new Lisa TUTORIAL C THALASEMIA.docx
-
Upload
lisa-yuniarti -
Category
Documents
-
view
44 -
download
3
Transcript of new Lisa TUTORIAL C THALASEMIA.docx
TUTORIALSKENARIO C BLOK 22
Kelompok : 6
Tutor : dr. Syafyudin, M. Biomed.
Lisa Yuniarti
04111401049
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS SRIWIJAYA PALEMBANG
2013
Skenario kasus
A 9 years old girl came to Moh.Hoesin hospital with complaint of pale and abdominal distention. She
lives in KayuAgung. She has been already hospitalized 2 times before (2009 and 2010) in KayuAgung
general hospital and always got blood transfution. Her younger brother, 7 years old, look taller than her. Her
uncle was dead when he was 21 years old due to similar disease like her.
Physical examination
Compos mentis, anemia (+), wide epichantus , prominence upper jaw
HR : 94x/mnt ; RR : 27xmnt ; TD : 100/70mmHg ; temp : 36,7 degrees C
Heart and lung: within normal limit
Abdomen : Hepatic enlargement ¼ x ¼ , spleen schoeffner III
Extremities : pallor palm of hand .Other : normal
Laboratoriumresult :
Hb : 5,7 gr% , RBC : 2.700 X 103 /lt ,WBC :10,2x103, thrombocyte : 267 X 103/lt ,Diff count :
0/2/0/70/22/6,Hematocrite 17 vol%,reticulosit 1,8 %
Blood film :Anisocytosis, Poikylocytosis, Hypochrome, target cell (+)
SI 74, TIBC 310, Serum Ferritin 74
Bilirubin indirect 3,2 ; Bilirubin direct : 0,4 : Bilirubin total : 3,6
1. A 9 years old girl came to the Moh. Hoesin Hospital with complain of pale and abdominal distention.
a. Apa saja sistem organ yang terlibat pada kasus ini ? (anatomi, histologi dan fisiologi organ tersebut ) 1
SISTEM RETIKULOENDOTELIAL
Menurut Aschoff, Asshoff adalah orang yang pertama kali menamakan endothelium organ-organ seperti
hati, kelenjar limfe dan limpa yang mempunyai kemampuan fagositosis dan dapat memakan cat-cat sebagai
sistem retikuloendotelial. Menurut Aschoff sistem ini mengandung 4 struktur.
1. Fagosit-fagosit limpa dan darah
2. Sel-sel retikulum pulpa limpa, korteks kelenjar limfe, pulpa kelenjar limfe dansel-selretikulum
jaringan limfatik lain.
3. Histiosit jaringan pengikat, yang disebut makrofag jaringan
4. Retikuloendotelium dari sinusoid kelenjar limfe, sinusoid limpa, kapiler hati, sum-sumt ulang,
korteks adrenal dan adenohipofisis.
Menurut Athony dan Kolthoff, sistem retikuloendotelial adalah jarinagn pengikat retikular yang tersebar
luas menyelubungi sinusoid-sinusoid darah di hati, sumsum tulang dan juga menyelubungi saluran-saluran
limfe di jaringan limfatik. Sistem retikuloendotelial ini mengandung 3 sel:
1. Sel-sel retikuloendotelial yang melapisi sinusoid darah di hati, limpa, sumsumtulang,kelenjar limfe,
termasuk sel-sel kupffer di hati dan sel-sel serupa diparu-paru dansumsum tulang.
2. Makrofag adalah sel-sel terbanyak yang menempati jaringan pengikat dan disebut histiosit atau resting
wandering cells atau clasmatocytes.
3. Mikroglia yang menyokong pusat susunan saraf
Sel-sel retikuloendotelial dapat melepaskan diri dari kerangkanya dan mengembara, pengembaraan
ini tidak menggunakan darah. Dalam pengembaraannya sel-sel retikuloendotelial menemukan benda-benda
asing yang memerlukan fungsi dari sel-sel retikuloendotelial, maka ia mengadakan fagositosis terhadap
benda-benda asing tersebut, dan setelah menyelesaikan tugasnya, ia kembali ke tempat asalnya. Sistem
retikuloendotelial yang terdapat di kelenjar limfe berfungsi untuk menyingkirkan sel-sel badan yang telah
tua, sel-sel cacat, sel-sel asing dan menghancurkan sel-sel kanker. Hal ini mungkin karena aliran limfe
menjadisangat lambat sewaktu melalui kelenjar limfe yang strukturnya khas. Sistem retikulo endotelia di
limpa juga berfungsi menghancurkan eritrosit-eritrosit yang sudah tua.
Menurut Guyton sistem retikuloendotelial meliputi sel-sel jaringan yang menyelubungi saluran-
saluran darah dan saluran-saluran limfe, yang berkemampuan fagositosis terhadap bakteria, virus dan benda-
benda asing, dan berkemampuan membuat zat-zat imut terhadap mereka. Sistem retikuloendotelial meliputi
sel-sel fagosit di sumsum tulang, limpa, hati dan kelenjar limfe. Sel-sel tersebut berhubungan satu sama lain,
sehingga membentuk struktur retikular.
Menurut Keele dan Neil sistem retikuloendotelial adalah sel-sel fagosit tertentu yang terdapat pada
jaringan yang menyelubungi saluran darah pada pulpa limpa, hati dan sumsumtulang, juga fagosit-fagosit
tertentu yang terdapat pada jaringan yang menyelubungi saluran limfe di jaringan-jaringan limfatik, dan
fagosit-fagosit yang terdapat pada jaringan subkutan dan submukosa.
