Neuropati Optik Toksik

download Neuropati Optik Toksik

of 47

description

oftalmologi

Transcript of Neuropati Optik Toksik

BAB IPENDAHULUANLintasan penglihatan bagian anterior sangat rentan terhadap kerusakan akibat toksin. Gangguan ini cenderung diklasifikasikan ke dalam kelompok neuropati optik toksik. Neuropati optik toksik merupakan sindrom yang ditandai oleh kerusakan papillomakular bundle, defek penglihatan skotoma sentral atau cecosentral dan defisit pada penglihatan warna. Walaupun gejala yang ditemukan dikelompokkan ke dalam neuropati optik, lesi primer bisa saja ditemukan pada retina, kiasma, atau bahkan traktus optik. Insiden neuropati optik bisa terjadi pada laki-laki atau perempuan, semua ras, dan dapat mengenai semua umur.1,2,3Angka morbiditas dari neuropati optik toksik tergantung pada faktor risiko, etiologi penyebab, dan lamanya gejala sebelum dilakukan terapi. Neuropati optik toksik biasanya dihubungkan dengan eksposure dari zat toksik yang diperoleh di tempat kerja, konsumsi zat atau makanan yang mengandung toksin, atau akibat penggunaan obat-obatan sitemik. Gangguan ini tidak mempunyai predileksi ras. Semua ras dapat mengalami neuropati optik toksik serta ditemukan seimbang antara laki-laki dan perempuan, dan dapat mengenai semua umur.1,3Diagnosis neuropati optik dibuat dengan mempertimbangkan diagnosis banding berbagai kemungkinan etiologi termasuk herediter, imflamasi, infiltratif, iskemik, demielinasi (neuritis optik), toksik, dan kompresif. Pada umumnya gambaran nervus optik (normal, edema, atau pucat) tidak spesifik dan tidak dapat membedakan berbagai kemungkinan etiologi neuropati optik. 2,4Untuk memastikan diagnosis dan penyebab adanya suatu neuropati optik toksik, maka pada setiap penderita yang datang ke poliklinik harus diperiksa secara lengkap mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisis, dan tes diagnostik untuk menentukan adanya disfungsi nervus optik, sehingga dapat ditentukan kausa penyebabnya.5,6Dalam tinjauan pustaka ini akan dibahas mengenai anatomi dan fisiologi nervus optik, patofisiologi neuropati optik toksik, etiologi yang paling sering menyebabkan neuropati optik toksik, serta diagnosis banding dan prognosis dari neuropati optik toksik.

BAB IIANATOMI DAN FISIOLOGINERVUS OPTIK

NERVUS OPTIK Nervus optik secara anatomi dimulai pada diskus optik, tetapi secara fisiologis dan fungsional dimulai pada lapisan sel ganglion retina. Bagia pertama dari nervus optik mengandung 1.0- 1.2 juta akson sel ganglion yang menembus sklera melalui lamina cribrosa. Secara topografi, nervus optik terbagi menjadi 4 bagian, yaitu: Area intraocular dari nervus optik yang disebut diskus optik yang terbagi atas prelaminar dan laminar ( 1 mm ) Area intraorbital yang berlokasi di muscle cone ( 25 mm ) Area intra canalicular yang berlokasi di kanalis optikus ( 29 mm ) Area intracranial yang berakhir di kiasma optikus ( 16 mm )Jadi panjang nervus optik kira-kira 40 mm. ( 5, 6). 7,8,9

Gambar 1. Topografi nervus optik.10

BAGIAN INTRAOKULERDISKUS OPTIKBagian intraokular nervus optik terdiri dari diskus optik. Nervus optik meninggalkan retina sekitar 3 mm di sebelah nasal macula lutea, tepatnya pada diskus optik. Diameternya 1,5 mm dan berwarna pink pucat, lebih pucat dari area retina di sekitarnya. Bagian tepi diskus optik rata atau sedikit lebih tinggi, sedangkan bagian tengahnya mengalami pencekungan, tempat dimana pembuluh darah retina sentralis masuk ke dalam bola mata. 13Diskus optik terdiri dari semua akson sel ganglion retina, dimana akson dari sistem cone yang mendominasi bagian posterior retina melewati bagian lateral dari diskus optik. Sedangkan akson-akson dari lateral retina tidak bergabung dengan akson sistem cone, namun berjalan membentuk arkuata di superior dan inferiornya. Akson-akson dari area perifer dan sentral retina akan bersatu, tapi saat mendekati nervus optik akson-akson retina perifer akan berada pada bagian perifer nervus optik dan akson yang berasal dari sentral retina masuk melalui bagian tengah nervus optik. Diskus optik tidak mengandung sel rods dan cone, sehingga area ini tidak sensitif terhadap cahaya yang disebut sebagai blind spot. Blind spot berada 15 dari titik fiksasi atau sekitar 4-5 mm dari fovea dan sedikit dibawah meridian horisontal pada lapangan pandang temporal. 8,9,11 Di posterior diskus optik, serabut saraf mengalami mielinisasi, sedangkan akson di daerah dekat diskus optik merupakan sel saraf yang tidak bermielin. Koroid dan seluruh lapisan retina kecuali lapisan serabut saraf, berakhir pada tepi diskus optik. Serat-serat saraf optik meninggalkan bola mata melalui orifisium lamina kribrosa yang dibentuk oleh jaringan ikat sklera, jaringan ikat koroid dan membrana Bruch, serta astroglia yang berasal dari sistem septal saraf tersebut.10,12,13

Gambar 2 . struktur nervus optik (a) gambaran klinis yang tampak pada oftalmoskop, (b) potongan longitudinal, LC : lamina cribrosa, (c) potongan melintang, P : pia; A : arachnoid; D : dura, (d) pembungkus nervus optik dan pembuluh darah Pial. 9

Bagian IntraorbitalSetelah melewati lamina cribrosa, nervus optik diselubungi oleh myelin sheath yang dibentuk oleh oligodendrosit. Adanya mielin dan oligodendrosit ini menyebabkan diameter nervus optik meningkat menjadi 3-4 mm. Panjang nervus optik bagian orbital kira-kira 25 mm, sekitar 6 mm lebih panjang dari ukuran jarak bola mata dengan kanalis optikus. Ukurannya yang lebih panjang memungkinkan nervus optik berjalan berkelok-kelok dan memudahkan pergerakan nervus optik mengikuti pergerakan bola mata. Nervus optik ini diselubungi oleh 3 lapisan menings yaitu, lapisan padat duramater, lapisan arachnoid di bagian tengah, dan lapisan vaskuler yang terdalam,piamater.9,11,12,14Pada bagian anterior bagian intraorbital nervus optik dikelilingi oleh jaringan lemak yang mengandung pembuluh darah dan nervus siliaris. Ganglion siliaris berada di antara sisi lateral serabut saraf dan muskulus rektus lateral . Sedangkan di bagian posterior, serabut nasosiliaris dan arteri oftalmikus berjalan di sisi medial melintasi bagian atas nervus optikus.7Sekitar 12 mm di belakang bola mata, permukaan inferomedial dari duramater ditembus oleh arteri dan vena retina sentralis. Pembuluh arteri retina sentralis kemudian menembus lapisan subarachnoid secara oblik ke anterior menuju nervus optik, pembuluh vena sentralis berjalan di posteriornya.7 Akson serabut saraf optik membentuk kelompok-kelompok yang dipisahkan oleh septa. Terdapat sekitar 1000 kelompok serabut saraf optik. Septa ini juga menyelubungi pembuluh darah retina sentralis sampai ke diskus optic.7,8Nervus optik berjalan melewati cincin jaringan ikat annulus Zinnii di dekat apeks orbita. Pada apeks orbita, nervus optik melewati kanalis optik. Bersama nervus optik, dalam kanal tersebut terdapat arteri oftalmikus, sebagian filamen plexus karotis simpatis dan perluasan menings intrakranial yang membentuk pembungkus nervus optik.7,14,15

Bagian IntracanalicularCanalis optikus berada dalam ala parva tulang sphenoidalis dan memiliki panjang sekitar 5 mm. Nervus optik yang berjalan dalam kanalis optikus diselubungi 3 lapisan meningeal sheaths. Didalam orbita, nervus optik relatif bebas bergerak namun dalam kanalis lebih terfiksasi. Hal ini disebabkan oleh karena dalam kanalis optik, duramater dari nervus optik dan periostium bersatu, sehingga suatu lesi kecil dalam kanalis dapat menyebabkan neuropati kompressi.1,6,8 Selain nervus optik, di dalam kanalis optik bagian tepi inferolateral juga berjalan arteri oftalmika bersama dengan nervus simpatis postganglionik. 7,15

Bagian IntracranialNervus optik meninggalkan kanalis optik melewati lipatan duramater, kemudian berlanjut ke posterior dan medial dalam rongga subarachnoid naik 45 derajat ke kiasma optik yang terletak di dasar ventrikel ketiga. Panjang bagian intrakranial setiap nervus optik adalah 16 mm. Diatas nervus optik terdapat permukaan inferior lobus frontalis, traktus olfaktorius, arteri cerebralis anterior dan arteri komunikans anterior. Dilateral, berbatasan langsung dengan arteri karotis interna yang keluar dari sinus kavernosus. Di inferior dan medial berbatasan dengan sinus sphenoid dan sinus ethmoid posterior.7,13,14Nervus optik terdiri dari 1.200.000 akson bermyelin, 90 % diantaranya berdiameter kecil (1 m) dan sisanya berdiamater antara 2-10 m. Akson-akson dengan diameter yang lebih kecil berasal dari sel-sel ganglion midget yang membawa sinyal dari sel cone. Sedangkan akson yang berdiameter lebih besar berasal dari sel ganglion yang meneruskan sinyal dari sel rod.7

Vaskularisasi Nervus Optik Bagian Intraokuler Mendapat suplai darah dari cabang-cabang anastomosis pada circle of Zinn di sclera yang berasal dari arteri siliaris posterior brevis.

Bagian IntraorbitalMendapat suplai darah dari plexus pial , cabang dari pleksus yang melewati nervus sepanjang septa pial. Pleksus Pial mendapat suplai dari cabang-cabang arteri oftalmikus. Sebagian kecil vaskularisasi berasal dari bagian ekstraneural arteri retina sentralis yang membentuk arteri sentralis collateral.

