NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET ...
Transcript of NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET ...
NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN
PADA BUKU PAKET BAHASA INDONESIA
KELAS VII MTs AL FALAH GUNUNGSINDUR
KABUPATEN BOGOR
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk
Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan(S.Pd.)
Oleh
Maryati
1811013000026
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014
i
ABSTRAK
Maryati,1811013000026, “Nilai Moral dalam Tiga Cerpen pada Buku
Bahasa Indonesia Kelas VII MTs Al Falah Gunung Sindur Kabupaten Bogor”.
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Pembimbing:
Rosida Erowati M. Hum.
Cerita pendek mengandung nilai-nilai kehidupan. Dari sekian banyak
nilai-nilai yang terkandung dalam karya sastra, nilai moral menjadi sorotan utama
dalam penelitian ini. Cerpen yang terdapat pada buku teks mata pelajaran Bahasa
Indonesia untuk kelas VII SMP/MTs merupakan salah satu karya sastra yang akan
ditelaah. Terdapat tiga cerpen yang menjadi objek dalam penelitian ini, yaitu
cerpen berjudul Seruling Gembala karya Arsyad Siddik, cerpen berjudul Keysia
dan Preman Tua karya Erwin Arianto, dan cerpen berjudul Wajah Dibalik
Jendela karya Benny Rhamdani. Skripsi ini bertujuan untuk mengidentifikasi nilai
moral yang terkandung dalam ketiga cerpen tersebut, yang diharapkan dapat
dijadikan sebagai bahan pembelajaran di sekolah nantinya. Penelitian ini
menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif dengan teknik analisis isi.
Hasil dari penelitian ini berupa nilai-nilai moral dalam cerpen Nilai moral
yang dapat diambil dari cerpen Seruling Gembala karya Arsyad Siddik, adalah
sikap baik, yaitu senang berbagi ilmu kepada orang lain dan nilai-nilai otentik.
Nilai moral yang dapat diambil dari cerpen Keysia dan Preman Tua karya Arianto
adalah sikap baik, seperti kepatuhan dan kemandirian. Sedangkan nilai moral
yang dapat dipetik dari cerpen Wajah dibalik Jendela karya Benny Ramdani
adalah sikap baik, di antaranya sikat tanggung jawab dan keberanian. Selain itu,
penelitian ini juga membahas unsur intrinsik sebagai acuan dalam menganalisis
nilai moral yang terdapat dalam cerpen.
Kata Kunci: nilai moral, cerpen, pembelajaran sastra.
ii
ABSTRACT
Maryati, 1811013000026, "Moral Values in Three Indonesian Short Story
in Textbook of Indonesian in 7 Grade of MTs Al Falah Gunungsindur, Bogor
Regency". Education Department of Indonesian Language and Literature, Faculty
of Tarbiyah and Teaching, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta.
Advisor: Rosida Erowati M. Hum.
Short stories containing the values of life. From many values that are
contained in the literature, moral values became the main focus in this study.
Short stories contained in textbooks Indonesian subjects for grade 7 of JHS/MTs
is one of the literary works that will be explored. There are three stories that
become the object of this study, the short story entitled The Shepherd Flute
(Seruling Gembala) by Arsyad Siddik, short stories entitled Keysia and The Old
Thugs (Keysia dan Preman Tua) by Erwin Arianto, and short stories entitled The
Face Behind The Window (Wajah dibalik Jendela) by Benny Rhamdani. This
thesis aims to identify the moral values contained in the third short story, which is
expected to be used as teaching material in schools later. This study uses a
qualitative descriptive study of content analysis techniques.
The results of this study in the form of moral values in the short story.
Moral values that can be taken from the short story works Arsyad Siddik
Shepherd Flute, is a good attitude, which is happy to share his knowledge with
others and authentic values. The moral to be drawn from short stories Keysia and
The Old Thugs by Arianto is a good attitude, such as compliance and
independence. While the moral values that can be learned from The Face Behind
The Window by Benny Ramdani is a good attitude, among the brush of
responsibility and courage. In addition, this study also discusses the intrinsic
elements as a reference in analyzing the moral values contained in the stories.
Keywords : moral value, short story, literature learning.
iii
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Swt, yang telah memberikan rahmat dan karunia-
Nya karena atas izin-Nya penulis mendapatkan kemudahan dalam menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Nilai Moral Dalam Tiga Cerpen Pada Buku Paket Bahasa
Indonesia Kelas VII MTs. Al Falah Gunungsindur Kabupaten Bogor”. Shalawat
dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad saw, yang telah
menjauhkan kita dari zaman kebodohan.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis tidak luput dari berbagai hambatan
dan rintangan. Tanpa bantuan dan peran serta dari berbagai pihak, skripsi ini tidak
dapat terwujud. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa
terima kasih kepada:
1. Nurlena Rifa’i, M.A., Ph.D., selaku Dekan FITK UIN Jakarta yang telah
mempermudah dan memperlancar penyelesaian skripsi ini;
2. Dra. Mahmudah Fitriyah, ZA, M.Pd., selaku Ketua Jurusan Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia merangkap sebagai dosen penasihat akademik;
3. Dra. Hindun, M. Pd., selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia, yang telah memberikan dukungan kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini;
4. Rosida Erowati, M. Hum., selaku Dosen pembimbing yang telah memberikan
arahan dan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dengan
penuh kesabaran;
5. Bapak dan Ibu Dosen FITK khususnya para Dosen Program Studi Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia, yang selama ini membekali penulis dengan
berbagai ilmu pengetahuan;
6. Madsoleh, S.Pd.I., suami tercinta, yang telah memberikan izin dan selalu
memberikan dukungan serta dorongan kepada penulis untuk tidak berputus
asa, serta kepada empat orang putra-putriku yang telah banyak penulis abaikan
belakangan ini, maafkan mama nak;
7. Sanusi, S.Pd.I., M. M., selaku Kepala Madrasah tempat penulis mengabdi,
yang telah memberikan kesempatan belajar kepada penulis;
iv
8. Teman-teman guru di MTs. Al Falah Gunungsindur yang dengan senang hati
telah berbagi pengalaman, memberi masukan, informasi dan dorongan kepada
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini;
9. Teman-teman di Jurusan PBSI DMS, terima kasih atas kekompakkan kalian
dan semangat terus.
10. Kepada semua pihak yang telah membantu tersusunnya skripsi ini dan tidak
dapat penulis sebutkan satu per satu.
Semoga bantuan, dukungan, motivasi, dan partisipasi yang diberikan
kepada penulis, mendapatkan pahala yang berlipat ganda dari Allah Swt. Amin.
Bogor, Desember 2014
Penulis
v
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING
LEMBAR PERNYATAAN KARYA SENDIRI
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN MUNAQASAH
ABSTRAK ................................................................................................... i
ABSTRACT ................................................................................................. ii
KATA PENGANTAR ................................................................................. iii
DAFTAR ISI ................................................................................................ v
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1
A. Latar Belakang ....................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah .............................................................. 2
C. Pembatasan Masalah ............................................................. 3
D. Rumusan Penelitian ............................................................... 3
E. Tujuan Penelitian ................................................................... 3
F. Manfaat Penelitian ................................................................. 3
G. Metode Penelitian Penelitian ................................................. 4
BAB II KAJIAN TEORETIS ................................................................. 8
A. Cerpen .................................................................................... 8
1. Pengertian Cerpen ............................................................. 8
2. Unsur-Unsur Cerpen ......................................................... 8
B. Nilai Moral ............................................................................ 18
1. Pengertian Nilai Moral ..................................................... 18
2. Tahap-tahap Perkembangan Penalaran Moral .................. 19
3. Nilai Moral dalam Karya Sastra ........................................ 20
4. Jenis dan Wujud Nilai Moral ............................................. 21
C. Pendekatan Analitis dalam Mengapresiasi Sastra.................. 23
D. Hasil Penelitian yang Relevan ............................................... 24
vi
BAB III TEMUAN DAN PEMBAHASAN PENELITIAN ................... 28
A. Kajian Unsur Instrinsik Cerpen Seruling Gembala (C1) ....... 28
1. Tokoh dan Penokohan ...................................................... 28
2. Latar .................................................................................. 33
3. Alur (Plot) ......................................................................... 35
4. Sudut Pandang .................................................................. 36
5. Tema ................................................................................. 37
B. Analisis Nilai Moral dalam Cerpen Seruling Gembala (C1) . 38
C. Kajian Unsur Instrinsik Cerpen Keysia dan Preman Tua (C2) 40
1. Tokoh dan Penokohan ...................................................... 40
2. Latar .................................................................................. 50
3. Alur (Plot) ......................................................................... 52
4. Sudut Pandang .................................................................. 53
5. Tema ................................................................................. 54
D. Analisis Nilai Moral pada Cerpen Keysia dan Preman Tua
(C2) .......................................................................................... 54
E. Analisis Unsur Instrinsik Cerpen Wajah Dibalik Jendela
(C3) .......................................................................................... 57
1. Tokoh dan Penokohan ...................................................... 57
2. Latar .................................................................................. 63
3. Alur (Plot) ......................................................................... 66
4. Sudut Pandang .................................................................. 66
5. Tema ................................................................................. 67
F. Analisis Nilai Moral dalam Cerpen Wajah Dibalik Jendela
(C3) .......................................................................................... 68
G. Implikasi Nilai Moral yang Terkandung dalam Cerpen
pada Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia .................. 70
BAB IV PENUTUP ................................................................................... 74
A. Simpulan ................................................................................ 74
vii
B. Saran ...................................................................................... 75
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 76
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1. RENCANA PELAKSANAAN PEMBELARAN(RPP)
2. CERPEN
3. LEMBAR UJI REFERENSI
4. BIOGRAFI PENULIS
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dewasa ini peneliti sering menyaksikan kejadian-kejadian di sekitar
peneliti yang bertentangan dengan moral atau akhlak mulia yang bahkan
pelakunya tidak jarang berasal dari kalangan pelajar dan intelektual, padahal
usaha memperbaiki dan meningkatkan karakter bangsa terus dilakukan di berbagai
kesempatan dan berbagai cara serta berbagai media.
Dalam proses pembelajaran, nilai moral merupakan hal penting yang
selalu dikaitkan pada setiap kegiatan, termasuk dalam proses pembelajaran sastra
melalui mata pelajaran Bahasa Indonesia. Hal ini di arahkan agar dengan
banyaknya nilai moral yang didapatkan siswa, diharapkan siswa akan terbawa
pada moral yang baik, yaitu yang sesuai dengan etika dan adat istiadat yang
berlaku di masyarakat atau paling tidak mampu memahami nilai moral yang
terkandung dalam karya sastra.
Karya sastra merupakan gambaran masyarakat pada zamannya. Hal ini
dapat dikatakan juga bahwa karya sastra sebagai suatu keindahan yang tidak
dapat dinilai dengan apapun. Selain itu, karya sastra merupakan ide atau gagasan
pengarang yang dituangkan dalam suatu karangan. Ide atau gagasan tersebut
dapat mencerminkan pikiran, emosi, perasaan, tingkah laku aktivitas bahkan
sikap-sikap yang ada dalam diri pengarang tersebut. Sebuah karya sastra sangat
berhubungan dengan moralitas. Hal ini disebabkan karena sebagian masyarakat
menghendaki bahwa sastra adalah medium perekonomian keperluan zaman, yang
memiliki semangat menggerakkan masyarakat kearah budi pekerti yang terpuji.
Sebuah karya sastra ditulis pengarang untuk menawarkan model
kehidupan yang diidealkannya. Sastra mengandung penerapan moral dalam sikap
dan tingkah laku para tokoh sesuai pandangannya tentang moral. Melalui cerita,
sikap, dan tingkah laku tokoh-tokoh itulah pembaca diharapkan dapat mengambil
hikmah dari pesan-pesan moral yang disampaikan atau yang diamanatkan.
Nilai moral dalam cerpen buku paket Bahasa Indonesia Kelas VII
digunakan pada judul penelitian ini karena dalam kumpulan cerpen tersebut
2
terdapat hal-hal yang dapat diteladani oleh siswa dari tokoh maupun
penceritaannya, khususnya tentang pesan moral. Pesan moral menjadi masalah
sensorik yang diungkapkan pengarang melalui tokoh dan peristiwa yang
diceritakan. Semua itu bermuara dan berpengaruh pada moralitas tokoh cerita
dalam sebuah karya sastra.
Pengaruh dari suatu cerpen yang dibaca dapat terlihat dari perubahan
sikap, kepribadian, pola hidup, perilaku, dan pandangan hidup. Berkenaan dengan
hal tersebut, salah satu nilai yang terkandung dalam cerita pendek adalah nilai
moral. Dalam sebuah cerpen terkandung pendidikan moral atau ajaran moral yang
diamanatkan oleh pengarang untuk pembaca. Unsur nilai moral tersebut
merupakan gagasan yang mendasari sebuah cerpen karena biasanya berkaitan
dengan kehidupan manusia.
Moral dalam cerpen biasanya mencerminkan pandangan hidup pengarang
yang bersangkutan, pandangan tentang nilai-nilai kebenaran, dan hal itulah yang
ingin disampaikan kepada pembaca. Moral dalam cerpen, dimaksudkan sebagai
suatu saran yang berhubungan dengan ajaran moral tertentu yang bersifat praktis
yang dapat diambil dan ditafsirkan lewat cerita. Moral merupakan petunjuk yang
sengaja diberikan oleh pengarang tentang berbagai hal yang berhubungan dengan
permasalahan kehidupan, seperti sikap, tingkah laku, dan sopan santun pergaulan.
Sastra dalam pembelajaran mempunyai peranan yang penting dalam
kurikulum pendidikan. Oleh karena itu, pembelajaran sastra yang seharusnya
disajikan dalam proses pembelajaran adalah pembelajaran yang dapat melibatkan
siswa secara aktif dalam proses-proses berpikir logis (bernalar).
Berdasarkan uraian tersebut peneliti bermaksud melakukan penelitian
dengan judul Nilai Moral Dalam Tiga Cerpen Pada Buku Paket Bahasa Indonesia
Kelas VII MTs. Al Falah Gunungsindur Kabupaten Bogor.
B. Identifikasi Masalah
Dalam sebuah karya sastra banyak sekali mengandung nilai-nilai yang
diamanatkan penulis kepada pembaca, di antaranya adalah nilai religius, nilai
pendidikan, nilai psikologis, nilai moral, nilai sosiologis dan lain-lain. Nilai-nilai
tersebut bagi pemerhati karya sastra dapat dijadikan sebagai objek penelitian guna
3
memahami sebuah karya sastra secara lebih dalam ataupun untuk kepentingan
lain. Demikian juga cerpen yang terdapat dalam buku paket bahasa Indonesia
yang peneliti jadikan objek penelitian.
C. Pembatasan Masalah
Mengingat banyak sekali hal-hal yang dapat dikaji dalam penilitian sastra
melalui kegiatan analisis sebuah karya sastra, seperti analisis struktur, diksi, gaya
bahasa, unsur kebahasaan, atau penggunaan pendekatan interdisipliner yang
berkaitan dengan karya sastra yang akan diteliti, Oleh karena itu, peneliti hanya
membatasi kajian pada nilai moral baik yang terkandung dalam cerpen pada buku
pelajaran Bahasa Indonesia Kelas VII yang digunakan di MTs Al Falah
Gunungsindur, Kabupaten Bogor.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalah yang dapat
dirumuskan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah nilai moral dalam tiga cerpen pada buku paket Bahasa
Indonesia kelas VII MTs Al Falah Gunungsindur, Kabupaten Bogor?
2. Bagaimana inplikasi nilai moral dalam tiga cerpen pada pembelajaran Bahasa
dan Sastra Indonesia di MTs. Al Falah Gunungsindur, Kabupaten Bogor?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai
dalam penelitian ini adalah:
1. Mendeskripsikan nilai moral yang terdapat dalam cerpen pada buku Paket
Bahasa Indonesia Kelas VII MTs Al Falah Gunungsindur.
2. Mendeskripsikan implikasi nilai moral pada pembelajaran bahasa dan sastra
indonesia di MTs. Al Falah Gunungsindur, Kabupaten Bogor.
F. Manfaat Penelitian
1. Secara teoretis, manfaat dari hasil penelitian yang diharapkan adalah:
4
a. dapat memberikan wawasan dan pengetahuan kepada pembaca tentang
moralitas, terutama dalam cerpen yang terdapat pada buku paket Bahasa
Indonesia Kelas VII
b. dapat digunakan bagi setiap orang dalam mengembangkan dan
memantapkan pemahaman tentang moralitas, terutama yang terdapat
dalam cerpen pada buku paket Bahasa Indonesia Kelas VII.
2. Sedangkan secara praktis manfaat yang diharapkan adalah:
a. dapat digunakan sebagai referensi dalam memahami nilai-nilai moral.
b. dapat memberikan informasi tambahan bagi siapa saja yang
membutuhkan, terutama bagi rekan-rekan yang sedang mengadakan
penelitian pada kajian yang sama ataupun sejenis
G. Metode Penelitian
Metode yang dilakukan dalam analisis nilai moral yakni metode
dokumentasi. Metode tersebut dipilih karena bertujuan untuk mengumpulkan data
dan informasi dengan bantuan berupa catatan, transkrip, buku-buku, majalah, dan
dokumen lain yang relevan dengan penelitian. Metode ini digunakan untuk
mencari teori, perumpamaan masalah atau menyempurnakan perumusan masalah
yang telah dibuat sebelumnya.1
Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis isi. Dalam
penelitian karya sastra, analisis isi yang dimaksud adalah untuk memecahkan dan
mengupas pesan-pesan, yang dengan sendirinya sesuai hakikat sastra. Metode
analisis bertujuan untuk memahami unsur yang terkandung di dalamnya. Misalnya
terdapat data yang tidak ada relevansinya dihilangkan dan data yang kurang
lengkap sehingga dapat diambil kesimpulan yang dipertanggungjawabkan.2
Penelitian ini menganalisis nilai moral dalam cerpen pada buku paket
Bahasa Indonesia untuk Kelas VII. Pendekatan moral dipilih karena pendekatan
ini bertolak dari asumsi dasar bahwa salah satu tujuan kehadiran karya sastra di
tengah-tengah masyarakat pembaca adalah berupaya untuk meningkatkan harkat
1 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT Rhineka
Cipta, 2010), h. 274. 2 Nyoman Kutha Ratna, Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra dari Strukturalisme
Hingga Postrukturalisme Perspektif Wacana Naratif, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 48-
49.
5
dan martabat manusia sebagai makhluk berbudaya, berpikir, dan bertuhan.
Dengan pendekatan moral ini, peneliti hendak melihat sejauh mana karya sastra
memiliki nilai moral.
1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan objektif.
Pendekatan objektif memandang karya sastra sebagai dunia otonom yang
dapat dilepaskan dari siapa pengarang dan lingkungan sosial-budaya
zamannya, sehingga karya sastra dapat dianalisis berdasarkan strukturnya
sendiri.
Nilai dalam karya sastra itu secara potensial ada pada struktur sastra.
Keselarasan organ dalam tubuh karya sastra misalnya dalam prosa berkaitan
dengan alur, tokoh, tema, dan latar menentukan nilai karya tersebut. Dalam
penelitian ini pendekatan objektif digunakan untuk memahami cerpen pada
buku paket Bahasa Indonesia untuk Kelas VII. Peneliti mendekati karya sastra
melalui unsur pembangun karya satra tersebut.
2. Sumber Data
Sumber data adalah Subjek dari mana data dapat diperoleh.3 Sumber data
dalam penelitian ini ada dua yaitu sumber data primer yaitu sumber data yang
diperoleh langsung peneliti dari sumber data, yaitu cerpen pada buku paket
Bahasa Indonesia Kelas VII. Sedangkan sumber data sekunder yaitu sumber
data yang terlebih dahulu dikumpulkan oleh orang diluar peneliti, walaupun
yang dikumpulkan itu merupakan data asli. Sumber data sekunder dalam
penelitian ini adalah buku-buku yang berhubungan dengan cerpen dan moral
serta hasil penelitian yang berhubungan dengan permasalahan yang menjadi
objek penelitian.
Data dalam penelitian ini adalah data kualitatif berupa kata-kata, frasa,
kalimat, dan wacana yang mengandung nilai moral pada cerpen pada buku
paket Bahasa Indonesia untuk Kelas VII yang tergolong ke dalam buku teks
elektronik (BSE).
3. Teknik Pengumpulan Data
3 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT Rhineka
Cipta, 2010), h. 172.
6
Langkah pertama dalam penelitian ini mengumpulkan data-data dari objek,
dalam hal ini nilai moral pada cerpen pada buku paket Bahasa Indonesia untuk
Kelas VII. Adapun caranya mendata tokoh-tokoh, karakter dan perilaku atau
sikap hidup tokoh cerita serta latar. Data tersebut selengkapnya dianalisis
berdasarkan nilai-nilai moral. Kemudian untuk mendukung penelitian ini
diusulkan mendapatkan referensi yang berkaitan dengan objek penelitian.
Pengumpulan bahan penelitian digunakan sebagai riset kepustakaan dengan
cara menghimpun sebanyak-banyaknya sumber tertulis yang berhubungan
dengan penelitian sebagai sumber informasi. Baik itu dari buku maupun dari
media massa.
4. Teknik Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan pemaparan dalam bentuk deskriptif masing-
masing data secara fungsional dan relasional.4 Analisis data dilakukan untuk
mendapatkan deskripsi nilai moral cerpen pada buku paket Bahasa Indonesia
untuk Kelas VII. Analisis data dilakukan melalui tahap-tahap, yaitu: tahap
deskriptif, tahap analisis data, dan tahap induktif.
a. Tahap Deskriptif
Unsur-unsur nilai moral yang terdapat dalam cerpen pada buku paket Bahasa
Indonesia untuk Kelas VII, kemudian dianalisis untuk menemukan nilai-nilai
moralnya dengan menggunakan teknik analisis deskriptif. Teknik ini
berpandangan bahwa pemahaman karya sastra harus dimulai dengan
memahami karya itu. Yang dimaksud derkriptif adalah penggambaran tentang
objek yang ditulis pengarang, yang hendak disampaikan kepada pembaca.
Teknik deskriptif berusaha menelaah karya sastra dengan mempelajari setiap
unsur yang ada didalamnya tanpa ada yang dianggap tidak penting.
b. Tahap Analisis Data
Tahap yang diperoleh berupa tulisan atau kata tersebut, kemudian dianalisis
dengan pendekatan moral, yaitu menghubungkan data dengan nilai moral yang
4 Ibid., h. 81.
7
berlaku di masyarakat dan kaitannya dengan landasan teori yang dikemukakan
para ahli, dengan demikian hasil analisis dapat bersifat mendidik.
c. Tahap Induktif
Tahap induktif berarti bahwa analisis lebih merupakan pembentukan abstraksi
berdasarkan bagian-bagian yang telah dikumpulkan kemudian dikelompokkan.
5. Teknik Penyajian Hasil Analisis Data
Setelah diperoleh data, maka dalam penelitian ini data yang disajikan berupa
data informal. Menurut Arikunto, metode penyajian informal perumusan
dengan menggunakan kata-kata biasa. Jadi, dalam penelitian ini disajikan
dengan perumusan kata-kata biasa tanpa menggunakan lambang-lambang.
Hasil penelitian akan disajikan analisis data nilai moral yang terkandung
dalam cerpen pada buku paket Bahasa Indonesia untuk Kelas VII.
G. Langkah-langkah Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini ada beberapa tahapan kerja yang perlu
ditempuh, tahapan–tahapan tersebut adalah sebagai berikut:
a. membaca karya sastra yang akan diteliti, yaitu cerpen pada buku paket Bahasa
Indonesia untuk Kelas VII sehingga diperoleh pemahaman isi cerita.
b. menentukan unsur-unsur yang paling dominan dalam cerpen-cerpen pada
buku paket Bahasa Indonesia untuk Kelas VII, yaitu unsur moral yang
terkandung di dalamnya.
c. mendeskripsikan dan menganalisis unsur moral yang terkandung dalam cerpen
pada buku paket Bahasa Indonesia untuk Kelas VII
d. menganalisis unsur intrinsik dan ekstrinsik dalam cerpen pada buku paket
Bahasa Indonesia untuk Kelas VII dan pembelajaran nilai moral di MTs Al
Falah Gunungsindur Kabupaten Bogor.
e. mengambil suatu simpulan dari semua langkah kerja yang telah dilaksanakan
pada Bab I sampai Bab III. Sedangkan simpulan akan dituangkan dalam Bab
IV, selanjutnya dirangkai dengan saran penulis.
8
BAB II
KAJIAN TEORETIS
A. Cerpen
1. Pengertian Cerpen
Semi berpendapat bahwa, cerpen memuat penceritaan yang
memusatkan pada satu peristiwa pokok, sedangkan peristiwa pokok itu tidak
selalu sendirian, ada peristiwa lain yang sifatnya mendukung peristiwa
pokok.1
Menurut Stanton, satu yang terpenting, cerita pendek haruslah
berbentuk „padat‟. Jumlah kata dalam cerpen harus lebih sedikit ketimbang
jumlah kata dalam novel.2
Salah satu definisi yang relatif lengkap menyatakan bahwa cerpen
adalah kisahan pendek (kurang dari 10.000 kata) yang dimaksudkan memberi
kesan tunggal yang dominan.
