Niko Uji Kekerasan
-
Upload
niko-andriano -
Category
Documents
-
view
329 -
download
7
description
Transcript of Niko Uji Kekerasan
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat serta karunia-nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang “UJI
KEKERASAN” ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan
juga kami berterima kasih pada Bapak Ir. Riski Elpari Siregar,MT selaku Dosen
mata kuliah Pengujian Bahan di UNIVERSITAS NEGERI MEDAN yang telah
memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai dasar-dasar dan pengertian dari uji
kekerasan dan contoh pengujian bahan dengan melakukan uji kekerasan. Kami
juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan
jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan
usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang,
mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan
saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.
Medan, Oktober 2015
Penyusun .
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
2. TUJUAN
3. BATASAN MASALAH
4. SISTEMATIKA PENULISAN
BAB II
PEMBAHASAN
1. PENGERTIAN UJI KEKERASAN
2. METODE-METODE UJI KEKERASAN
3. CONTOH METODA PERCOBAAN
BAB III
1. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Kekerasan (Hardness) adalah salah satu sifat mekanik (Mechanical
properties) dari suatu material. Kekerasan suatu material harus diketahui khususnya
untuk material yang dalam penggunaanya akan mangalami pergesekan (frictional force)
dan deformasi plastis. Deformasi plastis sendiri adalah suatu keadaan dari suatu material
ketika material tersebut diberikan gaya maka struktur mikro dari material tersebut sudah
tidak bisa kembali ke bentuk asal artinya material tersebut tidak dapat kembali ke
bentuknya semula. Lebih ringkasnya kekerasan didefinisikan sebagai kemampuan suatu
material untuk menahan beban identasi atau penetrasi (penekanan).
Di dalam aplikasi manufaktur, material dilakukan pengujian dengan dua
pertimbangan yaitu untuk mengetahui karakteristik suatu material baru dan melihat
mutu untuk memastikan suatu material memiliki spesifikasi kualitas tertentu.
Terdapat tiga jenis ukuran kekerasan, tergantung pada cara melakukan
pengujian, yaitu: (1) Kekerasan goresan (scratch hardness); (2) Kekerasan lekukan
(indentation hardness); (3) Kekerasan pantulan (rebound). Untuk logam, hanya
kekerasan lekukan yang banyak menarik perhatian dalam kaitannya dengan bidang
rekayasa. Terdapat berbagai macam uji kekerasan lekukan, antara lain: Uji kekerasan
Brinell, Vickers, Rockwell, Knoop, dan sebagainya.
Penjelasan lebih lanjut mengenai uji kekerasan akan dibahas didalam
makalah ini.
TUJUAN
Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui kekuatan bahan logam
melalui pemahaman dan pendalaman kurva hasil uji kekerasan.
BATASAN MASALAH
Batasan pada makalah ini adalah sampai pada penjelasan tentang apa itu Uji
kekerasan, macam-macam metode uji kekerasan, diagram alir, dan contoh praktikum
pengujian kekerasan.
SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika penulisan pada makalah ini terbagi menjadi 3 bab, yaitu
PENDAHULUAN, PEMBAHASAN, dan PENUTUP. BAB I menjelaskan tentang
Latar Belakang,Tujuan, Batasan Masalah, dan Sistematika Penulisan. BAB II
menjelaskan tentang pembahasan Uji kekerasan, dan BAB III Penutup.
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian uji kekerasan
Di dalam aplikasi manufaktur, material dilakukan pengujian dengan dua
pertimbangan yaitu untuk mengetahui karakteristik suatu material baru dan melihat
mutu untuk memastikan suatu material memiliki spesifikasi kualitas tertentu.
Terdapat tiga jenis ukuran kekerasan, tergantung pada cara melakukan
pengujian, yaitu: (1) Kekerasan goresan (scratch hardness); (2) Kekerasan lekukan
(indentation hardness); (3) Kekerasan pantulan (rebound). Untuk logam, hanya
kekerasan lekukan yang banyak menarik perhatian dalam kaitannya dengan bidang
rekayasa. Terdapat berbagai macam uji kekerasan lekukan, antara lain: Uji kekerasan
Brinell, Vickers, Rockwell, Knoop, dan sebagainya.