Gambar 3. Vaskularisasi nervus optik. Bagian IntracanalicularMendapat suplai dari cabang pleksus pial. Pleksus ini menerima cabang rekuren dari arteri oftalmikus. Bagian IntrakranialBagian ini juga mendapat suplai darah dari pleksus pial, dimana pada bagian ini pleksus pial disuplai oleh arteri oftalmika dan arteri hipofisis superior yang merupakan cabang dari arteri karotis interna.7,16,17

BAB IIIPATOFISIOLOGINEUROPATI OPTIK TOKSIK

Pemeliharaan struktur akson sel-sel ganglion, pembersihan organel sel yang mati, dan suplai energi ke sinaps serabut saraf terjadi melalui aliran aksoplasmik. Gangguan pada aliran aksoplasmik dapat ditemukan pada edema papil atau sekunder akibat elevasi akut dari tekanan intraokuler. Selain itu, banyak proses patologik lain seperti iskemia, kompressi, inflamasi, dan toksin juga dapat menyebabkan kegagalan aliran aksoplasmik. Oleh karena itu, beberapa peneliti menduga bahwa gangguan pada aliran aksoplasmik ini sebagai mekanisme utama terjadinya kerusakan nervus optik pada sebagian besar penyakit neuropati optik.3,18Diameter akson sel ganglion sekitar 100 x lebih besar dari badan selnya, dan pemeliharaan akson sel ganglion tergantung pada efektifnya aliran aksoplasmik. Aliran aksoplasmik dapat dibagi dua, yaitu aliran aksonal ortograde dan aliran aksonal retrograde. Aliran aksonal ortograde merupakan aliran aksonal dari badan sel ganglion ke arah korpus genikulatum lateral (KGL), sedang aliran aksonal retrograde merupakan aliran aksonal yang menuju ke badan sel ganglion.13,18Aliran ortograde dapat terjadi secara cepat atau lambat, tergantung pada sitoskeleton akson (mikrotubulus, neurofilamen, dan mikrofilamen). Zat-zat yang dibawa termasuk protein dan neurotransmitter, dan dibawa ke dalam vesikel yang permukaannya halus dengan kecepatan rata-rata 400 mm/hari (5 jam ke KGL). Elemen dari sitoskeleton (mikrotubulus, neurofilamen) dialirkankan secara lambat sekitar 1-4 mm/ hari. Aliran retrograde dari vesikel pinositik dan lisosom terjadi dengan kecepatan rata-rata 200 mm/hari. Gerakan vesikel sepanjang sitoskeleton ini tergantung pada aktin, kinesin, dan dinein. Proses aliran aksoplasmik tergantung pada oksigen dan energi (ATP) yang dihasilkan oleh mitokondria. Adanya gangguan pada aliran aksonal oleh kurangnya energi, adanya anoksia akibat proses iskemik, atau adanya kompressi pada nervus optik akan menyebabkan terjadinya disfungsi nervus optik.18 Gambar 4. (a dan b) aliran aksoplasmik (c dan d) hambatan pada transport aksoplasmik pada lamina cribrosa pada edema papil. 9Informasi dari sel ganglion ke KGL terjadi melalui proses aksi potensial. Stimulasi cahaya pada sel-sel fotoreseptor retina menghasilkan sinyal yang akan berjalan melalui sel horizontal, bipolar, dan sel amakrin sebelum mencapai sel ganglion. Sel-sel fotoreseptor lebih banyak dibandingkan dengan sel ganglion (sekitar 130 :1). Elemen- elemen neuron pada retina beserta koneksinya sangat kompleks. Banyak tipe sel- sel bipolar, amakrin dan sel ganglion lain yang berperan. Elemen- elemen neuron dimana lebih dari 120 juta sel rod dan 6 juta sel cone saling berhubungan satu sama lain dan proses pengiriman sinyal antara neurosensori retina sangat penting. Setiap satu saraf optik memiliki lebih dari 1 juta serabut saraf. Serabut- serabut saraf yang berasal dari temporal berjalan melengkung mengelilingi makula untuk memasuki daerah superior dan inferior diskus optik. Serabut- serabut saraf papillomakular dan fovea berjalan lurus ke dalam diskus optik. Proses fisiologis pengiriman sinyal ke nervus optik ini dapat terhambat oleh adanya kerusakan atau gangguan pada nervus optik yang dikenal dengan neuropati optik. 19,20

Adanya neuropati optik dapat dipertimbangkan jika ditemukan :1. penurunan penglihatan yang dihubungkan dengan anomali, edema, atau pucat pada diskus optik.2. Segmen posterior dalam batas normal tetapi ditemukan penurunan tajam penglihatan, penglihatan warna, dan defek lapangan pandang yang disertai dengan defek serabut saraf aferen pupil.5,6

Tabel 1. Gambaran Klinik neuropati Optik. 3

Untuk membantu kemungkinan etiologi dari neuropati optik, berikut ini beberapa kata kunci ;1. Adanya atenuasi dan sheating arteriolar retina pada lesi iskemik (misal, CRAO atau ION)2. Pucat pada bagian temporal optik yang disertai defek penglihatan sentral dan defek lapangan pandang sentral tanpa melibatkan lapangan pandang perifer (misal pada neuritis optik dan neuropati optik toksik)3. Pucat pada diskus optik bagian superior atau inferior pada ION. 4

Gambar 5. Clinical pathway neuropati optik. 4

Neuropati optik dapat dihasilkan dari eksposur zat-zat dari lingkungan, konsumsi makanan atau dari peningkatan kadar obat dalam serum, yang bersifat toksik terhadap serabut saraf. Banyak penyebab neuropati optik toksik, diantaranya adalah konsumsi alkohol, hidroquinolon (obat amebisid untuk terapi malaria), etambutol dan isoniazid (terapi tuberkulosis), antibiotik seperti linezolid dan kloramfenikol, serta cimetidin, vinkristin, dan siklosporin. Tembakau juga merupakan salah satu penyebab neuropati optik toksik. Adanya gangguan sistemik seperti diabetes mellitus, gagal ginjal, dan penyakit tiroid dapat memperberat penyakit neuropati optik toksik karena dapat meningkatkan kadar zat-zat toksik dalam tubuh. 3

Tabel 2: Etiologi yang paling sering menyebabkan neuropati optik toksik.3Umumnya penyebab neuropati toksik mengakibatkan kegagalan suplai vaskuler jaringan atau metabolisme. Sampai saat ini masih belum ada laporan atau keterangan mengenai mengapa agen tertentu toksik terhadap nervus optik sementara yang lain tidak, dan mengapa sebagian dari agen tersebut memberikan efek terhadap papillomacular bundle. Konfigurasi pembuluh darah papil nervus optik yang abnormal dapat menjadi faktor predisposisi terhadap akumulasi agen toksik, tetapi hal ini belum pernah dibuktikan.3,18Penderita dengan neuropati optik toksik biasanya bilateral, tanpa ada rasa nyeri, gangguan visual yang simetris dengan progresifitas lambat disertai edema saraf optik yang bervariasi. Biasanya pada diskus optik ditemukan pucat di kuadran temporal. Kadang-kadang ditemukan diskus optik yang pucat dan sedikit hiperemis. Penderita biasanya mengalami penurunan ketajaman penglihatan (20/50-20/200), defek lapangan pandang sentral (biasanya scotoma cecosentral relatif), dan berkurangnya penglihatan warna.5,6Alkohol dan tembakau menghasilkan efek toksik melalui efek metabolik. Eksposur kronik alkohol menyebabkan defisiensi vitamin B12 atau folat. Dalam jangka waktu lama, defisiensi ini menyebabkan terjadinya akumulasi asam format. Asam format dan sianida menghambat rantai transpor elektron dan fungsi mitokondria, mengakibatkan gangguan produksi ATP dan pada akhirnya akan menyebabkan kegagalan sistem transpor aksonal yang tergantung pada ATP.3Etambutol juga telah diduga berkontribusi terhadap neurotoksisitas. Obat ini menyebabkan peningkatan aliran kalsium ke dalam mitokondria dan eksitotoksisitas. Mekanisme neurotoksisitas yang terjadi dari antiaritmia amiodarone masih belum jelas. Diduga hal ini berkaitan dengan lipidosis yang diinduksi oleh obat, yang telah dibuktikan dengan penelitian histopatologis terhadap nervus optik pada penderita ini.4,5,6Semua faktor risiko tersebut di atas berpengaruh kuat terhadap fosforilasi oksidatif mitokondria. Oleh karena itu, neuropati optik toksik sebenarnya merupakan neuropati optik mitokondria dapatan (acquired), dan kemungkinan besar prosesnya mirip dengan neuropati optik mitokondria. Gambaran klinik yang ditemukan juga mirip dengan neuropati optik mitokondria kongenital. 3

BAB IVDIAGNOSIS NEUROPATI OTIK TOKSIK Diagnosis neuropati optik toksik biasanya ditentukan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis mata serta didukung oleh pemeriksaan penunjang. Anamnesis secara luas merupakan cara terbaik untuk mendapatkan informasi dari lingkungan sekitar penderita dan keadaan yang terlibat dalam neuropati optik toksik. Pemeriksaan penunjang dilakukan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik mata. Dari semua pemeriksaan tersebut akan dapat ditarik kesimpulan penyebab spesifik neuropati optik toksik sehingga dapat ditentukan penangangan atau terapi yang diperlukan.18A. AnamnesisBanyak penyebab neuropati optik toksik dapat diidentifikasi melalui anamnesis riwayat pasien. Gejala yang muncul biasanya progresif. Umumnya pasien datang dengan keluhan hilangnya penglihatan yang bersifat simetris bilateral tanpa disertai nyeri. Beberapa pasien awalnya datang dengan keluhan diskromatopsia terhadap warna tertentu, seperti warna merah yang tidak terlalu terang. Biasanya melibatkan hanya satu mata pada tahap awal, yang kemudian memberat dan akhirnya melibatkan mata yang lainnya. Pada neuropati optik toksik, dari anamnesis dapat diketahui riwayat eksposur zat toksik atau obat yang dikonsumsi pasien, riwayat keluarga, dan riwayat konsumsi makanan. Umumnya penderita mempunyai riwayat mendapat terapi antibiotik atau agen kemoterapi, penyalahgunaan zat atau obat, atau mengalami eksposur dari limbah industri.5,18

B. Pemeriksaan FisikEvaluasi sistemikPemeriksaan penderita dengan suspek neuropati optik dimulai dengan evaluasi keadaan sistemik meliputi kesehatan fisik, status mental, dan tanda vital. Hal ini sangat penting mengingat banyak penyakit neuropati optik yang dipengaruhi oleh kelainan sistemik seperti hipertensi, obesitas, hipertiroidisme, dan lain-lain. Pada penderita neuropati optik toksik, kelainan sistemik perlu disingkirkan untuk memastikan kausa neuropati optik toksik. Selain itu, kelainan sistemik seperti diabetes, gagal ginjal, dan penyakit tiroid dapat meningkatkan kadar zat-zat toksik dalam tubuh. 3,4,18

Pemeriksaan OkulerHampir semua penderita neuropati optik dapat diidentifikasi melalui adanya penurunan tajam penglihatan, defisiensi penglihatan warna, defek lapangan pandang, defek jalur aferen pupil (RAPD), dan abnormalitas gambaran nervus optik pada funduskopi.Tajam PenglihatanUmumnya tajam penglihatan baik jauh maupun dekat berkurang pada neuropati optik, meskipun penurunan tajam penglihatan tersebut bervariasi pada setiap penderita. Pada neuropati optik toksik penurunan tajam penglihatan dapat bersifat akut maupun kronik. Pada neuropati optik toksik biasanya mempunyai tajam penglihatan 20/400, kecuali toksik oleh metanol, dapat menyebabkan penurunan tajam penglihatan yang berat hingga mencapai kebutaan. 4,5,18

Penglihatan WarnaAdanya ketidakseimbangan antara tajam penglihatan yang baik dan penglihatan warna yang buruk merupakan indikator yang sangat penting dan sensitif terhadap disfungsi nervus optik. Hal ini mungkin didasari bahwa nervus optik mengandung banyak akson sel ganglion yang berasal dari area makula, dan akson-akson ini mempunyai satu hubungan dengan satu sel cone densitas tinggi pada area makula. Diskromatopsia yang sering terjadi utamanya melibatkan defek warna merah dan hijau. Teknik yang sederhana untuk mendeteksi adanya defek penglihatan warna uniokuler yaitu dengan meminta pasien untuk membandingkan objek warna merah antara kedua mata.Untuk penilaian yang lebih akurat dapat digunakan tes pseudoisokromatik Ishihara atau tes Farnsworth-Munsell 100-hue. 3,18