Sejalan dengan pendapat tersebut, Poe dalam Nurgiyantoro
menyatakan “cerpen adalah sebuah cerita yang selesai dibaca dalam sekali
duduk, kira-kira berkisar antara setengah atau dua jam”.3
Dari pendapat-pendapat tersebut disimpulkan bahwa pengertian dari
cerpen atau cerita pendek yaitu suatu cerita tentang seorang tokoh yang isinya
pendek, bersifat fiktif dan merupakan suatu kebulatan ide. Dalam kebulatan
ide itu cerpen harus tersusun dengan padat, pendek, dan lengkap.
2. Unsur-unsur Cerpen
Keutuhan atau kelengkapan sebuah cerpen dilihat dari segi-segi unsur
yang membentuknya. Adapun unsur-unsur itu dalah peristiwa cerita (alur atau
plot), tokoh cerita (karakter), tema cerita, suasana cerita (mood dan atmosfir
1M. Atar Semi, Anatomi Sastra, (Padang: Angkasa Raya, 1980), h.34.
2Robert Stanton, Teori Fiksi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 76.
3Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press, 2005), h. 10.
9
cerita), latar cerita (setting), sudut pandangan pencerita (point of view), dan
gaya (style) pengarangnya.4
Menurut semi, struktur fiksi secara garis besar dibagi atas dua bagian,
yaitu: (1) Struktur Luar (ekstrinsik) dan (2) Struktur Dalam (instrinsik).
Struktur luar (ekstrinsik) adalah segala macam unsur yang berada di luar suatu
karya sastra yang ikut mempengaruhi kehadiran karya sastra tersebut,
misalnya faktor sosial ekonomi, faktor kebudayaan, faktor sosio-politik,
keagamaan, dan tata nilai yang dianut masyarakat. Struktur dalam (instrinsik)
adalah unsur-unsur yang membentuk karya sastra tersebut seperti penokohan
atau perwatakan, tema, alur (plot), pusat pengisahan, latar, dan gaya bahasa.5
Menurut Nurgiyantoro, unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang
membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan
karya sastra hadir sebagai karya sastra, unsur yang secara faktual akan
dijumpai jika orang membaca karya sastra. Unsur yang dimaksud, untuk
menyebut sebagian saja, misalnya, peristiwa, cerita, penokohan, tema, latar,
sudut pandang penceritaan, bahasa atau gaya bahasa.6
Nurgiyantoro berpendapat bahwa, unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur
yang berada di luar karya sastra itu, tetapi tidak langsung mempengaruhi
bangunan atau sistem organisme karya sastra. Secara lebih khusus unsur
ekstrinsik dapat dikatakan sebagai unsur-unsur yang mempengaruhi bangunan
cerita sebuah karya sastra, namun ia sendiri tidak ikut menjadi bagian di
dalamnya.7
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa unsur intrinsik
merupakan unsur pembangun cerita yang terdapat di dalam cerita. Sedangkan
unsur ekstrinsik adalah unsur pembangun cerita yang berada di luar cerita
atau berasal dari lingkungan masyarakat sehingga mempengaruhi cerita itu
sendiri.
4 Jakob Sumardjo dan Saini K.M., Apresiasi Kesusastraan, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka
Utama, 1994), h. 37. 5 Semi. op. cit., h. 35.
6 Nurgiyantoro. op. cit,. h. 23.
7 Ibid.
10
a. Unsur Instrinsik
Unsur intrinsik ialah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu
sendiri yang secara langsung turut serta membangun cerita. Unsur-unsur
tersebut terdiri dari tokoh dan penokohan, latar (setting), alur, sudut
pandang, gaya bahasa, tema, dan amanat. Adapun penjelasannya sebagai
berikut:
1) Tokoh dan Penokohan
Tokoh adalah salah satu unsur yang sangat penting dalam sebuah novel
atau cerita rekaan. Tokoh menurut Sudjiman dalam Sayuti adalah pelaku
yang mengemban peristiwa dalam cerita rekaan sehingga suatu peristiwa
itu mampu menjalin suatu cerita.8 Pendapat yang sama dikemukakan pula
oleh Semi, bahwa tokoh adalah pengemban suatu perwatakan tertentu
yang diberi bentuk dan isi oleh pengarang.9
Hal serupa dikemukakan oleh Abrams dalam Nurgiyantoro, bahwa
tokoh adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau
drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan
kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa
yang dilakukan dalam tindakan.10
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tokoh adalah pelaku
cerita yang bisa berwujud manusia, benda, maupun binatang yang
diasumsikan dengan penggambaran manusia dari segi tingkah laku
ataupun ucapannya dalam kehidupan yang sebenarnya yang mengalami
berbagai peristiwa dalam suatu cerita.
Tokoh-tokoh dalam sebuah cerita dapat dibedakan menjadi beberapa
tergantung dari segi mana pembedaan tersebut dilakukan. Menurut
Nurgiyantoro, kategori tokoh dibedakan berdasarkan segi peranan atau
tingkat pentingnya dan berdasarkan segi fungsi penampilan tokoh.11
Menurut Sudjiman tokoh dikategorikan menjadi tokoh sentral dan tokoh
8 Suminto A. Sayuti, Cerita Rekaan (Jakarta: Universitas Terbuka, 2007), h. 4.4.
9 Semi. op. cit., h. 37.
10 Nurgiyantoro, op. cit. h. 165-166.
11 Ibid., h. 176-181.
11
bawahan. Sedangkan berdasarkan cara menampilkan tokoh di dalam cerita
dapat dibedakan antara tokoh datar dan tokoh bulat.12
Berdasarkan segi peranan atau penting tidaknya kehadiran tokoh dalam
cerita, dibedakan:
a) Tokoh Utama
Nurgiyantoro mengemukakan bahwa, Tokoh utama paling banyak
diceritakan selalu berhubungan dengan tokoh-tokoh lain, ia sangat
menentukkan perkembangan plot secara keseluruhan. Ia selalu hadir
sebagai pelaku atau yang dikenai kejadian dan konflik penting dalam plot
cerita.13
Tokoh utama atau tokoh sentral menurut Sudjiman adalah tokoh
yang memegang peran pimpinan.14
Kriteria menentukan tokoh utama berdasarkan fungsi tokoh di
dalam cerita adalah: yang pertama, tokoh utama berhubungan dengan
semua tokoh yang ada di dalam cerita, sedangkan tokoh-tokoh yang lain
tidak saling berhubungan, kedua tokoh utama adalah tokoh yang paling
tinggi intensitas keterlibatannya dalam peristiwa yang membangun cerita
dan yang ketiga tokoh utama menjadi pusat sorotan dalam cerita.
b) Tokoh Tambahan
Menurut Nurgiyantoro, tokoh tambahan adalah tokoh yang
kemunculannya jika ada kaitannya dengan tokoh utama. Secara langsung
ataupun tidak langsung, pemunculan tokoh tambahan dalam keseluruhan
cerita lebih sedikit dan tidak dipentingkan.15
Grimes dalam Sudjiman
mengemukakan mengenai tokoh bawahan adalah tokoh yang tidak sentral
kedudukannya di dalam cerita, tetapi kehadirannya sangat diperlukan
untuk menunjang atau mendukung tokoh utama.16
Kriteria menentukan tokoh bawahan atau tokoh tambahan
berdasarkan fungsi tokoh di dalam cerita adalah: (1) tokoh bawahan tokoh
12
Panuti Sudjiman, Memahami Cerita Rekaan, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1988), h. 17-20. 13
Nurgiyantoro, op. cit. h. 177. 14
Sudjiman, op. cit. h. 17. 15
Nurgiyantoro, loc. cit. 16
Sudjiman, op. cit. h. 19.
12
yang menunjang tokoh utama, (2) tokoh-tokoh yang sering ikut berperan
dengan tokoh atasan, (3) tokoh bawahan adalah tokoh yang tidak sentral
kedudukannya dalam sebuah cerita, tetapi kehadirannya sangat diperlukan
untuk menunjang atau mendukung tokoh utama.
Sementara itu berdasarkan segi fungsi penampilan tokoh dalam
cerita dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
1. Tokoh protagonis, yaitu tokoh yang dikagumi, tokoh yang merupakan
pengejawantahan norma-norma, nilai-nilai, yang ideal bagi kita.
2. Tokoh antagonis, yaitu tokoh yang menjadi penyebab terjadinya
konflik dalam cerita.
Penokohan lebih luas pengertiannya daripada tokoh dan perwatakan
sebab ia sekaligus mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana
perwatakan dan bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam sebuah
cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada
pembaca. Penokohan sekaligus menyaran pada teknik perwujudan dan
pengembangan tokoh dalam sebuah cerita.17
Hayati dan Muslich mengemukakan, bahwa perwatakan atau
penokohan dalam suatu cerita adalah pemberian sifat baik lahir maupun
batin pada seorang pelaku atau tokoh yang terdapat pada cerita. Sifat-sifat
yang diberikan pada pelaku cerita akan tercermin pada fikiran dan
perbuatannya.18
Sudjiman mengemukakan bahwa penokohan merupakan
penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh.19
Dari beberapa pendapat di atas dapat dinyatakan bahwa penokohan
adalah cara penyajian tokoh dengan karakter yang ditampilkan dalam
cerita. Penokohan atau perwtakan adalah pelukisan mengenai tokoh cerita,
baik keadaan lahirnya maupun batinnya yang berupa pandangan hidup,
sikap, keyakinan, adat istiadat, dan sebagainya.
17
Ibid., h. 166. 18
A. Hayati dan Masnur Muslich, Latihan Apresiasi Sastra., (Surabaya: Triana Media, t.t),
h. 15. 19
Sudjiman, op. cit. h. 23.
13
Ada dua macam cara memperkenalkan tokoh dan perwatakan tokoh
dalam fiksi.
a) Analitik
Yaitu pengarang memaparkan tentang watak atau karakter tokoh
pengarang menyebutkan bahwa tokoh tersebut keras hati, keras kepala,
penyayang, dan sebagainya.
b) Dramatik
Disebut cara dramatik, yaitu penggambar perwatakan yang tidak
diceritakan langsung, tetapi hal itu disampaikan melalui: (1) Pilihan
nama tokoh; (2) Melalui penggambaran fisik atau postur tubuh, cara
berpakaian, tingkah laku terhadap tokoh-tokoh lain, lingkungannya,
dan sebagainya; (3) Melalui dialog, baik dialog tokoh yang
bersangkutan dalam interaksinya dengan tokoh-tokoh lain.20
2) Latar
Latar cerita menurut Semi adalah lingkungan tempat peristiwa terjadi.
Termasuk di dalam latar ini adalah, tempat atau ruang yang dapat diamati,
seperti di kampus, di sebuah kapal yang berlayar ke Hongkong, di
kafetaria, di sebuah puskesmas, di dalam penjara, di Paris, dan
sebagainya.21
Menurut Nurgiyantoro menyatakan bahwa unsur latar dibedakan
menjadi tiga unsur pokok yaitu tema tempat, tema waktu, dan tema sosial
yang dijelaskan sebagai berikut:
a) Latar Tempat
Latar tempat berhubungan dengan lokasi terjadinya peristiwa yang
menceritakan dalam sebuah karya fiksi. Lokasi yang digunakan
mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu harus
mencerminkan, tidak sejalan dengan sifat atau keadaan geografis
tempat yang bersangkutan. Latar tempat tanpa nama jelas biasanya
hanya berupa penyebutan jenis dan sifat umum tempat-tempat tertentu,
20
Semi. op. cit., h. 39-40. 21
Ibid., h. 46.
14
misalnya desa, sungai, jalan, hutan, kota, kota kecamatan, dan
sebagainya.
b) Latar Waktu
Nurgiyantoro mengatakan latar waktu berhubungan dengan
masalah “kapan” terjadinya peristiwa dalam sebuah karya fiksi. Biasanya
berhubungan dengan sejarah. Segala sesuatu yang berhubungan dengan
waktu baik langsung maupun tidak langsung harus disesuaikan dengan
waktu sejarah yang menjadi acuan. Pengangkatan unsur sejarah ke dalam
karya fiksi akan menyebabkan waktu yang diceritakan menjadi bersifat
khas, tipikal, dan dapat menjadi sangat fungsional sehingga tak dapat
diganti dengan waktu lain tanpa mempengaruhi perkembangan cerita.
c) Latar Sosial
Latar sosial berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial
bermasyrakat di suatu tempat yang diceritakan dalam suatu karya fiksi.
Tata cara kehidupan sosial bermasyarakat mencakup berbagai masalah
yang cukup kompleks. Permasalahan dengan kehidupan sosial masyrakat
disuatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi, dapat berupa kebiasaan
hidup, adat istiadat, tradisi, kenyakinan, pandangan hidup, cara berpikir,
bersikap dan lain-lain. Latar sosial juga berhubungan dengan status sosial
tokoh.22
3) Alur (Plot)
Salah satu elemen terpenting dalam membentuk sebuah karya fiksi
dadalah plot cerita. Dalam analisis cerita, plot sering pula disebut dengan
istilah alur. Sundari (1985) dalam Fananie memberikan batasan mengenai
plot (alur) dalam pengertiannya yang paling umum, plot atau alur sering
diartikan sebagai keseluruhan rangkaian peristiwa yang terdapat dalam
cerita. Luxemburg (1984) dalam Fananie menyebut alur atau plot adalah
konstruksi yang dibuat pembaca mengenai sebuah deretan peristiwa yang
22
Nurgiyantoro, op. cit., h. 227-234.
15
secara logis dan kronologis saling berkaitan dan mengakibatkan dan
diakibatkan atau dialami oleh para pelaku.23
Berdasarkan kriteria urutan waktu, alur dibedakan menjadi alur maju
(progresif), alur mundur (flash back), dan alur campuran (progresif-flash
back). Alur maju (progresif) adalah alur yang mengisahkan peristiwa-
peristiwa dalam cerita secara kronologis. Alur mundur atau sorot-balik
(flash back) merupakan alur dengan urutan kejadian dengan tidak dimulai
dari tahap awal (yang benar-benar merupakan awal cerita secara logika),
melainkan dari tahap tengah atau bahkan tahap akhir, baru kemudian tahap
awal cerita. Alur campuran adalah perpaduan antara alur maju dan mundur
(progresif-flash back).24
4) Sudut Pandang
Sebuah cerpen, selain memiliki alur, tokoh, dan latar, juga memiliki
pencerita atau narator. Berbicara tentang narator, berarti berbicara tentang
sudut pandang, yaitu suatu metode narasi yang menentukan posisi atau
sudut pandang dari mana cerita disampaikan.
Sudut pandang terdapat beragam variasi dan kombinasi, namun ada
tiga varian mendasar yang berbeda, yaitu sudut pandang impersonal,
orang ketiga, dan orang pertama, serta sudut pandang dramatik. Sudut
pandang impersonal adalah bila si pencerita berdiri di luar pecerita dan
bergerak secara bebas dari satu tokoh ke tokoh lainnya, suatu tempat
ke tempat lainnya, suatu episode ke episode lainnya, yang dapat
memberikan akses terhadap pikiran dan perasaan tokoh dengan
bebasnya. Sudut pandang orang ketiga, si pengarang memilih seorang
tokoh dan cerita, dengan demikian si tokoh menyampaikan visinya
sendiri. Sedangkan, sudut pandang dengan pencerita orang pertama,
cerita disampaikan oleh orang pertama sebagai salah satu tokoh dalam
cerita. Sudut pandang dramatik adalah bila cerita tidak disampaikan
oleh siapa pun melainkan melalui dialog dan lakuan, ketidakhadiran si
pencerita digantikan oleh percakapan, ucapan, dan tingkah laku para
tokoh.25
23
Zainuddin Fananie, Telaah Sastra, (Surakarta: Muhammadiyah University Press, Cet. III,
2002), h. 93. 24
Nurgiyantoro, op. cit., h. 153-159. 25
Albertine Minderop, Metode Karakterisasi Telaah Fiksi. (Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 2005), h. 89-90.
16
Sudut pandang terdiri dari sudut pandang persona ketiga “dia”, sudut
pandang persona pertama “aku”, dan sudut pandang campuran. Adapun
penjelasannya sebagai berikut:
a) Sudut Pandang Persona Ketiga “Dia” atau “Dia-an”
Pengarang memilih salah satu tokohnya untuk diikuti ceritanya. Lazim
juga disebut gaya “dia”. Pengarang tidak terikat cara memandang seluruh
cerita lewat watak tertentu tokoh “aku‟ lagi, tetapi lebih bebas karena
seluruh cerita mengikuti perjalanan tokoh “dia”.
Pengarang dalam cara ini masih dapat melukiskan keadaan jiwa “dia”,
tetapi tak dapat melukiskan keadaan jiwa tokoh-tokoh lain. Namun
pengarang juga masih dapat memberi komentar terhadap kelakuan dan
keadaan jiwa tokoh “dia”. Tokoh ini dalam cerita tentu saja selalu
dipanggil namanya, berbeda denga gaya “aku” yang jarang disebut
namanya oleh pengarang.26
Dalam sudut pandang orang ketiga “dia”, narator atau pencerita adalah
seseorang yang menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebut nama,
misalnya Harun, Sri, John, dan sebagainya atau penggunaan kata ganti
seperti ia, dia, dan mereka. Dalam adegan percakapan antartokoh banyak
penyebutan “aku‟ dan “engkau”, sebab tokoh-tokoh “dia” oleh si pencerita
sedang dibiarkan mengungkapkan diri mereka sendiri.
Sudut pandang “dia” dapat dibedakan ke dalam dua golongan
berdasarkan tingkat kebebasan dan keterkaitan pengarang terhadap bahan
ceritanya, yaitu “dia” mahatahu apabila cerita dikisahkan dari sudut “dia”,
namun pengarang, narator, dapat menceritakan apa saja hal-hal yang
menyangkut tokoh “dia” tersebut, dan “dia” terbatas atau pengamat
apabila pengarang melukiskan apa yang dilihat, didengar, dialami, dipikir,
dan dirasakan oleh tokoh cerita, namun terbatas hanya pada seorang tokoh
saja, atau terbatas dalam jumlah yang sangat terbatas.
b) Sudut Pandang Persona Pertama “Aku” atau “Aku-an”
Dalam pengisahan cerita yang mempergunakan sudut pandang persona
pertama (first person point of view), pengarang memilih seorang tokoh
26
Jakob Sumardjo dan Saini K.M, Apresiasi Kesusastraan, (Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 1994), h.82-85.
17
saja yang mengetahui seluruh cerita dan tokoh itu bercerita menurut apa
yang diketahui saja. Dalam karya semacam ini, pengarang menggunakan
gaya “aku” untuk bercerita. Sudut pandang persona pertama dapat
dibedakan ke dalam dua golongan berdasarkan peran dan kedudukan si
“aku” dalam cerita, yaitu “aku” tokoh utama apabila si “aku” mengisahkan
berbagai peristiwa dan tingkah laku yang dialaminya, baik yang bersifat
batiniah, dalam diri sendiri, maupun fisik, hubungannya dengan sesuatu
yang di luar dirinya dan “aku” tokoh tambahan apabila tokoh “aku” hadir
membawakan cerita kepada pembaca, sedang tokoh cerita yang dikisahkan
itu kemudian “dibiarkan” untuk mengisahkan sendiri berbagai
pengalamannya.27
c) Sudut Pandang Campuran
Penggunaan sudut pandang dalam sebuah novel mungkin saja lebih
dari satu teknik. Pengarang dapat berganti-ganti dari teknik yang satu ke
teknik yang lain untuk sebuah cerita yang dituliskannya. Penggunaan
sudut pandang yang bersifat campuran itu di dalam sebuah novel, mungkin
berupa penggunaan sudut pandang persona ketiga dengan teknik “dia”
mahatahu dan “dia” sebagai pengamat, persona pertama dengan teknik
“aku” sebagai tokoh utama dan “aku” tambahan atau sebagai saksi, bahkan
dapat berupa campuran antara persona pertama dan ketiga, antara “aku”
dan “dia” sekaligus.28
5) Tema
Tema dapat dipandang sebagai dasar cerita, gagasan dasar umum pada
sebuah karya sastra yang tentunya telah ditentukan sebelumnya oleh
pengarang yang dipergunakan untuk mengembangkan cerita. Tema adalah
ide yang mendasari suatu cerita.29
27
Minderop. loc. cit. 28
Nurgiyantoro. op. cit., h. 266. 29
Nurgiyantoro. op. cit., h. 70.
18
Tidak berbeda halnya dengan uraian di atas, Sudjiman berpendapat
bahwa tema adalah gagasan, ide, atau pikiran utama yang mendasari
sebuah karya sastra.30
Tema dalam karya sastra letaknya tersembunyi dan harus dicari sendiri
oleh pembacanya. Pengarang atau sastrawan tidak sematamata menyatakan
apa yang menjadi inti permasalahan karyanya, meskipun kadang-kadang
memang terdapat kata-kata atau kalimat kunci dalam salah satu bagian
karya itu. Dari kalimat kunci tadi sastrawan seolah merumuskan apa yang
sebenarnya menjadi inti persoalan yang dibahas oleh karyanya.31
b. Unsur Ekstrinsik
Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra,
tetapi secara tidak langsung ikut mempengaruhi bangunan atau sistem
organisme karya sastra.32
Ia juga dapat dikatakan sebagai unsur-unsur yang
mempengaruhi bangunan cerita sebuah karya sastra, tetapi tidak ikut
menjadi bagian di dalamnya. Walaupun demikian, unsur ekstrinsik cukup
berpengaruh terhadap totalitas bangunan cerita yang dihasilkan. Semi
berpendapat bahwa, struktur luar (ekstrinsik) adalah segala macam unsur
yang berada di luar suatu karya sastra yang ikut mempengaruhi kehadiran
karya sastra tersebut, misalnya faktor sosio-politik, keagamaan, dan tata
nilai yang dianut masyarakat.33
B. Nilai Moral
1. Pengertian Nilai Moral
Nilai moral . Bertens memberikan definisi moral yaitu nilai-nilai dan
norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok
dalam mengatur tingkah lakunya.34
30
Sudjiman, op. cit. h. 50. 31
Stanton. op. cit., h. 36-46 32
Nurgiyantoro. op. cit., h. 23. 33
Semi. op. cit. h. 35.
34 K. Bertens, Etika, (Jakarta: Gramedia Pustaka, 2007), h. 7.
19
Nilai moral adalah nilai yang berhubungan dengan konsep baik dan buruk.
Nilai moral memiliki tuntunan yang lebih mendesak dan cukup serius. Ciri
dari nilai moral adalah timbulnya suara dari hati nurani yang menuduh diri
sendiri sebagai hak terbaik sehingga tidak timbul usaha meremehkan orang
lain.35
Menurut Kenny melalui Nurgiyantoro, moral dalam cerita biasanya
dimasukkan sebagai suatu saran yang berhubungan dengan ajaran moral
tertentu yang bersifat praktis, yang dapat diambil lewat cerita bersangkutan
oleh pembaca.36
Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai
yang berkenaan dengan baik dan buruk, moralitas merupakan salah satu ciri
khas manusia yang tidak dapat ditemukan pada makhluk lain, moralitas dalam
diri manusia merupakan kesadaran tentang baik dan buruk tentang yang boleh
dan dilarang, tentang yang harus dilakukan dan yang tidak pantas dilakukan.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa nilai moral
merupakan ukuran atau pedoman perbuatan manusia. Seseorang dikatakan
bermoral apabila orang itu bertingkah laku sesuai dengan ukuran moral yang
dipakai di masyarakat ia tinggal, dan sebaliknya moral tidak dapat diukur
berdasarkan yang berlaku di daerah lain karena masing-masing daerah
mempunyai ukuran moral yang berbeda.
2. Tahap-Tahap Perkembangan Penalaran Moral
Kematangan moral menuntut penalaran-penalaran yang matang pula dalam
arti moral.Tujuan dari pendidikan moral adalah kematangan moral, dan jika
kematangan moral itu adalah sesuatu yang harus dikembangkan, maka para
guru dan pendidik seharusnya mengetahui proses perkembangan dan cara-cara
membantu perkembangan moral tersebut.
Adapun tahap-tahap penalaran moral menurut Kohlberg adalah sbb:
a. Tingkat Pra-Konvensional
Pada tingkat ini seseorang sangat tanggap terhadap aturan-aturan
kebudayaan dan penilaian baik dan buruk, tetapi ia menafsirkan baik dan
35
Ibid., h. 142-147. 36
Nurgiyantoro, op. cit., h. 321.
20
buruk ini dalam rangka menghindari hukuman atau maksimalisasi
kenikmatan.
2. Tingkat Konvensional
Pada tingkat ini seseorang menyadari dirinya sebagai seorang individu di
tengah-tengah keluarga, masyarakat, dan bangsanya. Pada tahap ini orang
mulai cenderung bisa menyesuaikan diri dengan aturan-aturan yang ada di
lingkungannya.
3. Tahap Pasca – Konvensioanal atau Tingkat Otonom
Pada tingkat ini orang sadar bahwa hukum merupakan kontrak sosial demi
ketertiban dan kesejahteraan umum.
Berdasarkan tahapan-tahapan di atas dapat disimpulkan menjadi tahapan-
tahapan sbb:
1. tahap I : patuh pada aturan untuk menghindari hukuman
2. tahap II : menyesuaikan diiri untuk memperoleh ganjaran atau
kebaikannya mendapat balasan.