Fungsi sitem ini adalah ;
1. Menghancurkan sel-sel darah yang sudah tua, membuat dan melepaskan bilirubin kesirkulasi.
2. Memakan bakteria, melipatgandakan jika ada infeksi, bertanggung jawab mempertahankan badan
melawan infeksi.
3. Memakan dan meproses antigen dan merangsang sel-sl plasma untuk membuat antibody.
Seluruh sistem retikuloendotelial bekerja sebagai satu unit fingsional sehingga jika ada salahsatu
sistemorgan yang dikeluarkan dari badan maka akan terjadi hipertrofi, kompensasi dariorgan-organyang
masih ada.
Menurut Weiss sistem retikuloendotelial adalah suatu sitem yang bersifat menyerapdan fagositik,
yang meliputi monosit sumsum tulang, promonosit sumsum tulang, darah, limfe, ruang-ruang serosa,
jaringan pengikat, semua sistem yang digunakan untuk lalu lintas makrofag tetap menjadi makrofag
pengembara.
Sistem retikoloendotelial adalah sistem yang selalu siap siaga berproliferasi cepat dan terus menerus
dalam waktu lama, apabila badan kemasukan jasad-jasad infektif atau antigen, sistem ini merupakan salah
satu dalam reaksi imunologis yang non spesifik maupun spesifik,dan merupaka penggerak reaksi
imunologis.
Sumsum tulang sebagai organ sistem retikuloendotelial bersifat hematologis dan imunologis. Ia
melepaskan bentuk awal makrofag dan limfosit-limfosit yang nantinya akan membentuk populasi-populasi
limfosit B dan limfosit T di jaringan-jaringan limfatik seperti limpa, timus, kelenjar limfe dan jaringan
limfatik semacamnya. Sumsum tulang juga membuat antibody .Sebelum limfosit-limfosit yang akan
membentuk populasi limfosit B menempati tempatnya yang tetap di jaringan-jaringan limfatik, ia
sebelumnya singgah di organ yang analog dengan bursa Fabricius burung, walaupun organ ini belum jelas
yang mana pada manusia.
Limfosit-limfosit B merupakan 10-20 % populasi limfosit kelenjar limfe, 20-35% populasi limfosit
limpa dan merupakan 5 % limfosit yang mengalir di saluranlimfe utama (ductus thoracicus) dan tidak
terdapat di timus. Populasi limfosit B bentukan dari limfosityang telahdiselubungi antibodi yang dilepaskan
oleh sumsum tulang dan pernah singgah dandipengaruhioleh organ analog bursa Fabricus burung, kemudian
dikenal sebagai centrum germinativum atau pulpa-pulpa putih yang bermunculan di tepi-tepi peryarteriolar
lymphatic sheath dan zona marginal limpa dan di organ limfatik lain. Limfosit-limfosit ini merupakan
bentuk awal sel-sel plasma.
Timus sebagai organ sistem retikuloendotelial adalah organ epitelial yang sangat banyak di infiltrasi
oleh limfosit. Timus mengadakanturn over limfosit dengan cepat sekali sehingga 95% limfosit-limfosit
timus telah mati dalam beberapa hari saja. Timus melepaskan limfosi-limfosit yang umurnya mencapai
beberapa bulan sampai beberapa tahun, limfosit seperti ini yang disebut sebagai limfosit T yang asalnya dari
sumsum tulang. Limfosit T mengandung antigen permukaan yang disebut antigen teta. Limfosit T ini juga
mengembara dan menetap di jaringan limfatik lain, misalnya pada tikus: limfosit T merupakan 75-80 %
populasi limfosit kelenjar limfe, 30-50 % populasi limfosit limpa, 80-90 % limfosit yang mengalir di limfe
saluramn limfe utama, dan hampir tidak ada yang menempati sumsumtulang .Limfosit T tergantung pada
timus. Di limpa, limfosit T menempati periarteriolar lymphatic sheath dan di kelenjar limfe ia menempati
deep perinodular cortical zones. Limfosit T merupakan antibodi selular dan menghasilkan antibodi yang
disebut lymphokines. Diduga timus menghasilkan faktor humoral yang merangsang perkembangan lomfosit
T dikelenjar limfe dan limpa. Limpa dan kelenjar limfea dalah kerangka retikular yang dibentuk untuk
memerangkap sel-sel imunologis aktif tersebut dengan antigen, sehingga di limpa dan di kelenjar limfe
tersebut terjadi pembentukan antibodi selular maupun antibodi humoral. Jadi limpa terutama menangani
benda-benda asing yang terdapat di dalam darah, dan kelenjar limfe terutama menangani benda-benda asing
yang terdapat di dalam limfe. Darah dan limfe mengaliri jaringan-jaringan imunologis,
b. Etiologi dan mekanisme pucat pada kasus ? 2
Penyebab Kulit Pucat
Kulit pucat adalah sebuah akibat dari hilangnya sejumlah hemoglobin pada microvaskuler kutan.
Penurunan ini terjadi akibat aliran darah pada kutan akibat :
1. faktor emosional
2. epinephrin
3. paparan udara dingin
4. syok
5. penyusuaian fisiologi karena anemia berat
Penurunan Hb à O2 sedikt àO2 pada kulit berkurang karena o2 yang ada didistribusikan ke organ2
penting terlebih dahulu yaitu jantung dan otak à sedikit O2 pada kulit à vasoconstriction à pale
c. Etiologi dan mekanisme abdominal distension ? 3
Penyebab perut kembung :
Distensi abdomen dapat disebabkan adanya akumulasi cairan (missal pada asites), akumulasi gas
maupun adanya massa padat di rongga abdomen. Selain itu, distensi abdomen juga dapat disebabkan karena
adanya organomegali pada rongga abdomen.