Sensitivitas KontrasSensitivitas kontras yang abnormal merupakan tanda lain dari disfungsi nervus optik. Beberapa pasien dengan neuropati optik mempunyai tajam penglihatan yang baik, tetapi sensitivitas kontrasnya menurun. Sensitivitas kontras diuji dengan meminta pasien untuk mengidentifikasi secara bertahap peningkatan kontras dengan Arden plate. Tes ini sangat sensitif terhadap hilangnya penglihatan yang tersembunyi, walaupun tidak spesifik terhadap penyakit nervus optik. Sensitivitas kontras juga dapat ditentukan dengan Pelli-Robson chart, dimana huruf yang dibaca, dicetak dengan kontras berkurang secara bertahap.5,6,18

PupilIdentifikasi relative afferent pupil defect (RAPD) sangat membantu untuk menentukan lokasi hilangnya penglihatan pada nervus optik dan merupakan tanda adanya kelainan asimetris pada lintasan penglihatan anterior. RAPD dapat dinilai dengan test swinging flashlight. Pada neuropati optik toksik biasanya defeknya simetris dan bilateral, maka RAPD tidak selalu dapat ditemukan. Refleks cahaya pupil biasanya bilateral menurun atau tidak ditemukan. Pupil sering dilatasi pada penderita yang hampir buta atau buta total.5,18

Lapangan PandangSalah satu tanda penting dari neuropati optik adalah adanya defek lapangan pandang yang ditemukan pada pemeriksaan perimetri baik dengan perimetri statik (Humprey) atau kinetik (Goldman). Pada neuropati optik toksik defek lapangan pandang yang paling banyak ditemui berupa defek sentral meliputi ; skotoma sentral, defek parasentral, dan skotoma cecosentral. Ketiga tipe ini menunjukkan kelainan terjadi pada bagian sentral dari nervus optik. Defek lapangan pandang ini cenderung relatif simetris. Selain itu, defek lapangan pandang sentral juga dapat terjadi pada penderita dengan kelainan pada makula. Defek bitemporal atau konstriksi lapangan pandang perifer kadang terjadi, masing-masing pada penderita yang toksik terhadap etambutol atau amiodarone. 3,5,6,18Gambar 6. Defek lapangan pandang pada penyakit nervus optik (a) skotoma sentral, (b) skotoma cecosentral (c) nerve fiber bundle (d) altitudinal. 9

FunduskopiPada tahap awal neuropati optik toksik, diskus optik biasanya memberi gambaran yang normal. Edema dan hiperemia pada diskus optik sering terlihat pada intoksikasi akut. Beratnya penyakit dan kecepatan perkembangan ke arah atrofi papilomacular bandle dan temporal diskus optik tergantung pada jenis toksin. 5,6,9Gambar 7. Gambaran funduskopi yang atrofi pada bagian temporal diskus optik pada penderita dengan neuropati optik toksik.21

Optical Coherence Tomography (OCT)Saat ini OCT sering digunakan untuk mengukur ketebalan lapisan serabut saraf terutama pada pasien dengan glaukoma. Selain itu, OCT ternyata juga dapat menilai perubahan pada neuropati optik toksik seperti yang disebabkan oleh etambutol. Dari beberapa penelitian, perubahan dini yang belum dapat di deteksi secara klinis dengan funduskopi, telah dapat dideteksi dengan OCT. Dengan menggunakan OCT, kita dapat menilai hilangnya serabut saraf retina dari nervus optik pada penderita yang diduga mengalami toksisitas dari obat. Oleh karena itu, OCT merupakan pemeriksaan obyektif tambahan yang mendukung pemeriksaan lapangan pandang untuk memonitor pasien yang mendapat pengobatan seperti etambutol.22,23

Gambar 8. Ketebalan lapisan serabut saraf dengan menggunakan OCT.23

C. Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan NeuromagingWalupun pemeriksaan imaging dalam penelitian memberikan gambaran yang normal pada neuropati optik toksik, pemeriksaan ini hampir selalu dianjurkan, kecuali jika diagnosis sudah dapat dipastikan. Pemeriksaan imaging yang paling sering dilakukan adalah Magnetic Resonance Imaging (MRI) dari nervus optik dan kiasma optik dengan atau tanpa penambahan gadolinium. Apabila riwayat medis dari anamnesis tidak khas sehingga sulit untuk menentukan penyebab dan mengkorfirmasi diagnosis, maka dibutuhkan pemeriksaan neuroimaging untuk menyingkirkan penyebab neuropati optik kausa kompresif dan iskemik, dimana hilangnya penglihatan sentral bilateral dapat juga terjadi akibat adanya lesi oksipital bilateral. MRI pada nervus optik dan kisma optik juga dibutuhkan untuk menilai tanda inflamasi dan atau adanya demielinasi pada neuritis optik. 3,5,9 Gambar 9. potongan aksial orbita dan otak pada MRI scan.9

Pemeriksaan ElektrofisiologiSecara fisiologis, adanya persepsi dari penglihatan dihasilkan dari adanya sinyal elektrik yang dihasilkan di retina untuk dialirkan melalui lintasan penglihatan dan berakhir pada korteks oksipital. Visual evoked response (VER) merupakan pemeriksaan elektrofisiologi untuk mengukur potensial elektrik yang dihasilkan dari stimulus visual dari retina ke korteks visual. Pemeriksaan elektrofisiologi ini juga telah digunakan pada penderita neuropati optik toksik. Adanya hambatan dalam konduksi neural akan menghasilkan penurunan amplitudo pada VER. Berkurangnya kecepatan konduksi akan memperpanjang periode laten dari VER. Penyakit unilateral prekiasma dapat dideteksi secara terpisah dengan membandingkan respon antara keduanya. 3,24Gambar 10. VER pada OS normal berlawanan dengan VER pada OD yang menunjukkan tidak adanya respon oleh karena adanya lesi yang berat pada nervus optik. 24

Pemeriksaan LaboratoriumPemeriksaan yang diperlukan pada penderita yang kita curigai neuropati optik toksik dan nutrisional mencakup pemeriksaan jumlah sel darah lengkap dan apusan darah tepi. Pemeriksaan lain yang dibutuhkan meliputi kadar folat sel darah merah, VDRL (Venereal Disease Research Laboratory), kadar vitamin, konsentrasi protein serum, kimia darah, urinalisis, dan skrining kadar logam berat seperti timah, talium, dan merkuri. Identifikasi toksin yang dicurigai perlu diperiksa dalam darah dan urine. Pemeriksaan laboratorium ini tergantung pada dugaan yang diperoleh dari hasil pemeriksan sebelumnya. 4,5,6,18

Table 3. evaluasi neuropati optik bilateral (yang diduga neuropati optik toksik atau nutrisional). 4

BAB VETIOLOGI PALING SERING MENYEBABKAN NEUROPATI OPTIK TOKSIK

Tobacco-Alcohol AmbliopiaTobacco-alkohol ambliopia khususnya mengenai peminum alkohol yang berat dan perokok berat yang menggunakan cerutu dan pipa yang dapat menyebabkan defisiensi protein dan vitamin B. Pada kondisi ini, umumnya pasien mengabaikan makanannya dan mendapatkan kalorinya dari alkohol saja.5,25Insiden hilangnya penglihatan biasanya akut, progresif, bilateral, dan simetris yang dihubungkan dengan adanya diskromatopsia. Gambaran diskus optik biasanya normal. Pada beberapa pasien tampak pucat di bagian temporal diskus optik, splinter hemorrhage pada atau di sekitar diskus optik, atau adanya edema minimal diskus optik. Defek lapangan pandang umumnya bilateral, relatif simetris, dengan gambaran skotoma sentral. Walaupun sindrom ini diklasifikasikan sebagai neuropati optik, tetapi lesi primernya bisa saja tidak berlokasi pada nervus optik melainkan dapat terjadi pada retina, kiasma, dan kadang traktus optik. Hilangnya penglihatan dapat mendahului perubahan pada diskus optik yang dapat dideteksi dini dengan menggunakan OCT .5,6,25,26,27Gambar 11. Alcohol-tobacco ambliopia, (a dan b) pucat pada temporal diskus optik, (c) skotoma cecosentral bilateral.9Pada penderita ini, umumnya ambliopia terjadi akibat dari defisiensi nutrisi yang berat. Oleh karena itu, perbaikan penglihatan berhubungan erat dengan perbaikan nutrisi. Akhir-akhir ini kombinasi diet (sayuran hijau dan buah tiap hari) dan suplemen vitamin dianggap sebagai terapi utama pada penderita ini. Suplemen yang dimaksud dalam terapi ini adalah tiamin 100 mg dua kali sehari, asam folat 1 mg sekali sehari, dan tablet multivitamin setiap hari. Selain multivitamin, penderita dianjurkan untuk makan dengan diet yang seimbang dan menghindari minuman keras dan rokok. Disamping itu, juga dapat diberikan injeksi 1000 unit hidroksikobalamin setiap minggu selama 10 minggu. Terapi ini dianggap berhasil dalam terapi ambliopia yang disebabkan oleh tembakau, karena hidroksikobalamin (analog dengan vitamin B12)dipercaya mempunyai efek protektif dengan cara menkonversi sianida bebas menjadi sianokoblamin. 3,28Pada kasus yang dapat ditangani secara dini prognosisnya baik walaupun perbaikan visus kemungkinan berlangsung lambat. Pada kasus yang berat dan tidak respon terhadap pengobatan dapat mengakibatkan hilangnya penglihatan secara permanen akibat dari adanya atrofi optik.5,6 MetanolMetanol merupakan cairan yang jernih, tidak berwarna, dan mudah terbakar. Metanol biasa digunakan sebagai larutan dalam industri dan pada antifreeze automotif khususnya pada negara berkembang. Namun metanol sering disalahgunakan sebagai bahan pembuat minuman keras karena harganya relatif lebih murah. Sedang minuman keras atau yang dikenal dengan nama minuman beralkohol di masyarakat, bahan dasar utamanya adalah etanol.5,6,29Etanol dan metanol secara kimiawi, keduanya merupakan golongan alkohol. Rumus kimia keduanya berbeda, jika etanol adalah C2H5OH, sedang metanol rumus kimianya CH3OH. Etanol bisa diperoleh dari hasil fermentasi buah-buahan atau gandum serta banyak dikonsumsi sebagai minuman beralkohol seperti beer, wine, brandy, dan lain-lain. Sedangkan metanol, umumnya tidak dikonsumsi sebagai minuman, karena sifatnya yang lebih toksik. Akhir-akhir ini, sering ditemukan orang-orang menenggak minuman keras (miras) oplosan, dimana minuman keras ini diperoleh dengan mencampur alkohol (etanol) dengan metanol, sehingga menghasilkan minuman keras yang bersifat toksik terhadap tubuh. 29Metanol dimetabolisme oleh enzim alkohol dehidrogense (ADH) pada hati menghasilkan formaldehida kemudian diubah menjadi asam format. Toksisitas terjadi akibat dari kombinasi efek asidosis metabolik dan toksisitas intrinsik anion format itu sendiri. Asam format sebagai hasil metabolisme metanol akan memblok jalur mitokondria pada retina dan nervus optik. Gejala intoksikasi metanol biasanya terjadi paling lambat 12 hingga 18 jam setelah komsumsi metanol. Selama periode laten, metanol akan dioksidasi menjadi bentuk yang lebih toksik yang akan mengakibatkan terjadinya asidosis metabolik. Hal ini merupakan tanda pasti adanya intoksikasi metanol. Derajat asidosis tergantung pada beratnya intoksikasi. Berat ringannya gejala akibat keracunan metanol tergantung dari besarnya kadar metanol yang tertelan. Dosis toksik minimum ( kadar keracunan minimal ) metanol lebih kurang 100 mg / kg dan dosis fatal keracunan metanol diperkirakan 20 240 ml ( 20 150 g ). Dari hasil penelitian ditemukan bahwa minum sedikitnya 4-10 mL metanol dapat menyebabkan kebutaan permanen.3,5,6,29Gejala sistemik yang sering muncul berupa sakit kepala, rasa mengantuk, mual, muntah, nyeri perut, dan penglihatan kabur, serta kemungkinan akan diikuti dengan kebutaan, koma, dan gagal jantung jika intoksikasinya berat. Efek metanol terhadap sistem saraf pusat mirip dengan efek etanol walaupun dalam dosis rendah metanol tidak mempunyai efek eforia. Kehilangan visus permanen dapat terjadi dalam beberapa jam sampai beberapa hari setelah konsumsi metanol.3,5Toksisitas metanol dimediasi oleh asam format, yang merupakan hasil metabolisme metanol. Metanol dikatabolisme menjadi formaldehida di hati oleh enzim alkohol dehidrogenase dan katalase. Formaldehid kemudian dimetabolisme lagi menjadi asam format oleh enzim aldehid dehidrogenase di hati dan sel darah merah. Asam format ini bisa menganggu produksi ATP dengan menghambat kerja enzim sitokrom oksidase, yang selanjutnya akan menyebabkan kegagalan transpor aksonal dan hilangnya konduksi dan polaritas membran sel. Keadaan ini menyebabkan disfungsi nervus optik sehingga dapat menyebabkan penurunan penglihatan. Adanya kompressi akson dari pembengkakan nervus optik retrobulber juga dapat menyebabkan obstruksi aliran aksoplasmik anterograde sehingga memperberat kerusakan nervus optik.5,6gambar 12. Metabolisme metanol dalam tubuh.29

