bahan naskahKertas bergaris dengan warna hitam
agak kecoklatan
25. Warna tinta Hitam
26. Tanda air/ cap kertas
Pada halaman i terdapat cap
perpustakaan berwarna biru di tengah
atas dan hitam ditengah bagian bawah
27.Wedana Renggan (hiasan
gambar)
Gambar orang meniupkan terompet
memakai topi koboi dengan warna
merah dan hijau
28. Jenis Tulisan Ngetumbar
29. Bentuk gugus konsonan
ha na ca ra ka
da ta sa wa la
pa dha ja ya nya
ma ga ba tha nga
30. Bentuk gugus pasangan
ha na ca ra ka
da ta sa wa la
pa dha ja ya nya
ma ga ba tha nga
31. Aksara sandhangan
1. Sandhangan swara
i = o =
u = a =
e =
2. Sandhangan wyanjana
ra = ya =
re =
3. Panyigeging wanda
h =
r =
ng =
4. Sandhangan paten (pangkon)
32. Aksara MurdaNa Ka Ta Sa Pa Nya
Ga Ba
33. Aksara Swara a =
34. Aksara Rekan fa =
35. Pada lan tetenger
1. Pada lingsa (koma) =
2. Purwapada =
36. Angka Jawa
1 = 6 =
2 = 7 =
3 = 8 =
4 = 9 =
5 = 10 =
TRANSLITERASI ORTOGRAFIS
PUPUH ASMARADANA
1. Asmaradana kinardi, mangimuring muring driya, karsa manawun samangke,
kuma wasis beg pujongga,cumanthaka gumisa, sajatine mudha punggung,
anggepe kadya sarjana.
2. Adreng gopita rerepi, rikanang wahywannya bangkya, gubahana harsa
linungke, pra kulawandawanira, tanapi para putra, saking rencakaning
kayun, dadya akarya sambit.
3. Sinritari sukra kaping, dwi dasa jawal candrama, marengu wawu warsane,
nenggih sangkalaning warsa, sapta ron naga raja, tingengran ing
namanipun, karana wasitawala.
4. Amurwa ingkang kinteki, kang pancen nedya utama, yen arsa mering
waliteng ngong, aja dumeh neng mustaka, tan kena maidowa, yen tineraktan
rahayu, kang manut cerak duryatnya.
5. Nglakonana aprihatin, pesunen sariranira, supaya mundhak budine,
dentaberi tetakona, haywa nganti prenesan, yen sira maksa katutuh, pan iku
anggeping khewan.
6. Kayata upamaneki, janma tan weruh ing tata, candrane uriping kebo,
tanbisa aworing janma, sinirik mring sasama, lingak-linguk kaya enthung,
temahane dadi kompra.
7. Pan nora manggih basuki, yen remen marang sembranan, nyedhakaken
durakane, poma sira ywa sembrana, sadara aja tinggal, kang anteng
jatmikeng ruruh, iku gedhe sawabira.
8. Nanging kudu ngati- yati, barang solah tingkahira, kang surti, titi patrape,
aja lali duga- duga, sabarang lakunira, ngestokna ingkang satuhu, hiya
mring wasitaning Hyang.
9. Pantes samya den lakoni, kang kasebut ing pustaka, hiya kudu ngimanake,
kang pasthi banjur sarjana, kinacek samanira, sinungan sih para luhur, ing
salama manggih harja .
10. Haywa sira pan kumaki , gumaut lancing kumethak, dhemen sumambung
guneme, lumaku den ginuguwa, iku satruning Allah, ya sitakna kaya asu,
janma nyukeri bawana.
11. Singkirana kang atebih, sira aja wani cerak, tan wurung niwasi tembe, hiya
ing watakira, yen wong mangkono puniku, ingaranan eblis dharat.
12. Poma den awas sayekti, marang samanya ing titah, kang ala becik patrape,
yen sira uwis waskitha, angawasna sasmita marang salah tingkahipun,
yogya candheten ing driya.
13. Lamun sira yen angabdi, suwita para pangeran, sansaya abot sanggane, iku
tur kathah godhannya, ya samaning pra kanca, hiya estri lawan jalu, byada
tanapi parekan.
14. Aja sira kumawani, mring pingitaning bandara, tegese kalangenani, sira tan
kena sembrana, wis pasthi yen duraka, jahil dhemen karem wadul, iku nora
manggih harja.
15. Jwa nganti nglakoni silib, gegampang darbeking liyan, kang dudu
kuwajibane, aja kongsi culikeng tyas, iku karyaning setan, saksana tampi ing
kukum, tembe kacemplung neraka.
16. Winastan godhaning eblis, pakarya ing kadurjanan, degsura culika trape,
poma den angarah- arah, marang laku satindak, singkirna kang nora patut,
iku lakuning kawula.
17. Tan kena ngresuleng batin, kudu sira nirmaleng tyas, lakonana prihatine,
aja petung dagang layar, kaya ngelmu sudagar, ngetung tuna bathinipun,
iku tan darbe supangat.
18. Pan kadya den supatani, jedok barang kang sinedya, sajege wagel awake,
nulya ngalih pasuwitan, ngedheg tumempel bandara, tuwin mantra lan
panewu, tan ajenak switeng tuwan.
19. Dadya pupudhak Walandi , jejongos ing aranira, melik kang kathah
Neptune, during ing watara lama, tan jenjem manahira, bingung pan
kakeyan petung, banjure dadya urakan.
20. Datan arsa nambut kardi, ngupaya ecaning badan, ya kaya uler candrane,
gumremet roning pang wreksa, mangani keh godhongan, pan ingkang
sinedyeng kayun, mung muktekaken sarira.
21. Yaiku pralambangneki, janma kang nora antepan, tuwin kang ngrusak
budine, datan mikir mring pakaryan, lan sukan woring janma, yaiku
uripireku, kena ingaranan pejah.
22. Wus pepet jajahaneki, tan awor samaning janma, wasita iku kandhane,
muga ywa nglakoni cidra, kang becik ing sasama, rukuna atut kang runtut,
iku lakuning ngagesang.
23. Yen ana ngarsaning gusti, ngawasna haywa sembrana, lejar tanapi kelinge,
aja bungah yen ginanjar , jwa susah yen dinukan, sira engeta satuhu, kawula
tan darbe wenang.
24. Miturut manut nglakoni, ywa madoni ing parentah, eringa marang nagrine,
ingkang uwis akelakyan, raharja swarga dunya, mung pahitan siga iku,
haywa kongsi swaleng driya.
25. Sinauwa tapa ngeli, geni hara banyu hara, ngluwanga siyang ratrine, abot
tapa jroning praja, ginodha sabenira, Ngijajil iku kang ngridhu, poma sira
jwa sembrana.
26. Datan kena ginagampil, aneng ing sajroning praja, tan kena lena patrape,
tindaknya aja sembrana, tuwin samaning titah, awasna ing solahipun,
pinituwa lan taruna.
PUPUH SINOM
1. Ya sireku yen wus wikan, sawiji- wijining janmi, ingkang becik lawan ala,
timbangen ingkang sayekti, sawusnya sira uning, lah woworana sadarum,
marang samaning janma, kang becik catheten batin, ingkang ala sretunen
aja katara.
2. Nora kena siya- siya, marang samaning dumadi, aja nganti tutukaran, gawe
seriking ati, lan aja asring kibir, nyumbarken kagunanipun, ngandelaken
kawignyan, jubriya sajroning batin, nora kena pasthi bakal nemu duka.
3. Hiya dukaning Pangeran, kang murba marang sireki, among karsaning
wasita, sira den angati- yati, pesunen kang sajati, bisane undhagi punjul,
limpat grahitanira, ing kalukitan kang bakit, kang utama pan aja nganti
katara.
4. Yen wus kacakup ing sira, barang kalukitaneki, sangsabana ywa katara,
kandhuten kang primpen yekti, yen wus bisa nglakoni, Manawa bisa aluhur,
Kang Kwasa paring nugraha, kamulyanira Ywang Widhi, pan jinurung
katurutan kang sinedya.
5. Aja kaya jaman mangkya, lakune arebut inggil, tan paja weruh ing tata,
anggayuh dadya priyayi, kathah kang tinggal dugi, degsura ing patrapipun,
samya ngemba bandara, solah tingkah muna- muni, nora duwe angengeti
yen kawula.
6. Anggepe sajroning driya, tan ana bedanireki, lah hiya pan samya titah, ing
gustiku Jwang linuwih, angandelaken ngelmi, nora tedhas yen sinuduk,
mulanya ing samangkya, kathah kang rinangket gusti, purwanira kena
patrape priyongga.
7. Aja ngandelken digdaya, atos wuwuleding kulit, gendhungan solah
tingkahnya, kang ginulang siyang ratri, yaiku budi srani, tan wurung
kacemplung ngendhut, dadya intiping nraka, durakane anemahi, lagya
mentas ginada ing Malaekat.
8. Cintrakanira kapanggya, suka sakeh kang wijajil, yen wus antuk dennya
godha, jogedan nglelater aglis, munggeng ing ngarsaneki, linca keplok
manggut- manggut, saking renaning driya, yen ana janma kang ngaji, ajrih
ngerak badan karaos marlupa.
9. Yen myarsa tiyang ingkang adan, badan kadya den gebugi, lamun ana wong
tukaran, padu kongsi silih ungkih, jambak – jinambak genti, arame peluk-
pineluk, Wijajil cikrak- cikrak, neng ngarsa wurining janmi, tetayungan
seger sumyah kang sarira.
10. Wus karsanira Hyang Suksma, yen wau ponang Wijajil, wenang gogodha
mring janma, kabeh titahing Hyang Widhi, yen ginodha tan keni, pasthi
amanggih rahayu, tegese sabilana, kang bakal dadya bilahi, bokmanawa
eblise lumayu ngenthar.
11. Yen ana wong lembah manah, Ngijajil tan bisa osik, badan cape kraos gila,
kapok saturunireki, apan kadya binesmi, saksana ngoncati mabur, aneng
ing awing- awing, nginggil indracala mangkin, sakalangkung kapok jrih
nak putunira.
12. Poma padha ngrawuhana, aja kongsi cupet budi, mikira ingkang utama,
gayuhen budi kang inggil, nuwuna mring Hyang Widhi, esthinen ingkang
satuhu, ywa taberi kumpulan, janma kang wus kereh eblis, ing tegese wong
kang manah kabrabeyan.
13. Wujude kang kababreyan , tan agelem ngalah thithik, ngur mati yen ngalah
basa, saucap- ucapireki, ya kudu angungkuli, ambege banjur kumingsun,
braok- braok swaranya, kabeh wuwusnya ngegeti, poma enggal singkirana
aja cerak.
14. Padha sira ngawruhana, marang candranireng janmi, kang cupet ing
budenira, iku kadadeyaneki, tan becik kang pinanggih, salawase tan
rahayu, wus kereh eblis lanat, dadya satruning Hyang Widhi, lamun bisa
ywa nganti kaya mangkana.
15. Lan aja karem sesanjan, mring tepine kanan kering, wismanya para
prikonca, tuwin pra wanuhaneki, ywa nganti tinggal dugi, sanadyan sanjan
sireku, nganggowa empan papan, yen tan ana parluneki, aja sonja mundhak
nyedhaken duraka.
