NII Sebagai Organisasi Negara
description
Transcript of NII Sebagai Organisasi Negara
NII sebagai Organisasi Negara
NEGARA ISLAM INDONESIASEBAGAI ORGANISASI NEGARA
Sebuah organisasi terdiri dari sekumpulan orang yang
bekerjasama. Dalam interaksi kerjasamanya sekumpulan manusia
pasti ada konflik. Konflik sendiri merupakan bagian yang tak
terpisahkan dalam dinamika sebuah kelompok. Adapun yang bisa
membuatnya bertahan sebagai sebuah kelompok yang bekerjasama
adalah Tujuan Bersama yang ingin dicapai.
Begitupula Organisasi yang bernama Negara. Yang jadi
pertanyaannya adalah, apa Tujuan Bersama yang ingin dicapai oleh
orang-orang bekerjasama di wadah yang bernama Negara Islam
Indonesia?
Tujuan NII
Mukaddimah Qanun Azasi NII menjelaskan pada kita perjalanan
sejarah perjuangan Ummat Islam Bangsa Indonesia. Dipermaklumkan
bahwa Tujuan perjuangan Ummat Islam Bangsa Indonesia adalah
mencari dan mendapatkan Mardhotillah. Dalam pada itu dijelaskan
pula bahwa mendapatkan Mardhotillah itu adalah hidup di dalam
suatu ikatan dunia baru, yakni Negara Islam Indonesia yang
merdeka.
Negara Islam Indonesia sendiri adalah Negara yang berdasarkan
Hukum Islam. Hal itu berarti mendapatkan Mardhotillah adalah hidup
dalam sebuah masyarakat yang berhukum pada hukum Islam.
Pertanyaannya, apa manfaat dari hidup dalam sebuah masyarakat
yang berhukum pada hukum Islam?
NII sebagai Estafeta Misi Kenabian
Awal dari peradaban Islam yang dibangun Nabi SAW. adalah
peristiwa hijrah Nabi SAW..
Makalah/Training Islam Intensif/ empiris-homepage.blogspot.com -94-
NII sebagai Organisasi Negara
Peristiwa hijrah juga menjadi titik awal dari kalendar Islam itu
sendiri, dengan bulan pertamanya adalah Muharram, ini juga
memberi arti betapa pentingnya peristiwa ini bagi umat Islam.
Bagaimana Nabi SAW. mengawali peradaban Islam itu? Dan
bagaimana kita dapat membangun suatu masyarakat di masa modern
dengan merujuk pada sejarah Islam ini? Dua masalah inilah yang akan
dibahas dalam tulisan ini.
Secara konvensional, perkataan “madinah” memang diartikan
sebagai “kota”. Tetapi secara ilmu kebahasaan, perkataan itu
mengandung makna “peradaban”. Dalam bahasa Arab, “peradaban”
memang dinyatakan dalam kata-kata “Madaniyah” atau “tamaddun”,
selain dalam kata-kata “hadharah”. Karena itu, menurut Nurcholish
Madjid tindakan Nabi mengubah nama Yatsrib menjadi Madinah,
pada hakikatnya adalah sebuah pernyataan niat, atau proklamasi,
bahwa beliau bersama para pendukungnya yang terdiri dari kaum
Muhajirin dan kaum Anshar hendak mendirikan dan membangun
masyarakat beradab.
Mirip dengan pendapat Nurcholish, Dawam Rahardjo melihat
bahwa yang disebut masyarakat Madani itu sama dengan civil society.
Hanya saja, menurut Dawam dalam perspektif Islam, civil society
lebih mengacu kepada penciptaan peradaban. Kata al din, — yang
umumnya diterjemahkan sebagai agama — berkaitan dengan makna
al tamaddun, atau peradaban. Keduanya menyatu ke dalam
pengertian al madinah yang arti harfiahnya adalah kota. Dengan
demikian menurut Dawam masyarakat Madani mengandung tiga hal,
yakni agama, peradaban, dan perkotaan. Di sini, agama merupakan
sumber, peradaban adalah prosesnya, dan masyarakat kota adalah
hasilnya.