Metode-Metode Uji Kekerasan
Kekerasan suatu material dapat didefinisikan sebagai ketahanan material
tersebut terhadap gaya penekanan atau penetrasi semetara dari material yang lebih
keras. Terdapat tiga jenis ukuran kekerasan yang tergantung dari cara melakukan
pengujian yaitu:
a. Metode Gesek (Scratch Hardness)
Metode ini dikenalkan oleh Friedrich Mohs. Metode ini merupakan perhatian
utama dari para ahli mineral. Dengan mengukur kekerasan, berbagai mineral dan bahan-
bahan lain, disusun berdasarkan kemampuan gesekan yang satu terhadap yang lain.
Mohs membagi kekerasan material di dunia berdasarkan skala (dikenal sebagai skala
Mohs). Skala bervariasi dari nilai 1 sampai 10. Dalam skala Mohs urutan nilai
kekerasan material di dunia diwakili oleh:
a. Talc f. Orthoclase
b. Gipsum g. Quartz
c. Calcite h. Topaz
d. Fluorite i. Corundum
e. Apatite j. Diamond (intan)
Prinsip pengujian :
Bila suatu material mampu digores oleh Orthoclase tetapi tidak mampu
digores oleh apatite maka kekerasan mineral berada pada apatite dengan orthoclase.
Kelemahan metode ini adalah ketidak akuratan nilai kekerasan suatu material.
b. Metode Elastik /Pantul (Dynamic Hardness)
Metode ini menggunakan alat Shore Scleoroscope yang gunanya untuk
mengukur tinggi pantulan suatu pemukul (hammer) dengan berat tertentu yang
dijatuhkan dari suatu ketinggian terhadap permukaan benda uji. Tinggi pantulan yang
dihasilkan mewakili kekerasan benda uji. Semakin tinggi pantulan tersebut yang
ditunjukkan oleh dial pada alat pngukur maka kekerasan benda uji dinilai semakin
besar.
c. Metode Lekukan / Indentasi (Indentation Hardness)
Pengujian ini dilakukan dengan penekanan benda uji dengan indentor
dengan gaya tekan dan waktu indentasi yang ditentukan. Kekerasan material ditentukan
oleh dalam ataupun luas area indentasi yang dihasilkan (tergantung jenis indentor dan
jenis pengujian). Metode ini antara lain:
d. Metode Brinell
Diperkenalkan pertama kali oleh J.A Brinell. Pengujian kekerasan berupa
pembentukan lekukan pada logam dengan memakai bola baja berdiameter 10mm dan
diberi beban 3000kg. Untuk logam lunak, beban dikurangi hingga tinggal 500kg, untuk
menghindari jejak yang dalam. Untuk bahan yang keras, digunakan paduan karbida
tungsten sebagai pemerkecil terjadina distorsi indentor.
Angka kekerasan Brinell dinyatakan sebagai beban P dibagi luas permukaan lekukan.
Rumus untuk angka kekerasan tersebut adalah
BHP = = (1)
dimana, P = beban yang diterapkan (Kg)
D = diameter bola (mm)
d = diameter lekukan (mm)
t = kedalaman jejak (mm)
Satuan dari BHN adalah kg/mm2. Akan tetapi, BHN tidak memenuhi
hukum fisika, karena pada persamaan (1) tidak melibatkan tekanan rata-rata pada
permukaan lekukan.
Pada gambar 1, dapat dilihat bahwa d = D sin . Dengan memasukan harga ini ke
persamaan (1), akan dihasilkan bentuk persamaan kekerasan Brineel yang lain, yaitu
BHP = (2)
Gambar 1. Parameter-parameter dasar dalam pengujian Brinell
Untuk mendapatkan BHN yang sama dengan beban atau diameter bola yang
tidak standar, diperlukan keserupaan lekukan secara geometris. Keserupaan geometris
akan diperoleh, sejauh besar sudut 2 tidak berubah. Pada persamaan (2) menunjukkan
bahwa agar dan BHN tetap konstan.
Geometri uji Brinell adalah aksi simetrik sebagai lawan terhadap regangan bidang.