Pemecahan eritrosit yang terjadi terus-menerus à kerja spleen menjadi semakin besar àperbesaran
spleen à abdomen distention
d. Bagaimana hubungan usia dan jenis kelamin pada kasus ini ? 4
Tidak ada hubungan antara usia dengan gejala yang dialami pasien, karena pasien menderita thalasemia
yang merupakan kelainan herediter sehingga kelainan sudah terjadi sejak awal masa embrio.
Jenis kelamin tidak ada pengaruh dengan penyakit, karena penyakit ini merupakan penyakit yang
diturunkan secara autosomal.
2. She lives in Kayu Agung. She has been already hospitalized two times before ( 2009 and 2010 ) in Kayu
Agung General Hospital and always got blood transfution.
a. Bagaimana hubungan tempat tinggal pada kasus ? 5
Tempat tinggal memiliki pengaruh cukup besar, daerah endemic malaria memiliki angka prevalensi
thalasemia lebih tinggi, karena penderita thalasemia resisten terhadap infeksi malaria. Pada kasus ini, Kayu
Agung (bagian Sumatera Selatan,Indonesia) merupakan daerah dengan prevalensi malaria yang cukup
tinggi.
b. Bagaimana hubungan riwayat transfusi darah dengan keluhan ? 6
Pada thalassemia mayor membutuhkan transfusi regular.
c. Apakah ada hubungan aktivitas dengan keluhan pada kasus ? 7
Pada penderita thalassemia dengan transfusi regular merupakan kriteria dari thalassemia mayor,
aktivitas berlebih akan menimbulkan kelelahan. Oleh karena itu diperlukan transfusi darah rutin agar
kebutuhan tubuh kembali tercukupi. Jika tidak maka anemia dapat berulang.
d. Bagaimana hubungan riwayat pengobatan dahulu dengan kondisi sekarang ? 8
Karena penyakit yang diderita oleh A ini sembuh bila diberi transfusi darah, akan tetapi hanya dalam
jangka waktu yang pendek sehingga penyakitnya akan berulang lagi.
e. Apa saja jenis - jenis transfusi darah ? 9
1. Darah lengkap (whole blood)
Berguna untuk meningkatkan jumlah sel darah merah dan volume plasma dalam waktu yang bersamaan,
misal pada perdarahan aktif dengan kehilangan darah lebih dari 25 -35 % volume darah total.
2. Sel darah merah pekat (packed red cell)
Digunakan untuk meningkatkkan sel darh merah pada pasien yang menunjukkan gejala anemia, misal
pada pasien gagal ginjal dan keganasan.
3. Sel darah merah pekat dengan sedikit leukosit (packed red blood cell leucocyte reduced)
Digunakan untuk meningkatkan jumlah RBC pada pasien yang sering mendapat/tergantung pada
transfusi darah dan pada mereka yang mendapat reaksi transfusi panas dan reaksi alergi yang berulang.
4. Sel darah merah pekat cuci (packed red blood cell washed)
Pada orang dewasa komponen ini dipakai untuk mencegah reaksi alergi yang berat atau alergi yang
berulang.
5. Sel darah merah pekat beku yang dicuci (packed red blood cell frozen)
Hanya digunakan untuk menyaimpan darah langka.
6. Trombosit pekat (concentrate platelets)
Diindikasikan pada kasus perdarahan karena trombositopenia atau trombositopati congenital/didapat.
Juga diindikasikan untuk mereka selama operasi atau prosedur invasive dengan trombosit < 50.000/Ul
7. Trombosit dengan sedikit leukosit (platelets leukocytes reduced)
Digunakan untuk pencegahan terjadinya alloimunisasi terhadap HLA, terutama pada pasien yang
menerima kemotrrapi jangka panjang.
8. Plasma segar beku (fresh frozen plasma)
Dipakai untuk pasien denagn gangguan proses pembekuan pembekuan bila tidak tersedia faktor
pembekuan pekat atau kriopresipitat, misalnya pada defisiensi faktor pembekuan multiple.
f. Jelaskan indikasi , kontra indikasi, dan efek samping dari transfusi darah ? 10
a. Anemia pada perdarahan akut setelah didahului penggantian volume dengan cairan.
b. Anemia kronis jika Hb tidak dapat ditingkatkan dengan cara lain.
c. Gangguan pembekuan darah karena defisiensi komponen.
d. Plasma loss atau hipoalbuminemia jika tidak dapat lagi diberikan plasma subtitute atau larutan
albumin.
e. Penurunan kadar Hb disertai gangguan hemodinamik
3. Her younger brother, 7 years old, looks taller than her. Her uncle was died when he was 21 years old due
to the similar disease like her.
a. Bagaimana pertumbuhan normal pada anak perempuan usia 9 th ? 11
Pertumbuhan
Adalah perubahan yang berkaitan dengan masalah besar, jumlah, ukuran, organ maupun individu,
misal : berat badan, panjang badan, lingkar kepala dsb.
