Nela Pembahasan Ulumul Qur
description
Transcript of Nela Pembahasan Ulumul Qur
PEMBAHASAN ULUMUL QUR’ANBAB I
PENDAHULUAN1.1. Latar BelakangDalam pembahasan makalah ini, marilah kita mengenal lebih jauh mengenai Ulumul Qur’an dan faedah-faedahnya.Al-Qur’an adalah kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dengan perantara malaikat Jibril sebagai mu’jizat. Al-Qur’an adalah sumber ilmu bagi kaum muslimin yang merupakan dasar-dasar hukum yang mencakup segala hal.
�م�ين ل �م�س� �ل ل ى ر� �ش� و�ب ح�م�ة� و�ر� و�ه�د�ى ى�ء� ش� �ل� �ك ل �ا �ان �ي �ب ت ب� ـ� �ك�ت ال �ك� �ي ع�ل �ا �ن ل �ز) و�نArtinya : Kami turunkan kepadamu Al-Kitab untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” (Q.S. An-Nahl : 89).Mempelajari isi Al-Qur’an akan menambah perbendaharaan baru, memperluas pandangan dan pengetahuan, meningkatkan perspektif baru dan selalu menemui hal-hal yang selalu baru. Lebih jauh lagi, kita akan lebih yakin akan keunikan isinya yang menunjukkan Maha Besarnya Allah sebagai penciptanya.Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab. Oleh karena itu, ada anggapan bahwa setiap orang yang mengerti bahasa Arab dapat mengerti isi Al-Qur’an. Lebih dari itu, ada orang yang merasa telah dapat memahami dan menafsirkan Al-Qur’an dengan bantuan terjemahnya, sekalipun tidak mengerti bahasa Arab. Padahal orang Arab sendiri banyak yang tidak mengerti kandungan Al-Qur’an. Maka dari itu, untuk dapat mengetahui isi kandungan Al-Qur’an diperlukanlah ilmu yang mempelajari bagaimana tata cara menafsiri Al-Qur’an yaitu Ulumul Qur’an dan juga terdapat faedah-faedahnya. Dengan adanya pembahasan ini, kita sebagai generasi islam supaya lebih mengenal Al-Qur’an, karena tak kenal maka tak sayang.1.2. Rumusan MasalahAdapun permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah :1. Apa pengertian Ulum, Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an ?2. Bagaimana pendapat para ulama’ ?3. Apa saja pembagian dan perinciannya ?4. Bagaimana sejarah perkembangannya ?5. Apa saja faedah-faedahnya ?6. Siapa saja tokoh-tokoh ahli tafsir ?
1.3. Tujuan MasalahAdapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :1. Untuk mengetahui pengertian Ulum, Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an2. Untuk mengetahui pendapat para ulama’3. Untuk mengetahui pembagian dan perinciannya4. Untuk mengetahui sejarah perkembangannya5. Untuk mengetahui faedah-faedahnya6. Untuk mengetahui tokoh-tokoh ahli tafsir
BAB IIPEMBAHASAN2.1. Pengertian1. Arti Kata ‘UlumSecara etimologi, kata Ulumul Qur’an berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari dua kata, yaitu “Ulum” dan “Al-Qur’an”. Kata ulum adalah bentuk jamak dari kata “ilmu” yang berarti ilmu-ilmu. Kata ulum yang disandarkan pada kata Al-Qur’an telah memberikan pengertian bahwa ilmu ini merupakan kumpulan sejumlah ilmu yang berhubungan dengan Al-Qur’an, baik dari segi keberadaanya sebagai Al-Qur’an maupun dari segi pemahaman terhadap petunjuk yang terkandung di dalamnya. Untuk lebih memahami pengertian ilmu secara jelas, mari kita simak pendapat-pendapat di bawah ini :· Menurut para ahli filsafat, kata ilmu sebagai gambaran sesuatu yang terdapat dalam akal.· Menurut Abu Musa Al-Asy’ari, ilmu ialah sifat yang mewajibkan pemiliknya mampu membedakan dengan panca indranya.· Menurut Imam Ghazali, secara umum arti ilmu dalam istilah syara’ adalah ma’rifat Allah terhadap tanda-tanda kekuasaan, perbuatan, hamba-hamba dan makhluk-Nya.· Menurut Muhammad Abdul ‘Adzhim, ilmu menurut istilah adalah ma’lumat-ma’lumat yang dirumuskan dalam satu kesatuan judul atau tujuan.Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa kata “ulum / ilmu” adalah masalah-masalah yang telah dirumuskan dalam satu disiplin pengetahuan yang terdapat dalam akal pikiran.1. Arti Kata Al-Qur’anMenurut bahasa, kata “Al-Qur’an” merupakan bentuk mashdar yang maknanya sama dengan kata “qira’ah” yaitu bacaan. Bentuk mashdar ini berasal dari fi’il madli “qoro’a” yang artinya membaca.Menurut istilah, “Al-Qur’an” adalah firman Allah yang bersifat mu’jizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad, yang tertulis dalam mushaf-mushaf, yang dinukil dengan jalan mutawatir dan yang membacanya merupakan ibadah. Untuk lebih memahami pengertian Al-Qur’an secara jelas, mari kita simak pendapat-pendapat di bawah ini :· Menurut Manna’ Al-Qathkan, Al-Qur’an adalah kitab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan orang yang membaca akan memperoleh pahala.· Menurut Al-Jurjani, Al-Qur’an adalah wahyu yang diturunkan kepada Rasulullah yang ditulis dalam mushaf dan diriwayatkan secara mutawatir (berangsur-angsur).· Menurut kalangan pakar ushul fiqih, fiqih, dan bahasa Arab, Al-Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi-Nya, lafadz-lafadznya mengandung mu’jizat, membacanya bernilai ibadah, diturunkan secara mutawatir dan ditulis dari surat Al-Fatihah sampai akhir surat yaitu An-Nas.Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa kata “Al-Qur’an” adalah firman Allah yang bersifat mu’jizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dengan perantara malaikat Jibril yang tertulis dalam mushaf-mushaf yang dinukil kepada kita secara mutawatir, membacanya bernilai ibadah, yang diawali dengan surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat An-Nas.1. Arti Kata Ulumul Qur’anSetelah membahas kata “ulum” dan “Al-Qur’an” yang terdapat dalam kalimat “Ulumul Qur’an”, perlu kita ketahui bahwa tersusunnya kalimat tersebut mengisyaratkan bahwa adanya bermacam-macam ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan Al-Qur’an atau pembahasan-pembahasan yang
berhubungan dengan Al-Qur’an, baik dari aspek keberadaannya sebagai Al-Qur’an maupun aspek pemahaman kandungannya sebagai pedoman dan petunjuk bagi manusia.
2.2. Pendapat Para Ulama’1. Definisi Ulumul Qur’anSecara terminologi terdapat berbagai pendapat para ulama’ terhadap definisi Ulumul Qur’an, antara lain :· Menurut As-Suyuthi dalam kitab Itmamu Al-Dirayah mengatakan bahwa Ulumul Qur’an adalah ilmu yang membahas tentang keadaan Al-Qur’an dari segi turunnya, sanadnya, adab makna-maknanya, baik yang berhubungan dengan lafadz-lafadznya maupun hukum-hukumnya.· Al-Zarqany dalam kitab Manahilul Itfan Fi Ulumil Qur’an mengatakan bahwa Ulumul Qur’an adalah beberapa pembahasan yang berhubungan dengan Al-Qur’an dari turunnya, urutannya, pengumpulannya, penulisannya, bacaannya, penafsirannya, kemu’jizatannya, nasikh mansukhnya, penolakan hal-hal yang bisa menimbulkan keraguan terhadapnya.1. Ruang Lingkup Pembahasan Al-Qur’anPara ulama’ berbeda pendapat mengenai ruang lingkup pembahasan Ulumul Qur’an, diantaranya adalah :· As-Suyuthi dalam kitab Al-Itqan menguraikan sebanyak 80 cabang ilmu. Dari tiap-tiap cabang terdapat beberapa macam cabang ilmu.· Abu Bakar Ibnu Al-Araby mengatakan bahwa Ulumul Qur’an terdiri dari 77.450 ilmu. Hal ini didasarkan pada jumlah kata yang terdapat dalam Al-Qur’an dengan dikalikan empat. Sebab setiap kata dalam Al-Qur’an mengandung makna dzhohir, bathin, terbatas dan tidak terbatas, serta dilihat dari sudut mufrodnya.· Sebagian jumhur ulama’ berpendapat, objek pembahasan Ulumul Qur’an yang mencakup berbagai segi kitab Al-Qur’an berkisar antara ilmu-ilmu bahasa Arab dan pengetahuan agama islam.· M. Hasbi Ash-Shiddiqy berpendapat, ruang lingkup pembahasan Ulumul Qur’an terdiri atas 6 hal pokok :1. Persoalan turunnya Al-Qur’an2. Persoalan sanadnya3. Persoalan qira’atnya4. Persoalan kata-kata Al-Qur’an5. Persoalan makna-makna Al-Qur’an yang berkaitan dengan hukum6. Persoalan makan Al-Qur’an yang berpautan dengan kata-kata Al-Qur’an
2.3. Pembagian dan Perincian Ulumul Qur’anSecara garis besar, Ulumul Qur’an terbagi menjadi 2 pokok bahasan, yaitu :1. Ilmu yang berhubungan dengan riwayat semata-mata, seperti ilmu yang membahas tentang macam-macam bacaan, tempat turun ayat-ayat Al-Qur’an, waktu-waktu turunnya dan sebab-sebabnya.2. Ilmu yang berhubungan dengan dirayah, yaitu ilmu yang diperoleh dengan jalan penelaahan secara mendalam, seperti memahami lafadz yang ghorib (asing) serta mengetahui makna ayat-ayat yang berhubungan dengan hukum.Segala macam pembahasan Ulumul Qur’an itu kembali pada beberapa pokok pembahasan saja, seperti :1. Nuzul
Pembahasan ini menyangkut dengan ayat-ayat yang menunjukkan tempat dan waktu turunnya ayat AlQur’an, misalnya : Makkiyah, Madaniyah, Hadhariyah, Safariyah, Nahariyah, Lailiyah, Syita’iyah, Shaifiyah, Firasyiyah dan meliputi hal-hal yang menyangkut asbabun nuzul dan sebagainya.1. SanadPembahasan ini meliputi hal-hal yang menyangkut dengan sanad yang mutawatir, ahad, syadz, bentuk-bentuk qira’at Nabi, para periwayat dan penghafal Al-Qur’an dan cara tahammul (penerimaan riwayat).1. Ada’ Al-Qira’ahPembahasan ini menyangkut tentang Waqaf, Ibtida’, Imalah, Mad, Takhfif hamzah dan Idghom.1. LafadzPembahasan ini menyangkut tentang Gharib, Mu’rab, Majaz, Musytarak, Muradif, Isti’arah dan Tasybih.1. Makna1. Pemabahasan makna Al-Qur’an yang berhubungan dengan hukum, yaitu ayat yang bermakna ‘Amm dan tetap dalam keumumannya, ‘Amm yang dimaksudkan khusus, ‘Amm yang dikhususkan oleh sunnah, Nash, Dzhahir, Mujmal, Mufashal, Manthuq, Mafhum, Mutlaq, Muqayyad, Muhkam, Mutasyabih, Musykil, Nasikh Mansukh, Muqaddam, Mu’akhar, Ma’mul pada waktu tertentu dan Ma’mul oleh seorang saja.2. Pembahasan makna Al-Qur’an yang berhubungan dengan lafadz, yaitu Fashl, Washl, Ijaz, Ithnab, Musawah dan Qashar.
2.5. Sejarah Perkembangan Ulumul Qur’anSebagai ilmu yang terdiri dari berbagai cabang dan macamnya, Ulumul Qur’an tidak lahir sekaligus. Ulumul Qur’an menjelma menjadi suatu disiplin ilmu melaui proses pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan kebutuhan dan kesempatan untuk membenahi Al-Qur’an dari segi keberadaanya dan segi pemahamannya.Di masa Rasul SAW dan para shahabat, Ulumul Qur’an belum dikenal sebagai suatu ilmu yang berdiri sendiri dan tertulis. Para shahabat adalah orang-orang Arab asli yang dapat merasakan struktur bahasa Arab yang tinggi dan memahami apa yang diturunkan kepada Rasul dan bila menemukan kesulitan dalam memahami ayat-ayat tertentu, mereka dapat menanyakan langsung kepada Rasul SAW.Di zaman Khulafaur Rasyidin sampai Dinasti Umayyah, wilayah islam bertambah luas sehingga terjadi pembaruan antara orang Arab dan bangsa-bangsa yang tidak mengetahui bahasa Arab. Keadaan demikian menimbulkan kekhawatiran shahabat akan tercemarnya keistimewaan bahasa Arab, bahkan dikhawatirkan tentang bacaan Al-Qur’an yang menjadi sebuah standar bacaan mereka. Untuk mencegah kekhawatiran itu, disalinlah dari tulisan-tulisan asli Al-Qur’an yang disebut dengan Mushaf Imam. Dan dari salinan inilah suatu dasar Ulumul Qur’an disebut Al-Rasm Al-Utsmani.Kemudian Ulumul Qur’an memasuki masa pembukuannya pada abad ke-2 H. Para ulama’ memberikan prioritas perhatian mereka terhadap ilmu tafsir karena fungsinya sebagai umm al-ulum al-qur’aniyyah. Sampai saat ini bersamaan dengan masa kebangkitan modern dalam perkembangan ilmu-ilmu agama, para ulama’ masih memperhatikan akan ilmu Qur’an ini. Sehingga tokoh-tokoh ahli tafsir (Qur’an) masih banyak hingga saat ini di seluruh dunia.
2.6. Faedah-faedah Ulumul Qur’anAdapun faedah-faedah mempelajari Ulumul Qur’an antara lain :· Mampu menguasai berbagai ilmu pendukung dalam rangka memahami makna yang terkandung dalam Al-Qur’an.· Membekali diri dengan persenjataan ilmu pengetahuan yang lengkap dalam rangka membela Al-Qur’an dari berbagai tuduhan dan fitnah yang muncul dari pihak lain.· Seorang penafsir (mufassir) akan lebih mudah dalam mengartikan Al-Qur’an dan mengimplementasikan dalam kehidupan nyata.· Membentuk kepribadian muslim yang seimbang.· Menanamkan iman yang kuat· Memberi arahan untuk dapat memanfaatkan potensi yang dimiliki dan sumber-sumber kebaikan yang ada di dunia.· Menetapkan undang-undang agar setiap muslim mampu memberikan sumbangsih dan kreatif untuk mencapai kemajuan.· Membentuk masyarakat muslim yang betul-betul Qur’ani.· Membimbing umat dalam memerangi kejahiliyahan.