Asam format berakumulasi dalam nervus optik dan mengakibatkan gejala klasik kilatan cahaya. Selanjutnya gejala ini dapat berkembang menjadi skotoma. Skotoma sentral dan cecosentral biasanya terjadi pada penderita dengan kehilangan penglihatan parsial. Hilangnya penglihatan terjadi akibat gangguan fungsi mitokondria pada nervus optik yang mengakibatkan terjadinya edema, hyperemia, hingga atrofi pada nervus optik. Pada tahap awal, pada diskus optik bisa terjadi edema dan hiperemis dengan edema retina peripapil. Respon pupil biasanya menurun, dan refleks cahaya yang negatif menunjukkan prognosis yang buruk. Perbaikan penglihatan biasanya terjadi dalam satu minggu setelah konsumsi metanol dihentikan. Tetapi dalam beberapa kasus, penglihatan bisa memburuk lagi setelah membaik dalam beberapa minggu. Diskus optik secara bertahap dapat menjadi pucat dengan gambaran glaucomatous-like cupping, dan arteri retina dapat memberi gambaran atenuasi.5,18Pemeriksaan laboratorium terhadap kadar metanol dalam darah yang > 20 mg/dL, dengan anion gap besar, kadar asam format dalam darah yang tinggi, dan menurunnya kadar bikarbonat dalam darah menjadi dasar diagnosis pasti adanya intoksikasi metanol. Peak level terjadi dalam 60-90 menit setelah konsumsi alkohol, tetapi kondisi ini tidak berkorelasi dengan derajat toksisitas. Oleh karena itu peak level tidak dapat dijadikan sebagai indikator dalam prognosis. Derajat keasaman (pH) arteri tampak berkorelasi paling baik dengan kadar asam format , dimana pH < 7,2 berarti telah terjadi intoksikasi berat. 3Terapi suportif bertujuan dalam penanganan pertama saluran napas, koreksi gangguan elektrolit, dan memberikan hidrasi yang adekuat. Pengosongan lambung sangat berguna hanya dalam dua jam setelah konsumsi metanol. Terapi dilakukan dengan buffer like sodium bicarbonate yang diberikan untuk mengoreksi asidosis metabolik. Selain itu, diberikan juga antidote berupa etanol untuk menghambat matabolisme metanol membentuk metabolit yang bersifat toksik (asam format). Jika diperlukan, dapat dilakukan hemodialisis untuk mengoreksi asidosis dan membersihkan metanol dan asam format dalam darah. Jika terapi terlambat melewati beberapa jam setelah konsumsi metanol, maka kehilangan penglihatan permanen dapat terjadi.3,30,31Terapi antidote lain yang dapat digunakan adalah jenis etanol lain atau fomepizole. Etanol, seperti metanol, juga dimetabolisme oleh ADH dan enzim dengan afinitas 10-20 kali lebih tinggi dari metanol. Fomepizole juga dimetabolisme oleh enzim yang sama. Kelebihannya bahwa fomepizole tidak menyebabkan depresi sistem saraf pusat. Namun penggunaan obat ini terbatas karena harganya mahal dan sulit diperoleh. Etanol umumnya diberikan secara IV dalam bentuk larutan 10 % dalam dekstrosa 5 %. Untuk loading dose diberikan 0.6 g/kg per IV infusion diikuti dengan 0.07 -0.16 g/kg/jam.5,30,31Pemberian steroid telah diuji pada beberapa pasien untuk menyelamatkan penglihatan, dan cukup berhasil. Hal ini kemungkinan berhubungan dengan efek antiinflamasi dan imunoupressan dari steroid. 3,30

Etilene GlikolKonsumsi etilen glikol, sebuah bahan aktif pada antifreeze automobile, menyebabkan toksik dengan gejala yang mirip dengan toksik akibat metanol, seperti mual, muntah, nyeri abdominal, koma, dan gagal jantung. Berbeda dengan komplikasi akibat metanol, gagal ginjal sering terjadi pada keracunan etilen glikol, dan frekuensi hilangnya penglihatan akibat etilen glikol biasanya lebih rendah.5,6Diskus optik awalnya tampak normal, kemudian diikuti dengan atrofi optik. Berbeda dengan gejala visus pada toksik akibat metanol, edema papilyang berasal dari peningkatan tekanan intrakranial mungkin dihubungkan dengan adanya nistagmus dan oftalmoplegi. 5,6Penemuan kristal-oksalat dalam urine menunjang diagnosis pasti adanya intoksikasi akibat etilen glikol. Glikolate, sebagai hasil metabolisme etilen glikol, juga dapat menyebabkan asidosis metabolik, dan anion gap besar. Oleh karena itu, terapi intoksikasi ini mirip dengan intoksikasi metanol, meliputi bikarbonat, etanol, dan hemodialisis. 6Amiodarone Amiodarone, derivat diiodinate benzofuran,merupakan obat yang digunakan dalam terapi aritmia jantung seperti pada fibrilasi atrial dan ventrikuler serta ventrikuler takikardia. Obat ini juga diduga dapat menyebabkan neuropati optik toksik. Toksisitas obat ini menunjukkan gejala hilangnya penglihatan binokuler yang bersifat progresif lambat dengan edema diskus optik yang lama (beberapa bulan). Neuropati optik iskemik anterior (AION) unilateral dan bilateral yang akut juga telah dilaporkan pada pasien yang menggunakan amiodarone. Oleh karena penderita juga mempunyai faktor risiko yang sama dengan faktor risiko pada AION yaitu penyakit kardiovaskuler dan crowded optic disc, maka sulit untuk membedakan apakah AION merupakan manifestasi penyakit oklusif vaskuler atau karena penggunaan obat amiodarone.6,32Bukti yang menghubungkan amiodarone dengan kerusakan nervus optik masih belum dapat disimpulkan. Neuropati optik toksik tidak berkembang simultan dengan neuropati perifer toksik. Neuropati optik toksik sendiri tidak tergantung pada dosis obat, reversibel, dan demielinasi seperti pada neuropati perifer.5,6Pada neuropati optik yang dihubungkan dengan amiodarone, penderita mempunyai gejala ringan atau bahkan tidak ada keluhan gangguan penglihatan sama sekali. Berbeda dengan AION, onset hilangnya penglihatan terjadi dari beberapa hari hingga beberapa minggu, gejala visual biasanya progresif lambat dan mulai dari 1 hingga 72 bulan setelah terapi awal amiodarone. Hilangnya penglihatan biasanya simultan bilateral, dapat mencapai visus 20/200, dengan edema diskus optik yang menetap selama beberapa bulan. Defek lapangan biasanya ringan dan umumnya mengakibatkan konstriksi perifer atau skotoma cecosentral.3,32Patofisiologi terjadinya neuropati optik akibat amiodarone masih tidak jelas. Amiodarone diduga berikatan dengan polar lipid dan terakumulasi dalam lisosom. Menurut Garret, dkk. kapiler koroid peripapil yang berfenestra bersifat permeabel terhadap amiodarone. Cairan interstisial koroid yang mengandung amiodarone menginduksi terjadinya fosfolipidosis, yang berikatan dengan membran sel dengan badan inklusi multilamelar yang berakumulasi di dalam astrosit dan akson ganglion. Akumulasi badan inklusi ini akan menghambat aliran aksoplasmik yang menyebabkan edema pada diskus optik. 5.6Toksisitas terhadap amiodarone tergantung pada besarnya dosis, bervariasi dari 200 mg/hari hingga 1200 mg/hari. Menurunkan dosis amiodarone akan memperbaiki edema diskus optik dan penghentian obat akan menyembuhkan efek toksis secara bertahap. Berbeda dengan AION, dimana defek lapangan pandangnya menetap, pada neuropati akibat amiodarone, defek lapangan pandang perifer akan mengalami perbaikan. Oleh karena hubungan antara amiodarone dengan kejadian neuropati optik masih kontroversi dalam beberapa kasus, maka pengambilan keputusan untuk menghentikan penggunaan obat amiodarone untuk terapi aritmia jantung paling tepat jika dibuat oleh ahli jantung.2,3,4