1. Rumusan perkiraan berat badan menggunakan perhitungan :
Usia 1 – 9 tahun = usia (dalam tahun) x 2 + 8
Usia 10 – 12 tahun = usia (dalam tahun) x 7 – 5) : 2
2. Secara garis besar, tinggi badan (TB) anak dapat diperkirakan sebagai berikut:
1 tahun = 1,5 x TB lahir
4 tahun = 2 x TB lahir
6 tahun = 1,5 x TB setahun
13 tahun = 3 x TB lahir
Dewasa = 3,5 x TB lahir (2 x TB 2 tahun)
3. Lingkar kepala pada waktu lahir rata-rata 34 cm. Perkembangan selanjutnya adalah:
Umur 6 bulan : lingkar kepala rata-rata 44 cm
Umur 1 tahun : lingkar kepala rata-rata 47 cm
Umur 2 tahun : 49 cm
Dewasa : 54 cm
b. Bagaimana makna klinis adiknya lebih tinggi ? 12
a. Pada pasien thalasemia, terjadi destruksi dini eritrosit sehingga sumsum tulang merah berkompensasi
dengan cara meningkatkan eritropoiesis. Sumsum tulang merah terdapat di tulang pipih seperti os
maxilla, os frontal, dan os parietal. Hal ini mengakibatkan tulang-tulang tersebut mengalami penonjolan
dan pelebaran. Namun, destruksi dini sel darah merah terus berlanjut sehingga sumsum tulang putih
yang normalnya berfungsi untuk membangun bentuk tubuh dan pertumbuhan berubah fungsi menjadi
sumsum tulang merah yang menghasilkan eritrosit. Sumsum tulang putih terdapat pada tulang-tulang
panjang seperti os tibia, os fibula, os femur, os radius, dan os ulna. Perubahan fungsi tulang-tulang ini
dari pembangun tubuh menjadi pembentuk eritrosit mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan
A.
b. Massa jaringan eritropetik yang membesar tetapi inefektif bisa menghabiskan nutrient sehingga
menyebabkan retardasi pertumbuhan (Patologi Robbins-Kumar volume 2 hal. 454).
c. Penimbunan besi pada pasien thalassemia dapat merusak organ endokrin sehingga terjadi kegagalan
pertumbuhan dan gangguan pubertas.
c. Bagaimana peran genetik pada kasus ini dan pewarisannya ? 13
Riwayat keluarga bahwa pamannya meninggal pada usia 21 tahun dengan gejala penyakit yang sama
dengan pasien menunjukkan kemungkinan bahwa pasien menderita penyakit yang sama dengan pamannya
yang merupakan penyakit herediter (autosomal resesif).
4. Physical Examination :
Compos mentis, anemis (+), wide epicanthus, prominent upper-jaw
HR : 94x/mnt, RR : 27x/mnt, TD : 100/70 mmHg, Temp : 36,7 ᵒC
Heart and Lung : within normal limit
Abdoment : Hepatic enlargement ¼ X ¼ , Spleen : Schoeffner III
Extremities : pallor palm of hand. Others : normal
a. Bagaimana interpretasi pada kasus ? 14
Pemeriksaan Kasus Normal Interpretasi
Kesadaran Compos Mentis Compos Mentis Normal
Anemis (+)
Wide Epicanthus
Prominent upper
jaw
(-)
(-)
(-)
Tanda anemia
Pelebaran epikantus
Penonjolan rahang atas
HR 94x/menit 70-115 x/mnt Normal
RR 27 x/ menit 20-30 x/mnt Normal
TD 100/70 mmHg 95-110/60-75
mmHg
Normal
Temperatur 36,7o c 36,5 – 37,2 O c Normal
Jantung dan Paru-
Paru
Normal Normal Normal
Abdomen
Hati
Limpa
Ekstremitas
Lainnya
Pembesaran ¼ x
¼
S III
Pucat (+)
Normal
Tidak Teraba
Tidak Teraba
Pucat (-)
Normal
Mengalami Pembesaran
Mengalami Pembesaran
Anemia
Normal
b. Bagaimana mekanisme abnormal dari :
- Anemis 15
- Wide epicanthus 16
- Prominent upper-jaw 17
- HR : 94x/mnt, RR : 27x/mnt, TD : 100/70 mmHg 18
- Abdoment : Hepatic enlargement ¼ X ¼ , Spleen : Schoeffner III 19
- Extremities : pallor palm of hand 20
Keadaan umum anemis:
defek gen à produksi globin terganggu à hemoglobin ↓ à eritropoiesis berjalan tidak efektif à
eritrosit lebih rapuh-usia memendek à hemolitik dari eritosit à jumlah eritrosit ↓ à kompensasi,
suplai ke perifer menurun à anemia
Wide epicanthus à lipatan vertical pada sisi nasal yang melebar
Prominent upper jaw à penonjolan rahang atas
Mekanismenya:
Anemia hemolitik à produksi eritrosit ditingkatkan à tulang wajah,
tulang panjang kembali memproduksi sel darah merah à hiperplasia sumsum
tulang à bentuk tulang berubah à fasies talasemia
HR/RR/TD >> ini tergolong normal
RR : 27x/mnt
Merupakan kompensasi dari anemia. Rbc bertugas mengikat oksigen dan membawa ke jaringan, saat
RBC menurun/ berkurang terjadilah kompensasi untuk memenuhi kebutuhan oksigen bagi tubuh dengan
peningkatan pernfasan yg bertujuan untuk membantu tubuh mendapatkan oksigen lebih cepat.
TD : 100/70
Tekanan darah yang turun akibat hipovolemi >> tekanan darah turun.