16. Wong mangkono tanpa karya, tur iku nora medahi, malah anemu brahala,
sira kudu ngati-yati, sanadyan olih mingsil, kudu ngawasna satuhu, bok
Manawa cinoba, dadya sandhunganireki, poma sira ywa nganti padha
sembrana.
17. Nora ngemungaken priya, sanadyan janma pawestri, kabeh
kulawarganingwang, gayuhen ingkang utami, ywa remen sanjan maring,
tetongga iku tan patut, mundhak baut mraceka, durakane anemahi, pes –
apese ngatingalken wadinira.
18. Winedharaken ing tongga, ngojahken babdireki, enggone padha jodhowan,
rembagnya tan seneng pikir, anggure ngathik- athik, mring janma priya
kang bagus, kang ala ingewanan, ginuyu pating cukikik, hiya iku bathine
karem sasanjan.
19. Wus pasthi bae mangkana, baut rembag ngathik- athik, nulya banjur mikir
royal, rerukunan nyewa glindhing, samya ngupaya tandhing, kang dadya
sasenengipun, wus tamtu yen wanodya, yen krep remen sanjan maring,
tongga pasthi karem marang papresenan.
20. Anulya samya kasukan, sumyah raosing panggalih, ing wuri datan uninga,
anggere kasakit ngarsi, pramila jaman mangkin, kathah samya dadi menus,
kasukan saben dina, lamun nora darbe picis, anggegampang marang
duweke ing liyan.
21. Yen nora apatrap cidra, pasthi gawe ulat liring, mring priya kang darbe
brana, banjur nulya den bondheti, sak kakung- kakungneki, watone bisa
anyukup, ing kabutuhanira, kinaryan kasukan aglis, kang sinedya muga
dadi kanthenira.
PUPUH KINANTHI
1. Sawusnya kasukan rampung, wanci madya lingsir wengi, sigra dennya
bebondhetan, wantune jalu lan estri, bineta marang ingsun, samya nuruti
panggalih.
2. Poma prawandaningsun, ywa karem sesanjan maring, wisma kering
kananira, kabeh arinta pawestri, padha sira ngestokena, mring
wasitaningsun iki.
3. Cobanen maido tutur, aja dumeh aneng tulis, tamtu banjur dadya kompra,
ingaranan dadi kapir, ya kupur kalawan kopar, ing tembe kapiran benjing.
4. Ciptane darbe kaduwung, yen tumekeng sepuh benjing, rikalanira taruna,
mung prenesan kang den esthi, anilar marang wajibnya, ora taberi marsudi.
5. Mung kasukan siyang dalu, punika kang dipun esthi, tur iku tanpa paedah ,
ngedohken darajatneki, mung cepak brahalanira, yaiku bakal niwasi.
6. Aja asring salang surup, sira kudu kang patitis, pituture sudarmanta,
manuta saujarneki, ingkang pantes linakonan, yen ala catheten batin.
7. Golekana kang satuhu, marang kawajibaneki, ngupaya ta kang utama, den
taberiya prihatin, ywa katungkul mangan nendra, lah sudanen dhahar
guling.
8. Pesunen sariranipun, supaya mulur kang pikir, mupung ataksih taruna,
ngudiya lukitan bakit, kang utama kawajiban, ing tembe Manawa singgih.
9. Aja sira kumapurun, sumambung wuwusireki, yen jagongan lan wong tuwa,
den taberi angadhepi, rungokna ingkang waspada, sak kojahnya ywa
mangsuli.
10. Upama sira tan sarju, pan aja nganti katawis, jer sujanma warna- warna,
ana ala lawan becik, prayitnaha jroning nala, sireki kudu udani.
11. Yen ana kang nedya padu, aja kongsi wani tandhing, teka sira kalahana,
sumingkira ingkang tebih iku cobaning Pangeran, poma kang titi
samangkin.
12. Lan aja sok kumapurun, mring yayah renanireki, yaiku kawruhanira,
pupundhenira sasami, sadaya para wong tuwa, kang taksih pramilineki.
13. Turuten saujaripun, haywa kongsi nyulayani, kang pantes ya lakonana,
pundhinen ingkang sayekti, nyupangati ing wataknya, barang kang
sinedyeng galih.
14. Gampil cerak drajatipun, nugrahanira Hyang Widhi, tur antara datan lama,
nuli ginanjar priyayi, kinasih marang srinata, kang mangkurat tanah Jawi.
Estokna ingkang satuhu, wediya mring yayah bibi, iku gedhe sawabira, tur
sesaminireng janmi, awelasa sih sadaya, den anggep sakondhaneki.
15. Yen sudarma pan wus tamtu, darbe kudangan mring siwi, kawignyanira
kang putra, ngungkulana ing sasami, nugraha lan kawiryannya, muga
bisaha sajati.
16. Wus lumrah kudanganipun, yen wong kang wus darbe siwi, sadaya,
angengetana, sira den angati- yati, kang asih mring yayah rena, mupangati
ing sasami.
17. Yen ngantiha kamipurun, mring sudarma lawan bibi, kena ingaranan
khewan, nora wruh purwaning nguni, den lakoni etoh nyawa, kangmongka
sireku wani.
18. Yaiku nora rahayu, salawase pothar- pathir, pama gayuh- gayuh tuna,
angrangsang –ngrangsang tan keni, barang kang sinedya cidra, cupet
pangesthi nireki.
19. Marsudiya kang rahayu, mikira ingkang sayekti, mring kudanganing wong
tuwa, supaya margane singgih, cerak kaduryatanira, istiyara kang sajati.
20. Sireku yen wus kacakup, marang kautamaneki, ya sira anglakonana, den
kerep marlupeng mangkin, sajroning sira marlupa, ywa nganti kendhating
pikir.
21. Utamaning wajibipun, pilih janma kang wruh wajib, kathah samya
nyayawara, during eruh kang utami, kasusu jinunjung lenggah, pramila
kathah kang edir.
22. Anggepe kaya wus cukup, bisane mung ngrungu nempil, iku janma kang
mangkana, pan ginuyu wong utami, ing sasolah tingkahira, tan ngrasa
badanireki.
23. Kang ginuyu ora weruh, tansah dennya akumaki, dheweke meksa tan
ngrasa, tondha iku cupet budi, uripe padha lan khewan, nora wruh marang
ing wadi.
24. Aja dhemen grudag- grudug, kaya kidang lawan kancil, podok yen ngarah
utama, yen woworannya tan becik, katanggor janma kang kompra, pasthine
banjur nulari.
25. Aja ngoworan wong iku, kang wus anglakoni juti, sanadyan nora miluwa,
iku wruh solahing maling, lama- lama nuli bisa, banjur teken dadya maling.
26. Katiwasan akiripun, yen kumpulan mring wong juti, durjana iku wong
kompra, nora wurung durakani, saksana cemplung naraka, ginandheng
astane kalih.
27. Yaiku ing kukumipun, kang padha nglakoni silib, wus takdire badanira,
dadya satruning nagari, kompra dadiya wong durjana, wus manjing ereh
ing eblis.
28. Heh becik apa puniku, utamane kang taberi, endi kang den sira sedya, ywa
nganti sepen kang pikir , ywa ngantiha kawoworan, ing kono bakal
kapanggih.
29. Margane dadya priyantun, upayanen kang sayekti, lakonana apruwita, pra
Pangeran lawan Gusti, tanapi para bandara, jalaran dadining pyayi.
30. Eklasna manahireku, yen sira ngawuleng gusti, kang wekel marang
wajibnya, ngawasna karsaning gusti, kapareng suka lan duka, kang bisa
sira ngrangkani.
31. Kang weruh marang ing semu, angetokken pinterneki, punika pan nora
kena, sirikane para gusti, lah muga ngarah- araha, ungkurna kawignyaneki.
PUPUH PANGKUR
1. Sinauwa kang sagara, ngawasena marang para luhur mangkin, aja dumeh
sira punjul, ing kabakitanira, nora kena kabeh darah ing Matarum, yen
klancangan kawulanya, dukane yayah sinipi.
2. Ora liwat among sira, ambodho api- apiya tau uning, kang tajem trep
silanipun, hya karem sosongaran, ing sajroning sireku neng ngarsanipun,
ing gusti narendratmaja, sinaunen banting ragi.
3. Singkirna kang dadya hawa, cecegaha pesunen jroning batin, ywa
menakken angganipun, pupung sira taruna, bok Manawa kadugen
karsanireku, katurutan dening Allah, jinangkung marang Hyang Widhi.
4. Sadaranya haywa tinggal, anganggowa dugi lawan prayogi, ya aja kongsi
kasaru, mring samaning tumitah, yen ta kongsi ingaruhan kancanipun,
sinaru lan kalingseman, kaya khewan uripneki.
5. Lah dudu traping manungsa, sasat khewan padha lan kebo sapi, tembene
kecemplung ngendhut, dadya intiping nraka, banjur manjing kono dadya
isenipun, ing kekawah Condramuka, tinadhahan ing Wijajil.
6. Poma sira dipun awas, mring sasmita esthinen kang sayekti, sarjana
undhagi punjul, wiweka aja tinggal, lan ngawasna ing sasolah bawanipun,
prikonca solah tingkahnya, kang ala miwah kang becik.
7. Kang bisa ajur ajer sira, aja nganti nampik tuwin amilih, ya raketana
sadarum, pan iku samya titah, pri kancanya yen sireku nora sarju, catheten
sajroning nala, srehunen aja katawis.
8. Ngagesang iku lampahnya, den nastiti ywa sok jubriya ing batin, kasiku
kang murbeng tuwuh, kudua lakonana, ngalah basa sakecap aja kacancung,
kang abisa pangarahnya, tan kena yen ginagampil.
9. Yen sira uwis nglenggana, apasraha kang murba ing sireki, yen gayuh
dadine luhur, sangkanana ing ngandhap, kawruhana sasmitane bunglon
iku, remene saba ronrona, ing kono marganireki.
10. Tegese kabeh worana, lamun kuning sireku melu kuning, yen seta hiya
sireku, kudu awarna pethak, lamun retadi enggal nganggowa gincu, yen
ireng sireku kresna, aja nganti ora bakit.
11. Bunglon ana ing wastanira, lamun bisa yaiku janma luwih, nora cupet
budenipun, lan sira ngawruhana, awediya marang ing Pangeranipun, Gusti
Kang Murbeng Bawana, yen tinerak bilaheni.
12. Eringa marang nagara, lamun sira arsaha wani- wani, nerak wewaler kang
kasbut, druhaka donya kherat , ora susah ngenteni yen prapteng besuk,
samengko bae kadadak, cilakane anemahi.
13. Pramila sira samangkya, singkirana barang kang nora becik, yen sira
nedya amuwus, ing sabarang kinecapna, den nastiti arahen aja kasluru, yen
wus kabanjur tan kena, temahane aniwasi.
14. Pinaiben nora kena, yen tinerak sayekti bilaheni, ya gedhe wewalatipun,
sira kudu pruwita, hiya iku wasitengsun kang kasebut, pantes samya
linampahan, mring wandawa wus prayogi.
15. Mring janma priya wanodya, kang wuwujang lan taksih hawan sunthi, kang
samya nedya rahayu, lan kang gayuh utama, pasthi bae padha nglenggana
sadarum, samya kacathet ing driya, sanget dennya trimakasih.
16. Kajaba kang mikir kompra, sajatine hiya nora praduli, ngewani marang
pitutur, ambuwang kautaman, anyedhakken mring brahala kang den gilut,
druhakane wus neng ngarsa, temahane dadya juti.