Bagaimana proses pembentukan masyarakat Madani pada masa
Rosulullah SAW.? Persoalan ini dapat dilihat dengan analisis sosial
politik dan tidak hanya melulu persoalan normatif misi risalah. Secara
analisis sosial politik, adalah menarik untuk memahami situasi sosial
politik dan kondisi geografi antara kota Mekkah dan Madinah. Dua
kota ini menjadi penting karena Mekkah adalah kota kelahiran Islam
dan Madinah adalah awal peradaban Islam.
Kiranya menjadi penting secara sekilas memahami struktur dan
karakter sosial-politik di dua kota tersebut. Pada saat itu, struktur dan
Makalah/Training Islam Intensif/ empiris-homepage.blogspot.com -95-
NII sebagai Organisasi Negara
karakter sosial-politik di dua kota itu sangat dipengaruhi unsur
kesukuan, serta sama sekali tidak memiliki pengalaman tentang suatu
negara atau organisasi pemerintahan. Meskipun demikian, Mekkah,
saat kelahiran Nabi SAW., merupakan pusat perdagangan yang kuat,
yang telah mempunyai semacam konstitusi perdagangan dan dewan
sesepuh, yang disebut Mala’. Dewan ini bertugas menyelesaikan
perselisihan dan mengawasi serta melindungi kepentingan dagang
dari setiap suku. Mekkah menikmati kedamaian karena hanya dihuni
dan dikontrol oleh satu suku yang kuat; Quraisy. Selain itu, Quraisy
mempunyai posisi yang kuat karena mendiami tempat suci yang
sangat prestisius di seluruh semenanjung: Kabah, tempat yang hanya
merekalah penjaganya. Akan tetapi, kota itu belumlah memiliki
otoritas kenegaraan atau sebuah kekuatan yang memaksa setiap
keputusan dilaksanakan. Even by violent force.
Sedangkan situasi di Madinah sebelum Islam sama sekali berbeda
dari Mekkah. Di kota ini terdapat lima suku yang saling berperang.
Tiga suku merupakan Yahudi yakni Banu Nadir, Banu Qaynuqa dan
Banu Qurayza. Dan dua lagi suku Arab yakni suku Aws dan Khazraj.
Suku-suku Yahudi menguasai wilayah yang luas dari perkebunan
kurma dan juga menguasai beberapa kerajinan tangan, sementara
suku-suku Arab mengandalkan tanah pertanian mereka sebagai
sumber utama. Suku Aws dan Khazraj saling berperang dalam waktu
yang sangat panjang, dan suku-suku Yahudi juga bermusuhan satu
sama lain, meskipun mereka saling mendukung ketika berhadapan
dengan suku-suku Arab.
Dengan demikian, Madinah adalah kota yang paling tidak stabil,
penuh dengan gangguan, dan tidak aman di semenanjung Arab. Tidak
seperti Mekkah, ia tidak mempunyai institusi Mala’ atau dewan
sesepuh sebagai lembaga arbitrase bagi peperangan antar-suku atau
pertentangan antar-etnik. Kondisi yang demikian ini menjadikan
penduduk Madinah ingin mencari seseorang yang mampu secara adil
mengatasi suku-suku yang berperang dan menjaga kedamaian dan
keharmonisan di dalam kota serta menyelamatkan masyarakat dari
pertumpahan darah yang tidak berkesudahan.
Faktor sosial-politik inilah, yang membuat penduduk Madinah
tertarik kepada ajaran Islam dan Nabi SAW., seorang yang mereka
lihat sebagai hakim yang tidak memihak, hakim yang memang
Makalah/Training Islam Intensif/ empiris-homepage.blogspot.com -96-
NII sebagai Organisasi Negara
memiliki kebijaksanaan yang luar biasa untuk menyelesaikan
perselisihan-perselisihan mereka. Mereka tahu bagaimana Nabi SAW.
menyelesaikan perbaikan Kabah secara adil. Ketika Kabah diperbaiki,
maka masyarakat kota Mekkah meminta Nabi SAW. untuk
memutuskan secara adil tentang bagaimana meletakkan batu hitam
ke Kabah. Nabi SAW. kemudian melepas sorbannya dan menaruh batu
tersebut di atasnya, kemudian dimintanya perwakilan dari setiap suku
untuk mengangkat batu itu dengan cara memegang sorbannya. Inilah
salah satu peristiwa yang membuat Muhammad SAW. yang belum
menjadi nabi terkenal kecerdasan dan keadilannya.