Hepatic enlargement ¼ x ¼ dan spleen schoeffner II
Mekanismenya:
Eritrosit abnormal à membran eritrosit lebih rapuh à hemolisis meningkat à hemoglobin bebas yang
meningkat diambil oleh hati dan limpa à hepatosplenomegali
5. Laboratory Result :
Hb : 5,7 gr/dl, RBC : 2.700.103 /lt, WBC : 10,2 x 103/lt, Thrombocyte : 267 x 103 /lt, Diff.count :
0/2/0/70/22/6, Hematocrite 17 vol %, reticulosite 1,8 %
a. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan laboratorium ? 21
NORMAL HASIL INTERPRETASI
Hb 11,7 – 15,5 gr/dl 7,6 gr/dl Anemia
Retikulosit 0,5 – 1,5% 1,8% Retikulositosis
(akibat hiperplasia eritroid dengan produksi
eritrosit yang dipercepat)
Leukosit 5 – 15 × 109/lt 10,2×109/lt Normal
Trombosit 150 –
400×109/lt
267×109/lt Normal
Diff. count B: 0 – 1
E: 1 – 3
NB: 2 – 6
NS :50 – 70
L: 20 – 40
M; 2 – 8
0/2/0/70/22/6 Netrofil batang rendah, yang lain normal
Blood film Isositosis
Isositosis
Normokrom
-
Anisocytosis
Poikylocytosis
Hypochrome
Target cell (+)
Anemia
(terdapat gambaran sel-sel eritrosit yag bervariasi
ukurannya)
Peningkatan eritropoeisis (gambaran sel-sel
eritrosit dengan bentuk yang beragam)
Rendahnya Hb dalam darah (warna pucat pada
bagian tengah eritrosit yang lebih besar dari
biasanya)
↑ resistensi osmotik membran eritrosit (adanya
peningkatan eritropoeisis tetapi tidak efektif
sehingga menghasilkan sel-sel eritrosit abnormal
dan retikulosit berinti)
MCV 72 – 88 fl 64 (fl) Mikrositik
(Karena adanya hemolisis intravaskuler dan
pemendekan waktu hidup eritrosit)
MCH 23 – 31 pg 21(pg) Normokrom
MCHC 32 – 36 gr/dl 33 (gr/dl) Hipokrom
(karena adanya hemolisis intravaskuler)
Serum Iron 50 – 150 Normal Normal
b. Bagaimana mekanisme abnormal dari pemeriksaan laboratorium ? 22
Hb : 5,7 gr/dl
Penurunan Hb terjadi akibat berkurangnya / tidak ada sama sekali sintesis rantai globin à
Menurunkan pembentukan Hb
RBC : 2.700.103 /lt
Penurunan Hb terjadi akibat berkurangnya / tidak ada sama sekali sintesis rantai globin >> Rbc
yang terbentuk berkurang
Diff.count : 0/2/0/70/22/6
Hematocrite 17 vol %
Reticulosite 1,8 %
Rantai globin bebas berlebihan >> hemolysis >> anemia >> peningkatan eritropoesis >> Retikulosit
meningkat
Peningkatan retikulosit terjadi pada Anemia hemolitik, sel sabit, Talasemia major, leukemia,
eritoblastosis fetalis, Hb C dan D positif, kehamilan dan kondisi pasca perdarahan akut. (Eritropoesis
inefektif dan peningkatan destruksi eritrosit ekstramedular di limpa / organ RES).
c. Berapa nilai dari MCV, MCH, dan MCHC pada kasus beserta interpretasinya ? 23
Pemeriksaan tambahan
Blood film : anisocytosis, poikylocitosis, hypochrome, target cell (+)
Ferritin : 899, SI : 74 , TIBC : 310, Bil. Total : 3,6 , Bil. Indirek : 3,2 , Bil. Direk : 0,4
Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal ? 24
6. Apa saja diferensial diagnosis pada kasus ? 25
Thallasemia
-Mayor
Anemia
Defisiensi
Besi
Anemia
Sideroblastik
Malaria
1. Derajat Anemia Berat Ringan-Berat Ringan-Berat Ringan-Berat
2. MCV ↓ ↓ N/↓ N
3. MCH ↓ ↓ N/↓ N
4. Besi Serum N/↑ ↓ <30 N/↑ N
5. TIBC N/↓ ↑ >360 N/↓ N
6. Saturasi
Transferin
↑ >20% ↓<15% ↑ >20% N
7. Besi Sumsum
Tulang
(+) (-) (+) dengan ring
sideroblast
N
8. Protoporfirin N ↑ N N
eritrosit
9. Ferritin serum ↑ >50 ↓<20 ↑ >50 ↑ >50
10. Apusan darah:
sel target
(+) (-) (-) (-)
11. Splenomegali (+) (-) (-) (+)/(-)
12. Resistensi
osmotic
↑ N N N
7. Bagaimana penegakan diagnosis pada kasus ? 26
a. Anamnesis:1) Keluhan:
Pucat (Biasanya sejak lahir / usia bayi / usia anak-anak) -> Herediter Perut membesar akibat hepatosplenomegali Mudah letih / lemas Pertumbuhannya lambat Mudah terkena infeksi
2) Riwayat: Tinggal di daerah Endemik Thalassemia-β (contoh: Sumsel) Ada salah satu atau lebih keluarga yang juga menderita penyakit yang sama Riwayat pucat yang berlangsung kronis Pernah / sering menerima transfusi darah
b. Pemeriksaan Fisik: Pucat / anemia Facies Cooley pada anak yang lebih besar Hepatosplenomegali tanpa limfadenopati Gizi kurang /buruk Gangguan pertumbuhan Hiperpigmentasi kulit Pubertas terlambat Ikterik ringan
c. Pemeriksaan penunjang1) Darah tepi :
Gambar 11. Hapusan Darah Thalassemia
Pada talasemia mayor hasil pemeriksaan darah tepi sebagai berikut: Eritrosit terlihat hipokrom dengan berbagai bentuk dan ukuran, beberapa makrosit yang
hipokromik, mikrosit dan fragmentosit. Didapatkan basophilic stippling, anisositosis, target sel (akan meninggi setelah splenektomi), cabot ring cell, Howell-Jolli bodies, SDM berinti.