17. Mring tongga nglimpe patrapnya, angon ulat ngumbar tangane kalih,
jalalatan netranipun, sampiran kang rinangsang, ya apese ngentas timba
trima lowung, labed datanpa karya, during iku dadya weri.
18. Kadya kalong lampahira, lamun ratri angambil wowohan aglis, eleke
sadalu muput , nginjen- injen keh wisma, lamun ingkang darbe wisma
samya turu, saksana ajejogedan, wus ngrasa yen olih kardi.
19. Lakune wong kang durjana, nora nedya ngesthi bisane becik, tamtune
kacemplung endhut, dadya intiping nraka, waler iki kabeh
kulawarganingsun, ywa sira wani narajang , muga ywa ana nglakoni.
20. Kang gepok tan kadursilan, poma- poma muga aja na praduli, adohna kang
nora patut, mikira kang utama, golekana margane duryatireku, tur ingsun
mangayubagya, esthinen dadya priyayi.
21. Yen sira tuwin katekan, panuwunmu bisa dadi priyayi, ya sokur pangkat
luhur, kang bisa ngrangkanana, gonmu ngemong heh para pri kancanipun,
kang becik miwah kang ala, yaiku anggonen sami.
22. Kang gedhe sagaranira, haywa nganti sira ciri- ciniri, tan raharja
ngakiripun, angur sira wetokna, ora kena yen gambol jareming kalbu, yen
wani ngur nyenenana, aja asring ngandhut serik.
23. Mindhak anemu duraka, paring kukum kang murba ing sireki, becik kang
manut piturut, kang becik den anggowa, nanging sira duduga ywa kongsi
kantun, bisa angaruhara, tegese bisa ngemori.
24. Kang kasbut janma utama, nora kewrah marang kang ala becik, lawan
malih wekasingsun, dibanget amarlokna, lamun Gusti paring ganjar mring
sireku, barang suwek lawan arta, banjur bagenen kang wradin.
25. Aja wani nyilep sira, mring kucahe geganjaraning Gusti, orangsal
barkahing luhur, tur nuli kena welak, wuwuh dadya bantoyong ing
angganipun, drejade ora lila, kaya dipun sepatani.
26. Dadi dhuwur dhemen cidra, angenaki sarak marang wong cilik, open wah
taberi gantung, kang dudu wajibira, iku saya akathah druhakanipun, cupet
ingkang sinedya, munggwa ngrangsang datan keni.
27. Kang mangkono guwayannya, ora duwe manther sansaya nguncis, dinulu
lir Cina murus, kang kawon gugadira, anyrengungus kuru wuwuh bengus-
bengus, melas nrithil kedhepnya, niyat den nggo aling- aling.
28. Iku kinarya gahota, pramilannya piyapi kedhep nrithil, karepe aja na
weruh, mamelas wujudira, wong mangkono pancen tatekon ing asu,
kacemplungken nraka benjang, tinadhahan ing Wijajil.
29. Poma sira ngawruhana, yen wong dhemen goroh marang sasami, nora
mupangati iku, slawas katula- tula, tur sajege sinretu, pra samenipun, wong
tuwanya datan lila, tanapi luwurireku.
30. Sanadyan para wanodya, ingkang padha surti angati- ati, nyemiya
patrapireku, mring raja kayanira, kang satiti barang duweke wong kakung,
kang primpen ywa sembrana, gemenana ing salami.
31. Banget wediya wong priya, rah arahen barang sacaturneki, kramamu aja
kasandhung, yaiku guronira, kawruhanmu lakinya wajib tinurut, kang kena
linampahan, ya kudu sira nglakoni.
32. Supayanya marga gampang, anggenira ngupaya sandhang bukti, sempulur
rejeki tutut, katekan kang cinipta, yen anganggep marang ing pituturingsun,
pasthine manggih harja, tentrem tata tur basuki.
33. Aja kaya jaman mangkya, karem mumpet delep marang ing laki, goroh kang
sinedyeng kayun, tan ngatingalken kaya, ing sabang wajib sadarbeking
kakung, ing mongka panganggepira, den aku darbek pribadi.
34. Lamun yen ana wanodya, kang mangkono gorohi marang laki, yaikut
wadon kapahung, boros salawasira, tur yen luput ingaruhan nora mundur,
mencereng pecicilan, dinulu lir mata kirik.
35. Nora becik kang pinanggya, datan oleh barkahe kaki nini, tanapi ing
luwuripun, tan dongakaken mangkya, nora lila kabeh sak wong tuwanipun,
amuwuhi puji ala, tan purun mijil kang becik.
PUPUH MIJIL1. Wus dilalah karsane Hyang Widhi, yen kaya mangkono, wurung janma pan
iku tembene, nora weruh druhakane benjing, sabarang wawadi, datan
darbe kewuh.
2. Wong wanodya yen mangkono yayi, dhemen laku goroh, nora duwe temen
salawase, wit iku pikire owah gingsir, nglambrang siyang ratri, gayuh dadi
menus.
3. Yen kenaha sabrayatan mami, saka wangsiteng wong, kajabane wong kang
pancen takdire, angedohna barang nora becik, utamane yekti, golekana
estu.
4. Amikira nak putu ing wuri, yen taksih turun wong , awediya mring yayah
rename, lamun yen wus nambutken ngakrami, wediya kang asih, marang
mra tuwamu.
5. Aja nedya sira kumawani, mring mratuwa karo, bapa tiyang nini lan kakine,
heh kang banget sira dena ajrih, ya pituturneki, wajib yen tinurut.
6. Ingkang pancen kena den lakoni, turuten sapakon, yen wanodya bektiya
lakine, aja niyat maneni ing laki, yaiku susulih, wong tuwanireku.
7. Aja dumeh ala tanpa warni, tan lumrah sami wong, jer pan kadya
dhedhengkul rupane, ya wus pantes kudu sira jeni, lamun den niyati, nedya
kumapurun.
8. Pan ing tembe anemu bilahi, luwih saka abot, nora wurung katiwasan
mangke, jroning driya banjur owah gingsir, tur adoh rejeki, ngrambyang
nusup- nusup.
9. Kang utama ngaurip puniki, dadiya titiron, amikira bisa kasaide, golekana
ya margane inggih, tututing rijeki, gangsare lestantun.
10. Upayanen kang kongsi kapanggih, denira sakloron, lah pesunen ing budi
dayane, apesthiya bisane kasaid, dimen angungkuli, ing sasamenipun.
11. Rosanana gonmu nambut kardi yeku glis gumolong, pan lestari kabegjanta
mangke, wuwuh tutut rijekinireki, yen ngudi sayekti, pasthi glise nglumpuk.
12. Tur sampulur sandhangira bukti, tan kari sami wong, banjur dadya darsana
wurine, marang anak putunira benjing, ananging sireki, ywa kendhat
panuwun.
13. Marang Gusti kang murba sireki, haywa kongsi pedhot, dennya nuwun
marang ing duryate, aja nganti tukaran lan laki, ajriha ing salami, mring
guru lakimu.
14. Wus wajibe ginugu salami, den turut sapakon, lan aja sok tukaran
tanggane, ginugahen ngalah ba sakedhik, haywa kongsi tandhing, pastine
rahayu.
15. Lan aja wani nyilep kreyaning, lalakinya mengko, samubarang wajib
pamintane, angetokna mring pasunging laki, ywa dora sireki, druhakane
muput.
16. Kang taberi anambuta kardi, nanging ngatos – atos, aja nganti rekasa
tembene, yen wanodya wajibe satiti, gemiya kang yekti, hiya sapandhuwur.
17. Wong dadyestri kang bisa nglakoni, saprentahing bojo, aja asring badali
karsane, yen wanodya duweke nglakoni, ajrihnya kang sayekti, mring
lakinireku.
18. Wong sakaro ywa padha sok runtik, tukuna kang golong, aja remen tukaran
arame, nganti dadya linayat ing kering, adoh kang rijeki, sinengitan wahyu.
19. Bungah ingkang tan remen sireki, yen padu lan bojo, samya suka tongga
teparone, kabatinan padha angeploki, yekti kathah sengit, wong tongga
puniku.
20. Katimbanga kang ala lan becik, ning kathah kanga won, bibrahaken tan
bisa ngumpulke, wus dumunung pangawaking eblis, awit kang abecik, ya
ing manahipun.
21. Pramilanya ya kang ngati – ati, kawruhana mengko, kang nastiti surti ing
patrape, kang supadya raharja salami, tur kathah jrih asih, nenggih
sajeggipun.
22. Lamun ana pawestri tan ajrih, marang ingkang bojo, wus dumunung
panyakit arane, kaya anjing kapanjingan eblis, netranira miring, kuning
semunipun.
23. Layak bae netra semu kuning, wong edan wus manggon, nanging datan ana
wruh slawase, katanggor wong lara owah gingsir, pramila salami, tan ajrih
mring kakung.
24. Tumrap anjing pinethung tan wedi, nora duwe kapok, malah nyokot
kranjingan arane, estri iku yen wus kereh eblis, nora bisa mari, jaba yen
wus lampuse.
25. Muga sira den prayitna yekti, yen ngepek punang wong ingkang patrap
mangkono dadine, durakani ing sajeging urip, aja wani- wani, nrajang
wong kapahung.
26. Ing slawase tan gemi mring wajib, kas kayaning bojo, among delep iku
pakaryane, aminteri duweke ing laki, mung kinarya main, siyang ratrinipun.
27. Wus jumeneng pawestri Wijajil, luwih dening awon, nora wurung durakane
gedhe, jer puniku dadya mungsuh nagri, kabeh kanan kering, mila jrih
kalangkung.
28. Yen winulang wus makem kandhali, dire kudu berot, kang cinipta enak
bedhal bae, angupaya sasenenging ati, plahur den tekadi, megat trisneng
kakung.
29. Poma aja anak putu wuri, ngepek wong mangkono, mindhak ngontraken
pikir sajege, nora becik mring guwayaneki, goroh siyang ratri, payus
ngelub- elub.
30. Ngupayaha kang naluri yekti, kang taksih turun wong, nanging kudu sireku
samangke, amretakna martabat kang becik, wicaranireki, kang manis ing
semu.
PUPUH DHANDHANGGULA
1. Ingkang padha surti ngati-yati, ngupayaha margane utama, golekana
sadurunge, pupung during kabacut, anglakoni kang during krami, heh pra
wandawaningwang, esthinen satuhu, marang ujaring wasita, janma iku yen
padha ora ngawruhi, mring kautamanira.
2. Dadya ora kainan sireki, anggenira ngupaya utama, anem kongsi sepuh
mangke, nuwun kang murbeng tuwuh, den lakoni anumpal keli, supaya
enggal prapta, ing nugrahanipun, dene kudu nora angsal, ya jabreha paring
yen kudu thithik, wus takdire Hyang Suksma.
3. Aja dumeh yen kalebu takdir, maksa taksih kudu istiyara, janma wus
diwenangake, gayuh utamanipun, dimen manggih sakeca benjing, manawa
lama- lama, duryatira rawuh, kang pancen takdir Pangeran, pinaringan
ngapura dening Hyang Widhi, ning budi kang nirmala.