2.7. Tokoh-tokoh Ahli Tafsir· Syu’bah Ibn Al-Hajjaj· Sufyan Ibn Uyaynah· Wali Ibn Al-Jarrah· Ibn Jarir At-Thabari· Jalaluddin Al-Bulqini· Jalaluddin As-Suyuthi· Abdullah Ibn Abbas· Mujahid Ibn Jabr· At-Thobari· Ibnu Katsir· Fakhruddin Ar-Rozi
BAB IIIPENUTUP3.1. KesimpulanDari pembahasan yang telah disebutkan dapat disimpulkan bahwa secara terminologi, Ulumul Qur’an adalah kumpulan sejumlah ilmu yang berhubungan dengan Al-Qur’an yang mempunyai ruang lingkup pembahasan yang luas. Pertumbuhan dan perkembangan Ulumul Qur’an menjelma menjadi suatu disiplin ilmu melalui proses secara bertahap dan sesuai dengan kebutuhan dan kesempatan untuk membenahi Al-Qur’an dari segi keberadaan dan pemahamannya. Jadi, Al-Qur’an adalah pedoman hidup bagi manusia yang disajikan dengan status sastra yang tinggi. Kitab suci ini sangat berpengaruh terhadap kehidupan manusia semenjak Al-Qur’an diturunkan, terutama terhadap ilmu pengetahuan, peradaban serta akhlak manusia.3.2. SaranDemikianlah tugas penyusunan makalah ini saya persembahkan. Harapan kami dengan adanya tulisan ini bisa menjadikan kita untuk lebih menyadari bahwa agama islam memiliki khazanah keilmuan yang sangat dalam untuk mengembangkan potensi yang ada di alam ini dan merupakan
langkah awal untuk membuka cakrawala keilmuan kita, agar kita menjadi seorang muslim yang bijak sekaligus intelek. Serta dengan harapan dapat bermanfaat dan bisa difahami oleh para pembaca. Kritik dan saran sangat kami harapkan dari para pembaca, khususnya dari dosen mata kuliah yang telah membimbing kami dan para maha siswa demi kesempurnaan makalah ini. Apabila ada kekurangan dalam penyusunan makalah ini, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Wahid Ramli, Drs.2002.Ulumul Qur’an. Jakarta : Raja Grafindo PersadaAbdul, Halim M.1999. Memahami Al-Qur’an. Bandung : Marja’Anwar, Rosihan.2006.Ulumul Qur’an. Bandung : Pustaka SetiaNata, Abuddin.1992.Al-Qur’an dan Hadits. Jakarta : Raja Grafindo PersadaShaleh, K.H.1992. Asbabun Nuzul. Bandung : C.V DiponegoroZuhdi, Masfuk.1997. Pengantar Ulumul Qur’an. Surabaya : Karya Abditama
17 Suka3 komentar2 Dibagikanhttps://www.facebook.com/TAHDIS/posts/461760507272202
Makalah Ulumul Qur'an
Written By Pusat Al Qur'an Indonesia on Kamis, 21 November 2013 | 20.54
PENDAHULUAN
Al-qur’an adalah kalammullah yang diturunkan kepada nabi muhammad lewat perantara malaikat Jibril sebagai mu’jizat. Al-Qur’an adalah sumber ilmu bagi kaum muslimin yang merupakan dasar-dasar hukum yang mencakup segala hal, baik aqidah, ibadah, etika, mu’amalah dan sebagainya.
�م�ين� ل �م�س� �ل ل ى ر� �ش� و�ب ح�م�ة� و�ر� و�ه�د�ى ى�ء� ش� �ل� �ك ل �ا �ان �ي �ب ت ب� ـ� �ك�ت ال �ك� �ي ع�ل �ا �ن ل �ز) و�ن
Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.(Q.S.An-Nahl 89)
Mempelajari isi Al-qur’an akan menambah perbendaharaan baru, memperluas pandangan dan pengetahuan, meningkatkan perspektif baru dan selalu menemui hal-hal yang selalu baru. Lebih jauh lagi, kita akan lebih yakin akan keunikan isinya yang menunjukan Maha Besarnya Allah sebagai penciptanya.Firman Allah :
�ون� �ؤ�م�ن ي � �ق�و�م ل ح�م�ة� و�ر� ه�د�ى � �م ل ع� ع�ل�ى ه� ـ� �ن ف�ص)ل ب� ـ� �ك�ت ب ه�م� ـ� �ن ئ ج� �ق�د� و�ل
Dan sesungguhnya Kami telah mendatangkan sebuah Kitab (Al Quran) kepada mereka yang Kami telah menjelaskannya atas dasar pengetahuan Kami[546]; menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.(Q.S.Al-A’raf 52)
Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab. Karena itu, ada anggapan bahwa setiap orang yang mengerti bahasa Arab dapat mengerti isi Al-qur’an. Lebih dari itu, ada orang yang merasa telah dapat memahami dan menafsirkan Al-qur’an dengan bantuan terjemahnya sekalipun tidak mengerti bahasa Arab. Padahal orang Arab sendiri banyak yang tidak mengerti kandungan Al-Qur’an. Bahkan di antara para sahabat dan tabi’in ada yang salah memahami Al-Qur’an karena tidak memiliki kemampuan untuk memahaminya. Oleh karena itu, untuk dapat mengetahui isi kandungan Al-Qur’an diperlukanlah sebuah ilmu yang mempelajari bagaimana, tata cara menafsiri Al-Qur’an. Yaitu Ulumul Qur’an atau Ulum at tafsir. Pembahasan mengenai ulumul Qur’an ini insya Allah akan dibahas secara rinci pada bab-bab selanjutnya.
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ulumul Qur’an
Secara etimologi, kata Ulumul Qur’an berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari dua kata, yaitu “ulum” dan “Al-Qur’an”. Kata ulum adalah bentuk jama’ dari kata “ilmu” yang berarti ilmu-ilmu. Kata ulum yang disandarkan kepada kata Al-Qur’an telah memberikan pengertian bahwa ilmu ini merupakan kumpulan sejumlah ilmu yang berhubungan dengan Al-Qur’an, baik dari segi keberadaannya sebagai Al-Qur’an maupun dari segi pemahaman terhadap petunjuk yang terkandung di dalamnaya. Dengan demikian, ilmu tafsir, ilmu qira’at, ilmu rasmil Qur’an, ilmu I’jazil Qur’an, ilmu asbabun nuzul, dan ilmu-ilmu yang ada kaitanya dengan Al-Qur’an menjadi bagian dari ulumul Qur’an.
Sedangkan menurut terminologi terdapat berbagai definisi yang dimaksud dengan ulumul Qur’an diantara lain Assuyuthi dalam kitab itmamu al-Dirayah mengatakan :
من العزيز الكتاب احوال عن فيه يبحث المتعلقة علم ومعانيه وادابهوالفاظه وسنده نزوله جهة ذا وغير .باالحكام
“Ilmu yang membahas tentang keadaan Al-Qur’an dari segi turunya, sanadnya, adabnya makna-maknanya, baik yang berhubungan lafadz-lafadznya maupun yang berhubungan dengan hukum-hukumnya, dan sebagainya”.
Al-Zarqany memberikan definisi sebagai berikut:
واعجازه وتفسيره وقراءته وكابته وجمعه وترتيبه نزوله ناحية من الكريم بالقران تتعلJق مباحثذالك ونحو عنه به Jالش ودفع ومنسوخه .وناسخه
“Beberapa pembahasan yang berhubungan dengan Al-Qur’an Al-Karim dari segi turunya, urutanya, pengumpulanya, penulisanya, bacaanya, penafsiranya, kemu’jizatanya, nasikh mansukhnya, penolakan hal-hal yang bisa menimbulkan keraguan terhadapnya, dan sebagainya”.
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa ulumul qur’an adalah ilmu yang membahas hal-hal yang berhubungan dengan Al-Qur’an, baik dari aspek keberadaanya sebagai Al-Qur’an maupun aspek pemahaman kandunganya sebagai pedoman dan petunjuk bagi manusia atau ilmu-ilmu yang berhubungan dengan berbagai aspek yang terkait dengan keperluan membahas al-Qur’an.
B. Ruang Lingkup Pembahasan Al-Qur’an
Ulumul Qur’an merupakan suatu ilmu yang mempunyai ruang lingkup pembahasan yang luas. Ulumul Qur’an meliputi semua ilmu yang ada kaitanya dengan Al-Qur’an, baik berupa ilmu-ilmu agama, seperti ilmu tafsir maupun ilmu-ilmu bahasa Arab, seperti ilmu balaghah dan ilmu I’rab al-Qur’an. Disamping itu, masih banyak lagi ilmu-ilmu yang tercakup di dalamnya. Dalam kitab Al- Itqan, Assyuyuthi menguraikan sebanyak 80 cabang ilmu. Dari tiap-tiap cabang terdapat beberapa macam cabang ilmu lagi. Kemudian dia mengutip Abu Bakar Ibnu al_Araby yang mengatakan bahwa ulumul qur’an terdiri dari 77450 ilmu. Hal ini didasarkan kepada jumlah kata yang terdapat dalam al-qur’an dengan dikalikan empat. Sebab, setiap kata dalam al-Qur’an mengandung makna Dzohir, batin, terbatas, dan tidak terbatas. Perhitungan ini masih dilihat dari sudut mufrodatnya. Adapun jika dilihat dari sudut hubungan kalimat-kalimatnya, maka jumlahnya menjadi tidak terhitung. Firman Allah :
� م�د�دا �ه� �ل �م�ث ب �ا �ن ئ ج� �و� و�ل �ى ب ر� �م�ـت� �ل ك �نف�د� ت �ن أ �ل� ق�ب �ح�ر� �ب ال �ف�د� �ن ل �ى ب ر� �م�ـت� �ل �ك ل � م�د�ادا �ح�ر� �ب ال �ان� ك )و� ل ق�ل
Katakanlah: Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula).(Q.S. Al-Kahfi 109)
C. Pokok Pembahasan
Secara garis besar Ilmu alQur’an terbagi dua pokok bahasan yaitu :
1. Ilmu yang berhubungan dengan riwayat semata-mata, seperti ilmu yang membahas tentang macam-macam qira’at, tempat turun ayat-ayat Al-Qur’an, waktu-waktu turunnya dan sebab-sebabnya.
2. Ilmu yang berhubungan dengan dirayah, yakni ilmu yang diperoleh dengan jalan penelaahan secara mendalam seperti memahami lafadz yang ghorib (asing) serta mengetahui makna ayat-ayat yang berhubungan dengan hukum.
Namun, Ash-Shidiqie memandang segala macam pembahasan ulumul Qur’an itu kembali kepada beberapa pokok pembahasan saja seperti :
1. Nuzul. Permbahasan ini menyangkut dengan ayat-ayat yang menunjukan tempat dan waktu turunya ayat Al-Qur’an misalnya : makkiyah, madaniyah, hadhariah, safariyah, nahariyah, lailiyah, syita’iyah, shaifiyah, dan firasyiah. Pembahasan ini juga meliputi hal yang menyangkut asbabun nuzul dan sebagainya.
2. Sanad. Pembahasan ini meliputi hal-hal yang menyangkut sanad yang mutawattir, ahad, syadz, bentuk-bentuk qira’at nabi, para periwayat dan para penghapal Al-Qur’an Al-Qur’an, dan Cara Tahammul (penerimaan riwayat).
3. Ada’ al-Qira’ah. Pembahasan ini menyangkut waqof, ibtida’, imalah, madd, takhfif hamzah, idghom.
4. Pembahasan yang menyangkut lafadz Al-Qur’an, yaitu tentang gharib, mu,rab, majaz, musytarak, muradif, isti’arah, dan tasybih.
5. Pembahasan makna Al-Qur’an yang berhubungan dengan hukum, yaitu ayat yang bermakna Amm dan tetap dalam keumumanya, Amm yang dimaksudkan khusus, Amm yang dikhususkan oleh sunnah, nash, dhahir, mujmal, mufashal, manthuq, mafhum, mutlaq, muqayyad, muhkam, mutasyabih, musykil, nasikh mansukh, muqaddam, mu’akhar, ma’mul pada waktu tertentu, dan ma’mul oleh seorang saja.
6. Pembahasan makna Al-Qur’an yang berhubungan dengan lafadz, yaitu fashl, washl, ijaz, ithnab, musawah, dan qashr.
D. Sejarah Perkembangan Ulumul Qur’an
Sebagai ilmu yang terdiri dari berbagai cabang dan macamnya, ulumul Qur’an tidak lahir sekaligus. Ulumul Qur’an menjelma menjadi suatu disiplin ilmu melalui proses pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan kebutuhan dan kesempatan untuk membenahi Al-Qur’an dari segi keberadaanya dan segi pemahamanya.
Di masa Rasul SAW dan para sahabat, ulumul Qur’an belum dikenal sebagai suatu ilmu yang berdiri sendiri dan tertulis. Para sahabat adalah orang-orang Arab asli yang dapat merasakan struktur bahasa Arab yang tinggi dan memahami apa yang diturunkan kepada Rasul, dan bila menemukan kesulitan dalam memahami ayat-ayat tertentu, mereka dapat menanyakan langsung kepada Rasul SAW.
Di zaman Khulafa’u Rasyiddin sampai dinasti umayyah wilayah islam bertambah luas sehingga terjadi pembauran antara orang Arab dan bangsa-bangsa yang tidak mengetahui bahasa Arab.
Keadaan demikian menimbulkan kekhawatiran sahabat akan tercemarnya keistimewaan bahasa arab, bahkan dikhawatirkan tentang baca’an Al-Qur’an yang menjadi sebuah standar bacaan mereka. Untuk mencegah kekhawatiran itu, disalinlah dari tulisan-tulisan aslinya sebuah al-qur’an yang disebut mushaf imam. Dan dari salinan inilah suatu dasar ulumul Qur’an yang disebut Al rasm Al-Utsmani.