Kebutuhan akan pemimpin yang adil ini, membuat masyarakat
Madinah ingin mengundang Nabi SAW. ke kotanya. Mereka tahu
bahwa Nabi SAW. banyak mendapat ancaman di Mekkah. Selama dua
tahun lamanya dilakukan perundingan secara seksama, dengan
masuknya sebagian besar -tidak semua- penduduk dari dua suku Arab
kepada Islam, dan mereka bersumpah untuk melindungi Nabi, Nabi
SAW. akhirnya menerima undangan mereka untuk berimigrasi ke kota
tersebut. Mereka (penduduk Madinah) harus melindungi Nabi SAW.
dari musuh-musuhnya, suku Quraisy, dan demikian pula Nabi SAW.
mesti memberi mereka kedamaian dan kesatuan melalui persatuan
spiritual.
Segera setelah sumpah-setia pertama di al-Aqaba tahun 620 M,
Nabi SAW. mulai mengirim pengikut-pengikut setianya dari Mekkah
ke Madinah. Sebelum dia sendiri melakukan hijrah pada tahun 622 M,
Nabi SAW. memastikan seluruh kaum Muslim Mekkah harus sudah
berpindah dan menetap di sana. Ini merupakan strategi yang hati-hati
dan sangat cerdas. Karena Nabi SAW. tidak ingin dianggap hijrah ke
Madinah sebagai pelarian, melainkan sebagai pemimpin para
pengikut setianya sendiri dari suku Quraisy yang berjumlah lebih dari
dua ratus orang. Dengan demikian, ketika tiba di Madinah, secara
antusias Nabi SAW. diterima, tidak hanya oleh tuan rumah Madinah,
mulai saat ini disebut Anshar atau penolong, tetapi juga oleh pengikut
setianya sendiri dari Mekkah, yang kemudian dikenal sebagai
Muhajirin atau orang-orang yang berpindah.
Setelah tiga belas tahun perjuangan tanpa akhir, Nabi SAW.
akhirnya berhasil menciptakan masyarakat Muslim terlatih yang
secara bebas dan terbuka berkehendak melaksanakan ajaran
Makalah/Training Islam Intensif/ empiris-homepage.blogspot.com -97-
NII sebagai Organisasi Negara
agamanya, yaitu kaum Muhajirrin. Di Mekkah, orang-orang Islam
hanyalah dianggap sekelompok pemberontak dan minoritas tertindas
yang meyakini agama baru, serta secara sosial, politik, dan ekonomi
di bawah dominasi dari mayoritas non-Muslim, Quraisy. Di Madinah,
justru sebaliknya, mereka membangun komunitas yang sesuai dengan
keinginan mereka sendiri dalam arti yang sebenarnya. Sebuah
komunitas yang kelak akan memenuhi kebutuhan-kebutuhan akan
institusi-institusi termasuk organisasi pemerintahan. Membangun
sebuah tempat yang diridloi Alloh Azza wa Jalla.
Bagaimana Nabi SAW. membangun prinsip-prinsip masyarakat
Madinah itu? Jadi, komunitas Muslim yang baru terbentuk tersusun
dari tiga suku yang berbeda dari Madinah dan Mekkah, dibagi dalam
beberapa klan, yang harus mengembangkan diri dan beradaptasi
terhadap bentuk politik dan organisasi pemerintahan baru, yang
semua kelompok konstituen dapat hidup secara harmonis. Di samping
itu, terdapat tiga suku Yahudi yang hidup di Madinah yang
mempunyai peranan penting dalam kehidupan sipil yang harus terus
diakomodasi bersama kaum Muslim. Pada kenyataannya, kota
Madinah didiami oleh dua komunitas agama penting dan sederajat,
Muslim dan Yahudi. Kelompok ketiga, yakni kaum pagan (penyembah
berhala) dapat juga ditambahkan sebagai pendukung salah satu dari
dua komunitas yang telah disebutkan di atas.