4. Dimen dadya sudarsaneng wuri, kapan dadi tepining tuladha, marang
kadang kadehane , tanapi anak putu, lamun sukci budine nenggih, tur iku
manggih harja, ing salaminipun, lawan aja krep kumpulan, ra royal lan
janma ingkang karem main, kasukan saben dina.
5. Lamun hiya mangkono sireki, dadya sira anembah brahala, tegese bubrah
tatane, poma aja na manut, budi srani panggawe eblis, anyedhaken duraka,
ngubak nrakanipun, kaduwung ing benjangira, yen wus sepuh tumekane
prapteng akir, kraos raosing driya.
6. Muga padha aja na nglakoni, nyedhakake kang dadya brahala, singkirana
sadurunge, yaiku nora patut, andadeken rubedaneki, ngur sira ngupayaha,
ing kalukitanamu, sarjana lawan utama, aja nganti kasoran samanireki,
nanging aja katara.
7. Bok Manawa sira wus nampani, kanugrahan lan duryat ingeran, aja
ngegungken dhirine, haywa gedheken angkuh, aja ambek lan aja edir,
Manawa yen dinukan, mring Pangeranipun, ingkang bisa momong sira,
hiya iku samya titahing Hyang Widhi, pan sira ngawruhana.
8. Yen anggayuh luhur tur lestari, sinauwa tapa geni hara, mendhem tanapi
ngluwange, tapa ngeli ing banyu, lakonana ingkang sajati, tur gedhe
sawabira, slamet slaminipun, yen wus kacakup ing sira, ngati- yati barang
sapatrapireki, ywa tinggal duga-duga.
9. Janma ingkang ala lawan becik, lan sireku kudu ngesorana, yogya raketana
kabeh, yen sira dadya luhur, ingkang jembar sagaraneki, kang sedheng
sadayannya, anem sepuhipun, ingkang bbisa momong sira, kabeh mau pada
titah ing Hyang Widhi, tan kena siya – siya.
10. Yen wus bisa sira anglakoni, momong marang sasamaning janma, yaiku
gedhe sawabe, nora susah guguru, angupaya guna padasih, iku bae wus
kanggya, ngaurip puniku, saprelune laku sira, sadinane ngawasna sasmita
jati, jatine blis kang godha.
11. Yekti kudu sira angrawuhi, saben dina yen kathah rencana, lah enggal
singkirna bae, haywa kongsi kapangguh, ingkang dadya satruning Widhi,
yen bisa nglakonana, salat limang wektu, watake adoh kang hawa, lamun
ana janma sabar tegeng batin, kinasih mring Hyang Suksma.
12. Yen ri sukra ya maranga masjid, lakonana ing saprentahira, Kanjeng Rasul
sadhawuhe, gedhe keramatipun, lamun ajeg sira mring masjid, tur becik
cahyanira, manther yen dinulu, tur ngadohken ing rencana, ingkang pancen
kang dadya rubedeng mangkin, wus sirna sangking sira.
13. Nadyan nora bisa marang masjid, becik aneng wismanya priyongga, ya
kang kudu ngimanake, haywa beda sireku, anggenira nedya nglakoni,
anenggih jrengatira, dhawuhe Jeng Rasul, lawan malih guguruwa,
ngupayaha manungsa ingkang sajati, jatine kang sanyata.
14. Amiliha kang taruna pekik, sokur angsal janma ingkang tapa, kang wus
gedhe martabate, aja na cacadipun, ingkang mulus budinireki, ingkang
sugih kluwiyan, ywa nganti kaliru, kang aja remen mring dunya, haywa
nganti mikir pawewehing murid, kang remen sukci budya.
15. Ingkang sabar lila tegeng Widhi, kang wus cukup ambek palamarta, lawan
kang bisa jur ajer, tegese kang wus putus, anggen- anggen ingkang sajati,
tan kewran samubarang, gumelar sadayeku, sahananing jagat raya, datan
samar wus ginegem neng ngasteki, yeku janma utama.
16. Yen wus angsal dennya angulati, enggal sira – sira amanjinga siswa,
lakonana pituture, haywa kongsi pakewuh, ingkang dhingin mikira ngaji,
dimen pruwiteng badan, wruha surupipun, pramilanya lakonana, sira
enggal nyangga Panaraga nuli, dimen dadya utama.
17. Utamane ngaurip puniku, kudu wruha jatine wekasan, lan wruha sangkan
parane, weruha dunungipun, upayanen ingkang sayekti, yen sira wus
uninga, petrinen kang brukut, aja nganti kajodheran, kabeh sintren
gagebenganing sireki, tan kena winedharna.
18. Kabeh kawruh kang tumrap sireki, nora kena kinarya sembranan, yaiku
gedhe walate, yen ana nedya padu, tutukaran prakara ngelmi, den enggal
angalaha, ywa tandhing sireku, ing parlune nora nana, aja bungah den
alem yen wis aluwih, ywa susah pinoyokan.
19. Pembekane yen manungsa jati, bungah lamun den ina sasama, wus ngrasa
yen oleh gawe, malah alingak – linguk, ling – alinge busuk kapati, yen
janma mung wongwongan, sayekti tan surup, yen ora samya utama, pasthi
ora uninga patrapireki, tondha yen tunggal bubya.
20. Upayanen kang konsi kapanggih, anggonira marsudi utama, lakonana
prihatine, ywa remen lemer catur, haywa umuk yen sira angling, ja kaya
jaman mangkya, akeh kang gadebus, angungasaken kadibyan, kasudiran
jaya jijat Majapahit, kathah jajaka wruhnya.
21. Anggepira golek den ajeni, sajatine kinarya pajiwa, mula ya klimis lathine,
mung malenthuning wadhuk, mung punika kang dipun esthi, pratondha
cupet bubya, wong mangkono iku, ginuyu kang wus utama, wong mangkono
sajatine nora bakit, mung dadya rerasanan.
Rampunging panedhak amarengi ing dinten Akat Kaliwon tanggal kaping :
12 wulan Sura, ing tahun Alip, ongka : 1843. Utawi kaping 22, wulan
Dhesember, tahun 1912.
Ingkang nedhak :
Tedhakan Sande Asma
PUPUH KINANTHI
1. Dennya mangapus ing kidung, sinawung sekar Kinanthi, ing purwanira ri
Tumpak, ping dwilikur Madilakir, Jimangal sangkalanira, wiwara bujesthi
aji.
2. Kinarya wasitanipun, pra kulawandawa mami, dimen ngundhaken
hagnyana, padha gayuha utami, kangge sriyatna salami, aja pijer mangan
nendra, samya darbeya prihatin.
3. Maspakdakna kang satuhu, mring wajibira kang yekti, pesunen sariranira,
padha gayuha utami, dudugi lan tatakrama, solah tingkah kang prayogi.
4. Demara patrap lan patut, degsura ngaluyat edir, maparti kadya bandara,
sireku aja nglakoni, yen ana patrap mangkana, lah dudu anggoning dasih.
5. Mangkono kawula iku, ywa dir matrapaken dhiri, sura ngendelken
kawignyan, ywa dumeh lagya kinasih, ing gusti lan pra bandara, wus
ngengkok tibeg undhagi.
6. Wartane janma kang punjul, datan kena ambeg dhiri, kuminter lancing
kumethak, kasiku marang Hyang Widhi, mung kuda sabar narima, haywa
nyedhakaken melik.
7. Sapa wonge ingkang purun, nglakoni tan darbe mingsil, kamilikan tan
kamamah, pan aja sira abukti, yen tan ana ron kumleyang, kang tiba
pangkonireki.
8. Pralambang mangkono iku, dumunung ibarat yekti, tegese kang krana esah,
kabeh ganjaraning Widhi, yaiku kang jeneng kalal, wus pantes yen sira
bukti.
9. Dongenge janma kang putus, kang aran manungsa jati, nyingkiri sakeh
brahala, datan siya- siya maring, pra titah samya kawula, temen mantep
kang den gonni.
10. Gara godha datan sarju, mung manungku semadining, sanget manuwun
Hyang Suksma, katrusaken lahir batin, raharjaha lan kawiryan, ngantos
trah tumerah siwi.
11. Manengku ing siyang dalu, nunuwun marang Hyang Widhi, kadugena
karsanira, adi samanireng janmi, dimen dadya sudarsana, karya lupiya ing
wuri.
12. Tri tahun sampun kalangkung, catur Jimawal lumaris, tan liya paminta
amba, parengna wignya numrapi, kawiryan lawan nugraha, gampil
amargane singgih.
13. Niyatana kang satuhu, ngungkurana kanisthaneki, ngupayaha kang utama,
esthinen budi kang sukci, bok manawa lama- lama, nugraha lan bekja
prapti.
14. Ya kang pinarsudeng kayun, kabeh numrapana yekti, Hyang Suksma
ganjara yuswa, dirga basuki salami, myang tata tentreming praja,
raharjaha tekeng benjing.
15. Gawaha benjang kang muput, ngantos trah tumerah siwi, ywa nglakoni laku
cidra, ngabektiya ing Hyang Widhi, mituhuwa mring Pangeran, kang murba
marang sireki.
16. Karaharjan sapandhuwur, yen sira wignya nglakoni, budi temen lan
narima, sabar lila lahir batin, nyingkirana keh brahala, tapa mati jroning
urip.
17. Pathokan ngaurip iku, nora susah sugih ngelmi, tanapi, lan pangasihan,
lakune among kang bekti, mring Gusti Pangeranira, yaiku manungsa jati.
18. Titenana kang satuhu, reksanen prajanireki, ngawasna samaning janma,
ana ala ana becik, kang nistha madya utama, ana kang lancing kumaki.
19. Ya niskara trapireku, sinauwa tapa ngeli, genihara banyuhara, ngluwanga
ing siyang ratri, awasna marang sasmita, wahywane sasmiteng gaib.
PUJINE YEN LIWAT NGALAM
Singgah – singgah durga bilahi padha lunga, lara ayu alelaku, teka ayu
salakuku, wahya adhingina, hariyah angger raburi, ana dhudhu sambung laku,
dohna sabilana.
Pujine ……………………………..
Kun kadi baya, kadi bakun, yakulu hitulmaoti, ana seja ora teka, tekaha
ora temama, ora temama saking kresaning Allah, Allahu, ya Aku Allah sejati.
Kaping telu. Yen wis nglowong. Jam 7 sore ngapalke.
Ing ngandhap punika nyariosaken iman supingining tiyang, pethikan
saking serat : Tajusalatin (cap- capan) kaca : 292 dumugi kaca : 305. Kaserat
ing dinten Jumungah Legi tanggal kaping : 3 Jumadilawal Be. Ongka : 1848
utawi tanggal kaping : 15 Februwari 1918. Mentas sowan ngurmati jumenengan
Residhen (dedeg inggil satengah sepuh, kilap namanipun) ngiras pantes
tingalan tahunan Kanjeng Ratu Pakubuwana.
PUPUH PANGKUR
1. Lawan malih wonten lapal, ya albiruka timupit langali, wal omatu wal
kikmatu, wal ngitanatu lawan, wil wasiti omatiya owetnatu, wal mahodatu
punika, wil kasariya omati.
2. Lire umad Rasullolah, kang ngabarkat kalawan kang ngabecik, akeh mring
dedeg kang luhur, luhur ingkang sembada, kaprawiran kawicaksanan
rahayu, gone dedeg kang pideksa, wong nganter budi berbudi.