Shaw dan DelSalvo memperlihatkan bahwa daerah plastik di bawah penumbuk tumpul,
berlainan dengan slip, tetapi sangt mirip dengan daerah batas elastis-plastis berupa
garis-garis tegangan gesre maksimun konstan di bawah bola yang menekan pelat dasar
e. Metode Meyer
Kekerasan Meyer berdasarkan luas proyeksi jejak bukan luas
permukaannya. Tekanan rata-rata antara luas penumbuk (identer) dan lekukan adalah
sama dengan beban dibagi luas proyeksi lekukan.
=
Meyer mengemukakan bahwa tekanan rata-rata dapat diambil sebagai ukuran
kekerasan.
Kekerasan Meyer =
Kekerasan Meyer memiliki satauan sama seperti satuan kekerasan Brinell yaitu kg/mm².
Hukum Meyer
P = k
dimaana, P= beban yang diterapkan (kg)
D= diameter lekukan (mm)
n’= konstanta bahan yang ada kaitannya dengan
pengerasan regangan.
K= konstanta bahan yang menyatakan ketahanan terhadap penembusan (penetration)
f. Metode Vickers
Uji kekerasan Vickers menggunakan penumbuk piramida intan yang
dasarnya berbentuk bujur sangkar. Besar sudut antara permukaan-permukaan piramida
yang saling berhadapan adalah . Pengujian Vickers juga disebut sebagai uji
kekerasan piramida intan. Angaka kekerasan intan didefinisikan sebagai beban dibagi
luas permukaan lekukan.
DHP = =
dimana, P = beban yang diterapkan (kg)
L = panjang diagonal rata-rata (mm)
= sudut antara permukaan intan yang berlawanan
Tipe-tipe lekukan piramida intan
a
b c
Keterangan : gambar a merupakan lekukan bantal jarum, b lekukan yang sempurna, c lekukan yang
bentuk tong karena penimbunan ke atas
g. Metode Rockwell
Uji kekerasan Rockwell sering digunakan karena cepat, bebas dari
kesalahan manusia, mampu membedakan kekerasan paling kecil pada baja yang
diperkeras. U ji ini berbeda dengan uji Brinell dan Vickers karena pada uji ini tidak
menilai kekerasan suatu bahan dari diagonal jejak yang dihasilkan tetapi dengan
pembacaan langsung (direct reading). Di bawah ini adalah contoh uji keras Rockweel
yang diterapkan pada beban kecil sebesar 10 kg untuk menempatkan benda uji :
Gambar 3. contoh uji kekerasan dengan uji Rockwell
Berikut adalah tabel uji kekerasan berdasarkan metode-metode diat
Contoh Pengujian Kekerasan Material
Alat dan bahan :
a. Hoytom macrohardness tester (metode Brinell, Vickers, dan Rockwell).
b. Buehler Micromet 2100 series microhardness tester (metode vickers).
c. MicrometerR
d. Measrin microscope
e. Sampel uji silinder pejal dan uji tarik
Flow Chart Prosedur Pengujian
Meratakan permukaan logam dengan amplas, kikir, atau
Memilih indentor sesuai dengan skala kekerasan
yang diinginkan dan letakkan benda uji pada
alat uji
Mengatur beban dan memberikan indentor yang
sesuai dan memberikan beban sesuai dengan jenis logam yang
diuji, beban baja 1840 N, Cu 613 N, dan Al 294 N
Mengukur jejak indentor setelah beban dilepaskan
Menghitung nilai kekerasannya sesuai cara
yang digunakan
Menentukan kekerasan pada lima titik dan hitung
rata-ratanya
Pengujian Selesai
A. Tabel Data
Sampel
P (Kg)D
(mm)No.