Anemia sangat berat dengan RBC kurang dari 2 juta/m3
Hb berkisar 2-8 gram% MCV, MCH turun, MCT (mean cell thickmess) turun, MCD (Mean Corpus Diameter) normal.
Pada thalassemia intermedia hasil pemeriksaan darah tepi sebagai berikut: Gambaran darah lebih nyata daripada thalassemia minor, tetapi lebih ringan daripada
thalassemia mayor Hb antara 7-10 gram% Retikulosit 2-10%
Pada thalassemia minor hasil pemeriksaan darah tepi sebagai berikut: Eritrosit hipokrom, mikrositik, polikromasi, basophillic stippling, anisositosis, poikilositosis
ringan, target sel Retikulosit naik sedikit atau normal MCV, MCH, dan hematokrit turun Serum Fe dan IBC normal atau naik sedikit Kenaikan kadar Hb F ringan 2-6%, Hb A2 naik 3-7% Hb normal atau turun sedikit
2) Sumsum tulang (tidak menentukan diagnosis) : Hiperplasi sistem eritropoesis dengan normoblas terbanyak dari jenis asidofil. Granula Fe (dengan pengecatan Prussian biru) meningkat rasio M : E terbalik kadar besi serum normal atau meninggi kadar bilirubin serum meninggi SGOT – SGPT dapat meninggi Asam urat darah meninggi
d. Pemeriksaan khusus : Hb F meningkat : 20%-90% Hb total Elektroforesis Hb : hemoglobinopati lain dan mengukur kadar Hb F. Pemeriksaan pedigree: kedua orangtua pasien talasemia mayor merupakan trait(carrier)
dengan Hb A2 meningkat (> 3,5% dari Hb total).
e. Pemeriksaan lain :
1) Foto Ro tulang kepala :
Gambaran hair on end, korteks menipis, diploe melebar dengan trabekula tegak lurus pada
korteks.Pada kranium ditandai dengan pelebaran ruang diploe dan garis-garis vertikal trabekula akan
memberi gambaran “hair on end”. Abnormalitas gambaran radiologik lainnya pada kranium yaitu sinus
paranasalis tampak tidak berekmbang sempurna, terutama sinus maksilaris.17 Hal ini disebabkan karena
penebalan dari tulang sinus akibat hyperplasia yang akan memberi gambaran “thalassemia facies” dengan
maloklusi. Korpus vertebra mengalami deminerlisasi yang ditandai dengan trabekulasi yang kasar
disekelilingnya. Pada stadium lanjut, tepi superior dan inferior corpus vertebra berbentuk bikonkaf atau
dapat terjadi fraktur kompresi. Kadang pula massa hemopoesis ekstramedulla tampak pada mediastinum
memberi gambaran bayangan jaringan lunak di antara kosta depan dan belakang pada posisi posteroanterior.
Jantung tampak pula mengalami pembesaran. Pada kosta tampak bayangan densitas radiopak didalam kosta
(a rib within a rib appearance).14
Gambar 12.Foto Polos Kepala posisi anteroposterior dan lateral14
2) Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang :
Perluasan sumsum tulang sehingga trabekula tampak jelas. Pada tulang-tulang pendek tangan dan kaki
terbentuk trabekulasi kasar, tulang menjadi berbetuk pipa serta tampak adanya abnormalitas kistik. Pelebaran kavitas
medull pada metacarpal, metatarsal dan phalanges memberi gambaran bentuk rectangular dengan konkavitas normal
menghilang. Pada tulang panjang dan ekstremitas memperlihatkan korteks yang menipis dan dilatasi kavitas medulla
sehingga mengakibatkan tulang-tulang tersebut sangat rapuh dan mudah mengalami fraktur patologik.
Gambar 13.Foto polos tangan & kaki posisi anteroposterior
8. Apa working diagnosis pada kasus ? 27
Talasemia β mayor et causa Anemia Hipokromik Mikrositer
9. Apa saja anamnesis tambahan pada kasus ? 28
10. Apa saja pemeriksaan fisik tambahan pada kasus ? 29
11. Apa saja pemeriksaan penunjang tambahan pada kasus ? 30
12. Apa diagnosis pasti pada kasus ? 31
Talasemia β mayor et causa Anemia Hipokromik Mikrositer.
13. Apa epidemiologi pada kasus ? 32
Frekuensi gen thalassemia di Indonesia berkisar 3-10%. Diperkirakan lebih 2000 penderita baru
dilahirkan setiap tahunnya di Indonesia
Di Indonesia berdasarkan parameter hematologi, frekuensi pembawa sifat thalassemia β di Sumatera
Selatan sekitar 8%.
14. Apa etiologi dan faktor risiko pada kasus ? 33
Etiologi
Kelainan genetik : dalam hal kurangnya satu atau lebih atau tidak terbentuknya rantai globin (α atau
β) dari Hb.
Mutasi gen β globin pada kromosom 11 yang mengkode rantai β
Delesi gen α globin pada kromosom 16 yang mengkode rantai α
Faktor resiko :
Anak dengan orang tua yang memiliki gen thalassemia
Anak dengan salah satu/kedua orang tua thalasemia minor
Anak dengan salah satu orang tua thalasemia
Resiko laki-laki atau perempuan untuk terkena sama
Thalassemia Beta mengenai orang asli dari Mediterania atau ancestry (Yunani, Italia, Ketimuran
Pertengahan) dan orang dari Asia dan Afrika Pendaratan.
Alfa thalassemia kebanyakan mengenai orang Asia Tenggara, Orang India, Cina, atau orang Philipina.