Kemudian, Ulumul Qur’an memasuki masa pembukuanya pada abad ke-2 H. Para ulama memberikan prioritas perhatian mereka kepada ilmu tafsir karena fungsinya sebagai umm al ulum alQur’aniyyah. Para penulis pertama dalam tafsir adalah Syu’bah ibn al-Hajjaj (160 H), Sufyan Ibn Uyaynah (198 H), dan Wali Ibn al-Jarrah (197 H). dan pada abad ke-3 muncul tokoh tafsir yang merupakan mufassir pertama yang membentangkan berbagai pendapat dan mentarjih sebagianya. Beliau adalah Ibn jarir atThabari (310 H). Selanjutnya sampai abad ke-13 ulumul Qur’an terus berkembang pesat dengan lahirnya tokoh-tokoh yang selalu melahirkan buah karyanya untuk terus melengkapi pembahasan-pembahasan yang berhubungan dengan ilmu tersebut. Diantara sekian banyak tokoh-tokoh tersebut, Jalaluddin al-bulqini (824 H) pengarang kitab Mawaqi’ Al-ulum min Mawaqi’ al-Nujum dipandang Assuyuthi sebagai ulama yang mempelopori penyusunan Ulumul Qur’an yang lengkap. Sebab, dalam kitabnya tercakup 50 macam ilmu Al-Qur’an. Jalaluddin al-Syuyuthi (991 H) menulis kitab Al-Tahhir fi Ulum al-Tafsir. Penulisan kitab ini selesai pada tahun 873 H. kitab ini memuat 102 macam ilmu-ilmu Al-Qur’an. Karena itu, menurut sebagian ulama, kitab ini dipandang sebagai kitab Ulumul Qur’an paling lengkap.namun, Al-Syuyuthi belum merasa puas dengan karya monumental ini sehingga ia menyusun lagi kitab Al-Itqan fi Ulum Al-Qur’an. Didalamnya dibahas 80 macam ilmu-ilmu Al-Qur’an secara padat dan sistematis. Menurut Al-Zarqani, kitab ini merupakan pegangan bagi para peneliti dan penulis dalam ilmu ini. Sampai saat ini bersamaan dengan masa kebangkitan modern dalam perkembangan ilmu-ilmu agama, para ulama masih memperhatikan akan ilmu Qur’an ini. Sehingga tokoh-tokoh ahli Qur’an masih banyak hingga saat ini di seluruh dunia.
BAB IIIPENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah disebutkan di atas dapat disimpulkan bahwa kata Ulumul Qur’an secara etimologi berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari dua kata, yaitu “ulum” dan “Al-Qur’an”. Kata ulum adalah bentuk jama’ dari kata “ilmu” yang berarti ilmu-ilmu. Kata ulum yang disandarkan kepada kata Al-Qur’an telah memberikan pengertian bahwa ilmu ini merupakan kumpulan sejumlah ilmu yang berhubungan dengan Al-Qur’an, baik dari segi keberadaanya sebagai Al-Qur’an maupun dari segi pemahaman terhadap petunjuk yang terkandung di dalamnya. Sedangkan secara terminologi dapat disimpulkan bahwa ulumul qur’an adalah ilmu yang membahas hal-hal yang berhubungan dengan Al-Qur’an, baik dari aspek keberadaanya sebagai Al-Qur’an maupun aspek pemahaman kandunganya sebagai pedoman dan petunjuk bagi manusia.
Ulumul Qur’an merupakan suatu ilmu yang mempunyai ruang lingkup pembahasan yang luas. Ulumul Qur’an meliputi semua ilmu yang ada kaitanya dengan Al-Qur’an, baik berupa ilmu-
ilmu agama, seperti ilmu tafsir maupun ilmu-ilmu bahasa Arab. Disamping itu, masih banyak lagi ilmu-ilmu yang tercakup di dalamnya.Secara garis besar Ilmu alQur’an terbagi dua pokok bahasan yaitu :
1. Ilmu yang berhubungan dengan riwayat semata-mata, seperti ilmu yang membahas tentang macam-macam qira’at, tempat turun ayat-ayat Al-Qur’an, waktu-waktu turunnya dan sebab-sebabnya.
2. Ilmu yang berhubungan dengan dirayah, yakni ilmu yang diperoleh dengan jalan penelaahan secara mendalam seperti memahami lafadz yang ghorib (asing) serta mengetahui makna ayat-ayat yang berhubungan dengan hukum.
Pertumbuhan dan perkembangan Ulumul Qur’an menjelma menjadi suatu disiplinilmu melalui proses secara bertahap dan sesuai dengan kebutuhan dan kesempatan untuk membenahi Al-Qur’an dari segi keberadaanya dan segi pemahamanya .
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Wahid Ramli.Drs, Ulumul Qur’an, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002Nata Abuddin, Al-Qur’an dan Hadits, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1992Abdul Halim M, Memahami Al-Qur’an, Marja’, Bandung, 1999Shaleh K.H, Asbabun Nuzul, C.V Diponegoro, Bandung, 1992Al-Alwi Sayyid Muhammad Ibn Sayyid Abbas, Faidl Al-Khobir, Al-Hidayah, Surabayahttp://www.pusatalquran.com/2013/11/makalah-ulumul-quran.html
MAKALAH ILMU TASAWUF
"PENGERTIAN DAN PERKEMBANGAN TASAWUF"
Oleh: Wawan Hermawan Al-Ghifary
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam sebagaimana dijumpai dalam sejarah, ternyata tidak sesempit seperti yang dipahami oleh
masyarakat Islam sendiri pada umumnya. Dalam sejarah terlihat bahwa Islam yang bersumber kepada
Al-Qur’an dan as-Sunnah dapat berhubungan dengan pertumbuhan masyarakat luas. Dari persentuhan
tersebut lahirlah berbagai disiplin ilmu keislaman, salah satunya adalah tasawuf.
Bagi umat Islam umumnya dan kaum cendekiawan khususnya, adalah panggilan sejarah untuk terus
mengembangkan dan menggali warisan intelektual mereka.
B. Batasan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas, maka muncul tugas penulis untuk menjelaskan lebih jauh
tentang ilmu tasawuf.
Karenanya penulis memberikan batasan masalah atas perincian bab, yakni:
1. Apa pengertian tasawuf ?
2. Bagaimana asal-usul perkembangan tasawuf ?
BAB II
PEMBAHASAN
SEJARAH PERKEMBANGAN TASAWUF
A. Pengertian Tasawuf
Kata tasawuf diambil dari kata shafa yang berarti bersih. Dinamakan shufi karena hatinya tulus dan
bersih di hadapan Tuhannya. Teori lain mengatakan bahwa kata tersebut diambil dari kata Shuffah yang
berarti serambi Masjid Nabawi di Madinah yang ditempati oleh sahabat-sahabat Nabi yang miskin dari
golongan Muhajirin. Mereka disebut ahl as-shuffah yang sungguh pun miskin namun berhati mulia dan
memang sifat tidak mementingkan kepentingan dunia dan berhati mulia adalah sifat-sifat kaum sufi/
teori lainnya menegaskan bahwa kata sufi diambil dari kata suf yaitu kain yang dibuat dari bulu atau
wool, dan kaum sufi memilih memakai wool yang kasar sebagai simbol kesederhanaan.
Dari berbagai teori di atas, tampak bisa dipahami bahwa sufi dapat dihubungkan dengan dua aspek,
yaitu aspek lahiriyah dan bathiniyah. Teori yang menghubungkan orang yang menjalani kehidupan
tasawuf dengan orang yang berada di serambi masjid dan bulu domba merupakan tinjauan aspek
lahiriyah dari shufi. Ia dianggap sebagai orang yang telah meninggalkan dunia dan hasrat jasmani, dan
menggunakan benda-benda di dunia hanya untuk sekedar menghindarkan diri dari kepanasan,
kedinginan dan kelaparan. Sedangkan teori yang melihat sufi sebagai orang yang mendapat
keistimewaan di hadapan Tuhan nampak lebih memberatkan pada aspek bathiniyah.
Tasawuf sebagaimana disebutkan dalam artinya di atas bertujuan untuk memperoleh hubungan
langsung dan disadari dengan Tuhan, sehingga disadari benar bahwa seseorang berada di hadirat Tuhan,
dan intisari dari sufisme itu adalah kesadaran akan adanya komunikasi dan dialog antara roh manusia
dan Tuhan dengan cara mengasingkan diri dan berkontemplasi. Kesadaran berada dekat dengan Tuhan
itu dapat mengambil bentuk ittihad atau menyatu dengan Tuhan.
Dalam ajaran tasawuf, seorang sufi tidak begitu saja dapat berada dekat dengan Tuhan, melainkan
terlebih dahulu ia harus menempuh latihan tertentu. Ia misalnya harus menempuh beberapa maqam
(stasiun), yaitu disiplin kerohanian yang ditujukan oleh seorang calon sufi dalam bentuk berbagai
pengalaman yang dirasakan dan diperoleh melalui usaha-usaha tertentu.
Mengenai jumlah maqamat yang harus ditempuh oleh para sufi berbeda-beda sesuai dengan
pengalaman pribadi yang bersangkutan. Abu Bakar Muhammad al-Kalabadzi misalnya, mengemukakan
beberapa mawamat, yaitu : taubat, zuhud, sabar, al-faqr, al-tawadlu’, taqwa, tawakkal, al-ridla, al-
mahabbah, al-ma’rifat dan kerelaan hati.
B. Asal-Usul Tasawuf
Banyak pendapat yang mengatakan bahwa tasawuf berasal dari luar yang masuk ke dalam Islam.
Sebagian penulis misalnya ada yang berpendapat bahwa tasawuf berasal dari kebiasaan rahib-rahib
Kristen yang menjauhi dunia dan kesenangan material. Ada pula yang mengatakan bahwa tasawuf
timbul atas pengaruh ajaran Hindu dan disebutkan pula bahwa ajaran tasawuf berasal dari filsafat
Phytagoras dengan ajaran-ajarannya yang meninggalkan kehidupan material dan memasuki kehidupan
kontemplasi. Dikatakan pula bahwa tasawuf masuk ke dalam Islam karena pengaruh filsafat Plotinus.
Disebutkan bahwa menurut filsafat emanasi Plotinus bahwa roh memancar dari zat Tuhan dan
kemudian akan kembali kepada-Nya. Tetapi dengan masuknya roh ke alam materi, ia menjadi kotor, dan
untuk dapat kembali ke tempat Yang Maha Suci, terlebih dahulu ia harus disucikan. Tuhan Maha Suci
dan Yang Maha Suci tidak dapat didekati kecuali oleh yang suci, dan pensucian roh ini terjadi dengan
meninggalkan hidup kematerian, dan dengan mendekatkan diri kepada Tuhan sedekat mungkin dan
kalau bisa hendaknya bersatu dengan Tuhan semasih berada dalam hidup ini.
Namun demikian, terlepas atau tidak adanya pengaruh dari luar itu, yang jelas bahwa dalam sumber
ajaran Islam, Al-Qur’an dan hadits terdapat ajaran yang dapat membawa kepada timbulnya tasawuf.
Paham bahwa Tuhan dekat dengan manusia, yang merupakan ajaran dalam mistisisme ternyata ada di
dalam Al-Qur’an dan hadits.
Ayat 186 Surat Al-Baqarah misalnya menyatakan :
�ذ�ى �لك� و�ا ا �اد�ى س� ب �ي� ع� �نـي� ع�ن �بT ق�ر� ف�ا �ب� ي ي �ج� �ذ�اد�ع�ان� الد)اع� د�ع�و�ة� ا ا
Artinya :
“Jika hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang diri-Ku. Aku adalah dekat. Aku mengabulkan
seruan orang memanggil jika ia panggil Aku” (QS. Al-Baqarah : 186)
Kata yang terdapat dalam ayat di atas oleh sufi diartikan bukan berdoa dalam arti yang lazim دعا
dipakai, melainkan dengan arti berseru atau memanggil. Tuhan mereka panggil dan Tuhan
memperhatikan diri-Nya kepada mereka.
Ayat 115 juga Surat Al-Baqarah juga menyatakan :
ر�ق� و�لله �تو� و�المغ�ر�ب� الم�ش� �م�ا �ن الله و�ج�ه� ف�ثم) لوYا ف�اي
“Timur dan Barat kepunyaan Allah, maka kemana saja kamu berpaling di situ (kamu jumpai) wajah
Tuhan”.
Bagi kaum sufi ayat ini mengandung arti bahwa di mana saja Tuhan ada dan dapat dijumpai.
Selanjutnya dalam hadits dinyatakan :
ه� ف� ع�ر� م�ن� �الله ع�ر�ف ف�ق�د� نـف�س�
“Siapa yang kenal pada dirinya, pasti kenal kepada Tuhan”
Hadits lain juga mempunyai pengaruh kepada timbulnya paham tasawuf adalah hadits qudsi yang
artinya :
“Aku pada mulanya adalah harta yang tersembunyi, kemudian Aku ingin kenal, maka Kuciptakanlah
makhluk dan mereka pun kenal pada-Ku melalui diri-Ku”
Menurut hadits ini, bahwa Tuhan dapat dikenal melalui makhluk-Nya, dan pengetahuan yang lebih
tinggi ialah mengetahui Tuhan melalui diri-Nya.
Tahanuts yang dilakukan Nabi Muhammad Saw di Gua Hira merupakan cahaya pertama dan utama
bagi nur tasawuf, karena itulah benih pertama bagi kehidupan rohaniah. Di dalam mengingat Allah serta
memuja-Nya di Gua Hira, putuslah ingatan dan tali rasa beliau dengan segala makhluk lainnya. Di situ
pula berawalnya Nabi Muhammad mendapat hidayah, membersihkan diri dan mensucikan jiwa dari
noda-noda penyakit yang menghinggapi sukma, bahkan sewaktu itu pulalah berpuncaknya kebesaran,
kesempurnaan, dan kemuliaan jiwa Muhammad Saw. dan membedakan beliau dari kebiasaan hidup
manusia biasa.
Fakta sejarah menunjukkan bahwa selama hayatnya, segenap peri kehidupan beliau menjadi
tumpuan masyarakat, karena segala sifat terpuji terhimpun pada dirinya, bahkan beliau merupakan
lautan budi yang tidak pernah kering airnya kendatipun diminum oleh semua makhluk yang memerlukan
air. Amal ibadah beliau tiada tara bandingannya. Dalam sehari semalam Rasulullah minimal membaca
istighfar minimal 70 kali, shalat fardhu, rawatib serta shalat dhuha yang tidak kurang dari delapan rakaat
setiap hari. Shalat tahajjud beliau tidak lebih dari sebelas rakaat, dan lama sujudnya sama dengan
lamanya sahabat membaca lima puluh ayat. Shalat beliau yang khusuk dan tuma’ninah amat sempurna.
Dalam berdoa, perasaan khauf dan raja’ selalu dinampakkan Rasulullah dengan tangis dan sedu
sedannya.
Masih banyak lagi amalan Rasulullah yang menunjukkan ketasawufannya. Apa yang dikemukakan di
atas dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa amalan tasawuf ternyata sudah dipraktekkan oleh
Rasulullah Saw.