indentasidx (mm)
dy (mm)
dave
(mm)BHN
(Kg/mm2)Rata-rata
BHN
Fe187,5 3,2 1 1,244 1,394 1,319 131,188
125,331187,5 3,2 2 1,414 1,344 1,379 119,473
Cu62,5 3,2 1 1,06 1,045 1,053 69,874
73,19762,5 3,2 2 1,01 1,004 1,007 76,520
Al31,25 3,2 1 0,587 0,936 0,762 67,664
68,27131,25 3,2 2 0,609 0,792 0,701 80,14331,25 3,2 3 0,696 0,961 0,829 57,007
B. Contoh Perhitungan
Perhitungan nilai kekerasan Brinell
Rumus umum :
BHN =2P
( πD ) (D - √D2 - d2 ) Contoh perhitungan pada tabel menggunakan data dari sample Fe nomor 4 adalah
sebagai berikut :
Beban (P) =187.5 Kg
Diameter indentor (D) = 1,6 mm
Pengukuran jejak saat pengujian dilakukan dua kali, yakni :
Diameter jejak 1 (d1) = 1.16mm
Diameter jejak 2 (d2) = 1.116 mm
Diameter jejak rata-rata (d)= 1.16+1.116 = 1.138mm
2
Hitung nilai BHN (Brinell Hardness Number) dengan menggunakan persamaan :
BHN = 2 x P
( π x D )(D - √ D2 - d2)
BHN = 2 x 187 . 5 kg
( π x 3,2 mm )(3,2 mm - √(3,2 mm)2 - (1,319 mm)2)=¿131. 188
kgmm2
¿
C. Grafik
Grafik baja BHN vs dave
Grafik Al BHN vs dave
Baja
Grafik Cu BHN vs dave
D. Pembahasan
Prinsip Pengujian
Kekerasan suatu material secara universal dapat didefinisikan sebagai ketahanan
suatu material terhadap gaya penekanan dari material lain yang lebih keras. Pengujian
yang dilakukan yaitu dengan cara metode indentasi dengan menggunakan metode
brinell. Indentornya terdiri dari bola baja yang diperkeras (hardened steel ball) dengan
beban dan waktu indentasi tertentu. Adapun metode pengujian yang biasa digunakan,
antara lain :
a. Metode Gores
Metode ini tidak banyak digunakan dalam dunia metalurgi, namun masih
digunakan dalam dunia mineralogi. Metode ini dikenalkan oleh Friedrich Mohs, yaitu
dengan mengukur kedalaman atau lebar goresan pada permukaan benda uji dengan cara
menggoreskan permukaan benda uji dengan material pembanding (ASTM, 47-43, 1951,
E. B. Begsman). Indentor yang biasa digunakan adalah jarum yang terbuat dari intan.
Metode ini membagi kekerasan material di dunia ini berdasarkan skala (yang kemudian
dikenal sebagai skala Mohs). Skala ini bervariasi dari nilai 1 untuk kekerasan yang
paling rendah, hingga skala 10 sebagai nilai kekerasan tertinggi. Standar Mohs (ASTM
E 448) tidak cocok dilakukan untuk logam, karena skala kekerasan logam umumnya
tinggi. Disamping itu, metode ini memiliki kemampu-ulangan rendah karena tidak
akurat dalam perhitungan skala / nilai kekerasannya.
b. Metode Elastik / Pantul (Rebound)
Pada metode ini, kekerasan material ditentukan oleh alat Scleroscope yang
mengukur tinggi pantulan suatu pemukul (hammer) dengan berat tertentu yang
dijatuhkan dari suatu ketinggian terhadap permukaan benda uji. Tinggi pantulan
(rebound) yang dihasilkan mewakili kekerasan benda uji.
c. Metode Indentasi
Pada metode ini, pengujian dilakukan dengan penekanan benda uji menggunakan
indentor, dimana gaya tekan dan waktu indentasi ditentukan. Kekerasan material
ditentukan oleh dalam ataupun luas area indentasi yang dihasilkan (tergantung jenis
indentor dan jenis pengujian). Berdasarkan prinsip bekerjanya, uji kekerasan jenis ini
dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Metode Brinell
Metode ini diperkenalkan pertama kali oleh J.A.Brinell pada tahun 1900.
Pengujian kekerasan dilakukan dengan memakai bola baja yang diperkeras (hardened
steel ball) dengan beban dan waktu indentasi tertentu. Hasil penekanan adalah jejak
berbentuk lingkaran bulat, yang harus dihitung diameternya dibawah mikroskop khusus
pengukur jejak. Pengukuran nilai kekerasan suatu material diberikan oleh rumus:
dimana :
P adalah beban (Kg)
D diameter indentor (mm)
d diameter jejak (mm)
2 PBHN =
(( D) (D - D2 - d2
)
Prosedur standar pengujian mensyaratkan bola baja dengan diameter 10 mm dan
beban 3000 kg untuk pengujian logam-logam ferrous, atau 500 kg untuk logam-logam non
ferrous. Untuk logam-logam ferrous, waktu indentasi biasanya sekitar 10 detik, sementara
untuk logam-logam non ferrous sekitar 30 detik. Walaupun demikian pengaturan beban dan
waktu indentasi untuk setiap material dapat pula ditentukan oleh karakteristik alat penguji.