EtambutolEtambutol hidroklorida merupakan obat antimikroba golongan bakteriostatik yang digunakan sebagai terapi Mycobacterium tuberculosis lapis pertama. Obat ini diduga dapat menyebabkan neuropati optik toksik. Mekanisme kerja etambutol menyebabkan neuropati optik belum diketahui pasti, tetapi diduga etambutol dimetabolisme menjadi agen chelating yang dapat menganggu fungsi enzim mitokondria yang mengandung logam, seperti enzim sitokrom c oksidase komplek IV yang mengandung tembaga dan NADH Q-oksidoreduktase kompleks I yang mengandung besi. Gangguan ini dapat menyebabkan kerusakan rantai respiratorius mitokondria yang mengakibatkan terjadinya neuropati optik. Zinc juga memainkan peranan penting dalam toksisitas etambutol terhadap sel ganglion retina. Percobaan pada hewan membuktikan bahwa etambutol dapat menimbullkan lesi pada kiasma optik dan nervus optik. Secara klasik dapat digambarkan bahwa toksisitas etambutol berhubungan dengan dosis dan lamanya pengobatan dan bersifat reversible jika terapi dihentikan. Sifat reversibilitas dari neuritis optik ini masih kontroversial, sehingga edukasi terhadap penderita dan penghentian konsumsi obat tidak selalu menunjukkan perbaikan terhadap penglihatan. Gambaran dan prognosis dari toksisitas etambutol tidak dapat diprediksi sehingga penggunaan obat ini harus mendapat pengawasan atau control yang tepat.3,4,33,34,35Etambutol dapat menyebabkan neuropati optik toksik pada 1-5 % penderita yang mengkonsumsi obat antituberkulosis.33 Derajat toksisitas etambutol pada nervus optik tergantung pada dosis yang digunakan dan lamanya penggunaan obat, dengan insiden sebanyak 6 % pada dosis 25 mg/kg BB/hari. Penurunan tajam penglihatan lebih sering terjadi pada penderita yang menerima dosis >25 mg/kg/hari. Sedang dosis < 15 mg/kg BB/hari dianggap sebagai dosis yang relatif aman, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk terjadinya neuropati optik. Penurunan tajam penglihatan terjadi minimal 1,5 bulan setelah terapi etambutol dan paling sering terjadi setelah 5 bulan terapi. Penurunan tajam penglihatan juga dapat terjadi lebih lambat, setelah 12 bulan dari terapi awal. Hilangnya penglihatan yang lebih berat ditemukan pada penderita yang menderita gagal fungsi ginjal karena etambutol dieksresikan melalui ginjal.3,4,5,37Baron dkk (1974), melaporkan neuropati optik etambutol pada 3 dari 304 pasiem yang diterapi dengan etambutol pada 25 mg/kg/hari selama 60 hari diikuti dengan 15 mg/kgBB/hari. Leibold (1966) menggambarkan dua tipe penurunan tajam penglihatan berkaitan dengan toksisitas etambutol; Toksisitas sentral ; penurunan tajam penglihatan, skotoma sentral, dan hilangnya persepsi warna Toksisitas periaksial ; tajam penglihatan norma atau hampir normal, persepsi warna normal, dan skotoma kuadran perifer atau konstriksi.4Diskromatopsia merupakan gejala dini dari adanya toksisitas oleh etambutol, dimana defek penglihatan warna biru-kuning lebih sering terjadi dibandingkan defek penglihatan warna merah-hijau. Penurunan tajam penglihatan biasanya bersifat terselubung dan bilateral simetris. Defek lapangan pandang khas menujukkan skotoma sentral atau defek bitemporal; sebagian kecil mengalami konstriksi perifer. Abnormalitas pupil sulit terdeteksi. Pengukuran sensitivitas kontras juga efektif dalam mendeteksi toksisitas etambutol subklinik. Pemeriksaan Visual evoked potensial (VEP) juga dapat digunakan untuk evaluasi dini adanya toksisitas oleh etambutol.3,36,38,39,40Pada pemeriksaan funduskopi, diskus optik pada awalnya normal, tetapi bisa berkembang menjadi pucat (atrofi) pada diskus optik bagian temporal, jika terapi etambutol diteruskan. Diagnosis dini dan penghentian penggunaaan obat etambutol memberikan prognosis yang baik, karena hilangnya penglihatan biasanya bersifat reversibel. 5,6,9

Gambar 13. (a dan b) diskus optic yang pucat pada penderita wanita, 44 tahun dengan toksisitas etambutol. (c dan d) hasil pemeriksaan perimetri Goldman yang menunjukkan skotoma cecosentral bilateral.3Optical cehrence tomography (OCT), yang sekarang umum digunakan untuk mengukur ketebalan lapisan serabut saraf pada pasien glaukoma, dapat juga digunakan untuk mengukur perubahan anatomis pada toksisitas etambutol. Alat ini dapat mengukur besarnya kehilangan lapisan serabut saraf retina pada penderita dengan gejala toksisitas dini, sebelum perubahan itu dapat dilihat dengan funduskopi. Oleh karena itu, OCT dapat dijadikan sebagai pemeriksaan obyektif tambahan untuk memonitor penderita dengan etambutol, khususnya pada penderita dengan defek lapangan pandang. Menon V.,dkk (2009) melaporkan ketebalan serabut saraf retina bagian temporal berkurang secara signifikan pada pemeriksaan dengan menggunakan OCT pada 2.88 % ( 3 dari 104 penderita) yang menkonsumsi etambutol. 3,22,37

Gambar 14. Foto Fundus penderita neuropati optik bilateral karena toksisitas etambutol yang menunjukkan CDR 0.5 pada setiap mata dengan gambaran pucat pada bagian temporal diskus optik, disertai gambaran OCT yang menunjukkan ketebalan lapisan serabut saraf retina masih dalam batas normal, tidak mengalami penipisan.38International guidelines untuk pencegahan dan deteksi dini toksisitas okuler akibat etambutol telah di publikasikan. Namun, pendapat mengenai pemeriksaan tajam penglihatan secara rutin masih efektif digunakan dalam klinik. Tidak ada terapi lain yang spesifik dan efektif selain menghentikan konsumsi obat etambutol. Umunya penderita akan mengalami perbaikan secara bertahap selama beberapa minggu sampai beberapa bulan. Kadang-kadang dilaporkan penglihatan tetap memburuk dan tidak mengalami perbaikan ketika obat terlambat dihentikan dan sudah terlanjur menyebabkan kerusakan nervus optik yang berat. 3,40,41

Isoniazid (INH)Obat yang biasa dikombinasikan dengan etambutol ini telah dilaporkan juga dapat menyebabkan terjadinya neuropati optik toksik. INH biasanya diduga sebagai etiologi jika terjadi hilangnya penglihatan bersifat menetap walaupun etambutol telah dihentikan. Toksisitas isoniazid member gambaran edema bilateral diskus optik. Gejala atipikal lainnya berupa defek lapangan pandang berupa skotoma hemianopia bitemporal. Penglihatan juga dapat mengalami perbaikan jika pemberian obat INH dihentikan. Pemberian piridoksin 25-100 mg/hari dapat membantu mengobati neuropati optik toksik akibat isoniazid dengan syarat harus disertai penghentian penggunaan obat isoniazid.3,5,6,42Oleh karena etambutol dan isoniazid diberikan secara bersama dalam terapi tuberkulosis dan keduanya menghasilkan neuropati optik toksik, maka jika hanya salah satu obat yang dihentikan dan obat yang lain diteruskan, penderita tidak akan mengalami perbaikan penglihatan.3,5,43

KloramfenikolPenggunaaan kloramfenikol pada terapi kolitis ulseratif dan endocarditis bakterial pada awal tahun 1950 telah menemukan kasus sporadik neuritis optik. Pada tahun 1969 dilaporkan 40 kasus yang menderita neuritis optik setelah terapi minimal 100 gram selama lebih dari 6 minggu. Kloramfenikol juga telah digunakan sebagai terapi kistik fibrosis pada anak-anak hingga tahun1970 dan ditemukan bahwa obat ini dapat menyebabkan neuropati optik toksik pada sekitar 3-5 % penderita. Anak-anak ini mengalami kehilangan penglihatan sentral bilateral secara tiba-tiba dengan defek lapangan pandang skotoma cecosentral. Kerusakan selektif papillomacular bundle dan pembuluh darah retina yang berkelok-kelok sering terlihat pada pemeriksaan fundus. 5,21,44Dari pemeriksaan histopatologi, tampak sel ganglion retina menghilang terutama pada daerah papillomacular bundle dan terjadi atrofi serabut saraf serta demielinasi nervus optik. Patogenesis neuropati optik kloramfenikol masih kurang jelas. Beberapa peneliti membuktikan adanya hubungan antara kejadian neuropati optik dengan defisiensi tiamin, meskipun kadar tiamin dalam darah masih dalam batas normal. Terapi dilakukan dengan menghentikan konsumsi obat dan pemberian vitamin B kompleks. Terapi ini biasanya dapat mengembalikan fungsi penglihatan penderita. 5,21,44

Gambar 15. Pemeriksaan histopatologis dekat fovea menunjukkan hilangnya lapisan sel ganglion retina.44

LinezolidAntimikroba golongan linezolid merupakan golongan antibiotik yang efektif melawan bakteri gram positif. Obat ini merupakan antibiotik yang digunakan dalam terapi stafilococcus yang resisten terhadap meticilin, enterococcus yang resisten terhadap vancomycin, pneumonia nosokomial, dan infeksi kulit yang berkomplikasi. Lama terapi yang direkomendasikan adalah maksimal 28 hari. Linezolid bekerja dengan cara menghambat translasi RNA dengan berikatan dengan ribosom 23S RNA dari subunit ribosom 50s untuk merusak kumpulan ribosom. Linezolid telah dilaporkan dapat menyebabkan neuropati optik toksik dengan gejala penurunan tajam penglihatan, diskromatopsia, dan skotoma cecosentral. Penghentian antibiotik akan mengembalikan tajam penglihatan secara bertahap. Hampir semua penelitian melaporkan bahwa pada penderita neuropati optik toksik akibat penggunaan linezolid dengan tajam penglihatan awal 20/200 akan membaik hingga 20/30 setelah obat dihentikan. Defek penglihatan warna, defek lapangan pandang, dan edema pada diskus optik juga akan mengalami perbaikan secara bertahap.5,45Neuropati optik akibat linezolid biasanya berhubungan dengan lamanya terapi dengan linezolid. Selama uji klinik yang dilakukan secara random terhadap pengguna obat ini, ditemukan bahwa munculnya efek samping terjadi jika obat ini digunakan hingga 28 hari terapi. Beberapa studi juga melaporkan kejadian neuropati optik karena linezolid terjadi sekitar 8 hingga 10 bulan setelah penggunaan obat dengan dosis standar 600 mg per hari. Telah dilaporkan juga tiga kasus pada tahun 2005 , neuropati optik dan perifer akibat penggunaan linezolid selama lebih dari 28 hari.45 Hal ini merekomendasikan untuk melakukan monitoring efek samping dengan pemeriksaan mata setiap bulan jika penderita menerima antibiotik lebih dari 28 hari. Pemeriksaan mata yang dilakukan meliputi pemeriksaan tajam penglihatan, defek lapangan pandang, penglihatan warna, dan funduskopi.5,6

Interferon alfaInterferon alfa (IFN-) merupakan glikoprotein yang disekresikan oleh sistem imun sebagai respon terhadap infeksi virus. Fungsinya memberikan sinyal intraseluler untuk meningkatkan ekspresi gen spesifik, serta meningkatkan dan menginduksi limfosit untuk membunuh sel target dan menghambat replikasi virus pada sel-sel yang terinfeksi. Oleh karena IFN- mempunyai sifat antisitokin, antiviral, immunomodulator, dan aktivitas antiproliferatif, maka IFN- digunakan dalam terapi hepatitis kronik B dan C, kanker, dan trombositosis esensial. Selain itu, IFN- juga diduga dapat membentuk autoantibodi dan selanjutnya dapat menyebabkan deposit kompleks imun pada arteri kecil pada nervus optik. IFN- dapat menstimulasi sitokin lain sehingga terjadi reaksi inflamasi pada pembuluh darah yang selanjutnya dapat menyebabkan terjadinya iskemia.5,6Neuropati optik iskemik anterior (AION) merupakan komplikasi yang jarang dalam terapi IFN-. Mekanisme terjadinya AION setelah terapi dengan IFN- masih belum jelas. Lohman dan Coll menduga bahwa IFN- dapat menghasilkan autoantibodi yang menyebabkan terjadinya deposisi kompleks imun pada arteri kecil pada nervus optik dan retina, sehingga mengakibatkan terjadinya reaksi inflamasi pada pembuluh darah yang berakibat terjadinya iskemik. Disamping itu, IFN- juga berperan sebagai imunomodulator yang dapat menstimulasi produksi sitokin lain seperti interleukin yang juga menimbulkan respon inflamasi pada pembuluh darah, sehingga memperberat kejadian iskemik pembuluh darah pada nervus optik. 6,46Dua pasien yang mendapat terapi IFN- mengalami neuropati optik simultan bilateral dalam 3 bulan sejak dimulainya pengobatan. Edema diskus optik lateral dan perdarahan pada lapisan serabut saraf (nerve fiber layer) dihubungkan dengan adanya defek bundel serabut saraf inferior. Walaupun telah diterapi dengan aspirin 300 mg/hari setelah pemberian IFN- dihentikan, tajam penglihatan dan defek lapangan pandang masih tidak mengalami perubahan. Sedang penderita lain yang diterapi dengan metilprednisolon IV 1 g/hari selama 3 hari yang kemudian dilanjutkan dengan tappering prednison oral setelah IFN- dihentikan, visus penderita membaik tetapi defek lapang pandangnya menetap. Derajat gambaran atrofi pada diskus optik tergantung pada beratnya iskemik. Anemia juga dapat memperberat kejadian iskemik dengan menurunnya perfusi ke nervus optik sehingga dapat memberi gambaran edema diskus optik. Hanya satu pasien yang membaik setelah terapi dengan IFN- dihentikan.5,47