Nabi SAW. selanjutnya memformulasikan sebuah perjanjian
(Mitsaq), yang secara umum dikenal dengan konstitusi Madinah, yang
pada satu sisi merekatkan ketiga suku Muslim serta klan-klan mereka
dalam kerjasama satu sama lain, dan di sisi lain antara suku-suku
Yahudi dengan suku-suku Muslim. Perjanjian itu berisi 52 pasal, yang
pasal keduanya diulang 20 kali, baik secara penuh ataupun dalam
bentuk yang singkat dengan perubahan nama klan atau kelompok
yang dimasukkan ke dalam perjanjian tersebut pada tanggal yang
berbeda.
Hal yang secara khusus mesti diperhatikan adalah perjanjian itu
ditandatangani secara terpisah dan independen oleh klan-klan yang
berbeda dari suku-suku tersebut dan tidak ditandatangani oleh suku-
suku secara keseluruhan. Kemudian, 32 pasal sisanya dapat dibagi
dalam dua bagian, satu bagian berkenaan dengan urusan-urusan
umat Muslim saja, sedangkan bagian yang lain berhubungan dengan
Makalah/Training Islam Intensif/ empiris-homepage.blogspot.com -98-
NII sebagai Organisasi Negara
tanggung jawab bersama, baik Muslim maupun Yahudi sebagai warga
negara sederajat. Perjanjian tersebut juga mencakup komunitas
pagan yang hidup di dalam dan sekitar kota Madinah, atau yang telah
bersekutu dengan salah satu klan Muslim atau klan Yahudi.
Konstitusi yang di sepakati oleh Nabi SAW. dengan suku-suku di
Madinah bukanlah sebuah Konstitusi yang jauh dari realitas
masyarakat. Konstitusi itu mencerminkan realitas geografis, sosial,
budaya, dan ekonomi dari suatu wilayah masyarakat. Dengan
Konstitusi ini, Nabi SAW. telah berhasil memperkenalkan perubahan
yang revolusioner dalam konsep kehidupan sipil masyarakat Arab.
Jauh sebelumnya, keseluruhan konsep kehidupan kesukuan
didasarkan pada pertalian darah, dan sekarang penekanannya telah
dialihkan kepada komunitas yang dibentuk lewat seperangkat
kesepakatan yang diterima secara bebas.
Nicholson dengan rasa kagum berkomentar tentang konstitusi
tersebut dengan berkata, “Tidak ada seorang pun yang mampu
mempelajarinya (piagam Madinah) tanpa pernah terkesan oleh
langkah politik yang jenius dari pembuatnya. Muhammad tidak
menyerang secara terbuka independensi dari suku-suku, tetapi dia
menghancurkannya secara perlahan, dengan mengalihkan pusat
kekuasaan dari suku kepada komunitas; dan walaupun komunitas
tersebut terdiri dari kaum Yahudi dan pagan, di samping tentunya
kaum Muslim, dia secara penuh mengakui, apa yang gagal
diperkirakan rival-rivalnya, bahwa umat Muslim adalah partner aktif,
dan segera akan memegang peran utama, dalam negara baru yang
didirikan.”
Isi kontitusi itu memperlihatkan bahwa: (1) munculnya bangsa
yang pluralistik secara politik tanpa memandang agama, etnik, atau
afiliasi suku; (2) konstitusi tersebut menjamin secara penuh terhadap
kebebasan beragama dan kemudian dia liberal dalam fungsinya; (3)
dia secara total memberikan kebebasan internal kepada setiap
konstituen klan dan sukunya, dan oleh sebab itu dia berkarakter
federalistik, dan yang terakhir; (4) komitmen dan loyalitas kepada
komunitas mengatasi segala loyalitas lainnya.