Nilai kekerasan suatu material yang dinotasikan dengan “HB” tanpa tambahan angka di
belakangnya menyatakan kondisi pengujian standar dengan indentor bola baja 10mm, beban
3000 kg selama waktu 1-15 detik. Untuk kondisi yang lain nilai kekerasan HB diikuti
angka-angka yang menyatakan kondisi pengujian.
Syarat menggunakan metode Brinell :
- indentor bola baja yang dikeraskan berdiameter 2,5-10 mm, beban 300-3000 Kg
- permukaan test harus sesuai dengan karakteristik material, tidak mengalami
karburasi ataupun proses sejenis lainnya
- diameter jejak dihitung dengan mikroskop elektronik
- ketebalan minimum 0.6 mm dan permukaan tanpa dikeraskan
- pengujian tidak boleh terlalu dipinggir
- beban yang digunakan harus steady dan terbebas dari kemungkinan pembebanan
tak diinginkan disebabkan oleh gaya inersia dari beban
- jarak antar uji minimum 3d
- tidak terjadi penggelembungan di bagian belakang material uji disebabkan
penggunaan beban yang terlalu besar
- permukaan harus rata, jika perlu diamplas atau dimachining terlebih dahulu
2. Metode Vickers
Pada metode ini digunakan indentor intan berbentuk piramida dengan sudut 136o. Prinsip
pengujian adalah sama dengan Brinell, walaupun jejak yang dihasilkan berbentuk
bujursangkar berdiagonal. Panjang diagonal diukur dengan skala pada mikroskop pengukur
jejak. Nilai kekerasan suatu material diberikan oleh:
Pengujian metode Vickers akan memberikan dampak hasil yang berbeda-beda tergantung
pada elestisitas material. Apabila material lunak atau keelastisitasannya tinggi, maka hasil
1854 PVHN = d2
indentasi akan mengempis. Dan pada material yang kaku, maka akan berbentuk
menggembung.
Gambar. Distorsi oleh indentor pyramid intan karena efek elastisitas;
(a)Indentasi sempurna; (b)Indentasi mengempis; (c)Indentasi menggembung
3. Metode Rockwell
Indentor yang digunakan kerucut intan dengan sudut yang dibentuk muka intan 120o.
Pembebanan dilakukan dengan dua tahap; tahap pertama adalah pembebanan minor
kemudian pembebanan mayor. Nilai kekerasan ditentukan dengan perbandingan kedalaman
kedua tahap pembebanan. Berbeda dengan metode Brinell dan Vickers dimana kekerasan
suatu bahan dinilai dari diameter atau diagonel jejak yang dihasilkan, maka metode Rockwell
merupakan uji kekerasan dengan pembacaan langsung (direct reading). Metode ini banyak
dipakai dalam industri karena pertimbangan praktis. Variasi dalam beban dan indentor yang
digunakan membuat metode ini memiliki banyak macamnya. Metode yang paling umum
dipakai adalah Rockwell B (dengan indentor bola baja berdiameter 1/6 inci dan beban 100
kg) dan Rockwell C (dengan indentor intan dan beban 150 kg). Walaupun demikian lainnya
biasa dipakai. Oleh karenanya skala kekerasan Rockwell suatu material harus
dispesifikasikan dengan jelas.
Berikut beberapa standar pengujian kekerasan :
Hardness Test ASTM JIS DIN
Brinell ASTM E JIS B 7736 DIN EN ISO 6506
Vickers ASTM E 92 JIS Z 2244 DIN EN ISO 6507
Rockwell ASTM D 785 ISO
2039
JIS Z 2245 DIN EN ISO 6508
Pada pengujian yang dilakukan, indentornya mempunyai diameter sebesar 3 mm.