InfliximabInfliksimab merupakan antibodi chimeric dari kelompok Ig G yang menghambat tumor necrosis factor-alfa (TNF-) dan diberikan secara intravenous untuk terapi artritis rematoid dan Crohns disease. Penghambatan terhadap TNF- diduga berkaitan dengan eksaserbasi munculnya penyakit demielinasi seperti multiple sklerosis (MS). Kadar TNF- yang tinggi ditemukan pada sel-sel mononuklear dan plak MS pada pasien dengan MS.5 Gambar 16. Fundus fluorescein angiography penderita dengan terapi infliximab. Kapiler pada nervus optik dilatasi dengan kebocoran vaskuler. Splinter hemorraghe tampak pada tepi diskus optik.47Infliksimab diduga berkaitan dengan terjadinya neuritis optik retrobulber. Pada penelitian yang dilakukan oleh Foroozan dkk., dua wanita pada usia dekade kelima mengalami neuritis optik retrobulber setelah diterapi dengan infliksimab karena menderita artritis rematoid dan atau Crohns disease. Tajam penglihatan keduanya membaik setelah obat dihentikan. Walaupun pasien tidak menderita MS, tetapi diduga inhibisi terhadap TNF- bisa meningkatkan resiko terjadinya penyakit demilinasi. 5,6Terapi dengan infliksimab juga dapat berkomplikasi menjadi neuropati optik toksik. Netherlands Pharmacovigilance Centre Lareb pada tahun 2003 melaporkan tiga kasus neuropti optik bilateral setelah menerima tiga dosis infliksimab untuk artritis rematoid. Tiga pasien tersebut berusia dekade kelima dan keenam mengalami edema diskus optik bilateral akut dengan skotoma sentral, cecosentral, atau defek pada inferior. Defek lapangan pandang sentral dan cecosentral menunjukkan adanya proses toksik pada neuropati optik anterior. Pemeriksaan FFA menunjukkan adanya dilatasi kapiler dan kebocoran vaskuler pada papil nervus optik. Pemberian steroid dosis tinggi, ternyata tidak memperbaiki tajam penglihatan. Hal ini membuktikan adanya akumulasi tiga dosis inflikasimab yang berperan dalam kejadian neuropati optik toksik bilateral tersebut. 5,47

Klomifen SitratAgen hormonal seperti klomifen sitrat sering digunakan dalam terapi infertilitas. Obat ini diduga dapat meningkatkan risiko komplikasi hiperkoagulabiliti. Penurunan tajam penglihatan dapat terjadi pada sekitar 5% hingga 10 % penderita yang diterapi dengan klomifen sitrat. Neuritis optik juga telah dilaporkan dapat terjadi selama pengobatan dengan klomifen sitrat. Penglihatan penderita dapat menurun sementara atau spots. Kejadian neuropati optik iskemik anterior juga telah dilaporkan pada seorang wanita, 31 tahun dengan infertilitas primer setelah menerima klomifen sitrat 50 mg setiap pagi selama lima hari. Dia mengalami penglihatan kabur akut pada mata kanan dengan visus 20/200, RAPD positif pada mata kanan, penurunan penglihatan warna merah, dan defek altitudinal inferior pada mata kanan. Pada diskus optik mata kanan terjadi edema dan hiperemis dengan dilatasi vena dan splinter hemorraghes. Dua bulan kemudian visus mata kanan menjadi 20/50(-2), dan tampak pucat pada diskus optik.48,49,50 Tamoxifen Tamoksifen merupakan obat yang berfungsi dalam mengatur aktifitas estrogen reseptor- dan sering digunakan sebagai adjuvan atau monoterapi pada terapi kanker. Beberapa studi melaporkan insiden toksisitas okuler pada penggunaan tamoxifen yaitu sekitar 12 %. Neuropati optik bilateral jarang terjadi, tetapi deteksi dini dapat membantu mencegah kebutaan permanen. Pada suatu penelitian prospektif, 65 wanita dengan kanker payudara pada awalnya mempunyai penglihatan normal dan kemudian diberikan terapi tamoksifen oral 20 mg/hari, 12 % diantaranya mengalami toksisitas okuler, dimana 7 pasien mengalami keratopati, 3 pasien retinopati pigmentari bilateral, dan 1 pasien mengalami neuritis optik bilateral. Pasien dengan neuropati optik menunjukkan papil nervus optik pucat dengan tajam penglihatan yang menurun. Perubahan keratopati biasanya bersifat reversibel setelah obat dihentikan. Pemeriksaan mata setiap tahun direkomendasikan pada penderita yang diterapi dengan tamoksifen dalam jangka panjang. 5,51

Silenafil & TaladafilSildenafil biasanya diindikasikan untuk terapi disfungsi ereksi pada laki-laki. Obat ini dilaporkan dapat menyebabkan terjadinya NAION. Sildenafil merupakan inhibitor fosfodiesterase selektif 5(PDE5) yang memfasilitasi jalur nitrit oxide-cyclyc guanosine monophosphate (cGMP) yang merelaksasi otot polos pada korpus kavernosum, sehingga meningkatkan aliran darah selama stimulasi seksual. Sildenafil juga diduga menyebabkan inhibisi parsial fosfodiesterase 6 pada lapisan luar fotoreseptor yang mengakibatkan penglihatan menurun.5,6Pomeranz dkk., melaporkan adanya hubungan sildenafil dengan NAION, penderita dengan umur sekitar 42-49 tahun dan tiga dari lima laki-laki tanpa faktor risiko kardiovaskuler, empat diantaranya menderita kehilangan penglihatan akut dalam 45 menit hingga 12 jam setelah minum obat ini. Dosis sildenafil yang dikonsumsi sekitar 50-100 mg. Satu dari penderita tersebut minum obat dengan dosis 50 mg setiap minggu dan lapangan pandangnya memburuk selama periode 15 bulan. Gangguan penglihatan terjadi setelah konsumsi dosis pertama pada satu pasien dan setelah dosis kedua dan ketiga pada pasien yang lain. Penurunan tajam penglihatan sering terjadi unilateral dan kadang disertai nyeri kepala dan nyeri intraokuler. Setelah 2-9 bulan follow-up, empat dari lima penderita mengalami defek lapangan pandang konstriksi perifer yang permanen, dan tiga dari empat penderita tersebut mengalami penurunan tajam penglihatan yang menetap.52,53Gambaran struktural diskus optik pada pasien yang menkonsumsi sildenafil dapat meningkatkan risiko berkembangnya NAION. Cup fisiologis yang kecil dari diskus optik lebih sering ditemukan pada pasien dengan NAION dan dipercaya bahwa kepadatan serabut saraf melalui kanal sklera yang kecil cenderung menyebabkan kerusakan serabut saraf akibat iskemik. 5,6Nitrit okside yang dihasilkan oleh sildenafil kemungkinan menjadi agen toksik terhadap nervus optik dan sel ganglion retina. Sebelumnya telah diketahui bahwa inhibisi terhadap enzim nitrit oksida sintetase dapat menurunkan jumlah kerusakan sel ganglion retina pada hewan percobaan dengan neuropati optik glaukomatous. Nitrit okside juga berfungsi sebagai vasodilator dan dapat mempengaruhi autoregulasi pembuluh darah pada papil nervus optik. Perubahan pada perfusi dari cabang arteri siliaris posterior yang menvaskularisasi papil nervus optik telah menyebabkan terjadinya NAION. Berdasarkan teori Hayrehs bahwa hipotensi nokturnal dapat menyebabkan iskemik pada pasien dengan cup-disc ratio (CDR) yang kecil, maka sildenafil yang juga dapat mengakibatkan hipotensi nokturnal fisiologis yang cukup untuk menurunkan tekanan perfusi pada arteri siliaris posterior.5,9Taladafil, obat lain sejenis yang juga digunakan untuk disfungsi ereksi spesifik dengan cara inhibisi cGMP PDE5 . Obat ini juga telah dilaporkan dapat mengakibatkan NAION. Bollinger dan Lee, melaporkan seorang laki-laki 65 tahun dengan riwayat hiperkolesterolemi telah menkonsumsi obat ini dan mengalami penglihatan kabur pada lapangan pandang inferior yang bersifat sementara dalam 2 jam setelah mengkonsumsi 4 dosis taladafil. Tiga hari kemudian dia meminum dosis kelima dan berkembang menjadi defek lapangan pandang inferior yang permanen pada mata kanan. Pada pemeriksaan funduskopi ditemukan adanya edema diskus optik pada mata kanan dan mempunyai rasio cup-disk yang kecil pada mata kiri. Hilangnya lapangan pandang setelah konsumsi obat taladafil menunjukkan bahwa PDE5 inhibitor dapat menjadi faktor risiko berkembangnya NAION. 54