3. Gone kemat pala cidra, umad Rasul kang dedeg pendhek cilik, miwah kang
rada bikukul, iku goning musibat, nadyan alus kuluasparin malngunun,
kalamun rambute abang, lanat kasurupan iblis.
4. Pasal kang kaping sangalas, nyatakaken ngelmu tigang prakawis.
Dereng rampung, seratan sampun telas.
A. Dhandhanggula
1. Asmarandana belum tentu marah-marah indra kehendak, menggangap
sebelumnya pintar seperti Pujangga. Kadang- kadang bisa sebenarnya
senang tolol anggapnya seperti sarjana.
2. Ingin sekali mendengarkan lagu yang juga merah dikarang untaikanlah
hendak dihormati. Teman sejawat kamu serta para anak dari susah/sedih
kehendak menjadi hasil dilempar.
3. Jumat dua puluh Desember bulan tahun ke tujuh yaitu penghalang/
bencana tahun 1871 ditandai pada namanya sebab Wasitawala.
4. Memulai yang lajang/muda yang memang menjadi baik/utama kalau
kehendak. Senang terhadap sering kali kamu jangan selagi ada dikepala
tidak perlu mencela kalau melanggar tidak baik, yang menurut dekat
cahaya/ anugrah.
5. Lakukanlah prihatin berusahalah sungguh-sungguh kamu agar lebih
meningkat akal budi dan rajin bertanya. Jangan sampai becanda apabila
kamu memaksa tunduk seperti itu anggapnya hewan.
6. Seperti umpamanya manusia yang tidak melihat aturan gambaran
hidupnya kerbau tidak bisa berbaur manusia. Dijauhi terhadap sesama
melihat kanan kiri seperti kepompong pada akhirnya menjadi orang
buangan.
7. Tidak menemukan ketentraman kalau senang terhadap ceroboh
mendekatkan kejahatan hormat/ rendah hati. Jangan tertinggal yang
tenang penuh sopan santun pelan itu besar wibawa.
8. Tetapi harus berhati- hati sesuatu tingkah lakumu yang hemat/ cermat
teliti. Sikapnya jangan lupa kira-kira sesuatu prilakumu jalankan dengan
sebenarnya kehendak nasehat Tuhan.
9. Pantas/ layak untuk dilakukan yang tersebut pada buku dan harus percaya
yang pasti terlanjur sarjana/ ahli. Berbeda sesama kamu kedapatan kasih
oleh baik/luhur di selamanya mendapatkan ketentramaan.
10. Jangan kamu besar kepala mati mendahului perintah berani, senang
menyambung bicara. Berjalan dan percaya itu musuh Allah baiklah seperti
anjing manusia sengsara dunia.
11. Singkirkan yang jauh kamu jangan berani dekat, tidak lain mengakibatkan
pada akhirnya menularkan membuat jahat. Juga pada watakamu kalau
orang seperti itu dinamakan iblis darat.
12. Sangat dan waspada benar terhadap sesama pada ciptaan yang buruk
maupun baik sifatnya. Kalau kamu sudah pintar litahlah pertanda tingkah
lakunya baik simpan pada batin.
13. Kalau kamu bila mengabdi kepada Pangeran/ Raja menjadi berat bebanya
itu juga banyak rintangan. Terhadap sesama kawan sejawat perempuan
maupun laki-laki engkau/beliau serta yang dekat.
14. Jangan kamu berani terhadap sembunyi tuan(bangsawan) maksudnya
kesukaanya kamu tidak boleh ceroboh. Sudah tentu bila jahat jahil senang
suka mengadu itu tidak menemukan ketentramaan.
15. Jangan sampai melakukan bohong memudahkan milik orang yang bukan
kuwajibanya. Jangan sampai mengambil hati itu pekerjaanya setan lekas/
segera menerima pada hukum pada akhirnya masuk neraka.
16. Seperti godanya iblis pekerjaan pada orang buruk/jahat kejam licik
sifatnya sangat dan berniat terhadap tercapai jalan sak langkah, jauhkan
yang tidak baik itu prilakunya hamba.
17. Tidak boleh mengeluh batin harus kamu selamat hati melakukan prihatin.
Jangan berhitung seperti ilmu saudagar mengitung rugi labanya, itu tidak
memiliki barokah/ kanugrahan.
18. Dan seperti di kutuk rumah yang tetap sesuatu yang berniat selamanya,
penghalang badan terus berpindah mengabdi. Berdiri tegap tuan serta
pejabat mantra dan panewu tidak tenang mengabdi tuan.
19. Menjadi teman belanda penghianat itu namanya ingin mempunyai yang
banyak lahirnya. Belum berapa lama tidak hatimu gelisah seperti
kebanyakan berhitung terus menjadi buangan.
20. Tidak berkeinginan bekerja berusaha enaknya badan iya seperti ulat
bentuknya berjalan dedaunan, batang kayu memakan banyaknya daun
tetapi yang niat kemauan hanya mementingkan diri sendiri.
21. Yaitu perlambang/ tanda manusia yang tidak tabah, serta yang merusak
pikiran dan tidak berfikir terhadap pekerjaan. Dan enggan/malu bercampur
manusia yaitu hidupnya dapat dikatakan mati.
22. Sudah tertutup menjajah tidak bercampur/berbaur sesama manusia nasehat
itu katanya semoga jangan melakukan ingkar, yang baik sesama bersatu
rukun sekali itu jalanya hidup.
23. Apabila ada didepanya tuan, ketahuilah jangan berani tidak tetap serta
susah jangan senang apabila diberi jangan bersedih bila tercapai kamu
ingat benar hamba tidak memiliki hak.
24. Menurut ikut melakukan jangan membantah pada perintah memusuhi
terhadap Negara yang sudah terkabulkan. Ketentraman surga dunia hanya
tidak menyenangkan malu jangan sampai menutupi pesan hati.
25. Belajar bertapa lapar api hening, air hening menasehati siang malam berat
bertapa didalam Negara. Tidak dapat lupa yang menggoda umpama kamu
jangan berani.
26. Tidak boleh mudah hendak di dalam Negara tidak boleh lengah
prilakunya, solah tingkah jangan berani serta sesama mahkluk lihatlah
pada prilakunya tua dan muda.
B. Pupuh Sinom
1. Iya kamu bila sudah mengetahui satu-satunya manusia, yang baik dan
buruk pertimbangkan yang sesungguhnya. Sesudah kamu mengetahui dan
berbaurlah semua terhadap sesama manusia yang baik catat dihati yang
buruk masukan jangan kelihatan.
2. Tidak boleh mensia-siakan terhadap sesama yang terjadi jangan sampai
bertukaran, membuat sakit hati dan jangan sering menghandalkan bicara
keras. Kepunyaanya menghandalkan kekuatan congkak dialam hati tidak
boleh pasti akan menemukan marah.
3. Iya marahnya Tuhan yang menguasai kamu hanya kehendak nasehat kamu
dan berhati-hati, usahakan yang benarnya pandai mengerjakan melebihi
cekatan. Hatimu yang perkataan berguna yang baik jangan sampai
kelihatan.
4. Apabila sudah memuat pada kamu sesuatu perkataan apalagi jangan
kelihatan, dimasukan simpan rapat-rapat. Andai sudah menjalankan
mungkin dapat tinggi yang menguasai memberi anugrah mulia Tuhan,
tetapi mendukung tersampaikan yang berniat.
5. Jangan seperti zaman nanti prilakunya merebut tinggi tidak sama sekali
melihat aturan mencapai menjadi bangsawan. Banyak yang meninggalkan
sampai keji prilakunya sama umpama tuan prilakunya mengelurkan suara
tidak punya ingat kalau rakyat.
6. Menggangap didalam batin tidak ada beda, kamu dan sesama ciptaan pada
Tuhan Yang Maha Esa. Menghandalkan ilmu tidak bisa kalau ditusuk
makanya, pada akhirnya banyak yang tertangkap tuan awal kamu terkena
sikap/tindakan sendiri.
7. Jangan menghandalkan kekuatan keras kuatnya kulit, mengunggulkan/
pamer solah tingkah /prilaku siang malam yaitu pikiran Kristen. Tidak lain
masuk lumpur menjadi intip neraka akibatnya kenyataan baru saja disiksa
oleh malaikat.
8. Celaka kamu mendapatkan senang banyak yang keturunan jikalau sudah
mendapat dan menggoda berjoged nikmat segera ada di, pada didepanmu.
Bertepuk mendundu-nunduk senangnya batin apabila manusia yang
mengaji takut kering badan terasa lupa.
9. Kalau mendengar orang yang adzan badan seperti dipukuli bila ada orang
bertukar bertanding bicara segera silih berganti menarik-narik berganti,
ramai peluk-memeluk gembira, tetapi depan belakang manusia keturunan
segar cerah yang dia.
10. Sudah kehendak Tuhan apabila calon keturunan berhak menggoda
manusia semua ciptaan Tuhan. Apabila tergoda tidak terpengaruh pasti
menemukan ketentramaan, maksudnya melawan yang akan menjadi
penghalang mungkin saja iblis lari takut.
11. Apabila ada orang rendah hati keturunan tidak bisa berbuat, badan terasa
takut jera keturunan kamu seperti menakutkan sekali selanjutnya meloncat
terbang di langit tinggil Indracala nanti selebihnya jera takut anak cucumu.
12. Umpama ketahuilah jangan segera sempit pikiran, berfikir yang utama
capailah pikiran yang tinggi. Meminta kepada Tuhan pelajari sungguh-
sungguh jangan rajin berkumpul/bercampur manusia yang sudah disuruh
iblis pada maksudnya orang yang hati hancur.
13. Bentuknya hati tidak tenang tidak mau mengalah sedikit, menghormati
kalau mengalah bahasa seucap-ucapanya. Iya harus melebihi perasaan
terus unjuk saya. lancang-lancang suaranya semua sudah meningatkan
umpama cepat jauhkan jangan dekat.
14. Bahwa kamu ketahuilah terhadap pujiannya manusia yang sempit pada
akal budinya itu terjadi tidak baik menemukan selamanya. Tidak selamat
sudah dibawah iblis laknat menjadi musuh Tuhan kalau bisa jangan
sampai begitu.
15. Dan jangan suka/hobi bertamu terhadap pinggir kanan kiri rumahnya
teman serta para perempuan jangan sampai tertinggal. Sampai walaupun
bertamu/kunjung kamu membawa dimana tempat bila tidak ada perlunya
jangan kosong/sepi agar mendekatkan kejelekan.
16. Orang begitu tanpa hasil juga itu tidak bermanfaat akibatnya menemukan
reca/patung. Kamu harus berhati-hati walaupun mendapat hasil harus
melihat benar mungkin saja cobaan menjadi penghalang kamu umpama
kamu jangan sampai berani.
17. Tidak menghandalkan laki-laki walaupun manusia perempuan semua
keluarga saya capailah yang baik. Jangan senang bertamu ke tetangga itu
tidak baik supaya pintar kenyataan sengsara-sengsaranya melihatkan
rahasiamu.
18. Membuka di tetangga membicarakan tentang dirinya masalah berpasangan
musyawarahnya tidak senang berfikir. Mencela terhadap manusia laki-laki
yang tampan yang buruk dikesamingkan tertawa terbahak-bahak iya itu
batinya suka bertamu/ kunjung.