Ada 3 sampel benda uji yang digunakan, yakni Fe, Cu, dan Al. Pengujian yang dipakai pada
percobaan kali ini adalah pengujian dengan metode indentasi, untuk lebih spesifiknya metode
Brinell. Indentor bola baja yang digunakan memiliki diameter (D) sebesar 3 mm. Sebelum
melakukan proses indentasi Brinell, ada beberapa persyaratan yang perlu diperhatikan, antara
lain :
- Spesimen yang digunakan tidak boleh terlalu keras, karena bola indentor yang
digunakan akan terdeformasi terlalu besar
- Ketebalan minimum 0.6 mm dan tanpa dikeraskan permukaan. Material yang terlalu
tipis tidak diperkenankan untuk digunakan karena indentasi yang terjadi bisa jadi lebih
besar daripada tebal spesimen itu sendiri, sehingga bisa menimbulkan
penggelembungan di bagian belakan material, merusak sampel, atau bahkan merusak
bola indentor. Syarat ini terpenuhi, dimana ketebalan sampel yang digunakan antara 1 –
1.5 cm
- Permukaan test haruslah haruslah sesuai dengan sifat karakteristik materialnya, tidak
mengalami karburisasi, case hardening dan proses sejenis lainnya.
- Beban yang digunakan haruslah steady dan terbebas dari kemungkinan pembebanan tak
diinginkan disebabkan gaya inersia dari beban
- Permukaan harus rata, jika perlu sebelumnya permukaan diamplas atau di machining.
Penggunaan amplas dimulai dari grit terkecil (amplas kasar) dilanjutkan dengan grit
terbesar (amplas halus). Permukaan yang tidak rata akan mempersulit penghitungan
diameter indentasi di bawah mikroskop.
Spesimen yang telah siap diuji, kemudian diaruh pada meja spesimen pada mesin
Brinell, kemudian meja tersebut diputar dan disetting hingga permukaan sampel menyentuh
bola indentor (tanpa tekanan). Kemudian tuas pompa didorong untuk menandai dimulainya
proses indentasi, dan biarkan pada posisi tersebut selama 10 – 15 detik. Setelah itu, tarik
kembali tuas pompa, longgarkan meja dengan bola indentor, dan pengujian dapat dilanjutkan
untuk titik permukaan lainnya (jarak antar titik pengujian jangan terlalu berdekatan untuk
menghindari pengaruh deformasi yang terjadi di bawah permukaan jejak indentasi yang
mampu mengganggu hasil pengujian yang representatif; pengujian jangan terlalu di pinggir).
Setelah itu, sampel dibawa ke bawah mikroskop untuk dihitung besar diameter jejak
indentasinya.
Ukuran dan uniformitas dari bola indentor diperiksa melalui pengukuran dengan
menggunakan micrometer caliper dengan tingkat akurasi yang baik. Mikroskop Brinell
diperiksa dengan membandingkan hasil pembacaannya dengan skala standar. Kesalahan
pembacaan terhadap standar tidak boleh lebih dari 0.02 mm. Untuk pengujian dengan
spesimen yang kecil atau tipis, biasanya digunakan bola indentor dengan ukuran diameter
kurang dari 10 mm. Beberapa pengujian (yang bukan merupakan uji Brinell standar) akan
mendekati uji standar jika perbandingan / hubungan antara beban aplikasi (P) dan diameter
bola (D) sama dengan pada uji standar. Jejak yang ideal maksimal sebesar diameter indentor,
idealnya sebesar d/2 dari indentor.
Analisa Grafik
Analisa Grafik BHN vs Beban (Fe)
Dari percobaan yang dilakukan terhadap sampel Fe didapatkan data berupa diameter
jejak indentasi. Dari perhitungan didapatkan kekerasan BHN dari sampel Fe ini adalah
125,331 kg/mm2 (pada skala pengujian dengan beban 187,5 kg). Nilai BHN ini akan saya
gunakan untuk dibandingkan dengan literatur
Data tersebut dibandingkan dengan literatur berikut ini :
Data perbandingan untuk Fe
Material BHN
Steel 0.6%C 200 - 235Steel 0.8%C 240 – 360Malleable iron 120Nickel cast iron 200Steel 0.4%C 130 - 190
Dari sini dapat praktikan simpulkan bahwa sampel yang digunakan kemungkinan adalah
Steel 0,4%C atau mungkin Malleable iron, karena untuk jenis material tersebut memiliki
skala kekerasan BHN antara 130 - 190kg/mm2 untuk Steel 0,4%C dan Malleable Iron 120
BHN .