RadiasiNeuropati optik yang diinduksi oleh radiasi merupakan suatu proses iskemik pada nervus optik. Neuropati optik yang terjadi biasanya menunjukkan neuropati optik iskemik posterior (retrobulber) dengan gejala hilangnya penglihatan berat yang irreversible. Neuropati optik umumnya terjadi sekitar 18 bulan setelah radioterapi dan setelah dosis kumulatif radiasi lebih dari 50 Gy atau single doses lebih dari 10 Gy. Ini sering terlihat sebagai komplikasi dari terapi radiasi pada sinus paranasal dan regio basis kranii dan post operatif dari adenoma pituitari, meningioma parasellar, glioma frontal dan temporal, kraniofaringioma, dan tumor intraokuler. Selisih antara dosis radiasi yang aman dan tidak aman bervariasi tergantung dari toleransi individu. Terapi sebelumnya atau kombinasi dengan kemoterapi seperti metotrexate, ara-C, vincristine, dan kombinasi dengan obat lain dapat meningkatkan risiko terjadinya neuropati optik akibat radiasi. Radiasi dapat mengubah struktur seluler seperti permeabilitas blood-brain barrier, atau granulasi arachnoid, sehingga mengubah farmakokinetik dari distribusi dan clearance obat. Selain itu, peningkatan permeabilitas blood brain barrier juga dapat mengakibatkan metotrexate dapat masuk ke SSP. Oleh karena itu, efek toksik dari obat kemoterapi dapat memicu terjadinya efek samping dari radiasi atau sebaliknya.5,6,18Dosis radiasi per fraksi, dosis total, total durasi terapi, dan tipe radiasi (proton, elektron, atau neutron) dapat mempengaruhi risiko berkembangnya neuropati optik akibat radiasi. Ketika dosis total, ukuran fraksi, atau volume radiasi meningkat, frekuensi komplikasi juga meningkat. Adanya penyakit sistemik sebelumnya seperti diabetes atau gangguan endokrin yang dihasilkan dari Cushing syndrome, atau tumor yang memproduksi hormon pertumbuhan, sebagai faktor risiko tambahan.55,56Neuropati optik yang diinduksi radiasi merupakan neurotoksisitas yang mempengaruhi white matter selama beberapa bulan sampai beberapa tahun setelah eksposur radiasi ionisasi terhadap lintasan penglihatan anterior. Ini menunjukkan bahwa radiasi dapat menyebabkan kerusakan pada DNA jaringan normal yang akan merangsang terbentuknya radikal bebas yang dapat merusak endotel dan sel glia pada white matter. Jumlah sel endotel vaskuler berkurang tergantung pada dosis dan lamanya eksposur yang dibuktikan pada eksperimen otak tikus yang diradiasi.5,56Gejala neuropati optik akibat radiasi umumnya berupa hilangnya penglihatan yang bersifat akut, progresif pada satu atau kedua mata selama beberapa minggu atau bulan. Hilangnya penglihatan biasanya bilateral dan tanpa nyeri, dan terjadi pada tiga perempat penderita. Gangguan penglihatan umumnya terjadi 18 bulan setelah terapi radiasi berakhir. Hilangnya penglihatan biasanya bersifat irreversibel, tetapi kadang dapat membaik spontan pada pasien yang dilaporkan dengan papillitis akibat radiasi. 4,5Visus akhir pasien dengan neuropati optik radiasi umumnya 20/200. Defek lapangan pandang menunjukkan defek altitudinal atau skotoma sentral. Jika nervus optik bagian distal terkena, maka junctional syndrome dengan neuropati optik dan hemianopsia temporal kontralateral dapat ditemukan. Neuropati optik retrobular paling sering terjadipada penderita pasca radiasi. Diskus optik awalnya tampak normal dan kemudian menjadi pucat setelah 4 sampai 6 minggu. Setelah radiasi intraokuler atau orbita, kemungkinan dapat terjadi papillopati radiasi, yang mengenai diskus optik bagian anterior. Gejalanya berupa edema papil diskus optik dihubungkan dengan timbulnya cairan subretinal, eksudat peripapil, dan cotton wool spots. Secara bertahap papil diskus optik akan menjadi pucat (atrofi).4,5,6Diagnosis neuropati optik radiasi dapat diperoleh dari gambaran klinik dan biasanya dikonfirmasi dengan MRI. Pada neuropati optik akibat radiasi, tidak tampak kelainan pada gambaran MRI, tetapi terkadang tampak adanya penebalan nervus optik, kiasma, dan traktus optik pada beberapa kasus. Penebalan ini biasanya menyembuh setelah beberapa bulan.4,5 Diagnosis banding neuropati optik radiasi yaitu tumor ganas primer maligna, arachnoiditis, tumor parasellar yang diinduksi radiasi, secondary empty sella syndrome dengan prolaps nervus optik dan kiasma. Biasanya diagnosis ini dibedakan dengan neuropati optik radiasi dengan melakukan MRI otak dan orbita.4

Tabel 4. Diagnosis banding neuropati optik radiasi.4

Terapi neuropati optik radiasi masih kontroversial. Pemberian kortikosteroid dan antikoagulan memberikan hasil terapi yang minimal. Kortikosteroid mungkin bukan terapi yang ideal karena trauma akibat radiasi tidak mengakibatkan edema vasogenik atau inflamasi. Heparin dan warfarin cukup efektif dalam meningkatkan aliran darah serebral pada lima dari delapan pasien dengan radionekrosis serebral, tetapi tidak menunjukkan perbaikan visus pasien dengan nuropati optik radiasi.57Pada saat ini telah ditemukan bahwa terapi oksigen hiperbarik lebih efektif dalam mengobati neuropati optik radiasi, terutama jika diberikan lebih awal (sekitar 72 jam setelah munculnya gejala). Prinsip terapi ini yaitu mengubah konsentrasi gradien oksigen sehingga menyebabkan terjadinya angiogenesis kapiler. Hasil review dari Borruat dkk., dimana pasien yang menerima terapi oksigen hiperbarik dengan tekanan 2.4 atmosfer akan memberi hasil perbaikan visus paling baik jika dibandingkan dengan tanpa terapi dan yang menerima terapi 2.0 atmosfer. Terapi ini sebaiknya dimulai secepat mungkin sejak onset hilangnya penglihatan. Terapi ini terdiri atas 30 sesi, selama 90 menit setiap sesinya sehingga pasien bernafas dengan oksigen 100 % pada tekanan minimum 2.4 atmosfer.4,5,57

BAB VIDIAGNOSIS BANDING

Ketika seorang individu mengeluh kehilangan penglihatan bilateral yang tajam penglihatannya tidak dapat dikoreksi dengan kacamata sedangkan pemeriksaan lainnya dalam batas normal, maka ada beberapa kemungkinan diagnostik termasuk neuropati optik. Makulopati dapat dipikirkan sebagai salah satu diagnosis banding, dimana pada pemeriksaan funduskopi menunjukkan abnormalitas pada segmen posterior.1,3Penyakit lain yang dapat menjadi kemungkinan adalah kehilangan penglihatan anorganik. Adanya atrofi optik merupakan tanda penting ketika hilangnya penglihatan bersifat permanen. Pada fase akut, defek lapangan pandang pada neuropati optik toksik bersifat khas yaitu sentral atau cecosentral. Defek seperti ini tidak terdapat pada hilangnya penglihatan anorganik, dimana pada penderita ini defek lapangan pandang biasanya konstriksi dan menunjukkan konfigurasi spiral atau tubular.3,5,6Neuropati optik yang lain yang sangat mirip dan sering dikaitkan dengan neuropati optik toksik adalah neuropati optik nutrisional. Neuropati optik nutrisional dapat didefinisikan sebagai gangguan penglihatan akibat kerusakan nervus optik yang disebabkan oleh adanya defisiensi nutrisi. Gambaran klinis dan gejala neuropati umumnya sama dengan neuropati optik toksik. 3,6,9Neuropati optik nutrisional terjadi utamanya berhubungan dengan adanya defisiensi vitamin. Defisiensi tiamin (vitamin B1), sianokobalamin (vitamin B12), piridoksin (vitamin B6), niacin (vitamin B3), riboflavin (vitamin B2), dan atau asam folat telah dibuktikan dapat mengakibatkan terjadinya neuropati optik. Gejala klinik dan patofisiologi dasar terjadinya penyakit hampir sama dengan neuropati optik toksik. Umumnya neuropati optik nutrisional bermanifestasi sebagai neuropati optik retrobulber non-spesifik. Saat ini, terapi yang dianjurkan terbatas pada pemberian intensif vitamin dosis tinggi dengan hasil bervariasi pada setiap kasus. 3,18Neuropati optik mitokondria dapatan (inherited), Lebers hereditary optic neuropathy (LHON) dan atrofi optik dominan (Kjers) merupakan neuropati optik non-sindrom yang disebabkan oleh adanya kelainan pada mitokondria. Pada LHON atau atrofi optik Leber terjadi degenerasi mitokondria sel-sel ganglion retina dan akson-aksonnya yang diwariskan (dari ibu) yang mengakibatkan hilangnya penglihatan sentral akut atau subakut. Penyakit ini biasanya mengenai laki-laki dewasa muda. Kelainan ini tidak tergolong neuropati optik toksik, tetapi dapat diinduksi kejadiannya oleh adanya perubahan lingkungan. Pada LHON, onset hilangnya penglihatan bersifat akut dan jarang simetris. Pemeriksaan genetik dibutuhkan pada beberapa kasus. 3,9,18 gambar 17. Leber optic neuropathy .18Adanya lesi kompresif atau infiltratif pada kiasma optik dapat menjadi salah satu diagnosis banding untuk penyakit neuropati optik toksik. Oleh karena itu, harus selalu dilakukan pemeriksaan neuroimaging untuk menyingkirkan kausa ini. Defek lapangan pandang cecosentral dan bitemporal pada penyakit kiasma optik mirip satu sama lain dan ada banyak penyebab skotoma sentral dan cecosentral bilateral yang berasal dari tumor. 3,5,9,18Neuritis optik akibat demielinasi, inflamasi, atau infeksi dapat terjadi simultan pada kedua mata, dan kadang membingungkan dengan neuropati optik toksik. Defek lapangan pandang keduanya mirip, tetapi pada neuritis optik biasanya disertai nyeri dan atau edema diskus optik lebih dari 90 % penderita. Untuk memastikan biasanya dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinal dan pemeriksaan laboratorium khusus untuk memastikan adanya infeksi sistemik dan inflamasi.6,9Pada umumnya, analisis gejala dan tanda penyakit dimulai dari detail anamnesis dan pemeriksaan fisik hingga pemeriksaan penunjang akan menentukan diagnosis neuritis optik toksik. Sangat bijaksana jika kita menganjurkan untuk melakukan pemeriksaan neuroimaging kecuali diagnosis yang dibuat sudah pasti. MRI dengan kontras dan dikhususkan pada nervus optik dan kiasma optik merupakan pemeriksaan optimal pada banyak kasus. Pemeriksaan laboratorium mengenai level vitamin B12 dan folat dapat dipikirkan jika neuropati optik toksik dianggap berhubungan juga dengan adanya defisiensi nutrisi. Selain itu, ketika suatu intoksikasi spesifik disuspek, maka harus dicoba untuk mengidentifikasi toksin atau metabolit pada cairan (darah atau urine) atau jaringan penderita. 5,6,21Tabel 5. Diagnosis banding neuropati optik toksik. 21

BAB VIIPROGNOSIS

Langkah pertama dalam terapi neuropati optik adalah menghentikan penggunaan agen toksik yang dicurigai sebagai penyebab. Terapi neuropati optik toksik tergantung pada agen toksik yang menyebabkan neuropati optik toksik tersebut. Terapi medis termasuk suplemen multivitamin yang dibutuhkan pada neuropati toksik khususnya dengan ambliopia akibat alkohol-tembakau.5,6,21Penderita dengan neuropati optik toksik harus diobservasi setiap 4-6 minggu, dan selanjutnya tergantung pada proses penyembuhannya, umumnya setiap 6-12 bulan. Tajam penglihatan, pupil, nervus optik, penglihatan warna, dan lapangan pandang harus dinilai pada setiap kunjungan. Penglihatan akan membaik secara bertahap lebih dari beberapa minggu, pemulihan penuh membutuhkan waktu beberapa bulan dan selalu ada risiko defisit penglihatan yang permanen. Tajam penglihatan biasanya membaik mendahului penglihatan warna, berkebalikan dengan onset proses penyakit, dimana penglihatan warna biasanya lebih dahulu memburuk dibanding tajam penglihatan.4,5,6Kejadian morbiditas penyakit tergantung pada faktor risiko, etiologi penyebab, dan lamanya gejala muncul sebelum mendapat terapi. Penderita dengan atrofi optik yang berat akan mengalami kesulitan dalam perbaikan fungsi visual dibandingkan dengan penderita yang tidak mempunyai perubahan patologis. Prognosisnya bervariasi tergantung pada agen toksik, total eksposur sebelum terapi, dan derajat beratnya hilangnya penglihatan pada saat diagnosis penyakit atau sebelum mendapat terapi awal. 3,9,18