Pola hidup dan kehidupan Rasulullah yang sangat ideal itu menjadi suri tauladan bagi para
sahabatnya, baik bagi sahabat dekat maupun sahabat yang jauh. Tumpuan perhatian mereka senantiasa
ditujukan untuk mengetahui segala sifat, sikap dan tindakan Rasulullah, sehingga para sahabat tersebut
dapat pula memantulkan cahaya yang mereka terima kepada orang yang ada di sekitarnya dan generasi
selanjutnya. Amalan tasawuf sebagaimana dipraktekkan oleh Rasulullah itu juga diikuti oleh para
sahabatnya.
Abu Bakar Ash-Shiddieq misalnya, pernah hidup dengan sehelai kain saja. Dalam beribadat kepada
Allah Swt. karena khusu dan tawadhu’nya sampai dari mulutnya tercium bau limpanya, karena terbakar
oleh rasa takut kepada Allah. Pada malam hari ia beribadat dengan membaca Al-Qur’an sepanjang
malam.
Umar bin Khattab dikenal dengan keadilan dan amanahnya yang luar biasa. Ia pernah berpidato di
hadapan orang banyak, sedangkan di dalam pakaiannya terdapat dua belas tambalan dan dia tidak
memiliki kain yang lainnya.
Usman bin Affan dikenal sebagai orang yang tekun beribadah dan pemalu, dan meskipun ia juga
dikenal sebagai seorang sahabat yang tekun mencari rezeki, tetapi iapun terkenal sebagai pemurah,
sehingga tidak sedikit kekayaannya digunakan untuk menolong perjuangan Islam.
Sahabat selanjutnya adalah Ali bin Abi Thalib yang tidak peduli terhadap pakaiannya yang robek dan
menjahitnya sendiri.
Beberapa tokoh besar dalam sufi adalah : Rabi’ah al-Adawiyah, Zunnun al-Misri, Abu Yazid al-
Bustami, Husein bin Mansur al-Hajjaj, dan Al-Ghazali.
Demikian fakta sejarah berbicara tentang kehidupan yang dipraktekkan oleh orang-orang yang
bertasawuf, meninggalkan kemegahan dunia dan hanya mengabdikan diri untuk akhiratnya.
SUMBER-SUMBER TASAWUF
Ada kelompok yg berpendapat bahwa tasawuf berakar dari luar ajaran Islam seperti ;
Majusi atau Hindu, Kristen atau Yunani, Atau campuran dari agama-agama tersebut.
Taswauf bersumber dari Yunani
Teori ini mengandung banyak kelemahan serta bertentangan dengan realitas sejarah.
Pertama: Tasawuf Islam telah berkembang sebelum ajaran dan pemikiran agama hindu
merasuki masyarakat muslim. Selain itu, tasawuf Islam lahir sebelum munculnya satu-
satunya referensi tentang akidah agama hindu. Referensi itu adalah sebuah buku yg ditulis
oleh Abu Ar-Raihan Al-Biruni (315H-440H) dengan judul Tahqiq Ma lil Hindi min Maqulah
Maqbulah fil `Aqli Au Marzulah. Kedua: Dari referensi tersebut Al-Biruni tidak
menyebutkan adanya hubungan mempengaruhi dan dipengaruhi.
Oleh karena itu, tidak ada sandaran dan landasan historis yg memperkuat tentang teori
tersebut yg mengatakan tasawuf bersumber dari yunani. (Tarikh At-Tashawwuf Al-Islami,
lihat juga Dr. Jamil Muhammad Abul `Ala, At-Tasawwuf Al-Islami Nasy`atuh wa
Tathawwuruh)
Tasawuf bersumber dari Persia
Sejarah membuktikan adanya hubungan Arab-Persia. Namun demikian, kita tidak
mendapatkan keterangan yg jelas yg membuktikan adanya transmisi agama majusi dan
filsafat Persia dari bangsa Persia ke bangsa Arab melalui hubungan tadi. Tidak ada
argumentasi yg memungkinkan kita untuk membuat kesimpulan “bahwa tasawuf secara
spesifik adalah salah satu pengaruh dan buah dari hubungan antara bangsa Arab dengan
bangsa Persia”.(AL-Hayah Ar-Ruhiyah fil Islam) Jika ada orang yg mengatakan bahwa
ajaran tasawuf bersumber dari Persia akibat terpengaruhnya para syeikh sufi pada Persia,
maka berarti orang tersebut tidak memahami sejarah, dan pendapatnya itu bertentangan
dengan kaidah ilmiah.
Selain itu, fakta menyatakan besarnya pengaruh para sufi terhadap para sufi Persia. Sebut
saja Muhyiddin Ibnu Arabi (wafat 638H) Tokoh sufi ini sangat berpengaruh terhadap
sejumlah besar tokoh sufi Persia semisal Al-Iraqi (wafat 686H) dan AL-Kirmani (wafat 698
H)
Tasawuf bersumber dari Filsafat Yunani
Sejarah membuktikan bahwa pemikiran Arab dan Yunani baru mengalami persinggungan
setelah adanya kegiatan penerjemahan literature-literatur Yunani kuno ke dalam Bahasa
Arab. Sementara Kegiatan penerjemahan ini baru dilakukan setelah tasawuf tumbuh dan
berkembang pesat. Hal ini membuktikan bahwa pada fase-fase pertamanya tasawuf bersih
dari pengaruh yunani.
Tasawuf bersumber dari Kristen
Pendapat para peneliti diatas pun tidak benar karena para sufi dan zahid yg terpengaruh
ajaran Kristen muncul belakangan, jauh hari setelah kemunculan tasawuf itu sendiri.
Anggapan sebagian orientalis yg mengatakan bahwa pola hidup miskin, sikap zuhud, dan
zikir yang dilakukan para sufi diadaptasi dari Kristen juga salah. Karena banyak sekali ayat
Al-Qur`an dan Sunnah Nabi yg menyeru ummatnya untuk berprilaku zuhud dan tidak
cenderung pada dunia dan kenikmatannya. Banyak pula ayat dan hadits yg memotivasi umat
untuk berzikir. Semua ini menegaskan bahwa praktek sufi tersebut mempunyai sumber yg
orisinil dalam Islam.
Kesimpulannya. Setiap pendapat tentang keterpengaruhan tasawuf oleh unsur diluar
Islam tidak tepat dan tidak didukung oleh dikumen atau teks yg diketahui khalayak ramai.
Oleh karena itu, maka pendapat tersebut hanya terbatas pada masa paska tahun 1920M.
Bahkan, sebagian orang yg berpendapat demikian mulai mencabut pendapatnya (Tarikh At-
Thasawwuf Al-Islami).
Akhirnya, para zuhud dan sufi generasi pertama adalah orang-orang yg bersih jiwanya
dan cerah hatinya, bersih nuraninya dan mampu menyingkap hakikat. Mereka melakukan
seperti apa yg dilakukan oleh Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam seperti zuhud, wara`, takwa,
dan ibadah berkesinambungan. Keterpengaruhan mereka pada Nabi Shallallahu Alaihi wa
Sallam (bukan pada agama dan filsafat lain) itulah yg mengantarkan mereka menjadi
manusia sufi dan zahid.
Tasawuf bersumber dari Islam
Ada kelompok yang mengatakan bahwa tasawuf bersumber dari ajaran Islam. Inilah
pendapat yang paling benar. Karena, dasar-dasar akidah dan perilaku tasawuf bersumber dari
teks-teks Alqur`an dan As-Sunnah, dan kehidupan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dan
para sahabat beliau. Para zuhud menyandarkan kegiatan zuhudnya dari sumber-sumber Islam
tersebut, demikian juga para sufi yg menempuh jalan yg lurus.
Dari Al-Quran:
“Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan
sesungguhnya akhirat itulah yg sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.” (Al-
`Ankabut:64). Lihat pula Al-Hadid:20-21 Ali-Imran:191 - Thaha:130 l-Hujurat:13.
Dalam banyak ayatnya, Al-Qur`an memotifasi untuk hidup zuhud dan mewaspadai sikap
cinta dunia dan kemerlapannya. Orang yg membaca Al-Qur`an secara jeli akan menjumpai
ayat-ayat yg membuka pintu zikir, introspeksi diri, ibadah dan bangun malam bagi para ahli
ibadah. Al-Qur`an juga berbicara tentang muraqabah, taubat, takut (khauf) pada Allah,
harapan (raja`) pada Allah, syukur, tawakal, serta sabar. Al-Qur`an penuh dengan anjuran
untuk mengamalkan sifat terpuji. Maka karena itu, para sufi berupaya memperindah diri
dengan sifat-sifat terpuji. Dan mengambil materi pertamanya dan makanan rohani mereka
dari Kitabullah.
Hadits Qudsi dan Hadits Nabi: Abuhurairah r.a. berkata, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa
Sallam bersabda: Allah Azza Wajalla berfirman, “Aku tergantung pada prasangka hambaKu
dan Aku selalu bersamanya tatkala ia mengingatKu. Jika hambaKu mengingatKu dalam
hatinya, maka Aku akan mengingatnya dalam diriKu. Dan, jika ia menyebutKu dihadapan
orang banyak, maka Aku akan menyebutnya di hadapan orang banyak yg lebih baik dari
mereka. Jika dia mendekat padaKu sejengkal, maka Aku mendekat padanya sehasta. Jika ia
mendekat padaKu sehasta maka aku akan mendekat padanya satu depa. Jika dia padaKu
dengan berjalan, maka Aku akan datang padanya dengan berlari. (H.R. Muslim)
“Bersikap zuhudlah pada dunia, niscaya Allah akan mencintaimu, Bersikap zuhudlah dari
segala apa yg dimiliki manusia, niscaya manusia akan mencintaimu!.” (H.R. Ibnu Majah)
“Jadilah engkau didunia ini laksana orang asing atau orang yg sedang menyeberang
jalan.” (H.R. Al-Bukhari)
Malaikat Jibril bertanya pada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam tentang
Ihsan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menjawab:
“Ihsan adalah engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihatNya; dan jika
engkau tidak melihatNya. Maka sesungguhnya Dia melihatmu.” (HR. AL-Bukhari)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.Kata tasawuf diambil dari kata shafa yang berarti bersih. Dinamakan shufi karena hatinya tulus dan
bersih di hadapan Tuhannya. Teori lain mengatakan bahwa kata tersebut diambil dari kata Shuffah yang
berarti serambi Masjid Nabawi di Madinah yang ditempati oleh sahabat-sahabat Nabi yang miskin dari
golongan Muhajirin.
2.Kehidupan Rasulullah Saw. dan Tahanutsnya di Gua Hira merupakan cahaya pertama
dan utama dalam perkembangan tasawuf selanjutnya
3. Sumber tasawuf :
1. Dari Yunani
2. Dari Persia
3. Dari Kristen
4. Dari Filsafat Yunani
5. Dari Islam
DAFTAR PUSTAKA
Al-Kalabadzi, al-Ta’arruf li Madzhab ahl al-Tashawuf (al-Maktabah al-Kulliyat al-Azhariyyah, Cairo, 1969)
h. 28
Ibrahim Basuni, Nasy’ah al-Tashawuf al-Islami, Juz III (Dar al-Maarif, Mesir, 1119), h. 9
Abuddin Nata, Ilmu Kalam, Filasafat dan Tawawuf (Dirasah Islamiyah IV)(Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada, 2001), h. 153
Al-Ustadz Abdullah Taslim, Hakikat Tasawuf , Lc. (Mahasiswa S2 Pasca Sarjana Universitas Islam
Madinah).
http://wawanhermawan90.blogspot.co.id/2012/01/makalah-ilmu-tasawuf.html
Makalah Tartil dan Tilawatil Qur`an
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Al-Qur'an selain bisa menjadi pembela di hari akhir nanti, Al-Qur'an bisa
menjadi penghujat. Seberapa penting bacaan Qira'ah itu? Bayangkanlah
bagaimana bahayanya jika kita salah mengucapkan salah satu huruf. Misalkan jika
ada sebuah buku karya ulama besar pada jamannya yang bernama Sayyid Quthb
yang berjudul "Fii Dhilalil Qur'an", yang bermakna "di atas naungan Al-Qur'an",
namun kita salah membacanya sehingga menjadi "Fii Dlilalil Qur'an". Apa
dampaknya? Fii Dlilalil Qur'an (yang memakai huruf dho, setelah huruf sho di
dalam urutan huruf hijaiyah) bermakna "Di atas kesesatan Al-Qur'an". Itulah
betapa pentingnya bacaan Al-Qur'an. Bayangkan jika kesalahan pada satu kata saja
bisa berdampak pada berubahnya makna yang sangat jauh sekali. Bagaimana
mengucapkan huruf, dimana tempat keluarnya huruf (berkaitan dengan makhroj),
dan panjang pendeknya ternyata sangat-sangatlah penting.
1.2 Rumusan Masalah
1. Makna Tartil
2. Kewajiban kita terhadap Al-Qur`an
3. Faedah mempelajari Al-Qur`an
1.3 Tujuan
- Untuk menambah wawasan kita tentang pentingnya membaca Al-Qur`an sesuai
dengan aturan-aturan yang sudah di tentukan.
- Untuk memenuhi tugas mata kuliah takhsinul qiraah.
BAB II
PEMBAHASAN
I. TARTIL
A. Makna Tartil
Bacalah Al-Qur`an dengan tartil demikianlah perintah Allah kepada kita.
Tartil yang di maksud di dalam ayat adalah membaca Al-Qur`an sesuai dengan
aturan-aturan yang sudah di tentukan. Yakni mengeluarkan / menyebutkan huruf –
huruf Al-Qur`an sesuai dengan makhroj (tempat keluarnya huruf) dan sifat-sifat
huruf.
B. Apa kewajiban kita terhadap Al-Qur`an
Allah yang menurunkan Al-Qur`an, maka Allahlah yang menjaga-Nya,
demikian janji Allah dalam sebuah firman-Nya. Hal ini dapat dibuktikan sejak
diturunkannya Al-Qur`an. 14 abad yang silam, Al-Qur`an lepas dari interpensi
manusia.
Kendati demikian ada perlu usaha dari kita untuk menjaga Al-Qur`an adalah
kewajiban yang harus kita penuhi terhadap Al-Qur`an di antaranya :
a. Mempelajari segala sesuatu yang berhubungan dengan Al-Qur`an.
b. Mengamalkan Al-Qur`an dalam setiap sudut kehidupan.