15. Bagaimana patofisiologi pada kasus ? 34
Patogenesis
Hemoglobin dewasa atau HbA mengandung dua rantai α dan dua rantai . Ditandai oleh dua gen globin
yang bertempat pada masing-masing dari dua kromosom nomor 11. Dan, dua pasang gen α-globin yang
fungsional berada pada setiap kromosom nomor 16. Struktur dasar gen α-globin dan , begitu juga langkah-
langkah yang terlibat dalam biosintesis rantai globin adalah sama. Setiap gen globin memiliki tiga rangkaian
pengkodean (ekson) yang diganggu oleh dua rangkaina peratara (intron). Pengapitan sisi 5’ gen globin
merupakan serentetan “rangkaian promoter” yang tidak dapat diterjemahkan, yang diperlukan untuk inisiasi
sintesis mRNA -globin.
Seperti pada semua gen eukariotik, biosintesis rantai globin mulai dengan transkripsi gen globin di
dalam nucleus. Transkripsi mRNA awal mengandung suatu salinan seluruh gen, termasuk semua ekson dan
intron. Precursor mRNA yang besar ini mengalami beberapa modifikasi pascatranskripsi (proses) sebelum
diubah menjadi mRNA sitoplasma dewasa yang siap untuk translasi yaitu penyambungan dua intron dan
mengikat kembali ekson. mRNa dewasa yang terbentuk meninggalkan nucleus dan menjadi terkait ribosom
pada tempat translasi berlaku. Jalur ekspresi gen α-globin sangat serupa. (Buku Ajar Patologi II, Robbins &
Kumar – Jakarta :EGC, 1995).
Thalassemia diartikan sebagai sekumpulan gangguan genetik yang mengakibatkan berkurang atau tidak
ada sama sekali sintesis satu atau lebih rantai globin (Weatherall and Clegg, 1981). Abnormalitas dapat
terjadi pada setiap gen yang menyandi sintesis rantai polipeptid globin, tetapi yang mempunyai arti klinis
hanya gen-β dan gen-α. Karena ada 2 pasang gen-α, maka dalam pewarisannya akan terjadi kombinasi gen
yang sangat bervariasi. Bila terdapat kelainan pada keempat gen-α maka akan timbul manifestasi klinis dan
masalah. Adanya kelainan gen-α lebih kompleks dibandingan dengan kelainan gen-β yang hanya terdapat
satu pasang. Gangguan pada sintesis rantai-α dikenal dengan penyakit thalassemia-α, sedangkan gangguan
pada sintesis rantai-β disebut thalassemia-β.
Kelainan klinis pada sintesis rantai globin-alfa dan beta dapat terjadi, sebagai berikut:
a. Silent carrier yang hanya mengalami kerusakan 1 gen, sehingga pada kasus ini tidak terjadi
kelainan hematologis. Identifikasi hanya dapat dilakukan dengan analisis molekular menggunakan
RFLP atau sekuensing.
b. Bila terjadi kerusakan pada 2 gen-α atau thalassemia-α minor atau carrier thalassemia-α
menyebabkan kelainan hematologis.
c. Bila terjadi kerusakan 3 gen-α yaitu pada penyakit HbH secara klinis termasuk thalassemia
intermedia.
d. Pada Hb-Bart’s hydrop fetalis disebabkan oleh kerusakan keempat gen globin-alfa dan bayi
terlahir sebagai Hb-Bart’s hydrop fetalis akan mengalami oedema dan asites karena penumpukan
cairan dalam jaringan fetus akibat anemia berat.
e. Pada thalassemia-β mayor bentuk homozigot (β0) dan thalassemia-β minor (β+) bentuk
heterozigot yang tidak menunjukkan gejala klinis yang berat.
Gangguan yang terjadi pada sintesis rantai globin-α ataupun-β jika terjadi pada satu atau dua gen saja
tidak menimbulkan masalah yang serius hanya sebatas pengemban sifat (trait atau carrier). Thalassemia
trait disebut uga thalassemia minor tidak menunjukkan gejala klinis yang berarti sama halnya seperti orang
normal kalaupun ada hanya berupa anemia ringan. Kadar Hb normal aki-laki: 13,5 – 17,5 g/dl dan pada
wanita: 12 – 14 g/dl. Namun demikian nilai indeks hematologis, yaitu nilai MCV dan MCH berada di bawah
nilai rentang normal. Rentang normal MCV: 80 – 100 g/dl, MCH: 27 – 34 g/dl
Pucat
Pemendekan umur eritrosit
↑ hemolisis di limpa
Fleksibilitas eritrosit ↓
Presipitasi rantai αpd membrane eritrosit
ANEMIA
Eritropoeisis tidak efektif
Presipitasi rantai αpd eritroblas di sumsum tulang
Peningkatan eritropoeitin
Hipoksia jaringan
Afinitas thd oksigen meningkat
HbF meningkat
Berikatan dng rantai γglobin
Peningkatan rantai globin yg tidak αberpasangan
Sintesis rantai globin menurun atau βterhenti
Hemoglobin menurun
Mutasi / delesi gen globin β
16. Bagaimana komplikasi pada kasus ? 35
a. Hemosiderosis
b. Cardiac disease (akibat iron overload pada myocardium)
c. Kematian
d. Fraktur patologis
e. Disfungsi organ
Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Transfusi darah yang berulang-
ulang dan proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah tinggi, sehingga ditimbun dalam berbagai
jaringan tubuh seperti hepar, limpa, ku.lit, jantung dan lainnya. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan
fungsi alat tersebut. Limpa yang besar mudah rupture akibat trauma yang ringan. Kadang-kadang thalasemia
disertai oleh tanda hipersplenisme seperti leukopenia dan trombopenia.
Kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung.
Kelebihan Fe (khususnya pada pemberian transfusi)
Komplikasi pada jantung, contoh constrictive pericarditis to heart failure and arrhythmias.
Komplikasi pada hati, contoh hepatomegali sampai cirrhosis.
Komplikasi jangka panjang, contoh HCV.
Komplikasi hematologic, contoh VTE.
Komplikasi pada endokrin, seperti endokrinopati, DM.
Gagal tumbuh karena diversi dari sumber kalori untuk eritropoesis.
Fertil, seperti terjadi hypogonadotrophic hypogonadism dan gangguan kehamilan.
17. Bagaimana penatalaksaan farmakologi dan non farmakologi ? 36
1. Transfusi darah teratur yang perlu dilakukan untuk mempertahankan Hb di atas 10 gr/dl tiap saat. Hal ini
biasanya membutuhkan 2-3 unit tiap 4-6 minggu. Darah segar, yang telah disaring untuk memisahkan
leukosist, menghasilkan eritrosit dengan ketahanan yang terbaik dan reaksi paling sedikit. Pasien harus
diperiksa genotipnya pada permulaan program transfuse untuk mengantisipasi bila timbul antibody
eritrosit terhadap eritrosit yang ditransfusikan.
2. Asam folat diberikan secara teratur (misal 5 mg/hari) jika asupan diet buruk
3. Terapi khelasi besi digunakan untuk mengatasi kelebihan besi. Desferioksamin dapat diberikan melalui
kantung infus terpisah sebanyak 1-2 g untuk tiap unit darah yang ditransfusikan dan melalui infus
subkutan 20-40 mg/kg dalam 8-12 jam, 5-7 hari seminggu. Hal ini dilaksanakan pada bayi setelah
pemberian transfusi 10-15 unit darah.
4. Vitamin C (200 mg perhari) meningkatkan eksresi besi yang disebabkan oleh desferioksamin.
5. Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat memperpanjang umur sel darah merah.
6. Splenektomi mungkin perlu untuk mengurangi kebutuhan darah. Splenektomi harus ditunda sampai
pasien berusia > 6 tahun karena tingginya resiko infeksi pasca splenektomi.
7. Transplantasi sum-sum tulang alogenik memberi prospek kesembuhan permanent. Tingkat kesuksesan
adalah lebih dari 80% pada pasien muda yang mendapat khelasi secara baik tanpa disertai adanya
fibrosis hati atau hepatomegali.
8. Terapi endokrin
9. Imunisasi hepatitis B
10. Koenzim Q10 dan Talasemia
Adanya kerusakan sel darah merah dan zat besi yang menumpuk di dalam tubuh akibat talasemia,
menyebabkan timbulnya aktifasi oksigen atau yang lebih dikenal dengan radikal bebas. Radikal
bebas ini dapat merusak lapisan lemak dan protein pada membram sel, dan organel sel, yang pada
akhirnya dapat menyebabkan kerusakan dan kematian sel. Biasanya kerusakan ini terjadi di organ-
organ vital dalam tubuh seperti hati, pankreas, jantung dan kelenjar pituitari. Oleh sebab itu
penggunaan antioksidan, untuk mengatasi radikal bebas, sangat diperlukan pada keadaan talasemia.
18. Bagaimana tindakan preventif dan promotif pada kasus ? 37
Pencegahan primer
Penyuluhan sebelum perkawinan (marriage counselling) untuk mencegah perkawinan diantara pasien
Thalasemia agar tidak mendapatkan keturunan yang homozigot. Perkawinan antara 2 hetarozigot (carrier)
menghasilkan keturunan: 25 % Thalasemia (homozigot), 50 % carrier (heterozigot) dan 25 normal.
Pencegahan sekunder
Pencegahan kelahiran bagi homozigot dari pasangan suami istri dengan Thalasemia heterozigot salah
satunya adalah dengan inseminasi buatan dengan sperma berasal dari donor yang bebas dan
Thalasemia trait. Diagnosis prenatal melalui pemeriksaan DNA cairan amnion merupakan suatu kemajuan
dan digunakan untuk mendiagnosis kasus homozigot intra-uterin sehingga dapat dipertimbangkan tindakan
abortus provokotus
Edukasi
Sampaikan kepada pasien dan keluarga mengenai kondisinya sekarang.
Beri saran agar sebelum melakukan pernikahan, cek pasangan untuk kemungkinan thalasemia.
Hindari pemakaian obat pencetus hemolitik seperti fenasetin, klorpromazin (tranquilizer), penisilin,
kina, dan sulfonamid.
Makan-makanan bernutrisi khususnya asupan B12 dan folic acid.
19. Bagaimana prognosis pada kasus ? 38
a. Thalasemia β homozigot à meninggal pada usia muda, jarang mencapai dekade 3
b. Apabila penggunaan chelating agents à kualitas hidup baik & dapat mencapai usia dekade 5
c. Pelaksanaan transplantasi sumsum tulang à prognosis menjadi baik, karena diperoleh penyembuhan
Pada kasus ini, jika transfusi darah dilakukan secara teratur dan adekuat diiringi dengan terapi kelasi besi
dan terapi lanjutan yang baik, maka pasien dapat hidup sampai usia 4-5 dekade dengan pertumbuhan dan
pubertas yang baik, sehingga prognosisnya dubia et bonam.
20. Bagaimana etika pada kasus ? 39
21. Bagaimana SKDI pada kasus ? 40
3A. Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan-pemeriksaan
tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya : pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray).
Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang relevan
(bukan kasus gawat darurat).