BAB VIIIPENUTUP

Neuropati optik toksik merupakan sindrom yang ditandai oleh kerusakan papillomakular bundle, defek penglihatan skotoma sentral atau cecosentral dan defisit pada penglihatan warna akibat kerusakan nervus optik yang disebabkan oleh toksin. Insiden penyakit ini bisa terjadi pada semua ras, jenis kelamin, dan semua umur. Angka morbiditasnya tergantung pada faktor risiko, etiologi, dan lamanya gejala sebelum dilakukan terapi.Mekanisme terjadi kerusakan nervus optik pada neuropati optik toksik diduga karena adanya kegagalan aliran aksoplasmik oleh adanya gangguan pada pembentukan energi, atau adanya hipoksia atau kompressi yang disebabkan oleh toksin, sehingga menyebabkan terjadinya disfungsi nervus optik. Selain di nervus optik, lesi primer bisa saja ditemukan pada retina, kiasma atau bahkan di traktus optik. Sebelum menentukan diagnosa neuropati optik toksik, terlebih dahulu kita melakukan anamnesis, pemeriksaan fisis yang meliputi evaluasi sistemik dan pemeriksaan okuler, serta pemeriksaan penunjang. Anamnesis mengarahkan kita untuk menentukan kemungkinan toksin penyebab dari neuropati. Selanjutnya dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk menilai kadar toksin dalam darah atau urine sebagai dasar diagnosa pasti etiologineuropati optik toksik.Etiologi yang paling sering menyebabkan neuropati optik toksik, yaitu tembakau, alkohol (etanol), matanol, etilen glikol, obat-obatan seperti etambutol, isoniazid, amiodarone, kloramfenikol, linezolid, interferon alfa, infliksimab, klomifen sitrat, tomoksifen, sildenafil serta radiasi. Umumnya penurunan tajam penglihatan bersifat reversibel setelah agen toksik segera dihentikan, walaupun sebagian diantaranya dapat bersifat permanen. Neuropati optik toksik didiagnosis banding dengan neuropati optik lainnya, seperti neuropati optik nutrisional, neuropati optik mitokondria, neuropati optik karena demielinasi, inflamasi, infeksi, atau oleh karena adanya kompresi atau infiltrasi. Semua diagnosis banding tersebut dapat disingkirkan dengan menilai gejala dan tanda dari penderita serta melakukan berbagai pemeriksaan yang menunjang diagnosis.DAFTAR PUSTAKA

1. Zafar A. Toxic/nutritional optic neuropathy, department of ophthalmology : 2008 . available from : www.emedicine.com , acessed 09/04/201.2. Glaser JS. Nutritional and toxic optic neuropathies. In Neuro-ophthalmology. 3rd ed. Philadelphia : Lippincott Williams and Wilkins ; 1999 : 181.3. Sharma P. Toxic optic neuropathy, Indian journal ophthalmology . vol. 59 . 2011 : 137-141.4. Lee AG., BrazsPW. The diagnosis of optic neuropathies in Clinical pathway in neuroophthalmology, an evidence-based approach . 1st ed. Thieme. New york ; 1998 : 1-19.5. Chan JW. Nutritional adn toxic optic neuropathies in Optic nerve disorders. 1st ed.. Springer. New york ; 2007: 150-164.6. Miller RN, Biousse V, Newman JN, Kerrison BJ. Toxic and deficiency optic neuropathies in Walsh and Hoyts Clinical neuroophthalmology: the essential.2nd ed. Lippincott Wiliiam and wilkins. Philadelpia ; 2008 : 202-210.7. Snell RS, Lemp MA. visual pathway in Clinical Anatomy of The Eye The. 2nd ed. Malden, USA: Blackwell Science, 1998;379-408.8. Oyster, Clyde W. The Nerves of The Eye and Orbit in The Human Eye Structure and Function. Massachusset: Sinauer Associates, 1999:191-2409. Kanski,Jack., Menon, Jay. Neuor-ophthalmology in Clinical Ophthalmology.ed. Toronto. Butterworth Heinemann, 2003 :596-609. 10. Park,S., Siegelman., The Anatomy and Cell Biology of The Human Retina in Duanes Clinical Ophthalmology, on CD ROM, Lippincott and William Wilkins.11. Kauffman, Paul. Overview of The Central Visual Pathway in Adler`s Physiology of the eye. Clinical application, 8 th ed. St Louis, Washington DC, Toronto. The CV Mosby Company, 1987:641-700. 12. Neurowiki: Pupillary light refleks and visual pathways. Available from : http://wiki.cns.org/wiki/index.php/Pupillary_light_reflex_and_visual_pathway. Acessed : 07/11/2010.13. Anonim, available from retina.anatomy.upenn.edu. Accessed on Desember 5th 1009.14. Newman SA, Arnold AC, Friedman DI, Kline LB, Rizzo III JF. BCSC : Neuro-opthalmology. Section 5. San Francisco, USA : AAO, 2008-2009; 23-28.15. Schiefer.U, Hart.W, Clinical Neuro Opthalmology : Functional Anatomy of The Human Visual Pathway. St.Louis.USA:Springer,2007;19-28.16. Oyster, Clyde W. The Nerves of The Eye and Orbit in The Human Eye Structure and Function. Massachusset: Sinauer Associates, 1999:191-24017. Monkhouse, Stanley. The Optic Nerve in Cranial Nerves Functional Anatomy. Cambrige University Press. 2006:115-120.18. Liu GT ,Volve NJ ,Galetta SL. Visual loss : Optic neuropathies in Neuro-ophthalmology, Diagnosis and Management. W.B. Saunders company . Philadelphia. 2001 : 103-170.19. Fletcher, E. C., Chong V. : Retina, in Vaughan and Asburys General Ophthalmology 17th ed., McGraw-Hill co., New York, May 200720. Chibis,W.G, Hillary A.B, James, J.T., John, S.B., Karla J., Shalesh K . Fundamentals and Principles of Ophthalmology, Basic and Clinical Science Course, Sec. 2, AAO, San Fransisco, 2008-2009. Hal 76-87.21. Toxic/nutritional optic neuropathy in handbook of ocular disease management. Available from http://cms.revoptom.com. Accessed on 12/10/2011.22. Menon V. Jain D. Saxena R. Sood R. Prospective evaluation of visual function for early detection of ethambutol toxicity. Br J ophthalmol. 2009 ; 93: 1251-4.23. Gustianty E. Prahasta A. What are we measuring in RNFL & ONH scans ? power point. Ophthalmology dept. Padjadjaran university. 2010.24. Eva PR., Whitcher JP. : ophthalmologic examination in Vaughan & Asburys general ophthalmology, 17th ed. Mc Graw hill-Lange co., New York, 2007.25. Behbehani R, Sergott RC, Savino PJ. Tobacco-alcohol amblyopia: a maculopathy?Br J Ophthalmol.2005;89:15434.26. Potts AM. Tobacco amblyopia.Surv Ophthalmol.1973;117:31339.27. Kee C, Hwang JM. Optical coherence tomography in a patient with tobacco-alcohol amblyopia.Eye (Lond)2008;22:46970.28. Rizzo JF, 3rd, Lessell S. Tobacco amblyopia.Am J Ophthalmol.1993;116:847.29. Kent R. Poisoning & Drug Overdose, Olson fifth edition, the Faculty,Staff, and Associateds of the California Poison Control System Mc Graw Hill Lange, 1996.

30. Sodhi PK, Goyal JL, Mehta DK. Methanol-induced optic neuropathy: treatment with intravenous high dose steroids.Int J Clin Pract.2001;55:599602.31. Shukla M, Shikoh I, Saleem A. Intravenous methylprednisolone could salvage vision in methyl alcohol poisoning.Indian J Ophthalmol.2006;54:689.32. Purvin V, Kawasaki A, Borruat FX. Optic neuropathy in patients using amiodarone.Arch Ophthalmol.2006;124:696701.33. Kupersmith MJ, Weiss PA, Carr RE. The visual-evoked potential in tobacco-alcohol and nutritional amblyopia.Am J Ophthalmol.1983;95:30714.34. Schmidt IG, Schmidt LH. Studies on the neurotoxicity of ethambutol and its racemate for the rhesus monkey.J Neuropathol Exp Neurol.1966;25:4067.35. Lessell S. Histopathology of experimental ethambutol intoxication.Invest Ophthalmol Vis Sci.1976;15:7659.36. Polak BC, Leys M, van Lith GH. Blue-yellow colour vision changes as early symptoms of ethambutol oculotoxicity.Ophthalmologica.1985;191:2236.37. Chai SJ, Foroozan R. Decreased retinal nerve fibre layer thickness detected by optical coherence tomography in patients with ethambutol-induced optic neuropathy.Br J Ophthalmol.2007;91:8957. 38. Grace EM. Lee AG. Ethambutol toxicity & optic neuropathy ; 60 years old female with bilateral painless central vision loss. Eyerounds.org. 2007.39. Behbehani R. Clinical approach to optic neuropathies.Clin Ophthalmol.2007;1:23346.40. Salmon JF, Carmichael TR, Welsh NH. Use of contrast sensitivity measurement in the detection of subclinical ethambutol toxic optic neuropathy.Br J Ophthalmol.1987;71:1926.41. Mathur KC, Sankhla JS. Ophthalmic manifestations of the toxicity of ethambutol.Indian J Ophthalmol.1976;24:69.42. Van Stavern GP, Newman NJ Optic neuropathies. An overview.Ophthalmol Clin North Am.2001;14:6171.43. Lessell S. Nutritional deficiency and toxic optic neuropathies. In: Albert DM, Jakobiec FA, editors.Principles and Practice of Ophthalmology.2nd ed. Philadelphia: W.B. Saunders Company; 2000. pp. 416976.44. Cogan DG., Toman Jt., Smith TR. Optic neuropathy, chloramphenicol & infantile genetic agranulocytosis. Investigate ophthalmology vol.12, no.7 July 1973 :534-3745. Rucker JC, Hamilton SR, Barderstein D, Isada CM, Lee MS. Linezolid associated toxic optic neuropathy. Neurology Feb. 2006 vol.66 no.4 ; 595-98.46. Lohman CP. Kroher G. Bogenrieder T. Spiegel D. Preuner J. Severe loss of vision during adjuvant interferon alfa-2b treatment for malignant melanoma. Lancet. 1999; vol.353 no.9161: 1362.47. Tusscher MP, Jacobs PJ, Busch MJ, de Graaf L, Diemont WL. Bilateral anterior toxic optic neuropathy and the use of infliximab. BMJ 2003;326(7389):579.48. Roch LM II, Gordon DL, Barr AB, Paulsen CA. Visual changes associated with clomiphene citrate therapy. Arch Ophthalmol 1967;77(1):147.49. Padron Rivas VF, Sanchez Sanchez A, Lerida Arias MT, Carvajal Garcia-Pardo A. Optic neuritis appearing during treatment with clomiphene. Aten Primaria 1994;14(7):9123.50. Lawton AW. Optic neuropathy associated with clomiphene citrate therapy. Fertil Steril 1994;61(2):390-391.51. Noureddin BN, Seoud M, Bashshur Z, Salem Z, Shamseddin A, Khalil A. Ocular toxicity in lowdose tamoxifen: a prospective study. Eye 1999;13 (pt 6):72933.52. Pomeranz HD, Smith KH, Hart WM Jr, Egan RA. Sildenafi l-associated nonarteritic anterior ischemic optic neuropathy. Ophthalmology 2002;109(3):5847.53. Pomeranz HD, Bhavsar AR. Nonarteritic ischemic optic neuropathy developing soon after use of sildenafi l (viagra): a report of seven new cases. J Neuro-Ophthalmol 2005;25(1):913.54. Bollinger K, Lee MS. Recurrent visual field defect and ischemic optic neuropathy associated with tadalafil rechallenge. Arch Ophthalmol 2005;123(3):4001.55. Jiang GL, Tucker SL, Guttenberger R, et al. Radiation-induced injury to the visual pathway. Radiother Oncol 1994;30(1):1725.56. Kline LB, Kim JY, Ceballos R. Radiation optic neuropathy. Ophthalmology 1985;92(8): 111826.57. Roden D, Bosley TM, Fowble B, et al. Delayed radiation injury to the retrobulbar optic nerves and chiasm. Clinical syndrome and treatment with hyperbaric oxygen and corticosteroids. Ophthalmology 1990;97(3):34651.

44