C. Fadilah mempelajari Al-Qur~an
- Di kasihi Allah
Dari anas bin Malik ra berkata “ Rasul bersabda” yang artinya :
sesungguhnya Allah memiliki kekasih dari kalangan manusia. Para sahabat
bertanya? Siapakah mereka wahai Rasulullah? Beliau menjawab mereka yang
selalu mempelajari Al-Qur`an adalah kekasih Allah dan dijadikan orang yang dekat
dengan-Nya. (HR. Ibnu Majah).
- Di temani para malaikat
Diriwayatkan seseorang yang membacakan Al-Qur`an dan diperlihatkan
adanya Nur yang menembus angkasa, setelah dilaporkan kepada Rasulullah.
Beliau menerangkan itulah malaikat yang mendengarkan bacaanmu. Sekiranya
engkau terus menerus membacanya hingga pagi hari niscaya orang-orang akan
dapat menyaksikan apa yang tak dapat terlihat oleh sebagian mereka (HR. Bukhori
dan Muslim).
Artinya : baguskanlah suaramu dengan membaca Al-Qur`an .
Maksud dari hadits tersebut :
1. Dengan Takhsin yang berarti membaca Al-Qur`an dengan membaguskan suara.
2. Dengan tajwid yang bearti membaca Al-Qur`an dengan baik dan benar.
3. Dengan Tartil yang artinya membaca Al-Qur`an dengan perlahan-lahan dan tidak
tergesa-gesa.
Salah satu cara membaca Al-Qur`an dengan benar kita harus mengetahui
makhrijul huruf.
A. Pengertian Makhraj Huruf
Makhraj ditinjau dari morfologi berasal dari fi’il madli : yang artinya keluar.
Lalu dijadikan berwazan yang ber-shigat isim makan, maka menjadi . Bentuk
jamaknya adalah . Karena itu, makharijul huruf yang diindonesiakan menjadi
makhraj huruf, artinya tempat-tempat keluar huruf.
Secara bahasa, makhraj artinya: tempat keluar. Sedangkan menurut istilah
makhraj adalah: satu nama tempat, yang padanya huruf dibentuk (atau diucapkan).
Dengan demikian, makhraj huruf adalah tempat keluarnya huruf pada waktu huruf
tersebut dibunyikan.
Ketika membaca al-Quran, setiap huruf harus dibunyikan sesuai makhraj
hurufnya. Kesalahan dalam pengucapan huruf atau makhraj huruf, dapat
menimbulkan perbedaan makna dan kesalahan arti pada bacaan yang tengah
dibaca.
1. Kalimat segala puji bagi Allah Tuhan semesta Alam). Jika lafazh dibaca (huruf ‘ain
berubah menjadi hamzah), maka artinya menjadi: segala puji bagi Allah “rajanya
segala penyakit”.
2. Kalimat (tidak ada yang memberi syafa’at). Jika lafazh “ ”dibaca “ ”(suara syin
menjadi sin), maka artinya menjadi berubah: “tiada yang memberikan
tempelengan.
B. Cara Mengetahui Makhraj Huruf
Untuk mengetahui makhraj suatu huruf, hendaklah huruf tersebut disukunkan
atau ditasydidkan, kemudian tambahkan satu huruf hidup di belakangnya, lalu
bacalah!. Kaidan menerangkan: Hendaklah kamu menyukunkan huruf atau
mentasydidkannya, lalu masukkan hamzah al-washal (alif berharakat). Kemudian
ucapkan (dan dengarkan). Saat suara tertahan, maka di sanalah letak makhrajnya.
C. Pembagian Makhraj Huruf
Terjadi perbedaan pendapat di kalangan para ulama tentang pembagian
makhraj huruf. Imam Syibawaih dan asy-Syatibi berpendapat bahwa makhraj huruf
terbagi 16 makhraj, sementara menurut Imam al-Farra terbagi 14 makhraj. Namun
pendapat yang masyhur dalam perkara ini adalah yang menyatakan bahwa
makhraj huruf terbagi atas 17 makhraj. Ketujuh belas itu terkumpul dalam
nazham:
Makhraj huruf berjumlah tujuh belas, menurut pendapat yang masyhur. (makhraj
huruf) yang tujuh belas itu terkumpul menjadi lima bagian.
1. Al-Jauf
Al-Jauf artinya rongga mulut. Maksudnya tempat keluarnya huruf yang
terletak pada rongga mulut. Dari makhraj ini keluar tiga huruf madd, yaitu alif ( ا
), wawu (و ), dan ya (ي) yang bersukun. Dalam makhraj al-Jauf ada beberapa hal
yang harus diperhatikan:
a. Cara membunyikan alif tidak sama dengan cara membunykan Hamjah, karena
huruf ini keluar dari makhraj al-halaq yang tersifati oleh Syiddah sementara alif
tersifati Rakhawah. Alif yang keluar dari al-Jauf ialah huruf mad, dalam keadaan
mati, dan huruf sebelumnya berharkat fathah. Cara membacanya dipanjangkan
dua harkat karena menjadi madd ashli. Suara panjang tersebut menekan pada
udara yang keluar dari rongga mulut (al-Jauf).
b. Bunyi huruf wau yang bersukun atau dalam keadaan mati tidak sama dengan bunyi
huruf wau yang keluar dari bibir (asy-syafawi) yang dalam keadaan hidup atau
berharkat. Bunyi wau dalam makhraj al-Jauf adalah wau sukun atau mati dan huruf
sebelumnya berharkat dlammah. Cara membacanya dipanjangkan dua harkat
karena menjadi madd ashli dan menekan pada udara yang keluar dari rongga
mulut (al-Jauf).
c. Bunyi huruf ya yang bersukun tidak sama dengan huruf ya yang keluar dari tengah
lidah (wasthul lisan), yang dalam keadaan hidup atau berharkat. Bunyi ya dalam
makhraj al-Jauf adalah ya sukun atau mati dan huruf sebelumnya berharkat
kasrah. Cara membacanya dipanjangkan dua harkat karena menjadi madd ashli
dan menekan pada udara yang keluar dari rongga mulut (al-Jauf).
Di bawah ini nazham tentang huruf-huruf yang keluar dari makhraj al-Jauf.
Huruf alif makhrajnya berasal dari al-Jauf, begitupun kedua kawannya (huruf wau
dan ya). Semuanya huruf madd, yang pengucapannya menekan pada udara.
2. al-Halq
Al-Halq artinya tenggorokan. Maksudnya, tempat keluarnya huruf yang
terletak pada tenggorokan. Dari al-Halq muncul tiga makhraj, yaitu:
a. Aqshal halq adalah pangkal tenggorokan atau tenggorokan bagian dalam. Dari
makhraj ini keluar huruf hamzah (ء ) dan ha’ ( ح ).
b. Wastul halq adalah tenggorokan bagian tengah. Dari makhraj ini keluar huruf ‘ain
.( ح ) ’dan ha (ع)
c. Adnal halq adalah tenggorokan bagian luar atau ujung tenggorokan. Dari makhraj
ini keluar huruf kha’ ( خ ) dan ghain ( غ ). Total huruf yang keluar dari makhraj al-
halq sebanyak enam huruf, yang dirangkai dalam nazham.
Kemudian dari pangkal tenggorokan keluar huruf hamzah dan ha’. Lalu dari
bagian tengahnya keluar huruf ‘ain dan ha’, dan dari ujungnya keluar huruf ghain
dan kha’.
3. Al-Lisan
Al-Lisan artinya lidah. Maksudnya, tempat keluarnya huruf yang terletak pada
lidah. Jumlah huruf hijaiyah yang keluar dari makhraj ini ada 18 huruf dan terbagi
atas 10 makhraj.
a. Pangkal lisan bertemu dengan langit-langit bagian atas. Kaidahnya:
Pangkal lidah bertemu dengan sesuatu di atasnya, yakni langit-langit bagian
atas.
Huruf yang keluar adalah qaf ( ق ). Nama lain dari makhraj ini adalah Aqshal Lisan
Fauqa ; artinya pangkal lidah bagian atas.
b. Pangkal lidah, tepatnya sebelah bawah (atau ke depan) sedikit dari makhraj qaf,
bertemu dengan langit-langit bagian atas. Kaidanya:
Pangkal lidah, yakni sebelah bawah sedikit dari tempat keluar huruf qaf.
Huruf yang keluar dari makhraj ini adalah kaf ( ك ). Istilah lainnya disebut Aqshal
Lisan Asfal artinya pangkal lisan sebelah bawah.
c. Pertengahan lidah bertemu dengan langit-langit di atas. Pertengahan lidah
tersebut dimantapkan (tidak menempel) pada langit-langit atas. Kaidahnya:
Pertengahan lidah dengan sesuatu yang berada di hadapannya, yakni langit-langit
bagian atas.
Dari makhraj ini keluar huruf jim ( ) sin ,( ج ) dan ya ,( س Wastul Lisani .( ي
adalah istilah yang dikenal bagi makhraj ini.
d. Tepi lidah bersentuhan dengan geraham kanan atau kiri. Ada juga yang
mengatakan tepi pangkah lidah dengan geraham kanan atau kiri memanjang
sampai ke depan.
Kaidahnya: Dua tepi lidah bertemu dengan gigi geraham. Huruf yang keluar dari
makhraj ini adalah dlad (ض ).
e. Ujung lidah bertemu dengan langit-langit yang berhadapan dengannya. Dari
makhraj ini keluar huruf lam ( ل ). Kaidahnya:
Dua tepi lidah (sebelah depan) secara bersamaan, setelah makhraj dlad dengan
gusi-gusi atas.
f. Ujung lidah, bergeser ke bawah sedikit dari makhraj lam, bertemu dengan
langit-langit yang berhadapan dengannya.
Ujung lidah, ke bawah sedikit dari makhraj lam. Dari makhraj ini keluar huruf nun
( .( ن
g. Berdekatan dengan makhraj nun dan masuk pada punggung lidah, tetapi lidah
tidak menyentuh langit-langit.
Dekat makhraj nun dan masuk pada punggung lidah. Dari makhraj ini keluar huruf
ra’ (ر ).
h. Ujung lidah bertemu dengan pangkal gigi seri atas. Kaidahnya:
Ujung lidah bertemu dengan pangkal gigi seri atas.
Dari makhraj ini keluar tiga huruf, yaitu ta’ ( ت ), tha’ ( ط ) dan dal ( د ).
i. Ujung lidah bertemu dengan ujung gigi seri atas. Kaidahnya:
Ujung lidah bertemu dengan ujung gigi seri atas.
Dari makhraj ini keluar tiga huruf, yaitu dzal ( ذ ), zha’ ( ظ ), dan tsa’ ( ث ).
j. Ujung lidah bertemu dengan ujung gigi seri bawah.
Kaidahnya: Ujung lidah bertemu dengan ujung gigi seri bawah. Dari makhraj ini
keluar tiga huruf, yaitu shad ( ص ), zai ( ز ), dan sin ( س ).
4. Asy-Syafatain
Syafatain artinya dua bibir. Maksudnya, tempat keluarnya huruf yang
terletak pada dua bibir; bibir atas dan bibir bawah. Huruf yang keluar dari
makhraj ini adalah empat huruf, yaitu: fa’ ( ف ), mim ( م ), ba’ ( ب ), dan wau ( و ).
Makhraj asy-Syafatain terbagi atas dua makhraj, yaitu:
a. Perut bibir bawah atau bagian tengah dari bibir bawah tesebut dirapatkan
dengan ujung gigi atas. Dari makhraj ini keluar huruf fa’. Kaidahanya adalah:
Perut bibir bawah dirapatkan dengan ujung gigi atas.
b. Paduan bibir atas dan bibir bawah. Jika kedua bibir tersebut tertutup/terkatup,
keluarlah huruf mim dan ba’. Kaidahnya:
Di antara dua bibir dalam keadaan tertutup.
Dan jika terbuka, keluarlah huruf wau. Kaidahnya:
Di antara dua bibir dalam keadaan terbuka.
5. Al-Khaisyum
Al-Khaisyum artinya aqshal anfi atau pangkal hidung. Dari makhraj ini keluar
satu makhraj, yaitu al-gunnah (sengau/dengung), sehingga dari makhraj inilah
keluar segala bunyi dengung. Setidaknya ada empat tempat yang padanya terjadi
bunyi sengau, yaitu:
Pada bacaan gunnah musyaddad, yakni bacaan sengau pada huruf mim dan nun
yang bertasydid:
Pada bacaan idgham bigunnah.
Pada bacaan ikhfa.
Pada bacaan iqlab.
Semua tempat pada bacaan di atas mengeluarkan bunyi yang keluar dari
pangkal hidung. Untuk memastikan adanya bunyi yang betul-betul keluar dari
pangkal hidung, cobalah memijit hidung pada saat mengucapkan bacaan-bacaan di
atas. Apabila suara tertahan, berarti benar-benar bahwa bacaan tersebut
mengeluarkan bunyi dari pangkal hidung. Namun bila ada suara yang keluar,
berarti bukan al-Khaisyum.
Ustadz Ismail Tekan dalam bukunya Tajwid al-Quran al-Karim memberikan
catatan yang bagus tentang makhraj al-Khaisyum. Beliau menjelaskan. Al-
Khaisyum (pangkah hidung) yang sebenarnya bukanlah tempat keluar huruf.
Hanya karena dengung itu ada hubungannya dengan huruf, maka ia disebutkan
juga sebagai makhraj. Harus diketahui bahwa yang sesungguhnya semua huruf itu
tidak boleh dikeluarkan dari/melalui hidung, seperti halnya orang yang “sengau”.