19. Sudah tentu saja begitu pintar/trampil musyawarah menjelek- jelekan terus
memikirkan selingkuh bersatu menyewa pelacur. Usaha bertarung yang
menjadi kesenanganya sudah barang tentu perempuan bila sering bertamu
hendak ke tetangga tentu suka terhadap bercanda.
20. Kemudian sama senang-senang ceria rasa hati/perasaan pada akhir tidak
mengerti. Anggapnya sakit kehendak oleh karena itu zaman nanti banyak
menjadi gembira setiap hari, sedangkan tidak punya uang memudahkan
terhadap kepunyaan pada orang lain.
21. Kalau tidak tindakan ingkar tentu membuat muka kejap terhadap laki-laki
yang memiliki harta terus kemudian dan ikuti. Semua laki-lakinya asalkan
bisa mencukupi pada kebutuhanmu hasil bersenang-senang segera yang
diniati semoga menjadi kesabaranmu.
Pupuh Kinanthi
1. Sesudah bersenang-senang selesai waktu tengah berganti malam siap
olehnya, laki-laki dan perempuan bersatu terhadap sedang menuruti hati.
2. Umpama sanak saudara saya jangan senang datang bertamu rumah kanan
kiri kamu. Semua tidak berdaya perempuan sama kamu jalankan terhadap
nasehat saya ini.
3. Coba tidak percaya ucapan jangan selagi masih ditulis tentu terus menjadi
orang buangan. Dinamakan menjadi kafir ya kufur serta kufur pada
akhirnya sengsara besok.
4. Cipta/buat memiliki belum sampai kalau datang tua besok, ketika kamu
muda hanya becanda yang di pelajari meninggalkan terhadap
kuwajibannya tidak rajin berusaha.
5. Hanya bersenang-senang siang malam itu yang hanya dipelajari juga itu
tanpa manfaat. Menjauhkan derajatnya hanya medekatkan penghalangmu
yaitu akan mencelakai.
6. Jangan sering salah terima kamu harus timbang-timbang, benar nasehat
ayah taat perkataanya yang pantas lakukanlah bila buruk catat dihati.
7. Carilah yang sebenarnya terhadap kuwajibanya, berusaha yang utama dan
rajinlah prihatin jangan hanya makan tidur dan kurangi makan minum.
8. Usahakanlah badanmu agar panjang yang pikiran mumpung masih muda.
Mencapai perkataan berguna penting kuwajiban pada akhirnya menjadi
baik.
9. Jangan kamu berani kalau duduk dan orang tua dan rajin menghadap
dengarkan dengan hati-hati semua perkataan jangan melawan.
10. Seumpama kamu tidak setuju dan jangan sampai dahulu orang macam-
macam ada buruk serta baik waspada didalam hati kamu harus telanjangi.
11. Apabila ada orang akan bersilisih/cekcok jangan segera berani bertanding
dating kamu mengalah menjaulah yang jauh itu cobaan Tuhan umpama
yang teliti nanti.
12. Dan jangan kadang-kadang terhadap ayah ibu kamu yaitu ketahuilah
sesembahan sesama semua orang tua yang masih keluarganya.
13. Jalankan perkataanya jangan segera bertengkar yang pantas lakukan
hormati/hargai yang sungguh menyemangati pada sifatnaya sesuatu
berniat pikir.
14. Mudah dekat derajatnaya kanugrahan Tuhan juga jarak tidak lama
mendapatkan bangsawan disayang terhadap raja yang Amangkurat tanah
Jawa.
15. Lakukan yang benar takutlah terhadap ayah ibu itu besar wibawamu juga
sesama manusia kasihi semua dan anggap perkataannya.
16. Apabila ayah sudah barang tentu memiliki kesenangan terhadap anak
kepandaian sang anak melebihi pada sesama nugraha mulia semoga pandai
sebenar/sesunggunya.
17. Sudah wajar diharapkanya kalau orang yang sudah mempunyai anak
semua mengeluarkan kamu dan berhati-hati yang saying terhadap bapak
ibu memanfaati pada sesama.
18. Apabila sampai saya niat/ kehendak terhadap ayah serta bibi dapat
dikatakan hewan tidak melihat asal mulanya dahulu dan dilakukan taruhan
nyawa.
19. Yaitu tidak sejahtera selamanya khawatir seandainya mencapai-capai rugi
meranggeh-ranggeh tidak sampai sesuatu yang berniat bohong sempit
berlatih kamu.
20. Berusaha yang sejahtera berfikir yang sungguh terhadap pengharapan
orang tua agar menjadi baik dekat cahaya kamu berysahalah yang benar.
21. Kamu bila sudah tercapai terhadap utama/baik segera kamu lakukan dan
sering lupa nanti didalam kamu lupa jangan sampai putus pikiran.
22. Utamanya wajibanya memilih manusia yang mengetahui kuwajiban
banyak yang tidak pasti belum melihat yang utama/baik tergesah angkat
duduk oleh karena itu banyak yang mengunggul-uggulkan.
23. Menganggapnya seperti sudah cukup bisanya hanya mendengar ,
memungut itu manusia yang begitu tetapi tertawa orang baik pada
prilakunya tidak merasa tubunya .
24. Yang tertawa tidak melihat hanya di besar kepala dia memaksa tidak
merasa pertanda sempit pikiran/budi hidupnya sama dan hewan tidak
melihat terhadap pada rahasia.
25. Jangan senang bolak-balik seperti kidang serta kancil sama kalau
mencapai baik bila bercampur tidak baik tertabrak manusia yan orang
buangan tentunya lanjut menular.
26. Jangan bercampur orang itu yang sudah melakukan jahat walaupun tidak
ikut itu melihat perilaku pencuri lama-kelamaan akan bisa terus menjadi
pencuri.
27. Terlanjur akhirnya kalau berkumpul orang jahat, perampok itu orang
buangan tidak lain dosanya seketika masuk neraka disiksa tanganya dua.
28. Yaitu pada hukumnya yang melakukan ingkar/ bohong sudah takdirnya
badanmu menjadi musuh Negara buangan menjadi orang penjahat sudah
masuk teman iblis.
29. Lebih baik apa itu utamanya yang rajin mana dan kamu inginkan . Jangan
sampai sepi berfikir jangan sampai berbaur, di situ akan mendapatkan.
30. Mulanya menjadi bangsawan usahakan yang sungguh lakukan mengabdi,
terhadap Pangeran serta Raja dan para tuan karena menjadikanya
bangsawan/ pejabat.
31. Ikhlaskan hatimu apabila kamu mengabdi Raja yang rajin/sungguh-
sungguh terhadap kuwajiban/tugas melihatlah kehendak Raja bisa suka
dan duka yang bisa kamu menutupi.
32. Yang melihat terhadap pada agak mengeluarkan kepandaian itu tidak
boleh musuh pada Raja dan semoga mengarahkan mengkesampingkan
kekuatanya.
Pupuh Pangkur
1. Belajarlah yang luas waspada terhadap para luhur nanti jangan selagi
kamu lebih pada bisa tidak boleh semua keturunan Mataram kalau berani
rakyatnya sedih, ayah marah.
2. Tidak lewat hanya kamu membodoh berpura-pura tidak mengerti yang
tajam prilakunya. Jangan senang sombong sewaktu kamu di depannya
anak Raja belajarlah berkelahi lebih.
3. Jauhkanlah yang menjadi hawa mencegah usahkan dengan sunggu-
sungguh didalam hati jangan enak badan. Mumpung kamu muda mungkin
saja tersampaikan kehendakmu terkabulkan oleh Allah kehendak Tuhan.
4. Hormat jangan tidak mau membawa sampai dan baik/mulia jangan sampai
mendahului kepada sesama. Makhluk kalau nanti ditegur temanya,
mendahului tidak malu seperti hewan hidupnya.
5. Dan bukan patrapnya manusia seperti hewan sama dan kerbau sapi pada
akhirnya masuk lumpur. Menjadi dasar neraka terus masuk disitu menjadi
isinya di danau dipuncak gunung Candramuka bercampur keturunan.
6. Sangat kamu harus waspada terhadap pertanda, pelajari yang benar ahli
pikir lebih hati-hati jangan tertinggal lan tajam penglihatan. Pada prilaku
karismanya para kawan prilakunya yang buruk serta yang baik.
7. Yang dapat ceria/gembira wajahnya kamu jangan sampai menolak serta
memilih iya dekatilah semua itu sesama mahluk. Kawan bekerja kalau
kamu tidak cocok catat didalam hati masukan jangan kira-kira.
8. Hidup itu jalanya di teliti jangan kadang-kadang sombong/ angkuh dihati
sayang yang menguasai tumbuh haruslah melakukan mengalah bahasa
kata, demi kata jangan terlanjur yang dapat mengarahkanya tidak boleh
kalau mudah.
9. Kalau kamu sudah ikhlas/ rela menyerah yang menguasai pada kamu
kalau mencapai menjadi baik berasal dari bawah. Ketahuilah pertandanya
bunglon itu senangnya berkunjung dedaunan disitu karena kamu.
10. Maksudnya semua berbaurlah bila kuning kamu ikut kuning apabila putih
iya kamu harus berwarna hitam juga kamu harus berwarna hitam .Segera
membawa lifen kalau hitam kamu Kresna jangan sampai tidak bisa.
11. Buglon ana pada namamu apabila dapat yaitu mahluk yang lebih tidak
sempit akal budinya. Dan kamu ketahui takutlah kepada Tuhan, Tuhan
yang menguasai dunia bila melanggar celaka.
12. Memusuhi terhadap Negara apabila kamu niat berani-berani melanggar
pantangan yang tersebut berdosa dunia akhirat. Tidak menanti kalau
sampai besok nanti saja mendadak celaka benar.
13. Oleh karena itu kamu nanti jauhkanlah sesuatu yang tidak baik kalau kamu
berniat berkata/berbicara. Pada sesuatu ucapkanlah dan teliti sarankan
jangan mencari kalau sudah terlanjur tidak sampai akibatnya celaka.
14. Rumah tidak boleh kalau melanggar benar celaka ya besar terkutuknya
kamu harus mengabdi dan ini nasehat saya tersebut. Pantas untuk jalankan
kepada sanak saudara sudah baik.
15. Terhadap/ kepada manusia laki-laki perempuan yang jejaka dan masih
gadis yang sedang berniat selamat dan yang mencapai baik. Tentu saja
dapat tidak mau semua sedang catat di hati amat di terima kasih.
16. Selain yang berfikir orang buangan sebenarnya tidak perhatian tidak
menyukai terhadap nasehat. Membuang kebaikan mendekatkan kepada
patung (sesat) yang dan berusaha. Dosanya sudah didepanya akhirnya
menjadi jahat.
17. Terhadap tetangga sembunyi sikapnya mengumbar wajah/muka tanganya
dua. Melotot matanya menumpang mencapai yang tinggi, celakanya
menunggu gayung menerima lumayan/sekedar mulai tidak hasil sebelum
itu menjadi musuh.
18. Seperti kelelawar jalanmu apabila malam mengambil buah-buahan cepat.
Jeleknya semalam suntuk menginti-intip banyak rumah seandainya yang
memliki rumah lagi tidur seketika berjoged, sudah merasa kalau mendapat
hasil.
19. Prilaku orang yang jahat tidak niat melatih menjadi baik tentunya masuk
lumpur menjadi dasarnya neraka. Aturan ini semua keluarga saya jangan
kamu berani melanggar semoga jangan ada melakukanya.