3. tahap III : menyesuaikan diri untuk menghindari ketidaksetujuan,
ketidaksenangan orang lain.
4. tahap IV : menyesauaikan diri untuk menghindari untuk menghindari
penilaian oleh otoritas resmi dan rasa diri bersalah.
5. tahap V : menyesuaikan diri untuk memelihara rasa hormat dari
orang netral yang menilai dari sudut pandang kesejahteraan masyarakat.
6. tahap VI : menyesuaikan diri untuk menghindari penghukuman atas
diri sendiri.
3. Nilai Moral Dalam Karya Sastra
Nilai moral dalam karya sastra biasanya merupakan pandangan hidup
pengarang yang bersangkutan, pandangannya tentang nilai-nilai kebenaran,
dan hal itulah yang ingin disampaikan kepada pembaca.
Nurgiyantoro menyatakan bahwa, karya sastra senantiasa menawarkan
pesan moral yang berhubungan dengan sifat-sifat luhur kemanusiaan,
memperjuangkan hak dan martabat manusia. Sifat-sifat luhur kemanusiaan
21
bersifat universal.37
Artinya, sifat-sifat itu dimiliki dan diyakini kebenarannya
oleh manusia sejagad. Sebuah karya sastra yang menawarkan pesan moral
yang bersifat universal, biasanya akan diterima kebenarannya secara universal
pula.
Moral selain dikaji secara kognitif juga menyangkut sikap batin seseorang,
dan norma-norma moral sifatnya lebih subyektif, demikian menurut
Budiningsih.38
Dari uraian tersebut maka, moral merupakan norma tentang kehidupan
yang telah diberikan kedudukan istimewa dalam kehidupan sebuah
masyarakat yang menyangkut tentang pedoman baik dan buruk perilaku
manusia yang ditanamkan oleh pengarang di dalam karya sastra.
4. Jenis dan Wujud Nilai Moral
Setiap karya sastra pasti mengandung dan menawarkan pesan moral,
karena itu banyak sekali jenis dan wujud pesan moral yang diajarkan. Jenis
ajaran moral dapat mencakup masalah, yang bisa dikatakan tak terbatas. Hal
itu dapat mencakup seluruh persoalan hidup dan kehidupan, seluruh persoalan
yang mencakup harkat dan martabat manusia.
Menurut Nurgiyantoro secara garis besar persoalan hidup dan kehidupan
manusia itu dapat dibedakan ke dalam hubungan manusia dengan dirinya
sendiri. Persoalan manusia dengan dirinya sendiri dapat bermacam-macam
jenis dan tingkatannya. Persoalan tersebut yakni: harga diri adalah kesadaran
akan berapa besar nilai yang diberikan kepada diri sendiri. Rasa percaya diri
adalah tanggapan nilai hati terhadap keyakinan atau memastikan akan
kemampuan dirinya sendiri. Takut adalah merasa gentar dan ngeri terhadap
sesuatu yang dianggap akan mendatangkan bencana. Maut adalah kematian,
terutama tentang manusia. Rindu adalah memiliki keinginan yang kuat untuk
bertemu. Dendam adalah keinginan keras untuk membalas kejahatan.
37
Ibid., h. 322. 38
Asri Budiningsih, Pembelajaran Moral, (Jakarta: PT Rhineka Cipta, 2008), h. 69.
22
Keterombang-ambingan terhadap sesuatu yaitu merasa tidak tetap hati dan
ragu-ragu.39
Hubungan manusia dengan manusia lain dalam lingkup sosial termasuk
hubungannya dengan lingkungan alam, dapat diartikan bahwa manusia tidak
dapat hidup tanpa manusia yang lainnya. Dalam menjalani hidup tersebut
munculah masalah-masalah yang berupa hubungan antarmanusia itu antara
lain dapat berwujud: persahabatan yang kokoh ataupun yang rapuh, kesetiaan,
pengkhianatan, kekeluargaan: hubungan suami-istri, orang tua-anak, cinta
kasih terhadap suami/istri, anak, orang tua, sesama, maupun tanah air,
hubungan buruh-majikan, atasan-bawahan dan lain-lain yang melibatkan
interaksi antarmanusia.
Hubungan manusia dengan Tuhannya, dapat diartikan sebagai cara
manusia berkomunikasi dengan Tuhan atau sebagai makhluk ciptaan dengan
penciptanya. Seringkali manusia memiliki keinginan yang tidak sejalan
dengan apa yang telah direncanakan oleh sang pencipta. Hal ini membuat
sesuatu yang tengah dijalankan oleh manusia tersebut menjadi tidak berhasil
ataupun mengadapi suatu hambatan. Berbeda halnya jika keinginan kita sesuai
dengan kehendak Tuhan sebagai pencipta manusia dan seluruh isi alam raya,
tentu akan menjadi lebih baik hal yang dilakukan tersebut.
Menurut Budiningsih pesan moral memiliki tiga macam yaitu.
a. Kepercayaan eksistensial (Iman)
Kepercayaan eksistensial atau iman adalah cara manusia mengerti dan
memandang berbagai keadaan hidupnya dalam kaitannya dengan
gambaran-gambaran yang kurang lebih bersifat sadar tentang suatu
lingkaran akhir.
b. Empati
Empati adalah kemampuan untuk memahami perasaan orang lain,
menerima sudut pandang mereka, menghargai perbedaan orang terhadap
berbagai macam hal, menjadi pendengar dan penanya yang baik.
39
Nurgiyantoro, op. cit., h. 323.
23
c. Peran sosial
Peran sosial adalah latar yang memfasilitasi terjadinya perilaku moral,
serta sumbangannya terhadap perkembangan moral. Perilaku yang
dilakukan seseorang untuk menunjang kegiatan-kegiatan di masyarakat.40
Dari beberapa macam wujud moral yang diungkapkan pakar tersebut,
secara lebih jelas dapat disimpulkan bahwa nilai moral yang dianalisis dalam
penelitian ini adalah nilai moral yang berupa a) prinsip bersikap baik, b)
hormat terhadap diri sendiri, c) kerendahan hati, d) takut, dan e) keadilan.
Penjelasan dari macam-macam nilai moral tersebut adalah.
a) Sikap baik
Sikap baik adalah sikap yang mengusahakan untuk sedapat-dapatnya
mencegah akibat-akibat buruk dari tindakan yang dilakukan.
b) Hormat terhadap diri sendiri
Hormat terhadap diri sendiri adalah sikap agar mengembangkan diri dan
tidak membiarkan diri sengsara.
c) Kerendahan hati
Kerendahan hati adalah sikap tidak sombong yang memandang diri sendiri
sesuai pada kenyataan yang ada.
d) Takut
Takut adalah merasa gentar dan ngeri terhadap sesuatu yang dianggap
akan mendatangkan bencana.
e) Keadilan
Keadilan adalah sikap untuk memberikan perlakuan yang sama terhadap
semua pihak.
C. Pendekatan Analitis dalam Mengapresiasi Sastra
Aminuddin menjelaskan bahwa pendekatan analitis adalah sebagai berikut:
suatu pendekatan yang berusaha memahami gagasan, cara
pengarang menampilkan gagasan atau mengimajikan ide-idenya, sikap
pengarang dalam menampilkan gagasannya, elemen instrinsik dan
mekanisme hubungan dari setiap elemen instrinsik itu sehingga mampu
40
Budiningsih, op. cit., h. 24-65.
24
membangun adanya keselarasan dan kesatuan dalam rangka membangun
totalitas bentuk maupun totalitas maknanya.41
Penerapan pendekatan analitis dalam kegiatan pembelajaran karya sastra
dalam hal ini cerpen, akan sangat membantu pembaca dalam upaya mengenal
unsur-unsur instrinsik sastra yang secara aktual telah berada dalam suatu karya
sastra dan bukan dalam rumusan-rumusan atau definisi seperti yang terdapat
dalam kajian teori sastra.
Dalam pelaksanaannya, penerapan pendekatan analitis ini diawali dengan
kegiatan membaca teks secara keseluruhan. Setelah itu, pembaca menampilkan
beberapa pertanyaan yang berhubungan dengan unsur-unsur instrinsik yang
membangun karya sastra yang dibacanya. Kegiatan analitis ini tidak harus
meliputi keseluruhan aspek yang terkandung di dalam suatu karya sastra. Dalam
hal ini pembaca dapat membatasi diri pada beberapa analitis instrinsik suatu karya
sastra.42
Kegiatan mengapresiasi sastra dengan menerapkan pendekatan analitis ini
dapat dianggap sebagai suatu kegiatan pembelajaran yang bersifat saintifik,
karena dalam menerapkan pendekatan itu pembaca harus berangkat dari landasan
teori tertentu, bersikap objektif, dan harus mewujudkan hasil analisis yang tepat,
sistematis, dan diakui kebanrannya oleh umum.
D. Hasil Penelitian yang Relevan
Sebuah penelitian agar mempunyai orisinalitas perlu adanya tinjauan dari
penelitian terdahulu. Hal ini berfungsi untuk memberikan pemaparan tentang
penelitian dan analisis sebelumnya yang telah dilakukan. Tinjauan dari penelitian
terdahulu merupakan uraian sistematis tentang hasil penelitian yang telah
dilakukan oleh peneliti lainnya terkait dengan masalah yang diteliti. Tinjauan
terhadap hasil penelitian dan analisis sebelumnya akan dipaparkan berkaitan
dengan penelitian yang akan dilakukan. Dengan demikian, diperlukan beberapa
penelitian yang relevan untuk mengetahui nilai moral yang terkandung dalam
cerpen.
41
Aminuddin, Pengantar Apresiasi Karya Sastra, (Bandung: CV. Sinar Baru, 1987), h.
44. 42
Ibid. h. 45.
25
Cerpen yang digunakan dalam penelitian ini adalah cerpen yang terdapat
dalam buku pelajaran Bahasa Indonesia Kelas VII berkategori buku sekolah
elektronik (BSE) dan belum ada yang meneliti sebagai skripsi. Berikut ini adalah
tiga hasil penelitian yang berhubungan dengan topik penelitian ini. Pertama,
penelitian yang berjudul “Penggunaan Model Teams Games Tournament Dalam
Pembelajaran Nilai Moral Kumpulan Cerpen Orang-Orang Kotagede Karya
Darwis Khudori Pada Siswa Kelas X Sman 15 Semarang Tahun Ajaran
2013/2014” yang dilakukan oleh Anik Widiyanti. Kedua, penelitian yang berjudul
“Nilai Moral Pada Novel Faza Faizah Karya Itmam Luthfi” yang dilakukan oleh
Diah Rahmawati. Ketiga, penelitian dengan judul “Analisis nilai moral dalam
novel pada sebuah kapal karya nh. dini dan implikasinya terhadap pembelajaran
sastra di sma/ma” yang dilakukan oleh Nani Frigiawati.
Anik Widiyanti, IKIP PGRI Semarang, Jurusan Pendidikan Bahasa Sastra
Indonesia dengan judul skripsi “Penggunaan model teams games tournament
dalam pembelajaran nilai moral kumpulan cerpen orang-orang kotagede karya
darwis khudori pada siswa kelas x sman 15 semarang tahun ajaran 2013/2014”
tahun 2013. Penelitian tersebut berbeda dengan penelitian yang akan peneliti
lakukan. Akan tetapi, objek karya sastra dan telaah moral karya sastra yang
digunakan sama, yaitu jenis karya sastra cerpen. Perbedaannya terletak pada
cerpen dan pengarang yang dijadikan objek penelitian serta teori dalam penelitian
berbeda, karena penelitian tersebut lebih mengarah pada metode pengajaran
dengan menggunakan Teams Games Tournament. Berdasarkan hasil analisis
diketahui bahwa nilai moral yang ada dalam kumpulan Orang-orang Kotagede
karya Darwis Khudori diantaranya terdapat dalam cerpen Dalam Sakit, Baong,
Tangisku Buat Bapak,dan Terimakasih, Bu Tuti!. Dalam cerpen-cerpen tersebut
terdapat banyak nilai moral yang dapat dicontoh serta diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari. Nilai moral tersebut diantaranya: sikap baik, kejujuran, nilai-nilai
otentik, kesediaan untuk bertanggungjawab, kemandirian, takut, dan keberanian.43
43
Anik Widiyanti, “Penggunaan Model Teams Games Tournament dalam Pembelajaran
Nilai Moral Kumpulan Cerpen Orang-Orang Kotagede Karya Darwis Khudori pada Siswa Kelas X
SMAN 15 Semarang Tahun Ajaran 2013/2014”, (Skripsi S1 Fakultas Pendidikan dan Seni, IKIP
PGRI Semarang, 2013), h. viii.
26
Penelitian Anik Widiyanti tersebut menggunakan pendekatan fiksi sastra dan
pendekatan moral.
Diah Rahmawati IKIP PGRI Semarang, Jurusan Pendidikan Bahasa Sastra
Indonesia dengan judul skripsi berjudul “Nilai Moral Pada Novel Faza Faizah
Karya Itmam Luthfi” tahun 2011. Penelitian tersebut berbeda dengan penelitian
yang akan peneliti lakukan. Akan tetapi, permasalahan penelitian yang dikaji
sama, yaitu nilai moral yang terdapat dalam suatu karya sastra. Perbedaannya
terletak pada objek yang diteliti, dimana penelitian yang dilakukan oleh Diah
Rahmawati menggunakan karya sastra novel sedangkan pada penelitian yang akan
peneliti lakukan menggunakan cerpen. Berdasarkan hasil analisis dan interpretasi
novel Faza Faizah, dapat diketahui bahwa nilai moral pada novel Faza Faizah karya
itmam luthfi mencakup: tindak tutur direktif meliputi tidak tutur direktif mengajak,
meminta, menyuruh, memohon, menyarankan, dan memerintah.44
Nani Frigiawati Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Jurusan
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dengan judul skripsi “Analisis nilai moral
dalam novel pada sebuah kapal karya nh. dini dan implikasinya terhadap
pembelajaran sastra di sma/ma” tahun 2013. Penelitian tersebut memiliki banyak
persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti. Hasil dari
penelitian ini berupa nilai-nilai moral dalam novel Pada Sebuah Kapal, terdiri
atas: 1) hubungan manusia dengan diri sendiri, meliputi: rasa ingin tahu, kerja
keras, rendah diri, menjaga kesucian diri, takut, gegabah, dan malu. 2) hubungan
manusia dengan manusia lain dalam lingkup sosial termasuk hubungannya dengan
alam, terdiri atas: a) hubungan orang tua dengan anak, meliputi: kasih sayang dan
berbakti; b) hubungan suami dengan istri, meliputi: kasih sayang, kesetiaan,
keegoisan, kekasaran, pelit, acuh tak acuh, pengkhianatan, dan memaksakan
kehendak; c) hubungan atasan dengan bawahan, meliputi: tidak sewenang-wenang
dan bijaksana; serta d) hubungan manusia dengan alam, meliputi: mencintai alam
dan mencintai seni. 3) hubungan manusia dengan Tuhan, meliputi: sabar dan iri
hati. Adapun nilai moral yang dominan digambarkan pengarang ialah hubungan
44
Diah Rahmawati, “Nilai Moral pada Novel Faza Faizah Karya Itmam Luthfi”, (Skripsi
S1 Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni, IKIP PGRI Semarang, 2011), h. viii.
27
manusia dengan manusia lain, yaitu hubungan kasih sayang orang tua dengan
anak dan keegoisan dalam hubungan suami dengan istri. Selain itu, penelitian ini
juga membahas unsur intrinsik sebagai acuan dalam menganalisis nilai moral
yang terdapat dalam novel.45
Peneliti sendiri melakukan penelitian dengan judul “Nilai Moral Dalam Tiga
Cerpen Pada Buku Paket Bahasa Indonesia Kelas Vii Mts Al Falah Gunungsindur
Kabupaten Bogor”. Penelitian ini menggunakan gabungan objek dari dua
penelitian sebelumnya, yaitu menggabungkan nilai moral dalam cerpen. Penelitian
ini berbeda dengan ketiga penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya, karena
penelitian ini menggunakan objek cerpen yang terdapat dalam buku pelajaran
Bahasa Indonesia Kelas VII. Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari
penelitian sebelumnya.
45
Nani Frigiawati, “Analisis Nilai Moral dalam Novel Pada Sebuah Kapal karya Nh.
Dini dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Sastra di SMA/MA”, (Skripsi S1 Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan, Unversitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013), h. i.
28
BAB III
TEMUAN DAN PEMBAHASAN PENELITIAN
Pada Bab ini akan menjelaskan dan membahas mengenai unsur-unsur cerpen,
nilai moral dalam cerpen, serta implikasinya dalam kegiatan pembelajaran Bahasa
Indonesia. Cerpen-cerpen yang dianalisis dalam penelitian ini adalah cerpen yang
terdapat pada buku teks Bahasa Indonesia Kelas VII yang diterbitkan oleh Pusat
Perbukuan Kementrian Pendidikan Nasional.
Sebenarnya masih banyak buku teks Bahasa Indonesia Kelas VII yang
diterbitkan oleh Pusat Perbukuan Kementrian Pendidikan Nasional. Akan tetapi,
dalam penelitian ini hanya tiga buku teks Bahasa Indonesia Kelas VII yang
digunakan, yaitu buku teks yang berjudul Cakap Berbahasa Indonesia untuk Kelas
VII SMP/MTS, Berbahasa dan Bersastra Indonesia untuk SMP/MTs Kelas VII, dan
Bahasa dan Sastra Indonesia 1 untuk SMP/MTs Kelas VII.
Cerita pendek yang akan dianalisis Pada buku teks Pelajaran Bahasa
Indonesia tersebut antara lain berjudul Seruling Gembala yang terdapat pada buku
teks Cakap Berbahasa Indonesia untuk Kelas VII SMP/MTS, yang selanjutnya
peneliti sebut sebagai C1, Keysia dan Preman Tua yang terdapat dalam buku teks
Berbahasa dan Bersastra Indonesia untuk SMP/MTs Kelas VII, selanjutnya peneliti
sebut sebagai C2 dan cerpen Wajah Dibalik Jendela yang terdapat pada buku teks
Bahasa dan Sastra Indonesia 1 untuk SMP/MTs Kelas VII, yang selanjutnya peneliti
sebut sebagai C3.
A. Kajian Unsur Instrinsik Cerpen Seruling Gembala (C1)
1. Tokoh dan Penokohan
1) Tokoh
Tokoh yang terdapat dalam cerpen Seruling Gembala terdiri dari tokoh
utama dan tokoh tambahan.
29
a) Tokoh Utama
Cara menentukan tokoh utama melalui (1) intensitas keterlibatan tokoh
dalam berbagai peristiwa yang membangun sebuah cerita. (2) tokoh yang
banyak berhubungan dengan tokoh lain yang ada di dalam cerita.
(1) Intensitas keterlibatan tokoh dalam berbagai peristiwa.
Tokoh yang mempunyai intensitas keterlibatan dalam berbagai
peristiwa terdapat dalam kutipan berikut.
Setiap hari Mbawa bermain di sawah kering yang baru dibelinya.
Pohon jamblang yang tumbuh di sudut timur tanah itu sangat menarik
hati Mbawa. Dahannya yang rendah dan mudah dinaiki. Dari atas
pohon itu Mbawa bisa melayangkan pandangan ke segala arah. Ke
timur tampak kampung Jala dan Teluk Bima, ke utara tampak semak
panjang menyusuri parit pinggir Kawinda, ke barat terlihat kebun
jagungnya sendiri, sedang ke selatan membentang Sobali dengan
rumput hijaunya sepanjang waktu. Di situlah anak-anak gembala dari
Daru, Pali Sambawa, dan Sondo menggembalakan kerbaunya setiap
hari.1
Kutipan tersebut menunjukkan bahwa tokoh yang mengalami
keterlibatan dalam membangun cerita adalah tokoh Mbawa. Dari kutipan
di atas terlihat bahwa, Mbawa sedang berada pada suatu tempat yang baru
dimilikinya dan sedang menikmati pemandangan disekitar tempat yang
baru dibelinya tersebut.
Keterlibatan Mbawa pada peristiwa selanjutnya dalam cerita pendek
Seruling Gembala dapat dilihat pada kutipan berikut : “Mbawa bangkit
dari tempat duduknya pada dahan pohon jamblang. Diperhatikannya baik-
baik dari mana suara itu datang”.2
1Arsyad Siddik, C1, dalam RR. Novi Kussuji Indrastuti dan Diah Erna Triningsih (eds.),
Cakap Berbahasa Indonesia untuk Kelas VII SMP/MTs, (Jakarta: Pusat Perbukuan Kementrian
Pendidikan Nasional, 2010), h. 42. 2C1., h. 43.
30
Dari kutipan tersebut mamperlihatkan Mbawa sedang mencari-cari
asal suara yang indah mengalun sehingga ia beranjak dari tempat dimana
ia sedang duduk menikmati pemandangan alam sekitarnya.
Setelah Mbawa mencari-cari asal suara indah tersebut, akhirnya
Mbawa menemukannya. Berikut adalah kutipannya.
”Dari seberang. Oh, itu dia orangnya,” katanya sendirian.
Mbawa menyeberangi sungai yang tidak begitu dalam. Ditujunya anak
yang sedang meniup suling. Tetapi begitu anak itu melihat kedatangan
Mbawa, ia segera berhenti meniup.3
Kutipan di atas menggambarkan bagaimana Mbawa berusaha untuk
menghampiri asal suara indah yang didengarnya, dimana ternyata suara
indah itu adalah suara seruling yang ditiup oleh seorang anak yang sedang
duduk diseberang sungai.
Mbawa akhirnya menemui anak yang sedang meniup seruling, akan
tetapi ketika Mbawa semakin mendekati anak peniup seruling tersebut
segera berhenti meniup. Mbawa akhirnya terlibat dalam percakapan
bersama anak yang meniup seruling itu yang ternyata bernama Kawi.
Berikut adalah percakapan Mbawa dengan Kawi.
”Tiup, Bang,” kata Mbawa memanggil Abang pada Kawi.
”Di mana aku bisa mendapatkannya? Siapa yang membuatkannya?”
tanya Mbawa kepada Kawi.
”Kalau engkau mau akan kubuatkan. Di rumahku tersedia buluh
perindu seperti ini. Engkau mau ke rumahku sekarang?” tanya Kawi.4
Kutipan di atas menunjukkan bagaimana Mbawa dan Kawi saling
bercakap-cakap dan akhirnya mereka pergi bersama-sama menuju ke
rumah Kawi untuk membuat seruling.
Berdasarkan kepada beberapa kutipan di atas, cukup jelas
membuktikan bahwa Mbawa merupakan tokoh utama dalam cerita karena
3C.1
4C1.
31
berdasarkan intensitas keterlibatan tokoh utama dalam peristiwa-peristiwa
yang membangun, dan tokoh utama berhubungan dengan tokoh lain.
(2) Tokoh yang banyak berhubungan dengan tokoh lain yang ada di dalam
cerita.
Dalam cerita pendek Seruling Gembala Mbawa berhubungan dengan
Kawi sebagai tokoh tambahan dalam cerita tersebut. Berikut adalah
kutipannya.
Tanpa pikir panjang Mbawa mengikuti ajakan Kawi. Sepanjang jalan
ia berpikir tentang seruling yang akan diperolehnya dari Kawi. Mbawa
menjuluki Kawi si baik hati. Dipercepat langkahnya agar lekas tiba di
rumah Kawi. Mereka memasuki sebuah kebun mangga yang teduh.
Mereka menyusuri jalan yang tidak begitu lebar. Tampaklah sebuah
kebun. Rumah panggung besar terletak di sisi kiri kebun itu. Dan pada
tanah yang luas yang terletak di hadapan rumah itu terdapat deretan
lubang-lubang. Teratur sekali lubang itu dibuat. Kawi mengambil
sebatang seruling. BBang Agus sekali kelihatannya. Diukir dengan
gambar ular yang membelit-belit. Senang sekali Mbawa memperoleh
seruling itu.5
Berdasarkan kepada kutipan diatas menunjukkan bahwa Mbawa diajak
oleh Kawi ke rumahnya untuk dibuatkan seruling. Tergambar bahwa
Mbawa sangat senang sekali dengan ajakan Kawi. Selain itu, kutipan di
atas memperlihatkan bagaimana kekaguman Mbawa ketika tiba di rumah
Kawi, hal tersebut dikarenakan terdapat seruling buatan Kawi yang
memiliki bentuk sangat indah dengan motif ukiran berbentuk ular.
Kutipan lain yang menunjukkan adanya hubungan antara Mbawa
dengan Kawi adalah sebagai berikut.
”Di mana aku bisa mendapatkannya? Siapa yang membuatkannya?”
tanya Mbawa kepada Kawi.6
5C1.
6C1.
32
Dari kutipan di atas menunjukkan Mbawa sedang bertanya kepada
Kawi mengenai siapa orang yang membuat seruling. Dari dua kutipan di
atas dan beberapa kutipan sebelumnya, terlihat bahwa Mbawa memiliki
hubungan dengan Kawi.
b) Tokoh Tambahan
Kawi merupakan tokoh tambahan yang terdapat di dalam cerita
pendek Seruling Gembala, di mana Kawi merupakan seseorang yang
ditemui Mbawa saat meniup seruling.