TABEL MAKHRAJ HURUF
No Makhraj Makhrajانفتاح
استفال
جهر
شدةهمس
رخاوة
استعالء
تفشى
اطباق
استطالة
Huruf
1 الجوف rongga dada ا و ى
2 اقصى الحلقtenggorokan paling bawah
ء هـ ء هـ ء ء هـ ء هـ
3 وسط الحلقtenggorokan bagian tengah
ع ح ع ح ع ح ح ع ح
4ادنى الحلق الى الفم
tenggorokan yang dekat dengan mulut
غ خ غ خ غ خ غ خ
5
اقصى اللسانمما بلى الحلق وما فوقه من الحنك
lidah paling bawah dan langit2 di atasnya
ق ق
6
اقصى اللسانمن اسفل مخرج القاف قليال وما يليه من الحنك
sedikit diatas makhraj qaf
ك ك
7وسط اللسان بينه و بين وسط الحنك
lidah bagian tengah dan langit2 bagian tengah
ج شي
ج ش ي
ج ي
ج ش ش ي ش ج ش ي
8
اول حافة اللسان وما يليه من االضراس من الجانب
ujung tepi lidah dan gusi samping bagian dalam
ض ض ض ض ض ض
9
حافة من اللسان
ادناها الى منتهى طرفه وما بينها و بينيليها من الحنك االعلى
ujung lidah dan langit2
ل ل
10 طرف اللساناسفل مخرج الالم قليال
sedkit diatas makhraj lam
ن ن
11
مخرج النون لكنها ادخل فى ظهر اللسان
Makhraj nun tapi keluar dari punggung lidah
ر ر
12
طرف اللسان و اصول الثناياالعليا مصعدا الى جهة الحنك
ujung lidah dan pangkal gigi seri atas yg berbatasan dengan langit2
د ت د تط د
ط د ت
ت ط ط ط د ت
13
بين طرف اللسان و فويق الثنايا السفلى
ujung lidah dan bagian atas gigi seri bawah
ز س ز س ز ص س
ص س ز
ص س ز
14
بين طرف اللسان و اطراف الثنايا العليا
ujung lidah dan ujung gigi seri atas
ث ذ ث ذ ظ
ذث
ظ ثذ
ظ ظ ظ ث ذ
15
باطن الشفة السفلى و اطراف الثنايا العليا
bibir bawah dan ujung gigi seri atas
ف ف
16 بين الشفتينdi antara 2 bibir
ب و م
ب و م
17 الخيشوم hidung ن م
II. TILAWATIL QUR`AN
HAL-HAL YANG HARUS DIKETAHUI OLEH QORI` QORI`AH
Seorang Qori` Qori`ah yang ingin sukses dalam penampilan bacaanya, maka
harus mengetahui sekaligus mempraktekan hal-hal yang disebutkan dibawah ini,
seperti pengaturan nafas dan suara.
1. NAFAS
Nafas adalah satu bagian yang penting dalam seni baca Alquran. Seoarang
Qori` Qori`ah yang mempunyai nafas yang panjang akan membaca kesempurnaan
dalam bacaannya, akan terhindar dari wakaf (berhenti) yang bukan tempatnya
(tanaffus) atau akan terhindar dari akhir bacaan yang terlalu cepat (tergesa-gesa)
karena mengejar sampainya nafas.
Oleh karena itu Qori` harus selalu berusaha memelihara dan meningkatkan
masalah nafas ini dengan cara-cara sebagai berikut :
a. Senam pernapasan
b. Lari
c. Berenang
2. SUARA
Bagian yang tidak kalah pentingnya lagi dalam seni membaca Alqur`an
adalah masalah suara, sebagaimana yang diketahui bahwa suara manusia itu
banyak mengalami perubahan, sejalan dengan bertambahnya usia karena masa
yang dialaminya, yaitu dari masa kanak-kanak- remaja, dewasa sampai tua renta.
Dalam kaitannya dengan keperluan seni baca Alqur`an, maka yang paling
banyak peranannya adalah masa akhir kanak-kanak, remaja dan dewasa. Dan
perubahan-perubahan tersebut pada umumnya adalah dari kanak-kanak ke remaja
disitulah akan terjadi perubahan-perubahan yang mengejutkan antara usia 14
sampai 16 tahun. Suatu contoh, ketika masih kanak-kanak bisa bersuara lantang
dan melengking serta nyaring dengan hanya memakai suara luar saja. Tetapi
setelah menginjak usia remaja, maka suara tersebut sudah berubah total menjadi
berat sekali.
Untuk itulah bagi para Qori` yang mengalami perubahan seperti itu harus
menggabungkan suara luarnya dengan suara dalamnya, yaitu suara yang
menekan. Dan itu perlu dilakukan latihan secara terus menerus untuk bisa
menggabungkan serta mengkombinasikan kedu seuara tersebut sehingga menjadi
halus dan merdu. Jika sudah bisa menggabungkan dengan baik manfaat lain daru
suara tersebut adakah nafas bisa lebih hemat.
Untuk memelihara serta menghaluskan suara memang ada beberapa hal
yang harus dilakukan dan juga harus dijauhi yaitu pertama tentang :
Makan/ Minum
Makanan-makanan yang harus dijauhi adalah yang banyak mengandung
lemak (berminyak), seperti goring-gorenganm pedas-pedas, makanan yang keras,
merokok, kalau buah-buahan seperti nanas, pisang dan lain-lain yang banyak
seratnya.
Sedangkan minum-minuman yang harus dijauhi adalah, seperti: es, minuman
yang banyak santannya, kopi/the yang terlalu banyak kadar gulanya, dan lain-lain.
Adapun hal-hal yang bisa memberatkan suara adalah seperti: makan yang
terlalu kenyang, ketidakstabilan dalam tiidur, yakni kekurangan atau kebanyakan
tidur.
Untuk menghaluskan serta menguatkan suara, seorang Qori` bisa
melakukan cara-cara seperti yang disebutkan di bawah ini, yaitu :
1. Membiasakan minum air masak yang sudah diembukan di malam hari.
2. Makan kuningan telur ayam kampung, bisa juga dicampur dengan madu asli untuk
menguatkan suara.
3. Minum jahe, air putih, dan minum jeruk.
4. Melakukan gorah.
MENGENAL BENTUK LAGU-LAGU TILAWATIL QUR`AN
Bentuk lagu-lagu tilawatil Qur`an mempunyai banyak kelainan jika
dibandingkan dengan lagu-lagu lainnya, seperti lagu nyanyian misalnya, maka bisa
dipelajari dengan cara menghafalkan not-notnya, seperti: Do Re Mi Fa So La Si Do,
karena memang disitulah kuncinya dan juga biasanya lagu-lagu tersebut diiringi
dengan music.
Tapi lain halnya dengan lagu lagu tilawatil Qur`an yang tidak bisa dipelajari
melalui not-not tersebut, sebab memang bentuk-bentuk gaya lagunya mempunyai
ciri khas tersendiri disamping itu lagu-lagu tilawatil Qur`an tidak memakai alat
musik untuk mengiringinya, kecuali untuk keperluan lagu-lagu qasidah yang sudah
disederhanakan.
CARA CEPAT MEMPELAJARI LAGU-LAGU TILAWATIL QUR`AN
Ada beberapa cara yang dianggap bisa cepat berhasil menguasai serta
memahami lagu-lagu tilawatil Qur`an, sehingga bisa menyusun satu maqro`
dengan komposisi lagu yang cukup sempurna yaitu :
a. Melalui Tape Recorder
Alat ini banyak sekali manfaatnya dalam kaitannya mempercepat menguasai lagu-
lagu tilawatil Qur`an, karena dengan sering mendengarkan, mempelajari serta
mempraktekan, maka lama kelamaan akan melekatlah lagu-lagu tersebut ke
dalam ingatan kita.
b. Menghafal Tausyih (Qasidah)
Di dalam bait-bait syair qasidah yang bisa dijadikan sebagai standar lagu-lagu
tilawatil Qur`an itu terdapat cabang-cabang lagu yang cukup lengkap, sehingga
dengan menghafal/mengingatnya akan dapat dengan mudah menerapkan ke
dalam ayat-ayat Al-Qur`an.
c. Dengan Menghafal Lagu Basmalah
Maksudnya adalah menghafal basmalah tiap-tiap lagu awalnya (aslinya) seperti
contoh lagu nahawand misalnya jika sudah hafal basmalahnya maka untuk
meneruskan kepada nada berikutnya akan lebih mudah. Jadi kuncinya terletak
pada basmalahnya.
NAMA-NAMA LAGU/ IRAMA SENI TILAWATIL QUR`AN
Lagu-lagu dalam seni baca Al-Qur`an dibagi menjadi dua bagian. 1. Lagu Pokok. 2.
Lagu selingan/lagu cabang, ditambah nama fariasi dan tingkat-tingkat suara.
1. Lagu Pokok
Lagu pokok seluruhnya ada 8 (delapan)
1. Lagu Bayyati (Husaini)
2. Lagu Shoba (Maya)
3. Lagu Hijazi (Hijaz)
4. Lagu Nahawand (Iraqi)
5. Lagu Sika
6. Lagu Rasta alan nawa
7. Lagu Jiharka
8. Lagu Banjaka (Rakbi)
2. Lagu Selingan
Nama lagu selingan/ lagu cabang, dan juga termasuk nama fariasi adalah :
1. Syuri 10. Murokkab
2. Ajami (Al-Ajam) 11. Misri
3. Mahur (Muhur) 12. Turki
4. Bastanjur 13. Romi
5. Kard 14. Uraq
6. Kard-Kard 15. Usyaq
7. Naqrisy 16. Zanjiran (Zinjiron)
8. Kurd 17. Syabir alarros
9. Noqrosy 18. Kurdi
Adapun tingkat-tingkat suara adalah :
1. Qoror (dasar/renda)
2. Jawab (nawa) (menengah)
3. Jawabul Jawab (tinggi)
SUSUNAN LAGU TILAWATIL QUR`AN
1. LAGU BAYYATI (HUSAINI) DAN ROSTA ALAN NAWA
Fungsi bacaan syair—syair ini sangat erat kaitannya dengan susunan lagu tilawatil
Qur`an, disamping itu juga berguna untuk lebih mempermudah dalam penguasaan
lagu-lagu tersebut, dan juga untuk selingan dalam pengajaran tilawatil Qur`an
agar terkesan lebih berfariasi dan supaya tidak cepat jemu.
2. LAGU SHOBA (MAYA)
Lagu Shoba terdiri dari 5 bentuk dengan 3 fariasi yaitu ajami, mahur, dan
Bastanjar, sedangkan untuk tingkatan suaranya ada 2 yaitu : jawab dan Jawabul
Jawab.
3. LAGU HIJAZI (HIJAZ)
Lagu hijazi atau hija terdiri dari 7 bentuk adan 4 fariasi yaitu, Kard, Kard-Kurd-
Naqrisy dan Kurd, sedangkan bentuk tingkatan suara ada tiga : Jawab, Jawabul
Jawab dan Qoror.
4. LAGU NAHAWAND (IROQI)
Lagu Nahawand terdiri dari 5 bentuk dan dua fariasi/ selingan, yaitu: Nuqrosy dan
Murokkab. Ciri-ciri fariasi Nuqrosy adalah bernada rendah (turun) sendangkan
fariasi Murokkab bernada tinggi (naik). Adapun tingkat suaranya ada 2 yaitu:
Jawab dan Jawabul Jawab.
5. LAGU SIKA
Lagu Sika terdiri dari 6 bentuk dan 4 fariasi/selingan, yaitu: Misri, Turki, Roml dan
Uroq. Sedangkan tingkat suaranya ada 3, Qoror, Jawab dan Jawabul Jawab.
6. LAGU ROST DAN ROSTA ALAN NAWA
Lagu Rost dan Rosta alan nawa pada bagian ini selalu berhubungan satu sama
lainnya, artinya: kalau memulai dengan lagu rost maka mesti dilanjutkan
(disambung) dengan Rosta Alan Nawa. Jadi lagu Rost dibagian ini hanya sebagai
pembuka saja. Adapun lagu Rost dan Rosta alan nawa terdiri dari 7 bentuk dan 3
fariasi yaitu : Usyaq, Zanjiron, dan Syabir Alarros. Sedangkan tingkat suaranya
ada 2 : Jawab dan Jawabul Jawab.
7. LAGU JIHARKA
Lagu Jiharka terdiri dari 4 bantuk dan 1 fariasi yaitu Kurdi. Sedangkan tingkatan
suara ada 2 tingkatan suara yaitu Jawab dan Jawabul Jawab.
8. LAGU BANJAKA
Lagu Banjaka/ Rakbi hanya khusus untuk lagu-lagu dalam bacaan tartilul Qur`an
dan lagu-lagu nyanyian (Qosidah) saja, dan jarang sekali bahkan hampir tidak
pernah sama sekali diterapkan (dipakai) dalam bacaan tilawatil Qur`an.
Kemungkinan besar karena lagu tersebut kurang begitu cocok bila dimasukan atau
dipraktekan
9. LAGU BAYYATI (PENUTUP)
Setiap bentuk susunan Lagu Tilawatil Qur`an terutama yang bersifat formal.
Selalu diakhiri dengan Lagu Bayyati penutup. Lagu Bayyati penutup terdiri dari 2
bantuk dan 2 tingkatan suara yaitu Jawab dan Jawabul Jawab.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrohim, Acep Iim. 1995. Pedoman Ilmu Tajwid Lengkap. Bandung:
Diponegoro.
Al-Jamzuri, Sulaiman. tth. Fathu al-Aqfal. Semarang: Maktabah ‘Alawiyah.
Al-Jazari, Abul Khair Syamsuddin Muhammad bin Muhammad bin Muhammad. tth.
Matan Jazariyah. Surabaya: Maktabah Sa’ad bin Nashir bin Nabhan.
Al-Mahmud, Muhammad. tth. Hidayatu al-Mustafid fi Akhamit Tajwid. Surabaya:
Maktabah Muhammad bin Ahmad Nabhan wa Auladihi.
Munir, Misbachul, 1995. Pedoman Lagu-kagu Tilawatil Qur`an. Surabaya : Apollo.
Definisi Tartil Al-Qur'an
Tartil adalah perlahan-lahan dan tidak tergesa-gesa. Diantaranya, memperhatikan potongan ayat, permulaan dan kesempurnaan makna, sehingga seorang pembaca akan berpikir terhadap apa yang sedang ia baca. Allah Ta’ala berfirman, “Dan bacalah Al-Qur’an itu dengan perlahan-lahan.” (QS. Al-Muzammil: 4).
Ibnu Katsir berkata, “Bacalah dengan perlahan-lahan, karena hal itu akan membantu untuk memahami Al-Qur’an dan men-tadabburi-nya. Dengan cara seperti itulah Rasulullah membaca Al-Qur’an. Aisyah berkata, “Beliau membaca Al-Qur’an dengan tartil sehingga seolah-olah menjadi surat yang paling panjang.” Beliau senantiasa memutus-mutus bacaannya ayat demi ayat.
Tata cara membaca Al-Qur’an yang dinukil dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabat menunjukkan pentingnya perlahan-lahan dalam membaca dan memperindah suara bacaan. Zaid bin Tsabit radiallahu ‘anhu pernah ditanya, “Bagaimana pendapatmu tentang bacaan Al-Qur’an dalam tujuh hari?” Ia menjawab, “Baik, dan jika saya membacanya dalam setengah bulan atau satu bulan lebih saya sukai, mengapa demikian?” Orang tadi bertanya, “Saya akan bertanya demikian itu.” Zaid berkata, “Agar saya dapat men-tadabbur-i dan berhenti dalam setiap bacaan.”
Ibnu Hajar berkata, “Sesungguhnya orang yang membaca dengan tartil dan mencermatinya, ibarat orang yang bershadaqah dengan satu permata yang sangat berharga, sedangkan orang yang membca dengan cepat ibarat bershadaqah beberapa permata, namun nilainya sama dengan satu permata. Boleh jadi, satu nilai lebih banyak daripada beberapa nilai atau sebaliknya.”