Dari grafik dapat dilihat bahwa dalam hubungannya pembebanan dengan kekerasan
sampel,terlihat bahwa semakin besar diameter rata-rata maka yang terjadi makin kecil BHN.
Terlihat dari grafik bahwa terjadi perbedaan kekerasan BHN yang cukup jauh antara kedua
pembebanan. Kesalahan yang terjadi dimungkinkan oleh beberapa hal diantaranya seperti
pemberian jarak antar penjejakan. Bila antar penjejakan jaraknya terlalu dekat, maka dapat
menimbulkan pengerasan yang lebih pada jejak di dkat penjejakan yang baru. Hal ini
disebabkan karena pembebanan pada jejak tersebt mempengaruhi keadaan wilayah disekitar
penjejakan, dan hal inilah dapat menyebabkan pengerasan berlebih di penjejakan di dekat
penjejakan tersebut .
Analisa Grafik BHN vs Beban (Cu)
Dari grafik bisa dilihat pada beban 62,5 kg pada lokasi 1 kekerasan sebesar 76,520
BHN, beban 62.5 kg pada lokasi 2 kekerasan 69,874 BHN, an kekerasan rata-ratanya adalah
73,197 BHN. Berikut perbandingan BHN untuk beban 62.5kg dengan literatur ditujuka pada
tabel 2.3
Material BHN (Brinell Hardness Number)
Sampel pengujian Cu 73,197
Cu alloy C11000 64.06 – 131.88
Cu alloy C17200 135.94 – 423.77
Cu alloy C36000 97.97 – 135.94
Cu alloy C71500 107.83 – 149.86
Table 2.3 Perbandingan kekerasan sampel Cu dengan literatur
Dari table bisa dilihat bahwa kekerasan Cu hasil uji mendekati kekerasan literatur untuk
Cu alloy C11000. Namun dari hasil tersebut masih memiliki kesalahan literature jika
mengambil nilai bawah dari literatur sebesar 64,06 BHN kesalahan literatur sebesar 14,3%.
Kesalahan yang terjadi disebabkan oleh perhitungan diameter jejak indentasi di bawah
mikroskop yang kurang akurat, karena ada beberapa permukaan jejak yang tidak berbentuk
bulat sempurna sehingga panjang diameter untuk arah yang berbeda menghasilkan nilai yang
berbeda. Hal ini menurut literatur disebabkan karena bola indentor mengalami deformasi
dibawah pembebanan dan terjadi mekanisme recovery dari spesimen ketika beban
dilepaskan. Kesalahan pembacaan diameter seharusnya tidak boleh lebih dari 0.02 mm.
Disamping itu, waktu pembebanan yang terlampau lama akan mengakibatkan tingkat
deformasi yang terjadi menjadi lebih besar.
Analisa Grafik BHN vs Beban (Al)
Dari grafik diatas kita dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut
67,664 68,27180,14357,007
Maka Nilai rata-rata 68,271 BHN untuk 31,25 kg.
Kekerasan Al rata-rata dari sample yang kita miliki adalah 68,271 BHN, jika
dikonversikan ketable maka sample yang kita gunakan adalah Al alloy 5052. Al marupakan
logam yang lebih lunak dibandingkan dengan CU dan juga Fe. Oleh karena itu Al juga
mamiliki batas elastis yang lebih rendah dibandingkan dengan keduanya. Pada percobaan ini
range kekerasan yang dihasilkan cukup besar, hal ini mungkin disebabkan karena adanya
stain hardening pada sample, atau kesalahan juga dapat terjadi karena adanya kurang teliti
dalam pengamatan. Karena Al lebih lunak maka pembebanan optimum untuk Al adalah 31,25
Kg.