”Tiup, Bang,” kata Mbawa memanggil Abang pada Kawi.
”Trilili, lili, li . . .,” suara serulingnya.7
Dari kutipan di atas memperlihatkan bahwa Mbawa meminta kepada
Kawi untuk terus meniup serulingnya pada saat Mbawa menghampiri
Kawi.
Berdasarkan kepada kutipan tersebut terlihat bahwa, Kawi merupakan
tokoh yang kemunculannya memiliki kaitan dengan tokoh utama.
2) Penokohan
Berikut analisis karakter dan sifat tokoh dalam cerpen Seruling Gembala.
a) Mbawa
Tokoh Mbawa digambarkan oleh pengarang seperti pada kutipan berikut.
Tanpa pikir panjang Mbawa mengikuti ajakan Kawi. Sepanjang jalan
ia berpikir tentang seruling yang akan diperolehnya dari Kawi. Mbawa
menjuluki Kawi si baik hati. Dipercepat langkahnya agar lekas tiba di
rumah Kawi. Mereka memasuki sebuah kebun mangga yang teduh.
Mereka menyusuri jalan yang tidak begitu lebar. Tampaklah sebuah
kebun. Rumah panggung besar terletak di sisi kiri kebun itu. Dan pada
tanah yang luas yang terletak di hadapan rumah itu terdapat deretan
lubang-lubang. Teratur sekali lubang itu dibuat. Kawi mengambil
sebatang seruling. BBang Agus sekali kelihatannya. Diukir dengan
7C1.
33
gambar ular yang membelit-belit. Senang sekali Mbawa memperoleh
seruling itu.8
Dari kutipan di atas tokoh Mbawa adalah seorang yang memiliki sifat
yang baik, mudah bergaul, dan menyenangi seni. Terlihat dalam kutipan
bahwa tokoh Mbawa baik saat menjuluki Kawi si baik hati. Penokohannya
dilakukan oleh pengarang secara dramatik.
b) Kawi
Tokoh Kawi digambarkan pengarang seperti pada kutipan berikut.
”Kalau engkau mau akan kubuatkan. Di rumahku tersedia buluh
perindu seperti ini. Engkau mau ke rumahku sekarang?” tanya
Kawi.9
Dari kutipan di atas tokoh Kawi adalah seorang yang sangat baik, suka
menolong, dan terampil. Penokohannya dilakukan secara dramatik.
2. Latar
1) Latar tempat
Latar tempat pada cerpen ini dapat dilihat dari lokasi terjadinya peristiwa.
Dapat dibuktikan dengan kutipan berikut.
Setiap hari Mbawa bermain di sawah kering yang baru dibelinya.
Pohon jamblang yang tumbuh di sudut timur tanah itu sangat menarik
hati Mbawa. Dahannya yang rendah dan mudah dinaiki. Dari atas
pohon itu Mbawa bisa melayangkan pandangan ke segala arah. Ke
timur tampak kampung Jala dan Teluk Bima, ke utara tampak semak
panjang menyusuri parit pinggir Kawinda, ke barat terlihat kebun
jagungnya sendiri, sedang ke selatan membentang Sobali dengan
rumput hijaunya sepanjang waktu. Di situlah anak-anak gembala dari
Daru, Pali Sambawa, dan Sondo menggembalakan kerbaunya setiap
hari.10
8C1.
9C1.
10 C1., h. 42.
34
Dari kutipan tersebut dapat diketahui bahwa terdapat latar tempat yang
digunakan dalam cerpen yaitu di sebuah tanah persawahan yang berada di
pinggir suatu kampung.
Latar tempat juga diceritakan oleh pengarang seperti kutipan di bawah ini.
…. Mereka memasuki sebuah kebun mangga yang teduh. Mereka
menyusuri jalan yang tidak begitu lebar. Tampaklah sebuah kebun.
Rumah panggung besar terletak di sisi kiri kebun itu. Dan pada tanah
yang luas yang terletak di hadapan rumah itu terdapat deretan lubang-
lubang. Teratur sekali lubang itu dibuat….11
Dari kutipan di atas, tampak latar tempat terjadi di sebuah rumah yang
terletak pada sebuah kebun.
2) Latar waktu
Latar waktu pada cerpen ini dapat dilihat kapan terjadinya peristiwa
seperti pada kutipan di bawah ini.
Hari itu panas menyengat, anak-anak telah lama bermain di dalam air
melawan teriknya matahari. Tetapi satu di antara mereka itu ada yang
masih duduk-duduk. Tidak mau mandi bersama teman-temannya yang
lain. Di tangannya tergenggam sebatang seruling. Ditiupnya seruling
itu….12
Dari kutipan tersebut tampak bahwa ada latar waktu yakni pada siang hari.
3) Latar sosial
Latar sosial dapat dilihat dari status sosial tokoh, tingkat pendidikan
tokoh, kepercayaan masyarakat terhadap mitos, serta rasa keadilan terhadap
laki-laki dan perempuan. Dapat dibuktikan dengan kutipan di bawah ini.
Pada siang hari, anak-anak gembala berkumpul dan berteduh di bawah
pohon-pohon sambil menikmati ketupat bekal dari rumahnya. Jika
capek anak-anak tersebut bermain, berlompatan dan mandi sepuas-
puasnya di lubuk Diwuamarni. Terkadang terdengar anak-anak
gembala itu berpantun atau bernyanyi. 13
11
C1. 12
C1. 13
C1.
35
Dari kutipan tersebut tampak bahwa latar sosial cerpen dapat diketahui
pada kata anak-anak gembala, yang berarti tokoh-tokoh dalam cerpen adalah
anak-anak gembala.
3. Alur (Plot)
Alur yang digunakan dalam Cerpen Seruling Gembala adalah alur maju.
Peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam cerita ini berturut-turut menceritakan peristiwa
yang dialami oleh tokoh Mbawa dan Kawi. Dalam cerita tersebut pengarang
menggambarkan peristiwa mulai dari tokoh Mbawa bertemu dengan tokoh Kawi,
kemudian peristiwa pada saat pertemuan yang menjadi sebuah inti cerita atau konflik,
kemudian pada bagian akhir pengarang menceritakan peristiwa persahabatan Mbawa
dengan Kawi yang menunjukkan adanya penurunan konflik sebagai penyelesaian
cerita tersebut.
Pada bagian awal cerita pengarang menggambarkan suasana yang penuh
dengan keindahan dan kegembiraan pada suatu tempat di pedesaan.
Setiap hari Mbawa bermain di sawah kering yang baru dibelinya.
Pohon jamblang yang tumbuh di sudut timur tanah itu sangat menarik
hati Mbawa. Dahannya yang rendah dan mudah dinaiki. Dari atas
pohon itu Mbawa bisa melayangkan pandangan ke segala arah. Ke
timur tampak kampung Jala dan Teluk Bima, ke utara tampak semak
panjang menyusuri parit pinggir Kawinda, ke barat terlihat kebun
jagungnya sendiri, sedang ke selatan membentang Sobali dengan
rumput hijaunya sepanjang waktu. Di situlah anak-anak gembala dari
Daru, Pali Sambawa, dan Sondo menggembalakan kerbaunya setiap
hari.
Pada siang hari, anak-anak gembala berkumpul dan berteduh di bawah
pohon-pohon sambil menikmati ketupat bekal dari rumahnya. Jika
capek anak-anak tersebut bermain, berlompatan dan mandi sepuas-
puasnya di lubuk Diwuamarni. Terkadang terdengar anak-anak
gembala itu berpantun atau bernyanyi. 14
Selain itu, pengarang juga memperkenalkan tokoh-tokoh dalam cerita, yaitu
Mbawa, anak-anak desa, dan Kawi. Cerita kemudian berlanjut sampai kepada
pertemuan Mbawa dengan Kawi. Dari pertemuan itulah inti cerita (konflik) dimulai.
14
C1
36
Inti cerita yang menjadi konflik dalam Cerpen Seruling Gembala
digambarkan pada kutipan berikut.
Mbawa menyeberangi sungai yang tidak begitu dalam. Ditujunya anak
yang sedang meniup suling. Tetapi begitu anak itu melihat kedatangan
Mbawa, ia segera berhenti meniup.
”Tiup, Bang,” kata Mbawa memanggil Abang pada Kawi.
”Trilili, lili, li . . .,” suara serulingnya.
”Di mana aku bisa mendapatkannya? Siapa yang membuatkannya?” tanya
Mbawa kepada Kawi.
”Kalau engkau mau akan kubuatkan. Di rumahku tersedia buluh perindu
seperti ini. Engkau mau ke rumahku sekarang?” tanya Kawi. 15
Dari kutipan di atas, terlihat bahwa tokoh Mbawa sangat antusias untuk
mengetahui siapa yang sedang meniup seruling. Tokoh Mbawa memiliki rasa ingin
tahu bagaimana seruling itu diperoleh. Tokoh Kawi yang digambarkan sebagai tokoh
peniup seruling menawarkan mengajak tokoh Mbawa ke rumahnya untuk membuat
seruling.
Penyelesaian cerita terjadi ketika tokoh Mbawa telah mendapatkan seruling
yang diberikan oleh tokoh Kawi. Sebagaimana yang digambarkan pada kutipan
berikut ini.
…..Senang sekali Mbawa memperoleh seruling itu.
”Coba kautiup, Mbawa,” kata Kawi.
”Li,li,li ….” Suara seruling itu tak menentu.
”Nanti aku ajarkan caranya selesai makan tebu,” kata Kawi.
Mbawa pulang dengan diantar oleh Kawi. Mereka bermain sampai
sore. Mbawa belajar meniup seruling kepada Kawi. Terdengar seruling
gembala. Menyertai indahnya sore di Tolononto. 16
4. Sudut Pandang
Cerpen Seruling Gembala menggunakan metode pengisahan dengan sudut
pandang persona ketiga “Dia” atau “Diaan”. Dalam cerpen ini pengarang
menggunakan nama-nama orang, sebagimana terlihat dalam kutipan berikut:
15
C1 16
C1., h. 43.
37
Mbawa bangkit dari tempat duduknya pada dahan pohon jamblang.
Diperhatikannya baik-baik dari mana suara itu datang. 17
Kawi mengambil sebatang seruling. Bagus sekali kelihatannya. Diukir
dengan gambar ular yang membelit-belit. 18
Penggunaan sudut pandang dengan persona ketiga “Dia” ini pada dasarnya
menggambarkan bahwa pengarang ingin menampilkan berbagai peristiwa dalam
ceritanya berdasarkan pengalaman dan pandangan pengarang. Tokoh Mbawa dan
Kawi diceritakan berdasarkan sudut pandang pengarang. Pada bagian awal,
pengarang menceritakan tokoh Mbawa sedang bermain menikmati pemandangan di
suatu pedesaan, sampai bertemu dengan Kawi.
5. Tema
Tema yang terdapat dalam cerpen Seruling Gembala adalah tentang seorang
anak yang memiliki keinginan untuk memiliki seruling dan bisa meniupnya. Hal ini
dilatarbelakangi oleh peristiwa yang muncul dalam beberapa bagian cerita yang
menggambarkan kemunculan konflik pada saat tokoh Mbawa mendengar seruling
dan menemui Kawi si peniup seruling.
Mbawa bangkit dari tempat duduknya pada dahan pohon jamblang.
Diperhatikannya baik-baik dari mana suara itu datang.
”Dari seberang. Oh, itu dia orangnya,” katanya sendirian.
Mbawa menyeberangi sungai yang tidak begitu dalam. Ditujunya anak
yang sedang meniup suling. Tetapi begitu anak itu melihat kedatangan
Mbawa, ia segera berhenti meniup. 19
Setelah Mbawa menemui Kawi, tokoh Mbawa sangat antusias dan bertanya
tentang bagaimana memperoleh seruling dan siapa pembuatnya.
”Di mana aku bisa mendapatkannya? Siapa yang membuatkannya?”
tanya Mbawa kepada Kawi.
”Kalau engkau mau akan kubuatkan. Di rumahku tersedia buluh
perindu seperti ini. Engkau mau ke rumahku sekarang?” tanya Kawi. 20
17
C1 18
C1 19
C1. 20
C1.
38
Dapat dikatakan mengapa cerpen ini diberi judul Seruling Gembala karena
permasalahan dalam cerita ini berkutat pada kisah seorang anak gembala yang
memiliki rasa ingin tahu tentang cara memainkan dan memperoleh seruling. Mbawa
dan Kawi adalah anak pedesaan yang kesehariannya menggembala ternak kerbau di
suatu tempat di pinggiran desa mereka. Pada suatu ketika mereka bertemu karena
Mbawa mendengar suara tiupan seruling yang dimainkan oleh Kawi. Karena suara
seruling tersebut akhirnya Mbawa dan Kawi menjadi sahabat.
B. Analisis Nilai Moral pada Cerpen Seruling Gembala(C1)
Cerpen yang berjudul Seruling Gembala menceritakan tentang seorang anak
gembala yang bertemu dengan anak gembala lainnya yang pandai meniup dan
membuat seruling. Tokoh Mbawa sangat tertarik dengan suara merdu seruling yang
dimainkan oleh tokoh Kawi.
Mbawa sangat mengagumi permainan dan suara merdu seruling yang
ditiupkan oleh Kawi, sehingga Mbawa berminat untuk memiliki dan belajar meniup
seruling dari Kawi. Sementara Kawi sendiri adalah tokoh yang baik hati dan
bijaksana yang dengan senang hati memberikan seruling untuk Mbawa dan
mengajarkan cara memainkan seruling tersebut.
Untuk menilai tindakan manusia, moral adalah tolak ukur yang tepat. Nilai
moral mempunyai beberapa wujud, dan wujudnya dalam cerpen ini sebagai berikut.
a. Sikap baik
Cerpen Seruling Gembala menceritakan kisah tentang seorang anak yang
sangat antusias untuk belajar meniup seruling dari salah seorang teman yang baru
dikenalnya. Kawi sebagai teman yang baru dikenal Mbawa sangat pandai
memainkan seruling dan ia pun sangat senang hati untuk berbagi ilmunya dengan
Mbawa, kendatipun Mbawa baru dikenalnya.
Moral merupakan salah satu ciri khas manusia yang tidak dapat ditemukan
pada makhluk lain. Moral dalam diri manusia merupakan kesadaran tentang baik
dan buruk, tentang yang boleh dan dilarang, tentang yang harus dilakukan dan
39
yang tidak pantas dilakukan. Untuk menentukan tindakan manusia secara moral,
diperlukan tolak ukur yang tepat dan tolak ukur ini merupakan salah satu wujud
dari moral yakni sikap baik. Sikap baik pada cerpen ini dapat dilihat dari
perbuatan baik, seperti pada kutipan di bawah ini.
”Kalau engkau mau akan kubuatkan. Di rumahku tersedia buluh perindu
seperti ini. Engkau mau ke rumahku sekarang?” tanya Kawi.21
Pada kutipan tersebut tampak adanya wujud moral sikap baik yaitu
saat Kawi menawarkan untuk membuatkan seruling dan mengajak Mbawa ke
rumahnya. Tentu tak semudah itu untuk memberikan penawaran kepada
seseorang yang baru dikenal.
Pada waktu itu pasti manusia sudah memiliki moral karena moral
merupakan hal yang universal, moral adalah perbuatan atau tingkah laku atau
ucapan seseorang dalam berinteraksi dengan manusia. Apabila yang dilakukan
seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di masyarakat tersebut dan
dapat diterima masyarakat maka orang itu dinilai memiliki sikap baik. Selain
itu sikap baik juga terdapat dalam kutipan di bawah ini.
”Coba kautiup, Mbawa,” kata Kawi.
”Li,li,li ….” Suara seruling itu tak menentu.
”Nanti aku ajarkan caranya selesai makan tebu,” kata Kawi.22
Pada kutipan tersebut tampak adanya wujud moral sikap baik yaitu
saat Kawi menyatakan niatnya untuk mengajarkan Mbawa memainkan
seruling. Selain itu, kutipan di atas juga menunjukkan sikap baik Kawi yang
secara tidak langsung mengajak Mbawa untuk bersama-sama makan tebu.
Selain itu sikap baik juga terdapat dalam kutipan di bawah ini.
Mbawa pulang dengan diantar oleh Kawi. Mereka bermain sampai
sore. Mbawa belajar meniup seruling kepada Kawi. Terdengar seruling
gembala. Menyertai indahnya sore di Tolononto.23
21
C1. 22
C1 23
C1.
40
Pada kutipan tersebut tampak adanya sikap baik yang dimiliki oleh
Kawi yang mengantarkan pulang Mbawa ke rumahnya.
b. Nilai-nilai otentik
Yang dimaksud dengan otentik ialah asli. Manusia otentik adalah manusia
yang menghayati, menunjukkan diri sesuai dengan aslinya, dengan kepribadian yang
sebenarnya. Dalam cerpen ini dapat dilihat dari kutipan di bawah ini.
”Tiup, Bang,” kata Mbawa memanggil Abang pada Kawi.24
Dari kutipan tersebut dapat terlihat bahwa Mbawa menaruh hormat kepada
orang yang baru dikenalnya dengan memanggil Abang kepada orang lain yang dirasa
lebih tua dari nya.
Jadi, wujud nilai moral yang ada dalam cerpen ini adalah sikap baik dan nilai-
nilai otentik. Dari uraian tersebut dapat diketahui meskipun orang hidup pada zaman
kuno sampai modern saat ini manusia sudah memiliki pedoman untuk berperilaku
yakni moral. Mbawa dan Kawi adalah contoh bahwa, sikap baik, menaruh hormat,
dan persahabatan memiliki banyak manfaat dalam kehidupan.
C. Kajian Unsur Instrinsik Cerpen Keysia dan Preman Tua (C2)
1. Tokoh dan Penokohan
1) Tokoh
Tokoh yang terdapat dalam cerpen Keysia dan Preman Tua terdiri dari
tokoh utama dan tokoh tambahan.
a. Tokoh Utama
Cara menentukan tokoh utama melalui (1) intensitas keterlibatan tokoh
dalam berbagai peristiwa yang membangun sebuah cerita. (2) tokoh yang
banyak berhubungan dengan tokoh lain yang ada di dalam cerita.
(1) Intensitas Keterlibatan Tokoh dalam Berbagai Peristiwa
24
C1
41
Tokoh yang mempunyai intensitas keterlibatan dalam berbagai peristiwa
terdapat dalam kutipan berikut.
Pada awal pernikahannya dengan Ibu, Bapak bekerja sebagai
buruh pabrik dan mereka bahagia dengan kehidupannya yang
dijalani dengan indah. Aku pun mendapat kasih sayang yang
penuh dari Bapak dan Ibu. Walau kami dulu tinggal di rumah
kontrakan yang terbilang sangat sempit tapi kami bahagia. Sampai
suatu saat pabrik garmen tempat Bapak dan Ibu bekerja gulung
tikar dikarenakan krisis ekonomi dan kenaikan harga BBM yang
memengaruhi kenaikan harga bahan baku dan penurunan
penjualan.25
“Bu, pabrik tempat kita bekerja tutup. Kita harus bagaimana, ya,
Bu?”
Aku ingat ucapan Bapak waktu itu, saat aku masih duduk di
bangku kelas 5 SD.26
Dari kutipan tersebut tokoh yang mengalami keterlibatan cerita adalah
Aku dan Bapak. Tampak bahwa tokoh Aku merupakan seorang anak
perempuan dari pasangan orang tua yang sangat perhatian dan penuh kasih
sayang terhadapnya. Keluarga Aku awalnya adalah keluarga kecil yang
sederhana namun penuh dengan kebahagiaan. Akan tetapi, pada suatu saat
datang cobaan yang harus dihadapi Aku dan keluarganya. Pabrik tempat
Bapak dan Ibu bekerja tutup, sehingga Aku dan keluarganya memasuki masa-
masa yang berat dan berbeda dengan masa sebelumnya.
Keterlibatan tokoh Aku dan Bapak dalam peristiwa lainnya dapat dilihat
dalam kutipan berikut.
Tetapi awan hitam masih menyelimuti keluarga kami. Ketika aku
pulang sekolah aku melihat banyak orang berlari-lari di dekat
rumah kontrakan kami sambil berteriak-teriak dan membawa
ember untuk memadamkan api. “Kebakaran... kebakaran ...,”
begitulah orang-orang berteriak. Dan begitu pilu melihat rumah
kontrakan kami habis dilalap si jago merah. Lalu aku pun panik
mencari Ibu dan Bapak.27
25
C1 26
C2 27
C2.
42
Dari kutipan di atas terlihat bahwa Aku setelah pulang sekolah
menghadapi peristiwa yang sangat memilukan hatinya. Rumahnya kebakaran
dan Aku mencari kedua orang tuanya.
Kutipan berikut menunjukkan bagaimana keterlibatan tokoh Bapak dalam
peristiwa lain di dalam cerita.
Musibah yang datang tetap kami jalani sekeluarga dengan sabar,
orang tuaku begitu ikhlas menjalani semuanya. Dan Bapak pernah
berkata kepada kami sekeluarga, “Hidup itu berat, tetapi tetap
harus dijalani seberat dan sesusah apa pun. Jangan mengeluh dan
merepotkan orang lain.” Itulah prinsip Bapak. Aku salut kepada
Bapak, walau dalam keadaan susah beliau tetap tegar sebagai
tulang punggung keluarga.28
Dari kutipan di atas, Bapak memberikan nasihat kepada seluruh anggota
keluarganya agar tidak menyerah dalam mengahadapi kehidupan sesulit apa
pun.
Kutipan berikut menunjukkan pula Keterlibatan Aku dalam peristiwa
cerita lainnya.
Kulihat Ibu sedang menangis sesenggukan di pojok mushola dan
Bapak masih berusaha menyelamatkan barang berharga yang
tertinggal di rumah kami, walau memang kami sebenarnya tidak
memiliki apa pun di rumah.29
Dari kutipan tersebut Aku menghampiri ibunya yang sedang menangis
meratapi betapa malang nasib keluarganya karena rumahnya kebakaran.
Berdasarkan kepada beberapa kutipan sebelumnya dapat ditentukan
bahwa Aku dan Bapak merupakan tokoh utama dalam cerita.
(2) Tokoh yang banyak berhubungan dengan tokoh lain
28
C2. 29
C2
43
Aku dan Bapak merupakan tokoh yang paling menonjol dibanding tokoh
lain, karena lebih banyak mendapat sorotan dalam cerita dan berhubungan
hampir dengan semua tokoh dalam cerita.
Tokoh yang banyak berhubungan dengan tokoh lain terdapat pada kutipan
berikut.
“Bang Roni, Ibu mana, Bapak ke mana?” tanyaku. Aku pun
menangis sekencang-kencangnya melihat kejadian itu. Seorang
yang kusapa Bang Roni, tetangga kami dalam rumah petak
kontrakan kami, mengantarkan aku ke Ibu.30
Dari kutipan di atas menunjukkan bahwa Aku berhubungan dengan tokoh
Bang Roni ketika Aku menanyakan kepada Bang Roni di mana ibu dan
bapaknya.
Hubungan tokoh Aku dan Bapak dengan tokoh lain juga dapat dilihat
dalam kutipan berikut ini.
“Ini rumah baru kita Ka, Bud,” terlihat Bapak dengan muka yang
dibuat seolah Bapak bahagia dengan sesuatu yang dibilangnya
rumah, walau hanya terdiri dari tumpukan-tumpukan kardus bekas
di bawah kolong jembatan.31
Dari kutipan cerita di atas menunjukkan bahwa, Bapak mengajak Aku,
ibu, dan Budi ke sebuah tempat di kolong jembatan dan setibanya di sana
Bapak memberitahu Aku dan Budi bahwa sekarang ditempat itulah mereka
akan tinggal.
Kutipan di atas menunjukkan bahwa, Bapak dan Aku berhubungan
dengan tokoh ibu dan Budi yang meruapakan adik dari Aku.
Kutipan berikut menunjukkan hubungan antara tokoh Aku dengan tokoh
lainnya.
“Nama kamu, Ika, ya,” begitulah awal perkenalanku dengan
seorang pemuda. Namanya Iwan Subrata, seorang pegawai bank
30
C2. 31
C2
44
swasta yang menaruh hati padaku. Pada awalnya aku hanya
menanggapi dingin karena aku takut berakhir dengan kekecewaan.
Tetapi Iwan berhasil meluluhkan hatiku yang membeku.32
Dari kutipan di atas Aku berkenalan dengan tokoh Iwan yang menaruh
hati terhadap tokoh Aku. Iwan mengajak berkenalan Ika (Aku), dimana pada
awalnya Aku hanya menanggapinya dengan dingin. Akan tetapi, lama-lama
hati Aku akhirnya luluh juga.
Keterlibatan tokoh Bapak dengan tokoh lainnya terlihat pula dalam
kutipan berikut ini.
“Cung, aku nggak nyangka kalo kalian tega membunuh lelaki itu.”
“Itu masalah pilihan Met, aku terdesak waktu itu, nggak ada
pilihan lain!” Bapak membela diri.
“Tapi tidak harus dengan membunuhnya, kan?”
“Aku tidak menyangka kalau sabetanku mengantarnya meregang
nyawa.”
“Bodoh, kamu! Hasil sabetanmu nyaris memutuskan lehernya,
mana mungkin nggak mati.”