Dengan karakteristik konstitusi dasar seperti tersebut di atas,
negara Muslim pertama terwujud pada tahun 622 M. Nabi SAW.
adalah, -secara pasti dengan tidak dipersoalkan lagi- kepala negara,
Makalah/Training Islam Intensif/ empiris-homepage.blogspot.com -99-
NII sebagai Organisasi Negara
dan secara bersamaan dia juga seorang Nabi. Dia telah menjadi
pemimpin dari pengikutnya, para imigran Quraisy, seperti halnya para
pemimpin dari klan-klan dan suku-suku Madinah.
Pembentukan masyarakat oleh Nabi SAW. mengindikasikan
bahwa tidak ada antagonisme antara keagamaan dan sekuler,
spiritual dan temporal, yang suci dan yang profan. Tetapi,
kenyataannya, ruang dari aktivitas keduanya, meskipun saling
melengkapi adalah berbeda Manusia merupakan makhluk Tuhan dan
konsekuensinya sisi ilahiah dan primordial ada dalam fitrahnya
sebagaimana Dia berfirman, “Dan Aku telah tiupkan kepadanya ruh-
Ku” (QS. 15:29), sementara itu, negara adalah buatan manusia dan
secara prinsip mesti memperhatikan hikmah-hikmah Islam serta
secara temporal mesti memperhatikan subyek dari pengalaman
manusia dengan perubahan dari ‘ruang-waktu’, dan dalam konteks
‘zaman’ dan ‘generasi’.
Prinsip-prinsip Konstitusi Madinah ini rujukan wajib bagi
pembentukan tatanan negara modern yang pluralis (agama, ras, suku
dan golongan) namun menjadikan hikmah Islam sebagai bagian
penting kehidupan bernegara. Mantan Deputi PM. Malaysia Anwar
Ibrahim ketika menyampaikan pidato kebudayaannya pada Festival
Istiqlal 1995 di Jakarta, berjudul “Islam dan Pembentukan Masyarakat
Madani” berkata, “Justru itu Islamlah yang pertama kali
memperkenalkan kepada kita di rantau ini kepada cita-cita keadilan
sosial dan pembentukan masyarakat Madani, yaitu civil society yang
bersifat demokratis.” Menurut Anwar, “Kedatangan Islam bukan
sekedar membentuk pandangan hidup baru yang mengutamakan
peranan akal dan pemikiran rasional, namun juga mencakup revolusi
ruhaniah dan aqliyah yang juga kemudian menggerakkan
transformasi sosial, yaitu secara berangsur-angsur meletakkan asas
susunan baru kemasyarakatan dan urusan kenegaraan yang
mementingkan kemuliaan derajat insan.”
Masyarakat yang dibangun pada zaman Rosul tersebut identik
dengan civil society dalam bahasa modern, karena secara sosio-
kultural mengandung substansi keadaban (civility). Karena itu model
masyarakat ini sering dijadikan model sebuah masyarakat modern,
sebagaimana yang juga diakui oleh seorang sosiolog kenamaan,
Robert N Bellah dalam bukunya Beyond Belief (1976). Bellah
Makalah/Training Islam Intensif/ empiris-homepage.blogspot.com -100-
NII sebagai Organisasi Negara
mengakui, dalam buku hasil penelitiannya ini terhadap agama-agama
besar di dunia itu, bahwa masyarakat yang dipimpin Rosulullah SAW.
itu merupakan masyarakat yang sangat modern untuk zaman dan
tempatnya. Masyarakat ini telah melakukan lompatan jauh ke depan
dalam kecanggihan tata sosial dan pembangunan sistem politiknya.