20. Yang sentuh tidak melanggar aturan sangat-sangat semoga jangan ada
memperhatikan. Jauhkan yang tidak bagus berfikir yang baik carilah
mulanya cahayamu/ anugrahnya juga saya turut menyembadani berlatih
menjadi bangsawan.
21. Kalau kamu serta sampai do’amu, dapat menjadi bangsawan/ pejabat
syukur pangkat tinggi yang dapat ikut merasakan sengsara. Kamu
mengasuh semua teman sejawat yang baik serta yang buruk yaitu pakailah
semua.
22. Yang besar sabar kamu, jangan sampai kamu cacad-mencacad tidak
sejahtera akhirnya lebih kamu keluarkan tidak boleh kalau disimpan
membengkah hati. Kalau berani lebih dimarahi jangan sering menyimpan
amarah.
23. Meningkat menemui durhaka/jahat memberikan hukum yang menguasai
kamu, baik yang menurut patuh yang baik dan bawalah tetapi kamu hati-
hati jangan sampai ketinggalan dapat huru-hara maksudnya dapat
bergaul/bercampur.
24. Yang tersebut manusia baik, tidak kesulitan terhadap yang baik serta lagi
pesan saya sangat memerlukan apabila Tuhan memberikan pahala
terhadap kamu, sesuatu robek dan uang terus bagikan yang rata.
25. Jangan berani tertutup kamu kepada sisa pahala Tuhan tidak mendapat
barokah baik, juga terus mendapat kutukan. Bertambah menjadi melayang-
layang pada badanya tidak ikhlas seperti di kutuk.
26. Menjadi tinggi senang ingkar janji menggampangkan/ memudahkan
terhadap tata aturan agama. Terhadap orang kecil dirawat juga rajin
menahan yang bukan kuwajibanmu itu lebih banyak dosanya sempit niat
hanya mencapai tidak rawat/pelihara.
27. Yang begitu air mukanya tidak punya cahaya lebih-lebih pucat,
memberikan yang lebih seperti Cina sakit perut yang kalah menuntutmu.
Kurus bertambah putih kotor kasihan menggigil kedipnya berniyat oleh
memakai penutup/pembatas.
28. Itu hasil bekerja/ pekerjaan makanya pura-pura berkedip menerus niatnya
jangan ada melihat kasihan wujudnya. Orang seperti itu memang bertanya
pada anjing kamasukan neraka besok meminta pada keturunan.
29. Sangat kamu ketahui apabila orang senang ingkar janji terhadap, sesama
tidak memanfaat itu selama merasakan sengsara. Juga selamanya
kekacauan teman sekerja orang tuanya tidak ikhlas/ merelakan tetapi
leluhur kamu.
30. Walaupun bagi perempuan yang masih teliti, hati-hati sengsara prilakunya
terhadap Raja seperti dia. Yang teliti kepunyaan orang laki-laki yang
tersimpan baik-baik jangan ceroboh peganglah untuk selamanya.
31. Sangat takutlah orang laki-laki saran/petunjuk sesuatu bicaranya, bahasa
halus kamu jangan terantuk yaitu guru kamu. Ketahuilah suami wajib
ditaati tidak boleh jalankan iya harus kamu lakukan.
32. Agar jalan mudah kamu berusaha sandang makanan nyata rezeki jinak,
tersampaikan yang membuat kalau menganggap terhadap pada nasehat.
Saya tentunya mendapatkan makmur, tentram tata dan sejahtera.
33. Jangan seperti zaman nanti senang sekali melihat benam terhadap pada
laki-laki. Berbohong yang berniat keinginan tidak melihatkan penghasilan
wajib kepunyaan laki-laki maka anggap kamu olehnya kepunyaan sendiri.
34. Apabila ada perempuan yang begitu berbohong kepada laki-laki, yaitu
perempuan boros selamanya. Kamu juga kalau salah mencela tidak
mundur/mengalah melotot melebihi seperti mata anjing.
35. Tidak baik yang bertemu, tidak mendapat anugrah kakek nenek tetapi di
leluhur tidak mendoakan nanti. Tidak ikhlas semua orang tuanya menangis
doa buruk tidak mau keluar/ lahir dengan baik.
Mijil
1. Sudah disangka kehendak Tuhan kalau seperti begitu gagal manusia pada
akhirnya. Tidak melihat celakanya besok apa saja rahasia tidak punya
perasaan.
2. Orang perempuan begitu, adik senang melakukan bohong tidak punya
kawan selamanya. Karena itu pikiranya berubah-ubah pergi kemana-mana
siang malam mencapai menjadi bukan manusia.
3. Apabila terkena keluarga saya dari nasehat orang selain orang yang
memang takdirnya menjauhkan sesuatu tidak baik, baiknya benar carilah
sunggu-sungguh.
4. Berfikirlah anak cucu di pada akhirnaya kalau masih keturunan manusia
takutlah terhadap ayah ibunya. Apabila sudah memegang nikah takutlah,
yang sayang terhadap maratua kamu.
5. Jangan berniat kamu berani terhadap meratuwa semua, ayah orang nenek
dan kakeknya yang sangat kamu olehnya takut juga nasehatnya wajib di
patuhi.
6. Memang harus boleh olehnya dilakukan patuhi perintah kalau perempuan
taatlah suaminya jangan berniat pada suami yaitu wakil orang tua kamu.
7. Jangan selagi buruk rupa tidak wajar sesama orang walaupun seperti lulut
wajahnya, iya sudah pantas harus kamu hormati apabila dan berniat berani.
8. Sudah mengerti pada akhirnya menemukan celaka lebih dari berat tidak
lain terlanjur nanti dalam hati, terus berubah-ubah juga jauh rezeki
kemana-mana tanpa tujuan.
9. Yang baik hidup ini jadilah contoh memikirkan agar besar, carilah iya
sebabnya baik jinaknya rezeki lestari terpelihara.
10. Usahakan yang sampai bertemu olehnya berdua rusak usahakan sungguh-
sungguh pada akal budi tenaganya, tentunya agar besar supaya melebihi
pada sesamanya.
11. Kuatkanlah kamu bekerja yaitu cepat menjadi satu tetapi lestari nasib baik
nanti. Tambah rezeki kamu kalau berusaha sungguh-sungguh tentu akan
terkumpul.
12. Juga memanjang pakaian nyata tidak tertinggal sesama manusia terus
menjadi contoh/tauladan. Belakang nanti terhadap anak cucumu besok
tetapi kamu jangan putus permohonan.
13. Terhadap Tuhan yang menguasai kamu jangan sampai putus, olehnya
memohon/ meminta pada cahayanya. Jangan sampai berganti dan laki-laki
takutlah pada selamanya terhadap suamimu.
14. Sudah kuwajibanya percaya selamanya dan taat perintah dan jangan
kadang-kadang ganti tetangganya mau mengalah walaupun sedikit.
Jangan sampai bertarung tentunya selamat.
15. Dan jangan berani menutupi pekerjaan laki-lakinya nanti, sesuatu wajib
permintaan mengeluarkan terhadap pemberian pria. Tidak bohong kamu
celakanya sampai pada ujung.
16. Yang rajin bekerja tetapi hati-hati jangan sampai sengsara kemudian, kalau
perempuan wajib teliti hemat yang sungguh iya seterusnya.
17. Orang menjadi istri yang dapat melakukan perintah suami jangan sering
ganti keinginanya, kalau perempuan punyanya melakukan takutlah yang
benar terhadap pria
18. Orang bersama jangan kadang-kadang kecewa/sakit hati belilah yang
bersatu jangan senang berganti suara lantang. Sampai menjadi takyiah
pada kirinya jauh dari rezeki marah ilham/anugrah.
19. Senang yang tidak suka kamu kalau cekcok dan suami tentunya senang
tetangga sebelah. Batinya selalu bertepuk tangan sungguh banyak yang
tidak suka orang tetangga itu.
20. Pertimbangkan yang buruk dan baik tetapi banyak yang buruk,
membubarkan tidak dapat bersatu. Sudah menjadi pembesarnya iblis
karena yang baik iya di batin.
21. Makanya juga yang hati-hati ketahuilah nanti yang teliti gadis pada
sikap/tindakan yang agar tentram. Selama juga banyak takut menyayangi
juga selamanya.
22. Apabila ada perempuan tidak takut terhadap yang suami sudah kedapatan
penyakit namanya. Seperti anjing kemasukan iblis matanya miring kuning
kelihatanya.
23. Pantas saja mata agak kuning orang gila sudah menempati, tetapi tidak ada
melihat selamanya. Tertabrak orang sakit berubah tidak tetap oleh karena
itu tidak takut terhadap laki-laki.
24. Terhadap anjing dipukul tidak takut tidak punya jera, bahkan menggigit
ketagihan namanya. Perempuan itu kalau sudah diprintah iblis tidak bisa
sembuh, kecuali kalau sudah mati/mampus.
25. Semoga kamu olehnya waspada benar kalau mengambil si orang yang
sikap begitu jadinya celakanya selama hidup jangan berani-berani
melanggar orang berguna.
26. Di selamanya tidak teliti terhadap kuwajiban simpanan penghasilan suami,
hanya benam itu pekerjaanya membohongi kepunyaanya di suami hanya
pekerjaan judi siang malamnya.
27. Sudah namanya perempuan keturunan lebih dari buruk tidak lain
celakanya besar. lanjut itu menjadi musuh Negara semua kanan kiri, maka
takut selebinya.
28. Kalau ajaran/ nasehat sudah tidak lepas-lepas, angkuh harus meronta yang
tercipta enak berpisah/ pergi saja berusaha kesayanganya hati dari pada
niat/ kemauan memutus cintanya laki-laki.
29. Sangat jangan anak cucu nanti, mengambil orang begitu supaya menyala-
nyala pikiran selamanya. Tidak baik terhadap air mukamu bohong siang
malam pucat pasi.
30. Berusaha yang naluri/ insting benar yang masih keturunan manusia tetapi
harus kamu nanti. Menandakan martabat yang baik bicara kamu manis di
semu/agak.
PUPUH DHANDHANGGULA
1. Yang sama hemat berhati-hati berusaha sebab baik carilah sebelumnya,
mumpung belum terlanjur melakukan yang belum menikah iya para sanak
kelurga saya. Pelajari benar terhadap sabda ajaran/ nasehat , manusia itu
kalau sama tidak melihat terhadap kebaikan mu.
2. Jadilah tidak hina kamu, kamu berusaha baik muda sampai tua nanti
memohon kepada yang menguasai tumbuh di pergi menumpang-
numpang. Agar segera datang/tiba di anugrah umpama tidak harus
mendapat juga tingkah laku pemberian kalau harus sedikit sudah takdirnya
Tuhan.
3. Jangan mentang-mentang termasuk takdir terpaksa masih harus berusaha
manusia sudah berhak mencapai baik agar mendapat enak besok. Apabila
lama- kelamaan sorot kamu dating yang memang takdir Tuhan diberi maaf
oleh Tuhan pada akal budi yang bersih/suci.
4. Agar jadilah teladan belakang kapan menjadi pinggir contoh terhadap
saudara semua, tetapi anak cucu apabila suci/bersih akal budinya. Iya juga
itu menemukan makmur di selamanya serta jangan bercampur, tidak
manusia yang suka judi bersenang-senang setiap hari.