“Oke, ike, aku mengaku salah. Saya kira kita tidak usah
memperpanjang masalah ini, oke.” Sahabat Bapak yang dipanggil
Memet diam.33
Dari kutipan percakapan di atas Bapak bercakap-cakap dengan temannya
mengenai peristiwa yang telah mereka alami sebelumnya. Bapak ditegur oleh
temannya karena terlalu berani dalam mengambil tindakan, di mana tindakan
pembunuhan itu seharusnya tidak dilakukan.
Berdasarkan kepada kutipan di atas, menunjukkan bahwa tokoh Bapak
berhubungan dengan tokoh lainnya dalam cerita, yaitu tokoh Memet.
Berdasarkan analisis (1) intensitas keterlibatan tokoh utama dalam
berbagai peristiwa yang membangun sebuah cerita. (2) tokoh yang banyak
berhubungan dengan tokoh lain yang ada di dalam cerita, dapat disimpulkan
32
C2 33
C2
45
bahwa tokoh utama dalam cerpen Keysia dan Preman Tua karya Arianto
adalah Aku (Ika) dan Bapak.
b. Tokoh Tambahan
Tokoh tambahan dalam cerpen Keysia dan Preman Tua adalah ibu, Budi,
Memet, Iwan dan Keysia. Kehadiran tokoh-tokoh tersebut dalam cerita sangat
diperlukan untuk menunjang tokoh utama, walaupun kehadirannya tidak
begitu penting.
i. Ibu
Pada cerpen Keysia dan Preman tua kehadiran tokoh ibu merupakan
penunjang bagi tokoh Aku dan Bapak sebagai tokoh utama. Tokoh ibu
dianggap sebagai tokoh tambahan karena kehadirannya dalam cerita tidak
sebanyak tokoh Aku dan Bapak. Berikut kutipannya.
“Gusti Allah, mengapa Kau tidak berhenti memberi kami cobaan,”
begitu ratap Ibu kala itu sambil menggendong adikku, Budi, dan dalam
kondisi hamil 6 bulan. Begitu kulihat guratan kepedihan yang dialami
Ibu.34
Dari kutipan di atas tokoh Ibu hadir mendukung tokoh Aku. Tokoh Ibu
merupakan orang tua yang sangat menyayangi keluarganya.
ii. Budi
Budi merupakan tokoh tambahan dalam cerita ini. Kehadiran tokoh Budi
sebagai adik dari tokoh Aku sangat sedikit sekali. Berikut adalah kutipannya.
…. Aku dan Budi, karena tetap ingin sekolah, memutuskan untuk
mengamen di jalan. Uangnya aku kasih ke Ibu.35
“Ini uang untuk Ika dan Budi sekolah lagi, Bu,” suatu hari Bapak
menyerahkan uang kepada Ibu, “Dan Ibu, tolong jangan memulung
lagi. Sebentar lagi Ibu sudah akan melahirkan.”36
34
C2 35
C2. 36
C2.
46
Dari kutipan di atas kehadiran tokoh Budi hanya sebagai pendukung bagi
tokoh utama.
iii. Memet
Memet merupakan tokoh tambahan yang mendukung tokoh Bapak dalam
cerita Keysia dan Preman Tua. Berikut adalah kutipannya.
“Cung, aku nggak nyangka kalo kalian tega membunuh lelaki itu.”
“Itu masalah pilihan Met, aku terdesak waktu itu, nggak ada pilihan
lain!” Bapak membela diri.37
Dari kutipan di atas Memet menegur Bapak karena terlalu berani
mengambil tindakan yang mengakibatkan terbunuhnya nyawa seseorang.
iv. Iwan
Iwan adalah tokoh tambahan dalam cerita ini yang kehadirannya memiliki
hubungan dengan tokoh Aku dan Bapak. Berikut adalah kutipannya.
“Nama kamu, Ika, ya,” begitulah awal perkenalanku dengan seorang
pemuda. Namanya Iwan Subrata, seorang pegawai bank swasta yang
menaruh hati padaku. Pada awalnya aku hanya menanggapi dingin
karena aku takut berakhir dengan kekecewaan. Tetapi Iwan berhasil
meluluhkan hatiku yang membeku.38
Dari kutipan di atas Iwan bertanya kepada tokoh Aku dengan maksud
untuk berkenalan. Kutipan tersebut menunjukkan bahwa, kehadiran tokoh
Iwan hanya sebagai pendukung tokoh utama.
Kutipan berikut menunjukkan kehadiran tokoh Iwan memiliki hubungan
dengan tokoh Bapak.
“Begini Pak, nama saya Iwan Subrata. Saya datang dengan maksud
ingin menikahi putri Bapak, Ika. Tapi sebelum orang tua saya datang,
saya memberanikan diri untuk menanyakan kesediaan Bapak untuk
memperbolehkan saya menikahi anak Bapak,” jelas Mas Iwan kepada
Bapak kala itu. Bapak awalnya sangat terkejut, tapi Bapak adalah
37
C2. 38
C2.
47
seorang yang bijaksana dan memperbolehkan putrinya untuk dinikahi
oleh Mas Iwan.39
Dari kutipan di atas Iwan meminta ijin kepada Bapak untuk dapat
menikahi putrinya Aku. Kerena Bapak adalah orang yang sangat bijaksana,
maka Bapak memberikan ijin kepada Iwan untuk menikahi putrinya Aku.
v. Keysia
Keysia adalah tokoh tambahan yang mendukung cerita. Kehadiran tokoh
Keysia dalam cerita ini adalah sebagai anak dari Aku dan cucu dari Bapak.
Berikut adalah kutipannya.
Aku pun kini telah mempunyai seorang putri kecil yang cantik dan
ceria bernama Keysia, seorang yang sifatnya mirip Bapak, keras
kepala. Bapak kini telah meninggalkan pekerjaannya sebagai preman.
Dia membuka usaha bengkel dengan modal dibantu oleh Budi. Tetapi
mungkin rasa sakit hati Bapak terhadap Tuhan masih membekas di
hatinya. Sampai saat ini Bapak tidak mau sholat.40
Dari kutipan di atas Aku telah dikaruniai seorang anak perempuan
bernama Keysia yang sifatnya hampir sama dengan Bapak.
Kutipan berikut menunjukkan pula kehadiran tokoh Keysia dalam cerita.
Tampak sebuah senyum dari wajah Bapak seakan dia setuju tentang
apa yang telah aku terangkan kepadanya. Setelah pembicaraan itu, aku
melihat Keysia masuk ke dalam kamar, “Eh, Kakek udah bangun. Sini
Keysia ajarin cara sholat.”
“Boleh, tapi ajarinnya pelan-pelan, ya.”41
Dari kutipan di atas Keysia masuk ke dalam kamar Bapak dan menemui
bapak yang baru bangun tidur. Kemudian Keysia menawarkan kepada Bapak
untuk mengajarkan sholat dan Bapak dengan senang hati menurutinya.
2) Penokohan
a) Aku
Penokohan Aku digambarkan dalam kutipan berikut ini.
39
C2 40
C2 41
C2
48
Aku sangat bersyukur karena aku bisa diterima sebagai karyawan di
kelurahan walaupun aku menjadi pegawai rendahan di kelurahan.
Dengan begitu, aku bisa sedikit mengangkat kehidupan keluargaku.
Alhamdulillah, aku bisa mengontrak rumah untuk kami sekeluarga
walau hanya sebuah rumah petak seperti rumah kontrakan kami yang
kebakaran dulu. Memang itu tekadku semenjak dulu, yaitu
mengangkat martabat keluarga, dan ibu sudah tidak aku perbolehkan
memulung lagi. Kini Ibu mulai membuka usaha menjual makan di
depan rumah kontrakan.42
………………………………….
Aku selalu mengikuti saran dari Ibu dan aku ingin berbakti kepada
kedua orang tua. Mereka sudah susah payah membesarkan aku dengan
liku hidup yang begitu sulit.43
Dari kutipan tersebut, tampak bahwa pengarang secara tidak langsung
mengungkapkan bahwa Aku adalah seorang yang tabah, patuh kepada kedua
orang tuanya, gigih, dan pandai bersyukur. Penokohannya secara dramatik.
b) Bapak
Penokohan Bapak digambarkan dalam kutipan berikut.
Musibah yang datang tetap kami jalani sekeluarga dengan sabar, orang
tuaku begitu ikhlas menjalani semuanya. Dan Bapak pernah berkata
kepada kami sekeluarga, “Hidup itu berat, tetapi tetap harus dijalani
seberat dan sesusah apa pun. Jangan mengeluh dan merepotkan orang
lain.” Itulah prinsip Bapak. Aku salut kepada Bapak, walau dalam
keadaan susah beliau tetap tegar sebagai tulang punggung keluarga.44
Dari kutipan di atas terlihat bahwa penulis menggambarkan tokoh Bapak
sebagai seseorang yang sangat tegar dan tidak ingin menyusahkan orang lain.
Penokohannya secara analitik.
c) Ibu
Penokohan ibu digambarkan dalam kutipan berikut.
42
C2 43
C2. 44
C2.
49
“Sabar Pak, kita coba usaha saja,” jawab Ibu dengan penuh kesabaran.
Ibu adalah seorang yang sabar dan penyayang terhadap aku dan
adikku.45
Dari kutipan di atas pengarang secara jelas menyebutkan tokoh ibu
sebagai seorang yang sangat sabar dan penuh kasih sayang terutama kepada
anak-anaknya. Penokohannya secara analitik.
d) Budi
Penokohan Budi digambarkan dalam kutipan berikut.
Aku dan Budi, karena tetap ingin sekolah, memutuskan untuk
mengamen di jalan. Uangnya aku kasih ke Ibu.46
Dari kutipan tersebut Budi digambarkan sebagai anak yang polos,
memiliki keinginan yang kuat untuk bersekolah, dan pendiam.
Penokohannya secara dramatik.
e) Memet
Penokohan Memet digambarkan dalam kutipan berikut.
“Cung, aku nggak nyangka kalo kalian tega membunuh lelaki itu.”
“Itu masalah pilihan Met, aku terdesak waktu itu, nggak ada pilihan
lain!” Bapak membela diri.47
Dari kutipan di atas menunjukkan bahwa tokoh memet adalah seseorang
yang tidak tega akan tetapi memiliki keberanian. Penokohannya secara
dramatik.
f) Iwan
Penokohan Iwan digambarkan dalam kutipan berikut ini.
“Bapak, biarlah yang dulu kekerasan hidup dan cobaan hidup berlalu.
Allah selalu menguji kita karena Allah sayang kita kan, Pak. Buktinya
kini Allah memberi sesuatu yang indah. Budi bisa kuliah seperti
mimpi Bapak dulu. Dan aku telah menikah dengan Mas Iwan, orang
45
C2. 46
C2 47
C2.
50
yang menyayangi aku dan keluarga kita, serta ada Keysia, cucu Bapak
yang sangat mencintai Bapak,” ujarku.48
Dari kutipan di atas Aku mengingatkan kepada Bapak untuk menyadari
bahwa cobaan merupakan ujian dari Allah sebagai bukti bahwa Allah
menyayangi hamba-Nya. Aku juga mengatakan tentang Iwan sebagai
seseorang yang sangat mencintai Aku, Bapak, dan seluruh keluarganya. Jadi
dapat dikatakan bahwa, tokoh Iwan digambarkan sebagai orang yang
memiliki perhatian dan penuh kasih sayang. Penokohannya secara analitik.
g) Keysia
Penokohan Keysia digambarkan dalam kutipan berikut.
Aku pun kini telah mempunyai seorang putri kecil yang cantik dan
ceria bernama Keysia, seorang yang sifatnya mirip Bapak, keras
kepala. ……49
Dari kutipan di atas pengarang cukup jelas menggambarkan tokoh Keysia
sebagai seorang yang ceria dan keras kepala. Penokohannya secara analitik.
2. Latar
1) Latar Tempat
Latar tempat pada cerpen ini dapat dilihat dari lokasi terjadinya peristiwa,
seperti pada kutipan di bawah ini.
Walau kami dulu tinggal di rumah kontrakan yang terbilang sangat sempit
tapi kami bahagia.50
Dari kutipan tersebut dapat terlihat latar tempat dalam cerita yaitu pada
sebuah rumah kontrakan.
Selain kutipan tersebut terdapat kutipan lain seperti berikut ini yang
menunjukkan latar tempat terjadinya peristiwa dalam cerita.
48
C2. 49
C2. 50
C2
51
Kulihat Ibu sedang menangis sesenggukan di pojok mushola dan Bapak
masih berusaha menyelamatkan barang berharga yang tertinggal di rumah
kami, walau memang kami sebenarnya tidak memiliki apa pun di rumah.51
Dari kutipan di atas latar tempat peristiwa terjadi adalah di dalam sebuah
mushola yang berada disekitar rumah kontrakannya yang terbakar. Aku
menghampiri ibunya yang sedang menangis di dalam mushola karena meratapi
nasib keluarganya yang terkena musibah kebakaran.
Kutipan berikut ini menunjukkan latar tempat lain terjadinya peristiwa.
Karena tidak memiliki uang dan apa pun, akhirnya kami dengan suatu
pilihan berat, diajak oleh Pak Nainggolan, teman Bapak sewaktu
berjualan di emperan, tinggal di bawah kolong jembatan.52
Dari kutipan di atas latar tempat terjadinya peristiwa adalah dari emperan toko
hingga ke kolong jembatan yang dijadikan sebagai tempat tinggal Aku dan
keluarganya setelah rumah kontrakannya terbakar.
2) Latar Waktu
Latar waktu pada cerpen ini dapat dilihat kapan terjadinya peristiwa seperti
pada kutipan di bawah ini.
“Bapak, kayaknya Ibu sudah mau melahirkan deh satu bulan lagi,” ucap
Ibu waktu tengah malam. Saat aku pura-pura tidur dan mendengarkan
percakapan Bapak dan Ibu.53
Dari kutipan tersebut tampak bahwa ada latar waktu yakni pada tengah
malam. Saat itu Aku mendengarkan percakapan antara Ibu dan Bapaknya
mengenai kondisi ibu yang akan segera melahirkan putranya yang ke tiga.
Selain kutipan tersebut juga terdapat latar waktu pada cerpen seperti pada
kutipan di bawah ini.
Sore itu sepulang mengamen dengan Budi, kulihat Bapak duduk diam di
pojok rumah.
“Sore, Pak, kok tidak narik, Pak?” tanyaku polos kepada Bapak.54
51
C2 52
C2. 53
C2.
52
Dari kutipan tersebut tampak bahwa ada latar waktu yakni pada waktu sore
hari. Saat Aku dan Budi pulang mengamen dan Bapak sedang duduk di pojok
rumah.
Latar waktu dalam cerita juga terdapat dalam kutipan berikut.
Mas Iwan menemui Bapak pada hari Minggu sore.
“Begini Pak, nama saya Iwan Subrata. Saya datang dengan maksud ingin
menikahi putri Bapak, Ika. Tapi sebelum orang tua saya datang, saya
memberanikan diri untuk menanyakan kesediaan Bapak untuk
memperbolehkan saya menikahi anak Bapak,” jelas Mas Iwan kepada
Bapak kala itu. Bapak awalnya sangat terkejut, tapi Bapak adalah seorang
yang bijaksana dan memperbolehkan putrinya untuk dinikahi oleh Mas
Iwan.55
Dari kutipan di atas latar waktu adalah pada hari Minggu sore, di mana Iwan
menemui Bapak untuk meminta ijin menikahi Aku sebelum secara resmi Iwan
melamar Aku dengan membawa serta keluarganya.
3) Latar sosial
Latar sosial pada cerpen ini dapat dilihat dari pendidikan masyarakat. Seperti
kutipan di bawah ini.
“Bu, pabrik tempat kita bekerja tutup. Kita harus bagaimana, ya, Bu?”
Aku ingat ucapan Bapak waktu itu, saat aku masih duduk di bangku kelas
5 SD.56
Kutipan di atas menunjukkan bahwa, status sosial aku hanya mengenyam
pendidikan hingga sekolah dasar.
3. Alur (Plot)
Pada Cerpen Keysia dan Preman Tua, alur yang digunakan adalah alur maju.
Seluruh peristiwa-peristiwa dalam cerita secara berturut-turut yang dialami oleh
tokoh Ika dan keluarganya. Dalam cerpen tersebut Ika merupakan tokoh utama dan
penceritaan dilihat dari sudut pandang tokoh Ika.
54
C2. 55
C2, 56
C2
53
Pada bagian awal cerita ini menggambarkan kondisi keluarga tokoh Ika yang
hidup bahagia dalam kesederhanaannya. Kemudian konflik dalam cerita ini muncul
ketika orang tua Ika tidak lagi bekerja dan rumah yang ditinggalinya mengalami
musibah kebakaran. Konflik meningkat ketika tokoh bapak (orang tua Ika) menjadi
seorang preman. Konflik kemudian mereda setelah tokoh Ika mendapatkan pekerjaan
sebagai pegawai kelurahan. Penyelesaian cerita oleh pengarang digambarkan dalam
cerita ketika tokoh Ika menikah dengan tokoh Iwan dan memiliki seorang putri
bernama Keysia. Tokoh bapak kemudian bertobat setelah tokoh Ika menikah dan
karena adanya peran dari tokoh Keysia.
4. Sudut Pandang
Sudut pandang pada cerpen Keysia dan Preman Tua menggunakan sudut
pandang persona pertama “Aku”. Persona pertama “Aku” dalam cerita tersebut
adalah Ika seorang anak perempuan yang sangat sabar dalam menjalani dan
menghadapi cobaan hidup yang dialami keluarganya dan patuh kepada kedua orang
tuanya.
Aku ingat ucapan Bapak waktu itu, saat aku masih duduk di bangku kelas
5 SD. 57
Penggunaan sudut pandang dengan persona pertama “Aku” ini pada dasarnya
menggambarkan bahwa pengarang ingin menampilkan berbagai peristiwa dalam
ceritanya berdasarkan pengalaman dan pandangan tokoh yang menjadi narator.
Tokoh “aku” dibiarkan menceritakan ceritanya berdasarkan sudut pandangnya
sendiri. Pada bagian awal, Ika menceritakan bagaimana kehidupan keluarganya mulai
dari kehidupan keluarganya yang sederhana dan bahagia, saat Ika masih duduk di
bangku sekolah dasar, sampai bertemu dengan Iwan dan menikah.
57
C2.
54
5. Tema
Tema yang terdapat dalam cerita Keysia dan Preman Tua adalah tentang
perjalanan hidup sebuah keluarga yang mengalami penderitaan. Hal ini
dilatarbelakangi oleh permasalahan yang muncul dalam beberapa bagian cerita yang
mendominasi kemunculan konflik dalam keluarga yang diakibatkan adanya musibah
dan cobaan yang dialami. Tema itu dituangkan dalam beberapa bagian cerita.
Ika dan keluarganya mengalami penderitaan hidup dilatarbelakangi oleh
diberhentikannya kedua orang tuanya dari pekerjaan sebagai buruh pabrik dan
musibah kebakaran rumahnya. Setelah itu, Ika dan keluarganya harus merasakan
hidup di kolong jembatan dan bapaknya terpaksa menjadi seorang preman. Dalam
perjalanannya Ika bertemu dengan Iwan yang kemudian melamarnya. Dari
pernikahannya Iwan, Ika dikaruniai seorang putri bernama Keysia. Tokoh Bapak
kemudian bertobat setelah Keysia mengajak Bapak untuk sholat.
Jadi dapat disimpulkan bahwa, mengapa cerpen tersebut berjudul Keysia dan
Preman Tua dikarenakan permasalahan dalam cerita tersebut adalah mengisahkan
tentang suatu keluarga yang mengalami penderitaan dan berakhir dengan
kebahagiaan. Dalam penderitaan yang dialaminya, tokoh Bapak menjadi preman
karena tidak ada lagi pekerjaan yang bisa dilakukannya. Setelah kehadiran Keysia
dan keadaan keluarganya terlihat bahagia, Bapak bertobat dan kembali melaksanakan
sholat.
D. Analisis Nilai Moral pada Cerpen Keysia dan Preman Tua(C2)
Cerpen yang berjudul Keysia dan Preman Tua menceritakan tentang
kehidupan sebuah keluarga yang melewati masa-masa yang sulit. Banyak peristiwa
yang telah dialami oleh keluarga Aku, akan tetapi karena ketabahan dan kepasrahan
semua anggota keluarganya dalam menerima cobaan, akhirnya Aku dan keluarganya
memperoleh kembali kebahagiaan seperti dahulu bahkan kebahagiaannya bertambah
dengan adanya kehadiran Iwan, Keysia, dan adiknya Andi.
55
Untuk menilai tindakan manusia, moral adalah tolak ukur yang tepat. Dalam
cerpen ini terdapat beberapa wujud nilai moral yang dapat dijadikan tolak ukur benar
salahnya tindakan manusia antara lain sebagai berikut.
a. Sikap baik
Cerpen Keysia dan Preman Tua menceritakan tentang kisah seorang anak
perempuan dan keluarganya dalam melewati masa-masa sulit. Pada awalnya
kehidupan Aku dan keluarganya sangat bahagia sampai tiba di mana kedua orang
tuanya kehilangan pekerjaan dan rumahnya kebakaran yang menjadi titik awal
dimulainya masa-masa sulit dalam kehidupan keluarga Aku.
Aku dan keluarganya tetap tabah dan berusaha untuk menerima keadaan
tersebut sampai pada suatu saat Aku bertemu dengan Iwan yang akhirnya menjadi
suami dari Aku. Sejak saat menikah dengan Iwan, kehidupan Aku dan
keluarganya kembali memperoleh kebahagiaan yang dulu pernah dirasakannya.
Akan tetapi, kebahagiaan yang saat ini dirasakan Aku dan keluarganya bertambah
karena kehadiran Keysia sebagai anak dari Aku dan cucu Bapak.
Salah satu wujud nilai moral adalah sikap baik, seperti pada kutipan
berikut ini.
Tampak sebuah senyum dari wajah Bapak seakan dia setuju tentang apa
yang telah aku terangkan kepadanya. Setelah pembicaraan itu, aku melihat
Keysia masuk ke dalam kamar, “Eh, Kakek udah bangun. Sini Keysia
ajarin cara sholat.”
“Boleh, tapi ajarinnya pelan-pelan, ya.”58
Dari kutipan tersebut tampak nilai moral sikap baik yang ditunjukkan oleh
Bapak terhadap Keysia. Tidak ada rasa malu dan amarah ketika Bapak ditawarkan
untuk diajarkan cara sholat oleh Keysia. Sebaliknya Bapak membalas ajakan
Keysia dengan senyuman dan menyetujuinya.
Sikap baik yang ditunjukkan oleh Bapak menunjukkan bahwa, sebagai
orang tua yang baik harus mengikuti nasihat yang berisi kebenaran, walaupun
nasihat tersebut berasal dari anak kecil yang masih polos seperti Keysia.
58
C2
56
b. Kepatuhan
Kepatuhan merupakan salah satu nilai moral untuk tunduk dan mengikuti
ajaran atau nasihat dari orang tua atau pimpinan dalam melakukan sesuatu yang
baik dan benar.
Berikut adalah kutipan yang memuat nilai moral kepatuhan dalam cerita.
Aku selalu mengikuti saran dari Ibu dan aku ingin berbakti kepada kedua
orang tua. Mereka sudah susah payah membesarkan aku dengan liku
hidup yang begitu sulit.59
Kutipan tersebut menunjukkan bagaimana Aku mematuhi saran dari kedua
orang tuanya untuk selalu tabah dan tegar dalam menghadapi cobaan hidup yang
sulit. Selain itu, Aku adalah seorang yang berbakti terhadap kedua orang tuanya.
c. Kemandirian
Kemandirian bukan hanya berarti kita ikut-ikutan saja dengan berbagai
pandangan moral dalam lingkungan kita, melainkan selalu membentuk penelitian
dalam dirinya sendiri delam segala tindakan. Kemandirian adalah kekuatan batin
untuk mengetahui sikap moral sendiri dan bertindak sesuai dengannya. Seperti
dalam kutipan berikut ini.
Aku sangat bersyukur karena aku bisa diterima sebagai karyawan di
kelurahan walaupun aku menjadi pegawai rendahan di kelurahan. Dengan
begitu, aku bisa sedikit mengangkat kehidupan keluargaku.
Alhamdulillah, aku bisa mengontrak rumah untuk kami sekeluarga walau
hanya sebuah rumah petak seperti rumah kontrakan kami yang kebakaran
dulu. Memang itu tekadku semenjak dulu, yaitu mengangkat martabat
keluarga, dan ibu sudah tidak aku perbolehkan memulung lagi. Kini Ibu
mulai membuka usaha menjual makan di depan rumah kontrakan.60
Dari kutipan tersebut tampak bahwa Aku mampu untuk bertahan hidup
dan merubah kondisi kehidupan keluarganya setelah kedua orang tuanya tidak
lagi memiliki pekerjaan dan bertempat tinggal di kolong jembatan. Aku bekerja
sebagai karyawan kelurahan. Walaupun hanya sebagai pegawai rendahan di
59
C2 60
C2.
57
kelurahan, tetapi Aku dapat merubah kehidupan keluarganya yaitu dengan
mengontrak rumah dan memberi modal untuk ibunya berdagang.