Pendapat yang benar adalah, sesungguhnya seseorang yang membaca dengan tergesa-gesa, maka ia hanya mendapatkan satu tujuan membaca Al-Qur’an saja, yaitu untuk mendapatkan pahala bacaan Al-Qur’an, sedangkan orang yang membaca Al-Qur’an dengan tartil disertai perenungan, maka ia telah mewujudkan semua tujuan membaca Al-Qur’an, sempurna dalam mengambil manfaat Al-Qur’an, serta mengikuti petunjuk Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabat yang mulia.
Sumber: Kunci-Kunci Tadabbur Al-Qur’an, Dr. Khalid bin Abdul Karim Al-Laahim: Pustaka An-Naba’
Sumber: http://dakwahsyariah.blogspot.com/2011/07/definisi-tartil-al-quran.html#ixzz3meXRffo1
Dimensi Tartil, Qiraah, Tilawah dan Nagham dalam al-Quran
Selasa, 19 Mei 2015
Salam Sobat SQ Blog ! Admin kali ini akan sekilas membahas makna Tartil, Qira'ah, Tilawah dan Nagham dalam al-Quran. Inistiaf penulisan ini tidak terlepas dari perbincangan bacaan al-
Quran beberapa hari lalu di Istana Negara dengan langgam Jawa ala Sinden. Sontak bentuk bacaan yang terbilang baru tersebut mendapat berbagai tanggapan, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri.
Admin berharap, semoga tulisan ini dapat memberikan informasi terkait hal tersebut. Disini, admin tidak hanya membahas bentuk Nagham al-Quran termasuk perdebatan melantunkan al-Quran dengan nagham/lagu selain Arab diantaranya langgam Jawa ala Sinden, tetapi juga admin mengutarakan istilah lainnya yg serupa dengan Nagham, yaitu, Tartil, Qira'ah dan Tilawah. Simak uraiannya di bawah ini.
Al-Quran adalah kitab suci umat Islam yang sarat dengan Kemukjizatan dan Keistimewaan yang tidak dimiliki kitab-kitab lainnya. Salah satu keistimewaan tersebut terletak pada gaya bahasanya yang penuh dengan irama dan lagu. Irama dan lagu tersebut sama sekali berbeda dengan jenis irama atau jenis lagu dengan yang lainnya.
Sayyid Qutub mengatakan bahwa gaya bahasa dan untaian kata al-Quran bebas sepenuhnya dari belenggu sajak dan segala bentuk kaidahnya harus diindahkan dalam penggubahan syair Arab. Dengan demikian, susunan kalimat dan gaya bahasa al-Quran bebas pula dari tujuan yang umum dikenal dalam sya’ir-sya’ir dan sajak-sajak. Demikian keterangan Subhi al-Shalih dalam bukunya.
Keterangan Sayyid Qutub di atas, mengingatkan bahwa karya sastra bangsa Arab sekalipun, berbeda dengan Irama dan Lagu al-Qur’an, apalagi irama dan lagu dari bangsa atau daerah lainnya. Melantunkan ayat-ayat al-Quran dengan irama dan lagu dituntut dengan baik, fasih, serta suara yang indah yang memang merupakan kewajiban bagi setiap muslim. Menurut Muhsin Salim, Dosen Tajwid, Nagham dan Qira’at Istitut PTIQ Jakarta, arah tuntutan tersebut ialah pola bacaan tartil yang berlaku bersamaan dengan turunnya al-Quran. Hal ini ditegaskan dalam surah al-Furqan ayat 32:
. المزمل﴾ ﴿صورة ل�ا ت�ي ر� ت� ه� ت�ا ر� �� ت تر �ت �ت �ت ت�ا ه ت! ت" ت# ب$ ت& ه� تل ت' تل ت) ت( لة ت* ت+ ت�ا ل, ت� رم ه- ه. آا ر� ه0 رل ا ت! ري ت� ت1 ت2 بز ه3 ت5ا رو تل ه��ا ت6 ت( ت7 ت)ي �ل ت ا ت2 ت9ا �ت
Artinya: Berkatalah orang-orang yang kafir: “Mengapa al-Quran itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?”; demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacanya secara tartil (teratur dan benar).” (Q.S. al-Furqan: 32)
Sekilas Tartil dan Hubungannya dengan Ilmu Tajwid
Para Sahabat dan ulama sejak dahulu telah mengajarkan tuntunan akan hal itu dalam satu bidang ilmu tersendiri, yaitu Ilmu Tajwid. Melalui ilmu inilah diberikan tuntunan dalam melantunkan ayat-ayat al-Quran agar dapat mencapai target bacaan yang Tartil. Perintah Allah dalam al-Quran yang mengisyaratkan akan hal ini ialah:
. المزمل﴾ ﴿صورة ل�ا ت�ي ر� ت� ت. آا ر� ه0 رل ا تل ب� تر �ت
Artinya: “Bacalah al-Quran dengan Tartil yang optimal.” (Q.S. al-Muzzammil: 4)
Penekanan ayat di atas untuk membaca al-Quran bukan hanya sekedar tartil, melainkan dengan tartil yang benar-benar berkualitas. Demikian pesan Ahmad Fathoni, salah satu dosen Tajwid dan Qira’at Institut PTIQ Jakarta dan IIQ Jakarta. Menurut Ali bin Abi Thalib, tartil di sini mempunyai arti, ( ت: رو ه9 هو رال ه, ت ت� ر; تم �ت ت: �ر ه� ه> رال ه* ري تو ر= ت� ), yaitu membaguskan bacaan huruf-huruf al-Quran dan mengetahui hal-ihwal waqaf. Sehingga, maksud tartil di sini ialah melafazkan ayat-ayat al-Quran sebagus dan semaksimal mungkin.
Makna Tartil, Qira'ah dan Tilawah
Demikianlah sekilas gambaran makna tartil dalam perspektif untuk membaca al-Quran. Dalam ayat-ayat al-Quran, terdapat kata lain yang sinonim (mutaradif) dengan kata Tartil tetapi memiliki makna yang berbeda, yaitu Qira’ah dan Tilawah. Untuk melihat sisi perbedaan ketiga kata ini yang sama-sama diartikan “membaca” dalam bahasa Indonesia, perhatikan definisinya masing-masing di bawah ini:
Tartil, yaitu membaca dengan ittisaq (terpadu) dan intizham (tersistem) secara konsisten (istiqamah). Tartil menekankan pelepasan kata-kata dari mulut secara baik, teratur, dan konsisten. Kata inilah yang dipadankan dalam teknis penerapan ilmu Tajwid sebagaimana dijelaskan di atas.
Qira’ah, yaitu membaca untuk mengungkap makna suatu bacaan. Sehingga, kata Qira’ah dapat diartikan menganalisa, meneliti, menguji, eksplorasi, investigasi, dan sejenisnya.
Tilawah, yaitu membaca yang diikuti kehendak untuk mengikuti apa yang dibacanya. Dari sini dengan jelas dapat melihat bahwa kata tilawah ini mengungkapkan aspek praktis dari membaca, yakni mengamalkan isi dari apa yang dibacanya.
Nagham al-Quran; Membaca al-Quran dengan Lagu
Selain ketiga kata di atas, terdapat satu kata lagi yang sangat berkaitan dengan al-Quran dalam aspek membaca, yaitu Nagham. Sekilas kata inilah yang menjadi topik utama dalam pembahasan ini. Kata Nagham ( ه,/ تم ر< ت� ال ه? ر< ت� merupakan (ال mufrad dari jamak Angham/al-Naghamaatu ( ه@/ تما ت< ت�� ال Aه ت<ا ر3 تBا ) yang berarti lagu.
Konteks Nagham al-Quran (lagu al-Quran) dengan ketiga kata sebelumnya memiliki sasaran yang sama, yaitu membaca al-Quran. Akan tetapi, sisi prakteknya-lah yang membedakannya. Ketiga kata sebelumnya telah diuaraikan secara singkat di atas, adapun Nagham dalam prakteknya memiliki aturan tersendiri berupa Maqom, al-Wan (variasi maqom), dan Taqsim (improvisasi maqom).
Perintah Nabi Memperindah Bacaan al-Quran
Sebelum menyelami maqom-maqom nagham al-Quran serta memberikan tanggapan terkait ketentuan dalam melantunkan nagham al-Quran, perlu ditekankan terlebih dahulu bahwa terdapat sejumlah hadis nabi yang memerintahkan dalam memperindah bacaan al-Quran dan keterangan mengenai kekaguman nabi terhadap bacaan beberapa Sahabat, diantara hadis tersebut ialah:
تما : Cء Eر Fت تل ه! ت�� ال ت. Gت تBا تما ت2 ت9ا �س�? �1ي! ال�! ص�ى Eب ت$ ت�� ال ت7 ت1 ، تة ت� ري ت� Kه E"ت تBا ر7 ت1 ، ت, تم ت� تس E"ت تBا ر7 ت1 ، Lب ت� Kر ه�ز ال ت7 ت1 ، ه. تيا ر6 هس ت�ا Mت ت�* ت+ ، ت! ال� ت* ر$ ت1 ه7 ر" Eه� ت� ت1 ت�ا Mت ت�* ت+ . ﴾Lال$خار ﴿ر�ا� ت. آا ر� ه0 رل ت"ا ت��ى ت< Oت تي ر. تBا Eب ت$ ت�� تل� ت. Gت تBا
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Ali bin Abdullah, telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Al-Zuhri, dari Abu Salamah bin Abdurrahman, dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw, beliau bersabda: “Allah tidak mengizinkan pada sesuatu pun, sebagaimana Allah mengizinkan
kepada Nabi untuk melagukan al-Qur’an.” (H.R. Al-Bukhari, hadis ini diriwayatkan juga oleh Imam Muslim)
Abu Sufyan Wakie’ bin al Jarrah berkata terkait hadis di atas, “Tafsirnya ialah ( ت! ت" Eت� ر< Oت Pر تي ) menyenandungkannya. Sebagian Sahabat mengartikannya ( ت! ت" ت� Qت ر= تي ر. تBا ه* ت�ي هي ه! تل ), yaitu melagukannya dengan suara yang keras. Dalam hadis lain, nabi menyatakan:
�1ي! : ال�! ص�ى ت! ال� ه2 هسو تر ت2 ت9ا ت2 ت9ا تة ت� ري ت� Kه E"ت تBا ر7 ت1 ، ت, تم ت� تس E"ت تBا ر7 ت1 ، Rء تQا Sت ه7 ر" ا ت3ا ت� ت$ Tر تBا ، Uء ري ت� ه- ه7 ر" ا ت3ا ت� ت$ Tر تBا ، ء? تص ت1ا ه"و تBا ت�ا Mت ت�* ت+ ، Vه ت>ا رس تWا ت�ا Mت ت�* ت+ . : ﴾Lال$خار ﴿ر�ا� ت. آا ر� ه0 رل ت"ا ت�7 ت< Oت تي ر? تل ر7 تم ت��ا تم Xت ري تل �س�?
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Ishaq, telah menceritakan kepada kami Abu ‘Ashim, telah mengabarkan kepada kami Ibn Juraij, telah mengabarkan kepada kami Ibn Syihab, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah berkata, “Rasulullah Saw bersabda: Bukan termasuk golongan kami orang yang tidak melagukan al-Qur'an”. (H.R. Al-Bukhari)
Adapun keterangan mengenai keindahan beberapa bacaan Sahabat ialah:
: : Eه� ت$ ت�� ال Eتل ت2 ت9ا ت2 ت9ا ، ه! ر� ت1 ه! ت�� ال Eت Yت تر ، ت! ال� ت* ر$ ت1 ر7 ت1 ، تة ت* ت$ي ت1 ر7 ت1 ه? تKي ت�ا ر" تWا Eت� Mت ت�* ت+ ت2 ت9ا ، Zت تم ر1 تBا ا5 ت7 ت1 ، E"ت تBا ت�ا Mت ت�* ت+ ، ء] تيا ت\ ت7 ر" ت[ ر6 ت+ ه7 ر" ه� تم ه1 ت�ا Mت ت�* ت+ . ﴾?�Pم � Lال$خار ﴿ر�ا� Lت� ري ت\ ر7 تم ه! ت; تم رس تBا ر. تBا ه� ت+ هBا E3ب تWا ت2 ت9ا ت2 تز ر3 هBا ت' ري ت� ت1 �ت ت' ري ت� ت1 هBا ت� ر9 آا ه# ر� ه9 ت. آا ر� ه0 رل ا Eت� ت� ت1 رBا ت� ر9 ا �س�? �1ي! ال�! ص�ى
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Umar bin Hafsh bin Ghiyats, telah menceritakan kepada kami bapakku, dari Al-A’masy, ia berkata; telah menceritakan kepadaku Ibrahim, dari Abidah, dari Abdullah r.a, ia berkata; Nabi Saw pernah bersabda padaku: “Bacakanlah Al Qur`an untukku.” Aku pun berkata, “Apakah aku akan membacakan untuk Anda, padahal ia diturunkan kepada Anda?” Beliau bersabda: “Sesungguhnya aku suka untuk mendengarnya dari orang lain.” (H.R. Al-Bukhari dan Muslim)
Hadis lain menerangkan kekaguman nabi terhadap terhadap suara Abu Musa al-Asy’ari:
ه! ر� ت1 ه! ت�� ال Eت Yت تر ، تسى همو E"ت تBا ر7 ت1 ، تة �ت ر� ه" E"ت تBا ت� ب* ت- ر7 ت1 تة �ت ر� ه" E"ت تBا ت7 ر" ت! ال� ت* ر$ ت1 ه7 ر" ه* ري ت� ه" ت�ا Mت ت�* ت+ ، Eه� ت3 ت�ما ت> رل ا تيى ر> تي ه"و تBا ت�ا Mت ت�* ت+ ، ء� ر_ ت" ه"و تBا ء ت� Tت ه7 ر" ه* ت�م ت> هم ت�ا Mت ت�* ت+ . : ﴾Lال$خار ﴿ر�ا� �ت �ه ت�ا ت2 آا ت� تمي تزا تم ر7 تم لرا تما رز تم ت# ت�ي �هBا ر* ت0 تل تسى همو ت"ا تBا تيا ه! تل ت2 ت9ا �س�? �1ي! ال�! ص�ى Eب ت$ ت�� ال ت7 ت1 ،
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Muhammd bin Khalaf Abu Bakr, telah menceritakan kepada kami Abu Yahya Al-Himmani, telah menceritakan kepada kami Buraid bin Abdullah bin Abu Burdah, dari kakeknya (Abu Burdah), dari Abu Musa r.a, dari Nabi Saw, beliau bersabda kepadanya: “Wahai Abu Musa, sesungguhnya engkau telah diberikan suara clarionet dari suara-suara clarionet keluarga Nabi Daud”. (H.R. Al-Bukhari)
Hadis lainnya terkait bahasan ini ialah:
�1ي! - ال�! ص�ى ت! ت�� ال ه2 هسو تر ت2 ت9ا ت2 ت9ا Rء aت ت1ا ت7 ر" Cت ت�ا ت$ رل ا ت7 ت1 ت, ت= تس رو ت1 ت7 ر" ت7 تم ر+ ت�� ال ت* ر$ ت1 ر7 ت1 ت, ت> ر� bت ر7 ت1 Zت تم ر1 تBا ا5 ت7 ت1 ر� ت�ي ت- ت�ا Mت ت�* ت+ ت, ت$ ري Sت ت"ى تBا ه7 ر" ه. تما ر& ه1 ت�ا Mت ت�* ت+ما-!﴾- » «. Wا"7 ،EائPال� ،��ؤ Bا"و ﴿ر�ا� ر? ه_ ت� توا رص تBا ت" ت. آا ر� ه0 رل ا ه�وا بي aت �س�?