5. Kalau benar begitu kamu menjadi menyembah patung maksudnya berubah
tatananya sangat jangan ada yang menurut akal budi Kristen. Pekerjaanya
iblis mendekatkan dosa bercampur air neraka terlanjur di besok kamu
kalau sudah tua sesampainya tiba akhir terasa rasanya hati.
6. Semoga sama jangan ada melakukan, mendekatkan yang menjadi patung
singkirkan sebelumnya yaitu tidak pantas. Menjadikan lebih baik kamu
berusaha di perkataan mu ahli dan baik jangan sampai hina sesama tetapi
jangan kelihatan.
7. Mungkin saja kamu sudah menerima anugrah dan sorot/cahaya seperti
jangan menghandalkan dirinya. Jangan membesarkan sombong jangan hati
dan jangan congkak, apabila kalau mendapat kepada Tuhan yang dapat
mengasuh kamu iya itu sesama mahkluk Tuhan dan kamu ketahuilah.
8. Kalau mencapai baik serta lestari belajar bertapa api hening, mengubur
serta menasehati bertapa mengikuti mengalir di air lakukanlah yang
sungguh juga besar manfaatnya. Selamat selamanya kalau sudah
mencakup/ memuat pada kamu hati- hati sesuatu sikap kamu jangan
meninggalkan waspada.
9. Manusia yang buruk serta baik dan harus merendah baik dekatilah semua
kalau kamu jadilah baik yang luas samudramu. Yang memuat semuanya
muda tuanya yang dapat mengasuh kamu semua tadi sama mahkluk pada
Tuhan tidak boleh mensia-siakan.
10. Kalau sudah dapat kamu lakukan mengasuh terhadap sesama manusia
yaitu besar manfaatnya tidak usah berguru. Berusaha kepandaian kekasih
itu saja sudah buat hidup itu perlu terlaksana kamu seharinya melihat
pertanda benar, sebenarnya iblis yang menggoda.
11. Sungguh harus kamu mengetahui setiap hari kalau banyak godaan segera
saingkirkan saja jangan sampai ketemu yang menjadi musuh Tuhan. Kalau
dapat melakukan sholat lima waktu sikapnya jauh dari keinginan apabila
ana manusia sabar teguh hati disayangi oleh Tuhan.
12. Kalau kamu hari jumat iya ke masjid laukanlah pada printah paduka Rosul
semua sabda besar petuahnya. Apabila tetap kamu ke masjid juga baik
cahayamu melebihi juga menjauhkan pada penghalang yang memang
menjadi sulit/rumit nanti sudah hilang dari kamu.
13. Walaupun tidak bisa ke masjid baik di rumahnya pribadi iya kamu harus
percaya melakukan petunjuk. Jangan beda kamu olehnya berniat
melakukan yaitu perselisihanmu, printah paduka Rosul serta lagi
bergurulah berusaha manusia yang sungguh sebenarnya yang nyata.
14. Memililah yang muda tampan syukur mendapat manusia yang bertapa
yang sudah besar martabatnya jangan ada cacad yang halus akal budi.
Yang kaya kelebihan jangan sampai keliru yang jangan senang pada dunia
jangan berfikir pemberian dari murid yang senang suci bersih norma/
hukum.
15. Yang sabar rela teguh Tuhan yang sudah cukup hati/ perasaan tabiat baik
serta yang dapat keinginan mengawasi ramah maksudnya yang sudah
putus pikiran. Yang sebenarnya tidak kesukaran segala hal apa saja semua
keadaan dunia raya tidak samar-samar sudah tergenggam pada tangan
yaitu manusia baik/utama.
16. Kalau sudah mendapat olehnya mengawasi segera-segera masuk
siswa/murid lakukan nasehat jangan sampai enggan yang dahulu berfikir
mengaji. Supaya berguru raga melihat petang hari makanya lakukan kamu
cepat pergi Panaraga dan supaya menjadi baik.
17. Utamanya hidup ini harus tahu sesungguhnya akhir dan mengetahui dari
mana asalnya melihat tempat tinggal. Usahakan yang sebenar kalau kamu
sudah tahu, pelihara yang terbungkus rapat jangan sampai keluar semua
sulapan pembesar kamu tidak dapat tergoda.
18. Semua pengetahuan yang terhadap kamu tidak boleh, hasil ceroboh yaitu
besar terkutuk kalau ada jelas cekcok bertukar masalah ilmu dan segera
mengalah jangan bertarung kamu. Yang penting tidak ada jangan senang
kalau dipuji bila sudah labih jangan sedih cela.
19. Sifat kalau manusia benar senang apabila di hina sesama sudah merasa
kalau kalau dapat pekerjaan.
20. Usahakan yang sampai bertemu/berjumpa olehnya berusaha baik, lakukan
prihatin jangan senang bertutur kata/membicarakan jangan mengunggul-
unggulkan. Kalau kamu berkata jangan seperti zaman nanti banyak yang
berbohong memamerkan kelebihan, keberanian menang pangkat
Majapahit banyak jejaka melihatnya.
21. Anggapnya mencari di hormati sebenarnya hasil jiwa/nyawa makanya
juga halus mulutnya cuma besar perut hanya itu yang dipelajari
mempertandakan sempit pikiran/ nalar. Orang seperti itu tertawa yang
sudah baik , orang seperti itu sebenarnya tidak bisa hanya menjadi
pembicaraan/omongan.
Selesainya setiap bersamaan pada hari Ahad kliwon tanggal ke: 12 bulan
Sura di tahun pertama , angkaga : 1843 atau yang ke, 22 bulan desember
tahun 1922
Yang nulis:
(tanda tangan)
Turun samaran nama
Pupuh Kinanthi
1. Olehnya memotong di lagu dikarang sarana lagu/tembang Kinanthi mulai
kamu di hari Ahad kliwon ke dua puluh delapan Jumadilakir tahun 1849.
2. Menjalankan nasehatnya para keluarga kamu/ saya agar lebih bahwa untuk
sang raja, ketentraman jangan hanya makan tidur agar punya prihatin.
3. Waspada/berhati-hati yang sungguh terhadap kuwajiban kamu benar
usahakan badan kamu sama mencapai baik. Masalah tata krama
sikap/prilaku yang baik.
4. Hilang/ mati sikap tidak pantas kejam kurang ajar mengunggulkan seperti
tuan kamu jangan melakukan, walaupun ada sikap begitu bukan olenya
hamba/ kekasih.
5. Begitu hamba itu jangan mengunggulkan sikap diri/badan berani
menghandalkan kekuatan. Jangan kadang-kadang selagi dicintai di Raja
serta Tuan sudah mengakui tiba di pintar.
6. Berita manusia yang lebih tidak boleh watak sendiri, sok pintar
mendahului sombong sampai terhadap Tuhan. Hanya harus sabar ikhlas
jangan mendekatkan nyala api.
7. Siapa orang yang mau melakukan /menjalankan tidak mempunyai malu
merasa memiliki tidak hati. Dan jangan kamu nyata apabila tidak ada daun
melayang yang jatuh pangkuanmu.
8. Menggambarkan begitu itu terletak ibarat sungguh maksudnya yang sebab
satu. Semua pahala Tuhan yaitu yang namanya halal sudah pantas kalau
kamu nyata.
9. Ceritanya manusia yang putus yang nama manusia sejati, menjauh
banyaknya godaan tidak menyengsarakan kepada tingkah laku para
hamba, sungguh-sungguh mantap yang di tempati.
10. Prahara (istri) menggoda/mengakibatkan setuju hanya berdoa, bertapa
sangat memohon Tuhan sampai lahir batin ketentraman dan mulia sampai
turun-tumuran anak.
11. Berdoa di siang malam memohon kepada Tuhan, terkabulkan kehendakmu
baik sesama manusia agar menjadi contoh pekerjaan teladan di belakang.
12. Tiga tahun sudah berjalan seribu delapan ratus empat puluh delapan pergi
tidak lain permintaan saya bolehkan mengerti terhadap mulia serta anugrah
mudah sebabnya nyata.
13. Niatkan yang sungguh mengkesampingkan kenistaan berusahala yang
baik, berlatih akal budi yang suci andai mungkin lama-kelamaananugrah
dan untung datang.
14. Iya yang berupaya niat semua terhadap benar, Tuhan berilah usia panjang
sejahtera selamanya. Kepada tata ketentraman pemerintahan
selamatkanlah sampai besok.
15. Bawa besok yang selesai sampai turun-temurun anak. Jangan melakukan
prilaku khianat taat kepada Tuhan, patuh kepada Raja yang menguasai
kamu.
16. Sejahtera ke atas kalau kamu mengerti menjalankan akal budi sungguh-
sungguh dan ikhlas sabar rela lahir batin menjauhkan banyaknya rintangan
bertapa mati dalam hidup.
17. Pedoman hidup itu tidak susah kaya ilmu tetapi dan pengasihan(ilmu cinta
kasih) jalanya hanya taat terhadap Tuhan yaitu manusia sebenarnya.
18. Teliti yang sebenarnya jagalah pemerintah kerajaan kamu waspadalah
sesama manusia/orang ada buruk ada baik yang hina, tengah baik ada yang
berani sombong.
19. Iya semuanya sikapmu setiap-setiap bertapa mengikuti api hening air
hening menasehati siang malam waspada terhadap pertanda pertandanya
gaib/ samar-samar.
Doa kalau lewat alam
Jauh- menjauh penghalang celaka sama pergi sakit cantik berjalan datang cantik
waktu dahulu hari asalkan rabu ada bukan hubungan berjalan jauhkan hawa
nafsu.
Do’a...........................
Permisi jauh dari penghalang ada penghalang tidak datang, kalau datang tidak
tergoda. Ada sengaja tidak datang, datang tidak sampai/tega dari kehendak Allah,
Allahu, iya saya Allah sejati tiga kali kalau sudah puasa jam tujuh sore dihafalkan.
Di bawah ini menceritakan Iman Supingi orang petikan dari Serat Tajusalatin cap-
capan/ nomor dua ratus sembilan pulug dua sampai nomor tiga ratus lima. Ditulis
di hari Jum’at legi tanggal ke tiga Jumadilawal angka seribu delapan ratus empat
puluh delapan atau tanggal ke lima belas Pebruari seribu sembilan ratus delapan
belas. Baru saja menjalankan menghadap menghormati penetapan residen (berdiri
tinggi setengah tua, kilat namanya) menjalankan bersama pantas warisan tahunan
Raja Pakubuwana.
Pupuh Pangkur
1. Serta lagi ada do’a kepada Mu aku berpasrah, kapada Mu aku bertawakal,
kepada Mu aku beriman, kepada Mu aku kembali, dengan pertolonhan Mu
aku bertaubat, kepada Mu aku menjtuhkan hukum, oleh karena itu
ampunilah dosaku telah lalu dan telah datang.
2. Seperti umat Rosululloh yang restu serta yang baik banyak kepada tinggi
badan yang baik. Baik yang mampu keberanian, bijaksana sejahtera
olehnya, tinggi badan yang besar serta tinggi orang menghantarkan akal
budi baik.
3. Olenya tenung/sentet memulai ingkar janji umad Rosul yang pendek kecil
serta yang agak membungkuk itu mendapat celaka walaupun halus
badannya ,apabila rambutnya merah terkutuk kemasukan iblis.
4. Pasal yang ke sembilan belas menyatakan ilmu tiga perkara
Belum selesai, tulisan sudah habis.