Jadi, wujud nilai moral dalam cerpen ini adalah sikap baik, kepatuhan, dan
kemandirian. Sikap baik tampak dari perilaku tokoh Bapak yang bersedia untuk
mengikuti nasihat tokoh Keysia untuk diajarkan sholat walaupun Keysia masih
anak-anak. Sedangkan kepatuhan merupakan sikap untuk tunduk dan mengikuti
ajaran atau nasihat dari orang tua atau pimpinan dalam melakukan sesuatu yang
baik dan benar dalam cerita ini. Dan kemandirian yang diajarkan dalam cerpen ini
merupakan kesiapan mental dan fisik untuk menerima hal yang buruk sekalipun
dan tak pernah untuk mengandalkan orang lain.
E. Analisis Unsur Instrinsik Cerpen Wajah di Balik Jendela (C3)
1. Tokoh dan Penokohan
1) Tokoh
Tokoh yang terdapat dalam cerpen Wajah di Balik Jendela terdiri dari
tokoh utama dan tokoh tambahan.
a) Tokoh Utama
Cara menentukan tokoh utama melalui (1) intensitas keterlibatan tokoh
dalam berbagai peristiwa yang membangun sebuah cerita. (2) tokoh yang
banyak berhubungan dengan tokoh lain yang ada di dalam cerita.
(1) Intensitas Keterlibatan Tokoh dalam Berbagai Peristiwa
Tokoh yang mempunyai intensitas keterlibatan dalam berbagai peristiwa
terdapat dalam kutipan berikut.
Odi tengah menyelesaikan tugas menggambarnya ketika merasa ada
yang tak beres di kamarnya. Ia segera meletakkan pensil gambarnya
dan mengamati keadaan kamar. Semua seperti biasanya. Tetapi, ketika
Odi melihat ke jendela kamar, ia baru sadar, kaca nako belum tertutup
sempurna. Angin yang bertiup masuk itulah yang membuat
perasaannya tak tenteram.61
61
C3.
58
Dari kutipan di atas menunjukkan bahwa, Odi yang sedang mengerjakan
tugas sekolah dikamarnya merasakan sesuatu yang membuat perasaannya
tidak tentram. Tokoh yang terlibat dalam peristiwa pada cerita ini berdasarkan
kutipan di atas adalah Odi.
Selain itu, kutipan yang menunjukkan intensitas keterlibatan tokoh utama
dalam suatu peristiwa diperlihatkan dalam kutipan berikut.
Odi berpekik kaget. Secara spontan, ia langsung menghamburkan
langkahnya keluar kamar menuju kamar Bang Agus di sebelah
kamarnya.62
Kutipan di atas tersebut memperlihatkan Odi yang sangat ketakutan dan
berlari menuju kamar kakaknya yang berada tidak jauh dari kamar Odi.
Jadi dari kutipan-kutipan di atas disimpulkan bahwa tokoh Odi dalam
cepen Wajah di Balik Jendela adalah tokoh utama karena intensitas
keterlibatan tokoh utama dalam berbagai peristiwa dan membutuhkan waktu
penceritaan paling lama.
(2) Tokoh yang banyak berhubungan dengan tokoh lain
Tokoh yang banyak berhubungan dengan tokoh lain terdapat pada kutipan
berikut.
“Ada apa dengan kamu, Di?” tanya Bang Agus ketika melihat Odi
yang tiba-tiba masuk ke kamarnya dengan wajah pucat pasi.
“Ada hantu ... ah, atau mungkin ...” Odi gugup.63
Dari kutipan tersebut tampak bahwa Odi sangat merasakan ketakutan pada
saat menghampiri Bang Agus kakaknya. Bang Agus kemudian bertanya
kepada Odi mengapa Odi sampai terlihat begitu ketakutan. Dengan rasa panik
dan penuh ketakutan Odi menjawab pertanyaan kakanya dengan terbata-bata.
Hubungan tokoh Aku dengan tokoh lain terlihat pada kutipan berikut.
62
C3. 63
C3.
59
Ketika kantuk mulai menyerang, Odi langsung merebahkan diri di
tempat tidurnya. Matanya tak mau sedikit pun melirik ke jendela
kamar. Ia ingin segera menceritakan semuanya kepada Ibek, temannya
yang senang memecahkan kejadian-kejadian aneh.
Esok harinya, ketika bertemu Ibek di sekolah, Odi langsung
menceritakan tentang wajah di balik jendela semalam.64
Dari kutipan di atas tersebut menggambarkan Odi yang sudah merasakan
kantuk merebahkan tubunya di tempat tidur. Sebelum tidur Odi berencana
untuk menceritakan kejadian yang dialaminya malam ini kepada temannya
yang bernama Ibek besok di sekolah. Kemudian keesokan harinya di sekolah,
Odi menceritakan kejadian mengenai adanya wajah di balik jendela kepada
Ibek.
Berdasarkan analisis (1) intensitas keterlibatan tokoh utama dalam
berbagai peristiwa yang membangun sebuah cerita. (2) tokoh yang banyak
berhubungan dengan tokoh lain yang ada di dalam cerita, dapat disimpulkan
bahwa tokoh utama dalam cerpen Wajah di Balik Jendela karya Benny
Ramdani adalah Odi.
b) Tokoh Tambahan
Tokoh tambahan dalam cerpen Wajah di Balik Jendela ada tiga tokoh
yaitu Bang Agus, Ibek, dan Harun. Kedudukan mereka kurang begitu penting,
namun kehadirannya diperlukan untuk menunjang tokoh utama.
(1) Tokoh Bang Agus
Bang Agus adalah kakak dari Odi. Tokoh Bang Agus merupakan tokoh
tambahan dalam cerita karena kehadirannya tidak terlalu banyak
dibandingkan dengan tokoh Odi. Berikut Kutipannya.
Bang Agus mendengus, “Buktinya di luar tidak ada apa-apa. Sudahlah,
kamu pasti lagi ngelamun yang tidak-tidak barusan,” ujar Bang Agus.
Odi ingin protes. Tetapi, dipikir-pikir percuma saja. Bang Agus pasti
akan tetap mengiranya mengada-ada.
64
C3.
60
“Tirai jendelanya ditutup saja. Terus, pintu kamarnya dibuka. Nanti,
kalau kamu lihat yang aneh-aneh lagi, teriak saja,” kata Bang Agus
sambil meninggalkan Odi sendirian.65
Dari kutipan di atas tokoh Bang Agus melihat keluar jendela kamar Odi
untuk memastikan bahwa di luar jendela tidak ada apa-apa. Kemudian Bang
Agus menyarankan kepada Odi untuk menutup tirai jendela kamarnya dan
meminta Odi untuk memanggilnya apabila Odi melihat sesuatu yang aneh lagi
dari luar jendela.
Kutipan lain yang menunjukkan tokoh Bang Agus sebagai tokoh
tambahan dapat diketahui sesuai kutipan berikut.
“Beberapa hari yang lalu, aku membeli patung kayu yang dijual Husen
di pasar untuk kado ulang tahun Odi. Rupanya Husen ingin meminjam
sebentar patung kayu itu, tetapi sulit menemui aku. Makanya, dua
malam ini, ia terus melihat kamarmu untuk memastikan patung kayu
itu masih ada. Sekarang, coba kamu ambilkan patung itu,” pinta Bang
Agus.66
Kutipan di atas memperlihatkan bagaimana Bang Agus menjelaskan
bahwa hadiah patung kayu yang diberikan kepada Odi sebagai hadiah ulang
tahun ternyata dibeli dari Husen. Bang Agus melanjutkan penjelasannya
kepada Odi bahwa, Husen ingin meminjam patung kayu tersebut, maka untuk
alasan itulah Husen melihat kamar Odi dari Jendela.
(2) Tokoh Ibek
Ibek adalah tokoh tambahan dalam cerita Wajah di Balik Jendela, karena
kehadirannya dalam setiap peristiwa yang terdapat dalam cerita tidak
sebanyak tokoh utama. Kutipannya sebagai berikut.
Malamnya, Ibek sengaja belajar bersama di rumah Odi. Sesekali,
mereka memandang ke jendela. Tetapi, yang mereka harapkan tidak
muncul juga.
65
C3. 66
C3
61
“Rupanya, hantu itu takut terhadapku,” bisik Ibek. Tak berapa lama
kemudian, ia pamit pulang meninggalkan rumah Odi.67
Dari kutipan di atas Ibek bermaksud untuk membantu Odi mengungkap
siapa sebenarnya wajah yang berada di balik jendela dengan cara belajar
bersama Odi pada malam hari. Pada saat belajar pandangan mereka berdua
selalu memperhatikan ke jendela kamar Odi, akan tetapi pada saat itu wajah
tersebut tidak muncul.
Kutipan lain yang memperlihatkan keterlibatan tokoh Ibek di dalam cerita
adalah sebagai berikut.
Ibek melepaskan cekalanya. Husen langsung berlari menghampiri
Bang Agus. Ibek dan Odi sama-sama ternganga ketika melihat Husen
sibuk menggerak-gerakkan tangannya dan anggota tubuh lainnya di
depan Bang Agus. Anak itu rupanya tak dapat bicara.68
Dari kutipan di atas terlihat bahwa, Ibek sedang mencekal Husen yang
ternyata orang yang wajahnya selama ini muncul di balik jendela kamar Odi.
Dikarenakan Bang Agus mengenali Husen, maka Ibek segera melepaskan
Husen. Ketika Ibek melepaskan cekalannya, Husen segera berlari
menghampiri Bang Agus. Odi dan Ibek merasa sangat kaget ketika Husen
berbicara menggunakan bahasa isyarat dengan Bang Agus, ternyata Husen
adalah seorang anak yang tuna wicara.
(3) Tokoh Husen
Tokoh Husen sebagai tokoh tambahan dalam cerita, akan tetapi
kehadirannya sangat diperlukan untuk mendukung alur cerita dan tokoh
utama. Berikut adalah kutipannya.
Odi berlari ke kamar dan kembali dengan patung kayu berbentuk kuda
di tangannya. Begitu Husen diserahi patung itu, ia buru-buru merogoh
bagian dasar patung. Ada rongga kecil di sana. Dan, dari dalamnya ia
mengambil sebentuk cincin.69
67
C3 68
C3 69
C3
62
Dari kutipan di atas menggambarkan bahwa, Odi segera bergegas
mengambil patung kayu dari kamarnya dan menyerahkannya kepada Husen.
Ketika patung kayu berbentuk kuda tersebut diserahkan, Husen merogoh
rongga kecil bagian dasar patung, yang ternyata di dalamnya terdapat sebuah
cincin.
2) Penokohan
Penokohan merupakan unsur cerita yang harus ada. Sebab melalui
penokohan pembaca mengetahui dan mengenal watak para tokoh dengan cara
mengetahui gambaran ciri-ciri lahir dan sifat serta sikap hatinya yang
dimunculkan oleh pengarang. Dalam cerpen Wajah di Balik Jendela
pengarang melukiskan secara dramatik dan analitik. Penokohan dalam cerpen
Wajah di Balik Jendela adalah sebagai berikut.
a) Odi
Tokoh Odi digambarkan oleh pengarang seperti pada kutipan berikut.
Odi berpekik kaget. Secara spontan, ia langsung menghamburkan
langkahnya keluar kamar menuju kamar bang Agus di sebelah
kamarnya.
“Ada apa dengan kamu, Di?” tanya bang Agus ketika melihat Odi
yang tiba-tiba masuk ke kamarnya dengan wajah pucat pasi.
“Ada hantu ... ah, atau mungkin ...” Odi gugup.70
“Di mana?”
“Di balik jendela kamar. Aku baru saja melihatnya,” jawab Odi.71
Dari kutipan di atas tampak secara tidak langsung pengarang
menggambarkan tokoh Odi sebagai seorang yang penakut. Penokohan
dilakukan secara dramatik.
b) Bang Agus
Tokoh Bang Agus digambarkan pengarang dalam kutipan berikut.
70
C). 71
C3
63
Bang Agus langsung menuju kamar Odi, diikuti Odi di belakang. Ia
segera menuju jendela dan mengamati keadaan di luar. Sepi dan tidak
ada benda apa pun yang aneh.
“Sebenarnya, apa yang kamu lihat tadi, Di?” tanya Bang Agus sekali
lagi.72
Dari kutipan di atas pengarang secara tidak langsung menggambarkan
tokoh Bang Agus sebagai seseorang yang memiliki sikap dewasa, pemberani,
dan bijaksana. Penokohan dilakukan secara dramatik.
c) Ibek
Tokoh Ibek digambarkan oleh pengarang dalam kutipan berikut.
Ketika kantuk mulai menyerang, Odi langsung merebahkan diri di
tempat tidurnya. Matanya tak mau sedikit pun melirik ke jendela
kamar. Ia ingin segera menceritakan semuanya kepada Ibek, temannya
yang senang memecahkan kejadian-kejadian aneh.73
“Rupanya, hantu itu takut terhadapku,” bisik Ibek. Tak berapa lama
kemudian, ia pamit pulang meninggalkan rumah Odi.74
Ia lari keluar kamar menuju kamar Bang Agus. Buru-buru, diseretnya
Bang Agus keluar rumah. Di halaman rumah, tepat di depan kamar
Odi, terlihat Ibek tengah bergumul seru mencekal seorang anak
sebayanya yang terus meronta.75
Dari kutipan di atas pengarang menggambarkan tokoh Ibek sebagai
seorang anak yang memiliki kemampuan untuk memecahkan misteri dan
pemberani. Penokohan dilakukan pengarang secara dramatik.
2. Latar
1) Latar Tempat
Latar tempat pada cerpen ini dapat dilihat dari lokasi terjadinya peristiwa
seperti pada kutipan berikut ini.
Odi tengah menyelesaikan tugas menggambarnya ketika merasa ada yang
tak beres di kamarnya. Ia segera meletakkan pensil gambarnya dan
mengamati keadaan kamar. Semua seperti biasanya. Tetapi, ketika Odi
72
C3 73
C3. 74
C3. 75
C3
64
melihat ke jendela kamar, ia baru sadar, kaca nako belum tertutup
sempurna. Angin yang bertiup masuk itulah yang membuat perasaannya
tak tenteram.76
Dari kutipan di atas tampak jelas bahwa, latar tempat terjadinya peristiwa
dalam cerita adalah di kamar tidur Odi. Kutipan lain yang menunjukkan latar
tempat terjadinya peristiwa dalam cerita adalah sebagai berikut.
Esok harinya, ketika bertemu Ibek di sekolah, Odi langsung menceritakan
tentang wajah di balik jendela semalam.
Saat istirahat tiba, Ibek mulai beraksi menanyakan teman-teman sekelas
seputar kado yang diberikan mereka pada ulang tahun Odi. Tetapi,
jawabannya tidak memberikan hal yang berarti bagi Ibek.77
Pada kutipan tersebut tampak latar tempat yang digunakan tempat
terjadinya peristiwa dalam cerita, yaitu di sekolah. Selain itu terdapat latar
tempat lain dalam cerita seperti pada kutipan berikut ini.
Ia lari keluar kamar menuju kamar Bang Agus. Buru-buru, diseretnya
Bang Agus keluar rumah. Di halaman rumah, tepat di depan kamar Odi,
terlihat Ibek tengah bergumul seru mencekal seorang anak sebayanya yang
terus meronta.78
Dari kutipan di atas memperlihatkan bahwa, latar tempat terjadinya
peristiwa adalah di kamar bang agus kemudian menuju ke luar rumah tepatnya
di halaman rumah.
2) Latar Waktu
Latar waktu pada cerpen ini dapat dilihat dari kapan terjadinya peristiwa
dalam cerita yaitu pada waktu pagi hari seperti kutipan di bawah ini.
Esok harinya, ketika bertemu Ibek di sekolah, Odi langsung menceritakan
tentang wajah di balik jendela semalam.
Saat istirahat tiba, Ibek mulai beraksi menanyakan teman-teman sekelas
seputar kado yang diberikan mereka pada ulang tahun Odi. Tetapi,
jawabannya tidak memberikan hal yang berarti bagi Ibek.79
76
C3 77
C3 78
C3 79
C3
65
Dari kutipan tersebut tampak adanya latar waktu yang digunakan untuk
menceritakan peristiwa dalam cerita, yaitu pada keesokan hari ketika Odi
menceritakan kejadian semalam yang dialaminya kepada Ibek dan pada waktu
jam istirahat ketika Ibek menanyakan kepada teman-teman sekelasnya seputar
kado hadiah ulang tahun yang diberikan kepada Odi.
Kutipan lain yang menunjukkan adanya latar waktu dalam cerita adalah
sebagai berikut.
Malamnya, Ibek sengaja belajar bersama di rumah Odi. Sesekali, mereka
memandang ke jendela. Tetapi, yang mereka harapkan tidak muncul juga.
“Rupanya, hantu itu takut terhadapku,” bisik Ibek. Tak berapa lama
kemudian, ia pamit pulang meninggalkan rumah Odi.80
Dari kutipan di atas tampak jelas bahwa, latar waktu yang terdapat pada
peristiwa dalam cerita adalah di malam hari ketika Odi dan Ibek belajar
bersama.
3) Latar Sosial
Latar sosial pada cerpen ini dapat dilihat dari status sosial tokoh-tokoh
dalam cerita dan latar belakang keluarga tokoh seperti kutipan di bawah ini.
Setelah tugas sekolahnya selesai, seperti biasa, Odi merapikan kamarnya
dahulu. Beberapa mainan yang tergeletak di lantai, dikembalikan ke
tempatnya. dua hari yang lalu, Odi baru saja merayakan pesta ulang
tahunnya. Banyak hadiah mainan, buku, dan benda pajangan diterimanya,
yang kini memenuhi kamarnya.81
Dari kutipan tersebut tampak bahwa latar belakang Odi adalah seorang
anak sekolah dan sudah tidak memiliki ayah dan ibu, karena Odi tinggal
bersama kakaknya, yaitu Bang Agus. Akan tetapi, kondisi sosial Odi
tergolong mampu. Hal tersebut terlihat dari kejadian di mana Odi merayakan
pesta ulang tahun.
80
C3. 81
C3
66
3. Alur (Plot)
Cerpen Wajah di Balik Jendela menggunakan alur maju. Rangkaian peristiwa
yang terjadi dalam cerita digambarkan secara berturut-turut. Pada awal cerita
menggambarkan kegiatan tokoh Odi yang sedang mengerjakan tugas sekolah di
kamarnya. Konflik dalam cerita muncul ketika tokoh Odi merasakan ada sesuatu
yang muncul dibalik jendela kamarnya.
Konflik kemudian memuncak pada saat tokoh Odi berterika dan Ibek teman
Odi mendapatkan seseorang yang selama ini sering muncul di balik kamar jendela
Odi.
“Wajah itu lagi!” Odi langsung berteriak.
Ia lari keluar kamar menuju kamar Bang Agus. Buru-buru, diseretnya
Bang Agus keluar rumah. Di halaman rumah, tepat di depan kamar
Odi, terlihat Ibek tengah bergumul seru mencekal seorang anak
sebayanya yang terus meronta. 82
Konflik kemudian mereda pada saat tokoh Bang Agus yang merupakan kakak
dari Odi meminta Ibek untuk menghentikan pergumulan.
“Hentikan! Dia itu Husen. Aku mengenalnya,” seru Bang Agus
kemudian.
Ibek melepaskan cekalanya. Husen langsung berlari menghampiri
Bang Agus. Ibek dan Odi sama-sama ternganga ketika melihat Husen
sibuk menggerak-gerakkan tangannya dan anggota tubuh lainnya di
depan Bang Agus. Anak itu rupanya tak dapat bicara.83
Penyelesaian dari cerita Wajah di Balik Jendela terjadi ketika tokoh Bang
Agus menjelaskan kenapa tokoh Husen muncul di balik jendela kamar tokoh Odi. Hal
tersebut dipertegas dengan adanya jabat tangan sebagai tanda permohonan maaf dari
tokoh Odi dan tokoh Ibek kepada Husen.
4. Sudut Pandang
Cerpen Wajah dibalik Jendela menggunakan sudut pandang persona ketiga
“Dia” atau “Dia-an”. pada sudut persona “Dia” pengarang dalam pengisahan cerita
82
C3. 83
C3.
67
berada di luar cerita, pengarang biasanya hanya menyebutkan nama atau
menggunakan kata ganti ia, dia dan mereka, sebgaimana terlihat pada kutipan berikut:
Odi tengah menyelesaikan tugas menggambarnya ketika merasa ada
yang tak beres di kamarnya. Ia segera meletakkan pensil gambarnya
dan mengamati keadaan kamar. Semua seperti biasanya. Tetapi, ketika
Odi melihat ke jendela kamar, ia baru sadar, kaca nako belum tertutup
sempurna. Angin yang bertiup masuk itulah yang membuat
perasaannya tak tenteram.84
Penggunaan sudut pandang dengan persona ketiga pada dasarnya
menggambarkan bahwa pengarang ingin menampilkan berbagai peristiwa dalam
ceritanya berdasarkan pengalaman dan pandangan pengarang itu sendiri. Pengarang
menceritakan ceritanya berdasarkan sudut pandangnya sendiri.
5. Tema
Tema pada cerpen Wajah Dibalik Jendela adalah mengenai seorang anak tuna
wicara yang selalu muncul dibalik jendela kamar Odi. Munculnya tokoh Husen
dibalik jendela kamar Odi dikarenakan Husen akan mengambil sesuatu yang terdapat
pada mainan Odi yang dibelikan kakanya dari Husen.
“Beberapa hari yang lalu, aku membeli patung kayu yang dijual Husen
di pasar untuk kado ulang tahun Odi. Rupanya Husen ingin meminjam
sebentar patung kayu itu, tetapi sulit menemui aku. Makanya, dua
malam ini, ia terus melihat kamarmu untuk memastikan patung kayu
itu masih ada. Sekarang, coba kamu ambilkan patung itu,” pinta Bang
Agus.
Odi berlari ke kamar dan kembali dengan patung kayu berbentuk kuda
di tangannya. Begitu Husen diserahi patung itu, ia buru-buru merogoh
bagian dasar patung. Ada rongga kecil di sana. Dan, dari dalamnya ia
mengambil sebentuk cincin. “Itu cincin peninggalan ibunya,” jelas
Bang Agus setelah Husen mengembalikan patung kuda kepada Odi.
Bang Agus segera meminta mereka saling bersalaman, berkenalan,
dan saling memaafkan. Tak lama kemudian, Husen langsung pulang,
disusul Ibek yang bajunya sedikit terkoyak. 85
84
C3 85
C3
68
Jadi dapat dikatakan bahwa, mengapa cerita tersebut diberi judul Wajah
Dibalik Jendela. Hal tersebut karena dalam cerita berkutat pada masalah kemunculan
wajah dibalik jendela kamar tokoh Odi.
F. Analsis Nilai Moral dalam Cerpen Wajah Dibalik Jendela(C3)
Cerpen yang berjudul Wajah di Balik Jendela menceritakan tentang peristiwa
munculnya wajah seseorang di balik jendela kamar seorang anak. Odi adalah seorang
anak yatim piatu yang tinggal bersama kakanya yang bernama Agus. Odi anak yang
baik dan tergolong mampu.
Moral yang dimiliki oleh tokoh pada cerita ini dapat dijadikan pedoman atau
tolak ukur apakah tindakan manusia itu benar atau salah. Wujud nilai moral yang
terdapat dalam cerpen ini adalah sebagai berikut.
a. Sikap baik
Cerpen Wajah di Balik Jendela menceritakan tentang kisah seorang anak yang
mengalami peristiwa misterius. Peristiwa tersebut adalah munculnya sesosok
wajah di balik jendela kamarnya. Akan tetapi kemudian ternyata diketahui bahwa,
wajah di balik jendela yang misterius tersebut adalah wajah Husen seorang anak
tuna wicara yang ingin mengambil sebuah cincin dalam patung kayu yang
dimiliki oleh Odi.
Sikap baik yang ditunjukkan tokoh sebagai wujud dari nilai moral dapat
terlihat dalam kutipan berikut ini.
“Tirai jendelanya ditutup saja. Terus, pintu kamarnya dibuka. Nanti, kalau
kamu lihat yang aneh-aneh lagi, teriak saja,” kata Bang Agus sambil
meninggalkan Odi sendirian.
Odi menurut apa yang dipesan kakaknya. Kemudian, ia berusaha melupakan
kejadian yang baru dialaminya dan meneruskan pekerjaannya.86
86
C3
69
Dari kutipan tersebut tampak bahwa ada sikap baik yang dimiliki oleh Bang
Agus dan Odi. Walaupun merasa terganggu dengan tindakan Odi, Bang Agus
dengan lemah lembut memberikan saran kepada Odi untuk menutup tirai jendela
kamarnya. Secara tidak langsung Bang Agus mengajarkan kepada Odi untuk
bersikap berani sebagai seorang anak laki-laki. Selain itu sikap baik juga
ditunjukkan oleh Odi. Sebagai seorang adik Odi menuruti perintah kakanya
walaupun sebenarnya Odi merasa sangat panik.
Sikap baik yang terdapat dalam cerita juga diperlihatkan dalam kutipan
berikut ini.