Dokumen Madinah membuktikan betapa sangat majunya
masyarakat yang dibangun kala itu, di samping juga memberikan
penegasan mengenai kejelasan hukum dan konstitusi sebuah
masyarakat. Bahkan, menurut Hamidullah, Piagam Madinah ini
adalah konstitusi tertulis pertama dalam sejarah manusia. Konstitusi
ini secara mencengangkan telah mengatur apa yang sekarang orang
ributkan tentang hak-hak sipil (civil rights) atau lebih dikenal dengan
hak asasi manusia (HAM), jauh sebelum Deklarasi Kemerdekaan
Amerika (American Declaration of Independence, 1776), Revolusi
Perancis (1789) dan Deklarasi Universal PBB tentang HAM (1948)
dikumandangkan.
Secara formal Piagam Madinah mengatur hubungan sosial antar
komponen masyarakat. Pertama, antar sesama muslim, bahwa sesama
muslim adalah satu umat walaupun mereka berbeda suku. Kedua,
hubungan antara komunitas muslim dengan non muslim didasarkan
pada prinsp bertetangga baik, saling membantu dalam menghadapi
musuh bersama, membela mereka yang teraniaya, saling menasihati
dan menghormati kebebasan beragama.
Akan tetapi secara umum, sebagaimana terbaca dalam teks,
piagam Madinah mengatur kehidupan sosial penduduk Madinah
secara lebih luas. Ada dua nilai dasar yang tertuang dalam piagam
Madinah, yang menjadi dasar bagi pendirian sebuah negara Madinah
kala itu. Pertama, prinsip kesederajatan dan keadilan (al-musawwah
wal-’adalah) Kedua, keterbukaan. Kedua prinsip itu lalu dijabarkan
dalam dan ditanamkan dalam bentuk beberapa nilai universal, seperti
konsistensi (i’tidal), keseimbangan (tawazun), moderat (tawasut) dan
toleran (tasamuh).
Menurut Nurcholish dalam dokumen Madinah itu pula umat
manusia untuk pertama kalinya diperkenalkan, antara lain, kepada
wawasan kebebasan, terutama di bidang agama dan politik,
khususnya pertahanan, secara bersama-sama. Dan di Madinah itu
pula, sebagai pembelaan terhadap masyarakat Madani, Nabi dan
Makalah/Training Islam Intensif/ empiris-homepage.blogspot.com -101-
NII sebagai Organisasi Negara
kaum beriman diizinkan mengangkat senjata, perang membela diri
dan menghadapi musuh-musuh peradaban. Membangun masyarakat
peradaban itulah yang dilakukan Nabi selama sepuluh tahun di
Madinah. Beliau membangun masyarakat yang adil, terbuka, dan
demokratis, dengan landasan takwa kepada Allah dan taat kepada
ajaran-Nya.
Oleh sebab itu, dalam negeri Madinah saat itu, walaupun
penduduknya heterogen kedudukannya sama, masing-masing
memiliki kebebasan untuk memeluk agama dan melaksanakan
aktivitas dalam bidang sosial ekonomi. Setiap pihak mempunyai
kebebasan yang sama untuk membela Madinah tempat tinggal
mereka.
Masyarakat Madinah yang bernilai peradaban itu dapat dibangun
hanya setelah Rosulullah melakukan reformasi dan transformasi ke
dalam (inner reformation and transformation) pada individu yang
berdimensi aqidah, ibadah dan akhlak. Karena iman dan moralitas
menjadi landasan dasar Piagam Madinah. Semua prinsip dan nilai di
atas menjadi dasar semua aspek kehidupan, baik politik, ekonomi dan
hukum masa itu, sehingga masyarakat Madani yang diidealkan itu
secara empiris pernah terwujud di muka bumi ini, bukan Baru Bisa
Mimpi.
Kiranya uraian di atas lah yang menjadi Misi dari Negara Islam
Indonesia, membangun tempat yang diridloi Alloh Azza wa Jalla.
Itulah yang membuat ratusan ribu Mujahid Nusantara rela
mengucurkan keringat dan menumpahkan darahnya. Meneruskan
Estafeta Misi Kenabian.
Makalah/Training Islam Intensif/ empiris-homepage.blogspot.com -102-