Artinya: “Telah menceritakan kepada Kami Utsman bin Abu Syaibah, telah menceritakan kepada Kami Jarir, dari Al-Amasy, dari Thalhah, dari Abdurrahman bin ‘Ausajah, dari Al-Bara’ bin ‘Azib, ia berkata; Rasulullah Saw bersabda: “Perindahlah al-Qur’an dengan suara kalian”. (H.R. Abu Daud, al-Nasa’i, Ibnu Majah)
Setelah mengamati hadis-hadis Nabi di atas dapat disimpulkan bahwa memperindah bacaan dalam melantunkan ayat al-Quran adalah anjuran. Jika di amati lebih lanjut dalam hubungannya dengan istilah Tartil, Qira’ah, Tilawah dan Nagham, perintah dalam hadis di atas mencakup prakteknya dalam kegiatan Tartil dan Nagham. Adapun Qira’ah dan Tilawah berada di sisi lain karena orientasinya lebih pada tindakan nyata dari kegiatan membaca seperti disebutkan di atas.
Jadi, perintah memperindah bacaan dalam hadis-hadis di atas mencakup bacaan dengan Nagham/lagu, maupun bacaan dengan Tartil. Perbedaan keduanya bahwa Nagham mengikuti kaidah beberapa Maqom, adapun Tartil tidak. Sungguhpun demikian, praktek keduanya harus berdasarkan ilmu tajwid dan ilmu qira’at. Bahkan dapat dikatakan, Nagham sesungguhnya berkembang dari variasi bacaan tartil, hanya saja dilengkapi dengan beberapa aturan maqom bacaan.
Hadis di atas menginformasikan juga bahwa selain kata Nagham, kata al-Ghina’ (C ا � > ل juga (اsering digunakan untuk menyebut lagu al-Quran. Hal ini sesuai dengan keterangan Muhsin Salim dalam bukunya. Lebih lanjut, beliau menambahkan bahwa Nagham juga sinonim dengan kata al-Lahn .(ال�>7) Terdapat satu hadis yang menggunakan kata sebagaimana ”ال�>7“ diriwayatkan oleh Imam al-Thabrani dalam Mu’jam al-Ausat-nya. Tetapi status hadis ini dha’if karena terdapat rawi yang majhul (tidak diketahui). Hadis tersebut ialah:
م>م* E"اB " ي_�ى 9*يما �(ا. Sيخا سم;# 9ا2 Lال6زار مال' 7" +صي7 71 الولي* 7" "0ي, 3ا ال=ما2 م�Qا. 7" م>م* �Mا -ا"ا. 7" م>م* +*�Mا . : ﴾E3الط$�ا ﴿ر�ا� تQا ت� توا رص تBا �ت Rت ت� ت; رل ا ت. ه>و ه� ت" ت. آا ر� ه0 رل ا �اCه ت� ر9 ا س�? � �1ي! ال�! ص�ى ال�! رسو2 9ا2 9ا2 اليما. 7" +)ي6, 71 ي>*]
Artinya: “Dari Huzaifah bin al-Yaman berkata, Rasulullah Saw bersabda; “Bacalah al-Quran itu dengan lagu orang-orang Arab.” (H.R. Al-Thabrani)
Definis Nagham dan Maqom-maqomnya
Setelah melalui bebera uraian di atas, kini saatnya kita melihat definisi dari Nagham al-Quran. Menurut Muhsin Salim, Nagham al-Quran ialah alunanan intonasi atau lagu yang disuarakan dalam ragam nada, variasi, dan improvisasi yang selaras dengan pesan-pesan yang diugkapkan oleh ayat yang dibaca. Tandasnya lebih lanjut, lagu tersebut tentu saja bermuara dari lagu-lagu yang dilantunkan dalam nyayian atau seni suara orang Arab.
Ketentuan lainnya bahwa Nagham/lagu yang dilantunkan dalam bacaan kitab suci al-Quran harus tunduk dan mengikuti kaidah tartil yang tertuang dalam ilmu tajwid. Sehingga lagu-lagu bersangkutan layak untuk dinyatakan sebagai lagu-lagu kitab suci al-Quran. Orang yang pertama kali membaca al-Quran dengan warna-warna lagu ialah salah seorang di antara sejumlah Qurra’ (ahli baca) yang di bawah Ziyad al-Numairi ketika berkunjung ke rumah Anas bin Malik.
Pendapat lain menyebutkan bahwa orang yang pertama-tama membaca al-Quran dengan lagu adalah Ubaidillah bin Abi Barkah dan dikembangkan oleh generasi berikutnya, yaitu Ubaidillah bin Umar dan Sa’id al-Allaf al-Ibadli. Diantara maqom-maqom Nagham al-Quran yang populer ialah maqom Bayyati, Hijaz, Shaba, Rast, Jiharka, Sika dan Nahawand. Sobat SQ yang ingin download tausyih maqom tersebut, DISINI.
Melagukan al-Quran selain dengan Nagham/lagu Arab?
Pertanyaan kemudian, bagaimana melantunakan ayat al-Quran dengan lagu selain lagu Arab? Hal inilah yang menjadi penutup tulisan ini sekaligus memberi tanggapan terkait bacaan al-Quran dengan irama sinden di yang dibacakan oleh oleh dosen UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Muhammad Yasser Arafat. Bacaan dalam rangka peringatan Isra dan Mi’raj
tersebut dilangsukan di Istana Negara pada hari Jum’at, 15 mei 2015 membuat banyak perdebatan di masyarakat. Berikut rekamannya:
Bacaan tersebut yang merupakan ide dari Menteri Agama, Lukma Hakim Saifuddin terbilang baru dan banyak mendapat tanggapan, tidak hanya dalam negeri bahkan dari luar negeri juga. Di media pun disebutkan, ada yang meresponnya dengan baik, namun tidak sedikit juga yang merespon sebaliknya.
Bacaan ini menjadi isu internasional setelah Qari’ internasional, asal Saudi Arabia, Syeikh Abdullah Ali Bashfar turut mengeluarkan fatwa. Beliau melarang bacaan tersebut dengan 4 argumen, yaitu:
1. Terdapat kesalahan lahjah (aspek dialek fonologis). Menurutnya, seharusnya lahjah yang dipakai adalah lahjah Arab.
2. Terjadi takalluf (pemaksaan), pembacanya dianggap terlalu memaksakan untuk meniru lagu yang tidak lazim dalam membaca al-Quran.
3. Adanya ashabiyah (fanatisme kesukuan). Syeikh Ali mencurigai adanya kesan terlalu menonjolkan kejawaan atau keindonesiaan. Hal ini dianggap membangun sikap ashabiyyah dalam ber-Islam. Padahal, ashabiyah itu hukumnya haram.
4. Dikhawatirkan mempermainkan al-Quran. Yang paling fatal adalah jika ada maksud memperolok-olokkan ayat-ayat Allah yang mereka samakan dengan lagu-lagu wayang dalam suku Jawa.
Hal berbeda disampaikan KH. Prof. Dr. Ahsin Sakho Muhammad, mantan rektor dan guru besar di Institut Ilmu Al-Quran (IIQ) Jakarta dan tim pentashih terjemahan al-Quran di Departemen Agama RI. Menurut beliau, bacaan dengan langgam tradisional dianggap sebagai perpaduan yang baik antara seperti langit kallamullah yang menyatu dengan bumi, yakni budaya manusia. Itu sah diperbolehkan. Hanya saja, bacaan pada langgam budaya harus telap berpacu seperti yang diajarkan Rasul dan para sahabatnya, yakni sesuai dengan kaedah fonologi bahasa Arab al-Quran (tajwid).
Lebih lanjut, Ahsin Sakho berpendapat bawha membaca al-Quran yang mengacu pada langgam budaya Indonesia sangat diperbolehkan dan tidak ada dalil shahih yang melarang hal demikian. Dia menganggapnya sebagai kreativitas budaya.
Tanggapan Admin Laggam Jawa ala Sinden dalam Melagukan al-Quran
Terlepas dari perbedaan di atas, setidaknya kita perlu mengetahui bahwa dalam melantunkan ayat al-Quran harus berlandaskan dengan ilmu tajwid dan juga ilmu qira’at pada tataran bacaan-bacaan tertentu. Hal ini telah disebutkan sebelumnya bahwa tartil yang merupakan target utama dalam ilmu tajwid, perintahnya bersamaan dengan turunnya al-Quran sebagaimana disebutkan dalam Surah al-Furqan ayat 32, kemudian ditekankan lagi dalam surah al-Muzzammil ayat 4.
Oleh karenanya, penilaan utama dalam menilai bacaan al-Quran ialah sisi Tartilnya yang berlandaskan dengan ilmu tajwid. Adapun dalam persoalan ini, yaitu laggam jawa dengan irama sinden dalam al-Quran menurut penulis agak memuat tadallus (pemaksaan) sehingga kurang tepat. Sehingga, penulis sepakat dengat pendapat Abdullah Ali Bashfar dalam persoalan ini. Namun, penulis juga menyadari bahwa variasi bacaan al-Quran tidak terlepas dari unsur budaya dengan syarat tetap berlandaskan disiplin ilmu tajwid. Seperti maqom sika yang berasal
dari Turki kemudian di adopsi oleh Qurra’ Arab, akhirnya menjadi warna lagu Arabi. Pada sisi ini, penulis sepakat dengan Akhsin Sakho.
Renungan Membaca dan Melagukan al-Quran
Demikianlah ulasan penulis terkait Dimensi Tartil, Qira’ah, Tilawah, dan Nagham dalam al-Quran. Semoga dapat memberikan wawasan baru dalam ranah kajian ini. Sebagai penutup, penulis mengutip keterangan Manna Khalil Khattan dalam bukunya yang bersumber dari al-Suyuti bahwa; Diantara perbuatan bid’ah dalam qira’at dan ada’ adalah talhin. Diantara macam talhin ialah:
1. Tar’id, yaitu menggelatarkan suara, laksana suara yang menggelatar karena kedinginan atau kesakitan;
2. Tarqis; yaitu sengaja berhenti pada huruf mati namun kemudian dihentakannya secara tiba-tiba disertai gerakan tubuh,
3. Tatrib, yaitu menendangkan dan melagukan al-Quran sehingga membaca mad bukan pada tempatnya atau menambahnya;
4. Tahzin, yaitu membaca al-Quran dengan nada memelas seperti orang yang bersedih sampai hampir menangis disertai suara lembut;
5. Tardad, yaitu bila sekelompok orang menirukan seorang qari’ pada akhir bacaannya dengan satu gaya dari cara-cara di atas.
Adapun teknik membaca yang sebenarnya menurut Manna Khalil al-Qattan ada 3, yaitu Tahqiq; yaitu memberikan haq-haq setiap huruf sesuai dengan ketentuan para ulama dan disertai tartil, Hadar; yaitu membaca cepat dengan tetap memperhatikan syart-syarat pengucapan yang benar; dan Tadwir; yaitu pertengahan antara Tahqiq dan Hadar.
Hukum Tartil dan Nagham
Demikianlah bahasan admin kali, semoga bermanfaat dan menambah wawasan baru mengenai perbedaan makna Tartil, Qira'ah, Tilawah dan Nagham. Disamping, dapat mengetahui ketentuan membaca al-Quran, baik dengan Tartil maupun dengan Nagham/lagu harus tetap berdasarkan disiplin ilmu Tajwid. Membaca al-Quran dengan Tartil yang berdasarkan ilmu tajwid adalah wajib menurut ulama. Adapun melagukan al-Quran dengan Nagham, menurut Mazhab Maliki dan Mazhab Hambali adalah makruh (boleh), sedangkan menurut mazhab Syafi'i dan Mazhab Hanafi adalah mustahab/sunnah.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Da'wud, Sunan Abu Da>wud, Beirut, Da>r al-Kitab al-Araby, tt Al-Bukhari', Shahih Bukhari', Beirut: Da'r Ibn Kasir, 1407 H/1987 M Al-Nasa'’i, Sunan al-Nasa'’i, Cet. I, Beirut: Da'r al-Kitab al-Ilmiyah, 1991 Al-Qattan, Manna’ Khalil. Studi Ilmu-ilmu al-Quran, Cet. XIV, Bogor: Pustaka
LiteraAntarNusa, 2011 Fathoni, Ahmad. Petunjuk Praktis Tahsin Tartil al-Quran, Jakarta: Fakultas Ushuluddin
Institut PTIQ, 2010 Ibnu Maja'h, Sunan Ibnu Maja'h, Cet. III, Beirut: Da'r al-Fikr, tt Majelis Ulama Indonesia, http://mui.or.id/mui/ Muhsin Salim, Ilmu Nagham al-Quran: Metode Membaca al-Quran dengan Lagu, cet. III,
Jakarta : YATAQI, 2008 Muslim Media News (MMM), http://www.muslimedianews.com/ Muslim, Shahih Muslim, Beirut: Da'r al-Ji’il, 1955 Qira’ah, Tartil, dan Tilawah, https://web.facebook.com/notes/al-falihin/qiraah-tartil-dan-
tilawah-membaca/10153320506205136 Rima News; Bersuara denga Hari, http:// rimanews.com/ Shalih, Subhi. Membahas Ilmu-ilmu al-Quran, Cet. XI, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2011 Shihab, Quraish. Wawasan al-Quran; Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persolan Umat,
Cet. XVIII, Bandung: Mizan, 2007