“Itu cincin peninggalan ibunya,” jelas Bang Agus setelah Husen
mengembalikan patung kuda kepada Odi. Bang Agus segera meminta mereka
saling bersalaman, berkenalan, dan saling memaafkan. Tak lama kemudian,
Husen langsung pulang, disusul Ibek yang bajunya sedikit terkoyak.87
Dari kutipan tersebut tampak bahwa ada sikap baik yang ditunjukkan oleh
Bang Agus, Odi, Ibek, dan Husen. Bang Agus mengajarkan untuk bisa saling
memaafkan. Kemudian Odi dan Ibek dengan senang hati bersalaman dan meminta
maaf kepada Husen. Dalam hal tersebut Ibek juga menunjukkan sikap baik
dengan meminta maaf kepada Husen walaupun pakaiannya terkoyak. Selanjutnya
Husen menunjukkan niat baiknya dengan hanya mengambil cincin peninggalan
ibunya saja dari dalam patung kayu tersebut tanpa mengambil patungnya.
b. Keberanian
Keberanian adalah ketekadan dalam bertindak mandiri, keberanian
menunjukkan tekad untuk mempertahankan sikap kesetiaan terhadap suara hati
yang menyatakan dirinya dalam kesediaan untuk mengambil resiko konflik.
Seperti pada kutipan berikut ini.
Bang Agus langsung menuju kamar Odi, diikuti Odi di belakang. Ia segera
menuju jendela dan mengamati keadaan di luar. Sepi dan tidak ada benda apa
pun yang aneh.88
87 C3
70
Pada kutipan tersebut Bang Agus berusaha untuk menunjukkan sikap berani
sebagai seorang laki-laki. Dalam keadaan tersebut, Bang Agus mengajarkan
kepada Odi untuk berani menghadapi keadaan.
Jadi, wujud nilai moral dalam cerpen ini adalah sikap baik dan keberanian.
Sikap baik tampak dari perilaku beberapa tokoh yang memberikan nasihat,
memberikan maaf, dan membantu terhadap tokoh lain dalam cerpen. Sedangkan
keberanian merupakan rasa yang tak kenal takut dalam mengahdapi hal-hal yang sulit
dan menyeramkan yang dialami tokoh dalam cerpen ini.
Berdasarkan analisis yang peneliti lakukan atas tiga buah cerpen tersebut,
makka dapat terlihat bahwa nillai moral baik yang terdapat pada cerper Seruling
Gembala (C1) adalah sikap baik dan nilai otentik, pada cerpen Keysia dan Preman
tua (C2)terdapat nilai moral sikap baik, kepatuhan dan kemandirian sedangkan moral
baik yang terdapat pada cerpen Wajah di balik Jendela(C3) adalah sikap baik dan
keberanian. Jadi cerpen yang mengandung nilai moral baik paling tinggi adalah
cerpen Keysia dan Preman Tua, sebanyak 60% sedangkan pda cerpen Seruling
Gembala dan cerpen Wajah di Balik Jendela masing-masing 20%.
G. Implikasi Nilai Moral yang Terkandung dalam Cerpen pada Pembelajaran
Bahasa dan Sastra Indonesia
Tujuan utama pembelajaran sastra adalah memberikan sumbangan besar
untuk memecahkan masalah-masalah nyata yang sulit dipecahkan di dalam
masyarakat. Selain itu, bagi peserta didik agar mampu menikmati dan memanfaatkan
karya sastra untuk mengembangkan karakter, memperluas wawasan, menghargai dan
membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia
Indonesia. Pembelajaran sastra yang mengapresiasi prosa rekaan atau fiksi seperti
cerpen akan mengembangkan kompetensi anak untuk memahami dan menghargai
keindahan karya sastra yang tercermin pada setiap unsur prosa rekaan dengan secara
langsung membaca karya sastranya.
71
Pembelajaran sastra di sekolah melalui mata pelajaran bahasa indonesi
merupakan salah satu upaya mengatasi masalah-masalah moral di kalangan remaja
saat ini. Seorang guru dapat mengembangkan teori-teori dan model-model atau
strategi pembelajaran moral, khusunya dalam karya sastra, haruslah berpijak pada
karakteristik siswa dan budayanya.
Informasi tentang karakteristik siswa ini perlu diperhatikan oleh para guru
mapun perancang pembelajaran sebagai bahan pertimbangan yang dapat memberikan
landasan empiris mengenai perlunya penyesuaian strategi pembelajaran dengan
kondisi siswa.
Pembelajaran sastra mengenai cerpen dapat diterapkan oleh guru untuk siswa
kelas VII SMP/MTs pada standar kompetensi memahami isi berbagai teks bacaan
sastra dengan cara membaca. Standar kompetensi tersebut berkaitan dengan
kompetensi dasar menceritakan kembali cerita anak yang dibaca. Standar kompetensi
dan kompetensi dasar tersebut terdapat pada pembelajaran untuk semester satu atau
ganjil. Salah satu kelebihan cerpen sebagai bahan pembelajaran sastra adalah isinya
relatif lebih sedikit sehingga cukup memudahkan karya tersebut dipahami siswa
sesuai dengan tingkat kemampuannya masing-masing secara perorangan. Oleh karena
itu, untuk menyajikan pembelajaran mengenai cerpen guru dituntut luwes dan
menggunakan strategi kerja kelompok dengan baik.
Dalam kegiatan belajar untuk standar kompetensi dan kompetensi dasar yang
berkaitan dengan cerpen pada semester ganjil kelas VII SMP/MTs menekankan
kepada kemampuan siswa untuk dapat menyebutkan hal-hal yang menarik dan tidak
menarik disertai alasan serta menceritakan kembali isi cerita. Hal tersebut menuntut
siswa untuk dapat menganlisis isi cerpen sehingga siswa mampu untuk menyebutkan
hal-hal yang menarik dan tidak menarik dalam cerpen yang dibacanya.
Dalam kegiatan pembelajaran yang berkaitan dengan cerpen pada siswa kelas
VII SMP/MTs di semester dua atau genap, guru dapat menerapkan standar
kompetensi mengungkapkan tanggapan terhadap pembacaan cerpen dengan
72
kompetensi dasar menjelaskan hubungan latar suatu cerpen (cerita pendek) dengan
realitas siswa. Pada kegiatan belajar tersebut siswa diharapkan mampu untuk
menentukan pokok-pokok peristiwa dalam cerpen, menentukan latar peristiwa pada
cerpen, dan menjelaskan hubungan cerpen dengan realitas sosial88
.
Jika dikaitkan dengan cerpen yang digunakan dalam penelitian ini, seorang
pendidik dapat memberikan rujukan kepada peserta didik untuk mampu membaca
dan menerapkan nilai-nilai yang digambarkan dalam nialai negatif misalnya
ditunjukkan pada diri Bapak dalam cerpen Keysia dan Preman Tua (C2), yaitu
sikapnya yang berprasangka buruk terhadap Tuhan. Sikap tokoh Bapak yang
demikian menyebabkan Bapak tidak mau mengerjakan sholat lima waktu. Sikap
negatif lainnya adalah seperti yang ditunjukkan oleh tokoh Odi dalam cerpen Wajah
di Balik Jendela (C3)yang menunjukkan seseorang yang penakut. Sikap penakut yang
dimiliki Odi menjadikannya sebagai anak laki-laki yang cepat panik dan berpengaruh
buruk terhadap perkembangan psikologisnya. Nilai-nilai moral yang telah dipaparkan
tersebut dapat dijadikan pedoman untuk pembentukan kepribadian dan watak peserta
didik dengan mampu membedakan manakah nilai moral yang harus ditiru dan
dihindari.
Pembelajaran nilai-nilai moral yang telah didapatkan oleh peserta didik
tersebut diharapkan dapat dijadikan sebagai bekal dan pegangan dalam perjalanan
hidup peserta didik sehingga peserta didik lebih bijaksana dalam menghadapi
kehidupan yang beragam seperti sekarang ini. Dengan kata lain, pembelajaran karya
sastra, dalam hal ini cerpen pun turut membantu dalam pembentukan karakter bangsa.
Jadi dapat dikatakan bahwa dalam penelitian ini memiliki implikasi terhadap
aspek lain yang relevan dan memiliki hubungan positif. Implikasi tersebut dijelaskan
sebagai berikut.
1. Implikasi teoritis
73
a. Membuka wawasan yang berkaitan dengan pendalaman materi keterampilan
bersastra, khususnya karya sastra cerpen.
b. Membuka wawasan akan beragamnya cerpen yang dapat digunakan sebagai
media pembelajaran.
c. Membuka peluang dilakukannya penelitian-penelitian tentang gaya bahasa
serta nilai pendidikan.
2. Implikasi pedagogis
Menambah referensi cerpen yang dapat digunakan dalam pembelajaran
Bahasa Indonesia pada jenjang SMP Kelas VII dengan standar kompetensi
kemampuan memahami berbagai hikayat, cerpen Indonesia, cerpen terjemahan.
Cerpen yang terdapat dalam buku pelajaran Bahasa Indonesia Kelas VII dapat
digunakan sebagai media pembelajaran cerpen yang isinya tidak terlalu serius dan
mudah dipahami, namun banyak mengandung nilai-nilai pendidikan.
3. Implikasi praktis
a. Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan penelitian
sastra, sehingga peneliti lain akan termotivasi untuk melakukan penelitian
yang nantinya dapat diaplikasikan dalam pembelajaran di sekolah.
b. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk lebih
mencermati media pembelajaran yang tepat bagi siswa.
74
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut.
1. Nilai moral yang dapat diambil dari cerpen Seruling Gembala karya Arsyad
Siddik, adalah sikap baik dan nilai-nilai otentik. Dari uraian tersebut dapat
diketahui meskipun orang hidup pada zaman kuno sampai modern saat ini
manusia sudah memiliki pedoman untuk berperilaku yakni moral. Mbawa dan
Kawi adalah contoh bahwa, sikap baik, menaruh hormat, dan persahabatan
memiliki banyak manfaat dalam kehidupan. Nilai moral yang dapat diambil
dari cerpen Keysia dan Preman Tua karya Arianto adalah sikap baik,
kepatuhan, dan kemandirian. Sikap baik tampak dari perilaku tokoh Bapak
yang bersedia untuk mengikuti nasihat tokoh Keysia untuk diajarkan sholat
walaupun Keysia masih anak-anak. Sedangkan kepatuhan merupakan sikap
untuk tunduk dan mengikuti ajaran atau nasihat dari orang tua atau pimpinan
dalam melakukan sesuatu yang baik dan benar dalam cerita ini. Dan
kemandirian yang diajarkan dalam cerpen ini merupakan kesiapan mental dan
fisik untuk menerima hal yang buruk sekalipun dan tak pernah untuk
mengandalkan orang lain. Sedangkan nilai moral yang dapat dipetik dari
cerpen Wajah dibalik Jendela karya Benny Ramdani adalah sikap baik dan
keberanian.
2. Nilai-nilai moral dalam cerpen pada Buku Bahasa Indonesia untuk Kelas VII
SMP/MTs tersebut, dapat diimplikasikan pada pembelajaran Bahasa dan
Sastra Indonesia di tingkat SMP/MTs kelas VII, dalam aspek membaca.
Dalam pembelajaran ini, kompetensi yang harus dicapai peserta didik ialah
menganalisis teks cerpen baik melalui lisan maupun tulisan, menjelaskan
unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik dalam cerpen, serta menemukan wujud
nilai moral meliputi hubungan manusia dengan diri sendiri, dengan manusia
lain dalam lingkup sosial termasuk dengan alam, dan dengan Tuhan, yang
75
terkandung dalam cerpen. Pembelajaran nilai-nilai moral yang telah
didapatkan oleh peserta didik tersebut diharapkan dapat dijadikan sebagai
bekal dan pegangan dalam perjalanan hidup peserta didik sehingga peserta
didik lebih bijaksana dalam menghadapi kehidupan yang beragam seperti
sekarang ini. Dengan kata lain, pembelajaran karya sastra, dalam hal ini
cerpen pun turut membantu dalam pembentukan karakter bangsa.
B. Saran
Berdasarkan kepada beberapa simpulan yang telah diuraikan di atas, ada
beberapa saran yang diajukan oleh penulis, antara lain adalah:
1. Diharapkan pembelajaran karya sastra, khususnya dalam hal apresiasi, tidak
hanya ditekankan pada unsur intrinsiknya saja, tetapi juga ekstrinsik. Hal ini
dikarenakan, kedua unsur tersebut saling berkaitan satu sama lainnya sehingga
tidak dapat dipisahkan begitu saja.
2. Cerpen yang terdapat pada Buku Bahasa Indonesia untuk Kelas VII SMP/MTs
merupakan cerpen yang menarik dengan bahasa yang mudah dimengerti
peserta didik. Untuk itu, diharapkan bagi pendidik dapat menggunakan cerpen
tersebut sebagai salah satu media pembelajaran sastra nantinya.
3. Pembelajaran nilai moral yang tertuang dalam cerpen pada Buku Bahasa
Indonesia untuk Kelas VII SMP/MTs diharapkan dapat menjadi panutan
terhadap perilaku peserta didik dalam kehidupannya sehari-hari dengan
mampu membedakan sikap yang baik dengan buruk dan patut ditiru ataupun
tidak.
76
DAFTAR PUSTAKA
Aminuddin. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: CV. Sinar Baru, 1987.
Anik Widiyanti, “Penggunaan Model Teams Games Tournament dalam
Pembelajaran Nilai Moral Kumpulan Cerpen Orang-Orang Kotagede
Karya Darwis Khudori Pada Siswa Kelas X Sman 15 Semarang Tahun
Ajaran 2013/2014”, Skripsi pada Jurusan Pendidikan Bahasa Sastra
Indonesia, IKIP PGRI Semarang, 2013. tidak dipublikasikan.
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT
Rhineka Cipta, 2010.
Bertens, K. Etika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2007.
Budiningsih, Asri. Pembelajaran Moral. Jakarta: PT Rhineka Cipta, 2008.
Diah Rahmawati, “Nilai Moral Pada Novel Faza Faizah Karya Itmam Luthfi”,
Skripsi pada Jurusan Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, IKIP PGRI
Semarang, 2011. tidak dipublikasikan.
Fenanie, Zaenuddin. Telaah Sastra. Surakarta: Muhammadiyah University Press,
Cet.III2002.
Hayati, A. dan Masnur Muslich. Latihan Apresiasi Sastra. Surabaya: Triana
Media, tanpa tahun.
Indrastuti, RR. Novi Kusuji dan Diah Erna Triningsih. Cakap Berbahasa
Indonesia Untuk Kelas VII SMP/MTs. Jakarta: Pusat Perbukuan
Kementrian Pendidikan Nasional. 2010.
Maryati dan Sutopo. Bahasa dan Sastra Indonesia 1 Untuk SMP dan MTs Kelas
VII. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional. 2008.
Minderop, Albertine. Metode Karakterisasi Telaah Fiksi. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 2005.
Nani Frigiawati, “Analisis Nilai Moral dalam Novel Pada Sebuah Kapal Karya
NH. Dini dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Sastra di SMA/MA”,
Skripsi pada Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, UIN Syarif
Hidayatullah, 2013. tidak dipublikasikan.
Nurgiyantoro, Burhan. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press, 2010.
77
Ratna, Nyoman Kutha. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra dari
Strukturalisme Hingga Postrukturalisme Perspektif Wacana Naratif.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007.
Sayuti, A. Suminto. Cerita Rekaan. Jakarta: Universitas Terbuka, 2007.
Semi, M. Atar. Anatomi Sastra. Padang: Angkasa Raya, 1980.
Stanton, Robert. Teori Fiksi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007.
Sudjiman, Panuti. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya, 1988.
Sumardjo, Jakob dan Saini K.M. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 1994.
Wirajaya, Asep Yudha dan Sudarmawati. Berbahasa dan Bersastra Indonesia 1
Untuk Kelas VII SMP dan MTs. Jakarta: Pusat Perbukuan Kementrian
Pendidikan Nasional. 2010.
Burhan Nurgiyantoro Teori Pengkajian Fiksi Gajah Mada University Press
Yogyakarta, 1994.
C.Asri Budiningsih Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta
Pembelajaran Moral PT Rineka Cipta 2008.
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)
Nama Sekolah : MTs AL FALAH
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas/Semester : VII/1
Pertemuan Ke- : 1-3
Alokasi Waktu : 6 × 40 menit
Standar Kompetensi : 7. Memahami isi berbagai teks bacaan sastra dengan membaca
Kompetensi Dasar : 7.1. Menceritakan kembali cerita anak yang dibaca
I. Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti pembelajaran ini, Peserta didik mampu
- menyebutkan hal-hal yang menarik dan tidak menarik disertai alasan;
- menceritakan kembali isi cerita.
Karakter siswa yang diharapkan : Dapat dipercaya ( Trustworthines)
Tekun ( diligence )
Tanggung jawab ( responsibility )
Berani ( courage )
II. Materi Ajar
Teks cerpen
III. Metode Pembelajaran
Contoh
Tanya jawab
Latihan
IV. Langkah-Langkah Pembelajaran
Pertemuan Pertama, Kedua dan ketiga
A. Kegiatan Awal
Apersepsi :
- Menyampaikan pengantar awal tentang kegemaran membaca dan segala
Motivasi :
- hal yang berkaitan dengan cerita terjemahan
B. Kegiatan Inti
Eksplorasi
Dalam kegiatan eksplorasi, guru:
mampu bercerita dengan urutan yang baik,suara,lafal, intonasi, gesture dan mimik yang
tepat
melibatkan peserta didik mencari informasi yang luas dan dalam tentang topik/tema
materi yang akan dipelajari dengan menerapkan prinsip alam takambang jadi guru dan
belajar dari aneka sumber;
menggunakan beragam pendekatan pembelajaran, media pembelajaran, dan sumber
belajar lain;
memfasilitasi terjadinya interaksi antarpeserta didik serta antara peserta didik dengan
guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya;
melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran; dan
memfasilitasi peserta didik Menceritakan buku cerita yang pernah dibaca
Elaborasi
Dalam kegiatan elaborasi, guru:
memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi, dan lain-lain untuk
memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis;
memberi kesempatan untuk berpikir, menganalisis, menyelesaikan masalah, dan
bertindak tanpa rasa takut;
memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran kooperatif dan kolaboratif;
memfasilitasi peserta didik berkompetisi secara sehat untuk meningkatkan prestasi
belajar;
memfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang dilakukan baik lisan
maupun tertulis, secara individual maupun kelompok;
memfasilitasi peserta didik untuk menyajikan hasil kerja individual maupun kelompok;
memfasilitasi peserta didik melakukan pameran, turnamen, festival, serta produk yang
dihasilkan;
memfasilitasi peserta didik melakukan kegiatan yang menumbuhkan kebanggaan dan
rasa percaya diri peserta didik.
Menanggapi cerita teman
Membaca cerita ”Ikan bagi Sang Guru”
Menyebutkan tokoh cerita disertai dengan bukti pendukung
Bertanya jawab tentang hal-hal menarik pada cerita
Mengidentifikasi peristiwa pada cerita
Mengerjakan latihan pada buku siswa
Konfirmasi
Dalam kegiatan konfirmasi, guru:
memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan, tulisan, isyarat,
maupun hadiah terhadap keberhasilan peserta didik,
memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi peserta didik melalui
berbagai sumber,
memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman belajar
yang telah dilakukan,
memfasilitasi peserta didik untuk memperoleh pengalaman yang bermakna dalam
mencapai kompetensi dasar:
berfungsi sebagai narasumber dan fasilitator dalam menjawab pertanyaan peserta
didik yang menghadapi kesulitan, dengan menggunakan bahasa yang baku dan
benar;
membantu menyelesaikan masalah;
memberi acuan agar peserta didik dapat melakukan pengecekan hasil eksplorasi;
memberi informasi untuk bereksplorasi lebih jauh;
memberikan motivasi kepada peserta didik yang kurang atau belum berpartisipasi
aktif.
C.Kegiatan Penutup
Dalam kegiatan penutup, guru:
bersama-sama dengan peserta didik dan/atau sendiri membuat rangkuman/simpulan
pelajaran;
melakukan penilaian dan/atau refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan
secara konsisten dan terprogram;
memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran;
merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remedi, program
pengayaan, layanan konseling dan/atau memberikan tugas baik tugas individual
maupun kelompok sesuai dengan hasil belajar peserta didik;
menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya.
V. Sumber/Bahan/Alat
- Cerita dari majalah, surat kabar, buku kumpulan cerpen
- VCD
- Narasumber
- Buku Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia
VI. Penilaian
Indikator Pencapaian
Kompetensi
Penilaian
Teknik
Penilaian
Bentuk
Penilaian Instrumen
Mampu menentukan
pokok-pokok cerita anak
yang dibaca
Mampu merangkai
pokok-pokok cerita anak
menjadi urutan cerita
Mampu menceritakan
kembali cerita dengan
bahasa sendiri secara
lisan maupun tulis.
Penugasan
individual/
kelompok
Tes
praktik/kin
erja
Proyek
Uji petik
kerja
Tentukan pokok-pokok
cerita anak yang kamu
baca!
Rangkailah pokok-pokok
cerita itu menjadi urutan
cerita!
Ceritakanlah secara tertulis
dan/atau lisan dengan
bahasamu sendiri cerita
anak yang kamu baca!
Bentuk tes: lisan
No Aspek Penilaian Bobot Nilai
1 Mengidentifikasi tema, latar, perwatakan, dan nilai dalam
cerita anak terjemahan disertai bukti berupa kutipan cerita
a. Semua benar (3)
b. Sebagian besar benar (2)
c. Sebagian besar salah (1)
5
2 Mengapresiasi karya sastra 5
a. Baik (3)
b. Kurang baik (2)
c. Tidak baik (1)
5
3 Membuat kalimat positif dan negatif
a. Benar (3)
b. Kurang benar (2)
c. Tidak benar (1)
5
Keterangan
Skor maksimum 3 (3 × 5) = 45
Nilai akhir : Skor yang diperoleh
X 100
Skor maksimak
Mengetahui,
Kepala Sekolah
MTs AL FALAH
SANUSI, S.Pd.I., M.M.
Bogor, Juli 2014
Guru Mata Pelajaran
MARYATI
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)
Nama Sekolah :SMP PLUS DARUSSOLIHIN
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas/Semester : VII/2
Alokasi Waktu : 4 × 40 menit (2 kali pertemuan)
Standar Kompetensi : 14. Mengungkapkan tanggapan terhadap pembacaan cerpen
Kompetensi Dasar : 14.2. Menjelaskan hubungan latar suatu cerpen (cerita pendek)
dengan realitas siswa
I. Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti pembelajaran ini, Peserta didik mampu
• menentukan pokok-pokok peristiwa dalam cerpen;
• menentukan latar peristiwa pada cerpen;
• menjelaskan hubungan cerpen dengan realitas sosial.
Karakter siswa yang diharapkan : Dapat dipercaya ( Trustworthines)
Rasa hormat dan perhatian ( respect )
Tekun ( diligence )
Tanggung jawab ( responsibility )
Berani ( courage )
Ketulusan ( Honesty )
II. Materi Ajar
Cerita pendek
III. Metode Pembelajaran
- Tanya jawab - Latihan
- Contoh
IV. Langkah-Langkah Pembelajaran
Pertemuan Pertama dan kedua :
A. Kegiatan Awal
Apersepsi
• Membuka kembali ingatan Peserta didik mengenai identifikasi latar dan penokohan
Motivasi :
• Meringkas cerita dari buku yang telah dibaca
B. Kegiatan Inti
Eksplorasi
Dalam kegiatan eksplorasi, guru:
mampu bercerita dengan urutan yang baik,suara,lafal, intonasi, gesture dan mimik yang
tepat
melibatkan peserta didik mencari informasi yang luas dan dalam tentang topik/tema
materi yang akan dipelajari dengan menerapkan prinsip alam takambang jadi guru dan
belajar dari aneka sumber;
menggunakan beragam pendekatan pembelajaran, media pembelajaran, dan sumber
belajar lain;
memfasilitasi terjadinya interaksi antarpeserta didik serta antara peserta didik dengan
guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya;
melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran; dan
memfasilitasi peserta didik Menjelaskan hubungan latar suatu cerpen (cerita pendek)
dengan realitas siswa.
Elaborasi
Dalam kegiatan elaborasi, guru:
memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi, dan lain-lain untuk
memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis;
memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran kooperatif dan kolaboratif;
Membaca cerpen ”Dia yang Tereliminasi”
Memberikan pendapat terhadap isi cerpen ”Dia yang Tereliminasi”
memfasilitasi peserta didik berkompetisi secara sehat untuk meningkatkan prestasi
belajar;
memfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang dilakukan baik lisan
maupun tertulis, secara individual maupun kelompok;
memfasilitasi peserta didik untuk menyajikan hasil kerja individual maupun kelompok;
memfasilitasi peserta didik melakukan pameran, turnamen, festival, serta produk yang
dihasilkan;
memfasilitasi peserta didik melakukan kegiatan yang menumbuhkan kebanggaan dan
rasa percaya diri peserta didik.
Konfirmasi
Dalam kegiatan konfirmasi, guru:
memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan, tulisan, isyarat,
maupun hadiah terhadap keberhasilan peserta didik,
memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi peserta didik melalui
berbagai sumber,
memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman belajar
yang telah dilakukan,
memfasilitasi peserta didik untuk memperoleh pengalaman yang bermakna dalam
mencapai kompetensi dasar:
berfungsi sebagai narasumber dan fasilitator dalam menjawab pertanyaan peserta
didik yang menghadapi kesulitan, dengan menggunakan bahasa yang baku dan
benar;
membantu menyelesaikan masalah;
memberi acuan agar peserta didik dapat melakukan pengecekan hasil eksplorasi;
memberi informasi untuk bereksplorasi lebih jauh;
memberikan motivasi kepada peserta didik yang kurang atau belum berpartisipasi
aktif.