Al memiliki sifat kekerasan yang rendah karena :
1. mempunyai struktur kristal FCC
2. mempunyai kekuatan yang rendah dibandingkan dengan Fe dan Cu
3. bersifat ulet dan mudah ditempa
Analisa Grafik BHN vs Sample
Dari grafik kita dapat mengetahui bahwa kekerasan yang paling besar adalah
Material BHN (Brinell Hardness Number)
Al alloy 1100 21.74 – 47.83Al alloy 2024 53.62 – 143.48Al alloy 2014 53.62 – 140.58Al alloy 5052 56.52 – 84.06Al alloy 5456 89.86 – 101.45Al alloy 7075 66.67 – 165.22
Sampel Pengujian Al 68,271
kekerasan yang dimiliki oleh Fe, kemudian Cu dan Al. Kekerasan yang dimiliki Fe adalah
sekitar 125,331 BHN , kekerasan yang dimiliki oeh Cu adalah 73,197 BHN, dan kekerasan
yang dimiliki oleh Al adalah 68,271 BHN. Disini kekerasan yang dihasilkan adalah
berbanding terbalik dengan diameter penjejakan, logam yang semakin keras maka akan
memiliki diameter yang lebih kecil. Jadi disini Fe memiliki diameter paling kecil
dibandingkan dengan yang lain. Grafik sample diatas telah sesuai dengan literatur yaitu
ketiga pembebanan yang diberikan menghasilkan urutan kekerasa Fe-Cu-Al.
Hubungan nilai kekerasan dengan sifat lain
Sifat-sifat mekanik yang lain untuk material sangat berkaitan erat dengan nilai
kekerasan yang dimiliki suatu material. Berikut kaitan nilai kekerasan dengan sifat-sifat lain
dari suatu material .
Bila dikaitkan dengan mekanisme keausan, maka semakin tinggi nilai kekerasan suatu
material, maka material tersebut semakin tahan terhadap mekanisme keausan. Disamping
ditentukan oleh nilai kekerasannya, pemilihan material tahan aus juga ditentukan pula oleh
tingkat ketangguhan, komposisi kimia, dan struktur mikronya, dan variabel lainnya.
Bila dikaitkan dengan kekuatan material, maka nilai kekerasan memiliki nilai yang ekivalen
terhadap kekuatan materialnya. Artinya, semakin tinggi nilai kekerasan suatu material, maka
material tersebut memiliki kekuatan yang tinggi. Bila dikaitkan dengan kekuatan tarik,
tegangan tarik maupun kekerasan dapat dijadikan indikator ketahanan material terhadap
deformasi plastis. Konsekuensinya, kedua variabel tersebut proporsional satu sama lain.
Sebagai aturan konversi (untuk sebagian besar steel / baja), kekerasan Brinell dan tegangan
tarik (tensile strength) dihubungkan melalui persamaan :
Tensile Strength (MPa) = 3.45 x BHN
Tensile Strength (psi) = 500 x HB
Gambar Hubungan kekerasan Brinell dengan tensile strength
Makin keras material maka kekuatan tariknya semakin besar pula. Walaupun demikian,
semakin keras suatu material, maka kecenderungan material tersebut untuk bersifat getas
semakin besar. Hal ini dikarenakan pergerakan dislokasi sangat kecil apabila dilakukan
pembebanan pada material, sehingga deformasi plastis yang terjadi sangat kecil, bahkan
hampir tidak ada. Oleh karena itu, tingkat kekerasan material harus seimbang dengan
ductility (keuletan) yang dimiliki , dalam artian material tersebut merupakan material yang
tangguh.
BAB IIIKESIMPULAN
Kesimpulan
Di dalam aplikasi manufaktur, material dilakukan pengujian dengan dua pertimbangan
yaitu untuk mengetahui karakteristik suatu material baru dan melihat mutu untuk memastikan
suatu material memiliki spesifikasi kualitas tertentu.
1. Nilai kekerasan sample untuk variable beban yang sama dari yang tertinggi secara
berurutan adalah Fe – Cu – Al.
2. Semakin keras suatu material maka material tersebut akan semakin getas (patah lebih
cepat) dan nilai keuletannya rendah.
3. Semakin tinggi nilai BHN suatu material, kekerasannya pun makin tinggi.
4. Tensile strength dan kekerasan memiliki perbandingan yang lurus dan sama untuk besi
tuang, baja dan perunggu.
5. Semakin tinggi nilai kekerasan suatu material maka akan semakin rendah nilai
keausannya.
6. Metode Brinell hanya mencerminkan kekerasan dilapisan permukaan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Callister, William D. Materials Science and Engineering. 1996. John Wiley & Sons, Inc.
2. http://www.google/Diktat Teori Dasar Parktikum Metalurgi Fisik/
3. Buku Paduan Kerja Mahasiswa Praktikum Metalurgi Fisik
4. Davis, Harmer Elmer. The Testing of Engineering Materials. 1964. Mc-Graw Hill.