C. Kegiatan Akhir
Dalam kegiatan penutup, guru:
bersama-sama dengan peserta didik dan/atau sendiri membuat rangkuman/simpulan
pelajaran;
melakukan penilaian dan/atau refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan
secara konsisten dan terprogram;
memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran;
merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remedi, program
pengayaan, layanan konseling dan/atau memberikan tugas baik tugas individual
maupun kelompok sesuai dengan hasil belajar peserta didik;
V. Sumber/Alat/bahan
Cerita pendek
Novel, cerpen
Buku Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia
VI. Penilaian
Indikator Pencapaian
Kompetensi
Penilaian
Teknik
Penilaian
Bentuk
Penilaian Instrumen
Mampu mendata latar
cerpen
Mampu mengaitkan latar
cerpen dengan realitas
sosial masa kini
Tes lisan
Daftar
pertanyaan
Bagaimanakah latar yang
terdapat di dalam cerpen
yang kamu dengarkan?
Bagaimanakah
keterkaitan antara latar
yang terdapat di dalam
cerpen yang kamu
dengarkan dengan realitas
kehidupan masa kini?
Bentuk tes: lisan dan tertulis
No Aspek Penilaian Bobot Nilai
1 Meringkas peristiwa pada cerita pendek
a. Benar semua (3)
b. Benar sebagian (2)
c. Salah semua (1)
5
2 Menjelaskan latar suatu cerpen
a. Tepat (3)
b. Kurang tepat (2)
c. Tidak tepat (1)
5
3 Mengidentifikasi peristiwa dalam cerpen
a. Tepat (3)
b. Kurang tepat (2)
c. Tidak tepat (1)
5
Keterangan
Skor maksimum 3 (3 × 5) = 45
Nilai akhir : Skor yang diperoleh
X 100
Skor maksimak
Mengetahui,
Kepala Sekolah
MTs AL FALAH
Sanusi, S.Pd.I., MM
NIP / NIK : ...................................
Bogor, Juli 2012
Guru Mapel BHS. Indonesia
Maryati
NIP / NIK : ..............................
1
Seruling Gembala,
Karya: Arsyad Siddik
Pada siang hari, anak-anak gembala berkumpul dan berteduh di bawah pohon-pohon
sambil menikmati ketupat bekal dari rumahnya. Jika capek anak-anak tersebut bermain,
berlompatan dan mandi sepuas-puasnya di lubuk Diwuamarni. Terkadang terdengar anak-
anak gembala itu berpantun atau bernyanyi.
Hari itu panas menyengat, anak-anak telah lama bermain di dalam air melawan
teriknya matahari. Tetapi satu di antara mereka itu ada yang masih duduk-duduk. Tidak mau
mandi bersama teman-temannya yang lain. Di tangannya tergenggam sebatang seruling.
Ditiupnya seruling itu. Setiap hari Mbawa bermain di sawah kering yang baru dibelinya.
Pohon jamblang yang tumbuh di sudut timur tanah itu sangat menarik hati Mbawa yang
rendah dan mudah dinaiki. Dari atas pohon itu Mbawa bisa melayangkan pandangan ke
segala arah. Ke timur tampak kampung Jala danTeluk Bima, ke utara tampak semak panjang
menyusuri parit pinggir Kawinda, ke barat terlihat kebun jagungnya sendiri, sedang ke
selatan membentang Sobali dengan rumput hijaunya sepanjang waktu. Di situlah anak-anak
gembala dari Daru, Pali Sambawa, dan Sondo menggembalakan kerbaunya setiap hari.
Terdengarlah alunan suara buluh perindu itu memecah kesunyian. Lagu-lagu klasik
Bima dibawakannya dengan baik. Lancar sekali jari-jarinya menekan lubang yang berderet.
Mbawa bangkit dari tempat duduknya pada dahan pohon jamblang. Diperhatikannya baik-
baik dari mana suara itu datang.
”Dari seberang. Oh, itu dia orangnya,” katany asendirian. Mbawa menyeberangi
sungai yang tidak begitu dalam. Ditujunya anak yang sedang meniup suling. Tetapi begitu
anak itu melihat kedatangan Mbawa, ia segera berhenti meniup.
”Tiup, Bang,” kata Mbawa memanggil Abang pada Kawi.
”Trilili, lili, li . . .,” suara serulingnya.
”Di mana aku bisa mendapatkannya? Siapa yang membuatkannya?” tanya Mbawa
kepada Kawi.
”Kalau engkau mau akan kubuatkan. Dirumahku tersedia buluh perindu seperti ini.
Engkau mau ke rumahku sekarang?” tanya Kawi.
Tanpa pikir panjang Mbawa mengikuti ajakan Kawi. Sepanjang jalan ia berpikir tentang
seruling yang akan diperolehnya dari Kawi. Mbawa menjuluk iKawi si baik hati.
Dipercepat langkahnya agar lekas tiba di rumah Kawi. Mereka memasuki sebuah
kebun mangga yang teduh. Mereka menyusuri jalan yang tidak begitu lebar. Tampaklah
sebuah kebun. Rumah panggung besar terletak di sisi kiri kebun itu. Dan pada tanah yang
luas yang terletak di hadapan rumah itu terdapat deretan lubang-lubang. Teratur sekali lubang
itu dibuat. Kawi mengambil sebatang seruling .Bagus sekali kelihatannya. Diukir dengan
gambar ular yang membelit-belit. Senang sekali Mbawa memperoleh seruling itu.
”Coba kau tiup, Mbawa,” kata Kawi.
”Li,li,li ….” Suara seruling itu tak menentu.
”Nanti aku ajarkan caranya selesai makan tebu,”kata Kawi.
2
Mbawa pulang dengan diantar oleh Kawi. Mereka bermain sampai sore. Mbawa
belajar meniup seruling kepada Kawi. Terdengar seruling gembala. Menyertai indahnya sore
di Tolononto.*****
3
Keysia dan Preman Tua
Karya: Arianto
Pada awal pernikahannya dengan Ibu, Bapak bekerja sebagai buruh pabrik dan
mereka bahagia dengan kehidupannya yang dijalani dengan indah. Aku pun mendapat kasih
sayang yang penuh dari Bapak dan Ibu.Walau kami dulu tinggal di rumah kontrakan yang
terbilang sangat sempit tapi kami bahagia. Sampai suatu saat pabrik garmen tempat Bapak
dan Ibu bekerja gulung tikar dikarenakan krisis ekonomi dan kenaikan harga BBM yang
memengaruhi kenaikan harga bahan baku dan penurunan penjualan.
“Bu, pabrik tempat kita bekerja tutup. Kita harus bagaimana, ya, Bu?”Aku ingat
ucapan Bapak waktu itu, saataku masih duduk di bangku kelas 5 SD.
“Sabar Pak, kita co ba usaha saja,” jawab Ibu dengan penuh kesabaran. Ibu adalah
seorang yang sabar dan penyayang terhadap aku dan adikk. Setelah tidak bekerja pada pabrik
garmenter sebut, kehidupan kami mengalami penurunan yang drastis. Ibu mencoba berjualan
lauk matang di rumah, dan Bapak mencoba menjadi pedagang kaki lima dan berjualan di
depan perkantoran elit.Musibah yang datang tetap kami jalani sekeluarga dengan sabar, orang
tuaku begitu ikhlas menjalani semuanya. Dan Bapak pernah berkata kepada kami
sekeluarga,“Hidup itu berat, tetapi tetap harus dijalani seberat dan sesusah apa pun. Jangan
mengeluhdan merepotkan orang lain.” Itulah prinsip Bapak. Aku salut kepada Bapak, walau
dalam keadaan susah beliau tetap tegar sebagai tulang punggung keluarga.
Tetapi awan hitam masih menyelimuti keluarga kami. Ketika aku pulang sekolah aku
melihat banyak orang berlari-lari di dekat rumah kontrakan kami sambil berteriak-teriak dan
membawa ember untuk memadamkan api.
“Kebakaran... kebakaran ...,” begitulah orang-orang berteriak. Dan begitu pilu melihat
rumah kontrakan kami habis dilalap si jago merah. Lalu aku pun panik mencari Ibu dan
Bapak.
“Bang Roni, Ibu mana, Bapak kemana?”tanyaku. Aku pun menangis sekencang
kencangnya melihat kejadian itu. Seorang yang kusapa Bang Roni, tetangga kami dalam
rumah petak kontrakan kami, mengantarkan aku ke Ibu Kulihat Ibu sedang menangis
sesenggukan di pojok mushola dan Bapak masih berusaha menyelamatkan barang berharga
yang tertinggal di rumah kami, walau memang kami sebenarnya tidak memiliki apapun di
rumah.
“Gusti Allah, mengapa Kau tidak berhenti memberi kami cobaan,” begitu ratap Ibu
kala itu sambil menggendong adikku, Budi,dan dalam kondisi hamil 6 bulan. Begitu kulihat
guratan kepedihan yang dialami Ibu.Setelah kebakaran padam, kami sekeluarga tidak
mempunyai tempat tinggal lagi.
***
Karena tidak memiliki uang dan apapun, akhirnya kami dengan suatu pilihan berat,
diajak oleh Pak Nainggolan, teman Bapak sewaktu berjualan di emperan, tinggal di bawah
kolong jembatan.
“Ini rumah baru kita Ka, Bud,” terlihat Bapak dengan muka yang dibuat seolah Bapak
bahagia dengan sesuatu yang dibilangnya rumah, walau hanya terdiri dari tumpukan-
4
tumpukan kardus bekas di bawah kolong jembatan. Walau terbuat dari kardus, rumah kami
begitu nyaman. Aku nyaman dengan bekap kedua orang tua. Bapak dan Ibu begitu memberi
rasa cinta mereka kepada aku dan Budi.
Bapak kini berusaha mencari nafkah dengan menarik becak. Aku dan Budi, karena
tetap ingin sekolah, memutuskan untuk mengamen di jalan. Uangnya aku kasih ke Ibu. Walau
hanya makan seadanya, alhamdulillah kami masih bisa makan tiga kali sehari, dengan porsi
seadanya.
Kulihat Bapak tetap tegar menjalani harinya dan tetap menjalankan sholat lima waktu.
Bapak selalu menggunakan baju koko kebesaran yang tersisa dari kebakaran rumah kami
yang dulu.
“Bapak, kayaknya Ibu sudah mau melahirkan deh satu bulan lagi,” ucap Ibu waktu
tengah malam. Saat aku pura-pura tidur dan mendengarkan percakapan Bapak dan Ibu.
“Iya, Bu, tapi melahirkan di mana? Bapak tidak punya uang untuk biaya melahirkan.
Gimana, ya, Bu?” kulihat Bapak melamun di sana.
Sore itu sepulang mengamen dengan Budi, kulihat Bapak duduk diam di pojok rumah.
“Sore, Pak, kok tidak narik, Pak?” tanyakupolos kepada Bapak.
“Becak Bapak disita oleh polisi, Katanya Bapak melanggar peraturan lalu lintas.
Polisi mengatakan apa Bapak gak lihat ditiang depan sana ada gambar becak dilarang masuk
area sini,” begitu kata Bapak tentangkejadian diambilnya becaknya.
Kulihat Bapak menangis di depan rumah kardus kami.Bapak mengepal tangannya
sambil memukul tanah tanda kekesalannya. Kekesalantentang garis hidup dan kemiskinan
yangmenimpa kami.
Dia berteriak, “Aku benci pada-Mu, ya, Allah. Tidak habis pikir aku, pekerjaanku,
rumahku dan kini becakku Kau ambil semua. Kenapa, apa salahku, aku benci pada-Mu, ya,
Allah!”. Ibu hanya diam, tidak ada sepatah kata, hanya tersenyum dan memeluk Bapak dari
belakang, seakan berusaha menenangkan Bapak.
Sudah tiga bulan ini Bapak menganggur,dan sejak saat itu kerjaan Bapak cuma
luntang-lantung tidak jelas. Ibu mencoba mencari nafkah kami dengan memulung, sedangkan
aku dan adikku tetap mengamen. Saat aku mengamen di perempatan lampu merah, kulihat
seseorang seperti Bapak melakukan pencopetan dan orang tersebut dikejar-kejar massa.
Untungnya orang itu berhasil menyelamatkan diri dari amukan massa.
Ketika di rumah aku bertanya kepada Bapak, “Pak, tadi aku lihat seorang pencopet
dikejar massa. Kasihan orang itu, Pak. Kenapa dia mencopet, ya, Pak?”
Tidak seperti biasanya Bapak yang kukenal ramah membentakku, “Sudahlah, anak
kecil tau apa, sih!” Kulihat Bapak memegangi sebuah luka di kakinya yang sama kulihat
dengan pencopet yang kulihat sempat terjatuh di lampu merah tadi.
Pada awalnya Bapak tidak berterus terang kepada Ibu, aku, dan adikku. Tetapi lama-
lama kami tahu bahwa Bapak telah bergabung dengan kelompok preman Bang Hasan
Palembang, sebuah gang (kelompok) preman yang sering merampok, menodong,dan berbuat
kekerasan lainnya.
Suatu hari Bapak menyerahkan uang kepada Ibu,“Ini uang dari mana, Pak?” tanya Ibu
kepada Bapak.
5
“Sudahlah, kalian tidak perlu tahu!,”bentak Bapak kala itu. Tetapi suatu hari aku
melihat tangan Bapak berdarah-darah, seperti habis berkelahi dan banyak kawan-kawan
Bapak yang datang ke rumah.
“Cung, aku nggak nyangka kalo kalian tega membunuh lelaki itu.”
“Itu masalah pilihan Met, aku terdesak waktu itu, nggak ada pilihan lain!” Bapak
membela diri.
“Tapi tidak harus dengan membunuhnya, kan?”“Aku tidak menyangka kalau
sabetanku mengantarnya meregang nyawa.”
“Bodoh, kamu! Hasil sabetanmu nyaris memutuskan lehernya, mana mungkin nggak
mati.”
“Oke, ike, aku mengaku salah. Saya kirakita tidak usah memperpanjang masalah
ini,oke.”Sahabat Bapak yang dipanggil Memetdiam.
Aku bercerita kepada Ibu tentang kejadiantadi bahwa Bapak menjadi preman.Tetapi
Ibu diam, seakan tidak bisa berkatalagi.
“Sudahlah Ika, kalian sekolah saja Biarkan bapakmu mencari uang. Kita doakan saja
bapakmu selamat,” ucap Ibu pasrah dengan penjelasanku tentang Bapak.
Aku sangat bersyukur karena aku bisa diterima sebagai karyawan di kelurahan
walaupun aku menjadi pegawai rendahan dikelurahan. Dengan begitu, aku bisa sedikit
mengangkat kehidupan keluargaku. Alhamdulillah, aku bisa mengontrak rumah untuk kami
sekeluarga walau hanya sebuah rumah petak seperti rumah kontrakan kami yang kebakaran
dulu. Memang itu tekadku semenjak dulu, yaitu mengangkat martabat keluarga, dan ibu
sudah tidak aku perbolehkan memulung lagi. Kini Ibu mulai membuka usaha menjual makan
di depan rumah kontrakan. Tetapi Bapak masih dengan kegiatannya menjadi preman jalanan,
tetapi sudah tidak seberingas dulu lagi. Bapak hanya memegang lahan parkir, tidak ikut
mencopet, menodong atau tindak kekerasan lagi. Dan kini bukanhanya ada aku dan Budi, aku
memiliki adik bernama Andi yang lahir di tengah kesusahan ekonomi keluarga kami.
Aku selalu mengikuti saran dari Ibu dan aku ingin berbakti kepada kedua orang tua.
Mereka sudah susah payah membesarkan aku dengan liku hidup yang begitu sulit.
“Nama kamu, Ika, ya,” begitulah awal perkenalanku dengan seorang pemuda.
Namanya Iwan Subrata, seorang pegawai bank swasta yang menaruh hati padaku. Pada
awalnya aku hanya menanggapi dingin karena aku takut berakhir dengan kekecewaan. Tetapi
Iwan berhasil meluluhkan hatiku yang membeku. Mas Iwan menemui Bapak pada hari
Minggu sore.
“Begini Pak, nama saya Iwan Subrata. Saya datang dengan maksud ingin menikahi
putri Bapak, Ika. Tapi sebelum orang tua saya datang, saya memberanikan diri untuk
menanyakan kesediaan Bapak untuk memperbolehkan saya menikahi anak Bapak,” jelas Mas
Iwan kepada Bapak kala itu. Bapak awalnya sangat terkejut, tapi Bapak adalah seorang yang
bijaksana dan memperbolehkan putrinya untuk dinikahi oleh Mas Iwan.
Aku pun kini telah mempunyai seorang putri kecil yang cantik dan ceria bernama
Keysia, seorang yang sifatnya mirip Bapak, keras kepala. Bapak kini telah meninggalkan
pekerjaannya sebagai preman. Dia membuka usaha bengkel dengan modal dibantu oleh Budi.
Tetapi mungkin rasa sakit hati Bapak terhadap Tuhan masih membekas di hatinya.
6
Sampai saat ini Bapak tidak mau sholat. “Bapak, biarlah yang dulu kekerasan Pak.
Buktinya kini Allah memberi sesuatuyang indah. Budi bisa kuliah seperti mimpi Bapak dulu.
Dan aku telah menikah dengan Mas Iwan, orang yang menyayangi aku dan keluarga kita,
serta ada Keysia, cucu Bapak yang sangat mencintai Bapak,” ujarku.
Tampak sebuah senyum dari wajah Bapak seakan dia setuju tentang apa yang telah
aku terangkan kepadanya. Setelah pembicaraan itu, aku melihat Keysia masuk ke dalam
kamar, “Eh, Kakek udah bangun. Sini Keysia ajarin cara sholat.”
“Boleh, tapi ajarinnya pelan-pelan, ya.”Bapak pernah berkata tentang harapannya dia
ingin kembali berbakti kepada Allah dan menjalankan perintahnya sebelum dia meninggal.
Suatu keajaiban telah terjadi dalam hidupku. Aku melihat Bapak telah melaksanakan sholat
Ashar berjamaah dengan Keysia putriku.
Alhamdulillah, seorang preman tua telah kembali insyaf dan sholat karena seorang
putri kecil yang begitu mencintainya.
Keysia, putri kecilku yang cantik yang bisa meluluhkan seorang preman tua dan
menuntunnya ke jalan Allah. Bukan karena kepintarannya, tapi ketulusan yang ia pancarkan
dari tubuh kecilnya. Aku pun terharu atas kejadian yang kusaksikan.
Kupanjatkan doa kepada Allah atas sumua karunia yang telah diberikan kepadaku.
1
Wajah di Balik Jendela
Karya: Benny Ramdani
Odi tengah menyelesaikan tugas menggambarnya ketika merasa ada yang tak beres di
kamarnya. Ia segera meletakkan pensil gambarnya dan mengamati keadaan kamar. Semua
seperti biasanya. Tetapi, ketika Odi melihat ke jendela kamar, ia baru sadar, kaca nako belum
tertutup sempurna. Angin yang bertiup masuk itulah yang membuat perasaannya
taktenteram.Sambil merapatkan kaca nako, Odi mengamati keadaandi luar. Ia merasa heran
melihat daunpalem yang tumbuhbelum seberapa tinggi itu bergoyang.
“Tidak mungkin digoyang angin. Ah, pasti ada kucing yanglewat tadi,” pikir Odi
menenteramkan hati.
Odi kembali ke meja belajar, meneruskan pekerjaannya yang belum tuntas. Tetapi
beberapa menit kemudian, ia merasa ingin menoleh sekali lagi ke jendela kamar.Odi berpekik
kaget. Secara spontan, ia langsung menghamburkan langkahnya keluar kamar menuju
kamarbang Agus di sebelah kamarnya
.“Ada apa dengan kamu, Di?” tanya bang Agus ketikamelihat Odi yang tiba-tiba
masuk ke kamarnya dengan wajahpucat pasi.
“Ada hantu ... ah, atau mungkin ...” Odi gugup.
“Di mana?”
Di balik jendela kamar. Aku baru sajamelihatnya,” jawab Odi.
Bang Agus langsung menuju kamar Odi,diikuti Odi di belakang. Ia segera menuju
jendela dan mengamati keadaan di luar. Sepi dan tidakada benda apapun yang aneh.
“Sebenarnya, apa yang kamu lihat tadi, Di?”tanya Bang Agus sekali lagi.
“Ada muka yang menempel di kaca jendela ini. Tetapi, aku tidak begitu jelas
melihatnya. Sepertinya, ia memakai mantel bertopi yang ia tutupkan ke kepalanya,” Odi
mencoba mengingat apa yang dilihatnya.
Bang Agus mendengus, “Buktinya di luar tidak ada apa-apa. Sudahlah, kamu pasti
lagi ngelamun yang tidak-tidakbarusan,” ujar Bang Agus
.Odi ingin protes. Tetapi, dipikir-pikir percuma saja. Bang Agus pasti akan tetap
mengiranya mengada-ada.
“Tirai jendelanya ditutup saja. Terus, pintu kamarnya dibuka. Nanti, kalau kamu lihat
yang aneh-aneh lagi, teriaksaja,” kata Bang Agus sambil meninggalkan Odi sendirian.Odi
menurut apa yang dipesan kakaknya. Kemudian, ia berusaha melupakan kejadian yang baru
dialaminya danmeneruskan pekerjaannya. Setelah tugas sekolahnya selesai, seperti biasa, Odi
merapikan kamarnya dahulu. Beberapa mainan yangtergeletak di lantai, dikembalikan ke
2
tempatnya. dua hari yanglalu, Odi baru saja merayakan pesta ulang tahunnya. Banyak hadiah
mainan, buku, dan benda pajangan diterimanya, yangkini memenuhi kamarnya.Ketika kantuk
mulai menyerang, Odi langsung merebahkan diri di tempat tidurnya. Matanya tak mau sedikit
pun melirikke jendela kamar. Ia ingin segera menceritakan semuanyakepada Ibek, temannya
yang senang memecahkan kejadian-kejadian aneh.
Esok harinya, ketika bertemu Ibek di sekolah, Odi langsung menceritakan tentang
wajah di balik jendela semalam.Saat istirahat tiba, Ibek mulai beraksi menanyakan teman
teman sekelas seputar kado yang diberikan mereka pada ulang tahun Odi. Tetapi, jawabannya
tidak memberikan hal yang berarti bagi Ibek.
Malamnya, Ibek sengaja belajar bersama di rumah Odi.Sesekali, mereka memandang ke
jendela. Tetapi, yang mereka harapkan tidak muncul juga.
“Rupanya, hantu itu takut terhadapku,” bisik Ibek. Tak berapa lama kemudian, ia pamit
pulang meninggalkan rumah Odi. Sepeninggal Ibek, Odi kembali gelisah. Apalagi, Ibek
berpesan agar tirai jendela kamarnya dibiarkan terbuka. Sementara, Odi pura-pura mencari
kesibukan di meja belajarnya. Akhirnya, ia tidak bisa menahan keinginan untuk menoleh ke
jendela kamarnya.
“Wajah itu lagi!” Odi langsung berteriak.Ia lari keluar kamar menuju kamar Bang Agus.
Buru-buru,diseretnya Bang Agus keluar rumah. Di halaman rumah, tepatdi depan kamar Odi,
terlihat Ibek tengah bergumul seru mencekal seorang anak sebayanya yang terus meronta.
“Hentikan! Dia itu Husen. Aku mengenalnya,” seru BangAgus kemudian.
Ibek melepaskan cekalanya. Husen langsung berlari menghampiri Bang Agus. Ibek
dan Odi sama-sama terngangaketika melihat Husen sibuk menggerak-gerakkan tangannya
dan anggota tubuh lainnya di depan Bang Agus. Anak itu rupanya tak dapat bicara.
“Beberapa hari yang lalu, aku membeli patung kayu yang dijual Husen di pasar untuk
kado ulang tahun Odi. Rupanya Husen ingin meminjam sebentar patung kayu itu, tetapi sulit
menemui aku. Makanya, dua malam ini, ia terus melihat kamarmu untuk memastikan patung
kayu itu masih ada.
Sekarang, coba kamu ambilkan patung itu,” pinta Bang Agus.
Odi berlari ke kamar dan kembali dengan patung kayu berbentuk kuda di tangannya.
Begitu Husen diserahi patung itu, ia buru-buru merogoh bagian dasar patung. Ada rongga
kecil di sana. Dan, dari dalamnya ia mengambil sebentuk cincin.
“Itu cincin peninggalan ibunya,” jelas Bang Agus setelahHusen mengembalikan
patung kuda kepada Odi. Bang Agussegera meminta mereka saling bersalaman, berkenalan,
dansaling memaafkan. Tak lama kemudian, Husen langsungpulang, disusul Ibek yang
bajunya sedikit terkoyak.
“Malam itu, Odi tidur nyenyak tanpa dibayangi ketakutan.Besok, ia ingin Bang Agus
mengajarkan bahasa isyarat agar ia juga dapat bicara dengan teman barunya itu.